pendahuluan i.1 latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65227/potongan/s1-2013... ·...

30
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang menjadi daerah destinasi wisata yang diperhitungkan oleh wisatawan mancanegara maupun oleh wisatawan nusantara. Termasuk di dalamnya, Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga memiliki daya tarik wisata tersendiri. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan per Kabupaten/Kota Tahun ODTW Kota Yogyakarta Kab. Sleman Kab. Bantul Kab. Kulon Progo Kab. Gunung Kidul 2008 Wisman 188.904 126.602 215 271 - Wisnus 2.278.479 1.287.237 1.417.038 543.550 427.071 Jumlah 2.467.383 1.413.839 1.417.253 543.821 427.071 2009 Wisman 261.984 421.086 568 191 - Wisnus 3.166.340 1.647.807 1.446.978 409.940 529.319 Jml 3.428.324 2.068.893 1.447.546 410.131 529.319 2010 Wisman 241.047 142.412 13.387 18.358 - Wisnus 3.297.092 2.357.465 1.286.655 425.767 488.805 Jml 3.538.139 2.499.877 1.300.042 444.125 488.805 2011 Wisman 204.941 255.167 - 1.054 - Wisnus 2.992.371 2.234.896 2.378.209 545.743 688.405 Jml 3.197.312 2.490.063 2.378.209 546.797 688.405 2012 Wisman 233.841 262.916 - 705 2.053 Wisnus 3.849.764 2.779.316 2.378.209 595.824 1.277.012 Sumber : Buku Statistik Kepariwisataan DIY Tahun 2013 . Bidang Pariwisata ini menjadi penyumbang pendapatan daerah terbesar mengingat sektor pariwisata ini merupakan sektor andalan yang dimiliki Kota Yogyakarta dibandingkan sektor yang lain. Berbagai jenis wisata dapat dijumpai di Kota Yogyakarta baik berupa wisata pendidikan, wisata budaya, wisata sejarah, wisata belanja, wisata kuliner, wisata religi serta wisata MICE yang mulai banyak dikembangkan di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta secara khusus memang tidak memiliki wisata alam, namun berbagai jenis wisata alam yang berada di sekitar Yogyakarta pun ikut menjadi daya tarik wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata ke Kota Yogyakarta.

Upload: trantuyen

Post on 20-Mar-2019

283 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu propinsi di

Indonesia yang menjadi daerah destinasi wisata yang diperhitungkan oleh

wisatawan mancanegara maupun oleh wisatawan nusantara. Termasuk di

dalamnya, Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta yang juga memiliki daya tarik wisata tersendiri. Hal ini

ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang cenderung

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan per Kabupaten/Kota

Tahun ODTW

Kota Yogyakarta Kab.

Sleman Kab. Bantul Kab. Kulon Progo

Kab. Gunung Kidul

2008 Wisman 188.904 126.602 215 271 -

Wisnus 2.278.479 1.287.237 1.417.038 543.550 427.071 Jumlah 2.467.383 1.413.839 1.417.253 543.821 427.071

2009

Wisman 261.984 421.086 568 191 -

Wisnus 3.166.340 1.647.807 1.446.978 409.940 529.319

Jml 3.428.324 2.068.893 1.447.546 410.131 529.319

2010

Wisman 241.047 142.412 13.387 18.358 -

Wisnus 3.297.092 2.357.465 1.286.655

425.767 488.805

Jml 3.538.139 2.499.877 1.300.042 444.125 488.805

2011 Wisman 204.941 255.167 - 1.054 - Wisnus 2.992.371 2.234.896 2.378.209 545.743 688.405

Jml 3.197.312 2.490.063 2.378.209 546.797 688.405

2012 Wisman 233.841 262.916 - 705 2.053 Wisnus 3.849.764 2.779.316 2.378.209 595.824 1.277.012

Sumber : Buku Statistik Kepariwisataan DIY Tahun 2013 . Bidang Pariwisata ini menjadi penyumbang pendapatan daerah terbesar

mengingat sektor pariwisata ini merupakan sektor andalan yang dimiliki Kota

Yogyakarta dibandingkan sektor yang lain. Berbagai jenis wisata dapat

dijumpai di Kota Yogyakarta baik berupa wisata pendidikan, wisata budaya,

wisata sejarah, wisata belanja, wisata kuliner, wisata religi serta wisata MICE

yang mulai banyak dikembangkan di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta

secara khusus memang tidak memiliki wisata alam, namun berbagai jenis

wisata alam yang berada di sekitar Yogyakarta pun ikut menjadi daya tarik

wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata ke Kota Yogyakarta.

2

Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta Sub sektor Pariwisata

Tahun Jumlah (Rp) Proporsi Kenaikan 2008 39.341.021.095 50,3 % -

2009 46.541.889.348 54,8 % 18,3 %

2010 50.472.624.960 52,7 % 8,4 %

2011 56.368.254.594 53,1 % 11,7 %

2013 76.842.342.512 50,2 % 36,3 %

Sumber : Buku Statistik Kepariwisataan DIY Tahun 2013 Menurut PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), Daerah

Istimewa Yogyakarta sampai saat ini masih menjadi daerah tujuan wisata

meeting, incentive, convention and exhibition (MICE). Wisata MICE masih

menjadi andalan pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Keadaan itu bisa

dilihat dari banyaknya penyelenggaraan kegiatan MICE, baik skala nasional

maupun internasional yang diadakan di daerah ini. Selain pameran, kegiatan

rapat dan pertemuan dari intansi pemerintah maupun BUMN juga banyak

diadakan di Kota Yogyakarta. Apalagi fasilitas untuk kegiatan itu cukup

menunjang yaitu banyak hotel yang menyediakan tempat pertemuan berstandar

nasional maupun internasional.

Tabel 1.3 Jumlah Penyelenggaraan Kegiatan MICE di Hotel Berbintang di DIY Tahun 2011 dan Tahun 2012

No Bulan Tahun 2011 Tahun 2012

Jumlah Penyelenggaraan

Jumlah Peserta

Jumlah Penyelenggaraan

Jumlah Peserta

1 Januaru 420 46.842 732 94.415 2 Februari 501 46.146 805 65.162 3 Maret 678 45.022 1.072 56.942 4 April 621 41.201 1.157 78.896 5 Mei 832 48.717 1.292 109.293 6 Juni 739 41.521 1.324 104.868 7 Juli 1.076 58.045 1.064 81.843 8 Agustus 348 14.959 563 26.321 9 September 738 35.444 1.089 83.536

10 Oktober 1.076 59.224 1.233 97.944 11 November 855 57.329 1.366 100.865 12 Desember 779 44.909 1.207 92.340

Jumlah 8.693 528.999 12.904 972.895 Rata-rata per bulan 724 44.083 1.075 81.075

Sumber : Buku Statistik Kepariwisataan DIY Tahun 2013

3

Kota Yogyakarta menjadi daerah tujuan kegiatan MICE karena

pertimbangan biaya hidup yang relatif lebih murah dibandingkan dengan

daerah lain, termasuk biaya fasilitas dan akomodasi. Selain itu DIY juga

memiliki fasilitas pendukung lain yang memadai di antaranya tempat wisata

belanja, ruang pameran dan kegiatan olahraga seperti lapangan golf. Jangkauan

yang relatif dekat dan mudah dengan berbagai obyek wisata di sekitar Kota

Yogyakarta turut menjadi daya tarik diselenggarakannya kegiatan MICE di

Kota Yogyakarta. Bahkan kegiatan MICE ini memberikan kontribusi sebesar

10 hingga 20 persen terhadap Pendapatan Asli Daerah. Walaupun kegiatan

MICE tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap kunjungan terhadap obyek

wisata, namun kegiatan ini sangat berpengaruh terhadap tingkat hunian hotel

dan tentunya sangat mempengaruhi pertumbuhan hotel baru untuk memenuhi

kebutuhan akomodasi kegiatan MICE.

Dengan semakin berkembangnya kegiatan pariwisata di Kota

Yogyakarta, banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang

berdatangan. Banyaknya obyek wisata yang bisa dikunjungi mengakibatkan

waktu kunjungan bisa lebih dari satu hari sehingga membutuhkan tempat untuk

menginap. Semakin banyak wisatawan yang datang maka semakin tinggi pula

kebutuhan tempat untuk menginap. Tempat menginap yang tersedia di Kota

Yogyakarta khususnya sangat beragam baik berupa hotel berbintang maupun

hotel tidak berbintang.

Peningkatan jumlah wisatawan dan peningkatan kebutuhan penginapan

mengakibatkan bermunculan hotel-hotel baru dan terjadilah perubahan

penggunaan lahan sebagai hotel di wilayah Kota Yogyakarta.

Yogyakarta semakin menarik bagi para investor untuk menanamkan

dananya dalam usaha perhotelan. Dapat kita lihat di berbagai penjuru kota,

banyak hotel baru dibangun mulai dari jalan raya pinggiran kota sampai jalan

sempit ditengah kota. Hotel baru bermunculan, seperti cendawan tumbuh

dimusim hujan. Pertumbuhan hotel di Yogyakarta selayaknya kita sambut

dengan baik, karena berarti mereka para investor mengharap pertumbuhan

ekonomi yang baik di kota ini. Pertumbuhan hotel yang tinggi akan membuka

4

kesempatan lapangan kerja yang lebih banyak tentu dan mendorong

pertumbuhan usaha lainnya seperti transportasi, kerajinan, kuliner dan

pertanian. Tumbuhnya hotel di Yogyakarta diharapkan dapat memberi

pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta termasuk

meningkatkan pendapatan masyarakat maupun Pendapatan Asli Daerah.

Namun, disisi lain, tumbuhnya hotel di wilayah ini akan makin memperketat

persaingan bisnis.

Berdasar data statistik, pada tahun 2010 terdapat 37 hotel berbintang

dengan kapasitas 3.595 kamar dan Hotel melati sebanyak 415 hotel dengan

kapasitas 7.270 kamar. Pada tahun 2011 dibangun 14 hotel mulai dari

bintang satu sampai bintang lima, dengan jumlah 890 kamar hotel, sedangkan

hotel kelas melati ada tiga hotel dengan 106 kamar. Dari data tersebut pada

tahun 2011 di wilayah Yogyakarta berarti terdapat 51 hotel berbintang dengan

jumlah 4.485 kamar dan hotel melati 418 dengan jumlah 7.376 kamar.

Pertumbuhan yang sangat signifikan untuk hotel berbintang karena dalam

tahun 2011 saja tumbuh 24,75%. Sedangkan tahun 2012 – 2013 diperkirakan

masih akan dibangun sekitar 13 hotel baru kategori bintang dengan kapasitas

sekitar 2.000 kamar. Pertumbuhan hotel berbintang yang demikian pesat yang

tentu mau tak mau akan mempertajam tingkat persaingan usaha (Budi

Hermawan, 2013).

Mayoritas data perhotelan dan wisata disajikan dalam bentuk tabel-

tabel dan uraian penjelasan. Penyajian data perhotelan maupun komponen

pariwisata yang lain dalam bentu tabel cenderung kurang komunikatif dan

kurang menarik, sehingga diperlukan penyajian data yang mudah komunikatif

serta mudah dipahami oleh penggunanya dalam hal ini wisatawan yang

berkunjung ke Kota Yogyakarta. Pembuatan peta untuk menyajikan data

perhotelan dan wisata diharapkan mampu mempermudah penyajian informasi

yang lebih komunikatif karena peta memiliki keunggulan dalam penggambaran

lokasi dibandingkan dengan data yang berwujud dalam tabel. Pemilihan

simbolisasi dan penyajian peta akan sangat mempengaruhi tingkat efektifitas

informasi yang bisa tersampaikan kepada pengguna.

5

Peta yang berhubungan dengan Pariwisata memang sudah cukup

banyak namun mayoritas menyajikan lokasi obyek wisata saja maupun

menyajikan lokasi hotel saja.

I.2 Rumusan Masalah

Peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Yogyakarta

berdampak pada peningkatan kebutuhan penginapan atau hotel. Pengusaha

maupun investor berlomba-lomba untuk membangun hotel baru maupun

merenovasi bangunan hotel yang sudah ada. Pembangunan hotel yang baru

terjadinya perubahan penggunaan lahan menjadi bangunan hotel. Bangunan

hotel paling banyak dijumpai di sekitar kawasan Malioboro sebagai pusat atau

tujuan utama wisata di Kota Yogyakarta. Namun saat ini bangunan-bangunan

hotel mulai banyak menyebar hampir di setiap kecamatan di Kota Yogyakarta.

Hal ini tentunya membawa pengaruh positif terhadap masyarakat dengan

terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekitar hotel tersebut dan

dengan banyaknya hotel tentunya memberikan kemudahan bagi wisatawan

untuk mendapatkan tempat menginap. Dengan tersebarnya bangunan-bangunan

hotel di berbagai wilayah menjadikan tiap-tiap hotel memiliki jangkauan

terhadap obyek wisata yang berbeda satu sama lain. Semakin tinggi

keterjangkauan hotel terhadap obyek wisata maka kemungkinan semakin tinggi

pula tingkat hunian hotel tersebut. Keterjangkauan terhadap obyek wisata ini

dapat berpengaruh terhadap tingkat hunian hotel. Tingkat hunian yang rendah

tentunya sangat berpengaruh terhadap kelangsungan dan kemajuan hotel

tersebut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa masalah penelitian

seperti:

1. Berkembangnya hotel-hotel berbintang di Kota Yogyakarta semakin pesat

namun data mengenai hotel tersebut masih berbentuk tabel sehingga perlu

disajikan secara spasial.

2. Adanya perbedaan daya tampung dalam bentuk kamar dari tiap-tiap hotel

sesuai kelas bintangnya sehingga perlu diketahui berapa jumlah kamar

hotel sebagai daya tampung wisatawan.

6

3. Tidak semua lokasi hotel mampu menjangkau banyak obyek wisata

sehingga perlu diketahui jangkauan hotel terhadap obyek wisata.

Dengan adanya uraian permasalahan penelitian di atas maka peneliti

melakukan penelitian yang berjudul “Pemetaan Lokasi dan Sebaran Hotel

Serta Jangkauannya Terhadap Obyek Wisata di Kota Yogyakarta”.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Memetakan lokasi dan persebaran hotel berbintang di tiap kecamatan

Kota Yogyakarta.

2. Memetakan persebaran jumlah kamar hotel berbintang di tiap

kecamatan Kota Yogyakarta

3. Memetakan jangkauan hotel berbintang terhadap obyek wisata yang ada

di Kota Yogyakarta.

I.4 Sasaran Penelitian

Sasaran dari penelitian ini adalah :

1. Peta lokasi bangunan hotel berbintang di tiap kecamatan Kota

Yogyakarta.

2. Peta sebaran jumlah kamar hotel berbintang di tiap kecamatan Kota

Yogyakarta

3. Peta obyek wisata dan Peta jangkauan hotel terhadap objek wisata di

tiap kecamatan Kota Yogyakarta.

I.5 Kegunaan Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang perkembangan akomodasi perhotelan di

Kota Yogyakarta.

2. Memberikan informasi daerah alternatif yang dapat dijadikan pilihan

untuk tempat menginap wisatawan..

3. Mengetahui jangkauan hotel terhadap obyek wisata di tiap kecamatan

Kota Yogyakarta.

4. Memberikan informasi kepada wisatawan tentang lokasi hotel yang bisa

menjadi pilihan untuk tempat menginap.

7

I.6 Tinjauan Pustaka

1.6.1 Sejarah Perkembangan Kartografi

Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang

pembuatan peta-peta, sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen-dokumen

ilmiah dan hasil karya seni (ICA,1973). Dalam konteks ini, peta dianggap

termasuk semua tipe peta, plan (peta skala besar), charts, bentuk tiga

dimensional dan globe yang menyajikan model bumi atau sebuah benda

angkasa pada skala tertentu.dalam pengertian yang lebih luas, kartografi pada

dewasa ini memasukkan setiap kegiatan, dimana yang mencakup penyiapan

peta-peta dan penggunaan peta-peta, merupakan perhatian pokoknya, dan

menganggap peta sebagai alat yang berguna sebagai media komunikasi,

termasuk pula :

1. Mempelajari sejarah tentang kartografi

2. Kegiatan koleksi data, klasifikasi data, dan pemberian katalog-katalog

serta bibliografis,

3. Mendesain dan membuat konstruksi peta-peta, charts, plans, dan atlas-

atlas.

ICA (International Cartography Assosiation) telah menetapkan bahwa

kartografi operasinya dimulai dari pengumpulan data, klasifikasi, dan analisis

data sampai dengan reproduksi, evaluasi, dan penafsiran dari peta. Dengan

demikian tujuan kartografi adalah membuat peta dan mengumpulkan data,

memproses data, dan kemudian menggambarkan data tersebut ke dalam bentuk

peta. Titik berat studi kartografi sekarang ini menurut Philip Muehrcke ialah

hubungan antara data yang terkumpul, processing kartografinya, dan

pemakaian petanya. Oleh karena itu, peta harus dapat menyajikan fungsi dan

informasi dari obyek yang digambarkan secara optimal yaitu dengan

melakukan evaluasi terhadap peta yang digambarkan.

Peta itu sendiri menurut ICA adalah suatu representasi/gambaran unsur-

unsur atau kenampakan abstrak, yang dipilihdari permukaan bumi, atau yang

ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan

umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan.

8

Sesuai dengan definisinya maka fungsi peta adalah untuk menggambarkan

medan yang diperkecil, baik secara detil maupun secara menyeluruh. Oleh

karena itu, peta merupakan alat yang sangat berguna di sehala bidang, lebih-

lebih bagi negara yang sedang berada di dalam alam pembangunan, diperlukan

perencanaan dan pelaksanaan seksama. (Muehrcke 1978 dalam Widayanti

2005)

1.6.2 Kartografi Sebagai Suatu Sistem Komunikasi

Agar dapat menyebarkan dan melaporkan suatu informasi yang

berguna, manusia telah mengembangkan beberapa metode dan ketrampilan

tertentu untuk dapat melakukannya. Beberapa metode komunikasi adalah

bahasa tulis menulis (literacy), bahasa lisan (articulacy), dan penggunaaan

angka-angka (numeracy). Sedangkan metode yang digunakan untuk

komunikasi yang menggunakan cara grafis disebut graphicacy. Graphicacy

terdiri dari berbagai teknik mulai dari penggunaan fotografi sampai ke peta,

grafik, dan diagram. Semua cara grafis tersebut mempunyai satu hal umum

yang membedakan dengan metode lain yaitu penggunaan bentuk dua dimensi

untuk menyampaikan dan menyajikan konsep-konsep dan ide-ide.

Hubungan keruangan dapat saja disajikan dalam bentuk kata-kata atau

angka-angka, tetapi hal itu kurang efisien, seperti pernah disebutkan oleh suatu

ungkapan : “suatu gambar dapat berarti seribu kata-kata” (a picture is worth a

thousand words).

Peta menggunakan simbol-simbol dua dimensi untuk mencerminkan

fenomena geografikal atau dengan suatu cara yang sistematis, dan hal ini

memerlukan kecakapan untuk membuatnya dan membacanya. Peta merupakan

teknik komunikasi yang tergolong dalam cara grafis, dan untuk efisiensinya

kita harus mempelajari dengan baik atribut-atribut/elemen-elemen dasarnya,

seperti juga pada cara-cara komunikasi yang lain.

Suatu sistem komunikasi, dengan cara apapun mempunyai hal yang

sama yaitu secara umum komunikasi mempunyai jaringan yang sama yang

secara sederhana terdiri dari :

1. Sumber (source of information)

9

2. Saluran yang menyalurkan informasi tersebut (channel), dan

3. Orang yang menerima informasi itu (recipient).

Pada era kartografi saat ini, kartografer sudah berorientasi pada

efektifitas visualisasi data (mulai dari collecting, processing, dan disemination)

yang disasarkan pada mep users. Dalam komunikasi kartografi modern

(digital), tekanannya bukan hanya membahas tentang bagaimana cara

visualisasi fenomena geografi dalam bentuk peta tetapi sudah berkembang ke

arah interaksi antara pengguna peta dengan peta, bahkan antara pengguna peta

dengan pembuat peta. Kata kunci dalam sistem komunikasi kartografi saat ini

adalah How did I say what to whom, and is it effective?

Gambar 1.1 Proses Komunikasi dalam Kartografi

Bertitik tolak dari uraian singkat di atas, dan tanpa bermaksud

mengurangi arti pentingnya kartografi konvensioanal, maka sudah pada

saatnya ahli kartografi di Indonesia seharusnya sudah menggunakan komputer

sebagai alat bantu utama dalam proses kartografi. Bahkan di negara-negara

maju, teknik-teknik dalam kartografi konvensional sudah mulai ditinggalkan,

dan ada kecenderungan bahwa teknik-teknik kartografi konvensional hanya

digunakan untuk proses-proses visualisasi yang tidak dapat dikerjakan oleh

komputer secara otomatis (misal : penyusunan peta-peta tematik tentang

distribusi data geografis, proses generalisasi geometrik, dsb). Dengan

demikian, era kartografi di negara-negara maju saat ini benar-benar sudah

10

memasuki era kartografi digital (digital cartography). (Muehrcke 1978 dalam

Widayanti 2005)

1.6.3 Teknologi Input dan Penyusunan Peta

Setidaknya ada 6 sumber yang dapat digunakan sebagai bahan

penyusunan peta pada saat ini, masing-masing adalah (1) terrestrial surveys,

(2) enquiries and statistic, (3) photogrammetrical surveys/aerial photograhs,

(4) sattelite data, (5) digitizing/scanning analogue maps, (6) sensus data.

Setelah data terkumpul melalui berbagai media seperti dijelaskan di

atas, tahap berikutnya adalah proses visualisasi secara keruangan. Seperti

halnya pada kartografi konvensional, proses visualisai data secara keruangan

pada kartografi modern berpegang pada dimensi data (titik, garis, area).

Berdasarkan dimensi tersebut, kenampakan nyata di lapangan (real world)

divisualisasikan dengan simbol titik, garis dan area. Proses visualisasi dari real

world ke dalam bentuk peta (simbol) pada kartografi modern sudah

menggunakan komputer sebagai alat bantu utama, dan hasil proses tersebut

disebut proses penyusunan Digital Landscape Model (DLM). Bila disetarakan

dengan kartografi konvensional, proses tersebut menghasilkan peta dasar (base

map).

DLM selanjutnya digunakan sebagai dasar pembuatan peta kerangka

(peta dasar untuk peta-peta tematik). Proses generalisasi kartografi dan map

layout dilakukan pada tahap ini.proses generalisasi terhadap DLM tersebut

pada kartografi modern disebut Digital Cartographic Model (DCM). Pada

DCM inilah semua data tematik diplotkan sehingga menghasilkan peta-peta

tematik. Pada perkembangan berikutnya DLM dan DCM pada proses

visualisasi data secara spasial dikenal dengan istilah penyusunan Cartographic

Data Base. Terdapat dua bentuk hasil akhir pada proses penyusunan peta yang

berkembang saat ini yaitu : (virtual map/screenmap/digital map (peta maya),

(b) permanent map/paper map (peta cetak). Perkembangan hasil akhir proses

visualisai inilah yang menjadikan diseminasi hasil kartografi juga semakin

berkembang dan efektif. (Kraak & Ormeliing 2007 dalam Sanjaya 2008)

11

I.6.4 Simbolisasi

Simbol peta merupakan salah satu wahana komunikasi antara penyusun

peta dengan pengguna peta. Berdasarkan simbol pada peta itulah pengguna

peta dapat mengetahui segala sesuatu yang ada di bumi nyata (real world).

Agar peta dapat mengetahui segala sesuatuyang dihasilkan komunikasinya

optimal, desain simbol pada peta harus dirancang sebaik mungkin. Secara

konvensional setidaknya ada 6 (aspek utama yang perlu dipertimbangkan

dalam mendesain simbol peta, yaitu : (a) dimensi data secara geografis, (b)

tingkatan data, (c) cara penggambaran, (d) variabel visual, (e) figure and

ground concept, dan (f) persepsi spontan yang diharapkan dapat ditangkap oleh

pengguna peta. Dimensi data secara geografis, dapat dibedakan menjadi 3

bentuk, yaitu : data titik, garis, dan area. Tingkatan data dibedakan menjadi 4

tingkat, masing-masing adalah nominal, ordinal, interval, dan rasio. Cara

penggambaran simbol dapat berupa gambar piktorial, abstrak, dan teks.

Variabel visual merupakan variabel yang dapat digunakan untuk

membedakan antara simbol dalam kaitannyadengan unsur yang diwakili.

Figure and ground concept adalah konsep yang harus dipertimbangkan oleh

pembuat peta tentang aspek-aspek pada peta yang perlu atau tidak untuk

ditonjolkan. Persepsi spontan merupakan persepsi keseluruhan dan spontan

yang diperoleh oleh pengguna peta sesaat setelah membaca peta, yang

dibedakan menjadi persepsi asosiatif, selektif, bertingkat, dan kuantitatif.

Gambar 1.2 Penggunaan Variabel Visual dan Persepsi dalam Simbol Grafis

Sumber : Bertin (1967)

12

Keenam aspek tersebut kemudian dikemas dalam satu paket simbol

sehingga menghasilkan simbol yang sesuai dengan realita di lapangan dan

komunikatif. Bertin (1983) telah mendesain simbol yang dikelompokkan

menurut dimensi variabel visual dan persepsi untuk simbol abstrak. Pemilihan

variabel visual untuk mendisain simbol, akan berpengaruh terhadap persepsi

yang ditangkap oleh pengguna peta. Pada era kartografi saat ini, prinsip desain

simbol yang dikemukakan oleh Bertin (1983) secara prinsipal masih tetap

digunakan terutama pada paper maps, perkembangan yang jelas-jelas dapat

dirsakan adalah kombinasi dan variasi simbol (bentuk, warna, pola, dan

sebagainya) semakin bertambah, walaupun belum mampu menambah jumlah

variabel visual. Lain halnya dengan simbol digital/digital maps, selain 6

variabel visual tersebut, dengan bantuan komputer dapat dikembangkan

variabel visual transparancy, shadow, dan animation. Simbol-simbol tiga

dimensional dengan variabel bayangan dapat dengan mudah ditampilkan,

sehingga pengguna peta secara langsung dapat mengetahui dimensi

ketinggian/volume data yang diwakili. Demikian pula untuk menggambarkan

kenampakan-kenampakan peta tematik multitema, dapat digunakan variabel

visual transparancy sehingga penyusun peta dapat menampalkan satu tema di

atas tema yang lain pada satu muka peta, dan yang lebih fantastis, peta-peta

yang disusun secara digital dapat dengan mudah dibuat simbol yang dinamik

(bergerak). Peta semacam ini sangat cocok untuk menyajikan gerakan data atau

data yang multi-waktu (peta arah angin, peta eksport import barang, peta areal

genangan/banjir multi waktu dan sebagainya).

I.6.5 Sistem Informasi Geografis

Perkembangan teknologi penginderaan jauh menghasilkan berbagai

macam citra penginderaan jauh, yang menyebabkan membanjirnya data-data

keruangan. Mengingat cepatnya perolehan data tersebut, diperlukan suatu

sistem untuk menyimpan, mengelola, dan menganalisis data tersebut. Suatu

sistem yang telah dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut adalah Sistem

Informasi Geografis (SIG).

13

Berbagai pengertian SIG telah dikemukan oleh beberapa pakar,

diantaranya adalah Lingdren (1987, dalam Suharyadi 1992) mengemukakan

bahwa Sistem Informasi Geografis adalah sebuah sistem untuk pengelolaan,

penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis dan penayangan data, yang

mana data tersebut secara spasial (keruangan) terkait dengan muka bumi.

Burrough (1986) mendefinisikan Sistem Informasi Geografis sebagai suatu

sistem yang mempunyai referensi geografi untuk spesifikasi, perolehan,

penyimpanan, mendapatkan kembali dan manipulasi data.

Dalam arti luas Sistem Informasi Geografis adalah seperangkat sistem,

baik berbasis manual maupun komputer yang digunakan untuk menyimpan dan

memanipulasi data yang mempunyai rujukan kebumian. Akan tetapi,

perkembangan SIG yang sejalan dengan makin majunya teknologi komputer,

pengertian SIG dapat dipersempit menjadi seperangkat sistem berbasis

komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang

mempunyai rujukan kebumian untuk tujuan tertentu (Aronoff, 1989).

SIG secara garis besar dapat dirinci menjadi empat komponen atau sub

sistem, yaitu :

1. Masukan Data (Input)

2. Manajemen Data (Data Mangement)

3. Analisis dan Manipulasi Data (Data Manipulation and Analysist)

4. Keluaran Data (Output)

Dalam Sistem Informasi Geografis, data grafis dapat disajikan dalam

dua model data spasial, yaitu model data raster dan model data vektor. Model

data vektor menyajikan data grafis berupa titik, garis, dan poligon dalam

struktur format vektor, yang merupakan suatu cara untuk membandingkan

informasi data grafis ke dalam satuan-satuan data yang mempunyai

kemampuan untuk manipulasi dan pemeliharaan data bergeoreferensi.

Salah satu fasilitas yang sering dimanfaatkan dalam perangkat SIG

adalah buffering. Teknik ini merupakan analisis keruangan untuk mengetahui

area jangkauan dalam jarak tertentu untuk suatu analisis. Buffer biasanya

14

dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial yang

bersangkutan. Dengan dibuatnya buffer maka akan terbentuk suatu area,

polygon atau zona baru yang melindungi/menutupi objek spasial dengan jarak

tertentu. Proses pembangunan buffer dapat dilakukan untuk setiap feature baik

point, line ataupun polygon.

I.6.6 Hotel

Hotel adalah suatu bentuk bangunan, lambang, perusahaan atau badan

usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, penyedia

makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya dimana semua pelayanan itu

diperuntukkan bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel

tersebut ataupun mereka yang hanya menggunakan fasilitas tertentu yang

dimiliki hotel itu.

Pengertian hotel ini dapat disimpulkan dari beberapa definisi hotel dari

berbagai sumber antara lain sebagai berikut :

1. Salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau

keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia

makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang

dikelola secara komersil (Keputusan Menteri Parpostel no Km

94/HK103/MPPT 1987)

2. Bangunan yang dikelola secara komersil dengan memberikan fasilitas

penginapan untuk masyarakat umum dengan fasilitas sebagai berikut :

1) Jasa penginapan

2) Pelayanan makanan dan minuman

3) Pelayanan barang bawaan

4) Pencucian pakaian

5) Penggunaan fasilitas perabot dan hiasan-hiasan yang ada di

dalamnya.

(Endar, Sri,1996)

3. Sarana tempat tinggal umum untuk wisatawan dengan memberikan

pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta

akomodasi dengan syarat pembayaran (Lawson, 1976:27)

15

Penentuan jenis hotel tidak terlepas dari kebutuhan pelanggan dan ciri

atau sifat khas yang dimiliki wisatawan (Tarmoezi, 2000). Berdasarkan lokasi

dimana hotel tersebut dibangun, dapat dikelompokkan menjadi :

1. City Hotel

Hotel yang berlokasi di perkotaan, biasanya diperuntukkan bagi masyarakat

yang bermaksud untuk tinggal sementara (dalam jangka waktu pendek).

City Hotel disebut juga sebagai transit hotel karena biasanya dihuni oleh

para pelaku bisnis yang memanfaatkan fasilitas dan pelayanan bisnis yang

disediakan oleh hotel tersebut.

2. Residential Hotel

Hotel yang berlokasi di daerah pinngiran kota besar yang jauh dari

keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha.

Hotel ini berlokasi di daerah-daerah tenang, terutama karena diperuntukkan

bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka waktu lama. Dengan

sendirinya hotel ini diperlengkapi dengan fasilitas tempat tinggal yang

lengkap untuk seluruh anggota keluarga.

3. Resort Hotel

Hotel yang berlokasi di daerah pengunungan (mountain hotel) atau di tepi

pantai (beach hotel), di tepi danau atau di tepi aliran sungai. Hotel seperti ini

terutama diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari

libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi.

4. Motel (Motor Hotel)

Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya yang

menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya, atau di pinggiran jalan

raya dekat dengan pintu gerbang atau batas kota besar. Hotel ini

diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang

melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil

sendiri. Oleh karena itu hotel ini menyediakan fasilitas garasi untuk mobil.

Menurut Tarmoezi (2000), dari banyaknya kamar yang disediakan,

hotel dapat dibedakan menjadi :

1. Small Hotel

16

Jumlah kamar yang tersedia maksimal 28 kamar.

2. Medium Hotel

Jumlah kamar yang tersedia antara 29 – 299 kamar

3. Large Hotel

Jumlah kamar yang disediakan sebanyak lebih dari 300 kamar.

Menurut keputusan direktorat Jendral Pariwisata, Pos dan

Telekomunikasi no 22/U/VI/1978 tanggal 12 Juni 1978 (Endar Sri, 1996),

klasifikasi hotel dibedakan dengan menggunakan simbol bintang antara 1-5.

Semakin banyak bintang yang dimiliki suatu hotel, semakin berkualitas hotel

tersebut. Penilaian dilakukan selama 3 tahun sekali dengan tatacara serta

penetapannya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pariwisata. Agar dapat

dilakukan penilaian kelas hotel hal pokok yang harus dipenuhi oleh

managemen hotel adalah memenuhi persyaratan dasar. Persyaratan dasar ini

berkaitan dengan perijinan kepada Pemerintah Daerah. Jika persyaratan dasar

telah terpenuhi maka PHRI bisa melakukan penilaian kelas bintangnya.

Penilaian tersebut meliputi penilaian komponen mutlak dan penilaian

komponen tambahan. Komponen mutlak dan tambahan dimaksud meliputi

komponen fisik, pengelolaan dan pelayanan. Standar penilaian ditentukan oleh

PHRI dengan nilai dan bobot tertentu. Nilai dan bobot akan diperhitungkan

untuk memperoleh nilai total yang dimiliki oleh suatu hotel. Dari hasil akhir

perhitungan nilai akan dikelaskan dengan acuan sebagai berikut :

Tabel 1.4 Kriteria Penggolongan Kelas Hotel Bintang Skala Nialai Mutlak

Minimum Nilai

Tambahan Minimum

Nilai Total Minimum

5 148 - 175 74 74 148 4 120 - 147 61 59 120 3 92 -119 48 44 92 2 64 - 91 35 29 64 1 36 - 63 22 14 36

Melati < 35

Sumber : PHRI, dalam Penggolongan Kelas Hotel www.hhrmabandung.com

17

I.6.7 Pariwisata

Istilah pariwisata berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua

suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti berulang-ulang atau berkali-kali,

sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti

perjalanan yang dilakukan secara berulang-ulang (H. Oka A. Yoeti :1996:112).

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Bab I Pasal 1 ; dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat

tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari

keunikan daya tarik wisata yang kunjungi dalam jangka waktu sementara.

I.6.7.1 Jenis-Jenis Pariwisata

Jenis-jenis pariwisata menurut James J. Spillane (1987:29-31)

berdasarkan motif tujuan perjalanan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

pariwisata khusus, yaitu :

1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan

tempat tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak

ingin tahunya, mengendorkan ketegangan syaraf, melihat sesuatu yang baru,

menikmati keindahan alam, mengetahui hikayat rakyat setempat,

mendapatkan ketenangan.

2. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism)

Pariwisata ini dilakukan untuk pemanfaatan hari-hari libur untuk

beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, dan

menyegarkan diri dari keletihan dan kelelahannya. Dapat dilakukan pada

tempat yang menjamin tujuan-tujuan rekreasi yang menawarkan kenikmatan

yang diperlukan seperti tepi pantai, pegunungan, pusat-pusat peristirahatan

dan pusat-pusat kesehatan.

3. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)

Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi, seperti keinginan

untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, mempelajari adat-

18

istiadat, kelembagaan, dan cara hidup masyarakat yang berbeda-beda,

mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan masa lalu, pusat-pusat

kesenian dan keagamaan, festival seni musik, teater, tarian rakyat dan lain-

lain.

4. Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism)

Pariwisata ini dapat dibagi lagi menjadi dua kategori:

a. Big sports events, yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar

seperti Olympiade Games, kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia,

dan lainlain yang menarik perhatian bagi penonton atau penggemarnya.

b. Sporting tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olahraga

bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti

pendakian gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lain-

lain.

5. Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Business Tourism)

Menurut para ahli teori, perjalanan pariwisata ini adalah bentuk

profesional travel atau perjalanan karena ada kaitannya dengan pekerjaan

atau jabatan yang tidak memberikan kepada seseorang untuk memilih tujuan

maupun waktu perjalanan.

6. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism)

Pariwisata ini banyak diminati oleh negara-negara karena ketika

diadakan suatu konvensi atau pertemuan maka akan banyak peserta yang

hadir untuk tinggal dalam jangka waktu tertentu dinegara yang mengadakan

konvensi. Negara yang sering mengadakan konvensi akan mendirikan

bangunanbangunan yang menunjang diadakannya pariwisata konvensi. Ada

berbagai macam bentuk perjalanan wisata menurut Gamal Suwantoro

(2004:14-17) bila ditinjau dari berbagai macam segi, yaitu:

1. Dan segi jumlahnya wisata dibedakan atas:

a. Individual tour (wisatawan perseorangan) yaitu suatu perjalanan

wisata yang dilakukan oleh satu orang atau pasangan suami istri.

19

b. Family group tour (wisata keluarga) yaitu suatu perjalanan wisata

yang dilakukan oleh serombongan keluarga yang masih mempunyai

hubungan kekerabatan.

c. Group tour (wisata rombongan) yaitu perjalanan wisata yang

dilakukan bersama-sama dan dipimpin oleh seseorang. .

2. Dari segi kepengaturannya wisata dibedakan atas:

a. Pre-arranged tour (wisata berencana) yaitu suatu perjalanan wisata

yang telah diatur pada jauh hari sebelumnya.

b. Package tour (wisata paket atau paket wisata) yaitu suatu

produk perjalanan wisata yang dijual oleh suatu perusahaan biro

perjalanan.

c. Coach tour (wisata terpimpin) yaitu paket perjalanan ekskursi yang

dijual oleh biro perjalanan dengan dipimpin oleh seorang pemandu

wisata.

d. Special arranged tour (wisata khusus) yaitu suatu perjalanan wisata

yang disusun secara khusus guna memenuhi permintaan wisatawan

atau lebih sesuai dengan kepentingan wisatawan.

e. Optional tour (wisata tambahan) yaitu suatu perjalanan wisata

tambahan diluar pengaturan yang telah disusun atas permintaan

pelanggan.

3. Dari segi maksud dan tujuannya wisata dibedakan atas:

a. Holiday tour (wisata liburan) yaitu suatu perjalanan wisata

yang diselenggarakan dan diikuti oleh anggotanya guna berlibur,

bersenang senang dan menghibur diri.

b. Familiarization tour (wisata pengenalan) yaitu suatu perjalanan

yang dimaksudkan guna mengenal lebih lanjut bidang atau daerah

yang mempunyai kaitan dengan pekerjaan.

c. Educational tour (wisata pendidikan) yaitu suatu perjalanan wisata

yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran, studi perbandingan

ataupun pengetahuan mengenai bidang kerja yang dikunjungi.

20

d. Scientific tour (wisata pengetahuan) yaitu perjalanan wisata yang

tujuan pokoknya adalah untuk memperoleh pengetahuan atau

penyelidikan terhadap suatu bidang ilmu pengetahuan.

e. Pileimage tour (wisata keagamaan) yaitu perjalanan wisata

yang dimaksudkan guna melakukan ibadah keagamaan.

f. Special mission tour (wisata program khusus) yaitu suatu

perjalanan wisata yang dimaksudkan untuk mengisi kekosongan

khusus.

g. Hunting tour (wisata perburuan) yaitu kunjungan wisata

untuk menyelenggarakan perburuan binatang yang diijinkan sebagai

hiburan.

4. Dan segi penyelenggaraannya wisata dibedakan atas:

a. Excursion (ekskursi) yaitu suatu perjalanan wisata jarak pendek

yang ditempuh kurang dari 24 jam guna mengunjungi satu atau lebih

objek.

b. Safari tour yaitu perjalanan wisata yang diselenggarakan secara

khusus dengan perlengkapan khusus yang tujuan maupun objeknya

bukan merupakan objek kunjungan wisata pada umumnya.

c. Cruize tour yaitu perjalanan wisata dengan menggunakan kapal

pesia mengunjungii objek wisata bahari dan objek wisata di darat

tetapi menggunakan kapal pesiar.

d. Youth tour (wisata remaja) yaitu kunjungan wisata yang

khusus diperuntukkan bagi para remaja menurut umur yang

ditetapkan.

e. Marine tour (wisata bahari) yaitu suatu kunjungan ke objek

wisata khususnya untuk menyaksikan keindahan lautan, wreck-

diving (menyelam) dengan perlengkapan selam lengkap.

Robert W. Macintosh (1972) dalam Yoeti (2008: 113) mengemukakan empat

hal mengapa orang melakukan perjalanan wisata, yaitu:

21

1. Motivasi fisik

Orang-orang melakukan perjalanan wisata dengan tujuan

untuk mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja,

perlu beristirahat dan bersantai, melakukan kegiatan olahraga, agar

kembali semangat ketika masuk kerja.

2. Motivasi kultural

Orang-orang tergerak hatinya untuk melakukan perjalanan wisata

disebabkan ingin melihat dan menyaksikan tingkat kemajuan budaya

suatu bangsa, baik kebudayaan dimasa lalu maupun apa yang sudah

dicapai sekarang, adatistiadat, kebiasaan hidup (the way of life) suatu

bangsa atau daerah yang berbeda.

3. Motivasi personal

Orang-orang ingin melakukan perjalanan wisata karena ada keinginan

untuk mengunjungi sanak keluarga atau teman yang sudah lama tidak

bertemu.

4. Motivasi status dan prestise

Ada orang-orang tertentu yang beranggapan dengan melakukan

perjalanan wisata dapat meningkatkan status dan prestise keluarga,

menunjukkan mereka memilki kemampuan dibandingkan dengan orang

lain.

Menurut James J. Spillane (1987) terdapat lima unsur industri

pariwisata yang sangat penting, yaitu :

1. Attractions (daya tarik) Attractions dapat digolongkan menjadi dua yaitu site

attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik

yang permanen dengan lokasi yang tetap seperti kebun binatang, keraton

dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung

sementara dan lokasinya dapat dipindah dengan mudah seperti festival,

pameran atau pertunjukan kesenian daerah.

2. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)

Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik disuatu lokasi karena

fasilitas hares terletak dengan pasarnya. Selama tinggal ditempat tujuan

22

wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu

sangat dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan

support industries seperti toko souvenir, cuci pakaian, pemandu, dan

fasilitas rekreasi.

3. Infrastucture (infrastruktur)

Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum

ada infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur perlu untuk

mendorong perkembangan pariwisata. Infrastruktur dan suatu daerah

sebenarnya dinikmati baik oleh wisatwan maupun masyarakat yang juga

tinggal di daerah wisata, maka penduduk akan mendapatkan keuntungan.

Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara untuk

menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata.

4. Transportations (transportasi )

Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau, pengangkutan

sangat dibutuhkan karean sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu

perjalanan wisata. Transportasi baik darat, udara maupun laut merupakan

suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala

pariwisata.

5. Hospitality (keramahtamahan)

Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka

kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan

asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang

akan didatangi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan

harus disediakan dan juga keuletan serta kerarnahtamahan tenaga kerja

wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman

selama perjalanan wisata.

I.6.7.2 Obyek Wisata dan Daya Tarik Wisata

Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang

berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk

datang ke suatu daerah atau tempat tertentu. Daya tarik yang tidak atau belum

dikembangkan merupakan sumber daya potensial dan belum dapat disebut

23

sebagai daya tarik wisata, sampai adanya jenis pengembangan tertentu. Obyek

dan daya tarik wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan. Tanpa adanya

daya tari di suatu daerah atau tempat tertentu, kepariwisataan sulit

dikembangkan.

Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan

disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata adalah sesuatu yang menjadi

sasaran wisata yang terdiri atas :

1. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang

berwujud keadaan alam, flora, dan fauna.

2. Obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud

museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya,

wisata agro, wisata buru, wisata alam, taman rekreasi, dan tempat

hiburan.

Obyek dan daya tarik wisata menurut Direktorat Jendral Pariwisata

dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Obyek wisata alam

Obyek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta

memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami

maupun setelah ada usaha budidaya. Potensi obyek wisata alam dapat

dibagi menjadi 4 kawasan, yaitu :

a) Flora dan fauna

b) Keunikan dan kekhasan ekosistem, misalnya ekosistem pantai, dan

ekosistem hutan bakau.

c) Gejala alam, misalnya kawah, sumber air panas, air terjun dan

danau.

d) Budidaya sumberdaya alam, misalnya, sawah, perkebunan,

peternakan, usaha perikanan.

2. Obyek wisata sosial budaya

Obyek wisata sosial budaya yang dapat dmanfaatkan dan

dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata, meliputi museum,

peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukkan, dan kerajinan.

24

3. Obyek wisata minat khusus

Obyek wisata minat khusus merupakan jenis wisata yang baru

dikembangkan di Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada

wisatawan yang mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian,

biasanya wisatawan harus memiliki keahlian. Contohnya berburu,

mendaki gunung, arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata, dan lain-

lain.

Tabel 1.5 Klasifikasi Jenis Obyek Wisata No. Kelompok Obyek Jenis Obyek Wisata 1. Pemandangan alam a. Gua

b. Pantai c. Panorama d. Telaga

2. Budaya/Purba a. Museum b. Monumen

3. Seni/Atraksi a. Lukis b. Tari c. Wayang d. Upacara Adat

4. Kerajinan a. Batik b. Gerabah c. Kulit d. Perak

5. Rekreasi a. Kebun Binatang b. Taman Wisata c. Oahraga

6. Agro/Wana Wisata a. Perkebunan Teh b. Perkebunan Kopi c. Tanaman Hias

7. Rohani a. Pondok Pesantren b. Gereja c. Wihara

8. Wisata Belanja a. Pertokoan/pasar b. Pusat Perbelanjaan

Sumber : Mas Sukoco (1991) dalam Satrio Wibowo (2006)

I.7 Penelitian Sebelumnya

Muhaammad Irmansyah (2003) melakukan penelitian yang berjudul

Desain dan Konstruksi Peta Pariwisata dan Peta Rute Penerbangan Domestik

25

melalui Media Internet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendesain dan

mengkonstruksi informasi wisata yang dapat menjembatani kebutuhan

wisatawan dan produk wisata Propinsi DIY dalam bentuk peta wisata

kartografis berbasis web. Metode yang digunakan variabel visual Berlin dalam

menentukan simbol yang tepat. Sementara dalam pengembangan simbol

hotspot, menu, utilitas dan alat navigasipeta web disesuaikan dengan

kebutuhan wisatawan, karakteristik media internet dan kemampuan bahasa

pemrograman. Hasil dari penelitian ini berupa peta wisata daerah dalam lingkar

Ringroad, peta wisata Propinsi DIY dan peta rute penerbangan domestik

Yogyakarta berbasis web.

Myta Retno Widayanti (2005) melakukan penelitian yang berjudul

Pemetaan data Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah di Kota Yogyakarta

Tahun 2005. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan data penyakit

yang dapat menimbulkan wabah di Kota Yogyakarta tahun 2005 dalam bentuk

peta, mengetahui pola persebaran penyakit yang dapat menimbulkan wabah di

Kota Yogyakarta melalui analisis peta. Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data sekunder berkaitan dengan data pasien yang penderita penyakit

yang dapat menimbulkan wabah dari Dinas Kesehatan serta data sekunder

kepadatan penduduk dari BPS. Data primer merupakan Peta Rupabum sebagai

peta dasar penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan melakukan klasisifikasi data, menyusun penyimbolan dan layout,

kemudian menyajikan dalam bentuk peta kartografis. Hasil dari penelitian ini

adalah Peta tingkat persebaran penyakit yang dapat menimbulkan wabah

(ISPA, DBD, Campak, dan Diare),Peta kepadatan penduduk, peta tingkat

permukiman kumuh, peta tingkat keluarga prasejahtera dan sejahtera 1, peta

tingkat bangunan yang ada di bantaran sungai, peta ada tidaknya polusi udara,

peta kondisi ada tidaknya pencemaran air, peta ada tidaknya air sungai untuk

mandi/cuci, peta sumber air bersih, dan peta tingkat kerentanan wilayah

terhadap penyakit yang dapat menimbulkan wabah di Kota Yogyakarta.

Baskoro Edy Sumbogo (2007) melakukan penelitian tentang

Penggunaan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Sarana dan Prasara

26

Pendukung Pariwisata untuk Perhotelan di Kecamatan Danurejan Kota

Yogyakarta. tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi

ketersediaan sarana dan prasarana dan pengembangan akomodasi, serta untuk

mengetahui sebaran lokasi hotel/penginapan di Kecamatan Danurejan. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dari

interpretasi citra Quickbird dan data sekunder berupa peta administrasi, serta

data tabuler dari instansi terkait. Hasil akhir dari penelitian berupa peta

klasifikasi kelas hotel berdasarkn aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana

pendukung pariwisata.

Luthfian Riza Sanjaya (2008) melakukan penelitian Model

Visualisasi Data Pariwisata Secara Spasial di Kabupaten Kulonprogo. Tujuan

dari penelitian ini adalah memvisualisasikan data pariwisata secara spasial

berupa peta-peta pariwisata, membuat model visualisasi data menurut ilmu

visualisasi dalam kartografidan mengevaluasinya melalui kuesioner

pengunjung obyek wisata untuk memperoleh hasilyang paling baik. Metode

analisis data primer dan sekunder identifikasi obyek dengan survei lapangan

menggunakan teknik skoring untuk penilaian potensi internal dan eksternal

obyek wisata. Model yang dihasilkan dievaluasi menyebar kuesioner

menggunakan metode purposive random sampling. Hasil dari penelitian ini

berupa peta pariwisata yang mampu memvisualisasi info pariwisata secara

spasial.

I.8 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan lokasi hotel berbintang di

Kota Yogyakarta sehingga bisa diketahui sebarannya. Tujuan yang kedua

adalah untuk mengetahui jumlah kamar hotel berbintang yang ada di tiap

kecamatan Kota Yogyakarta. Sedangkan tujuan yang ketiga adalah untuk

mengetahui jangkauan hotel terhadap obyek wisata di Kota Yogyakarta. Dari

tujuan penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

perkembangan akomodasi pariwisata dalam hal ini bangunan hotel berbintang

yang ada di Kota Yogyakarta termasuk di dalamnya jumlah kamar hotel

27

berbintang yang tersedia di tiap Kecamatan Kota Yogyakarta sebagai

gambaran daya tampung wisatawan yang akan menginap di Kota Yogyakarta.

Pemetaan lokasi hotel dilakukan dengan cara plotting data lokasi hotel

berbintang berdasarkan data sekunder data hotel yang ada di Kota Yogyakarta

dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta. Plotting ini dilakukan

pada peta administrasi Kota Yogyakarta dengan batas administrasi kecamatan.

Dengan mengetahui lokasi hotel-hotel berbintang tersebut bisa diketahui

daerah mana saja yang banyak terdapat hotel berbintang dan daerah mana yang

masih jarang terdapat bangunan hotel berbintang.

Terdapat banyaknya hotel berbintang di suatu wilayah tidak menjamin

hotel di wilayah tersebut memiliki daya tampung terhadap tamu dalam jumlah

yang besar. Hal ini disebabkan tiap-tiap hotel memiliki jumlah kamar yang

berbeda satu sama lain. Dalam satu kelas hotel saja misalnya pada hotel

bintang satu jumlah kamar yang dimiliki berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan

jumlah kamar hotel berbintang yang tersedia dalam satu wilayah kecamatan

juga berbeda. Sehingga perlu diketahui jumlah kamar hotel berbintang yang

tersedia dalam satu wilayah kecamatan. Jumlah kamar hotel berbintang ini juga

terdapat pada data tabuler daftar hotel dari Dinas pariwisata dan Kebudayaan

Kota Yogyakarta sehingga dapat dipetakan.

Selain jumlah kamar yang sangat bervariasi di tiap hotel, jangkauan

yang dimiliki hotel berbintang di suatu wilayah terhadap lokasi obyek wisata

juga berbeda satu sama lain. Semakin banyak obyek wisata yang dapat

dijangkau dari hotel dalam jarak yang dekat maka hotel tersebut bisa menjadi

pilihan yang layak untuk tempat menginap. Untuk mengetahui jangkauan hotel

terhadap obyek wisata dapat digunakan salah satu aplikasi Sistem Informasi

Geografi yaitu metode network analys. Dalam metode network analys ini

nantinya dapat diketahui berapa jumlah obyek wisata yang dapat dicapai dalam

rentang jarak tertentu dari titik lokasi hotel.

28

Gambar 1.2 Diagram Kerangka Pemikiran

Data Sekunder

Daftar Hotel

Lokasi Hotel

Berbintang

Peta Sebaran

jumlah kamar

tiap kecamatan

Data Sekunder

Obyek Wisata

Jangkauan Hotel

terhadap Obyek

Wisata

Lokasi Obyek

Wisata

Jumlah

Kamar

Peta Rupabumi Indonesia

Peta Dasar

Peta Lokasi

Hotel

Berbintang

29

I.9 Batasan Istilah

Hotel adalah suatu bentuk bangunan, lambang, perusahaan atau badan usaha

akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan,

penyedia makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya dimana

semua pelayanan itu diperuntukkan bagi masyarakat umum, baik

mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang

hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu

(Tarmoezi, 2000).

Jangkauan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak obyek

wisata yang dapat dicapai dari hotel dengan rentang jarak tertentu.

Pemetaan adalah suatu usaha untuk mengumpulkan, menganalisa, dan

mengklasifikasikan data yang bersangkutan, serta menyiapkannya

dalam bentuk peta dengan menggunakan metode tertentu agar peta

yang dihasilkan dapat dengan mudah dimengerti, dapat memberi

gambaran yang jelas dan sebenarnya, rapi dan bersih. (I Made

Sandy, 1972)

Persepsi asosiatif adalah kesan yang ditimbulkan oleh sekelompok simbol yang

homogen, tidak menampakkan kedudukan yang berbeda, tetapi

masih dapat dibedakan ciri-cirinya antara unsur yang satu dengan

unsur yang lainnya (Bos, E.S., 1977)

Persepsi bertingkat adalah kesan yang ditimbulkan oleh sekelompok simbol

secara spontan dapat memisahkan kategori-kategori yang berbeda

(Bos, E.S., 1977)

Persepsi kuantitatif adalah kesan yang ditimbulkan oleh sekelompok simbol

yang dengan segera dapat menerima nilai absolutnya (Bos, E.S.,

1977)

Persepsi selektif adalah kesan yang ditimbulkan oleh sekelompok simbol

secara spontandapat memisahkan kategori-kategori yang berbeda

(Bos, E.S., 1977)

30

Satuan pemetaan adalah suatu area yang digambarkan batas-batasnya pada peta

yang mempunyai karakteristik atau kualitas lahan tertentu (FAO,

1976)

Simbol adalah suatu huruf, karakter atau alat grafis lainnya yang

mencerminkan beberapa kenampakan, kualitas, atau karakteristik

pada peta (ICA,1973).

Sistem Informasi Geografis adalah seperangkat sistem berbasis komputer yang

digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang

mempunyai rujukan kebumian untuk tujuan tertentu (Aronoff,

1989)

Variabel Visual adalah bentuk penyajian yang menggunakan variabel efek

sebagai sesuatu yang ikut menentukan bentuk dari gambar atau

penyajian (Bertin, 1983)

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk

tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan

daya tarik wisata yang kunjungi dalam jangka waktu sementara

(UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan).

Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang

berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau

pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat

tertentu.(Anonim)