pendahuluan latar belakang -...

41
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian bencana alam banyak terjadi dan cenderung meningkat dari tahun ketahun. Peningkatan ini terjadi di dunia termasuk di Indonesia. Banjir, kekeringan, longsorlahan, tsunami, gempabumi, dan badai merupakan bencana alam yang dapat menimbulkan dampak kerugian yang besar bagi kehidupan manusia. Indonesia merupakan wilayah yang secara geologis, geomorfologis, meteorologis, klimatologis, dan sosial ekonomi sangat rawan terhadap bencana (Sudibyakto, 2009). Longsorlahan merupakan proses alam akibat pengaruh gaya gravitasi bumi, lereng yang tidak stabil, dan batuan kedap air sebagai bidang gelincir bagi tubuh tanah atau batuan yang ada di atasnya (Shape 1938, dalam Thornburry, 1958). Menurut Van Wasten (1993), penyebab longsorlahan terdiri dari aspek fisik alami dan aspek manusia. Aspek fisik alami meliputi kondisi geologi, geomorfologi, lereng, dan iklim yang meliputi curah hujan, kelembaban, dan suhu. Aspek manusia terdiri dari penggunaan lahan, pembuatan jaringan jalan, dan aktivitas penambangan. Informasi dari aspek-aspek ini akan menjadi pertimbangan dalam kajian kerawanan longsorlahan. Gambar 1.1 menjelaskan bahwa kejadian bencana alam dalam seratus tahun terakhir di dunia mengalami peningkatan yang cukup mengkhawatirkan.

Upload: vancong

Post on 02-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian bencana alam banyak terjadi dan cenderung meningkat dari

tahun ketahun. Peningkatan ini terjadi di dunia termasuk di Indonesia. Banjir,

kekeringan, longsorlahan, tsunami, gempabumi, dan badai merupakan bencana

alam yang dapat menimbulkan dampak kerugian yang besar bagi kehidupan

manusia. Indonesia merupakan wilayah yang secara geologis, geomorfologis,

meteorologis, klimatologis, dan sosial ekonomi sangat rawan terhadap bencana

(Sudibyakto, 2009).

Longsorlahan merupakan proses alam akibat pengaruh gaya gravitasi

bumi, lereng yang tidak stabil, dan batuan kedap air sebagai bidang gelincir bagi

tubuh tanah atau batuan yang ada di atasnya (Shape 1938, dalam Thornburry,

1958).

Menurut Van Wasten (1993), penyebab longsorlahan terdiri dari aspek

fisik alami dan aspek manusia. Aspek fisik alami meliputi kondisi geologi,

geomorfologi, lereng, dan iklim yang meliputi curah hujan, kelembaban, dan

suhu. Aspek manusia terdiri dari penggunaan lahan, pembuatan jaringan jalan,

dan aktivitas penambangan. Informasi dari aspek-aspek ini akan menjadi

pertimbangan dalam kajian kerawanan longsorlahan.

Gambar 1.1 menjelaskan bahwa kejadian bencana alam dalam seratus

tahun terakhir di dunia mengalami peningkatan yang cukup mengkhawatirkan.

Page 2: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

2

Banjir dan badai angin merupakan bencana alam yang mengalami peningkatan

sangat tinggi selama seratus tahun terakhir. Kejadian longsorlahan di dunia juga

mengalami peningkatan yang cukup sigifikan.

Gambar 1.1. Perbandingan Angka Kejadian Bencana Alam Tahun 1901 - 2001 di

Dunia (sumber: OFDA/CRED dalam Crozier, dkk., 2005)

Semakin meningkatnya jumlah manusia, membuat kebutuhan akan tempat

tinggal akan semakin besar, akibatnya banyak permukiman-permukiman yang

berdiri pada kondisi lereng yang miring.“Jika harus memilih, orang-orang akan

tinggal (menetap) dan mempercayakan kesejahteraan hidupnya pada tempat-

tempat aman di muka bumi dan menjauhi daerah-daerah yang rawan bencana

(tanah longsor), akan tetapi, akibat adanya tekanan penduduk, urbanisasi,

kebutuhan akan sumberdaya yang semakin meningkat, dan perubahan lingkungan,

Page 3: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

3

manusia terpaksa harus tinggal bersama dan beraktivitas pada daerah-daerah yang

rawan terhadap bencana alam tersebut” (Crozier, dkk., 2005). Banyaknya

pemukiman yang dibangun pada lereng-lereng yang miring akan berpengaruh

terhadap semakin banyaknya aktivitas-aktivitas yang mengganggu kestabilan

lereng. Pemotongan lereng untuk pembangunan infrastruktur jalan, pertanian

dengan metode terasiring yang tidak mempertimbangkan lereng, dan alih fungsi

lahan juga dapat memicu terjadinya gerakan massa tanah.

Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum dalam

Peraturan Menteri No.22 tahun 2007 dalam Pedoman Penataan Ruang Kawasan

Rawan Bencana Longsor menjelaskan; “Secara geografis sebagian besar wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam,

dan salah satu bencana alam yang sering terjadi adalah bencana longsor. Sejalan

dengan proses pembangunan berkelanjutan perlu diupayakan pengaturan dan

pengarahan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan prioritas utama

pada penciptaan keseimbangan lingkungan. Salah satu upaya yang diambil adalah

melalui pelaksanaan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana alam agar

dapat ditingkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan

masyarakat terutama di kawasan rawan bencana longsor.”

DAS Ijo mencakup 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Piyungan, Patuk,

Prambanan, dan Berbah. Secara administratif keempat kecamatan tersebut terbagi

kedalam tiga kabupaten yang berbeda, yaitu Kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan

Sleman. DAS Ijo memiliki morfologi yang bervariasi, sebagian besar reliefnya

tergolong berbukit sampai bergunung, dan sebagian kecil mempunyai lereng datar

Page 4: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

4

sampai bergelombang. DAS Ijo termasuk wilayah yang rawan terhadap bencana

longsorlahan apabila dilihat dari kondisi lerengnya yang tidak stabil, terlebih lagi

lahan-lahan dengan kondisi lereng yang miring justru dimanfaatkan sebagai area

permukiman. Berdasarkan data PODES DIY Tahun 2008, pada kemiringan

lereng lebih dari 25% di beberapa desa di DAS Ijo masih berdiri permukiman-

permukiman, desa-desa tersebut adalah Desa Srimulyo, Srimartani, Wukirharjo,

Gayamharjo, Sumberharjo, Sambirejo, Sumberharjo, Ngoro-oro, dan Terbah.

Pada beberapa desa tersebut, permukiman dibangun pada kemiringan lereng di

atas 25%. Perbandingan posisi permukiman dan kemiringan lereng di DAS Ijo

disajikan dalam Gambar 1.2.

Page 5: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

5

Gambar 1.2. Peta Perbandingan Posisi Permukiman dan Kemiringan Lereng di DAS Ijo

Page 6: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

6

Beberapa tahun terakhir tercatat beberapa kejadian longsorlahan terjadi di

beberapa desa di DAS Ijo. Pada pertengahan Februari 2008, jalan yang

menghubungkan sejumlah desa di Prambanan, Yogyakarta, dan Klaten terganggu

akibat tanah longsor di Desa Sengonkerep dan Serut, Kecamatan Gedangsari.

Akibatnya, aktivitas penduduk di kedua wilayah terhambat (Suara Merdeka,

20/02/2008). Mei 2010, sebuah tebing setinggi 12 meter dengan lebar sekitar 5

meter longsor menimpa rumah warga di Bulusari Srimartani Piyungan. Tidak ada

korban jiwa dalam musibah itu, tetapi dapur rumah korban roboh (Kedaulatan

Rakyat,15/05/2010). September 2010, longsorlahan terjadi di Dusun Lengkong,

Desa Sambirejo, Prambanan, Sleman, sedikitnya 18 rumah warga menjadi korban,

dengan kondisi 1 rumah rusak berat, 1 rumah rusak sedang, dan 16 rusak ringan

(Harian Jogja, 24/09/2010). Selain beberapa kejadian longsorlahan di depan,

akhir Februari 2011 muncul rekahan tanah di Umbulsari, Piyungan, Bantul.

Seperti yang diberitakan Kedaulatan Rakyat (27/02/2011), rekahan tanah selebar

dua jengkal tangan orang dewasa tersebut panjangnya mencapai 20 m. Akibat

adanya rekahan tersebut sejumlah rumah milik warga dengan belasan jiwa

terancam longsoran tanah bercampur material batu. Selain beberapa peristiwa

longsorlahan yang dijabarkan di atas, kejadian longsorlahan lain di DAS Ijo juga

dirangkum dalam Tabel 1.1.

Page 7: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

7

Tanggal Keterangan Longsorlahan

Tempat Kejadian Dampak Sumber

Kerugian Material

Korban Jiwa Media Massa Tanggal Terbit

Tanggal Akses

6 Desember 2007

Tebing bukit Dusun Dayakan ambrol karena

hujan deras

Dusun Dayakan, Prambanan, Sleman

1 rumah rusak sedang

- okezone.com 26 Desember

2007 25 September

2013

18 Februari 2008

jalan sepanjang 50 meter di Desa Serut menuju Gayamharjo

longsor

Gayamharjo, Prambanan, Sleman

- - Suara Merdeka 20 Februari

2008 25 September

2013

19 Februari 2008

Batu besar berjatuhan dari atas bukit

Dusun Cepit, Bokoharjo,

Prambanan, Sleman - - Harian Kompas

2 Februari 2009

25 September 2013

26 Oktober 2008

Talud ambrol sepanjang 20 meter lebar 2,5

meter dengan ketinggian 2,5 meter.

Dusun Waduk, Salam, Patuk, Gunungkidul

- - wonosari.com 28 Oktober

2008 25 September

2013

23 September 2010

Longsorlahan dan banjir bandang akibat

bendungan ambrol

Dusun Nglengkong, Sambirejo,

Prambanan, Sleman

1 rumah rusak berat, 1 rumah

rusak sedang, 16 rumah rusak

ringan, 2 ekor sapi, 1 ekor

kambing

- humas.slemankab.

go.id 27 September

2010 25 September

2013

Tabel 1.1 : Rekapitulasi Kejadian Longsorlahan di DAS Ijo Berdasarkan Catatan Media Massa

Page 8: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

8

24 September 2010

Longsorlahan mengakibatkan

kerusakan pada aliran air (drainase)

Dusun Rejosari, Srimartani,

Piyungan, Bantul - - Joglosemar

25 September 2010

25 September 2013

13 Mei 2011 Tebing setinggi 10

meter dan lebar 4 meter longsor

Dusun Bulusari, Srimartani,

Piyungan, Bantul

1 rumah rusak sedang (7 juta)

- Harian Jogja 14 Mei 2011 25 September

2013

8 Februari 2012

Tebing setinggi 7 meter di ruas jalan kabupaten

menghubungkan Sumberharjo-

Gayamharjo longsor

Dusun Candisari, Wukirharjo,

Prambanan, Sleman - - Kedaulatan Rakyat

10 Februari 2012

25 September 2013

14 September 2011

Tanah di bagian dapur rumah ambrol karena

sistem pembuangan air limbah rumahtangga

kurang baik

Dusun Widorowetan, Bunder, Patuk, Gunungkidul

1 rumah rusak ringan

solopos.com 14 September

2011 25 September

2013

21 Februari 2012

Longsorlahan terjadi akibat hujan deras

selama 7 jam

Dusun Bunder, Bunder, Patuk, Gunungkidul

1 rumah rusak sedang

- Radar Jogja 23 Februari

2012 25 September

2013

24 Februari 12

Tebing setinggi 10 meter dengan panjang 50 meter mengalami keretakan sampai 3

centimeter

Dusun Mojosari, Srimartani,

Piyungan, Bantul - - Suara Komunitas

25 Februari 2012

25 September 2013

Page 9: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

9

Sumber : Akses internet (2013)

26 Februari 2012

Longsorlahan akibat hujan 4 hari berturut-

turut

Dusun Mojosari, Srimartani,

Piyungan, Bantul - - Blog PKS Piyungan

29 Februari 2012

25 September 2013

6 Maret 2012 Longsorlahan akibat

hujan deras

Dusun Mojosari, Srimartani,

Piyungan, Bantul

1 rumah rusak sedang

bpbd.bantulkab.

go.id 7 Maret 2012

25 September 2013

30 Nopember 2012

Longsorlahan Dusun Nawung,

Gayamharjo, Prambanan, Sleman

1 rumah rusak sedang

Tribun Jogja 2 Desember

2012 25 September

2013

Page 10: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

10

Kerawanan longsorlahan dapat dikaji dengan metode heuristic (analisa

pembobotan faktor penyebab longsorlahan), statistic (analisa data longsorlahan

secara statistik), deterministic (analisa stabilitas lereng dengan pemodelan),

ataupun dengan kombinasi beberapa metode tersebut (Van Wasten, 2005).

Salah satu metode untuk mengkaji kerawanan longsorlahan yang banyak

digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP merupakan

metode pengambilan keputusan dengan menguraikan masalah multi faktor dan

multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Dengan hirarki, permasalahan

yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompok permasalahan yang

lebih kecil sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Penerapan metode AHP dalam analisis kerawanan longsorlahan telah banyak

digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, diantaranya Komac. (2005);

Yoshimatsu dkk., (2005); Akgun dkk., (2007); Yalcin. (2007); Bachri dkk.

(2010); Wacano. (2010); dan Moradi dkk., (2012). Dengan menggunakan metode

ini, parameter penentu kerawanan longsorlahan dapat diolah secara sistematis

untuk menentukan tingkat kerawanan longsorlahan di daerah penelitian. Dengan

perhitungan perbandingan matrik berpasangan, maka bobot masing-masing

parameter penentu kerawanan longsorlahan dapat dengan mudah diperoleh. Selain

itu, penilaian subyektif dapat dikontrol dengan adanya syarat perbandingan nilai

konsistensi (consitency ratio).

Page 11: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

11

1.2. Perumusan Masalah

Longsorlahan merupakan salah satu penyebab bencana alam yang dapat

menimbulkan kerugian harta benda maupun nyawa. Longsorlahan dapat terjadi

bukan hanya karena aspek fisik alami, akan tetapi faktor manusia juga dapat

menjadi pemicu terhadap kejadian longsorlahan. Selain kondisi lereng yang tidak

stabil, kondisi batuan yang kurang kompak, tanah yang tebal, dan curah hujan

yang tinggi, faktor manusia seperti penggunaan lahan dan jaringan jalan juga

merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya bencana longsorlahan di DAS Ijo

beberapa tahun terakhir. Pemotongan lereng untuk pembangunan jalan,

pembangunan permukiman, dan aktivitas pertanian yang tidak memperhatikan

kestabilan lereng dapat memicu terjadinya longsorlahan, untuk itu perlu diketahui

seberapa besarkah faktor fisik maupun nonfisik dapat mempengaruhi tingkat

kerawanan longsorlahan di DAS Ijo.

Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang muncul kemudian

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo?

2. Bagaimana pengaruh faktor fisik alami maupun manusia terhadap

tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo?

Dengan mempertimbangkan latar belakang dan perumusan masalah

tersebut, maka penulis mengambil judul penelitian “Kajian Kerawanan

Longsorlahan dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy Process

(AHP) dan Sistem Informasi Geografis di DAS Ijo, Daerah Istimewa

Yogyakarta”.

Page 12: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

12

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mempelajari tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo.

2. Mengetahui pengaruh faktor fisik alami maupun manusia terhadap

tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan ilmu geografi lingkungan terutama terkait dengan

mitigasi bencana yang dalam hal ini adalah bencana longsorlahan.

2. Merupakan bahan informasi, pembanding, dan acuan untuk penelitian-

penelitian sejenis di masa yang akan datang.

3. Tingkat kerawanan longsorlahan dapat digunakan sebagai sumber

informasi untuk mengetahui sebaran wilayah DAS Ijo yang rawan

terhadap bencana longsorlahan.

4. Sebagai masukan untuk pemerintah setempat dalam menyusun

rencana tata ruang wilayah dan menentukan kebijakan dalam upaya

untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh bencana

longsorlahan baik kerugian material maupun korban jiwa.

Page 13: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

13

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1 Geomorfologi

Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk permukaan

bumi, proses yang menyebabkan terbentuknya permukaan bumi, serta keterkaitan

antara proses tersebut dengan bentuk permukaan bumi. Bentuk permukaan bumi

secara umum dipengaruhi oleh tiga proses yaitu proses endogen, proses eksogen,

dan proses ekstra terestrial. Proses endogen berperan pada pembentukan

permukaan bumi melalui tenaga endogen yaitu proses tektonik dan vulkanik.

Proses ekstra terestrial terjadi apabila terdapat gangguan benda padat dari luar

bumi yang dapat mempengaruhi bentuk lahan seperti jatuhnya meteor yang

menghantam permukaan bumi. Proses eksogen merupakan proses yang terjadi

akibat tenaga-tenaga eksogen, yaitu air, angin, es, gelombang, arus laut,

organisme, dan gaya gravitasi (Thornbury,1956).

Geomorfologi menurut Kardono Damoyuwono (1973, dalam Sutikno,

1987) merupakan uraian tentang bentuk bumi. Seiring dengan berjalannya waktu,

definisi geomorfologi mengalami perkembangan dan penyempurnaan-

penyempurnaan. Geomorfologi merupakan ilmu yang mendeskripsikan

bentuklahan dan proses-proses yang membentuk bentuklahan tersebut, dan

mencari hubungan antara bentuklahan tersebut dengan proses-proses dalam

susunan keruangan. (Zuidam, 1983). Geomorfologi merupakan studi yang

mendeskripksikan bentuklahan serta proses yang bekerja didalamnya, serta

menganalisis hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses-proses

tersebut dalam konteks kelingkungan (Zuidam dan Zuidam-Cancelado, 1979).

Page 14: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

14

1.5.2 Longsorlahan

Longsorlahan adalah salah satu penyebab bencana alam yang sering

mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan

kerusakan sarana dan prasarana lainnya yang dapat berdampak pada kondisi

ekonomi dan sosial. Bencana alam tanah longsor dapat terjadi karena pola

pemanfaatan lahan yang tidak mengikuti kaidah kelestarian lingkungan, seperti

gundulnya hutan akibat pembalakan liar, dan konversi hutan menjadi lahan

pertanian dan permukiman di lahan berkemiringan lereng yang terjal (Nugroho,

dkk., 2009).

Panizza (1996) mengemukakan bahwa peningkatan populasi manusia

diikuti oleh meningkatnya kebutuhan akan sumberdaya alam, ruang, teknologi,

dan taraf hidup. Hal ini menimbulkan perubahan terhadap lingkungan, akibatnya

terjadi proses alam seperti tanah longsor yang dapat merugikan manusia.

Fenomena longsorlahan merupakan proses alami untuk menemukan

keseimbangan alam baru, kejadian longsorlahan di masa lalu dan yang terjadi di

masa sekarang dapat menerangkan kejadian longsorlahan yang akan terjadi di

masa yang akan datang (Varnes, 1984).

Longsorlahan merupakan istilah yang umum digunakan untuk

mendiskripsikan gerakan tanah, batuan, dan material organik menuruni lereng

karena efek dari gaya gravitasi, dan juga bentuklahan yang dihasilkan dari

beberapa gerakan material tersebut menuruni lereng. (USGS, 2008).

Longsorlahan terjadi akibat pengaruh gaya tarik bumi (Gravitatif) yang lebih

besar dari pada gaya penahannya (Cooke dan Doornkamp, 1974).

Page 15: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

15

Vernes (1978, dalam Panizza, 1996) mengkasifikasikan enam prinsip tipe

gerakan massa untuk menggambarkan beberapa karakteristik longsorlahan yaitu

jatuhan (falls), robohan (topples), luncuran (slides) mencakup luncuran berputar

(rotational slides) dan luncuran pada bidang landai (translational slides),

penyebaran kesamping (lateral spreads), aliran (flow), dan luncuran kompleks

(complex slides). Tipologi longsorlahan menurut USGS disajikan dalam Gambar

1.3.

Gambar 1.3. Tipe-tipe longsorlahan (Sumber : USGS, 2004)

Page 16: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

16

Menurut Sitorus (2006, dalam Hermon (2009), penyebab terjadinya

bencana longsorlahan secara umum dapat dibedakan atas 3, yakni: (1) kondisi

alam yang bersifat statis, seperti kondisi geografi, topografi, dan karakteristik

sungai, (2) peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti perubahan iklim global,

pasang-surut, amblesan tanah, sedimentasi, dan sebagainya, serta (3) aktivitas

sosial-ekonomi manusia yang sangat dinamis, seperti deforestasi (penggundulan

hutan), konversi lahan pada kawasan lindung, pemanfaatan daerah lereng miring

hingga sangat miring untuk perumahan, pemanfaatan wilayah rentan

longsorlahan, perilaku masyarakat, keterbatasan prasarana dan sarana pengendali

longsorlahan dan sebagainya.

Kondisi yang berpengaruh terhadap terjadinya longsorlahan dapat

dikategorikan menjadi dua kondisi yaitu aktif dan pasif. Kondisi aktif terdiri dari

faktor-faktor perpindahan material oleh tenaga-tenaga alami atau manusia,

berkurangnya gaya kohesi material, dan pergerakan bumi. Kondisi pasif yang

berpengaruh terhadap terjadinya longsorlahan adalah batuan, stratigrafi, struktur

batuan, dan topografi (De Graff, 1978).

Menurut Arsyad (1989), proses terjadinya longsorlahan dipengaruhi oleh

tiga faktor meliputi :

1. Kemiringan lereng yang miring hingga curam, sehingga volume tanah

dapat bergerak atau meluncur ke arah bawah lereng.

2. Terdapat suatu lapisan di bawah tanah yang kedap air dan lunak yang

akan menjadi bidang gelincir.

Page 17: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

17

3. Terdapat air yang banyak didalam tanah sehingga lapisan tanah diatas

lapisan kedap air menjadi jenuh.

1.5.3 Kerawanan Bencana

Kerawanan (susceptibility) adalah ciri-ciri fisik atau kaakteristik fisik dari

kondisi suatu wilayah yang rentan terhadap bencana tertentu. Istilah kerawanan

adalah suatu tahapan sebelum terjadinya bencana (pre-evelent phase)

(Scheininernauer dan Ehrlich, 2004 dalam Rahman, 2008).

Perkembangan suatu wilayah akan meningkatkan kebutuhan lahan sebagai

tempat tinggal dan beraktivitas ekonomi, adapun ketersediaan lahan yang ada

tidak mengalami perkembangan. Penduduk terpaksa menempati lokasi yang tidak

layak huni seperti di daerah perbukitan dan lereng pegunungan. Aktivitas

masyarakat tersebut menyebabkan tingkat kerawanan bencana menjadi semakin

meningkat, manakala lahan dieksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan

daya dukung lahan (Suranto, 2008).

1.5.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Definisi AHP

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikenalkan oleh

Thomas L. Saaty pada periode 1971-1975 (Latifah, 2005). Metode ini dipandang

dapat membantu menyelesaikan masalah rumitnya pengambilan keputusan akibat

beragamnya kriteria. Metode ini mengurai masalah multi faktor dan multi kriteria

yang kompleks kedalam suatu hirarki. Menurut Saaty (1993), hirarki merupakan

Page 18: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

18

representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi

level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level: faktor, kriteria, sub-

kriteria, dan seterusnya hingga level terkecil dari alternatif yang dipandang

sebagai solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan hirarki, suatu

masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompok yang

kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan

tampak lebih terstruktur dan sistematis (Syaifullah, 2010). Metode ini banyak

digunakan untuk memecahkan masalah karena menggunakan struktur hirarki,

sehingga masalah dapat dipilah-pilah lagi kedalam kriteria dan sub-sub kriteria

tertentu, sampai batas tidak dapat dipecah lagi. Selain itu metode ini

memperhitungkan validitas sampai batas toleransi inkonsistensi berbagai macam

kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.

Secara umum terdapat tiga prinsip dalam menyelesaikan persoalan

menggunakan metode AHP yaitu decomposition, comparatif judgement, dan

syntesis of priority (Hafiyusholeh, 2009).

a. Decomposition (dekomposisi)

Setelah mendefinisikan persoalan, maka dilakukan decomposition, yaitu

memecahkan persoalan yang utuh menjadi usur-unsur yang lebih sederhana.

Dengan kata lain, permasalahan tersebut dibuat struktur hirarki yang diawali

dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, kemudian sub-kriteria

dengan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling

bawah. Untuk mendapatan hasil yang akurat, pemecahan juga dapat dilakukan

Page 19: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

19

terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lagi. Contoh

struktur hirarki dapat dilihat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.4. Contoh Struktur Hirarki (Hafiyussholeh, 2009)

b. Comparative judgement (penilaian melalui perbandingan)

Prinsip ini mengandung arti membuat penilaian tentang kepentingan relatif

dua unsur pada suatu tingkat tertentu dapam kaitannya dengan tingkat atasnya.

Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena ia akan berpengaruh terhadap

prioritas unsur-unsur. Agar tampak lebih terstruktur, hasil dan penilaian ini

disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (Pairwise

Comparison) (Saleh dan Tatang Tiryana, 2007). Contoh matrik perbandingan

berpasangan dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix)

Mobil baru Harga Serbaguna Prestise Harga 1 3 7

Serbaguna 1/3 1 2 Prestise 1/7 1/2 1

Sumber : Saleh dan Tatang Tiryana (2007)

Page 20: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

20

Agar diperoleh skala yang baik ketika pembandingan dua unsur, pemecah

masalah harus memiliki pemahaman yang baik tentang unsur-unsur yang

dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang akan dicapai.

Adapun skala dasar yang digunakan untuk membandingkan unsur-unsur yang ada

oleh Saaty (1991) dirangkum dalam Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Skala Perbandingan Berpasangan Skala Unsur yang dibandingkan

1 Equally important (sama penting)

3 Moderately more important (sedikit lebih penting)

5 Strongly more important (lebih penting)

7 Very strongly more important (sangat penting)

9 Extremely more important (mutlak lebih penting)

2,4,6,8 Intermediate values (nilai yang berdekatan)

Sumber : Saaty (1991, dalam Coyle (2004)

c. Synthesis of Priority (sintesis prioritas)

Dari setiap matrik perbandingan berpasangan (PC) yang telah dibuat,

kemudian dicari Eigen Vektornya untuk mendapatkan bobot prioritas. Bobot

prioritas tersebut menggambarkan besar bobot masing-masing unsur matriks,

semakin besar bobot prioritas yang diperoleh, maka semakin dipandang layak

unsur matriks tersebut untuk dijadikan solusi dari masalah yang ingin dipecahkan.

Bobot tersebut tentunya perlu di teliti kembali apakah sudah konsisten dan dapat

digunakan sebagai suatu pemecahan masalah dengan melakukan perhitungan rasio

konsistensi (consistency ratio).

Tahapan proses pengambilan keputusan dengan metode AHP

(Hafiyusholeh, 2009) adalah sebagai berikut :

Page 21: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

21

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

Pertama kali yang perlu dilakukan adalah menentukan masalah

yang ingin dipecahkan, memahami secara jelas dan mendetail. Dari

masalah tersebut kemudian ditentukan solusi yang mungkin cocok

bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih

dari satu. Solusi tersebut nantinya yang akan diproses pada tahapan

selanjutnya.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum,

dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan

alternatif pada tingkatan kriteria.

Setelah ditentukan solusi-solusi untuk masalah yang ingin

dipecahkan, kemudian solusi-solusi tersebut dipecah-pecah sampai

batas terkecil sampai tidak mungkin lagi dilakukan pembagian.

Kemudian semua solusi, kriteria, dan sub-sub kriteria disusun secara

sistematis kedalam suatu hirarki. Struktur hirarki sebagaimana

disajikan dalam Gambar 1.3.

3. Membuat matriks PC yang menggambarkan kontribusi relatif

setiap unsur terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang

setingkat diatasnya.

Matriks yang digunakan merupakan matriks sederhana.

Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian dan pengambilan

keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen

dibandingka dengan elemen lain. Untuk mengawali proses

Page 22: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

22

perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas

hirarki misalnya A dan kemudian dari level di bawahnya diambil

elemen yang akan dibandingkan misalnya A1, A2, A3, dan

seterusnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh

ketetapan seluruhnya sebanyak n x [(n – 1)/2] buah, dengann

adalah banyaknya unsur yang dibandingkan.

Hasil dari perbandingan masing-masing elemen akan berupa ngka

dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan

suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan

dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9

telah terbukti dapat diterima dan dapat membedakan intensitas antar

elemen. Hasil perbandingan tersebut disisikan pada sel yang kolom

yang bersesuaian dengan elemen yang akan dibandingkan .

5. Menghitung bobot prioritas dengan menguji konsistensinya.

Untuk memperoleh bobot prioritas maka dilakukan perhitungan

Eigenvector masing-masing matriks yang telah dibuat. Bobot prioritas

tersebut menggambarkan bobot dari masing-masing solusi yang telah

ditentukan sebelumnya. Solusi dengan bobot prioritasterbesar

merupakan solusi terbaik diantara solusi-solusi lain yang telah

dirumuskan. Meskipun demikian, tidak selamanya perhitungan bobot

prioritas tersebut konsisten, sehingga perlu dilakukan evaluasi

Page 23: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

23

konsistensi, solusi tersebut dianggap konsisten apabila hasil

perhitungan rasio konsistensi (CR) adalah < 0,1.

6. Mengulang langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

Selanjutnya adalah dilakukan pengulangan langkah 3,4,dan 5 utnuk

memperoleh bobot dari masing-masing elemen hirarki.

a. Menghitung bobot prioritas

Setiap elemen hirarki memiliki bobot prioritas. Bobot tersebut

menggambarkan sebesar apa solusi tersebut dapat dipandang sebagai penyelesaian

masalah yang sedang dihadapi. Untuk memperoleh bobot prioritas tersebut maka

perlu dilakukan perhitungan eigenvector. Perhitungan bobot prioritas dilakukan

dengan cara berikut :

1. Menghitung nilai eigenvector dengan rumus berikut :

2. Menjumlahkan semua eigenvector yang diperoleh untuk memperoleh

Eigen Total.

3. Bobot prioritas diperoleh dengan membagikan eigenvector masing -

masing elemen dengan Eigen total.

Contoh perhitungan bobot prioritas adalah sebagai berikut :

Contoh permasalahan yang didefinisikan adalah membeli mobil baru, dengan

contoh kriteria yang digunakan adalah harga, serbaguna, dan prestise sebagai

Eigenvector = ( A1 x A2 x A3 x...An) 1/n

A = elemen matriks n = jumlah ordo matriks

Page 24: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

24

kriteria awal dalam mengambil keputusan. Setelah dibuat matriks perbandingan

berpasangan, maka diperoleh Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Matrik PC Kriteria Penentuan Pertimbangan Membeli Mobil Baru Kriteria Lereng Geomorfologi Tanah

Harga 1 3 4

Serbaguna 1/3 1 2

Prestise 1/4 1/2 1

Sumber : Saleh dan Tatang Tiryana (2007)

Maka matrik yang diperoleh adalah :

Perhitungan Eigen Vector

Harga : (1,000 x 3.000 x 4,000)1/3= 2.289

Serbaguna : (0,333 x 1,000 x 2,000)1/3 = 0.873

Prestise : (0,250 x 0,500 x 1,000)1/3= 0.500

Eigenvector = Harga = 2.289

Serbaguna = 0.873

Prestise = 0.500

Eigen total = 2.289 + 0.873 + 0.500 = 3.663

Perhitungan bobot prioritas

Harga = 2.289 / 3.663 = 0.6251

Serbaguna = 0.873 / 3.663 = 0.2384

Prestise = 0.500 / 3.663 = 0.1365

Bobot Prioritas = Harga = 0.6251

Serbaguna = 0.2384

Prestise = 0.1365

Bobot prioritas inilah yang digunakan untuk menggambarkan seberapa besar

peranan masing - masing elemen terhadap keputusan untuk membeli mobil baru.

Page 25: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

25

Artinya kriteria yang memiliki pengaruh paling besar terhadap keputusan untuk

membeli mobil baru adalah harga, diikuti dengan serbaguna dan prestise.

b. Logical Consistency (konsistensi logis)

Hasil dari perhitungan bobot prioritas tidak dapat secara langsung

digunakan untuk mengambil keputusan melainkan perlu terlebih dahulu dilakukan

uji konsistensi. Berdasarkan contoh matrik sebelumnya, apabila diperoleh Harga >

Serbaguna, dan Serbaguna > Prestise, maka hasil perhitungan dikatakan konsisten

apabila Harga > Prestise. Apabila didapat Harga < Prestise maka dapat

disimpulkan bahwa hasil dari perhitungan bobot prioritas tersebut tidak konsisten.

Konsistensi dapat menjamin validitas bobot masing-masing kriteria. Inkosnsisteni

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :

I Kesalahan dalam memasukkan data

II Kurangnya informasi

III Kurangnya konsentrasi

Untuk mengetahui apakah perhitungan yang kita lakukan konsisten, maka perlu

dihitung Consistency index (CI) dan Consistency Ratio (CR). Perhitungan CI dan

CR dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

CI = Consistency Index

λmax = nilai eigen maximum

n = ordo matriks

Nilai eigen maksimum dapat dihitung setelah diperoleh matriks normalisasi.

Matriks ini diperoleh dengan perhitungan berikut :

Page 26: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

26

Harga : 1,000 3.000 4,000

Serbaguna : 0,333 1,000 2,000

Prestise : 0,250 0,500 1,000

Langkah awal adalah menjumlahkan setiap elemen matriks berdasarkan kolom

matriks :

Harga : 1,000 + 0,333 + 0,250 = 1.583

Serbaguna : 3,000 + 1,000 + 0,500 = 4.500

Prestise : 4,000 + 2,000 + 1,000 = 7.000

Kemudian dilakukan perhitungan matriks normalisasi dengan cara berikut :

Harga : (1,000/1.583) (0,333/4.500) (0,250/7.000)

Serbaguna : (3,000/1.583) (1,000/4.500) (0,500 /7.000)

Prestise : (4,000/1.583) (2,000/4.500) (1,000 /7.000)

Berikut ini adalah matriks normalisasi yang diperoleh :

Harga : 0.6317 0.6667 0.5714

Serbaguna : 0.2104 0.2222 0.2857

Prestise : 0.1579 0.1111 0.1429

Eigen maksimum (λmax) merupakan hasil rerata pembagian dari bobor sintesis

dengan bobot prioritas. Bobot sintesis diperoleh dengan menjumlahkan masing -

masing elemen matriks normalisasi berdasarkan baris matriks. Berikut ini

merupakan perhitungan bobot sintesis :

Harga : 0.6317 + 0.6667 + 0.5714 = 1.8698

Serbaguna : 0.2104 + 0.2222 + 0.2857 = 0.7183

Prestise : 0.1579 + 0.1111 + 0.1429 = 0.4119

Setelah diperoleh bobot sintesis selanjutnya dapat dihitung nilai eigen maksimum,

perhitungan eigen maksimum adalah sebagai berikut :

Harga : 1.8698 / 0.6251 = 2.9912

Page 27: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

27

Serbaguna : 0.7183 / 0.2384 = 3.0130

Prestise : 0.4119 / 0.1365 = 3.0176

Eigen maksimum = (2.9912 + 3.0130 + 3.0176) / 3 = 3.0073

Nilai eigen maksimum (λmax)yang diperoleh berdasarkan perhitungan

menggunakan contoh matriks diatas adalah 3.0073.

