pendahuluan latar belakang dinas kesehatan kabupaten/kota...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat bahwa puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas, meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Kedua jenis pelayanan kesehatan yang menjadi tanggung jawab puskesmas tersebut menyebabkan dalam penyelenggaraannya, puskesmas tidak hanya menangani keluhan penyakit, namun juga

Upload: vanliem

Post on 07-Mar-2019

261 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar pusat

kesehatan masyarakat bahwa puskesmas adalah unit pelaksana teknis

dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota

(UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas

teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan

unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan

kesehatan di Indonesia. Puskesmas berfungsi sebagai pusat pelayanan

kesehatan strata pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu,

dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

menjadi tanggung jawab puskesmas, meliputi pelayanan kesehatan

perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Kedua jenis pelayanan kesehatan yang menjadi tanggung

jawab puskesmas tersebut menyebabkan dalam penyelenggaraannya,

puskesmas tidak hanya menangani keluhan penyakit, namun juga

Page 2: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

2

gejala atau kondisi nonpenyakit. Hal ini menyebabkan terjadi

beberapa perbedaan antara jenis kasus pasien yang berkunjung ke

puskesmas dengan pelayanan kesehatan strata lainnya. Perbedaan

jenis kasus tersebut menyebabkan beberapa diagnosis di puskesmas

pun berbeda dengan pelayanan kesehatan strata lainnya.

Terdapat berbagai macam sistem klasifikasi dan kodefikasi

terhadap suatu diagnosis yang telah disusun sesuai dengan

kebutuhannya. Menurut WHO (2007), sistem klasifikasi dan

kodefikasi yang terdapat dalam skema representasi dari World Health

Organization Family of International Classification (WHO-FIC) meliputi

klasifikasi referensi (reference classifications), klasifikasi terkait (related

classification), dan klasifikasi turunan (derived classifications). Klasifikasi

referensi (reference classifications) terdiri atas International Classification

of Diseases (ICD), International Classification of Functioning, Disability,

and Health (ICF), dan International Classification of Health Interventions

(ICHI). Klasifikasi terkait (related classification) terdiri atas International

Classification of Primary Care (ICPC), International Classification of

External Causes of Injury (ICECI), The Anatomical, Therapeutic, Chemical

(ATC) classification system with Defined Daily Doses, dan ISO 9999

Tecnical aids for persons with disabilities. Klasifikasi turunan (derived

classifications) terdiri atas International Classification of Diseases for

Oncology, Third Edition (ICD-O-3), The ICD-10 Classification of Mental

Page 3: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

3

and Behavioural Disoders, Application of the ICD to Dentistry and

Stomatology, Third Edition (ICD-DA), Application of the ICD to Neurology

(ICD-10-NA), dan ICF Version for Children and Youth (ICF-CY).

Dalam skema representasi dari WHO-FIC terkait macam-

macam sistem klasifikasi dan kodefikasi tersebut, terdapat hubungan

keterkaitan antara klasifikasi referensi (reference classifications) dan

klasifikasi terkait (related classification). ICD sebagai salah satu sistem

dalam klasifikasi referensi dan ICPC sebagai salah satu sistem dalam

klasifikasi terkait memiliki hubungan keterkaitan tersebut. Menurut

WONCA (2005), hubungan keterkaitan antara ICD dan ICPC adalah

sebagai berikut. ICPC selalu dikaitkan dengan klasifikasi penyakit

internasional yang diakui dan digunakan secara luas yang diterbitkan

oleh WHO. Edisi pertama ICPC berisi daftar kode konversi ke ICD-9.

Sejak saat ICD-10 diperkenalkan, ICPC-2 telah dipetakan secara hati-

hati ke ICD-10 sehingga sistem konversi dapat digunakan (Bab 11).

Pengguna yang masih memerlukan konversi ke ICD-9 dapat

memperoleh disk dari Komite Klasifikasi WONCA.

