pembuatan kerupuk ikan

12
PENGOLAHAN KERUPUK AMPLANG IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) Oleh : Badarudin / 4206317481 Khusmalina Tambunan / 4206327507 Tri Deniansen / 4206317534 PROGRAM DIPLOMA 4 LAPORAN PENYULUHAN PERIKANAN

Upload: afni-ramadhani

Post on 20-Jan-2016

481 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembuatan Kerupuk Ikan

PENGOLAHAN KERUPUK AMPLANG

IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus)

Oleh :

Badarudin / 4206317481

Khusmalina Tambunan / 4206327507

Tri Deniansen / 4206317534

PROGRAM DIPLOMA 4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN

JAKARTA

2009

LAPORAN PENYULUHAN PERIKANAN

Page 2: Pembuatan Kerupuk Ikan

1. ALUR PROSES PENGOLAHAN

Ikan Kurisi 1 kg

Penyiangan dan pemfiletan

Pengambilan daging/pengerikan

Pelumatan daging

Penggorengan dengan minyak dingin (1200-1550C)

Pembuatan Adonan

Pembentukan Adonan

Penggorengan dengan minyak panas (1550-2200C)

Pendinginan

Pengemasan

Perbandingan Adonan Tepung Tapioka dan Ikan : 1:2Ikan 100 gr , gula 50 gr, garam 8 gr, penyedap rasa 2 gr, Merica 2 gr, Tepung Tapioka 200 gr, Bawang Putih 10 gr, telur 2 butir, dan soda kue 3 gr.

Penyimpanan

Page 3: Pembuatan Kerupuk Ikan

2. PEMBAHASAN

Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk amplang ini

adalah ikan kurisi yang dibeli di daerah Pasar Minggu. Ikan kurisi yang digunakan

mempunyai nilai organoleptik minimal 7 (segar).

Penyiangan dan Pemfilletan

Ikan kurisi kemudian disiangi dengan menggunakan pisau untuk

membuang jeroan ikan (insang dan isi perut). Kemudian setelah disiangi ikan

dicuci dan dilakukan pemfilletan ikan dengan menggunakan pisau, pemfilletan

dilakukan dari bagian ekor menuju kepala untuk mengambil daging ikan kurisi

yang nantinya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk.

Pengambilan Daging

Daging ikan kurisi merupakan hasil pengerokan dari pemfilletan ikan

kurisi. Berat awal ikan kurisi 1 kg akan menyusut setelah mengalami pemfilletan

sebesar 425 gram dan pengerokan daging kurisi sebesar 375 gram. Hal ini

diakibatkan karena adanya yield dari ikan kurisi yang tidak dapat digunakan

dalam pembuatan kerupuk amplang, seperti pada bagian kepala, isi perut dan

tulang. Disimpulkan bahwa berat bersih ikan kurisi (rendemen) yang dapat

digunakan dalam pembuatan kerupuk amplang adalah 37,5%.

Pelumatan Daging

Daging ikan kurisi yang diperoleh untuk pengolahan selanjutnya kemudian

dilakukan pelumatan daging dengan menggunakan mesin grinder (mesin pelumat

daging). Pelumatan daging bertujuan untuk membuat daging ikan mudah nantinya

dalam pembentukan kerupuk, karna setelah pelumatan daging terbentuk gel-gel

dari daging ikan yang menyebabkan daging menjadi lumat.

Pembuatan Adonan

Faktor terpenting dalam tahap pembuatan adonan adalah homogenitas

adonan, karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang

dihasilkan, baik karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik. Untuk itu pada

Page 4: Pembuatan Kerupuk Ikan

saat pencampuran bahan hendaknya dilakukan sampai benar-benar homogen

(Anonim, 1995).

Pengamatan adonan yang dilakukan secara visual ternyata terlihat bahwa

perbandingan tepung dan ikan dalam formulasi akan memberikan perbedaan

terhadap sifat adonan. Perbedaan sifat adonan terlihat dalam bentuk mudah atau

tidaknya adonan menyatu pada saat akhir proses pengadukan dan sifat mudah

lengketnya sewaktu adonan dibentuk bulat-bulat.

Untuk itu saat pengadonan harus memperhatikan perbandingan dalam

pemberian bahan campuran yang sesuai dengan formulasi pembuatan kerupuk

amplang. Karena dengan formulasi perbandingan bahan baku yang tepatlah

kerupuk amplang dapat dibuat. Perbandingan tepung tapioka dan ikan yang baik

dalam pembuatan kerupuk amplang adalah 2:1. Dalam adonan ini telah di

dapatkan adonan yang tepat dan tidak lengket lagi ditangan.

