pemetaan batimetri kolam dan alur pelayaran di...
TRANSCRIPT
PEMETAAN BATIMETRI KOLAM DAN ALUR PELAYARAN DI PELABUHAN
TANJUNG EMAS SEMARANG
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh:
RIZZA ZULFA AL WAHIDA
NIM. 125080601111049
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PEMETAAN BATIMETRI KOLAM DAN ALUR PELAYARAN DI PELABUHAN
TANJUNG EMAS SEMARANG
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Oleh:
RIZZA ZULFA AL WAHIDA
NIM. 125080601111049
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Rizza Zulfa Al Wahida
NIM : 125080601111049
Program Studi : Ilmu Kelautan
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 19 Januari 2017
Mahasiswa
Rizza Zulfa Al Wahida NIM. 125080601111049
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa sholawat serta
salam untuk junjungan kita nabi Muhammad SAW.
2. Sujud dan terimakasih pada kedua orang tua dan saudara yang telah
memberikan dorongan semangat, motivasi dan doa yang tak pernah
putus sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak M A.Zainul Fuad, S.Kel., M.Sc dan Bapak Dhira K Saputra, S.Kel.,
M.Sc, selaku dosen pembimbing yang sangat sabar dalam membimbing
demi terselesainya skripsi ini.
4. Tim Survey dari PT.Pelindo III, Surabaya yang selalu membantu,
mendukung dan memberikan semangat selama pengambilan data dan
penyusunan laporan skripsi.
5. Seluruh teman seperjuangan Poseidon Ilmu Kelautan angkatan 2012 UB
yang telah memberikan dukungan, doa dan bantuannya dalam
penyusunan laporan ini.
6. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penulisan laporan ini.
vi
RINGKASAN
RIZZA ZULFA AL WAHIDA. Pemetaan Batimetri Kolam Dan Alur Pelayaran Di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang(dibawah bimbingan M.A.Zainul Fuad dan Dhira K Saputra ).
Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran penting dan strategis
untuk pertumbuhan industri dan perdagangan.Tetapi seringkali waktu tunggu
untuk berlabuh jauh lebih lama ketimbang waktu untuk berlayar.Akibatnya,
distribusi barang antarpulau pun tersendat. Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
termasuk dalam kategori pelabuhan C, yaitu pelabuhan yang dapat melayani
bongkar muat dan keluar masuk kapal selama 24 jam apabila diperlukan.
Kegiatan arus bongkar muat barang yang ada di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang terus mengalami peningkatan.Berdasarkan hal tersebut diperlukan
informasi mengenai kondisi perairan untuk optimalisasi pelabuhan salah satunya
adalah informasi kedalaman perairan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tipe pasang surut di pelabuhan Tanjung Emas, kedalaman perairan Pelabuhan
Tanjung Emas serta mengetahui nilai kelerengan peta kontur pada perairan
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 27 Mei – 2 Juni 2016 di
Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Data kedalaman diperoleh dengan
menggunakan alat Multibeam Echosounder Teledyne Odom (180-220Hz) dan
data Pasang Surut diperoleh dengan menggunakan alat Palem dan Tide gauge.
Data primer yang diukur adalah kedalaman perairan dan data pasang
surut.Pengambilan data kedalaman pada penelitian ini menggunakan metode
akustik.Pengolahan data Pasang surut menggunakan metode Admiralty,
diperoleh muka air laut rata-rata (MSL) memiliki nilai sebesar 1.43 m, sedangkan
HHWL dan LLWL berturut-turut memiliki nilai elevasi sebesar 1.99 m dan 0.87 m.
Berdasarkan perbandingan nilai amplitudo komponen harian tunggal
(𝐾1dan 𝑂1) dengan komponen harian ganda (𝑀2 dan 𝑆2), diperoleh nilai bilangan
Formzahl sebesar F = 1.35 meter. Menurut klasifikasi tipe pasang surut
bedasarkan nilai Formzhal dimana nilai 0,25< F < 1,5, maka tipe pasang surut di
perairan Semarang adalah pasang surut campuran condong ke harian ganda.
Hasil pengukuran kedalaman secara keseluruhan berkisar antara 9 hingga 16
meter dengan rata-rata -12 meter, maka pada pelabuhan Tanjung Emas menurut
peraturan pemerintah tentang kepelabuhan telah sesuai standart kedalaman
pelabuhan di Indonesia.Perbedaan kedalaman perairan pada lokasi penelitian
diduga disebabkan oleh relief dasar laut.Nilai kelerengan Perairan Pelabuhan
Tanjung Emas diperoleh nilai kelerengan berturut-turut yaitu 0.37, 0.32, 0.22 dan
0.03. Nilai kelerengan tersebut menurut Zuidam (1985) masuk dalam kategori
landai atau hampir rata.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul
“Pemetaan Batimetri Kolam Dan Alur Pelayaran Di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang”. Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi
latar belakang penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta hasil dan
pembahasan.
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang
dimiliki penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti,
tetapi masih dirasakan banyak kekurang tepatan, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Malang,19 Januari 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... v
RINGKASAN ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4
2.1 Pelabuhan .................................................................................................. 4
2.2 Macam-macam Pelabuhan ......................................................................... 5
2.2.1 Pelabuhan Utama ................................................................................ 5
2.2.2 Pelabuhan Pengumpul ......................................................................... 5
2.2.3 Pelabuhan Pengumpan ....................................................................... 6
2.3 Macam-macam Terminal pelabuhan .......................................................... 6
2.3.1 Terminal Khusus .................................................................................. 6
2.3.2 Terminal Untuk Kepentingan Sendiri .................................................... 6
2.3.3 Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri ................. 6
2.4 Batimetri ..................................................................................................... 7
2.4.1 Peta Batimetri ...................................................................................... 8
2.4.2 Aplikasi Batimetri ................................................................................. 9
2.5 Echosounder ............................................................................................ 10
2.5.1 Multibeam Echosounder .................................................................... 11
2.5.2 Singlebeam Echosounder .................................................................. 14
2.6 Pasang Surut ........................................................................................... 15
2.7 Perangkat Lunak Sebagai Alat Bantu Pengolahan Data ........................... 18
2.7.1 Hypack ............................................................................................... 19
2.7.2 Surfer ................................................................................................. 19
2.7.3 ArcGIS ............................................................................................... 20
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................................... 22
ix
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 22
3.2.1 Alat .................................................................................................... 22
3.2.2 Bahan ................................................................................................ 23
3.3 Pengambilan Data .................................................................................... 24
3.3.1 Pengambilan Data Pasang Surut ....................................................... 24
3.3.2 Pengambilan Data Kedalaman .......................................................... 25
3.4 Analisa Data ............................................................................................. 28
3.4.1 Pengolahan Data Pasang Surut ......................................................... 29
3.4.2 Pengolahan Data Sounding ............................................................... 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 34
4.1 Hasil ......................................................................................................... 34
4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................ 34
4.1.2 Pasang Surut ..................................................................................... 34
4.1.3 Data Kedalaman ................................................................................ 39
4.2Pembahasan ............................................................................................. 42
4.2.1Pasang Surut ...................................................................................... 42
4.2.2Kedalaman Pelabuhan ........................................................................ 43
BAB 5 PENUTUP .............................................................................................. 47
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 47
5.2 Saran ....................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49
LAMPIRAN ........................................................................................................ 51
Lampiran I.......................................................................................................... 51
Lampiran II......................................................................................................... 52
Lampiran III ........................................................................................................ 55
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perbedaan Cakupan ........................................................................ 10
Gambar 2. Sapuan Multibeam Echosounder ..................................................... 13
Gambar 3. sapuan singlebeam Echosounder .................................................... 14
Gambar 4. Lokasi Penelitian .............................................................................. 22
Gambar 5. Sounding Line .................................................................................. 26
Gambar 6. Proses cleaning ............................................................................... 28
Gambar 7. Posisi chart datum............................................................................ 30
Gambar 8. Tampilan MB Max ............................................................................ 31
Gambar 9. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 33
Gambar 10. Gabungan data pasut Tide gauge dan palem ................................. 37
Gambar 11. Peta Kontur Batimetri Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang ......... 40
Gambar 12. Peta Batimetri 3D Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang ............... 41
Gambar 13. Peta titik Grid Slice ......................................................................... 44
Gambar 14. Grid Slice A-B C-D E-F................................................................... 45
Gambar 15. Grid Slice G-H ................................................................................ 45
Gambar 16. Pelabuhan Tanjung Emas .............................................................. 51
Gambar 17. Terminal TPKS Semarang ............................................................. 51
Gambar 18. Multibeam Echosounder ................................................................. 52
Gambar 19. Pemasangan alat ........................................................................... 52
Gambar 20. Alat SVP (Sound Velocity Profile) ................................................... 53
Gambar 21. Monitor Controller Sounding ........................................................... 53
Gambar 22. Stasiun Pengamatan Pasang Surut ............................................... 54
Gambar 23. Download Data Pasang Surut dari Tide Gauge .............................. 54
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian .................................................. 23
Tabel 2. Spesifikasi Multibeam Teledyne Odom Hydrographic .......................... 23
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam Penelitian ............................................. 24
Tabel 4. Rumus Perhitungan Elevasi Pasang Surut ........................................... 31
Tabel 5. Data pasut pengukuranTide gauge ...................................................... 36
Tabel 6. Data pasut pengukuran Palem ............................................................. 36
Tabel 7. Konstanta Harmonik Pasut................................................................... 38
Tabel 8. Nilai-nilai elevasi dengan metode Admiralty ......................................... 38
Tabel 9. Nilai kelerengan Perairan Pelabuhan Tanjung Emas ........................... 45
Tabel 10. Data hasil sounding............................................................................ 55
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan tempat pemusatan berbagai kegiatan, seperti
pemukiman, pertambakan, rekreasi dan sarana perhubungan.Kota Semarang
menjadi pintu gerbang menuju ke propinsi Jawa Tengah baik jalan darat (antar
propinsi di Jawa) maupun lewat jalan laut (antar pulau). Kota Semarang sebagai
kota pantai mempunyai arti yang strategis baik untuk kegiatan pemukiman,
perdagangan, pelabuhan dan industri.
Pelabuhan Tanjung Emas adalah sebuah pelabuhan di Semarang, Jawa
Tengah. Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terletak di pantai Utara Jawa
Tengah pada posisi lintang 06º - 57' - 00” Selatan sampai dengan lintang 06º -
57' - 00” Selatan, bujur 110º - 24' - 00” Timur sampai dengan bujur 110º - 26' -
00” Timur. Pelabuhan Tanjung Emas, dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia III
(Persero) sejak tahun 1985. Fasilitas-fasilitas yang berada di pelabuhan Tanjung
Emas antara lain: 1. Pemecah Gelombang 2. Alur Pelayaran 3. Kolam
Pelabuhan 4. Dermaga 5. Fender 6. Gudang 7. Pelabuhan Tanjung Emas juga
didukung dengan peralatan Kapal Tunda, Kapal Pandu, Kapal Kepil, Gudang,
Lapangan Penumpukan dan alat Bongkat, serta dengan pelayanan meliputi:
Pelayanan Kapal, Pelayanan Barang, Pelayanan Terminal, Palayanan Tanah,
Bangunan, Air, dan Listrik.
Fungsi dan peran Pelabuhan Tanjung Emas Semarang ini tidak terlepas
sejarah perkembangan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang itu sendiri dimana
tingginya aktivitas pelabuhan membuat pemerintah pada tahun 1982 mulai
membangun dan mengembangkan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Pelabuhan Tanjung Emas juga merupakan pintu gerbang ekspor dan impor
untuk berhubungan dengan pelabuhan internasional. Disamping itu juga
2
merupakan pelabuhan embarkasi, transmigrasi asal jawa tengah, dan pintu
gerbang wisatawa luar negeri (Perum III Tanjung Emas Semarang) (Maskur,
2003).
Survei batimetri merupakan proses untuk mendapatkan data kedalaman
dan kondisi topografi dasar laut, termasuk lokasi obyek-obyek yang mungkin
membahayakan. Pembuatan peta batimetri ada tiga tahap, yaitu tahap
pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian data (Rismanto,2001). Untuk
memperoleh peta batimetri yang akurat di perairan, diperlukan pengamatan
pasut dan survei batimetri yang sesuai spesifikasi pekerjaan. Hal tersebut
dilakukan agar kedalaman yang terdapat dalam peta batimetri terdefinisi dengan
baik terhadap MSL atau bidang referensi.
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk
memperoleh gambaran bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed
surface). Proses penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran,
pengolahan hingga visualisasi) disebut dengan survei batimetri. Model batimetri
diperoleh dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman
bergantung pada skala model yang hendak dibuat. Titik-titik pengukuran
kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut sebagai
lajur perum (sounding line) (Hidayat, 2014).