Setelah diperoleh nilai eigen maksimum, maka selanjutnya dilakukan perhitungan

CI atau indeks konsistensi. Berikut merupakan perhitungan CI :

CI = (3.0073 - 3) / (3 - 1)

= 0.0036

Nilai Consistency Ratio (CR) merupakan nilai yang menunjukkan apakah

hasil perhitungan matrik yang kita buat adalah kosnisten. Hasil perhitungan

dianggap kosisten apabila nilai CR < 0,1. Rumus perhitungan CR adalah sebagai

berikut :

CR = Consistency Ratio

CI = Consistency index

RI = Random Index

Nilai Random Index (RI) sendiri tergantung pada ordo matriks yang kita buat.

Nilai random indeks berdasarkan ordo matriks disajikan dalam Tabel 1.5.

Tabel 1.5. Nilai Random Index (RI) Berdasarkan Ordo Matriks n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

RI 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51

Sumber : Saaty (1991)

Page 28: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

28

Dalam teorinya, Saaty (1991) menyarankan bahwa hasil penilaian yang

dapat diterima adalah jika nilai CR tidak lebih dari 10%. Apabila didapat nilai

rasio konsistensi yang lebih tinggi, maka perlu dilakukan perhitungan ulang

(Hafiyusholeh, 2009).

Berdasarkan perhitungan CI sebelumnya, maka nilai rasio konsistensi

(CR) dapat diperoleh dengan perhitungan berikut :

CR = 0.0036 / 0,58

= 0.006252

Nilai rasio konsistensi yang diperoleh adalah 0.006252, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa penilaian yang kita buat mengenai kriteria - kriteria penentu

kerawanan longsorlahan tersebut adalah konsisten karena nilai CR < 0,1.

1.5.5 AHP dalam Kajian Kerawanan Longsorlahan

AHP merupakan salah satu metode pembobotan dalam kajian kerawanan

longsorlahan. dalam penelitian ini, metode AHP digunakan untuk menghitung

bobot setiap parameter penentu kerawanan longsorlahan yang digunakan. Bobot

prioritas masing-masing variabel dan parameter kerawanaan longsorlahan

menggambarkan bobot variabel dan parameter tersebut terhadap kerawanan

lonsgrolahan di daerah yang dikaji.

Penggunaan metode AHP pada kajian kerawanan telah banyak digunakan

sebelumnya. Komac (2005) mengatakan bahwa metode ini digunakan untuk

menguraikan faktor-faktor penyebab longsorlahan, dan dapat mengkalkulasi bobot

masing-masing faktor dengan lebih transparan, artinya nilai bobot pada masing -

Page 29: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

29

masing faktor diperoleh melalui perhitungan matematis yang jelas. Penghitungan

nilai bobot secara matematis dan diakhiri dengan pengujian konsistensi membuat

metode AHP dipandang lebih efektif dibanding dengan metode-metode penentuan

kerawanan longsorlahan sebelumnya.

Kelemahan penggunaan metode AHP ini untuk mengkaji kerawanan

logsorlahan adalah sulitnya disajikan secara spasial. Liang dan Yang (2008)

mengatakan, meskipun AHP merupakan metode yang sangat efektif untuk analisis

lahan, akan tetapi hasil evaluasi sulit disajikan secara spasial, mengingat GIS

sangat efektif dalam analisis spasial, maka kombinasi dati GIS dan AHP dapat

saling melengkapi dalam penelitian-penelitian berbasis lapangan seperti bencana

geologi.

Nilai bobot yang diperoleh dari perhitungan menggunakan AHP kemudian

digunakan untuk menghitung indeks kerawanan longsorlahan (landslide

susceptibility index (LSI)). Indeks ini merupakan hasil jumlah total dari perkalian

antara setiap variabel dengan bobot parameter penentu kerawanan longsorlahan.

Secara matematis, indeks kerawanan longsorlahan dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

Dimana V merupakan bobot setiap variabel masing-masing parameter

kerawanan longsorlahan dan P merupakan bobot setiap parameter penentu

kerawanan longsorlahan. Parameter penentu longsorlahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kemiringan lereng, bentuklahan, batuan, penggunaan lahan,

tekstur tanah, buffer jalan, dan buffer sungai, dengan perincian variabel dijelaskan

Page 30: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

30

pada bab selanjutnya (BAB 2). Bobot tersebut kemudian diklasifikasikan

kedalam kelas-kelas yang telah ditentukan untuk menggambarkan tingkat

kerawanan longsorlahan. Hasil perhitungan klasifikasi tersebut kemudian

disajikan secara spasial dengan bantuan perangkat lunak dan Sistem Informasi

Geografis.

1.6. Penelitian Sebelumnya

Dibyosaputro (1999) melakukan penelitian terkait dengan longsorlahan di

daerah Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi curah hujan,

kemiringan lereng, jenis batuan, kedalaman pelapukan batuan, dinding terjal, tebal

solum tanah, tekstur dan permeabilitas tanah, penggunaan lahan dan kerapatan

vegetasi penutup lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode survei, dengan pengambilan sampel secara berstrata, pengambilan sampel

dilakukan dengan unit medan sebagai sampling unit. Unit medan diperoleh

dengan menumpang-susunkan (overlay) peta geomorfologi dengan peta lereng

dan penggunaan lahan. Kelas bahaya longsorlahan ditentukan dengan

menggunakan metode pengharkatan pada masing-masing variabel, kemudian

menjumlahkan harkat variabel-variabel tersebut pada setiap unit medan. Jumlah

harkat tersebut dijadikan dasar untuk menentukan kelas bahaya longsorlahan.

Peneliti membagi tingkat bahaya longsorlahan kedalam 5 kelas, tingkat bahaya

longsor yang tinggi (IV) dan sangat tinggi (V) umumnya terjadi pada kondisi

lereng yang miring (8-25%), terjal (20-40%) hingga sangat terjal (>40%).

Page 31: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

31

kedalaman tanah yang relatif dalam (>100cm) dan penggunaan lahan tegalan,

kebun campur, dan permukiman, serta sawah yang pengolahannya dilakukan

dengan cara terasiring.

Khasanah (2008) meneliti tingkat kerentanan longsorlahan pada lokasi

permukiman di perbukitan Menoreh, Kecamatan Salaman, Magelang, Jawa

Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerentanan

longsorlahan di perbukitan Menoreh, dan mengetahui Tingkat kerentanan

longsorlahan pada lokasi permukiman di perbukitan tersebut. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pengharkatan pada variabel-variabel

meliputi kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman tanah, permeabilitas tanah,

tingkat pelapukan batuan, kedalaman pelapukan batuan, kerapatan kekar, struktur

batuan, mata air dan rembesan, penggunaan lahan, dan kenampakan longsor.

Penjumlahan harkat dari masing-masing variabel pada tiap unit lahan digunakan

sebagai dasar untuk melakukan klasifikasi kerentanan longsorlahan. Hasil yang

diperoleh adalah perbukitan menoreh didominasi oleh tingkat kerentanan

longsorlahan yang tinggi, lokasi permukiman yang ada sebagian besar berada

pada tingkat kerentanan longsorlahan yang tinggi.

Hadmoko (2010) juga melakukan penelitian di perbukitan Menoreh terkait

dengan bahaya dan risiko bencana longsorlahan serta aplikasinya untuk

kepentingan mitigasi dan perencanaan penggunaan lahan. Metode yang dilakukan

yaitu skoring dengan mempertimbangkan parameter meliputi kemiringan lereng,

jenis tanah, geologi, bentuklahan, dan penggunaan lahan. Masing-masing

parameter memiliki bobot sesuai dengan besar pengaruhnya terhadap terjadinya

Page 32: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

32

longsorlahan, bentuklahan dan kemiringan lereng memiliki bobot yang paling

besar dibandingkan dengan parameter-parameter yang lain.

Indekslongsorlahan (landslide hazard index) diperoleh dengan

menjumlahkan harkat tiap parameter yang sebelumnya telah dikalikan dengan

bobot masing-masing. Tingkat bahaya longsorlahan dibagi kedalam 3 kelas yaitu

tingkat bahaya rendah, tingkat bahaya sedang, dan tingkat bahaya tinggi. Tingkat

bahaya rendah umumnya berada pada area dengan kemiringan lereng 0-8%, area

ini umunya berupa dataran aluvial, dan lereng kaki koluvio-aluvial. Tingkat

bahaya sedang umumnya tersebar pada area dengan kemiringan lereng 15-30%,

dan dengan ketebalan tanah 2 – 4 m. Daerah dengan tingkat bahaya sedang ini

adalahlereng bawah dan sebagian lereng tengah Perbukitan Menoreh. Pada daerah

dengan tingkat bahaya longsor yang tinggi, beberapa peristiwa longsorlahan aktif

dan longsorlahan purba yang aktif kembali dapat dikenali dengan jelas. Daerah ini

umumnya memiliki kemiringan lereng yang lebih dari 30%, ketebalan tanah yang

lebih dari 4 m, dan terdapat banyak retakan pada batuan penyusunnya. Penelitian-

penelitian yang terkait dengan longsor tersebut secara rinci terangkum dalam

Tabel 1.6.

Page 33: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

33

No Nama Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian

1.

Suprapto Dibyosaputro (1999)

Longsorlahan di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Mempelajari, mengklasifikasi, dan memetakan daerah penelitian kedalam peta geomorfologi dan peta unit medan. Mempelajari daerah-daerah yang potensial terjadi longsorlahan dan penyusunan peta bahaya longsorlahan Mengevaluasi longsorlahan setiap unit medan

Survei lapangan Observasi laboratorium Tumpangsusun peta geomorfologi, lereng dan peta penggunaan lahan Pengharkatan klas unit medan dan klasifikasi tingkat bahaya longsorlahan

- Klasifikasi dan deskripsi unit medan

Kecamatan Samigaluh. - Peta unit medan Kecamatan

Samigaluh. - Deskripsi tingkat bahaya longsorlahan

di Kecamatan Samigaluh - Peta bahaya longsorlahan Kecamatan

Samigaluh. - Evaluasi longsorlahan setiap unit

medan

Tabel 1.6. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Pelitian yang Peneliti Lakukan

Page 34: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

34

2

Uswatun Khasanah

(2008)

Tingkat Kerentanan Longsor Pada Lokasi Permukiman di Perbukitan Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Mengetahui tingkat kerentanan longsor pada setiap satuan medan perbukitan Menoreh kecamatan Salaman Mengetahui tingkat kerentanan longsor pada lokasi permukiman

survei membuat satuan bentuklahan pengambilan sampel pengharkatan dan klasifikasi tumpangsusun (overlay)

- Tingkat kerentanan longsor pada

setiap satuan medan Perbukitan Menoreh Kecamatan Salaman.

- Peta tingkat kerentanan longsor

Perbukitan Menoreh.

- Tingkat kerentanan longsor pada lokasi permukiman di Perbukitan Menoreh Kecamatan Salaman.

- Peta kerentanan longsor pada lokasi permukiman di Perbukitan Menoreh.

3

Hadmoko dkk., 2010

Landslide Hazard and Risk Assessment and Their Application in Risk Management and Landuse Planning in eastern flank of Menoreh Mountains, Yogyakarta Province, Indonesia

Memberikan penilaian terhadap bahaya dan risiko bencana tanah longsor untuk mitigasi dan perencanaan penggunaan lahan

Pembobotan parameter-parameter longsor dan klasifikasi tingkat bahaya longsor

- Peta bahaya dan risiko longsorlahan

Kulon Progo untuk manajemen risiko dan perencanaan penggunaan lahan

Page 35: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

35

4

Dwi Juli Prasetyo (2012)

Kajian Kerawanan Longsorlahan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process dan Sistem Informasi Geografis di DAS Ijo DAerah Istimmewa Yogyakarta

Mempelajari tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo Mempelajari pengaruh fakor fisik alami maupun faktor manusia terhadap tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo

Pengumpulan data sekunder Survei lapangan Pembobotan parameter menggunakan metode AHP Tumpangsusun parameter penentu longsorlahan Klasifikasi dan analisis tingkat kerawanan longsorlahan di DAS Ijo

- Tingkat kerawanan longsor dan Peta tingkat kerawanan longsor DAS Ijo.

- Analisis pengaruh faktor fisik alami

maupun faktor nonfisik terhadap tigkat kerawanan longsorlahan di DAS Petir.

Page 36: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

36

1.7 Kerangka pemikiran

Longsorlahan merupakan suatu gerakan batuan atau massa tanah menuruni

lereng akibat gaya gravitasi. Kejadian longsorlahan dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain: faktor batuan yang terkait dengan batuan sebagai pemacu

longsorlahan, faktor stratigrafi yang terkait dengan ketebalan perlapisan batuan,

faktor struktur batuan yang terkait dengan adanya rekahan-rekahan pada batuan;

bidang foliasi serta dip dan strike, faktor topografi yang terkait dengan kemiringan

lereng dan morfologi lereng, faktor iklim yang terkait dengan faktor pemicu

longsorlahan, faktor organik yang terkait dengan persebaran vegetasi, dan faktor

lain yang terkait dengan penggunaan lahan dan campur tangan manusia.

Kerawanan terhadap longsorlahan tentunya perlu diketahui untuk

mengurangi adanya kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh bencana

longsorlahan tersebut. Kerawanan longsorlahan dapat diprediksi dengan berbagai

metode salah satunya adalah Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan metode pengambilan keputusan dengan tiga proses dasar

yaitu decomposition atau pemecahan masalah kedalam unsur-unsur yang

sederhana dan disusun menjadi sebuah hirarki, comparative judgement atau

perbandingan tingkat kepentingan suatu unsur dengan unsur yang lain pada

tingkat hirarki yang sama, dan synthesis of priority atau melakukan perhitungan

untuk memperoleh bobot prioritas pada masing-masing unsur untuk menentukan

seberapa besar pengaruh unsur tersebut pada masalah yang ingin dipecahkan,

semakin besar bobot prioritasmaka semakin layak unsur tersebut untuk dipilih

sebagai prioritas penyelesaian masalah. Dalam aplikasinya untuk analisis

Page 37: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

37

kerawanan longsorlahan, metode AHP digunakan sebagai alat untuk menentukan

bobot pada masing-masing variabel penentu kerawanan longsorlahan. Penentuan

bobot tersebut dinilai lebih efektif karena nilai bobot diperoleh berdasarkan

perhitungan matematis. Bobot yang diperoleh kemudian dihitung untuk

mendapatkan indeks kerawanan longsorlahan. Hasil dari perhitungan tersebut

masih berupa angka-angka, oleh karena itu untuk memperoleh hasil maksimal

maka perlu bantuan SIG untuk menyajikan data tersebut secara spasial.

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sebuah sistem yang berbasis

komputer yang digunakan untuk menyimpan data dan memanipulasi informasi

geografis. SIG adalah suatu bentuk sistem informasi yang menyajikan informasi

dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai antarmuka .Kemampuan

dasar dari SIG adalah mengintegrasikan berbagai operasi basis data seperti Query,

menganalisa dan menyimpan serta menampilkan dalam bentuk peta. Inilah yang

membuat SIG lebih unggul dari sistem informasi lain.

Kajian kerawanan longsorlahan merupakan salah satu dari beberapa kajian

yang berbasis spasial. Longsorlahan merupakan salah satu bencana geologi yang

banyak menimbulkan kerugian baik material maupun korban jiwa. Dengan

menggunakan bantuan SIG, maka distribusi keruangan daerah rawan longsorlahan

dapat disajikan, sehingga penanganan dan antisipasi terhadap bencana

longsorlahan dapat dilakukan secara tepat sasaran. Secara skematis kerangka

penelitian ini disajikan dalan Gambar 1.5.

Page 38: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

38

Gambar 1.5. Diagram alir kerangka pemikiran

1.8 Batasan Operasional

1. AHP adalah suatu model pendukung keputusan yang menguraikan

masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu

hirarki (Syaifullah,2010).

2. Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi

mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan

lingkungan. (Subdit KRB, Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah

Tertinggal, BAPPENAS, 2011).

3. Bahaya longsorlahan adalah suatu proses dan situasi yang memiliki

potensi besar untuk merusak dan menyebabkan kehilangan berbagai sarana

dan prasarana kehidupan baik terjadi ataupun tidak terjadi longsorlahan

(Crozier dkk., 2005)

4. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,

Longsorlahan

Aspek fisik Aspek manusia

AHP Bentuklahan

Lereng Batuan Tanah

Jaringan sungai

Penggunaan lahan Jaringan jalan

Tingkat kerawanan longsorlahan

Page 39: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

39

baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

(Undang-undang Republik Indonesia No 24 tahun 2007).

5. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam adalahberupa gempa

bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan

tanah longsor (Undang-undang Republik Indonesia No 24 tahun 2007).

6. Bentuklahan dalam kajian geomorfologi adalah perbedaan geometris dari

bentuk permukaan bumi. Bentuk ini memiliki relief khas yang dikontrol

oleh struktur geologi. Relief yang khas terbentuk akibat proses

geomorfologi yang bekerja pada material dalam ruang dan waktu

(Strahler, 1969).

7. Buffer jalan adalah daerah penyangga atau jarak tertentu pada sisi kiri dan

kanan jaringan jalan yang diindikasi rawan terhadap longsorlahan

(wacano, 2010)

8. Buffer sungai adalah daerah penyangga atau jarak tertentu pada sisi kiri

dan kanan jaringan sungai yang diindikasi rawan terhadap longsorlahan

(wacano, 2010)

9. Consistency index (CI) adalah nilai yang menggambarkan tingkat

konsistensi matriks perbandingan berpasangan (pair wise comparison

matrix). Apabila CI bernilai nol (0), maka pair wise comparison matrix

tersebut konsisten (Sinaga, 2009)

Page 40: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

40

10. Consistency Ratio (CR) adalah nilai perbandingan antara indeks

konsistensi (CI) dengan Random Index (RI), yang menggambarkan batas

ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan Saaty dalam

analisis AHP. (Sinaga, 2009)

11. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah yang dibatasi oleh

punggung bukit yang di dalamnya mengalir sungai tunggal atau sistem

sungai yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga aliran-aliran

yang berasal dari daerah tersebut keluar melalui satu saluran tunggal

(Linsley, 1985).

12. Eigen Maximum (eigen max) adalah nilai eigen terbesar dari matriks

berordo n(Sinaga,2009).

13. Eigenvalue (Nilai eigen) adalah nilai karakteristik suatu matriks, secara

sederhana nilai eigen merupkan nilai yang mempresentasikan suatu

matriks dalam perkalian dengan suatu vektor, nilai-nilai tersebut muncul

dari sitem-sistem persamaan dengan bentuk AXx= λx, dimana λ adalah

skalar (Rasyad , 2008).

14. Eigenvector (Vektor eigen)adalahsolusi dari matriks (A-λ) untuk setiap

nilai λ yang ada di mana x ≠ 0.

15. Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsikan bentuklahan dan proses-

proses yang membentuk bentuklahan tersebut, dan mencari hubungan

antara bentuklahan tersebut dengan proses-proses dalam susunan

keruangan (Zuidam, 1983).

Page 41: PENDAHULUAN Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73499/potongan/S1-2014... · Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

41

16. Hirarki adalah suatu representasi dari sebuah masalah yang kompleks

dalam satu struktur tingkatan majemuk dengan tingkat pertama adalah

tujuan, yang diikuti oleh kriteria, subkriteria, dan seterusnya sampai pada

tingkat terakhir. (Hafiyusholeh, 2009).

17. Resiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana

pada suatu wilayah dan kurun wantu tertentu yang dapat berupa kematian,

luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan

atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. (Subdit KRB,

Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, BAPPENAS, 2011 )

18. Kerawanan (susceptibility) adalah ciri-ciri fisik atau kaakteristik fisik dari

kondisi suatu wilayah yang rentan terhadap bencana tertentu. Istilah

kerawanan adalah suatu tahapan sebelum terjadinya bencana (pre-evelent

phase) (Scheininernauer dan Ehrlich, 2004 dalam Rahman, 2008).

19. Kerawanan longsorlahan (landslide susceptibility) adalah potensi/

kecenderungan kejadian longsorlahan atau indikasi yang menunjukkan ada

tidaknya longsorlahan yang terjadi secara keruangan (Crozier dkk., 2005).

20. Longsorlahan merupakan proses perpindahan atau pergerakan tanah

dengan arah atau vertikal dari kedudukan semula sebagai akibat gaya

gravitasi (Sutikno, 1994).

21. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu bentuk sistem informasi

berbasis komputer yang menyimpan, mengolah, dan memanipulasi

informasi geografis dan menampilkannya dalam bentuk grafis berupa peta

(Aziz dan Pujiono, 2006)