pendahuluan a. pengantar -...

24
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Pengantar Studi ini bermaksud mencermati manifestasi policy windows dalam agenda setting. Dalam literatur kebijakan, policy windows dipahami sebagai kesempatan penting dalam proses agenda setting (Michaels, Goucher, McCarthy, 2006). Policy windows atau dikenal juga dengan jendela kebijakan merupakan hal yang istimewa, berlangsung dalam periode waktu yang sangat singkat, namun memberi kemungkinan yang besar untuk perubahan. Dalam konsep multiple streams framework, Kingdon menjelaskan bahwa policy windows atau jendela kebijakan baru akan terbuka jika tiga arus, yaitu arus masalah, arus kebijakan dan arus politik bertemu pada satu titik tertentu (Kingdon, 1984). Oleh karena itu proses policy windows sangat dipengaruhi oleh hadirnya ketiga arus di atas. Ketidakhadiran salah satu arus di atas menyebabkan proses policy windows dalam proses kebijakan tidak dapat terjadi. Bersatunya ketiga arus tersebut dalam jendela kebijakan, dalam kasus tertentu, sangat dipengaruhi oleh hadirnya policy entrepreneur. Policy entrepreneur merupakan orang yang berusaha untuk memulai perubahan pada proses kebijakan agar menjadi lebih dinamis (Baumgartener dan Jones, 1993; King, 1998; Kingdon, 1984; Polsby, 1984). Orang-orang ini mencoba melakukan usaha tersebut agar ide-ide mereka memperoleh dukungan untuk proses inovasi kebijakan (Mintrom, 1997). Policy entrepreneur dalam konsep ini menggunakan beberapa kegiatan untuk mempromosikan ide-ide mereka terkait bagaimana mengidentifikasi permasalahan, memanfaatkan jaringan dalam lingkaran kebijakan, membentuk istilah-istilah dalam masalah kebijakan yang diperdebatkan dan membangun koalisi. Dalam konteks DIY, proses policy windows atau terbukanya jendela kebijakan, juga sangat dipengaruhi oleh hadirnya tiga arus di atas serta hadirnya policy entrepreneur. Sebagai contoh adalah lahirnya kebijakan penanganan gepeng di DIY yang dituangkan dalam peraturan daerah No. 1 Tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis di DIY. Arus masalah yang diidentifikasikan sebagai

Upload: trinhtuyen

Post on 11-May-2018

236 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Pengantar

Studi ini bermaksud mencermati manifestasi policy windows dalam agenda

setting. Dalam literatur kebijakan, policy windows dipahami sebagai kesempatan

penting dalam proses agenda setting (Michaels, Goucher, McCarthy, 2006). Policy

windows atau dikenal juga dengan jendela kebijakan merupakan hal yang istimewa,

berlangsung dalam periode waktu yang sangat singkat, namun memberi kemungkinan

yang besar untuk perubahan. Dalam konsep multiple streams framework, Kingdon

menjelaskan bahwa policy windows atau jendela kebijakan baru akan terbuka jika tiga

arus, yaitu arus masalah, arus kebijakan dan arus politik bertemu pada satu titik

tertentu (Kingdon, 1984). Oleh karena itu proses policy windows sangat dipengaruhi

oleh hadirnya ketiga arus di atas. Ketidakhadiran salah satu arus di atas menyebabkan

proses policy windows dalam proses kebijakan tidak dapat terjadi.

Bersatunya ketiga arus tersebut dalam jendela kebijakan, dalam kasus tertentu,

sangat dipengaruhi oleh hadirnya policy entrepreneur. Policy entrepreneur

merupakan orang yang berusaha untuk memulai perubahan pada proses kebijakan

agar menjadi lebih dinamis (Baumgartener dan Jones, 1993; King, 1998; Kingdon,

1984; Polsby, 1984). Orang-orang ini mencoba melakukan usaha tersebut agar ide-ide

mereka memperoleh dukungan untuk proses inovasi kebijakan (Mintrom, 1997).

Policy entrepreneur dalam konsep ini menggunakan beberapa kegiatan untuk

mempromosikan ide-ide mereka terkait bagaimana mengidentifikasi permasalahan,

memanfaatkan jaringan dalam lingkaran kebijakan, membentuk istilah-istilah dalam

masalah kebijakan yang diperdebatkan dan membangun koalisi.

Dalam konteks DIY, proses policy windows atau terbukanya jendela

kebijakan, juga sangat dipengaruhi oleh hadirnya tiga arus di atas serta hadirnya

policy entrepreneur. Sebagai contoh adalah lahirnya kebijakan penanganan gepeng di

DIY yang dituangkan dalam peraturan daerah No. 1 Tahun 2014 tentang penanganan

gelandangan dan pengemis di DIY. Arus masalah yang diidentifikasikan sebagai

Page 2: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

2

banyaknya jumlah gelandangan dan pengemis di DIY, arus kebijakan

diidentifikasikan dengan seperangkat instrumen penanganan gepeng di Yogyakarta

yang mengedepankan aspek-aspek humanisme serta arus politik dalam bentuk

dorongan dari publik untuk menangani gepeng membuat isu penanganan gepeng ini

masuk dalam policy windows. Dalam proses policy windows tersebut jendela

kebijakan dapat terbuka karena ada kontribusi dari policy entreprenuer, yaitu Forum

LSM.1 Interaksi antara arus masalah, arus kebijakan dan arus politik serta policy

entrepreneur memberikan gambaran khusus terkait bagaimana proses policy windows

dalam lahirnya kebijakan penanganan gepeng di DIY ini.

Contoh lain dari proses policy window kebijakan di DIY adalah lahirnya

kebijakan untuk peningkatan kapasitas birokrasi di DIY yang dituangkan dalam

kegiatan pemberian beasiswa S2 pada berbagai program studi dan penyelenggaraan

diklat teknis bagi aparat birokrasi DIY yang memenuhi persyaratan. Kebijakan

tersebut dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan analisis kompetensi aparatur

birokrasi yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi di DIY

pada tahun 2014. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa 40% aparatur birokrasi

di DIY dinyatakan tidak berkompeten. Penilaian kompetensi tersebut didasarkan pada

tiga faktor, yaitu jenjang pendidikan, pengalaman kerja dan dari diklat yang pernah

diikuti.2

Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah intervensi

yang menyelesaikan permasalahan kompetensi aparatur pernah beberapa kali

diinisiasi oleh BKD dan sejumlah SKPD yang lain. Namun demikian, langkah

tersebut belum juga mendapat perhatian dari Gubernur. Dua anggota Komisi A

DPRD DIY terus mendorong upaya pemberian beasiswa pendidikan lanjut dan

mengikutsertakan aparat birokrasi dalam diklat. Hal tersebut terus dilakukan dengan

melakukan pendekatan-pendekatan kepada pihak-pihak pengambil keputusan serta

dengan menyampaikannya dalam forum-forum publik bahwa 40% aparatur birokrasi

yang ada dalam di birokrasi DIY tidak berkompeten.