Dengan adanya pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
sebagaimana tersebut diatas maka kinerja pelayanan Pelabuhan Tanjung Emas
Semarangpun juga sangat tinggi, hal ini bisa dilihat pada kegiatan arus bongkar
muat barang yang ada di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang mengalami
peningkatan. Pada tahun 1999 arus bongkar barang di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang tercatat sebanyak 4.973.691 ton dan pada tahun 2000 meningkat
menjadi 5.100.900 ton (Semarang dalam angka 2001).
3
1.2 Rumusan Masalah
Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran penting dan strategis
untuk pertumbuhan industri dan perdagangan. Tetapi seringkali waktu tunggu
untuk berlabuh jauh lebih lama ketimbang waktu untuk berlayar. Akibatnya,
distribusi barang antarpulau pun tersendat. Dampak lanjutannya, harga barang
melonjak dan pembangunan ekonomi tersendat. Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang dapat melayani bongkar muat dan keluar masuk kapal selama 24 jam
apabila diperlukan. Berdasarkan hal tersebut diperlukan informasi mengenai
kedalaman perairan untuk meningkatkan pelayanan pelabuhan serta untuk
optimalisasi pelabuhan.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui tipe pasang surut Pelabuhan Tanjung Emas.
2. Mengetahui kedalamanperairan Pelabuhan Tanjung Emas.
3. Mengetahui nilai kelerengan peta kontur perairan Pelabuhan Tanjung
Emas, Semarang.
1.4 Manfaat
Manfaat dari Penelitian ini adalah agar dapat diketahui tahap pengolahan
dan cara pemrosesan data hasil pengukuran Multibeam Echosounder, yang
menghasilkan peta batimetri dengan kedalaman terkoreksi agar dapat digunakan
sebagai informasi kedalaman untuk keperluan pengelolaan / optimalisasi
pelabuhan.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang
Kepelabuhanan yang dimaksud dengan pelabuhan adalah tempat yang terdiri
atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang,
berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
Menurut Triatmodjo (1992) pelabuhan (port) merupakan suatu daerah
perairan yang terlindung dari gelombang dan digunakan sebagai tempat
berlabuhnya kapal maupun kendaraan air lainnya yang berfungsi untuk
menaikkan atau menurunkan penumpang, barang maupun hewan,
reparasi,pengisian bahan bakar dan lain sebagainya yang dilengkapi dengan
dermaga tempat menambatkan kapal, kran-kran untuk bongkar muat barang,
gudang transito, serta tempat penyimpanan barang dalam waktu yang lebih
lama,sementara menunggu penyaluran ke daerah tujuan atau pengapalan
selanjutnya. Selain itu, pelabuhan merupakan pintu gerbang antar daerah, pulau
bahkan benua maupun antar bangsa yang dapat memajukan daerah
belakangnya atau juga dikenal dengan daerah pengaruh. Daerah belakang ini
merupakan daerah yang mempunyai hubungan kepentingan ekonomi, sosial,
maupun untuk kepentingan pertahanan yang dikenal dengan pangkalan militer
angkatan laut.
5
2.2 Macam-macam Pelabuhan
Pelabuhan Tanjung Emas merupakan salah satu pelabuhan yang
digunakan untuk melakukan aktifitas ekspor impor dan merupakan kategori
pelabuhan khusus. Pelabuhan Tanjung Emas Semarang juga sudah termasuk
dalam kategori pelabuhan C, yaitu pelabuhan yang dapat melayani bongkar muat
dan keluar masuk kapalselama 24 jam apabila diperlukan. Dengan demikian
Pelabuhan Laut Tanjung Emas merupakan pintu gerbang ekspor dan impor
untuk berhubungan dengan pelabuhan internasional.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang
Kepelabuhanan, Pelabuhan sendiri memiliki fungsi sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan pengusahaan. Jenis pelabuhan terdiri atas pelabuhan laut dan
pelabuhan sungai dan danau. Pelabuhan laut sebagaimana yang dimaksud
yakni terdiri dari:
2.2.1 Pelabuhan Utama
Pelabuhan Utama merupakan pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut
dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan antar provinsi.
2.2.2 Pelabuhan Pengumpul
Pelabuhan Pengumpul merupakan pelabuhan yang fungsi pokoknya
melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam
negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang
dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
antar provinsi.
6
2.2.3 Pelabuhan Pengumpan
Pelabuhan Pengumpan merupakan pelabuhan yang fungsi pokoknya
melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam
negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama
dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau
barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan provinsi.
2.3 Macam-macam Terminal pelabuhan
Dalam pelabuhan tterdapat terminal yang merupakan suatu kolam sandar
dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat
menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.
Adapun jenis dari terminal sebagaimana dimaksud terbagi menjadi 2 (dua) jenis
yaitu :
2.3.1 Terminal Khusus
Terminal khusus merupakan terminal yang terletak di luar Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang
merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri
sesuai dengan usaha pokoknya.
2.3.2 Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
Terminal Untuk Kepentingan Sendirimerupakan terminal yang terletak di
dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani kepentingan
sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.
2.3.3 Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (“TUKS”)
dibangun dan dioperasikan hanya bersifat menunjang kegiatan pojok
7
perusahaan. Pembangunan pelabuhan hanya bertujuan menunjuang usaha
pokok dari perusahaan tersebut. Kegiatan usaha pokok sebagaimana disebutkan
diatas adalah:
Pertambangan
Energy
Kehutanan
Pertanian
Perikanan
Industri
Pariwisata dan
Dok dan galangan kapal.
Dilihat dari penempatan lokasi terdapat perbedaan yang mendasar dari
Terminal Khusus dan TUKS. Terminal Khusus terletak di luar Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan laut/ sungai dan danau,
sehingga untuk itu Terminal Khusus tersebut menjadi bagian dari suatu
pelabuhan terdekatnya. Sedangkan TUKS terletak di dalam Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, dengan demikian maka
TUKS menjadi satu kesatuan dengan pelabuhan dimaksud.
2.4 Batimetri
Survei batimetri adalah proses penggambaran garis-garis kontur
kedalaman dasar perairan yang meliputi pengukuran, pengolahan, hingga
visualisasinya. Survei batimetri sendiri hanya menggambarkan bentuk dasar laut
dari suatu perairan, tidak sampai menggambarkan kandungan material dan biota
laut yang hidup disana. Pada survei batimetri akan didapatkan garis-garis kontur
kedalaman, dimana garis-garis tersebut didapat dengan menginterpolasikan titik-
8
titik pengukuran kedalaman yang tersebar pada lokasi yang dikaji (Djunarsjah,
2005).
2.4.1 Peta Batimetri
Batimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar laut, sehingga peta
batimetri memberikan informasi tentang dasar laut, dimana informasi tersebut
dapat memberikan manfaat pada beberapa bidang yang berkaitan dengan dasar
laut, seperti alur pelayaran untuk kapal rakyat. Pengukuran batimetri dengan
metode konvensional menggunakan metode batu duga yaitu sistem pengukuran
dasar laut menggunakan kabel yang dilengkapi bandul pemberat yang massanya
berkisar 25-75 kg. Namun seiring perkembangan zaman dan teknologi, metode
tersebut sudah mulai ditinggalkan khususnya dalam pengukuran perairan yang
luas dan dalam. Perkembangan teknologi saat ini pemetaan batimetri bisa
dilakukan dengan teknologi akustik yaitu dengan menggunakan gelombang
suara sehingga penggunaan teknologi ini lebih baik karena tidak merusak
lingkungan sekitar penelitian (Febrianto, 2015).
Peta batimetri berisi informasi nilai kedalaman suatu perairan. Informasi
yang dihasilkan dari data batimetri antara lain kontur batimetri, topografi dasar
perairan. Peta batimetri memiliki manfaat yang besar yakni dalam hal penentuan
jalur pelayaran yang aman, deteksi dini tsunami, perencanaan bangunan pantai,
penentuan lokasi budidaya perairan dan lain sebagainya. Selain itu, peta
batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah perairan.
Peta batimetri harus selalu di update sesuai dengan perubahan dan
perkembangan kondisi perairan tersebut, hal ini dikarenakan kondisi laut yang
sangat dinamis (Defrimilsa,2003).
Teknologi untuk pemetaan batimetri terus berkembang seiring
perkembangan zaman. Awalnya data batimetri untuk dipetakan diukur
9
menggunakan alat konvensional yakni tali dan pemberat sehingga terkadang
data yang didapat kurang akurat disebabkan karena kondisi oseanografi seperti
arus gelombang dan lain sebagainya. Seiring berkembangnya zaman teknologi
pemetaan batimetri berkembang yakni dengan ditemukannya Echosounder,
kemudian dewasa ini teknologi pemetaan batimetri dikembangkan dengan
menggunakan penginderaan jauh (Setiawan, et al. 2014).
2.4.2 Aplikasi Batimetri
Batimetri memiliki banyak sekali manfaat terutama dalam bidang
kelautan. Aplikasi batimetri dalam bidang kelautan antara lain untuk mengetahui
kondisi morfologi dan topografi dasar perairan, pendeteksian adanya tsunami,
penentuan jalur pelayaran yang aman sehingga menunjang keselamatan
pelayaran, perencanaan bangunan pantai, sebagai penentuan lokasi budidaya
ikan dan lain sebagainya.
Dewasa ini, terdapat beberapa penggunaan teknologi pengumpulan data
batimetri yang cukup populer yaitu teknologi Multibeam Echosounder (MBES)
dan singlebeam Echosounder (SBES). Kedua teknologi ini menggunakan prinsip
dasar yang sama yaitu sama-sama memanfaatkan gelombang akustik sebagai
media untuk menentukan kedalaman titik pemeruman yang dipancarkan melalui
transducer. Transducer adalah alat pengirim gelombang akustik menuju dasar
perairan dengan cepat rambat yang telah diketahui sebelumnya, kemudian ketika
telah mencapai dasar laut gelombang akustik tersebut dipantulkan kembali oleh
objek dasar laut dan akhirnya diterima kembali oleh sensor penerima pada
transducer. Nilai kedalaman ukuran diperoleh dari perhitungan setengah kali
selisih waktu pemancaran gelombang hingga penerimaan kembali gelombang
tersebut oleh transducer dikalikan dengan kecepatan rambat gelombang.
10
Perbedaan utama MBES dan SBES yaitu pada jumlah beam serta
frekuensi gelombang akustik yang digunakan. SBES hanya memancarkan satu
beam sehingga mendapatkan satu titik kedalaman sedangkan MBES
memancarkan lebih dari satu beam sehingga mendapatkan banyak titik
kedalaman untuk satu kali pancaran gelombang akustik. Pola pancaran yang
dimiliki MBES ini melebar dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam
memancarkan satu pulsa suara dan memiliki penerimaannya masing-masing.
Saat kapal bergerak hasil sapuan MBES tersebut menghasilkan suatu luasan
area permukaan dasar laut yang lebih luas dari cakupan area survei
menggunakan SBES (Moustier, 2005).
Gambar 1. Perbedaan Cakupan
2.5 Echosounder
Echosounder merupakan salah satu instrumen kelautan yang memiliki
fungsi untuk melakukan pemeruman pada suatu wilayah perairan untuk
mendapatkan data kedalaman (batimetri) ataupun untuk mendeteksi gerombolan
ikan di suatu perairan. Echosounder ini dapat menghasilkan profil kedalaman
sepanjang jalur pemeruman dengan ketelitian yang cukup baik. Alat ini
11
menggunakan prinsip akustik dalam merekam kedalaman suatu perairan. Hasil
pengukuran kedalaman dari Echosounder akan direkam dan ditampilkan secara
digital dan berupa profil data kedalaman sepanjang jalur survey kapal. Terdapat
dua tipe Echosounder yakni Singlebeam Echosounder dan Multibeam
Echosounder (Al Kautsar, dkk. 2013).
2.5.1 Multibeam Echosounder
Multibeam Echosounder merupakan salah satu alat yang digunakan
dalamproses pemeruman dalam suatu survei hidrografi. Pemeruman (sounding)
sendiri adalah proses dan aktivitas yang ditunjukan untuk memperoleh gambaran
(model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface).
Sedangkan survei hidrografi adalah proses penggambaran dasar perairan
tersebut, sejak pengukuran, pengolahan, hingga visualisasinya (Poerbandono
dan Djunarsah, 2005).
