pembuktian unsur2

7
GABUNGAN TINDAK PIDANA (SAMENLOOP / CONCURSUS) Dalam suatu tindak pidana dikatakan telah terjadi suatu perbarengan dalam kondisi, jika satu orang, melakukan lebih dari 1 tindak pidana, yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana pada orang tersebut, di mana untuk tindak pidana itu belumada putusan hakim diantaranya dan terhadap perkara-perkara pidana itu akan diperiksa serta diputus sekaligus. 1. Eendaadse samenloop atau concursus idealis Prof. Simons berpendapat, bahwa apabila tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana dan dengan melakukan tindakan tersebut, tindakannya itu ternyata telah memenuhi rumusan-rumusan dari beberapa ketentuan pidana, atau dengan perkataan lain apabila dengan melakukan satu tindak pidana itu, tertuduh ternyata telah melakukan beberapa tindak pidana, maka di situ terdapat apa yang disebut eendaadse samenloop atau concursus idealis ataupun apa yang oleh Prof. Van Hamel juga telah disebut sebagai samenloop van strafbepalingen atau gabungan ketentuan-ketentuan pidana. Endaadse Samenloop atau Concursus Idealis diatur dalam Pasal 63 ayat 1 dan 2 KUHP yang berbunyi: (1) Jika sesuatu perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan pidana, maka hanyalah dikenakan satu saja dari ketentuan itu; jika hukumannya berlainan, maka yang dikenakan ialah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya. (2) Jika bagi sesuatu perbuatan yang terancam oleh ketentuan pidana umum pada ketentuan pidana yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saja yang akan digunakan. 2. Merdaadse samenloop atau concursus realis Meerdaadse Samenloop terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan tiap-tiap perbuatan tindak pidana sendiri-sendiri dan terhadap perbuatan-perbuatan tadi diadili sekaligus. Hal ini diatur dalam pasal 65, 66, 70 dan 70 bis KUHP.

Upload: fakhir-tashin-baaj

Post on 24-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pembuktian unsur unsur 2

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBUKTIAN UNSUR2

GABUNGAN TINDAK PIDANA (SAMENLOOP / CONCURSUS)

Dalam suatu tindak pidana dikatakan telah terjadi suatu perbarengan dalam kondisi, jika satu orang, melakukan lebih dari 1 tindak pidana, yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana pada orang tersebut, di mana untuk tindak pidana itu belumada putusan hakim diantaranya dan terhadap perkara-perkara pidana itu akan diperiksa serta diputus sekaligus.

1. Eendaadse samenloop atau concursus idealisProf. Simons berpendapat, bahwa apabila tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana dan dengan melakukan tindakan tersebut, tindakannya itu ternyata telah memenuhi rumusan-rumusan dari beberapa ketentuan pidana, atau dengan perkataan lain apabila dengan melakukan satu tindak pidana itu, tertuduh ternyata telah melakukan beberapa tindak pidana, maka di situ terdapat apa yang disebut eendaadse samenloop atau concursus idealis ataupun apa yang oleh Prof. Van Hamel juga telah disebut sebagai samenloop van strafbepalingen atau gabungan ketentuan-ketentuan pidana.Endaadse Samenloop atau Concursus Idealis diatur dalam Pasal 63 ayat 1 dan 2 KUHP yang berbunyi:

(1) Jika sesuatu perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan pidana, maka hanyalah dikenakan satu saja dari ketentuan itu; jika hukumannya berlainan, maka yang dikenakan ialah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya.

(2) Jika bagi sesuatu perbuatan yang terancam oleh ketentuan pidana umum pada ketentuan pidana yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saja yang akan digunakan.

2. Merdaadse samenloop atau concursus realisMeerdaadse Samenloop terjadi apabila seseorang melakukan beberapa

perbuatan, dan tiap-tiap perbuatan tindak pidana sendiri-sendiri dan terhadap perbuatan-perbuatan tadi diadili sekaligus. Hal ini diatur dalam pasal 65, 66, 70 dan 70 bis KUHP. Menurut ketentuan yang termuat dalam KUHP, concursus realis dibedakan antara jenis tindak pidana yang dilakukan. Tindak pidana kejahatan termuat dalam pasal 65 dan 66 KUHP. Sedangkan tindak pidana pelanggaran termuat dalam pasal 70 dan 70 bis.

Pasal 65 KUHP[8] mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis dan sistem pemidanaan menggunakan sistem absorpsi diperberat. Pasal 66 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis dan sistem pemidanaanya juga menggunakan absorpsi diperberat.

Perbedaan antara pasal 65 dan 66 KUHP terletak pada pidana pokok yang diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan yang timbul karena perbuatan-perbuatannya itu yaitu apakah pidana pokok yang diancamkannya itu sejenis atau tidak. Sedangkan pasal 70 KUHP mengatur apabila seseorang melakukan beberapa pelanggaran atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan kejahatan dan pelanggaran.

Jika pasal 65 dan 66 menyebutkan tentang gabungan kejahatan dengan kejahatan, pasal 70 memberi ketentuan tentang gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran. Dalam hal ini maka

Page 2: PEMBUKTIAN UNSUR2

kejahatannya dijatuhkan hukumannya sendiri, sedangkan bagi masing-masing pelanggarannya pun dikenakan hukuman sendiri-sendiri dengan pengertian bahwa jumlah semuanya dari hukuman kurungan yang dijatuhkan bagi pelanggaran-pelanggaran itu tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan dan mengenai hukuman kurungan pengganti denda tidak lebih dari delapan bulan. Pasal 70 bis menentukan kejahatan-kajahatan ringan dianggap sebagai pelanggaran. Bagi masing-masing kejahatan ringan tersebut harus dijatuhkan hukuman sendiri-sendiri dengan ketentuan bahwa jika dijatuhkan hukuman penjara maka jumlah semua hukuman tidak boleh lebih dari delapan bulan.

3. Perbuatan berlanjut (Voorgezette Handeling)Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan beberapa

perbuatan itu merupakan tindak pidana sendriri. Tetapi di antara perbuatan itu ada yang hubungan sedemikian eratnya satu sama lain sehingga beberapa perbuatan itu harus dianggap sebagai satu peruatan lanjutan. Hal ini diatur dalam pasal 64 KUHP dan pemidanaannya menggunakan sistem absorpsi.

Apa yang dimaksud dengan perbuatan berlanjut? Terdapat beberapa pendapat mengenai perbuatan berlanjut tersebut. Ada sarjana yang memberikan pengertian bahwa perbuatan berlanjut adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan delik, tetapi beberapa perbuatan yang masing-masing delik itu seolah-olah digabungkan menjadi satu delik.

Sedangkan Simons mengatakan bahwa KUHP yang berlaku sekarang tidak mengenal vorgezette handeling sebagaimana diatur dalam pasal 64 KUHP yang merupakan bentuk gabungan dalam concursus realis. Hanya tentang pemidanaan pasal 64 KUHP menyimpang dari ketentuan pasal 65 KUHP dan 66 KUHP. Menurut pasal 65 KUHP dan 66 KUHP yang dijatuhkan adalah satu pidana yang terberat ditambah dengan sepetiganya. Sedangkan menurut pasal 64 KUHP yang dijatuhkan hanya satu pidana yang diperberat. Oleh karena itu, Simons menganggap pasal 64 KUHP sebagai pengecualian terhadap concursus realis/ meerdaadse samenloop.

Adapun ciri-ciri dari perbuatan berlanjut adalah:

a. Tindakan-tindakan yang terjadi adalah sebagai perwujudan dari satu kehendak jahat;

b. Delik-delik yang terjadi itu sejenis; dan

c. Tenggang waktu antara terjdinya tindakan-tindakan tersebut tidak terlampau lama.

Persoalan mengenai sejauh mana cakupan dari satu kehendak jahat tersebut erat hubungannya dengan delik dolus/ culpa dan delik materil/ formil. Untuk delik dolus dalam hubungannya dengan delik materiil/ formal tidak ada persoalan mengenai cakupan dari satu kehendak jahat tersebut.

Page 3: PEMBUKTIAN UNSUR2

Unsur-unsur Pasal 5 Undang-undang no 5 tahun 1997

1. Ayat(2):

Pabrik obat adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki izin dari Menteri untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk psikotropika.

Dalam pasal diatas jelas dikatakan bahwa yang boleh memproduksi narkotika hanyalah perusahaan berbadan hokum yang memiliki izin dari menteri. Sedangkan Erwin alias Ateng, telah memproduksi narkotika dengan melawan hokum, karena dirinya merupakan subjek hokum yang tidak memiliki izin untuk memproduksi narkotika. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya alat bukti, yang diantaranya adalah;

-  1 (satu) unit Hand Phone merk Nokia type 2630 ;

-  1(satu) unit Hand Phone merk Taxo type TX60 ;

-  2 (dua) buah spuit / suntikan bekas pakai dan masih ada darahnya ;

-  1 (satu) buah timbangan ;

-  1 (satu) buah jerigen berisi cairan amoniak ;

-  1 (satu) buah jerigen isi cairan Dietil- eter ;

-  1 (satu) buah jerigen isi dairan diduga Aseton ;

-  1 (satu) buah jerigen isi cairan di duga HCL ;

-  1 (satu) buah tas warna hitam isi thermometer ;

-  1 (satu) buah jerigen isi cairan (Na Oh) ;

-  Kaleng spedermen berisi serbuk puta didalam plastik kecil berat netto 0,2 Gram ;

-  1 (satu) pax alat ukur PH (Kertas PH) ;

-  2 (dua) gelas Na Oh cair ;

-  1 (satu) buah gelas diduga isi cairan Na Oh ;

-  1 (satu) buah rol kabel ;

-  1 (satu) plastic serbuk Red Pospor seberat 185 Gram ;

-  Minyak goreng Sania isi 1/3 botol ;

-  2 (dua) unit kompor listrik warna merah ;

-  1 (satu) buah corong pemisah (kaca beling) ;

Page 4: PEMBUKTIAN UNSUR2

-  1 (satu) buah elenmeyer isi sedikit cairan warna coklat ;

-  3 (tiga) buah botol labu bulat ;

-  1 (satu) buah refluk (tabung kaca ulir) ;

-  1 (satu) platik serbuk putih diduga ephedrine seberat 515 gram;

-  3 (tiga) roll aluminium foil ;

-  216 gram diduga Iodin 1/3 botol warna coklat ;

-  1 (satu) buah sendok keeil ;

-  1 (satu) botol Aqua isi 1/5 cairan coklat ;

-  3 (tiga) buah panci stanlis kecil ;

-  2 (dua) buah gelas kaca kecil isi sedikit cairan warna coklat

2. Pasal 69 :

Percobaan atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dipidana sama dengan jika tindak pidana tersebut dilakukan.

Didalam kasus ini, Erwin alias Ateng, terbukti hendak melakukan produksi narkotika. Namun, dia tertangkap sebelum berhasil terbuatnya narkotika tersebut. Dengan barang buktinya adalah ketika ia ditangkap hanya ada cairan kental berwarna coklat.

3. pasal 60 ayat (1):

Barangsiapa :

a. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5; atau

b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; atau

c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Didalam unsur ini dijelaskan secara rinci mengenai ketentuan hukuman yang akan dikenakan kepada Erwin sebagai terdakwa yang melakukan percobaan memproduksi narkotika,selain yang telah ditetapkan pada pasal 5, Undang-undang ini.

Selain melakukan percobaan Memproduksi narkotika, terdakwa juga menggunakan narkotika, dengan cara menyuntikannya ke lengan menggunakan alat suntik.

Page 5: PEMBUKTIAN UNSUR2

 Hakikatnya “pengguna” adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU Narkotika/Psikotropika. Dalam ketentuan UU Narkotika maka “pengguna” diatur dalam Pasal 116, 121, 126, 127, 128, 134, dan dalam UU Psikotropika diatur dalam Pasal 36, 37, 38, 39, 40, 41, 59 ayat (1) huruf a, b dan Pasal 62 UU Psikotropika.

Dalam hal ini terdakwa dikenakan Pasal 127 UU no 35 tahun 2009 tentang penyalahgunaan narkotika

Menurut analisis diatas, Erwin alias Ateng telah melanggar lebih dari satu tindak pidana yaitu memproduksi psikotropika Terdakwa melanggar Pasal 69 jo Pasal 60 (1) huruf a UU no. 5 tahun 1997 dan untuk menyalahgunakan narkoba ia melanggar Pasal 127 (1) UU no. 35 tahun 2009.

Oleh karena itu tindakan yang dilakukan terdakwa Erwin alias Ateng termasuk kategori Merdaadse Samenloop atau Concursus Realis. Ia melanggar Pasal 65 ayat (1) KUHP yang berbunyi:

“Dalam gabungan dari beberapa perbuatan, yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan tersendiri dan yang masing-masing menjadi kejahatan yang terancam dengan hukuman utama yang sejenis, maka satu hukuman saja yang dijatuhkan.”