Adanya hubungan keterkaitan tersebut, tidak terlepas dari latar

belakang sejarah awal penyusunan ICPC. Menurut WONCA (2005),

sampai pada pertengahan 1970-an kebanyakan penelitian terkait

pengumpulan data morbiditas pada pelayanan kesehatan strata

pertama diklasifikasikan menggunakan ICD. Hal ini memiliki

Page 4: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

4

keuntungan penting terkait pengakuan internasional, membantu

komparabilitas data dari berbagai negara. Namun, ada kelemahan

bahwa banyak gejala dan kondisi nonpenyakit yang hadir dalam

pelayanan kesehatan strata pertama sulit untuk dikode dengan

klasifikasi ini, yang awalnya dirancang untuk aplikasi statistik

mortalitas dan dengan struktur berbasis penyakit.

Adanya keuntungan dan kelemahan dari penggunaan ICD

dibandingkan ICPC dalam pengklasifikasian menjadikan keduanya

memiliki hubungan keterkaitan yaitu saling melengkapi. Gejala dan

kondisi nonpenyakit yang hadir dalam pelayanan kesehatan strata

pertama yang sulit untuk dikode dengan ICD, dapat diakomodasi

oleh ICPC menggunakan Reasons for Encounter (RFEs). Menurut

Hofmans-Okkes (1993), Reasons for Encounter (RFEs) didefinisikan

sebagai pernyataan yang menjadi alasan mengapa seseorang

memasuki sistem pelayanan kesehatan dengan permintaan untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan. Pernyataan ditulis dan

diklasifikasikan oleh pemberi pelayanan kesehatan. Klasifikasi dengan

ICPC memungkinkan karakterisasi rinci tentang apa yang pasien telah

nyatakan, apakah ini adalah keluhan atau gejala, diagnosis yang

sudah diketahui, permintaan untuk resep, rujukan, atau pemeriksaan

fisik, atau masalah hubungan, takut penyakit yang serius, atau

meminta untuk membahas masalah ini.

Page 5: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

5

Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa ICPC telah

disusun untuk melengkapi kebutuhan klasifikasi pada pelayanan

kesehatan strata pertama yang tidak mampu dipenuhi oleh ICD. Hal

ini didukung oleh beberapa penelitian yang penah dilakukan terkait

ICPC. Menurut Brage, dkk (1996), ICPC telah menjadi standar

klasifikasi untuk diagnosis pada sertifikat sakit dan tagihan untuk

layanan Administrasi Asuransi Nasional di Norwegia sejak 1992.

Pengkodean berdasarkan ICPC adalah wajib untuk semua dokter

umum. Sedangkan menurut Wockenfuss, dkk (2009), karakter ketiga

dan keempat ICD-10 bukanlah sebuah sistem klasifikasi yang handal

dalam pelayanan kesehatan strata pertama.

Di sisi lain, standar klasifikasi yang ditetapkan dan

diberlakukan secara nasional di Indonesia adalah ICD-10. Sesuai

dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

50/MENKES/SK/I/1998 tentang pemberlakuan klasifikasi statistik

internasional mengenai penyakit revisi kesepuluh, yaitu

memberlakukan klasifikasi ICD-10 secara nasional di Indonesia dan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

844/MENKES/SK/X/2006 tentang penetapan standar kode data

bidang kesehatan, bahwa International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems Tenth Revision (ICD-10) merupakan

acuan yang digunakan di Indonesia untuk mengkode diagnosis.

Page 6: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

6

Sedangkan peraturan yang berlaku terkait penggunaan ICPC di

Indonesia hingga saat ini belum tersedia. Berbeda dengan di

Norwegia, yang telah menggunakan ICPC sebagai standar klasifikasi

untuk diagnosis pada sertifikat sakit dan tagihan untuk layanan

Administrasi Asuransi Nasional sejak 1992.

