pengajian tafsir al-ibrĪz oleh kiai ahmad mustofa bisri …
TRANSCRIPT
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 1 1
PENGAJIAN TAFSIR AL-IBRĪZ OLEH KIAI AHMAD MUSTOFA BISRI
DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUT THALIBIN REMBANG
DALAM PERSPEKTIF FENOMENOLOGI AGAMA
Mudawamah
STAI Al-Anwar Sarang
Muhamad Asif
Dewan Riset Daerah Kabupaten Rembang
Abstract
The study of al-Ibrīz's interpretation at Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang
is attended by various groups of people, both from parents and young people,
employees, farmers, traders and retirees. The various backgrounds of the
congregation there, in terms of age and profession, make different beliefs or
awareness of the congregation regarding the recitation of al-Ibrīz and their way
of internalizing the religious values contained in the recitation. By using
qualitative methods and a phenomenological approach to religion, this study
seeks to portray a picture of the culture and awareness of the recitation
community towards the study of al-Ibrīz interpretation at pesantren Raudlatut
Thalibin, Rembang. The research shows that the participants believe that the
recitation of al-Ibrīz interpretation is a field of blessing, a way to get closer to
Allah Subḥānahu wa Ta'ālā, connect silaturrahmi, add insight, fill spare time,
seek fortune and expect the efficacy of al-Ibrīz's tafsir closing prayer for their
goals to be come true. Meanwhile, the way the congregation internalizes the
religious values contained in the recitation of al-Ibrīz's interpretation through
four stages, namely listening carefully, reviewing it, applying it within oneself,
and make it habit in daily life.
Key Word: Phenomenology of Religion,, Community Awareness, Living
Qur'an, Study of Tafsir al-Ibrīz
Abstrak
Pengajian tafsir al-Ibrīz di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang
dihadiri oleh berbagai macam kalangan masyarakat, baik dari orang tua
maupun anak muda, pengawai, petani, pedagang serta pensiunan. Bermacam-
macamnya latar belakang jamaah yang hadir baik dari segi usia maupun
profesi menjadikan berbedanya keyakinan atau kesadaran jamaah terhadap
pengajian tafsir al-Ibrīz serta cara mereka dalam menginternalisasi nilai-nilai
agama yang terkadung dalam pengajian tersebut. Dengan menggunakan
metode kualitatif dan pendekatan fenomenologi agama, penelitian ini berupaya
memotret gambaran budaya dan kesadaran komunitas pengajian terhadap
Pengajian tafsir al-Ibrīz di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang.
Penelitian menunjukkan bahwa pengajian tafsir al-Ibrīzdiyakini oleh
pesertanya sebagai ladang berkah, salah satu cara mendekatkan diri kepada
Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, menyambung tali silaturrahmi, menambah
wawasan, mengisi waktu luang, mencari rizki serta mengharapkan dari
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 2
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
doakhataman tafsir al-Ibrīz agar mendapatkan hajat-hajat yang diinginkan.
Sedangkan cara jamaah menginternalisasi nilai-nilai agama yang terkandung
dalam pengajian tafsir al-Ibrīzmelalui empat tahap, yaitu mendengarkan
dengan seksama, mengkaji ulang, menerapkan dalam diri sendiri, dan
pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci:Fenomenologi Agama,Kesadaran Masyarakat, Living Qur’an,
Pengajian Tafsir al-Ibrīz.
A. Pendahuluan
Ranah penelitian al-Quran terbagi menjadi dua kategori, yaitu kajian internal al-Quran
dan kajian eksternal al-Quran.1 Kajian internal al-Quran berupaya mengungkap aspek makna
dan pesan yang terkandung dalam al-Quran (kajian tafsir). Sedangkan kajian eksternal al-
Quran berupaya mengungkap sejarah teks al-Quran, konteks sosio-historis al-Qur’an, aspek
asbābun nuzūl, sejarah kodifikasi al-Quran. Seiring perkembangan zaman, kajian al-Quran
merambah pada kajian tentang respon dan resepsi masyarakat terhadap kehadiran al-Quran itu
sendiri, yang biasa disebut dengan istilah living quran.
Living quran merupakan model studi yang menjadikan fenomena yang hidup ditengah
masyarakat Muslim terkait dengan al-Quran. Livingquran bermula dari fenomena Qur’an in
Everyday Life, yakni makna dan fungsi al-Quran yang riil dipahami dan dialami masyarakat
Muslim2. Dengan kata lain, living quran merupakan penelitian ilmiah tentang berbagai
peristiwa sosial terkait dengan keberadaan al-Quran ditengah masyarakat. Salah satu contoh
kajian living quran adalah pengajian tafsir al-Quran di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin
Rembang.
Pengajian tafsir al-Quran di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembangmengkaji
Tafsir Al-Ibrīz karya KH. Bisri Mustofa hingga saat ini. Pengajian ini diikuti oleh berbagai
macam masyarakat dengan berbagai usia dan kalangan.Hal ini tentumenimbulkan perbedaan
pandangan dan keyakinan tentang bagaimana pengajian tafsir al-Ibrīz tersebut. Namun juga
menimbulkan perbedaan dalam menginternalisasikan nilai-nilai yang diajarkan saat pengajian
tafsir al-Ibrīz oleh KH. Ahmad Mustofa Bisri.
1 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Quran dan Tafsir(Yogyakarta: Idea Press, 2015), hlm. 26.
2 M. Mansur, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Qur’an, dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an
dan Hadis, Ed. Sahiron Syamsuddin (Yogyakarta: TH Press, 2007), hlm. 5.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 3 3
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
B. Pendekatan Fenomenologi
Istilah pendekatan disamakan dengan kerangka teori dan didefinisikan berupa
seperangkat konsep yang berhubungan satu dengan yang lain secara logis membentuk sebuah
kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan, dan menjelaskan
kenyataan atau masalah yang dihadapi.3Fenomenologi berupaya mengungkapkan dan
memahami realitas penelitian berdasarkan perspektif subjek penelitian. Hal ini menuntut
bersatunya subyek peneliti dengan subyek pendukung obyek penelitian. Keterlibatan subyek
peneliti di lapangan dalam menghayatinya menjadi salah satu ciri utama penelitian dengan
pendekatan fenomenologi. Fenomenologi yang digunakan dalam perspektif Alfred Schutz
lebih menekankan pada pentingnya intersubjektivitas. Inti dari fenomenologi Schutz adalah
memandang bahwa pemahaman atas tindakan, ucapan, dan interaksi merupakan prasyarat
bagi eksistensi sosial apapun.4Hal ini menjelaskan bahwa fenomenologi mengkaji bagaimana
anggota masyarakat menggambarkan dunia sehari-harinya, terutama bagaimana individu
dengan kesadarannya membangun makna dari hasil interaksi dengan individu lainnya.
Penelitian fenomenologi pada hakekatnya adalah berhubungan dengan interpretasi
terhadap realitas. Fenomenologi mencari jawaban tentang makna dari suatu fenomena. Pada
dasarnya, ada dua hal utama yang menjadi fokus dalam penelitian fenomenologi yakni:
1. Textural description: sesuatu yang dialami oleh subjek penelitian tentang sebuah
fenomena. Hal yang dialami merupakan aspek objektif, data yang yang bersifat
faktual, hal yang terjadi secara empiris.
2. Structural description: bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya.
Deskripsi ini berisi aspek subjektif. Aspek ini menyangkut pendapat, penilaian,
perasaan, harapan, serta respons subjektif lainnya dari subjek penelitian berkaitan
dengan pengalamannya itu.5
3 Heddy Sri Ahimsa, “Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami Agama”,Jurnal
Walisongo,vol. 20, no. 2(2012), hlm. 272. 4 Deddy Mulyana, Metodologi penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
lainnya(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 62. 5 O. Hasbiansyah, “ Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan
Komunikasi”,MediatorJurnal Komunikasi,vol. 9, no. 1 (2008), hlm.171.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 4
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
C. Sekilas tentang Pengajian Tafsir Al-Ibrīz dan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin
1. Gambaran Umum Pengajian Tafsir Al-Ibrīz
Setiap seminggu sekali, pada hari Jumat kegiatan pengajian tafsir al-Ibrīz berlangsung.
Kegiatan pegajian tafsir al-Ibrīz berlangsung tidak kurang lebih dari satu jam, yaitu pada
pukul 08.30 pagi sampai pukul 09.30 pagi. Sebelum acara dimulai, para jamaah sudah
berdatangan memadati area pengajian tafsir al-Ibrīz yaitu di Pondok Pesantren Raudlatut
Thalibin Leteh Rembang Jawa Timur. Antara jamaah putra dan putri dibatasi dengan sekat.
terkadang banyak jamaah putri yang dengan sengaja memilih duduk diluar aula atau teras
kediaman Gus Mus agar dapat melihat secara langsung Gus Mus pada saat keluar dari
kediaman dan akan menuju ke aula utama pondok.
Tempat yang digunakan para jamaah ketika mengaji tafsir al-Ibrīz sekarang yaitu
untuk jamaah putra di dalam sebagian aula utama pondok, aula tengah pondok putra dan
sekitarnya, ada yang berada dijalanan pondok putra, di sekitar kantin pondok putra atau area
pondok putra. Sedangkan jamaah putri sebagian berada di aula utama Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin, di teras, di ndalem Gus Mus dan depannya, di depan ndalem Gus Adib,
didepan pondok Putri Raudlatut Thalibin. Para jamaah putri yang berada diluar disediakan
tikar dari pengurus pengajian tafsir al-Ibrīz.
Di pengajian tafsir al-Ibrīz ini, ada tradisi yang terlihat ketika para jamaah baru datang
dan ketika selesai pengajian yaitu tradisi saling bersalam-salaman atau berjabat tangan. Setiap
jamaah yang baru datang, akan menyalami jamaah yang sudah ada disana dan disekitarnya
yang bisa dijangkau untuk bersalaman. Tradisi ini juga dilakukan ketika pengajian tafsir al-
Ibrīz selesai ketika para jamaah membubarkan diri sembari bersalam-salaman atau berjabat
tangan dengan para jamaah lainnya.
Gambar 1:
Peserta pengajian tafsir al-Ibrīz yang baru datang saling bersalaman dengan jamaah yang sudah ada disana
(04 Mei 2018)
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 5 5
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Gus Mus akan keluar dari kediamannya kurang lebih pada pukul 08.30 untuk memulai
pengajian tafsir al-Ibrīz. Ketika keluar dari kediamannya para jamaah berebut untuk bisa
berjabat tangan dengan Gus Mus. Jika ada jamaah yang membawa anak kecil dan ikut
berjabat tangan dengan Gus Mus pasti anak kecil tersebut akan menerima hadiah dari Gus
Mus yaitu berupa selembaran uang. Gus Mus berjabat tangan dengan semua jamaah baik
putra maupun putri yang berada disepanjang jalan menuju aula utama pondok.
Gambar 2:
Para jamaah sedang berebut untuk
berjabat tangan dengan Gus Mus ketika
Gus Mus akan memasuki aula utama
pondok (06 April 2018)
Gambar 3:
Gus Mus sedang memberikan hadiah
(uang selmbaran) kepada anak kecil
setelah berjabat tangan (06 April 2018)
Gus Mus masuk ke dalam aula dan duduk di tempat biasa yang digunakan untuk
menerangkan tafsir al-Ibrīz, yaitu tepat dipaling depan dan menghadap ke barat dan
berhadapan dengan para jamaah putra yang mana diatas tempat Gus Mus ada foto dari
ayahnya yaitu Mbah Bisri Mustofa dan kakaknya yaitu Kholil Bisri. Ditempatnya tersebut
tersedia kursi yang tidak tinggi dan meja yang diatasnya ada mikrofon dan tidak ketinggalan
juga tafsir al-Ibrīz. Jarak dengan para jamaah putra dengan Gus Mus tidaklah jauh hanya
berjarak kurang lebih setengah meter saja. Jamaah putra duduk berada disekitar Gus Mus,
disamping kanan kiri serta depan persis Gus Mus.
Pengajian tafsir al-Ibrīz diawali dengan ucapan salam dari Gus Mus, dan para jamaah
menjawab salam dengan antusias kemudian mereka hening. Setelah itu Gus Mus memulainya
dengan bacaan basmalah dan al-fatihah. Kemudian Gus Mus membacakan ayat-ayat al-Quran
yang akan dijelaskan pada saat itu. Di sela-sela setiap Gus Mus berhenti membaca satu ayat,
para jamaah dengan kompak menjawab dengan kata “Allah”. Setelah membacakan semua
ayat yang akan dijelaskan, kemudian Gus Mus menjelaskan setiap ayat terkadang setiap per
kata dari satu ayat al-Quran. Gus Mus menjelaskan dengan menggunakan bahasa jawa ngoko
yaitu bahasa jawa yang sudah biasa digunakan oleh masyarakat Rembang. Namun Gus Mus
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 6
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
juga tetap menggunakan bahasa indonesia sehingga diharapkan semua jamaah mengerti apa
yang dijelaskan.
Para jamaah yang membawa kitab tafsir al-Ibrīz khusyuk mendengarkan, menyimak
serta menulis keterangan-keterangan yang disampaikan oleh Gus Mus yang dirasa perlu untuk
dicatat. Sedangkan, yang tidak membawa kitab terkadang juga ada yang ikut melihat kitab
yang yang dibawa peserta disampingnya, dan dengan khusyuk juga mendengarkan keterangan
dari Gus Mus. Ketika Gus Mus menjelaskan dengan gurauan atau candaan para jamaah tidak
segan-segan juga ikut tertawa.
Kegiatan pengajian tafsir al-Ibrīz di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin yang
berlangsung setiap hari jumat dan tidak pernah libur kecuali pada bulan ramadhan. Sehingga
Gus Mus mempunyai seseorang yang biasa mewakili atau menggantikan posisinya ketika
sedang berhalangan hadir. Penganti tersebut adalah Kiai Syarofuddin yang merupakan santri
Raudlatut Thalibinyang sudah ada sejak Mbah bisri Mustofa masih hidup. Model
penyampaian Kiai Syarofuddin tidak jauh berbeda dengan Gus Mus.
Gambar 4:
Jamaah putri yang diluar aula sedang
khusyuk menyimak dan mendengarkan
penjelasan tafsir al-Ibrīz oleh Gus Mus
(27 April 2018)
Gambar 5:
Jamaah putra dengan khusyuk
mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan dari Kiai Syarofuddin
ketika menggantikan Gus Mus yang
sedang berhalangan (04 Mei 2018).
Kegiatan pengajian tafsir al-Ibrīz selesai tidak kurang dan tidak lebih dari satu jam
yaitu biasanya berakhir pada pukul 09.30 pagi. Pengajian diakhiri dengan bacaan wa allah
‘alam biṣṣawāb, hamdalah dan al-fatihah. Kemudian para jamaah putra berebut untuk
bersalaman dengan Gus Mus dan selama perjalanan menuju ke ndalem6nya, Gus Mus juga
bersalaman dengan jamaah yang mendekat dengannya, terkadang ada juga yang meminta foto
bareng.
6 rumah
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 7 7
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Gambar 6 dan Gambar 7:
Suasana ketika para jamaah putra sedang berebut untuk bisa bersalaman dengan Kiai Syarofuddin saat
selesai mengaji tafsir al-Ibrīz (04 Mei 2018)
Tradisi dari pengajian tafsir al-Ibrīz yang berlangsung setiap sebulan sekali, yaitu pada
hari jumat wage7, yakni ada acara makan-makan setelah pengajian berlangsung. Tidak hanya
para jamaah yang ikut, tetapi para pedagang dan tukang becak yang berada di area pengajian
juga mendapatkan makanan. Jamaah pada Jum’at wage lebih banyak, diperkirakan bahwa
jamaah yang hadir kira-kira mencapai 1000 orang. Hal ini dapat dilihat dari penyediaan
piringan yang telah disediakan oleh pihak ndalem Gus Mus yaitu 1000 piring.8
Gambar 8:
Para jamaah sedang makan setelah
pengajian tafsir al-Ibrīz pada saat jumat
wage yang merupakan peringatan hari
kelahiran Gus Mus (04 Mei 2018)
Gambar 9:
Jumlah peserta pengajian tafsir al-Ibrīz
yang datang ketika hari jumat wage
lebih banyak dari pada hari jumat
biasanya (04 Mei 2018)
Tradisi yang lain dari pengajian tafsir al-Ibrīz di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin
yaitu para jamaah sowan kepada kiai-kiai yang ada di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin
setelah pengajian usai. Setelah pengajian selesai dan Gus Mus masuk ke ndalemnya, ada
sebagian para jamaah yang sowan ke Gus Mus. Ada sebagian juga yang sowan ke ndalem
Kiai Syaroffudin.
7 Salah satu nama weton dalam hari yang ada di dalam Bahasa Jawa.
8Wawancara dengan Almas, Rembang, 09 September, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 8
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Gambar 10:
Suasana saat para jamaah sedang sowan
ke Gus Mus setelah selesai pengajian
tafsir al-Ibrīz(06 April 2018).
Gambar 11:
Salah satu rombangan dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang sengaja sowan
pada hari jumat untuk mengundang Gus
Mus untuk mengisi acara seminar. (27
April 2018)
2. Sejarah Pengajian Tafsir al-Ibrīz
Pengajian Tafsir al-Ibrīz yang dipimpin oleh Ahmad Mustofa Bisri merupakan
pengajian rutin yang dilaksanakan setiap hari jumat dan bertempat di Pondok Pesantren
Raudlatut ThalibinRembang. Pengajian tafsir ini mulanyadiampu oleh KH. Bisri Mustofa,
ayah dari KH. Ahmad Mustofa Bisri. KH.Bisri Mustofa adalah pengarang asli tafsir al-Ibrīz
tersebut.Dikalangan masyarakat, pengajian ini dikenal dengan sebutan pengajian selasa
jumat.9Hal ini, karena pengajian diadakan pada hari selasa dan jumat. Kitab yang dikaji pada
hari Selasa adalah kitab irsyad al-ibād sedangkan pada hari Jumat mengkaji tafsir al-Quran
yaitu tafsir al-Ibrīz.10
Sejarah Awal mulanya pengajian tafsir al-Ibrīz ini, dilandasi dari keinginan KH Bisri
Mustofa dalam meneruskan tradisi pengajian gurunya sekaligus ayah mertuanya, yaitu KH
Cholil Kasingan.11
Namun Pengajian ini memiliki perbedaan, yaitu pada waktu serta kajian
yang dikajinya. Dahulu KH. Cholil mengadakan pengajian bersama warga seminggu sekali,
yaitu malam senin.Dalam kesamaannya, pengajian jum’at Kiai Bisri dengan pengajian malam
senin, adalah sama-sama diperuntukkan untuk kalangan umum yaitu bukan hanya santri
pondok saja.Masyarakat ini bisa dari kalangan orang-orang desa dan para warga setempat
yang menginginkan mengaji dan ngalap berkah12
kepada Kiai Bisri Mustofa.13
9Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang,13 April, 2018.
10Mustofa Bisri, “Dialog dalam Acara Penerimaan Peserta PKL”, Rembang, 28 September, 2017.
11Wawancara dengan Adib Bisri Hattani, Rembang, 29September, 2017.
12Mengharap berkah.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 9 9
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Pengajian Tafsīr al-Ibrīz sendiri sebenarnya sudah mulai dilaksanakan ketika KH.
Bisri Mustofa masih hidup. KH. Syarofuddin mengatakan bahwa terkait dengan tahun berapa
KH. Bisri Mustofa memulai mengaji kitab Tafsīr al-Ibrīz belum diketahui secara pasti. Akan
tetapi, pengajian kitab al-Ibrīz untuk masyarakat umum dimulai setelah KH. Bisri Mustofa
selesai mengarang kitab al-Ibrīz tersebut.14
Menurut penjelasan KH. Syarofuddin, yaitu salah satu santri KH. Cholil Bisri, putra
pertama dari KH. Bisri Mustofa, Tafsīr al-Ibrīz adalah sebuah tafsir al-Qur`an yang mudah
dipahami oleh orang-orang awam. Pemilihan bahasa Jawa yang terdapat dalam kitab tafsir
itulah yang membuat masyarakat umum tertarik untuk memahami isi yang terkandung di
dalamnya. Selain itu, KH. Syarofuddin juga mengatakan bahwa Tafsīr al-Ibrīz merupakan
“Tafsir hidup”, yaitu tafsir bahasa Jawa yang dapat dipahami apabila si pembaca dapat
menyesuaikan intonasi dan pola bahasa bacaan yang tertuang di dalamnya. Sepeninggal KH.
Bisri Mustofa, 1977, pengajian tafsir kitab Tafsīr al-Ibrīz hari Jumat bersama warga
digantikan oleh putra beliau, yaitu KH. Mustofa Bisri. Apabila KH. Mustofa Bisri sedang ada
halangan, pengajian digantikan oleh KH. Syarofuddin.
Pengajian kitab Tafsīr al-Ibrīz ini terus mengalami perkembangan jumlah audien
sampai sekarang. Menurut pengakuan dari beberapa anggota jamaah pengajian Tafsīr al-Ibrīz
yang telah mengikuti pengajian dari tahun 2011, jumlah jamaah yang mengikuti pengajian
selalu bertambah dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat dari data sementara anggota
yang membuat kartu anggota jamaah selasa jumat yaitu kurang lebih 1900an lebih. Bapak
Suyoto Zuhdi selaku sekretaris pengurus ngaji selasa jumat mengungkapkan bahwa jamaah
pengajian ini semakin meningkat. Hal ini dilihat dari kartu anggota yang bertambah tiap
tahun15
3. Tujuan dan Sistem Pengajian al-Ibrīz
Pertama kali pengajian Tafsīr al-Ibrīz diampu oleh KH. Bisri Mustofa di kelurahan
Leteh kecamatan Rembang kabupaten Rembang. Dalam segi pengetahuan ilmu agama, pada
saat itu masyarakat setempat masih tergolong awam sehingga pengajian Tafsīr al-Ibrīz yang
diadakan oleh KH. Bisri Mustofa sedikit sekali peminatnya. Dan pengajian hanya dilakukan
di mushola beliau saja karena masih sedikit sekali yang minat dalam pengajian tersebut. Pada
13
Ahmad Bisri Dzalieq, “KH. Bisri Mustofa dan Perjuangannya”.Skripsi(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2008), hlm. 67. 14
Wawancara dengan Syarofuddin, Rembang, 29 September, 2017. 15
Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang, 13 April, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 10
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
awal permulaan pengajian tersebut hanya diikuti sekitar 9 orang saja. Itupun harus ditegur,
dan dijemput di rumah untuk diajak ke pengajian. Dalam pengajian Tafsīr al-Ibrīz ini
mempunyai tujuan umum yaitu menyebarkan ajaran ilmu agama Islam kepada masyarakat
yang tergolong masih awam dalam ilmu tersebut. Setiap orang Islam mempunyai kewajiban
dalam mencari ilmu dari buaian ibu sampai ke liang lahat seperti yang dikatakan dalam hadis
Nabi.
Dalam menyampaikan pengajian kitab Tafsīr al-Ibrīz, terkadang KH. Mustofa Bisri
juga menggunakan bahasa kiasan dan perumpamaan, misalnya ada bahasa yang tidak dapat
dipahami maka KH. Bisri Mustofa atau Gus Mus menggunakan bahasa-bahasa yang
disesuaikan dengan perkembangan zamannya. Sistem pengajian yang dipakai oleh keduanya
berdua sama, yaitu menggunakan metode ngaos bandongan16
.
Perkembangan dalam pengajian Tafsīr al-Ibrīz mempunyai ciri khas tersendiri yang
membuat banyak orang tertarik dan antusias menghadiri pengajian al-Ibrīz. Berikut ciri khas
dari pengajian Gus Mus yang juga tidak jauh berbeda dengan pengajian KH. Bisri Mustofa17
:
Penjelasannya menyesuaikan dengan kondisi pendengar yakni menggunakan bahasa
yang mudah dipahami oleh pendengar, untuk menghindari faktor-faktor yang dapat
menghantar pada kesalah pahaman. Gus Mus maupun ayahnya tidak membedakan
penafsiran teksnya dalam bentuk makna pegonnya saja, tapi di deskripsikan dengan
bentuk ilustrasi seperti keadaan atau kejadian yang terjadi sekarang-sekarang ini.
Mengawali pengajian tafsir dengan lafal basmalah, ḥamdalah, atau dengan membaca
al-Fātiḥah
Menggunakan bahasa
Mengaji juga diimbangi dengan bersenda gurausehingga membuat para pendengar
tertawa dan tidak bosan untuk mengikuti pengajian.
Mengaitkan dengan cerita Nabiagar dapat diambil hikmahnya dan dapat diteladani
oleh umat Islam zaman sekarang.
Di samping itu, beberapa hal unik juga dapat dijumpai dalam pengajian Tafsīr al-Ibrīz,
seperti pola penghormatan Gus Mus kepada para jamaahnya yakni dengan menjamunya.
16
Metode pengajaran yang semua santri berkumpul dan mengaji bersama dengan cara mendengarkan pengajaran
dari guru. Sedangkan sang guru membacakan dan menjelaskan kitab yang diajarkan. Dalam Zamakhsyari
Dhofir, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta:
LP3ES, 2011), hlm. 54. 17
Wawancara dengan Syarofuddin, Rembang, 29 September, 2017.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 11 11
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Mbah Khomariyah yang merupakan salah satu peserta jamaah pengajian tafsir al
Ibrīzmengungkapkan bahwa setiap hari jumat wage para jamaah, tukang becak, pedagang,
yang ada disini setelah pengajian itu diberi makanan oleh Gus Mus. 18
4. Sekilas Tentang Tafsir al-Ibrīz
Kitab al-Ibrīz merupakan kitab tafsir karangan KH. Bisri Mustofa yang lahir pada
tanggal 1915 M dan wafat pada tahun 1977 M. Kitab al-Ibrīz ini lengkap tiga puluh juz dan
ditafsirkan kedalam Bahasa Jawapegon, saat ini sudah ada cetakan yang mengunakan Bahasa
Jawa latin. Nama al-Ibrīzseperti yang diutarakan Gus Mus, berasal dari kalimat al-Qur’an al-
‘Azīz. Dari kata al-‘Azīz itu maka menjadi Al-Ibrīz, karena orang dahulu itu suka menyajakkan
kata.19
Penulisan awal Tafsir al-Ibrīz dilakukan oleh dua santri senior KH. Bisri Mustofa,
keduanya menulis keterangan ayat-ayat al-Quran yang disampaikan oleh KH. Bisri Mustofa
pada saat pengajian Tafsir. Setelah pengajian al-Quran tersebut khatam kedua santrinya
sowan membawa hasil catatannya kepada KH. Bisri Mustofa, mengoreksi dan
menggabungkan penulisan Tafsir al-Quran. Oleh karena itu, jadilah satu karya tulisan tafsir
al-Quran yang diberi nama Tafsir al-Ibrīz.20
Kitab ini ditulis oleh KH. Bisri Mustofa ketika
Kiai Bisri menginjak usia 40 tahun. Penulisan Tafsir al-Ibrīz membutuhkan waktu kurang
lebih 10 tahun dan selesai tiga puluh juz pada tahun 1950-an.21
Cetakan kitab Tafsir al-Ibrīz ini awalnya terdapat kesalahan penulisan dalam Surat al-
Fath. Pada kitab Tafsir al-Ibrīz ditulis على المؤمنينلقد رضي الله dan yang benar dalam al-Qur’an
yaitu لقد رضي اللهعن المؤمنين . Beberapa ulama yang mentashih kitab Tafsir al-Ibrīz yaitu al-
‘Allamah al-Hafidz, KH. Arwani Amin, KH. Abu Umar, al- Mukarram al- Hafidz, KH.
Hisyam dan juga Gus Mus22
.
Adapun sistematika penulisanal-Ibrīz memiliki tiga bagian yakni: Bagian tengah berisi
ayat al-Quran yang ditulis dengan disetai maknanya dalam bentuk Arab Jawa (pegon); Bagian
samping kanan, kiri dan bawah berisi penafsiran ayat; Keterangan-keterangan lain yang perlu
diperhatikan. Biasanya hal ini ditandai dengan lafad تنبية ,فائدة, dan مهمّة.
18
Wawancara dengan Khomariyah, Rembang, 06 April, 2018. 19
Disampaikan oleh Gus Mus dalam pembukaan praktik kuliah lapangan, di PP Roudlotut Tholibin Leteh,
Rembang, 28 September, 2017. 20
Wawancara dengan Ahmad Mustofa Bisri, Rembang, 29 September, 2017. 21
Wawancara dengan Bisri Adib Hattani, Rembang, 29 September, 2017. 22
Wawancara dengan Ahmad Mustofa Bisri, Rembang, 29 September, 2017.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 12
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Ditinjau dari segi penjelasan penafsiran ayat, tafsir al-Ibrīz ditulis dan dipaparkan
secara deskriptif (bayan). Ijtihad dari pemikiran Bisri Mustofa sendiri didapat dari pengolahan
terhadap pendapat-pendapat mufasir terdahulu.
D. Internalisasi Nilai-Nilai Agama Yang Terkandung Dalam Pengajian Tafsir Al-Ibrīz
1. Keyakinan Jamaah terhadap Pengajian Tafsir al-Ibrīz
Keyakinan para jamaah Pengajian Tafsir al-Ibrīz terhadap Pengajian Tafsir al-Ibrīz
KH. Mustofa Bisri di Podok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh terbagi menjadi beberapa
keyakinan. Halini diperoleh dari wawancara para peserta jamaah yang dipilih secara acak oleh
penulis. Adapun keyakinan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Sebagai Ladang Berkah
Berkah atau barokah yang biasa disebut oleh para jamaah tafsir al-Ibrīz disini adalah
menambahnya kebaikan dalam dirinya sendiri dalam kehidupannya. Hal ini, menjadi salah
satu keyakinan para jamaah pengajian tafsir al-ibrīz. Mengikuti pengajian tafsir al-Ibrīz KH.
Mustofa Bisri, menjadi ladang untuk mencari berkah dari pengajian tafsir itu sendiri dan dari
KH. Mustofa Bisri. Dengan mengikuti pengajian tafsir al-Ibrīz mereka merasa selalu dekat
dengan para alim ulama sehingga akan lebih mudah mendapatkan berkah dari Allah
Subḥānahu wa Ta’ālā. Seperti yang diutarakan dari beberapa peserta pengajian tafsir al-Ibrīz
KH Mustofa Bisri di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh sebagai berikut:
Bapak Adib mengungkapkan bahwa banyak orang yang yakin mereka akan
mendapatkan berkah dari sang kyai. seperti yang awalnya tidak mengaji menjadi sering
mengaji dan rezeki bertambah setelah mengikuti pengajian. 23
Ibu Fariqoh yang merupakan
salah satu peserta jamaah tafsir al-Ibrīz dari Pati yang juga berprofesi sebagai guru SD di
tempat tinggalnya juga mengungkapkan bahwa ia ingin mendapatkan berkah dari pengajian
tafsir tersebut dan kiai Mustofa Bisri. Ia juga selalu mengusahakan untuk selalu mengikuti
pengajian meski terkadang tidak selalu hadir. 24
Selain itu, Bapak Suyoto, salah satu
pengurusjamaah pengajian ini juga mengemukakan hal serupa. Berkah yang ia dapat yakni
bertambah rajin mengaji dan dapat memondokkan anak agar mengerti agama.25
23
Wawancara dengan Adib, Rembang, 20 April, 2018. 24
Wawancara dengan Fariqoh, Rembang, 06 April, 2018. 25
Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang, 29 April, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 13 13
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Dari pemaparan beberapa peserta pengajian tafsir al-Ibrīz diatas, sama dengan
pemaparan yang diutarakan para peserta jamaah tafsir al-Ibrīz yang lainnya, diantaranya
Bapak Nasir, Bapak Abdurrohman, Bapak Herman, Ibu Nunuk Linarsih, Ibu Zainab, yang
meyakini bahwa Pengajian tafsir al-Ibrīz oleh KH Mustofa Bisri di Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin membawa berkah bagi para peserta jamaah. Dengan sering menghadiri
mengajian tafsir ini, mereka berkeyakinan hidup yang mereka jalani semakin bertambah baik
dalam masalah ibadah duniawi maupun akhirat.
b. Sebagai Sarana Untuk Lebih Dekat Kepada Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā
Dari observasi yang penulis lakukan, dapat dilihat secara nyata bahwa kebanyakan
para jamaah pengajian tafsir al-Ibrīz KH Mustofa Bisri adalah orang tua atau yang berusia
diatas 50 keatas. Sehingga dari usia yang sudah berumur, para jamaah pengajian tafsir al-Ibrīz
ini, mereka berkeyakinan bahwa pengajian tafsir al-Ibrīz merupakan sarana bagi mereka
untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Ibu Khodijah yang salah
satu peserta pengajian tafsir al-Ibrīz yang lahir kira-kira tahun 1950an dan Mbah Sarman
yang berumur lebih dari 100 tahun26
mengungkapkan bahwa dengan umurnya yang sudah tua
dan ia tidak bisa mengaji, maka ia ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan mengikuti
pengajiannya Gus Mus.27
Begitupun dengan Ibu Mariatun yang sudah memasuki umur 75
tahun, mengungkapkan bahwa dampak positif mengikuti pengajian ini adalah menjadikannya
terasa lebih khusyu’ ketika beribadah sehingga ia merasakan lebih dekat dengan Allah.28
Ibu
Kasini yang berumur 80an juga mengungkapkan bahwa ketidaktahuannya dalam hal agama
hanya sebatas engikuti pengajian agar lebih dekat dengan Allah.29
Selain dari keterangan Ibu Khadijah, ibu Mariatun, Mbah Sarman, Ibu Kasini diatas,
terdapat juga persamaan keyakinan dari peserta jamaah pengajian tafsir al-Ibrīz yang lainnya,
yaitu ibu Juwariyah yang merupakan pensiunan pegawai koperasi, ibu Murti yang berusia 73
tahun, Ibu Markamah yang berusia 61 tahun. Mereka semua menyakini bahwa diusia yang
sudah tua, dengan mengikuti pengajian tafsir al-Ibrīz dapat menjadikan diri mereka lebih
dekat dengan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.
26
Wawancara dengan Sarman, Rembang, 06 April, 2018. 27
Wawancara dengan Khodijah, Rembang, 06 April, 2018. 28
Wawancara dengan Mariatun, Rembang, 29 April, 2018. 29
Wawancara dengan Kasini, Rembang, 29 April, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 14
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
c. Sebagai sarana menambah wawasan keilmuwan
Istilah pengajian berasal dari kata kerja mengaji, yang berarti mempelajari ilmu agama
melalui seseorang yang dianggap sebagai ahli agama atau kiai.30
Dari pengertian itu,
pengajian tafsir al-Ibrīz juga merupakan salah satu bentuk dari suatu kegiatan pengajian.
Yang mana didalam pengajian ini menjelaskan tentang isi tafsir al-Ibrīz itu sendiri oleh KH.
Mustofa Bisri. Para Jamaah pengajian tafsir al-Ibrīz yang beraneka ragam, baik dari segi usia
maupun pekerjaan. Tetapi tetap saja semuanya mendapatkan ilmu dari sumber yang sama
yaitu tafsir al-Ibrīz oleh KH Mustofa Bisri.
Bapak Zulkifli mengungkapkan bahwa selain menambah saudara, adanya pengajian
ini memberikan wadah menimba ilmu dan wawasan ilmu agama yang tidak diragukan lagi.
31Ibu Fariqoh menambahkan bahwa penjelasan yang dipaparkan Gus Mus tidak
membosankan. Bahkan keterangan yang ada tidak berpacu pada agama saja, melainkan
melibatkan sains dan disiplin ilmu lain.32
Hal senada dituturkan oleh Ibu Jati yang merupakan
pensiunan pegawai negeri.33
Ia menggarisbawahi bahwa ketika di sekolah dulu diajarkan
untuk saling menghormati dan menghargai, di sini pun Gus Mus sama tetapi dengan
penyampaian yang berbeda dan lebih masuk ke dalam hati. Pak Suyoto salah satu jamaah
pengajian dari Sulang megungkapkan:34
Keyakinan saya terhadap pengajian tafsir al-Ibrīz KH. Mustofa Bisri yaitu
sebagai tempat untuk mendapatkan wawasan keilmuwan yang beraneka. Mulai
dari keagamaan khususnya tentang isi dalam al-Quran yang mengajarkan
banyak sekali pengetahuan. Selain itu, dari pengajian ini juga saya
mendapatkan bagaimana sikap dalam menghadapi masyarakat, cara
berdakwah, bagaimana Gus Mus menyampaikan hal-hal yang terkadang biasa
menjadi lebih menarik sehingga para jamaah lebih bisa meresapi terhadap yang
disampaikannya. Banyak sekali mbak ilmu yang saya dapat dari sini.
Dari pemaparan peserta jamaah pengajian tafsir al-Ibrīz diatas, selain keyakinan
bahwa pengajian tafsir al-Ibrīz menjadi sumber berkah, sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Pengajian ini juga diyakini juga sebagai tempat untuk
menambah banyak wawasan ilmu baik dari segi ilmu agama, bersosial masyarakat, bersikap
30
Alfisyah, “Pengajian Dan Transformasi Sosiokultural Dalam Masyarakat Muslim Tradisionalis Banjar”,
Jurnal Dakwah dan Komunikasi, vol. 3, no. 1 (2009), hlm. 34. 31
Wawancara dengan Zulkifli, Rembang, 13 April, 2018. 32
Wawancara dengan Fariqoh, Rembang, 06 April, 2018. 33
Wawancara dengan Jati, Rembang, 06 April, 2018. 34
Wawancara dengan Suyoto, Rembang, 04 Mei, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 15 15
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
maupun bagaimana cara berdakwah yang dilihat dari sosok KH Mustofa Bisri ketka
menyampaikan isi dalam Tafsir al-Ibrīz tersebut.
d. Sarana Menyambung Tali Persaudaraan Sesama Muslim
Menyambung tali persaudaraan sesama muslim merupakan hal yang tidak harus
dengan saudara kandung, atau lingkup keluarga saja. Tetapi dengan semua orang, baik
beragama Islam maupun Non Islam. Di Pengajian Tafsir al-Ibrīz KH. Mustofa Bisri ini
diyakini juga sebagai sarana untuk menyambung tali persaudaraan sesama Muslim. Peserta
jamaah yang beraneka ragam asalnya atau tempat tinggalnya berkumpul bersama dalam
sebuah majelis pengajian tafsir al-Ibrīz setiap hari jumat. Sehingga yang awalnya tidak saling
mengenal menjadi mengenal satu sama lain.
Keyakinan Jamaah Tafsir al-Ibrīz terhadap pengajian tafsir al-Ibrīz yang sebagai
sarana menyambung tali persaudaraan terbukti dari beberapa uangkapan para jamaah yang
penulis wawancarai. Diantaranya yaitu Ibu Fariqoh, Ibu Siti Masfufah, Ibu Zukhrotin, Bapak
Rohman, Bapak Muhib. Ibu Fariqoh yang bertempat tinggal di Pati mengungkapkan bahwa
adanya pengajian ini menambah saudara. Ia yang pertama kali tidak mengenal siapapun,
sampai memiliki kenalan untuk menyambung tali persaudaraan sesama orang Islam.35
Begitu
pun dengan Ibu Siti Masfufah36
, Ibu Zukhrotin37
, Bapak Rohman38
, dan Bapak Muhib39
.
Dari pemaparan wawancara penulis dengan peserta jamaah pengajian tafsir al-Ibrīz
menunjukkan bahwa salah satu keyakinan mereka tentang pengajian tafsir al-Ibrīz adalah
sebagai sarana untuk bersilaturrahmi dan mempererat tali persaudaraan sesama umat Islam.
e. Sarana Untuk Mengisi Waktu Luang
Peserta Pengajian tafsir al-Ibrīz yang kebanyakan adalah orang tua dan juga
merupakan orang yang sudah pensiun dari pekerjaannya. sehingga mereka tidak memiliki
pekerjaan yang menetap dan banyak waktu luang yang mereka rasakan tidak bermanfaat.
Yang awalnya ada kesibukan, setelah pensiunan mereka tidak mengerjakan apa-apa selain
pekerjaan rumah tangga dan itu membuat mereka merasa jenuh. Karena merasa jenuh dan
daripada menganggur mereka mengikuti pengajian tafsir al-Ibrīz KH Mustofa Bisri di Leteh.
35
Wawancara dengan Fariqoh, Rembang, 13 April, 2018. 36
Wawancara dengan Siti Masfufah, Rembang, 04 Mei, 2018. 37
Wawancara dengan Zukhrotin, Rembang, 04 Mei, 2018. 38
Wawancara dengan Rohman, Rembang, 27 April, 2018. 39
Wawancara dengan Muhib, Rembang, 13 April, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 16
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Ibu Jumini, yang berusia 67 tahun mengungkapkan bahwa pekerjaannya hanya sebagai ibu
rumah tangga membuatnya menambah kegiatan dengan mengikuti pengajian tafsir ini agar
hidupnya tidak terasa bosan.40
Hal senada diungkapkan ibu Kartini bahwa ia diajak tetangga
rumah untuk ikut pengajian ini. Setidaknya waktu yang terbuang menjadi bermanfaat.41
Beda
lagi dengan Ibu Sri Handani yang merupakan pensiunan dari Dinas Perikanan.42
Ia
mengatakan bahwa selepas pensiun, ia menganggur dan fikiran menjadi bosan. Biasanya satu
minggu penuh bekerja, kini tidak melakukan apapun membuatnya berinisiatif mengikuti
pengajian ini.
Selain ibu Jumini, Ibu Kartini dan Ibu Sri Handayani, ada 3 peserta pengajian yang
penulis wawancarai yaitu; Ibu Rohmah, Ibu Munawwaroh dan Ibu Sukini yang memanfaatkan
waktu luangnya dengan sering mengikuti pengajian tafsir al-Ibrīz sehingga tidak terlalu
banyak menganggur di rumah.
f. Sarana Untuk Mencari Rizki
Pengajian tafsir al-Ibrīz dimulai sekitar tahun 1967 ini sudah mengalami perubahan.
Perubahan dari siis pengampu pengajian maupun para peserta pengajian serta keadaan
sekarang yang terlihat ketika pengajian berlangsung. Yang awalnya disampaikan oleh KH.
Bisri Mustofa kemudan sekarang digantikan oleh putranya yaitu KH. Ahmad Mustofa Bisri.
Selain itu, peserta yang semakin bertambah banyak serta para pedagang yang terlihat
beraktifitas di area pengajian tafsir al-Ibrīz. di area jalanan tepatnya di depan kediaman Gus
Mus mereka melakukan aktifitas jual beli, terkadang ada juga yang masuk dalam kumpulan
para jammah. Ada pedagang es dawet, sayuran, jajanan pasar, baju dan minyak wangi. Para
pedagang ini dulu belum ada, mereka mulai ada sekitar 5 tahun terakhir ini.43
Dari terlihatnya banyaknya pedagang, keyakinan para jamaah terhadap pengajian
tafsir al-Ibrīz ada yang meyakini bahwa selain sebagai tempat mengaji tafsir tetapi juga
sebagai tempat untuk mencari rizki. Hal ini diungkapkan oleh beberapa jamaah pengajian
tafsir al-Ibrīz diantara yaitu Ibu Zulaihah yang merupakan pedagang baju mengungkapkan
bahwa mengikuti pengajian tersebut tidah hanya sebagai ladang ilmu, melainkan juga ladang
rizki baginya. Ia memaparkan bahwa meski dagangan yang dibawa kredit,setidaknya ada
40
Wawancara dengan Jumini, Rembang, 04 Mei, 2018. 41
Wawancara dengan Kartini, Rembang, 04 Mei, 2018. 42
Wawancara dengan Sri Handani, Rembang, 27 April, 2018. 43
Wawancara dengan Almas, Rembang, 09 September, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 17 17
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
beberapa yang laku.44
Sedangkan Ibu Rohmah seorang pedangan jajanan pasar
mengungkapkan bahwa banyak kebaikan yang ia dapat dalam pengajian tersebut.45
Selain
pengajian sebagai tempat mendapatkan pengatahuan agama juga mendapatkan rizki baginya.
Pekerjaannya sebagai pedagang, selain mengaji juga membawa dagangan untuk dijual.
Hasilnya selalu habis ketika pulang ke rumah.
Selain ibu Rohmah ada juga Bapak Ahmad yang merupakan pedagang minyak wangi
juga mengungkapkan bahwa ibarat peribahasa, sekali dayung dua pulai terlampaui.46
Ia
mendapatkan ilmunya, jualan minyak juga laris. Keyakinan yang sama juga diungkapkan oleh
Bapak Darmuji yang merupakan penjual es dawet, ia mengatakan:47
Saya hanya penjual es dawet saja, Mbak. Jadi saya tidak begitu mengerti
tentang ilmu agama. Tapi menurut saya dipengajian Gus Mus ini saya begitu
senang, selain saya tetap bisa bekerja saya setidaknya mendengarkan tentang
ilmu agama disini. Biasanya saya melayani para pembeli disini, itu sebelum
dan sesudah pengajian berlangsung. Jarang sekali pembeli ketika pengajian
berlangsung mbak. Tapi alhamdulillah bapak tetep sering laris kalau disini.
Jadi emnurut bapak pengajian tafsir al-Ibrīz ini ya bisa saja digunkan untuk
tempat mencari rizki.
Dari penuturan para jamah tafsir al-Ibrīz di atas, keyakinan para peserta terhadap
pengajian tafsir al-ibrīz yaitu sebagai salah satu tempat untuk mencari rizki.
Gambar 15:
Aktifitas para pedagang di pengajian
tafsir al-Ibrīz yang berada di depan
kediaman Gus Mus sebelum dimulai
pengajian tafsir al-Ibrīz oleh Gus Mus.
Gambar 16:
Ibu Rohmah yang merupakan salah satu
pedagang jajanan pasar di pengajian
tafsir al-Ibrīz sedang berjualan di
tengah-tengah jamaah tafsir berada di
garasi Gus Adib sebelum pengajian tafsir
dimulai.
44
Wawancara dengan Zulaihah, Rembang, 13 April, 2018. 45
Wawancara dengan Rohmah, Rembang, 27 April, 2018. 46
Wawancara dengan Ahmad, Rembang, 13 April, 2018. 47
Wawancara dengan Darmuji, Rembang, 27 April, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 18
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
g. Doa Khataman untuk mendapatkan hajat-hajat yang diinginkan.
Pada hari jumat tanggal 11 Mei 2018, tafsir al-Ibrīz dikhatamkan. Hal ini merupakan
acara yang sangat langka sekali, mengingat khataman ini berlangsung setelah 17 tahun tafsir
al-Ibrīz dikaji oleh KH Ahmad Mustofa Bisri di pengajian tafsir al-Ibrīz di Pondok Pesantren
Raudlatut Thalibin.
Banyak sekali jamaah yang hadir, ribuan orang hadir baik dari berbagai daerah dan
kalangan, mulai pejabat hingga masyarakat biasa, memadati halaman pesantren. Dalam acara
ini banyak hadir para pengasih pesantren dan pengampu pengajian tafsir al-Ibrīz, KH Ahmah
Mustofa Bisri serta para kiai sekitar. yaitu Yahya Cholil Tsaquf, kiai Makin Shoimuri, Kiai
Syarofuddin, Kiai Chazim Mabrur, Kiai Chatib Mabrur dan Kiai Najib. Selain itu, bapak
Kapolres Rembang AKBP Pungky Bhuana Santoso juga menghadiri acara tersebut. Para kiai
berdoa silih berganti dan ditutup oleh KH Ahmad Mustofa Bisri.
Jamaah yang datang membludak ini, diluar estimasi pihak panitia. panitia
memperkirakan 3000 jamaah yang akan datang, ternyata lebih.48
Hal ini dapat dilihat dari
masih kurangnya bingkisan yang disiapkan oleh pihak panitia dan ndalem pondok. Para
jamaah yang hadir mendapatkan bingkisan yang berisi nasi dan buku kenang-kenangan
khataman tafsir al-Ibrīz yang ditulis oleh KH Ahmad Mustofa Bisri yang berisi tentang
keutamaan dan adab membaca al-Quran serta sejumlah amalan. Jamaah juga mendapatkan air
yang disediakan panitia.Seperti halnya yang diungkapkan oleh ibu Sri Handani, jamaah yang
hadir dalam khataman tafsir al-Ibrīz bahwa rasa syukur ia ungkapkan dengan membawa air
botol sebagai bentuk meminta barokah doa khataman. Hal ini bertujuan nantinya dapat berkah
khataman tidak hanya ia rasakan saja, melainkan bersama keluarga besar di rumah.49
Semisal,
keluarga yang mulanya sakit menjadi sembuh, yang awalnya kurang baik menjadi baik dan
lain lain yang penting yang baik-baik.Bapak Adib juga mengungkapkan:50
Dengan menghadiri khataman tafsir al-Ibrīz ini, banyak sekali manfaatnya
mbak. barokah yang didapatkan juga banyak. Karena disini tempat
berkumpulnya orang-orang baik insyallah, para kiai juga sehingga doadoa serta
hajat-hajat yang kita inginkan insyallah akan mudah didengar oleh Allah
Subḥānahu wa Ta’ālā. Khataman tafsir al-Ibrīz juga sangat langka sekali kita
bisa menemui kan mbak, hal ini saja sampai 17 tahun kita mengaji baru bisa
menghatamkannya.
48
Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang, 11 Mei, 2018. 49
Wawancara dengan Sri Handani, Rembang, 11 Mei, 2018. 50
Wawancara dengan Adib, Rembang, 11 Mei, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 19 19
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Selain itu bapak Abdurrohman mengungkapkan:51
Saya berharap dengan menghadiri khataman ini kita mendapatkan barokah dari
tafsir al-Ibrīz itu sendiri serta dari doa-doa para kiai. Air yang saya bawa ini
untuk keluarga saya yang dirumah semoga sehat dan selalu dalam
perlindungan Gusti Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, semkain bertambah
ibadahnya.