Awal pengembangan dari sistem ini adalah pada tahun 1970. Sistem ini
dapat menghasilkan data dari wilayah yang luas secara akurat dan efektif, serta
juga dapat dipergunakan untuk aplikasi oseanografi yang lain seperti pemetaan
geologi serta investigasi ilmiah lainnya, survei ZEE dan survei untuk peletakan
kabel bawah laut. Pada tahun 1990 sistem Multibeam Echosounder untuk area
laut dangkal mulai dikembangkan secara pesat untuk keperluan survei laut
dangkal seperti pembangunan dermaga serta survei konstruksi saluran air yang
memerlukan 100% cakupan area dengan akurasi tinggi. Atas dasar keperluan
teknik konstruksi perairan yang berkembang, maka Multibeam Echosounder
mulai dikembangkan secara pesat hingga saat ini.
Multibeam Echosounder bekerja dengan memanfaatkan gelombang
akustik yang dapat merambat dengan baik di bawah air. Secara sederhana
Multibeam Echosounder memancarkan gelombang akustik dan kemudian akan
12
dipantulkan kembali ketika gelombang tersebut menyentuh material di dasar laut.
Gelombang yang kembali dipantulkan akan diterima kembali oleh sensor dan
akan dihitung beda waktu saat gelombang dipancarkan dan saat gelombang
kembali diterima. Parameter inilah yang nanti akan diproses menjadi informasi
mengenai kedalaman air.
Dalam perkembangannya Multibeam Echosounder memiliki dua macam
sistem pemancaran gelombang yaitu sistem sweep dan sistem swath. Sistem
sweep bekerja dengan memancarkan banyak gelombang single atau dengan
kata lain merupakan multi-single beam, sedangkan sistem swath bekerja dengan
satu pancaran gelombang yang memiliki lebar dan panjang yang membentuk
sebuah kolom dan dapat juga dipakai sebagai Side Scan Sonar (SSS) (de Jong
dkk, 2002). Apabila sistem swath dan sistem sweep dibandingkan, sistem swath
akan menghasilkan area lebih besar pada perairan dalam, namun pada perairan
dangkal kedua sistem tersebut akan menghasilkan cakupan area yang sama.
Multibeam menggunakan sistem penyapuan ketika kapal bergerak maju
untuk menghasilkan luasan yang menggambarkan permukaan dasar laut dari
hasil titik-titik kedalaman yang didapat dari tiap beam yang dipancarkan tersebut
seperti pada Gambar di bawah ini :
13
Gambar 2. Sapuan Multibeam Echosounder
Multibeam Echosounder umumnya menggunakan teknik interferometrik
untuk mendeteksi arah datangnya gelombang pantul sebagai fungsi dari waktu.
Pendeteksian interferometrik digunakan untuk menentukan sudut sinyal datang.
Dengan menggunakan akumulasi sinyal akustik yang diterima pada dua array
yang terpisah, suatu pola interferensi akan terbentuk. Pola ini menunjukkan
hubungan fase tiap sinyal yang diterima. Berdasarkan hubungan yang ada, suatu
arah akan dapat ditentukan. Bila informasi ini dikombinasikan dengan jarak, akan
dihasilkan data kedalaman. Menurut Sasmita (2008), pada prinsipnya Multibeam
Echosounder menggunakan pengukuran selisih fase pulsa untuk teknik
pengukuran yang digunakan. Selisih fase pulsa ini merupakan fungsi dari selisih
pulsa waktu pemancaran dan penerimaan pulsa akustik serta sudut data sinyal
tiap-tiap tranduser.
Karakteristik-karakteristik dari Multibeam Echosounder secara umum
(Lekkerker et al, 2006) adalah :
1. Frekuensi yang berselang antara 12 hingga 500 kHz.
2. Cakupan survei berselang antara 90° hingga 180° (2 hingga 12 x
kedalaman titik survei).
14
3. Lebar dari beam berselang antara 0,5° hingga 3°.
4. Resolusi jaraknya 1-15 cm tergantung kedalaman
2.5.2 Singlebeam Echosounder
Singlebeam Echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang
menggunakan pengirim dan penerima sinyal gelombang suara tunggal. Prinsip
kerja dari SBES yaitu menggunakan prinsip pengukuran selisih fase pulsa, yaitu
menghitung selisih waktu dari waktu pemancaran dan penerimaan dari pulsa
akustik. SBES juga cukup akurat, dimana SBES mampu memberikan ketelitian
hingga 0,1 meter pada kedalaman kurang dari 100 meter (Lekkerkerk, dkk,
2006).
Transducer pada singlebeam Echosounder biasanya terpasang pada
lambung kapal, dan pemasangannya juga harus selalu berada di bawah
permukaan air. Transducer mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tertentu
secara langsung menyusuri bawah kolom air. Pulsa tersebut kemudian
dipantulkan oleh objek yang ada dipermukaan dasar laut dan diterima kembali
oleh sensor penerima yang ada di transducer.
Gambar 3. Sapuan singlebeam Echosounder
Transducer terdiri dari sebuah transmitter yang mempunyai fungsi
sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan
15
menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan. Transmitter
ini menerima beam secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi, sampai
orde kecepatan milisekon. Beam tersebut kemudian diteruskan ke Limiter. Kedua
alat ini akan menyesuaikan intensitas dari beam tersebut hingga dapat
diinterpretasikan oleh SBES. Apabila beam tersebut menempuh jarak pantul
yang jauh, maka sinyal beam tersebut akan melemah dan perlu diamplifikasi,
begitu juga sebaliknya apabila beam tersebut menempuh jarak pendek, maka
sinyal dari beam tersebut akan terlalu kuat sehingga harus direduksi. Detector
kemudian merubah beam yang telah disesuaikan tersebut menjadi rekaman
analog dalam kertas analog. Untuk merubah rekaman analog tersebut menjadi
digital, maka dilakukan pengukuran waktu tempuh sinyal dengan menambahkan
data kecepatan beam di awal.
Pengukuran survei batimetri mencakup sepanjang koridor survei dengan
lebar yang bervariasi.Peralatan survei batimetri berupa Echosounder yang
digunakan untuk mendapatkan data kedalaman optimum yang mencakup
seluruh kedalaman terdalam area survey. Ada tiga tahap pembuatan peta
batimetri, yaitu tahap pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian
informasi (Rismanto,2001).
2.6 Pasang Surut
Pasang surut laut (ocean tide) adalah fenomena naik dan turunnya
permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi
benda-benda langit terutama bulan dan matahari.Pengaruh gravitasi benda-
benda langit terhadap bumi tidak hanya menyebabkan pasut laut, tetapi juga
mengakibatkan perubahan bentuk bumi (bodily tides) dan atmosfer (atmospheric
tides). Istilah pasut yang merupakan gerak naik dan turun muka laut dengan
periode rata-rata sekitar 12.4 jam atau 24.8 jam. Fenomena lain yang
16
berhubungan dengan pasut adalah arus pasut, yaitu gerak badan air menuju dan
meninggalkan pantai saat air pasang dan surut.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide).
Dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut secara berurutan.
Periode pasang surut rata-rata 12 jam 24 menit. Pasang surut jenis ini
terdapat di selat malaka sampai laut andaman.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide).
Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Periode
pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di
perairan selat karimata.
3. Pasang surut campuran condong keharian ganda (mixed tide prevailing
semidiurnal ).
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi
tinggi periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat
perairan indonesia timur.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal ).
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air
surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat
berbeda. Pasang surut jenis in biasa terdapat di daerah selat kalimantan
dan pantai utara jawa barat.
Mengingat elevasi di laut selalu berubah satiap saat, maka diperlukan
suatu elevasi yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat
digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan pelabuhan. Beberapa elevasi
tersebut adalah sebagai berikut :
17
1. Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada
saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.
2. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
3. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari
muka air tinggi selama periode 19 tahun.
4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari
muka air rendah selama periode 19 tahun.
5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara
muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan
sebagai referansi untuk elevasi di daratan.
6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air
tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
7. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air
terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
8. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu
hari, seperti dalam pasang surut tipe campuran.
9. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu
hari.
komponen pasang surut digunakan untuk menentukan pasang surut
didasarkan pada bilangan pada bilangan formzahl dimana :
Keterangan:
F = bilangan formzahl
𝐾1 = konstanta harmonik tunggal oleh deklinasi bulan dan matahari
18
𝑂1 = konstanta harmonik tunggal oleh deklinasi bulan
𝑀2 = konstanta harmonik ganda oleh bulan
𝑺𝟐 = konstanta harmonik ganda oleh matahari
Klasifikasi sifat pasang surut tersebut adalah :
F ≤ 0,25 = semi diurnal
0,25< F ≤ 1,5 = campuran condong semi diurnal
1,5< F ≤ 3,0 = campuran condong diurnal
F > 3,0 = diurnal
Referensi kedalaman laut yang digunakan harus berdasarkan nilai Chart
Datum. Nilai Chart Datum bisa diperoleh melalui pengukuran pasang surut air
laut menggunakan beberapa metode dan peralatan yang memungkinkan. Dari
nilai pasang surut yang didapat bisa ditentukan konstanta pembangkit pasang
surut utama, dimana konstanta tersebut memiliki nilai frekuensi, amplitudo, dan
fase. Konstanta pembangkit pasang surut utama berbeda di tiap – tiap lokasi.
Dari nilai amplitudo konstanta tersebut bisa diperoleh nilai Chart Datum.Nilai
Chart Datum diperoleh dengan rumus 𝑆0-(𝑀2+𝑆2+𝐾1+𝑂1). Ketika nilai CD
didapatkan maka nilai tersebut bisa digunakan sebagai referensi pengukuran
Batimetri.
2.7 Perangkat Lunak Sebagai Alat Bantu Pengolahan Data
Dalam memudahkan mengolah data diperlukan berbagai macam alat
bantu software. Pengolahan data adalah sebuah proses pengalihan informasi
dari kumpulan data-data dan mengubahnya menjadi struktur yang dapat
dimengerti. Aktivitas pengolahan data secara manual menjadi pekerjaan yang
sangat tidak efisien, bahkan bias disebut tidak mungkin. Model-model data
semakin kompleks, bahkan pengolahan data membutuhkan simulasi yang rumit.
19
Software yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini yaitu Hypack,
ArcGIS dan juga Surfer.
2.7.1 Hypack
Hypack adalah software berbasis Windows untuk Hydrographic dan
Industri Pengerukan yang didirikan pada tahun 1984. Hypack juga salah satu
software survei hidrografi yang paling banyak digunakan di dunia, dengan lebih
dari 10.000 pengguna. Hypack memberikan kepada semua surveyor peralatan
yang diperlukan untuk merancang survei hidrografi, mengumpulkan data,
memproses, mengurangi, dan menghasilkan produk akhir. Hypack menyediakan
aplikasi yang diperlukan untuk menyelesaikan data survei hidrografi atau data
lingkungan dalam sebuah proyek rekayasa.
Teledyne Odom Hidrografi MB1 Dirancang dan diproduksi seluruhnya
dalam kelompok Teledyne Kelautan untuk memenuhi kebutuhan Survey
hidrografi. Menggunakan kedua amplitudo dan fase deteksi bawah, MB1 mampu
terdengar petak hingga 120 ° di atas 120m air kedalaman. Dengan 24 bit data
mentah dan proyektor khusus, baik mentah kolom air dan dasar laut data dapat
dikumpulkan dalam controller perangkat lunak. Real Time Appliance (RTA)
meningkatkan waktu sinkronisasi pada semua sensor yang diperlukan untuk
mensurvei ke 0.1ms. Pilihan baru termasuk Sistem GPS pos terpadu dibangun
ke dalam RTA dan TSS sensor gerak ke kepala sonar.Dalam penelitian ini
software Hypack digunakan pada saat survey dan pengolahan data dari
Echosounder (HS2x) menjadi XYZ.
2.7.2 Surfer
Surfer adalah paket pemodelan penuh fungsi visualisasi 3D, contouring
dan permukaan yang berjalan di bawah Microsoft Windows. Surfer digunakan
secara luas untuk pemodelan medan, model batimetri, visualisasi landscape,
20
analisis permukaan, pemetaan kontur, DAS dan pemetaan permukaan 3D,
gridding, volumetrics, dan banyak lagi.Mesin interpolasi canggih Surfer
mengubah data XYZ ke peta publikasi berkualitas (Nandang, 2015).
Surfer memberikan kemudahan dalam pemuatan berbagai macam peta
kontur atau model spasial 3 Dimensi. Sangat membantu dalam analisis
volumetrik, cut and fill, slope, dan lain-lain. Surfer membantu dalam analisis
kelerengan, ataupun morfologi lahan dari suatu foto udara atau citra satelit yang
telah memiliki datum ketinggian.Aplikasi lain yang sering menggunakan Surfer
adalah analisis spasial untuk mitigasi bencana alam yang berkaitan dengan
faktor topografi dan morfologi lahan. Surfer dapat memberikan gambaran secara
spasial letak potensi bencana. Dalam penelitian ini software Surfer digunakan
untuk membuat kontur baik 2D.
2.7.3 ArcGIS
ArcGIS merupakan produk software GIS paling mutakhir saat ini dari
ESRI (Environment Science & research Institute) dengan segala
kecanggihannya. Software ArcGIS pertama kali diperkenalkan kepada publik
oleh ESRI pada tahun 1999, yaitu dengan kode versi 8.0 (ArcGIS 8.0).ArcGIS
merupakan penggabungan, modifikasi dan peningkatan dari 2 software ESRI
yang sudah terkenal sebelumnya yaitu ArcView GIS 3.3 (ArcView 3.3) dan
Arc/INFO Workstation 7.2.ArcGIS 9.3 digunakan untuk pembuatan peta tematik
yang memiliki data-data yang ada.Data tersebut merupakan penggabungan dari
Spasial dan Non-spasial (Putra, 2013).
Dalam kaitannya dengan ArcGIS ini, secara umum ada dua versi yaitu
ArcGIS Desktop (untuk komputer biasa/PC/Laptop based) dan ArcGIS Server
yaitu untuk GIS berbasis web dan "ditanamkan" pada komputer/software Server.
Dalam keseharian yang disebut ArcGIS sebetulnya adalah ArcGIS Desktop,
21
berhubung mungkin ArcGIS Server belum banyak yang memakainya.Dalam
penelitian ini software ArcGIS digunakan untuk membuat lokasi penelitian,
membuat peta kontur Batimetri dan juga sebagai layouting / finishing sebuah
peta.
22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei sampai dengan 2 Juni
2016 di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang Provinsi Jawa Tengah. Peta lokasi
penelitian dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Lokasi Penelitian
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 :
23
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian
No Alat dan Perangkat Lunak Fungsi
1 Komputer Media pengolahan data
2 MultibeamEchosounderTeledy
ne Odom
Melakukan sounding untuk mendapatkan
data batimetri
3 Perahu Sebagai transportasi ketika melakukan
sounding.
4 Software ArcGIS 10.2 Membuat layout Peta
5 Software Surfer 10 Membuat peta Batimetri
6 Software Hypack_2015 Merubah data HS2x. menjadi .xyz
Dalam penelitian ini Echosounder yang digunakan yaitu Multibeam
Echosounder Teledyne Odom. Spesifikasi dari alat tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Spesifikasi Multibeam Teledyne Odom Hydrographic
Nama Ukuran
Frekuensi (KHz) Diatur Pemakai, 170–220
Maksimum kedalaman pemeruman 240m
Environment Maximum Deployment Depth 100m
MB1 Sonar Operating Temperature -5 to
+35°C
MB1 Sonar Storage Temperature -20 to
+55°C
RTA Operating Temperature -5 to +50°C
RTA Storage Temperature -20 to +65°C
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 3 :
24
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam Penelitian
No Bahan Fungsi
1 Data Kedalaman Data utama sebagai data untuk membuat Peta
Batimetri.
2 Data Pasang Surut Untuk koreksi real depth data kedalaman.
3.3 Pengambilan Data
3.3.1 Pengambilan Data Pasang Surut
Metode pengamatan pasang surut secara langsung untuk verifikasi
dilakukan selama pemeruman menggunakan palem dan Tide gauge.
Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di
suatu lokasi. Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasut dilakukan
dengan palem atau rambu pengamat pasut. Tinggi muka air setiap jam diamati
secara manual oleh operator (pencatat) dan dicatat pada suatu formulir
pengamatan pasut. Pada palem dilukis tanda-tanda skala bacaan dalam satuan
desimeter. Pencatat akan menuliskan kedudukan tinggi muka air laut relatif
terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai dengan skala bacaan yang tertulis
pada palem. Muka air laut yang relatif tidak tenang membatasi kemampuan
pencatatan dalam menaksir bacaan skala. Walaupun demikian, cara ini cukup
efektif untuk memperoleh data pasut dengan ketelitian hingga sekitar 2.5 cm.
Alat pengamat pasut mekanik yang digunakan untuk Penelitian ini adalah
Tide gauge. Gerakan naik dan turunnya air laut dideteksi dengan sebuah
pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Kawat baja tersebut
digulungkan pada suatu silinder penggulung. Sebuah sistem mekanik melakukan
peredaman dan konversi gerakan silinder penggulung kawat baja dari ke arah
vertikal menjadi ke arah horizontal. Gerakan horizontal bolak-balik tersebut
kemudiandisambungkan pada sebuah pena yang menggoreskan tinta pada
gulungan kertas perekam data yang digulungkan pada suatu silinder.
25
Untuk skala regional dan global, satelit altimetri Topex/Poseidon yang
bekerja menggunakan pulsa radar kini dapat dimanfaatkan untuk mengukur
tinggi muka air laut yang berada jauh dari pantai.Satelit altimetri adalah satelit
pengamat global dan dipakai untuk memantau tinggi permukaan laut di seluruh
bagian bumi. Sistem ini mempunyai footprint beam pada radius sekitar 7 km dan
sangat rentan terhadap noise yang ditimbulkan oleh daratan, sehingga tidak
memungkinkan untuk pemantauan lokal. Sistem pengamatan pasut lokal dan
dekat pantai yang paling maju saat ini adalah dengan suatu sebaran stasiun
pengamat pasut permanen dengan sensor laser dan perekaman secara digital.
Data pengamatan ditransmisikan melalui jaringan telepon atau gelombang radio
ke suatu stasiun pusat pengolahan data.
3.3.2 Pengambilan Data Kedalaman
Pelaksanaan sounding dilakukan pada tanggal 27 Mei sampai 2 Juni
2016, dengan menggunakan alat Teledyne Odom Multibeam Echosounder dan
software Hypack. Pelaksanaan survei sounding ini juga menentukan posisi
horizontal disamping penentuan posisi vertikal (kedalaman). Ada beberapa
tahapan dalam melakukan proses survey batimetri, tahapan pertama adalah
membuat jalur sounding, jalur ini digunkan untuk acuan jalanya kapal saat
melakukan survey batimetri. Jarak antar jalur sounding tergantung pada resolusi
ketelitian yang diinginkan.
Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran
kedalaman. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran
konsentrik, atau lainnya. Lajur-lajur perum didesain sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman yang lebih ekstrem.Untuk
itu, desain lajur-lajur perum harus memperhatikan kecenderungan bentuk dan
topografi pantai sekitar perairan yang akan disurvei agar mampu mendeteksi
26
perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum dipilih dengan arah yang
tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai. Titik-titik pengukuran
kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut sebagai
lajur perum (sounding line). Jarak antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur
pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari interval lajur
perum. Pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk
mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan.
Gambar 5. Sounding Line
Echosounder selalu membaca kedalaman dengan asumsi bahwa survei
dalam posisi diam sempurna, sehingga harus dilakukan kalibrasi agar nilai
kedalaman tersebut valid. Proses kalibrasi yang dilakukan meliputi proses
kalibrasi uji keseimbangan kapal (roll, pitch, heading) serta kecepatan rambat
akustik. Kalibrasi sensor sensor sistem Multibeam Echosounder akan sangat
menentukan kualitas data. Kalibrasi dilakukan dengan membuat satu jalur
27
sapuan Multibeam dengan panjang sekitar dua hingga tiga nautical miles. Pada
garis ini dilakukan pengambilan data batimetri sebanyak tiga kali ulangan.
Pengambilan data yang pertama dan kedua dilakukan dengan kecepatan sama,
sedangkan yang ketiga, pengambilan data dilakukan dengan kecepatan
setengah dari sebelumnya.
Tujuan kalibrasi roll adalah untuk mencari besarnya nilai koefisien koreksi
roll, sehingga kedalaman yang terukur menjadi akurat. Kalibrasi ini dilakukan
dengan membuat satu garis sapuan Multibeam dengan memilih dasar laut yang
datar. Pada garis ini dilakukan pengambilan data kedalaman sebanyak dua kali
bolak balik dengan kecepatan sama, dan dibuat koridor untuk memperoleh nilai
koefisien rollnya. Tujuan kalibrasi pitch adalah untuk mencari besarnya nilai
koefisien koreksi pitch dan time delay, sehingga kedalaman yang terukur menjadi
akurat. Tujuan utama dari kalibrasi heading adalah untuk mencari besarnya nilai
koefisien koreksi heading, sehingga kedalaman yang terukur jadi akurat. Karena
beam dipancarkan tidak tegak-lurus, maka ketelitian data kedalaman yang diukur
sangat tergantung pada stabilitas wahana yang digunakan (kapal).
Adanya perbedaan parameter seperti salinitas, suhu, dan tekanan di
setiap kolom air laut mengakibatkan adanya perbedaan kecepatan rambat
akustik di setiap kolom tersebut. Untuk itu dilakukan pengukuran kecepatan
rambat akustik menggunakan alat Sound Velocity Profiler (SVP). Sistem kerja
dari SVP adalah dengan menggunakan reflektor yang diletakkan di dasar laut
dan kemudian dipantulkan sinyal akustik dari SVP yang terpasang di kapal
selama selang waktu tertentu. Kecepatan rambat SVP dibagi menjadi kecepatan
downward untuk kecepatan rambat dari SVP ke reflektor dan upward untuk
kecepatan rambat dari reflektor menuju SVP. Kecepatan tersebut kemudian
dirata-ratakan dan didapatkanlah profil dan koreksi dari kecepatan rambat
akustik di setiap kolom air laut di area survei.
28
Data kedalaman yang terekam oleh Echosounderbelum dapat dipastikan
kebenarannya, disebabkan jika adanya sesuatu yang mengganggu /
menghalangi transducer saat mengirim gelombang ke dasar laut. Hal yang
mengganggu tersebut dapat berupa hewan-hewan laut, kotoran atau sampah
yang ada di dalam laut yang dapat menyebabkan transducer mengirimkan
gelombang tidak sampai kedasar laut sehingga menghasilkan data yang tidak
valid. Maka dari itu perlunya dilakukan koreksi data dengan cleaning (mengapus)
data-data yang sekiranya tidak valid.
Gambar 6. Proses cleaning
Hasil pengukuran batimetri data yang telah terkoreksi, kemudian
menghasilkan data kedalaman yang akurat. Data kedalaman akurat tersebut
diinterpolasi dengan menggunakan metode Krigging dengan bantuan software
Surfer 10. Kemudian di plot dalam bentuk 3 dimensi.
3.4 Analisa Data
Dalam penelitian yang dilakukan memerlukan beberapa tahapan antara
lain melakukan sounding batimetri menggunakan Echosounder, setelah
mendapatkan data kedalaman. Tahap selanjutnya yaitu merubah data dari
Echosounder .HS2x kedalam format .XYZ, kemudian melakukan koreksi data
kedalaman dengan data pasut dan elevasi muka air untuk mendapatkan data
kedalaman sebenarnya (real depth).
29
3.4.1 Pengolahan Data Pasang Surut
Pengolahan data pasang surut dilakukan dengan Metode Admiralty dan
di kerjakan dengan menggunakan program Microsoft excel. Pasut biasanya
diamati sebagai gerakan vertikal naik dan turun dari lautan yang mempunya
periode 12,4 jam atau 24,8 jam (de Jong dkk, 2002). Karena fenomena ini
merupakan fenomena periodik, pasut dapat diprediksi menggunakan teori
keseimbangan yang dikembangkan oleh Newton. Menurut Newton, gaya tarik
menarik yang bekerja antara dua benda berbanding langsung dengan perkalian
massa kedua benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Maka
gaya tarik oleh bulan dan matahari yang bekerja pada tempat yang berbeda
letaknya di bumi akan berbeda pula pengaruhnya. Faktor inilah yang menjadi
sebab timbulanya pasut.
Tujuan dari pengamatan pasut adalah untuk mencatat gerakan vertikal
permukaan air laut secara periodik untuk menentukan referensi kedalaman
seperti muka rata-rata air laut (MSL) atau muka surutan (chart datum).Data pasut
yang diamati juga digunakan sebagai koreksi hasil pengukuran kedalaman pada
peta batimetri.
Untuk keperluan pemetaan batimetri yang menyangkut suatu wilayah
yang cukup luas, penentuan chart datum tidaklah cukup hanya didasarkan pada
suatu stasiun pengamatan pasut saja. Hal tersebut terkait dengan sifat pasut di
suatu perairan tidak akan sama dengan sifat pasut di tempat lain. Sehingga chart
datum di suatu tempat tidak dapat diterapkan untuk tempat lain yang jaraknya
cukup jauh.
