pendahuluan vulkan

26
I. PENDAHULUAN Gunung Tambora dalam peta geologi termasuk dalam lembar Sumbawa, Nusatenggara (Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat) skala 1:100.000 telah dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi (melalui Tim Pemeta Sub Direktorat Pemetaan Gunungapi) sebanyak 2 kali pada tahun 1996. Dan pada saat yang bersamaan dilakukan pula penelitian oleh Tim GSJ yang berorientasi pada endapan aliran dan jatuhan piroklastik produk letusan katastropik 1815.

Upload: tataq-syarifuddin

Post on 07-Aug-2015

75 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendahuluan Vulkan

Gambar 1. Peta Geologi Lembar Sumbawa, Nusatenggara (BAKOSURTANAL, A. Sudradjat,S. Andi Mangga dan N. Suwarna, 1996)

I. PENDAHULUAN

Gunung Tambora dalam peta geologi termasuk dalam lembar Sumbawa,

Nusatenggara (Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat) skala 1:100.000 telah

dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi (melalui Tim Pemeta Sub Direktorat Pemetaan

Gunungapi) sebanyak 2 kali pada tahun 1996. Dan pada saat yang bersamaan dilakukan

pula penelitian oleh Tim GSJ yang berorientasi pada endapan aliran dan jatuhan

piroklastik produk letusan katastropik 1815.

Gunung Tambora (atau bisa juga disebut Tomboro) merupakan sebuah

gunungapi strato. Secara administratif Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu

Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut) dan Kabupaten Bima

(bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga

utara). Dan Secara geografis terletak antara 8° 25' LS dan 118° 00' BT dengan

ketinggian 2.851 mdpl, gunung tersebut merupakan gunung tertinggi di Pulau

Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Page 2: Pendahuluan Vulkan

Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu

Tambora Utara Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Selatan

Hunting Park dengan luas 30.000 hektar. Tambora Utara Wildlife Reserve dengan

ketinggian antara 1.000 sampai 2.281 mdpl sebagai kawasan yang penting karena

berfungsi sebagai daerah tangkapan air Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu dan

sangat berpotensial untuk menjadi tempat wisata karena ciri-ciri geologi-nya sangat

berbeda dengan kawasan lainnya. Juga sebagai tempat perlindungan satwa (wildlife

sanctuary).

Tambora terbentang 340 km di sebelah utara sistem palung Jawa dan 180-190

km diatas zona subduksi. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak

oseanik. Gunung ini memiliki laju konvergensi sebesar 7.8 cm per tahun. Tambora

diperkirakan telah berada di bumi sejak 57.000 BP (penanggalan radiokarbon standar).

Ketika gunung ini meninggi akibat proses geologi di bawahnya, dapur magma yang

besar ikut terbentuk dan sekaligus mengosongkan isi magma.

Gambar 2. Letak geografis Gunung Tambora (Google Map)

Page 3: Pendahuluan Vulkan

2. SEJARAH LETUSAN

Kegiatan gunungapi Tambora yang tercatat dalam sejarah, yakni sejak tahun

1812 hingga tahun 1913, perinciannya adalah sebagai berikut :

Tahun Kegiatan G. Tambora

1812 Asap tebal dari bagian kawahnya (Zollinger, 1855)

1815 Diawali dengan asap yang semakin menebal berwarna hitam yang

terjadi beberapa minggu sebelum peristiwa letusan paroksimal.

5 April: terjadi suara gemuruh, terdengar sampai Ternate dan

Jakarta.

10-11 April : terjadi letusan paroksimal.

12 April : letusan paroksimal berakhir.

15 Juli : fasa kegiatan semakin berkurang

1819 Agustus : suara gemuruh yang kuat masih terdengar, terasa gempa

bumi dan tampak bara api.

1847 - 1913 terjadi letusan di bagian dalam kaldera yang menghasilkan leleran

lava dan terbentuknya kawah Doro Api Toi.

1913-sekarang kegiatan G. Tambora terbatas pada kepulan asap fumarola dan

solfatara di sekitar dasar dinding kaldera dengan intensitas sedang-

lemah. Sehingga aktivitas G. Tambora saat ini dapat

diklasifikasikan ke dalam aktivitas aktif normal.

Letusan G. Tambora 1815

Letusan paroksimal Tambora tahun 1815, diawali dengan peristiwa gemuruh

yang menggelegar, diikuti dengan lontaran hujan abu pada tanggal 5 April 1815.

Letusan paroksimal terjadi pada tanggal 10 April 1815 dan berakhir pada tanggal 12

April 1815. Letusan ini diiringi halilintar sambung menyambung bagaikan ledakan bom

atom, terdengar hingga ratusan kilometer jauhnya bahkan terdengar sampai di Pulau

Page 4: Pendahuluan Vulkan

Gambar 3 Sebaran endapan ignimbrit produk erupsi Gunung Tambora tahun 1815 (kiri), menurut Sigurdsson dan Carey (1987), dan Peta isopach endapan abu hasil erupsi Gunung Tambora tahun 1815 (kanan), memperlihatkan sebaran endapan

jatuhan piroklastika dan ketebalannya (dalam centimeter), menurut Self drr. (1984).

Bangka dan Bengkulu. Gempa bumi yang diakibatkan oleh letusan ini dapat dirasakan

oleh peduduk yang berada di Surabaya. Volume material letusan yang dilontarkan ke

udara mencapai 100-150 km3 dengan tinggi payung letusannya diperkirakan mencapai

30-40 km di atas gunungapinya, sedangkan energi letusan mencapai 1,44 x 1027 Erg

atau setara dengan 171.428,60 kekuatan bom atom.

Karakter/Tipe Letusan

Page 5: Pendahuluan Vulkan

Karakter letusan G. Tambora, adalah berupa erupsi eksplosif magmatik

berskala besar (dimanifestasikan oleh sejumlah endapan aliran dan jatuhan piroklastik).

Tercatat minimal 3 kali peristiwa letusan katastropik di seputar G. Tambora yang

berdampak pada pembentukan kaldera, yakni Kaldera Kawindana Toi yang terbuka ke

arah timurlaut (terdapat di bagian timurlaut G. Tambora); Kaldera Tambora Tua

(Kaldera-1, terjadi sebelum tahun 1815) dan Kaldera Tambora Muda (Kaldera-2, terjadi

pada tahun 1815). Sejalan dengan perjalanan waktu, secara berangsur kekuatan erupsi

Gunung Tambora melemah dan cenderung menghasilkan erupsi epusif magmatik

(dimanifestasikan oleh sejumlah leleran lava berkomposisi andesit-basaltik hingga

basalt). Waktu antara pembentukan Kaldera Kawindana Toi dengan Kaldera Tambora,

energi yang dipunyainya hanya mampu melakukan pembentukan erupsi samping yang

tersebar hampir di seluruh lereng dan kaki G. Tambora, diklasifikasikan sebagai tipe

erupsi preatik/preatomagmatik berskala kecil. Menurut sebagian ahli, kerucut-kerucut

samping hasil letusan kecil tersebut disebut dengan istilah erupsi cincin (ring eruption).

Secara umum dapat dipisahkan menjadi 3 kelompok, yakni kelompok kerucut lava

(lava cone), kerucut cinder (scorea cone) dan kerucut preatomagmatik

(phreatomagmatic cone). Peristiwa letusan kecil yang tercatat dalam sejarah adalah

peristiwa pembentukan kerucut Doro Api Toi yang terbentuk di dalam dasar Kaldera

Tambora, menghasilkan kerucut lava basaltik hasil erupsi tipe stromboli. Tahun

kejadiannya tidak disebutkan secara tepat hanya disebutkan tahun antaranya saja, yakni

antara tahun 1847 dan 1913. Pembentukan kerucut Doro Api Toi ini merupakan produk

paska pembentukan Kaldera Tambora 1815.

Page 6: Pendahuluan Vulkan

Grafik 1. material yg diletuskan gunung tambora dibandingkan gunung-gunung berapi

lainnya didunia

Jumlah material yang dilemparkan oleh tambora dibandingkan dengan letusan-

letusan lainnya. Lebih dari 100 Km kubik batuan dilontarkan keatas hingga

ketinggiannya diperkirakan mencapai 40 Km.

Periode Letusan

Periode letusan Gunung Tambora berkisar antara 3 tahun hingga 89 tahun.

Aktivitas pertama yang tercatat dalam sejarah yakni pada tahun 1812, lalu diikuti

dengan peristiwa letusan katastropik tipe plinian pada tahun 1815. Peristiwa letusan

berikutnya adalah tahun 1819. Setelah masa istirahat cukup panjang yakni sekitar 28

tahun, baru terjadi lagi letusan pada tahun 1847. Peristiwa letusan paska pembentukan

kaldera yang menghasilkan kubah lava Doro Api Toi yang terdapat di dasar kaldera

terjadi antara tahun 1847 dan 1913.

Apabila berasumsi pada letusan terakhir yang terjadi pada tahun 1913, maka

masa istirahat Gunung Tambora hingga kini sudah cukup lama, yakni sekitar 90

tahunan. Merupakan masa istirahat yang cukup lama dan cukup waktu untuk Gunung

Tambora dalam mengakumulasikan energinya. Sehingga Gunung Tambora saat ini

perlu diwaspadai dan dimonitor terus agar peristiwa lama yang sangat katastropik itu

sedini mungkin dapat diantisipasi.

3. GEOLOGI

A. Morfologi & Fisiografi

Sumbawa memanjang pada arah barat-timur dan tersayat oleh beberapa

lembah yang berarah terutama timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara. Teluk

saleh merupakan lekuk terbesar dan membagi pulau ini atas dua bagian utama yaitu

sumbawa barat dan timur. Garis pantai teluk saleh mengesankan akan suatu daerah

tenggelam.

Page 7: Pendahuluan Vulkan

Bagian utara pulau terdiri dari jalur gunungapi kuarter, dengan puncak

tertinggi 2851mdpl (Tambora). Kawah terdapat hampir disemua gunungapi di jalur

ini; Kawah Gibibanta sebagian terletak dibawah permukaan laut. Kerucut-kerucut

parasit yang berketinggian 100-350 m terdapat di lereng tambora disebelah timur,

tenggara, selatan dan barat daya, dan agaknya terletak sepanjang sistem retakan atau

kelurusan gunungapi yang sesuai dengan pola struktur umum Sumbawa.

Bagian selatan Sumbawa terdiri dari punggungan-punggungan yang kasar

dan tak teratur, yang disayat sistem perkembangan berarah timur laut-barat daya dan

timur laut-tenggara, ketinggian bukit berkisar antara 800-1400 mpdl.

1. Pembagian morfologi G. Tambora

Di dasarkan atas perbedaan morfografi, morfogenesis dan morfokronologi),

dipisahkan menjadi:

Morfologi Vulkanik Tua, terdapat di sekitar G. Labumbum, dicirikan

dengan tingkat erosi sedang-kuat, batuan pembentuk berupa lava dan

endapan aliran piroklastik yang sudah mengalami pelapukan tingkat

lanjut;

Morfologi Perbukitan Sedimen, terdapat di sebelah utara G. Tambora,

dicirikan dengan pola aliran sungai relatif paralel dengan tingkat erosi

sedang-kuat, batuan penutup berupa batugamping;

Morfologi Tambora, menempati bagian tengah memperlihatkan bentuk

kerucut terpancung. Pada bagian puncaknya terdapat kaldera berdiameter

6x7 km dengan tinggi kaldera sekitar 900-960 m. Dasar kaldera

merupakan daerah datar yang terkadang digenangi air dan di bagian

selatan tenggaranya terdapat kerucut kecil Doro Api Toi.

Morfologi Kerucut Luar (Kerucut Sinder dan Kerucut Lava), tersebar

hampir di sekeliling tubuh G. Tambora, umumnya berdimensi kecil

berstruktur kawah di bagian puncaknya dengan tingkat erosi rendah-

sedang, batuan pembentuk berupa lava, endapan jatuhan piroklastik

(preatik dan preatomagmatik).

Page 8: Pendahuluan Vulkan

2. Evolusi Gunungapi G. Tambora dan sekitar,

Evolusi Gunungapi G. Tambora dimulai dengan pembentukkan Vulkanik

Tua Labumbum di bagian tenggara, lalu diikuti dengan pembentukkan G.

Kawindana Toi di bagian timurlaut (menghasilkan Kaldera Kawinda Toi yang

terbuka ke arah timurlaut). Setelah aktivitas di bagian timurlaut berakhir, baru

terbentuk G. Tambora di bagian tengah (menghasilkan Kaldera Tambora

berdiameter 6x7 km). Pembentukkan kaldera Tambora terjadi 2 kali merupakan

produk letusan katastropik sebelum tahun 1815 dan produk letusan katastropik

tahun 1815. Pembentukkan endapan sekunder yang dimanifestasikan dengan

endapan lahar dan kolovial, merupakan endapan yang masih terus berlangsung

hingga kini. Pembentukkan kolovium, terutama terjadi di bagian dasar dinding

Kaldera Tambora. Aktivitas terakhir yang masih terus berlangsung hingga kini,

yakni berupa hembusan solfatara dan fumarola berintensitas sedang di bagian dasar

dinding kaldera dan di sekitar Doro Api Toi yang berada di bagian tengah dasar

Kaldera Tambora.

B. Tektonik

Gunung ini terletak sekitar 300 kilometer di belakang Palung Sunda, tetapi

zona subduksi di daerah yang memiliki dip dangkal dan kurang dari 200 kilometer

jauh di bawah Tambora (Alzwar dan lain-lain, 1981), terletak baik di sisi utara dan

Gambar 4. kawah GunungTambora.

Page 9: Pendahuluan Vulkan

selatan kerak oseanik. Tambora terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya. Hal ini

meningkatkan ketinggian Tambora yang pernah mencapai 4.300 m2 ( Stothers,1984;

Sigurdsson & Carey, 1989) yang membuat gunung ini pernah menjadi salah satu

puncak tertinggi di Nusantara dan mengeringkan dapur magma besar di dalam

gunung ini.

Keberadaan penujaman belakang busur  dari Bali ke Flores, termasuk

kepulauan Sumbawa telah dilaporkan oleh Hamilton (1979). Ketebalan kulit bumi 

dari Jawa ke Bali diperkirakan sekitar 20 km. Kepulauan Sumbawa dibentuk oleh

material vulkanik masa awal Miocene (sekitar 5-3 juta tahun yang lalu), material

vulkanik masa Pliocene ( 1.7-1 juta tahun lalu) dan batu gamping terumbu karang,

serta material vulkanik masa pertengahan Pleistocene ke Holocene.

Gunung api Tambora, umurnya kurang dari 200 ribu tahun, pada sisi kaki

gunung arah barat  berada di atas terumbu karang, dan menyelimuti gunung api

yang lebih tua, yang dinamai gunung api Kawinda Toi (410 ribu tahun yang lalu)

pada sisi utara.  Sebelum letusan tahun 1815, tinggi gunung diperkirakan para ahli

sekitar 4000 m- 4300 m. Menurut beberapa ahli, ketinggian Tambora bisa saja lebih

tinggi dari yang diperkirakan karena menurut cerita gunung ini bisa dilihat dari

Pulau Bali.

Page 10: Pendahuluan Vulkan

C. STRATIGRAFI

Endapan piroklastik dari aktivitas Tambora tahun 1815 menunjukkan bahwa

ada dua fase letusan besar, fase yang pertama empat endapan jatuhan tephra,

sedangkan fase kedua menghasilkan endapan piroklastik aliran dan surge. Bukti

stratigrafi section dari lapisan tephra jatuhan dapat ditemukan di desa Tambora, 12

km sebelah barat dari kaldera Tambora.

Endapan Jatuhan Piroklastik

Awal abu dan batuapung jatuhan ditemukan di semenanjung Sanggar ,

bagian tengah dan barat laut pantai Sumbawa (Self, 1984), dan di sebelah barat

pulau Lombok. Pada sebagian besar urutan lapiusan tephra jatuhan awal ditutupi

oleh bagian tebal aliran piroklastik dan jatuhan.Urutan dimulai dari empat lapisan

jatuhan yang meluas ditindih hingga delapan endapan aliran piroklastik

(Sigurdsson dan Carey,1989), dan jatuhan diidentifikasi sebagai:

Page 11: Pendahuluan Vulkan

F1, freatomagmatik kecil

endapan jatuhan yang dihasilkan dari ledakan yang lemah sebelum 5 April 1815,

dan mungkin mulai tahun 1.812,

F2, Plinian Pumice Fall dari sebuah kolom letusan dengan ketinggian yang

diperkirakan 35 km. Endapan berkorelasi dengan peristiwa ledakan besar 5

April 1815, yang mengakibatkan jatuhan abu vulkanik di pulau Jawa,

F3, serangkaian jatuhan abu phreato-magmatik minor dari aktivitas level

rendah antara 5 dan 10 April 1815;

F4, jatuhnya pumice utama dari tipe Plinian dari letusan hebat 10 April

1.815 , diendapkan dari kolom letusan setinggi 43 km.

F1 abu dari letusan tahun 1815 dalam kaldera awal adalah 7 sampai 23

cm tebal, lanauan-berpasir, dan kelabu-berwarna coklat, F2 Plinian pumice falls

menunjukkan ketebalan hampir sama, mungkin hanya berbeda1 m atau lebih.Berisi

fragmen obsidian yang melimpah, mungkin dari ekstrusi kubah awal. Di F2,

diameter dari butiran batuapung rata-rata 30 mm dan 29 mm. sedangkan di sisi

barat, 2 km sebelah barat dari kaldera memiliki fragmen khas batu apung-clasts dan

lithics dengan diameter masing masing rata-rata 68 dan 148 mm. F3 ketebalan total

10cm. Semua unit kemerahan berkarat-coklat karena efek termal dari aliran

piroklastik atasnya. Relatif memiliki pemilahan yang buruk, berpasir-berlumpur,

abu berlaminasi halus tetapi ada beberapa batuapung pumicerich kasar jatuh. F 4

hal yang sama kembali disimpan dan over-menebal di dinding kaldera karena

merosot, dengan beberapa batuapung yang kaya unsur gelas bercampur denan

lapilli berbutir halus. Tingkatan kejatuhannya dari atas berwarna abu-abu terang

hingga abu-abu gelap dan hampir hitam apung, yang menunjukkan pengelasan

yang merata ketika kontak dengan atasnya yang aliran piroklastika.

Page 12: Pendahuluan Vulkan

A Survey Radiagram Di Area Gunung Tambora yang dikorelasiakan dengan

penampang lintasan endapan tambora.

Itu arus umumnya tersingkap baik sepanjang garis pantaindan di selokan

pedalaman dan membentuk enam lobus pokok atauncelemek. Di selatan lobus utama

arus pyroclstic membentang dari Hoddo ke kawah. Semakin rendah yang paling Unit

aliran adalah abu-abu gelap, aliran piroklastik yang besar, dengan Scoriae hitam dan

kerak blok sampai dengan 1 m dengan diameterdalam matriks berpasir-berlumpur.

Yang ketiga pyroclastic lobus memanjang barat laut dari Doro Petie bersama pantai

untuk Wontu Wa, dengan warna abu-abu gelap piroklastik aliran di bawahnya

mengandung blok Scoriae sangat besar dan log pohon arang. Tidak ada aliran

piroklastika yang telah mencapai laut di barat laut yang mengisi selama letusan tahun

1815.

Aliran piroklastik yang hadir di dekat Kenanga di pantai utara dan bentuk tiga

lobus kecil di pantai antara Kenanga dan Nguwu Ponda. Dalam Nguwu Ponda

ditemukan banyak kayu pohon besar dikarbonisasi dalam aliran piroklastik abu-abu

gelap yang mengandung sangat besar Scoriae blok. Dari Arah utara kaldera besar lobus

Page 13: Pendahuluan Vulkan

piroklastik terjadi di semenanjung Oi Mari. Di sini aliran basal tebal hingga 6 m Besar

Lubang Scoriae clasts diameternya sampai dengan 1 m ,

Litologi aliran piroklastik jelas berbeda dari urutan yang mendasari lapisan

tephra jatuh dan bergelombang, sebagai aliran yang asalnya dari pecahan batu apung

dan kaca berwarna. Gelap Warna gelap kaca di aliran piroklastikbdikaitkan dengan

pendinginan yang relatif lambat dibandingkan dengan pertumbuhan mikrolitoksidanya.

Arus berasal dari atas dan lereng gunung berapi yang curam, namun deposit di lereng

dan dataran pantai cenderung landai . Distribusi dari aliran piroklastik di lereng

Tambora diperkirakan teendapkan dengan luas tanah totalnya mencapai 820 km2 dan

874 km2 untuk aliran piroklastik dan aliran, menunjukkan bahwa endapan piroklastik

aliran ditindih deposito gelombang. Arus melebihi ketebalan total 20 m, tetapi rata-rata

sekitar 7 m, menunjukkan volume sub-aerial minimal 5,7 km3.

Page 14: Pendahuluan Vulkan

4. GEOFISIKA

Seismik

Hasil seismik didominasi oleh gempa-gempa tektonik yang bersumber dari

daerah pantai utara dan selatan P. Sumbawa. Selama ini kegiatan di dalam kaldera

Tambora tidak menunjukkan kegiatan yang mencolok dan hampir tidak ada catatan

tentang kenakan kegiatan. Kegiatannya hanya terbatas di dasar dinding kaldera berupa

tembusan solfatara dan fumarola dengan intensitas sedang. Untuk sementara ini

kegiatan G. Tambora dinyatakan sebagai gunungapi aktif normal tanpa mengganggu

aktivitas penduduk di sekitar dan penerbangan yang melintasinya.

Walaupun sejak pertengahan abad ke 19 di G. Tambora tidak ada gejala

peningkatan kegiatan, tapi pemeriksaan puncak terus dilakukan, terutama di dasar

kaldera dan di sekitar Doro Api Toi.

5. GEOKIMIA

Lava-lava G. Tambora dan kerucut-kerucut luar di sekitarnya mempunyai

kisaran silika antara (47,88-56,38)%; kisaran K2O antara (1,83-5,81)%. Tidak

ditemukan lava-lava yang kaya akan MgO (kisaran umumnya antara 1,65-4,82%) dan

Page 15: Pendahuluan Vulkan

hanya beberapa conto saja yang kandungan MgO lebih besar dari 5%, hal ini

disebabkan karena proses pembentukkan mineral olivin relatif kurang. Kandungan TiO2

umumnya kurang dari 1%, merupakan khas untuk lava yang berada di busur kepulauan

(island arc), tergabung dalam over saturated rocks. Hal ini ditandai dengan munculnya

normatif kuarsa seperti hipersten, diopsid dan kuarsa. Besarnya normatif kuarsa

mempunyai kecenderungan yang sebanding dengan kandungan SiO2.

Dari variasi SiO2 dengan K2O (Peccerillo et Taylor, 1986), lava-lava G.

Tambora dan kerucut-kerucut sekitar mempunyai kandungan silika (47,88-56,38)%,

diklasifikasikan sebagai andesit-basaltik dan basalt medium-K.

Berdasarkan diagram Harker, variasi elemen major antara SiO2 dengan MgO,

menunjukkan korelasi negatif terhadap SiO2, menandakan berkurangnya mineral olivin

dalam batuan seiring dengan bertambahnya kandungan SiO2. Variasi SiO2 dengan alkali

(Na2O+K2O) berbanding terbalik, walaupun makin bertambahnya kandungan alkali dan

silika, makin berkurang olivin pertanda tidak terjadi fraksinasi olivin.

Variasi MgO dengan CaO umumnya mempunyai korelasi positif, menandakan

terjadinya fraksinasi piroksen. Pada diagram SiO2 dengan TiO2, memperlihatkan trend

berpola, prosentase kandungan TiO2 selaras dengan berkurangnya kandungan SiO2.

Variasi kandungan SiO2 selalu mempunyai korelasi positif dengan

bertambahnya kandungan unsur-unsur jarang seperti Zr (74-149 ppm) dan Ba (759-

1470 ppm). Sedangkan dengan unsur-unsur jarang lainnya, seperti Sr (831-1587 ppm)

mempunyai korelasi negatif; dan dengan unsur jarang Y (16-29 ppm) menampilkan

trend acak. Hal ini selaras dengan adanya pengayaan mineral plagioklas dan atau

ortoklas.

Analisis Air

Hasil analisis kimia air dasar Kaldera Tambora, menunjukkan bahwa kadar

SO4 (432,1-762,9 ppm) dan pH nya menunjukkan harga yang tinggi (8,6-9,1). Derajat

keasaman air (pH) dasar kaldera ini tampaknya sudah melebihi nilai ambang batas

(NAB) yang diperkenankan untuk dikonsumsi serta dipakai untuk keperluan perikanan

dan pertanian dengan kisaran antara 6,50 dan 8,20. Adanya peningkatan pH,

kemungkinan besar disebabkan oleh akibat larutan sulfat yang berasal dari kawah yang

bercampur dengan air dasar kaldera (Tabel). Kandungan SO4 dan pH yang relatif tinggi

tersebut, mengindikasikan bahwa air di dasar Kaldera Tambora sangat dipengaruhi oleh

aktivitas solfatara di sekitar dasar dinding kaldera.

Page 16: Pendahuluan Vulkan

Informasi mengenai kimia air di sejumlah sumber/mata air di sekitar lereng

dan kaki G.Tambora belum ada. Hal ini merupakan PR bagi Tim Kimia Air untuk

sesegera mungkin melakukan penelitian, baik dari sisi potensi dan debitnya maupun

dari sisi kimianya.

6. MITIGASI BENCANA

a. Sistem Pemantauan

Pemantauan kegiatan G. Tambora, dilakukan dengan sistem pengamatan visual

dan seismik dari Pos Pengamatan Gunungapi Tambora yang terletak di kampung Doro

Peti, Desa Doro Peti, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu.

Pengamatan seismik dilakukan untuk memantau kegiatan gempa vulkanik dan

tektonik dengan menggunakan alat seismograf seismik model PS-2 Kinemetrics dengan

sistem telemetri. Hasilnya didominasi oleh gempa-gempa tektonik yang bersumber dari

daerah pantai utara dan selatan P. Sumbawa. Selama ini kegiatan di dalam Kaldera

Tambora tidak menunjukkan kegiatan yang mencolok dan hampir tidak ada catatan

tentang kenaikan kegiatan. Kegiatannya hanya terbatas di dasar dinding kaldera berupa

tembusan solfatara dan fumarola dengan intensitas sedang. Untuk sementara ini

kegiatan G. Tambora dinyatakan sebagai gunungapi aktif normal tanpa mengganggu

aktivitas penduduk di sekitar dan penerbangan yang melintasinya.

Walaupun sejak pertengahan abad ke-19 di G. Tambora tidak ada gejala

peningkatan kegiatan, tapi pemeriksaan puncak terus dilakukan, terutama di dasar

kaldera dan di sekitar Doro Api Toi. Hasil pengamatan yang dilakukan pada tahun

1986, diketahui adanya kelompok fumarola yang berada di lereng kaldera sebelah

timur. Hembusan fumarola terdengar berdesis, berasap putih dengan intensitas sedang.

Usaha penanggulangan bencana akibat letusan G. Tambora di masa datang,

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah melakukan pemantauan

secara kontinu kegiatan vulkanik G. Tambora serta telah menyiapkan Peta Daerah

Bahayanya. Pemantauan kegiatan G. Tambora secara rutin sudah dilakukan sejak tahun

1987. Dan Pemeriksaan kegiatan gunungapi yang tampak di permukaan berupa

hembusan asap, konsentrasi H2S, perubahan kegiatan solfatara dan fumarola berikut

suhunya aktif dilakukan secara berkala oleh petugas pengamat G. Tambora.

Page 17: Pendahuluan Vulkan

b. Peta Daerah Bahaya

Bahaya yang ditimbulkan akibat letusan G. Tambora secara garis besar dapat

dibedakan menjadi bahaya primer dan sekunder, digambarkan dalam Peta Daerah

Bahaya, meliputi Daerah Bahaya dan Daerah Waspada.

Daerah Bahaya

Merupakan daerah yang terkena akibat langsung oleh letusan atau

bersamaan pada saat terjadinya letusan, seperti oleh aliran piroklastik (awan panas),

aliran lava dan jatuhan piroklastik. Aliran piroklastik terdiri dari material batu

berukuran bongkah yang bercampur dengan abu gunungapi, sedangkan gerakan

alirannya yang paling berperan adalah kandungan gas yang berada dalam tubuh

aliran. Di samping dipengaruhi oleh gravitasi, kecepatan alirannya dapat mencapai

200 km/jam. Aliran lava pijar merupakan cairan magma atau cairan batuan

bertemperatur sekitar 7000C, relatif pekat dengan kecepatan aliran relatif lambat

tergantung dari kekentalan masa dan kemiringan dasar alirannya. Jatuhan

piroklastik adalah suatu material hasil letusan yang dilontarkan ke udara dan

jatuhnya sangat dipengaruhi oleh arah angin pada saat letusan. Biasanya semakin

dekat dengan pusat erupsi, maka diameter material letusan semakin besar dan

endapannya semakin tebal. Material yang berukuran lebih halus (berupa abu halus)

dihembuskan dan terbawa angin hingga mencapai ratusan bahkan ribuan kilometer

jauhnya dari pusat letusan.

Daerah Bahaya G. Tambora, meliputi bagian dalam kaldera dan sekitar

puncak yang umumnya tidak berpenduduk. Luasnya sekitar 58,7 km2.

Daerah Waspada

Merupakan daerah yang kemungkinan terlanda akibat tidak langsung

atau ditimbulkan sesudah terjadinya letusan, seperti aliran lahar yang terbentuk

akibat curah hujan, sehingga material letusan yang berada di bagian lereng terbawa

air hujan dan membentuk lahar. Kecepatan aliran lahar di samping tergantung pada

kemiringan dasar alirannya (kemiringan lereng yang dilewatinya), juga dipengaruhi

oleh konsentrasi abu dan air sebagai media pembawa dan pendorongnya.

Page 18: Pendahuluan Vulkan

Daerah waspada yang kemungkinan terlanda jatuhan piroklastik berupa

abu dan pasir kasar, diperkirakan meliputi daerah berbentuk lingkaran berjari-jari 6

km dengan pusat lingkaran berada di pusat kaldera. Bahaya sekunder akibat lahar

kemungkinan besar mengalir melalui lembah-lembah sungai yang berhulu di

daerah puncak.

Luas daerah waspada diperkirakan mencapai 185 km2, meliputi

Kampung Pasanggrahan, Doro Peti, Rao, Hoddo dan aliran sungai Guwu yang

berada di selatan dan baratdaya G.Tambora. Sebagian lagi meliputi Kampung

Labuan Kenanga, Gubu Ponda dan Kawindana Toi yang berada di sebelah barat-

baratlaut, utara-baratlaut dan utara-timurlaut.

Dengan telah dilakukannya metoda baru dengan sajian Peta Kawasan

Rawan Bencana (KRB) dan Peta Zona Risiko Bahaya Gunungapi (ZRB) sejak dasa

warsa terakhir, maka sajian peta Daerah Bahaya versi lama tampaknya perlu

direvisi. Sehingga di masa mendatang untuk kelengkapan informasi mengenai G.

Tambora dapat pula disajikan Peta KRB dan Peta ZRBnya.