Para jamaah yang hadir meyakini dengan mengikuti khataman tafsir al-Ibrīz doa-doa
serta hajat-hajat mereka akan mudah terkabul. Mereka yakin bahwa dengan diaminkan oleh
banyak orang serta para kiai doa-doa tersebut akan mudah didengarkan oleh Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā.
E. Internalisasi Nilai-Nilai Agama yang Terkandung dalam Pengajian Tafsir Al-Ibrīz
Oleh KH. Ahmad Mustofa Bisri
Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga
merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan
dalam sikap dan perilaku.52
Sedangkan nilai agama adalah konep mengenai penghargaan
tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat pada beberapa masalah pokok dalam kehidupan
keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi tigkah laku keagamaan
warga masyarakat bersangkutan. Sehingga Internalisasi nilai-nilai agama yaitu proses
menghayati serta memasukkan nilai-nilai agama yang terkandung dalam pengajian tafsir al-
Ibrīz di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin ke dalam sikap atau tingkah laku para jamaah
pengajia tafsir al-Ibrīz.
Berdasarkan observasi dan wawancara dari beberapa jamaah pengajian tafsir al-Ibrīz
mengenai proses internalisasi nilai-nilai agama yang terkandung dalam pengajian tafsir al-
Ibrīz dapat disimpulkan bahwa proses internalisasi para jamaah sebagai berikut:
1. Mendengarkan seksama penjelasan dari KH Ahmad Mustofa Bisri ketika menerangkan
tafsir al-Ibrīz.
Awal dari internalisasi nilai-nilai agama para jamaah tafsir al-Ibrīz di Pondok
Pesantren Raudlatut Thalibin yaitu dengan mendengarkan dengan seksama penjelasan yang
51
Wawancara dengan Abdurrohman, Rembang, 11 Mei, 2018. 52
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm.
376.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 20
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
disampaikan oleh KH Ahmad Mustofa Bisri. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Fariqoh yang
merupakan salah satu jamaah pengajian tafsir al-Ibrīz, ia mengungkapkan:53
Dalam proses internalisasi nilai-nilai agama yang terkandung dalam pengajian
tafsir al-Ibrīz menurut saya ya dengan mendengarkan seksama penjelasan Kiai
Mus mbak, setelah itu kemudian dengan mengkaji ulang tafsir al-Ibrīz ketika
dirumah dengan cara dibaca sesering mungkin. Dengan cara mendengarkan
dan membaca ulang nanti kita akan bisa penghayati nilai-nilai agama apa saja
terkandung dalam tafsir al-Ibrīz tersebut. Setelah mengetahui apa saja nilai
yang terkandung, kita kemudian mempraktekannya sebisa mungkin.
Terkadang mbak kita tidak bisa mempraktekkan secara sepenuhnya tapi kita
bisa mempraktekkan secara sederhana saja, contohnya sebisa mungkin
meningkatkan ibadah kita, menambah sholat sunnah, sering berziarah ke
makam waliyullah seperti itu mbak. ya sebisa mungkin kita biasakan dalam
kehidupan kita. Kalau saya biasanya ya dengan memberi para pengemis mbak
sebisa mungkin. Mungkin dnegan sodaqoh sedikit lama-lama bisa menjadi bisa
sodaqoh banyak.
Selain ibu Fariqoh, Ibu Jati juga memaparkan ungkapan yang sama, yakni:54
Kalau saya pertama-pertama kita harus seksama dalam mendengarkan penjelasan Gus
mus mbak. kerena mendengarkan tersebut kan kita akan tahu niali-nilai apa saja yang
terkandung dalam tafsir al-Ibrīz tersebut. Soalnya belum tentu kita membacanya sendiri kita
akan langsnug mengerti makna yang terkandungnya. Makanya ketika saya mengikuti
pengajian ini ya saya dengan semampu saya dan saya usahakan untuk menyimak dan
mendengarkan dengan seksama jangan sampai ada yang terlewati. Karena kita tidak
memungkiri kalau terkadang ada-ada saja ibu-ibu yang saling mengobrol ketika Gus Mus
menjelaskan. Biasanya saya sebisa mungkin masuk ke aula mbak, karena jika diluar aula
menurut saya banyak suara-suara yang menganggu konsentrasi kita ketika lagi enak-enaknya
mendengarkan penjelasan dari Gus Mus.
2. Mengkaji Ulang Kitab Tafsir Al-Ibrīz Ketika diRumah.
Tahap kedua dari internalisasi nilai-nilai agama yang terkandung adalam pengajian
tafsir al-Ibrīz yaitu dengan cara mengkaji ulang kitab tafsir al-Ibrīz ketika dirumah. Mengkaji
ulang ulang ini maksudnya dengan membaca disaat dirumah sebelum amupun sesudah
pengajian tafsir al-Ibrīz pada hari jumat, ketika diwaktu senggang. Hal ini dilakukan oleh ibu
Fariqoh, Pak Abdurrahman dan ibu jati dan Pak Suyoto. Ibu Jati mengungkapan bahwa
selepas maghrib, ia sempatkan membaca ulang tafsir al-Ibrīz sambil mengingat-ingat kembali
53
Wawancara dengan Fariqoh, Rembang, 06 April, 2018. 54
Wawancara dengan Jati, Rembang, 05 Mei, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 21 21
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
penjelasan dari Gus Mus55
Pak Abdurrahman juga mengulang lagi membaca tafsir tersebut. Ia
menambahkan bahwa ketika mengaji saat itu dengan kondisi di mana ketika sedang
membacanya sendiri di rumah,tiba-tiba saja kita ingat sesuatu hal harus diperbaiki dari diri
sendiri.56
3. Menerapkan Nilai-Nilai Agama Secara Perlahan terhadap Diri Sendiri.
Tahap yang ketiga yaitu dengan cara menerapkan nilai-nilai yang terkandung tersebut
kedalam diri sendiri. Hal ini diungkapakan dnegan hal kecil saja yaitu menerapkan saling
menyapa dengan orang ketika bertemu, membiasakan tetap tapt waktu ketika beribadah,
sering-sering berziaroh kubur kemakam waliyullah. Seperti yang diungkapkan oleh ibu
Fariqoh sebagai berikut:57
Saya menginternalisasikan nilai-nilai agama dari pengajian tafsir ini ya dengan
mendengarkan penjelasan Gus Mus, kemudian membaca berulang-ulang
dirumah, kemudian dari situ kita akan tau niali apa yang terkandung. Setelah
tau niali yang terkandung saya menerapkan pada diri sendiri dulu mbak, secara
perlahan saja, contohnya yaitu dengan tepat waktu dalam beribadah, saling
menyapa dengan orang yang kita temui.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Jati, ia mengungkapkan:
Saya biasa menrapkan kediri sendiri dulu mbak, seperti halnya tenlali dalam
solat, nambah dalam berzikir, sering bersyukur dengan cara bershodaqoh.
Pokoknya hal hal yang untuk diri kita sendiri kita harus terapkan mbak.
4. Membiasakan Nilai-Nilai Agama yang Sudah Diterapkan dalam Kehidupan Sehari-
hari.
Tahap terakhir dari internalisasi niali-nilai agam yang terkandung dalam pengajian
tafsir al-Ibrīz yatu membiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saja dengan sering
bersedekah, sedkah tidak harus dengan banyak harta bisa dengan memberi ke pengemis yang
ada dijalanan. Sering berziaraj kemakam waliyullah yang terdekat di rumah masing-masing.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Pak suyoto, Ibu Fariqoh serta Ibu Jati. Ibu Jati
juga mengungkapkan:58
Cara saya menginternalisasikan nilai-nilai agama dalam pengajian tafsir al-
Ibrīz ya dengan sesering mungkin menghadiri pengajian ini, biar kita tahu
nilai-nilai agama yang terkandung kemudian setelah itu sebisa mungkin saya
praktikkan mbak. Ya dari yang kecil-kecil dulu mbak, mungkin dari diri
55
Ibid., 56
Wawancara dengan Abdurrohman, Rembang, 11 Mei, 2018. 57
Wawancara dengan Fariqoh, Rembang, 06 April, 2018. 58
Wawancara dengan Jati, Rembang, 06 April, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 22
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
sendiri membenahinya untuk lebih baik contohnya tidak mudah berburuk
sangka terhadap orang lain, tidak mudah iri, ya sebisa mungkin mengatur hati
kita mbak. iya kita sering sering jangan merasa benar.
