pendudukan jepang di onderafdeling wisselmeren …
TRANSCRIPT
i
PENDUDUKAN JEPANG DI ONDERAFDELING
WISSELMEREN
(1935-1944)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sejarah Pada
Program Studi Sejarah
Disusun Oleh:
Elsada Mudewa Pigai
NIM : 134314006
PROGRAM STUDI SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
MOTTO
Harapan adalah kemampuan untuk melihat bahwa ada cahaya meskipun semua
dalam kegelapan.
(Desmond MpiloTutu)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga di Paniai, terlebih khusus kepada
orang Papua, dan suku Me di Meuwodide, semoga ini menjadi salah satu karya
awal saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul ‘Pendudukan Jepang Di Onderafdeling Wisselmeren
(1935 -1944)’. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui latarbelakang kedatangan
orang Belanda (pemerintah Belanda dan Zending CAMA dari Amerika dan
Katolik dari Eropa), terkhusus Jepang, dinamika penjajahan Jepang di
Wisselmeren, dan dampak dari aksi-aksi Jepang yang membawa perubahan sosial
bagi orang Me.
Metode yang dipakai dalam skripsi ini ialah penelitian lapangan, yakni
studi pustaka dan wawancara. Sumber yang didapat dalam studi pustaka adalah
buku, artikel, dan jurnal. Sumber ini didapatkan dari perpustakaan dan internet.
Sedangkan wawancara dilakukan dengan mewawancarai para saksi sejarah Jepang
di Paniai.
Dalam menganalisa pendudukan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren
(1935-1944), pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sejarah lokal. Selain itu
teori yang digunakan dalam skripsi ini ialah teori perubahan sosial dari Soerjono
Soekanto.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa perubahan sosial, terkhusus
perubahan pola perilaku dan sikap orang Me, dilatarbelakangi oleh kondisi buruk
yang mereka alami di bawah penjajahan Jepang. Kedatangan Jepang selanjutnya
dianggap orang Me disebabkan karena keberadaan orang Belanda, sehingga orang
Me menaruh benci terhadap orang asing. Selain itu, penduduk lokal juga turut
mengalamatkan kondisi yang mereka alami terhadap beberapa orang Me yang
turut membantu tentara Jepang. Kenyataannya kebencian itu masih tertanam
bahkan setelah penjajahan Jepang tersebut berakhir.
Kata Kunci : Penjajahan Jepang, Orang Me, Wisselmeren.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is ‘Japanese Occupation in Onderafdeling
Wisselmeren (1935 -1944)’. It aim to know about the background of dutch arrived
(dutch government, Zending CAMA from America, and Catholik Rome from
Europe), especially Japan, the dynamic of Japanese ocupation in Wisselmeren,
and the impact who bring a social change to the people Me.
The method used in this thesis was field research, ie literature study and
interview. The sources obtained in literature study were in books, articles, and
journals. These sources were obtained from library and internet. While, the
interview were conducted by interviewing the witnesses of Japanese history in
Paniai.
In analyzing the Japanese occupation in Onderafdeling Wisselmeren
(1935-1944), the approach used was the local history approach. Bisides, the
theory used in this thesis was social change by Soerjono Soekanto.
The results of this research pointed out that social change, especially the
changes in behavior patterns and attitudes of people Me, backed by the bad
conditions who they experienced under Japanese occupation. The coming of
Japan were further considered the people Me due to the presence of the Dutch, so
those people Me hated against strangers. Besides, the local residents also
addressed the conditions they experienced against some people Me who helped
the Japanese army. In fact, the hatred was still embedded even after the Japanese
occupation ended.
Keywords : Japanese occupation, people Me, Wisselmeren.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Kebahagian tidak terhingga akhirnya saya rasakan dengan
terselesaikannya skripsi ini. Pertama saya sangat mengucap syukur kepada Tuhan
Yesus yang punya segala kuasa dan berkat, sehingga saya dapat sampai pada
proses ini. Dalam hal ini juga saya ingin menyampaikan banyak terimakasih
kepada pihak-pihak yang ikut membantu dalam terselesaikannya penulisan ini
dengan masukan dan dukungan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada saya :
1. Dosen Pembimbing, Pak Heri Priyatmoko, terimakasih sudah mendampingi
saya selama penulisan skripsi ini, sehingga terselesaikan.
2. Pak Rio, terimakasih karena selalu ada membantu saya menemukan jalan
keluar dengan pertanyaan-pertanyaan membingungkan yang saya bawa,
sehingga membuatnya mudah. Untuk Pak Hery Santosa, terimakasih bapak
karena selalu ada di waktu-waktu yang sangat dibutuhkan.
3. Rm. G. Budi Subanar, SJ yang penjelasannya terkadang susah ditebak.
Terimakasih untuk ide-ide yang membangun romo, salah satunya saya pun
semakin yakin untuk menyelesaikan topik skripsi yang saya pilih ini. Rm.
FX. Baskara T. Wardaya, SJ terimakasih untuk kisah-kisah inspiratif yang
selalu dibagikan setiap kuliah, masukan-masukan yang membangun, dan
menyemangati saya untuk terus maju serta kritis terhadap apa yang saya
pelajari dan pilih.
4. Pak Purwanto, Pak manu, Pak Yerry, dan terkhusus Pak Sandiwan yang
telah menemani saya mempelajari semua mata kuliah sulit, yang menjadi
inspirasi penting untuk saya selalu berpikir keras dalam hal apapun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
Terimakasih untuk semua ilmunya bapak-bapak dosen. Mas Halim,
terimakasih juga untuk satu semester yang tak terlupakan, mendalami
besarnya peradaban China. Mas Agus, terimakasih sudah mengisih waktu
luangnnya mendampingi kami menggali tentang sejarah ekonomi pertanian.
5. Alm. Ibu Lucia Juningsih, terimakasih karena saya akhirnya bangga, sadar,
dan tahu tentang kekayaan sejarah yang harus terus menerus digali adalah
hasil dari kesan dan pesan selama 6 semester bersama ibu. Terimakasih juga
telah mengizinkan dan mempercayai saya meraba dan merawat buku-buku
tua di Pustaka van Der Meulen, itu akan selalu menjadi pengalaman terbaik
saya.
6. Mas Tri dan Mas Doni di Sekretariat Fakultas Sastra, terimakasih untuk
semua pelayanan kalian selama saya kuliah.
7. Terimakasih banyak untuk keluarga di Paniai yang menyemangati saya
kuliah dan belajar, terkhusus kepada bapa, mama, bang Ben, adik-adik, dan
semua orang yang tinggal di rumah. Kak Kode juga yang selalu menemani
saya selama di Jogja, thank you kak.
8. Terimakasih kepada bapatua Giadama yang memberikan masukan dan
sumber tambahan untuk penulisan skripsi saya. Tidak lupa juga terimakasih
banyak untuk kakak paling kece, kakak Giaumau Gia atas ide dan
semangatnya. Ide umina.
9. Terimakasih untuk teman-teman kuliah angkatan 2013, Mas Angga, Ayu,
Tony, Lisa, Luis, dan Kevin Rinangga. Akhirnya kita bisa lulus guys.
Terimakasih juga untuk teman sejarah yang lainnya, kaka Marni, Desi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
Magda, Deslin, Yasmin, Ryan, Ndoi, Novi, Juan, Belo, dan Tiur. Thank you
guys untuk pertemanannya selama kuliah, tetap semangat.
10. Teman-teman di Gereja Filipy Jogya, terkhusus terimakasih untuk bapak
Pdt. Rey dan Ibu Rini selaku orang tua rohani atas kepercayaannya kepada
saya untuk pelayanan di gereja, serta dukungan doa, dan semua masukan
yang membuat saya menjadi pribadi yang siap dalam hal apapun.
Terimakasih juga kepada semua teman pemuda gereja, Martha, Kak Melen,
Sella, adik Zipo, dan yang lainnya. Tetap semangat, Tuhan Berkati.
11. Teman-teman semua anak-anak Me di Yogya, Kaka Yohana, Yos, Ida,
Magda, Merry, Agnes, dan Berta, serta yang lainnya di
IPMANAPANDODE Yogyakarta. Terimakasih selama waktu-waktu
bersama sebagai anak-anak merantau dari Meuwodide.
12. Orang-orang di Paniai yang memberikan saya tambahan sumber yang luar
biasa dalam wawancara, ini sunggu memudahkan saya. Nagayawegano
adamaido, terlebih khusus Mama Karo Mote yang siap dan membukakan
pintu rumah untuk diwawancara, ideno.
13. Terimakasih teman seangkatan di kos yang melemparkan kata-kata
semangat untuk cepat nyusul ujian, buat Nanda dan Ocha.
14. Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk pengelolah web Cama Alliance
yang menyediakan Artikel The Pioneer dalam bentuk PDF yang bisa
diakses, sehingga memudahkan penulisan saya. Thank you, it was so helping
me when i wrote my thesis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
Hasil karya ini tidaklah sempurna, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan kritik dan sarannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..................................................... v
HALAMAN MOTTO.......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR......................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ ...... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ........................................................... 4
C. Rumusan Masalah............................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian............................................................................................. 5
E. Manfaat Penelitian............................................................................................ 5
F. Kajian Pustaka................................................................................................. 6
G. Kerangka Teori ............................................................................................. 9
H. Metode Penelitian.......................................................................................... 13
I. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 14
BAB II. POTRET WISSELMEREN SEBELUM PENDUDUKAN TENTARA
JEPANG (1935-1943)......................................................................................... 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
A. Kondisi Geografis Wisselmeren.................................................................... 16
1. Alam Wisselmeren............................................................................... 16
2. Demografi........................................................................................... 18
3. Sosial-ekonomi.................................................................................... 19
4. Politik.................................................................................................... 22
B. Wisselmeren Sebelum Kedatangan Tentara Jepang.................................. 24
1. Belanda di Wisselmeren....................................................................... 27
2. Misi Protestan (CAMA) di Wisselmeren......................................... 29
3. Misi Katolik di Wisselmeren................................................................ 34
BAB III. PENDUDUKAN TENTARA JEPANG DI ONDERAFDELING
WISSELMEREN 1943........................................................................................ 36
A. Kedatangan Tentara Jepang Di Wisselmeren 1943......................................... 36
1. Mulai Menetap di Wisselmeren............................................................ 39
1.1 Pos Iimapuga Di Okaitadi...................................................... 41
1.2 Pos Di Detauwo..................................................................... 42
1.3 Pos Di Deyatei (Pintu Pesawat)............................................. 43
1.4 Pos Di Lembah Siriwo........................................................... 44
B. Aksi-aksi Tentara Jepang Terhadap Orang Me............................................... 45
C. Dampak Pendudukan Jepang Di Wisselmeren.......................................... 48
1. Nasib Pemerintah Belanda di Wisselmeren.......................................... 48
2. Nasib Kegiatan Misionaris di Wisselmeren.......................................... 49
3. Dampak Pendudukan Jepang Terhadap Suku Me................................ 51
3.1 Dampak Personal.................................................................... 51
3.2 Dampak Sosial........................................................................ 53
3.3 Dampak Ekonomi................................................................... 55
BAB IV. AKHIR EKSISTENSI TENTARA JEPANG DI ONDERAFDELING
WISSELMEREN (1943-1944)........................................................................... 59
A. Situasi Terakhir Tentara Jepang Di Wisselmeren......................................... 60
B. Respon Orang Me Terhadap Tentara Jepang.................................................. 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
C. “Warisan” Dan Trauma.................................................................................... 70
1. Keberhasian Dan Kegagalan Tentara Jepang Di Wisselmeren............. 75
BAB V. KESIMPULAN..................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82
DAFTAR ISTILAH............................................................................................. 86
LAMPIRAN ........................................................................................................ 89
.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terjadinya perebutan suatu wilayah secara paksa atau penjajahan
cenderung dilatarbelakangi kepentingan ekonomi. Sebagaimana yang dilakukan
Jepang dengan mengerahkan angkatan darat maupun lautnya untuk segera
merebut semua wilayah di Asia Tenggara dan Timur.
Tanah Indonesia kaya akan sumber daya, yang tidak lepas juga dari
bayang-bayang kekuasaan Jepang. Hal ini terbukti dengan upaya mereka menarik
simpati rakyat Indonesia. Pendudukan Jepang di Hindia Belanda lebih mudah
karena situasi rakyat yang terjajah dari bangsa Belanda dapat terbebaskan dengan
kehadiran Jepang, sehingga tidak ada perlawanan penduduk lokal saat Jepang
datang. Kemudian, pemerintah Belanda di negeri jajahan menyerah kepada Jepang
pada 8 Maret 1942.1
Penguasaan wilayah Hindia Belanda yang diraih, membawa Jepang pada
satu kesempatan untuk mencapai cita-cita besar tentang Kemakmuran Bersama
Asia Timur Raya yang terus disuarakan. Indonesia kemudian dibagi menjadi 3
wilayah sesuai kebutuhan dan keinginan militer Jepang : Sumatera di bawah
1Prof. Dr. Suhartono, 2007. Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis
Proklamasi. Yogyakarta : Kanisius. Hlm. 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Angkatan Darat ke-25, Madura dan Jawa di bawah Angkatan Darat ke-16, dan
Kalimantan serta daerah Timur berada di bawah kendali angkatan laut.2
Papua sebagai wilayah jajahan Belanda, tidak terlepas dari incaran Jepang.
Ketertarikan tentara Jepang sendiri terhadap pulau Papua secara khusus di
dasarkan atas kondisi geografis yang baik untuk pertahanan perang melawan
Sekutu, di samping pemanfaatan ekonomi. Wisselmeren (sekarang Kabupaten
Paniai, Papua) yang pada masa kolonial Belanda dikenal sebagai Onderafdeling
(sebuah distrik yang dipimpin seorang kontroler Belanda)3 Wisselmeren di bawah
Afdeling (kabupaten) Centraal-Nieuw-Guinea juga berhasil diduduki Jepang akhir
bulan Mei 19434.
Kedatangan Jepang ke daerah yang didominasi suku Me5 itu, berkesan
dalam ingatan karena penduduk lokal masih dapat mengingatnya melalui
2Pembagian wilayah ini tentu dengan kebijakan yang berbeda pula, yakni di Jawa
dan Sumatera diutamakan agenda politik, sedangkan di Kalimantan dan daerah Timur
lainnya lebih diutamakan agenda ekonomi. M.C. Ricklefs, 2008. Sejarah Indonesia
Modern 1200-2008. Terjemahan dari, A history of Modern Indonesia Since c. 1200,
Fourth Edition, 2008. Terbitan Palgrave, cet. 1. Jakarta : PT. Ikrar Mandiri abadi. Hlm.
421-422.
3Onderafdeling setingkat dengan Kawedanan, adalah sebuah wilayah
administratif yang berada di bawah Afdeling/kabupaten dan di atas Kecamatan, yakni
distrik. http://id.dbpedia.org/page/Onderafdeling, diunduh pada 22 Mei 2018. Lihat juga
Ligia Judith Giay, 2011. “Pemerintah Belanda, Orang Mee, Zending C&MA Di
Onderafdeling Wisselmeren 1938-1956”. Skripsi, Yogyakarta : Universitas Sanata
Dharma. Hlm.1.
4Lihat Kal Muller, 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books. Hlm. 136.
5Orang Me memiliki beberapa sebutan, yakni Kapauku yang diberikan Leopold
Pospisil. Lalu, Tapiro ialah sebutan lain yang diberikan oleh warga di pesisir, yang
artinya orang-orang berbadan kerdil atau kecil. Suku Moni yang hidup berseberangan
dengan orang Me menyebut Ekari atau Ekagi, sedangkan yang terakhir adalah sebutan
Me yang dipakai penduduk lokal untuk menyebut diri mereka, yang dalam bahasa
Indonesia artinya manusia. Lihat, S. Boedhisantoso, Orang Kapauku dalam
Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar, 1963. Penduduk Irian Barat. Jakarta : PT
Penerbitan Universitas. Hlm. 300.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
peninggalan Jepang dari masa penjajahan, seperti goa tanah yang ditinggalkan
Jepang di bukit Pokebiyo, kampung Deyatei.6
Oleh karena kedatangan Jepang ke Wisselmeren pula, Onderafdeling
Wisselmeren sebagai kota administrasi yang dibangun 1938, dengan terpaksa
harus meninggalkan kantor pos pemerintah karena situasi tersebut.7 Bersamaan
dengan itu, para misisonaris dari denominasi Katolik dan Kristen (CAMA)8 yang
mulai bekerja di tahun yang sama meninggalkan daerah ladang misi mereka.
Kehadiran para pejabat pemerintah dan misionaris di tengah suku yang
masih hidup secara tradisional ini telah berhasil diterima baik sebagian orang Me
di awal kedatangan. Namun, kedatangan Jepang ke Wisselmeren dengan aksi
yang ditimbulkan telah mengubah sikap dan perilaku yang ada. Jelas bahwa
kehidupan tradisional orang Me serta kehadiran pemerintah Belanda dan
misionaris sebelum masuknya Jepang penting juga untuk diamati. Hal ini supaya
dapat melihat sejauh mana perubahan yang terjadi setelah Jepang datang dan
6Demia Degei, dalam wawancara tanggal 24 Maret 2017 di rumah Makewa Pigai,
Bapouda, Enarotali.
7Benny Giay, 1995. Zakheus Pakage and His Communities : Indigenous
Religious Discourse, Socio-Political Resistence, and Athnohistory of the Me of Irian
Jaya. PhD Dissertation. Amsterdam : Department of Cultural Anthropology/Sociology of
Development, Free University. Hlm. 26.
8Misi penginjilan CAMA atau C&MA (Christian and Missionary Alliance) ialah
sebuah denominasi Protestan evangelikal yang berbasis di New York, Amerika di bawah
pimpinan yang juga pendirinya, yakni Dr. Albert Benyamin Simpson (1843-1919). Misi
CAMA mulai bekerja di Hindia Belanda dalam 1929, yang di bawa Dr. Robert Alexander
Jaffray di daerah penginjilan pertamanya, yaitu Sulawesi Selatan dan terus berkembang
ke beberapa daerah lainnya seperti Kalimantan, Maluku, Jawa, sampai Papua. Misi ini
diperkuat dengan berdirinya kantor pusat CAMA di Makasar yang didirikan Jaffray,
sehingga penginjilan di seluruh tanah pemerintah kolonial Hindia Belanda dapat di
monitor. Lihat Ligia Giay, op.cit., hlm. 41-42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
menebarkan ketakutan, terlebih khusus sikap orang Me terhadap orang asing
(pemerintah Belanda dan Misionaris).
Dalam keadaan orang Me yang baru bebas dari tekanan Jepang itu, mereka
kemudian dihadapkan dalam satu sikap dan perilaku yang telah berubah terhadap
orang asing. Perubahan ini pada dasarnya bukanlah satu masalah semata, namun
juga terjadi terhadap sesama penduduk lokal yang didorong oleh aksi-aksi Jepang.
Apa yang terjadi selama masa pemerintah Belanda dan apa yang membuat
perubahan sikap itu terjadi begitu cepat? Apapun yang menyebabkan ini, tentu
bukan hanya tentara Jepang, namun juga kedatangan Belanda yang menarik
diteliti akar persoalannya. Pertanyaan tentang pendudukan Jepang di Wisselmeren
yang mendorong terjadinya perubahan sikap dan perilaku terhadap orang asing
perlu ditelisik.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Penelitian ini mengangkat pendudukan tentara Jepang berikut dampak
yang ditimbulkan, terutama perubahan pola perilaku masyarakat Me dalam kurun
waktu 1935-1944. Pemilihan atau pembatasan tahun ini didasarkan atas peristiwa.
Tahun 1935 dipilih sebagai batasan awal karena ditandai dengan kontak pertama
orang Me dengan Belanda, yakni tim ekspedisi Biljmer di daerah lembah Mapia.
Ditambah untuk melihat perbedaan awal kedatangan dan sikap Belanda dengan
Jepang terhadap orang Me di Wisselmeren. Tahun 1944 dipilih sebagai periode
akhir penulisan ini, dimana menjadi masa berakhirnya penjajahan Jepang di Papua
dan Wisselmeren secara khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah, maka
penelitian ini hendak menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang melatarbelakangi Jepang menduduki Wisselmeren?
2. Bagaimana proses historis penjajahan Jepang di Wisselmeren?
3. Bagaimanakah akhir eksistensi Jepang di Wisselmeren?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah untuk ;
1. Menjelaskan proses penjajahan Jepang di Wisselmeren.
2. Menganalisa perubahan sosial, terkhusus mengenai perilaku dan sikap orang
Me atas dampak penjajahan Jepang.
3. Mengetahui bagaimana respon masyarakat lokal dan seperti apa masa akhir
penjajahan Jepang di Wisselmeren.
E. Manfaat Penelitian
Melalui skripsi ini, diharapkan menambah referensi tentang sejarah
pendudukan Jepang di Indonesia yang tidak dapat digeneralisasi. Di samping itu,
dapat memperkaya kajian sejarah lokal di Indonesia, terkhusus di wilayah
Indonesia Timur. Adapun secara konseptual, penelitian ini mencoba
membandingkan konsep sejarah penjajahan dengan “pendudukan” yang sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
digunakan dalam penulisan periode Jepang. Selain itu, untuk memberikan
wawasan tentang era pendudukan Jepang yang beragam sehingga tidak bisa
digeneralisasi.
F. Kajian Pustaka
Isu utama yang diangkat ialah pendudukan Jepang di Wisselmeren 1935-
1944, seperti halnya yang disinggung juga oleh penulis lain. Setidaknya ada 4
karya yang membahas mengenai hal ini, di antaranya :
Benny Giay, ‘Zakheus Pakage and His Communities : Indigenous
Religious Discourse, Socio-Political Resistence, and Athnohistory of the Me of
Irian Jaya’.9 Buku yang merupakan disertasi ini memuat tentang kehidupan dan
kiprah seorang tokoh lokal bernama Zakheus Pakage dengan komunitas yang
dibangunnya. Di samping itu Giay juga mengulas satu bagian singkat tentang
pendudukan Jepang termasuk dampak dan perlawanan penduduk lokal, namun
ulasanya tidak spesifik mengenai Jepang.
Ligia Judith Giay dalam skripsi ‘Pemerintah Belanda, Orang Me,
Zending10 C&MA Di Onderafdeling Wisselmeren 1938-1956’.11 Dalam penelitian
ini, Giay memaparkan dinamika hubungan pemerintah Belanda, orang Me, dan
Zending C&MA periode 1938-1956 saat Perang Obano dimulai. Giay
menguraikan kolonialisme Jepang di Wisselmeren dalam salah satu sub babnya,
9Benny Giay, loc.cit.,
10Kata Zending berasal dari bahasa Belanda yang berarti pekabaran Injil
(pekabaran Kristen dan Katolik), adalah usaha-usaha untuk menyebarkan agama Nasrani.
11Ligia Giay, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
namun ulasannya tidak spesifik tentang Jepang. Penulisannya lebih menitik
beratkan pada hubungan dan sebab akibat yang terjadi antara pemerintah Belanda,
Zending, dan orang Me. Kendati demikian, penulisan ini dapat digunakan untuk
melihat alur munculnya kebencian terhadap ogai12 dalam masyarakat Me yang
berkaitan erat dengan kedatangan tentara Jepang.
Sejarah penjajahan Jepang juga diceritakan dalam buku Gotay Ruben
Pigay ‘Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee Bersinar Kembali’.13
Pigay adalah seorang tokoh saksi mata yang menyaksikan Jepang secara langsung
di kampungnya. Dia menuliskan kisah tersebut menjadi sebuah buku di atas.
Pigay melukiskan kekejaman tentara Jepang terhadap orang Me, namun
pembahasannya belum mendalam dan sama dengan penulisan sebelumnya bahwa
buku ini tidak menggali secara spesifik pendudukan Jepang di Wisselmeren.
Di samping itu ada buku yang merekam aksi atau sejarah kolonialisme
Jepang di Wisselmeren, yakni dalam disertasi Benny Makewa Pigai yang
diterbitkan menjadi buku dengan judul, ‘Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah
Papua : Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil
(Kingmi) Tanah Papua’.14 Dalam disertasi ini, Pigai menulis catatan kejadian
penting masa pendudukan Jepang dari para perintis gereja semasa tokoh-tokoh
gereja ini masih kecil. Data ini Pigai peroleh dari hasil wawancara kepada para
12Ogai dalam bahasa Indonesia disebut tuan, ialah sebutan yang diberikan orang
Me terhadap misionaris, orang-orang di pemerintahan, orang Eropa, orang Indonesia, dan
penduduk lokal yang bekerja pada Belanda.
13Ruben Pigay, loc.cit.,
14Benny Makewa Pigai, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua :
Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil (Kingmi)
tanah Papua. Jayapura : Deiyai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
tokoh saksi sejarah, namun hanya merekam aksi-aksi Jepang yang dilakukan
terhadap orang Me, artinya Pigai menulis peristiwa penyiksaan, perampasan yang
disaksikan para tokoh gereja semasa kecil. Penulisan ini pun tidak mengulas
pendudukan Jepang di Wisselmeren secara spesifk.
Selain sumber di atas, dipakai pula buku yang membahas kajian Jepang di
Jawa, di antaranya buku Ricklef, ‘Sejarah Indonesia modern 1200-2004’.15 Buku
ini mengulas tentang awal kedatangan Islam hingga masa modern, dan tentu
penjajahan Jepang secara umum di Indonesia. Adapun Aiko Kurasawa, ‘Kuasa
Jepang Di Jawa : Perubahan Sosial Di Pedesaan 1942-1945’.16 Buku ini mengulas
tentang penjajahan Jepang di Jawa dengan perubahan yang terjadi di pedesaan
atas kebijakan-kebijakan Jepang. Di samping itu buku Nakamura, ‘Bulan Sabit
Muncul Dari Balik Pohon Beringin : Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah
Di Kotagede, Yogyakarta’.17 Ini mengulas tentang proses Islamisasi di Jawa
tengah, khususnya Yogyakarta dan lebih dalam tentang perkembangan
Muhammadiyah. Ulasan tentang Jepang berkaitan dengan hubungan para ulama
Muhammadiyah dan tentara Jepang di era penjajahan. Terakhir ialah Selo
15Halaman 421-445 adalah yang digunakan sebagai sumber dalam penelitian ini.
Halaman tersebut memuat tentang pendudukan Jepang dan aksinya di Indonesia secara
umum. M.C. Ricklefs, loc.cit., 16Dari buku Aiko yang banyak diambil untuk penelitian ini terdapat di halaman
75-192, tentang wajib serah padi di daerah Jawa dan romusha. Aiko Kurasawa, 2015.
Kuasa Jepang Di Jawa : Perubahan Sosial Di Pedesaan 1942-1945. Jakarta : Komunitas
Bambu. 17Buku ini membantu melihat bagaimana Jepang menarik para ulama untuk
keperluan tentara Jepang, yang dipakai untuk membandingkan dengan pendekatan yang
dilakukan Jepang terhadap orang Me di Wisselmeren. Mengenai ini dimuat di halaman
124-128. Mitsuo Nakamura, 1983. Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin :
Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah Di Kotagede, Yogyakarta. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Soemardjan dalam ‘Perubahan Sosial Di Yogyakarta.18 Buku ini mengulas
perubahan sosial akhir zaman Belanda, Jepang, masa revolusi hingga 1958.
Berkaitan dengan Jepang, buku ini menggambarkan tentang sikap dan hubungan
sultan di era Jepang. Adapun 4 buku ini dipakai untuk melihat dan membedahkan
perbedaan penjajahan Jepang di Jawa, kota keraton (Yogyakarta), dengan Papua,
terkhusus di Wisselmeren.
Dari semua penelitian sebelumnya, tampak bahwa penelitian tentang
pendudukan Jepang di Wisselmeren belum pernah ditulis secara mendalam atau
menjadi fokus penelitian utama. Maka dari itu, di sini saya akan melihatnya secara
detail segi pendudukan Jepang dan dampak yang ditimbulkan bagi orang Me di
Wisselmeren.
G. Kerangka Teori
Dalam sebuah penulisan sejarah, peristiwa yang telah terjadi tidak hanya
dinarasikan semata, namun juga perlu diterangkan dengan memakai konsep dan
teori. Adapun konsep “pendudukan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), bermakna sebagai daerah yang dirampas dan diduduki (dikuasai) tentara
asing.19 Di samping itu konsep “penjajahan” bermakna sebagai sebuah proses,
cara, dan perbuatan menjajah.20
18Berkaitan dengan Jepang dimuat dihalaman 47-66, yang dipakai dalam
penelitian ini untuk melihat seperti apa perbedaan pendekatan Jepang di kota keraton
Yogyakarta yang dipimpin seorang sultan dengan daerah Jawa lain pada umumnya. Selo
Soemardjan, 2009. Perubahan Sosial Di Yogyakarta. Jakarta : Komunitas Bambu.
19 https://www.kbbi.web.id/daerah, diunduh pada 12 April 2018.
20https://www.kbbi.web.id/jajah, diunduh pada 12 April 2018.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Jika melihat makna kedua konsep tersebut, Jepang lebih tepat
menggunakan konsep pendudukan karena kedatangan mereka ke Hindia Belanda
adalah hasil perampasan dari pemerintah Belanda, namun karena cara dan
perbuatan menjajah juga dilakukan Jepang, maka konsep penjajahan dapat
digunakan. Sedangkan untuk pemerintah kolonial Belanda, lebih tepat dipakai
dengan kata penjajahan karena proses sendiri berkaitan dengan waktu yang lama
dan berkuasanya Belanda di Nusantara adalah hasil dari sebuah proses yang
panjang serta bukan dari hasil perebutan kekuasan seperti yang dilakukan tentara
Jepang.
Melihat makna pernyataan pendudukan dan penjajahan, maka dapat
disimpulkan bahwa keduanya saling berkaitan, yakni perampasan kekuasaan oleh
tentara asing terhadap sebuah daerah dan menjalankan semua proses, cara serta
perbuatan menjajah daerah yang telah diduduki, terutama berkaitan dengan
penelitian ini. Oleh karena kedua makna ini sesuai, maka keduanya akan dipakai
dalam penulisan ini.
Sementara itu, teori yang dipakai dalam penelitian ini ialah teori
perubahan sosial dari cabang ilmu sosiologi. Perubahan sosial dapat diartikan
sebagai suatu proses berubahnya tatanan dalam masyarakat yang meliputi pola
pikir, sikap, dan kehidupan sosial dari masyarakat tertentu. Perubahan sosial,
menurut KBBI ialah berubahnya sebuah tatanan atau aturan maupun sifat serta
gaya hidup yang telah dihidupi suatu masyarakat ke hal yang baru. Perubahan
sendiri dapat terjadi secara cepat (revolusi) atau secara lambat (evolusi).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Mengenai ini ditambahkan juga oleh Samuel Koenig bahwa, perubahan
sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi (perubahan) yang terjadi dalam pola-
pola kehidupan manusia. Adapun modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena
adanya sebab-sebab yang intern maupun sebab-sebab ekstern.21Untuk melihat
perubahan yang terjadi, terkhusus perubahan pola perilaku dan sikap masyarakat
lokal di Onderafdeling Wisselmeren atas aksi-aksi Jepang, maka dipilihlah faktor-
faktor yang telah dikembangkan oleh Soerjono Soekanto, untuk digunakan dalam
menelaah penelitian ini yakni :
a. Keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan secara pribadi.
b. Sikap-sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah.
c. Perubahan struktural dan halangan struktural.
d. Pengaruh-pengaruh eksternal.
e. Pribadi-pribadi kelompok yang menonjol.
f. Unsur-unsur yang bergabung menjadi satu.
g. Peristiwa-peristiwa tertentu.
h. Munculnya tujuan bersama.
Berbagai perubahan yang terjadi terkadang tidak selalu berbicara tentang
sebuah kemajuan, namun adapun perubahan itu dapat diartikan sebagai sebuah
kemunduran dari suatu masyarakat dalam bidang-bidang tertentu.
21Soerjono Soekanto, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : CV Rajawali.
Hlm. 307.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Untuk menganalisa dinamika penjajahan Jepang di Wisselmeren,
penelitian ini juga memakai pendekatan sejarah lokal. Adapun ciri dari sejarah
lokal, yaitu sejarah yang terjadi dalam lokalitas atau bagian dari unit sejarah suatu
tempat, dan yang menekankan pengkajian peristiwa sejarah dilingkungan dari
lokalitas tertentu, serta sebuah kisah lampau dari kelompok masyarakat tertentu
yang berada pada daerah geografis yang terbatas. Oleh sebab itu, pendekatan
sejarah lokal didasarkan atas beberapa hal khusus dan berbeda yang dialami orang
Me dibanding dengan daerah pendudukan Jepang lainnya di Hindia Belanda.
Kekhususan itu contohnya dapat dilihat pada penjelasan yang dimuat Harry J.
Benda dalam ‘Bulan Sabit dan Matahari Terbit : Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang’ tentang pendekatan yang dilakukan Jepang untuk menarik
simpati sebuah golongan masyarakat. Benda menjelaskan bahwa Jepang menarik
simpati rakyat Indonesia, salah satunya dari para penganut Islam, di antaranya
para pembesar Islam dan juga komunitas Arab di daerah Jawa.22
Berkaitan dengan penulisan ini, gambaran seperti di atas dapat ditelusuri
melalui kondisi budaya yang berbeda dimana masyarakatnya masih hidup secara
tradisional di bawah nilai-nilai adat, ditambah dengan presentase jumlah
penduduk yang lebih kecil di banding Jawa. Kondisi geografis yang berbeda
menjadi satu aspek menarik dalam penelitian ini, selain kebijakan Jepang yang
beragam pula. Kebijakan Jepang di Papua berbeda dengan di Jawa yang banyak
menitikberatkan agenda politik yang diisi dengan propaganda, pelatihan, dan
22Lihat Harry J. Benda, 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit ; Islam
Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. Diterjemahkan, Daniel Dhakidae.
Jakarta : Pustaka Jaya. Hlm. 151-164.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
kursus, sedangkan agenda Jepang di Papua lebih condong menyangkut persoalan
ekonomi dan pemanfaatan wilayah untuk menangkis serangan Sekutu. Maka
pendekatan ini akan dipakai melihat kondisi penjajahan Jepang yang berbeda
tersebut.
H. Metode Penelitian
Sumber tentang pendudukan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren 1935-
1944 ini didapat melalui beberapa tahap, di antaranya pengumpulan sumber,
verifikasi, interpretasi, dan diakhiri dengan penulisan atau historiografi.
Pengumpulan data ini didapat dari studi pustaka, sumber tertulis, dan
wawancara. Studi pustaka yang terkait dicari di Perpustakaan Sanata Dharma,
Yogyakarta serta melalui web. Sedangkan sumber tertulis atau primer yang
berkaitan dengan penelitian ini terdiri dari laporan-laporan para misionaris yang
bekerja di Wisselmeren dalam kurun waktu yang dibicarakan. Adapun ini dipakai
untuk melihat peristiwa yang dialami para misisonaris sebelum Perang Dunia II
dan situasi yang terjadi di suku Me selama pendudukan Jepang. Ditambah pula
buku Jean Victor Bruijn, ‘Het Verdwenen Volk’ yang memuat kisah pelariannya
bersama penduduk lokal dari pengejaran Jepang di Wisselmeren. Di samping itu,
studi wawancara dilakukan dan untuk mendapatkan data tersebut, para saksi
sejarah penjajahan Jepang diwawancarai, di antaranya Bernadus Pigome (98
tahun), Ruben Pigay (82 tahun), Marten Pigome (94 tahun), dan Silas Doo (91
tahun). Ditambah dengan metode oral history karena masyarakat tidak mengenal
budaya menulis dan cerita disampaikan secara turun temurun melalui lisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Setelah melakukan pengumpulan data, maka data-data tersebut selanjutnya
diverifikasi atau kritik sumber. Verifikasi data dilakukan dengan cara pembacaan
secara menyeluruh terhadap sumber-sumber yang telah berhasil dikumpulkan
untuk melihat autentisitas serta kredibilitasnya dan akhir dari pembacaan tersebut
akan didapat data yang dikatakan valid.
Tahap selanjutnya ialah Interpretasi, yakni menganalisis data untuk
mendapatkan fakta guna membentuk kesimpulan dari penelitian ini. Setelah
melalui tahapan di atas, tahap terakhir ialah penulisan atau historiografi.
I. Sistematika Penulisan
Penulisan dari hasil penelitian ini dimuat dalam 5 bab yang dibuat secara
berurutan, yakni sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari ; Latar Belakang, Identifikasi Dan
Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Potret Wisselmeren Sebelum Pendudukan Tentara Jepang. Dalam
bab kedua ini akan membahas tentang kondisi geografis Wisselmeren serta
keadaan Paniai sebelum kedatangan tentara Jepang.
Bab III Proses Penjajahan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren. Dalam
bab ketiga ini, akan menguraikan tentang awal kedatangan tentara Jepang ke
Wisselmeren sampai dengan aksi-aksi yang dilakukan, hingga dampak yang
terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Bab IV Akhir Eksistensi Tentara Jepang Di Onderafdeling Wisselmeren.
Pada bab keempat ini akan menguraikan tentang situasi politik di Indonesia secara
umum dan di Paniai sendiri sebelum kekalahan tentara Jepang, serta akan diakhiri
dengan penulisan tentang apa saja yang “diwariskan” terhadap penduduk lokal
yang ada.
Bab V Kesimpulan. Dalam bab kelima ini, akan dipaparkan kesimpulan
dari penjelasan pedudukan Jepang di Wisselmeren (1935-1944).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
POTRET WISSELMEREN SEBELUM PENDUDUKAN
TENTARA JEPANG
1935-194323
A. Kondisi Geografis Wisselmeren
Keadaan geografis Wisselmeren beserta orang-orang yang tinggal di
dalamnya, perlu dibahas di sini. Beberapa hal yang perlu disoroti ialah keadaan
geografis, demografi, sosial-ekonomi, politik serta kehadiran pemerintah Belanda
bersamaan dengan para misionaris di Wisselmeren.
1. Alam Wisselmeren
Wisselmeren adalah sebuah daerah yang membentang sepanjang 135-137
Bujur Timur dan 3-4 Lintang Selatan.24 Daerahnya mencakup batas-batas
wilayah, yakni di bagian timur berbatasan dengan Puncak Jaya; di bagian selatan
dengan Mimika; bagian utara dengan daerah orang Waropen; serta di sebelah
barat berbatasan dengan Nabire.
Secara geografis, Paniai merupakan daerah yang diselimuti perbukitan,
rawa-rawa, sungai serta 3 buah danau (danau Paniai, Tigi, dan Tage). Danau
23Tahun 1937 menjadi awal bagi orang Belanda menginjakan kaki di daerah
pedalaman Me, terlebih dengan pendirian pos pemerintah di Enarotali setahun kemudian.
Untuk dapat melihat kondisi alam dan manusianya, maka permulaan 1930-an yang
dibatasi tahun 1935 ini dipakai untuk mengamati keadaan di Wisselmeren sebelum
kedatangan orang Belanda di Enarotali, di samping adanya kontak tim ekspedisi Biljmer
dengan orang Me di Mapia dalam tahun 1935 ini. Sedangkan, tahun 1943 sebagai tahun
akhir sebelum Jepang sampai di Wisselmeren akhir bulan Mei 1943. The conversion of
Weakebo. By: Benny Giay, Journal of Pacific History, 00223344, Sep99, Vol. 34, Edisi 2.
24Lihat S. Boedhisantoso, Orang Kapauku dalam Koentjaraningrat dan Harsja W.
Bachtiar, 1963. Penduduk Irian Barat. Jakarta : PT Penerbitan Universitas. Hlm. 300.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Paniai adalah 1 yang terbesar di antara 2 lainnya. Danau-danau ini selanjutnya
disebut Danau Wissel, yang disesuaikan dengan nama penemunya Wissel.25
Adapun periode 1930-an merupakan kali pertama terjadi kontak antara
orang Belanda dengan Me. Kontak dengan orang-orang di pesisir Kamoro juga
dapat dikatakan sangat jarang dan hanya terjadi dalam waktu yang cukup singkat,
itu pun jika ada yang ingin didagangkan. Keadaan ini dikarenakan oleh medan
yang berat di tengah perbukitan dan pegunungan dengan cuaca dingin. Kondisi ini
selanjutnya diperjelas seorang penjelajah bernama Bijlmer (1890-1959) seperti di
bawah ini :
“memasuki ketinggian 2500 meter, perjalanan ini mesti melintasi hutan-hutan
yang sangat lebat, melewati berbagai areal bebatuan kapur yang telah mengalami
proses abrasi yang menakjubkan, melewati jalan berlobang-lobang, juga
melewati banyak goa,.. kami akhinya sampai ke puncak...suatu wilayah dataran
yang sangat luas (tingginya kira-kira 2950 meter di atas permukaan laut),
wilayah yang dikelilingi oleh hamparan alang-alang dan pohon pakis...begitu
terus sampai di ketinggian 3150 meter... selanjutnya, perjalanan kami lanjutkan
dengan cara menuruni gunung mengikuti arah utara, Lembah Paniai... dengan
hamparan sungai Oeta (Uta) yang membentang di hadapan kami...adalah jantung
masyarakat Papua yang mendiami wilayah pegunungan.”26
Gambaran yang cukup jelas tentang medan yang harus ditempuh untuk
dapat sampai ke pemukiman orang Me telah dengan baik digambarkan oleh
25Frits Julius Wissel (1907 – 1999) ialah seorang pilot Angkatan Laut Kerajaan
Belanda yang ditugaskan di Nederlands Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij
(NNGPM). Pada hari penemuannya 1 Januari 1937, sebenarnya ia tidak pernah melalui
rute penerbangan melewati pegunungan tengah Papua, namun penerbangannya saat itu
membawa ia pada penemuan daerah baru sekaligus. Kal Muller, 2008. Mengenal Papua.
Daisy World Books. Hlm. 116, 126. Lihat juga John R. Turnbull. 1939. God's Day For
New Guinea. Dalam The Pioneer. Vol. X no. 38, November 1939. Hlm. 13, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1939-11.pdf
(27 November 2017).
26Dikutip dari Kal Muller, op.cit., hlm. 128-129.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Hendricus Johannes Tobias Bijlmer dalam kutipan di atas.27 Perjalanan Bijlmer
ini bermuara pada dikenalnya daerah tersebut, ditambah penemuan 3 danau oleh
Wissel kemudian membuat orang-orang Belanda dapat membuka kantor
pemerintah Belanda dan menjadikannya kota injil pertama di daerah pedalaman
Papua.
2. Demografi
Wisselmeren berada di ketinggian 1760 m28 dari permukaan laut. Daerah
ini di tinggali orang Me sekitar 60.000 ribu29 jiwa yang hidup secara berkelompok
dalam kampung-kampung kecil. Suku Me merupakan salah satu suku terbesar
yang berada di pedalaman Papua, setelah peringkat pertama ditempati oleh suku
Dani. Dalam hal komunikasi, suku Me menggunakan bahasa mereka yang disebut
Me manaa atau bahasa Me
Paniai, Tigi, dan Lembah Kamu merupakan wilayah yang didiami orang
Me. Berbicara tentang populasi, dari keterangan saat kontak pertama dengan
pemerintah, telah dicatat ada 10.000 sampai 50.000-an orang diketahui tinggal di
27Bijlmer adalah seorang antropolog fisik yang banyak melakukan penelitian di
Nieuw Guinea Belanda (Papua sekarang) untuk mempelajari karakteristik fisik dari
kelompok masyarakat yang hidup di Papua masa itu. Ia juga pernah sebelumnya
tergabung dalam Ekspedisi Central New Guinea 1920 dan perjalanan kedunya adalah
ekspedisi Mimika 1935-1936 . Martin Slama dan Jenny Munro, 2015. From ‘Stone-Age’
To ‘Real-Time’: Exploring Papuan Temporalities, Mobilities And Religiosities. Canberra
: ANU Press. Hlm. 45-48.
28Netherlands. Dept. Van Overzeese Rijksdelen, 1956. Vademecum voor
Nederlands-Nieuw-Guinea 1956. Den Helder : Gedruk Bij N.V. Drukkerij V/H C. De JR.
Hlm. 208.
29Koentjaraningrat dan W. Bachtiar, loc.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
sekitaran danau Paniai. Ini belum terhitung pula dengan lembah lainnya yang
belum ditemukan saat itu.30
Tidak banyak data yang menyebut jumlah penduduk di daerah orang Me
dalam masa sebelum kedatangan Jepang. Maka, kurang lebih hanya dapat
menggambarkan fakta di atas. Di samping itu, ada kenyataan lain yang dilihat
adalah pola hidup masyarakat yang baik, sehingga jauh dari sakit. Keadaan ini
disebabkan oleh konsumsi makanan sehari-hari yang sehat, seperti daging dari
hewan piaraan maupun hasil berburu, sayur-sayuran, buah-buahan serta ikan, dan
udang dari danau.31 Dengan melihat kondisi itu, dapat disimpulkan bahwa jumlah
penduduk lokal tersebut bertumbuh dengan baik.
3. Sosial-ekonomi
Orang Me pada dasarnya hidup berkelompok, yang terbagi dalam
kampung-kampung kecil. Kehidupan dan aktifitas mereka dimulai pertama dari
rumah-rumah orang Me yang terbuat dari papan kayu beratapkan daun pandan
serta rerumputan kering. Rumah tersebut dilengkapi satu tungku api di tengah
ruangan sebagai wadah memasak dan untuk menghangatkan badan dari suhu
dingin.
30Editorial. 1939. Our First Missionaries To The Wissel Lakes, Dutch New
Guinea. Dalam The Pioneer. Vol. X no. 36, May 1939. Hlm. 16, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1939-05.pdf.
(23 November 2017).
31Hal ini seperti yang disaksikan para misionaris CAMA terhadap pola hidup
masyarakat Me sesaat setelah tiba di Paniai. Hanya saja, sakit yang banyak dialami orang
Me pada umumnya adalah luka Frambusia, yakni sebuah infeksi tropis pada kulit, tulang,
dan sendi. Ev. Ruben Gotay Pigay, 2008. Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku
Mee Bersinar Kembali?. Jayapura : Deiyai. Hlm. 21. Lihat juga Editorial, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Paniai, Tigi, dan Lembah Kamu adalah daerah yang ditinggali orang Me,
namun suku Moni juga telah hidup berdampingan dengan mereka dalam
kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Daerah orang Moni berada di sebelah
timur kota Enarotali.
Kehidupan orang Me sendiri banyak didasari oleh nilai-nilai yang telah
mereka jalani, bahkan dihidupi secara turun-temurun.32 Hal ini menjadikan
mereka hidup teratur dalam norma tersebut karena dirasa nyaman dan sesuai
kebudayaan dan tradisi yang ada, sehingga ajaran Kristen serta budaya Barat yang
dibawa para pendatang mengalami hambatan.
Dalam satu kampung, orang dapat mendapati kurang lebih 16 keluarga
hidup dan beraktifitas. Aktifitas keseharian mereka ialah berkebun, berburu (bagi
kaum pria), menangkap ikan, menganyam, membuat perahu, dan berdagang.
Potensi alam yang baik dengan struktur tanah yang subur menjadikannya
sebagai daerah pertanian yang cukup baik, setidaknya untuk mencukupi makanan
sehari-hari keluarga. Walau tanah di daerah Paniai adalah tanah di lereng-lereng
bukit yang tinggi ketimbang di Lembah Kamu yang lebih subur, namun orang-
orang masih tetap mengupayakan tanah yang ada untuk tetap berkebun menanami
berbagai umbi-umbian, bahkan satu keluarga memiliki 3 sampai 4 kebun yang
diurus. Aktivitas orang Me sebagai petani ini membuat waktu mereka banyak
dihabiskan untuk mengurus kebun, sehingga budaya menulis tidak dikenal di suku
Me.33
32Nilai-nilai yang dihidupi dalam suku Me dapat dilihat di ibid., hlm. Xiii.
33Ibid., hlm. 6-7.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Salah satu aktifitas orang Me yang membawa mereka dapat berhubungan
langsung dengan suku lain sampai dikenal oleh Pastor Tillemans (1902-1975)
adalah melalui perdagangan.34 Perdagangan skala kecil antara orang Me juga
terjadi, dimana yang diperjualbelikan adalah babi (kebanyakan diperjualbelikan
pada saat pesta yuwo35diadakan), rumah, tanah, dan bahan makanan lainnya
dengan sistem barter maupun dengan uang sebagai alat pembayaran yang disebut
mege36. Di samping itu, perdagangan jarak jauh dilakukan suku Me, baik dengan
suku pedalaman lainnya maupun dengan orang Kamoro. Adapun barang yang
saling diperjualbelikan ialah kapak, pisau batu, burung cenderawasih (Tune),
makanan, dan tembakau dari orang di pedalaman. Sebaliknya, barang dari pesisir
ialah kulit bia, kampak batu (Maumi), hasil laut, serta yang terbuat dari besi.37
34Keberadaan Pastor Tillemans yang berkarya di Mimika sebagai seorang
misionaris Katolik telah membantu lebih lanjut ekspedisi Bijlmer ke daerah pedalaman,
untuk mengetahui tentang keberadaan orang-orang berpostur pendek yang diketahui
sebagai Tapiro (sebutan suku Me oleh orang pesisir). Bijlmer sendiri mengatakan bahwa,
Tillemans telah berhubungan dengan orang Tapiro hampir beberapa tahun belakangan,
sehingga mudah baginya untuk menemukan perkampungan orang di pedalaman Nieuw
Guinea itu. DR. H.J.T. Bijlmer, 1938. Naar De Achterhoek Der Aarde : De Mimika-
Expeditie Naar Nederlandsch Nieuw Guinee. Amsterdam : Scheltens & Giltay. Hlm. 13.
35Pesta yuwo adalah pesta rakyat, dimana orang memperjualbelikan harta benda
mereka kepada sesama masyarakat. Pada dasarnya ini juga semacam pasar tradisional
yang khusus menjual babi dan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
banyak ternak. Terkadang mereka juga menjual kerajinan tangan, menjadi tempat
bertemu keluarga serta yang paling penting adalah saling mencukupi kebutuhan masing-
masing. Ev. Ruben Gotay Pigay, op.cit., hlm. 10-11.
36Mege atau kapaukumege, dikenal juga sebagai cowrie dalam bentuk yang
berbeda setelah kedatangan orang Belanda. Alat penukar yang dipakai orang Me ini,
nilainya dapat ditentukan dari bentuk serta ukuran dari mege. Alat tukar ini masih dipakai
orang Me hingga tahun 1980-an. Lihat Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar, op.cit.,
hlm. 303.
37Ibid., hlm. 304. Lihat juga
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=5&jd=Kisah+Auki+Membawa+Misiona
ris+Pater+Tillemans+ke+Meeuwo&dn=2017091419150, diunduh pada 02 Januari 2018.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Saat setelah kedatangan orang Belanda dan para misionaris yang
membawa serta kulit kerang mege/cowrie di kalangan orang Me, di sisi lain juga
ikut melemahkan sistem mata uang tradisional yang ada. Hal ini disebabkan
peredaraannya di antara orang Me yang cukup banyak, pada akhirnya berdampak
pada para tonowi38 yang memiliki posisi penting di tengah masyarakat sebagai
satu-satunya golongan yang punya mege lebih ketimbang masyarakat lain pada
umumnya.
4. Politik
Di suku Me, politik atau sub kecilnya, yakni organisasi politik mereka
tidaklah sebesar atau tersistematis seperti kerajaan di Jawa atau kekuasaan mutlak
yang dipegang oleh kepala suku. Dalam suku Me, kekuasaan tidaklah sesuatu
yang mutlak atau kepemimpinan yang didapatkan secara pemilihan dan
penunjukan dari masyarakat, serta bukan sebuah posisi yang bisa didapatkan
secara turun-temurun. Salah satu cara menjadi seorang terpandang di daerah ini,
jika tidak melalui tahapan di atas, maka caranya ialah dengan melihat kemampuan
seseorang.
Pemimpin di daerah orang Me ini disebut tonowi, jika diartikan ke dalam
bahasa Indonesia maka artinya orang kaya. Tonowi tidak hanya 1 atau 2 individu
semata, namun hampir di setiap kampung ada tonawi. Persoalan kemampuan yang
telah dimaksud ini tidak hanya mengacuh soal memimpin, namun juga secara
38Hanya ada dua strata sosial yang dikenal di suku Me, yakni tonowi dan
masyarakat biasa. Tonowi adalah golongan orang-orang kaya yang memiliki banyak
mege, lahan yang luas, dan peliharaan berupa ternak babi yang banyak. Terkadang
mereka juga dapat menjadi pemimpin perang antar kampung dan penengah masalah. Ev.
Ruben Gotay Pigay, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
ekonomi, pandai dalam tutur kata, berani berbicara, kemampuan jasmani, berani
perang, dan mengetahui sihir.39
Dari segi ekonomi orang tersebut tentu kaya, artinya memiliki lahan dan
ternak lebih banyak katimbang masyarakat lainnya. Sedangkan dalam hal
kepemimpinan, terutama tentang keberanian tonowi dalam berkata-kata ini
berkaitan dengan posisinya di tengah masyarakat ketika dibutuhkan, terlebih saat
terjadi perselisihan antara keluarga atau terkait masalah pembagian lahan garapan.
Adapun 2 hal terakhir yang harus melekat pada seorang tonowi adalah berani
berperang dan tahu akan sihir. Kedua hal ini bukan yang utama karena hanya
sebagai pelengkap semata. Hal ini disebabkan, tidak semua tonowi ikut berperang
dan jika terjadipun ada aturannya yang harus dipatuhi. Oleh sebab itu, pengajaran
perang yang baik masih tetap diberikan pelatihan saat anak laki-laki berumur 5-10
tahun sampai sekitar umur 20 tahunan ketika sudah dianggap lihai berperang.40
Sedangkan tentang sihir, tidak semua memegangnya karena hanya orang tertentu
yang memiliki sihir, entah didapat dengan cara diwariskan keluarga atau
didapatkannya dari orang lain. Orang seperti ini kemudian dikenal dengan sebutan
dukun.41
Dalam praktek hidup sehari-hari, tonowi yang memiliki posisi penting
tidaklah begitu diagung-agungkan selayaknya para pemimpin pada umumnya
karena masyarakat Me menganggap bahwa mereka sama derajatnya. Namun, akan
39Lihat Leopold Pospisil, 1963. The Kapauku Papuans of West New Guinea. New
York : Holt, Rinehart and Winston. Hlm. 48.
40Ibid., hlm. 14-15.
41Ibid., hlm. 16-17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
berbeda ketika dihadapkan satu persoalan yang membutuhkan bantuan tonowi.
Karena itu, untuk menjadi tonowi tidak ada syarat besar yang mengikat, sebab
siapapun bisa menjadi tonowi dengan kerja kerasnya sendiri dalam
mengumpulkan kekayaan.
B. Wisselmeren Sebelum Kedatangan Tentara Jepang
Pemerintah Belanda semula mencoba mengambil alih jalur perdagangan di
Nieuw Guinea yang menghasilkan komoditi kulit kayu massoy, burung
Cenderawasih, dan budak, namun tidak berhasil karena wilayah ini dikendalikan
oleh pedagang musiman asal Maluku.42 Pemerintah Belanda mulai terdorong
untuk membangun koloni mereka di Nieuw Guinea ketika mendengar berita
tentang keberadaan Inggris yang berkeinginan mendirikan sebuah pemukiman
pada abad ke-18. Oleh sebab itu Belanda juga tertarik menguasai daerah baru ini,
sehingga pemerintah Belanda mendekati Sultan Tidore yang memiliki kekuasaan
penuh atas Papua.43
Dari Belanda sendiri, Papua telah diakui mereka sejak tahun 1814 dan hal
tersebut menjadikan pulau ini berada di bawah kekuasaannya secara tidak
langsung.44 Di sisi lain karena tidak adanya satu pemukiman milik Belanda yang
berdiri di daerah baru tersebut maka, pengakuan pemerintah kolonial Belanda atas
Papua tidak diakui negara Barat lainnya.
42Kal Muller, op.cit., hlm. 96.
43Ibit., hlm.96, 98.
44Ligia Giay, 2011. “Pemerintah Belanda, Orang Mee, Zending C&MA Di
Onderafdeling Wisselmeren 1938-1956”. Skripsi, Yogyakarta : Universitas Sanata
Dharma. Hlm.19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Keinginan pihak Belanda dalam menguasai Nieuw Guinea tercapai di
tahun 182845, yang ditandai dengan didirikannya sebuah pemukiman di daerah
Kaimana yang ternyata tidak bertahan lama karena kondisi alam Papua yang tidak
bersahabat. Serangan Malaria yang terus memakan banyak korban, membuat
proses untuk menetap di wilayah ini semakin lama. Walau demikian, 2 orang
misionaris Protestan berhasil mendirikan pemukiman dan memulai misi agama
mereka di pulau Mansinam, Manokwari.46 Hal ini mengawali kehadiran
pemerintah Belanda di Papua, ditambah lagi klaim Inggris dan Jerman atas Papua
New Guinea47 juga sekaligus menjadikan wilayah Nieuw Guinea Belanda masuk
dalam daerah kekuasaan Hindia Belanda, yang terhitung diakui Inggris tahun
1895 dan Jerman tahun 1910.48
Jauh sebelum pos pemerintah Hindia Belanda didirikan di Wisselmeren,
seorang Belanda bernama H.J.T. Bijlmer telah melakukan kontak secara tidak
langsung dengan orang Me bernama Auki Tekege. Auki mengundang beberapa
orang Me untuk datang ke tempatnya di Lembah Mapia, yang di antaranya Gobai
Pouga Gobai dari Paniai, Itani Mote dan Timada Badii dari Tigi, Papa Goo dari
45Di tahun ini, pemukiman pertama Belanda didirikan di Teluk Triton, Kaimana
(Papua Barat), dengan markasnya di Benteng Du Bus. Kal Muller, loc.cit.,
46Dua misionaris tersebut bernama Carl Wilhelm Ottow (1827-1862) dan Johann
Gottlob Geissler (1830-1870) dari badan misi Gossner, Protestan asal Jerman. Mereka
dikirim dari sebuah badan misi yang bertempat di Belanda bernama The Christian
Workman. Hasil kerja misi mereka, telah berdiri Gereja Kristen Injili di Tanah Papua
(GKI) yang dipusatkan dari Pulau Mansinam, Manokwari hingga menyebar ke beberapa
daerah di pesisir pulau Papua lainnya, khususnya di Utara Papua. Ibid.,
47Papua New Guinea adalah satu negara yang saat ini dikenal berbatasan dengan
Indonesia. Daerah ini masuk dalam jajahan Jerman serta Inggris dan di masa itu wilayah
ini dikenal dengan nama Australian New Guinea.
48Ibid., hlm. 104.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Kamu, Tomaigai Degei dari Degeiwo, Pisasainawi Magai dari Piyakebo, Dekeigai
Degei dari Putapa, Enagobi Gobai dari Pogiano, Tubasawi Tebai dari Toubay,
Mote Pouga Mote dari Adauwo, Dakeugi Makai dari Piyaiye serta Weakebo yang
terkenal dari Yaba, Tigi, ditambah 2 dari suku Moni bermarga Zonggonao, yakni
Zoalkiki dan Kigimozakigi Zonggonao.49 Hal ini terjadi dalam ekspedisi yang
dilakukannya bersama Pastor Tillemans, tepatnya dalam bulan Desember 1935
sampai kembali ke Mimika pada 10 Januari 1936.50
Kondisi alam yang sangat dalam dan terjal membuat daerah ini baru
diketahui dari belakang, setidaknya melalui beberapa ekpedisi di Nieuw Guinea
Belanda, Wisselmeren ini benar-benar dibuka dan diketahui orang luar.51 Akhir
tahun 1936 setelah ekspedisi yang dilakukan Bijlmer, daerah ini kembali dikenal
lagi melalui penemuan Danau-danau Wissel saat pilot Letnan Wissel melintasi
daerah itu dan melihat secara langsung adanya pemukiman orang Me. Kabar
tentang keberadaan suku Me, selanjutnya membawa orang Belanda dan para
misionaris masuk dan bekerja di wilayah baru tersebut.
49DR. H.J.T. Bijlmer, op.cit., 165-174. Lihat juga The conversion of Weakebo.
By: Benny Giay, loc.cit.,. serta baca juga Mateus A Tekege, loc.cit.,
50Menjadi seorang penunjuk jalan dan penerjemah bahasa, Pastor Tillemans
memimpin ekspedisi Bijlmer tersebut ke tempat orang-orang di pedalaman itu tinggal.
Ibid., hlm. 29.
51Ekpedisi yang dilakukan oleh orang Barat, khususnya ke dataran tinggi Papua
setidaknya ada 8 kali banyaknya, lihat Benny Giay, 1995. Zakheus Pakage and His
Communities : Indigenous Religious Discourse, Socio-Political Resistence, and
Athnohistory of the Me of Irian Jaya. PhD Dissertation. Amsterdam : Department of
Cultural Anthropology/Sociology of Development, Free University. Hlm. 38-39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
1. Belanda di Wisselmeren
Mendengar penemuan Pilot Wissel, seorang asisten residen di Fak-Fak
bernama Dr. W. Cator memutuskan memasuki daerah tersebut melewati jalan-
jalan kecil pada September dan Oktober 1937. Namun, perjalanannya yang
pertama mengalami kegagalan, Desember 1937 pada ekspedisi kedua mereka
akhirnya sampai di danau-danau Wissel. Berkat keberhasilan tersebut, Komisaris
polisi Jan Pieter Karel van Eechoud atau yang lebih dikenal van Eechoud (1907-
1958) dapat mendirikan sebuah pos pemerintahan yang permanen di Enarotali
yang berpenduduk padat pada 30 Mei 1938. Selanjutnya wilayah ini dikenal
sebagai Onderafdeling Wisselmeren.52
Komisaris Eechoud tidak lama menempati pos baru tersebut karena
November 1938 ia bertolak ke pos lamanya di daerah Manokwari dan digantikan
sementara oleh Stutterheim yang memegang kendali pos pemerintahan di
Enarotali selama 3 bulan seterusnya. Baru 19 Januari 1939, pos tersebut
digantikan Kontroler muda J.V. de Bruijn (1913-1973).53
Kedatangan ogai (pemerintah dan misionaris dengan sistem, serta budaya
Barat mereka), membuat masyarakat Me yang ada menjadi sasaran kekuasaan
mereka. Awal kedatangan mereka tidak banyak orang Me yang protes, bahkan
masyarakat lokal yang ada khususnya di Enarotali menyambut baik ogai. Di
samping itu, ada juga sebagian masyarakat yang tidak menyukai kondisi baru ini
mulai berpikir untuk mengusir ogai.
52Ibid., hlm. 26.
53Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Pemberontakan terjadi pada 1939, ketika pos pemerintahan di Enarotali
dipimpin de Bruijn. Pemberontakan dilancarkan orang-orang Me di Kebo, namun
Belanda dapat meredamkannya. Hal tersebut mengakibatkan 6 orang lokal
meninggal dan 7 orang mengalami luka-luka, 2 di antaranya dirawat di kamp
pemerintahan. Sehabis peristiwa ini, ogai berkuasa kembali di Enarotali.54
Tiga tahun keberadaan orang Belanda di Wisselmeren yang terhitung sejak
pembukaan pos pemerintahan yang masih tergolong baru, dengan terpaksa harus
ditutup sementara karena situasi politik yang memburuk dengan terjadinya Perang
Dunia II di Eropa.55 Pertengahan tahun 1940 pos ini akhirnya ditutup,56 namun di
bulan Oktober pos di Wisselmeren dibuka lagi. Di sisi lain, berita Jepang
melebarkan penjajahan ke Asia Tenggara sampai ke koloni Belanda, membuat pos
administrasi Belanda di Wisselmeren ditutup kembali awal bulan Mei 1943.
Terhitung sejak berdirinya pos pemerintah 1938 hingga awal Mei 1943 di
sana, tidak banyak intervensi yang dilakukan pihak Belanda terhadap masyarakat
54Benny Giay, op.cit., hlm. 48-49. Lihat juga Mrs. Walter M. Post. 1941. Home
Again!. Dalam The Pioneer. Vol. XII no. 44, July 1941. Hlm. 16, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1941-12.pdf
(04 Desember 2017).
55 Penutupan ini disebabkan oleh kondisi politk di Eropa dengan diinvasinya
negeri Belanda oleh Jerman. Benny Giay, op.cit., hlm. 27.
56Penutupan pos pemerintah di Wisselmeren mengharuskan para misionaris
menutup misi Kristen yang sedang dikerjakan pula. Penutupan itu mengharuskan para
pekerja misi menunggu laporan dari pihak pemerintah yang bertugas di Wisselmeren agar
kembali ke Paniai. Pdt. Walter Post beserta istri selanjutnya kembali ke pos di Enarotali
pada13 Maret 1941, setelah diijinkan pemerintah Belanda. Editorial. 1940. Christmas
Greetings : Reopening Of The Wissel Lakes. Dalam The Pioneer. Vol. XI no. 42,
November 1940. Hlm. 2, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1940-11.pdf
(01Desember 2017). Lihat juga Editorial. 1941. Report Number : The Wissel Lakes
Field. Dalam The Pioneer. Vol. XII no. 43, April 1941. Hlm. 4, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1941-04.pdf.
(03 Desember 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Me. Baik terhadap tonowi sebagai pemimpin tertinggi di daerah Me, bahkan
sampai ke masalah-masalah yang terjadi di antara masyarakat lokal yang ada.
Maka, kondisi pemerintah Belanda di Wisselmeren dalam tahun-tahun tersebut
sampai kedatangan Jepang, tidak ada kebijakan serius yang dilaksanakan. Jikalau
ada, satu-satunya kontak yang terjadi secara serius ialah saat pecah pemberotakan
orang-orang di Kebo 1939.
Gotay menegaskan bahwa sebelum melewati tahun 1950-an suku Me
masih hidup dalam keaslian budaya dan tradisi mereka.57 Ungkapan ini
membuktikan tentang campur tangan pemerintah langsung terhadap masyarakat
tidak jauh mempengaruhi penduduk lokal bahkan juga terhadap tonawi.
2. Misi Protestan (CAMA) di Wisselmeren
Berita tentang penemuan daerah baru oleh Wissel, langsung dimuat dalam
sebuah surat kabar yang diterimah seorang misionaris Protestan bernama R.A.
Jaffray (1873-1945). Dia berasal dari sebuah badan misi penginjilan yang
berpusat di Amerika, yakni CAMA (Christian and Missionary Alliance).58
Melihat informasi tersebut, ia lalu tergerak mencari tahu orang-orang di
pedalaman dan berangkat ke Fak-Fak dari Makasar menemui Dr. Cator. Hal ini
dilakukannya untuk mendengar kabar, serta melihat keadaan Nieuw Guinea
Belanda dari dekat.
Jaffray mendapatkan izin dari pemerintah Belanda di Batavia dan Ambon
tahun 1938. Dia selanjutnya mempersiapkan tim yang akan diberangkatkan ke
57Gotay, op.cit., hlm. 5.
58Ligia Giay, op.cit., hlm. 41-42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
daerah tersebut. Salah satu upaya Jaffray dalam misi pekabaran injil ini tidak
hanya persoalan memenangkan jiwa-jiwa baru bagi Kristus, namun juga berupaya
membangun pendidikan serta penerbitan.59 Hal ini sama seperti yang telah
dikembangkannya di Tiongkok, walau dengan situasi keuangan yang tidak
mencukupi, hal itu tidak menghilangkan semangat Jaffray untuk melebarkan
daerah penginjilan.
Dalam menyiapkan satu kelompok untuk diberangkatkan ke Wisselmeren,
Jaffray menunjuk 2 misionaris bernama C. Russel Deibler (1905-1943)60 dan
Walter Post beserta istri mereka yang menyusul dari belakang ke Paniai. Mereka
dipilih langsung dalam konfrensi CAMA di Makasar untuk memasuki wilayah
baru tersebut di bulan Desember 1938.
Awal Desember, mereka dilepaskan dengan doa menuju Nieuw Guinea
Belanda menggunakan kapal tempur Interisland atau kapal putih. Mereka tiba di
Uta yang terletak di selatan Papua pada 28 Desember. Rombongan ini selanjutnya
menempuh perjalanan selama 18 hari melalui sebuah jalan yang baru 5 hari
dibuka, sebuah perjalanan yang membuat kaki seorang misionaris luka dan
terkelupas karena jalanannya terjal.61
59Untuk pendidikan, hal tersebut dinyatakan dengan pembukaan kelas
pembebasan buta huruf (PBH) oleh para pekerja misi asal Kalimantan yang dikirim ke
Onderafdeling Wisselmeren untuk membantu Deibler dan Walter Post. Benny Makewa
Pigai, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua : Sejarah, Kenangan
Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil (Kingmi) Tanah Papua. Jayapura
: Deiyai. Hlm. 64.
60Lihat http://www.cmalliance.org/about/history/in-the-line-of-fire/diebler,
diunduh pada 16 Juni 2017.
61Walter post akhirnya kembali karena tidak punya cukup sepatu untuk dapat
dipakai di medan yang buruk, sehingga Deibler yang melanjutkan perjalanan ke
Enarotali. Editorial, op.cit., hlm.15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Rombongan ini tiba di kota Enarotali pada 13 Januari 1939. Dalam
beberapa hari kemudian, Deibler kembali lagi ke Manokwari, melewati Ambon
dan berlanjut ke Makasar menggunakan pesawat angkatan laut Belanda.62 Selama
beberapa hari itu ia telah mengunjungi Lembah Kemandora. Kondisi Deibler saat
kembali ke Makasar, digambarkan oleh Jaffray dalam artikel The Pioneer tentang
medan perjalanan yang tidak mudah :
“This morning i looked at the bleeding feet of a missionary, saw his wife tending
them, saw the blood and thoungt to my self, “what a nauseating sight that is!”
but, as i walked from the room, the Lord kept saying to me, “oh, but to me they
are beatiful feet!” then i remember ---“ how beautiful upon the mountains are
the feet of him that bringeth good tidings” ---good tidings to men and women
like those in New Guinea who sit in darkness in the shadow of death. Someday it
will all be over. Someday the tired, bleeding feet of the missionnaries will for the
last time cross those broken-bottle limestone mountains. Someday for the last
time they will go down into one of those newly discovered valleys. Someday for
the last time they will speak the message of redemption through Jesus Christ our
Lord. Someday that last one will turn to Jesus. Then the clouds will part asunder
and our Savior will be there.”
Terjemahan...
(pagi ini saya melihat kaki seorang misionaris yang berdarah, melihat istrinya
merawat mereka, melihat darah dan nanah mengalir dari mereka dan berpikir,
“betapa penglihatannya yang memuakkan,!” tapi, saat saya berjalan dari ruangan,
Tuhan terus berkata kepada saya,”oh, tapi bagi saya mereka adalah kaki yang
indah!” lalu saya ingat---“betapa indahnya gunung-gunung adalah kaki darinya
yang membawa kabar baik”- kabar baik bagi pria dan wanita seperti orang-orang
di Nugini yang duduk dalam kegelapan dalam bayang-bayang kematian. Suatu
hari nanti semuanya akan berakhir. Suatu hari nanti, kaki pendeta yang lelah dan
berdarah akan menyeberangi pegunungan batu kapur yang patah itu. Suatu hari
nanti untuk terakhir kalinya mereka akan masuk ke salah satu lembah yang baru
ditemukan itu. Suatu hari nanti untuk terakhir kalinya mereka akan berbicara
tentang penebusan melalui Yesus Kristus Tuhan kita. Suatu hari nanti yang
terakhir akan berpaling kepada Yesus. Maka awan akan terbelah dan juruselamat
kita akan berada di sana.)63
Untuk melakukan misi pekabaran injil di Wisselmeren tidaklah begitu
cepat, tahun-tahun awal masih tahap persiapan mereka untuk mempersiapkan diri
62Darlenerose.org/1939.htm, diunduh pada 16 Juni 2017.
63Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
bagi orang Me agar dimenangkan bagi Kristus. Persiapan yang dimaksud ialah
mempelajari bahasa setempat dan tenaga kerja, dalam hal ini tukang bangunan
serta para medis yang dibutuhkan di tempat yang baru dijajaki itu. Dua puluh
orang Dayak64 selanjutnya dikirim dari Kalimantan melalui Makasar bersama
Deibler dan Post pada 5 Maret 1939.
Sesampainya mereka di Danau Wissel, berkat bantuan orang Dayak dan
beberapa orang Me, sebuah rumah misi pertama dari bambu dapat dibangun untuk
memulai kegiatan penginjilan. Di samping itu mereka juga mempelajari bahasa
daerah secara perlahan supaya bisa berkomunikasi dengan baik.
Satu tahun di sana, mereka melakukan kontak dengan beberapa suku
pedalaman lainnya seperti suku Moni dan mengunjungi Lembah Kemandora yang
pernah ditinjau Deibler sebelumnya. Selama itu para misionaris belum langsung
menginjili orang-orang di Danau Wissel. Hal ini disebabkan karena kesibukan
orang Me bekerja di ladang sebagai petani mulai pukul 06:00-18:00, sehingga
tidak ada kontak langsung para misionaris kepada penduduk lokal.65 Walau
demikian, dapat dipastikan bahwa perlahan sebagian anak-anak kecil orang Me
sudah mulai dididik para misionaris, terutama untuk mengenal cara baca tulis,
seperti Pdt. Bernadus Pigome bersama teman-temannya di Okaitadi, Paniai
64Akhirnya tidak semua dari mereka berangkat ke Wisselmeren karena 8 orang
Dayak di antaranya kembali ke Kalimantan karena sakit. R. A Jaffray.1939. Pray For
Netherlands New Guinea. Dalam The Pioneer. Vol. X no. 38, November 1939. Hlm. 11,
Diambil dari : http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-
1939-11.pdf (27 November 2017).
65Gotay, loc.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Barat.66 Begitu juga dengan beberapa orang Me yang dekat dengan para
misionaris, yang mengajari mereka cara berdoa, seperti Oeroebojoema dari
kampung Uwamani.67
Para misionaris yang baru melakukan pendekatan dan pengenalan budaya
dan bahasa Me, diharuskan meninggalkan wilayah tersebut. Banyak pertanyaan
muncul juga menyelimuti 2 missionaris itu saat mendengar Jepang menginvasi ke
Asia Tenggara hingga ke Hindia Belanda. Pertanyaan yang muncul, yakni
bagaimana menanamkan injil dalam diri orang Me, nasib rumah bambu yang
mereka bangun, serta ketakutan tidak ada lagi orang Dayak yang membantu
membawa barang ke daerah itu.68 Namun, ketakutan tersebut sirna dengan
kepercayaan terhadap iman Kristen mereka bahwa apapun yang dikerjakan di
dalam nama Tuhan dengan benar, pasti akan terjadi.
3. Misi Katolik di Wisselmeren
Pastor Tillemans atau Mgr. Herman Henry Anthon Maria Tillemans,
M.S.C, seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa dia telah berkarya lebih
66Benny Makewa Pigai, op.cit., hlm. 65.
67Jean Victor Bruijn, 1978. Het Verdwenen Volk. Bussum : Van Holkema &
Warendorf. Hlm. 230-231.
68Kesulitan terbesar para misionaris CAMA adalah tidak adanya pesawat yang
dapat dipakai untuk melakukan penginjilan ke daerah-daerah yang sulit, sehingga
pemikul barang sangat dibutuhkan. Kondisi ini cukup berbeda jauh dengan para
misionaris dari Misi Lutheran di wilayah tetangga, yakni Australian New Guinea yang
memakai pesawat untuk transportasi penginjilan ke daerah bermedan berat sejak 1935
dan dari Katolik Roma memiliki 5 pesawat. Dalam kondisi demikian, semangat para
misionaris CAMA tetap tidak hilang. John R. Turnbull. 1939. On The Trail In
Netherlands New Guinea. Dalam The Pioneer. Vol. X no. 38, November 1939. Hlm. 19,
Diambil dari : http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-
1939-11.pdf (28 November 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dulu di Kokonao, Mimika. Dia adalah salah satu penginjil dari denominasi
Katholik Roma yang ditabhiskan pada 19 Agustus 1928.69
Sebelum berita tentang keberadaan suku Me diketahui pemerintah
Belanda, Pastor Tillemans adalah yang pertama mendengar dan menyaksikan
adanya kontak orang Kamoro dengan orang pedalaman yang melakukan
perdagangan lintas alam dan suku. Setelah ekspedisi pencarian daerah suku Me
berhasil, Pastor Tillemans menyusul van Eechoud yang pergi lebih dulu dan
mendirikan pos pemerintahan di sana. Pastor Tillemans kemudian menuju ke
Enarotali, Juni 1938.
Dalam segi misi penginjilan, Pastor Tillemans lebih dulu sampai di sana
sebelum kedatangan para misionaris dari CAMA, yakni Post dan Deibler.
Tillemans dari misi Katolik yang dapat sampai ke Wiselmereen menjadi tokoh
gereja pertama pembuka misi Katolik di Paniai.
Daerah misi Katolik di Wisselmeren banyak dipusatkan di bagian selatan
dari kota Enarotali. Hal ini disebabkan faktor pro dan kontra antara CAMA dan
misionaris Katolik tentang wilayah penginjilan masing-masing misi.
Permasalahan ini membawa kedua lembaga penginjilan tersebut pada satu
kesepakatan tidak tertulis tahun 193970, sehingga misi katolik mempusatkan diri
di daerah selatan, yakni di Lembah Kamu, Tigi, dan sebagian dari Paniai,
69Pastor Tillemans telah lama mengabdi di Papua yang dimulai dari daerah orang
Kamoro di Kokonao hingga ke Wisselmeren sampai akhirnya menjadi seorang Uskup
Agung pertama di daerah Merauke hingga masa pensiunnya. Karen Jacobs, 2011.
Collecting Kamoro: Objects, Encounters And Representation In Papua (Western New
Guinea). Leiden : Sidestone Press. Hlm. 52.
70Kesepakatan ini dicabut tahun 1950 dan kedua lembaga misi tersebut bersaing
bersama dalam penginjilan. Ligia Giay, op.cit., hlm. 45-47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
sedangkan CAMA di bagian Utara Danau Paniai. Hal ini menjadikan pusat misi
Katolik di Nieuw Guinea Belanda lebih banyak mempusatkan diri di daerah
selatan yang titiknya dimulai dari Merauke.
Berbicara soal pengaruh dan intervensi pemerintah Belanda dan misionaris
terhadap orang Me sebelum kedatangan Jepang, sebagaimana penjelasan di atas
ini dapat dilihat bahwa, dari sisi pemerintah terlihat jelas kekuasaan mereka tidak
memaksa masyarakat lokal. Kekuasaan yang dimaksud adalah hukum
administrasi kota Onderafdeling yang belum tegak dan diperkenalkan kepada
warga sekitarnya. Namun jika melihat kerja para misionaris, pengaruh yang
diberikan cukup dirasakan sebagian orang. Hal ini dilihat dari pos-pos misi yang
dibuka dibeberapa kampung, sekaligus dibukanya pendidikan PBH (pembebasan
buta huruf) untuk mengajari anak-anak orang Me. Untuk itu, kedua lembaga ini
bisa dikatakan belum jauh mempengaruhi orang Me secara umum.71 Jikalau ada,
hanya bagi sebagian orang yang menerima mereka. Berhentinya 2 lembaga
tersebut pun disebabkan tentara Jepang datang ke Hindia Belanda, hingga ke
Wisselmeren.
71Dalam arti, orang Me masih hidup dalam nilai-nilai adat dan tradisi yang
mereka hidupi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
PENDUDUKAN TENTARA JEPANG DI
ONDERAFDELING WISSELMEREN
1943
A. Kedatangan Tentara Jepang Di Wisselmeren 1943
Jepang muncul sebagai kekuatan dominan di wilayah Asia Tenggara
dengan menyusun slogan “Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, Jepang
Cahaya Asia”. Slogan ini menyiratkan semangat mereka dalam memperluas
penjajahan. Walau terdengar baik, pada kenyataannya tidak seperti yang
dibayangkan karena banyak orang yang hidup di bawah penjajahan Jepang
mengalami penderitaan dan kesengsaraan, seperti halnya masyarakat Indonesia.72
Secara politik, Jepang mulai menguasai Indonesia pada 8 Maret 1942
setelah perjanjian Kalijati diadakan di Kalijati, Jawa Barat.73 Di Papua, Jepang
telah menyiapkan penguasaan daerah tersebut dengan baik, bahkan sebelum
digelar perjanjian Kalijati tersebut.
“Nampaknya Jepang mempunyai banyak rencana untuk New Guinea (Papua),
kami telah lihat beberapa dari mereka juga di Depapre dan menurut orang Papua
bahwa mereka telah melayari semua teluk-teluk dan sungai-sungai untuk melihat
tanah”74
72Kesengsaraan yang banyak dialami masyarakat Indonesia di bawah penjajahan
Jepang adalah kelaparan yang diakibatkan karena semua makanan harus disetor ke tentara
Jepang, ditarik menjadi pekerja paksa dan buruh (Romusha) serta perempuan dijadikan
jugun lanfu, yakni sebagai pemuas nafsu tentara Jepang. Fajriudin Muttaqin, Dkk, 2015.
Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung : Humaniora Utama Press. hlm. 78-82.
73Prof. Dr. Suhartono, 2007. Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis
Proklamasi. Yogyakarta : Kanisius. Hlm. 13.
74Dikutip dari Anna M.F Parera, dkk, 2013. Sausapor : Saksi Sejarah Perang
Dunia II di Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat. Yogyakarta : Kepel Press,
Desember. Hlm. 70. Yang ia kutip juga dari, A. W. Siagian, 1978. Jayapura Dulu,
Sekarang Dan Esok. Jayapura : Pemerintah Daerah I Irian Jaya. Hlm. 166.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Kutipan di atas menegaskan satu hal bahwa orang Jepang sebelumnya
telah berkunjung ke Nieuw Guinea Belanda sebagai nelayan yang mencari ikan
dalam tahun 1933.75 Di samping itu, orang Jepang didatangkan pemerintah
Belanda untuk membantu menjalankan roda pembangunan di tanah jajahan yang
masih tergolong baru itu.76
Bantuan orang Jepang yang terdiri dari para pengusaha ini berhasil. Ketika
penjajah Jepang masuk ke negeri koloni Belanda, semua perusahaan diambil oleh
Jepang yang telah mengetahui keadaan geografis Papua.77 Informasi yang
diperoleh itu untuk bekal membangun pangkalan udara dalam kepentingan perang
Jepang. Ini adalah salah satu alasan terbesar Jepang menduduki pulau Papua, di
samping pemanfaatan ekonomi. Posisi strategis Papua sangat menguntungkan
Jepang dalam mempersiapkan daerah ini untuk menjemput perang melawan
Sekutu. Untuk itulah di kutipan di atas telah jelas menjelaskan bahwa, agen-agen
Jepang telah melayari teluk dan pulau untuk melihat daerah Papua jauh
sebelumnya. Setelah Jepang berkuasa di tanah koloni Belanda, wilayah timur
Indonesia dimasukan di bawah pimpinan Angkatan Laut Jepang.78
75Ibid., hlm. 1.
76Lihat Decki Natalis Pigay, 2000. Evolusi Nasionalisme Dan Sejarah Konflik
Politik Di Papua. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hlm. 128.
77Ibid.,
78Selain daerah yang disebutkan di atas, Angkatan Darat Jepang (Gunseibu)
memegang kendali atas daerah Jawa dan Sumatera. Hal ini karena daerah yang dipegang
Angkatan Laut (Minseifu) adalah wilayah yang tidak penting secara politik, namun
berguna secara ekonomi dan di sisi lain pulau Papua juga menarik Jepang secara
geografis wilayah untuk dapat dibangun berbagai perlengkapan perang melawan Sekutu.
M.C. Ricklefs, 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Terjemahan dari, A History
of Modern Indonesia Since c. 1200, Fourth Idition, 2008. Terbitan Palgrave, cet. 1.
Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi. Hlm. 422.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Serangan pertama Jepang untuk pulau Nieuw Guinea Belanda terjadi di
daerah Babo79 pada 30 Desember 194180, setelah berhasil menyerang Pearl
Harbor, Hawai yang menjadi basis armada laut Amerika tanggal 7 Desember
1941. Pada 1 April 1942, Jepang tiba di kota Fak-Fak, dan tiba di Manokwari
tanggal 12 April 1942.81 Jepang perlihatkan kekuasaan sepenuhnya di Nieuw
Guinea Belanda pada 19 April 1942, beberapa minggu usai diadakan perjanjian
Kalijati. Kedatangan Jepang ditandai dengan munculnya kapal-kapal perang milik
tentara Jepang di teluk Humbolt, Holandia (Jayapura sekarang) 1942.
Sejak kekuasaan berpindah tangan pada Jepang, orang-orang Belanda
tidak lagi diizinkan menetap di tanah koloni. Hal ini berbeda dengan beberapa
orang Belanda di Nieuw Guinea yang masih menetap, salah satunya di
Wisselmeren. Di Paniai masih dijumpai keberadaan para pejabat pemerintah,
beberapa misionaris, dan pekerja misi. Ketika mengetahui keberadaan Jepang di
wilayah terdekat,82 orang Belanda sudah bersiap dan menungguh pesawat
jemputan. Selama penantian, pesawat Jepang muncul pertama dalam bulan April
1943 selama 3 hari berturut-turut, yakni tanggal 15, 16, dan 17 di atas
79Satu kota kecil penghasil minyak yang ditemukan tahun 1935 oleh NNGPM
(The Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij), yakni sebuah perusahaan
sumber daya alam.
80Bilveer Singh, 2011. Papua: Geopolitics and the Quest for Nationhood. New
Brunswick and London : Transaction Publishers. Hlm. 24.
81Ibid.,
82De bruijn, pastor Tillemans beserta beberapa orang Me pergi ke Kokonao pada
05 Desember 1942, untuk melakukan pengecekan guna meyakinkan diri bahwa Jepang
telah berada di sana. Setelah melihat situasi di Kokonao, selanjutnya mereka
mempersiapkan segala sesuatunya untuk berjaga-jaga atas kedatangan Jepang ke
Wisselmeren, sambil menunggu evakuasi dilakukan. Jean Victor Bruijn, 1978. Het
Verdwenen Volk. Bussum : Van Holkema & Warendorf. Hlm. 181-182.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Wisselmeren.83 Akhirnya pesawat jemputan tiba tanggal 23 Mei 1943 dan
berangkat keesokan paginya meninggalkan Enarotali.84
Mengetahui keberadaan orang Belanda, terlebih tentang kontrolir de
Bruijn yang masih berada di pedalaman Wisselmeren membuat tentara Jepang
menduduki daerah itu sambil melakukan pencarian terhadapnya. Pengejaran
terhadap de Bruijn beserta pengawal dan beberapa orang lokal (2 di antaranya
ialah Zakheus Pakage dan Karel Gobai)85 yang bersembunyi di hutan dengan
berjalan kaki ke arah timur pegunungan Papua, akhirnya lolos dari kejaran
Jepang.86 Kedatangan Jepang ke Wisselmeren, ditambah kedatangan Belanda
sebelumnya membawa pengaruhnya masing-masing di antara orang Me. Ini
menjawab poin keempat pada faktor perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto,
yakni pengaruh-pengaruh eksternal.
1. Mulai Menetap di Wisselmeren
Tentara Jepang datang dari dua arah, yakni Nabire (utara Papua), melewati
Siriwo, dan Mimika (selatan Papua), melewati Mapia ke Enarotali dan berhasil
sampai di Danau-danau Wissel pada akhir Mei 1943. Pertama yang mereka temui
83Ibid.,186.
84Sebanyak 25 orang diberangkatkan pagi itu dengan pesawat Catalina Y 45. Ibit.,
Hlm. 187, 192-193. Lihat juga Kal Muller, 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books.
Hlm. 136.
85Zakheus Pakage dan Karel Gobai adalah 2 orang Me pertama yang ikut pergi
bersama de Bruijn ke Australia dan menamatkan sekolah di Ujung Pandang, Makasar
setelah Perang Dunia II berakhir. Benny Giay, 1995. Zakheus Pakage and His
Communities : Indigenous Religious Discourse, Socio-Political Resistence, and
Athnohistory of the Me of Irian Jaya. PhD Dissertation, Department of Cultural
Anthropology/Sociology of Development, Free University. Amsterdam. Hlm. Xxi.
86Kal Muller, op.cit., hlm. 148.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
adalah pos misi dan pos pemerintah Belanda yang kosong ditinggalkan, sehingga
Jepang bertanya kepada masyarakat sekitar danau perihal keberadaan orang-orang
asing itu.87
Untuk berkomunikasi dengan orang Me setempat, Jepang membawa serta
seorang asisten administrasi bernama Stephanus Jozeph yang pergi ke Fak-Fak
setahun sebelumnya dari Wisselmeren.88 Namun karena Jepang tidak
mendapatkan informasi dari penduduk setempat tentang keberadaan de Bruijn,
banyak orang Me dipukuli.89 Sikap pertama Jepang yang disaksikan masyarakat
atas kegagalan mendapatkan informasi dari orang Me mengakibatkan beberapa
rumah di kampung Komopa dibakar Jepang.90
Kondisi penduduk lokal saat bersama dengan orang Belanda tidak begitu
buruk, contohnya orang Belanda membeli barang lokal dengan uang kerang,
87Di Paniai tidak ada pendekatan yang dilakukan Jepang untuk menarik simpati
penduduk lokal karena yang ditunjukan pertama adalah pemukulan, pembakaran rumah
warga, sehingga banyak yang melarikan diri menghindari keganasan Jepang. Hal ini
berbeda dengan daerah dudukan Jepang seperti Jawa dan terkhusus Yogyakarta sebagai
daerah keraton. Dimana di Jawa secara umum Jepang menarik para Ulama serta Priyayi,
sedangkan di yogyakarta Jepang mengalami kesulitan karena sultan Hamengku Buwono
IX bertekad memerintah daerah Yogyakarta dengan Jepang di bawah kendalinya, namun
Jepang tetap mendekati para ulama untuk melancarkan keinginan mereka. Aiko
Kurasawa, 2015. Kuasa Jepang Di Jawa : Perubahan Sosial Di Pedesaan 1942-1945.
Jakarta : Komunitas Bambu. Hlm. 350-352. Lihat juga Mitsuo Nakamura, 1983. Bulan
Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin : Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah Di
Kotagede, Yogyakarta. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hlm. 128.
88Stephanus ditawan Jepang untuk membantu berkomunikasi dengan orang Me,
namun hanya dalam beberapa hari. Ia selanjutnya berhasil lolos di tengah malam bersama
2 orang lokal dan bertemu de Bruijn serta kelompoknya di Wandai (kabupaten Intan Jaya
sekarang). Jean Victor Bruijn, op.cit., hlm. 207.
89Dalam pemukulan tersebut, 5 orang Me di Enarotali meninggal. Ini sesuai
laporan kepada de Bruijn dari 2 orang Damal asal Beoga (Beura atau Beurop, sekarang
kabupaten Puncak) yang hendak berjualan garam lokal di Enarotali dan mendapati tentara
Jepang. Ibit., hlm. 200.
90Benny Giay, op.cit., hlm. 29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
namun berbeda dengan Jepang yang menolak membeli dan malah mengambil
dengan paksa. Keadaan ini membuat Jepang menjadi kelompok yang menonjol di
tengah suku Me dengan menebarkan ketakutan sebagai bentuk berkuasanya
mereka. Ini dapat dilihat dari saat kedatangan pertama mereka. Kenyataan ini
sesuai dengan poin kelima pada faktor perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto,
yakni pribadi-pribadi kelompok yang menonjol.
Sambil mencari informasi tentang keberadaan de Bruijn, tentara Jepang
mulai menetap dan membuka pos-pos militer di beberapa kampung yang dianggap
strategis untuk berlindung dari serangan Sekutu. Perkampungan yang di maksud
adalah sebagai berikut :
1.1 Pos Iimapuga Di Okaitadi
Kampung ini terletak di sisi barat kota Enarotali yang diduduki Jepang dan
tempat berdirinya salah satu pos mereka yang terbesar. Pesawat terbang militer
Jepang seringkali mendarat di Kubutu, Okaitadi. Seperti yang diungkapkan
Bernadus Pigome : 91
Saat pesawat milik Jepang hendak mendarat, para tentara Jepang berdiri di
pinggir landasan dan berteriak memanggil orang-orang Me datang dengan
sebutan Tapiro. Dengan segera juga masyarakat akan datang dan menyaksikan
kedatangan pesawat yang banyak membawa perlengkapan tentara Jepang
tersebut.
Pos terbesar di Paniai barat ini banyak menerima kiriman perlengkapan
Jepang yang dibawa dengan pesawat. Sejak Jepang berada di kampung ini, tidak
banyak penduduk yang memilih pergi bersembunyi karena takut. Di samping
91Bernadus Pigome, dalam wawancara tanggal 10 Maret 2017 di rumah Bernadus
Pigome, Uwodege, Paniai Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
menetap di kampung, tentara Jepang juga meminta masyarakat setempat
“menyumbang”, meski yang terjadi sebenarnya adalah perampasan. Bahan-bahan
yang diminta ialah ubi jalar, keladi, pisang, udang, dan hewan piaran (ayam dan
babi).
1.2 Pos Di Detauwo
Seperti yang dialami masyarakat kampung Okaitadi, orang-orang di
Detauwo juga mengalami kejadian serupa. Akan tetapi, ada hal menarik dan baru
yang pertama kali terjadi di Paniai, tepatnya di Detauwo, yaitu Jepang
menggerakan masyarakat Detauwo membuat perahu yang digunakan penduduk
lokal sebagai alat transportasi di danau. Perahu tersebut selanjutnya diubah
fungsinya atas permintaan tentara Jepang untuk mengangkut mereka sampai ke
pos Jepang dekat pinggiran danau.92
Hal ini sama dengan posisi memandu seorang raja atau bangsawan dalam
kerajaan-kerajaan di Jawa. Kenyataan ini belum pernah terjadi sepanjang hidup
orang Me, dan mereka tidak kuasa menolak karena berada dalam tekanan
penjajahan Jepang.
1.3 Pos Di Deyatei (Pintu Pesawat)
Kampung Deyatei disebut sebagai pintu pesawat lantaran posisinya
menjadi pintu masuknya pesawat udara ke daerah Paniai. Dengan posisi seperti
92Makewa Pigai, dalam wawancara tanggal 23 Maret 2017 di rumah Makewa
Pigai, Bapouda, Enarotali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
ini, tentu menarik perhatian tentara Jepang untuk mendirikan pos pertahanan yang
baik dan strategis untuk berjaga-jaga.
Sebelum pos militer dibuka, mereka pertama membabat pohon di gunung
Yatiyaiyo untuk basis pertahanan udara. Jepang juga datang ke kampung Giwo
dan bertemu beberapa pembesar, di antaranya Eniyatuma, Diyogepai Degei, dan
Tekabedo untuk memberitahu keinginan mereka mendirikan pos di Digimiyo dan
Deyatei.93 Akhirnya 2 pos permanen dibuka, di Digimiyo untuk pos umum dan
pos khusus untuk pertahanan dibangun di bukit Pokebiyo dengan membuat goa
tanah.
Pos militer ini tentu tidak dibangun dengan tenaga mereka semata, namun
melibatkan penduduk lokal setempat. Berkaitan dengan ini Eniyatuma dan
Tekabedo ditugasi mencari kayu bakar setiap hari, sedangkan Diyogepai
mendapat tugas menjaga pos Pokebiyo selama 24 jam, serta mengambil makanan
di kebun keluarga miliknya di Deyabutu dan Bomomaki. Kondisi yang dialami
Diyogepai mengundang rasa belas kasihan masyarakat lokal, sehingga sebagian
keluarga ikut membantunya dengan menyumbangkan sebagian hasil kebun
kepadanya untuk dikonsumsi Jepang.94
93Demia Degei, dalam wawancara tanggal 24 Maret 2017 di rumah Makewa
Pigai, Bapouda, Enarotali.
94Terlihat bahwa, orang lokal yang ditarik Jepang ini hanya sekedar membantu
menjaga pos dan menyiapkan bahan makanan untuk tentara Jepang. Tidak ada pelatihan
khusus yang diberikan seperti di Jawa, misalnya memberikan kursus tertentu seperti pada
para ulama atau pembentukan seinendan (barisan pemuda) dan keibodan (organisasi
keamanan) di kota besar hingga ke tingkat Kerasidenan, kabupaten, bahkan hingga ke
tingkat desa. Hal ini tentunya untuk mewujudkan gerakan pembentukan Asia Timur Raya
yang gencar disuarakan masa itu. Aiko Kurasawa, op.cit. Hlm. 373-375, 383-384.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Masyarakat lokal merasakan teror karena secara sewenang-wenang
dipaksa membangun tempat-tempat perlindungan dibawah tanah, meski tidak ada
korban jiwa. Salah satu pos di bukit Pokebiyo dijadikan tempat perlindungan
bawah tanah dengan dua pintu, satu menghadap ke Lembah Siriwo dan satunya
menghadap Danau Paniai.95 Pos ini siang malam dijaga secara bergantian guna
mengantisipasi pemberontakan masyarakat yang bisa terjadi setiap saat karena
ketidaksukaan terhadap perilaku Jepang, di samping menjaga serangan dari militer
Sekutu.96
1.4 Pos Di Lembah Siriwo
Jepang sampai di Lembah Siriwo melalui Pantai Utara Nabire, Teluk
Cenderawasih. Di kampung ini ada beberapa pos yang dibangun, yakni pos
Maakotopa di Eugai, pos Tanikipa di Dadou, pos Pitiwaida di Todiya Aiyaikebo,
dan pos Bonabutu di Jigito. Di samping itu, Jepang juga membangun 2 lapangan
terbang yang masing-masing berada di Pitewaida dan Atatadi.97
Dari pemaparan di atas, dapat dilihat tekanan yang dirasakan orang Me.
Diawali dengan pembuatan pos-pos militer dengan tenaga penduduk lokal,
menjaga pos mereka sampai perampasan makanan. Selain beberapa pos di atas,
95Ibid.,
96Di karenakan daerah orang Me bagian Tigi sempat dijatuhkan bom milik
Sekutu yang banyak menewaskan masyarakat sekitar, sehingga tentara Jepang berjaga-
jaga dengan penuh kewaspadaan. Lihat Benny Giay, op.cit. Hlm. 42.
97Silas Egupa, dalam wawancara tanggal 18 Maret 2017 di rumah Makewa Pigai,
Bapouda, Enarotali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
ada juga markas Jepang di beberapa kampung yang lain, yakni Kebo, Dagouto,
Enarotali, Komopa, Tage, Tigi, dan Mapia.98
Korban penyiksaan Jepang terjadi seiring pembangunan pos tersebut,
dalam kaitannya dengan menyuruh mengambil bahan makanan secara paksa dan
terpaksa dilakukan untuk menghindari kemarahan Jepang, selain itu
memperkerjakan masyarakat secara paksa dan menandu mereka memakai perahu
lokal. Realitas ini selanjutnya akan dibahas lebih mendalam di pembahasan
berikutnya.99
B. Aksi-aksi Tentara Jepang Terhadap Orang Me
Poin ketujuh pada faktor perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto, yakni
peristiwa-peristiwa tertentu ini mendukung pendudukan Jepang dan aksi yang
dilakukan sebagai satu peristiwa yang menjadi faktor munculnya perubahan
sosial, terkhusus sikap orang Me. Peristiwa yang dimaksud adalah adanya aksi
pembakaran rumah, pengrusakan kebun-kebun warga, pemerkosaan terhadap
98Pdt. Ruben Gotai Pigay, dalam wawancara tanggal 6 Maret 2017 di rumah Pdt.
Ruben Gotai Pigay, Pos 7, Sentani.
99Rasanya tidak ada dampak positif yang didapatkan orang Me dengan
kedatangan Jepang. Keadaan ini dapat dilihat dari perbedaan yang terjadi di Jawa dan
Wisselmeren. Dimana saat orang-orang di kalangan elit kota sampai desa di Jawa
mengalami perubahan dalam hal kedisplinan, status sosial (bagi masyarakat desa dalam
hal kepemimpinan), militer, dan jiwa nasionalisme yang besar melalui berbagai
organisasi dan pelatihan yang dibangun Jepang, orang Me tetap berada di posisi mereka
sebagai masyarakat lokal yang baru mengenal bahkan belum sepenuhnya tahu tentang
sistem dan budaya modern. Tentu karena mereka tidak mengalami, memakai, dan
berpikir seperti yang ditekankan Jepang di Jawa dengan sarana-sarana yang memadai.
Dapat dikatakan, orang Me hanya mendapatkan dampak dari penjajahan Jepang terhadap
budaya dan kehidupan tradisional yang masih mereka hidupi saat itu. Aiko Kurasawa,
loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
perempuan lokal, dan pembunuhan yang membawa dampak bagi suku Me.
Realitas ini seperti yang dijelaskan di bawah.
Desakan Jepang terhadap orang Me semakin memperlihatkan sikap keras
mereka. Hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa sejak kedatangan Jepang di Paniai,
kehidupan penduduk lokal sangatlah tidak tenang. Sepanjang Jepang di sana,
selama itu pula kontrol terhadap masyarakat sangat ketat.100 Ditambah lagi
permintaan yang memberatkan, hingga aksi pembunuhan.
Masa penjajahan Jepang telah membawa kondisi buruk di sebagian besar
rakyat Indonesia. Kondisi yang dialami juga serupa, yakni penyerahan wajib
makanan (khusus di Jawa penyerahan beras),101 pemukulan, pemerkosaan serta
romusha.102 Aksi Jepang di Wisselmeren lebih khusus telah membuat orang Me
hidup dalam ketakutan dan trauma. Seperti yang dialami dan disaksikan beberapa
orang, di antaranya Pdt. Markus Kayame. Ia menyaksikan Jepang mengobrak-
abrik perkampungan masyarakat. Dia juga mendengar berita dari tempat
persembunyian bersama keluarga di Lembah Weyadide tentang pembunuhan
terhadap Detaiyo Degei di kampung Timida, serta perampokan dan pemerkosaan
terhadap kaum perempuan.103
Aksi Jepang terjadi lagi di kampung Jimouto, Lembah Uwebutu, Danau
Tage. Jepang mengamuk meminta babi dan makanan kepada penduduk lokal
100Kontrol dalam hal ini, siap memberikan dan melakukan apa yang diminta,
misalnya mengumpulkan makanan sesuai kebutuhan Jepang.
101Aiko Kurasawa,op.cit., hlm. 81-94.
102Ricklefs, op.cit., hlm. 427.
103Benny Makewa Pigai, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua :
Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil (Kingmi)
Tanah Papua. Jayapura : Deiyai. Hlm. 95.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
seperti keladi, ubi jalar, pisang, dan udang. Untuk melancarkan aksi tersebut
Jepang menahan seorang bernama Ekaikawi Pigai, sebagai jaminan. Namun,
selanjutnya ia dilepaskan setelah apa yang diinginkan terpenuhi.104
Belum genap 1 tahun Jepang di Paniai, mereka telah menyebarkan
ketakutan di tengah masyarakat. Di tahun 1943 saja Jepang telah membunuh
penduduk lokal dengan cara memenggal leher. Aksi serupa ini terjadi di Okaitadi,
yakni terbunuhnya Yagamo Tekege dan Agukabedo Pigai serta di kampung
Totiyo dengan peristiwa dipotongnya Amakatuma Pigai dengan parang karena
menolak memberikan makanan kepada Jepang tanpa pembayaran.105 Selain
pembunuhan, banyak pula masyarakat yang mengalami luka-luka dan kehilangan
harta benda.
Dari pemaparan ini, dapat dibayangkan ketakutan penduduk lokal hingga
orang Me memilih pergi bersembunyi daripada dibunuh tentara Jepang. Sebagian
besar orang mengembara di hutan, sedangkan lainnya bersembunyi di tempat
aman seperti yang dilakukan keluarga Pdt. Markus Kayame. Trauma juga
dirasakan kaum perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual tentara
Jepang, sampai membuat mereka tidak berani keluar dan beraktifitas di luar
rumah, misalnya pergi berkebun dan memancing ikan di danau. Kenyataan ini
yang membuat orang Me membenci keberadaan ogai (Jepang maupun Belanda) di
Wisselmeren.
104Ibid., hlm. 116
105Silas Doo dan Marten Pigome, dalam wawancara tanggal 23 Maret 2017 di
rumah Makewa Pigai, Bapouda, Enarotali. Lihat juga Pigay, Ev. Ruben Gotai, 2008.
Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee Bersinar Kembali?. Jayapura :
Deiyai. Hlm. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
C. Dampak Pendudukan Jepang Di Wisselmeren
Akibat yang didapat orang Me dengan kedatangan Jepang, seperti pada
penjelasan sebelumnya membawa dampak dalam kehidupan penduduk lokal. Di
samping itu, dampak penjajahan Jepang juga dirasakan oleh pemerintah Belanda,
pekerjaan misi pekabaran injil Protestan, dan Katolik di Onderafdeling
Wisselmeren.
1. Nasib Pemerintah Belanda di Wisselmeren
Pos administrasi Belanda yang dibangun di pusat kota Enarotali tahun
1938, terpaksa ditutup sementara karena meluasnya penjajahan Jepang di tanah
Hindia Belanda, lebih khusus saat Jepang tiba di Wisselmeren akhir bulan Mei
1943.
Dari tahun 1938 sampai 1943, saat penjajahan Jepang sampai ke Paniai,
pengaruh pemerintah Belanda terhadap penduduk lokal belum begitu sampai ke
tengah masyarakat. Secara kekuasaan, pemerintah belum sepenuhnya tegak. Lima
tahun kantor administrasi Belanda berdiri di Wisselmeren, kenyataannya sebagian
orang Me tetap tidak menyukai kehadiran orang-orang asing ini, seperti orang Me
di Kebo yang telah disinggung sebelumnya.
Kedatangan Jepang nyatanya tidak mengubah struktur pemerintahan atau
mengganti sistem sebelumnya, bahkan memperkenalkan agenda politik atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
apapun yang berkaitan dengannya kepada penduduk lokal.106 Adapun dampak
yang didapatkan adalah terhentinya kepemimpinan kontroler de Bruijn sebagai
pemimpin di Wisselmeren dan polisi pemerintah yang ikut terhenti pula. Oleh
sebab itu, dampak untuk pemerintah Belanda di Paniai dalam hal pemerintahan
tidaklah besar, karena kehadiran Jepang hanya dalam pengejaran terhadap orang
Belanda, dalam hal ini kontroler de Bruijn. Berkaitan dengan terhentinya tugas
kontroler Belanda de Bruijn dan polisi pemerintah sebagai keamanan di
Onderafdeling Wisselmeren ini menjawab poin ketiga pada faktor perubahan
sosial oleh Soerjono Soekanto, yakni perubahan struktural dan halangan
struktural. Terkhusus bagian halangan struktural untuk dampak yang didapatkan
dengan kehadiran Jepang.107
106Berbeda dengan daerah pendudukan Jepang seperti di pulau Jawa, dimana di
Papua secara umum Jepang tidak mengganti struktur pemerintahan sebelumnya. Bahkan,
pihak-pihak di angkatan laut tidak mendukung akan adanya usaha untuk memajukan hal-
hal yang berkaitan dengan nasionalisme. Kehadiran Jepang di Papua hanya semata untuk
menyiapkan daerah tersebut sebagai pertahanan perang melawan Sekutu. Oleh sebab itu,
tidak ada pengaruh kuat yang ditinggalkan Jepang di Papua, selain trauma kekerasan
Jepang terhadap penduduk lokal dan sisa-sisa alat perang. Decki Natalis Pigay, op.cit.,
hlm. 29. Lihat juga Ricklefs, op.cit., hlm. 438.
107Di samping itu, dalam kasusnya dengan tonowi, kedatangan Jepang ke
Wisselmeren telah membuat hidup beberapa tonowi kacau. Hal ini berkaitan dengan
beberapa tonowi yang bekerja pada Jepang, dan sebaliknya dimusuhi penduduk lokal
lainnya karena sikap tersebut. Sehingga, tonowi yang sebelumnya memiliki kepercayaan
dari masyarakat umum sebagai orang yang terhormat dari segi kepemimpinan, kondisi
ekonomi yang baik, pandai tutur kata, berani berbicara, memiliki kemampuan jasmani,
berani perang, dan mengetahui sihir, mulai diragukan. Di samping pengrusakan kebun
dan pemerasan oleh Jepang, membuat harta seorang tonowi habis karena posisi ini
didapatkan dari kerja keras mereka dalam bekerja mengumpulkan kekayaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
2. Nasib Kegiatan Misionaris di Wisselmeren
Nasib pekabaran injil yang sedang disampaikan para misionaris dari
denominasi Katolik dan Kristen ikut terhenti dengan berita kedatangan Jepang.
Dampak yang diterima para misionaris kurang lebih sama dengan apa yang
diterima pemerintah Belanda di Wisselmeren.
Kontak langsung dengan penduduk lokal dalam mengenalkan ajaran
Kristiani yang dibangun secara sederhana terhenti. Jepang telah membuat
pekerjaan tersebut tertunda selama 3 tahun.108 Bukan hanya pos-pos misi saja
yang dihancurkan,109 namun segala sesuatu yang berbau Belanda diambil, bahkan
barang-barang milik para misionaris yang dititipkan kepada penduduk lokal
dirampas tentara Jepang.110
Seperti halnya pemerintah, dari sisi gereja juga memulai semua kegiatan
pekabaran injil secara serius setelah Perang Dunia II akhirnya berlalu. Akibat
kedatangan Jepang ke Wisselmeren, penduduk lokal mulai menaruh benci
108Selama 3 tahun mereka berada di tempat persembunyian dekat Merauke dan
Australia, kegiatan pekabaran injil itu mulai dijalankan dalam tahun 1946. Lihat Pdt.
Jhon Gobay, 2008. Amanat Agung di Tanah Papua 1939-1962. Bandung : Yayasan
Kalam Hidup. Hlm. 59-60.
109Adapun sesuai dengan laporan CAMA, sekitar 9 rumah ibadah telah
dihancurkan Jepang. Ini belum ditambah dengan rumah para misionaris maupun barang-
barang pribadi mereka. W.M. Post. 1947. Sifted : The Annual Report for 1946. Dalam
The Pioneer. Vol. XIV no. 47, August 1947. Hlm. 17, diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1947-08.pdf.
(07 Desember 2017).
110Benny Makewa Pigai, op.cit., hlm. 65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
terhadap orang-orang asing, terutama misionaris yang pekerjaannya
mengharuskan mereka turun ke tengah masyarakat.111
3. Dampak Pendudukan Jepang Terhadap Suku Me
Dilatarbelakangi oleh kedatangan Jepang yang melakukan kekerasan,
membawa dampak tersendiri terhadap pemerintah, kegiatan pekabaran injil, dan
terlebih terhadap penduduk lokal. Dampak yang dialami pemerintah Belanda di
Wisselmeren beserta para misionaris tidaklah lebih besar seperti yang dirasakan
orang Me yang menjalani hari-harinya bersama Jepang. Di bawah ini adalah
penjelasan tentang dampak yang dialami orang Me.
3.1 Dampak Personal
Melihat aksi-aksi Jepang seperti pada penjelasan sebelumnya, cukup
membawa pengaruh pada setiap individu, terutama mereka yang mengalami
langsung penindasan dan yang menyaksikannya.
Dari sebagian besar orang Me yang pergi bersembunyi, ada juga beberapa
di antaranya yang memilih menetap di rumah mereka. Orang Me yang lebih
memilih tinggal di kampung, sebagiannya direkrut Jepang menjadi juru masak,
penjaga pos, dan kuli panggul.112
111Hal ini terbukti dengan apa yang dialami misionaris Rev. E. H. Mickelson saat
kembali ke Wisselmeren tahun 1948, setelah Perang Dunia II usai. Pdt. Jhon Gobay,
loc.cit.,
112Ini seperti yang dialami oleh Pdt. Bernadus Pigome di kampung Okaitadi,
Paniai Barat ketika ia pada akhirnya ditarik tentara Jepang menjadi seorang juru masak di
pos Jepang. Lihat Benny Makewa Pigai, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Persoalan adanya orang lokal bekerja untuk Jepang ini menimbulkan
masalah baru di tengah masyarakat. Penduduk yang memilih tidak terlibat
langsung dengan Jepang, melihat mereka yang bekerja pada tentara Jepang
dengan penuh ketidaksukaan dan tanda tanya. Muncul Pertanyaan besar,
bagaimana bisa mereka bekerja dan patuh kepada orang yang telah membunuh
kerabat serta sanak saudaranya sendiri. Hal ini seperti yang dijelaskan Silas Doo
:113
Ada dua marga khususnya di daerah Paniai Barat, yang mengikuti Jepang
kemana saja para tentara tersebut pergi dengan membawa barang-barang atau
keperluan mereka. Dalam perjalanan itu Jepang banyak melakukan aksinya di
depan masyarakat yang lain, sehingga orang-orang yang ada dan melihat itu
membenci orang yang membantu Jepang. Bahkan dendam itu masih ada sampai
setelah Jepang meninggalkan Paniai, walau mereka juga melakukannya karena
dilandaskan rasa takut.
Kebencian terhadap orang-orang yang bekerja pada Jepang ini
berlandaskan realitas yang ada dan terjadi di tengah mereka, namun karena kedua
kelompok ini berada pada posisi yang berbeda jadi sulit untuk saling mengerti.
Menjadi pembantu Jepang juga karena adanya paksaan, ketika nyawa sendiri dan
keluarga terancam, maka mau tidak mau harus diterima. Karena ketakutan itu
orang-orang yang dipekerjakan Jepang ini mau ikut serta dan mendengar apa yang
diperintahkan Jepang.
Keberadaan Jepang di tengah suku Me turut menciptakan polarisasi.
Secara tidak langsung lahir 2 kelompok yang berseberangan dan beda persepsi.
Hal ini nyata bahwa mereka yang tidak memiliki hubungan dekat dengan Jepang,
113Silas Doo dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
menyimpan dendam atas kematian keluarga mereka yang dianggap karena
bantuan orang-orang lokal yang bekerja pada tentara Jepang turut menjadi
penyebabnya. Walau pada dasarnya posisinya juga berada dalam tekanan yang
cukup besar dari tentara Jepang.
Melihat kondisi ini, kebencian terhadap ogai semakin memuncak.
Pembunuhan, pemerkosaan, dan perampasan harta benda yang dilakukan Jepang
membuat penduduk lokal marah. Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
dibuat goyah, sehingga membawa perubahan sikap yang cukup cepat. Maka,
dampak personal dari pendudukan Jepang adalah munculnya kebencian sesama
penduduk lokal, serta penderitaan yang telah dialami akibat aksi tentara Jepang
membuat mereka agresif terhadap orang luar. Selain itu, kepercayaan yang terjalin
cukup lama antara satu individu dengan yang lainnya mulai goyah.
3.2 Dampak Sosial
Serentetan aksi Jepang di tengah orang Me membawa dampak tersendiri
terhadap kehidupan sosial mereka. Kejadian pembakaran rumah penduduk,
pengahancuran barang-barang milik orang Belanda, aksi penangkapan, dan
pembunuhan membuat masyarakat takut, sehingga banyak dari mereka memilih
melarikan diri ke hutan untuk menghindari keganasan Jepang.
Akibatnya orang-orang menjadi takut melakukan pekerjaan sehari-hari,
sebagaimana yang digambarkan dalam bab sebelumnya. Seperti misalnya pergi
berkebun, menangkap ikan di danau, dan berdagang, bahkan yang paling serius
adalah berkumpul bersama sanak saudara, keluarga serta tidak ada kegiatan dan
interaksi sosial yang terjadi masa ini. Tidak ada orang yang berani melakukan hal-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
hal di atas karena ketakutan akan teror Jepang. Kenyataannya hal seperti ini
menimpa beberapa orang yang mencari keluarga mereka dan tanpa sengaja
bertemu Jepang, akhirnya mereka dibunuh karena dianggap berbohong. Hal ini
diungkapkan Karo Mote:114
Karel Gobai yang saat itu berusia kira-kira 12 sampai 15 tahunan itu melarikan
diri dari Jepang bersama de Bruijn ke arah timur. Kepergiannya bersama de
Bruijn membuat kakak dan salah satu saudaranya berangkat untuk mencari
Karel ke arah yang sama. Belum sampai bertemu saudaranya, tentara Jepang
menahan dan menangkap mereka di jalan serta dibunuh kira-kira di Hitadipa
(sebuah distrik di kabupaten Intan Jaya) dengan anggapan bahwa mereka
berpura-pura mencari salah satu keluarga mereka yang pergi.
Keadaan yang dialami oleh saudara dari Karel Gobai ini juga dirasakan
beberapa orang, misalnya di daerah Tigi dan Lembah Debei dimana Jepang
membunuh orang di sekitar itu karena membantah dan menolak memberi
makanan yang diminta Jepang kepada setiap penduduk lokal yang ditemui.115
Selain masalah ini, tradisi pesta yuwo yang sering diadakan kebanyakan penduduk
lokal sebagai tempat bersosialisasi dan bertemu kerabat dari jauh, bahkan tidak
terdengar berita dilaksanakannya kegiatan tersebut selama pendudukan Jepang.
Semua orang sibuk menyelamatkan diri dan keluarganya, kecuali beberapa tonawi
yang tetap berada di kampungnya dan berusaha mengikuti setiap perintah Jepang
supaya tidak memancing kemarahan yang dapat saja berdampak pada kehilangan
nyawa mereka.116
114Karo Mote, dalam wawancara tanggal 13 Maret 2017 di rumah Karo Mote,
Toputo, Enarotali.
115Benny Giay, op.cit., hlm. 41.
116Peristiwa yang dialami Bobatara, yakni seorang tonowi dari marga Mote yang
melakukan perlawanan terhadap Jepang selama 4 hari di Enarotali, pada bulan Agustus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Selain dampak negatif yang dirasakan penduduk lokal, terdapat pula
dampak positif yang muncul. Kondisi berat yang terjadi, mengundang para tonowi
mencari jalan keluar untuk mengakhirinya. Para tonowi dari beberapa kampung
beserta sebagian penduduk yang memilih tinggal, akhirnya bertemu di kampung
Komopa menghadiri sebuah upacara tradisional.117 Untuk pertama kalinya muncul
pemikiran dari penduduk lokal di setiap kampung untuk berkoalisi bersama demi
satu tujuan, yakni mengalahkan Jepang. Kejadian ini dapat dipahami sebagai
wujud kerja sama dan tujuan bersama untuk mengusir Jepang. Inisiatif tersebut
terjadi pertama kali di Wisselmeren.
3.3 Dampak Ekonomi
Satu dampak yang cukup serius dirasakan masyarakat lokal secara
langsung adalah masalah ekonomi. Hal ini tidak hanya dialami orang Me, tetapi
hampir seluruh daerah yang diduduki Jepang terkena imbasnya. Banyak
masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai petani, ditarik Jepang melalui
kepala-kepala desa untuk bekerja membangun kubu-kubu pertahanan serta
menjadi buruh di perusahaan-perusahaan yang diambil alih mereka, sehingga hal
tersebut berimbas pada semakin parahnya kehidupan ekonomi rakyat.118 Selain
menjadi sebuah peringatan bagi orang lokal lainnya. Dalam perlawanan tersebut 4 orang
Me meninggal dan anak Bobatara bernama Bowaditoema terluka karena tembakan di
pahanya. Peristiwa-peristiwa seperti ini membuat mereka akhirnya bekerja sama dengan
Jepang. Jean Victor Bruijn, op.cit., hal. 225.
117Lihat Ev. Ruben Gotay Pigay, loc.cit.,
118Seperti yang terjadi di Numfor, dimana banyak pekerja dikirim ke pulau ini
oleh Jepang. Mereka adalah para pekerja paksa yang terdiri dari 3.000 pria, wanita, dan
anak-anak yang sebagian besar berasal dari kota-kota besar di Jawa. Di samping itu,
adapun orang Taiwan yang didatangkan pula dari luar. Pengiriman mereka ke Numfor
ialah semata-mata untuk membangun jalan dan lapangan terbang. Sedikit makanan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
kekerasan yang didapatkan, makanan serta berbagai keperluan disita Jepang dan
akhirnya ekonomi melemah serta rakyat kelaparan.119
Kedatangan Jepang ke Wisselmeren dan aksi-aksi yang mereka lakukan
tanpa sengaja telah membuat masyarakat yang sehari-harinya berkebun dari pagi
hingga sore dalam meningkatkan taraf ekonomi keluarga, seperti yuwo juga
menjadi tidak berjalan. Setiap orang yang ada lebih memilih bersembunyi,
sehingga selama itu pula banyak kebun-kebun tidak diurus dan sebagian dirusak
Jepang.
Di Samping itu, tentara Jepang banyak mengeksploitasi ekonomi
penduduk lokal dengan cara mengambil bahan makanan secara paksa, seperti
ternak babi dan pisang di kebun-kebun warga.120 Tidak sampai di situ, tentara
Jepang juga merusak dan membakar lebih dulu sebelum meninggalkan kebun
serta terkandang ternak yang ada diambil bahkan dibunuh dan dibawa pergi.121
Beberapa masyarakat yang tidak senang dengan sikap Jepang, mencoba
memperlihatkan perlawanan dengan cara tidak melayani permintaan Jepang.
Perlawanan tersebut menyebabkan seorang warga ditawan. Pada akhirnya
penduduk lokal mengumpulkan bahan makanan berupa sayuran serta umbi-
umbian dalam jumlah besar, sehingga tawanan tersebut selanjutnya dilepaskan.
pakaian, tempat tinggal serta bantuan medis membuat mereka mencoba mencuri
persediaan Jepang dan berakhir dieksekusi, ada yang meninggal karena kelaparan, dan
karena terkena penyakit pula.
:http://histclo.com/essay/war/ww2/cou/island/pac/ngu/east/islamd/w2nge-noem.html,
diunduh pada 06 Januari 2018. Lihat juga
Http://Factsanddetails.Com/Indonesia/History_And_Religion/Sub6_1c/Entry-
3954.Html#Chapter-1, Diunduh Pada 03 September 2017.
119http://countrystudies.us/indonesia/15.htm, Diunduh pada 03 September 2017. 120Benny Giay, loc.cit.,
121Silas Doo dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Akibat kondisi ini, orang Me mengalami masa-masa sulit dalam
mendapatkan makanan pokok untuk dikonsumsi keluarga mereka, sebab diambil
tentara Jepang. Hanya sedikit keluarga yang berhasil menyelamatkan ternak
mereka sebelum Jepang datang ke kampung-kampung yang ada dan
mengambilnya.122 Keadaan ini seperti yang digambarkan Sem Tebai:123
Ketika ibu saya mendengar kedatangan Jepang di Paniai, keluarga kami lari ke
hutan, dalam posisi ibu saya juga sambil membawa anak babi kami 1 ekor ke
tempat persembunyian. Kami pun kembali ke kampung lagi ketika mendengar
perang antara orang Me dan Jepang telah selesai.
Situasi yang dialami keluarga Sem Tebai ini, sama seperti yang terjadi
pada keluarga lainnya. Berita tentang hal-hal buruk yang dialami kebanyakan
masyarakat terdengar hingga ke kampung lainnya, sehingga sebagian orang telah
lebih dulu menyelamatkan harta benda mereka. Dengan demikian besar usaha
untuk menyelamatkan diri dan ternak mereka ke tempat berlindung yang aman,
tidak semua kenyataannya bernasib baik. Banyak yang kehilangan barang,
terbunuh, dan sebagiannya mengalami luka-luka, pada intinya semuanya
mengalami kerugian jiwa dan harta benda.124
Kedatangan Jepang sampai aksi-aksi yang terbilang sukses dilakukan
hingga membawa dampak ini, kemudian tidak bertahan lama. Berangkat dari rasa
tidak nyaman penduduk lokal di daerah-daerah jajahan Jepang terhadap perilaku
mereka, muncullah pemikiran untuk mengusir para penjajah yang membawa
122Weakebo yang mengetahui kekejaman Jepang dari de Bruijn, segera
menyelematkan ternak babinya ke tempat yang aman dari kampungnya Yaba, sebelum
Jepang sampai ke Wisselmeren. Jean Victor Bruijn, op.cit., hlm. 196.
123Sem Tebai, dalam wawancara tanggal 10 Maret 2017 di rumah Makewa Pigai,
Uwodege, Paniai Barat.
124Benny Giay, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
masa-masa sulit itu. Serangan masyarakat Indonesia untuk mengusir Jepang,
kenyataannya mendapati juga situasi yang cukup mendukung dengan keadaan
perang Sekutu melawan Jepang. Penyerangan penduduk lokal, ditambah dengan
kedatangan tentara Sekutu di perairan Pasifik dalam rangka perang melawan
Jepang, membawa angin segar bagi rakyat Indonesia. Untuk melihat kondisi ini,
akan dijelaskan lebih mendalam di bab selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
AKHIR EKSISTENSI TENTARA JEPANG DI
ONDERAFEDLING WISSELMEREN
1943-1944
Kedatangan Jepang ke Hindia Belanda secara politik memang
menguntungkan karena setidaknya cita-cita Indonesia merdeka mulai muncul di
permukaan. Janji tentara Jepang membebaskan saudara Asia yang masih
terbelenggu dalam penjajahan bangsa Barat, sontak membuat para tokoh
nasionalis turut menerima kedatangan Jepang. Hal ini diperkuat lagi ketika pihak
Jepang memberikan tempat dan janji yang pasti untuk kebebasan Indonesia.
Tujuan Jepang memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di Hindia
Belanda, selanjutnya menjadi jalan bagi Indonesia untuk memerdekakan dirinya
dari bangsa Belanda. Di balik itu, sangat disayangkan bahwa kondisi masyarakat
biasa yang berada di desa dan yang tidak memiliki posisi penting mengalami
penindasan dari Jepang. Banyak yang dibunuh, juga ditarik menjadi buruh,
pekerja atau yang disebut Romusha. Penyambutan meriah rakyat Indonesia saat
Jepang berhasil mengusir orang Belanda dari kepulauan Indonesia, secara
perlahan mulai sadar akan kelicikan Jepang. Mereka memilih menjauh, bahkan
melawan.125
Cita-cita Jepang menjadi yang terkuat di wilayah Asia dan dunia semenjak
berhasil mengalahkan Rusia 1905, pada kenyataanya musnah ketika situasi politik
di Indonesia tidak seperti yang diharapkan. Ditambah lagi dengan kedatangan
125Fajriudin Muttaqin, Dkk, 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung :
Humaniora Utama Press. Hlm.78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
pihak Sekutu yang dikomandoi Douglas Macarthur (1880-1964) di perairan
Pasifik. Kemelaratan, penderitaan, kekurangan pangan, kelaparan, kematian, dan
sandang yang mahal telah mengundang rakyat Indonesia angkat senjata melawan
Jepang.126
Adapun satu penyebab yang semakin melemahkan posisi Jepang di tanah
jajahan adalah desakan rakyat Indonesia di daerah bekas Hindia Belanda itu.
Masalah yang lebih serius lagi adalah kian menipisnya peralatan perang dan
terpojoknya Jepang dari Sekutu yang secara perlahan merebut semua wilayah
jajahan. Perlawanan Jepang dan Sekutu juga terjadi di Nieuw Guinea Belanda
dalam tahun 1944. Aksi ini kenyataannya ikut mewarnai situasi penyerangan
masyarakat lokal di Papua, termasuk orang Me di Wisselmeren.
A. Situasi Terakhir Tentara Jepang Di Wisselmeren
Masa-masa sulit yang dilewati orang Me, bahkan secara luas oleh rakyat
Indonesia telah mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa serta kerugian
ekonomi. Kondisi ini yang membuat penduduk lokal pada akhirnya bangkit dan
melawan.
Kemarahan rakyat tidak dapat dibendung atas sikap Jepang yang tidak
bersahabat, yang membuat mereka hidup seakan di negeri orang dengan
kebutuhan ekonomi yang jauh dari kata nikmat dan syukur karena semua yang ada
hanyalah milik Jepang semata. Keadaan ini hampir sama dirasakan juga oleh
orang Me di Wisselmeren, seperti gambaran yang telah dijelaskan pada bab
126Ibid., hlm. 87.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
sebelumnya bahwa penduduk lokal bahkan melarikan diri ke hutan untuk
menghindari keganasan Jepang.
Di Papua khususnya, Sekutu telah hadir untuk berperang melawan Jepang
pada 22 April 1944 di Hollandia127 dan melakukan perlawanan yang sengit. Di
samping itu, penduduk lokal juga turut melakukan perlawanan tersendiri terhadap
tentara Jepang. Penyerangan yang dilakukan penduduk lokal di berbagai daerah di
Hindia Belanda dapat dikatakan memiliki ciri yang sama, yakni dengan digerakan
oleh seseorang yang memiliki pengaruh cukup penting di masyarakat setempat,
namun dengan taktik melawan yang berbeda. Oleh sebab itu, penyerangan orang
Me terhadap tentara Jepang juga ikut mewarnai masa-masa ini.
Perlawanan yang dimaksud di atas ialah seperti perlawanan terhadap
Jepang yang didasarkan dari gerakan kepercayaan Manseren Mangundi di Biak,
Papua yang berakhir dengan meninggalnya pimpinan mereka di tangan Jepang.128
Lain halnya dengan yang terjadi di daerah Depapre Jayapura, di sana rakyat
menentang keras sikap Jepang dan sayangnya Simson yang memimpin gerakan ini
ditangkap Jepang dan dibunuh.129 Tidak semua perlawanan rakyat terhadap
127Penyerangan Sekutu ke Hollandia mengawali pertempuran mereka di tanah
kekuasaan Hindia Belanda. Setelah Hollandia dijadikan sebagai basis pertahanan Sekutu,
daerah kekuasaan yang masih berada di bawah tangan Jepang, terkhusus di Papua
dibebaskan dengan melakukan serangan beruntun, yakni ke Pulau Wakde pada 19 Mei
1944 dan ke Pulau Biak pada 27 Mei 1944. Simon dan Schuster, 1944. A War Atlas for
Americans (edisi II). New York : Published for Council on Books in Wartime. Lihat juga
P. J. Drooglever, 2010. Tindakan Pilihan Bebas! : Orang Papua Dan Penentuan Nasib
Sendiri. Yogyakarta : Kanisius. Hlm. 79.
128Decki Natalis Pigay, 2000. Evolusi Nasionalisme Dan Sejarah Konflik Politik
Di Papua. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hlm. 130.
129Anna M.F Parera dkk, 2013. Sausapor Saksi Sejarah Perang Dunia II di
Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat. Yogyakarta : Direktorat Jenderal
Kebudayaan. Hlm. 78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Jepang mengalami kemenangan, ada yang berakhir tragis di tangan Jepang.
Namun, satu kemenangan yang diraih rakyat kebanyakan menjadi semangat bagi
lainnya dalam mengusir penjajah.
Kondisi yang dijelaskan di atas sama dengan yang terjadi di Wisselmeren,
dimana perlawanan rakyat terhadap Jepang pertama dipimpin oleh orang-orang
yang sebelumnya disebut tonawi.130 Serangan masyarakat secara perseorangan
nyatanya tidak membawa hasil, walau ada kerusakan yang diterima Jepang.131
Melihat keadaan kian parah, para tonawi selanjutnya bertemu dan membahas satu
siasat untuk mengusir Jepang dari Paniai.
Keinginan orang Me mengusir Jepang dengan mengandalkan senjata
tradisional, membuat para tonowi juga menyadari bahwa hal tersebut tidaklah
mudah. Sebagai masyarakat adat, untuk memecahkan masalah itu mereka
melakukan sebuah upacara tradisional untuk menemukan petunjuk sebelum
perang.132 Melalui upacara ini, penduduk lokal menjadi percaya diri. Mereka pun
mulai menyusun strateginya, pertama, menyiapkan anak panah beracun (busur
130Ev. Ruben Gotay Pigay, 2008. Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku
Mee Bersinar Kembali?. Jayapura : Deiyai. Hlm 25.
131Sama dengan yang dilakukan Bobatara Mote, Dominggoes yang berasal dari
kampung Mejepa juga menyerang Jepang dalam aksi balas dendam karena Jepang
meminta denda pada penduduk di Mejepa. Aksi tersebut berakhir dengan terbakarnya 1
gubuk yang menyimpan persediaan Jepang. Namun, itu tidak membuat Jepang menyerah
lalu meninggalkan kampung tersebut. Jean Victor Bruijn, 1978. Het Verdwenen Volk.
Bussum : Van Holkema & Warendorf. Hlm. 244.
132Upacara yang dilakukan orang Me ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam
Ev. Ruben Gotay Pigay, op.cit., hlm. 25-26. Hal ini dijelaskan juga oleh Anna M.F
Parera, dkk, dari sumber bukunya Siagian yang menurut saya tidak begitu benar karena
mengatakan babi sebagai pemusnah ubi rambat, pada kenyataannya tidak demikian
karena babi adalah salah satu aset terpenting orang Me dan dalam upacara tersebut yang
dibutuhkan adalah babi, sehingga tidak ada kaitannya dengan babi sebagai pemusnah
sehingga dipanah. Anna M.F Parera dkk, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
dan panah adalah senjata tradisional dalam kebudayaan suku Me), sebagai satu-
satunya senjata tardisional yang digunakan dalam situasi perang. Ini pada umunya
menjadi senjata khas masyarakat di wilayah pegunungan tengah Papua. Kedua,
mengadakan pesta yuwo secara kolektif di beberapa kampung dengan
mengundang tentara Jepang. Saat acara berlangsung, dilancarkan serangan dengan
diawali bunyi kei eniyaidokei wagikumei yang artinya habisi setan-setan itu.133
Ungkapan setan yang ditujukan kepada Jepang ini dilihat dari kondisi yang
diakibatkan Jepang terhadap suku Me. Satu kondisi yang digambarkan penduduk
lokal tidak manusiawi, sehingga menyebut Jepang seperti setan yang membawa
masa buruk di tengah orang Me.
Serangan orang Me terhadap Jepang terjadi selama beberapa hari. Selama
itu pula tidak ada yang berani keluar rumah. Hanya mereka yang menjadi
pembawa berita ke masyarakat tentang gerak gerik Jepang yang terlihat di jalan.
Perang ini pertama kali pecah di kampung Aga, Paniai Timur dengan kejadian
terbunuhnya seorang pimpinan tentara Jepang, sehingga perang mulai menyebar
sampai perkampungan lainnya.134
Orang Me di berbagai kampung ikut angkat senjata dan menyerang pos-
pos Jepang, banyak yang berjaga di jalan bahkan di hutan. Walau demikian, tidak
semua tentara Jepang dibunuh, seperti halnya yang terjadi di Paniai Barat dimana
133Ibid.,
134Silas Egupa, dalam wawancara tanggal 18 Maret 2017, di rumah Makewa
Pigai, Bapouda, Enarotali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
mereka hanya ditawan. Kenyataan sejarah ini diutarahkan oleh Bernadus
Pigome.135
Perang antara orang Me dan Jepang terjadi, namun di Paniai Barat orang Me tidak
membunuh tetapi hanya menangkap. Sedangkan yang banyak membunuh tentara
Jepang itu dari Paniai Timur, seperti di daerah Kebo, Detauwo, serta Aga. Mereka
bersembunyi dan menunggu di hutan-hutan untuk membunuh Jepang.
Selama masa perang, selain berjaga di hutan, beberapa orang Me juga
memilih berjaga di danau menggunakan perahu tradisional secara berkelompok.
Perahu itu diikat dari 2-3 menjadi 1. Mereka selanjutnya melakukan patroli guna
mencari informasi dan melihat posisi Jepang.136
Tentara Jepang yang ditangkap diantar ke Siriwo yang menjadi pos Jepang
terakhir di Wisselmeren. Hal ini dilakukan supaya tentara Jepang yang dibiarkan
hidup ini dapat melanjutkan perjalanan ke arah pantai lewat kampung tersebut,
khususnya yang berada di Paniai Barat. Di samping itu, sebagian tentara
diantarkan ke pos Detauwo atas permintaan mereka sendiri.137
Tentara Jepang yang berhasil sampai ke Siriwo menetap di sana untuk
menghindari perang yang terjadi. Berhubung tidak ada korban jiwa di kampung
135Bernadus Pigome, dalam wawancara tanggal 10 Maret 2017, di rumah
Bernadus Pigome, Uwodege, Paniai Barat.
136Bernadus Pigome dalam wawancara.,
137Diyogepai Degei, Eniyatuma, dan Tekabedo mengantar tentara Jepang, yang
lainnya ke Siriwo dan sebagiannya diminta diantarkan ke pos lain. Mereka ini diantar
sampai ke kampung Detauwo dan selanjutnya tidak diketahui apakah mereka dibunuh
masyarakat di sekitar itu atau tidak. Demia Degei, dalam wawancara tanggal 24 Maret
2017, di rumah Makewa Pigai, Bapouda, Enarotali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
itu akibat aksi Jepang, maka tidak ada kontak serius antara tentara Jepang dan
masyarakat seperti di Deyatei.138
Tindakan orang Me menolong dan menyelamatkan nyawa tentara Jepang
terjadi juga di Enarotali serta beberapa daerah lainnya di Paniai Timur. Bahkan,
beberapa orang Me menyembunyikan seorang tentara di rumah mereka saat
perang terjadi. Hal ini dikerjakan bukan tanpa sebab, namun karena keramahan
Jepang terhadap masyarakat di Umaibobutu, sehingga penduduk lokal membantu
dan mengantarkannya ke markas Jepang di Aikai, Enarotali.139
Orang Me berrhasil memenangkan peperangan,140 dan sebagian besar
tentara Jepang meninggal dalam perang tersebut.141 Ini mengakibatkan korban
dari Jepang lebih banyak dibandingkan orang Me yang dibunuh, yakni sebanyak
6 orang lokal.142 Dalam waktu berdekatan, perlawanan seperti di Wisselmeren
terjadi di beberapa daerah di Papua lainnya, misalnya di Hollandia, Biak, Wakde-
Sarmi, Numfor, Manokwari, dan Sausapor.143
138Silas Egupa dalam wawancara.,
139Ev. Ruben Gotay Pigay, op.cit., hlm. 27.
140Perang rakyat Papua secara umum dan secara khusus orang Me di
Wisselmeren terhadap Jepang semata-mata disebabkan oleh kondisi buruk yang mereka
alami di bawah penjajahan tentara Jepang dan bukan karena adanya desakan proklamasi
seperti yang terjadi di pulau Jawa. Pdt. Ruben Gotai Pigay, dalam wawancara tanggal 6
Maret 2017 di rumah Pdt. Ruben Gotai Pigay, Pos 7, Sentani.
141Selain terbunuh, ada beberapa tentara Jepang yang melakukan bunuh diri, di
samping diselamatkan sampai ke daerah pesisir Papua. Benny Giay, 1995. Zakheus
Pakage and His Communities : Indigenous Religious Discourse, Socio-Political
Resistence, and Athnohistory of the Me of Irian Jaya. PhD Dissertation, Department of
Cultural Anthropology/Sociology of Development, Free University. Amsterdam. Hlm.
29.
142Ibid., hlm. 49.
143Sausapor adalah kota terakhir di Nieuw Guinea Belanda yang berhasil
ditaklukkan tentara Sekutu setelah menjalani masa perang dari 30 Juli – 31 Agustus 1944
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
B. Respon Orang Me Terhadap Tentara Jepang
Poin keenam pada faktor perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto, yakni
unsur-unsur yang bergabung menjadi satu, ini menjawab munculnya 2 respon
berbeda dari penduduk lokal terhadap Jepang di akhir penjajahan. Dimana muncul
kerja sama antara kelompok yang memilih membunuh dan yang menolong Jepang
dari kemarahan penduduk lokal. Poin ini di sisi lain mendukung kesadaran akan
pentingnya berkoalisi untuk satu tujuan yang sama dari masing-masing kelompok
tersebut.
Kemenangan penduduk lokal dalam perang telah mengakhiri penjajahan
Jepang di Paniai. Kepergian Jepang, setidaknya membawa angin segar bagi
penduduk sebagian. Tidak ada ketakutan lagi yang dialami, sehingga orang Me
yang hidup di tempat persembunyian dapat kembali ke rumah.
Kewaspadaan terhadap ogai yang tinggi dan rasa saling benci di antara
orang Me akibat aksi Jepang adalah 2 hal yang dirasakan penduduk lokal. Rasa
benci antara orang Me ini secara khusus terjadi karena adanya beberapa warga
yang membantu Jepang dan dicap negatif oleh masyarakat lainnya. Sebab itu,
respon masyarakat atas Jepang di penghujung perang terdapat perbedaan satu
dengan lainnya.
Selama perang antara Jepang dan orang Me berlangsung, ada sebagian
orang yang tidak menghendaki untuk membunuh para tentara Jepang. Tentunya
dan menjadi masa berakhirnya kekuasaan Jepang di Papua. Setelah tentara Sekutu dan
penduduk lokal melewati peperangan melawan Jepang, daerah Papua kemudian
diserahkan kepada NICA (Nederlands Indies Civil Administration) dalam tahun 1944.
Ibid., hlm. 132-133.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
itu dilandaskan suatu maksud, yakni berjatuhannya korban jiwa yang disebabkan
tentara Jepang atau perilaku yang tidak bersahabat dengan masyarakat. Hal ini
menyebabkan masalah serius yang meninggalkan bekas luka atau trauma yang
dapat membawa dendam terhadap Jepang.
Pada kenyataannya, ada beberapa kampung yang tidak mengalami
problema di atas, walau sebagian masyarakat yang merasa takut dengan
kedatangan Jepang akhirnya melarikan diri ke hutan. Kondisi ini terjadi di
kampung Deyatei dan Siriwo, dimana tidak terjadi kontak senjata. Tentara Jepang
selanjutnya malah diantar hingga ke Siriwo dan bergabung bersama tim yang
berada disana. Beberapa kampung lainnya di sekitaran Paniai Timur, Jepang tidak
dibunuh juga.144
Jika dapat dihitung, kesan baik tentara Jepang yang berada dalam ingatan
orang Me sangatlah sedikit dibanding kejahatan yang telah mereka lakukan,
secara umum juga terhadap rakyat Indonesia. Mengenai kesan baik Jepang yang
dimaksud ini, selanjutnya diutarakan Bernadus Pigome.145
Jepang adalah orang yang akan marah jika apa yang diminta tidak dituruti dan
sebaliknya akan senang kepada yang mau mendengar perintah mereka. Satu hal
ketika mereka baik dengan orang, dalam hal makanan mereka tidak pilih kasih,
sehingga orang-orang Me yang mereka anggap teman dibagi makanannya dan
makan bersama. Terkadang mereka yang menyiapkan sampai menyuguhi
makanan untuk orang Me, artinya tidak hanya penduduk lokal saja yang
memasak untuk Jepang tetapi ada kalanya tentara Jepang juga turun tangan
sendiri. Itu satu hal yang masih diingat tentang perilaku yang dapat dikatakan
baik dari orang Jepang.
144Bernadus Pigome dalam wawancara., dan Makewa Pigai dalam wawancara
tanggal 18 Maret 2017, di rumah Makewa Pigai, Bapouda, Enarotali.
145Bernadus Pigome dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Perilaku baik yang dirasakan orang Me ini lebih tepatnya dilihat dari sisi
keakraban Jepang terhadap beberapa suku Me yang membantu Jepang. Dapat
dilihat bahwa tentara Jepang tidak hanya menjadi tuan, namun juga turun tangan
menyediakan keperluan mereka bersama sendiri. Lebih khusus berkaitan dengan
urusan di dapur, seperti yang dijelaskan dalam kutipan di atas. Karena terpikat
dengan perilaku Jepang tersebut, sebagian orang Me juga menolong. Di samping
itu juga disebabkan karena keakraban dengan penduduk setempat, misalnya
seperti di Umaibobutu.
Tentara Jepang yang dibiarkan hidup, selanjutnya menetap di Siriwo
selama hampir 1 bulan lamanya di bawah lindungan seorang Me bernama Tibi
Egupa.146 Setelah tinggal 1 bulan lamanya di Kepi, Siriwo, orang Jepang
selanjutnya diantar beberapa orang Me ke daerah pesisir. Mereka yang ikut serta
mengantar rombongan ini ialah Tibi Egupa, Mabe Obaipa, Edito Didipa, Beto
Dukoto, dan Amoye Tagi.147 Realita ini dilukiskan Silas Egupa.148
Lima orang ini mengantar Jepang dari kampung Kepi melalui Atawabado dan
pada akhirnya tiba di Bidubado. Sampai di sana, seorang Jepang berkata ‘kalian
telah menyelamatkan dan mengantarkan kami hingga di tempat ini, apa imbalan
yang hendak kalian inginkan?’, orang-orang Me itu hanya meminta beberapa
alat-alat modern yang di antaranya sekop, parang, dan sendok makan.
Permintaan alat-alat modern seperti sekop, parang, dan sendok makan ini
dikarenakan oleh ketertarikan mereka semata terhadap barang-barang tersebut.
146Walau dengan kondisi sebagian orang di kampung Siriwo tidak menyukai
bahkan membuang muka darinya atas apa yang dilakukannya, namun Tibi Egupa tetap
melindungi Jepang dan mengantarkan mereka dengan selamat hingga ke pesisir Nabire.
Silas Egupa dalam wawancara.,
147Silas Egupa dalam wawancara.,
148Silas Egupa dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Adapun tentara Jepang yang diantar ke pesisir melalui kampung Siriwo ini adalah
mereka yang kebanyakan berada di pos-pos Jepang sebelah barat. Tentara Jepang
yang di bagian Paniai Timur, terkhusus yang dibiarkan hidup seterusnya balik ke
pesisir melalui kali Yawei atau sebelah tenggara kota Enarotali.149
Pada akhirnya dapat dilihat bahwa ada yang dekat dengan Jepang dan ada
pula yang memilih menjauh lantaran mereka menghadapi 2 sikap yang berbeda
dari Jepang. Hal tersebut membuat 2 kelompok ini menerima respon yang
berbeda. Respon itu dapat dilihat jelas di masa akhir penjajahan Jepang sesuai
dengan pemaparan di atas.
Sebagian besar orang yang melihat dan mengalami kekejaman Jepang,
mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang kejam. Hal itu terbukti
dengan perlawanan dan sikap mereka terhadap orang asing. Maka dari itu, respon
pertama yang muncul dari masyarakat secara umum atas kekalahan Jepang tentu
sangatlah positif. Jika berbicara soal respon orang Me terhadap Jepang secara
personal, akan berbeda karena setiap individu mempunyai respon tersendiri atas
situasi yang dialaminya. Walau demikian, orang Me tetap mengingat penjajahan
Jepang merupakan masa terberat yang pernah mereka lalui, bahkan lebih buruk
daripada pemerintah Belanda saat masuk pertama kali di Enarotali.
Sebuah upacara selanjutnya dilaksanakan di kampung Darouto sebagai
satu siasat untuk mengakhiri penjajahan Jepang di Paniai. Upacara Darouto adalah
“ritual” yang dilakukan sebagai tanda tentara Jepang menerima kekalahan dari
orang Me. Upacara ini bertujuan untuk tanda perpisahan.
149Makewa Pigai dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Upacara yang dipimpin Tuwauto150 beserta tentara Jepang yang khusus
berada di Paniai Timur ini dilaksanakan atas inisiatif Jepang. Jepang selanjutnya
mengundang beberapa orang Me untuk mengikuti acaranya. Pada dasarnya tidak
ada yang begitu penting dalam pelaksanaan upacara itu karena ini hanya simbol
penyampai pesan perpisahan atau meninggalkan sebuah tanda yang bisa diingat
penduduk pedalaman Nieuw Guinea sebagai daerah yang pernah dijajah Jepang.
Dari perspektif orang Me, upacara tersebut merupakan pertanda buruk,
sehingga mereka sempat ketakutan untuk menyaksikannya. Sementara dari
perspektif tentara Jepang, upacara ini meninggalkan pesan atau simbol tentang
kehadiran mereka ke daerah orang Me.
Sebelum tentara Jepang yang berada di Paniai Timur ini pergi melalui kali
Yawei, upacara perpisahan yang disaksikan beberapa orang Me dan tentara
Jepang ini ditandai dengan bunyi senjata api yang ditembakan ke arah langit. Ini
mengakhiri pendudukan Jepang di Wisselmeren. Selain melalui Siriwo, Jepang
yang berjalan dari kali Yawei juga diantar beberapa orang Me.
C. “Warisan” Dan Trauma
Untuk melihat adanya “warisan”,151 maka akan dijelaskan dari
peninggalan berupa fisik dan non fisik yang ditinggalkan Jepang di Wisselmeren.
150Tuwauto ialah seorang pembesar tentara Jepang, sedangkan nama Tuwauto
dalam bahasa Me digunakan untuk menyebut rumput-rumput besar dan tinggi yang
biasanya tumbuh di daerah rawa. Dimungkinkan bahwa tentara Jepang yang dimaksud ini
memiliki tubuh besar seperti rumput, sehingga ia dipanggil demikian supaya penduduk
lokal dapat mengenal siapa orang yang dibicarakan. Ibid.,
151Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), warisan berasal dari kata
waris yang berarti suatu peninggalan benda pusaka atau harta dari orang yang sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Adapun secara fisik, orang dapat menemukan tempat-tempat atau bekas
pertahanan Jepang saat Sekutu mulai menyerbu masuk ke wilayah Pasifik. Jepang
banyak membangun tempat berlindung dan salah satu yang dapat dilihat hingga
saat ini adalah kubu persembunyian, misalnya goa terbesar di Pulau Biak yang
menjadi basis tentara Jepang di masa perang melawan Sekutu.152 Di Wisselmeren,
satu-satunya warisan yang dapat dilihat secara nyata adalah goa di bukit
Pokebiyo, Deyatei.153
Selain itu, warisan bersifat non fisik contohnya ialah pengaruh serta
dampak dari suatu peristiwa yang dapat membawa perubahan terhadap suatu
kelompok atau masyarakat. Setelah melalui banyak peristiwa buruk yang dialami
suku Me bersama Jepang, satu hal yang pasti muncul adalah ketidaksukaan
penduduk lokal terhadap keberadaan orang-orang ini. Melalui itu kemudian
trauma muncul di tengah masyarakat.
Peristiwa yang mereka alami dan lihat selama pendudukan Jepang, di sisi
lain menjadikan orang Me tidak hanya membenci tentara Jepang, namun juga
memusuhi orang Belanda. Ditambah dampak yang dialami orang Me seperti yang
dijelaskan pada bab sebelumnya, cukup membawa perubahan sikap yang serius.
meninggal. Di samping itu ada kata mewariskan yang artinya meninggalkan sesuatu,
sedangkan kata warisan sendiri diartikan sebagai sesuatu yang diwariskan, misalnya
seperti harta dan nama baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa, warisan adalah peninggalan
atau sesuatu yang ditinggalkan berupa benda dan ajaran terhadap seseorang maupun
terhadap suatu kelompok masyarakat secara umum. https://www.kbbi.web.id/waris,
diunduh pada 18 November 2017..
152Anna M.F Parera dkk, op.cit., hlm. 73.
153Kondisi goa yang terletak di kampung Deyatei ini tidak dijadikan tempat
wisata atau dikelola, sehingga tidak terawat. Hal ini disebabkan oleh 2 hal pertama, lokasi
goa yang jauh dari perkampungan warga dan sulit untuk dijangkau serta kedua, ketakutan
masyarakat sekitar terhadap peninggalan Jepang di goa tersebut. Demia Degei dalam
wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Oleh karena itu, di kalangan orang Me yang keluarganya menjadi korban tentara
Jepang kemudian bangkit dan melawan.
Pemberontakan orang-orang Kebo yang terjadi tahun 1939 adalah wujud
ketidaksukaan mereka terhadap kedatangan orang-orang kulit putih.154 Kehadiran
Jepang kenyataannya membuat ketidaksukaan yang telah lama terpendam muncul
kembali, ditambah semua korban aksi tentara Jepang.
Perubahan sosial masyarakat dapat dilihat, khususnya menyangkut
perubahan pola perilaku masyarakat. Ada 2 perubahan pola perilaku orang Me
yang dapat digambarkan. Realitas ini pun mendukung poin kedua pada faktor
perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto, yakni sikap-sikap pribadi yang
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah. Adapun dua perubahan pola
perilaku yang berkaitan dengan perubahan sosial ini di antaranya :
a) Perubahan pola perilaku di antara orang Me
Perubahan yang satu ini berbicara tentang perilaku sesama penduduk lokal
yang berubah karena keberadaan Jepang di tengah mereka. Untuk memperlancar
penjajahan di daerah Wisselmeren, tentara Jepang mengambil beberapa penduduk
lokal untuk dipekerjakan. Kondisi ini kenyataannya membuat sebagian orang
yang anggota keluarganya menjadi korban kekerasan dan pelecehan Jepang
menaruh benci. Orang Me yang membantu Jepang menjadi musuh baru bagi
penduduk yang menjadi korban. Arti persaudaraan antara mereka selanjutnya
sirna dan dendam dari orang-orang yang menjadi korban terhadap mereka yang
membantu Jepang pada kenyataannya masih ada hingga Jepang meninggalkan
154Benny Giay, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Wisselmeren. Walau pada kenyataannya mereka membantu Jepang karena
didasari rasa takut kehilangan nyawa diri sendiri dan keluarga.155
Kondisi ini yang mengubah sikap antara orang-orang yang menjadi korban
dan yang tidak, sehingga turut menciptakan 2 kelompok. Kelompok pertama ialah
yang membantu Jepang dan kedua adalah mereka yang tidak terlibat dengan
Jepang dan menjadi korban. Karena itu, Jepang secara khusus meninggalkan
permasalahan sendiri di tengah orang Me dengan cara perekrutan penduduk lokal
yang mereka lakukan. Permasalahan sesungguhnya ialah ada pada dua kenyataan
berbeda yang mereka alami. Namun hal itu menjadi serius dan mengubah perilaku
mereka sebelumnya yang bersahabat menjadi saling dendam sampai berakhirnya
pendudukan Jepang.156
b) Perubahan pola perilaku masyarakat terhadap orang asing (terkhusus
Belanda)
Pada 1938 ketika pos pemerintahan didirikan di Enarotali, awalnya
masyarakat menyambut baik kedatangan ogai. Hanya saja beberapa orang di
kampung Kebo yang merasa terancam dan tidak terima dengan keberadaan ogai
kemudian memberontak tahun 1939, kondisi ini dapat segera diatasi pemerintah
155Silas Doo dan Makewa Pigai, dalam wawancara tanggal 23 Maret 2017 di
rumah Makewa Pigai, Bapouda, Enarotali.
156Kondisi ketidaksukaan penduduk lokal terhadap marga-marga yang ikut
membantu Jepang pada kenyataannya berimbas kepada sesama marga yang orang tuanya
sebenarnya tidak bekerja kepada tentara Jepang. Terbukti bahwa hal ini persis seperti
yang dialami 2 orang siswa SR (Sekolah Rakyat) di Okaitadi tahun 1955, yang
selanjutnya memilih pulang ke kampung halaman mereka karena merasa terancam dan
dimatai-matai oleh orang-orang yang kontra terhadap Jepang dan para pembantu
lokalnya. Benny Makewa Pigai, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua :
Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil (Kingmi)
Tanah Papua. Jayapura : Deiyai. Hlm. 204.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Belanda dan aktivitasnya kembali seperti biasa. Setelah suasana aman, pecahlah
Perang Dunia II dimana Jepang mulai memasuki daerah Wisselmeren. Peristiwa
yang dialami orang Me bersama Jepang telah mengubah banyak hal, terkhusus
tentang sikap penduduk lokal yang tidak suka lagi mendekati orang kulit putih.
Sikap dan perilaku Jepang terhadap orang Me masih segar berada dalam
ingatan. Hal ini mengubah pola perilaku yang sebelumnya sebagian orang
menerima kedatangan Belanda menjadi terlihat bermusuhan untuk menerima
orang asing kembali. Melalui adanya peristiwa ini, orang Me beranggapan bahwa
tentara Jepang yang datang ke Wisselmeren disebabkan adanya ogai. Kehadiran
ogai menyebabkan Jepang dapat sampai ke Wisselmeren, sehingga penduduk
lokal yang harus mengalami masa-masa sulit.
Ini satu persoalan dimana orang-orang yang dianggap terbelakangan oleh
bangsa Barat mulai menyadari suatu perubahan besar yang terjadi ketika orang
kulit putih mulai memasuki wilayah mereka dan memaksa masyarakat lokal untuk
mengikuti semua sistem yang dibawa. Dalam hal ini ada yang mau menerima dan
ada juga yang menolak perubahan yang datang dalam bentuk paksaan dan
terbilang cepat.
Oleh sebab itu, pendudukan Jepang di Paniai turut mengubah banyak hal,
terutama sikap, perilaku, dan kepercayaan terhadap ogai.157 Rusaknya kebun-
157Perubahan sikap dan ketidakpercayaaan terhadap ogai itu terbukti jelas ketika
pdt. Mickelson kembali ke Enarotali bersama pekerja misi tahun 1946, dimana orang Me
yang mereka temui memperlihatkan sikap bermusuhan dan lebih memilih menjauh.
Bahkan, sebagian orang Me mengatur rencana untuk menghabisi mereka yang baru
datang tersebut dengan hampir 7 kali ancaman dalam 8 bulan mereka di sana, namun hal
itu tidak pernah terjadi. E. H. Mickelson . 1948. Conference Edition : Leavening Action
Of The Gospel In New Guinea. Dalam The Pioneer. no. 50, 1948. Hlm. 24-25, diambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
kebun warga, rumah, kerja paksa, pemerkosaan terhadap perempuan, dan jatuhnya
korban jiwa adalah hal-hal yang mengubah cara pandang mereka tentang orang
asing, sehingga membuat orang Me menolak kedatangan ogai.158
Pada akhirnya warisan Jepang dapat terlihat jelas, bahwa yang berupa non
fisik memiliki dampak besar atas suatu perubahan. Perubahan yang dibicarakan
tentu tidak selalu yang bersifat positif.159 Perubahan pola perilaku suku Me
disebabkan kehadiran dan aksi Jepang hingga meninggalkan trauma merupakan
satu contoh perubahan yang mengarah pada sifat negatif dan merugikan.
1. Keberhasian Dan Kegagalan Tentara Jepang Di Wisselmeren
Tidak semua pendudukan terhadap sebuah bangsa selalu berjalan mulus
seperti yang diinginkan para penjajah, walau diawali dengan sebuah kemenangan
yang baik. Dalam konteks ini akan melihat apa yang telah dicapai dan tidak saat
penjajahan Jepang di Wisselmeren berlangsung.
Dari pemaparan sebelumnya, terlihat bahwa kedatangan Jepang ke
Wisselmeren ialah untuk mencari dan menangkap kontroler Belanda, de Bruijn.
Kedatangan Jepang juga tidak banyak mengubah sistem atau kebijakan
dari : http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1948-
report.pdf. (22 Desember 2017). Lihat juga Pdt. Jhon Gobay, 2008. Amanat Agung di
Tanah Papua 1939-1962. Bandung : Yayasan Kalam Hidup. Hlm. 60-61.
158Penolakan terhadap ogai terbukti masih tertanam dalam diri orang Me hingga
tahun 1950-an. Lihat, Benny Giay, loc.cit.,
159Seperti yang dikatakan misionaris Post, bahwa Jepang hanya datang
membawa kesengsaraan, kekerasan, dan kematian ke Wisselmeren. Hal ini setidaknya
memperjelas semua penjelasan dalam tulisan ini tentang sikap Jepang terhadap penduduk
lokal. W. M. Post. 1947. Happy landing !. Dalam The Pioneer. Vol. XIV no. 47, August
1947. Hlm. 25, diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1947-08.pdf.
(12 Desember 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
pemerintah Belanda yang sedang berkuasa di Wisselmeren, bahkan di seluruh
Nieuw Guinea Belanda. Setelah Jepang mencari keberadaan de Bruijn, mereka
kenyataannya gagal menangkapnya karena ia berhasil meloloskan diri dengan
pesawat Catalina ke Australia pada 26 Juli 1944 atas bantuan penduduk lokal
selama bersembunyi di hutan Papua.160 Weakebo yang telah disinggung di bab II
adalah 1 orang Me yang menjadi cukup berpengaruh di kalangan orang Belanda.
Di masa Perang Dunia II, atas hubungan baiknya dengan ogai, Weakebo bersama
beberapa orang membantu de Bruijn mengumpulkan berbagai informasi tentang
keberadaan Jepang di Paniai.161 Di samping itu, Weakebo memberikan uang
kerang kepada de Bruijn untuk membeli makanan dan segala yang diperlukan
selama dalam pelarian, sebagai alat tukar di wilayah dataran tinggi Nieuw Guinea
Belanda.162 Kenyataan ini mendukung poin pertama pada faktor perubahan sosial
oleh Soerjono Soekanto, yakni keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan
160De Bruijn melakukan perjalanan yang panjang dari Wisselmeren ke arah
pegunungan tengah Papua melalui hutan-hutan, sembari memberikan informasi kepada
Dinas Intelijen Angkatan Udara Belanda NEFIS (Netherlands Forces Intelligence
Service) yang bekerja sama dengan Sekutu tentang pergerakan Jepang di Nieuw Guinea
Belanda. Lihat http://www.junglepimpernel.nl/pages/De-achtergrond.html, diunduh pada
18 September 2017.
161Weakebo bahkan mengirim beberapa orang dari kampung Yaba bermarga
Mote ke Bilorai untuk diajari cara menembak oleh de Bruijn. De Bruijn kemudian
memberi pelatihan dan diberi tugas untuk menyusuri daerah Orawja ke Danau Tigi,
dalam rangka mengalihkan perhatian Jepang dari wilayah di mana Oaktree beroperasi.
Walau beberapa dari mereka telah mempelajari cara menembak, namun mereka belum
pernah benar-benar menembak atau terlibat perang menggunakan senjata api dengan
Jepang. Jean Victor Bruijn, op.cit., hlm. 235.
162Hasil hubungan baik Weakebo dengan ogai terjadi karena ia menempatkan diri
dengan baik di antara mereka. Itu juga karena ia ingin tetap menjaga posisinya sebagai
seorang tonowi. Salah satu hal yang lebih mendasar adalah karena ia mendapat kerang
cowri dari orang Belanda dalam jumlah banyak, sehingga setelah Perang Dunia II
berakhir, banyak orang Me yang secara serentak menolak ogai masuk ke Paniai. Namun
Weakebo menyambut mereka dengan tangan terbuka. Lihat The conversion of Weakebo.
By: Giay, Benny, Journal of Pacific History, 00223344, Sep99, Vol. 34, Edisi 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
secara pribadi. Dimana dengan keinginan sendiri para penduduk lokal ini menjadi
mata-mata dan melaporkan gerak Jepang di Wisselmeren kepada de Bruijn.
Keberanian de Bruijn menjalankan misi yang dikenal dengan kode
Oaktree menjadikan dirinya menyandang status sebagai Jungle Pimpernel.163
Kebahagiaan sang Kontroler terlihat jelas saat pesawat yang hendak
menyelamatkan mereka ke Australia nampak di udara. Hal ini digambarkan oleh
de Bruijn:
"26 July 1944, Hagers Lake. 8.30 a.m. exactly, 2 Cats [ = Catalinas,
water planes] skim over the lake, somewhat later our B25 (bomber
plane) is buzzingacross.No word is spoken. We just watch the Cats
circling around the lake and the fighter-bomber up in the air. How
comforting to have these Dutch planes so near.The Y87 is the first to
land, then the Y 45 […]The boarding procedure of 15 group members,
28 Papua lifeguards, the radio gear, starts with two rubber boats and is
soon finished […]The Y87 is back in the air within 20 minutes. Strange
to find myself here in the cockpit with a breadroll and a cup of
coffee.No more nightmares about being trapped by the Japs […] the
evacuation has succeeded: 43 men are safe in our Dutch Cats!”(J.V. de
Bruijn archive, no 2)”.
Terjemahan;
(26 Juli 1944, Danau Hagers. 8.30 a.m. tepat, dua Cat (Catalina, pesawat air)
meluncur di atas danau, agak kemudian B25 (pesawat pembom kami)
berdengung. Tidak ada kata yang diucapkan. Kami hanya melihat Cat yang
mengelilingi danau dan pengebom tempur di udara. Betapa senangnya memiliki
pesawat-pesawat Belanda ini begitu dekat. Y87 adalah yang pertama mendarat,
lalu Y45 [...] Y87 kembali ke udara dalam waktu 20 menit. Aneh untuk
menemukan diriku di sini di kokpit dengan roti dan secangkir kopi. Tidak ada
lagi mimpi buruk tentang terjebak oleh orang Jepang [...] evakuasi telah berhasil
: 43 orang selamat di Cat Belanda kita! “ (J.V. De Bruijn arsip, no 2)).164
Kedatangan pesawat Belanda ke lokasi de Bruijn, selanjutnya
menyelamatkan mereka dari kejaran Jepang. Kejadian ini membawa kegagalan
163Mengitari hutan belantara bersama 29 orang penduduk lokal dan seorang
operator radio asal Belanda, membuat Jepang gagal mencapai tugas mereka menangkap
de Bruijn. https://socialhistory.org/en/collections/new-guinea/jean-victor-
bruijn?language=nl, diunduh pada 30 September 2017.
164Dikutip dari ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
yang pertama untuk Jepang, yakni dengan tidak tertangkapnya de Bruijn. Selain
kegagalan tersebut, Jepang juga gagal melaksanakan penjajahan di Wisselmeren
sampai akhir kekuasaan Jepang. Hal ini terbukti dengan Jepang kalah perang
dengan orang Me dan secara umum dari tentara Sekutu di Nieuw Guinea Belanda
1944. Walau demikian, di samping kegagalan tersebut ada hal yang dapat
dikatakan berhasil dicapai Jepang adalah pendudukan atas wilayah baru dengan
berhasil, setidaknya menjalankan sistem penjajahan model Jepang yang sama
seperti di daerah lain.
Penjajahan Jepang di Wisselmeren terbilang pendek, namun meninggalkan
dampak yang cukup kuat. Jika berbicara soal pendudukan yang terjadi di daerah
lokal seperti di Wisselmeren, maka warisan yang berupa fisik serta pengaruhnya
sangatlah kecil dibandingkan terhadap Indonesia secara umum, misalnya dalam
dunia pendidikan dan sistem pemerintahannya yang paling kecil seperti RT (rukun
tetangga) dan RW (rukun warga).165 Meski demikian, apa yang dialami
kebanyakan rakyat Indonesia pada masa pendudukan Jepang hampirlah sama dan
ingatan akan peristiwa tidak menyenangkan itu masih terngiang dengan jelas
dalam benak, terlebih khusus bagi orang Me di pedalaman Nieuw Guinea
Belanda, Onderafdeling Wisselmeren.
165Fajriudin Muttaqin, op.cit.,hlm. 85.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN
Dalam menjelaskan perubahan sosial, terkhusus perubahan pola perilaku
orang Me yang terjadi setelah kedatangan Jepang ke Wisselmeren, penting juga
menelaah proses historis penjajahan itu. Telah diuraikan dampak yang
menyebabkan perubahan tersebut bersumber dari ketidaksukaan terhadap
kehadiran ogai (Belanda dan Jepang) dan memuncak ketika Jepang tiba di Paniai.
Adapun berdasarkan rumusan masalah pada Bab I, maka didapatlah
beberapa jawaban atas pertanyaan tersebut :
Pertama, kedatangan Jepang ke Onderafdeling Wisselmeren hanya
semata-mata pengejaran mereka terhadap orang Belanda yang masih berada di
daerah tersebut. Lebih khusus, setelah mengetahui keberadaan kontroler de
Bruijn. Dalam mencari informasih tentang keberadaan de Bruijn tersebut, tentara
Jepang selanjutnya menduduki Wisselmeren. Pengejaran tentara Jepang,
kenyataannya tidak membuakan hasil karena de Bruijn berhasil meloloskan diri
bersama penduduk lokal ke arah timur pegunungan tengah Papua. Mereka
selanjutnya dijemput pesawat pemerintah Belanda ke Australia.
Kedua, proses historis pendudukan Jepang di Wisselmeren. Dalam proses
pencarian terhadap de Bruijn tersebut, tentara Jepang selanjutnya menetap dengan
membangun pos-pos militer di berbagai kampung di Wisselmeren. Selama itu pun
Jepang tidak mendapatkan informasi, bahkan dari penduduk setempat tentang
keberadaan de Bruijn. Untuk melampiaskan ketidakberdayaan mereka dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
mendapatkan informasi tentang de Bruijn, banyak orang Me dipukuli hingga
pembakaran rumah warga di kampung Komopa.
Terhitung dari akhir bulan Mei 1943 hingga pertengahan tahun 1944,
Jepang telah menyebabkan orang Me hidup dalam ketakutan dan trauma. Keadaan
ini disebabkan oleh aksi-aksi Jepang, yakni pembakaran rumah warga,
pemukulan, pembunuhan, pemerkosan terhadap perempuan lokal, perampasan
makanan warga, dan pengrusakan kebun. Kondisi ini membuat sebagian
penduduk lokal bahkan memilih bersembunyi di tempat-tempat aman. Seperti
yang dilakukan oleh Pdt. Markus Kayame bersama keluarganya di Lembah
Weyadide. Di samping itu, sebagian orang Me juga menyelamatkan ternak
mereka ke tempat-tempat aman.
Ketiga, akhir eksistensi Jepang di Wisselmeren. Akibat dari aksi-aksi yang
disebabkan oleh tentara Jepang di tengah orang Me, telah membawa dampak.
Adapun sesuai realita, yang terjadi adalah dampak personal, sosial (terkhusus
perubahan sikap dan perilaku terhadap sesama penduduk lokal, terhadap orang
Belanda, dan Zending), dan ekonomi selain adanya penutupan pos pemerintah dan
terhentinya kerja para misionaris di Wisselmeren dengan kedatangan Jepang.
Semua kondisi buruk yang membawa perubahan cepat ini membuat penduduk
lokal selanjutnya bekoalisi untuk mengusir Jepang dari Wisselmeren.
Orang Me dari berbagai kampung selanjutnya bersatu dan menyerang pos-
pos Jepang. Banyak dari penduduk lokal bersembunyi di hutan, jalan, dan danau
menjaga para tentara Jepang. Akhirnya perang tersebut dimenangkan oleh
penduduk lokal. Namun, kenyataan di balik itu sebagian tentara Jepang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dibunuh. Akhir dari peperangan tersebut, seorang pembesar tentara Jepang yang
disebut orang Me bernama Tuwauto memimpin sebuah upacara Darouto sebagai
tanda berakhirnya masa pendudukan Jepang di Wisselmeren 1944.
Pada akhirnya penjajahan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren
membawa perubahan terhadap sikap dan perilaku orang Me atas dampak dari
aksi-aksi Jepang. Realita yang terjadi di tengah masyarakat Me semenjak
kedatangan Jepang menjadi 1 hal yang penting diamati. Akibatnya, ini dapat
menjadi penghambat kerja 2 lembaga yang telah bekerja sebelumnya di
Wisselmeren, yakni pemerintah Belanda dan Zending. Walau tidak dapat
dipungkiri bahwa perubahan yang dibawa orang asing akan masuk perlahan di
antara orang Me. Namun yang pasti, kebencian terhadap sesama masyarakat Me
yang mulai tumbuh adalah prodak dari perlakuan keras tentara Jepang dan sikap
tidak peduli para orang asing yang datang ke Wisselmeren. Kejadian ini adalah
gambaran dari perubahan sikap sesungguhnya yang dirasakan orang Me, dan
dampaknya masih dirasakan bahkan setelah penjajahan Jepang itu berakhir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bijlmer, DR. H.J.T., 1938. Naar De Achterhoek Der Aarde : De Mimika-
Expeditie Naar Nederlandsch Nieuw Guinee. Amsterdam : Scheltens &
Giltay.
Bruijn, Jean Victor, 1978. Het Verdwenen Volk. Bussum : Van Holkema &
Warendorf.
Ballard, Chris, Vink, Steven dan Ploeg, Anton (ed), 2001. Race to the Snow
: Photography and the Exploration of Dutch New Guinea, 1907-1936.
Amsterdam : Royal Tropical Institute.
Dudung Abdurahman, 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Ar-
Ruzz Media.
Drooglever, P. J., 2010. Tindakan Pilihan Bebas! : Orang Papua Dan Penentuan
Nasib Sendiri. Yogyakarta : Kanisius.
Fajriudin Muttaqin, Dkk, 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung :
Humaniora Utama Press.
Giay, Benny, 1995. Zakheus Pakage and His Communities : Indigenous Religious
Discourse, Socio-Political Resistence, and Athnohistory of the Me of Irian
Jaya. PhD Dissertation, Department of Cultural Anthropology/Sociology
of Development, Free University. Amsterdam.
______, 1998. Gembalakanlah Umatku : Gereja Kemah Injil (Kingmi) Irian Jaya
Dalam Masyarakat yang Tengah Berubah. Jayapura : Deiyai.
Gobay, Pdt. Jhon, 2008. Amanat Agung di Tanah Papua 1939-1962. Bandung :
Yayasan Kalam Hidup.
Harry J. Benda, 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit ; Islam Indonesia Pada
Masa Pendudukan Jepang. Diterjemahkan, Daniel Dhakidae. Jakarta :
Pustaka Jaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Herabudin, 2015. Pengantar Sosiologi. Badung : Pustaka Setia.
Jacobs, Karen, 2011. Collecting Kamoro : Objects, Encounters And
Representation In Papua (Western New Guinea). Leiden : Sidestone Press.
Koentjaraningrat dan Harsja W Bachtiar, 1963. Penduduk Irian Barat. Jakarta :
PT Penerbitan Universitas.
Kurasawa, Aiko, 2015. Kuasa Jepang Di Jawa : Perubahan Sosial Di Pedesaan
1942-1945. Jakarta : Komunitas Bambu.
Lumintang, Onnie, P. Suryo Haryono, Restu Gunawan, dan Dwi Ratna
Nurhajirini, 1997. Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey dan Silas
Papare. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Muller, Kal, 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books.
Martin Slama dan Munro, Jenny, 2015. From ‘Stone-Age’ To ‘Real-Time’:
Exploring Papuan Temporalities, Mobilities And Religiosities. Canberra :
ANU Press.
Netherlands. Dept. Van Overzeese Rijksdelen, 1956. Vademecum voor
Nederlands-Nieuw-Guinea 1956. Den Helder : Gedruk Bij N.V. Drukkerij
V/H C. De JR.
Nakamura, Mitsuo, 1983. Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin : Studi
Tentang Pergerakan Muhammadiyah Di Kotagede, Yogyakarta.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Prof. Dr. Suhartono, NY. Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis
Proklamasi. Yogyakarta : Kanisius.
Pospisil, Leopold, 1963. The Kapauku Papuans of West New Guinea. New York :
Holt, Rinehart and Winston.
Pigay, Decki Natalis, 2000. Evolusi Nasionalisme Dan Sejarah Konflik Politik Di
Papua. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Pigay, Ev. Ruben Gotai, 2008. Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee
Bersinar Kembali?. Jayapura : Deiyai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Parera, Anna, Desy PM.F, Saberia Usmany, dan Sinaga, Rosmaida, 2013.
Sausapor : Saksi Sejarah Perang Dunia II di Kabupaten Tambrauw
Provinsi Papua Barat. Yogyakarta : Kepel Press.
Pigai, Benny Makewa, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua :
Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah
Injil (Kingmi) Tanah Papua. Jayapura : Deiyai.
Ricklefs, M.C., 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Terjemahan dari, A
history of Modern Indonesia Since c. 1200, Fourth Edition, 2008. terbitan
Palgrave, cet. 1. Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi.
Simon dan Schuster, 1944. A War Atlas for Americans (edisi II). New York :
Published for Council on Books in Wartime.
Soerjono Soekanto, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : CV Rajawali.
______, 1983. Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
Sartono Kartodirdjo, 1995. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Selo Soemardjan, 2009. Perubahan Sosial Di Yogyakarta. Jakarta : Komunitas
Bambu.
Singh, Bilveer, 2011. Papua : Geopolitics and the Quest for Nationhood. New
Brunswick and London : Transaction Publishers.
ARTIKEL DAN JURNAL
The Pioneer.
The conversion of Weakebo. By: Giay, Benny, Journal of Pacific History,
00223344, Sep99, Vol. 34, Edisi 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
SKRIPSI
Giay, Ligia Judith, 2011. “Pemerintah Belanda, Orang Mee, Zending C&MA Di
Onderafdeling Wisselmeren 1938-1956”. Skripsi, Yogyakarta : Universitas
Sanata Dharma.
WEB
darleneroseorg/1938.htm.
http://www.cmalliance.org/about/history/in-the-line-of-fire/diebler.
Http://Factsanddetails.Com/Indonesia/History_And_Religion/Sub6_1c/Entry-
3954.Html#Chapter-1.
http://countrystudies.us/indonesia/15.htm.
http://www.junglepimpernel.nl/pages/De-achtergrond.html.
https://socialhistory.org/en/collections/new-guinea/jean-victor-ruijn?language=nl.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=5&jd=Kisah+Auki+Membawa+M
isionaris+Pater+Tillemans+ke+Meeuwo&dn=20170914191508.
http://histclo.com/essay/war/ww2/cou/island/pac/ngu/east/islamd/w2nge-
noem.html.
http://pacificinstitute.anu.edu.au/sites/default/files/resources-links/NGRB/38.pdf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISTILAH
Afdeling
Kota administrasi zaman Belanda yang setingkat dengan kabupaten.
CAMA/ C&MA (Christian and Missionary Alliance)
Sebuah denominasi Protestan evangelikal yang berbasis di New York, Amerika.
Misi CAMA mulai bekerja di Hindia Belanda dalam 1929, yang di bawa Dr.
Robert Alexander Jaffray.
Gunseibu
Nama Angkatan Darat Jepang pada masa Perang Dunia II.
Jungle Pimpernel
Sebutan yang diberikan kepada de Bruijn atas keberhasilannya menjalankan
operasi Oaktree selama pendudukan Jepang di Nieuw Guinea Belanda, dengan
bersembunyi dan bertahan hidup di hutan pegunungan tengah Papua bersama
penduduk lokal di sana.
Jugun lanfu/ianfu
Satu istilah yang digunakan untuk merujuk kepada perempuan yang menjadi
korban perbudakan seks selama Perang Dunia II di wilayah jajahan Jepang.
Kode Oaktree
Operasi ini adalah operasi militer Belanda di Nieuw Guinea selama Perang Dunia
II. Dipimpin oleh kontroler J.V. de Bruijn pada masa pendudukan Jepang,
khususnya saat lari dari tentara Jepang di Onderafdeling Wisselmeren, Nieuw
Guinea Belanda.
Keibodan
Sabuah Barisan Pembantu Polisi yang dibentuk pada 29 April 1943. Ini bertujuan
untuk membantu polisi Jepang pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.
Me manaa
Berarti bahasa Me.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Mege atau kapaukumege/cowri
Dikenal sebagai cowrie dalam bentuk yang berbeda setelah kedatangan orang
Belanda. Alat penukar yang dipakai orang Me ini, nilainya dapat ditentukan dari
bentuk serta ukuran dari mege. Alat tukar ini masih dipakai orang Me hingga
tahun 1980-an.
Minseifu
Nama Angkatan Laut Jepang pada masa Perang Dunia II.
NNGPM (Nederlands Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij)
Sebuah perusahaan sumber daya alam yang menetap pertama di Babo tahun 1935
dalam eksplorasi wilayah Papua.
NICA (Nederlands Indies Civil Administration)
NICA dibentuk di Australia pada 3 April 1944 yang bertugas menghubungkan
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di pengasingan dengan Komando Tertinggi
Sekutu di Wilayah Pasifik Barat Daya (SWPA/South West Pacific Area).
NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service)
Sebuah dinas intelijen militer Belanda yang selama Perang Dunia II bertugas
mengumpulkan informasi terkait Hindia Belanda.
Onderafdeling
Sebuah distrik yang dipimpin seorang kontroler Belanda.
Ogai
Dalam bahasa Indonesia disebut tuan, ialah sebutan yang diberikan orang Me
terhadap misionaris, orang-orang di pemerintahan, orang Eropa, orang Indonesia,
dan penduduk lokal yang bekerja pada Belanda di Onderafdeling Wisselmeren.
Romusha
Sebuah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa
pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.
Seinendan
Sebuah organisasi barisan pemuda yang dibentuk tanggal 9 Maret 1943 oleh
tentara Jepang di Indonesia. Tujuannya untuk mendidik dan melatih para pemuda
agar dapat mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Tonowi
Satu golongan orang-orang kaya yang memiliki banyak mege, lahan yang luas,
dan peliharaan berupa ternak babi yang banyak. Terkadang mereka juga dapat
menjadi pemimpin perang antar kampung dan penengah masalah di tengah suku
Me.
The Christian Workman
Sebuah badan misi kristen protestan yang bertempat di Belanda. Misi ini dibawa
oleh Carl Wilhelm Ottow (1827-1862) dan Johann Gottlob Geissler (1830-1870)
ke Manokwari, Papua pada 5 Februari 1855.
The Pioneer
Artikel resmi CAMA yang mulai dipublikasikan pada tahun 1929. Editor
pertamanya adalah perintis misionaris C&MA di Indonesia, R. A. Jaffray yang
menulis banyak artikel dari tahun 1929-1941. The Pioneer secara resmi
dihentikan pada tahun 1995.
Yuwo
Pesta rakyat, dimana orang memperjualbelikan harta benda mereka kepada
sesama masyarakat. Pada dasarnya ini juga semacam pasar tradisional yang
khusus menjual babi dan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
banyak ternak. Terkadang mereka juga menjual kerajinan tangan, menjadi tempat
bertemu keluarga serta yang paling penting adalah saling mencukupi kebutuhan
masing-masing.
Zending
Berasal dari bahasa Belanda yang berarti pekabaran Injil (pekabaran Kristen dan
Katolik), adalah usaha-usaha para misionaris untuk menyebarkan agama Nasrani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
Gambar .1. Wisselmeren atau Paniai di peta Papua. (Sumber : Australian National
University).
Gambar .2. Daerah yang didominasi oleh orang Ekagi atau Me adalah bagian yang
diberi tanda warna kuning. (Sumber :
http://pacificinstitute.anu.edu.au/sites/default/files/resources-links/NGRB/38.pdf.
diunduh pada 07 Juni 2018).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Gambar.3. Ekspedisi H.J.T. Bijlmer dan gubernur sipil S. van der Goot 1935,
terlihat mereka sedang berbincang dengan sekelompok orang Me yang baru
ditemui. (Sumber : Tropen Museum Volkenkunde).
Gambar.4. H.J.T. Bijlmer berfoto bersama seorang Me yang ditemuinya dalam
ekpedisi ke daerah orang Me, 1935. (Sumber : Australian National University).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Gambar.5. Pemandangan Wisselmeren dari udara yang ditangkap F. Wissel, 1937.
(Sumber : KITLV).
Gambar.6. Peta daerah Wisselmeren lengkap dengan 3 Danau Wissel yang ditulis
tangan oleh W. Cator 1937. (sumber : KITLV).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Gambar.7. Pemandangan Wisselmeren 19 Januari 1939, oleh de Bruijn. (Sumber :
Buku Jean Victor Bruijn, 1978. Het Verdwenen Volk.).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Gambar.8. Foto bersama, dari kiri ke kanan 1. Asisten eksekutif Ambon Sitanala,
2. Misionaris Amerika Walter Post, 3. Istrinya Viola Post, 4. de Bruijn, 5.
Misionaris Amerika mrs. Darlene Deibler, 6. Operator radio Jawa bernama Dardi,
7. Dokter asal Gorontalo bernama Dunda, 8. Misionaris Amerika Russel Deibler,
bersama orang Ambon, polisi lapangan asal Kei, seorang agen lansekap Papua,
seorang guru Ambon, dan pembantu misi asal Dayak. Sebelum evakusi pertama
1940, saat terjadi invasi Jerman ke Belanda. (Sumber : buku Jean Victor Bruijn,
1978. Het Verdwenen Volk).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Gambar.9. Foto atas ; de Bruijn bersama sebagian polisi yang tergabung dalam
NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service), Oaktree, beserta para pengawal
lokal. Foto bawah: Boejani beserta keluarganya. Ia adalah agen rahasia de Bruijn
yang banyak melaporkan tentang gerak Jepang di Wisselmeren. (Sumber : buku
Jean Victor Bruijn, 1978. Het Verdwenen Volk).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Gambar.10. Sebuah pesta peringatan hari ulang tahun ratu Belanda yang diadakan
de Bruijn bersama para pengawalnya, orang Me, dan Migani di Bilorai
(Kabupaten Intan Jaya sekarang) pada 31 Agustus 1943, di saat pelarian dari
tentara Jepang di Wisselmeren. (Sumber : KITLV).
Gambar.11. Ilustrasi dari orang Me yang menandu tentara Jepang memakai
perahu lokal di Kampung Detauwo. (Sumber : Buku Ev. Ruben Gotay Pigay,
2008. Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee Bersinar Kembali?).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Gambar.12. Ilustrasi dari Amakatuma Pigai yang di potong dengan parang oleh
seorang tentara Jepang. (Sumber : Buku Ev. Ruben Gotay Pigay, 2008.
Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee Bersinar Kembali?).
Gambar.13. Hollandia di bom bardir tentara Sekutu 1944. (Sumber :
http://www.gettyimages.fi/detail/news-photo/bombs-from-the-5th-us-air-force-
fall-on-the-japanese-held-news-photo/3272169#circa-1944-bombs-from-the-5th-
us-air-force-fall-on-the-japanese-held-picture-id3272169, diunduh pada 20 April
2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Gambar.14.Tampak kapal milik Sekutu terisi perlengkapan perang yang penuh
sesak dalam perjalanan menuju ke Sausapor untuk ditaklukan. Ini adalah kota
terakhir di Nieuw Guinea Belanda yang berhasil direbut Sekutu dari tentara
Jepang. (Sumber : https://catalog.archives.gov/id/513184, diunduh pada 03
Januari 2018).
Gambar.15. Pintu goa tanah Jepang di bukit Pokebiyo, kampung Deyatei saat ini.
Terlihat tidak terawat dan mulai menyusut. (Sumber : Pribadi).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
DAFTAR NARASUMBER
Pengumpulan sumber ini dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur
tentang Pendudukan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren. Adapun narasumber
yang telah diwawancarai ialah ;
No Nama L/P Usia Profesi Alamat
1 Pdt. Ruben Gotai
Pigay (Saksi
Sejarah)
L 82 Tahun Pendeta Jayapura
2 Bernadus Pigome
(Saksi Sejarah)
L 98 Tahun Majelis
Gereja/Petani
Paniai
3 Pdt. Sem Tebai L 74 Tahun Pendeta Paniai
4 Karo Mote P 81 Tahun Guru Sekolah
Minggu/Petani
Paniai
5 Makewa Pigai L 66 Tahun PNS Paniai
6 Silas Egupa, S.Sos L 51 Tahun PNS Paniai
7 Marten Pigome
(Saksi Sejarah)
L 94 Tahun Pensiunan Guru Paniai
8 Silas Doo
(Saksi Sejarah)
L 91 Tahun Petani Paniai
9 Demia Degei L 31 Tahun Petani Paniai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Profil Singkat Para Saksi Sejarah
Bernadus Pigome, lahir di Paniai Barat, 1920. Ia belum pernah
mengenyam pendidikan. Semasa muda, bekerja sebagai tukang kayu. Kini, dia
adalah pensiunan Majelis Gereja Maranatha, kampung Uwodege, Paniai Barat
(atau petani).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Marten Pigome, lahir di Paniai 1924. Ia mengenyam pendidikan dasar di
SR (Sekolah Rakyat), lalu melanjutkan ke YMPPS (Yongens and Meyers
Perppolks Schoool) di Gakokebo, dan menyeselaikan sekolah SGB (Sekolah Guru
Bawah). Setelah mendapatkan gelar sebagai seorang pengajar, ia lalu ditugaskan
di Hitigima, Wamena 1967, sekaligus membuka SD YPPGI dan mengajar di sana
hingga pensiun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Silas Doo, lahir di Paniai 1927. Ia belum pernah mengenyam pendidikan,
sehingga ia menghabiskan hidupnya sebagai seorang petani di kampungnya
Okaitadi, Paniai Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Pdt. Ruben Gotai Pigay, lahir di Paniai 1936. Pernah belajar di SR,
kampung Okaitadi. Ia selanjutnya dikirim ke PMS (Primaire Midle Bare School),
Kota Raja, Hollandia (kini Jayapura), dan melanjutkan ke HBS (Hoogere
Burgerschool). Ia sempat melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas di
UNCEN (Universitas Cenderawasi), namun tidak menyelesaikannya. Ia
selanjutnya mengikuti sebuah kursus kependetaan bersertifikat dan bertugas
sebagai seorang pendeta hingga pensiun di gereja Eklesia Pos 7, Sentani,
Jayapura.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI