pemodelan aliran darah satu dimensi pada arteri...

97
i PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI PADA ARTERI MANUSIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Inge Wijayanti Budiawan NIM: 133114021 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    PEMODELAN ALIRAN DARAH SATU DIMENSI

    PADA ARTERI MANUSIA

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Sains

    Program Studi Matematika

    Oleh:

    Inge Wijayanti Budiawan

    NIM: 133114021

    PROGRAM STUDI MATEMATIKA

    JURUSAN MATEMATIKA

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2017

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii

    MODELLING OF ONE-DIMENSIONAL BLOOD FLOWS

    IN HUMAN ARTERY

    THESIS

    Presented as Partial Fulfillment of the

    Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains

    Mathematics Study Program

    Written by:

    Inge Wijayanti Budiawan

    Student ID: 133114021

    MATHEMATICS STUDY PROGRAM

    DEPARTMENT OF MATHEMATICS

    FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

    SANATA DHARMA UNIVERSITY

    YOGYAKARTA

    2017

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    “Dan biarkan kepercayaanmu lebih besar dari ketakutanmu.”

    “JUMP!! And you will find out how to unfold your wings as you fall.”

    “If you get tired, learn to rest, not to quit.”

    Karya ini dipersembahkan untuk

    Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa menyertaiku,

    kedua orang tua tercinta, Sasra Budiawan dan Meitje,

    kakak tersayang, Andre Wijaya Budiawan,

    dan saudara/i keluarga besar dari kedua orang tua yang terkasih.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    ABSTRAK

    Skripsi ini membahas penurunan dan penyelesaian model aliran darah satu

    dimensi pada arteri manusia. Model aliran darah diturunkan dari hukum kekekalan

    massa dan momentum, kemudian didapatkan dua model aliran darah dalam sistem

    (𝐴,𝑄) dan sistem (𝐴,𝑢). Di sini 𝐴 adalah luas penampang melintang arteri, 𝑄 adalah

    fluks volume, dan 𝑢 adalah kecepatan rata-rata pada setiap penampang melintang

    arteri. Model aliran darah sistem (𝐴,𝑄) merupakan bentuk hukum kesetimbangan,

    sedangkan model aliran darah sistem (𝐴,𝑢) merupakan bentuk hukum kekekalan.

    Kedua model tersebut merupakan sistem persamaan diferensial parsial

    hiperbolik. Mencari solusi analitis kedua model tersebut tidaklah mudah, maka

    solusi analitis didekati secara numeris. Metode yang dipakai adalah metode volume

    hingga dengan definisi fluks Lax-Friedrichs. Kedua model diselesaikan dengan

    nilai awal dan nilai batas yang sama. Denyut tekanan darah hasil simulasi kedua

    model sangat mirip. Untuk menentukan model mana yang lebih baik secara

    numeris, dihitung residual masing-masing model. Model dikatakan lebih baik

    secara numeris jika model tersebut memiliki nilai mutlak residual yang lebih kecil.

    Dari hasil penelitian dalam skripsi ini, sistem (𝐴,𝑄) mempunyai unjuk kerja model

    yang lebih baik dibandingkan sistem (𝐴,𝑢).

    Kata kunci: aliran darah, hukum kesetimbangan, hukum kekekalan, persamaan

    diferensial parsial hiperbolik, metode volume hingga, fluks Lax-Friedrichs.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    ABSTRACT

    This thesis discusses about the derivation and solution of models of one-

    dimensional blood flows in human artery. Blood flows models are derived from

    mass and momentum conservation laws, then we get two blood flows models which

    are in the form of (𝐴,𝑄) system and (𝐴,𝑢) system. Here, 𝐴 is artery cross section

    area, 𝑄 is volume flux, and 𝑢 is average velocity in every artery cross section. The

    blood flows model in the (𝐴,𝑄) system is in the form of balance law, and the blood

    flows model in the (𝐴,𝑢) system is in the form of conservation law.

    Both models are hyperbolic partial differential equation systems. Finding

    analytical solutions of both models is not easy, so analytical solutions will be

    approximated using a numerical method. The method which is used to find the

    numerical solution is the finite volume method with the Lax-Friedrichs flux

    formulation. Both models are solved with the same initial and boundary values. The

    forms of blood pressure pulses from both models are quite similar. To assess which

    model is better in the numerical sense, we compute the residual of each model. A

    model is said to be better in the numerical sense, if the model has smaller residual

    absolute values. Based on research results in this thesis, the (𝐴,𝑄) system performs

    better than the (𝐴,𝑢) system.

    Keywords: blood flows, balance law, conservation law, hyperbolic partial

    differential equation, finite volume method, Lax-Friedrichs flux.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat yang

    diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Sains dari Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

    Sanata Dharma. Banyak tantangan dalam penulisan skripsi ini. Namun demikian,

    dengan penyertaan Tuhan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini

    dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains

    dan Teknologi sekaligus dosen pembimbing yang dengan sabar dan penuh

    semangat dalam membimbing penulisan skripsi ini.

    2. Bapak YG. Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi

    Matematika.

    3. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

    4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc.,

    Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati

    Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen Program Studi Matematika yang telah

    memberikan ilmu-ilmu yang sangat berguna dalam penulisan skripsi.

    5. Kedua orang tua dan kakak yang selalu mendoakan dan mendukung penulis

    dalam menyusun skripsi.

    6. Teman-teman Program Studi Matematika, Sorta, Ambar, Yui, Melisa, Ezra,

    Yuni, Laras, Agung, Tia, Bintang, Lya, Sisca, Natali, Yola, Sari, Dhita, Rey,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v

    ABSTRAK ............................................................................................................. vi

    ABSTRACT .......................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. x

    PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................................ xi

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4

    C. Batasan Masalah........................................................................................... 4

    D. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4

    E. Metode Penulisan ......................................................................................... 5

    F. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 5

    G. Sistematika Penulisan .................................................................................. 5

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ............................................................. 8

    A. Turunan ........................................................................................................ 8

    B. Big-O dan Little-o ...................................................................................... 11

    C. Deret Taylor ............................................................................................... 12

    D. Penurunan Numeris .................................................................................... 13

    E. Nilai dan Vektor Eigen............................................................................... 15

    F. Persamaan Diferensial ................................................................................ 17

    G. Persamaan Diferensial Parsial Hiperbolik ................................................. 19

    H. Galat Pemotongan Lokal ............................................................................ 21

    I. Metode Karakteristik untuk Persamaan Diferensial Parsial....................... 25

    J. Fungsi Galat ............................................................................................... 29

    BAB III MODEL ALIRAN FLUIDA SECARA SEDERHANA ...................... 31

    A. Bentuk Sederhana Model Aliran Fluida ..................................................... 31

    B. Persamaan Termodifikasi ........................................................................... 34

    C. Metode Tingkat Satu dan Difusi ................................................................ 35

    D. Keakuratan ................................................................................................. 36

    BAB IV PEMODELAN DAN SOLUSI NUMERIS ALIRAN DARAH ........... 40

    A. Penurunan Model Aliran Darah ................................................................. 40

    B. Metode Volume Hingga ............................................................................. 45

    C. Hasil Simulasi dan Analisis ....................................................................... 53

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 66

    A. Kesimpulan ................................................................................................ 66

    B. Saran ........................................................................................................... 66

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68

    LAMPIRAN .......................................................................................................... 70

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pada saat ini, penerapan ilmu Matematika semakin berkembang dalam

    berbagai bidang. Salah satu cabang ilmu Matematika adalah pemodelan matematis.

    Pemodelan matematis mampu mendeskripsikan suatu permasalahan real ke dalam

    bentuk sistem persamaan matematis. Dalam hal ini, sistem persamaan matematis

    disebut sebagai model matematika. Untuk menyusun suatu model matematika

    tentunya dibutuhkan pengetahuan mengenai ilmu Matematika secara umum dan

    ilmu mengenai bidang permasalahan terkait secara khusus.

    Pemodelan matematis dapat digunakan dalam berbagai bidang seperti sains,

    teknologi, bisnis, manajemen, dan lain-lain. Pada saat ilmu pemodelan matematis

    belum digunakan secara luas, banyak orang dan ilmuwan melakukan eksperimen

    langsung terhadap suatu permasalahan untuk mendapatkan informasi yang

    diinginkan. Dengan adanya model matematika, diharapkan bahwa suatu

    permasalahan dapat diselesaikan tanpa melakukan eksperimen secara langsung.

    Beberapa contoh model matematika antara lain adalah model arus lalu lintas, model

    gelombang air dangkal, dan model aliran darah. Dalam skripsi ini akan dibahas

    mengenai model aliran darah satu dimensi pada arteri manusia.

    Darah adalah salah satu komponen dalam tubuh manusia yang memiliki

    peranan sangat penting. Salah satu peranan penting darah adalah mengangkut

    oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan dalam tubuh. Dalam kasus khusus, aliran

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    darah dapat terhambat karena adanya penyumbatan atau penyempitan rongga arteri.

    Kondisi tersebut sangatlah berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit yang serius,

    sehingga harus segera diatasi. Beberapa cara untuk mengatasi masalah tersebut

    adalah operasi by-pass dan implantasi tabung stainless-steel (stent implantation).

    Meski begitu, cara tersebut menimbulkan efek gangguan pola aliran dan tekanan

    darah. Dalam skripsi ini tidak akan dibahas cara mengatasi masalah aliran darah

    tanpa menimbulkan efek gangguan pola aliran dan tekanan darah, namun akan

    dibahas cara memodelkan aliran darah, menyelesaikan dan mensimulasikan model

    aliran darah, serta menentukan model yang lebih baik secara numeris sesuai dengan

    masalah dari dunia nyata.

    Dalam hal ini, model matematika yang cukup sederhana dapat digunakan untuk

    menjelaskan fenomena atau permasalahan mengenai aliran darah. Dalam

    menurunkan model, diasumsikan bentuk arteri manusia adalah silindris dengan

    penampang melintang 𝑆 berbentuk lingkaran dan koordinat 𝑧 sejajar sumbu

    silinder. Arteri manusia diilustrasikan dalam Gambar 1.1.1.

    Gambar 1.1.1. Ilustrasi bentuk arteri manusia

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    Dengan memodelkan aliran darah secara langsung dari permasalahan nyata,

    didapatkan model sebagai berikut

    {

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕𝑄

    𝜕𝑧= 0

    𝜕𝑄

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝑄2

    𝐴) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧= 0,

    (1.1.1)

    dengan 𝐴, 𝑄, dan 𝑝 berturut-turut adalah luas penampang arteri 𝑆, fluks volume, dan

    tekanan darah rata-rata pada 𝑆. Lebih lanjut, 𝜌 adalah massa jenis darah, 𝑧 adalah

    variabel ruang, dan 𝑡 adalah variabel waktu. Model (1.1.1) disebut sistem (𝐴,𝑄).

    Model tersebut bukan satu-satunya model yang merepresentasikan

    permasalahan aliran darah. Aliran darah juga dapat dimodelkan sebagai berikut

    {

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕(𝐴𝑢)

    𝜕𝑧= 0

    𝜕𝑢

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝑢2

    2) +

    1

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧= 0,

    (1.1.2)

    dengan 𝑢 adalah kecepatan aliran darah rata-rata pada 𝑆. Model (1.1.2) disebut

    sistem (𝐴,𝑢).

    Secara analitis, mencari solusi dari model aliran darah tersebut akan sangat

    sulit, sehingga solusi akan didekati secara numeris. Dalam hal ini, bentuk model

    aliran darah pada persamaan (1.1.1) dan (1.1.2) adalah sistem persamaan diferensial

    parsial hiperbolik. Bentuk model ini dapat menghasilkan solusi diskontinyu

    meskipun nilai awalnya kontinyu sehingga metode numeris yang akan digunakan

    dalam skripsi ini adalah metode volume hingga. Metode volume hingga dapat

    digunakan untuk menyelesaikan model dengan solusi kontinyu maupun

    diskontinyu.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    Metode volume hingga berkaitan erat dengan metode beda hingga, dan metode

    volume hingga dapat dipandang langsung sebagai pendekatan beda hingga terhadap

    persamaan diferensial (LeVeque, 2002). Dengan menyelesaikan sistem persamaan

    model aliran darah tersebut secara numeris, akan didapat nilai pendekatan 𝐴, 𝑄, dan

    𝑝 yang bergantung pada variabel bebas 𝑧 (posisi) dan 𝑡 (waktu), sehingga luas

    penampang arteri 𝑆, debit aliran darah, dan tekanan darah pada posisi di-𝑧 dan

    waktu ke-𝑡 di bagian rongga arteri dapat diprediksi.

    B. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:

    1. Bagaimana memodelkan aliran darah satu dimensi pada arteri manusia?

    2. Bagaimana menyelesaikan sistem persamaan model aliran darah satu dimensi

    pada arteri manusia secara numeris dengan metode volume hingga?

    3. Model aliran darah satu dimensi pada arteri manusia manakah yang lebih baik

    secara numeris?

    C. Batasan Masalah

    Dalam skripsi akan dicari solusi numeris dari sistem persamaan model aliran

    darah dengan metode volume hingga, terbatas pada masalah satu dimensi.

    D. Tujuan Penulisan

    Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

    1. Memodelkan aliran darah satu dimensi pada arteri manusia.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    2. Mencari solusi numeris dari sistem persamaan model aliran darah satu dimensi

    pada arteri manusia.

    3. Membandingkan dua sistem persamaan model aliran darah satu dimensi pada

    arteri manusia, sehingga diperoleh suatu sistem yang lebih baik secara numeris

    (dibandingkan dengan sistem yang lain).

    E. Metode Penulisan

    Metode penulisan yang digunakan untuk menulis skripsi ini adalah studi

    pustaka dari buku-buku dan jurnal-jurnal, serta praktik simulasi numeris.

