penelitian_observasi
DESCRIPTION
penelitian observas deskriptifTRANSCRIPT
![Page 1: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/1.jpg)
Nama : Puspa Hening
NIM : 11304241022
Prodi : Pendidikan Biologi Subsidi (A)
PENELITIAN OBSERVASI
Menurut Creswell (1994: 150-151) berdasarkan tipe data kualitatif maka terdapat 4
(empat) macam tipe pengumpulan data, yaitu:
1. Observasi
2. Wawancara
3. Dokumen
4. Alat-alat audiovisual.
Atas dasar hal tersebut Heru Basuki (2006) mengklasifikasikan teknik pengumpulan
informasi (data) menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara, 3) dokumen,
sedangkan alat-alat audiovisual penulis sebut sebagai alat bantu pengumpulan data.
Selanjutnya masing-masing teknik pengumpulan data tersebut akan diuraikan pengertian dan
ciri-cirinya.
A. PENGERTIAN OBSERVASI
Menurut Kartono (1980: 142) pengertian observasi diberi batasan sebagai berikut: “studi
yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan
pengamatan dan pencatatan”. Selanjutnya dikemukakan tujuan observasi adalah: “mengerti
ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari inter relasinya elemen-elemen tingkah laku manusia
pada fenomena sosial serba kompleks dalam pola-pola kulturil tertentu”.
Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam
objek penelitian. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) tujuan observasi adalah
mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang
yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif mereka yang terlihat
dalam kejadian yang diamati tersebut.
Observasi dapat menjadi teknik pengumpulan data secara ilmiah apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Diabdikan pada pola dan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.
![Page 2: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/2.jpg)
2. Direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis, dan tidak secara kebetulan (accidental)
saja.
3. Dicatat secara sistematis dan dikaitkan dengan proposisi-proposisi yang lebih umum, dan
tidak karena didorong oleh impuls dan rasa ingin tahu belaka.
4. Validitas, reliabilitas dan ketelitiannya dicek dan dikontrol seperti pada data ilmiah
lainnya (Jehoda, M. dkk, 1959 dalam Kartono 1980: 142).
Poerwandari tidak memberikan batasan tentang observasi tetapi memberikan penjelasan
tentang observasi sebagai berikut: “Observasi barangkali menjadi metode yang paling dasar
dan paling tua di bidang psikologi, karena dengan cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam
proses mengamati. Semua bentuk penelitian psikologis, baik itu kualitatif maupun kuantitatif
mengandung aspek observasi di dalamnya. Istilah observasi diturunkan dari bahasa Latin
yang berarti “melihat” dan “memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan
memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam
penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun
dalam konteks alamiah (Banister dkk, 1994 dalam Poerwandari 1998: 62).
Patton (1990: 201 dalam Poerwandari, 1998: 63) menegaskan observasi merupakan
metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan pendekatan
kualitatif. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat, observasi sebagai metode
ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai, serta
telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap.
Moleong tidak memberikan batasan tentang observasi, tetapi menguraikan beberapa
pokok persoalan dalam membahas observasi, diantaranya: a) alasan pemanfaatan
pengamatan, b) macam-macam pengamatan dan derajat peranan pengamat (Moleong, 2001:
125).
a. Manfaat Pengamatan
Menurut Guba dan Lincoln (1981: 191 – 193 dalam Moleong 2001: 125-126) alasan-alasan
pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian kualitatif, intinya
karena:
Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman langsung dinilai
merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh kebenaran. Apabila informasi yang
diperoleh kurang meyakinkan, maka peneliti dapat melakukan pengamatan sendiri
secara langsung untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
![Page 3: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/3.jpg)
Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang sebenarnya.
Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang berkaitan dengan
pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan yang diperoleh dari data.
Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti terhadap informasi yang diperoleh yang
dikarenakan kekhawatiran adanya bias atau penyimpangan. Bias atau penyimpangan
dimungkinkan karena responden kurang mengingat peristiwa yang terjadi atau adanya
jarak psikologis antara peneliti dengan yang diwawancarai. Jalan yang terbaik untuk
menghilangkan keragu-raguan tersebut, biasanya peneliti memanfaatkan pengamatan.
Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.
Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa
tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-
situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks. Dalam kasus-kasus tertentu
dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan menjadi alat
yang sangat bermanfaat. Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum
bisa berbicara atau mengamati orang-orang luar biasa, dan sebagainya.
Perlu ditekankan disini pengamatan dimaksudkan agar memungkinkan pengamat melihat
dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek yang diteliti, menangkap makna fenomena dan
budaya dari pemahaman subjek. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang
dirasakan dan dihayati oleh subjek, bukan apa yang dirasakan dan dihayati oleh si peneliti.
Jadi interpretasi peneliti harus berdasarkan interpretasi subjek yang diteliti.
b. Macam Pengamat dan Derajat Pengamat
Menurut Moleong (2001: 126-127) pengamatan dapat dibedakan menjadi: a) pengamatan
berperan serta, b) pengamatan tidak berperan serta. Pengamatan juga dapat diklasifikasikan
menjadi: a) pengamatan terbuka, apabila keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang
diteliti, dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa
yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan,
b) pengamatan tertutup apabila pengamat melakukan pengamatan tanpa diketahui oleh subjek
yang diamati.
Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan dengan latar alamiah
atau pengamatan tidak terstruktur dan b) pengamatan buatan atau pengamatan terstruktur.
Pengamatan terstruktur ini disebut eksperimen biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif.
![Page 4: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/4.jpg)
Sedang pengamatan alamiah atau pengamatan tidak terstruktur inilah yang biasa digunakan
dalam penelitian kualitatif.
Selanjutnya Bunford Junker (dalam Moleong, 2001: 126-127) membagi peran peneliti
sebagai pengamat menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1. Berperan serta secara lengkap (the complete participant). Pengamat dalam hal ini
menjadi anggota penuh dari suatu kelompok yang diamati, artinya peneliti bergabung
secara penuh atau menjadi anggota secara penuh dalam kelompok yang diamati sendiri
oleh peneliti. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi apa saja yang
dibutuhkannya, termasuk yang rahasia.
2. Pemeran serta sebagai pengamat (the participant as observer). Peneliti tidak sepenuhnya
menjadi anggota kelompok yang diamati (misalnya anggota kehormatan), tetapi masih
dapat melakukan fungsi pengamatan. Hal-hal rahasia masih dapat diketahui.
3. Pengamat sebagai pemeran serta (the observer as participant). Peranan pengamat secara
terbuka diketahui oleh umum, karena segala macam informasi termasuk yang rahasia
dapat dengan mudah diperoleh.
4. Pengamat penuh (the complete observer). Biasanya hal ini terjadi pada pengamatan suatu
eksperimen dilaboratorium yang menggunakan kaca sepihak. Peneliti dengan bebas
mengamati secara jelas subjeknya dari belakang kaca, sedang subjeknya sama sekali
tidak mengetahui apakah mereka sedang diamati atau tidak.
Flick (2002: 135) menjelaskan tentang observasi sebagai berikut: disamping kemampuan
berbicara dan mendengarkan sebagaimana digunakan dalam wawancara-wawancara,
observasi merupakan keterampilan harian lain sebagai secara metodelogis disistematisir dan
diterapkan dalam penelitian kualitatif. Tidak hanya persepsi visual tetapi juga persepsi
berdasarkan pendengaran, perasaan dan penciuman yang diintegrasikan. (“Besides the
competencies of speaking and listening which are used in interviews, observing is another
everyday skill which is methodologically systematized and applied in qualitative research.
Not only visual perceptions but also those based on hearing, feeling and smelling are
integrated (Adler and Adler 1998)”).
Dengan menyetujui pendapat Friedrichs (1973: 272-273), Flick (2002: 135) menyatakan
prosedur observasi secara umum diklasifikasikan menjadi 5 (lima) dimensi, yaitu:
Observasi tertutup versus observasi terbuka: seberapa jauh observasi diberitahukan
kepada siapa yang diobservasi. (“Covert versus overt observation: how far is the
observation revealed to those who are observed”).
![Page 5: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/5.jpg)
Observasi tidak terlibat versus observasi terlibat: seberapa jauh pengamat menjadi bagian
yang aktif dari lapangan yang diamati. (“Non-participant versus participant observation:
how far does the observer become an active part of the observed field”).
Observasi sistematis lawan observasi yang tidak sistematis: adalah suatu observasi yang
lebih atau kurang terstandarisasikan dalam pola pelaksanaannya atau observasi yang
lebih fleksibel dan tanggap terhadap proses penelitian sendiri. (“Systematic versus
unsystematic observation: is a more or less standarized observation scheme applied or
does observation remain rather flexible and responsive to the processes themselves”).
Observasi secara alamiah versus situasi-situasi buatan: apakah observasi dilakukan
dalam lapangan yang diminati atau apakah observasi dilakukan terhadap interaksi yang
mengarah ke suatu tempat yang khusus (misalnya suatu laboratorium) yang
memungkinkan observasi yang lebih baik. (“Observation in natural versus artificial
situations: are observation done in the field of interest or are interactions ’moved’ to a
special place (eq. a laboratory) to give a better observability”).
Observasi diri versus mengobservasi orang-orang lain: kebanyakan orang lain
diobservasi, maka berapa banyak niat/atensi peneliti melakukan refleksi dalam observasi
diri sendiri untuk dijadikan dasar selanjutnya pada waktu melakukan penafsiran atas apa
yang diobservasi. (“Self-observation versus observing others: mostly other people are
observed, so how much attention is paid to the researcher’s reflexive self-observation for
futher grounding the interpretation of the observed”).