MSL adalah permukaan yang didefinisikan sebagai hasil rata-rata tinggi
permukaan laut setiap saat. Sedangkan muka surutan peta atau chart datum
adalah suatu bidang permukaan pada suatu daerah perairan yang didefinisikan
terletak di bawah permukaan air laut terendah yang mungkin terjadi di daerah
30
yang bersangkutan, atau dengan kata lain permukaan air laut tidak pernah
menyentuh muka surutan peta. Chart datum ditentukan setelah mengetahui data-
data yang diamati pada saat pengamatan pasut muka air laut. Gambar dibawah
ini mengilustrasikan mengenai kedudukan chart datum.
Gambar 7. Posisi chart datum
Teknologi pengamatan pasut yang lebih maju tidak lagi menggunakan
cara manual dan memerlukan orang yang ditugasi untuk mengamati dan
mencatat tinggi muka air. Sebuah alat pengamat pasut mekanik yang digunakan
untuk ini adalah Tide gauge. Gerakan naik dan turunnya air laut dideteksi dengan
sebuah pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Kawat baja tersebut
digulungkan pada suatu silinder penggulung. Sebuah sistem mekanik melakukan
peredaman dan konversi gerakan silinder penggulung kawat baja dari ke arah
vertikal menjadi ke arah horizontal. Gerakan horizontal bolak-balik tersebut
kemudian disambungkan pada sebuah pena yang menggoreskan tinta pada
gulungan kertas perekam data yang digulungkan pada suatu silinder.
Penentuan tinggi dan rendahnya pasang surut ditentukan dengan rumus-
rumus seperti pada tabel 4:
31
Tabel 4. Rumus Perhitungan Elevasi Pasang Surut
Elevasi Symbol Calculation
Higher High Water Level HHWL 𝑆0 + (𝑀2 + 𝑆2 + 𝐾2 + 𝐾1 + 𝑂1 + 𝑃1
Mean High Water Level MHWL 𝑆0+(𝑀2+𝐾1+𝑂1)
Mean Sea Level MSL 𝑆0
Mean Low Water Level MLWL 𝑆0-(𝑀2+𝐾1+𝑂1)
Chart Datum Level CDL 𝑆0-(𝑀2+𝑆2+𝐾1+𝑂1)
Lower Low Water Level LLWL 𝑆0-(𝑀2+𝑆2+𝐾2+𝐾1+𝑂1+𝑃1)
3.4.2 Pengolahan Data Sounding
Tahapan yang dilakukan pada pengolahan data bathimetri mulai dari
pemindahan data hasil sounding, perhitungan reduksi pasut, perhitungan
kedalaman, pengolahan data bathimetri menggunakan software. Software
yangdigunakan yaitu Ms.Excel, Hypack dan Surfer. Ms.Excel berfungsi untuk
melakukan perhitungan data reduksi pasut dan kedalaman. Surfer berfungsi
untuk menampilkan data dalam bentuk 3D.
Pada proses pengolahan data, software yang digunakan adalah Hypack.
Selain digunakan pada pengambilan data pemeruman, software Hypack juga
dapat digunakan untuk pengolahan dan editing data pemeruman. Hypack
merupakan produk dari Hypack.Inc, yakni perusahaan asal Amerika yang
bergerak dalam bidang software hidrografi. Pada proses ini, data yang diolah
menggunakan software Hypack adalah data pemeruman Multibeam
Echosounder.
Gambar 8. Tampilan MB Max
Pada saat data dibuka menggunakan MB Max nilai pitch, roll, heading,
dan heave di tiap lajur pemeruman dapat ditampilkan oleh software. Data-data
32
tersebut terekam, dan tersimpan secara otomatis dalam raw data MBES. Proses
selanjutnya adalah konversi data ke dalam format yang telah terkoreksi dengan
menggunakan tools (convert raw tocorrected). Raw data yang telah dikonversi
kemudian diolah lebih lanjut dengan mencari dan menghapus titik-titik data yang
dianggap sebagai anomali. Data yang telah dikoreksi kemudian disimpan ke
dalam format txt agar dapat dilakukan analisis kedalaman menggunakan
software Surfer dan juga ArcGIS. Data kedalaman tersebut diinterpolasi dengan
menggunakan metode Krigging dengan bantuan software Surfer 10, lalu di plot
dalam bentuk 3 dimensi yang nantinya akan di bagi menjadi 4 bagian potongan
kontur untuk memudahkan dalam pengamatan profil kontur secara detail.
Kerangka alur Penelitian dapat dilihat dibawah ini :
33
Persiapan
Pengumpulan Studi
Literatur dan Bahan
Penelitian
Survei
Lapangan
Survei Batimetri
Pengukuran
Pasut
Penentuan
Lajur Perum
Pengolahan data dan
Pembuatan peta Batimetri Kalibrasi
Echosounder
Hasil Berupa Peta
Batimetri
Pemeruman
Download dan Pengolahan data
Kedalam Menggunakan
Hypack_2015
Selesai
Gambar 9. Diagram Alir Penelitian
34
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Pelabuhan Tanjung Emas dalam perkembangannya sejak dibangun
tahun 1985 merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia yakni seluas
500 hektar yang berfokus pada kegiatan ekspor dan perniagaan domestik
maupun internasional. Pelabuhan Tanjung Emas juga melayani kegiatan
pelayaran transportasi angkutan laut sehingga pelabuhan penumpang terdapat di
dalam kawasan pelabuhan. Sebagai satu-satunya pelabuhan di kota Semarang,
pelabuhan ini merupakan titik utama transportasi laut kota dan simpul
penghubung wilayah-wilayah di sekitar Semarang. Pengembangan pelabuhan
Tanjung Emas mempunyai prospek positif dengan acuan Letak geografis
Semarang yang berada di titik tengah jarak dari bagian timur dan barat
Indonesia, Kelengkapan untuk transportasi yang terintegrasi, Perumbuhan
ekonomi Jawa Tengah yang berkisar pada level 7,5%-12,5% tiap tahun sehingga
dapat ditingkatkan dengan pembangunan infrastruktur lainnya.
Pengembangan pelabuhan sebagai salah satu gerbang masuk kota
Semarang merupakan hal penting dikarenakan jalur masuk kota Semarang
melalui darat sudah sangat penuh karena dipenuhi truk-truk untuk kegiatan
industri, trayek kereta api antar wilayah dari dan ke Semarang juga masih
terbatas sementara untuk jalur udara sudah cukup padat. Dengan pembangunan
pelabuhan penumpang yang tidak hanya fungsional namun juga atraktif akan
menggiatkan aktivitas pelabuhan penumpang.
4.1.2 Pasang Surut
Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya air laut karena
pengaruh gaya tarik bumi dan bulan. Data pasang surut digunakan untuk
35
mengetahui kedalaman tetap dari proses pemeruman. Perekaman data pasang
surut dilakukan menggunakan alat Valeport Tidemaster Portable Water
Recorder, yang secara otomatis merekam data pasang surut air laut dengan
radar dan juga dengan Palem. Dibawah ini merupakan hasil dari pengukuran
pasang surut 30 hari dan juga hasil pengukuran pasang surut selama survei
berlangsung :
36
36
Tabel 5. Data pasut pengukuranTide gauge
Tabel 6. Data pasut pengukuran Palem
Jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Tanggal
5/25/2016 1.605 1.578 1.577 1.623 1.617 1.595 1.55 1.434 1.335 1.276 1.211 1.199 1.17
5/26/2016 1.199 1.257 1.29 1.327 1.415 1.544 1.606 1.651 1.694 1.75 1.78 1.782 1.778 1.765 1.789 1.836 1.774 1.638 1.564 1.445 1.436 1.338 1.348 1.317
5/27/2016 1.324 1.324 1.316 1.307 1.428 1.509 1.672 1.726 1.753 1.746 1.775 1.756 1.797 1.762 1.706 1.737 1.703 1.605 1.45 1.293 1.236 1.188 1.227 1.152
5/28/2016 1.226 1.248 1.231 1.361 1.282 1.464 1.474 1.544 1.656 1.622 1.612 1.682 1.741 1.858 1.822 1.801 1.85 1.769 1.595 1.436 1.328 1.27 1.158 1.207
5/29/2016 1.224 1.311 1.36 1.392 1.372 1.495 1.598 1.599 1.605 1.634 1.777 1.821 1.849 1.867 1.938 1.989 1.928 1.895 1.791 1.529 1.418 1.244 1.298 1.259
5/30/2016 1.245 1.339 1.4 1.521 1.638 1.572 1.627 1.651 1.712 1.715 1.709 1.693 1.798 1.901 1.96 1.936 1.945 1.899 1.729 1.55 1.395 1.192 1.031 1.008
5/31/2016 1.075 1.122 1.255 1.381 1.475 1.55 1.619 1.569 1.522 1.502 1.487 1.576 1.6 1.706 1.782 1.827 1.817 1.822 1.677 1.481 1.364 1.204 1.009 0.984
6/1/2016 0.991 1.079 1.248 1.396 1.522 1.614 1.637 1.663 1.595 1.584 1.603 1.668 1.697 1.763 1.849 1.909 1.941 1.878 1.821 1.685 1.599 1.348 1.223 1.136
6/2/2016 1.139 1.199 1.331 1.491 1.5746 1.6718 1.769 1.645 1.567 1.596 1.534 1.582 1.595 1.651 1.697 1.76 1.809 1.807 1.774
Jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Tanggal
5/1/2016 142.6 143.6 140.6 138.6 144.6 154.6 167.6 176.6 179.6 174.6 169.6 165.6 149.6 126.6 110.6 101.6 95.6
5/2/2016 89.6 96.6 105.6 116.6 130.6 137.6 135.6 135.6 128.6 129.6 131.6 132.6 138.6 150.6 172.6 174.6 178.6 177.6 165.6 156.6 138.6 122.6 104.6 96.6
5/3/2016 94.6 101.6 109.6 119.6 135.6 147.6 149.6 148.6 142.6 136.6 134.6 133.6 142.6 149.6 159.6 172.6 175.6 177.6 173.6 164.6 148.6 124.6 109.6 96.6
5/4/2016 90.6 96.6 107.6 121.6 133.6 145.6 149.6 151.6 149.6 139.6 133.6 129.6 137.6 149.6 161.6 169.6 172.6 177.6 180.6 166.6 157.6 140.6 123.6 110.6
5/5/2016 99.6 98.6 104.6 117.6 133.6 144.6 150.6 156.6 156.6 148.6 138.6 132.6 134.6 142.6 145.6 158.6 166.6 171.6 168.6 167.6 159.6 147.6 136.6 118.6
5/6/2016 107.6 103.6 104.6 112.6 127.6 137.6 140.6 144.6 151.6 147.6 144.6 129.6 132.6 133.6 134.6 141.6 147.6 154.6 156.6 152.6 148.6 141.6 132.6 120.6
5/7/2016 112.6 107.6 105.6 111.6 120.6 133.6 145.6 152.6 154.6 157.6 152.6 147.6 144.6 138.6 140.6 141.6 141.6 147.6 151.6 147.6 143.6 144.6 138.6 129.6
5/8/2016 122.6 113.6 112.6 111.6 114.6 124.6 137.6 147.6 150.6 154.6 157.6 155.6 150.6 147.6 144.6 140.6 135.6 131.6 136.6 136.6 134.6 134.6 132.6 135.6
5/9/2016 130.6 124.6 121.6 117.6 118.6 119.6 128.6 144.6 146.6 157.6 160.6 164.6 162.6 157.6 152.6 147.6 136.6 126.6 123.6 122.6 121.6 119.6 121.6 125.6
5/10/2016 127.6 128.6 123.6 123.6 125.6 122.6 121.6 128.6 138.6 145.6 155.6 161.6 166.6 167.6 164.6 158.6 147.6 134.6 122.6 117.6 116.6 112.6 115.6 120.6
5/11/2016 124.6 134.6 133.6 135.6 138.6 140.6 138.6 137.6 145.6 150.6 160.6 173.6 181.6 182.6 184.6 180.6 172.6 156.6 138.6 118.6 115.6 110.6 108.6 108.6
5/12/2016 114.6 123.6 130.6 135.6 136.6 139.6 137.6 134.6 136.6 142.6 147.6 154.6 171.6 177.6 179.6 181.6 175.6 167.6 148.6 124.6 109.6 100.6 98.6 96.6
5/13/2016 104.6 113.6 126.6 137.6 140.6 148.6 145.6 149.6 144.6 142.6 145.6 154.6 164.6 179.6 187.6 188.6 186.6 179.6 166.6 148.6 128.6 112.6 107.6 103.6
5/14/2016 109.6 121.6 138.6 146.6 153.6 158.6 161.6 169.6 163.6 156.6 161.6 167.6 174.6 188.6 192.6 190.6 186.6 177.6 172.6 158.6 134.6 118.6 105.6 99.6
5/15/2016 97.6 99.6 112.6 130.6 135.6 153.6 149.6 151.6 147.6 135.6 136.6 136.6 147.6 158.6 165.6 174.6 177.6 170.6 165.6 153.6 138.6 119.6 104.6 97.6
5/16/2016 94.6 103.6 118.6 129.6 148.6 160.6 165.6 164.6 164.6 161.6 158.6 155.6 161.6 172.6 177.6 181.6 183.6 182.6 177.6 165.6 155.6 135.6 119.6 107.6
5/17/2016 96.6 103.6 109.6 124.6 136.6 149.6 158.6 159.6 157.6 153.6 151.6 147.6 151.6 154.6 162.6 168.6 169.6 167.6 159.6 156.6 147.6 139.6 126.6 110.6
5/18/2016 109.6 107.6 117.6 129.6 138.6 150.6 159.6 166.6 162.6 158.6 154.6 148.6 151.6 153.6 157.6 162.6 168.6 168.6 163.6 154.6 143.6 134.6 129.6 122.6
5/19/2016 117.6 119.6 127.6 132.6 145.6 156.6 164.6 166.6 168.6 164.6 156.6 154.6 153.6 155.6 158.6 157.6 161.6 162.6 154.6 150.6 139.6 131.6 123.6 119.6
5/20/2016 115.6 117.6 122.6 128.6 136.6 146.6 151.6 159.6 160.6 159.6 154.6 149.6 150.6 150.6 152.6 149.6 153.6 149.6 149.6 145.6 138.6 130.6 126.6 123.6
5/21/2016 122.6 127.6 131.6 140.6 148.6 154.6 160.6 162.6 165.6 164.6 161.6 155.6 154.6 155.6 156.6 151.6 147.6 144.6 142.6 141.6 132.6 128.6 125.6 122.6
5/22/2016 120.6 121.6 130.6 141.6 148.6 150.6 157.6 162.6 163.6 166.6 165.6 159.6 162.6 158.6 154.6 150.6 147.6 146.6 144.6 142.6 136.6 128.6 122.6 119.6
5/23/2016 111.6 114.6 123.6 131.6 138.6 145.6 146.6 154.6 157.6 160.6 162.6 160.6 159.6 159.6 159.6 156.6 147.6 140.6 133.6 130.6 127.6 119.6 119.6 117.6
5/24/2016 117.6 120.6 126.6 134.6 143.6 146.6 151.6 154.6 160.6 163.6 163.6 165.6 166.6 166.6 166.6 164.6 157.6 147.6 139.6 136.6 127.6 120.6 118.6 115.6
5/25/2016 121.6 123.6 122.6 131.6 146.6 150.6 151.6 156.6 157.6 160.6 163.6 167.6 167.6 166.6 170.6 169.6 159.6 153.6 142.6 132.6 126.6 119.6 118.6 116.6
5/26/2016 119.6 124.6 126.6 131.6 140.6 153.6 159.6 165.6 169.6 173.6 177.6 177.6 178.6 176.6 178.6 182.6 178.6 162.6 154.6 143.6 143.6 134.6 133.6 130.6
5/27/2016 131.6 132.6 132.6 131.6 141.6 150.6 164.6 169.6 174.6 176.6 175.6 175.6 179.6 176.6 169.6 170.6 169.6 160.6 146.6 130.6 123.6 118.6 121.6 114.6
5/28/2016 120.6 123.6 124.6 133.6 127.6 144.6 144.6 153.6 164.6 160.6 162.6 168.6 174.6 184.6 182.6 183.6 184.6 174.6 159.6 144.6 132.6 126.6 115.6 119.6
5/29/2016 120.6 129.6 133.6 137.6 134.6 148.6 158.6 159.6 159.6 164.6 176.6 182.6 187.6 188.6 193.6 200.6 189.6 187.6 179.6 155.6 139.6 127.6 128.6 124.6
5/30/2016 124.6 132.6 136.6 148.6 162.6 155.6 157.6 164.6 168.6 171.6 170.6 167.6 177.6 188.6 194.6 192.6 185.6 185.6 180.6 159.6 147.6 119.6 101.6 101.6
5/31/2016 105.6 109.6 123.6 135.6 146.6 152.6 159.6 156.6 151.6 150.6 147.6 154.6 160.6 168.6 177.6 179.6 180.6 180.6 167.6 149.6 135.6 119.6 101.6 97.6
6/1/2016 98.6 107.6 123.6 137.6 150.6 159.6 161.6 165.6
37
Gambar 10. Gabungan data pasut Tide gauge dan palem
Hasil Grafik diatas menunjukkan bahwa nilai tinggi air pengukuran lapang
hampir sama persis dengan data otomatis yang di peroleh dari Tide gauge.
Keduanya memiliki pola naik turun atau fluktuasi yang samadari hasil
pengukuran lapang dan pengukuran Tide gauge. Hasil pengukuran pasang surut
secara langsung tidak jauh berbeda dengan hasil prediksi pasang surut dari Tide
gauge, sehingga pasang surut pengukuran lapang dapat dianggap telah sesuai
untuk digunakan.
Metode Admiralty digunakan untuk menganalisis data pasang surut guna
memperoleh nilai MSL, LLWL, HHWL, dan tipe perairan. Metode Admiralty akan
menghasilkan komponen-komponen pasang surut sehingga dapat didapatkan
nilai yang dicari. Dari hasil pengamatan pasang surut selama 30 hari di dapatkan
komponen harmonik pasang surut adalah sebagai berikut :
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Pengukuran pasang surut dengan Tide Gauge
Pengukuran pasang surut dengan Palem
38
Tabel 7. Konstanta Harmonik Pasut
Konstanta Amplitudo
𝑴𝟐 0.09
𝑺𝟐 0.11
𝑲𝟏 0.19
𝑶𝟏 0.08
𝑵𝟐 0.04
𝑷𝟏 0.06
𝑲𝟐 0.03
𝑺𝟎 1.43
𝑴𝟒 0.01
𝑴𝑺𝟒 0,01
Di dalam pengamatan selama 30 hari, rangkaian data dapat dibuatkan
grafik pasang surut yang terjadi. Dari tabel 8 di bawah ini dapat dilihat
perbandingan elevasi pasang surut di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang :
Tabel 8. Nilai-nilai elevasi dengan metode Admiralty
Elevasi Simbol Perhitungan Hasil
Mean Sea Level MSL 𝑆0 1.43
Lower Low Water Level LLWL 1.43-(0.09+0.11+0.03+0.19+0.08+0.06) 0.87
Higher High Water Level HHWL 1.43+(0.09+0.11+0.03+0.19+0.08+0.06) 1.99
Cart Datum Level CDL 1.43-(0.09+0.11+0.19+0.08) 0.95
Menurut Musrifin (2012), Komponen pasang surut digunakan untuk
menentukan pasang surut yang didasarkan pada bilangan formzahl yang
dinyatakan dalam rumus:
𝐹 =(𝑂1 + 𝐾1)
(𝑀2 + 𝑆2)
𝐹 =(0.08 + 0.19)
(0.09 + 0.11)
𝐹 =0.27
0.2
39
𝐹 = 1.35
Perhitungan bilangan formzahl diatas untuk pasang surut perairan
Pelabuhan Tanjung Emas adalah 1.35 meter. Berdasarkan nilai tersebut dapat
dikatakan pasang surut di Pelabuhan Tanjung Emas tergolong kedalam jenis
campuran condong semi diurnal (Ganda). Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil
penelitian Wirasatriya (2006) juga mendapatkan tipe pasang surut perairan
Semarang adalah campuran condong ke harian ganda yang dilakukan melalui
perhitungan admiralty untuk data pasang surut perairan Semarang bulan
September 2004 - Maret 2005. Hal ini berarti di Perairan Semarang terjadi dua
kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi berbeda dalam tinggi dan
waktunya.
4.1.3 Data Kedalaman
Hasil pemeruman yang telah terkoreksi, kemudian menghasilkan data
kedalaman yang akurat. Data kedalaman akurat tersebut diinterpolasi dengan
menggunakan metode Krigging dengan bantuan software ArcGIS. Angka-angka
yang terdapat pada garis kontur merupakan angka-angka yang menunjukkan
kedalaman perairan dalam satuan meter. Kemudian data tersebut di plot dalam
bentuk kontur dan Visualisasi 3D seperti tampilan berikut :
40
Gambar 11. Peta Kontur Batimetri Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang
41
Gambar 12. Peta Batimetri 3D Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang
Kedalaman Perairan Pelabuhan Tanjung Emas ditunjukkan dari
perubahan warna yang tergambar pada peta. Warna yang tergambar pada peta
menunjukkan bahwa kedalaman perairan pelabuhan tidak mengalami perubahan
yang signifikan ketika menjauhi area pantai. Hasil pengukuran kedalaman secara
keseluruhan berkisar antara -9 hingga -16 meter dengan rata-rata kedalaman
perairan -12 meter. Pada gambar 12 memperlihatkan profil batimetri perairan
pelabuhan secara 3D, tujuan dibuatnya model 3D yaitu untuk menganalisa dan
mengetahui morfologi permukaan dasar laut (seabed surface). Dari gambar
tersebut dapat di lihat pola batimetri perairan yang tidak rata.Kedalaman dari
hasil pengukuran diketahui terjadi perubahan nilai kedalaman yang tidak terlalu
signifikan.
42
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pasang Surut
Berdasarkan perbandingan nilai amplitudo komponen harian tunggal (𝐾1
dan𝑂1) dengan komponen harian ganda (𝑀2 dan 𝑆2), diperoleh nilai bilangan
Formzahl sebesar F = 1.35 meter. Menurut klasifikasi tipe pasang surut
bedasarkan nilai Formzhal dimana nilai 0,25 < F < 1,5, maka tipe pasang surut di
perairan Semarang adalah pasang surut campuran condong ke harian ganda.
Berdasarkan grafik pasang surut perairan semarang yang dapat dilihat pada
Gambar 10, tipe pasang surut di perairan Semarang dapat ditentukan secara
langsung melalui pola terjadinya siklus pasang surut yang lebih didominasi oleh
dua siklus pasang dan surut dalam satu hari dengan periode dan elevasi muka
air pasang dan surut yang berbeda.
Hasil perhitungan tipe pasang surut di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang yakni tipe Campuran condong harian ganda sesuai dengan hasil
penelitian dari Wirasatriya (2006) yang juga mendapatkan tipe pasang surut
perairan Semarang adalah campuran condong ke harian ganda yang dilakukan
melalui perhitungan admiralty untuk data pasang surut perairan Semarang bulan
September 2004 - Maret 2005 serta penelitian dari Rachman (2015) yang
memperoleh nilai bilangan Formzahl sebesar 1,121 yang berarti tipe pasang
surut campuran condong ke harian ganda.
Berdasarkan perhitungan data pengamatan pasang surut dengan metode
Admiralty, muka air laut rata-rata (MSL) memiliki nilai sebesar 1.43 m,
sedangkan HHWL dan LLWL berturut-turut memiliki nilai elevasi sebesar 1.99 m
dan 0.87 m. Menurut data pengamatan pasang surut yang disajikan pada Tabel
5, diketahui muka air laut tertinggi (HWL) berada pada tanggal 29 Mei 2016 pukul
43
15.00 WIB yaitu sebesar 2.006 m dan muka air laut terendah (LWL) berada pada
tanggal 2 Juni 2016 pukul 00.00 yaitu sebesar 0.9 m.
Dari nilai pasang surut yang didapat bisa ditentukan konstanta
pembangkit pasang surut utama (𝑀2, 𝑆2, 𝐾2, 𝐾1, 𝑂1, 𝑃1, 𝑑𝑙𝑙), dimana konstanta
tersebut memiliki nilai frekuensi, amplitudo, dan fase. Konstanta pembangkit
pasang surut utama berbeda di tiap-tiap lokasi. Dari nilai amplitudo konstanta
tersebut bisa diperoleh nilai Chart Datum. Ketika nilai Chart Datum didapatkan
maka nilai tersebut bisa digunakan sebagai referensi pengukuran Batimetri.
4.2.2 Kedalaman Pelabuhan
Hasil penelitian di Pelabuhan Tanjung Emas menunjukkan bahwa
kedalaman secara keseluruhan berkisar antara 9 hingga 16 meter. Model 3D
morfologi dasar laut menampakan bahwa sebagian besar dari dasar perairan
Tanjung Emas ini adalah landai, adanya perbedaan kedalaman yaitu berupa
cekungan ataupun permukaan dasar laut yang lebih tinggi. Perbedaan
kedalaman perairan pada lokasi penelitian diduga disebabkan oleh relief dasar
laut.Menurut Wibisono, (2005) menyatakan bahwa kedalaman suatu
perairandidasari pada relief dasar dari perairan tersebut. Semakin dangkal
perairan semakin dipengaruhi olehpasang surut, yang mana daerah yang
dipengaruhi oleh pasang surut mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi.
Hasil peta kontur perairan Tanjung Emas selanjutnya disajikan pada
grafik Grid Slice. Tujuan dari Grid Slice ini untuk memudahkan/memperjelas
kontur pada setian bagian perairan. Grid Slice dibagi menjadi 4 bagian yaitu A-B,
C-D, E-F dan G-H, dengan asumsi tiap Grid Slice mewakili kontur kedalaman di
sekitar perairan lainnya.
44
Gambar 13. Peta titik Grid Slice
45
Gambar 14.Grid Slice A-B C-D E-F
Gambar 15.Grid Slice G-H
Penentuan nilai kelerengan Perairan Pelabuhan Tanjung Emas terbagi
atas 4bagian yaitu A-B, C-D, E-F dan G-H. Hasil perhitungan dari ke-empat
bagian tersebut diperoleh nilai kelerengan berturut-turut yaitu 0.37, 0.32, 0.22
dan 0.033. Nilai kelerengan tersebut menurut Zuidam (1985) masuk dalam
kategori landai atau hampir rata. Nilai kelerengan Perairan pelabuhan Tanjung
Emas ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai kelerengan Perairan Pelabuhan Tanjung Emas
No Profil Nilai Kelerengan Jenis kelerengan
1 A-B 0.37 Rata/Hampir rata
2 C-D 0.32 Rata/Hampir rata
3 E-F 0.22 Rata/Hampir rata
4 G-H 0.033 Rata / Hampir rata
Hasil nilai kelerengan diatas sama dengan hasil penelitian dari Fahrian
(2015) yakni didapatkan informasi bahwa perairan Semarang Utara memiliki
termasuk dalam perairan dangkal. Morfologi dasar perairan memiliki nilai
46
kelerengan rata-rata 0,35% dan memiliki kategori dasar perairan hampir datar.
Serta penelitian dari Alfi Satriadi (2012) menunjukkan bahwa nilai kelerengan
perairan semarang utara berkisar antara 0,178% – 0,2% yang berarti tingkat
kemiringan dasar perairan tersebut adalah landai.
Berdasarkan Tatanan Kepelabuhan Nasional keputusan menteri
perhubungan tahun 2015, kedalaman minimal alur pelayaran -10m LWS dengan
panjang alur pelayaran 1.728 nautical miles (NM) dan berdasarkan hal tersebut,
ukuran dan sarat (draft) kapal yang dapat melalui alur pelayaran ini pada saat
kedalaman -10m LWS dengan draft maksimum 8.2 meter. Dengan demikian
hasil pengukuran kedalaman Pelabuhan Tanjung Emas pada penelitian ini
secara keseluruhan berkisar antara -9 hingga -16 meter dengan rata-rata
kedalaman perairan -12 meter telah memenuhi tatanan kepelabuhan nasional
Indonesia. Selvi (2012) menuliskan bahwa kedalaman dasar laut Perairan
Semarang secara alamiah semakin kearah utara dasar lautnya semakin dalam,
dan yang paling dalam adalah alur masuk Pelabuhan Tanjung Emas. Salah satu
permasalahan yang terjadi di kawasan pelabuhan adalah adanya proses
pendangkalan di alur pelayaran yang berpengaruh pula pada pola arus dan
pasang surut di sekitar pantai dan pelabuhan, yang berpengaruh pada transport
sedimen yang dapat mempercepat pendangkalan di alur pelabuhan.
47
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan perbandingan nilai amplitudo komponen harian tunggal
(𝐾1 dan 𝑂1) dengan komponen harian ganda (𝑀2 dan
𝑺𝟐), diperoleh nilai bilangan Formzahl sebesar F = 1.35 meter, maka tipe
pasang surut di Pelabuhan tanjung Emas Semarang adalah pasang surut
campuran condong ke harian ganda.
2. Kedalaman perairan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang pada berkisar
antara -9 hingga -16 meter dengan rata-rata kedalaman perairan -12
meter.Berdasarkan Tatanan Kepelabuhan Nasional keputusan menteri
perhubungan tahun 2015, kedalaman minimal alur pelayaran -10m LWS,
dengan demikian hasil pengukuran kedalaman Pelabuhan Tanjung Emas
pada penelitian ini secara keseluruhan dengan rata-rata kedalaman -12
meter telah memenuhi Tatanan Kepelabuhan Nasional Indonesia.
3. Nilai kelerengan Perairan Pelabuhan Tanjung Emas diperoleh nilai
kelerengan berturut-turut yaitu 0.37, 0.32, 0.22 dan 0.033. Nilai
kelerengan tersebut menurut Zuidam (1985) masuk dalam kategori landai
atau hampir rata.
5.2 Saran
Perlu dilakukan perawatan, pengawasan serta pengecekan kedalaman
secara rutin dan secara berkala terhadap dasar perairan Pelabuhan Tanjung
Emas, serta apabila perlu dilakukan pengerukan pada kolam pelabuhan
sebaiknya segera dilaksanakan karena melihat dari aktivitas Pelabuhan Tanjung
48
Emas yang kian lama aktivitasnya semakin padat. Hal ini bisa dilihat pada
kegiatan arus bongkar muat barang yang ada di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang yang mengalami peningkatan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Al Kautsar, Muhammad, Sasmito B, Hani’ah. 2013. Aplikasi Echosounder Hi-Target Hd 370 Untuk Pemeruman Di Perairan Dangkal(Studi Kasus : Perairan Semarang). Jurnal Geodesi Undip.Volume 2, Nomor 4.Hal : 222-239.
Defrimilsa, 2003.Studi Perbandingan Profil Batimetri Perairan Utara Belitung
Hasil Deteksi Sistem Akustik Bim Terbagi SIMRAD EY-500 Dengan Profil Batimetri Peta Dishidros TNI-AL. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
De Jong, Lachapelle C.D, G.Skone, S.ElemaI.A., 2002. Hydrography, Delft, Delft
University Press, The Netherlands Shelf C, 2011. The Magic of Multibeam Sonar.
Djunarsjah E. 2005. Kerangka Dasar Vertikal. Penerbit ITB. Bandung.
Fahrian, Ismanto A, Saputro, 2015. Studi Pemetaan Batimetri untuk Perencanaan Pembuatan Sabuk Pantai di Perairan Semarang Utara. Jurnal Oseanografi. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Semarang.
Febrianto, Hestirianoto, Agus, 2015. Pemetaan Batimetri Di Perairan Dangkal Pulau Tunda, Serang, Banten Menggunakan Singlebeam Echosounder. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol.6 No.2. Program Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Hidayat, Sudarsono B, Sasmito B, 2014. Survei Bathimetri Untuk Pengecekan Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal. Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang.
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 475 tahun 2015 tentang penetapan alur pelayaran, system rute, tata cara berlalu lintas dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya si Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Lekkerker dan Huibert Jan, 2006.Handbook of Offshore Surveying : Acquisition and Processing, Fugro, Netherlands.
Maskur, 2003. Kajian Pengaruh Keberadaan Pelabuhan Tanjung Emas
Terhadap Lingkungan Masyarakat (Studi Kasus : Kelurahan Bandarharjo Dan Tanjungmas). Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Musrifin, 2012. Analisis Dan Tipepasang Surut Perairan Pulau Jemur Riau.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Riau. ISSN 0126-4265 Vol. 40 (1) : 101-108.
Moustier, 2005.Course Multibeam Sonar Method.Publication Data.Inggris. Nandang S, 2015. Kemampuan Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Menggunakan Metode Deskriptif dengan Surfer 9.Jurnal Nasional
50
Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Sumatra Barat.
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan (“PP No.
61/2009 Poerbandono danDjunarsah, 2005. SurveiHidrografi. PT. Refika Aditama.
Bandung.163 hlm Rachman, Ismunarti, Handoyo, 2015. Pengaruh Pasang Surut Terhadap
Sebaran Genangan Banjir Rob di Kecamatan Semarang Utara.Jurnal Oseanografi. Volume 4, Nomor 1. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Universitas Diponegoro
Putra, Suprayogi A, Kahar S,2013. Aplikasi SIG Untuk Penentuan Daerah Quick
Count Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus : Pemilihan Walikota Cirebon 2013, Jawa Barat). Jurnal Geodesi Undip. Semarang
Rismanto,2001. Pengolahan Data Survei Batimetri Dengan Menggunakan
Perangkat Lunak HydroPro. Skripsi. Program Studi Teknik Geodesi ITB Sasmita, 2008.Aplikasi MultibeamEchosounderSystem (MBES) untuk Keperluan
Batimetri.Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika.Institut Teknologi Bandung.
Satriadi, 2012.Studi Batimetri dan Jenis Sedimen Dasar Laut dI Perairan Marina Semarang, Jawa Tengah.Program Studi Oseanografi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Semarang.
Selvi, 2012.Kajian Pola Arus Akibat Pengembangan Breakwater Di Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang.UNDIP. Semarang Setiawan, Osawa T, I.W. Nuarsa, 2014. Aplikasi Algoritma Van Hengel dan
Spitzer untuk Ekstraksi Informasi Batimetri Menggunakan Data Landsat, Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana, Bali.
Triatmodjo B,1992. Hidraulika, Beta Offset.Yogyakarta. Wibisono, M.S.,2005. Pengantar Ilmu Kalautan. Penerbit PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta. Wirasatriya, Hartoko, Suripin, 2006. Kajian Kenaikanmuka Laut Sebagai
Landasan Penanggulangan Rob Di Pesisir Kota Semarang. Fakultas Teknik Sipil. Universitas Diponegoro. Semarang
Wyrtki, 1961. Physical oceanography of the southeast Asian Waters, Naga report
Vol 2. California, The University of California Scripps Institution of Oceanography. 195p.
Zuidam, 1985. Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and Geomorphology
Mapping. Smith Publisher The Hague, ITC.