    F. Manfaat Penulisan

    Dengan mengetahui solusi sistem persamaan model aliran darah tersebut, luas

    penampang arteri, debit aliran darah, dan tekanan darah dapat diprediksi, sehingga

    dapat diprediksi seberapa cepat obat, nutrisi, racun, atau zat-zat lainnya dapat

    menyebar ke tubuh manusia.

    G. Sistematika Penulisan

    Berikut ini adalah sistematika penulisan skripsi.

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    B. Rumusan Masalah

    C. Batasan Masalah

    D. Tujuan Penulisan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    E. Metode Penulisan

    F. Manfaat penulisan

    G. Sistematika Penulisan

    BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL

    A. Turunan

    B. Big-O dan Little-o

    C. Deret Taylor

    D. Penurunan Numeris

    E. Nilai dan Vektor Eigen

    F. Persamaan Diferensial

    G. Persamaan Diferensial Parsial Hiperbolik

    H. Galat Pemotongan Lokal

    I. Metode Karakteristik untuk Persamaan Diferensial Parsial

    J. Fungsi Galat

    BAB III MODEL ALIRAN FLUIDA SECARA SEDERHANA

    A. Bentuk Umum Model Aliran Fluida

    B. Persamaan Termodifikasi

    C. Metode Tingkat Satu dan Difusi

    D. Keakuratan

    BAB IV PEMODELAN DAN SOLUSI NUMERIS ALIRAN DARAH

    A. Penurunan Model Aliran Darah

    B. Metode Volume Hingga

    C. Hasil Simulasi dan Analisis

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan

    B. Saran

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    BAB II

    PERSAMAAN DIFERENSIAL

    Bagian ini berisi landasan teori skripsi yang terdiri atas turunan, notasi big-O

    dan little-o, deret Taylor, penurunan numeris, nilai dan vektor eigen, persamaan

    diferensial, persamaan diferensial parsial hiperbolik, galat pemotongan lokal,

    metode karakteristik, dan fungsi galat.

    A. Turunan

    Berikut ini adalah definisi dan contoh dari turunan fungsi satu variabel.

    Definisi 2.1.1

    Diketahui fungsi 𝑓: 𝐷𝑓 ⊆ ℝ → ℝ dan titik 𝑥0 ∈ 𝐷𝑓. Turunan fungsi 𝑓 di titik

    𝑥0, dengan notasi 𝑓′(𝑥0), adalah

    𝑓′(𝑥0) = limℎ→0

    𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0)

    ℎ (2.1.1)

    dengan syarat nilai limit tersebut ada.

    Contoh 2.1.1

    Tentukan turunan fungsi 𝑓(𝑥) = 𝑥2 + 𝑥 di titik 𝑥 = 3.

    Penyelesaian:

    Dengan menggunakan Definisi 2.1.1 didapat penyelesaian sebagai berikut.

    𝑓′(3) = limℎ→0

    𝑓(3 + ℎ) − 𝑓(3)

    = limℎ→0

    (3 + ℎ)2 + (3 + ℎ) − (32 + 3)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    = limℎ→0

    ℎ2 + 7ℎ

    = limℎ→0

    ℎ + 7

    = 7.

    Aturan Rantai

    Jika 𝑓 dan 𝑔 mempunyai turunan, maka fungsi komposisi 𝑓 ∘ 𝑔 juga

    mempunyai turunan, yaitu

    (𝑓 ∘ 𝑔)′(𝑥) = 𝑓′(𝑔(𝑥))𝑔′(𝑥). (2.1.2)

    Jika 𝑦 = 𝑓(𝑢) dan 𝑢 = 𝑔(𝑥), maka dengan notasi Leibniz, 𝑦 dapat diturunkan

    terhadap 𝑥, yaitu

    𝑑𝑦

    𝑑𝑥=𝑑𝑦

    𝑑𝑢

    𝑑𝑢

    𝑑𝑥. (2.1.3)

    Penjelasan lebih lanjut mengenai aturan rantai dapat dilihat pada Thomas dkk.

    (2009). Selanjutnya akan dibahas mengenai turunan parsial dari fungsi dua variabel.

    Definisi 2.1.2

    Diketahui fungsi 𝑓: 𝐷𝑓 ⊂ ℝ2 → ℝ dan titik (𝑥𝑜 , 𝑦0) ∈ 𝐷𝑓. Turunan parsial 𝑓

    terhadap 𝑥 di titik (𝑥𝑜 , 𝑦0) adalah

    𝜕𝑓

    𝜕𝑥|(𝑥𝑜,𝑦0)

    =𝑑

    𝑑𝑥𝑓(𝑥, 𝑦0)|

    𝑥=𝑥𝑜

    = limℎ→0

    𝑓(𝑥0 + ℎ, 𝑦0) − 𝑓(𝑥0, 𝑦0)

    ℎ, (2.1.4)

    dengan syarat nilai limit tersebut ada. Turunan parsial di atas dapat dinotasikan

    dengan 𝑓𝑥(𝑥𝑜 , 𝑦0).

    Definisi 2.1.3

    Diketahui fungsi 𝑓: 𝐷𝑓 ⊂ ℝ2 → ℝ dan titik (𝑥𝑜 , 𝑦0) ∈ 𝐷𝑓. Turunan parsial 𝑓

    terhadap 𝑦 di titik (𝑥𝑜 , 𝑦0) adalah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    𝜕𝑓

    𝜕𝑦|(𝑥𝑜,𝑦0)

    =𝑑

    𝑑𝑦𝑓(𝑥0, 𝑦)|

    𝑦=𝑦𝑜

    = limℎ→0

    𝑓(𝑥0, 𝑦0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0, 𝑦0)

    ℎ, (2.1.5)

    dengan syarat nilai limit tersebut ada (Thomas dkk., 2009). Turunan parsial di atas

    dapat dinotasikan dengan 𝑓𝑦(𝑥𝑜 , 𝑦0).

    Contoh 2.1.2

    Tentukan turunan parsial 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥2 + 𝑦2 terhadap 𝑥 dan 𝑦 di titik (2,3).

    Penyelesaian:

    Dengan menggunakan Definisi 2.1.2 didapat turunan parsial 𝑓 terhadap 𝑥 di

    titik (2,3) sebagai berikut.

    𝜕𝑓

    𝜕𝑥|(2,3)

    =𝑑

    𝑑𝑥𝑓(𝑥, 3)|

    𝑥=2

    = limℎ→0

    𝑓(2 + ℎ, 3) − 𝑓(2,3)

    = limℎ→0

    (2 + ℎ)2 + 32 − (22 + 32)

    = limℎ→0

    ℎ2 + 4ℎ

    = limℎ→0

    ℎ + 4

    = 4

    Kemudian, dengan menggunakan Definisi 2.1.3 didapat turunan parsial 𝑓

    terhadap 𝑦 di titik (2,3) sebagai berikut.

    𝜕𝑓

    𝜕𝑦|(2,3)

    =𝑑

    𝑑𝑦𝑓(2, 𝑦)|

    𝑦=3

    = limℎ→0

    𝑓(2,3 + ℎ) − 𝑓(2,3)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    = limℎ→0

    22 + (3 + ℎ)2 − (22 + 32)

    = limℎ→0

    ℎ2 + 6ℎ

    = limℎ→0

    ℎ + 6

    = 6

    B. Big-O dan Little-o

    Definisi 2.2.1

    Diketahui fungsi 𝑓: 𝐷𝑓 ⊂ ℝ → ℝ dan 𝑔:𝐷𝑔 ⊂ ℝ → ℝ ,

    𝑓(𝑥) = 𝑂(𝑔(𝑥)) (2.2.1)

    untuk 𝑥 → ∞ jika dan hanya jika terdapat bilangan real 𝑐 > 0 dan 𝑥0 sedemikian

    sehingga

    |𝑓(𝑥)| ≤ 𝑐|𝑔(𝑥)| (2.2.2)

    untuk setiap 𝑥 ≥ 𝑥0. Sedangkan

    𝑓(𝑥) = 𝑜(𝑔(𝑥)) (2.2.3)

    untuk 𝑥 → ∞ jika dan hanya jika

    lim𝑥→∞

    𝑓(𝑥)

    𝑔(𝑥)= 0. (2.2.4)

    Notasi 𝑂 dibaca big-O, sedangkan notasi 𝑜 dibaca little-o.

    Contoh 2.2.1

    Diketahui fungsi 𝑓(𝑥) = 𝑥4 + 3𝑥2 − 10 dan 𝑔(𝑥) = 𝑥4, maka 𝑓(𝑥) =

    𝑂(𝑔(𝑥)) karena untuk 𝑐 = 14 dan 𝑥0 = 1 berlaku

    |𝑓(𝑥)| = |𝑥4 + 3𝑥2 − 10|

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    ≤ 𝑥4 + 3𝑥2 + 10

    ≤ 𝑥4 + 3𝑥4 + 10𝑥4

    = 14𝑥4

    = 14|𝑔(𝑥)|

    Contoh 2.2.2

    Diketahui fungsi 𝑓(𝑥) = 7𝑥 dan 𝑔(𝑥) = 𝑥4, maka 𝑓(𝑥) = 𝑜(𝑔(𝑥)) karena

    lim𝑥→∞

    𝑓(𝑥)

    𝑔(𝑥)= lim

    𝑥→∞

    7

    𝑥3= 0.

    C. Deret Taylor

    Fungsi yang terdiferensial tak hingga banyak kali dapat diperluas menjadi deret

    yang disebut deret Taylor.

    Definisi 2.3.1

    Diketahui fungsi 𝑓: 𝐷𝑓 ⊂ ℝ → ℝ terdiferensial tak hingga banyak kali pada

    suatu interval 𝐼 ⊂ 𝐷𝑓 dengan 𝑎 merupakan titik interior 𝐼. Fungsi 𝑓 dapat dideretkan

    di sekitar titik 𝑎 sebagai berikut

    𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑎) + 𝑓′(𝑎)(𝑥 − 𝑎) +𝑓′′(𝑎)

    2!(𝑥 − 𝑎)2 +⋯

    +𝑓(𝑛)(𝑎)

    𝑛!(𝑥 − 𝑎)𝑛 +⋯.

    (2.3.1)

    Deret tersebut disebut deret Taylor 𝑓 di sekitar titik 𝑎 (Thomas dkk., 2009).

    Contoh 2.3.1

    Tentukan deret Taylor 𝑓(𝑥) =1

    𝑥 di sekitar titik 𝑎 = 2.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    Penyelesaian:

    Berikut adalah turunan-turunan fungsi 𝑓

    𝑓(𝑥) = 𝑥−1, 𝑓′(𝑥) = −𝑥−2, 𝑓′′(𝑥) = 2𝑥−3, ⋯ , 𝑓𝑛(𝑥) = (−1)𝑛𝑛! 𝑥−(𝑛+1),

    sehingga didapat

    𝑓(2) =1

    2, 𝑓′(2) = −

    1

    22, 𝑓′′(2) =

    1

    22, ⋯ , 𝑓𝑛(2) = (−1)𝑛𝑛! 2−(𝑛+1).

    Jadi, deret Taylor 𝑓(𝑥) =1

    𝑥 di sekitar titik 𝑎 = 2 adalah

    1

    𝑥=1

    2−(𝑥 − 2)

    22+(𝑥 − 2)2

    23−⋯+ (−1)𝑛

    (𝑥 − 2)𝑛

    2𝑛+1+⋯.

    Definisi 2.3.2

    Diketahui fungsi 𝑓: 𝐷𝑓 ⊂ ℝ2 → ℝ terdiferensial tak hingga banyak kali pada

    suatu himpunan terbuka 𝐴 dengan (𝑎, 𝑏) merupakan titik interior 𝐴. Fungsi 𝑓 dapat

    dideretkan di sekitar titik (𝑎, 𝑏) sebagai berikut

    𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑓(𝑎, 𝑏) + 𝑓𝑥(𝑎, 𝑏)(𝑥 − 𝑎) + 𝑓𝑦(𝑎, 𝑏)(𝑦 − 𝑏)

    +1

    2![𝑓𝑥𝑥(𝑎, 𝑏)(𝑥 − 𝑎)

    2 + 2𝑓𝑥𝑦(𝑎, 𝑏)(𝑥 − 𝑎)(𝑦 − 𝑏)

    + 𝑓𝑦𝑦(𝑎, 𝑏)(𝑦 − 𝑏)2] + ⋯.

    (2.3.2)

    Deret tersebut disebut deret Taylor 𝑓 di sekitar titik (𝑎, 𝑏).

    D. Penurunan Numeris

    Nilai turunan dari fungsi 𝑓 di titik 𝑥0, dengan notasi 𝑓′(𝑥0), dapat didekati

    secara numeris dengan beberapa metode dengan tingkat keakuratan tertentu.

    Berikut adalah beberapa metode penurunan numeris (Buchanan dan Turner, 1992).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    Diketahui fungsi 𝑓:ℝ ⟶ ℝ dengan variabel bebas 𝑥 adalah fungsi yang

    terdiferensial di titik 𝑥0. Berdasarkan Definisi 2.1.1, didapatkan pendekatan sebagai

    berikut

    𝑓′(𝑥0) ≈𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0)

    ℎ (2.4.1)

    untuk nilai ℎ tertentu. Pendekatan di atas disebut penurunan numeris beda maju.

    Cara lain untuk mendefinisikan turunan 𝑓 di titik 𝑥0 adalah

    𝑓′(𝑥0) = limℎ→0

    𝑓(𝑥0) − 𝑓(𝑥0 − ℎ)

    ℎ. (2.4.2)

    Untuk nilai ℎ tertentu, didapatkan pendekatan sebagai berikut

    𝑓′(𝑥0) ≈𝑓(𝑥0) − 𝑓(𝑥0 − ℎ)

    ℎ. (2.4.3)

    Pendekatan di atas disebut penurunan numeris beda mundur.

