pendidikan islam di hindia-belanda tahun 1918 1925 ...digilib.unila.ac.id/26188/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN ISLAM DI HINDIA-BELANDA TAHUN 1918–1925
(Skripsi)
Oleh
Indah Nur Komala Dewi
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
PENDIDIKAN ISLAM DI HINDIA-BELANDA TAHUN 1918-1925
Oleh :
Indah Nur Komala Dewi
Sistem pendidikan Islam yang semula berlangsung secara tradisional telah
mengalami perubahan yang dilatarbelakangi oleh pendidikan modern dari Belanda
untuk mengadopsi beberapa sistem pendidikan modern Barat. Lembaga
pendidikan Islam mengadopsi beberapa sistem pendidikan modern Barat yang
dianggap baik untuk diterapkan dalam lembaga pendidikan Islam salah satunya
yaitu sistem klasikal atau kelas berjenjang.Berdasarkan uraian di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa sajakahperubahan yang terjadi
pada sistem pendidikan Islam di Sumatra Thawalib pada tahun 1918 – 1925 ?
Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini, adalah untuk mengetahui apa saja
perubahan yang terjadi pada sistem pendidikan Islam di Sumatra Thawalib pada
tahun 1918–1925. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
historis dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik
kepustakaan dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis data kualitatif.
Hasil yang didapat oleh peneliti mengenai perubahan sistem pendidikan Islam di
Sumatra Thawalib yaitu perubahan sistem pendidikan di Sumatra Thawalib terdiri
dari sistem pengajaran yang diterapkan dan isi materi pelajaran yang sampaikan.
Sistem pengajaran yang mulai diterapkan adalah sistem klasikal atau kelas
berjenjang dan mulai memasukan materi pengetahuan umum pada pengajarannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
perubahan sistem pendidikan Islam di Sumatra Thawalib terjadi pada sistem
pengajaran dan isi materi yang diajarkan.Pendidikan yang semula masih bersifat
khalaqah kemudian berubah menjadi klasikal yang mengklasifikasikan murid
berdasarkan tingkat pengetahuan dan isi pendidikannya tidak lagi hanya
memberikan pengajaran tentang agama, tetapi juga telah memasukan pengetahuan
umum seperti berhitung, ilmu bumi, sejarah dan bahasa.
PENDIDIKAN ISLAM DI HINDIA-BELANDA TAHUN 1918–1925
OLEH
Indah Nur Komala Dewi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang,6 Desember 1994. Penulis
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak
Margono dan IbuDalmiyanthi.Pendidikan penulis dimulai dari
Taman Kanak-kanak Aisyiah3Pringsewu, dan melanjutkan ke
Sekolah Dasar di MI Al-Fajar, Pringsewu dan tamat belajar pada
tahun 2007.
Penulis melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri
1 Pringsewu dan selesai pada tahun 2010 dan dilanjutkankejenjang sekolah menengah
atas di SMA N 2Pringsewu dan tamat belajar pada tahun 2013.Pada tahun 2013
penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Keguruandan Ilmu Pendidikan,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, di ProgramStudi Pendidikan Sejarah
dengan jalur SBMPTN atau Tes.
Pada Semester VIpenulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung
Buyut Udik, Kecamatan Gunung Sugih dan menjalani Program Pengalaman Lapangan
(PPL) di SMP Negeri 3Gunung Sugih, Lampung Tengah.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) tingkat universitas, jurusan maupun tingkat program studi. Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) yang diikuti, antara lain UKM Pramuka Universitas Lampung,
Himapis dan Fokma Pendidikan Sejarah.
Motto
بر ص فر ظ
Man Jadda Wa Jada, wa Man Shabara Zhafira
Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil dan siapa
yang bersabar akan beruntung
(Pepatah Arab)
PERSEMBAHAN
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala
hidayah dan karunia- Nya. Shalawat dan Salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW. Dengan kerendahan hati dan rasa syukur,
kupersembahkan sebuah karya kecil ini sebagai
tanda cinta dan sayangku kepada :
Kedua orang tuaku Bapak Margono dan Ibu
Dalmiyanthi yang telah membesarkanku dengan
penuh kasih sayang, pengorbanan, dan kesabaran.
Terimakasih atas setiap tetes air mata dan
tetes keringat, dan yang selalu membimbing dan
mendoakan keberhasilanku, sungguh semua yang
Bapak dan Ibu berikan tak mungkin terbalaskan.
Terima kasih pada adik-adiku tercinta Ade
Rayhan Firdaus dan Rafqi Hafid Al-Aziz,
terimakasih atas doa, semangat, dan kasih
sayang yang selalu diberikan selama ini.
Bapak/Ibu dosen, Bapak/Ibu guru, terimakasih
atas bimbingan, dorongan dan motivasi yang
telah diberikan selama ini.
Sahabat danteman-teman yang telah memberi
semangat dan dukungan, terimakasih
telahmengukirkan sebuah sejarah dalam
kehidupanku.
Almamater tercinta “Universitas Lampung”
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil ’aalamin,
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi yang berjudul
“Pendidikan Islam di Hindia-Belanda Tahun 1918–1925”, adalah salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikanpada Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Hi. Muhammad Fuad, M. Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., Wakil Dekan Bidang Akademik dan
Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., Wakil Dekan Bidang Umum dan
Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan
Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Lampung.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
6. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah,
sekaligus sebagai Pembahas skripsi penulis, terima kasih Bapak atassaran,
dan bimbingannya, selama penulis menjadi mahasiswa di ProgramStudi
Pendidikan Sejarah Unila.
7. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H., Pembimbing Akademik dan sebagai
Pembimbing I skripsi penulis, terima kasihBapak atas segala saran,
bimbingan dan kepeduliannya selama penulis menjadimahasiswa di Program
Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung.
8. Bapak Drs. Wakidi, M.Hum., pembimbing II skripsi penulis, terima kasih
Bapak atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik
yang membangun selama proses penyelesaianskripsi ini.
9. Bapak Drs. Maskun, M.H, Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum., Ibu Dr. Risma
Margaretha Sinaga, M.Hum., Bapak Drs. TantowiAmsia, M.Si., Bapak M.
Basri, S.Pd., M.Pd., Bapak Suparman Arif, S.Pd., M.Pd., Ibu Yustina Sri
Ekwandari, S.Pd., M.Hum., Bapak Cheri Saputra S.Pd., M.Pd., dan Mami
Myristica Imanita, S.Pd., M.Pd.,sebagaiDosen Program Studi Pendidikan
Sejarah yang penulis banggakan danpendidik yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan pengalaman berhargakepada penulis selama menjadi
mahasiswa di Program Studi PendidikanSejarah Universitas Lampung.
10. Bapak dan Ibu staff tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.
11. Sahabat dan teman seperjuangan (Adi Wiranata, Dini Rahma Oktora, Ira
Andestia, Johan Setiawan, Noviani Lukita Ningtyas, Karlina Kusuma Putri,
Puji Umayah, Yuliana, Ni Putu Assri Angga Dewi, Murdiati), dan seluruh
teman-teman angkatan 2013 yang tidak bisa penulissebutkan satu persatu.
12. Teman-teman KKN dan PPL Irene Wandira, Renita Dean Sari, Sundari, Leni
Ambarwati, Uun Yukanah, Eka Novella Dewi, Wahyu Dwi Lestari, Monice
Putri Pangestu dan Ferdiansyah. Terimakasih semangat dan dukungannya.
13. Rekan-rekan Racana Raden Intan-Puteri Silamaya Universitas Lampung
(Hilda Dewi Anifa, Desti Yuniatun, Vini Agustiani, Tri Yoga Pangestu, Hardi
Hamidi, Faisal A. Noval, Kak Riski Ari Pratama, Syaiful Anwar, Sri Harnita,
Nila Oktaviani, Reni Andriliani, Rina Intan Sari, Siti Khotijah, Fitri Fidiyah,
Uun Yukanah, Nila Oktaviani, M Syamsudin, A.Md., Arif Riski, Kak
Erwanto, Kak Eka Nurani Efendi, Shohib Abdul Aziz) dan seluruh keluarga
besar UKM Pramuka Unila yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
14. Keluarga besar Pendidikan Sejarah, terima kasih atas segala kekeluargaan dan
kebersamaannya selama ini.
Semoga hasil penulisan penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua. Penulismengucapkan terima kasih banyak atas segala bantuannya,
semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan atas semua yang telah kalian
berikan.
