pemeriksaan audiometri

12
Pemeriksaan Audiometri Pemeriksaan Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan letak,jenis dan derajat ketulian (gangguan dengar). Pemeriksaan ini sangat penting di lakukan sebagai pemeriksaan tambahan untuk menentukan gejala-gejala yang di alami oleh pasien (Fresno.2011). Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis ketulian apakah : - Tuli Konduktif - Tuli Saraf (Sensorineural) - Tuli campuran Pemeriksaan audiometri memerlukan peralatan elektronik untuk menguji pendengaran. Alat ini di sebut sebagai audiometer. Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman pendengaran: · digunakan untuk mengukur ambang pendengaran · mengindikasikan kehilangan pendengaran · pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis · mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang berbeda Audiometer sebagai suatu alat yang di gunakan untuk pemeriksaan audiometri ini akan menghasilkan audiogram. Audiogram adalah catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer, yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas suara dalam desibel (dB) (Fresno.2011). Tata cara pemeriksaan audiometri berupa persiapan alat,persiapan pasien,posisi pemeriksaan,presentasi sinyal,pemeriksaan air conduktion,pemeriksaan bone conduction (Rukmini.2005). Persiapan alat Nyalakan Power Audiometer 10 Menit sebelum pemeriksaan Tombol : Output : untuk memilih earphone (kiri atau kanan), AC atau BC, Frekuensi : Memilih nada

Upload: tyasa-budiman

Post on 05-Dec-2014

367 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Audiometri

Pemeriksaan Audiometri

Pemeriksaan Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan letak,jenis dan derajat ketulian (gangguan dengar). Pemeriksaan ini sangat penting di lakukan sebagai pemeriksaan tambahan untuk menentukan gejala-gejala yang di alami oleh pasien (Fresno.2011).

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis ketulian apakah :

- Tuli Konduktif

- Tuli Saraf (Sensorineural)

- Tuli campuran

Pemeriksaan audiometri memerlukan peralatan elektronik untuk menguji pendengaran. Alat ini di sebut sebagai audiometer. Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman pendengaran:

· digunakan untuk mengukur ambang pendengaran

· mengindikasikan kehilangan pendengaran

· pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis

· mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang berbeda

Audiometer sebagai suatu alat yang di gunakan untuk pemeriksaan audiometri ini akan menghasilkan audiogram. Audiogram adalah catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer, yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas suara dalam desibel (dB) (Fresno.2011).

Tata cara pemeriksaan audiometri berupa persiapan alat,persiapan pasien,posisi pemeriksaan,presentasi sinyal,pemeriksaan air conduktion,pemeriksaan bone conduction (Rukmini.2005).

Persiapan alat

Nyalakan Power Audiometer 10 Menit sebelum pemeriksaan Tombol : Output : untuk memilih earphone (kiri atau kanan), AC atau BC, Frekuensi : Memilih nada Hearing Level : Mengatur Intensitas Tone : Memberikan Sinyal Masking : Memberikan bunyi Masking pada NTE (Non-Test Ear) apabila diperlukan

(Rukmini.2005).

Persiapan pasien

Pemeriksaan kemampuan komunikasi Penderita sebelum pemeriksaan – Telinga mana yang mampu mendengar lebih jelas – Telinga mana yang lebih sering digunakan bertelepon

Page 2: Pemeriksaan Audiometri

Pemeriksaan Tinitus – Daya tahan terhadap suara yang keras

Pemeriksaan Liang Telinga – Periksa dan bersihkan dahulu liang telinga dari serumen

Memberikan instruksi secara singkat dan sederahana – Penderita menekan tombol (atau mengangkat tangan) saat mendengar sinyal yang

diberikan.– Saat sinyal tidak terdengar, penderita diminta untuk tidak menekan tombol

(Rukmini.2005).

Posisi pemeriksaan

Penderita duduk dikursi Penderita tidak boleh melihat gerakan pemeriksa

– Minimal menghadap 30o dari posisi pemeriksa (Rukmini.2005).

Presentasi sinyal

Nada harus diberikan selama 1 – 3 detik (bisa diatur dengan “Pulse”) Nada harus diberikan secara acak (ireguler) Pasien tidak boleh :

– Melihat gerakan pemeriksa – Menebak interval waktu pemberian sinyal (Rukmini.2005).

Pemeriksaan Air Conduction (AC)

Mulai pada telinga yang lebih baik Frekwensi :

– Mulai pada 1000 Hz, kemudian naik setiak 1 oktaf ke 8000 Hz, dan kembali lagi ke 500 Hz dan 250 Hz.

– Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang pada frekwensi 1000 Hz. Bila terjadi perubahan 20 dB atau lebih, antar oktaf perlu dilakukan pemeriksaan pada ½

oktaf. Intensitas awal diperoleh dengan memberikan sinyal yang terdengar jelas (50 dB atau 60 dB)

– Bila tidak terdengar, naikkan 20 dB secara gradual hingga memperoleh respon – Bila ada respon, turunkan 10 dB hingga tidak terdengar – Bila telah tidak tidak terdengar, naikkan 5 dB hingga terdengar.– Lakukan berulang hingga diperoleh ambang terendah – Ambang terendah diperoleh pada respon terhadap 2 kali perangsangan ulangan dengan

cara yang sama (turun 10 dB, naik 5 dB) Lakukan cara tersebut pada semua frekwensi (Rukmini.2005).