Terkait peraturan yang berlaku di Indonesia bahwa standar

klasifikasi yang ditetapkan dan diberlakukan secara nasional di

Indonesia adalah ICD-10, telah dilakukan penelitian keakuratan kode

diagnosis berdasarkan ICD-10 di Puskesmas Gondokusuman II

Yogyakarta. Menurut Rismawan (2012), persentase ketidakakuratan

kode diagnosis berdasarkan ICD-10 di Puskesmas Gondokusuman II

Yogyakarta mencapai 66,67%.

Menurut Lamberts dan Hofmans (1996), inti dari catatan pasien

berbasis komputer dalam pelayanan kesehatan strata pertama yaitu

episode pelayanan kesehatan diklasifikasikan dengan ICPC.

Sedangkan menurut Wood, dkk (1992), konversi antara ICPC dan

ICD-10 merupakan persyaratan untuk keluarga sistem klasifikasi di

dekade berikutnya.

Di Indonesia, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang

kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat, bahwa puskesmas

menggunakan konsep wilayah dan sistem informasi manajemen

Page 7: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

7

puskesmas (SIMPUS) untuk kodefikasi. Berbagai pengembangan yang

dilakukan terhadap SIMPUS akan memungkinkan episode pelayanan

kesehatan dapat diklasifikasikan dengan ICPC dan persyaratan untuk

keluarga sistem klasifikasi di dekade berikutnya dapat terpenuhi

yaitu digunakannya konversi antara ICPC dan ICD-10.

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di

Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah pada tanggal 19

Agustus 2013, bahwa puskesmas tersebut melakukan penentuan kode

ICD-10 dan ICPC terhadap suatu diagnosis yang sama. Hal ini yang

membedakan Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah dengan

puskesmas yang lain. Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah

merupakan puskesmas yang menjadi tempat yang direkomendasikan

oleh Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Semarang Jawa Tengah

kepada tim dari SIMKES Universitas Gadjah Mada atas permohonan

untuk menerapkan pilot project terkait penggunaan ICPC di

puskesmas tersebut. Intervensi yang dilakukan oleh tim dari SIMKES

Universitas Gadjah Mada dalam pilot project tersebut berupa

pengembangan SIMPUS yang digunakan di Puskesmas Mojolaban

Sukoharjo Jawa Tengah. Pada SIMPUS tersebut, ditambahkan kolom

isian “Diagnosis ICPC” dan database untuk menyimpan beberapa kode

ICPC. Puskesmas tersebut meng-entry-kan kode yang telah ditentukan

untuk suatu diagnosis ke dalam SIMPUS tersebut. Hal ini

Page 8: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

8

memungkinkan berpengaruh terhadap ketepatan kode diagnosis yang

dihasilkan.

Untuk mengetahui pelaksanaan pengkodean diagnosis di

puskesmas tersebut secara lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian

terkait Evaluasi Ketepatan Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 dan

ICPC di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana pelaksanaan pengkodean diagnosis berdasarkan ICD-10

dan ICPC di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus

sebagai berikut.

1. Tujuan Umum

Mengetahui pelaksanaan pengkodean diagnosis

berdasarkan ICD-10 dan ICPC di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo

Jawa Tengah.

Page 9: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

9

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui persentase ketepatan kode diagnosis berdasarkan

ICD-10 dan ICPC di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa

Tengah.

b. Mengetahui faktor-faktor penyebab ketidaktepatan kode

diagnosis berdasarkan ICD-10 dan ICPC di Puskesmas

Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini meliputi manfaat praktis dan manfaat

teoritis sebagai berikut.

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas

Sebagai masukan bagi petugas pengkodean dalam

menentukan kode diagnosis secara tepat sesuai dengan acuan.

b. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan di bidang rekam

medis terutama dalam menentukan kode diagnosis di

puskesmas secara tepat sesuai dengan acuan.

Page 10: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

10

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan salah satu indikator kualitas metode

pembelajaran bagi mahasiswa sebagai penerus generasi

perekam medis Indonesia yang handal.

b. Bagi Peneliti Lain

Dapat menjadi acuan dan referensi bagi peneliti lain yang

akan melakukan penelitian khususnya penelitian dengan

topik yang hampir serupa.

E. Keaslian Penelitian

1. Maghfuroh (2013) dengan judul “Analisis Kode Diagnosis pada

Berkas Rekam Medis dan Sistem Informasi Manajemen Rumah

Sakit berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap RSUD Panembahan

Senopati Bantul.”

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian cross

sectional. Hasil dari penelitian ini adalah pelaksanaan pengkodean

pada berkas rekam medis dan sistem informasi manajemen rumah

sakit belum sesuai dengan prosedur tetap. Dari data hasil analisis

dapat diketahui bahwa kesesuaian kode diagnosis antara berkas

rekam medis dan sistem informasi manajemen rumah sakit adalah

Page 11: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

11

27,36%. Hasil analisis ketepatan kode diagnosis tepat sampai

karakter ketiga, keempat, dan kelima sebanyak 50,44% pada

berkas rekam medis dan 33,92% pada sistem informasi

manajemen rumah sakit. Faktor yang menyebabkan

ketidaksesuaian dan ketidaktepatan kode diagnosis pasien rawat

inap adalah faktor sumber daya manusia, prosedur tetap,

komunikasi, cara penentuan kode diagnosis, dan infrastruktur

yaitu sistem informasi manajemen rumah sakit.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Maghfuroh

(2013) terletak pada bahasannya yaitu sama-sama membahas

tentang ketepatan hasil penentuan kode diagnosis. Perbedaannya

adalah pada penelitian ini meneliti ketepatan kode diagnosis

berdasarkan ICD-10 dan ICPC, sedangkan pada penelitian

Maghfuroh (2013) meneliti kesesuaian dan ketepatan kode

diagnosis yang terdapat pada berkas rekam medis pasien rawat

inap dan sistem informasi manajemen rumah sakit berdasarkan

ICD-10.

2. Hidayat (2013) dengan judul “Analisis Ketepatan Kode Diagnosis

Penyebab Dasar Kematian berdasarkan ICD-10 di RS Panti Rapih

Yogyakarta.”

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian cross

Page 12: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

12

sectional. Subjek pada penelitian ini adalah staff coding, dokter, dan

Kepala Instalasi Rekam Medis, sedangkan objek penelitian ini

adalah Laporan Registrasi Kematian RS Panti Rapih Yogyakarta

tahun 2012. Teknik pengumpulan data dengan observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini adalah

Pelaksanaan pengkodean sebab dasar kematian di RS Panti Rapih

Yogyakarta belum sepenuhnya sesuai dengan ICD-10, staff coding

sebab kematian hanya mengkode diagnosis yang sudah dituliskan

oleh dokter. Urutan penyakit menuju kematian yang tepat

memiliki persentase sebesar 69,59% dengan UCoD yang tepat

sebesar 97,48% dan UCoD yang tidak tepat 2,52%, sedangkan

urutan penyakit menuju kematian yang tidak tepat sebesar 30,41%

dengan UCoD yang tepat sebesar 38,46% dan UCoD yang tidak

tepat 61,54%. Total prosenstase ketepatan UCoD sebesar 79,53%

dan yang tidak tepat sebesar 20,47%. Faktor-faktor yang

menyebabkan ketidaktepatan kode sebab dasar kematian adalah

tidak adanya SOP tentang pengkodean sebab dasar kematian,

belum digunakannya tabel MMDS sebagai milik rumah sakit yang

dijadikan fasilitas untuk staff coding, tidak semua dokter mengisi

diagnosis sebab dasar kematian, dan tidak adanya audit coding

atau evaluasi ketepatan kode sebab dasar kematian.

Page 13: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

13

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Hidayat (2013)

adalah membahas tentang pelaksanaan kodifikasi. Perbedaannya

adalah pada spesifikasi yang dikode, Hidayat (2013) lebih spesifik

terhadap analisis ketepatan kode diagnosis penyebab dasar

kematian berdasarkan ICD-10 sedangkan penelitian ini fokus

pada analisis ketepatan kode diagnosis berdasarkan ICD-10 dan

ICPC.

3. Rismawan (2012) dengan judul “Tingkat Keakuratan Kode

Diagnosis Berdasarkan ICD-10 di Puskesmas Gondokusuman II

Yogyakarta”

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif serta dengan rancangan cross

sectional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat

keakuratan kode diagnosis dan mengetahui faktor penyebab

ketidakakuratan kode diagnosis berdasarkan ICD-10 di

Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta. Hasil penelitian ini

adalah persentase ketidakakuratan kode diagnosis berdasarkan

ICD-10 di Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta mencapai

66,67%. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakakuratan kode

diagnosis antara lain tidak adanya prosedur tetap yang mengatur

mengenai tata cara penulisan diagnosis dan penentuan kode

diagnosis, tidak adanya petugas khusus pengkodean yang

Page 14: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

14

mempunyai latar belakang pendidikan rekam medis dalam

pelaksanaan pengkodean, sistem informasi kesehatan untuk kode

diagnosis yang ada pada komputer di Puskesmas Gondokusuman

II Yogyakarta kurang lengkap dan kurang spesifik.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian milik

Rismawan (2012) terletak pada bahasannya yaitu kode diagnosis

di puskesmas, sedangkan perbedaannya terletak pada dasar yang

digunakan untuk menentukan ketepatan, penelitian ini

menggunakan ICD-10 dan ICPC, sedangkan Rismawan (2012)

hanya ICD-10.

4. Fadilah (2011) dengan judul “Ketepatan Kode Penyakit Pasien

Kontrol Jamkesmas dan NonJamkesmas berdasarkan ICD-10 di

RSUD Banjarnegara”

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pelaksanaan,

tingkat ketepatan, dan faktor penyebab ketidaktepatan dalam

menentukan kode penyakit pasien kontrol jamkesmas dan

nonjamkesmas berdasarkan ICD-10 di RSUD Banjarnegara.

Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan

rancangan cross sectional. Sampel diperoleh dengan menggunakan

simple random sampling dan purposive sampling. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pelaksanaan pengodean di instalasi rekam

medis pada lembar verifikasi, pelaksanaan pengodean

Page 15: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

15

nonjamkesmas dilaksanakan oleh perawat yang ada di poliklinik

pada komputer. Dari 213 berkas rekam medis yang dianalisis

terdapat 100% kode penyakit pasien kontrol tidak dikode pada

berkas rekam medis. Kemudian dari 213 lembar verifikasi

jamkesmas yang dianalisis terdapat 64,79% kode penyakit pasien

kontrol yang tepat, kode penyakit pasien yang salah pada digit

keempat sebanyak 1,88%, kode penyakit pasien kontrol yang tidak

tepat sebanyak 33,33%. Tingkat ketepatan kode penyakit pasien

kontrol nonjamkesmas dari 258 berkas rekam medis yang

dianalisis terdapat 100% kode penyakit pasien kontrol tidak

dikode pada berkas rekam medis. Kemudian dari 258

komputerisasi data kode rawat jalan yang dianalisis terdapat

4,65% kode penyakit pasien kontrol yang tepat, kode penyakit

pasien kontrol yang salah pada digit keempat sebanyak 0,39%,

kode penyakit pasien kontrol yang tidak tepat sebanyak 94,96%.

Faktor penyebab ketidaktepatan yaitu kebijakan rumah sakit yang

ada belum mengatur pengkodean penyakit pada lembar verifikasi

dan komputer, petugas pengkodean jamkesmas terbatas,

pengkodean nonjamkesmas dilakukan oleh perawat, dan

penulisan diagnosa oleh dokter masih ada yang tidak jelas,

menggunakan singkatan, masih ada yang menggunakan bahasa

Indonesia, serta diagnosis utama tertulis tidak lengakap.

Page 16: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

16

Persamaan kedua penelitian ini adalah sama-sama meneliti

tentang pelaksanaan, ketepatan, dan faktor penyebab

ketidaksesuaian kode diagnosis. Perbedaan dengan penelitian

yang sekarang terletak pada obyek yang diteliti. Pada penelitian

Fadilah (2011), obyek yang diteliti adalah kode penyakit pasien

kontrol jamkesmas dan nonjamkesmas sedangkan pada penelitian

ini adalah kode diagnosis pada SIMPUS dan pelaksanaan

pengkodean diagnosis pasien.

F. Gambaran Umum

Berdasarkan Buku Profil Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa

Tengah Tahun 2013, gambaran umum Puskesmas Mojolaban

Sukoharjo Jawa Tengah adalah sebagai berikut. Sukoharjo Sehat

Tahun 2015 adalah visi masyarakat Sukoharjo. Kondisi tersebut

meliputi masyarakat hidup di lingkungan yang sehat (fisik, sosial,

ekonomi, dan budaya), masyarakat berperilaku sehat terjangkau oleh

pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi

sehingga terwujud kesehatan masyarakat yang optimal.

Untuk mewujudkan Sukoharjo Sehat 2015 ditetapkan misi

sebagai berikut:

1. Menggerakkan pembangunan yang berwawasan kesehatan.

2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

Page 17: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

17

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang

bermutu, merata, dan terjangkau.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga dan

masyarakat.

Dengan adanya arus reformasi di bidang kesehatan, berbagai

bentuk pergeseran paradigma sedang berlangsung termasuk

puskesmas. Pembahasan konsep reformasi puskesmas sudah banyak

dilakukan di antaranya adalah pemberian kewenangan untuk

merumuskan dan mengembangkan sistem kesehatan di daerah agar

sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat.

Beberapa pokok perubahan yang dikeluarkan Depkes adalah

masalah batasan puskesmas. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis

dinas yang selanjutnya disebut UPTD yakni unit organisasi di

lingkungan dinas kesehatan di wilayah kerjanya.

Adapun kewenangan kemandirian yang dipunyai puskesmas

adalah menyelenggarakan perencanaan-perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya sesuai

dengan kondisi, kultur budaya, dan potensi setempat.

1. Visi dan Misi Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah

Sebagai arah tujuan dan kegiatan dasar pembangunan kesehatan

di wilayah, maka disusun visi dan misi Puskesmas Mojolaban

Sukoharjo Jawa Tengah sebagai berikut

Page 18: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

18

a. Visi

Menjadikan Puskesmas Mojolaban yang berkomitmen tinggi

dalam pelaksanaan pembangunan yang berwawasan

kesehatan dengan mengutamakan pelayanan prima.

b. Misi

1.) Melaksanakan pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif secara paripurna yang bermutu sesuai

standar.

2.) Melaksanakan pelayanan kesehatan bagi semua tingkatan

masyarakat.

3.) Mengelola sumber daya dan sarana yang tersedia secara

profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan.

4.) Menjadikan Puskesmas Mojolaban sebagai fasilitas pilihan

pelayanan kesehatan.

2. Tugas Pokok dan Fungsi

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan

yang merupakan perangkat kabupaten untuk melaksanakan tugas

pokok dalam menyelenggarakan pelayanan, pembinaan dan

pembangunan upaya kesehatan secara paripurna kepada

masyarakat di wilayah kerjanya.

Adapun fungsi puskesmas adalah:

a. Pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan.

Page 19: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

19

b. Pusat pemberdayaan masyarakat.

c. Pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer.

d. Pusat pelayanan kesehatan perorangan primer.

Puskesmas Mojolaban dalam melaksanakan fungsi

pelayanan kesehatan tingkat pertama kepada masyarakat

melaksanakan program kesehatan dasar dan program kesehatan

pengembangan.

3. Keadaan Geografis

a. Luas wilayah binaan Puskesmas Mojolaban terdiri atas 15

desa, yaitu:

1.) Desa Wirun

2.) Desa Bekonang

3.) Desa Cangkol

4.) Desa Klumprit

5.) Desa Dukuh

6.) Desa Plumbon

7.) Desa Laban

8.) Desa Tegalmede

9.) Desa Gadingan

10.) Desa Palur

11.) Desa Demakan

12.) Desa Joho

Page 20: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

20

13.) Desa Kragilan

14.) Desa Sapen

15.) Desa Triyagan

b. Jumlah wilayah kerja ada 15 desa, di mana di seluruh desa

merupakan dataran rendah dan mudah dijangkau dengan

kendaraan roda dua maupun roda empat.

Puskesmas Mojolaban mempunyai 3 Puskesmas pembantu

(Pustu) untuk membantu melayani kesehatan kepada

masyarakat yaitu Pustu Klumprit, Pustu Palur, Pustu Sapen.

Selain itu Puskesmas Mojolaban juga mempunyai Pos

Kesehatan Desa (PKD) yang berada di masing-masing desa

yang juga berfungsi untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat, baik untuk masyarakat daerah binaan sendiri

atau pun dari daerah lain. Puskesmas Mojolaban terletak di

daerah perbatasan Kota Madya Surakarta dan Kabupaten

Karanganyar.

c. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Mojolaban sebagai

berikut:

1.) Batas wilayah timur berbatasan dengan wilayah

Kecamatan Polokarto.

2.) Batas wilayah barat berbatasan dengan wilayah Kota

Madya Surakarta.

Page 21: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

21

3.) Batas wilayah selatan berbatasan dengan wilayah

Kecamatan Polokarto.

4.) Batas wilayah utara berbatasan dengan wilayah

Kabupaten Karanganyar.

4. Sarana dan Prasarana

a. Sarana Fisik

1.) Gedung Puskesmas : 2 unit

2.) Gedung Rawai Inap : 1 unit

3.) Gedung Pustu : 3 unit (Klumprit, Palur, Sapen)

4.) PKD : 15

5.) Posyandu : 122

6.) Pusling : 11

7.) Mobil Pusling : 2 buah

8.) Kendaraan Roda Dua : 18

9.) Sarana meubelair, peralatan medis, dan obat-obatan

cukup tersedia.

b. Sarana Sumber Daya Manusia

1.) Dokter Umum : 6

2.) Dokter Gigi : 2

3.) Perawat : 16

4.) Perawat Gigi : 2

5.) Bidan : 23

Page 22: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

22

6.) Bidan Desa : 16

7.) Petugas PKL : 1

8.) Petugas Gizi : 3

9.) Tenaga Laboran : 3

10.) Tata Usaha : 1

11.) Asisten Apoteker : 2

12.) Tenaga Administrasi/staf : 5

13.) Tenaga Fisioterapi : 1

14.) Tenaga Rongent : 1

15.) Tenaga Rekam Medik : 1

5. Dana

Sumber pembiayaan Puskesmas Mojolaban adalah:

a. APBD II.

b. Jamkesmas dan Jamkesda.

c. Bantuan Operasional bidang Kesehatan.

6. Kinerja Proses

a. SOP/Protap/Petunjuk Teknis

1.) Sebagian unit sudah mempunyai SOP untuk petunjuk

pelaksanaan kegiatan.

2.) Belum dilakukan uji kepatuhan terhadap SOP.

Page 23: PENDAHULUAN Latar Belakang dinas kesehatan kabupaten/kota ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69003/potongan/diploma-2014... · Dari berbagai penjelasan di atas, diketahui bahwa

23

b. Survey Kepuasan Pelanggan

Proses yang dinilai:

1.) Pelayanan Rawat Jalan.

2.) Pelayanan Loket Pendaftaran.

3.) Kinerja Dokter.

4.) Kinerja Perawat.

5.) Pelayanan Kamar Obat.

6.) Pelayanan Rawat Inap.

7.) Pelayanan UGD.

8.) Fasilitas Kamar Perawatan.

9.) Fasilitas Makan dan Minum Pasien.

10.) Fasilitas Laboratorium.