pengadaan tanah regulasi&implementasi
TRANSCRIPT
PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
UMUMRegulasi dan Implementasi
Disampaikan oleh :DR. YUSUF SUSILO, SH., MHum.
Kepala Sub Direktorat Pengaturan Pengadaan Tanah
BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIADeputi Bidang Hak Tanah Dan Pendaftaran Tanah
Direktorat Pengaturan dan Pengadaan Tanah PemerintahA. Pendahuluan
Pembangunan kepentingan umum antara lain pembangunan
infrastruktur seperti jalan, bandara, pelabuhan, ketenagalistrikan
sangat penting peranannya dalam menunjang perekonomian bangsa.
Kendala utama pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah
masalah pengadaan tanah. Peraturan pengadaan tanah adalah
merupakan suatu bagian dari sistem hukum pertanahan. Oleh karena
itu pemahaman terhadap ketentuan pengadaan tanah mencakup pula
ketentuan hukum pertanahan secara keseluruhan. 1
Hambatan pelaksanaan pengadaan tanah antara lain disebabkan :
1. Kurangnya pemahaman secara komprehensif dari Pelaksana
Pengadaan Tanah, Instansi terkait maupun masyarakat tentang
ketentuan hukum pertanahan serta ketentuan mengenai pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
2. Kurangnya koordinasi antara instansi terkait pengadaan tanah
maupun dengan instansi terkait lainnya dalam rangka mencari
solusi terhadap permasalahan yang dihadapi.
B. LANDASAN KEBIJAKAN PENGATURAN PENGADAAN
TANAH
Pengaturan pengadaan tanah adalah bagian dari kebijakan
Pertanahan. Kebijakan pertanahan di Indonesia mengacu pada
penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana
tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) UUD RI tahun 1945, Bumi, Air
dan Kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Untuk merealisasikan harapan masyarakat tersebut, maka dilakukan
pembangunan berbagai bidang termasuk pembangunan infrastruktur
dengan melibatkan seluruh masyarakat.1 Helmi Hussain, Akta Pengambilan Tanah 1960, suatu huraian dan kritikan, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1999.
1
Dalam UU No. 17 Tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) 2005-2025, arah pembangunan jangka panjang antara
lain disebutkan untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata
dan berkeadilan, menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang
efisien, efektif serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak-
hak atas tanah dengan menerapkan prinsip keadilan, transparansi dan
demokrasi.
Hak menguasai Negara atas tanah dalam Pasal 33 ayat (3) UUD RI
Tahun 1945 tersebut ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (2)
UU Nomor 5 Tahun 1960, Hak Menguasai dari Negara memberi
wewenang untuk:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
tersebut;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa.
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai negara tersebut,
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2
Hak Menguasai dari Negara meliputi semua tanah dalam wilayah
Republik Indonesia, baik tanah-tanah yang tidak atau belum ada
haknya maupun yang sudah dihaki dengan hak-hak perorangan.
Kekuasaan Negara atas tanah yang sudah dipunyai orang dengan
sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, sedangkan kekuasaan
Negara atas tanah yang belum dipunyai dengan sesuatu hak oleh
seseorang atau pihak lain adalah lebih luas dan penuh.
Tanah-tanah yang belum dihaki dengan hak-hak perorangan
oleh UUPA disebut tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,
dan dalam praktek digunakan sebutan Tanah Negara. 2
Hal ini berbeda dengan ”landsdomein” atau ”milik Negara” dalam
rangka domeinverklaring yang dianut dalam perundang-undangan
agraria zaman penjajahan Belanda.
Pengertian Tanah Negara tersebut berbeda pula dengan tanah-tanah
yang dikuasai oleh Instansi Pemerintah yang merupakan asset
Pemerintah.
Sesuai Penjelasan Umum II butir (2) UUPA antara lain
disebutkan bahwa dengan berpedoman pada tujuan untuk tercapainya
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tersebut, Negara dapat
memberikan tanah yang belum/tidak dipunyai dengan sesuatu hak
2 Boedi Harsono, Hukum Agraria : Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. 10, Jakarta, Djambatan, 2005, hal. 271.
3
atas tanah tersebut kepada perseorangan atau Badan Hukum dengan
sesuatu hak atas tanah menurut peruntukan dan keperluannya.
Dalam hal tersebut kekuasaan Negara atas tanah-tanah ini
dibatasi pula oleh hak ulayat masyarakat hukum adat sepanjang
kenyataannya masih ada.
Sesuai dengan UUPA, hak penguasaan tanah-tanah dalam
wilayah Republik Indonesia meliputi:
a. Tanah Hak baik yang sudah bersertipikat atau belum;
b. Tanah yang dikuasai oleh Negara/Tanah Negara/tanah yang belum
dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah;
c. Tanah Ulayat.
Konsepsi yang mendasari hukum tanah nasional adalah
konsepsi hukum adat. Asas-asas hukum adat yang digunakan dalam
UUPA antara lain asas religiusitas (Pasal 1), asas kebangsaan (Pasal 1
dan 2), asas demokrasi (Pasal 9), asas keadilan (Pasal 6), asas
penggunaan dan pemeliharaan tanah secara berencana (Pasal 14 dan
15), serta asas pemisahan horisontal (hak atas tanah tidak dengan
sendirinya meliputi benda-benda di atasnya). 3
Hubungan antara manusia dengan tanah dirumuskan dalam Pasal 1
ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1960, seluruh bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
3 Boedi Harsono, op. Cit., hal. 207.
4
dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan
merupakan kekayaan nasional.
Hukum pertanahan Indonesia dimungkinkan para warga negara
Indonesia masing-masing menguasai bagian-bagian tanah tersebut
secara individual, dengan hak atas tanah yang bersifat pribadi
sekaligus yang mengandung unsur kebersamaan. Unsur kebersamaan
tersebut dirumuskan dalam Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA) yang menyatakan semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial. Prinsip fungsi sosial hak atas tanah tersebut memperhatikan
secara seimbang antara kepentingan-kepentingan perseorangan dan
kepentingan masyarakat, hingga pada akhirnya akan tercapai tujuan
pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan. Sebagaimana prinsip
keadilan sosial sesuai falsafah Pancasila, semua Warga Negara
Indonesia mempunyai hak yang sama dan kewajiban yang sama di
hadapan hukum. 4
Prinsip-prinsip dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA)
tersebut menjadi dasar bagi penyusunan hukum Pertanahan Indonesia.
Hukum pertanahan Indonesia mengenai hal pengadaan tanah diatur
dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Jo. Perpres Nomor 65 Tahun
2006 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2007.
4 Mochtar Kusumaatmadja dan b. Arif Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2000, hal. 52-53.
5
C. PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUN-
AN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
I. Pengertian
Pengertian pengadaan tanah berdasarkan Pasal 1 Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006 adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang
melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-
benda yang berkaitan dengan tanah.
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan
cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
II. Dasar Hukum
1. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum.
2. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
3. Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun
2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor
6
36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
III.PRINSIP DASAR PENGATURAN PENGADAAN TANAH
(Perpres 36/2005 Jo Perpres 65/2006 dan Per. KBPN-RI 3/2007)
a. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Dipastikan Tersedia
Tanahnya.
b. Hak-Hak Dasar Masyarakat Atas Tanah Terlindungi.
c. Menutup Peluang Lahirnya Spekulasi Tanah.
Dalam rangka prinsip pengadaan tanah untuk kepentingan umum
tersedia tanahnya, maka Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 Jo.
Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN-RI
No.3 tahun 2007 mengatur :
a. Kepastian Lokasi (Pasal 39 Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun
2007), yaitu ditetapkannya kriteria lokasi pembangunan untuk
kepentingan umum yang tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain;
7
b. Adanya penitipan ganti rugi ke Pengadilan, dalam hal penetapan
ganti rugi melalui musyawarah dalam waktu paling lama 120 hari
kalender sejak tanggal undangan pertama tidak diterima/ditolak oleh
pemilik tanah atau pemilik tanah tidak diketahui keberadaannya atau
tanah dalam keadaan sengketa. (Pasal 37 dan 48 Peraturan Kepala
BPN-RI No.3 tahun 2007). Penitipan uang ganti rugi dimaksudkan
agar pembangunan untuk kepentingan umum dapat terus
dilaksanakan.