Kerupuk amplang pada perbandingan 1:1 antara tepung tapioka dan

daging ikan akan menghasilkan adonan yang tidak padat sehingga adonan tersebut

masih lengket ditangan dan tidak dapat dibentuk. Hal ini menyebabkan adonan

tersebut tidak dapat dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu proses

penggorengan sehingga tidak dapat diujikan mutunya. Sebaliknya pada

perbandingan 3:1 diperoleh adonan yang terlalu padat sehingga proses pencetakan

akan mengalami kesulitan. Ini disebabkan karena penambahan tepung tapioka

yang terlalu banyak mengakibatkan adonan sulit untuk dibentuk, adonan tidak

elastis dan mudah retak (pecah-pecah).

Hasil pengamatan rendemen adonan dengan perbandingan tepung tapioka

danikan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Rendemen Adonan dengan Perbandingan 2:1

Bahan Berat (gram)

Ikan

Tepung tapioka

Adonan sebelum digoreng

Adonan setelah digoreng

100

200

450

400

Page 5: Pembuatan Kerupuk Ikan

Kerupuk amplang dengan perbandingan 2:1 menghasilkan bola amplang

210 butir dengan diameter sebelum digoreng 1 cm dan setelah digoreng 1,75,

panjang sebelum digoreng 3,5 cm dan setelah digoreng 7cm dengan berat masing-

masing bola amplang sebelum digoreng 2,2 gram dan setelah penggorengan

menjadi 1,9 gram.

Tabel 2. Rendemen Adonan dengan Perbandingan 3:1

Bahan Berat (gram)

Ikan

Tepung Tapioka

Adonan sebelum digoreng

Adonan setelah digoreng

100

300

556

502

Kerupuk amplang dengan perbandingan 3:1 menghasilkan bola amplang

287 butir dengan diameter awal 1 cm dan setelah digoreng 1,5 cm, panjang awal

3,5 cm dan setelah digoreng 4,5 cm dengan berat masing-masing bola amplang

sebelum digoreng 2 gram dan setelah penggorengan menjadi 1,7 gram.

Dari dua perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa kerupuk dengan

perbandingan 3:1 mengalami pengembangan yang kurang maksimal dibandingkan

dengan kerupuk dengan perbandingan 2:1 yang mengalami pengembangan yang

cukup maksimal.

Penggorengan

Amplang merupakan sejenis kerupuk ikan yang harus digoreng sebelum

dipasarkan. Penggorengan dengan menggunakan metode deep frying yaitu

menggoreng dengan seluruh permukaan bahan pangan yang terendam oleh

minyak (Ketaren, 1986). Kerupuk amplang mempunyai karakteristik menyerap

lemak dari minyak goreng sehingga saat penggorengan memerlukan

penggorengan dalam jumlah banyak.

Menurut hasil pengamatan, suhu penggorengan yang digunakan untuk

mendapatkan kemekaran yaitu 1500C selama kurang lebih 15 menit hingga

kerupuk tersebut telah mendapatkan kemekaran maksimal dengan bentuk yang

konstan. Pada saat suhu penggorengan kurang dari 1000C akan mengakibatkan

kerupuk amplang kurang mengembang (bantat) dan amplang menjadi kisut,

Page 6: Pembuatan Kerupuk Ikan

sedangkan suhu diatas 2000C mengakibatkan tekstur kerupuk amplang pecah

sehingga bentuk kurang bulat, permukaan tidak rata dan juga cepat mengalami

kegosongan. Setelah mendapatkan bentuk yang konstan suhu penggorengan

dinaikkan hingga 2200C selama kurang lebih 5 menit hingga kering agar bagian

dalam kerupuk amplang matang dan tidak kenyal.

Warna gelap akibat dari reaksi Maillard yaitu reaksi pencoklatan yang

disebabkan lama penggorengan, suhu penggorengan dan komponen kimia bahan

pangan itu sendiri. Semakin tinggi karbohidrat maka semakin cepat terjadi reaksi

pencoklatan. Pada proses pemanasan juga terjadi reaksi Browning yang dapat

menyebabkan timbulnya warna yang tidak diinginkan (coklat) akibat pemanasan

yang terlalu lama atau penggunaan suhu yang terlalu tinggi (Winarno, 1997).

Selain itu, akibat kandungan gula yang tinggi pada produk akan mengakibatkan

terjadinya reaksi karamelisasi sehingga produk tersebut cepat mengalami

pencoklatan/kegosongan.

Minyak goreng merupakan media penghantar panas pada proses

penggorengan. Dengan menggunakan metode deep frying (Ketaren, 1986),

penggorengan dilakukan dengan cara digoreng dengan seluruh permukaan

kerupuk terendam oleh minyak, agar panas yang diterima merata, dan dilakukan

dengan hati-hati agar kerupuk amplang tidak mudah pecah (retak) sehingga

didapatkan bentuk yang utuh. Pengadukan pada saat penggorengan sangat

berpengaruh terhadap kemekaran, kegetasan dan kegosongan kerupuk amplang.

Akibat pengadukan saat penggorengan, suhu minyak akan tetap konstan.

Pendinginan

Pendinginan adalah metoda untuk mengeluarkan sisa- sisa minyak goreng

terdapat dalam produk yang dapat membuat tekstur produk menjadi lembek.

Biasanya kandungan minyak tersebut dkeluarkan sampai batas agar mikroba tidak

dapat tumbuh didalamnya (Winarno, 1987). Pendinginan kerupuk amplang

dilakukan dengan mengentaskan kerupuk amplang dengan penyaringan sampai

sisa-sisa minyak dalam kerupuk tidak nampak atau kering.

Page 7: Pembuatan Kerupuk Ikan

Pengemasan

Pengemasan kerupuk amplang dilakukan dengan mengemas kerupuk ke

dalam plastik vakum untuk menghasilkan produk yang renyah dan mengembang.

Produk akhir harus dikemas dengan cepat, cermat, saniter dan higienis. Pengemas

harus tahan minyak dan tidak mudah ditembus oleh uap air. Hal ini menghindari

proses terjadinya ketengikan yang dapat mengurangi mutu dari kerupuk.

Ketengikan terjadi apabila komponen citarasa dan bau yang mudah menguap dan

terbentuk sebagi akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tidak

jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan citarasa yang tidak

diinginkan dalam produk yang mengandung minyak (Buckle et al, 1985).

Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan

yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain seperti mikroorganisme, serangga,

tikus dan kerusakan fisiologis atau biokimia (Damayanti dan mudjajanto 1995).

Kerupuk ampalng disimpan dalam ruangan yang terlindung dari penyebab-

penyebab yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk seperti panas,

serangga (Insects) seperti lalat, semut dan lain-lain serta binatang pengerat

(Rodentia) seperti tikus. Di samping itu ruang penyimpanan harus memiliki

kelembaban udara yang sesuai dengan produk. Kelembaban ruangan harus dijaga

serendah mungkin untuk menyesuaikan produk kerupuk (SNI 01-2732.2-1992)

Page 8: Pembuatan Kerupuk Ikan

3. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan dan praktek pengolahan kerupuk amplang dengan

pemanfaatan ikan kurisi dapat disimpulkan :

1) Pengolahan kerupuk amplang meliputi persiapan bahan baku (pencucian dan

penyiangan), pengerokan daging, pelumatan daging, pengadonan diikuti

dengan penambahan bumbu, pencetakan, penggorengan dan pengemasan.

2) Produk kerupuk amplang dengan perbandingan komposisi tepung tapioka dan

ikan (2:1) menghasilkan mutu yamg lebih baik dibandingkan produk dengan

perbandingan tepung tapioka dan ikan (3:1). Selain itu, produk A dengan

komposisi 2:1 mendapatkan nilai tertinggi pada uji organoleptik dan uji

hedonik karena panelis lebih menyukai rasa dan tekstur dari produk tersebut.

Oleh karena itu, produk A dengan komposisi 2:1 merupakan produk terpilih.

3) Nilai organoleptik ikan kurisi berkisar antara 7,48 sampai dengan 7,58 pada

selang kepercayaan 95%. Sedangkan jumlah TPC pada produk terpilih

(Produk A) sebesar 7,0 x 102 koloni/ gram.

4) Hasil pengujian kimia pada bahan baku ikan kurisi yaitu; kadar air 80,75%,

kadar abu 0,98%, kadar lemak 1,0%, kadar protein 16,89% dan karbohidrat

0,39%. Sedangkan untuk hasil pegujian produk A (2:1) yaitu; kadar air 9,97%,

kadar abu 1,25%, kadar lemak 29,5%, kadar protein 9,18% dan karbohidrat

41,31%.

5) Hasil pengukuran analisis daya kembang dengan pengukuran panjang

diameter kerupuk amplang pada produk A setelah mengalami penggorengan

sebesar 154,9% sedangkan daya kembang pada produk B sebesar 58,42%.

6) Hasil perhitungan analisa usaha menunjukkan pendapatan yang diperoleh per

periode kerja sebesar Rp.54.000,- (dalam 1 kg bahan).

7) Hasil perhitungan analisa titik impas (BEP) sebesar 43 unit dengan biaya

sebesar Rp. 43.000,-, dengan B/C (Benefit Cost Ratio) lebih besar dari satu

(>1), sehingga pengolahan kerupuk amplang ini layak untuk dilanjutkan.