penelitian komparatif mengenai karakteristik mikrobiologi angular cheilitis pada pasien hiv...

Upload: nooniisr

Post on 15-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bahan baca

TRANSCRIPT

Penelitian Komparatif mengenai Karakteristik Mikrobiologi Angular Cheilitis pada Pasien HIV Seropositif dan HIV Seronegatif dari India Selatan

AbstrakTujuan: Penelitian ini didesain untuk membandingkan karakteristik mikrobiologi angular cheilitis (AC) pada individu human immunodeficiency virus (HIV) seropositif dan HIV seronegatif dalam sebuah kelompok penduduk India Selatan.Bahan dan Metode: Apusan dari komisura rongga mulut dari 46 pasien diambil dan diinokulasikan pada plat Saborauds dextrose agar (SDA) dengan penambahan kloramfenikol, blood agar (BA), dan MacConkey agar (MCA) dan dikultur. Streptococcus -hemolitik, Streptococcus albus, Staphylococcus aureus, spesies Candida, spesies Klebsiella, dan spesies Pseudomonas dikultur dalam penelitian ini. Koloni Candida didibagi lebih lanjut menggunakan teknik biotyping konvensional. Hasil: Pada AC pasien HIV seropositif, Candida albicans dan Staphylococcus aureus lebih umum diamati dibandingkan pada pasien HIV seronegatif. Secara kebetulan pada pasien dengan jumlah sel CD4 kurang dari 200, terdapat peningkatna insidensi kolonisasi Candida dan Staphylococcus aureus ketika dibandingkan pasien dengan jumlah sel CD4 lebih dari 200.Simpulan: Penelitian ini menunjukkan sebuah perbedaan yang signifikan dalam flora mikroba AC pasien HIV seropositif dibandingkan populasi HIV seronegatif.

Kata kunci: Angular cheilitis, Candida, infeksi HIV, Pseudomonas, India Selatan.

PendahuluanAngular cheilitis (AC) juga dikenal sebagai angular stomatitis, perlche (dari istilah Perancis pourlcher (menjilat bibir seseorang)) merupakan sebuah lesi yang relatif umum terjadi dengan karakteristik berupa eritema, maserasi, ulserasi, dan pengelupasan di komisura mulut. Faktor yang menghasilkan sebuah lingkungan lembab, kondusif, dan kronis untuk pertumbuhan mikroba di komisura rongga mulut adalah kebiasaan menjilat bibir, mengisap ibu jari atau menggigit sudut mulut, dan jaringan yang kendur di sudut mulut berkontribusi terhadap perkembangan AC.1 Defisiensi zat besi dan vitamin, konsumsi diet kaya akan karbohidrat, penggunaan obat jangka panjang seperti imunosupresan dan antibiotik, gangguan gastrointestinal, status imunodefisiensi seperti infeksi human immunodeficiency virus (HIV) merupakan sejumlah kecil faktor yang menyebabkan prediposisi terhadap lesi.2 AC telah diikusertakan dalam klasifikasi dan kriteria diagnostik untuk lesi rongga mulut pada infeksi HIV.3 Walaupun AC mungkin tidak sering diamati selama penyakit HIV, AC sangat berhubungan dengan infeksi HIV.4 Walaupun AC merupakan topik dari sejumlah penelitian mengenai manifestasi/lesi rongga mulut akibat infeksi HIV, hanya sedikit penelitian yang meneliti penyebab AC secara ekslusif pada individu HIV seropositif dan dibandingkan dengan populasi HIV seronegatif.Penelitian ini didesain untuk meneliti etiologi infeksi AC pada pasien HIV seropositif dan membuat perbandingan dengan pasien HIV seronegatif. Parameter seperti jumlah sel CD4 dan kadar hemoglobin (Hb) serum juga dipertimbangkan untuk mengetahui apakah jumlah sel CD4 atau kadar Hb serum yang rendah menyebabkan predisposisi terhadap perbedaan dalam flora mikroba AC.

Bahan dan MetodeSebanyak 46 pasien yang berpartisipasi dalam penelitian diperiksa secara klinis dan mikrobiologi dan dibagi ke dalam 3 kelompok.Kelompok 1: Terdiri dari 20 pasien HIV seropositif disertai AC. Tidak satupun dari pasien tersebut menggunakan gigitiruan. Pasien dari kelompok ini didapatkan dari Pusat Penelitian HIV/AIDS di Chennai, India Selatan. Status HIV seropositif dipastikan menggunakan uji enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) dan Western blot. Western blot seropositif didefinisikan berdasarkan keberadaan paling kurang satu band yang berkorespondensi terhadap gen gag, env, dan pol yang menegaskan keberadaan HIV.Kelompok 2: Terdiri dari 16 pasien HIV seronegatif dengan AC klinis. Tidak satupun pasien tersebut menggunakan gigitiruan.Kelompok 3: Berfungsi sebagai kelompok kontrol dan terdiri dari 10 pasien HIV seronegatif tanpa disertai adanya AC secara klinis.Diagnosis AC dalam kelompok 1 dan 2 dilakukan melalui pemeriksaan klinis dan kriteria diagnostik AC dalam penelitian ini adalah lesi nonvesikuler erosif dan/atau eritemaous yang meluas dari sudut mulut3 (Gambar 1). Pasien dalam kelompok 2 dan 3 dipilih dari pasien yang berkunjung ke fakultas kedokteran gigi di Chennai, India Selatan untuk perawatan gigi secara rutin. Persetujuan didapatkan dari pasien sebelum penelitian dimulai. Status seronegatif pasien tersebut hanya didasarkan pada riwayat medis pasien. Pasien tidak memiliki abnormalitas riwayat medis.

Gambar 1. Angular cheilitis bilateral.Apusan dari komisura rongga mulut didapatkan menggunakan kapas steril yang dilembabkan menggunakan air distilasi steril. Apusan langsung diinokulasikan pada plat Saborauds dextrose agar (SDA) dengan penambahan kloramfenikol, blood agar (BA), dan MacConkeys agar (MCA), dan dipindahkan untuk menjalani proses kultur. Mikroorganisme yang dikultur dalam penelitian merupakan Streptococcus -hemolitik, Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus, spesies Candida, spesies Klebsiella, dan spesies Pseudomonas. SDA dengan tambahan kloramfenikol digunakan untuk kultur spesies Candida, BA dan MCA untuk pertumbuhan bakteri. SDA yang diinokulasikan diinkubasi dalam suhu 37oC Selma 48 jam, sedangkan MAC dan BA diinkubasi selama 18 jam dalam suhu 37oC. Keberadaan atau ketiadaan bakteri dan Candida dipastikan berdasarkan pertumbuhan koloni pada plat agar tersebut (Gambar 2 dan 3). Koloni bakteri Staphylococcus aureus memiliki karakteristik tampilan cat minyak pada BA dan tampilan sirkular, merah muda, berukuran kecil pada MCA. Secara biokimiawi, Staphylococcus aureus positif menunjukkan karakteristik katalase dan koagulase. Streptococcus membentuk koloni semitransparan, sirkular, berkuran kecil dengan sebuah zona hemolisis bening di sekitar dan memfermentasi gula seperti sorbitol, laktosa, maltose, mannitol, dan trehalose disertai produksi asam, tetapi tanpa gas, dan secara biokimiawi tergolong katalase negatif. Candida menunjukkan karakteristik koloni putih krim pada SDA yang dikelompokkan lebih lanjut menggunakan biotyping konvensional. Biotyping merupakan identifikasi spesies Candida yang didasarkan pada kemampuan biokimiawi untuk melakukan fermentasi dan mengasimilasi glukosa, menghasilkan germ tube, dan membentuk klamidospora.

Gambar 2. Koloni Candida pada Saborauds dextrose agar.

Gambar 3. Koloni aerobik padaa plat MacConkey dan blood agar.

Sebagai tambahan, pasien HIV seropositif menjalani uji serologi untuk mengetahui jumlah sel CD4 dan kadar Hb serum dan pasien HIV seronegatif menjalani uji untuk mengetahui kadar Hb serum. Uji chi-square digunakan untuk mengetahui signifikansi statistik, jika ada. Nilai p < 0,05 dikategorikan signifikan secara statistik.

HasilStreptococcus -hemolitik diisolasi dari total 46 pasien dalam penelitian (100%) tanpa bergantung status HIV/keberadaan atau ketiadaan AC.

Kelompok 1Rasio laki-laki:perempuan dalam kelompok ini adalah 7:3. Kelompok usia pasien tersebut berkisar dari 16 sampai dengan 55 tahun. Staphylococcus albus diisolasi dari 45% pasien. Staphylococcys aureus diisolasi dari 30% pasien. Spesies Candida diisolasi dari 65% pasien. Sebanyak 25% pasien mengalami infeksi campuran dengan Staphylococcus albus dan spesies Candida. Campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida diamati pada 5% pasien (Grafik 1). Di antara 9 pasien HIV seropositif yang memiliki jumlah sel CD4 200, Staphylococcus albus diisolasi dari 56% pasien dan Staphylococcus aureus diisolasi dari 45% pasien. Spesies Candida diisolasi dari 67% pasien. Sekitar 45% pasien menunjukkan campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida. Sebanyak 11% pasien menunjukkan campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida. Sebanyak 3 pasien memiliki campuran flora Staphylococcus albus dan Staphylococcus aureus. Seorang pasien dengan jumlah sel CD4 sebanyak 84 menunjukkan kolonisasi Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus, dan spesies Candida. Spesies Klebsiella diisolasi dari seorang pasien dengan jumlah sel CD4 sebanyak 111 dan kolonis spesies Pseudomonas ditemukan pada seorang pasien dengan jumlah sel CD4 sebanyak 132. Pada pasien dengan jumlah sel CD4 lebih dari 200, Staphylococcus albus diisolasii dari 36% pasien, Staphylococcus aureus hanya diisolasi dei 9% pasien, sedangkan spesies Candida diisolasi dari 55% pasien. Infeksi campuran dari Staphylococcus albus dan spesies Candida ditemukan pada 9% pasien. Tidak satupun dari pasien tersebut menunjukkan campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida (Grafik 2).

Grafik 1. Mikrobiologi angular cheilitis pada 20 pasien HIV seropositif. Staph albus: Staphylococcus albus, Staph aureus: Staphylococcus aureus, HIV: Human immunodeficiency virus.

Grafik 2. Perbandingan mikrobiologi angular cheilitis pada 9 pasien HIV seropositif dengan CD4 200 dan 11 pasien HIV seropositif dengan CD4 > 200. Staph albus: Staphylococcus albus, Staph aureus: Staphylococcus aureus, HIV: Human immunodeficiency virus.

Selain itu, pada pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 43% pasien, Staphylococcus aureus dari 29% pasien, dan spesies Candida dari 64% pasien dalam kelompok ini. Campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida diamati pada 29% pasien. Campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida diamati pada 7% pasien. Pada pasien dengan Hb lebih dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 33%, Staphylococcus aureus dari 17%, dan spesies Candida dari 67% pasien. Campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida diamati pada 17% pasien. Campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida tidak diamati pada pasien tersebut (Grafik 3).

Grafik 3. Perbandingan mikrobiologi angular cheilitis pada 14 pasien HIV seropositif dengan hemoglobin 14 g/dl dan 6 pasien HIV seropositif dengan hemoglobin > 14 g/dl. Staph albus: Staphylococcus albus, Staph aureus: Staphylococcus aureus, HIV: Human immunodeficiency virus.

Kelompok 2Rasio laki-laki:perempuan dalam kelompok ini adalah 5:3. Kelompok usia pasien tersebut berkisar dari 18 sampai dengan 50 tahun. Staphylococcus albus diisolasi dari 69% pasien. Staphylococcus aureus dari 13% pasien dan spesies Candida darii 56% pasien. Sebanyak 25% pasien menunjukkan campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida. Tidak satupun pasien menunjukkan campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida. Dalam kelompok ini, pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 70%, Staphylococcus aureus dari 20% pasien, dan spesies Candida dari 60% pasien. Campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida diamati pada 30% pasien. Pada pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 50% dan spesies Candida pada sebanyak 50% pasien. Staphylococcus aureus tidak diisolasi dari pasien dalam kelompok ini. Campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida diamati pada 17% pasien (Grafik 4).

Grafik 4. Mikrobiologi angular cheilitis pada 16 pasien HIV seropositif. Staph albus: Staphylococcus albus, Staph aureus: Staphylococcus aureus, HIV: Human immunodeficiency virus.

Kelompok 3Staphylococcus albus diisolasi dari 70% pasien dalam kelompok ini. Tidak terdapat mikroorganisme lain yang diisolasi dari komisura rongga mulut pasien, sehingga tidak terdapat campuran flora yang diamati pada pasien dalam kelompok ini. Namun demikian, pada pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 71% pasien; sedangkan pada pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 67% pasien.

PembahasanAC telah banyak diteliti di dunia barat dengan sejumlah pengecualian di benua Asia.6,7 Dalam infeksi HIV, peranan lesi rongga mulut telah banyak diteliti dan seluruh pasieen HIV seropositif rentan terhadap lesi rongga mulut dalam tiap tahapan penyakit mereka.8 Lesi rongga mulut terjadi pada 64% kasus HIV/acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) di India9,10 dan memiliki prevalensi sebesar 56% di barat.11 Sejumlah infeksi rongga mulut oportunistik tidak hanya menjadi indikator permulaan infeksi HIV dan menjadi karakteristik klinis awal, tetapi juga menjadi penanda progresi infeksi HIV untuk menjadi AIDS secara sempurna.12 Gangguan rongga mulut yang berhubungan dengan HIV dan umum diamati adalah Candidiasis rongga mulut yang terjadi pada 17-43% kasus dengan infeksi HIV dan pada lebih dari 90% kasus dengan AIDS.13 Klasifikasi dan kriteria diagnostik untuk lesi rongga mulut pada infeksi HIV diajukan pada tahun 1993 yang menyatakan AC dapat berhubungan dengan Candida albicans dan dapat diamati pada pasien bergigi yang mengalami infeksi HIV.3 Penelitian telah menunjukkan AC dapat disebabkan oleh Candida albicans saja (20%), infeksi campuran Candida dengan Staphylococcus aureus (60%) dan Staphylococcus aureus saja (20%).14Berdasarkan penelitian kami, kami mengamati pada pasien HIV seropositif disertai AC (kelompok 1), Candida albicans (65%) dan Staphylococcus aureus (30%) merupakan mikroorganisme yang paling umum diamati. Secara kebetulan, ketika jumlah sel CD4 berada di bawah 200, terdapat peningkatna insidensi campuran flora Candida dan Staphylococcus aureus ketika dibandingkan dengan pasien yang memiliki jumlah sel CD4 lebih dari 200. Pasien dengan nilai Hb kurang dari 14 g/dl menunjukkan sebuah peningkatan kolonisasi Candida dan Staphylococcus. Pasien kelompok 1 juga memiliki 24% insidensi kolonisasi Staphylococcus albus yang lebih rendah dan 17% insidensi kolonisasi Staphylococcus aureus yang lebih tinggi ketika dibandingkan dengan populasi kelompok 2.Di lain pihak, pada pasien HIV seronegatif dengan AC (kelompok 2), terdapat sebuah prevalensi Staphylococcus albus (86%) dalam lesi, diikuti oleh Candida albicans (70%). Staphylococcus aureus hanya ditemukan pada 16% kasus. Selain itu, pada pasien dengan nilai Hb kurang dari 14 g/dl menunjukkan sebuah peningkatan insidensi Candida albicans dan Staphylococcus aureus ketika dibandingkan dengan pasien yang memiliki nilai Hb kurang dari 14 g/dl.Pada pasien kelompok 3, spesies Candida dan Staphylococcus aureus tidak diisolasi dari komisura rongga mulut tanpa bergantung dari status Hb mereka. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan isolasi Staphylococcus aureus dan spesies Candida dari komisura rongga mulut dapat menjadi tanda patogenik.7Terdapat sebuah kecenderungan peningkatan insidensi kolonisasi Candida albicans dan Staphylococcus aureus pada pasien dengan nilai Hb kurang dari 14 g/dl tanpa bergantung status HIV. Kondisi ini menunjukkan penurunan kadar Hb dapat menjadi predisposisi terhadap kolonisasi Candida dan bakteri patogen pada AC tanpa bergantung status HIV.Data dari penelitian kami menunjukkan flora mikroba yang berbeda pada AC pasien HIV seropositif yang mungkin dipengaruhi oleh imunosupresi (berdasarkan jumlah sel CD4) dan kadar Hb pada kedua populasi HIV seropositif dan HIV seronegatif.

SimpulanAC dapat sangat menyakitkan dan dapat persisten selama beberapa tahun pada sejumlah individu. Kondisi tersebut dapat sangat merugikan, khususnya pada pasien gangguan imun. Dampak klinis dan tujuan identifikasi etiologi infektif yang sebenarnya melalui analisis mikrobiologi akan berperan dalam pemberian perawatan antimikroba yang dikhususkan pada agen kausatif yang akan membantu dalam percepatan proses penyembuhan. Lesi stomatitis angular yang bersifat refraktoris terhadap perawatan atau rekuren secara kronis pada individu yang tidak menggunakan gigitiruan harus mendapatkan pemeriksaan untuk mengevaluasi infeksi HIV atau kondisi gangguan imun lainnya. Berdasarkan penelitian kami, kami menyimpulkan terdapat sebuah perbedaan signifikan dalam flora mikroba AC pada pasien HIV seropositif ketika dibandingkan dengan populasi HIV seronegatif. Sejauh ini, penelitian dengan desain yang sama belum dilakukan di India Selatan. Namun demikian, untuk memastikan perbedaan tersebut secara statistik, sebuah penelitian dengan kohort yang lebih besar dan analisis colony forming unit (CFU) harus dilakukan.