penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaimana budiarjo
DESCRIPTION
Abstrak: Seiring dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007, pemerintah daerah melakukan penataan organisasi perangkat daerahnya. Selain secara normatif mendasarkan diri pada berbagai peraturan perundangan, penataan organisasi pemerintah juga memperhatikan kondisi dan kebutuhan daerah. Namun demikian dalam proses penataan ternyata terdapat berbagai faktor lain yang turut berperan dalam menentukan jumlah/besaran dan komposisi organisasi perangkat daerah seperti faktor politik, dan interes birokrasi baik dari pusat maupun daerah. Studi ini berusaha menggambarkan proses penataan organisasi perangkat daerah di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana, baik dari sisi normatif maupun dinamika politik yang berkembang. Dari studi dapat diketahui adanya dinamika yang tinggi yang diwarnai dengan tarik menarik kepentingan dari para aktor yang ada. Selain itu terlihat pula kuatnya peran faktor politik, terutama kepala daerah sangat menentukan besaran organisasi perangkat daerah, sehingga aturan-aturan normatif terpaksa diabaikan.TRANSCRIPT
Penataan Organisasi Perangkat Daerah: Studi Penataan Organisasi Berdasar PP No. 41 tahun 2007 di Kabupaten Muara Enim dan
Kabupaten Kaimana
Oleh : Budiarjo, S.Sos., MA.1
Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara
Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak:
Seiring dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007, pemerintah daerah melakukan penataan organisasi perangkat daerahnya. Selain secara normatif mendasarkan diri pada berbagai peraturan perundangan, penataan organisasi pemerintah juga memperhatikan kondisi dan kebutuhan daerah. Namun demikian dalam proses penataan ternyata terdapat berbagai faktor lain yang turut berperan dalam menentukan jumlah/besaran dan komposisi organisasi perangkat daerah seperti faktor politik, dan interes birokrasi baik dari pusat maupun daerah. Studi ini berusaha menggambarkan proses penataan organisasi perangkat daerah di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana, baik dari sisi normatif maupun dinamika politik yang berkembang. Dari studi dapat diketahui adanya dinamika yang tinggi yang diwarnai dengan tarik menarik kepentingan dari para aktor yang ada. Selain itu terlihat pula kuatnya peran faktor politik, terutama kepala daerah sangat menentukan besaran organisasi perangkat daerah, sehingga aturan-aturan normatif terpaksa diabaikan.
Kata kunci: penataan organisasi, PP No.41 tahun 2007, Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana
A. Pendahuluan
Pemerintah, pada tanggal 23 Juli 2007, telah menerbitkan sebuah Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD). PP ini terbit sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 128 ayat (1), yang sekaligus menjadi pengganti bagi PP sebelumnya yang mengatur OPD yaitu PP No. 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Daerah.Penerbitan PP No. 41 thun 2007 didahului dengan terbitnya PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dua aturan ini menjadi
1 Peneliti pada Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan, LAN RI. email: [email protected],
2
dasar dalam penataan organisasi perangkat daerah yang selanjutnya sebagai operasionalisasi dari kedua PP tersebut, Menteri Dalam Negeri juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
Seperti halnya di PP No. 8 tahun 2003, pada PP No. 41 tahun 2007 jumlah organisasi perangkat daerah dibatasi. Namun demikian ada yang membedakan dari pengaturan kedua PP tersebut dalam pembatasanjumlah OPD ini yaitu kriteria penetapan jumlah organisasi perangkat daerah. Jika PP No. 8 tahun 2003 menetapkan kriteria yang lebih detail meliputi faktor umum (terdiri dari luas wilayah, jumlah penduduk, rasio belanja pegawai dengan APBD, karakteristik pertumbuhan dan pengembangan daerah, serta jumlah kecamatan dan desa yang terdapat pada Kabupaten/Kota) dan faktor khusus yang terdiri dari bidang-bidang seperti Pertanian, Kelautan dan Perikanan, dan lainnya, maka pada PP 41 tahun 2007 skoringnya hanya mencakup faktor umum saja yang meliputi jumlah APBD, luas wilayah dan jumlah penduduk. Skoring yang diperoleh suatu daerah akan menentukan jumlah maksimal OPDnya.
Selain pembatasan jumlah OPD, PP No. 41 tahun 2007 juga mengatur beberapa hal lainya seperti eselonisasi pejabat struktural, susunan organisasi, dan perumpunan kewenangan. Pada perumpunan kewenangan misalnya, telah ditentukan kewenangan-kewenangan yang bisa diwadahi dalam bentuk Badan, Kantor dan Dinas. Perumpunan ini juga mengatur penggabungan kewenangan-kewenangan yang bisa diwadahi dalam satu OPD. Selain itu, PP No. 41 tahun 2007 juga mengatur bahwa penetapan OPD harus memperhatikan karakteristik, kebutuhan dan kemampuan daerah. Dengan demikian skoring yang diperoleh bukanlah penentu utama jumlah/besaran OPD dimana jumlahnya tidak harus selalu dimaksimalkan, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah.
Seiring dengan terbitnya aturan-aturan tersebut di atas, dalam waktu satu tahun setelah terbitnya P No. 41 tahn 2007, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota harus melaksanakan penataan organisasi perangkat daerahnya sesuai dengan pengaturan-pengatuan dalam PP tersebut. Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana merupakan contoh dari daerah yang telah melaksanakan penataan OPD nyaberdasar PP No. 41 tahun 2007. Kabupaten Muara Enim yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan telah melakukan penataan pada akhir tahun 2008, dan Kabupaten Kaimana, sebuah kabupaten baru di Provinsi Papua Barat, baru menyelesaikan penataan OPD pada pertengahan tahun 2009.
Dengan berdasarkanPP No. 41 tahun 2007 serta memperhatikan karakteristik, potensi dan kemampuan daerah, hasil penataan OPD di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
3
Tabel 1
Sandingan Hasil Penataan OPD berdasar PP No. 41 tahun 2007 di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana
OPD Kabupaten Muara Enim OPD Kabupaten Kaimana
Dinas :
1. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ;
2. Dinas Kesehatan ;
3. Dinas Pendidikan;
4. Dinas Sosial ;
5. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi ;
6. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura ;
7. Dinas Peternakan dan Perikanan;
8. Dinas Perkebunan ;
9. Dinas Kehutanan ;
10. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
11. Dinas Pertambangan dan Energi ;
12. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pengairan ;
13. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang ;
14. Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata,;
15. Dinas Perhubungan ;
16. Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah ;
17. Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Lembaga Teknis Daerah:
1. Inspektorat Kabupaten;
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
3. Badan Kepegawaian Daerah;
4. Badan Lingkungan Hidup;
5. Badan Keluarga Berencana (KB)
Dinas :
1. Dinas Pendidikan;
2. Dinas Kesehatan;
3. Dinas Pekerjaan Umum;
4. Dinas Pertanian, Peternakan, dan Ketahanan Pangan;
5. Dinas Kehutanan dan Perkebunan;
6. Dinas Kelautan dan Perikanan;
7. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah;
8. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM dan Penanaman Modal;
9. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja.
Lembaga Teknis Daerah :
1. Inspektorat;
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lingkungan Hidup;
3. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana;
4. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
5. Kantor Kepegawaian dan Diklat Daerah;
6. Satuan Polisi Pamong Praja;
7. Kantor Kebudayaan dan Pariwisata;
8. Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil.
9. Kantor Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
4
OPD Kabupaten Muara Enim OPD Kabupaten Kaimana
dan Pemberdayaan Perempuan;
6. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa;
7. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
8. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
9. Satuan Polisi Pamong Praja
10. Kantor Ketahanan Pangan;
11. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi;
12. Kantor Penanaman Modal;
13. Kantor Komunikasi dan Informatika ;
14. RSUD Dr. H. M. Rabain;
15. RSUD Talang Ubi;
16. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu.
Sumber: Perda pembentukan OPD Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil penataan OPD di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana sangat berbeda baik dari sisi besaran organisasi maupun jenisnya. Di Kabupaten Muara Enim terdapat 17 Dinas dan 16 Lembaga Teknis Daerah (LTD)2sedangkan di Kabupaten Kaimana 9 Dinas dan 9 LTD. Dari kondisi ini, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penataan OPD di di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana?
2. Faktor-faktor apa saja dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penataan OPD di di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana?
