pencegahan dan penanggulangan konflik sosial · pdf filelaporan akhir hibah penelitian dosen...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KONFLIK
SOSIAL DI BALI DARI PERSPEKTIF HUKUM
Tim Peneliti: I Ketut Suardita SH, MH (Ketua / NIDN: 0024026903)
I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati SH, MH (Anggota / NIDN: 0014088105)
Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 246-21/UN14.2/PNL.01.03.00/2015,
tanggal 21 April 2015
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
2015
2
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Pencegahan Dan Penanggulangan Konflik Sosial Di Bali Dari Perspektif Hukum
2. Ketua Penelitian a. Nama : I Ketut Suardita, SH, MH
b. Pangkat / Gol / NIP : Penata Tk. I / IIId / 19690224 199702 1 001 c. Jabatan Fungsional : Lektor d. Fakultas : Hukum e. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana f. Curriculum Vitae : Terlampir 3. Jumlah Anggota Peneliti : 1 Orang 4. Lokasi Penelitian : Propinsi Bali 5. Jangka Waktu Penelitian : 21 April 2015 s/d 30 Oktober 2015. 6. Biaya Penelitian : Rp. 9.000.000
Mengetahui, Denpasar, 8 Oktober 2015 Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Ketua Penelitian
Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH, MH I Ketut Suardita, SH, MH NIP : 19530401 198003 1 004 NIP : 19690224 199702 1 001
Mengetahui Ketua Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Udayana
Prof. Dr. I Nyoman Gde Antara, M.Eng. NIP : 19640807 199203 1 002
3
DAFTAR ISI
ISI HALAMAN
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ............................................... 2
RINGKASAN ................................................................................................... 4
SUMMARY ...................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 6
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 6
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .................................... 16
3.1 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 16
3.2 Manfaat Penelitian ................................................................................... 16
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................. 17
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 19
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 35
6.1 Kesimpulan ............................................................................... .................35
6.2 Saran ........................................................ ...................................................36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 38
LAMPIRAN.................................................................................................... 40
4
RINGKASAN
Konflik sosial yang terjadi di Bali juga disebabkan karena masyarakat adat dan Hindu di Bali juga sedang mengalami tekanan dari berbagai faktor eksternal yang menyebabkan Bali berada dalam keterkepungan, baik secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Secara ideologi, masyarakat Bali berada dalam kegamangan ideologi akibat masuk dan berkembangnya ideologi asing dengan terbukanya Bali sebagai pertemuan lintas etnis, ras, bangsa, dan agama sebagai akses langsung pengembangan kepariwisataan di Bali. Konflik dan kekerasan di Bali, dikenal dengan istilah biota atau wicara. Pelakunya bukan hanya warga desa pakraman (krama desa), tetapi juga penduduk Bali. Dengan kata lain, setiap orang yang berada di Bali (baik krama desa, krama tamiu maupun tamiu), potensial dapat menimbulkan biota di tanah Bali. Dengan demikian maka sangat penting untuk melakukan penelitian terhadap konflik sosial yang terjadi di Bali, melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi atau masukan berupa pemikiran-pemikiran hukum yang diharapkan dapat menjadi rekomendasi atau masukan untuk pemerintah di tingkat pusat maupun daerah dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat mencegah terjadinya konflik sosial di Bali. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi acuan atau masukan untuk para pengamat, akademisi, praktisi yang yang peduli terhadap masalah-masalah sosial dan hukum di Bali dalam rangka mewujudkan kedamaian dan ketentraman masyarakat Bali.
5
SUMMARY Social conflicts that occurred in Bali also due to indigenous peoples and Hindus in Bali also is under pressure from various external factors that led to Bali are in keterkepungan, both ideological, political, economic, social, cultural, and religious. In ideology, the people of Bali are in ideological uncertainty due to entry of foreign ideologies and development with the opening of Bali as a meeting between ethnicity, race, nation, and religion as direct access to the development of tourism in Bali. Conflict and violence in Bali, known as biota. The culprit is not just villagers pakraman, but also residents of Bali. In other words, every person who was in Bali can potentially cause biota in land of Bali. Thus it is very important to do research on social conflicts that occurred in Bali, through the results of this study are expected to make a recommendation or input of ideas of law that is expected to be a recommendation or input to government at central and local levels in formulating policies which can prevent social conflicts in Bali. Results of this research is also expected to be a reference or input to the observers, academics, practitioners who care about social issues and legal in Bali in order to realize the peace and tranquility of the people of Bali.
6
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pulau Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata internasional sudah sangat dikenal
oleh masyarakat internasional. Tetapi fakta menunjukkan bahwa dalam tatanan sosial
kemasyarakatan di Bali masih terdapat konflik-konflik sosial yang mengganggu
ketentraman dan kedamaian masyarakat Bali. Konflik sosial yang terjadi di Bali bisa berupa
konflik adat, konflik antar agama, konflik antar suku, konflik bernuansa ekonomi dan
konflik yang bernuansa plolitik.
Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri,
Ayip Muflich mengatakan, pencegahan konflik harus dilakukan sedini mungkin, sebelum
berkembang menjadi konflik sosial yang terbuka. "Bali memang tidak seperti daerah lain,
tetapi potensi konflik itu tetap terbuka. Maka, sebelum konflik itu pecah, harus diantisipasi
sedini mungkin dengan cara dialog, kata Ayip saat membuka seminar nasional "Mencegah
Potensi Konflik Sosial" di Denpasar, Minggu 8 Mei 2011. Sementara itu, Ketua Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali, Ida Bagus Gede Wiyana menyatakan, konflik
terjadi saat Pancasila dan UUD 1945 diabaikan dalam keseharian kita. Lalu itu dipelesetkan
dalam sebuah bentuk ekslusivisme picik oleh sebagian anak bangsa yang menamakan diri
sebagai yang benar. Fundamentalisme, termasuk di dalam membuat pernyataan-pernyataan
yang eksklusif dalam kemurnian dan kebenaran cenderung melahirkan intoleransi dan
kekerasan. "Kalau cara pandang ini yang kita anut dalam hidup berbangsa, kita akan hidup
dalam bayang-bayang kekerasan. Menganggap yang lain sebagai bukan kaumnya, yang
harus didepak," katanya. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama juga menyoroti
argumentasi para pengamat sosial dan kaum agama yang tergabung dalam Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) bahwa masalah sosial yang terjadi selama ini adalah
salah satu bentuk pergeseran nilai. Nilai tradisional yang sebenarnya mempunyai ikatan
luhur tiba-tiba didepak oleh amukan jaman modern. Menurutnya konflik sosial merupakan
permasalahan yang tidak bisa dibiarkan berkembang karena akan mengikis nilai dan
solidaritas sosial kebersamaan masyarakat. "Memang, suatu hal yang tidak gampang, karena
permasalahan sosial sekarang sangat kompleks. Namun kita tidak boleh menutup mata
7
terhadap berbagai kekerasan yang terus mengancam kita setiap saat. Kita harus melakukan
pendekatan-pendekatan," ujar Wiyana. Model pendekatan seperti apa yang dilakukan?
Ketika ditanya demikian, Ketua yayasan Dwijendra ini mengatakan lakukan pendekatan
secara umum. Seperti penegagakan hukum.1
Demikian pula seperti yang disampaikan oleh Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol.
Gede Sugianyar Dwi Putra, Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional yang dibingkai
ajaran Agama Hindu semestinya tidak menghadapi konflik sosial dalam bentuk apa pun,
“Namun faktanya di lapangan dari tahun ke tahun konflik sosial itu terus terjadi dan sampai
saat ini belum menemukan pemecahan yang tepat dalam menyelesaikan,” kata Kabid
Humas Polda Bali Kombes Pol. Gede Sugianyar Dwi Putra. Ketika tampil sebagai
pembicara pada Forum Sarasehan Pemuda Lintas Agama Provinsi Bali, Kombes Pol. Gede
Sugianyar mengatakan, pengalaman aparat kepolisian di Polda Bali dalam menangani
konflik bernuansa adat dan agama hingga saat ini tidak efektif. Menurut Kombes Pol. Gede
Sugianyar, di wilayah hukum Polda Bali yang meliputi delapan kabupaten dan satu kota
hingga akhir tahun 2010, ada sekitar 30-an kasus konflik bernuansa adat dan agama yang
ditangani. Kasus tersebut jenisnya beragam, antara lain sengketa batas tanah warisan
leluhur, lahan kuburan, perubahan status kasta dan nama, serta masalah agama maupun
kepercayaan. Selain masuk keranah hukum dan ditangani pihak kepolisian, kata Kombes
Pol. Gede Sugianyar, ada juga puluhan kasus lainnya yang diselesaikan sendiri oleh bendesa
adat bersama tokoh masyarakat setempat. “Kami telah menangani berbagai kasus adat,
namun tidak membuahkan hasil yang efektif. Konflik adat hanya bisa diselesaikan secara
adat karena ternyata dengan hukum positif tidak memberikan efek yang signifikan,”
katanya. Kombes Pol. Gede Sugianyar juga menyampaikan pesan Kapolda Bali Irjen
Hadiatmoko, bahwa Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB) Bali untuk bisa
merumuskan solusi nyata dan terbaik dalam menyelesaikan konflik sosial yang terjadi di
Pulau Dewata. Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang tampil sebagai pembicara utama
dalam Forum Sarasehan Pemuda Lintas Agama Provinsi Bali tersebut mengatakan, yang
terjadi di Bali sebenarnya bukan konflik adat dan budaya. “Fakta menunjukkan, sebenarnya 1 Potensi Konflik Sosial di Bali Tinggi, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/219122-potensi-konflik-
sosial-di-bali-tinggi, diakses Selasa 16 Juli 2013.
8
konflik tersebut bersumber dari pribadi-pribadi tertentu yang kemudian dibawa ke ranah
sosial budaya sehingga yang muncul keluar adalah konflik sosial budaya,” ujarnya. Mangku
Pastika melansir jika sumber konflik tersebut berasal dari faktor ekonomi, pendidikan dan
semakin mahalnya harga lahan di Bali saat ini. Seluruh penyebab ini masuk keranah sosial
budaya dan masyarakat menyikapinya secara budaya. Akibatnya, kasus ini menyebar,
menjadi konsumsi media sehingga Bali secara keseluruhan mendapat getahnya.2
Konflik dan kekerasan di Bali, dikenal dengan istilah biota atau wicara. Pelakunya
bukan hanya warga desa pakraman (krama desa), tetapi juga penduduk Bali. Dengan kata
lain, setiap orang yang berada di Bali (baik krama desa, krama tamiu maupun tamiu),
potensial dapat menimbulkan biota di tanah Bali. Apabila konflik dan kekerasan itu muncul
karena pelanggaran norma agama Hindu dan adat Bali, dikenal dengan sebutan “konflik
adat”. Konflik adat sebenarnya bukan hal baru, tetapi sudah terjadi sejak zaman kolonial.3
Adanya konflik sosial di Bali yang terwujud dalam konflik berdimensi adat seperti,
bentrokan antar-banjar atau perebutan setra, mengindikasikan bahwa desa pakraman di Bali
harus mengadakan evaluasi, pembelajaran, dan pendewasaan diri. Hal ini semakin berat
dengan masuknya faktor-faktor eksternal seiring dengan menguatnya pengaruh globalisasi
dan modernisasi. Oleh karena itu, desa pakraman sebagai pengawal adat, budaya, dan
agama Hindu Bali harus diberdayakan keberadaannya agar dapat menjawab tuntutan zaman.
Jangan sampai energi desa pakraman habis untuk mengurusi konflik internal, sementara
penetrasi budaya global bergerak begitu cepat dan rumit.4 Seiring dengan menguatnya
pengaruh modernisasi dan budaya global, desa pakraman sebagai lembaga adat yang
merepresentasikan tata nilai tradisional tentu akan menghadapi berbagai masalah dan
tantangan. Menurut teori-teori modernisasi, perubahan sosial yang terjadi di masyarakat
dapat diamati dari tingginya mobilitas penduduk, tingginya aktivitas pertukaran barang dan
jasa, cepatnya perputaran uang, menjamurnya etalase-etalase kapitalis (seperti mall, ruko,
2 Bali Hadapi Konflik Sosial, http://bumnwatch.com/bali-hadapi-konflik-sosial/, diakses Minggu 25 Agustus
2013. 3 Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat, dies.unud.ac.id/wp-
content/uploads/2008/09/10-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013. 4 Sistem Sosial Masyarakat Bali, http://www.cakrawayu.org/ artikel/ 8-guru-sukarma/ 51-sistem-sosial-
masyarakat-bali.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
9
bar, restoran, dan lain-lain), dan sebagainya. Kemudian secara kultural, masyarakat modern
dicirikan dengan menguatnya gaya hidup (life style) dan pencitraan diri (image). Selain itu,
juga menguatnya pengaruh nilai-nilai modern, seperti individualistis, materialistis, praksis
(efektif dan efisien), demokratis, dan ketergantungan pada penggunaan informasi dan
teknologi dalam berbagai bidang kehidupannya.5
Konflik sosial yang terjadi di Bali juga disebabkan karena masyarakat adat dan Hindu
di Bali juga sedang mengalami tekanan dari berbagai faktor eksternal yang menyebabkan
Bali berada dalam keterkepungan, baik secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
dan agama. Secara ideologi, masyarakat Bali berada dalam kegamangan ideologi akibat
masuk dan berkembangnya ideologi asing dengan terbukanya Bali sebagai pertemuan lintas
etnis, ras, bangsa, dan agama sebagai akses langsung pengembangan kepariwisataan di Bali.
Secara politik, masuknya bermacam-macam partai politik ke Bali, baik disadari maupun
tidak, akan menjadi alat bagi elit politik pusat untuk menggarap Bali.6 Hal ini sering
menyebabkan kehidupan sosial-politik masyarakat Bali terganggu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pendahuluan maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan (aturan hukum) tentang pencegahan dan penanggulangan
konflik sosial di Bali ?
2. Upaya-upaya apakah yang harus dilakukan untuk mencegah sedini mungkin
terjadinya konflik sosial di Bali ?
5 Sistem Sosial Masyarakat Bali, http://www.cakrawayu.org/ artikel/ 8-guru-sukarma/ 51-sistem-sosial-
masyarakat-bali.html, diakses Selasa 16 Juli 2013. 6 Sistem Sosial Masyarakat Bali, http://www.cakrawayu.org/ artikel/ 8-guru-sukarma/ 51-sistem-sosial-
masyarakat-bali.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya Indonesia dengan jumlah penduduk
lebih dari 230 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara
langsung ataupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya
menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun pada sisi lain, kondisi tersebut dapat
membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional apabila terdapat ketimpangan
pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial dan ekonomi, serta ketidakterkendalian
dinamika kehidupan politik. Di samping itu, transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang
makin terbuka mengakibatkan makin cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi
asing. Kondisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan
konflik, terutama konflik yang bersifat horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah
mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut masyarakat, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis seperti dendam, benci,
dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum.7 Untuk mencegah
agar tidak terjadi konflik dalam masyarakat maka peranan hukum mutlak diperlukan.
Peranan hukum dalam masyarakat adalah berfokus pada otoritas dan kontrol yang
memungkinkan kehidupan kolektif manusia itu selalu berada dalam keadaan yang tertib dan
tentram.8 Hukum diartikan sebagai suatu kontrol sosial dan berhubungan dengan
pembentukan dan pemeliharaan aturan-aturan sosial.9 Hukum berfungsi sebagai mekanisme
untuk melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, yang berlaku
baik ada konflik maupun tidak ada konflik. Jika terjadi konflik di dalam masyarakat, maka
hukum harus berperan. Olehnya itu, menurut Hobbes hukum itu ditentukan untuk mengatur
7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial,
http://statushukum.com/ undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang-penanganan-konflik-sosial.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
8 Soetandyo Wignjosoebroto, 2013, Hukum Dalam Masyarakat, Cet. I, Graha Ilmu, Yoyakarta, hlm. 1. 9 Adam Podgorecki dan Christoper J. Whelan (Editor), 1987, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, judul
asli: Sociological Approaches To Law penerjemah: Rnc. Widyaningsih dan G. Kartasapoetra, Cet. I, Bina Aksara, Jakarkat, hlm. 254.
11
konflik-konflik yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial. Inilah yang disebut oleh
Hobbes fungsi hukum sebagai mekanisme pengintegrasi.10
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan
Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan
menghasilkan integrasi, sebaliknya integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan
konflik.11
Konflik dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah pertentangan atau percecokan.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak
luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah
laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga,
yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena
komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak
ketiga.12
Konflik sosial mengacu pada sebuah bentuk interaksi sosial yang bersifat antara dua
orang / kelompok atau lebih, di mana masing-masing pihak berusaha untuk saling
mengalahkan atau bahkan meniadakan pihak lainnya. Sebagai sebuah bentuk interaksi
sosial yang bersifat negatif, konflik sosial dapat dipahami sebagai akibat tidak sempurnanya 10 Ahmad Ubbe dkk, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI 2011, http:///www.bphn.go.iddatadocumentspkj-2011-10, diakses Rabo 10 Juni 2015.pdf
11 Konflik Sosial, http://riko11f.blogspot.com/2012/06/konflik-sosial.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
12 http://rizalardyansyah23.blogspot.com/2012/12/ makalah- bk-sosial- konflik.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
12
kontak sosial dan komunikasi sosial yang terjadi di antara pihak-pihak yang berkonflik.
Dengan demikian sebuah interaksi sosial dapat menjadi sebuah kerjasama atau konflik,
secara teoritis dapat diprediksi dari apakah kontak dan komunikasi sosial antara kedua pihak
yang berinteraksi tersebut bersifat positif atau negatif. Sebagai salah satu bentuk interaksi
sosial antar individu dan kelompok yang beraneka, konflik sosial adalah salah satu hakekat
alamiah dari interaksi sosial itu sendiri. Konflik sosial tidak dapat ditiadakan, yang dapat
dilakukan adalah upaya pengelolaan dan mempertahankan konflik pada tingkat yang tidak
menghancurkan kebersamaan yang dibayangkan dan diinginkan bersama.13
Pengertian konflik sosial terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, yang menyatakan
Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik
dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam
waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi
sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.14
Pandangan ahli tentang konflik disampaikan oleh Robbin (1996: 431) mengatakan
konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di
satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain
kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Pandangan ini yang meliputi antara lain:15
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Bahwa konflik itu hal yang buruk,
sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan
istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di
antara orang - orang.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Konflik dianggap
sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi.
13 Ahmad Ubbe dkk, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI 2011, www.bphn.go.iddatadocumentspkj-2011-10, diakses Rabo 10 Juni 2015.pdf
14 Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116.
15 Konflik Sosial, http://riko11f.blogspot.com/2012/06/konflik-sosial.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
13
Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam
kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar
anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat
guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus
dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh
kelompok atau organisasi.
Demikian pula konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya,
bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari
segi materinya menjadi empat, yaitu:16
1. Konflik Tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang
kontradiktif.
2. Konflik Peranan
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan
tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.
3. Konflik Nilai
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam
organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu, individu dengan
kelompok, kelompok dengan organisasi.
4. Konflik Kebijakan
Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok
terhadap perbedaan kebijakan yang dikemukakan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.
