pemimpin dalam islam

5

Click here to load reader

Upload: timkeajaiban

Post on 12-Jun-2015

8.459 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

uploaded by Redha Herdianto

TRANSCRIPT

Page 1: Pemimpin Dalam Islam

Redha Herdianto

disampaikan pada Kajian Online KSC

26 Juni 2009

KAJIAN ONLINE KSC

Pemimpin Dalam Islam

Glossary :

1. Pengertian pemimpin dalam Islam

2. Syarat menjadi pemimpin

3. Cara memilih pemimpin

4. Keharusan memilih pemimpin

5. Kesimpulan

Assalamualaikum WrWb

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah atas semua nikmat yang masih sempat kita

nikmati hingga saat ini, Terutama nikmat kesempatan untuk saling mengingatkan pada

kajian kali ini.

Sholawat tak henti-hentinya terucap kepada Rasulullah Muhammad, beserta keluarga,

sahabat serta pengikut sunnahnya hingga akhir nanti.

Pengertian Pemimpin Dalam Islam

Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang artinya adalah orang yang berada di

depan dan memiliki pengikut, baik orang tersebut menyesatkan atau tidak. Ketika

berbicara kepemimpinan maka ia akan berbicara mengenai perihal pemimpin, orang

yang memimpin baik itu cara dan konsep, mekanisme pemilihan pemimpin, dan lain

sebagainya.

Suatu masyarakat tidaklah mungkin dipisahakan dari sebuah kepemimpinan. Menurut

Ali Syari’ati, secara sosiologis masyarakat dan kepemimpinan merupakan dua istilah

yang tidak dapat dipisahkan. Syari’ati berkeyakinan bahwa ketiadaan kepemimpinan

menjadi sumber munculnya problem-problem masyarakat, bahkan masalah

kemanusiaan secara umum. Tanpa pemimpin umat manusia akan mengalami

disorientasi dan alienasi.

Ketika suatu masyarakat membutuhkan seorang pemimpin, maka seorang yang paham

akan realitas masyarakatlah yang pantas mengemban amanah kepemimpinan tersebut.

Pemimpin tersebut harus dapat membawa masyarakat menuju kesempurnaan yang

sesungguhnya. Watak manusia yang bermasyarakat ini merupakan kelanjutan dari

karakter individu yang menginginkan perkembangan dirinya menuju pada

kesempurnaan yang lebih.

Wacana kepemimpinan dalam Islam memiliki banyak pandangan dan pendapat. Hal ini

diawali pasca kepergian Rasulullah Muhammad wafat. Masyarakat Islam telah terbagi-

Page 2: Pemimpin Dalam Islam

Redha Herdianto

disampaikan pada Kajian Online KSC

26 Juni 2009

bagi kedalam banyak kelompok atau golongan. Kiranya inilah yang menyebabkan

banyak perbedaan pendapat meskipun sumber rujukan mereka sama, yakni Al Quran

dan Al Hadits.

Sejarah telah mencatat setelah kepergian Rasulullah, kemudian tampuk kepemimpinan

Islam dipegang oleh para khalifah, mulai dari Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman

bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah dan Bani Abbasiyah. Setelah kepemimpinan

Abbasiyah runtuh, kepemimpinan Islam mulai terpecah-pecah kedalam kesultanan-

kesultanan kecil.

Itulah sepenggal singkat tentang kepemimpinan dalam Islam. Meskipun begitu dalam

banyak ayat dan hadits diterangkan bahwa setiap diri pribadi juga merupakan pemimpin

baik bagi dirinya maupun bagi lingkungan sekitarnya. Salah satu ayat yang

menerangkan hal tersebut adalah :

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan

sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang

apa yang diberikanNya kepadamu. Sesungguhnya Rabbmu amat cepat siksaan-Nya,

dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 6:165)

Sahabat Ibnu Umar ra berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Setiap

kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungan jawab atas

kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungan

jawab atas kepemimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin dalam rumah tangga,

dan akan dimintai pertanggungan jawab atas kepemimpinanya. Seorang wanita adalah

pemimpin di rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungan jawab atas

kepemimpinannya. Pembantu rumah tangga adalah pemimpin dalam menjaga harta

kekayaan tuannya, dan akan dimintai pertanggungan jawab atas kepemimpinannya.

Dan setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungan jawab atas

kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Syarat-Syarat Menjadi Pemimpin

Dalam konteks kepemimpinan, Nabi Muhammad hanya meminta syarat agar seorang

pemimpin bisa berlaku adil. Hal ini misalnya diceritakan oleh As Syaikhani yang

meriwayatkan hadis tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapat perlindungan

Allah pada hari pembalasan (akhirat). Dari tujuh golongan itu, pemimpin yang adil

ditempatkan atau disebut pertama kali oleh Nabi.