    Selain itu, turunan 𝑓 di titik 𝑥0 juga dapat didefinisikan sebagai

    𝑓′(𝑥0) = limℎ→0

    𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0 − ℎ)

    2ℎ. (2.4.4)

    Untuk nilai ℎ tertentu, didapatkan pendekatan sebagai berikut

    𝑓′(𝑥0) ≈𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0 − ℎ)

    2ℎ. (2.4.5)

    Pendekatan di atas disebut penurunan numeris beda pusat.

    Penurunan numeris fungsi dua variabel adalah sebagai berikut (Rosloniec,

    2008). Diketahui fungsi 𝑓:ℝ × ℝ → ℝ dengan variabel bebas 𝑥 dan 𝑦, turunan

    numeris fungsi 𝑓 terhadap variabel 𝑥 di titik 𝑥0 didefinisikan dalam berbagai cara

    sebagai berikut

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    𝜕𝑓

    𝜕𝑥|𝑥=𝑥0

    ≈𝑓(𝑥0 + ℎ, 𝑦) − 𝑓(𝑥0, 𝑦)

    ℎ, (2.4.6)

    𝜕𝑓

    𝜕𝑥|𝑥=𝑥0

    ≈𝑓(𝑥0, 𝑦) − 𝑓(𝑥0 − ℎ, 𝑦)

    ℎ, (2.4.7)

    𝜕𝑓

    𝜕𝑥|𝑥=𝑥0

    ≈𝑓(𝑥0 + ℎ, 𝑦) − 𝑓(𝑥0 − ℎ, 𝑦)

    2ℎ. (2.4.8)

    Secara berturut-turut, pendekatan di atas merupakan penurunan numeris beda maju,

    beda mundur, dan beda pusat. Hal yang serupa juga berlaku pada variabel 𝑦.

    Turunan numeris fungsi 𝑓 terhadap variabel 𝑦 di titik 𝑦0 didefinisikan dalam

    berbagai cara sebagai berikut

    𝜕𝑓

    𝜕𝑦|𝑦=𝑦0

    ≈𝑓(𝑥, 𝑦0 + ℎ) − 𝑓(𝑥, 𝑦0)

    ℎ, (2.4.9)

    𝜕𝑓

    𝜕𝑦|𝑦=𝑦0

    ≈𝑓(𝑥, 𝑦0) − 𝑓(𝑥, 𝑦0 − ℎ)

    ℎ, (2.4.10)

    𝜕𝑓

    𝜕𝑦|𝑦=𝑦0

    ≈𝑓(𝑥, 𝑦0 + ℎ) − 𝑓(𝑥, 𝑦0 − ℎ)

    2ℎ. (2.4.11)

    Dengan menggunakan deret Taylor 𝑓(𝑥0 + ℎ), 𝑓(𝑥0 − ℎ), 𝑓(𝑥0 + ℎ, 𝑦),

    𝑓(𝑥0 − ℎ, 𝑦), 𝑓(𝑥, 𝑦0 + ℎ), dan 𝑓(𝑥, 𝑦0 − ℎ) didapatkan tingkat keakuratan

    penurunan numeris beda maju dan mundur adalah satu, sedangkan tingkat

    keakuratan penurunan numeris beda pusat adalah dua. Perhitungan tingkat

    keakuratan penurunan numeris dapat dilihat pada lampiran.

    E. Nilai dan Vektor Eigen

    Diketahui matriks 𝑨 berukuran 𝑛 × 𝑛. Vektor tak nol �̅� yang memenuhi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    𝑨�̅� = 𝜆�̅� (2.5.1)

    dengan 𝜆 ∈ ℝ, disebut vektor eigen dari matriks 𝑨. Bilangan real 𝜆 disebut nilai

    eigen dari matriks 𝑨 yang berkaitan dengan vektor eigen �̅� (Budhi, 1995).

    Teorema 2.5.1

    Bilangan real 𝜆 merupakan nilai eigen dari matriks 𝑨 jika dan hanya jika 𝜆

    memenuhi persamaan

    det(𝑨 − 𝜆𝑰) = 0. (2.5.2)

    Persamaan (2.5.2) di atas disebut sebagai persamaan karakteristik.

    Contoh 2.5.1

    Diketahui matriks 𝑨 berukuran 2 × 2

    𝑨 = [5 −62 −2

    ].

    Nilai eigen dari matriks 𝑨 dapat dicari menggunakan Teorema 2.5.1

    det(𝑨 − 𝜆𝑰) = det ([5 −62 −2

    ] − [𝜆 00 𝜆

    ])

    = det ([5 − 𝜆 −62 −2 − 𝜆

    ])

    = 𝜆2 − 3𝜆 + 2

    sehingga didapat persamaan karakteristik

    𝜆2 − 3𝜆 + 2 = 0.

    Jadi, nilai eigen dari matriks 𝑨 adalah 𝜆1 = 2 dan 𝜆2 = 1.

    Selanjutnya vektor eigen matriks 𝑨 dapat dicari dengan substitusi masing-

    masing nilai eigen ke persamaan (2.5.1). Untuk 𝜆1 = 2

    [5 −62 −2

    ] [𝑥𝑦] = 2 [

    𝑥𝑦], (2.5.3)

    sehingga didapat vektor eigen �̅�1 dari matriks 𝑨 yang berkaitan dengan 𝜆1

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    �̅�1 = [21] 𝑘1

    dengan 𝑘1 ≠ 0 merupakan sebarang konstanta real. Dengan cara yang sama,

    didapatkan vektor eigen �̅�2 dari matriks 𝑨 yang berkaitan dengan 𝜆2 yaitu

    �̅�2 = [32] 𝑘2

    dengan 𝑘2 ≠ 0 merupakan sebarang konstanta real.

    Matriks 𝑨 berukuran 𝑛 × 𝑛 dapat didiagonalkan jika dan hanya jika terdapat

    matriks tak singular 𝑷 sedemikian sehingga

    𝑨 = 𝑷𝑫𝑷−1 (2.5.4)

    dengan 𝑫 merupakan matriks diagonal dan 𝑷−1 merupakan invers dari matriks 𝑷.

    Berikut ini merupakan syarat cukup suatu matriks dapat didiagonalkan.

    Teorema 2.5.2

    Jika 𝑨 adalah matriks berukuran 𝑛 × 𝑛 yang memiliki 𝑛 buah nilai eigen yang

    berbeda, maka matriks 𝑨 dapat didiagonalkan.

    Matriks 𝑨 berukuran 2 × 2 seperti pada Contoh 2.5.1 merupakan contoh

    matriks yang dapat didiagonalkan karena memiliki dua nilai eigen berbeda.

    Penjelasan lebih lanjut mengenai teorema di atas dapat dilihat pada Budhi (1995).

    F. Persamaan Diferensial

    Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang menyatakan hubungan

    suatu fungsi dengan turunan-turunannya. Berikut ini adalah contoh persamaan

    diferensial.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    Contoh 2.6.1

    𝑑𝑦

    𝑑𝑥+ 𝑥 = 3 (2.6.1)

    𝑑2𝑦

    𝑑𝑥2+ 5

    𝑑𝑦

    𝑑𝑥+ 𝑦 = 0 (2.6.2)

    𝑑𝑦

    𝑑𝑥+ 2𝑦 = 1 (2.6.3)

    𝑑3𝑦

    𝑑𝑥3+ (

    𝑑2𝑦

    𝑑𝑥2)

    2

    + 2𝑑𝑦

    𝑑𝑥= sin(𝑥) (2.6.4)

    (𝑑2𝑦

    𝑑𝑥2)

    2

    − (𝑑𝑦

    𝑑𝑥)3

    − 2𝑦 = 𝑥 (2.6.5)

    𝜕𝑧

    𝜕𝑥+𝜕𝑧

    𝜕𝑦− 𝑧 = 0 (2.6.6)

    𝜕2𝑧

    𝜕𝑥2− 2

    𝜕2𝑧

    𝜕𝑦2+ 𝑥 + sin (𝑧) = 0 (2.6.7)

    Secara umum, persamaan diferensial diklasifikasi berdasarkan jumlah variabel

    bebasnya. Persamaan diferensial yang memuat satu variabel bebas disebut

    persamaan diferensial biasa, sedangkan persamaan diferensial yang memuat dua

    atau lebih variabel bebas disebut persamaan diferensial parsial. Persamaan (2.6.1)-

    (2.6.5) merupakan contoh persamaan diferensial biasa, sedangkan persamaan

    (2.6.6) dan (2.6.7) merupakan contoh persamaan diferensial parsial.

    Persamaan diferensial juga dapat diklasifikasi berdasarkan tingkat (order)-nya.

    Tingkat dari persamaan diferensial merupakan tingkat dari turunan tertinggi yang

    termuat pada persamaan diferensial (Ayres, 1981). Bentuk umum persamaan

    diferensial biasa tingkat ke-𝑛 adalah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    𝐹(𝑥, 𝑢, 𝑢′, 𝑢′′, ⋯ , 𝑢(𝑛)) = 0 (2.6.8)

    dengan 𝑥 adalah variabel bebas, 𝑢 adalah sebarang fungsi terhadap 𝑥, dan 𝑢(𝑛)

    adalah turunan ke-𝑛 dari fungsi 𝑢 (Boyce dan DiPrima, 2012) . Sedangkan, bentuk

    umum persamaan diferensial parsial tingkat ke-𝑛 adalah

    𝐹(𝑥1, 𝑥2, ⋯ , 𝑢, 𝑢′, 𝑢′′, ⋯ , 𝑢(𝑛)) = 0 (2.6.9)

    dengan 𝑥1, 𝑥2, ⋯ adalah variabel bebas, 𝑢 adalah sebarang fungsi terhadap

    𝑥1, 𝑥2, ⋯, dan 𝑢(𝑛) adalah turunan parsial ke-𝑛 dari fungsi 𝑢. Persamaan (2.6.1),

    (2.6.3), dan (2.6.6) merupakan persamaan diferensial tingkat satu; (2.6.2), (2.6.5),

    dan (2.6.7) merupakan persamaan diferensial tingkat dua; dan (2.6.4) merupakan

    persamaan diferensial tingkat tiga.

    Selain itu, persamaan diferensial dapat diklasifikasikan menjadi persamaan

    diferensial linear dan nonlinear. Persamaan diferensial yang fungsi dan suku-suku

    turunannya (baik itu turunan biasa maupun turunan parsial) bersifat linear disebut

    persamaan diferensial linear. Jika terdapat fungsi atau suku turunan yang bersifat

    nonlinear, maka disebut persamaan diferensial nonlinear. Persamaan (2.6.1)-(2.6.3)

    merupakan persamaan diferensial biasa linear; persamaan (2.6.4) dan (2.6.5)

    merupakan persamaan diferensial biasa nonlinear; persamaan (2.6.6) merupakan

    persamaan diferensial parsial linear; dan persamaan (2.6.7) merupakan persamaan

    diferensial parsial nonlinear.

    G. Persamaan Diferensial Parsial Hiperbolik

    Diberikan hukum kekekalan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    𝑢𝑡(𝑧, 𝑡) + 𝑓(𝑢(𝑧, 𝑡))𝑧 = 0 (2.7.1)

    dengan 𝑓(𝑢) merupakan fungsi fluks. Dalam bentuk kuasilinear, persamaan

    tersebut ditulis menjadi

    𝑢𝑡 + 𝐴𝑢𝑧 = 0 (2.7.2)

    dengan 𝑨 = 𝑓′(𝑢) merupakan matriks Jacobian dari fungsi fluks. Persamaan

    diferensial parsial di atas disebut hiperbolik jika dan hanya jika matriks Jacobian

    dari fungsi fluksnya, yaitu 𝑓′(𝑢), memiliki nilai eigen yang semuanya real dan

    matriks tersebut dapat didiagonalkan (LeVeque, 1992). Elemen baris ke-i dan

    kolom ke-j dari matriks Jacobian 𝑓′(𝑢) adalah 𝜕𝑓𝑖

    𝑢𝑗⁄ . Lebih jelasnya lagi,

    perhatikan definisi berikut.

    Definisi 2.7.1

    Diketahui fungsi bernilai vektor �̅�(�̅�) = [𝑓1(�̅�)⋮

    𝑓𝑚(�̅�)] dengan �̅� = [

    𝑥1⋮𝑥𝑛]. Matriks

    Jacobian dari �̅� didefinisikan sebagai berikut

    𝑱 =𝜕�̅�

    𝜕�̅�=

    [ 𝜕𝑓1𝜕𝑥1

    ⋯𝜕𝑓1𝜕𝑥𝑛

    ⋮ ⋮𝜕𝑓𝑚𝜕𝑥1

    ⋯𝜕𝑓𝑚𝜕𝑥𝑛]

    . (2.7.3)

    Contoh 2.7.1

    Diketahui fungsi bernilai vektor �̅�(�̅�) = [5𝑥1𝑥2

    3𝑥1 + 7𝑥22] dengan �̅� = [

    𝑥1𝑥2]. Pada

    kasus ini, 𝑓1 = 5𝑥1𝑥2 dan 𝑓2 = 3𝑥1 + 7𝑥22 sehingga matriks Jacobian dari �̅�

    adalah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    𝑱 =

    [ 𝜕𝑓1𝜕𝑥1

    𝜕𝑓1𝜕𝑥2

    𝜕𝑓2𝜕𝑥1

    𝜕𝑓2𝜕𝑥2]

    = [5𝑥2 5𝑥13 14𝑥2

    ].