Dalam rangka prinsip hak-hak dasar masyarakat terlindungi,
Peraturan Presiden No.36 tahun 2005 Jo. Peraturan Presiden No.65 tahun
2006 dan Peraturan Kepala BPN-RI No.3 tahun 2007 mengatur :
a. Sosialisasi lokasi rencana pembangunan kepada masyarakat (Pasal 8
Peraturan Kepala BPN-RI No. 3 Tahun 2007);
b. Adanya penyuluhan secara menyeluruh kepada masyarakat, seperti :
manfaat, maksud dan tujuan pembangunan, prosedur pengadaan
tanah, penilaian ganti rugi oleh Penilai, pembayaran uang ganti rugi,
hak mengajukan keberatan terhadap besaran ganti rugi, penitipan
ganti rugi (Pasal 19 Peraturan Kepala BPN-RI No.3 tahun 2007);
c. Pengumuman hasil inventarisasi tanah, bangunan, tanaman dan
benda lain yang berkaitan dengan tanah guna memberi kesempatan
8
kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan
(Pasal 23 Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2007);
d. Ganti rugi yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih
baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena
pengadaan tanah (Pasal 1 angka 11 Perpres No. 36 Tahun 2006);
e. Penilaian harga tanah dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga yang
profesional dan independen didasarkan NJOP atau nilai
nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan dan
variabel-variabel yang mempengaruhi harga tanah (Pasal 15 Perpres
No. 36 Tahun 2005 Jo. Perpres No. 65 Tahun 2006 dan Pasal 27
Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2007);
f. Musyawarah untuk mencapai kesepakatan ganti rugi dilakukan
secara langsung antara Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah
dengan pemilik tanah (Pasal 31 dan 32 Peraturan Kepala BPN-RI
No.3 tahun 2007), yang menentukan besaran ganti rugi adalah
kesepakatan para pihak. Kesepakatan para pihak berlaku sebagai
undang-undang bagi yang membuatnya (Pasal 1320 Jo. Pasal 1338
KUHPerdata). Sedangkan Panitia Pengadaan Tanah hanya sebagai
fasilitator dalam pelaksanaan musyawarah tersebut;
g. Adanya hak mengajukan keberatan terhadap bentuk dan besarnya
ganti rugi yang ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Tanah kepada
9
Bupati/Walikota, Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai
kewenangan (Pasal 41 Peraturan Kepala BPN-RI No.3 tahun 2007).
Dalam rangka prinsip menutup peluang spekulasi tanah Peraturan
Presiden No.36 tahun 2005 Jo. Peraturan Presiden No.65 tahun 2006 dan
Peraturan Kepala BPN-RI No.3 tahun 2007 mengatur jika lokasi tanah
telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan umum,
maka pihak ketiga yang bermaksud untuk memperoleh tanah di lokasi
tersebut wajib memperoleh izin tertulis dari Bupati/Walikota atau
Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta (Pasal 9 Peraturan Kepala BPN RI
No.3 tahun 2007).
IV. Pembangunan untuk kepentingan umum
Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan
Pemerintah atau Pemerintah Daerah, yang selanjutnya dimiliki oleh
atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah,
meliputi :
a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang
atas tanah ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air
bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan
lainnya;
10
c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
e. Tempat pembuangan sampah;
f. Cagar alam dan cagar budaya;
g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
(Pasal 5 Perpres 65 Tahun 2006)
V. Tata Cara Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum
1. Persiapan
Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan penetapan lokasi kepada Bupati/Walikota atau
Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta dengan tembusan
disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota.
Permohonan penetapan lokasi yang lokasinya terletak di 2
(dua) Kabupaten/Kota atau lebih dalam 1 (satu) provinsi
diajukan kepada Gubernur.
Kajian terhadap permohonan penetapan lokasi terkait dengan
kesesuaian rencana pembangunan dari aspek tata ruang,
11
penatagunaan tanah, sosial ekonomi, lingkungan serta
penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah.
2. Pelaksanaan
a. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
luasnya lebih dari 1 (satu) hektar.
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun
2006, dibentuk Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota
dengan Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur untuk
wilayah DKI Jakarta.
Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota
paling banyak 9 (sembilan) orang dengan susunan sebagai
berikut :
1) Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap
Anggota;
2) Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon
II sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota;
3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau
pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap
Anggota; dan
12
4) Kepala Dinas/kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang
terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau
pejabat yang ditunjuk sebagai Anggota.
Tugas Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota adalah :
a) Penyuluhan kepada masyarakat;
b) Inventarisasi bidang tanah dan/ atau bangunan dan/
atau tanaman;
c) Penelitian status hak tanah;
d) Pengumuman hasil inventarisasi;
e) Menerima hasil penilaian harga tanah dari Lembaga
atau Tim Penilai Harga Tanah;
f) Mengadakan musyawarah antara Pemilik dengan
Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah untuk
memperoleh kesepakatan, yang hasilnya dituangkan
dalam Berita Acara Pelaksanaan Musyawarah;
g) Penetapan besarnya ganti rugi atas dasar kesepakatan
harga yang telah dicapai antara pemilik dengan
instansi Pemerintah yang memerlukan tanah;
h) Menyaksikan penyerahan ganti rugi;
i) Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan
hak;
j) Mengadministrasikan dan mendokumentasikan
berkas pengadaan tanah;
k) Menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan
penyelesaian pengadaan tanah kepada Bupati/
Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta
apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan
untuk pengambilan keputusan.
13
Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum, terletak di 2
(dua) kabupaten/kota atau lebih dalam 1 (satu) provinsi,
dibentuk Panitia Pengadaan Tanah Provinsi dengan
Keputusan Gubernur.
Secara operasional pengadaan tanah untuk
kepentingan umum oleh instansi Pemerintah yang terletak
di 2 (dua) Kabupaten/Kota atau lebih tetap dilaksanakan
melalui bantuan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota
masing-masing.
Sedangkan tugas Panitia Pengadaan tanah Provinsi antara
lain memberikan pengarahan, pembinaan dan
mengkoordinasikan pelaksanaan pengadaan tanah.
14
b. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya
tidak lebih dari 1 (satu) hektar
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu)
hektar :
1) Dilaksanakan secara langsung (tidak melalui bantuan
Panitia Pengadaan Tanah), bentuk dan besarnya ganti rugi
ditentukan dari kesepakatan dalam musyawarah antara
Instansi Pemerintah dengan Pemilik, dapat berpedoman
kepada NJOP atau Nilai Nyata dengan memperhatikan
NJOP.
2) Dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/
Kota menggunakan tata cara pengadaan tanah untuk
kepentingan umum yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar.
c. Pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum
Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yakni pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan instansi pemerintah, yang
dimiliki pemerintah atau pemerintah daerah :
1) Dilaksanakan secara langsung (tidak melalui bantuan
Panitia Pengadaan Tanah), bentuk dan besarnya ganti rugi
ditentukan dari kesepakatan dalam musyawarah antara
Instansi Pemerintah dengan Pemilik, dapat berpedoman
kepada NJOP atau Nilai Nyata dengan memperhatikan
NJOP.
2) Dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/
Kota, menggunakan tata cara pengadaan tanah untuk
kepentingan umum yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar.
15
3. Penitipan Ganti Rugi
Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota memerintahkan
kepada Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah untuk
menitipkan ganti rugi uang ke pengadilan negeri yang wilayah
hukumnya meliputi letak tanah bagi pelaksanaan pembangunan
dalam hal :
1) Tidak ada kesepakatan nilai ganti rugi sedangkan
musyawarah telah melewati jangka waktu 120 hari;
2) Yang berhak ganti tidak diketahui keberadaannya;
3) Obyek perkara di pengadilan & belum memperoleh
putusan yang berkekuatan tetap;
4) Masih dipersengketakan kepemilikannya;
5) Sedang diletakkan sita oleh pihak yang berwenang.
4. Pelaksanaan Pembangunan
Pelaksanaan pembangunan fisik atas lokasi pembangunan oleh
Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah, dimulai setelah
pelepasan/penyerahan hak atas tanah dan/atau penyerahan
bangunan dan/atau penyerahan hak atas tanah dan/atau
penyerahan bangunan dan/atau penyerahan tanaman, atau telah
dititipkannya ganti rugi.
