penanaman nilai-nilai spiritualitas st ...dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya...
TRANSCRIPT
PENANAMAN NILAI-NILAI SPIRITUALITAS
ST. MAGDALENA SEBAGAI SALAH SATU PROSES
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PANGGILAN
PARA NOVIS KONGREGASI SUSTER FDCC
SKRIPSI
Diajukan Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh
Yohana Yonesta Letek Tokan
NIM: 041124003
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada
Kongregasi Putri-Putri Cinta Kasih Canossian
Khususnya bagi Provinsi Divine Mercy Indonesia
Dan juga bagi Para Suster dan Adik-adik Postulan
Komunitas Yogyakarta, yang telah mendukungku
melalui Doa dan Cinta mereka yang Tulus.
v
MOTTO
“Serahkanlah Segala Kekuatiranmu Kepada-Nya,
Sebab Ia Yang Memelihara Kamu”
(1 Petrus 5:7)
”Allah Menuntun Hati Manusia Sesuai Dengan Kebijaksanaan-Nya,
Supaya Apa Yang Dikehendaki-Nya Biar Terjadi”
(St. Magdalena dari Canossa)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Maret 2009
Penulis
Yohana Yonesta Letek Tokan
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta:
Nama : Yohana Yonesta Letek Tokan
NIM : 041124003
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENANAMAN NILAI-NILAI SPIRITUALITAS ST. MAGDALENA SEBAGAI SALAH SATU PROSES PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PANGGILAN PARA NOVIS KONGREGASI SUSTER FDCC.
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya
memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengelihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 19 Maret 2009
Yang menyatakan
Yohana Yonesta Letek Tokan
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “PENANAMAN NILAI-NILAI SPIRITUAL ST.
MAGDALENA SEBAGAI SALAH SATU PROSES PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PANGGILAN PARA NOVIS KONGREGASI SUSTER FDCC”. Judul skripsi ini dipilih berdasarkan pada fakta akan pentingnya penanaman nilai-nilai spiritualitas di dalam diri dan hidup para anggota Kongregasi FdCC, yang mulai ditanamkan sejak masa pembinaan pada Tahap Novisiat. Spiritualitas merupakan hal yang paling mendasar di dalam hidup suatu Kongregasi. Berkembang dan hidupnya nilai-nilai spiritualitas ini amatlah tergantung pada bagaimana setiap anggota kongregasi menghayatinya di dalam hidup mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman dengan segala macam tantangannya terkadang dapat mengaburkan penghayatan nilai-nilai spiritualitas ini di dalam kehidupan para anggota. Oleh karenanya berbagai cara dan jalan diusahakan untuk mempertahankan dan menjaga agar nilai-nilai spiritualitas yang masih sangat relevan ini tetap hidup dan berkembang. Salah satu diantaranya adalah dengan proses penanaman nilai-nilai spiritualitas ini di dalam hidup para novis. Proses ini pada intinya merupakan suatu proses perkembangan dan pertumbuhan hidup dan panggilan para novis sendiri. Metode ataupun cara yang digunakan di dalam proses ini tentunya amat menentukan proses penghayatannya lebih lanjut. Penanaman nilai dengan bantuan pengolahan katekese model SCP dinilai sangat membantu proses ini, lantaran di dalamnya para novis diajak untuk berefleksi, berdialog, saling mendengarkan, membaca serta memperdalam sumber hidup rohani. Dengan kata lain, dengan motode ini para novis amat dibantu untuk semakin bertumbuh dan berkembang sebagai manusia yang utuh di dalam kehidupannya sebagai anggota Kongregasi Suster-suster FdCC.
ix
ABSTRACT
Title of this minithesis is “THE NURTURING OF SAINT
MAGDALENA’S SPIRITUAL VALUES AS ONE OF THE FLOURISHING AND DEVELOPMENT PROCESSES IN THE VOCATION OF THE NOVICES OF CANOSSIAN SISTERS (FDCC)”. This title has been chosen because of the reality and urgency to integrate this spirituality in the life of members of the Congregation, which starts in the Novitiate.
Spirituality is a basic element and ground in the life of the Congregation. How this is growing up in time depends on how every person is trying and struggling to live it out or makes it as their spirit in day to day life. We can not deny that this new age offers us many challenges. These challenges can influence the members of a Congregation in the process of internalization of these spiritual values, which is a tradition within the Congregation. Because of this, many ways and methods are tried to apply to take care and maintain it in the growing of time. One of this is the nurturance of these spiritual values in the life of novices In fact, this is a process of allowing growth and development in the life and vocation of novices. The method or way which is used or applied in this process is very crucial in the beginning of internalization process and its ongoing formation. The nurture process which is applied by method of SCP is very helpful. With this method, the novices are invited to reflect, to communicate, to listen, to read and to study more and deepen the references of this spirituality.With this SCP method the novices are helped to grow and flourish as truly human in their life and vocation as members of the Congregation of Canossian Sisters (FdCC).
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa karena Rahmat kasih-Nya yang besar
yang setia menemani penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul PENANAMAN NILAI-NILAI SPIRITUALITAS ST.
MAGDALENA SEBAGAI SALAH SATU PROSES PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN PANGGILAN PARA NOVIS KONGREGASI
SUSTER FDCC.
Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan bagi
pembinaan dalam Kongregasi Suster FdCC, khususnya dalam tahap pembinaan
bagi para calon sebagai penerus Kongregasi Suster FdCC. Penulis berharap
agar sumbangan pemikiran akan pentingnya penanaman nilai-nilai Spiritualitas
dalam tahap pembinaan ini, dapat membantu para calon khususnya dalam tahap
novisiat, untuk semakin mengerti, memahami, mendalami, menghayati dan
melaksanakan nilai-nilai spiritualitas tersebut dengan baik sesuai dengan tujuan
Kongregasi Suster FdCC, demi proses pertumbuhan dan perkembangan hidup
panggilan para novis. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan
setulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:
xi
1. P. Dr. J. Darminta, SJ., selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan
penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga
penulis dapat lebih termotifasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari
awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dra. J. Sri Murtini, M.Si., selaku dosen penguji yang selalu
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. L. Bambang Hendarto Y, M. Hum., selaku dosen wali yang terus
menerus mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini.
4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan
membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
5. Segenap Staf Sekretariat dan perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh
karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
6. Pimpinan Provinsial beserta Dewan Kongregasi Suster FdCC, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk studi di IPPAK, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, dan juga atas doa dan cintanya yang tulus.
7. Pimpinan Komunitas beserta para teman-teman Suster dan adik-adik
Postulan komunitas Yogyakarta, yang telah mendukung penulis melalui
doa, cinta dan perhatian mereka semua sehingga penulisan skripsi ini dapat
berjalan dengan lancar.
xii
8. Sahabat-sahabat Mahasiswa khususnya angkatan 2004 yang turut berperan
dalam membantu dan memberikan semangat, dukungan, doa dan cinta,
sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
9. Segenap anggota keluargaku atas dukungan, doa dan cinta, sehingga
penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
10. Saudaraku para Frater Kongregasi SS.CC yang telah mendukung dan
membantuku dengan setulus hati, sehingga penulisan skripsi ini dapat
berjalan dengan lancar.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini
dengan tulus telah memberikan bantuan, dukungan, doa dan cinta, sehingga
penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga
penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 6 April 2009
Penulis
Yohana Yonesta Letek Tokan
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………..…. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………...…. iv
MOTTO ………………………………………………...……………...... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………….... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………...… vii
ABSTRAK ………………………………………………………………. viii
ABSTRACT …………………………………………………………...... ix
KATA PENGANTAR …………………………………………………... x
DAFTAR ISI …………………………………………………..……....... xiii
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………...… xviii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………… 1
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi…………………………..... 1
B. Rumusan Permasalahan ……………………………………… 7
C. Tujuan Penulisan .…………………………………………… 7
D. Manfaat Penulisan ....……………………………………....... 8
E. Metode Penulisan …………………………...…………......... 9
F. Sistematika Penulisan ……………………………………...... 9
BAB II. GAMBARAN FORMASI PEMBINAAN KONGREGASI
PUTRI-PUTRI CINTA KASIH CANOSSIAN (FdCC)
DALAM MENGHADAPI TANTANGAN DI ZAMAN
SEKARANG .......................................................................... 11
A. Pembinaan Menuju Suatu Hidup Cinta Kasih ........................ 11 1. Cara Hidup pembinaan bagi kongregasi Suster FdCC 12
a. Hidup rohani …………………………….……………... 12
b. Hidup berkaul ....………………………………….......... 17
c. Hidup berkomunitas ………………………………......... 24
d. Hidup karya ..................................................................... 26
xiv
2. Memperdalam Nilai-nilai Spiritualitas dan Karisma
Kongregasi Suster FdCC ......................…………...………..
30
3. Visi dan Misi Formasi Kongregasi Suster FdCC .................. 37
4. Mentalitas Perubahan Secara Terus-menerus ........................ 38
B. Membangun Dimensi Manusiawi dan Kristiani ......................... 39
1. Membangun Hidup Doa Kontemplasi ................................... 40
2. Menghayati Hidup Secara Bebas dan Merdeka .................... 43
3. Internalisasi dan Inkorporasi Terus-menerus ........................ 44
4. Askese ................................................................................... 45
C. Dinamika Pembinaan Pertumbuhan Panggilan ........................... 46
1. Proses Indentifikasi ............................................................... 47
2. Pengolahan Hidup ................................................................. 47
3. Penerimaan Diri ..................................................................... 48
4. Perubahan Diri ....................................................................... 49
5. Transformasi Diri .................................................................. 49
D. Pembinaan dan Pendampingan Secara Terus-menerus bagi Para
Team Formator ............................................................................
50
1. Secara Personal ...................................................................... 51
2. Secara Bersama ..................................................................... 52
3. Secara Apostolis .................................................................... 53
E. Pembinaan Diri Terus-menerus (on-going formation) ................ 55
1. Jawaban Personal .................................................................. 55
2. Internalisasi Nilai Hidup Religius ......................................... 56
3. Keseimbangan ....................................................................... 57
BAB III TAHAP-TAHAP DALAM MASA PEMBINAAN HIDUP
RELIGIUS ................................................................................ 59
A. Pengertian dan Tujuan Masa Pembinaan Secara Umum ............ 59
1. Pengertian dan Tujuan Pembinaan Secara Umum ................ 59
2. Pengertian dan Tujuan Pembinaan Menurut Kongregasi
Suster FdCC .......................................................................... 60
B. Tahap-tahap Pembinaan Kongregasi Suster FdCC...................... 62
xv
1. Tahap Formasi Awal ............................................................. 62 2. Pra-Novisiat ........................................................................... 64 3. Novisiat ................................................................................. 65 4. Akhir Pembinaan di Tahap Novisiat ..................................... 70 5. Juniorat .................................................................................. 71 6. Profesi Kekal ......................................................................... 73 7. Pembinaan Lanjutan .............................................................. 74 C. Bidang-bidang Formatif di Novisiat ........................................... 76
1. Hidup Doa ............................................................................. 76 a. Doa Bersama .................................................................... 77 b. Doa Pribadi ...................................................................... 78 2. Hidup Bersama Dalam Komunitas ........................................ 79 3. Penghayatan Nilai Injil .......................................................... 80 4. Pengolahan Diri ..................................................................... 81 5. Hidup Kerasulan .................................................................... 82BAB IV PENANAMAN NILAI-NILAI SELAMA MASA
PEMBINAAN DI NOVISIAT ................................................. 84
A. Pengertian Nilai ........................................................................... 84
B. Gambaran Nilai ........................................................................... 86
1. Menghayati Nilai ……………............................................... 86
2. Melaksanakan Nilai ……………………………................... 88
3. Menjadi Inspirator ................................................................. 90
C. Penanaman Nilai Spiritualitas Kongregasi Suster FdCC ............ 92
1. Nilai Hidup Doa …………………………………................ 92
2. Nilai Hidup Komunitas …………………............................. 96
3. Nilai Hidup Karya Kerasulan ................................................ 99
4. Nilai Hidup Pembinaan ......................................................... 101
5. Nilai Hidup Berkaul .............................................................. 103
6. Nilai Hidup Kepemimpinan .................................................. 110
7. Nilai Hidup Harta Benda ....................................................... 111
D. Usaha Penanaman Nilai-nilai Spiritualitas Kongregasi Suster
FdCC Dalam Masa Pembinaan di Novisiat ……………............
113
1. Pedagogi Penanaman Nilai-nilai Dalam Masa Pembinaan di
xvi
Novisiat ……………………................................................. 113
a. Berpusat pada pribadi ………………….......................... 115
b. Menumbuhkan, mengembangkan, dan mengubah pola
pikir ……………............................................................. 117
c. Kemerdekaan dan Tanggungjawab …………................. 119
d. Dimensi kebersamaan ...................................................... 120
e. Mendidik lewat hidupnya ................................................ 121
f. Pembentukan terus-menerus ............................................ 123
2. Kegiatan-kegiatan untuk Menanamkan Nilai Dalam Masa
Pembinaan di Novisiat ………………….............................. 125
a. Latihan Doa dan Meditasi …………................................ 126
b. Refleksi ............................................................................ 126
c. Sharing ............................................................................. 128
d. Pendalaman bersama ....................................................... 129
e. Pendampingan pribadi ..................................................... 129
f. Studi ................................................................................. 131
g. Tugas-tugas di Novisiat ................................................... 132
h. nPengalaman Apostolik .………………………................ 133
i. Program Bersama ....……..………………....................... 133
J. Program Pribadi …...…….………................................... 134
E. Bantuan Pengolahan Melalui Katekese Model SCP untuk
Pengolahan Nilai ……………................................................... 135
1. Pemikiran Untuk Pengolahan …………………………........ 135
2. Tujuan Pengolahan ……………………................................ 138
3. Pola Ketekese …………………………………………….... 140
4. Contoh Pola Ketekese Model SCP ……………………….. 142
BAB V. PENUTUP ……………………………………………………... 154
A. Kesimpulan .………………………………………………….... 154
B. Saran ............................................................................................ 156
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 158
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Daftar Singkatan Kitab Suci
Seluruh Singkatan Kitab Suci dalam Skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru Lembaga Alkitab Indonesia (1997).
B. Daftar Singkatan Dokumen Gereja
KHK : Kitab Hukum Kanonik
KV : Konsili Vatikan
KAN : Kanon
LG : Lumen Gentium
PC : Perfectae Caritatis
PPPLLR : Pedoman-Pedoman Pembinaan Dalam Lembaga-Lembaga
Religius
VC : Vita Consecrata
C. Daftar Singkatan Lain
Art : Artikel
FDCC : Figlia Della Carita Canossiana
GC : General Curia
Kons : Konstitusi (Peraturan Hidup)
KRKU : Keputusan Resmi Kapitel Umum
xviii
KOPTARI : Konferensi Pemimpin Tarekat Religius Indonesia
No : Nomor
PUSKAT : Pusat Kateketik
RF : Rencana Formasi
St : Santa
SCP : Shared Christian Praxis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi
Cahaya hidup dari sebuah kongregasi adalah spiritualitas. Spiritualitas
menjadi dasar yang sangat penting dalam hidup suatu kongregasi, untuk membina
kepribadian setiap anggota kongregasi. Spiritualitas tersebut menjadi tanda yang
khas dan tampak dalam kepribadian seseorang yang menghayatinya baik di dalam
tingkah laku maupun tutur kata. Melalui spiritualitas, nilai-nilai dan karisma yang
dihidupi oleh seseorang bisa dikenal identitas kongregasinya. Oleh karena itu
spiritualitas sungguh merupakan pegangan yang kuat bagi zaman sekarang dalam
melaksanakan misi pengutusan dan kesaksian hidup baik di dalam komunitas
maupun di tengah umat.
Gereja melalui Konsili Vatikan II mengajak setiap kongregasi religius untuk
kembali kepada spiritualitas pendiri. Melalui ajakan tersebut kongregasi
diingatkan kembali kepada semangat dasar dan tujuan semula berdirinya
kongregasi serta pada zamannya. Oleh kerena itu dalam Perfectae Caritatis
menguraikan bahwa “Akan bermanfaat bagi Gereja, bila tarekat-tarekat
mempunyai corak serta perannya yang khas. Maka hendaknya diakui dan
dipelihara dengan setia semangat para pendiri serta maksud-maksud mereka yang
khas, begitu pula tradisi-tradisi yang sehat, yang semuanya merupakan pusaka
warisan setiap tarekat” (PC, art. 2).
2
Menanggapi ajakan Gereja dan perkembangan zaman yang semakin pesat,
hal ini sangat mempengaruhi perkembangan anak zaman sekarang, sehingga
mengakibatkan perubahan formasi dalam cara pembinaan di setiap kongregasi.
Setiap kongregasi mempunyai caranya masing-masing dalam menangani para
calonnya yang bergabung bersama kongregasi tersebut. Dengan melihat
perkembangan zaman yang terus berubah, maka para team formator Kongregasi
Suster FdCC berusaha dengan berbagai cara dalam membantu perkembangan para
calon khususnya para novis dalam menggali nilai-nilai kedewasaan rohani dan
manusiawi yang sedang tumbuh dan berkembang dalam diri para novis secara
benar dan mendalam selama masa pembinaan mereka di novisiat yang
berlangsung kurang lebih dua tahun, sehingga apa yang mereka dapatkan ini
sebagai proses dalam pertumbuhan dan perkembangan bagi hidup panggilan yang
mereka jalani, khususnya dalam menghadapi tawaran-tawaran zaman yang
menggiurkan, dan berbagai tantangan dalam hidup berkomunitas maupun dalam
karya pelayanan yang mereka lakukan, mereka dapat menjalaninya dalam
semangat cinta kasih dan kerendahan hati yang sesuai dengan penghayatan nilai-
nilai spiritualitas St. Magdalena dari Canossa.
Memang tidaklah mudah bagi para calon khususnya bagi para novis, dalam
menghayati dan melaksanakan nilai kerendahan hati dan cinta kasih dalam hidup
berkomunitas maupun dalam karya pelayanan yang mereka jalani. Sehinggga
penanaman nilai dalam tahap pembinaan di novisiat ini merupakan suatu proses
yang dapat membantu mereka untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam
hidup panggilan yang mereka jalani. Dengan demikian nilai-nilai yang sudah
3
menjadi tradisi dalam Kongregasi Suster FdCC, menjadi salah satu proses
penanaman nilai-nilai bagi pertumbuhan dan perkembangan hidup panggilan bagi
para novis. Sehingga apa yang mereka hayati dan lakukan dengan sepenuh hati
dan tidak sebatas hanya tugas atau rutinitas belaka, kepura-puraan, takut berbuat
salah, takut dimarahi, dan mau dinilai baik oleh para pendamping. Oleh karena itu
penanaman nilai sejak dalam tahap pembinaan, merupakan proses yang sangat
penting khususnya bagi para novis, untuk lebih mendalami nilai-nilai tersebut
agar menjadi dasar bagi hidup panggilan mereka. Karena yang menjadi pokok
permasalahan disini adalah terkadang menjadi pertanyaan bagi para pendamping
maupun pimpinan yang terlibat langsung dalam mengikuti perkembangan para
calon suster, khususnya bagi para novis tersebut, dimana sikap penghayatan akan
nilai-nilai spiritualitas dari para novis tersebut dalam masa pembinaan di novisiat
berbeda setelah kaul pertama atau pun sesudah kaul kekal. Kurangnya
penghayatan nilai-nilai spiritualitas inilah, bisa mengakibatkan bagi para novis
akan perkembangan hidup panggilan yang mereka jalani tidak sesuai dengan
spiritualitas dan karisma Kongregasi FdCC.
Oleh karena itu selama masa pembinaan inilah para suster yang bertanggung
jawab di novisiat berusaha menanamkan nilai-nilai keutamaan dari karisma dan
spiritualitas Yesus Tersalib secara benar dan mendalam, kepada para novis
sebagai penerus karisma dan spiritualitas Kongregasi Suster FdCC. Maka dengan
usaha penanaman nilai-nilai inilah sebagai dasar pegangan bagi mereka dan
menghantar mereka untuk semakin mengerti, memahami dan mampu
mempraktekan nilai-nilai keutamaan karisma dan spiritualitas Yesus Tersalib
4
tersebut dalam penghayatan hidup mereka setiap hari melalui pemberian dirinya
dengan penuh gembira, dan kesiap-sediannya dalam tugas pelayanan dengan
semangat cinta kasih dan kerendahan hati, di dalam melayani sesama temannya,
para suster, dan sesama yang dijumpai dalam karya kerasulannya, dalam semangat
dan tujuan Kongregasi Suster FdCC yang benar.
Nilai-nilai spiritualitas inilah yang terkadang dalam kehidupan kurang
dimengerti, dipahami dan dihayati dengan baik dan benar, sehingga terkadang ada
yang bisa melenceng ke hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai karisma dan
spiritualitas kongregasi. Untuk itu perlu ditanamkan sungguh-sungguh dan lebih
mendalam, dalam masa pembinaan ini agar para calon khususnya bagi para novis,
dapat mengerti dan memahami nilai-nilai tersebut dan menjadikan nilai-nilai
tersebut sebagai dasar pegangan dalam hidup panggilan yang mereka jalani dan
sebagai proses pertumbuhan dan perkembangan hidup panggilan mereka sebagai
penerus Kongregasi Suster FdCC.
Proses pembinaan yang jelas dan intensif akan mempermudah para novis
untuk terus-menerus memurnikan motivasi panggilannya yang sesuai dengan
karisma dan spiritualitas Kongregasi Suster FdCC. Pemurnian motivasi panggilan
hidup religius merupakan persoalan yang sangat penting dalam masa pembinaan
di novisiat. Hal ini sangat penting mengingat para novis yang ingin
menggabungkan diri dengan suatu tarekat religius.
Masa pembinaan novisiat merupakan permulaan hidup bagi seseorang
dalam suatu tarekat religius. Dalam hal ini KHK mengatakan “Masa ini para calon
dibimbing dan dibina untuk memahami panggilan ilahi, khususnya yang khas dari
5
tarekat yang bersangkutan, mengalami cara hidup tarekat serta membentuk budi
dan hati dengan semangatnya, agar terbukti niat serta kecakapan mereka” (KHK,
Kan. 646). Paus Yohanes Paulus II dalam Vita Consecrata seruan apostolik
tentang pembaharuan hidup bagi para religius menghimbau agar dalam
“Pembinaan awal hendaknya menyiapkan orang untuk membaktikan diri
seutuhnya kepada Allah dengan mengikuti Yesus Kristus dalam pengabdian
kepada misi Gereja” (VC, art. 65). Pembinaan awal merupakan tuntutan yang
sangat penting di mana para calon khususnya bagi para novis, mereka diarahkan
dan dilatih untuk memulai hidup yang baru, menyatukan visi dan misi mereka
dengan visi dan misi Gereja yang dihidupi tiap kongregasi sesuai dengan karisma
dan spiritualitas pendiri.
Sebagai suatu lembaga religius Kongregasi Suster FdCC, menaruh perhatian
besar akan proses pembinaan awal bagi para calonnya, khususnya bagi para novis.
Dalam Vita Consecrata mengatakan “Program pembinaan yang dibuat secara jelas
dengan memperhatikan semangat tarekat yang dihayati akan mempermudah dan
membantu para calon untuk mengetahui, mengenal, memahami dan mencintai
semangat hidup kongregasi, sehingga dapat membantu mereka dalam perjalanan
menuju kematangan iman yang sepenuhnya akan Yesus Karistus” (VC, art. 68).
Proses pembinaan bagi para novis mengenai karisma dan spiritualitas yang jelas
dan intensif akan membantu dan membimbing para novis dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bagi hidup panggilan mereka, agar mengajak
mereka terus belajar dan berlatih menjadi seorang pribadi yang berani
memberikan dirinya dalam melayani teman-temannya, para suster, dan sesama
6
dalam karya pelayanan yang mereka jalani, dengan semangat cinta kasih dan
kerendahan hati, dengan hati yang gembira dan bertanggung jawab yang sesuai
dengan spiritualitas Kongregasi Suster FdCC.
Dalam usaha pembinaan di novisiat para novis dibimbing untuk
memperkembangkan dan mematangkan kepribadian melalui berbagai bentuk
kegiatan. Kegiatan yang diberikan di novisitat dapat mendukung berkembangnya
motivasi para novis dalam menjawab panggilan Tuhan. Aktifitas yang diadakan di
novisiat ditempuh dalam kegiatan hidup bersama, hidup doa pribadi dan doa
bersama, pelajaran dan keterampilan yang diberikan. Melalui proses penanaman
nilai-nilai spiritualitas dalam tahap pembinaan yang diterima di novisiat,
diharapkan para novis calon Suster FdCC mampu mencapai perkembangan dan
pertumbuhan hidup rohani dan kepribadian yang mantap, serta penghayatan hidup
panggilan mereka yang semakin mendalam dan dewasa. Dengan demikian
semuanya ini dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik jika para novis
berani terbuka pada gerakan dan bimbingan Roh Kudus yang dapat menghantar
mereka untuk terus-menerus bekerja sama dengan rahmat Allah, sehingga mereka
semakin lebih mantap dan dewasa dalam menjawab panggilan Allah. Bimbingan
dari para pendamping beserta semua Suster FdCC untuk terus menerus
memperkenalkan dan mempraktekan nilai-nilai spiritualitas melalui kesaksian
hidup dan teladan mereka bagi para novis, dapat menghantar mereka untuk
semakin bertumbuh dan berkembang dalam kebenaran dari nilai-nilai karisma dan
spiritualitas dari Kongregasi Suster FdCC, yang terpancar dari Yesus Tersalib
sebagai mutiara yang paling berharga yang diwariskan oleh St. Magdalena dari
7
Canossa bagi Putri-Putri Cinta Kasih (FdCC). Dengan demikian dalam penulisan
skripsi ini penulis mengambil judul: “PENANAMAN NILAI-NILAI
SPIRITUALITAS ST. MAGDALENA SEBAGAI SALAH SATU PROSES
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PANGGILAN PARA NOVIS
KONGREGASI SUSTER FDCC”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
didefenisikan beberapa pokok permasalahan dalam penulisan ini, adalah:
1. Apakah gambaran umum formasi Kongregasi FdCC mengisaratkan
penanaman nilai-nilai?
2. Apakah tahap-tahap formasi Kongregasi FdCC menunjukan proses
pembatinan nilai-nilai?
3. Usaha apa saja yang membantu para novis FdCC untuk membatinkan dan
menghayati nilai-nilai spiritualitas Kongregasi FdCC?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Menyadarkan para novis akan pentingnya penanaman nilai spiritualitas St.
Magdalena dalam tahap pembinaan novisiat, sebagai salah satu proses
dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan panggilan para novis
sebagai calon Suster FdCC.
8
2. Menghantar para novis melalui tahap pembinaan di novisiat merupakan
salah satu proses pembatinan nilai-nilai spiritualitas bagi pertumbuhan
dan perkembangan hidup panggilan sebagai calon Suster Kongregasi
FdCC.
3. Membimbing para novis untuk dapat membatinkan nilai-nilai spiritualitas
St. Magdalena melalui penanaman nilai-nilai selama tahap pembinaan di
novisiat sebagai salah satu proses pertumbuhan dan perkembangan
panggilan mereka.
4. Memenuhi persyaratan ujian kelulusan sarjana S1 Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Melalui penanaman nilai-nilai spiritualitas St. Magdalena Bagi para novis,
dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan bagi hidup
panggilan mereka sebagai calon Suster FdCC.
2. Melalui proses penanaman nilai spiritualitas dalam tahap pembinaan di
novisiat menunjukan suatu proses pembatinan akan nilai-nilai
spiritualitas St. Magdalena dalam memurnikan motivasi panggilan
mereka sebagai calon suster FdCC.
9
3. Semakin menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca, untuk
mengenal pembinaan dalam Kongregasi Suster FdCC, dan nilai-nilai
spiritualitas St Magdalena dari Canossa.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang
memanfaatkan studi pustaka. Studi pustaka peting, karena melalui metode ini,
penulis berusaha menggambarkan secara faktual keadaan pembinaan di novisiat,
melalui spritualitas St. Magdalena dari Canossa sebagai penanaman nilai sebagai
salah satu proses pertumbuhan dan perkembangan panggilan hidup para novis
sebagai calon Suster FdCC.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan Skripsi ini secara keseluruhan akan diuraikan ke dalam lima bab.
Dengan dipaparkan secara jelas setiap babnya sebagai berikut.
Bab I penulis menguraikan Pendahuluan, yang memberikan gambaran
umum penulis yang terdiri dari; latar belakang, rumusan permasalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang gambaran formasi pembinaan Kongregasi Putri-
putri Cinta Kasih Canossian (FdCC), dalam menghadapi tantangan di zaman
sekarang, yang akan dibagi dalam lima bagin di antaranya; pembinaan menuju
hidup cinta kasih, membangun dimensi manusiawi dan kristiani, langkah-langkah
pembinaan pertumbuhan panggilan, pembinaan dan pendampingan secara terus-
10
menerus bagi team formator, dan pembinaan diri terus-menerus (on going
formation).
Bab III berbicara mengenai tahap-tahap dalam masa pembinaan hidup
religius, yang akan dibagi dalam tiga bagian di antaranya; pengertian dan tujuan
masa pembinaan, dilanjutkan dengan tahap-tahap pembinaan menurut Kongregasi
Suster FdCC, bidang-bidang formatif di novisiat.
Bab IV penulis menguraikan mengenai penanaman nilai selama masa
pembinaan di novisiat, yang akan dibagi dalam lima bagian di antaranya;
pengertian nilai, gambaran nilai, penanaman nilai spiritualitas Kongregasi Suster
FdCC, usaha penanaman nilai-nilai spiritualitas Kongregasi Suster FdCC dalam
masa pembinaan di novisiat dan bantuan pengolahan melalui katekese model SCP
untuk pengolahan nilai. Di mana semuanya ini sebagai salah satu usaha
penanaman nilai spiritualitas Kongregasi Suster FdCC dalam membantu para
novis untuk semakin bertumbuh dalam spiritualitas Yesus Tersalib sesuai
semangat Kongregasi Suster FdCC, sehingga apa yang diperoleh sebagai dasar
pegangan hidup panggilan para novis untuk menjadi seorang Suster FdCC.
Bab V menguraikan berupa penutup yang berisikan kesimpulan dan saran,
yang dapat berguna untuk membantu membentuk dan menanamkan nilai
spiritualitas yang sebagai pegangan dasar bagi hidup mereka, sehingga para novis
semakin menghayati dan menginternalisasikan nilai-nilai spiritualitas tersebut
dalam hidup panggilannya sehari-hari dan memiliki kualitas hidup yang baik
sebagai penerus semangat Kongregasi Suster FdCC.
11
BAB II
GAMBARAN FORMASI PEMBINAAN KONGREGASI
PUTRI-PUTRI CINTA KASIH CANOSSIAN (FDCC) DALAM
MENGHADAPI TANTANGAN DI ZAMAN SEKARANG
A. Pembinaan Menuju Suatu Hidup Cinta Kasih
Sejak awal berdirinya Kongregasi ini, lahir dengan nama Putri-Putri Cinta
Kasih (FdCC), oleh kerena itu cinta kasih merupakan identitas utama Kongregasi
Putri-Putri Cinta Kasih Pelayan Kaum Miskin atau Kongregasi Suster FdCC.
Dalam hal ini terjemahan The Rules Of The Congregation FdCC (1981:17)
mengatakan:
Tujuan pokok Kongregasi Suster FdCC adalah pemenuhan dua ajaran besar cinta kasih, yaitu mencintai Tuhan dengan segenap hati dan mencintai sesama seperti diri sendiri demi cinta kita kepada Allah. Oleh karena Allah sendiri adalah cinta kasih, maka kita pun sebagai puteri-puteri-Nya, mampu mencintai Allah dengan cinta yang penuh hormat, lemah-lembut, sebagai anak Allah. Dan sebagai pelayan kaum miskin memberikan segala perhatian, pengorbanan, kemurahan hati, dan segala sumbangan pemikiran serta bakat-bakat yang dimiliki.
Pemenuhan akan kedua ajaran cinta kasih, terpenuhi secara sempurna
dengan mengikuti sedapat mungkin dalam diri kita akan kekudusan Tuhan kita
Yesus Kristus, dengan mengarahkan suatu hidup yang patuh, rendah hati, dan
tersembunyi, ini semua dimaksudkan untuk mencari kemulian Allah dan
keselamatan jiwa-jiwa. Segala karya dan tingkah laku cinta kasih disemangati
oleh Roh Yesus Kristus sendiri, yakni: Roh cinta kasih, hati yang manis, kelemah-
12
lembutan, kerendahan hati, penuh semangat, kekuatan, kemurahan hati, dan
kesabaran.
Dalam terjemahan The Canossian Charism Kongregasi FdCC (2002: 23)
dikatakan bahwa “Praktek kedua perintah cinta kasih menuntut para Putri-Putri
Cinta Kasih (FdCC), untuk mampu menjalankan hidupnya dan melaksanakan
karya-karya dalam semangat cinta kasih yang terpancar dari keutamaan-
keutamaan Yesus Tersalib demi pengudusan pribadi setiap suster dan
menghasilkan buah-buah cinta kasih bagi kemulian Allah yang lebih besar dan
bagi kebaikan sesama.”
Dengan demikian cara hidup pembinaan bagi Kongregasi Suster FdCC,
menuju pada suatu kepenuhan hidup dalam cinta kasih ditanamkan sejak dari
masa pembinaan khususnya dalam masa novisiat sebagai dasar pengolahan, dan
pembentukan diri yang akan bersatu dengan spiritualitas kongregasi sehingga
dibutuhkan keseriusan dari para pembina atau pendamping dalam mendampingi
dan membina para calon menuju suatu arah pembinaan yang jelas agar mereka
sungguh-sungguh mengenal dan mengerti arah spiritualitas yang benar sesuai
dengan cara hidup Kongregasi Suster FdCC.
1. Cara Hidup Pembinaan Bagi Kongregasi Suster FdCC
a. Hidup Rohani
Hidup rohani merupakan dasar bagi hidup panggilan, kerena melalui hidup
rohanilah para calon semakin bersatu dengan-Nya dan iman semakin dimurnikan
dalam hadirat-Nya. Dalam hal ini Darminta (1993: 7) mengatakan:
13
Hidup rohani adalah suatu perjalanan. Berjalan mengandaikan orang bangun, bangkit dan melangkah. Perjalanan berarti masuk ke dalam ketidakpastian. Satu-satunya kepastian yang dapat kita pegang ialah iman. Iman artinya percaya dan menyerahkan diri kepada Dia, yang kita yakini tetap setia menyertai kita. Kepada kita ditawarkan undangan untuk percaya dan mengikuti Yesus Kristus. Kita membangun hidup rohani di dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus tinggal dengan Roh-Nya di dalam diri kita. Itulah yang memberi makna dan daya penggerak hidup kita, bahkan Roh Kudus memberi daya dan kekuatan untuk mengatasi segala rintangan dan cobaan untuk menuju ke tujuan, yaitu memuliakan Allah dengan melakukan kehendak-Nya.
Melalui hidup rohani inilah, para suster dan calon suster FdCC dilatih dan
dibimbing untuk terus menerus membangun hidup rohaninya agar bersama Roh
Kudus yang berkarya dalam diri mereka mampu membimbing dan membawa
mereka dalam perjalanan hidup rohani yang semakin terbuka dalam menjawab
panggilan mereka yang dibangun setiap hari. Dalam hal ini Kons. Kongregasi
FdCC (1828: no. 11) mengatakan:
Hidup doa menghantar dan mendorong kita untuk semakin mengenal dan mengasihi-Nya, sehingga memampukan kita untuk dapat mempersembahkan diri serta hidup panggilan kita secara total ke dalam tangan kasih-Nya yang Kudus. Hidup doa merupakan dasar dan penopang dalam perjalanan hidup panggilan kita. Doa adalah suatu anugerah dari Allah, suatu pengalaman hadirat-Nya dalam Kristus Yesus yang melalui kuasa Roh-Nya, mewahyukan kepada kita misteri Allah sebagai kasih dan menjadikan kita penyembah-penyembah Bapa yang sejati. Kesetian kepada doa menumbuhkan dalam diri kita suatu rasa rindu akan kemulian Allah, suatu usaha untuk mencari kehendak-Nya, suatu semangat apostolik, dalam hubungan yang senantiasa semakin dalam dengan Yesus Putra-Nya.