    H. Galat Pemotongan Lokal

    Galat pemotongan lokal 𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) merupakan suatu ukuran seberapa baik

    persamaan diferensi memodelkan persamaan diferensial secara lokal (LeVeque,

    1992). Galat pemotongan lokal didefinisikan dengan cara menggantikan solusi

    pendekatan persamaan-persamaan diferensi 𝑈𝑖𝑛 dengan solusi eksak 𝑢(𝑧𝑖, 𝑡

    𝑛).

    Tentunya, solusi eksak dari persamaan diferensial parsial merupakan solusi

    pendekatan persamaan-persamaan diferensi. Seberapa baik solusi eksak tersebut

    memenuhi persamaan-persamaan diferensi akan memberikan indikasi seberapa

    baik solusi eksak persamaan-persamaan diferensi memenuhi persamaan diferensial.

    Perhatikan persamaan diferensial (2.7.1) dengan 𝑓(𝑢) = 𝑎𝑢 dan diskritisasi

    domain ruang dan waktu berikut

    𝑧𝑖 = 𝑖∆𝑧, (2.8.1)

    𝑡𝑛 = 𝑛∆𝑡, (2.8.2)

    dengan ∆𝑧 dan ∆𝑡 adalah konstan, 𝑖 ∈ {⋯ ,−2,−1,0,1,2,⋯ }, dan 𝑛 ∈ {0,1,2,3,⋯ }.

    Dengan kata lain, ∆𝑡

    ∆𝑧 adalah konstan. Untuk analisis lebih lanjut, diasumsikan bahwa

    𝑎 adalah suatu konstanta positif.

    Asumsikan bahwa solusi 𝑢(𝑧, 𝑡) merupakan fungsi halus, yaitu fungsi yang

    kontinyu, terdiferensial, dan turunannya kontinyu. Jika suku-suku 𝑢𝑡 dan 𝑓(𝑢)𝑧

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    persamaan tersebut didekati secara numeris, maka didapatkan skema volume

    hingga berikut

    𝑈𝑖𝑛+1 − 𝑈𝑖

    𝑛

    ∆𝑡+

    𝐹𝑖+12

    𝑛 − 𝐹𝑖−12

    𝑛

    ∆𝑧= 0 (2.8.3)

    atau

    𝑈𝑖𝑛+1 = 𝑈𝑖

    𝑛 −∆𝑡

    ∆𝑧(𝐹

    𝑖+12

    𝑛 − 𝐹𝑖−12

    𝑛 ) (2.8.4)

    dengan 𝐹𝑖+1 2⁄𝑛 dan 𝐹𝑖−1 2⁄

    𝑛 merupakan fluks yang dapat didefinisikan dengan

    berbagai cara. Untuk definisi fluks Lax-Friedrichs (LeVeque, 2002),

    𝐹𝑖+12

    𝑛 =𝑓(𝑈𝑖+1

    𝑛 ) + 𝑓(𝑈𝑖𝑛)

    2−∆𝑧

    2∆𝑡(𝑈𝑖+1

    𝑛 −𝑈𝑖𝑛) (2.8.5)

    dan

    𝐹𝑖−12

    𝑛 =𝑓(𝑈𝑖

    𝑛) + 𝑓(𝑈𝑖−1𝑛 )

    2−∆𝑧

    2∆𝑡(𝑈𝑖

    𝑛 − 𝑈𝑖−1𝑛 ) (2.8.6)

    dengan 𝑓(𝑈𝑖𝑛) = 𝑎𝑈𝑖

    𝑛 dan sebarang skalar 𝑎. Jika persamaan (2.8.5) dan (2.8.6)

    disubstitusikan ke dalam persamaan (2.8.4), maka didapatkan persamaan

    1

    ∆𝑡[𝑈𝑖

    𝑛+1 −1

    2(𝑈𝑖+1

    𝑛 + 𝑈𝑖−1𝑛 )] +

    1

    2∆𝑧𝑎(𝑈𝑖+1

    𝑛 − 𝑈𝑖−1𝑛 ) = 0. (2.8.7)

    Jika setiap 𝑈𝑖𝑛 pada persamaan di atas diganti dengan solusi eksak 𝑢(𝑧, 𝑡), maka

    nilai di ruas kanan tidak tepat sama dengan nol, sehingga didapat galat pemotongan

    lokal metode Lax-Friedrichs

    𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) =1

    ∆𝑡[𝑢(𝑧, 𝑡 + ∆𝑡) −

    1

    2(𝑢(𝑧 + ∆𝑧, 𝑡) + 𝑢(𝑧 − ∆𝑧, 𝑡))]

    +1

    2∆𝑧𝑎[𝑢(𝑧 + ∆𝑧, 𝑡) − 𝑢(𝑧 − ∆𝑧, 𝑡)].

    (2.8.8)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    Karena solusi diasumsikan merupakan fungsi halus, maka 𝑢(𝑧, 𝑡) pada ruas kanan

    persamaan (2.8.8) dapat dijabarkan menjadi deret Taylor sehingga didapatkan

    𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) =1

    ∆𝑡[(𝑢 + ∆𝑡𝑢𝑡 +

    1

    2∆𝑡2𝑢𝑡𝑡 +⋯) − (𝑢 +

    1

    2∆𝑧2𝑢𝑧𝑧 +⋯)]

    +1

    2∆𝑧𝑎 [2∆𝑧𝑢𝑧 +

    ∆𝑧3

    3𝑢𝑧𝑧𝑧 +⋯]

    =1

    ∆𝑡[∆𝑡𝑢𝑡 +

    1

    2∆𝑡2𝑢𝑡𝑡 −

    1

    2∆𝑧2𝑢𝑧𝑧 + 𝑂(∆𝑡

    3) + 𝑂(∆𝑧4)]

    + 𝑎𝑢𝑧 + 𝑂(∆𝑧2).

    (2.8.9)

    Berdasarkan asumsi bahwa ∆𝑡

    ∆𝑧 adalah konstan, didapatkan

    𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) = 𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 +1

    2(∆𝑡𝑢𝑡𝑡 −

    ∆𝑧2

    ∆𝑡𝑢𝑧𝑧) + 𝑂(∆𝑧

    2). (2.8.10)

    Karena 𝑢(𝑧, 𝑡) diasumsikan sebagai solusi eksak, maka 𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 = 0 atau 𝑢𝑡 =

    −𝑎𝑢𝑧, sehingga

    𝑢𝑡𝑡 = −𝑎𝑢𝑧𝑡

    = −𝑎𝑢𝑡𝑧

    = −𝑎(−𝑎𝑢𝑧)𝑧

    = 𝑎2𝑢𝑧𝑧. (2.8.11)

    Substitusi persamaan-persamaan di atas ke persamaan (2.8.10) didapat

    𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) = 0 +1

    2(∆𝑡𝑎2𝑢𝑧𝑧 −

    ∆𝑧2

    ∆𝑡𝑢𝑧𝑧) + 𝑂(∆𝑧

    2)

    =1

    2∆𝑡 (𝑎2 −

    ∆𝑧2

    ∆𝑡2)𝑢𝑧𝑧 + 𝑂(∆𝑧

    2)

    = 𝑂(∆𝑧) (2.8.12)

    ketika ∆𝑧 → 0. Jadi, tingkat keakuratan metode numeris Lax-Friedrichs adalah satu.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    Sedangkan untuk definisi fluks Upwind (LeVeque, 2002),

    𝐹𝑖+12

    𝑛 = 𝑓(𝑈𝑖𝑛) = 𝑎𝑈𝑖

    𝑛 (2.8.13)

    dan

    𝐹𝑖−12

    𝑛 = 𝑓(𝑈𝑖−1𝑛 ) = 𝑎𝑈𝑖−1

    𝑛 . (2.8.14)

    Jika persamaan (2.8.13) dan (2.8.14) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.8.4),

    maka didapatkan persamaan

    1

    ∆𝑡[𝑈𝑖

    𝑛+1 − 𝑈𝑖𝑛] +

    1

    ∆𝑧𝑎(𝑈𝑖

    𝑛 − 𝑈𝑖−1𝑛 ) = 0. (2.8.15)

    Dengan cara yang sama, didapatkan galat pemotongan lokal metode Upwind

    𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) =1

    ∆𝑡[𝑢(𝑧, 𝑡 + ∆𝑡) − 𝑢(𝑧, 𝑡)]

    +1

    ∆𝑧𝑎[𝑢(𝑧, 𝑡) − 𝑢(𝑧 − ∆𝑧, 𝑡)].

    (2.8.16)

    Jika suku-suku 𝑢(𝑧, 𝑡 + ∆𝑡) dan 𝑢(𝑧 − ∆𝑧, 𝑡) dijabarkan dengan deret Taylor, maka

    didapatkan

    𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) =1

    ∆𝑡[𝑢 + ∆𝑡𝑢𝑡 +

    ∆𝑡2

    2𝑢𝑡𝑡 +⋯− 𝑢]

    +1

    ∆𝑧𝑎 [𝑢 − 𝑢 + ∆𝑧𝑢𝑧 −

    ∆𝑧2

    2𝑢𝑧𝑧 +⋯]

    = 𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 +𝑎

    2∆𝑧 (

    ∆𝑡

    ∆𝑧

    𝑢𝑡𝑡𝑎− 𝑢𝑧𝑧) + 𝑂(∆𝑧

    2). (2.8.17)

    Karena 𝑢(𝑧, 𝑡) diasumsikan sebagai solusi eksak, maka 𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 = 0. Berdasarkan

    persamaan (2.8.11) dan asumsi ∆𝑡

    ∆𝑧 adalah konstan, persamaan (2.8.17) dapat ditulis

    menjadi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) = 0 +𝑎

    2∆𝑧 (

    ∆𝑡

    ∆𝑧

    𝑎2𝑢𝑧𝑧𝑎

    − 𝑢𝑧𝑧) + 𝑂(∆𝑧2)

    = 𝑂(∆𝑧). (2.8.18)

    Jadi, tingkat keakuratan metode numeris Upwind adalah satu.

    I. Metode Karakteristik untuk Persamaan Diferensial Parsial

    Perhatikan persamaan diferensial parsial tingkat satu berikut,

    𝑎(𝑥, 𝑦, 𝑢)𝑢𝑥 + 𝑏(𝑥, 𝑦, 𝑢)𝑢𝑦 − 𝑐(𝑥, 𝑦, 𝑢) = 0. (2.9.1)

    Persamaan tersebut diasumsikan memiliki solusi dalam bentuk 𝑢 = 𝑢(𝑥, 𝑦), atau

    secara implisit

    𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑢) ≡ 𝑢(𝑥, 𝑦) − 𝑢 = 0 (2.9.2)

    merepresentasikan suatu permukaan solusi (solution surface) dalam ruang (𝑥, 𝑦, 𝑢).

    Persamaan (2.9.2) sering disebut sebagai permukaan integral (integral surface) dari

    persamaan (2.9.1). Di setiap titik (𝑥, 𝑦, 𝑢) pada permukaan solusi, vektor gradien

    ∇𝑓 = (𝑓𝑥, 𝑓𝑦, 𝑓𝑢) = (𝑢𝑥, 𝑢𝑦, −1) merupakan vektor normal permukaan solusi. Di

    lain pihak, persamaan (2.9.1) dapat ditulis dalam bentuk perkalian titik (dot

    product) antara dua vektor yaitu

    𝑎𝑢𝑥 + 𝑏𝑢𝑦 − 𝑐 = (𝑎, 𝑏, 𝑐) ∙ (𝑢𝑥 , 𝑢𝑦, −1) = 0, (2.9.3)

    Sehingga didapatkan bahwa vektor (𝑎, 𝑏, 𝑐) merupakan vektor singgung dari

    permukaan solusi pada titik (𝑥, 𝑦, 𝑢).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    Gambar 2.9.1. Vektor normal dan vektor singgung dari permukaan solusi di titik

    (𝑥, 𝑦, 𝑢)

    Kurva pada ruang (𝑥, 𝑦, 𝑢) yang garis singgung setiap titiknya berimpit dengan

    medan arah karakteristik (𝑎, 𝑏, 𝑐) disebut kurva karakteristik. Jika persamaan

    parameter dari kurva karakteristik tersebut adalah

    𝑥 = 𝑥(𝑡), 𝑦 = 𝑦(𝑡), 𝑢 = 𝑢(𝑡), (2.9.4)

    maka vektor singgung kurva tersebut adalah (𝑑𝑥

    𝑑𝑡,𝑑𝑦

    𝑑𝑡,𝑑𝑢

    𝑑𝑡). Berdasarkan persamaan

    (2.9.3) didapat sistem persamaan diferensial biasa dari kurva karakteristik sebagai

    berikut

    𝑑𝑥

    𝑑𝑡= 𝑎(𝑥, 𝑦, 𝑢),

    𝑑𝑦

    𝑑𝑡= 𝑏(𝑥, 𝑦, 𝑢),

    𝑑𝑢

    𝑑𝑡= 𝑐(𝑥, 𝑦, 𝑢), (2.9.5)

    atau secara ekuivalen dapat ditulis sebagai

    𝑑𝑥

    𝑎=𝑑𝑦

    𝑏=𝑑𝑢

    𝑐. (2.9.6)

    Persamaan di atas disebut persamaan karakteristik dari persamaan (2.9.1).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    Teorema 2.9.1

    Solusi umum dari persamaan diferensial parsial tingkat satu

    𝑎(𝑥, 𝑦, 𝑢)𝑢𝑥 + 𝑏(𝑥, 𝑦, 𝑢)𝑢𝑦 = 𝑐(𝑥, 𝑦, 𝑢) (2.9.7)

    adalah

    𝑓(𝜙, 𝜓) = 0, (2.9.8)

    dengan 𝑓 merupakan sebarang fungsi dari 𝜙(𝑥, 𝑦, 𝑢) dan 𝜓(𝑥, 𝑦, 𝑢), serta 𝜙 = 𝑐1

    dan 𝜓 = 𝑐2 merupakan kurva solusi persamaan karakteristik

    𝑑𝑥

    𝑎=𝑑𝑦

    𝑏=𝑑𝑢

    𝑐. (2.9.9)

    Bukti dari Teorema 2.9.1 dapat dilihat pada karya Debnath (2012) halaman

    209.