Bapak Suyoto juga mengungkapkan:59
Internalisasi nilai-nilai agama dalam pengajian tafsir al-Ibrīz ya dengan
seksama mendengarkan penjelasan dari Gus Mus mbak, kemdian kita pikir-
pikir pada diri kita apa yang masih salah pada diri kita, apa yang belum kita
lakukan. Ya bisa dikatakan kita butuh intropeksi diri kita sendiri sehingga kita
tahu nantinya perbuatan-perbuatan apa saja yang kita harus benahi atau kalau
tidak begitu perbuatan yang perlu ditambah kebaikannya. Dirumah juga kita
harus juga membaca tafsir al-Ibrīz bukan hanya ketika hari jumat saja. Mengaji
bukan hanya dipengajian selasa jumat saja juga bisa mbak. pokoknya sebisa
mungkin mempraktekkan niali-nilai agama yang terkandung dalam pengajian
tafsir al-Ibrīz yang dterangkan oleh Gus Mus mbak. Contohnya saja dengan
sodaqoh, berziarah ke makam waliyullah, dan masih banyak lagi mbak. yang
penting itu kita mendengarkan, menelaah, mempraktekkan serta
membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari mbak.
F. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian tentang keyakinan para jamaah tafsir al-Ibrīz
dan internalisasi nilai-nilai agama para jamaah dalam pengajian tafsir al-Ibrīz di Pondok
Pesantren Raudlatut Thalibin oleh KH Ahmad Mustofa Bisri, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut; Pertama Pengajian tafsir al-Ibrīz dilaksanakan setiap seminggu sekali pada
hari jumat dimulai pukul 08.00 atau 08.30 dan berlangsung selama satu jam di Pondok
Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang. Diampu oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri yang mana
terkadang dibadali oleh Kiai Syarofuddin. Peserta pengajian berjumalah kurang lebih 1000
orang yang mana terdiri dari orang tua, anak muda, pedagang, pensiunan. Pengajian diawali
dengan salam dari Gus Mus, al-fatihah kemudian membaca ayat yang akan disampaikan serta
diakhiri dengan bacaan waallah ‘alam biṣṣawāb, hamdalah dan al-fatihah. Para jamaah
mendengarkan dengan khusyuk dan setiap Gus Mus selesai membaca satu ayat al-Quran
mereka menjawab dengan kata Allah. Tradisi dalam pengajian ini yaitu setiap peserta datang
maupun akan pulang pengajian, mereka saling bersalaman, dan tidak lupa juga berebut salam
dengan Gus Mus ketika beliau lewat. Pada hari jumat wage jumlah peserta semakin banyak
karena pada hari itu dari pihak ndalem memberikan shodaqah makan kepada para jamaah,
selain itu banyaknya para pedagang yang ada di area pengajian yang mana pedagang juga
mengikuti pengajian tafsir tersebut.
59
Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang, 29 April, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 23 23
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Kedua,Keyakinan parajamaah Pengajian Tafsir al-Ibrīz terhadap Pengajian Tafsir al-
Ibrīz KH. Mustofa Bisri di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin terdapat 7 bentuk keyakinan,
yaitu Menjadikan sebagai ladang berkah, sarana untuk lebih dekat dengan Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā, sarana untuk menambah wawasan keilmuwan, sarana menyambung tali
persaudaraan sesama muslim, sarana mengisi waktu luang, sarana untuk mencari rizki, dan
menjadikan doa khataman untuk mendapatkan hajat-hajat yang diinginkan.
Ketiga,carapara jamaah Pengajian Tafsir al-Ibrīz dalam menginternalisasikan nilai-
nilai agama yang terkandung dalam Pengajian Tafsir al-Ibrīz oleh KH. Mustofa Bisri di
Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin yaitu mendengarkan dengan seksama penjelasan dari
KH Ahmad Mustofa Bisri ketika menerangkan tafsir al-Ibrīz,mengkaji ulang kitab tafsir al-
Ibrīz ketika dirumah, menerapkan nilai-nilai agama secara perlahan terhadap diri sendiri.,
serta membiasakan nilai-nilai agama yang sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 24
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa, Heddy Sri. “Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami
Agama” Jurnal Walisongo. vol. 20. no. 2. (2012)
(http://dx.doi.org/10.21580/ws.20.2.200).
Alfisyah.“Pengajian Dan Transformasi Sosiokultural Dalam Masyarakat Muslim
Tradisionalis Banjar”. Jurnal Dakwah dan Komunikasi. vol.3, no. 1 (2009).
Bisri, Mustofa. “Dialog dalam Acara Penerimaan Peserta PKL”. Rembang, 28 September,
2017.
Dhofir, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai
Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2011.
Dzalieq, Ahmad Bisri. “KH. Bisri Mustofa dan Perjuangannya”. Skripsi, Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2008.
Hasbiansyah, O. “ Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial
dan Komunikasi” Mediator Jurnal Komunikasi. vol. 9, no. 1 (2008)
(https://doi.org/10.29313/mediator.v9i1.1146).
Huda, Achmad Zainal. Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa.
Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.
Mansur, M. “Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Qur’an”, dalam Metodologi
Penelitian Living Qur’an dan Hadis. Ed. Sahiron Syamsuddin. Yogyakarta: TH Press,
2007.
Mimbar Bebas dan Alumni 1425 Madrasah Robin. Para Pejuang Dari Rembang. Rembang:
Mata air Syndicate, 2006.
Mulyana, Deddy. Metodologi penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial lainnya. Bandung: remaja Rosdakarya, 2001.
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian al-Quran dan Tafsir. Yogyakarta: Idea Press, 2015.
Mustofa, Bisri. al-Ibrīz Li Ma’rifah Tafsīr al-Qur’an al-Azīz. Kudus: Menara Kudus, t.th.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 25 25
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Wawancara
Wawancara dengan Abdurrohman, Rembang, 11 Mei, 2018.
Wawancara dengan Adib Bisri Hattani, Rembang, 29September, 2017.
Wawancara dengan Adib Bisri Hattani, Rembang, 20 April, 2018.
Wawancara dengan Adib Bisri Hattani, Rembang, 11 Mei, 2018.
Wawancara dengan Ahmad Mustofa Bisri, Rembang, 29 September, 2017.
Wawancara dengan Ahmad Mustofa Bisri, Rembang, 13 April, 2018.
Wawancara dengan Ahmad Mustofa Bisri, Rembang, 24 Agustus, 2018.
Wawancara dengan Ahmad Mustofa Bisri, Rembang, 09 September, 2018.
Wawancara dengan Almas, Rembang, 24 Agustus, 2018.
Wawancara dengan Darmuji, Rembang, 27 April, 2018.
Wawancara dengan Fariqoh, Rembang, 06 April, 2018.
Wawancara dengan Jati, Rembang, 05 Mei, 2018.
Wawancara dengan Jati, Rembang, 06 April, 2018.
Wawancara dengan Jumini, Rembang, 04 Mei, 2018.
Wawancara dengan Kartini, Rembang, 04 Mei, 2018.
Wawancara dengan Kasini, Rembang, 29 April, 2018.
Wawancara dengan Khodijah, Rembang, 06 April, 2018.
Wawancara dengan Khomariyah, Rembang, 06 April, 2018.
Wawancara dengan Lu’lu’ Khotimah, Rembang,13 April, 2018.
Wawancara dengan Makin Shoimury, Rembang, 29 September, 2017.
Wawancara dengan Mariatun, Rembang, 29 April, 2018.
Wawancara dengan Muhib, Rembang, 13 April, 2018.
Wawancara dengan Rohmah, Rembang, 27 April, 2018.
Wawancara dengan Sarman, Rembang, 06 April, 2018.
AL-ITQAN, Volume 4, No. 2, 2018 26
Pengajian Tafsir Al-Ibrīz Oleh Kiai Ahmad Mustofa Bisri ….. Mudawamah & Muhamad Asif Doi: doi.org/10.47454/itqan.v4i2.682
Wawancara dengan Shafawi, Rembang, 06 April, 2018.
Wawancara dengan Siti Masfufah, Rembang, 04 Mei, 2018.
Wawancara dengan Sri Handani, Rembang, 11 Mei, 2018.
Wawancara dengan Sri Handani, Rembang, 27 April, 2018.
Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang, 13 April, 2018.
Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang, 29 April, 2018.
Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang, 04 Mei, 2018.
Wawancara dengan Suyoto Zuhdi, Rembang, 11 Mei, 2018.
Wawancara dengan Syarofuddin, Rembang, 29 September, 2017.
Wawancara dengan Zainuddin, Rembang, 29 September, 2017.
Wawancara dengan Zukhrotin, Rembang, 04 Mei, 2018.
Wawancara dengan Zulaihah, Rembang, 13 April, 2018.
Wawancara dengan Zulkifli, Rembang, 13 April, 2018.