pendahuluan a. latar belakang masalaheprints.ums.ac.id/44398/6/03.bab i.pdf · semua lapangan hidup...
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi terwujudnya
karakter pada sebuah peradaban dan kemajuanyang menyertainya. Tanpa
adanya pendidikan, sebuah bangsa atau masyarakat tidak akan pernah
mendapatkan kemajuannya sehingga menjadi bangsa atau masyarakat yang
terpinggirkan dan tidak memiliki peradaban.1
Pendidikan yang bermutu merupakan harapan bagi bangsa ini,
pendidikan diharapkan dapat melahirkan manusia Indonesia seutuhnya,
demikian diamanatkan oleh aturan normatif kita. Pendidikan yang bermutu
dapat terselenggara dengan komitmen bersama antara pemerintah, masyarakat
dan keluarga. Pendidikan bermutu pada setiap jenis, jenjang dan jalur
pendidikan harus dapat dijangkau oleh seluruh warga Indonesia.2
Dimungkinkan, meskipun pemerintah sudah melakukan upaya-upaya
semaksimal mungkin agar pendidikan bisa terwujud kualitas /mutunya, namun
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas /mutu pendidikan kita
masih jauh dari harapan. Tampaknya ada salah satu faktoryang selama ini
belum mendapatkan perhatian yang setara dengan faktor-faktor lain, adalah
pengorganisasian pendidikan.
Istilah pengembangan dapat bermakna kuantitatif dan kualitatif. Secara
kuantitatif bagaimana menjadikan pendidikan Islam lebih besar, merata dan
1 Abdul Munir, Menjadi Kepala Sekolah Efektif, (Jogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2010), hlm. 5.
2Minnah El Widdah, Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu Madrasah,
(Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 1.
1
2
meluas pengaruhnya dalam konteks pendidikan pada umumnya. Secara
kualitatif bagaimana menjadikan pendidikan Islam lebih baik, bermutu dan
lebih maju sejalan dengan ide-ide dasar atau nilai-nilai Islam itu sendiri yang
seharusnya selalu berada di depan dalam merespon dan mengantisipasi
berbagai tantangan pendidikan. Termasuk dalam pengertian kualitatif adalah
bagaimana mengembangkan pendidikan Islam agar menjadi suatu bangunan
keilmuan yang kokoh dan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
pembangunan masyarakat nasional dan trans-nasional, serta pengembangan
ipteks.3
Bagi keluarga Muslim, seharusnya sekolah yang dipilih bukan hanya
sekolah yang lulusannya unggul dalam bidang menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi, ketrampilan dan pengalaman, melainkan juga unggul dalam bidang
kepribadian dan akhlak mulia. Perkembangan madrasah di Indonesia saat ini,
diharapkan menjadi pilihan utama. Hal ini perlu dilakukan, karenapersepsi
masyarakat terhadap madrasah pada khusunya dan terhadap sekolah Islam pada
umumnya masih belum memadai. Masih banyak dari kalangan masyarakat
yang beranggapan bahwa seluruh madrasah di Indonesia masih terbelakang
dibandingkan dengan sekolah umum. Masih ada masyarakat yang
menggambarkan madrasah sebagai sekolah yang gurunyakurang bermutu,
sarana dan prasarananya sangat minim, proses belajar mengajarnya tradisional,
3Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), hlm. 1.
3
lingkungannya kumuh, manajemennya amburadul, lulusannya kurang gaul, dan
seterusnya.4
Berdasarkan informasi sejarah, bahwa lahirnya madrasah di Indonesia
dilatarbelakangi oleh keinginan yang kuat untuk memberikan pendidikan yang
unggul untuk komunitas Muslim khusunya, dan bangsa Indonesia pada
umumnya. Keinginan ini muncul sebagai akibat dari sikap pemerintah Belanda
yang bersikap diskriminatif terhadap rakyat Indonesia pada umumnya.
Pemerintah Belanda memberikan pendidikan yang unggul hanya untuk
bangsanya sendiri dan kelompok-kelompok lain yang mendukung misi
penjajahannya.5
Berbicara tentang sejarah pendidikan di Indonesia tidak lepas dari
kebijakan-kebijakan pemerintah pada masing-masing periodenya. Era
reformasi di Indonesia merupakan sebuah gerakan yang memiliki perspektif
sejarah monumental karena era reformasi merupakan sebuah era pemerintahan
substitusi pemerintahan orde baru. Gagasan reformasi memiliki momentum
yang amat mendasar dan berbeda dengan gagasan era sebelumnya. Salah satu
perubahan mendasar dari reformasi pendidikan adalah lahirnya UU No.22
tahun 1999, serta UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
(SISDIKNAS). Kedua undang-undang tersebut membawa perspektif baru yang
amat revolusioner dalam konteks perbaikan sektor pendidikan, yang
mendorong pendidikan sebagai urusan publik dan urusan masyarakat secara
umum dengan mengurangi otoritas pemerintah baik dalam kebijakan
4 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012),
hlm. 110. 5 Abuddin Nata, Kapita Selekta ..., hlm. 112.
4
kurikulum, manajemen maupun berbagai kebijakan pengembangan institusi itu
sendiri.6
Menyikapi pendidikan di Indonesia yang dikuasai oleh kalangan
tertentu maka KH. Imam Ghazali mendirikan sebuah organisasi Islam di
Surakarta yang salah satunya bergerak dibidang pendidikan. Perguruan Al-
Islam didirikan pada tanggal 27 Romadhon 1346 (21 Maret 1928) atas rintisan
KH. Imam Ghazali dibantu oleh KH. Abdussomad dan KH. Abdu Manaf. Al-
Islam pada awalnya adalah lembaga sosial keagamaan yang bertema sentral
pemurnian ajaran Islam. Pada awal pendiriannya, Al-Islam bukan organisasi
tetapi suatu gerakan yang bertujuan untuk menjembatai pertentangan internal
umat Islam di Indonesia, khususnya Surakarta, yaitu kelompok modernis yang
ingin melakukan pembaharuan pemikiran dan praktik keIslaman masyarakat
dan kelompok tradisionalis yang ingin mempertahankan pola keberagamaan
yang akomodatif terhadap budaya lokal, untuk mewujudkan persatuan umat
Islam yang berakhlak al-karimah yaitu dengan melalui jalur utama pendidikan.