    Contoh 2.9.1

    Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial parsial tingkat satu berikut

    𝑥𝑢𝑥 + 𝑦𝑢𝑦 = 𝑢. (2.9.10)

    Penyelesaian:

    Kurva karakteristik dari persamaan (2.9.10) adalah

    𝑑𝑥

    𝑥=𝑑𝑦

    𝑦=𝑑𝑢

    𝑢, (2.9.11)

    yang tidak lain merupakan sistem persamaan diferensial biasa dengan tiga

    persamaan. Fungsi 𝜙 dan 𝜓 dapat dicari dengan menyelesaikan sebarang dua

    persamaan diferensial biasa di atas. Untuk 𝑑𝑥

    𝑥=

    𝑑𝑦

    𝑦, didapat

    ∫1

    𝑥𝑑𝑥 = ∫

    1

    𝑦𝑑𝑦 ⟺ ln(𝑥) = ln(𝑦) + 𝑘1

    ⟺ 𝑥 = 𝑦𝑒𝑘1

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    ⟺𝑦

    𝑥= 𝑐1

    dengan 𝑐1 adalah sebarang konstan, sehingga 𝜙 =𝑦

    𝑥= 𝑐1. Sedangkan untuk

    𝑑𝑥

    𝑥=

    𝑑𝑢

    𝑢, didapat

    ∫1

    𝑥𝑑𝑥 = ∫

    1

    𝑢𝑑𝑢 ⟺ ln(𝑥) = ln(𝑢) +𝑘2

    ⟺ 𝑥 = 𝑢𝑒𝑘2

    ⟺𝑢

    𝑥= 𝑐2

    dengan 𝑐2 adalah sebarang konstan, sehingga 𝜓 =𝑢

    𝑥= 𝑐2.

    Jadi, solusi umum persamaan (2.9.10) adalah

    𝑓(𝜙, 𝜓) = 0

    atau

    𝑓 (𝑦

    𝑥,𝑢

    𝑥) = 0,

    dengan 𝑓 sebarang fungsi. Secara eksplisit, solusi umum persamaan (2.9.10) dapat

    ditulis

    𝑢

    𝑥= 𝑔 (

    𝑦

    𝑥)

    atau

    𝑢(𝑥, 𝑦) = 𝑥𝑔 (𝑦

    𝑥),

    dengan 𝑔 sebarang fungsi.

    Agar pembahasan lengkap, dapat diperiksa bahwa 𝑢(𝑥, 𝑦) = 𝑥𝑔 (𝑦

    𝑥) adalah

    benar-benar solusi persamaan (2.9.10) sebagai berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    𝑢𝑥 = 1𝑔 (𝑦

    𝑥) − 𝑥𝑔′ (

    𝑦

    𝑥)𝑦

    𝑥2

    = 𝑔 (𝑦

    𝑥) −

    𝑦

    𝑥𝑔′ (

    𝑦

    𝑥) (2.9.12)

    𝑢𝑦 = 𝑥𝑔′ (𝑦

    𝑥)1

    𝑥

    = 𝑔′ (𝑦

    𝑥) (2.9.13)

    Berdasarkan persamaan (2.9.12) dan (2.9.13), maka didapat

    𝑥𝑢𝑥 + 𝑦𝑢𝑦 = 𝑥𝑔 (𝑦

    𝑥) − 𝑦𝑔′ (

    𝑦

    𝑥) + 𝑦𝑔′ (

    𝑦

    𝑥)

    = 𝑥𝑔 (𝑦

    𝑥)

    = 𝑢. (2.9.14)

    Jadi, diperoleh 𝑥𝑢𝑥 + 𝑦𝑢𝑦 = 𝑢 untuk 𝑢(𝑥, 𝑦) = 𝑥𝑔 (𝑦

    𝑥).

    J. Fungsi Galat

    Fungsi galat, atau disebut juga integral probabilitas (Coleman, 2013),

    didefinisikan sebagai berikut

    erf(𝑥) =2

    √𝜋∫ 𝑒−𝑧

    2 𝑑𝑧.

    𝑥

    0

    (2.10.1)

    Fungsi galat merupakan fungsi ganjil, yaitu fungsi yang simetri terhadap titik

    𝑂(0,0), sehingga berlaku sifat erf(−𝑥) = −erf (𝑥). Perhatikan bahwa

    𝑓(𝑥) = 𝑒−𝑥2 (2.10.2)

    memiliki bentuk grafik yang mirip dengan grafik fungsi densitas normal, yaitu

    berbentuk seperti lonceng (lihat Gambar 2.10.1)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    Gambar 2.10.1. Grafik 𝑦 = 𝑒−𝒙2

    Kemudian, fungsi galat komplementer didefinisikan sebagai berikut

    erfc(𝑥) = 1 − erf(𝑥). (2.10.3)

    Gambar 2.10.2 adalah gambar grafik fungsi galat dan fungsi galat komplementer.

    Gambar 2.10.2. Grafik fungi galat dan fungsi galat komplementer

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    BAB III

    MODEL ALIRAN FLUIDA SECARA SEDERHANA

    A. Bentuk Sederhana Model Aliran Fluida

    Fenomena mengenai pergerakan gelombang atau transportasi adveksi dari

    suatu zat dapat dimodelkan secara matematis dengan sistem persamaan diferensial

    parsial hiperbolik. Perhatikan persamaan adveksi skalar dengan nilai awal

    diskontinyu berikut,

    𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 = 0 (3.1.1)

    𝑢0(𝑧) = {1, jika 𝑧 ≤ 0

    0, jika 𝑧 > 0 (3.1.2)

    dengan 𝑧 ∈ (−∞,∞), 𝑡 ≥ 0, dan 𝑎 > 0. Persamaan tersebut merupakan model

    aliran fluida yang paling sederhana dengan 𝑢 merupakan kuantitas (tekanan, debit

    aliran, volume, dan lain-lain) yang nilainya tidak diketahui. Konstanta 𝑎 merupakan

    kecepatan aliran fluida. Jika 𝑎 positif maka fluida mengalir ke arah sumbu positif

    (kanan), dan jika 𝑎 negatif maka fluida mengalir ke arah sumbu negatif (kiri).

    Persamaan (3.1.1) merupakan persamaan diferensial parsial hiperbolik jika 𝑎

    merupakan konstanta real. Persamaan tersebut merupakan salah satu contoh hukum

    kekekalan

    𝑢𝑡 + 𝑓(𝑢)𝑧 = 0, (3.1.3)

    dengan 𝑓(𝑢) = 𝑎𝑢 merupakan fungsi fluks. Misal,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    𝑄𝑖𝑛 ≈ 𝑢(𝑧𝑖, 𝑡

    𝑛) (3.1.4)

    atau

    𝑄𝑖𝑛 ≈

    1

    ∆𝑧∫ 𝑢(𝑧, 𝑡𝑛)𝑧𝑖+1 2⁄

    𝑧𝑖−1 2⁄

    𝑑𝑧 (3.1.5)

    merupakan pendekatan nilai rata-rata 𝑢 pada interval ke-𝑖 dan waktu 𝑡𝑛. Dengan

    menggunakan pendekatan numeris, 𝑢𝑡 dan 𝑓(𝑢)𝑧 dapat ditulis menjadi

    𝑢𝑡 ≈𝑢(𝑧𝑖, 𝑡

    𝑛+1) − 𝑢(𝑧𝑖, 𝑡𝑛)

    ∆𝑡≈𝑄𝑖𝑛+1 − 𝑄𝑖

    𝑛

    ∆𝑡

    (3.1.6)

    dan

    𝑓(𝑢)𝑧 ≈

    𝑓 (𝑢 (𝑧𝑖+12, 𝑡𝑛)) − 𝑓 (𝑢 (𝑧

    𝑖−12, 𝑡𝑛))

    ∆𝑧≈

    𝐹𝑖+12

    𝑛 − 𝐹𝑖−12

    𝑛

    ∆𝑧.

    (3.1.7)

    Dengan substitusi persamaan (3.1.6) dan (3.1.7) ke dalam persamaan (3.1.3),

    didapatkan solusi metode volume hingga

    𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖

    𝑛 −∆𝑡

    ∆𝑧(𝐹

    𝑖+12

    𝑛 − 𝐹𝑖−12

    𝑛 ) (3.1.8)

    dengan 𝐹𝑖+1

    2

    𝑛 merupakan pendekatan fluks rata-rata pada interface 𝑧𝑖+

    1

    2

    yang dapat

    didefinisikan dalam berbagai cara, diantaranya adalah definisi fluks Lax-Friedrichs

    dan fluks Upwind. Fluks Lax-Friedrichs didefinisikan sebagai berikut ,

    𝐹𝑖+12

    𝑛 =𝑓(𝑢(𝑧𝑖+1, 𝑡

    𝑛)) + 𝑓(𝑢(𝑧𝑖, 𝑡𝑛))

    2−∆𝑧

    2∆𝑡(𝑢(𝑧𝑖+1, 𝑡

    𝑛) − 𝑢(𝑧𝑖, 𝑡𝑛)) (3.1.9)

    dan

    𝐹𝑖−12

    𝑛 =𝑓(𝑢(𝑧𝑖, 𝑡

    𝑛)) + 𝑓(𝑢(𝑧𝑖−1, 𝑡𝑛))

    2−∆𝑧

    2∆𝑡(𝑢(𝑧𝑖, 𝑡

    𝑛) − 𝑢(𝑧𝑖−1, 𝑡𝑛)). (3.1.10)

    Sedangkan fluks Upwind didefinisikan secara lebih sederhana, yaitu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    𝐹𝑖+12

    𝑛 = 𝑓(𝑢(𝑧𝑖, 𝑡𝑛)) (3.1.11)

    dan

    𝐹𝑖−12

    𝑛 = 𝑓(𝑢(𝑧𝑖−1, 𝑡𝑛)). (3.1.12)

    Berikut ini adalah gambar solusi numeris persamaan adveksi skalar (3.1.1)

    dengan nilai awal (3.1.2), 𝑎 = 1, ∆𝑧 = 0.0025, dan ∆𝑡 = 0.5∆𝑧 pada waktu

    𝑡 = 0.5 (Yoman, 2014).

    Gambar 3.1.1. Solusi numeris dengan definisi fluks Lax-Friedrichs

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    Gambar 3.1.2. Solusi numeris dengan definisi fluks Upwind

    Pada kedua gambar tersebut, terlihat bahwa solusi numeris menghasilkan galat yang

    cukup besar di sekitar titik diskontinyu.

    B. Persamaan Termodifikasi

    Penurunan persamaan termodifikasi berkaitan erat dengan perhitungan galat

    pemotongan lokal dari suatu metode. Perhatikan galat pemotongan lokal Lax-

    Friedrichs untuk persamaan (3.1.1) yang didapatkan dari persamaan (2.8.10)

    𝐿∆𝑧(𝑧, 𝑡) = 𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 +1

    2(∆𝑡 𝑢𝑡𝑡 −

    ∆𝑧2

    ∆𝑡𝑢𝑧𝑧) + 𝑂(∆𝑧

    2). (3.2.1)

    Karena 𝑢(𝑧, 𝑡) diambil sebagai solusi eksak dari 𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 = 0, maka didapatkan

    galat pemotongan lokal 𝐿∆𝑡(𝑧, 𝑡) = 𝑂(∆𝑡). Jika 𝑢(𝑧, 𝑡) sekarang diasumsikan

    merupakan solusi persamaan diferensial parsial

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 +1

    2(∆𝑡𝑢𝑡𝑡 −

    ∆𝑧2

    ∆𝑡𝑢𝑧𝑧) = 0, (3.2.2)

    maka didapat galat pemotongan 𝑂(∆𝑡2). Disimpulkan bahwa tingkat keakuratan

    pendekatan metode Lax-Friedrichs terhadap solusi (3.2.2) adalah dua. Persamaan

    ini disebut persamaan termodifikasi untuk metode Lax-Friedrichs.

    Jika suku 𝑢𝑡𝑡 pada persamaan (3.2.2) dinyatakan ke dalam suku-suku turunan

    𝑧, maka didapatkan persamaan yang lebih mudah untuk dianalisis. Perhatikan

    operasi aljabar yang didapatkan dari persamaan (3.2.2) berikut

    𝑢𝑡𝑡 = −𝑎𝑢𝑡𝑧 −1

    2(∆𝑡𝑢𝑡𝑡𝑡 −

    ∆𝑧2

    ∆𝑡𝑢𝑧𝑧𝑡)

    = −𝑎[−𝑎𝑢𝑧𝑧 + 𝑂(∆𝑡)] + 𝑂(∆𝑡)

    = 𝑎2𝑢𝑧𝑧 + 𝑂(∆𝑡). (3.2.3)

    Dengan substitusi 𝑢𝑡𝑡 = 𝑎2𝑢𝑧𝑧, persamaan termodifikasi (3.2.2) dapat ditulis

    sebagai berikut

    𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 =∆𝑧2

    2∆𝑡(1 −

    ∆𝑡2

    ∆𝑧2𝑎2) 𝑢𝑧𝑧. (3.2.4)

    C. Metode Tingkat Satu dan Difusi

    Persamaan termodifikasi (3.2.4) merupakan persamaan adveksi-difusi dalam

    bentuk

    𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 = 𝑑𝑢𝑧𝑧 , (3.3.1)

    dengan konstanta difusi 𝑑 sebagai berikut

    𝑑 =∆𝑧2

    2∆𝑡(1 −

    ∆𝑡2

    ∆𝑧2𝑎2). (3.3.2)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    Gambar 3.1.1 menunjukkan bahwa, untuk ∆𝑧 dan ∆𝑡 tertentu, solusi numeris

    metode Lax-Friedrichs persamaan adveksi skalar (3.1.1) mendekati solusi eksak

    persamaan termodifikasi (3.3.1). Untuk ∆𝑧 → 0 dan ∆𝑡 → 0, solusi numeris Lax-

    Friedrichs akan konvergen ke solusi eksak dari persamaan termodifikasi (3.3.1).

    Dengan cara yang sama, persamaan termodifikasi metode Upwind dapat

    diturunkan dari galat pemotongan lokal (2.8.17) menjadi

    𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑧 =1

    2𝑎∆𝑧 (1 −

    ∆𝑡

    ∆𝑧𝑎) 𝑢𝑧𝑧 . (3.3.3)

    Persamaan tersebut juga merupakan persamaan adveksi-difusi.

    D. Keakuratan

    Solusi metode Lax-Friedrichs dari persamaan (3.1.1) dengan nilai awal (3.1.2)

    hanya berupa nilai pendekatan, dan solusi tersebut tidak lain merupakan solusi

    untuk persamaan termodifikasi (3.3.1), sehingga galat pendekatan numeris dapat

    diduga dengan beda solusi analitik dari persamaan (3.1.1) dan solusi analitik dari

    persamaan termodifikasi (3.3.1). Pendugaan tersebut bukan merupakan pendugaan

    galat yang tepat, dan hanya berlaku untuk nilai awal tertentu seperti pada (3.1.2),

    tetapi pendugaan tersebut memberikan indikasi yang akurat terhadap pendugaan

    secara umum.

    Menurut Zoppou dan Roberts (1996), solusi analitis persamaan termodifikasi

    (3.3.1) dengan nilai awal (3.1.2) adalah

    𝑢𝑑(𝑧, 𝑡) =1

    2−1

    2erf (

    𝑧 − 𝑎𝑡

    √4𝑡𝑑). (3.4.1)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    Sedangkan solusi analitis persamaan (3.1.1) dapat dicari dengan menyelesaikan

    persamaan karakteristik

    𝑑𝑡

    𝑑𝑥= 1,

    𝑑𝑧

    𝑑𝑥= 𝑎,

    𝑑𝑢

    𝑑𝑥= 0 (3.4.2)

    Untuk 𝑑𝑡

    𝑑𝑥= 1 dan

    𝑑𝑧

    𝑑𝑥= 𝑎, didapat penyelesaian sebagai berikut

    𝑎 𝑑𝑡 = 𝑑𝑧 ⇔ ∫𝑎 𝑑𝑡 = ∫𝑑𝑧

    ⟺ 𝑎𝑡 + 𝑘1 = 𝑧

    ⟺ 𝑘1 = 𝑧 − 𝑎𝑡.

    Untuk 𝑑𝑡

    𝑑𝑥= 1 dan

    𝑑𝑢

    𝑑𝑥= 0, didapatkan penyelesaian sebagai berikut

    0 𝑑𝑡 = 𝑑𝑢 ⟺ ∫0𝑑𝑡 = ∫1 𝑑𝑢

    ⟺ 𝑘2 = 𝑢.

    Solusi umum dari persamaan (3.1.1) adalah

    𝑓(𝑧 − 𝑎𝑡, 𝑢) = 0 (3.4.3)

    dengan 𝑓 sebarang fungsi. Secara eksplisit, solusi umum tersebut dapat ditulis

    sebagai

    𝑢 = 𝑔(𝑧 − 𝑎𝑡) (3.4.4)

    dengan 𝑔 sebarang fungsi, sehingga didapatkan solusi analitis persamaan (3.1.1)

    dengan nilai awal (3.1.2) sebagai berikut

    𝑢(𝑧, 𝑡) = 𝑢0(𝑧 − 𝑎𝑡) = {1, jika 𝑧 ≤ 𝑎𝑡

    0, jika 𝑧 > 𝑎𝑡 (3.4.5)

    Jadi, beda solusi analitis persamaan (3.1.1) dan solusi analitis persamaan

    termodifikasi (3.3.1) adalah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    ‖𝑢(∙, 𝑡) − 𝑢𝑑(∙, 𝑡)‖

    = ∫ |1 − (1

    2−1

    2erf (

    𝑧 − 𝑎𝑡

    √4𝑡𝑑))| 𝑑𝑧

    𝑎𝑡

    −∞

    +∫ |0 − (1

    2−1

    2erf (

    𝑧 − 𝑎𝑡

    √4𝑡𝑑))| 𝑑𝑧

    𝑎𝑡

    = ∫ |1

    2+1

    2erf (

    𝑧 − 𝑎𝑡

    √4𝑡𝑑)| 𝑑𝑧

    𝑎𝑡

    −∞

    +∫ |−1

    2+1

    2erf (

    𝑧 − 𝑎𝑡

    √4𝑡𝑑)| 𝑑𝑧

    𝑎𝑡

    . (3.4.6)

    Misal 𝑦 = 𝑧 − 𝑎𝑡, maka didapat

    ‖𝑢(∙, 𝑡) − 𝑢𝑑(∙, 𝑡)‖ = ∫ |1

    2+1

    2erf (

    𝑦

    √4𝑡𝑑)| 𝑑𝑦

    0

    −∞

    +∫ |1

    2−1

    2erf (

    𝑦

    √4𝑡𝑑)| 𝑑𝑦.

    0

    (3.4.7)

    Misal 𝑤 = −𝑦, maka didapat

    ‖𝑢(∙, 𝑡) − 𝑢𝑑(∙, 𝑡)‖ = −∫ |1

    2+1

    2erf (

    −𝑤

    √4𝑡𝑑)| 𝑑𝑤

    0

    +∫ |1

    2−1

    2erf (

    𝑦

    √4𝑡𝑑)| 𝑑𝑦

    0

    =1

    2∫ |erfc (

    𝑤

    √4𝑡𝑑)|

    0

    𝑑𝑤 +1

    2∫ |erfc (

    𝑦

    √4𝑡𝑑)|

    0

    𝑑𝑦

    = ∫ |erfc (𝑦

    √4𝑡𝑑)|

    0

    𝑑𝑦. (3.4.8)

    Misal 𝜉 =𝑦

    √4𝑡𝑑, maka didapat

    ‖𝑢(∙, 𝑡) − 𝑢𝑑(∙, 𝑡)‖ = 2√𝑡𝑑∫ |erfc(𝜉)|∞

    0

    𝑑𝜉

    = Κ√𝑡𝑑 (3.4.9)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    dengan Κ = 2∫ |erfc(𝜉)|∞

    0𝑑𝜉. Semakin besar nilai 𝑡, maka semakin besar pula nilai

    ‖𝑢(∙, 𝑡) − 𝑢𝑑(∙, 𝑡)‖. Artinya, untuk nilai 𝑡 yang semakin besar, galat solusi metode

    numeris juga semakin besar.

    Dalam bab ini telah dibahas mengenai bentuk sederhana model aliran darah,

    persamaan termodifikasi, metode tingkat satu dan difusi, serta pendugaan

    keakuratan suatu metode. Dari pembahasan dalam bab ini tampak jelas bahwa

    metode yang akurat (khususnya pada bagian yang memuat titik diskontinyu) sangat

    diperlukan untuk menyelesaikan model matematika penjalaran gelombang dan

    aliran fluida. Sebagai catatan, model matematikanya sendiri haruslah realistis.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    BAB IV

    PEMODELAN DAN SOLUSI NUMERIS ALIRAN DARAH

    A. Penurunan Model Aliran Darah

    Untuk memodelkan aliran darah, perhatikan ilustrasi bentuk arteri manusia

    pada Gambar 4.1.1. Agar lebih sederhana, asumsikan bahwa luas penampang arteri

    𝑆(𝑧, 𝑡) tidak bergantung pada variabel ruang 𝑥 dan 𝑦.

    Gambar 4.1.1. Ilustrasi bentuk arteri manusia dengan asumsi penyederhanaan

    Selanjutnya, diasumsikan bentuk arteri manusia adalah silindris dengan bentuk

    setiap penampang melintangnya adalah lingkaran, dan koordinat 𝑧 sejajar sumbu

    silinder. 𝑆(𝑧, 𝑡) merupakan penampang melintang arteri untuk sebarang 𝑧 dan 𝑡.

    Pada pembahasan selanjutnya, Gambar 4.1.1 disebut volume kontrol. Pada setiap 𝑆

    didefinisikan,

    𝐴(𝑧, 𝑡) = ∫𝑑𝜎

    𝑆

    , (4.1.1)

    𝑢(𝑧, 𝑡) =1

    𝐴∫ �̂� 𝑑𝜎

    𝑆

    , (4.1.2)

    𝑝(𝑧, 𝑡) =1

    𝐴∫ �̂� 𝑑𝜎,

    𝑆

    (4.1.3)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    dengan 𝐴 adalah luas penampang arteri 𝑆, 𝑢 adalah kecepatan aliran darah rata-rata

    pada 𝑆, 𝑝 adalah tekanan darah rata-rata pada 𝑆, �̂� adalah kecepatan aliran darah di

    titik 𝑧, �̂� adalah tekanan darah di titik 𝑧. Kemudian, didefinisikan fluks volume

    𝑄(𝑧, 𝑡) = 𝐴(𝑧, 𝑡)𝑢(𝑧, 𝑡). Asumsikan bahwa darah merupakan fluida yang tak

    termampatkan sehingga kekentalan dan massa jenis darah konstan. Selanjutnya

    sifat struktural arteri seperti panjang arteri, tebal dinding arteri, dan lain-lain,

    diasumsikan konstan.

    1. Hukum Kekekalan Massa

    Hukum kekekalan massa, seperti yang dikutip pada Sari (2016),

    menyatakan bahwa massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan,

    sehingga laju perubahan massa dalam volume kontrol ditambah netto fluks

    massa yang keluar dari volume kontrol sama dengan nol. Pernyataan tersebut

    dapat ditulis sebagai

    𝜌𝑑𝑉

    𝑑𝑡+ 𝜌𝑄(𝑙, 𝑡) − 𝜌𝑄(0, 𝑡) = 0, (4.1.4)

    dengan definisi volume sebagai berikut

    𝑉(𝑡) = ∫ 𝐴(𝑧, 𝑡) 𝑑𝑧𝑙

    0

    . (4.1.5)

    Perhatikan bahwa

    𝑄(𝑙, 𝑡) − 𝑄(0, 𝑡) = ∫𝜕𝑄

    𝜕𝑧 𝑑𝑧

    𝑙

    0

    . (4.1.6)

    Jika persamaan (4.1.5) dan (4.1.6) disubstitusikan ke dalam persamaan (4.1.4),

    maka didapatkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    𝜌𝑑

    𝑑𝑡∫ 𝐴(𝑧, 𝑡) 𝑑𝑧𝑙

    0

    + 𝜌∫𝜕𝑄

    𝜕𝑧 𝑑𝑧

    𝑙

    0

    = 0. (4.1.7)

    Karena 𝑙 adalah konstan, maka

    𝜌∫ (𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕𝑄

    𝜕𝑧) 𝑑𝑧

    𝑙

    0

    = 0. (4.1.8)

    Karena persamaan tersebut dipenuhi untuk sebarang konstan 𝑙, maka

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕𝑄

    𝜕𝑧= 0. (4.1.9)

    2. Hukum Kekekalan Momentum

    Hukum Newton yang kedua, seperti yang dikutip pada Sari (2016),

    menyatakan bahwa perubahan momentum dari suatu sistem sama dengan total

    gaya yang bekerja. Diasumsikan bahwa tidak ada fluks yang melalui dinding

    arteri, sehingga laju perubahan momentum dalam volume kontrol ditambah

    netto fluks momentum yang keluar dari volume kontrol sama dengan total gaya

    yang bekerja dalam volume kontrol. Pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai

    berikut

    𝑑

    𝑑𝑡∫ 𝜌𝑄(𝑧, 𝑡) 𝑑𝑧𝑙

    0

    + 𝛼𝜌𝑄(𝑙, 𝑡)𝑢(𝑙, 𝑡) − 𝛼𝜌𝑄(0, 𝑡)𝑢(0, 𝑡) = 𝐹, (4.1.10)

    dengan 𝜌𝑄(𝑧, 𝑡) adalah momentum, dan 𝛼 adalah faktor koreksi fluks

    momentum. Kemudian, total gaya 𝐹 didefinisikan sebagai berikut (Sherwin

    dkk., 2003)

    𝐹 = 𝑝(0, 𝑡)𝐴(0, 𝑡) − 𝑝(𝑙, 𝑡)𝐴(𝑙, 𝑡) + ∫ 𝑝𝜕𝐴

    𝜕𝑧 𝑑𝑧

    𝑙

    0

    +∫ 𝑓𝑙

    0

    𝑑𝑧, (4.1.11)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    dengan 𝑓 adalah gaya gesek darah dengan permukaan dalam dinding arteri per

    satuan panjang. Substitusi persamaan (4.1.11) ke dalam persamaan (4.1.10)

    akan menghasilkan persamaan berikut

    𝑑

    𝑑𝑡∫ 𝜌𝑄(𝑧, 𝑡) 𝑑𝑧𝑙

    0

    + 𝛼𝜌𝑄(𝑙, 𝑡)𝑢(𝑙, 𝑡) − 𝛼𝜌𝑄(0, 𝑡)𝑢(0, 𝑡)

    = 𝑝(0, 𝑡)𝐴(0, 𝑡) − 𝑝(𝑙, 𝑡)𝐴(𝑙, 𝑡) + ∫ 𝑝𝜕𝐴

    𝜕𝑧 𝑑𝑧

    𝑙

    0

    +∫ 𝑓𝑙

    0

    𝑑𝑧.

