penetapan wasiat wajibah bagi anak angkat (analisis...
TRANSCRIPT
1
PENETAPAN WASIAT WAJIBAH BAGI ANAK ANGKAT
(Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor
171/Pdt.P/209/PA.JS)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)
Oleh:
NASRULLAH
NIM: 103044128084
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
2
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENETAPAN WASIAT WAJIBAH BAGI ANAK ANGKAT (Analisis
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor Putusan 171/Pdt.P/209/PA.JS) telah
diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 Agustus 2011. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada
Program Studi Ahwal al-Syakhshiyah (Peradilan Agama).
Jakarta, 24 Agustus2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 19550505 198203 1012
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA ( ........................... )
NIP. 19500306 197603 1001
2. Sekretaris : Hj. Rosdiana. MA ( ........................... )
NIP. 19690610 200312 2001
3. Pembimbing : Dr Asmawi, M. Ag ( ........................... )
NIP. 19721010 199703 1008
4. Penguji I : Dr. H.Ahmad Tholabi Kharlie. MA ( ........................... )
NIP. 15032 6896
5. Penguji II : Arif Purqon M.Ag ( ........................... )
NIP. 19790427 200312 1002
3
PENETAPAN WASIAT WAJIBAH BAGI ANAK ANGKAT
(Studi Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor
171/Pdt.P/209/PA.JS)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.HI)
Oleh:
Nasrullah
NIM: 103044128084
Di Bawah Bimbingan
Dr. Asmawi M.Ag
NIP: 197210101 199703 1008
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
4
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi inimerupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di universitas Islam negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Jakarta , 24 Agustus 2011
Nasrullah
i
بسم اهلل الر حمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Nabi besar Muhammad SAW, pembawa
syari‟ah-Nya yang universal bagi semua umat manusia setiap waktu dan tempat sampai
akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan
serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung,
segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga pada akhirnya skripsi ini
dapat terselesaikan.
Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., selaku Dekan
Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., dan Ibu Hj. Rosdiana.M.Ag, selaku
Ketua Prodi dan Sekertaris Prodi al-Ahwalus Syakhshiyyah Fakultas Syari‟ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
3. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran selama membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan
skripsi ini. Semoga Allah memudahkan setiap langkahnya. Amin.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Pengajar di lingkungan Prodi al-Ahwalus
Syakhshiyyah Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis
selama duduk di bangku kuliah.
5. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan Hukum dan
Perpustakaan Utama yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-
referensi sebagai bahan rujukan penulis dalam menyusun skripsi ini.
6. Ibu Dra. Muhayah, SH., selaku Hakim Agama Jakarta Selatan dan seluruh jajarannya
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data sebagai
rujukan skripsi.
7. Sejumput bakti ananda persembahkan kepada almarhum Ayahanda alm Saudin dan
Ibunda tercinta Zainabun, yang telah mencahayai hidupku serta senantiasa
memberikan kasih sayang disertai do‟a penuh rasa tulus dan ikhlas dalam setiap
jejak langkahku. Semoga baktiku ini mampu menjelma menjadi do‟a. Terima
kasihku ucapkan untukmu. Semoga Allah selalu menyayangi mereka berdua. Amin.
8. Selaksa do‟a dan cinta penuh kasih penulis haturkan teruntuk Siti Rahmatun Spd.I.
Terima kasih atas dukungan dan do‟anya, dan terima kasih juga telah melangkah
bersama penulis dalam petualangan asah kecerdasan dan kearifan.
iii
9. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada segenap teman-teman diskusi
konsentrasi Peradilan Agama Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2003, yang penulis tidak sebutkan satu
persatu. Mudah-mudahan jalinan persahabatan kita tidak akan luntur lekang oleh
waktu dan semoga persahabatan kita bisa terjalin sampai kapanpun dan dimanapun
kita berada.
Semoga amal baik mereka dibalas Allah SWT dengan balasan yang berlipat
ganda. Jazakumullah Khairan Katsira. Sungguh hanya Allah yang dapat membalas
kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca umumnya. Oleh karena itu kritik dan saran, senantiasa penulis
harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini
Jakarta, 18 Agustus 2011
Penulis
Nasrullah
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR IS................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah .................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .............................................. 5
D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 6
E. Metode Penelitian.................................................................. 8
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 9
BAB II ANAK ANGKAT DAN WASIAT WAJIBAH DALAM
KEWARISAN ISLAM
A. Tinjauan Umum Anak Angkat
1. Pengertian dan Dalil Anak Angkat.................................... 11
2. Latar Belakang Dilakukannya Pengangkatan Anak.......... 15
3. SyaratPengangkatanAnak................................................ . 18
4. Dampak Hukum Pengangkatan Anak............................... 22
B. Tinjauan Umum Wasiat Wajibah
1. Pengertian dan Dalil Wasiat Wajibah.............................. . 24
2. Pandangan Ulama Tentang Wasiat Wajibah .................... 31
v
BAB III KEWARISAN ANAK ANGKAT MENURUT KOMPILASI
HUKUM ISLAMDAN UNDANG – UNDANG KUH Per
A. Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam
................................................................................................ 32
B. Kewarisan Anak Angkat Menurut Undang-Undang KUH
Per .......................................................................................... 35
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
JAKARTA SELATAN
A. Duduk Perkara ....................................................................... 40
B. Pemeriksaan Perkara Dalam Persidangan ............................. 50
C. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim .................................. 52
D. Penetapan Putusan Perkara .................................................. 56
E. Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan
................................................................................................ 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………….... 61
B. Saran- saran ....…………………………………………....... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN PENELITI
1. Pedoman wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ....................
2. Hasil wawancara .......................................................................................
vi
3. Surat mohon kesediaan pembimbing skripsi ............................................
4. Surat mohon data wawancara ...................................................................
5. Surat putusan Nomor .NO.171/Pdt.P/2009/PA.JS, TANGGAL23
Desember 2009 .........................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia
sebagai makhluk social dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri
dari seorang ayah, Ibu dan anak.
Dalam Kenyataan tidak selalu ketiga unsure ini terpenuhi, sehingga
kadang-kadang terdapat suatu keluarga yang tidak mempunyai anak. Dengan
demikian dilihat dari eksistensi keluarga sebagai kelompok kehidupan masyarakat,
menyebabkan tidak kurangnya mereka yang menginginkan anak, karena alasan
emosional, sehingga terjadilah perpindahan anak dari satu kelompok keluarga ke
dalam kelompok keluarga yang lain1.
Disamping itu, salah satu tujuan dari perkawinan yang dilakukan, pada
dasarnya adalah untuk memperoleh keturunan, yaitu anak. Begitu pentingnya hal
keturunan (anak) ini, sehingga menimbulkan berbagai peristiwa hokum karena,
misalnya, ketiadaan keturunan (anak).Perceraian, poligami dan pengangkatan anak
merupakan beberapa peristiwa hukum yang terjadi karena alasan di dalam
perkawinan itu tidak memperoleh keturunan (walaupun bukan satu-satunya
alasan).
1MuderisZaini,. AdopsiSuatuTinjauan Dari TigaSistemHukum.( Jakarta, SinarGrafika,
1995).h. 8.
2
Tingginya frekuensi perceraian, poligami dan pengangkatan anak yang
dilakukan di dalam masyarakat mungkin merupakan akibat dari perkawinan yang
tidak menghasilkan keturunan. Jadi, seolah-olah apabila suatu perkawinan tidak
memperoleh keturunan, maka tujuan perkawinan tidak tercapai. Dengan demikian,
apabila di dalam suatu perkawinan telah ada keturunan (anak), maka tujuan
perkawinan dianggap telah tercapai dan proses pelanjutan generasi dapat berjalan2.
Tujuan seseorang melakukan pengangkatan anak antara lain adalah untuk
meneruskan keturunan, manakala di dalam suatu perkawinan tidak memperoleh
keturunan. Ini merupakan motivasi yang dapat dibenarkan dan salah satu jalan keluar
sebagai alternatif yang positif serta manusiawi terhadap naluri kehadiran seorang
anak dalam pelukan keluarga, bertahun-tahun belum dikaruniai seorang anakpun.
Dengan mengangkat anak diharapkan supaya ada yang memelihara di hari tua, untuk
mengurusi harta kekayaan sekaligus menjadi generasi penerusnya3.
Mengangkat anak merupakan suatu perbuatan hukum, oleh kerena itu perbuatan
tersebut mempunyai akibat hukum. Salah satu akibat hukum dari peristiwa
pengangkatan anak adalah mengenai status anak angkat tersebut sebagai ahli waris
orang tua angkatnya. Status demikian inilah yang sering menimbulkan permasalahan
di dalam keluarga. Persoalan yang sering muncul dalam peristiwa gugat menggugat
itu biasanya mengenai sah atau tidaknya pengangkatan anak tersebut, serta
2 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001). h.
251. 3 Ibid., h. 252.
3
kedudukan anak angkat itu sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya4. Kematian
penyanyi Michael Jackson yang memiliki beberapa anak angkat, menyulut
perselisihan hak waris dari kekayaan mega bintang itu. Kasus serupa juga sering
terjadi di Indonesia. Bagaimana Islam memandang hak waris anak angkat?
Menurut hukum Islam, anak angkat tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan
dasar dan sebab mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam adalah
hubungan darah / nasab / keturunan5. Dengan kata lain bahwa peristiwa pegangkatan
anak menurut hukum kawarisan Islam, tidak membawa pengaruh hukum terhadap
status anak angkat, yakni bila bukan merupakan anak sendiri, tidak dapat mewarisi
dari orang yang setelah mengangkat anak tersebut.
Dari pembahasan di atas penulis merasa termotivasi untuk meneliti tentang
kasus-kasus perkara penetapan hak waris terhadap anak angkat yang mana anak angk
angkat dalam hukum Islam sama sekali tidak memperoleh hak waris. Maka dari itu
penulis mengambil objek penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang
notabennya merupakan lembaga peradilan yang menangani kasus keperdataan bagi
umat Islam, khususnya dibatasi pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Karena latar belakang di atas penulis mengambil judul skripsi dengan judul:
PENETAPAN WASIAT WAJIBAH BAGI ANAK ANGKAT (Analisis Putusan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor Putusan 171/Pdt.P/209/PA.JS).
4 Ibid., h. 252
5 Hilman Hadikusuma. Hukum Waris Adat. (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990), h. 78
4
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pokok permasalahan dalam memahami skripsi ini tidak terlalu meluas
dan tetap pada jalurnya, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan dalam
penulisan skripsi ini hanya berkisar pada penetapan wasiat wajibah bagi anak
angkat Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor Putusan
171/Pdt.P/209/PA.JS terhadap penyelesaian perkara para pemohon agar
ditetapkan ahli waris masing-masing.
2. Perumusan Masalah
Salah satu hukum materiil peradilan agama di Indonesia yang di jadikan
rujukan oleh para hakim adalah Kompilasi Hukum Islam walaupun berlakunya
hanya melalui intruksi dari dalam hasil dalam Republik Indonesia nomor 1 tahun
1951, sedangkan salah satu materi KHI adalah pemberian wasiat wajibah kepada
anak angkat pasal 209 KHI, hal ini merupakan terobosan baru dalam hukum Islam
yang tidak di temukan dalam kitab- kitab klasik bahkan undang- undang Mesir dan
Siria pun tidak menyatakan wasiat wajibah kepada anak angkat.
Pasal 209 KHI tidak mungkin tanpa dasar hukum baik melalui istimbat atau
istidlal hal ini karena keduanya merupakan metode ijtihad yang tidak boleh di
tinggalkan dalam penemuan hukum Islam, terutama hal- hal yang tidak di atur secara
jelas dalam nas syara.
1. Bagaimana kedudukan anak angkat dalam hukun waris Islam ?
5
2. Bagaimana argumentasi hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan putusan
Pengadilan Agama dengan hukum waris Islam?
3. Bagaimana kesesuian putusan Pengadilan Agama ini dengan hukum Islam?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kedudukan anak angkat dalam
hukun waris Islam
b. Untuk menjelaskan argumentasi hakim pengadilan agama tentang perkara
hukum waris.
c. Menjelaskan bagaimana kesesuian putusan pengadilan agama dengan hukum
waris Islam
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang sangat diharapkan oleh penulis dari penelitian ini
adalah:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pola pikir kritis dan
dinamis bagi penulis serta semua pihak yang menggunakannya dalam
penerapan ilmu hukum dalam kehidupan.
b. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan beberapa
saran bagi pemecahan masalah yang timbul berkaitan dengan hak mewaris
anak angkat di dasarkan wasiat wajibah.
6
D. Tinjauan Pustaka
No Identitas Substansi Pembeda
1 Rinto Hartonono,
Penyelesian
permohonan
pengangkatan anak
terhadap anak
temuan (studi kasus
di Pengadilan
Agama Depok)
Dalam skripsinya di
tulis bahwa hukum
Islam membenarkan
pengangkatan anak
angkat dalam
pengertian tanggung
jawab untuk
memberikan nafkah
sehari-hari.
Penetapan hak
waris anak angkat
yang menjadi
kelanjutan dari
skripsi penetapan
anak angkat.
2 Husnul Aulia,
Adopsi menurut
hukum islam dan
Undang-undang
No. 23 Th 2002
Tentang
perlindungan anak
(Studi
Dalam skripsinya
ditulis Pengangkatan
Anak merupakan
salah satu cara untuk
melakukan
perlindungan anak di
jumlah anak-anak
yang terlantar
Perlindungan anak
angkat akan hak
warisnya yang
skripsi yang
terdahulu
perrlindungan anak
angkat dari
keseluruhan tatapi
7
perbandingan
antara hukum Islam
dan hukum positif).
sementara banyak
dan jumlah kasus
kekerasan terhadap
anak yang terjadi
semakin banyak
pula.
penulis disini
menulis secara
eksplisit dari
bagian warisnya.
3 Dede Syahri,
104044201461,
Perbandingan
penetapan adopsi
anak melalui
Pengadilan Agama
dan Pengadilan
Negeri (Studi
komparatif perkara
No:09/Pdt.P/2007.
PA.JP. di PA
Jakpus dan
Komparatif perkara
No:01/Pdt.P/2007.