1 Wawancara dengan Staff Bidang Pemerintahan DIY (Wawancara dilakukan pada tanggal 28 Juli

2016).

2 Wawancara dilakukan dengan pegawai BKD DIY (Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Juli 2016).

Page 3: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

3

Dari upaya tersebut akhirnya pada tahun 2016 ini Pemerintah DIY

mengalokasikan anggaran APBD sebanyak 3 milyar untuk membiayai beasiswa

pendidikan lanjut kepada 70 aparatur birokrasi di DIY serta diklat kompetensi bagi

aparatur birokrasi. Namun demikian, meskipun kebijakan itu telah diputuskan masih

ada persoalan-persoalan lain terkait dengan implementasi. Dari contoh ini dapat

diketahui bahwa arus masalah yang diidentifikasikan dengan rendahnya kompetensi

aparatur birokrasi di DIY bertemu dengan arus kebijakan yang diidentifikasikan

dengan pemberian beasiswa S2 pada berbagai program studi dan penyelenggaraan

diklat teknis bagi aparat birokrasi DIY dan arus politik, yaitu tuntutan ASN yang

lebih professional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No 5 tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) serta berinteraksi dengan policy entrepreneur

(Dua anggota Komisi A DPRD DIY), maka munculah kebijakan pemberian beasiswa

S2 pada berbagai program studi dan penyelenggaraan diklat teknis bagi aparat

birokrasi DIY . Berdasarkan contoh tersebut dapat diketahui juga bahwa interaksi

antara tiga arus masalah, arus kebijakan, arus politik dan policy entrepreneur

memunculkan variasi policy windows.

Dinamika kebijakan sebagaimana digambarkan di atas, memberikan

keyakinan bahwa interaksi antara arus masalah, arus kebijakan dan arus politik serta

policy entrepreneur akan memunculkan variasi policy windows dalam proses agenda

setting. Dengan berbagai strategi yang dipilih oleh policy entrepreneur, baik itu yang

bekerja sendiri sebagai individu atau policy entrepreneurs yang bekerja secara

kolektif dalam sebuah koalisi, juga turut memunculkan dinamika kebijakan yang

berbeda yang sangat berpengaruh pada proses policy windows.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka studi ini akan difokuskan pada

kajian variasi policy windows dari empat kebijakan yang dipilih sebagai kasus.

Empat kasus tersebut dipilih karena masing-masing kasus menggambarkan corak

policy windows yang berbeda. Studi yang mengkaji secara spesifik terkait proses

membuka dan menutupnya jendela kebijakan (policy windows) belum banyak

dilakukan di Indonesia. Studi yang dilakukan lebih banyak memfokuskan diri pada

topik yang lebih besar yaitu tentang perumusan (formulasi) kebijakan dalam sebuah

Page 4: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

4

kebijakan. Diantara studi tersebut adalah Gunawan (2007)3. Gunawan telah

melakukan kajian terkait politik kebijakan proses agenda setting perumusan kebijakan

pembangunan pertanian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian ini

mengulas tentang bagaimana proses agenda setting perumusan kebijakan

pembangunan pertanian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sehingga membuat

sektor pertanian bukan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan antara teori agenda

setting yang dikembangkan oleh John W Kingdon dengan proses agenda setting

perumusan kebijakan pembangunan yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung. Pada proses agenda setting yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung tidak muncul adanya entrepreneur policy. Tetapi perubahan isu menjadi

agenda dipengaruhi oleh agenda masyarakat yang menginginkan pertambangan timah

sebagai pilihannya.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Anjali Bhat dan Peter P Molinga (2009)4.

Anjali Bhat dan Peter P Molinga melakukan penelitian terkait peran policy

entrepreneur dalam reformasi pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Dalam

memahami reformasi pengelolaan sumber daya air di Indonesia, dalam penelitian

tersebut terlebih dahulu diulas terkait perubahan kebijakan, siapa yang berperan

sebagai policy entrepreneur dan strategi apa yang digunakan untuk proses perubahan

kebijakan.

Hasil penelitian yang dilakukan Anjali Bhat dan Peter P Molinga memberikan

gambaran bahwa proses perubahan kebijakan dalam reformasi pengelolaan air di

Indonesia sangat ditentukan oleh policy entrepreneurs, yang dalam konteks penelitian

tersebut dijalankan oleh Bappenas sebagai Kementrian di tingkat pusat yang

menangani urusan lintas sektoral serta organisasi donor. Keterlibatan dua pihak dalam

proses policy windows tersebut sangat dipengaruhi oleh arus politik dimana pada

waktu tersebut bersamaan dengan terjadinya krisis. Krisis tersebut berdampak pada

perkembangan dari reformasi sektoral yang lebih luas, terlebih terkait dengan

penyediaan bantuan yang cukup besar untuk penanganan krisis tersebut.

3 Gunawan, politik kebijakan proses agenda setting perumusan kebijakan pembangunan pertanian di

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2007. Tesis S2 Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah. 4 Anjali Bhat dan Peter P. Mollinga, Transition in Indonesia Water Policy: Policy Windows Through

Crisis, Response Trhrough Implementation dalam Water Policy Entrepreneur. 2009.

Page 5: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

5

Studi lain terkait perumusan kebijakan dilakukan juga oleh Muhammad

Taufan Aga (2011)5. Muhammad Taufan Aga meneliti tentang proses perumusan

kebijakan pertambangan pasir besi di Kabupaten Bima yaitu SK Bupati Bima No. 406

Tahun 2004 tentang KP eksploitasi bahan galian pasir besi untuk PT JMK, dan SK

Bupati Bima No. 407 tahun 2004 tentang KP eksploitasi bahan galian pasir besi untuk

PT Indomining.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa dalam perumusan kebijakan

pertambangan pasir besi di Kabupaten Bima diketahui stakeholder yang terlibat

masih bersifat internal jajaran birokrat (eksekutif) serta belum menyentuh segenap

elemen yang terkait dengan perumusan kebijakan kedua SK Bupati No 406 dan 407

tahun 2004 mengenai SK izin KP pasir besi. Termasuk dalam hal ini minimnya

partisipasi masyarakat, yang tidak dilibatkan dalam tahapan perumusan kedua SK

tersebut. Kebijakan penambangan pasir besi Bima ini belum mengakomodasi semua

interest berbagai elemen masyarakat. Akibatnya adalah dalam tahap implementasi

kebijakan tersebut mendapat penolakan dari masyarakat, sebab telah menimbulkan

dampak negatif lingkungan dan masyarakat tidak mendapatkan manfaat dari kegiatan

tambang dimaksud.