16
Dalam hal ganti rugi kepada yang berhak atas ganti rugi
dititipkan ke Pengadilan Negeri, maka pelaksanaan
pembangunan fisik atas lokasi pembangunan dapat
dilaksanakan setelah diterbitkan keputusan untuk melaksanakan
pembangunan fisik oleh Bupati/Walikota atau Gubernur untuk
wilayah DKI Jakarta (Pasal 67 Peraturan Kepala BPN-RI
Nomor 3 Tahun 2007).
D. Penutup
1. Keberhasilan pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum dimulai dengan adanya pemahaman
para pelaksana, instansi terkait lainnya, maupun masyarakat
melalui sosialisasi terhadap ketentuan hukum pertanahan pada
umumnya maupun ketentuan pengadaan tanah pada khususnya,
sehingga terdapat pemahaman yang sama terhadap ketentuan
perundang-undangan pengadaan tanah yang berlaku.
2. Keberhasilan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum dalam rangka mewujudkan kemakmuran
rakyat menjadi tanggung jawab dari seluruh komponen bangsa,
oleh karena itu perlu dikembangkan semangat kebersamaan oleh
para pelaksana pengadaan tanah serta instansi terkait untuk
mencari solusi terhadap permasalahan yang ada.
17
PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUMUNTUK TANAH YANG LUASNYA LEBIH DARI 1 ( SATU ) HEKTAR
Panitia Pengadaan Tanah :- Penyuluhan- Inventarisasi- Penelitian status
hukum tanah
Publikasi oleh instansi yang memerlukan tanah tentang rencana pembangunan :- langsung- tidak langsung,
melalui mass media.
Pengumuman hasil inventarisasi berupa peta dan daftar di Kantor Desa/ Kelurahan, Kantor Pertanahan, melalui Website dan atau melalui mass media.
Surat Keputusan Penetapan Lokasi
Tercapai kesepakatan
Musyawarah(Max. 120 hari kalender sejak undangan musyawarah pertama) Musyawarah antara instansi
yang memerlukan tanah dengan pemilik, berpedoman pada hasil penilaian. Yang menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi adalah kesepakatan dalam musyawarah.
Panitia Pengadaan Tanah hanya bertindak sebagai fasilitator.
Tidak tercapai kesepakatan
120 hari kalender sejak tanggal undangan musyawarah pertama telah diupayakan musyawarah kembali namun tetap tidak ada kesepakatan dan lokasi tidak dapat dipindahkan, atau pemilik tidak diketahui keberadaannya, atau tanah menjadi obyek perkara di pengadilan atau sedang sengketa atau sedang diletakkan sita.
Pembangunan Fisik
- Mengajukan keberatan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur sesuai kewenangan dalam waktu 14 hari.
- Upaya penyelesaian yang ditempuh oleh Bupati/Walikota atau Gubernur tetap tidak diterima oleh pemegang hak.
Pembayaran/pemberian ganti rugi kepada pemiilk tanah, bangunan, tanaman.
Berita Acara Hasil Musyawarah Keputusan Panitia, bentuk dan besarnya
ganti rugi ditentukan dari kesepakatan antara pemilik dengan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah.
Daftar Nominatif
PENILAIAN
Penilaian harga tanah didasarkan atas nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, serta variabel-variabel yang mempengaruhi harga tanah berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah.
Penilaian harga bangunan dan/atau tanaman oleh Kepala Dinas yang membidangi bangunan dan/atau tanaman.
Diupayakan musyawarah kembali
Penitipan uang ganti rugi ke Pengadilan (Pasal 37 jo. Ps. 48 Peraturan Kepala BPN-RI 3/2007)
Pelepasan hak
pembangunan fisik berdasarkan SK Bupati/Walikota atau Gubernur untuk DKI Jakarta (Pasal 67 Peraturan Kepala BPN-RI No. 3/2007).
18
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan, 2005.
Helmi Hussain, Akta Pengambilan Tanah 1960, Suatu Huraian dan Kritikan, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1999.
Mochtar Kusumaatmadja, B. Arif Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, 2000.
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita, 1989.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen IV.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005.
19