Mungkin saja penempatan itu hanya sekedar redaksi perkataan dari Nabi. Artinya posisi

dari ketujuh golongan itu tak ada yang lebih istimewa satu sama lain— ketika kelak

akan menempatkan pertolongan Allah. Namun bisa jadi juga, diletakkannya pemimpin

yang adil pada urutan pertama dari tujuh golongan manusia yang akan mendapat

perlindungan Allah, mengandung maksud untuk mengistimewakan kedudukan seorang

pemimpin yang adil dibanding enam kelompok manusia lainnya. Jika diperhatikan

dengan baik dari tujuh golongan manusia yang dijamin oleh Nabi akan memperoleh

ampunan Allah itu, semuanya menyangkut urusan pribadi dengan Allah kecuali

pemimpin yang juga berurusan dengan banyak orang (yang dipimpin).

Page 3: Pemimpin Dalam Islam

Redha Herdianto

disampaikan pada Kajian Online KSC

26 Juni 2009

Hadist yang lain, yang mengatakan bahwa setiap pemimpin akan ditanya tentang

kepemimpinannya, harus diterjemahkan pula sebagai sebuah ancaman serius dari Allah

dan Rasul terhadap pemimpin yang tidak berlaku adil. Sampai pada titik ini dapat

dimengerti mengapa kedudukan pemimpin lalu menjadi istimewa. Dia dijanjikan akan

masuk surga pertama kali, sekaligus diancam akan menjadi penghuni neraka juga dalam

rombongan awal.

Adil sebagai pemimpin tak harus dipahami hanya dalam soal memutus sebuah perkara.

Namun adil yang diminta kepada pemimpin adalah juga mencakup aspek kesanggupan

untuk selalu menjaga amanah (jujur), tidak khianat, mampu melindungi yang dipimpin

(tidak otoriter) dan perilakunya bisa menjadi contoh (memberi inspirasi). Termasuk adil,

jika seorang pemimpin mengakui dirinya tak bisa memimpin lagi dan memberi

kesempatan kepada yang ahli untuk menggantikkannya. Bukankah imam shalat yang

kentut harus membatalkan shalatnya dengan mundur selangkah agar diganti makmun

yang berdiri di belakangnya?

Syarat-syarat itu niscaya tak akan bisa dipenuhi oleh pemimpin manapun melainkan

mereka yang berpegang teguh kepada ajaran Allah dan Rasulnya. Bercermin pada

akhlaq Nabi, seorang pemimpin akan bisa berbuat adil jika paling tidak, mewarisi empat

sifat Nabi. Empat sifat Nabi itu adalah Amanah (tidak korup), Fathanah (cerdas),

Tabligh (mampu berdiplomasi), dan Siddiq (bnar, dipercaya atau jujur).

Dalam literatur lain malah ditambahkan beberapa syarat sebagai berikut :

1. Beriman dan beramal saleh. Ini sudah pasti tentunya. Kita harus memilih

pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan

rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan

yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus

yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh.

2. Berilmu, Para pemimpin harus mempunyai ilmu baik ilmu dunia maupun ilmu

akherat. Karena dengan ilmu ini maka akan membawa perubahan ke arah yang lebih

baik dalam bentuk pembangunan fisik maupun spiritual, baik pembangunan

infrastruktur maupun pembangunan manusianya itu sendiri.

3. Jujur. Ya, seorang pemimpin tentunya harus jujur. Apa yang disampaikan kepada

masyarakat tentunya harus dilaksanakan, dan apa yang dikatakannya hendaknya

harus sesuai hendakyan dengan perbuatannya.

4. Tegas. Merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh

rakyatnya. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar

katakan benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang

sesuai dengan Allah, SWT dan rasulnya.

5. Amanah, bertanggung jawab. Maksudnya adalah melaksanakan aturan-turan yang

ada dengan sebaik-baiknya dan bertanggungjawab terhadap peraturan yang telah

dibuat. Dan tentunya peraturan yang dibuat itu yang berpihak kepada rakyat.

Page 4: Pemimpin Dalam Islam

Redha Herdianto

disampaikan pada Kajian Online KSC

26 Juni 2009

Cara Memilih Seorang Pemimpin

Islam tidak mengenal istilah "vox populi vox dei", suara rakyat adalah suara

Tuhan. Yang biasa disebut dengan demokrasi (demos=rakyat, kratos=kekuasaan).

Karena prinsip demokrasi tidaklah sesuai dengan prinsip Islam.

Dalam Islam dikenal dengan nama Majelis Syura, yakni majelis yang beranggotakan

para ahli ilmu dalam hal pemerintahan. Meski dalam perkembangannya ketiadaan

majelis syura karena terbentur sistem pemerintahan yang bukan didasarkan pada sistem

Islam menjalankan ke-partai-an dan multi-partai. Bagi sebagian kalangan ini tidak

menjadi masalah selama bertujuan untuk kesejahteraan umat dan menyeru kepada amar

makruf nahi munkar.

Satu hal yang paling penting, kepemimpinan dalam pemerintahan Islam harus mengacu

kepada Alquran dan sunnah Nabi SAW, sebagai undang undang tertulis. Tugas-tugas

kepala negara sebagian besar terkait dengan masalah sipil. Untuk masalah yang tidak

ditemukan hukumnya dari Allah atau tuntunan Nabi SAW, maka penguasa berhak

mencari solusinya sesuai dengan kaidah-kaidah Syura dan kaidah-kaidah umum dalam

Alquran dan Hadist.

Keharusan Memilih Seorang Pemimpin

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul

(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang

dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan

anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah (cobaan) dan sesungguhnya di sisi Allah-lah

pahala yang besar” (QS. Al-Anfal: 27-28).

Kedua ayat ini, zahirnya, berisi larangan kepada orang-orang yang beriman agar tidak

mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadanya, dan sejatinya harta dan

anak-anak kita adalah bagian dari amanat tersebut yag tak boleh kita sia-siakan, jika kita

benar-benar berharap pahala yang besar di sisi Allah swt.

Yang sungguh menarik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rahimahuLlah - berargumen

dengan ayat ini atas kewajiban setiap orang yang memiliki kewenangan memilih

pejabat, baik pejabat eksekutif, legislatif maupun yudikatif, bahkan pejabat militer dan

lainnya, agar tidak gegabah dalam menentukan pilihannya. Orang yang memiliki

kewenangan untuk memilih pejabat, hendaknya ia memilih orang yang terbaik dan

paling tepat untuk jabatan yang akan diembannya, dari sekian banyak kandidat yang

ada.

Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari berbagai mazhab Islam, bahwa memilih

pemimpin atau mengangkat pejabat untuk suatu jabatan tertentu demi kemaslahatan

kaum muslimin, hukumnya adalah wajib (al Imamah, al Aamidy: 70-71). Karena

keberadaan seorang pemimpin, dalam pandangan Islam, berfungsi untuk menegakkan

agama Allah serta untuk menyiasati dan mengatur urusan duniawi masyarakat dengan

mengacu kepada agama (Muqadimah Ibnu Khaldun: 211).

Page 5: Pemimpin Dalam Islam

Redha Herdianto

disampaikan pada Kajian Online KSC

26 Juni 2009

Lebih tegas lagi, Imam Ibnu Taimiyah menyatakan, bahwa fungsi jabatan apapun di

dalam Islam bertujuan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini berlaku untuk jabatan

tertinggi dan jabatan tinggi negara, seperti presiden, panglima perang, kepala kepolisian,

direktur bank dan lain sebagainya., sampai jabatan terendah seperti pimpinan

rombongan dalam sebuah perjalanan. (al Hisbah: 8-14).

“Sesungguhnya jabatan ini adalah amanah dan sesungguhnya di akhirat akan

menyebabkan kekecewaan dan penyesalan, kecuali bagi yang berhak menerimanya dan

mampu menunaikan tugas sebagaimana mestinya” (HR. Muslim, no:1826).

Di alam demokrasi, seperti di negeri ini, di mana kedaulatan dalam memilih pemimpin

dan wakil rakyat di lembaga-lembaga perwakilan, baik pada tingkat nasional maupun

lokal, berada di tangan setiap individu, kita selaku umat berkewajiban memilih calon

wakil dan kandidat pemimpin yang shalih, bersih KKN, memiliki integritas agama,

keilmuan dan moralitas yang baik, sesuai dengan petunjuk Alqur’an.

Kita wajib memberikan dukungan kepada calon pemimpin yang shaleh yang memiliki

visi dan misi dakwah rahmatan lil-‘alamin, agar ia mendapatkan kekuatan secara

konstitusional sebagai pemimpin negeri ini. Jika tidak, maka kita bakal diperintah oleh

sekelompok orang yang tak segan-segan menyengsarakan umat dan bangsa ini ke

depan.

Kesimpulan

xxx

Ya akhi wa ukhti fillah, tidak ada manusia yang sempurna dan lepas dari kesalahan,

tetapi itu semua bukan sebuah alasan untuk kita tidak menjadi baik. Semoga Allah Azza

WaJalla me-ridhoi semua proses yang ingin dan sedang kita jalankan ini. Wallahualam

Bishowab.

Mohon maaf bila ada kekurangan dan kesalahan, tidak lebih karena saya hanyalah

mahluk Allah yang dhoif. Kepada Allah saya tunduk dan mohon ampun.

Subhanallahumma wabihamdika, Asyhadu ala ila anta, Astagfiruka waatuubuilaik

Billahi taufik wal hidayah, Wassalamualaikum WrWb