Bandar Lampung, Maret 2017
Indah Nur Komala Dewi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 8
1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................... 8
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................... 8
1.5 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................... 9
1.7 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 9
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA
2.1 Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 12
2.1.1 Konsep Sejarah ................................................................................ 12
2.1.2 Konsep Perubahan Sistem Pendidikan Islam .................................. 14
2.1.3 Konsep Hindia-Belanda .................................................................. 18
2.1.4 Konsep Perguruan Thawalib ......................................................... 20
2.2 Kerangka Pikir ......................................................................................... 23
2.3 Paradigma ................................................................................................ 26
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 28
3.1.1 Metode Historis ............................................................................ 29
3.2 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 32
3.2.1 Teknik Kepustakaan ....................................................................... 33
3.2.2 Teknik Dokumentasi ...................................................................... 34
3.3 Teknik Analisis Data ............................................................................... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ........................................................................................................ 38
4.1.1 Gambaran Umum Situasi Pendidikan Islam di Hindia-Belanda ..... 38
4.1.2 Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Pertama ................. 43
4.1.3 Munculnya Madrasah dalam Lembaga Pendidikan Islam .............. 47
4.1.4 Perguruan Sumatra Thawalib .......................................................... 50
4.1.5 Perubahan Sistem Pendidikan Islam di Sumatra Thawalib
Tahun 1918-1925 ............................................................................ 53
4.1.5.1 Sistem Pengajaran di Sumatra Thawalib ............................ 55
4.1.5.2 Isi Materi Pengajaran .......................................................... 63
4.2 Pembahasan .............................................................................................. 73
4.2.1 Perubahan Sistem Pendidikan Islam di Sumatra Thawalib
Tahun 1918-1925........................................................................... 73
4.2.1.1 Sistem Pengajaran di Sumatra Thawalib ........................... 73
4.2.1.2 Isi Materi Pengajaran ......................................................... 75
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 84
5.2 Saran ........................................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pengesahan Rencana Judul Skripsi ........................................................... 90
2. Surat Permohonan Izin Penelitian di Perpustakaan Unila ......................... 91
3. Surat Keterangan Riset dari Kepala Perpustakaan Unila .......................... 92
4. Surat Permohonan Izin Penelitian di Perpustakaan Daerah
Provinsi Lampung ..................................................................................... 93
5. Surat Keterangan Riset dari Kepala Perpustakaan Daerah
Provinsi Lampung ..................................................................................... 94
6. Rencana Pelajaran Thawalib Islam Padang ............................................. 95
7. Peta Hindia-Belanda .................................................................................. 96
8. Pengajaran Islam Tradisional ................................................................... 97
9. Sistem Kelas Berjenjang ........................................................................... 97
10. Perguruan Sumatra Thawalib Padang Panjang ......................................... 98
11. Majlis Guru Sumatra Thawalib ................................................................. 98
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam sudah muncul sejak sebelum Belanda melakukan penjajahan di
wilayah Hindia-Belanda. Namun, pada saat itu pendidikan Islam masih
berlangsung secara tradisional. Pendidikan Islam yang dilakukan masih bersifat
sederhana, yaitu dengan memanfaatkan masjid atau surau-surau sebagai tempat
berlangsungnya pendidikan Islam.
Dalam bentuk permulaan, pendidikan agama Islam di surau atau langgar
atau masjid masih sangat sederhana. Modal pokok yang pendidik miliki
hanya semangat menyiarkan agama bagi yang telah mempunyai ilmu
agama dan semangat menuntut ilmu bagi anak-anak. Yang penting bagi
guru adalah dapat memberikan ilmunya kepada siapa saja, terutama pada
anak-anak. (Zuhairini, 2004 : 211)
Setelah Belanda melakukan kolonialisasinya, Belanda menerapkan beberapa
kebijakan di Hindia-Belanda yang kemudian mempengaruhi sistem pendidikan
Islam. Salah satu kebijakan yang berpengaruh adalah diterapkannya politik etis
atau politik balas budi pada tahun 1901. Politik etis memiliki tujuan untuk
berusaha membantu rakyat pribumi di wilayah Hindia-Belanda agar mampu
mengembangkan daerahnya dan dapat memenuhi kebutuhannya serta
meningkatkan budaya rakyat pribumi secara mandiri. Tujuan dari adanya politik
etis ini disampaikan dalam pidato takhta Ratu Belanda yang menyatakan bahwa
Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta
perkembangan sosial dan otonomi dari penduduk Hindia-Belanda.
2
Sikap paternal (kebapakan) dalam politik kolonial mulai tampak dalam
pidato takhta Ratu Belanda pada tahun 1901 yang menyatakan bahwa,
negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran
serta perkembangan sosial dan otonomi dari penduduk Hindia-Belanda.
Perkembangan penduduk dan bukan pengolahan tanah yang menjadi
tujuan pokok politik kolonial, ini berarti bahwa diakui hak penduduk
untuk ditingkatkan peradabannya. Dalam politik kewajiban moril yang
telah didukung oleh semua golongan dinyatakan bahwa negeri Belanda
harus memperhatikan kepentingan pribumi dan membantu Hindia-Belanda
dalam masa kesulitan. (Nugroho Notosusanto, 2008 : 21)
Salah satu penerapan pada politik etis ini adalah pada bidang pendidikan.
Pendidikan dinilai sebagai sasaran yang tepat dalam mengembangkan keadaan
rakyat pribumi. Belanda memberikan pendidikan pada rakyat pribumi dengan
memperkenalkan dan mendirikan sekolah-sekolah modern Eropa yang
mengajarkan pengetahuan umum.
Fock berpendapat bahwa pendidikan yang lebih baik akan memperkuat kaum
pribumi dalam adminitrasi. Dalam bidang edukasi pada politik etis, Belanda
mendirikan sekolah-sekolah di Hindia-Belanda. (Nugroho Notosusanto, 2008 :
24).
Adanya sekolah yang didirikan oleh Belanda ini, maka ada dua corak pendidikan
yang kenal oleh masyarakat. Corak yang pertama adalah pendidikan modern yang
diperkenalkan oleh Belanda, yang kedua adalah pendidikan Islam yang dikelola
oleh umat Islam.
Pelaksanaan politik etis ternyata tidak seperti yang diharapkan oleh kaum
pribumi. Penerapan politik etis justru lebih menguntungkan pihak-pihak Belanda
bahkan banyak muncul kabar tentang penerapan politik etis yang malah
mengakibatkan kemerosotan bagi kehidupan rakyat seperti misalnya pemanfaatan
tenaga kerja yang dibayar tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.
3
Seperti yang disampaikan oleh Nugroho Notosusanto bahwa masalah etische
politiek yang seharusnya dimulai dengan politik kesejahteraan rakyat justru malah
muncul berita-berita tentang kemerosotan kehidupan rakyat. (Nugroho
Notosusanto, 2008 : 24).
Pendidikan yang diberikan oleh oleh Belanda juga semata-mata adalah demi
kepentingan pihak Belanda dalam berbagai bidang seperti penyebaran agama
Nasrani dan juga mencari tenaga kerja yang murah agar dapat memperoleh
keuntungan yang banyak. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan yang diberikan
oleh Belanda bertujuan untuk memperoleh keuntungan tersendiri bagi pihak
Belanda.
Djumhur dan Danasuparta berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan oleh
Belanda pada rakyat pribumi Hindia-Belanda memiliki tujuan penyebaran agama,
selain adanya keinginan untuk menyebarkan agama Nasrani, Belanda memiliki
keinginan untuk mendapatkan pekerja yang berkualitas dengan bayaran murah
supaya dapat memperkuat keuangan mereka. (Djumhur dan Danasuparta, 1976 :
118).
Penerapan pendidikan Belanda juga tidak konsisten terhadap rakyat pribumi.
Terdapat perbedaanpendidikan baik dari jenis sekolah dan pemberian pendidikan
bagi pribumi golongan elit dengan pribumi golongan biasa. Perbedaan yang
dilakukan oleh Belanda menyebabkan menambahnya kesenjangan masyarakat
pribumi Hindia-Belanda, bahkan tidak semua rakyat pribumi dapat memperoleh
pendidikan.
4
Seperti yang dikemukakan oleh Nugroho bahwa pengajaran diberikan di sekolah
kelas I kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berkedudukan
atau berharta, di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi pada umumnya dan
bahkan ada anak-anak pribumi biasa yang tidak diperbolehkan mendapat
pendidikan. (Nugroho Notosusanto, 2008 : 28)
Adanya kesenjangan yang meningkat dari pemberian pendidikan oleh Belanda
memunculkan keprihatinan bagi para kiai dan tokoh-tokoh pendidikan Islam yang
kemudian memunculkan kaum reformis pendidikan Islam yang berpendapat
bahwa harus ada perubahan dalam pendidikan Islam untuk menyesuaikan keadaan
dan kebutuhan rakyat pribumi. Pendidikan Islam yang hanya terfokus pada
memberikan pengajaran agama tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakat yang
juga membutuhkan pengetahuan umum dan keterampilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Seperti yang disampaikan oleh Azyumardi Azra dalam buku Pendidikan Islam,
yang berpendapat bahwa pada awal tahun 1900 muncul gerakan reformis
pendidikan Islam atau modernis muslim yang berpendapat bahwa diperlukan
reformasi sistem pendidikan Islam untuk mampu menjawab tantangan kolonialis
dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang haus akan pendidikan dan
pengetahuan. (Azyumardi Azra, 2012 : 121)
Pada tahun 1900, muncul pula isu-isu nasionalisme yang diilhamidengan
berdirinyaorganisasi Budi Utomo pada tahun 1908, yang kemudian memunculkan
pemikiran bahwa tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat dapat
mempengaruhi kesadaran nasionalisme. Dari pemikiran inilah yang kemudian
5
menyadarkan para pendidik Islam bahwa pengetahuan umum juga dibutuhkan
untuk memberikan kesadaran nasional untuk melawan tantangan kolonialisme.
Seperti pendapat Azyumardi Azra yang mengatakan gerakan reformis pendidikan
Islam atau modernis muslim yang berpendapat bahwa diperlukan reformasi sistem
pendidikan Islam untuk mampu menjawab tantangan kolonialis. (Azyumardi
Azra, 2012 : 121)
Para tokoh agama dan pendidik Islam menyadari bahwa salah satu cara yang
efektif untuk menyebarkan semangat nasionalisme adalah melalui pendidikan.
Para pendidik Islam berusaha mencari pembaharuan dalam pendidikan Islam
karena menilai jenis pendidikan Islam yang masih tradisional tidak sesuai dengan
keadaan yang diharapkan. Kekhawatiran akan adanya kesenjangan pendidikan
masyarakat juga muncul pada para pendidik Islam, untuk itu munculah pemikiran
baru untuk mengubah sistem pendidikan Islam yang mengadopsi beberpa sistem
pendidikan modern Barat yang dianggap baik bila diterapkan pada lembaga
pendidikan Islam. Perubahan padasistem pendidikan Islam jugamerupakan suatu
upaya untuk mempertahankan eksistensi pendidikan Islam di Hindia-Belanda.
Pengaruh sistem pendidikan Barat yang mempunyai program yang lebih
terkoordinir dan sistematis yang ternyata telah berhasil mencetak manusia
terampil dan terdidik. Untuk itu, pendidikan Islam tradisional sudah tidak
sesuai lagi dan perlu diperbarui. Dengan membawa pikiran-pikiran baru
Islam ke Hindia-Belanda dan dalam usaha untuk mengejar ketertinggalan
dibidang pendidikan dan pengajaran, maka orientasi pendidikan dan
pengajaran pendidikan agama Islam mengalami perubahan. Justru itulah,
mulai diadakan usaha-usaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan
Islam yang ada. (Zuhairini dkk, 2004 : 216)
Dari alasan-alasan di atas, maka sistem pendidikan Islam pada tahun 1918-1925
yang semula masih berlangsung secara tradisional mengalami perubahan dengan
menerapkan sistem pendidikan yang diadopsi dari pendidikan modern Belanda,
6
seperti sistem pengajaran klasikal atau sistem kelas dan memberikan pengetahuan
umum dalam isi materi pengajarannya.
Abuddin nata mengatakan secara Ifttifaq (kesepakatan), pesantren-pesantren yang
klasikal dan masih eksis sampai sekarang lahir sekitar awal tahun 1900.
Mengetahui hasil belajar secara eksplisit setelah mereka duduk di kelas 7. Tradisi
kelas 7 membantu pengajaran untuk kelas-kelas bawah sebagai wujud praktikum
dan pengabdian terhadap lembaga.(Abuddin Nata, 2010 : 196)
Pada sistem klasikal, sistem kelas mulai diterapkan dengan menggunakan bangku,
meja dan papan tulis sebagai sarana pengajaran. Beberapa lembaga pendidikan
Islam yang mulai menerapkan sistem klasikal ini antara lain Madrasah Thawalib,
Sekolah Diniyah naungan Sumatra Thawalib, lembaga pendidikan Islam naungan
Nahdatul Ulama seperti Tebu Ireng, lembaga pendidikan Islam naungan
Muhammadiyah seperti Kweekschool Islam yang pada akhirnya menjadi
Madrasah Mualimin Muhammadiyah untuk putra dan Madrasah Mualimat
Muhammadiyah untuk putri.
Demikianlah sistem klasikal mulai diterapkan, bangku, meja, papan tulis
mulai digunakan dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran agama
Islam.sebagai contoh, Surau Jembatan Besi, Minangkabau diubah menjadi
Madrasah Thawalib yang lambat laun disempurnakan dengan pemakaian
bangku, meja dan kurikulum yang lebih diperbaiki, dan ada uang sekolah
bagi anak-anak. Sekolah Diniyah yang didirikan oleh Zainuddin Labai
juga merupakan perkembangan dari Surau Jembatan Besi. Sekolah
Diniyah ini telah menggunakan sistem ko-edukasi pada tahun 1915.
(Zuhairini, 2004: 217)
Sistem klasikal atau kelas ini kemudian semakin banyak diterapkan oleh pesantren
ataupun madrasah di wilayah Hindia-Belanda yang mulai tersebar di berbagai
wilayah nusantara. Wilayah yang paling banyak terdapat persebaran pesantren dan
madrasah adalah di Pulau Jawa dan juga Pulau Sumatra. Dra. Zuhairini, dkk,
7
menyebutkan bahwa ada lebih dari 20 pesantren dan madrasah di Pulau Sumatra
dan lebih dari 30 pesaantren dan madrasah di Pulau Jawa serta lebih dari 20
pesantren dan madrasah yang berada di luar pulau Sumatra dan pulau Jawa pada
abad 20.
Madrasah-madrasah yang muncul di Sumatra antra lain : Madrasah
Adabiyah di Padang, Madrasah School di Batu Sangkar, Diniyah School di
Padang, Sumatra Thawalib di Padang, Madrasah Nurul Iman di Jambi,
Madrasah Nurul Islam, Madrasah Juhaorain, Sa’adah Adabiyah di Aceh,
Madrasal Al-Muslim di Aceh, Madrasah Mustafawiyah di Tapanuli,
Madrasah Maslurah di Tanjungpura dan masih banyak lagi. Adapun situasi
pendidikan Islam di Jawa pada permulaan abad 20, sebagai berikut :
Madrasah Salafiyah di Jombang yang diasuh oleh K.H. Ilyas, Pondok
Tambak Beras di Jombang oleh K.H. Wahab Hasbullah dan pondok
Rejoso Peterongan oleh K.H. Tamin, di Kudus terdapat Madrasah Aliyah
dan lain sebagainya. Adapun madrasah dan pesantren yang tumbuh di luar
pulai Sumatra dan Jawa, antara lain : Di Sulawesi terdiri madrasah formal
yang pertama oleh Muhammadiyah, di Bone berdiri Maddrasah Amiriah
Islamiyah di kota Watampone, Di Selengkang terdiri madrasah Wajo
Tarbiyah Islamiyah oleh Syekh H. M As’ad Bugis, Di Pulau (Sulawesi
Tengah) berdiri madrasah A Khairat oleh Syekh Al-Idrus, Madrasah al-
Najah wal Falah di Sei Bakan Besar Mempawah, Madrasah Al-Sultaniyah
di Sambas (Kalimantan Barat), Madrasah al-Raudotul islamiyah di
Pontianak, di Amuntai Kalimantan Selatan Madrasah Normal Islam oleh
H. Abd. Rasyid, Madrasah Nahdatul Watan di Lombok Timur oleh K.H.
Zainuddin Pancor, dan lain sebagainya. (Zuhairini, 2004 : 193-195)
Dari perubahan itu, dapat dikatakan bahwa perubahan sistem pendidikan Islam
merupakan awal dari diterapkannya sistem pendidikan Islam klasikal. Berbeda
dengan tahun setelah 1925 yang memang sudah banyak lembaga pendidikan Islam
yang menerapkan sistem pendidikan Islam modern, bahkan sistem tersebut lebih
disempurnakan kembali dalam pelaksanaannya.
Abuddin Nata yang menyatakan bahwa mulai dari tahun 1931, lembaga
pendidikan Islam di Hindia-Belanda sudah banyak yang memasuki modernisasi
pendidikan Islam. Adapun penerapannya sudah lebih sempurna dari tahun
sebelumnya seperti evaluasi yang diberikan sudah menjadi alat ukur keberhasilan
8
siswanya, yang artinya tingkat kelas sudah ditentukan oleh hasil evaluasi dan
bukan berdasarkan tahun senioritas murid.(Abuddin Nata, 2010 : 199). Hal ini
menandakan bahwa pada tahun 1918-1925 merupakan periode perubahan dari
dimulainya penerapan sistem klasikal bagi Pendidikan Islam di Hindia-Belanda.
Berdasarkan latar belakang di atas, cukup kiranya membuat ketertarikan penulis
untuk membahas perubahan sistem pendidikan yang diberlakukan pada
pendidikan Islam Hindia-Belanda tahun 1918-1925.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
diidentifikasikan adalah sebagai berikut :
1. Perubahan sistem pendidikan di lembaga pendidikan Islam naungan
Perguruan Sumatra Thawalib.
2. Perubahan sistem pendidikan di lembaga pendidikan Islam naungan
Nahdatul Ulama.
3. Perubahan sistem pendidikan di lembaga pendidikan Islam naungan
Muhammadiyah.
1.3 Pembatasan Masalah
Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka
penulis membatasi permasalahan ini pada perubahan sistem pendidikan di
lembaga pendidikan Islam naungan Perguruan Sumatra Thawalib.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apa sajakahperubahan yang
terjadi pada sistem pendidikan Islam di Sumatra Thawalib pada tahun 1918 –
1925 ?”.
9
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini, adalah untuk mengetahuiapa saja
perubahan yang terjadi padasistem pendidikanIslam di Sumatra Thawalib pada
tahun 1918 – 1925.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Dapat memberikan konstribusi bagi perkembangan Ilmu Sosial pada
umumnya dan Ilmu Sejarah pada khususnya mengenaiperubahan sistem
pendidikan Islam diSumatra Thawalib pada tahun 1918 – 1925.
2. Sebagai bahan tambahan substansi materi perubahan sistem pendidikan
Islamdi Sumatra Thawalib pada tahun 1918 – 1925.
3. Menambah wawasan penulis khususnya dalam bidang kesejarahan yakni
mengenai perubahan sistem pendidikan Islamdi Sumatra Thawalib pada
tahun 1918 – 1925.
4. Menambah informasi kepada masyarakat tentang perubahan sistem
pendidikan Islamdi Sumatra Thawalib pada tahun 1918 – 1925.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Ruang Lingkup Subjek
Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalahpendidikan Islamdi
Sumatra Thawalib pada tahun 1918 – 1925.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah perubahan sistem pendidikan
Islam diSumatra Thawalib pada tahun 1918 – 1925.
10
c. Wilayah/Tempat Penelitian
Wilayah/tempat penelitian ini adalah Perpustakaan.
d. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah tahun 2016.
e. Bidang Ilmu
Bidang ilmu dalam penelitian ini adalah Ilmu Sejarah.
11
REFERENSI
Zuhairini Muchtaroh dkk. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Bumi Aksara :
Jakarta. Halaman : 211
Nugroho Notosusanto2008. Sejarah Nasional Indonesia V : Zaman Kebangkitan
Nasional dan Masa Hindia BelandaI. Balai Pustaka : Jakarta. Halaman : 21
Ibid. Halaman : 24
Ibid.
Djumhur dan Danasuparta.1976. Sejarah Pendidikan. CV Ilmu : Bandung.
Halaman : 118
Azyumardi Azra. 2012. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di tengah
Tantangan Milenium III. Kencana : Jakarta. Halaman : 121
Ibid.
Nugroho Notosusanto. Op.Cit. Halaman : 26
Zuhairini. Op.Cit. Halaman : 216
Abuddin Nata. 2010. Sejarah Pendidikan Islam : Pada Periode Klasik dan
Pertengahan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. Halaman : 196
Zuhairini. Op.Cit. Halaman : 217
Ibid. Halaman : 193-195
Abuddin Nata. Op.Cit. Halaman : 199
12
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Sejarah
Sejarah adalah hal yang tak dapat dipisahkan dari perkembangan satu bangsa.
Dengan melihat sejarah, kita akan mengetahui seperti apa perkembangan bangsa
kita dari masa lalu, hingga masa sekarang ini. Dan dari masa lalu tersebut, kita
juga dapat memberikan prediksi dimasa yang akan datang.
Menurut H. Munawar Cholil, kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarikh, yang
menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedangkan menurut istilah berarti
keterangan yang telah terjadi dikalangannya pada masa yang telah lampau atau
pada masa yang masih ada. Kata tarikh juga dipakai dalam arti perhitungan tahun.
Ilmu tarikh memiliki makna ilmu yang membahas tentang penyebutan peristiwa
dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut. (Munawar Cholil, 1965 : 15)
Menurut Hugiono dan P.K. Poerwanata, sejarah adalah gambaran tentang
peristiwa masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi
urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis, sehingga mudah dimengerti dan
dipahami. (Hugiono dan P.K. Poerwanata, 1987 : 9)
13
Menurut Sartono Kartodirjo, secara singkat mengonsepkan sejarah sebagai bentuk
dari penggambaran pengalaman kolektif pada masa lampau. (Sartono Kartodirjo,
1992 : 59)
Pendapat para ahli mengenai definisi sejarah memanglah berbeda-beda. Namun
ada persamaan dalam definisi-definisi tersebut yang menyatakan bahwasejarah
adalah peristiwa masa lampau yang didasarkan pada urutan waktu, memiliki
hubungan sebab-akibat dan disusun secara ilmiah sehingga mudah dimengerti dan
dipahami.
Tujuan sejarah dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu sejarah sebagai ilmu
pengetahuan dan informasi. Sejarah sebagai ilmu berperan mengeliminasi data-
data dan informasi yang mengurangi nilai objektifitas sejarah. Objektivitas sejarah
dapat dibangun dengan menempatkannya dalam konsteks studi kritis, yang
memungkinkan data-data sejarah dikelolah sehingga memberikan gambaran
informasi dengan validitas yang mendekati fakta aslinya. Sebagai informasi,
sejarah diperlukan untuk membangun pemahaman yang tepat dan porsional
tentang berbagai fenomena di masa lalu, sebagai bahan pemikiran dalam
memahami berbagai persoalan di masa sekarang dan yang akan datang. Dari
sejarah manusia dapat memahami prinsip-prinsip hidup dan kebudayaan yang
berubah dan tidak (belum) berubah. Manusia juga dapat memahami keberhasilan
dan kegagalan para pemimpin, bentuk-bentuk pemerintahan, kehidupan manusia
dari waktu ke waktu. Mereka dapat belajar dari hal-hal yang mempengaruhi
kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban.
14
Menurut Drs. Wahid Siswoyo dalam “Seminar Sejarah” IKIP Jakarta
menyampaikan prasaran yang berjudul “Fungsi dan Guna Sejarah”
mengemukakan kegunaan sejarah adalah, sebagai berikut :
a) Sejarah sebagai penggelaran dari kehendak Tuhan mempunyai nilai
yang vital; orang akan menjadi yakin dan sadar bahwa segala sesuatu
itu pada hakikatnya ada pada-Nya.
Manusia hanya bisa merencanakan tetapi Tuhanlah yang menentukan.
b) Dari sejarah diperoleh suatu norma tentang baik dan buruk, dari ebab
itu mempunyai teachability dan impact bagi perkembangan jiwa anak-
anak.
Sejarah dapat dipandang sebagai educator dan inspirer. Jadi sejarah
mempunyai pengaruh bagi pembentukan watak dan pribadi.
c) Sejarah memperkenalkan hidup yang nyata dengan menyatakan
personal dan social value, karena sejarah menerangkan gambaran
tentang tingkah laku, cara hidup, serta cita-cita dan pelakunya.
d) Sejarah jiwa-jiwa besar dan pahlawan menanamkan rasa cinta tanah air,
nasionalisme, patriotisme dan watak-watak yang kuat.
e) Sejarah dalam lingkungan tata tertib intelektual dapat membuka pintu
kebijakan, daya kritik yang dalam, melatih untuk teliti dalam
pengertian, memisahkan yang tak penting dari yang penting,
membedakan propaganda dengan kebenaran.
f) Sejarah mengembangkan pengertian yang luas tentang warisan
kebudayaan umat manusia. (Hugiono dan P.K. Poerwanata, 1987 : 7)
Tujuan dan kegunaan dari mempelajari sejarah, yaitu dapat memberikan
gambaran baik dan buruk dalam suatu norma dan dapat menjadi pembelajaran
bagi kita semua. Dengan mempelajari sejarah, kita tidak hanya dapat mengetahui
bagaimana suatu peristiwa itu terjadi, namun juga dapat menanamkan rasa cinta
terhadap tanah air dan menghargai setiap jasa para pahlawan, selain itu sejarah
juga dapat melatih pemikiran yang teliti dan kritis dalam membedakan antara
propaganda dan kebenaran.
2.1.2 Konsep Perubahan Sistem Pendidikan Islam
Perubahan adalah proses yang membuat sesuatu keadaan berbeda dari keadaan
sebelumnya. Perubahan bisa terjadi oleh apa saja dan siapa saja yang berarti bisa
berupa benda dan juga seorang individu. Dengan adanya perubahan, maka situasi
atau keadaan yang terjadi akan berbeda dengan situasi atau keadaan sebelumnya.
15
Perubahan dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi pandangan positif dan sisi
pandangan yang negatif, sehingga akan memunculkan suatu dukungan dan juga
kontradiksi dari adanya perubahan.
Menurut Harigopal yang diterjemahkan oleh Rhenald Kasali, perubahan bisa
terjadi dari adanya ketidakpuasan terhadap keyakinan lama kemudian percaya
akan keyakinan pada keadaan yang baru. Perubahan adalah pergerakan dari
keadaan yang dikenal ke keadaan yang relatif tidak dikenal. (Rhenald Kasali,
2005 : 1)
Rhenald juga mengutip teori Sparadley, yang menegaskan bahwa perubahan
terencana harus diperhatikan secara berkala untuk mengembangkan hubungan
yang bermanfaat antara agen berubah dan sistem berubah. (Rhenald Kasali, 2005 :
3)
Dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Perubahan adalah
proses yang membuat sesuatu keadaan berbeda dari keadaan sebelumnya di mana
dapat timbul karena adanya rasa ketidak puasan terhadap keyakinan lama dan
percaya dengan keyakinan pada keadaan yang baru akan lebih mendapatkan
manfaat. Perubahan yang bertujuan memperoleh manfaat harus terencana dan
diperhatikan secara berkala. Perubahan dalam penelitian ini adalah perubahan
sistem pendidikan Islam di Hindia-Belanda pada tahun 1918-1928.
Tatang Amirin mengemukakan bahwa istilah sistem berasal dari bahasa Yunani
“sistema” yang artinya suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian.
Diantara bagian-bagian tersebutterdapat hubungan yang saling berkaitan. (Tatang
Amirin, 1886 : 11)
16
Anas Sudjana mengutip pendapat Johnson, Kost dan Rosenzweg mengatakan
bahwa suatu sistem merupakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks
dan terorganisir suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang
membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. (Anas Sudjana,
1997 : 21)
Jadi dapat dikatakan bahwa sistem merupakan himpunan komponen atau bagian
yang saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Suatu sistem
merupakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisir
suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian. Suatu sistem akan
dibuat secara terorganisir agar dapat membentuk keseluruhan yang kompleks.
Pendidikan Islam adalah pengajaran mengenai agama Islam dengan Al-Quran
sebagai pedomannya. Pendidikan Islam mengajarkan tentang rukun Iman, rukun
Islam, akhlak dan prilaku dan segala hal-hal yang berkenaan dengan tuntunan
agama Islam. Pendidikan Islam di Indonesia sudah ada sejak adanya penyebaran
agama Islam itu sendiri yang dimulai dari surau-surau, masjid dan pesantren.
Seperti yang disampaikan oleh A. Mustafa, mengenai pendidikan Islam pada
mulanya yaitu suatu proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan
jasmani, rohani dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang
baik. (A. Mustafa, 1999 : 11)
Zakiah Drajat juga mengungkapkan bahwa pendidikan Islam merupakan
pendidikan yang lebih banyak ditunjukkan kepada perbaikan sikap, mental yang
akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun
orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. (Fatar Syukur, 2012 : 3)
17
Menurut Azyumardi Azra, pendidikan Islam itu adalah proses pembentukan
individu bedasarkan ajaran Islam untuk mencapai derajat tinggi sehingga mampu
menunaikan fungsi kekhalifahannya dan berhasil mewujudkan kebahagiaan dunia
dan akhirat. (Azyumardi Azra, 1999 : 5)
Dari pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam pada saat itu
mengarah pada proses bimbingan peserta didik kepada perbaikan sikap, mental
yang terwujud dalam amal perbuatan sesuai dengan ajaran Islam dengan tujuan
terbentuknya pribadi muslim yang baik dan berhasil mewujudkan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Pendidikan Islam mengajarka murid-muridnya untuk
menjalankan kewajibannya dan menjauhi segala larangan agama Islam sebagai
bentuk ketaatan terhadap Tuhan dan agamanya.
Berdasarkan urian diatas, yang dimaksudkan sistem pendidikan Islam adalah
suatu kesatuan komponen yang terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan sesuai dengan ajaran Islam. Komponen
sistem pendidikan itu sendiri antara lain seperti tujuan, murid, pendidik, isi materi,
pengajaran dan alat pengajaran.
Setelah kedatangan Belanda, banyak sekolah-sekolah modern yang diperkenalkan.
Hal ini menyebabkan sistem pendidikan Islam yang semula masih berlangsung
secara sederhana, kemudian mulai mengalami perubahan.Pengaruh yang
munculdari adanya sekolah modern menimbulkan kesadaran para tokoh
pendidikan Islam bahwa masyarakat bukan hanya membutuhkan pengetahuan
agama dan akhiratnya, tetapi juga pengetahuan umum untuk memenuhi kebutuhan
dunianya.
18
Pendidikan Islam yang semula hanya mengajarkan tentang agama Islam seperti
tuntunan cara-cara membaca Al-Quran, mempelajari hadist dan tafsir, pengajaran
tentang rukun Islam dan rukun iman, etika dan prilaku-prilaku yang mengarah
pada ketaatan akan Tuhan dan agamanya, kemudian menambahkan materi yang
diajarkannya seperti berhitung, menulis, membaca, berdagang, keterampilan, dan
pengatahuan lainnya.
Fatah Syukur menyatakan, adanya pengaruh kolonial telah mengubah Pendidikan
Islam yang berusaha menyeimbangkan antara pendidikan agama dan juga ilmu
pengetahuan umum ke dalam isi pengajarannya (Fatah Syukur, 2012 : 6)
Dari keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan Islam telah
mengalami perubahan, lembaga pendidikan Islam pada saat itu tidak serta merta
hanya mengajarkan tentang pengetahuan agama, tetapi juga mengajarkan
pengetahuan umum dan mengadopsi beberapa sistem pendidikan modern yang
diperkenalkan oleh Belanda. Adapun komponen atau unsur sistem pada perubahan
sistem pendidikan Islam yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sistem
pengajaran dan isi materi yang disampaikan.
2.1.3 Konsep Hindia-Belanda
Hindia Belanda adalah sebuah jajahan Belanda, sekarang disebut Indonesia.
Jajahan Belanda ini bermula dari properti Vereenigde Oostindische Compagnie
(VOC) yang antara lain memiliki Jawa dan Maluku serta beberapa daerah lain
semenjak abad ke-17. Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1798, semua properti
VOC menjadi milik pemerintah Kerajaan Belanda.
Hindia-Belanda atau Nederlands-Indië dalam bahasa Belanda adalah
sebuah wilayah koloni Belanda yang diakui secara de jure dan de facto.
19
Kepala negara Hindia Belanda adalah Ratu atau Raja Belanda dengan
seorang Gubernur-Jendral sebagai perwakilannya yang berkuasa penuh.
Hindia Belanda juga merupakan wilayah yang tertulis dalam Undang-
undang Kerajaan Belanda tahun 1814 sebagai wilayah berdaulat Kerajaan
Belanda, diamendemen tahun 1848, 1872, dan 1922 menurut
perkembangan wilayah Hindia Belanda. (Wikipedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda. Diakses pada 12 Maret
2017)
Perbatasan wilayah Indonesia yang termasuk dalam Hindia Belanda ditentukan
melalui perjanjian-perjanjian antara kerajaan Belanda dengan kerajaan Eropa
lainnya seperti Kerajaan Sarawak yang merupakan protektorat Inggris, Borneo
Utara dengan menguasai Sabah di Malaya, Kerajaan Portugis, Kekaisaran Jerman
dengan menguasai Papua Nugini Utara dan Kerajaan Inggris dengan menguasai
Papua Nugini Selatan.
Perbatasan Hindia Belanda dengan negara tetangganya ditentukan dengan
perjanjian-perjanjian legal antara Kerajaan Belanda dengan Kerajaan
Sarawak (protektorat Inggris di bawah dinasti Brooke "the White Rajah"),
Borneo Utara Britania (Sabah), Kerajaan Portugis (Timor Portugis),
Kekaisaran Jerman (Papua Nugini Utara), Kerajaan Inggris (Papua Nugini
Selatan).(Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda.
Diakses pada 12 Maret 2017)
Pada mulanya, wilayah Hindia-Belanda hanya mencakup di wilayah Pulau Jawa,
kemudian sekitar abad ke-19, Belanda mulai menguasai berbagai wilayah
nusantara lainnya.Wilayah Hindia Belanda meliputi Indonesia saat ini dan juga
menguasai berbagai wilayah lain seperti Melaka, Taiwan dan Sri Langka yang
merupakan wilayah yang pernah dikuasai VOC.
Pada mulanya hanya pulau Jawa yang secara keseluruhan milik Belanda.
Lalu pada tahun-tahun selanjutnya sekitar abad ke-19 semua daerah lain di
Nusantara ditaklukkan. Hindia-Belanda adalah salah satu koloni Eropa
yang paling berharga yang termasuk dalam kekuasaan Imperium Belanda.
Pada puncaknya pada tahun 1942, Hindia-Belanda meliputi semua daerah
Indonesia saat ini seperti Sumatra, Bali, Kalimantan dan Sulawesi. Selain
itu, kota Melaka, Taiwan, Sri Lanka pernah dimiliki VOC dan pemerintah
Belanda.(Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda.
Diakses pada 12 Maret 2017)
20
Wilayah Sumatra Barat yang merupakan wilayah yang menjadi lokasi penelitian
ini merupakan wilayah yang termasuk dalam kawasan Hindia-Belanda. Bahkan
ketika Inggris berhasil menduduki wilayah nusantara dan juga Sumatra Barat,
melalui perjanjian London, Sumatra Barat dikembalikan ke tangan Belanda.
Tahun 1780-1784 pecah perang antara Inggris dan Belanda di Eropa.
Peperangan ini merambat pula sampai ke daerah-daerah koloni yang
mereka kuasai di seberang lautan. Pada tahun 1781 Inggris menyerang
kedudukan Belanda di Padang dari pusat kedudukannya di Bengkulu, dan
Padang serta benteng Belanda di Pulau Cingkuak di hancurkan. Dengan
demikian pusat perdagangan berpindah ke Bengkulu. Setelah terjadi
perjanjian antara kerajaan Belanda dengan kerajaan Inggris maka Inggris
terpaksa mengembalikan seluruh daerah yang sudah direbutnya.Akibat
adanya perjanjian London pada Tahun 1814, Inggris harus mengembalikan
bekas jajahan belanda kembali ke tangan Belanda. Bangsa yang dipimpin
oleh James du Puy menerima Sumatera Barat dari tangan Ingris pada
tanggal 19 Mei 1819. Setelah penyerahan itu, maka daerah yang diterima
tersebut dijadikan sebagai daerah administratif setingkat Residentie dan
diberi nama Residentie Padang. James du Puy sebagai residen dan
diangkat A.E van den Berg sebagai asisten Residen. (Kaum Pasukuan
Bujang Sambilan. 2012.
https://lubukgambir.wordpress.com/2012/10/04/sejarah-pesisir-selatan-
era-hindia-belanda/. Diakses 13 Maret 2017)
2.1.4 Konsep Perguruan Thawalib
Awal mula berdirinya Sumatra Thawalib tidak dapat dipisahkan dari surau-surau
yang ada di Sumatra Barat seperti surau Batu Sangkar, surau Batang Maninjau,
surau Parabek Bukit Tinggi dan terutama surau Jembatan Besi Padang Panjang.
Surau Jembatan Besi Padang Panjang dapat dikatakan sebagai cikal-bakal
berdirinya Sumatra Thawalib, bahkan menurut pendapat Burhanuddin Daya,
Sumatra Thawalib dahulunya adalah surau Jembatan Besi. Istilah surau
merupakan sebutan lain dari pesantren di wilayah Sumatra Barat, seperti yang
diterangkan oleh Mujamil Qomar bahwa selain istilah pesantren, masih terdapat
berbagai istilah di masing-masing daerah seperti di Aceh di sebut rangkang dan
dayah, sedang di Sumatra Barat disebut surau. (Mujamil Qomar, 2005 : 3)
21
Beberapa surau yang sangat penting artinya dalam sejarah Sumatra
Thawalib adalah surau Batu Sangkar, surau Sungai Batang Maninjau,
surau Parabek Bukittinggi, dan terutama surau Jembatan Besi Padang
Panjang. Surau Jembatan Besi Padang Panjang adalah awal pangkal
sejarah Sumatra Thawalib, atau Sumatra Thawalib dahulunya adalah surau
Jembatan Besi Padang Panjang itu. (Burhanuddin Daya, 1995 : 81)
Sumatra Thawalib mulanya adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh
golongan murid-murid agama Islam di Sumatra Barat terutama atas kerjasama
dari surau Jembatan Besi dan surau Parabek. Dua surau atau pesantren ini
memang sudah menjalin hubungan yang sangat erat sehingga tidak
mengherankan apabila dua lembaga pendidikan Islam ini saling berkerjasama
dengan membentuk organisasi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Awalnya, organisasi Sumatra Thawalib ini didirikan di Padang Panjang dengan
nama Sumatra Thuwailib yang artinya pelajar kecil Sumatra. Organisasi Sumatra
Thuwailib ini kemudian diganti lagi menjadi Sumatra Thawalib yang dianggap
tidak mengganti makna arti dari Thuwailib sendiri. Perubahan nama ini diawali
oleh surau Jembatan Besi Padang Panjang, kemudian diikuti oleh surau Parabek.
Perkumpulan Sumatra Thawalib mula-mula didirikan di Padang Panjang
dengan nama Sumatra Thuwailib, maksudnya Thuwailib Sumatra yang
berarti Pelajar Kecil Sumatra. Terbawa oleh perkembangan aktivitas dan
kreativitas murid-murid Jembatan Besi Padang Panjang yang telah
menyempurnakan nama organisasinya menjadi Sumatra Thawalib, surau
Parabek-pun menyempurnakan nama Thuwailibnya menjadi Sumatra
Thawalib. Dari semula memang sudah terlihat bahwa antara surau
Jembatan Besi dan surau Parabek terjalin hubungan yang sangat erat.
Murid-muridnya saling bertukar pindah, guru utamanya seperguruan dan
bersahabat karib. Maka tidak heran kalau ada usaha untuk menyatukan
kedua lembaga surau/pesantren ini. Munculah ide untuk menjalin kerja
sama yang lebih konkrit dengan membentuk satu organisasi yang dapat
mendukung kedua belah pihak. (Burhanuddi Daya, 1995 : 90)
Pada awal dibentuknya organisasi ini, Sumatra Thawalib memang sudah bergerak
dibidang pendidikan bahkan dalam perkembangan organisasinya, Sumatra
22
Thawalib mendirikan sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan yang juga diberi
nama Sumatra Thawalib. Untuk itu, tidak mengherankan jika kemudian Sumatra
Thawalib menjadi sebuah perguruan dalam bagian lembaga pendidikan Islam
yang mengelola sekolah-sekolah yang dinaunginya. Adapun lembaga yang
termasuk dalam perguruan Sumatra Thawalib, yaitu Sumatra Thawalib Padang
Panjang, Sumatra Thawalib Parabek, Sumatra Thawalib Padang japang, Sumatra
Thawalib Payakumbuh, Sumatra Thawalib Maninjau, dan berbagai perguruan
yang memakai istilah Sumatra Thawalib di Sumatra Barat.
Sebagai organisasi, dalam perkembangannya, Soematra Thawalib
langsung bergerak dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah-
sekolah atau perguruan-perguruan yang dinamakan juga Sumatra
Thawalib atau mengubah pengajian surau menjadi sekolah Sumatra
Thawalib dan seterusnya. Sumatra Thawalib sebagai perguruan antara lain
adalah Sumatra Thawalib, yaitu Sumatra Thawalib Padang Panjang,
Sumatra Thawalib Parabek, Sumatra Thawalib Padang japang, Sumatra
Thawalib Payakumbuh, Sumatra Thawalib Maninjau, dan berbagai
perguruan yang memakai istilah Sumatra Thawalib di Sumatra Barat.
(Burhanuddin Daya, 1995 : 94)
Sumatra Thawalib bermula dari adanya keinginan H. Abdul Karim untuk lebih
menyempurnakan suraunya. Sumatra Thawalib didirikan pada tahun 1918 di
Padang Panjang yang mulanya hanya merupakan perkumpulan dari pelajar-
pelajar madrasah. Kemudian pada tahun 1921, Sumatra Thawalib
menyempurnakan sistem madrasah dan memakai sistem kelas 1 sampai dengan
kelas 7.
Madrasah-madrasah itu umumnya terdiri dari 7 kelas dan tiap kelas memiliki
rancangan pembelajarannya sendiri-sendiri. Sumatra Thawalib semula
digunakan sebagai perkumpulan pelajar-pelajar madrasah yang kemudian
pada tahun 1921 lebih menyempurnakan penerapan sistem kelasnya. Pada
tahun 1930 Sumatra Thawalib sebagai perkumpulan di ubah menjadi Permi
(Persatuan Muslim Indonesia) sedangkan madrasahnya menggunakan nama
Thawalib saja. (Djumhur dan Danasuparta, 1976 : 161)
23
2.2 Kerangka Pikir
Belanda datang untuk melakukan penjajahan dan menyebut wilayah jajahannya
sebagai Hindia-Belanda yang sekarang menjadi negara Indonesia. Selama
melakukan penjajahan, Belanda banyak mengeluarkan berbagai kebijakan di
Hindia-Belanda. Kebijakan yang dilakukan oleh Belanda ini mempengaruhi
keadaan ekonomi, sosial bahkan pendidikan masyarakat pribumi. Salah satu
kebijakan yang mempengaruhi pendidikan pribumi adalah politik etis. Salah satu
isi dari penerapan politik etis ini adalah memperhatikan pendidikan golongan
pribumi dengan cara mendirikan sekolah-sekolah bercorak modern Barat. Namun,
penerapan politik etis ternyata dinggap tidak sesuai dengan harapan kaum
pribumi, bahkan banyak muncul kabar tentang penerapan politik etis yang malah
mengakibatkan kemerosotan bagi kehidupan rakyat seperti misalnya pemanfaatan
tenaga kerja yang dibayar tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.
Pendidikan yang diterapkan oleh Belanda ternyata hanya untuk memperoleh
keuntungan bagi pihak Belanda. Pendidikan yang diberikan juga tidak merata dan
cenderung membeda-bedakan golongan rakyat pribumi elit dengan pribumi biasa,
bahkan ada golongan masyarakat pribumi yang tidak memperoleh pendidikan dan
hal ini menyebabkan kesenjangan pada masyarakat Hindia-Belanda. Keadaan ini
menimbulkan keprihatinan dikalangan kiai dan pendidik Islam yang kemudian
memunculkan kaum reformis pendidikan Islam yang menginginkan perubahan
dan pembaharuan dari sistem yang diterapkan pada lembaga pendidikan Islam.
Pemikiran adanya perubahan itu juga didasari akan adanya kesadaran bahwa
tingkat pengetahuan masyarakat akan mempengaruhi kesadaran nasionalismenya
24
yang memang pada tahun 1900 sudah banyak isu-isu mengenai cita-cita
kemerdekaan dan semangat nasionalisme.
Kekhawatiran akan adanya kesenjangan pendidikan masyarakat juga muncul pada
para pendidik Islam terkhusus di perguruan Sumatra Thawalib Sumatra Barat,
untuk itu munculah pemikiran bahwa memberikan pengetahuan umum dengan
sistem yang modern sangat diperlukan di samping pemberian pengetahuan
agama.Munculah pemikiran untuk mengadopsi beberapa sistem pendidikan
modern Barat untuk diterapkan dalam sistem pendidikan Islam seperti yang
diterapkan di perguruan Thawalib. Sistem pendidikan modern Barat dinilai lebih
terstruktur dan sistematis dan juga memberikan hasil yang baik, sehingga
pendidikan Islam merasa perlu mengadopsi beberapa sistem pendidikan yang
diterapkan pendidikan Islam. Awalnya perubahan sistem pengajaran ini baru
diterapkan di Sumatra Thawalib Padang Panjang yang kemudian disusul oleh
Sumatra Thawalib Parabek, hal ini karenaide mengenai perubahan sistem tersebut
banyak menuai pertentangan dari kalangan kiai dan ulama karena rasa antipati dan
kebencian terhadap penjajahan Belanda, namun syekh Abdul Karim dan syekh
Abbas sebagai tokoh reformis pendidikan Islamberusaha meyakinkan dengan
menerapkan pendidikan Islam yang dipadukan dengan beberapa sistem
pendidikan modern Barat. Meskipun pada mulanya menuai pertentangan, namun
semakin lama semakin banyak lembaga pendidikan Islam Sumatra Thawalib
lainnya yang menerapkan sistem pendidikan Islamyang telah mengadopsi sistem
pendidikan Barat, seperti Sumatra Thawalib Parabek, Sumatra Thawalib
Maninjau, Sumatra Thawalib Padang Japang dan lembaga pendidikan Islam
naungan Sumatra Thawalib lainnya. Hal ini dikarenakan para kiai perguruan
25
Sumatra Thawalib menyadari bahwa perlu adanya perubahan sistem pendidikan
Islam demi kemajuan pendidikan Islam di Hindia-Belanda.
Adapun sistem pendidikan yang diadopsi oleh pendidikan Islam dari pendidikan
modern Barat yaitu penerapan sistem klasikal dan juga materi pengajaran
pengetahuan umum. Sistem klasikal dianggap baik untuk diterapkan karena
membagi murid ke dalam kelas-kelas sesuai pengetahuan yang telah didapatkan.
Dengan begitu guru akan dapat memaksimalkan materi yang disampaikan pada
muridnya. Lembaga pendidikan Islam mulai memasukan pengetahuan umum
seperti berhitung, menulis dan membaca huruf latin, matematika, bahasa, sejarah
dan ilmu bumi. Dari adanya perubahan-perubahan ini, maka lembaga pendidikan
Islam tidak lagi hanya sekedar memberikan materi pengetahuan agama saja,
bahkan lembaga pendidikan Islam sudah mulai menjadi model sekolah modern
Belanda yang dilengkapi dengan pengetahuan Agama Islam.
26
Pendidikan Formal Modern Belanda
Sistem Pendidikan Islam di Sumatra
Thawalib
2.3 Paradigma
Keterangan :
: Garis Pengaruh
27
REFERENSI
Munawar Cholil. 1965. Kelengkapan Tarih Nabi Muhammad SAW. Bulan Bintang
: Jakarta. Halaman : 15
Hugiono dan P.K. Poerwanata. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Bina Aksara :
Jakarta. Halaman : 9
Sartono Kartodirjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi sejarah. PT.
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Halaman : 59
Hugiono dan P.K. Poerwanata. Op.Cit. Halaman : 7
Rhenald Kasali. 2005. Change ! Menejemen Perubahan dan Menejemen
Harapan. Gramedia : Jakarta. Halaman : 1
Ibid. Halaman : 3
Tatang Amirin. 1886. Pengantar Sistem. Rajawali Press : Jakarta. Halaman 11
Anas Sudjana. 1997. Pengantar Adminitrasi Pendidikan Sebagai Suatu Sistem.
Rosada Karya : Bandung. Halaman : 21
A. Mustafa. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. CV Pustaka Setia :
Bandung. Halaman : 11.Fatar Syukur, 2012 : 3
Fatar Syukur. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Pustaka Rizki Putra : Semarang.
Halaman : 3
Azyumardi Azra. 1999. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam.
Logos Wacana Ilmu : Jakarta. Halaman : 5.
Fatar Syukur. Op.Cit. Halaman : 6
Wikipedia. Hindia-Belanda. Dikutip dari internet :
[https://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda] Diakses pada 12 Maret 2017.
Ibid.
Ibid.
Kaum Pasukuan Bujang Sambilan. 2012. Sejarah Pesisir Selatan Era Hindia-
Belanda. Dikutip dari internet :
[https://lubukgambir.Wordpress.com/2012/10/04/sejarah-pesisir-selatan-era-
hindia-belanda/] Diakses 13 Maret 2017.
28
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Suatu penelitian memerlukan metode untuk memecahkan masalah. Dengan
metode tersebut diharapkan dapat mencapai hasil penelitian yang relevan. Untuk
itu, penggunaan metode dalam penelitian merupakan hal yang penting.
Menurut Winarto Surachmad, metode adalah suatu cara utama yang dipergunakan
untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis
dengan menggunakan teknik serta alat tertentu (Winarto Surachmad, 1990 : 131).
Menurut Husin Sayuti, metode adalah cara kerja yang dapat memahami objek
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Husin Sayuti, 1989 : 32).
Bedasarkan pendapat tersebut, diketahui bahwa metode adalah cara kerja atau
prosedur yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang munculpada
suatu penelitiandengan menggunakan teknik atau tata cara tertentu untuk
mencapai suatu tujuan.
Metode merupakan faktor penting untuk memecahkan masalah yang turut
menentukan keberhasilan suatu penelitian. Hal ini dikarenakan metode adalah
cara kerja yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan berdasarkan
penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
historis.
29
3.1.1 Metode Historis
Metode historis menurut Louis Gottschalk yang telah diterjemahkan oleh
Nugroho Notosusanto, menyatakan bahwa metode sejarah adalah proses menguji
dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu (Nugroho
Notosusanto, 1984 : 32).
Abdurahman Surjomiharjo mengungkapkan metode historis merupakan suatu
proses yang telah dilaksanakan oleh sejarawan dalam usaha mencari,
mengumpulkan, menguji, memilih, memisahkan dan kemudian menyajikan fakta
sejarah serta tafsirnya di dalam susunan yang teratur (Abdurahman Surjomihardjo,
1979 : 133).
Definisi serupa juga disampaikan oleh Sumadi Suryabrata mengenai metode
historis yaitu usaha untuk merekonstruksikan masa lampau secara sistematis dan
objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, menferivikasi serta
mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan
(Sumadi Suryabarata, 1998 : 16).
Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa metode historisadalah
suatu aturan yang sistematis yang digunakan dalam suatu penulisan sejarah.
Menurut Abbudin Nata, ilmu pendidikan Islam yang bercorak historis adalah ilmu
pendidikan Islam yang mengfokuskan kajian pada data-data empiris yang dapat
dilacak dalam sejarah, baik yang berupa karya tulis, peninggalan berupa lembaga
maupun pendidikan dengan berbagai aspek. (Abbdudin Nata, 2010 : 3)
30
Langkah-langkah yang digunakan dalam metode historis, antara lain :
1. Heuristik, yaitu kegiatan menghimpin jejak-jejak masa lalu.
2. Kritik sumber (sejarah), yakni menyelidiki apakah jejak-jejak itu
sejati, baik bentuk maupun isinya.
3. Interpretasi, yakni menetapkan makna yang saling berhubungan dari
fakta-fakta yang diperoleh itu.
4. Historiografi, yakni penyampaian sintesa yang diperoleh dalam bentuk
suatu kisah.
(Nugroho Notosusanto, 1984 : 36)
Dari langkah-langkah yang digunakan dalam metode historis tersebut, maka perlu
diadakannya deskripsi mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam
melaksanakan penelitian ini. Adapun deskripsi yang akan dilakukan dari langkah-
langkah metode historis tersebut, antara lain :
1. Heuristik, merupakan tahapan untuk mengumpulkan sumber-sumber
sejarah. Sumber-sumber yang dimaksudkan oleh penulis adalah sumber-
sumber buku dan juga literaturyang berkaitan dengan penelitian, maka
dalam tahapan ini, peneliti mencoba mencari dan mengumpulkan sumber-
sumber baik dalam bentuk catatan, buku sumber, literatur, arsip dan
sebagainya. Tahapan heuristik ini dilakukan untuk mencari dan
mengumpulkan sumber data yang berhubungan dengan penelitiansehingga
dapat menghilangkan keraguan pada suatu peristiwa. Pada tahapan ini,
kegiatan diarahkan pada pencarian sumber data dari buku-buku literatur
dan dokumen-dokumen terkait dengan permasalahan. Pencarian sumber-
sumber tersebut dilakukan dengan mendatangi Laboratorium Program
Studi Pendidikan Sejarah, Perpustakaan Universitas Lampung,
Perpustakaan Daerah Provinsi Lampung dan juga e-book yang peneliti
temukan pada penelusuran Google Scholar. Buku-buku sumber yang
digunakan dalam penelitian ini, antara lain seperti Sejarah Nasional
31
Indonesia Jilid V, Sejarah Pendidikan, Gerakan Pembaharuan Pemikiran
Islam Sumatra Thawalib, Pendidikan Islam, Lembaga Pendidikan Islam
Indonesia, Sejarah Pendidikan Islam, Pesantren dan Pembaharuan dan
sebagainya.
2. Kritik sumber, merupakan tahapan untuk memeriksa apakah sumber-
sumber yang telah diperoleh tersebut merupakan sumber yang dikehandaki
atau tidak. Setelah diperiksa, sumber yang dikehendaki ataupun sumber
yang tidak dikehendaki tersebut harus dipisahkan agar informasi yang
didapatkan sesuai dengan penelitian yang dilakukan.Maksud dari sumber
yang dikehendaki adalah sumber yang dapat dijadikan sebagai dasar pada
penelitian yang dalam hal ini, peneliti berusaha mengambil informasi-
informasi yang memang tepat dan diperlukan berdasarkan sumber yang
telah diperoleh.Kritik sumber dilakukan untuk menghindarkan penulis dari
manipulasi data. Kritik sumber dilakukan dengan engujian kritik yaitu
kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern lebih merujuk pada
penelitian fisik, apakah buku atau literatur tersebut bisa dipercaya dengan
cara membandingkan antara literatur satu dengan yang lain. Pada kritik
ekstern yang dilihat adalah apakah sumber buku atau literatur tersebut
memang diperlukan dalam penelitian ini dengan menyeleksi buku dan
literatur yang didapatkan. Selanjutnya untuk kritik intern lebih
menekankan pada isi buku tersebut. Bentuk kegiatan yang dilakukan
penulis pada tahapan kritik intern ini misalnya dalam sebuah buku sumber,
peneliti mengambil beberapa kalimat atau paragraf yang sesuai dengan
32
penelitian agar dapat dijadikan sebagai sumber untuk memberikan
argumentasi pada tahapan interpretasi.
3. Interpretasi, merupakan tahapan memberi penafsiran terhadap informasi-
informasi yang telah didapatkan dari berbagai sumber dan dirangkai
menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal.Setelah melakukan
kritik sumber, peneliti menuliskan uraian penafsiran dan analisis pada
sumber yang telah dilakukan kritik sumber. Penafsiran yang dimaksudkan
yaitu peneliti menganalisis sumber yang telah dipilih agar dapat
menuliskan uraianhasil penelitian mengenai perubahan sistem pendidikan
Islam di Hindia-Belanda Tahun 1905-1930.
4. Historiografi, merupakan tahap terakhir dalam langkah-langkah metode
historis yaitu penulisan sejarahyang dalam tahapan ini tidak hanya
menuliskan fakta-fakta atau sumber dan informasi mengenai hasil
penelitian, tetapi juga menyampaikan suatu pemikiran melalui interpretasi
yang dilakukan peneliti berdasarkan sumber informasi dan fakta hasil
penelitian. Pada tahap penyajian ini, peneliti berusaha menuliskan hasil
informasi dan intrepetasi yang telah dilakukan menjadi hasil penelitian
sebagai tugas akhir yang dilakukan oleh peneliti.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Selain memerlukan adanya suatu metode, dalam suatu penelitian juga dibutuhkan
untuk menentukan teknik dalam pengumpulan data. Teknik pengumpulan data
merupakan cara untuk mengumpulkan data dalam penelitian tersebut. Dalam
penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan digunakan ialah teknik
kepustakaan dan teknik dokumentasi.
33
3.2.1 Teknik Kepustakaan
Teknik kepustakaanyaitu membaca literatur yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti, baik itu konsep-konsep, teori-teori yang ada untuk
memperluas pengetahuan dan analisa permasalahan.
Menurut Mestika Zed, metode kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat
serta mengolah bahan penelitian.
“Ciri-ciri studi pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
a. Penelitian berhadapan langsung dengan teks atau angka, bukan
pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian-
kejadian atau benda-benda lainnya.
b. Data pustaka bersifat siap pakai artinya sudah ada diperpustakaan.
c. Data umumnya adalah data sekunder.
d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi ruang dan waktu.
(Mestika Zed, 004 : 4)
Teknik kepustakaan akan dilakukan dengan mempelajari berbagai karya tulis,
berbagai buku-buku jurnal, ensiklopedia, majalah, surat kabar terbitan masa lalu
untuk merangkai saran-saran tindakan dalam mengatasi suatu masalah yang
terjadi pada masa sekarang di lingkungan tertentu. (Nawawi, 1994 : 94)
Pada teknik kepustakaan ini, peneliti menggunakan beberapa buku-buku dan
literatur yng berkaitan dengan masalah penelitian seperti Sejarah Nasional
Indonesia Jilid V, Sejarah Pendidikan, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam
Sumatra Thawalib, Pendidikan Islam, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia,
Sejarah Pendidikan Islam, Pesantren dan Pembaharuan dan sebagainya.
34
3.2.2 Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik yang sangat penting dalam penelitian ilmiah,
karena dalam teknik dokumentasi ini kita akan memperoleh informasi melalui
dokumen-dokumen, buku-buku, serta sumber lain yang sesuai dengan masalah
yang akan dibahas.
Teknik dokumentasimenurut Suharsimi Aritkunto, yaitu mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto,
1998 : 206)
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa seorang peneliti dalam mengumpulkan data
tidak hanya terbatas pada literatur tetapi juga melalui tetapi juga melalui
pembuktian atau mencari data lain yang berupa catatan, transkip, jurnal, buku,
surat kabar, majalah, prasati, notulen rapat, lengger, agenda, gambar arkeologi dan
lain sebagainya.
3.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data suatu tahapan atau cara yang dilakukan oleh peneliti pada
proses mencari dan menyusun secara sistematis data-data yang telah diperoleh
dari hasil pengumpulan data.
Menurut Bogdan dan Sugiyono, teknik analisis data adalah suatu tahapan atau
cara pada proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Bogdan dalam
Sugiyono, 2013:244)
35
Setelah data-data terkumpul melalui tahapan pengumpulan data, tahapan
selanjutnya dari peneliti adalah melakukan analisis data. Teknik analisis data
yangdigunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif. Teknik
analisa data kualitatif lebih mewujudkan kata-kata dari pada deretan angka yang
menjadi bahan utama bagi ilmu-ilmu sosial. Data kualitatif merupakan sumber
deskripsi yang luas dan memuat penjelasan tentang proses-proses dalam keadaan
lingkungan setempat.
Analisis data kualitatif adalah data yang muncul berupa kata-kata bukan rangkaian
angka, data tersebut dikumpulkan melalui cara atau teknik yang digunakan oleh
penulis, apakah yang diperoleh dari hasil observasi dan siap untuk diproses (B
Miles dan A Michael Huberman, 1992 : 15).
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan
metode analisis data kualitatif. Menurut Miles dan Huberman, tahapan-tahapan
yang akan dilakukan dalam proses analisis data kualitatif meliputitahapan reduksi
data, penyajian data dan verifikasi data. (B Miles dan A Michael Huberman,
1992: 113).
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam teknik analisis data pada
penelitian ini, antara lain :
1. Reduksi Data yaitu sebuah proses pemulihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari
catatan di lapangan. Reduksi data juga merupakan bentuk analisis yang
tajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang yang tidak perlu
serta mengorganisir data sampai akhirnya bisa menarik kesimpulan.
36
2. Penyajian Data yaitu data yang dibatasi sebagai kumpulan informasi
tersusun, memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Dengan penyajian data tersebut akan dapat
dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, sehingga dalam
penganalisis atau mengambil tindakan nantinya akan berdasarkan
pemahaman yang di dapat dari penyajian tersebut.
3. Verifikasi data yaitu menarik sebuah kesimpulan secara utuh setelah
semua makna-makna yang muncul dari data sudah diuji kebenarannya,
kekokohannya, kecocokannya, sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan
yang jelas kegunaanya dan kebenarannya.
37
REFERENSI
Winarto Surachmad. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknis.
Tarsito : Bandung. Halaman : 131
Husin Sayuti. 1989. Pengantar Teknologi dan Riset. CV Fajar Agung : Jakarta.
Halaman : 32.
Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu
Pengalaman). Inti Idayu Press : Jakarta. Halaman : 32.
Abdurrahman Suryomihardjo. 1979. Pembinaan Bangsa dan Masalah
Historiografi. Yayasan Idayu Press : Jakarta. Halaman : 133.
Sumadi Suryabarata. 1998. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada :
Jakarta. Halaman : 16.
Abbudin Nata. 2010. Sejarah Pendidikan Islam : Pada Periode Klasik dan
Pertengahan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. Halaman : 3.
Nugroho Notosusanto. Op.Cit. Halaman : 36.
Mestika Zed. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia :
Jakarta. Halaman : 4.
HadariNawawi. 1994. Metode Pemelitian. Depdikbud : Jakarta. Halaman : 94.
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. P.T.
Rineka Cipta : Jakarta. Halaman : 206.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta CV.
Bandung : Bandung. Halaman : 244.
Mattew Miles B dan Michael Hoberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Universitas Indonesia Press : Jakarta. Halaman: 15.
Ibid.113
84
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dikemukakan di dalam
bab-bab di atas,maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Perubahan
Sistem Pendidikan Islam diSumatra Thawalib pada tahun 1918-1925, antara lain :
1. Sistem pengajaran, Pendidikan Islam di Sumatra Thawalib yang semula masih
tradisional berubah menjadi sistem klasikal atau sistem kelas dengan
menggunakan bangku, meja sebagai sarana dan mengklasifikasikanmurid
berdasarkan tingkat pengetahuan. Penerapan sistem kelas ini diawali oleh
Sumatra Thawalib Padang Panjang yang kemudian diikuti oleh perguruan
Sumatra Thawalib lainnya. Pembagian kelas terdiri dari kelas rendah,
menengah dan tinggi. Kelas-kelas tersebut kemudian dipecah lagi menjadi
beberapa tingkatan seperti kelas rendah yaitu kelas 1, 2, 3 dan 4, kelas
menengah yaitu kelas 5 dan 6 dan kelas tinggi yaitu kelas 7.
2. Isi materi pengajaran Pendidikan Islam di Sumatra Thawalib tidak lagi hanya
memberikan pengajaran tentang agama, tetapi juga telah memasukan
pengetahuan umum. Mata pelajaran agama terdiri dari : ilmu fiqih, ilmu tauhid,
tafsir, hadis, sejarah Islam, mantik dan Bahasa Arab. Mata pelajaran umum
meliputi ilmu bumi, sejarah, berhitung, membaca dan menulis latin, bahasa
Indonesia, bahasa inggris dan juga bahasa Belanda.
85
5.2 Saran
Sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis
menyampaikan saran-saran diantaranya, sebagai berikut :
1. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang Pendidikan Islam di Sumtra Thawalib
karena masih banyak sisi lain yang masih bisa dikaji lebih lanjut agar
memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang Pendidikan Islam diHindia-
Belanda.
2. Diharapkan dapat lebih mengerti tentang perubahan sistem pendidikan Islam
Pada Pendidikan Islam diHindia-Belanda tahun 1918-1925.
DAFTAR PUSTAKA
Arif,Mahmud. 2008. Pendidikan Islam Transformatif. LkiS : Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. P.T.
Rineka Cipta : Jakarta.
Azra, Azyumardi. 1999. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam.
Logos Wacana Ilmu : Jakarta.
______________. 2012. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di tengah
Tantangan Milenium III. Kencana : Jakarta.
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu (Edisi Revisi). Rajawali Press : Jakarta
Budiyanto, Mangun. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Ombak : Yogykarta.
Cholil, Munawar. 1965. Kelengkapan Tarih Nabi Muhammad SAW. Bulan
Bintang : Jakarta.
Daya, Burhanuddin. 1995. Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus
Sumatra Thawalib. PT. Tirta Wacana Yogya : Yogyakarta.
Dhofier, Zamakhasyari. 1985. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup
Kiai. LP3ES : Jakarta.
Djumhur dan Danasuparta. 1976. Sejarah Pendidikan. CV Ilmu : Bandung.
Hasbullah. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Hugiono dan P.K. Poerwantana. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Bina Aksara :
Jakarta.
Ihsan, Fuad. 2011. Dasar-Dasar Kependidikan. Rineka Cipta : Jakarta.
Jahja, Abdjan. 2013. Paradigma Pendidikan Islam. Ombak : Yogyakarta.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi sejarah.
PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Kasali, Rhenald. 2005. Change ! Menejemen Perubahan dan Menejemen
Harapan. Gramedia : Jakarta.
M. Arifin. 1991. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Bumi Aksara :
Jakarta.
Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang
Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Seri INIS XX. INIS :
Jakarta.
Mattew B, Miles, Hoberman, Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Universitas
Indonesia Press : Jakarta.
Muchtaroh, Zuhairini dkk. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Bumi Aksara :
Jakarta.
Mustafa, A. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. CV Pustaka Setia :
Bandung.
Nata, Abuddin. 2010. Sejarah Pendidikan Islam : Pada Periode Klasik dan
Pertengahan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Nawawi, Hadari. 1994. Metode Pemelitian. Depdikbud : Jakarta.
Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu
Pengalaman). Inti Idayu Press : Jakarta.
__________________. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V : Zaman Kebangkitan
Nasional dan Masa Hindia BelandaI. Balai Pustaka : Jakarta.
Qomar, Mujamil. 2005. Pesantren : Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi. Erlangga : Jakarta.
Raharjo, M Dawan. 1974. Pesantren dan Pembaharuan. LP3S : Jakarta.
Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Teknologi dan Riset. CV Fajar Agung : Jakarta.
Subhan, Arief. 2012. Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20. Kencana
: Jakarta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta CV.
Bandung : Bandung.
Suminto, Aqib. 1984. Politik Islam Hindia Belanda. LP3ES : Jakarta.
Surachmad, Winarto. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknis.
Tarsito : Bandung. Halaman : 131
Suryabarata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada :
Jakarta.
Suryomihardjo, Abdurrahman. 1979. Pembinaan Bangsa dan Masalah
Historiografi. Yayasan Idayu Press : Jakarta.
Syukur NC, Fatah. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Pustaka Rizki Putra :
Semarang.
Tafsir, Ahmad. 1996. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Remaja Rosdakarya :
Bandung.
Utomo, Cahyo Budi. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari
Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. IKIP Semarang Press : Semarang.
Wahid, Abdurrahman. 1974. Bunga Rampai Pesantren. CV. Dharma Bhakti :
Jakarta.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia :
Jakarta.
Ziemek, Manfred. 1986. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Diterjemahkan oleh
Butche B. Soendjojo. P3M : Jakarta.