Berdasarkan literatur reviu tersebut, maka studi ini akan dilakukan untuk

menambah khasanah kajian terkait proses agenda setting dalam kebijakan publik.

Secara lebih khusus, kajian ini akan diarahkan untuk mengetahui proses policy

windows yaitu terbuka dan tertutupnya jendela kebijakan sebagai dampak dari

interaksi arus masalah, arus kebijakan, arus politik dan policy entrepreneur. Hal

tersebut dilakukan dengan menguraikan interaksi antara tiga arus, yaitu arus masalah

(problem stream), arus kebijakan (policy stream) dan arus politik (political stream)

dari setiap kebijakan. Selanjutnya, akan diidentifikasi pula kehadiran dari policy

entrepreneurs dari empat kebijakan tersebut dan dipetakan bagaimana perannya dan

strategi apa yang digunakan oleh policy entrepreneurs dalam rangka memenangkan

ide kebijakannya dalam proses agenda setting.

5 Muhammad Taufan Aga, Sstp, Perumusan Kebijakan Pertambangan Pasir Besi di Kabupaten Bima.

Tesis, Program Studi Magister Administrasi Publik UGM, Konsentrasi Governance dan Kebijakan

Publik, 2011.

Page 6: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

6

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini difokuskan pada pencarian jawaban

bagaimana proses policy windows kebijakan proffessor goes to school, sarjana

magang, jaga warga dan bantuan keuangan khusus (BKK) terjadi?

C. Tujuan Penelitian

Dalam upaya menjawab permasalahan penelitian dan dalam rangka menjawab

pertanyaan penelitian, maka penelitian ini bertujuan:

1. Melihat bagaimana proses policy windows kebijakan proffessor goes to

school, sarjana magang, jaga warga dan bantuan keuangan khusus (BKK)

terjadi;

2. Melihat siapa saja yang berperan sebagai policy entrepreneur dari

kebijakan proffessor goes to school, sarjana magang, jaga warga dan

bantuan keuangan khusus (BKK) serta strategi apa saja yang digunakan.

Kerangka Teori: Policy windows dalam Proses Agenda Setting

Kebijakan lahir sebagai sebuah instrumen untuk merespon persoalan. Ada

banyak persoalan di tengah masyarakat. Namun demikian tidak semua persoalan yang

muncul tersebut dapat direspon oleh kebijakan. Hanya persoalan-persoalan tertentu

yang mendapat perhatian. Persoalan yang mendapat perhatian dalam proses kebijakan

sering disebut dengan masalah kebijakan (policy problem). Proses merubah masalah

publik (public problem) menjadi masalah kebijakan (policy problem) dalam konteks

kebijakan publik disebut dengan penyusunan agenda (agenda setting) (Howlett and

Ramesh, 1995). Agenda setting menjadi tahapan yang paling penting dan paling

krusial dalam siklus kebijakan. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan As Cobb dan

Elder:

Pre-political, or at least pre-decisional processes often play the most

critical role in determining what issues and alternatives are to be

considered by the polity and the probable choices that will be made.

What happens in the decision making councils of the formal

institutions of government may do little more than recognize,

Page 7: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

7

document and legalize, if not legitimize, the memory results of

continuing struggle of forces in the larger social matrix….From this

perspective, the critical question becomes, how does an issue or a

demand become or fail (Cobb dan Elder, 1972).

Definisi yang hampir sama tentang agenda setting didefinisikan oleh John

Kingdon (1984). John Kingdon mendefinisikan agenda setting sebagai proses

mempersempit persoalan-persoalan menjadi fokus perhatian pemerintah (Kingdon,

1984). Dalam proses tersebut, diawali dari suatu masalah (problems) yang muncul di

masyarakat. Masalah ini dapat diungkapkan oleh seseorang sebagai masalah pribadi

(private problem). Masalah pribadi merupakan masalah-masalah yang mempunyai

akibat terbatas atau hanya menyangkut satu atau sejumlah kecil orang yang terlibat

langsung. Kemudian berkembang lebih lanjut menjadi masalah publik (public

problem).

Masalah publik diartikan sebagai masalah yang mempunyai akibat yang luas,

termasuk akibat-akibat yang mengenai orang-orang yang terlibat secara tidak

langsung. Masalah publik tersebut kemungkinan akan berkembang menjadi isu

kebijakan (policy issues). Isu kebijakan kemudian mengalir dan masuk dalam agenda

setting(Kingdon, 1984).

Model agenda setting dikembangkan oleh banyak ahli kebijakan, salah satu

diantaranya adalah John Kingdon yang mengembangkan konsep multiple streams

framework. Dalam konsep tersebut digambarkan interaksi antara tiga arus, yaitu arus

masalah (problem stream), arus kebijakan (policy stream) dan arus politik (political

stream) dalam proses agenda setting. Arus masalah merujuk pada persepsi masalah

sebagai masalah publik yang memerlukan tindakan pemerintah dan upaya pemerintah

untuk mengatasinya. Arus kebijakan merujuk pada solusi yang ditawarkan oleh

peneliti, komunitas kebijakan, pakar dalam rangka merespon persoalan. Dalam arus

ini berbagai kemungkinan solusi dieksplorasi dan dipersempit. Arus terakhir yang

dikemukakan kingdon dalam konsepnya ini adalah arus politik. Arus politik terdiri

dari banyak faktor, seperti perubahan kondisi nasional, pergantian pejabat dan

anggota parlemen dan kampanye-kampanye yang bersifat menekan dilakukan oleh

kelompok kepentingan (Kingdon, 1984).

Page 8: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

8

Dalam perspektif Kingdon, ketiga arus di atas berjalan pada jalur yang

berbeda dan mengejar hal spesifik yang berbeda pula, yang pada suatu waktu ketiga

arus tersebut akan bertemu pada titik yang sama yang disebut jendela kebijakan

(policy windows). Pada proses tersebut, arus masalah, arus kebijakan dan arus politik

yang terpisah bergabung menjadi satu dalam satu kekuatan politik yang

menguntungkan. Pada proses inilah masalah publik telah bergerak menjadi masalah

institusional dan proses kebijakan telah dimulai (Kingdon, 1984).

Dalam konsep yang dikemukakan oleh Kingdon ini ditekankan juga bahwa

sebuah isu akan dapat masuk ke dalam agenda jika permasalahannya dikenali,

solusinya tersedia dan kondisi politik yang ada mendukung adanya perubahan.

Permasalahan menjadi semakin jelas dan dikenali ketika terjadi peristiwa yang

menarik perhatian dan solusi yang merupakan akumulasi pengetahuan dan perspektif

yang dikembangkan oleh para pakar telah tersedia. Dua aspek tersebut yang didukung

oleh situasi politik yang kondusif menyebabkan pertemuan antara arus masalah

(problem stream), arus kebijakan (policy stream) dan arus politik (political stream)

dan memuncukan jendela kebijakan (policy windows). Namun demikian, proses

pertemuan tiga arus sebagaimana digambarkan di atas tidak selalu berjalan lancar.

Terkadang ada hambatan yang menyebabkan ketiga arus di atas tidak dapat bersatu.

Untuk itu maka diperlukan usaha yang berkesinambungan untuk memperoleh

kesempatan dan mendesak masuknya isu ke dalam agenda sebelum terjadi perubahan

kondisi politik. Usaha-usaha sebagaimana diceritakan di atas dilakukan oleh seorang

yang berpengetahuan, berkomitmen dan bersedia untuk menginvestasikan

sumberdayanya untuk menyatukan arus masalah (problem stream), arus kebijakan

(policy stream) dan arus politik (political stream). Orang tersebut oleh Kingdon

sering disebut sebagai policy entrepreneur. Policy entrepreneur ini bisa berasal dari

lingkaran pemerintahan maupun dari luar pemerintahan.

Menyoroti peran policy entrepreneur yang dikemukakan oleh Kingdon

tersebut, Jones dan Baumgartner (1993) memperkuat apa yang digagas oleh Kingdon

bahwa policy entrepreneur memiliki peran penting dalam menghubungkan solusi dan

masalah. Demikian juga dengan Capella (2012) yang memperkuat gagasan Kingdon

bahwa serupa dengan konsep multiple streams framework, bahwa masalah tidak

selalu terkait dengan solusi dalam proses perumusan kebijakan. Dan salah satu tugas

Page 9: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

9

utama dari policy entrepreneur adalah menunjukkan bahwa solusi nya mewakili

respon terbaik untuk masalah yang muncul. Bahkan jika solusi ada sebelum masalah

atau bahkan jika solusi tidak memiliki hubungan langsung sama sekali untuk

masalah, itu terserah policy entrepreneur untuk berdebat dan menciptakan

pemahaman baru tentang masalah ini dalam rangka mendukung perspektif. Trik dari

policy entrepreneur adalah untuk memastikan bahwa solusi yang dipilih oleh policy

entrepreneur terkait suatu isu telah muncul sebagai agenda publik (Baumgartner dan

Jones, 1993). Perumusan kebijakan publik dipengaruhi tidak hanya oleh redefinisi

masalah, tetapi, pada saat yang sama, dengan redefinisi cara yang paling efektif untuk

menangani situasi yang dirasakan.

Model agenda setting yang dikembangkan oleh Kingdon ini merupakan model

pengembangan yang lebih komperhensif yang dikembangkan dari model garbage can.

Model garbage can menolak "siklus kebijakan" model konvensional yang

membayangkan proses pengembangan kebijakan dilakukan secara rasional dan

didukung oleh logika pemecahan masalah. Menurut model garbage can, model

rasional dan incremental diasumsikan memiliki tingkat kesengajaan, pemahaman

masalah, dan prediktabilitas dari hubungan antar aktor yang tidak dapat diwujudkan

secara nyata. Oleh karena itu, pendekatan jendela kebijakan (policy windows)

berfokus pada proses kebijakan yang sangat dinamis di mana pengusaha kebijakan

(policy entrepreneur) yang berbeda berinteraksi di dalam dan di luar pemerintah

untuk memindahkan isu-isu ke agenda pemerintahan formal.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam sebuah proses kebijakan yang

dinamis, policy entrepreneur memainkan peran yang sangat penting (Bocher, 2011).

Hal tersebut antara lain terkait dengan perannya sebagai agen perubahan yang dalam

proses agenda setting kebijakan berupaya mengadvokasikan ide-ide kebijakannya

sebagai solusi atas permasalahan yang telah diidentifikasikannya. Dalam konteks ini

policy entrepreneur juga berupaya meyakinkan aktor lain dalam proses agenda

setting bahwa ide-ide mereka merupakan ide yang tepat sebagai solusi persoalan.

Lebih lanjut untuk mendukung upayanya, policy entrepreneur membangun koalisi

dan jaringan dengan aktor kebijakan lain.

Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Michael Bocher di atas, John

Kingdon dalam bukunya Agendas, Alternatives and Public Policies juga

Page 10: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

10

mengungkapkan bahwa policy entrepreneur memiliki peran kunci dalam model multi

aliran. Dalam pandangannya, policy entrepreneur adalah individu atau sekelompok

kecil dari sejumlah orang yang tugas utamanya adalah memperjuangkan ide-idenya

(Kingdon, 2003).

Menurut Kingdon, policy entrepreneur ini bisa berasal dari dalam birokrasi

pemerintahan itu sendiri atau bisa juga dari komunitas kebijakan di luar birokrasi.

Mereka menggunakan sumberdaya yang mereka miliki dalam bentuk waktu, energi,

reputasi dan dana, dalam rangka memperjuangkan ide-ide kebijakan berbasis

keuntungan di masa depan. Kingdon membedakan keuntungan tersebut dalam tiga

kategori. Pertama, keuntungan praktis dan personal dalam mempertahankan ide.

Dalam konteks ini keuntungan yang diperoleh adalah insentif material yang

dihasilkan dari perubahan yang dilakukan oleh ide-idenya dalam kebijakan tertentu.

Contoh: Keleluasaan dalam pemanfaatan anggaran, pemberian program,

perlindungan kepentingan bagi anggota kelompok pelobi.

Kedua, keuntungan yang ditandai dengan promosi nilai yang diberikan dalam

kebijakan. Ini adalah keuntungan yang disengaja, berdasarkan ideologi terkait,

misalnya, mengenai peran negara dalam perekonomian. Terakhir adalah keuntungan

solidaritas. Keuntungan ini muncul sebagai kenikmatan dalam memperjuangkan ide

kebijakan, oleh karenanya aktivitas policy entrepreneur sering dianalogikan seperti

game atau permainan. Dalam permainan tersebut policy entrepreneur menikmati

proses advokasi, menikmati berada di atau dekat kursi kekuasaan, mereka menikmati

menjadi bagian dari aksi.

Selanjutnya, Sander Meijerink dan Dave Huitema mengelompokkan policy

entrepreneur ke dalam tiga kategori, yaitu individual policy entrepreneurs, collective

policy entrepreneurship dan organisasi donor (Meijerink dan Huitema, 2010).

Pengeompokan tersebut didasarkan pada cara policy entrepreneur mengorganisasikan

diri. Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Kingdon bahwa individual policy

entrepreneur merupakan policy entrepreneur yang bekerja secara individu dan

berasal dari dalam birokrasi maupun dari partai politik, NGO, atau komunitas para

ahli (Communities expert). Policy entrepreneur tipe ini secara sukarela

menginvestasikan sumber daya yang mereka miliki dalam bentuk waktu, reputasi

ataupun pengetahuan dengan menawarkan ide-ide untuk perubahan kebijakan. Policy

Page 11: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

11

entrepreneur tipe ini juga memiliki ketrampilan networking yang baik. Terlebih lagi,

sebagian besar policy entrepreneur jenis ini menunjukkan ketekunan yang cukup

besar.

Sementara itu, collective policy entrepreneurship merupakan perwakilan dari

instansi pemerintah di berbagai tingkat pemerintahan. Karena anggotanya yang terdiri

dari berbagai tingkatan pemerintah, policy entrepreneur jenis ini cenderung

menciptakan hubungan pengambil kebijakan dengan NGO dan komunitas-komunitas

peneliti. Hubungan-hubungan ini pada tahapan lebih lanjut menciptakan kelompok

policy entrepreneur (collective policy entrepreneur). Collective policy entrepreneur

ini memiliki dua keuntungan utama. Pertama, orang-orang dalam posisi yang berbeda

dapat menarik strategi yang berbeda untuk mempengaruhi lintasan perubahan. Para

ahli yang bekerja di salah satu lembaga penelitian pemerintah atau universitas

memiliki kemungkinan yang sangat baik untuk mengembangkan dan menguji ide-ide

dan pendekatan baru. Selain itu, penasihat kebijakan senior atau politisi umumnya

berada dalam posisi yang lebih baik untuk membantu proses adopsi kebijakan yang

baru (Meijerink dan Huitema, 2010).

Kedua, tanpa memandang asal dari pihak-pihak yang tergabung dalam

collective policy entrepreneur, masing-masing dari mereka memiliki kapasitas dan

kemampuan yang berbeda. Misalnya, sebagian dari pihak dimaksud memiliki karisma

yang baik dan sebagian yang lain memiliki kapasitas menjelaskan ide-ide secara baik

ke media. Selain itu, biasanya sebagian dari pihak yang tergabung dalam collective

policy entrepreneurship ini memiliki keterampilan dalam mengembangkan konsep

baru terkait kebijakan serta mampu menemukan benang merah terkait konsep baru

kebijakan tersebut.

Dalam studi yang dilakukan oleh Sander Meijerink dan Dave Huitema tentang

pengelolaan air di 16 negara di dunia, diketahui bahwa collective policy

entrepreneurship dalam bentuk jaringan bayangan (shadow networks) ini terbukti

berperan efektif dalam pengembangan ide-ide kebijakan serta dalam menerapkan ide-

idenya (Meijerink dan Huitema, 2010). Dalam proses penyerapan ide-ide tersebut

collective policy entrepreneurship memerlukan interaksi dengan jaringan kebijakan

formal, politisi maupun mantan politisi. Proses tersebut dibutuhkan untuk

menerjemahkan inovasi ke dalam rancangan kebijakan yang baru.

Page 12: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

12

Sebangun dengan temuan studi Sander Meijerink dan Dave Huitema, Ollsen

(2006) juga mengemukakan bahwa anggota jaringan bayangan (shadow networks)

tersebut berperan dalam mengembangkan dan menguji dalam bayangan arena

pengambilan keputusan formal tetapi perlu mengembangkan hubungan dengan

jaringan keputusan resmi untuk berhasil menantang paradigma kebijakan dominan.

Lebih lanjut, Sander Meijerink dan Dave Huitema mengelompokkan

collective policy entrepreneurship dalam tiga tipe. Tipe pertama adalah koalisi yang

terdiri dari orang-orang dari berbagi ide, keyakinan atau nilai yang sama atau sangat

mirip. Tipe kedua merupakan aliansi strategis (Meijerink dan Huitema, 2010), yang

merupakan koalisi antara pihak-pihak yang tidak memiliki keyakinan kebijakan yang

sama, preferensi nilai, atau pandangan hidup. Namun demikian, mereka berbagi

kepentingan dalam mewujudkan perubahan kebijakan.

Tipe terakhir dari collective policy entrepreneurship adalah koalisi yang tidak

memperhatikan keyakinan, persepsi masalah serta preferensi kebijakan, namun lebih

pada ketergantngan satu sama lain dalam mewujudkan tujuan obyektif mereka

(Meijerink dan Huitema, 2010). Hal penting yang juga perlu diperhatikan dalam

collective policy entrepreneurship adalah bahwa dalam pembentukan koalisi antara

partai dengan prioritas nilai dan tujuan kebijakan yang berbeda sering memerlukan

proses negosiasi dan kompromi, mirip dengan pembentukan pemerintah koalisi dalam

sistem multi partai. Policy entrepreneur yang sukses, karena itu, harus

menyeimbangkan terus menerus pada kontinum antara advokasi dan broker (Kingdon

1995). Di satu sisi, policy entrepreneur harus menjadi pendukung yang baik dari

konsep-konsep tertentu. Policy entrepreneur harus mampu mengkomunikasikan ide-

ide dan pesan mereka dengan cara yang menarik dan meyakinkan. Namun demikian

di sisi yang lain policy entrepreneur juga membutuhkan keterampilan untuk

bernegosiasi dan bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki ide, pandangan

hidup dan kepentingan yang berbeda, tetapi yang memiliki sumber daya yang

penting.

Kategori terakhir dari policy entrepreneur menurut Sander Meijerink dan

Dave Huitema adalah organisasi donor. Organisasi donor merupakan jenis policy

entrepreneur yang bekerja di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Selain menjalankan peran sebagai pihak yang mendiskusikan ide-ide kebijakan,

Page 13: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

13

organisasi donor ini juga berperan sebagai penyedia dana yang membiayai proses

formulasi dan implementasi kebijakan. Untuk memastikan agar ide kebijakan

organisasi donor diakomodir oleh pihak pengambil kebijakan, maka lembaga donor

dapat memandatkan perubahan melalui perumusan kondisi pendanaan yang ketat,

termasuk tuntutan untuk menyiapkan transisi pemerintahan (Meijerink dan Huitema,

2010).

Berbeda dengan Sander Meijerink dan Dave Huitema, Roberts dan King

(1991) membedakan policy entrepreneur berdasarkan strategi atau aktivitas yang

dipilih. Berdasarkan tipologi tersebut Robert dan King membagi policy entrepreneur

kedalam empat kategori, yaitu policy entrepreneur kreatif yang menggunakan

aktivitas intelektual, policy entrepreneur yang menggunakan aktivitas strategis,

policy entrepreneur yang menggunakan aktivitas mobilisasi dan yang terakhir adalah

policy entrepreneur yang menggunakan aktivitas evaluatif/administratif. Setiap

tipologi policy entrepreneur di atas memiliki cara atau strategi sendiri-sendiri agar

gagasan kebijakan yang ditawarkannya mendapat perhatian dari pengambil kebijakan.

Berikut di bawah ini adalah tabel cara atau strategi dari setiap tipologi policy

entrepreneur:

Tabel 1. Strategi Policy Entrepreneur

No Tipologi Strategi

1. Kreatif (aktivitas intelektual) Menghasilkan ide (Mengembangkan

ide kebijakan baru, menerapkan atau

mentransfer nilai, ide atau model

kebijakan yang lain).

Mendefinisikan masalah kebijakan dan

memilih solusi (mengidentifikasi

kelemahan, mengidentifikasi alternatif

solusi yang disukai).

Menyebarkan ide-ide.

2. Aktivitas strategis Memformulasikan visi.

Mengembangkan strategi politik

Page 14: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

14

Mendesain rencana aksi.

3. Mobilisasi Mengembangkan objek demonstrasi.

Bekerjasama dengan elit dan aktor

individual penting.

Membina hubungan dengan tokoh

masyarakat dan birokrasi.

Memelihara hubungan dengan politisi.

Menginisiasi kelompok lobi.

Membangun dukungan media.

4. Aktivitas

evaluatif/administratif

Memberikan dukungan terhadap

lembaga-lembaga administratif dengan

keahlian.

Mengambil peran dalam program

evaluasi.

Page 15: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

15

D. Skema Konsep

Skema 1. 1. Kerangka Konseptual

Problem Stream (Arus

Masalah)

Policy Stream (Arus

Kebijakan)

Political Stream (Arus Politik)

Policy windows (Jendela

Kebijakan)

Policy Entrapreneur

Agenda

Pemerintah

Setting Sosial dan

Politik

Page 16: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

16

E. Definisi Konseptual

Dari paparan kerangka teori di atas, maka dalam penelitian ini konsep

yang menjadi batasan adalah:

1. Arus Masalah. Arus masalah merujuk pada persepsi masalah sebagai

masalah publik yang memerlukan tindakan pemerintah dan upaya

pemerintah untuk mengatasinya.

2. Arus Kebijakan. Arus kebijakan merujuk pada solusi yang ditawarkan

oleh peneliti, komunitas kebijakan, pakar dalam rangka merespon

persoalan.

3. Arus Politik. Arus politik merujuk pada peristiwa yang menarik

perhatian atau sering disebut focusing event yang menjadi pendorong

perubahan dalam memunculkan atau tidak memunculkan kebijakan

publik. arus politik terdiri dari banyak factor, seperti perubahan kondisi

nasional, pergantian pejabat dan anggota parlemen dan kampanye-

kampanye yang bersifat menekan dilakukan oleh kelompok

kepentingan.

4. Policy windows. Policy windows adalah titik bertemunya arus masalah

(problem stream), arus kebijakan (policy stream) dan arus politik

(political stream) dalam proses agenda setting.

5. Policy Entrepreneur. Policy Entrpreneur adalah seorang yang

berpengetahuan, berkomitmen dan bersedia untuk menginvestasikan

sumberdayanya untuk menyatukan arus masalah (problem stream), arus

kebijakan (policy stream) dan arus politik (political stream).

6. Masalah Publik. Yang dimaksud dengan masalah publik adalah masalah

yang mempunyai akibat yang luas, termasuk akibat-akibat yang

mengenai orang-orang yang terlibat secara tidak langsung.

7. Masalah Kebijakan/Institusional. Yang dimaksud dengan masalah

kebijakan atau masalah institusional adalah serangkaian masalah yang

secara tegas telah mendapatkan perhatian dari pemerintah.

8. Proses Kebijakan. Yang dimaksud dengan proses kebijakan adalah

serangkaian tahapan atau siklus dari kegiatan kebijakan yang terdiri dari

proses penyusunan agenda (agenda setting), formulasi kebijakan (policy

Page 17: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

17

formulation), adopsi kebijakan (policy adoptiion), implementasi

kebijakan (policy implementation) dan penilaian kebijakan (policy

evaluation).

9. Agenda setting adalah proses mempersempit persoalan-persoalan

menjadi fokus perhatian pemerintah.

F. Definisi Operasional

Dalam definisi operasional ini, penulis mencoba menurunkan konsep yang

digunakan ke dalam bentuk indikator-indikator berikut:

1. Arus Masalah.

Persepsi masalah sebagai masalah publik.

Memerlukan tindakan pemerintah dan upaya pemerintah untuk

mengatasinya.

2. Arus Kebijakan.

Pakar dan analis kebijakan.

Membahas masalah.

Menawarkan solusi.

3. Arus Politik.

Peristiwa yang menarik perhatian (focusing event).

Pendorong perubahan untuk memunculkan/tidak memunculkan

kebijakan publik.

Perubahan kondisi nasional.

Pergantian pejabat publik/anggota parlemen.

Adanya kampanye yang bersifat menekan dari kelompok

kepentingan.

4. Policy windows.

Adanya permasalahan yang dikenali.

Tersedianya solusi.

Page 18: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

18

Adanya kondisi politik yang mendukung perubahan.

5. Policy Entrepreneur.

Seseorang yang memiliki pengetahuan dan komitmen.

Bersedia untuk berinvestasi sumberdaya.

6. Masalah Publik (Isu).

Masalah yang mempunyai akibat yang luas.

Berakibat pada orang yang terlibat secara tidak langsung.

7. Masalah Kebijakan.

Masalah yang mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Direspon oleh kebijakan.

8. Proses Kebijakan.

Serangkaian tahapan atau siklus dari kegiatan kebijakan.

Adanya proses penyusunan agenda (agenda setting), formulasi

kebijakan (policy formulation), adopsi kebijakan (policy

adoptiion), implementasi kebijakan (policy implementation) dan

penilaian kebijakan (policy evaluation).

9. Agenda Setting.

Proses mempersempit persoalan

Merubah agenda institusional menjadi agenda formal.

Merubah agenda publik menjadi agenda kebijakan.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha untuk mencermati policy windows dalam agenda

setting kebijakan di DIY melalui empat kebijakan, yaitu kebijakan proffessor goes

to school, sarjana magang, bantuan keuangan khusus (BKK) dan Jaga Warga.

Empat kebijakan tersebut dipilih karena masing-masing kebijakan

menggambarkan corak policy window yang berbeda.

Page 19: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

19

Proffessor goes to school merupakan salah satu kebijakan pendidikan yang

kembali dimunculkan pada tahun 2014 sebagai upaya meningkatkan kualitas

pendidikan di DIY. Pada tahun 2003, kebijakan ini pernah digagas sebagai upaya

menjaga relevansi keilmuan antara apa yang dikembangkan oleh Proffessor di

perguruan tinggi dengan yang diajarkan di sekolah-sekolah menengah (SMP dan

SMA). Pada tahun 2009 kebijakan ini diluncurkan dan tidak ada kegiatan tindak

lanjut. Atas dorongan Dewan Pendidikan DIY, pada tahun 2013 kebijakan ini

kembali dimunculkan dan dilaksanakan di beberapa sekolah di DIY. Implementasi

kebijakan tersebut berupa penyelenggaraan pertemuan di sekolah-sekolah antara

professor dengan guru-guru terkait bidang keilmuan tertentu.6

Sarjana Magang merupakan sebuah kebijakan yang digagas oleh Gubernur

DIY pada tahun 2013. Berdasarkan rancangan Peraturan Gubernur yang telah

disusun sebagai payung hukum pelaksanaan kebijakan, sarjana magang

dimaksudkan untuk tujuan membantu lulusan sarjana dalam menambah

pengetahuan, keterampilan, wawasan, pengalaman, sikap mental, perilaku, dan

budaya/etos kerja, memberikan kesempatan kepada para sarjana untuk segera

dapat menerapkan ilmu, serta membantu melaksanakan tugas pemerintahan dan

pembangunan yang bersifat teknis operasional.7 Kebijakan yang diampu oleh

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY ini seharusnya sudah mulai diterapkan

pada tahun 2015. Sayangnya pada bulan Januari (tahun 2015) lalu, rancangan

kebijakan yang sudah matang dan siap diimplementasikan ini „diveto‟ oleh Dinas

Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKAD) dan Sekretariat DIY

untuk tidak dilanjutkan karena beberapa pertimbangan.

Bantuan Keuangan Khusus (BKK) merupakan sebuah kebijakan yang lahir

dari Gagasan Gubernur untuk mereplikasi kebijakan serupa di Provinsi Gorontalo

sebagai upaya pengentasan kemiskinan di DIY. BKK merupakan pemberian

bantuan keuangan yang diperuntukkan bagi rumah tangga sasaran (RTS) yang

ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor

90/KEP/2013 tentang Penetapan Rumah Tangga Sasaran dan Jumlah Bantuan

6 Lebih lanjut lihat TOR Proffessor Goes to School yang diterbitkan oleh Dewan Pendidikan DIY.

7 Rancangan Peraturan Gubernur tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarjana Magang.

Page 20: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

20

Keuangan Khusus Kepada Kabupaten/Kota Tahun 2013. BKK merupakan

program kemitraan yang dilakukan oleh Bappeda bersama DPPKAD.

Jaga warga merupakan sebuah kebijakan yang digagas oleh Bappeda pada

tahun 2013 untuk merespon kegelisahan Gubernur DIY yang disampaikan pada

sambutan syawalan di Kabupaten/Kota di DIY terkait keterlindungan warga. Jaga

warga juga merupakan program kemitraan antara Bidang Pemerintahan Bappeda

dengan Badan Kesbanglinmas. Setelah dilakukan penyusunan naskah akademik

dan SOP pelaksanaan Jaga warga oleh Bidang Pemerintahan, Bappeda,

Pemerintah Daerah melalui Biro Hukum kemudian menyiapkan Peraturan

Gubernur sebagai Payung Hukum. Saat ini program Jaga Warga sudah mulai

diterapkan oleh Badan Kesbanglinmas DIY dan dibantu Badan Kesbanglinmas

Kabupaten/Kota. Keempat kebijakan di atas akan dibedah arus masalah, arus

kebijakan, arus politik serta policy entrepreneur yang terlibat dalam proses

agenda settingnya.

Untuk tujuan tersebut, dilakukan penelitian studi kasus jamak (multiple

case design) dengan pendekatan kualitatif. Secara definisi studi kasus dapat

dipahami sebagai sebuah pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau

menginterpretasi (Salim, 2001). Dalam bukunya yang berjudul Case Study

Research: Design and Methods, Yin menyebutkan bahwa studi kasus merupakan

sebuah pendekatan yang menginvestigasi fenomena kontemporer yang ada di

dalam konteks kehidupan nyata, dimana batasan antara fenomena dan konteks

yang nyata tersebut belum nyata terbukti dan untuk itu dibutuhkan pembuktian

yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan beberapa sumber (Yin, 1981).

Dalam studi kasus, peneliti yang berbeda tentu memiliki tujuan-tujuan

yang berbeda pula ketika mengkaji kasus. Robert E. Stake dalam buku Handbook

of Qualitative Research menyebutkan bahwa untuk memudahkan identifikasi dari

tujuan penelitian studi kasus, Stake membedakan jenis studi kasus kedalam tiga

kelompok, yaitu studi kasus jenis intrinsik, studi kasus jenis instrumental dan

studi kasus jenis kolektif. Studi kasus jenis intrinsik biasanya ditempuh oleh

peneliti yang ingin lebih memahami kasus tertentu. Studi kasus jenis ini dipilih

bukan karena kasus ini mewakili kasus-kasus lain atau karena menggambarkan

sifat atau problem tertentu. Namun model penelitian studi kasus ini dipilih karena

Page 21: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

21

dalam seluruh aspek kekhususannya dan kesederhanaannya, kasus ini menarik

minat peneliti (Stake, 2009).

Berbeda dengan jenis studi kasus intrinsik, jenis kasus kedua, yaitu studi

kasus instrumental digunakan untuk tujuan meneliti suatu kasus tertentu agar

tersaji sebuah perspektif tentang isu atau perbaikan suatu teori. Dalam studi kasus

jenis ini, kasus tidak menjadi minat utama; melainkan berperan suportif agar

memudahkan pemahaman peneliti tentang sesuatu yang lain. Dalam konteks ini

kasus sering dicermati secara mendalam, konteksnya dikaji secara menyeluruh

dan aktivitas kesehariannya diperinci. Dengan cara ini peneliti terbantu untuk

mengungkap motif-motif eksternal dari suatu kasus. Pemilihan kasus dalam model

studi kasus ini lebih disebabkan oleh hasrat peneliti untuk meningkatkan

pemahaman tentang minat-minat yang lain tersebut, sehingga tentu saja dalam

model studi kasus ini suatu kasus bisa dipandang sebagai sebuah gambaran tipikal

bagi kasus lain atau malah justru tidak (Stake, 2009). Sementara itu, studi kasus

jenis ketiga, Penelitian studi kasus jamak (collective or mutiple case study) adalah

penelitian studi kasus yang menggunakan jumlah kasus dua atau lebih (Yin,

2009).

Penelitian studi kasus ini adalah pengembangan dari penelitian studi kasus

instrumental, dengan menggunakan kasus yang banyak. Asumsi dari penggunaan

kasus yang banyak adalah bahwa kasus-kasus yang digunakan di dalam penelitian

studi kasus jamak mungkin secara individual tidak dapat menggambarkan

karakteristik umumnya. Masing-masing kasus mungkin menunjukkan sesuatu

yang sama atau berbeda-beda. Tetapi apabila dikaji secara bersama-sama atau

secara kolektif, dapat menjelaskan adanya benang merah di antara mereka, serta

dapat juga menjelaskan sebuah pola (replication logic). Kelebihan dari studi kasus

jamak adalah bukti yang diberikan lebih meyakinkan dan lebih kuat.

Berdasarkan latar belakang tujuan penelitian tersebut sekali lagi penulis

menyampaikan bahwa jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah studi kasus jamak yang menekankan aspek pengulangan (replication

design). Lebih lanjut dalam penelitian ini penulis akan menggunakan dua teknik

pengumpulan data, diantaranya:

Page 22: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

22

1. Studi Pustaka (Desk Study)

Teknik ini merupakan bentuk pelacakan atas arsip-arsip terkait persoalan

yang di teliti, bisa berasal dari aturan perundang-undangan (nasional

maupun lokal), surat, memorandum, catatan pertemuan, dokumen

administratif, pengumuman, kliping, berita maupun artikel-artikel yang

berasal dari media, dan sebagainya. Studi pustaka juga dilakukan melacak

literatur-literatur terdahulu, seperti buku, laporan penelitian, karya

akademik, dan sejenisnya, yang memiliki keterkaitan dengan persoalan

yang sedang diteliti.

2. Interview

Teknik ini dilakukan untuk menggali informasi dari pihak yang terlibat

dalam proses pengambilan keputusan kebijakan seperti Dewan Pendidikan,

Bappeda, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, BKD, dan BPS.

H. Metode Analisa Data

Metode analisa data merupakan bagian integral dari metode penelitian

(teknik pengumpulan data). Terlebih, jenis penelitian ini menggunakan penelitian

kualitatif dengan desain studi kasus jamak. Analisis data adalah proses mencari

dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain

(Sugiyono, 2012).

Proses analisis dan penafsiran data dimulai dengan menelaah seluruh data

yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang

sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi,

gambar, foto, dan sebagainya. Data tersebut banyak sekali, setelah dibaca,

dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya mengadakan reduksi data yang

dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi.

Page 23: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

23

Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan

pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.

Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan ini

dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil

melakukan koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan

pemeriksaan keabsahan data dan setelah itu mulailah tahap penafsiran data dalam

mengolah hasil sementara menjadi teori substantif.

I. Rencana Penulisan

Tesis ini terdiri dari 7 bab, yang diorganisasikan ke dalam tiga bagian.

Bagian pertama terdiri dari bab I dan II . Pada bab I menguraikan signifikansi

kajian melalui studi kasus empat kebijakan yaitu kebijakan proffessor goes to

school, sarjana magang, bantuan keuangan khusus (BKK) dan Jaga Warga. Selain

itu, bagian tersebut juga menjelaskan preposisi-preposisi teoritik yang digunakan

dalam penelitian. Secara teoritik penelitian ini menggunakan model dasar agenda

setting yang ditawarkan John Kingdon.

Bab II menggambarkan kondisi sosio politik DIY. Bab ini menjadi penting

untuk ditampilkan karena memberikan konteks terhadap birokrasi di DIY. Sejarah

panjang DIY terkait pemerintahan monarki di satu sisi serta potensi SDM

Birokrasi, keberadaan epistemic community, dan kehadiran perguruan tinggi di

sisi yang lain akan memberikan konteks proses policy windows dalam agenda

setting.

Bagian kedua terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu bab III, bab IV, bab V, dan

bab VI. Bab III fokus pada kebijakan professor goes to school. Bab IV fokus pada

kebijakan sarjana magang. Bab V fokus pada kebijakan bantuan keuangan khusus

dan bab VI fokus pada kebijakan jaga warga. Pada bagian ini akan dipetakan

secara bergantian masing-masing kebijakan arus masalah, arus kebijakan, arus

politik dan policy entrepreneurnya. Pada bagian ini juga akan dipetakan interaksi

antara ketiga arus tersebut dengan policy entrepreneur.

Selanjutnya, bagian terakhir dari tulisan ini terdiri dari dua bab, yaitu bab

VII dan bab VIII. Bab VII akan menganalisa proses policy windows dari

kebijakan yang dijadikan studi kasus pada kajian ini. Bab VII pada tulisan ini

Page 24: PENDAHULUAN A. Pengantar - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103935/potongan/S2-2016... · Kebijakan peningkatan kapasitas aparatur birokrasi sebagai langkah

24

akan membawa pada sebuah ringkasan, temuan dan kesimpulan yang ditarik atas

dasar berbagai kasus yang disajikan. Sebagaimana disebutkan di bagian awal

bahwa kajian ini dikontribusikan untuk menambah khasanah kebijakan terkait

interaksi arus masalah, arus kebijakan, arus politik dan peran policy entrepreneur

dalam proses policy windows.