Dengan rumusan permasalahan tersebut, studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penataan OPD, serta faktor-faktor apa saja dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penataan OPD di di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana sehingga melahirkan besaran
2Walaupun dalam pengaturan PP No. 41 tahun 2007 beberapa organisasi seperti Inspektorat, Bappeda,
rumah sakit, dan organisasi pengelola keuangan tidak mempengaruhi jumlah kuota OPD, pada studi ini beberapa organisasi tersebut disatukan dengan OPD lainnya (jumlahnya mempengaruhi) untuk menunjukan adanya perbedaan hasil penataan OPD pada kedua kabupaten.
5
dan susunan OPD yang berbeda. Dengan pengetahuan ini, diharapkan lahir rekomendasi untuk perbaikan proses penataan OPD di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana pada khususnya dan daerah lain di Indonesia pada umumnya.
B. Kajian Kepustakaan
Mengacu pada pendapat Shafritz&Russel (1996),menurutnya pembentukan organisasi pemerintahan di semua negara selalu didasarkan pada hukum yang berlaku. Dengan demikian,dalam penataan organisasi pemerintah, proses penataan yang dilakukan akan selalu terkait dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain landasan hukum, penataan organisasi juga harus dilandasi kaidah-kaidah penyusunan organisasi yang lazim di gunakan. Rainey (dalam Larry B. Hill, 1992) mengungkapkan bahwa penataan organisasi pemerintah akan tetap mengacu pada teori-teori yang ia sebut sebagai teori organisasi generik, yaitu teori organisasi yang banyak dikembangkan dan dianggap dapat berlaku pada setiap jenis dan bentuk organisasi yang ada termasuk organisasi pemerintah.
Dengan demikian analisis dalam kajian ini menggunakan tinjauan peraturan perundangan yang terkait dan atau mengatur penyusunan organisasi perangkat daerah dan beberapa konsep dalam pengorganisasian.
1. Tinjauan peraturan perundangan
Dalam rangka penyusunan perangkat daerah, saat ini terdapat beberapa peraturan perundangan yang terkait dan atau mengatur penyusunan perangkat daerah. Peraturan perundangan tersebut antara lain:
a. UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (pengganti UU 22 th 1999)
b. PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
c. PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
d. PermendagriNo. 57 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
e. PP No. 32 tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja
f. Keputusan Presiden (Kepres)No. 159 tahun 2000 tentang Badan Kepegawaian Daerah
g. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Walaupun terdapat beberapa peraturan, dalam studi ini penjabaran singkat akan dilakukanhanya pada PP No. 41 tahun 2007 dan dua peraturan yang terkait erat dengan PP tersebut, yaitu UU 32 tahun 2004 dan PP No. 38 tahun 2007.
6
a. UU No. 32 tahun 2004
Pengaturan UU No. 32 tahun 2004 yang terkait erat dengan penataan OPD adalah pada bagian pembagian urusan pemerintah pusat, provinsi serta kabupaten dan kota. Dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, menurut UU ini, pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang 32 tahun 2003 ditentukan menjadi urusan Pemerintah yang meliputi : politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Dalam UU ini diatur pula bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Pengaturan lebih lanjut mengenai kewenangan/urusan pemerintahan dalam UU ini dijabarkan oleh PP No. 38 tahun 2007, sedangkan pengaturan OPD dijabarkan oleh PP No. 41 tahun 2007.
Pengaturan lain adalah terkait susunan organisasi serta tugas dan fungsi perangkat daerah. Pada UU ini telah diatur susunan OPD baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota beserta pengaturan lainnya yang sifatnya masih umm. Pengaturan lebih detail mengenai penataan OPD dijabarkan lebih lanjut pada PP No. 41 tahun 2007.
b. PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
PP No. 38 tahun 2007 membagi urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama sedangkan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan adalah semua urusan pemerintahan yang terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan.
Lebih lanjut menurut PP ini, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar yang meliputi :
7
1) pendidikan;
2) kesehatan;
3) lingkungan hidup;
4) pekerjaan umum;
5) penataan ruang;
6) perencanaan pembangunan;
7) perumahan;
8) kepemudaan dan olahraga;
9) penanaman modal;
10) koperasi dan usaha kecil dan menengah;
11) kependudukan dan catatan sipil;
12) ketenagakerjaan;
13) ketahanan pangan;
14) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
15) keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
16) perhubungan;
17) komunikasi dan informatika;
18) pertanahan;
19) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
20) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
21) pemberdayaan masyarakat dan desa;
22) sosial;
23) kebudayaan;
24) statistik;
25) kearsipan; dan
26) perpustakaan.
Adapun urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan, meliputi:
1) kelautan dan perikanan;
2) pertanian;
3) kehutanan;
8
4) energi dan sumber daya mineral;
5) pariwisata;
6) industri;
7) perdagangan; dan
8) ketransmigrasian.
Pelaksanaan kewenangan wajib dan pilihan sebagaimana diatur dalam PP No. 38 tahun 2007 dilaksanakan oleh OPD yang penataannya diatur oleh PP No. 41 tahun 2007.
c. PP 41 tahun 2007
Seperti telah disampaikan, pada PP No. 41 tahun 2007 jumlah organisasi perangkat daerah dibatasi berdasar skor yang diperoleh suatu daerah pada faktor umum yang meliputi jumlah APBD, luas wilayah dan jumlah penduduk. Skor pada faktor umum ini oleh PP ini dibedakan antara provinsi di Pulau Jawa dan provinsi di luar Pulau Jawa, serta kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Madura, dan kabupaten/kota di luar Pulau Jawa dan Madura. Terkait dengan penataan OPD Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana yang keduanya berada di luar Pulau Jawa dan Madura, tabel 2 di bawah ini menunjukan penghitungan skor faktor umum yang berlaku pada kedua kabupaten tersebut.
Tabel 2
SkoringFaktor Umum Untuk Kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura
Sumber: PP No. 41 tahun 2007
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
1.
Jumlah Penduduk (Jiwa)
≤ 150.000 150.001 - 300.000 300.001 - 450.000 450.001- 600.000
> 600.000
8 16 24 32 40
2.
Luas Wilayah (KM2)
≤ 500 5001 -1.000 1.001 -1.500 1.501 - 2.000
> 2.000
7 14 21 28 35
3.
Jumlah APBD
≤ Rp 200 M Rp 200 M 1 -Rp 400 M Rp 400 M 1 -Rp 600 M Rp 600 M 1 -Rp 800 M
> Rp 800 M
5 10 15 20 25
9
Dari skoringdiatas, sesuai dengan kondisi di kedua kabupaten, kemudian dilakukan perhitungan. Hasil perhitungan ini akan menentukan besaran struktur organisasi perangkat daerah, sebagaimana terlihat pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3
Besaran Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten
No. Perangkat Daerah Jumlah Variabel
< 40 40 - 70 > 70
1 Asisten Di Sekretariat Daerah
3 3 4
2 Sekretariat DPRD 1 1 1
3 Dinas 12 15 18
4 Lembaga Teknis Daerah 8 10 12
Sumber: PP No. 41 tahun 2007
Besaran organisasi perangkat daerah hasil penghitungan berdasar tabel 3 di atas adalah jumlah maksimal yang diperbolehkan sehingga jumlah OPD tidak harus sejumlah tersebut. Terkait dengan besaran OPD, sesuai amanat PP ini, penentuan besaran organisasi juga mempertimbangkan faktor :
1) keuangan,
2) kebutuhan daerah,
3) cakupan tugas : sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis,
4) jumlah dan kepadatan penduduk,
5) potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani,
6) sarana dan prasarana penunjang tugas.
Selain itu, menurut PP ini, penyusunan organisasi perangkat daerah harus didasarkan pertimbangan adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani dan penanganan urusan tersebut tidak harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Sedangkan perangkat daerah yang dibentuk untuk melaksanakan urusan pilihan, dibentuk berdasarkan pertimbangan adanya urusan yang secara nyata ada sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.
Selain dengan skoring tersebut diatas, PP ini juga mengakomodir pembentukan perangkat daerah yang merupakan amanat peraturan perundangan lain sehingga beberapa perangkat daerah yaitu yang
10
menangani fungsi pengawasan, kepegawaian, rumah sakit, dan keuangan, mengingat tugas dan fungsinya merupakan amanat peraturan perundang-undangan, maka perangkat daerah tersebut tidak mengurangi jumlah perangkat daerah yang ditetapkan dalam PP ini.
Perumpunan Urusan Pemerintahan
Dalam hal beberapa urusan yang ditangani oleh satu perangkat daerah, PP No. 41 Tahun 2007 mengatur penggabungannya dimana disesuaikan dengan perumpunan urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah.
1) Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas terdiri dari:
bidang pendidikan, pemuda dan olahraga;
bidang kesehatan;
bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi;
bidang perhubungan, komunikasi dan informatika;
bidang kependudukan dan catatan sipil;
bidang kebudayaan dan pariwisata;
bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan, cipta karya dan tata ruang;
bidang perekonomian yang meliputi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, industri dan perdagangan;
bidang pelayanan pertanahan;
bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan;
bidang pertambangan dan energi; dan
bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset.
2) Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor, inspektorat, dan rumah sakit, terdiri dari:
bidang perencanaan pembangunan dan statistik;
bidang penelitian dan pengembangan;
bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat;
bidang lingkungan hidup;
bidang ketahanan pangan;
bidang penanaman modal;
bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi;
bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa;
11
bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana;
bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;
bidang pengawasan; dan
bidang pelayanan kesehatan.
2. Konsep Pengorganisasian
Ada beberapa konsep yang bisa diangkat terkait dengan penyusunan perangkat daerah. Beberapa diataranya akan diuraikan secara singkat sebagai berikut:
a. Identifikasi fungsi dalam organisasi
Terkait dengan pembagian dan pengelompokan tugas, menurut Mintzberg (1993;12-18) terdapat 5 kelompok fungsi yang pada umumnya ada pada suatu organisasi yaitu:
1) Operatingcore merupakan fungsi pelaksanaan tugas pokok organisasi yang berkaitan dengan pelayanan langsung kepada masyarakat. Dalam struktur perangkat daerah, idealnya fungsi ini dilaksanakan oleh Dinas.
2) The strategicapex, fungsi ini menjadi tanggungjawab pimpinan organisasi dalam rangka menjamin tercapainya keseluruhan kegiatan organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi tersebut. Dalam struktur perangkat daerah, fungsi ini menjadi tanggung jawab Kepala Daerah.
3) The Middleline berfungsi menjembatani antara thestrategicapex dengan operatingcore yang diisi oleh seperangkat pejabat struktural menengah (dari pejabat struktural senior hingga pejabat struktural paling rendah) yang memiliki otoritas formal, pada struktur perangkat daerah. Dalam konteks OPD secara keseluruhan, fungsi ini dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah utamanya dalam pelaksanaan fungsi koordinasi.
4) The Technostructure berfungsi merumuskan kebijakan-kebijakan pimpinan dengan mengkaji dan menyarankan berbagai pedoman-pedoman atau standardisasi-standardisasi tertentu. Fungsi ini idealnya dilaksanakan oleh Badan dan Kantor.
5) The SupportStaff berfungsi mendukung tugas-tugas organisasi yang berada diluar pelaksanaan aliran kerja organisasi. Fungsi ini dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan dan Sekretariat Daerah
b. Jenis-jenis struktur organisasi
Beberapa jenis struktur organisasi yang telah ada (Robbins,1996; LAN,2004) yang bisa diaplikasikan dalam penataan OPD adalah sebagai berikut:
1) Struktur sederhana, merupakan struktur yang bercirikan tingkat diferensiasi sederhana, rentang kendali yang luas, wewenang yang
12
dipusatkan dalam tangan satu orang dan formalisasi kecil. Pada perangkat daerah, struktur sederhana digunakan pada organisasi Kantor Daerah. Dengan struktur yang kecil (tingkat departemtentalisasi sederhana).
2) Struktur Birokrasi, merupakan suatu struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai lewat spesialisasi, aturan dan pengaturan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam departemen-departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.
3) Struktur Matriks, merupakan suatu struktur yang menciptakan lini rangkap dari wewenang, menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk. Karakteristik yang jelas dari struktur matriks ini adalah memecah konsep kesatuan komando. Pegawai dalam organisasi matriks mempunyai dua atasan, yaitu manajer departemen fungsionalnya, dan manajer departemen produksinya.
4) Struktur Tim, penggunaan tim sebagai piranti untuk mengkoordinasi kebijakan. Pada organisasi pemerintahan, struktur tim digunakan dalam pelaksanaan kegiatan organisasi, atau merupakan bagian dari struktur organisasi yang secara formal memiliki pembaganan, tim ini bersifat sementara, dapat beberapa bulan atau bahkan beberapa minggu saja sesuai dengan kebutuhan.
Dalam penataan organisasi perangkat daerah, struktur organisasi telah diatur secara rinci dalam PP 41 tahun 2007, seperti jumlah maksimal Bidang, Sub Bagian, dan Seksi yang ada pada sebuah organisasi. Dengan demikian beberapa jenis struktur organisasi yang disampaikan di atas akan lebih berguna membantu pemerintah daerah dalam hal sistem tata laksana yang akan diterapkan.
c. Aliran politis organisasi dalam teori organisasi
Robbins (1996) menyampaikan perkembangan teori organisasi dari masakemasa, yang menurutnya teori organisasi terbagi ke dalam empat tipe yang salah satu diataranya adalah teoritikus tipe 4 yaitu aliran politis organisasi. Para teoritikuspada tipe ini memusatkan perhatian pada sifat politis organisasidimana perspektif sosial dipakai tetapi dalam kerangka kerja sistem terbuka. Teoritikus tipe ini berpendapat bahwa struktur organisasi bukanlah merupakan usaha rasional dari para manajer untuk menciptakan struktur yang paling effektif, tetapi merupakan hasil dari pertarungan politis diantara kelompok-kelompok dalam organisasi untuk memperoleh kontrol.
Salah satu tokoh teoritikus ini, menurut Robbins adalah James March dan Hebert Simon. Mereka berpendapat bahwa mayoritas pengambil keputusan memilih alteratif yang “memuaskan”, alternatif yang cukup baik dan hanya pada kasus-kasus luar biasa mereka akan mencari yang alternatif yang optimal.
13
Tokoh lain menurut Robbins adalah Jeffrey Pfefferyang menyatakan bahwa organisasi merupakan arena politik. Iamenciptakan model teori organisasi yang mencakup koalisi kekuasaan, konflik inherent atas tujuan, serta keputusan desain organisasi yang mendukung kepentingan pribadi dari yang berkuasa. Dengan demikian untuk mengetahui bagaimana organisasi dirancang, maka kita harus menilai preferensi dan kepentingan dari mereka yang mempunyai pengaruh terhadap pengambilan keputusan.
C. Metode Penelitian
Berdasar pada tujuan,studi ini bersifat deskriptif sehingga metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode kualitatif. Sesuai dengan jenis penelitian, maka data yang diperoleh adalah data kualitatif walaupun tidak menutup kemungkinan terhadap data yang berbentuk angka (kuantitatif). Dengan demikian metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif, yaitu memberikan tafsir terhadap data yang diperoleh berdasarkan kerangka pikir dan teori yang ada.
Sumber data dalam studi ini adalah seluruh pihak yang terkait dengan penataan OPD di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana, meliputi tim penataan organisasi dari sekretariat daerah, OPD yang terlibat dan kepala daerah. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap berbagai proses diskusi yang terjadi selama proses penataan OPD. Selain pengamatan di lapangan, dilakukan juga studi pustaka yaitu menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyusunan organsiasi perangkat daerah serta literatur lain yang relevan.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Kabupaten Muara Enim
Secara geografis Kabupaten Muara Enim terletak antara 4O sampai 6O Lintang Selatan dan 104O sampai 106O Bujur Timur dengan suhu rata-rata pada siang hari berkisar antara 23o C – 24o C. Kabupaten ini merupakan daerah agraris dengan luas wilayah 9.140,50 Km2, terdiri atas daerah dataran tinggi dan dataran rendah.
Sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan ini, Kabupaten Muara Enim merupakan Kabupaten sebagai penghasil hasil minyak dan gas bumi serta tambang batubara yang telah banyak memberikan kontribusi bagi pendapatan negara. Selain itu, terdapat perkebunan-perkebunan luas yang terdiri dari karet, kelapa sawit, kopi, kelapa, buah-buahan dan hutan tanaman industri yang menjadi andalan ekonomi bagi 612 ribu penduduk daerah ini.
14
Besaran Organisasi
Berdasarkan skoring untuk kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2007, besaran organisasi perangkat daerah Kabupaten Muara Enim ditetapkan berdasarkan skor atas 3 variabel berikut :
Tabel 4
Perhitungan Skor Kabupaten Muara Enim Menurut PP 41 th. 2007
NO VARIABEL JUMLAH SKOR
1 jumlah penduduk 622.970 Orang 40
2 luas wilayah 7.466,82 km 35
3 jumlah APBD (th 2007) 693.639.175.551 20
Jumlah 95
Sumber data : http://www.muaraenim.go.id
Berdasarkan perhitungan skoring dalam PP tersebut, Kabupaten Muara Enim memiliki skor 95 dan dengan demikian Kabupaten Muara Enim berada pada klasifikasi A (skoring lebih dari 70) dengan kuota perangkat daerah sebagai berikut :
a. Sekretariat Daerah, terdiri dari maksimal 4 (empat) Asisten Daerah,
b. Sekretariat DPRD
c. Dinas Daerah yang maksimal berjumlah 18 (delapan belas) Dinas
d. Lembaga Teknis Daerah (LTD) yang maksimal 12 (dua belas) badan/kantor.
e. Kecamatan dan kelurahan
Selain jumlah tersebut di atas, sesuai dengan PP No. 41 tahun 20073,
beberapa organisasi perangkat daerah yaitu yang menangani fungsi
pengawasan, kepegawaian, rumah sakit, dan keuangan, mengingat tugas dan
fungsinya merupakan amanat peraturan perundang-undangan, maka
perangkat daerah tersebut tidak mengurangi jumlah perangkat daerah yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini. Dengan demikian, dengan
asumsi bahwa fungsi pengawasan, kepegawaian, dan rumah sakit ditangani
3Selanjutnya silakan lihat penjelasan umum PP No. 41 tahun 2007 alinea 11 yang mengatur bahwa
beberapa perangkat daerah yang menangani fungsi pengawasan, kepegawaian, rumah sakit, dan keuangan, tidak mengurangi jumlah perangkat daerah yang ditetapkan dalam PP.
15
oleh lembaga teknis daerah yang mandiri sedang fungsi keuangan ditangani
oleh sebuah dinas yang juga mandiri maka jumlah oragnisasi perangkat
daerah di Kabupaten Muara Enim adalah sebagai berikut :
1. Sekretariat Daerah, terdiri dari maksimal 4 (empat) Asisten Daerah,
2. Sekretariat DPRD
3. Dinas Daerah yang maksimal berjumlah 19 (sembilan belas) Dinas
4. Lembaga Teknis Daerah (LTD) yang maksimal 15 (lima belas)
badan/kantor/rumah sakit.
5. Kecamatan dan kelurahan
Jumlah/besaran organisasi diatas adalah jumlah maksimal yang
diperbolehkan di Kabupaten Muara Enim, atau dengan kata lain jumlah
organisasi perangkat daerah boleh kurang dari angka maksimal tersebut dan
tidak boleh melebihi angka tersebut. Dengan demikian, skoring bukan satu-
satunya variabel yang harus diperhatikan dalam menata organisasi
perangkat daerah karena sebagaimana diatur juga dalam PP No. 41 tahun
20074 bahwa penataan organisasi perangkat daerah juga harus
memperhatikan faktor sebagai berikut :
1. Adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang
terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan walau tidak berarti bahwa
setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam
organisasi tersendiri.
2. Keuangan, yaitu melihat kemampuan daerah dan komposisi pengeluaran
anggaran, jangan sampai anggaran habis atau sebagian besar dihabiskan
untuk membiayai pengeluaran (rutin) belanja pegawai sehingga
anggaran untuk belanja pembangunan tidak memadai.
4Selanjutnya silakan lihat penjelasan umum PP No. 41 tahun 2007 alenia 2 sampai dengan 6.
16
3. Kebutuhan daerah yang tercermin dari potensi dan arah (visi dan misi)
pembangunan daerah yang juga bertalian dengan urusan yang akan
ditangani
4. Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis
dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, serta
jumlah dan kepadatan penduduk.
5. Sarana dan prasarana penunjang tugas yang dibutuhkan dan kemampuan
untuk memenuhinya.
Pengaturan tersebut di atas semakin menguatkan pemikiran bahwa jumlah
organisasi perangkat daerah di Kabupaten Muara Enim tidaklah harus
maksimal sesuai dengan skor yang diperoleh tetapi disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan. Berikut akan disampaikan analisis terhadap
beberapa faktor penataan organisasi perangkat daerah Kabupaten Muara
Enim.
A. Analisis Terhadap Urusan, Karakteristik Dan Potensi Daerah
1. Urusan Pemerintahan
Sebagaimana telah disampaikan, urusan pemerintahan merupakan dasar
utama dalam pembentukan organisasi perangkat daerah. Urusan
pemerintahan di daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan
oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar sedangkan urusan
pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan
Dengan demikian dalam penataan organisasi perangkat daerah Kabupaten
Muara Enim juga harus memperhatikan hal ini. Urusan pemerintahan
yang wajib di tangani oleh pemerintah Kabupaten Muara Enim terdiri dari
:
17
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. lingkungan hidup;
d. pekerjaan umum;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perumahan;
h. kepemudaan dan olahraga;
i. penanaman modal;
j. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
k. kependudukan dan catatan sipil;
l. ketenagakerjaan;
m. ketahanan pangan;
n. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
o. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
p. perhubungan;
q. komunikasi dan informatika;
r. pertanahan;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,
perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. sosial;
w. kebudayaan;
x. statistik;
18
y. kearsipan; dan
z. perpustakaan.
Sedangkan beberapa urusan pemerintahan yang sifatnya pilihan bisa
ditangani oleh Kabupaten Muara Enim sepanjang secara urusan tersebut
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah. Beberapa urusan yang sifatnya pilihan tersebut terdiri dari :
a. kelautan dan perikanan;
b. pertanian;
c. kehutanan;
d. energi dan sumber daya mineral;
e. pariwisata;
f. industri;
g. perdagangan; dan
h. ketransmigrasian.
2. Karakteristik
Sebagaimana dicirikan oleh sebuah kabupaten, potensi ekonomi
Kabupaten Muara Enim didominasi oleh kegiatan ekonomi primer
(pertanian) sedangkan kegiatan dan industri dan jasa masih belum
signifikan dalam menggerakan roda ekonomi. Sektor pertanian
menyumbang 15 % terhadap PDRB Kabupaten Muara Enim, kedua
terbesar setelah sektor pertambangan dan energi yang merupakan
penyumbang terbesar terhadap PDRB yaitu 64 % (Muara Enim Dalam
Angka, 2006).
Secara geografis Kabupaten Muara Enim mempunyai potensi yang
lengkap, mulai dengan potensi tambang, pertanian, perkebunan, dan
19
hutan. Sampai dengan tahun 2006, luas penggunaan lahan untuk
pertanian mencapai 44,33% dari seluruh luas lahan yang ada di
kabupaten sehingga tepatlah sebutan Kabupaten Muara Enim sebagai
daerah pertanian. Dari luas lahan pertanian tersebut, sebagian besar lahan
digunakan sebagai perkebunan (288.204 Ha), disusul oleh lahan yang
digunakan sebagai hutan rakyat (121.204 Ha), hutan negara (109.965 Ha),
dan tegalan/ladang/huma seluas 78.674 Ha).
Produk pertanian yang utama adalah padi dengan produksi mencapai
187.325 ton gabah kering pada tahun 2006, sedangkan produk
perkebunan yang menonjol adalah nilam, karet, kopi, kelapa, kayu manis
dan panili. Pada bidang peternakan dan perikanan, ternak terdiri dari
ternak besar (sapi, kerbau dan kuda) dan ternak kecil (kambing, domba,
dan babi) yang jumlah populasinya semakin meningkat tiap tahun,
sedangkan produksi perikanan darat juga mengalami peningkatan di tiap
tahunnya sehingga mencapai 6.446,90 ton pada tahun 2006.
Sektor pertambangan dan energi sebagai penyumbang terbesar terhadap
PDRB menghasilkan minyak dan gas serta batubara. Jumlah produksi
batubara pada tahun 2006 adalah 9.238.830 ton yang dipasarkan baik di
dalam maupun ke luar negeri.
Sebagaimana telah diungkap, sektor industri, perdagangan dan jasa belum
signifikan kontribusinya dalam perekonomian Kabupaten Muara Enim.
Namun demikian, jika beberapa sektor tersebut di komulatifkan maka
kontribusinya terhadap perekonomian tidak bisa diabaikan karena
mencapai 21 %. Secara rinci dapat disampaikan kontribusi masing-masing
sektor terhadap PDRB :
a. Sektor industri pengolahan berkontribusi 7 %
b. Sektor bangunan berkontribusi 3 %
c. Sektor perdagangan, hotel dan restoran berkontribusi 5 %
d. Sektor pengangkutan dan komunikasi berkontribusi 2 %
20
e. Sektor bank, LKBB, persewaaan bangunan dan jasa perusahaan
berkontribusi 1 %
f. Sektor jasa-jasa berkontribusi 3 %
3. Potensi dan Kebutuhan Daerah
Berbagai karakteristik daerah tersebut di atas melahirkan potensi dan
kebutuhan daerah. Terkait dengan potensi daerah, sejalan dengan arah
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dimana pelaksanaan
pemerintahan daerah akan lebih banyak bertumpu pada Pendapatan Asli
Daerah (PAD), maka peran masing-masing sektor - pertanian,
perkebunan, kehutanan, pertambangan, industri, perdagangan, dan jasa -
secara keseluruhan semakin dituntut kontribusinya dalam pembangunan
Kabupaten Muara Enim. Dengan demikian, sektor-sektor yang juga
menjadi cerminan mata pencaharian sebagian besar masyarakat
Kabupaten Muara Enim tersebut, patut mendapatkan fasilitasi
kelembagaan yang menjamin kemajuan atau minimal menjaga kinerja
sektor-sektor tersebut.
Kebutuhan Masyarakat Daerah merupakan sesuatu yang harus dipenuhi
oleh perangkat daerah. Dalam melaksanakan tugas perangkat daerah
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah, perangkat daerah
sebagai organisasi dipandu oleh visi daerah sebagai sesuatu yang
disepakati untuk dicapai dan mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi
menjadi satu kesatuan kegiatan yang sinambung, sinkron, dan harmoni.
Selain berdasar kepada visi Kabupaten Muara Enim, dengan melihat
karakteristik dan potensi daerah maka kebutuhan daerah/ masyarakat
daerah akan pelayanan dari pemerintah meliputi :
a. Kebutuhan pelayanan yang mendukung terwujudnya Kabupaten
Muara Enim sebagai daerah otonom yang merupakan satu kesatuan
tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh
karena itu perlu dibentuk unit-unit/organisasi yang melaksanakan
kebutuhan pelayanan tersebut.
21
b. Kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan potensi daerah Kabupaten
Muara Enim, perlu juga dibentuk unit-unit/organisasi yang
melaksanakan kebutuhan pelayanan kepada masyarakat sebagai
berikut :
1) Sektor pertanian, perlu diselenggarakan fasilitasi antara lain
penyuluhan, pengembangan, penggunaan teknologi, akses
perkembangan ilmu dan pengetahuan bidang pertanian, irigasi,
pembibitan, pengadaan pupuk, konservasi tanah, penanggulangan
kekeringan, ketahanan pangan dan fasilitasi lain yang diperlukan
sektor pertanian untuk menjadi lebih baik.
2) Sektor pertambangan perlu diselenggarakan fasilitasi antara lain
pengaturan, eksplorasi, eksploitasi, penggunaan teknologi dan
akses perkembangan ilmu dan pengetahuan bidang pertambangan,
dan fasilitasi lain yang diperlukan sektor pertambangan untuk
menjadi lebih baik
3) Sektor pertanian dan perkebunan perlu diselenggarakan fasilitasi
antara lain penyuluhan, pengembangan, penggunaan teknologi,
akses perkembangan ilmu dan pengetahuan bidang pertanian dan
perkebunan, pembibitan, pengadaan pupuk, konservasi tanah, dan
fasilitasi lain yang diperlukan untuk menjadi lebih baik.
4) Sektor kehutanan perlu diselenggarakan fasilitasi antara lain
penyuluhan, pengembangan, akses perkembangan ilmu dan
pengetahuan bidang kehutanan, konservasi, rehabilitasi,
pembibitan, dan fasilitasi lain yang diperlukan sektor kehutanan
untuk menjadi lebih baik
5) Sektor peternakan dan perikanan perlu diselenggarakan fasilitasi
antara lain penyuluhan, pengembangan, akses perkembangan ilmu
dan pengetahuan bidang peternakan dan perikanan, konservasi,
rehabilitasi, pembibitan, dan fasilitasi lain yang diperlukan sektor
peternakan dan perikanan untuk menjadi lebih baik
6) Sektor perdagangan, perlu diselenggarakan fasilitasi antara lain
pengaturan, pengembangan, penyediaan jalan penghubung,
22
penanaman modal, sarana prasarana, keamanan, kebersihan, dan
penataan daerah Kabupaten.
7) Sektor jasa-jasa, perlu diselenggarakan fasilitasi pengaturan,
pengembangan, pemberdayaan organisasi penyelenggara jasa-jasa.
8) Sektor pemukiman, perlu diselenggarakan fasilitasi, pengaturan,
pengembangan perumahan, permukiman, kebersihan, pertamanan,
dan pemadam kebakaran.
9) Sektor pengangkutan, perlu diselenggarakan fasilitasi pengaturan,
pengembangan, pelaksanaan, pengawasan, pengadaan prasarana
jalan raya dan pemeliharaannya, kelancaran lalu lintas, keamanan
dan sebagainya.
10) Sektor infrastruktur, perlu diselenggarakannya pembangunan
infrastruktur, fasilitasi pengaturan, pengembangan, pemberdayaan,
pengawasan dan sebagainya.
11) Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, perlu difasilitasi
dengan adanya keamanan, pengaturan dan pengawasan.
12) Sektor industri pengolahan, perlu difasilitasi dengan pengaturan
dan pengawasan.
13) Ketenagakerjaan, bimbingan manajerial, penanaman modal,
informasi dan fasilitasi pemasaran, dan pengendalian lingkungan
hidup.
4. Kemampuan Keuangan Daerah
Keuangan daerah merupakan salah satu resources/input dari proses
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari sisi pendapatan dan belanja
daerah, pada tahun 2006 jumlah penerimaan/pendapatan daerah adalah
sebagai berikut :
23
Tabel 4.2.
Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah
Uraian Tahun 2006
Pendapatan 599.146.565.309,99
- PAD 40.559.662.855
- Dana Perimbangan 548.701.304.528,55
- Pendapatan lainnya 9.885.597.926,44
Pengeluaran/Belanja 655.865.792.453,14
- Belanja Aparatur Daerah 144.927.117.326
- Belanja Pelayanan Publik 510.938.675.127,14
- Belanja bagi hasil dan bantunan
keuangan
28.052.641.948,14
- Belanja tidak tersangka 3.450.000.000
Sumber : Data diolah dari Muara Enim Dalam Angka, 2006
Terkait bahwa penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah
difasilitasi dalam unit-unit organisasi, maka komposisi penggunaan
keuangan daerah akan terpisah menjadi dua, yaitu pembiayaan birokrasi
dan pembiayaan yang dialokasikan untuk kesejahteraan dan pelayanan
masyarakat. Dengan asumsi bahwa tujuan organisasi pemerintahan
adalah pelayanan masyarakat, maka alokasi dana maksimum pada
masyarakat adalah ideal. Untuk itu komposisi antara pendapatan,
pengeluaran belanja birokrasi (rutin) dapat dijadikan acuan dalam
penataan perangkat daerah. Tabel diatas menunjukkan bahwa belanja
aparatur daerah mencapai 22,1% dari APBD tahun 2006 sehingga
jumlahnya jauh lebih rendah dari belanja untuk pembangunan yang
mencapai 77,9%.
24
Dengan kondisi ini, walaupun kemampuan keuangan daerah mencukupi
dengan komposisi pengeluaran rutin dan pembangunan yang relatif ideal,
maka perlu dipikirkan kembali keinginan untuk mengembangkan struktur
organisasi secara maksimal. Dengan kata lain walaupun dari segi
kemampuan keuangan, Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim di
dalam melalukan penataan kelembagaan masih memungkinkan
mengembangkan besaran dan struktur organisasi perangkat daerahnya
namun dengan melihat efisiensi dan efektivitas anggaran maka hal itu
perlu dipikirkan kembali.
5. Ketersediaan Sumber Daya Aparatur
Data pada tahun 2006 (Muara Enim dalam angka, 2006) menunjukan
bahwa jumlah Pegawai di Kabupaten Muara Enim mencapai 6.414 orang.
Dari segi golongan pegawai komposisinya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Komposisi PNS Berdasar Golongan
No Golongan Prosentase
1. I 1,67
2. II 19,29
3. III 68,09
4. IV 10,96
TOTAL 100
Sumber : Data diolah dari Muara Enim Dalam Angka, 2006
Dari tabel terlihat bahwa komposisi tersebut termasuk cukup baik karena
sebagaian besar pegawai bergolongan III. Dengan demikian yang perlu
diperhatikan dalam penataan organisasi perangkat daerah Kabupaten
Muara Enim adalah bagaimana menempatkan personil sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya serta bagaimana mengembangkannya.
25
B. Analisis Terhadap Susunan Organisasi Perangkat Daerah
Selain skoring, dalam PP No. 41 Tahun 2007 juga diatur mengenai
perumpunan urusan dimana dinyatakan bahwa penyusunan organisasi
perangkat daerah berdasarkan pertimbangan adanya urusan pemerintahan
yang perlu ditangani. Penanganan urusan tersebut tidak harus dibentuk ke
dalam organisasi tersendiri, dan dalam hal beberapa urusan yang ditangani
oleh satu perangkat daerah, maka penggabungannya sesuai dengan
perumpunan urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam bentuk dinas
dan lembaga teknis daerah.
1. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas terdiri dari:
a. bidang pendidikan, pemuda dan olahraga;
b. bidang kesehatan;
c. bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi;
d. bidang perhubungan, komunikasi dan informatika;
e. bidang kependudukan dan catatan sipil;
f. bidang kebudayaan dan pariwisata;
g. bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan, cipta
karya dan tata ruang;
h. bidang perekonomian yang meliputi koperasi dan usaha mikro, kecil
dan menengah, industri dan perdagangan;
i. bidang pelayanan pertanahan;
j. bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan,
perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan;
k. bidang pertambangan dan energi; dan
l. bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset.
2. Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor,
inspektorat, dan rumah sakit, terdiri dari:
a. bidang perencanaan pembangunan dan statistik;
b. bidang penelitian dan pengembangan;
c. bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat;
d. bidang lingkungan hidup;
e. bidang ketahanan pangan;
26
f. bidang penanaman modal;
g. bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi;
h. bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa;
i. bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana;
j. bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;
k. bidang pengawasan; dan
l. bidang pelayanan kesehatan.
Dengan pengaturan tersebut dan memperhatikan potensi dan karakteristik
(kebutuhan) daerah serta beban kerja organisasi yang eksis saat ini, maka
arah penataan organisasi perangkat daerah Kabupaten Muara Enim dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Pada Sekretariat Daerah, dengan skor yang diperoleh pada perhitungan
variabel umum, Kabupaten Muara Enim dapat membentuk empat Asisten
Sekretaris Daerah. Namun demikian, dengan melihat beban kerja, tingkat
efektifitas pelaksanaan tugas struktur yang sekarang ada dan juga
pertimbangan efisiensi anggaran, maka jumlah asisten yang ada tidak
dimaksimalkan sehingga jumlah asisten yang dibentuk hanya tiga saja.
Selain itu sesuai dengan pengaturan PP tersebut, diangkat lima orang Staf
Ahli Bupati yang terdiri dari :
a. Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik
b. Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia
c. Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan
d. Staf Ahli Bidang Pembangunan
e. Staf Ahli Bidang Pemerintahan
2. Pada Dinas Kesehatan, karena pengaturan pada dinas tersebut yang
sekarang diberlakukan sesuai dengan pengaturan pada PP No. 41/2007,
juga dengan melihat pertimbangan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
tugas maka tidak dilakukan perubahan pada Dinas Kesehatan. Hal yang
sama juga dilakukan terhadap beberapa organisasi perangkat daerah
berikut ini :
a. Dinas Perternakan dan Perikanan;
b. Dinas Pertambangan dan Energi;
27
c. Dinas Perkebunan;
d. Dinas Perindustrian dan Perdagangan;
e. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
f. Dinas Kesehatan;
g. Dinas Perhubungan;
h. Dinas Kehutanan;
i. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
j. Badan Kepegawaian Daerah
k. Kantor Ketahanan Pangan
l. Rumah Sakit Umum Daerah.
3. Dilakukan perubahan nomenklatur pada Dinas Pendapatan, disesuaikan
dengan pengaturan dalam PP No. 41/2007 dengan menambahkan bidang
pengelolaan keuangan dan aset. Adapun nomenklatur yang digunakan
adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sesuai
dengan pengaturan perumpunan kewenangan di PP No. 41/2007.
4. Untuk Dinas Pendidikan Nasional, dalam PP No. 41/2007 bidang
Pendidikan serumpun dengan bidang pemuda dan olah raga. Namun
demikian dengan sedemikian besarnya beban kerja pada Dinas
Pendidikan saat ini maka kewenangan di bidang pemuda dan olah raga
tidak digabung dengan kewenangan dalam bidang pendidikan. Dengan
demikian penataan pada rumpun ini dilakukan sebagai berikut :
pertama, Dinas Pendidikan Nasional berubah nomenklaturnya menjadi
Dinas Pendidikan. Kedua, kewenangan dalam bidang pemuda dan olah
raga digabung dengan bidang pariwisata, seni dan budaya yang saat ini
diwadahi dalam bentuk kantor menjadi Dinas Kebudayaan, Pariwisata,
Pemuda dan Olah Raga.
5. Rumpun tugas Dinas PU sesuai dengan PP No. 41/2007 meliputi bina
marga, pengairan, cipta karya dan tata ruang. Dengan melihat beban kerja
bidang ke PU-an di Kabupaten Muara Enim saat ini yang dipecah menjadi
dua dinas, maka pengaturan bidang ke PU-an ini dengan melihat
karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah, adalah sebagai berikut :
28
bidang bina marga dan pengairan digabungkan menjadi Dinas Bina Marga
dan Pengairan. Sedangkan bidang cipta karya dan tata ruang digabung
menjadi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.
6. Bidang perekonomian dalam PP No. 41/2007 meliputi koperasi dan
usaha mikro, kecil dan menengah, industri dan perdagangan. Pengaturan
saat ini terdapat Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas
Koperasi dan Penanaman Modal. Dengan kondisi ini dan melihat beban
tugas yang ada saat ini serta kebutuhan bagi pencapaian visi Kabupaten
Muara Enim maka bidang kewenangan tersebut tetap dilaksanakan oleh
dua dinas yaitu satu dinas yang lebih fokus pada usaha memberdayakan
Koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (Dinas Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah) dan satu dinas lagi yang lebih fokus pada
industri dan perdagangan (Dinas Perindustrian dan Perdagangan).
Selanjutnya pada bidang penanaman modal, sesuai dengan pengaturan
PP 41 tahun 2007, bidang tersebut masuk dalam rumpun lembaga teknis
sehingga bidang tersebut diwadahi tersendiri dalam sebuah kantor
sehingga nomenklaturnya menjadi Kantor Penanaman Modal.
7. Bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi pada PP No. 41 tahun 2007
adalah satu rumpun. Saat ini bidang tenaga kerja dan transmigrasi
ditangani oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Dinas
Kesejahteraan Sosial. Dengan pengaturan PP No. 41/2007 tersebut
dengan melihat beban kerja dan tingkat efektifitas pelaksanaan tugas
struktur yang sekarang ada, maka bidang tenaga kerja dan transmigrasi
tetap ditangani oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sedangkan
bidang sosial ditangani oleh satu dinas yaitu Dinas Sosial sebagai
perubahan nomenklatur dari Dinas Kesejahteraan Sosial.
8. Sesuai dengan PP No. 41 tahun 2007, informasi dan komunikasi
serumpun dengan perhubungan. Sebagaimana telah disampaikan bahwa
Dinas Perhubungan tidak mengalami perubahan karena melihat beban
kerja, tingkat efektifitas pelaksanaan tugas struktur yang sekarang ada.
Dengan demikian untuk melaksanakan fungsi bidang informasi dan
komunikasi dibentuk Dinas Informasi dan Komunikasi, dengan juga
29
mengintegrasikan tugas bidang pengelolaan data pada Kantor
Pengelolaan Data dan Arsip yang dihapus.
9. Dalam PP No. 41/2007, bidang pertanian meliputi tanaman pangan,
peternakan, perikanan darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan
kehutanan. Saat ini terdapat empat dinas yang menangani bidang
pertanian ini, yaitu : Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas
Pertanian Tanaman Pangan, dan Dinas Peternakan dan Perikanan.
Dengan melihat efektivitas, efisiensi, beban tugas, dan kebutuhan daerah
maka pengaturan saat ini tetap dipertahankan dan hanya dilakukan
perubahan nomenklatur untuk memperjelas tugas dan fungsi dinas.
Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, dan Dinas Peternakan dan
Perikanan tetap nomenklaturnya sedangkan Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dirubahnopmenklaturnya menjadi Dinas Tanaman Pangan dan
Holtikultura.
10. Pada bidang kependudukan dan catatan sipil, sesuai dengan pengaturan
PP No. 41/2007 maka bidang tersebut masuk ke dalam rumpun dinas
sehingga organisasi yang mewadahinya adalah berbentuk dinas. Saat ini
bidang kependudukan dan catatan sipil dilaksanakan oleh Kantor
Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil yang dengan demikian bentuk
organisasinya harus dirubah menjadi dinas sehingga nomenklatur yang
digunakan menjadi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
11. Pada bidang pertanahan, sesuai dengan pengaturan PP No. 41/2007
maka bidang tersebut masuk ke dalam rumpun dinas sehingga organisasi
yang mewadahinya adalah berbentuk dinas. Namun demikian sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 57 tahun
2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah,
maka bidang ini tidak harus diwadahi dalam bentuk dinas mengingat
kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam bidang ini sangat
terbatas yang berpengaruh pada beban kerja organisasi. Sesuai dengan
pengaturan dalam Kepmendagri tersebut maka tugas dalam bidang
pertanahan ini di laksanakan oleh Sekretariat Daerah.
30
12. Pada Badan Pengawas Daerah, sesuai dengan ketentuan PP No. 41 tahun
2007 juga harus dilakukan perubahan nomenklatur. Sesuai dengan
pengaturan tersebut maka nomenklatur yang digunakan adalah
Inspektorat.
13. Bidang lingkungan hidup, sesuai dengan PP No. 41 tahun 2007
merupakan rumpun kewenangan yang diwadahi dalam bentuk badan
atau kantor. Oleh karena itu nomenklatur pada Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah sedikit dirubah menjadi Badan Lingkungan
Hidup.
14. Bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat
merupakan satu rumpun dalam PP No. 41/2007. Saat ini terdapat Kantor
Kesatuan Bangsa dan Kantor Perlindungan Masyarakat dan Satuan Polisi
Pamong Praja yang melaksankan bidang kewenangan tersebut. Untuk
penataan ke depan kedua kantor tersebut digabung menjadi Badan
Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat dengan juga
memasukan bidang politik ke dalamnya. Sementara itu untuk Satuan
Polisi Pamong Praja di bentuk dalam organisasi tersendiri sesuai dengan
pengaturan PP 32 tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong
Praja.
15. Bidang perpustakaan, arsip dan dokumentasi merupakan satu rumpun
dalam PP No. 41/2007 dan diwadahi dalam bentuk lembaga teknis. Saat
ini telah eksis Kantor Perpustakaan Umum Daerah sehingga untuk
menyesuaikan diri dengan pengaturan PP tersebut, dibentuk Kantor
Perpustakaan, Dokumentasi dan Arsip Daerah dengan melakukan
penajaman tugas fungsi dan mengintegrasikan bidang arsip dari Kantor
Pengelolaan Data dan Arsip yang dihapus.
16. Bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa pada PP No.
41/2007 saat ini diwadahi dalam Badan Pemberdayaan Masyarakat.
Dengan melihat beban kerja saat ini dan yang akan datang maka
organisasi ini dipertajam tugas dan fungsinya dengan memasukan tugas
pemberdayaan pemerintahan desa. Untuk itu dibentuk Badan dengan
nomenklatur Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa.
31
17. Dengan pengaturan dalam PP No. 41/2007, bidang pemberdayaan
perempuan dan keluarga berencana merupakan satu kesatuan. Dengan
pengaturan ini maka Badan KB Daerah dipertajam tugas dan fungsinya
dengan memasukan tugas pemberdayaan perempuan sehingga
nomenklaturnya berubah menjadi Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana.
18. Pada kecamatan dan sekretariat DPRD, dilakukan beberapa perubahan
nomenklatur disesuaikan dengan pengaturan dalam PP No. 41/2007
dengan juga memperhatikan efektivitas dan efisiensi serta beban tugas
organisasi saat ini.
Dari beberapa arah penataan tersebut diatas, dapat dilihat dalam tabel-tabel
berikut sandingan antara organisasi yang ada saat ini (existing) dengan
usulan susunan organisasi perangkat daerah Kabupaten Muara Enim sesuai
dengan kebutuhan dan pengaturan PP No. 41 Tahun 2007.
1. Berdasarkan perhitungan skoring dalam Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 2007 tersebut, Kabupaten Muara Enim memiliki skor 95 dan
dengan demikian Kabupaten Muara Enim berada pada klasifikasi A
(skoring lebih dari 70) sehingga pada Sekretariat Daerah, terdiri dari
maksimal 4 (empat) Asisten Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah
yang maksimal berjumlah 18 (delapan belas) Dinas, Lembaga Teknis
Daerah (LTD) yang maksimal 12 (dua belas) badan/kantor, dan
Kecamatan dan kelurahan.
2. Namun demikian skoring bukan satu-satunya variabel yang harus
diperhatikan dalam menata organisasi perangkat daerah karena
sebagaimana diatur juga dalam PP No. 41 tahun 2007 bahwa penataan
organisasi perangkat daerah juga harus memperhatikan faktor :
kemampuan keuangan daerah, kebutuhan daerah yang tercermin dari
potensi dan arah (visi dan misi) pembangunan daerah, cakupan tugas,
serta sarana dan prasarana.
32
3. Potensi ekonomi Kabupaten Muara Enim didominasi oleh kegiatan
ekonomi primer (pertanian) dan pertambangan sedangkan kegiatan dan
industri dan jasa masih belum signifikan dalam menggerakan roda
ekonomi. Sedangkan secara geografis Kabupaten Muara Enim
mempunyai potensi yang lengkap, mulai dengan potensi tambang,
pertanian, perkebunan, dan hutan.
Kaimana
1. Letak Geografis
Kabupaten Kaimana merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Papua
Barat yang secara geografis terletak diantara 02 O,90” sampai 04 O,20”
Lintang Selatan dan 132 O,75” sampai 135 O,15” Bujur Timur dan berada
tepat di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0 – 100 meter dari
permukaan laut. Kabupaten Kaimana memiliki perbatasan langsung dengan
Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama (sebelah utara),
Laut Arafura (sebelah selatan), Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika
(sebelah timur), dan dengan Kabupaten Fakfak (sebelah Barat).
Kabupaten Kaimana memiliki luas wilayah 18.500 Km2, yang secara
morfologi Kabupaten Kaimana meliputi wilayah datar hingga berbukit-
bukit dan bahkan bergunung, dengan kemiringan lereng bervariasi mulai
dari < 2% hingga di atas 70% dengan ketinggian tempat berkisar antara 0
– 2.800 m di atas permukaan laut dan dengan suhu udara sesuai hasil
pencatatan stasiun BMG Kabupaten Kaimana tahun 2007 menunjukan
bahwa suhu minimum tertinggi terjadi pada bulan Januari dan suhu
maksimum tertinggi terjadi pada bulan Desember sedangkan suhu
minimum terendah terjadi pada bulan Agustus dan suhu maksimum
terendah terjadi pada bulan Juni dengan kelembaban udara yang cukup
tinggi dengan rata-rata kelembaban sekitar 83%.
33
Morfologi Kabupaten Kaimana dapat dibedakan menjadi 5 kelompok 5*),
yaitu: (1).Wilayah Datar, wilayah ini mempunyai relief datar dengan
kemiringan lereng < 2% dengan ketinggian tempat berkisar antara 0 – 50 m
dpl. Daerah ini berada di sepanjang sungai, dataran bergambut dan
sebagian kecil di daerah pesisir pantai, kondisi penutupan lahan ini
merupakan hutan rawa, hutan mangrove dan sebagian telah digunakan
masyarakat berupa ladang. Luas wilayah areal ini mencapai 2.241 Km2
(12,11%) dengan penyebaran terluas di Distrik Teluk Etna. (2).Wilayah
Bergelombang, dengan kemiringan lereng dominan berkisar antara 2-8%
dan berada pada ketinggian tempat antara 0 – 150 m dpl. Kondisi
penutupan lahan ini berupa hutan dataran rendah dengan luas areal 3.610
Km² (1,95%). (3).Wilayah Bergelombang hingga berbukit kecil, Wilayah ini
menempati areal yang sangat sempit yang berada di Kecamatan Teluk Etna
bagian utara, yaitu di sekitar Desa Urubika, Yapima dan Desa Ure.
Kemiringan lereng daerah ini berkisar antara 9 – 15% (0,40%) dengan
ketinggian tempat 20 -800 m dpl, kondisi penutup lahan berupa kebun dan
belukar. (4). Wilayah Berbukit, Wilayah ini berbukit-bukit dengan kondisi
lahan terjal dan mempunyai kemiringan lereng antara 15 – 25% dan
setempat hingga 40%, dengan ketinggian tempat 5 – 600 m dpl. Daerah ini
penyebarannya paling luas mulai dari bagian tenggara hingga barat daya
seperti di Distrik Buruway dan DistrikKaimana dengan luas areal 1503,9
Km² (8,61%) dengan penutupan lahan berupa hutan sekunder dan hutan
primer. (5).Wilayah Berbukit Hingga Bergunung, Daerah ini mempunyai
bentuk wilayah berbukit-bukit hingga bergunung dengan kemiringan
lereng > 40% dan setempat bisa mencapai 70%. Ketinggian tempat 100 m –
2.800 m dpl. Daerah seperti ini tersebar luas di bagian utara merupakan
Gunung WaguraKote dan sebelah barat merupakan pegunungan Kumawa
dengan luas areal 14.415,8 Km² (77,92%).
5*)http://www. id.wikipedia.org%2Fwiki%2FKabupaten_Kaimana, retrievedatJum’at, 1 Mei 2009 |14:25
WIB.
34
Sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Papua barat, Kabupaten Kaimana
mempunyai potensi daerah yang sangat besar untuk dikembangkan,
posisinya yang strategis di bagian selatan Provinsi Papua dan berhadapan
langsung dengan Laut Arafuru sangat menguntungkan dari sektor
perikanan dan kelautan, terutama perikanan tangkap dan budidaya
perikanan laut. Umumnya, usaha perikanan dilakukan perusahan-
perusahaan besar, sedangkan masyarakat sebagian besar (40,9 persen)
menggantungkan hidup dari bercocok tanam. Komoditas tanaman pangan
yang diusahakan petani umumnya adalah padi, jagung, ketela, ubi rambat,
kacang hijau, kacang tanah, dan kedelai. Potensi yang dimiliki tidak saja di
sektor pertanian dan perikanan, tetapi juga sektor perkebunan dan
kehutanan. Kegiatan perkebunan dikembangkan di distrik Buruway, yakni
kelapa sawit, kelapa, dan kakao. Kondisi fisik distrik/kecamatan cocok
untuk pengembangan komoditas kelapa dan kakao. Sementara distrik
Teluk Etna terkenal dengan kekayaan hutan. Berbagai jenis kayu dengan
nilai ekonomis tinggi terdapat di daerah ini, seperti pala hutan, kayu
gaharu, kayu masohi, cinnamomumculilawan, dan binuang6*).
Topografi daerah Papua yang dipenuhi hutan lebat, gunung, dan lembah tak
memungkinkan dibukanya jalan darat dengan cepat. Demikian pula di
Kaimana, topografi berteluk- teluk sehingga lebih mengandalkan
transportasi air sebagai sarana perhubungan antar distrik. Tak heran di
setiap distrik di Kaimana terdapat dermaga meskipun sederhana dan
terbuat dari kayu, perekonomian di Kaimana umumnya digerakkan melalui
perhubungan laut dan udara. Di Kaimana sudah terdapat BandaraUtarom
yang terletak di Kaimana dan Pelabuhan Kaimana.
Dalam menarik kunjungan wisatawan baik dalam maupun luar negeri,
Kabupaten Kaimana memiliki berbagai obyek wisata yang dapat
diandalkan, diantaranya Obyek wisata meliputi Air Terjun Kaimana, Teluk
6*)http://www. Fregionalinvestment.com%2Fsipid%2Fid%2Farea.php%3Fia%3D9221 : Sumber Data: Irian Jaya Barat Dalam Angka 2006, BPS Prov. Irian Jaya Barat
35
Triton, Pulau Tubir Seram, Tugu Perang Dunia II, Makam Putri Laut, Danau
Yamor, Goa Wisata, Danau Kamaka dan Danau Sewiki.
2. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Kaimana tercatat 41.660 jiwa dengan jumlah
penduduk laki- laki sebanyak 22.741 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 18.919 dengan kepadatan 2,25 jiwa/Km2.
Pertumbuhan penduduk ternyata tidak berdampak kepada pemerataan
penyebaran penduduk, distribusi penduduk cenderung terpusat di sekitar
ibukota Kabupaten seperti Distrik Kaimana, sebesar 49,08 % dari seluruh
penduduk Kabupaten Kaimana. Hal ini digambarkan pada rincian populasi
penduduk per distrik seperti pada tabel III. 1 di bawah ini.
36
Tabel III. 1
Populasi Penduduk Dengan Luas Wilayah Per-Distrik
Distrik
Luas
(km2)
POPULASI
Rumah
Tangga
Laki-
laki
Perempu
an Total
Kepadata
n
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
(Jiwa/Km
2)
01. Kaimana 2.095 6.097 11.492 8.957 20.449 9,76
02. Buruway 2.650 1.604 2.750 2.629 5.379 2,03
03. Teluk
Arguni 2.990
1.379 2.458 2.166 4.624 1,55
04. Teluk Etna 4.195 1.466 2.666 2.250 4.916 1.17
05. Kambrau 775 621 1.125 958 2.083 2,69
06. Yerusi 1.990 720 1.291 1.125 2.416 1,21
07. Yamor 3.805 535 959 834 1.793 0,47
Jumlah /
Total 18.500 12.422 22.741 18.919 41.660 2.25
Sumber : BPS Kabupaten Kaimana 2006.
Berdasarkan jumlah penduduk tersebut, struktur usia penduduk
Kabupaten Kaimana tergolong muda. Rasio penduduk muda terhadap
penduduk usia produktif sebesar 75,76 %. Dengan struktur penduduk usia
muda, pelayanan masyarakat sebaiknya difokuskan kepada pemenuhan
kebutuhan pendidikan karena 47,98 % penduduk 0 – 18 tahun
memerlukan sarana dan prasarana pendidikan dari TK hingga SMA. Selain
37
itu, struktur usia muda juga memerlukan penyediaan pelayanan kesehatan
khususnya balita yang jumlahnya 16,03 % dari penduduk Kabupaten
Kaimana serta penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk usia
produktif.
3. Administratif
Secara administrasi Kabupaten Kaimana terdiri dari 7 Distrik dengan 84
Kampung/Kelurahan Definitif dan 2 Kelurahan yang hanya ada di Distrik
Kaimana. Adapun 7 distrik tersebut yaitu : Kecamatan Kaimana (2.095
km2), Buruway (2.650 km2), Teluk Arguni (2.990 km2), Teluk Etna (4.195
km2), Kambrau (775 km2), Yerusi (1.990 km2), dan Yamor (3.805 km2).
E. Kesimpulan dan Saran
Seiring dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007, pemerintah daerah melakukan penataan organisasi perangkat daerahnya. Secara normatif, selain mendasarkan diri pada berbagai peraturan perundangan, penataan organisasi pemerintah juga memperhatikan kondisi dan kebutuhan daerah. Namun demikian dalam proses penataan ternyata terdapat berbagai faktor lain yang turut berperan dalam menentukan jumlah/besaran dan komposisi organisasi perangkat daerah seperti faktor politik, dan interes birokrasi baik dari pusat maupun daerah. Studi ini berusaha menggambarkan proses penataan organisasi perangkat daerah di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana, baik dari sisi normatif maupun dinamika politik yang berkembang. Dari studi dapat diketahui adanya dinamika yang tinggi yang diwarnai dengan tarik menarik kepentingan dari para aktor yang ada. Selain itu terlihat pula kuatnya peran faktor politik, terutama kepala daerah sangat menentukan besaran organisasi perangkat daerah, sehingga aturan-aturan normatif terpaksa diabaikan.
38
F. Daftar Pustaka
Michael, 2008, implementingpublicplicy, london, sagepublication.
1. Larry B. Hill (Editor)The State of PublicBureucracy, , M.E. Sharpe, 1992.
2. Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi (konsep, kontroversi, dan aplikasi).
Jilid I, Prenhalindo, Jakarta 1996.