PA.JP di PN
Dalam skripsinya
ditulis
membandingkan
penetapan anak
angkat dari
pengadilan Agama
Jakarta Pusat dan
Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
Penulis menulis
secara lebih sempit
dari pembahasan
hukum waris anak
angkat dari putusan
pengadilan agama
8
Jakpus)
E. Metode Penelitian
Salah satu syarat dalam suatu karya ilmiah adalah upaya yang sistematis dalam
penyusunannya dengan menggunakan data yang objektif. Penelitian juga bertujuan
untuk mengumpulkan informasi yang berguna menambah perkembangan ilmu
pengetahuan
1. Jenis penelitian
a. Pendekatan Kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau yang
perilaku yang diamati.6
b. Metode Deskrpitif analisis adalah metode yang menggambarkan dan
memberikan analisis terhadap kenyataan di lapangan. Sumber utama
penelitian kualitatif adalah objek di lapangan, selain itu juga data tambahan
berupa dokumen, dan peneltian kepustakaan lainnya.
2. Tehnik pengumpulan data
a. Wawancara, yaitu tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung,
yang bertujuan untuk mendapatkan data dari tangan pertama7.
6. Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2004),
H. 3. 7. Husaini Usman, Metedologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara 2001) h. 58-59.
9
3. Tehnik analisa data
a. Metode analisa data dalam skripsi ini adalah adalah kualitatif-normatif yakni
pengumpulan data dari berbagai dokumen-dokumen yang berkaitan dengan materi.
F. Sistematika Penulisan
Skrpsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Petunjuk Penulisan Skripsi, dan
Tesis. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab antara lain
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan merupakan Pendahuluan yang berisikan latar
belakang masalah yang akan di bahas, pembatasan dan perumusan masalah, serta
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta serta
sistematika penulisan atau isi dari ringkasan bab demi bab dalam penulisan skripsi
ini.
Bab II menjelaskan anak angkat dan wasiat wajibah dalam hukum kewarisan
Islam bab ini menjelaskan tinjauan umum anak angkat, pengertian, latar belakang
dilakukannya Pengangkatan Anak dan syarat pengangkatan anak, Dampak
Hukum Pengangkatan anak, tinjaun, tinjauan umum wasiat wajibah Pengertian,
dasar hukum.
Bab III Kewarisan anak angkat menurut Kompilasi Hukum Islam dan
Undang-Undang KUH Perdata menjelaskan tentang kewarisan menurut Kompilasi
Hukum Islam dan Undang-undang KUH per.
Bab IV Analisa perkara penetapan waris anak angkat tanggal 23 Desember
2009 menjelesakan duduk perkara, pemeriksaan perkara dalam persidangan,
10
pertimbangan hukum majelis hakim, penetapan putusan perkara, argumentasi
hakim.
Bab V Penutup dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari
penetapan waris anak angkat dan saran-saran. Juga, dikemukakan bahan-bahan
yang dipergunakan dalam penulisan skripsi yaitu library research ditulis dalam
daftar pustaka, serta lampiran-lampiran data dan hasil wawancara yang dilakukan
penulis di lapangan.
11
BAB II
ANAK ANGKAT DAN WASIAT WAJIBAH DALAM HUKUM KEWARISAN
ISLAM
A. Tinjauan Umum Anak Angkat
1. Pengertian Anak Angkat
Ada dua pengertian tentang pengangkatan anak, yaitu :
1). Pengertian secara Etimologi
Dalam kamus Hukum kata adopsi yang berasal dari bahasa latin adoptio
diberi arti : Pengangkatan anak sebagai anak sendiri.8 Rifyal Ka„bah, dengan
mengutip Blackl’s Law Dictionary, mengemukakan bahwa adopsi adalah
penciptaan hubungan orang tua anak oleh perintah pengadilan antara dua pihak
yang biasanya tidak mempunyai hubungan (keluarga )9.
2). Pengertian secara Terminologi
Pengertian pengangkatan anak secara terminologi dikemukakan oleh para
ahli, antara lain sebagai berikut :
1). Arif Gosita, dalam bukunya “Masalah Perlindungan Anak”, bahwa:
Pengangkatan anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain
8Lihat SEMA RI Nomor 6 Tahun 1983.
9 Rifyal Ka„bah, Pengangkatan Anak Dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama ( Artikel dalam Suara UldilagEdisi Maret
2007).
12
untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak keturunannya sendiri,
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama dan sah
menurut hukum yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan10
.
2). B. Bastian Tafal, di dalam bukunya “Pengangkatan Anak Menurut Hukum
Adat Serta Akibat-akibat Hukumnya di Kemudian Hari” bahwa pengangkatan
anak adalah usaha untukmengambil anak bukan keturunan dengan maksud
untukmemelihara dan memperlakukannya sebagai anak sendiri11
.
3). Amir Martosedono, dalam bukunya “Tanya JawabPengangkatan Anak dan
Masalahnya”, bahwa :anak angkat adalah anak yang diambil oleh seseorang
sebagai anaknya, dipelihara, diberi makan, diberi pakaian, kalau sakit diberi
obat, supaya tumbuh menjadi dewasa. Diperlakukan sebagai anaknya sendiri.
Dan bila nanti orang tua angkatnya meninggal dunia, dia berhak atas warisan
orang yangmengangkatnya12
.
4). Shanty Dellyana, dalam bukunya“Wanita dan Anak di MataHukum” bahwa:
Pengangkatan anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk
dipelihara dan diperlakukan sebagai anak kandung sendiri, berdasarkan
10
Arif Gosita.Masalah Perlindungan Anak. (Jakarta: Akademika Pressindo, 1989). 11
BastianTafal, PengangkatanAnakMenurutHukumAdat Serta Akibat-akibatHukumnya
di KemudianHari. (Jakarta: Rajawali, 1983), h.44. 12
Amir Martosedono, Tanya JawabPengangkatanAnakdanMasalahnya.,(Semarang :
Effhar Offset danDahara Prize., 1990), h.15.
13
ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang
berlaku di masyarakat yang bersangkutan13
.
5). Djaja S. Meliala,. dalam buku “Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia”,
bahwa :Adopsi atau pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang
memberi kedudukan kepada seorang anak orang lain yang sama seperti seorang
anak yang sah14
.
6). R. Soepomo dalam buku “Bab-bab tentang Hukum Adat”bahwa :Adopsi
atau pengangkatan anak adalah mengangkat anak orang lain. Dengan adopsi
atau pengangkatan anak ini timbul hubungan hukum antara orang tua angkat
dengan anak angkat seperti hubungan orang tua dengan anak kandung15
.
7). Soerojo Wignjodipoero, dalam buku “Pengantar dan Asas-asasHukum
Adat” mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pengangkatan anak bila
dilihat dari sudut anak yang dipungut” yaitu sebagai berikut :
(1) Mengangkat anak bukan dari kalangan keluarga
Tindakan ini biasanya disertai dengan penyerahan barang-barang magis
atau sejumlah uang kepada keluarga semula, alasan pengangkatan anak adalah
takut tidak ada keturunan.Pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan secara
resmi dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat.
(2) Mengangkat Anak dari kalangan keluarga
13
ShantyDellyana. Wanita dan Anak di Mata Hukum. (Yogyakarta : Liberty. 1988). 14
Djaja S Meliala,..PengangkatanAnak (Adopsi) di Indonesia.( Bandung:Tarsito,1986),
h.3. 15
Soepomo.Bab-babTentangHukumAdat.(Jakarta : PradnyaParamita, . 1985), .h.76.
14
Salah satu alasan dilaksanakannya pengangkatan anak adalah karena
alasan takut tidak punya anak. Dan yang dilakukan pada masayarakat Bali
yaitu dengan mengambil anak yang dari salah satu clan, yaitu diambil dari
selir-selir (gundik), apabila istri tidak mempunyai anak, biasanya anak-anak
dari selir-selir itu diangkat dijadikan anak-anak istrinya.
(3) Mengangkat anak dari kalangan keponakan
Perbuatan mengangkat keponakan sebagai anak sendiri biasanya tanpa
disertai dengan pembayaran-pembayaran uang ataupun penyerahan-
penyerahan sesuatu barang kepada orang tua anak yang bersangkutan16
.
8). Menurut Soerjono Soekanto, mendefinisikan anak angkat adalah anak orang
lain (dalam hubungan perkawinan yang sah menurut agama dan adat)yang
diangkat karena alasan tertentu dan dianggap sebagai anak kandung.17
9) Menurut Djaja S. Meliala, merumuskan pengangkatan anak adalah suatu
perbuatan hukum yang memberi kedudukan kepada seorang anak orang lain yang
sama seperti seorang anak yang sah.
10) Menurut Wirjono Pradjodikoro bahwa anak angkat adalah seorang bukan
turunan dua orang suami istri, yang diambil, dipelihara, dan diperlakukan oleh
mereka sebagai anakketurunannya sendiri.
16SoerojoWignjodipoero,Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. (Jakarta :Gunung Agung,
1984). 17
SoerjonoSoekanto. Hukum Adat Indonesia. (Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada,
2001)..h..251.
15
11) Menurut Ali Afandi, adopsi adalah pengangkatan anak oleh seseorang
dengan maksud untuk menganggapnya anak itu sebagai anak sendiri18
.
12) Menurut Mahmud Syaltut seperti yang dikutip oleh MuderisZaini bahwa
Tabanni / anak angkat ialah penyatuan seseorang terhadap anak yang
diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya untuk
diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan
dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak
nasabnya sendiri19
.
2. Latar Belakang Dilakukannya Pengangkatan Anak
Takdir Tuhan Yang Maha Esa yang dapat menentukan lain dari keinginan
manusia untuk memperoleh anak setelah bertahun-tahun menikah tetapi tidak
mempunyai anak maka dalam keadaan yang demikian seseorang melakukan
pengangkatan anak. Seseorang melakukan pengangkatan anak ada faktor yang
melatar belakanginya.
Disini akan diberikan beberapa alasan atau latar belakang dilakukannya
pengangkatan anak oleh para ahli, yaitu sebagai berikut :
1). M. Budiarto, dalam bukunya “Pengangkatan AnakDitinjau Dari Segi
Hukum”, bahwa faktor atau latar belakangdilakukannya pengangkatan anak
yaitu :
18
Afandi, Ali..Hukum Waris, Hukum Keluargadan Hukum Pembuktian. (Jakarta:
RinekaCipta, 1997), h. 149. 19
Zaini, Muderis. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. (Jakarta :Sinar
Grafika, 1995), .h.6.
16
(1) Bagi PNS ada keinginan agar memperoleh tunjangan gaji dari pemerintah.
(2) Keinginan untuk mempunyai anak, bagi pasangan yang tidak mempunyai anak.
(3) Adanya harapan dan kepercayaan akan mendapatkan anak setelah mengangkat
anak atau sebagai “pancingan”.
(4) Masih ingin menambah anak yang lain jenis dari anak yang telah dipunyai.
(5) Sebagai belas kasihan terhadap anak terlantar, miskin, yatim piatu dan
sebagainya.20
2). Djaja S. Meliala, dalam bukunya “Pengangkatan Anak (Adopsi)
di Indonesia” bahwa seseorang melakukan pengangkatan anak karena latar
belakang sebagai berikut :
(1) Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak
mampu memeliharanya atau alasan kemanusiaan.
(2) Tidak mempunyai anak dan keinginan mempunyai anak untuk menjaga dan
memeliharanya kelak kemudian di hari tua.
(3) Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak di rumah, maka akan dapat
mempunyai anak sendiri.
(4) Untuk mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada.
(5) Untuk menambah atau mendapatkan tenaga kerja.
(6) Untuk mempertahankan ikatan perkawinan atau kebahagiaan keluarga21
.
20
M Budiarto,.Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum. (Jakarta :Akademika
Pressindo, 1991).hal. 16. 21
Djaja S Meliala,.Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia. (Bandung :Tarsito, 1982),
.h. .4.
17
3). Shanty Dellyana, dalam bukunya “Wanita dan Anak di Mata Hukum”,
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi dilakukannya
pengangkatan anak adalah karena :
(1) Ingin mempunyai keturunan, ahli waris.
(2) Ingin mempunyai teman untuk dirinya sendiri.
(3) Memberikan teman untuk anak kandung.
(4) Ingin mewujudkan rasa sosial, belas kasihannya terhadap orang lain yang
dalam kesulitan hidup sesuai dengan kemampuannya.
4). B. Bastian Tafal, dalam bukunya yang berjudul “Pengangkatan Anak
Menurut Hukum Adat Serta Akibat-akibat Hukumnya di Kemudian Hari”,
bahwa di Jawa anak angkat biasanya diambil dari keponakannya sendiri baik
laki-laki atau perempuan beradasarkan alasan-alasan :
(1) Untuk memperkuat pertalian keluarga dengan orang tua anak yang
diangkat.
(2) Untuk menolong si anak karena belas kasihan.
(3) Adanya kepercayaan bahwa dengan mengangkat anak itu akan
mendapat anak kandung sendiri.
(4) Untuk mendapatkan bujang di rumah, yang dapat membantu pekerjaan
orang tua sehari-hari22
5). Menurut Muderis Zaini, inti dari motif pengangkatan anakyakni :
22
Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-akibat
Hukumnya di Kemudian Hari., (Jakarta:Rajawali, 1983), h. 51.
18
(1) Karena tidak mempunyai anak.
(2) Karena belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua si anak
tidak mampu memberikan nafkah kepadanya.
(3) Karena belas kasihan, disebabkan anak yang bersangkutan tidak
mempunyai orang tua (yatim piatu).
(4) Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah seseorang
anak perempuan atau sebaliknya.
(5) Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat
mempunyai anak kandung.
(6) Untuk menambah tenaga dalam keluarga.
(7) Dengan maksud anak yang diangkat mendapatkan pendidikan yang layak.
(8) Karena unsur kepercayaan23
.
6). Menurut Hilman Hadikusuma pengangkatan anak dilakukan karena alasan-
alasan sebagai berikut :
(1) Tidak mempunyai keturunan.
(2) Tidak ada penerus keturunan.
(3) Rasa kekeluargaan dan kebutuhan tenaga kerja24
Dari pendapat-pendapat para ahli yang telah diuraikan diatas terihat bahwa
pada dasarnya latar belakang atau sebab-sebab seseorang melakukan pengangkatan
anak adalah sama, yaitu yang paling utama adalah karena tidak mempunyai
23
Muderis Zaini,Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. (Jakarta:Sinar
Grafika,1995), h. 15. 24
Hilman Hadikusuma,. Hukum Waris Adat. (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990), h. 79.
19
keturunan. Dengan demikian jelaslah bahwa lembaga adopsi (pengangkatan anak)
merupakan sesuatu yang bernilai positif dan diperlukan dalam masyarakat.
3. Syarat Pengangkatan Anak
1). Syarat-syarat pengangkatan anak menurut hukum barat.
Dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) atau BW, tidak
ditemukan suatu ketentuan yang mengatur mengenai syarat-syarat pengangkatan
anak, maka pemerintah Hindia Belanda membuat suatu aturan tersendiri tentang
pengangkatan anak dengan mengeluarkan staats blad tahun 1917 nomor : 129.
Mengenai syarat-syarat tentang pengangkatan anak diatur dalam staats blad tahun
1917 Nomor : 129 pasal 8 disebutkan ada 4 syarat25
, yaitu :
(1) Persetujuan orang yang mengangkat anak.
(2) Apabila anak yang diangkat itu adalah anak sah dari orangtuanya, maka
diperlukan ijin dari orang tua itu, apabila Bapak sudah wafat dan ibunya telah
kawin lagi, maka harus ada persetujuan dari walinya dan Balai Harta
Peninggalan (Wees Kamer) selaku pengawas wali.
(3) Apabila anak yang diangkat itu sudah berusia 15 tahun, makadiperlukan
pula persetujuan dari anak itu sendiri.
(4) Apabila yang akan mengangkat anak itu seorang perempuan janda, maka
harus ada persetujuan dari saudara laki-laki dan ayah dari almarhum suaminya,
atau jika tidak ada saudara laki-laki atau ayah, yang masih hidup atau jika
25
Soedaryo Soimin,.Hukum Orang dan Keluarga. (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), h. 39.
20
mereka tidak menetap di Indonesia maka harus ada persetujuan dari anggota
laki-laki dari keluarga almarhum suaminya dalam garis laki-laki sampai derajad
keempat26.
Sementara itu berdasarkan surat edaran Menteri Sosial RI no.31-58/78
tanggal 7 Desember 1978, tentang petunjuk sementara dalam pengangkatan
anak (adopsi internasional) yang ditujukan kepada Kantor Wilayah Departemen
Sosial seluruh Indonesia. Isi pokoknya adalah memberikan rekomendasi kepada
pengadilan yang akan menetapkan pengangkatan anak. Kantor Wilayah harus
memperhatikan :
1) Batas umur anak yang akan diangkat tidak lebih dari lima tahun.
2) Umur calon orang tua angkat tidak lebih dari lima puluh tahun dan dalam
keadaan bersuami istri.
3) Anak yang diangkat jelas asal usulnya.
4) Bila orang tua masih ada, harus ada persetujuan tertulis dari mereka27.
Sedangkan berdasarkan surat edaran no.6 tahun 1983 bahwasyarat-syarat
bagi perbuatan pengangkatan anak warga negaraIndonesia yang harus dipenuhi
adalah sebagai berikut :
(1) Syarat bagi orang tua angkat :
a) Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung
dengan orang tua angkat diperbolehkan.
26
Ibid h. 39. 27
Surat edaran Menteri Sosial RI no. 31-58/78 tanggal 7 Desember 1978.
21
b) Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak
terikat dalam perkawinan sah / belum menikahdiperbolehkan.
(2) Syarat bagi calon anak yang diangkat :
a) Dalam hal calon anak angkat tersebut berada dalam asuhansuatu Yayasan
Sosial harus dilampirkan surat ijin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang
bersangkutan telah diijinkan bergerak di bidan kegiatan pengangkatan anak.
b) Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial yang
dimaksud diatas harus pula mempunyai ijin tertulis dari Menteri Sosial atau
Pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diijinkan untuk diserahkan sebagai
anak angkat28
.
3). Syarat-syarat Pengangkatan Anak menurut Hukum Islam.
Menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang
tua biologis dan keluarga.
2) Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat,
melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya, demikian juga
orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya.
3) Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua. angkatnya secara
langsung kecuali sekedar sebagai tandapengenal / alamat.
28
Surat Edaran Menteri Sosial no.6 tahun 83.
22
4) Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan
terhadap anak angkatnya29
.
Dari ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa prinsip
pengangkatan anak menurut hukum Islam adalah bersifat pengasuhan anak
dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam
pertumbuhan dan perkembangannya.Adapun syarat-syarat pengangkatan anak
menurut hukum Islam adalah :
1) Tidak boleh mengambil anak angkat dari yang berbeda agama,
kecuali ada jaminan bahwa anak angkat tersebut akan bisa diIslamkan.
2) Orang tua yang mengangkat anak harus benar-benar memeliharadan mendidik
anak yang bersangkutan sesuai dengan ajaran yang benar yakni syariat Islam.
3) Tidak boleh bersikap keras dan kasar terhadap anak angkat.
4. Dampak Hukum Pengangkatan Anak
Suatu perbuatan hukum akan selalu menimbulkan akibat hukumpula dari
perbuatan itu. Dalam perbuatan hukum berupa pengangkatan anak, mempunyai
konsekuensi terhadap harta benda, keluarga yang dilakukan dengan tanpa suatu
bukti tertulis bahwa telah benar-benar dilakukan suatu perbuatan hukum. Hal ini
akan menimbulkan permasalahan terutama mengenai beban pembuktian di hari
kemudian apabila terjadi suatu sengketa.
29
Zaini, Muderis. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. (Jakarta :Sinar
Grafika, 1995).h.54.
23
Akibat hokum dari pengangkatan anak dapat dibagi menjadi 2 macam, yakni
:
1. Akibat Hukum terhadap anak angkat
Anak angka tmempunyai hak dalam hal pewarisan harta kekayaan orang
tua angkatnya. Perihal pewarisan terhadap anak angkat dari orang tua angkatnya
dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Anak yang diangkat masih mempunyai hubungan keluarga dengan orang tua
yang mengangkatnya, maka hak waris dengan dua kemungkinan30
:
(1) Bagi pengangkatan anak yang sama sekali tidak mempunyai
keturunan selain anak yang diangkat, maka hak yang mewaris sejajar
sebagaimana hak mewaris anak kandungnya sendiri. Semua harta
kekayaan orang tua angkatnya jatuh pada anak angkatnya sepanjang harta
itu gono-gini.
(2) Bagi sebuah hubungan yang telah mempunyai anak namunmasih
mengangkat anak, maka hak mewaris anak angkatmenjadi berkurang dan
hal ini biasanya dilakukan denganmusyawarah keluarga tersebut.
2) Bagi seorang anak yang diangkat oleh sebuah keluarga dengantidak ada
hubungan kekeluargaan, maka mempunyai kedudukanyang lebih berarti atas hak
yang ada pada anak angkat tersebut31
.
30
Ibid, h. 57 31
Muderis Zaini,. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. (Jakarta :Sinar
Grafika, 1995), h. .67
24
Pengangkatan anak menurut hukum Islam tidak membawa akibat hokum dalam
hal hubungan darah, hubungan wali- mewali dan hubungan waris-mewaris dengan orang
tua angkatnya. Anak tetap memakai nama dari Bapak kandung dan tetap menjadi
ahliwaris orang tua kandungnya.
Di dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) dijelaskan bahwa anak angkat
berhak menerima wasiat yang ada kaitannya dengan harta peninggalan orang tua
angkatnya, sebagaimana diatur dalam pasal 209 ayat 2 yang berbunyi :“Terhadap
anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tuaangkatnya”.
B. Tinjauan Umum Wasiat Wajibah
1. Pengertian wasiat wajibah
Secara etimologi wasiat mempunyai beberapa arti yaitu menjadikan, menaruh
kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya.
Secara terminologi wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik
berupa barang, piutang atau manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat
sesudah orang yang berwasiat mati.
Istilah wasiat wajibah tidak dikemukakan dalam kitab- kitab klasik, sehingga
sewaktu istilah ini muncul diartikaan dengan wasiat yang hukumnya
wajibdilaksanakan, padahal pengertian ini kurang tepat atau tidak tepat artinya,
25
istilah wasiat wajibah merupakan istilah tersendiri yang pengertiannya hukum wasiat
yang wajib. Oleh karena itu perlu dijelaskan pengertian32
, sebagai berikut:
1. Wasiat wajibah adalah yang dilakukanpenguasa atau hakim sebagai aparat
negara untuk memaksa atau memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang
telah meninggal dunia, yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan
tertetu. Suatu wasiat, disebut wasiat wajibah karena dua hal yaitu:
a. hilangnya unsur ihtiyar bagi si pemberi wasiat dan muncullah unsur
kewajiban melalui sebuah perundangan atau surat keputusan tanpa
tergantung kerelaan orangyang berwasiat dan persetujuan sipenerima wasiat.
b. ada kemiripannya dengan ketentuan pembagianharta warisan dalam hal
penerimaan laki- laki 2 (dua) kali lipat bagian perempuan33
.
2. Makna wasiat wajibah, seseorang di anggap menurut hukum telah menerima
wasiat meskipun tidak ada wasiat secara nyata, anggapan hukuman itu lahir dari
asas apabila dalam suatu hal hukum telahmenetapkan wajib berwasiat maka ada
atau tidak ada wasiat dibuat, wasiat di aggap ada dengan sendirinya34
.
3. Wasiat wajibah adalah interpretasi atau bahkan pelaksanaan firman Allah SWT
di dalam al-qur‟an ( surat al- Baqarah: 180-181), sedangkan inti ayat ini yaitu
orang yang merasa dekat dengan ajalnya, sementara ia memiliki harta
peninggalan yang cukupbanyak, maka ia wajib melakukan wasiat untuk kedua
32
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003),
h. 462. 33
.Ibid h.463. 34
M. Yahya Harahap, Informasi Materi KompilasiHukum Islam, Memposotifkan Abtraksi Hukum
Islam, Dalam Cik Hasan Bisri, Kompilasi HukumIslam Dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum
Nasional ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) h. 71.
26
orang tuanya dan kerabatnya, dan bahwa orang yang mengubah isi wasiat
tersebut maka menanggung akibatnya35
.
Wasit Alawi menjelaskan bahwa salah satu wujud pelaksanaan tersebut
ialah berupa cucu yang kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Dalam hal ini
wasiat adalah pemberian sejumlah harta sebesar yang diterima oleh ayah atau
ibunya jika mereka masih hidup dengan jumlah maksimal 1/3 harta warisan,
sedangkan pelaksanaan tersebut harus di penuhi beberapa persyaratan yaitu
(1) cucu tersebut belum pernah menerima wasiat atau hibah,
(2) jika telah menerima wasiat atau hibah yang besarnya memiliki haknya maka
kelebihannya dipandang sebagai wasiat iktiyariah
(3) jika wasiat atau hibah kurang dari ialah yang seharusnya di terima, maka
berkurangnya akandi penuhi dari harta warisan atau wasiat ikhtiyariah
(4)wasit wajibah ini di laksanakan sebelum pelaksanaanwasiat ikhtiyariah,
mendahului pembagian harta warisan kepada ahli waris lain36
.Sedangkan dalam
wasiat wajibah bagi anak angkat termaktub dalam pasal 171 KHI.
Jika ada anak angkat maka ada orang tua angkat, dalamhal ini, KHI
menjelaskan bahwa anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk
hidupnya sehari- hari, sebagaimana tanggung jawab orang tua asal kepada orang
35
A, Wasit Alawi, Sejarah Perkembangan Hukum Islam Dalam Amrullah Ahmad, Dimensi
Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional ( Jakarta: Gema Insani Press, 1996) h: 65. 36
Ibid h.66.
27
tua angkatnya berdasarkanputusan pengadilan37
. Dengan pasal 171 KHI ini dapat
dipahami sebagai berikut:
a. Status anak angkat hanya terbatas pada peralihan, pemeliharaan hidup sehari-
hari,tanggung jawab biaya pendidikan.
b. Keabsahan status anak angkat harus berdasarkan atas keputusan pengadilan.
c. Disamping pasal 171 pasal 209 KHI memberikan hak wasiat wajibah 1/3
kepadaanak angkat38
Status anak angkat tidak berkedudukan sebagaimana anak kandung, oleh
karena itu orang tua angkat tidak menjadi ahli waris anak angkatnya, akantetapi,
kenyataan hubungan itu tidak dapat dipungkiri secara hukum, karena itu untuk
tidak membohongi diri atas fakta yuridis tersebut pasal 209 (2) KHI
memodifikasi suatu kesimpulan hak dan kedudukan anak angkat dan orang tua
angkat dalam hubungan waris muwaris adalah sebagai berikut:
(a) anak angkatberhak mendapat 1/3 berdasarkan konstruksi hukum wasiat
wajibah,
(b) orang tua angkat berhak mendapat 1/3 berdasarkan konstruksi hukum wasiat
wajibah39
.
Berhubungan dengan bunyi pasal 205 KHI sebagaiberikut:
37
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia ( Jakarta: Akademika Presindo, 1992):
156. 38
M. Yahya Harahap, Informasi Materi KompilasiHukum Islam, Memposotifkan Abtraksi Hukum
Islam, Dalam Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Istem Hukum
Nasional, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 7. 39
Ibid h. 71.
28
1. Harta peninggalan anak angkat dibagiberdasarkan pasal- pasal 176-193
tersebut,sedangkan terhadaporang tua angkat yang tidak menerima wasiat, diberi
wasiat wajibah sebanyak1/3 dari harta warisan anak angkatmya
2. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat, diberi wasiat wajibah sebanyak
1/3 dariharta warisan orang tua angkatnya40
.
Dengan hal tersebut KHI menjelaskaan bahwa antara anak angkat dengan orang
tua angkatnya tidak ada hubungan kewarisan, tetapi sebagai pengetahuan tentang
baiknya lembaga pengangkatan anak tersebut, oleh karena itu hubungan antara keduanya
dikukuhkan dengan perantaraan wasiat waijabah.
Pengertian wasiat wajibah antara anak angkat dengan orang tua angkatnya dapat
mencegah atau menghindari konflik atau sengketa antara anak angkatdengan keluarga
orang tua angkat yang seharusnya menjadi ahli waris dari orang tua angkat
tersebut.Deimikian pula kemungkinan terjadinya konflik antaraorang tua angkat yang
masih hidup dengan angkat, mereka mempunyai pedoman dalam menyelesaikan sendiri
tentang kewarisan yang mereka hadapi.
Wasiat wajibah merupakan kebijakan penguasa yang bersifat memaksa untuk
memberikan wasiat kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu41
.Wasiat wajibah
adalah suatu wasiat yang diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak
memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan
40
Abdurrahman, KompilasiHukum Islam di Indonesia ( Jakarta: AkademikaPresindo, 1992)
h.164. 41
FatchurRahman, IlmuWaris, (Jakarta: BulanBintang, 1979), h. 63.
29
syara42
. Suparman dalam bukunya Fiqh Mawaris (Hukum Kewarisan Islam),
mendefenisikan wasiat wajibah sebagai wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi
atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia43
.
Dalam undang-undang hukum wasiat Mesir, wasiat wajibah diberikan terbatas
kepada cucu pewaris yang orang tuanya telah meninggal dunia lebih dahulu dan mereka
tidak mendapatkan bagian harta warisan disebabkan kedudukannya sebagai zawil arham
atau terhijab oleh ahli waris lain44
Para ahli hukum Islam mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan yang
didasarkan pada orang yang menyatakan wasiat meninggal dunia dengan jalan kebaikan
tanpa menuntut imbalan atau tabarru' . Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa pengertian
ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam dikalangan
madzhab Hanafi yang mengatakan wasiat adalah tindakan seseorang yang memberikan
haknya kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik merupakan kebendaan maupun
manfaat secara suka rela tanpa imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai
terjadi kematian orang yang menyatakan wasiat tersebut.
Sedangkan Al-Jaziri, menjelaskan bahwa dikalangan mazhab Syafi'i, Hambali, dan
Maliki memberi definisi wasiat secara rinci, wasiat adalah suatu transaksi yang
mengharuskan orang yang menerima wasiat berhak memiliki sepertiga harta
peninggalan orang yang menyatakan wasiat setelah ia meninggal dunia . Dan dalam
42
Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve,
2000, Jilid 6), h.1930. 43
Suparman, et.all,. Fiqih Mawaris (Hukum Kewarisan Islam). (Jakarta: Gaya Media
Pratama,1997), h. 163. 44
Ahmad Zahari, Tiga versi Hukum Kewarisan Islam, Syafi’I, Hazairin dan KHI, (Pontianak:
Romeo Grafika, 2006), h.98.
30
Kompilasi Hukum Islam disebutkan wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris
kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia
(pasal 171 huruf f)
1. Dasar Hukum
Sumber hukum yang mengatur tentang wasiat tercantum dalam QS Al-Baqarah ayat
180 yang berbunyi :
الديه صيت لل ث ان حسن خيسا ال وخب عليىم اذا حضس احدوم الم
ف حما علي المخميه ( ١٨٠البمسة (االلسبيىبالمعس
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk
ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, ini adalah kewajiban atas orang-
orang yang bertakwa”.
Dalam tafsir dijelaskan bahwa makna ma'ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak
melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang akan meninggal itu.
HadistNabisaw., yang berbunyi:
سلم في حجت علي صل الل لاي عادوي زسي الل عه عامس به سعد عه أبي
بلغىي ما حس مه ث فملج يا زسي الل عل الم جع أشفيج مى داع مه ال
احدة أفأحصدق بثلثي مالي لاي لا لاي لا يسثىي إلا ابىت لي أوا ذ ماي جع ال
زثخه أغىياء خيس مه الثلث وثيس إوه أن حرز للج أفأحصدق بشطسي لاي لا الثلث
31
ا إلا أجسث ب الل ج ا لسج حىفك وفمت حبخغي ب م عالت يخىففن الىاس أن حرز
ا في في امسأحه )زاي مسلم(حخ اللممت حجعل
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash RA, Rasulullah pernah menjenguk saya
waktu haji wada’ karena sakit keras yang saya alami sampai hampir saja saya
meninggal. Lalau saya berkata kepada beliau, Wahai Rasulullah saya sedang
sakit keras sebagai mana engku sendiri melihatnya sedangkan saya mempunyai
banyak harta dan tidak ada yang mewarisi saya, kecuali anak perempuan satu-
satunya. Boleh kah saya menyedekahkan sebanyak 2/3 dari harta saya?Beliau
menjawab “Tidak” saya mengatakan lagi bolehkah saya menyedekahkan separoh
hartasaya? Beliau menjawab “Tidak” sepertiga saja yang boleh kamus
edekahkan, sedangkan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya kamu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah lebih baik dari pada
kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, menengadahkan tangan
meminta-minta pada orang banyak. Apapun yang kamu nafkahkan karena ridla
Allah, kamu mendapat pahala karenanya, bahkan termasuk satu suap untuk
istrimu”.
2. Pandangan Ulama tentang wasiat wajibah
Adapunmengenaihukumwasiatparaahlihukumberbedapendapatyaitu:
1. Pendapat ini memandang bahwa wasiat itu wajib bagi setiap orang yang
meninggalkan harta, baik harta itu banyak atau sedikit. Pendapat ini dikatakan
olehAz-zuhridan Abu Mijlaz.
2. Pendapat ini memandang bahwa wasiat kepada kedua orang tua dan karib kerabat
yang tidak mewarisi dari simayyit wajib hukumnya. Ini menurut Masruq, Iyas,
Qatadah, Ibnu Jarir dan Az-zuhri.
3. Pendapat empat Imam dari aliran Zaidiyah yang menyatakan bahwa wasiat itu
bukanlah kewajiban atas setiap orang yang meninggalkan harta dan bukan pula
kewajiban terhadap kedua orang tua dan karib akan tetapi wasiat itu berbeda-beda
hukumnya menurut keadaan.
32
Abu Daud Ibnu Hazm dan ulama salaf berpendapat bahwa wasiat hukumnya
fardhu 'ain. Mereka beralasan bahwa QS Al-Baqara hayat 180 dan QS An-Nisaayat 11-
12 mengandung pengertian bahwa “Allah mewajibkan hamba-Nya untuk mewariskan
sebagian hartanya kepada ahli waris dan mewajibkan wasiat didahulukan pelaksanaanya
dari pada pelunasan hutang. Adapun maksud kepada orang tua dan kerabat dipahami
karena mereka itutidak menerima warisan.
BAB III
KEWARISAN ANAK ANGKAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
DAN KUH PERDATA
A. Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam
Salah satu hukum materiil Peradilan Agama di Indonesia yang di jadikan
rujukan oleh para hakim adalah kompilasi hukum Islam walaupun berlakunya hanya
melalui intruksi dari dalam hasil dalam Republik Indonesia nomor 1 tahun 1951,
sedangkan salah satu materi KHI adalah pemberian wasiat wajibah kepada anak
angkat pasal 209 KHI, hal ini merupakan terobosan baru dalam hukum Islam yang
tidak di temukan dalam kitab- kitab klasik bahkan undang- undang Mesir dan Siria
pun tidak menyatakan wasiat wajibah kepada anak angkat.
Sedangkan dalam wasiat wajibah bagianak angkat termaktub dalam pasal 171
KHI. Jika ada anak angkat maka ada orang tua angkat, dalam hal ini, KHI
menjelaskan bahwa anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk
hidupnya sehari-hari, sebagaimana tanggung jawab orang tua asal kepada orang tua
33
angkatnya berdasarkan putusan pengadilan45
. Dengan pasal 171 KHI inidapat
dipahami sebagai berikut:
a. Status anak angkat hanya terbatas pada peralihan, pemeliharaan hidup sehari-
hari, tanggung jawab biaya pendidikan.
b. Keabsahan status anak angkat harus berdasarkan atas keputusan pengadilan.
c. Disamping pasal 171 pasal 209 KHI memberikan hak wasiat wajibah 1/3
kepada anak angkat46.
Status anak angkat tidak berkedududkan sebagaimana anak kandung, oleh
karena itu orang tua angkat tidak menjadi ahli waris anak angkatnya, akan tetapi,
kenyataan hubungan itu tidak dapat dipungkiri scara hukum, kerana itu untuk tidak
membohongi diri atas fakta yuridis tersebut pasal 209 (2), KHI memodifikasi suatu
kesimpulan hak dan kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hubungan
waris muwaris adalah sebagai berikut: (a) anak angkat berhak mendapat 1/3
berdasarkan konstruksi hukum wasiat wajibah, (b) orang tua angkat berhak mendapat
1/3 berdasarkan konstruksi hukum wasiat wajibah47.Berhubungan dengan bunyi pasal
205 KHI sebagai berikut:
1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal- pasal 176-193
tersebut, sedangkan terhadaporang tua angkat yang tidak menerima wasiat, diberi
wasiat wajibah sebanyak 1/3 dari harta warisan anak angkatmya
45
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: Akademika Presindo1992),
h.156. 46
M. Yahya Harahap, Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam, Memposotifkan Abtraksi
Hukum Islam, Dalam Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam
Istem Hukum Nasiona. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 1999), h. 67. 47
, Ibid h. 71.
34
2. Terhadap anak angkat yang tidak menerimawasiat, diberi wasiat wajibah
sebanyak 1/3 dariharta warisan orang tua angkatnya48
.
Dalam KUHPerdata awalnya tidak ditemukan mengenai pengangkatan anak,
namun kemudian Pemerintah Belanda mengeluarkan Staadsblad 1917 Nomor 129
yang berisi mengatur mengenai pengangkatan anak tersebut. Salah satu ketentuan
yang penting dari aturan ini adalah adanya hak untuk mendapatkan waris dan
putusnya hubungan antara anak angkat dengan orang tua aslinya49
Kompilasi Hukum Islam (KHI) menetapkan bahwa antara anak angkatdan
orang tua angkat terbina hubungan saling berwasiat. Dalam Pasal 209ayat (1) dan
ayat (2) berbunyi :
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan
193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima
wasiat wajibah diberi wasiat wajibah sebanyakbanyaknya 1/3 dari harta warisan
anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. Menurut pasal
tersebut di atas, bahwa harta warisan seorang anak angkat atau orang tua angkat
48
Abdurrahman,Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: Akademika Presindo,
1992), h. 164. 49
Cik Basir, Aspek Prosedural/Prosesuil Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama
Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, (Jakarta: Pokja Perdata MARI, 2007), hal 65.
35
harus dibagi sesuai dengan aturannya yaitu dibagikan kepada orang-orang yang
mempunyai pertalian darah (kaum kerabat) yang menjadi ahli warisnya50.
Dalam undang-undang hukum wasiat Mesir, wasiat wajibah diberikan terbatas
kepada cucu pewaris yang orang tuanya telah meninggal dunia lebih dahulu dan
mereka tidak mendapatkan bagian harta warisan disebabkan kedudukannya sebagai
zawil arham atau terhijab oleh ahli waris lain51
B. Kewarisan Menurut Undang-undang KUH Perdata
Dalam KUHPerdata awalnya tidak ditemukan mengenai pengangkatan anak,
namun kemudian Pemerintah Belanda mengeluarkan Staatsblad 1917 Nomor 129
yang berisi mengatur mengenai pengangkatan anak tersebut. Salah satu ketentuan
yang penting dari aturan ini adalah adanya hak untuk mendapatkan waris dan
putusnya hubungan antara anak angkat dengan orang tua aslinya52.
Ahli waris adalah semua yang berhak menerimawarisan. Menurut KUHPerdata Pasal
832 ayat (1) KUHPerdatamengatakan yang berhak menjadi ahli waris adalah keluargasedarah
yang sah ataupun diluar perkawinan, serta suamidan istri yang hidup terlama . Semua ahli
waris dengansendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segalabarang, segala hak
dan segala piutang dari pewaris.Hak-hak yang dipunyai ahli waris yaitu :
1. Hak Saisine
50
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum IslamDepartemen
Agama R I. Jakarta Tahun 2000.
51Ahmad Zahari, TigaversiHukumKewarisan Islam, Syafi’I, Hazairindan KHI, (Pontianak:
Romeo Grafika, 2006), h.98
52 Cik Basir, Aspek Prosedural/Prosesuil Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama
Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, (Jakarta: Pokja Perdata MARI, 2007), hal 65
36
Menurut Pasal 833 ayat (1) KUH Perdata, ahli waris karenahukum memiliki
barang-barang, hak-hak, dan segala piutang dari orang yang meninggal dunia. Hal ini
disebut, mereka (ahli waris) mempunyai “saisine”. Kata itu di ambil dari bahasa
Prancis: “lemort saisit le vif”, artinya yang mati di anggap digantikan oleh yang
hidup53,Maksudnya ialah, bahwa ahli waris segera pada saat meninggalnya pewaris
mengambil ahli semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris tanpa adanya suatu
tindakan dari mereka, kendati pun mereka tidak mengetahuinya.
Hak saisine tidak hanya pada pewaris menurut Undang- Undang, tetapi juga
ada pewarisan dengan adanya surat wasiat. (Pasal 955 KUH Perdata).Hak Saisine
ini tidak di punyai oleh negara. Dengan demikian hak saisine inilah yang
membedakan negara sebagai ahli waris dengan ahli waris lainnya. Jadi kalau semua
ahli waris sudah tidak ada, maka semua harta warisan akan jatuh kepada negara.
Namun hal ini negara tidak memperoleh harta warisan secara otomatis. Tetapi
terlebih dahulu harus ada keputusan Pengadilan Negeri (Pasal 833 ayat (3) KUH
Perdata54).
2. Hak Hereditatis Petitio
Pasal 834 dan Pasal 835 KUH Perdata mengatur hak untuk menuntut
pembagian dari dalam harta warisan yang disebut dengan nama Hereditatis Petitio.
Hak ini diberikan oleh Undang-Undang kepada para ahli waris terhadap mereka,
baik atas dasar suatu titel atau tidak menguasai seluruh atau sebagian dari harta
53
Soetojo Prawirohamidjojo, R. Prof. Mr. Dr, Hukum Waris Kodifikasi,( Surabaya:
Airlangga University Press 2000), hlm. 6 54
Ibid, h. 7
37
peninggalan, seperti juga terhadap mereka yang secara licik telah menghentikan
penguasaannya.Siapa saja yang dapat mengajukan Hereditatis Petitio?Undang-
Undang menyebutnya ahli waris. Jadi menurutaturan umum, pengganti ahli waris
menurut hukumdengan titel umum (biasanya ahli waris dari ahliwaris) dapat
mengajukan itu.Undang-Undang tidak memberikan tuntutan itu kepadapelaksana
wasiat ataupun kepada pengelola (curator)harta peninggalan yang tidak diurus.
Pendapat bahwa pelaksana wasiat adalah wakil dari ahli waris dapat mengakibatkan
bahwa gugatan itu diberikan kepada pelaksanaan wasiat, walaupun dalam hal ini
Undang-Undang tidak mengatakan dengan tegas, akan tetapi hal ini tidak sesuai
dengan ajaran yang umumnya dianut55.
3. Hak untuk Menuntut Bagian Warisan
Hak ini diatur dalam Pasal 1066 KUH Perdata. Hak ini merupakan hak yang
terpenting dan merupakan ciri khas dari Hukum waris.
Pasal 1066 KUH Perdata menentukan :
“Tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta
peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu
dalam keadaan tidak terbagi”
Pemisahan itu setiap waktu dapat dituntut, biarpun ada larangan untuk
melakukannya, namun dapatlah diadakan persetujuan untuk selama suatu waktu
tertentu tidak melakukan pemisahan. Persetujuan yang demikian hanyalah mengikat
55
Ibid. h. 10.
38
untuk selama lima tahun, namun setelah lewatnya tenggang waktu ini dapatlah
persetujuan itu diperbaharui.
4. Hak untuk Menolak Warisan.
Hak untuk menolak warisan diatur dalam Pasal 1045jo. Pasal 1051 KUH
Perdata.Seorang ahli waris menurut Pasal 1045 KUH Perdata tidak harus menerima
harta warisan yang jatuh kepadanya, bahkan apabila ahli waris tersebut telah
meninggal dunia, maka ahli warisnya pun dapat memilih untuk menerima atau
menolak warisan.(Pasal 1051 KUH Perdata).
Dua (2) macam pewarisan menurut KUH Perdata,yaitu :
a. Ahli waris menurut Undang-Undang yang berdasarkan hubungan darah atau disebut
ab intestato.
b. Ahli waris yang ditunjuk dalam surat wasiat atau disebut testamentair erfrecht.56
Ahli waris menurut surat wasiat (testamentairerfrecht) jumlahnya tidak tentu,
karena ahli waris inibergantung pada kehendak si pembuat wasiat. Suatu
wasiatseringkali berisi penunjukan seorang atau beberapa ahliwaris yang akan
mendapat seluruh atau sebagian dariwarisan, dan mereka tetap akan memperoleh
segala hak dankewajiban dari pewaris seperti halnya ahli waris menurutUndang-
Undang (ab intestato).
56
Cik Basir, Aspek Prosedural/Prosesuil Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Pasca
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, (Jakarta: Pokja Perdata MARI, 2007), hal 65.
39
Tujuan dari pembuatan Undang-undang dalam menetapkan legitime portie ini
adalah untuk menghindari dan melindungi anak si wafat dari kecenderungan si
wafat menguntungkan orang lain, demikian kata Asser Meyers yang dikutip dalam
buku oemarsalim57
.
Para ahli waris dalam garis lencang baik kebawah maupunke atas, berhak atas
suatu “legitieme portie”, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang
tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Dengan kata lain
mereka itu tidak dapat “onterfd”. Hak atas legitieme portie, barulah timbul bila
seseorang dalam keadaan sungguh-sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris
menurut Undang-undang58
.
57
Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, , (Jakarta: Rineka Cipta 1991). 58
Vollmar H.F.A.Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta:CV.Rajawali, 1992),h.418
40
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Duduk Perkara
Pada dasarnya pengugagat atau pemohon boleh membuat gugatan atau
permohonannya sendiri tanpa mewakilkan kepada orang lain. Orang-orang yang
berkepentingan bisa secara langsung aktif bertindak sendiri sebagai pihak di muka
sidang Pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Penggugat yang
berkepentingan lansung disebut pihak materiel , karena ia secara lansung mengajukan
gugatan ke Pengadilan, dan dia sekaligus sebagai pihak formil, karena dia sendirilah
yang beracara di muka sidang Pengadilan59
59
R. Soeroso, Praktek Hukum Perdata Bentuk-bentuk surat di Bidang Kepercayaan
Perdata, , (Jakarta: Sinar Grafika 1994), hal. 13
41
Akan tetapi dalam keadaan tertentu para pihak dapat mewakilkan kepada
pihak lain untuk beracara di muka sidang Pengadilan, sesuai ketentuan pasal 123 HIR
atau pasal 147 RBg.
Perkara ini menyangkut permohonan penetapan ahli waris bagi orang-orang
yang beragama Islam, maka dengan ketentuan pasal 49 dan penjelasan pasal 49 huruf
b Undang-undang nomor 7 tahun 1989 yang diubah dengan undang-undang nomor 3
tahun 2006 tentang Peradilan Agama, perkara ini merupakan kewenangan Absolut
Pengadilan Agama.
Pengajuan penetapan waris menurut hukum diajukan dengan cara tertulis.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 juncto pasal 73
ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama60
Perkara penetapan waris yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan
sangat banyak. Salah satu di antaranya penetapan waris anak angkat. Pada
rentang waktu 2009-2010 yang terdaftar dalam buku register di institusi tersebut
yaitu perkara Nomor171/ Pdt. P / 2009 / PA.JS. tanggal 20 November 2009para
pemohon yang diwakili oleh kuasa insidentil yang sekaligus pemohon I. Oleh
sebab itu penulis akan membahas salinan putusan yang telah diputus oleh Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
1. Pengajuan penetapan waris
60
Ibid, h. 14
42
Adapun isi gugatan yang diajukan ke Pengadilan Agama yakni sebagai
berikut :
a. Identitas Penggugat atau Pemohon61
a) Dr. Dewi Hayati Heryundari binti Drs. Moestofa, umur 42 tahun, agama Islam,
pekerjaan Dokter dan bertempat tinggal di Jalan Panglima PolimI nomor 69 rt.
003 rw. 004 kelurahan Melawai Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selanjutnya disebut sebagai Pemohon I.
b) Drg. Noor Dewayani H binti Drs. Moestofa, umur 41 Tahun, Agama Islam,
Pekerjaan Dokter Gigi dan beralamat di Jalan Teratai XVI Blok Q.016 Tanjung
Barat Indah Rt. 003 Rw. 002 Kelurahan Tanjung Barat Kecamatan Jagakarsa
Jakarta Selatan. Selanjutnya di sebut sebagai Pemohon II.
c) Siti Hapsari Hertjahyanti binti Drs. Moestofa, umur 39 Tahun, Agama Islam,
Pekerjaan BUMNdan bertempat tinggal di Jalan Bunga Mayang V Nomor 11 Rt.
002 Rw. 001 Kelurahan Bintaro Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan.
Selanjutnya di sebut sebagai Pemohon III.
d) Arief SetiawanHergunanto bin Drs. Moestofa, Umur 37 tahun, Agama Islam,
Pekerjaan Karyawan dan bertempat tinggal di Jalan Bunga Mayang V no.3 Rt.
002 Rw.001 Keluraha Bintaro Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan.
Selanjutnya di sebut sebagai Pemohon IV.
e) Dimas Riyan Firmansyah Herwibowo, umur 29 tahun agama Islam Pekerjaan
Wiraswasta dan bertempat tinggal di Jalan Bunga Mayang V nomor. 3 Rt. 002
61
Surat putusan No.171/pdt.P2009/PA.JS, h. 1
43
Rw. 01 Kelurahan Bintaro Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Selanjutnya
disebut Sebagai Pemohon V62
.
Dalam berkas gugatan atau permohonan sebagaimana yang dimuat dalam
perkara di atas telah memuat identitas penggugat dan tergugat sebagaimana yang
dikehendaki Undang-Undang.
b. Fundamentum Petendi (Dasar Gugatan)
Adapun sebab-sebab yang diajukan penggugat atau duduk perkara yang
diajukan ke Pengadilan Agama menurut hasil penelitian sebagai berikut :
a) pada tanggal 6 Juli 2009 telah meninggal dunia Ayah kandung dari para pemohon
yang bernama Drs. Moestofa bin Asmoeni di Jakarta karena Sakit dan dalam
keadaan beragama Islam berdasarkan surat keterangan kematian nomor
144/1755.3.2009. dari keluraha Bintaro. Jakarta Selatan.
b) ketika wafat ayahnya yang bernama Asmoeni dan ibunya bernama Hoesnah
keduanya telah meninggal dunia lebih dahulu dari almarhum.
c) Semasa hidupnya almarhum Moestofa hanya menikah satu kali saja dengan Dra.
Choiriyah binti ismail Pada tanggal 3 April 1966 sesuai dengan surat Nikah
no.36995 / 65 tanggal 4 April yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Danurejo.
Jogjakarta dan almarhumah telah wafat lebih dahulu dari almarhum Drs. Moestofa
yaitu wafat tanggal 13 desember 2004 yang dikeluarkan oleh kelurahan Bintaro
Jakarta Selatan. Dari Pernikahan tersebut almarhum Moestofa telah di karuniai 4
(empat) orang anak bernama:
-Dr.Dewi Hayati Heryundari.
62
Ibid, h. 1
44
-Drg. Noor Dewayani H.
-Siti Hapsari Hertjahyanti.
-Arief Setiawan Hergunanto.
d) Almarhum dan almarhumah semasa hidupnya telah mengangkat seorang anak laki –
laki yang benama Dimas Ryan Firmansyah Herwibowo.
e) Para pemohon kesemuanya beragama islam
f) Maksud para pemohon mengajukan permohonan ini adalah untuk ditetapkannya
para ahli waris almarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni sesuai hukum Waris Islam63
.
c. Petitum
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas para pemohon agar ditetapkan ahli
waris masing-masing dari almarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni kepada Bapak
ketua pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan memutus sebagai berikut:
a) Mengabulkan Permohonan para pemohon.
b) Menetapkan Ahli waris dari almarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni yang meninggal
tanggal 6 Juli 2009 adalah:
(a) Dr.Dewi Hayati Heryundari. (anak Perempuan)
(b) Drg. Noor Dewayani H. (anak perempua )
(c) Siti Hapsari Hertjahyanti. (anak Perempuan)
(d) Arief Setiawan Hergunanto. (anak laki-laki)
(e) Dimas Ryan Firmansyah Herwibowo. (anak angkat)64
Menetapkan biaya perkara sesuai ketentuan hukum yang berlaku
2. Pembayaran Biaya Perkara
63
Ibid, h. 2 64
Ibid, h. 2-3
45
Setelah penggugat dinilai telah lengkap memuat syarat-syarat yang telah di
tentukan, maka selanjutnya penggugat harus mendaftarkan gugatan cerainya
kepada Panitera Pengadilan Agama, untuk itu penggugat dikarenakan kewajiban
untuk membayar biaya perkara.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 121 ayat 4 HIR,145 ayat 4 Rbg yang
berbunyi :
“Setelah penggugat memasukkan gugatannya dalam daftar pada
kepaniteraan Pengadilan dan melunasi biaya perkara, ia tinggal menunggu
pemberitahuan hari sidang”
Dan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, penulis mendapatkan data
bahwa biaya kepaniteraan,biaya panggilan, pemberitahuan para pihak serta biaya
materai. Dengan demikian perkara Nomor: 171 /Pdt.P/ 2009 /
PA.JSMembebankan biaya perkara kepada para pemohon sebesar 161.000
(seratus enam puluh satu ribu) rupiah dengan rincin sebagai berikut6566
:
PERINCIAN BIAYA PERKARA:
1. Biaya pendaftaran Rp. 30.000;
2. Biaya panggilan Rp. 120.000;
3. Biaya redaksi Rp. 5.000;
4. Biaya materai Rp. 6.000;
Jumlah Rp. 161.000;
(Seratus enam puluh satu ribu rupiah)
65
Surat putusan No.171/pdt.P2009/PA.JS, h. 8
46
c) Penetapan Majelis Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menerima pendaftaran gugatan
cerai, maka Pengadilan Agama Jakarta Selatan menetapkan tiga orang hakim
yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Di antaranyaDra.
Muhayah, SH sebagai ketua majelis, Tamah, SH dan Drs. Sohel, SH, masing-
masing sebagai hakim anggota
d) Penetapan Hari Sidang
Penetapan hari sidang paling lambat 1 (satu) bulan setelah pengajuan
gugatan tersebut di daftarkan pada panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan,
maka Pengadilan harus mulai menyidangkan perkara tersebut. Untuk itu Ketua
Majelis Hakim menetapkan sidang yang ditentukan para pemohon yang diwakili
oleh kuasa insidentil yang sekaligus pemohon I berdasarkan surat kuasa khusus
insidentil nomor w.9-A 4/P/ 4787/X2009tanggal 5 November 2009 telah hadir
secara in person dalam persidangan yang atas pertanyaan majelis hakim67
.
B. Pemeriksaan Perkara Dalam Sidang
Proses pemeriksaan perkara di muka sidang Pengadilan Agama di Jakarta
Selatan di tingkat pertama dilakukan menurut ketentuan hukum acara yang
berlaku, yaitu di mulai dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pembacaan surat gugatan atau permohonan dalam persidangan perkara Nomor
791/pdt. G/2007/PA.JS. Dibacakan oleh Hakim Ketua yaitu Ibu Dra. Muhayah, SH.
2. Pembuktian
67
Ibid , h. 3
47
Setelah pemohon diperiksa, maka tindakan selanjutnya yakni tindakan
yang harus dilakukan oleh Majelis Hakim yaitu memeriksa alat bukti. Acara
pembuktian ini dimulai dengan pemeriksaan alat-alat bukti sebagai berikut:
a. Alat bukti surat, baik yang berupa akta otentik, akta dibawah tangan maupun
surat yang bukan akta. Menurut hasil penelitian alat bukti yang di ajukan
pemohon meliputi surat-surat bukti sebagai berikut :
a.) Foto Copy bermaterai sah Surat keterangan kematian almarhum Drs. Moestofa
yang di keluarkan oleh Lurah Bintaro tanggal 28 September 200968
. (bukti
berkode P.I)
b.) Foto Copy bermaterai sah Surat keterangan kematian almarhum Dra. Choiriyah
yang dikeluarkan oleh Camat Bintaro tanggal 13 Desember 2004. (bukti brkode
P.2)
c.) Foto Copy bermaterei sah Buku Kutipan Akta Nikah almarhum Drs. Moestofa
dengan Dra. Choiriyah yang di keluarkan oleh kepala Kantor urusan Agama
Kecamatan Jogjakarta tanggal 4 April 1996. (bukti P.3)
d.) Foto Copy bermaterei sah Kutipan Akta Kelahiran atas nama Dewi Hayati
Herjundarai yang di keluarkan oleh kepala kantor Catatn Sipil Padang pada
tanggal 14 Februari 1968. (bukti P.4)
e.) Foto Copy bermaterei sah kutipan akta kelahiran atas nama Noor dewayani
Herjuningsih yang dikeluarkan oleh Catatan Sipil Padang pada tanggal 29
November 1968. (bukti P.5)
68
Ibid , h. 3
48
f.) Foto Copy Bermaterei sah Akta kelahiran atas nama Siti Hapsari Hertjahyanti
yang dikeluarkan oleh catatan Sipil Padang Pada tanggal 28 Juli 1970. (bukti P.6)
g.) Foto Copy bermaterei sah Akta Kelahiran atas nama Arief Setiwan Hergunanto
Yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil pada tanggal 1 februari 1972 (bukti
P.7)
h.) Foto Copy bermaterei sah salinan penetapan putusan nomor : 743/ pdt. P/1985
P.N. JKT. PST. Pada tanggal 2 september 1985 (bukti P.80
i.) Foto Copy bermaterei sah Kutipan akta kelahiran atas nama Dimas Ryan
Firmansyah yang dikeluarkan oleh catatan sipil Jakarta pada tanggal 4 juni
198669
. ( Bukt Berkode P.9)
j.) Foto copybermaterei sah surat pernyataan tidak ada sengketa yang ditandatangani
oleh para pemohon. (bukti berkode P.10)70
b. Pemeriksaan bukti saksi-saksi, yang dimulai dari pemeriksaan saksi-saksi yang
diajukan oleh penggugat. Yakni saksi Pertama . Ongko Tri Soeolo bin Kusumo dan saksi
Kedua Hamdan Irianto bin Abdul Hamid Suntoro
Adapun mengenai tata cara pembuktian di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan sebagaimana yang berlaku dalam perkara perdata pada umumnya, yaitu
pembuktian untuk mencapai kebenaran formal, artinya pembuktian dalam
persidangan adalah hal-hal yang dinyatakan oleh pemohon dalam
permohonannya71
69
Ibid , h. 3 70
Ibid.h.3 71
A. Mukti Arto, Praktek pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004),
Cet. V, h. 154-165
49
bahwa selain bukti Surat tersebut, para pemohon telah pula menghadirkan
dua orang saksimasing-masing bernama Ongko Tri Soelo Bin Kusuno dan
Hamdan Irianto bin Abdul Hamid Suntoro72
yang mana saksi-saksi tersebut
memberikan keterangan dibawah sumpahnya yang pokok-pokoknya sebagai
berikut:
a.) Saksi. I . Ongko Tri Soeolo bin Kusumo:
- Bahwa saksi kenal dengan para pemohon dan pula kenal dengan orang tua
para pemohon, karena saksi adalah adik ipar pemohon.
- Bahwa ayah para pemohon yang bernama Drs. Moestofa bin Asmoeni
telah meninggal dunia karena sakit pada tanggal 6 juli 2009 da ibu para
pemohon bernama Dra. Choiriyah telah meninggal dunia lebih dahulu pada
tanggal 13 Desember 2004, karena sakit dan dalam keadaan beragama
Islam.
- Bahwa ayah kandung dan ibu kandung dari almahum Drs. Moestofa yaitu
Asmoeni dan Ibu kandungnya Bernama Hoesnah lebih dahulu meninggal
dunia dari pada almarhum Drs. Moestofa.
- Bahwa selama hidup almarhum Drs. Moestofa hanya menikah satu kali
saja dengan almarhumah Choiriyah yaitu ibu kandung para pemohon dan
belum pernah bercerai dan selama menikah dengan almarhumah telah
dikaruniai 4 (empat) orang anak yang sekarang masih hidup dan almarhum
72
Surat putusan No.171/pdt.P2009/PA.JS, h. 4.
50
Drs. Moestofa dengan almarhumah Choiriyah semas hidupnya telah
mengangkat seoranganak yang bernama Dimas Ryan Firmansyah
Herwibowo.
- Bahwa saksi mengetahui para pemohon mengajukan permohonan ahli
waris karena untuk kepentingan penentuan ahli waris dari almarhum Drs
Moestofa bin Asmoeni.
b.) Saksi. II . Hamdan Irianto bin Abdul Hamid Suntoro73
:
- Bahwa, saksi kenal dengan para pemohon dan kenal dengan almarhum orang tua
para pmohon. Karena saksi adalah suami para pemohon.
- Bahwa, ayah para pemohon yang bernama Drs. Moestofa bin Asmoeni telah
meninggal dunia karena sakit pada tanggal 6 juli 2009 da ibu para pemohon
bernama Dra. Choiriyah telah meninggal dunia lebih dahulu pada tanggal 13
Desember 2004, karena sakit dan dalam keadaan beragama Islam.
- Bahwa, ayah kandung dan ibu kandung dari almahum Drs. Moestofa yaitu
Asmoeni dan Ibu kandungnya Bernama Hoesnah lebih dahulu meninggal dunia
dari pada almarhum Drs. Moestofa.
- Bahwa, selama hidup almarhum Drs. Moestofa hanya menikah satu kali saja
dengan almarhumah Choiriyah yaitu ibu kandung para pemohon dan belum
pernah bercerai dan selama menikah dengan almarhumah telah dikaruniai 4
(empat) orang anak yang sekarang masih hidup dan almarhum Drs. Moestofa
dengan almarhumah Choiriyah semas hidupnya telah mengangkat seoranganak
yang bernama Dimas Ryan Firmansyah Herwibowo.
73
Ibid, h 4-5.
51
- Bahwa, saksi mengetahui para pemohon mengajukan permohonan ahli waris
karena untuk kepentingan penentuan ahli waris dari almarhum Drs Moestofa bin
Asmoeni.74
C. Pertimbangan Majelis Hakim
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan para pemohon adalah sebagaimana
tersebut diatas.
1.Pasal 49 dan penjelasan pasal 49 huruf b undang-undang nomor 7 tahun 1989
yang diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan
Agama75
.
(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
danmenyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yangberagama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
c. wakaf dan shadaqah.Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang:
a. perkawinan;
74
Ibid.h. 4-5. 75
Surat putusan No.171/pdt.P2009/PA.JS, h. 5.
52
b. warta;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah.76
”
Bahwa perkara ini menyangkut permohonan penetapan ahli waris bagi
orang-rang yang beragama islam, maka dengan ketentuan pasal 49 dan
penjelasan pasal 49 huruf b undang-undang nomor 7 tahun 1989 yang diubah
dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, perkara
ini merupakan kewenangan Absolut Pengadilan Agama.
a) Pasal 165 HIR
Akta otentik, yaitu suatu surat yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai
umum yang berwenang untuk membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi
kedua belah pihak dan ahli waris masing-masing serta sekalian orang yang
mendapat hak darinya tentang segala hal yang disebut di dalam urat itu dan
tentang hal yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan; tetapi yang
76
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam Departemen
Agama R I..( Jakarta Tahun 2000).
53
tersebut terakhir ini hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung menyangkut
pokok akta itu. (KUHPerd. 1868, 1870 dst.; Sv. 380 ; IR. 168, 304.)
b) Pasal 147
“Jika tidak diminta mengundurkan diri, atau jika penolakan ini dianggap
tidak beralasan buat memberikan kesaksiannya, maka sebelum saksi itu memberi
keterangannya, ia lebih dahulu disumpah menurut agamanya”.
Penjelasan:
Jikalau hak undur diri tidak diminta, atau betul diminta akan tetapi ternyata
tidak beralasan, maka saksi harus didengar keterangannya akan, tetapi harus
disumpah lebih dahulu secara menurut, agama dan kepercayaannya masing-
masing. Boleh diketahui bahwa cara penyumpahan itu ada dua macam, yaitu
secara "promissoris" (disumpah lebih dahulu sebelumnya menyampaikan
keterangannya) dan secara "assertoris" yaitu menyampaikan keterangannya lebih
dahulu, kemudian sesudah itu barulah diteguhkan dengan sumpah.
c) Pasal 172 HIR
Dalam hal menimbang nilai kesaksian itu, hakim harus memperhatikan:
cocoknya para saksi satusama lain kesesuaian kesaksian-kesaksian mereka
dengan apa yang diketahui dari sumber laintentang perkara yang bersangkutan
semua alasan para saksi untuk menerangkan dudukperkaranya dengan cara begini
atau begitu peri kehidupan, adat istiadat dan kedudukan parasaksi dan pada
umumnya, segala hal yang dapat menyebabkan saksi itu dapat dipercayai
ataukurang dipercayai. (KUHPerd. 1908; Sv. 378; IR. 302.)
54
Bahwa dalam ketentuan hukum Islam(hukum faraidh) bahwa seseorang
meninggal dunia dan meninggalkan waris dan harta, maka ketentuan para ahli
waris serta bagian nya secara qoth‟i telah diatur dalam Alquran sebagaimana
dalam surat Annisa ayat 11.
لدوم. صيىم اهلل في ا (الىساء اا)... ي
d) Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam
Yang dimaksud dengan:
a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan
meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli
waris dan harta peninggalan.
c. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam
dan tidak terhalang karena hokum untuk menjadi ahli waris.
d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang
berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
e. Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama
setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya,
55
biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk
kerabat.
f. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau
lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
g. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari
seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
h. Anak angkat adalahanak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-
hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang
tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.
i. Baitul Mal adalah Balai Harta Keagamaan.
bahwa berdasarkan bukti berkode p8 dan p9 berupa salinan penetapan anak
angkat, maka telah terbukti bahwa semasa hidupnya almarhum Drs. Moestofa
dengan almarhumah Dra. Choiriyah telah mengangkat anak yang bernama
Dimas Riyan Herwibowo sesuai pasal 17 1 huruf h Kompilasi Hukum Islam.
5. Pasal 209KompilasiHukum Islam
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai
dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang
tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari
harta wasiat anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberiwasiat
wajibahsebanyak-banyaknya 1/3dari harta warisan orang tuaangkatnya.
56
Bahwa dengan demikian patut ditetapkan yang menjadi ahli waris dari
almarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni yaitu, Dr.Dewi Hayati HeryundariDrg.
Noor Dewayani h dan Siti Hapsari Herjahyti dan Arief Setyawan Hergunanto
sedangkan Dimas Ryan Firmansyah Herwibowo adalah anak angkat dari
almarhum Drs. Moestofa dengan Dra. Choiriyah yang dalanm hal ini
dimungkinkan mendapat bagian dari harta peninggalan almarhum Drs. Moestofa
dengan jalan wasiat wajibah dengan klausul tidak melebihi 1/3.
Hal ini juga telah diakui oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan sehingga
Majelis Hakim Pengadilan Agama dalam setiap memberikan pertimbangan
hukum dari penggugat, maka disamping menggunakan Undang-Undang sebagai
sandaran hukumnya dan Majelis Hakim juga mengambil sandaran hukum pada
ayat di atas.
D. Penetapan Putusan Perkara
Penetapan putusan Pengadilan dalam perkara perdata khususnya pada
perkara penetapan waris anak angkatpada umumnya mengandung amar putusan
tunggal, yaitu penetapan putusan yang berupa pengabulan atau penolakan
penggugat untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang dimohonkan
seperti :
1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya
2. Menyatakan bahwa Drs. Moestofa bin Asmoeni telah meninggal dunia
3. Menetapkan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
57
Selanjutnya terhadap perkara penetapan waris anak angkat yang menjadi
objek penelitian sebagaimana yang telah ditetapkan atau putusan oleh Pengadilan
Agama Jakarta Sekatan, semuanya mengandung amar putusan sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan para pemohon.
2. Menyatakan bahwa Drs. Moestofa bin Asmoeni telah meninggal dunia pada tanggal
6 juli 2009.
3. Menetapkan bahwa ahli waris dari alamarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni adalah
sebagai berikut:
a. Dr. Dewi Hayati Heryundari ( anak perempuan ).
b. Drg. Noor Dewayani H (anak perempuan )
c. Siti Hapsari Hertjahyanti (anak perempuan )
d. Arief Setiawan Hergunanto (anak laki-laki )
4. Menetapkan bahwa Dimas Ryan Firmansya Herwibowo adalah anak angkat dari
alamhum Drs. Moestofa bin Asmoeni dengan almarhumah Dra. Choiriyah.
5. Membebankan biaya perkara kepada para pemohon sebesar 161.000 (seratus enam
puluh satu ribu) rupiah
Dengan demikian amar penetapan putusan tersebut berarti Pengadilan Agama
Jakarta Selatan telah memberikan pengabulan kepada para pemohon untuk
ditetapkan sebagai ahli waris Karena dalil yang telah diajukan penggugat dalam
gugatannya adalah dalil yang benar, dan telah dilengkapi dengan alat bukti dan
saksi yang sah menurut Undang-Undang. Dan putusan perkara Nomor
791/pdt.G/2007/PA.JS pada hari itu juga diucapkan oleh Ketua Majelis Hakim di
58
dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum yang dihadiri oleh penggugat di
luar hadinya tergugat77
.
E. Analisis Putusan
Salah satu hukum materiil peradilan agamadi Indonesia yang di jadikan
rujukan oleh para hakimadalah kompilasi Hukum Islam walaupun
berlakunyahanya melalui intruksi dari dalam hasil dalam republik Indonesia
nomor 1 tahun 1951, sedangkan salah satumateri KHI adalah pemberian wasiat
wajibah kepada anak angkat pasal 209 KHI, hal ini merupakan terobosan baru
dalam hukum Islam yang tidak di temukan dalam kitab- kitab klasik bahkan
undang- undang Mesir dan Siria pun tidak menyatakan wasiat wajibah kepada
anak angkat78
.
Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba
menganalisis perkara permohonan penetapan hak waris bagi anak angkat di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Surat putusan No.171/pdt.P2009/PA.JS.
Dalam perkara ini Para pemohon yang di dampingi Kuasa para pemohon yang
diwakili oleh kuasa insidentil yang sekaligus pemohon I, berdasarkan surat kuasa
khusus insidentil nomor: w. 9-A 4/P/ 4787/ X /2009. Tanggal 5 November 2009
telah hadir secara in person dalam persidangan yang atas pertanyaan majelis
hakim parapemohon menyatakan tetap dengan dalil-dalil permohonannya.
77
Surat putusan No.171/pdt.P2009/PA.JS. H 2 78
Surat putusan No.171/pdt.P2009/PA.JS. h. 3
59
Pada dasarnya pengugagat atau pemohon boleh membuat gugatan atau
permohonannya sendiri tanpa mewakilkan kepada orang lain. Orang-orang yang
berkepentingan bisa secara lansung aktif bertindak sendiri sebagai pihak di muka
sidang Pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Penggugat
yang berkepentingan lansung disebut pihak materiel , karena ia secara lansung
mengajukan gugatan ke Pengadilan, dan dia sekaligus sebagai pihak formil,
karena dia sendirilah yang beracara di muka sidang Pengadilan79
. Akan tetapi
dalam keadaan tertentu para pihak dapat mewakilkan kepada pihak lain untuk
beracara di muka sidang Pengadilan, sesuai ketentuan pasal 123 HIR atau pasal
147 RBg.
Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak semua surat
kuasa bisa dipergunakan untuk beracara di sidang pengadilan, seperti surat kuasa
umum. Surat Kuasa umum ini diatur dalam pasal 1795 BW. Kuasa ini
mengandung isi dan tujuan untuk melakukan tindakan-tindakan pengurusan harta
kekayaan pemberi kuasa, dengan tugas utama adalah mengurus segala sesuatu
yang berhubungan dengan harta kekayaan tersebut. Jadi titik berat kuasa umum
hanya meliputi perbuatan pengurusan yang lazim disebut “Beherder atau
Management”80
. Oleh sebab itu ditinjau dari segi hukum, surat kuasa umum tidak
79
R. Soeroso, Praktek Hukum Perdata Bentuk-bentuk surat di Bidang Kepercayaan
Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 13. 80
Abdul Manan, Capita Selekta Permasalahan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama, Mahkamah Agung RI, 2008, hal. 12.
60
dapat dipergunakan untuk beracara di Pengadilan dalam mewakili pemberi
kuasa.
Berdasarkan putusan penetapan hak waris dan anak angkat anak angkat
dengan dengan dan tanpa ada perlawanan maka hakim mengabulkan seluruhnya
permohonan para pemohon dengn semua dalil, dan bukti yang telah di ajukan.
Karena ini putusan Declaratoir yaitu putusan yang bersifat menyatakan hukum
atau mrnrgaskan hukum suatu keadaan hukum tertentu yang dimohonkan itu ada
atau tidak ada.
Dalam putusan Declaratoir ini tidak ada pengakuan sesuatu hak atas
prestasi tertentu. Umumnya putusan delaratoir terjadi dalam lapangan hukum
badan pribadi misalnya tentang pengangkatan anak, tentang kelahiran tentang
penegasan hak atas suatu benda dan lain-lain. Putusan declaratoir bersifat
penetapan saja tentang keadaan hukum tidak bersifat mengadili karena tidak ada
sengkata81
Hakim pengadilan agama jakarta selatan dalam wawancara berargumen
tentang wasiat wajibah Wasiat wajibah yang telah ada dalam KHI tidak lepas
dari kitab-kitab fikih, al-qur’an, dan hadits, karena dalam Inpres telah
disebutkan bahwa KHI merupakan pedoman yang memerlukan pengembangan
dan pengkajian lebih lanju.t82
81
Muhammad Abdul Kadir,. Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung , PT. CITRA
Aditya Bakti, 1992), h. 166. 82
Hasil wawancara hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang terdahulu. Penulis mengangkat beberapa
kesimpulan :
1. Menurut Hukum Islam, anak angkat tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan dasar
dan sebab mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam adalah hubungan
darah / nasab / keturunan. Dengan kata lain bahwa peristiwa pegangkatan anak
menurut hukum kawarisan Islam, tidak membawa pengaruh hukum terhadap status
anak angkat, yakni bila bukan merupakan anak sendiri, tidak dapat mewarisi dari
orang yang setelah mengangkat anak tersebut.
62
2. Dalam Kompilasi Hukum Islam orang tua angkat secara serta marta dianggap telah
meninggalkan wasiat (dan karena itu diberi nama wasiat wajibah) maksimal
sebanyak 1/3 dari harta yang ditinggalkan untuk anak angkatnya, atau sebaliknya
anak angkat untuk orang tua angkatnya, dimana harta tersebut dalam sistem
pembagiannya bahwa sebelum dilaksanakan pembagian warisan kepada para ahli
warisnya, maka wasiat wajibah harus ditunaikan terlebih dahulu. Pemberian wasiat
wajibah adalah jalan tengah yang ditempuh oleh para Ulama dalam penyusunan
KHI karena tidak sedikit orang yang dalam rumah tangga tidak dikaruniai
keturunan dan pada akhirnya mereka mengangkat anak. Wasiat wajibah yang telah
ada dalam KHI tidak lepas dari kitab-kitab fikih, al-qur‟an, dan hadits, karena
dalam Inpres telah disebutkan bahwa KHI merupakan pedoman yang memerlukan
pengembangan dan pengkajian lebih lanjut.
3. Putusan hakim dalam memberikan putusan sesuai dengan hukum Islam karena
semua sesuai dengan nash Al-qur‟an. Dalam pembagian wasiat wajibah, dimana
telah ditentukan menurut hukum Islam, yang harus diperhatikan adalah bahwa
bagian anak angkat adalah sepertiga bagian dan tidak boleh melebihi dari bagian
minimal yang diterima oleh para ahli waris. Wasiat wajibah yang telah ada dalam
KHI tidak lepas dari kitab-kitab fikih, al-qur‟an, dan hadits, karena dalam Inpres
telah disebutkan bahwa KHI merupakan pedoman yang memerlukan
pengembangan dan pengkajian lebih lanjut
B. Saran-Saran
1. Bagi umat Islam Indonesia harus bersyukur dengan adanya pengaturan wasiat
wajibah dalam KHI dan menjadi kompetensi Peradilan Agama di Indonesia
63
sebagaimana tertuang dalam pejelasan UU No 3 tahun 2006 pasal 49 huruf a umur
20 berisikan penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam.
2. Para hakim dalam memberikan putusan harus sesuaidengan hukum yang berlaku
baik dari alquran dan hadist maupun dari sumber hukum yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Ali.HukumWaris, HukumKeluargadanHukumPembuktian, (Jakarta:
RinekaCipta, 1997).
Alawi, A, Wasit Sejarah Perkembangan Hukum Islam Dalam Amrullah Ahmad,
Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional ( Jakarta: Gema Insani
Press, 1996).
Arto, A. Mukti Praktek pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).
Basir, Cik. Aspek Prosedural/ Prosesuil Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama
Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, (Jakarta: Pokja Perdata MARI,
2007).
Budiarto,M.Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum,(Jakarta : Akademika
Pressindo, 1991).
Dahlan, Abdul Aziz Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve,
2000, Jilid 6).
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam Departemen
Agama R I..( Jakarta Tahun 2000).
Dellyana, Shanty. Wanita dan Anak di Mata Hukum, (Yogyakarta : Liberty. 1988).
Gosita, Arif. Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1989).
64
Harahap, M. Yahya.Informasi Materi KompilasiHukum Islam, Memposotifkan Abtraksi
Hukum Islam, Dalam Cik Hasan Bisri, Kompilasi HukumIslam Dan Peradilan
Agama Dalam Sistem Hukum Nasional ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999).
Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Adat, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990).
Ka„bah, Rifyal Pengangkatan Anak Dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama ( Artikel
dalam Suara UldilagEdisi Maret 2007).
Kadir, Muhammad Abdul Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung , PT. CITRA
Aditya Bakti, 1992).
Manan, Abdul Capita Selekta Permasalahan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama, Mahkamah Agung RI, 2008.
Martosedono,Amir.Tanya JawabPengangkatanAnakdanMasalahnya., (Semarang
:Effhar Offset danDahara Prize., 1990).
Meliala,Djaja S.PengangkatanAnak (Adopsi) di Indonesia, ( Bandung: Tarsito, 1986).
Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
2004).
Rahman, Fatchur.IlmuWaris, (Jakarta: BulanBintang, 1979).
Rofiq,Ahmad Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003).
Salim, Oemar Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, , (Jakarta: Rineka Cipta 1991).
Soimin,SoedaryoHukum Orang danKeluarga. (Jakarta :SinarGrafika, 1992).
Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. 2001).
Soeroso, R. Praktek Hukum Perdata Bentuk-bentuk surat di Bidang Kepercayaan
Perdata, , (Jakarta: Sinar Grafika 1994).
Soepomo.Bab-babTentangHukumAdat.(Jakarta : PradnyaParamita, . 1985).
Suparman, et.all,. Fiqih Mawaris (Hukum Kewarisan Islam). (Jakarta: Gaya Media
Pratama,1997)
Tafal, Bastian.PengangkatanAnakMenurutHukumAdat Serta Akibat-akibatHukumnya di
KemudianHari. (Jakarta: Rajawali, 1983).
Usman, Husaini.Metedologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara 2001).
Prawirohamidjojo, R. Soetojo. Hukum Waris Kodifikasi, ( Surabaya: Airlangga
University Press 2000).
Vollmar H.F.A.Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992).
Wignjodipoero, Soerojo.PengantardanAsas-asasHukumAdat, (Jakarta :GunungAgung,
1984).
Zahari,Ahmad.Tiga versi Hukum Kewarisan Islam, Syafi’I, Hazairin dan KHI,
(Pontianak: Romeo Grafika, 2006)
Zaini,Muderis. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, ( Jakarta : Sinar
Grafika, 1995).
65
PENETAPAN
Salinan Nomor: 171 /Pdt.P/ 2009 / PA.JS.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan agama Kls. IA Jakarta selatan yang memeriksa dan memutus perkara
– perkara tertentu telah menjatuhkan penetapan dalam perkara pihak – pihak antara:
1. Dr. Dewi Hayati Heryundari binti Drs. Moestofa, umur 42 tahun, agama
Islam, pekerjaan Dokter dan bertempat tinggal di Jalan Panglima PolimI
nomor 69 rt. 003 rw. 004 kelurahan Melawai Kecamatan Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan. Selanjutnya disebut sebagai Pemohon I.
66
2. Drg. Noor Dewayani H binti Drs. Moestofa, umur 41 Tahun, Agama Islam,
Pekerjaan Dokter Gigi dan beralamat di Jalan Teratai XVI Blok Q.016
Tanjung Barat Indah Rt. 003 Rw. 002 Kelurahan Tanjung Barat Kecamatan
Jagakarsa Jakarta Selatan. Selanjutnya di sebut sebagai Pemohon II.
3. Siti Hapsari Hertjahyanti binti Drs. Moestofa, umur 39 Tahun, Agama Islam,
Pekerjaan BUMNdan bertempat tinggal di Jalan Bunga Mayang V Nomor 11
Rt. 002 Rw. 001 Kelurahan Bintaro Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan. Selanjutnya di sebut sebagai Pemohon III.
4. Arief SetiawanHergunanto bin Drs. Moestofa, Umur 37 tahun, Agama Islam,
Pekerjaan Karyawan dan bertempat tinggal di Jalan Bunga Mayang V no.3
Rt. 002 Rw.001 Keluraha Bintaro Kecamatan Pesanggrahan jakarta Selatan.
Selanjutnya di sebut sebagai Pemohon IV.
5. Dimas Riyan Firmansyah Herwibowo, umur 29 Tahun agama Islam
Pekerjaan Wiraswasta dan bertempat tinggal di Jalan Bunga Mayang V
nomor. 3 Rt. 002 Rw. 01 Kelurahan Bintaro Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan. Selanjutnya disebut Sebagai Pemohon V.
Pengadilan Agama tersebut;
Telah mempelajari berkas perkara,
Telah mendengar keterangan para pemohon dan saksi-saksi di muka sidang;
Telah memeriksa bukti-bukti yang berkaitan,
Tentang Duduknya Perkara
Menimbang , bahwa para pemohon dengan surat permohonannya tanggal 5
November 2009 telah mengajukan Surat permohonanya yang terdaftar peda
kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatandengan Nomor171/ Pdt. P / 2009 /
PA.JS. tanggal 20 November dengan alasan sebagai berikut:
g) Bahwa pada tanggal 6 Juli 2009 telah meninggal dunia Ayah kandung dari
para pemohon yang bernama Drs. Moestofa bin Asmoeni di Jakarta karena
Sakit dan dalam keadaan beragama Islam berdasarkan surat keterangan
kematian nomor 144/1755.3.2009. dari keluraha Bintaro. Jakarta Selatan.
h) Bahwa ketika wafat ayahnya yang bernama Asmoeni dan ibunya bernama
Hoesnah keduanya telah meninggal dunia lebih dahulu dari almarhum.
i) Bahwa semasa hidupnya almarhum Moestofa hanya menikah satu kali saja
dengan Dra. Choiriyah binti ismail Pada tanggal 3 April 1966 sesuai dengan
surat Nikah no.36995 / 65 tanggal 4 April yang dikeluarkan oleh KUA
Kecamatan Danurejo. Jogjakarta dan almarhumah telah wafat lebih dahulu
dari almarhum Drs. Moestofa yaitu wafat tanggal 13 desember 2004 yang
dikeluarkan oleh kelurahan Bintaro Jakarta Selatan. Dari Pernikahan tersebut
almarhum Moestofa telah di karuniai 4 (empat) orang anak bernama:
67
Dr.Dewi Hayati Heryundari.
Drg. Noor Dewayani H.
Siti Hapsari Hertjahyanti.
Arief Setiawan Hergunanto.
j) Bahwa almarhum dan almarhumah semasa hidupnya telah mengangkat
seorang anak laki – laki yang benama Dimas Ryan Firmansyah Herwibowo.
k) Bahwa para pemohon kesemuanya beragama islam
l) Bahwa maksud para pemohon mengajukan permohonan ini adalah untuk
ditetapkannya para ahliwaris almarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni sesuai
hukum Waris Islam.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas para pemohon agar ditetapkan ahli
waris masing-masing dari almarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni kepada Bapak ketua
pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan memutus sebagai berikut:
e) Mengabulkan Permohonan para pemohon.
f) Menetapkan Ahli waris dari almarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni yang
meninggal tanggal 6 Juli 2009 adalah:
(f) Dr.Dewi Hayati Heryundari. (anak Perempuan)
(g) Drg. Noor Dewayani H.(anak perempua )
(h) Siti Hapsari Hertjahyanti. (anak Perempuan)
(i) Arief Setiawan Hergunanto. (anak laki-laki)
(j) Dimas Ryan Firmansyah Herwibowo. (anak angkat)
g) Menetapkan biaya perkara sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang ditentukan, para pemohon yang
diwakili oleh kuasa insidentil yang sekaligus pemohon I, berdasarkan surat kuasa khusus
insidentil nomor: w. 9-A 4/P/ 4787/ X /2009. Tanggal 5 November 2009 telah hadir
secara in person dalam persidangan yang atas pertanyaan majelis hakim parapemohon
menyatakan tetap dengan dalil-dalil permohonannya.
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya para pemohon
telah mengajukan bukti tertulis berupa:
1. Foto Copy bermaterai sah Surat keterangan kematian almarhum Drs.
Moestofa yang di keluarkan oleh Lurah bintaro tanggal 28 September 2009.
(bukti berkode P.I)
2. Foto Copy bermaterai sah Surat keterangan kematian almarhum Dra.
Choiriyah yang dikeluarkan oleh Camat Bintaro tanggal 13 Desember 2004.
(bukti brkode P.2)
68
3. Foto Copy bermaterei sah Buku Kutipan Akta Nikah almarhum Drs.
Moestofa dengan Dra. Choiriyah yang di keluarkan oleh kepala Kantor
urusan Agama Kecamatan Jogjakarta tanggal 4 April 1996. (bukti P.3)
4. Foto Copy bermaterei sah Kutipan Akta Kelahiran atas nama Dewi Hayati
Herjundarai yang di keluarkan oleh kepala kantor Catatn Sipil Padang pada
tanggal 14 Februari 1968. (bukti P.4)
5. Foto Copy bermaterei sah kutipan akta kelahiran atas nama Noor dewayani
Herjuningsih yang dikeluarkan oleh Catatan Sipil Padang pada tanggal 29
November 1968.(bukti P.5)
6. Foto Copy Bermaterei sah Akta kelahiran atas nama Siti Hapsari
Hertjahyanti yang dikeluarkan oleh catatan Sipil Padang Pada tanggal 28 Juli
1970. (bukti P.6)
7. Foto Copy bermaterei sah Akta Kelahiran atas nama Arief Setiwan
Hergunanto Yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil pada tanggal 1
februari 1972 (bukti P.7)
8. Foto Copy bermaterei sah salinan penetapan putusan nomor : 743/ pdt.
P/1985 P.N. JKT. PST. Pada tanggal 2 september 1985 (bukti P.80
9. Foto Copy bermaterei sah Kutipan akta kelahiran atas nama Dimas Ryan
Firmansyah yang dikeluarkan oleh catatan sipil Jakarta pada tanggal 4 juni
1986. ( Bukt Berkode P.9)
10. Foto copybermaterei sah surat pernyataan tidak ada sengketa yang
ditandatangani oleh para pemohon. (bukti berkode P.10)
Menimbang, bahwa bukti surat-surat tersebut, para pemohon telah dicocokan
dengan aslinya dan ternyata telah sesuai.
Menimbang, bahwa selain bukti Surat tersebut, para pemohon telah pula
menghadirkan dua orang saksimasing-masing bernama Ongko Tri Soelo Bin Kusuno
dan Hamdan Irianto bin Abdul Hamid Suntoro yang mana saksi-saksi tersebut
memberikan keterangan dibawah sumpahnya yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
Saksi. I . Ongko Tri Soeolo bin Kusumo:
Bahwa saksi kenal dengan para pemohon dan pula kenal dengan orang
tua para pemohon, karena saksi adalah adik ipar pemohon.
Bahwa ayah para pemohon yang bernama Drs. Moestofa bin Asmoeni
telah meninggal dunia karena sakit pada tanggal 6 juli 2009 da ibu para
pemohon bernama Dra. Choiriyah telah meninggal dunia lebih dahulu
pada tanggal 13 Desember 2004, karena sakit dan dalam keadaan
beragama Islam.
69
Bahwa ayah kandung dan ibu kandung dari almahum Drs. Moestofa yaitu
Asmoeni dan Ibu kandungnya Bernama Hoesnah lebih dahulu meninggal
dunia dari pada almarhum Drs. Moestofa.
Bahwa selama hidup almarhum Drs. Moestofa hanya menikah satu kali
saja dengan almarhumah Choiriyah yaitu ibu kandung para pemohon dan
belum pernah bercerai dan selama menikah dengan almarhumah telah
dikaruniai 4 (empat) orang anak yang sekarang masih hidup dan
almarhum Drs. Moestofa dengan almarhumah Choiriyah semas hidupnya
telah mengangkat seoranganak yang bernama Dimas Ryan Firmansyah
Herwibowo.
Bahwa saksi mengetahui para pemohon mengajukan permohonan ahli
waris karena untuk kepentingan penentuan ahli waris dari almarhum Drs
Moestofa bin Asmoeni.
Saksi. II . Hamdan Irianto bin Abdul Hamid Suntoro:
Bahwa, saksi kenal dengan para pemohon dan kenal dengan almarhum
orang tua para pmohon. Karena saksi adalah suami para pemohon.
Bahwa, ayah para pemohon yang bernama Drs. Moestofa bin Asmoeni
telah meninggal dunia karena sakit pada tanggal 6 juli 2009 da ibu para
pemohon bernama Dra. Choiriyah telah meninggal dunia lebih dahulu
pada tanggal 13 Desember 2004, karena sakit dan dalam keadaan
beragama Islam.
Bahwa, ayah kandung dan ibu kandung dari almahum Drs. Moestofa
yaitu Asmoeni dan Ibu kandungnya Bernama Hoesnah lebih dahulu
meninggal dunia dari pada almarhum Drs. Moestofa.
Bahwa, selama hidup almarhum Drs. Moestofa hanya menikah satu kali
saja dengan almarhumah Choiriyah yaitu ibu kandung para pemohon dan
belum pernah bercerai dan selama menikah dengan almarhumah telah
dikaruniai 4 (empat) orang anak yang sekarang masih hidup dan
almarhum Drs. Moestofa dengan almarhumah Choiriyah semas hidupnya
telah mengangkat seoranganak yang bernama Dimas Ryan Firmansyah
Herwibowo.
Bahwa, saksi mengetahui para pemohon mengajukan permohonan ahli
waris karena untuk kepentingan penentuan ahli waris dari almarhum Drs
Moestofa bin Asmoeni.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi-saksi tersebut kuasa para pemohon
telah membenarkan dan tidak membantahnya.
70
Menimbang, bahwwa selanjutnya para pemohon tidak mengajukan suatu apapun
lagi selain mohon putusan.
Menimbang, bahwa tentang jalannya pemeriksaan perkara telah dicatat dan
dimuat dalam berita acara perkara ini yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
penetapan ini.
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan para pemohon adalah
sebagaimana tersebut diatas.
Menimbang, bahwa perkara ini menyangkut permohonan pnetapan ahli waris
bagi orang-rang yang beragama Islam, maka dengan ketentuan pasal 49 dan penjelasan
pasal 49 huruf b undang-undang nomor 7 tahun 1989yang diubah dengan undang-
undang nomor3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, perkara ini merupakan
kewenangan Absolut Pengadilan Agama.
Menimbang, bahwa yang menjadi dasar permohonan para pemohon adalah
bahwa para pemohon mohon ditetapkan sebagai ahli waris dari almarhum Drs. Moestofa
bin Asmoeni yang telah meninggal dunia pada tanggal 6 Juli 2009 sesuai ketentuan
hukum waris Islam. Yang dalam hal ini majelis hakim perlu mempertimbangkanya.
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti tertulis yang telah dicocokan dengan aslinya
dan telah sesuai, dengan aslinya, bukti-bukti tersebut mempunyai nilai bukti yang sesuai
dengan ketentuan pasal 165 HIR. Demikian pula dua orang saksi-saksi telah
memberikan keterangan secara jelasdan saling berkaitan sertatidak dibantah oleh para
pemohon, maka keterangan saksi-saksi dari para pemohon patut diterima dan
dipertimbangkan karena telah memenuhi syarat formal dan material sesuai ketentuan
pasal 147 HIRdan pasal 172 HIR.
Menimbang, bahwa dalil-dalil permohonan para pemohon dihubungkan dengan
bukti berkode P 1 dan P 2 berupa surat keterangan kematian dan keterangan para saksi
harus dinyatakan telah terbukti bahwa Drs Moestofa bin Asmoeni telah meninggal dunia
pada tanggal 6 Juli 2009 karena sakit dan dalam keadaan beragama Islam dan istrinya
yang bernama Choiriyah binti Ismail meninggal dunia lebih dahulu pada tanggal 13
desember 2004 karena skit dan dalam beragama islam serta orang tua almarhum Drs.
Moestofa bernama Asmoeni dan ibunya bernama Hoesnah telah meninggal dunia
terlebih dahulu dari almarhum Drs. Moestofa.
Menimbang, bahwa dalam ketentuan hukum Islam(hukum faraidh) bahwa
seseorang meninggal dunia dan meninggalkan waris dan harta, maka ketentuan para ahli
waris serta bagian nya secara qoth‟i telah diatur dalam Alquran sebagaimana dalam surat
Annisa ayat 11.
Menimbang, bahwa dalil permohonan para pemohon dihubungkan dengan bukti
berkode p3, berupa surat nikah almarhum Drs. Moestofa dengan almarhumah Dra.
Choiriyah da bukti berkode p4, p5, p6, p7berupa akta kelahiran para pemohon serta
keterangan para saksi harus dinyatakan telah terbukti bahwa semasa hidup alamarhum
Drs. Moestofa bin Asmoeni menikah hanya satu kali dengan alamarhumah Dra.
71
Choiriyah telah dikarunia 4(empat) orang anak yaitu para pemohon I,II,III,dan pemohon
IV.
Menimbang, bahwa terbukti pula almahum Drs. Moestofa bin Asmoeni
meninggal karena sakit dan dalam keadaan beragama islam.
Menimbang bahwa berdasarkanbukti berkode p8 dan p9 berupa salinan
penetapan anak angkat, maka telah terbukti bahwa semasa hidupnya almarhum Drs.
Moestofadengan almarhumah Dra. Choiriyah telah mengangkat anak yang bernama
Dimas Riyan Herwibowo sesuai pasal 17 huruf h Kompilasi Hukum Islam.
Menimbang, bahwa dengan demikian patut ditetapkan yang menjadi ahli waris
dari almarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni yaitu, Dr.Dewi Hayati HeryundariDrg. Noor
Dewayani h dan Siti Hapsari Herjahyti dan Arief Setyawan Hergunanto sedangkan
Dimas Ryan Firmansyah Herwibowo adalah anak angkat dari almarhum Drs. Moestofa
dengan Dra. Choiriyah yang dalanm hal ini dimungkinkan mendapat bagian dari harta
peninggalan almarhum Drs. Moestofa dengan jalan wasiat wajibah dengan klausul tidak
melebihi 1/3.
Menimbang, bahwa karena para pemohon hanya memohon ditetapkan sebagai
para ahli waris dari almarhum Drs. Mestofa dan tidak memohon pembagian dari harta
peninggalan, maka dalam hal ini majelis hakim tidak mempertibangkan bagian-bagian
ahli waris.
Menimbang, bahwa terhadap bukti p10 berupa surat pernyataan tidak sengketa
dan karena para pihak tidak mohon pembagian waris maka bukti tersebut tidak perlu
dipertimbangkan lagi .
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas,
majelis hakim dapat mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya .
Menimbang , bahwa karena para pemohon yang mengajukan permohonan ini,
maka biaya yang timbul akibat perkara ini dibebankan kepada para pemohon .
Memperhatikan dalil-dalil syr‟i dan segala ketentuan yang berlaku dan berkaitan
dengan perkara ini.
MENETAPKAN
6. Mengabulkan permohonan para pemohon.
7. Menyatakan bahwa Drs. Moestofa bin Asmoeni telah meninggal dunia pada
tanggal 6 juli 2009.
8. Menetapkan bahwa ahli waris dari alamarhum Drs. Moestofa bin Asmoeni
adalah sebagai berikut:
e. Dr. Dewi Hayati Heryundari ( anak perempuan ).
f. Drg. Noor Dewayani H (anak perempuan )
g. Siti Hapsari Hertjahyanti (anak perempuan )
h. Arief Setiawan Hergunanto (anak laki-laki )
72
9. Menetapkan bahwa Dimas Ryan Firmansya Herwibowo adalah anak angkat
dari alamhum Drs. Moestofa bin Asmoeni dengan almarhumah Dra.
Choiriyah.
10. Membebankan biaya perkara kepada para pemohon sebesar 161.000 (seratus
enam puluh satu ribu) rupiah.
Demikianlah Penetapan ini dijatuhkan pada hari Rabu tanggal 23
Desember 2009 Masehi bertepatan dengan tanggal 6 Muharram 1431 Hijriah
oleh kami Dra. Muhayah,SH dan Drs. Sohel, SH masing-masing sebagai hakim
anggota, putusan tersebut telah dibacakan dalam sidang yang terbukaunuk
umum oleh ketua majelis tersebut, dengan didampingi oleh Nurhayati, SH
sebagai panitera pengganti, serta dihadiri oleh kuasa para pemohon .
Hakim Anggota Hakim Ketua
ttd ttd
Tamah, SH Dra. Muhayah, SH
Hakim Anggota Panitera Pengganti
ttd ttd
Drs. Sohel, SH Nurhayati, SH
PERINCIAN BIAYA PERKARA:
5. Biaya pendaftaran Rp. 30.000;
6. Biaya panggilan Rp. 120.000;
7. Biaya redaksi Rp. 5000;
8. Biaya materai Rp. 6000;
Jumlah Rp. 161.000;
(Seratus enam puluh satu ribu rupiah)
Untuk salinan sesuai aslinya
73
Pengadilan agama Jakarta
Selatan
Panitera
Dra Hj Aminah
PEDOMAN WAWANCARA
Sumber : Dra. Muhayah, SH.
Tanggal : 16 Agustus 2011
Lokasi : PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
1. Pernahkan ibu hakim menangani perkara permohonan penetapan waris anak
angkat?
Jawab: pernah
2. Apakah menurut ibu hakim anak angkat memperoleh hak waris?
Jawab: anak angkat tindak mendapat waris dari orang tua angkatnya akan tetapi
istilanya wasiat wajibah.
74
3. Apa yang menjadi landasan hukumnya anak angkat mendapat wasiat wajibah?
Jawab: KHI pasal 209 (1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan
Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang
tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.(2) Terhadap anak angkat yang
tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan orang tua angkatnya
4. Bagaimana pandangan ibu hakim tentang wasiat wajibah dalam hukum islam?
Jawab:Wasiat wajibah yang telah ada dalam KHI tidak lepas dari kitab-kitab
fikih, al-qur’an, dan hadits, karena dalam Inpres telah disebutkan bahwa KHI
merupakan pedoman yang memerlukan pengembangan dan pengkajian lebih
lanjut
5. Apakah setiap permohonan penetapan waris Anak angkat, hakim selalu
mengabulkan Permohonan para pemohon?
Jawab: tidak, karena harus di lihat dari segi pembuktiannya.dengn semua dalil,
dan bukti yang telah di ajukan
6. Apakah wasiat wajibah boleh lebih dari 1/3 ?
Jawab: tidak boleh
7. Apakah sering terjadi konflik antar ahli waris tetap dengan anak angkat?
Jawab:bukan sering, tetapi ada beberapa yang masih belum mengerti tentang hak ahli
waris dan anak angkat.