pemikiran etika politik ibnu taimiyah dan ibnu · pdf filepemikiran etika politik ibnu...

92
PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU KHALDUN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Asep Sholahuddin NIM : 107045200266 Program Studi Siyasah Jinayah Syari’ah Fakultas syariah & Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Upload: duongnguyet

Post on 01-Feb-2018

284 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH

DAN IBNU KHALDUN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Asep Sholahuddin

NIM : 107045200266

Program Studi

Siyasah Jinayah Syari’ah

Fakultas syari’ah & Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

Page 2: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Page 3: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Page 4: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya nyatakan, bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Stara 1 di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya sesuaikan dengan

ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari skripsi ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan

dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 Mei 2014

ASEP SHOLAHUDDIN

Page 5: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

ABSTRAK

Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politik kehidupan manusia. Manusia

dibedakan dari binatang, oleh karena itu ia bertindak dengan sadar diatas kemampuanya

sendiri, dan oleh karena itu ia bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya. Manusia

sebagai mahkluk sosial tentu memiliki dimensi politik dalam kehidupanya. Politik adalah

ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai

kehidupan yang baik.

Untuk mencapai sebuah kekompakan, ketertiban, dan apa yang diharapkan oleh mansyarakat

maka masyarakat tidak bisa bekerja sendiri, mereka butuh kerja sama satu sama lain. Dalam

kerja sama tersebut dibutuhkan seorang nahkohda untuk menyetir apa yang sudah

diharapkan. Jika pemimpin Rusak, niscaya rusak pula rakyat yang dipimpinya, demikianlah

sebuah fenomena meyedihkan yang senantiasa menghantui pikiran Ibnu Taimiyah.

seorang penguasa politik atau pemimpin, wajib “menyapaikan amanat kepada pemberi

amanat itu” dan untuk “menghukumi secara adil.’ Maksudnya, ia harus menerapkan hudud

terhadap kelas bangsawan maupun rakyat jelata secara adil dan proposional. Hal tersebut

akan menciptakan kondisi dan situasi yang baik untuk sebuah lingkungan masyarakat. Maka

tidak mudah menjadikan seorang pemimpin yang baik.

Oleh karna itu perlu dipahami bahwa kemudian, pemimpin harus memahami makna dari

sebuah etika politik secar subtantif, bukan hanya memhami saja tetapi juga mempraktekan

semua apa yang telah dipahami oleh pemimipin tentang etika politik. Karna, ini menjadi

pondasi awal untuk terciptanya negara kejehatreaan.

Dalam hal ini, penulis akan mencoba memahami apa itu etika politik dari dua tokoh muslim

yang yang sampai saat ini bisa dijadikan rujukan dalam refrensi teori politik islam. Baik dari

orentalisme maupun dari muslim itu sendiri. Yaitu Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khladun. Dua

tokoh islma ini memiliki kehidupan pada masa yang berbeda dan situasi yang juga dpat

dikatakan beda juga.

Tentu etika politik dan kekuasaan tidak bisa dipisahkan satu sama lain, sehingga perlu juga

dibahasa mengenai kekuasaan dari dua persfektif tokoh tersebut, baik pemahaman tentang

sebuah sistem kenegraan dan maupun. Tentu bukan hal mudah memahami dua pemikiran

politik tersebut dengan rujukan buku yang sampai masih terlalu minim. Tapi minimal prinsip

tentang kuasaan dua pemikir islam tersebut bisa dijadikan pandangan dalam merumusakan

atau menulis skripsi tersebut.

Demikian abstrak tentang skripsi dengan tema “PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU

TAIMIYAH DAN IBNU KHLADUN” yang bisa penulis sampaikan pada kesempatan kali

ini. Mudah-mudahan apa yang sedikit penulis sampaikan dapat menimbulkan semangat baru

dalam memhami pemikiran politik Islam kedepan, khususnya untuk penulis.

Page 6: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

KATA PENGANTAR

Segala puji atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allas SWT, baik itu nikmat

Iman, Islam dan sehat walafiat, karna sehat kita dapat menjaga Ke-Imanan kita, kita menjaga

Ke-Islaman kita dan kita tetap bisa menjalankan segala aktifitas kita. Salawat serta salam tak

lupa kita curahkan, kita limpahkan kepada baginda kita Nabi besar Muhammad SAW yang

menjadikan kisah hidupnya menjadi rujukan awal kita dalam kehidupan di dunia ini. Di mana

skripsi ini penulis susun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana (S1) jurusan Hukum Ketatanegaraan Islam, program studi Jinayah

Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN sayrif Hidatullah Jakarta. Dengan judul skripsi

“Pemikiran Etika Politik Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun”

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan

semangat dari berbagai pihak dan untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2009 – 2014

2. Dr. JM. Muslimin, MA, Selaku Dekan terpilih Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidatullah Jakarta, Periode 2014-2019

3. Dr. Asmawi, M.Ag, Ketua Program Studi Jinayah Siyasah dan Afwan Faizin, M. Ag

seketaris Program studi Jinayah Siyasah atas kesabaran dan waktunya dalam

menghadapi semua pertanyaan penulis. Kepada dosen yang telah memberikan ilmu,

tenaga dan waktu yang luar biasa kepada penulis selama ini , serta tidak lupa staf

perpustakaan Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.

Page 7: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

4. Kepada pembimbing skripsi, yang penulis hormati Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah

yang telah memberikan saran, masukan dan pengarahan yang sangat bearti bagi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada kedua orang tua penulis yang sangat penulis hormati dan cintai, Ayahanda H.

M. Arju dan Ibunda tercinta Hj. Rohaini yang selalu mendidik penulis dengan penuh

kesabaran dan cinta, mengarahkan penulis tentang esensi kehidupan, dan terus

memberikan semangat yang tak pernah henti, tentu doa ayahanda dan ibunda yang

selalu terucap disetiap lantuan dari kedua mulut ayahanda dan ibunda yang

memberikan nafas keimanan dan keislaman disetiap langkah penulis ini.

6. Kepada saudara-saudara penulis yang selalu memberikan semangat dan nasehat nya,

Ka’ Yuli, A’ Ocil, Ka’ Bedah, A’ Arif, A’Irfan, Ka’Ijeh. Nasehat dan motivasi kalian

sangat menggugah semangat penulis dalam menjalankan kehidupan menjadi dewasa

dan segara menyelesaikan kuliah ini, alhamdulillah dengan rasa syukur, perkulihan

akhir dapat diselesaikan.

7. Kepada teman-teman jurusan SS ’07, Andi Mardiansyah, Sifak Muhammad Yus, alan,

arifin, lugina, reza arif, ade, panden, aden, okta, iqri, uus, bagus, alif, lisa, semua yang

menjadikan kelas rame dengan ide dan banyolan temen, akhir skripsi ini bisa

diselsaikan. Salam hormat buat kalian.

8. Kepada senior-senior HMI Komisariat Fakultas syariah dan hukum yang selalu

mengingatkan dan membimbing penulis dalam menjalankan sebuah organisasi.

Sampe akhir nya selalu di ingatkan tentang penyelesaian skripsi, kapan bisa

diselesaikan.

9. Kepada senior-senior LKBHMI yang terus membina dan mengningatkan penulis

selama menjadi mahasiswa dan kader HMI KOMFAKSY, kanda Fahmi Ahmadi,

Page 8: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Kanda Ihndi Karim Kamikn Ara, Kanda Teungku Mahdar Adrian, Kanda Ali

Fernandes, Kanda Isnur, Kanda Ajuba, Kanda Hamdam, Kanda Asep Syamsuri,

Kanda Fauzul Azim, semoga semua yang telah kalian berikan kepada penulis dapat

bermanfaat.

10. Kepada sahabat seperjuangan, bro Ridho Akmal Nasution yang selalu setia menemani

penulis disetiap kegelisahan penulis maupun menemani penulis dalam perjuangan.

Ketulusan dalam mendengarkan dan memberikan saran merupakan indikator skripsi

ini bisa terselsaikan.

11. Kepada teman-teman utramen, deden, duduh, wisnu, nu’man, obi, bogel, icank,

ersyad, hamim, byib, aam, erik, abler, iir, kegilaan kita dapat menyujukan otak dalam

kepeningan.

12. Kepada sahabat seperjuangan, humaidullah irpan, Abiyudin, Ismail, Irpan Pasaribu,

Suhendra, Abdurahman, semoga kalian dapat meneyelsaikan skripsi dengan baik dan

benar tentu dengan waktu yang tepat pula.

13. Kepada teman-teman Pengurus HMI Cabang Ciputat Periode 2013-2014, yang sama-

sama mengawal sebuah organisasi dan membantu penulis dalam menjalankan estapet

organisasi untuk penyelesaiaan Skripsi ini.

14. Kepada teman-teman HMI Cabang Ciputat, yang selalu menguji penulis dalam hal

melatih kesabaran, melatih kedewasaan dan melatih kebijaksanaan. Semoga kita ke

depan dapat menjadi insan yang paripurna.

15. Kepada teman-teman Komisariat, komisariat KOMFAKSY, KOFAH, KOMTAR,

KOMFUF, KOMFAKDA, KAFEIS, KOMFASTEK, KOMPSI, KOMFISIP,

KOMFAKDIK, KOMFAKDISA, KOTARO, KOMICI, dan KOMIPAM, terima kasih

Page 9: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

16. atas segala support dan kritikan yang telah diberikan. Semoga kita dapat melaksankan

apa yang telah kita harapkan.

17. Kepada senior-senior dan teman-teman LinK Ciputat, semoga hubungan emosional

kita dapat menjadikan kedewaasn dalam bertindak dan menjadikan diri kita diri yang

berkripadian yang baik.

Demikian ucapan terima kasih ini dari penulis, penulis berharap semoga Allah SWT

yang membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi orang lain dan dapat menjai pendidikan bagi

pemabaca.

Jakarta, 13 Mei 2014

Penulis

Page 10: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Page 11: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ………………………………………………..……. ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………...….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………....…..... 1

B. Perumusan, dan Pembatasan Masalah ………………………........... 12

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian........................................... 13

D. Metode Penelitian................................................................................ 14

E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 16

F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 18

BAB II PENGERTIAN KEKUASAAN DAN ETIKA POLITIK ..... 20

A. Pengertian Kekuasaan dan Pemerintahan ........................................ 20

a) Kekuasaan ................................................................................. 20

b) Pemerintahan ............................................................................ 22

B. Moral dan Etika ............................................................................... 25

a) Pengertian Moral ....................................................................... 25

b) Pengertian Etika ........................................................................ 26

C. Pengertian Etika Politik ................................................................... 28

Page 12: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

vii

BAB III KEKUASAAN MENURUT IBNU TAIMIYAH DAN IBNU

KHALDUN .............................................................................................. 39

A. Konsep Kekuasaan Menurut Ibnu Taimiyah ................................... 39

a) Kekuasaan Tuhan ...................................................................... 39

b) Kepala Negara ........................................................................... 45

B. Konsep Kekuasaan Menurut Ibnu Khaldun ..................................... 51

a) Ashabiyah dan Kekuasaan ........................................................ 51

b) Ashabiyah Fondasi Kekuasaan dan Kedaulatan ...................... 54

BAB IV PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU

KHALDUN ............................................................................................... 56

A. Pemikiran Etika Politik Ibnu Taimiyah, .......................................... 56

B. Pemikiran Etika Politik Ibnu Khaldun, ........................................... 60

C. Perbandingan Etika Politik Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah ........ 66

BAB V PENUTUP .................................................................................... 72

A. Kesimpulan ...................................................................................... 72

B. Saran ................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 77

Page 13: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politik

kehidupan manusia. Manusia dibedakan dari binatang, oleh karena itu ia

bertindak dengan sadar diatas kemampuanya sendiri, dan oleh karena itu ia

bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya, yaitu selain bernilai

guna untuknya juga benar dalam arti saat dipertahankan secara

argumentatif berhadapan dengan klaim-klaim alternatif, itu sejalan dengan

pemikirannya Aristoteles bahwa kebijikan intelektual baginya tinggi

nilainya, karena dasarnya adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip etis,

sedangkan kebijakan etis ynag mengusasi perasaan yang alami adalah hasil

dari cara hidup yang baik dengan jalan kebiasaan berpikir berkemampuan

dan berbuat baik secara sadar.1

Etika sendiri dibagi lagi kedalam etika umum dan etika khusus.

Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi

segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-

prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam berbagai

lingkungan kehidupannya. Dibendakan antara etika induvidual yang

mempertanyakan kewajiban manusia sebagai induvidu, terutama terhadap

1 Prof. Dr. H. Muh. Said, Etika Masyarkat Indonesia, (Jakaarta Pramudya paramida,

1980), hal.89

Page 14: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

2

dirinya sendiri dan melalui suara hati, terhadap yang Ilahi, dan etika sosial.

Etika sosial jauh lebih luas dari etika induvidual karena hampir semua

kewajiban manusia bergandengan dengan kenyataan bahwa ia merupakan

makhluk sosial. Dengan bertolak dari martabat manusia sebagai pribadi

yang sosial, etika sosial membahas norma-norma moral yang seharusnya

menetukan sikap dan tindakan antarmanusia.2

Musyawarah merupakan peruwujudan dari etika politik Islam yang

telah dicontohkan oleh Rasullah dan para sahabatnya. Etika politik

berkembang dari masa kemasa, setiap periode dalam sejarah politik dunia

Islam memiliki ciri etika dan tingkah laku politik, masing-masing, pemikir

Islam yang membahas tentang masalah ini diantaranya: Ibnu Taimiyah,

Ibnu Khaldun, Al Farabi, Ibn Abi Ar Rabi, Ibn Hazm, , dan lain-lain...

Etika Politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir pada saat zaman

yunani pada saat struktur-struktur politik tradisional mulai ambruk.

dengan keambrukan itu muncul pertanyaan bagaimana seharusnya

masyarakat ditata. Dua ribu tahun kemudian, empat ratus tahun yang lalu,

etika politik bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja dalam

paham tatanan hirarkis kosmos tidak lagi diterima begitu saja. Legitimasi-

legitimasi tradisional kehilangan daya ikatanya. Legitimasi tatanan hukum

dan negara dan hak raja untuk memerintahkan masyarakat, dipertanyakan.

Itulah situasi kebangkitan filsafat politik pada awal zaman industrilisasi.

2 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern,

(Jakarta : PT Gramedia, 1988), hal. 13

Page 15: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

3

Klaim-kliam legitimasi kekuasaan yang daling bertentangan menurut

refleksi filosofis atas prinsip-prinsip dasar kehidupan politik.3

Manusia sebagai mahkluk sosial tentu memiliki dimensi politik

dalam kehidupanya. Politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau

politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang

baik, di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi, orang

yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakanya sebagai en dam

onia atau the good life.4 Selain itu, politik dalam suatu negara itu berkaitan

dengan pendekatan kenegaraan, kekuasaan, pengambilan keputusan,

kebijakan dan pembagian kekuasaan5. Berdasarkan pendekatan

kenegaraan, politik artinya sebagai sesuatu yang berkaitan dengan tujuan-

tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan

negara dan berdiplomasi dengan negara-negara lain. Selanjutnya politik

sebagai kekuasaan diartikan sebagai suatu alokasi nilai-nilai otoritatif yang

menajdi bagian dari tindakan atas nama pemerintaha atau negara.6

Negara dalam prinsip-prinsipnya yang modern, dipahami sebagai

sebuah consensus, dimana sejumlah warga negara dalam satu teori tertentu

membentuk kesepakatan bersama untuk mengasosiasikan diri dalam

asosiasi kepentingan bernama negara. Negara sendiri dibentuk dengan

3 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern,

(Jakarta : PT Gramedia, 1988), hal. 3 4 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, 2008),

hal.13 5 Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, 2008), hal.14

6 Hugo. F. Reading, kamus ilmu-ilmu Sosial, Terjemahan Sehat Simamora, (Jakarta :PT.

Rajawali, 1986), hal. 305

Page 16: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

4

maksud mewujudkan tujuan-tujuan dasar berlandasakan kehendak kolektif

warganya (Volone Generale, J.J Rosusseau, 1712-1778).

Tujuan negara adalah untuk menjalakan ketertiban dan keamanan,

mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi warga negaranya. Timbul

suatu negara tidak akan terlepas dari teori contrak sosial yang diungkapkan

oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke dan JJ Rousseau. 7

Kontrak Sosial merupakan perjanjian antara masyarakat yang ingin

membentuk suatu negara, suatu pemerintahan bersama yang melayani

mereka. Kemudian rakyat ini menyerahkan kedaulatan kepada suatu

lembaga, person ataupun sekelompok orang yang mendapat amanat untuk

menjalankan kedaultan tersebut. Sehingga apa yang menjadi tujuan

bersama dapat menjadikan kebutuhan masayarkat dalam kehidupan dalam

satu ikatan sosial.

Atas dasar tersebut maka lahir lah teori demokrasi reprensentatif8.

Karena pada saat ini tidak mungkin semua rakyat berkumpul untuk

menentukan keinginannya setiap saat. Direct democaracy adalah suatu

bentuk pemerintah dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan

politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang

bertindak berdasarkan prosedur-prosedur mayoritas. Karena faktor

populasi penduduk yang terus bertambah maka tidak mungkin dilakukan

7 M. Solly Lubis, Ilmu Negara (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal.35

8 Jimlly Asshiddiqie, Gagasan Kedaultan Rakyat Dalam konstitusi dan Pelaksanaannya di

Indonesia (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal.70

Page 17: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

5

pada satu tempat dan pada suatu saat, sehingga harus dicari pemecah

masalahnya. Dan mucunlah konsep demokrasi perwakilan rakyat atau

yang sering disebut sebagai demokrasi representatif, akhirnya demokrasi

representatif ini hampir dilakukan disetiap negara modern pada saat ini.

Selain itu Ibnu khaldun dalam bukunya muqqadimah,

sesungguhnya organisasi masyaraka (Ijtima‟ insani) umat manusia adalah

keharusan. Para filosof melahirkan kenyataan ini dengan perkataan

mereka, manusia adalah bersifat politis menurut tabiat nya. Ini bearti,

memerlukan satu organisasi kemsyarakatan, yang menurut para filosof

dinamakan kota.9 Pernyataan Ibnu Khaldun ini menjentawantahkan sebuah

kekuatan sosial yang memiliki kekuatan saling membantu satu sama lain

sehingga, tujuan untuk menemukan the good life itu bisa tercapai. Selanjut

Ibnu Khaldun berpendapat, tanpa organisasi itu eksistensi manusia tidak

akan sempurna. Keinginan tuhan hendak memakmurkan dunia dengan

mahkluk manusia, dan menjadikan mereka khalifah di permukaan bumi ini

tentulah tidak terbukti. Inilah arti yang sebenarnya dari peradaban.10

Ketika umat manusia telah mencapai organisasi kemasyarakatan

seperti kita sebutkan itu, dan ketika peradaban dunia telah menjadi

kenyataan, umat manusia pun memerlukan seseorang yang akan

melaksanakan kewibawaan dan memilihara mereka, karena permusuhan

dan kezaliman adalah pula merupakan watak hewani yang dimiliki oleh

9 Ahmadie Thoha, Mukaddimah ibnu khladun, (Jakarta: pustaka Firdaus), hal.71

10 Ibid,hal. 73

Page 18: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

6

manusia. Senjata yang dibuat manusia untuk pertahanan dari serangan

binatang tidaklah mencukupi bagi pertahanan terhadap serangan sesama.

Dan ini tidaklah mungkin datang dari luar. Maka dengan sendirinya yang

akan melaksanakan kewibawaan itu haruslah salah seorang dianatara

mereka sendiri.11

Di setiap induvidu manusia memiliki sifat hewan yang berada

didalam nya, dengan demikian mereka manusia harus menjaga kebiwaan

nya diantara mereka sendiri, hal ini senada dengan apa yang dimaksud

dengan konsep representatif yang ada pada era modern saat ini. Hubungan

dengan ide demokrasi ini, ibnu khaldun mengakui bahwa terdapat banyak

negara yang tidak mendasarkan kebijakan dan peraturan negara atas ajaran

dan hukum agama, akan tetapi negara dapat mewujudkan ketertiban,

keseraisan hubungan antara para warga, bahkan dapat berkembang dan

jaya.12

Sejarah politik dunia islam dibagi menjadi tiga periode: pertama,

periode Klasik (650-1250 M): Kedua, periode Pertengahan (1250-1800

M): dan periode modern (1800 sampai sekarang). Dalam sejarah Islam

masa periode pertama ini dikenal dengan “masa kemasan”. Sebagai masa

keemasan, ia seringkali dijadikan tolak ukur dan rujukan keteladanan.13

11

Ibid, hal. 74 12

Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hal.109-110 13

Dr. Badri yatim, M.A, sejarah Peradaban Islam (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2001), hal.6

Page 19: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

7

Kebutuhan akan adanya seseorang yang mempunyai otoritas dan

bisa mengendalikan ini kemudian meningkat. Adanya dukungan dan rasa

kebersamaan yang terbentuk inilah seorang pemimpin dalam mengatur dan

menjadi penengah tidak dapat bekerja sendiri sehingga membutuhkan

tentara yang kuat dan loyal.14

Al Ashabiyah secara harfiah jika diterjemahkan kedalam bahasa

indonesia bearti rasa satu kelompok atau solidaritas sosial.15

Ashabiyah

juga mengandung makna group feeling, solidaritas Kelompok, Fanatisme

Kesukuan, Nasionalisme, atau sentimen sosial. Yaitu cinta dan kasih

sayang seorang manusia kepada saudara atau tetangganya ketika salah satu

darinya diperlukan tidak adil atau disakiti. Untuk bertahan hidup

masyrakat harus memiliki sentimen kelompok (ashabiyah) yang

merupakan kekuatan pendorong dalam perjalanan sejarah manusia,

pembangkit suatu klan. Klan yanng memiliki ashabiyah kuat dapat

berkembang menjadi sebuah negeri.16

Tujuan terakhir solidaritas adalah kedaulatan, karena solidaritas

sosial itulah yang mempersatukan tujuan, mempertahankan diri dan

mengalahkan musuh. Begitu solidaritas sosial memperoleh kedaulatan atas

golongan nya, maka ia akan mencari solidaritas golongan lain yang tak ada

hubungan dengan nya. Jika solidaritas sosial dapat menaklukan solidaritas

14

Ibn Khaldun, Muqaddimah, penerjemahan Ahmadie Taha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986),hal.104

15 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Neagara (Jakarta: UI Press, 1993), hal. 104

16 Ibn Khaldun, Muqaddimah, hal. 120

Page 20: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

8

lain, keduanya akan bercampur yang secara bersama-sama menuntun

tujuan yang lebih tinggi dari kedaultan. Akhirnya, apabila suatu negara

sudah tua umurnya dan para pembesarnya yang terdiri dari solidaritas

sosial yang baru akan merebut kedaulatan negara. Bisa juga ketika negara

sudah berumur tua, maka butuh solidaritas lain. Dalam situasi demikian,

negara akan memasukan para pengikut solidaritas sosial yang kuat

kedalam kedaultannya dan dijadikan sebagai alat untuk mendukung

negara.17

Dalam kehidupan modern, persoalan etika dan moral sering

menjadi perbicangan publik. Tinjauan filsafat tentang makna dan definisi

filsafat, etika dan moral sangat bergam bagi tiap-tiap pakar. Secara

sederhana bisa dikatakan bahwa penggunaan “etika” dan “moral” selalu

menerangkan perbandingan antara nilai yang baik dan buruk, yang berlaku

bagi semua semua bidang kehidupan manusia.18

Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif,

kekuasaan negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai

dengan struktur ganda kemampuan manusia. Atau secara singkat, etika

politik membahas hukum dan kekuasaan. Sepintas saja kelihatan bahwa

dua-duanya sehrusnya tidak terpisah. Hukum tanpa negara tidak dapat

berbuat apa-apa, sifat normatif belaka, hukum tidak mempunyai suatu

kemampuan untuk bertindak. Sedangkan negara tanpa hukum adalah buta

17

Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hal. 166-167 18

Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern, (Jakarta : PT Gramedia, 1997), hal. 363

Page 21: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

9

dan merosot ke tingkat sub-manusiawi karena tidak lagi berdasarkan

tatanan normatif. Negara yang memakai kekuasaannya di luar hukum sama

dengan manusia yang berbuat tanpa pengertian. Negara semacam itu

menjadi penindas dan irasional. Kekuasaan diluar hukum mengerikan.

Jelas juga bahwa baik hukum maupun negara memerlukan legitimasi.

Hukum harus dapat memperlihatkan mengapa tatanan inilah yang

ditetapkan dan bukan tatanan alternatif. Dan negara harus melegitimasikan

penggunaan kekuasaannya. Maka tema utama etika politik adalah masalah

legitimasi hukum dan kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legitimasi-

legitimasi yang diajukan.19

Jika pemimpin Rusak, niscaya rusak pula rakyat yang dipimpinya,

demikianlah sebuah fenomena meyedihkan yang senantiasa menghantui

pikiran Ibnu Taimiyah. Fenomena inlah yang menurut beliau, sebagai

penyebab utama kerusakan kaum musilimin, terampasnya negara dan

kehormatan mereka, serta pendorong musuh-musuh Islam untuk meyerang

kaum muslimin. Bahwa fenomena inilah pula yang merupakan virus utama

dari segala jenis penyakit yang diderita kaum Muslimin.

Seiring perkembangan zaman yang sudah melakukan transformasi

dalam segala pemaham politik dan refresentatif demokrasi yang sudah

menjamur diseluruh negara modren sehingga melakukan sebuah cara

untuk mendapatkan kekuasan itu bisa dilakukan dengan cara apapun,

19

Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern, (Jakarta : PT Gramedia, 1988), hal. 21

Page 22: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

10

nampak kepribadian binatang yang muncul pada dirinya. Melihat

penguasa belakangan ini menciptakan sebuah produk hukum yang tentu

mendiskrditkan minoritas, apa yang disebut ibnu khaldun bahwa para

penguasa harus mendapatkan dukungan dari solidaritas yang mayoritas

sehingga hukum alam kausalitas berlaku pada saat ini.

Politiknya diilhami oleh versi syariat yang sesuai dengan missinya

yang menyeluruh, telah diperbarui. Usahanya untuk menegakan kesucian

moral dalam tradisi Hanbali tidak dilakukan, sebagaimana pendahulunya,

melalui pengabaian semu terhadap praktik politik, namun melalui aplikasi

syariat ke dalam urusan pemerintahan. Ia menolak pandangan al-Marwadi

yang menyetakan bahwa kekuatan penguasa (Sultan), selama diakui oleh

khalifah tertinggi dan dibenarkan syariat, secara de facto dapat dianggap

independen dan sah menurut Islam. Isa mensyaratkan kriteria yang lebih

keras untuk diaplikasikan.

Tujuan Ibnu Taimiyah adalah membangun pemerintahan yang

berdasarkan syariat (siasayah syar‟iyyah). Risalah Ibn Taimiyah dimulai

dengan mengingatkan bahwa Tuhan telah menetapkan “pengetahuan dan

pena dengan tugas untuk meyampaikan dan menyeru, serta kekuasaan dan

pedang dengan penegasan superioritas Islam atas dua agama wahyu

lainnya dengan argumen bahwa keduanya menyatakan agama tanpa

berusaha untuk memenuhi “syarat-syarat yang dibutuhkan untuk

esksistensinya, yakni kekuasaan jihad , dan sumber materi”. Menurut Ibnu

Taimiyah, masalah yang dihadapai umat dewasa ini adalah bahwa, di satu

Page 23: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

11

sisi, para pemimpin berpikir mereka dapat mencapai tujuan spiritual

semata-mata dengan kesalehan. “ dengan demikian mangkir dari semua

partisipasi kehidpuan politik, namun pada saat yang sama melarangn

keterlibatan orang lain”. Jalan benar adalah, sekali lagi, jalan tengah

(wasath) memperhatikan kepentingan masyarakat dalam aspek material

dan moraldan terlibat dalam kekuasaan”.20

Ibnu Taimiyah bersikukuh bahwa agama tidak dapat diamalkan

tanpa kekuasaan politik. Tugas agama untuk memerintahkan kebaikan dan

mencegah kemungkaran benar-benar tidak dapat dicapai “kecuali melalui

kekuasaan dan otoritas pemimpin (imam)‟. Dan “keseluruh kewajiban lain

yang telah ditetapkan Tuhan- yaitu jihad, keadilan, haji, salat jamaah...

menolong kaum yang tertindas, penerapan hudud, sebagainya- tidak dapat

ditunaikan kecuali melalui kekuasaan dan otoritas pemimpin”. “agama

tanpa sultan (kekuasaan), jihad, harta, sama buruknya dengan sultan, harta

dan perang tanpa agama.”21

Lord Acton menyebutkan, bahwa power tends to corrupt, but

absolute power corrupts absolutely (manusia yang mempunyai kekuasaan

cendurung untuk menyalahgunakannya, akan tetapi manusia yang

mempunyai kekuasaan absolut sudah pasti akan menyalahgunakannya).

Tentu dalam hal ini setiap penguasa cendrung menyalahgunakan

20

Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga masa kini, Penerjemah Abdullah Ali & Mariana Ariestyawati. (Jakarta ; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001), hal. 229

21 Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga masa kini, Penerjemah

Abdullah Ali & Mariana Ariestyawati. (Jakarta ; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001), hal. 230

Page 24: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

12

kekuasaan yang direbut secara politik tersebut, padahal mendefinisikan

politik pada awalnya adalah cara bagaimana menggapi kehidupan yang

baik. Dengan demikian ini menjadi persoalan serius untuk dijadikan

sebuah rujukan bagaimana menciptakan negara kesejahteraan. Tentu para

representator yang diamanatkan untuk menggapai kehidupan yang baik

perlu membenahi diri dari persoalan Etika di era Demokrasi Refresntatif

ini.

Dari latar belakang diatas, terserat keingingan dari penulis unutk

mengadakan pengkajian yang lebih faktual resfresentatif mengenai

pemikiran terhadap bidang politik, terutama dalam bidang etika politik

demokrasi. Maka dengan ini penulis mengambil judul skripsi

“PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU

KHALDUN.”

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Dari uraian diatas perlu melakukan pembatasan masalah agar

penilitian ini lebih terarah. Pembahasan dalam tulisan ini terfokus, pada

dampak etika politik sebagai kenyataan dalam kehidupan masyarakat yang

tidak membiarkan segala macam klaim wewenang menjadi mapan begitu

saja. Maka kekuatan-kekuatan yang ada terdesak untuk membenarkan diri

pada bidang wewenang yang sebanar-benarnya.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mencoba membatasi dan

merumuskan masalah sekitar pembatasan.

Page 25: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

13

1. Bagaimana Konsep Kekuasaan menurut Ibnu Taimiyah dan Ibnu

Khladun?

2. Bagaimana Konsep Etika Politik menurut Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu

Khladun ?

3. Begaimana Perbandingan Etika Politik menurut Ibnu Taimiyah dan Ibnu

Khladun ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep Kekuasaan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khladun.

2. Untuk mengetahui Konsep Etika Politik Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu

Khaldun

3. Untuk Mengetahui Perbandingan Etika Politik Islam Ibnu Taimiyah dan

Ibnu Khaldun

Adapun manfaat penilitian adalah sebagi berikut :

1. Sebagai bahan penyusun skripsi yanag merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh derajat kerjasama program studi Siyasah Syar‟iyyah.

2. Menambah wacana ilmu pengetahuan dan penilitian dalam konsep etika

politik islam Ibnu Taimiyah dan Ibn Khaldun dalam tinjauan kosnep

demokrasi untuk diteruskan dalam penelitian lainya yang relevan.

Page 26: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

14

3. Menambah wacana ilmu pengetahuan etika politik Islam di masa

demokrasi yang kemudian bisa di aktualisasikan pada konstelasi politik

daerah maupun nasional.

4. Sebagai sumbangan dan sekaligus pengambangan khazanah keilmuan

dibidang fiqh syiasah dalam konteks etika prilaku politik

5. Memberikan pemahaman bahwa dalam konteks politik terdapat etika yang

perlu dijaga maupun dalam paham politik demokrasi refresentasif.

D. Tinjauan Pustaka

Sejumlah penilitian dengan bahasan konsep Etika Politik Islam

dalam tinjuan ketatanegara Islam ataupun Etika Politik ketatanegaraan

modern telah dilakukan, baik yang mengkaji secara spesifik topik tersebut

ataupun yang mengakaji secara umum yang sejalan dengan bahsan

penilitian. Berikut ini merupakan paparan tinjuan umum atas sebagian

karya-karya penelitian-penelitian.berikut ini merupakan paparan tinjuan

umum atas sebagian karya-karya peneilitian tersebut :

Buku Pertama, Ibnu Taimiyah ter. Rofi Munawwar, “As Siyasyah

Syar‟iyyah fi Ishlahir Ra‟i war Ra‟iyyah”. Dalam bukunya, Ibnu Taimiya

menggambarkan kemudnuran total yang dialami dunia Islam. Dengan gaya

penulisan yang elegan, sebagai upya menetapkan batasan atas hak-hak dan

kewajiban seorang pemimpin, disamping juga memaparkan secara rinci

hak-hak dan kewajiban rakyat yang sepenuhnya berdasarkan pada Al

qur‟an dan Sunnah Rasullah SAW. Buku ini merupakan mengungkap

Page 27: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

15

semua sisi hubungan kemanusiaan, sekaligus yang mengarahkan kaum

Muslimin untuk meraih kekuatan dan kemuliaannya menuju umat yang

mampu mengukir sejarah kebesaran nya.

Buku kedua, Ibnu Khaldun ter. Ahmadie Thaha, “Muqaddimah”.

Ia menguraikan masalah sosial dan sejarah dan beliau hanya satu-satunya

intelektual muslim yang diterima dan diakui didunia barat, terutama ahli-

ahli sosiologi dalam bahasa inggris (yang menuliskan karya-karya nya

dalam bahasa inggris). Dari berbagi penemuan sosiologi Ibn Khaldun ada

ulsan yang paling banyak perhatian, yaitu mengenai ashabiyah, dengan

konsep ashabiyah atau solidaritas sosial apapun bisa dilakukan demi

sebuah cita-cita atupun kepentingan, sehingga ini perlu ditinjau dari sisi

etika yang penulis usulkan dalam penulisan skripsi.

Buku ketiga, yang ditulis oleh Munawir Sadzali, Islam dan Tata

Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Menguraikan pokok-pokok

pemikiran politik Islam pada zaman klasik dan pertengahan. Dlam salah

satu subbnya ia menjabarkan pmikiran Ibn Khaldun tentang konsep

ashabiyahnya dalam pembentukan sebuah negara. Namun dalam buku ini

tidak menjelaskan secara rinci ataupun detail mengenai konsep ashabiyah

baik itu yang hubungan nya dengan politik atau agama, akan tetapi bukum

ini lebih kepada poin inti yang merangkum seluruh bahasan konsep

ashabiyah.

Skripsi, Herusalem, Negara dan Agama : Sebuah Kajian Atas

Pemikiran Ibn Khaldun (2007). Dalam salah satu babnya menguraikan

Page 28: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

16

tahapan terbentuknya negara serta keruntuhannya. Pada inti skripsi ini

tidak membahas ashabiyah, namun pada akhir nya skripsi terbut

mambahas memperoleh kekuasaan.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

metode penelitian analitis deskriptif. Artinya metode deskriptif digunakan

untuk menggambarkan secara obyektif materi yang akan dibahas. Metode

analitis digunakan untuk mendapat dan mengetahui implikasi dari ide etika

politik islam yang ada dalam konsep demokrasi.

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research).

Penelitin ini lebih menuntut kejelsan penelitian serta sangat menekankan

terhadap aspek analisa dan kajian teks, terutama dalam mencari informasi

dan data yang memiliki hubungan dengan obyek penelitian.

2. Pendekatan Penelitian

Mengingat obyek penelitian menyangkut kajian sejarah dan pemikiran,

maka pendekatan penilitian ini menggunakan pendekatan historis yaitu

sebuah pendekatan dengan kajian masa lampau secara sistematis dan

objektif, dengan mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta

Page 29: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

17

mensisntesiskan bukti-bukti untuk menegggakan fakta dan memperoleh

keimpulan yang kuat.22

3. Sumber Data

Penulisan skripsi ini menggunakan dua sumber pokok dalam pengumpulan

data, yakni sumber primer dan kedua sumber sekunder23

. Adapun rincian

masing-masing sumber adalah:

a) Data Primer disandarkan pada literatur klasik Siyasah syariyyah Ibnu

Taimiyah dan Muqddimah Ibn Khaldun yang secara akademis telah

dipandang otoritatif.

b) Data sekunder merupakan sumber pendukung dari primer yang berasal

dari kepustakaan, buku-buku maupun data-data tertulis yang ada

relevansinya dengan judul skripsi ini.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengeumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada riset

pustaka (Library Resarch) yakni proses pengindentifikasian secara

sistematis penemuan-penemuan dan analisis dokumen-dokumen yang

memuat informasi berkaitan dengan masalah penelitian. Pengumpulan data

informasi diperoleh berdasarkan bahan-bahan yang ada diperpustakaan,

baik berupa arsip, dokumen, majalah maupun lainnya.24

5. Metode Analisa Data

22

Sumardi Surayabrata, Metodologi Penelitian, cet.XVI, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004), hal.73

23 Ibid., hal, 74

24 Consuelo G Sevilla (dkk), Pengatar Metodologi Penelitian, cet.I. (Jakarta: UI Pres.

1993), hal, 37

Page 30: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

18

Analisa data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah

penelitian, terutama dalam tahap ini, seorang peneliti telah memasuki

tahap penetapan hasil temuanya. Oleh sebab itu, dalam menganalisa data

penulis menggunakan metode deskriftif, yaitu dengan cara memaparkan

dan menguraikan pokok-pokok permasalahan secara menyeluruh:

komparatif yaitu sebuah metode perbandingan dengan cara menganalisa

data-data yang ada, kemudian penulis kombinasikan untuk mennghasilkan

sebuah pemikiran yang padu.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada pedoman penulisan skripsi Fakultas

Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan

oleh FSH UIN Jakarta 2007.

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima (5) bab bahasan,

dengan perincian sebagai berikkut :

BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan

masalah, tujuna dan manfaat peneilitian, tinjauan psutaka,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Menjelaskan pengertian Kekuasaan Politik dan Pemerintahan

secara umum dan Menjelaskan Etika secara umum dan

menjelasakan kerangka teori etika. Menjelaskan definisi etika

Page 31: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

19

dan menjelasakan definisi moral. Pembagian etika dan

menjalasakan ke dalam etika deskriftif dan etika Normatif.

BAB III : Memaparkan Konsep Kekuasaan Politik menurut Ibnu

Taimiyah dan Ibnu Khaldun dan menjelasakan Biografi dan

Seting sosial Ibnu Taimiyah & Ibu Khaldun,

BAB IV : Mempaparkan konsep pemikiran etika politik islam Ibnu

Taimiyah & Ibnu Khaldun, dan Menjelaskan Perbandingan

Pemikiran Etika politik Ibnu Taimiyah dengan Pemikiran

Etika Politik Ibnu Khaldun.

BAB V : Sebagai penutup bagi seluruh rentetan pembahasan

sebelumnya, menuliskan kesimpulan-kesimpulan yang dapat

penulis ambil dan beberapa gagasan penulis yang dituliskan

oleh penulis.

Page 32: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

20

BAB II

PENGERTIAN KEKUASAAN DAN ETIKA POLITIK

A. Pengertian Kekuasaan dan Pemerintahan

1. Kekuasaan

Istilah “kekuasaan” merupakan bentukan dari “kuasa” yang diberi

imbuhan “ke” dan “an”. Jadi, secara fleksibel kuasa mempunyai banyak

arti diantaranya adalah “kemampuan” atau “kesanggupan” (untuk

membuat sesuatu); kekuatan; kewenangan atas sesuatu atau menentukan

(memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) yang ada pada kerena

jabatannya.25

Kekuasaan adalah kemampuan sesorang atau kelompok manusia

untuk mempengaruhi tingkha-lakunya seorang atau kelompok lain

sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan

keinginan dantujuna dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Gejala

kekuasaan ini adalah gejala yang lumrah terdapat dalam setiap masyarakat,

dalam semua bentuk hidup bersama.

Manusia mempunyai bermacam-macam keinginan dan tujuan yang

ingin dan tujuan yang ingin sekali dicapainya. Untuk itu manusia sering

merasa perlu untuk memaksakan kemuannya atas orang atau kelompok

lain. Lhal ini menimbulkan perasaan pada dirinya bahwa mengendalikan

orang lain adalah syarat mutlak untuk keselamatannya sendiri. Maka dari

25

W.J.S Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 467

Page 33: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

21

itu bagi orang banyak, kekuasaan itu merupakan suatu nilai yang ingin

dimilkinya. Kekuasaan sosial terdapat dalam semua hubungan sosial dan

dalam semua organisasi sosial.

Kekuasaan biasanya terbentuk hubungan (relationship), dalam arti

bahwa ada satu fihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintahkan

(the ruler and the ruled): satu pihak yang memberi perintah, satu pihak

yang mematuhi perintah. Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu

lebih tinggi dari pada yang lain dan selalu ada unsur paksaan itu dipakai,

sering sudah cukup.

Setiap manusai sekaligus merupakan subyek dari kekuasaan dan

obyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang presiden membuat undang-

undang (subyek dari kekuasaan), tetapi disamping itu dia juga harus

tunduk kepada undang (obyek kekuasaan). Pokoknya jarang sekali ada

orang yang tidak pernah memberi perintah dan tidak pernah menrima

perintah. Hal ini kelihatan jelas dalam organisasi militer yang bersifat

hierarchis di mana seorang prajurit diperintah oleh komandannya,

sedangkan komandan ini diperintah pula oleh atasanya.26

Di antara banyak bentuk kekuasaan ini ada suatu bentuk yang

penting yaitu kekuasaan politik. Dalam hal ini kekuasaan politik adalah

kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (perintah) baik

terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan

pemegang kekuasaan sendiri. Kekuasaan politik merupakan sebagian saja

26

Miriam Budiarjo, dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997). H. 35-36

Page 34: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

22

dari kekuasaan sosial, yakni kekuasaan sosial yang fokusnya ditujukan

kepada negara sebagai satu-satunya pihak berwenang yang mempunyai

hak untuk mengendalikan tingkah-laku sosial dengan paksaan. Kekuasaan

politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari

warga masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang lain

dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan dan aktivitas negara di

bidang administratrif, legislatif, dan yudikatif.

Namun demikian sautu kekuasaan politik tidaklah mungkin tanpa

penggunaan kekuasaan (machtsuitoefening). Kekuasaan itu harus

digunakan dan harus dijalankan. apabila penggunaan kekuasaan itu

berjalan dengan efektif, hal ini dapat disebut sebagai kontrol

(pengusaan/pengendalian). Dengan sendirinya untuk menggunakan

kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa yaitu pelaku yang

memagang kekuasaan, dam harus ada alat/sarana kekuasaan

(machtsmiddelen) agar penggunaan kekuasaan itu dapat dilakukan denga

baik.27

2. Pemerintahan

Secara etimologi, kata pemerintahan dapat diartsebagai badan yang

melakukan kekuasaan memerintah. Kata “pemerintah‟ mengandung

pengertian adanya dua pihak yang memerintah memiliki wewena ng dan

pihak yang diperintah memiliki kepatuhan.28

Dalam sekolompok manusia

27

Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hal.37 28

A. Ubaidillah. et al, Pendidikan kewargaan: Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Kalarta press, 2000) hal. 97.

Page 35: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

23

yang hidup bersama memang pada umunya ada sejumlah orang mengatur

dan melakukan usaha guna menciptakan serta memelihara ketertiban.

Mereka merupakan pimpinan dalam masyarakat dalam sautu masyarakat

negara. Golongan orang-orang yang berwenang dan bertugas untuk

mengatur serta memimpin ini disebut pemerintah.

Oleh karna itulah sayrat-syarat berdirinya negara harus memenuhui unsur-

unsur:

a) Adanya pemerintah atau pemerintahan

b) Adanya wilayah

c) Adanya penduduk

d) Adanya pengakuan dari dalam dan luar negri.29

Pemerintah merupakan lembaga eksekutif negara, meliput aparat

birokrasi teknis (birokrasi dalam pengertian sempit) maupun para politisi

dan negarawan yang menjadi pucuk pimpinan lembaga-lembaga negara.

Pemerintah merupakan aspek personil negara: dia adalah faktor manusia

dari negara.30

Pemerintah sebagai salah satu sturuktur dasar sistem politik

merupakan lembaga yang menyelenggarakan mekanisme politik atau roda

pemerintahan politik atau roda pemerintahan yang dipimpin oleh seorang

29

Inu Kencana Syafie, Ilmu Pemerintah dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 128

30 Arief Budiman, Teori Negara: Negara Kekuasaan, dan Ideologi, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1997) hal. 91

Page 36: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

24

pejanat yang disebut “wali” atau “amir” atau dengan istilah lainnya yang

dikena dalam kepustakaan politik dan ketatanegaraan islam.

Kekuasaan poltik yang dimiliki oleh wali mempinyai dua landasan;

landasan formal normatif dan landasan struktural formatif. Landasan

pertama bertumpu pada ajaran kedaulatan hukum ketuhana (al-qur‟an).

Karena itu kekuasaan politik yang dimiliki oleh wali berdasarkan ayat al-

qur‟an yang memberinya tugas untuk menegakan hukum Allah dan

menyelenggarakan pemerintah dengan adil dalam masayrakat.

Kendudukan wali sebagi pemerintah terkait pada penerima dan

pengakuan rakyat. Ini bearti kedudukan tersebut harus mendapat legalisasi

dari rakyat. Dan ini diperoleh melalui baiat. Baita inilah yang menjadi

landasan struktural formatif. Karena rakyatlah yang memegang kedaulatan

politik, sehingga tanpa baiat, kekuasaan wali tidak dapat diberlakukan

secara sah, meskipun ia dapat memaksakan kehendaknya. Baiay kepada

wali merupakan menisfestasi kepercayaan rakyat kepadanya untuk

mengekan hukum Allah. Karena itu jika ia tidak melaksanakan tugasnya

maka rakyat dapat menggatikannya dengan wali lain.

Sejalan dengan tugas yang diemban, wali menggunakan kekuasaan

politik yang dimilikinya berdasarkan prinsip pemusatan kekuasaan dan

pertanggungjwaban dalam dirinnya dan prinsip delegasi kekuasaan. Oleh

karena itu dalam meyelenggarakan pemerintahan keuasaan, wali adalah

Page 37: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

25

kepala pemerintahan. Ia memegang kekuasaan politik dan bertanggung

jawab sepenuhnya atas penggunaan kekuasaan tersebut.31

B. Moral dan Etika

1. Pengertian moral

Sidi Gazalba mengatakan moral ialah sesuai dengan ide-ide yang

umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar.

Untuk itu, dia menyimpulkan bahwa moral itu suatu tindakan yang sesuai

dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau

lingkaran tertentu32

.

Sidi Gazalba menjelaskan ada perbedaan antara moral dan etika.

Moral bersifat praktek sedang etika bersifat teori. Moral membicarakan

apa adanya, sedangkan etika membicarakan masalah moral secara filosofi,

maka etika yang seperti ini disebut dengan filsafat moral.

Franz Magnis-Suseno menjelaskan bahwa kata moral selalu

mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral

adalah kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikan nya sebagai

manusia.33

31

Abdul muin Salim, fiqh Siyasah: Konsepsi kekuasaan Politik Dalam al-Qor’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995), hal. 302

32 Amri M, Etika Islam (Yogyakarta: LSFK2P dan pustaka Pelajar, 2002), cet. Ke-1. Hal. 213

33 Franz magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah pokok filasafat Moral,

(Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal. 62

Page 38: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

26

2. Pengertian Etika

Senada dengan yang idungkapkan Jan Hendrik Rapar dan Lois O.

Kattsof34

tentang definisi etika, dalam Kamus Besar Bahasa indonesia

juga dijelaskan bahwa “etika adalah ilmu apa yanng baik dan apa yang

buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (Akhlak).” Sidi Gazalba

mengatakan bahwa etika adalah teori tentang laku-perbuatan manusia,

dipandang dari nilai baik dan buruk, sejauh yang didapat ditentukan oleh

akal. Ahamad Amin menjelaskan bahwa etika adalah suatu pengetahuan

yang menjelaskan arti baik dan buruk, yang menerangkan apa yang

seharusnya dilakukan oelh seorang kepada yang lain, menyatakan tujuan

yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan

menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.35

Franz Magnis-Suseno memberi batasan tentang etika dengan

mengatakan, “Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan

pikiranya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia

mau menjadi baik.”36

Makna etika, Istilah etika dipakai dalam dua macam arti, yang satu tampak

dalam ungkapan seperti “saya pernah belajar etika”. Dalam penggunaan

seperti ini etika merupakan atau dimaksudkan sebagai suatu kumpulan

pengetahuan mengenai penilian terhadap perbuatan-perbuatan manusia.

Makna kedua seperti yang terdapat pada ungkapan “ia bersifat etis, atau

34

Louis O. Katssoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 1986), hal. 349 35

Ahmad Amin, Kitab al-Akhlak, (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, tt), hal. 3 36

Franz magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah pokok filasafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal. 17

Page 39: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

27

“ia seorang yang jujur”. Atau “kebohongan merupakan sesuatu yang tidak

susila”, dan sebagian nya. Dalam hal-hal tersebut “bersifat etik”

merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,

perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain. “bersifat etik”

dalam arti yang demikian ini setara dengan “bersifat susila”.

Hendak dicatat, “bersifat susila” tidak harus bearti sama atau sesuai

dengan adat istiadat yang belaku dalam suatu kelompok manusia tertentu.

Ada kemungkinan sesorang mengutuk salah satu adat istiadat tersebut

sebagai hal yang tidak susila. Adat istiadat yang berlaku dalam suatu

kelompok manusia tertentu sekedar merupakan kebiasaan-kebiasaan

kelompok seperti, kebiasaan membuang anak kecil, yang terdapat pada

kelompok-kelompok manusia terasing dan sebagainya. 37

Menurut hemat penulis, etika pada umumnya hanya dilihat dari sisi

nilai bail-buruk, karena nilai baik itu itu dianggap pasti benar dan nilai

buruk dianggap pasti salah, hal ini semakin jelas jika dikaitan dengan etika

religius, apa saja yang diperintahkan oleh Tuhan dianggap benar dan baik,

sedangkan yang dilarang-Nya dianggap buruk dan salah.

Sedangkan pokok persoalan etika atau objek kajian etika,

sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Amin, adalah segala perbuatan

yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dengansengaja, dan

ia mengetahui waktu melakukannya apa yang ia perbuat. Inilah yang dapat

kita beri hukum baik dan buruk, demikian juga segala perbuatan yang

37

Louis O. Katssoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 1986), hal. 351

Page 40: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

28

timbul tiada dengan kehendak, tetapi dapat diihktiarkan penjagaan

sewaktu sadar.38

Etika sendiri dibagi lagi kedalam etika umum dan etika khusus.

Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi

segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-

prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam berbagai

lingkungan kehidupannya. Dibendakan antara etika induvidual yang

mempertanyakan kewajiban manusia sebagai induvidu, terutama terhadap

dirinya sendiri dan melalui suara hati, terhadap yang Ilahi, dan etika sosial.

Etika sosial jauh lebih luas dari etika induvidual karena hampir semua

kewajiban manusia bergandengan dengan

C. Pengertian Etika Politik

Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politik

kehidupan manusia. Manusia dibedakan dari binatang, oleh karena itu ia

bertindak dengan sadar diatas kemampuanya sendiri, dan oleh karena itu ia

bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya, yaitu selain bernilai

guna untuknya juga benar dalam arti saat dipertahankan secara

argumentatif berhadapan dengan klaim-klaim alternatif, itu sejalan dengan

pemikirannya Aristoteles bahwa kebijikan intelektual baginya tinggi

nilainya, karena dasarnya adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip etis,

sedangkan kebijakan etis ynag mengusasi perasaan yang alami adalah

38

Ahmad Amin, Kitab al-Akhlak, (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, tt), hal. 5

Page 41: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

29

hasil dari cara hidup yang baik dengan jalan kebiasaan berpikir

berkemampuan dan berbuat baik secara sadar.39

Dari prinsip-prinsip yang telah disebutkan diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa kekuasaan harus dipertanggung jawabkan secara

demokratis, atau dari prinsip hormat terhadap keutuhan manusia. Bahwa

hak-hak asasi manusia harus di beri pengakuan hukum. Prinsip-prinsip

itulah yang menjadi pokok bahasan etika politik dan yang harus

dipetanggungjawabkan.40

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa kekuasaan dan

demokratis merupakan suatu konsep yang universal dan sangat abstrak

untuk dijadikan alas pijakan dalam penyelengaraan bernegara, sehingga

tidak dengan begitu saja setiap negara sanggup mengaplikasikan nilai

universal tersebut. Corak demokrasi yang di anut disebuah negara

ditentukan juga oleh kepentingan penguasa, sehingga konsep demokrasi

mengalami penyuasian atau modifikasi-adaptif.41

Demokrasi dalam etika politik, menurut pandangan Franz Magnis

sebagai teori normatif yang berkenaan dengan demokrasi sebagai tujuan

tentang bagaimana demokrasi seharusnya. Franz juga mengelaborasi

demokrasi dari segi etika politik dan mengemukakan lima gugus ciri

39

Prof. Dr. H. Muh. Said, Etika Masyarkat Indonesia, (Jakaarta Pramudya paramida, 1980), hal.89

40 Franz Magnis Suseno, Etika Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003) hal.

27-29 41

Jusman Iskandar, Bunga Rampai: Etika Moral dalam Kehidpan Politik dan Pelayanan Publik, (Bandung:Pustaka Program Pasca Sarjana Universitas Garut), hal. 91-93

Page 42: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

30

hakiki negara demokrasi sebagai berikut,: a. Negara Hukum, b.

Pemerintah yang dibawah kontrol nyata masyarakat, c. Pemilihan umum

yang bebas, d. Prinsip Mayoritas, e. Adanya jaminan terhadap hak-hak

demokratis

Demokratis mempunyai arti penting bagi masyarakat yang

menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk

menentukan sendiri jalannya organisasi negara terjamin. Oleh sebab itu,

hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu

memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional

implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama.42

Sistem politik demokrasi di anut hampir semua negara modern di

dunia ini, tetapi ternyata dengan bermacam-macam standar yang

digunakan. Hal ini disebabkan karena demokrasi itu sendiri memang

bukan merupakan entitas yang statis. Oleh karena itu, disamping

demokrasi mempunyai pengertian yang statis, juga mempunyai pengertian

yang dinamis, yang bearti bahwa demokrasi mengalami perkembangan

dalam artian atau makna sebagai akibat dari praktek demokrasi di berbagai

negara yang berbeda-beda.

Untuk itu kalau kita mau menilai antara sistem politik yang

demokratis dan sistem poltik yang mengaku demokratis adalah dengan

jalan melihat perbedaan kadar kekuasaan politik yang berada di tangan

42

Moh. Mahfud MD, Demokratsi Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hal. 19

Page 43: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

31

rakyat. Perbedaan antara satu sistem politik yang dianggap demokratis

dengan sistem politik lain yang juga mengaku demokratis dapat diadakan

dan kalau mau di ukur, dengan jalan melihat perbedaan kadar kekuasaan

poltik yang berada di tangan rakyat yang terkandung di dalam masing-

masing sistem politik tersebut.43

Untuk itu gagasan negara demokrasi tidak terlerak kepada upaya

bagimana meberikan kebebasan sepenuhnya kepada masyarakyat,

malinkan bagaimana upaya membatasi kekuasaan yang dipegang atau

dijalankan pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas

kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap

warga negaranya.44

Dalam sistem politik dan pemerintahan modern, mengikuti Trias

Politica, kelompok pemegang peran pengambilan keputusan itu adalah

lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Karena itu, adanya

transparasni dan akuntabilitas, untuk itu di dalam demokrasi seorang

pemimpin hanya “orang pertama dari yang sama” bukan seorang pribadi

yang dominan yang karismatis dan bertidank sebagai bapak kepada

rakyatnya. Seorang pemimpin dalam masyarakat demokratis harus tokoh

yang tampil dengan kesadaran kenisbian dan keterbatasan dirinya secara

43

Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1978), hal. 243

44 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlemnter dan Demokrasi

Pancasila, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), hal. 4

Page 44: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

32

wajar, sehingga memilki sikap terbuka, komunikatif dan memahami orang

lain.

Franz menyatakan bahwa wewenang untuk memerintahi

masyarakat harus berdasarkan pada penugasan dan persetujuan para warga

masyarakat sendiri. Kareananya, kekuasaan mesti hanya dilegitimasi oleh

kehendak mereka yang dikuasi. Lebih jauh dijelaskan bahwa kedaulatan

rakyat bertumpu pada hak setiap orang untuk menentukan dirinya sendiri

dan untuk turut serta dalam proses oengambilan keputusan yang

menyangkut seluruh masyrakat. Dengan begitu, yang diperlukan bukan

demokrasi total, melainkan kontrol demokrasi yang efektif.

Franz kemudian mengajukan tesis bahwa, kontrol masyarakat

terhadap kekuasaan negara bersifat nyata, walaupun terbatas. Hal ini

menjadi kian gamblang saat sistem demokrasi mensyaratkan adanya

keterbukaan dalam pengambilan keputusan. Secara lebih konkrit, kontrol

masyarakat terhadap tindakan administrasi negara, sesungguhnya

merupakan hak personal sebagai makhluk sosial. Dengan begitu apapun

yang dialkukan oleh pemerintah diamati secara ketat oelh masyarakat,

melalui media massa, lembaga perwakilan atau saluran-saluran lainya.

Sehingga, persoalannya berada pada derajat mengoptimalkan sosial

tersebut, serta bagaimana hal itu dijadikan in-put agar segala produk dan

prilaku pemerintah menjadi bertambah matang dan punya komitmen yang

Page 45: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

33

kuat terhadap kpentingan rakyat. Dengan kata lain, pemberdayaan kontrol

sosial adalahh juga merupakan implementasi kedaulatan rakyat.45

Berbicara mengenai pembatasan dan pembagian kekuasaaan, jelas

tidak dapat dipsahkan dari pemikiran Montesquieu. Ia mengemukakan dua

gagasan pokok menganai pemerintahan yakni gagasan tentang pemisahan

kekuasaan dan gagasan tentang hukum, pendangan inilah pada waktu-

waktu kemudian di kenal dengan ajaran trias politika.

Pembagian kekuasaan dalam suatu negara menjadi tiga kelompok

yangmutlak harus diadakan, sebab dengan adanya pemisahan secara ketat

ini akan dapat di jamin adanya kebebadan dari masing-masing kekuasaan.

Artinya, pemisahan kekuasaan akan dapat menghindari terjadinya interaksi

atau campur tangan dari kekuasaan yang satu terhadap kekuasaan yang

lain. Kebebasan di sini dimaksudkan untuk menunjukan suatu suasana di

mana orang merasa bahwa pribadi dan meliki mereka aman. Dalam kaitan

ini, rakyat memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja yang

dikehendaki sepanjang diperbolehkan atau diiikan oleh hukum.

Selanjutnya, dalam sistem hubungan antara negara dan masyarakat,

kebebasan di beri makna sebagai hasil pengaturan politik yang melindungi

masyarakat terhadap keccendrunga-kencendrungan penguasa untuk

menindas.

45

Jusman Iskandar, Bunga Rampai: Etika Moral dalam Kehidupan Politik dan pelayanan Publik, Op.Cit, hal 94-95

Page 46: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

34

Beranjak dari pemikiran ini. Montesquieu menandaskan perlunya

hukum sebagai salah satu instrumen negara atau pemerintah demokrasi.

Dengan adanya hukum, pemrintah dapat melindungi warga negaranya,

sekaligus dapat menjamin adanya permainan kepentingan dalam lingkup

yang luas di antara mereka yang memerintah.

Menurut franz tentang pembatasan kekuasaan politik dalam suatu

negara pada prisnipnya di sebut dengan istilah negara hukum. Ide dasar

dari negara hukum ini ialah bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas

dasar hukum yang baik dan adil. Oleh karna itu dalam negara hukum

terdapat empat tuntunan dasar, yaitu: a. Tuntutan kepastian hukum yang

merupakan kebutuhan langsung masyarakat, b. Tuntuan bahwa hukuman

berlaku sama bagi segenap penduduk dan warga negara, c. Legitimasi

demokrasi di mana proses pembentukan hukum harus mengikutsertakan

dan menadapat persetujuan rakyat, d. Tuntutan akal budi yaitu

menjungjung tinggi martabat manusia dan masyarakat.46

Jelas bahwa pengertian pembagian kekuasaan berbeda dengan

pengertian pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan bearti bahwa

kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, bagian

menganai lembaga maupun menganai fungsinya. Sedangkan pembagian

kekuasaan bearti bahwa kekuasaan itu memnag dibagi-bagi dalam bagian,

tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara

bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerja sama.

46

Jusman Iskandar, Ibid, hal. 98

Page 47: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

35

Dalam ajaran trias politika sebagaimana telah diuraikan diatas,

terdapat dua ciri khas yang menandainya yaitu:

Mencegah adanya kosentarsi kekuasaan dibawah satu tangan.

Prinsip chek and balences (pengawasan dan keseimbangan).

Dalam praktek, teori trias politika pemisahan kekuasaan secara

murni sukar sekali diterapkan diabad dua puluh. Dengan adanya konsep

negara hukum yang semula hanya melindungi ketertiban sosial ekonomi

berdasarkan asas-asas yang berlaku, tiap campur tangan dalam

perekonomian dan segi-segi lain kehidupan sosial tidak di benarkan, oleh

karena itu negara hukum dalam arti luas yaitu negara kesejahteraan.

Paham negara hukum berdasarkan keyakinan bahwa kekuasaan

negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Jadi ada dua

unsur dalam negara hukum: pertama, bahwa hubungan antara yang

memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan, melainkan

berdasarkan suatu noema objektif iyu, hukum memenuhi syarat bukan

hanya secra formal, melaikan dapat dipertahankan berhadapan dengan ide

hukum.

Hukumm menjadi landasan segenap tindakan negara, dan hukum

itu senderi harus baik dan adil. Baik karena sesuai dengan apa yang

diharapkan masyarakat dari hukum dan adil karena maksdu dasar senagap

hukum adalah keadailan. Salah satu segi moral politik yang menuntut agar

Page 48: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

36

negara diselengarakan dan menjalankan tugasnya berdasarkan hukum

yaitu legitimasi demokrasi.

Legitimasi demokrasi atau tuntutan agar penggunaan keukasaan

harus berdasarkan persetujuan dasar para warga negara dan senantiasa

berada di bawah kontrol mereka, langsung mengandung tuntutan agar

kekuasaan negara secara langsung mengenai kekuasaaan legislatif. Semua

undang-undang harus di setujui oleh parlemen yang dipilih oleh para

warga negara tidak akan efektif lagi. Kontrol demokratis para warga

negara tidak akan efektif lagi. Kontrol demokratis hanya mungkin apabila

negara bertindak dalam jalur-jalur normatif yang dipasang atau di setujui

oleh para wakil rakyat. Negara hukum merupakan salah satu prasyarat agar

negara dapat betul-betul bersifat demokratis. 47

Istilah “etika Islam” atau yang dekat dengan istilah itu dalam

bahasa Indonesia sudah biasa dijadikan judul buku yang membahas

masalah etika dalam pandangan Islam. Misalnya, buku yang ditulis oleh

hamzah ya‟kub yang berjudul Etika Islam: Pembinaan akhlaqulkarimah

(suatu Pengantar), Buku yang ditulis oleh rachmat Djatnika yang berjudul

Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia), dan buku yang ditulis oleh Mudlor

Achmad yang berjudul Etika Dalam Islam.

Dalam bahasa Inggris “etika Islam” diterjemahkan dengan “Islmaic

ethics” . buku-buku yang membahas masalah etika Islam yang ditulis

47

Franz Magnis Suseno, Etika Politik¸Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta: PT Gramedia Psutaka Utama, 2003), hal. 295-296

Page 49: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

37

dalam bahasa Inggris, misalnya buku yang ditulis oleh George F. Hourani

yang berjudul Reason an Tradition in Islamic Ethics dan sebuah tulisan

yang dikarang oleh Azmi Nanji dalam buku A Compenion to Ethics

dengan judul “Islamic Ethics”

Sedangkan dalam bahasa arab, “Etika Islam” biasa disepankan

dengan beberapa istilah sebagai berikut; Pertama, „Ilm al-akhlaq, istilah

ini dalam kamus Al-Mawrid diterjemahkan dengan etika (ethics), Moral

(moral), dan Filsafat moral (Moral philosophy). Sedangkan dalam kamus

al-mu‟jam al-Wasith istilah “Ilm al-akhlaq” didefinisikan “ilmun

maudhu‟uhu ahkamun qimiyyatun tata‟allaqu bi al-a‟mal al-latitushafu bi

la-husniaw al-qubhi. Misalnya, Ibnu Sina menulis sebuah buku dengan

judul „Ilm-al-Akhlaq yang berisi uraian tentang etika. Kedua, falsafah al-

akhlaq, Misalnya yang terdapat dalam kitab yang ditulis oleh manshur Ali

Rajab berjudul Taammulat fi Falsafat al-Akhlaq. Kitab yang ditulis oleh

Muhammad Yusuf Musa dengan judul Falsafat al-Akhlaq fi al-Islam wa

Shilatuha bi al-Falsafat al-Ighriqiyah.

Permasalahan yang sering muncul dalam etika politik adalah

masalah legitimasi etis kekuasaan yang dapat dirumuskan dalam hak

moral seseorang atau sekelomok orang yang memgang dan

mempergunakan kekuasaan yang dimilikinya. Betatapun besar kekuasaan

tidak lagi dianggap sah.

Page 50: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

38

Untuk itu etika politik memberi petunjuk prinsip-prinsip etika

dasar dengan beberapa implikasi langsung pada kedudukan manusia yang

akan dijadikan landasan perumusan etika politik. Prinsip dasar yang

pertama ialah mewujudkan kesejahteraan umum yang mempunyai releansi

politik tertinggi, dalam artian bahwa semua tindakan dan kebijakan, harus

memberikan keuntungan yang besar bagi masyarakat, akan tetapi asal

tidak melanggar hak dan keadilan. Prinsip dasar yang lain adalah prinsip

keadailan yang mengatakan bahwa kita wajib untuk memperlakkukan

semua orang dengan adil, dalam artian bahwa untuk menghormati hak-hak

mereka dan memberikan perlakuan yang sama dalam situasi yang sama

pula. Prinsip keadilan itu sendiri berdasarkan pada prinsip hormat terhadap

seseorang yang mengungkapkan kewajiban untuk memperlakukan segenap

manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah hanya

sebagai sarana untuk tujuan-tujuan lebih betapapun manfaatnya. Untuk itu

mari kita mendefinisikan etika dan moral terlebih dahulu :

Page 51: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

39

BAB III

KEKUASAAN MENURUT IBNU TAIMIYAH DAN IBNU KHALDUN

A. Kekuasaan Menurut Ibnu Tainiyah

a) Kekuasaan Tuhan

Persoalan antara Islam dan negara dalam masa modern merupakan

salah satu subyek penting, yang meski telah diperdebatkan para pemikir

Islam sejak hampir seabad lalu himgga dewasa ini, tetap belum

terpecahkan secara tuntas. Pengalaman masayrakat Muslim di berbagai

penjuru dunia, khususnya sejak usai Perang Dunia II mengesankan

terdepatnya hubungan yang canggung antara Islam (din) dan negara

(dawlah), atau bahkan politik pada umumnya. Berbagai “eksperimen”

dilakukan untuk menyelaraskan antara din dengan konsep dan kultur

politik masayrakat Muslim : dan eksperimen-ekperimen itu dalam banyak

hal sangat beragam. Tingkat penetrasi “Islam” ke dalam negara dan politik

juga berbeda-beda.48

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa negara dan agama “sunggug

saling berkelindan; tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa, agama

berada dalam bahaya. Tanpa disiplin hukum wahyu, negara pasti menjadi

sebuah organisasi yang tiranik, “Dalam al-Siyasah al-Syar‟iyyah, ia

menganggap penegakan Negara sebagai tugas suci untuk mendekatkan

48

Azyumardi Azra, Pergolokan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modeenisme, Hingga Post-Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 1

Page 52: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

40

manusia kepada Allah. Mendirikan sebuah negara bearti menyediakan

fungsi yang besar untuk menegakan ungkapan berikut: “melihat tegakan

sebuah keadilan bearti melaksanakan perintah dan menghindar dari

kejahatan dan memasyaratkan tauhid serta memepersiapkan bagi

kedatangan sebuah masyarakat yang dipersembahkan demi mengabdi

Allah.49

Keluasan hukum Islam terlihat pada nama yang dipilih dan

diberikan para pemeluknya, syariah. Kata itu bearti sebagai rujukan akhir

hukum Islam tidak saja berperan sebagai undang-undang perilaku

keagamaan, tetapi yang lebih lagi, kitab suci merupakan hukum dasar dan

tertinggi yang tidak dapat digolongkan sebagai argumen serius tentang

konstitusi negara islam. Sumber hukum konstitusi Islam ke dua yang tidak

kalah penting adalah Sunnah atau segala perkataan dan praktek kehidupan

Nabi Muhammad SAW, manusia yang dipih Allah untuk menyapaikan

risalah-Nya kepada semua manusia. Segenap praktek kehidupan

Khulafaur-Rasyidin juga termasuk Sunnah. Pada saat-saat tertentu terdapat

kesepakatan umum yang berkembang dikalangan unsur-unsur politik Islam

atau Ummah, berkaitan dengan permasalahan yang timbul dan seacar

kolektif kemudian mencapi suatu kesepakatan bukat. Inilah Ijma‟ atau

konsensus yang merupakan sumber hukum otoritatif peringkat ke tiga.

Sedang sumber hukum yang keempat adalah Qiyas analogi logis. Bentuk-

49

Khalid Ibrahim Jidan, Teori Politik Islam: Telaah kritis Ibnu Taimiyah Tentang Pemerintahan Islam, ter. Masrohin, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995). Hal 57.

Page 53: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

41

bentuk pertimbangan rasional yang lain dapat diklasifikasikan di bawah

kategori tersebut.50

Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah)

nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah

tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu.

Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar

kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. 12.40)51

Klausa in al-hukm illa yang terdapat dalam ayat di atas terdapat

pula dalam Q.S. Yusuf (12:67) dan Q.S. al-An‟am (6:57). Hanya saja

dalam kedua ayat ini, konteks pembicaraan berbeda dengan ayat terdahulu.

Tapi dalam ayat-ayat tersebut kata al-hukm dipergunakan dalam tiga

masalh, yaitu urusan ibadat, urusan akidah, dan urusan perselisihan

pendapat. Dalam hal pertama, konsep hukum mengatur kehidupan

manusia. Dari sini dapat dipahami bahwa segala keptusan yang berkaitan

dengan aspek kehidupan manusia sebagai khalifah Allah berada dalam

keuasaan Allah SWT. Bagaimana manusia mangatur kehidupannnya, baik

kehidupan pribadinya atauoun kehidupan sosialnya dalam lingkungan

yang seluas-luasnya, termasuk pula hubungannya dengan lingkungan

alamnya, semuanya berada dalam kekuasaan Tuhan. Oleh karna itu dapat

diakatakan bahwa kata al-hukm dalam ayat ini berkaitan dengan aturan-

aturan kehidupan manusia yang dikenal dengan syariat.52

50

Jidan, Teori politik Islam, hal. 60 51

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahannya, hal. 354 52

Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 180-181

Page 54: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

42

Argumen Ibnu Taimiyah tentang sumber-sumber hukum dan

legilasi Islam dimaksukan untuk menitikberatkan pada sautu masalah

pokok: setalah melalui proses analisa final dapat ditarik kesimpulam

bahwa sumber-sumber tersebut memuat risalah Allah yang terungkap

dalam kitab suci Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad yang secara

kolektif disebut syariah. Pembicaraan mengenai al-qur‟an, sunnah, ijma,

dan qiyas tidak mengandung arti bahwa empat sumber hukum itu sama

derajatanya. Tidak ada yang sanggup mengikis esensi agama Islam bila

orang berpegang teguh pada prinsip itu. Seluruh bangunan Islam didirikan

pada dua prinsip dasar: ke-Esaan Allah secara mutlak dan penegasan sikap

bahwa Muhammad adalah utusan Allah (La ilaha ila Allah, Muhammad

Rasul Allah). Karena muhammad diyakini sebagai rasul yang membawa

misi untuk menegaskan ke-Esaan Allah sebagai terungkap dalam al-

Qur‟an, maka manusia dituntun kepada keyakinan bahwa Dzat yang Maha

kuasa hanyalah Allah semata. Syaraiah memang dapat dirinci menjadi

empat bagian (sumber), namun sumber-sumber itu dipandang sebagai

ungkapan kehendak Allah, Dzat yang Maha Esa dan Kuasa.53

Pandangan para pemikir sunni mengenai perlunya pemerintahan

untuk melaksanakan syariah mendorong terbentuknya konsep atas hukum

Tuhan (siyasah Shar‟iyah). Konsep ini muncul sebagian karena

penyimpangan dan kekacauan politik waktu itu, yang sebagian besar di

53

Jidan, Teori Politik Islam, hal.71

Page 55: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

43

luar masalah syariah, namun tetap dijustifikasikan oleh ara fuqaha sebagia

bagian dari maslah syariah.54

Ada sejumlah rujukan dalam al-qur‟an yang secara tegas

menerangkan sumber dan sekup kekuasaan dalam Islam. Misalnya dua

ayat berikut:

Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan

kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan

dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau

kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan

Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas

segala sesuatu. (Q.S. 3:26)

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Kuasa

atas segala sesuatu. (Q.S. 3:189)

Ayat-ayat al-qur‟an tersebut di samping ayat-ayat yang lain

menegasan bahwa Allah adalah sumber segala kekuasaan. Ayat-ayat itu

juga menejalskan bahwa dalam Islam tidak ada seorang pun yang

mempunyai kekuasaan mutlak seperti yang terdapat pada monarchi

Hobbes atau reka-reka hukum dalam bentuk negara yang diajukan oleh

Jhon Austin. Tegasnya adalah bahwa tuhan sendiri yang mempunyai

kekuasaan itu.

Hanya saja, al-qur‟an juga menegaskan bahwa Allah sebagai

pemilik kekuasaan mutlak menghendaki manusia agar mampu berperan

sebagai wakil (khalifah) Nya di bumi. Oleh sebab itu manusia dapat

54

M. Din Syamsudin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta: Logos, 2001), hal. 100

Page 56: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

44

mengklaim dirinya mempunyai kekuasaan tak beratas sepanjang digunkan

hanya demi memenuhi kehenda-Nya.

Kekuasaan dan pemerintahan dibutuhkan untuk mewujudkan

terselenggarakannya kewajiban-kewajiban keagamaan. Dengan demikian,

penegakan negara bukanlah merupakan tujuan tetapi tak lebih sebagai

sekdar instrumen untuk merealisasikan ajaran-ajaran Islam. Lebih lanjut,

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa jika kekuasaan dan kekayaan dijadikan

sarana mendeaktkandiri kepada Tuhan, sudah barang tetu antara kehidupan

agama dan kehidupan duniawai akan tercipta keserasian. Sebaliknya, jika

keukasaan memisahkan diri dari agamam atau agama mengabaikan

kekuasaan, maka yang akan terjadi adalah kerusakan dan malapetaka bagi

umat manusia. Karena itulah, sangat wajar jika kita berkesimpulan bahwa

hubungan agana dan negara dalam pandangan Ibnu taimiyah,

sesungguhnya lebih bersifat fungsional dan bukan organik.

Implikasi, negara bukan hanya berada di bawah supremasi agama

(syariah), tetapi negara berikut penyelenggaraannya juga bukanlah institusi

yang skaral, sehingga karenanya tak mempunyai keistimewaan relegius

apapun. Itu sebabnya, dalam pandangan Ibnu Taimiyah, ketaatan kepada

pemerintah pemyelanggara negara hanya dapat diberikan sepanjang

perintah merak tidak bahwa eksistensi negara tidak dapat dipandang

Page 57: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

45

remeh, karena, tanpa kehadirannya sautu tat terrtib sosial yang

berlandasakan al-qur‟an dan sunnah kiranya akan sulut diwujudkan.55

a) Kepala Negara

Kewajiban-kewajiban dan tugas-tugas penting kepala negara

adalah mewujudkan tujuan-tujuna dan maksud negara Islam. Sebagaimana

yang dijelaskan sejumlah besar ulama dan para pemikir dari kalangan

pemuka salaf, berkaisar pada dua pusat (inti), sebagaimana yang dikatakan

oleh al-Mawardi: “Meleindungi agama dan menagtur dunia.”

Sesungguhnya khalifah atau imam atau negara menjalankan

administrasi (negara) yang mengarah pada pelaksanaan dua tujuan

tersebut. Jadi, ia menuaikan seluruh tugas-tugas negara sesuai dengan

pengertian Islam, dengan meminta bantuan kepada orang-orang yang telah

ditunjuk sebagai pembantu kepala negara. Seperti para mentri, gubernur,

pekerja (pegawai dan pemerintah) daerah, hakim dan lainnya kita mungkin

dapat meringkas tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban ini; menjaga

keamanan dakam negri membela negara, baik tanah air maupun rakyat,

melindungi agama dan dakwahnya, baik di dalam maupun di luar (negri),

dan mencegah setiap penyelewengan dan peyimpangan atau pelecehan

(tasywih).

55

M. Arskal Salim G.P., etika Intervensi Negara; Perspektif Etika Politik Ibnu Taimiyah, (Jakrta: Logos, 1999), hal. 52

Page 58: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

46

Begitu juga menuaikan hukum-hukum dan syariat-syariat-Nya:

dengan mengekan keadilan dan mencegah kezhaliman, menghukum orang-

orang yang berbuat kejahatan serta mekanggar hak-hak Allah dan manusia,

menjamin orang-orang yang miskin, menarik pajak yang diwajibkan

negara atau (mengumpulkan) harta yang diizinkan syara, menjaganya dan

membelanjakannya untuk mewujudkan tujuan-tujuan ini, mengakat orang-

orang yang akan melaksanakan seluruh aktivis pembelanjaran (negara),

keilmuan, kehakiman, keuangan, dan administrasi.56

Mengurusi umat manusia itu tergolong kewajiban agama yang

benilai besar. Bahkan agama tidak bisa ditegakan kecuali dengnnya.

karena itu umat manusia tidak akan bisa mencapai kesejahteraan dengan

sempurna kecuali dengan bersosialisasi karena di antara meraka saling

membutuhkan.57

Bagi Ibnu Taimiyah sangat penting kalau pemerintahan

digunakan sebagai maksud dari pencapaian tujuan agama dan

mendekatkan diri pada Tuhan. Inilah cara terbaik untuk lebih dekat pada

Tuhan, karena pada saat yang sama juga akan dapat memperbaiki dan

mengubah keadaan orang.58

Ibnu taimiyah jelas menolak pernyataan bahwa seorang raja

memperoleh kekuasaan dari Tuhan. Dan juga, ia tidak berpaandangan

56

Muhammad Al-Mubarak, Sistem Pemerintah Dalam Perspektif Islam, terj. Firman Hariyanto, (Solo, CV. Pustaka Mantiq, 1995), hal. 70

57 Ibnu taimiyah, Kebijakan Politik Nabi SAW, terj. Muhammad Munawir al-Zahidi,

(Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hal. 158 58

Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam: Studi Fundamentalisme Islam, terj. Aam Fahmia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2000. Hal. 235

Page 59: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

47

bahwa negara sebagai kesatuan yang mistis dan bersifat supranatural.

Teori ketuhanan dan teori idealistis sesungguhnya lebih cocok dengan

teori imamah syiah yang sangat ditentang keras oleh Ibnu Tamiyah.

Pernyataan Ibnu Taimiyah seperti “inna al-Sulthan Zhil Allah fi al-

Ard” (sesungguhnya sultan adalah bayangan Tuhan di bumi) seharusnya

tidak dapat ditafsirkan bahwa Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa

seorang pemimpin adalah wakil Tuhan di bumi yang memperoleh

kekuasaan dari Tuhan. Sebab, di bagian lain, Ibnu Taimiyah menyebutkan

bahwa seorang pemimpin merupakan duta Tuhan atas hamba-hamba-nya,

tetapi di saat yang sama seorang pemimpin juga adalah wakil para hamba

(al-Wulat Nuwwab Allah „Ala “Ibadaillah wa Wukala‟ala al-Ibad‟ala

mufsihin).

Dengan kata lain seorang pemimpin mempunyai status ganda,

sebagai duta Tuhan yang bertanggung jawab kepada Yang mengutusnya

dan sebagai wakil para hamba yang bertanggungjawab pula dalam

mengemban kepercayaan orang-orang yang telah menunjukannya sebagai

wakil. Dalam kedudukannya sebagai duta, ia tidak diperkenalkan

menyimpang dari ketetapan-ketetapan yang telah digariskan oleh yang

mengangkatnya. Begit pul, dalam kedudukannya sebagi wakil, ia pun tidak

boleh mengkhianati amanat orang-orang yang diwakilinya.59

59

Salim G.P., Etika Intervensi Negara, hal. 50

Page 60: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

48

Ibnu taimiyah merumuskan teori kebersamaan, berkisaran konsep

umat secara keseluruhan, di mana pemerintah dan yang diperintah

memiliki bentuknya masing-masing. Pertama, Ibnu taimiyah menyatakan

bahwa “kekuasaan itu adalah amanah” dan ia mengutip dari ayat al-qur‟an:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak

menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara

manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi

pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha

Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. 4:58)60

Ayat ini diturunkan saat jatuhnya kota mekkah ke tangan Muslim.

Nabi menerima kunci Ka‟bah dari Bani Syaiba. Paman Nabi, Abbas,

meminta bahwa ia (Nabi) diberikan kunci tersebut supaya ia dapat

menghubungkan kantor penjaga Ka‟bah dan penyediaan air bag i para

jemaah haji. Saat ayat ini diturunkan, nabi memberikan kembali kunci ke

bani Syaiba. Ayat ini menggariskan bahwa kepentingan akan keadilan dan

kehendak baik terhadap masyarakat oleh penguasa.

Ayat al-qur‟an kedua, yang Ibnu Taimiyah padang sebagai dasar

pokok kedua dari doktrin politiknya adalah ayat yang diturunkan berurutan

dengan ayat tersebut diatas, yang berbunyi:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur‟an) dan

Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya. (Q.S. 4:59).

60

Departeman Agama Republik Indonesia, al-qur’an dan Terjemahanya, hal.128

Page 61: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

49

Ayat ini meminta muslim untuk patuh terhadap pemerintahnya dan

tidak memberontak melawan mereka. Ibnu Taimiyah meyimpulkan bahwa

dua ayat ini menunjukan hubungan timbal balik antara masyarkat dengan

pemerintah yang telah dibahas di atas. Akan tetapi sejak Ibnnu Taimiyah

menerima dengan sangat baik seluruh hadis politik determinasi sunni, ia

menuntut bahwa Muslim harus tetap patuh pada pemerintah, sekalipun

mereka kejam (Zalim). Kemudian, Ibnu Taimiyah menyatakan standar

pandangan politik Sunni bahwa Muslim harus tunduk pada kezaliman, dari

pada memberontak melawan mereka, kecuali kalau pemerintah itu

memerintah untuk sesuatu yang bertentangan dengan syari‟ah.

Meskipun demikian, pada tataran ini, konsep hubungan timbal

balik Ibnu Taimiyah, muncul lagi. Walaupun ia tidak membolehkan

pemberontakan, ia mengatakan bahwa seandainya masayrakat

memberontak, seperti yang sering terjadi, pemerintah mesti toleran

terhadap pemeberontakan dan tidak membunuh atau menhukum berat

meraka. Kebersamaan inin ternyata merupakan penerapan dari doktrin

dasar Ibnu Taimiyah yang telah dinyatakan lebih dahulu dalam wacana

politik, dalam keadaan bagaimanpun, muslim tidak boleh membunuh

Muslim lain atau menuduh Muslim lainnya kafir mutlak (kufr „ala „il-

itlaq). Oleh karena itu, Muslim tidak boleh memberontak melawan

pemerintah Muslimin. Bagi orang yang memberontak, ia bukan melawan

pemerintah, juga berusaha menggulinggkan atau membenuh, maka

Page 62: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

50

hukuman yang berat mesti digunakan, seperti yang telah disebutkan dalam

al-qur‟an.

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah

dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka

dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan

bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang

demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di

akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, (Q.S. 5:33)61

Menurut Ibnu Taimiyah ayat yang pertama, yakni 58 surat al-

Nisaa, dimaksudkan bagi para pemimpin negara. Demi terciptanya

kehidupan bernegara yang serasi hendaknya mereka menyapaikan amanat

kepada pihak yang berhak atasnya, dan bertindak adil dalam mengambil

keputusan atas sengketa antara sesam anggota masyarakat. Sedangkan ayat

yang kedua, atau ayat 69 surat al-nissa, ditujukan kepada rakyat. Meraka

diperintahkan supaya taat, tidak saja kepada Allah dan Rasul, tetapi juga

pemimpin mereka, dan melakukan segala perintah selama tidak

diperintahkan berbuat maksiat atau perbuatan yang dilarang oleh agama.

Kemudian kalau terjadi perbedaan pendapat antara mereka, mala dalam

mencari penyelesaian hendaknya kembali kepada Allah (al-qur‟an) dan

Rasul (Sunnah). Ibnu Taimiyah mengakhiri pendahuluan dari bukunya

dengan mengatakan bahwa dengan diwajibkannya para pemimpin negara

untuk menyapaikan amanat kepada pihak yang berhak, dan untuk berlaku

adil dalam memutuskan sengketa seperti dalam ayat 58, maka akan terjadi

61

Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam, hal. 227-228

Page 63: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

51

perpaduan antara kebijaksanaan politik yang adil dan pemerintahan yang

baik.62

Karena itu, seorang penguasa politik wajib “menyapaikan amanat

kepada pemberi amanat itu” dan untuk “menghukumi secara adil.‟

Maksudnya, ia harus menerapkan hudud terhadap kelas bangsawan

maupun rakyat jelata secara adil dan proposional. Prinsip keadilan

ekonomi syariat dama barter, retrebusi, dan distribusi kepada kaum miskin

harus dijalankan oleh publik maupun setiap individu. Tujuan semua tugas

publik (wilayat) adalah mewujudkan kesejahteraan material dan spiritual

manusia. Karena itu, “memerintahkan kepada kebaikan merupakan tujuan

tertinggi dari setiap tugas politik. Tidak ada pemerintah yang dapat

mencapainya tanpa mematuhui norma-norma Islam. Sebaliknya,

memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kemungkaran tidak efektif

tanpa dukungan kekuatan politik.

B. Konsep Kekuasaan Politik Menurut Ibnu Khaldun

a) “Ashabiyah dan Kekuasaan

Adapun tujuan yang hendak dicapai, „ashabiyah adalah kekuasaan.

Menurut Ibn Khaldun mengenai hal ini: “Bahwa kemenagan terdapat di

pihak yang mempunyai solidaritas yang lebih kuat, dan anggota-

anggotanya lebih sanggup berjuang dan bersedia mati guna kepentingan

bersam.” Kedudukan raja adalah suatu kedudukan yang terhormat dan

62

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Jaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Penerbit UI Press 1993), hal. 83

Page 64: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

52

diperebutkan, karena kedudukan memebrikan kepada pemegangnya segala

kekayaan duniawi dan juga kepuasaan lahir batin. Karena itulah kekuasaan

menjadi sasaran perebutan dan jaranng sekali untuk dilepaskan denga suka

rela kecuali dibawah paksaan. Perebutan menimbulkan perjuangan dan

peperangan dan runtuhnya singgasana-sianggasana. Semua itu tidaklah

dapat terjadi kecuali dengan „ashabiyah atau solidaritas sosial.63

Tetapi bila kekuasaan telah berdiri teguh dan mereka yang dikuasi

telah pula terbiasa dengan kekuasaan yang ada, maka menurut Ibn

Khaldun, alat-alat kekuasaan kurang memegang peranan, termasuk

„ashabiyah, seperti yang terdapat pada waktu menegakan kekuasaan

semula. Dalam keadaan demikian penguasa dan orang-orang yang telah

membantunya menegakan kekuasaan itu mulai melihat kepada hal-hal lain

yang dirasakan menarik, terutama pada kemewahan yang datang tanpa

dicapai. Karena pada dasarnya, dan menjadi tabiatnya pula bahwa

kekuasaan itu diiringi dengan kemewahan. Tetapi kemewahan ini hanya

mula-mula saja akan menambah kekuatan penguasa, namun akhirnya

kekuatan ini hanya mula-mula saja akan menambha kekuatan penguasa,

namun akhirnya kekuatan ini akan melemah karena kemewahan itu

mengandung sifat yang merusakan manusia, yaiyu pada akhlaknya. Ia

akan melupakanseseorang tentang kewajiban –kewajibannya yang sesuai

dan harus dipenuhi sebagai seorang penguasa. Ini akan melemahkan

„ashabiyah tadi, dan dalam keadaan demikian seorang penguasa akan

63

Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hal.122

Page 65: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

53

mendasarkan kekuasaannya pada serdadu upahan atau tentara bayaran.

Bila ini terjadi sekurang-kurangnya untuk sementara perkembangan akan

menuju kepada pemusatan kekuasaan dan kekerasan utnuk memkasakan

kehendak oleh golongan yang mula-mula menegakan daulah. Pemusatan

kekuasaan itu tidak dibenarkan, ashabiyah pada awalnya akan menyuruh

orang untuk membagi kemengan dan kemegahan yang diperoleh secara

bersama-sama. Bila timbul juga pemusatan kekuasaan, maka rasa

golongan itu akan hancur.64

Menurut Ibn Khaldun bila mana suatu

„ashabiyah dalam keadaan kuat ia akan menaklukan „ashabiyah-ashabiyah

lainya yang lebih lemah. Keadaan yang demikian ini berlangsung sampai

„ashabiyah tersebut memperoleh kesempatan untuk menguasai Negara.

Ibnu Khaldun membedakan antara „ashabiyah dan kedaulatan dan

antara pimpinan „ashabiyah dan raja. Menurut Ibnu Khaldun dalam hal ini:

“Kita telah mengetahui bahwa tiap-tiap masyarakat manusia membtuhkan

kekuatan pencegahan dan seorang pemimpin yang mampu mencegah

manusia dari saling sakit menyakiti, pemimin seperti itu harus memiliki

kekuasaan seorang kepala suku. Sebaliknya kedaulatan adalah memerintah

dengan paksa melalui alat kekuasaan yang ada ditangan orang yang

memerintah tersebut. Orang-orang yang memerintah selalu berupaya

meningkatkan kekuasaannya, karena itu seorang pemimpin yang mendapat

pengikut tidak akan mensia-siakan kesempatan menngubah kekuasaannya

itu menjadi kedaulatan (dinasti) bila ia bisa. Sebab kekuasaan adalah

64

Daliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat (Jakarta: Mizan, 2000), hal.72

Page 66: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

54

keinginan jiwa manusia, dan kedaulatan hanya bisa didapat dengan

bantuan para pengikut, orang yang berkuasa itu tergantung kepada

persetujuan rakyatnya. Dan tujuan berakhir dari „ashabiyah adalah

kedaulatan atau kerajaan.65

b) Ashabiyah Fondasi kekuasaan dan Kedaulatan

„Ashabiyah adalah kekuatan penggerak negara dan merupakan

landasan tegaknya suatu negara atau dinasti. „ashabiyah juga merupakan

kekuatan pemersatu dan mampu melindungi kelompok dan mempercepat

kemenangan kelompok itu atas „ashabiyah-„ashabiyah lainnya serta

sebagai perbedam pertentangan-pertentangan dalam tubuh sendiri. Lebih

jauh lagi „ashabiyah selalu membuat terjadinya perubahan yang

mengakibatkan terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Dan „ashabiyah

juga merupakan struktur sosio-politik yang membuat terjadinya peralihan

dari masyarakat tanpa kelas menjadi masyarakat berkelas. Pada

permulaanya aristokrasi kesukuan didasarkan pada struktur sosio-politik

yang berlandasakan persamaan. Dan setiap kali aristokrasi kuat ia akan

semakin tampak sebagai suatu kelas yang kepentingannya bertentangan

dengan kepentinganya anggota-anggota suku lain, akibatnya gocanglah

struktur kesukuan yang pada dasarnya di dasarkan pada persamaan.

Namun kegoncangan ini pada batas tertentu dapat di pandang progresif.

Sebab ia merupakan permulaan peralihan menuju sistem produksi yang

lebih efektif.

65

Khudairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun. H.154

Page 67: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

55

Ashabiyah mempunyai peran yang besar perluasan negara setalah

sebelumnya ia merupakan landasan tegaknya negara tersebut. Jadi bilmana

„ashabiyah itu kuat maka negara yang muncul pun akan luas pula.

Sebaliknya jika „ashabiyah it lemah maka luas negara yang muncul relatif

terbatas. Menurut Ibn Khaldun mengenai hal ini: “kekuasaan akan muncul

bersama-sama „ashabiyah dan anggota-anggota „ashabiyah adalah

perlindungan yang akan terpencar di seluruh penjuru negara. Jadi apabia

„ashabiyah tersebut kuat maka negara tersebut akan lebih kuat dan luas.66

66

Ibn Khaldun, Muaqaddimah. Hal.142

Page 68: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

56

BAB IV

PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU KHALDUN

A. Pemikiran Etika politik Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa mengatur urusan memang

merupakan bagian dari kewajiban agama yang tepenting, tetapi hal ini

tidak bearti pula bahwa agama tidak dapat hidup tanpa negara. Karenanya,

ibnu taimiyah menolak ijma sebagai landasan kewajiban tersebut. Berbeda

dengan al-mawardi, Ibnu Taimiyah menggunakan pendekatan sosiologis.

Menurutnya, keejahteraan manusia tidak dapat tercipta kecuali hanya

dalam satu tatanan sosial di mana setiap orang saling bergantung pada

yang lain nya. Oleh sebab itu, dibutuhkan sesorang pemimpin yang akan

mengatur kehidupan sosial tersebut.67

Mengurusi umat manusia itu tergolong kewajiban agama yang

benilai besar. Bahkan agama tidak bisa ditegakan kecuali dengnnya.

karena itu umat manusia tidak akan bisa mencapai kesejahteraan dengan

sempurna kecuali dengan bersosialisasi karena di antara meraka saling

membutuhkan.68

Jika pemimpin Rusak, niscaya rusak pula rakyat yang dipimpinya,

demikianlah sebuah fenomena meyedihkan yang senantiasa menghantui

67

Mummad Iqbal & Amin Husein nasution, Pemikiran Politik Islam : Dari masa klasik hingga Indonesia Komtemporer, (Jakarta, Kencana, 2010). Hal. 33

68 Ibnu taimiyah, Kebijakan Politik Nabi SAW, terj. Muhammad Munawir al-Zahidi,

(Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hal. 158

Page 69: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

57

pikiran Ibnu Taimiyah. Fenomena inilah yang menurut beliau, sebagai

penyebab utama kerusakan kaum musilimin, terampasnya negara dan

kehormatan mereka, serta pendorong musuh-musuh Islam untuk meyerang

kaum muslimin. Bahwa fenomena inilah pula yang merupakan virus utama

dari segala jenis penyakit yang diderita kaum Muslimin.

Pada saat Rasulullah saw. Menaklukkan kota Mekkah dan

menerima kunci Ka‟bah dari bani Syaibah, maka kunci tersebut hendak

diminta oleh Abbas bin Abdil-Muthallib agar dia memegang dua tugas

sekaligus, yakni memberi minum jamaah haji serta menjadi pelayan

Ka‟bah. Berkenaan dengan peristiwa itu, Surat kepada bani Syaibah.

Dengan demikian, sudah menjadi suatu kewajiban dari pemimpin

pemerintahan (waliyyul-amri) untuk mengangkat orang yang paling

kompeten dan layak yang dia dapati untuk menyandang tugas itu.69

Pengangkatan pejabat untuk mengurusi perkara kaum Muslimin ini

mutlak harus di laksanakan. Oleh karena itu, perlu di lakukan pilihan yang

amat selektif bagi orang orang yang pantas (al-mustahiqqin) untuk

memangku jabatan tersebut, pejabat pejabat yang menjadi deputi

(nuwwab) di berbagai kota (amshar), para gubenur (umara‟) yang

mewakili kepala pemerintahan (dzawi as-sulthan) di daerah.70

Politiknya diilhami oleh versi syariat yang sesuai dengan missinya

yang menyeluruh, telah diperbarui. Usahanya untuk menegakan kesucian

69

Ibnu Taimiyah, Sisyah Syar’iyah : Etika Politik Islam, Terj, Rofi’ Munawar (Syarabaya, Risalah Gusti, 2005). Hal.3

70 Ibnu Taimiyah, Sisyah Syar’iyah : Etika Politik Islam, Terj, Rofi’ Munawar (Syarabaya,

Risalah Gusti, 2005). Hal 4

Page 70: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

58

moral dalam tradisi Hanbali tidak dilakukan, sebagaimana pendahulunya,

melalui pengabaian semu terhadap praktik politik, namun melalui aplikasi

syariat ke dalam urusan pemerintahan. Ia menolak pandangan Al-Marwadi

yang menyetakan bahwa kekuatan penguasa (Sultan), selama diakui oleh

khalifah tertinggi dan dibenarkan syariat, secara de facto dapat dianggap

independen dan sah menurut Islam. Isa mensyaratkan kriteria yang lebih

keras untuk diaplikasikan.

Tujuan Ibnu Taimiyah adalah membangun pemerintahan yang

berdasarkan syariat (siasayah syar‟iyyah). Risalah Ibn Taimiyah dimulai

dengan mengingatkan bahwa Tuhan telah menetapkan “pengetahuan dan

pena dengan tugas untuk meyampaikan dan menyeru, serta kekuasaan dan

pedang dengan penegasan superioritas Islam atas dua agama wahyu

lainnya dengan argumen bahwa keduanya menyatakan agama tanpa

berusaha untuk memenuhi “syarat-syarat yang dibutuhkan untuk

esksistensinya, yakni kekuasaan jihad , dan sumber materi”. Menurut Ibnu

Taimiyah, masalah yang dihadapai umat dewasa ini adalah bahwa, di satu

sisi, para pemimpin berpikir mereka dapat mencapai tujuan spiritual

semata-mata dengan kesalehan. “ dengan demikian mangkir dari semua

partisipasi kehidpuan politik, namun pada saat yang sama melarangn

keterlibatan orang lain”. Jalan benar adalah, sekali lagi, jalan tengah

Page 71: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

59

(wasath) memperhatikan kepentingan masyarakat dalam aspek material

dan moral dan terlibat dalam kekuasaan”.71

Sementara itu, kekuatan atau otoritas dalam pemerintahan dan

pemberlakuan hukum terhadap manusia adalah dengan memiliki ilmu

tentang keadilan menurut panduan Al-Qur‟an dan sunnah, demikian pula

dengan kemampuan menerapkan hukum[di tengah-tengah masyarakat].

Sementara sifat amanat, erat kaitannya dengan rasa takut (khauf)

kepada Allah swt.tidak memperjual-belikan ayat-ayat-nya dengan harga

yang murah, dan tidak memilki rasa takut terhadap sesama

manusia.sebagaimana firman-nya: “karena itu janganlah engkau takut

pada manusia, tapi takutlah kepada ku, dan jangnlah engkau menukar

ayat-ayat-ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak

behukum kepada apa yang di turunkan oleh Allah, maka itu adalah orang-

orang yang kafir,”(Q.s. al-Maidah:44).72

Ibnu Taimiyah bersikukuh bahwa agama tidak dapat diamalkan

tanpa kekuasaan politik. Tugas agama untuk memerintahkan kebaikan dan

mencegah kemungkaran benar-benar tidak dapat dicapai “kecuali melalui

kekuasaan dan otoritas pemimpin (imam)‟. Dan “keseluruh kewajiban lain

yang telah ditetapkan Tuhan- yaitu jihad, keadilan, haji, salat jamaah...

menolong kaum yang tertindas, penerapan hudud, sebagainya- tidak dapat

ditunaikan kecuali melalui kekuasaan dan otoritas pemimpin”. “agama

71

Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga masa kini, Penerjemah Abdullah Ali & Mariana Ariestyawati. (Jakarta ; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001), hal. 288.

72 Ibnu Taimiyah, Sisyah Syar’iyah : Etika Politik Islam, Terj, Rofi’ Munawar (Syarabaya,

Risalah Gusti, 2005). Hal 16

Page 72: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

60

tanpa sultan (kekuasaan), jihad, harta, sama buruknya dengan sultan, harta

dan perang tanpa agama.”

B. Pemikiran Etika Politik Ibnu Khaldun

Pada awal pembahasannya dalam Muqqaddimah, Ibnu Khaldun

menegaskan empat perbedaan mendasar antara manusia dan makhluk

lainnya. Manusia adalah makhluk berpikir yang dengannya mengasilkan

ilmu pengetahuan, makhluk politik yang memerlukan pengaturan dan

pengedalian oleh kekuasaan, makhluk ekonomi yang ingin mencari

pengidupan dengan berbagai cara dan profesi dan mahluk berperadaban.73

Berdasarkan karakteristik diatas, ibnu khaldun menyatakan bahwa

organisasi kemasayrakatan adalah suatu keharusan. Kodrat manusia tidak

dapat memenuhui kebutuhan hidupnya secara sendirian. Ia membutuhkan

orang lain untuk memenuhuinya. Makanan yang ia makan saja sudah

melibatkan sekian banyak proses dan tenaga manusia. Tanpa ini eksistensi

manuisa tidak akan sempurna. Dari sinilah lahir sebuah peradaban. Ketika

manusia telah mencapai organisasi kemsyarakatan dan peradaban, maka

mereka membutuhkan seseorang yang akan melaksanakan kewibawaan

dan memelihara mereka dari permusuhan antar sesama mereka. Ibnu

Khaldun melihat bahwa manusia juga memeiliki watak yang suka

menyerang antara satu dengan lainya.74

Karena itu, untuk menolak dan

mencegah sikap sewenang-wenang manusia atas manusia yang lain

73

Ibnu Khaldun, Muqaddimah. Penterjemah Ahmadie Thaha. hal. 31 74

Ibid 33-34

Page 73: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

61

diperlukan pemimpin. ia adalah orang yang paling kuat dan disegani oleh

kelompoknya, sehingga dapat mengendalikan dan mengatur kehidupan

manusia tersebut. Dialah yang disebut dengan raja atau kepala atau

khalifah

Sebenarnya, pandangan Ibn Khaldun tentang hubungan antara

Kekhalifahan dan kedaulatan (Mulk), yakni antar otoritas islam dan

otoritas politik-alami serta fungsi-fungsinya, tampak sengat pelik.

Pandangan itu mengantarkan kita pada dialektika antara Ilmu Budaya dan

Wahyu; antara kekutan-kekuatan alami kedaulatan yang muncul dari „

Ashabiyyah,dan keadilan Tuhan.75

„Ashabiyah merupakan kekuatan politik yang mendorong

pembentukan negara atau dinasti. „Ashabiyah mensyaratkan adanya

pemimpin, yakni seorang tokoh yang mendapat dukungan dari

keluarganya dan pengikutnya. Dalam konsep „Ashabiyah tidak semua

orang bisa menjadi pemimpin. Sebab pemimpin diperoleh dengan

kemengan, oleh karena itu „ashabiyah pimpinan harus lebih kuat dari pada

„ashabiyah-ashabiyah lain agar kemengan tersebut dapat terwujud.76

Menurut Ibnu Khaldun kepemimpinan bukan merupakan

kekuasaan “de jure” tetapi merupakan kekuasaan de facto dan

kepemimpinan diperoleh dengan kemenangan, yakni dengan penggunaan

kekuatan. Dengan demikian kepemimpinan terpusatkan pada salah satu

75

Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga masa kini, Penerjemah Abdullah Ali & Mariana Ariestyawati. (Jakarta ; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001), hal. 324

76 Ibnu Khaldun, Muqaddimah. Penterjemah Ahmadie Thaha. H.144

Page 74: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

62

cabang ashabiyah yang paling kuat. „Ashabiyah sendiri merupakan suatu

bentuk khusus organisasi politik dengan puncaknya suatu aritokrasi

kesukuan yang memerintah dalam suasana demokrasi yang bebas. Jadi

apabila di anatara anggota-anggota suku terjadi persamaan, maka tidaklah

demikian dalam hubungan mereka dengan para pemegang kepemimpinan.

Masyarakat desa merupakan syarat primer adanya „ashabiyah, dibalik itu

ada sebagian suku-suku tidak memiliki „ashabiyah, yaitu suku-suku yang

tunduk kepada suku lain. Atau suku tersebut tidak dapat mempertahankan

dirinya sendiri, dan harus membayar pajak, maka pemimpinnya tidak

dapat memrintah sesuai dengan kehendaknya sendiri.77

„Ashabiyah itu sendiri ialah kemampuan seorang untuk membela

dan mempertahankan keluarganya serta orang-orang yang tergabung

didalamnya dengan sekuat mungin. Keluarga yang dimaksud adalah orang

yang berasal dari garis keturunan ayahnya, sebab mereka inilah yang akan

membela Klanya. „Asahabiyah dalam pengertian demikian adalah terpuji.

Demikian „asbabiyah yang tidak terpuji adalah „ashabiyah atau Solidaritas

orang-orang sesuku untuk melwan suku-suku yang lain tanpa landasan

agama, terlepas orang-orang tersebut termasuk penindas atau yang

tertindas. Dalam Fatwa al Khairiyyah di uraikan bahwa di antara larangan

untuk menerima persaksian adalah „ashabiyah, yakni sesorang membenci

sesorang yang lain karena orang tersebut masuk dalam suku X atau suku

Y. Perbuatan seperti ini sangat diharamkan, sejalan dengan ini Nabi SAW

77

Kuhudairi, Filasafat Sejarah Ibn Khladun, h. 153

Page 75: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

63

bersabda: “Barang siapa yang menyeru pada „ashabiyah tidak termasuk

kita”. Oleh karena itu perbuatan ini tidak dibenarkan dan persaksian

pelakunya tidak dapat diterima.78

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa „ashabiyah yang

baik adalah „ashabiyah yang meliputi satu keluarga dengan perasaan

solidaritas yang berlandaskan agama. Atau dengan kata lain agamalah

yang menjadi motivasi satu-satunya yang mendorong suatu suku

memerangi suku yang lainnya.79

Ini disebabkan karena hubungan darah

memiliki kekuatan yang mengikat pada manusia setiap ummat manusia,

yang membuat mereka ikut merasakan akan saetiap penderitaan yang

meninpa kaumnya. Sudah merupakan kodrat setiap manusia untuk

penindasaan dan menolak penderitaan yang mungkin menimpa kaumnya.

Adanya hubungan kekeluargaan antara dua orang yang saling bantu

membantu, lebih disebabkan karena adanya hubungan nasab (ikatan

darah), dan inilah bentuk „ashabiyah yang sesungguhnya. Apabila tinngkat

kekeluargaan itu jauh maka ikatan darah akan sedikit melemah, maka

sebagai gantinya timbullah perasaan kefamilian yang didasarkan pada

pengetahuan yang lebih luas tentang persaudaraan. Sungguhpun demikian,

setiap orang ingin membantu orang lain (family) sebab ia khawatir akan

kehinaan yang mungkin timbul apabila ia gagal dalam kewajibannya

melindungi sesorang yang sudah diketahui oleh banyak orang bahwa ia

ada hubungan keluarga dengannya.

78 Abd.al-Rahman Ibnu Khladun, Al-Ta’Ta’rif Ibn Khaldun wa Rihlatu Gharban wa Syarqan

(Kairo: Lajnah al-Ta’rif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1951), h.27 79

Khudairi, Filsafat Sejrah Ibn Khaldun, h.142

Page 76: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

64

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Pelajarilah silsialh

keturunanmu untuk mengathui siapa saudaramu sedarah yang dekat”, yang

bearti bahwa persaudaraan hanyalah bearti apabila pertalian darah itu

membawa pada kerjasam yang sebanarnya dan bantu membantu pda saat

kesusahaan. Kenyataannya aialah bahwa hubungan yang demikian itu

lebih bersifat emosional dan tidak memiliki realitis. Dalam arti bahwa

hubungan itu hanya berguna untuk mendekatkan hati dan kecintaan orang.

Apabila persaudaraan terlihat nyata, maka ia akan berguna sebagai

pendorong yang wajar kearah „ashbaiyah. Jika „ashabiyah didasaran pada

sekedar pengetahuan tentang keturunan dari nenek moyang yang sama,

maka ia akan lemah dan mempunyai pengaruh yang rendah terhadap

perasaan, oleh karena itu „ashabiyah hanya mempunyai sedikit dampak

yang nyata.80

Dengan demikian „ashabiyah menurut Ibn Khladun tidak hanya

meliputi satu keluarga saja, yang satu dengan yang lainnya dihubungkan

oleh tali kekeluargaan, tetapi juga meliputi hubungan yang tmbul akibat

terjadinya persekutuan. Dalam Muqaddimah Ibn Khaldun dijelaskan

bahwa „ashabiyah juga meliputi hubungan yang timbul akibat perbudakan

dan penyewaan tentara. Desangkan keagunaan silsialah kekluargaan

adalah ditimbulkannya.81

Perbedaan hal ikhwal penduduk adalah akibat dari perbedaan cara

mereka memperoleh pengidupan. Mereka hidup bermasyarakat tidak lain

80 Ibn Khaldun, Muqaddimah. Penerjemah Ahmadie Thaha, (Jakarta:Pustaka Firdaus,

1986), hal. 152. 81

Khudairi. Filsafat Sejarah Ibn Khladun, h. 143.

Page 77: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

65

hanyalah untuk saling membantu dalam memperoleh penghidupan, dan

untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sederhana sebelum merkea

mencari kehidupan yag lebih tinggi.82

Di anatara mereka yang hidup bertani, adapula yang hidup

berternak untuk dikembangkan atau diambil hasilnya. Kehidupan mereka

bermasyarakat dan saling membantu didalam memenuhi kebutuhan hidup

dan eradaban, sperti makanan, perlindungan, dan panas, mereka tidak

gentar untuk memperoleh lebih dari batas kebutuhan guna melangsungkan

kehiduoan menurut batas kebutuhan hidup. Tak lebih dari itu, sebab

mereka tidak mampu memperoleh lebih. Emudian, apabila kondisi mereka

semakin nyaman dan memperoleh kekayaan dan kemewahan diatas batas

yang dibutuhkan, merkea hidup tenang. Dengan demikian mereka akan

saling bantu memabntu dalam memperoleh sesuatu diatas batas kebutuhan

mereka mempergunakan banyak makanan, pakian, dan berbangga diri

dengan itu semua. Selanjutnya mereka pun membangun rumah-rumah

besar mempercantik kota untuk tempat berlindung. Inilah yang

melatarbelakangi lahirnya pemikiran Ibn Khaldun tentang „ashabiyah

sebagimana yang diuraikan diatas rasa-rasa solidaritas atau saling tolong

menolong terhadap sesama untuk tujuan-tujuan bersama

82

Ibnu Khaldun. Muqaddimah. h. 141

Page 78: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

66

C. Perbandingan Pemikiran Etika Politik Ibnu Taimiyah dan Ibnu

Khladun

Etika Politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir pada saat zaman

yunani pada saat struktur-struktur politik tradisional mulai ambruk.

dengan keambrukan itu muncul pertanyaan bagaimana seharusnya

masyarakat ditata. Dua ribu tahun kemudian, empat ratus tahun yang lalu,

etika politik bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja dalam

paham tatanan hirarkis kosmos tidak lagi diterima begitu saja. Legitimasi-

legitimasi tradisional kehilangan daya ikatanya. Legitimasi tatanan hukum

dan negara dan hak raja untuk memerintahkan masyarakat, dipertanyakan.

Itulah situasi kebangkitan filsafat politik pada awal zaman industrilisasi.

Klaim-kliam legitimasi kekuasaan yang daling bertentangan menurut

refleksi filosofis atas prinsip-prinsip dasar kehidupan politik.83

Dalam kehidupan modern, persoalan etika dan moral sering

menjadi perbicangan publik. Tinjauan filsafat tentang makna dan definisi

filsafat, etika dan moral sangat bergam bagi tiap-tiap pakar. Secara

sederhana bisa dikatakan bahwa penggunaan “etika” dan “moral” selalu

menerangkan perbandingan antara nilai yang baik dan buruk, yang berlaku

bagi semua semua bidang kehidupan manusia.84

83

Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern, (Jakarta : PT Gramedia, 1988), hal. 3

84 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegraan Modern,

(Jakarta : PT Gramedia, 1997), hal. 363

Page 79: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

67

Manusia sebagai mahkluk sosial tentu memiliki dimensi politik

dalam kehidupanya. Politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau

politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang

baik, di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi, orang

yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakanya sebagai en dam

onia atau the good life.85

Selain itu, politik dalam suatu negara itu

berkaitan dengan pendekatan kenegaraan, kekuasaan, pengambilan

keputusan, kebijakan dan pembagian kekuasaan86

. Berdasarkan

pendekatan kenegaraan, politik artinya sebagai sesuatu yang berkaitan

dengan tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan

melaksanakan tujuan negara dan berdiplomasi dengan negara-negara lain.

Selanjutnya politik sebagai kekuasaan diartikan sebagai suatu alokasi

nilai-nilai otoritatif yang menajdi bagian dari tindakan atas nama

pemerintaha atau negara.87

Setiap pemikir politik tentu memiliki definisi dalam menjelaskan

tentang apa arti dari etika politik itu sendiri, tentu juga dengan Ibnu

Taimiyah dan Ibnu Khaldun, dari beberapa kontek pemikiran dan gagasan

tersebut memiliki berpedaan dan persamaan. Ini juga bisa dilatar

belakangi oleh kehidupan mereka dalam waktu yang berbeda dan

85

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, 2008), hal.13

86 Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, 2008), hal.14

87 Hugo. F. Reading, kamus ilmu-ilmu Sosial, Terjemahan Sehat Simamora, (Jakarta :PT.

Rajawali, 1986), hal. 305

Page 80: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

68

dinamika politik yang berbeda juga, sehingga mereka memikirkan

bagaimana setiap penguasa seharusnya menjadi penguasa yang baik.

Ibnu Taimiyah, berpendapat bahwa mengatur urusan memang

merupakan bagian dari kewajiban agama yang terpenting, tetapi hal ini

tidak bearti pula bahwa agama tidak dapat hidup tanpa negara. Karenanya,

ibnu taimiyah menolak ijma sebagai landasan kewajiban tersebut. Berbeda

dengan al-mawardi, Ibnu Taimiyah menggunakan pendekatan sosiologis.

Menurutnya, keejahteraan manusia tidak dapat tercipta kecuali hanya

dalam satu tatanan sosial di mana setiap orang saling bergantung pada

yang lain nya. Oleh sebab itu, dibutuhkan sesorang pemimpin yang akan

mengatur kehidupan sosial tersebut.88

Selain itu Ibnu khaldun dalam bukunya muqqadimah, Ibnu

Khaldun menegaskan empat perbedaan mendasar antara manusia dan

makhluk lainnya. Manusia adalah makhluk berpikir yang dengannya

mengasilkan ilmu pengetahuan, makhluk politik yang memerlukan

pengaturan dan pengedalian oleh kekuasaan, makhluk ekonomi yang ingin

mencari pengidupan dengan berbagai cara dan profesi dan mahluk

berperadaban.89

Berdasarkan karakteristik diatas, ibnu khaldun

menyatakan bahwa organisasi kemasayrakatan adalah suatu keharusan.

Kodrat manusia tidak dapat memenuhui kebutuhan hidupnya secara

88

Mummad Iqbal & Amin Husein nasution, Pemikiran Politik Islam : Dari masa klasik hingga Indonesia Komtemporer, (Jakarta, Kencana, 2010). Hal. 33

89 Muaqqdimah, hal. 31

Page 81: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

69

sendirian. Ia membutuhkan orang lain untuk memenuhuinya. Makanan

yang ia makan saja sudah melibatkan sekian banyak proses dan tenaga

manusia. Tanpa ini eksistensi manuisa tidak akan sempurna. Dari sinilah

lahir sebuah peradaban. Ketika manusia telah mencapai organisasi

kemsyarakatan dan peradaban, maka mereka membutuhkan seseorang

yang akan melaksanakan kewibawaan dan memelihara mereka dari

permusuhan antar sesama mereka. Ibnu Khaldun melihat bahwa manusia

juga memeiliki watak yang suka menyerang antara satu dengan lainya.90

Sesungguhnya organisasi masyaraka (Ijtima‟ insani) umat manusia

adalah keharusan. Para filosof melahirkan kenyataan ini dengan perkataan

mereka, manusia adalah bersifat politis menurut tabiat nya. Ini bearti,

memerlukan satu organisasi kemsyarakatan, yang menurut para filosof

dinamakan kota.91

Pernyataan Ibnu Khaldun ini menjentawantahkan

sebuah kekuatan sosial yang memiliki kekuatan saling membantu satu

sama lain sehingga, tujuan untuk menemukan the good life itu bisa

tercapai.

Di setiap induvidu manusia memiliki sifat hewan yang berada

didalam nya, dengan demikian mereka manusia harus menjaga kebiwaan

nya diantara mereka sendiri, hal ini senada dengan apa yang dimaksud

dengan konsep representatif yang ada pada era modern saat ini. Hubungan

dengan ide demokrasi ini, ibnu khaldun mengakui bahwa terdapat banyak

90

Ibid 33-34 91

Ahmadie Thoha, Mukaddimah ibnu khladun, (Jakarta: pustaka Firdaus), hal.71

Page 82: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

70

negara yang tidak mendasarkan kebijakan dan peraturan negara atas ajaran

dan hukum agama, akan tetapi negara dapat mewujudkan ketertiban,

keseraisan hubungan antara para warga, bahkan dapat berkembang dan

jaya.92

Tujuan Ibnu Taimiyah adalah membangun pemerintahan yang

berdasarkan syariat (siasayah syar‟iyyah). Risalah Ibn Taimiyah dimulai

dengan mengingatkan bahwa Tuhan telah menetapkan “pengetahuan dan

pena dengan tugas untuk meyampaikan dan menyeru, serta kekuasaan dan

pedang dengan penegasan superioritas Islam atas dua agama wahyu

lainnya dengan argumen bahwa keduanya menyatakan agama tanpa

berusaha untuk memenuhi “syarat-syarat yang dibutuhkan untuk

esksistensinya, yakni kekuasaan jihad , dan sumber materi”. Menurut Ibnu

Taimiyah, masalah yang dihadapai umat dewasa ini adalah bahwa, di satu

sisi, para pemimpin berpikir mereka dapat mencapai tujuan spiritual

semata-mata dengan kesalehan. “ dengan demikian mangkir dari semua

partisipasi kehidpuan politik, namun pada saat yang sama melarangn

keterlibatan orang lain”. Jalan benar adalah, sekali lagi, jalan tengah

(wasath) memperhatikan kepentingan masyarakat dalam aspek material

dan moral dan terlibat dalam kekuasaan”.93

Ada beberapa pernyataan tegas tentang moralitas politik Ibn

Khaldun senantiasa mengungkapkan pemikirannya tentang moral dan

92

Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hal.109-110 93

Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga masa kini, Penerjemah Abdullah Ali & Mariana Ariestyawati. (Jakarta ; PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001), hal. 288.

Page 83: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

71

kebijaksanaan. Secara umum, gagsannya menyiratkan bahwa tingkah laku

yang baik akan menghasilkan hasil hasil yang di dambakan. Misalnya,

dikatakan bahwa kerajaan sekurel disarakan atas “nafsu dan

kebinatangan”; pemimpinannya sangat mungkin bertindak zalim dan

menindas. Mereka akan meminggirkan penduduk dan penghancuran

ekonomi, serta rakyatpun enggan tidak berjuang.Sebaliknya, “Kemurahan

hati dan perlakuan yang baik, memdulikan penghidupan [rakyat]” dan

bersikap ramah kepada mereka akan memperpanjang kekuasaan dinasti itu

hanya ada sedikit bagian yang membahas norma – norma Konstitusional.

Ibn Khaldun mengatakan bahwa seorang raja tidak dapat memrintah

dengan baik sendrian, ia harus “ memanfaatkan hukum yang berlaku, yang

di terima dan dipatuhi oleh rakyat.” yang pada dasarnya adalah syariat.

Page 84: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

72

BAB V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Manusia sebagai mahkluk sosial tentu memiliki dimensi politik

dalam kehidupanya. Politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau

politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang

baik, di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi, orang

yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakanya sebagai en dam

onia atau the good life. Selain itu, politik dalam suatu negara itu berkaitan

dengan pendekatan kenegaraan, kekuasaan, pengambilan keputusan,

kebijakan dan pembagian kekuasaan. Berdasarkan pendekatan kenegaraan,

politik artinya sebagai sesuatu yang berkaitan dengan tujuan-tujuan negara

dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan negara dan

berdiplomasi dengan negara-negara lain. Selanjutnya politik sebagai

kekuasaan diartikan sebagai suatu alokasi nilai-nilai otoritatif yang

menajdi bagian dari tindakan atas nama pemerintaha atau negara.

1. Bagi Ibnu Taimiyah, Mengurusi umat manusia itu tergolong kewajiban

agama yang benilai besar. Bahkan agama tidak bisa ditegakan kecuali

dengnnya. karena itu umat manusia tidak akan bisa mencapai

kesejahteraan dengan sempurna kecuali dengan bersosialisasi karena di

antara meraka saling membutuhkan. Bagi Ibnu Taimiyah sangat

penting kalau pemerintahan digunakan sebagai maksud dari

Page 85: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

73

pencapaian tujuan agama dan mendekatkan diri pada Tuhan. Inilah

cara terbaik untuk lebih dekat pada Tuhan, karena pada saat yang sama

juga akan dapat memperbaiki dan mengubah keadaan orang.

2. Hal itu juga di perkuat dengan pendapat Ibnu Khaldun, Ibnu khaldun

menyatakan bahwa organisasi kemasayrakatan adalah suatu keharusan.

Kodrat manusia tidak dapat memenuhui kebutuhan hidupnya secara

sendirian. Ia membutuhkan orang lain untuk memenuhuinya. Makanan

yang ia makan saja sudah melibatkan sekian banyak proses dan tenaga

manusia. Tanpa ini eksistensi manuisa tidak akan sempurna. Dari

sinilah lahir sebuah peradaban. Ketika manusia telah mencapai

organisasi kemsyarakatan dan peradaban, maka mereka membutuhkan

seseorang yang akan melaksanakan kewibawaan dan memelihara

mereka dari permusuhan antar sesama mereka. Ibnu Khaldun melihat

bahwa manusia juga memeiliki watak yang suka menyerang antara

satu dengan lainya. Karena itu, untuk menolak dan mencegah sikap

sewenang-wenang manusia atas manusia yang lain diperlukan

pemimpin. ia adalah orang yang paling kuat dan disegani oleh

kelompoknya, sehingga dapat mengendalikan dan mengatur kehidupan

manusia tersebut. Dialah yang disebut dengan raja atau kepala atau

khalifah.

3. Ibnu Taimiyah bersikukuh bahwa agama tidak dapat diamalkan tanpa

kekuasaan politik. Tugas agama untuk memerintahkan kebaikan dan

mencegah kemungkaran benar-benar tidak dapat dicapai “kecuali

Page 86: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

74

melalui kekuasaan dan otoritas pemimpin (imam)‟. Dan “keseluruh

kewajiban lain yang telah ditetapkan Tuhan- yaitu jihad, keadilan, haji,

salat jamaah... menolong kaum yang tertindas, penerapan hudud,

sebagainya- tidak dapat ditunaikan kecuali melalui kekuasaan dan

otoritas pemimpin”. “agama tanpa sultan (kekuasaan), jihad, harta,

sama buruknya dengan sultan, harta dan perang tanpa agama.”

4. Tujuan Ibnu Taimiyah adalah membangun pemerintahan yang

berdasarkan syariat (siasayah syar‟iyyah). Risalah Ibn Taimiyah

dimulai dengan mengingatkan bahwa Tuhan telah menetapkan

“pengetahuan dan pena dengan tugas untuk meyampaikan dan

menyeru, serta kekuasaan dan pedang dengan penegasan superioritas

Islam atas dua agama wahyu lainnya dengan argumen bahwa keduanya

menyatakan agama tanpa berusaha untuk memenuhi “syarat-syarat

yang dibutuhkan untuk esksistensinya, yakni kekuasaan jihad , dan

sumber materi”. Menurut Ibnu Taimiyah, masalah yang dihadapai

umat dewasa ini adalah bahwa, di satu sisi, para pemimpin berpikir

mereka dapat mencapai tujuan spiritual semata-mata dengan kesalehan.

“ dengan demikian mangkir dari semua partisipasi kehidpuan politik,

namun pada saat yang sama melarangn keterlibatan orang lain”. Jalan

benar adalah, sekali lagi, jalan tengah (wasath) memperhatikan

kepentingan masyarakat dalam aspek material dan moral dan terlibat

dalam kekuasaan”.

Page 87: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

75

5. menurut Ibn Khaldun, alat-alat kekuasaan kurang memegang peranan,

termasuk „ashabiyah, seperti yang terdapat pada waktu menegakan

kekuasaan semula. Dalam keadaan demikian penguasa dan orang-

orang yang telah membantunya menegakan kekuasaan itu mulai

melihat kepada hal-hal lain yang dirasakan menarik, terutama pada

kemewahan yang datang tanpa dicapai. Karena pada dasarnya, dan

menjadi tabiatnya pula bahwa kekuasaan itu diiringi dengan

kemewahan. Tetapi kemewahan ini hanya mula-mula saja akan

menambah kekuatan penguasa, namun akhirnya kekuatan ini hanya

mula-mula saja akan menambah kekuatan penguasa, namun akhirnya

kekuatan ini akan melemah karena kemewahan itu mengandung sifat

yang merusakan manusia, yaitu pada akhlaknya

B. Saran

Jika pemimpin Rusak, niscaya rusak pula rakyat yang dipimpinya,

demikianlah sebuah fenomena meyedihkan yang senantiasa menghantui

pikiran Ibnu Taimiyah. Fenomena inilah yang menurut beliau, sebagai

penyebab utama kerusakan kaum musilimin, terampasnya negara dan

kehormatan mereka, serta pendorong musuh-musuh Islam untuk meyerang

kaum muslimin. Bahwa fenomena inilah pula yang merupakan virus utama

dari segala jenis penyakit yang diderita kaum Muslimin.

seorang penguasa politik atau pemimpin, wajib “menyapaikan

amanat kepada pemberi amanat itu” dan untuk “menghukumi secara adil.‟

Page 88: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

76

Maksudnya, ia harus menerapkan hudud terhadap kelas bangsawan

maupun rakyat jelata secara adil dan proposional. Prinsip keadilan

ekonomi syariat dama barter, retrebusi, dan distribusi kepada kaum miskin

harus dijalankan oleh publik maupun setiap individu. Tujuan semua tugas

publik (wilayat) adalah mewujudkan kesejahteraan material dan spiritual

manusia. Karena itu, “memerintahkan kepada kebaikan merupakan tujuan

tertinggi dari setiap tugas politik. Tidak ada pemerintah yang dapat

mencapainya tanpa mematuhui norma-norma Islam. Sebaliknya,

memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kemungkaran tidak efektif

tanpa dukungan kekuatan politik.

Dalam konteks ini, pemikiran Ibnu Taimiyah dan Ibnu khaldun

layak dijadikan refrensi utama dalam dunia politik. Menciptakan sebuah

negara kejeaahteraan merupakan tanggung jawab bersama, manusia tidak

mungkin hidup sendiri-sendiri di dunia ini, meraka butuh solidaritas sosial

dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam solidaritas sosial itu di butuhkan

sebuah pemimpin yang mampu di percaya dan amanah dalam bertugasnya.

Page 89: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

77

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Muh. Said, Etika Masyarkat Indonesia, (Jakarta

Pramudya paramida, 1980)

Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar

Kenegraan Modern, (Jakarta : PT Gramedia, 1988)

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik, (Jakarta: Penerbit PT.

Gramedia, 2008)

Hugo. F. Reading, kamus ilmu-ilmu Sosial, Terjemahan Sehat

Simamora, (Jakarta :PT. Rajawali, 1986)

M. Solly Lubis, Ilmu Negara (Bandung: Mandar Maju, 1989)

Jimlly Asshiddiqie, Gagasan Kedaultan Rakyat Dalam konstitusi

dan Pelaksanaannya di Indonesia (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,

1994)

Ahmadie Thoha, Mukaddimah ibnu khladun, (Jakarta: pustaka

Firdaus)

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Jaran, Sejarah dan

Pemikiran, (Jakarta: Penerbit UI Press 1993)

Dr. Badri yatim, M.A, sejarah Peradaban Islam (Jakarta:Raja

Grafindo Persada, 2001)

Sumardi Surayabrata, Metodologi Penelitian, cet.XVI, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada. 2004)

Page 90: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

78

Ibnu Tamiyah, Siyasah Syar‟iyah : Etika Politik Isalam (Surabaya:

Risalah Gusti. 2005)

Consuelo G Sevilla (dkk), Pengatar Metodologi Penelitian, cet.I.

(Jakarta: UI Pres. 1993)

Louis O. Katssoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta, Tiara Wacana,

1986)

Amri M, Etika Islam (Yogyakarta: LSFK2P dan pustaka Pelajar,

2002), cet. Ke-1

Franz magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah pokok

filasafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 1987)

Antoni Black, Pemikiran Politik Isalm: dari masa Nabi hingga

masa kini, Penerjemah Abdullah Ali & Mariana Ariestyawati

Jusman Iskandar, Bunga Rampai: Etika Moral dalam Kehidpan

Politik dan Pelayanan Publik, (Bandung:Pustaka Program Pasca Sarjana

Universitas Garut)

Moh. Mahfud MD, Demokratsi Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara,

1983)

Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1978)

Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlemnter

dan Demokrasi Pancasila, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994)

Page 91: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

79

Jusman Iskandar, Bunga Rampai: Etika Moral dalam Kehidupan

Politik dan pelayanan Publik

Mummad Iqbal & Amin Husein nasution, Pemikiran Politik Islam

: Dari masa klasik hingga Indonesia Komtemporer,

Rahman Zainuddin, Ilmu Sejarah, Sosial dan politik, dalam

Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Cet. II, (Jakarta: PT Ichtiar Baru

Hoeve, 2002)

Fua Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan pemikiran Islam,

Penerjemah Ahmad Thaha (Jakrta : Pustaka Firdaus, 1989)

Hakimul Ikhwan Afandi, Akar Konflik Sepanjang Zaman:

Elaborasi Pemikiran Ibn Khaldun, (Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2004)

Zainab al-Khudaibiri, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, penerjemah

Ahmad Rafi‟ (Bandung: Pustaka, 1995)

W.J.S Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1990

A. Ubaidillah. et al, Pendidikan kewargaan: Demokrasi, HAM dan

Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Kalarta press, 2000)

Inu Kencana Syafie, Ilmu Pemerintah dan al-Qur‟an, (Jakarta:

Bumi Aksara, 1994)

Arief Budiman, Teori Negara: Negara Kekuasaan, dan Ideologi,

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997)

Page 92: PEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH DAN IBNU  · PDF filePEMIKIRAN ETIKA POLITIK IBNU TAIMIYAH . DAN IBNU KHALDUN . SKRIPSI . Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

80

Abdul muin Salim, fiqh Siyasah: Konsepsi kekuasaan Politik

Dalam al-Qor‟an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995)

Azyumardi Azra, Pergolokan Politik Islam Dari Fundamentalisme,

Modeenisme, Hingga Post-Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996)

Khalid Ibrahim Jidan, Teori Politik Islam: Telaah kritis Ibnu

Taimiyah Tentang Pemerintahan Islam, ter. Masrohin, (Surabaya: Risalah

Gusti, 1995)

M. Din Syamsudin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta:

Logos, 2001)

M. Arskal Salim G.P., etika Intervensi Negara; Perspektif Etika

Politik Ibnu Taimiyah, (Jakrta: Logos, 1999)

Muhammad Al-Mubarak, Sistem Pemerintah Dalam Perspektif

Islam, terj. Firman Hariyanto, (Solo, CV. Pustaka Mantiq, 1995),

Ibnu taimiyah, Kebijakan Politik Nabi SAW, terj. Muhammad

Munawir al-Zahidi, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997)

Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam: Studi

Fundamentalisme Islam, terj. Aam Fahmia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada 2000)

Daliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat (Jakarta: Mizan,

2000)

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur‟an dan

Terjemahannya