Pemeriksaan Bone Conduction (BC)

Hanya dilakukan bila ambang AC meningkat. Bila AC berada dalam batas normal, BC tidak diperlukan

Vibrator harus dipasang pada mastoid pasien dengan baik, dengan sedikit penekanan

Page 3: Pemeriksaan Audiometri

Cara pemeriksaan sama dengan AC, tetapi dengan frekuensi dan intensitas yang terbatas (500 Hz s.d. 4000 Hz, hanya sampai 45 dB – 80 dB) (Rukmini.2005).

Setelah di lakukan pemeriksaan seperti di atas maka akan menghasilkan suatu audiogram yang sesuai dengan kondisi pasien saat di periksa. Pada pembacaan audiogram harus di perhatikan keterangan bahwa

tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri Hantaran udara (Air Conduction = AC)

– Kanan = O– Kiri = X

Hantaran tulang (Bone Conduction = BC)– Kanan = C– Kiri = כ

Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus ( ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri

Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri (FKUI.2007)

Di diagram di bawah ini merupakan berbagai hasil dari pemeriksaan audiometri

a) Audiogram pendengaran normal (telinga kanan)

Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap (FKUI.2007)b) Audiogram tuli sensoris (telinga kanan)

Page 4: Pemeriksaan Audiometri

Tuli sensori neural : AC dan BC lebih dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap (FKUI.2007)

c) Audiogram tuli konduktif (telinga kanan)

Tuli Konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB AC lebih dari 25 dB Antara AC dan BC terdapat air-bone gap (FKUI.2007)

d) Audiogram tuli campuran (telinga kanan)

Tuli Campur : BC lebih dari 25 dB AC lebih besar dari BC, terdapat air-bone gap (FKUI.2007)

Apklin1. Tuli konduktif

Page 5: Pemeriksaan Audiometri

Terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah (Arsyad, 2007) , diantaranya disebabkan oleh :

– Adanya serumen/ kotoran telinga– Gendang telinga yang mengalami perforasi (berlubang) akibat penggunaan cotton bud atau

benda lainnya– Infeksi telinga tengah yang menimbulkan cairan

Diperkirakan 10 % dari kasus gangguan pendengaran yang terjadi merupakan gangguan pendengaran tipe konduktif, dimana dapat mengakibatkan penurunan pendengaran derajat ringan sampai dengan sedang. Gangguan pendengaran tipe konduktif seringkali dapat ditangani secara medis, bahkan banyak ditemukan pendengaran dapat kembali normal. Pada kasus gangguan pendengaran tipe konduktif, volume suara yang didengar berkurang. Gejala-gejala gangguan pendengaran tipe konduktif adalah sebagai berikut (Soetirto, 2007).:

a) Mudah menaikan volume (diatas volume rata-rata orag dengan pendengaran normal) pada saat menonton TV ataupun mendengarkan radio.

b) Meminta lawan bicara untuk mengulang percakapan.c) Merasa mendengar lebih baik di salah satu telinga.d) Sulit mendengar percakapan melalui telepon.e) Menganggap orang lain berbicara tidak jelas atau bergumam.f) Tidak jelas mendengar suara percakapan.g) Sulit mendengar ditempat bising

Ganguan pendengaran ini dapat di pengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Penyebab tersebut antara lain adalah (sun et all.2011) :

a) Terjadi penumpukan kotoran telingab) Terdapat lubang di gendang telingac) Terdapat cairan di telinga bagian tengahd) Kerusakan pada tulang telinga bagian tengah

2. Tuli sensorineural/saraf/persepsi

Tuli persepsi dapat terjadi karena kumpulan masalah atau penyakit yang terdapat pada

a) koklea (telinga dalam)b) saraf pendengaranc) pusat pendengaran (markus.2009)

Penyebab yang sering ditemukan pada gangguan pendengaran tipe sensorineural adalah (Soetirto, 2007):

a) Faktor genetikb) Sering terpapar bisingc) Presbikusis (gangguan pendengaran yang terjadi karena menurunnya fungsi telinga bagian

dalam seiring bertambahnya usia)

Page 6: Pemeriksaan Audiometri

d) Konsumsi obat-obat yang berbahaya bagi telingae) Tumor yang terjadi pada syaraf pendengaranf) Infeksi yang terjadi secara kongenital maupun dapatan seperti meningitis, mumps, dan

sebagainya.g) Penyakit ginjalh) Penyakit saluran pernafasani) Sebagian besar kasus, penyebabnya masih belum diketahui atau idiopatik

Gangguan pendengaran tipe sensorineural dapat menyebabkan kehilangan pendengaran dengan derajat ringan sampai dengan derajat total. Lebih dari 95 % kasus gangguan pendengaran sensori neural dapat dibantu dengan menggunakan Alat Bantu Dengar dan Cochlear Implant (Soetirto, 2007).

3.Tuli campur

Tuli campuran adalah Kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan suatu penyakit, contohnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, contohnya tumor nervus III (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (Arsyad, 2007).

Gelombang suara dapat menemui hambatan disepanjang jalur pendengaran. Ketika gangguan pendengaran yang terjadi disebabkan adanya masalah pada telinga bagian pada telinga bagian luar, bagian tengah dan telinga bagian dalam sekaligus maka disebut gangguan pendengaran tipe campur. Contohnya gangguan pendengaran tipe campur dapat terjadi pada seseorang yang silia bagian dalamnya mengalami kerusakan karena bertambahnya usia dan pada saat bersamaan orang tersebut juga mengalami infeksi pada telinga tengah akibat dari infeksi saluran pernafasan bagian atas (Soetirto, 2007).

Selain itu, dalam menentukan derajat ketulian, yang jika perhitungan mengacu pada ambang dengar hantaran udaranya (AC) , derajat ketulian antara lain :

Normal : 0-20 dB

Tuli ringan : >20-40 dB

Tuli sedang : >40-60 dB

Tuli berat : >60-80 dB

Tuli total : >80 dB

4. Otitis Media Akut Supuratif

Page 7: Pemeriksaan Audiometri

Otitis Media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius. Antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. faktor penyebab utama dari otitis media Sumbatan tuba eustachius merupakan. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah juga terganggu sehingga kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Biasanya otitis media akut pencetus nya adalah infeksi saluran nafas atas (Djaafar, 2007).

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar (Djaafar, 2007).

Stadium OMA

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).

a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar, 2007).

b. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat (Djaafar, 2007).

c. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar (Djaafar, 2007).

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena

Page 8: Pemeriksaan Audiometri

kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot (Djaafar, 2007).

d. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (Djaafar, 2007).

e. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah (Djaafar, 2007).

5. Meniere

Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinnitus, berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh ditelinga. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan manusia tidak mampu mempertahankan posisi dalam berdiri tegak. Hal ini disebabkan oleha danya hidrops (pembengkakan) rongga endolimfa pada kokhlea dan vestibulum. Penyakit ini ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861 dan dia yakin bahwa penyakit itu berada dalam telinga (Hadjar, 2007).

Penyakit Meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala lain bertambah. Gejala-gejala klinis dari penyakit Meniere yang khas sering disebut trias Meniere yaitu vertigo, tinnitus, dan tuli saraf sensorineural fluktuatif terutama nada rendah. Serangan pertama dirasakan sangat berat, yaitu vertigo disertai rasa mual dan muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri, pasien akan merasa berputar, mual dan muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, kemudian keadaan akan berangsur membaik. Penyakit ini bisa seembuh tanpa obat dan gejala penyakit ini bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua dan selanjutnya dirasakan lebih ringan tidak seperti serangan pertama kali. Pada penyakit Meniere, vertigonya periodik dan makin mereda pada serangan-serangan selanjutnya (Hadjar, 2007).

Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan dalamkeadaan tidak ada serangan pendengararn dirasakan baik kembali. Gejala lain yang menyertai serangan adalah tinnitus yang kadang menetap walaupun diluar serangan. Gejala lain yang menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh pada telinga (Hadjar, 2007).

Page 9: Pemeriksaan Audiometri

Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa(peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) padakokhlea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi dan hilang timbul diduga disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, menurunnya tekanan osmotik dalam kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat (akibat jaringan parutatau karena defek dari sejak lahir) (Hadjar, 2007).

Dapus

DapusRukmini Sri.2005.Teknik Pemeriksaan THT.Jakarta:Penerbit EGC

FKUI.2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher Edisi ke 6.Jakarta:Balai Penerbit FKUI

E Spruce, Fresno.2011.physicians hearing servis. CA 93720 559-432-5973

Arsyad, Efiati. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok kepala dan Leher. Jakarta :

FKUI

Soetirto, I. 2007. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga Edisi VI. Jakarta : FKUI

Wei Sun, Senthilvelan Manohar, Aditi Jayaram,Anand Kumaraguru,Qiang Fu,Ji Li,and Brian Allman Early Age Conductive Hearing Loss Causes Audiogenic Seizure and Hyperacusis Behavior. Hear Res. 2011 December; 282(1-2): 178–183.

Markus Suckfüll, Prof. Dr. med. Perspectives on the Pathophysiology and Treatment of Sudden Idiopathic Sensorineural Hearing Loss. Dtsch Arztebl Int. 2009 October; 106(41): 669–676.

Hadjar, Entjep. Bashiruddin. Jenny. 2007. Penyakit Meniere : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala 7 Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Djaafar. Zainul A. Helmi. Restuti, Ratna D. 2007. Kelainan Telinga Tengah : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala 7 Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia