penelitian gizi buruk sedayu
DESCRIPTION
penelitian tentang gizi burukTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam
kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun
pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang
terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun
kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.
Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan
penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan
gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian
juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan
dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.
Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih
rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru
sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai
upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah
mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang
mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %. Demikian
pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih
rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru
mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam
beryodium yang memenuhi syarat, dan pola makan yang belum beraneka
ragam.
Status gizi kurang merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat
perhatian serius karena menyangkut kualitas SDM. Balita termasuk kelompok
rawan gizi dan golongan konsumen pasif yang mudah menderita kurang gizi.
Keadaan gizi kurang pada umumnya erat kaitannya dengan karakteristik
keluarga yang meliputi umur balita, pendidikan ibu, pengeluaran keluarga,
jumlah anggota keluarga, pengetahuan ibu, hygiene sanitasi keluarga, tingkat
konsumsi energi dan protein balita.
Pada dasarnya, penyebab gizi buruk bukanlah sebatas keterbatasan ibu
memberikan makanan pada anaknya, namun proses ini dimulai dari awal bayi
terbentuk dalam kandungan ibunya. Perempuan khususnya kaum ibu
memainkan peranan sangat penting dan strategis dalam tumbuh kembang
anak. Pemberian Air Susu Ibu (ASI), khususnya ASI eksklusif merupakan
salah satu upaya strategis dan menangani kasus gizi buruk di Indonesia. Bayi
yang tidak diberikan ASI, termasuk makanan pendamping yang teratur dan
baik serta tepat dapat menimbulkan kekurangan gizi. Karena itu pemberian
ASI secara baik dan benar, disamping makanan pendamping yang mudah
didapat di lingkungan sekitar, merupakan upaya cegah tangkal yang utama
dalam masalah kekurangan gizi pada anak.
Penyebab gizi buruk dan kurang memang sangat kompleks, namun yang
menjadi faktor penyebab utama adalah menurunya daya beli masyarakat.
Faktor penunjang lainnya meliputi pengetahuan orang tua terhadap kebutuhan
gizi balita yang masih kurang maupun kurangnya sanitasi lingkungan.
Dampak yang paling ditakuti pada anak balita yang kurang gizi adalah
gagalnya tumbuh kembang otak. Fase penting untuk tumbuh kembang otak
adalah masa dalam kandungan, usia 0-2 tahun dan usia 2-5 tahun. Pada fase
tersebut, sangat penting seorang anak mendapat asupan (intake) gizi yang
seimbang. Yang dimaksud gizi seimbang adalah bahan-bahan makanan yang
mengandung enam gizi makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral,
vitamin dan air.
Daftar MasalahI
T R
(IxTxR)P S RI DU SB PB PCGizi Buruk 4 3 5 5 4 3 3 4 4 432
Leptospirosis 4 5 5 2 3 4 4 3 3 243Demam Berdarah 3 4 2 3 2 3 2 2 2 76
Keterangan :
I = importance, P = prevalence, S = severity, RI = risk of increase, DU =
degree of unmeet need, SB = social benefit, PB = public concern, PC =
political climate, T = technology, R = resources
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu masalah yaitu, faktor-
faktor dominan apakah yang mempengaruhi gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Sedayu I.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menggambarkan kondisi dan peranan keluarga penderita gizi buruk di
wilayah kerja Puskesmas Sedayu I.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik balita penderita gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Sedayu I.
b. Mengetahui latar belakang dan faktor penyebab yang mempengaruhi
terjadinya gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Sedayu I.
D. Manfaat Penelitian
1. Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi pemberi
layanan kesehatan untuk dapat mengambil langkah dan strategi guna
menghindari atau mengurangi faktor atau resiko sebagai salah satu upaya
pencegahan dan penurunan kadar gizi buruk pada balita.
2. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan bagi
ilmu pengetahuan untuk dapat menambah wawasan atau tinjauan tentang
status gizi pada balita. Dan digunakan sebagai informasi yang dapat
dijadikan acuan bagi peneliti berikutnya.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian terkait gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Sedayu I pernah
dilakukan pada tahun 2009 oleh kelompok dokter muda FK UMY dengan
judul “Evaluasi Pemberian Makanan Tambahan terhadap Perbaikan Status
Gizi pada Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas
Sedayu I”. Penelitian lainnya yang terkait dengan gizi balita pernah dilakukan
oleh Hesti Pardini pada tahun 2006 dengan judul “Status gizi pada balita di
puskesmas Sedayu I Kabupaten Bantul”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi
tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus)
dan kekurangan keduanya.
Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat
berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan
anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan
yang buruk, sanitasi yang buruk dan munculnya penyakit lain, gizi buruk
dapat menyebabkan kematian.
B. Faktor- faktor Penyebab Gizi Buruk
Gizi buruk disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor
pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini
bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi.
Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis
terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan makanan.
Tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan,
pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu
mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh
anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering
terkena infeksi penyakit.
C. Persebaran Gizi Buruk di Indonesia
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2004,
kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta. Kemudian pada tahun
2005 turun menjadi 4,42 juta. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta (944.246 di
antaranya kasus gizi buruk) dan tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta
(755.397 di antaranya kasus gizi buruk).
Berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun 2003, gizi
buruk pada balita tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. Tabel 1
menunjukkan ranking propinsi tertinggi penderita gizi buruk berdasarkan
jumlah kasus. Tabel 2 menunjukkan ranking propinsi tertinggi penderita gizi
buruk berdasarkan prosentase jumlah penduduk.
D. Penilaian Status Gizi
Berat badan anak di posyandu atau di klinik-klinik kesehatan anak,
biasanya ditimbang dan dicantumkan pada Kartu Menujuh Sehat (KMS), berat
badan yang dicantumkan di KMS akan terlihat sesuai dengan pita warna yang
ada, sebagian berat badan balita ada yang berada pada pita warna hijau dan
juga kuning bahkan ada yang sebagian berada pada pita warna merah atau
tepatnya dibawah garis merah.
Berat badan yang berada pada pita warna hijau selalu saja dipresepsikan
dengan gizi baik, sementara berat badan yang berada pada pita warna kuning
merupakan warning (peringatan) kepada ibunya agar lebih berhati-hati jangan
sampai masuk pada berat badan dibawah garis merah atau biasa disebut
dengan BGM, karena apabila anak telah berada di bawah garis merah pada
Kartu Menujuh Sehat (KMS) maka anak balita tersebut bisa cenderung
divonis telah mengalami gizi buruk padahal tidak demikian. Keadaan ini
membuat ibu-ibu balita mengalami kegelisaan akan masa depan anaknya.
Kartu Menujuh Sehat (KMS) itu hanya difungsikan untuk Pemantauan
pertumbuhan-perkembangan balita dan Promosinya, bukan untuk penilaian
status gizi. Pada KMS tidak dibedakan menurut jenis kelamin, balita laki-laki
dan perempuan sama saja. Walaupun tahun 2010 Depkes telah membuat KMS
dengan membedahkan jenis kelamin, pembacaannya pada KMS tetaplah sama.
Pita gambar yang ada pada KMS berdasarkan % median, artinya tidak
disesuaikan dengan hasil berat badan balita dan kemudian ditentukan status
gizinya atau jelasnya berat badan yang tercantum pada KMS hanya
menggambarkan pola pertumbuhan berat badan balita bukan Berat Badan per
Umur, karena yang dilihat adalah garis bukan titik. Berat Badan di Bawah
Garis Merah (BGM) bukan menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi sebagai
“warning” untuk konfirmasi dan tindak lanjutnya tetapi perlu diingat tidak
berlaku pada anak dengan berat badan awalnya memang sudah dibawah garis
merah. Naik-Turunya berat badan balita selalu mengikuti pita warna pada
KMS.
Hasil penimbangan balita di posyandu hanya dapat dimanfaatkan atau
digunakan untuk :
1. Pemantaun pertumbuhan dan perkembangan induvidu balita dengan
melihat berat badan yang ditimbang (D) apakah naik (N), turun (T) atau
BGM.
2. Perkiraan perkembangan pertumbuhan balita di masyarakat yaitu dengan
melihat presentase balita yang Naik Berat Badannya dibanding dengan
keseluruhan balita yang ditimbang (% N/D), termasuk juga presentase
balita yang BGM dibanding dengan keseluruhan balita yang ditimbang
(%BGM/D).
3. Perkiraan perkembangan keadaan gizi balita di masyarakat.
4. Pembinaan kegiatan posyandu dengan menilai cakupan program (K/S)
dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu (D/S).
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok
masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang
dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi,
antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel
lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
a. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah.
Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk
memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh
sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.
Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi
perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam
hari tidak diperhitungkan.
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks
BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam
melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang
dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan
paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran,
hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke
waktu.
c. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat
dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik
untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan
keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.
Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan
menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi
Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan
biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada
umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik,
kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting
untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang
berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan
fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan
sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila
dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB,
menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 %
menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat
serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan
dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar
deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-
negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya
digunakan “presentil”, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang
populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan
skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan.
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan
mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku
Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan
Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas
2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1
di atas serta diinterpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks
antropometri seperti yang terlihat pada tabel 2.
Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan
sebagai berikut:
Diketahui
BB = 60 kg
TB =145 cm
Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan
WHO-NCHS hanya dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak
laki-laki usia 15 tahun.
Jadi untuk indeks BB/U adalah
= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD
= status gizi baik
Untuk IndeksTB/U adalah
= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD
= status gizi pendek
Untuk Indeks BB/TB adalah
= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 = + 5.8 SD
= status gizi gemuk
E. Tindakan Pemerintah Untuk Menanggulangi Gizi Buruk
Menurut Menteri Kesehatan RI, tanggung jawab pemerintah pusat dalam
hal ini adalah Departemen kesehatan adalah merencanakan dan menyediakan
anggaran bagi keluarga miskin melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat,
membuat standar pelayanan, buku pedoman serta melakukan pembinaan dan
supervisi program ke provinsi, kabupaten dan kota. Dalam kaitannya dengan
gizi buruk, Depkes pada tahun 2005 telah mencanangkan Rencana Aksi
Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005 – 2009.
Menkes menambahkan, pemerintah berusaha meningkatkan aktivitas
pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu melalui penambahan anggaran
penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk menjadi Rp. 600 milyar pada
tahun 2007 dari yang sebelumnya 63 milyar pada tahun 2001. Anggaran
tersebut ditujukan untuk:
1. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan
bulanan balita di posyandu
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di
puskesmas/RS dan rumah tangga
3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada
balita kurang gizi dari keluarga miskin
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan
asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI)
5. Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita.
Adapun strategi dan kegiatan Depkes dan organ-organnya, untuk
memenuhi tujuan-tujuan tersebut antara lain:
Strategi:
1. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan
2. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan
kelompok potensial lainnya.
3. Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan
tatalaksana gizi buruk
4. Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana)
5. Menyediakan dan melakukan KIE
6. Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk
Kegiatan:
1. Deteksi dini gizi buruk melalui bulan penimbangan balita di posyandu
Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA,
RR)
Orientasi kader
Menyediakan biaya operasional
Menyediakan materi KIE
Menyediakan suplementasi kapsul Vit. A
2. Tatalaksana kasus gizi buruk
Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di
puskesmas/RS (biaya perawatan dibebankan pada PKPS BBM)
Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS
Menyediakan paket PMT (modisko, MP-ASI) bagi pasien paska
perawatan
Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana
giziburuk
3. Pencegahan gizi buruk
Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita
gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang
Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu
Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan
pertumbuhan
4. Surveilen gizi buruk
Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi)
Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk
Pemantauan status gizi (PSG)
5. Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk
Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, pemda, LSM,
dunia usaha dan masyarakat)
Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif
6. Manajemen program:
Pelatihan petugas
Bimbingan teknis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental (observasional)
dengan pendekatan survei. Penelitian ini menggambarkan individu-individu
dalam hal ciri atau karakteristik pribadi. Penilaianya dilakukan secara simultan
dan serempak.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 30-31 Mei tahun 2011. Penelitian
dilaksanakan di Desa Argosari dan Argomulyo Kabupaten Bantul, Propinsi
DIY.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah semua penderita gizi buruk yang terdiagnosis
oleh tenaga medis, yang berkunjung ke Puskesmas Sedayu I ataupun ke
Posyandu balita yang berkoordinasi dengan Puskesmas Sedayu I, dengan
criteria sebagai berikut:
1. Laki-laki atau perempuan
2. Usia 1-5 tahun
3. Pasien dengan diagnosis gizi buruk yang bersedia menjadi responden.
D. Cara Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah “non random sampling” dan
prinsip yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah “purposive
sampling” yakni dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai yang
dikehendaki.
E. Teknik Pengambilan Data
1. Variabel yang diukur
a. Variabel utama yaitu variabel yang diukur atau didata sesuai dengan
tujuan pokok penelitian dan analisis untuk keperluan pengujian
hipotesa yang meliputi:
- Variable bebas: pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua
- Variabel terikat: gizi buruk
b. Variabel pendukung yaitu variabel yang diukur atau didata sebagai
faktor yang diharapkan mampu melengkapkan dan memberikan
ilustrasi atau latar belakang penjelasan fenomena yang ditemukan
dalam penelitian, yaitu:
- Jenis kelamin
- Status gizi
- Usia
- Pola asuh keluarga
- Sosial ekonomi
- Gejala yang didapat
- Riwayat penyakit penyerta
- Riwayat imunisasi
- Kebersihan personal/ lingkungan
2. Definisi Operasional
a. Tingkat pengetahuan adalah suatu hasil dari pengindraan terhadap
suatu obyek tertentu yang membuat orang menjadi tahu. Maksud
pengetahuan dalam penelitian ini adalah mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan gizi buruk, tapi hanya dalam batas tahu (know).
b. Sikap adalah respon evaluative yang didasarkan pada proses evaluasi
diri yang disimpulkan berupa penilaian positif maupun negative.
Maksud sikap dalam penelitian ini adalah penilaian terhdap gizi buruk
baik berupa penilaian positif maupun negatif.
c. Perilaku adalah keaktifan atau kesediaan masyarakat dalam hal-hal
yang berhubungan dengan gizi buruk.
d. Gizi buruk: ditentukan berdasarkan ketentuan WHO yang berdasarkan
2 kriteria, yaitu berdasarkan tanda klinis (anak tampak sangat kurus
atau ada edema) dan antopometris (BB//TB 3 SD dan TB//U 3
SD)
e. Umur: 1 – 5 tahun
f. Jenis kelamin: laki-laki atau perempuan
g. Berat badan: berat badan responden saat dilakukan penelitian untuk
mengukur status gizi.
h. Lingkar lengan atas: lingkar lengan atas responden saat dilakukan
penelitian untuk mengukur status gizi.
i. Imunisasi: kelengkapan imunisasi yang didapat anak.
j. Status gizi: status gizi anak pada saat dilakukan penelitian.
F. Cara Pengumpulan Data
1. Jenis data adalah primer langsung dari sumbernya melalui pengisian
kuisioner dan wawancara apabila diperlukan serta data sekunder pada
rekam medis. Dalam penelitian ini diambil 8 responden.
2. Data diambil dari responden yang terdiagnosis gizi buruk dari Puskesmas
Sedayu I dan memenuhi criteria inklusi.
G. Teknik Analisis
1. Teknik penyajian data
Peneliti menyajikan data hasil penelitian yang diperoleh dari kuisioner
dalam bentuk table atau diagram agar lebih mudah dipahami.
2. Pengolahan data. Data-data hasil jawaban diolah dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
- Editing: memeriksa data, memeriksa jawaban serta melakukan
pengecekan data yang telah dikumpulkan
- Coding: memberikan kode jawaban menggunakan angka untuk
memudahkan dalam analisis.
- Transferring: memindahkan jawaban atau kode dalam bentuk master
table.
- Menentukan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku responden ke
dalam kategori kualitatif. Penilaian kualitatif menurut Ari Kunto
(1998) adalah:
a. Nilai 76-100%: Baik
b. Nilai 56-75% : Cukup
c. Nilai 0-55% : Kurang
- Penetapan prioritas jalan keluar dilakukan dengan scoring 1-5, dalam
sebuah table dimuat tentang masalah, penyebab (statistic bermakna),
alternative, kemudian dinilai jumlah besarnya.
a. 1 : paling tidak efektif
b. 2 : tidak efektif
c. 3 : cukup efektif
d. 4 : efektif
e. 5 : paling efektif
BAB IV
HASIL DAN PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada 8 responden yang bertempat tinggal di desa
Argomulyo dan Argosari, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Data angka
balita dengan gizi buruk diambil berdasarkan data Puskesmas Sedayu I pada bulan
Februari tahun 2011.
Responden yang dapat ditemui secara langsung sejumlah 7 responden. Satu
responden sedang berada di luar kota.
Penelitian dilakukan dengan cara melakukan pengukuran berat badan dan
tinggi badan balita serta wawancara menggunakan kuisioner mengenai
karakteristik responden, pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua mengenai gizi
buruk.
Responden yang diteliti adalah orangtua dan balita yang tercatat memiliki data
KMS di bawah garis merah. Karakteristik responden ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 5. Penderita Gizi Buruk Berdasarkan Usia
No Kelompok Usia (bulan) Sebaran Persentase1 0-20 2 25%2 21-40 3 37.5%3 41-60 3 37.5%
Total 8 100%
Penderita gizi buruk berdasarkan usia adalah 0-20 bulan 2 anak (25%), 21-40
bulan 3 anak (37.5%) dan 41-60 bulan 3 anak (37.5%)
Tabel 6. Penderita Gizi Buruk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Sebaran Persentase1 Laki-laki 3 37.5%2 Perempuan 5 62.5%
Total 8 100%
Penderita gizi buruk berdasarkan jenis kelamin, 3 anak (37.5%) adalah laki-
laki dan 5 anak (62.5%) perempuan.
Tabel 7. Berat Badan Lahir Penderita Gizi Buruk
No Berat Badan Lahir (gram) Sebaran Persentase1 <2500 3 42.85%2 2500-4000 4 57.15%3 >4000 0 0%
Total 7 100%
Berat badan lahir penderita buruk <2500 sebanyak 3 anak (42.85%) dan antara
2500-4000 sebanyak 4 anak (57.15%).
Tabel 8. Penyakit Penyerta pada Penderita Gizi Buruk
No Penyakit Penyerta Sebaran Presentase1 PK TB 2 25%2 Penyakit Jantung Bawaan 1 12.5%3 Ca 1 12.5%4 Tidak Ada 4 50%
Total 8 100%
Penyakit penyerta pada penderita gizi buruk adalah 2 anak (25%) dengan PK
TB, 1 anak (12.5%) dengan penyakit jantung bawaan dan 1 anak (12.5%) dengan
Ca orbita.
Diagram 1. Tingkat Pendidikan Orang Tua
Tabel 9. Rata-rata Pendapatan Orang Tua per Bulan
No Pendapatan/bulan Sebaran Persentase< Rp. 808.000,-> Rp. 808.000,-
Total 7 100%
Dari diagram 1, pendidikan orang tua balita dengan gizi buruk, sepasang
suami istri berpendidikan SLB, 2 orang ayah berpendidikan SD, 1 orang lulusan
SMP dan 4 orang ayah lulusan SMA. Terdapat 3 orang ibu dengan pendidikan
SD, 3 orang SMP dan 1 ibu dengan pendidikan SMA.
Berdasarkan tabel 9, pendapatan orang tua ditetapkan berdasarkan Keputusan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 270/KEP/2010 tentang Penetapan
Upah Minimum provinsi tahun 2011, UMP DIY tahun 2011 sebesar Rp 808.000,-
(delapan ratus delapan ribu rupiah).
Tingkat pendidikan orangtua tetap akan mempengaruhi kemampuan mereka
dalam memahami dan keinginan untuk mengetahui status gizi anak terutama gizi
buruk. Rendahnya tingkat pendidikan akan meyebabkan orangtua menjadi tidak
atau kurang menegetahui tentang status gizi anak, hal ini secara tidak langsung
akan mempengaruhi tingginya angka gizi buruk.
Sebagian besar orangtua responden memiliki pendapatan perbulan dibawah
UMP, hal ini mempengaruhi status gizi balita mereka karena tingkat ekonomi
pada orangtua akan mempengaruhi secara langsung terhadap pemenuhan
kecukupan gizi yang di butuhkan balita tersebut.
Tabel 10. Status Gizi Berdasarkan NCHS
No
Nama UBB (kg)
TB (cm)
KMSNCHS
BB/U BB/TB TB/U1
Laila 51 11 89 BGM Gizi buruk normalSangat pendek
2Nevita 39 10.4 78 BGM Gizi kurang normal
Sangat pendek
3 Febrian 27 10 80 BGM Gizi kurang normal Pendek4
Wina 48 10.3 83 BGM Gizi buruk normalSangat pendek
5Windi 43 10.2 80 BGM Gizi buruk normal
Sangat pendek
6Bayu 18 7.1 72 BGM Gizi buruk kurus
Sangat pendek
7 Surya 36 10.5 85 BGM Gizi kurang normal pendek
Tabel 11. Pengetahuan dan Sikap Orang Tua
No Keterangan Nilai Persentase
1Pemberian ASI
Eksklusif
<6 bln 2 28.6%6 bln 1 14.3%>6bln 4 57.1%
2Pentingnya pemberian
ASIYa
Kesehatan 5 71.4%Pertumbuhan 1 14.3%
Makanan pokok bayi
1 14.3%
Tidak - -
3Apakah tahu tentang
gizi burukYa 6 85.7%
Tidak 1 14.3%
4.Tahukah penyebab
gizi burukYa
Makan susah 3 42.9%Sering sakit 2 28.6%Makan tidak
bergizi1 14.3%
Tidak 1 14.3%
5. Ciri anak Gizi burukYa
Badan kurus 2 28.6%BB BGM 4 57.1%
Tidak 1 14.3%
6.Sumber informasi Gizi
buruk
Petugas kesehatan
7 100%
Lainnya - -7.
Rutin ke posyanduYa 7 100%
Tidak - -
8. Memiliki KMSYa 7 100%
Tidak - -
9.Kelengkapan
imunisasiYa 7 100%
Tidak - -
10.Apakah mengerti makanan bergizi
Ya
4 sehat 5 sempurna
5 71.4%
Mengandung vitamin
1 14.3%
Tidak 1 14.3%
11.Rata-rata frekuensi
makan anak
<3x 1 14.3%3x 5 71.4%
>3x 1 14.3%12.
Bila anak tidak mau makan
Dibiarkan 4 57.1%Dipaksa 1 14.3%Dibujuk 2 28.6%
13. Pemberian cemilanYa
Roti 2 28.6%Buah 1 14.3%
Jajanan warung 3 42.9%Tidak 1 14.3%
Berdasarkan table 10 tentang penilaian status gizi menurut NCHS didapatkan
3 balita dengan gizi kurang dan 4 balita dengan gizi buruk, dimana ketujuh balita
tersebut yang terdapat dalam data ini merupakan balita yan tercatat sebagai balita
di bawah garis merah. Status gizi buruk balita pada dasarnya tidak hanya melihat
letaknya titik yang berada di bawah garis merah berdasarkan KMS. Kebanyakan
salah mengartikan bahwa KMS merupakan alat bantu untuk membantu
menentukan status gizi. Fungsi KMS sendiri antara lain:
1. Pemantauan pertumbuhan perkembangan balita NAIK, TURUN dan BGM,
yang dilakaukan tiap bulannya. Sementara penentuan status gizi buruk atau
Status Gizi merupakan assesment status gizi seseorang dengan menggunakan
tabel antropometri, yang dilakukan sekali setahun. Walaupun penggunaan
indeks sama yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U) bukan berarti sama
karena untuk tabel antropomteri hanya ada 4 kategori yaitu Gizi Lebih, Baik,
Kurang dan Gizi buruk.
2. Berat Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS
merupakan perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk, tetapi
bukan berarti seseorang balita telah menderita gizi buruk, karena ada anak
yang telah mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu dibawah garis
merah pada KMS.
3. Persamaanya adalah sebagai Indikator Status Gizi dengan menggunakan
pendekatan Antropomteri atau keduanya menggunakan hasil penimbangan
Berat Badan dan juga umur, termasuk juga Tinggi Badan
Berdasarkan Tabel 11 didapatkan bahwa pengetahuan dan sikap responden
cukup baik mengenai pentingnya ASI yang didukung dengan sebaian besar
responden (71,4%) memberikan ASI eksklusif pada balita mereka. Pengetahuan
responden mengenai gizi balita dirasa masih kurang, mereka belum mengerti
benar mengenai kebutuhsn gizi balita, penyebab gizi buruk dan ciri anak dengan
gizi buruk. Semua responden mengaku mendapatkan informasi mengenai gizi
buruk dari petugas kesehatan setempat, tapi berdasarkan hasil survey tampak
masih minimnya kualitas pengetahuan mereka terhadap gizi buruk.
Dari hasil survey yang tercatat pada table 11 pola makan orang tua terhadap
balitanya dirasa masih kurang, sebagian besar orang tua membiasakan anak untuk
makan 3x sehari, tetapi masih kurangnya pengetahuan mereka mengenai gizi tidak
menjamin kecukupan frekuensi makan sebanding dengan kebutuhan gizi balita.
Hal ini ditunjukkan sebagian besar responden membiarkan atau menunda
memberi makan apabila anak balita mereka tidak mau makan. Seringnya
pemberian cemilan jajanan dari warung juga akan mempengaruhi minat dan porsi
makan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dari 7 balita yang dilaporkan dengan gizi buruk terdapat 3 balita dengan
gizi kurang dan 4 balita dengan gizi buruk berdasarkan penilaian berat
badan per umur dari NCHS.
2. Balita dengan BB BGM, tidak selalu merupakan balita dengan gizi buruk.
Diperlukan penlaian status gizi berdasarkan NCHS.
3. Tingkat pendidikan responden masih terglong kurang dengan tingkat
pendidikan yang tergolong rendah.
4. Pengetahuan dan sikap orang tua mengenai ASI dan gizi balita terutama
gizi buruk masih dirasa kurang.
5. Sikap dan pola asuh orang tua berkaitan dengan pemberian makan balita
dirasa masi kurang.
B. Saran
1. Penyuluhan lebih bersifat personal pada keluarga penderita gizi buruk,
terutama ibu.
2. Meningkatkan penyuluhan kelompok melalui posyandu agar masyarakat
lebih mengetahu mengenai gizi buruk dalam usaha preventif.
3. Pelatihan khusus kader tentang gizi buruk dengan tujuan lebih
tersampaikanya informasi langsung ke sasaran melalui kegiatan
masyarakat.
4. Perlu dilakukan evaluasi kesehatan secara seksama terhadap calon
penderita dan penderita gizi buruk sehingga penyakit penyerta dapat
ditangani dengan segera.
5. Penanganan yang disarankan bagi penderita gizi buruk yang ada di
wilayah kerja puskesmas Sedayu 1 adalah dengan pemberian PMT secara
berkala, meskipun perlu dilakukan pengawasan tambahan terhadap
beberapa penderita agar kegagalan intervensi dapat diminimalisir.