Menurut Sumaatmaja (2003:6.5) penyebab konflik adalah tiap-tiap manusia
mempunyai sifat, watak, kehendak, dan kepentingannya masing-masing. Kehendak dan
kepentingan orang di sekitarnya, maka akan terjalin hubungan kerja sama yang harmonis
untuk mewujudkan keinginannya dan harapannya. Namun kenyataannya tidak jarang
16 Konflik Sosial, http://riko11f.blogspot.com/2012/06/konflik-sosial.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
14
kehendak dan keinginan serta kepentingan manusia yang satu dengan yang lainnya itu
saling bertabrakan, maka akibatnya akan terjadi konflik diantara manusia itu.17
Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh konflik sosial adalah sebagai
berikut:18
1. Konflik dapat menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan kelompok.
2. Konflik menyebabkan rusaknya berbagai harta benda dan jatuhnya korban jiwa.
3. Konflik menyebabkan adanya perubahan kepribadian.
4. Konflik menyebabkan dominasi kelompok pemenang.
Sumaatmaja (2003:6.5) menyebutkan bahwa sumber-sumber konflik antar suku
bangsa dan golongan dalam negara-negara berkembang seperti Indonesia, paling sedikit
5 (lima) macam sumber konflik yaitu :19
1. Konflik bisa terjadi kalau warga dari dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam
hal mendapatkan lapangan mata pencaharian hidup yang sama.
2. Konflik bisa terjadi kalau warga dari satu suku bangsa mencoba memaksakan unsur-
unsur dari kebudayaan kepada warga dari suatu suku bangsa lain.
3. Konflik bisa terjadi kalau warga dari satu suku bangsa mencoba memaksakan konsep-
konsep agamanya terhadap warga dari suku lain dari suku bangsa lain yang berbeda
agama.
4. Konflik akan terjadi kalau satu suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa
lain secara politis.
5. Potensi konflik terpendam ada dalam hubungan anatar suku-suku bangsa yang telah
bermusuhan secara adat.
Beberapa wujud konflik sosial yang perlu mendapat perhatian khusus karena sangat
kuat terkonfirmasi sebagai konflik yang mengakar dan mengemuka secara berulang
sepanjang sejarah kehidupan masyarakat Indonesia. Tiga diantaranya hádala :20
17 http://rizalardyansyah23. blogspot.com /2012/ 12/ makalah-bk-sosial-konflik.html, diakses Selasa 16 Juli
2013. 18 Konflik Sosial, http://riko11f.blogspot.com/2012/06/konflik-sosial.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
19 http://rizalardyansyah23.blogspot.com/2012/12/makalah-bk-sosial-konflik.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
15
a. Konflik ideologis yang bersumber pada perbenturan nilai tentang bentuk negara yang
digunakan sebagai bingkai bagi bangsa Indonesia yang merdeka.
b. Konflik horisontal rasial, yang bersumber pada perbedaan etnis yang cenderung rasial,
dan dipicu oleh kesenjangan dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi.
c. Konflik vertikal yang bersumber pada ketidak-puasan masyarakat pada penguasa, yang
seringkali meledak dalam bentuk konflik horisontal karena dua faktor, yaitu rasa
frustrasi dan tidak berdaya masyarakat dalam menghadapi kuatnya kekuasaan dan
pemanfaatan potensi-potensi konflik horisontal oleh penguasa untuk mempertahankan
kelanggengan kekuasaannya.
d. Konflik politik yang bersumber pada pertarungan antara kepentingan pemerintah dan
masyarakat lokal, pemerintah nasional, dan kepentingan-kepentingan masyarakat
internasional, yang dapat berakibat pada ancaman serius bagi kelanggengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
20 Ahmad Ubbe dkk, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI 2011, www.bphn.go.iddatadocumentspkj-2011-10, diakses Rabo 10 Juni 2015.pdf
16
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk melaksanakan salah satu bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu bidang
Penelitian.
b. Untuk memberikan dukungan terhadap kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya Ilmu Hukum.
c. Untuk mengetahui persoalan-persoalan hukum yang timbul di masyarakat dan
memberikan sumbangan pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah hukum
tersebut.
d. Untuk menambah wawasan keilmuan peneliti tentang hubungan antara Ilmu Hukum
dengan masyarakat.
3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan memahami secara lebih mendalam pengaturan (aturan
hukum) tentang pencegahan dan penanggulangan konflik sosial dan upaya-upaya
yang harus dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya konflik sosial di
Bali.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah di tingkat
pusat maupun daerah dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat mencegah
terjadinya konflik sosial di Bali.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau masukan untuk para
pengamat, akademisi, praktisi yang yang peduli terhadap masalah-masalah sosial
dan hukum di Bali dalam rangka mewujudkan kedamaian dan ketentraman
masyarakat Bali.
17
BAB IV METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normativ yang menggunakan data
sekunder yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sebagai bahan
hukum untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian dan kemudian
ditunjang dengan informasi atau data lapangan.
2. Sifat penelitian
Ditinjau dari sifat penelitian, maka penelitian ini termasuk dalam kategori
penelitian yang bersifat deskriptif yaitu bertujuan menggambarkan atau
menjelaskan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok
tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala
dengan gejala lainnya di masyarakat. Serta menjelaskan fungsi atau peran asas-
asas hukum, prinsip-prinsip hukum dan norma-norma hukum terhadap fakta-
fakta atau masalah-masalah sosial yang muncul di masyarakat.
3. Sumber bahan hukum
Penelitian ini didukung oleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-
undangan nasional, seperti misalnya: konstitusi negara, undang-undang,
peraturan pemerintah dan lain-lain. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum
sebagai penunjang dari bahan hukum primer, yaitu berupa: buku-buku hukum,
jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah hukum, tulisan-tulisan atau artikel-artikel
hukum dan kamus hukum yang terkait dengan pokok permasalahan dalam
penelitian ini.
4. Teknik pengumpulan bahan hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan studi kepustakaan, dengan metode studi kepustakaan ini peneliti
18
mencari, mempelajari dan memahami berbagai pendapat, teori dan konsepsi
yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang didapatkan dari literatur-
literatur yang tersedia serta peraturan perundang-undangan.
5. Tehnik pengolahan dan analisa bahan hukum
Untuk pengolahan dan analisis bahan hukum yang diperoleh dari penelitian,
bahan hukum dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan melakukan
penyusunan, analisis, argumentasi, interpretasi dan pemahaman makna dengan
mengkaitkan asas-asas hukum, prinsip-prinsip hukum dan norma-norma hukum
(ketentuan atau peraturan hukum) yang berlaku dengan kondisi atau fakta sosial
yang muncul di masyarakat, kemudian disajikan secara deskriptif dan sistematis.
19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin
cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi tersebut menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan konflik, terutama konflik yang bersifat
horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya
rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma
psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya
kesejahteraan umum.21
Bali merupakan salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konflik sosial yang bersifat horizontal juga sering terjadi di Bali. Membayangkan
masyarakat Bali semata-mata anggung dan mempesona bagai di post card dan lukisan
naturalis merupakan sebuah kekeliruan besar. Dibalik keanggunan dan keindahan tersebut,
di sana sini terdapat konflik sosial.22 Konflik sosial yang terjadi di Bali pada umumnya
dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi, politik, hukum dan adat budaya. Namun konflik
sosial yang terjadi di Bali yang sering muncul ke permukaan dan menjadi perhatian publik
adalah konflik sosial yang berdimensi adat.
Konflik di Bali juga bisa dilacak dari ekses negatif ideologi pembangunan model
tricle down efect, tetesan ke bawah. Hal ini memang tidak bersifat langsung, namun masih
bisa dilacak peroses pertumbuhannya. Pembangunan model itu, amat bergantung pada peran
konglomerat, karena itu kelompok ini, harus dibangun secara instant melalui konglomerasi
dan nepotisme. Mereka inilah yang diberikan kesempatan untuk mengubah pola ekonomi
pariwisata dari yang kerakyatan menjadi ”kekaisaran”. ”Kaisar-kaisar” pariwisata datang ke
Bali, tidak saja melakukan eksploitasi ekonomi, tetapi juga penetrasi budaya dengan
menghancurkan dan mengesampingkan budaya lokal. Lebih jauh dari itu mereka juga
melakukan dominasi poltik dengasn mendikte elit kekuasaan lokal baik sipil maupun
militer, dipaksa tunduk terhadap kehendak ”sang kaisar.” Hal ini kemudian menimbulkan
21http:// statushukum. com/ undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang-
penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013. 22 Bahaya Konflik Multidimensi Mengintip Bali, http://www.sejarawantsp.com/bahaya-konflik-multidimensi-
mengintip-bali/, diakses Minggu 14 Juni 2015.
20
konflik baru antara mahasiswa dan para pemerhati Bali melawan penguasa yang didukung
aparat keamanan.23
Sementara konflik ekonomi sosial yang muncul dari ekses pembangunan model
tricle down efect bermula dari adanya akumulasi kapital pada segelintir orang, yang
kemudian melahirkan kecemburuan sosial golongan miskin dengan golongan kaya.
Pembakaran dan penjarahan yang dilakukan oleh rakayat Bali pada kerusuhan sosial –
politik 20-21Oktober 1999, sangat cocok untuk menerangkan bahwa ketimpangan sosial
ekonomi mempunyai peluang yang besar meningkatkan kadar konflik tataran tertinggi,
yakni tindakan-tindakan anarkhi.24
Konflik sosial yang juga sering menjadi perhatian publik yang terjadi di Bali adalah
konflik adat atau kasus adat. Yang dimaksud dengan konflik ataupun kasus adat adalah
kasus-kasus yang bertentangan dengan Tri Hita Karana (Parahyangan, Pawongan dan
Palemahan) (Surpha, 2002:154). Di Bali konflik adat merupakan ancaman besar bagi
eksistensi masyarakat Bali yang kini mendapatkan perhatian besar dari banyak kalangan.
Konflik yang terjadi dalam masyarakat Bali beberapa tahun ini intensitasnya sangat tinggi.
Beberapa kasus setelah diidentifikasi dapat digolongkan ke dalam ranah konflik adat tapi
ada pula konflik yang diklaim menjadi konflik adat atau tindakan kriminal yang diadatkan,
seperti permasalahan pribadi yang kemudian mengajak kelompok besar seperti banjar adat
sampai desa pakraman untuk ikut serta dalam putaran konflik tersebut. Latar belakang
terjadinya konflik adat antara lain disebabkan oleh adanya perubahan sosial yang tampak
pada perubahan perilaku warga masyarakat, dan terjadinya pergeseran nilai budaya (Sirtha,
2008:75).25 Ditengah perkembangan kemajuan teknologi dan pengetahuan, dinamika
kehidupan sosial masyarakat kini pun kian berubah. Kesadaran akan peningkatan
kesejahteraan yang semakin tinggi akibat dari perubahan yang cepat mengikuti
perkembangan masyarakat yang semakin maju, mengakibatkan adanya pergeseran nilai-
nilai budaya masyarakat. Dengan kemajuan yang sedemikian rupa saat ini fenomena yang
23 Bahaya Konflik Multidimensi Mengintip Bali, http://www.sejarawantsp.com/bahaya-konflik-multidimensi-
mengintip-bali/, diakses Minggu 14 Juni 2015. 24 Bahaya Konflik Multidimensi Mengintip Bali, http://www.sejarawantsp.com/bahaya-konflik-multidimensi-
mengintip-bali/, diakses Minggu 14 Juni 2015. 25Dinamika Desa Pakraman, http://dhebotblogbelog.blogspot.com/2014/01/dinamika-desa-pakraman.html,
diakses Rabo 10 Juni 2015.
21
muncul adalah masyarakat sudah mulai berubah menjadi masyarakat yang konsumtif,
eksploitatif, bernafsu tinggi, individualistik, konsumeristik, dan sekuler. Pergeseran yang
terjadi antara lain, terjadi pergeseran nilai sakral menjadi profan, dan nilai agama bergeser
menjadi nilai ekonomi. Dengan terjadinya perubahan nilai dalam perubahan orientasi dari
kesederhanaan dan hemat menjadi rakus antara lain merupakan penyebab munculnya
berbagai konflik di desa pakraman termasuk konflik batas wilayah yang melibatkan desa
pakraman (Windia, 2010:28).26
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya,
konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.27
Pengertian dari kata ”konflik” sangat banyak diberikan oleh para ahli. Menurut
Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View) :28
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat
dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah
pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang
optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan
manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini,
manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor,
antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan
sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan.
Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik
sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
26Dinamika Desa Pakraman, http://dhebotblogbelog.blogspot.com/2014/01/dinamika-desa-pakraman.html,
diakses Rabo 10 Juni 2015. 27 Konflik, http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik, diakses Minggu 14 Juni 2015. 28 Konflik, http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik, diakses Minggu 14 Juni 2015.
22
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)29
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang
harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai
sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan
seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik
secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan
menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga
akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan
tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik
merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi
manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam
konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak
hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai
suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang
destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun
organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Adapun penyebab konflik tersebut adalah :30
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial,
sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu
29 Konflik, http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik, diakses Minggu 14 Juni 2015. 30 Konflik, http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik, diakses Minggu 14 Juni 2015.
23
perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik,
tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang
sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan
kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan
sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus
dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap
sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan
membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial
di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang
politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara
kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha
yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan
upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk
dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
24
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya
konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi
yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam
organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan
nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi
pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan
terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan
masyarakat yang telah ada.
A. Pencegahan Dan Penanggulangan Konflik Sosial Di Bali Dari Perspektif Hukum
Negara (Hukum Nasional)
Indonesia adalah negara hukum. Demikian ditegaskan pada Pasal 1 Ayat 3 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945 setelah perubahan).
Dengan demikian maka sudah sewajarnya negara (pemerintah) menciptakan norma-norma
hukum atau produk hukum (peraturan perundang-undangan) yang mengatur kehidupan
seluruh komponen bangsa, termasuk membuat peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan konflik sosial. Undang-undang yang
sudah diundangkan dalam Lembaran Negara akan mempunyai kekuatan mengikat dan
berlaku terhadap seluruh komponen negara (wilayah adan warga negara) yang ada di dalam
negara. Demikian pula dengan Bali, Bali adalah merupakan bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Bali juga harus tunduk dan terikat untuk melaksanakan undang-undang
yang sudah diundangkan dalam Lembaran Negara, termasuk tunduk dan melaksanakan
25
undang-undang tentang pencegahan dan penanggulangan konflik sosial, yaitu Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Menyadari kondisi dan tantangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
demokratis, pada tanggal 10 Mei 2012 Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Undang-undang tersebut juga
telah menetapkan ruang lingkup penanganan konflik meliputi Pencegahan Konflik,
Penghentian Konflik, dan Pemulihan Pasca Konflik.31 Pengertian konflik sosial terdapat
dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang
Penanganan Konflik Sosial, yang menyatakan: Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut
Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok
masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang
mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas
nasional dan menghambat pembangunan nasional.32
Mengacu pada strategi penanganan konflik yang dikembangkan oleh pemerintah,
kerangka regulasi yang ada mencakup tiga strategi. Pertama, kerangka regulasi dalam upaya
pencegahan konflik seperti regulasi mengenai kebijakan dan strategi pembangunan yang
sensitif terhadap konflik dan upaya pencegahan konflik. Kedua, kerangka regulasi bagi
kegiatan penanganan konflik pada saat terjadi konflik yang meliputi upaya penghentian
kekerasan dan pencegahan jatuhnya korban manusia ataupun harta benda. Ketiga, kerangka
regulasi bagi penanganan pascakonflik, yaitu ketentuan yang berkaitan dengan tugas
penyelesaian sengketa/proses hukum serta kegiatan pemulihan, reintegrasi, dan rehabilitasi.
Kerangka regulasi yang dimaksud adalah segala peraturan perundang-undangan, baik yang
tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun
dalam peraturan perundang-undangan yang lain, termasuk di dalamnya Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR).33
31 Penanganan Konflik Komunal dan Kekerasan Horizontal dari Perspektif Implementasi UU No. 7 Tahun
2012, http://www.indonesia.go.id/en/ penjelasan- umum/ 12392- penanganan- konflik- komunal- dan-kekerasan-horizontal-dari-perspektif-implementasi-uu-no-7-tahun-2012, diakses Selasa 16 Juli 2013.
32 Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116.
33 http:// statushukum. com/ undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang- penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
26
Berdasarkan pemikiran tersebut, pada dasarnya terdapat tiga argumentasi pentingnya
Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial, yaitu argumentasi filosofis,
argumentasi sosiologis, dan argumentasi yuridis.34
Argumentasi filosofis berkaitan dengan pertama, jaminan tetap eksisnya cita-cita
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mewujudkan persatuan dan kesatuan
bangsa, tanpa diganggu akibat perbedaan pendapat atau Konflik yang terjadi di antara
kelompok masyarakat. Kedua, tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia yang terdiri atas beragam suku bangsa, agama, dan
budaya serta melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk memberikan jaminan
rasa aman dan bebas dari rasa takut dalam rangka terwujudnya kesejahteraan umum
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Ketiga, tanggung jawab negara memberikan pelindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi melalui upaya penciptaan suasana yang aman, tenteram, damai, dan
sejahtera baik lahir maupun batin sebagai wujud hak setiap orang atas pelindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda serta hak atas rasa aman dan
pelindungan dari ancaman ketakutan. Bebas dari rasa takut merupakan jaminan terhadap
hak hidup secara aman, damai, adil, dan sejahtera.35
Selanjutnya, argumentasi sosiologis pembentukan Undang-Undang tentang
Penanganan Konflik Sosial adalah sebagai berikut; Pertama, Negara Republik Indonesia
dengan keanekaragaman suku bangsa, agama, dan budaya yang masih diwarnai
ketimpangan pembangunan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial, ekonomi dan politik,
berpotensi melahirkan Konflik di tengah masyarakat. Kedua, Indonesia pada satu sisi
sedang mengalami transisi demokrasi dan pemerintahan, membuka peluang bagi munculnya
gerakan radikalisme di dalam negeri, dan pada sisi lain hidup dalam tatanan dunia yang
terbuka dengan pengaruh asing sangat rawan dan berpotensi menimbulkan Konflik. Ketiga,
kekayaan sumber daya alam dan daya dukung lingkungan yang makin terbatas dapat
menimbulkan Konflik, baik karena masalah kepemilikan maupun karena kelemahan dalam
34http:// statushukum. com/ undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang-
penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013. 35http:// statushukum. com/ undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang-
penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
27
sistem pengelolaannya yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat setempat.
Keempat, Konflik menyebabkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, rusaknya
lingkungan dan pranata sosial, kerugian harta benda, jatuhnya korban jiwa, timbulnya
trauma psikologis (dendam, benci, antipati), serta melebarnya jarak segresi antara para
pihak yang berkonflik sehingga dapat menghambat terwujudnya kesejahteraan umum.
Kelima, Penanganan Konflik dapat dilakukan secara komprehensif, integratif, efektif,
efisien, akuntabel, dan transparan serta tepat sasaran melalui pendekatan dialogis dan cara
damai berdasarkan landasan hukum yang memadai. Keenam, dalam mengatasi dan
menangani berbagai Konflik tersebut, Pemerintah Indonesia belum memiliki suatu format
kebijakan Penanganan Konflik komprehensif, integratif, efektif, efisien, akuntabel dan
transparan, serta tepat sasaran berdasarkan pendekatan dialogis dan cara damai.36
Argumentasi yuridis pembentukan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik
Sosial adalah mengenai permasalahan peraturan perundang-undangan terkait Penanganan
Konflik yang masih bersifat sektoral dan reaktif, dan tidak sesuai dengan perkembangan
sistem ketatanegaraan.37
Transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin
cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi tersebut menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan Konflik, terutama Konflik yang bersifat
horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya
rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma
psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya
kesejahteraan umum.38 Berdasarkan fakta tersebut, maka dibentuklah undang-undang
tentang penanganan konflik sosial, yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 terdiri dari 10 (Sepuluh)
Bab dan 62 (Enam Puluh Dua) Pasal. Bab I tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Asas,
Tujuan, Dan Ruang Lingkup, Bab III tentang Pencegahan Konflik, Bab IV tentang
Penghentian Konflik, Bab V tentang Pemulihan Pasca Konflik, Bab VI tentang
Kelembagaan Dan Mekanisme Penyelesain Konflik, Bab VII tentang Peran Serta 36http:// statushukum. com/ undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang-
penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013. 37http:// statushukum. com/ undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang-
penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013. 38 Penjelasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
28
Masyarakat, Bab VIII tentang Pendanaan, Bab IX tentang Ketentuan Peralihan, Bab X
tentang Ketentuan Penutup.
Dengan menggunakan pemahaman terhadap hakekat konflik sosial dan hakekat
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat multikultural, berikut ini adalah beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan dalam menangani konflik sosial secara efektif melalui aturan
perundang-undangan, yaitu :39
a. Konflik sosial harus diterima sebagai salah satu realitas sosial yang merupakan salah
satu hakekat kebersamaan, ilusi tentang terciptanya kebersamaan yang bersifat otomatis,
dapat menyebabkan lahirnya sikap menghindari konflik yang akhirnya melumpuhkan
kemampuan masyarakat untuk mengelola konflik secara mandiri dalam kehidupan
bersama.
b. Penanganan konflik sosial dapat dilakukan secara lebih dini dengan mengidentifikasi
pola-pola kontak dan komunikasi sosial yang dapat memprediksi bentuk-bentuk
interaksi sosial yang bersifat negatif dari dua orang individu atau kelompok.
c. Penanganan konflik sosial dapat dilakukan secara efektif dengan mengidentifikasi dan
mempelajari lebih seksama berbagai kepentingan spesifik yang merupakan konsekuensi
dari perbedaan-perbedaan hakiki dan alami dari setiap individu atau kelompok yang
membangun kesatuan sosial tersebut.
d. Penanganan konflik sosial tidak hanya dilakukan pada saat konflik sudah terbuka, yang
biasanya sudah terlambat. Penanganan konflik perlu dilakukan secara lebih dini dengan
cara mengidentifikasi secara cermat bentuk-bentuk konflik tersembunyi, kadar
ketegangan yang timbul dari konflik tersembunyi tersebut, faktor-faktor yang potensial
menjadi pemicu, serta pengaruh intervening variables penting yang ikut mempercepat
proses perubahan sebuah konflik tersembunyi menjadi sebuah konflik terbuka.
e. Penanganan konflik secara efektif, juga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi secara
cepat dan akurat mengenai dimensi konflik yang terjadi. Konflik yang bersifat vertikal,
perlu ditangani secara berbeda dengan konflik horisontal karena melibatkan dua
individu atau kelompok sosial yang berbeda stata dan kekuatan hegemoniknya.
39 Ahmad Ubbe dkk, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI 2011, www.bphn.go.iddatadocumentspkj-2011-10, diakses Rabo 10 Juni 2015.pdf
29
f. Penanganan konflik sosial secara efektif tidak hanya memperhatikan wujud konflik yang
fisikal, melainkan juga yang bersifat ideologis yang berakar pada perbenturan nilai-nilai
dasar, serta konflik normatif yang berakar pada perbedaan mengenai aturan berperilaku.
g. Dalam konteks masyarakat multikultural, aturan perundang-undangan harus mampu
menumbuhkan kemampuan setiap individu dan kelompok masyarakat untuk memiliki
kapasitas penting untuk hidup bersama, yaitu kesadaran akan jati diri dan sadar akan
kepentingannya, kesadaran bertindak publik yang berlandas pada kemampuan
menyadari dan menerima kepentingan orang lain dan kelompok lain setara dengan
kepentingannya, memiliki keterampilan untuk menjadi juru bicara yang fasih dan elegan bagi kepentingan diri dan kelompoknya, menjadi pendengar yang peka terhadap
kepentingan orang dan kelompok lain, serta mampu memberikan solusi-solusi
kontributif yang larap dengan kerangka besar mosaik kebersamaan.
B. Pencegahan Dan Penanggulangan Konflik Sosial Di Bali Dari Perspektif Kearifan
Lokal (Local Wisdom).
Bali sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah juga sebagai
kesatuan masyarakat hukum adat dan memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Kesatuan
masyarakat hukum adat yang ada di seluruh Indonesia termasuk Bali, secara tegas telah
mendapat pengakuan secara hukum. Hal ini ditegaskan dalam Konstitusi Negara Republik
Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945 setelah
perubahan) pada Pasal 18B Ayat 2, yang menyatakan :
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang.
Selanjutnya dalam Pasal 28I ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa
identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
jaman dan peradaban.
Dalam berbagai undang-undang juga disinggung memgenai eksistensi hukum adat
dan masyarakat adat, antara lain dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang Nomor 5 tahun 1994
30
tentang pengesahan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati yang memuat prinsip
free and prior inform consent.40
Kehidupan masyarakat Bali dari waktu ke waktu terus mengalami dinamika.
Dinamika perkembangan masyarakat Bali sangat dipengaruhi oleh era globalisasi yang
memunculkan arus demokrasi dan perubahan yang begitu luas dan mempengaruhi segala
segi kehidupan masyarakat Bali. Era globalisasi yang menimbulkan dinamika politik,
ekonomi, sosial dan budaya terhadap masyarakat Bali telah memunculkan pertentangan atau
konflik di Bali, yaitu konflik yang bersifat horisontal atau vertikal. Konflik dan kekerasan di
Bali, dikenal dengan istilah biota atau wicara. Pelakunya bukan hanya warga desa
pakraman (krama desa), tetapi juga penduduk Bali. Dengan kata lain, setiap orang yang
berada di Bali (baik krama desa, krama tamiu maupun tamiu), potensial dapat menimbulkan
biota di tanah Bali.41 Konflik sosial yang terjadi di Bali dilatarbelakangi oleh masalah
politik, ekonomi, adat dan lain-lain. Konflik sosial yang terjadi di Bali yang sering muncul
ke publik adalah dilatar belakangi oleh masalah adat. Apabila konflik dan kekerasan itu
muncul karena pelanggaran norma agama Hindu dan adat Bali, dikenal dengan sebutan
“konflik adat”. Konflik adat sebenarnya bukan hal baru, tetapi sudah terjadi sejak zaman
kolonial, berlanjut sampai sekarang dengan berbagai menifestasi.42 Konflik adat yang juga
merupakan konflik sosial sering muncul pada desa pakraman di Bali. Untuk mencegah
munculnya konflik di desa pakraman, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai
berikut. Pertama, sanksi adat yang telah terbukti menjadi sorotan berbagai pihak karena
dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan hak azasi manusia (HAM) seperti
sanksi adat kasepekang, sebaiknya ditinggalkan dan diganti dengan jenis sanksi lainnya
yang lebih menjamin tercapainya tujuan pengenaan sanksi adat, yaitu mengembalikan
keseimbangan dalam masyarakat dan menciptakan kasukertan sekala niskala (kedamaian
lahir batin). Kedua, prajuru desa perlu mengadakan perubahan orientasi dalam menegakkan
40Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http://birohukum.
bappenas.go.id/data/data_artikel_jdih/PEMBANGUNAN%20HUKUM%20BERBASIS%20KEARIFAN%20 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
41 Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat, dies.unud.ac.id/wp-
content/uploads/2008/09/10-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013. 42 Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat, dies.unud.ac.id/wp-
content/uploads/2008/09/10-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013.
31
hukum adat (awig-awig desa). Penegakan awig-awig tidak lagi harus bersikukuh pada
interpretasi teks, melainkan lebih berorientasi pada konteks ruang dan waktu serta manfaat
yang didapat. Dalam hubungan dengan usaha menciptakan kasukertan (kedamaian) desa,
hal ini mengandung arti bahwa dalam mengambil keputusan, perangkat pimpinan desa
pakraman (prajuru desa) tidak semata-mata harus berpegang pada suara terbanyak (briuk
siyu), melainkan patut meperhatikan kepatutan yang berlaku umum.43
Hukum adat di Bali mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencegah dan
menanggulangi konflik sosial yang terjadi di Bali. Hukum adat di Bali merupakan
perwujudan dari nilai-nilai budaya Bali dan nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Bali.
Hukum adat dalam prakteknya adalah berisi kearifan-kearian lokal yang saat ini sedang
mengemuka karena kapasitasnya telah terbukti bermanfaat sebagai pendekatan dalam
berbagai aspek kehidupan.44 Soerjono Soekanto (1988) menyatakan bahwa hukum harus
dianggap sebagai ekspresi dari suatu sikap kebudayaan, artinya tertib hukum harus
dipelajari dan dipahami secara fungsional dari sistem kebudayaan. Hukum merupakan
konkretisasi dari nilai-nilai budaya suatu masyarakat, dengan kata lain hukum merupakan
penjelmaan dari sistem nilai-nilai budaya masyarakat. Oleh karena setiap masyarakat selalu
menghasilkan kebudayaan, maka hukumpun selalu ada dalam masyarakat dan tampil
dengan kekhasan masing-masing.45 Sebagai bagian dari produk kebudayaan, hukum tidak
hanya dipandang sebagai bangunan norma peraturan yang dibuat oleh pihak yang memiliki
otoritas untuk membuat hukum negara. Lebih dari itu, perspektif antropologi hukum
memperlihatkan wujudnya sebagai sistem pengendalian sosial (social control) untuk
menciptakan keteraturan sosial (social order) dan menjaga ketertiban dalam kehidupan
bersama (legal order).46
43 Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat, dies.unud.ac.id/wp-
content/uploads/2008/09/10-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013. 44Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http://birohukum.
bappenas.go.id/data/data_artikel_jdih/PEMBANGUNAN%20HUKUM%20BERBASIS%20KEARIFAN%20 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
45Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http://birohukum. bappenas.go.id/data/data_artikel_jdih/PEMBANGUNAN%20HUKUM%20BERBASIS%20KEARIFAN%20 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
46Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http://birohukum.
bappenas.go.id/data/data_artikel_jdih/PEMBANGUNAN%20HUKUM%20BERBASIS%20KEARIFAN%20 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
32
Demikian pula nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Bali juga dapat mencegah dan
menanggulangi terjadinya konflik sosial di Bali. Kearifan lokal (local genius / local
wisdom) merupakan pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas
yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi.
Kearifan lokal dengan demikian merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh
masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan
sistem kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan didalam tradisi dan mitos yang
dianut dalam jangka waktu yang lama.47 Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud sebagai
kearifan lokal adalah nilai-nilai, norma, hukum-hukum dan pengetahuan yang dibentuk oleh
ajaran agama, kepercayaan-kepercayaan, tata nilai tradisional dan pengalaman-pengalaman
yang diwariskan oleh leluhur yang akhirnya membentuk sistem pengetahuan lokal yang
digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan sehari-hari oleh masyarakat.48
Masyarakat Bali sebagai satu kesatuan geografis, suku, ras, agama memiliki nilai
kearifan lokal yang telah teruji dan terbukti daya jelajah sosialnya dalam mengatasi
berbagai problematika kehidupan sosial. Nilai kearifan lokal tersebut diantaranya :49
1. Nilai kearifan Tri Hita Karana; suatu nilai kosmopolit tentang harmonisasi
hubungan manusia dengan tuhan (sutata parhyangan), hubungan manusia dengan
sesama umat manusia (sutata pawongan) dan harmonisasi hubungan manusia
dengan alam lingkungannya (sutata palemahan). Nilai kearfian lokal ini telah
mampu menjaga dan menata pola hubungan sosial masyarakat yang berjalan sangat
dinamis.
47AA G Oka Wisnumurti, Mengelola Nilai Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama (Suatu Tinjauan Empiris-Sosiologis), http://www.yayasankorpribali.org/artikel-dan-berita/59-mengelola-nilai-kearifan-lokal-dalam-mewujudkan-kerukunan-umat-beragama.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
48 Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http://birohukum. bappenas.go.id/data/data_artikel_jdih/PEMBANGUNAN%20HUKUM%20BERBASIS%20KEARIFAN%20 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
49 AA G Oka Wisnumurti, Mengelola Nilai Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama (Suatu Tinjauan Empiris-Sosiologis), http://www.yayasankorpribali.org/artikel-dan-berita/59-mengelola-nilai-kearifan-lokal-dalam-mewujudkan-kerukunan-umat-beragama.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
33
2. Nilai kearifan lokal Tri Kaya Parisuda; sebagai wujud keseimbangan dalam
membangun karakter dan jatidiri insani, dengan menyatukan unsur pikiran,
perkataan dan perbuatan. Tertanamnya nilai kearfan ini telah melahirkan insan yang
berkarakter, memiliki konsistensi dan akuntabilitas dalam menjalankan kewajiban
sosial.
3. Nilai kearifan lokal Tatwam Asi; kamu adalah aku dan aku adalah kamu, nilai ini
memberikan fibrasi bagi sikap dan prilaku mengakui eksistensi seraya menghormati
orang lain sebagaimana menghormati diri sendiri. Nilai ini menjadi dasar yang
bijaksana dalam membangun peradaban demokrasi moderen yang saat ini sedang
digalakkan.
4. Nilai Salunglung Sabayantaka, Paras Paros Sarpanaya; sutu nilai sosial tentang
perlunya kebersamaan dan kerjasama yang setara antara satu dengan yang lainnya
sebagai satu kesatuan social yang saling menghargai dan menghormati.
5. Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai sikap sosial yang menyadari akan kebersamaan
ditengah perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan. Semangat ini sangat
penting untuk diaktualisasikan dalam tantanan kehidupan sosial yang multikultural.
6. Nilai kearifan lokal Menyama Braya; mengandung makna persamaan dan
persaudaraan dan pengakuan sosial bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu
kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain
sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka.
Sederertan nilai-nilai kerafian lokal tersebut akan bermakna bagi kehidupan sosial
apabila dapat menjadi rujukan dan bahan acuan dalam menjaga dan menciptakahn relasi
sosial yang harmonis. Sistem pengetahuan lokal ini seharusnya dapat dipahami sebagai
sistem pengetahuan yang dinamis dan berkembang terus secara kontekstual sejalan dengan
tuntutan kebutuhan manusia yang semakin heterogen dan kompleks. Nilai kearifan lokal
akan memiliki makna apabila tetap menjadi rujukan dalam mengatasi setiap dinamika
kehidupan sosial, lebih-lebih lagi dalam menyikapi berbagai perbedaan yang rentan
menimbulkan konflik. Keberadaan nilai kearifan lokal justru akan diuji ditengah-tengah
kehidupan sosial yang dinamis. Di situlah sebuah nilai akan dapat dirasakan. Secara empiris
nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Bali telah teruji
34
keampuhannya, paling tidak ketika proses reformasi berlangsung, pemilu multi partai dan
konflik-konflik sosial yang bernuansa antar pemuda, masalah ekonomi dan politik dapat
diredam.50
50 AA G Oka Wisnumurti, Mengelola Nilai Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama (Suatu Tinjauan Empiris-Sosiologis), http://www.yayasankorpribali.org/artikel-dan-berita/59-mengelola-nilai-kearifan-lokal-dalam-mewujudkan-kerukunan-umat-beragama.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
35
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin
cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi tersebut menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan Konflik, terutama Konflik yang bersifat
horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya
rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma
psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya
kesejahteraan umum. Demikian halnya dengan Bali, Bali merupakan salah satu bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik sosial yang bersifat horizontal juga sering
terjadi di Bali. Konflik sosial yang terjadi di Bali pada umumnya dilatarbelakangi oleh
masalah ekonomi, politik, hukum dan adat budaya.
Menyadari kondisi dan tantangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
demokratis, maka pada tanggal 10 Mei 2012 Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Undang-undang tersebut juga
telah menetapkan ruang lingkup penanganan konflik meliputi Pencegahan Konflik,
Penghentian Konflik, dan Pemulihan Pasca Konflik. Dalam konteks Indonesia sebagai
negara hukum, seperti ditegaskan pada Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945 setelah perubahan), maka sudah sewajarnya
negara (pemerintah) menciptakan norma-norma hukum atau produk hukum (peraturan
perundang-undangan) yang mengatur kehidupan seluruh komponen bangsa, termasuk
membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pencegahan dan
penanggulangan konflik sosial. Bali sebagai sebuah Provinsi yang merupakan bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia tentu harus tunduk dan terikat untuk melaksanakan
undang-undang yang sudah diundangkan dalam Lembaran Negara, termasuk tunduk dan
melaksanakan undang-undang tentang pencegahan dan penanggulangan konflik sosial, yaitu
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Pencegahan dan penanggulangan konflik sosial di Bali tidak hanya berdasarkan pada
hukum negara (hukum nasional) saja. Tetapi juga berdasarkan pada hukum yang lahir dari
36
budaya lokal Bali (kearifan lokal Bali). Hukum adat di Bali mempunyai peranan yang
sangat penting dalam mencegah dan menanggulangi konflik sosial yang terjadi di Bali.
Hukum adat di Bali merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya Bali dan kearifan lokal
yang ada di Bali. Sebagai bagian dari produk kebudayaan, hukum tidak hanya dipandang
sebagai bangunan norma peraturan yang dibuat oleh pihak yang memiliki otoritas untuk
membuat hukum negara. Lebih dari itu, perspektif antropologi hukum memperlihatkan
wujudnya sebagai sistem pengendalian sosial (social control) untuk menciptakan
keteraturan sosial (social order) dan menjaga ketertiban dalam kehidupan bersama (legal
order). Eksitensi kesatuan masyarakat hukum adat di Bali telah mendapat pengakuan
negara, hal ini ditegaskan dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945 setelah perubahan) pada Pasal 18B
Ayat 2, dan Pasal 28I ayat (3).
Kearifan lokal adalah nilai-nilai, norma, hukum-hukum dan pengetahuan yang
dibentuk oleh ajaran agama, kepercayaan-kepercayaan, tata nilai tradisional dan
pengalaman-pengalaman yang diwariskan oleh leluhur yang akhirnya membentuk sistem
pengetahuan lokal yang digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan sehari-
hari oleh masyarakat. Masyarakat Bali sebagai satu kesatuan geografis, suku, ras, agama
memiliki nilai kearifan lokal yang telah teruji dan terbukti daya jelajah sosialnya dalam
mengatasi berbagai problematika kehidupan sosial. Nilai kearifan lokal tersebut
diantaranya: Tri Hita Karana; Tri Kaya Parisuda; Tatwam Asi; Salunglung Sabayantaka,
Paras Paros Sarpanaya; Bhineka Tunggal Ika; Menyama Braya.
Sederertan nilai-nilai kerafian lokal tersebut akan bermakna bagi kehidupan sosial
apabila dapat menjadi rujukan dan bahan acuan dalam menjaga dan menciptakahn relasi
sosial yang harmonis. Nilai kearifan lokal akan memiliki makna apabila tetap menjadi
rujukan dalam mengatasi setiap dinamika kehidupan sosial, lebih-lebih lagi dalam
menyikapi berbagai perbedaan yang rentan menimbulkan konflik.
6.2 Saran
Pemerintah harus secara berkesinambungan dan konsisten mensosialisasikan
substansi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
terhadap masyarakat secara umum, termasuk juga kepada masyarakat Bali dan seluruh
37
pemangku kepentingan di Bali. Sosialisasi ini juga penting ditujukan kepada tokoh-tokoh
masyarakat Bali yang menjadi panutan dan disegani di Bali. Pada konteks masyarakat Bali,
tokoh-tokoh masyarakat masih dianggap memiliki kemampuan yang kuat untuk
mengarahkan pemikiran dan tindakan masyarakat. Adanya sosialisasi Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial terhadap masyarakat yang ada di
Bali, maka masyarakat diharapkan mengerti dan memahami substansi Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2012. Dengan dipahaminya substansi undang-undang tersebut oleh
masyarakat, maka hal ini akan dapat mencegah terjadinya konflik sosial di Bali.
Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Bali harus ditanamkan sedini mungkin kepada
generasi muda masyarakat Bali (orang Bali) mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah
Menengah Atas (SMA), agar benar-benar nilai-nilai kearifan lokal tersebut dipahami,
disadari dan menjadi pedoman pola prilaku dalam bertindak. Demikian pula peran keluarga
sebagai kesatuan sosial masyarakat terkecil harus mengimplementasikan nilai-nilai kearifan
lokal tersebut dalam hubungan antar personal dalam keluarga tersebut (hubungan orang tua
dengan anak atau anak dengan orang tua) dalam kehidupan sehari-hari. Adanya pemahaman
dan kesadaran yang kuat terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Bali oleh generasi
muda Bali (orang Bali) sejak dini, maka hal tersebut menjadi salah satu faktor penting
dalam mencegah terjadinya pertentangan atau konflik, termasuk konflik sosial pada
kehidupan masyarakat Bali.
38
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Adam Podgorecki dan Christoper J. Whelan (Editor), 1987, Pendekatan Sosiologis
Terhadap Hukum, judul asli: Sociological Approaches To Law penerjemah: Rnc. Widyaningsih dan G. Kartasapoetra, Cet. I, Bina Aksara, Jakarkat.
Soetandyo Wignjosoebroto, 2013, Hukum Dalam Masyarakat, Cet. I, Graha Ilmu,
Yoyakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik
Sosial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116.
C. Artikel / Jurnal
Ahmad Ubbe dkk, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI 2011, http:///www.bphn.go.iddatadocumentspkj-2011-10, diakses Rabo 10 Juni 2015.
AA G Oka Wisnumurti, Mengelola Nilai Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama (Suatu Tinjauan Empiris-Sosiologis), http://www. yayasankorpribali. org/ artikel- dan- berita/ 59- mengelola- nilai- kearifan- lokal- dalam-mewujudkan- kerukunan-umat-beragama.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
Bali Hadapi Konflik Sosial, http://bumnwatch.com/ bali- hadapi- konflik- sosial/, diakses Minggu 25 Agustus 2013.
Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal,
http://birohukum. bappenas.go.id/data/data_ artikel_ jdih/ PEMBANGUNAN% 20 HUKUM% 20BERBASIS%20KEARIFAN%20 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
http://rizalardyansyah23.blogspot.com/2012/12/ makalah- bk-sosial- konflik.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
Konflik Sosial, http://riko11f.blogspot.com/2012/06/konflik-sosial.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
Konflik, http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik, diakses Minggu 14 Juni 2015.
39
Penanganan Konflik Komunal dan Kekerasan Horizontal dari Perspektif Implementasi UU
No. 7 Tahun 2012, http://www.indonesia. go.id/en/ penjelasan- umum/ 12392- penanganan- konflik- komunal- dan- kekerasan- horizontal- dari- perspektif-implementasi-uu-no-7- ahun-2012, diakses Selasa 16 Juli 2013.
Potensi Konflik Sosial di Bali Tinggi, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/219122-
potensi-konflik-sosial-di-bali-tinggi, diakses Selasa 16 Juli 2013. Sistem Sosial Masyarakat Bali, http://www.cakrawayu.org/ artikel/ 8-guru-sukarma/ 51-
sistem-sosial-masyarakat-bali.html, diakses Selasa 16 Juli 2013. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik
Sosial, http://statushukum.com/ undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang-penanganan-konflik-sosial.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat,
dies.unud.ac.id/wp-content/uploads/2008/09/10-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013.
40
LAMPIRAN
41
Personalia Penelitian
1. Ketua Peneliti
a. Nama : I Ketut Suardita, SH, MH
b. Pangkat/Golongan/NIP : Penata Tk.I / IIId / 19690224 199702 1 001
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Fakultas : Hukum
e. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
f. Bidang Keahlian : Ilmu Hukum
2. Anggota Peneliti
a. Nama : I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, SH, MH
b. Pangkat/Golongan/NIP : Penata Muda Tk.I/IIIb/19810814 200312 2 001
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
d. Fakultas : Hukum
e. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
f. Bidang Keahlian : Ilmu Hukum
42
CURRICULUM VITAE
Nama : I Ketut Suardita, SH, MH NIP : 19690224 199702 1 001 Tempat dan Tanggal Lahir : Besan, Dawan, Klungkung, 24 Pebruari 1969 Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Kawin Agama : Hindu Golongan / Pangkat : IIId / Penata Tingkat I Jabatan Akademik : Lektor Perguruan Tinggi : Fakultas Hukum Universitas Udayana Alamat : Jl. Pulau Bali No. 1 Denpasar Telp / Faks : (0361) 222666 / Fax. 234888 Alamat Rumah : Jl. Pakusari, V. No. 2 Sesetan, Denpasar Selatan, Denpasar Telp / Faks / Hp : 0817552858 Alamat e-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI Tahun Lulus
Program Pendidikan (diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor)
Perguruan Tinggi Jurusan/ Program
Studi 1993 Sarjana (S1) Univ. Udayana Hukum Administrasi
Negara / Ilmu Hukum 2010 Magister (S2) Univ. Udayana Hukum Pemerintahan
/Ilmu Hukum
PELATIHAN PROFESIONAL Tahun Jenis Pelatihan (Dalam/Luar
Negeri) Penyelenggara Jangka Waktu
2010 Pelatihan Metodologi Penelitian
Lemlit UNUD 5 Mei 2010 (1 hari)
2010 Pemantapan Proses
Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Lulusan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Unit Penjaminan Mutu Fak Hukum UNUD
21 Agustus 2010 (1 hari)
2010 Penataran Penulisan Buku Ajar Bagi Dosen UNUD
UPT Penerbit Universitas Udayana 13 s/d 14 April 2010
(2 hari)
2010 Training In Basic Computer Skills And Use Appropriate Software And internet
NPT Project NUFFIC IND 223, Strengthening Faculty Of Law Udayana University Intetrnational Cooperation Between Udayana University And Maastricht
18 s/d 20 Mei 2010 (3 hari )
43
University
2010 Training Development And Educational Methodology Problem Base Learning
NPT Project NUFFIC IND 223, Strengthening Faculty Of Law Udayana University Intetrnational Cooperation Between Udayana University And Maastricht University
10 s/d 13 Januari 2010 (4 hari)
2010 Workshop Problem Base Learning Activity 1.5
NPT Project NUFFIC IND 223, Strengthening Faculty Of Law Udayana University Intetrnational Cooperation Between Udayana University And Maastricht University
25 s/d 28 Agustus 2010 (4 hari)
2011 Workshop Nasional Legal Reasoning, Legal Research, Legal Writing, And Publication
Dasar-Dasar Ilmu Hukum Fak. Hukum Unud
28 Maret 2011 (1 hari)
2011 In Training in E-Learning for Academic and Library Staffs Faculty of Law Udayana Univversity
NPT Project NUFFIC IND 223, Strengthening Faculty Of Law Udayana University Intetrnational Cooperation Between Udayana University And Maastricht University
25 s/d 28 Mai 2011
(4 hari)
PRODUK BAHAN AJAR Mata Kuliah Program
Pendidikan Jenis Bahan Ajar
(cetak dan noncetak)
Sem/Tahun Akademik.
Hukum Pariwisata S1 Block Book (Noncetak)
2010
44
PENGALAMAN PENELITIAN Tahun Judul Penelitian Ketua/
anggotaTim
Sumber Dana
2003 Hubungan Antara Desa Dinas dengan Desa Adat Dalam Wilayah Desa Adat Di Kabupaten Tabanan
Anggota Dana Dik Universitas Udayana Tahun anggaran 2003 dengan nomor kontrak : 1228/J14/KU.02.03/2003
2004 Format Dan Mekanisme Hubungan Antara Desa Dinas Dan Desa Pakraman Dalam Penyelesaian Sengketa Dalam Wilayah Desa Pakraman Di Kabupaten Badung Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
Anggota Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Dirjen PT. Dep. Pendidikan Nasioanal, Sesuai dengan Surat perjanjian Pelaksanaan osen Muda, Studi Kajian Wanita dan Sosial Keagamaan Nomor:118/P4T/DPPM/DM, SKW.SOSAG/III/2004
2004 Perlindungan Hukum Terhadap
Tenaga Kerja Wanita Yang Bekerja Pada Perusahan Pertenunan Di Kabupaten Gianyar
Anggota Dana Dik Universitas Udayana Tahun anggaran 2004 dengan nomor kontrak : 2057/J14/KU.02.03/2004
2006 Pelaksanaan Pembayaran Ganti Rugi Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Angkutan Penumpang Umum Di Denpasar
Ketua Dana Dipa Universitas Udayana 2006 Dengan kontrak Nomor : 002055/J.14/KU.04.07/2006
2008 Arah Kebijakan Pembangunan Sistem Hukum Nasional Di Masa Depan
Mandiri Mandiri
2008 Konsep Dualism Desa Di Bali (Tipe Ideal Desa Di Masa Depan)
Mandiri Mandiri
2009 Kewenangan Pemerintah Daerah Melaksanakan Pemungutan Pajak Dalam Rangka Otonomi Daerah
Mandiri Mandiri
2009 Eksistensi Lembaga Peradilan Pajak Di Indonesia Dalam Lintasan Sejarah
Mandiri Mandiri
2010 Konstitusi Sebagai Dasar Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Mandiri Mandiri
2010 Normatifisasi Falsafah Tri Hita Karana Dalam Produk Hukum Pemerintah Provinsi Bali Di Bidang Kepariwisataan
Anggota Dana Dipa Universitas Udayana Dengan kontrak No : 0161/023-04.2/XX/2010
2010 Pendelegasian Kewenangan Mengatur
Kepada Peraturan Gubernur Di Bali Anggota Dana Dipa Universitas
Udayana No: 0161/023-04.2/XX/2010
2010 Konsekuensi Perubahan Konstitusi Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Mandiri Mandiri
2011 Sinkronisasi Nilai Palemahan Dalam Konsep Tri Hita Karana Sebagai
Ketua Dana Fakultas Hukum UNUD
45
Perwujudan Pelaksanaan Pariwisata Budaya Dalam Produk Hukum Kepariwisataan Pemerintah Provinsi Bali.
2013 Pengaturan Pelestarian Obyek Wisata Sawah Bertingkat (Rice Terrace) Di Desa Tegallalang-Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar
Ketua Dana PNBP Universitas Udayana
KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara Panitia/
Peserta/pembicara 2010 Legal Research for Faculty of Law
Udayana University Academic Staffs, Delivered by Prof. Michael Faure, LLM
NPT Project NUFFIC IND 223, Strengthening faculty of law Udayana University International Cooperation between Udayana University and Maastricht University
Peserta
2010 Procedural Law Cooperatioan between Faculty of Law Udayana University and Faculty of Law Maastricht University
Peserta
2011 Seminar Nasional “Membangun Bali Dalam Kerangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi”
Universitas Udayana, 6 Mei 2011
Peserta
2011 Seminar “ Aktualisasi dan Implementasi Pancasila dalam Perspektif Berbangsa dan Bernegara”
Universitas Udayana, 3 Juni 2011
Peserta
2011 In the international Seminar on Enironmental, Health, and safety Risks in a Globalizing World
Cooperatioan between Faculty of Law Udayana University and Faculty of Law Maastricht University, 27 s/d 28 Juni 2011
Peserta
KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Tahun Jenis/ Nama Kegiatan Tempat
2007 Penyuluhan Tentang Ketentuan-Ketentuan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Di Kelurahan Sumerta
Denpasar
2008 Sosialisasi Ketentuan-Ketentuan Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut UU. No.23 Tahun 2004 di Desa Peguyangan Kangin, Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar.
Denpasar.
2008 Penyuluhan Hukum Tantang Peranan Dan Manfaat Denpasar.
46
Akta Kelahiran Dalam Kehidupan Bermasyarakat Dan Bernegara Di Desa Sanur Kaja, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar
2009 Sosialisasi Ketentuan-Ketentuan Tentang Perkawinan Dan Perceraian Di Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung.
Badung
2009 Sosialisasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Timuhun, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.
Klungkung
2010 Mengenali Anatomi Peraturan Daerah Bagi Mahasiswa Semester Pertama (I) Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Denpasar
Denpasar, 9 Januari 2015
I Ketut Suardita, SH, MH
NIP : 19690224 199702 1 001
47
CURRICULUM VITAE
IDENTITAS DIRI
1 Nama I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, SH.MH
2 NIP/NIK 0014088105 / 19810814 2003 12 2 001 3 Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 14 Agustus 1981 4 Jenis Kelamin Perempuan 5 Status Perkawinan Kawin 6 Agama Hindu 7 Golongan / Pangkat III b / Penata Muda Tingkat I 8 Jabatan Fungsional Akademik Asisten Ahli 9 Perguruan Tinggi Fakultas Hukum Universitas Udayana
10 Alamat Jln. P. Bali No.1 Denpasar 80114
11 Telp./Faks. 0361-222666/0361-266888
12 Alamat Rumah 13 Telp./HP. 081338690139 14 Alamat e-mail [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN No Tahun
Lulus
Program Pendidikan (diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor)
Perguruan Tinggi
Jurusan/ Program Studi
2003 S1 Universitas
Udayana Ilmu Hukum
2010 S2 Universitas Airlangga
Ilmu Hukum
PELATIHAN PROFESIONAL No Tahun Jenis Pelatihan (Dalam/ Luar
Negeri) Penyelenggara Jangka waktu
1 2005 Pelatihan Metodologi Penelitian dalam rangka Program SP-4 Lembaga Peneltian Universitas Udayana
Lembaga penelitian Universitas Udayana
2 hari
2 2006 Pelatihan Ketrampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) bagi dosen-dosen PerguruanTinggi di Denpasar
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (LP3) UNUD
6 hari
3 2010 Training on Legal Research For NPT PROJECT 2 hari
48
Faculty of Law Udayana University Academic staffs delivered by Prof. Dr. Michael Faure, LLM
NUFFIC IDN-223 STRENGTHENING FACULTY OF LAW UNUD Cooperation between Faculty of Law Udayana University and Faculty of Law Maastricht University The Netherlands
4 2010 Workshop International Business and Contract Law Delivered By Dr.Nicole Kornet, BA, LLB (Hons) LLM
NPT PROJECT NUFFIC IDN-223 STRENGTHENING FACULTY OF LAW UNUD Cooperation between Faculty of Law Udayana University and Faculty of Law Maastricht University The Netherlands
2 hari
5 2010 Workshop On Crimnal Law And Criminal Procedure
NPT PROJECT NUFFIC IDN-223 STRENGTHENING FACULTY OF LAW UNUD Cooperation between Faculty of Law Udayana University and Faculty of Law Maastricht University The Netherlands
4 hari
6 2010 Penataran Penulisan Buku Ajar Bagi Dosen Universitas Udayana
UPT Penerbit UNUD
2 hari
7 2011 Workshop On Company Law For FL UNUD Staff
NPT PROJECT NUFFICT IDN-223 STRENGTHENING
4 hari
49
FACULTY OF LAW UNUD Cooperation between Faculty of Law Maastricht University The Netherlands
8 2011 Training E-Learning To Support Company Law and Legal English
NPT PROJECT NUFFICT IDN-223 STRENGTHENING FACULTY OF LAW UNUD Cooperation between Faculty of Law Maastricht University The Netherlands
3 hari
9 2012 Pelatihan Pemantapan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Dan Evaluasi Hasil Belajar Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana
Penjaminan Mutu Fakultas Hukum Universitas Udayana
2 hari
10 2012 Penataran Penulisan Buku Ajar Bagi Dosen Universitas Udayana
UPT Penerbit UNUD
2 hari
PENGALAMAN PENELITIAN No
Tahun Judul Penelitian Ketua/anggota
Tim
Sumber Dana
1 2011 Pelanggaran Terhadap Peraturan Tentang Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Pada Pembangunan Hotel dan Restoran di Kabupaten Badung
Anggota tim NPT Nuffic Project IDN 223
2 2011 Fungsi Perizinan Dalam Melindungi Lingkungan Hidup Terkait Dengan Pengambilan Air Tanah Dalam Menunjang Pariwisata di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung
Anggota Tim NPT Nuffic Project IDN 223
KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM No Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara Panitia/
50
peserta/pembicara
1
2004
Simposium Revitalisasi Awig-Awig Desa Pekraman Menuju Ajeg Bali
Fakultas Hukum UNUD Peserta
2
2004
Seminar on “GLOBALISATION : Challenges and Opportunities for Today Youth”, held at The Udayana University
Embassy of The Republic of South Africa Jakarta and Udayana University
Peserta
3 2004
Seminar Penegakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan Intelektual
Departemen kehakiman dan HAM RI Peserta
4 2005
Debat Publik Identifikasi Masalah Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Fakultas Hukum UNUD Peserta
5
2005
Pembekalan Tentang Penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi dan Kebijakan Pengembangan Universitas Udayana Angkatan 2001 s/d 2003
Universitas Udayana Peserta
6 2005
Sosialisasi Ranperda Provinsi Bali Tentang Pesta Kesenian Bali
Pemerintah Provinsi Bali Peserta
7
2005
Seminar Membangun Kepercayaan Masyarakat Terhadap Citra Hukum
Fakultas Hukum UNUD Peserta
8
2006
Diskusi Publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Rahasia Negara
Kerja sama antara Fakultas Hukum Universitas Udayana dengan IMPARSIAL (The Indonesian Human Rights Monitor)
Peserta
9
2006
Seminar Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Partisipasi Aktif Proses Belajar Mengajar
Fakultas Hukum UNUD Peserta
10
2009
Sosialisasi Standard Nasional Indonesia (SNI) dan ISO 9000 tahun 2009
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Pemerintah Kota Surabaya
Peserta
11 2010 Sosialisasi dokumen Unit Penjaminan Mutu Peserta
51
Akademik dan Manual Mutu di Fakultas Hukum Universitas Udayana
Fakultas Hukum Universitas Udayana
12
2010
Kuliah Umum Mahkamah Konstitusi Federal Jerman: Dasar Hukum Konstitusional Dan Tanggung Jawab serta Tantangan Saat Ini
Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali dengan Hanns Seidel Foundation Indonesia
Peserta
Denpasar, 8 Februari 2015
I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, SH, MH NIP : 19810814 200312 2 001