Mengenai tahap-tahap observasi, penulis seperti Adler dan Adler (1998), Denzin (1989
b), dan Spradley (1980) (dalam Flick, 2002: 136) menyatakan bahwa observasi memiliki 7
(tujuh) tahap, yaitu:
Seleksi suatu latar (setting) yaitu dimana dan kapan proses-proses dan individu-individu
yang menarik itu dapat diobservasi (“The selection of a setting, i.e. where and when the
interesting processes and persons can be observed”).
Berikan definisi tentang apa yang dapat didokumentasikan dalam observasi itu dan
dalam setiap kasus. (“The definition of what is to be documented in the observation and
in every case”).
Latihan untuk pengamat supaya ada standarisasi misalnya apa yang dijadikan fokus-
fokus penelitian. (“The training of the observers in order to standarized such focuses”).
Observasi deskriptif yang memberikan suatu pemaparan umum mengenai lapangan.
(“Descriptive observations which provide an initial general presentation of the field”).
![Page 6: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/6.jpg)
Observasi terfokus yang semakin terkonsentrasi pada aspek-aspek yang relevan dengan
pertanyaan penelitian. (“Focused observations which concentrate more and more on
aspects that are relevant to the research questions”).
Observasi selektif yang dimaksudkan untuk secara sengaja menangkap hanya aspek-
aspek pokok. (“Selective observations which are intended to purposively grasp only
central aspects”).
Akhir dari observasi apabila kepenuhan teori telah tercapai, yaitu apabila observasi lebih
lanjut tidak memberikan pengetahuan lanjutan. (“The end of the observations, when
theoretical saturation has been reached (Glaser and Strauss, 1967), i.e. futher
observations do not provide any futher knowledge”).
Kerlinger (1986) intinya menyatakan bahwa manusia melakukan pengamatan sehari-hari
terhadap orang lain, lingkungan sekeliling dan lain-lain. Tetapi pengamatan seperti itu jelas
tidak memberikan data yang dapat dipergunakan untuk penelitian ilmiah. Oleh peneliti-
peneliti kuantitatif agar data hasil pengamatan dapat dimanfaatkan dalam penelitian ilmiah
perlu diterapkan prosedur pengukuran yaitu setiap perilaku diberi skor menurut aturan
tertentu, sehingga berdasarkan skor-skor tersebut dapat disusun kesimpulan. Namun menurut
Kerlinger hal tersebut ternyata masih menimbulkan kontroversi dan perdebatan.
Para peneliti kuantitatif menyatakan bahwa perilaku tersebut harus dikontrol secara ketat
dan cermat agar perilaku tersebut dapat dikenakan prosedur pengukuran, dengan demikian
data tersebut bermanfaat untuk ilmu pengetahuan ilmiah. Peneliti-peneliti kualitatif
menyatakan bahwa pengamatan harus alamiah (naturalistik): pengamat harus larut dalam
situasi realistik dan alami yang sedang berlangsung, dan harus mengamati perilaku sebagai
yang muncul dalam wujud yang sebenarnya. Walaupun hal ini dalam pelaksanaannya sangat
sulit dan rumit.
Sedang Bachtiar (dalam Koentjoroningrat, 1977: 139) intinya menyatakan bahwa dalam
pengetahuan ilmiah mengenai segala sesuatu yang diwujudkan oleh alam semesta,
pengamatan merupakan teknik yang pertama-tama digunakan dalam penelitian ilmiah.
Selanjutnya dinyatakan berbeda dengan pengamatan yang dilakukan sehari-hari, pengamatan
sebagai cara penelitian menuntut dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang merupakan jaminan
bahwa hasil pengamatan memang sesuai dengan kenyataan yang menjadi sasaran penelitian.
Syarat-syarat tersebut adalah peneliti harus berusaha membandingkan dengan hasil
pengamatan orang lain dalam masalah yang sama dan dalam keadaan yang sama, apabila
ternyata mendapatkan hasil yang tidak sama, maka harus diperiksa kembali dimana
![Page 7: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/7.jpg)
kesalahannya. Untuk menguji kebenaran suatu pengamatan, peneliti dapat mengulang
pengamatannya kemudian membandingkan dengan hasil pengamatan pertama. Walaupun hal
ini tidak selalu dapat dilakukan karena ada peristiwa yang hanya sekali terjadi, sehingga tidak
dapat diamati lagi. Oleh karena itu peneliti wajib membandingkan wajib penelitiannya
dengan hasil pengamatan significant others yaitu individu yang dinilai berwibawa, dipercaya,
disegani oleh subjek yang diteliti sehingga persepsinya terhadap subjek yang diteliti dianggap
benar atau sesuai dengan kenyataannya.
Menurut Suparlan (1997) metoda pengamatan digunakan untuk memperoleh informasi
mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati. Hasil pengamatan
biasanya didiskusikan oleh si peneliti dengan warga masyarakat yang bersangkutan untuk
mengetahui makna yang terdapat dibalik gejala-gejala tersebut. Selanjutnya menurut
Suparlan (1994) intinya terdapat anggapan sementara pihak bahwa pengamatan dinilai bukan
suatu metoda penelitian yang ilmiah karena sederhana, tidak rumit teknik-tekniknya dan tidak
susah memahami dan menggunakannya. Padahal apabila digunakan sesuai persyaratannya
akan memperoleh data yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Suparlan selanjutnya
mengemukakan bahwa dalam penelitian ilmiah yang menggunakan metoda pengamatan, si
peneliti hendaknya memperhatikan 8 (delapan) hal sebagai berikut:
Ruang atau tempat: setiap gejala (benda, peristiwa, orang, hewan) selalu berada dalam
ruang atau tempat tertentu. Bahkan keseluruhannya dari benda atau gejala yang ada
dalam ruang yang menciptakan suatu suasana tertentu patut diperhatikan oleh si peneliti,
sepanjang hal itu mempunyai pengaruh gejala-gejala yang diamatinya.
Pelaku: pengamatan terhadap pelaku mencakup ciri-ciri tertentu yang dengan ciri-ciri
tersebut sistem kategorisasi yang berpengaruh terhadap struktur interaksi dapat
terungkapkan.
Kegiatan: dalam ruang atau tempat tersebut para pelaku tidak hanya berdiam diri saja
tetapi melakukan kegiatan-kegiatan, yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan, yang dapat
mewujudkan adanya serangkaian interaksi di antara sesama mereka.
Benda-benda atau alat-alat: semua benda-benda atau alat yang berada dalam ruang atau
tempat yang digunakan oleh para pelaku dalam melakukan kegiatan-kegiatannya atau
ada kaitannya dengan kegiatan-kegiatannya haruslah diperhatikan dan dicatat oleh si
peneliti.
Waktu: setiap kegiatan selalu berada dalam suatu tahap-tahap waktu yang
berkesinambungan. Seorang peneliti harus memperhatikan waktu dan urut-urutan
![Page 8: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/8.jpg)
kesinambungan dari kegiatan, atau hanya memperhatikan kegiatan tersebut dalam satu
jangka waktu tertentu saja dan tidak secara keseluruhan.
Peristiwa: dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku, bisa terjadi sesuatu
peristiwa diluar kegiatan-kegiatan yang nampaknya rutin dan teratur itu atau juga terjadi
peristiwa-peristiwa yang sebenarnya penting tetapi dianggap biasa oleh para pelakunya.
Seorang peneliti yang baik harus tajam pengamatannya dan tidak lupa untuk
mencatatnya.
Tujuan: dalam kegiatan-kegiatan yang diamati bisa juga terlihat tujuan-tujuan yang ingin
dicapai oleh para pelakunya sebagaimana terwujud dalam bentuk tindakan-tindakan dan
ekspresi muka dan gerak tubuh atau juga dalam bentuk ucapan-ucapan dan ungkapan-
ungkapan bahasa.
Perasaan: pelaku-pelaku juga dalam kegiatan dan interaksi dengan sesama para pelaku
dapat terlihat dalam mengungkapkan perasaan dan emosi-emosi mereka dalam bentuk
tindakan, ucapan, ekspresi muka dan gerakan tubuh. Hal-hal semacam ini juga harus
diperhatikan oleh si peneliti.
Dari berbagai pendapat beberapa tokoh tentang pengamatan (observasi) maka dapat
disimpulkan bahwa pengamatan (observasi) dalam konteks penelitian ilmiah adalah
studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu
tujuan dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau sekelompok
orang dalam konteks kehidupan sehari-hari, dan memperhatikan syarat-syarat
penelitian ilmiah. Dengan demikian hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
Agar hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya maka hasil
pengamatannya hendaknya dibandingkan dengan hasil pengamatan peneliti lain tentang
orang atau fenomena yang sama dan dalam situasi yang sama pula. Dapat juga dilakukan
dengan mengulangi pengamatannya atau melengkapi dengan menggunakan teknik lain
misalnya wawancara dan lain-lain. Atau dapat pula dilakukan dengan membandingkan
dengan hasil pengamatan dari significant others. Jelaslah bahwa prinsip triangulasi dalam
penelitian kualitatif harus ditegakkan.
B. CIRI-CIRI OBSERVASI
1. Persyaratan lain disamping diterapkannya prinsip triangulasi, maka agar hasil observasi
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya perlu adanya latihan untuk melakukan
observasi, dan telah dimilikinya secara mantap pengetahuan teoritis atau konseptual
![Page 9: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/9.jpg)
dalam bidang atau masalah yang diobservasi oleh si peneliti. Atau dengan kata lain
peneliti telah memiliki kepekaan teoritis (theoretical sensitivity).
2. Pengamatan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian kualitatif karena
mempunyai keunggulan sebagai berikut:
a. Pengamatan yang dilakukan sendiri oleh peneliti dapat diperoleh kebenaran yang
meyakinkan, karena peneliti dapat secara langsung mengecek kebenaran informasi.
b. Pengamatan memungkinkan si peneliti mampu memahami situasi yang rumit yaitu
jika si peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus atau tingkah
laku yang kompleks.
c. Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kegiatan sebagaimana yang sebenarnya.
3. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan,
pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat, misalnya mengamati bayi yang belum
dapat berbicara, atau mengamati orang yang menderita cacat; tuna rungu/tuna wicara,
tuna netra, dan lain-lain.
Perlu mendapatkan perhatian bagi peneliti muda (mahasiswa S-1 yang sedang
menyusun Skripsi dengan pendekatan kualitatif) tujuan pengamatan adalah menangkap
makna fenomena sebagaimana pemahaman subjek yang diteliti terhadap fenomena
tersebut. Merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek yang diteliti, bukan apa
yang yang dirasakan dan dihayati oleh si peneliti.
4. Menggaris bawahi pendapat Poerwandari (1998) yang menyatakan bahwa pengamatan
diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul,
dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut. Ini berarti
pengamatan harus dilakukan dengan teliti dan cermat, dengan demikian pengamatan
tidak dapat dilakukan secara bersamaan dengan wawancara, karena tidak mungkin
pengamatan yang dilakukan bersamaan waktu dengan wawancara akan mendapatkan
hasil teliti dan cermat.
5. Mengacu pendapat dari Kerlinger (1986) yang menyatakan pengamatan dalam konteks
penelitian kualitatif situasi yang diamati harus realistik dan alami (naturalistik), maka
pendapat Banister dkk (1994 dalam Poerwandari, 1998: 62) yang menyatakan observasi
dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun konteks alamiah,
maka pernyataan bahwa observasi dapat berlangsung dalam konteks laboratorium
(eksperimental) harus diartikan observasi tersebut dilakukan dalam rangka penelitian
kuantitatif. Disini eksperimen direncanakan dan dilaksanakan oleh si peneliti. Subjek
![Page 10: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/10.jpg)
yang diteliti dalam eksperimen penelitian kuantitatif berperan sebagai objek eksperimen.
Observasi dapat pula dilakukan dalam penelitian kualitatif apabila eksperimen disusun
dan dilakukan oleh peneliti lain, si peneliti mengamati subjek yang diteliti dalam
eksperimen tersebut dalam situasi apa adanya. Subjek yang diteliti tidak menjadi objek
eksperimen dan tidak tahu kehadiran observer (eksperimen dengan laboratorium
berkaca).
6. Agar dapat berfungsi sebagai metoda dalam penelitian ilmiah pengamatan harus
dilakukan sesuai persyaratannya. Apabila hal tersebut dilakukan maka akan memperoleh
data yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan (Suparlan, 1994: 62). Peneliti dalam
penelitian ilmiah dengan menggunakan teknik pengamatan harus memperhatikan 8
(delapan) hal, yaitu: a) ruang atau tempat, b) pelaku, c) kegiatan, d) benda-benda atau
alat-alat, e) waktu, f) peristiwa, g) tujuan, h) perasaan subjek yang diteliti.
7. Mengacu pendapat beberapa penulis Flick (2002: 136) menyatakan terdapat 7 (tujuh)
tahap dalam pelaksanaan observasi, yaitu:
o Melakukan seleksi terhadap setting penelitian.
o Mendefinisikan apa yang dapat didokumentasikan dalam observasi dan dalam
setiap kasus.
o Melakukan latihan bagi peneliti tentang aturan-aturan yang harus ditaati dalam
melakukan pengamatan sesuai fokus-fokus penelitian yang direncanakan.
Catatan penulis: fokus penelitian dapat berubah sesuai kondisi dilapangan.
o Mendiskripsikan apa yang akan dilakukan dilapangan.
o Memokuskan observasi pada aspek-aspek yang relevan dengan pertanyaan
penelitian.
o Menyeleksi apa yang diobservasi dengan mengutamakan aspek-aspek pokok.
o Mengakhiri observasi apabila tujuan observasi telah tercapai artinya apa yang
akan diobservasi tidak dapat dikembangkan lagi karena telah sesuai dengan
teori yang mendasari, dan tidak akan mendapatkan data-data baru lagi yang
memberikan pengetahuan baru.
C. PENGAMATAN TERLIBAT (PARTICIPANT OBSERVATION)
Menurut Suparlan (1994: 7) dalam penelitian etnografi, pengamatan terlibat merupakan
metoda yang utama digunakan untuk pengumpulan bahan-bahan keterangan kebudayaan
disamping metoda-metoda penelitian lainnya. Sedang pendapat penulis pengamatan terlibat
![Page 11: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/11.jpg)
merupakan teknik pengumpulan informasi (data) yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif untuk bidang psikologi, karena agar dapat menghayati perasaan, sikap, pola pikir
yang mendasari perilaku subjek yang diteliti secara mendalam tidak cukup memadai apabila
hanya dilakukan dengan wawancara. Keterlibatan langsung si peneliti dalam kehidupan
sehari-hari dari subjek yang diteliti dapat memungkinkan hal-hal tersebut tercapai.
Selanjutnya menurut Suparlan berbeda dengan metoda-metoda pengamatan lainnya,
sasaran dalam pengamatan terlibat adalah orang atau pelaku ( subjek yang diteliti). Karena itu
juga keterlibatannya dengan sasaran yang ditelitinya berwujud dalam hubungan-hubungan
sosial dan emosional. Hal tersebut dilakukan dengan melibatkan dirinya dalam kegiatan dan
kehidupan pelaku yang diamatinya sesuai dengan kacamata kebudayaan dari para pelakunya
sendiri. Hal ini sejalan dengan pandangan psikologi karena perilaku manusia tidak mungkin
lepas dari nilai-nilai budaya yang melatar belakanginya. Bahwa budaya merupakan jaringan
makna atau nilai ini dikemukakan oleh Clifford Greetz (1992) dalam bukunya yang berjudul:
“Tafsir Kebudayaan”.
Sedang definisi pengamatan terlibat (participant observation dari Denzin (1989: 157-8
dalam Flick, 2002: 139)) sebagai berikut: “Pengamatan terlibat didefinisikan sebagai suatu
strategi lapangan yang secara simultan (serempak) mengkombinasikan analisis dokumen,
mewawancarai para responden dan informan-informan, observasi dan partisipasi
(keterlibatan) langsung dan instrospeksi (“Participant observation will be defined as a field
strategy that simultaneously combines document analysis, interviewing of respondents and
informants, direct participation and observation, and instrospection”).
Jorgensen (dalam Flick, 2002: 139) membedakan pengamatan terlibat (participant
observation) dengan pengamatan tidak terlibat (non-participant observation) dalam 7 (tujuh)
hal, sebagai berikut:
1. Pengamatan terlibat ditujukan pada minat khusus atau nilai-nilai/makna-makna
kemanusiaan dan interaksi antar manusia seperti pandangan dari perspektif orang-orang
yang berada di dalam atau bagian situasi dan setting khusus. (“A special interest in
human meaning and interaction as viewed from the perspective of people who are
insiders or members of particular situations and settings”).
2. Lokasi/tempat disini dan sekarang dari setting dan situasi kehidupan sehari-hari sebagai
dasar penelitian dan metoda. (“Location in the here and now of everyday life situations
and setting as the foundation of inquiry and method”).
![Page 12: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/12.jpg)
3. Suatu bentuk teori dan penyusunan teori yang menekankan interpretasi dan pemahaman
tentang eksistensi manusia. (”A form of theory and theorizing stressing interpretation
and understanding of human existence”).
4. Suatu proses penelitian yang logis yang terbuka-tertutup, fleksibel, memberi kesempatan
dan memerlukan redefinisi yang tetap dari apa yang menjadi permasalahan, berdasarkan
pada fakta-fakta yang dikumpulkan dalam setting yang konkret dari eksistensi manusia.
(“A logic and process of inquiry that is open-ended, flexible, opportunistic, and requires
constant redefinition of facts gathered in concrete setting of human existence”).
5. Suatu yang mendalam, kualitatif, pendekatan dan disain studi kasus. (“An in-depth,
qualitative, case study approach and design”).
6. Kinerja/performansi dari peranan orang yang terlibat yang meliputi pemantapan dan
pemeliharaan hubungan-hubungan dengan warga setempat dilapangan, dan (“The
performance of a participant role or roles that in volves establishing and maintining
relationships with natives in the field; and”).
7. Menggunakan observasi langsung dengan metoda-metoda untuk mengumpulkan
informasi lainnya. (“The use of direct observation along with other methods of gathering
information”).
Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengamatan terlibat
(participant observation) adalah studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis,
terencana, terarah pada suatu tujuan dimana pengamat atau peneliti terlibat langsung
dalam kehidupan sehari-hari dari subjek atau kelompok yang diteliti. Dengan
keterlibatan langsung dalam kehidupan sehari-hari tersebut menyebabkan terjadinya
hubungan sosial dan emosional antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dampaknya
si peneliti mampu menghayati perasaan, sikap, pola pikir yang mendasari perilaku
subjek yang diteliti terhadap masalah yang dihadapi.
Untuk memperdalam wawasan pembaca tentang pengamatan terlibat akan diuraikan
seluk beluk pengamatan terlibat dari pandangan Suparlan (1997: 100-101). Dikemukakan
bahwa dalam kegiatan penelitian dengan menggunakan metoda pengamatan terlibat si
peneliti bukan hanya mengamati gejala-gejala yang ada dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat yang diteliti, tetapi juga melakukan wawancara, mendengarkan, merasakan, dan
dalam batas-batas tertentu mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mereka yang
ditelitinya.
Wawancara yang dilakukannya bukanlah wawancara formal, yang biasa dilakukan
dengan menggunakan kuesioner, tetapi sebuah wawancara yang terwujud sebagai dialog yang
![Page 13: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/13.jpg)
spontan berkenaan dengan suatu masalah atau topik yang kebetulan sedang dihadapi oleh
pelaku. Justru yang spontan inilah yang objektif dan sahih karena tidak direkayasa terlebih
dulu oleh para informan (pemberi informasi yaitu individu yang dapat memberikan informasi
tentang masalah/subjek yang diteliti). Inti dari metoda pengamatan terlibat adalah
mengumpulkan informasi melalui pancainderanya. Metoda ini berbeda dengan metoda
pengamatan yang hanya menggunakan indera mata saja, atau dengan metoda wawancara
dengan pedoman yang hanya menggunakan telinga untuk mendengarkan apa yang dipikirkan
atau dirasakan oleh informan.
Keterlibatan peneliti di dalam kehidupan masyarakat yang diteliti mungkin dapat
dilakukan kalau si peneliti tersebut diterima oleh masyarakat yang ditelitinya. Salah satu
prasyarat untuk dapat diterima oleh masyarakat yang diteliti adalah kejujuran dalam
menjelaskan siapa dirinya, dan memberikan penjelasan tersebut dengan secara masuk akal.
Selanjutnya dijelaskan bahwa metoda pengamatan digunakan untuk memperoleh
informasi mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati. Hasil
pengamatan biasanya didiskusikan oleh si peneliti dengan warga masyarakat yang
bersangkutan untuk mengetahui makna yang terdapat dibalik gejala-gejala tersebut. Hasil-
hasil pengamatan biasanya mencakup setting dari lingkungan hidup, lokasi, dan kondisi fisik
dan sosial dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat tersebut. Selanjutnya menurut
Spindler (1982: 6 – 7 dalam Suparlan 1997: 108 – 110) pedoman umum yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan pengamatan terlibat, diantaranya:
a. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan harus kontekstual. Peristiwa-peristiwa yang
signifikan harus dilihat dalam kerangka hubungan dari setting (latar) yang sedang diteliti
di dalam konteks-konteks yang lebih luas dan yang terletak di luar setting tersebut.
b. Hipotesa-hipotesa dan pertanyaan-pertanyaan penelitian harus muncul sejalan dengan
berlangsungnya penelitian yang dilakukan dan berada dalam setting untuk diamati.
Ketentuan untuk memutuskan yang mana yang signifikan untuk dipelajari sebaiknya
ditunda sampai tahap orientasi dari penelitian lapangan tersebut telah selesai dilalui.
c. Pengamatan berlangsung lama dan berulang-ulang. Rangkaian peristiwa-peristiwa harus
diamati lebih dari satu kali.
d. Pandangan warga setempat (the native view) yaitu pandangan dari setiap orang yang
terlibat di dalam setting sosial mengenai kenyataan harus diungkapkan melalui inferensi-
inferensi dari pengamatan dan melalui berbagai bentuk penelitian etnografi: wawancara,
prosedur-prosedur lainnya yang dipilih (termasuk penggunaan sejumlah alat bantu
![Page 14: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/14.jpg)
penelitian), dan bahkan kalau perlu dapat menggunakan kuesioner walaupun harus
dengan secara hati-hati.
Selanjutnya menurut Suparlan (1994: 72 - 79) terdapat bermacam-macam keterlibatan si
peneliti dalam pengamatan terlibat, yaitu:
a. Keterlibatan pasif. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti tidak terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku yang diamatinya, dan dia juga tidak
melakukan sesuatu bentuk interaksi sosial dengan pelaku atau para pelaku yang diamati.
Keterlibatannya dengan para pelaku terwujud dalam bentuk keberadaannya dalam arena
kegiatan yang diwujudkan oleh tindakan-tindakan pelakunya.
b. Keterlibatan Setengah-setengah. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti mengambil
suatu kedudukan yang berada dalam dua hubungan struktural yang berbeda, yaitu antara
struktur yang menjadi wadah bagi kegiatan-kegiatan yang diamatinya dengan struktur
dimana dia sebagian dari dan menjadi pendukungnya. Dalam kedudukan demikian,
peranannya adalah mengimbangi antara peranan yang harus dimainkan di dalam struktur
yang ditelitinya dengan struktur yang dalam mana dia menjadi salah satu unsurnya.
c. Keterlibatan Aktif. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti ikut mengerjakan apa
yang dikerjakan oleh para pelakunya dalam kehidupan sehari-harinya. Kegiatan-kegiatan
tersebut dilakukannya untuk dapat betul-betul memahami dan merasakan (meng-
internalisasikan) kegiatan-kegiatan dalam kehidupan mereka dan aturan-aturan yang
berlaku serta pedoman-pedoman hidup yang mereka jadikan sandaran pegangan dalam
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
d. Keterlibatan Penuh atau Lengkap. Pada waktu si peneliti telah menjadi sebagian dari
kehidupan warga masyarakat yang ditelitinya, artinya dalam kehidupan warga
masyarakat tersebut kehadiran si peneliti dianggap biasa dan kehadirannya dalam
kegiatan-kegiatan para warga telah dianggap sebagai suatu “keharusan”, maka pada
waktu tersebut si peneliti sebenarnya telah mencapai suatu tahap keterlibatan yang penuh
atau lengkap.
Dalam keadaan demikian, sebenarnya kedudukan dan peranan si peneliti telah
didefinisikan dalam struktur sosial yang berlaku, oleh para warga itu sendiri. Sebenarnya
tidak mudah untuk mencapai tahap ini, dan pencapaian tersebut sebagian terbesar tergantung
pada kemampuan si peneliti untuk dapat memanipulasi kondsi-kondisi yang dipunyainya
dalam kaitannya dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya yang bersumber pada situasi
penelitiannya.
![Page 15: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/15.jpg)
Dalam banyak hal seorang peneliti yang menggunakan metoda pengamatan terlibat dapat
mencapai tahap ini; yaitu setelah memakan waktu yang cukup lama dalam hubungan si
peneliti dengan warga masyarakat yang bersangkutan dan setelah warga masyarakat tersebut
merasa bahwa si peneliti bukan orang yang “jahat” bahkan orang-orang yang “baik”.
Berkenaan dengan tahap pengamatan terlibat yang penuh atau lengkap ini, perlu dicatat
bahwa tidak semua peneliti dengan menggunakan pengamatan terlibat dapat menggunakan
cara teknik pengamatan terlibat penuh atau lengkap. Hal ini disebabkan oleh adanya
kenyataan bahwa tidak semua sasaran penelitian itu memungkinkan dilakukannya penelitian
dengan menggunakan teknik pengamatan terlibat penuh. Ada sasaran-sasaran penelitian yang
cukup membahayakan (baik dari segi fisik maupun segi sosial dan kejiwaan) bagi para
peneliti yang ingin menggunakan teknik keterlibatan yang sepenuhnya.
Disamping pengamatan terlibat, menurut Suparlan terdapat 2 (dua) macam pengamatan
yang lain, yaitu pengamatan biasa dan pengamatan terkendali, berikut penjelasannya:
a. Pengamatan Biasa. Metoda ini menggunakan teknik pengamatan yang mengharuskan si
peneliti tidak boleh terlibat dalam hubungan-hubungan emosi pelaku yang menjadi
sasaran penelitiannya.
b. Pengamatan Terkendali. Dalam pengamatan terkendali, si peneliti juga tidak terlibat
hubungan emosi dan perasaan dengan yang ditelitinya; seperti halnya dengan
pengamatan biasa. Yang membedakan pengamatan biasa dengan pengamatan terkendali
adalah para pelaku yang akan diamati, diseleksi dan kondisi-kondisi yang ada dalam
ruang atau tempat kegiatan pelaku itu diamati dikendalikan oleh si peneliti.
D. ANALISIS DATA
Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992).reduksi data adalah proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama
penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat
dari kerangka konseptual penelitian, permaslahan studi, dan pendekatan pengumpulan data
yang dipilih oleh peneliti.
Reduksi data meliputi :
1. Meringkas data
![Page 16: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/16.jpg)
2. Mengkode
3. Menelusur tema
4. Membuat gugus-gugus
Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian
rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi tidak perlu diartikan sebagai
kuantifikasi data. Cara reduksi data :
1. Seleksi ketat atas data
2. Ringkasan atau uraian singkat
3. Menggolongkannya dalam pola yang lebih luas
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun sehingga memberi
kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk
penyajian data kualitatif :
1. Teks naratif, berbentuk catatan lapangan.
2. Matriks, grafik, jaringan, bagan. Bentuk-bentuk ini menggapungkan informasi yang
tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga memudahkan
untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya
melakukan analisis kembali.
Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus menerus selama berada di
lapangan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai mencari arti benda-
benda, mencatat keteraturan pola-pola, penjelasan-penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan ini ditangani secara
longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan. Mula-mula belum
jelas, namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.
Kesimpulan-kesimpula juga diverifikasi selama penelitian berlangsung, dengan cara :
1. Memikirkan ulang selama penulisan
2. Meninjau ulang catatan lapangan
3. Meninjau kembali dan tukar pikiran antar teman untuk mengembangkan kesepakatan
intersubjektif
![Page 17: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/17.jpg)
4. Mengupayakan secara luas untuk menempatkan salinan suatu temua dalam
seperangkat data yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
![Page 18: PENELITIAN_OBSERVASI](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022072108/55cf928f550346f57b976ee2/html5/thumbnails/18.jpg)
Basuki, Heru. 2006. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Creswell, J. W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. Thousand
Oaks, CA: SAGE.
Flick, U. 2002. An introduction to Qualitative Research. Second Edition. United Kingdom :
Sage Publications.
Kartono, Kartini. 1980. Pengantar Metodologi Research Sosial. Bandung : Alumni.
Kerlinger. 1986. Fred Foundations of Behavioral Research. 3rd. Edition. Orlando, FL:
Harcourt Brace & Company
Koentjaraningrat, 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Poerwandari, E. Kristi. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta :
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan.
Suparlan, Parsudi. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia