pendekatan konseling rebt
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENDEKATAN KONSELING REBT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Konseling Rasional Emotif Behavior merupakan salah satu diantara
pendekatan konseling yang dipakai dalam praktik konseling. Konseling Rasional
Emotif Behavior dikembangkan oleh Alber Ellis sejak taun 1955. Konseling
Rasional Emotif Behavior tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi
kognitif. Konseling Rasional-Emotif Therapy salah satu bentuk konseling aktif-
direktif yang menyerupai proses pendidikan (education) dan pengajaran
(teaching) dengan mempertahankan dimensi pikiran daripada perasaan (Corey,
1982). Perkembangan dan modifikasi selalu terjadi, semula ia menekankan unsure
Rasional-kognitif, kemudian diperluas dengan memasukkan unsure perilaku.
Oleh karena itulah, sebagai konselor atau calon konselor hendaknya
menguasai konsep-konsep dasar, perkembangan tingkah laku manusia dan kondisi
bagi timbulnya pengubahan serta pengubahan tingkah laku yang dikmbangkan
oleh pengembangnya serta mampu menerapkan dalam situasi praktik konseling
khususnya konseling dengan pendekatan Rasional Emotif Behavior Teraphy yang
akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep-konsep menurut pendekatan konseling REBT?
2. Bagaimanakah hakikat manusia menurut pendekatan konseling REBT?
3. Bagaimanakah aplikasi pendekatan REBT dalam konseling?
4. Apa kelemahan dan kelebihan dari pendekatan konseling REBT?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep-konsep menurut pendekatan konseling REBT.
2. Untuk mengetahui hakikat manusia menurut pendekatan REBT.
3. Untuk mengetahui aplikasi pendekatan REBT dalam konseling
0
4. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan pendekatan konseling REBT.
BAB II
PEMBAHASAN
Konseling Rasional-Emotif-Behavior sebagai salah satu pendekatan dalam
konseling individu dan kelompok, dikembangkan oleh Alber Ellis sejak taun
1955. Albert Ellis lahir di Pittsburg, Pensylvania tahun 1913.sebagai pakar
psikologis klinis, ia memulai karirnya di bidang konseling perkawinan, keluarga
dan seks. Konseling Rational-Emotif Behavior lahir bermula dari ketidakpuasan
Ellis terhadap praktek konseling tradisional yang dinilai kurang efisien, khusunya
ancangan psikoanalitik klasik yang pernah ditekuni. Berdasar temuan-temuan
eksperimen dan klinisnya, Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih
praktis, yaitu konseling Rasional Emotif Behavior. Ancangan ini menjadi popular
berbarengan dengan dipublikasian buku perdanya:”Reason an Emotion in
Psychotherapy” pada tahun 1962.
Konseling Rasional Emotif Behavior tergolong pada ancangan konseling
yang berorientasi kognitif-sejajar dengan konseling realitas yang dikembangkan
oleh Glesser- dengan beberapa cirri menonjol, yaitu: bersifat didaktis, aktif,
direktif, menekankan situasi sekarang dan berfikir yang lebih rasional serta
menekankan pada segi aksi klien. Dari situlah maka konseling Rasional Emotif
Behavior tak ubahnya merupakan proses pemerolehan pemahaman yang sekaligus
tampak pada perbuatan atau perilaku klien.
Konseling Rasional-Emotif Therapy salah satu bentuk konseling aktif-
direktif yang menyerupai proses pendidikan (education) dan pengajaran
(teaching) dengan mempertahankan dimensi pikiran daripada perasaan (Corey,
1982). Perkembangan dan modifikasi selalu terjadi, semula ia menekankan unsure
Rasional-kognitif, kemudian diperluas dengan memasukkan unsure perilaku.
Selanjutnya Ellis tertarik dengan teori belajar (conditioning) dan berupaya
menerapkannya agar klien secara langsung bisa mengubah perilakunya sendiri
(deconditioning), yang akhirnya REBT banyak memakai teknik-teknik konseling
behavioral seperti: relaksasi, didaktik, redukasi, berkhayal, konfrontasi. Ancangan
1
ini telah mengalami evolusi sehingga menjelma menjadi ancangan yang
komprehensif dan eklektif yang menekankan unsure-unsur berfikir, menilai,
menimbang), menganalisis, memutuskan, dan melakukan (Corey, 1982).
TEORI KEPRIBADIAN
Hal penting yang perlu diperhatikan bagi pendekatan ini adalah teori
kepribadian yang dikenal dengan teori A-B-C-D-E yang merupakan suatu
kesatuan proses yang terjadi dalam diri individu dan tidak terpisah-pisah. Tiga
pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief
(B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal
dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau
memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku,
atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi
masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang. Belief
(B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional
(rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau
iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan
yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi produktif. Keyakinan
yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif. Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya
dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung
dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan
(B) baik yang rB maupun yang iB. Desputing (D) merupakan penerapan prinsip-
prinsip ilmiah untuk menentang pikiran yang cenderung mengalahkan diri sendiri
dan mengalahkan nilai-nilai irasional yang tidak bisa dibuktikan. Hasil akhir dari
proses A-B-C-D berupa Effect (E) perilaku kognitif dan emotif. Bilamana A-B-
C-D berlangsung dalam proses berpikir yang rasional maka hasil akhirnya berupa
2
perilaku positif, sebaliknya jika proses berpikir yang irasional maka hasil
akhirnya berupa tingkah laku negatif.
HAKIKAT MANUSIA
Albert Ellis merumuskan siapa manusia itu, ada delapan hal pokok, secara
ringkas dikemukakan pada bagian berikut.
1. Manusia adalah makluk yang berpotensi
2. Manusia adalah makluk berfikir, merasa, dan berbuat
3. Manusia adalah makluk mudah kena pengaruh (cultural influencibility)
4. Perilaku verbal dan berfikir manusia
5. Sumber perilaku manusia ditentukan oleh nilai atau ide-ide (pandangan)
6. Manusia memiliki verbalisasi diri dan gangguan
7. Manusia memiliki kemampuan konfrontasi dan indoktrinasi
8. Manusia adalah makhluk yang unik
PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG
a. Gejala tingkah laku menyimpang
Perkembangan kepribadian yang normal dan pokok-pokok pikiran tentang
hak manusia merupakan titik tolak pengkategorian pribadi menyimpang atau
tingkah laku bermasalah menurut Ellis. Ia memisahkan individu yang bermasalah
yang ditunjukkan adanya gangguan emosional karena keyakinannya terhadap
ide-ide irasional akan pikiran-pikiran logik. Ide-ide tersebut diajarkan oleh
lingkungan (orang tua, orang dewasa, masyarakat, dan kebudayaan) sehingga ide-
ide tersebut diserap dan diindoktrinasi secara terus menerus menjadi
keyakinannya, akhirnya tampak pada perilakunya sekarang. Ellis bersama
penganutnya berpendapat bahwa gejala gangguan kepribadian yang berupa
neurosis atau psychosis adalah bersumber pada sikap dan cara-cara berfikir yang
irasional, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkunagannya sehingga
menimbulkan gangguan emosional yang dinampakkan pada perilaku negatif
berikut: (1) Terlarang (inhibited), (2) Bermusuhan, (3) pertahanan (defensive), (4)
Berdosa, (5) Tidak berguna, (6) Kaku, (7) Cemas, (8) tidak terkontrol, dan (9)
Tidak bahagia. Gejala-gejala tersebut sering kali tampak pada cara individu
berbicara. Hal itu sebagai penampakan tingkah laku individu yang mengalahkan
3
diri (self-defeating), penolakan (avoidance), penundaan (procrastination), sering
membuat kesalahan (endless repetition of mistake), kesedihan dan
ketidaksenangan, takhayul (superstition) tidak toleran (intolerance), ingin selalu
sempurna (perfectionism), mengutuk diri (self blame), dan menghindar dari
potensi actual (avoidance of actualizing growth potensials)
b. Faktor-faktor penyebab
Neurosis diidentifikasi sebagai pikiran dan perilaku yang irasional, dengan
gejala-gejala yang menampak dan dapat timbul karena penyebab pokok berikut
ini:
a. Kecenderungan umum individu berfikir dengan tidak jujur (croodly),
merasa tidak tepat dan bertindak secara tidak fungsional, yang umumnya
merupakan unsure bawaan.
b. Kecenderungan khusus individu yang bertindak merusak diri sendiri.
Kedua penyebab pokok masalah tersebut di atas, tidak lain merupakan ide-
ide irasional. Ellis mengemukakan ada dua belas ide irasional atau ilogik
yang sekaligus merupakan penyebab utama timbulnya masalah (Nelson,
1982) yang rinciannya di sebutkan sebagai berikut:
1. Tuntutan selalu dicintai dan didukung
2. Tuntutan kompetensi secara sempurna
3. Tuntutan menghukum orang lain
4. Ketidaksenangan atas kejadian yang tidak diharapkan
5. Tuntutan penyebab eksternal
6. Perhatian pada hal-hal yang berbahaya
7. Lari dari kesulitan dan tanggung jawab
8. Keharusan bergantung
9. Kebahagiaan bukan didapat dari kemalasan
10. Melebihkan kontrol masa lalu
11. Terlalu peduli atau hanyut ulah orang lain
12. Tuntutan jawaban persis atas suatu masalah
PRIBADI SEHAT
4
Pribadi sehat yaitu bilamana individu mampu menggunakan kemampuan
berfikir rasional untuk memecahkan dan menghadapi masalah-masalah hidupnya
secara bijak. Selain itu individu mampu memanfaatkan segala kelebihan dan
keterbatasan dirinya serta mampu mengaktualisasikan diri, lebih percaya diri, dan
tidak bergantung kepada orang lain serta dapat menyesuaikan diri di tengah-
tengah lingkungannya. Secara “implicit” akan dirinci dalam tujuan konseling,
yaitu adanya minat diri, arah-diri, toleran, penerimaan terhadap ketertekanan,
fleksibilitas, berfikir ilmiah, komitmen, berani mengambil resiko, penerimaan diri.
Rumusan pribadi sehat menurut REBT, secara umum, mempunyai ciri-
ciri:
(1) Kekuatan nalar atas emosi.
(2) Emosi/perasaan yang pantas (appropriate).
(3) Perilaku berencana.
Ellis telah mengembangkan rumusan filsafat hidup pokok-pokok pikiran
tentang hakikat manusia yang rasional berikut ini:
1. Memfokuskan self-respect daripada other-respect.
2. Ketidakbahagiaan individu bukan karena sebab peristiwa atau kejadian,
melainkan pandangan individu terhadap suatu peristiwa.
3. Tindakan yang dilakukan oleh seseorang jangan dipandang buruk, salah,
cela, melainkan pandanglah seseorang itu karena terganggu psikologisnya
atau emosinya.
4. Seharusnya seseorang berusaha mengubah untuk menjadi orang lain dan
lebih baik menelusuri kembali keberadaannya.
5. Lebih terbuka dalam menghadapi sesuatu yang membahayakan atau
mengerikan dengan segera mengalihkan pikiran-pikiran tersebut.
6. Mampu menghadapi masalah hidup dan berusaha mencari jalan keluarnya.
7. Dalam menangani situasi hidup lebih baik berdiri di atas kaki sendiri.
8. Seseorang harus menerima ketidaksempurnaannya dan keterbatasannya,
dengan keterbatasan manusiawi, daripada terus menerus mencari
keempurnaan yang tak pernah dicapainya.
9. Di dalam mencapai kebahagiaan hidup senatiasa melalui usaha keras,
berjuang, dan akhirnya pasrah.
5
10. Seseorang harus belajar dari masa lalunya, tetapi jangan terpaku pada
peristiwa masa lalu.
11. Seseorang memandang kekurangan orang lain sebagai kekurangan mereka
sendiri, dan jangan memandang dirinya sendiri sebagai kekurangan orang
lain.
12. Seseorang hendaknya bisa mengendalikan terhadap emosi.
KONDISI PENGUBAHAN
a) Tujuan Umum
1) Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan,
dan pandangan-pandangan irasional dan ilogis menjadi rasional dan
logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan
aktualisasinya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif
yang positif.
2) Menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri,
seperti: rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas,
was-was, dan marah sebagai konsekuensi keyakinan yang keliru
dengan jalan mengajar dan melatih klien untuk menghadapi kenyataan-
kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan,
serta nilai-nilai kemampuan diri sendiri .
b) Tujuan Khusus
Disamping tujuan di atas, Ellis merinci tujuan khusus dalam rangka
mencapai pribadi sehat sebagai berikut:
1) Self-Interest – Social Interest
yaitu memberikan kemungkinan kepada konseli untuk mereorganisasikan
persepsinya sendiri terhadap dirinya sehingga menumbuhkan diri sekaligus minat
sosial individu.
2) Self-Direction
Yaitu mendorong konseli untuk mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti bahwa
klien harus menghadapi kenyataan-kenyataan hidupnya dengan tanggung jawab
sendiri bukan bergantung atau minta bantuan orang lain.
6
3) Tolerance
Yaitu mendorong dan membangkitkan rasa toleransi konseli terhadap orang lain,
meskipun ia bersalah. Menghargai orang lain sangat diperlukan karena tidak ada
orang yang sempurna di dunia ini.
4) Acceptance of uncertainly
Memberikan pemahaman yang rasional kepada konseli untuk menghadapi
kenyataan-kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional.
5) Flexible
Yaitu mendorong konseli agar luwes dalam bertindak secara intelektual, terbuka
terhadap suatu masalah sehingga dapat diperoleh cara-caranya pemecahannya
yang mendatangkan kepuasaan kepada diri konseli sendiri.
6) Commitment
Yaitu membangkitkan sikap objektivitas dan komitmen konseli untuk menjaga
keseimbangan dalam lingkungannya.
7) Scientific thinking
Yaitu berpikir rasional dan objektif, bukan hanya terhadap orang lain melainkan
juga terhadap dirinya.
8) Risk thinking
Yaitu mendorong dan membangkitkan sikap keberanian dalam diri sendriri
(konseli untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata, meskipun belum
tentu berhasil) keberanian ini sangat penting dalam menanamkan kepercayaan diri
kepada konseli untuk menghadapi masa depan.
9) Self acceptance
Penerimaan diri terhadap kemampuan dan keyakinan diri sendiri dengan rasa
gembira dan senang secara eksistensial adalah sikap positif dan merupakan
sasaran bagi konseling rasional-emotif behavior pula.
Peran Konselor
Seperti kita ketahui, kegiatan utama konseling rasional-emotif behavior
adalah membebeaskan konseli dari ide-ide dan pemikiran-pemikiran yang tidak
7
logis dan belajar mensubtitusikan ide-ide yang logis dalam dirinya. Hal ini berarti
dibantu dengan jalan melatih dan mengajarnya untuk menginternalisasi nilai-nilai
dan pandangan hidup yang rasional. Dalam hal ini konselor berperan sebagai: (1)
Guru, yakni mengajar konseli untuk mengubah pola berpikir yang irasional
kearah pemikiran yang rasional, (2) ahli bahasa, peran ini diperlukan sekali
terutama membantu konseli untuk menggunakan bahasa dengan baik pada saat
diperlukan menyimpulkan pikiran-pikiran yang logik, (3) modeling, konselor
hendaknya menjadi model-contoh, panutan bagi konseli terutama bagaimana
mengoperasionalisasikan pola berfikir yang rasional, (4) penasihat, peran ini
diperlukan bagi konselor berorientasi kognitif, terutama menunjukkan pemikiran-
pemikiran konseli yang ilogik, (5) counter-propagandist, diperlukan untuk
menantang self-defeating konseli (merusak diri). Dalam fungsinya konselor
bertugas mendorong, memberikan persuasi, dan pada saat-saat tertentu
menugaskan konseli untuk ambil alih peran konselor sebagai counter-propagandis
dan konseli sendirilah yang self-defeating dalam dirinya sendiri.
Berikut ini disajikan tugas-tugas spesifik konselor REB, yaitu:
Langkah pertama, konselor perlu memperhatikan dan menunjukkan kepada
konseli bahwa masalah atau kesulitan yang dihadapinya sangat berhubungan
dengan keyakinannya yang irasional dan menunjukkan bagaimana konseli harus
mengembangkan nilai dan sikapnya dengan mencoba memberikan wawasan
dengan menunjukkan berbagai istilah seperti: should, ought, dan must. Dalam hal
ini konseli harus belajar memisahkan keyakinannya yang rasional dengan
keyakinan yang irasional.
Langkah kedua, setelah konseli menyadari keadaan diri yang sebenarnya,bahwa
gangguan emosional dalam dirinya disebabkan oleh sikap, persepsi dan penilaian
terhadap dirinya yang tidak rasional maka konselor menunjukkan kepada konseli
bahwa berpikir yang ilogis sebenarnya adalah sumber dan gangguan terhadap
kepribadiannya, dan hal tersebut dapat diubah dengan membuat dan mengubah
keyakinannya dan pandangan-pandangan baru yang logik dan rasional.
Langkah ketiga, konselor mencoba mengarahkan konseli untuk berfikir dan
membebaskan dari ide-ide yang irasional. Pada langkah ini konselor harus
menolong konseli untuk memahami hubungan antara ide-ide yang merusak
8
dirinya sendiri dan pandangan yang tidak realistik yang membawa ke arah proses
menyalahkan diri sendiri.
Langkah keempat, dalam proses konseling, konselor menantang konseli untuk
mengembangkan filosofi hidupnya yang rasional dan mencoba untuk menolak
keyakinan-keyakinan yang irasional.
Peran Konseli
Peran konseli dalam REB hampir sama dengan seorang ”siswa”. Proses
konseling dapat dipandang sebagai proses ”reedukatif” yang mana klien belajar
cara mengaplikasikan pemikiran logis untuk memecahkan masalahnya.
Pengalaman yang harus dimiliki konseli adalah pengalaman masa kini dan di sini
(here and noe experience) dan kemampuan konseli untuk mengubah pola pikir
dan emosinya yang keliru. Adapun pengalaman yang sentral adalah bagaimana ia
menemukan kesadaran diri dan pemahaman (insight).
Situasi hubungan
Pendekatan konseling apapun isu personal memegang peran penting.
Namun pengertian personal dalam REBT agak berbeda dengan model konseling
lain. Menurut REBT -personal warmth, affection, dan hubungan personal-
antara konselor dan hubungan personal yang bersifat intensif adalah faktor
sekunder. REB mensyaratkan bahwa hubungan konseling perlu menciptakan
hubungan baik antara konseli dan konselor (good rapport). Adapun sifat-sifat
hubungan yang dianggap penting, yaitu:
1. pertautan hubungan yang baik (good rapport)
2. gaya hubungan dalam REB harus aktif, direktif, dan objektif
3. dalam hubungan konseling, REB menekankan pentingnya full tolerance,
dan unconditioning positive regard
4. secara terus menerus konselor perlu menerima diri konseli sebagai seorang
worthwhile human being (manusia hidup berharkat dan bernilai), karena
the client exist dan bukan karena the client accomplishment.
MEKANISME PERUBAHAN
9
Konseling rasional-emotif behavior sebagai suatu proses yang rasional. Di
dalam proses tersebut, konselor harus menciptakan suasana yang hangat dan
penuh pengertian, dan yang paling penting adalah menumbuhkan pengertian
konseli bahwa mereka harus berfikir secara rasional-intelektual menurut dirinya
sendiri.
1. Prosedur atau tahap-tahap Konseling
Ellis mengajukan prosedur umum dalam konseling, individu maupun
kelompok, yang juga bisa disebut tahap-tahap konseling ataupun prnsip-prinsip
konseling. Tahap-tahap konseling terdiri dari empat tahap yang dapat digunakan
secara fleksibel, bergantung pada kebutuhan klien. Keempat tahapan tersebut
merupakan urut-urutan logis yang menggambarkan langkah-langkah yang lazim
dalam dunia psikoterapi dan atau di dunia pengetahuan (Hansen, 1982).
I. Tahap pembinaan hubungan
Hubunngan baik –good rapport- antara konselor dan klien memang merupakan
suatu prasyarat keberhasilan konseling. Untuk dapat menciptakan hubungan baik
konselor perlu:
Menerapkan sikap dasar (penerimaan, suasana hangat, ramah, akrab, dan
penuh toleran)
Menciptakan suasana pendukung (suasana informal objekif, dan suasana
rapport)
Membuka sesi pertama atau perbincangan awal (menanyakan kerisauan,
meminta respon atau keterangan dan menggalinya)
II. Tahap pengelolaan pemikiran dan pandangan
Tahap ini secara konsekuensial peran konselor ialah:
Mengidentifikasi, menerangkan, dan menunjukkan masalah (A-B-C) yang
dihadapi klien dengan keyakinan personalnya
Mengajar dan memberikan informasi (menjelaskan kepada klien seluk
beluk kerisauannya, yaitu menjelaskan B-Bir dan Br-, serta peranan A dan
C di dalamnya).
10
Mendiskusikan masalah (menunjukkan arah perubahan –dari Bir ke Br-
mendiskusikan dan menetapkan tujuan konseling yang bersangkutan yaitu
apa yang akan dicapai dalam konseling).
III.Tahap pengelolaan emotif dan afektif
Sebagai tahap kedua di atas, konselor memusatkan perhatiannya pada ”menggarap
emosi atau afeksi” konseli sebagai kondisi pendukung kemantapan perubahan Bir
ke arah Br. Dalam tahap ini konselor ialah:
Meminta kesepakatan penuh kepada klien atas arah perubahan dan
”perubahan-perubahan kecil” yang telah terjadi pada konseli.
Memelihara suasana konseling, misalnya dengan menerapkan teknik
humor, atau membacakan puisi atau kata-kata mutiara, menunjukkan
karikatur yang cocok, atau bernyanyi bersama konseli
Melaksanakan teknik-teknik relaksasi, seperti pelenturan otot, teriakan
kuat, mengheningkan cipta atau ajojing di tempat.
IV. Tahap pengelolaan tingkah laku
Jikalau sudah ditampakkan oleh konseli isyarat bahwa ia (1) sepakat atas
arah perubahan, (2) ada pernyataan telah terjadi sejumlah perubahan kognitif
maupun afektif sekalipun kecil, dan (3) sikap emosional dihadapkan pada
perubahan perilaku ketika konselor siap masuk pada tahap pengelolaan perilaku
tampak konseli. Pada tahap ini konselor (1) menganjurkan konseli untuk berbuat
dan memberikan nasihat, (2) menunjukkan contoh perilaku cocok, pantas, atau
teknik modeling serta mengajak konseli mengikuti contoh, (3) mengajak konseli
dalam latihan-latihan ke asertifan, dan (4) mengajak dan ”menuntun” konseli
merumuskan kalimat-kalimat rasional untuk ”atribut” dirinya, atau ”berbisik diri”.
Kegiatan-kegiatan dalam tahap keempat ini bukanlah sekuensial
melainkan sejumlah kegiatan aplikasi teknik yang dapat dipilih oleh konselor
bersama konseli menurut kekhasan masalah konseli.
2. Teknik-Teknik Konseling
Berdasar pada hakikat konseling rasional-emotif behavior serta tahap-tahap
yang dilakukan dalam prosesnya, maka REB mengembangkan dan
11
mengaplikasikan teknik-teknik khusus konseling. Menurut pengelompokannya,
teknik-teknik yang digunakan oleh REB terdiri atas:
a. teknik-teknik emotif-eksperiensial/evokatif
Teknik ini dipakai untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan-gangguan
emosional atau perasaan yang merusak diri sendiri (self-defeating), yakni:
1. Teknik assertive training
Yaitu teknik yang dipakai untuk melatih, mendoronng, dan membiasakan
konseli agar secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku
tertentu yang diinginkan. Misalnya, seorang konseli yang pemalu diberikan
latihan berdiri di depan kelas, ditunjuk menjadi ketua kelas, memimpin
kelompok diskusi dan sebagainya. Latihan ini dilakukan secara bertahap,
sehingga secara tidak langsung perasaan malu konseli berkurang pada
gilirannya akan hilang. Bila pada tahap tertentu konselor menilai bahwa
perasaan malu konseli telah berkurang, maka selanjutnya diberikan informasi
penyadaran bahwa sesungguhnya perasaan itu disebabkan oleh penilaian dan
persepsinya terhadap dirinya sendiri yang keliru dan irasional.
2. Teknik sosiodrama
Yaitu teknik yang digunakan untuk mengekpresikan berbagai jenis
perasaan yang menekan konseli (terutama perasaan negatif) melalui suatu
suasana yang didramatisasikan sehingga konseli bebas mengungkapkan
dirinya sendiri secara lisan, tulis maupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
Teknik ini dilakukan untuk melatih perilaku verbal dan nonverbal yang
diharapkan dari siswa. Dengan teknik ini diperlukan seorang konselor yang
ahli dibidang bahasa.
3. Teknik self-modeling
Yaitu teknik yang digunakan dengan meminta konseli berjanji atau
mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau
perilaku tertentu. Dalam teknik modeling ini konseli diminta terus-menerus
menghindarkan dirinya dari perilaku negatif.
12
4. Teknik imitasi
Yaitu teknik yang digunakan dimana konseli diminta untuk menirukan
secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud
mengkonter perilakunya sendiri yang negatif.
b. Teknik-teknik kognitif
Taknik-teknik berikut ini memegang peran utama dalam pendekatan
konseling REB. Teknik ini digunakan untuk mengkonter sistem keyakinan
(anggapan) yang irasional konseli serta perilaku-perilakunya yang negatif. Dengan
teknik ini didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berfikir dengan
cara rasional dan logis. Dengan demikian konseli dapat berbuat sesuai dengan
sistem nilai yang diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun
lingkungannya. Berikut ini merupaka teknik-teknik kognitif yang cukup dikenal,
yaitu:
1) Home work assignments
Teknik ini merupakan prasyarat bagi konseling selanjutnya. Dalam teknik
ini konseli diberi tugas-tugas rumah untuk berlatih membiasakan diri serta
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menentukan pola perilaku
yang diharapkan. Dengan tugas rumah, konseli diharapkan dapat mengurangi
atau menghilangkan ide-ide atau perasaan-perasaan irasional dalam situasi-
situasi tertentu, mempraktikkan respon-respon tertentu, berkonfrontasi dengan
self-verbalitasnya yang mendahului, mempelajari bahan-bahan tertentu yang
di ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya (pandangannya) yang
keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
2) Teknik Bibliotherapy
Teknik ini digunakan untuk membongkar akar-akar keyakinan yang
irasional dan ilogis dalam diri konseli serta melatih konseli berfikir rasional
dan logis dengan mempelajari bahan-bahan yang dipilih dan ditentukan oleh
konselor. Teknik ini dilakukan dengan menugaskan konseli ke perpustakaan
atau mempelajari bahan bacaan yang tersedia dirumah.
13
3) Teknik diskusi
Teknik ini hampir sama dengan teknik di atas, namun dilakukan dalam
satu kelompok diskusi. Melalui teknik ini konseli dapat mempelajari
pengalaman-pengalaman orang lain serta dapat menimba berbagai informasi
yang dapat mempengaruhi dan mengubah keyakinan yang irasional dan tidak
objektif.
4) Teknik simulasi
Teknik ini digunakan untuk memberi kemungkinan kepada konseli
mempraktikkan perilaku-perilaku tertentu melalui suatu kondisi simulatif yang
mendekati kenyataan.
5) Teknik gaming
Teknik ini digunakan untuk melatih konseli menempatkan pada peran
tertentu.
6) Teknik paradoxical intention
Teknik ini mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan teknik
counter conditioning. Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa seseorang
yang memulai memperlihatkan keinginan atau hasrat yang tidak baik dengan
sendirinya akan menjadi ’jera’ dengan jalan menciptakan kondisi yang
hiperitention, yakni mempertinggi hasrat atau keinginan itu sehingga dalam
titik kulminasi tertentu orang tersebut pasti akan bisa menghilangkan
keinginannya sama sekali.
7) Teknik assertive
Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian diri konseli dalam
mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui: role-
playing, rehearsia, dan social-modeling. Sedang maksud utama teknik ini
adalah untuk (a) mendorong kemampuan konseli mengekspresikan seluruh hal
yang berhubungan dengan emosinya, (b) membangkitkan kemampuan konseli
dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi
hak orang lain, (c) mendorong kepercayaan serta kemampuan diri sendiri, (d)
meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku asertive yang
cocok untuk dirinya sendiri.
14
c. Teknik-teknik behavioristik
Dalam banyak hal, REBT banyak menggunakan teknik behavioral
terutama dalam memodivikasi perilaku-perilaku yang negativ dan konseli dengan
mengubah akar-akar keyakinannya yang irasional dan ilogis. Teknik-teknik yang
dimaksud adalah:
1) Teknik reinforcement
Yaitu teknik yang digunakan untuk mendorong konseli ke arah perilaku
yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian (reward)
ataupun hukuman (punishment). Bilamana perilaku konseli mengalami
kemajuan dalam arti positif maka dia dipuji ” baik”, sebaliknya bila konseli
mundur perilakunya dalam arti negatif, maka dikatakan ’tidak baik’. Teknik
ini dimaksudkan membongkar sistem keyainan irasional konseli dan
menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
2) Teknik social-modeling
Yakni teknik yang digunakan untuk membentuk perilaku-perilaku baru
konseli. Teknik ini dilakukan agar konseli dapat hidup dalam suatu model
sosial yang diharapkan dengan cara mengimitasi, mengobservasi,
menyesuaikan diri dengan sosial model yang dibuat itu. Dalam teknik ini
konselor mencoba mengamati bagaimana proses konseli mempersepsi,
menyesuaikan diri, dan menginternalisasi norma-norma dalam model sosial
dengan masalah tertentu yang sudah disiapkan oleh konselor.
d. Teknik-teknik counter-conditioning
Teknik ini digunakan untuk menanggulangi perilaku-perilaku seperti:
anxienty, fear, phobies, defensiveness, dan perilaku malasuai lainnya. Dalam
teknik ini diindoktrinasikan respon-respon yang menghilangkan perilaku yang
bertentangan dengan perasaan yang ingin dihilangkan tadi. Teknik-teknik ini
antara lain:
a) Teknik Systematic desensitization
Dalam teknik ini konselor menciptakan kondisi secara potensial
merupakan penyebab dari munculnya perasaan negatif konseli, namun
kondisi tersebut merupakan keadaan yang rileks dari konseli.
15
b) Teknik relaksasi
Teknik ini relevan dengan yng digunakan oleh REB, bila kondisi
konseli sedang berada pada tahap disputing, yakni dalam diri konseli
terjadi pertentangan antara keyakinan-keyakinan irasional dan rasional dan
menimbulkan ketegangan. Untuk itu diperlukan teknik relaksasi.
c) Teknik self-control
Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi perilaku konseli
dengan cara membangkitkan dan mengembangkan kontrol dirinya. Inti
dari teknik ini adalah bagaimana konseli dapat mengendalikan diri
berdasar peikiran-pemikiran yang rasional untuk menghilangkan
keinginan-keinginan, nafsu-nafsu ataupun dorongan negatif.
Kelebihan dan kelemahan REBT
Kelebihan dari REBT antara lain:
1. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh konseli
dengan itu penanganan dapat dilakukan dengan cepat.
2. Kaidah pemikiran logis yang diajarkan kepada konselidapat digunakan
dalam menghadapi masalah yang lain.
3. konseli merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan
kemajuan dari cara berfikir.
Kelemahan:
1. Ada setenga konseli yang begitu terpisah dengan realita (kenyataan),
sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali.
2. Ada juga konseli yang terlalu berprasangka terhadap logis, sehingga sukar
untuk mereka menerima analisa logis.
3. Ada juga sebagian konseli yang memang suka mengalami gangguan
emosi, dan tidak mau membuat perubahan dalam dirinya
16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konseling Rasional-Emotif-Behavior sebagai salah satu pendekatan yang
dikembangkan oleh Alber Ellis sejak taun 1955. Konseling Rasional Emotif
Behavior tergolong pada ancangan konseling yang berorientasi kognitif dengan
beberapa ciri menonjol, yaitu: bersifat didaktis, aktif, direktif, menekankan situasi
sekarang dan berfikir yang lebih rasional serta menekankan pada segi aksi klien.
Dari situlah maka konseling Rasional Emotif Behavior tak ubahnya merupakan
proses pemerolehan pemahaman yang sekaligus tampak pada perbuatan atau
perilaku klien. Tujuan konseling REBT secara umum adalah memperbaiki dan
mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan, dan pandangan-pandangan
irasional dan ilogis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan
diri, meningkatkan aktualisasinya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif
dan afektif yang positif dan menghilangkan gangguan emosional yang merusak
diri sendiri, seperti: rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas,
was-was, dan marah sebagai konsekuensi keyakinan yang keliru dengan jalan
mengajar dan melatih klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara
rasional dan membangkitkan kepercayaan, serta nilai-nilai kemampuan diri
sendiri.
DAFTAR RUJUKAN
Corey, Gerald. 1999. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:
Rafika Aditama
Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:
Rafika Aditama
Fauzan, Lutfi. 1994. Pedekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang
Emas
17
http/KONSELING INDIVIDUAL/REBT/Pendekatan Konseling Rasional
Emotif.htm
18