    (4.1.12)

    Perhatikan bahwa

    𝛼𝜌𝑄(𝑙, 𝑡)𝑢(𝑙, 𝑡) − 𝛼𝜌𝑄(0, 𝑡)𝑢(0, 𝑡) = ∫𝜕(𝛼𝜌𝑄𝑢)

    𝜕𝑧𝑑𝑧

    𝑙

    0

    (4.1.13)

    dan

    𝑝(0, 𝑡)𝐴(0, 𝑡) − 𝑝(𝑙, 𝑡)𝐴(𝑙, 𝑡) = −∫𝜕(𝑝𝐴)

    𝜕𝑧𝑑𝑧

    𝑙

    0

    . (4.1.14)

    Substitusi persamaan (4.1.13) dan (4.1.14) ke dalam persamaan (4.1.12),

    didapatkan

    𝑑

    𝑑𝑡∫ 𝜌𝑄(𝑧, 𝑡) 𝑑𝑧𝑙

    0

    +∫𝜕(𝛼𝜌𝑄𝑢)

    𝜕𝑧𝑑𝑧

    𝑙

    0

    = −∫𝜕(𝑝𝐴)

    𝜕𝑧𝑑𝑧

    𝑙

    0

    +∫ 𝑝𝜕𝐴

    𝜕𝑧 𝑑𝑧

    𝑙

    0

    +∫ 𝑓𝑙

    0

    𝑑𝑧.

    (4.1.15)

    Karena 𝜌 dan 𝑙 adalah konstan tak nol, persamaan tersebut dapat ditulis

    menjadi

    ∫ (𝜌𝜕𝑄

    𝜕𝑡+ 𝜌

    𝜕(𝛼𝑄𝑢)

    𝜕𝑧)𝑑𝑧

    𝑙

    0

    = ∫ (−𝜕(𝑝𝐴)

    𝜕𝑧+ 𝑝

    𝜕𝐴

    𝜕𝑧+ 𝑓)𝑑𝑧

    𝑙

    0

    . (4.1.16)

    Persamaan tersebut dipenuhi untuk sebarang konstan 𝑙, sehingga

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 44

    𝜌𝜕𝑄

    𝜕𝑡+ 𝜌

    𝜕(𝛼𝑄𝑢)

    𝜕𝑧= −

    𝜕(𝑝𝐴)

    𝜕𝑧+ 𝑝

    𝜕𝐴

    𝜕𝑧+ 𝑓. (4.1.17)

    Perhatikan bahwa

    −𝜕(𝑝𝐴)

    𝜕𝑧= −𝑝

    𝜕𝐴

    𝜕𝑧− 𝐴

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧 , (4.1.18)

    sehingga persamaan (4.1.17) dapat ditulis menjadi

    𝜕𝑄

    𝜕𝑡+𝜕(𝛼𝑄𝑢)

    𝜕𝑧= −

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧+𝑓

    𝜌 (4.1.19)

    atau

    𝜕𝑄

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝛼

    𝑄2

    𝐴) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧−𝑓

    𝜌= 0. (4.1.20)

    Berdasarkan hukum kekekalan massa dan momentum di atas, didapatkan

    model aliran darah satu dimensi pada arteri manusia sebagai berikut

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕𝑄

    𝜕𝑧= 0, (4.1.21)

    𝜕𝑄

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝑄2

    𝐴) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧= 0, (4.1.22)

    dengan asumsi tambahan yaitu 𝛼 = 1 dan 𝑓 = 0. Model ini disebut model sistem

    (𝐴, 𝑄).

    Perhatikan bahwa 𝑄 = 𝐴𝑢. Dengan asumsi bahwa 𝐴 dan 𝑢 merupakan fungsi

    halus, ruas kiri persamaan (4.1.22) dapat ditulis menjadi

    𝜕𝑄

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝑄2

    𝐴) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧=𝜕(𝐴𝑢)

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝐴𝑢2) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧

    = 𝐴𝜕𝑢

    𝜕𝑡+ 𝑢

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+ 2𝑢𝐴

    𝜕𝑢

    𝜕𝑧+ 𝑢2

    𝜕𝐴

    𝜕𝑧+𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 45

    = 𝐴𝜕𝑢

    𝜕𝑡+ 𝑢

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+ 𝑢𝐴

    𝜕𝑢

    𝜕𝑧+ 𝑢 (𝐴

    𝜕𝑢

    𝜕𝑧+ 𝑢

    𝜕𝐴

    𝜕𝑧) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧

    = 𝐴𝜕𝑢

    𝜕𝑡+ 𝑢𝐴

    𝜕𝑢

    𝜕𝑧+ 𝑢

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+ 𝑢

    𝜕(𝐴𝑢)

    𝜕𝑧+𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧

    = 𝐴𝜕𝑢

    𝜕𝑡+ 𝐴

    𝜕

    𝜕𝑧(𝑢2

    2) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧.

    Dengan kata lain, persamaan (4.1.22) dapat ditulis ulang menjadi

    𝐴𝜕𝑢

    𝜕𝑡+ 𝐴

    𝜕

    𝜕𝑧(𝑢2

    2) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧= 0 (4.1.23)

    sehingga didapatkan model aliran darah satu dimensi pada arteri manusia berikut

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕𝐴𝑢

    𝜕𝑧= 0, (4.1.24)

    𝜕𝑢

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝑢2

    2) +

    1

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧= 0. (4.1.25)

    Model ini disebut model sistem (𝐴, 𝑢).

    B. Metode Volume Hingga

    Mencari solusi secara analitis dari suatu model tidak selalu mudah. Karena itu,

    solusi tersebut didekati secara numeris sehingga didapat solusi pendekatan atau

    sering disebut solusi numeris. Dalam skripsi ini, metode yang digunakan adalah

    metode volume hingga. Metode ini dapat digunakan untuk mencari solusi kontinyu

    maupun diskontinyu sehingga cocok digunakan untuk mencari solusi numeris dari

    model dalam bentuk persamaan diferensial parsial, dimana model seperti itu dapat

    menghasilkan solusi diskontinyu meskipun nilai awalnya kontinyu. Berikut akan

    dicari masing-masing solusi dari model aliran darah sistem (𝐴, 𝑄) dan (𝐴, 𝑢)

    dengan metode volume hingga dengan definisi fluks Lax-Friedrichs.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 46

    Perhatikan model aliran darah sistem (𝐴, 𝑄) untuk 𝑧 ∈ (0, 𝑙) dan 𝑡 > 0 berikut

    {

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕𝑄

    𝜕𝑧= 0

    𝜕𝑄

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝑄2

    𝐴) +

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧= 0.

    (4.2.1)

    Di sini 𝐴, 𝑄, dan 𝑝 berturut-turut adalah luas penampang arteri 𝑆, fluks volume, dan

    tekanan darah. Kemudian 𝜌 adalah massa jenis darah, 𝑧 adalah variabel ruang, dan

    𝑡 adalah variabel waktu. Model ini terdiri dari dua persamaan dengan tiga variabel

    bergantung yaitu 𝐴, 𝑄, dan 𝑝. Untuk mendapatkan dua persamaan dengan dua

    variabel bergantung maka didefinisikan suatu relasi yang menghubungkan tekanan

    darah dengan luas penampang arteri 𝑆 (lihat Formaggia dkk., 2002),

    𝑝 = 𝑝ext + 𝛽(√𝐴 − √𝐴0) (4.2.2)

    dengan 𝑝ext adalah tekanan eksternal dan 𝐴0 adalah luas penampang arteri 𝑆 pada

    saat 𝑡 = 0. Pada skripsi ini diasumsikan bahwa 𝑝ext bernilai nol dan 𝐴0 adalah

    konstan, sehingga bentuk arteri adalah silinder (tabung) pada saat 𝑡 = 0. Kemudian

    𝛽 adalah parameter yang berhubungan dengan sifat elastisitas dinding arteri yang

    didefinisikan sebagai berikut,

    𝛽(𝑧) =4√𝜋ℎ0𝐸(𝑧)

    3𝐴0 (4.2.3)

    dengan 𝐸(𝑧) adalah modulus Young dan ℎ0 adalah tebal dinding arteri.

    Untuk mencari solusi numeris model aliran darah ini, diperhatikan diskritisasi

    domain ruang pada Gambar 4.2.1 dengan

    𝑧𝑖 = 𝑖∆𝑧,

    ∆𝑧 = 𝑧𝑖+1/2 − 𝑧𝑖−12= 𝑧𝑖 − 𝑧𝑖−1,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 47

    dan diskritisasi domain waktu 𝑡𝑛 = 𝑛∆𝑡 untuk sebarang bilangan bulat tak negatif

    𝑖 dan 𝑛.

    𝑧𝑖−32 𝑧

    𝑖−12 𝑧

    𝑖+12 𝑧

    𝑖+32

    𝑧𝑖−1 𝑧𝑖 𝑧𝑖+1

    Gambar 4.2.1. Diskritisasi domain ruang

    Lalu, perhatikan operasi aljabar berikut

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧=𝜕

    𝜕𝑧(𝛽(√𝐴 − √𝐴0))

    =𝑑𝛽

    𝑑𝑧𝐴12 +

    𝛽

    2𝐴−

    12𝜕𝐴

    𝜕𝑧−𝑑𝛽

    𝑑𝑧𝐴0

    12 . (4.2.4)

    Dengan mengalikan masing-masing ruas dengan faktor 𝐴

    𝜌 maka didapatkan

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧=𝑑𝛽

    𝑑𝑧

    𝐴32

    𝜌+𝛽

    2

    𝐴12

    𝜌

    𝜕𝐴

    𝜕𝑧−𝐴

    𝜌

    𝑑𝛽

    𝑑𝑧𝐴0

    12. (4.2.5)

    Karena 𝛽 merupakan fungsi terhadap 𝑧 dan 𝐴 merupakan variabel yang

    bergantung pada 𝑧 dan 𝑡, maka didapatkan persamaan

    𝜕

    𝜕𝑧(𝛽𝐴

    32

    3𝜌) +

    𝐴

    𝜌

    𝑑𝛽

    𝑑𝑧(2

    3√𝐴 − √𝐴0) =

    𝑑𝛽

    𝑑𝑧

    𝐴32

    𝜌+𝛽

    2

    𝐴12

    𝜌

    𝜕𝐴

    𝜕𝑧−𝐴

    𝜌

    𝑑𝛽

    𝑑𝑧𝐴0

    12. (4.2.6)

    Berdasarkan persamaan (4.2.5) dan (4.2.6) maka didapatkan persamaan

    𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧=𝜕

    𝜕𝑧(𝛽𝐴

    32

    3𝜌) +

    𝐴

    𝜌

    𝑑𝛽

    𝑑𝑧(2

    3√𝐴 − √𝐴0), (4.2.7)

    sehingga model aliran darah (4.2.1) dapat ditulis ulang menjadi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 48

    {

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕𝑄

    𝜕𝑧= 0

    𝜕𝑄

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝑄2

    𝐴+𝛽

    3𝜌𝐴32) =

    𝐴

    𝜌

    𝑑𝛽

    𝑑𝑧(√𝐴0 −

    2

    3√𝐴)

    (4.2.8)

    Model aliran darah di atas dapat ditulis dalam hukum kesetimbangan sebagai

    berikut

    �̅�𝑡 + 𝑓 ̅(�̅�)𝑧 = �̅�(�̅�) (4.2.9)

    dengan kuantitas, fluks, dan suku sumbernya secara berturut-turut adalah

    �̅� = [𝐴𝑄], (4.2.10)

    𝑓(̅�̅�) = [

    𝑄

    𝑄2

    𝐴+𝛽

    3𝜌𝐴32], (4.2.11)

    dan

    �̅�(�̅�) = [

    0𝐴

    𝜌

    𝑑𝛽

    𝑑𝑧(√𝐴0 −

    2

    3√𝐴)

    ]. (4.2.12)

    Misalkan �̅�𝑖𝑛, 𝑓(̅�̅�𝑖

    𝑛), dan 𝑆�̅�𝑛 berturut-turut adalah nilai pendekatan dari �̅�(𝑧𝑖, 𝑡

    𝑛),

    𝑓(̅�̅�(𝑧𝑖, 𝑡𝑛)), dan �̅�(�̅�(𝑧𝑖, 𝑡

    𝑛)). Hukum kesetimbangan (4.2.9) merupakan bentuk

    umum dari hukum kekekalan dengan suku sumber tak nol, sehingga solusi

    numerisnya didapat secara analog seperti yang telah dijelaskan pada Bab III yaitu

    �̅�𝑖𝑛+1 = �̅�𝑖

    𝑛 −∆𝑡

    ∆𝑧(�̅�

    𝑖+12

    𝑛 − �̅�𝑖−12

    𝑛 ) + ∆𝑡𝑆�̅�𝑛 (4.2.13)

    dengan definisi fluks Lax-Friedrichs

    �̅�𝑖+12

    𝑛 =𝑓(̅�̅�𝑖+1

    𝑛 ) + 𝑓(̅�̅�𝑖𝑛)

    2−∆𝑧

    2∆𝑡(�̅�𝑖+1

    𝑛 − �̅�𝑖𝑛) (4.2.14)

    dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 49

    �̅�𝑖−12

    𝑛 =𝑓(̅�̅�𝑖

    𝑛) + 𝑓(̅�̅�𝑖−1𝑛 )

    2−∆𝑧

    2∆𝑡(�̅�𝑖

    𝑛 − �̅�𝑖−1𝑛 ). (4.2.15)

    Jadi, berdasarkan persamaan (4.2.13)-(4.2.15), skema numeris model aliran

    darah (4.2.1) dapat ditulis secara lebih detil yaitu

    𝐴𝑖𝑛+1 = 𝐴𝑖

    𝑛 −∆𝑡

    ∆𝑧(𝐹

    𝑖+12

    𝑛 − 𝐹𝑖−12

    𝑛 ) (4.2.16)

    dengan definisi fluks Lax-Friedrichs

    𝐹𝑖+12

    𝑛 =1

    2(𝑄𝑖+1

    𝑛 + 𝑄𝑖𝑛) −

    ∆𝑧

    2∆𝑡(𝐴𝑖+1

    𝑛 − 𝐴𝑖𝑛), (4.2.17)

    𝐹𝑖−12

    𝑛 =1

    2(𝑄𝑖

    𝑛 + 𝑄𝑖−1𝑛 ) −

    ∆𝑧

    2∆𝑡(𝐴𝑖

    𝑛 − 𝐴𝑖−1𝑛 ), (4.2.18)

    dan

    𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖

    𝑛 −∆𝑡

    ∆𝑧(ℱ

    𝑖+12

    𝑛 − ℱ𝑖−12

    𝑛 ) + ∆𝑡 (𝐴𝑖𝑛

    𝜌

    𝑑𝛽

    𝑑𝑧(√𝐴0 −

    2

    3√𝐴𝑖

    𝑛)) (4.2.19)

    dengan definisi fluks Lax-Friedrichs

    ℱ𝑖+12

    𝑛 =1

    2[(𝑄𝑖+1

    𝑛 )2

    𝐴𝑖+1𝑛 +

    𝛽

    3𝜌(𝐴𝑖+1

    𝑛 )32 +

    (𝑄𝑖𝑛)2

    𝐴𝑖𝑛 +

    𝛽

    3𝜌(𝐴𝑖

    𝑛)32]

    −∆𝑧

    2∆𝑡(𝑄𝑖+1

    𝑛 − 𝑄𝑖𝑛),

    (4.2.20)

    ℱ𝑖−12

    𝑛 =1

    2[(𝑄𝑖

    𝑛)2

    𝐴𝑖𝑛 +

    𝛽

    3𝜌(𝐴𝑖

    𝑛)32 +

    (𝑄𝑖−1𝑛 )2

    𝐴𝑖−1𝑛 +

    𝛽

    3𝜌(𝐴𝑖−1

    𝑛 )32]

    −∆𝑧

    2∆𝑡(𝑄𝑖

    𝑛 − 𝑄𝑖−1𝑛 ).

    (4.2.21)

    Lebih lanjut, perhatikan fungsi fluks model aliran darah sistem (𝐴,𝑄) pada

    persamaan (4.2.11). Matriks Jacobian fungsi fluks tersebut adalah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 50

    𝑯𝟏 =𝜕𝑓(̅�̅�)

    𝜕�̅�=

    [

    𝜕𝑄

    𝜕𝐴

    𝜕𝑄

    𝜕𝑄

    𝜕

    𝜕𝐴(𝑄2

    𝐴+𝛽

    3𝜌𝐴32)

    𝜕

    𝜕𝑄(𝑄2

    𝐴+𝛽

    3𝜌𝐴32)]

    = [

    0 1𝛽

    2𝜌𝐴12 − (

    𝑄

    𝐴)2 2𝑄

    𝐴

    ]. (4.2.22)

    Nilai eigen dari matriks 𝑯𝟏 dapat dicari melalui persamaan karakteristik

    det(𝑯𝟏 − 𝜆𝑰) = 0, sehingga didapatkan

    𝜆2 −2𝑄

    𝐴𝜆 − [

    𝛽

    2𝜌𝐴12 − (

    𝑄

    𝐴)2

    ] = 0,

    𝜆 =𝑄

    𝐴± √

    𝛽

    2𝜌√𝐴.

    Karena 𝑄, 𝐴, 𝛽, dan 𝜌 bernilai real positif, maka didapatkan dua nilai eigen real

    yang berbeda. Menurut Teorema 2.5.2, matriks 𝑯𝟏 dapat didiagonalisasi. Jadi,

    model aliran darah sistem (𝐴,𝑄) merupakan sistem persamaan diferensial parsial

    hiperbolik.

    Selanjutnya, diperhatikan model aliran darah sistem (𝐴,𝑢) untuk 𝑧 ∈ (0, 𝑙) dan

    𝑡 > 0 berikut

    {

    𝜕𝐴

    𝜕𝑡+𝜕(𝐴𝑢)

    𝜕𝑧= 0

    𝜕𝑢

    𝜕𝑡+𝜕

    𝜕𝑧(𝑢2

    2) = −

    1

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝑧, (4.2.23)

    dengan 𝐴, 𝑢, dan 𝑝 berturut-turut adalah variabel luas penampang arteri 𝑆,

    kecepatan rata-rata pada 𝑆, dan tekanan darah rata-rata pada 𝑆, serta 𝜌 adalah massa

    jenis darah. Relasi antara tekanan darah rata-rata dan luas penampang arteri 𝑆, serta

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 51

    𝛽 didefinisikan dengan cara yang sama seperti pada persamaan (4.2.2) dan (4.2.3).

    Model aliran darah (4.2.23) dapat ditulis dalam bentuk hukum kekekalan

    �̅�𝑡 + 𝒻 ̅(�̅�)𝑧 = 0̅ (4.2.24)

    dengan kuantitas dan fluks secara berturut-turut adalah

    �̅� = [𝐴𝑢], (4.2.25)

    𝒻(̅�̅�) = [

    𝐴𝑢𝑢2

    2+𝑝

    𝜌]. (4.2.26)

    Misalkan �̅�𝑖𝑛 dan 𝒻(̅�̅�𝑖

    𝑛) berturut-turut adalah nilai pendekatan untuk �̅�(𝑧𝑖, 𝑡𝑛) dan

    𝒻(̅�̅�(𝑧𝑖, 𝑡𝑛)). Hukum kekekalan (4.2.24) memiliki solusi yang serupa dengan

    hukum kekekalan (3.1.3), sehingga didapatkan solusi numeris sebagai berikut

    �̅�𝑖𝑛+1 = �̅�𝑖

    𝑛 −∆𝑡

    ∆𝑧(Ϝ̅

    𝑖+12

    𝑛 − Ϝ̅𝑖−12

    𝑛 ) (4.2.27)

    dengan definisi fluks Lax-Friedrichs

    Ϝ̅𝑖+12

    𝑛 =𝒻(̅�̅�𝑖+1

    𝑛 ) + 𝒻(̅�̅�𝑖𝑛)

    2−∆𝑧

    2∆𝑡(�̅�𝑖+1

    𝑛 − �̅�𝑖𝑛) (4.2.28)

    dan

    Ϝ̅𝑖−12

    𝑛 =𝒻(̅�̅�𝑖

    𝑛) + 𝒻(̅�̅�𝑖−1𝑛 )

    2−∆𝑧

    2∆𝑡(�̅�𝑖

    𝑛 − �̅�𝑖−1𝑛 ). (4.2.29)

    Jadi, berdasarkan persamaan (4.2.27)-(4.2.29), skema numeris untuk model aliran

    darah (4.2.23) dapat ditulis secara lebih detil yaitu

    𝐴𝑖𝑛+1 = 𝐴𝑖

    𝑛 −∆𝑡

    ∆𝑧(𝐹

    𝑖+12

    𝑛 − 𝐹𝑖−12

    𝑛 ) (4.2.30)

    dengan definisi fluks Lax-Friedrichs

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 52

    𝐹𝑖+12

    𝑛 =1

    2(𝐴𝑖+1

    𝑛 𝑢𝑖+1𝑛 + 𝐴𝑖

    𝑛𝑢𝑖𝑛) −

    ∆𝑧

    2∆𝑡(𝐴𝑖+1

    𝑛 − 𝐴𝑖𝑛), (4.2.31)

    𝐹𝑖−12

    𝑛 =1

    2(𝐴𝑖

    𝑛𝑢𝑖𝑛 + 𝐴𝑖−1

    𝑛 𝑢𝑖−1𝑛 ) −

    ∆𝑧

    2∆𝑡(𝐴𝑖

    𝑛 − 𝐴𝑖−1𝑛 ), (4.2.32)

    dan

    𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖

    𝑛 −∆𝑡

    ∆𝑧(ℱ

    𝑖+12

    𝑛 − ℱ𝑖−12

    𝑛 ) (4.2.33)

    dengan definisi fluks Lax-Friedrichs

    ℱ𝑖+12

    𝑛 =1

    2[(𝑢𝑖+1

    𝑛 )2

    2+𝑝𝑖+1𝑛

    𝜌+(𝑢𝑖

    𝑛)2

    2+𝑝𝑖𝑛

    𝜌] −

    ∆𝑧

    2∆𝑡(𝑢𝑖+1

    𝑛 − 𝑢𝑖𝑛), (4.2.34)

    ℱ𝑖−12

    𝑛 =1

    2[(𝑢𝑖

    𝑛)2

    2+𝑝𝑖𝑛

    𝜌+(𝑢𝑖−1

    𝑛 )2

    2+𝑝𝑖−1𝑛

    𝜌] −

    ∆𝑧

    2∆𝑡(𝑢𝑖

    𝑛 − 𝑢𝑖−1𝑛 ). (4.2.35)

    Lebih lanjut, diperhatikan fungsi fluks model aliran darah sistem (𝐴,𝑢) pada

    persamaan (4.2.26). Matriks Jacobian fungsi fluks tersebut adalah

    𝑯𝟐 =𝜕𝒻(̅�̅�)

    𝜕�̅�=

    [

    𝜕

    𝜕𝐴(𝐴𝑢)

    𝜕

    𝜕𝑢(𝐴𝑢)

    𝜕

    𝜕𝐴(𝑢2

    2+𝑝

    𝜌)

    𝜕

    𝜕𝑢(𝑢2

    2+𝑝

    𝜌)]

    = [

    𝑢 𝐴1

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝐴𝑢].

    (4.2.36)

    Nilai eigen dari matriks 𝑯𝟐 dapat dicari melalui persamaan karakteristik

    det(𝑯𝟐 − 𝜆𝑰) = 0, sehingga didapatkan

    𝜆2 − 2𝑢𝜆 + (𝑢2 −𝐴

    𝜌

    𝜕𝑝

    𝜕𝐴) = 0,

    𝜆 = 𝑢 ± √𝛽

    2𝜌√𝐴.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 53

    Karena 𝑢, 𝐴, 𝛽, dan 𝜌 bernilai real positif, maka didapatkan dua nilai eigen real

    yang berbeda. Menurut Teorema 2.5.2, matriks 𝑯𝟐 dapat didiagonalisasi. Jadi,

    model aliran darah sistem (𝐴,𝑢) merupakan sistem persamaan diferensial parsial

    hiperbolik.

    C. Hasil Simulasi dan Analisis

    Kedua skema numeris yang didapat dari metode volume hingga akan

    disimulasikan dengan program MATLAB. Nilai koefisien-koefisien dan nilai awal

    yang digunakan dalam simulasi kedua solusi tersebut adalah sama. Dalam simulasi

    ini, nilai 𝑙1 = 15 cm dan 𝑡 ∈ [0,0.035]. Modulus Young 𝐸 diasumsikan konstan,

    sehingga mengakibatkan parameter 𝛽 juga konstan. Hal ini berarti bahwa nilai 𝐸

    dan 𝛽 tidak berubah (atau selalu sama) di setiap 𝑧 ∈ (0, 𝑙1), sehingga nilai dari 𝑑𝛽

    𝑑𝑧

    sama dengan nol. Selanjutnya, diambil nilai ∆𝑧 = 0.005 dan ∆𝑡 = 0.002∆𝑧.

    Berikut ini adalah garis besar simulasi numeris yang dilakukan.

    Gambar 4.3.1. Bentuk arteri pada saat 𝑡 = 0

    Simulasi ini menggunakan tiga titik pengamatan yaitu titik 𝑃, 𝑀, dan 𝐷 untuk

    mengamati variasi tekanan, di mana titik 𝑃, 𝑀, dan 𝐷 merupakan titik proksimal,

    medium, dan distal. Lokasi titik-titik ini ditunjukkan pada Gambar 4.3.1. Titik 𝑃

    merupakan titik terdekat dari jantung, sedangkan titik 𝐷 merupakan titik terjauh

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 54

    dari jantung. Tabel 4.3.1 menunjukan nilai dari koefisien-koefisien yang digunakan

    dalam simulasi numeris ini (Formaggia dkk., 2002)

    Tabel 4.3.1. Nilai dari koefisien-koefisien

    Koefisien Nilai

    Masa jenis darah, 𝜌 1 g/ cm3

    Modulus Young, 𝐸0 3x106 dyne/ cm2

    Tebal dinding arteri, ℎ 0.05 cm

    Luas penampang melintang awal, 𝐴0 𝜋0.52 cm2

    Kemudian, diberikan nilai awal dan nilai batas untuk masing-masing variabel

    𝐴, 𝑄, 𝑢, dan 𝑝. Nilai awalnya adalah 𝐴(𝑧, 0) = 𝐴0, 𝑄(𝑧, 0) = 0, 𝑢(𝑧, 0) = 0, dan

    𝑝(𝑧, 0) = 0 untuk setiap 𝑧 ∈