pendekatan student centered learning design …

21
p-ISSN: 2088-6991 Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan) e-ISSN: 2548-8376 Vol. 5 No. 2. Juli Desember 2016 (23-43) November 2016 PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING; DESIGN PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK UNTUK MADRASAH IBTIDAIYAH Muqarramah Dosen Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah IAIN Antasari Banjarmasin [email protected] ABSTRACT Elementary School is a operational concrete time for young learners. Primary school curriculum exposing students to study Islamic education. In the Islamic primary school, students will study Islamic education and develop basic skills. Experience of students studying the Quran Hadith, Fiqh, Aqidah Akhlak, History and Practice of Islam and Arabic in schools should will build itself. Especially for Aqidah Akhlak are generally taught to the whole class, and it is the basis of the students in expressing religiosity. Learning Aqidah Akhlak have a great responsibility for the lives of students. Sometimes teachers teach Aqidah Akhlak using conventional method. This causes students to lose meaning in Islamic learning so that students just accept without critical dogma in it. The teacher becomes a source of knowledge and passive students in learning. The background of this analysis is Student Centered Learning approach; Aqidah Akhlak design learning for elementary Islam. Based Problems and paradigms in Aqidah Akhlak classes, Student Centered Learning approach can be developed that Cooperative Learning, Group Discussion, PBL, Connecting methods and Learning Differ can help teachers improve learning in primary school moral creed of Islam. Keywords: aqidah akhlak, islamic elementary school , student centered, learning approach ABSTRAK Sekolah Dasar adalah waktu operasional yang konkrit untuk pelajar muda. Kurikulum sekolah dasar mengekspos siswa untuk belajar Pendidikan Agama Islam. Di Sekolah Dasar Islam, siswa akan belajar Pendidikan Agama Islam dan mengembangkan keterampilan dasar. Pengalaman siswa belajar Al-Quran Hadits, Fiqh, Aqidah akhlak, Sejarah dan Islam Practice, dan Arab di sekolah seharusnya yang akan membangun dirinya sendiri. Khususnya untuk Aqidah akhlak umumnya diajarkan untuk seluruh kelas, dan itu adalah dasar dari siswa di mengekspresikan religiusitasnya. Pembelajaran Aqidah Akhlak memiliki tanggung jawab besar bagi kehidupan siswa. Kadang-kadang guru mengajar secara konvensional pada materi Aqidah akhlak. Hal ini menyebabkan siswa kehilangan makna dalam belajar Islam sehingga siswa hanya menerima dogma tanpa kritis di dalamnya. Guru menjadi sumber pengetahuan dan siswa pasif dalam pembelajaran. Latar belakang dari analisis ini yaitu pendekatan Student Centered Learning; desain Aqidah Akhlak belajar untuk SD Islam. Berdasarkan Masalah dan paradigma dalam Aqidah Akhlak Kelas, pendekatan Student Centered Learning yang dapat dikembangkan yaitu Pembelajaran Kooperatif, Group Discussion, PBL, Connecting methods dan Learning differ dapat membantu guru dalam memperbaiki cara belajar Aqidah akhlak di Sekolah Dasar Islam. , Kata Kunci : aqidah akhlak, SD Islam, student centered, pendekatan pembelajaran

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

p-ISSN: 2088-6991 Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

e-ISSN: 2548-8376 Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016 (23-43)

November 2016

PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING;

DESIGN PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK

UNTUK MADRASAH IBTIDAIYAH

Muqarramah

Dosen Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

IAIN Antasari Banjarmasin

[email protected]

ABSTRACT

Elementary School is a operational concrete time for young learners. Primary school curriculum

exposing students to study Islamic education. In the Islamic primary school, students will study

Islamic education and develop basic skills. Experience of students studying the Quran Hadith,

Fiqh, Aqidah Akhlak, History and Practice of Islam and Arabic in schools should will build

itself. Especially for Aqidah Akhlak are generally taught to the whole class, and it is the basis of

the students in expressing religiosity. Learning Aqidah Akhlak have a great responsibility for the

lives of students. Sometimes teachers teach Aqidah Akhlak using conventional method. This

causes students to lose meaning in Islamic learning so that students just accept without critical

dogma in it. The teacher becomes a source of knowledge and passive students in learning. The

background of this analysis is Student Centered Learning approach; Aqidah Akhlak design

learning for elementary Islam. Based Problems and paradigms in Aqidah Akhlak classes, Student

Centered Learning approach can be developed that Cooperative Learning, Group Discussion,

PBL, Connecting methods and Learning Differ can help teachers improve learning in primary

school moral creed of Islam.

Keywords: aqidah akhlak, islamic elementary school , student centered, learning approach

ABSTRAK

Sekolah Dasar adalah waktu operasional yang konkrit untuk pelajar muda. Kurikulum sekolah

dasar mengekspos siswa untuk belajar Pendidikan Agama Islam. Di Sekolah Dasar Islam, siswa

akan belajar Pendidikan Agama Islam dan mengembangkan keterampilan dasar. Pengalaman

siswa belajar Al-Quran Hadits, Fiqh, Aqidah akhlak, Sejarah dan Islam Practice, dan Arab di

sekolah seharusnya yang akan membangun dirinya sendiri. Khususnya untuk Aqidah akhlak

umumnya diajarkan untuk seluruh kelas, dan itu adalah dasar dari siswa di mengekspresikan

religiusitasnya. Pembelajaran Aqidah Akhlak memiliki tanggung jawab besar bagi kehidupan

siswa. Kadang-kadang guru mengajar secara konvensional pada materi Aqidah akhlak. Hal ini

menyebabkan siswa kehilangan makna dalam belajar Islam sehingga siswa hanya menerima

dogma tanpa kritis di dalamnya. Guru menjadi sumber pengetahuan dan siswa pasif dalam

pembelajaran. Latar belakang dari analisis ini yaitu pendekatan Student Centered Learning;

desain Aqidah Akhlak belajar untuk SD Islam. Berdasarkan Masalah dan paradigma dalam

Aqidah Akhlak Kelas, pendekatan Student Centered Learning yang dapat dikembangkan yaitu

Pembelajaran Kooperatif, Group Discussion, PBL, Connecting methods dan Learning differ

dapat membantu guru dalam memperbaiki cara belajar Aqidah akhlak di Sekolah Dasar Islam.

,

Kata Kunci : aqidah akhlak, SD Islam, student centered, pendekatan pembelajaran

Page 2: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

24

PENDAHULUAN

Pendidikan Agama Islam pada

esensinya adalah sebuah proses transformasi

pengetahuan menuju ke arah potensi

manusia. Pendidikan Agama Islam

khususnya pelajaran Aqidah Akhlak

diharapkan menjadi salah satu motor

penggerak menghadirkan sosok insan kamil

dalam generasi bangsa. Dengan adanya

sistem dan proses pendidikan yang visioner

misalnya dengan adanya pengembangan

dalam materi ajar Pendidikan Agama Islam

maka harapannya mampu mensinergikan

realitas peserta didik menjadi manusia

paripurna yang memiliki kecerdasan

intelektual, emotional dan spiritual. Dalam

tulisan ini dibahas mengenai esensi dan

substansi pendekatan Student Centered

Learning pada mata pelajaran Aqidah Akhlak

untuk Madrasah Ibtidaiyah yang dilihat dari

persektif epistemologi, metodologi dan

Aksiologi Pendekatan Student Centered

Learning tersebut

1. PARADIGMA PEMBELAJARAN

AQIDAH AKHLAK DALAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Kurikulum merupakan unsur penting

dalam setiap bentuk dan model pendidikan

yang manapun. Tanpa adanya kurikulum,

sulit rasanya bagi para perencana pendidikan

untuk mencapai tujuan pendidikan yang

diinginkan. Pentingnya kurikulum dalam

pelaksanaan pendidikan diakui oleh banyak

pakar pendidikan. Nasib suatu bangsa sangat

ditentukan oleh penguasaan terhadap

kurikulum, karena kurikulum merupakan alat

yang begitu vital bagi perkembangan bangsa

(Nasution, 2003). Saylor dan Alexander

menyatakan kurikulum bukanlah sekedar

memuat mata pelajaran, melainkan termasuk

pula didalamnya segala usaha sekolah untuk

mencapai tujuan yang diinginkan, baik usaha

tersebut dilakukan di lingkungan sekolah

maupun di luar sekolah (Nasution, 1990).

Di Indonesia pada masa pemerintahan

orde baru, terdapat dua buah departemen

yang mengatur permasalahan kurikulum,

seperti yang diketahui pada masa

pemerintahan pada masa sebelumnya

menganut sistem sentralisasi. Sentralisasi

pendidikan dipahami bahwa pemerintahan

pusat melalui Departemen Pendidikan

Nasional mengatur semua kebijakan yang

menyangkut pendidikan dan

memberlakukannya ke seluruh Indonesia.

Pemerintah pula yang mengatur anggaran

belanja untuk pendidikan, kurikulum,

membuat buku ajar, dan kebijakan-kebijakan

lainnya (Idi, 1999). Kurikulum merupakan

salah satu komponen utama pendidikan dan

posisi kurikulum dalam sisem pendidikan

menempati salah satu posisi penentu dari

output peserta didik dan merupakan alat

utama untuk proses pembelajaran. Hal

tersebut seperti bagan berikut:

Gambar 1. Proses Pembelajaran oleh Gufhron

Berdasarkan gambar tersebut menjadi

ultimatum bagi stakeholder khususnya

sekolah/ Madrasah untuk melaksanakan

kurikulum sebaik – baiknya karena proses

pembelajaran/ Learning Process merupakan

jalur yang dapat mencetak seperti apa yang

dikehendaki output dari sekolah tersebut.

Intinya, proses pembelajaran merupakan

wadah penerapan kurikulum. Pembelajaran

pada dasarnya merupakan upaya untuk

mengarahkan peserta didik ke dalam proses

belajar sehingga mereka dapat memperoleh

tujuan belajar sesuai dengan apa yang

diharapkan (Hartono, 2011). Pada intinya

bahwa pembelajaran sebagai proses kegiatan

bersifat sistemik dan sistematis yang

Raw materials

Participant

Learning Process OUTPUTS

OUT COMES

Instrumental Inputs: Curriculum Facilitators (capacity & Integrity) Audiovisual Aids Facilities

Environmental Inputs:

Regulation and Policy Demography Political, Economic, Social Changes Sains and technology development, etc

Page 3: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

25

mengarah pada pencapaian sejumlah

kompetensi tertentu, yang mana

pembelajaran memiliki peran penting bagi

peningkatan kualitas peserta didik sehingga

diperoleh performan akademik, skill dan

perilaku yang baik.

Kualitas peserta didik kadang kala

cenderung dikaitkan dengan pembelajaran

Pendidikan agamanya di sekolah. Pendidikan

Agama Islam yang terdiri dari mata

pelajaran Al-Qur’an Hadits, Fiqh, Aqidah

Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam serta

Bahasa Arab merupakan beberapa mata

pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah.

Seyogyanya hal itu merupakan tanggung

jawab bersama bagaimana menjadikan

pembelajaran itu meraih hasil seperti

tujuannya. Oleh sebab itu, usaha yang secara

sadar dilakukan oleh guru mempengaruhi

peserta didik dalam rangka pembentukan

manusia beragama (yang diperlukan dalam

pengembangan kehidupan beragama dan

sebagai salah satu sarana pendidikan nasional

dalam rangka meningkatkan ketaqwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Secara

sederhana, istilah Pendidikan Agama Islam

menurut Muhaimin (2004) dapat dipahami

dalam beberapa pengertian yaitu:

1) Pendidikan menurut Islam atau

Pendidikan Islami, yakni pendidikan

yang dipahami dan dikembangkan dari

ajaran dan nilai-nilai fundamental yang

terkandung dalam sumber dasar Islam,

yaitu al-Quran dan Sunnah. Dalam

pengertian yang pertama ini, pendidikan

Islam dapat berwujud pemikiran dan

teori pendidikan yang mendasarkan diri

atau dibangun dan dikembangkan dari

sumber-sumber dasar tersebut.

2) Pendidikan ke-islam-an atau Pendidikan

Agama Islam, yakni upaya mendidikan

agama Islam atau ajaran Islam atau nilai-

nilai Islam agar menjadi way of life

(pandangan dan sikap hidup) seseorang.

3) Pendidikan dalam Islam atau proses dan

praktik penyelenggaraan pendidikan

yang berlangsung dan berkembang

dalam sejarah umat Islam. dalam arti

proses bertumbuhkembangnya Islam dan

umatnya, baik Islam sebagai agama,

ajaran, meupun sistem budaya dan

peradaban sejak zaman Nabi Muhammad

SAW sampai sekarang.

Beberapa definisi tersebut, maka

dapat diambil pengertian bahwa yang

dimaksud Pendidikan Agama Islam adalah

suatu aktivitas atau usaha-usaha tindakan dan

bimbingan yang dilakukan secara sadar dan

sengaja serta terencana yang mengarah pada

terbentuknya kepribadian peserta didik yang

sesuai dengan norma-norma yang ditentukan

oleh ajaran agama. Pendidikan Agama Islam

juga merupakan upaya sadar dan terencana

dalam menyiapkan peserta didik untuk

mengenal, memahami, menghayati, hingga

mengimani, bertaqwa, dan ber akhlak mulia

dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari

sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran

dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan

pengajaran, latihan, serta penggunaan

pengalaman.

Berdasarkan pengertian di atas

terbentuknya Pendidikan Agama Islam

adalah pendidikan yang diarahkan pada

terbentuknya kepribadian Muslim.

Kepribadian Muslim adalah pribadi yang

menjadikan Islam sebagai sebuah pandangan

hidup, sehingga cara berpikir, merasa, dan

bersikap sesuai dengan ajaran Islam. Dengan

demikian menurut hemat penulis, Pendidikan

Agama Islam itu adalah usaha berupa

bimbingan, baik jasmani maupun rohani

kepada peserta didik didik menurut ajaran

Islam, agar kelak dapat berguna menjadi

pedoman hidupnya untuk mencapai

kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Jika ditarik ke ranah Aqidah Akhlak,

pelajaran Aqidah Akhlak merupakan salah

satu bagian dari Pelajaran Pendidikan agama

Islam (PAI) di Madrasah Ibtidaiyah, yang

mana sebagaimana yang telah diketahui

dalam PAI MI secara umum terdiri atas

beberapa mata pelajaran yang memiliki

karakteristik sendiri-sendiri seperti Al-

Qur’an-Hadits, menekankan pada

kemampuan baca tulis yang baik dan benar,

memahami makna secara tekstual dan

kontekstual, serta mengamalkan

kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek Fiqh menekankan pada kemampuan

cara melaksanakan ibadah dan muamalah

yang benar dan baik. Aspek Tarikh &

Page 4: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

26

kebudayaan Islam menekankan pada

kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-

peristiwa bersejarah (Islam), meneladani

tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya

dengan fenomena sosial, budaya, politik,

ekonomi, ipteks dan lain-lain untuk

mengembangkan kebudayaan dan peradaban

Islam. Aspek Bahasa Arab yang menekankan

kosakata dan pemahamana kata dalam bahasa

Arab secara sederhana, Sedangkan Aspek

Aqidah- Akhlak yakni aspek Aqidah

menekankan pada kemampuan memahami

dan mempertahankan keyakinan/keimanan

yang benar serta menghayati dan

mengamalkan nilai-nilai al-asma’ al-husna

dan aspek Akhlak menekankan pada

pembiasaan untuk melaksanakan akhlak

terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam

kehidupan sehari-hari (Muhaimin, 2004).

Menurut Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar PAI SD/MI, Aqidah-

akhlak di Madrasah Ibtidaiyah merupakan

salah satu mata pelajaran PAI yang

mempelajari tentang rukun iman yang

dikaitkan dengan pengenalan dan

penghayatan terhadap al-asma’ al-husna,

serta penciptaan suasana keteladanan dan

pembiasaan dalam mengamalkan akhlak

terpuji dan adab Islami melalui pemberian

contoh-contoh perilaku dan cara

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-

hari. Secara substansial mata pelajaran

Aqidah-Akhlak memiliki kontribusi dalam

memberikan motivasi kepada peserta didik

untuk mempraktikkan al-akhlaqul karimah

dan adab Islami dalam kehidupan sehari-hari

sebagai manifestasi dari keimanannya kepada

Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya,

rasul-rasulNya, hari akhir, serta Qadla dan

Qadar.

Maka dapat difahami bahwa

pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah

Ibtidaiyah yakni Pendidikan tentang Aqidah

dan Akhlak yang dimaksudkan untuk

peningkatan potensi spiritual dan membetuk

peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak

mulia mencakup etika, budi pekerti, dan

moral sebagai perwujudan dari pendidikan

agama. Peningkatan potensi spiritual

mencakup pengamalan, pemahaman, dan

penanaman nilai-nilai keagamaan, serta

pengamalan nilai-nilai tersebut dalam

kehidupan individual ataupun kolektif

kemasyarakatan. Peningkatan potensi

spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan

pada optimalisasi berbagai potensi yang

dimiliki manusia yang aktualisasinya

mencerminkan harkat dan martabatnya

sebagai makhluk Tuhan. Berdasarkan hal

tersebut, dapat dipahami bahwa Aqidah dan

Akhlak untuk Madrasah Ibtidaiyah diberikan

dengan mengikuti tuntunan bahwa agama

diajarkan kepada manusia dengan visi untuk

mewujudkan manusia yang bertakwa kepada

Allah SWT dan berakhlak mulia, serta

bertujuan untuk menghasilkan manusia yang

jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling

menghargai, disiplin, harmonis dan produktif,

baik personal maupun sosial. Namun secara

umum, berdasarkan SK dan KD PAI SD/MI,

aqidah akhlak bertujuan untuk:

a) menumbuhkembangkan Aqidah melalui

pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan,

penghayatan, pengamalan, pembiasaan,

serta pengalaman peserta didik tentang

Agama Islam sehingga menjadi manusia

muslim yang terus berkembang

keimanan dan ketakwaannya kepada

Allah SWT;

b) Mewujudkan manusia Indonesia yang

berakhlak mulia dan menghindari akhlak

tercela dalam kehidupan sehari-hari baik

dalam kehidupan individu maupun

sosial, sebagai manifestasi dari ajaran

dan nilai-nilai aqidah Islam.

Berdasarkan tujuan itu maka sejatinya

pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah

Ibtidaiyah menghendaki siswa untuk taat

beragama dan berakhlak mulia yaitu

manusia yang berpengetahuan, rajin

beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,

berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga

keharmonisan secara personal dan sosial serta

mengembangkan budaya agama dalam

komunitas sekolah di tingkat dasar.

Dilihat dari tujuan Pembelajaran

tersebut diatas dapat dipahami secara

struktural bahwa Aqqidah Akhlak tidak dapat

dihayati dan diamalkan kalau hanya diajarkan

Page 5: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

27

saja, tetapi harus dididik melalui proses

pendidikan. Dan dari tujuannya tersebut

menurut analisa penulis, Pembelajaran

Aqidah Akhlak dalam Pendidikan Agama

Islam mempunyai tujuan secara umum

menyiapkan generasi muda untuk memegang

peranan tertentu dalam masyarakat pada masa

yang akan datang, peranan ini berkaitan

dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri,

memindahkan ilmu pengetahuan yang

bersangkutan dengan peranan tersebut dari

generasi tua ke generasi muda, memindahkan

nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara

keutuhan dan kesatuan masyarakat yang

menjadi syarat mutlak bagi kelangsungan

hidup suatu masyarakat dan peradaban,

dengan kata lain, nilai-nilai keutuhan dan

kesatuan suatu masyarakat, tidak akan

terpelihara yang akhirnya menyebabkan

kehancuran masyarakat itu sendiri. Namun

intinya bahwa esensi pembelajaran Aqidah

Ahlak Madrasah Ibtidaiyah sendiri itu

bertujuan untuk mendidik peserta didik agar

beramal di dunia untuk memetik hasilnya di

akhirat.

Melihat pengertian dan tujuan

Pembelajaran Aqidah Akhlak diatas, tersirat

adanya suatu tanggung jawab besar yang

harus dicapai dalam pembelajarannya agar

berkesesuaian dengan output peserta didik

seperti apa yang di kehendaki dari

pembelajaran tersebut, seperti yang dikutip

zurqoni dari Djemari Mardapi bahwa

Keberhasilan pembelajaran Agama

dipengaruhi oleh sejumlah aspek, diantaranya

pengalaman belajar yang dibangun melalui

pendekatan pembelajaran . Pengalaman

belajar pada diri peserta didik diperoleh

melalui kegiatan mengerjakan sesuatu,

melakukan pemecahan masalah, mengamati

suatu gejala, peristiwa, percobaan dan

sejenisnya (Zurqoni, 2009). Pengalaman

belajar tersebut dapat dilakukan atau

diperoleh di dalam maupun di luar kelas.

Pengalaman belajar menurut faham

construktivism diperoleh oleh peserta didik

agar yang bersangkutan dapat membangun

pemahamannya sendiri melalui kegiatan

belajar yang terpusat pada peserta didik,

sehingga peserta didik nantinya akan

memiliki kemampuan untyuk

mempraktekkan pengalaman yang diperoleh

dalam konteks kehidupan. Pengalaman

belajar peserta didik dapat diperoleh dari

hasil interaksi dengan sosialnya baik yang di

dalam kelas maupun di luar kelas.

Namun dalam menyikapi suatu proses

pembelajaran, pembelajaran hendaknya

memperhatikan kondisi individu peserta didik

karena merekalah yang akan belajar. Peserta

didik merupakan individu yang berbeda satu

sama lain, memiliki keunikan masing-masing

yang tidak sama dengan orang lain. Oleh

karena itu pembelajaran Aqidah Akhlak

tingkat Madrasah Ibtidaiyah haruslah benar-

benar dapat mengubah kondisi peserta didik

dari yang tidak tahu menjadi tahu,dari yang

tidak paham menjadi paham serta dari yang

berperilaku kurang baik menjadi baik, karena

pada usia Madrasah Ibtidaiyah merupakan

usia yang sepatutnya mulai sensitif dengan

problematika sosial. Kondisi riil peserta didik

seperti peserta didik seperti ini, selama ini

kurang. mendapat perhatian dikalangan

pendidik, terlebih – lebih ketika dalam

pembelajaran Aqidah Akhlak. Hal ini terlihat

dari perhatian sebagian guru/ pendidik yang

cenderung memperhatikan kelas secara

keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok

peserta didik, sehingga perbedaan individu

kurang mendapat perhatian. Gejala lain yang

terlihat pada kenyataan banyak guru yang

menggunakan metode pengajaran yang

cenderung sama setiap kali pertemuan di

kelas berlangsung, yang padahal

pembelajaran Aqidah Akhlak haruslah

menjadi pembelajaran di garda depan dalam

mengakomodir kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

Pembelajaran Aqidah Akhlak yang

kurang memperhatikan perbedaan individual

peserta didik dan didasarkan pada keinginan

guru akan sulit untuk dapat mengantarkan

peserta didik didik ke arah pencapaian tujuan

pembelajaran. kondisi seperti inilah yang

pada umumnya terjadi pada pembelajaran

konvensional Aqidah Akhlak khususnya di

tingkat Madrasah Ibtidaiyah. konskuensi dari

pendekatan pembelajaran seperti ini adalah

terjadinya kesenjangan yang nyata antara

peserta didik yang cerdas dan peserta didik

yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan

Page 6: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

28

pembelajaran, serta kurang ada internalisasi

dari nilai-nilai ajaran agama itu sendiri.

Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak

diperolehnya ketuntasan dalam belajar,

sehingga sistem belajar tuntas terabaikan,

selain itu Pembelajaran Aqidah Akhlak yang

seyogyanya dapat menghadirkan sosok yang

mengerti dan mengamalkan nilai agama

akhirnya terabaikan. Hal ini merupakan

salah satu faktor yang membuktikan

terjadinya ada yang “miss” dalam proses

pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah

Ibtidaiyah

Dalam konteks 'pembelajaran' Aqidah

Akhlak tingkat Madrasah Ibtidaiyah secara

umum telah memuat konsep belajar

mengajar serta interaksi belajar dan

mengajar. Ada 4 dimensi yang cukup

mendasar dalam proses belajar mengajar,

yaitu konsep pengajaran dan kurikulum,

konponen-komponen pembelajaran,

implementasi pembelajaran dan strategi

pembelajaran yang berpusat pada peserta

didik (Hamalik, 2007). Dalam paradigma

selama ini penyelenggaraan pendidikan di

Indonesia, dan terkhusus dalam cakupan

Pembelajaran Aqidah Akhlak tingkat

Madrasah Ibtidaiyah secara mayoritas belum

menggunakan strategi yang efektif dan

efisien secara optimal. Pola pendidikan masih

bersifat doktriner dan non humanis yang

menempatkan peserta didik sebagai obyek

pembelajaran di kelas. Komunikasi

pembelajaran Aqidah Akhlak antar guru

dengan peserta didik berjalan scara

monologis dan statis, kemampuan peserta

didik dalam berfikir kritis atau

mengemukakan pendapat sehingga

menjadikan pribadi beragama yang sehat

termarjinalkan karena peserta didik kurang

diberi waktu untuk mengemukakan pendapat

dan malahan dituntut untuk nrimo terhadap

ilmu agama yang di dapat. Guru berprinsip, "

I lecture, you listen" , guru dianggap sebagai

“source of knowledge” yang mutlak. Selama

80% waktu pembelajaran, aktivitas peserta

didik minimal, peserta didik cenderung

bersikap pasif (receiver), peserta didik tidak

dapat "think outside the box", prior

knowledge, peserta didik tidak diaktifkan,

transfer pengetahuan satu arah, tidak ada

proses transformasi dan eksplorasi ilmu, guru

menjadi sumber informasi utama, materi

tidak bersifat kontekstual, dan soft skills

peserta didik tidak berkembang. Akibatnya

kelas menjadi tidak hidup. Peserta didik tidak

memiliki pengalaman belajar yang berkesan,

tidak ada pengalaman internalisasi, tidak ada

ilmu yang benar – benar masuk ke hati dan

fikiran, implementasi ilmu yang semu pun

akhirnya tak mampu diterapkan dalam

kehidupan sehari – hari, karena ilmu yang

didapat kurang merasuk ke jiwa. Itulah

paradigma pembelajaran Aqidah Akhlak di

beberapa Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia.

Memang jika menengok proses

pembelajaran Aqidah Akhlak pada umumnya

kurang memberi ruang bagi peserta didik

untuk belajar lebih berdaya dan peka

terhadap lingkungan sosialnya sehingga

terwujud kecerdasan intelektual, emosional

dan spiritual (Zurqoni, 2009). Namun jika

mengacu pada pentingnya proses

pembelajaran, maka pendekatan Student

Centered Learning dapat menjadi variabel

bagi upaya peningkatan proses pembelajaran

di Madrasah Ibtidaiyah. Pendekatan

pembelajaran Student Centered Learning

tersebut diterapkan pada mata pelajaran

tertentu termasuk mata pelajaran Aqidah

Akhlak. Dengan proses pembelajaran yang

efektif diharapkan dapat meningkatkan

kompetensi peserta didik baik dalam domain

kognitif, afektif maupun psikomotorik. Oleh

sebab itu semua paradigma pembelajaran

Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah

tersebut bisa terjawab dengan penerapan

pendekatan Student Centered Learning di

dalam proses belajar mengajar. Penerapan

pendekatan Student Centered Learning bagi

komunitas pendidikan, khususnya guru

menjadikan keniscayaan untuk menjembatani

praktek pembelajaran Aqidah Akhlak secara

dinamis dengan memfokuskan pembelajaran

pada peserta didik.

Pendekatan Student Centered

Learning dalam implementasinya akan

memberikan pengalaman belajar kepada

peserta didik dengan melakukan sebagian

besar pekerjaan yang harus dilakukan

berpusat pada peserta didik dengan aktif,

cepat, yang tentu saja sesuai faktor usia.

Page 7: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

29

Pembelajaran Aqidah Akhlak yang berpusat

pada peserta didik juga merupakan sebuah

kesatuan sumber kumpulan strategi - strategi

pembelajaran yang komprehensip dan

holistik. Student Centered Learning meliputi

berbagai cara untuk membuat peserta didik

lebih berperan aktif sejak awal melalui

aktivitas - aktivitas yang membangun seperti

cooperative learning dan dalam waktu

singkat membuat mereka berpikir kritis

tentang materi pelajaran. Juga terdapat

teknik-teknik memimpin belajar bagi seluruh

kelas, bagi kelompok kecil, merangsang

diskusi dan debat, mempraktkkan

keterampilan-keterampilan, mendorong

adanya pertanyaan - pertanyaan bahkan

membuat peserta didik dapat saling mengajar

satu sama lain. Dengan begitu dengan

pendekatan Student Centered Learning yang

implikatif yang berkesesuaian dengan peserta

didik. diharapkan dapat mensinergikan

pembelajaran yang terpusat pada peserta

didik dengan guru sebagai fasilitator.

2. ESENSI DAN SUBSTANSI

PENDEKATAN STUDENT

CENTERED LEARNING SEBAGAI

DESAIN PEMBELAJARAN AQIDAH

AKHLAK UNTUK MADRASAH

IBTIDAIYAH

a. Metodologi Pendekatan Student

Centered Learning

Sebelum mengarah kedalam pemahaman

pendekatan Student Centered Learning

sebagai desain pembelajaran Aqidah Akhlak

di Madrasah Ibtidaiyah, penulis memetakan

dulu keterkaitannya dengan rekonstruksi

kurikulum. kurikulum Dalam kaitannya

dengan kecenderungan arah perubahan

masyarakat dapat dilihat dari sebuah hasil

penelitian The Secretary’s Comission on

Achieving Necessary Skills yang dibentuk

oleh the Secretary of Labor (semacam

Menteri Tenaga Kerja) dengan tugas untuk

menetapkan ketrampilan apa yang diperlukan

oleh generasi muda (di AS) agar mereka

berhasil dalam dunia kerja. Tujuannya

adalah untuk merangsang tumbuhnya

ekonomi yang berprestasi tinggi yang

ditunjang oleh ketrampilan tinggi tenaga

kerja dan gaji yang tinggi. Laporan komisi

ini diterbitkan pada tahun 1991 dan dapat

dilihat dalam lampiran. Dalam laporan itu

disebutkan bahwa tempat kerja (perusahaan)

yang ingin menghasilkan produk (jasa atau

barang) berkualitas tinggi memerlukan tenaga

kerja yang memiliki ketrampilan dasar dan

komptensi kerja tertentu. Ketrampilan itu

dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Ketrampilan dasar: membaca, menulis,

berhitung, mendengarkan dan berbicara.

2) Ketrampilan berfikir: berfikir kreatif,

mengambil keputusan, memecahkan

masalah

3) Berfikir abstrak (menggambarkan

sesuatu dalam fikiran), mengetahui

bagaimana cara belajar, dan menalar.

4) Sifat kepribadian: menunjukkan rasa

tanggung jawab, harga-diri, kemampuan

berinteraksi sosial, mengelola dirinya

sendiri, integritas, dan kejujuran.

Walaupun laporan itu dibuat

berdasarkan konteks Amerika pada tahun

1991, mengingat pesatnya globalisasi, kita di

Indonesia perlu juga mengantisipasi

datangnya masa itu di negeri kita ini.

Apalagi kita semua tahu bahwa pada tahun

2003 diberlakukan Pasar Bebas ASEAN dan

pada tahun 2020 akan diberlakukan Pasar

Bebas Asia Pasifik. Dalam kaitannya

terhadap kurikulum KTSP yang menekankan

kompetensi (Skill/ Kemampuan) adalah

bahwa dengan pendekatan Student Centered

Learning dapat menjawab dan

mengaktualisasikan semua keterampilan yang

dimiliki peserta didik dan secara tidak

langsung telah ikut memberi kontribusi untk

kemajuan Indonesia dan telah ikut aktif dan

andil bagian bersaing secara terbuka dengan

negara-negara lain baik di negeri kita sendiri

mapun Internasional.

Berbicara tentang negara Indonesia,

pemerintah mengatur implementasi

pengajaran kurikulum tentang Standar Proses

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah. Aturan tersebut mengemukakan

bahwa dalam penyusunan perencanaan proses

pembelajaran setiap guru pada satuan

pendidikan selain dituntut menyusun silabus

Page 8: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

30

juga berkewajiban menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara

lengkap dan sistematis agar pembelajaran

berlangsung secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi

peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan

bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologis peserta didik (Permendiknas RI

No 41, 2007). Hal itu semua hakikatnya

berkesesuaian dengan esensi pendekatan

Student Centered Learning jika

diimplementasikan. Maksudnya Student –

Centered Learning adalah sebuah pendekatan

pendidikan yang berfokus pada kebutuhan

peserta didik, bukan orang lain yang terlibat

dalam proses pendidikan, seperti guru dan

administrator. Pendekatan ini memiliki

banyak implikasi untuk desain kurikulum, isi

kursus, dan interaktivitas program, tambahan

pula pendekatan Student Centered Learning

disesuaikan dengan psikologi usia peserta

didik.

Adapun Menurut Endang yang

mengutip pendapat Hall (2006) yang dikutip

dalam blog Exploration on Learning,

Pendekatan Student Centered Learning

adalah tentang membantu peserta didik

menemukan gaya belajarnya sendiri,

memahami motivasi dan menguasai

keterampilan belajar yang paling sesuai bagi

mereka. Hal tersebut akan sangat berharga

dan bermanfaat sepanjang hidup mereka.

Adapun Lea, Stephenson, dan Troy (2003

dalam O’Neill & McMahon, 2005)

mendefinisikan Pendekatan Student Centered

Learning secara lebih luas yaitu bahwa

Pendekatan Student Centered Learning

mencakup : ketergantungan terhadap belajar

aktif, penekanan terhadap belajar secara

mendalam, pemahaman, meningkatnya

tanggungjawab di pihak peserta didik,

meningkatnya perasaan otonomi pada

pembelajar, saling ketergantungan antara

guru dan peserta didik (Nugraheni, 2007).

Pendekatan Student Centered Learning lebih

merupakan suatu pendekatan pembelajaran

yang refleksif baik bagi pihak peserta didik

maupun guru.

Dalam pendekatan Pendekatan

Student Centered Learning, pembelajar

memiliki tanggung jawab penuh atas kegiatan

belajarnya, terutama dalam bentuk

keterlibatan aktif dan partisipasi peserta

didik. Hubungan antara peserta didik yang

satu dengan yang lainnya adalah setara, yang

tercermin dalam bentuk kerja sama dalam

kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas

belajar. Guru lebih berperan sebagai

fasilitator yang mendorong perkembangan

peserta didik, dan bukan merupakan satu-

satunya sumber belajar. Keaktifan peserta

didik telah dilibatkan sejak awal dalam

bentuk disain belajar yang memperhitungkan

pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman

belajar peserta didik yang telah didapatkan

sebelumnya. Dari pengalaman praktek yang

ada, diharapkan setelah mengalami

pembelajaran dengan pendekatan Pendekatan

Student Centered Learning pembelajar akan

melihat dirinya secara berbeda, dalam arti

lebih memahami manfaat belajar, lebih dapat

menerapkan pengetahuan dan keterampilan

yang dipelajari, dan lebih percaya diri

(Nugraheni, 2007). Dari pengertian –

pengertian tersebut menurut penulis disini

tersirat bahwa dalam melakspeserta didikan

pendekatan Pendekatan Student Centered

Learning berarti guru perlu membantu

peserta didik untuk menentukan tujuan yang

dapat dicapai, mendorong peserta didik untuk

dapat menilai hasil belajarnya sendiri,

membantu mereka untuk bekerja sama dalam

kelompok, dan memastikan agar mereka

mengetahui bagaimana memanfaatkan semua

sumber belajar yang tersedia. Dan yang

terutama yang dapat penulis ambil intisari

dari Pendekatan Student Centered Learning,

pembelajaran lebih merupakan bentuk

pengembangan diri dan jikapun ada

kesalahan dalam mengekspresikan

pengetahuan, tetapi kesalahan peserta didik

dilihat sebagai bagian konstruktif dari proses

belajar dan bukan dipandang sebagai hal

yang memalukan.

b. Epistemologi Pendekakan Student

Centered Learning

Adapun asal usul pendekatan Student

centered learning seperti yang dipaparkan

Page 9: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

31

Doddington dan Hilton (2010) dalam buku

mereka Pendidikan Berpusat pada Peserta

didik membangkitkan kembali tradisi kreatif ,

bahwa Pendekatan Student Centered

Learning dimulai dari masa Pencerahan

(enlightment) di Inggris dan pengembangan

gagasan pendidikan dalam lingkaran liberal

pada akhir abad kedelapan belas . Pada masa

inilah pengaruh pemimpin sebenarnya dari

revolusi industri, Birmingham Lunar Society

serta gagasan pendidikan mereka, practical

education pada tahun 1798 oleh Richard

Lovell Edgeworth dan Maria Edgeworth,

mereka tokoh penggagas sistem pendidikan

holistik dan bepusat pada peserta didik.

Melihat paradigmanya ada 3

paradigma dalam Pendekatan Student

Centered Learning yaitu:

1. Konstruktivisme

Seperti dijelaskan penulis sebelumnya

dari berbagai sumber, konstruktivis

berlandaskan pada penelitian Piaget yang

memperlihatkan bahwa pada dasarnya peserta

didik secara aktif menginterpretasikan

pengalamannya dalam dunia fisik dan sosial

serta membangun pengetahuan, kecerdasan

serta moralitas mereka sendiri. Peserta didik

membangun pengetahuannya sendiri karena

mereka memiliki begitu banyak gagasan yang

sesungguhnya tidak pernah diajarkan kepada

mereka (Masitoh, 2003). Seperti sejarahnya

para konstruktivis berusaha meyakini bahwa

pembelajaran terjadi pada saat peserta didik

berusaha memahami dunia di sekeliling

mereka. Pembelajaran merupakan sebuah

proses interaktif yang melibatkan teman,

orang dewasa dan lingkungan. Dalam

pandangan konstruktivistik peserta didik

dipandang sebagai pebelajar yang aktif, yang

membangun pemahamannya sendiri.

Pendekatan Student Centered Learning

merupakan pendekatan yang selaras dengan

teori konstruktivis, karena pendekatan ini

memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

bagi peserta didik untuk mengkonstruksi

pengetahuannya melalui pengalaman belajar

yang dirancang oleh guru. Kebebasan peserta

didik dalam memilih kegiatan yang sesuai

dengan kebutuhan dan minatnya serta

keberadaan pusat kegiatan atau area di kelas

yang bebas dieksplorasi peserta didik

merupakan salah satu perwujudan dari teori

ini.

2. Metodologi yang Sesuai dengan

Perkembangan

Metodologi ini didasarkan pada

pengetahuan mengenai perkembangan peserta

didik. Semua peserta didik berkembang

melalui tahapan yang umum, meskipun

demikian pada saat yang sama peserta didik

merupakan individu yang bersifat unik.

Untuk itu, para pengajar diharapkan dapat

mengetahui pertumbuhan dan perkembangan

pada diri peserta didik sehingga dapat

memfasilitasi serta melayani kebutuhan

peserta didik yang berbeda. Pendekatan kelas

yang berpusat pada peserta didik merupakan

pendekatan yang bernuansa perkembangan

(Djoehaeni, 2000). Kegiatan-kegiatan

dirancang sepenuhnya dengan mengacu pada

karakteristik perkembangan peserta didik.

Keberadaan pusat-pusat kegiatan di kelas,

pada hakekatnya merupakan salah satu upaya

untuk dapat memfasilitasi seluruh aspek

perkembangan peserta didik dengan tetap

memperhatikan perbedaan individual.

3. Pendidikan Progresif Pendidikan progresif menekankan

bahwa pendidikan merupakan proses

sepanjang hidup dan bukan untuk persiapan

masa datang. Mengutip dari pendapat

Couglin dalam kutipan Heny, pelaksanaan

pendidikan progresif dibangun berdasarkan

prinsip-prinsip perkembangan dan

konstruktif. Pendidikan yang berpusat pada

peserta didik mendukung lingkungan belajar

yang dapat meningkatkan keterampilan dan

minat peserta didik serta pembelajaran antar

teman sebaya dan kelompok kecil

(Djoehaeni, 2000).

c. Aksiologi Pendekatan Student Centered

Learning

Didalam melakspeserta didikan

pendekatan Student Centered Learning harus

memperhatikan lima faktor prinsip

psikologis yang diperlihatkan dalam

implementasinya yang menurut Tina (2004)

sebagai berikut:

Page 10: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

32

1. Faktor Metakognitif dan Kognitif

Prinsip 1: Dasar proses pembelajaran;

Pembelajaran adalah suatu proses alamiah

untuk mencapai tujuan yang bermakna secara

pribadi, bersifat aktif, dan melalui mediasi

secara internal, merupakan proses pencarian

dan pembentukan makna terhadap informasi

dan pengalaman yang disaring melalui

persepsi unik, pemikiran, dan perasaan

peserta didik peserta didik.

Prinsip 2 : Tujuan proses pembelajaran;

Peserta didik mencari untuk menciptakan

makna, representasi pengetahuan melalui

kuantitas dan kualitas data yang tersedia.

Prinsip 3: Pembentukkan pengetahuan;

peserta didik mengkaitkan informasi baru

dengan pengetahuan sebelumnya yang telah

dimiliki melalui cara - cara yang unik dan

penuh makna.

Prinsip 4: Pemikiran tingkat tinggi; Strategi

tingkat tinggi untuk "berfikir tentang

berfikir". untuk memantau dan memonitor

proses mental, memfasilitasi kreativitas dan

berpikir kritis.

2. Faktor Afektif

Prinsip 5: Pengaruh motivasi dalam

pembelajaran; kedalaman dan keluasan

informasi diproses, serta apa daan seberapa

banyak hal itu dipelajari dan diingat yang

dipengaruhi oleh: a) kesadaran diri dan

keyakinan kontrol diri, kompetensi, dan

kemampuan, b) Kejelasan nilai-nilai

personal, minat dan tujuan, c) Harapan

pribadi terhadap kesuksesan dan kegagalan,

d) afeksi, emosi, dan kondisi pikiran secara

umum, dan e) tingkat motivasi untuk belajar.

Prinsip 6: Motivasi intrinsik untuk belajar;

individu pada dasarnya memiliki rasa ingin

tahu dan menikmati pembelajaran, tetapi

pemikiran dan emosi negatif (misalnya

perasaan tidak aman, takut gagal, malu,

ketakutan mendapat hukuman, atau

pelabelan/ stigmatisasi dapat mengancam

antusiasme mereka.

Prinsip 7: Karakteristik tugas - tugas

pembelajaran yang dapat meningkatkan

motivasi. Rasa ingin tahu, kreativitas , dan

berpikir tingkat tinggi dapat distimulasi

melalui tugas - tugas yang relevan, otentik

yang memiliki tingkat kesulitan dan kebaruan

bagi masing-masing peserta didik.

3. Faktor Perkembangan

Prinsip 8: Kendala dan peluang

perkembangan. Kemajuan inddividu

dipengaruhi perkembangan fase-fase fisik,

intelektual, emosional, dan sosial yang

merupakan fungsi genetis yang unik serta

pengaruh faktor lingkungan.

4. Faktor personal dan sosial

Prinsip 9: Keberagaman sosial dan budaya.

Pembelajaran difasilitasi oleh interaksi sosial

dan komunikasi dengan orang lain melalui

seting yang fleksibel, keberagaman (usia,

budaya, latar belakang, dsb) dan instruksional

yang adaptif

Prinip 10: Penerimaan sosial, harga diri, dan

pembelajaran; Pembelajaran dan harga diri

sanagt terkait ketika individu dihargai dan

dalam hubungan yang saling peduli satu

dengan yang lain sehingga mereka dapat

saling mengetahui potensi, menghargai

bakat-bakat unik dengan tulus, dan menerima

mereka saling dapat menerima sebagai

individu.

5. Faktor perbedaan individu

Prinsip 11: Perbedaan indiviual dalam

pembelajaran. Meskipun prinsip-prinsip dasar

pembelajaran, motivasi, dan instruksi afeksi

berpengaruh terhadap semua peserta didik

(termasuk suku, ras, gender, kemmapuan

fisik, agama dan status sosial), peserta didik

memiliki perbedaan kemampuan dan

preferensi dalam model dan strategi

pembelajaran. Perbedaan - perbedaan ini

merupakan pengaruh dari lingkungan (apa

yang dipelajari dan dikomunikasikan dalam

budaya dan kelompok sosial yang berbeda)

dan keturunan (apa yag muncul sebagai

fungsi genetis).

Prinsip 12: Filter kognitif. Keyakinan

personal, pemikiran, dan pemahamana

berasal dari pembelajaran dan interpretasi

sebelumnya, hal ini dapat menjadi dasar

individual dalam pembentukan realitas dan

interpretasi pengalaman hidup.

Di dalam pengimplementasian

pendekatan Student Centered Learning

Page 11: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

33

sangat berseberangan dengan pembelajaran

yang konvensional yang terpusat pada guru.

Apabila membandingkan antara Teacher

Centered Learning (TCL) dan Student

Centered Learning (SCL), maka akan terlihat

seperti tabel berikut:

Tabel 1. Perbandingan antara TCL dan SCL

Variabel

Instruksional

Pendekatan Instruksional

Teacher centered

learning

Student centered

learning

Hasil belajar

(Learning

outcomes)

Informasi verbal

yang secara spesifik mengacu pada bidang ilmu tertentu

Tingkat

keterampilan berpikir rendah

Menghafalkan suatu fakta, rumus, atau

besaran yang abstrak dan terpisah-pisah atau terkotak-kotak

Informasi dan

pengetahuan interdisiplin

Tingkat

ketrampilan berpikir tinggi

Keterampilan

memproses informasi

Tujuan

belajar Guru menentukan

tujuan instruksional berdasarkan

pengalaman, praktek yang telah dilakukan, ataupun standar yang telah ditentukan menurut kurikulum negara yang berlaku

Peserta didik

bekerja bersama guru untuk memilih tujuan

belajar berdasarkan permasalahan yang dihadapi, hal-hal yang telah dipelajari dan dikuasai peserta didik sebelumnya,

ketertarikan, dan pengalaman sebelumnya.

Strategi

belajar Strategi belajar

ditentukan oleh guru

Didisain untuk

kemajuan seluruh kelompok dan berbasis pada kemampuan rata-

rata

Informasi terutama diatur

dan diberikan oleh guru, seperti kuliah, ditambah bahan bacaan wajib, dan tugas.

Guru bersama

dengan peserta didik untuk menentukan strategi belajar

Didesain untuk

memenuhi kecepatan dan

kebutuhan belajar mandiri setiap peserta didik

Peserta didik

diberikan akses langsung ke berbagai sumber informasi

Pengukuran

dan penilaian

• Pengukuran

dilakukan untuk mengelompokkan peserta didik

• Pengukuran

adalah bagian integral dari proses belajar

• Tes atau ujian diadakan untuk mengukur keberhasilan peserta didik menguasai informasi tertentu

• Guru menentukan

kriteria keberhasilan untuk peserta didik

• Peserta didik berusaha mengetahui apa keinginan guru

• Pengukuran berbasis kinerja peserta didik digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik menggunakan

pengetahuan • Peserta didik

bersama guru bekerja sama menentukan kriteria keberhasilan

• Peserta didik

mengembangkan keterampilan menilai diri sendiri dan rekan lain atas keberhasilan belajar.

Peran guru • Guru mengatur dan mempresentasikan informasi kepada peserta didik

• Guru berperan sebagai penjaga ilmu pengetahuan

dan mengontrol pilihan peserta didik atas bahan belajar

• Guru memimpin proses belajar

• Guru menyediakan berbagai cara untuk mengakses informasi

• Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu

peserta didik untuk mendapatkan dan memproses informasi

• Guru memfasilitasi proses belajar

Peran peserta

didik Peserta didik

mengharapkan

guru untuk mengajar mereka sehingga dapat lulus ujian

• Peserta didik berperan pasif sebagai penerima informasi

• Peserta didik merekonstruksi pengetahuan dan informasi

• Peserta didik bertanggung jawab terhadap proses belajar

• Peserta didik berperan aktif dalam mencari pengetahuan

• Peserta didik mengkonstruksi pengetahuan dan makna

Lingkungan

belajar

• Peserta didik duduk berjajar dalam format

kelas • Informasi

dipresentasikan melalui kuliah,buku, dan media lain

• Peserta didik belajar di suatu tempat dengan

akses penuh kepada sumber belajar

• Peserta didik lebih banyak bekerja secara mandiri dan pada waktu tertentu

bekerjasama secara kelompok kecil

Page 12: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

34

Selain itu sebagaimana Jacob, Eggen

dan Kauchak (2009) mengemukakan bahwa

pendekatan Student Centered Learning

berarti memainkan peran peserta didik

dengan peran penting dan aktif dalam

mencapai sasaran - sarsaran pembelajaran,

dan dalam Student Centered Learning

(Pengajaran yang berpusat pada peserta

didik) menyertakan karakteristik -

karakteristik berikut:

1. Peserta Didik Berada pada Pusat

Proses Belajar - Mengajar

Peserta didik - peserta didik berada

dalam pusat proses pembelajaran; sedangkan

guru mendorong mereka utuk bertanggung

jawab terhadap pembelajaran mereka sendiri.

Disini, pengaruh teori pembelajaran kognitif

yang cukup luas, penelitian - penelitian. yang

mengkaji pemikiran para pakar, dan kritik -

kritik terhadap pengajaran yang terlalu

berpusat pada guru pada akhirnya melahirkan

upaya - upaya untuk menekannkan peran

peserta didik dalam pembelajaran. Menurut

Cornelius - White bahwa Penekanan ini

mengharuskan guru untuk merancang

aktivitas - aktivitas pembelajaran dimana

peserta didik memiliki tanggung jawab yang

lebih besar terhadap pembelajaran mereka

sendiri dan berinteraksi dengan yanglain

selama mempelajarai konten baru.

2. Guru Memandu Peserta Didik

Guru membimbing pembelajaran

peserta didik dan mengintervensi hanya jika

diperlukan untuk mencegah mereka salah

jalan atau mengembnagkan konsepsi yang

salah. Maksud dari karakteristik kedua disini

guru lebih memandu peserta didik daripada

mengajar mereka secara langsung. Kettika

dalam pengajran, guru membuat peserta didik

bertaggung jawab terhadap pembelajaran

mereka sendiri dengan memberi mereka

sebuah tugas dan mengintervensi hanya

ketika mereka benar - benar kebingungan.

3. Mengajar untuk Pemahaman yang

Mendalam

Guru menekankan pemahaman yang

mendalam tentang konten dan proses - proses

yang terlibat didalamnya. Maksud dari

karakteristik penting yang ketiga ini bahwa

strategi ini menekankan pada pemahaman

yang mendalam. Ungkapan mengajar untuk

pemahaman memang terlihat cukup

paradoksal, namun demikian pemahaman itu

juga tidak selalu berasal dari pengajaran , dan

mengajara untuk pemahaman tidaklah

sesederhana seperti kelihatannya .

Pemahaman melibatkan proses - proses yang

banyak menuntut pemikirn (Thought -

demanding processes ) seperti menjelaskan,

menemukan bukti, menjustifikasi pemikiran,

memberi contoh - contoh tambahan,

generalisasi dan. menghubungkan bagian -

bagian dengan keseluruhannya. Disini peserta

didik membutuhkan kesempatan untuk

memprakltikkan keterampilan- keterampilan

tersebut selama beusaha mempelajarai konten

yang baru; dan student - Centered learning

memberikan kesempatan - kesempatan ini

kepada peserta didik.

Berdasarkan karakteristik –

karakteristik pendekatan student centered

learning itu maka perlu adanya penekanan

pemahama dalam pengimplementasiannya

sehingga tidak mispersepsi atau

misunderstanding dalam penerapannya.

Menurut Jacob, Eggen dan Kauchak (2009)

ada tiga kesalahan penafsiran dalam

pengajaran Student - Centered Learning,

yaitu:

1) Tujuan - tujuan jelas dan periapan yang

cermat kurang penting keberadaannya

dalam pendekatan Student - Centered

learning daripada pendekatan -

pendekatan teacher-Centered learning.

Sebenarnya tujuan - tujuan yang jelas

(clear goal) sangat pentig karena tujuan -

tujuan seperti itu memberi arah yang

jelas dan fokus kepada guru sdelama

mereka merancang pelajrana dan

membantu peserta didik - peserta didik

mereka. Guru mungkin memodifikasi

tujuan - tujuan mereka saat pelajaran

berlangsung, tetapi mereka tentu saja

mengaalinya dengan tujuan - tujuan yang

jelas dalam pemikiran mereka.

2) Jika peserta didik dilibatkan dalam

diskusi dan bentuk - bentuk interaksi

lain, pembelajaran akan terjadi secara

otomatis. Menyimpulkan bahwa diskusi

dan bentuk interkasi sosial lain secara

otomatis menuntun pada pembelajaran

merupakan kesimpulan yang tidak tepat.

Page 13: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

35

dalam Student - Centered learning

menginginkan peserta didik menjadi

disiplin dan membangun pemahaman

yang masuk akal bagi peserta didik

dengan pemahaman mereka ayng harus

valid, misalnya jika peserta didik salah

jalan atau mengembangkan pemahaman

yang keliru tentang suatu topik, guru

harus mengintervensi dan mengatur

ulang diskusinya.

3) Guru memainkan peran yang kurang

penting dalam pembelajaran student-

Centered learning daripada dalam

pengajaran tradisional. Memang karena

guru tidak berceraah (lecturng) dan tidak

secara langsung menjelaskan

(explaining) maka ini mungkin akan

terlihat bahwa mereka memiliki peran

yang kurang pentingdalam pendekatan

Student - Centered learning daripada

pendekatan Teacher- Centered learning.

Padahal dalam student - Centered

learning peran mereka justru jauh lebih

subtildan lebih sophisticated daripada

dalam pembelajaran yang berpusat pada

guru. Jika mereka memahami sutau topik

mereka bisa belajar untuk menjelaskan

dengan cukup topik tesebut , apalagi

membimbing peserta didik supaya

mereka mengembangkan pemahaman

yang mendalam tentang sebuah topik

merupakan pekrjaan yang jauh lebih

sulit.

Menurut Arends (2008) dalam

bukunya learning to teach ada model - model

pengajaran interaktif yang berpusat pada

peserta didik yaitu, cooperative learning,

problem based learning, Diskusi Kelas, dan

Menghubungkan berbagai Model dan

Mendiferensiasikan pengajaran. Model –

model tersebut secara garis besar sebagai

berikut:

1) Cooperative Learning

a) Definisi Cooperative laerning dan

Penggunaannya

1. Cooperative learning adalah model yang

unik diantara model - model pengajaran

lainnya karena menggunakan struktur

tujuan, tugas, dan reward yang berbeda

untuk mendukung pembelajaran peserta

didik.Struktur tugas cooperative learning

mengharuskan sisa untuk mengerjakan

bersama - sama berbagai tugas akademis

dalam kelompok - kelompok kecil.

Struktur tujuan dan struktur reward-nya

mebutuhkan pembelajaran yang

interdepenen dan memberi pengakuan

pada usaha kelompok maupun usaha

individual.

2. Model cooperative learning diarahkan

pada tujuan instruksional yang

menjangkau jauh di luar pembelajaran

akademis, khususnya penerimaan

antarkelompok, keterampilan sosial dan

kelompok, dan perilaku kooperatif.

3. Sintaksis untuk model cooperative

learning lebih mengandalkan kerja

kelompok - kecil daripada pengajaran

seluruh - kelas dan meliputi 6 fase

utama: mempresentasikan tujuan dan

establishing set, mempresentasikan

informasi, mengorganisasikan peserta

didik ke dalam tim - tim belajar,

membantu kerja tim dan pembelajaran,

menguji materi belajar dan memberikan

pengajuan.

4. Lingkungan belajar model ini

membutuhkan struktur tugas dan struktur

reward yang kooperatif. dan bukan

kompetitif. Lingkungan belajarnya

ditandai oleh proses - proses demokratis

yang peserta didiknya menjalankan peran

aktif dan bertanggungjawab atas

pembelajarannya sendiri.

b) Landasan Teoretis Model Cooperative

Learning 1. Akar intelektual untuk cooperative

learning berasal dan tradisi pendidikan

yang menekankan pemikiran dan praktis

demokratis; belajar secara aktif, perilaku

kooperatif, dan menghormati pluralisme

di masyarakat yang multikultural.

2. Dasar empiris yang kuat mendukung

penggunaan cooperative learning untuk

tujuan - tujuan pendidikan berikut:

perilaku kooperatif, pembelajarn

akademis, hubungan rasial yang lebih

baik, dan sikap yang lebih baik terhadap

peserta didik -peserta didik dengan

kebutuhan khusus.

Page 14: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

36

c) Perencanaan dengan Cooperative

Learning

1. Tugas perencanaan yang terkait dengan

cooperative learning kurang

menekankan pada pengorganisasian isi

akademis dan lebih menekankan pada

mengorganisasikan peserta didik untuk

kerja kelompok kecil dan mengumpulkan

berbagai materi belajar yang akan

digunakan selama kerja lelompok

2. Salah satu tugas perencanaan utamanya

adalah memutuskan menentukan

pendekatan cooperative learning yang

akan digunakan. Empat variasi model

dasar yang dapat digunakan : Student

Team Achieveent Model (STAD), Jigsaw,

Group Investigation (GI) dan pendekatan

struktural.

3. Terlepas dari pendekatan spesifiknya,

pelajaran dengan cooperative learning

memiliki empat fitur esensial yang harus

direncanakan peserta didikan dengan

baik, bagaimana membentuk tim - tim

heterogen, bagaimana peserta didik

nantinya bekerja dalam kelompok,

bagaimana reward akan didistribusika,

dan berapa waktu yang dibutuhkan.

4. Melaksanakan peserta didikan pelajaran

dengan cooperative learning mengubah

peran guru dari center-stage performer

(penampil di tengah panggung) menjadi

koreografer kegiatan kelompok -kecil.

d) Implementasi Lingkungan Belajar

yang Kondusif untuk Menggunakan

Coopeative Learning

Kerja kelompok kecil menyuguhkan

berbagai tantangan manajemen khususnya

kepada guru . Selama pelajaran dengan

cooperative learning, guru harus membantu

peserta didik untuk melakukan transisi ke

kelompok - kelompok kecil, membantu

mereka mengelola kerja kelompok, dan

mengajarkan berbagai keterampilan sosial

dan kelompok yang penting.

e) Akses Pembelajaran Akademik dan

Sosial Peserta Didik yang Konsisten

dengan Tujuan Cooperative Learning

1. Tugas assesment dan evaluasi, terutama

evaluasi, mengganti pendekatan -

pendekatan kompetitif tradisional yang

dideskripsikan untuk model -model

sebelumnyadengan reward individual

dan kelompok, bersama dengan bentuk.

bentuk pengakuan baru.

2. Newsletter dan forum publik adalah dua

alat yang digunakan guru untuk

memberikan pengakuan pada hasil kerja

peserta didik yang dilakspeserta didikan

dalam pelajaran ayng menggunakan

cooperative learning.

2) Problem - Based - Learning (PBL)

a) Definisi PBL dan Penggunaannya.

1. Berbeda dengan model lainnya yang

penekanannya adalah pada

mempresentasikan ide - ide dan

mendemonstrasikan keterampilan, pada

PBL guru menyodorkan situasi - situasi

bermasalah kepada peserta didik dan

memerintahkan mereka untuk

menyelidiki dan menemukan sendiri

solusinya.

2. Tujuan istruksional PBL: membantu

peserta didik mengembangkan

keterampilan investigatif dan

keterampilan mengatasi masalah,

memberikan pengalaman peran - peran

orang dewasa kepada sisw, dan

memungkinkan peserta didik untuk

mendapatkan rasa percaya diri atas

kemampuannya sendiri, untuk berpikir

dan menjadi pelajar yang self-regulated.

3. Aliran umum atau sintaksis PBL terdiri

atas lima fase utama, memberikan

orientasi kepada peserta didik tentang

permasalahannya; mengorganisasikan

peserta didik untuk meneliti, membantu

investigasi mandiri dan kelompok;

mengembangkan dan mempresentasikan

artefak dan exhibit, dan menganalisis dan

mengevaluasi pekerjaan.

4. Lingkungan belajar PBL ditandai oleh

keterbukaan, ketrlibatan aktif peserta

didik dan atmosfer kebebasan intelektual.

b) Landasan Teoretis PBL dan Penelitian

yang Mendukung Penggunaannya

1. PBL memiliki akar intelektual dalam

metode sokratik opada zaman yunani

kuno, tetapi telah diperluas oleh ide - ide

yang berasal dari psikologi kognitif abad

kedua puluh.

Page 15: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

37

2. Dasar pengetahuan tentang PBL kaya

dan kompleks. Beberapa studi yang

dilakukan selama beberapa tahun yang

lalu memberikan bukti yang kuat tentang

efek intruksional model itu. Akan tetapi,

studi - studi lainnya sampai paad

kesimpulan bahwa efek - efeknya masih

kabur.

3. Selama 3 dekade terakhir, perhatian

cukup banyak diberikan kepada

pendekatan - pendekatan pengajaran

yang dikenal dengan berbagai sebutan -

discovery learning, inquiry training,

higher - level thinking - yang semuanya

difokuskan pada membantu peserta didik

untuk menjadi pelajar ayng otonom dan

amndiri, yang mampu memahami sendiri

tentang makna berbagai macam hal.

c) Perencanaan dan Penggunaan PBL

1. Tugas perencanaan utama yang terkait

dengan PBL meliputi

mengomunikasikan tujaun dengan jelas,

merancang situasi bermasalah yang

menarik dan tepat, dan persiapan logisik.

2. Selama fase investigasi pelajaran

berbasis masalah, guru bertindak sebagai

fasilitator dan membimbing investigasi

peserta didik.

d) Implementasi Lingkungan Belajar

untuk PBL

Tugas - tugas manajemen khusus

yang terkait dengan PBL termasuk

menangani lingkungan belajar multi tugas,

melakukan penyesuaian dengan tingkat

penyelesaian tugas yang berbeda,

menemukan cara untuk memantau pekerjaan

peserta didik, dan mengelola berbagai bahan,

persediaan, dan logistik di luar kelas.

e) Akses Pembelajaran Akademis dan

Sosial Peserta Didik

Tujuan assesmen dan evaluasi yang

sesuai untuk PBL membutuhkan usaha

menemukan prosedur - prosedur asesmen

alternatif untuk mengukur pekerjaan peserta

didik seperti performance dan exhibit.

Prosedur - prosedur ini mungkin termasuk

assesmen performance, assesmen autentik,

dan portofolio.

f) Kendala PBL

Guru yang menggunakan PBL

menghadapi banyak kendala seperti jadwal

dan peraturan Madrasah Ibtidaiyah yang

tidak fleksibel, yang membatasi gerak peserta

didik.

3) Diskusi Kelas

a) Definisi Diskusi Kelas

1. Wacana dan diskusi adalah unsur kunci

utama meningkatkan kemampuan

berfikir peserta didik dan menyatukan

berbagai aspek kognitif dan sosial

belajar.

2. Wacana dapat dipikirkan sebagai

eksternalisasi pemikiran dan memiliki

makna kognitif maupun sosial penting.

3. Tujuan instruksional utama pelajaran

diskusi adalah meningkatkan

kemampuan berfikir peserta didik,

meningkatkan keterlibatan dan

engagement dalam materi - materi

akademik, dan mempelajari berbagai

keterampilan komunikasi dan

keterampilan berpikir yang penting.

4. Struktur lingkungan belajar untuk

pelajaran diskusi ditandai dengan proses

- proses terbuka dan peran aktif peserta

didik.

b) Landasan Teoretis Diskusi Kelas

1. Penelitian selama bertahun - tahun telah

mendeskripsikan bagaimana pola wacana

di kebanyakan kelas tidak

memperlihatkan dialog yang efektif di

anatara peserta didik atau mendukung

banayk penemuan atau pemikiran tingkat

tinggi.

2. Ada dasar pengetahuan ayng substansial

yang menginfoermasikan kepada guru

tentang cara mnciptakan sistem wacana

ayng positif dan untuk melakspeserta

didikan diskusi yang produktif.

Penelitian juga memberikan berbagai

pedoman tentang tipe - tipe pertanyaan

dan menetapkan kecepatan yang tepat

bagi peserta didik untuk memberi mereka

kesempatan untuk berfikir dan merespon.

3. Kebanyakan wacana kelas berjalan

terlalu cepat. Guru dapat memperoleh

wacana kelas yang lebih baik dengan

mengurangi kecepatan dan memberikan

kesempatan kepada dirinya sendiri

mapupun peserta didik untuk berfikir

sebelum merespon.

Page 16: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

38

c) Perencanaan Diskusi Kelas

1. Salah satu tugas perencanaan penting

untuk pelajaran diskusi adalah

memutuskan pendekatan yang akan

digunakan. Ada beberapa jenis diskusi.

Pendekatan - pendekatan utamanya

termasuk menggunakan diskusi bersama

model pengajaran lain, diskusi resitasi,

diskusi penemuan atau penyelidikan, dan

disksui untuk mengklarisifikasikan nilai -

nilai dan berbagai pengalaman pribadi.

2. Tugas perencanaan lain yang penting

untuk dipertimbangkan guru termasuk

menentukan maksud diskusi; mengetahui

pengetahuan dan keterampilan wacana

yang sebelumnya sudah dimiliki peserta

didik, membuat rencana untuk mendekati

diskusinya, dan menentukan tipe

pertanyaan yanga kan diajukan.

3. Menetapkan peserta didik dalam

penataan tempat duduk berbentuk

lingkaran atau bentuk - U memfasilitasi

diskusi kelas.

4. Tugas utama guru ketika mereka

melakspeserta didikan diskusi adalah

memfokuskan diskusinya, menjaga agar

diskusi itu agar tidak keluar jalur,

mencatat jalannya diskusi,

mendengarkan ide - ide peserta didik,

dan memberikan wait - time yang tepat.

5. Guru seharusnya merespon ide - ide

peserta didik dengan bangga. Mereka

seharusnya membantu peserta didik

memperluas ide - idenya dengan

meminta klarifikasi, membuat mereka

mempertimbangkan ide - ide alternatif,

dan memberi label pada proses - proses

berfikir peserta didik.

6. Guru harus sadar akan perbedaan gender

dalam wacana maupun perbedaan yag

berasal dari ras dan golongan. Agar

efektif, guru harus mengadaptasikan

diskusi untuk memenuhi pola - pola

bahaasa peserta didik mereka yang

beragam.

d) Implementasi Diskusi Kelas

1. Secara umum, pola diskusi dan wacana

kelas dapat diperbaiki bila guru

mengurangi kecepatan dan menggunakan

berbagai metode untuk memperluas

prtisipasi dan bila mereka mengajari

peserta didik untuk berusaha saling

memahami dan menghormati ide dan

perasaan orang lain.

2. Mengajarkan empat keterampilan

komunikasi interpersonal kepada peserta

didik (paraprasa, deskripsi perilaku,

deskripsi perasaan, dan memeriksa

kesan) dapat meningkatkan kualitas

wacana kelas dan sikap saling

menghormati dikalangan peserta didik.

3. Alat -alat visual spesifik seperti think-

pair - share cuing devise dan thinking

matrix dalam membantu peserta didik

belajar tentang keterampilan wacana dan

keterampilan berfikir.

4. Agar peserta didik menjadi efektif dalam

sistem wacana dan selama diskusi

tertentu, guru perlu mengajarkan

keterampilan wacana kpada peserta didik

dengan sama langsungnya seperti

mengajarkan isi akademis dan

keterampialn akademis lainnya. Model

pengajaran langsung dapat digunakan

untuk mengajarkan keterampilan -

keterampilan penting ini.

e) Cara yang tepat untuk mengases

pembelajaran akademis dan sosial

peserta didik yang konsisten dengan

tujuan diskusi kelas

Tugas asesmen dan evaluasi yang

sesuai untuk diskusi kelas berupa menemuka

cara untuk menindaklanjuti diskusi dan

memberi nilai pada kontribusi peserta didik

dalam diskusi. Guru menggunakan dua cara

untuk menilai diskusi; memberi poin bonus

kepada peserta didik yang secara konsisten

tampak siap dan yang memberikan kontribusi

dan memberi nilai pada tugas menulis

reflektif yang didasarkan pada isi diskusi.

4) Menghubungkan Berbagai Model

Dalam Multimodel

a) Definisi Multimodel dan Diferensiasi

Memerhatikan seluruh kebutuhan

peserta didik adalah salah satu tantangan

paling penting dan sulit yang dihadapi guru -

guru dewasa ini. Selama lebih dari satu abad

guru telah diingatkan untuk memerhatikan

kebutuhan individual peserta didik, tetapi,

mereka juga sekaligus diharapkan untuk

mengajar dengan kurikulum yang

Page 17: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

39

dipreskripsikan bagi du puluh atau tiga puluh

peserta didik di kelas - kelas yang

dikelompokkan menurut umur.

b) Tata Cara Penggunaan Multimodel

1. Repertoar mengacu pada jumlah model

dan strategi yang dimiliki guru yang

mereka kuasai penggunaannya.

Repertoar yang luas memungkinkan guru

untuk menggunakan multimodel, untuk

mengadaptasikan pengajaran dan

membuat pilihan pengajaran yang

bijaksana untuk memastikan berbagai

tipe belajar peserta didik.

2. Tujuan pelajaran tertentu adalah

salahsatu faktor untuk memutuskan

model dan strategi mana yang akan

digunakan, sifat peserta didik adalah

salah satu faktor lain yang sangat

penting.

3. Perlunya variasi adalah faktor ketiga

yang membantu guru memutuskan

penggunaan multimodel selama sebuah

pelajaran atau satu unit pekerjaan.

c) Dasar Pemikiran Diferensiasi

1. Teori perkembangan dan kemampuan

manusia membantu guru untuk

memahami rentang kesiapan dan

kemampuan yang ditemukan di semua

kelas.

2. Teoretis perkembangan seperti Piaget

dan Vygotsky memberikan perspekttif

bagaimana anak - anak berkembang dan

tumbuh dan berkembangnya berjalan

dengan tingkat yang berbeda. Stenberg

dan Gardner mengatakan bahwa

inteligensi bersifat majemuk, bukan

tunggal. Stenberg mendefinisikan tiga

tipe inteligensi. Gardner

mendeskripsikan delapan bentuk dasar

inteligensi.

3. Kelas yang didiferensiasikan ditandai

oleh fitur - fitur yang guru memfokuskan

pada hal - hal yang esensial;

memperhatikan perbedaan- perbedaan

peserta didik, melihat sesmen dan

pengajaran sebagai duahal yang tidak

dapat dipisahkan; melakuakn modifikasi

isi, proses, dan produk; dan memberikan

pekerjaan yang terhormat kepada seluruh

peserta didik, ayng sesuai denagn

kemampuan dan kebutuhan mereka.

4. Strategi - strategi yang mendukung

diferensiasi pengajaran termasuk

diferensiasi kurikulum, cooperative

learning, problem-based learning,

pemadatan kurikulum, tiered activities,

dan independent study dan contracting.

5. Di sebagian besar abad kedua puluh,

mengelompokkan peserta didik

berdasarkan kemampuan adalah cara

utama untuk mengurangi rentang

kemampuan yang ditemkan dikelas -

kelas.

6. Selama tiga dekade terakhir, penelitian

menunjukkan efek - efek negatif ability

grouping dan telah membuat banyak

pendidik mengeksplorasi praktik-praktik

alternatif, seperti within - class flexible

grouping.

d) Implementasi Diferensiasi

1. Kelas yang didiferensiasikan, seperti

kebanyakan situasi yang berpusat - pada

- peserta didik, memiliki tuntutan khusus

pada sistem manajemen guru. Kelas

semacam itu membutuhkan sistem untuk

menangani peserta didik ketika mereka

mengerjakan berbagai amcam tugas

belajar dan cara untuk menangani tigkat

penyelesaian tugas yang berbeda - beda.

2. Memantau dan mengelola pekerjaan

peserta didik di kelas - kelas yang peserta

didiknya mengerjakan berbagai macam

tugas belajar, juga lebih kompleks.

3. Assesmen dan pengajaran harus tidak

dapat dipisahkan dan diintegrasikan

sepenuhnya agar penagjaran yang

terdiferensiasi efektif.

4. Pendekatan - pendekatan asesmen dan

grading tradisional sering kali dapat

menghambat usaha untuk

mengadaptasikan pengajaran dan

memenuhi kebutuhan peserta didik -

peserta didik tertentu; penekanannya

mestinya pada pertumbuhan peserta

didik dan bukan pada perbandingan -

perbandingan komparatif.

Ketika mengimplementasikan metode

– metode yang berunjuk pada Pendekatan

Student Centered Learning Menurut Endang

Nugraheni ada implikasi – implikasi penting

Page 18: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

40

yang perlu diperhatikan dalam

pengimplementasiannya, yaitu dalam

pengembangan kurikulum, pengukuran hasil

belajar dan lingkungan belajar :

1. Implikasi Pendekatan Student

Centered Learning dalam

Pengembangan Kurikulum

Berkaitan dengan implikasi terhadap

pengembangan kurikulum, pembelajaran

yang berfokus pada peserta didik mencakup

pengertian bahwa peserta didik memiliki

pilihan tentang apa yang akan dipelajari dan

bagaimana mempelajarinya. Namun sejauh

mana hal itu dapat dilaksanakan di ruang

kuliah univeritas tatap muka perlu dicermati

lebih lanjut. Upaya yang dapat dilakukan

adalah penstrukturan mata kuliah menjadi

bentuk modul-modul yang dapat memberikan

kesempatan memilih kepada peserta didik

tentang pokok bahasan yang ingin mereka

pelajari pada suatu waktu (O’Neill &

McMahon, 2005). Selanjutnya, Donnelly dan

Fitzmaurice (2005) menekankan pentingnya

peserta didik terlibat seawall mungkin dalam

disain kurikulum. Kelemahan yang perlu

dicermati adalah kecenderungan berlebih atas

konsep individualitas yang memiliki

kemungkinan menjauhkan peserta didik dari

kemampuan kerjasama dan keterampilan

sosial lainnya (Nugraheni, 2007).

2. Implikasi Pendekatan Pendekatan

Student Centered Learning dalam

Pengukuran Hasil Belajar

Berkaitan dengan pengukuran dan

penilaian hasil belajar, maka praktek yang

sudah terjadi pada umumnya mengandung

beberapa kelemahan, antara lain yang

disebutkan oleh Black (1999) yaitu:

a) penekanan yang berlebih pada pemberian

nilai akhir, sedangkan pemberian

masukan dan bimbingan yang

merupakan salah satu fungsi belajar

kurang ditekankan;

b) peserta didik dibandingkan satu dengan

lainnya yang akan lebih mendorong

kompetisi dibandingkan perkembangan

individu. Dalam pendekatan student

centered learning yang menekankan agar

peserta didik bertanggung jawab atas

proses belajarnya, bentuk pengukuran

dan penilaian lebih mendekati konsep

penilaian diri sendiri atau self-

assessment.

Pada saat ini praktek tes tertulis masih

mendominasi dunia pendidikan yang

terutama berupa penilaian sumatif.

Penambahan bentuk tes formatif yang lebih

menekankan pada umpan balik atas proses

belajar yang telah dilakukan akan dapat

mendorong proses belajar aktif sebagaimana

yang menjadi prinsip dasar Pendekatan

Student Centered Learning. Dengan

mengembangkan lebih banyak tes formatif,

guru dapat memberikan fokus kepada peserta

didik dengan cara memperjelas kesenjangan

pengetahuan dan keterampilan, serta

mengidentifikasi aspek belajar yang dapat

dikembangkan. Contoh tes formatif dapat

berupa umpan balik terhadap makalah,

catatan tertulis atas tugas, atau nilai

sepanjang tahun yang tidak diakumulasikan

menjadi nilai akhir, sebagaimana

dikemukakan oleh Gibbs, Metode

pengukuran berbasis Pendekatan Student

Centered Learning lain yang dapat dipilih

oleh guru adalah: buku harian, jurnal,

portofolio , tes mandiri, penilaian oleh

sejawat, kerja kelompok, demonstrasi, dan

lain sebagainya. Selain berbagai bentuk

pengukuran tersebut, penerapan Pendekatan

Student Centered Learning dapat dilakukan

pula melalui kontrak belajar yang

dinegosiasikan antara peserta didik dan guru

yang berbasiskan kesenjangan belajar yang

dimiliki peserta didik. Melalui cara tersebut

dapat direncanakan dan disepakati pula

bentuk penilaian dan pengukuran hasil

belajar yang akan dilakukan, yaitu dengan

cara apa peserta didik akan memperlihatkan

keberhasilan belajarnya (Nugraheni, 2007).

Hal tersebut akan memberikan peserta didik

lebih banyak pilihan atas bentuk pengukuran

hasil belajarnya. Pilihan merupakan kata

kunci utama dalam Pendekatan Student

Centered Learning .

3. Implikasi Pendekatan Pendekatan

Student Centered Learning pada

Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar Pendekatan

Student Centered Learning yang baik akan

merupakan lingkungan belajar yang terbuka,

dinamis, saling mempercayai, dan saling

Page 19: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

41

menghormati. Hal tersebut akan mendorong

keingintahuan peserta didik untuk belajar

secara alamiah. Selain itu, peserta didik juga

akan bekerja sama dalam memecahkan

permasalahan bermakna dan sesungguhnya

yang akan merupakan pendalaman lebih

lanjut terhadap pelajaran terkait. Proses

belajar tersebut diharapkan dapat melibatkan

pribadi secara keseluruhan, perasaan,

pemikiran, tujuan, keterampilan sosial, dan

intuisi. Hasilnya adalah seseorang yang

termotivasi untuk menjadi pelajar seumur

hidup, peserta didik yang memahami dan

menerima kemampuannya sendiri dan

menghargai kemampuan orang lain

((Nugraheni, 2007). Menurut Tina (2004),

guru yang menerapkan Pendekatan Student

Centered Learning cenderung menciptakan

lingkungan pembelajaran dengan ciri antara

lain: suasana kelas yang hangat dan

mendukung; peserta didik hanya akan

diminta untuk mengerjakan pekerjaan yang

bermanfaat bagi mereka; guru menjelaskan

manfaat dari tugas yang diberikan pada

peserta didik; dan peserta didik dengan

senang hati mengerjakan pekerjaannya

dengan sebaik mungkin. Pada akhirnya

kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak akan

jauh dari literasi pembelajaran konvensional,

dan malah pembelajaran doctrinal lebih

hidup karena peserta didik menjadi subjek,

materi yang diajarkan komprehensif dan

integral, pembelajaran mencapai tujuan, serta

pembelajaran bermakna bagi peserta didik

karena proses yang optimal.

PENUTUP

1) Kesimpulan

pembelajaran Aqidah Akhlak merupakan

salah satu upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal,

memahami, menghayati, hingga mengimani,

bertaqwa, dan ber akhlak mulia Adapun yang

menjadi dasar dari pembelajaran Aqidah

Akhlak adalah Al-Qur’an dan Hadits. Seperti

kerangka kurikulum proses pembelajaran

merupakan faktor utama out put yang

dihasilkan dari suatu pembelajaran yang

ingin dicapai, terlebih dalam pembelajaran

Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah

tersirat ada tanggung jawab besar dalam

mencetak out put peserta didik yang

berkesesuaian dengan tujuan pembelajaran

Aqidah Akhlak yakni

menumbuhkembangkan Aqidah melalui

pemberian, pemupukan, dan pengembangan

pengetahuan, penghayatan, pengamalan,

pembiasaan, serta pengalaman peserta didik

tentang Agama Islam sehingga menjadi

manusia muslim yang terus berkembang

keimanan dan ketakwaannya kepada Allah

SWT dan mewujudkan manuasia Indonesia

yang taat beragama dan berakhlak mulia

yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin

beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,

berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga

keharmonisan secara personal dan sosial serta

mengembangkan budaya agama dalam

komunitas sekolah

Maka dengan pendekatan Pendekatan

Student Centered Learning yang merupakan

sebuah pendekatan pendidikan yang berfokus

pada kebutuhan peserta didik, bukan orang

lain yang terlibat dalam proses pendidikan,

seperti guru dan administrator, paradigma

pembelajaran yang terkesan convensional

dalam implementasi proses pembelajaran

Aqidah Akhlak pun terkikis. Pendekatan

Student Centered Learning sendiri memiliki

prinsip – prinsip psikologis yang dapat dilihat

dari faktor metakognitif dan kognitif,faktor

afektif, faktor perkembangan, dan faktor

perbedaan individu. Selain itu karakteristik

pengajaran dengan pendekatan pendekatan

student centered learning yakni peserta didik

peserta didik berada pada pusat proses belajar

- mengajar, guru memandu peserta didik ,

dan Mengajar untuk pemahaman yang

mendalam. Adapun guru dan peserta didik

sendiri dalam pendekatan ini juga memiliki

karakter masing – masing dalam

implementasinya , namun perlu adanya

penekanan dan pemahaman makna seperti

apa sebenarnya pendekatan student centered

learning ini sehingga tidak terjadi

mispersepsi seperti yang dipahami sebagian

guru – guru selama ini.

Dalam pendekatan Student Centered

Learning, pembelajar memiliki tanggung

jawab penuh atas kegiatan belajarnya,

terutama dalam bentuk keterlibatan aktif dan

partisipasi peserta didik. Sehingga bertolak

Page 20: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

42

belakang dengan pendekatan yang berpusat

pada Guru (Teacher Centered learning/

TCL). Hubungan antara peserta didik yang

satu dengan yang lainnya adalah setara, yang

tercermin dalam bentuk kerja sama dalam

kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas

belajar. Guru lebih berperan sebagai

fasilitator yang mendorong perkembangan

peserta didik, dan bukan merupakan satu-

satunya sumber belajar.. Pendekatan ini

berupaya memfasilitasi seluruh aspek

perkembangan anak secara optimal dengan

model – model pembelajaran seperti

cooperative learning, problem based

learning, diskusi kelas, dan menghubungkan

berbagai model dan mendiferensiasikan

pengajaran. Dalam penerapan Pendekatan

Student Centered Learning ada implikasi –

implikasi penting yang perlu diperhatikan

yaitu dalam pengembangan kurikulum,

pengukuran hasil belajar dan lingkungan

belajar. Akhirnya dengan pendekatan Student

Centered Learning diharapkan mampu

menjembatani cita – cita pembelajaran

Aqidah Akhlak dan khittah PAI terhadap

peserta didik dalam out putnya.

2) Saran

Design pembelajaran Aqidah Akhlak

dengan pendekatan Student Centered

Learning bagi Madrasah Ibtidaiyah ini

diharapkan memberi pencerahan, mengubah

paradigma dan semakin memperbaiki proses

pembelajaran yang dilakukan para guru

Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah, oleh

sebab itu tak ada salahnya mencoba hal

berbeda dalam proses pembelajaran Aqidah

Akhlak dengan pendekatan Student Centered

Learning. Dengan pendekatan ini secara

substansi peserta didik untuk

mengembangkan rasa kuirisitasnya dalam

beragama, dan mengaktifkan diri baik secara

kognitif (ilmu), Afeksi (akhlak) dan

Psikomotorik (amaliyah), dan yang menjadi

substansi dari penerapan pendekatan ini

adalah karena out put PAI merupakan out put

yang menentukan seperti apa bangsa

kedepannya dan manusia seperti apa ketika

menghadap Tuhannya.

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T. Pembelajaran berbasis student-

centered learning. Disampaikan

dalam Seminar Implementasi nilai

kearifan dalam proses pembelajaran

berorientasi student-centered learning,

di Balai Senat UGM, 30 November

2004”.http://inparametric.com/bhinab

log/

Anonim. 2009.Peserta didik TK - SMA Edisi

ke-6. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arends, Richard I. 2008. Learning to teach.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dewey, John. 1955.Risalah Ahli Didik,

terj.Redaksi Sapradama.

Djakarta:Sapta Darma

Djoehaeni, Heny. 2000.Pendekatan Kelas

Berpusat Pada Peserta didik. Jurnal

Pendidikan (Coughlin, Pamela).

Menciptakan Kelas yang Berpusat

pada Peserta didik. Terjemahan:

Kenny Dewi Juwita. Washington D.C.

Children’s Resources International

Doddington, Christine dan Mary Hilton.

2010. Pendidikan Berpusat pada

Peserta didik membangkitkan kembali

tradisi kreatif. Jakarta: Indeks.

Ghufron, Anik. Penelitian.:Fungsi, Peran,

Urgensi, dan Implementasi Kurikulum

dalam pembelajaran. (Disampaikan

dalam Mata Kuliah Pengembangan

Kurikulum PGMI SAINS – PAI)

Hartono, Strategi Pembelajaran Active

Learning, http://Edu-articles.com/?

pilih=lihat&id=

Hamalik, Oemar. 2007. Proses belajar

mengajar .Jakarta: PT Bumi Aksara.

Idi, Abdullah. 1999.Pengembangan

Kurikulum Teori dan Praktek, Cet. I.

Jakarta: Gaya Media Pratama.

Jacob ,David A dkk. Methods for Teaching,

Metode Pengajaran Meningkatkan

Belajar.

Muhaimin.2004.Paradigma Pendidikan

Islam, Upaya Mengefektifkan

Pendidikan Agama Islam di

Sekolah, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Page 21: PENDEKATAN STUDENT CENTERED LEARNING DESIGN …

Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan)

Vol. 5 No. 2. Juli – Desember 2016

43

Masitoh. Dkk. Pendekatan Belajar Aktif di

Taman Kpeserta didik-Kpeserta didik.

Jakarta.

Depdiknas. 2003. Dirjen Dikti. Bagian

Proyek Peningkatan Pendidikan

Tenaga Kependidikan.

Nasution, S. 2003Asas-asas

Kurikulum.Jakarta: Bumi Aksara.

Nugraheni, Endang. 2007.Jurnal

Pendidikan, Volume 8, Nomor 1.

Nasution, S. 1990.Pengembangan

Kurikulum, cet.IV. Bandung : Ctra

Aditya Bakti,

Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

PAI SD/MI

Zurqoni, Jurnal Ilmiah Manahij.

2009.Berfikir Kritis – Transformatif

;Kontekstualisasi Pembelajaran PAI

di Madrasah.Vol. II No.2 Nopember

2009. Kutai Timur: STAIS.