pemodelan lahan kritis berbasis spasial temporal

20
1 Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal Menggunakan G-Statistik Studi Kasus : Kabupaten Boyolali Artikel Ilmiah Peneliti : Erick Budi Kurniawan (672010092) Dr. Sri Yulianto J. Prasetyo, S.Si., M.Kom. Kristoko Dwi Hartomo, M.Kom. Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Agustus 2014

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

1

Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

Menggunakan G-Statistik

Studi Kasus : Kabupaten Boyolali

Artikel Ilmiah

Peneliti :

Erick Budi Kurniawan (672010092) Dr. Sri Yulianto J. Prasetyo, S.Si., M.Kom.

Kristoko Dwi Hartomo, M.Kom.

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

Agustus 2014

Page 2: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

2

Page 3: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

3

Page 4: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

4

Page 5: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

5

Page 6: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

6

Page 7: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

7

Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

Menggunakan G-Statistik

1 )

Erick Budi Kurniawan 2 )

Sri Yulianto Joko Prasetyo 3 )

Kristoko Dwi Hartomo

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50771, Jawa Tengah, Indonesia

Email : 1)[email protected], 2)[email protected], 3)

Abstract

Indonesia as an agricultural country should pay attention to natural resources as a valuable

asset and should be considered sustainability. Over the land each year often leads to productive

agricultural land. Thus cause the occurrence of degraded land in each region, in order to avoid

the government's rehabilitation, land conservation and other critical land improvement, but it is

less effective government attempts because the maps have not been equipped with the critical

area calculation method, the use of GIS and also the calculation G * Statistic then degraded

land generated maps can be accessed using the Internet network, but also can diketahu any area

that has the effect of land kekeritisan with other areas, so the government can make efforts more

effective and efficient in performing rehabilitation and conservation.

Abstrak

Indonesia sebagai negara agraris harus memperhatikan sumberdaya alam sebagai aset yang

sangat berharga dan harus diperhatikan kelestariannya. Alih fungsi lahan setiap tahun sering

mengarah pada lahan pertanian yang produktif. Sehingga menyebakan terjadinya lahan kritis

pada masing-masing daerah, untuk menghindari ini pemerintah melakukan rehabilitasi,

konservasi lahan dan juga perbaikan lahan kritis yang lain, namun upaya pemerintah dirasa

kurang efektif dikarenakan peta lahan kritis belum dilengkapi dengan metode perhitungan,

dengan menggunakan GIS dan juga perhitungan G* Statistic maka peta lahan kritis yang

dihasilkan bisa diakses menggunakan jaringan internet namun juga bisa diketahu daerah mana

saja yang memiliki tingkat pengaruh kekeritisan lahan dengan daerah lainnya, dengan demikian

pemerintah bisa menempuh upaya yang lebih efektif dan efisien dalam melakukan rehabilitasi

dan konservasi lahan.

1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga.

2) Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

3) Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Page 8: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

8

1. Pendahuluan

Adanya lahan-lahan kritis umumnya disebabkan oleh kegiatan yang secara langsung

menyebabkan rusaknya daya dukung tanah/lahan. Antara lain pemanfaatan lereng bukit

yang tidak sesuai dengan kemampuan dan peruntukannya, lahan pertanian yang tidak

menerapkan teknologi konservasi, bahkan tidak sedikit yang berubah fungsi menjadi areal

permukiman. Tingginya lahan kritis sangat beresiko pada terjadinya kerusakan lingkungan

yang lebih kompleks. [1]

Upaya penanganan lahan kritis yang telah dilakukan selama ini telah membawa hasil,

akan tetapi tampaknya hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan kecepatan

berkembangnya kerusakan lahan kritis yang terjadi. Salah satu faktor penyebab dari proses

terjadinya lahan kritis yaitu adanya tekanan penduduk untuk memanfaatkan lahan sebagai

usaha budidaya pertanian yang diusahakan dengan tidak memperhatikan prinsip pengelolaan

lahan kritis lahan dan sumber daya air.

Dengan bantuan Sistem Informasi Geografi, pemerintah dapat menyebarkan informasi

mengenai lahan kritis ke masyarakat dengan lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan

peran serta dan kesadaran dari masyarakat mengenai lahan kritis menjadi meningkat, dengan

menggunakan metode G*-statistik maka peta yang dihasilkan tidak hanya memberikan

pesebaran mengenai lahan kritis, namun juga dapat memberikan informasi tambahan berupa

hubungan atau keterikatan antar daerah, sehingga hasil perhitungan dari metode G*-Statistik

ini bisa digunakan sebagai acuan pemerintah menangani lahan kritis secara lebih efektif dan

efisien.

Tujuan dan manfaat dari penelitian ini, diharapkan penyebarluasan informasi mengenai

lahan kritis menjadi lebih cepat dan aktual, sedangkan metode G*-Statistik diharapkan dapat

membantu pemerintah dalam mempercepat penanggulangan lahan kritis melalui konservasi

dan rehabilitasi lahan dimulai dari daerah yang memiliki nilai keterhubungan paling tinggi

dibandingkan dengan daerah sekitarnya, dengan demikian efektifitas dan efesiensi

penanggulangan lahan kritis meningkat.

Page 9: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

9

2. Kajian Pustaka

Penelitian yang dilakukan Debby Iriani (2011) mengenai Model Spasial Klasifikasi

Wilayah Resiko Demam Berdarah Dengue (DBD) Menggunakan Fungsi Gi* Statistik,

penelitian terdahulu ini memiliki persamaan pada penggunaan metode perhitungan

menggunakan Gi* Statistik guna pencarian hostpot/pola dan ditampilkan dalam

pemetaan. Pada penelitian terdahulu penulis membahas mengenai persebaran demam

berdarah pada wilayah solo, dengan cara membandingkan faktor-faktor mengenai

masalah kependudukan seperti kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, jender, mata

pencaharian dan tingkat pendidikan serta perilaku. Dalam penelitian ini sang penulis

mengeksplorasi pola spasial menggunakan data dari tahun 2001 sampai dengan 2006

menggunakan metode analisis spasial pada SIG. penelitian ini juga menggunakan metode

Gi* statistik dari Getis dan Ord, nilai autokorelasi spasial Gi* statistic rentang +2 dan -

2.[2]

Data Spasial mempunyai pengertian Sebagai suatu data yang mengacu pada posisi,

objek dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item

dari informasi mengenai perairan, dan daratan.

Sebagian besar data spasial ditangani dalam bentuk sistem informasi geografi (SIG).

data tersebut berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat dan sebagai dasar

referensinya mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu

informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang dijelaskan berikut ini :

1. Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi

(lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya informasi data penduduk,

persebaran penduduk, tingkat kemiskinan, daerah rawan banjir, daerah rawan kekeringan,

saluran drainase kota, moda transportasi kota, dan sebagainya.

2. Informasi deskriptif (attribut) atau informasi non spasial adalah suatu lokasi yang

memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengan informasi deskritif, contohnya : jenis

vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya.

Page 10: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

10

Pada pemanfaatannya data spasial yang diolah dengan menggunakan komputer(data

spasial digital) menggunakan model sebagai pendekatannya. Economic and Social

Comminssion for Asia and the Pasific (1996), mendefinisikan model data sebagai suatu set

logika atau aturan dan karakteristik dari suatu data spasial. Model data merupakan

representasi hubungan antara dunia nyata dengan data spasial.

Terdapat dua model dalam data spasial, yaitu model data raster dan model datavektor.

Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, selain itu dalam pemanfaatannya tergantung

dari masukan data dan hasil akhir yang akan dihasilkan. Model data tersebut merupakan

representasi dari obyek-obyek geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses

oleh komputer. Chang (2002) menjabarkanmodel data vektor menjadi beberapa bagian lagi

(dapat dilihat pada Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Klasifikasi model data spasial

Data spasial yang berkembang besar dan canggih mempunyai kemampuan untuk

visualisasi dan manipulasi di Sistem Informasi Geografi (SIG), menciptakan permintaan

sebuah teknik baru untuk analisis data spasial pada eksplorasi dan sebuah penerimaan

gambar (Anselin & Getis, 1992). Statistik lokal yang berpusat pada asosiasi pola spasial lokal

(hotspot), disebut Local Indicators of Spasial Association (LISA), ide dari statistik ini adalah

semua hal yang saling berkaitan dengan events berbeda. Pengukuran global dari autokorelasi

spasial untuk semua studi area menggunakan penjumplahan rata-rata. Untuk mendeteksi

Page 11: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

11

hotspot, pengukuran dengan statistik lokal memiliki kuantitas variasi pada autokorelasi

spasial (Tobler, 1965).

Pengukuran asosiasi spasial oleh Gtis dan Ord (1992), berdasarkan definisi dari sebuah

tetangga tiap lokasi dari observarsi dari sebuah jarak d. Metode Gi* statistic z(Gi) dari Getis

dan Ord merupakan metode yang membantu mencari lokasi hotspot,hotspot ini berguna

dalam menentukan nilai dari tetangga–tetangga yang berdekatan dengan titik panas (hotspot)

tersebut. Penentuan indikator suatu wilayah dikatakan ekstrim tinggi hingga sangat rendah

tergantung dari nilai z(Gi), dimana z(Gi) > 2 artinya ada hubungan lokal nilai positif

signifikan, sedangkan apabila z(Gi) < -2 mengidetifikasikan bahwa nilai keterkaitan sangat

kecil atau rendah.

Adapun Rumus Fungsi Gi* Statistik dari Getis dam Ord,

𝑧 𝐺𝑖 = 𝑤𝑖𝑗 𝑥𝑗 − 𝑥 𝑤𝑖𝑛

𝑗 =1

𝑠2

𝑛 − 1(𝑛 𝑤𝑖𝑗

2𝑛𝑗=𝑖 − 𝑤𝑖

2)

(sumber : Scrucca, Luca, 2005)

Dimana,

Z(Gi) : Nilai local Indicator Spatial Autocorrelation – Getis and Ord.

𝑤𝑖𝑗𝑥𝑗 : Jumlah kasus pada tetangga.

n : Jumplah area yang berdekatan dengan hotspot.

Wi : Jumplah tetangga antar wilayah studi dengan tetangga terdekatnya.

S2

: Varience / perbedaan anat i (sites).

Wi : 𝑗𝑤𝑖𝑗 ,𝑋

= 𝐼𝑋𝐼/𝑛

S2

: (𝑥𝑖 − 𝑥

)2/𝑛𝑖

Page 12: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

12

Berdasarkan perhitungan dengan rumus Gi* statistik maka pada data tatagunalahan

memunculkan pola spasial autokorelasi antar wilayah.

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, metode kuantitatif

adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta

hubungan-hubungannya (Jonatan Sarwono, 2006). Dengan menggunakan metode kuantitatif

diharapkan data yang ada menjadi lebih bermakna dan kredibel sehingga tujuan dari

penelitian ini bisa dicapai. Tahapan penelitian kuantitatif dibagi menjadi 6 yaitu :

1. Tahap Studi Literatur.

Kegiatan pada tahapan ini adalah merumuskan suatu masalah, lalu melakukan studi

pustaka sebagai analisa dasar dan penyusunan hipotesa.

2. Tahap Analisa Penelitian.

Pada tahapan ini peneliti menentukan metode yang digunakan sesuai dengan rumusan

masalah yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya.

3. Tahap Pengumpulan Data.

Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data yang akan diolah, pada studi

kasus ini, peneliti mengumpulkan data mengenai wilayah dari kabupaten boyolali, data

produktifitas padi dan jagung, data manajemen hutan, data tingkat lereng, data jenis

bebatuan pada wilayah boyolali, serta data tingkat erosi provinsi jawa tengah.

4. Tahap Analisa Sistem dan Implemtasi.

Pada tahapan ini peneliti melakukan analisis lebih jauh mengenai sistem yang

dibangun semisal merancangan database, alur progam, pengaturan dari konfigurasi

yang dibutuhkan sistem serta analisis dari output sistem.

5. Tahap Perhitungan dan Analisis Hasil Implemtasi

Pada tahap ini peneliti melakukan analisis perhitungan secara manual, serta

membandingkannya dengan hasil output dari progam, serta melakukan analis secara

keseluruhan dari data-data yang dihasilkan.

6. Penulisan Laporan.

Pada tahap ini peneliti menuliskan laporan berupa jurnal dari hasil penelitian yang

telah dihasilkan.

Page 13: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

13

Alur pemodelan pada tahapan penulisan dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1.

Kegiatan penelitian ini dimulai dengan melakukan tahap studi literature untuk mencari bahwa

topik yang akan diteliti belum pernah diteliti sebelumnya dan dapat diterapkan, dalam tahapan

ini terdapat beberapa kegiatan yaitu pengidendifikasian masalah, studi pustaka penelitian

terdahulu dan penyusunan hipotesa. Pada tahapan ini peneliti medapatkan hipotesa lahan kritis

yang ada diboyolali memilik ciri yang mirip antara wilayah kecamatan yang satu dengan

kecamatan yang lain, semisal kekeritisan lahan antar kecamatan diwilayah boyolali karena

kurangnya manajemen hutan. Hipotesa yang telah disusun selanjutnya di identifikasi dengan

menggunakan metode G*-Statistik sehingga hubungan antar wilayahnya dapat di hitung.

Data primer yang akan diolah dalam penelitian ini meliputi, data mengenai luas wilayah

kabupaten boyolali, luasan wilayah hutan boyolali, produktifitas padi di wilayah boyolali, tingkat

lereng di boyolali, dan juga jenis bebatuan daerah boyolali. Sedangkan data skunder yang

diperlukan antara lain data artikel-artikel ilmiah dari penelitian terdahulu maupun buku-buku

pendukung yang terkait dengan penelitian. Tahap selanjutnya adalah analisa kebutuhan sistem

guna mendokumentasikan kebutuhan minimum, maupun mencari kelemahan sistem pendukung

yang akan digunakan untuk merancang sistem yang baru.

Page 14: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

14

Setelah semua data didapatkan, maka tahap selanjutnya adalah mengolah data-data yang sudah

ada dengan menggunakan metode G-Statistik kemudian implemtasi pada progam. Dalam

pemodelan sistem informasi geografi ini model proses yang digunakan adalah model prototype.

Prototype merupakan metodologi pengembangan software yang menitik-beratkan pada

pendekatan aspek desain, fungsi dan user-interface. Developer dan user fokus pada user-

interface dan bersama-sama mendefinisikan spesifikasi, fungsi, desain dan bagaimana software

bekerja. Developer dan user bertemu dan menentukan tujuan umum, kebutuhan yang diketahui

dan gambaran bagian-bagian yang akan dibutuhkan. Developer mengumpulkan detail dari

kebutuhan dan memberikan suatu gambaran dengan cetak biru (Prototype).[4]

Gambar 3.1 Metode Prototype (Pressman, 2007)

Pada Gambar 3.1, didapatkan alur kerja serta tahapan dalam implementasi program dengan

menggunakan metode Prototype. sistem yang dibangun telah melewati 3 (tiga) proses

perancangan dengan 4 (empat) tahapan Prototype. Proses tersebut diuraikan pada Tabel 1.

Prototype Deskripsi Revisi

Prototype Pertama Menghasilkan sebuah sistem

dimana PHP Mapscript yang

berfungsi untuk menampikan

data yang sudah ada kedalam

bentuk perta

Penambahan User Interface

sebagai tampilan awal

sehingga data yang

ditampilkan tidak hanya dalam

berbentuk peta, namun juga

secara tulisan dan grafik.

Page 15: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

15

Prototype Kedua sistem sudah dapat

menampilkan informasi-

informasi mengenai wilayah

boyolali secara aktual melalui

website

Penambahan halaman

administrator, sehingga

memudahkan user untuk

memperbaharui data pada

website.

Prototype Ketiga sistem sudah dapat melakukan

perhitungan g statistik

Menampilkan data/nilai g

statististik berupa peta, table

dan grafik.

Prototype Keempat sudah menghasilkan sebuah

sistem informasi geografis

yang sesuai dengan kebutuhan

dilengkapi dengan tampilan

peta dan juga data g statistik

berupa tabel dan grafik

-

Tabel 1 Prototype Sistem Aplikasi

Diagram UML (Unified Modeling Language) yang digunakan dalam merancang sistem terdiri

dari use case diagram, dan class diagram. Pada use case diagram, user yang dimempunyai hak

akses hanyalah seorang administrator yang ditunjuk untuk dapat melakukan pembaharuan atau

penambahan data. User selain administrator (guest) dapat langsung mengakses halaman web

tanpa harus melalui pendaftaran.

Manajemen Data

LogoutUserAkses Halaman Web

Admin

Publikasi Manajemen AdminLogin Sistem

<<include>>

<<include>>

<<include>>

<<include>>

Page 16: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

16

Gambar 3.2 Use Case Diagram Sistem

Gambar 3.2 menjelaskan bahwa administrator memiliki hak akses untuk mengakses

halaman web, halaman peta dan fungsi untuk membaharui data, sedangkan Guest atau user selain

administrator hanya dapat mengakses informasi yang terdapat pada halaman web dan peta.

Activity diagram menggambarkan proses-proses yang terjadi pada sebuah aktifitas mulai dari

awal mula aktifitas tersebut dimulai hingga aktifitas tersebut berhenti. Gambar 3.3 menjelaskan

proses aktifitas yang dimiliki oleh administrator.

Gambar 3.3 Activity Diagram Sistem Informasi Geografi

Activity diagram yang tergambar pada Gambar 3.3 menjelaskan proses aktifitas yang

terjadi pada administrator dengan sistem. Proses ini dimulai dengan melakukan proses login

terlebih dahulu. Setelah sistem mengenali user yang masuk sebagai administrator, user dapat

melalukan pembaharuan data yang nantinya akan ditampilkan pada peta. Proses dimulai ketika

administrator memberikan data kepada server yang kemudian secara sistem dihitung dan hasil

perhitungan tersebut dijadikan parameter sebagai variabel-variabel peta yang nantinya akan

ditampilkan halaman utama website.

StartLogin

Valid?

Tidak

Halaman

Administrator

Valid

Update

Data

Logout

Selesai

Draw Data

SISTEMAdmin

Page 17: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

17

Metode G-statistik dapat diubah menjadi sebuah fungsi pada bahasa pemograman PHP dengan

demikian memudahkan pengembang untuk membuat Sistem informasi Geografi yang

terintegrasi dengan perhitungan G*-Statistik. Uraian Algoritma dari proses perhitungan metode

G*-Statistik yaitu :

a. Tentukan semua nilai wij, atau semua jumplah tetangga, Kemudian semua jumplah

tetangga di kuadratkan sehingga menghasilkan nilai w2ij.

b. Jumplah perhitungan dari semua nilai wij dan w2ij, menghasilkan 𝑤𝑖𝑗 n

𝑗=1 dan

𝑤2𝑖𝑗 n

𝑗 =1.

c. Hitung nilai xj, nilai xj adalah nilai dari variable yang akan diteliti, missal : luas wilayah,

nilai xj ini kemudian dikuadratkan menjadi xj2, jumlah semua kudrat nilai xj akan

menghasilkan 𝑥2𝑗 n

𝑗 =1.

d. Hitung nilai 𝑥 yaitu adalah semua nilai sample yang akan diteliti dibagi dengan semua

jumlah sample yang diteliti.

e. Nilai 𝑥 kemudian di kalikan dengaan 𝑤𝑖𝑗 n𝑗=1 .

f. Akar dari n( 𝑤2𝑖𝑗 n

𝑗 =1) dikurangi dengan ( w𝑖𝑗 )

n

𝑗 =1

2dibagi dengan n-1

g. Akar dikalikan dengan nilai S, nilai S adalah akar dari 𝑤2𝑖𝑗

n

𝑗=1

𝑛− (𝑥 )2

Perhitungan dari kelas G*- Statistik akan menghasilkan nilai index gini berkisar -2 sampai

dengan -2.

4. Hasil dan Pembahasan

Analisis dari perhitungan metode G*-Statistik menghasilkan hubungan antara setiap wilayah

dengan wilayah lainya membentuk sebuat hotspot dan menghasilkan nilai keterhubungan antara -

2 sampai dengan 2. Data atau parameter yang digunakan dalam pemodelan lahan kritis pada

wilayah boyolali adalah lahan :

Perhitungan pada parameter produktivitas boyolali menggunakan data-data yang ada

menghasilkan nilai G*-Statistik yang berbeda-beda antara setiap wilayah kecamatan

dengan rentang nilai -2 sampai dengan 2. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan

G*-Statistik pada wilayah Selo.

Page 18: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

18

Wilayah Selo :

Kecamatan Jmp_tetangga kuadrat produktivitas kuadrat Jmp_tetangga x

produktifitas

Selo 3 9 26 676 78

Ampel 3 9 5588 31225744 16764

Cepogo 4 16 491 241081 1964

Musuk 4 16 3721 13845841 14884

Total 14 50 9826 45313342 33690

Wij = 14

W2ij = 50

Xj = 9826

Xj2= 45313342

𝑋 = 9826 / 4 = 2456,5

𝑋 . Wij = 34391

𝑛 𝑊2𝑖𝑗𝑛

𝑗 =1 − W𝑖𝑗𝑛𝑗 =1

2

𝑛 − 1

4 × 50 − 14 2

4 − 1

200 − 196

3

4

3

= 1.154

Kemudian kita mencari nilai S

S = 𝑥2𝑗𝑛

𝑗=1

𝑛− 𝑥 2

S = 45313342

4− 6034392.25

S = 11328335.5 − 6034392.25

S = 5293943.25

Page 19: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

19

S = 2300.85

𝑆 × 𝑛 𝑊2𝑖𝑗𝑛

𝑗=1 − W 𝑖𝑗𝑛𝑗=1

2

𝑛−1

2300.85 × 1.154 = 2656.8

G*-Statistik = 33690 × 34391

2656 .8

G*-Statistik = −701

2656.8

G* Statistik = -0.2638

Sedangkan grafik dibawah adalah hasil perhitungan G*-Statistik untuk semua wilayah

kecamatan pada kabupaten boyolali.

5. Simpulan

Berdasarkan Metode G*-Statistik, analisa yang didapatkan cukup akurat dengan batas nilai G*-

Statistik antara -2 sampai dengan 2, dari perhitungan diatas dapat disimpulan bahwa wilayah

kecamatan Selo berada dalam kategori agak kritis ditunjukan dengan nilai yang didapat -0.26,

dan wilayah selo memiliki keterhubungan yang kecil dengan wilayah lain disekitar selo,

ditujukan dengan nilai negatif, jika dibandingkan dengan data yang asli maka dapat dikatakan

bahwa wilayah selo ini memang termasuk wilayah yang agak kritis dikarenakan secara geografis

berbatasan langsung dengan wilayah kota magelang yang memiliki resiko tinggi terhadap erosi,

lalu ditambah dengan produktifitas wilayah selo yang relatif lebih kecil dibanding wilayah lain

diboyolali.

Page 20: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal

20

6. Dftar Pustaka

[1] R, Andriana. ‎2007. Evaluasi kawasan lindung dataran tinggi Dieng Kabupaten

Wonosobo. eprints.undip.ac.id

[2] Iriani, Debby, 2011. Pemodelan Spasial Klasifikasi Wilayah Resiko Demam Berdarah

Dengue (DBD) Menggunakan Fungsi Gi* Statistik, Informatika, salatiga : Progam Studi

Teknik Informatika Fakultas Teknlogi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana.

[3] Walker, dkk (2003). Marketing Strategy A Decision Focused Approach, 4th Edition, The

McGraw – Hill Companies, New York.