51
LAMPIRAN
Lampiran I
Gambar 16. Pelabuhan Tanjung Emas
Gambar 17. Terminal TPKS Semarang
52
Lampiran II
Gambar 18.MultibeamEchosounder
Gambar 19. Pemasangan alat
53
Gambar 20. Alat SVP (Sound Velocity Profile)
Gambar 21. Monitor Controller Sounding
54
Gambar 22. Stasiun Pengamatan Pasang Surut
Gambar 23. Download Data Pasang Surut dari Tide Gauge
55
Lampiran III
Tabel 10. Data hasil sounding
X Y Z
110,415 -6,91057 -9,51
110,4166 -6,89319 -12,42
110,4157 -6,89351 -12,44
110,4161 -6,89436 -12,44
110,4162 -6,89384 -10,66
110,4164 -6,89513 -10,66
110,4164 -6,90057 -10,69
110,4161 -6,89967 -10,7
110,4165 -6,89691 -10,7
110,4159 -6,89777 -10,71
110,4161 -6,89904 -10,72
110,4165 -6,89576 -11,62
110,4165 -6,89835 -11,67
110,4162 -6,89554 -12,42
110,4162 -6,89466 -12,42
110,4158 -6,89403 -12,44
110,4166 -6,90399 -10,66
110,4164 -6,89462 -10,71
110,4161 -6,89915 -10,71
110,4163 -6,90154 -10,71
110,4166 -6,90304 -10,71
110,4162 -6,90071 -10,72
110,4163 -6,89821 -10,73
110,4159 -6,89653 -11,64
110,4159 -6,8957 -11,64
110,4159 -6,89331 -10,71
110,4159 -6,89719 -10,72
110,4175 -6,89731 -12,42
110,4176 -6,89735 -12,42
110,4177 -6,89639 -12,42
110,4172 -6,8953 -12,42
110,4178 -6,89466 -12,42
110,4176 -6,90054 -12,42
110,4173 -6,89584 -12,44
110,4177 -6,89291 -12,44
110,4171 -6,89609 -12,44
110,4177 -6,89448 -12,44
110,4177 -6,89899 -12,44
110,4177 -6,89602 -12,44
110,4177 -6,89715 -12,44
110,4174 -6,89614 -12,44
110,4171 -6,89366 -12,44
110,4175 -6,89738 -12,46
110,4178 -6,89926 -12,46
110,4175 -6,89447 -12,46
110,4174 -6,89345 -12,46
110,4177 -6,89847 -12,58
110,4173 -6,89432 -12,58
110,4174 -6,89503 -12,59
110,4175 -6,89431 -12,62
110,4175 -6,89709 -12,62
110,4172 -6,89455 -12,63
110,4177 -6,89723 -12,63
110,4172 -6,89427 -12,63
110,4177 -6,89419 -12,65
110,4173 -6,89555 -12,66
110,4173 -6,89462 -12,67
110,4171 -6,89341 -12,68
110,4176 -6,89411 -12,69
110,4174 -6,89581 -12,69
110,4178 -6,89798 -12,69
110,4173 -6,89595 -12,7
110,4173 -6,89516 -12,71
110,4175 -6,89551 -12,71
110,4171 -6,89426 -13,54
110,4172 -6,89417 -12,42
110,4173 -6,89677 -12,44
110,4178 -6,8955 -12,59
110,4176 -6,89432 -12,59
110,4177 -6,89448 -12,59
110,4177 -6,89459 -12,6
110,4173 -6,89463 -12,6
110,4178 -6,9002 -12,6
110,4172 -6,89358 -12,6
110,4176 -6,89611 -12,62
110,4177 -6,89668 -12,62
110,4177 -6,89468 -12,68
110,4177 -6,89793 -12,69
110,4176 -6,89502 -12,7
110,4173 -6,89551 -12,7
110,4172 -6,89351 -12,7
110,4174 -6,89302 -12,72
110,4174 -6,8966 -12,72
110,4173 -6,89575 -13,56
110,417 -6,89368 -12,58
110,4173 -6,8936 -12,59
110,4172 -6,8935 -12,59
110,4177 -6,89416 -12,59
110,4175 -6,89469 -12,59
110,4175 -6,89952 -12,59
110,4177 -6,89814 -12,59
110,4174 -6,89664 -12,6
110,4177 -6,89887 -12,6
110,4172 -6,89396 -12,6
110,4176 -6,90056 -12,6
110,4177 -6,89582 -12,6
110,4173 -6,89539 -12,62
110,4174 -6,89641 -12,63
110,4172 -6,89581 -12,68
110,4176 -6,89516 -12,68
110,4176 -6,89443 -12,7
110,4177 -6,89717 -12,7
110,4172 -6,89405 -12,7
110,4174 -6,89658 -12,71
110,4177 -6,89832 -12,71
110,4173 -6,89621 -12,72
110,4172 -6,91261 -9,2
110,4177 -6,89379 -12,59
110,4172 -6,89426 -12,59
110,4175 -6,89347 -12,59
110,4173 -6,89481 -12,59
110,4174 -6,89508 -12,59
110,4176 -6,89538 -12,59
110,4177 -6,89306 -12,59
110,4176 -6,89496 -12,6
110,4174 -6,89292 -12,63
110,4174 -6,89625 -12,67
110,4171 -6,89343 -12,7
110,4174 -6,89632 -12,7
110,4177 -6,89486 -12,7
110,4173 -6,89585 -12,7
110,4171 -6,89325 -12,7
56
110,4175 -6,89662 -12,71
110,4176 -6,89445 -12,44
110,4175 -6,89678 -12,59
110,4173 -6,89417 -12,59
110,4177 -6,89988 -12,59
110,4177 -6,89597 -12,59
110,4172 -6,89401 -12,59
110,4173 -6,89602 -12,59
110,4177 -6,89491 -12,6
110,4172 -6,89523 -12,69
110,4175 -6,89715 -12,69
110,4174 -6,8941 -12,7
110,4174 -6,89394 -12,7
110,417 -6,89416 -12,71
110,4174 -6,89716 -12,71
110,4174 -6,89415 -12,42
110,4177 -6,89576 -12,59
110,4175 -6,89742 -12,6
110,4171 -6,89371 -12,63
110,4174 -6,89646 -12,7
110,417 -6,89405 -12,7
110,4177 -6,89435 -12,74
110,4175 -6,89393 -12,42
110,4175 -6,89779 -12,44
110,4171 -6,8935 -12,44
110,4176 -6,89753 -12,59
110,4175 -6,89539 -12,65
110,4171 -6,89368 -12,67
110,4177 -6,89782 -12,69
110,4173 -6,89534 -12,71
110,4177 -6,89442 -12,71
110,4174 -6,8953 -12,72
110,4178 -6,89819 -12,73
110,4177 -6,89756 -12,59
110,4178 -6,89827 -12,62
110,4172 -6,89418 -12,7
110,4176 -6,89449 -12,73
110,4175 -6,89914 -12,59
110,4181 -6,90398 -12,42
110,418 -6,90299 -12,42
110,4183 -6,9062 -12,44
110,4178 -6,90382 -12,44
110,4179 -6,90381 -12,58
110,4179 -6,89965 -12,58
110,418 -6,89695 -12,58
110,4187 -6,90993 -12,59
110,4178 -6,89842 -12,59
110,4178 -6,90008 -12,6
110,4181 -6,90343 -12,6
110,4181 -6,90508 -12,66
110,4176 -6,89436 -12,66
110,4184 -6,9066 -12,66
110,4184 -6,90624 -12,67
110,4182 -6,90443 -12,69
110,4179 -6,89664 -12,71
110,4178 -6,90067 -12,72
110,4177 -6,89743 -12,73
110,4178 -6,8985 -12,73
110,418 -6,90229 -12,74
110,418 -6,90317 -12,42
110,4181 -6,9045 -12,42
110,4177 -6,89434 -12,46
110,4188 -6,91012 -12,46
110,4178 -6,90081 -12,58
110,4177 -6,89701 -12,6
110,4179 -6,90121 -12,62
110,4178 -6,90046 -12,62
110,4189 -6,89391 -12,63
110,418 -6,90304 -12,65
110,418 -6,90327 -12,66
110,4176 -6,89761 -12,7
110,4182 -6,90538 -12,44
110,4176 -6,89289 -12,44
110,418 -6,90435 -12,59
110,4179 -6,8966 -12,62
110,4178 -6,89983 -12,71
110,4177 -6,90232 -12,42
110,4176 -6,89804 -12,42
110,4176 -6,89824 -12,44
110,4177 -6,89912 -12,46
110,4179 -6,90162 -12,58
110,418 -6,89895 -12,58
110,4179 -6,89839 -12,62
110,418 -6,90182 -12,62
110,4178 -6,89902 -12,63
110,4177 -6,89428 -12,65
110,4176 -6,89569 -12,66
110,4182 -6,90627 -12,67
110,4181 -6,90365 -12,7
110,4179 -6,90167 -12,42
110,4176 -6,89476 -12,58
110,4177 -6,89361 -12,58
110,4179 -6,90304 -12,59
110,4179 -6,90128 -12,59
110,4179 -6,90083 -12,62
110,4176 -6,8936 -12,62
110,4177 -6,895 -12,65
110,4177 -6,89964 -12,72
110,4177 -6,89317 -12,44
110,4178 -6,90078 -12,46
110,4177 -6,8987 -12,58
110,4182 -6,90592 -12,59
110,4177 -6,89425 -12,63
110,4179 -6,89574 -12,65
110,418 -6,90276 -12,66
110,4178 -6,89991 -12,66
110,4178 -6,9001 -12,66
110,4185 -6,91004 -12,67
110,4178 -6,9001 -12,67
110,4177 -6,89584 -12,68
110,4179 -6,90293 -12,7
110,4178 -6,89871 -12,71
110,418 -6,90184 -12,73
110,4179 -6,8995 -12,74
110,4178 -6,89888 -12,44
110,4176 -6,89302 -12,44
110,4177 -6,89993 -12,46
110,4179 -6,90116 -12,6
110,4178 -6,90006 -12,62
110,4177 -6,89576 -12,62
110,4177 -6,89445 -12,68
110,4176 -6,89364 -12,7
110,4178 -6,8997 -12,73
57
110,4188 -6,91727 -12,44
110,4176 -6,89815 -12,44
110,4178 -6,89877 -12,44
110,4178 -6,89865 -12,44
110,4179 -6,90134 -12,46
110,4179 -6,90136 -12,62
110,4182 -6,89442 -12,63
110,4177 -6,89829 -12,63
110,4177 -6,8981 -12,63
110,418 -6,90178 -12,66
110,418 -6,90244 -12,66
110,4177 -6,89437 -12,74
110,4178 -6,89953 -12,74
110,4182 -6,90528 -12,44
110,4179 -6,90184 -12,46
110,4176 -6,8947 -12,58
110,4178 -6,89639 -12,58
110,4179 -6,90075 -12,58
110,4178 -6,89423 -12,62
110,4177 -6,89764 -12,62
110,4178 -6,89825 -12,63
110,4179 -6,90092 -12,44
110,4181 -6,90289 -12,44
110,418 -6,90317 -12,44
110,4177 -6,89801 -12,44
110,4177 -6,89946 -12,46
110,4176 -6,89782 -12,58
110,4178 -6,89742 -12,6
110,4178 -6,89841 -12,62
110,4178 -6,89495 -12,65
110,4177 -6,89738 -12,66
110,4178 -6,89919 -12,67
110,4176 -6,89609 -12,44
110,4179 -6,90132 -12,46
110,4183 -6,89314 -12,46
110,4179 -6,90091 -12,58
110,4177 -6,89724 -12,7
110,4181 -6,90243 -12,73
110,4178 -6,89842 -12,44
110,4176 -6,89417 -12,44
110,4185 -6,90473 -12,59
110,4176 -6,89685 -12,62
110,4177 -6,89656 -12,63
110,4177 -6,89449 -12,63
110,4177 -6,89605 -12,67
110,418 -6,90326 -12,42
110,4179 -6,90183 -12,42
110,4177 -6,8954 -12,44
110,4179 -6,89993 -12,62
110,4179 -6,89834 -12,72
110,4177 -6,90503 -12,44
110,4187 -6,90114 -12,58
110,4185 -6,91569 -12,62
110,4186 -6,90018 -12,62
110,4184 -6,91402 -12,62
110,4181 -6,90853 -12,62
110,4186 -6,91191 -12,63
110,4186 -6,91661 -12,63
110,418 -6,91175 -12,67
110,4185 -6,89425 -12,7
110,4184 -6,91866 -14,91
110,4186 -6,90389 -15,37
110,4198 -6,92757 -12,42
110,4197 -6,92661 -12,44
110,4198 -6,92596 -12,44
110,4196 -6,92812 -12,44
110,4198 -6,92901 -12,44
110,4196 -6,92615 -12,46
110,4196 -6,92409 -12,46
110,4199 -6,92916 -12,46
110,4194 -6,92743 -12,6
110,4193 -6,92297 -12,6
110,4199 -6,92874 -12,63
110,4197 -6,9291 -12,63
110,4199 -6,93046 -12,66
110,4197 -6,92924 -12,67
110,4198 -6,92971 -12,69
110,4194 -6,92746 -12,71
110,4196 -6,92531 -12,46
110,4198 -6,92733 -12,71
110,4199 -6,92783 -12,44
110,4198 -6,9293 -12,6
110,4201 -6,89318 -12,65
110,4203 -6,89235 -12,65
110,4205 -6,93647 -12,65
110,4203 -6,93172 -12,65
110,4202 -6,93306 -12,65
110,42 -6,92936 -12,65
110,4206 -6,93639 -12,65
110,42 -6,93075 -12,65
110,4206 -6,93609 -12,65
110,4208 -6,93705 -12,65
110,4201 -6,92933 -12,65
110,4198 -6,93056 -12,65
110,4204 -6,93162 -12,65
110,4204 -6,9348 -12,65
110,42 -6,89321 -12,65
110,4199 -6,93037 -12,65
110,4206 -6,93238 -12,65
110,4201 -6,92977 -12,65
110,4205 -6,93638 -12,65
110,4198 -6,92769 -12,65
110,4203 -6,93321 -12,65
110,4207 -6,93625 -12,65
110,4199 -6,89325 -12,65
110,4199 -6,93006 -12,65
110,42 -6,89439 -12,65
110,4206 -6,93625 -12,65
110,4204 -6,93553 -12,65
110,4203 -6,93362 -12,65
110,4206 -6,9324 -12,65
110,4207 -6,9367 -12,65
110,4204 -6,91795 -14,97
110,4221 -6,91105 -14,61
110,4219 -6,91047 -14,74
110,4221 -6,91164 -14,74
110,422 -6,90939 -15,01
110,4221 -6,91146 -15,01
110,4219 -6,91146 -13,53
110,4221 -6,91139 -14,96
110,4233 -6,93573 -9,01
110,4233 -6,93906 -9,04
110,4233 -6,93781 -9,11
58
Data sounding diatas merupakan sebagian data dari hasil sounding di
Pelabuhan Tanjung Emas, dibawah ini merupakan jumlah semua data sounding
yang disajikan dalam grafik Histogram :
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Frek
uen
si
Range Kedalaman