Sebagai modal pertama didirikan sebuah madrasah bertingkat Ibtidaiyah
(petang) dan Tsanawiyah (pagi) yang diberi nama Madrasah Dinil
Islam.7Selain itu, karena kondisi saat itu di wilayah Surakarta hanya ada satu
Madrasah yaitu Mabaul Ulum yang diperuntukan untuk kalangan abdi dalem
kraton Surakarta, sedangkan dari kalangan masyarakat dapat masuk ke Mabaul
Ulum jika quota masih terpenuhi, sehingga dengan berdirinya Madrasah
6Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm.12.
7 Nn, sejarah Perkembangan Perguruan Al-Islam Surakarta I, (Surakrta: tt, 1976), hlm. 1.
5
DinAl-Islam memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk
mengenyam pendidikan agama.8
Sejak berdirinya hingga zaman kemerdekaan madrasah merupakan
pemindahan kegiatan pengajaran masjid di pondok pesantren Jamsaren yang
kemudian diatur dengan kurikulum dan susunan pengajaran seperti lazimnya
sekolahan, tetapi tujuan dan materi pengajarannya sama. Pada waktu itu tujuan
pengajaran agama adalah mengutamakan ilmu-ilmu agama melalui pengajian
pembacaan kitab-kitab tertentu yang diatur luas sempitnya ilmu atau besar
kecilnya kitab yang dibaca menurut umur anak.9
Didorong oleh perkembangan di dalam bidang pendidikan yang di
tangani oleh pemerintah Belanda di negara jajahan Indonesia pada masa itu dan
kemajuan disemua sektor kehidupan bangsa Indonesia, oleh perguruan Al-
Islam telah diadakan langkah-langkah untuk pengembangan sistem
pendidikannya. Di madrasah diberi pelajaran-pelajaran umum, seperti
berhitung, bahasa daerah, bahasa Melayu, Ilmu Bumi dan pengetahuan alam,
walaupun relatif sangat terbatas. Mulai dari Ibtidaiyah hingga kelas IV
Tsanawiyah hanya sedrajat dengan pelajaran-pelajaran SD. Pada waktu itu
madrasah Alawiyah yang kemudian dinamakan Kuliyah diberi pula pelajaran
umum, seperti Aljabar, Handasah, Jugrofiyah (Aljabar, Ilmu Bumi, Bahasa
Arab, Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, dan Ilmu Falak). 10
8Wawancara pribadi dengan Dra. Chusniatun, M Ag (Pengurus Yayasan Perguruan Al Islam
bidang Pendidikan), Surakarta 24 februari 2015. 9Nn, sejarah Perkembangan Perguruan Al-Islam Surakarta I, (Surakrta: tt, 1976), hlm. 2.
10Ibid., hlm. 3.
6
Cabang-cabang perguruan Al-Islam berkembang pesat antara 1956-
1960 hingga memasuki daerah-daerah karisidenan Semarang, Madiun, Kediri
dan Jember bahkan ada satu di Lampung. Di kabupaten sekurang-kurangnya
ada tiga madrasah bahkan ada yang mencapai limabelas madrasah seperti di
kabupaten Semarang(Salatiga) dan kabupaten Nganjuk.11
Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri: Menteri
Agama, Menteri Diknas dan Menteri Dalam Negeri yang dibuat pada tahun
1975 telah mengubah kurikulum Madrasah menjadi 30% Agama dan 70%
umum. Mulai tahun 1978 kebijakan tersebut sudah ada tamatan Aliyah yang
diterima di Perguruan Tinggi Umum.12
Pada tahun 1956 dan 1957 di Al- Islam telah diuji cobakan untuk
mengikut sertakan siswa kelas III Aliyah dalam ujian SMA sebagai peserta
extranei dan ternyata siswa-siswa dari Al-Islam mampu mengerjakan tes yang
diujikan. Pada tahun 1958 secara formal perguruan Al-Islam mengajukan
permohonan kepada Direktur SMA Negeri II Surakarta, agar siswa kelas III
Aliyah Al-Islam dapat didaftar dalam ujian akhir 1958 sebagai peserta biasa.
Pihak SMA Negeri II yang dipimpin oleh Bapak Priyatmo permohonan
tersebut diterima dengan syarat harus melalui testing terlebih dahulu. Pada
tahun itu juga siswa Madrasah Aliyah seluruhnya menerima brief test selama
tiga hari mengenai mata pelajaran pokok, seperti bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Sejarah, Geografi, Tata Negara dan Ilmu pasti (aljabar). Hasil testing
ternyata memuaskan, kemudian untuk selanjutnya madrasah Al-Islam didaftar
11
Ibid., hlm. 11. 12
Abuddin Nata, Kapita Selekta ..., hlm. 113.