Dengan hidup doa yang dibangun baik secara pribadi maupun bersama-
sama secara terus-menerus dapat meneguhkan para novis Suster FdCC dalam
14
setiap pergulatan dan perjuangan hidup yang dialaminya. Ekaristi yang dijalankan
setiap hari dapat memberi mereka kekuatan dan semangat baru, serta melalui
renungan-renungan yang direfleksikan mengenai Sabda Tuhan dan juga nilai-nilai
spiritualitas Kongregasi Suster FdCC secara sederhana, mampu menghantar para
novis untuk terus-menerus bertumbuh bersama Yesus dalam iman, harapan dan
kasih, serta semakin mengenal, menghayati, memperdalam, nilai-nilai spiritualitas
sehingga mampu menyerahkan dan menjalani seluruh proses perjuangan hidup
panggilan mereka dalam tahap pembinaan. Dengan demikian mereka semakin
dimurnikan dan mantap dalam menjawab panggilan, serta dapat melaksanakan
perbuatan-perbuatan kasih yang terpancar dari kedalaman hidup rohani yang
mereka hayati, yang sesuai dengan nilai-nilai spiritualitas yang dihayati oleh
Kongregasi Suster FdCC. Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no.13)
mengatakan:
Doa menjadi tempat yang penting dalam hidup kita sebagai Putri-Putri Cinta Kasih Canossian. Doa kita sebagai Putri-Putri Cinta Kasih Canossian menemukan makanan dan kesempurnaan-Nya di dalam hidup liturgis. Sumber dan puncaknya ditemukan di dalam misteri kematian dan kebangkitan Yesus yang dikurbankan kembali dalam Ekaristi. Kita merayakan peringatan kematian dan kebangkitan Kristus setiap hari, dan memberi makan diri kita sendiri dengan tubuh-Nya yang amat suci. Di dalam Dia, bersama dengan hidup kita, kita mempersembahkan kepada Bapa kegembiraan dan harapan, kesedihan dan kekhawatiran dunia dalam ziarahnya menuju kerajaan Allah.
Kedalaman dan perkembangan hidup rohani seseorang akan terpancar dari
dalam dirinya sendiri, jika hidup rohaninya terus-menerus dibangun bersama
Yesus, sehingga dengan sendirinya hidupnya semakin terarah dan bersatu dalam
15
Yesus. Maka hasil dari kesatuan inilah dapat menghantar dan menggerakan hati
para calon untuk melaksanakan perbuatan kasih dengan gembira dalam semangat
kasih Kristus sendiri, yang menjadi teladan kasih sejati dalam hidup panggilan
yang dijalani. Dalam hal ini Darminta (1993: 11) mengatakan:
Kita diberi kesempatan untuk mengembangkan dan menumbuhkan benih hidup ilahi yang tertanam di dalam hati kita agar menjadi pohon, yang menghasilkan buah kasih dalam tindakan dan perbuatan. Sebagai rasa syukur atas kenyataan rohani, kita akan terus-menerus mengembangkan hidup rohani, yang akan kita dayagunakan di dalam hidup sehari-hari.
Melalui hidup doa inilah pembinaan para calon Suster FdCC dipertemukan
dengan dasar dan sumber utama dalam hidup rohani, bagi proses perkembangan
dan pemurnian panggilan. Oleh karena itu dalam buku Katekese Pembimbingan
Novisiat mengatakan “Hidup doa merupakan ungkapan iman, dan iman itu adalah
iman kepada Kristus yang bangkit dan yang telah menyelamatkan manusia” (Seri
PUSKAT 222, 1975: 12). Di dalam doa inilah para calon Suster FdCC dapat
mengungkapkan inti pribadi serta hormat yang dalam kepada Kristus, karena
Kristuslah yang menjadi dasar dan pusat hidup mereka dalam tahap pembinaan.
Iman dan penghayatan akan Kristus inilah sering diungkapkan dalam bentuk doa,
sehingga mampu mengalami persatuan yang mesra dengan Dia sendiri. Doa
merupakan unsur mutlak yang perlu menjiwai seluruh hidup dan karya yang
mereka laksanakan dalam tahap pembinaan ini, karena kerasulan sendiri
merupakan pelaksanaan kehendak Kristus yang dihayati melalui doa itu sendiri.
Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no.11) mengatakan:
16
Hidup doa menghantar dan mendorong kita untuk semakin mengenal dan mengasihi-Nya, sehingga memampukan kita untuk dapat mempersembahkan diri serta hidup panggilan kita secara total ke dalam tangan kasih-Nya yang Kudus. Hidup doa merupakan dasar dan penopang dalam perjalanan hidup panggilan kita. Doa adalah suatu anugerah dari Allah, suatu pengalaman hadirat-Nya dalam Kristus Yesus yang melalui kuasa Roh-Nya, mewahyukan kepada kita misteri Allah sebagai kasih dan menjadikan kita penyembah-penyembah Bapa yang sejati. Kesetian kepada doa menumbuhkan dalam diri kita suatu rasa rindu akan kemulian Allah, suatu usaha untuk mencari kehendak-Nya, suatu semangat apostolik, dalam hubungan yang senantiasa semakin dalam dengan Yesus Putra-Nya.
Semangat doa adalah suatu karunia yang lebih besar dari doa itu sendiri. Hal
ini merupakan suatu mentalitas iman yang membimbing kita untuk merenungkan
kehadiran Tuhan melalui alam ciptaan, sesama saudara/saudari yang dijumpai,
dan juga melalui peristiwa-peristiwa hidup yang dialami setiap hari baik dalam
suka maupun dalam duka. Melalui semangat doa inilah hidup para suster sebagai
orang kontemplatif dalam aksi menemukan kesatuan dengan-Nya. Dalam hal ini
Kons. Kongregasi FdCC (1828: no.13) mengatakan:
Doa menjadi tempat yang penting dalam hidup kita sebagai Putri-Putri Cinta Kasih Canossian. Doa kita sebagai Putri-Putri Cinta Kasih Canossian menemukan makanan dan kesempurnaan-Nya di dalam hidup liturgis. Sumber dan puncaknya ditemukan di dalam misteri kematian dan kebangkitan Yesus yang dikurbankan kembali dalam Ekaristi. Kita merayakan peringatan kematian dan kebangkitan Kristus setiap hari, dan memberi makan diri kita sendiri dengan tubuh-Nya yang amat suci. Di dalam Dia, bersama dengan hidup kita, kita mempersembahkan kepada Bapa kegembiraan dan harapan, kesedihan dan kekhawatiran dunia dalam ziarahnya menuju Kerajaan Allah.
Panggilan untuk kekudusan hanya diterima dan dapat dikembangkan dalam
keheningan sembah sujud di hadirat Allah. Melalui semangat hidup doa inilah
17
para novis dilatih untuk lebih mengakarkan diri mereka pada Tuhan yang
diimaninya, dengan demikian mereka semakin diajak untuk lebih mengenal dan
merasakan kesatuan hati yang semakin mendalam dengan Dia yang menjadi dasar
dan pusat dalam hidup panggilan mereka. Melalui semangat doa yang
ditingkatkan secara terus-menerus inilah mereka semakin terbuka kepada Roh
Kudus dan semakin memurnikan hidup panggilan mereka sendiri. Maka hidup
doa lebih diutamakan dalam tahap pembinaan, agar dengan pengolahan yang
mendalam para novis semakin lebih mengenal dan dimurnikan dalam motivasi
hidup panggilan mereka.
b. Hidup Berkaul
Hidup kaul merupakan persembahan diri secara total kepada Allah yang
telah memanggil. Dalam buku Saat Jubah Bikin Gerah I mengatakan “Inti hidup
berkaul adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan sehingga dapat
digunakan oleh Tuhan ke mana pun dan untuk apa pun Dia menginginkan”
(Suparno, 2007: 104). Hidup kaul yang telah diterima dari Allah merupakan suatu
perjanjian kasih yang memampukan para suster untuk dapat menerimanya dengan
bebas dan dijalankan dengan gembira. Dalam KRKU XV Kongregasi FdCC
(2008: 10) dikatakan:
Hidup kaul memelihara jawaban kita atas panggilan Kristus, mengekspresikan keberadaan hidup bakti kita dari Allah. Dari segi pandangan kharismatik, kaul-kaul menuntut perjalanan kita dipimpin oleh Roh, untuk menjadi sama seperti Kristus, (taat, miskin, murni). Semuanya merupakan bentuk kehidupan yang kita akui dalam Gereja. Hidup menurut kaul menuntut kepada kita suatu cara alternatif
18
keberadaan kita dalam berelasi dan dalam hubungannya dengan dunia, membuat kita memiliki suatu posisi “marginalita” yang signifikan dalam sejarah, yang membuat kita asing tetapi bukan musuh seperti cara hidup para nabi. “Marginalita” kita semata-mata demi Kristus untuk menandai bahwa sejarah tidak selalu mengungkapkan kepenuhan kerajaan, ada juga “kekosongan kehadiran Allah” dalam sejarah, oleh karena itu janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini (Rom 12:1-3).
Menanggapi Keputusan Resmi Kapitel Umum (KRKU) XV, pembaharuan
nilai hidup kaul dalam masa pembinaan lebih diperjelas dan diperdalam, agar
melalui tahap pembinaan ini mereka lebih mengolah motivasi hidup panggilan
mereka sendiri. Dengan demikian panggilan yang mereka pilih dan hayati, dapat
dipersembahkan secara total kepada Kristus dan demi Kristus sendiri yang telah
memanggil mereka. Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 23 – 24)
mengatakan:
Hidup kaul adalah suatu hadiah dari Allah yang diberikan kepada kita demi kemulian-Nya dan demi kebaikan saudara-saudari kita. Ia mengadakan suatu perjanjian kasih dengan kita dan dengan sebuah ikatan baru dan khusus yaitu pembaktian religius, Ia membuat kita mampu untuk menghayati janji baptis kita secara radikal. Jawaban kita adalah suatu jawaban kasih. Dengan itu kita mewajibkan diri kita secara sukarela untuk mengikuti dengan lebih dekat Tuhan Yesus yang murni, miskin, dan yang taat, dalam penyerahan diri sepenuhnya kepada perutusan Gereja yang menyelamatkan. Kesetian kepada panggilan kita, menyesuaikan kita dengan lebih akrab kepada Kristus yang tersalib, karena karisma kita yang khusus, dan membuat kita ikut ambil bagian dalam misteri Paskah-Nya. Dan Maria Bunda Perawan, hamba Tuhan yang taat, bahkan sampai di kaki salib, kita mempelajari kasih yang memberi dirinya dengan rela dan gembira.
Dalam buku I Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti mengatakan
bahwa “Hidup menurut nasehat Injil berarti hidup yang diisi oleh cinta Kristus,
nasihat Injil untuk mengubah dunia, dan ini merupakan dukungan utama hidup
19
religius. Dengan mengikrarkan ketiga kaul, setiap religius dijadikan bebas untuk
Allah dari ikatan afeksi, milik, dan kekuasaan. Maka kaul perlu disetiai agar tidak
mudah terjebak dalam godaan zaman” (Mardi Prasetyo 2001: 92). Dalam hal ini
Dokumen Gereja: Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-Lembaga
Religius (PPPDLLR) (1992: no.11- 12) mengatakan:
Iman, harapan, dan cintakasih memungkinkan para religius, berkat kaul-kaul mereka, untuk mengamalkan dan memprofesikan ketiga nasehat Injil, dan dengan demikian memberikan “kesaksian yang cemerlang dan luhur bahwa dunia tidak dapat diubah dan dipersembahkan kepada Allah, tanpa semangat Sabda Bahagia”. Nasihat-nasihat itu sesungguhnya, merupakan dukungan yang utama hidup religius, oleh kerena nasihat-nasihat itu mengungkapkan dengan cara yang penting dan lengkap radikalisme injili yang menjadi ciri khasnya. Sesungguhnya melalui profesi nasihat-nasihat Injil yang dibuat dalam Gereja, para religius menginginkan “supaya dibebaskan dari rintangan-rintangan, yang manjauhkannya dari cinta kasih yang berkobar dan dari kebaktian yang sempurna kepada Allah, supaya membaktikan dirinya secara lebih sempurna kepada pengabdian pada Allah.
Nasihat-nasihat Injil yang dihayati oleh para religus merupakan kebaktian
yang sempurna kepada Allah, sehingga dengan demikian membaktikan dirinya
secara lebih sempurna kepada pengabdian pada Allah. Maka dalam Kongregasi
FdCC, nilai dari ketiga kaul perlu ditanamkan dalam diri para novis sejak dari
masa novisiat, karena dalam masa inilah merupakan dasar pembentukan bagi
hidup panggilan seseorang. Dalam hal ini sangat diharapkan bagi para team
formator benar-benar mengarahkan nilai-nilai dari ketiga hidup kaul ini bagi para
calon Suster FdCC secara jelas dan mendalam, sehingga apa yang dipahami dan
dihayati secara benar dapat menghantar mereka menjadi seorang suster yang
20
sungguh-sungguh mencintai anugerah hidup panggilan yang mereka terima.
Nasihat Injil tersebut antara lain:
1). Kaul Kemurnian
Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 28) mengatakan:
Dengan kuasa Roh Kudus, kemurnian yang dibaktikan dalam diri kita mengarahkan kita pada misteri persatuan mempelai dengan Yesus, dan membuat kita mengambil di dalam kasih yang subur, yang mempersatukan Kristus dengan mempelainya, yaitu Gereja. Kemurnian yang dibaktikan menguatkan dan memeriahkan nilai-nilai Injili dari persaudaraan, persahabatan, keibuan rohani dan membawa kita untuk mengintegrasikan setiap afeksi ke dalam kasih Tuhan yang Maha Besar.
Kaul kemurnian merupakan lambang persatuan kasih dengan Kristus sendiri, di
mana melalui persatuan inilah menjadi tanda kenabian dan eskatologis bagi
dunia. Dengan demikian kaul kemurnian yang dihayati, menghantar para suster
sekaliaan dapat mengintegrasikan setiap afeksi ke dalam kasih Tuhan, agar
secara bebas dan gembira dalam mencintai Tuhan dan sesama yang dijumpai.
Kaul kemurnian merupakan persatuan yang mesra dengan Sang Mempelai,
yaitu Kristus sendiri yang telah memanggil untuk mengikuti dan melayani
bersama Dia, sehingga dengan rahmat-Nya dapat memampukan para suster,
untuk dapat menjalankan segala pergulatan dalam menghayati kaul kemurnian.
Dalam hal ini Dokumen KRKU XV Kongregasi FdCC (2008: 11)
mengatakan:
21
Kaul-kaul yang dihayati demi Kristus akan menjadi sebuah proses transformasi paskah (dari Kematian ke kehidupan), kesempatan khusus untuk bertumbuh dalam kebebasan dan dalam kegembiraan melalui pertobatan (transformasi diri) dalam ketiga kebutuhan orang (hasrat untuk berkuasa, kebutuhan untuk memiliki, efektifitas). Hal ini merupakan sebuah cara untuk menjadi manusiawi seperti Yesus Putra hamba, untuk menjadi siap sedia dalam Gereja dan dunia demi mengembangkan nilai-nilai kerajaan, untuk memberi kesempatan bagi mereka yang terpinggirkan, supaya menjadi tanda kenabian dan radikal. Pengertian dan penghayatan kaul berbeda dalam tahap-tahap kehidupan. Kehidupan memunculkan pertanyaan baru, kondisi sejarah, dan keberadaan menimbulkan tantangan-tantangan baru. Cara yang dimaksud untuk dapat menghidupi hidup bakti yang dapat diintegrasikan dengan tantangan-tantangan dan jawaban-jawaban atas pertanyaan, dalam suatu perspektif yang utuh untuk menumbuh kembangkan sejarah baru, mencegah kebekuan kaul-kaul ke dalam formalitas dan menghidupi pemuridan yang dibaharui terus menerus.
Dalam pembinaan bagi para calon Suster FdCC, hidup kaul kemurnian
sangat diutamakan, karena hal ini merupakan dasar bagi mereka untuk mampu
mengerti dan menghayati akan hidup yang sudah mereka pilih dan mereka
jalani sebagai suatu persembahan hidup secara total dalam kekudusan dan
kemulian di hadirat kasih Allah. Hidup kaul kemurnian diberi pengertian yang
jelas dan arahan yang baik, agar mereka dapat mengucapkan dan menghayati
kaul kemurnian ini menjadi pilihan yang bebas dan dijalani dengan penuh
kegembiraan, sebagai tujuan utama dalam hidup panggilan mereka.
2). Kaul Kemiskinan
Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 32) mengatakan:
Teladan Yesus yang tersalib, yang ditanggalkan dari segala-galanya kecuali kasih-Nya, mendorong kita kepada penghayatan kemiskinan “yang paling sempurna”. Bersatu dengan Allah, kita mengasihi dan mencari hanya Dia sendiri di dalam setiap pekerjaan dan pelayanan cinta kasih, dan tidak menginginkan apapun kecuali kemulian-Nya.
22
Dibaktikan kepada pelayanan orang miskin kita menganggap perlu sekali bahwa segala perhatian, karya, keprihatinan dan pikiran-pikiran kita, adalah untuk mereka.
Dengan semangat Yesus yang tersalib, penghayatan hidup kaul
kemiskinan yang dihayati oleh Suster FdCC, merupakan kemiskinan yang
paling sempurna. Maksudnya adalah kemiskinan yang terbakti, yang dipilih
secara bebas, dan menyesuaikan diri para Suster FdCC secara lebih sempurna
kepada Yesus Kristus yang tersalib, yang telah menjadi miskin karena kasih-
Nya kepada semua orang. Maka menghantar para Suster FdCC mampu
memberi kesaksian tentang keunggulan hal-hal dari nilai hidup kaul
kemiskinan, sambil mewartakan kepada orang-orang miskin sabda bahagia.
Dalam hal ini buku I Mardi Prasetyo (2001: 94) mengatakan:
Kriteria penghayatan kemiskinan kita adalah sebagaimana Kristus miskin: dalam kenyataan dan semangat, hidup kerja keras sebagaimana orang kecil, tergantung dan terbatas dalam penggunaan barang-barang. Kepekaan terhadap suasana kemiskinan di sekitar, entah dialami perorangan maupun kelompok, mestinya menumbuhkan keprihatinan dan pemilihan gaya hidup orang sederhana dengan sikap lepas bebas dari dalam batinnya, tidak mau terikat pada aliran atau golongan tertentu, terlebih kelas sosial tersebut.
Dalam hal penghayatan kaul kemiskinan Kristuslah yang menjadi
model dan teladan dalam Kongregasi Suster FdCC, di mana dengan meneladan
semangat Yesus yang miskin yang mau solider dengan semua yang ada di
sekitar-Nya, khususnya kaum miskin, baik yang miskin secara jasmani maupun
miskin secara rohani. Dengan semangat inilah pendiri kami St. Magdalena dari
Canossa pada waktu itu terinspirasi untuk mendirikan Kongregasi Suster
23
FdCC. Dalam hal ini dalam buku Memoir St. Magdalena Dari Canossa,
Pollonara (1988: 426) mengatakan:
Dalam tahun 1808, setelah mengatasi kesulitan-kesulitan terakhir keluarganya, Magdalena meninggalkan istana kediamannya. Dia pergi hidup dilingkungan kota Verona yang paling miskin dan paling terkenal nama buruknya supaya mengikuti panggilan yang dirasakannya di dalam lubuk hatinya, menjadi apa yang dikehendaki Allah atas dirinya: “Melayani Kristus dalam diri kaum miskin”.
3). Kaul Ketaatan
Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 38) mengatakan:
Ketaatan Yesus yang karena kasih telah memenuhi kehendak Bapa-Nya sampai menjadi kurban di salib. Mengilhami dan memotivasi kita untuk mempersembahkan secara bebas dan menyeluruh kehendak kita sendiri kepada Allah bagi suatu pengabdian yang tak bersyarat kepada rencana penyelamatan-Nya yang universal. Dari kontemplasi Yesus yang Tersalib, kita menarik semangat Paskah ketaatan kita sendiri, siap untuk menerima tanggung jawab yang dibawanya, sambil menyadari bahwa seluruh hidup kita di dalam diri-Nya sendiri adalah “Suatu pengorbanan yang sempurna”.
Dalam penghayatan kaul ketaatan, menuntut para Suster FdCC suatu
mentalitas iman yang kokoh, yang dapat menghantar para Suster FdCC melihat
kehendak Allah, tidak hanya melalui firman-Nya, melainkan juga dalam
berbagai mediasi seperti: Ajaran Gereja, peraturan hidup, para pimpinan, setiap
pribadi para Suster FdCC sendiri, dan melalui peristiwa-peristiwa hidup
mereka setiap hari. Para Suster FdCC menyadari bahwa dalam menghayati
kaul ketaatan tidak mengurangi derajat mereka sebagai pribadi, melainkan
memberikan kebebasan sejati anak-anak Allah. Oleh karena itu dalam
24
menghayati kaul ketaatan Suster FdCC mempercayakan diri mereka kepada
bimbingan Roh Kudus, sambil memilih secara bebas untuk menyerahkan
kehendak mereka kepada pimpinan yang sah, sebagai wakil Allah dalam
segala yang dituntut oleh peraturan hidup. Dalam hal ini buku I Mardi
Prasetyo (2001: 96) mengatakan:
Ketaatan sebagaimana Kristus dituntut dari pihak kita adalah suatu penyerahan kehendak pada pembesar yang syah sebagai wakil Allah, taat pada Gereja dan taat pada Paus karena kaul ketaatan. Ini tidak merendahkan martabat manusia, tetapi kematangan pribadi yang mampu menggunakan martabat dan kebebasannya sebagai anak-anak Allah. Ketaatan kemudian menjadi sarana mengikuti jejak Kristus dan ambil bagian dalam tugas perutusan-Nya.
c. Hidup Komunitas
Tuhan telah memanggil kita untuk tinggal dan hidup dalam suatu
komunitas, karena bukan kita yang memilih komunitas tetapi kita dipilih untuk
masuk ke dalam komunitas. Semua yang dipanggil untuk hidup dalam suatu
komunitas akan semakin menjadi milik Kristus, seperti yang dikatakan dalam
Dokumen KV II Lumen Gentium mengatakan “Semua yang telah menjadi milik
Kristus, memiliki Roh-Nya dan dipersatukan satu sama lain dalam Dia” (LG, art.
49). Jadi yang mengikat para anggota komunitas adalah Kristus, yang dihayati
melalui hidup karya dan doanya, baik secara pribadi maupun secara bersama.
Dalam hal ini Kons. Kongregasi. FdCC (1828: no. 44) mengatakan:
Tuhan Yesus adalah sumber vital kebersamaan persaudaraan kita. Dialah orang yang membangunnya dan terus-menerus menyusunnya kembali melalui aksi Roh-Nya. Dari Dia yang Tersalib dan bangkit kembali, kita
25
belajar bahwa kasih timbal-balik terjadi melalui salib. Dari partisipasi kita dalam Ekaristi setiap hari, kita menerima rahmat untuk menghayati suatu persatuan hati yang nyata dan suatu dorongan yang selalu diperbaharui di dalam pelayanan cinta kasih kita.
Pusat hidup kebersamaan adalah Yesus sendiri, di mana Dialah
yangmemampukan kita untuk belajar kasih timbal-balik. Dengan demikian kita
mampu berkembang dalam kasih yang selalu siap memberi dan menerima
pengampunan secara tulus, saling menghormati dan menghargai setiap pribadi,
saling belajar mencintai perbedaan dan memandangnya sebagai suatu kekayaan
bukan sebuah ancaman yang menghambat kita dalam hidup bersama. Dalam buku
Komunitas Alternatif dikatakan “Hidup berkomunitas berarti mampu
menghormati, menerima, dan mencintai perbedaan” (Henri Nouwen dan Jean
Vanier, 1998: 35). Dalam masa pembinaan para calon dilatih bagaimana dapat
hidup bersama, agar mereka mampu menerima setiap perbedaan yang ada menjadi
suatu kekayaan dalam sebuah komunitas atau hidup bersama. Hidup komunitas
sangat ditekankan karena bagi Kongregasi Suster FdCC, hidup berkomunitas
sangat diutamakan, karena melalui hidup bersama setiap pribadi merasa disapa,
diterima, didukung, dihargai dan dipercaya.
Melalui hidup berkomunitas mampu menghantar setiap pribadi untuk
semakin bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang matang dan dewasa
dalam hidup panggilannya, sehingga semakin dikuatkan dan diteguhkan melalui
hidup berkomunitas. Dalam hal ini buku Mencitrakan Hidup Religius Darminta
(2003: 25) mengatakan:
26
Komunitas religius berdasarkan Sabda Allah, yang memanggil anggota-anggotanya untuk mengikuti Yesus dengan meninggalkan gaya hidupnya dan dengan mengenakan gaya hidup religius yang dimasuki: “hidup dalam kebersamaan”. Sabda Allah mempersatukan anggota-anggota. Sabda Allah memberikan terang, kebenaran, hidup dan jalan bagi keberadaan suatu komunitas. Sabda Allah merupakan titik acuan hidup terus-menerus. Dengan demikian, komunitas merupakan komunitas manusiawi yang dipanggil untuk hidup demi Kerejaan Allah.
Hidup komunitas adalah tempat pemurnian, tempat mengalami peneguhan
yang diberikan kepada para Suster FdCC oleh Yesus, di mana dengan kasih Dia
menuntun mereka untuk semakin mendalam dan membebaskan diri dari
keegoismean, sehingga mampu memberi kehidupan baru kepada orang lain.
Membangun hidup komunitas atau hidup bersama berarti berjalan bersama dalam
satu tujuan menuju pada jalan kekudusan. Dengan demikian membangun hidup
komunitas berdasarkan Sabda Allah, memberikan terang, kebenaran, hidup dan
jalan bagi keberadaan suatu komunitas karena Sabda Allah merupakan titik acuan
hidup secara terus-menerus dalam proses pembinaan demi membangun komunitas
manusiawi yang dipanggil untuk hidup demi Kerajaan Allah.
d. Hidup Karya
Hidup panggilan yang kita terima pada dasarnya adalah panggilan untuk
kerasulan, yaitu meneruskan karya keselamatan yang telah dirintis oleh Kristus
sendiri. Oleh kerena itu semangat hidup seorang yang dipanggil bersifat
“apostolis”, artinya setiap orang yang diberi rahmat panggilan wajib ikut serta
dalam mewartakan dan melaksanakan atau mewujudkan semangat Kristus sendiri,
27
yang hidup di dunia demi keselamatan bagi sesama. Dalam hal ini Kons.
Kongregasi FdCC (1828: no. 51) mengatakan:
Pusat dan paduan misi apostolik kita adalah Yesus Kristus, wahyu Bapa dan Penebus umat manusia. Dan mengutus Gereja, mempelai-Nya, untuk melanjutkan karya-Nya pada waktunya, sehingga rencana Bapa bagi penyelamatan segala orang diselesaikan. Oleh keutamaan pembaptisan dan pembaktian religius, kita mengambil bagian di dalam misi gerejawi melalui karisma khusus kita “Putri-Putri Cinta Kasih Pelayan Kaum Miskin”.
Pusat misi apostolik Kongregasi Suster FdCC adalah Yesus Kristus yang
tersalib, yang menjadi teladan dan semangat utama dalam segala pewartaan karya
keselamatan dan cinta kasih. Melalui kasih yang terpancar dari Yesus Tersalib
memampukan kami para Suster FdCC memperkenalkan kasih Kristus kepada
semua orang di seluruh dunia, melalui karya-karya cinta kasih kami. Semangat
memperkenalkan kasih Kristus ini menjadi misi utama dari Kongregasi Suster
FdCC. Bagaimanapun juga karisma St. Magdalena, meyumbangkan nilai-nilai
terhadap keseluruhan setiap pribadi, dalam kesatuan totalnya sebagai anak Allah
dan dalam kebersamaan dengan orang lain. Hal ini mengandung suatu pesan
khusus bagi Gereja dan masyarakat. St. Magdalena dari Canossa telah mampu
memegang dan mengkontemplasikan kesatuan yang akrab dan mendalam antara
Salib dan kasih akan Kristus sendiri. Ia tidak menunjuk kepada inter-ministri,
tetapi kepada semangat interior, kasih akan kehidupan yang merangkul dan
menghargai segala sesuatu serta menyentuh setiap orang selama hidupnya. Dalam
hal ini Kons. Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 52) mengatakan:
28
Yang mengidentifikasikan kita di dalam Gereja adalah panggilan untuk merealisasikan, dalam kebersamaan iman dan hidup, kerinduan besar pendiri kita ”Di atas segala-galanya, membuat Yesus dikenal dan dikasihi”. Misi kita sebagai pendidik iman menarik inspirasi dari kasih yang membara, yaitu kasih Yesus yang Tersalib terhadap Bapa dan umat manusia. Kerendahan hati-Nya, semangat-Nya yang menyala-nyala, yang dengan-Nya Dia menghasilkan keselamatan kita dan kelemah-lembutannya yang penyabar menjiwai kegiatan-kegiatan apostolik kita. Bersatu dengan teladan Agung, Yesus yang Tersalib dan menimba inspirasi dari Maria, penebus bersama umat manusia, kita menjadi penginjil-penginjil yang berdaya guna dan dapat dipercaya. Kita adalah rasul-rasul setiap saat. Hidup kita melalui kesaksian dan pewartaan kita dalam pelayanan cinta kasih Injil yang sederhana. Secara khusus kita adalah rasul apabila Tuhan menghubungkan kita dengan sengsara-Nya yang menebus melalui pencobaan-pencobaan dan penyakit.
Seruan St. Magdalena untuk ”Membuat Yesus dikenal dan dicintai”
merupakan misi utama dalam seluruh karya-karya cinta kasih yang para Suster
FdCC jalankan. Semangat dalam memperkenalkan kasih Yesus Tersalib inilah,
ditanamkan sejak dalam masa pembinaan, agar para calon Suster FdCC mampu
memahami misi kongregasi dengan jelas dan mampu membawa misi tersebut
dalam seluruh hidupnya dan seluruh karya pewartaannya. Semangat misi inilah
masih merupakan nilai yang tepat bagi para Suster FdCC di zaman sekarang
sebagai petunjuk yang membimbing mereka kepada tujuan bersama. Hal ini
menghantar para Suster FdCC untuk mencapai kepenuhan akan identitas
manusiawinya dan identitas kristianinya.
Maka dalam hal ini setiap Suster FdCC diharapkan untuk berkembang
sepenuhnya sebagai seorang wanita yang kudus dan sebagai seorang murid, yang
siap menanggapi tuntutan-tuntutan perbuatan kasih setiap hari dengan
memberikan dirinya secara total dan gembira. Setiap suster siap menjadi seorang
pelayan Kerajaan Allah dengan suatu tujuan bersama, yaitu membawa misi
29
kongregasi dan mempromosikan nilai-nilai kemanusian menurut Injil dan misi
Kongregasi Suster FdCC sendiri sehingga semua orang mengenal dan mencintai
Yesus Kristus.
Karya-karya cinta kasih Kongregasi Suster FdCC, ditanamkan dan
dipraktekan kepada generasi penerus atau kepada para calon Suster FdCC dalam
masa pembinaan. Sehingga apa yang mereka dapat sejak dalam masa pembinaan
sebagai dasar bagi mereka, untuk menjadi penerus pewarta Kerajaan kasih Allah
dalam memenuhi kebutuhan umat di zaman ini, karena setiap orang dengan
seluruh kebutuhannya yang muncul dalam masa hidup menuntut perhatian dan
kasih yang tak terbatas. Dalam buku Magadalena Di Kanossa mengatakan ”
Magdalena dari Canossa memahami bahwa setiap orang butuh untuk tumbuh
dalam keharmonisan dengan dirinya, sesama dan dengan Allah sendiri. Mereka
butuh untuk bertemu dengan Kristus yang memegang arti hidup terdalam bagi
mereka dan untuk mengintegrasikan dalam terang iman, melalui peristiwa hidup
yang mereka alami baik dalam suka maupun dalam duka” (Modesto Giacon,
1974: 103). Oleh karena itu melaui karya-karya cinta kasih yang St. Magdalena
anjurkan bagi Suster FdCC, untuk memenuhi kebutuhan umat agar mereka
semakin mengenal dan mencintai Allah dan mampu melaksanakan perbuatan-
perbuatan kasih terhadap sesama.
Karya-karya cinta kasih, menuntut dari setiap Suster FdCC sebuah
persatuan dan berjalan dalam tujuan yang sama. Ini menegaskan suatu kekuatan
dalam semangat kasih demi kebaikan bersama yaitu mengantar orang untuk
semakin mengenal dan mencintai Kristus. Upaya yang terus-menerus dari setiap
30
suster dalam memperkenalkan Yesus Kristus, sebagai tugas misi yang terutama
bagi seorang Suster FdCC. Setiap karya cinta kasih mempunyai suatu tujuan yang
sama yaitu ”Mencegah dosa”, dalam arti bahwa setiap suster diharapkan untuk
mampu menghantar setiap orang dalam karya cinta kasihnya untuk berjumpa
dengan Yesus dan semakin merasakan kasih-Nya sehingga dia semakin mencintai
Yesus Kristus.
2. Memperdalam Nilai-Nilai Spiritualitas dan Karisma Kongregasi Suster
FdCC
a. Pengertian Spiritualitas secara Umum
Dalam Kamus Filsafat mengatakan pengertian secara umum kata
“Spiritualitas” berasal dari bahasa latin. Dalam bahasa Indonesia kata spiritualitas
mengandung unsur “Spirit” berarti semangat, jiwa atau roh. Maka kata “Spiritual”
berarti mengutamalkan kejiwaan, batin atau roh” (Lorens Bagus, 1996: 1034).
Dalam peper retret tahunan para Suster FdCC di Gedono-Salatiga mengatakan
“Dalam sejarah Gereja istilah Spiritualitas lebih menunjuk pada semangat
kerohanian dalam hidup keagamaan” (Sebastianus, 1998:4). Istilah itu sendiri
mengalami perkembangan arti dengan muncul sekelompok orang yang
mempunyai ciri khas hidup kerohaniannya dalam menghayati iman kristen
sehingga membedakan mereka dengan kelompok lain. Maka Sebastianus (1998:
4) mengatakan bahwa “Spiritualitas dapat diartikan sebagai cara orang menyadari,
memikirkan, dan menghayati hidup rohani yang berpusat pada pribadi Yesus
Kristus. Spiritualitas hidup bakti merupakan cara seorang religius menyadari,
31
memikirkan, dan menghayati hidup rohani sebagai yang dibaktikan secara utuh
tak terbagi kepada Kristus.”
b. Nilai-Nilai Spiritualitas dan Karisma Kongregasi Suster FdCC
1). Nilai Spiritualitas Kongregasi Suster FdCC
Dalam mengkontemplasikan Yesus Tersalib para Suster FdCC,
mampu memiliki dasar yang kuat dalam menumbuhkan iman kristiani, dengan
menggarisbawahi segala tuntutan cinta yang tak bersyarat, dan semangat cinta
yang universal. Hal ini ditekankan melalui meditasi Sabda Allah yang dapat
terserap ke dalam seluruh pengalaman hidup sakramental, dan ekaristi sebagai
pusatnya. Karena ekaristi sering menjadi titik pertemuan antara kasih Allah
yang berlimpah, sehingga ekaristi menjadi pusat komunitas dan pelayanan
apostolik. Ekaristi menjadi tempat kita menerima perintah untuk mengasihi
sebagai sebuah rahmat yang mengajarkan kita bagaimana untuk menghidupkan
pelayanan hidup persaudaraan. Nilai-nilai Yesus yang Tersalib memberi para
Suster FdCC suatu refleksi yang mendalam tentang kepenuhan hidup-Nya
melalui salib.
Dalam buku wejangan Santa Magdalena dikatakan “Biara yang
sebenarnya Putri-Putri Cinta Kasih adalah Lambung Kristus yang Tersalib”
(Wejangan St. Magdalena, 2001: 16). Spiritualitas kongregasi inilah yang
menjadi daya gerak pendiri selama hidupnya dan menjadi spritualitas turun-
temurun sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagai pengikut St. Magdalena,
para Suster Kongregasi FdCC menghayati dan mengkontemplasikan
spiritualitas Yesus Tersalib bukan sebagai penderitaan tetapi karena cinta-Nya
32
yang besar yang Dia buktikan kepada Bapa-Nya dan kepada kita dengan
menerima kematian-Nya di salib. Dalam hal ini St. Magdalena mengatakan:
“Di Salib Yesus telah ditanggalkan segala-galanya kecuali cinta kasih-Nya”
(Wejangan St. Magdalena, 2001: 15).
Spiritualitas Kongregasi FdCC adalah Sang Teladan Kristus Tersalib.
Dari Dialah kita belajar cara mengasihi Tuhan dan sesama, dengan cara Yesus
sendiri yang telah mengasihi kita yaitu: dalam kerendahan hati, kelembutan,
cinta kasih, dan penuh kesabaran. Semangat kerendahan hati inilah yang sangat
dianjurkan oleh pendiri kami St. Magdalena kepada para Suster FdCC sebagai
dasar keutamaan dalam hidup bersama maupun karya. St. Magdalena
mengatakan “Kerendahan hati dalam cinta kasih dan Cinta kasih dalam
kerendahan hati”. Dari sinilah para Suster FdCC ditanamkan semangat
kerendahan hati dalam cinta kasih di dalam setiap pribadi, dalam hidup
bersama dan juga dalam karya-karya cinta kasih. Dalam hal ini Kons.
Kongregasi FdCC (1828: no. 8) mengatakan:
Inspice et Fac Secundum Exemplar, yang artinya; pandanglah dan turutilah teladan-Nya, adalah norma hidup yang tak boleh diubah bagi kita dalam pelaksanaan cintakasih kita. Penuh perhatian terhadap kasih yang memancar dari salib. Kita belajar mengasihi dalam cara Tuhan Yesus yang mengasihi, yaitu dalam kerendahan hati yang radikal. Kita berusaha bersatu dengan Dia dan membiarkan setiap kegiatan kita dijiwai oleh Roh-Nya, Roh cinta kasih, kelemah-lembutan dan kerendahan hati.
Dengan mengikuti teladan Yesus Tersalib, para Suster FdCC berusaha
untuk mengambil nilai-nilai keutamaan dari Yesus Tersalib, manjadi dasar dan
33
semangat penggerak dalam perkembangan hidup panggilannya, sehingga
dengan demikian semakin mencintai dan mempersembahkan hidup
panggilannya sebagai seorang Suster dalam Kongregasi FdCC, melalui: hidup
doa, hidup kaul, hidup berkomunitas dan hidup karya, dengan semangat cinta
kasih, pengorbanan, kesederhanaan dan kesiap-sedian yang terpancar dari Dia
yang Tersalib. Semangat Yesus Tersalib inilah yang menjadi penopang dan
memberikan kekuatan bagi setiap Suster FdCC dalam menjalankan segala
karya pelayanannya bahkan mampu menerima segala penolakan-penolakan,
segala kegagalan-kegagalan yang terjadi, dan mampu menghadapi segala
tantangan serta kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam hidup berkomunitas
maupun dalam hidup berkarya, dengan hati yang penuh cinta.
2). Nilai Karisma Kongregasi Suster FdCC
Dalam hal ini terjemahan ”The Canossian Charism” mengatakan
”Cinta kasih merupakan dasar dan pusat hidup dari karisma Kongregasi Suster
FdCC, yang dikontemplasi dari cinta kasih Yesus Tersalib” (GC, 2002: 22).
Semangat cinta kasih inilah menghantar dan mempersatukan setiap Suster
FdCC dalam menjawab hidup panggilan ilahi, untuk mampu hidup
berkomunitas dan mampu melaksanakan segala karya-karya dengan semangat
cinta kasih yang telah diwariskan oleh pendiri kami St. Magdalena. Dalam hal
ini terjemahan dari ”The Canossian Charism” (2002: 33) mengatakan bahwa:
”Karisma Kongregasi Suster FdCC yang diwariskan oleh pendiri kami St.
Magdalena, merupakan gambaran cinta Tuhan kepada umat manusia, yang
dinyatakan melalui sengsara, wafat dan kebangkitan Putra-Nya. Dari cinta
34
Yesus Tersalib yang bernafaskan hanyalah cinta inilah, menghantar para Suster
FdCC dalam mewartakan dan memperkenalkan cinta kasih dari Yesus Tersalib
ke seluruh dunia.
Hal ini merupakan sumber dan semangat kesatuan yang hidup dari
karisma Kongregasi FdCC, dalam semangat cinta kasih dalam kerendahan hati,
dan kerendahan hati dalam cinta kasih. Dengan demikian semangat inilah yang
kami para Suster FdCC teladani dari cinta Yesus Tersalib sendiri dalam
menjalankan segala tugas dan dalam kehidupan bersama-sama. Keutamaan ini
juga ada pada Bunda Maria yang menjadi Bunda cinta kasih dan teladan bagi
para Suster FdCC, di mana Bunda Maria telah menunjukan kesetiannya dalam
menemani Yesus dalam perjalanan salib-Nya hingga sampai di bawah kaki
salib. Dalam hal ini Kons. Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 21)
mengatakan:
Belajar dari Maria, Bunda Cinta Kasih kita mengakui Maria sebagai Bunda Institut yang satu-satunya. Kita menghormatinya dengan hati seorang anak, menghiburnya dengan kesucian hidup kita dan mewajibkan diri kita untuk mencegah dosa. Sebagai Putri-Putri Cinta Kasih, kita menyerahkan diri kita dan segala yang kita lakukan kepadanya yang menjadi Bunda Cinta Kasih di kaki Salib. Dari Maria kita belajar melaksanakan kehendak Allah dengan kasih yang menyala-nyala dan iman yang tak tergoyahkan.
Dalam Kongregasi Suster FdCC sangat diharapkan dari setiap suster
untuk dapat meneladani Bunda Cinta Kasih kita dengan memiliki hati seorang
ibu seperti Bunda Maria. Dalam hal ini terjemahan The Canossian Charism
mengatakan: ”St. Magdalena menempatkan Bunda Maria dalam Kongregasi
35
FdCC sebagai seorang Ibu, yang selalu membimbing dan mengarahkan
Kongregasi ini, sehingga menaruh suatu devosi yang kuat kepada Bunda
Maria” (GC, 2002: 39). Tidak ada yang lain kecuali cinta kasih yang
dikontemplasikan, dibagikan dan diberikan kepada sesama. Dalam hal ini
Konstitusi mengatakan: ”St. Magdalena merangkum semuanya ini ketika ia
menyatakan: “Buatlah Yesus Kristus dikenal dan dicintai, ketika Ia tidak
dicintai karena Ia tidak dikenal” (Kons. Kongregasi FdCC 1828: no. 5).
Melalui karisma inilah mempersatukan kami para Suster FdCC dalam hidup
bersama dalam persaudaraan cinta kasih timbal-balik dengan saling menerima
satu sama lain sebagai saudara/saudari dalam Kristus. Dan juga karisma dapat
memberikan kekuatan kepada seseorang untuk melayani dalam karya
kerasulannya sesuai kehendak Yesus, tanpa adanya pernyataan dihargai
melainkan demi perbuatan baik kepada sesama yang kita layani.
Karisma Kongregasi Suster FdCC juga terbuka terhadap partisipasi
kaum awam, menurut kamampuan yang mereka miliki, sehingga mereka ini
bergabung dengan para Suster FdCC, agar dapat membagikan semangat karya-
karya cinta kasih yang dihayati sesuai dengan karisma Kongregasi FdCC
kepada sesamanya. Bagaimanapun juga para suster untuk dapat memberikan
perhatian yang tepat kepada mereka yang mengidentifikasikan dirinya dengan
karisma, sebab mereka beranggapan bahwa berdasarkan keadaan hidupnya,
gaya hidup harian, mereka dapat membantu mengembangkan dan menjaga
karisma agar tetap hidup.
36
Untuk menjaga agar karisma kongregasi tetap hidup dan terus
berkembang maka dibutuhkan sikap, semangat, dan kerja sama dari setiap
suster dalam menjaga dan meneruskan karisma kepada satu generasi ke
generasi yang lain melalui semangat hidupnya sendiri, yaitu mampu
merefleksikan Roh Tuhan yang diungkapkan secara konkrit melalui sikap, gaya
hidup dan pelayanan yang membawa pengaruh terhadap pembinaan formasi.
Dalam hal ini terjemahan “The Canossian Charism” mengatakan: ”St.
Magdalena berbicara berulang kali tentang semangat karisma Kongregasi
FdCC, yang harus diteruskan dalam keseluruhan dan kesempurnaannya kepada
mereka yang menyusul sesudah kamu” (GC, 2002: 36).
Ada dua tempat di mana karisma dilindungi dan pelihara, yaitu
Komunitas kristiani dan komunitas karismatik persaudaraan. Kedua subjek ini,
tidak bisa dipisahkan secara eksternal satu dari yang lain. Komunitas
persaudaraan Kongregasi Suster FdCC berada dalam komunitas kristiani dan
menghidupi iman yang sama, namun komunitas Suster FdCC, adalah subjek
yang berbeda dan merupakan pembawa karisma bagi perkembangan hidup
Gereja. Melalui nilai karisma dapat menyumbangkan bagi perjalanan Gereja
dan daya hidupnya. Karisma dikembangkan sebagai pemberian akan Roh bagi
kekudusan Gereja sehingga Gereja bisa hadir bagi orang-orang yang menjadi
sasaran misinya. Untuk mengembangkan karisma kita mesti peduli akan
kondisi dan situasi hidup orang lain.
37
3. Visi dan Misi Formasi Kongregasi Suster FdCC
Pembinaan dewasa ini senantiasa terus berkembang, maka visi dan misi
formasi bagi Kongregasi Suster FdCC juga mengalami suatu pembaharuan.
Dalam hal ini KRKU XV mengatakan “Dunia sangat membutuhkan kabar
gembira, maka kita harus memiliki kembali visi yang mampu menceritakan cerita
yang baik, meskipun melawan arus, kita harus berani mewartakan Allah kepada
laki-laki dan perempuan di zaman ini” (GC, 2008: 19). Visi dan Misi kongregasi
ini merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan, keduanya saling berkaitan dan
keduanya mempunyai tujuan dalam memperkembangkan seseorang dalam proses
pembinaan untuk semakin bertumbuh dalam hidup rohani, mampu mengatasi
segala permasalahan dan pergumulan yang terjadi sehingga panggilan hidupnya
terus dimurnikan dan dia semakin mencintai Yesus serta mampu mewartakan
kasih-Nya kepada sesama. Visi dari kongregasi dalam hal ini peraturan hidup
mengatakan “Membuat Yesus semakin dikenal dan dikasihi di atas segala-
galanya” (Kons. Kongregasi FdCC, 1828: no. 5). Berangkat dari visi inilah, para
Suster FdCC dipanggil untuk melaksanakan misi dalam mengkontemplasikan,
mengalami, dan membagikan cinta Tuhan kepada setiap orang dengan semangat
Yesus Tersalib, agar Dia semakin dikenal dan dicintai.
Dalam mendidik dan membina para calon dapat membantu mereka untuk
memperoleh dasar dalam hidupnya yang baru, menyadari akan tujuan arah
hidupnya dan mampu berbalik arah dari kehidupan yang selama ini kurang baik
menjadi baik, merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu yang cukup
lama, karena proses ini tidak langsung jadi melainkan membutuhkan suatu
38
pembinaan yang terus menerus dalam perjalanan hidup panggilan. Dalam proses
pembinaan secara terus menerus ini, sangat diharapkan baik dari dalam diri para
calon, maupun dari pendamping, mengalami suatu perubahan yang semakin
mengenal diri sendiri yaitu dengan menyadari kekurangan dan kelemahan
pribadinya dan mau berkeinginan untuk selalu menyandarkan diri kepada Tuhan.
Dalam hal ini Darminta (2005: 114) mengatakan:
Untuk menghayati panggilan, sebagai kenyataan hidup dalam peziarahan, melalui proses pilihan-pilihan, penegasan-penegasan serta keputusan-keputusan baik pribadi, bersama maupun antara anggota dan pimpinan, diperlukan titik berangkat yang sama. Titik berangkat itu sendiri sudah terdapat di dalam panggilan. Panggilan Allah di samping menawarkan kualitas hidup dan juga menawarkan cara untuk menawarkan cara untuk meraihnya kualitas hidup. Tawaran tersebut merupakan buah dari visi Allah. Oleh karena itu panggilan juga merupakan berbagi visi dari pihak Allah kepada manusia dimiliki olah manusia sebagai modal untuk mengadakan perjalanan serta perziarahan hidup di dalam panggilan.
4. Mentalitas Perubahan Secara Terus-menerus
Mengingat perkembangan zaman yang terus maju, maka pembinaan dalam
Kongregasi Suster FdCC pun mengalami suatu perubahan, di mana dalam hal ini
Keputusan Resmi Kapitel Umum XV (2008: III), membahas mengenai suatu
perubahan yang mengatakan:
Kongregasi kita menanti dan membuka diri untuk siap menerima terang baru dalam memperbaharui perjalanan pembinaan kita, yaitu transformasi diri dengan antusias dan tanggungjawab. Dalam hal ini mengundang dan mengarahkan seluruh energi kita kita semua untuk memiliki pandangan baru dalam konteks zaman ini untuk meneliti dengan pandangan kritis realitas zaman ini, sehingga kita terbuka terhadap masa depan dengan harapan besar, supaya sungguh-sungguh berubah menjadi lebih baik.
39
Perubahan ini mengundang para Suster FdCC, untuk semakin meningkatkan
kualitas hidup dan karya pelayanan sebagai wanita terbakti dalam menghadapi
tantangan ini. Dengan pertobatan terus-menerus terhadap panggilan mengikuti
Kristus, menuntut kita akan kesetian dari kesiap–sediaan kita untuk terus-menerus
berubah tanpa menghilangkan makna atau nilai dari warisan karisma kongregasi
sendiri, demi menuju sebuah mentalitas perubahan yang mengembangkan suatu
transformasi yang autentik keberadaan diri kita dengan Yesus, Putra Allah dan
Putra Maria, dalam menghargai keanekaragaman budaya dimana kita hidup dan
menumbuhkembangkan misi kita.
B. Membangun Dimensi Manusiawi Dan Kristiani
Dimensi manusawi dan kristiani merupakan salah satu bentuk pembinaan
yang utama, karena kedua dimensi ini merupakan bagian yang terpenting dan tak
bisa dipisahkan dalam proses penerimaan dan pembinaan bagi para calon. Dalam
hal ini buku I Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Mardi Prasetyo (2001:
106) mengatakan:
Tuntutan utama pembinaan adalah kemampuan untuk mengidentifikasikan dasar manusiawi dan kristiani di dalam diri setiap calon. Banyak kegagalan dalam hidup religius sebenarnya disebabkan oleh kelemahan yang tidak dilihat atau teratasi dibidang ini. Adanya dasar manusiawi dan kristiani ini tidak hanya harus dibuktikan di dalam diri setiap calon yang mau memasuki hidup religius, tetapi bahkan perlu meyakinkan bahwa memang terjadi penyesuaian diri yang efektif selama masa pembinaan, sesuai dengan pertumbuhan dan kejadian setiap pribadi. Jadi, kriteria objektif tentang dasar-dasar manusiawi dan kristiani perlu ditegaskan agar dengan jelas masing-masing menyesuaikan diri dan mengidentifikasikan diri dengannya.
40
Dalam hal ini buku I Mardi Prasetyo (2001: 106) mengatakan bahwa
”Pembinaan integral seorang pribadi mempunyai dimensi fisik, moral, intelektual,
dan rohani, dan setiap dimensi punya finalitas dan tuntutannya.” Demi
memperdalam kedewasaan dimensi manusiawi dan dimensi kristiani yang
integral dalam diri calon sebagai dasar untuk memperoleh kematangan dalam
menjawab dan menghayati hidup panggilan bagi mereka, maka gambaran formasi
pembinaan Kongregasi Suster FdCC dalam menghadapi tantangan di zaman
sekarang lebih menekankan dimensi manusiawi dan kristiani yang menjadi utama,
karena kedua dimensi ini dengan sendirinya membentuk setiap pribadi yang mau
menjawab panggilan Allah secara bebas dan bergabung bersama kongregasi yang
menjadi pilihannya.
1. Membangun Hidup Doa dan Kontemplasi
Dalam hal ini buku Bimbingan Doa mengatakan ”Membangun semangat
hidup doa merupakan suatu perjalanan iman yang terus disiram, dibangun dengan
setia” (Thomas Green, 1998: 31). Semangat doa adalah suatu karunia yang lebih
besar dari doa itu sendiri. Hal ini merupakan suatu mentalitas iman yang
membimbing kami para Suster FdCC untuk mampu merenungkan kehadiran
Tuhan melalui alam ciptaan, sesama saudara/saudari yang dijumpai, dan juga
melalui peristiwa-peristiwa hidup yang kami alami setiap hari baik dalam suka
maupun dalam duka. Melalui semangat doa inilah hidup para Suster FdCC
sebagai orang kontemplatif dalam aksi menemukan kesatuan dengan-Nya.
41
Doa batin dari hati mempunyai tempat yang sangat penting dalam hidup
para Suster FdCC, karena dengan doa batin dari hati menghantar kami untuk
mampu mengkontemplasikan Yesus Tersalib. Melalui doa batin ini para Suster
FdCC menerima dari Roh Kudus, karunia untuk terbuka bagi firman Allah,
sehingga dalam terang Roh kami semakin dimurnikan dalam hidup panggilan.
Dengan merenungkan suatu cara khusus misteri Kristus Tersalib, dapat menembus
ke dalam kekayaan-Nya yang tak dapat diduga, untuk dikobarkan guna semakin
mengasihi-Nya dan membuat-Nya dikenal dan dikasihi oleh semua orang.
Panggilan untuk kekudusan hanya diterima dan dapat dikembangkan dalam
keheningan sembah sujud di hadirat Allah. Melalui semangat hidup doa inilah
para calon Suster FdCC, dilatih untuk lebih mengakarkan diri mereka pada Tuhan
yang diimaninya agar mereka semakin diajak untuk lebih mengenal dan
merasakan kesatuan hati yang semakin mendalam dengan Dia yang menjadi dasar
dan sumber dalam hidup panggilan mereka, sehingga melalui semangat doa yang
ditingkatkan secara terus-menerus inilah mereka semakin terbuka kepada Roh
kudus dan semakin memurnikan hidup panggilan mereka sendiri. Maka hidup doa
lebih diutamakan dalam tahap pembinaan, agar dengan pengolahan yang
mendalam para calon Suster FdCC semakin lebih mengenal dan memurnikan
motivasi panggilan mereka.
Membangun hidup doa dan suatu sikap kontemplasi merupakan suatu hal
yang tidak mudah, karena dalam membangun hidup doa dan kontemplasi
membutuhkan suatu relasi yang akrab dengan Tuhan serta suasana hati dan batin
42
yang hening. Dalam hal ini Paus Yohanes Paulus II (Vita Consecrata 1996:
art.38) mengatakan:
Panggilan untuk kekudusan hanya diterima dan dapat dikembangkan dalam keheningan sembah sujud di hadirat Allah yang adisemesta dan tiada taranya: “Hendaklah kita akui, bahwa kita semua memerlukan keheningan itu, penuh dengan kehadiran Dia yang kita sujud: dalam teologi, untuk sepenuhnya memanfaatkan jiwanya yang sarat kebijakan dan bersifat rohani: dalam doa, supaya kita jangan pernah lupa, bahwa memandang Allah berarti turun dari gunung dengan wajah yang begitu bercahaya, sehingga kita wajib menyelubunginya.
Panggilan merupakan anugerah dari Allah, di mana melalui keheningan dan
sembah sujud di hadirat Allah yang kudus, hidup panggilan yang dihayati semakin
dimurnikan dan dikuduskan dalam Dia sendiri. Dalam masa pembinaan para calon
Suster FdCC, perlu ditanamkan semangat keheningan dan sembah sujud yang
dalam agar mereka semakin dimurnikan dalam hidup panggilan mereka sendiri.
Sebagai manusia rohani para Suster FdCC, menghayati hidup panggilan
mereka dalam kekuatan iman. Beriman kepada Allah, sebagaimana dialami dan
dihayati oleh Abraham, berarti percaya kepada masa depan yang datang dari
Allah. Hidup beriman berarti berwawasan ke masa depan yang jauh (Kej, 12:1-9).
Hidup memang mengandung janji masa depan, di mana manusia akan mengalami
kepenuhan janji Allah, dan manusia secara penuh berserah diri kepada Allah.
Hidup yang memuliakan Allah dalam kepenuhan merupakan kenyataan kualitas
hidup pada masa mendatang. Memuliakan Allah dalam kepenuhan itulah yang
disebut kekudusan. Maka orang yang menuju ke masa depan harus mengalami
proses pengudusan. Dalam hal ini Darminta (2005: 15-17) mengatakan bahwa
43
“Mereka ini adalah orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka
telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.
Kerena itu, mereka berdiri dihadapan takhta Allah dan melayani Dia siang malam
di bait suci-Nya”.
Perjalanan sampai kepada kepenuhan dan kekudusan itu merupakan
perjalanan rohani. Dalam hal ini Darminta (2005: 17-18) mengatakan:
Karena memang dibimbing oleh Roh Kudus, sebagaimana yang dijanjikan oleh Yesus, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu, yaitu Roh kebenaran. Ia akan menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu” (Yoh 14:16-17). Oleh karena itu, Paulus berdoa, “Aku berdoa supaya Ia (Allah Bapa), menurut kekayaan kemulian-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berekar serta berdasar di dalam kasih” (Ef 3:16-17).
2. Menghayati Hidup Secara Bebas Dan Merdeka
Membangun dan membina hidup secara bebas dan merdeka, membutuhkan
suatu sikap tanggung jawab yang besar dari setiap pribadi. Karena setiap pribadi
berhak menentukan proses perkembangannya sendiri, yang tidak terikat dan
menghantar orang untuk menemukan suatu kebebasan yang memerdekakan.
Merdeka berarti bebas dari segala beban dan permasalahan-permasalahan yang
ada. Bebas dari keterikatan yang membelenggu perkembangan pribadi. Bebas
berarti melakukan segala sesuatu tidak dengan sesuka hati, tetapi melalukan
segala sesuatu dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Dalam pembentukan formasi pembinaan bagi setiap calon sangat diharapkan
untuk berproses secara bebas yang bertanggung jawab tanpa ada keterikatan-
44
katerikatan tertentu dalam menentukan dan memurnikan motivasi panggilannya
sehingga tanpa ada unsur paksaan dari dalam maupun dari luar dalam menjawab
panggilan mereka. Dalam hal ini Darminta (1997: 36-37) mengatakan:
Para murid diajak oleh Yesus agar tetap kritis terhadap diri sendiri, menjadi orang yang tak mudah menghakimi orang lain (Mat 7: 5). Mereka dididik untuk menjadi orang yang merdeka dari kecemasan tentang diri sendiri, pakaian, kemarahan, balas dendam, kebencian terhadap musuh. Dia mengajari para muird menjadi merdeka dengan mengalami alam sekitar sebagai tanda pemeliharaan Allah, memperhatikan tingkah laku manusia yang berbeda, untuk memahami bagaimana bertindak dalam kemerdekaan dan penuh tanggung jawab.
Kebebasan merupakan kemampuan untuk siap berubah, kemampuaun
diubah oleh Sabda Tuhan sehingga semakin bertumbuh dalam buah-buah dari
Sabda Tuhan tersebut dan semakin mampu untuk menghayati dan mencintai hidup
panggilannya. Darminta (2006 c: 20) mengatakan “Panggilan berada dalam
suasana kemerdekaan roh, yang tak ternoda oleh kesalahan, kelemahan,
kekurangan, bahkan penolakan. Panggilan kekudusan tetap merupakan tindakan
Allah.”
3. Internalisasi Dan Inkorporasi Terus-menerus
Proses perkembangan panggilan seseorang membutuhkan waktu yang
panjang untuk mencapai suatu kedewasaan dalam menjawab panggilannya dalam
suatu kongregasi. Untuk itu sangat diharapkan pembentukan dan pendidikan
dilakukan secara terus-menerus dan keduanya dapat berjalan bersama demi
45
kematangan pribadi dan kematangan rohani setiap calon. Dalam hal ini Darminta
(2006 a: 45) mengatakan:
Secara psikologi dan rohani manusia membentuk dirinya dengan jalan pembatinan (internalisasi) dan inkorporasi, dan pada waktu itu juga dia dibentuk oleh lingkungan, di mana dia berada dan oleh orang-orang yang diserahi tugas untuk membentuk dan mendidik. Pembentukan dan pendidikan mencakup dua dinamika pertumbuhan dan perkembangan, yaitu: pertama tumbuh dan berkembang dalam sistem nilai, dan kedua tumbuh dalam mutu kemerdekaan.
Dalam proses pembinaan sangat diharapkan pada setiap calon untuk dapat
mengalami suatu proses pembatinan yang mendalam, sehingga mereka
memperoleh suatu kedalaman hidup rohani dan penegasan dalam hidup panggilam
mereka. Dengan bertumbuh dan berkembang dalam sistem nilai dan tumbuh
dalam mutu kemerdekaan, sehingga seseorang semakin bertumbuh dalam kualitas
hidup panggilan yang berkualitas.
4. Askese
Askese merupakan suatu perjuangan rohani yang sangat besar dan selalu
diusahakan dari setiap pribadi dalam hidup panggilannya demi mendidik,
mendalami, dan menghayati hidup panggilannya yang diperjuangkan dalam
proses pemurnian menuju kekudusan. Dalam hal ini buku seri Gedono no. 11
Apakah Kekudusan Itu? Mengatakan ”Panggilan kekudusan dapat diterima dan
dikembangkan dalam keheningan dan sembah sujud” (Suster-suster Gedono, seri
no. 11: 41). Dalam proses untuk melewati segala godaan-godaan yang terbelenggu
dalam diri seseorang inilah dia diuji untuk semakin setia dan semakin mencintai
hidup panggilan yang terus dia perjuangkan demi kemulian nama Tuhan, melalui
46
kekudusan hidup yang dijalaninya, karena kita dipanggil untuk menjadi kudus.
Dalam hal ini Paus Yohanes Paulus II ( VC 1996: art. 38) mengatakan:
Praktek-praktek askese itu telah dan tetap masih merupakan dukungan yang kuat bagi kemajuan otentik dalam kekudusan. Dengan membantu menguasai dan mengoreksi kecenderungan-kecenderungan kodrat manusiawi yang dilukai akibat dosa, asketisme sungguh perlu sekali, bila para anggota hidup bakti ingin tetap setia terhadap panggilan mereka sendiri dan mengikuti Yesus pada jalan Salib.
Dengan melihat perkembangan zaman sekarang yang serba instan, semua
yang dilakukan serba cepat dan segala kebutuhan pun dibutuhkan secara cepat,
mudah, praktis, dan tanpa suatu proses yang lama atau panjang. Hal ini sangat
mempengaruhi kehidupan dalam biara, di mana semuanya serba instan dan orang
tidak mau berlama-lama untuk membuang waktu dalam melaksanakan sesuatu
sehingga nilai dari pekerjaan yang dilakukan pun semakin tak berarti apa-apa,
hanya sebatas rutinitas belaka. Nilai dari pengorbanan semakin tidak berarti.
Untuk itu dalam tahap pembinaan bagi para calon Suster FdCC di zaman sekarang
sangat ditanamkan hal-hal yang sederhana, melalui hidup rohaninya, hidup
bersama, pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari.
Dengan demikian apa yang mereka lakukan dapat mereka hayati dan refleksikan
demi perkembangan hidup panggilan mereka dan membina kehidupan rohani
mereka yang semakin mendalam, agar dapat mengatasi segala godaan dan
tantangan-tantangan yang dialami menuju kekudusan mereka.
47
C. Dinamika Pembinaan Pertumbuhan Panggilan
Hidup panggilan membutuhkan suatu proses yang panjang demi
meningkatkan kualitas dalam membina hidup panggilannya, dalam mencapai
suatu kematangan pribadi dan kematangan rohani. Untuk itu dalam formasi
pembinaan Kongregasi Suster FdCC dalam mendampingi para calon, melalui
langka-langkah pembinaan pertumbuhan panggilan sebagai berikut:
1. Proses Identifikasi
Proses pengenalan diri seseorang merupakan proses yang sangat dasar dan
utama, sehingga orang semakin mampu mengenal dirinya, menerima dirinya apa
adanya dengan segala keterbatasan yang dia miliki, dan mampu mengolah segala
latar belakang hidupnya di masa lampau, untuk terus berproses dalam
menemukan pemurniaan identitas hidup panggilannya yang jelas dan semakin
bertumbuh dalam kematangan pribadinya. Dalam hal ini buku I Tugas Pembinaan
Demi Mutu Hidup Bakti Mardi Prasetyo (2001: 65) mengatakan:
Pengenalan diri adalah mengenali (kalau perlu bahkan mengolah dan menata) bagaimana seluruh kedewasaan pribadi kita bertumbuh secara utuh, khususnya dalam aspek fisik, rohani, kognitif, afektif, sosial, apostolik, dan volutif. Kematangan aspek-aspek tersebut dapat menjadi petunjuk dasar akan adanya kedewasaan rohani sebagai disposisi untuk senantiasa menjawab Tuhan.
2. Pengolahan Hidup
Dalam hal ini Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakt Buku II
mengatakan: ”Pengolahan hidup adalah untuk mencari titik berangkat pembinaan
48
karena lewat itu diperoleh pengenalan diri yang mendalam termasuk segi-segi
rapuh dan subur untuk panggilan” (Mardi Prasetyo, 2001: 83). Proses pengolahan
hidup panggilan merupakan proses yang terus-menerus dibangun dan dibina
dalam mencapai kematangan pribadi dan rohani. Dengan pengolahan hidup yang
terus-menerus dibangun dalam diri setiap calon yang dibina, menghantar mereka
untuk semakin mengenal, mengerti dan menghayati nilai-nilai dari hidup
panggilan yang dia reflesikan menjadi dasar untuk menghantarnya dalam proses
pertumbuhan dalam membina kualitas hidup panggilannya.
3. Penerimaan Diri
Dalam pembinaan setiap calon diajak untuk mampu mengolah perjalan
hidupnya di masa lampau yang menjadi bagian dari hidupnya. Dalam proses
penerimaan diri seseorang ini membutuhkan waktu yang lama, dengan
pengolahan dirinya yang matang untuk dapat menerima latar belakang dirinya
dengan apa adanya, tanpa ada unsur kemarahan, benci, atau dendam. Karena
setiap calon memiliki latar belakang yang berbada dan cara untuk mengolah
sampai pada saat untuk menemukan dan menerima dirinya apa adanya, semua
punya cara masing-masing dan semuanya penuh pergulatan dan proses tersendiri.
Sehingga dalam proses ini dibutuhkan sikap kerendahan hati dan kerelaan hatinya
untuk siap terbuka pada bimbingan kasih Allah sendiri, agar dapat menerima
dirinya secara dewasa dan mempersembahkan semuanya kepada Allah sendiri.
Dalam hal ini buku II Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Mardi Prasetyo
(2001: 83) mengatakan:
49
Penerimaan diri adalah sebagai langkah rekonsiliasi dengan masa lalu agar dapat melihat peziarahan hidup panggilan betul-betul sebagai berkat dan bukan kutukan, karena campur tangan Allah di sepanjang perjalanan, termasuk di sini tugas menyembuhkan luka-luka atau malah gangguan kepribadian yang masih ada.
4. Perubahan Diri
Dalam hal ini Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Buku II
mengatakan ”Mengubah diri yang menyeretkan kegiatan formatif, yaitu
pematangan disposisi dan kegiatan askesis, yaitu membangun kerelaan untuk
tidak mengambil hal-hal yang tidak termasuk dalam pilihan panggilan, sehingga
dengan rela menanggung resiko dan konsekuensi dari pilihan panggilan tersebut”
(Mardi Prasetyo, 2001: 83). Dalam proses pembinaan membutuhkan waktu yang
lama dalam menghantar setiap calon untuk mengalami suatu perubahan baik dari
pribadinya sendiri maupun dalam hidup rohaninya.
Untuk mengalami suatu perubahan yang terjadi di setiap calon dibutuhkan
kerja sama, baik dari pihak Allah sendiri, pembimbing maupun calon. Dengan
segala pembinaan yang mereka terima mampu menghantar setiap calon untuk
merefleksikan semuanya, demi menuju suatu perubahan diri maupun rohaninya
yang dibentuk secara kristiani dan semakin bertumbuh dalam kualitas panggilan
yang semakin bermakna.
5. Transformasi Diri
Dalam hal ini Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Buku II
mengatakan ”Tranformasi diri ke dalam hidup Kristus yang bagi religius berarti
50
semakin memeluk identitas tarekat dalam arti membangun satu budi, satu hati,
satu cita rasa, satu kehendak dan satu keprihatinan dengan tarekat yang mau ikut
ambil bagian dalam gerak keprihatinan Kristus terhadap dunia ini” (Mardi
Prasetyo, 2001: 83). Penyatuan diri dengan Kristus dalam proses pembinaan bagi
setiap calon memang sangat diharapkan untuk menjalin suatu relasi yang akrab
dengan Kristus dan bersatu dengan Kristus sendiri, agar dalam pertumbuhan
panggilannya semakin terbuka pada bimbingan dan tuntunan kasih Kristus yang
membentuk dirinya dalam menghayati nilai panggilannya demi menjawab
panggilan untuk mau bergabung dalam kongregasi.
Dengan mengabungkan diri dalam suatu kongregasi berarti bersedia untuk
siap mengambil bagian dalam satu keprihatinan dan tanggung jawab bersama
dalam menghidupi karisma dan spiritualitas kongregasi serta membawa visi dan
misi kongregasi, demi membatinkan nilai-nilai panggilannya dan mewujudkan
dalam kesaksian hidupnya.
D. Pembinaan Dan Pendampingan Secara Terus-Menerus Bagi Para Team
Formator
Pembinaan dan pendampingan bagi para team formator merupakan suatu
pendampingan yang khusus yang perlu diperhatikan dalam setiap kongregasi.
Bagi para suster yang menjadi team formator mampu terlebih dahulu untuk siap
membentuk dirinya dan terus-menerus berproses dalam mengolah hidupnya agar
semakin matang dalam seluruh pribadinya dan hidup rohaninya, demi
perkembangan bagi para calon yang didampinginya atau dibina. Untuk itu dalam
51
Kongregasi FdCC sangat diharapkan pembinaan dan pendampingan para formator
dibagi dalam tiga tahap antara lain:
1. Secara Personal
Dalam hal ini buku Yesus Mendidik Para Murid Darminta (1997: 22)
mengatakan:
Pembentukan Yesus bagi para murid adalah dalam jalur kebijaksanaan. Pendidikan pada jalur kebijaksanaan berarti pembentukan manusia menjadi mampu mengambil keputusan yang tepat, dalam perjalanan menuju tujuan hidup. Dengan kata lain proses jalur kebijaksanaan merupakan proses pendewasaan orang yang utuh, baik rohani, cara berpikir merasa dan cara menghendaki serta dalam pengambilan keputusan-keputusan, dalam perspektif tujuan hidup yang ditawarkan dan digariskan. Dari segi karakter, tujuan pendidikan kebijaksanaan ialah memampukan orang untuk membentuk diri terus-menerus dan mampu meningkatkan daya hidup untuk menuju kepada tujuan hidup.
Pembinaan secara personal merupakan dasar dalam proses pembinaan
seseorang. Karena sebelum seseorang membina orang lain terlebih dahulu dia
mampu membina dirinya, agar lewat pengalamannya mampu membawa orang-
orang yang dibimbingnnya menuju kepada tujuan hidup yang jelas. Dalam hal ini
RF Kongregasi Suster FdCC (1996: art. 7) mengatakan:
Seorang formator dalam Kongregasi Suster FdCC, sangat diharapkan seorang formator yang bijaksana, ramah, mampu menghargai setiap calon yang didampinginya, mempunyai jiwa pendoa, agar lewat doa dan kontemplasinya, seorang formator mampu mendampingi para calon susternya untuk berusaha mengenal dan mencintai Yesus secara lebih mendalam lewat proses hidupnya.
52
Dalam pendampingan yang berhubungan dengan panggilan, formator
mampu mengarahkan dan memudahkan penglihatan nyata calon atas
panggilannya dan apresiasi yang efektif atas kehendak Allah. Dengan demikian
dia boleh memberikan prioritas-prioritas utama terhadap nilai-nilai panggilan bagi
para calonnya. Lewat doa, refleksi dan pengalaman, dan yang terpenting, lewat
hubungan interpersonal, otentik bagi orang muda yang didampingi dengan cinta,
kebijaksanaan dan tahap demi tahap menuju:
a. Penerimaan atas kehidupannya dan kehidupan orang lain sebagai
anugerah
b. Pengenalan diri dan penemuan atas karunia-karunianya, keterbatasan-
keterbatasan dan aspirasi-aspirasi.
c. Suatu pemahaman yang lebih mendalam atas signifikansi imannya.
d. Keakraban yang lebih besar dalam kogregasi.
2. Secara Bersama
Cara yang penting dan utama bagi setiap orang untuk terlibat dalam
tanggung jawab bersama adalah menggunakan dialog. Dalam hal ini RF
Kongregasi Suster FdCC (1996: art. 7) mengatakan bahwa: ”Dalam dialog ini ada
aspek saling mendengarkan, menghargai dan bersaksi dalam semangat yang sama
untuk memperkenalkan Yesus kepada para calon yang didampingi, dengan cara
inilah sehingga semua calon semakin mengenal dan merasakan cinta kasih Yesus
sendiri melalui para pendampingnya”. Dengan menciptakan dialog cinta kasih
maka seseorang dengan terbuka membagikan segala yang dia miliki, dengan
53
kelembutan dan ketulusan dalam kebersamaan, agar kebaikan bersama boleh
dicapai demi perkembangan para calon.
Dialog membantu orang untuk dapat bekerja sama, partisipasi, tanggung
jawab yang dipikul secara penuh dan kesiap–sediaan. Semua itu terdapat dalam
suatu sikap yang penuh kebebasan, kemiskinan dan dalam suatu atmosfir akan
penerimaan persaudaraan dan keterbukaan yang di dalamnya setiap orang merasa
nyaman dan diterima dengan cinta. Dalam hal ini RF Kongregasi FdCC (1996:
art. 9) mengatakan bahwa: ”Dengan demikain para team formator dapat membina
diri mereka dalam dialog bersama dengan penuh cinta, agar segala program yang
mereka laksanakan dapat membantu para calon yang didampinginya demi menuju
suatu kematangan pribadi dan rohaninya, dalam menghayati nilai-nilai hidup
panggilannya”.
3. Secara Apostolis
Hidup kita dituntun dan diberi ciri khas oleh suatu spiritualitas apostolik
Canosian, mengenai suatu realitas yang mengalir dari nama yang
memperkenalkan kita kepada Gereja dan dunia adalah: ”Putri-Putri Cinta Kasih
Pelayan Kaum Miskin”. Dalam hal ini terjemahan ”The Canossian Charism”
(GC, 2002: 34) mengatakan bahwa: ”Cinta yang terpancar dari Kritus yang
Tersalib, cinta kita yang terbesar yang ada pada kayu salib tidak menghirup apa-
apa kecuali cinta kasih semata, di mana ini merupakan alasan utama dan dasar
bagi misi bersama dalam Kongregasi FdCC”. Melalui kasih yang nyata inilah
yang membimbing kita untuk mampu mencintai setiap orang yang kita dampingi
54
sebagaimana Kristus sediri mencintai kita. Di bawah kaki salib, kita
mengkontemplasikan Sang teladan Agung yaitu Dia yang Tersalib setiap hari,
bersama dengan Maria, Bunda-Nya cinta kasih.
Dengan demikian bagi para suster yang bergabung dalam team formator
mampu mendalami spiritualitas apostolik kongregasi, agar mampu
memperkenalkan Yesus kepada para calon yang didampingi sehingga dia semakin
mencintai Yesus melalui penghayatan nilai hidup panggilannya, dalam karya
kerasulan dan dalam hidup bersama. Dalam hal ini RF Kongregasi Suster FdCC
(1996: art. 9) mengatakan bahwa ”Seorang team formator berusaha mendalami
dan menghayati nilai spiritualitas apostolik sehingga dia mampu:
a. Mengambil semangat dari Yesus Tersalib semangat untuk berbuat
kasih dan merangkul serta menerima setiap calon dengan penuh kasih
dan pemberian dirinya yang tulus, khususnya bagi para calon yang dia
dampingi.
b. Mengolah dirinya dengan Sabda dan Roti hidup sehingga menambah
kekuatan dalam mewartakan kasih Kristus kepada para calon demi
kebaikan mereka.
c. Menghadapkan dirinya dengan semangat apostolik St. Magdalena dan
mempersembahkan dirinya, kepada misi melalui praktek berbuat kasih
sehingga para calon yang didampinginya menemukan wajah Allah
yang adalah cinta dapat dilihat dalam dirinya.
55
d. Mencari Allah dalam setiap keputusan, perbuatan dan relasinya
dengan para calon, sehingga dalam dirinya sebagai pemberian Allah
dan dalam penerimaan rencana kasih-Nya bagi para calon.
e. Menerima dan membantu mereka untuk menikmati kasih Allah.
f. Saling mendukung satu dengan yang lain, saling membantu dalam
misi bersama dan membawa beban satu sama lain
E. Pembinaan Diri Terus-Menerus (On-going Formation)
Dalam perjalanan proses pembinaan berlangsung seumur hidup, dan melalui
proses tersebut dibutuhkan waktu yang lama dari tahap demi tahap menuju
kesempurnaan dan kematanga pribadi seseorang, bukan langsung sekali jadi. Oleh
karena itu pembinaan terus-menerus ini dibagi dalam tiga tahap, antara lain:
1. Jawaban Personal
Proses pembinaan yang terjadi dalam diri seseorang diarahkan kepada
jawaban akan hidup panggilannya secara pribadi kepada Allah yang telah
memanggilnya dan mengikutsertakan mereka dalam karya keselamatan. Proses ini
selalu dibangun dan diolah secara terus-menerus, demi mencapai kematangan
pribadi maupun rohani. Dalam hal ini Darminta (1997: 40) mengatakan:
Untuk memiliki kemampuan membangun diri terus-menerus, Yesus mengajarkan ketujuh kemampuan sebagai pilar bangunan hidup (Mat 7:1-24), melatih menjalankan tugas (Mat 10) dalam ketengan tanpa banyak kekhawatiran karena percaya bahwa Firman Allah memiliki kekuatan untuk tumbuh dari dirinya sendiri (Mat 13:31-32), dengan tetap berfokus pada mereka yang paling hina (Mat 25:40). Lewat itu pula
56
kesatuan dan persekutuan hidup para murid dan kita sekarang harus dibangun terus menerus agar menjadi kekuatan efektif bagi pelaksanaan misi, tanpa terperangkap struktur kebersamaan (Mat 23:1-12), tanpa terperangkap legalisme keagamaan (Mat 23:13-14), tanpa terperangkap sistem keagamaannya sendiri (Mat 23:15), tanpa terperangkap pembenaran diri untuk menutupi dusta (Mat 23:16-22), tanpa terperangkap kekacauan hierarki nilai (Mat 23:23-25), dan akhirnya tanpa terperangkap moralitas ganda (Mat 23:27-33), serta penumpahan darah (Mat 23:34-36).
Dalam hal ini buku I Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Mardi
Prasetyo (2001: 103) mengatakan ”Jawaban terhadap panggilan mestinya betul-
betul menjadi jawaban personal sampai menyentuh motivasi terdalam, hati nurani,
dan tanggung jawab pribadi.” Maka dalam proses pembinaan, perubahan yang
terjadi dalam diri seseorang, harus berawal dari kemauan dalam diri pribadinya
sendiri, dalam menjawab panggilan Allah.
2. Internalisasi Nilai Hidup Religius
Dalam hal ini Darminta (2003: 18) mengatakan Panggilan pembaktian
merupakan panggilan pribadi seseorang pada tingkat kesadarannya yang terdalam.
Panggilan pembaktian mengubah hidup kita secara radikal dan tidak hanya
keadaan lahiriah, tetapi lubuk hati kita yang terdalam dan mengubah kita menjadi
pribadi yang lain , yaitu pribadi demi ”Kerajaan Allah”. Dengan membangun
suatu proses pembinaan diri secara terus-menerus, dapat membantu setiap pribadi
atau calon untuk menemukan nilai dari penghayatannya akan hidup panggilan
yang dia jalani. Penghayatan nilai-nilai tersebut mampu mengantar dia pada
pelaksanaan nilai-nilai kristiani dalam mewartakan kasih Allah melalui hidupnya
sehari-hari.
57
Nilai hidup religius yang dihayati dalam kehidupan para Suster FdCC setiap
hari mampu menghantar kami untuk semakin bersatu dan turut merasakan
keprihatinan bersama Kristus dalam karya keselamatan Dia sendiri. Dengan
membawa misi Kristus para Suster FdCC semakin berani memberitakan kasih-
Nya dan menjadi saksi-Nya melalui kesaksian kasih yang kami jalankan dalam
hidup setiap hari. Dalam hal ini buku I Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti
Mardi Prasetyo (2001: 103) mengatakan bahwa ”Internalisasi nilai-nilai hidup
religius dan peranannya sejauh dijelaskan oleh para pembina sehingga masing-
masing menemukan di dalam dirinya sendiri dasar-dasar pembenaran pilihan
hidup konkret dan menemukan dalam roh dinamika fundamental dari hidupnya.”
3. Keseimbangan
Proses untuk mencapai keseimbangan dalam hidup panggilan membutuhkan
suatu proses yang panjang. Dalam proses ini orang benar-benar terbuka dengan
kasih Allah dan dibimbing dalam terang Roh-Nya agar orang benar-benar
mengalami suatu kedalaman rohani yang mampu membuat dia untuk bertumbuh
dalam hidup rohani maupun kedewasaan dia dalam mengolah pribadinya. Dalam
hal ini Darminta (2006 c: 62) mengatakan bahwa ” Menurut Kitab Suci, jiwa
berarti kesadaran diri yang dinamis, yang akan mengangkat menjadi kesadaran
spiritual apa yang ada sebagai kemampuan jiwa, seperti intelektual, rasa atau
emosi serta sosial.”
Dalam membina hidup panggilan, menuju suatu perkembangan rohani yang
mendalam dan manusiawi yang matang, mampu menghantar seseorang untuk
58
menjadi seimbang dalam mengenal dirinya, sehingga dengan kesadaran penuh dia
dapat melaksanakan perbuatan-perbuatan kasih dan mempersembahkan diri secara
total kepada Allah. Keseimbangan rohani ini terus-menerus diolah agar proses
pembinaan yang terjadi pada diri seseorang benar-benar dimaknai, melalui segala
pergulatan dalam hidup panggilannya sehingga dia mampu menerima segala
peristiwa hidup baik dalam suka maupun duka, ke dalam penyerahan penuh
kepada kasih Allah yang menghantar mereka pada kematangan rohani dan
kematangan pribadinya sendiri.
59
BAB III
TAHAP-TAHAP DALAM MASA PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS
A. Pengertian Dan Tujuan Masa Pembinaan
Pembinaan merupakan suatu proses yang terus-menerus dibangun dan
diolah, dari setiap pribadi demi menuju suatu perkembangan pribadi yang matang,
baik secara pribadinya sendiri maupun secara rohaninya. Dalam hal ini
Mangunharjana (1986: 12) mengatakan bahwa “Pembinaan sebagai suatu proses
belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal
yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang
menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan
kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani,
secara lebih efektif.”
1. Pengertian Dan Tujuan Masa Pembinaan Secara Umum
a. Pengertian Masa Pembinaan Secara Umum
Masa pembinaan merupakan masa yang khusus dalam tahap pembinaan
bagi seseorang yang mau bergabung bersama dalam suatu kongregasi. Dalam
masa pembinaan ini para calon tersebut dibimbing, didampingi, dibina, diarahkan
dan dibentuk sehingga mereka mampu berproses menuju ke suatu perkembangan
pribadi yang matang dan utuh, baik dari segi manusiawinya maupun rohaninya.
Dari kedua segi inilah mereka diarahkan dan dibentuk sesuai dengan semangat
dari kongregasi yang mereka pilih.
60
Selain itu pembinaan yang dijalankan dalam terekat religius harus
berorentasi pada perubahan perilaku hidup seturut sikap Kristus dan dilaksanakan
secara terus menerus. Dalam hal ini Mardi Prasetyo mengatakan bahwa ”Hal ini
penting agar hari demi hari manusia semakin bertumbuh menjadi pribadi yang
utuh, dan dalam keutuhan itu, ia semakin memiliki kemampuan untuk menjawab
tawaran Allah yang memanggil” (Mardi Prasetyo, 2001: 16). Singkatnya
pembinaan merupakan suatu proses atau usaha untuk mencapai pembaharuan atau
hasil yang lebih baik dan lebih berdaya guna dalam pengembangan potensi-
potensi yang ada dalam diri seseorang.
b. Tujuan Masa Pembinaan Secara Umum
Tujuan dari masa pembinaan mengantar seseorang untuk mengenal
pribadinya secara utuh. Dalam hal ini Mangunharjana (1986: 12) mengatakan
bahwa tujuan Pembinaan adalah:
Seseorang atau individu dibantu untuk mengenal berbagai potensi yang ada dalam dirinya. Dan melalui pembinaan individu tidak hanya sekedar memilik sejumlah pengetahuan, namun apa yang diketahui dalam proses pembinaan itu dapat direalisasikan dalam tindakan-tidakan konkret demi perkembangan dirinya.
2. Pengertian Dan Tujuan Pembinaan Menurut Kongregasi Suster FdCC
a. Pengertian Pembinaan Menurut Kongregasi Suster FdCC
Pembinaan merupakan proses seumur hidup yang mencakup seluruh
perkembangan hidup seseorang. Dalam hal ini The Rules Of The Congregation Of
The Daughters Of Charity (1981: 17–22) mengatakan: "Pembinaan Kongregasi
Suster FdCC mengikuti dua perintah cinta kasih Allah sebagai tujuan utama yaitu
61
mencintai Allah dengan segenap hati dan mencintai sesama seperti diri sendiri
demi cinta kepada Allah". Pembinaan ini berguna untuk membantu perkembangan
setiap pribadi para calon secara integral, yang mengarahkan pada kesempurnaan
cinta kasih yang paling sempurna dari Yesus Tersalib, demi pembentukan hati,
pikiran, kehendak, ingatan-ingatan lewat seluruh kehidupan, perasaan, keinganan,
dan dalam relasi kita sesuai dengan ajaran injil. Dalam hal ini pengertian
pembinaan bagi Kongregasi FdCC diuraikan oleh Keputusan Resmi Kapitel
Umum (2008: 17) mengatakan:
Pembinaan adalah sebuah proses utama untuk menopang dan mengembangkan identitas kita sebagai Canossian dan menuntun kita dalam pencarian demi kesetian terhadap karunia dan mendukung proses yang berkelanjutan menuju kematangan transformasi kita yang tak henti-hentinya dalam keserupaan dengan Tuhan Yesus, sehingga dengan demikian banyak orang dapat melihat Dia, mengenal Dia, mencintai Dia, dan menjadi sama seperti Dia, untuk mewartakan Dia kepada orang lain.
Dalam anjuran apostolik tentang Hidup Bakti, Paus Yohanes Paulus II
mengatakan bahwa “Pembinaan sebagai jalan identifikasi dengan sikap Kristus
menuju Bapa-Nya, dan menyesuaikan diri dengan Tuhan Yesus dalam
persembahan diri-Nya secara utuh” (VC, art. 65). Itu berarti setiap orang yang
ingin mengikuti Yesus secara khusus benar-benar menyerahkan dirinya secara
total dalam tugas dan pelayanan kepada sesama sesuai dengan semangat atau
spiritualitas yang dihayati oleh tarekatnya masing-masing.
62
b. Tujuan Pembinaan Menurut Kongregasi Suster FdCC
Dalam hal ini dokumen Kongregasi FdCC mengenai Rencana Formasi
(2006: 13) mengatakan: tujuan pembinaan dalam Kongregasi Suster FdCC, adalah
sebagai berikut:
Menghantar dan mengarahkan para calon yang datang dan mau bergabung dalam kongregasi, menuju kepada suatu perkembangan pribadi secara integral melalui hidup bersama dan karya-karya dalam kongregasi serta berusaha untuk mengarahkan dan memurnikan motivasi panggilannya dan memperdalam Spiritualitas dan Karisma Kongregasi Suster FdCC, agar mereka dapat mengalami dan merasakan kehidupan bersama dalam persaudaraan cinta kasih.
Dalam Keputusan Resmi Kapitel Umum XV (2008: 17) dikatakan: “Tujuan
pembinaan adalah kemampuan belajar mengakui kebenaran mengenai diri sendiri,
kebebasan interior, kemampuan dialog, kepekaan pada perbedaan-perbedaan,
semangat untuk dunia, kebijaksanaan, kerendahan hati, kelemah lembutan, tanpa
pamrih, dan keramahan.” Dalam keseluruhan pembinaan Kongregasi Suster
FdCC, meliputi beberapa dimensi antara lain:
B. Tahap-Tahap Pembinaan Dalam Kongregasi FdCC
1. Tahap Formasi Awal
Dalam Kongregasi FdCC, formasi awal mulai dengan pra-novisiat (pre-
novisiate) dan berakhir dengan pernyataan final (final profession). Dalam hal ini
RF Kongregasi FdCC mengatakan “Tujuan dari formasi awal adalah
mendampingi kaum muda yang berkehendak mengikuti Kristus, sepanjang jalan
kecil yang ditemukan St Magdalena dari Canossa” (RF, 206: art. 5). Hal itu
63
menuntun suatu proses pemahaman yang mendalam atas karunia yang telah dia
terima dari Roh, dan juga dapat membantu para calon untuk mampu melihat
bagaimana memelihara dan menumbuhkan panggilannya sehingga mereka dapat
dihantar untuk mengerti dan memilih kehidupan dan misi FdCC sebagai tempat
yang istimewa bagi penyerahan dirinya sendiri dan segala karunia-karunia yang
dia miliki.
Dalam hal ini Rencana Formasi Kongregasi FdCC (2006: art. 5)
mengatakan:
Dalam formasi awal, para team formator diharapkan mampu menumbuhkan suatu dialog yang akrab dan terbuka antara pribadi-pribadi para calon, dalam membangun suatu persatuan dan kesetiaan terhadap keseluruhan proses dari tahap demi tahap, sehingga para calon semakin mengerti dan mengambil suatu keputusan untuk bergabung bersama kongregasi. Formasi awal, didahului oleh suatu proses perkembangan yang sama-sama penting dan biasa dinamakan ”orientasi panggilan” (vocation orientation), yang mana merupakan suatu bagian integral dari “animasi panggilan” (vocation animation).
Orientasi panggilan bermaksud menjangkau kaum remaja atau orang-orang
muda yang merasa terpanggil, sehingga mereka boleh menemukan cinta Allah
untuk mereka dan mulai menjawab panggilan Tuhan secara personal pada Dia
dalam suatu cara yang personal. Dengan proses ini mampu membantu dan
memajukan pertumbuhan pribadi mereka yang total, dan membantu
perkembangan kehidupan imannya, sehingga menolong dia untuk sadar dan
membuat keputusan-keputusan secara bebas akan hidup panggilannya dengan
segenap hati.
64
2. Tahap Pra-Novisiat
Dalam hal ini Rencana Formasi Kongregasi FdCC mengatakan ”Tahap Pra-
novisiat adalah suatu masa peralihan antara hidup biasa menuju hidup membiara”
(RF, 2006: art. 6). Dalam tahap ini kongregasi mempunyai perhatian khusus
kepada para calon, guna membantu mereka agar dapat mengenal dasar-dasar
kehidupan membiara, membentuk hidup rohani dan manusiawi serta membantu
mereka untuk hidup sesuai dengan kharisma dan spiritualitas kongregasi yang
telah mereka pilih.
Dalam RF Kongregasi FdCC dikatakan bahwa: ”Tahap ini pula seorang
suster yang bertanggung jawab sebagai pendamping, berusaha mengetahui,
mengenal, dan memahami latar belakang kehidupan para calon, bakat-bakatnya,
keluarga, pendidikan, motivasi serta harapan-harapannya” (RF, 2006: art.6).
Dengan demikian mereka dihantar untuk belajar melihat arti hidup panggilan yang
mereka pilih dan apakah mereka merasa cocok dengan kongregasi yang mereka
pilih. Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 64) mengatakan:
Pra-novisiat adalah masa persiapan untuk masuk novisiat. Selama pra-novisiat para calon dibantu untuk memperdalam pengenalan diri dan panggilan, dan untuk bertumbuh dalam kematangan sebagai manusia dan dalam iman sedemikian rupa sehingga dia mampu membuat pilihan dengan bebas dan sadar.
Masa pra-novisiat merupakan masa discernment bagi para calon yang benar-
benar mau menanggapi dan menyerahkan dirinya kepada Allah. Dalam tahap ini
para calon diajak untuk mengolah diri secara matang dan dewasa baik dari segi
rohani maupun manusiawinya, dan dibantu secara terus-menerus untuk terus
65
berkembang dalam keyakinan pada diri sendiri sehingga mampu mengatasi
hambatan-hambatan yang ada dalam dirinya dan mampu membangun relasi yang
otentik dan penuh arti dengan Tuhan, diri sendiri dan sesamanya serta mampu
membuat pilihan secara bebas dan sadar bagi hidup panggilannya. Dalam hal ini
RF, FdCC (2006: art. 8) mengatakan:
Tujuan pembinaan dalam tahap Pra-Novisiat dalam Kongregasi Suster FdCC adalah; membantu para calon untuk semakin bertumbuh dalam kesadaran diri, atas karunia panggilan yang telah dia terima merupakan suatu anugerarah yang paling mulia dari Allah sendiri, dan juga dapat menghantar para calon untuk memurnikan motivasi mereka dalam terang iman, sehingga mereka dapat menyerahkan diri dengan gembira ke dalam kongregasi dengan suatu pilihan yang bebas dan bertanggung jawab atas panggilan mereka dalam mengikuti Kristus.
Dalam Kongregasi Suster FdCC, pada masa pra-novisiat ini sudah mulai
memperkenalkan spiritualitas Yesus Tersalib, di mana lewat keutamaan-
keutamaan cinta kasih yang terpancar dari Yesus Tersalib, misalnya: kerendahan
hati dan cinta kasih, inilah yang merupakan semangat hidup keseharian mereka,
yang sesuai dengan karisma dari Kongregasi Suster FdCC.
3. Tahap Novisiat
Tahap Novisiat adalah masa percobaan dan inisiasi menyeluruh ke dalam
hidup religius FdCC. Para Novis dipanggil guna membuktikan keputusannya
untuk hidup demi Allah sendiri dan untuk keselamatan dunia dalam kehidupan
religius berdasarkan karisma dan spiritualitas kongregasi. Dalam hal ini Pedoman-
66
Pedoman Pembinaan Dalam Lembaga-Lembaga Religius (1992: no. 46)
mengatakan:
Para novis hendaknya dibimbing untuk mengembangkan keutamaan-keutamaan manusiawi dan kristiani, dengan doa dan ingkar diri diajak masuk dalam jalan kesempurnaan lebih penuh; diajar juga memandang misteri keselamatan serta membaca dan merenungkan Kitab Suci; dipersiapkan untuk merayakan ibadat kepada Allah dalam liturgi suci; mempelajari cara menghayati hidup yang dibaktikan kepada Allah dan manusia dalam Kristus dengan nasehat-nasehat Injil, diberi uraian tentang sifat, dan semangat, tujuan, dan tata tertib, sejarah dalam kehidupan lembaga, serta dipupuk cinta mereka terhadap Gereja dan gembala rohaninya.
Dengan demikian dalam RF Kongregasi FdCC (1996: art. 9) dikatakan
bahwa: “Melalui pendampingan pribadi inilah, pembinaan dalam tahap novisiat
bagi Kongregasi Suster FdCC bertujuan untuk membantu para calon agar:
a. Mampu memaknai arti hidup panggilan yang telah mereka pilih
sehingga mereka dapat mengambil suatu keputusan secara bebas dan
penuh tanggung jawab, untuk bergabung bersama kongregasi yang telah
mereka pilih.
b. Mampu memaknai hidup konsekrasi dalam Allah, sehingga mereka
dapat menyerahkan diri secara total kepada Allah sendiri melalui hidup
doa, hidup berkomunitas, hidup Kaul, dan hidup karya.
c. Semakin memperdalam keakrabannya dengan Allah setiap hari,
melalui; Sabda-Nya, hidup doa baik secara pribadi maupun secara
bersama-sama, hidup berkomunitas dengan penuh cinta kasih dan hati
67
yang terbuka untuk menerima siapa saja, dan melalui pelayana-
pelayanan cinta kasih bagi semua orang.
d. Semakin memperdalam nilai-nilai karisma dan spiritualitas kongregasi
Suster FdCC, sehingga mampu menghayati dan melaksanakannya dalam
kehidupan sehari-hari dalam hidup bersama.
e. Mampu melibatkan diri dalam misi Gereja melalui: hidup doa,
persembahan diri, serta memiliki semangat pelayanan bagi sesama.
Dalam hal ini Kons. Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 65) mengatakan:
Novisiat adalah masa percobaan dan inisiasi menyeluruh ke dalam hidup religius canossian. Selama masa khusus ini novis diperkenalkan dengan pengetahuan yang dalam dan vital tentang Kristus dan tentang Bapa melalui bacaan dan meditasi, tentang Firman Allah, doa, kehidupan sakramental, dan liturgi. Melalui meditasi tentang rahasia Yesus Tersalib, para novis secara bertahap belajar untuk menyesuaikan diri kepada sikap-sikap-Nya, khususnya cinta kasih dan kerendahan hati-Nya melalui suatu kehidupan yang asketis yang dihayati dengan tulus hati. Para novis dibina secara bertahap ke dalam tuntutan spiritualitas, melalui suatu penghayatan dan pengalaman nasehat-nasehat Injil dalam mengikuti Kristus yang murni, miskin dan taat sampai mati. Dalam kerja sama yang aktif dan bertanggung jawab dengan pendamping, para novis belajar mengenai peraturan hidup kongregasi dengan demikian mereka dapat memberikan dirinya dengan penuh gembira dalam hidup berkomunitas. Hal ini membantu pertumbuhan mereka sebagai pribadi yang mampu hidup bersama-sama dalam suatu komunitas dan juga mereka dihantar untuk mengenal dan belajar mempraktekkan karya-karya cinta kasih dalam kongregasi suster FdCC.
Dengan demikian masa novisiat yang berlangsung selama dua tahun ini, mampu
menghantar mereka untuk menjadi seorang pribadi yang memiliki kematangan
68
manusiawi dan kristiani serta mampu bertanggung jawab dalam menanggapi
panggilannya secara bebas dan gembira.
Dalam tahap pembinaan di tahun pertama novisiat, yang disebut sebagai
tahun Kanonik artinya tahun pembinaan yang diabsahkan oleh hukum kanon dan
berlaku bagi semua tarekat hidup religius, sebagaimana ditegaskan dalam KHK,
kan. 648 paragraf 1. menurut kanon tersebut, pelaksanaan masa novisiat dianggap
sah haruslah meliputi dua belas bulan yang diselenggarakan dalam komunitas
novisiat sendiri. Dalam hal ini RF Kongregasi FdCC (1996: art. 9) mengatakan
bahwa: “Para novis dihantar untuk mengalami suatu pengalaman doa yang
bersemangat, belajar mengenal, mendalami dan menghayati dalam kehidupan
sehari-hari mengenai Peraturan Hidup, Spiritualitas, Kharisma, dan Visi – Misi
Kongregasi Suster FdCC. Bersama dengan pendamping mereka mengevaluasi
perjalanan yang telah mereka jalani, dalam rangka memurnikan dan memotivasi
proses perkembangan hidup mereka, dalam hal:
a. Integrasi iman dan kehidupan.
b. Penghayatan nilai-nilai spiritualitas dan karisma, sehingga dapat
mempraktekannya dengan baik melalui hidup bersama-sama dan hidup
karya pelayanan kongregasi.
c. Komitmen mereka dalam mengikuti Yesus Kristus yang murni, miskin,
dan taat.
d. Pertumbuhannya dalam semangat doa.
e. Makna dari kehidupan sakramental dan kehidupan liturgis
69
f. Kualitas relasi dalam hidup bersama dan kesanggupan mereka dalam
mencintai, suatu relasi cinta yang rendah hati, universal dan terbuka
pada semua di dalam komunitas, mampu untuk hal pengampunan dan
pelayanan.
g. Kerelaannya untuk membuat Yesus dikenal dan dicintai kepada semua
orang di seluruh dunia.
h. Perhatiannya untuk orang-orang yang amat membutuhkan.
Dalam tahap pembinaan tahun kedua di novisiat, mereka diajak untuk
mempraktekkan mengenai apa yang telah mereka pelajari selama di tahun
pertama. Para novis dikirim ke setiap komunitas, kecuali komunitas studi. Di
sinilah mereka dilatih untuk menyatu dan berani mempraktekkan nilai-nilai
karisma dan spiritualitas melalui hidup doa, kaul, komunitas dan karya pelayanan,
yang telah mereka pelajari dan dalami selama tahun pertama. Semuanya ini
bertujuan untuk semakin menemukan identitas dirinya dan merasa cocok untuk
bergabung menjadi anggota dan penerus Kongregasi Suster FdCC. Mereka diajak
untuk mampu memberikan kesaksian terhadap cinta Allah yang telah mereka
alami, kepada sasama yang mereka jumpai dalam karya dan melalui hidup
bersama, agar semangat misi dalam memperkenalkan cinta Tuhan kepada sesama
dapat tercapai.
70
4. Akhir Pembinaan Di Tahap Novisiat
Masa novisiat ditutup dengan karya apostolik yang dijalankan selama 6
bulan di setiap komunitas karya, dimana masing-masing formandi di kirim ke
setiap komunitas untuk mengalami dan mempraktekan nilai-nilai spiritualitas dan
karisma Kongregasi FdCC melalui hidup doa, kaul, berkomunitas dan karya, yang
telah mereka pelajari dan dalami, sehingga mampu menghantar mereka untuk
dapat menghayati nilai tersebut dan sebagai dasar pegangan dalam pembinaan
selanjutnya, dan menjadi penerus kongregasi.
Setelah melewati karya apostoliknya, mereka dipersiapkan untuk
mengucapkan kaul sementara, dengan evaluasi akhir bersama dengan pimpinan,
dan pendamping mereka untuk melihat apakah sudah siap mejadi anggota
kongregasi. Dalam ketentuan evaluasinya menurut RF Kongregasi Suster FdCC
(1996: art. 41) dikatakan seseorang pantas menerima kaul pertama adalah:
a. Integrasi iman dan kehidupan
b. Komitmennya untuk mengikuti Yesus yang suci, miskin dan taat
c. Pertumbuhannya dalam semangat doa
d. Makna dari kehidupan sakramental dan kehidupan liturgis
e. Kualitas hubungan-hubungannya dan kesanggupan untuk mencintai,
suatu cinta yang rendah hati, universal dan terbuka pada semua di dalam
komunitas, mampu untuk hal pengampunan dan pelayanan
f. Kerelaannya untuk membuat Yesus semakin dikenal dan dicintai oleh
semua orang di seluruh dunia
g. Perhatiannya untuk orang-orang yang amat membutuhkan.
71
h. Diterima atau menemukan panggilan lain.
i. Ditandai oleh keputusan kedua belah pihak, maksudnya adalah ada ya
dari kedua belah pihak.
5. Tahap Juniorat
Tahap Juniorat adalah tahap di mana suster yang telah mengadakan
pernyataan sementara mereka dan berkeinginan untuk memberikan diri kepada
Allah melalui Kongregasi FdCC, sebagai pelayan Tuhan melalui sesama yang
membutuhkan. Tahap juniorat juga merupakan suatu periode pernyataaan
sementara (temporary profession), untuk para suster yang dipanggil guna
memperdalam dan mengintegrasikan nilai-nilai karisma dan spiritualitas yang
sudah dia pelajari, dalam kehidupan sehari-hari melalui hidup doa, kaul-kaul,
komunitas, dan karya pelayanan Kongregasi Suster FdCC, sambil menyiapkan
diri mereka untuk pernyataan finalnya (final profession). Dalam hal ini Kons.
Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 68) mengatakan:
Profesi religius adalah suatu pilihan kehidupan untuk Allah dan umat manusia. Melalui profesi religius, para suster membaktikan dirinya kepada Allah, dan merangkul dengan kaul-kaul publik nasehat-nasehat Injil kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan menurut peraturan hidup Kongregasi Suster FdCC.
Dalam hal ini RF Kongregasi Suster FdCC (1996: art. 10) mengatakan
bahwa: “Tahap pembinaan yang dijalankan kurang lebih 5 – 9 tahun yang
dihitung mulai dari kaul pertama bagi para junior ini, mereka dibimbing oleh
pendamping melalui animasi dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan
72
setahun dua kali guna mengevaluasi dan memberi masukan bagi para junior dalam
mempraktekkan nilai-nilai karisma dan spiritualitas melalui hidup bersama dan
dalam karya pelayanan cinta kasih. Dalam hal ini RF Kongregasi Suster FdCC
(1996: art. 10) mengatakan bahwa: “Pembinaan ini pula bertujuan untuk:
a. Mengintegrasikan nilai-nilai spiritualitas dan karisma dalam hidup
sehari-hari, baik dalam hidup bersama maupun dalam hidup karya.
b. Persatuan hidup, yang sedang dijalani untuk menyatukan apa yang sudah
mereka pelajari dalam novisiat, dapat dipraktekan dalam kehidupan
hariannya.
c. Meningkatkan penghayatan dan mampu mengintegrasikan nilai-nilai
spiritualitas dan karisma tersebut melalui hidup doa, kerasulan, hidup
bersama dan kebutuhan-kebutuhan personal, melalui suatu pencarian
yang tulus hati demi menemukan suatu identitas yang jelas dan lebih
mendalam.
d. Memperdalam rasa memiliki terhadap kongregasi, khususnya terhadap
komunitasnya.
e. Memperoleh suatu pemahaman spiritualitas yang lebih mendalam dari
cinta teragung, yang dikontemplasikan pada salib, dengan demikian hal
itu bisa menjadi suatu titik referensi demi pilihan-pilihan yang bebas dan
bertanggung jawab.
f. Menyelesaikan pendidikan teologis-biblis-pastoral dan pendidikan
profesional lainnya, berdasarkan kebutuhan-kebutuhan misi kongregasi.
73
g. Memperdalam pengetahuannya tentang bahasa asing yang diawali di
novisiat, hingga memberikan dia kesempatan untuk pertukaran-
pertukaran yang lebih inter-kultural dan oleh karena itu, membuat dia
lebih terbuka kepada misi keseluruh dunia.
h. Bertumbuh dalam kesadaran bahwa mereka adalah milik Allah secara
total dan telah memilih suatu kehidupan demi pelayanan untuk umat
manusia.
6. Tahap Profesi Kekal
Dengan demikian tujuan dari pembinaan selama di tahap Juniorat, guna
mengantar para suster yang berprofesi sementara menuju kepernyataan finalnya
atau profesi kekal. Dengan pernyataan kekal inilah para suster membaktikan dan
menyerahkan diri seutuhnya untuk menjadi milik Allah selama-lamanya dalam
keluarga religius yang telah dia pilih dan disahkan secara publik oleh Gereja.
Dalam hal ini RF Kongregasi Suster FdCC (1996: art. 10) mengatakan bahwa:
“Sebelum menyatakan kesungguhanya untuk pernyataan finalnya, para suster
sekalian diberi waktu untuk sungguh-sungguh merefleksikan dan mengevaluasi
dalam mengambil sebuah keputusan, melalui:
a. Mentalitas imannya.
b. Keteguhannya akan mengikuti Tuhan Yesus dalam kaul kemiskinan,
kemurnian dan ketaatan, agar menjadi suatu tanda kehadiran-Nya di
dunia.
74
c. Tanggung jawabnya dalam menghayati nilai-nilai karisma dan
spiritualitas, melalui hidup bersama dan karya pelayanannya.
d. Penghayatannya dalam menjalankan dan menghidupi nilai-nilai hidup
kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan.
e. Keterbukaannya terhadap perubahan supaya menjadi suatu instrumen
atas keselamatan-Nya
f. Kegembiraannya untuk memiliki keluarga Putri-Putri Cinta Kasih
pelayan kaum miskin, pada pelayanan Gereja dan misi Kongregasi
FdCC.
Dalam hal ini Kons. Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 71) mengatakan:
Pada akhir masa kaul sementara, suster yang telah dengan sungguh-sungguh melakukan discerment dengan kehendaknya sendiri mengajukan permohonan kepada pimpinan tingginya untuk membaktikan diri secara total kepada Tuhan. Melalui profesi kekal, suster menempatkan hidupnya secara tetap dalam pelayanan terhadap Allah dan Gereja dalam Kongregasi FdCC.
7. Tahap Pembinaan Lanjutan
Dalam hal ini tahap pembinaan Lanjutan menurut Rencana Formasi FdCC
mengatakan “Sungguh suatu proses formasi diri melalui salib, menuju
kekepenuhan diri yang total dalam cinta kasih Kristus” (RF FdCC, 1996: art. 11).
Pembinaan lanjutan merupakan suatu proses pembinaan menuju kesatuan hidup
dengan Kristus melalui penyerahan dirinya secara total kepada Tuhan dan
kesetiannya dalam menjalani hidup panggilannya demi perkembangan pribadinya,
75
komunitas dan misi kongregasi sendiri. Dalam hal ini RF FdCC (1996: art. 11)
mengatakan: tujuan pembinaan formasi lanjutan membantu para suster untuk:
a. Mendidik dirinya dalam bimbingan Roh sehingga bersama Kristus dia
mampu menemukan arti konsekrasinya demi Kerajaan Allah.
b. Semakin bersatu dengan Kristus dan menyatukan segala peristiwa
hidupnya dalam kasih dan bimbingan tangan Tuhan sendiri
c. Meningkatkan kesetianya pada spiritualitas dan karisma Kongregasi
FdCC.
d. Meningkatkan semangat pelayanan dalam kegembiraan, dalam
mempekenalkan Yesus.
e. Selalu berserah dalam hati Tuhan, agar hidup panggilannya tetap setia
dan selalu diberkati Tuhan dalam menghadapi tantangan-tantangan
dalam hidup panggilanya.
Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 72) mengatakan:
“Kesetian yang dinamis kepada panggilan apostolik yang khas memerlukan suatu
pembinaan yang berlanjut, sehingga lebih sadar dan setia akan identitas kita
sebagai Putri-Putri Cinta Kasih Pelayan Kaum Miskin (FdCC).” Kesetian
terhadap proses pembinan membantu kita untuk memandang kehidupan dengan
harapan kristiani, sebagai partisipasi penuh dalam misteri Paskah Tuhan. Segala
kesulitan, tantangan dan permasalahan yang terjadi dapat menghantar mereka
untuk tetap setia dan menggantungkan diri sepenuhnya dalam tangan Tuhan.
Mardi Prasetyo (2001: 25, buku I Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti )
76
mengatakan bahwa “Tujuan khusus bina lanjut adalah Senantiasa memiliki relasi
yang penuh cinta bakti pada Allah dan sesama yang disemangati dan disegarkan
oleh kekuatan Allah dalam hidupnya sebagai religius yang bertanggung jawab
atas arus keselamatan yang dipercayakan Allah pada kongregasi.”
C. Bidang-Bidang Formatif Di Novisiat
1. Hidup Doa
Hidup doa merupakan dasar dalam tahap pembinaan. Karena melalui hidup
doa inilah para calon semakin menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan, sehingga
dapat menghantar mereka untuk semakin bertumbuh dalam kedewasaan pribadi
dan kedalaman iman mereka. Dalam buku Psikologi Hudup Rohani edisi II, Mardi
Prasetyo (1992: 334) mengatakan “Doa dapat bermakna bagi pertumbuhan
kedewasaan tiap pribadi dalam arti:
a. Mendorong orang untuk benar-benar mencari kehendak Allah yaitu apa
yang penting untuk Kerajaan Allah dan bukan orientasi pada nilai-nilai
kodrati atau kebutuhan psikologis sesaat.
b. Doa dimotivasi oleh iman, harapan, dan cinta kasih yang secara konkret
berupa usaha hidup bersatu dengan Tuhan dan merasa dekat dengan
Tuhan dalam tiap perilaku dan tindakan hidup. Ini berarti transendensi
diri dan transformasi diri dan bukannya realisasi diri dan sekedar
pemenuhan kebutuhan.
c. Membuat pertumbuhan tidak mandeg dan terus-menerus tertuju pada
Allah dan membuat diri semakin sempurna.
77
d. Mendatangkan kedamaian sejati, dukungan dan bantuan beserta
kekuatan untuk kesaksian hidup.
e. Mengubah pribadi yang berdoa dan menyiapkannya untuk menerima
kenyataan dalam hidup.
Dengan demikian dalam Kongregasi FdCC, khususnya dalam tahap
pembinaan hidup doa dibagi dalam dua bagian yaitu:
a. Hidup Doa Bersama
Sumber kasih persaudaraan adalah Roh Kristus sendiri yang tinggal di
tengah komunitas, dimana Roh ini merupakan buah dari doa hidup bersama.
Semangat Roh Kristus inilah yang menghantar para novis untuk semakin
bertumbuh dalam Roh Kristus sendiri dalam hidup bersama, sehingga dapat
menghantar mereka untuk mampu menerima segala kekurangan, kelemahan,
watak, budaya, dan segala latar belakang yang berbeda diantara teman-teman
mereka sebagai kekayaan yang unik dalam hidup bersama. Dalam hal ini
Darminta (2005: 32-33) mengatakan bahwa “Manusia melalui rohnya
dimampukan melihat dan bersentuhan dengan hidup yang abadi dan kudus,
yang sedang berproses di dalam jiwa manusia, maka jiwa yang melalui rohnya
melalui hidup abadi sebagai masa depan akan membentuk diri menjadi penuh
kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetian,
kelemah-lembutan dan penguasaan diri (Gal 5:22-23).”
78
Doa bersama yang dilaksanakan di novisiat FdCC yaitu doa ofisi,
kunjungan Sakramen Maha Kudus, Ibadat rekonsiliasi, dan doa Rosario. Doa
ofisi dilaksanakan empat kali dalam sehari oleh para novis I dan II yaitu: Ibadat
Pagi, Ibadat Siang, Ibadat Sore, Ibadat Penutup. Untuk Kunjungan Sakramen
Maha Kudus dilaksanakan setiap hari pada pukul 15.00. Untuk Ibadat
Rekonsiliasi dilaksanakan setiap sekali seminggu. Sedangkan doa Rosario
dilaksanakan setiap hari sebelum Ibadat Sore.
b. Hidup Doa Pribadi
Doa merupakan dasar dalam membina hidup rohani seseorang.
Melalui doa seseorang menjalin suatu relasi yang semakin akrab dan satu
dengan Tuhan sendiri. Dalam doa pribadi inilah para novis dilatih untuk
menjalin suatu relasi yang semakin mendalam dan semakin berserah dalam
tangan Tuhan, sehingga membantu dia sendiri semakin berkembang dalam
kedewasaan pribadi dan kedalaman iman. Melalui doa pribadi para novis
semakin menghayati nilai-nilai dari doa itu sendiri sehingga mereka dibantu
untuk semakin menghayati nilai-nilai dari doa itu sendiri dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Dalam doa mereka diajar untuk selalu terbuka kepada cinta
Allah yang selalu memberi semangat dan kekuatan untuk terus berjuang dalam
perjalanan hidup panggilan mereka. Dalam Kons. Kongregasi FdCC (1828: no.
20) dikatakan bahwa “Dalam menjalin suatu hubungan yang erat dengan Dia
dan dalam persatuan dengan umat manusia yang menderita, kita terima dengan
hati yang teguh dan tenang, kesempatan-kesempatan setiap peristiwa yang
79
tidak mengenakan dalam hidup kita, tanggung jawab pembaktian kita, cobaan
dan tantangan yang hadir dalam perjalanan kita.” Semuanya itu kita persatukan
bersama Tuhan agar Dia senantiasa setia mendampingi perjalanan hidup
panggilan kita.
Dalam tahap ini para novis diwajibkan untuk mencari waktu sendiri,
untuk doa pribadinya. Karena melalui waktu khusus inilah dia semakin
mencari, menyerahkan, dan mengandalkan Tuhan sendiri dalam perjalanan
hidup panggilan yang sedang dia jalani. Melalui doa pribadi ini juga
menghantar dia semakin dewasa dalam menerima dan menjalani seluruh
peistiwa hidupnya baik dalam suka maupun dalam duka.
2. Hidup Bersama Dalam Komunitas
Komunitas dibangun berdasarkan iman dan cinta kasih, sehingga mampu
mengantar setiap anggotanya untuk saling menghormati dan mencintai setiap
perbedaan yang ada. Dalam hal ini Panitia Spiritualitas KOPTARI volume 5
(2008: 14) mengatakan bahwa:
Komunitas yang formatif adalah komunitas yang saling mengembangkan, baik antaranggota maupun pimpinan komunitas dengan anggota, dan sebaliknya. Dengan demikian komunitas akan menjadi tanda kehadiran Tuhan, melalui hidup yang dipancarkan sebagai buah penghayatan nilai-nilai hidup religius yang dihayati dalam hidup persaudaraan.”
Persatuan yang mendalam diantara para anggota komunitas menyebabkan mereka
merasa “at home” sehingga dalam semangat inilah dapat menghantar para anggota
80
komunitas untuk bersatu baik dalam doa maupun karya yang mereka laksanakan
dalam hidup sehari-hari.
Dalam tahap novisiat, para novis dibimbing dan diarahkan untuk mulai
mengenal, mengerti dan mengalami makna nilai hidup berkomunitas. Mereka
diajak untuk bagaimana menerima satu sama lain dengan penuh cinta, saling
menghargai, saling terbuka menerima perbedaan, budaya, suku dan segala latar
belakang teman-teman mereka, sehingga mereka semakin kuat dan semakin
menghayati panggilan yang telah mereka pilih dan mereka jalani. Dari komunitas
kecil inilah mereka dilatih dan dipersiapkan untuk masuk bergabung bersama-
sama para suster dalam komunitas Kongregasi FdCC. Dengan demikian nilai-nilai
hidup berkomunitas inilah dapat membantu mereka, untuk menjadi kekuatan
dalam hidup berkomunitas.
3. Penghayatan Nilai Injil
Berkat bimbingan Roh Kudus dapat menghantar kita untuk semakin
menghayati nilai-nilai Injil dalam hidup bakti, yang merupakan tanda kesatuan
kita dengan Allah Tritunggal Maha Kudus sendiri dalam tugas perutusan dan
pewartaan cinta kasih Tuhan kepada sesama demi membangun Kerajaan Allah.
Semangat cinta Tuhan inilah yang menjadi tanda kehadiran Tuhan sendiri yang
ikut ambil bagian dalam proses perjalanan hidup bakti kita. Teladan Cinta Tuhan
inilah yang menjadi penggerak bagi para hidup bakti melalui penghayatan ketiga
kaulnya. Dengan demikian melalui ketiga kaul inilah bukti cinta yang terbesar
81
yang dipersembahkan untuk Kristus oleh para pengikut-pengikutnya. Dalam hal
ini VC (1996: no. 20) mengatakan bahwa:
Demikianlah nesehat-nasehat Injili itu pertama-tama karunia Tritunggal Maha Kudus. Hidup bakti mewartakan apa yang oleh Bapa, dengan perantaraan Putera dan dalam Roh, dilaksanakan dalam cinta kasih-Nya, kebaikan-Nya, dan keindahan-Nya. Kenyataannya “status religius juga secara istimewa menampilkan keunggulan Kerajaan Allah melampaui segalanya yang serba duniawi, dan menampakan betapa pentingnya kerajaan itu. Selain itu juga memperlihatkan kepada semua orang keagungan maha besar kekuatan Kristus yang meraja dan daya Roh Kudus yang tak terbatas”.
Dengan demikian para novis diajak untuk mengambil semangat Injil
menjadi semangat perutusan dan pewartaan cinta Tuhan sendiri dalam hidup yang
mereka jalani sehari-hari. Dengan semangat Injil mereka berani untuk menjadi
saksi Tuhan yang penuh gembira dalam menjalani segala tugas dan karya mereka.
Mereka diajak pula untuk menjadi tanda kehadiran cinta Tuhan diantara sesama,
sehingga mengajak banyak orang semakin mengenal dan mencintai Tuhan.
4. Pengolahan Diri
Pengolahan diri seseorang merupakan suatu proses perkembangan dalam
pribadi seseorang, menuju pengenalan dan penerimaan diri yang baik sehingga
adanya integralitas antara psikis dan rohaninya dan mampu melihat dan menerima
segala kebaikan dan kekurangan dalam dirinya. Dengan adanya pengolahan diri
yang baik dapat membantu para formandi untuk bertumbuh secara sehat dalam
perkembangan pembinaannya baik dari segi psikis maupun rohaninya.Dalam hal
ini buku I Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Mardi Prasetyo (2001: 146)
82
mengatakan bahwa “Tujuan dari pengolahan hidup adalah untuk mengenal
diposisi real dari diri anak bina sampai dapat membuat peta perjalanan batin dan
disposisi dinamis pembatinan nilai-nilai panggilan.”
Pengolahan diri selama masa pembinaan membantu para formandi mencapai
kedewasaan pribadi maupun dalam iman, yang tidak hanya setia kepada Allah
tetapi juga setia kepada manusia. Demi perkembangan yang utuh perlu adanya
kesadaran dalam diri setiap formandi untuk mampu mengenal, menyadari, dan
mengatur diri demi perkembangan yang lebih baik. Kemampuan ini perlu dibina
secara terus-menerus, sehingga mereka mampu menjawab tawaran Allah. Melalui
pengolahan hidup ini, dapat diketahui taraf kedewasaan setiap pribadi formandi,
sehingga para pendamping dapat mengarahkan para formandi ke arah yang lebih
jelas dan mendalam yang dapat membantu mereka untuk lebih berkembang secara
pribadi yang dewasa dan iman yang mendalam sehingga semakin dewasa dan
bertanggung jawab dalam menanggapi panggilannya untuk bergabung bersama
Kongregasi FdCC.
5. Hidup Kerasulan
Melalui karya kerasulan para biarawan/biarawati akan semakin mampu
menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat, yang menjadi pusat dan tujuan segala
cinta dan pengabdiannya. Dalam Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 52)
dikatakan bahwa “ Kita adalah rasul-rasul setiap saat hidup kita melalui kesaksian
dan pewartaan kita melalui pelayanan cinta kasih Injil yang sederhana. Secara
khusus kita adalah sebagai rasul.”
83
Dasar hidup kerasulan adalah semangat doa dan cinta kasih terhadap Tuhan
dan sesama, yang dinyatakan melalui praktek hidup setiap hari kepada sesama.
Jika para biarawan/biarawati tidak menjalin kesatuan yang akrab dengan Kristus
sendiri, maka akan sia-sialah segala karya yang dijalani. Tetapi jika berusaha
secara terus-menerus untuk semakin bersatu dengan Kristus, maka pelayanan
yang dijalankan sungguh menjadi bermakna karena dijiwai oleh Kristus sendiri.
Seperti yang dikatakan dalam Injil Yoh 15:5 bahwa “ Barang siapa tinggal dalam
Daku, dan Aku dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku, kamu tidak dapat
berbuat apa-apa.
Maka dengan demikian dalam tahap novisiat ini, para formandi diajak untuk
lebih menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan terlebih dahulu, sehingga dari
semangat kesatuan inilah mereka semakin didorong oleh semangat Roh Tuhan
sendiri, untuk berani menjadi saksi dan pewarta kasih Tuahn bagi sesama,
sehingga kasih Tuhan semakin dikenal dan dicintai oleh banyak orang. Mereka
diajak untuk mengambil semangat pelayanan dalam misi FdCC sendiri, sehingga
mereka semakin mengenal, memahami dan menghayatinya dalam karya
pelayanan yang mereka jalani, sabagai bagian dari persembahan hidup panggilan
mereka kepada Tuhan, sesama dan Kongregasi FdCC.
84
BAB IV
PENANAMAN NILAI-NILAI
SELAMA MASA PEMBINAAN DI NOVISIAT
A. Pengertian Nilai
Dalam hal ini pengertian nilai menurut Salman Habeahan mengatakan
bahwa “Nilai adalah daya pendorong hidup, yang memberi makna dan legitimasi
tindakan seseorang” (Salman Habeahan, 2007: 40). Dengan kata lain nilai dapat
memotivasi hidup seseorang dan memberi makna akan segala tindakan yang
dijalankan dan dihayatinya dalam hidup bersama maupun demi perkembangan
pribadinya yang lebih mendalam, dewasa dan semakin bertanggung jawab. Dalam
hal ini Darminta (2006: 24) mengatakan:
Nilai berarti sesuatu yang penting dan berharga, dimana orang rela menderita, mengorbankan yang lain, membela, dan bahkan rela mati demi nilai tersebut. Nilai memberi arti atau tujuan dan arah hidup. Nilai menyediakan motivasi-motivasi. Nilai-nilai memberikan arah perjalanan, seperti rel kereta api, agar tidak lepas dari jalur perjalanan.
Memang benar dikatakan nilai adalah sesuatu yang penting dan berharga,
karena nilai memberi arti bagi kehidupan seseorang. Jika seseorang berani
memberi nilai dalam setiap perbuatan dan perkataannya maka dia akan menjadi
pribadi yang matang dan hidupnyapun semakin bermakna. Menanamkan nilai-
nilai dalam kehidupan manusia, berlangsung semenjak manusia secara sadar
menjalankan dan menjalani sebuah proses kehidupan, sehingga mampu
menghantar seseorang untuk dapat merefleksikan hidupnya mengenai
85
penghayatan akan nilai-nilai yang dihidupi yang dapat menghantar hidupnya dan
menuntun dia untuk mau berbuat apa dan menentukan kemanakah arah hidup
yang akan dia jalani dan dihayatinya. Dalam hal ini pengertian nilai Darminta
(2006: 10-11) mengatakan bahwa:
Memberi akar untuk hidup kepada generasi muda berarti membekali mereka dengan sebuah perangkat tata nilai, agar mereka mampu berdiri tegak dan tak lapuk menghadapi topan kehidupan, dan mampu membedakan realitas dan bayangan, membedakan mana yang tahan lama dan mana yang hanya sekadar “mode” belaka. Dengan demikian mereka dapat hidup bahagia dan berjiwa besar dalam dunia mereka dengan nilai-nilai yang kuat, akar-akar yang kokoh, bagaikan orang yang membangun rumah di atas batu karang seperti yang digambarkan dalam Injil (Mat 7:25; Luk 6:48). Mengembangkan sayap, sebagai dimensi kemerdekaan dalam hidup, adalah sisi lain dalam perkembangan dan pertumbuhan manusia. Kemerdekaan adalah bagaikan pencarian sepanjang hidup, suatu pergulatan dalam diri kita sebagai manusia untuk mengadakan pilihan-pilihan secara bertanggung jawab atas nilai-nilai tersebut. Nilai yang dipegang dan diyakini serta kemerdekaan adalah dua hal yang tak terpisahkan dalam hidup manusia.
Penghayatan nilai menjadi dasar pembentukan ke arah peningkatan hidup
religius yang semakin mendalam dan bertanggung jawab akan segala tidakan dan
perbuatan yang dijalaninya. Maka dengan memiliki akar dan sayap yang kuat dan
dalam, dapat menghantar para calon Suster FdCC khususnya di tahap novisiat
untuk tetap kokoh dan kuat dalam menjalani dan menghayati nilai-nilai
spiritualitas Kongregasi Suster FdCC, di tengah tantangan zaman yang semakin
maju dan berkembang, sehingga tidak mempengaruhi pergeseran atau perubahan
nilai akan penghayatan nilai spiritualitas yang dihayatinya, baik dalam hidup
bersama maupun dalam karya kerasulan mereka, karena melalui cara inilah dapat
membantu mereka untuk semakin menghayati dan memaknai setiap perbuatan
86
mereka setiap hari dan hidup mereka semakin bermakna. Dasar penghayatan akan
nilai yang dalam sebagai dasar pegangan bagi mereka sebagai generasi penerus
Kongregasi Suster FdCC.
B. Gambaran Nilai
1. Menghayati Nilai
Nilai mempunyai peranan penting dalam proses perkembangan pribadi
seseorang. Dengan menghayati nilai yang baik dapat membantu seseorang untuk
terus-menerus berkembang dan semakin memaknai hidupnya serta kuat dalam
menghadapi segala tantangan dan rintangan yang terjadi di zaman sekarang.
Dalam hal ini demi mendukung proses perkembangan tersebut para calon Suster
FdCC melalui tahap pembinaan di novisiat, mereka dihantar dan diarahkan untuk
mampu menghayati nilai spiritualitas yang lebih mendalam, sehingga nilai ini
menjadi akar dan sayap bagi penghayatan hidup mereka melalui hidup doa, hidup
kaul, hidup bersama dalam komunitas, karya kerasulan, dan melalui perbuatan
serta perkataan setiap hari dengan semangat cinta kasih yang terpancar dari Yesus
Tersalib. Dengan demikian mampu menyadarkan mereka akan pentingnya
menghayati nilai spiritualitas Kongregasi FdCC, sebagai dasar pagangan bagi
mereka dalam menghadapi setiap tantangan yang terjadi dalam proses
perkembangan kepribadian mereka yang semakin mendalam dan dewasa baik dari
segi manusiawi maupun kristiani. Dalam hal ini Salman Habeahan (2007: 39)
mengatakan bahwa:
87
Nilai merupakan realitas abstrak. Tetapi nilai kita rasakan dalam hidup kita masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Oleh karena itu, nilai mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu tingkat, di mana masih ada sementara orang lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka dari pada mengorbankan nilai. Nilai itu akan tercermin dalam sikap, pola berpikir, pola tingkah laku seseorang atau suatu kelompok.
Dengan menghayati nilai menjadikan hidup para calon Suster FdCC
khususnya dalam tahap novisiat lebih bermakna dan mendalam, serta
menyadarkan mereka untuk terus memotivasi hidup mereka sehingga hasil dari
penghayatan nilai-nilai spiritualitas ini menjadikan hidup panggilan mereka
semakin bermakna bagi pribadi mereka sendiri maupun bagi kongregasi yang
telah mereka pilih sebagai penyerahan diri kepada Allah, yang telah memanggil
mereka sebagai pewarta dan pelayan kasih-Nya, dalam membangun Kerajaan
Allah di dunia, demi kemulian nama-Nya dan demi kebaikan sesama. Dalam hal
ini Salman Habeahan mengatakan bahwa “Memahami nilai dengan hati bukan
dengan akal budi. Manusia berhubungan dengan dunia nilai dengan keterbukaan
dan kepekaan hatinya. Maka ia tidak memahami suatu nilai dengan berpikir
mengenai nilai itu, melainkan dengan mengalami dan mewujudkan nilai itu”
(Salman Habeahan, 2007: 40). Hal ini sangat penting bagi pembinaan para calon
Suster FdCC khususnya bagi para novis, sehingga mereka mampu memahami,
menghayati dan melaksanakan nilai spiritualitas dengan hati yang penuh cinta,
gembira, dan bertanggung jawab, agar dapat mewujudkan nilai penghayatan
spiirtualitas Kongregasi Suster FdCC melalui pengampunan, dan kerendahan hati,
dalam semangat cinta kasih dan pengorbanan yang tulus.
88
2. Melaksanakan Nilai
Orang yang mampu melaksanakan nilai dengan sepenuh hati, adalah orang
yang mampu memberi nilai dalam setiap perbuatan dan perkataannya yang
diwujudkan dalam kehidupannya setiap hari. Dengan demikian pelaksanaan dan
penghayatan nilai tersebut menghantar seseorang untuk semakin berkembang dan
memaknai hidupnya. Dalam hal ini Salman Habeahan mengatakan bahwa “Max
Scheler menegaskan manusia memahami suatu nilai ketika ia mulai mewujudkan
nilai itu dalam perbuatannya. Sehingga nilai akan semakin dipahami jika
mengalami dalam praktek hidup sehari-hari” (2007: 41). Maka sangatlah penting
dalam tahap pembinaan para calon Suster FdCC khususnya para novis, diarahkan
untuk mampu berani mengerti akan nilai, sehingga mereka sanggup menghayati
dan melaksanakan nilai dengan sepenuh hati. Dengan pelaksanaan nilai inilah,
para calon Suster FdCC khususnya para novis, semakin mengerti akan pentingnya
dan berharganya nilai dalam menghayati hidup panggilannya untuk lebih berani
mewujudkan nilai-nilai spiritualitas Kongregasi Suster FdCC dalam hidup mereka
sehari-hari, melalui hidup persaudaraan yang penuh cinta kasih, kerendahan hati,
pengampunan dan semangat pengorbanan yang penuh cinta dan siap sedia dalam
melayani Tuhan dan sesama.
Dengan demikain para team formator berusaha agar di tengah tantangan
zaman yang semakin berkembang ini, mampu mengarahkan dan mendampingi
para calon Suster FdCC khususnya tahap novisiat, untuk lebih mengerti,
menghayati dan melaksanakan nilai-nilai spiritualitas Kongregasi FdCC dengan
sepenuh hati, sehingga nilai inilah menjadi akar dan sayap bagi mereka dalam
89
menghadapi tantangan zaman ini. Dalam hal ini Darminta mengatakan bahwa
“Nilai adalah penggerak utama dalam hidup kita karena nilai memberi kepastian
arah dan impetus untuk bertindak. Singkatnya nilai tidak hanya sesuatu yang kita
percayai, tetapi juga kenyataan yang kita pilih dan kemudian kita laksanakan” (
Darminta, 2006 a: 25). Karena nilai adalah sebuah pilihan, maka pilihan ini
membuat para calon Suster FdCC khususnya bagi para novis untuk lebih berhati-
hati dan bertanggung jawab dalam melaksanakan nilai tersebut agar dapat
menghantar mereka untuk lebih menjadi berarti dan berharga dalam memaknai
hidup panggilan mereka yang kudus.
Dalam melaksanakan nilai, ada tiga tempat pijak yang dikatakan Darminta
(2006: 24-25) adalah:
Pertama, nilai-nilai bergerak di kepala. Di situ orang menangkap bahwa sesuatu layak dan dengan demikian secara intelektual yakin atas layak dan pentingnya sesuatu itu. Kedua, nilai-nilai perlu mendarat di hati. Orang sendiri tidak hanya menangkap bahwa sesuatu layak dan penting untuk dimiliki, tetapi hati perlu juga dikenai dan dipengaruhi oleh nilai-nilai. Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada (Luk. 12:34). Ketiga, nilai harus mendarat di tangan. Jika seluruh pribadi terlibat pada nilai yang diyakini, otak dan hati, maka nilai akan mengantar orang pada keputusan dan tindakan.
Dalam tahap pembinaan di novisiat, para calon Suster FdCC diharapkan
agar dapat memperhatikan tiga hal yang sangat penting dalam melaksanakan nilai,
demi pertumbuhan dan perkembangan pribadi mereka yang semakin mendalam
dan dewasa, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baik, dan berarti bagi
hidup panggilan mereka.
90
3. Menjadi Inspirator
Menjadi inspirator berarti berani memberi teladan yang baik bagi orang lain
dan menerima pengaruh dari orang lain untuk membantu para suster terus
berkembang ke arah yang lebih baik. Maka dalam hal ini mengajak para Suster
maupun para calon khususnya para novis FdCC untuk dapat memberi teladan
yang baik dengan sesama suster dalam hidup bersama dan juga sesama yang
dijumpai dalam karyanya, sehingga dapat menerima pengaruh yang baik dari
orang lain untuk terus berkembang ke arah yang lebih baik, dalam membantu
Kongregasi Suster FdCC sendiri untuk semakin berkembang dan menemukan hal-
hal baru yang perlu diperbaiki atau diperbaharui mengenai nilai-nilai spiritualitas
yang lebih berkembang sesuai zaman dan berkualitas dalam membantu para novis
untuk semakin berkembang dalam nilai spiritualitas dalam semangat cinta kasih,
kerendahan hati, pengampunan dan pengorbanan yang terus memaknai hidup
panggilan mereka yang sesuai dengan spiritualitas dan karisma Kongregasi Suster
FdCC.
Penanaman nilai selama tahap novisiat merupakan dasar dalam proses
pembentukan pribadi para novis calon Suster FdCC, sehingga apa yang mereka
mengerti, dan hayati ini dapat mereka laksanakan, sehingga menjadi inspirator
bagi generasi selanjutnya. Dalam hal ini Salman Habeahan (2007: 47)
mengatakan:
Melalui keteladanan dalam bersikap dan berprilaku yang berdasarkan pada nilai dan melalui proses pembiasaan yang berlangsung secara spontan dalam kehidupan sehari-hari akan membuat internalisasi nilai berkembang dalam diri anak didik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
91
nilai-nilai itu diperoleh anak didik melalui pengalaman dan bukan melalui pengajaran. Melalui pengalaman anak didik mampu merefleksikan nilai-nilai dalam kehidupan nyata.
Memang benar dikatakan bahwa nilai diperoleh melalui pengalaman bukan
melalui pengajaran, sehingga melalui pengalaman itu dapat menghantar seseorang
untuk merefleksikan nilai-nilai tersebut dan dapat mewujudnyatakannya dalam
kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini para team formator Kongregasi Suster
FdCC beserta para Suster FdCC, diharapkan untuk mampu menjadi penggerak
menanamkan nilai-nilai spiritualitas kongregasi kepada para calon, sehingga
mereka dibantu untuk semakin dibentuk kepribadian mereka yang semakin dalam
dan mengalami secara langsung nilai-nilai tersebut. Dengan demikian
keteladaanan nilai-nilai spiritualitas khususnya cinta kasih, kerendahan hati,
pengampunan dan pengorbanan dalam hidup bersama sungguh-sungguh mereka
alami dan rasakan secara nyata, sehingga hal ini menjadi pegangan dasar bagi
mereka sebagai penerus Kongregasi Suster FdCC dalam mewarisi nilai
spiritualitas yang sudah menjadi tradisi dalam kongregasi tercinta ini. Dalam hal
ini Salman Habeahan (2007: 45) mengatakan:
Yesus mengajarkan nilai-nilai cinta kasih, Dia mengajak para murid-Nya mengalami langsung pengalaman dicintai sungguh-sungguh dan tanpa syarat. Ketika Dia bertemu langsung dengan orang yang sakit kusta atau lumpuh, dengan penuh cinta kasih, Yesus menatap mereka, menerima mereka apa adanya, dan kemudian menyembuhkan mereka. Yesus menanamkan nilai kasih, damai dan penghargaan terhadap orang lain, dengan sikap dan perilakunya sendiri bagaimana Dia menerima orang lain apa adanya. Dia membuka tangan terhadap siapa saja, entah dia orang yang sudah diberi stigma orang berdosa, orang yang dijauhi oleh masyarakat, Yesus menerima mereka sebagai pribadi unik, yang pantas dihargai sebagai amnusia.
92
Model penanaman nilai dari cinta kasih Yesus Tersalib inilah yang menjadi
contoh dan teladan bagi para Suster dan para team formator Kongregasi FdCC
dalam membimbing dan membantu para novis untuk menemukan nilai
spiritualitas Kongregasi FdCC, sehingga mereka mampu mengubah arah
hidupnya, menerima dirinya sendiri dan orang lain dengan penuh cinta kasih,
dalam menghargai dan melayani sesama dengan setulus hatinya sesuai dengan
spiritualitas Kongregasi Suster FdCC. Dari pengalaman inilah mampu
menggerakan hati mereka untuk merefleksikan pengalamannya dan mewujudkan
nilai-nilai tersebut dalam hidupnya sehari-hari sebagai generasi penerus
Kongregasi FdCC.
C. Penanaman Nilai Spiritualitas Kongregasi Suster FdCC
1. Nilai Hidup Doa
Doa adalah ungkapan persahabatan dan penyerahan diri secara total kepada
Allah. Nilai penyerahan diri secara total inilah yang merupakan wujud dari
penghayatan dari nilai hidup doa itu sendiri yang memberikan daya kekuatan yang
semakin bermakna bagi perkembangan hidup panggilan seseorang. Dalam hal ini
terjemahan Pensieri St. Magdalena dari Canossa, bagi para Suster FdCC (2001: 4)
mengatakan bahwa “Sikap doa adalah latihan rohani di mana jiwa mendekati dan
belajar mengenal Tuhan, sehingga menjadi semakin rela dan lebih mencinta
Tuhan.” Setiap orang yang menaruh hidupnya dalam doa, menghantar dia untuk
semakin bertumbuh dan berkembang bersama Allah, sehingga mampu
mendengarkan dan melaksanakan kehendak-Nya.
93
Dalam hal ini Direktorium Kongregasi FdCC mengatakan bahwa “ Para
Suster FdCC, menganggap doa pribadi dan doa komunitas adalah hal yang dasar
dalam kehidupan rohani. Doa memberi tanda yang mendukung hidup para Suster
FdCC sebagai Putri-Putri cinta kasih pelayan kaum miskin” (1835: 13). Dengan
kata lain hidup doa merupakan dasar yang paling utama dalam tahap pembinaan
bagi para calon Suster FdCC khususnya dalam tahap novisiat, karena melalui
dialog yang akrab inilah mereka semakin terbuka dihadapan Tuhan dan dengan
bantuan Roh Kudus yang senantiasa menerangi dan membimbing mereka untuk
terus berproses dalam memurnikan motivasi hidup panggilan yang mereka hayati
dan mampu mengambil keputusan bagi hidup panggilannya. Dengan semangat
doa inilah membantu para novis untuk memperoleh kekuatan dan setia dalam
menapaki hidup panggilan mereka. Seperti yang dikatakan dalam Injil Lukas
21:36 “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa.” Dengan demikian kesetian dan
kesabaran dalam doa adalah nilai dari doa itu sendiri yang dapat menghantar
seseorang untuk mampu mempersembahkan seluruh hidup dan hatinya kepada
Tuhan. Dalamhal ini terjemahan Pensieri St. Magdalena bagi para Suster FdCC
(2001: 5) mengatakan bahwa “Tak henti-hentinya kita perlu berdoa dan mohon,
agar Tuhan menyatakan kepada kita kehendak-Nya dan membantu kita untuk
melakukannya.
Hidup doa adalah suatu anugerah dari Allah. Dengan semangat hidup doa
inilah membantu para calon Suster FdCC dalam tahap novisiat, untuk dapat
bertumbuh dalam Roh-Nya, sehingga mampu menghantar mereka sebagai seorang
kontemplatif dalam aksi untuk menemukan kesatuan dengan Tuhan. Melalui
94
ekaristi kudus yang menjadi pusat spiritualitas Kongregasi FdCC, di mana dengan
ekaristi kudus ini merupakan sumber dan puncak cinta kasih Yesus Tersalib hadir
secara nyata dalam ekaristi, karena dengan ekaristi kita mengalami dan merasakan
pengorbanan cinta kasih Yesus Tersalib, dari kematian sampai pada kebangkitan-
Nya. Dalam hal ini Kons. Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 13) mengatakan:
Ekaristi sumber dan puncaknya ditemukan di dalam misteri kematian dan kebangkitan Tuhan, yang dikurbankan kembali dalam Ekaristi. Sehingga Ekaristi sebagai pusat setiap komunitas Suster FdCC, di mana di dalam Dia, bersama dengan hidup para Suster FdCC mempersembahkan kepada Bapa kegembiraan dan harapan, kesedihan, dan kekhawatiran dunia di dalam ziarahnya menuju kerajaan.
Dengan demikian nilai dari ekaristi inilah yang menghantar para calon
Suster FdCC khususnya dalam tahap novisiat untuk mengkontemplasikan cinta
Yesus Tersalib, sehingga mereka semakin menghayati dan melaksanakan nilai
spiritualitas cinta kasih yang terbesar dari Yesus Tersalib, dalam hidup bersama
khususnya mencintai dan menerima satu sama lain sebagai saudara, dan mampu
mengampuni dengan setulus hati, yang menjadi sumber kekuatan dalam hidup doa
bagi para novis calon Suster FdCC. Dengan demikian buah dari nilai penghayatan
inilah yang dapat membantu para calon dalam mendengarkan dan melaksanakan
kehendak-Nya, khususnya dalam tahap novisiat yang menjadi tahap yang sangat
penting untuk memilih dan memutuskan tujuan hidup panggilan yang mereka
jalani.
95
Dalam hal ini buku Psikologi Hidup Rohani II, Mardi Prasetyo (1992: 334-
335) mengatakan tahap-tahap doa yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan
nilai hidup doa adalah:
a. Lectio divina: Memusatkan diri pada pemahaman akan Allah,
mendalami unsur-unsur penting dari wahyu sendiri dari sumbernya yaitu
Sabda Tuhan.
b. Meditasi: Merenungkan apa yang diketahui tentang Allah, merenungkan
wahyu sendiri, memperdalam sistem nilai seseorang dan pertimbangan-
pertimbangan hidup baik.
c. Kontemplasi: Pertimbangan nilai menjadi perjumpaan dengan pribadi
ilahi dalam Yesus.
d. Konsolasi: Kebiasaan mengalami kehadiran Tuhan dan kepekaan akan
kehadiran Tuhan dalam segala yang dapat dikembangkan dalam
kontemplasiakan memudahkan orang untuk masuk dalam pengalaman
konsolasi, yaitu kesatuan dengan Tuhan. Rasa tenang dan damai karena
berpusat pada Allah.
e. Pembedaan roh: Kebiasaan mendapat dan mengenal konsolasi membuat
seseorang mampu untuk terus-menerus menemukan kehendak Allah.
f. Deliberatio: Kebiasaan mengadakan pembedaan roh akan memudahkan
seseorang untuk memilih secara radikal dan mewartakannya dalam
hidup bersama.
g. Kontemplasi bahkan dalam aksi/hidup: Kemampuan deliberatio akan
menumbuhkan kepekaan yang mendalam akan karya Allah di dunia ini,
96
dan ia akan memilihnya dalam hidup. Dengan demikian seluruh
hidupnya bukan hanya berciri “berbuat untuk kerajaan Allah” (semangat
hamba), tetapi ia sendiri akan mampu berusaha untuk mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan Allah ssendiri (semangat putra) seperti halnya
Yesus yang seluruh hidupnya adalah mengerjakan pekerjaan Bapa.
2. Nilai Hidup Komunitas
Dasar hidup komunitas dalam Kongregasi Suster FdCC adalah “Mereka
Hidup Sehati dan Sejiwa” (Kis 4:32). Persatuan cinta kasih timbal-balik dalam
hidup berkomunitas merupakan ciri khas hidup bersama, karena dengan semangat
persatuan cinta kaish timbal-balik inilah setiap anggota komunitas merasa diri
dihargai, diterima, didukung dan dicintai. Dalam Pensieri St. Magdalena dari
Canossa mengatakan “ Persatuan hati dan kasih timbal balik antara suster-suster
adalah salah satu tanda khas Kongregasi Suster FdCC.” Untuk itu semangat
persatuan hati dan kasih timbal-balik dalam hidup bersama ditanamkan sejak
dalam tahap pembinaan khususnya di novisiat para calon dilatih untuk hidup
bersama-sama dengan teman mereka, dan juga bersama para suster dalam
komunitas, sehingga dengan demikian membantu mereka untuk saling terbuka
dalam menerima dan mencintai satu sama lain sebagai saudara dalam Kristus
dalam segala perbedaan yang ada menjadi kekayaan bersama. Dalam hal ini,
terjemahan Pensieri St. Magdalena dari Canossa bagi para Suster FdCC (2001:
31) mengatakan bahwa “kita harus memiliki satu hati dan satu kehendak dengan
saling mencintai semuanya setulus hati, tanpa memilih kasih.”
97
Dalam hal ini Keputusan Resmi Kapitel Umum XV Kongregasi Suster
FdCC dikatakan: “Komunitas adalah sebuah tempat di mana banyak proses
terjadi, sehingga dengan hasrat bersama semuanya diajak untuk merefleksikan dan
memutuskan demi membantu membangun dan memelihara komunitas sebagai
tempat yang sehat” (2008: 14). Dengan demikian hidup berkomunitas sebagai
tempat pemurnian dan pendewasaan bagi para calon khususnya bagi para novis
dalam memaknai dan memurnikan motivasi hidup panggilannya. Dalam hal ini
menurut St. Magdalena makna hidup berkomunitas dalam Keputusan Resmi
Kapitel Umum XV Kongregasi FdCC (2008: 14) mengatakan:
a. Memelihara kesetian pada rahmat panggilan demi misi.
b. Merefleksikan nilai-nilai dan keutamaan-keutamaan yang kita inginkan
untuk memberi hidup dalam misi.
c. Menjadi tempat istimewa untuk mencari dan mengalami Tuhan
bersama-sama.
d. Komunikasi yang saling menghargai.
e. Dialog persaudaraan.
f. Kerjasa sama
g. Saling menghargai, mendukung, menerima dan mencintai satu sama
lain.
h. Saling menyapa dan mendengarkan.
i. Saling mengampuni
j. Saling percaya
98
Dengan kata lain setiap Suster FdCC mempunyai suatu tanggung jawab
untuk menciptakan suasana persaudaraan yang penuh kasih dan damai serta relasi
yang hidup, ramah, dan terbuka, sehingga setiap orang yang berkunjung atau
datang ke komunitas merasa diterima, dihargai dan kerasan di antara para suster.
Nilai-nilai hidup berkomunitas inilah yang perlu ditanamkan dalam diri para calon
khususnya dalam tahap novisiat agar mereka semakin mengerti dan memaknai
nilai hidup berkomunitas yang harus dilaksanakan dan dibangun secara terus-
menerus, sehingga semuanya itu dapat memperkaya dan mempersiapkan para
novis calon Suster FdCC untuk mampu mengerti, memahami dan melaksanakan
nilai hidup berkomunitas sesuai dengan spiritualitas Kongregasi Suster FdCC.
Dalam hal ini Paus Yohanes Paulus II VC (1996: no. 67) mengatakan: “Kerena
pembinaan harus berdimensi hidup bersama juga, komunitas merupakan tempat
utama bagi pembinaan dalam Tarekat-tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup
Apostolik.”
Dalam hal ini Keputusan Resmi Kapitel Umum XV Kongregasi FdCC
(2008: 14) mengatakan: “Ada beberapa nilai yang dapat membantu proses
pembinaan dalam hidup berkomunitas, agar tujuan hidup berkomunitas semakin
hidup dan bermakna adalah:
a. Doa komunitas.
b. Pertemuan komunitas (untuk mendengar Sabda, perjalanan pembinaan,
discernment, evaluasi, dan rekreasi).
c. Proyek komunitas (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi).
d. Rekonsiliasi komunitas.
99
e. Persaudaraan dalam hidup berkomunitas.
Melalui nilai-nilai inilah dapat membantu para suster maupun para calon
khususnya para novis diajak untuk semakin membangun dan menghayati
spiritualitas hidup berkomunitas yang saling mendukung, menerima, menghargai
dan mencintai satu sama lain sebagai saudara dalam kasih Kristus, demi
membantu satu sama lain menuju kesempurnaan dan kekudusan setiap orang.
3. Nilai Hidup Karya Kerasulan
Pusat hidup karya kerasulan Kongregasi FdCC adalah cinta kasih yang
terpancar dariYesus Tersalib, yang memberi semangat kegembiraan dan cinta
kasih bagi para Suster FdCC dalam memperkenalkan Yesus agar Yesus semakin
dikenal dan dicintai. Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 52)
mengatakan:
Yang mengidentifikasikan kita di dalam Gereja adalah panggilan untuk merealisasikan, dalam kebersamaan iman dan hidup, kerinduan besar pendiri kita: “Di atas segala-galanya, membuat Yesus dikenal dan dikasihi.” Misi kita sebagai pendidik iman menarik inspirasi dari kasih yang membara, yaitu kasih Yesus yang Tersalib terhadap Bapa dan umat manusia. Kerendahan hati-Nya, semangat-Nya yang menyala-nyala, yang dengan-Nya Dia menghasilkan keselamatan kita dan kelemah-lembutannya yang penyabar menjiwai kegiatan-kegiatan apostolik kita. Bersatu dengan “Teladan Agung”, Yesus Tersalib, dan menimba inspirasi dari Maria Penebus bersama umat manusia, kita menjadi penginjil-penginjil yang berdaya-guna dan dapat dipercaya.
Semangat memperkenalkan Yesus inilah yang menjadi misi utama dalam
semua karya kerasulan para Suster FdCC, sehingga setiap suster sangat
diharapkan dan bertanggung jawab untuk mengambil bagian atau berpartisipasi
100
dalam mengembangkan misi besar ini, sehingga misi ini tetap hidup dan
berkembang bagi para calon khususnya dalam tahap novisiat yang mau bergabung
bersama Kongregasi FdCC, agar dari generasi ke generasi berikutnya misi
Kongregasi FdCC semakin berkembang dan tersebar ke seluruh dunia. Dalam hal
ini Keputusan Resmi Kapitel Umum XV Kongregasi FdCC (2008: 3)
mengatakan: “Kita bersedia menjadi debu dan pergi ke setiap belahan dunia
supaya Yesus semakin dikenal dan dicintai.” Melalui karya yang sederhana di
dalam komunitas itulah para calon khususnya para novis dilatih, dibimbing dan
diarahkan untuk menghayati semangat karya kerasulan Kongregasi Suster FdCC
yang menjadi rasul disetiap saat hidup mereka melalui kesaksian, kerja sama,
dialog, saling mendengarkan, menghargai, kerendahan hati, mencintai, tanggung
jawab, disiplin, jujur, kreatifitas, kesederhanaan, terbuka dan sabar dalam
menghadapi dan menerima semuanya dengan penuh iman. Dengan demikian
melalui nilai-nilai inilah para calon khususnya bagi para novis dilatih untuk
menerima dan menjalankan semua karya yang ada dengan gembira dan
bertanggung jawab.
4. Nilai Hidup Pembinaan
Pembinaan merupakan proses seumur hidup yang mencakup seluruh
pertumbuhan dan perkembangan hidup seseorang. Proses pembinaan menjadi
bernilai dan berguna bagi perkembangan setiap pribadi, jika setiap pribadi mau
menyadari akan segala kelemahan dan kekurangannya dan mau terbuka kepada
para pendamping dalam tahap pembinaan untuk siap diolah, dibimbing, diarahkan
101
dan dibentuk, sehingga proses penanaman nilai bagi para calon dalam tahap
pembinaan di novisiat ini, menghantar mereka untuk dapat mengerti, memahami
dan menghayati nilai karisma dan spiritualitas Kongregasi FdCC, bagi
perkembangan pribadi mereka sendiri maupun kongregasi, dalam menuju
kematangan iman sepenuhnya akan Kristus. Dalam hal ini Keputusan Resmi
Kapitel Umum XV Kongregasi FdCC (2008: 17) mengatakan:
Pembinaan menuntun kita dalam pencarian demi kesetian terhadap karunia dan mendukung proses yang berkelajutan menuju kematangan tranformasi kita yang tak henti-hentinya dalam keserupaan dengan Tuhan Yesus, sehingga dengan demikian banyak orang dapat melihat Dia, mengenal Dia, mencintai Dia, dan menjadi sama seperti Dia, untuk mewartakan Dia kepada orang lain.
Dengan demikian pembinaan adalah sebuah proses utama untuk menopang
dan mengembangkan identitas kita sebagai Suster FdCC dalam mengikuti Dia
yang Tersalib. Dalam hal ini Kons. Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 62)
mengatakan: “Tujuan kepenuhan pembinaan kita sebagai kepenuhan cinta kasih
dalam semangat Kristus yang Tersalib, yang membuat kita menjadi tanda cinta
kasih sampai ke ujung bumi melalui kesaksian dan pelayanan cinta kasih para
Suster FdCC. Melalui pembinaan inilah para calon khususnya para novis
dibimbing dari segi kemanusiaan, Spiritual, (pengenalan diri, pemeliharaan,
integritas diri, keterampilan berelasi, kesadaran, dan meditasi), dan mempertajam
pengetahuannya di bidang teologi, karismatik, dan kristianitas, seksualitas, serta
beberapa keterampilan lainnya adalah: menjahit, dan musik.
102
Dengan proses pembinaan seperti ini para novis diajak untuk lebih
mengenal dan menyadari nilai dari proses yang telah mereka lewati sehingga
semuanya dapat membantu mereka untuk semakin memotivasi diri dan
memurnikan panggilan mereka sehingga mereka secara sadar dan bertanggung
jawab dapat mengambil keputusan bagi perkembangan hidup panggilan mereka
masing-masing sesuai dengan karisma dan spiritualitas Kongregasi FdCC. Dalam
proses pembinaan ini para calon diarahkan untuk mengalami hidup bersama-sama
dengan teman-teman mereka yang lain dalam satu komunitas, guna membatu
mereka untuk saling mengenal satu sama lain dalam proses pembinaan di tahap
novisiat ini, agar dapat menghantar mereka dapat bekerja sama, berdialog, saling
mengerti, saling mendengarkan, menghargai, menerima setiap perbedaan, saling
mengampuni, mendukung, ramah, kerendahan hati, dan saling mencintai satu
sama lain sebagai saudara.
Dengan demikian pembinaan menjadi dasar utama dalam membantu setiap
pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang matang, dewasa dan bertanggung
jawab, baik dari segi kemanusiaan maupun kerohaniannya, dan dalam seluruh
proses hidupnya, sehingga proses pembinaan ini menjadikan para novis kuat
dalam menghadapi setiap tantangan yang terjadi dalam hidup panggilan mereka
dan berani menyerahkan diri sepenunya kedalam tangan Tuhan yang telah
memanggil mereka.
103
5. Nilai Hidup Berkaul
Hidup kaul merupakan persembahan diri secara total kepada Allah yang
telah menganugerahkan rahmat panggilan bagi para religius untuk mengikuti
Yesus secara lebih dekat lewat ke tiga kaul yang diikrarkannya dalam menghayati
Hidup Bakti. Dengan mengucapkan ketiga kaul ini, mengajak para religius untuk
membaktikan hidupnya hanya kepada Allah dan demi kemulian nama-Nya
melalui kesaksian hidup dan pelayanan cinta kasih. Melalui persembahan diri
inilah sebagai bentuk ungkapan cinta yang mendalam bagi Allah. Dalam hal ini
Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 23) mengatakan: “Hidup Bakti adalah suatu
hadiah dari Allah, yang diberikannya kepada kita demi kemulian-Nya dan demi
kebaikan saudara-saudari kita.”
Dengan demikian penghayatan Hidup Bakti merupakan bukti cinta timbal-
balik para Suster FdCC yang dibaktikan sepenuhnya dalam Gereja yang
menyelamatkan. Hidup kaul yang dihayati oleh para Suster FdCC, sebagai suatu
perjanjian kasih, diterima dalam suatu kebebasan dan dihayatinya dengan
gembira, maka dengan demikian mewajibkan mereka secara sukarela sepenuhnya
dan selamanya menjadi milik Kristus, dengan mengikuti Dia secara lebih dekat
dalam kemurnian, ketaatan dan kemiskinan. Penghayatan mengenai kaul dalam
tahap pembinaan di novisiat, menghantar para novis untuk dapat
mempersembahkan diri secara bebas dan menjadikan Kristus sebagai sumber dan
teladan bagi hidup mereka. Dalam hal ini para novis benar-benar dipersiapkan
dengan baik, agar mereka dapat mengerti, memahami, menghayati dan
104
melaksanakan nilai dari hidup ke tiga kaul tersebut sesuai dengan penghayatan
spiritualitas Kongregasi Suster FdCC.
Berikut ini akan dibahas ketiga kaul yaitu: kaul kemurnian, kemiskinan dan
ketaatan, yang sesuai dengan penghayatan spiritualitas Kongregasi Suster FdCC,
adalah sebagai berikut:
a. Kaul Kemurnian
Pusat penghayatan kaul kemurnian para Suster Kongregasi FdCC
berpusat pada Cinta Yesus Tersalib yang murni, yang dapat menghantar para
calon khususnya para novis Suster FdCC untuk mempersembahkan diri
seutuhnya kepada Allah dengan hati yang bebas dan dihayati dengan gembira
demi keselamatan umat manusia. (Kons. Kongregasi FdCC 1828: no. 25).
Dengan penghayatan kaul kemurnian mengajak para novis calon Suster FdCC,
menghayatinya sebagai sebuah anugerah dari Allah yang terlebih dahulu
mengasihi, sehingga memampukan para novis calon Suster FdCC untuk
mengasihi sesama di dalam Dia sendiri dengan bebas.
Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 29) mengatakan:
“Kaul kemurnian mewajibkan para Suster FdCC untuk memelihara pantang
sempurna di dalam selibat, demi kemulian Allah. Para Suster FdCC diarahkan
memahami dan menyadari bahwa kaul kemurnian ini mewajibkan mereka
untuk meninggalkan perkawinan dan nilai-nilai hidup berkeluarga, sehingga
hati menjadi bebas dan terbuka untuk suatu kasih yang tak terbatas.” Dengan
demikian para calon khususnya para novis diarahkan untuk dapat menerima
setiap pribadi dengan rasa hormat, penuh kelembutan hati, cinta yang tak
105
terbatas yang mampu membuatnya bebas tanpa terikat pada suatu apapun yang
bukan Allah, kecuali hanya Allah yang menjadi sumber kekuatan dan menjadi
teladan bagi mereka, sehingga para novis semakin kuat dan setia dalam
mencintai Dia dan sesama.
Dengan demikian dalam tahap pembinaan di novisiat Kongregasi
FdCC berusaha untuk siap membantu dan mengarahkan para novis untuk dapat
mengerti, menghayati dan melaksanakan nilai dari kaul kemurnian ini secara
bebas dan bertanggung jawab, sebagai suatu persembahan diri secara total
dengan hati yang bebas dan tak terbagi kepada Allah, dalam mencintai sesama
mereka dengan hati yang tak terbatas dan tak terbagi. Melalui segala
kelemahan, pikiran, perasaan, waktu, talenta dan tenaga yang mereka miliki,
mampu membuat mereka bebas untuk menyerahkan diri kepada Allah dan
demi kebaikan sesama mereka baik dalam mengembangkan hidup bersama di
komunitas maupun dalam karya pelayanan mereka, agar mampu menyadarkan
mereka akan sebuah nilai dari penghayatan akan kaul kemurnian. Dalam hal ini
buku I Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Mardi Prasetyo ( 2001: 93-
94) mengatakan tujuan hidup kaul kemurnian adalah:
a. Bersyukur dan bergembira karena dipanggil Kristus secara pribadi.
b. Membangun semangat rekonsiliasi, bimbingan rohani rutin, dan
semangat cinta persaudaraan dalam komunitas.
c. Menjelaskan nilai tubuh dan artinya serta membiasakan perawatan
kesehatan jasmani secukupnya (lewat tidur, olah raga, relaksasi,
dan makan).
106
d. Memberikan pengarahan tentang pokok-pokok hidup seksualitas
dengan segala konotasi, fisik, psikologi, dan rohaninya.
e. Membantu mengendalikan diri dalam bidang seksual dan afeksi
dengan tetap peka pada kecenderungan instinktif dan kebutuhan
psikologisnya.
f. Belajar dari pengalaman dalam bidang ini sampai menemukan
batas kelemahan, agar tetap waspada dan rendah hati.
g. Mewujudkan buah-buah hidup perawan dalam bentuk kesuburan
rohani.
h. Menciptakan suasana hidup penuh kepercayaan antar religius dan
pembina, selalu siap mendengarkan dengan penuh kasih yang
diungkapkan dalam bimbingan, mencoba menerangi dan
menyemangati mereka.
i. Membantu bertindak bijaksana dalam komunikasi dan pergaulan
antar pribadi, agar menghindari bahaya yang menghambat
penghayatan kaul kemurnian.
Dengan demikian nilai dari kaul kemurnian ini menjadi suatu
kekuatan yang menghantar mereka untuk bebas mencintai Tuhan dan sesama
dalam menjalani dan menghayati hidup panggilan mereka dengan gembira dan
tetap setia dalam kasih Yesus Tersalib yang Kudus dan penuh cinta, yang
menjadi sumber dan teladan cinta dalam hidup mereka sehari-hari.
107
b. Kaul Kemiskinan
Penghayatan kaul kemiskinan dalam Kongregasi Suster FdCC,
terpancar dari kasih Yesus Tersalib. Dalam hal ini terjemahan Pensieri St.
Magdalena dari Canossa (2001: 25) mengatakan bahwa: “Di salib Yesus
ditanggalkan segala-galanya kecuali cinta kasih-Nya. Dengan kata lain bahwa
Yesus menjadi miskin dan meninggalkan segala-galanya karena Dia mengasihi
kita. Dalam Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 31) dikatakan bahwa:
“Kemiskinan yang terbakti, yang dipilih secara bebas, menyesuaikan diri kita
lebih sempurna kepada Yesus Kristus, yang telah menjadi miskin, karena
kasih-Nya kepada kita, dan membuat kita mampu untuk memberi kesaksian
tentang keunggulan hal-hal dari Roh, sambil mewartakan kepada orang-orang
miskin Sabda Bahagia.”
Dengan demikian teladan Yesus yang Tersalib inilah memampukan
para Suster FdCC untuk bersatu dengan Allah, mengasihi Dia dan mencari
hanya Dia saja di dalam setiap pekerjaan dan pelayanan cinta kasih melalui
kesaksian hidup yang miskin dalam kesederhanaan dan dalam solidaritas
dengan orang miskin disekitarnya demi kemulian nama Allah. Dalam hal ini
buku I Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Mardi Prasetyo (2001: 95)
mengatakan pembinaan kaul kemiskinan adalah: “Belajar hidup berpusat pada
Kristus yang miskin, Kristus yang selalu dikontemplasikan, dicintai, dan
diikuti. Maka dengan demikian mereka yang miskin dalam batinnya akan
mempunyai sumber penghayatan kemiskinan yang autentik.”
108
Penghayatan kaul kemiskinan dalam pembinaan di tahap novisiat,
membantu dan mengarahkan para novis untuk mengerti dan melaksanakan
nilai kaul kemiskinan dengan bebas dan sempurna. Dengan demikian mereka
dihantar untuk mengerti nilai kaul kemiskinan berhubungan dengan Kerajaan
Allah, seperti yang dikatakan dalam Injil (Mat 5: 3) adalah: “Berbahagialah
orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya
Kerajaan Surga.” Maksudnya adalah kaul kemiskinan menghantar mereka
untuk bersikap lepas bebas terhadap milik, demi penyerahan diri seutuhnya
kepada Tuhan. Kaul kemiskinan merupakan kesedian hati untuk mengabdikan
apa saja yang dimilikinya, antara lain: harta, bakat, tenaga, dan waktu, seluruh
hidup kita hendaknya tersedia bagi orang lain demi kemuliaan Allah. Dengan
kata lain yang sangat ditekankan penghayatan para novis akan kaul kemiskinan
adalah sikap kesedian hati untuk mengurbankan seluruh hidup dalam kesaksian
hidup yang nyata dan pelayanan karya cinta kasih yang terpancar dari Yesus
Tersalib dalam hidup bersama.
c. Kaul Ketaatan
Penghayatan kaul kataatan, dalam hal ini Kons. Kongregasi Suster
FdCC (1828: no. 38) mengatakan:
Ketaatan Yesus karena kasih telah memenuhi kehendak bapa-Nya sampai menjadi kurban di Salib, mengilhami dan memotivasi para Suster FdCC untuk mempersembahkan diri secara bebas dan seluruh kehendak kita kepada Allah bagi suatu pengabdian tak bersyarat kepada rencana penyelamatan-Nya yang universal. Dari kontemplasi Yesus Tersalib menarik semangat paskah ketaatan kita sendiri, siap untuk menerima tanggung jawab yang dibawanya, sambil menyadari
109
bahwa seluruh hidup kita di dalam diri-Nya sendiri adalah suatu pengorbanan yang sempurna.
Penghayatan kaul ketaatan bagi para novis dalam tahap pembinaan ini,
mengahantar mereka untuk rela mengabdikan diri kepada kehendak Tuhan
sepenuhnya, sehingga dibimbing oleh Roh Kudus yang menggerakan hati
mereka untuk selalu siap sedia dengan hati yang sederhana, penuh cinta dan
penuh iman, untuk siap menerima mandat dari atasan sebagai kehendak dari
Tuhan sendiri. Penghayatan kaul ketaatan bagi para novis sungguh diarahkan
secara jelas agar nilai dari kaul ini benar-benar dihayati dan dilaksanakan
dengan hati yang bebas dalam menerima segala tugas yang dipercayakan
padanya. Para novis harus mengerti tujuan dari kaul ketaatan dan
konsekwensinya dengan jelas. Dalam hal ini buku I Tugas Pembinaan Demi
Mutu Hidup Bakti Mardi Prasetyo (2001: 96) mengatakan “Pembinaan kaul
ketaatan mempunyai beberapa unsur antara lain adalah:
a. Agar dapat memberikan diri dalam ketaatan, perlu terlebih dahulu mengenal diri sendiri sebagai pribadi.
b. Perlu diajak mengenal kebebasan sejati agar dapat melewati penghayatan apa yang menyenangkan “diriku” (hukum senang) ke penghayatan yang berkenan kepada Bapa (mencari kehendak Allah). Demi tujuan ini struktur komunitas pembinaan harus memberi ruang untuk mengambil keputusan dan berinisiatif secara bertanggung jawab tanpa jauh ke arah semau gue.
c. Kehendak Allah itu lebig sering dan terutama diungkapkan lewat Gereja dan ajarannya; dan bagi religius tentu saja melalui konstitusi masing-masing.
d. Keteladanan dari yang lebih senior dalam bidang ketaatan adalah kesaksian yang lebih berdaya guna dalam pembinaan daripada penyampaian lewat kata-kata atau secara teoritis.
110
Penghayatan kaul ketaatan menghantar para novis untuk mampu
melayani satu sama lain dengan sepenuh hati, seperti Kristus yang rela
menghampakan diri-Nya demi ketaatan kepada kehendak Bapa–Nya. Dengan
demikian penghayatan kaul ketaatan bukan soal taat pada pimpinan saja, tetapi
merupakan ketaatan bersama dalam persaudaraan, baik pimpinan maupun
anggota komunitas, kepada panggilan, tugas tarekat, kepada Gereja, dan
kepada Kristus sendiri. Untuk terwujudnya kaul ketaatan dengan baik
dibutuhkan suatu keterbukaan di dalam dialog, komunikasi, informasi dan
konsultasi, agar semuanya ini menjadikan mereka bebas dan gembira dalam
mencintai dan menjalankan tugas dalam melayani Tuhan.
6. Nilai Hidup Kepemimpinan
Menjadi seorang pemimpin berarti menjadi seorang pelayan yang siap
menghayati hati sebagai hamba dalam seluruh tugas dan pelayanan yang
dijalankan dengan senang hati di manapun kita di tugaskan yang bersumber pada
teladan Yesus Tersalib. Seperti yang dikatakan dalam Injil Luk. 22:27 adalah:
“Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan.” Nilai seorang pemimpin yang
dihayati oleh para Suster FdCC adalah berada diantar para suster untuk siap
melayani mereka dengan penuh cinta kasih, penuh kebijaksanaan, kerendahan
hati, terbuka, penuh dialog, sabar mendengarkan, dan berani memberi
kepercayaan serta terbuka kepada bimbingan Roh Kudus. Karena Roh Kuduslah
yang membimbing para pemimpin untuk membimbing para anggotanya dalam
menemukan kehendak Allah. Dalam hal ini seperti yang dikatakan dalam
111
terjemahan Pensieri St. Magdalana dari Canossa (2001: 22) mengatakan:
“Hendaklah kita ingat bahwa sungguh pun Maha Kuasa dan Maha Tinggi, Sang
Penebus kita datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.” Semangat
kerendahan hati yang terpancar dari Yesus Tersalib inilah yang menjadi semangat
seorang pemimpin Kongregasi Suster FdCC.
Penghayatan nilai kepemimpinan dalam pembinaan di tahap novisiat,
menghantar para novis untuk dapat bertanggung jawab akan tugas harian yang
dipercayakan kepada mereka, berjiwa disiplin, tabah dan kuat dalam menghadapi
segala tantangan dan cobaan dalam hidup panggilan mereka, berani mengeluarkan
pendapat, berani mengambil keputusan dan berserah pada bimbingan Roh Kudus
yang setia menuntun dan membimbing mereka dalam menjalani hidup panggilan
yang mereka jalani melalui tugas dan kesaksian mereka di tengah umat khususnya
dalam hidup bersama di dalam komunitas novisiat maupun bersama para suster
lainnya. Nilai inilah menjadi akar dan sayap bagi mereka dalam menghayati,
melaksanakan dan mengembangkan hidup panggilan mereka sesuai dengan
spiritualitas Kongregasi Suster FdCC.
7. Nilai Hidup Harta Benda
Penghayatan nilai hidup harta benda, berkaitan dengan kaul kemiskinan.
Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 33) mengatakan:
Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan kita menolak hak kita untuk mengatur dan memakai barang jasmani apa saja yang bernilai uang, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain, tanpa izin dari atasan kita yang sah.
112
Dengan kata lain dalam hubungan dengan kemiskinan yang diikrarkan oleh
para Suster FdCC, secara bebas dan dalam solidaritas dengan masyarakat yang
harus bekerja untuk mendapat penghasilan, maka dalam menggunakan waktu, alat
komunikasi, uang, harta benda komunitas, para suster diwajibkan untuk dapat
bertanggung jawab, dan memeliharanya sebagai barang-barang milik bersama dan
milik orang miskin. Dengan demikian dalam hal ini Kos. Kongregasi FdCC
(1828: no. 31) mengatakan: “Para Suster FdCC berusaha untuk menerima semua
pemberian dari komunitas dengan rasa bersyukur dan terima kasih, apa adanya,
tanpa tuntutan yang mewah dan keluhan-keluhan.” Dalam hal ini terjemahan
Pensieri St. Magdalena dari Canossa (2001: 26) mengatakan: “Para Suster FdCC
dipanggil untuk mewujudkan suatu kehidupan bersama yang sempurna, dan
janganlah kita mempergunakan apa-apa sebagai hak milik kita secara pribadi.”
Panghayatan nilai hidup harta benda, menghantar para novis dalam tahap
pembinaan, untuk dapat mengerti, menghayati dan melaksanakan nilai tersebut
dengan mencontohi Sang teladan Agung Yesus Tersalib, Dia adalah Anak Allah
tetapi Dia rela mengorbankan segala-galanya demi keselamatan dunia, sehingga
para novis dibimbing dan diarahkan agar dapat menggunakan harta benda milik
komunitas, secara bertanggung jawab, penuh rasa syukur, terima apa adanya,
tanpa keluhan dan merasa semua yang ada menjadi milik bersama. Degan
demikian para novis diajak untuk memiliki suatu hati yang bebas dan sederhana,
sehingga dengan gembira menjalani hidup ini apa adanya tanpa banyak menuntut
dan mengajak mereka untuk memiliki hati yang peduli dan solider dengan kaum
113
miskin yang ada disekitar mereka. Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828:
no. 117) mengatakan:
Dalam kesetian kepada karisma dasar, menjaga dan mengelola harta benda, sebagai harta kepunyaan Gereja dan kaum miskin, sambil menjauhi segala penampilan kemewahan, keuntungan yang berlebih-lebihan dan penimbunan harta benda. Kita memberi kesaksian tentang kemiskinan yang menjadi ciri khas kita, dengan menampilkan gaya hidup yang sederhana, memakai harta benda kita bagi pelayanan cinta kasih dan membagi-bagikan kelebihan yang mungkin ada pada akhirnya, menurut norma-norma Direktorium.
D. Usaha Penanaman Nilai-Nilai Spiritualitas Kongregasi Suster FdCC
Dalam Masa Pembinaan Di Novisiat.
Penanaman nilai-nilai spiritualitas selama masa pembinaan merupakan dasar
yang sangat penting demi perkembangan para calon khususnya dalam tahap
novisiat untuk mengerti, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai spiritualitas
Kongregasi FdCC. Demi meningkatkan penghayatan nilai-nilai spiritualitas
Kongregasi Suster FdCC, diuraikan beberapa usaha penanaman nilai-nilai dimasa
pembinaan di tahap novisiat antara lain:
1. Pedagogi Penanaman Nilai-Nilai Dalam Masa Pembinaan
Pedagogi nilai dalam masa pembinaan merupakan dasar pembentukan
pribadi para calon dalam mematangkan panggilan mereka. Dalam hal ini
Darminta (2006: 44) mengatakan Pedagogi menunjukan:
Proses kesinambungan dari pendidikan dan pembentukan dalam panggilan, yang mengikuti hukum pertumbuhan dan perkembangan
114
dalam diri manusia serta hukum perubahan (transformasi) dengan masuk ke hidup sosial, atau komunal, dalam arti ke kongregasi religius atau ke kesatuan hidup imamat tertentu. Secara psikologis dan rohani manusia membentuk dirinya dengan jalan pembatinan (internalisasi) dan inkorporasi, dan pada waktu itu juga dia dibentuk oleh lingkungan di mana dia berada dan oleh orang-orang yang diserahi tugas untuk membentuk dan mendidik.
Pendidikan nilai dalam masa pembinaan bagi para novis untuk dapat
memproses diri mereka kearah pertumbuhan dan perkembangan menuju
kedewasaan dalam iman. Ini berarti mampu menemukan dan menyatukan nilai
manusiawi dan nilai kristiani yang memberi arah dan tujuan yang jelas sehingga
dapat menghantar pembentukan kualitas hidup panggilan mereka dengan motivasi
yang murni dan mampu mengambil keputusan bagi perkembangan hidup
panggilan yang semakin matang.
Maka yang terjadi dalam pendidikan di sini bukanlah pendidik menciptakan
dan memberikan atau mengajarkan nilai-nilai kepada para novis. Mendidik berarti
membantu seseorang untuk dapat menyadari adanya nilai-nilai itu, memahaminya,
mengakuinya, menghayatinya dan melaksanakannya dalam kehidupannya sehari-
hari, menuju kepada suatu proses pembentukan hati, dimana para novis dapat
menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dengan hati, demi
perkembangan hidup panggilannya. Dalam hal ini Darminta (1997: 22-23)
mengatakan:
Pendidikan sapiensial atau jalur kebijaksanaan merupakan proses pendewasaan orang yang utuh, baik rohani, cara berpikir, merasa dan cara menghendaki serta dalam pengambilan keputusan-keputusan, dalam perspektif tujuan hidup objektif yang ditawarkan dan digariskan. Dari segi karakter, tujuan pendidikan kebijaksanaan ialah memampukan orang
115
untuk membentuk diri terus-menerus dan mampu meningkatkan daya hidup untuk menuju kepada tujuan hidup.
a. Berpusat Pada Pribadi
Pribadi merupakan pusat dan dasar pembentukan dan perkembangan
nilai. Oleh karena itu setiap pribadi diharapkan agar mampu berusaha untuk
lebih mendalami nilai tersebut demi pembentukan dan perkembangan
pribadinya. Tanpa pemahaman, penghayatan, dan proses pelaksanaan nilai
yang baik dan mendalam, maka pembentukan dan perkembangan yang terjadi
di dalam diri para calon, tidak akan berkembang dengan baik. Maka dalam
tahap pembinaan bagi para novis, sangat ditekankan suatu proses yang lebih
terfokus dan mendalam tertuju kepada pembentukan dan perkembangan setiap
pribadi, melalui seluruh pergulatan, kekawatiran, ketakutan dan kegelisahan
serta seluruh pengalaman hidup yang mereka alami baik dalam suka maupun
dalam duka. Semuanya membantu mereka untuk terus berproses demi
mencapai tujuan hidup mereka. Dalam hal ini Darminta (1997: 26) mengatakan
Yesus menumbuhkan kekuatan hidup yang ada pada manusia, yaitu iman, keyakinan, dan kemerdekaan. Iman, keyakinan, dan kemerdekaan itulah kekkuatan untuk menghayati hidup dengan segala masalah dan tantangan sehari-hari. Betapa pun kecilnya iman, keyakinan, dan kemerdekaan, bagi Yesus itu sudah cukup untuk mendobrak ketakutan, keraguan, dan kecemasan. Itulah sebabnya Yesus berkata kepada para murid, “Sesungguhnya, sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ke sana, maka gunung ini akan pindah dan takan ada yang mustahil bagimu” (Mat 17:20).
116
Dengan demikian pembentukan dan perkembangan pendidikan akan
berjalan dengan baik. Segala ketakutan, keraguan, dan kecemasan, mengajak
para novis untuk tetap tegar dan kuat dalam menajalani semuanya. Karena
adanya kesadaran dari setiap pribadi itu sendiri yang mau berproses dan
berubah ke arah yang lebih baik demi perkembangan hidup panggilannya, yang
sesuai dengan spiritualitas Kongregasi FdCC, di mana dalam tahap pembinaan
ini segala ketakutan, keraguan, dan kecemasan, mereka tetap kuat dan bersatu
dengan Yesus Tersalib dalam menapaki hidup panggilan mereka. Dalam hal ini
Darminta (1997: 23) mengatakan:
Maka yang menjadi pusat perhatian serta sasaran adalah manusia sebagai pribadi, yang mampu beriman, percaya, dan mempercayakan diri, sebagai kekuatan untuk membangun hidup. Kesederhanaan pendekatan pedagogis Yesus ialah mengembangkan kemampuan menusia untuk membangun relasi yang benar dengan Tuhan dan sesama bahkan alam ciptaan. Nilai-nilai relasional yang benar, sebagai wujud dari kasih, itulah yang dibangkitkan untuk menjadi tatapan dalam membangun hidup “religius” dan iman. Maka yang penting dalam cara Yesus mendidik dan membentuk orang-orang-Nya ialah bukan sejumlah pengetahuan atau ilmu, melainkan terjadi transformasi dalam proses dan cara berpikir dengan hati yang bersikap kritis terhadap kepercayaan-kepercayaan serta ajaran-ajaran yang berlaku.
Dengan demikian iman merupakan dasar pembentukan dan
perkembangan dari setiap pribadi para novis. Jika ada kekuatan iman meskipun
kecil, membantu para novis untuk keluar dari segala yang menjadi penghalang
dalam menjalani hidup panggilan. Seperti yang dikatakan Darminta (1997: 30)
bahwa: “Itulah kepribadian yang merdeka dan dewasa, tetap memiliki kekuatan
iman dari dalam, dalam gelombang kehidupan (Mat 8:26-27).
117
b. Menumbuhkan, Mengembangkan, dan Mengubah Pola Pikir.
Cara menumbuhkan, mengembangkan dan mengubah pola pikir,
merupakan suatu proses yang perlu dibangun secara terus-menerus dalam tahap
pembinaan bagi setiap pribadi yang mau berkembang, demi membantu proses
pembentukan dan perkembangan yang semakin dewasa dalam berpikir dan
bertindak. Dalam tahap pembinaan bagi para novis, perlu ditanamkan cara
menumbuhkan dan mengembangkan khususnya dalam cara bersikap, berpikir,
bertutur kata, dan bertindak, agar dengan demikian membawa suatu
perkembangan dan perubahan baru dalam diri seseorang kerah yang lebih baik,
dalam arti orang semakin sadar akan segala yang dia lakukan dan semakin
membawa dia pada suatu mentalitas perubahan yang membantu dia untuk terus
berproses ke arah yang baru dan lebih baik, yang sesuai dengan tujuan
spiritualitas Kongregasi FdCC. Dalam hal ini Darminta (1997: 30)
mengatakan:
Yesus percaya kepada kekuatan dan daya jiwa manusia sebagai kekuatan untuk tumbuh, berkembang, dan mengubah diri. Kesadaran adalah ciri khas manusia. Namun dalam kenyataannya kesadaran harus diperjuangkan oleh manusia agar tumbuh dan berkembang, mengingat manusia memiliki ketakutan, keraguan, dan kecemasan, yang bersumber pada bawah sadarnya.
Bagi setiap pribadi yang mau berkembang harus terlebih dahulu
membangun sikap kesadaran dalam dirinya sendiri terlebih dahulu. Hal ini
sangat penting karena dengan kesadaran, dapat menghantar seseorang untuk
menemukan dan menerima segala kelemahan atau kekurangan yang dia miliki
118
untuk diperbaiki atau diperbaharui, agar orang dapat menerima diri apa adanya
dan terus berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Dalam hal ini Darminta
(1997: 30) mengatakan:
Kesadaran dalam pengalaman hidup religius keagamaan berada dalam hati manusia, sebab dalam hati itulah Allah menuliskan hukum hidup. Kesadaran dalam hati merupakan pengenalan akan Allah (Yer 31:33). Dengan menanamkan kesadaran dalam hati itu, Allah menanamkan kehendak-Nya. Hati kita dengan demikian merupakan tempat kita berpikir, yang mampu melahirkan kitamenjadi manusia baru dalam Roh Kudus. Kesadaran dalam hati merupakan kesatuan dengan daya hidup Allah, kerena itu orang dapat mengenal Allah dan kebenaran-Nya secara langsung.
Kesadaran dalam membentuk hati melambangkan kesatuan hati
dengan Allah sendiri. Hal inilah yang menjadi dasar kekuatan bagi para novis
dalam tahap pembinaan agar dapat menemukan suatu proses yang matang bagi
pembentukan dan perkembangan hidup panggilannya yang sesuai dengan
spiritualitas Kongregagasi FdCC. Dengan demikian Darminta (1997: 34)
mengatakan: “Hanya dengan menumbuhkan, mengembangkan, dan mengubah
pola pikir, manusia akan memiliki kesadaran yang memerdekakan dan
membuat mengalami kemerdekaan anak-anak Allah, bukan kesadaran
kekanak-kanakan.”
c. Kemerdekaan dan Tanggung Jawab
Kemerdekaan dan tanggung jawab merupakan sikap yang harus
ditanamkan dan dibangun dalam setiap pribadi para novis, dalam tahap
pembinaan khususnya di tahap novisiat. Nilai kemerdekaan inilah menghantar
119
mereka untuk menjadi orang yang bebas dan secara sadar serta tanggung jawab
dalam memperjuangkan hidup panggilannya yang sesuai tujuan Kongregasi
FdCC. Kemerdekaan yang terjadi dalam setiap pribadi para novis merupakan
suatu proses yang panjang. Dengan memperoleh kemerdekaan dalam diri para
novis, ini berarti dia telah melewati suatu proses perjuangan yang panjang,
meskipun belum sempurna tetapi dia berani mau terbuka dan menerima semua
yang terjadi dalam proses tersebut demi pembentukan dan perkembangan bagi
hidup panggilan yang menuntut suatu tanggung jawab yang besar bagi diri dan
hidup panggilannya yang telah dia pilih dan dia putuskan secara bebas dan
bertanggung jawab.
Kemerdekaan menuntut suatu sikap tanggung jawab yang besar.
Karena dengan demikian kemerdekaan yang diperoleh sungguh-sungguh
dipergunakan dan dijalankan dengan baik dan penuh tanggung jawab bagi
perkembangan kehidupan para novis selanjutnya. Dalam hal ini kemerdekaan
dan tanggung jawab yang diminta oleh Yesus menurut Darminta (1997: 35)
mengatakan:
Kemerdekaan dan tanggung jawab yang diminta oleh Yesus ialah kemerdekaan dan tanggung jawab seseorang yang mencari pertama-tama Kerajaan Allah beserta nilai-nilainya, yaitu persaudaraan, perdamaian dan keadilan. Kemerdekaan dan tanggung jawab yang muncul karena mau mencari pertama-tama Kerajaan Allah itulah yang memungkinkan orang-orang mampu berbuat kebaikan tanpa batas. Bahkan kemerdekaan yang diharapkan oleh Yesus ialah memiliki keberanian menghadapi risiko dalam mengusahakan perubahan keadaan dan sesama menjadi lebih baik, keberanian untuk mengusahakan hal-hal yang baru, menyampaikan kritik-kritik terhadap keadaan yang tidak benar. Kemerdekan yang menguasai diri dan nasib sedemikian sehingga dangan sadar dan merdeka memilih
120
untuk menyongsong kematian di Yerusalem demi misi dan pewartaan-Nya, karena yakin bahwa nilai tertinggi hidup yaitu kasih penuh pembelaan, tidak dapat diingkari.
Dengan demikian para novis semakin bersatu dengan Yesus sendiri,
sehingga mereka dapat bertindak dalam kemerdekaan dan penuh tanggung
jawab dalam mewartakan kasih-Nya. Para novis dididik menjadi orang yang
merdeka dalam menerima segala kelemahan-kelemahan pribadi mereka dan
berusaha untuk bangkit dalam semangat baru dalam memperjuangkan
semuanya itu bersama cinta dan semangat Yesus Tersalib, sehingga mereka
mampu menghadapi semua rintangan yang terjadi dengan sabar dan setia, demi
mengikuti, mencintai dan membagikan semangat cinta Yesus Tersalib kepada
sesama. Dalam hal ini Darminta (1997: 38) mengatakan: “Tanggung jawab
yang dikehendaki oleh Yesus ialah tanggung jawab seorang yang dekat dengan
Allah, karena kedekatan dengan Allah itulah yang memberikan kemerdekaan,
keterbukaan, dan kepedulian terhadap sesama.”
d. Dimensi Kebersamaan
Kebersamaan merupakan cara hidup dalam hidup berkomunitas.
Tanpa kebersamaan komunitas tidak akan hidup dalam persatuan dan berjalan
dalam damai dan bahagia. Hidup bahagia dan damai inilah yang merupakan
buah dari satu-kesatuan hati, pikiran dan perasaan dalam setiap anggota
melalui hidup bersama. Dalam hal ini Darminta (1997: 39) mengatakan:
121
Para murid dididik dan dibentuk untuk menghayati kesatuan dan persekutuan antar mereka, sebagai kekuatan untuk mewartakan dan membangun komunitas Kerejaan Allah sampai pada kepenuhannya pada akhir zaman. Tujuan kesatuan dan persekutuan para murid ialah untuk merasakan kekuatan kesatuan dan persekutuan dalam membangun komunitas umat manusia tanpa membedakan kaya dan miskin (Luk 14: 16-24).
Dengan demikian dalam tahap pembinaan ini para novis dibimbing
untuk menghayati semangat persaudaraan dan persatuan dalam hidup bersama
demi terciptanya dan membangun hidup komunitas yang saling mencintai,
mendukung, menghargai, melayani, menerima keberadaan saudara/saudarinya
dalam hidup bersama sebagai saudara dalam Kristus, sehingga kerukunan dan
kedamaian dalam cinta Tuhan dirasakan dalam hidup bersama. Maka dengan
sendirinya kedamaian dan cinta Tuhan yang mereka rasakan ini dapat mereka
bagikan kepada sesama dalam hidup bersama dan karya kerasulan.
e. Mendidik Lewat Hidupnya
Perkembangan dan pembentukan setiap pribadi seseorang dapat
berjalan dengan baik apabila setiap pribadi mau menyadari dan menghayati
nilai-nilai yang ada dalam dirinya, menuju kepada pembentukan dan
pembaharuan dalam hidup panggilannya. Dalam pembinaan ditahap novisiat
inilah para team formator dapat membimbing dan membentuk para novis untuk
menggali dan memaknai setiap pengalaman hidupnya, agar mereka lebih
mendalami dan memotivasi hidup panggilannya yang lebih merdeka dan
bertanggung jawab.
122
Melalui nilai spiritualitas yang mereka hayati khususnya, cinta kasih
yang dipraktekkan dalam hidup bersama maupun dalam karya kerasulan,
sehingga dengan hati yang penuh cinta mereka mampu menghayati dan
melaksanakannya serta mampu menghadapi setiap tantangan yang terjadi, yang
semakin mendewasakan hidup panggilan mereka. Dalam hal ini Darminta
(1997: 44) mengatakan:
Pendidikan dan pembentukan manusia beriman haruslah dilakukan dengan kualitas hidup yang dimiliki-Nya. Hidup yang ditandai oleh hati lemah lembut, rendah hati dan tenang itulah kekuatan dinamis Yesus dalam menghadapi kenyataan hidup yang penuh beban yang meletihkan. Kekuatan hati lemah lembut, rendah hati, dan tenang itulah daya hidup yang selalu relevan dan berbicara karena ditandai oleh cinta belas kasih, cinta pembelaan, dan cinta pemberdayaan.
Dalam hal ini proses pembinaan pembentukan pribadi merupakan
dasar yang sangat penting, karena melalui proses inilah para novis dibimbing,
untuk mengolah seluruh perjalanan hidupnya baik dari segi rohani maupun
manusiawi, di mana melalui pengalaman-pengalaman yang mereka alami
inilah dapat membentuk pribadi yang berkualitas, merdeka dan bertanggung
jawab, serta semakin dewasa dalam menanggapi hidup panggilannya. Semakin
banyak mereka mengalami pengalaman-pengalaman hidup mereka baik suka
maupun duka, dapat menghantar mereka untuk terus berefleksi hingga
menemukan makna dan jalan keluarnya. Semakin banyak mereka mengalami
proses itu, semakin membantu mereka untuk mendidik mereka menjadi orang
yang dewasa dan bertanggung jawab, serta sadar akan makna hidupnya.
Pengalaman merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi perkembangan
123
hidup seseorang. Dari pengalaman orang semakin bertumbuh dan berkembang
menjadi lebih baik. Dalam hal ini Darminta (1997: 44) mengatakan:
Ikutlah Aku (Mat 4:19) dan Marilah dan kamu akan melihatnya (Yoh 1:39) merupakan undangan untuk merelakan dan menyerahkan diri dibentuk dan pengaruhi oleh hidup dan pribadi Yesus. Melalui hidup bersama dan melihat Yesus, kita diajak untuk mengalami hidup Yesus, seperti digambarkan dalam Sabda di Bukti. Dengan hidup bersama dan melihat dari dekat Yesus dalam kegiatan dan hidup-Nya, kita diajak untuk mengenal, menyerap, dan memiliki hidup Sabda di Bukit.
Dengan mencontohi cinta yang terpancar dari Yesus Tersalib sebagai
teladan hidup bagi Kongregasi Suster FdCC, para Suster maupun para calon
diajak untuk selalu menyatukan dan mempersembahkan seluruh hidup dan
karya mereka dalam semangat Yesus Tersalib, yang disalibkan demi cinta-Nya
kepada Bapa dan kepada sesama demi keselamatan dunia.
f. Pembentukan Terus-menerus
Proses pembentukan pribadi para novis tidak berhenti pada satu tahap,
melainkan secara terus-menerus. Dalam proses ini orang membutuhkan waktu
yang lama, dalam membentuk dirinya, demi mencapai tujuan hidup
panggilannya dalam mencintai dan mempersembahkan seluruh hidup dan karya
demi kemuliaan nama-Nya dan kebaikan sesama. Dalam hal ini Darminta
(1997: 41) mengatakan:
124
Murid harus terus membentuk diri menjadi kekuatan untuk pelayanan Kerajaan Allah yang memiliki komitmen terhadap tugas misi dan kebijaksanaan menghadapi keadaan yang tidak serba jelas dan samar-samar. Yang Yesus inginkan dalam murid dan kelompok adalah para murid yang tidak diperbudak keinginan mencari sukses, tetapi terlebih dan terutama dididik terutama menjadi seperti diri-Nya, pembawa Kabar Baik.
Dalam proses pembinaan para novis, pembentukan secara terus-
menerus perlu ditanamkan dari awal agar pembentukan diri para novis, agar
benar-benar diuji dan dimurnikan menuju kesatuan hidupnya denganYesus
Tersalib sendiri sebagai teladan dalam perjalanan hidup mereka yang semakin
matang, merdeka dan bertanggung jawab. Kesatuan hati mereka dengan Yesus
inilah yang memberi kekuatan dalam mewartakan cinta kasih-Nya kepada
sesama.
Dalam hal ini Darminta (1997: 41) mengatakan untuk memiliki
kemampuan membangun diri terus-menerus, Yesus mengajarkan ketujuh
kemampuan sebagai pilar bangunan hidup, antara lain sebagai berikut:
Melatih menjalankan tugas dalam ketengan tanpa banyak kekhawatiran karena percaya bahwa Firman Allah memiliki kekuatan untuk tumbuh dari dirinya sendiri (Mat 13:31-32), dengan tetap berfokus pada mereka yang paling hina (Mat 25:40). Lewat itu pula kesatuan dan persekutuan hidup para murid dan kita sekarang harus dibangun secara terus-menerus agar menjadi kekuatan efektif bagi pelaksanaan misi, tanpa terperangkap struktur kebersamaan (Mat 23:1-12), tanpa terperangkap legalisme keagamaan (Mat 23:13-14), tanpa terperangkap sistem keagamaan sendiri (Mat 23:15), tanpa terperangkap pembenaran diri untuk menutupi dusta (Mat 23:16-22), tanpa terperangkap kekacauan hierarki nilai (Mat: 23:23-25), dan akhirnya tanpa terperangkap moralitas ganda (Mat 23:27-33), serta penumpahan darah (Mat23:34-36).
125
Pembentukan terus-menerus dibangun dari diri sendiri. Tanpa adanya
usaha dan kemauan dari diri sendiri, pembentukan dan perkembangan tidak
akan terjadi. Usaha para team formator dalam proses pembinaan di tahap
novisiat ini terus-menerus menanamkan nilai-nilai spiritualitas Kongregasi
FdCC bagi para novis, agar mereka sungguh-sungguh sadar akan nilai yang
mereka pahami untuk dilaksanakan dalam hidup mereka sehari-hari demi
pembentukan dan perkembangan diri mereka sendiri, menjadi semakin
berkualitas dan semakin bersatu dengan semangat cinta Yesus Tersalib yang
menjadi spiritualitas para Suster FdCC dalam hidup bersama maupun dalam
melaksanakan karya-karya cinta kasih.
2. Kegiatan-Kegiatan Untuk Menanamkan Nilai Dalam Masa Pembinaan Di
Novisiat.
Demi mendukung usaha penanaman nilai spiritualitas Kongregasi Suster
FdCC dalam masa pembinaan di tahap novisiat berusaha melalui kegiatan-
kegiatan ini dapat menanamkan suatu nilai bagi para novis demi pembentukan dan
perkembangan mereka. Di bawah ini akan diuraikan kegiatan-kegiatan yang
mendudukung penanaman nilai spiritualitas bagi para novis dalam tahap
pembinaan.
a. Latihan Doa dan Meditasi
Melalui latihan doa dan meditasi para novis dibimbing untuk
menghahayati doa batin dari hati yang mempunyai tempat yang sangat penting
126
bagi para Suster FdCC dalam hidup panggilan. Melalui latihan doa dan
meditasi ini para novis dihantar untuk mengkontemplasikan Yesus Tersalib.
Dalam hal ini Kons. Konggregasi Suster FdCC (1828: no. 15) mengatakan:
Melalui doa batin kita menerima dari Roh Kudus, karunia untuk terbuka bagi firman Allah, untuk merenungkan melalui suatu cara khusus misteri Kristus yang Tersalib, untuk menebus ke dalam kekayaan-Nya yang tak dapat diduga, untuk dikobarkan guna semakin mengasihi-Nya dan membuat-Nya dikasihi. Firman Allah secara bertahap membuat kita serupa dengan Tuhan Yesus, mendidik kita untuk mengungkapkan dalam hidup ini kasih yang telah Dia berikan kepada kita sebuah teladan yang mengagumkkan di Salib. Dalam meditasi ini para suster diwajibkan satu jam sehari untuk meditasi, setengah jam di pagi hari dan setengah jam di sore hari setelah ibadat harian.
Dengan demikian melalui latihan doa dan meditasi ini dapat
membantu para novis untuk semakin dekat dengan Tuhan, dan semakin terbuka
akan bimbingan Roh Kudus yang selalu menerangi dan membantu mereka
dalam proses hidup panggilan yang mereka jalani, agar mereka berani untuk
menjawab dan menyerahkan diri mereka ke dalam tangan Allah yang selalu
setia menyertai mereka dalam perjuangan mereka masing-masing.
b. Refleksi
Melalui refleksi ini para novis diajak untuk lebih memaknai seluruh
pengalaman atau peristiwa hidup yang mereka alami baik dalam suka maupun
dalam duka, agar dengan refleksi ini dapat menghantar mereka untuk semakin
kuat dalam menghadapi setiap masalah yang terjadi dan juga dan dapat
membantu mereka untuk menerima setiap permasalahan yang terjadi. Melalui
127
refleksi para novis dibantu untuk mensyukuri setiap pengalaman hidupnya,
sehingga dapat menghantar mereka untuk mengolah pengalaman yang kurang
baik di masa lalu atau pun sekarang yang mereka hadapi, untuk terus-menerus
memperbaharui hidup mereka dan sembuh dari luka-luka batin yang mereka
alami.
Pengalaman refleksi inilah dapat membantu mereka untuk semakin
bertumbuh dalam kedewasaan iman mereka, karena melalui refleksi ini
membuat hidup mereka terus berkembang dan semakin kuat dalam
menghadapi setiap tantangan yang terjadi. Refleksi yang mendalam dapat
menghantar seseorang untuk semakin memaknai hidup yang dia alami. Dalam
hal ini Kons. Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 12) mengatakan:
Refleksi membantu para suster untuk semakin bertumbuh dalam Roh dan dalam semangat doa. Hal ini adalah suatu mentalitas iman yang membimbing para suster untuk merenungkan kehadiran Tuhan di alam raya, untuk menemukan citra-Nya di dalam diri saudara-saudari kita dan untuk merasakan manifestasi kasih-Nya dalam peristiwa-peristiwa hidup sehari-hari. Di dalam semangat doa itulah hidup para suster sebagai seorang kontemplatif dalam aksi menemukan kesatuannya.
Dengan demikian pengalaman refleksi ini membantu para novis calon
Suster FdCC, untuk semakin memaknai hidup panggilannya di dalam kasih
Allah yang telah melimpahkan rahmat panggilan bagi mereka, sehingga
mereka semakin bersatu dengan Allah sendiri melalui pengalaman iman yang
terus memaknai hidup panggilan yang mereka jalani setiap hari.
128
c. Sharing
Sharing merupakan ciri khas dalam hidup bersama. Melalui sharing
inilah para novis saling berbagi pengalaman iman atau pengalaman-
pengalaman konkret yang mereka alami setiap hari diantara mereka satu sama
lain sehingga semakin memperkaya pengalaman iman diantara mereka, demi
perkembangan pribadi mereka yang semakin dewasa iman dan dalam
menerima dan mengatasi setiap permasalahan yang terjadi dalam proses
pembinaan mereka di tahap novisiat.
Dalam tahap inilah para novis dihantar untuk semakin meningkatkan
semangat saling berbagi, menerima, mendengarkan, dialog, mengampuni, dan
mendukung satu sama lain, dalam perjuangan hidup panggilan mereka masing-
masing. Melalui sharing ini membantu mereka juga untuk saling merasa
seperjalanan dan seperjuangan, sehingga mereka mampu saling bertanggung
jawab dalam membantu dan memperhatikan hidup panggilan sesama teman
mereka dan mampu menerima satu sama lain sebagai saudara tanpa memilih
dan saling mendoakan, agar Tuhan selalu memberkati dan menguatkan mereka
dalam perjalanan hidup panggilan yang telah mereka pilih. Dalam hal ini Kons.
Kongregasi Suster FdCC (1828: no. 46) mengatakan;
Perbedaan-perbedaan mentalitas, budaya, bakat, usia, dan perangai adalah kekayaan sejati bagi setiap dan semua orang, apabila mereka hidup rukun dalam cinta kasih, sambil memikul beban satu sama lain kita membagi dengan sepenuh hati kegembiraan dan kecemasan, doa, dan karya dalam penghargaan timbal-balik, sehingga setiap suster boleh merasa selalu dikasihi, dibela dan didukung.
129
d. Pendalaman Bersama
Melalui pendalaman bersama para novis diajak untuk mampu
memperdalam hidup rohani, hidup bersama, dan hidup karya, dalam membagi,
menyumbangkan saran untuk dapat diperbaiki, mengevaluasi hidup mereka
sehari-hari: misalnnya dalam tugas-tugas harian, dan keheningan. Dalam
kegiatan ini diadakan sekali sebulan pada minggu yang ke II. Kegiatan ini
dalam rupa rekoleksi bulanan untuk para novis, di mana lewat kegiatan ini
mereka bersama-sama pendamping, mereka mendalami bersama-sama nilai-
nilai Spiritualitas, melalui hidup Rohani, kaul, komunitas dan karya kerasulan.
Dalam hal ini Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 17) mengatakan:
Hari rekoleksi bulanan adalah kesempatan yang berharga untuk menikmati waktu lebih banyak bersama Tuhan. Kesempatan-kesempatan itu adalah saat-saat khusus bagi kita untuk mendengarkan firman-Nya, untuk bersyukur atas rahmat-rahmat kasih-Nya yang telah kita terima, untuk mengevaluasi dan membaharui hidup kita, agar semakin terlibat dalam radikalitas Injil.
Dengan demikian para novis semakin menghayati dan mengalami
nilai-nilai Kasih Kristus yang terpancar dari Salib, yang mampu menghantar
mereka untuk semakin mencintai Dia dan mewartakan Dia kepada sesama,
agar Yesus semakin dikenal dan dicintai.
e. Pendampingan Pribadi
Melalui pendampingan pribadi ini, para novis dihantar oleh
pendamping, untuk lebih memahami apa artinya dan apa gunanya
130
pendampingan pribadi atau wawancara dengan pendamping dalam hidup
mereka. Maka lewat pendampingan pribadi inilah pendamping dapat mengenal
setiap pribadi para novis secara lebih akrab, dapat menerima keunikan yang
mereka miliki, dan dapat menerima mereka apa adanya, agar dengan demikian
pendamping semakin terbuka dengan para novis dan dapat membantu mereka
untuk semakin dewasa, mengenal dan menerima diri mereka apa adanya dan
juga teman-teman mereka, sehingga melalui proses inilah mereka semakin
dibentuk dan berkembang sesuai dengan Spiritualitas Kongregasi FdCC.
Dalam hal ini RF Kongregasi FdCC (2006: art. 9) mengatakan:
Pendamping dalam hal ini adalah seorang pribadi yang bertanggung jawab untuk formasi novis. Dia mendampingi sepanjang perjalanan para novis demi pertumbuhan nilai-nilai Spiritualitas, Karisma, evaluasi diri, melalui relasi dalam komunitas dan orang-orang yang mereka jumpai dalam karya kerasulan. Dengan hati seorang ibu, dia mendukung para novis dalam kesulita-kesulitan yang mereka hadapi, membesarkan hati mereka, dan senantiasa mendorong para novis untuk menanamkan semangat Yesus Tersalib secara mendalam di dalam hatinya, memahami arti salib dalam hidupnya.
Dengan demikian melalui pendampingan yang baik dan penuh
perhatian dari pendamping, maka para novis akan merasakan sentuhan kasih
dari Tuhan melalui tangan pendamping yang setia membimbing dan membantu
mereka dengan penuh kasih dan perhatian, sehingga mereka semakin terbuka
akan panggilan mereka dan berani mengikuti Yesus Tersalib dalam semangat
Kongregasi Suster FdCC.
131
f. Studi
Melalui studi para novis dibimbing untuk dapat mengerti, memahami
dan melaksanakan nilai-nilai yang dipelajarinya baik dari segi Biblis, Teologi,
Karisma, Spiritualitas, Konstitusi, serta pengetahuan lainnya yang membantu
para novis memiliki pengetahuan yang luas demi perkemabangan hidup dan
karya yang akan mereka jalankan nanti. Pengetahuan yang mereka terima
selama tahap pembinaan di novisiat ini, membantu dan mempersiapkan mereka
dalam membekali diri mereka agar dengan segala yang mereka miliki ini dapat
mereka bagikan kepada orang-orang yang mereka layani di karya kerasulan
nanti dan juga di demi perkembangan Kongregasi Suster FdCC. Dalam hal ini
RF Kongregasi FdCC (2006: art.10) mengatakan:
Studi penuntun atas pengetahuan Biblis, Teologis, Karismatik, Pedagogis, dan Antropologis, membantu suster muda yang diakui untuk memperoleh suatu pengetahuan yang lebih saksama atas realitas sekarang dan melatih dirinya sendiri untuk menjiwainya bersama karunia persoalannya, dicerahkan, dan dikuasakan oleh kebijaksanaan karisma dan spiritualitas. Maka sebaiknya studi akademik sangat perlu demi pertumbuhan integral dari suster.
Dengan membekali diri yang lebih dalam dapat membantu dan
mempersiapkan calon suster lebih matang lagi dalam menjalani segala tugas
dan karya yang akan mereka jalani demi membangun perkembangan karya-
karya bagi Kongregasi Suster FdCC, dalam memperkenalkan Yesus agar Yesus
semakin dikenal dan dicintai oleh banyak orang. Dalam hal ini Kons.
Kongregasi FdCC (1828: no. 52) mengatakan “Para Suster FdCC dipanggil
132
untuk menjadi rasul-rasul setiap saat melalui hidup kesaksian dan pewartaan
dalam pelayanan cinta kasih Injil yang sederhana.”
g. Tugas-Tugas Di Novisiat
Dalam hal ini para Suster Kongregasi FdCC menanamkan suatu
semangat kepada para calon khususnya bagi para novis agar mampu
meneladani semangat kerendahan hati yang bernyala-nyala dari Sang Teladan
Agung Yesus Tersalib dalam melaksanakan segala tugas, dimana melalui
tugas-tugas harian yang dilakukan oleh para novis antara lain: pembersihan
umum, masak, mencuci dan menyetrika pakaian, berkebun, latihan musik gitar,
organ dan suling, seni suara, keterampilan lainnya membuat kartu ucapan,
menjahit, dan merajut, merupakan tugas harian yang dilakukan oleh para novis
dalam semangat kerendahan hati dan cinta kasih, di mana melalui tugas-tugas
ini para novis dilatih untuk mengembangkan nilai-nilai spiritualitas sebagai
seorang hamba Tuhan pelayan bagi sesama yang membutuhkan, dalam
semangat cinta yang bernyala-nyala dari Dia yang Tersalib. Dalam hal ini
Kons. Kongregasi FdCC (1828: no. 52) mengatakan “Kerendahan Hati-Nya,
semangat-Nya yang bernyala-nyala yang memberikan keselamatan bagi umat
manusia, maka dengan kelemah-lembutan dan kesabaran-Nya memberikan
teladan dan semangat bagi para Suster FdCC dalam hidup dan karyanya bagi
sesama yang membutuhkan.”
133
h. Pengalaman Apostolik
Melalui pengalaman apostolik inilah para novis dihantar untuk berani
memperkenalkan dan mewartakan Yesus kepada sesama melalui karya cinta
kasih Kongregasi FdCC, agar Yesus semakin dikenal dan dicintai oleh banyak
orang yang merupakan misi dari Kongergasi Suster FdCC. Dalam hal ini RF
Kongregasi FdCC (2006: art. 9) mengatakan:
Dalam pengalaman apostolik yang diberikan kepada para novis di tahun yang ke II selama kurang lebih 3 bulan ini, membantu dia dalam perkembangan perjalanannya di dalam satu komunitas. Maka dianjurkan bagi para suster agar dapat memberikan teladan dan kesaksian hidup yang baik dan member dukungan bagi para novis baik dalam hidup doa, kaul, karya maupun komunitas, agar mereka dalam pengalaman apostolik ini mereka berusaha untuk hidup dan belajar untuk mencintai Spiritualitas dan Karisma Kongregasi Suster FdCC.
Dengan demikian dalam berbagai pelayanan cinta kasih inilah para
novis menemukan identitas dirinya, belajar bagaimana memberikan kesaksian
hidup terhadap cinta Allah, dimana dia lebih mengalami secara nyata dalam
hidup bersama melalui karya bersama para suster di komunitas.
i. Program Bersama
Melalui program hidup bersama inilah dapat menghantar para novis
dalam satu visi dan misi Kongregasi FdCC dalam menghidupkan dan
mengembangkan spiritualitas dan karisma kongregasi yang semakin
berkualitas dan dapat membantu para novis untuk semakin terbuka dengan
perkembangan yang ada, sehingga mereka dapat terbantu untuk bersemangat
134
dalam menghayati nilai-nilai spiritualitas tersebut yang menjadi akar dan sayap
bagi perkembangan hidup panggilan mereka yang semakin berkualitas dan
matang serta bertanggung jawab.
Program bersama ini menjadi satu sarana bagi para novis agar dapat
menjalani hidup ini dengan teratur dan disiplin, serta mempunyai arah dan
tujuan yang jelas sesuai dengan tujuan Kongregasi Suster FdCC. Dalam
program ini berusaha memberikan nilai-nilai spiritualitas yang mendalam, di
mana nilai ini dapat membantu mereka untuk mampu menghayati dan
melaksanakan dalam hidup bersama. Dengan demikian kerja sama,
kebersamaan, persaudaraan dan cinta kasih dapat mereka alami dan hidupi.
Dalam hal ini Direkt. Kongregasi FdCC (1835: art. 68) mengatakan: “Para
suster mengungkapkan suatu tanggung jawab bila bekerja sama dengan para
suster yang lain agar secara aktif dapat menyumbangkan kepada kehidupan dan
perutusan komunitas.”
J. Program Pribadi
Program pribadi merupakan suatu pembinaan yang menuntut suatu
tanggung jawab yang besar bagi setiap pribadi dalam menghidupkan
mengembangkan nilai-nilai spiritualitas dan karisma Kongregasi Suster FdCC.
Dengan demikian para novis semakin mengerti, menghayati, dan melaksanakan
nilai-nilai tersebut secara mendalam dan menjadikan nilai ini sebagai akar dan
sayap bagi mereka dalam menghadapi segala tantangan yang terjadi dalam
hidup panggilan mereka. Dalam hal ini Direkt. Kongregasi FdCC (1835: art.
135
68) mengatakan bahwa” Setiap tingkat pembinaan, setiap orang dari antara kita
mempunyai tanggung jawab utama untuk menjawab panggilan Allah dengan
cara yang selalu baru, penuh perhatian dan pribadi.”
E. Bantuan Pengolahan Melalui Katekese Model SCP Untuk Pengolahan
Penanaman Nilai.
1. Pemikiran Untuk Pengolahan
Dalam pembinaan diperlukan suatu pengolahan nilai yang lebih sesuai
dengan situasi para novis, sehingga dapat membantu pembentukan dan
perkembangan pribadi mereka secara sadar dan bertanggung jawab dalam
menghayati dan melaksanakan nilai. Maka bantuan katekese model SCP ini dapat
membantu proses pembinaan Kongregasi FdCC, dalam proses pengolahan nilai
yang lebih meningkatkan perkembangan pribadi, pengetahuan agama, ketajaman
pemahaman agama, dan komunikasi, kepada para novis agar mereka lebih mantap
dan dewasa dalam menanggapi tantangan zaman ini. Karena dilihat dari tiga
komponen pokok SCP dapat membantu proses pengolahan nilai bagi para novis,
sehingga katekese model SCP ini dapat memberi suatu pembentukan dan
perkembangan yang utuh bagi penghayatan nilai-nilai spiritualitas yang dapat
membantu perkembangan hidup panggilan mereka baik dari segi manusiawi
maupun segi kristiani. Dalam hal ini Thomas Groome (1997: 2) mengatakan
untuk itu pembahasan tiga komponen SCP ini antara lain:
136
a. Praksis Praksis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk tercapainya suatu transformasi kehidupan yang di dalamnya terkandung proses kesatuan dialektis antara praktek dan teori yaitu kreativitas, antara kesadaran historis dan refleksi kritis yaitu keterlibatan baru. Sejajar dengan itu praksis mempunyai tiga komponen yang saling kait-mengkait: aktivitas, refleksi, dan kreativitas. ketiga komponen ini berfungsi membangkitkan berkembangnya imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praksis baru yang secara etis dan moral dapat dipertanggung jawabkan.
b. Kristiani Katekese dengan model SCP, mencoba mengusahakan supaya kekayaan iman kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau, dekat dan relevan untuk kehidupan peserta pada zaman sekarang. Dengan proses itu diharapkan kekayaan iman Gereja sepanjang sejarah berkembang menjadi pengalaman iman jemaat pada zaman sekarang. Kekayaan iman ditekankan dua model meliputi: dua unsur pokok yaitu pengalaman hidup iman kristiani sepanjang sejarah (tradisi) dan visinya.
c. “Shared” Istilah ini menunjuk pengertian komunikasi timbal balik, sikap partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta, sikap egalitarian, terbuka baik untuk kedalaman diri pribadi, kehadiran sesama, maupun untuk rahmat Tuhan. Istilah ini menekankan proses katekese yang menggarisbawahi aspek dialog, kebersamaan, keterlibatan, dan solidaritas. Dalam “Sharing” semua peserta diharapkan terbuka siap mendengarkan dengan hati, dan berkomunikasi dengan kebebasan hati, serta terkandung hubungan dialektis antara pengalaman hidup faktual peserta dengan tradisi dan visi kristiani.
Kemajuan perkembangan teknologi yang semakin pesat yang terjadi
sekarang ini, sangat mempengaruhui proses pembinaan dalam Kongregasi Suster
FdCC. Penghayatan akan nilai spiritualitas dala Kongregasi FdCC semakin
menurun, di mana terkadang nilai-nilai yang sudah menjadi tradisi dari kongregasi
yang sederhana, misalnya minta maaf setelah berbuat kesalahan di komunitas,
sekarang hal ini menjadi sulit bagi setiap suster yang membuat kesalahan tersebut,
bahkan kadang sulit untuk mau meminta maaf karena keduanya merasa diri tidak
137
bersalah, egois, gengsi dan tak mau mengakui kesalahan mereka, sehingga hal ini
terkadang menjadi hal yang biasa-biasa saja dan tak ada nilainya lagi, bahkan
terkadang nilai cinta kasih pun menjadi menurun dan lemah sebagai dasar dalam
hidup bersama.
Perkembangan anak zaman sekarang yang dihadapi dalam proses
pembinaan sangatlah berbeda dengan sebelumnya. Dalam menanggapi
perkembangan zaman ini, para calon yang masuk pun mengalami perubahan yang
besar, sehingga para team formator Kongregasi FdCC mengambil suatu semangat
mentalitas perubahan dalam pembinaan yang sesuai dengan perkembangan zaman
yang ada. Dengan cara inilah para team formator bisa masuk dan berusaha untuk
membantu para novis dalam memperkenalkan, mendalami dan menghayati serta
melaksanakan nilai-nilai spiritualitas kongregasi, karena dalam tahap inilah
sungguh ditanamkan dan diajarkan, untuk semakin menghayati nilai-nilai
spiritualitas tersebut sehingga menjadi pegangan bagi mereka dalam
mempraktekannya melalui hidup doa, hidup kaul, hidup berkomunitas, maupun
hidup karya yang mereka jalani.
Bantuan pengolahan nilai melalui katekese model SCP ini sebagai suatu
usaha mambantu para novis dalam tahap pembinaan untuk lebih mengerti,
menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam hidupnya sehari-hari,
demi perubahan dan perkembangan hidup panggilan mereka yang semakin
matang baik dari segi manusiawi, maupun kristiani. Pengolahan nilai bagi para
novis dalam proses pembinaan merupakan suatu proses pembentukan menuju
suatu perubahan dan perkembangan menuju kematangan dalam penghayatan nilai
138
bagi para novis, di mana mereka diajak untuk mampu menjadi pribadi yang
berkualitas dan bertanggung jawab. Dengan demikian pendamping berusaha untuk
membantu para novis dalam menanamkan nilai-nilai spiritualitas Kongregasi
FdCC, agar mereka dapat menghayati nilai ini dengan baik dan menjadi akar dan
sayap bagi mereka dalam menjalani dan menghadapi segala tantangan dalam
hidup panggilan mereka.
2. Tujuan Pengolahan
Dalam pembinaan pengolahan nilai sangat penting bagi perkembangan
hidup para novis. Adanya pengolahan yang baik maka perkembangan pribadi para
novis pun akan bertumbuh dan berkembang dengan baik dalam pembinaan
menuju ke arah dan tujuan yang akan dia capai. Pengolahan nilai ini perlu
dilakukan secara bertahap, agar dapat membantu para novis untuk berproses
secara bertahap dan hasil dari nilai-nilai tersebut dihayati lebih mendalam.
Dengan demikian menghantar mereka pada suatu keputusan yang secara dewasa
dan bertanggung jawab demi tujuan hidup panggilan mereka.
Dalam hal ini Thomas Groome (1997: 5) mengatakan langkah-langkah SCP
adalah:
a. Langkah pertama: Pengungkapan Praksis Faktual Mengajak peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup dan keterlibatan mereka. Komunikasi pengalaman konkret para peserta diharapkan dapat melahirkan tema-tema dasar yang akan direfleksikan secara kritis pada langkah berikutnya.
b. Langkah kedua: Refleksi Kritis Pengalaman Faktual
139
Mendorong peserta untuk lebih aktif, kritis, dan kreatif dalam memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri maupun masyarakat.
c. Langkah katiga: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani. Lebih Terjangkau. Langkah ini mengusahakan supaya tradisi dan visi kristiani menjadi lebih terjangkau, lebih dekat dan relevan bagi peserta pada zaman sekarang. Visi merefleksikan harapan dan janji, mandat, dan tanggung jawab yang muncul dari tradisi suci yang bertujuan untuk mendorong dan meneguhkan iman jemaat dalam keterlibatannya untuk mewujudkan kehadiran nilai-nilai kerajaan Allah.
d. Langkah keempat: Interpretasi Dialektis Antara Praksis dan Visi Peserta. Dengan Tradisi dan Visi Kristiani.Langkah ini mengajak peserta supaya dapat meneguhkan, mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok-pokok penting yang telah ditemukan, dan dikonfrotasikan dengan hasil interpretasi tradisi dan visi kristiani dari langkah ketiga, sehingga peserta menemukan kesadaran baru yang hendak diwujudkan. Perwujudan kesadaran iman yang baru dapat memperkaya dan mendinamisir tradisi dan visi kristiani. Dengan demikian proses ini diharapkan hidup iman peserta menjadi lebih aktif, dewasa dan misioner.
e. Langkah kelima: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia. Berutuan mendorong peserta supaya sampai pada keputusan konkret bagaimana menghidupi iman kristiani pada konteks hidup yang telah dianalisa dan dipahami, direfleksikan secara kritis, dinilai kreatif dan bertanggung jawab.
Tujuan pengolahan dapat memperjelas arah dan mempermudah proses
pelaksanaan untuk mencari cara yang tepat yang dapat diberikan kepada para
novis dalam menghayati dan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai pembentukan
bagi proses hidup panggilan mereka. Untuk itu tujuan diberikan pengolahan nilai
dengan bantuan katekese model SCP untuk para novis calon Suster FdCC adalah
sebagai berikut:
a. Menanamkan dan meningkatkan kebiasaan dalam berefleksi, dialog,
mendengarkan, menghargai, iman yang semakin dewasa, membaca
sumber hidup rohani, menemukan cara menghadapi tantangan.
140
b. Agar pembinaan proses pembentukan dan perkembangan ditahap
novis lebih terarah dan jelas.
c. Memberikan alternatif tahap pembinaan lain yang sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan mereka, sehingga pembinaan lebih
hidup, rileks dan lebih menarik, dan sekaligus memberi warna baru
dalam pembinaan ditahap novisiat, dalam menghayati nilai-nilai
Spiirtualitas dan Karisma Kongregasi Suster FdCC.
d. Mempermudah pendamping novis untuk mendampingi dan
membantu mereka dalam tahap pembinaan ini.
3. Pola Katekese
Bantuan pengolahan nilai melalui katekese model SCP, memberikan banyak
masukan dan pengaruh baik serta sangat mendalam dan konkert, bagi pembinaan
para novis Kongregasi Suster FdCC di tahap novisiat ini, dalam rangka
penanaman nilai-nilai spiritualitas Kongregasi FdCC sebagai pengangan dasar
bagi tujuan hidup panggilan mereka. Banyak nilai yang ditemukan dalam katekese
model SCP yang sangat membantu para novis dalam menghidup nilai-nilai
tersebut dalam hidup berkomunitas maupun bermasyarakat, di mana dengan nilai
kristiani yang konkret dia dapat membantu orang-orang yang akan mereka
temukan di dalam karya kerasulan mereka.
Katekese model SCP sangat membantu pengolahan nilai bagi pribadi novis
dalam meningkatkan refleksi akan pengalaman hidup yang mereka alami,
mengembangkan iman yang semakin mendalam, mengembangkan pengetahuan
141
agama, dan ketajaman pengetahuan agama, saling berbagi pengalaman,
komunikasi, dialog, mampu mendengarkan orang lain. Maka dengan demikian
nilai-niali ini dapat membantu mereka untuk menjadi pribadi yang semakin
berkualitas dan bertanggung jawab secara sadar akan hidup panggilan yang
mereka jalani serta berani mengambil keputusan untuk tujuan hidup yang mau
dicapainya. Dengan pembentukan demikian mereka diajak untuk semakin
menghayati dan melaksanakan nilai itu secara sadar, agar segala yang dilakukan
itu sungguh-sungguh mengarahkan diri mereka pada pada perubahan yang
semakin mendalam dan matang dalam keakraban relasinya dengan Tuhan, dirinya
sendiri maupun sesama, sehingga menghasilkan suatu penghayatan yang
mendalam melalui:
a. Penghayatan nilai-nilai spiritualitas
b. Sikap keutamaan
c. Cara bertindak, melalui:
i. Refleksi pengalaman pribadi dan komunitas
ii. Mengenali konteks kehidupan
iii. Mengadakan pilihan dan bertindak
d. Evaluasi berdasarkan cara hidup kongregasi.
Penghayatan nilai-nilai ini sangat diharapkan agar mereka dapat
menghadapi tantangan zaman ini dengan iman yang kuat agar tidak terpengaruh
dengan apapun yang mereka jalani sehari-hari, sehingga dengan penghayatan nilai
ini menjadi akar dan sayap bagi novis dalam menjalani hidup panggilannya dan
142
menjadi penerus Kongregasi Suster FdCC yang berkualitas dalam iman, harapan
dan kasih.
4. Contoh Pola Katekese Model SCP
KATEKESE MODEL SCP
A. IDENTITAS
1. Tema : Menghayati Nilai Hidup Doa
2. Tujuan : Bersama pendamping peserta semakin menyadari
betapa pentingnya menghayati nilai hidup doa,
sehingga semakin mampu menghayati nilai doa
dalam hidup membiara.
3. Peserta : Para Novis FdCC
4. Tempat : Novisiat Jakarta Selatan, Bintaro
5. Waktu : 90 Menit
6. Metode : Informasi, Tanya jawab, sharing, refleksi, dan
renungan bersama.
7. Model : Shared Christian Praxis
8. Sarana : Kitab Suci, kaset instrument, Teks bahan, buku
Puji Syukur.
9. Sumber bahan : - Injil Matius 6: 5-15
143
- Kitab Suci Katolik, Injil Matius percetakan
Arnoldus Ende.
- "Bimbingan Doa" Thomas H. Green, SJ
- Konstitusi no.11
B. PEMIKIRAN DASAR
Hidup doa merupakan dasar dalam hidup setiap orang. Melalui hidup
doa menghantar seseorang untuk dapat berelasi secara dekat dan akrab
dengan Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang membutuhkan
bantuan dari Tuhan, dengan demikian doa menghantar setiap orang untuk
menjalin suatu relasi cinta yang mesra dengan Tuhan. Para novis datang dari
keluarga yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari keluarga yang
menekankan doa, ada juga yang kurang menekankan doa itu sendiri. Dalam
hal inilah khususnya dalam tahap pembinaan ini para team formator berusaha
agar mampu menghantar mereka untuk dapat menanamkan nilai-nilai dari doa
itu sendiri dalam hatinya agar meraka semakin mengerti, memahami dan
menghayati nilai doa itu sendiri dalam hidupnya, sehingga mampu
melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam hidup bersama. Karena dalam
Kongregasi Suster FdCC hidup doa merupakan dasar dari segala-galanya.
Dalam Kongregasi FdCC hidup doa merupakan dasar bagi setiap
suster maupun para calon dalam mengikuti Kristus, agar dengan demikian
persatuaan dengan Yesus semakin membantu kematangan hidup rohani
mereka dan kekuatan bagi mereka dalam menjalani hidup panggilan. Dalam
hal ini Konstitusi FdCC (art. 11) mengatakan: "Doa adalah suatu anugerah,
suatu pengalaman hadirat-Nya dalam Kristus Yesus melalui kuasa Roh-Nya".
Melalui pengalaman doa inilah menghantar seseorang untuk mengerti dan
144
memahami arti dari nilai doa itu sendiri. Karena melalui doa orang merasakan
arti pertemuan dengan Tuhan sendiri secara lebih akrab dan mesra bersatu
dengan Tuhan dalam kasih-Nya.
Dalam Injil Matius 6: 5-15 menceritakan mengenai bagaimana cara
berdoa yang baik. Dikatakan dalam ayat 5 adalah janganlah berdoa seperti
orang munafik. Dalam hal ini Yesus mengkritik orang-orang yang
menganggap diri saleh yang suka mencari pujian, khususnya bagi orang
Farisi. Tetapi dalam ayat 6-7 dikatakan jika berdoa masuklah ke dalam
kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah Berdoalah kepada Bapa-Mu di tempat
yang tersenbunyi maka Dia akan mengabulkannya dan juga dalam doa jangan
bertele-tele seperti orang yang tak pernah mengenal Allah. Doa yang
diajarkan Yesus dalam Injil Matius 6: 5-15 adalah doa harus dengan rendah
hati di hadapan Allah, dihadapan manusia. Sangatlah penting jika orang
menghayati doa lebih dengan hati dari pada dengan mulut, penuh
kepercayaan kepada kebaikan Bapa. Dan juga doa dikabulkan jika dilakukan
dengan iman dan menyerukan nama Yesus. Dengan demikian doa bukan
merupakan sebuah latihan belaka, tetapi yang terpenting adalah bagaimana
penghayatan dan pelaksanaan buah dari doa itu sendiri, yang terungkap dalam
hidup bersama. Menurut Thomas H. Green (1988: 28) dikatakan bahwa: "Doa
itu melibatkan budi, dan hati, yakni: pengertian, perasaan, dan kemauan
manusia". Maka dengan kesadaran yang penuh ini dapat menghantar
seseorang untuk mampu menghayati nilai-nilai dari doa itu sendiri. Proses
penanaman nilai-nilai dari doa inilah yang terus dibangun agar dari hari ke
hari pemahaman para novis akan doa itu sendiri menjadi semakin bermakna
dalam hidup panggilannya.
Melalui pertemuan ini kita berharap agar para novis mampu untuk
mengerti, memahami dan menghayati nilai doa itu sendiri, sehingga dengan
sendirinya mereka mampu menyadari betapa pentingnya doa itu dalam hidup
membiara, khususnya dalam hidup panggilannya secara pribadi agar tetap
kuat dan setia dalam menjalani hidup panggilannya.
145
C. PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH
1. Pembukaan
a. Pengantar
Para novis yang terkasih dalam Kristus, marilah kita bersyukur dan
berterima kasih kepada Tuhan atas segala rahmat yang boleh kita terima
sepanjang hari ini dalam kesatuan hati dan persaudaraan. Dalam pertemuan
ini para novis diajak untuk mampu menghayati nilai dari doa itu sendiri.
Karena doa merupakan dasar dalam hidup panggilan kita masing-masing, dan
melalui doa inilah kita semakin dimurnikan bersama Allah. Oleh kerena itu
nilai hidup doa terus-menerus memaknai hidup seseorang.
b. Lagu Pembukaan: Puji Syukur no. 335 “Datanglah Ya Tuhan”
c. Doa Pembukaan
Allah yang Maha kasih trima kasih atas cinta-Mu yang begitu besar
yang mengalir dalam hidup kami tanpa batas. Engkau adalah teladan doa
dalam hidup kami. Ajarakanlah kami mengembangkan dan memaknai
hidup doa yang menjadi dasar dalam hidup panggilan kami. Bantulah agar
dalam pertemuan ini menjadi saat yang penting bagi kami untuk mengerti,
menghayati dan melaksanakan buah-buah dari nilai doa itu sendiri dalam
kehidupan kami sehari-hari. Kami mohon hadirlah bersama kami dalam
pertemuan ini agar semuanya dapat berjalan dengan baik. Semuanya kami
mohon dengan perantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
2. Langkah I : Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta.
146
a. Membagikan sebuah teks cerita santo-santa “Keutamaan Pemimpin Bt.
Maria Adeodata Pisani” yang diambil dari majalah hidup 20 Januari 2008
halaman 19. (terlampir)
b. Penceritaan kembali inti cerita: pendamping memberikan kesempatan
kepada salah seorang novis menceritakan kembali mengenai cerita yang
dia pahami, setelah membaca dan merenungkan teks cerrita tersebut.
c. Intisari dari teks cerita santo-santa “Keutamaan Pemimpin Bt. Maria
Adeodata Pisani”
Cerita ini menggambarkan bagaimana seorang beata yang saleh
yang tetap bertahan dalam keteguhannya dalam mencintai Yesus yang
menjadi tujuan hidup yang dia pilih. Banyak tantangan yang dia hadapi
tetapi berkat kekuatan doanya yang saleh dia mampu menghadapi
semuanya dengan setia. Berkat penghayatan akan nilai dari doa inilah
yang memampukan dia kuat dalam menjalankan hidupnya hingga menjadi
orang kudus.
d. Pengungkapan pengalaman: pendamping mengajak peserta untuk
mendalami teks cerita, dengan beberapa pertanyaan di bawah ini:
1) Dari teks tersebut kekuatan apa yang dapat membantu Bt.
Adeodata Pisani, dalam menghadapi segala tantangan yang dia
hadapi.
2) Ceritakan pengalaman anda mengenai makna hidup doa dalam
hidup anda baik dalam suka maupun dalam duka.
e. Rangkuman
147
Hidup doa membutuhkan latihan dan proses yang panjang bagi
seseorang. Melalui proses yang panjang dalam memaknai hidup doa
inilah orang dapat menemukan nilai dari penghayatan hidup doa tersebut.
Seperti yang kita lihat dalam cerita tadi bagaimana Bt. Adeodata Pisani,
menjalankan hidupnya dengan penuh tantangan tetapi beliau semakin
mencintai Kristus dengan mempersembahkan seluruh hidupnya kepada
Sang mempelai hatinya.
Dengan demikian para novis dalam tahap pembinaan ini mereka
sungguh-sungguh dibimbing untuk dapat memahami dan menghayati
nilai-nilai dari hidup doa tersebut. Melalui pengalaman doa inilah mereka
mampu menyadari bahwa hidup doa menjadi dasar dalam hidup panggilan
mereka, sehingga mereka dapat menyerahkan hidup panggilan mereka ke
dalam tangan Tuhan.
3. Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta
a. Pendamping mengajak peserta untuk merefleksikan sharing pengalaman
terhadap teks cerita yang telah dilakukan oleh peserta pada langkah
sebelumnya dengan dibantu pertanyaan berikut.
1) Dengan cara apa saja teman-teman novis memperdalam
pemahaman dan penghayatan nilai hidup doa dalam hidup sehari-
hari.
b. Dari jawaban yang diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan
rangkuman singkat.
c. Rangkuman:
Penghayatan nilai hidup doa merupakan proses setiap orang dalam
mengembangkan hidup doanya. Karena yang menjadi dasar dalam hidup
148
panggilan adalah penghayatan dan pelaksanaan nilai doa tersebut.
Dengan demikian nilai doa yang dihayati tersebut menjadi persembbahan
hidup seseorang kepada Sang Mempelai yang telah kita pilih menjadi
pusat hidup kita.
Dalam tahap pembinaan para novis sangat diharapkan untuk terus-
menerus membangun hidup doa, agar semua yang menjadi pergulatan
dalam tahap pembinaan merupakan suatu persembahan yang terus
memaknai hidup panggilannya. Nilai dari penghayatan hidup doa inilah
yang mendewasakan mereka dalam hidup panggilan dalam mengikuti
Kristus, sehingga dapat menghantar mereka menemukan bahwa Yesus
sebagai pusat dan tujuan dalam hidup panggilan yang telah mereka pilih.
4. Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani.
a. Pendamping meminta bantuan salah seorang dari peserta untuk
membacakan sebuah perikop, langsung dari Kitab Suci, Matius 6: 5-15.
(sebelumnya pendamping membagikan teks Kitab Sucinya kepada
peserta)
b. Pendamping memberikan waktu kepada peserta untuk hening sejenak
sambil secara pribadi merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab
Suci dengan dibantu beberapa pertanyaan ssebagai berikut:
1) Ayat manakah yang menunjukan bagaimana cara berdoa yang
baik?
2) Ayat-ayat mana yang menunjukan sikap dan ciri khas doa
yang baik?.
149
3) Dari ayat ini apa yang kita ambil untuk kita terapkan dalam
kehidupan kita sehari-hari mengenai penghayatan nilai doa
yang baik ?
c. Pendamping memberikan kesempatan kepada peserta untuk
merenungkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
sehingga peserta dapat menemukan pesan itu dari perikop tersebut.
d. Pendamping memberikan tafsir dari perikop, yaitu Injil Matius 6: 5-15,
dan menghubungkannya dengan tanggapan peserta dan dalam
hubungannya dengan tema dan tujuan.
Dalam Injil Matius 6: 5-15 menceritakan mengenai bagaimana cara
berdoa yang baik. Dikatakan dalam ayat 5 adalah janganlah berdoa seperti
orang munafik. Dalam hal ini Yesus mengkritik orang-orang yang
menganggap diri saleh yang suka mencari pujian, khususnya bagi orang
Farisi. Tetapi dalam ayat 6-7 dikatakan jika berdoa masuklah ke dalam
kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah Berdoalah kepada Bapa-Mu di
tempat yang tersenbunyi maka Dia akan mengabulkannya dan juga dalam
doa jangan bertele-tele seperti orang yang tak pernah mengenal Allah.
Doa yang diajarkan Yesus dalam Injil Matius 6: 5-15 adalah doa harus
dengan rendah hati di hadapan Allah, dihadapan manusia. Sangatlah
penting jika orang menghayati doa lebih dengan hati dari pada dengan
mulut, penuh kepercayaan kepada kebaikan Bapa. Dan juga doa
dikabulkan jika dilakukan dengan iman dan menyerukan nama Yesus.
Dengan demikian doa bukan merupakan sebuah latihan belaka, tetapi
yang terpenting adalah bagaimana penghayatan dan pelaksanaan buah
dari doa itu sendiri, yang terungkap dalam hidup bersama. Dalam Injil
Matius ayat 6-7, Yesus menegaskan juga bagaimana cara berdoa dan
sikap serta cirri khas dari doa itu sendiri. Orang berdoa tidak harus dengan
kata-kata yang panjang atau bertele-tele. Tetapi dalam hal ini Yesus
menghendaki keterbukaan hati agar dapat berkomunikasi dengan Dia
150
secara lebih dekat dan akrab. Karena dalam doa merupakan kesatuan hati
yang penuh cinta dengan Dia sendiri. Dengan demikian nilai doa ini
mampu membantu kita bagaimana cara berdoa dengan baik yang sesuai
dengan ajaran Yesus sendiri.
Melalui kesatuan inilah membawa seseorang menemukan
kematangan dalam hidup rohaninya. Dengan demikian nilai doa ini
mampu membantu bagaimana cara berdoa dengan baik yang sesuai
dengan ajaran Yesus sendiri. Maka dengan kesadaran yang penuh ini
dapat menghantar seseorang untuk mampu menghayati dan melaksanakan
nilai-nilai dari doa itu sendiri.
5. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Peserta
Konkrit
a. Pengantar
Melalui proses yang telah lewat tadi kita sudh mengetahui pesan
pokok teks cerita santo-santa “Keutamaan Pemimpin Bt. Maria Adeodata
Pisani”. Bahwa dia dengan keteguhannya di dalam berdoa mampu
memaknai hidup dan perjuangan hingga dapat menjadi orang kudus.
Penghayatan niali dari hidup doa yang kuat menghantar dia untuk mampu
menghadapi rintangan hidupnya dengan setia. Dengan doa yang
sederhana mampu membawa dia kedalam relasi yang akrab dengan
Tuhan. Kesederhanaan keterbukaan hatinya di dalam hidup doanya
menghantar dia pada penyerahan penuh kepada kehendak Allah yang
menuntun dia untuk sampai kepada Kristus dan berani menyeerahkan
hidupnya secara total kepada Kristus. Dalam perikop Injil Matius 6: 5-15,
juga mengatakan bahwa doa yang sederhana menghantar kita untuk
bertemu dengan Bapa dan Dia akan mengabulkan segala permohonan
kita. Karena dalam kesederhanaan itulah orang mengandalkan Allah satu-
satu-Nya sebagai pelindung dan harapan hidupnya.
151
b. Untuk menanggapi makna dari nilai doa ini sendiri, kita akan diajak
untuk merefleksikan pertanyaan mengenai nilai dari penghayatan hidup
doa itu sendiri.
1) Sikap mana saja yang dibutuhkan dalam meningkatkan
penghayatan nilai dari hidup doa tersebut?
2) Bagaimana caranya kita menyatukan nilai-nilai hidup doa
tersebut dalam pelaksanaan di dalam hidup kkita sehari-hari.
3) Apakah nilai dari hidup doa tersebut dapat membantu
perkembangan iman dan kematangan hidup rohani dalam hidup
panggilan?
c. Rangkuman
Dalam doa menuntut kita pada suatu sikap hati yang penuh dengan
kesederhanaan dan dalam penyerahan penuh kepada kehendak Bapa
sendiri. Seperti yang Yesus ajarkan kepada kita, bagaimana Diapun
menyapanya dengan sebutan “Bapa di sorga”. Sebutan Bapa inilah
merupakan ungkapan yang penuh kepercayaan seorang anak kepada
bapanya. Bapa kami artinya sikap seorang kristen sejati terungkkap dalam
permohonan yang menuntut suatu penyerahan yang penuh dalam
kehendak-Nya. Dikuduskanlah nama-Mu artinya dalam diri kita mampu
memuliakan nama-Nya, yang selalu menyertai perjalanan hidup ini.
Dalam perjalanan yang penuh rintangan ini membawa kita untuk mampu
mengandalkan Dia dalam hidup ssehari-hari.
Dalam bacaan ini Yesus banyak mengajarkan kepada kita
mengenai cara berdoa dan penghayatan nilai doa itu sendiri. Dalam hal ini
maka perlulah bagi para novis mencontohi teladan dan ajaran Yesus
sendiri dalam hal berdoa. Agar dalam tahap pembinaan ini ditanamkan
suatu cara berdoa yang baik dan penuh penghayatan dan mampu
menghantar mereka untuk dapat berelasi dalam kesatuan hati yang penuh
kepada Bapa yang membantu mereka dalam perjalanan hidup doa mereka
dalam panggilan hidup yang mereka jalani sekarang ini. Kamatangan
152
hidup doa mereka tergantung bagaimana cara mereka mengembangkan
dan menghayati nilai doa itu sendiri dan mampu melaksanakan buah dari
nilai hidup doa itu sendiri dalam hidup bersama. Dengan demikian doa
menjadi nyata melalui perkataan dan perbuatan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari doa merupakan dasar bagi
perkembangan dan kematangan iman seseorang. Semakin kita
menghayati doa itu sendiri secara benar kita mampu menjadi pribadi
yang hidup dalam penyerahan penuh kepada kehendak Allah dalam
mencontohi teladan agung kita yaitu Kristus sendiri. Kristus yang
menjadi pusat doa kita sehingga dalam Dia dan bersama Dia menuju
kekudusan dalam kemuliaan kasih Allah sendiri yang terus membimbing
dan menjaga kita dengan setia. Dengan kekuatan doa inilah menghantar
para novis untuk semakin memaknai nilai hidup doa itu sendiri dalam
kesatuan hati Allah dala memperjuangkan hidup panggilan yang mereka
jalani. Dengan kekuatan doa ini sendiri mampu memberikan kekuatan
dalam menjalani hidup yang penuh dengan tantangan sekarang ini.
Dengan doa memampukan mereka untuk tetap setia dalam tuntunan kasih
Allah.
6. Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit
a. Pengantar
Para novis yang terkasih dalam Kristus, melalui sharing
pengalaman dalam menggali penghayatan doa kita selama ini dengan
bantuan cerita “Keutamaan Pemimpin Bt. Maria Adeodata Pisani”
mengajak kita untuk mencontohi teladan dia bagaimana kekuatan doa
menjadikan dia kuat dalam mengahadapi rintangan dalam hidupnya.
Dengan demikian dalam menghayati hidup kita sebagai seorang religius
pengikut Kristus sendiri, untuk dapat meningkatkan semangat doa dan
melaksanakan nilai dari doa itu sendiri dalam hidup bersama setiap hari.
Dalam hal ini para novis dibimbing untuk mampu menjadikan doa
153
bagian hidup mereka yang sangat penting dan dasar dalam mengikuti
Kristus, sehingga mampu mempersembahkan hidupnya secara total
dalam kehendak Allah yang kudus.
b. Secara bersama-sama memikirkan niat-niat, sebagai pengikut Kristus
dan memberi teladan yang baik sebagai seorang calon suster dalam
menghayati hidup doa dan melaksanakan buah dari nilai hidup doa
tersebut.
1). Niat apa yang dilakukan dalam meningkatkan penghayatan nilai
hidup doa tersebut?
2). Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan niat-niat
tersebut terutama dalam meningkatkan panghayatan nilai hidup doa?
7. Penutup
a. Setelah selesai mengungkapkan niat-niat, pendamping mengajak
peserta untuk duduk melingkar dan bergandengan tangan untuk saling
mendoakan sebagai teman seperjalanan dalam mengikuti Kristus.
Kristus yang menjadi pusat hidup doa dan panggilan kita. Dialah yang
menjadi teladan hidup doa kita dan setia membimbing kita dalam
menghayati nilai dari hidup doa yang kita jalani selama ini.
b. Pendamping memberikan kesempatan kepada peserta untuk
merenungkan sejenak.
c. Setelah itu pendamping memberikan kesempatan kepada peserta untuk
mengungkapkan doa secara spontan. Setelah itu pendamping menutup
dengan doa penutup.
d. Doa Penutup
Yesus sumber kasih Engkaulah teladan hidup doa kami. Terima
kasih Engkau mengajarkan kami banyak hal mengenai bagaimana
caranya berdoa. Melalui teladan-Mu inilah kami dapat menghayati dan
154
melaksanakan nilai dari penghayatan hidup doa kami sehari-hari. Kami
mohon berkat-Mu agar Engkau senantiasa setia membimbing kami
dalam menjalankan hidup panggilan kami. Berkatilah hati kami agar
kami terus terbuka dan sederhana dalam menyapa-Mu melalui doa
kami sehari-hari. Bantulah kami agar buah dari hidup doa kami ini
menjadikan kami terus-menerus berkembang dalam kematangan iman
kami kepada-Mu dalam mengikuti panggilan suci ini dengan
menyerahkan seluruh hidp kami dalam kasih-Mu sendiri. Semuanya
ini kami haturkan dalam kemulian nama-Mu kini dan sepanjang masa.
Amin.
e. Setelah doa penutup, pertemuan di tutup dengan lagu dari Puji Syukur
no. 650, “Siapa yang Berpegang”.
155
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penanaman nilai merupakan hal yang sangat penting dan dasar dalam
pembinaan hidup panggilan para novis. Karena dengan penanaman nilai yang
baik, dapat menjadi penggerak utama dalam hidup dan memberi kepastian arah
untuk bertindak. Melalui penanaman nilai yang baik inilah mampu menghantar
para novis untuk bertumbuh dan berkembang secara dewasa baik dari segi rohani
maupun manusiawi.
Sehingga dengan memahami nilai yang baik, para novis dapat memaknai
hidup panggilan mereka dan dapat menghantar para novis membatinkan serta
melaksanakan nilai-nilai spiritualitas tersebut secara dewasa. Maka proses inilah
yang menghantar mereka untuk bertumbuh dan berkembang dalam hidup
panggilan yang mereka jalani baik dari segi rohani maupun manusiawi. Dalam hal
penanaman nilai bagi pertumbuhan dan perkembangan panggilan para novis,
sangat diharapkan agar para novis semakin terbuka pada bimbingan Roh Kudus,
agar segala proses ini diserahkan seluruhnya dalam tangan kasih Tuhan yang
selalu mengarahkan dan membimbing hidup panggilan para novis.
Penanaman nilai spiritualitas merupakan hal yang sangat penting dan dasar dalam
setiap kongregasi. Demi pertumbuhan dan perkembangan hidup panggilan setiap
novis calon Suster FdCC, mereka pun sangat diharapkan agar dengan sungguh-
sungguh untuk dapat mengerti, memahami, menghayati/membatinkan
156
nilai-nilai yang telah mereka pelajari dan refleksikan, agar pertumbuhan dan
perkembangan pribadfi mereka yang semakin dewasa dalam menanggapi rahmat
Allah yang telah mereka terima dengan hati yang bebas dan suka cita. Dengan
semangat kegembiraan inilah membantu mereka untuk secara bebas dalam
mengekspresikan hidup panggilan mereka. Spiritualitas menjadi penggerak dalam
menghidupi dan menyemangati setiap para calon dalam tahap pembinaan
khususnya bagi para novis yang menjadi penerus Kongregasi Suster FdCC, di
mana dalam hidup panggilan yang dia pilih dan dia pelajari serta dihayati melalui
hidup doa, hidup kaul, hidup komunitas dan hidup karya. Semuanya ini manjadi
salah satu penanaman nilai yang merupakan salah satu proses, yang dapat
memaknai hidup panggilan setiap novis. Melalui penanaman nilai spiritualitas ini
juga merupakan proses pembentukan untuk menjadi akar dan sayap dalam
menghadapi perkembangan zaman yang terus maju dan berubah.
Oleh karena itu, pananaman dan penghayatan nilai spiritualitas ini, menjadi
dasar pembinaan bagi Kongregasi Suster FdCC, khususnya dalam tahap
pembinaan novisiat, agar nilai tersebut menjadi salah satu proses bagi para novis
dalam tujuan hidup panggilannya. Dalam tahap ini para novis dihantar oleh
pendamping untuk dapat mengerti, memahami, menghayati dan melaksanakan
nilai-nilai tersebut dengan sepenuh hati, agar dapat membantu proses
pembentukan dan perkembangan nilai tersebut bagi diri mereka, sebagai teladan
dan penerus Kongregasi Suster FdCC.
Dengan bantuan katekase model SCP, dapat membantu pengolahan nilai
bagi para novis, agar mereka dilatih untuk lebih merefleksikan nilai-nilai ini dan
157
disatukan dengan penghayatan iman mereka sehingga novis dapat bersatu dalam
visi dan tradisi kristiani yang jelas, dan dari kesadaran ini membimbing mereka
pada perubahan yang baru akan nilai-nilai yang dikonfrontasikan dalam nilai
spiritualitas kongregasi yang dijalankan secara konkret melalui pengalaman hidup
yang mereka alami setiap hari menjadi pengalaman iman. Dengan demikian
penanaman nilai-nilai spiritualitas ini menjadi lebih hidup dan relevan di zaman
ini dan sesuai dengan perkembangan zaman yang ada. Dengan demikian
penanaman nilai spiritualitas ini merupakan sebagai salah satu proses yang dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangan para novis bagi hidup panggilan yang
semakin dewasa baik dari segi rohani maupun manusiawi. Proses penanaman
inilah para novis dibantu untuk semakin memurnikan motivasi hidup panggilan
mereka yang sesuai dengan semangat Kongregasi Suster FdCC.
B. Saran
Untuk mengakiri skripsi ini, penulis menyampaikan beberapa saran bagi
para Suster FdCC dan para calon Suster FdCC khususnya dalam tahap novisiat,
dalam penanaman nilai-nilai spiritualitas St. Magdalena dalam Kongregasi FdCC,
sebagai proses pertumbuhan dan perkembangan para novis dalam hidup panggilan
yang telah mereka pilih. Apa yang disajikan dalam skripsi ini lebih merupakan
suatu sumbangan pemikiran penulis berdasarkan studi pustaka dan pengalaman
pribadi penulis sendiri sebagai anggota Suster FdCC, di mana akhir-akhir kadang
melihat semakin melemahnya dan kabur panghayatan nilai spiritualitas kongregasi
yang sederhana dan sudah menjadi tradisi. Nilai ini dihayati sebagai formalitas
158
belaka, sehingga tidak menjadi suatu warisan kekayaan yang harus dijadikan
sebagai proses dalam pertumbuhan dan perkembangan hidup panggilan sebagai
seorang Suster FdCC.
Bertolak dari kenyataan tersebut maka penulis mengajukan beberapa saran
ditujukan kepada para Suster, para Formator dan kepada para calon Suster FdCC:
1. Para Suster sangat diharapkan untuk menjadi panutan dan mampu
memberi kesaksian yang baik bagi para calon khususnya bagi para
novis, dalam menghidupi dan menjalani nilai spiritualitas yang sudah
menjadi tradisi Kongregasi Suster FdCC.
2. Meningkatkan penghayatan nilai spiritualitas dan mampu
mengaktualisasikan nilai tersebut dengan sepenuh hati dalam hidup
bersama.
3. Para team formator Kongregasi Suster FdCC mampu memberi arahan
dan bimbingan yang jelas bagi para novis, agar mereka dapat mengerti,
menghayati dan melaksanakan nilai tersebut dengan sepenuh hati.
4. Membuat program di novisiat demi mendukung usaha penanaman nilai
di tahap pembinaan novisiat.
159
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Lorens. (1996). Kamus Filsafat. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Chapter Resolutions XV General Chapter. (2008). For The Sake of Christ with Magdalene The life of Consecration: The Vows today. Darminta, J. (1993). Tumbuh Dalam Roh. Yogyakarta: Kanisius. _________. (1995). Hidup Religius Hidup Gerekan Roh. Yogyakarta: Kanisius. _________. (1997). Yesus Mendidik Para Murid. Yogyakarta: Kanisius. _________. (2003). Mencitrakan Hidup Religius. Yogyakarta: Kanisius. _________. (2004). Menghayati Kaul Kemurnian Dalam Kemanusiaan.
Yogyakarta: Kanisius. _________. (2005). Manusia Rohani Dalam Yesus. Yogyakarta: Kanisius. _________. (2006, a). Praksis Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Kanisius. _________. (2006, b). Pendidikan Iman dan Nilai Bagi Generasi Muda.
Yogyakarta: Kanisius. _________. (2006, c). Penegasan Panggilan. Yogyakarta: Kanisius. Green, Thomas H. (1988). Bimbingan Doa. Yogyakarta: Kanisius Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis : Suatu Model Berkatekese.
(F.X. Heryatno Wono Wulung, penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat (Buku asli diterbitkan 1991).
Habeahan Salman. (2007). Butir–Butir Pendidikan Nilai Memasuki Abad 21. Krista Mitra Pustaka. Bekasi.
Kitab Hukum Kanonik. (1991). Sekretariat KWI & Obor. Konstitusi Canossian beserta Diretorium. (1828). Roma Konsili Vatikan II. (1992). Perfectae Caritatis. Dekrit tentang Pembaharuan dan
penyesuaian Hidup Religius. Dokumen Konsili Vatikan II. R. Hardawiryana, (penerjemah). Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI & Obor.
_______________. (1993). Lumen Gentium. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II. R. Hardawiryana, (penerjemah). Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI & Obor. Mardi Prasetyo. (1992). Psikologi Hidup Rohani II. Yogyakarta: Kanisius. ____________. (1993). Psikologi Hidup Rohani I. Yogyakarta: Kanisius. ____________.(2001). Tugas Pembinaan demi Mutu Hidup Bakti I. Yogyakarta:
Kanisius. ____________. (2001). Tugas Pembinaan demi Mutu Hidup Bakti II. Yogyakarta:
Kanisius. Mangunhardjana, A. (1986). Pembinaan Arti dan Metodenya. Yogyakarta:
Kanisius. Martini Carlo M.. (1991). Perjalanan Rohani Kedua Belas Murid. Yogyakarta:
Kanisius. Modesto Giacon. (1974). Magdalena Di Kanossa. Marcel Beding (penerjemah).
Jakarta: Bintaro. Nouwen & Jean Vanier. (1998). Komunitas Alternatif : Hidup Bersama
Menebarkan Kasih (Mgr. I. Suharyo, editor). Yogyakarta: Kanisius.
160
Panitia Spiritualitas KOPTARI. (2008). Membangun Komunitas Formatif. Yogyakarta: Kanisius.
Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-Lembaga Religius. (1992). Dokumen untuk lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI. Pollonara Elda. (1988). Memoir tentang St. Magdalena dari Canossa. Marsel
Beding (penerjemah). Roma. Rencana Formasi Putri-Putri Cinta Kasih Canossa. (2006). (Fabian Thomas,
penerjemah). Jakarta: Bintaro. Sebastianus. (2001). Paper dalam rangka retret tahunan para Suster Canossian.
Yogyakarta. Salatiga: Gedono. Seri PUSKAT 222. (1975). Katekese Pembimbingan Novisiat. Yogyakarta:
Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. Suparno, P. (2007). Saat Jubah Bikin Gerah I. Yogyakarta: Kanisius. Suster-suster Gedono. Apakah Kekudusan Itu?. Pertapaan Bunda Pemersatu
Gedono, Tromolpos Salatiga. The Canossian Charism. (2002). Roma. The Rules Of The Congregation Of The Daughters Of Charity. (1981). Roma. Yohanes Paulus II. (1996). Vita Consecrata (Hidup Bakti). R. Hardawiryana,
(penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1996).