7
pada Departemen P&K sebagai SMA Al-Islam dan diperkenankan ujian negara
sebagai peserta biasa hingga sekarang.13
Sejak tahun 1968 di Perguruan Al-Islam berlaku dua macam ujian
negara, ialah ujian Tsanawiyah Negeri dan ujian SMP Negeri untuk Madrasah
Tsanawiyah Al-Islam, dan ujian Aliyah Negeri dan SMA Negeri untuk
Madrasah Aliyah Al-Islam. Melalui cara tersebut, siswa-siswa dapat
melanjutkan studinya kesemua lembaga perguruan tinggi atau memasuki
semua lapangan hidup dengan landasan agama yang cukup kuat.14
Akan tetapi
karenakebijakan pemerintah, setiap sekolah atau lembaga pendidikan hanya
boleh bernaung dalam satu departemen saja, yaitu Departemen Agama atau
Departemen Pendidikan Nasional. Sehingga pada tahun 1989 Al-Islam hanya
bernaung di bawah Departemen Agama.15
Beberapa lembaga pendidikan yang dibawah Yayasan Perguruan Al-
Islam dalam perkembangannya ada yang mengalami kemunduran diantaranya
SD V Al-Islam, SMP II Al-Islam dan SMA II Al-Islam. Hal tersebut terjadi
diduga karena jumlah lulusan jenjang sebelumnya belum memenuhi quota
yang tersedia, serta tuntutan masyarakat yang menginginkan anaknya memiliki
keahlian khusus setelah lulus sekolah, akan tetapi ada beberapa lembaga
pendidikan yang mengalami kemajuan yang cukup pesat di era reformasi
diantaranya TK 1 Al-Islam, SD 2 Al-Islam, SD 3 Al-Islam, SMP I Al-Islam,
dan SMA I Al-Islam. Lulusannya pun mampu bersaing ke sekolah-sekolah
13
Nn, sejarah Perkembangan Perguruan Al-Islam Surakarta I, (Surakrta: tt, 1976), hlm. 9-10. 14
Nn, sejarah Perkembangan Perguruan Al-Islam Surakarta II, (Surakrta: tt, 1976), hlm.19. 15
Wawancara pribadi dengan Dra. Chusniatun, M Ag (Pengurus Yayasan Perguruan Al Islam
bidang Pendidikan), Surakarta 24 februari 2015.
8
Negeri atau ke Perguruan Tinggi Negeri. Selain itu Al-Islam juga telah
mendirikan Mutiara Center untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus.16
Oleh karena itu, dengan melihat sejarah berdirinya Yayasan Perguruan
Al-Islam tersebut menarik untuk diteliti dan dikaji, serta bagaimana
perkembangan lembaga tersebut di era reformasi sampai sekarang. Dilihat dari
sejarahnya bahwa Perguruan Al-Islam berdiri sebelum kemerdekaancukup
sukses dalam merintis lembaga pendidikan, bahkan tersebar di beberapa kota di
Indonesia akan tetapi ada juga lembaga pendidikan yang mengalami
kemunduran. Selain itu, dilihat dari tahun berdirinya sampai sekarang
nampaknya belum ada perkembangan yang mencolok, khususnya dalam
mengembangkan lembaga pendidikan, karena selama ini hanya terfokus pada
lembaga pendidikan yang sudah berdiri saja dan belum sampai mendirikan
lembaga pendidikan ke seluruh wilayah Indonesia dan perguruan tinggi,
bahkan plosok-plosok desa, untuk itu kami ingin mengetahui bagaimana
perkembangan lembaga-lembaga yang bernaung di Yayasan Perguruan Al-
Islam Surakarta pada umumnya, dan perkembangan era reformasi sampai
sekarang pada khususnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan uraian tersebut, kami tertarik untuk mengembangkan
kajian sejarah perkembangan Yayaysan Al-Islam di Surakarta dengan judul
“SEJARAH PERKEMBANGAN YAYASAN PERGURUAN AL-ISLAM
DI SURAKARTA ERA REFORMASI (1998-2015)”
16
Wawancara pribadi dengan Dra. Chusniatun, M Ag (Pengurus Yayasan Perguruan Al Islam
bidang Pendidikan), Surakarta 24 februari 2015.
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan berdirinya Yayasan Perguruan Al-Islam
di Surakarta pada era reformasi (1998-2015)?
2. Faktor-faktor penghambat dan pendukung yang mempengaruhi
perkembangan Yayasan Perguruan Al-Islam di Surakarta pada era reformasi
(1998-2015)?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan utama penelitian ini adalah:
Penelitian sejarah perkembangan Yayasan Perguruan Al-Islam di
Surakarta sangat menarik untuk dikaji. Hal ini bertujuan untuk
mendeskripsikan sejarah dan perkembangan didirikannya Yayasan
Perguruan Al-Islam di Surakarta, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan Yayasan Perguruan Al-Islam pada era reformasi sampai
tahun 2015.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
a. Secara Teoritis
Memberikan masukan yang positif dalam meningkatkan kualitas
dan kuantitas Yayasan Perguruan Al-Islam sehinga dapat mencapai
10
tujuan yang dicita-citakan yaitu membentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT, mengembangkan kemampuan intelektual,
akal, fikir dan daya nalar yang bertanggung jawab serta membangun
kehidupan sosial yang beradab dan berakhlak atas dasar persaudaraan
dan persahabatan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.
b. Secara Praktis
Memberikan tambahan pengetahuan baik bagi Yayasan maupun
masyarakat tentang pentingnya mengembangkan lembaga pendidikan
yang bernuansa Islami.
D. Kajian Pustaka
Telaah pustaka adalah kajian hasil penelitian yang relevan dengan
permasalahan. Fungsi telaah pustaka adalah mengemukakan secara sistematis
hasil penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang
dilakukan.
Iis Setiani (UMS, 2011) dengan judul Profil SMP Al-Islam 1 Surakarta:
Studi Filosofis Tentang Visi, Misi dan Tujuannya, menyimpulkan bahwa
kesamaan hakikat pendidikan menurut SMP 1 Al-Islam Surakarta dengan
penelitian menurut para tokoh filsafat pendidikan adalah keduanya menegaskan
pemberdayaan pendidikan merupakan pemberdayaan atau aktualisasi potensi-
potensi manusia dalam membentuk ketaqwaan kepada Allah SWT dengan
menjalankan amanah-amanah-Nya.17
Perbedaan penelitian tersebut dengan
penelitian yang kami ungkapkan terletak pada pendekatan yang digunakan, Iis
17
Iis Setiani, Profil SMP Al-Islam 1 Surakarta: Studi Filosofis Tentang Visi, Misi dan Tujuannya,
(UMS: Skripsi, 2011)
11
Setiani menggunakan pendekatan filosofis, sedangkan kami menggunakan
pendekatan sejarah. Selain itu, objek penelitian Iis Setiani hanya terfokus pada
SMP 1 Al-Islam saja, sedangkan kami seluruh lembaga di Yayasan Al-Islam di
Surakarta.
Balai Penelitian Aliran Kerohanian / Keagamaan (BALITABANG
Semarang, 1983) yang berjudulPotensi Lembaga Sosial Keagamaan Seri – IV
(Al-Islam). Penelitian ini mengungkapkan tentnag Al-Islam dari aspek potensi
sosial keagamaan. Penelitian tersebut bersifat penjajakan untuk memetakan
potensi organisasi berupa struktur kelembagaan Al-Islam dan unit-unit
pendukungnya, potensi usaha yang meliputi dakwah dan pendidikan, dan
potensi kekayaan organisasi. Penelitian ini juga mengungkapkan sejarah dan
pemahaman keagamaan Al-Islam.18
Perbedaan dengan penelitian terletak pada
tahun penelitian, BALITABANG terfokufos pada tahun 1983 saja, sedangkan
kami pada era reformasi sampai tahun 2015.
Penelitian lainnya adalahSulthan M Nashier (UGM, 1992) yang berjudul
Negara, Ulama dan Gerakan Pembaharuan Islam: Latar Belakang Munculnya
Gerakan Al-Islam di Surakarta Tahun 1926-1930. Penelitian ini menitik
beratkan pada pelacakan sejarah sosio-politik yang melatarbelakangi
munculnya gerakan Al-Islam di Surakarta. Pendekatan yang dipilih Nashier
membatasi kajiannya pada aspek sejarah, ekonomi, sosial dan politik waktu
18
BALITABANG, Potensi Lembaga Sosial Keagamaan Seri IV (Al-Islam), (Semarang: Depag,
1983).
12
itu.19
Perbedaan dengan penelitian kami adalah pendekatan yang digunakan, M.
Nashier menggunakan empat pendekatan yaitu pendekatan sejarah, ekonomi,
sosial dan politik sedangkan kami hanya menggunakan pendekatan sejarah.
Selain itu, materi yang dikaji pun berbeda. M. Nashier mengungkapkan latar
belakang munculnya gerakan Al-Islam, sedangkan kami perkembangan
Yayasan Al-Islam.
Penelitian lain adalah tesis Almuntaqo Zainudin (UIN Sunan Kalijaga,
2009) yang berjudul Gerakan Purifikasi Islam di Surakarta (Studi Tentang Al-
Islam 1928-1960). Penelitian ini menitikberatkan pada sejarah sosial sebagai
upaya penelusuran terhadap peristiwa masa lalu yang mengungkap aspek-aspek
sosial dari peristiwa yang dikaji, termasuk aspek sosial keagamaan, hubungan
sosial, konflik kepentingan dan status sosial. Penelitian Almuntaqo tersebut
minim penggalian informasi dari aspek lembaga-lembaga yang bernaung di
bawah Yayasan Pergurauan Al-Islam, yang sangat menonjol adalah buah dari
hasil rintisan dan manajemen kepemimpinan tokoh central yaitu KH. Imam
Ghazali.20
Perbedaan dengan penelitian yang kami lakukan terletak pada tahun
pembahasannya, Almuntaqo meneliti tahun 1926-1960, sedangkan kami pada
era reformasi.
Aminuddin Faryabi (IAIN Surakarta, 2012) dengan judul Studi tentang
menejemen kepemimpinan KH. Imam Ghozali bin Hasan Ustadz dalam
membangun sistem pendidikan di Madrasah Al-Islam Surakarta. Penelitian ini
19
Sultan M. Nashier,Negara, Ulama dan Gerakan Pembaharuan Islam: Latar Belakang
Munculnya Gerakan Al-Islam di Surakarta Pada Tahun 1926-1930.(Yogyakarta: Skripsi
S1 Fakultas Sastra UGM Yogyakarta, 1992). 20
Almuntaqo Zainudin,Gerakan Purifikasi Islam di Surakarta,(Yogyakarta: Tesis S2 Magister
Stusi Islam Program agama dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009).
13
disimpulakn bahwa Al Ghazali dalam hal penuangan ide-ide pembaruannya di
bidangpendidikan dan dakwah pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakanmasyarakat Islam yang dinamis dan mampu berpikir kritis-
rasioanal.21
Perbedaan penelitian Aminuddin dengan kami adalah materi
kajiannya, Aminuddin membahas tentang kepemimpinan KH. Imam Ghazali
selaku pendiri Al-Islam, sedangkan kami membahas tentang perkembangan
lembaga-lembaga yang dimiliki Yayasan Al-Islam di Surakarta.
kelima penelitian tersebut, baik yang dilakukan Iis
Setiani,BALITABANG Semarang, Sulthan M. Nashier, Almuntaqo, maupun
Aminudin Faryabi tidak didapatkan penjelasan memadai tentang aspek sejarah
perkembangan Yayasan perguruan Al-Islam di Surakarta, yang menjadikan
Yayasan Al-Islam sebagai lembaga pendidikan yang berkembang pada awal
berdirinya.Padahal, kalau diteliti secara seksama, ternyata ia cukup concern
memberikan perhatiannya terhadap dinamika dan persoalan pendidikan Islam.
Selain itu, tidak ada kesamaan baik dari segi pendekatan, kajian materi maupun
tahun penelitian.
E. Kerangka Teoritik
Secara etimologis, kata sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu syajarah,
artinya pohon kehidupan, akar, keturunan, dan asal usul. Dinamakan demikian
karena fokus awal dari pembahasan sejarah pada masa klasik adalah
menelusuri asal-usul dan geneologi (nasab; keturunan), yang umumnya
21
Aminuddin Faryabi, Study tentnang Kepemimpinan KH. Imam Ghazali bin hasan Ustad
dalam Membangun Sistem Pendidikan di Madrasah Al-Islam Surakarta, (Surakarta:
Tesis S2 Magister Managemen Pendidikan Islam di IAIN Surakarta, 2012)
14
digambarkan seperti “pohon keturunan atau keluarga” (mulai akar, cabang,
daun hingga buah).22
Sejarah disebut histore (Prancis), gaschite (Jerman), histoire atau
geschiedenis (Belanda). Akar kata history berasal dari historia (Yunani) yang
berarti inkuiri (inquiry), wawancara (interview), introgasi dari saksi mata,
laporan mengenai hasil-hasil tindakan:saksi, hakim dan orang yang tahu atau
pengetahuan tentang gejala-gejala alam, terutama mengenai umat manusia
yang bersifat kronologis, sedangkan yang tidak bersifat kronologis dipakai kata
scientia atau science. Istilah historia masuk ke bahasa lain, terutama melalui
bahasa Latin maka dikenalkan beberapa istilah sampai sekarang, yaitu history,
historie, histoire, storia, istoria, historia.23
Dilihat dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa berbicara masalah
sejarah tidak dapat dipisahkan dari cerita tentang peristiwa dan kejadian dalam
dimensi waktu atau masa yang telah berlalu, yang disusun secara kronologis
tentang potret kehidupan manusia. Sesuatu yang berkaitan dengan masa
lampau sangat luas dan tidak terbatas. Masa lampau adalah peristiwa atau
kejadian pada waktu dahulu, bahkan kejadian yang terjadi pada detik yang baru
dilalui dapat tergolong sebagai masa lampau. Karena luasnya pembatasan masa
lampau yang menyangkut dimensi waktu, disepakati dalam ilmu sejarah bahwa
zaman sejarah bermula ketika bukti-bukti tertulis telah ditemukan.
Sejarah merupakan kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada
masa lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi. Definisi tersebut
22
Sulaiman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hlm. 15. 23
Ibid., hlm. 15.
15
terlihat menekankan kepada materi peristiwanya tanpa mengaitkan dengan
aspek lainnya, sedangkan dalam pengertian yang lebih komprehensif suatu
peristiwa sejarah perlu juga dilihat siapa yang melakukan peristiwa tersebut,
dimana, kapan dan mengapa peristiwa tersebut terjadi. Dengan kata lain,
didalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang yang melakukannya
(who), waktunya (when), tempatnya (where), dan latar belakangnya (why).
Seluruh aspek tersebutselanjutnya, disusun secara sitematik dan
menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian yang
lainnya.24
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang menarik. Tidak hanya itu,
sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama keberhasilan
dan kegagalan para pemimpin sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk
pemerintahan, dan hal penting lainnya dalam kehidupan manusia. Melalui
sejarah kita dapat mempelajari hal-hal yang mempengaruhi kemajuan dan
jatuhnya sebuah negara atau peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar
belakang alasan kegiatan politik, pengaruh filsafat sosial, serta sudut pandang
budaya dan teknologi yang bermacam-macam sepanjang zaman.25
Sejarah memiliki manfaat ekstrinsik yang mendekati aspek pendidikan,
karena sejarah dapat digunakan sebagai liberal education. Secara umum
sejarah mempunyai fungsi sebagai berikut: (a) pendidikan moral; (b)
pendidikan penalaran; (c) pendidikan politik; (d) pendidikan kebijakan; (e)
pendidikan perubahan; (f) pendidikan masa depan; (g) pendidikan keindahan;
24
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam..., hlm. 362. 25
Ibid., hlm. 22.
16
(h) pendidikan ilmu bantu; (i) sejarah sebagai latar belakang; (j) sejarah
sebagai rujukan, dan (k) sejarah sebagai bukti.26
Pendidikan sebagai sebuah praktik pada hakikatnya merupakan peristiwa
sejarah, karena praktek pendidikan tersebut terrekam dalam tulisan yang
selanjutnya dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya. Sejarah memiliki
informasi tentang kemajuan dan kemunduran pendidikan di masa lampau.
Kemajuan dalam pendidikan di masa lalu dapat dijadikan pelajaran dan bahkan
perbandingan untuk pendidikan di masa sekarang dan yang akan datang.
Kemunduran dalam bidang pendidikan di masa lalu dapat dijadikan bahan
peringatan, agar tidak terulang kembali di masa sekarang dan yang akan
datang.27
Untuk meminimalisir sebuah kemunduran suatu lembaga pendidikan
perlu adanya wadah organisasi yang menaunginya.
Berorganisasi adalah kodrat alamiah manusia yang pada hakikatnya
manusia merupakan makhluk sosial, ia tidak akan mampu hidup tanpa manusia
lainnya yang ada disekitarnya. Manusia sendiri memerlukan komunitas untuk
berinteraksi guna memenuhi hidupnya. Manusia sebagai makhluk individual
yang memiliki dua misi di dunia yaitu misi dimensi vertikal berupa ketundukan
sang Khalik dan misi dimensi horisontal berupa hubungan antara manusia dan
alam lingkungan. Dimensi horisontallah yang mencerminkan dimana manusia
menjadi kontrol sosial bagi dirinya dengan lingkungan masyarakat, maka
manusia berperan dalam sebuah gerakan yang disebut organisasi, karena
26
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), hlm. 13. 27
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 79.
17
merupakan wadah untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan (equilibrium)
misi berjuang atau jihad untuk memakmurkan dunia.28
Pengertian organisasi menurut beberapa tokoh antara lain, menurut
Wibowo organisasi adalah unit sosial yang secara sadar dikoordinasikan, terdiri
dari dua orang atau lebih yang berfungsi secara relatif berkelanjutan untuk
mencapai tujuan bersama atau serangkaian tujuan.29
Menururt Haidar Nawawi,
organisasi adalah suatu kombinasi orang-orang, peralatan, alat-alat,
perlengkapan-perlengkapan, ruang kerja serta ruang perlengkapan yang
diperlukan, dihimpun menjadi satu di dalam hubungan-hubungan yang
sistematisdan efektif untuk mengerjakan beberapa tujuan yang dimaksudkan.30
Menurut Wahyudi, organisasi ditinjau dari segi dinamikanya dapat diartikan
sebagai proses kerja sama yang serasi, sistematis diantara orang-orang di dalam
suatu ikatan yang bersifat formal dan hirarkis dan bertindak sesuai ketentuan
yang disepakati untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efisen dan
efektif.31
Sehingga dapat disimpulakan bahwa organisasi adalah kerja sama
yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah di
tentukan.
Suatu lembaga dapat dikatakan berhasil jika memenuhi perspektif
berikut, pertama perspektif pelanggan, dalam perspektif ini ditekankan
28
Veithzal Rivai, Pemimpi dan Kepemimpinan dalam Organisasi, (Jakarta: PT Raja
Gravindo Persada, 2013), hlm. 57. 29
Wibowo, Perilaku Dalam Organisasi, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2013), hlm.
1. 30
Haidar Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta: Gunung Agung,
2000), hlm. 51. 31
Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajaran, (Bandung:
Alfabeta, 2009), hlm. 1.
18
bagaimana lembaga diklat mampu memberikan pelayanan prima kepada
peserta diklat sehingga kompetensi dan profesionalitas peserta dapat
ditingkatkan.Perspektif ini berfokus pada upaya menyajikan pelayanan diklat
yang bermanfaat bagi peserta diklat secara langsung dan membawa manfaat
bagi satuan kerja asal peserta diklat.Kedua, perspektif internal proses,
pengukuran pada perspektif ini mengacu pada proses kerja yang dilakukan
dalam lembaga diklat. Apakah lembaga diklat telah melakukan proses
pembelajaran yang memotivasi kreativitas peserta?Apakah lembaga pengajar
yang menyampaikan materi pembelajaran kompeten dan sesuai
bidangnya?Apakah kurikulum diklat relevan dengan kebutuhan peserta?Ketiga,
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, perspektif ini memiliki penekanan
yang sama dengan BSC sector bisnis, yaitu mampukah lembaga diklat menjadi
lembaga organization, dimana orang secara terus menerus memperluas
kapasitas mereka untuk mewujudkan tujuan organisasi.32
Uraian-uraian di atas jelas pula bahwa dalam menyelenggarakan fungsi
yang diembannya, suatu lembaga termasuk lembaga pendidikan pada dasarnya
merupakan usaha menyelesaikan suatu masalah sosial. Di lingkungan
pendidikan maslah itu berbentuk mencari cara yang efisien dalam membantu,
menolong dan mengarahkan anak-anak agar dapat memasuki masyarakatnya
sebagai manusia dewasa, sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
bersifat dinamis. Menjalankan fungsinya tersebut, suatu lembaga pendidikan
dapat belajar dari sejarah proses perkembangan lembaga pendidikannya sendiri
32
Mahmud Syarif Nasution,Pengukuran Keberhasilan Kinerja Lembaga Dikat,
(http://sumut.kemenag.go.id/,2014), hlm. 4-5.
19
maupun lembaga pendidikan yang lain, agar fungsi dan tujuannya dapat
tercapai secara maksimal.
Terlepas dari sejarah berdirinya suatu lembaga pendidikan, ketika
berbicara tentang Yayasan Perguruan Al-Islam tidak lepas dari ideologi yang
dimilikinya, yaitu sebagai penengah antara golongan tradisionalis dengan
golongan modernis. Golongan tradisionalis diwakili oleh kubu NU, sedangkan
golongan modernis diwakili oleh kubu Muhammadiyah. Kedua golongan
tersebut merupakan organisasi terbesar yang ada di Indonesia.
Berbicara tentang Islam di Indonesia sebagai agama yang dianut oleh
mayoritas penduduknya, tentu tidak terlepas dari membahas Muhammadiyah
dan Nahdlatul Ulama (NU), dua organisasi Islam terbesar yang mewakili dua
kutub berbeda. Muhammadiyah yang berdiri pada 1912 mewakili kutub Islam
modernis, sedangkan NU yang didirikan pada 1926 mewakili kutub Islam
tradisionalis. Sejak didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah
merupakan organisasi Islam yang telah berorientasi dan bergerak dibidang
sosial, pendidikan dan keagamaan. Hal ini berarti, sejak awal Muhammadiyah
berpijak pada paradigma sebagai gerakan kuktural, dan bukan paradigma
gerakan struktural. 33
Kehadiran perserikatan Muhammadiyah merupakan jawaban konkret
atau tanggapan atas situasi dan kondis yang merupakan tantangan dan kekuatan
objektif yang ada disaat itu. Kondisi objektif yang dimaksud adalah persoalan
keumatan dan kebangsaan yang berada pada titik menghawatirkan. Persoalan
33
Suwarno, Relasi Muhammadiyah, Islam dan Negara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), hlm. 148
20
keumatan ditangkap secara cerdas oleh KH. Ahmad Dahlan untuk dicarikan
solusi yang tepat dan akurat dengan mengembalikan kepada ajaran yang murni
berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Persoalan keumatan ada dua, yakni yang
bersifat internal dan eksternal. Persoalan internal, KH. Ahmad Dahlan
dihadapkan pada pengamalan ajaran Islam yang telah bercampur dengan ajaran
–ajaran non-Islam atau ditambah-tambahi dengan sesuatu yang tidak ada
dasarnya sehingga Islam yang diamalkan tidak murni lagi. TBC atau tahayul,
Bid’ah dan Churofat telah melembaga dan membudaya dalam pribadi dan
komunitas umat Islam di Indonesia, sampai tidak bisa membedakan antara
ajaran agama dan budaya.34
NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 oleh para ulama
yang pada umumnya menjadi pengasuh pondok pesantren. Kelahiran NU
merupakan muara dari rangkaian kegiatan yang mempunyai mata rantai
hubungan dengan berbagai keadaan, peristiwa yang dialami bangsa Indonesia
sebelumnya, dengan latar belakang tradisi keagamaan, masalah sosial politik
dan kultural yang terjalin dalam suatu keterkaitan. Para ulama pada umumnya
telah memiliki jamaah (komunitas warga yang menjadi anggota kelompoknya)
dengan ikatan hubungan yang akrab, yang terbentuk pola hubungan santri-kyai,
terutama pada masyarakat di lingkungan pondok pesantrennya. Pola hubungan
santri-kyai ini telah mampu mewarnai, bahkan menjadi subkultural
tradisionalis Islam tersendiri di Indonesia. Oleh karena itu, kehadiran NU dapat
dipandang sebagai upaya untuk mewadahi, melembagakan dan
34
Sudarno Shobron, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Pentas Politik Nasional,
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003), hlm. 17.
21
mengembangkan langkah kegiatan serta gerakan para ulama yang telah
dilakukan dan berlangsung sebelumnya. Para ulama pondok pesantren yang
tergabung dalam NU secara umum dapat dikatakan memiliki kesamaan
wawasan pandangan dan tradisi keagamaan yang berlandasan paham Ahl al-
sunnah wal al-jamaah. Dengan demikian, pembentukan NU dan proses
kelahirannya tidak bisa terlepas dari usaha para ulama untuk mempertahankan
dan mengembangkan paham keagamaan ahlal-sunnah wa al-jamaah,
perkembangan dunia Islam pada umumnya, terutama dengan perkembangan
gerakan modernisasi Islam serta situasi kolonialisme Belanda di Indonesia.35
Perbedaan Muhammadiyah dan NU (1) aspek sejarah, memurnikan
ajaran Islam (purifikasi) memberantas Tahayul, Bid’ah dan Khurofat,
memahami Islam dengan kaca mata modern, sedangkan NU, reaksi dari
pemurnian ajaran Islam, akomodatif dengan tahayul, bid’ah dan khurofat,
memahami Islam secara tradisionali; (2) Identitas, Muhammadiyah merupakan
gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, menciptakan lembaga
pendidikan modern, sedangkan NU Jam’iyyah diniyah, dakwah di pedesaan
dengan mempertahankan lembaga pendidikan Islam tradisional (pesantren); (3)
Paham keagamaan, Muhammadiyah kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah,
melakukan ijtihad qiyas dan ijma sebagai metode ijtihad, tidak bermazhab,
sedangkan NU penganut Ahl as sunnah wal jama’ah secara eksklusif,
35
Rozikin Daman, Membidik NU Dilema percaturan Politik NU Pasca Khittah,
(Yogyakarta: Gama Media, 2001), hlm. 43.
22
bermadzhab terutama pada madzhab Syafi’i, ijma dan qiyas sebagai sumber
ajaran Islam.36
F. Metode Penelitian
Untuk melakukan penelitian diperlukan metode penelitian yang tersusun
secara sistematis dengan tujuan agar data yang diperoleh valid. Sehingga
penelitian ini layak diuji kebenarannya.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)yang
bersifat kualitatif karena didasarkan pada data-data yang terkumpul dari
lapangan secaralangsung. Penelitian kulitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fonomena tentang apa-apa yang dialami oleh
subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.
Secara holistik dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang dialami dengan memanfaatkan beberapa
metode alamiah.37
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah, adalah suatu
pendekatan yang memfokuskan kajiannya pada data-data empirisyang dapat
dilacak dalam sejarah, baik yang berupa karya tulis, peninggalan berupa
lembaga maupun pendidikan dengan berbagai aspeknya.38
Hal ini data dapat
diperoleh melalui dokumentasi dan wawancara, untuk memperoleh data-
36
Ibid., hlm. 163-164. 37
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (ed. Revisi). (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 1. 38
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam ..., hlm. 3.
23
data mengenai latar belakang berdirinya Yayasan Perguruan Al-Islam di
Surakarta dan perkembangannya.
2. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang
memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti.39
Subjek penelitian
ini adalah ketua Yayasan Perguruan Al-Islam, pengurus Yayaysan
Perguruan Al-Islam, kepala sekolah,serta guru di Yayasan Perguruan Al-
Islam yang mengetahuai perkembangan yayasan tersebut. Selain itu
jugamenggunakan dokumentasi berupa data-data tertulis seperti data
guru,karyawan dan siswa, prestasi akademik dan non-akademik, faktor-
faktor penghambat dan pendorong, sarana dan prasarana dan lain-lain.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.40
Sumber dokumentasi
dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data-data tentang
sejarah berdirinya lembaga atau Yayasan Perguruan Al-Islam di
Surakarta, keadaan pegawai, prestasi akademik dan non-akademik, faktor
pendorong dan penghambat, sarana dan prasarana, dan lain-lain.
39
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ..., hlm. 15. 40
Ibid., hlm. 20.
24
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan
untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Teknik
wawancara yang penulis gunakan adalah teknik wawancarabebas
terpimpin, yaitu yang dalam pelaksanaannya pewawancaramembawa
pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-halyang ingin
ditanyakan.41
Metode wawancara dalam penelitian ini dipakai untuk memperoleh
data dari pengurus Yayasan mengenai sejarah berdiri, latar belakang
berdirinya dan Kepala Sekolah, guru dan tenaga Tata Usaha mengenai
perkembangan Yayasan Perguruan Al-Islam di Surakarta baik dari segi
jumlah siswa, jumlah guru dan karyawan, kualitas SDM, kondisi sarana
prasarana, prestasi akademik maupun non akademik, program yang ingin
dicapai, kendala yang di hadapai di lembaga Yayasan Perguruan Al-
Islam serta upaya untuk menghadapi kendala tersebut dari tokoh-tokoh
yang berperan ataupun yang mengetahui tentang sejarahnya.
c. Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.42
Menurut
Margono, observasi adalah cara untuk mengumpulkan data dengan
mengamati atau mengobservasi obyek penelitian atau peristiwa baik
41
Riduwan, Metode Dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian, (Bandung: Alfa Beta,
2010), hlm. 74. 42
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 158.
25
berupa manusia, benda mati, maupun alam.43
Observasi secara langsung
dilakukan untuk mengetahui letak geografis Yayasan Pergurauan Al-
Islam, lembaga-lembaga yang didirikannya dan kondisi lembaga-
lembaga di Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta.
d. Validitas Data
Validitas data merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi
pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan, dengan
demikian data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antara data
yang dilaporkan.44
Validitas data dapat diketahui dengan menggunakan
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik triangulasi yang paling banyak
digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber atau triangulasi sumber.45
Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai
dengan jalan diantaranya sebagai berikut.
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi.
43
Ibid., hlm. 25. 44
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, ( Bandung: Alfa Beta, 2007), hlm. 117. 45
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ..., hlm. 330.
26
3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada atau orang
pemerintahan.
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan46
Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu
dengan melakukan perbandingan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan dan membandingkan data hasil pengamatan
dengan data hasil wawancara. Jadi peneliti membandingkan hasil
wawancara yang dilakukannya dengan pengurus Yayasan Perguruan Al-
Islam dan kepala sekolah-kepala sekolah di bawah lembaga Yayasan
Perguruan Al-Islam Surakarta tentang perkembangan Yayasan Perguruan
Al-Islam era reformasi (1998-2015) dengan isi dokumen-dokumen yang
berkaitan tentang itu.
4. Metode Analisis Data
Menurut Sugiyono, analisis data adalah proses dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
46
Ibid., hlm. 330.
27
hasil-hasil lain, sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.47
Data penelitian dianalisa dengan menggunakan metode deskripstif
kualitatif, yaitu setelah data yang diperlukan telah terkumpul kemudian
disusun dan diklasifikasikan, selanjutnya dianalisa dan
diinterpretasikandengan kata-kata sedemikian rupa untuk menggambarkan
subyek penelitiaan saat dilakukan penelitian, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang sistematis dan logis.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang terdiri
dari tiga kegiatan, yaitu:pertama, setelah pengumpulan data selesai
kemudian dilakukan reduksi data yaitu menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan pengorganisasian sehingga data terpilah-
pilah. Kedua, data yang direduksi akan disajikan dalam bentuk narasi.
Ketiga, penarikan kesimpulan dari data yang disajikan pada tahap yang
kedua dengan menarik kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan Tesis
Suatu sistem dalmkarya ilmiah yang disajikan akan bervariasi sesuai
dengan aspirasi peneliti. Kami mencoba mendeskripsikan sistematika
pembahasan yang terdiri dari lima bab, yaitu,
47
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif..., hlm. 117.
28
Secara umum bab pertama tentang pendahuluan yang menjelaskan
latar belakang dan perumusan masalah yang akan diteliti, kemudian juga
dapat ditentukan tujuan dan manfaat penelitian. Kami menjadikan penelitian-
penelitian tredahulu sebagai bahan rujukkan dan acuan. Pokok-pokok
masalah yang akan diteliti akan dijelaskan dalam kerangka teoritik dengan
metodologi penelitian, kemudian disederhanakan secara global melalui
sistematika pembahasan.
Bab kedua beris tentang teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh
dan para ilmuwan. Kajian teori ini merupakan proposisi yang akan
memberikan penjelasan atas suatu teori gambaran umum tentang latar
belakang berdirinya Yayasan Perguruan Al-Islam di Surakarta, gambaran
pendiri Yayasan Al-Islam, kebijakan pemerintah pada era reformasi,
organisasi Islam di Indonesia serta perkembangan suatu lembaga pendidikan
berdasarkan literatur yang ada.
Bab ketiga memuat data-data yang ditemukan di lembaga-lembaga Al-
Islam di Surakarta. Bab ini terdiri dari perkembagan lembaga-lembaga Al-
Islam Surakarta pada era reformasi dan kondis Yayasan Perguruan Al-Islam
di Surakarta saat ini.
Bab keempat tentang analisa perkembangan Yayasan Perguruan Al-
Islam di Surakarta era reformasi, memuat tentang sejarah berdirinya Yayasan
Perguruan Al-Islam, perkembangan Yayasan Perguruan Al-Islam di Surakarta
dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Yayasan Perguruan Al-
Islam di Surakarta. Agar data yang diperoleh memiliki makna, maka data
29
tersebut perlu diolah dan disusun. Penyusunan data dilakukan dengan
menggunakan teknisk analisa data yang sesuai.
Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
tentang perkembangan Yayasan Perguruan Al-Islam di Surakarta, faktor
pendukung dan penghambat pengelolaan Yayasan perguruab Al-Islam.
Kesimpulan, merupakan hasil pengolahan dan analisa data yang disesuaikan
dengan rumusan masalah.