pengalaman pencapaian kesehatan mental ibu ...yang dengan sepenuh jiwa merawat buah hatinya dengan...
TRANSCRIPT
i
PENGALAMAN PENCAPAIAN KESEHATAN MENTAL
IBU DARI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DENGAN YOGA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENCAPAIANNYA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Made Dewinta Cahyaningtyas
NIM : 139114169
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Teruntuk seluruh ibu di seluruh dunia,
yang dengan sepenuh jiwa merawat buah hatinya dengan cinta
bagaimana pun keadaannya.
Kalian adalah apa yang sering disebut dalam lagu
sebagai cinta tak bersyarat.
Kalian adalah apa yang diceritakan banyak kisah
sebagai malaikat tak bersayap.
Dan teruntuk ibuku yang luar biasa,
terimakasih untuk kasih berlebih kepada anakmu yang selalu kurang ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
You look at me and cry, “everything hurts”
I hold you and whisper, “but everything can heal”
The world gives you so much pain
and here you are making gold out of it
We are all born so beautiful
The greatest tragedy is, being convinced we are not
How you love yourself is
how you teach others to love you
-Milk & Honey, Rupi Kaur-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAI\ KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak mernuat karya atau bagian karya orang 1ain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah'
Yogyakarta, 24 November 2017
eliti,t*-vMade Dewinta C ahyaningtYas
v1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PENGALAMAN PENCAPAIAN KESEHATAN MENTAL
IBU DARI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DENGAN YOGA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENCAPAIANNYA
Made Dewinta Cahyaningtyas
ABSTRAK
Sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab terhadap proses pengasuhan
anak, ibu dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat rentan mengalami
kondisi atau situasi hidup yang penuh dengan tekanan. Berbagai penelitian juga
telah menunjukkan bahwa kondisi kesehatan mental ibu dengan ABK cenderung
lebih berisiko dibandingkan dengan ibu dari anak dengan perkembangan normal.
Padahal, kondisi kesehatan mental ibu dengan ABK sangat berpengaruh pada
keberhasilan upaya optimalisasi perkembangan bagi anaknya. Sayangnya, belum
ada terapi yang terevaluasi mampu mengatasi permasalahan kesehatan mental ibu
dengan ABK secara efektif. Di sisi lain, yoga sebagai salah satu bentuk terapi
alternatif menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan bagi peningkatan kualitas
kesehatan fisik dan mental, bukan hanya bagi ibu tapi juga bagi ABK sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman pencapaian kesehatan
mental ibu dari ABK sehingga dapat dikembangkan terapi yang sesuai dan efektif
bagi para ibu. Peran yoga dalam membantu proses pencapaian kesehatan mental
ibu juga dilihat dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan melalui wawancara semi
terstruktur kepada tiga orang ibu dari ABK yang memilih yoga sebagai salah satu
terapi alternatif yang mereka lakukan bersama dengan anaknya. Analisis
dilakukan dengan pendekatan IPA (Interpretative Phenomenological Analysis)
untuk membantu peneliti memahami makna proses pencapaian tersebut secara
personal dari kaca mata informan. Melalui penelitian ini didapatkan bahwa
keterbatasan pengetahuan mengenai ABK, sikap dan pandangan negatif dari
lingkungan sosial, keterbatasan terapi, serta kondisi fisik dan mental yang kurang
stabil dari ibu dan ABK menjadi penghambat tercapainya kondisi kesehatan
mental. Upaya yang ibu lakukan untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut
berupa upaya pengembangan diri dan peningkatan kondisi anak. Yoga sebagai
salah satu upaya yang dilakukan ibu bersama anaknya menunjukkan pengaruhnya
dalam meningkatkan kualitas fisik, kemampuan regulasi emosi, serta relasi antara
ibu dan anak. Yoga juga dapat menjadi solusi bagi beberapa faktor penghambat
tercapainya kondisi mental yang sehat, serta berkaitan dengan faktor pendukung
pencapaian tersebut. Keberhasilan dari upaya yang dilakukan, dukungan keluarga
dan lingkungan sosial, serta keyakinan spiritual dari ibu menjadi faktor yang
menguatkan ibu dalam menjalani proses pengasuhan terhadap ABK.
Kata kunci: kesehatan mental, ABK, faktor yang mempengaruhi, upaya, yoga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
THE EXPERIENCE OF ACHIEVING MENTAL HEALTH
OF MOTHERS WITH SPECIAL NEEDS CHILDREN
BY YOGA AS ONE OF THE WAYS TO ACHIEVE IT
Made Dewinta Cahyaningtyas
ABSTRACT
Mother’s role and responsibility in caregiving tasks usually put mothers
with special need children in a stressful situation. Some research revealed that the
mental health of mothers with special need children tend to be more risky than
mothers with typical development children. Whereas, the mental health of
mothers with special need children is really important to help their children in
achieving their optimal development. On the contrary, an evaluated therapy which
effectively solves this issue does not exist yet. In addition, yoga as a form of
alternative therapy displayed a promising result to improve the quality of mental
and physical health, not only for the mothers but also for the special need
children. This research aims to understand the experience of mothers with special
needs children in achieving their mental health in order to develop a suitable and
effective therapy for them. The role of yoga in achieving mothers’ mental health
is also observed. This research was conducted through semi-structured interview
towards three mothers with special needs children, who chose and practice yoga
with their children as the alternative therapy. The data were analyzed by using
IPA (Interpretative Phenomenological Analysis) approach to help researcher
getting more understanding in the mental health achievement process from the
mothers’ point of view. The research concluded that mothers’ insufficient
knowledge about special needs children, social environment’s negativity, limited
therapies, physical and mental instability of mothers and special needs children
proven to be the factors which inhibit the achievement of mental health. Mothers
are determined to do self-development and improving their children’s condition to
overcome these obstacles. Yoga, as a kind of mutual recovery activity between
mothers and children, showed its influences to improve physical quality, emotion
regulation, and relation between mothers and children. Yoga also provides
solution for some factors which inhibit the achievement of mental health, and also
has a role in factors which support the achievement. Successful efforts, family and
social support, and spiritual faith are factors which give mothers strength during
their challenging caregiving periods.
Keywords: mental health, special need children, influence factors, efforts, yoga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Perjumpaan peneliti dengan seorang ibu yang memiliki Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) membuat peneliti menyadari bagaimana sulitnya masa pengasuhan
yang harus ibu jalani untuk membantu mengoptimalkan perkembangan anaknya.
Aktivitas ibu sebagai praktisi yoga yang menurutnya cukup membantu proses
tersebut membuat peneliti ingin mengekspolrasinya lebih jauh agar para ibu dan
praktisi kesehatan bagi ABK dapat menyadari potensi yang bisa dikembangkan dari
aktivitas yoga tersebut. Karya ini peneliti persembahkan bagi seluruh ibu yang
sedang berjuang menghadapi berbagai tantangan untuk membantu perkembangan
buah hatinya yang spesial.
Selama pengerjaan karya ini, penulis sangat bersyukur atas anugerah
kesehatan dan ketetapan hati yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi berjudul “Pengalaman Pencapaian Kesehatan
Mental Ibu dari ABK dengan Yoga sebagai Salah Satu Upaya Pencapaiannya” ini.
Peneliti juga bersyukur karena dikelilingi oleh orang-orang luar biasa yang turut
memberikan dukungan dalam terselesaikannya skripsi ini. Melalui tulisan ini,
peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu, Bapak, Mbok Tu Dian, dan Kak Dudik yang selalu memberikan dukungan
dalam segala bentuk yang tidak pernah putus kepada peneliti, dan atas
kesabarannya menunggu peneliti menyelesaikan karya ini.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan sangat
terbuka mendengar berbagai pendapat peneliti dan dengan sabar membantu
menutupi banyak kekurangan dalam penelitian ini.
3. Bu Monic dan Pak Edo yang telah bersedia menyisihkan waktunya untuk
memberikan masukan dan saran mengenai metode dalam penelitian ini.
4. Pak Siswo dan Bu Diana sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik
dan saran yang membangun dalam penelitian ini.
5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi atas ilmu, kesempatan dan
berbagai bantuan yang diberikan kepada peneliti selama menjalani masa studi di
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
6. Ketiga informan dalam penelitian ini, yang telah bersedia membagi pengalaman
hidupnya kepada peneliti, dan tanpa bantuan mereka tidak mungkin karya ini
akan ada.
7. Dharma, Nanda, Gek Ita, Ratna, Anik, Indah (the girls-seven icon karangasem)
sebagai teman sejak TK dan tumbuh bersama hingga SMA, yang selalu
menghibur dan sangat memahami peneliti walaupun kita sedang berjauhan.
8. Jeje, Ladya, Dewok, Niko, Gera, dan semua teman-teman kelas D angkatan 2013
(D’Psycho) yang dengan sangat terbuka menerima peneliti dari awal masa
perkuliahan sehingga peneliti merasa memiliki keluarga baru di perantauan.
9. Bimbingan Bu Ratri, khususnya Koleta yang telah mau berjuang bersama
mempertahankan ide dan kualitas penelitian kita dengan mencari ilmu ke mana-
mana. Your effort will be pay off soon, Kols!
10. Seluruh anggota UKF Debat dari tahun 2013-2017 yang telah memberikan
peneliti tempat untuk belajar banyak hal dan memberikan kesempatan pada
peneliti untuk mengembangkan dan membuktikan diri.
11. Ana, Boni, Ojek, dan seluruh kepanitiaan Psychofest 2016 yang telah
memberikan pelajaran yang sangat berharga dan luar biasa bagi peneliti dalam
hal kepemimpinan dan profesionalitas kerja.
12. BEMU 2014-2015 yang menjadikan peneliti tidak apatis terhadap kehidupan
politik kampus.
13. Komunitas Tari Bali Sekarjepun yang telah memberikan peneliti tempat untuk
“melarikan diri” dari segala tuntutan dan tekanan dunia akademis.
14. International Office dan Peer Partner yang telah memberikan peneliti
kesempatan untuk menjalin relasi dengan banyak orang dari berbagai belahan
dunia.
15. Last but not least (actually the most important one) Theresia Wira Harjanah a.k.a
Tara Basro a.k.a Alessandra Ambrosio sebagai sahabat termenarik yang
memberikan persahabatan terunik pada peneliti, dengan segala sifat dan
kepribadian yang (kelihatannya) bertolak belakang dengan peneliti namun tetap
selalu memberikan banyak waktu untuk berbagi pikiran, kesedihan, kemarahan,
kelucuan, dan kebahagiaan dengan peneliti. Terima kasih banyak karena sudah
mau tumbuh dan belajar bersama. We still have long way to go.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
Beserta seluruh pihak yang turut membantu namun tidak bisa peneliti
sebutkan satu per satu, peneliti sampaikan terima kasih sebesar-besarnya. Meskipun
telah melalui berbagai perbaikan dalam penyusunannya, peneliti menyadari
sepenuhnya bahwa karya ini masih sangat jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang
membangun bagi penelitian ini sangat berarti bagi peneliti. Akhir kata, terima kasih
banyak atas perhatiannya, dan peneliti berharap penelitian yang belum sempurna ini
tetap bisa memberikan manfaat bagi sesama.
Yogyakarta, 24 November 2017
Made Dewinta Cahyaningtyas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xviii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 13
A. Kesehatan Mental.................................................................................... 13
1. Definisi kesehatan mental .................................................................... 13
2. Kesehatan mental orangtua ABK ......................................................... 21
B. Anak Berkebutuhan Khusus .................................................................... 25
1. Definisi anak berkebutuhan khusus ...................................................... 25
2. Jenis-jenis gangguan/ disabilitas .......................................................... 27
3. Perkembangan psikologis anak berkebutuhan khusus .......................... 31
C. TERAPI DAN INTERVENSI ................................................................. 34
1. Terapi dan intervensi bagi ABK........................................................... 34
2. Terapi dan intervensi bagi orangtua dari ABK ..................................... 35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
D. TERAPI YOGA ...................................................................................... 37
1. Yoga sebagai terapi secara umum ........................................................ 37
2. Terapi yoga bagi ABK ......................................................................... 41
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 45
A. Strategi Penelitian ................................................................................... 45
B. Refleksivitas Peneliti ............................................................................... 46
C. Fokus Penelitian ...................................................................................... 48
D. Informan Peneltian .................................................................................. 48
E. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 49
F. Prosedur Pengumpulan Data .................................................................... 50
G. Metode Analisis Data .............................................................................. 50
H. Kredibilitas Penelitian ............................................................................. 52
I. Pedoman Wawancara ............................................................................... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 55
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ...................................................... 55
1. Persiapan dan perizinan ....................................................................... 55
2. Pelaksanaan penelitian ......................................................................... 56
B. Informan Penelitian ................................................................................. 57
1. Demografi informan ............................................................................ 57
2. Latar belakang informan ...................................................................... 59
C. Hasil Penelitian ....................................................................................... 63
1. Informan 1 ........................................................................................... 63
a. Tantangan yang harus dihadapi: keluarga, kondisi anak, proses terapi dan
pandangan sosial .................................................................................. 63
b. Menolong diri sendiri dan membangun kesiapan diri ........................ 65
c. Mengembangkan diri untuk mengembangkan anak ........................... 66
d. Lingkungan yang menyediakan jalan dan peluang ............................ 68
e. Hasil dari jerih payah yang memberikan penguatan ........................... 69
f. Yoga: salah satu peluang pengembangan ibu dan anak ...................... 71
g. Manifestasi kondisi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari... 73
2. Informan 2 ........................................................................................... 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
a. Tantangan yang harus dihadapi: keluarga, lingkungan, anak, dan diri
sendiri .................................................................................................. 80
b. Upaya memahami dengan terus belajar dan bertanya pada tenaga
profesional............................................................................................ 82
c. Keyakinan spiritual yang menguatkan ............................................... 83
d. Ilmu penyembuhan bagi pengembangan diri dan anak ...................... 84
e. Peningkatan kondisi dan kebersamaan dengan anak sebagai penghiburan
............................................................................................................. 86
f. Manifestasi kondisi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari ... 86
3. Informan 3 ........................................................................................... 90
a. Tantangan yang harus dihadapi: proses terapi, sikap lingkungan sosial
anak, kondisi anak, dan diri sendiri ....................................................... 90
b. Terus belajar dan mencari penanganan yang sesuai ........................... 91
c. Aktivitas-aktivitas untuk mengembangkan anak ................................ 92
d. Kebanggaan atas pencapaian anak dan penerimaan lingkungan sosial 94
e. Hal-hal yang selalu layak disyukuri pada Tuhan................................ 95
f. Manifestasi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari ............... 96
D. Analisis Data........................................................................................... 102
1. Faktor penghambat pencapaian kesehatan mental dalam proses pengasuhan
................................................................................................................ 103
a. Pengetahuan awal dalam menghadapi diagnosis anak........................ 103
b. Keterbatasan terapi ........................................................................... 105
c. Pandangan serta sikap keluarga dan lingkungan sosial ...................... 108
d. Kondisi anak dan ibu yang kurang stabil ........................................... 110
2. Upaya-upaya menghadapi kondisi anak ............................................... 113
a. Pengembangan diri melalui membaca dan berdiskusi dengan tenaga ahli
............................................................................................................. 113
b. Pengembangan anak melalui berbagai jenis terapi dan aktivitas ........ 116
c. Peningkatan kualitas fisik, emosi, serta relasi ibu dan anak melalui yoga
............................................................................................................. 121
3. Faktor pendukung pencapaian kesehatan mental .................................. 125
a. Keberhasilan upaya dengan adanya peningkatan kondisi anak ........... 125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
b. Dukungan serta pemahaman keluarga dan lingkungan sosial ............ 127
c. Keyakinan spiritual yang menguatkan ............................................... 131
4. Manifestasi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari .................. 133
a. Keterampilan dalam menghadapi tekanan sosial serta berelasi dan
beradaptasi dengan kehidupan sosial..................................................... 133
b. Kemampuan mengenali diri dan mengembangkan potensi ................ 136
E. Pembahasan ............................................................................................. 140
1. Faktor penghambat pencapaian kesehatan mental dalam proses pengasuhan
................................................................................................................ 141
a. Pengetahuan awal dalam menghadapi diagnosis anak........................ 141
b. Keterbatasan terapi ........................................................................... 144
c. Pandangan serta sikap keluarga dan lingkungan sosial ...................... 146
d. Kondisi anak dan ibu yang kurang stabil ........................................... 148
2. Upaya menghadapi kondisi anak melalui pengembangan diri dan
peningkatan kemampuan anak ................................................................. 151
3. Faktor pendukung pencapaian kesehatan mental .................................. 152
a. Keberhasilan upaya dengan adanya peningkatan kondisi anak ........... 152
b. Dukungan serta pemahaman keluarga dan lingkungan sosial ............ 154
c. Keyakinan spiritual yang menguatkan ............................................... 156
4. Manifestasi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari .................. 158
a. Keterampilan dalam menghadapi tekanan sosial serta berelasi dan
beradaptasi dengan kehidupan sosial..................................................... 158
b. Kemampuan mengenali diri dan mengembangkan potensi ................ 159
5. Peran yoga dalam pencapaian kesehatan mental .................................. 161
a. Peningkatan kualitas fisik, emosi, serta relasi ibu dan anak melalui yoga
............................................................................................................. 161
b. Peran yoga dalam mengatasi hambatan pencapaian kesehatan mental 165
c. Peran yoga sebagai faktor pendukung pencapaian kesehatan mental.. 168
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 176
A. Kesimpulan ............................................................................................. 176
B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 178
C. Saran ....................................................................................................... 179
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 182
LAMPIRAN .................................................................................................... 189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pelaksanaan penelitian ........................................................................ 56
Tabel 2. Demografi informan ........................................................................... 57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema dinamika pencapaian dan gambaran kesehatan mental informan
pertama ............................................................................................................ 79
Gambar 2. Skema dinamika pencapaian dan gambaran kesehatan mental informan
kedua ............................................................................................................... 89
Gambar 3. Skema dinamika pencapaian dan gambaran kesehatan mental informan
ketiga ............................................................................................................... 99
Gambar 4. Skema dinamika pencapaian dan gambaran kesehatan mental ibu dengan
ABK ................................................................................................................ 173
Gambar 5. Skema peran yoga dalam mengatasi faktor penghambat pencapaian
kesehatan mental .............................................................................................. 174
Gambar 6. Skema peran yoga sebagai faktor pendukung pencapaian kesehatan
mental .............................................................................................................. 175
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed consent .......................................................................... 190
Lampiran 2. Lembar pernyataan kesesuaian hasil informan 1 ........................... 192
Lampiran 3. Lembar pernyataan kesesuaian hasil informan 2 ........................... 193
Lampiran 4. Lembar pernyataan kesesuaian hasil informan 3 ........................... 194
Lampiran 5. Analisis data informan 1 ............................................................... 195
Lampiran 6. Pengelompokan tema informan 1 ................................................. 225
Lampiran 7. Analisis data informan 2 ............................................................... 229
Lampiran 8. Pengelompokan tema informan 2 ................................................. 249
Lampiran 9. Analisis data informan 3 ............................................................... 253
Lampiran 10. Pengelompokan tema informan 3................................................ 285
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh anak di dunia ini terlahir dari seorang ibu. Jika beruntung, mereka
juga akan dikelilingi oleh keluarga yang akan menjadi lahan awal tempat mereka
tumbuh dan berkembang. Kualitas lahan akan sangat menentukan baik buruknya
tumbuhan yang dihasilkan. Sepenting itu pula peran keluarga dalam menentukan
arah tumbuh kembang anak. Akan tetapi, apa jadinya jika tumbuhan yang ditanam
justru membuat kualitas lahan menjadi buruk? Bagaimana jika keluarga menganggap
anak sebagai sumber ketidakbahagiaan dalam kehidupan mereka? Perasaan seperti
ini sangat riskan dialami oleh keluarga yang dianugerahi anak yang spesial, yang
kebutuhan akan perhatian dan perawatannya sedikit berbeda dengan anak “normal”
pada umumnya. Tantangan dalam pengasuhan yang memang sudah berat akan
semakin meningkat seiring dengan keistimewaan yang dimiliki anak. Menganggap
anak sebagai penyebab memburuknya kualitas kehidupan keluarga hanya akan
menjadi boomerang yang membuat keadaan menjadi bertambah buruk, dan tentunya
akan berdampak langsung pula pada kehidupan anak. Jika kondisi ini terus terjadi,
keluarga sebagai pihak yang mampu membuat perubahan harus sepenuhnya
menyadari bahwa ada yang harus dibenahi dalam cara mereka menyikapi kehadiran
anak-anak yang istimewa ini.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya mengalami penyimpangan dalam berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
aspek sehingga mereka membutuhkan penanganan khusus (Desiningrum, 2016).
Asosiasi pemerhati perkembangan anak, First 5 California (2008) mendefinisikan
ABK sebagai anak dengan ketidakmampuan yang teridentifikasi, kesehatan fisik dan
kesehatan mental yang membutuhkan intervensi dini, pelayanan khusus, serta
dukungan dari figur-figur di sekitarnya. Data dari Direktorat Bina Kesehatan Anak
(dalam Lisa, 2012) menunjukkan bahwa kelahiran anak dalam kondisi tidak normal
atau kelahiran ABK masih banyak terjadi di Indonesia. Prevalensi ABK di Indonesia
tergolong cukup tinggi. Catatan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan
terdapat 4,2 juta jiwa ABK di Indonesia yaitu presentase 10% dari anak usia sekolah
(5-14 tahun) (Melisa, 17 Juli 2013).
Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh ABK menjadikannya populasi
yang sangat rentan untuk mengalami masalah-masalah kesehatan mental. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ABK memiliki kecenderungan untuk mengalami
komorbiditas terhadap depresi yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak lainnya
(Angold, Costello & Erkanli dalam Matson & Nebel-Schwalm, 2007). Foundation
for People with Learning Disability/ FLDP (Daniels, 2012) menyatakan
kemungkinan terjadinya masalah kesehatan mental yang berkaitan dengan depresi
meningkat hingga 40% pada anak dengan gangguan belajar. Data-data tersebut
menunjukkan bahwa ABK merupakan populasi yang sangat rentan mengalami
masalah kesehatan mental, terutama yang berkaitan dengan depresi. Perhatian khusus
dari figur-figur di sekitarnya menjadi semakin diperlukan untuk membantu ABK
terhindar dari masalah-masalah kesehatan mental yang dapat semakin memperburuk
kondisi perkembangannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Kebutuhan ABK terhadap dukungan dari figur-figur di sekitarnya menjadikan
peran orangtua sebagai significant other dari ABK sebagai salah satu faktor yang
sangat penting bagi perkembangan ABK. Pada umumnya, ABK kurang memiliki
kemampuan untuk menjaga dirinya sendiri, serta kurang mampu menunjukkan
perilaku yang diharapkan dari anak-anak seusia mereka dengan perkembangan yang
normal. Hal ini berarti orangtua harus meluangkan waktu dan tenaga yang lebih
besar untuk menjaga anak mereka (Martin & Colbert dalam Dervishailaj, 2013).
Peran orangtua yang krusial tersebut tentunya juga menuntut orangtua untuk
memiliki kondisi kesehatan fisik dan mental yang baik.
Sementara itu, hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Beckman dkk (dalam
Dervishaliaj, 2013) menunjukkan bahwa kesehatan mental dari orangtua yang
memiliki ABK cenderung berisiko. Beban dan tekanan yang bersumber dari masalah
finasial dan emosional dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah psikologis yang
juga akan berdampak pada fungsi keluarga dan anggotanya (Inkelas dkk., 2007).
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres yang tinggi pada orangtua akan
membuat orangtua kurang mampu mengimplementasikan intervensi bagi anak
mereka yang mengalami disabilitas, sehingga anak yang bersangkutan juga kurang
menunjukkan kemajuan pada proses perkembangannya (Dykens dkk., 2014).
Penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan tingkat stres dan prediktor
stres antara ibu dan ayah yang memiliki ABK. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Gray (dalam Dervishailaj, 2013) menyatakan bahwa disabilitas yang dimiliki seorang
anak berpengaruh lebih kuat kepada ibu dibandingkan dengan ayah. Perbedaan peran
gender yang berkaitan dengan pengasuhan anak menjadi landasan dalam
menjelaskan adanya perbedaan tingkat stres antara ibu dan ayah dengan ABK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Pengasuhan ABK merupakan tugas yang melelahkan terutama bagi ibu, karena pada
umumnya ibu lebih berperan dalam hal pengasuhan anak (Vidyasagar & Koshy,
2010). Sementara pada ayah, disabilitas yang dimiliki anak mereka tidak
mempengaruhi mereka secara personal seperti pengaruhnya pada ibu. Stres yang
dialami oleh ayah dengan ABK justru lebih dipengaruhi oleh stres yang dialami istri
mereka (Gray dalam Dervishailaj, 2013).
Tanggung jawab pengasuhan terhadap ABK membuat ibu cenderung
mengalami perubahan-perubahan besar dalam kehidupannya. Perubahan tersebut
meliputi tanggung jawab pengasuhan yang tinggi, pengeluaran yang semakin
meningkat, upaya-upaya mencari layanan kesehatan, dan seringkali ibu harus
menyaksikan pelecehan yang ditujukan pada anaknya (Faithrone dkk dalam Nicholas
dkk, 2015). Dampak dari pelecehan terhadap ABK cenderung lebih besar
pengaruhnya terhadap ibu dibandingkan dengan ABK sendiri karena peran
pengasuhan pada ibu dan usia serta tingkat pemahaman yang dimiliki oleh ABK
(McHatton & Correa, 2005).
Selain itu, memiliki tanggung jawab terhadap pengasuhan ABK membuat ibu
cenderung mengalami kehidupan yang terisolasi dari teman, keluarga, serta
lingkungan sosial secara keseluruhan (Woodgate, Ateah & Secco dalam Nicholas
dkk, 2015). Perubahan-perubahan dalam kehidupan tersebut yang membuat ibu dari
ABK berisiko mengalami gangguan dalam kesehatan mentalnya. Padahal, dengan
segala tanggung jawab pengasuhan dan keluarga yang dimiliki oleh ibu dari ABK,
kesehatan mental dan fisik mereka sangat penting untuk dijaga agar perkembangan
ABK dan fungsi keluarga secara keseluruhan dapat berjalan dengan optimal. Maka
dari itu, peneliti merasa perlu dilakukan penelitian untuk memahami secara lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
mendalam bagaimana kondisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental ibu dari ABK.
World Health Organization/ WHO (2014) mendefinisikan kesehatan mental
sebagai suatu kondisi di mana individu menyadari secara penuh potensi yang ia
miliki, mampu mengatasi tekanan-tekanan kehidupan, mampu bekerja secara
produktif serta mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya. Terdapat
beberapa faktor yang dapat menghambat seseorang untuk mencapai kondisi
kesehatan mental yang optimal. Faktor-faktor tersebut di antaranya faktor biologis,
pengalaman hidup (trauma, penindasan, dan kekerasan), serta sejarah keluarga dalam
masalah kesehatan mental. Secara lebih rinci, kesehatan mental yang buruk dapat
terjadi karena hasil dari konflik antara individu, faktor kelompok dan lingkungan
yang menimbulkan tekanan, perkembangan yang tidak optimal dalam kemampuan
mental, kegagalan dalam mencapai tujuan, perilaku yang destruktif serta berada
dalam kondisi ketidaksetaraan (WHO, 1993). Pemaparan ini semakin menguatkan
bahwa kesehatan mental ibu dari ABK sangat perlu diperhatikan dengan menimbang
kondisi-kondisi yang dialami ibu dari ABK seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya.
Menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik pada orangtua
ABK terutama pada ibu, membuat penelitian terkait program sejenis terapi bagi
orangtua ABK mulai banyak dikembangkan. Metode yang umumnya ditawarkan
adalah dalam bentuk support group di mana para ibu dapat berbagi informasi,
pengalaman dan perasaan mengenai keterbatasan yang dimiliki oleh anak-anaknya
dengan didampingi oleh tenaga profesional dalam kesehatan anak. Salah satu
program pendampingan bagi orangtua ABK yang telah dikembangkan di Britania
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Raya adalah Cygnet Parenting Support Program. Meskipun telah dikembangkan
secara luas, efektivitas dari program ini belum secara kuat terevaluasi (Stuttard,
Beresford, Clarke, Beecham, & Morris, 2016).
Berbagai jenis terapi disarankan untuk membantu proses perkembangan anak
dengan kebutuhan khusus. Pada umumnya, terapi yang dilakukan pada ABK adalah
terapi tradisional meliputi terapi fisik, terapi bicara, terapi okupasi dan terapi
respirasi (Gasalberti, 2006). Di samping itu, terdapat pula terapi-terapi alternatif lain
yang bertujuan untuk mendukung optimalisasi proses perkembangan ABK. Dalam
Jurnal Kesehatan Anak dari Asosisasi Nasional Praktisi Kesehatan Anak, Gasalberti
(2006) memaparkan beberapa jenis terapi alternatif yang bisa mendukung
perkembangan ABK yang unik. Terapi-terapi alternatif yang ditawarkan bagi ABK
antara lain terapi hewan peliharaan, hippoterapi (terapi berkuda), terapi musik, terapi
pijat, dan terapi warna atau cahaya. Selain itu, Sumar (1972) melalui bukunya “Yoga
for The Special Child: A Therapeutic Approach for Infants and Children with Down
Syndrome, Cerebral Palsy, Autism Spectrum Disorder and Learning Disability” telah
mengembangkan yoga sebagai metode terapi alternatif bagi anak-anak berkebutuhan
khusus.
Berbagai terapi alternatif tersebut memiliki potensi masing-masing yang
cukup menjanjikan bagi perkembangan ABK (Gasalberti, 2006). Akan tetapi, terapi-
terapi tersebut pada umumnya hanya berfokus pada perkembangan ABK sendiri.
Sementara itu, seperti yang telah dibahas sebelumnya, kesehatan mental dari
orangtua terutama ibu ABK juga sangat penting untuk diperhatikan. Yoga sebagai
terapi alternatif bagi ABK menunjukkan potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan pula sebagai program terapi dalam upaya meningkatkan kesehatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
mental dan fisik ibu ABK. Sebuah artikel populer menyatakan bahwa yoga pada
anak berkebutuhan khusus tidak hanya memberikan manfaat bagi anak secara
langsung, tapi juga bagi orangtua dari anak tersebut. Yoga dinyatakan mampu
menyediakan strategi koping baik bagi anak maupun bagi orangtuanya (Rowan,
2012).
Yoga merupakan salah satu terapi yang memberikan manfaat secara holistik.
Penelitian yang dilakukan oleh Slovacek, Tucker dan Pantoja (dalam Palgi, 2007)
menyatakan yoga sebagai suatu proses sadar untuk mendapatkan kontrol atas pikiran
yang secara langsung dapat meningkatkan konsentrasi, perhatian, dan berbagai
fungsi akademik lainnya. Selain itu, yoga dapat meningkatkan kekuatan dan
keseimbangan secara fisik yang sangat perlu untuk ditingkatkan oleh anak
berkebutuhan khusus. Teknik relaksasi dalam yoga juga dapat meningkatkan regulasi
diri. Korelasi yang positif dan signifikan juga ditemukan antara partisipasi dalam
yoga dengan performansi akademik, body image (self esteem), dan perilaku.
Pengaruh-pengaruh positif tersebut diharapkan mampu menurunkan tingkat depresi
yang kemungkinan besar dialami oleh ABK. Yoga sebagai terapi komplementer atau
alternatif juga telah banyak digunakan pada individu dengan gangguan kesehatan
mental. Yoga dianggap mampu memberikan stabilitas dan ketenangan dalam fungsi
mental sehingga bisa meringankan gangguan kesehatan mental (Gangdhar &
Varambally, 2011).
Berbagai manfaat positif yang bisa diberikan oleh yoga bukan berarti tanpa
efek samping. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas yoga yang berlebihan dapat
menimbulkan cedera yang serius pada otot rangka bahkan bisa berdampak pada
pengelihatan. Maka dari itu, yoga, terutama untuk bagian postur (asana) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
menantang, dianggap sebagai aktivitas yang kurang sesuai bagi individu dengan
masalah otot dan rangka yang serius. Bagi individu dengan glaukoma juga
diharapkan untuk menghindari postur inversi (tubuh terbalik) pada yoga karena
dikhawatirkan dapat semakin mengganggu kondisi pengelihatannya. Perlu
ditekankan di sini bahwa yoga adalah bentuk terapi alternatif yang penerapannya
harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dari individu yang bersangkutan
(Carmer, Dobos, Essen-Mitte & Kruccoff, 2013).
Meskipun memiliki berbagai sisi yang harus dipertimbangkan, terapi yoga
tetap memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai program integratif dalam upaya
meningkatkan kesehatan mental orangtua dan ABK secara bersamaan. Terlebih,
program intervensi yang bersifat terintegrasi (mutual recovery) lebih efektif dalam
hal biaya dan waktu serta bisa meningkatkan hubungan dan kelekatan antara pihak-
pihak yang terlibat (Vallejos dkk, 2016). Sayangnya, konsep tersebut seringkali
menemui kendala dalam proses penerapannya. Berdasarkan hasil wawancara awal
yang penulis lakukan bersama seorang ibu dari ABK yang juga merupakan praktisi
terapi yoga, diketahui bahwa sebagian besar ibu masih cenderung enggan menemani
anaknya dan terlibat langsung dalam proses terapi. Keengganan tersebut dikarenakan
ibu cenderung hanya mempercayakan jalannya proses terapi pada terapis yang
bertugas, serta kurangnya kesabaran untuk merasakan manfaat dari terapi tersebut.
Sebagian besar ibu juga masih mempertahankan pola pikir bahwa terapi untuk ABK
memang hanya diperuntukkan bagi ABK dan tidak akan memberikan manfaat secara
langsung bagi pihak lain, terutama bagi ibu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Patwardhan dan Lloyd (2017) juga
menunjukkan bahwa motivasi secara internal dan kurang meyakinkannya bukti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
empiris terhadap manfaat yoga menjadi salah satu hambatan individu untuk memilih
dan melakukan aktivitas yoga secara berkelanjutan sebagai salah satu program terapi
alternatif. Jika dikaitkan dengan keengganan yang dirasakan para ibu untuk
melakukan aktivitas yoga bersama anaknya, dapat diasumsikan bahwa kurangnya
pemahaman atas manfaat yang mungkin bisa didapatkan menjadikan para ibu kurang
termotivasi untuk ikut terlibat dalam aktivitas anaknya. Di sisi lain, aktivitas yoga
memang menuntut praktisinya untuk melakukan yoga secara berkelanjutan dalam
waktu yang lama dan dengan kesungguhan yang tinggi agar benar-benar bisa
merasakan manfaatnya (Gaiswinkler & Unterrainer, 2016).
Penelitian ilmiah yang secara khusus meneliti manfaat dari aktivitas yoga
bersama antara ibu dan anak terhadap kesehatan mental dan fisik dari ibu juga belum
ditemukan. Keterbatasan penelitian yang ada tentunya dapat semakin menghambat
pemahaman ibu terhadap manfaat yang bisa ia dapatkan dari aktivitas yoga bersama
anaknya, sehingga permasalahan keengganan untuk terlibat dalam aktivitas tersebut
akan sulit teratasi. Penelitian dengan tujuan yang mirip pernah dilakukan Harrison,
Manocha, dan Rubia (2004) yang meneliti efektivitas dari Sahaja Yoga Meditation
(SYM) sebagai terapi keluarga pada anak dengan Attention Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan efektivitas yang baik,
namun SYM merupakan jenis yoga yang aktivitasnya hanya berupa meditasi tanpa
adanya latihan fisik, karena penelitian hanya difokuskan pada anak dengan ADHD
yang tidak memiliki permasalahan secara fisik. Hal tersebut tentunya tidak menjawab
permasalahan mengenai keterbatasan perkembangan fisik dari beberapa gangguan
perkembangan lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Autism Spectrum Disorder (ASD) dan gangguan intelektual yang termasuk di
dalamnya adalah Down Syndrome, merupakan contoh dari gangguan perkembangan
yang mencakup berbagai aspek perkembangan anak. Secara umum, aspek-aspek
perkembangan dari anak dengan ASD dan Down Syndrome memiliki keterkaitan
satu sama lain. Keterbatasan perkembangan fisik motorik dari anak-anak tersebut
memberikan pengaruh yang cukup besar pula pada perkembangan kognitif dan
sosialnya (Kim, Carlson, Curby, & Winsler, 2016). Down Syndrome juga merupakan
salah satu penyebab terjadinya gangguan intelektual yang paling sering ditemukan
pada anak. Sementara itu, ASD merupakan kasus pervasive developmental disorder
yang paling sering ditemui (Nolen-Hoeksema, 2007). Fakta-fakta tersebut menjadi
salah satu landasan bagi peneliti untuk membatasi ibu dari anak yang mengalami
ASD dan ibu dari anak yang mengalami Down Syndrome sebagai informan dalam
penelitian ini.
Di sisi lain, mengingat efektivitas dari program intervensi yang
dikembangkan untuk orangtua ABK belum secara kuat terevaluasi, pengalaman
dalam proses pencapaian kesehatan mental dari para ibu juga penting untuk lebih
dieksplorasi sehingga dapat menjadi landasan dalam menentukan jenis terapi yang
tepat bagi peningkatan kondisi kesehatan mental ibu dari ABK. Seperti yang
dijelaskan oleh Fraser dan Galinsky (2010) dalam tahap penyusunan intervensi,
pemahaman mengenai masalah dan faktor risiko dari suatu kondisi merupakan
langkah awal yang harus dilakukan untuk mengembangkan intervensi yang efektif.
Dari pengalaman para ibu dari ABK tersebut dapat pula dipelajari faktor-faktor yang
membantu dan menghambat pencapaian kesehatan mentalnya sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
pengembangan jenis terapi atau intervensi untuk meningkatkan kesehatan mental
orangtua dengan ABK bisa lebih sesuai dan efektif.
Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan yang masih ditemukan dalam program
intervensi bagi orangtua dengan ABK, penulis merasa perlu dilakukan eksplorasi
lebih mendalam pada pengalaman pencapaian kesehatan mental ibu dari ABK
sehingga dipahami faktor apa saja yang berperan dalam pencapaian tersebut. Peran
yoga sebagai salah satu terapi yang cukup menjanjikan juga penting untuk lebih
dipahami sehingga dapat meningkatkan kesadaran para ibu atas manfaat yang bisa ia
peroleh dari keterlibatan terapi bersama anak. Eksplorasi akan dilakukan pada ibu
dari ABK yang memilih terapi yoga sebagai salah satu terapi alternatif bagi anak-
anak mereka dan aktif pula terlibat dalam terapi yoga tersebut. Hasil dari penelitian
ini diharapkan mampu memberikan gambaran serta menjadi landasan bagi penelitian
selanjutnya untuk mengembangan jenis terapi yang benar-benar sesuai untuk
menunjang kesehatan mental ibu dari ABK beserta anaknya.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, pertanyaan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengalaman pencapaian kesehatan
mental ibu dari ABK dan apa peran aktivitas yoga bersama dalam proses pencapaian
tersebut?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam pengalaman
pencapaian kesehatan mental ibu dari ABK serta peran aktivitas yoga bersama dalam
mendukung tercapainya kondisi mental yang sehat bagi ibu dari ABK.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat menambah referensi kelimuan
terutama dalam bidang psikologi klinis dewasa dan anak, karena penelitian telah
menunjukkan bahwa kondisi kesehatan mental yang baik dari ibu akan sangat
berpengaruh pada kondisi kesehatan mental anaknya. Diharapkan penelitian ini dapat
memberikan gambaran bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam mengembangkan
penelitian sejenis, terutama yang bertujuan untuk memperkaya pengetahuan terkait
terapi bagi ABK yang bisa diintegrasikan dengan program intervensi untuk
orangtuanya. Pengembangan terapi yang sesuai untuk ibu dari ABK juga bisa
dimulai dengan pemahaman mengenai faktor pendukung dan penghambat yang
muncul dalam pengalaman pencapaian kesehatan mental ibu dari ABK.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi
orangtua ABK untuk menentukan jenis terapi yang paling bermanfaat untuk anaknya
dan dirinya sendiri. Selain itu, kesadaran dan komitmen dalam menjalankan proses
terapi juga diharapkan bisa meningkat melalui hasil dari penelitian ini. Tenaga
profesional sebagai pendamping juga diharapkan bisa menggunakan penelitian ini
sebagai referensi dalam memberikan masukan dan informasi kepada orangtua dalam
upaya optimalisasi perkembangan ABK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini penulis berusaha memaparkan garis besar kerangka
konseptual mengenai kesehatan mental yang terkait dengan ibu dan ABK serta terapi
yoga. Pembahasan dimulai dari gambaran umum konsep kesehatan mental kemudian
secara lebih spesifik membahas kondisi kesehatan mental yang dialami oleh orangtua
terutama ibu dari ABK. Selanjutnya, penulis berusaha memaparkan berbagai hal
terkait dengan ABK. Mulai dari definisi ABK, jenis ABK secara spesifik, hingga
kondisi perkembangan psikologis dari ABK yang menjadi salah satu faktor penentu
kondisi kesehatan mental orangtua terutama ibu dari ABK. Penulis juga menjelaskan
mengenai terapi yang pada umumnya diberikan pada ABK dan orangtua ABK untuk
melihat kekurangan dari terapi-terapi tersebut yang sekiranya bisa ditutupi dengan
terapi yoga. Terakhir, penulis memberikan pemaparan mengenai terapi yoga dan
potensi yang dimiliki dalam meningkatkan perkembangan ABK sekaligus kesehatan
mental dari ibu dari ABK.
A. Kesehatan Mental
1. Definisi kesehatan mental
Kesehatan mental telah berusaha didefinisikan oleh para ahli
psikologi berdasarkan berbagai sudut pandang atau pendekatan dalam ilmu
psikologi sendiri. Psikoanalisis, psikologi sosial, psikologi eksistensial,
memiliki poin definisi tersendiri mengenai apa yang dimaksud dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kesehatan mental. Secara garis besar, frasa kesehatan mental digunakan
dalam tiga konteks yang berbeda. Konteks yang pertama, penggunaan istilah
kesehatan mental diasosiasikan secara positif untuk menunjukkan kondisi
kesejahteraan psikologis yang baik dari individu. Frasa kesehatan mental juga
digunakan secara negatif untuk mengindikasikan kondisi yang berseberangan
dengan kesejahteraan psikologis. Selain itu, frasa kesehatan mental juga
digunakan untuk mengindikasikan fasilitas yang digunakan atau diberikan
untuk seseorang dengan permasalahan kesehatan mental (Pilgrim, 2009).
Fokus pembahasan penulis dalam penelitian ini adalah pada konteks
kesehatan mental yang diasosiasikan secara positif untuk menunjukkan
kondisi kesejahteraan psikologis yang baik dari individu.
Daradjat (1985) merumuskan beberapa definisi untuk menjelaskan
apa yang dimaksud dengan kesehatan mental. Salah satu definisi tersebut
menyatakan kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat, serta lingkungan di
mana individu tersebut hidup. Definisi tersebut sangat dekat dengan
kehidupan manusia karena proses penyesuaian diri tentunya sangat
diperlukan untuk membuat kehidupan kita terhindar dari rasa cemas dan
ketidaknyamanan. Daradjat (1985) juga menyatakan kesehatan mental
sebagai pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan
dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada
semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang
lain, serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa. Definisi
lainnya menyatakan kesehatan mental adalah suatu kondisi terwujudnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk
menghadapi masalah-masalah yang terjadi, dan merasakan secara positif
kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Definisi kesehatan mental yang disampaikan oleh Daradjat tersebut
sejalan dengan konsep individu sehat yang disampaikan oleh Abraham
Maslow, yang merupakan ahli psikologi humanistik. Maslow (1968)
menyatakan bahwa individu yang sehat adalah individu yang merasa bahwa
kebutuhan-kebutuhan dasarnya mengenai keamanan, kepemilikian, rasa cinta,
rasa hormat dan harga diri telah tercukupi sehingga yang bersangkutan
memiliki motivasi yang besar untuk mengaktualisasikan diri. Aktualisasi diri
didefinisikan sebagai proses pengembangan yang terus berlangsung terhadap
potensi, kapasitas, dan talenta seseorang. Proses pengembangan ini bertujuan
untuk pemenuhan misi dalam kehidupan individu, kebutuhan terhadap
persatuan, serta integrasi dan sinergi dalam diri individu sendiri.
Maslow dan Mittlemenn (dalam Notosoedirjo & Latipun, 2002) juga
merinci karakteristik yang dapat diobservasi pada individu yang sehat.
Karakteristik atau manifestasi dari mental yang sehat (secara psikologis)
tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Adequate feeling of security (rasa aman yang memadai).
Rasa aman tersebut terkait dengan terhindarnya individu dari perasaan
cemas yang berlebihan dalam berbagai aspek kehidupan seperti
pekerjaan, kehidupan sosial, dan keluarga.
b. Adequate self-evaluation (kemampuan menilai diri sendiri yang
memadai).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Kemampuan ini terkait dengan penghargaan individu terhadap dirinya
sendiri. Individu yang sehat akan mampu menemukan potensi dan
kemampuannya sehingga bisa merasa berguna dan berharga. Selain
itu, individu juga mampu menilai perilakunya sendiri yang bisa
diterima secara moral di masyarakat.
c. Adequate spontaneity and emotionality (memiliki spontanitas dan
perasaan yang memadai dengan orang lain).
Hal ini terkait dengan kemampuan menjalin relasi dan ikatan
emosional yang kuat dengan orang lain. Dalam relasi tersebut,
individu juga mampu mengekspresikan perasaannya secara tepat, baik
perasaan positif maupun perasaan negatif. Individu juga merasa
bahagia dengan relasi yang terjalin.
d. Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang efisien dengan
realitas).
Kontak yang efisien dengan realitas dimaksudkan bahwa individu
tidak memiliki fantasi yang berlebihan. Individu juga memiliki
pandangan yang realistis dan luas terhadap dunia dan disertai dengan
kemampuan untuk menghadapi kesulitan dalam kehidupan. Selain itu,
individu juga memiliki fleksibilitas yang baik jika situasi eksternal
tidak bisa diubah.
e. Adequate bodily desires and ability to gratify them (keinginan jasmani
yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya).
Hal ini ditandai dengan pandangan dan sikap yang baik dari individu
terhadap kebutuhan-kebutuhan jasmani atau biologisnya seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
makan, tidur, kebutuhan seksual, dan lain-lain. Pemuasan dari
kebutuhan-kebutuhan tersebut juga dilakukan secara wajar, terkontrol,
tidak berlebihan, serta tidak menimbulkan konflik dan rasa bersalah
dalam diri individu.
f. Adequate self-knowledge (mempunyai pengetahuan yang baik tentang
dirinya sendiri).
Pengetahuan yang dimaksud meliputi motif, keinginan, tujuan,
ambisi, pembelaan (mekanisme pertahanan diri), dan sebagainya.
Selain itu, termasuk pula penilaian yang jujur terhadap kemampuan
dan kekurangan diri sendiri tanpa berusaha untuk tidak mengakui hal
tersebut sebagai bagian dari diri individu.
g. Integration and concistency of personality (kepribadian yang utuh dan
konsisten).
Individu dikatakan memiliki kepribadian yang utuh jika memiliki
perkembangan kepribadian yang baik dan menunjukkan minat yang
cukup pada aktivitas-aktivitas tertentu. Selain itu, individu juga
memahami prinsip moral yang berkembang dalam lingkungannya
serta tidak memiliki konflik-konlik besar dalam kepribadiannya yang
dapat membuat individu mengalami disosiasi kepribadian.
h. Adequate life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar).
Tujuan dalam hidup yang ditetapkan individu sehat adalah tujuan
yang realistis dan bisa dicapai, serta bermanfaat untuk diri sendiri dan
lingkungan sosialnya. Individu tersebut juga menunjukkan ketekunan
dalam melakukan upaya-upaya untuk mencapai tujuan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
i. Ability to learn from experience (kemampuan untuk belajar dari
pengalaman).
Pengalaman yang dimaksud tidak hanya sebatas pada ilmu atau
kemampuan tertentu, tetapi juga melibatkan perubahan cara pandang
dalam menilai sesuatu. Individu yang berpengalaman akan lebih
fleksibel dalam mengerjakan suatu pekerjaan dan dapat belajar secara
spontan.
j. Ability to satisy the requirements of the group (kemampuan untuk
memuaskan tuntutan kelompok).
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial tentunya menuntut
manusia untuk mampu hidup dalam kelompok. Peran dan kewajiban
individu dalam kelompok harus dapat terpenuhi dengan baik untuk
dapat diterima dalam kelompok tersebut.
k. Adequate emancipation from the group or culture (mempunyai
emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya).
Individu yang sehat memiliki toleransi terhadap adanya perbedaan-
perbadaan dalam kebiasaan dan kebudayaan seseorang. Meskipun
demikian, ia tetap memiliki pedoman dan nilai moral dalam menilai
baik buruknya suatu hal berdasarkan kebudayaan yang dimilikinya.
Karaktersitik atau manifestasi mental yang sehat tersebut disarikan
dan secara sederhana tercermin dalam definisi kesehatan mental yang
disampaikan oleh WHO. World Health Organization/ WHO (2014)
mendefinisikan kesehatan mental sebagai suatu kondisi di mana individu
menyadari secara penuh potensi yang ia miliki, mampu mengatasi tekanan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
tekanan kehidupan, mampu bekerja secara produktif serta mampu
memberikan kontribusi bagi komunitasnya.
Berdasarkan berbagai pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa
seseorang bisa dikatakan memiliki kesehatan mental yang baik jika benar-
benar mengenal dirinya sendiri, bisa menyadari potensi diri dan
lingkungannya sehingga individu tersebut bisa beradaptasi dengan baik dalam
lingkungan. Kemampuan untuk beradaptasi meliputi pemahaman nilai moral,
toleransi, dan fleksibilitas membuat individu dapat menjalin relasi yang
dalam dan bermakna dengan orang lain dan mengurangi kecemasan dalam
berbagai aspek kehidupan. Kesadaran akan potensi diri dan lingkungan
membuat individu memiliki tujuan hidup yang realistis sehingga dapat
berkontribusi secara nyata untuk lingkungan, dengan manfaat yang juga
dirasakan bagi dirinya sendiri. Aspek keterampilan sosial dan keterampilan
individu sebagai personal merupakan bagian yang penting dalam memahami
konsep kesehatan mental.
Mencapai kondisi kesehatan mental yang baik tentunya akan
membuat seseorang lebih menikmati kehidupannya. Akan tetapi, terdapat
beberapa faktor yang dapat menghambat seseorang untuk mencapai kondisi
kesehatan mental yang optimal. Faktor-faktor tersebut di antaranya faktor
biologis, pengalaman hidup (trauma, penindasan, dan kekerasan), serta
sejarah keluarga dalam masalah kesehatan mental. Secara lebih rinci,
kesehatan mental yang buruk dapat terjadi karena hasil dari konflik antara
individu, faktor kelompok dan lingkungan yang menimbulkan tekanan,
perkembangan yang tidak optimal dalam kemampuan mental, kegagalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dalam mencapai tujuan, perilaku yang destruktif serta berada dalam kondisi
ketidaksetaraan (WHO, 1993). Sebagai orangtua dari ABK, lingkungan yang
menimbulkan tekanan, perasaan gagal dalam mencapai tujuan untuk memiliki
anak yang normal, dan perasaan berada dalam kondisi ketidakadilan
(ketidaksetaraan) sangat rentan mereka alami dalam kehidupan sehari-hari.
Faktor-faktor tersebut sebagian besar dialami oleh orangtua dari ABK
sehingga akan mempengaruhi kesehatan mentalnya.
Secara garis besar, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi mental dan tingkat stres dari orangtua dengan ABK.
Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari sisi kondisi anak, kondisi kognitif
orangtua, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial (Dervishaliaj,
2013). Jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang dapat menghambat kesehatan
mental berdasarkan WHO, kondisi ABK yang pada umumnya tidak sesuai
dengan ekspektasi orangtua dapat menjadi sumber tekanan bagi orangtua
yang bersangkutan. Tidak tercapainya ekspektasi untuk memiliki anak yang
normal dapat diartikan orangtua sebagai salah satu kegagalannya dalam
kehidupan. Faktor lainnya, yaitu kondisi kognitif orangtua juga dapat
dikaitkan dengan perkembangan yang kurang optimal dalam kemampuan
mental. Kondisi kognitif orangtua yang kurang baik dalam menghadapi
masalah dapat menimbulkan penyelesaian yang kurang kontruktif. Sementara
itu, faktor dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial tentunya sangat
berkaitan dengan kemungkinan munculnya konflik antara individu, faktor
kelompok dan lingkungan yang menimbulkan tekanan, serta kemunculan
kondisi ketidaksetaraan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2. Kesehatan mental orangtua ABK
Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi setiap individu untuk
tumbuh, begitu pula dengan ABK. Intensitas interaksi dan tuntutan perhatian
penuh dari ABK terhadap orangtuanya tentunya akan memberikan dampak
secara timbal balik baik bagi orangtua maupun bagi ABK sendiri. Ganz dan
Tendulkar (2005) meneliti tentang dampak tersebut dan menemukan bahwa
keluarga dengan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus cenderung
mengalami ketidakpuasan terhadap kesehatan mentalnya sendiri. Mereka juga
merasa membutuhkan penanganan untuk meningkatkan kualitas kesehatan
mentalnya.
Secara ekonomi, keluarga dengan anak yang mengalami sakit yang
kronis rentan terhadap beban atau tanggungan terkait ketenagakerjaan dan
finansial. Beban atau tanggungan keluarga tersebut diasosiasikan dengan
tugas pengasuhan pada anak dengan masalah emosional dan perilaku jauh
lebih berat dibandingkan dengan kondisi anak lainnya (Ghandour dkk.,
2010). Selain beban secara finansial, keluarga juga akan merasakan tugas
untuk mengasuh ABK mempengaruhi kondisi emosi mereka. Beban dan
tekanan keluarga secara finansial dan emosional dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya gangguan pada kondisi psikologis dan fungsi
keluarga itu sendiri (Inkelas dkk., 2007).
Secara garis besar, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi mental dan tingkat stres dari orangtua dengan ABK.
Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari sisi kondisi anak, kondisi kognitif
orangtua, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial (Dervishaliaj,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
2013). Faktor kondisi anak menjadi salah satu sumber tekanan utama dan
pertama yang dialami oleh orangtua. Orangtua pada umumnya akan
merespon hasil diagnosis anak mereka dengan menunjukkan keterkejutan,
penolakan, ketidakpercayaan, dan kesedihan yang mendalam (Martin &
Colbert dalam Dervishailaj, 2013). Upaya orangtua dalam proses penerimaan
kenyataan bahwa anak mereka tidak bisa seperti yang diharapkan di awal
dapat menimbulkan tekanan emosional bagi orangtua. Selain itu, karakterisik
anak yang pada umumnya memiliki kecenderungan untuk berperilaku
maladaptif juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya stres pada
orangtua ABK. Kecenderungan perilaku maladaptif tersebut menuntut
orangtua untuk memberikan perhatian penuh pada anak sehingga sangat
menyita waktu dan tenaga (Minnes dalam Dervishailaj, 2013).
Selain kondisi anak, kondisi kognitif orangtua yang bersangkutan juga
memegang peranan penting terhadap respon orangtua dalam menghadapi
kondisi yang rawan menimbulkan stres. Variabel kognitif yang memegang
peranan penting dalam menentukan tingkat stres yang akan ditimbulkan
antara lain harga diri, efikasi diri, dan kontrol lokus (Dervishailaj, 2013).
Lustig (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kemampuan orangtua
untuk mengarahkan pandangan terhadap disabilitas anaknya ke arah yang
positif dan meyakini dirinya sebagai orangtua yang berkompeten dalam
mengatasi masalah disabilitas tersebut akan sangat membantu keluarga untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi disabilitas yang ada. Dibandingkan jika
orangtua hanya secara pasif membiarkan emosi negatif saat awal menerima
diagnosis anaknya terus berkembang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Faktor yang tidak kalah penting dalam menentukan timbulnya stres
pada orangtua dengan ABK adalah dukungan dari keluarga dan lingkungan
sosial. Bahkan, Smith, Oliver dan Innocenti (2001) menyatakan bahwa fungsi
keluarga merupakan prediktor yang lebih kuat dalam menentukan tingkat
stres orangtua ABK dibandingkan dengan tingkat kemampuan anak.
Minimnya bantuan dan dukungan yang diterima dari lingkungan sosial
diasosiasikan dengan tingginya tingkat stres yang dialami orangtua dengan
ABK (Jones & Passey, 2004) terutama yang memegang peran utama dalam
tugas pengasuhan.
Terdapat perbedaan tingkat stres dan prediktor stres antara ibu dan
ayah yang memiliki ABK. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gray (dalam
Dervishailaj, 2013) menyatakan bahwa disabilitas yang dimiliki seorang anak
berpengaruh lebih kuat kepada ibu dibandingkan dengan ayah. Perbedaan
peran gender yang berkaitan dengan pengasuhan anak menjadi landasan
dalam menjelaskan adanya perbedaan tingkat stres antara ibu dan ayah
dengan ABK. Pengasuhan ABK merupakan tugas yang melelahkan terutama
bagi ibu, karena pada umumnya ibu lebih berperan dalam hal pengasuhan
anak (Vidyasagar & Koshy, 2010). Sementara pada ayah, disabilitas yang
dimiliki anak mereka tidak mempengaruhi mereka secara personal seperti
pengaruhnya pada ibu. Stres yang dialami oleh ayah dengan ABK justru lebih
dipengaruhi oleh stres yang dialami istri mereka (Gray dalam Dervishailaj,
2013).
Tanggung jawab pengasuhan terhadap ABK membuat ibu cenderung
mengalami perubahan-perubahan besar dalam kehidupannya. Perubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
tersebut meliputi tanggung jawab pengasuhan yang tinggi, pengeluaran yang
semakin meningkat, upaya-upaya mencari layanan kesehatan, dan seringkali
ibu harus menyaksikan pelecehan yang ditujukan pada anaknya (Faithrone
dkk dalam Nicholas dkk, 2015). Dampak dari pelecehan terhadap ABK
cenderung lebih besar pengaruhnya terhadap ibu dibandingkan dengan ABK
sendiri karena peran pengasuhan pada ibu dan usia serta tingkat pemahaman
yang dimiliki oleh ABK (McHatton & Correa, 2005). Selain itu, memiliki
tanggung jawab terhadap pengasuhan ABK membuat ibu cenderung
mengalami kehidupan yang terisolasi dari teman, keluarga, serta lingkungan
sosial secara keseluruhan (Woodgate, Ateah & Secco dalam Nicholas dkk,
2015). Perubahan-perubahan dalam kehidupan tersebut yang membuat ibu
dari ABK berisiko mengalami gangguan dalam kesehatan mentalnya.
Kesehatan mental ibu dari ABK sangat berisiko mengalami gangguan
dengan berbagai faktor yang dapat menghambat optimalisasi kesehatan
mental. Pengalaman pencapaian kesehatan mental para ibu dari ABK yang
kiranya memiliki kesehatan mental yang cukup baik perlu mendapatkan
perhatian lebih besar sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi ibu-ibu
lainnya agar tetap mampu mengembangkan kesehatan mental secara optimal
di tengah berbagai faktor yang menghambat optimalisasi kesehatan mental
mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
B. Anak Berkebutuhan Khusus
1. Definisi anak berkebutuhan khusus
Masa anak-anak seringkali diidentikkan dengan masa di mana
individu memiliki kebebasan sepenuhnya untuk mulai mengeksplorasi
dunianya. Belajar dan berkembang secara aktif bersama anak-anak lain yang
sebaya menjadi salah satu periode yang pada umumnya akan sangat
dirindukan ketika individu telah menjadi dewasa. Pengalaman yang
menyenangkan tersebut mungkin kurang berjalan dengan baik pada beberapa
kelompok anak, salah satunya anak-anak dengan kebutuhan khusus. Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya mengalami penyimpangan dalam berbagai aspek
sehingga mereka membutuhkan penanganan khusus (Desiningrum, 2016).
Asosiasi pemerhati perkembangan anak, First 5 California (2008)
mendefinisikan ABK sebagai anak dengan ketidakmampuan yang
teridentifikasi, kesehatan fisik dan kesehatan mental yang membutuhkan
intervensi dini, pelayanan khusus, serta dukungan dari figur-figur di
sekitarnya.
Jika dilihat dalam tahapan proses perkembangan manusia, individu
dikatakan telah memasuki masa remaja pada periode usia 11 – 20 tahun
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Hal tersebut berarti mereka telah
mengkahiri masa anak-anaknya kurang lebih pada usia 11 tahun.
Penggolongan tahap perkembangan berdasarkan usia ini agaknya tidak bisa
diterapkan sepenuhnya pada ABK. Tugas perkembangan yang diharapkan
mampu dicapai oleh anak-anak normal pada usia tertentu kemungkinan besar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
belum mampu dipenuhi oleh ABK di usia yang sama. Hal tersebut
menyebabkan ABK membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan
perhatian khusus dari significant other, terutama dari ibu. Pemikiran ini
sejalan dengan kisah yang diungkapkan seorang ibu yang memiliki anak
dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) dalam penelitian yang dilakukan
oleh O’Connell, O’Halloran, dan Doody (2016). Penggalan kisah dari ibu
tersebut diungkapkan dalam jurnal penelitian mereka sebagai berikut:
“Dalam beberapa bulan, Eddie akan merayakan ulang tahunnya yang
ke-18 dan aku masih belum sembuh dari sakitnya memiliki anak
dengan kebutuhan khusus. Aku merasa tidak akan pernah sembuh,
tidak ada tempat untuk melarikan diri dari ‘duka berkepanjangan’ ini
dan ‘kesedihan serta kecemasan’ yang tidak pernah berakhir untuk
bayi kecilku. Aku akan selalu memiliki kelekatan yang sama
kepadanya seperti seorang ibu pada bayinya yang baru lahir… dan
aku tahu emosi ini akan selalu bersamaku hingga napas terakhirku.”
Penggalan kisah tersebut menunjukkan bagaimana seorang ibu dari
ABK akan terus merasa harus menjaga anaknya layaknya bayi yang baru
lahir. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nicholas dkk (2015) mengenai pengalaman hidup dari ibu dari ABK. Dalam
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu dari ABK cenderung mengalami
kondisi yang rentan akan tekanan karena adanya ketidakpastian mengenai
kehidupan masa depan anaknya. Rasa ketakutan yang muncul pada ibu
diasosiasikan dengan tidak adanya rencana dan sumber daya yang pasti untuk
masa depan anaknya jika ibu sudah tidak bisa bersama dengan anaknya lagi.
Nolen-Hoeksema (2007) juga menyatakan bahwa sebagian besar gangguan
atau disabilitas yang dialami oleh anak-anak akan bertahan paling tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
hingga individu menginjak usia dewasa awal. Maka dari itu, penulis
memutuskan untuk tidak membatasi usia dari ABK dalam penelitian ini.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, penulis menyimpulkan
bahwa ABK adalah individu yang dalam masa pertumbuhannya mengalami
penyimpangan secara biologi, psikologi, dan sosio-kultural yang
memberikannya keterbatasan untuk menjalani aktivitas dalam kehidupannya
sehari-hari sehingga membutuhkan perhatian khusus dari significant other
dalam jangka waktu yang panjang.
2. Jenis-jenis gangguan/ disabilitas
Sejak lahir ke dunia, individu tumbuh dan berkembang dengan
dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam kehidupan. Secara garis besar faktor-
faktor tersebut dapat digolongkan menjadi faktor biologi, psikologi, dan
sosial. Adanya penyimpangan dalam salah satu atau lebih dari tiga faktor
tersebut berisiko menyebabkan timbulnya gangguan pada tumbuh kembang
individu. Gangguan yang dapat dialami oleh anak-anak pada masa
perkembangannya cukup beragam. Nolen-Hoeksema (2007) dalam bukunya
mengkategorisasikan jenis-jenis disabilitas yang dapat terjadi pada masa
anak-anak dan bertahan hingga mereka dewasa. Gangguan tersebut meliputi
behavior disorder, separation anxiety disorder, elimination disorder,
disorder in cognitive, motor, and communication skills, mental retardation
(intellectual disability), pervasive developmental disorder, tic disorder, dan
feeding and eating disorder. Jenis gangguan yang akan difokuskan oleh
penulis pada penelitian ini adalah bagian dari jenis mental retardation
(intellectual disability) dan bagian dari pervasive developmental disorder.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Autism Spectrum Disorder (ASD) yang merupakan bagian dari
pervasive developmental disorder dan gangguan intelektual yang termasuk di
dalamnya adalah Down Syndrome, merupakan contoh dari gangguan
perkembangan yang mencakup berbagai aspek perkembangan anak. Secara
umum, aspek-aspek perkembangan dari anak dengan ASD dan Down
Syndrome memiliki keterkaitan satu sama lain. Keterbatasan perkembangan
fisik motorik dari anak-anak tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar
pula pada perkembangan kognitif dan sosialnya (Kim, Carlson, Curby, &
Winsler, 2016). Down Syndrome juga merupakan salah satu penyebab
terjadinya gangguan intelektual yang paling sering ditemukan pada anak.
Sementara itu, ASD merupakan kasus pervasive developmental disorder yang
paling sering ditemui (Nolen-Hoeksema, 2007). Fakta-fakta tersebut menjadi
salah satu landasan bagi peneliti untuk membatasi ibu dari anak yang
mengalami ASD dan ibu dari anak yang mengalami Down Syndrome sebagai
informan dalam penelitian ini.
a. Mental retardation (intellectual disability)
Beberapa anak terlahir dengan keterbatasan yang mencakup
keterampilan dalam aspek-aspek kehidupan yang sangat luas.
Keterbatasan tersebut dapat terjadi karena adanya keterbatasan yang
sangat signifikan dalam fungsi intelektualnya. Hal ini pada umumnya
dikaitkan dengan level IQ anak yang berada jauh di bawah rata-rata
IQ anak lain seusianya. Kondisi keterbatasan ini dikenal dengan
kondisi mental retardation. Seorang anak dikatakan mengalami
kondisi mental retardation jika menunjukkan fungsi intelektual yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
rendah serta gangguan yang signifikan dalam kemampuannya
menjalankan berbagai aspek kehidupan sehari-hari. IQ anak dengan
kondisi mental retardation pada umumnya berada di bawah 70. Anak
dengan kondisi mental retardation juga menunjukkan kemampuan
yang sangat rendah pada dua atau lebih keterampilan sehari-hari
seperti komunikasi, merawat diri, tinggal di rumah seorang diri,
menjalin hubungan sosial, mengarahkan diri sendiri, kemampuan
akademik, pekerjaan, kesenangan, kesehatan, dan keamanan pribadi.
Seiring berkembangnya konsep mengenai disabilitas atau
gangguan yang terjadi pada individu terutama yang terkait dengan
gangguan mental, istilah intellectual disability saat ini mulai lebih
banyak digunakan dibandingkan dengan mental retardation. Transisi
ini dikemukakan oleh American Association on Intellectual and
Developmental Disability (AAIDD) yang dulunya bernama American
Association on Mental Retardation (AAMR). Istilah ini dirasa lebih
sejalan dengan fokus tindakan profesional dalam penanganan kondisi
disabilitas yang menitikberatkan pada fungsi perilaku dan faktor
kontekstual. Istilah ini juga tidak terkesan menjatuhkan atau
menghakimi individu-individu dengan gangguan tersebut, di samping
lebih memiliki konsistensi terminologi secara internasional (Schalock
dkk., 2007).
Salah satu penyebab dari kondisi intellectual disability adalah
faktor biologis, khususnya kesalahan genetis pada kromosom. Kasus
yang paling banyak terjadi dan cukup sering kita temui adalah pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
anak-anak dengan sindrom Down. Sejak masa anak-anak, hampir
seluruh individu dengan sindrom Down mengalami kondisi
intellectual disability dengan tingkat yang beragam. Individu dengan
sindrom Down mengalami perkembangan syaraf otak yang kurang
normal, sehingga mereka juga cenderung mengalami kondisi yang
mirip dengan Alzheimer seiring bertambahnya usia. Sekitar 25 – 40 %
dari individu dengan sindrom Down kehilangan ingatan dan
kemampuan mereka untuk merawat diri sendiri ketika mereka
beranjak dewasa.
b. Pervasive developmental disorder
Pervasive developmental disorder dikarakteristikkan dengan
gangguan yang cukup parah dan akan tetap bertahan dalam jangka
waktu yang lama pada beberapa area perkembangan. Area-area
tersebut dapat meliputi interaksi sosial, komunikasi, perilaku sehari-
hari, minat, dan aktivitas. Jenis pervasive developmental disorder
yang paling dikenal dan paling banyak terjadi adalah Autism Spectrum
Disorder (ASD). ASD sangat berpengaruh pada banyak aspek
perkembangan anak. Pada umumnya, anak dengan ASD akan
cenderung sibuk dengan dunianya sendiri dan tidak menunjukkan
ketertarikan untuk bergaul dengan anak lain, bahkan dengan pengasuh
atau significant other-nya.
Anak dengan ASD mengalami tiga jenis kekurangan dalam
perkembangannya. Kekurangan yang pertama adalah pada interaksi
sosial. Sejak bayi, anak dengan ASD terlihat tidak terkoneksi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
orang-orang di sekitarnya, termasuk dengan orangtuanya. Mereka
cenderung tidak tersenyum atau memberikan respon apapun saat
pengasuhnya mencoba mengajak bermain, seperti layaknya bayi-bayi
yang lain. Anak dengan ASD sangat disibukkan dengan pikiran dan
fantasinya sendiri. Kekurangan yang kedua adalah pada komunikasi.
Hampir 50% dari anak dengan ASD tidak mampu mengembangkan
kemampuan berbicara yang layak (Gillberg dalam Nolen-Hoeksema,
2007). Walaupun mereka mampu mengembangkan kemampuan
berbahasa, pada umumnya mereka tidak menggunakannya dengan
cara yang sama dengan anak-anak pada umumnya. Kekurangan yang
ketiga adalah pada aktivitas dan minat. Anak dengan ASD pada
umumnya hanya akan berfokus pada satu detail kecil ketika
melakukan sesuatu dan mengabaikan aktivitas secara keseluruhan.
Mereka juga memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu
secara berulang-ulang.
3. Perkembangan psikologis anak berkebutuhan khusus
Sesuai dengan definisi dari ABK, sangat jelas terlihat bahwa anak-
anak dengan kebutuhan khusus memiliki kondisi yang berbeda dengan anak-
anak lain pada umumnya. Hal tersebut juga berlaku dalam menjelaskan
proses perkembangan mental dan psikologis dari anak yang bersangkutan.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan kondisi medis yang kronis
cenderung lebih bermasalah dalam hal penyesuaian emosi, perilaku, dan
sosial dibandingkan anak-anak dengan perkembangan normal (Inkelas dkk.,
2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Secara umum, aspek-aspek perkembangan dari ABK memiliki
keterkaitan satu sama lain. Perkembangan motorik dari anak dengan
gangguan perkembangan memberikan pengaruh yang cukup besar pula pada
perkembangan kognitif dan sosialnya (Kim, Carlson, Curby, & Winsler,
2016). Dalam penelitiannya, Kim, Carlson, Curby, dan Winsler (2016)
menemukan bahwa perkembangan motorik halus pada anak dengan gangguan
perkembangan dapat menjadi prediktor bagi perkembangan kemampuan
kognitif dan sosial pada anak yang bersangkutan. Perkembangan kognitif
juga memberikan dampak pada perkembangan sosial seorang anak, dan hal
tersebut terlihat pada anak dengan sindrom Down. Secara umum,
perkembangan kognitif anak dengan sindrom Down menunjukkan
peningkatan seiring dengan bertambahnya usia (Tsao & Kindelberger, 2009)
meskipun kemampuan kognitif anak-anak dengan sindrom Down berada di
bawah kemampuan anak-anak dengan perkembangan normal (Amado dkk.,
2012). Dalam penelitiannya, Amado dkk (2012) menguji kemampuan sosial-
kognitif pada anak-anak dengan sindrom Down dan mendapatkan hasil
bahwa anak-anak dengan sindrom Down mengalami kesulitan dalam
memahami maksud dan pikiran dari orang lain. Kesulitan tersebut meliputi
kesulitan untuk memahami niat, keinginan, keyakinan, dan emosi yang
ditunjukkan oleh orang lain.
Kesulitan yang dimiliki oleh anak dengan sindrom Down tersebut
membuat anak dengan sindrom Down rentan mengalami hambatan dalam
perkembangan sosialnya. Mereka cenderung kesulitan untuk menjalin relasi
dengan orang lain karena adanya keterbatasan dalam pemahaman mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
intensi yang dimiliki orang lain dalam relasi yang dibangun (Amado dkk.,
2012). Hambatan dalam perkembangan sosial juga dialami oleh anak dengan
Autism Spectrum Disorder (ASD). Anak dengan ASD seringkali dianggap
memiliki masalah dengan perilaku dan perkembangan sosialnya, seperti
berperilaku yang tidak sesuai norma dan mengganggu orang lain, tantrum,
bersikap anti sosial dan lain sebagainya. Sayangnya, empati yang ditunjukkan
lingkungan sosial justru cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan
jenis disabilitas lain karena secara fisik, anak dengan ASD tidak terlihat
memiliki keterbatasan seperti pada ABK lainnya (Nicholas dkk., 2015).
Pada aspek perkembangan emosi, ABK terutama dengan gangguan
intelektual (intellectual disability) menunjukkan ekspresi emosi dengan cara
yang sama dengan anak-anak normal pada umumnya, meskipun anak dengan
gangguan intelektual mengalami hambatan dalam hal pemahaman dan
organisasi emosi serta strategi koping (Pereira & Faria, 2015). Hambatan
tersebut tampak dalam kemampuan mengidentifikasi emosi pada individu
dengan sindrom Down. Kesulitan dalam mengidentifikasi emosi tersebut
dikaitkan dengan tingkat IQ yang rendah pada individu dengan sindrom
Down yang ditemukan pula pada individu dengan gangguan intelektual
lainnya (Fernandez-Alcaraz, Extremera, Gracia-Andres, & Molina, 2010).
Sementara itu, individu dengan ASD mampu mengidentifikasi emosi dengan
cukup baik. Meskipun jika dibandingkan dengan individu normal tugas untuk
mengidentifikasi emosi pada ASD bukanlah tugas yang mudah dan
membutuhkan waktu lebih lama dalam prosesnya, individu dengan ASD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
mampu mengidentifikasi emosi secara akurat (Leung, Ordqvist, Falkmer,
Parson, & Falkmer, 2013).
Hambatan-hambatan yang dialami oleh ABK dalam berbagai aspek
perkembangan tentunya akan mempengaruhi orangtua terutama yang
memegang peranan utama dalam proses pengasuhan. Kesulitan yang dialami
ABK dalam hal motorik dan kognitif hingga akhirnya berpengaruh pada
aspek sosial dan emosinya dapat menjadi salah satu stressor bagi orangtua
dari ABK tersebut. Minnes (dalam Dervishailaj, 2013) menyatakan salah satu
penyebab terjadinya stres pada orangtua dengan ABK adalah perilaku dan
karakteristik dari anak yang bersangkutan, contohnya perilaku yang
maladaptif dan bertentangan dengan norma sosial di masyarakat. Pandangan
yang buruk dari lingkungan sosial terhadap perilaku anaknya juga menjadi
salah satu faktor yang dapat meningkatakan stres pada orangtua dengan ABK
(Jones & Passey, 2004) dan hal ini banyak terjadi pada orangtua dengan anak
ASD (Nicholas dkk., 2015). Kecenderungan ABK yang kurang mampu
menyesuaikan perilakunya dengan apa yang dituntut oleh norma sosial
berkorelasi dengan rendahnya tingkat efikasi diri dan kesehatan mental
orangtua yang bertanggungjawab dalam pengasuhan (Dervishailaj, 2013).
C. Terapi dan Intervensi
1. Terapi dan intervensi bagi ABK
Berbagai jenis terapi disarankan untuk membantu proses
perkembangan anak dengan kebutuhan khusus. Pada umumnya, terapi yang
dilakukan pada ABK adalah terapi tradisional meliputi terapi fisik, terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
bicara, terapi okupasi dan terapi respirasi (Gasalberti, 2006). Di samping itu,
terdapat pula terapi-terapi alternatif lain yang bertujuan untuk mendukung
optimalisasi proses perkembangan ABK. Gasalberti (2006) dalam jurnal
ilmiahnya memaparkan beberapa jenis terapi alternatif yang bisa mendukung
perkembangan ABK yang unik. Terapi-terapi alternatif yang ditawarkan bagi
ABK antara lain terapi hewan peliharaan, hippoterapi (terapi berkuda), terapi
musik, terapi pijat, dan terapi warna atau cahaya. Selain itu, Sumar (1972)
melalui bukunya “Yoga for The Special Child: A Therapeutic Approach for
Infants and Children with Down Syndrome, Cerebral Palsy, Autism Spectrum
Disorder and Learning Disability” telah mengembangkan yoga sebagai
metode terapi alternatif bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
2. Terapi dan intervensi bagi orangtua dengan ABK
Menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik pada
orangtua ABK terutama pada ibu, membuat penelitian terkait program sejenis
terapi bagi orangtua ABK mulai banyak dikembangkan. Metode yang
umumnya ditawarkan adalah dalam bentuk support group di mana para ibu
dapat berbagi informasi, pengalaman dan perasaan mengenai keterbatasan
yang dimiliki oleh anak-anaknya dengan didampingi oleh tenaga profesional
dalam kesehatan anak. Salah satu program pendampingan bagi orangtua ABK
yang telah dikembangkan di Britania Raya adalah Cygnet Parenting Support
Program. Konsep pelaksanaan program ini adalah untuk memberikan
informasi mengenai Autustic Spectrum Disorder (ASD) secara lebih
menyeluruh kepada orangtua, sehingga orangtua diharapkan bisa lebih
memahami kondisi anak-anak mereka dan dapat menentukan penanganan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
yang tepat. Selain itu, orangtua juga berkesempatan untuk bertemu dengan
orangtua lain yang memiliki pengalaman pengasuhan yang sama sehingga
diharapkan bisa saling berbagi kisah dan pengalaman serta saling
memberikan dukungan (Stuttard, Beresford, Clarke, Beecham, & Morris,
2016).
Selain itu, Paz dan Wallander (2017) membuat tinjauan ilmiah
mengenai intervensi-intervensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kesehatan mental orangtua dengan anak yang mengalami ASD. Dalam jurnal
ilmiahnya, disebutkan bahwa beberapa jenis intervensi yang banyak
digunakan adalah acceptance and commitment therapy, cognitive behavior
therapy, mindfulnes training, expressive writing, positive psychology
strategies, dan relaxation therapy. Berdasarkan tinjauan yang mereka
lakukan, didapatkan hasil bahwa jenis intervensi yang cukup menjanjikan
terkait efektivitas peningkatan kesehatan mental adalah stress management
and relaxation techniques, expressive writing, mindfulness-based stress
reduction (MBSR), dan acceptance and commitment therapy.
Yoga sebagai salah satu terapi alternatif juga dapat dikategorikan
sebagai jenis terapi MBSR (Christopher, Christopher, Dunnagan, & Schure,
2006). Gaiswinkler dan Unterrainer (2016) melakukan penelitian yang
menunjukkan bahwa yoga dapat menunjukkan efeknya secara kuat pada
mindfulness dan beberapa parameter kesejahteraan psikologis lainnya jika
dilakukan dengan kesungguhan pribadi dan keterlibatan yang tinggi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa efektivitas dari terapi yoga sebagai intervensi
untuk meningkatan kesehatan mental orangtua dengan ABK juga cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
menjanjikan, namun harus dilakukan secara bersungguh-sungguh dan dengan
niat dari individu sendiri.
D. Terapi Yoga
1. Yoga sebagai terapi secara umum
Yoga berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti “menyatukan” atau
“mengintegrasikan”. Aktivitas yoga tradisional yang sudah ada sejak lama
merupakan aktivitas yang menitikberatkan pada pernafasan dengan tujuan
untuk mengintegrasikan tubuh, pikiran, dan jiwa dari individu yang
melakukan yoga (Thygeson dkk., 2010). Yoga sebagai pengobatan
komplementer dan alternatif (complementary and alternative medicine/
CAM) didefinisikan sebagai area yang luas dalam metode penyembuhan yang
mencakup seluruh aspek dalam kesehatan (Gangadhar & Varambally, 2011).
Esensi utama dari aktivitas yoga adalah untuk membuat individu berada pada
kesadaran “di sini dan kini” dengan berfokus pada momen atau peristiwa
yang sedang berlangsung. Proses ini tidak jauh berbeda dengan teknik
meditasi mindfulness (Gaiswinkler & Unterrainer, 2016).
Aktivitas yoga yang banyak berkembang saat ini pada umumnya
didasarkan pada tiga komponen dalam yoga yaitu postur tubuh (asana),
latihan pernafasan (pranayama), dan meditasi (dhyana) (Kessler dkk. dalam
Gangadhar & Varambally, 2011). Latihan yang teratur dalam postur (asana),
pernafasan (pranayama), dan meditasi (dhyana) dapat menciptakan perasaan
seimbang dalam diri dan memberikan dampak positif pada tubuh yang akan
semakin terasa pada jangka waktu yang lama (Thygeson dkk., 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Individu dengan tingkat kecemasan yang tinggi diasosiasikan dengan
kecenderungan nafas yang pendek dan tersendat-sendat. Yoga melatih
seseorang untuk bisa melakukan pernafasan secara pelan, dalam, dan teratur
yang dapat merelaksasi sistem syaraf dan menenangkan pikiran. Selain itu,
meditasi yang juga merupakan bagian dari yoga dapat mengurangi pikiran
yang penuh dengan kecemasan dan meningkatkan kesadaran mengenai apa
yang menyebabkan kecemasan tersebut muncul (McCall dalam Thygeson,
2010).
Weller (dalam Putri, 2013) dalam bukunya menyatakan bahwa
aktivitas yoga dapat membantu individu untuk menjaga keseimbangan dalam
dirinya. Keseimbangan tersebut membantu menciptakan kondisi yang selaras
antara tubuh, jiwa, dan pikiran individu. Pendapat yang serupa juga
disampaikan oleh Shindu (2013), yang menyatakan bahwa latihan yoga yang
teratur dapat membantu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh,
pikiran, serta kondisi emosi atau kondisi mental seseorang. Aktivitas yoga
yang terdiri dari asana, pranayama, dan dhyana bermanfaat dalam
meredakan kecemasan, meningkatkan konsentrasi, serta menyeimbangkan
kondisi emosi individu. Penelitian terbaru dalam dunia medis juga
menunjukkan bahwa dengan berlatih yoga secara teratur, individu dapat
menurunkan tingkat kecemasannya secara lebih efektif yang tentunya
memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental (Burgin, 2007).
Yoga sebagai metode pengobatan komplementer dan alternatif
merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan pada orang
dewasa. Manfaat yang ditawarkan oleh yoga seperti mengurangi rasa sakit,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi stres, menunjukkan potensi
yang dimiliki yoga untuk meningkatkan kondisi kesehatan mental dari
orangtua dengan ABK. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa
realisasi dari penggunaan terapi yoga masih memiliki beberapa hambatan
dalam kehidupan sehari-hari (Quilty, Saper, Goldstein, & Khalsa, 2013).
Quilty, Saper, Goldstein, dan Khalsa (2013) melakukan survei
terhadap para praktisi yoga yang memilih tidak melanjutkan aktivitas yoga
mereka. Empat alasan yang paling sering dikemukakan terkait dengan
keterbatasan waktu atau kesibukan yang dimiliki, tempat yoga yang kurang
nyaman, aktivitas yang sulit, serta tidak merasakan manfaat secara langsung.
Keterbatasan-keterbatasan tersebut berkaitan dengan aktivitas yoga yang
memang menuntut praktisinya untuk melakukan yoga secara berkelanjutan
dalam waktu yang lama dan dengan kesungguhan yang tinggi agar benar-
benar bisa merasakan manfaatnya (Gaiswinkler & Unterrainer, 2016).
Hambatan yang dirasakan oleh beberapa pihak terhadap aktivitas yoga
tentunya menyebabkan terjadinya penurunan penggunaan yoga sebagai salah
satu program pengobatan alternatif dan komplementer. Penurunan tersebut
terkonfirmasi dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Patwardhan dan
Lloyd (2017) yang meneliti tingkat penggunaan yoga sebagai terapi alternatif
dari tahun 2002-2012. Penelitian ini juga menunjukkan penurunan yang
terjadi pada penggunaan yoga disebabkan oleh beberapa faktor yang tidak
jauh berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Quilty, Saper,
Goldstein, dan Khalsa (2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Patwardhan dan Lloyd (2017) menemukan bahwa kebanyakan praktisi
tidak melanjutkan aktivitas yoganya karena keterbatasan waktu, biaya, dan
akses dari fasilitas yoga sendiri. Peneliti juga menemukan bahwa aktivitas
yoga tidak banyak ditemukan pada masyarakat dengan status sosial ekonomi
yang rendah. Selain itu, motivasi pribadi juga menjadi salah satu alasan
menurunnya penggunaan yoga karena pada umumnya keikutsertaan awal
pada aktivitas yoga sangat dipengaruhi oleh paparan promosi dan
pengiklanan. Motivasi pribadi yang kurang kuat menyebabkan keberlanjutan
pada aktivitas yoga menjadi cenderung rendah.
Sebagai salah satu bentuk terapi alternatif, yoga juga memiliki efek
samping bagi kondisi fisik praktisinya. Penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas yoga yang berlebihan dapat menimbulkan cedera yang serius pada
otot rangka bahkan bisa berdampak pada pengelihatan. Maka dari itu, yoga,
terutama untuk bagian postur (asana) yang menantang, dianggap sebagai
aktivitas yang kurang sesuai bagi individu dengan masalah otot dan rangka
yang serius. Bagi individu dengan glaukoma juga diharapkan untuk
menghindari postur inversi (tubuh terbalik) pada yoga karena dikhawatirkan
dapat semakin mengganggu kondisi pengelihatannya. Perlu ditekankan di sini
bahwa yoga adalah bentuk terapi alternatif yang penerapannya harus
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dari individu yang bersangkutan
(Carmer, Dobos, Essen-Mitte & Kruccoff, 2013).
Hambatan-hambatan yang banyak ditemukan pada aktivitas yoga
menunjukkan bahwa pengaruh eksternal memegang peranan yang besar pada
keterlibatan seseorang dalam aktivitas yoga. Hal tersebut menunjukkan masih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
diperlukannya motivasi yang mendorong seseorang secara internal ketika
memutuskan keterlibatan dalam aktivitas yoga agar keberlanjutan dari
aktivitas tersebut menjadi lebih baik. Aktivitas yoga yang saat ini
berkembang juga ternyata belum mampu mencakup seluruh aspek
masyarakat sehingga pemahaman yoga sebagai home theraphy yang bisa
dilakukan sendiri perlu untuk dikembangkan. Selain itu, pengetahuan
mengenai aktivitas yoga yang baik dan benar sangat penting untuk dimiliki
sebelum memutuskan untuk memilih terapi yoga, sehingga bisa disesuaikan
dengan kondisi pribadi dan tidak justru menimbulkan masalah pada kondisi
fisik.
2. Terapi yoga bagi ABK
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sepanjang hidupnya harus
menjalankan pengobatan dan terapi agar perkembangan dan pertumbuhannya
dapat berjalan secara optimal. Terapi dengan menggunakan obat dan berbagai
jenis bahan kimia seringkali menimbulkan dampak jangka panjang yang
kurang baik bagi tubuh anak yang bersangkutan. Untuk mengatasi efek
samping tersebut, banyak orangtua yang mencari bentuk terapi alternatif bagi
anak-anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Yoga sebagai salah satu
metode terapi komplementer dan alternatif menjadi salah satu metode yang
cukup banyak dipilih untuk meningkatkan kondisi perkembangan ABK
(Harrison, Manocha, & Rubia, 2004).
Yoga juga menjadi dasar bagi program terapi terintegrasi untuk anak
dengan ASD dan gangguan lain yang terkait. Terapi tersebut memiliki enam
prinsip dasar dalam pengembangan kemampuan ABK. Prinsip-prinsip
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
tersebut meliputi struktur dan keberlanjutan, stimulasi fisik, interaksi sosial,
stimulasi bahasa, menenangkan diri (perhatian/ konsentrasi/ fokus), dan
peningkatan harga diri. Selain keenam prinsip dasar tersebut, terapi yoga
yang banyak mengandung unsur repetisi atau pengulangan juga sangat baik
bagi anak dengan ASD. Pengulangan-pengulangan tersebut membantu anak
dengan ASD untuk mengontrol tubuhnya secara lebih baik, dan membantu
pernafasannya menjadi lebih stabil. Manfaat tersebut dapat dirasakan oleh
anak dengan ASD karena pada umumnya anak dengan ASD membutuhkan
bentuk-bentuk pengulangan dalam kehidupan sehari-hari yang berpengaruh
pada kondisi emosi dan berbagai aspek perkembangan (Kenny, 2002).
Metode terapi dengan yoga pada ABK diharapkan bisa menjadi terapi
yang juga melibatkan orangtua atau significant other dari ABK yang
bersangkutan. Sotoodeh dkk (2017) menguji efektivitas program pelatihan
yoga pada anak dengan ASD, dan dalam pelatihan yang dilakukan,
disediakan manual yang bisa digunakan oleh orangtua dan significant other
untuk melakukan pelatihan bersama dengan anak mereka. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas yoga secara signifikan dapat menurunkan
intensitas munculnya gejala (symptom) dari anak dengan ASD dalam
kehidupan sehari-hari.
Rice dan Richmond (dalam Harrison, Manocha, & Rubia, 2004) juga
menyatakan bahwa intervensi yang paling menjanjikan bagi ABK adalah
intervensi yang melibatkan sistem keluarga dan diasosiasikan dengan
intervensi non-medis. Penelitian mengenai yoga dan meditasi sebagai terapi
keluarga untuk anak dengan ADHD menunjukkan hasil bahwa orangtua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
secara personal mendapatkan manfaat dari terapi yang dilakukan bersama
dengan anak mereka. Orangtua menyatakan bahwa mereka lebih mampu
mengontrol stres, konflik, dan kemarahan terkait dengan tekanan pengasuhan,
sehingga hal tersebut membuat hidup mereka secara umum lebih bahagia
(Harrison, Manocha, & Rubia, 2004).
Berdasarkan pemaparan tersebut, terlihat bahwa terapi yoga yang
diterapkan pada ABK dan melibatkan keluarga terutama orangtua dalam
prosesnya memberikan hasil yang menjanjikan baik bagi ABK sendiri
maupun bagi orangtua yang terlibat. Penelitian yang telah dilakukan pada
sebuah kelompok yang spesifik telah secara nyata menunjukkan manfaat dari
terapi yoga yang dilakukan ABK bersama orangtuanya. Penelitian pada ibu
dan anak dengan Down Syndrome yang juga merupakan bagian dari
informan dalam penelitian ini akan menambah pemahaman mengenai
manfaat dari aktivitas yoga pada berbagai jenis keterbatasan dalam
perkembangan anak. Konsep terapi yang sangat baik ini perlu ditingkatkan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, mengingat tingginya risiko
terjadinya gangguan kesehatan mental pada significant other dari ABK
terutama yang memegang peranan utama dalam pengasuhan.
Ibu yang pada umumnya menjadi pemeran utama dalam proses
pengasuhan anak menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Pengalaman
pencapaian kesehatan mental ibu dari ABK yang menerapkan terapi yoga
akan dilihat secara lebih dalam dan dipaparkan melalui penelitian ini. Hal
tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana ibu dari ABK
yang menerapkan terapi yoga dapat melalui berbagai tantangan selama masa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
pengasuhannya, sehingga bisa memberikan manfaat bagi para ibu lain agar
mampu menjalankan kesehariannya dengan baik di tengah berbagai faktor
yang menghambat optimalisasi kondisi kesehatan mental mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Strategi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendalami pengalaman pencapaian kesehatan
mental yang dirasakan oleh para ibu dengan ABK yang telah melalui proses terapi
yoga bersama anak mereka. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana proses
pencapaian kondisi kesehatan mental dari para ibu tersebut, diperlukan eksplorasi
dan pemahaman yang mendalam dari sudut pandang ibu yang bersangkutan terkait
pengalaman pengasuhan anak dengan kebutuhan khusus, sehingga terlihat faktor-
faktor yang menghambat dan mendukung tercapainya kondisi kesehatan mental.
Maka dari itu, peneliti memilih penelitian secara kualitatif dengan pendekatan
Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) atau analisis fenomenologi
interpretatif sebagai metode atau strategi dalam penelitian ini.
Penelitian kualitatif menekankan pentingnya eksplorasi pada pemahaman dan
nilai yang dimiliki partisipan terkait isu yang sedang dibahas. Mempelajari isu atau
topik penelitian berdasarkan sudut pandang yang dimiliki oleh partisipan menjadi
salah satu kunci dalam penelitian kualitatif. Peneliti harus memiliki fleksibilitas yang
tinggi dalam menyesuaikan dan mengarahkan penelitian berdasarkan pada informasi
yang diberikan oleh partisipan (Creswell, 2014). Sifat penelitian kualitatif yang
menitikberatkan pada sudut pandang dan informasi dari partisipan tersebut sangat
sesuai digunakan untuk membahas nilai dan pandangan hidup seorang individu
dalam menghadapi suatu permasalahan. Termasuk bagaimana seorang ibu dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
ABK mencapai kondisi kesehatan mental yang baik meski harus menghadapi
berbagai faktor yang dapat menghambat tercapainya kondisi kesehatan mental yang
optimal.
Di sisi lain, pendekatan analisis fenomenologi interpretatif (IPA) bertujuan
untuk melakukan eksplorasi secara lebih mendetail mengenai bagaimana informan/
narasumber memandang dunia personal dan sosialnya. Pendekatan IPA juga sangat
menitikberatkan pada makna suatu pengalaman dan peristiwa yang terjadi dalam
hidup individu (Smith & Osborn dalam Smith, 2009). Tujuan dari pendekatan IPA
tersebut tentunya dapat mendukung tercapainya pemahaman mengenai bagaimana
seorang ibu dengan ABK memandang dan menjalani kehidupannya sehingga kondisi
kesehatan mental dari yang bersangkutan juga lebih mudah diidentifikasi. Selain itu,
pendekatan IPA juga memiliki anggapan teoritis yang mengasumsikan bahwa antara
apa yang orang bicarakan dan pikirkan sangat berkaitan dengan kondisi emosinya.
Pendekatan IPA juga menaruh perhatian besar pada proses mental seorang individu
(Smith & Osborn dalam Smith, 2009). Hal tersebut semakin menguatkan bahwa
pendekatan IPA akan sangat membantu tercapainya pemahaman pada proses
pencapaian kesehatan mental dari individu, khususnya ibu dengan ABK yang
menggeluti aktivitas yoga pada penelitian ini.
B. Refleksivitas Peneliti
Saya adalah penganut agama Hindu yang cukup akrab dengan aktivitas yoga
dan meditasi. Meskipun demikian, saya tumbuh dalam keluarga yang tidak kental
dengan budaya Hindu di India tersebut. Kami hanya sesekali melakukan meditasi
bersama sesaat setelah melakukan persembahyangan. Saya baru menggeluti aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
yoga selama kurang lebih dua tahun terakhir. Yoga pada awalnya saya pilih sebagai
bentuk kegiatan fisik untuk menjaga kesehatan tubuh. Setelah beberapa lama
melakukan aktivitas yoga secara rutin, saya benar-benar menikmati aktivitas ini
terutama saat saya merasa kelelahan secara mental karena tugas-tugas dan pikiran-
pikiran megenai kewajiban yang harus saya selesaikan. Dari perasaan tersebut
muncul keinginan untuk memahami manfaat yoga secara lebih mendalam pada
kehidupan manusia sebagai individu. Terlebih banyak terdapat penelitian dan artikel
populer yang menyatakan bahwa aktivitas yoga dapat memberikan dampak yang
positif pada kehidupan seorang yogi, baik secara fisik maupun mental. Saya
menyadari pengalaman pribadi saya dalam merasakan manfaat yoga dapat membuat
subjektivitas saya meningkat ketika menganalisis data penelitian terkait manfaat
yoga. Maka dari itu, saya dengan sadar akan berusaha berhati-hati dan berlaku
seobjektif mungkin dalam menganalisis data tersebut.
Perkenalan saya dengan seorang guru yoga yang memiliki anak dengan
Sindrom Down mengusik keingintahuan saya mengenai bagaimana seorang yogi
merespon tantangan hidup yang berbeda dengan individu lain pada umumnya.
Terlebih beliau sempat menceritakan bahwa awal keterlibatannya dalam aktivitas
yoga kurang lebih 17 tahun lalu juga didasarkan pada kondisi kehidupan beliau yang
dirasa sangat berat dan memiliki banyak masalah. Meskipun demikian, saat ini beliau
telah berhasil mengembangkan dirinya dan orang lain dengan berbagai aktivitas
positif seperti mengembangkan sekolah yoga dan melaksanakan berbagai kegiatan
sosial terkait ABK khususnya anak dengan Sindrom Down. Kesuksesan beliau untuk
bangkit dari kehidupannya yang berat setelah memilih menggeluti yoga menurut
saya sangat penting untuk dipahami lebih mendalam sebagai pedoman bagi ibu-ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
lain yang juga mengalami keadaan serupa dalam kehidupannya. Tidak adanya ikatan
emosional antara saya dengan informan atau narasumber dalam penelitian ini
menjadi poin yang baik dalam meningkatkan objektivitas interpretasi dan analisis
data dalam penelitian ini.
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada pengalaman pencapaian kesehatan mental dari
ibu dengan ABK serta peran yang dimiliki yoga dalam proses pencapaian tersebut.
Kesehatan mental yang dimaksud meliputi proses adaptasi individu dengan
lingkungan, kemampuan dan keinginan untuk mengatasi masalah dan tekanan dalam
hidup, kesadarannya terhadap potensi diri dan orang lain, serta kontribusi-kontribusi
yang bisa dan telah mereka berikan pada lingkungan mereka.
D. Informan Penelitian
Informan dari penelitian ini adalah para ibu yang dianugerahi anak dengan
kebutuhan khusus, yang dalam penelitian ini penulis berkesempatan untuk bertemu
dengan ibu dari anak dengan Down Syndrome dan Autism Spectrum Disorder (ASD).
Anak-anak tersebut mengikuti terapi yoga sebagai salah satu terapi untuk
mengoptimalkan perkembangannya. Selain itu, para ibu yang terlibat dalam
penelitian ini juga aktif dalam program terapi yoga bersama anak-anak mereka
sebagai bagian dari proses terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
E. Metode Pengumpulan Data
Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metode
wawancara semi terstruktur. Metode wawancara semi terstruktur memiliki beberapa
kelebihan jika diterapkan dalam penelitian kualitatif, khususnya yang menggunakan
pendekatan IPA. Salah satunya adalah proses wawancara semi terstruktur dapat
memberikan kesempatan yang lebih luas kepada peneliti untuk melakukan rapport
yang lebih mendalam pada informan/ narasumber. Hal ini penting dalam IPA
mengingat peneliti harus berusaha membuat informan/ narasumber nyaman
membagikan kisahnya untuk masuk sejauh mungkin dalam dunia psikologis dan
sosial dari informan/ narasumber. Wawancara semi terstruktur juga memungkinkan
proses wawancara untuk bergerak ke arah hal yang menjadi perhatian informan/
narasumber dalam isu yang sedang dibahas, sehingga tema utama yang muncul bisa
lebih mudah diidentifikasi. Peneliti juga menjadi lebih bebas untuk mem-probing
informan/ narasumber ketika dirasa ada tema menarik yang mereka munculkan.
Secara garis besar, manfaat yang bisa didapatkan melalui wawancara semi terstruktur
di antaranya dapat memfasilitasi proses rapport untuk membangun empati,
memungkinkan adanya fleksibilitas dalam cakupan area wawancara, dan
memungkinkan proses wawancara untuk menemukan data-data baru. Manfaat-
manfaat tersebut dapat membuat datahasil wawancara menjadi lebih kaya (Smith &
Osborn dalam Smith, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
F. Prosedur Pengumpulan Data
Peneliti melalui beberapa tahap penelitian dalam mengumpulkan data dan
informasi mengenai kondisi kesehatan mental ibu dengan ABK. Tahap-tahap
tersebut sebagai berikut.
1. Peneliti mencari dan menentukan ibu dengan ABK yang memilih yoga
sebagai terapi untuk anaknya dan untuk dirinya sendiri, dan bersedia
membagikan kisahnya kepada peneliti.
2. Berdiskusi mengenai informed consent penelitian pada partisipan. Informed
consent memuat identitas peneliti, tujuan penelitian, partisipan penelitian,
metode pengambilan data, hak dan kewajiban partisipan, kerahasiaan data,
tanggung jawab peneliti, dan penanggungjawab penelitian.
3. Penandatanganan informed consent dilakukan setelah partisipan benar-benar
memahami dan menyetujui isi dari informed consent tersebut.
4. Melakukan wawancara semi terstruktur kepada masing-masing partisipan.
5. Membuat transkrip dan melakukan analisis pada transkrip tersebut.
6. Melakukan member checking untuk memastikan keabsahan data hasil analisis
peneliti.
7. External audit atau expert judgment dilakukan peneliti bersama dosen
pembimbing skripsi atau dosen lain yang memiliki pengalaman dalam
penelitian kualitatif.
G. Metode Analisis Data
Tahap-tahap analisis data dalam Interpretative Phenomenology Analysis
(IPA) (Smith, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
1. Membaca transkrip berulang kali (reading and re-reading)
Membaca transkrip berulang kali sangat berguna dalam proses awal
analisis untuk membuat peneliti benar-benar memahami dan mendapatkan
gambaran utuh mengenai tema dan alur yang muncul dalam transkrip.
Pembacaan yang berulang juga bisa membantu peneliti dalam menemukan
pandangan baru mengenai tema yang muncul pada setiap proses
membacanya, sehingga data yang dihasilkan akan lebih kaya.
2. Memberi catatan pada transkrip (initial noting)
Catatan awal yang diberikan pada transkrip adalah komentar dari
respon yang diberikan informan pada setiap pertanyaan yang diajukan.
Komentar dapat berupa kesimpulan atau paraphrase dari jawaban informan,
asosiasi atau kaitan dengan realita informan, dan dapat pula berupa
interpretasi awal dari respon informan tersebut. Catatan atau komentar awal
ini berguna untuk memberikan abstraksi bagi peneliti dalam menentukan dan
membagi unit-unit tema yang muncul.
3. Mengembangkan tema-tema dari transkrip (developing emergent themes)
Pada tahap ini, catatan atau komentar awal yang sebelumnya
diberikan peneliti dipadatkan menjadi frasa yang mencakup makna esensial
dari respon yang diberikan informan. Frasa yang dimunculkan dikaitkan
dengan frasa psikologi secara teoritis, namun tetap harus terkait dengan
keseluruhan makna yang dimunculkan dalam transkrip.
4. Mencari hubungan antara tema-tema yang muncul (searching for connection
across emergent themes)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Tema-tema yang muncul didata bersama dalam sebuah kertas
kemudian peneliti berusaha melihat keterkaitan antara tema-tema tersebut.
Pendataan awal dilakukan sesuai dengan urutan munculnya tema dalam
transkrip. Langkah selanjutnya, peneliti berusaha menyusun tema yang
muncul secara teoritis. Beberapa tema menjadi sub dari tema lainnya yang
dianggap lebih tinggi dan mencakup tema-tema tersebut. Penyusunan tema
dilakukan untuk membuat keseluruhan tema memiliki makna yang saling
terkait satu sama lain.
H. Kredibilitas Penelitian
Kredibilitas dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan ada tidaknya
kongruensi atau keselarasan antara hasil penelitian dan realita yang dialami oleh
partisipan (Merriam dalam Shenton, 2004). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk
menguji kredibilitas dalam penelitian kualitatif. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan dua cara untuk menguji kredibilitas penelitian, yaitu melalui member
checking dan external auditor atau expert judgment.
I. Pedoman Wawancara
Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengalaman pencapaian kesehatan mental ibu dengan ABK dan apa peran yoga
dalam proses pencapaian tersebut?
1. Untuk mengetahui gambaran kesehatan mental partisipan di awal menjadi ibu
dari ABK.
a. Berapa usia anak ibu saat ini?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
b. Bagaimana reaksi ibu saat pertama kali mengetahui kondisi anak ibu?
Prompt: reaksi secara fisik, mental, dan emosional
c. Bisakah ibu ceritakan tantangan-tantangan apa saja yang ibu alami
dalam merawat dan membesarkan anak ibu?
Prompt: dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, institusi, dan
sebagainya.
d. Bagaimana cara ibu menyikapi tantangan tersebut?
e. Bisakah ibu ceritakan upaya-upaya apa saja yang pernah ibu lakukan
untuk mengatasi situasi terkait kondisi anak ibu?
Prompt: terapi, pengobatan, workshop/ sosialisasi, penjelasan kepada
orang lain, dan lain sebagainya.
f. Bagaimana keberhasilan atau pengaruh dari upaya yang ibu lakukan
tersebut?
2. Untuk mengetahui pengalaman partisipan dengan terapi yoga.
a. Bisakah ibu ceritakan bagaimana ibu bisa mengenal dan memilih yoga
sebagai salah satu bentuk terapi?
b. Bagaimana kesan ibu terhadap aktivitas yoga, baik dari sisi anak ibu
dan ibu sendiri?
Prompt: manfaat, kekurangan, kelebihan, dan lain sebagainya.
3. Untuk mengetahui pandangan partisipan terhadap kehidupan sebagai ibu dari
ABK.
a. Bagaimana pandangan ibu terhadap kehidupan yang ibu jalani saat
ini?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
b. Jika diberikan skala 1-10, berada pada angka berapa kepuasan ibu
terhadap kehidupan ibu? Apa alasannya?
c. Jika ibu memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupan ibu, adakah
hal yang ingin ibu ubah?
4. Untuk mengetahui pencapaian kesehatan mental partisipan.
a. Bagaimana ibu memandang diri ibu sendiri?
Prompt: kelebihan, kekurangan, potensi, dan lain sebagainya.
b. Bagaimana tanggapan ibu terhadap permasalahan-permasalahan yang
terjadi dalam kehidupan ibu?
c. Bisakah ibu ceritakan mengenai cara-cara ibu dalam mengisi
kehidupan dan tujuan hidup yang ibu miliki?
d. Bagaimana ibu memposisikan diri ibu dalam lingkungan sosial?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan dan Perizinan
Penelitian ini melibatkan tiga orang ibu yang memiliki anak dengan
kebutuhan khusus sebagai informan. Para ibu tersebut juga memilih yoga
sebagai salah satu program yang digunakan untuk mengoptimalkan
perkembangan anaknya. Pada tahap awal persiapan penelitian, peneliti
berusaha untuk menjelaskan kepada para informan mengenai topik yang akan
dibahas dalam penelitian ini, serta manfaat yang diharapkan bisa dihasilkan
dari penelitian terkait. Setelah informan mendapatkan gambaran dan
pemahaman mengenai penelitian, peneliti meminta izin dan persetujuan
secara informal kepada informan untuk membantu peneliti dalam
pengumpulan data pada penelitian ini. Persetujuan secara formal melalui
penandatangan informed consent dilakukan sebelum wawancara pertama
dimulai.
Setelah permohonan izin dilakukan hingga ditetapkan hari
wawancara, peneliti selalu berusaha untuk mengakrabkan diri dengan
informan melalui komunikasi yang intens untuk berbagi informasi mengenai
perkembangan anak dengan kebutuhan khusus dan yoga. Peneliti juga ikut
serta dalam seminar yoga dan tumbuh kembang anak yang diselenggarakan
oleh salah satu informan, serta rutin terlibat dalam kegiatan yoga di sanggar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
informan lainnya. Melalui aktivitas-aktivitas tersebut diharapkan bisa
terbangun kenyamanan dan keterbukaan antara informan dan peneliti saat
proses wawancara berlangsung.
Wawancara dilakukan secara semi terstruktur sehingga peneliti lebih
leluasa untuk mengembangkan pertanyaan sesuai dengan jawaban yang
informan berikan. Sebelum wawancara pertama dilakukan, peneliti
menjelaskan mengenai kesepakatan yang terdapat dalam informed consent
meliputi cakupan penelitian, kewajiban peneliti, hak dan kewajiban informan,
serta teknis pengumpulan dan penyimpanan data yang diberikan informan.
Setelah informan menyatakan persetujuannya terhadap kesepakatan tersebut,
peneliti memulai wawancara diawali dengan rapport untuk membuat suasana
lebih nyaman dan tidak kaku.
2. Pelaksanaan Penelitian
Proses orientasi awal dan wawancara bersama ketiga informan
dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda, menyesuaikan dengan
kesibukan dari masing-masing informan. Adapun tanggal dan tempat
pelaksanaan wawancara sebagai berikut.
Tabel 1
Pelaksanaan penelitian
No. Keterangan Informan 1 Informan 2 Informan 3
1. Orientasi awal,
penjelasan penelitian
dan permohonan
19 Mei 2017
Hotel Serata
Semarang
5 Mei 2017
Studio
Balance
12 Mei 2017
Kedai
Organik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
secara informal untuk
menjadi informan.
Yoga
Yogyakarta
Kolondjono,
Deresan
2. Penandatanganan
informed consent.
29 Agustus
2017
Studio Kids
Yoga Jakarta
5 September
2017
Rumah
informan
12 September
2017
Rumah
informan
3. Proses wawancara dan
pengambilan data.
29 Agustus
2017
Studio Kids
Yoga Jakarta
5 September
2017
Rumah
informan
12 September
2017
Rumah
informan
20
September
2017
Via telepon
26 September
2017
Rumah
informan
2 Oktober
2017
Rumah
informan
B. Informan Penelitian
1. Demografi Informan
Tabel 2
Demografi informan
No. Keterangan Informan 1 Informan 2 Informan 3
1. Inisial TM AT LM
2. Tanggal lahir 23-08-1971
(46 tahun)
25-09-1961
(56 tahun)
14-06-1959
(58 tahun)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
3. Urutan kelahiran Anak ke-4 dari
4 bersaudara
Anak ke-12
dari 12
bersaudara
Anak ke-6
dari 7
bersaudara
4. Agama Buddha Islam Kristen
5. Pendidikan
terakhir
Sarjana Sarjana Muda Magister
6. Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta Pensiunan
7. Urutan kelahiran
ABK
Anak pertama
dari 2
bersaudara
Anak ke-2
dari 2
bersaudara
Anak ke-3
dari 4
bersaudara
8. Usia ABK 15 tahun 24 tahun 22 tahun
9. Gangguan yang
dialami anak
Autism
Spectrum
Disorder
Down
Syndrome
Down
Syndrome
10. Jenis kelamin
ABK
Perempuan Perempuan Perempuan
11. Status pernikahan Menikah Menikah Menikah
12. Pendidikan
terakhir pasangan
Sarjana Sarjana Magister
13. Pekerjaan
pasangan
Karyawan
Swasta
Wiraswasta Pensiunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
2. Latar Belakang Informan
a) Informan 1 (Ibu TM)
Ibu TM merupakan seorang ibu dan praktisi yoga untuk anak yang
saat ini berusia 46 tahun. Pada tahun 2002, Ibu TM (46) dianugerahi seorang
anak perempuan dengan kondisi yang spesial karena terdiagnosis mengalami
Autism Spectrum Disorder level moderate, atau yang dalam DSM IV disebut
dengan Pervasive Developmental Disorder – Not Other Specify (PDD-NOS).
Gadis kecil yang merupakan anak pertamanya tersebut didiagnosis sebagai
anak dengan autism ketika menginjak usia dua setengah tahun. Pada awalnya,
kesadaran mengenai adanya kejanggalan pada perkembangan anaknya dilihat
oleh mertua dari Ibu TM (46) yang berprofesi sebagai seorang dokter.
Kepastian mengenai kondisi anaknya sempat tertunda karena saat itu untuk
melakukan asesmen dengan dokter ahli harus menunggu selama kurang lebih
3-6 bulan. Periode menunggu tersebut dimanfaatkan Ibu TM (46) untuk
mencari tahu sendiri mengenai kondisi anaknya saat itu. Ia mulai banyak
membaca informasi dari internet dan dari buku khususnya mengenai deteksi
dini dan perkembangan anak.
Melalui keaktifannya dalam mencari informasi secara mandiri, Ibu
TM (46) mendapatkan gambaran mengenai kondisi anaknya saat itu
meskipun belum dilakukan asesmen oleh dokter ahli. Pada awalnya, Ibu TM
(46) mengira anaknya mengalami kondisi yang disebut Sensory Processing
Disorder karena symptom-symptom yang dapat diobservasi Ibu TM (46)
mengarah pada gangguan tersebut. Sempat didiagnosis tidak mengalami
gangguan apapun oleh seorang profesor tidak lantas membuat Ibu TM (46)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
percaya begitu saja, karena hasil pencarian informasi yang Ibu TM (46)
lakukan menunjukkan memang terdapat gangguan pada perkembangan
anaknya. Hal tersebut membuat Ibu TM (46) mencoba mencari dokter baru
untuk mendapatkan second opinion. Pada dokter kedua tersebutlah Ibu TM
(46) mendapatkan diagnosis yang menyatakan anaknya mengalami gangguan
autism. Meskipun berbeda dengan perkiraan awalnya, pengetahuan dan
kesadaran akan adanya gangguan yang terjadi pada anaknya membuat respon
yang diberikan Ibu TM (46) terhadap hasil diagnosis tersebut lebih
konstruktif.
Ibu TM (46) yang memang sejak awal memilih untuk menjadi ibu
rumah tangga setelah melahirkan benar-benar mendedikasikan waktunya
untuk merawat anaknya dan mengikuti berbagai kegiatan seperti terapi,
seminar dan pelatihan yang dapat membantunya lebih memahami bagaimana
mengatasi kondisi anaknya, salah satunya dengan yoga. Dedikasi tersebut
dapat dilihat hasilnya dengan pengetahuannya yang sangat mendalam
mengenai perkembangan anak dengan autism meskipun pendidikan Ibu TM
(46) sesungguhnya adalah ekonomi. Dibantu dengan lingkungan sosial,
keluarga, dan kondisi ekonomi yang mendukung, saat ini Ibu TM (46) telah
mengembangkan pusat pelatihan yoga untuk mendukung perkembangan
anak-anak baik anak berkebutuhan khusus maupun anak normal yang diberi
nama Kids Yoga Jakarta.
b) Informan 2 (Ibu AT)
Ibu AT merupakan seorang ibu dan praktisi yoga yang saat ini berusia
56 tahun. Dua minggu setelah proses kelahiran putri keduanya pada tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
1993, Ibu AT harus menerima kenyataan bahwa putri keduanya tersebut
mengidap Down Syndrome. Keterbatasan pengetahuan Ibu AT mengenai apa
yang dimaksud Down Syndrome menimbulkan kecemasan yang sangat besar
dalam diri Ibu AT. Kenyataan bahwa anaknya memiliki kondisi yang berbeda
dengan anak-anak lain pada umumnya membuat Ibu AT merasakan berbagai
emosi negatif seperti sedih, takut, bingung, dan lain sebagainya. Bahkan Ibu
AT sempat terkejut dan menolak untuk menggendong anaknya ketika
pertama kali melihat kondisi fisik anaknya.
Ibu AT berusaha untuk tidak berlarut-larut dengan keterkejutannya
sendiri. Ibu AT mulai berusaha menerima kondisi anaknya dengan mulai
menyusui dan terus memeluk anak tersebut. Hal itu cukup membantu Ibu AT
untuk menenangkan diri dan menerima kehadiran anaknya. Setelah cukup
berhasil beradaptasi dengan kondisi anaknya dan kondsi fisiknya sendiri yang
masih lemah pasca melahirkan, Ibu AT giat berusaha mencari solusi untuk
mengatasi kondisi anaknya. Upaya-upaya yang dilakukan mulai dari
pemeriksaan menyeluruh, membaca berbagai informasi terkait Down
Syndrome, mengikuti kegiatan workshop, mempelajari berbagai ilmu
penyembuhan hingga mengenal yoga, dan membuka yayasan untuk anak-
anak Down Syndrome.
Tidak semua upaya yang dilakukan Ibu AT bisa berjalan dengan
lancar. Salah satu contohnya Ibu AT terpaksa menutup yayasannya karena
kekurangan dana dan sumber daya. Selain itu, Ibu AT juga sempat
mendapatkan komentar-komentar yang kurang menyenangkan dari orang-
orang terdekatnya terkait dengan kondisi anaknya. Meskipun pandangan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
orang-orang tersebut sempat memberikan pengaruh yang kurang baik bagi
Ibu AT, ia tetap menjalankan berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk
mengoptimalkan perkembangan anaknya. Salah satu upaya yang dengan
serius dikembangkan Ibu AT hingga saat ini adalah melalui yoga. Minat yang
ditunjukkan Ibu AT terhadap kegiatan yoga mendorong Ibu AT untuk
mendirikan pusat pelatihan yoga bagi masyarakat umum dan yoga terapi bagi
ABK, yang bernama Balance Yoga: Body, Mind, and Soul Yogyakarta.
c) Informan 3 (Ibu LM)
Ibu LM merupakan seorang ibu yang sudah memasuki masa
pensiunnya dan saat ini berusia 58 tahun. Ibu LM menyambut masa
pensiunnya dengan suka cita karena hal tersebut membuat Ibu LM dapat
dengan leluasa menghabiskan waktu bersama putri ketiganya yang sejak 22
tahun lalu didiagnosis mengalami Down Syndrome. Ibu LM yang dulunya
bekerja di sebuah pabrik harus sangat teliti dalam membagi waktunya untuk
bekerja dan mengurus keluarga, terlebih putri ketiganya memerlukan
perhatian yang khusus. Sebagai ibu yang bekerja, Ibu LM sempat merasakan
kelelahan yang luar biasa dalam mengurus anaknya. Terlebih karena pada
awalnya Ibu LM tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang Down
Syndrome, dan secara tidak direncanakan Ibu LM melahirkan putri keempat
hanya berselang setahun setelah kelahiran putri ketiganya. Meskipun sempat
mengalami perbedaan pandangan dengan suaminya, mereka berdua mampu
menyatukan tekad dan niat untuk bersama-sama mengupayakan perawatan
yang optimal bagi anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Ibu LM dan suaminya yang pada awalnya tidak memiliki dasar
pengetahuan mengenai Down Syndrome belajar secara mandiri melalui
berbagai sumber bacaan untuk lebih mengenali apa itu Down Syndrome.
Mereka juga mengupayakan pengobatan dan terapi yang terbaik meskipun
harus pergi jauh ke luar kota. Terbatasnya waktu yang bisa diberikan oleh Ibu
LM kepada anaknya yang mengalami Down Syndrome saat ia masih bekerja
cukup teratasi dengan perhatian dari anak-anaknya yang lain. Bahkan
menurut Ibu LM, putri bungsunya mampu menjadi rekan yang sangat baik
bagi proses perkembangan anak ketiganya, karena mereka dapat belajar
bersama. Saat ini Ibu LM mengisi kesehariannya dengan terlibat secara aktif
dalam berbagai kegiatan rutin yang diikuti anaknya seperti kursus melukis,
berenang, menari, dan yoga. Ibu LM juga aktif terlibat dalam kegiatan ikatan
orangtua dengan anak Down Syndrome untuk berbagi mengenai pengalaman
dalam proses pengasuhan anak dengan Down Syndrome.
C. Hasil Penelitian
1. Informan 1
a) Tantangan yang harus dihadapi: keluarga, kondisi anak, proses terapi
dan pandangan sosial
Layaknya ibu pada umumnya, Ibu TM (46) juga merasakan berbagai
tantangan yang harus dihadapi saat merawat anaknya, terlebih dengan kondisi
spesial yang dialami oleh anak tersebut. Belum lagi reaksi orang terdekat
yang tidak bisa dikontrol dan diprediksi, yang kemungkinan besar akan
memberikan pengaruh pada proses pengasuhan ibu terhadap anaknya. Salah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
satu tantangan yang dirasakan oleh Ibu TM (46) dalam proses pengasuhan
anaknya yang mengalami autism adalah ketika suaminya merasa tidak tahu
bagaimana harus berkomunikasi dan menjadi dekat dengan anak mereka. Ibu
TM (46) yang saat itu berupaya untuk fokus dengan program dan proses
terapi bagi anaknya berusaha untuk menjelaskan bahwa diperlukan kesabaran
dan pemahaman yang besar untuk menjalin komunikasi dan kelekatan yang
baik dengan anak autism. Permasalahan mengenai perbedaan pola
pengasuhan juga dirasakan Ibu TM (46) sebagai salah satu tantangan dalam
membentuk perilaku anaknya. Sikap kakek yang cenderung memanjakan
anaknya membuat Ibu TM (46) merasa perlu memberikan edukasi kepada
keluarganya mengenai pentingnya konsistensi dalam mendidik anak. Hal
tersebut terkadang membuat Ibu TM (46) melalui perdebatan karena adanya
perbedaan pendapat dengan keluarganya, meskipun tidak pernah hingga
berlarut-larut.
Lingkungan sosial juga tidak mungkin selamanya bersahabat terhadap
sesuatu yang dipandang berbeda. Terlihat dari upaya Ibu TM (46) untuk
mengoptimalkan perkembangan anaknya yang sempat terhambat dengan
penolakan-penolakan dari berbagai sekolah di mana anak Ibu TM (46)
sempat mendaftar. Terkadang, Ibu TM (46) juga harus menerima komentar
dengan nada membandingkan antara capaian perkembangan anaknya dengan
anak normal pada umumnya. Standar yang ditetapkan oleh lingkungan
membuat pembandingan seperti itu seringkali ditemui. Bahkan, proses terapi
konvensional pun dirasa kurang cukup mendukung perkembangan anak
berkebutuhan khusus secara optimal. Menurut ibu TM (46) penanganan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
terbagi-bagi dan tidak melihat seorang anak secara keseluruhan menjadi
permasalahan utama dalam terapi konvensional yang menghambat
optimalisasi perkembangan anak dengan kebutuhan khusus.
Tidak hanya dari lingkungan luar, perilaku anak sendiri seringkali
membuat Ibu TM (46) merasa proses pengasuhan anak dengan kebutuhan
khusus bukanlah hal yang mudah. Selama hampir 15 tahun melalui masa
pengasuhan, tantrum, kesulitan berkomunikasi, kesulitan mengatur pola
makan dan pola tidur sudah pernah dilalui oleh Ibu TM (46). Perkembangan
yang optimal sulit didapatkan karena perkembangan postur tubuh dan
pernapasan yang mengalami gangguan sehingga berpengaruh pada
perkembangan lain utamanya kemampuan berbicara. Permasalahan-
permasalahan yang dialami dalam perkembangan anaknya membuat Ibu TM
(46) harus berusaha lebih kuat untuk mengoptimalkan perkembangannya. Ibu
TM (46) sangat menyadari bahwa proses tersebut sangat melelahkan dan
menguras tenaga serta emosinya. Rasa lelah, penuh tekanan, dan emosi yang
kurang stabil disadari Ibu TM (46) sebagai faktor dari dalam dirinya yang
juga dapat menghambat upayanya untuk mengoptimalkan perkembangan
anaknya. Maka dari itu, selain mengerahkan tenaga dan pikiran untuk
melakukan berbagai upaya dalam optimalisasi perkembangan anak, Ibu TM
(46) juga tidak lupa untuk mengupayakan peningkatan kualitas pribadinya,
baik dalam hal fisik, mental, maupun emosional.
b) Menolong diri sendiri dan membangun kesiapan diri
Ibu TM (46) menyadari sepenuhnya bahwa situasi yang ia jalani
terkait kondisi yang dimiliki anaknya tidak bisa membaik jika dirinya sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
tidak berusaha. Ibu TM (46) tidak membiarkan dirinya berlarut-larut dalam
kesedihan saat menerima hasil diagnosis kondisi anaknya. Kesiapan Ibu TM
(46) dalam menerima diagnosis tersebut berkat kegigihan Ibu TM (46) dalam
mengumpulkan berbagai informasi mengenai kondisi anaknya. Latar
belakang pendidikan Ibu TM (46) yang sama sekali tidak berkaitan dengan
pengetahuan mengenai gangguan perkembangan pada anak tidak menjadi
batasan bagi Ibu TM (46) untuk belajar. Bahkan, ketika salah satu profesor
yang memeriksa anaknya menyatakan anaknya dalam kondisi yang normal
Ibu TM (46) tidak percaya begitu saja. Hasil penelitian yang dilakukan Ibu
TM (46) secara mandiri memberikan peringatan awal pada Ibu TM (46)
bahwa anaknya memiliki kondisi yang spesial.
Hasil diagnosis dokter lain akhirnya memberikan kepastian pada Ibu
TM (46) mengenai kondisi yang dialami anaknya. Segala upaya yang Ibu TM
(46) lakukan setelah menerima diagnosis tersebut didasari atas kesadaran
pribadi bahwa kesuksesannya dalam mengatasi situasi tersebut sangat
bergantung pada kesungguhannya sendiri. Kesadaran dan keyakinan tersebut
yang menggerakkan Ibu TM (46) dalam segala hal yang diupayakannya,
meskipun terkadang berbagai hambatan pernah dirasakan Ibu TM (46) ketika
menjalani usaha-usaha tersebut.
c) Mengembangkan diri untuk mengembangkan anak
Kondisi yang dialami oleh putri pertama Ibu TM (46) mendorongnya
untuk melakukan berbagai upaya guna membuat kondisinya menjadi lebih
baik. Kesungguhan Ibu TM (46) sudah terlihat bahkan sebelum kepastian
diagnosis mengenai kondisi anaknya keluar. Ibu TM (46) yang pada awalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
tidak akrab dengan berbagai jenis gangguan perkembangan mulai
mempelajari secara mandiri apa yang terjadi pada kondisi anaknya. Berbagai
informasi dikumpulkan Ibu TM (46) melalui membaca buku dan sumber
informasi lain dari internet. Hingga pada saat diagnosis mengenai kondisi
anaknya dipastikan, Ibu TM (46) bisa beradaptasi dengan cepat pada kondisi
tersebut.
Respon yang diberikan Ibu TM (46) atas diagnosis anaknya menjadi
sangat konstruktif. Berkat pengetahuan yang sudah ia miliki mengenai
kondisi anaknya, Ibu TM (46) tidak perlu waktu lama untuk mengatasi
keterkejutan terhadap diagnosis tersebut. Ibu TM (46) segera menyusun
berbagai program dan rencana untuk mendukung perkembangan anaknya
kedepannya. Mulai dari terapi konvensional seperti terapi wicara dan okupasi,
rekonstruksi struktur tubuh secara medis, pengenalan lingkungan dengan
kegiatan di luar ruangan, hingga terapi alternatif seperti terapi craniosacral
dan yoga.
Ibu TM (46) juga tidak berhenti memperkaya diri dengan
pengetahuan-pengetahuan mengenai autism melalui berbagai sumber bacaan
serta workshop dan pelatihan yang ia ikuti. Agar lebih memahami pola
komunikasi yang harus dibentuk dengan anaknya, Ibu TM (46) mengikuti
seminar mengenai integrasi sensori pada anak dengan autism. Bahkan
bersama dengan suaminya, Ibu TM (46) meluangkan waktu cukup lama
untuk megikuti program yang bernama Relationship Development
Intervention (RDI) yang memang ditujukan bagi orangtua dengan anak-anak
autism agar bisa lebih menyesuaikan pola komunikasi mereka. Tidak berhenti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
di sana saja, Ibu TM (46) juga ingin terlibat secara langsung dalam program-
program terapi yang dijalankan oleh anaknya. Setelah sebelumnya mengenal
dan merasakan sendiri manfaat dari yoga, Ibu TM (46) memutuskan untuk
mengikuti pelatihan instruktur yoga bagi anak berkebutuhan khusus dan
menerapkannya sebagai home program bagi anaknya sendiri.
Kehidupan Ibu TM (46) setelah melahirkan putri pertamanya benar-
benar dipenuhi dengan kegiatan untuk menambah kemampuan diri agar dapat
mendukung perkembangan anaknya secara optimal. Ibu TM (46) yang
tentunya juga merasakan kelelahan dan tekanan dari aktivitasnya dalam
proses pengasuhan memilih yoga sebagai salah satu aktivitas untuk
melepaskan tekanan dan kelelahan yang dirasakannya. Meskipun awalnya
hanya untuk dirinya sendiri, Ibu TM (46) akhirnya juga menggunakan yoga
sebagai salah satu program pendukung perkembangan anaknya. Setelah
memiliki putri pertamanya, segala bentuk pengembangan dirinya juga
bertujuan untuk mendukung perkembangan anaknya.
d) Lingkungan yang menyediakan jalan dan peluang
Lingkungan memang sempat memberikan beberapa hambatan bagi
Ibu TM (46) dalam menjalankan upayanya untuk mengoptimalkan
perkembangan anaknya. Meskipun demikian, lingkungan pula yang
memberikan Ibu TM (46) peluang-peluang yang bisa diambil sehingga Ibu
TM (46) bisa menemukan jalan dalam mengupayakan optimalisasi
perkembangan tersebut. Seperti contohnya keluarga yang mendukung dan
turut membantu menjaga anaknya jika Ibu TM (46) harus melakukan
aktivitas yang tidak memungkinkannya membawa putrinya. Selain itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
meskipun suami Ibu TM (46) sempat merasakan kesulitan untuk
berkomunikasi dengan anaknya, suami Ibu TM (46) tetap memberikan
dukungan dan menunjukkan minatnya pula untuk terlibat dalam pelatihan
guna meningkatkan kemampuan komunikasi sebagai orangtua dengan anak
autism.
Keluarga Ibu TM (46) yang juga memahami kondisi sulit Ibu TM (46)
berusaha membantu dengan memberikan berbagai sumber bacaan untuk
pengembangan diri Ibu TM (46). Ibu TM (46) yang memang memiliki minat
besar dalam membaca menyatakan ia merasa sangat senang dan terbantu atas
perhatian yang ditunjukkan keluarganya tersebut. Selain itu, pilihan Ibu TM
(46) untuk aktif menjalankan aktivitas yoga juga memberikan jalan bagi Ibu
TM (46) dalam menemukan mentor yang tepat untuk mengembangkan
pengetahuannya mengenai program terapi alternatif yoga untuk anak
berkebutuhan khusus. Curahan perasaan yang Ibu TM (46) sampaikan kepada
pelatih yoganya mengenai tekanan dan kesulitan yang dialaminya dalam
mengasuh putri pertamanya mengantarkan Ibu TM (46) berkenalan dengan
instruktur yoga bagi anak berkebutuhan khusus hingga mengikuti
pelatihannya sendiri. Peluang dan jalan yang diberikan oleh lingkungannya
tentunya mempermudah Ibu TM (46) dalam menjalani masa pengasuhannya.
e) Hasil dari jerih payah yang memberikan penguatan
Ada banyak alasan dan hambatan yang bisa membuat Ibu TM (46)
menyerah dalam menjalani masa pengasuhan terhadap anaknya yang
mengalami autism. Akan tetapi, ternyata Ibu TM (46) menemukan lebih
banyak alasan untuk bertahan. Salah satunya adalah kepuasan saat melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
upaya-upaya yang dia lakukan selama ini membuahkan hasil yang baik.
Berbagai upaya pengembangan diri dan pengembangan bagi anaknya
menunjukkan pengaruh yang positif bagi kehidupan mereka. Hal tersebut
membuat Ibu TM (46) melihat adanya harapan dalam optimalisasi
perkembangan anaknya, sehingga semakin memacu semangatnya untuk terus
berusaha demi anaknya.
Kegigihan Ibu TM (46) dalam mengikuti berbagai seminar dan
workshop mengenai autism membuat pengetahuan Ibu TM (46) tentang
kondisi anaknya menjadi semakin meningkat. Peningkatan pengetahuan
tersebut juga didukung dengan minat Ibu TM (46) dalam membaca dan
mencari berbagai informasi terkait kondisi anaknya. Pengetahuan yang
memadai yang dimiliki Ibu TM (46) membuat Ibu TM (46) memiliki
kesiapan dan dasar yang kuat untuk menyusun program-program yang sesuai
bagi perkembangan anaknya. Penyusunan dan pemilihan program yang tepat
tentunya dapat mendukung optimalisasi perkembangan anaknya. Terapi
alternatif craniosacral contohnya, memberikan hasil yang nyata pada
kemampuan toilet training dari anak Ibu TM (46).
Pengetahuan Ibu TM (46) terkait masalah utama anak dengan autism
pada postur dan pernapasan membuat Ibu TM (46) meyakini bahwa yoga
merupakan salah satu program yang tepat bagi anaknya. Keyakinan Ibu TM
(46) terbukti dengan semakin terlatihnya otot anak Ibu TM (46) sehingga
kemampuan motoriknya menjadi semakin baik. Selain itu, latihan pernapasan
yang merupakan aktivitas utama dalam yoga juga sangat sesuai untuk
mengatasi permasalahan pernapasan pada anak dengan autism. Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
pernapasan yang semakin baik, anak Ibu TM (46) juga dapat mengatasi
permasalahan dalam perkembangan kemampuan bicara yang dialaminya.
Nilai-nilai yang diterapkan yoga untuk tidak menyakiti diri sendiri dan
lingkungan sekitar menurut Ibu TM (46) sangat membantu perkembangan
sosial anaknya terutama dalam empati, yang seringkali menjadi masalah bagi
anak dengan autism. Ibu TM (46) yang sebelumnya juga telah memilih
aktivitas yoga sebagai salah satu kegiatan rutinnya menyatakan bahwa
kegiatan tersebut juga berdampak sangat baik bagi kemampuannya dalam
meregulasi diri dan emosi. Hasil yang baik dari segala upaya yang dilakukan
Ibu TM (46) tersebut memberikannya semangat dan kekuatan untuk terus
berusaha agar perkembangan anaknya bisa semakin optimal.
f) Yoga: salah satu peluang pengembangan ibu dan anak
Salah satu upaya yang dilakukan Ibu TM (46) untuk membantu
anaknya mencapai perkembangan yang optimal adalah melalui program yoga.
Ibu TM (46) yang sebelumnya memang aktif melakukan aktivitas yoga
merasa yoga membantunya mengatasi permasalahan fisiknya pada lutut dan
punggung. Setelah rutin melakukan aktivitas yoga, Ibu TM (46) juga
merasakan perubahan pada kondisi emosinya. Ibu TM (46) yang merasa
bahwa dirinya cukup emosional dan mudah marah menjadi lebih tenang dan
bisa mengontrol emosinya ketika menghadapi situasi penuh tekanan. Manfaat
yang Ibu TM (46) rasakan secara pribadi dari aktivitas yoga membuat Ibu
TM (46) berpikir bahwa kegiatan tersebut juga bisa mendukung optimalisasi
perkembangan anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Setelah menerapkan yoga sebagai salah satu program untuk anaknya,
Ibu TM (46) juga melihat perkembangan baik yang ditunjukkan oleh
anaknya. Perkembangan tersebut meliputi peningkatan kekuatan fisik dan
perbaikan kemampuan pernapasan. Peningkatan tersebut menurut Ibu TM
(46) sangat terkait dengan aktivitas yoga yang mengutamakan pernapasan dan
gerakan. Gerakan dalam aktivitas yoga pun bersifat menopang tubuh sendiri,
jadi sangat baik bagi perkembangan otot anak-anak dengan autism serta
meningkatkan kesadaran akan tubuh dan dirinya. Selain itu, Ibu TM (46) juga
melihat peningkatan empati dari anaknya melalui penerapan nilai-nilai dalam
yoga seperti tidak boleh melukai diri sendiri, tidak boleh mencederai orang
lain, harus saling menghargai dan menghormati makhluk sekitar serta
lingkungan skitar.
Tidak hanya manfaat bagi individu, kegiatan yoga yang Ibu TM (46)
lakukan bersama dengan anaknya ternyata juga memberikan manfaat bagi
hubungan antara ibu dan anak. Kemampuan komunikasi anak dengan autism
yang cukup terbatas membuat mereka kesulitan mengungkapkan apa yang
mereka inginkan. Intuisi dan kepekaan yang baik dari orangtua sangat
diperlukan untuk memahami keinginan mereka. Ibu TM (46) merasa hal
tersebut bisa ia kembangkan melalui aktivitas yoga bersama anaknya. Selain
itu, Ibu TM (46) merasa koneksi atau keterikatan yang tumbuh antara dirinya
dan anaknya selama melakukan yoga bersama sangat membantunya untuk
memiliki hubungan yang semakin baik dengan anaknya melalui kesadaran
akan kondisi anaknya dan dirinya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
g) Manifestasi kondisi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari
Setelah melalui berbagai hambatan dan tantangan dalam menjalani
masa pengasuhan terhadap anaknya yang memiliki autism, kondisi kesehatan
mental Ibu TM (46) tentunya berpotensi lebih tinggi untuk mengalami
gangguan. Meskipun demikian, Ibu TM (46) tetap menunjukkan manifestasi
mental yang sehat dalam kehidupannya sehari-hari. Kondisi mental Ibu TM
(46) termanifestasikan dalam kemampuannya untuk mengatasi tekanan,
kontak yang efisien dengan realita, kepribadian yang utuh, spontanitas
perasaan yang memadai dalam relasi, dan rasa aman dalam kehidupan. Ibu
TM (46) juga menunjukkan bahwa ia memiliki tujuan hidup yang wajar,
kemampuan untuk produktif, serta kemampuan belajar dari pengalaman.
Sebagai bagian dari kehidupan sosial, Ibu TM (46) juga mampu untuk
memuaskan tuntuan kelompok, memiliki emansipasi yang memadai terhadap
kelompok atau budaya, serta mampu berkontribusi bagi lingkungannya.
Sedangkan sebagai individu, Ibu TM (46) memiliki kemampuan yang baik
untuk menilai diri sendiri dengan pengetahuan yang baik pula mengenai
dirinya.
Kemampuan Ibu TM (46) untuk mengatasi tekanan salah satunya
terlihat dalam reaksi yang ditunjukkan Ibu TM (46) ketika menghadapi
diagnosis anaknya. Ibu TM (46) mampu mengatasi kondisi penuh tekanan
tersebut secara konstruktif, dengan memikirkan program-program yang bisa
dijalankan untuk membantu optimalisasi perkembangan anaknya.
Kemampuan tersebut juga nampak ketika Ibu TM (46) menghadapi
hambatan-hambatan dalam proses pengasuhan, baik yang datang dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
keluarga, diri sendiri, maupun dari anak yang bersangkutan. Fleksibilitas
yang dimiliki Ibu TM (46) ketika menghadapi situasi-situasi yang memang
tidakbisa ia ubah juga menunjukkan kemampuannya untuk memiliki kontak
yang baik dengan realita.
Sebagai individu, Ibu TM (46) menunjukkan bahwa ia memiliki
kepribadian yang utuh melalui minatnya terhadap aktivitas fisik seperti yoga
serta kegemarannya dalam membaca. Selain itu, Ibu TM (46) juga mampu
memahami nilai moral yang berlaku dalam lingkungannya, dengan menyadari
bahwa sebagai manusia empati merupakan salah satu hal yang sangat penting.
Kemampuan Ibu TM (46) dalam berelasi terlihat dari hubungan dekat yang
mampu ia bangun dengan pelatih yoganya, hingga memberikan banyak
manfaat dalam kehidupan Ibu TM (46). Relasi yang dimiliki Ibu TM (46)
dengan keluarganya juga mampu memberikan Ibu TM (46) kebahagiaan,
terlihat dengan prioritas Ibu TM (46) untuk memilih menghabiskan waktu di
akhir minggu bersama keluarganya meskipun ia juga sangat mencintai
pekerjaannya sebagai instruktur yoga anak.
Pilihan-pilihan yang diambil Ibu TM (46) dalam hidupnya juga tidak
terlepas dari rasa aman yang Ibu TM (46) miliki terhadap kehidupan. Ibu TM
(46) tidak memiliki banyak kecemasan dalam aspek-aspek kehidupan seperti
pekerjaan dan keluarga. Pekerjaan yang dilakukan Ibu TM (46) lebih
merupakan wujud kecintaannya terhadap putrinya, tanpa ada tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi. Keamanan aspek ekonomi dalam kehidupan
Ibu TM (46) terlihat dari bagaimana ia dapat dengan mudah mengikuti
berbagai program untuk perkembangan anaknya, meskipun program tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
mengharuskannya pergi ke luar negeri. Perkembangan dan upaya yang
selama ini ia lakukan untuk anaknya juga membuatnya merasa tidak terlalu
cemas dengan masa depan anaknya. Ibu TM (46) yakin bahwa anaknya bisa
berkembang dengan baik melalui berbagai program yang telah dijalankannya
saat ini. Rasa aman yang dimilikinya dalam kehidupan semakin dikuatkan
melalui pernyataan bahwa Ibu TM (46) merasa hidupnya saat ini telah cukup
dan ia tidak akan mengalami penyesalan jika sesuatu terjadi pada dirinya.
Sebagai manusia Ibu TM (46) tetap menyadari sepenuhnya bahwa ia
tidak akan pernah puas dalam kehidupan. Selalu ada keinginan-keinginan
baru yang muncul dan menuntut untuk dipenuhi. Secara pribadi Ibu TM
masih ingin membuat pusat pelatihan yoga menjadi lebih besar dan ingin
mempelajari banyak hal baru. Keinginan untuk terus mengembangkan diri
merupakan tujuan hidup yang wajar dimiliki manusia, terlebih Ibu TM (46)
menyatakan bahwa tujuan hidupnya lah yang membuatnya bersemangat
untuk bangun dan menjalani kehidupan setiap hari. Meskipun demikian, Ibu
TM (46) juga tetap menyadari bahwa tidak semua keinginan yang ia miliki
bisa terwujud. Maka Ibu TM (46) tidak lantas menjadi patah semangat saat
mengalami kegagalan dalam mencapai tujuannya, contohnya ketika anaknya
ditolak oleh beberapa sekolah. Penolakan tersebut menurut Ibu TM (46)
menunjukkan bahwa seseorang bisa menemukan tempat yang lebih sesuai
untuknya, dan tentunya memberikan hasil yang lebih baik bagi individu itu
sendiri.
Kesibukan yang dimiliki Ibu TM (46) sebagai ibu dalam masa
pengasuhan anak dengan autism tidak lantas membuatnya menjadi pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
yang pasif dalam kehidupan. Ibu TM (46) justru mampu untuk produktif dan
berkontribusi bagi lingkungannya dengan membagikan pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki mengenai autism, berdasarkan informasi yang
dikumpulkannya selama ini. Terlebih setelah mendalami terapi yoga untuk
anak, Ibu TM (46) berhasil mendirikan sebuah pusat pelatihan yoga untuk
anak dan membantu optimalisasi perkembangan anak-anak lain melalui pusat
pelatihan yoga tersebut. Produktivitas dan kontribusi Ibu TM (46) juga
diwujudkan melalui acara seminar dan workshop yang diadakannya guna
membagi informasi dan pengetahuan yang ia miliki mengenai yoga dan anak
berkebutuhan khusus.
Produktivitas dan kontribusi yang Ibu TM (46) berikan melalui pusat
pelatihan dan kegiatan seminar yang diadakannya tentu tidak terlepas dari
kemampuannya untuk belajar dari pengalaman. Informasi yang dikumpulkan
serta pengalamannya sendiri dalam menjalani pelatihan sebagai instruktur
yoga anak memberikannya dasar baginya dalam berbagi ilmu. Sebagai
intstruktur yoga untuk anak berkebutuhan khusus, Ibu TM (46) juga memiliki
kemampuan untuk melihat pola perilaku dari anak-anak berkebutuhan khusus
yang ia tangani, sehingga bisa menentukan pola program yang akan
diterapkan. Kemampuan tersebut menunjukkan Ibu TM (46) mampu
menganalisis pola perilaku seorang anak berdasarkan pengalamannya
menangani anak-anak sebelumnya.
Kontribusi yang Ibu TM (46) berikan terhadap lingkungan
menunjukkan bahwa Ibu TM (46) menyadari posisinya sebagai bagian dari
lingkungan sosial. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial tentunya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
menuntut manusia untuk mampu hidup dalam kelompok. Peran dan
kewajiban individu dalam kelompok harus disadari dan dipenuhi agar dapat
diterima dalam kelompok tersebut. Ibu TM (46) menunjukkan kesadaran
tersebut melalui pemikirannya mengenai tugas orangtua yang seharusnya
memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya. Selain itu, sebagai
makhluk sosial Ibu TM (46) juga tetap memiliki toleransi terhadap perbedaan
budaya dalam berbagai kelompok sosial. Contoh nyatanya, Ibu TM (46)
menyatakan sangat senang bisa hidup dengan kemudahan yang diberikan oleh
kemajuan teknologi di masa sekarang, namun tetap menyadari bahwa
ketergantungan dan kenyamanan terhadap kemudahan dapat mengikis
semangat berjuang seseorang yang sangat penting dimiliki dalam kehidupan
yang cukup keras ini.
Sebagai individu, Ibu TM (46) memiliki kemampuan dan pengetahuan
yang baik untuk menilai dirinya sendiri. Ibu TM (46) menyadari kekurangan
yang dimilikinya dalam hal meregulasi emosi, serta menyadari batasan
dirinya dalam melakukan aktivitas fisik. Kesadaran Ibu TM (46) mengenai
potensi diri dan kegiatan yang menjadi kesukaaannya membuatnya bisa
memanfaatkan hal tersebut untuk terus mengembangkan diri dan
lingkungannya. Contohnya melalui kegemaran Ibu TM (46) dalam membaca
ia terus mengembangkan pengetahuannya dan mengisi hidup dengan
informasi-informasi mengenai pengembangan diri. Kesukaan Ibu TM (46)
dalam aktivitas fisik juga turut memegang peranan dalam kesuksesannya
menjadi instruktur yoga untuk anak yang telah memberikan pengaruh baik
bagi anaknya, dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Kehidupan Ibu TM (46) sehari-hari menunjukkan adanya manifestasi-
manifestasi yang mengindikasikan mental yang sehat. Manifestasi tersebut
tetap muncul meskipun dalam situasi kehidupan yang penuh tekanan. Faktor-
faktor pendukung yang ada dalam diri dan kehidupan Ibu TM (46) tentunya
memegang peranan dalam terwujudnya manifestasi kesehatan mental pada
kehidupan sehari-hari Ibu TM (46).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Gambar 1. Skema dinamika pengalaman pencapaian dan gambaran
kesehatan mental informan 1
Faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental
Keluarga, kondisi
anak, proses terapi
dan pandangan sosial
sebagai tantangan
dalam proses
pengasuhan
Lingkungan sosial,
peningkatan kondisi
anak dan
karakteristik pribadi
yang memberikan
penguatan
Menghadapi kondisi
anak melalui
berbagai bentuk
pengembangan diri
Peningkatan dalam
kualitas fisik, emosi,
dan kepekaan pada
hubungan ibu dan
anak melalui yoga
Mengupayakan
berbagai jenis terapi
dan aktivitas untuk
meningkatkan
kondisi anak
Manifestasi kesehatan mental:
Keterampilan dalam
menghadapi tekanan sosial
serta berelasi dan
beradaptasi dengan
kehidupan sosial
Kemampuan mengenali
diri dan mengembangkan
potensi diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
2. Informan 2
a) Tantangan yang harus dihadapi: keluarga, lingkungan, anak, dan diri
sendiri
Bagi Ibu AT (56), tantangan pertama yang harus ia hadapi dengan
kehadiran putri keduanya yang mengalami Down Syndrome adalah dirinya
sendiri. Tidak siap, tidak percaya, dan tidak tahu apa yang terjadi membuat
berbagai pikiran dan emosi negatif menguasi Ibu AT (56) saat mendengar
kabar mengenai kondisi anaknya tersebut. Terlebih kondisi fisik Ibu AT (56)
yang masih lemah pasca melahirkan membuatnya semakin tidak siap
menerima kenyataan mengenai kondisi anaknya. Ketidaksiapan Ibu AT (56)
bahkan sempat membuat Ibu AT (56) tidak bersedia untuk menggendong
anaknya sendiri. Hal tersebut untungnya tidak berlangsung lama karena
ikatan antara ibu dan anak mulai terjalin saat Ibu AT (56) menyusui anaknya.
Setelah Ibu AT (56) berhasil menenangkan dirinya dan mulai
berusaha menerima kehadiran anaknya, tantangan selanjutnya muncul dari
keluarganya, terutama dari orangtua dan mertuanya. Komentar negatif yang
diberikan oleh keluarganya memberikan tekanan tersendiri dalam kehidupan
Ibu AT (56) di masa awal pengasuhan putrinya yang mengalami Down
Syndrome. Keterbatasan pengetahuan mengenai Down Syndrome yang
dimiliki Ibu AT (56) dan keluarganya membuat mereka bertanya-tanya
mengenai penyebab terjadinya hal tersebut. Ibu AT (56) seolah menjadi pihak
yang tertuduh atas kondisi yang terjadi pada anaknya. Seiring berjalannya
waktu, pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam terkait kondisi
anak dengan Down Syndrome mampu membuat keluarga Ibu AT (56) mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
belajar untuk menerima kehadiran anaknya tanpa menyalahkan Ibu AT (56)
lagi.
Berbagai upaya yang dilakukan Ibu AT (56) dalam mengoptimalkan
proses perkembangan anaknya tidak selamanya berjalan dengan lancar. Salah
satunya dikarenakan kurang tersedianya pelayanan yang memadai untuk
mendukung optimalisasi perkembangan anak dengan Down Syndrome di
tempat Ibu AT (56) tinggal. Hal tersebut membuat Ibu AT (56) harus keluar
kota untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Selain itu,
upaya Ibu AT (56) untuk mendirikan yayasan sendiri agar perkembangan dan
kemampuan anak-anak dengan Down Syndrome bisa diupayakan dengan
lebih baik juga terkendala dengan dukungan sumber daya yang terbatas.
Perbedaan visi dan tujuan juga menjadikan yayasan yang berusaha
dikembangan Ibu AT (56) tidak bisa bertahan lama.
Kesehatan anak dan Ibu AT (56) sendiri menjadi permasalahan lain
dalam masa pengasuhan Ibu AT (56) dengan anaknya yang mengalami Down
Syndrome. Kondisi kesehatan anaknya yang lebih rentan terhadap penyakit
membuat Ibu AT (56) harus benar-benar berhati-hati dan memperhatikan
kondisi anaknya saat berkegiatan. Kesehatan Ibu AT (56) sendiri mulai
mengalami penurunan akhir-akhir ini terkait dengan usia dan kelelahan yang
Ibu AT (56) alami. Penurunan kondisi kesehatnnya sedikit banyak
mempengaruhi upaya yang bisa ia lakukan untuk membantu optimalisasi
perkembangan anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
b) Upaya memahami dengan terus belajar dan bertanya pada tenaga
profesional
Kenyataan yang harus Ibu AT (56) terima mengenai kondisi anaknya
memacu Ibu AT (56) untuk mulai belajar mengenai segala hal terkait kondisi
anaknya tersebut. Berbagai upaya Ibu AT (56) lakukan untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam mengenai kondisi anaknya. Mulai dari membaca
buku hingga terlibat dalam berbagai kegiatan workshop mengenai anak Down
Syndrome. Ilmu-ilmu yang Ibu AT (56) dapatkan dari proses belajarnya
kemudian berusaha ia terapkan dalam yayasan yang ia bangun untuk
mengembangkan kemampuan sehari-hari anak dengan Down Syndrome.
Meskipun tidak bisa bertahan untuk waktu yang lama, yayasan yang
dibangunnya tersebut tetap mampu memberikan pengenalan mengenai
kemampuan-kemampuan yang selanjutnya bisa dikembangkan oleh anak-
anak Down Syndrome.
Ibu AT (56) juga mendapatkan banyak bantuan dari dokter yang
menangani anaknya. Sejak awal, Ibu AT (56) telah merasa terbantu berkat
penjelasan yang diberikan seorang dokter mengenai penyebab dari kondisi
yang dialami anaknya. Pemahaman mengenai hal tersebut membantu Ibu AT
(56) untuk tidak lagi merasa bersalah dan tertekan pada komentar-komentar
negatif yang diberikan keluarganya. Keluarganya pun bisa menerima
kehadiran anaknya tanpa menyalahkan Ibu AT (56) lagi. Selain itu, dokter
yang menangani anaknya juga sangat memahami bahwa Ibu AT (56)
memerlukan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai Down Syndrome.
Hal tersebut ditunjukkan dengan buku-buku mengenai Down Syndrome yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
diberikan dokternya kepada Ibu AT (56). Ibu AT (56) merasa sangat terbantu
dengan berbagai informasi yang didapatkan, baik dari buku maupun
informasi yang langsung dibagikan oleh dokternya. Selanjutnya, informasi
dan pengetahuan yang Ibu AT (56) dapatkan tersebut ia gunakan untuk
mengembangan program terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus melalui
yoga.
c) Keyakinan spiritual yang menguatkan
Tantangan dalam menjalani hidup dengan anak yang mengalami
Down Syndrome tentunya menimbulkan banyak tekanan dalam kehidupan
Ibu AT (56). Meskipun demikian, Ibu AT (56) tetap berusaha untuk melihat
kehidupannya secara positif. Ibu AT (56) memiliki keyakinan yang cukup
besar mengenai kekuatan yang lebih besar dari dirinya akan terus
menolongnya untuk menghadapi segala tantangan dalam kehidupannya. Ibu
AT (56) juga meyakini segala cobaan yang dialaminya adalah kehendak
Tuhan. Keyakinan tersebut membuat Ibu AT (56) bisa berusaha menjalani
kehidupannya dengan lebih ikhlas.
Segala upaya yang dilakukan Ibu AT (56) juga selalu dibarengi
dengan doa agar Ibu AT (56) diberi keikhlasan dalam merawat anaknya yang
mengalami Down Syndrome. Pencapaian yang berhasil Ibu AT (56)
upayakan hingga saat ini terkait dengan kemajuan kondisi anaknya menurut
Ibu AT (56) juga tidak lepas dari bantuan Tuhan. Menurut Ibu AT (56) Tuhan
telah membantunya dan keluarganya untuk melewati tantangan kehidupan
yang diberikan pada mereka, khususnya terkait dengan kehadiran putri
keduanya yang mengalami Down Syndrome.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
d) Ilmu penyembuhan bagi pengembangan diri dan anak
Kondisi yang dialami anaknya membuat Ibu AT (56) tidak ingin
hanya diam dan tidak melakukan upaya untuk membantu mengembangkan
kemampuan putri keduanya. Kehadiran putri keduanya yang mengalami
Down Syndrome mendorong Ibu AT (56) untuk mempelajari berbagai ilmu
penyembuhan yang bisa membantu meningkatkan kondisi anaknya. Ilmu
yang dipelajari seperti ilmu prana, meditasi, dan yoga. Pendalaman ilmu yang
dilakukan Ibu AT (56) menunjukkan manfaat yang tidak hanya terlihat pada
perkembangan kemampuan putrinya, tapi juga bagi Ibu AT (56) sendiri dan
juga bagi kualitas hubungan antara ibu dan anak yang terjalin.
Setelah mendalami ilmu prana, meditasi, dan yoga yang
sesungguhnya saling berkaitan, Ibu AT (56) berusaha menerapkan ilmu-ilmu
tersebut dan mengkombinasikannya dengan pengetahuan mengenai Down
Syndrome yang telah dipelajarinya. Stimulasi gerakan yang Ibu AT (56)
terapkan mampu membantu mengontrol respon fisiologis yang berlebihan
pada anak-anak berkebutuhan khusus seperti keluarnya air liur yang terus-
menerus. Aktivitas yoga yang diberikan Ibu AT (56) juga mampu
menguatkan perkembangan tubuh bagian bawah yang umumnya lemah pada
anak-anak berkebutuhan khusus sehingga mampu menopang tubuhnya sendiri
dengan baik. Konsentrasi anaknya juga bisa lebih meningkat setelah
melakukan aktivitas yoga, sehingga dapat menyerap pelajaran lain dengan
lebih baik.
Bagi Ibu AT (56) sendiri, berlatih sebelum menerapkan ilmu-ilmu
penyembuhan tersebut pada anaknya tentunya juga memberikan dampak pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dirinya sendiri. Rutin melakukan aktivitas yoga membuat kondisi fisik Ibu
AT (56) terlihat lebih segar di usianya yang sudah tidak muda lagi. Selain itu,
Ibu AT (56) juga lebih mudah menyadari kondisi emosi yang sedang
dialaminya. Ibu AT (56) dapat mengatur reaksi yang harus ia berikan
terhadap suatu kondisi tertentu agar tidak impulsif. Melalui prana atau latihan
pernafasan, Ibu AT (56) dapat berusaha melihat ke dalam dirinya terkait apa
yang terjadi dan membuatnya merasakan emosi tertentu. Regulasi diri dan
emosi tersebut tetap Ibu AT (56) rasakan manfaatnya hingga saat ini,
meskipun Ibu AT (56) sudah berada pada kondisi menopause, masa yang
dianggap sangat rawan dengan fluktuasi emosi bagi wanita.
Tidak hanya bagi peningkatan kualitas pribadi, aktivitas berdasarkan
ilmu penyembuhan yang ibu lakukan bersama dengan anaknya juga
memberikan dampak yang baik pada kualitas hubungan antara ibu dan anak.
Ibu AT (56) merasa aktivitas terapi bersama anaknya tersebut melatih dirinya
untuk mampu lebih sabar dalam menghadapi anaknya. Kesabaran tersebut
bahkan ia rasakan bukan hanya saat menghadapi anaknya, tapi juga ketika
dihadapkan pada situasi lain yang kurang menyenangkan dalam hidupnya.
Selain itu, Ibu AT (56) merasa anaknya mampu lebih berempati pada dirinya
terutama terkait dengan kepekaan perasaan yang dimiliki anaknya. Anaknya
bisa merasakan bahkan turut berusaha untuk menghibur ketika Ibu AT (56)
sedang merasa sedih atau dalam kondisi emosi yang buruk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
e) Peningkatan kondisi dan kebersamaan dengan anak sebagai
penghiburan
Melihat kondisi anaknya mengalami peningkatan menjadi salah satu
kunci yang tetap membuat Ibu AT (56) terus bersabar dalam melakukan
berbagai upaya untuk mengoptimalkan perkembangan anaknya. Di sisi lain,
ikatan yang kuat antara ibu dan anak membuat kebersamaan dengan anaknya
menjadi sebuah penghiburan yang sangat berarti di tengah kehidupan Ibu AT
(56). Ibu AT (56) merasa kebersamaan dan kehadiran anaknya dalam setiap
saat di kesehariannya memberinya kekuatan untuk menjalani hidup. Terutama
ketika Ibu AT (56) sedang merasa lelah dan tertekan dengan segala cobaan
dalam kehidupannya, melihat perilaku anaknya merupakan hiburan tersendiri
bagi Ibu AT (56). Ibu AT (56) yang cukup senang bepergian baru akan
merasa lengkap jika anaknya juga ikut bersamanya meskipun itu berarti Ibu
AT (56) harus memberikan perhatian yang lebih karena kondisi anaknya yang
cukup rentan.
f) Manifestasi kondisi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari
Segala hambatan dan tantangan yang dijalani Ibu AT (56) dalam
merawat anaknya yang mengalami Down Syndrome sangat berpotensi
terhadap berkembangnya kondisi mental yang kurang sehat bagi Ibu AT (56)
sendiri. Meskipun demikian, Ibu AT (56) tetap menunjukkan manifestasi-
manifestasi dari kondisi mental yang sehat dalam kesehariannya. Manifestasi
yang terlihat meliputi kontribusi bagi lingkungan, kepribadian yang utuh
melalui minat terhadap aktivitas tertentu, kemampuan belajar dari
pengalaman, rasa aman dalam kehidupan dan kemampuan mengatasi tekanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Ibu AT (56) juga memiliki kontak yang efisien dengan realitas, pengetahuan
yang baik tentang dirinya, tujuan hidup yang wajar, serta kemampuan untuk
produktif.
Kontribusi bagi lingkungan yang diberikan Ibu AT (56) jelas terlihat
dari kesungguhannya untuk mengembangkan kemampuan anak-anak dengan
Down Syndrome melalui pengembangan terapi dan membuka yayasan Down
Syndrome yang berfokus pada pengembangan keterampilan hidup.
Pengembangan terapi dan yayasan yang diupayakan Ibu AT (56) bukan
hanya demi kepentingan anaknya, tetapi juga bagi setiap anak yang bernasib
sama dengan anaknya. Kemajuan yang didapatkan oleh anak-anak
berkebutuhan khusus lain yang didapat setelah melaksanakan terapi yoga
yang ia kembangkan membuat Ibu AT (56) merasa sangat bahagia karena
ilmu yang ia miliki dapat berguna juga bagi orang lain.
Segala bentuk pengembangan terapi yoga bagi anak berkebutuhan
khusus yang diupayakan Ibu AT (56) bermula dari kegemarannya sendiri
dalam jenis aktivitas fisik tersebut. Ibu AT (56) memanfaatkan
ketertarikannya pada aktivitas olah tubuh seperti senam dan aerobik dalam
memperdalam dan mengembangkan jenis terapi yoga yang dijalaninya saat
ini. Pengembangan terapi yang Ibu AT (56) lakukan juga tidak terlepas dari
kemampuan Ibu AT (56) untuk belajar dari berbagai ilmu penyembuhan yang
ia dalami. Ibu AT (56) juga mengombinasikan terapi yoga yang
dikembangkannya dengan aspek-aspek fisioterapi yang sempat dijalani
anaknya. Pengetahuan mengenai Down Syndrome yang didapatkan melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
bacaan dan diskusinya dengan dokter juga menjadi landasan dalam
mengembangan terapi yoga bagi anak berkebutuhan khusus.
Keikhlasan yang Ibu AT (56) kembangkan selama merawat anaknya
yang mengalami Down Syndrome membuat Ibu AT (56) tidak berfokus pada
kecemasan mengenai masa depan anaknya. Ibu AT (56) memilih untuk lebih
bersyukur terhadap pencapaian yang mampu diraih anaknya hingga saat ini,
dan meyakini bahwa kemampuan tersebut bisa menjadi bekal bagi anaknya di
masa depan. Keikhlasan dan kemampuan meregulasi emosi yang dimiliki Ibu
AT (56) juga membantunya untuk menghadapi permasalahan atau suatu
kondisi yang penuh tekanan dengan tidak impulsif. Permasalahan yang hadir
juga berusaha diselesaikan Ibu AT (56) dengan cara yang realistis, dengan
tidak menuntut hasil yang benar-benar seperti harapannya karena Ibu AT (56)
menyadari realitas seringkali berbeda dari ekspektasi yang kita miliki.
Kesadaran terhadap kondisi realitas tersebut juga diwujudkan Ibu AT
(56) dalam kemampuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang
dirinya miliki. Kelebihan dan kekurangan tersebut juga mendasari tujuan atau
keinginan yang berusaha dicapai Ibu AT (56) dalam hidupnya, yaitu untuk
kembali sehat dan terus belajar serta membagikan ilmu yang dimilikinya
lebih banyak lagi. Upaya pencapaian tujuan Ibu AT (56) tersebut terwujud
dalam keseharian Ibu AT (56) yang selalu ia isi dengan kegiatan-kegiatan
yang produktif seperti mendalami ilmu mengenai yoga, terapi, dan pola hidup
sehat. Kegiatan yang rekreatif seperti mendengarkan musik dan merajut juga
sering Ibu AT (56) lakukan untuk mengisi waktunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Gambar 2. Skema dinamika pengalaman pencapaian dan gambaran
kesehatan mental informan 2
Faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental
Kurangnya pengetahuan
sebagai sumber ketidaksiapan
Pandangan keluarga dan
lingkungan sosial serta
ketidakstabilan fisik dan emosi
ibu dan anak sebagai tantangan
proses pengasuhan
Keterbatasan sumber daya
manusia dan keuangan yang
menghambat upaya
pengembangan anak
Keluarga,
lingkungan sosial,
keyakinan spiritual
dan kehadiran anak
menjadi penguatan
menjalani proses
pengasuhan
Menghadapi
kondisi anak
melalui berbagai
bentuk
pengembangan diri
dan interaksi
dengan anak Peningkatan dalam
kualitas kognitif,
fisik, emosi, dan
kepekaan pada
hubungan ibu dan
anak melalui yoga
Mengupayakan
berbagai jenis terapi
dan aktivitas untuk
meningkatkan
kondisi anak
Manifestasi kesehatan mental:
Keterampilan dalam
menghadapi tekanan sosial
serta berelasi dengan
kehidupan sosial
Kemampuan mengenali
diri dan mengembangkan
potensi diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
3. Informan 3
a) Tantangan yang harus dihadapi: proses terapi, sikap lingkungan
sosial anak, kondisi anak, dan diri sendiri
Pengalaman memiliki anak dengan Down Syndrome tidak pernah
terpikirkan oleh Ibu LM (58) sebelum melahirkan putri ketiganya.
Pengetahuan yang terbatas mengenai apa yang dimaksud dengan kondisi
Down Syndrome membuatnya semakin kesulitan menerima kenyataan bahwa
anaknya berada pada kondisi tersebut. Ketika masih harus menyesuaikan diri
dengan pola pengasuhan terhadap anaknya yang mengalami Down
Syndrome, Ibu LM (58) justru mendapatkan kehamilan yang tidak
direncanakan. Kehamilan yang seharusnya menjadi kebahagiaan tersebut
sempat membuat Ibu LM (58) merasa cemas jika anak keempatnya juga akan
mengalami Down Syndrome. Kecemasan tersebut membuat gagasan untuk
menggugurkan kandungannya sempat terlintas dalam pikiran Ibu LM (58),
meskipun akhirnya hati nurani Ibu LM (58) membuatnya tetap
mempertahankan kandungan tersebut. Tantangan baru terus datang setelah
Ibu LM (58) berhasil melewati tantangan sebelumnya. Menjalani masa
pengasuhan untuk dua anak yang masih bayi secara bersamaan tentu
bukanlah hal yang mudah. Hari-hari yang melelahkan dengan waktu tidur
yang sangat berkurang menjadi rutinitas yang dijalani Ibu LM (58) setiap
harinya.
Setelah anaknya mulai beranjak dewasa, Ibu LM (58) mulai
menyadari keterlambatan perkembangan anak ketiganya yang cukup
signifikan jika dibandingkan dengan anak keempatnya. Kenyataan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
menjadi sebuah tantangan baru bagi Ibu LM (58) untuk memikirkan langkah
yang harus diambilnya agar perkembangan anaknya bisa lebih optimal.
Sayangnya, Ibu LM (58) merasa penanganan yang layak untuk kondisi
anaknya tidak tersedia di daerah tempat tinggalnya. Untuk mendapatkan
penangan yang baik, Ibu LM (58) harus pergi ke luar kota dan meninggalkan
pekerjaannya untuk beberapa saat. Setelah menunjukkan perkembangan yang
cukup baik pada aspek kognitif dan motorik, Ibu LM (58) harus kembali
menerima kenyataan bahwa anaknya harus berjuang untuk berkembang dan
diterima dalam lingkungan sosialnya. Tidak jarang Ibu LM (58) harus
menyaksikan anaknya mendapatkan perlakuan yang sangat tidak
menyenangkan dari teman-teman sebayanya. Tantangan demi tantangan
tersebut harus terus dihadapi Ibu LM (58) dalam masa pengasuhan terhadap
anaknya yang mengalami Down Syndrome.
b) Terus belajar dan mencari penanganan yang sesuai
Ketidaktahuan mengenai kondisi yang dialami anaknya mendorong
Ibu LM (58) untuk terus belajar agar memiliki pengetahuan yang memadai
mengenai kondisi anaknya tersebut, sehingga dapat menentukan penanganan
yang sesuai. Mulai dari banyak bertanya pada tenaga profesional hingga
orang-orang sekitar yang dianggap lebih paham. Selain itu, Ibu LM (58) juga
mulai banyak membaca dan mencari informasi mengenai segala hal yang
berkaitan dengan kondisi anaknya. Seminar juga menjadi salah satu sumber
informasi bagi Ibu LM (58) dalam upayanya untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam. Ibu LM (58) dan suaminya juga tergabung dalam
komunitas orangtua dengan anak Down Syndrome. Keterlibatannya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
komunitas tersebut memberikannya kesempatan untuk berbagi dan
mendapatkan ilmu dari pengalaman orangtua lain yang memiliki anak dengan
kondisi seperti anaknya.
Ketidakcocokan terhadap beberapa terapi yang pernah diterapkan
pada anaknya juga tidak menghentikan Ibu LM (58) untuk terus mencari
penanganan yang tepat, meskipun harus pergi jauh dari tempat tinggalnya.
Informasi dan pengetahuan yang telah Ibu LM (58) miliki mengenai Down
Syndrome membantunya untuk memahami penanganan seperti apa yang
dibutuhkan anaknya. Keterlibatannya dalam komunitas orangtua dengan anak
Down Syndrome juga membuatnya memiliki informasi lebih mengenai jenis
terapi dan kegiatan yang bisa diterapkan untuk mengembangkan anaknya.
Saudara-saudara yang peduli juga menjadi sumber informasi Ibu LM (58)
terkait tempat penanganan yang baik bagi anaknya.
c) Aktivitas-aktivitas untuk mengembangkan anak
Upaya yang dilakukan Ibu LM (58) tidak lantas berhenti setelah
anaknya menemukan penanganan atau terapi yang sesuai. Ibu LM (58)
menyatakan bahwa menurutnya kemampuan anak dengan Down Syndrome
harus terus dikembangkan melalui berbagai aktivitas. Hal tersebut membuat
Ibu LM (58) mencari berbagai kegiatan pengembangan keterampilan agar
bisa mengoptimalkan kemampuan anaknya. Ibu LM (58) juga meyakini
bahwa keterampilan-keterampilan yang dilatihkannya pada anaknya kini
dapat membantu kehidupan anaknya menjadi lebih mandiri kelak. Kegiatan
atau aktivitas yang dimaksud meliputi kursus berenang, melukis, balet,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
bermain peran, bermain piano, yoga, Bahasa Inggris, dan pelatihan
keterampilan untuk kehidupan sehari-hari.
Dari berbagai aktivitas yang Ibu LM (58) upayakan untuk anaknya
tersebut, Ibu LM (58) mampu menganalisis bahwa beberapa di antarnya
memiliki manfaat yang serupa dengan proses terapi yang sebelumnya
dilakukan. Contohnya pada aktivitas bermain piano, Ibu LM (58) menyatakan
terdapat proses penyeimbangan untuk otak kanan dan kirinya yang
memberikan hasil pada kemampuan bahasa anaknya yang lebih tertata. Selain
itu, pada balet dan yoga yang memadukan musik dan gerakan, Ibu LM (58)
melihat bahwa konsentrasi yang dimiliki anaknya mengalami peningkatan.
Ibu LM (58) juga melihat aktivitas yoga yang dilakukan oleh anaknya juga
berdasar pada proses fisioterapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus
sehingga dapat menguatkan perkembangan fisiknya. Di sisi lain, latihan
pernapasan yang menjadi kunci utama dalam aktivitas yoga sangat membantu
anak berkebutuhan khusus untuk melatih kemampuan bicara dalam
memproduksi kata-kata yang jelas.
Ibu LM (58) yang bukan merupakan praktisi yoga menyatakan bahwa
sesungguhnya ia tidak mengetahui apa sebenarnya manfaat dari kegiatan
yoga yang dilakukan anaknya. Sebelum ikut aktif terlibat dalam kegiatan
tersebut, Ibu LM (58) hanya beranggapan bahwa yoga merupakan salah satu
aktivitas yang menyenangkan bagi anaknya dan merupakan bentuk olahraga
yang baik pula bagi kesehatan tubuh. Melalui aktivitas yoga Ibu LM (58)
melihat bahwa anaknya bisa memiliki teman sehingga dapat menjadi sarana
menjalin relasi yang cukup baik. Setelah turut terlibat dalam kegiatan yoga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
bersama anaknya, Ibu LM (58) merasa bahwa aktivitas tersebut bisa menjadi
salah satu sarana meningkatkan kualitas kebersamaan mereka yang kurang
tercapai saat Ibu LM (58) masih bekerja. Mendampingi anaknya secara
langsung dalam aktivitas yoga juga membuat Ibu LM (58) belajar lebih sabar
menghadapi anaknya yang harus dibimbing dan dilatih secara berulang-ulang.
d) Kebanggaan atas pencapaian anak dan penerimaan lingkungan sosial
Ibu LM (58) menjadi semakin giat mengupayakan berbagai aktivitas
pengembangan keterampilan bagi anaknya setelah anaknya menunjukkan
pencapaian yang membanggakan dalam aktivitas-aktivitas tersebut.
Pencapaian yang berhasil diraih oleh anaknya menjadi kekuatan dan
keyakinan tersendiri bagi Ibu LM (58) bahwa anaknya dapat berkembang dan
memiliki keterampilan seperti layaknya anak lain pada umumnya. Ibu LM
(58) menjadi terus menguatkan dirinya untuk tidak menyerah dalam
mengupayakan pengembangan keterampilan anaknya. Terlebih ketika
pencapaian yang berhasil diraih anaknya tersebut diakui oleh lingkungan
sosial sehingga membuat anaknya tidak lagi dipandang sebelah mata.
Hal tersebut membuat Ibu LM (58) merasa bahwa pencapaian yang
berhasil diraih anaknya bukan hanya sekadar kebanggaan bagi Ibu LM (58)
sendiri, tetapi juga dapat menjadi sarana untuk menyosialisasikan kondisi
yang dialami oleh anak-anak seperti anaknya. Salah satu contohnya adalah
ketika pemuka agama di tempat ibadah Ibu LM (58) membuka kesempatan
pada anaknya untuk bermain peran dalam kisah yang menjadi bagian dari
khotbahnya, banyak jemaat menjadi semakin menyadari keterampilan dan
keberadaan anak-anak seperti anak Ibu LM (58). Hal tersebut membuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
mereka mampu untuk lebih berempati dan menghargai keberadaan anak-anak
tersebut. Kesempatan dan pencapaian yang berhasil diraih anaknya menurut
Ibu LM (58) juga dapat membuka pikiran dan wawasan banyak orang
mengenai anak-anak berkebutuhan khusus.
e) Hal-hal yang selalu layak disyukuri pada Tuhan
Ibu LM (58) merupakan pribadi yang religius. Ibu LM (58) sangat
meyakini bahwa segala hal yang terjadi dalam kehidupannya merupakan
anugerah dari Tuhan yang patut disyukuri, termasuk kelahiran putri ketiganya
yang mengalami Down Syndrome. Keyakinan tersebut menjadi salah satu
penguatan bagi Ibu LM (58) untuk terus bersyukur dalam menjalani
kehidupannya meskipun banyak hal berat yang harus dilaluinya. Ibu LM (58)
juga sangat meyakini bahwa solusi dari berbagai permasalahan yang datang
dalam kehidupan akan dengan muda ditemukan jika ia telah berserah
sepenuhnya kepada Tuhan. Permasalahan terberat sekali pun akan tetap
terlewati selama Ibu LM (58) mau berserah. Hadirnya permasalahan juga
dirasa Ibu LM (58) mampu menguatkan hubungan dan kedekatannya dengan
Tuhan, sehingga permasalahan yang muncul juga patut disyukuri.
Banyak hal yang membuat Ibu LM (58) merasa sangat bersyukur pada
Tuhan dari awal kehidupannya. Ibu LM (58) sangat bersyukur bisa mendapat
kesempatan untuk menimba ilmu hingga tingkat pendidikan yang cukup
tinggi yang tidak bisa dicapai saudaranya yang lain sehingga bisa mengatasi
rasa rendah diri yang ia miliki. Ibu LM juga sangat bersyukur bisa
mendapatkan pekerjaan yang baik sehingga bisa menopang kehidupan
keluarganya dan memberikan penanganan yang baik bagi anaknya. Bahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Ibu LM (58) yang sempat ingin menggugurkan kandungannya saat hamil
putri keempat merasa putri keempatnya merupakan anugerah yang Tuhan
kirimkan untuk menemani perkembangan putri ketiganya. Saat ini, Ibu LM
(58) sangat bersyukur karena telah memasuki masa pensiun sehingga bisa
menggunakan seluruh waktunya untuk menemani kegiatan-kegiatan yang
dilakukan anaknya yang mengalami Down Syndrome.
f) Manifestasi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari
Kehidupan yang dijalani Ibu LM (58) sebagai ibu dengan anak
berkebutuhan khusus menunjukkan banyak tantangan yang harus dihadapi.
Upaya-upaya yang dilakukan Ibu LM (58) dalam menghadapi tantangan
tersebut membantu Ibu LM (58) untuk tetap memiliki kondisi kesehatan
mental yang baik meskipun harus melewati banyak hal yang tidak
menyenangkan. Dalam kehidupan sehari-harinya Ibu LM (58) menunjukkan
kemampuan untuk produktif serta memiliki kontak yang efisien dengan
realitas. Ibu LM (58) juga menunjukkan kemampuan untuk belajar dari
pengalaman dan memiliki kepribadian yang utuh dengan menunjukkan minat
pada aktivitas tertentu. Kemampuan untuk mengatasi tekanan juga
ditunjukkan dalam kesehariannya sehingga memiliki rasa aman yang cukup
terhadap kehidupan. Ibu LM (58) menunjukkan kepeduliannya terhadap
lingkungan dengan memberikan kontribusi pada komunitasnya, memiliki
kemampuan untuk memenuhi tuntutan kelompok, serta memiliki emansipasi
yang baik terhadap kelompok yang berbeda. Kemampuan Ibu LM (58) dalam
mengenali dan memahami dirinya membuatnya bisa memperkirakan tujuan-
tujuan yang tetap wajar dan realistis dalam kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Produktivitas Ibu LM (58) terlihat dari integritas dan dedikasinya
dalam menjalani pekerjaan secara profesional hingga bisa mencapai posisi
yang tinggi. Profesionalitasnya dalam pekerjaan tidak terlepas dari
kemampuan Ibu LM (58) untuk belajar dari pengalamannya selama menjalani
pendidikan. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman juga tampak dari
cara Ibu LM (58) menerapkan peraturan bagi anak-anaknya dalam bermain,
yang didasarkan pada peristiwa kurang menyenangkan yang pernah dialami
sebelumnya.
Ibu LM (58) juga menunjukkan minatnya dalam menjalani kehidupan
dengan memiliki ketertarikan pada aktivitas fisik khususnya berenang, yang
ditularkan pula pada anak-anaknya. Selain mengenali minat dan ketertarikan
pada aktivitas tertentu, Ibu LM (58) juga mampu menilai kelebihan dan
kekurangan dirinya sehingga dapat memikirkan upaya-upaya yang bisa
dilakukan untuk mengembangkan kelebihan dan mengatasi kekurangan yang
dimiliki, khususnya dalam hal pekerjaan. Upaya-upaya yang telah Ibu LM
(58) lakukan menjadi acuan bagi Ibu LM (58) dalam menetapkan tujuan dari
apa yang dilakukannya. Seperti tujuannya untuk memberikan wadah bagi
pencapaian anaknya dalam melukis melalui pameran. Ibu LM (58) bisa
memiliki pemikiran untuk membuatkan pameran bagi anaknya karena telah
melakukan banyak usaha dan persiapan sehingga hal tersebut sangat mungkin
untuk direalisasikan.
Kontak yang baik dengan realitas juga ditunjukkan Ibu LM (58)
ketika harus menghadapi masalah-masalah dalam kehidupannya. Ibu LM (58)
tidak memungkiri bahwa ia akan membutuhkan bantuan pihak lain untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
menyelesaikan masalahnya. Ibu LM (58) juga dapat menerima keterbatasan
anaknya dengan tidak memaksakan anaknya bersekolah di sekolah normal.
Penerimaan yang dimiliki Ibu LM (58) juga membantunya untuk mengatasi
tekanan-tekanan terkait dengan kondisi anaknya, bahkan juga mampu
membantunya melatih diri dalam menghadapi segala tekanan dalam
kehidupannya. Penerimaan dan kemampuan untuk mengatasi tekanan
tersebut juga didapatkan Ibu LM (58) dari keyakinannya untuk selalu
berserah pada Tuhan dalam mnghadapi berbagai permasalahan kehidupan.
Ibu TM (58) meyakini dengan berserah pada Tuhan maka segala
permasalannya akan dapat dimudahkan.
Selain berserah pada Tuhan, kehidupan Ibu LM (58) juga terasa lebih
mudah karena ia mampu menjalin relasi yang baik dengan lingkungan
sosialnya. Keaktifan Ibu LM (58) untuk berkontribusi bagi komunitas
ditunjukkan melalui keterlibatannya sebagai pengurus aktif PKK di
lingkungannya. Selain itu, Ibu LM (58) juga selalu menyempatkan diri untuk
membantu tetangga yang menyelenggarakan acara, meskipun acara tersebut
adalah acara keagamaan yang berbeda dari keyakinan Ibu LM (58). Toleransi
Ibu LM (58) terhadap perbedaan tersebut membuat kehidupan di lingkungan
sosialnya menjadi sangat harmonis sehingga membuat Ibu LM (58) lebih
bahagia dalam menjalani kehidupan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Gambar 3. Skema dinamika pengalaman pencapaian dan gambaran
kesehatan mental informan 3
Faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental
Keterbatasan pengetahuan
menyebabkan munculnya
pemikiran dan emosi negatif
Terapi, sikap lingkungan sosial
anak, kondisi anak, dan
kondisi ibu sebagai tantangan
dalam proses pengasuhan
Peningkatan kondisi
anak, bantuan dan
penerimaan
lingkungan sosial serta
keyakinan spiritual
yang menguatkan
Berupaya
meningkatkan
pemahaman dan
penerimaan terhadap
kondisi anak
Yoga sebagai kegiatan
yang menyenangkan
bagi anak untuk terapi
dan menjalin relasi
serta membantu melatih
kesabaran ibu
Mengembangkan
kemampuan anak
melalui berbagai jenis
terapi, aktivitas, dan
meningkatkan kualitas
kebersamaan
Manifestasi kesehatan mental:
Keterampilan dalam
menghadapi tekanan
sosial serta berelasi dan
beradaptasi dengan
kehidupan sosial
Kemampuan mengenali
diri dan mengembangkan
potensi diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dari masing-masing informan, tema
yang cukup sering muncul terkait dengan tantangan yang ditemui selama proses
pengasuhan adalah keterbatasan terapi, pandangan keluarga dan sosial, serta kondisi
anak dan ibu yang kurang stabil. Hal-hal tersebut tentunya berpotensi menghambat
pencapaian kesehatan mental yang optimal dari ibu selama masa pengasuhan. Pada
informan 2 dan 3, tantangan terbesar yang dialami pada awal masa pengasuhan
terkait dengan minimnya pengetahuan mengenai kondisi yang sedang dialami
anaknya. Pengetahuan yang kurang tersebut membuat mereka cenderung tidak siap
menerima kehadiran anaknya, hingga menimbulkan berbagai perasaan dan pemikiran
negatif yang juga berdampak pada relasi dengan orang sekitarnya. Pada informan 1
permasalahan tersebut tidak nampak karena ibu yang bersangkutan memiliki
kesempatan untuk belajar dan mencari informasi secara mandiri sebelum diagnosis
dari kondisi anaknya diketahui secara pasti. Persiapan yang cukup membuat
informan 1 memiliki kesiapan yang baik ketika dihadapkan pada hasil diagnosis dari
kondisi anaknya.
Para ibu tentunya tidak terus berlarut dalam kebingungan ketika harus
menghadapi hasil diagnosis dari kondisi anaknya. Mereka melakukan upaya-upaya,
baik untuk pengembangan diri sendiri maupun peningkatan kondisi anak. Dari sisi
pengembangan diri, upaya yang selalu muncul dari ketiga informan adalah melalui
membaca dan mencari informasi terkait kondisi anak, serta belajar dan berdiskusi
dengan tenaga profesional baik itu dokter, praktisi terapi, atau orang-orang yang
dianggap memiliki pengetahuan lebih. Sementara dari sisi pengembangan anak,
berbagai jenis terapi dan aktivitas dipilih para ibu untuk mengisi hari-hari anak
mereka. Terapi konvensional seperti terapi wicara dan okupasi menjadi sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
keharusan. Di samping itu, mereka juga memilih jenis terapi alternatif, salah satunya
adalah yoga. Pelaksanaan terapi alternatif melalui aktivitas yoga yang dilakukan
bersama oleh ibu dan anak dirasa memberikan pengaruh yang baik bukan hanya bagi
perkembangan anak, tetapi juga bagi kualitas diri ibu dan hubungan ibu dan anak.
Pada informan 1 dan 2 merasa bahwa aktivitas yoga bersama membuat kepekaan
dalam relasi antara ibu dan anak menjadi meningkat. Informan 3 tidak secara
eksplisit menyebutkan hal serupa, tetapi ia merasa bahwa aktivitas yoga bersama
dapat menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas kebersamaan dengan
anaknya. Selain terapi, aktivitas pengembangan keterampilan juga banyak dilakukan
seperti menari, berenang, dan bermain musik.
Keberhasilan dari upaya-upaya yang dilakukan ibu menjadi salah satu faktor
yang membantu mereka mengatasi tantangan-tantangan dalam masa pengasuhan.
Peningkatan kondisi anak sebagai hasil dari keberhasilan upaya yang dilakukan
menguatkan ibu untuk terus berupaya mengoptimalkan perkembangan anaknya.
Selain keberhasilan tersebut, faktor yang turut mendukung proses pengasuhan adalah
dukungan yang diberikan oleh keluarga dan lingkungan sosial. Dukungan dan
pemahaman yang diberikan oleh lingkungan sosial juga tidak terlepas dari upaya ibu
untuk membuktikan bahwa anaknya dapat berkembang seperti anak lain pada
umumnya, sehingga lingkungan sosial tidak berhak untuk mendisrkriminasi atau
memperlakukan anak mereka secara berbeda. Pada informan 2 dan 3, keyakinan
spiritual terlihat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membantu mereka
mengatasi segala tekanan dalam hidup. Hal tersebut tidak jelas terlihat pada informan
1, namun rutinitasnya dalam bermeditasi dan menerapkan konsep mindfulness cukup
selaras dengan keyakinan yang dianutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Berbagai faktor pendukung tersebut tentunya memiliki andil dalam
membantu para ibu mencapai kondisi kesehatan mental yang baik di tengah situasi
yang kurang menguntungkan sebagai ibu dengan anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus. Di tengah situasi yang kurang menguntungkan tersebut mereka
tetap mampu menunjukkan manifestasi-manifestasi dari mental yang sehat dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan untuk mengatasi tekanan, memiliki kontak
efisien dengan realitas, berkontribusi terhadap lingkungan, mampu memenuhi
tuntutan kelompok, dan keterbukaan terhadap perbedaan kelompok atau budaya
tertentu menunjukkan adanya keterampilan dalam menghadapi tekanan sosial serta
berelasi dan beradaptasi dengan kehidupan sosial. Sementara itu, kemampuan untuk
mengenali dan menilai diri sendiri, belajar dari pengalaman, kemampuan untuk
produktif, memiliki tujuan hidup yang wajar serta tidak memiliki kecemasan
berlebihan dalam hidupnya menunjukkan adanya kemampuan untuk mengenali diri
dan mengembangkan potensi yang dimiliki.
D. Analisis Data
Pada bagian ini, peneliti akan berusaha untuk memetakan secara lebih
terperinci tema-tema yang dimunculkan oleh ketiga informan sehingga keterkaitan
antartema yang muncul dapat lebih terlihat. Melalui tahap ini diharapkan gambaran
pengalaman pencapaian dan kesehatan mental para informan bisa lebih dipahami
sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian mengenai pengalaman pencapaian
dan gambaran kesehatan mental ibu dengan anak berkebutuhan khusus yang memilih
yoga sebagai salah satu terapi bersama. Secara garis besar, tema-tema yang muncul
dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar yaitu faktor penghambat pencapaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
kesehatan mental, upaya-upaya menghadapi kondisi anak, faktor pendukung
pencapaian kesehatan mental, dan manifestasi kesehatan mental dalam kehidupan
sehari-hari.
1. Faktor penghambat pencapaian kesehatan mental dalam proses
pengasuhan
a. Pengetahuan awal dalam menghadapi diagnosis anak
Pengetahuan awal mengenai gangguan perkembangan yang
dialami oleh anak memiliki pengaruh yang sangat besar pada respon yang
diberikan ibu terhadap diagnosis kondisi anaknya. Ibu AT (56)
mengalami masa awal yang cukup sulit dalam menerima dan memahami
kondisi anaknya karena sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud
dengan kondisi Down Syndrome. Ketidaktahuan tersebut berdampak pada
respon yang cenderung mengarah pada penolakan, keterkejutan,
ketakutan, dan kebingungan mengenai apa yang harus dilakukan.
“ya kaget, otomatis shock lah ya. Cuma shocknya itu tetap belum
tahu gak punya bayangan down syndrome itu seperti apa.
Walaupun sebenarnya saya sudah sering lihat apa namanya,
anak-anak seperti anak saya. Cuma saya gak tahu itu namanya
down syndrome gitu lho. Tahunya anak idiot gitu aja ya. Tapi gak
tahu kalau itu down syndrome. Diberi tahu anaknya down
syndrome kan gak bisa bayangin.” (Ibu AT, 16-22)
“Benar-benar waktu itu. Sampe saya itu ya pas dikasih dokternya
itu sampe tak lepas gitu. Karena kaget. Kok kayak gini anaknya
gitu.” ( Ibu AT, 43-45)
“Tapi saya shocknya itu justru pas sebelum lihat anaknya jadi
bayangannya itu kan macem-macem. Nah setelah lihat anaknya,
ya kaget pertama kok anaknya aneh bentuknya gitu kan.
Maksudnya kecil gitu.” (Ibu AT, 48-51)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Terbatasnya pengetahuan mengenai kondisi anak tidak hanya
berdampak pada ketidaksiapan menerima kondisi anak di awal diagnosis,
tetapi juga berdampak lebih panjang pada pandangan, pemikiran dan
ekspektasi terkait kondisi tersebut. Pemikiran dan ekspektasi yang keliru
bahkan memicu timbulnya emosi negatif bagi ibu dan orang-orang di
sekitarnya.
“Malah lingkungan yang membuat saya perasaannya gak karu-
karuan karena kan dulu gak tahu ya, tahunya keturunan.
Keturunan siapa? Kita gak ada keturunan, sana gak ada
keturunan. Ya kayak gitu ya. Itu yang membuat jadi shock.” (Ibu
AT, 60-64)
“Gimana jalan keluarnya supaya anak saya nomal. Karena saya
gak tahu, gak ngerti kalau itu gak bisa normal gitu. Bahwa itu tu
sel gitu kan. Gak ngerti.” (Ibu AT, 82-84)
Pemikiran dan emosi negatif karena kurangnya pengetahuan
terkait kondisi anaknya juga dialami oleh Ibu LM (58). Hal tersebut
bahkan cukup mempengaruhi relasi Ibu LM (58) dengan suaminya.
“Nah terus dari situ, saya kan pulang. Saya udah diem aja saya.
Saya udah setengah dongkol, setengah sedih. Saya hampir
seminggu gak pernah ngomong sama bapaknya.” (Ibu LM, 54-56)
“ya saya jadi kayak kecewa. Antara kecewa dan apa ya. Ya waktu
itu saya juga sempat berpikir ini apakah keturunan gitu.
Keturunan, atau bukan. Saya kan bertanya-tanya gitu. Kita saling
tuding-tudingan jadinya. Ya memang kita gak terucap. Tapi ya
seolah-olah kita mikir ini gara-gara kamu.” (Ibu LM, 58-62)
Pada Ibu TM (46), dampak negatif dari kurangnya pengetahuan
mengenai kondisi anak memang tidak terlihat karena Ibu TM (46)
memiliki kesempatan untuk belajar dan mencari informasi lebih dalam
mengenai gangguan-gangguan perkembangan pada anak. Meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa Ibu TM (46) akan
merasakan kondisi serupa jika tidak memiliki kesempatan sebelumnya
untuk belajar lebih banyak. Hal tersebut tersirat dalam pernyataan yang
disampaikan Ibu TM (46).
“uhm, saya sih ga sempat mikir kaya waduh nih bakal sedih atau
apa ga sih. Untungnya saya udah tau duluan kan. Udah banyak
baca-baca jadi kita langsung, oke sekarang maunya gimana. Kita
sebagai parents mesti ngapain.” (Ibu TM, 54-57)
Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan awal mengenai
kondisi anak memang sangat penting untuk membantu ibu
mempersiapkan diri dan menentukan langkah yang harus diambil untuk
menindaklanjuti kondisi anaknya tersebut. Kurangnya pengetahuan
terhadap kondisi anak membuat penerimaan menjadi lebih sulit hingga
menimbulkan emosi dan pemikiran yang negatif.
b. Keterbatasan terapi
Proses terapi menjadi salah satu kegiatan yang wajib dilakukan
oleh anak dengan kebutuhan khusus untuk membantu optimalisasi
perkembangannya. Para ibu yang bertanggungjawab dalam proses
pengasuhan bagi anak berkebutuhan khusus tentunya juga memiliki
tanggung jawab dalam menentukan terapi yang akan diterapkan pada
anaknya. Pada kenyataannya, memilih terapi yang sesuai untuk anaknya
tidaklah mudah. Banyak proses terapi yang juga memiliki keterbatasan
hingga tidak mampu membantu perkembangan anak secara optimal.
Seperti keterbatasan yang dirasakan Ibu TM (46) terkait dengan terapi
yang tidak menyeluruh, yang terlihat dalam pernyataan berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
“Nah hanya kalau dari jaman dulu waktu anak saya didiagnosa,
gak pernah ada yang nyuruh anak saya fisioterapi. Padahal yang
saya kerjakan itu sebenarnya fisioterapi. Fisioterapi okupasi yang
saya bilang yoga pose downward facing dog, atau dia pose ular,
itu sebenarnya kan menggunakan otot sama tubuh gitu. Untuk
menguatkan dia, karena kalau engga dia pola napasnya gak
bagus, badannya juga round, posturnya juga gak bagus. Nah itu
kalau dulu tuh autism pasti disuruhnya cuma SI (Sensory
Integration) sama OT (Ocupational Therapy). Pasti hanya itu.
Gak pernah ada yang nyuruh saya fisioterapi. Tapi along the way
saya ke sini, saya pikir saya udah banyak networking saya anak
dengan autism. Terus kok semua problemnya sama ya. Semua
punya low tone muscle. Dan muscle itu berhubungan dengan
speech. Kebanyakan anak autism speech problem. Karena apa,
karena posturnya jelek, pola napasnya juga jelek. It’s all
connected gitu. Kita gak bisa ngelihat anak autism tuh kayak
dibagi-bagi doang. Misalnya oh speech cuma sekitar segini (leher
ke atas), terus kalau gross motor cuma badan otot besar doang,
kalo motorik halus cuma ini. Gak bisa kayak gitu.” (Ibu TM, 749-
770)
Sedangkan pada Ibu AT (56) keterbatasan terapi yang ia rasakan
berkaitan dengan kurang memadainya pelayanan kesehatan bagi anak
berkebutuhan khusus di daerah asal Ibu AT (56) yang diharapkan dapat
membantu perkembangan anaknya. Keterbatasan tersebut membuatnya
harus pergi ke daerah lain yang menyediakan pelayanan yang lebih baik,
hingga berusaha untuk membuat sendiri yayasan yang bertujuan
membantu perkembangan anak-anak dengan kebutuhan khusus.
“ehm, tantangannya itu apa ya, di sini soalnya di Jogja khususnya
sangat terbatas. Akses apa-apa. Sampai akhirnya saya pergi ke
Jakarta untuk menemui teman yang di sana yang punya yayasan
down syndrome pertama kali.” (Ibu AT, 100-103)
“Pas akhirnya saya ngobrol sama mereka, sama teman-teman
saya yang di Jakarta, terus saya jadi berani mendirikan yayasan
down syndrome di Jogja. Itu saya mondar-mandir ke kedutaan
Australia untuk belajar, bagaimana anak-anak down syndrome di
Australia begitu majunya. Seperti itu.” (Ibu AT, 114-118)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Permasalahan serupa juga dirasakan oleh Ibu LM (58). Ibu LM
(58) juga merasa kualitas pelayanan untuk anak berkebutuhan khusus di
daerah asalnya kurang memadai sehingga Ibu LM (58) memilih untuk
memberikan terapi bagi anaknya di luar kota. Meskipun hal tersebut
membuat Ibu LM (58) harus mengorbankan lebih banyak waktu, biaya,
dan tenaga.
“Kalau kamu mau, jangan periksa di Sardjito. Karena alat di
kedokteran UGM itu alatnya lama, kuno. Nanti gak kelihatan.
Karena kakak saya ini jual alat kedokteran. Dan dia barusan jual
ke Harapan Kita. Harapan Kita adalah yang paling canggih.”
(Ibu LM, 76-79)
“Terus akhirnya Keke diajak ke sana. Diajak terapi. Terus
ternyata yang di Harapan Kita itu luar biasa. Tidak hanya terapi.
Itu ada anak Down Syndrome di bawa ke sana, itu langsung
dibuatkan jadwal. Periksa dokter mata, periksa gigi, periksa
dokter penyakit dalam, periksa dokter ortopedi. Semua dibuatkan
jadwal. Itu belum terapi. Jadi harus di resume dulu sama dokter-
dokter itu nanti kebutuhannya apa. Terus diperiksa matanya,
matanya juling. Kita kan gak tau. Sebelumnya saya ke Jakarta
bawa anak dua. Wah gila gitu. Pokoknya semua harus saya jalani,
saya harus kuat.” (Ibu LM, 262-270)
“terapi di sana itu bagus sekali. Efektif sekali. Lain dengan di
Sardjito. Di Sardjito itu yang nerapi anak lima, yang diterapi
anak satu. Dikeroyok dikerubung anak lima ya lari semua
anaknya. Itu kan karena rencananya saya meneruskan di Sardjito
karena semua sudah pulang ke Jogja. Bapaknya juga sudah ke
Jogja. Nah itu, tak terusin di Sardjito malah cuma ribut. Malah
lebih mahal yang di sini juga. Saya cuma 2 atau 3 kali ke sana
udah males saya.” (Ibu LM, 325-331)
Selain merasakan kualitas terapi yang kurang memadai, Ibu LM
(58) juga sempat merasakan ketidakcocokan salah satu jenis terapi yang
diterapkan pada anaknya. Hal tersebut membuat Ibu LM (58)
memutuskan untuk menghentikan terapi yang dimaksud, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
menggantinya menjadi terapi alternatif yang ternyata memberikan
dampak lebih baik pada anaknya.
“Harusnya sih dia ikut terapi, tapi pulang dari sana itu anak
kayak kesakitan. Itu terapinya padahal dipijet juga tapi ada di
badannya juga kayak titik-titiknya diaktifkan. Terus ada pijatan di
perutnya ini dia pasti nangis. Dari tidur dibangunkan, tidur
dibangunkan. Terus dipijat tengkurap. Terus saya pikir, ah tukang
pijat juga pinter kok. Malah murah lagi, kita gak usah pergi-pergi
dia yang datang. Kalau di situ itu antri kok sampai malam. Jadi
cuma beberapa bulan Keke di sana.” (Ibu LM, 131-137)
Berbagai kendala yang ditemui terkait dengan proses terapi
membuat ibu yang bertanggung jawab dalam proses pengasuhan harus
lebih berhati-hati dalam menentukan terapi bagi anaknya. Pengorbanan
yang lebih besar juga diperlukan untuk mendapatkan terapi yang
berkualitas baik sehingga benar-benar mampu membantu dalam
optimalisasi perkembangan anak.
c. Pandangan serta sikap keluarga dan lingkungan sosial
Keluarga dan lingkungan sosial tentunya memiliki andil yang
cukup besar dalam mempengaruhi kehidupan seseorang. Pandangan dan
sikap yang diberikan lingkungan sosial dapat membentuk pemikiran
terhadap kehidupan kita sendiri. Hal tersebut juga dirasakan oleh para
informan, terutama mengenai pandangan dan sikap lingkungan terhadap
kondisi anak mereka. Salah satunya dirasakan Ibu TM (46) melalui
penolakan yang dilakukan oleh instansi pendidikan karena kondisi
anaknya yang mengalami autism. Standar-standar yang ditetapkan sosial
terkait perkembangan anak yang baik membuat Ibu TM (46) seringkali
menghadapi pembandingan pada kondisi anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
“Raissa berapa kali ditolak sama sekolahan. Ada beberapa
sekolah yang nolak dia. Padahal saya tuh dateng dengan bilang
eh anak saya autism nih, gini gini gini. Malah dia nolak, atau
malah waiting list, atau apa lah ada aja alasannya. Kayak gitu
sedih juga ya anak gak diterima.” (Ibu TM, 581-586)
“Memang kadang-kadang sedih juga ya, karena kayak gini, ih
anak dia umur segini udah bisa baca udah bisa ini udah itu gitu
kan.” (Ibu TM, 506-508)
“Apa lagi social media kan, aduh ini orang jalan-jalan, hidupnya
perfect, gini-gini there’s no such a thing. Tapi ya sekarang tinggal
kitanya aja how to receive that apa bombardir informasi.” (Ibu
TM, 656-659)
Selain pandangan dari lingkungan sosial, sikap keluarga yang
kurang mendukung menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat
tercapainya kondisi mental yang baik bagi ibu yang menghadapi kondisi
spesial anaknya. Hal tersebut dirasakan oleh Ibu AT (56) dan sempat
membuat dirinya merasa sangat tertekan.
“Cuma setelah kemudian berjalan waktu, baru kan omongan kiri-
kanan, keluarga kiri-kanan kayak gitu. Itu justru yang malah
meng-infulence perasaan saya. Malah lingkungan yang membuat
saya perasaannya gak karu-karuan karena kan dulu gak tahu ya,
tahunya keturunan. Keturunan siapa? Kita gak ada keturunan,
sana gak ada keturunan. Ya kayak gitu ya. Itu yang membuat jadi
shock. Jadi apa ya, mungkin kayak ini anakku, bisa menerima
anaknya iya. Tapi berusaha untuk menekan omongan orang itu tu
yang merasuk ke dalam. Sebetulnya itu. Kehadiran anaknya
sendiri gak masalah. Komentar dari keluarga justru. Kalau dari
orang luar saya gak terlalu perduli. Karena dari keluarga kedua
belah pihak kan. Orangtua saya, mertua saya kan gitu.” (Ibu AT,
57-70)
Tidak hanya sikap dan pandangan yang diberikan lingkungan
sosial ibu, lingkungan sosial anak juga tidak jarang memberikan sikap
negatif terhadap kehadiran anak. Sikap kurang menyenangkan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
ditujukan pada anak memberikan pengaruh secara langsung pula pada
kondisi emosi ibu. Hal tersebut dirasakan oleh Ibu LM (58) saat
menghadapi sikap teman sebaya anaknya terhadap kondisi berbeda dari
anaknya.
“Keke kalau naik sepeda kan pelan. Gak ada yang mau nemenin
Keke. Dibiarin dia. Akhirnya dia pulang, nangis. Ditinggal sama
teman-temannya. Mama, aku mau naik sepeda, tapi teman-
temannya lari semua udah pergi semua.Ya udah yuk, naik sepeda
sama mama. Saya jalan di sebelahnya. Dia naik sepeda wong
pelan sekali. Temannya itu muter lewat lagi sambil ngetawain.
Dibully dia. Ih naik sepeda kok kayak gitu. Itu namanya gak naik
sepeda itu. Naik sepeda kok pelan. Biarin toh, tak bilangin gitu.
Sudah kamu main aja sana, gak usah ngeributi. Jadi anak-anak
kecil itu sudah jahat sekali. Sudah ngebully semua. Mereka kan
tahu, bahwa Keke ini lain.” (Ibu LM, 405-414)
Sikap dan pandangan negatif dari lingkungan terhadap ibu dan
kondisi anaknya tentu akan memberikan pengaruh pada proses
tercapainya kesehatan mental ibu selama masa pengasuhan. Tekanan dari
lingkungan sangat berpotensi untuk menghambat pencapaian kondisi
mental yang sehat dari ibu.
d. Kondisi anak dan ibu yang kurang stabil
Menghadapi sesuatu yang tidak pasti dan mudah berubah-ubah
tentunya membutuhkan kesiapan dan kematangan emosi tersendiri.
Ketidakpastian yang dihadapi oleh ibu dengan anak berkebutuhan khusus
sangat terkait dengan kesulitan berkomunikasi dan ketidakstabilan emosi
yang dimiliki anaknya, yang juga bisa mempengaruhi ketidakstabilan
emosi ibu. Ibu TM (46) merasakan ketidakstabilan emosi dan perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
anaknya sebagai sebuah tantangan dalam masa pengasuhannya, yang juga
berpengaruh pada kondisi emosinya sendiri.
“oh kalau tantangan banyak. Kan kita gak tahu gimana mau
komunikasi, tau-tau tantrum. Lebih ke komunikasi ya. Komunikasi
problem, makan juga problem. Pola tidur juga masalah. Jadi
challenges-nya itu banyak sekali. Kebetulan saya memang gak
kerja jadi 24 jam ya house mom gitu ya. Jadi benar-benar in
charge untuk anak saya. Jadi ya, apa ya, daily activities itu very
challenging gitu. Sangat-sangat berat juga buat kita dan emosi
juga pasti terganggu.” (Ibu TM, 71-78)
Ibu AT (56) juga merasakan tantangan serupa dalam menghadapi
ketidakstabilan kondisi anak. Tidak hanya dari aspek emosi, kondisi fisik
anak yang mudah menurun juga membuat ibu harus selalu siaga dan
berhati-hati dalam menjalankan aktivitas tertentu. Belum lagi jika kondisi
fisik pribadi juga mengalami penurunan, maka tanggung jawab yang
harus diemban tentu akan menjadi lebih besar. Penurunan kondisi fisik
yang dialami Ibu AT (56) juga sudah cukup mengganggu kondisi
emosinya, karena Ibu AT (56) merasa penurunan tersebut sangat
berpengaruh pada keseharian yang selama ini Ibu AT (56) jalani. Ibu AT
(56) menjadi merasa sangat terbatasi dalam menjalankan kegiatan-
kegiatan yang telah menjadi kebiasaan dan rutinitasnya.
“Meskipun sekarang dia anaknya udah gede, ngeyelan gitu ya.
Kalau dikasih tau ngeyelan, tapi ada dia meskipun ya kita perlu
perhatian apalagi kan kalau dia lagi kondisinya gak bagus gak fit
gitu kan kita juga harus aware apalagi sekarang kondisi saya
juga lagi gak fit juga gitu, rasanya saya mikir diri saya sendiri aja
udah susah, mesti mikir dia” (Ibu AT, 287-293)
“Tapi ya dua tahun mulai gitu kesehatannya mulai agak gak
bagus gitu, nah itu mulai saya lebih mudah emosi. Jadi emosinya
agak, saya agak kesulitan mengontrol emosi saya sendiri.” (Ibu
AT, 449-452)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
“Cuma karena dibarengi dengan kondisi fisik yang kebetulan juga
lagi gak bagus, jadi mau ngembalikan emosi yang kestabilannya
emosi itu jadi lebih berat buat saya gitu lho.” (Ibu AT, 465-467)
“Dan dalam kondisi seperti ini saya memang sangat tertekan.
Sangat tertekan dalam diri saya sendiri. Saya kepingin ngerasain
bebas kayak misalnya saya bisa duduk dengan tenang, saya bisa
jalan tanpa harus pakai seperti itu (menunjuk tongkat), kayak gitu
ya. Saya bisa ngajar lagi dengan tidak pusing dan sebagainya
kayak gitu-gitu. Ini sangat mengganggu saya. Karena saya suka
sekali dengan yoga ya. Saya merasakan manfaat yoga sekian
tahun baik bagi diri saya sendiri maupun murid-murid saya kayak
gitu. Terus tiba-tiba saya yang kayak gak bisa melakukan yoga
lagi gitu kan rasanya gimana gitu lho mbak.” (Ibu AT, 505-515)
Serupa dengan dua informan lainnya, Ibu LM (58) juga merasakan
ketidakstabilan emosi dirinya dan anaknya sebagai salah satu tantangan
dalam menjalani proses pengasuhan. Permasalahan emosi yang dirasakan
Ibu LM (58) lebih terkait perasaan trauma yang bertahan cukup lama
setelah memiliki anak dengan Down Syndrome.
“Wah tiap malam saya mimpi. Ngelihat anak lari-lari di padang
rumput. Tinggi gitu lho rumputnya, kelihatan kepalanya lucu gitu,
cewek gitu lari-lari. Terus saya bilang anakku, anakku. Terus
malah tiba-tiba, anakku Down Syndrome. Bukan, itu bukan
anakku, soalnya anakku Down Syndrome gitu. Terus wah, saya
bangun nangis.” (Ibu LM, 177-182)
Sementara itu, ketidakstabilan anak Ibu LM (58) lebih terkait pada
perilaku dan kesungguhan dalam melakukan sesuatu.
“Tapi baru 5 menit gambar, ma, pijetin, aku capek. Udah dipijetin
terus baru 30 menit ma, aku capek mau pulang. Wah ini kayak
seniman beneran ini, Seniman kalau gak mood ya gak mau kerja.”
(Ibu LM, 701-704)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
2. Upaya-upaya menghadapi kondisi anak
a. Pengembangan diri melalui membaca dan berdiskusi dengan tenaga
ahli
Salah satu masalah atau tantangan utama yang dihadapi para
informan dalam menjalani masa pengasuhan terhadap anaknya yang
memiliki kebutuhan khusus adalah terkait pengetahuan tentang kondisi
anaknya. Pengetahuan tersebut sangat berpengaruh pada bagaimana ibu
akan merespon kondisi anaknya, serta menentukan penanganan yang
sesuai untuk mengatasi kondisi anaknya tersebut. Keterbatasan yang
ditemui terkait terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus juga bisa
teratasi jika ibu memiliki pengetahuan yang baik mengenai kondisi
kebutuhan khusus. Upaya untuk menambah pengetahuan dan
mengembangkan diri dalam menghadapi kondisi anaknya telah
ditunjukkan oleh ketiga informan melalui keaktifan mencari informasi
dan terlibat dalam kegiatan bersama tenaga ahli.
Ibu TM (46) sejak awal telah menunjukkan inisiatif untuk mencari
tahu banyak informasi mengenai kondisi yang dialami anaknya, bahkan
sebelum diagnosis mengenai kondisi anaknya dipastikan. Ibu TM (46)
sendiri merasa bersyukur karena ia memiliki kesempatan untuk mencari
informasi terlebih dahulu sehingga ia bisa mempersiapkan diri dan segera
memikirkan langkah yang bisa ia ambil untuk menangani kondisi
anaknya.
“jadi sebenarnya sebelum waktu didiagnosa pun memang kita
merasa ada sesuatu, ada yang tidak sesuai. Tapi sebelum saya
menemukan dokter yang tepat, itu lebih, saya banyak belajar dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
internet tentang developmental milestone. Lalu saya banyak pesan
buku-buku dari online itu amazon.com dan saya banyak baca”
(Ibu TM, 24-29)
“Nah itu yang banyak saya pelajarin awalnya sensory processing
disorder, jadi belum autism. Nah jadi memang di situ
menyinggung-nyinggung autism tapi saya ngelihatnya lebih ke
sensory processing disorder. Pada setelah didiagnosa dokter
itupun ada satu professor saya lupa namanya bilang anak saya ga
apa-apa. Sempat dibilang ga apa-apa. Tapi kita sebenarnya
masih ga percaya akhrinya dapat lagi dokter anak namanya
Hadiyono yang di Kelapa Gading baru setelah diobservasi sekitar
satu jam setengah kira-kira baru dia bilang kalau ini autism,
cuma autismnya bukan severe tapi tengah-tengah, namanya kalau
berdasarkan DSM IV pada waktu itu bilangnya PDD-NOS
(Pervasive Developmental Disorder Not Other Specify). Artinya
ga semua classic symptom dari autism itu ada tapi ada
kecenderungan autism jadi pada saat itu didiagnosanya itu.” (Ibu
TM, 37-52)
“uhm, saya sih ga sempat mikir kaya waduh nih bakal sedih atau
apa ga sih. Untungnya saya udah tau duluan kan. Udah banyak
baca-baca jadi kita langsung, oke sekarang maunya gimana. Kita
sebagai parents mesti ngapain.” (Ibu TM, 54-57)
Tidak hanya berhenti pada pencarian informasi di awal
menghadapi diagnosis, Ibu TM (46) juga terus mengembangkan diri
melalui keterlibatan di berbagai jenis seminar dan pelatihan bagi orangtua
dengan anak berkebutuhan khusus. Seminar dan pelaithan tersebut
membantu Ibu TM (46) untuk lebih memahami bagaimana cara yang
tepat untuk mengasuh dan menangani anak dengan kebutuhan khusus
sehingga Ibu TM (46) bisa mengoptimalkan perannya sebagai orangtua.
“Kan saya banyak baca, ikut workshop, ikut training, jadi mulai
makin paham ya, apa itu autism, how to handle, segala macem.
Bahkan kita berdua suami istri ikut training khusus parents untuk
parents yang anaknya punya autism ya, satu minggu. Jadi how to
communicate, papanya Raissa mulai bisa komunikasi tuh apalagi
Raissa ngomongnya makin lancar dengan pernapasan di yoga,
terus juga how to create goals or dreams gitu untuk anak-anak
ini.” (Ibu TM, 125-134)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
“Itu karena saya banyak ikut workshop tentang autism, tentang
sensory integration jadi saya ngerti, ohh gitu toh otaknya autism
tuh memang beda sama otak anak neurotypical sehingga
communicationnya itu harus pakai visual support, harus pakai
dengan ekspresi muka tertentu. Karena mereka gak bisa baca
facial expression. Harus dengan tone nada yang berganti-ganti
gak boleh yang flat melulu” (Ibu TM, 281-289)
Serupa dengan pengalaman Ibu TM (46), Ibu AT (56) juga
melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengetahuannya
mengenai kondisi anaknya. Sempat merasakan ketidaksiapan untuk
menerima kondisi anak karena kurangnya pengetahuan, Ibu AT (56) tidak
terus terpuruk dan mulai mengembangkan diri dengan bertanya dan aktif
mencari informasi.
“Itu saya mondar-mandir ke kedutaan Australia untuk belajar,
bagaimana anak-anak down syndrome di Australia begitu
majunya. Seperti itu. Sampai mereka bisa kerja di hotel, kerja di
supermarket, gitu. Gimana caranya gitu. Kemudian saya jadinya
lebih terpikir gimana caranya untuk mengembangkan mereka.”
(Ibu AT, 116-121)
“iya workshop. Kalo yang selain workshop itu saya selalu
mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai Down
Syndrome.” (Ibu AT, 127-129)
“pastinya saya harus belajar banyak mengenai cara merawat dan
mengembangkan anak dengan Down Syndrome ya. Karena kan
memang dari awal saya buta sekali, saya gak tahu apa-apa
tentang Down Syndrome itu. Jadi saya harus banyak belajar,
banyak baca cari-cari informasi dari buku dan seminar-seminar.
Saya juga sering diskusi dan tanya-tanya sama dokternya Arin.
Yang penting usaha terus ya.” (Ibu AT, 487-494)
Ibu LM (58) yang juga sempat merasakan emosi dan pemikiran
negatif karena kurangnya pengetahuan terkait kondisi anaknya mulai
mengembangkan dirinya dengan memanfaatkan orang-orang sekitar yang
dirasa lebih memahami kondisi anaknya tersebut. Ibu LM (58) juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
banyak membaca untuk menambah pengetahuan dan informasi mengenai
kondisi anaknya. Keterlibatannya dalam seminar dan kelompok orangtua
dengan anak Down Syndrome juga memberikannya kesempatan untuk
bertukar informasi dan mendapatkan pengetahuan lebih banyak lagi
mengenai proses pengasuhan anak dengan Down Syndrome.
“Kemudian dia jual bukunya di sana. Kita beli, kita pelajari,
kemudian setiap bulan penimbangan balita kita diskusi sama
dokternya. Sampai dokternya bilang bapak ibu ini udah tau
semuanya ya. Karena kita harus menggali itu apa sih yang
sebenarnya terjadi dengan anak saya. Dan dari situ kan kita bisa
mengembangkan anak ini mau diapain. Kemudian di Harapan
Kita itu ada kelompok orangtua anak-anak Down Syndrome.”
(Ibu LM, 108-113)
“Iya, kita dikenalkan dengan komunitas itu, kemudian mereka
sebulan sekali mengadakan pertemuan, kemudian ngundang
dokter untuk memberikan informasi.” (Ibu LM, 116-118)
“Jadi kayak dokter-dokter anak se-Sardjito itu ngadakan
pertemuan. Kemudian ada seminar tentang optimalisasi anak
Down Syndrome. Bukan maksimalisasi.” (Ibu LM, 360-362)
Pengembangan diri sebagai ibu dengan anak berkebutuhan khusus
sangat membantu para informan untuk menghadapi masa pengasuhan
terhadap anaknya. Kesiapan yang dimiliki dengan berbekal pengetahuan
dan informasi terkait anak dengan kebutuhan khusus tentunya membuat
ibu lebih bisa membantu anaknya untuk mencapai perkembangan yang
lebih optimal.
b. Pengembangan anak melalui bebagai jenis terapi dan aktivitas
Permasalahan atau tantangan lain yang dirasakan ibu selama masa
pengasuhan sangat terkait dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki
anak dengan kebutuhan khusus. Dalam mengatasi keterbatasan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
keterbatasan yang dimiliki anaknya, para informan mengupayakan
berbagai jenis terapi dan aktivitas untuk meningkatkan kondisi anaknya
tersebut. Terapi konvensional seperti terapi wicara, okupasi dan
fisioterapi menjadi pilihan yang wajib bagi ketiga informan untuk
mengembangkan kemampuan dasar anak-anak mereka.
“Tapi anak saya juga ambil konvensional terapi lah semacam
terapi wicara, okupasi, sesuai usianya untuk sekitar lima, ehm,
empat setengah, along the way masih ambil terus.” (Ibu TM, 229-
232)
“Terus saya juga fisioterapi di klinik, terus dilanjutkan di rumah
juga sendiri. Saya pelajari itu gimana fisioterapinya terus saya
gabungkan di yoganya juga. Terapi wicara juga gitu ya, speech
terapi.” (Ibu AT, 129-132)
“Terus dari situ, Keke harus terapi wicara dan terapi okupasi.
Seminggu dua kali. Waktu itu dia bisa nyanyi topi saya bundar.
Itu diajarin, memang itu terapi untuk gerakan, menggunakan
aktivitas tangan dan suara,” (Ibu LM, 313-316)
Seperti yang sempat dijelaskan pada bagian sebelumnya,
meskipun menjadi terapi yang wajib untuk mengembangkan kemampuan
dasar anak dengan kebutuhan khusus, informan juga menemukan
keterbatasan pada terapi konvensional. Keterbatasan-keterbatasan tersebut
berusaha diatasi oleh para informan dengan menggabungkan program
terapi anaknya dengan terapi alternatif. Ibu TM (46) memilih yoga
sebagai program pendamping terapi utama bagi anaknya, dan benar-benar
mendalami program tersebut. Berdasarkan pengetahuannya mengenai
yoga, Ibu TM (46) mengatur sendiri program yang ia terapkan pada
anaknya.
“setelah training sama dia aja saya udah pakai yoga untuk anak
saya, sebagai program namanya, kalau anak autism itu pasti ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
program namanya sensori integrasi, saya pakai tuh sensori
integrasinya sebagai home program, yoganya. Saya yang ngerjain
tuh buat anak saya doang, tiap hari.” (Ibu TM, 224-229)
“setelah lama-lama belajar jadi tau kalau yoga itu sebenarnya is
a fun way to be a home therapy ya, home program gitu untuk kita
yang punya anak autism, di luar dari terapi konvensionalnya
gitu.” (Ibu TM, 245-248)
“Nah hanya kalau dari jaman dulu waktu anak saya didiagnosa,
gak pernah ada yang nyuruh anak saya fisioterapi. Padahal yang
saya kerjakan itu sebenarnya fisioterapi. Fisioterapi okupasi yang
saya bilang yoga pose downward facing dog, atau dia pose ular,
itu sebenarnya kan menggunakan otot sama tubuh gitu. Untuk
menguatkan dia, karena kalau engga dia pola napasnya gak
bagus, badannya juga round, posturnya juga gak bagus. Nah itu
kalau dulu tuh autism pasti disuruhnya cuma SI (Sensory
Integration) sama OT (Ocupational Therapy).” (Ibu TM, 749-759)
Sama seperti Ibu TM (46), Ibu AT (56) juga memilih yoga sebagai
program pendamping bagi perkembangan anaknya. Ibu AT (56)
mengombinasikan pengetahuannya mengenai terapi yoga dengan
fisioterapi yang sebelumnya sudah dijalani anaknya. Sebelum mengenal
yoga, Ibu AT (56) juga mempelajari beberapa ilmu penyembuhan yang
diharapkan bisa membantu proses optimalisasi perkembangan anaknya.
Ilmu-ilmu penyembuhan yang dipelajari Ibu AT (56) pula yang menuntun
Ibu AT (56) untuk lebih mengenal yoga.
“Saya pelajari itu gimana fisioterapinya terus saya gabungkan di
yoganya juga. Terapi wicara juga gitu ya, speech terapi. Kan
intinya latian napas kan ya, yoga kan gitu juga.” (Ibu AT, 130-
133)
“itu saya sempat belajar ilmu semacam energi gitu, semacam
prana. Nah terus di situ juga ya untuk membantu Arin tujuannya
gitu. Nah terus, pada saat itu di situ kan ada kita harus meditasi
dan sebagainya gitu, saat saya belajar itu. Itu sudah berjalan
setahun gitu, setiap kali meditasi kok terngiang-ngiang, gak tahu
itu susah sih dijelasin secara ilmiah ya, karena itu yang mungkin
itu spiritual gitu gak ngerti lah ya. Itu terngiang-nginang yoga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
yoga, gitu. Padahal saya nggak tahu yoga itu apa. Setahu saya
duduk, diam, meditasi.” (Ibu AT, 189-198)
Selain melalui program terapi, Ibu AT (56) juga berupaya
mengembangkan keterampilan anaknya melalui pelatihan keterampilan
hidup dan aktivitas-aktivitas kesenian seperti menari balet dan melukis.
Pengembangan keterampilan tersebut dilakukan Ibu AT (56) melalui
yayasan yang sempat dikembangkannya. Pendirian yayasan sendiri
merupakan upaya Ibu AT (56) mengatasai masalah ketersediaan akses
pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus yang sangat terbatas di daerah
tempat tinggalnya.
“Jadi dari kedutaan Australia itu membawa anak-anaknya, terus
mereka melakukan ya kayak demo, kayak ngomong-ngomong ya
gitu lah ya, kayak gitu-gitu. Jadi kita ada masukan, oh seperti itu
anak di luar negeri maju. Nah saya itu kepingin banget begitu
juga saya sampai bentuk yayasan.” (Ibu AT, 140-145)
“Nah saya masih meneruskan untuk lukisnya, untuk baletnya. iya
di yayasan itu. Tapi dengan guru yang berbeda ya. Dan kemudian
tambah yoga juga saat itu.” (Ibu AT, 175-180)
Ibu LM (58) juga memiliki pendekatan yang mirip dengan Ibu AT
(56) dengan memberikan banyak aktivitas untuk mengembangkan
keterampilan anaknya, selain yoga sebagai bentuk terapi pendukung. Ibu
LM (58) giat membimbing anaknya untuk berkembang di olahraga
khususnya berenang, dan dalam bidang kesenian seperti menari, melukis,
bermain musik, dan bermain peran. Selain dapat membantu aspek-aspek
perkembangan anaknya, segala pencapaian yang bisa diraih anaknya
dalam bidang-bidang tersebut ternyata mampu untuk menjawab
permasalahan mengenai pandangan dan sikap negatif lingkungan sosial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
terhadap kondisi anaknya. Melalui pencapaian-pencapaian yang diraih
anaknya, Ibu LM (58) merasa bisa membuktikan bahwa anaknya juga
bisa berprestasi layaknya anak-anak normal yang lain sehingga tidak lagi
dipandang sebelah mata oleh lingkungannya.
“Terus dia kan di klubnya Bu Lina Bunga Melati itu ikut balet.
Dan ternyata gerak dan lagu, dia menyesuaikan gerakan, nari ya,
itu adalah melatih otak. Jadi anak-anak ini berkembang dengan
latihan-latihan itu. Nah kalau dengan yoga, awalnya saya gak
terlalu care ya apakah ada hubungannya apa engga. Tapi karena
saya emang suka olah raga ya, saya paling suka berenang. Jadi
kalau olah raga pasti ada manfaatnya ke tubuh lah. Yoga kan
olah raga juga ya. Kalau Keke karena ada penyesuaian dengan
musik bisa menambah konsentrasi juga, mirip seperti yang main
piano itu dan gerak dan lagu seperti di balet. Tapi yang jelas
dengan banyaknya kegiatan-kegiatan ini dia sudah berkembang
sendiri.” (Ibu LM, 536-546)
“Keke kan bisa balet. Jadi saya masukkan. Saya bilang, saya mau
ketemu panitianya siapa. Saya mau masukkan acara satu, Keke
balet. Saya kasih CD-nya, kamu lihat dulu Keke balet seperti ini.
Semua yang nonton, yang anak-anak kecil itu bilang kayak gini.
Huh, balet kok koyo ngono. Tapi orangtuanya pada nangis.
Orangtuanya pada terharu, karena mereka sudah lihat filmnya,
sekarang lihat oh Keke bisa kayak gitu. Itu guru sekolah
minggunya buka CD-nya langsung ma’ deg. Ini Keke lho yang
nari. Ternyata dia bisa seperti anak lainnya. Oh dia mantap untuk
menampilkan itu.” (Ibu LM, 634-642)
Mengupayakan berbagai jenis terapi dan aktivitas bagi anak
dengan berkebutuhan khusus tentunya memberikan pengaruh yang baik
bagi optimalisasi perkembangan anak yang bersangkutan. Di sisi lain,
terapi dan aktivitas yang dilakukan juga ternyata dapat mengatasi
permasalahan dan tantangan yang ditemui ibu dalam masa pengasuhan
anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
c. Peningkatan kualitas fisik, emosi, serta relasi ibu dan anak melalui
yoga
Yoga merupakan salah satu terapi yang dipilih oleh ketiga
informan sebagai programpendamping terapi utama bagi anak-anak
mereka. Tidak hanya dilakukan oleh anaknya saja, para informan pun ikut
terlibat dalam aktivitas yoga tersebut. Melalui aktivitas yoga bersama
anaknya, para ibu tersebut juga merasakan manfaat dari aktivitas yang
mereka lakukan. Bagi Ibu TM (46) aktivitas yoga yang ia lakukan
memberikan pengaruh yang baik bagi perkembangan fisik dan regulasi
emosinya. Pengaruh positif tersebut juga ia lihat pada anaknya. Selain itu,
aktivitas yoga bersama anaknya menurut Ibu TM (46) membuatnya
memiliki sensitivitas dan kepekaan yang baik untuk memahami apa yang
diinginkan oleh anaknya.
“Yoga itu kan mengajarkan pernapasan dan gerakan, dan
gerakannya ini semua yang bersifat body bearing artinya
menopang tubuh sendiri, which is bagus untuk penguatan anak-
anak, untuk awareness, self regulation” (Ibu TM, 240-244)
“Gak tau apa namanya, karena kan masih baru ya waktu itu gak
ngerti pokoknya habis yoga enak deh. Malah jadi lebih tenang,
apa lebih bisa nahan emosi.” (Ibu TM, 364-366)
“tapi saya rasa yoga itu membawa perubahan di dalam dari
dalam ya. Jadi maksudnya kita bisa lebih tenang, bisa mikir.
Walaupun itu kondisi yang apa ya, apa kamu bilangnya apa tuh,
anak hilang tuh apa emergency atau apa ya tingkat stresnya
tinggi lah pokoknya. Tapi kita berusaha mikir, tenang.” (Ibu TM,
416-421)
“Terus juga sama anak tuh intuisinya, terutama setelah yang yoga
bareng ya, karena kan anak saya gak ngomong. Dari mana saya
tau dia mau A mau B mau C kalau saya gak bisa tune in ya. Tune
in apa sih istilahnya kayak kita denger radio gak mau yang kresek
kresek gitu dong. Maunya kan yang suaranya smooth jadi kayak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
frekuensinya bisa cocok lah gitu ya. Nah jadi along the way
ternyata dengan yoga membuat saya semakin intuitif gitu. Oh
kayaknya dia mau ini deh, kayaknya mau ini deh.” (Ibu TM, 369-
377)
“I think ya yoga itu bantu saya banyak banget. Karena yoga saya
kan bukan yoga yang, yoga itu tidak menyembuhkan. Walaupun
anak dibawa yoga ke saya, saya bukan terapis dan yoganya juga
tidak menyembuhkan. Tapi as a human to have self awareness, I
think it’s very important. To have that connection, between me
and the child, I think it’s a very beautiful thing gitu. Walaupun dia
gak ngomong, gak bisa ekspresiin. But we can connect, apa ya
istilahnya. Connectnya secara intuitif, dia gak ngomong, dia gak
bilang apa,” (Ibu TM 549-558)
Ibu AT (56) juga merasakan manfaat pada kondisi fisiknya dan
anaknya melalui yoga. Yoga juga membantu anaknya untuk memiliki
konsentrasi yang lebih baik. Kepekaan dan sensitivitas juga dirasakan Ibu
AT (56) melalui berkembangnya empati yang dimiliki anak terhdapnya
setelah yoga bersama. Ibu AT (56) merasa menjadi lebih kuat dan sabar
dalam menangani anaknya dan segala permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
“Kalau selama ini sih sebelum saya jatuh sakit sih dari sisi fisik
jauh lebih bagus ya. Maksudnya kayak misalnya dari penampilan
juga, kayak orang bilang gak percaya usia saya sudah segini,
kayak gitu toh. Nah itu juga pengaruh ya dari yoga. Terus dari
Arin juga, yang tadinya dia kakinya agak kurang kuat turun
tangga, sekarang udah jadi lebih kuat” (Ibu AT, 441-446)
“Kalau secara emosional, kalau selama dulu-dulu itu oke mbak.
Emosi saya terutama itu sangat-sangat terkontrol baik. Tapi ya
dua tahun mulai gitu kesehatannya mulai agak gak bagus gitu,
nah itu mulai saya lebih mudah emosi. Jadi emosinya agak, saya
agak kesulitan mengontrol emosi saya sendiri. Lha bedanya kalau
orang yang mungkin tidak yoga, itu gak tahu kalau emosinya gak
terkontrol dan dia gak bisa ngontrol. Nah, saya keuntungannya
dengan saya berlatih yoga kan otomatis saya jadi bisa lebih
masuk ke dalam di saya sendiri. Jadi saya sadar bahwa oh, ini
saya lagi tidak bisa mengontrol emosi saya sendiri. Yang saya
rasakan perbedaanya itu. Saya bisa menyadari masalah saya apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
gitu. Itu perbedaannya sih. Kalau mungkin orang lain ya,
kebetulan kan saya udah menopause mbak, nah jadi kata orang
menopause itu mood swing dan sebagainya mungkin juga gitu.
Tapi mungkin orang lain gak nyadari tapi saya menyadari kalau
oh saya udah gak beres nih, gitu.” (Ibu AT, 447-464)
“kalau dari yoganya, terutama waktu saya sama-sama Arin, itu
sebenarnya gini. Arin itu, kalau saya sampai menyebut Arin itu
malaikat kecil saya. Karena dengan adanya Arin itu saya menjadi
jauh lebih kuat. Saya jauh lebih sabar. Saya waktu itu betul-betul
rasanya kayak gak tau lagi saya harus gimana. Tapi dengan saya
terus merawat Arin, beraktivitas bersama dengan Arin, melihat
kemajuan dia, sedikit demi sedikit, itu saya melihat perkembangan
Arin jadi begitu baik. Terus itu membuat hati saya menjadi lebih
sabar. Sabar menghadapi Arin otomatis kan ya mulai dalam
membimbing di pose-pose asana. Sabar menghadapi Arin,
kemudian juga sabar menghadapi semua hal, saya terima dalam
hidup saya. Dan kayaknya dia yang menuntun saya melalui yoga
bareng itu untuk jauh lebih peka.” (Ibu AT, 263-276)
“Misalnya kalo saya sedih, saya sakit, dan dia peka sekali ya.
Anak-anak seperti itu peka ya, sensitif. Apa mbak istilahnya,
empatinya besar ya. Apalagi setelah yoga bareng-bareng, nahan
sakit nahan capek bareng-bareng. Nah jadi dia, kalau saya diem,
sedih, dia mesti datengin terus dia ngelus-ngelus rambut saya.
Dia bilang, mama kenapa kok sedih, kayak gitu. Mama gak boleh
sedih apalagi kalau dia denger saya sampai nangis gitu dia malah
ikut nangis. Iya, terus nanti mama kok nangis, kenapa, mama gak
boleh sedih ya, ada Arin gitu katanya.” (Ibu AT, 317-327)
Berbeda dengan Ibu TM (46) dan Ibu AT (56) yang merupakan
praktisi yoga, Ibu LM (58) menyatakan sesungguhnya kurang memahami
manfaat dari aktivitas yang baru dilakukannya bersama anaknya selama
kurang lebih dua tahun tersebut. Meskipun demikian, Ibu LM (58) dapat
menganalisis keterkaitan yoga dengan aktivitas-aktivitas lain yang telah
Ibu LM (58) sadari manfaatnya seperti olahraga dan terapi. Ibu LM (58)
juga merasa melalui yoga bersama anaknya ia mampu melatih
kesabarannya dalam menghadapi anaknya tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
“Nah kalau dengan yoga, awalnya saya gak terlalu care ya
apakah ada hubungannya apa engga. Tapi karena saya emang
suka olah raga ya, saya paling suka berenang. Jadi kalau olah
raga pasti ada manfaatnya ke tubuh lah. Yoga kan olah raga juga
ya. Kalau Keke karena ada penyesuaian dengan musik bisa
menambah konsentrasi juga, mirip seperti yang main piano itu
dan gerak dan lagu seperti di balet.” (Ibu LM, 539-545)
“Terus nanti latihan pernapasannya disuruh tiup nanti suaranya
keras aaaaa gitu terus apa. Yoganya itu tidak seperti anak-anak
besar yang serius. Jadi di situ anak-anak teriak-teriak, heboh
pokoknya. Dan ternyata itu jadi kayak terapi wicara juga buat
Keke ya kayak yang di Harapan Kita dulu jadi ngomongnya
makin jelas.” (Ibu LM, 557-561)
“Dan dari kegiatan itu, karena saya baru secara benar-benar full
ikut kegiatan bareng Keke setelah pensiun, saya dari Keke belajar
sabar. Saya jadi orang yang luar biasa sabar. Saya merasakan
itu. Dan saya merasa ini saya belajar, dan ini belajarnya dari
Keke. Kan saya pernah bilang, kalau anak biasa itu sekali dua
kali sudah bisa. Kalau Keke mungkin harus ngulang 10 kali dulu.
Kan kita kalau ngulang 10 kali mungkin bosan. Kita akan marah,
kalau orang biasa mungkin akan marah. Tapi kalau saya marah,
kalau kita targetnya anak itu harus bisa, kita akan ulang dengan
kasih. Nah inilah yang menyebabkan pada saat kita mengulang,
pada saat kita mengajari, itu kita belajar sabar. Dan akhirnya
menghadapi semua masalah saya bisa sabar.” (Ibu LM, 563-573)
Berbagai manfaat yang dirasakan ibu melalui aktivitas yoga
bersama anaknya turut membantu ibu dalam menghadapi tantangan dan
permasalahan dalam masa pengasuhannya. Dengan memiliki kemampuan
untuk meregulasi emosi yang lebih baik, ibu tentu dapat menghadapi
tantangan-tantangan yang ditemui dengan lebih tenang. Permasalahan
terkait ketidakstabilan kondisi ibu juga terbantu dengan melatih regulasi
emosi dan kesabaran dari ibu. Tantangan untuk memahami kondisi anak
yang mudah berubah juga bisa teratasi dengan terbangunnya ikatan dan
relasi yang lebih dekat antara ibu dan anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
3. Faktor pendukung pencapaian kesehatan mental
a. Keberhasilan upaya dengan adanya peningkatan kondisi anak
Berbagai upaya yang telah dilakukan ibu demi meningkatkan
perkembangan anaknya tentu dilakukan dengan harapan bahwa upaya
tersebut akan memberikan hasil yang terbaik bagi anaknya. Melihat
perkembangan positif pada anak sebagai wujud keberhasilan upaya yang
dilakukan tentunya akan mendatangkan berbagai emosi positif pula pada
ibu. Hal tersebut dialami oleh para informan yang telah mengorbankan
banyak hal untuk melakukan upaya-upaya peningkatan kondisi bagi
anaknya. Perasaan bahagia, bersyukur, dan bangga menjadi emosi
dominan yang muncul dari melihat keberhasilan tersebut.
“waktu anak saya udah sekitar lima tahun ya. Itu masih belum
bisa toilet training. Jadi kalau malam itu masih pakai diapers.
Setelah ke dia sekali, sore, besok paginya anak saya bisa ke toilet,
copot diapers, terus bilang poo. Jadi dari situ kita kayak wow, ini
bagus banget progressnya gitu.” (Ibu TM, 199-203)
“Terus sempat juga kan dulu Arin sampai hampir umurnya 3
tahun belum bisa jalan dan bicara, lalu saya dikenalkan dengan
balian ya namanya di Bali itu. Nah saya bawa Arin ke sana terus
alhamdulilah 3 kali pertemuan udah bisa jalan dia. Alhamdulilah
ya berhasil dengan baik. Arin bisa berjalan dan bicara tepat di
usia 3 tahun.” (Ibu AT, 133-139)
“Terus yang waktu saya setengah mati waktu mendirikan yayasan
mondar-mandir-mondar-mandir ke Jakarta itu ada hasilnya,
kayak gitu. Ya, rasanya bahagia mbak. Seneng gitu.” (Ibu AT,
254-257)
“Terus dari situ, Keke harus terapi wicara dan terapi okupasi.
Seminggu dua kali. Waktu itu dia bisa nyanyi topi saya bundar.
Itu diajarin, memang itu terapi untuk gerakan, menggunakan
aktivitas tangan dan suara, ini topinya di sini, bentuknya begini
gitu. Itu dia cepat sekali. Kalau dia sudah selesai kan jadwalnya
sudah ada anak lain lagi, dia gak mau pulang. Dia ngajarin anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
yang sesudahnya. Sampai kita semua terapisnya ketawa.” (Ibu
LM, 313-319)
“Semua orang di gereja kenal Keke. Tapi kenalnya dengan kesan
yang baik. Anak-anak kecil yang teman sekolah minggunya itu,
Ke, nanti sekolah minggu ya. Terus Keke jawab, sudah cukup
jelas waktu itu ngomongnya, karena terapi wicara dan
pernapasan di yoga itu. Terus si anak yang ngajak ngomong tadi
bilangnya, iya, nanti ya. Dia care dengan Keke. Saya ngelihatnya
sampai, aduh, inilah yang aku inginkan, aku rindukan. Anak-anak
itu semua mau main dengan Keke. Mau ngomong dengan Keke.”
(Ibu LM, 612-619)
Selain merasa bahagia atas keberhasilan terapi terhadap
perkembangan anak, peningkatan kondisi yang ditunjukkan anak juga
menjadi penguatan bagi ibu untuk terus berjuang demi anak mereka.
Peningkatan kondisi yang ditunjukkan anaknya membuat ibu merasa
segala usaha dan jerih payah yang mereka lakukan selama ini tidak sia-
sia.
“wah itu kalau dibilang pasti benefitnya buat anak saya ya itu
juga sama. Karena dulu kita ngerinya tuh gini, kita dibilang kalau
anak autism itu gak punya empati. Dan tentunya kita sebagai
manusia ya, kan kita ngeri juga kalau punya anak gak punya
empati. Jadi dari yoga itu kan salah satunya mengajarkan kalau
tidak boleh melukai diri sendiri, tidak boleh mencederai orang
lain, harus saling menghargai dan menghormati makhluk sekitar,
lingkungan sekitar, seperti itu. Jadi nilai-nilai dari yoga itu pun
kita terapkan dalam bentuk permainan. Jadi sekarang ternyata
yang dibilang anak autism itu gak punya empati enggak kok, gak
bener kok. Itu cuma apa, ya bisa diajarin gitu lho. Ya memang
ngajarinnya mesti tau caranya gimana.” (Ibu TM, 270-282)
“Dari dia kediagnosa delapan tahun itu saya benar-benar
istilahnya jatuh bangun gubrak gabruk itu untuk ngurus anak lah,
dua-duanya gitu. Setelah itu kita bisa lihat hasilnya, sekarang dia
udah mau lima belas tahun ya udah hampir lima belas tahun kita
bisa lihat saya bisa lepas lah. Karena udah high function autism
namanya.” (Ibu TM, 317-323)
“Saya waktu itu betul-betul rasanya kayak gak tau lagi saya harus
gimana. Tapi dengan saya terus merawat Arin, beraktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
bersama dengan Arin, melihat kemajuan dia, sedikit demi sedikit,
itu saya melihat perkembangan Arin jadi begitu baik. Terus itu
membuat hati saya menjadi lebih sabar.” (Ibu AT, 267-272)
“Saya ajari pakai komputer. Liriknya di blok dulu, nanti
dimasukkan di word, nanti diprint. Bisa dia. Jadi kalau saya bisa
ngomong ya, ke orangtua yang punya anak Down Syndrome gitu.
Punya anak Down Syndrome itu bukan the end of the world. Jadi
kita jangan menutup diri, menutup anak itu. Itu harus dibuka dan
dikembangkan.” (Ibu LM, 714-719)
“Jadi rasanya gak sia-sia perjuangan kita. Kadang-kadang saya
mikir, aku pengen Keke bisa begini, aku harus berjuang untuk itu.
Kayak yang tadi toh, dia sampai bisa pentas di gereja. Kan kalau
aku gak berjuang, gak mungkin mereka kenal Keke. Untuk bisa
kok bisa balet seperti itu kan gak mungkin ada orang yang tahu.
Nah saya harus berjuang untuk itu.” (Ibu LM, 731-736)
Perasaan bahagia dan penguatan yang didapat dari keberhasilan
upaya-upaya yang dilakukan ibu membantu ibu melewati masa-masa
yang sulit dan melelahkan dalam proses pengasuhan anak dengan
kebutuhan khusus. Hal tersebut membantu ibu untuk tidak mudah
menyerah dan terus mengupayakan yang terbaik bagi perkembangan
anaknya.
b. Dukungan serta pemahaman keluarga dan lingkungan sosial
Seperti halnya pengaruh dari pandangan negatif keluarga dan
lingkungan sosial yang cukup besar bagi kehidupan ibu, dukungan dan
pemahaman yang mereka berikan juga akan sangat membantu ibu
melewati masa pengasuhan yang tidak mudah. Dukungan serta
pemahaman yang diberikan oleh keluarga serta lingkungan sosial dapat
diwujudkan melalui berbagai macam bentuk. Dari pengalaman Ibu TM
(46), dukungan yang ia dapat bisa berupa peringatan awal adanya
perbedaan perkembangan pada anak, ketersediaan waktu untuk membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
mengurus anak, keterlibatan dalam terapi, pemahaman dan empati
terhadap kondisi anak, serta pemberian informasi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan upaya pengembangan anak. Dukungan dan pemahaman
tersebut datang dari keluarga serta lingkungan sosial tempat Ibu TM (46)
menjalin relasi dan bersosialisai.
“kebetulan orang tua suami saya dokter. Lalu dia bilang ini anak
kayanya ada sesuatu yang ga sesuai jadi coba dicek aja gitu.”
(Ibu TM, 19-21)
“Jadi saya waktu itu mikir karena saya waktu itu tinggalnya
masih dekat rumah orang tua, saya bilang boleh ga saya titip dulu
sebentar, saya yoga dulu gitu. Jadi, atau fitness, karena saya rutin
fitness dari kecil, jadinya pasti selalu ada exercise. Jadinya kalau
ada waktu, apakah saya fitness atau saya yoga, pasti saya lakukan
gitu.” (Ibu TM, 81-87)
“kalau dari kakak saya sih ga masalah ya. Mereka sih mengerti
banget. Apalagi suami saya dan adiknya Raissa ya, mereka sangat
mendukung. Banyak sekali. Kepada suami saya selalu jelaskan
setiap alasan program atau terapi untuk Raissa. Manfaatnya apa,
berapa lama dan bagaimana prosesnya. Kepada Mirko adiknya
Raissa, dari awal saya jelaskan kenapa Raissa berbeda, apa itu
autism, apa yang terjadi dengan otak anak dengan autism.
Sehingga sampai saat ini kita masih terus melibatkan anggota
keluarga untuk mengambil keputusan terhadap semua, tidak
hanya untuk Raissa tapi juga untuk semua.” (Ibu TM, 92-102)
“kebetulan guru yoga saya waktu itu orang Kanada, terus saya
cerita sama dia, untung ada yoga ya soalnya saya stres banget
nih, anak saya autism, saya bilang gitu. Eh saya punya kenalan,
dia bilang gitu. Dia bisa. Eh waktu itu saya bilang gini awalnya,
ada ga ya yoga buat anak-anak, kali anak saya juga bisa tuh.
Terus dia bilang tapi kan, waktu itu di Jakarta gitu kan orang
Kanada itu tinggal di Jakarta. Terus dia bilang eh coba deh saya
punya temen tuh, orang Malaysia, dia bilang gitu. Kayanya dia
bisa deh pegang anak-anak, dia bilang gitu. Oya dia langsung
kasih kontaknya” (Ibu TM, 165-175)
“Kami terus mengupdate ilmu pengetahuan tentang bagaimana
otak manusia belajar. Semua bisa didapat berkat internet dan
networking kami di berbagai negara. Mereka terus memberikan
update terbaru untuk ilmu pengetahuan.” (Ibu TM, 625-630)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Ibu AT (56) juga memiliki pengalaman serupa dengan Ibu TM
(46) terkait dengan dukungan dan pemahaman yang diberikan keluarga
serta lingkungan sosial pada kondisi anaknya. Bentuk dukungan yang
dominan didapatkan Ibu AT (56) adalah dengan keterlibatan keluarga,
terutama suami dan anak pertamanya pada upaya pengembangan anaknya
serta dukungan melalui penyediaan informasi yang dapat membantunya
semakin mengembangkan diri sebagai ibu dengan anak berkebutuhan
khusus.
“Untungnya bapaknya Arin dan kakaknya juga sangat mendukung
sekali. Mereka mendukung 100%. Suami saat Arin butuh terapi
selalu siap mengantar dan menunggu juga, selalu memperhatikan
perkembangan Arin. Kakaknya Arin, setelah dia dewasa juga
selalu memberikan support untuk perkembangan Arin secara
langsung maupun tidak langsung. Kadang menyediakan sarana
untuk perkembangan Arin, dan juga berkomunikasi dengan saya
dan bapak untuk perkembangan Arin. Kalau pas di Jogja juga
sering membantu Arin mengembangkan life skill nya.” (Ibu AT,
104-113)
“Akhirnya saya tanya teman saya, gimana ya caranya ngontak
orang yang ngerti yoga. Nah, guru pertama saya ya Mas Yudi itu.
Gitu, terus teman saya waktu itu bilang kontak aja Nirmala. Saya
terus kontak Nirmala, minta kontaknya Mas Yudi dikasih, terus
saya kontak Mas Yudi langsung.” (Ibu AT, 204-209)
“Wah ya bahagia sekali mbak. Ternyata apa yang orang-orang
kasih, kayak dokternya Arin ngasih buku ternyata bermanfaat, gak
cuma untuk Arin tapi juga untuk anak-anak lain.” (Ibu AT, 251-
254)
Tidak jauh berbeda dengan dua informan sebelumnya, Ibu LM
(58) juga memiliki pengalaman serupa terkait mendapatkan dukungan
dari keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dukungan yang dirasakan Ibu
LM (58) terutama adalah dalam upayanya mengembangkan diri dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
meningkatkan pengetahuan terkait kondisi anaknya. Selain itu, Ibu LM
(58) juga mendapatkan banyak dukungan untuk membuat lingkungan
sosialnya memiliki pemahaman yang baik terhadap kondisi anaknya
sehingga anaknya tidak lagi dipandang sebelah mata.
“Nah ini, setelah itu kan ada keponakan saya tinggal di rumah.
Saya ngomong sama dia, dia SMA. Saya ngomong sama dia, kamu
pernah gak dengar Down Syndrome itu apa. Terus dia ambil buku
biologi, saya ditunjukkin. Down Syndrome itu ini lho tante. Ini
kelainan kromosom, gini gini gini. Ternyata di bukunya itu secara
gamblang untuk anak-anak SMA itu diterangkan. Nah di situ saya
tahu.” (Ibu LM, 63-69)
“Dan kalau orang les-lesan itu ya, menerima anak berkebutuhan
khusus kan itu suatu tanda tanya besar. Biasanya gak mau gitu
lho. Masih kayak butuh kesabaran. Ini yang penting anak ini
datang, bayar sesuai peraturannya, itu dilayani terus dan tidak
ada komplain.” (Ibu LM, 470-474)
“supaya kakaknya care juga sama adiknya. Misalnya kan lulus
SMA gitu ya, terus dia masih nunggu toh. Kuliahnya masih
nunggu atau liburan semester gitu, adiknya les, dia yang
nganterin. Pernah Sandy ini, mah, aku nanti mau gathering sama
teman-temanku ya. Kan dia main rubik. Nanti Keke pulang les
terus tak jemput terus tak bawa ya. Saya bilang, diajak gathering?
Iya. Saya tanya dulu, kamu gak malu punya adik Keke? Enggak,
asyik kok malahan. Aku bisa certain kok ini adikku kenapa-
kenapa. Terus di situ dukungan-dukungan itu membuat dia lebih
pintar. Lebih gak terpuruk gitu.” (Ibu LM, 484-492)
“memang dia minder waktu datang ke situ. Kemudian pada suatu
hari pendetanya datang ke sini. Terus dibilangin, ibu, saya mau
bikin film. Bikin sinetron tentang anak-anak berkebutuhan khusus.
Saya boleh gak ngambil Keke untuk jadi salah satu pemerannya?
Oh iya boleh.” (Ibu LM, 582-585)
“Nah itu filmnya diputar di gereja setiap minggu itu hanya 15
menit. Sampe 6 atau 5 episode. Ternyata itu membangkitkan
motivasi untuk anak-anak ini, apa, jemaatnya itu juga care gitu
lho. Nah setelah itu, inilah terjadi pembentukan pribadinya Keke.
Semua orang di gereja kenal Keke. Tapi kenalnya dengan kesan
yang baik. Anak-anak kecil yang teman sekolah minggunya itu,
Ke, nanti sekolah minggu ya. Terus Keke jawab, sudah cukup
jelas waktu itu ngomongnya, karena terapi wicara dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
pernapasan di yoga itu. Terus si anak yang ngajak ngomong tadi
bilangnya, iya, nanti ya. Dia care dengan Keke. Saya ngelihatnya
sampai, aduh, inilah yang aku inginkan, aku rindukan. Anak-anak
itu semua mau main dengan Keke. Mau ngomong dengan Keke.”
(Ibu LM, 608-619)
Dukungan dan pemahaman yang diberikan keluarga dan
lingkungan sosial jelas membantu ibu untuk meringankan beban yang ia
rasakan selama menjalani masa pengasuhan dengan anak berkebutuhan
khusus yang tidak bisa dianggap mudah. Dengan berkurangnya bebean
yang dirasakan, kondisi mental yang sehat akan lebih mudha untuk
dicapai.
c. Keyakinan spiritual yang menguatkan
Menjalani kehidupan yang berat cenderung membuat seseorang
merasa membutuhkan pegangan yang bisa membantu membuat orang
tersebut merasa aman dan menjamin bahwa segala permasalahan yang
dihadapi pasti akan terselesaikan. Hal tersebut dialami pula oleh para
informan yang harus menjalani kehidupan penuh tantangan sebagai ibu
dengan anak berkebutuhan khusus. Ibu AT (56) dan Ibu LM (58)
merupakan pribadi yang cukup religius dan meyakini bahwa segala
permasalahan yang datang kepada mereka telah ditakdirkan oleh Tuhan.
Keyakinan tersebut membuat mereka merasa lebih tabah dalam menjalani
hari-harinya sebagai ibu dengan anak berkebutuhan khusus. Pada Ibu TM
(46), meskipun tidak secara jelas terlihat mengenai keyakinannya kepada
Tuhan, rutinitasnya dalam bermeditasi dan menerapkan konsep
mindfulness cukup selaras dengan keyakinan yang dianutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
“Yang penting usaha terus ya. Pokoknya usaha, setelah itu ya
saya banyak berdoa supaya bisa merawatnya dengan ikhlas dan
penuh kasih sayang.” (Ibu AT, 493-496).
“Saya sudah cukup puas ya, 9 lah. 9. Alasannya karena Allah
SWT sangat baik kepada saya dan keluarga terutama Arin.
Walaupun ya tetap masih ada kekhawatiran sampai sekarang
terkait masa depan Arin. Khawatir jika saya sudah tidak mampu
lagi mengurus Arin sepenuhnya, bagaimana kehidupan Arin
nantinya. Kenyataannya mencari orang yang membantu mengurus
Arin saja susah. Bahkan dari kecil seperti baby sitter atau PRT
sulit diharapkan. Sampai saat ini saya masih belum menemukan
solusi untuk kekhawatiran tersebut. Tapi kalau dilihat lagi ya
kami dapat melewati masa-masa sulit di awal dulu hingga
sekarang Arin sudah dewasa. Saya yakin juga nanti kekhawatiran
saya pasti dijawab sama Allah.” (Ibu AT, 532-544)
“oh Tuhan itu memberi aku anugerah. Kayak ditukar, ditukarin
gitu. Dikasih gantinya gitu. Jadi kemarin Tuhan kayaknya bilang
oh aku salah e ngasih kamu, sekarang tak kasih tukar. Saya bawa
ke situ. Jadi saya di sini ada rasa menerima. Jadi dari situ, itulah
penerimaan. Orangtua harus menerima dulu anaknya. Anaknya
berkebutuhan khusus itu dia harus bisa menerima. Nah
penerimaan itu terjadi waktu adiknya lahir. Dan waktu itu saya
langsung bilang, aku harus bersaksi. Harus bilang ke orang-
orang apa, anakku Down Syndrome, anakku itu adalah anugerah
dari Tuhan.” (Ibu LM, 221-229)
“Saya dulu itu pernah ada dokter, di klubnya down syndrome itu,
ada dokter anak yang datang. Dia itu bilang gini: ibu-ibu, bapak-
bapak, anda itu orang yang terpilih. Dipilih oleh Tuhan untuk
menjadi orang sabar, dengan cara diberi Tuhan anak seperti ini.
Jadi pertama itu terpilih. Kalau kita gak bisa belajar sabar itu
gak mungkin akan dipilih. Kalau kita akan langsung stress, atau
mungkin jadi gila, itu gak mungkin akan diberi masalah seperti
ini. Jadi semakin berat masalah yang kita hadapi, Tuhan sudah
tahu. Jadi Tuhan tidak mungkin memberikan masalah lebih berat
daripada kekuatan kita. Kalau Tuhan tahu kekuatan kita sekian ya
kita diberi sekian. Tapi kalau Tuhan tahu kekuatan kita lebih dari
itu ya kita akan dikasih masalah yang lebih berat.” (Ibu LM, 818-
828)
“Every morning, mungkin sejenis meditation ya, mungkin I don’t
know, mungkin mindfulness I don’t know. But I just need the time,
every morning, untuk duduk bengong, gak ngapa-ngapain, just to
be with myself. And then along the way, setelah itu mau bikin apa
ya udah gak apa-apa gitu. Tapi kalau kita gak punya connection
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
to ourselves I think it’s hard to apa ya, menjalankan hari-hari.”
(Ibu TM, 646-653)
Keyakinan terhadap kekuasaan Tuhan dan aktivitas untuk semakin
menguatkan keyakinan tersebut menjadi pegangan bagi para informan
dalam menjalani hari-hari mereka yang penuh tantangan. Adanya
pegangan tersebut membuat mereka menjadi lebih kuat dan tabah dalam
menghadapi setiap permasalahan yang muncul.
4. Manifestasi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari
a. Keterampilan dalam menghadapi tekanan sosial serta berelasi dan
beradaptasi dengan kehidupan sosial
Para informan menunjukkan kemampuan untuk berelasi dengan
baik di lingkungan sosialnya meskipun tidak jarang lingkungan sosial
memberikan tekanan dalam kehidupan mereka, terutama dalam hal yang
berkaitan dengan kondisi kebutuhan khusus dari anak-anak mereka.
Keterampilan sosial tersebut dimanifestasikan melalui berbagai bentuk,
salah satu yang paling terlihat dari semua informan adalah kemampuan
mereka dalam mengatasi tekanan dan hal tersebut juga menunjukkan
bahwa mereka memiliki kontak yang baik dengan realitas. Ibu TM (46)
telah menunjukkan kemampuan untuk mengatasi tekanan secara
konstruktif ketika ia dihadapkan pada kemungkinan bahwa anaknya
mengalami kondisi perkembangan yang tidak sama dengan anak-anak
normal pada umumnya. Sembari menunggu kepastian dari kondisi yang
dialami anaknya, Ibu TM (46) banyak melakukan pencarian informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
secara mandiri sehingga ia memiliki kesiapan untuk menghadapi hasil
diagnosis dari kondisi anaknya.
“saya sih ga sempat mikir kaya waduh nih bakal sedih atau apa
ga sih. Untungnya saya udah tau duluan kan. Udah banyak baca-
baca jadi kita langsung, oke sekarang maunya gimana. Kita
sebagai parents mesti ngapain. Lebih ke situnya. Jadi saya lebih
sibuk ngatur program, nyari- nyari center, di rumah mesti
ngapain, lebih ke itu ya.” (Ibu TM, 54-59)
Sementara itu, Ibu AT (56) juga menunjukkan kemampuan untuk
mengatasi tekanan dalam hidupnya meskipun dengan cara yang berbeda.
Dalam mengatasi permasalahan yang muncul, Ibu AT (56) cenderung
untuk berserah kepada Tuhan jika usaha yang telah dilakukan dirasa
kurang berhasil untuk menyelesaikan masalahnya. Dengan berserah pada
Tuhan, Ibu AT (56) merasa tetap bisa menikmati kehidupannya meskipun
harus dijalani dengan permasalahan yang ada.
“Ya kita udah usaha maksimal ya kalau memang Tuhan mau
mencoba kita dengan sakit ya mau gimana lagi. Yang penting kan
kita usaha ya, gimana caranya. Ya itu aja sih mbak kalau dari sisi
kebahagiaan ya alhamdulilah kami tetap bahagia gitu ya. Ya
biasa lah namanya juga kalau misalnya ada gronjalan-gronjalan
itu ya umum lah ya. Tapi bisa dilalui dengan baik.” (Ibu AT, 398-
404)
Memiliki keyakinan yang juga kuat terhadap kekuasaan Tuhan,
Ibu LM (58) memiliki pendekatan yang serupa dengan Ibu AT (46) dalam
mengatasi permasalahan yang muncul. Berserah kepada Tuhan menjadi
salah satu jalan yang dipilih dan dirasa bisa membuat kehidupannya
menjadi lebih ringan. Kepuasan hidup yang dimiliki Ibu LM (58) juga
muncul dari keikhlasannya untuk berserah kepada Tuhan.
“Banyak hal yang bikin saya merasa seperti itu, Keke salah
satunya. Dan itu Keke yang menjadi dasar bagi saya untuk bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
menghadapi semuanya. Masalah saya tidak hanya itu, ada
masalah yang lebih besar lagi, lebih berat lagi. Itu saya bisa
melewati. Ya memang belum selesai, tapi saya belajar banyak
berserah pada Tuhan. Dan sekarang ini saya banyak bilang,
Tuhan, terserah. Saya tidak bisa menyelesaikan ini, saya angkat
tangan Tuhan, Tuhan yang turun tangan. Terimakasih. Dan tidak
semuanya dijawab oleh Tuhan. Saya merasa makin lama kita
makin beriman makin bertakwa kepada Tuhan, makin kita
berserah. Kepuasan hidup saya dari berserah juga.” (Ibu LM,
834-843)
Tidak hanya melalui kemampuan dalam mengatasi tekanan,
seluruh informan juga menunjukkan keterampilan sosial yang dimiliki
dengan turut berkontribusi kepada lingkungan sekitar mereka. Kontribusi
yang diberikan menunjukkan kepedulian mereka terhadap lingkungan
sosial. Kepedulian yang ditunjukkan dapat berupa berbagi ilmu yang
dimiliki atau keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh
lingkungan sosial mereka. Melalui kontribusi tersebut kualitas relasi yang
terjalin dengan lingkungan sosial dapat mereka jaga dengan baik.
“Terus ya Senin sampai Jumat saya di sini. Bantu pegang anak-
anak juga, bikin program buat mereka, ketemu sama orangtuanya,
update program anaknya, kalau ibunya perlu apa ya saya bisa
kasih advice atau apa.” (Ibu LM, 727-731)
“Itu yang membuat saya memutuskan untuk akhirnya to do
something, to help others, gitu. Ya mungkin saya gak bisa nolong
semua orang, but at least one child at a time gitu. At least aku ada
di sini tau purpose ku apa, I have these knowledges yang gak
mungkin aku keep sendiri. Let’s share the knowledge and then
that’s why aku akhirnya memutuskan untuk membuka (centre)
ini.” (Ibu TM, 823-830)
“Ya, rasanya bahagia mbak. Seneng gitu. Ya, memang tujuan
saya itu kan selain untuk Arin, untuk membantu siapa pun yang
memang membutuhkan seperti itu. Dan yoga juga, tujuan saya
juga sharing ilmu yang sudah saya pelajari. Kayak gitu.” (Ibu AT,
256-260)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
“Sehat terus, bisa belajar, bisa sharing lebih banyak ke banyak
orang, mungkin bisa membantu orang-orang yang membutuhkan.
Dari sisi yoga atau apapun ilmu yang saya pelajari selama ini.”
(Ibu AT, 520-523)
“Rewang ya istilahnya kalau bahasa Jawa. Akhirnya kan ada
apresiasi juga dari mereka. Wah dia ini juga mau bantu untuk
ikut. Bahkan sekarang bisa dibilang saya sudah menonjol di
antara mereka. Dan jadi kader PKK, saya juga terlibat di PKK.
Saya pikir saya ada waktu kenapa tidak.” (Ibu LM, 927-931)
Selain berkontribusi terhadap lingkungan sosialnya, Ibu TM (46)
dan Ibu LM (58) juga menunjukkan sikap yang positif dan cukup terbuka
terhadap perbedaan pada kelompok-kelompok tertentu. Toleransi yang
ditunjukkan juga berupa keterbukaan terhadap perubahan yang banyak
ditemukan pada generasi saat ini.
“Jadi saya baca buku new earth, itu dibilangnya new age padahal
kan gak new age. New age itu kan kayak aliran yang agak-agak
hippies lah kayak gitu. Tapi ini totally gak ada hubungannya sama
hippies. It’s a new thinking. It’s a new thinking about perception
about yourself ada di situ, about how you see other people, how
you see your environment.” (Ibu TM, 484-490)
“Jadi I think it’s about, ya permasalahannya saya perpaduan dari
era jaman dulu dan jaman sekarang. Tapi saya I love technology
gitu lho maksudnya saya bersyukur hidup di teknologi ini, tapi
what matter is to limit to limit terhadap teknologi supaya gak
tergantung maksudnya gitu ya.” (Ibu TM, 704-709)
“Setiap lebaran kita juga ngadain syawalan. Pas lebarannya kita
keliling satu-satu rumah yang agama Islam kita salamin. Disuruh
makan masakannya, kayak saudara. Nanti kalau natal, mereka
yang datang ke sini. Pokoknya toleransinya jadi tinggi.” (Ibu LM,
950-954)
b. Kemampuan mengenali diri dan mengembangkan potensi
Mengenali diri dan mengetahui apa potensi yang bisa
dikembangkan dari diri sendiri akan mempermudah seseorang dalam
menjalani hidup dan menetapkan tujuan dalam hidupnya. Mengetahui apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
yang menjadi kelebihan diri tentunya juga dapat membuat seseorang lebih
bersemangat untuk menjalani hidup, dengan mengembangkan sesuatu
yang benar-benar mereka minati. Begitu pula ketika seseorang mampu
menyadari kekurangan yang dimiliki, upaya untuk mengatasi kekurangan
tersebut bisa lebih mudah ditentukan. Para informan menunjukkan
kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
melalui cara mereka memandang kehidupan mereka. Pemahaman
mengenai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki membuat para
informan bisa menentukan tujuan hidup yang kira-kira cukup realistis
untuk mereka capai. Pemahaman tersebut juga membuat para informan
tidak memiliki kecemasan yang berlebihan dalam kehidupan yang mereka
jalani.
Ibu TM (46) menyadari pentingnya untuk lebih masuk ke dalam
diri sendiri dan meningkatkan pemahaman terhadap diri dalam menjalani
hidup. Hal tersebut mampu membantu Ibu TM (46) untuk menentukan
langkah dalam mengatasi kekurangan yang dimiliki, dan tidak terlepas
pula dari kemampuannya untuk belajar dari pengalaman. Penetapan
tujuan hidup Ibu LM (46) juga menjadi lebih mudah saat ia memiliki
pemahaman mengenai dirinya sendiri.
“jadi waktu saya hamil itu saya udah mutusin, udah saya gak mau
kerja karena saya dari lulus kuliah, belum lulus kuliah aja udah
kerja melulu. Sepuluh tahun lah saya dari lulus sepuluh tahun
kerja capek juga ya. Sepuluh lebih malah. Akhirnya pada saat
saya hamil saya bilang, udah deh habis ini saya berhenti gak mau
kerja lagi. Jadi emang cuma mau urusin anak pada saat itu.” (Ibu
TM, 308-314)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
“ya, knowing that we have purpose, apa ya, aware of your own,
aware of yourself, built up your awareness. Awareness artinya,
ehm, how to response to certain behavior, how to speak to a
person, itu penting kan.” (Ibu TM, 596-599)
“Jadi untuk saya saat ini adalah saya harus punya satu waktu
yang untuk saya sendiri, gak boleh ada distraction. Every
morning, mungkin sejenis meditation ya, mungkin I don’t know,
mungkin mindfulness I don’t know. But I just need the time, every
morning, untuk duduk bengong, gak ngapa-ngapain, just to be
with myself. And then along the way, setelah itu mau bikin apa ya
udah gak apa-apa gitu. Tapi kalau kita gak punya connection to
ourselves I think it’s hard to apa ya, menjalankan hari-hari.” (Ibu
TM, 644-653)
Ibu TM (46) juga memanfaatkan pemahamannya mengenai minat
yang ia miliki untuk menjadi sarana dalam melepaskan kepenatan dalam
hidup serta pengembangan diri Ibu TM (46) sendiri. Selain itu, Ibu TM
(46) juga mampu untuk mengembangkannya menjadi sebuah karya yang
juga bermanfaat bagi orang lain. Hal tersebut menunjukkan kemampuan
Ibu TM (46) untuk produktif melalui minat dan potensi yang ia miliki.
“Jadi, atau fitness, karena saya rutin fitness dari kecil, jadinya
pasti selalu ada exercise. Jadinya kalau ada waktu, apakah saya
fitness atau saya yoga, pasti saya lakukan gitu. Walaupun
durasinya gak bisa lama-lama. Sejam udah mesti pulang, sejam
udah mesti pulang, ada tanggung jawab gitu kan. Jadi untungnya
masih ada itu.” ( Ibu TM, 84-89)
“Tapi karena saya dari yoga tadi yang saya sebutin banyak
perubahan, saya jadi banyak membaca literatur mengenai,
semacam buku-buku new age gitu lho kayak kalo di judul
penulisnya pertama kali yang saya rasa banyak banget ohh
kebiasaan saya tuh ternyata bisa disebut mindfulness namanya eh,
new earth, by ekarth tolli. Bukunya judulnya new earth. Jadi pada
saat baca buku itu, karena saya seneng baca juga sih orangnya.
Jadi saya baca buku new earth, it’s a new thinking. It’s a new
thinking about perception about yourself ada di situ, about how
you see other people, how you see your environment.” (Ibu TM,
474-490)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
“Jadi intinya the only person that can help you is yourself, gitu.
Ya kalau kamu butuh sama orang gitu ya pasti asal kamu mau
terima mau dengerin, ya pasti kamu bisa ketolong. Tapi kan
banyak juga orang yang gak mau dengerin gitu. Jadi untuk saya
sendiri saya jadi makin penasaran gitu berarti kayak gini bisa ya,
jadi saya bisa apalagi nih. Akhirnya jadinya makin ke sini saya
tetep megang, ditelpon sekolah suruh ngajar yoga, terima klien
anak autism, kayak gitu.” (Ibu TM, 517-525)
Serupa dengan cara Ibu TM (46) dalam menjalani hidupnya, Ibu
AT (56) juga menunjukkan kemampuan untuk mengenali kekurangan dan
potensi diri, serta menunjukkan upaya untuk mengatasi kekurangan yang
dimiliki. Ibu AT (56) juga menunjukkan minat terhadap aktivitas tertentu
dan mengisi kesehariannya dengan mengembangkan minat tersebut.
“Ya kalau kelebihan karena saya sangat bersyukur dengan apa
yang dikaruniakan Tuhan kepada saya ya, jadi segalanya saya
syukuri aja gitu. Kelebihan saya juga menurut saya, saya itu mau
belajar apa saja untuk kemajuan hidup, tidak mudah putus asa
dalam hal itu. Walaupun dikasih banyak cobaan saya selalu
berusaha untuk tidak menyerah. Kalau kekurangan saya itu
mudah sedih dan terbawa emosi, mudah takut dan terlalu banyak
pikir, dan mudah percaya sama orang yang kelihatannya baik,
kadang jadi kecewa. Nah karena saya sadar kekurangan-
kekurangan saya itu, saya berusaha mengembangkan diri, untuk
bisa lebih mengontrol emosi saya. Saya banyak belajar ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan seperti yoga,
healing dan makanan sehat. Mendengarkan musik juga membantu
sih, makanya tiap yoga juga saya putarkan musik. Saya juga
membuat kerajinan tangan seperti merajut untuk mengisi waktu.”
(Ibu AT, 409-424)
“Tapi tetap menyadari. Lebih mudah menyadari. Misalnya
sekarang saya marah gitu, kenapa saya marah ya, gitu. Kenapa
saya marah, terus saya teliti lagi ke diri saya sendiri. Oh iya,
memang saya harus marah. Karena memang ada alasannya di
balik itu. Itu saya masih bisa mikir gitu lho mbak.” (Ibu AT, 468-
473)
Ibu LM (58) juga memiliki cara menjalani hidup yang
menunjukkan kemampuannya dalam memahami kelebihan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
kekurangan yang dimiliki. Bahkan dengan menyadari kekurangannya Ibu
LM (58) mampu memotivasi dan membuktikan diri bahwa ia bisa
menekan kekurangan dirinya dan mampu produktif di tengah kekurangan
tersebut. Motivasi diri yang dimiliki Ibu LM (58) dikembangkan melalui
kemampuannya untuk belajar dari pengalaman yang pernah dijalani
dalam hidupnya.
“saya merasa saya lemah. Sebagai seorang wanita saya lemah di
banyak hal, yang kadang-kadang harus tunduk pada laki-laki.
Pada suami. Kita ditakdirkan untuk tidak melawan. Mengambil
sikap pun kadang-kadang bisa kadang-kadang tidak. Itu
kelemahan saya. Dan saya tahu saya merasa tertekan dengan
kehidupan itu. Tapi saya bersyukur karena saya bisa bekerja
sehingga ada aktualisasi diri. Sehingga di situ saya tidak hanya
terpuruk menyesali kenapa aku harus begini. Dengan bekerja
otomatis kan saya bisa memaksimalkan prestasi saya pribadi.”
(Ibu LM, 849-856)
“Karir juga sudah tinggi jadi gak ada banyak waktu. Waktu itu
saya juga pelayanan di gereja. Kalau sore saya harus rapat dan
sebagainya.” (Ibu LM, 351-353)
“Dan itu benar-benar belajar. Gila sekali pendidikannya di
Jakarta itu. Sehari bisa dikasih tugas 4-5 bab itu Bahasa Inggris
semua. Itu gak berkaitan semua tugasnya dari mata kuliah yang
berbeda. Terus ya itu lah di situ saya harus belajar. Ternyata
semuanya itu bisa dipelajari. Dalam artian di situ kamu diajar
untuk jadi manajer. kamu permasalahannya akan banyak sekali.
Semeja bisa 10an permasalahan. Kalau kamu gak kuat kamu akan
teriak kamu akan gila. Nah itu dibiasakan di sana. Sampai
akhirnya kita kuat dalam menghadapi stress. Dan saya lihat
semua itu ada gunanya. Bukan cuma stress dalam pekerjaan, tapi
stress dalam hidup juga.” (Ibu LM, 885-894)
E. Pembahasan
Berasarkan hasil analisis data melalui eksplorasi terhadap pengalaman
menjalani masa pengasuhan anak dengan kebutuhan khusus dan juga cara ibu dalam
memandang kehidupannya, peneliti mendapatkan beberapa kelompok tema yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
terkait dengan gambaran kesehatan mental dari para informan dan peran yoga dalam
mencapai kondisi kesehatan mental tersebut. Kelompok tema pertama mengarah
pada hal-hal yang berpotensi untuk menghambat informan mencapai kondisi mental
yang sehat. Selanjutnya, terdapat upaya-upaya yang dilakukan informan dalam
menghadapi kondisi anaknya yang juga berperan penting mengatasi permasalahan
yang menjadi hambatan dalam mencapai kondisi mental yang sehat. Selain upaya-
upaya, terdapat pula hal-hal yang menjadi faktor penguat dan pendukung ibu dalam
menjalani masa-masa pengasuhan anak dengan kebutuhan khusus yang penuh
tantangan. Kelompok-kelompok tema yang saling terkait tersebut membentuk cara
ibu menjalani kehidupan, dan berdasarkan manifestasi kondisi mental sehat yang
ditunjukkan dalam kesehariannya, gambaran kesehatan mental dari ibu yang
bersangkutan bisa terlihat.
1. Faktor penghambat pencapaian kesehatan mental dalam proses
pengasuhan
a. Pengetahuan awal dalam menghadapi diagnosis anak
Ibu AT (56) harus menerima kenyataan yang cukup berat di saat
seharusnya ia hanya merasakan kebahagiaan. Kabar mengenai kondisi
putri keduanya yang mengalami Down Syndrome, bahkan sebelum ia
sempat melihat anaknya, menjadi sesuatu yang sangat sulit ia cerna.
Terkejut, takut, dan bingung menjadi reaksi dominan Ibu AT (56) saat itu
karena benar-benar tidak memiliki bayangan anaknya akan seperti apa.
Reaksi penolakan bahkan muncul saat pertama kali melihat kondisi fisik
anaknya, meskipun tidak berlangsung lama. Pada Ibu LM (58)
kekecewaan terhadap pasangan yang justru muncul ketika mendengar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
diagnosis kondisi putri ketiganya. Ketidaktahuan mengenai penyebab dari
kondisi Down Syndrome yang dialami anaknya membuatnya memiliki
pemikiran negatif bahwa pasangannya lah yang menyebabkan putrinya
mengalami gangguan dalam proses perkembangannya.
Berbagai perasaan negatif yang dirasakan oleh informan tersebut
berawal dari satu kondisi, yaitu pengetahuan dan pemahaman yang minim
atas peristiwa yang terjadi pada mereka. Hampir setiap individu pernah
mengalami sebuah masa yang penuh kebingungan dan ketidakpastian,
dengan perasaan seolah tidak mampu mengatasi peristiwa penuh tekanan
yang datang dalam hidupnya. Pada akhirnya, memang sebagian besar dari
individu tersebut akan berhasil menemukan jalan untuk beradaptasi,
menghadapi, melanjutkan hidup, dan keluar dari masa-masa gelap
kehidupannya (Lemme, 1995). Untuk menuju pada tahap tersebut,
pemahaman mengenai kondisi yang sedang dihadapi akan membantu
individu dalam menentukan langkah untuk mengatasi permasalahannya.
Pada kenyataannya, banyak orangtua dalam menghadapi kelahiran
anaknya yang berkebutuhan khusus memiliki pemahaman yang minim
mengenai diagnosis yang diberikan, dan hal tersebut akan semakin
menyulitkan orangtua (Kandel & Merrick, 2003). Hal tersebut juga
menjadi permasalahan bagi informan dalam penelitian ini, terutama pada
informan kedua dan ketiga. Keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki
menimbulkan berbagai emosi dan pemikiran negatif serta ekspektasi yang
keliru atas kelahiran anaknya yang berkebutuhan khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Perasaan dan pemikiran negatif, penolakan, serta ketidaksiapan
yang dihadirkan karena kurangnya pemahaman mengenai kondisi
anaknya berkaitan pula dengan reaksi awal orangtua dalam menghadapi
krisis yang dialami. Kandel dan Merrick (2003) merumuskan tiga tahapan
krisis yang pada umumnya dihadapi oleh orangtua saat menerima
kenyataan bahwa anaknya lahir dengan kondisi yang spesial. Krisis
pertama yang dihadapi disebut dengan krisis perubahan (the change
crisis). Masa ini pada umumnya adalah masa yang paling sulit bagi
orangtua, karena ekspektasi, mimpi, dan harapan mereka untuk memiliki
anak yang normal seolah benar-benar runtuh saat menerima kenyataan
mengenai kondisi anak mereka, sehingga menyebabkan munculnya reaksi
traumatis. Krisis pada masa ini bukan sekadar disebabkan karena
keterbatasan yang dimiliki anaknya, tetapi lebih pada ketidaksiapan
menghadapi perubahan realitas dalam kehidupan mereka. Reaksi
traumatis karena kurangnya pengetahuan pada umumnya terjadi pada fase
krisis perubahan ini.
Selain itu, salah satu faktor yang memegang peranan penting
dalam kesuksesan orangtua menghadapi kondisi spesial anaknya adalah
kondisi kognitif dari orangtua sendiri. Kondisi kognitif yang dimaksud
meliputi persepsi terhadap keterbatasan anak, penjelasan yang dapat
diberikan terhadap kondisi anaknya, pemahaman mengenai mengapa
kondisi tersebut bisa terjadi, serta apa saja upaya yang bisa mereka
lakukan untuk mengurangi tekanan terhadap situasi yang ada
(Dervishailaj, 2013). Dengan kata lain, keterbatasan pengetahuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
terhadap kondisi spesial anaknya akan menghambat kesuksesan orangtua
dalam menghadapi situasi tersebut, sehingga proses pencapaian kondisi
mental yang sehat dari orangtua juga akan terganggu.
b. Keterbatasan terapi
Setelah berhasil berdamai dengan kenyataan bahwa anaknya
memiliki kondisi yang berbeda, menyusun program penanganan bagi
anaknya memiliki tantangan tersendiri pula bagi para informan. Mulai
dari keterbatasan sarana dan prasarana, pelayanan yang dirasa kurang
memadai, dan ketidakcocokan terapi pada anak membuat para ibu harus
memutar pikirannya lebih keras agar terapi yang dilakukan benar-benar
bisa membantu perkembangan anaknya. Ibu TM (46) yang telah cukup
banyak mempelajari kondisi autism yang dialami anaknya bahkan merasa
tidak puas atas prinsip yang diterapkan terapi konvensional yang pada
umumnya hanya berfokus pada satu area keterbatasan anak, tanpa melihat
anak secara utuh sebagai individu. Menurutnya prinsip tersebut tidak
dapat membantu perkembangan anaknya secara optimal.
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami
gangguan dalam kondisi kesehatan dan perkembangan cenderung
memiliki permasalahan dalam penyesuaian emosi, perilaku, dan sosial.
Kondisi tersebut dapat menjadi beban secara emosional, finansial, dan
psikologis bagi keluarganya (Inkelas dkk, 2007). Terapi merupakan salah
satu upaya yang hampir selalu dilakukan oleh setiap keluarga dengan
anak berkebutuhan khusus untuk meringankan beban atau situasi yang
muncul dari kondisi spesial anaknya. Di sisi lain, pelaksanaan terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
sendiri seringkali tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh orangtua.
Ganz dan Tendulkar (2005) melalui penelitiannya menemukan bahwa
masih banyak keluarga dengan anak berkebutuhan khusus yang merasa
kebutuhan dan ekpsektasi mereka terhadap program terapi tidak
terpenuhi, baik secara emosional maupun finansial.
Bagi keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus, berupaya
untuk mengatasi keseharian yang penuh tantangan dan ketidakpastian
merupakan proses yang harus terus dilalui seiring berjalannya kehidupan,
dengan melalui masa kesedihan yang pasang surut. Intensitas kesedihan
yang dirasakan berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah
kehadiran harapan dan keputusasaan yang silih berganti dalam kehidupan
orangtua. Setiap proses terapi atau program baru bagi anaknya biasanya
akan diikuti dengan peningkatan optimisime dan sebuah harapan baru
bagi orangtua. Akan tetapi, jika proses tersebut mengalami kegagalan,
maka orangtua akan cenderung mengalami keputusasaan, dan siklus
tersebut dapat terus berulang selama orangtua terus mencoba untuk
memberikan terapi pada anaknya (Kandel & Merrick, 2003). Hal tersebut
mengindikasikan pentingnya keberhasilan dari suatu terapi untuk tetap
menghadirkan harapan dan optimisme bagi orangtua.
Kondisi anak yang memiliki keterbatasan membuat orangtua harus
memiliki upaya lebih dalam menjaga anaknya. Situasi itu sendiri telah
memposisikan orangtua, terutama yang memegang tanggung jawab utama
dalam pengasuhan, berada pada kondisi yang membutuhkan penanganan
kesehatan mental seperti pada anak-anaknya (Inkelas dkk, 2007). Ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
upaya terapi dan penanganan bagi anaknya tidak memenuhi ekspektasi
dan harapan yang mereka bangun sejak awal, tentunya hal tersebut juga
semakin membuat kondisi mental orangtua menjadi terpengaruh.
Berdasarkan tinjauan literatur yang dilakukan oleh Dervishailaj
(2013) disimpulkan bahwa praktisi yang bekerja dengan anak-anak yang
mengalami kebutuhan khusus dapat memiliki peran yang penting dalam
membantu keluarga pada proses pengasuhan dengan anak berkebutuhan
khusus sehingga orangtua mendapatkan kesan bahwa mereka memiliki
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan anaknya. Kesan atas kemampuan diri yang baik
tersebut dapat membantu orangtua memenuhi ekspektasi dan harapannya
pada terapi, sehingga tingkat stres dalam menjalani masa pengasuhan
dapat berkurang.
c. Pandangan serta sikap keluarga dan lingkungan sosial
Kehidupan yang dijalani seseorang tentu tidak akan pernah
terlepas dari pandangan orang-orang sekitarnya. Begitu pula yang terjadi
pada para informan penelitian ini. Ibu AT (56) bahkan mengalami sikap
yang kurang menyenangkan dari keluarga dekatnya sendiri. Pandangan
dari keluarga yang seolah menyalahkannya atas kondisi yang dialami
anaknya membuatnya merasa tertekan, lebih dari kenyataan mengenai
kondisi anaknya sendiri.
Seligman dan Darling (dalam Devirshailaj, 2013) menyatakan
bahwa ketika seorang anggota keluarga didiagnosis memiliki sebuah
gangguan atau penyakit kronis, maka akan berdampak pada perubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
seluruh fungsi keluarganya. Hal tersebut dirasakan oleh setiap informan
dalam penelitian ini. Mulai dari kebingungan pasangan untuk
berkomunikasi dengan anak, pandangan dan anggapan negatif dari
keluarga besar, hingga perasaan kesal dan kecewa pada pasangan menjadi
bagian yang harus dilewati para ibu yang menjadi informan dalam
penelitian ini saat awal menerima diagnosis kondisi anaknya.
Studi lain yang dilakukan oleh Cole, Martin, dan Colbert (dalam
Devirshailaj, 2013) menyatakan bahwa masa pengasuhan anak yang
mengalami gangguan perkembangan dapat berdampak negatif pada fungsi
keluarga dan hubungan dengan orang lain di luar keluarga (lingkungan
sosial). Masa pengasuhan tersebut cenderung membuat orangtua terutama
pihak yang memiliki tanggung jawab utama atas pengasuhan mengalami
kesulitan dalam membangun kohesivitas suatu hubungan. Selain itu,
lingkungan sosial yang kurang mendukung kondisi anak memiliki
pengaruh yang besar pula terhadap kondisi kesehatan mental dari ibu.
Para informan juga sempat mengalami permasalahan dengan
lingkungan sosialnya. Seperti Ibu TM (46), yang sempat merasa cukup
kecewa dengan sikap beberapa sekolah yang seolah-olah mendiskriminasi
anaknya. Beberapa sekolah tempat Ibu TM (46) mendaftarkan anaknya
tidak menunjukkan itikad baik untuk menerima anaknya, namun juga
tidak memberikan keputusan secara tegas bahwa anaknya tidak bisa
diterima. Ibu TM (46) meyakini hal tersebut dikarenakan keterbatasan
yang dimiliki anaknya. Padahal, Ibu TM (46) telah menjelaskan bahwa
anaknya telah berada pada fase high function autism yang sudah bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
mengikuti kegiatan layaknya anak normal lainnya. Lain lagi dengan ibu
LM (58) yang seringkali menjadi saksi perilaku tidak menyenangkan
yang dilakukan oleh teman-teman sebaya anaknya. Dicemooh dan
dijadikan bahan candaan sudah bukan hal yang asing bagi anak Ibu LM
(58). Kondisi tersebut benar-benar membuat Ibu LM (58) sakit hati dan
kekhawatiran terhadap pergaulan serta perkembangan sosial anaknya
menjadi semakin besar lagi.
Penelitian yang dilakukan McHatton dan Correa (2005)
menunjukkan bahwa banyak ibu yang mengalami perasaan frustrasi,
kekecewaan dan diskriminasi akibat tindakan kurang menyenangkan
terhadap anak mereka, lebih dari yang dirasakan oleh anak sendiri. Hal
tersebut dikarenakan tanggung jawab pengasuhan yang ibu miliki dan
tingkat pemahaman anak yang belum memadai, sehingga beban dan
dampak dari tindakan kurang menyenangkan tersebut lebih terasa pada
ibu. Maka dari itu, kesadaran lingkungan sosial dalam membantu
orangtua untuk membangun hubungan yang kohesif pada masa
pengasuhan anak dengan kebutuhan khusus akan sangat membantu
menurunkan tingkat stres yang mereka rasakan (Bristol dkk dalam
Devirshailaj, 2013).
d. Kondisi anak dan ibu yang kurang stabil
Keseharian yang penuh tantangan dalam masa pengasuhan anak
dengan kebutuhan khusus sangat dirasakan oleh para informan. Kesulitan
berkomunikasi dan ketidakstabilan emosi anak misalnya, sangat dirasakan
oleh Ibu TM (46) selama proses pengasuhan anaknya. Anaknya yang tiba-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
tiba tantrum dan menjadi sangat emosional saat ia tidak memahami
keinginannya bukan lagi merupakan hal baru bagi Ibu TM (46), terutama
di masa awal pengasuhannya. Kondisi tersebut juga berpengaruh pada
kondisi emosi Ibu TM (46) sendiri. Kesehatan fisik anak yang rentan juga
menjadi tantangan sendiri bagi para informan dalam masa pengasuhan
anaknya. Ibu AT (56) mengaku harus sangat berhati-hati menentukan
aktivitas untuk putrinya. Belum lagi jika kondisi fisik pribadi juga
mengalami penurunan, maka tanggung jawab yang harus diemban tentu
akan menjadi lebih besar.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martin dan
Colbert (dalam Devirshailaj, 2013) masa awal ketika orangtua menerima
diagnosis anak merupakan salah satu masa yang paling berat sebagai
orangtua dengan anak yang memiliki kondisi kebutuhan khusus.
Keterkejutan, penolakan, ketidakpercayaan, dan perasaan berduka
merupakan reaksi yang pada umumnya akan ditunjukkan orangtua setelah
menerima diagnosis tersebut. Meskipun demikian, beberapa orangtua
menunjukkan kecenderungan perasaan lega karena diagnosis yang
diberikan memberikan mereka sebuah kepastian atas kondisi yang dialami
anaknya sehingga segala kebingungan mereka bisa diakhiri.
Setelah melalui masa awal yang cukup berat, orangtua selanjutnya
harus menghadapi masa-masa penyesuaian diri sebagai orangtua dengan
anak yang memiliki kondisi spesial. Waisbern (dalam Devirshailaj, 2013)
menyatakan bahwa orangtua dengan anak yang mengalami gangguan
perkembangan harus memformulasi ulang peran dan identitas mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
sebagai orangtua dengan anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut dapat
memicu timbulnya situasi penuh kecemasan yang akhirnya berdampak
pada ketidakstabilan emosi dan tingkat stres dari orangtua.
Faktor lain yang berpengaruh besar dalam menghadirkan situasi
penuh tekanan pada masa pengasuhan anak dengan kebutuhan khusus
adalah karakteristik, kondisi keterbatasan, dan perilaku yang dimiliki oleh
anak yang bersangkutan (Minnes dalam Devirshailaj, 2013). Karakteristik
keterbatasan yang dimiliki anak dan perilaku anak yang tidak stabil
membuat orangtua harus memberikan perhatian dan mendedikasikan
waktu lebih banyak untuk menjaga anak mereka (Simmerman dalam
Devirshailaj, 2013). Hal tersebut tentu memicu kelelahan fisik dan mental
sehingga memunculkan kondisi fisik dan mental yang kurang stabil pada
orangtua sendiri. Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
ketidakstabilan kondisi orangtua dan anak yang berkaitan dapat menjadi
hambatan ibu dalam mencapai kondisi mental yang sehat (Herring dalam
Dervishailaj, 2013).
Penelitian yang selama ini dilakukan terkait faktor yang
menghambat pencapaian kesehatan mental ibu dari ABK kebanyakan
hanya berfokus pada kondisi yang saat itu harus dihapai oleh ibu secara
langsung. Contohnya adalah keterbatasan dan karakteristik anak serta
pandangan dan sikap dari keluarga dan lingkungan sosial (Dervishailaj,
2013). Sementara itu, dari hasil penelitian ini jelas terlihat bahwa
minimnya persiapan dari ibu dalam menghadapi kondisi anaknya juga
menjadi suatu hambatan penting bagi ibu dalam mencapai kesehatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
mental. Persiapan diri yang dimiliki ibu baik dalam pemahaman atas
kondisi keterbatasan anaknya, kondisi yang mungkin akan dialaminya
sendiri, serta jenis-jenis penanganan yang bisa dilakukan akan sangat
membantu ibu untuk bisa melewati masa pengasuhan dengan lebih baik.
Persiapan diri tersebut juga dapat mencegah faktor-faktor penghambat
lain seperti keterbatasan dan karakteristik anak serta pandangan
lingkungan sosial untuk mempengaruhi ibu dalam proses pengasuhannya.
2. Upaya menghadapi kondisi anak melalui pengembangan diri dan
peningkatan kemampuan anak
Berbagai tantangan dan hambatan yang ditemui para informan
mendorong mereka untuk melakukan berbagai upaya dalam mengatasi
tantangan tersebut. Mencari banyak informasi melalui berbagai sumber dan
berdiskusi dengan tenaga profesional merupakan cara yang dilakukan seluruh
informan untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya atas
kondisi yang dialami oleh anak mereka. Selain itu, tekanan yang
dimunculkan dari keterbatasan yang dimiliki oleh anak-anaknya diatasi
dengan berbagai program terapi serta aktivitas-aktivitas pengembangan diri
dan keterampilan sehari-hari bagi anak.
Kelahiran anak dengan keterbatasan tertentu merupakan pengalaman
yang membuat orangtua harus berhadapan dengan tugas-tugas yang
membingungkan, melelahkan, dan penuh tantangan. Segala kondisi yang
tidak mudah tersebut bercampur pula dengan keharusan menerima kenyataan
bahwa mereka harus bisa merelakan kondisi anak “normal” yang telah
mereka impikan. Orangtua harus tetap melanjutkan hidupnya, membesarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
anak mereka bagaimana pun kondisinya, dan membangun sebuah mimpi baru
untuk masa depan anak mereka (Moses, 2004). Untuk melalui segala kondisi
tersebut, orangtua memerlukan strategi agar dapat mengatasinya dengan baik.
Berupaya mengembangkan diri melalui seminar, aktif bertanya pada
profesional maupun orang yang dianggap lebih tahu, serta tidak lelah
membaca banyak sumber informasi merupakan contoh nyata dari strategi
yang digunakan oleh informan dalam mengatasi kondisi anak mereka, yang
sebelumnya sangat tidak familiar bagi mereka sendiri. Upaya-upaya yang
dilakukan tersebut dapat digolongkan dalam jenis koping yang berfokus pada
masalah (problem focused strategy) (Burger, 2011), karena para ibu tidak
menghindar dari kenyataan bahwa mereka memiliki anak dengan kondisi
yang spesial. Segala jenis terapi yang diupayakan bagi peningkatan
perkembangan anak mereka juga dapat digolongkan ke dalam strategi koping
yang berfokus pada masalah (problem focused strategy). Ketika ibu
menggunakan strategi koping yang berfokus pada masalah, penyusunan
program dan perencanaan dalam menghadapi kondisi anak mereka akan
membuat mereka merasa jauh lebih baik dan membuat kehidupan mereka
cenderung terasa lebih mudah (Burger, 2004).
3. Faktor pendukung pencapaian kesehatan mental
a. Keberhasilan upaya dengan adanya peningkatan kondisi anak
Pada umumnya, anak dengan gangguan perkembangan memiliki
kemampuan yang terbatas untuk menjaga dirinya sendiri dan kurang bisa
menunjukkan perilaku yang diharapkan dari anak-anak seusianya.
Kemandirian dan perkembangan anak cenderung terhambat, tergantung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
pada jenis gangguan yang dimiliki (Dervishailaj, 2013). Berbagai upaya
yang dilakukan orangtua melalui terapi dan pengembangan aktivitas
diharapkan mampu untuk meminimalisir keterbatasan yang dimiliki anak.
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, setiap terapi atau
program baru yang diterapkan pada anak berkebutuhan khusus akan
memberikan optimisme dan harapan baru bagi orangtuanya. Harapan
yang dibangun tersebut bermanfaat untuk membantu orangtua melalui
masa-masa sulit yang berpotensi membuat mereka merasakan kesedihan
yang mendalam (Kandel & Merrick, 2003).
Melihat anaknya dapat melalui tahapan perkembangan dengan
baik merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi para informan. Hal-
hal sederhana seperti ketika Ibu TM (46) melihat keberhasilan anaknya
menerapkan toilet training atau ketika Ibu AT (56) melihat anaknya bisa
berjalan tepat waktu memberikan semangat bagi para mereka untuk terus
mengoptimalkan perkembangan dan kemampuan anaknya. Terlebih
ketika Ibu LM (58) melihat anak bisa menari, bernyanyi, melukis dan
belajar seperti anak lainnya yang menghadirkan perasaan bangga
sehingga tekanan atas keterbatasan yang dimiliki anak terasa berkurang.
Keberhasilan terapi pada peningkatan perkembangan anak
tentunya akan menjawab harapan dari orangtua di awal proses terapi atau
program tersebut diterapkan. Hal tersebut berkaitan dengan hasil tinjauan
literatur oleh Kishore (2011) yang menyatakan bahwa berbagai dampak
negatif pada aspek kehidupan orangtua dengan anak yang memiliki
kebutuhan khusus berasal dari keterbatasan yang dimiliki anaknya. Maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
dari itu, fokus utama yang menjadi perhatian dalam penanganan
kesehatan mental orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus
adalah meminimalisir keterbatasan anak itu sendiri. Peningkatan
kemampuan anak berarti mengurangi sumber dari berbagai emosi negatif
yang dirasakan orangtua terutama ibu, sehingga pencapaian kondisi
mental yang sehat bisa menjadi lebih mudah (Kishore, 2011).
b. Dukungan serta pemahaman keluarga dan lingkungan sosial
Tidak dapat dipungkiri bahwa kelahiran anak dengan kondisi
kebutuhan khusus akan memberikan pengaruh pada perubahan fungsi
keluarga secara keseluruhan (Seligman & Darling dalam Devirshailaj,
2013). Padahal, fungsi keluarga justru menjadi sangat penting dalam
menghadapi kondisi krisis seperti kehadiran anak dengan kebutuhan
khusus. Dukungan dari keluarga akan sangat membantu dalam
meringankan beban yang dirasakan ibu dalam masa pengasuhan anak
dengan kebutuhan khusus.
Seperti yang dialami oleh Ibu TM (46) ketika merasa memerlukan
sarana untuk melepaskan segala kepenatan dengan melakukan aktivitas
yang digemarinya, keluarganya dengan senang hati menyediakan waktu
untuk menjaga anaknya. Keterlibatan suami Ibu TM (46) dalam program
pengembangan diri bagi orangtua dengan anak autism juga membuat Ibu
TM (46) merasa tidak berjuang sendiri. Dukungan serupa juga
ditunjukkan oleh suami Ibu AT (56) dengan selalu siaga memenuhi
keperluan anaknya selama masa terapi dan membantu Ibu AT (56) dalam
menjalankan program terapi tersebut. Sedangkan bagi Ibu LM (58),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
dukungan bahkan datang dari seluruh keluarga besarnya dengan
memberikan informasi-informasi terkait terapi dan penanganan yang baik
untuk membantu perkembangan anak dengan Down Syndrome.
Penelitian yang dilakukan oleh Smith, Oliver dan Innocenti (2001)
menunjukkan bahwa fungsi keluarga dan pasangan memiliki peran yang
lebih penting dalam mempengaruhi tingkat stres atau tekanan yang
dirasakan orangtua dibandingkan dengan keterbatasan yang dimiliki anak
sendiri. Kohesivitas keluarga juga memberikan sumbangan pada tingkat
stress yang dirasakan orangtua. Semakin tinggi kohesivitas yang dimiliki
keluarga, maka semakin besar kemungkinan orangtua dapat menghadapi
kondisi keterbatasan anak dengan kesehatan mental yang baik
(Devirshailaj, 2013).
Berdasarkan kisah hidup yang dibagikan seluruh informan,
nampak mereka memiliki keluarga yang cukup mendukung situasi yang
harus mereka hadapi terkait kehadiran anaknya yang memiliki kebutuhan
khusus. Meskipun informan kedua sempat merasakan pengalaman yang
kurang menyenangkan atas respon yang diberikan keluarga besarnya,
namun seiring berjalannya waktu, perubahan sikap yang ditunjukkan
keluarganya membuatnya bisa menjalani hidup dengan lebih ringan.
Dukungan berupa informasi, waktu, serta keterlibatan dalam proses terapi
dan upaya pengembangan diri dalam menghadapi kondisi anak dirasakan
oleh seluruh informan dari keluarga dekatnya. Hal tersebut sangat
membantu para informan melewati masa-masa pengasuhan terhadap
anaknya yang memiliki kebutuhan khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
c. Keyakinan spiritual yang menguatkan
Bagi sebagian besar orang, menyadari dan meyakini
keterlibatannya dalam komunitas religius tertentu sangat membantu
mereka dalam proses pembenahan diri. Adanya agama atau keyakinan
yang mereka anut membuat mereka merasa memiliki sebuah kerangka
yang menunjukkan jalan dan mendukung mereka dalam menghadapi
masalah hidup (Moss & Gilbert, 2007). Informan pertama dan kedua
menunjukkan keyakinan spiritual yang besar pada masa-masa sulit
mereka dalam kehidupan. Keyakinan bahwa Tuhan akan selalu
memberikan jalan pada tiap masalah menjadi penguatan mereka dalam
menghadapi permasalahan yang hadir dalam hidupnya, khususnya yang
terkait dengan kelahiran anak mereka yang spesial.
Bentuk penguatan diri yang dikembangkan informan melalui
keyakinan spiritual ini dapat pula dilihat sebagai strategi yang informan
gunakan untuk meredakan kecemasan mereka. Startegi tersebut dapat
digolongkan ke dalam strategi koping yang berfokus pada emosi (emotion
focused strategy) (Burger, 2011). Meskipun keyakinannya terhadap
Tuhan tidak akan benar-benar menyelesaikan permasalahan yang ada di
hadapannya, namun informan menjadi merasa lebih tenang dalam
menghadapi permasalahannya ketika mereka meyakini bahwa Tuhan akan
membantunya. Hal tersebut menunjukkan esensi yang dimiliki dari
strategi koping yang berfokus pada emosi (emotion focused strategy)
untuk meredakan berbagai emosi negatif yang muncul dari hadirnya
sebuah masalah (Burger, 2011). Kishore (2011) juga menyatakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
orangtua dengan anak berkebutuhan khusus secara garis besar
menggunakan strategi koping yang berfokus pada masalah dan strategi
koping yang berfokus pada emosi dengan kecenderungan yang relatif
sama.
Selain digunakan sebagai strategi koping, keyakinan yang besar
terhadap agama atau keberadaan Tuhan juga banyak ditinjau oleh ahli
psikoanalisis. Freud (Burger, 2011) menyatakan bahwa keyakinan
terhadap Tuhan merupakan bentuk ketidaksadaran yang kita bawa sejak
lahir, sebagai perwujudan atas perasaan tidak berdaya sehingga kita
membutuhkan figur yang lebih kuat untuk membantu hidup kita. Figur
Tuhan yang dimunculkan oleh manusia berfungsi untuk melindungi kita
dari segala ketidakpastian dalam hidup, sehingga kita tetap merasa aman.
Jika dikaitkan dengan penguatan yang dibangun para informan melalui
keyakinan spiritualnya, maka dapat dilihat bahwa informan berusaha
untuk mendapatkan perasaan aman atas berbagai ketidakpastian yang
harus mereka hadapi sebagai konsekuensi dari kelahiran anaknya yang
memiliki kebutuhan khusus. Meskipun demikian, Fromm (Burger, 2011)
menyatakan bahwa dalam keyakinan yang humanis (humanistic
religions), seseorang bisa memanfaatkan keyakinannya terhadap Tuhan
tersebut untuk membangun kemampuan dalam mengatasi masalah dan
mengembangkan dirinya sebagai individu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
4. Manifestasi kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari
a. Keterampilan dalam menghadapi tekanan sosial serta berelasi dan
beradaptasi dengan kehidupan sosial
Kesehatan mental merupakan kemampuan untuk menyesuaikan
diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat, serta
lingkungan di mana individu tersebut hidup (Daradjat, 1985). Melalui
definisi tersebut, terlihat adanya aspek keterampilan sosial yang harus
dimiliki seseorang untuk dikatakan bahwa ia memiliki kondisi mental
yang sehat. Berdasarkan kisah perjalanan hidup yang dibagikan informan,
nampak bahwa mereka menunjukkan beberapa indikator atau manifestasi
mental yang sehat dalam aspek kehidupan sosial, seperti yang telah
dirumuskan oleh Maslow dan Mittlemenn (dalam Notosoedirjo &
Latipun, 2002).
Memiliki kontak yang efisien dengan realitas merupakan salah
satu manifestasi kesehatan mental menurut Maslow dan Mittlemenn.
Termasuk di dalamnya adalah kemampuan individu untuk memiliki
pandangan yang realistis dan luas terhadap dunia dan disertai dengan
kemampuan untuk menghadapi tekanan dan kesulitan dalam kehidupan
(Maslow & Mittlemenn dalam Notosoedirjo & Latipun, 2002).
Kemampuan tersebut telah ditunjukkan para informan dalam berbagai
kesempatan selama menjalani masa pengasuhan terhadap anaknya yang
memiliki kebutuhan khusus yang tentunya memiliki banyak tekanan. Para
informan tetap bisa berpikir realistis dalam memilih dan menyusun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
program terapi bagi anaknya, hingga menentukan pendidikan yang tepat
dengan kondisi keterbatasan anaknya tersebut.
Selain mampu untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sosial,
keterampilan sosial yang juga nampak dari seluruh informan dimunculkan
dalam indikator kesehatan mental yaitu berkontribusi terhadap komunitas
(WHO, 2014). Membangun pusat pelatihan yoga sebagai upaya
peningkatan kualitas terapi bagi anak berkebutuhan khusus merupakan
bentuk kontribusi yang diberikan informan terhadap lingkungan
sosialnya. Selain itu, keterlibatan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan
oleh lingkungan juga menunjukkan kemampuan informan untuk
memuaskan tuntutan kelompok sosial, yang juga merupakan salah satu
manifestasi dari mental yang sehat (Maslow & Mittlemenn dalam
Notosoedirjo & Latipun, 2002). Selain berkontribusi, informan juga
mampu menunjukkan toleransinya terhadap keberagaman antarkelompok
dengan memiliki pikiran yang terbuka terhadap perbedaan dan perubahan.
Adanya toleransi dan emansipasi terhadap kelompok atau budaya tertentu
juga merupakan salah satu manifestasi dari mental yang sehat (Maslow &
Mittlemenn dalam Notosoedirjo & Latipun, 2002).
b. Kemampuan mengenali diri dan mengembangkan potensi
Selain berkaitan dengan keterampilan sosial, kesehatan mental
tentunya juga tidak bisa dilepaskan dari dinamika yang terjadi dalam diri
seseorang. Individu yang memiliki mental yang sehat adalah individu
yang juga bisa beradaptasi dengan diri sendiri serta memiliki kemampuan
untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa pada
kebahagiaan diri (Daradjat, 1985). Para informan juga mampu
menunjukkan berbagai manifestasi mental yang sehat dari aspek individu.
Mampu menilai diri sendiri, memiliki pengetahuan yang baik
tentang dirinya, hingga mampu menentukan tujuan yang wajar merupakan
manifestasi mental yang sehat menurut Maslow dan Mittlemenn (dalam
Notosoedirjo & Latipun, 2002). Para informan telah mampu
menunjukkan bahwa mereka megenali potensi, minat, kelebihan dan
kekurangan diri sehingga bisa menentukan tujuan hidup yang wajar
melalui pengetahuan tetang diri sendiri yang mereka miliki tersebut.
Selain itu, para informan juga tidak menunjukkan kecemasan yang
berlebihan terhadap masa depan anaknya meskipun dengan segala
keterbatasan yang dimiliki anaknya karena merasa telah melakukan yang
terbaik bagi perkembangan anaknya tersebut. Rasa aman yang mereka
miliki dalam kehidupan juga merupakan salah satu manifestasi dari
mental yang sehat yang telah dirumuskan oleh Masslow dan Mittlemenn
(dalam Notosoedirjo & Latipun, 2002).
Manifestasi kesehatan mental yang ditunjukkan oleh para
informan memberikan gambaran bahwa kehidupan para ibu dari ABK
tetap bisa mencapai kondisi kesehatan mental yang baik meskipun berada
dalam situasi yang cenderung menghambat mereka mencapai kondisi
kesehatan mental tersebut. Penanganan situasi yang sesuai dan
ketersediaan faktor-faktor yang mendukung menjadikan kondisi
kesehatan mental ibu dari ABK tetap bisa terpenuhi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
5. Peran yoga dalam pencapaian kesehatan mental
a. Peningkatan kualitas fisik, emosi, serta relasi ibu dan anak melalui
yoga
Situasi penuh tekanan yang dihadapi oleh ibu dengan anak yang
mengalami kondisi kebutuhan khusus membuat ibu cenderung lebih
mudah mengalami stres dan depresi, kecemasan, serta ketidakpastian
menghadapi perilaku dan sikap dari anak mereka. Secara keseluruhan,
dapat dikatakan masa pengasuhan ibu terhadap anak dengan kebutuhan
khusus berkaitan terhadap tantangan pada efikasi diri dan kestabilan
psikologis (Nicholas dkk., 2015). Selain itu, kondisi anak sendiri
merupakan hal yang pada umumnya menjadi fokus utama para ibu. Hal
tersebut membuat mereka cenderung mengabaikan kebutuhan personal
mereka akan penanganan psikologis dan dukungan sosial (Kishore, 2011).
Bagi para informan yang telah memilih yoga sebagai salah satu
aktivitas bersama anak mereka, mulai terlihat titik terang penyelesaian
untuk permasalahan tersebut. Para informan tidak perlu lagi mengabaikan
kebutuhan personal mereka akan penanganan psikologis karena aktivitas
yoga yang mereka lakukan bersama anak mereka mampu memberikan
manfaat secara langsung pada seluruh pihak yang terlibat. Penelitian oleh
Barton (2011) menyatakan penekanan aktivitas yoga sebagai program
penyembuhan adalah pada hubungan dan kepedulian kepada semua pihak
yang terlibat.
Yoga sendiri pada kenyataannya telah digunakan sebagai metode
untuk membantu mengatasi berbagai gangguan fisik dan psikologis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Ketidakstabilan emosi yang dialami para ibu dengan anak berkebutuhan
khusus dapat terbantu melalui aktivitas yoga karena menurut Patanjali,
yoga adalah “citta vritti nirodah” yang artinya memiliki efek untuk
menstabilkan pikiran (Gangadhar & Varambally, 2011). Hal tersebut
sejalan dengan pengalaman yang dirasakan oleh Ibu TM (46) yang
menyatakan aktivitas yoga mampu membuatnya merasa lebih tenang dan
mampu menahan emosi. Bahkan saat menghadapi kondisi yang penuh
tekanan karena anaknya tiba-tiba hilang di keramaian, Ibu TM (46)
merasa lebih mampu untuk berpikir tenang dan tidak panik dalam
menghadapi kondisi tersebut.
Ibu AT (56) juga merasakan pengaruh yang baik dalam hal
regulasi emosi. Meskipun saat ini Ibu AT (56) mengakui penurunan
kondisi fisik karena usianya yang terus bertambah membuatnya semakin
emosional, namun Ibu AT (56) tetap mampu mengidentifikasi emosi dan
penyebab munculnya emosi tersebut. Kemampuannya untuk
mengidentifikasi emosi dan penyebab munculnya emosi membuat Ibu AT
(56) bisa bersikap lebih rasional dalam menghadapi emosinya sendiri.
Kemampuan tersebut terkait pula dengan esensi utama dari aktivitas yoga
untuk membuat individu berada pada kesadaran “di sini dan kini” dengan
berfokus pada momen atau peristiwa yang sedang berlangsung. Proses ini
tidak jauh berbeda dengan teknik meditasi mindfulness (Gaiswinkler &
Unterrainer, 2016).
Selain itu, Singleton (2005) melalui tinjauan literaturnya
menyatakan bahwa menenangkan hati dan pikiran hanya bisa dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
jika kita mampu merelaksasi otot-otot tubuh kita karena pikiran dan
emosi terbingkai dalam tubuh atau fisik individu. Hal tersebut juga
berkaitan dengan manfaat yoga bagi perkembangan fisik anak. Aktivitas
yoga terbukti berpengaruh baik terhadap kualitas fisik karena dapat
meningkatkan kapasitas paru-paru melalui latihan pernapasan, ketahanan
kardiorespiratori, dan penguatan otot (Telles dkk., 2013). Pengalaman
tersebut juga dirasakan Ibu TM (46) dan Ibu AT (56) yang menyatakan
gerakan dalam yoga yang bersifat menopang tubuh sendiri (body bearing)
membantu anak meningkatkan kesadaran terhadap tubuh dan emosinya.
Peningkatan empati juga dialami oleh anak mereka, terutama setelah
melalui aktivitas yoga bersama-sama, melalui prinsip yoga untuk tidak
boleh menyakiti diri sendiri dan menghargai orang lain dalam proses
bersama yang mereka lalui.
Seperti yang dijelaskan oleh Thygeson dkk (2010) yoga
merupakan aktivitas yang menitiberatkan pada penyatuan atau
pengintegrasian pernapasan (pranayama) dan gerakan (asana). Latihan
fisik juga diasosiasikan dengan pengaruh yang positif untuk penurunan
depresi, kecemasan, penghargaan diri, dan peningkatan kemampuan
akademik (Telles dkk, 2010). Hal tersebut tentunya juga dapat sangat
membantu permasalahan ketidkastabilan emosi dan konsentrasi yang pada
umumnya menjadi kendala bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Ibu
AT (56) juga melihat adanya peningkatan kemampuan berkonsentrasi
yang dimiliki anaknya setelah rutin melakukan aktivitas yoga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
Relasi yang semakin baik antara ibu dan anak juga ditunjukkan
setelah aktivitas yoga yang dilakukan informan bersama anaknya.
Kepekaan, pemahaman, dan koneksi yang baik antara ibu dan anak
dirasakan para informan setelah melakukan aktivitas yoga bersama.
Informan juga merasa empati dari anak untuk lingkungan terutama untuk
ibu meningkat setelah aktivitas yoga bersama. Hal tersebut berkaitan
dengan penekanan pada aktivitas yoga sebagai program penyembuhan
yang sangat menekankan pada hubungan dan kepedulian kepada semua
pihak yang terlibat (Barton, 2011). Derezotes (dalam Barton, 2011) juga
menekankan pentingnya pengimplementasian program dalam lingkungan
yang hangat dan hubungan yang penuh perhatian.
Melibatkan anak untuk bediskusi dan membicarakan pengalaman
serta perasaan mereka setelah melakukan aktivitas yoga bersama juga
dapat membangun keterbukaan terhadap pemikiran dan perasaan,
sehingga bisa membantu untuk mengembangkan komunikasi dan koneksi
yang baik antara setiap pihak yang berpartisipasi, dalam hal ini ibu dan
anak yang terlibat dalam aktivitas yoga bersama (Barton, 2011).
Ketenangan yang dihadirkan dari proses meditasi pada yoga juga
memberikan pengaruh pada relasi antara ibu dan anak, di mana ibu dapat
menyikapi berbagai perilaku anak dengan lebih tenang dan sabar sehingga
anak juga bisa merespon dengan lebih baik (Harrison, Manocha, & Rubia,
2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
b. Peran yoga dalam mengatasi hambatan pencapaian kesehatan mental
Keterbatasan terapi merupakan salah satu faktor yang turut
berpengaruh pada kondisi kesehatan mental ibu dengan ABK.
Ketidakpuasan terhadap prinsip terapi konvensional seperti yang
dirasakan Ibu TM (46) dianggap sebagai salah satu penyebab kurang
optimalnya perkembangan anak, sehingga dapat menjadi sumber tekanan
bagi para ibu (Kishore, 2011).
Keterbatasan terapi konvensional yang hanya mengatasi
permasalahan anak secara parsial dan tidak melihat anak sebagai kesatuan
yang utuh dapat terjawab melalui aktivitas yoga. Hal tersebut dikarenakan
prinsip aktivitas yoga sendiri adalah “menyatukan” atau
“mengintegrasikan”. Aktivitas yoga tradisional yang sudah ada sejak lama
merupakan aktivitas yang menitikberatkan pada pernapasan dengan
tujuan untuk mengintegrasikan tubuh, pikiran, dan jiwa dari individu yang
melakukan yoga (Thygeson dkk., 2010). Hal tersebut dapat menjadi
solusi dari permasalahan yang dirasakan Ibu TM (46) mengenai kendala
anak autism yang memiliki otot yang lemah dan berhubungan dengan
keterbatasan kemampuan bicara.
Keterbatasan kemampuan bicara tersebut juga sangat berhubungan
dengan postur tubuh dan pernapasan yang buruk. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, aktivitas yoga sendiri telah terbukti dapat
membantu meningkatkan kualitas fisik karena dapat meningkatkan
kapasitas paru-paru melalui latihan pernapasan, ketahanan
kardiorespiratori, dan penguatan otot (Telles dkk., 2013). Hal ini pula
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
yang menjadikan Ibu TM (46) semakin yakin untuk mengembangkan
yoga sebagai program terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus.
Hambatan terkait ketersediaan penanganan ABK yang baik di
daerah-daerah tertentu seperti yang dirasakan Ibu AT (56) juga ia atasi
melalui yoga. Ibu AT (56) menyusun sendiri program untuk anaknya
yang ia padukan dengan pemahaman mengenai fisioterapi yang dilakukan
oleh ahli kesehatan. Penyusunan program terapi rumahan (home therapy)
dengan yoga sebagai dasarnya dapat menjadi salah satu solusi bagi
permasalahan belum meratanya pelayanan dan penanganan anak dengan
kebutuhan khusus di setiap daerah.
Faktor lain yang juga dapat menghambat tercapainya kondisi
mental yang sehat dari ibu dengan anak berkebutuhan khusus adalah
sikap dan pandangan yang kurang mendukung dari keluarga dan
lingkungan sosial. Berdasarkan pengalaman informan, sikap kurang
mendukung yang pernah dirasakan salah satunya adalah kebingungan
pasangan mengenai cara berkomunikasi yang baik dengan anaknya.
Permasalahan tersebut akan bisa teratasi bila anak memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik. Seperti pengalaman Ibu TM (46) yang
menyatakan suaminya bisa lebih membangun komunikasi yang baik
dengan anaknya setelah kemampuan komunikasi anaknya meningkat
melalui bantuan berbagai terapi termasuk yoga.
Aktivitas yoga pada anak juga memiliki pengaruh yang positif
pada kemampuan berkomunikasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Kenny (2002) menyatakan yoga dapat menjadi dasar dalam program
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
terapi terintegrasi untuk anak dengan autism dan gangguan lain yang
terkait. Terapi tersebut memiliki enam prinsip yang meliputi struktur dan
keberlanjutan, stimulasi fisik, interaksi sosial, stimulasi bahasa,
menenangkan diri (perhatian/ konsentrasi/ fokus), dan peningkatan harga
diri (Kenny, 2002).
Prinsip yoga dalam terapi bagi ABK tersebut juga dapat menjawab
permasalahan lain yang terkait dengan sikap kurang mendukung
lingkungan sosial. Seperti yang pernah dialami oleh Ibu LM (58) ketika
melihat anaknya dicemooh oleh teman-teman sebayanya karena dianggap
berbeda. Jika anak mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi
dalan interaksi sosial dan meningkatkan harga dirinya tentu hal tersebut
dapat menekan pandangan berbeda yang diberikan oleh lingkungan
terhadap kondisi anak yang bersangkutan.
Faktor selanjutnya yang menjadi penghambat tercapainya kondisi
mental yang sehat dari ibu adalah ketidakstabilan kondisi emosi dan fisik
dari anak dan ibu. Salah satu bentuk ketidakstabilan dari anak yang
pernah dialami informan adalah munculnya perilaku tantrum dan
keinginan berubah-ubah yang sulit dipahami oleh ibu. Hal tersebut diatasi
oleh para informan dengan meningkatkan kepekaan mereka dalam relasi
ibu dan anak, dan salah satu aktivitas yang membantu peningkatan
aktivitas tersebut adalah yoga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
peningkatan kualitas relasi tersebut salah satunya karena aktivitas yoga
sebagai program penyembuhan sangat menekankan pada hubungan dan
kepedulian kepada semua pihak yang terlibat (Barton, 2011). Derezotes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
(dalam Barton, 2011) juga menekankan pentingnya pengimplementasian
program dalam lingkungan yang hangat dan hubungan yang penuh
perhatian.
Sementara itu, ketidakstabilan fisik dan emosi pada ibu yang
pernah dialami informan berkaitan dengan kelelahan yang mereka
rasakan dari keseharian yang penuh tantangan selama masa pengasuhan
anaknya. Kondisi tersebut juga bisa terbantu melalui yoga. Selain sebagai
aktivitas yang dapat menjaga kondisi fisik, para informan juga
menyatakan mereka bisa menghadapi kondisi anaknya dengan lebih sabar
setelah melakukan aktivitas yoga bersama-sama. Hal tersebut berkaitan
dengan ketenangan yang dihadirkan dari proses meditasi pada yoga dalam
memberikan pengaruh pada relasi antara ibu dan anak, di mana ibu dapat
menyikapi berbagai perilaku anak dengan lebih tenang dan sabar sehingga
anak juga bisa merespon dengan lebih baik (Harrison, Manocha, & Rubia,
2004).
c. Peran yoga sebagai faktor pendukung pencapaian kesehatan mental
Keberhasilan upaya dengan adanya peningkatan kondisi anak
merupakan salah satu faktor yang menguatkan ibu selama masa
pengasuhan terhadap anaknya. Yoga sebagai salah satu program terapi
yang dipilih informan menunjukkan kontribusinya dengan membantu
meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak. Ibu TM (46) merasa
prinsip yang dimiliki yoga sangat membantu anaknya untuk
mengembangkan empati, yang selama ini dianggap sulit dimiliki oleh
anak dengan autism. Ibu AT (56) juga merasakan hal yang sama, ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
aktivitas yoga bersama membuat anaknya lebih mampu menunjukkan
perhatian terhadap dirinya. Sama seperti penjelasan sebelumnya,
peningkatan kualitas relasi dan empati tersebut salah satunya karena
aktivitas yoga sebagai program penyembuhan sangat menekankan pada
hubungan dan kepedulian kepada semua pihak yang terlibat (Barton,
2011).
Keberhasilan yoga sebagai program terapi juga dirasakan Ibu LM
(58) saat anaknya menunjukkan peningkatan dalam kemampuan
berbicara. Latihan pernapasan yang menjadi salah satu aktivitas utama
yoga (Telles dkk., 2013) terbukti membantu anak dengan kebutuhan
khusus untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbicara.
Peningkatan kemampuan berkomunikasi ini juga terkait dengan prinsip
stimulasi bahasa pada yoga dalam program terapi (Kenny, 2002).
Selain pada aspek empati dan kemampuan bicara, informan juga
merasakan manfaat aktivitas yoga pada perkembangan fisik anaknya.
Seperti pengalaman Ibu AT (56) yang menyatakan otot tubuh bagian
bawah anaknya yang dulunya kurang berkembang dengan baik menjadi
lebih kuat untuk menopang tubuh bagian atasnya setelah rutin melakukan
aktivitas yoga. Pengalaman tersebut didukung pula dengan pernyataan Ibu
TM (46) bahwa gerakan yoga yang bersifat menopang tubuh (body
bearing) sangat baik bagi penguatan tubuh anak-anak. Hal tersebut
berkaitan dengan manfaat yoga yang telah terbukti dapat membantu
meningkatkan kualitas fisik karena dapat meningkatkan kapasitas paru-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
paru melalui latihan pernapasan, ketahanan kardiorespiratori, dan
penguatan otot (Telles dkk., 2013).
Faktor lain yang juga mendukung proses pencapaian kondisi
mental yang sehat dari para informan adalah keyakinan spiritual yang
menguatkan mereka selama masa pengasuhan yang penuh tantangan.
Keyakinan bahwa Tuhan akan selalu memberikan jalan pada setiap
permasalahan yang mereka hadapi dapat pula dilihat sebagai strategi dari
para informan untuk mengurangi kecemasan yang mereka miliki, yang
dapat digolongkan ke dalam strategi koping yang berfokus pada emosi
(emotion-focused strategy). Pada strategi koping yang berfokus pada
emosi, upaya yang informan lakukan berguna untuk menekan kecemasan
yang dimiliki sehingga informan menjadi lebih tenang walaupun
permasalahan sesungguhnya tidak benar-benar terselesaikan (Burger,
2011).
Efek serupa juga dapat dimunculkan melalui aktivitas yoga yang
dilakukan informan. Seperti yang dinyatakan Ibu TM (46) bahwa ia
merasa menjadi lebih tenang setelah beryoga, atau Ibu AT (56) dan Ibu
LM (58) yang bisa menjadi lebih sabar dalam menghadapi permasalahan
dalam kehidupan. Ketenangan dan kesabaran yang didapatkan informan
dalam menghadapi permasalahannya dapat dikaitkan dengan aktivitas
yoga yang pada prinsipnya melatih seseorang untuk bisa melakukan
pernapasan secara pelan, dalam, dan teratur yang dapat merelaksasi
sistem syaraf dan menenangkan pikiran. Sebaliknya, individu dengan
tingkat kecemasan yang tinggi diasosiasikan dengan kecenderungan napas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
yang pendek dan tersendat-sendat. Selain itu, meditasi yang juga
merupakan bagian dari yoga dapat mengurangi pikiran yang penuh
dengan kecemasan dan meningkatkan kesadaran mengenai apa yang
menyebabkan kecemasan tersebut muncul (McCall dalam Thygeson,
2010).
Manfaat yoga sebagai media koping bagi para informan juga
semakin dikuatkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ross dkk.
(2014) yang menyatakan bahwa yoga dapat menyediakan mekanisme
koping saat seseorang mengalami kesulitan dalam hubungan atau jenis
kesedihan lainnya. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa yoga
dapat membuat kondisi yang sulit, termasuk dalam menghadapi perasaan
kehilangan, menjadi lebih mudah diatasi. Selain itu, Ross dkk. (2014)
juga membuktikan bahwa aktivitas yoga berkaitan dengan meningkatnya
keyakinan yang bersifat spiritual. Partisipan dalam penelitian tersebut
menyatakan melalui yoga mereka semakin meyakini bahwa mereka
merupakan bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar dari setiap individu
di dunia ini. Hasil penelitiam tersebut semakin menguatkan keterkaitan
antara keyakinan spiritual yang menguatkan para informan dengan
aktivitas yoga yang mereka lakukan.
Berbagai manfaat yang ditunjukkan aktivitas yoga pada
peningkatan kualitas setiap pihak yang terlibat, dalam hal ini ibu dan anak
dengan kebutuhan khusus semakin menunjukkan bahwa aktivitas yoga
sebagai program terapi terintegrasi antara ibu dan anak dengan kebutuhan
khusus sangat layak untuk dikembangkan. Hasil penelitian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
menunjukkan bahwa kesehatan mental ibu dan anak memiliki hubungan
timbal balik menjadi landasan bahwa aktivitas peningkatan kualitas
kesehatan fisik dan mental secara bersama merupakan salah satu pilihan
yang tepat. Melalui penelitian ini, terlihat pula bahwa aktivitas yoga
bersama antara ibu dan anak dengan kebutuhan khusus dapat menjawab
permasalahan kecenderungan ibu dari ABK yang hanya berfokus pada
kondisi kesehatan mental dan fisik dari anaknya sehingga mengabaikan
kondisi kesehatan fisik dan mentalnya sendiri (Kishore, 2011). Melalui
aktivitas yoga bersama, ibu tetap dapat memperhatikan kondisi kesehatan
fisik dan mental dari anaknya tanpa perlu mengabaikan kondisi kesehatan
fisik dan mentalnya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
Gambar 4. Skema dinamika pencapaian dan gambaran kesehatan mental ibu
dengan ABK
Faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental
Faktor pengahambat:
pengetahuan awal menghadapi
diagnosis anak
keterbatasan terapi
pandangan serta sikap negatif
keluarga dan lingkungan sosial
kondisi anak dan ibu yang
kurang stabil
Faktor pendukung:
keberhasilan upaya dengan
adanya peningkatan kondisi anak
dukungan serta pemahaman
keluarga dan lingkungan sosial
keyakinan spiritual yang
menguatkan
Menghadapi
kondisi anak
melalui berbagai
bentuk
pengembangan diri
Peningkatan dalam
kualitas fisik, emosi,
dan kepekaan pada
hubungan ibu dan
anak melalui yoga
Mengupayakan
berbagai jenis terapi
dan aktivitas untuk
meningkatkan
kondisi anak
Manifestasi kesehatan mental:
Keterampilan dalam
menghadapi tekanan
sosial serta berelasi dan
beradaptasi dengan
kehidupan sosial
Kemampuan mengenali
diri dan
mengembangkan potensi
diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
Skema peran yoga dalam pencapaian kesehatan mental
Gambar 5. Peran yoga dalam mengatasi faktor penghambat pencapaian
kesehatan mental
Faktor
penghambat
tercapainya
kondisi
mental yang
sehat dari
Ibu dengan
ABK
Keterbatasan
terapi: terapi
konvensional
hanya mengatasi
permasalahan
anak secara
parsial
Prinsip yoga
untuk
menyatukan/
mengintegrasikan
menjadikannya
aktivitas yang
melihat individu
secara utuh/
keseluruhan
Sikap kurang mendukung
lingkungan:
kebingungan
pasangan berkomunikasi dengan anak
dicemooh teman
sebaya karena
dianggap berbeda
Yoga membantu
meningkatkan
kemampuan bicara
melalui latihan
pernapasan
Prinsip dasar yoga sebagai terapi
membantu ABK
meningkatkan
kemampuan
komunikasi, interaksi
sosial, dan
penghargaan diri
Ketidakstabila
n fisik dan
emosi ibu dan
anak
Aktivitas yoga
bermanfaat dalam
meningkatkan
kualitas fisik,
kemampuan
regulasi emosi,
dan relasi antara
ibu dan anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
Gambar 6. Peran yoga sebagai faktor pendukung pencapaian kesehatan mental
Peran yoga
sebagai
pendukung
pencapaian
kesehatan
mental
Yoga berhasil
membantu anak
meningkatkan
empati,
kemampuan
berbicara, dan
mengatasi
masalah perkembangan
fisik
Keberhasilan
upaya
terhadap
peningkatan
kondisi anak
Keyakinan
spiritual
yang
menguatka
n
Sebagai strategi
koping
untuk
menurunkan kecemasan
dan
meningkatkan perasaan
tenang
Manfaat
yang sama
dihasilkan
aktivitas
yoga
melalui
latihan
pernapasan
yang
mendalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan upaya interpretasi yang penulis lakukan
terhadap hasil eksplorasi pengalaman para ibu dari anak berkebutuhan khusus yang
melakukan yoga bersama anaknya, penulis berusaha menyimpulkan dinamika
pengalaman pencapaian dan peran aktivitas yoga dalam pencapaian tersebut. Hal-hal
yang dapat penulis simpulkan sebagai berikut.
1. Pengalaman pencapaian kesehatan mental
Dalam upaya mencapai kondisi mental yang sehat, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi proses pencapaiannya. Faktor-faktor tersebut ada
yang menghambat dan ada pula yang mendukung tercapainya kondisi mental
yang sehat dari ibu. Faktor penghambat yang penulis dapatkan terdiri dari
pengetahuan awal yang kurang memadai untuk memahami dan menerima
kondisi yang terjadi pada anak mereka, adanya keterbatasan pada terapi,
pandangan dan sikap yang kurang mendukung dari keluarga dan lingkungan
sosial, serta kondisi fisik dan mental dari ibu dan anak yang kurang stabil.
Para informan tidak hanya berdiam dan pasrah dalam menghadapi hambatan
atau tantangan yang muncul selama masa pengasuhan tersebut. Mereka
melakukan upaya-upaya yang dapat membantu mereka menghadapi
tantangan yang muncul selama masa pengasuhan anaknya yang mengalami
kebutuhan khusus. Upaya-upaya tersebut berupa upaya pengembangan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
ibu serta upaya peningkatan kondisi anak. Yoga sebagai program terapi
bersama dapat mencakup kedua upaya tersebut.
Selain faktor penghambat dan upaya penyelesaiannya, terdapat pula
faktor yang mendukung tercapainya kondisi mental yang sehat dari ibu dari
anak berkebutuhan khusus. Faktor-faktor tersebut meliputi keberhasilan
upaya dengan adanya peningkatan kondisi anak, dukungan serta pemahaman
keluarga dan lingkungan sosial, serta keyakinan spiritual yang menguatkan.
Faktor pendukung dan upaya-upaya yang dilakukan oleh informan dalam
menghadapi kondisi kebutuhan khusus anaknya membantu informan untuk
mengatasi berbagai hambatan dan tantangan yang muncul selama masa
pengasuhan terhadap anaknya tersebut. Hal itu membuat informan tetap
mampu menunjukkan manifestasi dari mental yang sehat dalam
kehidupannya sehari-hari. Manifestasi mental yang sehat meliputi aspek
keterampilan dalam relasi dan sosial serta aspek keterampilan dalam
kehidupannya sebagai pribadi atau individu.
2. Peran yoga dalam pencapaian kesehatan mental
Yoga sebagai salah satu program terapi alternatif yang dipilih oleh
para informan untuk anaknya juga bisa dijadikan aktivitas bersama yang
bermanfaat bagi ibu dan anak. Melalui aktivitas yoga yang dilakukan para
informan bersama anaknya, informan merasakan adanya peningkatan
kemampuan regulasi emosi, kualitas fisik, serta kualitas relasi yang terjalin
antara dirinya dan anaknya. Selain itu, aktivitas yoga juga dapat menjadi
solusi untuk menghadapi hambatan dalam pencapaian kesehatan mental
seperti keterbatasan terapi konvensional, sikap kurang mendukung dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
lingkungan dalam hal ini kebingungan pasangan berkomunikasi dengan anak
dan cemoohan dari teman sebaya, serta ketidakstabilan kondisi fisik dan
emosi dari ibu dan anak.
Yoga sebagai program terapi bagi anak juga dapat meningkatkan
empati, kemampuan bicara, serta kualitas fisik dari anak dengan kebutuhan
khusus. Hal tersebut berkaitan dengan faktor pendukung tercapainya
kesehatan mental ibu yaitu keberhasilan upaya terhadap peningkatan kondisi
anak. Yoga juga dapat memberikan manfaat dalam menurunkan tingkat
kecemasan dan meningkatkan ketenangan, yang serupa dengan fungsi
keyakinan spiritual ibu sebagai strategi koping yang berfokus pada emosi.
Manfaat yang diberikan yoga pada diri ibu dan anaknya menunjukan bahwa
yoga dapat dimanfaatkan sebagai terapi bersama untuk meingkatkan kualitas
hidup ibu dan anak dengan kebutuhan khusus.
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Terdapat
beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, dijelaskan sebagai berikut.
1. Metode penelitian kualitatif tidak dapat menjelaskan secara kuat mengenai
pengaruh dari aktivitas yoga bersama anak terhadap kesehatan mental dari
ibu. Pengaruh yoga yang baru bisa dirasakan setelah keterlibatan dalam
waktu yang lama membuat penelitian dengan metode eksperimen yang lebih
efektif untuk melihat pengaruh dari suatu terapi juga sulit untuk dilakukan.
Keterbatasan peneliti dalam waktu dan sumber daya menjadi hambatan untuk
melakukan penelitian eksperimen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
2. Jumlah informan yang masih terbatas menunjukan adanya kemungkinan
bahwa data hasil penelitian bisa lebih berkembang atau lebih variatif lagi.
Latar belakang serta keseharian informan yang cenderung homogen (status
ekonomi dan sosial menengah ke atas serta tidak bekerja atau wirausahawan
yang dapat mengatur jadwal sendiri) juga tidak mampu menjawab
keterbatasan dari aktivitas yoga bagi individu dengan tingkat kesibukan tinggi
dan status ekonomi sosial yang rendah. Penelitian ini hanya menunjukkan
efektivitas aktivitas yoga bagi individu dengan ketersediaan waktu yang
fleksibel dan fasilitas yang baik, serta berasal dari status ekonomi sosial
menengah ke atas.
3. Pekerjaan informan pertama dan kedua sebagai praktisi yoga memiliki sisi
positif dan negatif bagi penelitian ini. Sisi positifnya adalah informan dapat
memberikan informasi secara jelas yang berdasar pada penelitian ilmiah
terkait manfaat dari aktivitas yoga. Di sisi lain, pekerjaan mereka sebagai
praktisi yoga juga dapat memunculkan bias tersendiri dalam berbagai
penjelasannya.
C. Saran
1. Bagi ibu dari anak berkebutuhan khusus
Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan bahwa kondisi kesehatan
mental ibu sangat penting dalam menunjang optimalisasi perkembangan anak
dengan kebutuhan khusus. Maka dari itu, sangat penting bagi para ibu dari
anak berkebutuhan khusus untuk meningkatkan kesadaran terhadap kondisi
kesehatan mentalnya sendiri. Menyadari faktor yang dapat mendukung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
kondisi kesehatan mentalnya dapat membantu para ibu untuk menciptakan
kondisi lingkungan yang suportif dalam upaya pencapaian kondisi mental
yang sehat.
2. Bagi keluarga dan lingkungan sosial
Berdasarkan hasil penelitian jelas terlihat bahwa dukungan yang
diberikan oleh keluarga dan lingkungan sosial memiliki peranan yang sangat
penting dalam membantu ibu dari anak berkebutuhan khusus melewati masa-
masa sulit selama proses pengasuhan terhadap anaknya. Dengan tidak
menunjukkan penolakan dan sikap negatif lainnya, lingkungan telah
membantu mengurangi tekanan yang dirasakan ibu selama masa pengasuhan.
Terlebih jika dapat menunjukkan dukungan secara moral dan finansial, maka
pencapaian kondisi mental yang sehat dari ibu akan lebih berpotensi untuk
terelaisasi, sehingga optimalisasi perkembangan anak juga bisa berjalan
dengan lebih baik.
3. Bagi praktisi kesehatan dan terapis untuk anak berkebutuhan khusus
Praktisi kesehatan dan terapis bagi anak berkebutuhan khusus
merupakan salah satu bagian dari kehidupan ibu yang tidak akan terlepas
selama ibu masih mengupayakan terapi untuk anaknya. Keberhasilan
program terapi sangat berperan dalam meningkatkan kualitas fisik dan mental
bukan hanya bagi anak berkebutuhan khusus, tetapi juga bagi para ibu.
Keterbukaan dan kepekaan terapis terhadap program yang paling sesuai untuk
kebutuhan anak dan sikap suportif terhadap keluarga dari anak yang
bersangkutan akan sangat membantu upaya pencapaian ibu untuk memiliki
kondisi mental yang sehat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
4. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin lebih mendalami manfaat dari
aktivitas yoga bersama terhadap kesehatan mental ibu dari anak berkebutuhan
khusus, maka metode eksperimen akan lebih mampu menjelaskan hubungan
kedua hal tersebut. Sementara itu, jika peneliti selanjutnya ingin berupaya
mengembangkan metode terapi lain untuk menunjang kesehatan mental ibu
dan anak dengan kebutuhan khusus, maka diharapkan hasil penelitian
mengenai pengalaman pencapaian kesehatan mental dari ibu dari anak
berkebutuhan khusus ini dapat digunakan sebagai landasan pengembangan
terapi yang sesuai. Latar belakang informan penelitian juga diharapkan lebih
variatif sehingga hasil penelitian bisa lebih digeneralisasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
DAFTAR PUSTAKA
Amado, A., Benejam., B., Mezuca, J., Serrat, E., & Valles-Majoral, E. (2012). Socio-
cognitive abilities in children with Down’s Syndrome: Results of a
preliminary study. International Medical Review on Down’s Syndrome,
16(3), 34-39.
Barton, E. J. (2011). Movement and mindfulness: A formative evaluation of a dance/
movement and yoga therapy program with participants experiencing severe
mental illness. American Journal of Dance Therapy, 33, 157-181. doi:
10.1007/s10465-011-9121-7
Burger, J. M. (2011). Introduction to Personality (8th ed). Canada: Wadsworth
Cengage Learning.
Burgin, T. (2007, 19 April). Yoga for Anxiety. Diunduh dari:
http://www.yogabasics.com/learn/yoga-for-anxiety/
Christopher, J. C., Christopher, S. E., Dunnagan, T., & Schure, M. Teaching self-care
through mindfulness practices: The application of yoga, meditation, and
qigong to counselor training. Journal of Humanistic Psychology, 46(4), 494-
509. doi: 10.1177/0022167806290215
Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Method Approaches (4th ed). United States of America: Sage Publication.
Daniels, S. (2012). Depression in young people with learning disabilities:
Identification and accessing support. The Judith Trust. Diunduh dari URL:
www.judithtrust.org.uk/wp-content/uploads/2012/.../Depression-in-CYP-
with-LD.pdf
Daradjat, Z. (1985). Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Dervishailaj, E. (2013). Parental stress in families of children with disabilities: A
literature review. Journal of Educational and Social Research, 3(7), 579-584.
doi: 10.5901/jesr.2013.v3n7p579
Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Psikosain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
Dykens, E. M., Fisher, M. H., Taylor, J. L., Lambert, W., & Miodrag, N. (2014).
Reducing distress in mothers of children with autism and other disabilities: A
randomized trial. Pediatrics, 134(2), 454-463.
Fernandez-Alcaraz, C., Extremera, M. R., Gracia-Andres, E., & Molina, F. C.
(2010). Emotion recognition in Down’s Syndrome adults: Neuropsychology
approach. Procedia Social and Behavioral Sciences, 5, 2072-2076. doi:
10.1016/j.sbspro.2010.07.415
First 5 California. (2006). Children with Disabilites and Other Special Needs.
California: California Department of Education Child Development Division
and Federal Maternal and Child Health Bureau
Fraser, M. W. & Galinsky, M. J. (2010). Steps in intervention research: Designing
and developing social programs. Research on Social Work Practice, 20(5),
459-466. doi: 10.1177/1049731509358424
Gaiswinkler, L. & Unterrainer, H. F. (2016). The relationship between yoga
involvement, mindfulness and psychological well-being. Complementary
Therapy in Medicine, 26, 123-127. doi: 10.1016/j.ctim.2016.03.011
Gangadhar, B. N. & Varambally, S. (2011). Yoga as therapy in psychiatric disorders:
Past, present, and future. Biofeedback, 39(2), 60-63. doi: 10.5298/1081-5937-
39.2.03
Ganz, M. L. & Tendulkar, S. A. (2005). Mental health care service for children with
special health care needs and their family members: Prevalence and correlate
of unmet needs. Pediatrics, 117(6), 2138-2148. doi: 10.1542/peds.2005-1531
Gasalberti, D. (2008). Alternative therapies for children and youth with special
health care needs. Journal of Pediatrics Health Care, 20, 133-136. doi:
10.1016/j.pedhc.2005.12.015
Ghandour, R. M., Perry, D. F., Kogan, M.D., & Strickland, B. B. (2011). The
medical home as mediator of the relation between mental health symptom
and family burden among children with special health care needs. Academic
Pediaatrics, 11(2), 161-169.
Harrison, L. J., Manocha, R., & Rubia, K. (2004). Sahaja yoga meditation as family
treatment programme for children with Attention Deficit-Hyperactivity
Disorder. Clinical Child Psychology and Psychiatry, 9(4), 479-497. doi:
10.1177/1359104504046155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
Inkelas, M., Ragavhan, R., Larson, K., Kuo, A. A., & Ortega, A. N. (2007). Unmet
mental health needs and access to services for children with special health
care needs and their family. Ambulatory Pediatrics, 7(6), 431-438.
Jones, J. & Passey, J. (2004). Family adaptation, coping, and resources: Parents of
children with developmental disabilities and behavior problems. Journal on
Developmental Disabilities, 11(1), 31-46. doi:
10.1.1.511.8553&rep=rep1&type=pdf
Kandel, I. & Merrick, J. (2003). The birth of a child with disability: Coping by
parents and siblings. The Scientific World Journal, 3, 741-750. doi:
10.1100/tsw.2003.63
Kenney, M. K., Denboba, D., Strickland, B., & Newacheck, P. W. (2011). Assessing
family- provider partnerships and satisfaction with care among US children
with special health care needs. Journal of Academic Pediatrics, 11, 144-
151.
Kenny, M. (2002). Integrated movement therapy: Yoga-based therapy as a viable and
effective intervention for autism spectrum and related disorders. International
Journal of Yoga Therapy, (12), 71-79.
Kim, H., Carlson, A. G., Curby, T.W., & Winsler, A. (2016). Relation among motor,
social, and cognitive skills in pre-kindergarten children with developmental
disabilities. Research in Developmental Disabilities, 53-54, 43-60. doi:
10.1016/j.ridd.2016.01.016
Kishore, M. T. (2011). Disability impact and coping in mothers of children with
intellectual disabilities and multiple disabilities. Journal of Intellectual
Disabilities, 15(4), 241-251. doi: 10.1177/1744629511431659
Lemme, B. H. (1995). Development in Adulthood. United State of America: Allyn &
Bacon.
Leung, D., Ordqvist, A., Falkmer, T., Parsons, R., & Falkmer, M. (2013). Facial
emotion recognition and visual search strategies of children with high
functioning autism and Asperger’s syndrome. Research in Autism Spectrum
Disorder, 7, 833-844. doi: 10.1016/j.rasd.2013.03.009
Lisa, A. G. (2012). Prevalensi, karakteristik, dan pelayanan kesehatan bagi anak
berkebutuhan khusus di Indonesia (Undergraduate thesis). Diunduh dari
Database Universitas Islam Bandung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
Lustig, D. C. (2002). Family coping in families with a child with a disability.
Education and Training in Mental Retardation and Developmental
Disabilities, 37(1), 14-22.
Maslow, A. H. (1968). Toward A Psychology of Being (2nd
ed). New York: Van
Nostrand Reinhold Company.
Matson, J. L. & Nebel-Schwalm, M. S. (2007). Comorbid psychopathology with
autism spectrum disorder in children: An overview. Research in
Developmental Disabilities, 28, 341-352. doi: 10.1016/j.ridd.2005.12.004
McHatton, P. A. & Correa, V. (2005). Stigma and discrimination: Perspective of
Mexican and Puerto Rican mothers of children with special needs. Topics in
Early Childhood Special Education, 25(3), 131-142.
Melisa, F. (17 Juli 2013). Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tinggi.
Republika. Diunduh dari URL:
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/17/mq2zvp-
jumlah-anak%20berkebutuhan-khusus-di-indonesia-tinggi
Moses, K. (2004). The impact of childhood disability: The parent’s struggle. PENT
House. Diunduh dari URL: www.pent.ca.gov/beh/dis/parentstruggle_DK.pd
Moss, B. & Gilbert, P. (2007). Flickering candles of hope: Spirituality, mental health,
and the search of meaning. Illness, Crisis, and Loss, 15(2), 179-191.
Nicholas, D. B., Zwaigenbaum, L., Ing, S., MacCulloch, R., Roberts, W., McKeever,
P., & McMorris, C. A. (2015). “Live it to understand it”: The experiences of
mother of children with Autism Spectrum Disorder. Qualitative Health
Research, 26(7), 921-934. doi: 10.1177/1049732315616622
Nolen-Hoeksema, S. (2007). Abnormal Psychology (4th ed). New York: McGraw-
Hill Companies.
Notosoedirjo & Latipun. (2002). Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang
O’Connell, T., O’Halloran, M., & Doody, O. (2013). Raising child with disabilitiy
and dealing with the life events: A mother’s journey. Journal of Intellectual
Disability, 17(4), 376-386. doi: 10.1177/1744629513509794
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
Palgi, I. (2007). Our story of yoga: Participatory learning and action with young
children. Children, Youth and Environment, 17 (2), 329-340.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Perkembangan Manusia edisi
10. Diterjemahkan dari judul asli Human Development (10th ed) oleh Brian
Marswendy. Jakarta: Salemba Humanika.
Paz, N. S. D. & Wallander, J. L. (2017). Intervention that target improvements in
mental health for parents of children with autism spectrum disorders: A
narrative review. Clinical Psychology Review, 51, 1-14. doi:
10.1016/j.cpr.2016.10.006
Pereira, C. M. G. & Faria, S. M. M. (2015). Do you feel what I feel? Emotional
development in children with ID. Procedia Social and Behavioral Sciences,
165, 52-61. doi: 10.1016/j.sbspro.2014.12.604
Pilgrim, D. (2009). Key Concept in Mental Health (2nd
ed). Great Britain: Sage
Publication.
Putri, V. T. (2013). Pengaruh Latihan hatha Yoga Terhadap Tingkat Kecemasan
(Undergraduate Thesis). Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia.
Ross, A., Bevans, M., Freidmann, E., Williams, L., & Thomas, S. (2014). I am a nice
person when I do yoga: A qualitative analysis of how yoga affect
relationships. Journal of Holistic Nursing, 32(2), 67-77. doi:
10.1177/0898010113508466
Rowan, E. (2012, 11 Januari). 7 Benefits of Yoga for Kids with Autism. Diunduh dari
URL: https://www.mindbodygreen.com/0-3817/7-Benefits-of-Yoga-for-Kids-
with-Autism.html
Schalock, R. L., Luckasson, R. A., Shogren, K. A., Borthwick-Duffy, S., Bradley,
V., Buntinx, W. H. E., … Yeager., M. H. (2007). The renaming of mental
retardation: Understanding the change to the term intellectual disability.
Intellectual and Developmental Disability, 45(2), 116-124.
Shenton, A. K. (2004). Strategies for ensuring trustworthiness in qualitative research
project. Education for Information, 22, 63-75.
Sindu, P. (2013). Panduan Lengkap Yoga: Untuk Hidup Sehat dan Seimbang.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
Singleton, M. (2005). Salvation through relaxation: Proprioceptive therapy and its
relation to yoga. Journal of Contemporary Religion, 20(3), 289-304. doi:
10.1080/13537900500249780
Smith, J. A. (2008). Qualitative Psychology: A Practical Guide to Research Methods
(2nd
ed). Great Britain: Sage Publication.
Smith, T. B., Oliver, M. N. I., & Innocenti, M. S. (2001). Parenting stress in families
with children with disabilities. American Journal of Orthopsychiatry, 71,
257-261.
Sotoodeh, M. S., Arabameri, E., Panahibakhsh, M., Kheiroddin, F., Mirdoozandeh,
H., & Ghanizadeh, A. (2017). Effectiveness of yoga training program on the
severity of autism. Complementary Therapies in Clinical Practices, 28, 47-
53. doi: 10.1016/j.ctcp.2017.05.001
Stuttard, L., Beresford, B., Clarke, S., Beecham, J., & Morris, A. (2016). An
evaluation of Cygnet parenting support programme for parents of children
with autism spectrum condition. Journal of Research in Autism Spectrum
Disorder, 23, 166-178. doi: 10.1016/j.rasd.2015.12.004
Telles, S., Singh, N., Bhardwaj, A. K., Kumar, A., & Balkrishna, A. (2013). Effect of
yoga or physical exercise on physical, cognitive and emotional measures in
children: A randomized control trial. Child and Adolescent Psychiatry and
Mental Health, 7(37), 1-16.
Thygeson, M. V., Hooke, M. C., Clapsaddle, J., Robbins, A., & Moquist, K. (2010).
Peaceful play yoga: Serenity and balance for children with cancer and their
parents. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 27(5), 276-284. doi:
10.1177/1043454210363478
Tsao, R. & Kindelberger, C. (2009). Variability of cognitive development in children
with Down syndrome: Relevance of good reasons for using the cluster
procedure. Research in Developmental Disabilities, 30, 426-432. doi:
10.1016/j.ridd.2008.10.009
Vallejos, E. P., Ball, M. J., Brown, P., Crepaz-Keay, D., Haslam-Jones, E., &
Crawford, P. (2016). Kundalini yoga as mutual recovery: a feasibility study
including children in care and their carers. Journal of Children’s Services,
11(4), 261-282. doi: 10.1108/JCS-11-2015-0034
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
Vidyasagar, N. & Koshy, S. (2010). Stress and coping of mothers with autistic
children. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 36(2), 245-
248.
World Health Organization. (1993). International Classification of Impairments,
Disabilities, and Handicaps. Switzerland: Author.
World Health Organization. (2014, Agustus). Mental Health: A State of Well-Being.
Diunduh dari: http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/en/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANTA DHARMA Kampus III Universitas Sanata Dharma Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman
LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN (INFORMED CONSENT)
Saya, Made Dewinta Cahyaningtyas, adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Saya saat ini sedang melakukan penelitian untuk memenuhi tugas akhir (skripsi) mengenai kesehatan mental ibu dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang memilih yoga sebagai salah satu program terapinya. Penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan memahami kondisi kesehatan mental para ibu dengan ABK, termasuk proses pencapaiannya mulai dari awal dianugerahi anak dengan kebutuhan khusus hingga saat ini. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk wawancara personal. Bila Saudara bersedia terlibat untuk membantu penelitian ini sebagai informan/ narasumber, berarti Saudara bersedia untuk ikut serta berbagi mengenai kisah hidup sebagai ibu dengan ABK. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dalam 2-3 kali pertemuan (termasuk orientasi dan pengenalan awal serta wawancara tambahan) dengan durasi maksimal selama dua jam, bergantung pada kompleksitas cerita yang disampaikan informan/ narasumber. Apabila berdasarkan data dari wawancara utama dirasa ada yang perlu dikonfirmasi, peneliti akan menghubungi informan/ narasumber kembali untuk wawancara tambahan. Selama proses wawancara, informan/ narasumber memiliki kebebasan sepenuhnya untuk menyampaikan hal-hal yang ingin disampaikan terkait topik penelitian sejauh dan sedalam yang dikehendaki. Informan/ narasumber juga memiliki kebebasan sepenuhnya untuk tidak menyampaikan informasi yang tidak ingin disampaikan, serta menyampaikan keberatan jika ada proses yang dirasa kurang berkenan. Wawancara akan dilaksanakan secara pribadi. Selama wawancara berlangsung, seluruh pembicaraan akan direkam. Hasil rekaman dan identitas informan/ narasumber akan dijaga kerahasiannya, sehingga tidak ada pihak lain yang bisa mendengarkan dan memperoleh data informan/ narasumber tanpa sepengetahuan peneliti. Penelitian ini akan diawasi dan dipastikan berjalan secara etis oleh dosen pembimbing skripsi peneliti, Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si. Diharapkan penelitian ini juga dapat membantu informan/ narasumber dan orang lain yang mengalami kondisi serupa untuk semakin mengenali dan memahami kondisi kesehatan mental diri sendiri, sehingga akan berdampak baik pada kehidupannya dan dalam proses pengasuhan anak dengan kebutuhan khusus. Jika terdapat hal-hal yang ingin disampaikan atau ditanyakan, informan/ partisipan dapat menghubungi peneliti melalui email [email protected] atau melalui nomor 085737675416.
Made Dewinta Cahyaningtyas, Peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN BERPARTISIPASI
Berdasarkan penjelasan yang sudah saya baca, saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan kesediaan saya untuk berpartisipasi sebagai informan/ narasumber dalam penelitian mengenai kondisi kesehatan mental ibu dengan Anak Berkebutuhan Khusus yang memilih yoga sebagai salah satu program terapinya. Keikutsertaan saya dalam penelitian ini didasarkan atas rasa sukarela tanpa paksaan dari pihak mana pun. Demikian pernyataan kesediaan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Yogyakarta, 12 September 2017
Informan/ Narasumber
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
PERNYATAAN KESESUAIAN HASIL PENELITIAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini adalah informan penelitian mengenai pengalaman
pencapaian kondisi kesehatan mental ibu dengan anak berkebutuhan khusus yang aktif
melakukan aktivitas yoga sebagai salah satu program peningkatan kemampuan anak. Saya telah
membaca dan mengetahui hasil interpretasi dan pembahasan peneliti mengenai berbagai faktor
yang dialami ibu dengan anak berkebutuhan khusus selama masa pengasuhan terhadap anaknya.
Saya juga telah memahami peran aktivitas yoga yang saya jalani dalam membantu proses
perkembangan anak dan diri saya sendiri selama masa pengasuhan tersebut.
Melalui surat ini saya nyatakan bahwa hasil interpretasi yang dilakukan oleh peneliti
telah sesuai dengan maksud yang saya sampaikan pada saat proses wawancara.
Informan 1
ttd
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
Analisis Data Informan 1 (Tina Maladi)
No. Transkrip Komentar Tema
1 P: Raissa sekarang umurnya berapa bu? Ibu memiliki anak dengan kebutuhan
khusus kurang lebih selama 12 tahun
terhitung sejak didiagnosa memiliki autism
spectrum disorder.
Orientasi awal mengenai
anak dari subjek 2 S: Udah mau 15, belum 15 malah belum ulang tahun
3 P: udah cukup lama bu ya punya Raissa.
4 S: Iya sudah 15 tahun
5 P: Sejak kapan Raissa terdeteksi autism bu?
6 S: usia sekitar 2,5an tahun kayanya. 2,5 tahun mau ke 3
gitu. 7
8 P: waktu awal tau itu prosesnya gimana bu? Ibu mulai menyadari adanya kejanggalan
pada proses perkembangan anak. 9 S: pertama itu kita kalau, responnya sangat minim ya.
10 Dipanggil ga nengok, terus bicaranya juga sedikit. Hanya
11 banyak suara, tapi tidak ada kata yang di, e misalnya
12 kayak panggilnya bunda kan ya bunda mungkin susah tapi
13 juga ee minum kalau minta minum paling cuma “num”.
14 Jadi ga “minum” ga gitu. Dan sangat sangat minim lah.
15 Lebih banyak suara yang keluar, tapi gak ada
16 pembentukan kata, gak ada.
17 P: berarti ibu memang aware ya dengan proses
perkembangan di usia segini harusnya bisa ini
Lingkungan sosial mendorong ibu untuk
melakukan pengecekan lebih lanjut terkait
kondisi anaknya.
Dukungan lingkungan sosial
18
19 S: engga, justru engga. Cuma kan kebetulan orang tua
suami saya dokter. Lalu dia bilang ini anak kayanya ada
sesuatu yang ga sesuai jadi coba dicek aja gitu. 20
21
22 P: waktu ibu tau diagnosisnya seperti itu, reaksinya ibu di
awal seperti apa?
Ibu mulai melakukan langkah-langkah
kongkrit untuk mengenali lebih dalam
kondisi anaknya secara mandiri seperti
(27-29) Melakukan pencarian
informasi secara mandiri
23
24 S: jadi sebenarnya sebelum waktu didiagnosa pun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
25 memang kita merasa ada sesuatu, ada yang tidak sesuai. mencari informasi dari internet dan banyak
membaca buku. Ibu juga tidak hanya
bergantung pada tenaga ahli untuk
mengenali kondisi anaknya, tapi juga
membandingkan dengan hasil temuannya
sendiri.
(30-32) Mampu mengatasi
tekanan
(41-47) Memiliki kontak
yang efisien dengan realitas
26 Tapi sebelum saya menemukan dokter yang tepat, itu
27 lebih, saya banyak belajar dari internet tentang
28 developmental milestone. Lalu saya banyak pesan buku-
29 buku dari online itu amazon.com dan saya banyak baca
30 sebelum karena waktu itu dokternya banyak antri kalau ga
31 salah. Jadi kaya mesti nunggu 3 bulan 6 bulan gitu. Itu,
32 karena saya jadi banyak baca, saya kira saya lihat lho ini
33 kok gejalanya, waktu itu saya belum tahu autism cuma
34 saya melihatnya diagnosa yang berdasarkan saya baca ya,
35 karena buku itu suka ada, coba ee antara ini anak kamu
36 udah ini belum udah ini belum, kalau kebanyakan no-nya
37 kemungkinan besar ada diagnosa ini gitu kan. Nah itu yang
38 banyak saya pelajarin awalnya sensory processing disorder,
39 jadi belum autism. Nah jadi memang di situ menyinggung-
40 nyinggung autism tapi saya ngelihatnya lebih ke sensory
41 processing disorder. Pada setelah didiagnosa dokter itupun
42 ada satu professor saya lupa namanya bilang anak saya ga
43 apa-apa. Sempat dibilang ga apa-apa. Tapi kita sebenarnya
44 masih ga percaya akhrinya dapat lagi dokter anak namanya
45 Hadiyono yang di Kelapa Gading baru setelah diobservasi
46 sekitar satu jam setengah kira-kira baru dia bilang kalau ini
47 autism, cuma autismnya bukan severe tapi tengah-tengah,
48 namanya kalau berdasarkan DSM IV pada waktu itu
49 bilangnya PD-NOS (Pervasive Developmental Disorder
50 Not Other Specify). Artinya ga semua classic symptom dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
51 autism itu ada tapi ada kecenderungan autism jadi pada saat
52 itu didiagnosanya itu.
53 P: jadi begitu didiagnosa, ibu sudah siap maksudnya? Pengetahuan awal ibu terhadap kondisi
anaknya membuatnya memiliki kesiapan
untuk menghadapi diagnosa dokter terkait
kondisi anaknya. Ibu mampu secara efektif
mengelola emosinya sehingga waktu yang
ia punya bisa dimanfaatkan untuk mencari
dan merencanakan solusi dalam mengatasi
kondisi anaknya.
Permasalahan yang muncul justru dari
pasangan, karena suami dari ibu yang
bersangkutan merasa kesulitan untuk
berkomunikasi dengan anaknya. Selain itu,
permasalahan lain dikarenakan usia anak
keduanya tidak terpaut jauh sehingga
membutuhkan perhatian yang besar pula.
Solusi untuk permasalahan kedua adalah
dengan bantuan dari pengasuh.
(54-57) Kondisi kognitif
yang baik dari ibu
(58-59) Mampu mengatasi
tekanan dan kontak yang baik
dengan realitas.
(60-66) Kebingungan
komunikasi ayah dan anak
54 S: uhm, saya sih ga sempat mikir kaya waduh nih bakal
55 sedih atau apa ga sih. Untungnya saya udah tau duluan kan.
56 Udah banyak baca-baca jadi kita langsung, oke sekarang
57 maunya gimana. Kita sebagai parents mesti ngapain. Lebih
58 ke situnya. Jadi saya lebih sibuk ngatur program, nyari-
59 nyari center, di rumah mesti ngapain, lebih ke itu ya.
60 Mungkin kalau dari suami ya, dia lebih merasa gak tau how
61 to communicate atau how to connect sama anak. Karena
62 pada saat itu anaknya kaya gak mau dipegang lah, kalau
63 dipeluk ga mau lah, dan lebih dekat ke saya. Jadi 100%
64 memang ke saya karena saya yang handle gitu. Walaupun
65 kita juga punya nanny kan, nanny-nya ngurusin adik e apa,
66 anak saya yang kedua. Jaraknya dekat cuma 1 setengah
67 tahun. Jadi saya sibuk pegang Raissa, nanny saya sibuk
68 pegang anak saya yang masih bayi pada waktu itu. Jadi
69 kurang lebih kondisinya kaya gitu.
70 P: terus selama itu tantangannya apa aja ya bu ya? Tantangan pengasuhan yang dirasakan ibu
dalam kesehariannya muncul dari perilaku
anak yang cukup sulit diatur dan tidak
mudah ditebak. Kondisi tersebut cukup
bisa teratasi dengan pilihan ibu untuk tidak
bekerja dan fokus mengurus anaknya. Ibu
juga merasa terbantu secara emosi karena
telah menggeluti aktivitas yoga, dan
(71-74) Menghadapi
ketidakstabilan perilaku anak
(74-79) Mampu mengatasi
tekanan
(81-83) Dukungan
lingkungan sosial
71 S: oh kalau tantangan banyak. Kan kita gak tahu gimana
72 mau komunikasi, tau-tau tantrum. Lebih ke komunikasi ya.
73 Komunikasi problem, makan juga problem. Pola tidur juga
74 masalah. Jadi challenges-nya itu banyak sekali. Kebetulan
75 saya memang gak kerja jadi 24 jam ya house mom gitu ya.
76 Jadi benar-benar in charge untuk anak saya. Jadi ya, apa ya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
77 daily activities itu very challenging gitu. Sangat-sangat keluarga pun bisa diajak bekerjasama
untuk menitipkan anaknya.
Ibu menunjukkan ketertarikan pada
aktivitas fisik sehingga merasa aktivitas
tersebut dapat membantunya untuk
meregulasi emosi dalam menjalani
tantangan pengasuhan yang cukup berat
sebagai kesehariannya.
(84-87) Memiliki minat pada
aktivitas tertentu
(87-89) Memiliki kontak
yang efisien dengan realitas
78 berat juga buat kita dan emosi juga pasti terganggu. Hanya
79 pada saat itu saya sudah mengenal yoga. Sebelum saya, apa,
80 sebelum didiagnosis saya habis melahirkan udah kenal yoga
81 tuh. Jadi udah menjalankan yoga. Jadi saya waktu itu mikir
82 karena saya waktu itu tinggalnya masih dekat rumah orang
83 tua, saya bilang boleh ga saya titip dulu sebentar, saya yoga
84 dulu gitu. Jadi, atau fitness, karena saya rutin fitness dari
85 kecil, jadinya pasti selalu ada exercise. Jadinya kalau ada
86 waktu, apakah saya fitness atau saya yoga, pasti saya
87 lakukan gitu. Walaupun durasinya gak bisa lama-lama.
88 Sejam udah mesti pulang, sejam udah mesti pulang, ada
89 tanggung jawab gitu kan. Jadi untungnya masih ada itu.
90 P: Kalau misalnya dari keluarga, dari lingkungan itu sempat
ada yang agak mengganggu ga bu terkait kondisi Raissa?
Saudara, suami, dan anak kedua ibu tidak
mempermasalahkan kondisi kebutuhan
khusus dari anaknya. Melalui pengetahuan
yang ibu miliki mengenai autism, ibu
berupaya untuk membuat anggota
keluarganya yang lain memahami apa yang
terjadi dengan anaknya. Permasalahan
yang muncul dari keluarga terkait dengan
perbedaan metode pengasuhan dengan
ayah dari ibu tersebut (kakek si anak),
namun tidak menjadi permasalahan yang
berlarut. Upaya yang dilakukan adalah
dengan lebih memberikan pemahaman
pada keluarga mengenai bagaimana
metode pengasuhannya untuk anak dengan
(92-101) Dukungan
lingkungan sosial
(104-107) Memiliki kontak
yang efisien dengan realitas
(107-122) Adanya perbedaan
pola pengasuhan dalam
keluarga
(108-111) Konsistensi sikap
(123-125 & 134-137)
Mampu mengatasi tekanan
91
92 S: kalau dari kakak saya sih ga masalah ya. Mereka sih
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
mengerti banget. Apalagi suami saya dan adiknya Raissa
ya, mereka sangat mendukung. Banyak sekali. Kepada
suami saya selalu jelaskan setiap alasan program atau terapi
untuk Raissa. Manfaatnya apa, berapa lama dan bagaimana
prosesnya. Kepada Mirko adiknya Raissa, dari awal saya
jelaskan kenapa Raissa berbeda, apa itu autism, apa yang
terjadi dengan otak anak dengan autism. Sehingga sampai
saat ini kita masih terus melibatkan anggota keluarga untuk
mengambil keputusan terhadap semua, tidak hanya untuk
Raissa tapi juga untuk semua. Karena dari awal kami selalu
menjelaskan proses dan ekspektasi dari segala hal, maka
kami lebih mampu menjalaninya. Walaupun tidak selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
105
106
107
sesuai harapan, atau kadang-kadang mandek tengah jalan.
We are living in uncertainty world. Just do your best, and
enjoy the ride. Mungkin waktu itu, bapak saya kan masih
kebutuhan khusus.
Ibu juga menunjukkan upaya dalam proses
pemahaman dan penambahan pengetahuan
mengenai metode yang tepat untuk
pengembangan anak autism melalui
berbagai workshop dan pelatihan.
Dukungan dan upaya yang serupa juga
ditunjukkan suaminya dengan turut serta
dalam pelatihan tersebut.
Meskipun ibu merasakan proses menyusun
program bagi perkembangan dan masa
depan anaknya sebagai proses yang
melelahkan, namun tujuan yang ditetapkan
sebagai capaian anaknya menjadikannya
bersemangat dan terus memiliki harapan
selama proses pengasuhan. Rasa lelah yang
dialami bisa teratasi dengan cara
penyusunan yang bertahap.
(125-133) Menambah
pengetahuan dengan
berpartisipasi aktif di
berbagai seminar dan
pelatihan
(136-139) Memiliki tujuan
dan harapan dalam hidup
(142-144) Proses pengasuhan
yang melelahkan
108 ada ya, mungkin lebih ke kalau saya menerapkan peraturan
109 ke anak saya itu kan harus konsisten ya, jadi saya akan
110 bilang ke bapak saya, pokoknya kalau mau beli ini saya
111 bilang engga, ya engga ya, semua mesti engga. Nah itu dari
112 namanya kalau kakek ya manjain cucu kan, jadi sampai
113 contohnya kalau akhir pekan boleh makan es krim tapi
114 cuma satu scoop. Dari saya cuma boleh satu scoop, udah
115 bikin perjanjian dari awal. Tapi tiba-tiba nanti, kalau anak-
116 anak itu kan pinter ya, mereka tiba-tiba satu scoop habis
117 tiba-tiba ada kakeknya minta scoop kedua. Tentu saya ga
118 kasih karena udah perjanjian. Tapi kakek mana tega, pasti
119 ngasih, mana sini berapa sih saya bayarin gitu kan. Terus
120 saya jelasin, bukan soal uangnya, tapi soal konsistensinya
121 dan kita udah bikin deal dari awal dengan ini anak, kalau
122 satu ya satu. Marah, ngambek ya gitu tapi kalau bapak saya
123 ngambeknya gak lama-lama. Tapi ya maksud saya lebih
124 mengedukasi keluarga lah dan orang sekitar tentang
125 bagaimana mendidik Raissa. Kan saya banyak baca, ikut
126 workshop, ikut training, jadi mulai makin paham ya, apa itu
127 autism, how to handle, segala macem. Bahkan kita berdua
128 suami istri ikut training khusus parents untuk parents yang
129 anaknya punya autism ya, satu minggu. Jadi how to
130
131
communicate, papanya Raissa mulai bisa komunikasi tuh
apalagi Raissa ngomongnya makin lancar dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
132
133
pernapasan di yoga, terus juga how to create goals or
dreams gitu untuk mereka ya, untuk anak-anak seperti
134 anak-anak ini. Jadi kita malah makin semangat, artinya
135 bukannya justru down gitu karena punya anak autism.
136 Engga justru bikin, oke lima tahun ke depan ini anaknya
137 harus ngapain, sepuluh tahun ke depan mau ngapain. Jadi
138 kita terus punya hope gitu. Nah di situ bikin kita jadi
139 semangat. Along the way ya maksudnya jadi engga yang
140 sekali doang gitu, tapi eh ketemu ini ada ini apa tawaran
141 workshop, eh dari sini dapat akses lagi ke mana. Jadi step
142 by step ya engga langsung semuanya dikerjain, engga.
143 Karena capek banget. Kita 24 jam non stop harus aware
144 sama dia anak masih kecil begitu kan.
145
146
P: terus tadi kan ibu juga sempat bilang di awal suami ibu
sempat bingung bagaimana cara komunikasi sama anak ibu,
itu kebingungan suami ibu pengaruh ke ibu ga?
Hambatan dari orang terdekat terkait
dengan kebingungan dalam berkomunikasi
dengan anak tidak mempengaruhi ibu
secara mental dan emosional.
Ibu lebih memprioritaskan fokusnya pada
program untuk pengembangan anaknya
hingga cenderung mengabaikan hambatan
yang muncul dari kebingungan suaminya.
(148-150) Mampu mengatasi
tekanan
(153-158) Fokus utama pada
perkembangan anak
147
148 S: pengaruh dalam artian buat saya down sih engga.
149 Pengaruh palingan saya jelasin aja, memang anak ini
150 kondisinya begini begini. Jadi saya jelasin step by step gitu.
151 Iya tapi kadang-kadang ga mau tuh saya pegang atau saya
152 ajak jalan ga mau. Iya memang mesti perlahan-lahan. Jadi
153 artinya karena kebetulan saya juga mikir di anak ini saya
154 harus handle jadi saya ga begitu perhatiin ga terlalu apa ya,
155 mikirin gitu. Ya udahlah elo nanti masih bisa lah. Tapi
156 sekarang, ya udah kalau situ mau denial ya udahlah sana
157 denial dulu. Gitu lah maksudnya. Yang penting anaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
158 programnya jalan. Tapi kalau yang dewasa kan gampang.
159 P: terus di awal kan sebelum didiagnosa ibu juga sudah
pernah yoga dulu ya bu ya, tapi itu berarti yoga untuk ibu
aja, belum program untuk autism ini?
Ibu sudah menunjukkan minatnya pada
aktivitas yoga sebelum mengetahui kondisi
anaknya.
Minat pada aktivitas tertentu
160
161
162 S: iya untuk saya sendiri. belum, belum.
163 P: mulai tau program untuk anak, terus memilih yoga
sebagai program untuk anak itu gimana bu?
Ibu merasa meskipun kondisi anaknya
membuat hidupnya cukup tertekan, namun
aktivitas yoga dan lingkungan sosial yang
mendukung membantunya mengatasi
situasi tersebut.
Ibu menunjukkan upaya untuk
meningkatkan perkembangan anaknya
dengan melakukan terapi craniosacral.
Kemajuan yang dialami anaknya menjadi
salah satu hal yang mendorong ibu
melakukan berbagai upaya untuk
peningkatan perkembangan.
Relasi yang baik dengan orang-orang yang
lebih berpengalaman membuat ibu
memiliki akses untuk mendapatkan
pengetahuan mengenai anak berkebutuhan
khusus.
(165-175) Dukungan
lingkungan sosial
(178-181) Mengupayakan
peningkatan kondisi anak
dengan terapi alternatif
(193-194) Mampu menjaga
relasi
(197-203) Perasaan senang
atas peningkatan kondisi
anak
(213-216) Konsistensi sikap
164
165 S: kebetulan guru yoga saya waktu itu orang Kanada, terus
166 saya cerita sama dia, untung ada yoga ya soalnya saya stres
167 banget nih, anak saya autism, saya bilang gitu. Eh saya
168 punya kenalan, dia bilang gitu. Dia bisa. Eh waktu itu saya
169 bilang gini awalnya, ada ga ya yoga buat anak-anak, kali
170 anak saya juga bisa tuh. Terus dia bilang tapi kan, waktu itu
171 di Jakarta gitu kan orang Kanada itu tinggal di Jakarta.
172 Terus dia bilang eh coba deh saya punya temen tuh, orang
173 Malaysia, dia bilang gitu. Kayanya dia bisa deh pegang
174 anak-anak, dia bilang gitu. Oya dia langsung kasih
175 kontaknya, terus dia kasih kontaknya lalu setelah beberapa
176 bulan dari itu, orang Malaysianya bilang, eh saya mau ke
177 Jakarta nih, kita ketemu aja. Kebetulan juga dia kayak
178 craniosacral therapist. Jadi terapinya namanya craniosacral,
179 nanti bisa kamu google aja. Dan itu sangat baik juga untuk
180 anak-anak special need. Jadi dia bilang nanti deh kita
181 sekalian ketemu sekalian saya juga mau coba sesi
182 craniosacral itu buat anak saya. Jadi pada saat saya bawa
183 anak saya itu ke dia, kita sambil ngobrol-ngobrol, dia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
184 bilang, oh saya bikin kok yoga training yoga buat anak-
185 anak. Terus saya bilang oke deh saya sign up. Kapan?
186 Bulan berapa beberapa bulan kemudian lah gitu. Jadi karena
187 dia bikin ke Jakarta, tiap bulan saya jadi ketemu dia. Dari
188 situ saya juga banyak dapat masukan. Kebetulan anaknya
189 dia juga, e namanya apa ya traumatic brain injury. Karena
190 anaknya tenggelam. Pernah tenggelam, jadi bakterinya
191 masuk ke otak sehingga brain damage. Jadi anaknya
192 semacam kondisi cerebral palsy lah ya. Jadi dia tau sekali
193 banyak info tentang special needs. Saya banyak belajar
194 sama dia. Jadi kayak dia sampai sekarang aja kayak mentor
195 saya gitu. Dan craniosacral juga bisa buat semua special
196 needs. Ibu, anak, bayi, yang neurotypical atau special needs.
197 Jadi dari justru anak saya dipegang sama dia itu justru
198 progressnya jadi bagus. Dari yang, ehm, saya ke dia itu
199 waktu anak saya udah sekitar lima tahun ya. Itu masih
200 belum bisa toilet training. Jadi kalau malam itu masih pakai
201 diapers. Setelah ke dia sekali, sore, besok paginya anak saya
202 bisa ke toilet, copot diapers, terus bilang poo. Jadi dari situ
203 kita kayak wow, ini bagus banget progressnya gitu. Karena
204 craniosacral itu kan lebih ke liquid ya di otak itu ada
205 namanya cerebrospinal fluid. Jadi kalau anak-anak special
206 needs itu kan banyak blockage di brainnya gitu terutama di
207 occipital, temporal loop. Jadi dengan craniosacral ini
208 istilahnya kayak merelease blockage yang bikin sensorinya
209 terganggu kah, atau body language nya terganggu kah, atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
210 language nya jadi sangat subtle artinya tidak di poking
211 poking, it‟s very lightly touch seperti ini. Di kepala itu juga
212 sangat baik. Jadi dia bisa membantu anak-anak untuk
213 release that tightness in the brain. Dari situ saya rutin
214 ketemu dia tiap bulan ikut terus terapinya dan along the
215 way saya juga ambil training yoga untuk special need eh
216 yoga untuk anak dulu tahun 2006.
217 P: berarti untuk ibu mulai mengembangkan center ini, itu
setelah ibu training?
Kondisi kognitif yang baik dari ibu
ditunjukkan dengan kemampuan ibu
merancang program berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya dari
berbagai program pelatihan.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk
mendukung perkembangan anak seperti
yoga sebagai program rumah untuk sensori
integrasi dan terapi konvensional.
(224-226) Belajar dari
pengalaman
(227-229) Kondisi kognitif
yang baik dari ibu
(228-230) Mengupayakan
pengembangan anak melalui
program rumah dan terapi
konvensional
218
219 S: jauh sekali, center ini kan 2014. Saya mulai certified
220 instructor yoga anaknya 2006. Jadi ini baru. Karena setelah
221 saya 2006 certified yoga untuk anak, dia mengundang Sonia
222 Sumar ke Malaysia. Jadi saya training ke Malaysia sama dia
223 eh sama Sonia Sumar, tapi dia yang meng-organized. Gitu,
224 seminggu setelah itu, setelah training sama dia aja saya
225 udah pakai yoga untuk anak saya, sebagai program
226 namanya, kalau anak autism itu pasti ada program namanya
227 sensori integrasi, saya pakai tuh sensori integrasinya
228 sebagai home program, yoganya. Saya yang ngerjain tuh
229 buat anak saya doang, tiap hari. Tapi anak saya juga ambil
230 konvensional terapi lah semacam terapi wicara, okupasi,
231 sesuai usianya untuk sekitar lima, ehm, empat setengah,
232 along the way masih ambil terus.
233 P: berarti Raissa mulai ikut yoga sama teman ibu itu Manfaat yoga untuk membantu mengatasi
permasalahan pernapasan, penguatan
(238-239) Belajar dari
pengalaman 234 S: ya mulai 2006 lah. Raissa kan lahir tahun 2002, empat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
235 setengah tahun. Dua tahun setelah diagnosa. tubuh, kesadaran diri, dan regulasi diri. Ibu
merasa yoga sebagai metode yang
menyenangkan untuk diterapkan sebagai
terapi rumah bagi anak berkebutuhan
khusus.
Berdasarkan proses belajar melalui
pelatihan dan membaca berbagai
informasi, ibu merancang dan
mengevaluasi sendiri program terapi yang
diterapkan untuk anaknya sehingga tetap
bermanfaat dan sesuai dengan yang
dibutuhkan anaknya saat itu.
(238-244) Yoga membantu
perkembangan anak secara
fisik dan emosi
(248-258) Kondisi kognitif
yang baik dari ibu
236 P: kemudian selanjutnya ibu yang lanjutin untuk yang home
programnya? 237
238 S: iya jadi setelah sama Sonia Sumar saya kan jadi makin
239 tahu, oh iya ya ternyata anak-anak ini punya problem di
240 pernapasan. Yoga itu kan mengajarkan pernapasan dan
241 gerakan, dan gerakannya ini semua yang bersifat body
242 bearing artinya menopang tubuh sendiri, which is bagus
243 untuk penguatan anak-anak, untuk awareness, self
244 regulation, pada saat itu sih saya belum begitu tahu detail ya
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
tapi setelah lama-lama belajar jadi tau kalau yoga itu
sebenarnya is a fun way to be a home therapy ya, home
program gitu untuk kita yang punya anak autism, di luar
dari terapi konvensionalnya gitu. Iya dari situ saya
menggabungkan beberapa, jadi Raissa itu terapinya e
programnya gini lho, programnya oke sekarang dia
butuhnya ini saya masukin A, B, C. Nanti within 6 bulan
atau setahun ini udah ada progresnya nih, lalu programnya
apa. Jadi saya selalu mengupdate nih programnya apa
dengan kebutuhan dia apa. Programnya masih cocok apa
engga. Kalau engga cocok udah distop, kita ganti program
jadi apa. Jadi selalu kita lihat progressnya 3 bulan, 6 bulan,
apakah ada progress, jadi challenges-nya apa kita naikin
terus terus tuh challenges nya dia. Jadi gak begitu mulu
programnya. Soalnya waktu itu kan dia juga punya problem
di panggul ya, panggulnya itu masuk ke dalam sehingga ibu
jari kakinya suka nabrak kalau jalan atau lari, sering jatuh
jadinya. Itu juga diberesin sama dokter tulang. Pada saat itu
banyak sekali problemnya. Ini, ini, ini. Jadi mikirnya mana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
264
265
266
267
dulu ya yang mau diberesin. Otak dulu lah otak kan lima
tahun golden years, jadi kita beresin kerja di otak itu. Jadi
baru setelah itu tulang kan masih bisa sampai 24 masih bisa
grow kan. Gitu yaudah, jadi baru berikutnya baru tulang.
268
269
P: terus berarti dari awal ibu menerapkan program yoga, itu
benefitnya antara ibu dan Raissa bisa dijelaskan?
Manfaat yoga dalam pengembangan
empati melalui penanaman nilai untuk
tidak melukai diri sendiri, mencederai
orang lain, saling menghargai makhluk dan
lingkungan sekitar. Empati anak dengan
autism sekalipun bisa dikembangkan
melalui yoga.
Ibu menunjukkan pemahaman mengenai
harapan sosial terhadap bagaimana
seharusnya seorang manusia memiliki
empati terhadap orang lain dan lingkungan
dalam hidupnya.
Ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
ibu dapat melalui kegiatan seminar dan
pelatihan mengenai autism diterapkan
dalam penyusunan program aktivitas yoga
untuk anaknya.
Aktivitas di luar ruangan dan rutinitas
dengan hewan peliharaan digunakan ibu
sebagai sarana untuk pengembangan
empati dan tanggung jawab.
(270-281) Mengembangkan
empati anak melalui yoga
(271-274) Mampu
memahami harapan sosial
(283-294) Belajar dari
pengalaman
(282-283) Mengembangkan
diri melalui kegiatan seminar
(294-302) Mengembangkan
empati dan tanggung jawab
anak melalui kegiatan di
alam dan hewan peliharaan
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
S: wah itu kalau dibilang pasti benefitnya buat anak saya ya
itu juga sama. Karena dulu kita ngerinya tuh gini, kita
dibilang kalau anak autism itu gak punya empati. Dan
tentunya kita sebagai manusia ya, kan kita ngeri juga kalau
punya anak gak punya empati. Jadi dari yoga itu kan salah
satunya mengajarkan kalau tidak boleh melukai diri sendiri,
tidak boleh mencederai orang lain, harus saling menghargai
dan menghormati makhluk sekitar, lingkungan sekitar,
seperti itu. Jadi nilai-nilai dari yoga itu pun kita terapkan
dalam bentuk permainan. Jadi sekarang ternyata yang
dibilang anak autism itu gak punya empati enggak kok, gak
bener kok. Itu cuma apa, ya bisa diajarin gitu lho. Ya
memang ngajarinnya mesti tau caranya gimana. Itu karena
saya banyak ikut workshop tentang autism, tentang sensory
integration jadi saya ngerti, ohh gitu toh otaknya autism tuh
memang beda sama otak anak neurotypical sehingga
communicationnya itu harus pakai visual support, harus
pakai dengan ekspresi muka tertentu. Karena mereka gak
bisa baca facial expression. Harus dengan tone nada yang
berganti-ganti gak boleh yang flat melulu karena mereka
menangkapnya ohh ternyata kalau orang normal tuh
ngomong begitu ya. Maksudnya orang biasa ya
neurotypical tuh ngomong begitu gak cuma yang flat doang
begitu kan. Jadi dengan permainan yang kita pakai di yoga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
program hari-hari itu dia jadi banyak belajar. Dan anak
autism itu biasanya senang sama nature ya, sama ruang
terbuka. Jadi kita memang setiap bulan itu pasti kalau ga ke
gunung, atau ke pantai, pokoknya harus ada waktu outdoor
activity. Karena saya punya anjing jadi tiap sore anak saya
pasti jalan ke luar bawa anjing. Dan itu juga ngajarin
tanggung jawab ya. Punya anjing kamu mesti ajak jalan
keluar gitu. Atau mandiin anjing, pokoknya anything deh
yang mau main di luar lah pokoknya gitu. Dan mereka
memang harus seperti itu.
304
305
306
307
P: terus balik lagi tadi bu di awal, bu Tina kan sempat
bilang waktu ngurus Raissa itu full time mom. Itu memang
karena kondisi Raissa atau memang karena ibu rencanakan
dari awal?
Keputusan untuk tidak bekerja menjadi
pilihan ibu sendiri, tanpa dipengaruhi oleh
diagnosa kondisi anaknya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ibu mengetahui apa
yang ia inginkan dan mampu menilai
kemampuannya sendiri.
Ibu merasa usahanya untuk
mengembangkan anaknya berbuah baik,
yaitu perkembangan dan kemandirian
anaknya dalam kehidupan sehari-sehari.
Kemampuan anaknya masih terbatas
dengan hal terkait pengaturan jadwal yang
kompleks, namun kondisi tersebut terbantu
dengan adanya guru pedamping anaknya.
(308-314) Mampu menilai
diri sendiri
(318-322) Peningkatan
kondisi anak sebagai
penguatan
(324-329) Keterbatasan anak
untuk mengatur jadwalnya
(331-332) Dukungan
lingkungan sosial
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
S: dari awal, jadi waktu saya hamil itu saya udah mutusin,
udah saya gak mau kerja karena saya dari lulus kuliah,
belum lulus kuliah aja udah kerja melulu. Sepuluh tahun lah
saya dari lulus sepuluh tahun kerja capek juga ya. Sepuluh
lebih malah. Akhirnya pada saat saya hamil saya bilang,
udah deh habis ini saya berhenti gak mau kerja lagi. Jadi
emang cuma mau urusin anak pada saat itu. Eh gak taunya
anaknya juga ada begitu. Jadinya ya kebetulan. Kebetulan
juga gak kerja jadi intens banget itu kita aku pegang Raissa
itu sekitar delapan tahunan deh. Dari dia kediagnosa
delapan tahun itu saya benar-benar istilahnya jatuh bangun
gubrak gabruk itu untuk ngurus anak lah, dua-duanya gitu.
Setelah itu kita bisa lihat hasilnya, sekarang dia udah mau
lima belas tahun ya udah hampir lima belas tahun kita bisa
lihat saya bisa lepas lah. Karena udah high function autism
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
namanya. Walaupun di sekolah masih ada shadow teacher,
karena namanya autism high function dengan problemnya
executive function itu mereka masih kesulitan mengatur
jadwal, memilah-milah sebelum kerjaan ini apa dulu yang
dikerjain, jadi kayak gitu. Karena kadang-kadang kalau
terlalu overwhelmed, mereka akan jadi stress, akhirnya
malah gak mau ngerjain apa-apa. Gitu, jadi gimana caranya,
oke ini ada tes nih, dua minggu ini, apa dulu yang dikerjain.
Kayak gitu. Bagaimana membagi waktu. Nah itu saya anak
saya masih dibantu dengan shadow teacher.
333 P: Raissa sekolahnya di sekolah konvensional? Ibu menunjukkan kebanggan bahwa
anaknya bisa mengikuti kegiatan di
sekolah normal (inklusi) dengan anak-anak
lain yang tidak memiliki kebutuhan
khusus.
Perasaan bangga atas
pencapaian anak 334
335
336
S: International school, iya di mainstream. Bersama anak-
anak biasa. Walaupun di kelasnya ada juga ADHD sih, tapi
itu udah sekolah mainstream.
337 P: Bisa mengikuti kegiatan seperti biasa bu ya?
338 S: Bisa.
339
340
341
P: terus bu, kalau di awal banget yang ketika ibu
memutuskan untuk ikut yoga terlepas dari diagnosanya
Raissa, itu karena alasan apa ya bu?
Minat yang besar dari ibu terhadap
kegiatan fisik membuatnya berkegiatan
sedikit berlebihan sehingga fisiknya
mengalami cedera. Cedera tersebut
menjadi awal ibu mengenal yoga, tanpa
ada intensi untuk mengatasi masalah
emosi.
Ibu mampu mengenali kekurangan fisiknya
sehingga bisa berusaha mencari kegiatan
yang tidak memaksakan tubuhnya. Ibu juga
mampu menyadari dan menerima
impulsivitas emosinya sebagai
kekurangannya.
(343-347) Minat pada
aktivitas tertentu
(354-356 & 367) Mampu
menilai diri sendiri
(365-365 & 416-421)
Manfaat yoga untuk regulasi
emosi
(375-376) Manfaat yoga
untuk meningkatkan
kepekaan dengan anak
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
S: awalnya karena saya punya cedera lutut dan punggung.
Karena waktu saya kuliah tuh kan fitnessnya senang banget
tuh. Jadi kayanya waktu saking keseringan fitnessnya tuh
angkat bebannya juga gak tanggung-tanggung, rasanya
masih kuat gitu. Tapi pada saat hamil kan hamil saya gede
banget, terus kerasa di lower back saya sama di knee apa di
lutut. Jadi sempat waktu hamil pertama tuh waktu bulan
ketiga masih bisa dibetulin sama kardiofracture gitu ya. Jadi
hamilnya lancar banget gak ada apa-apa. Cuma habis
melahirkan baru berasa tuh karena kan ASI ya. Apalagi kan
kalsiumnya banyak kesedot. Nah itu saya berasa sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
pegel banget punggungnya. Akhirnya saya coba cari
sesuatu olahraga yang gak terlalu berat, gak kayak fitness
aerobic gitu, tapi bisa ngeberesin problem saya gitu di
punggung sama di lutut. Jadi saya nemuin, oh ya ya yoga
enak ya. Walaupun menyebalkan karena ternyata saya
banyak gak bisanya. Tapi setelah selesai itu kan ada
namanya savasana ya, relaksasi gitu kok kayaknya enak
banget sih gitu. Jadi maksudnya kadang-kadang yaudah deh
kerja keras dulu tapi habis itu pasti ada enaknya karena
pasti dikasih rileks gitu kan. Nah itu yang bikin saya
walaupun sebel benci sama kelas yoga yang pertama, balik
lagi, balik lagi. Gak tau apa namanya, karena kan masih
baru ya waktu itu gak ngerti pokoknya habis yoga enak deh.
Malah jadi lebih tenang, apa lebih bisa nahan emosi. Karena
kan saya orangnya ya waa cerewet banget, gampang marah.
Tapi kok along the way kok saya bisa nahan emosi ya.
Terus juga sama anak tuh intuisinya, terutama setelah yang
yoga bareng ya, karena kan anak saya gak ngomong. Dari
mana saya tau dia mau A mau B mau C kalau saya gak bisa
tune in ya. Tune in apa sih istilahnya kayak kita denger
radio gak mau yang kresek kresek gitu dong. Maunya kan
yang suaranya smooth jadi kayak frekuensinya bisa cocok
lah gitu ya. Nah jadi along the way ternyata dengan yoga
membuat saya semakin intuitif gitu. Oh kayaknya dia mau
ini deh, kayaknya mau ini deh. Soalnya pernah tuh anak
saya hilang di Pondok Indah Mall. Itu konyol banget. Di
mall gara-garanya anak saya mau ke Arcade. Apa sih
Arcade, yang tempat mainan di bioskop kan ada tuh yang
mainan yang mobil-mobilan gitu kan. Nah itu dia pokoknya
kalau kita ke bisokop pasti dia mau ke situ. Walaupun gak
Meskipun tujuan awal ibu terlibat dalam
aktivitas yoga adalah karena alasan fisik,
ibu juga merasakan dan menjelaskan
manfaat yoga yang tidak hanya menyentuh
aspek fisiknya, tetapi juga emosi dan
hubungan serta kepekaan dengan anaknya.
Pada pengalaman ibu saat kehilangan
anaknya di pusat perbelanjaan, ibu terlihat
mampu menganalisis situasi berdasarkan
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Ibu
juga berusaha untuk berpikir dengan jernih
dan rasional pada situasi tersebut.
(400-403) Belajar dari
pengalaman
(403-406) Mampu mengatasi
tekanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
main. Kayaknya dia cuma seneng suaranya sama lihat-lihat
gambarnya doang. Jadi dia pada saat kita lagi makan, saya
makan, dia bilang dia ngajak-ngajak ke situ, narik-narik. Ya
udah kita ke sana sebentar. Suster saya bawa anak saya
yang bayi di kereta, saya sama suami saya pegang gak
pegang sih kita cuma lihat kok, jaraknya cuma deket kayak
dari sini ke sini (kurang lebih 1 meter) lah anak saya di
jalan.Tiba-tiba pas masuk bioskop 3 bioskop bubar, dan itu
habis film anak-anak. Jadi kayak pas liburan sekolah gitu
lho. Dan anak saya hilang. Karena tiba-tiba pas itu berr
bubar semua dari 3 teater. Lho anak saya mana, oh udah
pasti dia ke Arcade. Kita ke Arcade gak ada. Jadi bayangin
ya, itu udah paniknya kayak apa. Bapaknya udah nelponin
temannya, suruh telpon polisi suruh tutup mall. Saya udah
lapor ke satpam, lapor ke Pondok Indah Mall pokoknya ada
anak kecil begini begini. Anak saya gak bisa ngomong,
ditanyain juga gak bakal jawab. Ehm, tapi pada saat itu kita
lari ke timezone apakah mungkin dia ke timezone. Tapi
kayaknya gak mungkin deh. Dia gak ngerti naik-turun
escalator kan. Akhirnya kita balik lagi terus saya sempat
mikir, kalau saya panik, saya jejeritan, gak bantu juga.
Terus saya pikir gimana nih kira-kira, terus saya bilang pak,
pak, bisa gak matiin filmya sebentar terus semua bioskop
diterangin. Dia pasti masuk di satu bioskop, masuk ke teater
itu. Boleh gak pak ya kalau di stop sebentar? Terus iya bu
bisa. Baru dia jalan sebentar kea rah satu bioskop, baru mau
ngomong sama mbak mbak teaternya, terus mbak mbak
teaternya ada yang keluar. Dia bilang pak ini ada anak gak
ada orangtuanya ya, goler-goler di lantai yang bawah layar
itu. Nah itu kali tuh, ada anak hilang soalnya. Ya udah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
akhirnya ketemu, bener itu si Raissa gitu lho. Tapi, saya
mikir ya kalau saya panik waktu itu jejeritan nangis histeris,
gak bisa mikir tenang, pasti ya maksudnya gak tau juga
nanti bakal jadi apa, tapi saya rasa yoga itu membawa
perubahan di dalam dari dalam ya. Jadi maksudnya kita bisa
lebih tenang, bisa mikir. Walaupun itu kondisi yang apa ya,
apa kamu bilangnya apa tuh, anak hilang tuh apa emergency
atau apa ya tingkat stresnya tinggi lah pokoknya. Tapi kita
berusaha mikir, tenang. Oh iya ya pasti gini deh, dan benar.
Waktu itu dia kurang lebih hilangnya sebentar. 5-10 menit
lah. Gitu, jadi saya ngelihatnya kenapa saya bilang bisa
berhubungan sama mental kalau yoga itu, because ehm,
napas itu bantu kita untuk aware of our own emtion and our
apa thoughts. Gini misalnya, apakah saya mesti marah ya
sama si bajaj yang motong jalan ini. Atau sama si
metromini. Kalau saya marah berarti energi saya kebuang
untuk mereka. Mendingan saya gak usah marah kali. Biarin
aja mereka. You know that kind of thoughts, kayak ada
yang ngomong gitu kita mikir kan jadi mikir response kan,
gak langsung motong “wawawawa” malah gitu gitu kan.
Jadi I think that‟s the best of yoga because it can change
yourself within. Artinya dari dalam, bukan saya berusaha
merubah kamu walaupun saya guru yoga tapi saya akan
rubah kamu. You know, karena kita gak bisa ngerubah
orang. Betul gak? Saya bisa ngerubah diri saya sendiri tapi
saya gak bisa ngerubah siapapun. Gitu.
439 P: Jadi yoga cukup me-leading ibu untuk regulasi emosi ya? Ibu merasakan perubahan pada dirinya
setelah melakukan yoga meskipun belum
mengenal yoga secara ilmiah. Ibu juga
menunjukkan ketertarikan untuk
(440-445 & 459-460) Yoga
memberikan perubahan
(448-455) Menambah
440
441
442
S: Jadi saya ngerasain walaupun saya belum ngerti banget
ya pada saat itu. Saya ngerasa kok saya banyak banget
berubahnya ya. Padahal cuma gerakan yoga begitu begitu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
seminggu dua kali. Kadang-kadang gak sempat cuma
seminggu sekali. Tapi karena saya rutin terus bertahun-
tahun yoga saya ngerasa, saya banyak berubah tapi apa ya
yang bikin berubah. Karena gak ada tuh yang nasihatin saya
gitu gitu gak ada. Tapi apa iya cuma karena yoga doang,
tapi baru saya banyak baca literatur tentang yoga. Dan saat
itu belum banyak penelitian tentang yoga ya, hanya
research lebih tentang hubungannya yoga sama brain, yoga
sama muscle, pada saat itu belum banyak. Sampai tahun
2006-2008 ya itu saya belum terlalu banyak terekspose.
Studi, research, atau jurnal hubungan yoga apa sama stress,
atau sama apa tuh saya belum terexpose lah sama yang gitu-
gitu. Sekarang baru iya, terexpose.
mengetahui yoga lebih dalam melalui
penelitian-penelitian ilmiah mengenai
yoga, dan hal tersebut menunjukkan
kemampuan kognitif yang dimiliki ibu
yang bersangkutan.
pengetahuan melalui
membaca
456
457
P: tapi walaupun sebelum terexpose ibu sudah bisa
merasakan ya?
458
459
460
S: iya saya ngerasain di diri saya. Saya gak tau sih gak
pernah ngecek orang lain juga. Bagi saya sendiri sih saya
bisa ngerasain ya. Saya ngerasain banyak perubahan sih.
461
462
463
P: kalau sekarang, di ibu sendiri terlepas dari Raissa dan
segala aktivitas yoga, apa ibu pernah atau sempat
memikirkan untuk mengembangkan diri ibu sendiri gak?
Upaya-upaya pengembangan diri yang
dilakukan ibu tetap berdasar pada kondisi
anaknya. Fokus dari ibu adalah untuk
mengembangkan diri menjadi orangtua
yang baik dan efektif bagi perkembangan
anaknya yang memiliki autism.
Meskipun dilatarbelakangi oleh kondisi
anaknya, segala program dan aktivitas
yang dilakukan ibu (yoga dan mencari
informasi melalui membaca) tetap didasari
oleh minat pribadi ibu sebagai individu.
(465-469) Mengembangkan
diri melalui seminar dan
pelatihan
(474-479) Mengembangkan
diri melalui membaca
(483-484) Minat terhadap
aktivitas tertentu
(488-490) Terbuka pada
pemikiran baru
464
465
466
467
468
469
470
471
472
S: self development gitu ya? Pasti, karena pada saat itu ya,
walaupun kita, ehm saya pada saat itu kan ikut program ya
namanya RDI (Relationship Development Intervention) dari
Amerika. Saya ikut workshop ketemu dengan foundernya.
Pada saat intro workshop kemudian kita memutuskan untuk
ambil parents training namanya di Singapura waktu itu. Nah
jadi dari situ ya dia kasih tau kondisi anak autism itu kayak
gini. As a parent kamu mau gak mau harus mengubah gaya
komunikasi kamu. Nah tapi kan waktu itu saya berubah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
merubah itu because of my daughter‟s condition. Bukan
karena sayanya gitu kan. Tapi karena saya dari yoga tadi
yang saya sebutin banyak perubahan, saya jadi banyak
membaca literatur mengenai, semacam buku-buku new age
gitu lo kayak kalo di judul penulisnya pertama kali yang
saya rasa banyak banget ohh kebiasaan saya tuh ternyata
bisa disebut mindfulness namanya eh, new earth, by ekarth
tolli. Bukunya judulnya new earth. Itu pun saya gak beli
bukunya buku itu datang aja tiba-tiba ada cousin saya dari
Amerika bawain buku nih bagus nih bukunya lagi dibahas
sama Oprah. Jadi pada saat baca buku itu, karena saya
seneng baca juga sih orangnya. Jadi saya baca buku new
earth, itu dibilangnya new age padahal kan gak new age.
New age itu kan kayak aliran yang agak-agak hippies lah
kayak gitu. Tapi ini totally gak ada hubungannya sama
hippies. It‟s a new thinking. It‟s a new thinking about
perception about yourself ada di situ, about how you see
other people, how you see your environment. Nah dari situ
saya banyak baca, ooh ternyata bisa ya. Dan itu pada saat
saya baca pas dibahas sama Oprah, Oprah Winfrey. Oprah
Winfrey juga lagi tertarik sama buku itu, dan dia bahas
chapter per chapter di internet ya. Jadi saya ikutin tuh.
Chapter satu dia bahas, saya tonton sampe chapter berapa.
Dan itu saya baca, saya udah baca duluan terus saya ulangi
lagi chapter per chapter ngikutin si Oprah. Udah gitu saya
makin terexpose dengan self help itu. Artinya ohh kita bisa
toh ngerubah pikiran, ngerubah perception, ngerubah belief
yang udah selama ini ditaruh sama orangtua. Itu, jadi saya
makin banyak baca literatur-literatur gitu lho. Dan dibantu
yoga jadi istilahnya apa ya, level of confidence saya as a
Ibu juga memiliki sikap yang terbuka
terhadap pemikiran dan kebudayaan baru
sebagai bentuk pengembangan dalam
berpikir dan melihat dunia sekitar.
Meskipun banyak hambatan dari
lingkungan sosial terkait kondisi anaknya,
aktivitas dan program yang ibu jalani
membantunya untuk tetap merasa aman
dengan hidupnya dan tidak terlalu
memikirkan pandangan orang lain.
Ibu memiliki kesadaran yang baik terhadap
kemampuan dirinya sendiri, dan percaya
bahwa perubahan diri sendiri hanya bisa
dilakukan jika kita mau menyadari dan
membantu diri kita sendiri.
Berbagai program dan aktivitas yang ibu
lakukan juga membuatnya bisa produktif
dalam pekerjaan (mengajar yoga anak dan
menerima klien anak dengan autism).
(501-504) Memiliki
kepercayaan diri
(504-509) Mampu
menciptakan kenyamanan
dalam hidupnya
(511-518) Mampu menyadari
tanggung jawab diri sendiri
sebagai individu
(524-527) Mampu untuk
berkarya dan produktif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
person itu walaupun kata punya anak autism juga biasa aja.
Gak down, gak apa gitu. Walaupun anak saya umur 2 tahun
belum bisa ngomong, umur berapa belum bisa baca gitu.
Memang kadang-kadang sedih juga ya, karena kayak gini,
ih anak dia umur segini udah bisa baca udah bisa ini udah
itu gitu kan. Tapi ah bodo amat deh yang penting anak gue
hepi, gue hepi gitu kan. Tapi to have that capability to apa
ya maksudnya, untuk to accept that, itu butuh proses. Kalau
dari menurut aku sih, menurut aku kalau akunya sendiri gak
mau berubah, gak mau cari bantuan lewat baca-baca buku
atau apa mungkin sama kayak orang lain yang orangtua
yang aduh kayaknya putus harapan. Gak ada apa namanya
gak ada impian lagi buat si anaknya. Banyak kan orang-
orang kayak begitu. Mungkin saya juga bisa kayak begitu
sih. Jadi intinya the only person that can help you is
yourself, gitu. Ya kalau kamu butuh sama orang gitu ya
pasti asal kamu mau terima mau dengerin, ya pasti kamu
bisa ketolong. Tapi kan banyak juga orang yang gak mau
dengerin gitu. Jadi untuk saya sendiri saya jadi makin
penasaran gitu berarti kayak gini bisa ya, jadi saya bisa
apalagi nih. Akhirnya jadinya makin ke sini saya tetep
megang, ditelpon sekolah suruh ngajar yoga, terima klien
anak autism, kayak gitu. Jadi udah ngurusin anak, jadi udah
deh saya terima aja deh. Si mentor saya juga bilang, udah,
kamu tuh udah bisa pegang anak orang. Padahal kan saya
gak tau ya anak autism orang lain kan. Ternyata pas saya
lihat, lho ternyata tiap autism itu beda-beda ya. Umur sama,
diagnosa bisa sama, tapi symptom ayau behavior bisa beda
gitu kan. Jadi kalau kamu ketemu anak autism satu, ya itu
kamu ketemu satu autism. Kalau dua ya ketemu dua autism
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
533
534
535
536
537
gitu kan. Gak bisa digeneralisir. Ya bisa sih tapi kan perlu
waktu untuk observasi dan saya bukan terapis. Jadi ya hal-
hal itu membuat saya, ohh iya ya, kita malah jadi respect
sama anak-anak itu gitu lho. Karena menurut saya mereka
banyak mengajarkan kita berbagai hal.
538 P: Ibu juga belajar dari proses ketemu anak-anak autism ya? Ibu banyak belajar dari anak-anak yang
ditanganinya, sehingga bisa memahami
pola perkembangan dan perilaku anak
autism secara lebih mudah. Hal ini
menunjukkan adanya kemampuan untuk
belajar dari pengalaman.
Program yang ibu jalankan bersama anak-
anak autism juga menjadi lebih mudah
karena yoga yang dilakukan bersama
membantu mereka untuk saling terkoneksi
satu sama lain meskipun tanpa bahasa
verbal.
(537-548) Belajar dari
pengalaman
(554-557) Manfaat yoga
dalam membangun koneksi
antara ibu dan anak
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
S: Oh iya. Saya semua anak-anak jadi kalau buat kita
challenge terus. Maksudnya oh ternyata begini begini. Kita
bisa tebak, bukannya nebak ya, maksudnya mempelajari
gitu lho. Oh kalau dia kalau kita begini begini dia begini
begini. Oh dia sensorinya auditorinya lebih sensitif daripada
visualnya, tapi kakinya type O oh begini begini. Jadi satu
kid punya buku notes di situ symptomnya begini begini,
hari ini programnya ini ini teruuss sampai akhirnya saya
makin, jam terbangnya makin tinggi makin tinggi jadi
makin tau. Lihat sebentar aja, oh ya ini gini gini gini. Apa
ya kayak gitu, I think ya yoga itu bantu saya banyak banget.
Karena yoga saya kan bukan yoga yang, yoga itu tidak
menyembuhkan. Walaupun anak dibawa yoga ke saya, saya
bukan terapis dan yoganya juga tidak menyembuhkan. Tapi
as a human to have self awareness, I think it‟s very
important. To have that connection, between me and the
child, I think it‟s a very beautiful thing gitu. Walaupun dia
gak ngomong, gak bisa ekspresiin. But we can connect, apa
ya istilahnya. Connectnya secara intuitif, dia gak ngomong,
dia gak bilang apa, tapi dia gak kalau di kelas saya gak
pernah ada yang kabur sih. Kalau dia gak suka kan dia bisa
kabur ya. Biar kata dia gak nurut saya, muter-muter doang,
tetep aja dia di situ gak keluar-keluar.
562 P: ibu mulai pegang yoga untuk anak autism yang lain itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
215
563 mulai kapan bu?
564
565
S: sejak saya training sama Sonia Sumar itu sekitar 2009
kalau gak salah. Setelah itu baru saya mulai terima klien.
566 P: tapi mulai sama Raissa udah sebelumnya?
567
568
S: udah sebelumnya. malah sekarang Raissa mau sama guru
yang baru aja, udah bosen sama emaknya.
569
570
P: terus kalau sekarang ini, ibu memandang kehidupannya
ibu itu seperti apa sih?
Ibu memandang kehidupannya sebagai
proses untuk mencapai tujuan, dan tujuan
tersebut lah yang membuatnya setiap hari
bersemangat untuk menjalani hidup.
Meskipun demikian, ibu menyadari bahwa
tidak semua tujuan yang ia rencanakan bisa
tercapai, dan ibu sudah bisa menerima dan
memahami dengan baik cara kerja
kehidupan tersebut.
(571-575) Memiliki tujuan
hidup
(576-580) Memiliki kontak
yang efisien dengan realitas
(581-586) Menghadapi
penolakan dari institusi
pendidikan
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
S: ehm, wow, gak pernah mikir tuh. Ya maksudnya hidup
itu ada purposenya, ada tujuannya. Jadi setiap hari bangun,
kayak excited, because hari ini we‟re gonna do this gitu.
Kayak apa sih menemukan purpose jadi setiap hari tuh ada
semangat gitu. Walapun malah capek juga, but ya udah, but
it‟s also I‟m able to listen to my self. Let‟s say, kalau
pengen sesuatu itu kadang-kadang suka gak dapet ya,
kadang-kadang suka sebel ya. But I get everything about it,
maybe it‟s not for you, maybe that thing is not for you now,
maybe you can have later, dan setelah belajar untuk
menerima kayak gitu-gitu kayak ya udah deh. Raissa berapa
kali ditolak sama sekolahan. Ada beberapa sekolah yang
nolak dia. Padahal saya tuh dateng dengan bilang eh anak
saya autism nih, gini gini gini. Malah dia nolak, atau malah
waiting list, atau apa lah ada aja alasannya. Kayak gitu
sedih juga ya anak gak diterima. Tapi ternyata gak diterima,
terus kita dapet sekolah lain, eh ternyata itu lebih cocok gitu
lho. Sometimes, event yang tidak menyenangkan itu bukan
the end of the world. Sometimes, memang lu gak cocok di
situ. Lu di tempat lain. But maybe I don‟t know, the way
universe bilang kita buat engga di situ ya caranya begitu.
Tapi kan kita ya udah lah, kalau engga di situ ya gak apa-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
216
593
594
apa cari aja di tempat lain. Make sure, kalau kita hidup gak
punya purpose ya, I think it‟s very difficult.
595 P: berarti yang menggerakkan itu purpose-nya ya bu ya? Ibu beranggapan bahwa menyadari tujuan
dalam hidup akan membuat hidup lebih
mudah dan untuk menyadari tujuan
tersebut kita harus terlebih dulu menyadari
diri kita sendiri seperti apa. Perilaku dan
cara bersikap terhadap orang lain dan
lingkungan sosial juga merupakan bagian
dari kesadaran diri.
(596-599) Menyadari
pentingnya mengenali diri
(599-602) Memahami prinsip
moral sebagai makhluk sosial
596
597
598
599
600
601
602
603
S: ya, knowing that we have purpose, apa ya, aware of your
own, aware of yourself, built up your awareness. Awareness
artinya, ehm, how to response to certain behavior, how to
speak to a person, itu penting kan. Maksudnya kita kan
hidup social creatures gitu. Jadi maksudnya gak mungkin
kita nutup diri sendiri, kita ngerasa kita yang paling bener
atau kita sendiri aja. I think to know your purpose to live
it‟s very important. Bukan motivator lho tapi aku.
604
605
606
P: iya kan opini bu ya. terus kalau ngomongin kepuasan
gitu bu. Kalau dikasih skala 1-10 kepuasan ibu ada di skala
berapa terhadap hidup?
Ibu merasa sebagai manusia masih banyak
sekali keinginan yang belum terpenuhi,
akan tetapi ibu tidak memaksakan diri
untuk bisa mewujudkan seluruh keinginan
tersebut.
Pernyataan ibu bahwa ia tidak akan
memiliki penyesalan jika suatu hal terjadi
pada dirinya menunjukkan bahwa ibu telah
memiliki rasa aman yang memadai
terhadap kondisi kehidupannya saat ini
sehingga tidak memiliki rasa cemas yang
berlebihan jika terjadi sesuatu pada dirinya.
Rasa aman tersebut ibu dapatkan karena
merasa telah melakukan upaya-upaya bagi
anak-anaknya dengan terus
mengembangkan diri agar dapat membantu
perkembangan anak-anaknya. Kelancaran
upaya yang dilakukan tidak lepas dari
(607-614 & 617-619)
Memiliki kontak yang efisien
dengan realitas
(610-611) Rasa aman dalam
kehidupan
(613-616 & 620-626)
Melakukan upaya untuk
mengatasi kekhawatiran
terkait kondisi anak
(628-630) Dukungan
lingkungan sosial
(632-635) Memiliki tujuan
hidup yang wajar
(640-643 & 656-658)
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
S: wah namanya juga manusia pasti banyak maunya ya kan.
Iya tapi juga gak ngoyo, ngoyo ya istilahnya. Yang pasti
aku ngerasa masih banyak banget yang aku mau. Kalau
puas gak puas ya, my life is enough. Is enough, artinya, if
something happen to me tomorrow, I have no regrets.
Terkait Raissa ya memang semua orang tua pasti akan
mempersiapkan yang terbaik buat anak. Mengenai
kekhawatiran, pastilah kita punya. Maka dari itu, kami sejak
awal selalu mengikuti perkembangan anak dan program
terapi atau ilmu seputar tumbuh kembang anak dan remaja.
Mengetahui kita punya batasan waktu maka kita tidak ingin
menyia-nyiakan waktu dengan hal-hal tidak penting. We
live in present. Not in the past, not in the future. Yang kami
bisa lakukan sebagai orang tua adalah menyiapkan anak-
anak untuk mandiri, karena kami tidak akan mendampingi
mereka selamanya. Sampai sekarang saya masih rutin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
217
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
652
mengikut training, seminar, workshop yang berhubungan
dengan Autism, karena ilmu pengetahuan terus
berkembang, penelitian tentang otak semakin banyak dan
teknologi semakin baru. Kami terus mengupdate ilmu
pengetahuan tentang bagaimana otak manusia belajar.
Semua bisa didapat berkat internet dan networking kami di
berbagai negara. Mereka terus memberikan update terbaru
untuk ilmu pengetahuan. Paling tidak, itu yang bisa kami
berikan untuk anak-anak kami. Investasi terbaik adalah self-
knowledge. Tapi kalau mau ya masih banyak. Pengen
punya center yang lebih gede, pengen punya ini, pengen
belajar itu. Tapi ya make sure everyday, setiap hari bikin
keputusan yang tidak membuat penyesalan gitu lho. Nah
untuk tau keputusan yang bener kan we have to very apa ya,
have a big thought. Untuk mikirin bener what is my
decision. Sebetulnya decision itu kita gak perlu tanya sama
orang. Because all the decision we can, we know the
answer. But to able to listen to yourself, nowadays it‟s not
easy gitu. Karena dari a lot of distraction, handphone, social
media, you know, peers pressure atau misalnya orang lain,
itu kan gak gampang untuk gak mau dengerin itu semua just
listen to ourselve, it‟s not easy. Jadi untuk saya saat ini
adalah saya harus punya satu waktu yang untuk saya
sendiri, gak boleh ada distraction. Every morning, mungkin
sejenis meditation ya, mungkin I don‟t know, mungkin
mindfulness I don‟t know. But I just need the time, every
morning, untuk duduk bengong, gak ngapa-ngapain, just to
be with myself. And then along the way, setelah itu mau
bikin apa ya udah gak apa-apa gitu. Tapi kalau kita gak
punya connection to ourselves I think it‟s hard to apa ya,
bantuan kenalan di bidang tersebut.
Dapat memutuskan sendiri pilihan-pilihan
dalam kehidupan artinya seseorang harus
memiliki pengetahuan yang baik mengenai
motif, keinginan, tujuan, ambisi, dan
sebagainya yang ia miliki untuk hidupnya.
Ibu menyadari kehidupan sosial dalam
perkembangan modern saat ini dapat
membuat seseorang kesulitan untuk benar-
benar mendengarkan dirinya sendiri tanpa
terpengaruh dengan pendapat eksternal.
Tantangan gaya hidup dan
media sosial
(644-653) Mengupayakan
lebih dekat dengan diri
sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
218
653
654
655
656
657
658
659
menjalankan hari-hari. Karena everyday is always occupied
with external. To be with your internal, listen to your
internal, it‟s not easy sekarang-sekarang ini. Nowadays, to
disconnect is a luxury. Apa lagi social media kan, aduh ini
orang jalan-jalan, hidupnya perfect, gini-gini there‟s no
such a thing. Tapi ya sekarang tinggal kitanya aja how to
receive that apa bombardir informasi.
660
661
662
P: kalau misalnya ibu punya kemampuan untuk mengubah
kehidupan ibu yang kemarin-kemarin, itu ada hal yang
pengen ibu ubah ga?
Ibu memiliki keprihatinan terhadap
kebiasaan manusia yang dapat merusak
alam dan bumi. Ibu merasa kebiasaan
tersebut dibentuk melalui pembelajaran
orangtua di rumah, sehingga seharusnya
orangtua memberikan contoh yang baik
pada anaknya.
(665-673) Memahami prinsip
moral
(674-676) Memiliki
kesadaran terhadap tanggung
jawab orang tua
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
S: mau jadi penyanyi. haha. gak ada hubungannya ya.
Mungkin saya akan ubah gak boleh ada pabrik plastik.
Karena nyampahin laut. Ya aku sih senang binatang ya, dan
dari dulu suka sebel lihat orang buang sampah, buang
plastik. Kadang-kadang sebel juga nih limbah plastik
ganggu. Tapi ya kalau kita gak mulai dari diri sendiri,
kayak ngajarin anak-anak, I think it‟s, ya udah bumi itu
cuma satu ya gak ada bumi kedua. Jadi maksudnya kita as a
human tinggal berbagi space ini I think penting bagi kita
untuk punya self awareness, ya untuk jaga lingkungan. At
least gak buang sampah lah sembarangan. Ya karena kalau
kita lihat ya itu kan dari rumahnya ya. Berarti orang tua
dong yang ngajarin. Nah kalau orangtuanya gak aware,
gimana. Anak kan nyontoh doang.
677
678
679
P: terus masih seputar kehidupan ibu, pasti lah kita hidup
gak mungkin gak ada masalah bu ya. Terus ibu memandang
masalah yang datang ke ibu itu kayak gimana?
Ibu memiliki cara untuk menemukan solusi
dari permasalahan yang hadir dalam
hidupnya dengan menenangkan pikiran
terlebih dahulu sehingga dapt berpikir
jernih dalam memutuskan solusi yang
tepat.
(680-683 & 694-698)
Mampu mengatasi tekanan
(691-693) Tantangan
perkembangan teknologi
680
681
682
S: ehm, as a lesson. Sebagai pelajaran, artinya kalau kita
punya masalah itu pasti ada solusinya. But, untuk mencari
solusinya itu yang kita mesti duduk, tenang, pikirin, gak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
219
683
684
685
686
687
688
689
690
691
692
693
694
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
cepat panik, dan itu yang harus terus kita latih gitu lho.
Berlatih, jadi kalau saya bilang ya, orang-orang jaman
angkatan bapak saya, bapak saya kan pejuang ya ‟45. Kecil
16 tahun udah perang. Iya kan, jadi dengan hidup keras itu
justru itu sebenarnya bagus lho. Artinya untuk melatih
mental kita untuk strive. Artinya berjuang untuk fight
resilience. Gimana di press, dengan pressure seperti itu
dengan kehidupan yang gak enak how to survive. Nah kalau
orang jaman sekarang kan semua udah modern. Mau apa
tinggal pencet. Mau makan ini tinggal pencet go food. Jadi
there‟s no will to fight. Nah itu yang serem sebenarnya. Jadi
kalau saya ngelihat challenge, I think ehm masalah, itu
something to learn from. Ya kan, dengan ada masalah itu
membuat kita kreatif membuat kita mikir, oke kalau ke sini
saya gak bisa saya mesti ngapain nih. Justru itu ngasah
pikiran kita gitu. Kalau dilihat kan lagu-lagu aja deh
jamannya Beatles, jaman dulu itu kan liriknya bagus-bagus
ya maksudnya bermakna gitu lah. Lagunya, aransemen
musiknya juga bagus-bagus. Kalau sekarang kan kayak,
dengar sekali dua kali udah lupa. Udah gak tau siapa yang
semuanya sama semua gitu kan. Kalau dulu kan oh yang
nyanyi ini yang nyanyi ini gitu. Jadi I think it‟s about, ya
permasalahannya saya perpaduan dari era jaman dulu dan
jaman sekarang. Tapi saya I love technology gitu lho
maksudnya saya bersyukur hidup di teknologi ini, tapi what
matter is to limit to limit terhadap teknologi supaya gak
tergantung maksudnya gitu ya. Tapi juga untuk kerja keras
gitu. Kerja keras artinya hidup tuh bukan cuma buat duit ya.
Punya duit bagus, punya bisa macem-macem. Tapi juga
duit itu juga bisa bikin kamu lebih bagus atau kamu gak
Ibu menyadari kemudahan yang diberikan
kemajuan teknologi dapat mengikis
ketahanan individu dalam mengahadapi
tantangan hidup. Meskipun demikian, ibu
tidak menutup diri dari kemajuan teknologi
tersebut. Ibu beranggapan yang perlu
dilakukan adalah membatasi diri agar tidak
sepenuhnya bergantung pada kemudahan
yang diberikan oleh teknologi tersebut dan
menerapkannya pada seluruh aspek dalam
kehidupan.
Kesadaran terhadap perlunya melatih diri
melalui tantangan-tantangan kehidupan
menunjukkan ibu memiliki pandangan
yang luas terhadap realitas bahwa kita
harus memiliki ketahanan diri untuk
menghadapi hidup.
(705-707) Terbuka terhadap
perkembangan teknologi
(710-716) Memiliki kontak
yang efisien dengan realitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
220
713
714
715
716
717
718
719
lebih bagus gitu. Tapi kalau kamu melihat life itu sebagai
challenge, I think it‟s good. Ketemu masalah itu bagus
artinya kamu dilatih untuk lebih resilient, untuk lebih tough,
untuk lebih gitu. Jadi semua pasti ada solusinya dan semua
pasti akan melewatinya juga sih. It will pass. Tapi untuk ke
sananya tuh how you can cope with your challenge, I think
you need the strategy. Itu aja sih.
720
721
P: terus kalau saat ini untuk mengisi kehidupan ibu sehari-
hari, kegiatannya ibu apa aja?
Keseharian ibu diisi dengan mengajar yoga
pada hari kerja dan menghabiskan waktu
bersama anak-anaknya pada akhir pekan.
Selain aktivitas rutin, sebagai praktisi yoga
ibu juga aktif memberikan seminar dan
pelatihan tentang yoga.
Aktivitas ibu sehari-hari tidak hanya
ditujukan untuk pengembangan dirinya,
tetapi juga untuk membantu mengatasi
permasalahan ibu dan anak yang terkait
dengan perkembangan anak.
(725-728) Mengupayakan
untuk menjaga relasi yang
baik
(728-731) Mampu untuk
produktif
(731-733) Memberikan
kontribusi terhadap
lingkungan
722
723
724
725
726
727
728
729
730
731
732
733
734
S: saya di sini Senin sampai Jumat. Dulu saya Sabtu sampai
Minggu masih ngajar klien privat untuk yoga untuk autism.
Jadi Sabtu-Minggu masih kerja juga kan dua tahun yang
lalu. Tapi belakangan anak-anak pada ngomel. Jadinya
Sabtu-Minggu saya udah ga kerja paling ikut kelas yoga
atau fitness, rileks lah sama family gak terlalu mikirin
kerjaan. Tapi Sabtu kadang-kadang saya juga masih sering
kasih workshop. Tapi gak every Saturday, paling once a
month atau twice a month. Terus ya Senin sampai Jumat
saya di sini. Bantu pegang anak-anak juga, bikin program
buat mereka, ketemu sama orangtuanya, update program
anaknya, kalau ibunya perlu apa ya saya bisa kasih advice
atau apa.
735
736
737
P: awalnya kan ibu belajar yoga untuk anak itu untuk
Raissa aja. Terus apa sih yang bikin ibu akhirnya mau
pegang anak yang lain dan buka center ini?
Pengetahuan yang baik mengenai kondisi
anaknya membuat ibu bisa menentukan
program-program yang sesuai untuk
mendukung perkembangan anaknya.
Keputusan ibu untuk membuka pusat
pelatihan yoga untuk anak didasari dengan
adanya keterbatasan dari tepai
(741-748) Memiliki
pengetahuan yang memadai
mengenai autism
(749-751 & 757-760)
Menemui keterbatasan terapi
konvensional
738
739
740
741
742
S: jadi waktu itu sebenarnya saya juga, semuanya karena
gak sengaja sih. Jadi saya pikir waktu itu anak saya kalau
untuk program yang saat ini di sini sekarang kid therapy ini
gara-gara anak saya saya bawa juga ke sana. Anak autism
itu biasanya mengalami low tone. Artinya muscle-nya itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
221
743
744
745
746
747
748
749
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
gak fully develop artinya kadang-kadang kayaknya motorik
halusnya itu gak terlalu berkembang karena motorik
kasarnya juga gak fully develop. Karena memang mereka
juga pasti ada delay kan, dibanding anak-anak lain. Kalau
kita lihat dari developmental milestone, anak neurotypical
dan anak autism itu pasti ada perbedaan. Tapi secara fisik,
mereka juga mengalami perbedaan. Nah hanya kalau dari
jaman dulu waktu anak saya didiagnosa, gak pernah ada
yang nyuruh anak saya fisioterapi. Padahal yang saya
kerjakan itu sebenarnya fisioterapi. Fisioterapi okupasi yang
saya bilang yoga pose downward facing dog, atau dia pose
ular, itu sebenarnya kan menggunakan otot sama tubuh gitu.
Untuk menguatkan dia, karena kalau engga dia pola
napasnya gak bagus, badannya juga round, posturnya juga
gak bagus. Nah itu kalau dulu tuh autism pasti disuruhnya
cuma SI (Sensory Integration) sama OT (Ocupational
Therapy). Pasti hanya itu. Gak pernah ada yang nyuruh saya
fisioterapi. Tapi along the way saya ke sini, saya pikir saya
udah banyak networking saya anak dengan autism. Terus
kok semua problemnya sama ya. Semua punya low tone
muscle. Dan muscle itu berhubungan dengan speech.
Kebanyakan anak autism speech problem. Karena apa,
karena posturnya jelek, pola napasnya juga jelek. It‟s all
connected gitu. Kita gak bisa ngelihat anak autism tuh
kayak dibagi-bagi doang. Misalnya oh speech cuma sekitar
segini (leher ke atas), terus kalau gross motor cuma badan
otot besar doang, kalo motorik halus cuma ini. Gak bisa
kayak gitu. Jadi gimana saya ngelihat anak saya banyak
perubahan waktu saya kirim ke program kayak gini tapi di
Malaysia. Jadi baru kayak, oh iya ya, berarti semua itu
konvensional yang dianggap kurang
mampu mengatasi hambatan yang dialami
anak berkebutuhan khusus secara
keseluruhan.
Keputusan membuka pusat pelatihan ini
juga diambil karena ibu mampu melihat
pola kebutuhan anak berkebutuhan khusus
dari pengalamannya terlibat langsung
dengan anak-anak tersebut.
(760-774) Belajar dari
pengalaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
222
773
774
775
776
777
778
779
harus berasal dari gerakan. Gak mungkin ga bergerak itu
bisa improve. Nah makanya saya buka center ini karena
center ini di luar dari metode terapi konvensional, semua
anak harus exercise. Hanya itu yang bikin dia bisa
berkembang lebih baik atau menjadi lebih baik. Awareness-
nya ada, speechnya improve, sensory integrationnya juga
lebih balance. Hanya dengan gerakan, that‟s it.
780
781
P: jadi karena ibu menyadari selama ini yang konvensional
kurang memnuhi kebutuhan bu ya
Ibu kembali menegaskan keterbatasan yang
dimiliki terapi konvensional sehingga
kurang mampu mengatasi hambatan yang
dimiliki anak berkebutuhan khusus,
khususnya autism.
Ibu menjelaskan manfaat yang diberikan
yoga secara umum yang sekiranya bisa
menutupi kekurangan terapi konvensional
saat ini sehingga bisa memenuhi kebutuhan
anak untuk mengoptimalkan
perkembangannya.
Analisis yang ibu lakukan untuk
mengetahui kebutuhan anak dengan autism
melalui hambatan-hambatan yang mereka
miliki menunjukkan kemampuannya untuk
belajar dari pengalaman.
Keputusan ibu untuk membuka pusat
pelatihan yoga untuk anak tidak hanya
demi mengoptimalkan perkembangan
anaknya, tetapi juga agar ibu bisa berbagi
(782-786) Menemui
keterbatasan terapi
konvensional
(789-793) Keterbatasan fisik
anak autism
(796-800) Prinsip kesatuan
napas dan gerakan dalam
yoga
(810-818) Belajar dari
pengalaman
(824-829) Memberikan
kontribusi melalui yoga
center
782
783
784
785
786
787
788
789
790
791
792
793
794
795
796
797
798
799
800
801
802
S: dan terlalu banyak birokrasi gitu. Maksudnya, oh cuma
ini doang saya speech terapi doang. Terapi yang arah mulut
doang. No, the therapy, untuk speech itu memang
problemnya yang di rahang, lidah, dan bibir. Tapi yang
utama itu adalah napas. Kita ngomong, kita nyanyi, kita
minum, kita makan, itu kan pakai napas. Kalau kita punya
napas itu terganggu, otomatis yang namanya speech pasti
napas. Punya posture problem, diafragma gak berkembang,
pasti napasnya terganggu. Napasnya terganggu pasti
speechnya terganggu. Pasti emosi juga terganggu. Anxiety,
sering anxiety, sering tantrum, sering nervous, itu kan all
connected. Istilahnya kalau aku lihat anakku itu as a whole.
Gak bisa dipotong-potong, oh saya pegang ini doang ya,
saya gak tau deh bagian yang lain kan itu bukan urusan
saya. Gak bisa begitu. And yoga is about, kalau saya balikin
lagi kenapa saya mengambil prinsip itu, because yoga is a
union. Yoga itu kan katanya dari „yuj‟, yuj itu kan
gabungan artinya union. Unionnya apa ya antara breath and
movement. Semua orang bisa gerak sekarang bisa napas,
karena kalau ada problem gimana that‟s means, even you
have problem in movement, either your breathing is
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
223
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
825
826
827
828
829
830
problem. Gitu, sekarang saya karena saya menjadi yoga
education trainer, saya juga dapat akses untuk, oh ya
ternyata yoga itu bisa bantu untuk respiratory system. Oh
ternyata yoga bisa membantu cardio vascular system. Jadi
banyak saya pelajari, ternyata baru ke belakang kan,
semenjak saya menjadi yoga trainer, akses jurnal untuk tau
tentang berhubungan dengan mental, berhubungan dengan
fisik, itu baru along the way. Tapi saya melihatnya di
program saya adalah you need to move. Kalau gak fokus,
bukannya dilesin matematika atau apa, tapi mesti move.
Iya, artinya banyak gerak gak. Kalau dia gak banyak gerak
pasti dia akan punya problem either dia social problem atau
motorik problem, pasti akan ada problem. Nah sekarang
kalau mau dilihat, brain itu kan neuro plasticity, itu research
yang ngomong. Tapi the only way to change your brain is
through movement. Betul kan? Kenapa orang stroke mesti
fisioterapi? Digerak-gerakin meskipun dia gak bisa gerak
sendiri. Otherwise, ototnya gak developed. Otherwise the
brain gak ada activity, gak ada function. Ya kan, jadi the
only way to changes the brain, and autism is neurological
disorder, is through movement. Itu yang membuat saya
memutuskan untuk akhirnya to do something, to help
others, gitu. Ya mungkin saya gak bisa nolong semua
orang, but at least one child at a time gitu. At least aku ada
di sini tau purpose ku apa, I have these knowledes yang gak
mungkin aku keep sendiri. Let‟s share the knowledge and
then that‟s why aku akhirnya memutuskan untuk membuka
ini.
ilmu dengan ibu dan anak lain yang
mengalami permasalahan serupa.
831
832
P: terakhir bu, kasih closing statement dong bu mengenai
hidupnya ibu sekarang seperti apa
Ibu meyakini tiga nilai utama dalam
kehidupan yaitu compassion, integrity, dan
(834-843) Memiliki prinsip
pribadi yang sesuai nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
224
833
834
835
836
837
838
839
840
841
842
843
844
845
846
847
848
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
S: ehm, statement tentang kondisi sekarang, ehm gak pinter
tuh saya bikin begitu-begitu. Sebentar. So, what is life?
Ehm, mendingan gini aja. Saya punya value of life ya.
Value of life saya is compassion, integrity, and resilience.
Jadi hidup itu harus punya integritas. Artinya gak nyolong
sana sini, harus jujur, ya integritas lah. Maksudnya ada
integritasnya. Terus kemudian compassion. Compassion
artinya ada empati. Sebelum bertindak negatif pikirin dulu
other people. Kalau kita di posisi orang itu, how do we feel.
And you know that to have compassion gak cuma ke
manusia tapi juga ke lingkungan. And then satu lagi for me,
resilience. Sangat-sangat penting karena kalau kita
gampang breakdown, it wont take you anywhere. To be
resilient artinya semakin ditekan kita semakin mikir kreatif
mesti ngapain. Bukan nge-tough ya, maksudnya it‟s okay to
cry kayak laki cry it‟s okay. To be resilient maksudnya
kalau kita jatuh, oke, karena kalau kamu ada di bottom up
gitu bottom rock down the only way to help yourself is to
woke up. Ya kan, jadi untuk punya mental resilient itu it
need practice, gak ada pilnya. Gak bisa beli pil minum, gak
punya. Jadi mesti ngelihat hidup semakin banyak
challenges bukan artinya hidup itu gak adil, tapi justru
membuat kamu lebih akan membuat kamu lebih baik lagi.
Ya kan, so to have that, menurut aku tiga itu value itu,
penting untuk bisa survive di sekarang ini. Kalau engga sih
susah ya. Sustainabilitynya akan jadi apa ya, untuk lebih
long lasting akan lebih sulit ya gitu. Kita as a human race
mesti bisa seperti itu.
resilience, dan prinsip tersebut juga
diyakini sebagai nilai moral dalam
lingkungan sosial. Hal tersebut
menunjukkan ibu menyadari nilai-nilai
yang diterima dalam lingkungannya
sehingga bisa diterima baik pula dalam
kelompok sosial.
Ibu menyadari bahwa resiliensi atau daya
tahan sangat dibutuhkan untuk menghadapi
tantangan kehidupan yang cukup keras,
tetapi tidak menolak kenyataan bahwa
manusia pasti memiliki kelemahan dan
titik lelah. Yang terpenting bagaimana bisa
kembali bangkit dari titik lelah tersebut.
moral
(844-847) Mampu mengatasi
tekanan
(847-851) Memiliki kontak
yang efisien dengan realitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
225
Daftar Tema Informan 1
Dukungan lingkungan sosial
Melakukan pencarian informasi secara mandiri
Mampu mengatasi tekanan
Memiliki kontak yang efisien dengan realitas
Kondisi kognitif yang baik dari ibu
Tantangan komunikasi ayah dan anak
Tantangan untuk memahami perilaku anak
Memiliki minat pada aktivitas tertentu
Tantangan dalam perbedaan pola pengasuhan
Konsistensi sikap
Menambah pengetahuan dengan berpartisipasi aktif di berbagai seminar dan
pelatihan
Memiliki tujuan dan harapan dalam hidup
Tantangan proses yang melelahkan
Fokus utama pada perkembangan anak
Mengupayakan peningkatan kondisi anak dengan terapi alternative
Mampu menjaga relasi
Perasaan senang atas peningkatan kondisi anak
Belajar dari pengalaman
Mengupayakan pengembangan anak melalui program rumah dan terapi
konvensional
Yoga membantu perkembangan anak secara fisik dan emosi
Mengembangkan empati anak melalui yoga
Mampu memahami harapan sosial
Mengembangkan diri melalui kegiatan seminar
Mengembangkan empati dan tanggung jawab anak melalui kegiatan di alam dan
hewan peliharaan
Mampu menilai diri sendiri
Peningkatan kondisi anak sebagai penguatan
Tantangan untuk membantu anak mengatur jadwalnya
Perasaan bangga atas pencapaian anak
Manfaat yoga untuk regulasi emosi
Manfaat yoga untuk meningkatkan kepekaan dengan anak
Yoga memberikan perubahan
Menambah pengetahuan melalui membaca
Terbuka pada pemikiran baru
Memiliki kepercayaan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
226
Mampu menciptakan kenyamanan dalam hidupnya
Mampu menyadari tanggung jawab diri sendiri sebagai individu
Mampu untuk berkarya dan produktif
Manfaat yoga dalam membangun koneksi antara ibu dan anak
Memiliki tujuan hidup
Tantangan terkait penolakan dari institusi pendidikan
Menyadari pentingnya mengenali diri
Memahami prinsip moral sebagai makhluk sosial
Rasa aman dalam kehidupan
Melakukan upaya untuk mengatasi kekhawatiran terkait kondisi anak
Memiliki tujuan hidup yang wajar
Tantangan gaya hidup dan media sosial
Mengupayakan lebih dekat dengan diri sendiri
Memahami prinsip moral
Memiliki kesadaran terhadap tanggung jawab orang tua
Tantangan perkembangan teknologi
Terbuka terhadap perkembangan teknologi
Mengupayakan untuk menjaga relasi yang baik
Memberikan kontribusi terhadap lingkungan
Menemui keterbatasan terapi konvensional
Tantangan keterbatasan fisik anak autism
Prinsip kesatuan napas dan gerakan dalam yoga
Memberikan kontribusi melalui yoga center
Memiliki prinsip pribadi yang sesuai nilai moral
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
227
Pengelompokan Tema Informan 1
Kelompok: Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
Tema Sub tema
Lingkungan sosial,
peningkatan kondisi anak
dan karakteristik pribadi
yang memberi penguatan
Dukungan lingkungan sosial
Kondisi kognitif yang baik dari ibu
Konsistensi sikap
Perasaan senang atas peningkatan kondisi anak
Peningkatan kondisi anak sebagai penguatan
Perasaan bangga atas pencapaian anak
Memiliki kepercayaan diri
Keluarga, kondisi anak,
terapi dan pandangan sosial
sebagai tantangan dalam
proses pengasuhan
Kebingungan komunikasi ayah dan anak
Menghadapi ketidakstabilan perilaku anak
Adanya perbedaan pola pengasuhan dalam keluarga
Proses pengasuhan yang melelahkan
Keterbatasan anak untuk mengatur jadwalnya
Menghadapi penolakan dari institusi pendidikan
Tantangan gaya hidup dan media sosial
Menemui keterbatasan terapi konvensional
Keterbatasan fisik anak autism
Kelompok: upaya-upaya menghadapi kondisi anak
Tema Sub tema
Menghadapi kondisi anak
melalui berbagai bentuk
pengembangan diri
Melakukan pencarian informasi secara mandiri
Menambah pengetahuan dengan berpartisipasi aktif di
berbagai seminar dan pelatihan
Mengembangkan diri melalui kegiatan seminar
Menambah pengetahuan melalui membaca
Melakukan upaya untuk mengatasi kekhawatiran terkait
kondisi anak
Mengupayakan berbagai
jenis terapi dan aktivitas
untuk meningkatkan kondisi
anak
Fokus utama pada perkembangan anak
Mengupayakan peningkatan kondisi anak dengan terapi
alternatif
Mengupayakan pengembangan anak melalui program
rumah dan terapi konvensional
Mengembangkan empati dan tanggung jawab anak
melalui kegiatan di alam dan hewan peliharaan
Peningkatan dalam kualitas
fisik, emosi, dan kepekaan
pada hubungan ibu dan anak
melalui yoga
Manfaat yoga untuk regulasi emosi
Yoga membantu perkembangan anak secara fisik dan
emosi
Mengembangkan empati anak melalui yoga
Manfaat yoga untuk meningkatkan kepekaan dengan
anak
Yoga memberikan perubahan
Manfaat yoga dalam membangun koneksi antara ibu dan
anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
228
Prinsip kesatuan napas dan gerakan dalam yoga
Kelompok: manifestasi kesehatan mental
Tema Sub tema
Keterampilan dalam
menghadapi tekanan sosial
serta berelasi dan
beradaptasi dengan
kehidupan sosial
Mampu mengatasi tekanan
Memiliki kontak yang efisien dengan realitas
Mampu memahami harapan sosial
Terbuka pada pemikiran baru
Memahami prinsip moral sebagai makhluk sosial
Memahami prinsip moral
Memiliki kesadaran terhadap tanggung jawab orang tua
Terbuka terhadap perkembangan teknologi
Mengupayakan untuk menjaga relasi yang baik
Memberikan kontribusi terhadap lingkungan
Memberikan kontribusi melalui yoga center
Memiliki prinsip pribadi yang sesuai nilai moral
Kemampuan mengenali diri
dan mengembangkan
potensi diri
Memiliki minat pada aktivitas tertentu
Memiliki tujuan dan harapan dalam hidup
Belajar dari pengalaman
Mampu menilai diri sendiri
Mampu menciptakan kenyamanan dalam hidupnya
Mampu menyadari tanggung jawab diri sendiri sebagai
individu
Mampu untuk berkarya dan produktif
Memiliki tujuan hidup
Menyadari pentingnya mengenali diri
Rasa aman dalam kehidupan
Memiliki tujuan hidup yang wajar
Mengupayakan lebih dekat dengan diri sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
229
Analisis Data Informan 2 (Amalina)
No. Transkrip Komentar Tema
1 P: boleh tau usianya Arin bu? Ibu sudah cukup lama memiliki anak
dengan kebutuhan khusus, kurang lebih
selama 24 tahun terhitung sejak didiagnosis
mengalami Down Syndrome.
Orientasi awal mengenai
anak dari subjek 2 S: Arin itu tahun 93 jadi sekarang berapa ya? 24 ya?
3
4
P: iya 24 bu ya. Terus kalau dulu bu waktu pertama
didiagnosis down syndrome itu kapan ya bu ya?
5 S: ya jadi pas lahir itu
6 P: langsung bu?
7
8
S: engga, jadi kita setelah dua minggu baru diberitahu kalau
anaknya down syndrome gitu. Dokternya gak tega.
9 P: oh jadi sebenarnya dokternya sudah tahu dari awal?
10 S: iya sudah tahu.
11 P: oh berarti ketika hamil Bu Lina juga belum tahu ya bu?
12
13
S: oh engga tahu. Karena waktu itu kayaknya deteksi gak
secanggih sekarang ya
14
15
P: terus ketika ibu dikabari tentang diagnosis itu, reaksi
awal Ibu Lina seperti apa?
Ibu mengalami keterkejutan sebagai reaksi
atas diagnosis anaknya. Reaksi tersebut
merupakan bentuk dari ketidaksiapan ibu
menghadapi diagnosis terhadap anaknya.
Ketidaksiapan tersebut disebabkan karena
minimnya pengetahuan ibu mengenai
Down Syndrome dan kondisi fisik yang
kurang baik.
(16-22) Ketidaksiapan
menerima diagnosis karena
kurangnya pengetahuan
(28-30) Ketidaksiapan
menerima diagnosis karena
kondisi fisik yang kurang
baik
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
S: ya kaget, otomatis shock lah ya. Cuma shocknya itu tetap
belum tahu gak punya bayangan down syndrome itu seperti
apa. Walaupun sebenarnya saya sudah sering lihat apa
namanya, anak-anak seperti anak saya. Cuma saya gak tahu
itu namanya down syndrome gitu lho. Tahunya anak idiot
gitu aja ya. Tapi gak tahu kalau itu down syndrome. Diberi
tahu anaknya down syndrome kan gak bisa bayangin.
Bayangan saya waktu itu juga kan, karena kepalanya ukuran
kepalanya kan lebih besar dari normal, jadi makanya
disesar. Nah itu, waktu itu ya apa namanya bayangannya itu
yang hydrocephalus itu lho mbak. Waktu itu ya wah, saya
shock sekali. Jadi belum tahu ya selama dua minggu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
230
28
29
30
31
32
Karena sesar jadi saya bleeding juga. Jadi mungkin
dokternya kasihan ya, takut stres dua kali gitu. Jadi
diberitahu anaknya down syndrome itu suami saya. Terus
suami saya kasih tau ke saya kalau anaknya ada kelainan
gitu. Wah saya pikirannya udah yang jelek-jelek gitu.
33
34
P: jadi awalnya dikasih tahunya suami ibu dulu? Baru suami
ibu yang kasih kabar ke ibu?
35
36
S: iya. Terus dua minggu kedua, eh jadi setelah dikasih tahu
seminggu kemudian baru ditunjukkan anaknya.
37 P: oh ibu baru lihat setelahnya berarti? Ketidaksiapan ibu yang didasari kurangnya
pengetahuan mengenai down syndrome
semakin terlihat saat ibu pertama kali
melihat kondisi fisik anaknya.
Sentuhan fisik dengan anak membantu ibu
untuk beradaptasi dengan kondisi anaknya
Hal yang justru membuat ibu merasa
semakin tertekan dengan kondisi anaknya
adalah komentar yang diberikan oleh
lingkungan terdekat atau keluarga.
(38-44) Ketidaksiapan dan
penolakan karena melihat
kondisi fisik anak
(45-47 & 52-57) Berusaha
menyadari dan menerima
melalui interaksi fisik
(48-51) Ketidaksiapan karena
kurangnya pengetahuan
(57-70) Tantangan
menghadapi komentar
keluarga yang kurang baik
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
S: iya, setelah ditunjukkan anaknya, saya ngelihatnya,
karena kepalanya malah kecil banget. Jadi setelah dua
minggu lahir, mengecil kepalanya. Malah kecil sekali Arin
itu. Kecil banget pokoknya kayak anak monyet gitu.
Beneran. Mukanya juga, matanya bulat gitu, hidungnya
kecil gitu ya. Benar-benar waktu itu. Sampe saya itu ya pas
dikasih dokternya itu sampe tak lepas gitu. Karena kaget.
Kok kayak gini anaknya gitu. Nah tapi habis itu saya
langsung sadar oh ini anak saya. Terus saya peluk. Saya
peluukk aja. Terus saya berusaha untuk menyusui. Udah
terus gitu. Tapi saya shocknya itu justru pas sebelum lihat
anaknya jadi bayangannya itu kan macem-macem. Nah
setelah lihat anaknya, ya kaget pertama kok anaknya aneh
bentuknya gitu kan. Maksudnya kecil gitu. Terus ya tapi
cuma sebentar sesaat aja. Kaget terus tapi habis itu langsung
dipeluk langsung, kayak gitu. Saya peluk, terus saya
berusaha menyusui dia. Gak, saya merasa ketika saya
menyusui saya gak melihat sesuatu yang aneh dengan anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
231
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
saya gitu, dengan Arin gitu. Ya saya merasakan, ini anak
saya, gitu aja gitu lho. Cuma setelah kemudian berjalan
waktu, baru kan omongan kiri-kanan, keluarga kiri-kanan
kayak gitu. Itu justru yang malah meng-infulence perasaan
saya. Malah lingkungan yang membuat saya perasaannya
gak karu-karuan karena kan dulu gak tahu ya, tahunya
keturunan. Keturunan siapa? Kita gak ada keturunan, sana
gak ada keturunan. Ya kayak gitu ya. Itu yang membuat jadi
shock. Jadi apa ya, mungkin kayak ini anakku, bisa
menerima anaknya iya. Tapi berusaha untuk menekan
omongan orang itu tu yang merasuk ke dalam. Sebetulnya
itu. Kehadiran anaknya sendiri gak masalah. Komentar dari
keluarga justru. Kalau dari orang luar saya gak terlalu
perduli. Karena dari keluarga kedua belah pihak kan.
Orangtua saya, mertua saya kan gitu.
71 P: itu proses adaptasinya berapa lama bu? Setelah mampu menyesuaikan diri dengan
kondisi anaknya, ibu mulai memikirkan
upaya yang bisa dilakukan untuk
mengoptimalkan perkembangan anaknya,
dimulai dengan melakukan pemeriksaan
secara keseluruhan di rumah sakit.
Pengetahun yang terbatas mengenai Down
Syndrome menyebabkan ibu memiliki
ekspektasi yang kurang sesuai dan kurang
realistis terhadap kondisi anaknya.
Adanya bantuan profesional untuk
menjelaskan penyebab kondisi anaknya
membuat ibu merasa lega karena tekanan
(72-77) Melakukan upaya
pengembangan anak dengan
pemeriksaan secara
menyeluruh
(78-81) Bantuan profesional
untuk menjelaskan kondisi
anak
(81-87) Ekspektasi
berlebihan karena kurangnya
pengetahuan
(88-91) Perasaan lega
terlepas dari komentar
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
S: saya termasuk alhamdulilah termasuk cepat. Jadi pas
persis 1 bulan, saya pingin bawa anak saya ke Harapan Kita
untuk check up semuanya, Harapan Kita rumah sakit
jantung karena dokter di sini bilang ini jantungnya belum
sempurna terbentuk gitu. Ada lubang sedikit jadi saya pikir,
wah ini harus segera ditanganin mungkin bisa ditanganin
gitu. Dibawa ke sana malah ketemu sama dokter dari Jepang
ahli kromosom. Akhirnya dicek kromosomnya, terus
dijelaskan bahwa ini bukan keturunan di depan kedua belah
pihak keluarga. Jadi setelah itu saya udah, nah pemikiran
saya positif aja waktu itu. Gimana jalan keluarnya supaya
anak saya nomal. Karena saya gak tahu, gak ngerti kalau itu
gak bisa normal gitu. Bahwa itu tu sel gitu kan. Gak ngerti.
Ya itu, terus ya udah gimana caranya terus di sana dites-tes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
232
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
segala macem gitu. Ya pikiran saya waktu itu cuma gimana
caranya anak saya berkembang lebih baik. Gitu aja. Jadi
cepat sih saya adaptasinya. Sebenarnya waktu setelah dokter
menjelaskan ini bukan keturunan waktu itu udah plong
banget mbak. Karena yang bikin tekanan ya anggapan
keluarga itu. Tapi semakin ke sini ya keluarga juga baik-
baik saja, bisa semakin menerima. Lingkungan juga baik,
karena saya tidak pernah menganggap anak saya beda. Jadi
lingkungan juga terpengaruh oleh sikap saya yang seperti
itu.
dari keluarga bisa mulai teratasi dengan
adanya penjelasan dari tenaga profesional
tersebut. Sikap lingkungan juga membaik
karena terpengaruh dengan sikap ibu yang
menerima anaknya dengan baik pula.
negatif keluarga
(91-95) Perubahan positif
sikap keluarga dan
lingkungan terhadap anak
96
97
P: terus berarti sekarang sudah 24 tahun bu ya sama Arin.
Itu kira-kira tantangannya dari mana aja ya bu datangnya?
Ketersediaan akses dan pelayanan yang
kurang memadai untuk pengembangan
anak dengan Down Syndrome menjadi
salah satu hambatan bagi ibu dalam
pengasuhan anak. Ibu harus pergi ke luar
kota namun dukungan dari suaminya
membuat hal tersebut tidak menjadi
masalah besar. Dukungan dari anak
pertamanya juga sangat membantu proses
perkembangan putri keduanya.
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan
dan pengembangan anak mulai ibu lakukan
melalui kegiatan workshop, sharing, dan
pendirian yayasan.
(100-102) Terbatasnya akses
penanganan untuk ABK
(104-113) Dukungan
lingkungan sosial
(116-118) Berusaha
menambah pengetahuan
melalui bertanya dan seminar
(115-116 & 119-121)
Mengupayakan
pengembangan anak dengan
mendirikan yayasan
(122-124) Memiliki kontak
yang efisien dengan realitas
98 S: maksudnya?
99 P: ya seperti tantangan untuk membesarkan Arin gitu bu.
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
S: ehm, tantangannya itu apa ya, di sini soalnya di Jogja
khususnya sangat terbatas. Akses apa-apa. Sampai akhirnya
saya pergi ke Jakarta untuk menemui teman yang di sana
yang punya yayasan down syndrome pertama kali.
Untungnya bapaknya Arin dan kakaknya juga sangat
mendukung sekali. Mereka mendukung 100%. Suami saat
Arin butuh terapi selalu siap mengantar dan menunggu juga,
selalu memperhatikan perkembangan Arin. Kakaknya Arin,
setelah dia dewasa juga selalu memberikan support untuk
perkembangan Arin secara langsung maupun tidak
langsung. Kadang menyediakan sarana untuk
perkembangan Arin, dan juga berkomunikasi dengan saya
dan bapak untuk perkembangan Arin. Kalau pas di Jogja
juga sering membantu Arin mengembangkan life skill nya.
Pas akhirnya saya ngobrol sama mereka, sama teman-teman
saya yang di Jakarta, terus saya jadi berani mendirikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
233
116
117
118
119
120
121
122
123
124
yayasan down syndrome di Jogja. Itu saya mondar-mandir
ke kedutaan Australia untuk belajar, bagaimana anak-anak
down syndrome di Australia begitu majunya. Seperti itu.
Sampai mereka bisa kerja di hotel, kerja di supermarket,
gitu. Gimana caranya gitu. Kemudian saya jadinya lebih
terpikir gimana caranya untuk mengembangkan mereka.
Lebih ke pengembangan gitu. Karena kita gak bisa nuntut
apa-apalagi dari dia kan, gitu. Apa yang bisa dia lakukan, ya
itu yang saya support.
125
126
P: apa aja bu selain yang ke kedutaan Australia, itu
kegiatannya seperti workshop atau gimana?
Upaya pengembangan diri ibu dilakukan
dengan mengikuti workshop dan mencari
informasi sebanyak-banyaknya mengenai
Down Syndrome, termasuk mempelajari
proses fisioterapi. Upaya pengembangan
anak dilakukan dengan memberikan
fisioterapi dan terapi wicara baik di klinik
maupun di rumah yang dipadukan dengan
yoga. Ibu juga melakukan terapi alternative
agar anaknya bisa berjalan tepat waktu.
Pendirian yayasan untuk anak-anak Down
Syndrome dilakukan ibu untuk semakin
mendukung perkembangan keterampilan
hidup anaknya dan anak-anak lain dengan
Down Syndrome.
Pencapaian tujuan yayasan terhambat
dengan kurang adanya dukungan sumber
daya manusia untuk menjalankan yayasan
tersebut.
(127-129) Berusaha
menambah pengetahuan
melalui seminar dan mencari
banyak informasi
(129-135) Mengupayakan
optimalisasi perkembangan
anak melalui berbagai jenis
terapi
(136-139) Perasaan bahagia
atas keberhasilan terapi
(144-160) Sumber daya
manusia yang kurang
mendukung perkembangan
yayasan
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
S: iya workshop. Kalo yang selain workshop itu saya selalu
mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai Down
Syndrome. Terus saya juga fisioterapi di klinik, terus
dilanjutkan di rumah juga sendiri. Saya pelajari itu gimana
fisioterapinya terus saya gabungkan di yoganya juga. Terapi
wicara juga gitu ya, speech terapi. Kan intinya latian napas
kan ya, yoga kan gitu juga. Terus sempat juga kan dulu Arin
sampai hampir umurnya 3 tahun belum bisa jalan dan
bicara, lalu saya dikenalkan dengan balian ya namanya di
Bali itu. Nah saya bawa Arin ke sana terus alhamdulilah 3
kali pertemuan udah bisa jalan dia. Alhamdulilah ya
berhasil dengan baik. Arin bisa berjalan dan bicara tepat di
usia 3 tahun. Nah kalo untuk workshopnya ya itu saya
pengembangan diri sekali di sana. Jadi dari kedutaan
Australia itu membawa anak-anaknya, terus mereka
melakukan ya kayak demo, kayak ngomong-ngomong ya
gitu lah ya, kayak gitu-gitu. Jadi kita ada masukan, oh
seperti itu anak di luar negeri maju. Nah saya itu kepingin
banget begitu juga saya sampai bentuk yayasan. Cuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
234
146
147
148
149
150
151
152
152
153
154
155
156
157
158
159
160
sayangnya sekali lagi pendidikan guru-guru di sini itu tidak
semaju di sana pola pikirnya. Kemampuan
intelektualitasnya oke. Mereka, mahasiswa-mahasiswa di
sini pintar-pintar ya. Sarjana pendidikan pintar-pintar. Tapi
secara apa, pengembangannya, bagaimana kemudian
melihat realita, kemudian bagaimana mereka melakukan
ilmu pendidikan yang didapat ke apa, ke aplikasinya ya, nah
itu mereka gak, saya lihat pada waktu itu, kira-kira tahun
2000an gitu, itu ya masih teoretis banget gitu lho mbak. Jadi
makanya saya mondar-mandir ke sana ngasih informasi ke
guru-gurunya yang ada di yayasan tetapi sayangnya mereka
menganggap saya kan bukan lulusan sarjana pendidikan,
bukan psikolog bukan apa, kok ngajarin. Kayak gitu lho.
Jadi mereka ada yang adopsi apa yang saya kasih, ada yang
tidak. Banyak tidaknya. Akhirnya ya gak berkembang
sesuai sama seperti yang saya harapkan.
161 P: itu tahun berapa bu yayasannya? Pengembangan yayasan untuk Down
Syndrome terhambat karena faktor
keuangan, tempat dan perbedaan visi dari
pihak-pihak yang terlibat.
Upaya pengembangan anak tetap ibu
lakukan melalui penerapan program yang
dulunya diterapkan di yayasan seperi
ballet, melukis, dan yoga secara mandiri.
(162-174) Permasalahan dana
dan perbedaan tujuan yang
menghambat pengembangan
yayasan
(175-176 & 179-180)
Mengupayakan
pengembangan anak melalui
ballet, lukis, dan yoga
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
S: 2000, yayasannya tahun 2000 mulainya. Terus kebetulan
kan waktu itu saya sendiri, terus dibantu sama salah satu
teman yang punya anak down syndrome juga. Nah sama-
sama terapi, fisioterapi waktu itu. Nah cuma, mungkin
karena perbedaan visi itu yang akhirnya membuat kita
tersendat-sendat maju. Dan juga dari dana ya. Karena kan
saya awalnya benar-benar dana pribadi ya, independen.
Sampai akhirnya saya mencari dana kemana-mana seperti
itu. Jalaninnya itu cukup berat. Sampai kita terpaksa
menutup yayasan itu lima tahun, eh 2005 apa 2006 ya itu
saya harus menutup yayasan karena tempatnya udah gak
bisa disewa lagi. Terus akhirnya gak ada tempat yang
cocok, ya udah. Jalannya jadi gak karu-karuan kan akhirnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
235
175
176
kita tutup, ya itu jalan sendiri-sendiri. Nah saya masih
meneruskan untuk lukisnya, untuk baletnya.
177
178
P: berarti lukis dan balet itu awalnya diterapkan di yayasan
itu ya bu?
179
180
S: iya di yayasan itu. Tapi dengan guru yang berbeda ya.
Dan kemudian tambah yoga juga saat itu.
181 P: nah kalau yoga itu sendiri mulai kapan bu?
182 S: ya waktu itu sekitar 2006 itu.
183 P: kalau ibu sendiri mengenal yoga sudah sejak kapan bu? Ibu mulai mencari upaya untuk
mengembangkan diri melalui ilmu
penyembuhan yang diharapkan berguna
untuk perkembangan anaknya.
Ibu meyakini ada kekuatan spiritual yang
mendorongnya untuk mengenal yoga lebih
jauh.
Keyakinan ibu tersebut didukung dengan
lingkungan sosial yang memberikan ibu
jalan untuk mengenal yoga lebih jauh.
Ibu juga menunjukkan minat yang cukup
pada aktivitas fisik seperti olah tubuh yang
ditunjukka dengan kegiatannya sebagai
instruktur senam dan aerobic.
(188-191) Mempelajari ilmu
penyembuhan untuk
mendukung perkembangan
anak
(193-198) Keyakinan
spiritual yang memberikan
penguatan
(204-212) Dukungan
lingkungan sosial
(213-215) Menunjukkan
minat pada aktivitas tertentu
184
185
S: saya mengenal yoga itu tahun 2000. Jadi pas saya
mendirikan yayasan saya mengenal yoga.
186
187
P: Jadi setelah punya Arin bu ya? Itu awalnya gimana bu
sampai ibu memilih yoga untuk salah satu bentuk program?
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
S: Jadi sebelumnya waktu Arin masih umur 3 tahun atau 4
tahun ya, itu saya sempat belajar ilmu semacam energi gitu,
semacam prana. Nah terus di situ juga ya untuk membantu
Arin tujuannya gitu. Nah terus, pada saat itu di situ kan ada
kita harus meditasi dan sebagainya gitu, saat saya belajar
itu. Itu sudah berjalan setahun gitu, setiap kali meditasi kok
terngiang-ngiang, gak tahu itu susah sih dijelasin secara
ilmiah ya, karena itu yang mungkin itu spiritual gitu gak
ngerti lah ya. Itu terngiang-nginang yoga, yoga, gitu.
Padahal saya nggak tahu yoga itu apa. Setahu saya duduk,
diam, meditasi. Udah gitu aja kan. Dan itu ritualnya, maaf,
ritualnya orang yang beragama Hindu ngertinya kan begitu.
Wah itu, akhirnya kan waktu itu saya berlangganan majalah
kesehatan Nirmala waktu itu. Nah di situ kok lihat ada
postur yoga. Oh yoga itu ada gerakannya begitu. Nah cuma
kan gak tahu, kayak apa sih gitu untuk melakukannya.
Akhirnya saya tanya teman saya, gimana ya caranya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
236
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
ngontak orang yang ngerti yoga. Nah, guru pertama saya ya
Mas Yudi itu. Gitu, terus teman saya waktu itu bilang
kontak aja Nirmala. Saya terus kontak Nirmala, minta
kontaknya Mas Yudi dikasih, terus saya kontak Mas Yudi
langsung. Waktu itu Mas Yudi lagi di Bali pas saya kontak,
oke saya memang rencana ke Jogja. Waktu itu sama-sama
gak kenal. Janjian, terus ketemu terus dia menjelaskan
tentang yoga itu apa. Terus ya udah, terus diajarin. Oh yoga
itu kayak senam ya. Kebetulan saya dulu kan ngajar aerobic
juga. Oh kok kayak senam ya, seneng saya jadinya, gitu.
Terus ya udah keterusan sampai sekarang.
216
217
P: terus penerapannya sama Arin sama-sama itu sejak kapan
bu? yang untuk anak dengan special needs?
Ibu terus mendalami yoga hingga akhirnya
memberikan ibu pengetahuan lebih untuk
menerapkan yoga pada anak berkebutuhan
khusus. Penerapan yoga untuk anak
berkebutuhan khusus juga tidak hanya ibu
aplikasikan pada anaknya tetapi juga
terbuka bagi anak-anak lain dan tidak
terbatas pada jenis kebutuhan khusus
tertentu.
(221-223) Kesungguhan
untuk mendalami yoga
(221-223) Mengupayakan
pengembangan anak melalui
yoga
(227-230) Berkontribusi bagi
pengembangan anak
berkebutuhan khusus secara
umum
218 S: 2006 apa ya kalau ga salah
219
220
P: itu awalnya setelah ibu yang yoga jadi tahu ada yang
untuk anak atau bagaimana bu?
221
222
223
S: iya tahu setelah mempelajari dan mendalami yoga ada
benefit untuk anak gitu, terus akhirnya saya coba untuk
menerapkan ke Arin, akhirnya ke anak-anak lain juga.
224 P: sampai sekarang masih bu Arinnya (program yoga)?
225
226
227
228
229
230
S: masih, cuma sudah sama guru yang beda. Kalau dulu
baru intens dengan saya. Sampai berapa ya, mungkin ada 10
tahunan saya yang pegang. Selain Arin juga saya pegang
kelas yoga untuk anak-anak lainnya. Dan akhirnya kelas
yoga pun gak cuma untuk down syndrome. Campur-campur
semua.
231 P: awalnya ibu khususkan untuk down syndrome? Ibu mengkombinasikan ilmu-ilmu yang (233-237) Manfaat yoga bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
237
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
S: iya down syndrome, tapi lama-lama ada yang datang
dengan kondisi kayak CP (Cerebral Palsy) gitu ya. Terus ya
udah, saya bantu kita tangani, ternyata banyak
perkembangan positifnya, anak CP yang tadinya mereka
istilahnya duduk tegak aja gak bisa, itu sampai bisa berdiri
sampai bisa ngomong. Tapi yoga yang saya terapkan di
anak-anak memang yoga terapi. Jadi beda sama yoga kids
yang kita lihat sekarang ini. Emang yoganya yoga terapi
jadi apa yang saya dapatkan dari fisioterapi Arin waktu
kecil, apa yang saya dapatkan dari pelajaran di kedutaan
Australia, bagaimana menstimulasi, terus waktu itu
kebetulan saya dikasih buku tentang down syndrome dari
dokternya Arin dari Australia. Jadi di situ, bagaimana
menstimulasi anak-anak supaya gak ngeces terus, itu apanya
yang harus distimulasi, kayak gitu-gitu nah itu saya
terapkan di kelas yoganya. Saya kombinasikan gitu, kayak
gitu. Jadi termasuk untuk anak CP juga, sama ternyata
sangat menolong gitu.
dipelajarinya melalui seminar dan buku
mengenai anak berkebutuhan khusus ke
dalam program terapi yoga dan
memberikan dampak yang baik bukan
hanya bagi anak dengan Down Syndrome,
tetapi juga untuk anak dengan Cerebral
Palsy.
perkembangan fisik dan
bicara anak dengan
kebutuhan khusus
(240-247) Belajar dari
pengalaman
(244-247) Kondisi kognitif
yang baik dari ibu
250 P: kesannya gimana bu setelah diterapkan? Melihat bantuan dari orang sekitar dan
usahanya memberikan hasil yang baik
merupakan salah satu sumber kebahagiaan
bagi ibu. Tujuan ibu untuk
mengembangkan anak dan berbagi ilmu
juga bisa tercapai.
(251-253) Dukungan
lingkungan sosial
(252-256) Berusaha
menambah pengetahuan
dengan membaca buku dan
aktif mencari informasi
(254-257) Perasaan bahagia
atas keberhasilan upaya
pengembangan anak
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
S: Wah ya bahagia sekali mbak. Ternyata apa yang orang-
orang kasih, kayak dokternya Arin ngasih buku ternyata
bermanfaat, gak cuma untuk Arin tapi juga untuk anak-anak
lain. Terus yang waktu saya setengah mati waktu
mendirikan yayasan mondar-mandir-mondar-mandir ke
Jakarta itu ada hasilnya, kayak gitu. Ya, rasanya bahagia
mbak. Seneng gitu. Ya, memang tujuan saya itu kan selain
untuk Arin, untuk membantu siapa pun yang memang
membutuhkan seperti itu. Dan yoga juga, tujuan saya juga
sharing ilmu yang sudah saya pelajari. Kayak gitu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
238
(258-260) Berkontribusi bagi
pengembangan anak
berkebutuhan khusus
261
262
P: kalau khusus untuk yoganya sendiri bu, ibu ngerasa
manfaat di sisi ibu dan sisi Arin itu seperti apa bu?
Ibu merasa aktivitas yoga bersama anaknya
membantu meningkatkan kualitas diri ibu
dalam menjalani kehidupan dan
meningkatkan kualitas hubungan dengan
anak. Kemajuan yang ditunjukkan anak
juga membuat ibu belajar lebih sabar.
Aktivitas bersama anak membuat ibu lebih
peka dan sensitif terhadap kebutuhan
anaknya dan hal-hal lain dalam kehidupan.
Kehadiran anaknya menurut ibu
mendorongnya untuk mempelajari banyak
hal baru.
(263-267 & 272-275) Yoga
bersama anak membuat ibu
menjadi lebih kuat dan sabar
menghadapi anak dan
kehidupannya
(268-272) Peningkatan
kondisi anak menjadi
penguatan
(275-277) Yoga bersama
anak membuat ibu menjadi
lebih peka dan sensitif
(278-281) Kehadiran anak
sebagai motivasi untuk
belajar
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
S: kalau dari yoganya, terutama waktu saya sama-sama
Arin, itu sebenarnya gini. Arin itu, kalau saya sampai
menyebut Arin itu malaikat kecil saya. Karena dengan
adanya Arin itu saya menjadi jauh lebih kuat. Saya jauh
lebih sabar. Saya waktu itu betul-betul rasanya kayak gak
tau lagi saya harus gimana. Tapi dengan saya terus merawat
Arin, beraktivitas bersama dengan Arin, melihat kemajuan
dia, sedikit demi sedikit, itu saya melihat perkembangan
Arin jadi begitu baik. Terus itu membuat hati saya menjadi
lebih sabar. Sabar menghadapi Arin otomatis kan ya mulai
dalam membimbing di pose-pose asana. Sabar menghadapi
Arin, kemudian juga sabar menghadapi semua hal, saya
terima dalam hidup saya. Dan kayaknya dia yang menuntun
saya melalui yoga bareng itu untuk jauh lebih peka. Jadi
kepekaan dan sensitivitas saya terhadap banyak hal sampai
yang mungkin akhirnya saya menekuni kayak ilmu
penyembuhan dan sebagainya itu mungkin juga dari adanya
kehadiran Arin gitu. Makanya saya mikir dia itu malaikat
kecil saya.
282 P: sumber semangatnya ibu ya bu. Ibu merasakan kebersamaan dengan anak
menjadi salah satu sumber kebahagiaan
dan semangat bagi ibu, meskipun kondisi
fisik ibu dan anak terkadang membuat
tanggung jawab untuk menjaga anak
(283-284 & 302-307)
Kebahagiaan melalui
kebersamaan dengan anak
(288-291) Tantangan
283
284
285
286
S: Sumber semangat saya. Gak ada yang lebih membuat
saya bahagia daripada melihat dan bersama dia. Saat itu
kayaknya ya biasa aja gitu ya. Meskipun saya senang lihat
kemana-mana, pergi kemana-mana, tapi ada yang rasanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
239
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
gak lengkap kalau dia gak ikut gitu. Meskipun sekarang dia
anaknya udah gede, ngeyelan gitu ya. Kalau dikasih tau
ngeyelan, tapi ada dia meskipun ya kita perlu perhatian
apalagi kan kalau dia lagi kondisinya gak bagus gak fit gitu
kan kita juga harus aware apalagi sekarang kondisi saya
juga lagi gak fit juga gitu, rasanya saya mikir diri saya
sendiri aja udah susah, mesti mikir dia, tapi kayak ada tetep
ada rasa apa ya, kayak melengkapi gitu lho. Jadi kayak ada,
jadi kuat gitu lho mbak. Meskipun saya ini misalnya saya
kan sakit kebetulan lagi kena vertigo misalnya lambungnya
lagi sakit gitu kan bayangin aja udah gak sempat mikir yang
lainnya. Cuma mau gak mau harus mikir dia juga gitu. Jadi
saya jadi kayak lupa dengan sakit saya gitu. Nah itu lah
pokoknya kalau kemana-mana selalu kepikiran kalau dia
gak ikut. Pertama bukan karena mikir keselamatannya aja,
tapi ada sesuatu yang gak lengkap gitu lho. Jadi kayak
sumber kebahagiaannya itu ya. Udah capek misalnya
mikirin apa apa terus ngelihat dia ngelucu, kadang-kadang
dia apa misalnya, kita ngomong apa terus dia nyanyi
dipelesetin gitu-gitu. Ya ngelihat itu ya itu hiburan banget
yang bisa saya rasakan gitu.
menjadi lebih sulit. Tingkah lucu yang
ditunjukkan anaknya seringkali justru
mampu membuat ibu melupakan sakit yang
dialaminya.
menghadapi kondisi fisik dan
emosi anak yang kurang
stabil
(291-293) Tantangan karena
kondisi fisik ibu yang kurang
baik
308 P: semacam kayak penyegaran ya bu Ibu merasa aktivitas dan kebersamaan
dengan anaknya sebagai salah satu bentuk
hiburannya.
Ibu juga merasakan manfaat yoga dalam
meningkatkan empati yang dimiliki
anaknya, terutama yang diwujudkan dalam
perhatian kepada ibu. Perhatian yang
diberikan anaknya membuat ibu merasa
(313-317) Perasaan bahagia
melalui kebersamaan dengan
anak
(317-320) Mengembangkan
empati anak melalui yoga
(320-329) Meningkatkan
ikatan ibu dan anak melalui
309
310
311
312
313
314
315
S: iya betul. Apalagi kalau, apa ya, kayaknya gak ada yang
apa sih, kayak materi ya, biasa aja gitu rasanya. Wah saya
bisa beli apa ya biasa aja gitu. Ya seneng, tapi seneng yang
biasa aja. Tapi dia beda. Buat saya dia beda sekali gitu lho.
Jadi ya itu hiburannya. Apalagi waktu dia kecil dulu, masih
belum ngeyelan sekali gitu. Saya pulang dari mana-mana
mesti saya cari dia dulu. Uyel-uyel dia dulu, ngobrol dulu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
240
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
sama dia, mesti kayak gitu. Pasti itu saya lakukan dulu gitu.
Karena ya itu hiburan saya. Misalnya kalo saya sedih, saya
sakit, dan dia peka sekali ya. Anak-anak seperti itu peka ya,
sensitif. Apa mbak istilahnya, empatinya besar ya. Apalagi
setelah yoga bareng-bareng, nahan sakit nahan capek
bareng-bareng. Nah jadi dia, kalau saya diem, sedih, dia
mesti datengin terus dia ngelus-ngelus rambut saya. Dia
bilang, mama kenapa kok sedih, kayak gitu. Mama gak
boleh sedih apalagi kalau dia denger saya sampai nangis
gitu dia malah ikut nangis. Iya, terus nanti mama kok
nangis, kenapa, mama gak boleh sedih ya, ada Arin gitu
katanya. Kayak gitu-gitu jadi ya, gimana ya. Ya gitu lah
pokoknya kayak kekuatan, kekuatan saya tuh dari dia besar
gitu bikin saya jadi lebih kuat gitu.
lebih kuat. yoga
330 P: luar biasa ya bu pengalamannya. Ibu merasa memberikan kebebasan pada
anak dalam menentukan pilihannya adalah
yang terbaik dan ibu tidak merasa cemas
mengenai bagaimana masa depan anak
nantinya. Ibu hanya berusaha menyediakan
dukungan secara moral dan materi dalam
memenuhi keinginan dan aktivitas anak
saat ini. Di sisi lain, ibu merasa memiliki
visi dan pandangan yang berbeda dengan
kebanyakan orangtua lain yang juga
memiliki anak dengan Down Syndrome
dalam mengarahkan aktivitas anak.
(331-339) Pandangan ibu
terhadap orangtua dengan
anak Down Syndrome secara
umum
(341-343) Kepekaan dalam
hubungan ibu dan anak
(346-349) Memberi
dukungan bagi
pengembangan anak
(350-352) Tidak memiliki
kecemasan berlebihan
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
S: iya itu sesuatu yang saya gak tahu orang lain bisa
merasakan atau engga gitu kan. Karena kan kalau saya lihat
dari teman-teman saya yang punya anak-anak Down
Syndrome itu mereka lebih fokus, kan ada juga ikatan
Down Syndrome Indonesia, itu mereka lebih fokus
bagaimana membuat anak ini menjadi anak yang, apa ya,
maksudnya kayak dileskan renang sampai betul-betul bisa
berenang, sampai nanti bisa kompetisi, olimpiade bla bla bla
terkenal gitu. Mereka saya lihat fokusnya lebih ke situ.
Kalau saya lebih dari sisi kemanusiaannya mungkin ya.
Saya gak mau memaksa anak saya tapi juga tidak saya
diamkan. Makanya saya lihat, kayak ini kan dia senang
menari. Nah sampai saya panggilkan temannya mbak itu
kan, mbak Merina ya, itu. Mbak Merina untungnya ya sabar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
241
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
juga ngajarinnya. Jadi dia suka juga sama Merina itu. Apa,
jadi dia kan suka nari jadi ya udah saya panggilkan guru. Ya
apa yang dia suka, dia pingin pelajari serius, saya
panggilkan guru. Jadi saya lebih mendorong dia bahagia
dulu gitu lho. Apa yang dia inginkan dia bisa merasakan.
Masalah nanti dia akan sukses dari apa yang sekarang kita
berikan, ya itu kita gak tahu ke depannya nanti ya. Tapi
saya gak akan menuntut banyak pada anak saya. Saya gak
akan membebani. Toh sama anak saya yang gede juga gak
menuntut kamu harus jadi A harus jadi B. Biar mereka
berkembang sesuai keinginan yang mereka inginkan sendiri.
Saya waktu dulu cuma nuntun aja gitu lho. Mengarahkan,
mendukung seperti itu. Kalau pinginnya ini, ya sebaiknya
lewat jalan yang ini gitu. Kalau cocok juga, kalau engga ya
udah gitu. Kalau menurut kamu cocok, dan kamu bisa
menunjukkan jalan yang kamu pilih itu baik buat kamu ya
oke.
362 P: yang penting pengembangan dirinya ya bu
363 S: iya, iya, yang penting dia senang dulu, bahagia dulu gitu.
364
365
P: kalau ibu sendiri bu, melihat kehidupannya ibu dari dulu
sampai sekarang itu kayak gimana?
Ibu merasa kelahiran anaknya dengan
Down Syndrome memberikan banyak
pembelajaran dalam hidupnya. Saat-saat
tersulit dalam hidupnya justru saat
menerima pandangan dan komentar yang
kurang baik dari lingkungan mengenai
kondisi fisiknya yang saat ini sedang
kurang sehat. Pandangan dan komentar
negatif tersebut dikaitkan dengan ekpektasi
masyarakat bahwa seorang pengajar yoga
(369-380) Belajar dari
pengalaman
(382-386) Upaya
pengembangan anak sebagai
keseharian
(388-394) Menghadapi
komentar negatif lingkungan
terkait kondisi fisik dan
366 S: ehm, gimana ya maksudnya? Tentang apa mbak?
367
368
P: apapun bu, boleh yang berkaitan sama Arin, sebelum
punya Arin, setelah punya Arin, apapun.
369
370
371
S: ya, waktu itu kan Arin anak kedua. Ya punya anak
pertama ya biasa aja, senang, bahagia dan sebagainya.
Kelihatannya waktu itu kesannya umum lah. Waktu punya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
242
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
anak yang pertama, kesannya umum. Tapi setelah punya
anak Arin ya perbedaannya itu tadi saya bilang. Yang saya
menjadi lebih sabar, saya menjadi lebih kuat gitu. Jadi lebih
banyak hal yang lebih bisa saya pikirkan. Kalau dulu yang
waktu anak pertama pikirannya ya cuma gimana merawat
anak saya, sekolahkan yang terbaik, seperti itu aja gitu. Tapi
kalau Arin banyak banget yang harus saya pikirkan. Gimana
untuk kesehatannya, gimana untuk ininya, apanya,
kemampuannya dia perkembangannya dia kayak gitu-gitu.
Itu saya ya merasa perbedaannya banyak sih mbak. Karena
saya juga merawat Arin 24 jam non stop dibantu sama
asisten. Mulai dari memandikan, menyuapi, membawa ke
tempat terapi, dan melatih sendiri terapi yang diajarkan di
klinik pagi dan sore, membacakan cerita, hingga
menidurkan. Gitu terus setiap hari selama bertahun-tahu ya.
Ya kalau dari sisi diri saya ya bahagia aja ya dari tahun ke
tahun. Bahagia aja saya menjalaninya. Kecuali agak depresi
justru baru malah karena sakit ini. Ya karena, mbak kan
tahu saya ngajar yoga, kayak gitu-gitu. Nah itu kan banyak
hal yang membuat saya jadi berpikir berat, terkait dengan
pekerjaan saya juga sebagai pengajar yoga kan. Kenapa
ngajar yoga terapi kok dirinya sendiri sakit, kayak gitu. Nah
itu kan juga jadi beban pikiran, beban perasaan saya juga.
Bagaimana saya menghadapi banyak orang yang bertanya
lho katanya yoga tapi kok begini begini begitu. Lah ya, saya
pikir dokter aja bisa sakit gitu kan. Jadi kita sakit itu kan
gak tau dari mana datangnya. Ya kita udah usaha maksimal
ya kalau memang Tuhan mau mencoba kita dengan sakit ya
mau gimana lagi. Yang penting kan kita usaha ya, gimana
caranya. Ya itu aja sih mbak kalau dari sisi kebahagiaan ya
seharusnya memiliki kondisi fisik yang
baik. Ibu mengatasi kondisi tersebut
dengan meyakini bahwa memang segala
cobaan yang sedang diberikan terutama
terkait kondisi kesehatannya adalah
kehendak Tuhan, dan yang terpenting ibu
sudah berusaha.
Ibu menunjukkan berbagai upaya untuk
merawat dan mengembangkan kondisi
anaknya sebagai kesehariannya dalam
menjalani kehidupan.
pekerjaan ibu
(397-402) Pandangan
spiritual yang memberikan
penguatan
(402-404) Memiliki
kemampuan mengatasi
tekanan dan kontak yang
efisien dengan realitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
243
402
403
404
alhamdulilah kami tetap bahagia gitu ya. Ya biasa lah
namanya juga kalau misalnya ada gronjalan-gronjalan itu ya
umum lah ya. Tapi bisa dilalui dengan baik.
405
406
P: Lalu kalau ibu memandang diri ibu sendiri secara pribadi
itu seperti apa bu?
Ibu mampu mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan yang ia miliki serta melakukan
upaya-upaya pula untuk mengatasi
kelemahan tersebut. Upaya-upaya yang
dilakukan ibu menjadi aktivitas dalam
menjalani kesehariannya.
(411-420) Memiliki
kemampuan menilai diri
sendiri
(420-424) Berupaya untuk
mengatasi kekurangan yang
dimiliki
(424-425) Kemampuan untuk
produktif
407 S: Maksudnya gimana ya mbak?
408 P: ya seperti kelebihan, kekurangan begitu bu
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
S: Ya kalau kelebihan karena saya sangat bersyukur dengan
apa yang dikaruniakan Tuhan kepada saya ya, jadi
segalanya saya syukuri aja gitu. Kelebihan saya juga
menurut saya, saya itu mau belajar apa saja untuk kemajuan
hidup, tidak mudah putus asa dalam hal itu. Walaupun
dikasih banyak cobaan saya selalu berusaha untuk tidak
menyerah. Kalau kekurangan saya itu mudah sedih dan
terbawa emosi, mudah takut dan terlalu banyak pikir, dan
mudah percaya sama orang yang kelihatannya baik, kadang
jadi kecewa. Nah karena saya sadar kekurangan-kekurangan
saya itu, saya berusaha mengembangkan diri, untuk bisa
lebih mengontrol emosi saya. Saya banyak belajar ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan seperti yoga,
healing dan makanan sehat. Mendengarkan musik juga
membantu sih, makanya tiap yoga juga saya putarkan
musik. Saya juga membuat kerajinan tangan seperti merajut
untuk mengisi waktu.
426
427
P: Kalau ibu mengaitkan dengan posisi ibu di lungkungan
sosial, ibu melihat diri ibu seperti apa?
428
429
S: saya merasa sebagai warga yang baik-baik saja ya mbak.
Saya tinggal di kampung, jadi sebisa mungkin mendukung
Ibu berupaya menjaga hubungan baik
dengan warga sekitar meskipun tidak bisa
(428-436) Mampu menjaga
relasi dengan lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
244
430
431
432
433
434
435
436
program di kampung, dengan membantu menyumbang
mungkin kalau ada kegiatan. Juga berusaha mengenal dan
berhubungan baik dengan warga sekitar, meskipun
terkadang saya tidak selalu bertemu secara fisik dengan
warga di sekitar tempat tinggal saya. Mereka juga tahu saya
ngajar yoga kan, jadi kalau ada kegiatan yang berhubungan
ya mereka tidak segan untuk minta tolong saya.
selalu terlibat dengan seluruh kegiatan
warga.
437
438
439
P: kalau tadi bu, balik lagi terkait ibu sebagai pengajar yoga,
kalau sama ibu dan Arin itu manfaat yang ibu rasain itu
gimana bu?
Ibu merasakan manfaat dari aktivitas yoga
secara fisik dan emosi, akan tetapi
kesehatan fisik yang semakin menurun
membuat ibu kesulitan beraktivitas seperti
biasa sehingga mempengaruhi emosinya
pula.
Ibu juga merasa aktivitas yoga membantu
dalam meningkatkan kondisi fisik anaknya
yang berkebutuhan khusus.
Meskipun kondisi kesehatan yang kurang
baik membuat ibu kesulitan mengontrol
emosi, tetapi ibu merasa tetap sepenuhnya
bisa menyadari emosi yang sedang
dirasakan dan bisa menganalisis penyebab
munculnya emosi tersebut.
(441-446) Yoga
meningkatkan kualitas fisik
ibu dan anak
(447-449 & 452-464) Yoga
mengembangkan
kemampuan regulasi emosi
ibu
(449-451 & 465-467)
Tantangan menghadapi
penurunan kondisi fisik
(468-472) Mampu menyadari
emosi yang dirasakan
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
S: kalau dari sisi manfaat setelah beryoga gitu ya ya banyak.
Kalau selama ini sih sebelum saya jatuh sakit sih dari sisi
fisik jauh lebih bagus ya. Maksudnya kayak misalnya dari
penampilan juga, kayak orang bilang gak percaya usia saya
sudah segini, kayak gitu toh. Nah itu juga pengaruh ya dari
yoga. Terus dari Arin juga, yang tadinya dia kakinya agak
kurang kuat turun tangga, sekarang udah jadi lebih kuat.
Waktu dia masih rajin yoga. Kalau secara emosional, kalau
selama dulu-dulu itu oke mbak. Emosi saya terutama itu
sangat-sangat terkontrol baik. Tapi ya dua tahun mulai gitu
kesehatannya mulai agak gak bagus gitu, nah itu mulai saya
lebih mudah emosi. Jadi emosinya agak, saya agak kesulitan
mengontrol emosi saya sendiri. Lha bedanya kalau orang
yang mungkin tidak yoga, itu gak tahu kalau emosinya gak
terkontrol dan dia gak bisa ngontrol. Nah, saya
keuntungannya dengan saya berlatih yoga kan otomatis saya
jadi bisa lebih masuk ke dalam di saya sendiri. Jadi saya
sadar bahwa oh, ini saya lagi tidak bisa mengontrol emosi
saya sendiri. Yang saya rasakan perbedaanya itu. Saya bisa
menyadari masalah saya apa gitu. Itu perbedaannya sih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
245
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
Kalau mungkin orang lain ya, kebetulan kan saya udah
menopause mbak, nah jadi kata orang menopause itu mood
swing dan sebagainya mungkin juga gitu. Tapi mungkin
orang lain gak nyadari tapi saya menyadari kalau oh saya
udah gak beres nih, gitu. Lagi gak ini lagi gak itu gitu.
Cuma karena dibarengi dengan kondisi fisik yang kebetulan
juga lagi gak bagus, jadi mau ngembalikan emosi yang
kestabilannya emosi itu jadi lebih berat buat saya gitu lho.
Tapi tetap menyadari. Lebih mudah menyadari. Misalnya
sekarang saya marah gitu, kenapa saya marah ya, gitu.
Kenapa saya marah, terus saya teliti lagi ke diri saya sendiri.
Oh iya, memang saya harus marah. Karena memang ada
alasannya di balik itu. Itu saya masih bisa mikir gitu lho
mbak. Cuma kalau udah berbarengan dengan kondisi fisik
gak nyaman, nah itu nervousnya itu yang masih ngontrolnya
susah gitu. Kadang-kadang harus kembali ke napas aja
bingung. Mau kembali ke napas, semakin saya kembali ke
napas semakin pusing gitu. Biasanya kayak gitu. Nah itu tuh
kadang-kadang kayak begitu yang saya alami akhir-akhir
ini. Tapi ya secara keseluruhan tetap baik lah.
480
481
P: kalau dari perkembangannya Arin bu, pengaruhnya
gimana?
Ibu merasakan manfaat yang diberikan
yoga bagi perkembangan anaknya.
(482-484) Yoga
meningkatkan konsentrasi
dan kualitas fisik anak 482
483
484
S: Arin lebih konsentrasinya lebih bagus dia.
Konsentrasinya lebih bagus, terus perkembangan fisiknya
juga bagus. Habis itu ya, konsentrasinya jadi lebih bagus.
485
486
P: di awal memiliki Arin, bagaimana cara Bu Lina
mengembangkan diri ibu sebagai individu?
Ibu melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan pemahaman dan
kemampuannya dalam menghadapi anak
dengan Down Syndrome. Selain
(487-494) Melakukan
berbagai upaya untuk
mengatasi keterbatasan
pengetahuan 487 S: pastinya saya harus belajar banyak mengenai cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
246
488
489
490
491
492
493
494
495
496
merawat dan mengembangkan anak dengan Down
Syndrome ya. Karena kan memang dari awal saya buta
sekali, saya gak tahu apa-apa tentang Down Syndrome itu.
Jadi saya harus banyak belajar, banyak baca cari-cari
informasi dari buku dan seminar-seminar. Saya juga sering
diskusi dan tanya-tanya sama dokternya Arin. Yang penting
usaha terus ya. Pokoknya usaha, setelah itu ya saya banyak
berdoa supaya bisa merawatnya dengan ikhlas dan penuh
kasih sayang.
melakukan berbagai upaya, ibu juga
berusaha meningkatkan keikhlasannya
dalam menghadapi kenyataan mengenai
anaknya melalui doa.
(494-496) Keyakinan
spiritual yang menguatkan
497
498
499
P: kalau misalnya ibu lina dikasih kekuatan untuk
mengubah apa yang pernah terjadi sama ibu, apa ada yang
ingin ibu ubah?
Ibu merasa kondisi kesehatannya yang
semakin menurun menjadi salah satu
sumber tekanan dalam hidupnya. Hal
tersebut membuat ibu merasa sangat
terbatasi dalam melakukan aktivitas-
aktivitas yang ia senangi selama ini, salah
satunya yoga.
Ibu sangat ingin bisa sehat kembali agar
bisa beraktivitas, belajar banyak hal, dan
berbagi pengetahuan lebih banyak lagi.
Kelahiran anak dengan Down Syndrome
menurut ibu bukanlah sesuatu yang ingin ia
ubah, karena ia meyakini hal tersebut telah
digariskan oleh Tuhan.
(502-505) Memiliki tujuan
hidup yang wajar
(505-511) Tekanan
menghadapi penurunan
kondisi fisik
(511-513) Menunjukkan
minat pada aktivitas tertentu
(520-522) Berupaya
berkontribusi bagi
lingkungan
(523-528) Keyakinan
spiritual yang memberikan
penguatan
500 S: maksudnya berkaitan dengan anak atau diri saya sendiri?
501 P: diri sendiri boleh, berkaitan dengan anak boleh
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
S: ehm, kalau waktu bisa berubah ya, saya itu cuma pingin
satu, saya itu tetap sehat mbak. itu aja. Saya sehat, saya
kuat, saya bisa belajar lebih banyak, saya bisa menolong
banyak orang gitu. Dan dalam kondisi seperti ini saya
memang sangat tertekan. Sangat tertekan dalam diri saya
sendiri. Saya kepingin ngerasain bebas kayak misalnya saya
bisa duduk dengan tenang, saya bisa jalan tanpa harus pakai
seperti itu (menunjuk tongkat), kayak gitu ya. Saya bisa
ngajar lagi dengan tidak pusing dan sebagainya kayak gitu-
gitu. Ini sangat mengganggu saya. Karena saya suka sekali
dengan yoga ya. Saya merasakan manfaat yoga sekian tahun
baik bagi diri saya sendiri maupun murid-murid saya kayak
gitu. Terus tiba-tiba saya yang kayak gak bisa melakukan
yoga lagi gitu kan rasanya gimana gitu lho mbak. Jadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
247
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
waduh, badannya sendiri juga gak enak, udah nuntut
gerakan tapi kemampuan untuk menggerakan seperti yang
sudah-sudah belum mampu, kayak gitu. Nah itu kalau saya
disuruh, ditanya seperti itu saya cuma mentingin saya sehat
terus. Sehat terus, bisa belajar, bisa sharing lebih banyak ke
banyak orang, mungkin bisa membantu orang-orang yang
membutuhkan. Dari sisi yoga atau apapun ilmu yang saya
pelajari selama ini. Itu aja sih. Kalau soal namanya takdir,
punya anak seperti itu saya memang tidak pernah berpikir
kalau waktu berubah saya gak pingin punya anak ini, engga.
Karena itu menurut saya Tuhan sudah menggariskan itu.
Tapi kalau untuk kesehatan itu kan banyak hal yang bisa
kita usahakan. Gitu sih mbak.
529
530
531
P: Jadi kalau misalnya diminta untuk menilai dengan skala
1-10, kepuasan Ibu Lina terhadap kehidupannya ibu
nilainya berapa bu? Dan alasannya?
Ibu cukup puas dengan kehidupannya
karena merasa Tuhan telah memberikan
banyak anugerah. Ibu juga tidak memiliki
kecemasan yang berlebihan terkait dengan
kondisi anaknya.
(532-534 & 543-544)
Keyakinan spiritual yang
menguatkan
(543-547) Tidak memiliki
kecemasan berlebihan
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
S: Saya sudah cukup puas ya, 9 lah. 9. Alasannya karena
Allah SWT sangat baik kepada saya dan keluarga terutama
Arin. Walaupun ya tetap masih ada kekhawatiran sampai
sekarang terkait masa depan Arin. Khawatir jika saya sudah
tidak mampu lagi mengurus Arin sepenuhnya, bagaimana
kehidupan Arin nantinya. Kenyataannya mencari orang
yang membantu mengurus Arin saja susah. Bahkan dari
kecil seperti baby sitter atau PRT sulit diharapkan. Sampai
saat ini saya masih belum menemukan solusi untuk
kekhawatiran tersebut. Tapi kalau dilihat lagi ya kami dapat
melewati masa-masa sulit di awal dulu hingga sekarang
Arin sudah dewasa. Saya yakin juga nanti kekhawatiran
saya pasti dijawab sama Allah. Sekarang tinggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
248
545
546
547
mengembangkan apa yang bisa dikembangkan dari Arin ya.
Saya selalu dukung dan melihat apa yang bisa
dikembangkan dari dia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
249
Daftar Tema Informan 2
Ketidaksiapan menerima diagnosis karena kurangnya pengetahuan
Ketidaksiapan menerima diagnosis karena kondisi fisik yang kurang baik
Ketidaksiapan dan penolakan karena melihat kondisi fisik anak
Berusaha menyadari dan menerima melalui interaksi fisik
Tantangan menghadapi komentar keluarga yang kurang baik
Melakukan upaya pengembangan anak dengan pemeriksaan secara menyeluruh
Bantuan profesional untuk menjelaskan kondisi anak
Ekspektasi berlebihan karena kurangnya pengetahuan
Perasaan lega terlepas dari komentar negatif keluarga
Perubahan positif sikap keluarga dan lingkungan terhadap anak
Terbatasnya akses penanganan untuk ABK
Dukungan lingkungan sosial
Berusaha menambah pengetahuan melalui bertanya dan seminar
Mengupayakan pengembangan anak dengan mendirikan yayasan
Memiliki kontak yang efisien dengan realitas
Mengupayakan optimalisasi perkembangan anak melalui berbagai jenis terapi
Perasaan bahagia atas keberhasilan terapi
Sumber daya manusia yang kurang mendukung perkembangan yayasan
Permasalahan dana dan perbedaan tujuan yang menghambat pengembangan
yayasan
Mengupayakan pengembangan anak melalui ballet, lukis, dan yoga
Mempelajari ilmu penyembuhan untuk mendukung perkembangan anak
Keyakinan spiritual yang memberikan penguatan
Menunjukkan minat pada aktivitas tertentu
Kesungguhan untuk mendalami yoga
Mengupayakan pengembangan anak melalui yoga
Berkontribusi bagi pengembangan anak berkebutuhan khusus secara umum
Manfaat yoga bagi perkembangan fisik dan bicara anak dengan kebutuhan
khusus
Belajar dari pengalaman
Kondisi kognitif yang baik dari ibu
Berusaha menambah pengetahuan dengan membaca buku dan aktif mencari
informasi
Perasaan bahagia atas keberhasilan upaya pengembangan anak
Yoga bersama anak membuat ibu menjadi lebih kuat dan sabar menghadapi
anak dan kehidupannya
Peningkatan kondisi anak menjadi penguatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
250
Yoga bersama anak membuat ibu menjadi lebih peka dan sensitive
Kehadiran anak sebagai motivasi untuk belajar
Kebahagiaan melalui kebersamaan dengan anak
Tantangan menghadapi kondisi fisik dan emosi anak yang kurang stabil
Tantangan karena kondisi fisik ibu yang kurang baik
Mengembangkan empati anak melalui yoga
Meningkatkan ikatan ibu dan anak melalui yoga
Kepekaan dalam hubungan ibu dan anak
Memberi dukungan bagi pengembangan anak
Tidak memiliki kecemasan berlebihan
Upaya pengembangan anak sebagai keseharian
Menghadapi komentar negatif lingkungan terkait kondisi fisik dan pekerjaan ibu
Pandangan spiritual yang memberikan penguatan
Memiliki kemampuan mengatasi tekanan dan kontak yang efisien dengan
realitas
Memiliki kemampuan menilai diri sendiri
Berupaya untuk mengatasi kekurangan yang dimiliki
Kemampuan untuk produktif
Mampu menjaga relasi dengan lingkungan
Yoga meningkatkan kualitas fisik ibu dan anak
Yoga mengembangkan kemampuan regulasi emosi ibu
Tantangan menghadapi penurunan kondisi fisik
Mampu menyadari emosi yang dirasakan
Yoga meningkatkan konsentrasi dan kualitas fisik anak
Melakukan berbagai upaya untuk mengatasi keterbatasan pengetahuan
Memiliki tujuan hidup yang wajar
Berupaya berkontribusi bagi lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
251
Pengelompokan Tema Informan 2
Kelompok: Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
Tema Sub tema
Kurangnya pengetahuan
sebagai sumber
ketidaksiapan
Ketidaksiapan menerima diagnosis karena kurangnya
pengetahuan
Ketidaksiapan dan penolakan karena melihat kondisi
anak
Ekspektasi berlebihan karena kurangnya pengetahuan
Pandangan keluarga dan
lingkungan sosial serta
ketidakstabilan fisik dan
emosi ibu dan anak sebagai
tantangan proses
pengasuhan
Ketidaksiapan menerima diagnosis karena kondisi fisik
yang kurang baik
Tantangan menghadapi komentar keluarga yang kurang
baik
Tantangan menghadapi kondisi fisik dan emosi anak
yang kurang stabil
Tantangan kondisi fisik ibu yang kurang baik
Menghadapi komentar negatif lingkungan terkait kondisi
fisik dan pekerjaan ibu
Tekanan menghadapi penurunan kondisi fisik
Keterbatasan sumber daya
manusia dan keuangan yang
menghambat upaya
pengembangan anak
Terbatasnya akses penanganan untuk ABK
Sumber daya manusia yang kurang mendukung
perkembangan yayasan
Permasalahan dana dan perbedaan tujuan yang
menghambat perkembangan yayasan
Keluarga, lingkungan sosial,
keyakinan spiritual dan
kehadiran anak sendiri
menjadi penguatan
menjalani proses
pengasuhan
Bantuan profesional dalam menjelaskan kondisi anak
Perasaan lega terlepas dari komentar negatif keluarga
Perubahan positif sikap keluarga dan lingkungan
terhadap anak
Dukungan lingkungan sosial
Perasaan bahagia atas keberhasilan terapi
Keyakinan spiritual yang menguatkan
Kondisi kognitif yang baik dari ibu
Perasaan bahagia atas keberhasilan upaya
pengembangan anak
Peningkatan kondisi anak sebagai penguatan
Kehadiran anak sebagai motivasi untuk belajar
Kebahagiaan melalui kebersamaan dengan anak
Kelompok: upaya-upaya menghadapi kondisi anak
Tema Sub tema
Mengupayakan berbagai
jenis terapi dan aktivitas
untuk meningkatkan kondisi
anak
Melakukan upaya pengembangan anak dengan
pemeriksaan secara menyeluruh
Mengupayakan pengembangan anak dengan mendirikan
yayasan
Mengupayakan optimalisasi perkembangan anak melalui
berbagai jenis terapi
Mengupayakan pengembangan anak melalui balet, lukis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
252
dan yoga
Memberi dukungan bagi pengembangan anak
Upaya pengembangan anak sebagai keseharian
Menghadapi kondisi anak
melalui berbagai bentuk
pengembangan diri dan
interaksi dengan anak
Berusaha menyadari dan menerima kondisi anak melalui
interaksi fisik
Berusaha menambah pengetahuan melalui bertanya dan
mengikuti seminar
Mempelajari ilmu penyembuhan untuk mendukung
perkembangan anak
Kesungguhan untuk mendalami yoga
Berusaha menambah pengetahuan dengan membaca
buku dan aktif mencari informasi
Melakukan berbagai upaya untuk mengatasi keterbatasn
pengetahuan
Peningkatan dalam kualitas
kognitif, fisik, emosi, dan
kepekaan pada hubungan
ibu dan anak melalui yoga
Manfaat yoga bagi perkembangan fisik dan kemampuan
bicara ABK
Yoga bersama anak membuat ibu menjadi lebih kuat dan
sabar menghadapi anak dan kehidupannya
Yoga bersama anak membuat ibu lebih peka dan sensitif
Mengembangkan empati anak melalui yoga
Meningkatkan ikatan ibu dan anak melalui yoga
Kepekaan dalam hubungan ibu dan anak
Yoga meningkatkan kualitas fisik ibu dan anak
Yoga mengembangkan kemampuan regulasi emosi ibu
Yoga meningkatkan konsentrasi dan kualitas fisik anak
Kelompok: manifestasi kesehatan mental
Tema Sub tema
Keterampilan dalam
menghadapi tekanan sosial
serta berelasi dengan
kehidupan sosial
Memiliki kontak yang efisien dengan realitas
Berkontribusi bagi pengembangan anak berkebutuhan
khusus secara umum
Memiliki kemampuan mengatasi tekanan
Mampu menjaga relasi dengan lingkungan
Berupaya berkontribusi bagi lingkungan
Kemampuan mengenali diri
dan mengembangkan
potensi diri
Menunjukkan minat pada aktivitas tertentu
Belajar dari pengalaman
Tidak memiliki kecemasan berlebihan
Memiliki kemampuan menilai diri sendiri
Berupaya untuk mengatasi kekurangan yang dimiliki
Kemampuan untuk produktif
Mampu menyadari emosi yang dirasakan
Memiliki tujuan hidup yang wajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
253
Analisis Data Informan 3 (Linda Maruta)
No. Transkrip Komentar Tema
1 P: kalau boleh tahu usianya Keke berapa ya bu? Ibu sudah cukup lama memiliki
anak dengan ABK
Orientasi awal mengenai
anak subjek 2 S: Keke 22, besok November ini 22
3 P: Waktu pertama didiagnosis itu ceritanya gimana ya bu?
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
S: Saya, Keke itu sudah umur 2 bulan. Saya bawa pulang bayi sehat,
terus waktu di rumah itu ibu saya sudah bilang. Anakmu ini kok lain,
sama anak lain gitu lho. Gak bisa dililing. Tahu dililing? Dililing itu
kalau digini-giniin kan ketawa anak kecil. Nah ini ditengok tengok gini
kok diem aja. Gak ada respon. Saya bilang kan masih kecil. Terus ibu
saya bilang, enggak, tadi aku ke rumah temenku itu cucunya seumur ini,
tapi sudah meriah gitu kan. Ketawa-ketawa gitu sudah ada respon.
Anakmu itu gak ada respon. Gitu. Nah dari situ saya belum punya
pikiran apa-apa. Cuma memang kalau ngompol, kalau laper, itu gak
pernah bangun. Tidur terus gitu. Kan bayi itu kalau ngompol kan mesti
nangis. Itu engga. Saya pikir anak ketiga ya, oh anak ini kok pengertian
ya, mamanya repot kok ga ganggu. Waktu saya bawa ke dokter,
dokternya diem aja. Cuma nimbang dan sebagainya. Nah waktu dia
duduk, habis dia nimbang itu kan saya bilang, dokter, kok anak saya
belum bisa dililing? Saya cuma gitu aja, cuma iseng aja bilang. Terus
sama dia diamati. Diamati mukanya, terus dia langsung ngambil
tangannya. Tangannya terus diambil. Ini anak Down Syndrome ini
ternyata tangannya itu garis. Jadi ini gak bentuk M tapi ini garis.
Kadang-kadang dua aja. Tapi ini jelas sekali di sini itu kalau kita kan
masih ada belah-belahnya. Ini engga dari sini tuh langsung satu gini.
Tangan anak Down Syndrome semua gitu. Saya akhirnya beli bukunya
kok. Saya pelajari semua. Kemudian dia kaget. Waktu dia ngambil
tangannya Keke diliat gitu, dia kaget. Reaksi wajahnya itu kelihatan
sekali dokternya. Tapi dia gak bilang apa-apa. Tapi saya tahu, dokternya
Perilaku dan ciri-ciri
kejanggalan pada perkembangan
anak sudah mulai terlihat namun
ibu belum menyadari ada
gangguan pada perkembangan
anaknya. Ibu sempat salah
mempersepsikan kepasifan
anaknya sebagai karakter
penurut karena kurngnya
pengetahuan mengenai Down
Syndrome.
Lingkungan sosial membantu
ibu untuk menyadari adanya
kejanggalan pada proses
perkembangan anak.
(5-11) Bantuan lingkungan
sosial
(12-15) Persepsi yang
salah karena kurangnya
pengetahuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
254
28
30
31
32
33
34
35
itu ada sesuatu. Kemudian saya tanya, ada apa dokter? Dia cuma nulis di
kartunya itu Down Syndrome. Tapi dia gak ngomong apa-apa. Saya
tanya, kenapa dokter? Kenapa anak saya? Dia hanya bilang gini, anak ibu
ini nanti perkembangannya akan lambat. Ya nanti ketauannya setelah dua
tahun. Kok saya harus nunggu dua tahun dokter? Kok ga sekarang? Kok
gak bisa tau sekarang? Ya kita lihat dulu nanti perkembangannya. Kita
langsung terus nyecar dia untuk tanya terus.
36 P: Dokternya belum mau bilang saat itu bu? Keterbatasan pengetahuan dan
istilah yang kurang umum
mengenai gangguan yang terjadi
pada anaknya membatasi
pemahaman ibu terhadap kondisi
anaknya.
(41-45) Tantangan terkait
keterbatasan pengetahuan 37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
S: Engga, gak mau bilang. Terus kita kan nyecar terus. Ya saat itu juga
kita cecar dia. Saya kan sama papahnya Keke. Terus akhirnya dokternya
itu bilang gini. Maaf, ibu sama bapak lulusan apa? Pendidikannya apa?
Kita S1 dokter. Terus dia langsung bilang, anak ibu ini ada kelainan
kromosom. Dokternya bilang gitu. Setelah itu saya baru bisa memahami
karena ternyata tidak semua orangtua itu bisa menerima kata-kata
kelainan kromosom atau Down Syndrome atau mongoloid itu kata-kata
yang sulit untuk dimengerti. Saya waktu itu diberi tahu Down Syndrome
juga saya gak tahu artinya Down Syndrome itu apa. Tapi suami saya
langsung bilang, seperti mongoloid? Iya.
47 P: kalau ibu dulu basicnya apa bu?
48 S: saya teknologi pertanian.
49 P: kalau bapak? Pengalaman suami menghadapi
anak dengan Down Syndrome
cukup meredakan kekhawatiran
suaminya, namun ibu tetap
merasakan emosi negatif terkait
diagnosa tersebut karena
keterbatasan pengetahuan
mengenai kondisi anaknya.
Dukungan saudara-saudara dan
(55-56) Emosi negatif
karena terbatasnya
pengetahuan
(58-62) Pemikiran yang
salah karena terbatasnya
pengetahuan
(64-75) Dukungan dan
informasi dari lingkungan
50
51
52
53
54
55
56
S: bapak elektro. Bapak KKN dulu waktu kuliah itu, tinggal di rumah
pak lurah yang anaknya Down Syndrome. Dan dia tahu anak itu bisa
masak. Jadi bagi dia itu bukan sesuatu hal yang menakutkan, masa depan
yang suram dan sebagainya. Dia melihat sendiri ada anak yang bisa
dikembangkan seperti itu. Nah terus dari situ, saya kan pulang. Saya
udah diem aja saya. Saya udah setengah dongkol, setengah sedih. Saya
hampir seminggu gak pernah ngomong sama bapaknya.
57 P: kenapa yang didiemin bapaknya bu?
58 S: ya saya jadi kayak kecewa. Antara kecewa dan apa ya. Ya waktu itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
255
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
saya juga sempat berpikir ini apakah keturunan gitu. Keturunan, atau
bukan. Saya kan bertanya-tanya gitu. Kita saling tuding-tudingan
jadinya. Ya memang kita gak terucap. Tapi ya seolah-olah kita mikir ini
gara-gara kamu. Ya itu gak akan terpecahkan kalau gak ngomong. Kalau
gak tahu kenapa bisa terjadi seperti itu. Nah ini, setelah itu kan ada
keponakan saya tinggal di rumah. Saya ngomong sama dia, dia SMA.
Saya ngomong sama dia, kamu pernah gak dengar Down Syndrome itu
apa. Terus dia ambil buku biologi, saya ditunjukkin. Down Syndrome itu
ini lho tante. Ini kelainan kromosom, gini gini gini. Ternyata di bukunya
itu secara gamblang untuk anak-anak SMA itu diterangkan. Nah di situ
saya tahu. Oh, jadi begitu. Terus saya ngomong sama kakak saya. Kakak
saya di Jakarta. Terus dia bilang, kalau kamu nunggu dua tahun gak bisa.
Kalau bisa diperbaiki sekarang, dikoreksi sekarang, sekarang lah
waktunya. Harapan Kita kan cuma di sebelah rumahku. Hanya jalan kaki
itu kelihatan gitu. Kamu bawa ke sana. Terus kakak saya yang jual alat
kedokteran telepon saya. Kalau Down Syndrome itu gak bisa dikoreksi.
Cuma sekarang kamu perlu memastikan, itu Down Syndrome atau tidak.
Kalau kamu mau, jangan periksa di Sardjito. Karena alat di kedokteran
UGM itu alatnya lama, kuno. Nanti gak kelihatan. Karena kakak saya ini
jual alat kedokteran. Dan dia barusan jual ke Harapan Kita. Harapan Kita
adalah yang paling canggih. Terus dia kenal sama dokternya. Dokternya
sampai mengirimkan ampul untuk periksa darah. Akhirnya diambil, terus
dikirim, dalam 24 jam harus sampai. Saya disuruh ngambil darahnya
terus dikirim ke Jakarta, cek di sana. Nah waktu itu terus saya tanya-
tanya. Gak bisa, gak ada yang mau bawa. Dalam 24 jam harus sampai itu
gak bisa. Kurir itu gak ada yang mau. Terus akhirnya kebetulan papanya
Keke itu ambil S2 di Jakarta, terus dia mau wisuda. Nah Keke sudah mau
3 bulan jadi dia boleh naik pesawat. Saya bawa ke Jakarta untuk cek.
Nah waktu sebelum cek itu kan kita sempat ke dokter anak macem-
macem, semua dokter anak bilang ini Down Syndrome. Karena itu
orang-orang di sekitarnya untuk
mengetahui lebih lanjut
mengenai kondisi anaknya
membuat ibu mulai memahami
bagaimana kondisi anaknya yang
sebenarnya. Keinginan pribadi
ibu untuk mengetahui secara
jelas juga mulai terlihat dengan
langkahnya untuk bertanya
kepada keponakannya serta
membeli buku mengenai Down
Syndrome.
Kondisi yang kurang
mendukung seperti alat yang
kurang memadai serta sistem
pengiriman yang kurang cepat
sempat menghambat ibu untuk
segera mengetahui kondisi
anaknya secara lebih jauh.
Ibu mulai memahami kondisi
anaknya dan hal tersebut cukup
melegakan kekhawatiran dan
prasangka ibu mengenai
penyebab dari kondisi yang
dialami anaknya.
sosial
(76-79 & 82-84) Kendala
keterbatasan sarana dan
prasarana
(98-103) Perasaan lega
karena mulai memahami
kondisi anaknya
(108-111)
Mengembangkan
pengetahuan melalui
membaca dan berdiskusi
dengan profesional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
256
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
memang ada bentuk muka, proporsional gitu, kelihatan. Nah terus kata
papanya kalau udah tahu Down Syndrome buat apa dicek darah. Wong
semua dokter udah bilang ini Down Syndrome kok. Ngapain lagi kita
ngeluarin duit untuk cek darah. Terus waktu kita udah di Jakarta, saya
masih mandiin Keke, bapaknya pergi jalan-jalan sama kakaknya Keke,
saya bilang yaudah daftarin aja sekalian sana, gitu. Terus buru-buru dia
pulang. Ayo cepat-cepat, aku ketemu dokternya. Udah ketemu
dokternya. Terus aku tanya, kenapa harus dicek darah. Kata dokternya
harus, harus cek darah. Supaya tahu ini kelainan kromosomnya itu
bentuk apa. Jadi ternyata Down Syndrome itu ada macem-macem. Ada
yang translokasi, ada yang trisomi 21. Yang umum yang biasa itu trisomi
21. Terus dia bilang, kalau itu trisomi 21 itu bukan keturunan. Kalau
translokasi itu keturunan. Nah terus setelah dicek, dia kirim pakai fax ke
saya, itu trisomi 21. Yaudah terus saya udah lega lah. Ya karena hasilnya
trisomi 21. Saya waktu di Harapan Kita waktu periksa darah itu kita
ditunjukkan. Bu, ini lho bu klinik tumbuh kembangnya. Jadi dia
kayaknya mengembangkan itu untuk segala macam kelainan, terutama
Down Syndrome itu kayak diutamakan. Jadi dia punya terapi-terapi yang
dikhususkan gitu ya. Ada yang seperti yoga juga, pakai matras gitu.
Kemudian dia jual bukunya di sana. Kita beli, kita pelajari, kemudian
setiap bulan penimbangan balita kita diskusi sama dokternya. Sampai
dokternya bilang bapak ibu ini udah tau semuanya ya. Karena kita harus
menggali itu apa sih yang sebenarnya terjadi dengan anak saya. Dan dari
situ kan kita bisa mengembangkan anak ini mau diapain. Kemudian di
Harapan Kita itu ada kelompok orangtua anak-anak Down Syndrome.
115 P: Ada perkumpulan gitu bu ya? Ibu kembali mendapatkan
lingkungan yang baik sehingga
bisa menyadari pertumbuhan dan
perkembangan anaknya yang
(116-118) Dukungan
lingkungan sosial
(124-126) Mengupayakan
116
117
118
S: Iya, kita dikenalkan dengan komunitas itu, kemudian mereka sebulan
sekali mengadakan pertemuan, kemudian ngundang dokter untuk
memberikan informasi. Akhirnya bapaknya Keke pindah ke Jakarta kerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
257
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
di sana. Dulu kan Keke itu papanya lulus S2 itu di Jakarta. Kemudian dia
cari kerja di Jakarta, diterima di pabrik susu Nutricia. Tapi dia juga kerja
di sini jadi dosen. Kalau Sabtu itu pulang. Untuk kasih kuliah atau paling
engga bimbing skripsi. Setelah itu beberapa bulan kemudian kami
ditunjukkin tempatnya, tempat komunitasnya. Terus kita pikir anak ini
perkembangannya juga kurang bagus. Ini harus diterapi. Waktu itu saya
panggilkan tukang pijat juga, terus dipijat kakinya, karena kakinya
satunya gak benar gitu bentuknya. Kemudian kalau dokternya bilang
nanti 2 tahun baru bisa jalan. Ternyata 20 bulan dia udah bisa jalan. Dari
meja ke kursi gitu dia udah bisa jalan-jalan sendiri. Dan itu termasuk
cepat gitu. Jadi tukang pijitnya seminggu dua kali datang ke rumah.
Harusnya sih dia ikut terapi, tapi pulang dari sana itu anak kayak
kesakitan. Itu terapinya padahal dipijet juga tapi ada di badannya juga
kayak titik-titiknya diaktifkan. Terus ada pijatan di perutnya ini dia pasti
nangis. Dari tidur dibangunkan, tidur dibangunkan. Terus dipijat
tengkurap. Terus saya pikir, ah tukang pijat juga pinter kok. Malah
murah lagi, kita gak usah pergi-pergi dia yang datang. Kalau di situ itu
antri kok sampai malam. Jadi cuma beberapa bulan Keke di sana. Terus
waktu itu, sekitar Keke usia 9 bulan saya sundulan hamil lagi. Jadi gak
bisa ASI dan lain sebagainya. Terus 17 bulan Keke, adiknya lahir.
Adiknya perempuan. Waktu itu udah nangis saya. Trauma kan. Sekarang
kalau habis punya anak Down Syndrome terus anakku Down Syndrome
lagi gimana. Wah itu perjuangannya berat sekali. Karena waktu dari
hamil aja saya udah mikir, gimana ya kalau digugurkan aja. Waktu itu
saya bilang sama dokternya, dokter yang nangani kehamilan saya
sebelumnya juga. Dokter, sebelumnya anak saya Down Syndrome.
Doktenya kaget. Waktu dulu dia lihat, memang Keke itu 8 bulan
lahirnya. 8,5 bulan. Dan masih 2,2 kg jadi harus masuk inkubator. Jadi
kalau dia ingat ya memang bayinya ini memang kurang, kurang umur
untuk dikeluarkan. Nah dia memang hanya lihat sepintas itu saja. Jadi
kurang optimal.
Setelah mendapat terapi
alternatif anaknya menunjukkan
perkembangan yang cukup baik
sehingga cukup melegakan ibu.
Ketidakcocokan terhadap salah
satu jenis terapi sempat menjadi
kendala dalam perkembangan
anaknya. Kendala selanjutnya
yang dihadapi oleh ibu adalah
kehamilan ibu yang tidak
direncanakan.
Ibu masih merasakan trauma atas
kelahiran anaknya yang
mengalami Down Syndrome
sehingga ibu sempat memiliki
pikiran untuk menggugurkan
kandungannya.
pengembangan anak
melalui terapi alternatif
(127-130) Keberhasilan
terapi alternatif
(131-137) Kendala
ketidakcocokan terapi
(138-143) Tantangan
kehamilan yang tidak
direncanakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
258
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
waktu saya ceritakan saya hamil lagi itu, saya ceritakan dia kaget. Terus
dia bilang, besok USG ya, dengan alat yang dimasukkan ke vagina.
Karena dia bilang kalo yang diperut gini bu, ibu lemaknya tebal, nanti
gak kelihatan. Kemudian waktu dia periksa, dia bingung, anaknya ini
blighted ovum bu. Jadi membatu kayak bongkahan gitu ya di USG.
Tidak ada pergerakan. Harusnya di dalamnya itu kayak ada pergerakan
gitu. Kalau janin yang hidup itu seharusnya seperti bongkahan tapi di
dalamnya kayak ada alirannya gitu. Ini bisa digugurkan. Tapi bu, kata
dokternya, pengalaman saya dua minggu lagi ini bisa ada gerakan. Terus
dia keluar, dia ngobrol sama temannya terus masuk lagi dia bilang gini.
Ibu, besok minggu depan ada dokter ahli dari Jepang. Dokter ini mau
mengajarkan kepada kami cara baru untuk mengambil sampel janinnya
itu tapi dari plasentanya itu diambil cairannya, kemudian itu
ditumbuhkan, dilihat perkembangan kromosomnya, nanti bisa dilihat
kromosomnya ini anaknya masalah atau engga.
165 P: jadi proses pengembangan kromosomnya di luar tubuh ya bu? Keputusan mengenai
kandungannya harus
dipertahankan atau tidak
terkendala dengan tidak
berkembangnya kromosom yang
diambil sehingga ibu tidak dapat
memastikan anak keempatnya
mengalami Down Syndrome
atau tidak. Hal tersebut
menimbulkan emosi negatif pada
diri ibu, dan menjadi konsen
utama ibu hingga waktu
istirahatnya pun menjadi tidak
tenang.
(174-182) Perasaan tidak
tenang terkait pengalaman
memiliki anak Down
Syndrome
(187-194) Dukungan
lingkungan sosial
(202-203 & 221-229)
Keyakinan spiritual yang
menguatkan
(210-211) Perasaan lega
karena mulai memahami
kondisi anak
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
S: iya memang di luar tapi yang diambil ini cairan plasentanya, jadi
bukan bayinya. Sebetulnya bayinya bisa diambil darahnya, tapi ini cara
lain itu diambil plasentanya. Kalau mau yang diambil darahnya itu di
buku juga ada. Cara pengambilannya itu memang ada dua cara. Kalau
mau diambil darahnya bisa langsung dari perut gini ditusuk, diarahkan ke
bayinya. Kalau yang ini, itu pakai USG nanti dimasukkan selang dari
bawah, diarahkan ke plasentanya. Terus ditumbuhkan. Terus saya nanya,
dok, itu hasilnya kromosom gimana? Oh iya besok saya cek dulu.
Akhirnya setelah dua minggu dokternya ngabarin saya kalau
kromosomnya tidak tumbuh. Kromosomnya gak bisa dilihat karena
selnya yang diambil itu tidak tumbuh. Terus saya mikir, Tuhan kenapa
aku gak boleh tau anakku ini, gitu kan. Ini padahal kesempatan to. Wah
tiap malam saya mimpi. Ngelihat anak lari-lari di padang rumput. Tinggi
gitu lho rumputnya, kelihatan kepalanya lucu gitu, cewek gitu lari-lari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
259
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
Terus saya bilang anakku, anakku. Terus malah tiba-tiba, anakku Down
Syndrome. Bukan, itu bukan anakku, soalnya anakku Down Syndrome
gitu. Terus wah, saya bangun nangis. Terus, setelah itu saya sempat cek
ke dokter lagi, dokternya bilang bu, USG lagi ya, saya mau lihat
perkembangannya gimana. Waktu di USG, ternyata gerakannya cepat
sekali. Anaknya sehat sekali. Ibu diteruskan ya, jangan periksa-periksa
apa-apa lagi. Saya bilang, gak dokter, saya mau ke Jakarta, mau periksa
cara yang berbeda itu. Ibu jangan, ini kandungannya sudah besar. Kalau
ibu mau menggugurkan dia sudah terlalu berbahaya. Berbahayanya ini
untuk ibu. Ibunya bisa mati. Gak, saya mau ke Jakarta. Saya bilang gitu.
Nanti kalau anak saya Down Syndorme gimana? Saya bilang gitu. Tetep
saya ego saya besar sekali. Sampai di rumah kakak saya telepon.
Mengingatkan, kalau nanti kamu cek, yang keambil darah di tangannya,
tangannya hilang. Nanti kalau terjadi seperti itu gimana? Yaudah, gak
usah. Yaudah saya nurut kan. Terus saya tanya-tanya, kok bisa Down
Syndrome itu kenapa, apa yang terjadi. Terus dia bilang, jadi seorang
wanita, itu waktu dia lahir dia sudah membawa sel telur. Katakan jutaan.
Dan selama hidupnya tidak ada pembaruan. Lain kalau sperma, sperma
itu ada pembaruan setiap saat. Kalau sel telur ya itu terus yang di bawa.
Jadi waktu muda, itu sel terus yang waktu kita mens itu yang jatuh ya
yang bagus-bagus. Tapi makin tua itu yang jelek-jelek. Nah kalau yang
jelek ini dibuahi terjadilah anak Down Syndrome. Dan itu kan kita gak
tau, yang dikasih oleh Tuhan itu yang mana. Itu semuanya kehendak
Tuhan. Itu semuanya sudah Tuhan menentukan ini yang jatuh gitu. Jadi
ada istilah ya, suster dari Panti Rapih itu dulu saya cerita. Ibu, ibu itu
seperti orang dapat lotre. 1:3000 ibu dapat satunya. Itu saya gak akan
lupa. Tapi sekarang saya jadi paham, kalau perempuan di atas 35 jangan
hamil. Beresiko sekali. Sekarang teknologi sudah maju, ilmu
pengetahuan sudah maju, kita bisa jadi tau. Jangan malah kita sudah tau
malah sengaja coba-coba. Nah dari situ saya diterangkan seperti itu, saya
Pikiran negatif yang menguasai
ibu tentang kondisi anaknya
membuat ibu memiliki keinginan
yang besar untuk menggugurkan
kandungannya. Pikiran negatif
tersebut diredam melalui
pertimbangan-pertimbangan
yang diberikan oleh saudara dan
lingkungan sosialnya.
Keinginan ibu untuk memahami
penyebab dari kondisi anaknya
ditunjukkan melalui
keaktifannya dalam bertanya
hingga ibu bisa memiliki
pemahaman yang cukup
mengenai situasi yang ia alami.
Pemahaman tersebut mengurangi
prasangka-prasangka mengenai
penyebab anaknya mengalami
Down Syndrome.
Kehadiran anak keempatnya
dirasa ibu sebagai cara Tuhan
untuk membayar kondisi dari
anak ketiganya, sehingga ibu
mulai dapat menerima kondisi
anak ketiganya secara lebih
ikhlas. Keikhlasan ibu
diwujudkan melalui
(229) Menerima anak
dengan melihat anak
sebagai anugerah
(230-236) Berupaya
meningkatkan penerimaan
dengan memperkenalkan
anak pada lingkungan
sosial
(240-245) Tantangan
pengasuhan yang
melelahkan
(262-270) Pengorbanan
untuk mengembangkan
anak
(274-281) Perasaan sedih
karena ketertinggalan
kemampuan anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
260
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
betul juga. Itu tidak ada unsur keturunan. Gak usah mempertanyakan
kenapa kenapa. Selama ini kan selalu bertanya kenapa kok bisa terjadi,
kenapa kok bisa terjadi. Ini kan mutasi, mutasi karena kamu kerja bahan
kimia dan sebagainya. Sempat mikir seperti itu. Karena kan bahan kimia
bapaknya kerja di pabrik kulit. Saya kan pabriknya di sebelahnya.
Mungkin kena itu gitu. Tapi ya sudah lah, sudah tau penyebabnya. Tapi
cerita itu selanjutnya berkembang jadi panjang. Jadi setelah adiknya
lahir, adiknya itu cantik sekali. Lebih cantik dari anak saya yang nomor
1. Yang nomor 1 kan cewek juga. Kalau Keke kan memang gak
bandingannya ya, karena dia Down Syndrome. Kemudian waktu dia lahir
saya lihat, wah ini kok anaknya lain. Saya waktu itu dalam hati saya
langsung bilang, oh Tuhan itu memberi aku anugerah. Kayak ditukar,
ditukarin gitu. Dikasih gantinya gitu. Jadi kemarin Tuhan kayaknya
bilang oh aku salah e ngasih kamu, sekarang tak kasih tukar. Saya bawa
ke situ. Jadi saya di sini ada rasa menerima. Jadi dari situ, itulah
penerimaan. Orangtua harus menerima dulu anaknya. Anaknya
berkebutuhan khusus itu dia harus bisa menerima. Nah penerimaan itu
terjadi waktu adiknya lahir. Dan waktu itu saya langsung bilang, aku
harus bersaksi. Harus bilang ke orang-orang apa, anakku Down
Syndrome, anakku itu adalah anugerah dari Tuhan. Itu bukan sesuatu hal
yang mudah lho untuk mengatakan itu. Aku gak apa-apa. Dan memang
benar setelah itu saya selalu menceritakan itu, saya bawa Keke kemana-
mana. Saya arisan saya bawa, sekarang ini sudah besar kan sudah lulus
SMA sudah gak ada kegiatan banyak. Saya reuni saya bawa, sampai
semua teman-teman saya tanya eh gimana Keke gimana, semua pada
senang. Jadi artinya kita terbuka. Kita harus terbuka. Kalau engga anak
itu makin terpuruk, seperti katak dalam tempurung. Saya ngerasa setelah
adiknya lahir ini semuanya terbuka. Dan yang istimewa lagi yang saya
tidak pernah berpikir waktu itu, waktu lahir itu, dua anak ini kan kayak
kembar. Yang satunya ASI, Keke kan dot terus. Nah kalo dot itu kan
dilibatkannya anak ketiganya
dalam berbagai pertemuan
sehingga berdampak baik pada
kemampuan bergaul dan
wawasannya.
Ibu sempat merasakan sulitnya
memiliki dua anak yang masih
bayi dalam waktu bersamaan
sehingga benar-benar menguras
waktu dan tenaganya.
Ibu memutuskan untuk
memberikan terapi yang lebih
komperhensif kepada anaknya di
rumah sakit yang lebih besar dan
ibu merasa sangat puas terhadap
pelayanan yang didapatkan di
sana.
Keterlambatan perkembangan
yang dialami anak ketiganya
membuat ibu benar-benar
merasa sedih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
261
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
pipisnya banyak. Pernah dulu waktu habis mimiki adiknya, Keke
ngompol. Terus saya ambil ganti, ngambil celananya yang baru, itu gak
saya pakein, cuma saya pegang pantatnya pakai celana itu, saya
ketiduran. Jadi di tempat tidur ya, saya duduk gini sambil tiduran gini.
Saking lelahnya, sambil megang pantatnya Keke akhirnya saya
terbangun karena dia ngompol lagi. Langsung di sana kayak komplain,
aduh Tuhan, kenapa toh aku dikasih anak dua kayak gini. Ini saya gak
kuat rasanya. Saya benar-benar merasa wah ini cobaan yang besar sekali.
Padahal sebelumnya anak saya itu tidak pernah tidur dengan pembantu.
Kalau sekarang kan saya harus punya suster. Jadi dari kantor itu saya
dikasih fasilitas khusus, dikasih biaya untuk pengasuh. Jadi saya ajak
suster, dan waktu adiknya lahir ini, otomatis Keke harus pisah. Keke
dibawa sama susternya tidur sama dia. Itu hati saya rasanya teriris-iris
itu. Kasian. Masih segitu kecilnya soalnya. Kalau yang ngerawat
papanya juga gak bisa. Itu setelah beberapa bulan saya ambil, itu tidur
berdua jadinya. Tapi setelah itu ya, setelah itu jalan, mereka berdua
tumbuh bersama. Kayak bayi kembar bener-bener. Terus umur 1,5 tahun,
Keke umur 3 tahun, bapaknya tuh bilang gini. Keke diajak ke Jakarta aja.
Nanti tak bawa ke Harapan Kita. Di klinik tumbuh kembang anak nanti
diterapi. Terus kakaknya Keke yang laki diajak ke sana. Rencananya
saya ikut pindah tapi kan saya kerja di Jogja. Jadi setiap Sabtu Minggu
saya ke sana dua minggu sekali. Jadi gantian. Bapaknya ke sini, saya ke
sana. Terus akhirnya Keke diajak ke sana. Diajak terapi. Terus ternyata
yang di Harapan Kita itu luar biasa. Tidak hanya terapi. Itu ada anak
Down Syndrome di bawa ke sana, itu langsung dibuatkan jadwal. Periksa
dokter mata, periksa gigi, periksa dokter penyakit dalam, periksa dokter
ortopedi. Semua dibuatkan jadwal. Itu belum terapi. Jadi harus di resume
dulu sama dokter-dokter itu nanti kebutuhannya apa. Terus diperiksa
matanya, matanya juling. Kita kan gak tau. Sebelumnya saya ke Jakarta
bawa anak dua. Wah gila gitu. Pokoknya semua harus saya jalani, saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
262
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
harus kuat. Terus waktu sampai Jakarta itu kan papanya beli mainan
banyak. Ada kakaknya juga soalnya. Mainannya itu yang gini lho. Ada
tusuk empat, terus nanti ada yang bundar, kayak dimasuk-masukin gitu.
Ini kotak, yang ini segitiga. Terus saya duduk di situ sama Keke. Keke
sudah bisa duduk juga. Udah mau 3 tahun waktu itu. Terus dia megang,
cuma dipegang. Diam aja gitu. Gak tahu ini harus diapain. Saya juga gak
ngajari. Adiknya datang. Adiknya datang dari jauh kan, dia merangkak
deketin. Tapi dia sudah bisa jalan. Cuma dia pingin dekat mainannya itu,
dia deketin terus dia masukin. Lancar, padahal 1,5 tahun dia. Keke 3
tahun coba. Saya nangis. Saya lihat seperti itu saya nangis. Terus ini
Keke itu mau tak apain. Selama ini berarti dia tertinggal sekali. Gak
berkembang otaknya. Terus mau diapain gitu. Terus, kalau misalnya ya,
saat itu Keke belum bisa ngomong. Jadi dia pingin apa dia gak bisa
ngomong. Nunjuk pun, gak ada inisiatif untuk melakukan apa-apa.
Akhirnya kalau kita memaksa dia, artinya gak sesuai dengan
kehendaknya, dia sembunyi di belakang pintu. Jongkok di belakang
pintu, terus nangis sambil teriak-teriak. Pokoknya sesuatu yang tidak
sesuai dengan yang dia inginkan, apalagi dia dipaksa, kalau disuruh gitu,
bukannya gak mau dia gak tahu apa yang disuruh itu. Terus setelah itu,
saya ngalami benar dia gak bisa apa-apa. Waktu itu kan saya senangnya
kalau sama anak-anak itu kan gambar bebek, terus dikasih cacing gitu.
Ini mulutnya, terus di mulutnya dikasih cacing gitu. Tapi kan kalau anak
kecil bisa gambar cacing gitu. Tapi ini dia gak tahu cacing itu apa.
Bentuknya apa, dia gak tahu. Dia digambarin juga pandangannya
kosong, dia gak tahu.
295 P: Padahal sampai umur 3 tahun itu ibu sudah terapi apa saja bu? Ibu melakukan berbagai upaya
untuk mengembangkan anaknya
dan cukup membuahkan hasil.
Anaknya mengalami
perkembangan yang baik dalam
(297-304) Dukungan
tenaga profesional
(306-314) Upaya
pengembangan anak
296
297
298
299
S: Belum, cuma pijat itu aja. Terus waktu itu dibawa ke harapan kita,
dicek terus waktu itu ketemu yang matanya juling itu. Terus waktu itu
dokternya pintar sekali. Dia ahli mata juling untuk anak-anak. Dan dia
diterapi, ini matanya itu yang satu plus, yang satu normal. Jadi dia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
263
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
selama ini pakainya mata yang normal. Mata yang cacat ini gak pernah
dipakai. Sekarang terapinya caranya matanya yang normal dibutakan
dulu, supaya dia menggunakan mata satunya diaktifkan. setelah satu
bulan, anaknya alergi. Keluar air matanya terus. Terus akhirnya sama
dokternya ditutupi pake plester aja. Saya di Jakarta pembantunya dua
karena kakaknya juga sekolah. Yang satu khusus buat Keke aja, yang
satu buat ngantar sekolah kakaknya. Terus terapi Keke ke ortopedi,
karena kaki anak Down Syndrome itu gak punya lekukan di sini di
telapaknya. Jadi dibuatkan sepatu khusus, dan kakinya juga harus
dikoreksi. Kan tukang pijatnya bilang kakinya itu bengkok, bengkok
kayak O atau apa gitu. Nah itu dibuatkan sepatu khusus. Terus ada
fisioterapi juga yang kayak yoganya Bu Lina di sini. Itu Bu Lina ambil
dari fisioterapi Arin juga kan, jadi bantu sekali dulu itu bikin kakinya
Keke tambah kuat. Terus dari situ, Keke harus terapi wicara dan terapi
okupasi. Seminggu dua kali. Waktu itu dia bisa nyanyi topi saya bundar.
Itu diajarin, memang itu terapi untuk gerakan, menggunakan aktivitas
tangan dan suara, ini topinya di sini, bentuknya begini gitu. Itu dia cepat
sekali. Kalau dia sudah selesai kan jadwalnya sudah ada anak lain lagi,
dia gak mau pulang. Dia ngajarin anak yang sesudahnya. Sampai kita
semua terapisnya ketawa. Gak mau pulang, mau jadi guru dia. Terus
okupasi itu ternyata motorik halus. Nah waktu itu sudah kira-kira 8
bulanan, setelah itu kan papanya pulang ke Jogja. Sesudah itu Keke
bilang sama saya, mama, sudah bisa ngomong. Mama, balon, ini talinya.
Saya nangis waktu itu. Nangis lagi. Terharu. Ih anakku sudah bisa, mau
gambar nulis tangannya sudah bisa. Luar biasa 8 bulan. Tapi benar-benar
terapi di sana itu bagus sekali. Efektif sekali. Lain dengan di Sardjito. Di
Sardjito itu yang nerapi anak lima, yang diterapi anak satu. Dikeroyok
dikerubung anak lima ya lari semua anaknya. Itu kan karena rencananya
saya meneruskan di Sardjito karena semua sudah pulang ke Jogja.
Bapaknya juga sudah ke Jogja. Nah itu, tak terusin di Sardjito malah
komunikasi, kognitif, dan
motorik. Hal tersebut membuat
perasaan ibu sangat senang.
Hambatan dalam upaya
mengembangkan kemampuan
anaknya kembali ditemui ibu
terkait dengan ketersediaan
pelayanan terapi yang baik saat
kembali ke Yogyakarta.
melalui berbagai jenis
terapi
(315-325) Perasaan
bahagia melihat
peningkatan kondisi anak
(325-331) Kendala
rendahnya kualitas terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
264
330
331
332
cuma ribut. Malah lebih mahal yang di sini juga. Saya cuma 2 atau 3 kali
ke sana udah males saya. Ternyata perkembangan berikutnya adalah dia
dituntun adiknya.
333 P: Oh malah dibantu sama adiknya ya bu? Kehadiran adik ternyata
membantu anaknya yang
memiliki Down Syndrome untuk
berkembang. Ibu sangat
mensyukuri kehadiran anak
keempatnya karena ia merasa
keterbatasan waktu karena faktor
pekerjaan yang ia miliki menjadi
salah satu kendala untuk terus
memantau perkembangan
anaknya. Ibu meyakini Tuhan
memberikannya anak keempat
untuk membantu perkembangan
anak ketiganya. Perkembangan
yang ditunjukkan anak dari
pergaulan yang akrab dengan
adiknya juga membuat ibu
sangat gembira.
(335-340) Perkembangan
dibimbing adiknya
(341-342) Keyakinan
spiritual sebagai
penguatan
(345-350) Perasaan
bahagia atas peningkatan
kondisi anak
(350-352) Keterbatasan
waktu karena pekerjaan
(350-352) Kemampuan
untuk produktif
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
S: Nah itu gini, jadi yang pas dia sekolah dari kelas 1 sampai kelas 3 itu
saya gak tahu, tahu-tahu Keke itu bisa gambar. Ternyata adiknya gambar,
dia niruin. Adiknya ngomong, dia niruin. Pada suatu hari Keke itu
ngomong mama, minta ini ini ini, saya itu gak tahu dia ngomongnya apa,
saya suruh ngulang saya tetap gak tahu, adiknya yang nebak. Mama,
Keke itu minta ini ini ini. Itu diterjemahkan adiknya. Jadi karena tahu dia
sudah bergaul akrab tiap hari. Jadi ternyata ya, saya melihat di situ
bahwa adalah maksud Tuhan untuk memberikan anak itu. Jadi Keke itu
punya adik itu maksud Tuhan supaya Keke itu ditopang. Kayak orang
pincang, dia gak bisa jalan sendiri. Dia harus pakai tongkat atau
dipegangi orang. Nah ini, dia yang memegangi kakaknya itu. Adiknya itu
yang megangi kakaknya. Dan dari situ kelihatan kalau anak Down
Syndrome itu bisa belajar. Tapi kalau anak biasa tiga kali dua kali sudah
bisa, kalau ini sepuluh kali. Dan dia menirukan. Itu dia nirukan, dua kali
tiga kali dia lihat, dia tahu caranya, dia akan bisa. Dan bener bisa, luar
biasa. Dia bisa gambar orang-orang yang seperti di gambar adiknya itu,
ngomong juga kayak diajari adiknya. Saya kan udah terlalu tua untuk
terus nemenin. Karir juga sudah tinggi jadi gak ada banyak waktu. Waktu
itu saya juga pelayanan di gereja. Kalau sore saya harus rapat dan
sebagainya. Itu saya melihat wah luar biasa. Baru dari situ saya tahu, oh
jadi saya gak perlu komplain. Justru kalau sekarang ada yang punya anak
Down Syndrome saya bilangin, kasih adik secepatnya.
356 P: supaya ada yang membimbing ya bu? Salah satu upaya pengembangan
kemampuan anak yang
dilakukan adalah dengan
melibatkan anak dalam sanggar
(358-360)
Mengembangkan
kemampuan anak melalui
sanggar keterampilan
357
358
359
S: Iya, nanti justru dia yang akan membimbing kakaknya itu. Dan waktu
itu saya lebih mantap lagi karena waktu ada seminar ya, Keke itu ngisi
ini dari sanggar Bunga Melati itu, sanggar life skillnya Bu Lina, itu nari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
265
360
361
362
363
364
365
366
367
368
di Sardjito. Jadi kayak dokter-dokter anak se-Sardjito itu ngadakan
pertemuan. Mereka nari, kemudian ada seminar tentang optimalisasi
anak Down Syndrome. Bukan maksimalisasi. Terus di situ ada seorang
bapak itu yang ngacung angkat tangan. Dia bilang, kalau punya anak
Down Syndrome itu diadiki. Istilahnya dia pakai Bahasa Jawa. Karena
nanti yang ngajar bahasa itu juga adiknya. Saya waktu itu gak dong apa
yang dimaksud dia. Oh, segera dikasih adik, nanti adiknya yang ngajarin.
Oh ya benar saya terus ingat-ingat, saya ngalamin itu juga. Dan makanya
Keke tidak pernah terpuruk.
pengembangan keterampilan
hidup. Sedangkan salah satu
upaya pengembangan diri yang
ibu lakukan adalah melalui
seminar, sehingga pengetahuan
yang ibu miliki semakin
bertambah dan dikelilingi orang-
orang yang memberikannya
penguatan.
hidup
(360-368) Penguatan
pemahaman dari orang
sekitar
369 P: Selalu ada yang nemenin bu ya Ibu menyadari bahwa tidak
selamanya anaknya bisa
bergantung dengan orang lain
untuk dapat berkembang dengan
baik. Kesadaran tersebut ibu
dapatkan setelah merasakan
berbagai dampak negatif dalam
kehidupan sosial anaknya yang
sangat bergantung dengan
adiknya.
(373-382) Memiliki
kontak yang efisien
dengan realitas
(382-393) Ketergantungan
anak pada sosok
pendamping (adiknya)
(391 & 401-402) Dijauhi
teman sebaya
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
S: Iya, kalau kakaknya, itu jaraknya sudah terlalu jauh. 3 tahun, 7 tahun.
Itu sudah gak mungkin dia telaten liatin adiknya. Tapi justru ini yang
berkembang bersama-sama, ini yang akan terus mendampingi. Nah, tapi
ada satu titik di mana kedua anak ini harus dipisah. Ini saya juga belajar.
Setelah kelas 3 ya. Adiknya itu bilang sama saya. Mah, aku mau pindah
Jakarta. Karena dia dibisiki sama tantenya untuk pindah Jakarta. Saya sih
rela, saya sih gak apa-apa. Memang saya anaknya 4 ya. Kakak saya itu
sebetulnya gak punya anak, tapi dia ngambil anak. Ya udah saya gak
apa-apa, saya kasih sekolah ke sana. Ini kan seolah-olah kayak
dipisahkan to. Orang kan bilang ini sudah berkembang bagus kok
dipisah. Nah saya belajar lagi di situ. Waktu anak ini dipisah, mereka itu
harus punya pribadi sendiri-sendiri. Karena ternyata waktu seperti anak
kembar, dia pribadinya menyatu. Orang itu kenal Keke gak ada yang
kenal Keke. Kenalnya sama Lissy, adiknya namanya Alyssa. Semua
orang menyapa, menyapanya Lissy. Mau ngomong, ngomongnya dengan
Lissy. Gak pernah ngomong dengan Keke. Jadi Keke itu hanya bayangan
di belakang Lissy. Kalau Lissy sakit, Keke ini gak punya teman. Kita ke
gereja, itu selalu berdua duduknya. Saya bawain alkitab dua. Karena
Keke juga gak mau, dia mesti bawa to. Bawa alkitab dua. Nanti kalau
baca alkitab, Keke gak bisa buka, dibukain sama adiknya. Nah pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
266
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
suatu hari, saya melihat sendiri adiknya sakit, dia di rumah. Keke harus
sekolah Minggu sendiri. Gak ada yang mau jejer Keke. Duduk di
sampingnya itu gak mau. Pertama gak punya teman, kedua gak ada yang
bukain alkitab. Nangislah dia, sedihlah dia. Gak punya teman. Saya baru
lihat. Oh, ini gak boleh. Dan juga jadinya si adik ini harus momong terus
kakaknya. Main sepeda coba. Keke itu bisa main sepeda. Gara-gara juga
adiknya itu. Kita beliin otoped buat kakaknya, dia mainan otoped,
ternyata ini yang jual sepeda bilang, oh karena kemarin dia main otoped
jadi keseimbangannya bagus. Dia terus minta sepeda. Dia nyoba sepeda
adiknya bisa. Ya udah, belikan sepeda. Kita dulu di perumahan, di Jalan
Godean. Jalannya itu luas, mobil dua gini bisa. Ini anak-anak itu kalau
sore naik sepeda, rame-rame satu kompleks gitu. Nah tapi mana ada yang
mau main sama Keke.
403 P: karena kenalnya sama Lissy bu ya? Teman-teman sebaya anaknya
menganggap anaknya berbeda
dari mereka sehingga mereka
memperlakukannya dengan
kurang baik. Meskipun
demikian, salah satu temannya
lebih senang bermain dengan
anaknya karena karakter
anaknya yang tidak dominan.
Adanya peristiwa yang hampir
mencelakai anaknya membuat
ibu berusaha memberikan
pemahaman kepada anak
keempatnya mengenai
bagaimana seharusnya ia
menjaga kakaknya.
(405-411) Perlakuan tidak
menyenangkan dari teman
sebaya
(425-428) Perlakuan baik
karena karakteristik
pribadi anak yang baik
(431-436) Belajar dari
pengalaman
(443-446) Keprihatinan
ibu atas keterbatasan
kognitif anak
(448-453) Keterbatasan
sarana dan prasarana yang
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
S: karena Lissy kan pintar naik sepeda, naik sepedanya juga lancar. Nah
Keke kalau naik sepeda kan pelan. Gak ada yang mau nemenin Keke.
Dibiarin dia. Akhirnya dia pulang, nangis. Ditinggal sama teman-
temannya. Mama, aku mau naik sepeda, tapi teman-temannya lari semua
udah pergi semua.Ya udah yuk, naik sepeda sama mama. Saya jalan di
sebelahnya. Dia naik sepeda wong pelan sekali. Temannya itu muter
lewat lagi sambil ngetawain. Dibully dia. Ih naik sepeda kok kayak gitu.
Itu namanya gak naik sepeda itu. Naik sepeda kok pelan. Biarin toh, tak
bilangin gitu. Sudah kamu main aja sana, gak usah ngeributi. Jadi anak-
anak kecil itu sudah jahat sekali. Sudah ngebully semua. Mereka kan
tahu, bahwa Keke ini lain. Tapi kan adiknya gak merasakan itu. Terus
setelah itu, pada suatu hari Keke mau ketabrak mobil. Jadi pas naik
sepeda rame-rame, saya itu gak pake pembantu untuk ngantar. Adiknya
semua yang jagain. Pas naik sepeda sama-sama, ternyata Keke itu
ketinggalan. Nah ini teman-temannya termasuk adiknya ini tahu bahwa
ada mobil yang mau mundur. Mereka cepat-cepat ngebut. Keke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
267
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
ditinggal. Nah Keke kan mana tau ada mobil mundur. Dia kan jalan aja
terus enak-enak. Mobilnya mundur, persis di sepedanya dia. Untung ada
orang lewat, mobilnya dioprek-oprek suruh berhenti. Jadi pas katanya
roda itu pas di sepedanya Keke. Itu dokter kandungan itu yang bawa
mobil. Wah anak ini pulang sama temannya, sama adiknya. Temannya
tetangga juga di sana. Dia selalu main di rumah saya. Terus kalau main
itu selalu aku mau main sama Keke, aku gak mau main sama Lissy.
Ternyata apa, kalau Keke itu mainan gak rebut-rebutan. Karena dia diam
aja kan, dia tenang. Kalau adiknya itu gak boleh, itu punyaku, ini
punyaku. Nah terus dia pulang cerita, tante tante itu Keke ditabrak mobil.
Terus saya bilang sama adiknya, sekarang gini ya. Oke, naik sepeda
boleh naik sepeda. Keke ikut naik sepeda gak apa-apa. Belum selesai
saya ngomong kakaknya langsung jawab, kamu ngikutin Keke, kalau
Keke pelan ya kamu pelan. Ya gak gitu, saya bilang. Maksud mama gini,
kalau ada keadaan bahaya, kamu harus melindungi Keke. Jangan kamu
tinggal. Ini karena kamu tinggal Keke mau ketabrak. Harusnya kalau
kamu tahu ini ada mobil mundur kamu tarik Keke. Itu masih kelas 2 apa
3 gitu adiknya. Keke kebetulan langsung saya masukan ke SLB karena
saya tahu, saya tanya teman saya. Eh kalau masuk SLB gimana sih,
anakmu dulu gimana kok bisa masuk SLB. Anakku itu tak masukkan ke
sekolah biasa, ternyata dia gak naik. Tahun berikutnya, gak naik lagi.
Setelah itu gurunya bilang, anak ini harus disekolahkan di SLB. Kalau di
sini gak bisa. Gak bisa ngikuti. Jadi karena aku udah tahu anakku harus
ke SLB kenapa aku harus paksakan dia di sekolah normal. Aku udah tahu
dia Down Syndrome kok. Ya sudah langsung saya bawa ke SLB, terus
dia bilang. Bu ini tes IQ dulu. Tes IQ itu 24. Memprihatinkan ya. Ya
sudah hanya untuk tahu aja. Terus habis itu dia di sekolah SLB itu
ternyata TKnya 3 tahun. Terus waktu dia kelas 1 apa ya saya pindah
rumah. Karena pindah rumah saya pindahkan juga dia ke sekolah yang
lain, terus beda sekali. Sekolahnya yang lama lebih teratur. Kalau yang
Ibu juga belajar dari pengalaman
temannya dalam membuat
keputusan terkait pendidikan
yang akan diberikan pada
anaknya.
Pendidikan anaknya sempat
mengalami kendala terkait
sarana dan prasana pendidikan
yang tersedia di sebuah sekolah
serta kemampuan kognitif dari
anaknya sendiri. Meskipun
demikian, keterlibatan anaknya
dalam kegiatan pengembangan
kemampuan hidup membuat
anaknya cukup siap menghadapi
perubahan-perubahan dalam
dirinya.
memadai
(453-458 & 463-467)
Melakukan berbagai upaya
untuk pengembangan anak
(456-461) Upaya yang
berhasil meningkatkan
kondisi anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
268
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
baru itu satu kelas dicampur ada yang hiperaktif, ada yang autis, ada
yang down syndrome, ada yang slow learner. Satu kelas itu anaknya 10
apa 15, gurunya 1. Isinya itu cuma nyapu, bersih-bersih. Tempatnya itu
kotor sekali. Nah saya pindahkan lagi ke tempat yang baru.Waktu di situ,
saya lihat wah efektif sekali. Kelas satu yang besar itu dibagi 3. Dikasih
sekat. Dikasih kursi gitu tiga tiga. Satu kelas 3 orang, satu guru tiga
orang. Nah itu lah berkembang di situ. Mulai dari sana berkembang dia.
Suruh gambar, suruh ngelukis. Cuma yang susah, tidak bisa baca tulis.
Padahal kalau sore dia juga ikut yang di Bunga Melati itu, itu kan life
skill. Di situ diajarin pakai baju, roknya dikancingkan, ada retsletingnya,
mandi, dan bahkan memasang pembalut. Waktu diajarin itu dia belum
mens. Tapi begitu mens dia jadi sudah tidak takut, sudah tahu gitu. Nah
waktu itu ada teman saya yang buka kursus baca tulis. Dia bilang saya,
mbok anakmu dileskan baca tulis. Ah enggak ah, saya bilang gitu. Itu
kan untuk anak-anak TK yang mau masuk SD. Terus yang baca tulis itu
ditangani oleh psikolog juga. Jadi dia ada paketan untuk mata pelajaran
gitu, diharapkan tiap paket ada 6 bulan apa 1 tahun udah selesai gitu. Nah
Keke ini dilihat 1 paket belum selesai diulang lagi dari awal.
468 P: Ibu leskan juga jadinya di situ? Upaya yang ibu lakukan untuk
mengembangkan kemampuan
kognitif anaknya tidak hanya
melalui pendidikan formal, tetapi
juga melalui pendidikan
informal seperti kursus.
Penyedia kursus juga sangat
terbuka pada anak berkebutuhan
khusus sehingga ibu merasa
terbantu. Pendidikan informal
tersebut memberikan hasil yang
baik terhadap kemampuan
(469) Pendidikan informal
untuk peningkatan
kemampuan kognitif anak
(470-474) Dukungan
lingkungan sosial
(474-476) Keberhasilan
upaya meningkatkan
kondisi anak
(477-478) Tantangan
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
S: iya les di situ sampai 4 tahun. Saya bilang, nanti kalau anak ini sudah
bisa baca alkitab, sudah kita berhentikan. Dan kalau orang les-lesan itu
ya, menerima anak berkebutuhan khusus kan itu suatu tanda tanya besar.
Biasanya gak mau gitu lho. Masih kayak butuh kesabaran. Ini yang
penting anak ini datang, bayar sesuai peraturannya, itu dilayani terus dan
tidak ada komplain. Terus setelah 4 tahun saya lihat alkitabnya dibuka,
Matius gitu kan. Kalau Matius kan perjanjian baru di tengah-tengah itu.
Dia udah bisa nyari. Terus akhirnya sudah bisa baca tulis, selesai les baca
tulis saya leskan matematika. Tapi ternyata matematika gak bisa.
Matematika susah sekali lho untuk anak Down Syndrome itu. Sampai
sekarang gak bisa. Tapi dia jam bisa tuh cepat sekali itu. Diajarin di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
269
480
481
482
sekolahan pakai alat peraga gitu. Sampai SMA di sana. Terus banyak
saya dengar keluarga anak di sana orangtuanya cerai karena salah satu
gak mau punya anak seperti itu.
anaknya, meskipun tetap
memiliki keterbatasan pada
bidang tertentu.
keterbatasan kemampuan
kognitif anak
483 P: berarti ibu bersyukur ya bu keluarganya ibu semua mendukung Ibu selalu menanamkan pada
anak-anaknya untuk saling
memperhatikan terutama dengan
kondisi anaknya yang
mengalami Down Syndrome.
Dukungan dari anak-anaknya
yang lain cukup membantu
perkembangan anak ketiganya.
Upaya yang ibu lakukan demi
mendukung optimalisasi
perkembangan anaknya sangat
beragam, dan seluruh upaya
yang dilakukan ibu cukup
membantu optimalisasi
perkembangan anaknya.
Berbagai prestasi dan kemajuan
yang mampu didapatkan
anaknya berkat upaya-upaya
pengembangan kemampuan
yang dilakukan ibu sangat
membuat ibu merasa bangga.
Ibu menunjukkan minat terhadap
aktivitas fisik atau olahraga
terutama berenang, dan
(484-492) Dukungan
lingkungan sosial
(493-497, 511-513, &
520-547) Mengupayakan
perkembangan anak
melalui berbagai aktivitas
(497-508) Perasaan
bahagia atas peningkatan
kondisi anak
(541-542) Menunjukkan
minat pada aktivitas
tertentu
(543-545) Memiliki
kemampuan menganalisis
(543-545) Peningkatkan
konsentrasi anak melalui
aktivitas gerak dan lagu
(yoga, balet, piano)
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
S: iya ini kita juga buat ceritakan ke kakak-kakaknya, supaya kakaknya
care juga sama adiknya. Misalnya kan lulus SMA gitu ya, terus dia masih
nunggu toh. Kuliahnya masih nunggu atau liburan semester gitu, adiknya
les, dia yang nganterin. Pernah Sandy ini, mah, aku nanti mau gathering
sama teman-temanku ya. Kan dia main rubik. Nanti Keke pulang les
terus tak jemput terus tak bawa ya. Saya bilang, diajak gathering? Iya.
Saya tanya dulu, kamu gak malu punya adik Keke? Enggak, asyik kok
malahan. Aku bisa certain kok ini adikku kenapa-kenapa. Terus di situ
dukungan-dukungan itu membuat dia lebih pintar. Lebih gak terpuruk
gitu. Dan dia ternyata dari les-lesnya itu juga mendukung. Yang terakhir,
saya pernah leskan dia di musik, main piano. Main piano itu diajarin
yang ini do re mi fa sol, yang ini kord. Langsung di situ ada buku, kiri
dan kanan itu lain. Dan dia bisa. Terus ini yang ngajar bilang gini. Tante,
ini tuh bisa menyeimbangkan otak kanan dan kiri. Eh benar, habis itu dia
sms tuh kata-katanya betul. Tadinya ngawur-ngawur. Terus setelah baru-
baru bisa baca dulu itu kan ada banyak tulisan di jalan. Itu semuanya
keras-keras dibaca. Saya bilang, benar ya sekarang duniamu terbuka.
Kayak orang buta yang baru bisa melihat. Saya itu melihat Keke
beruntung ya. Dia bisa mendapatkan pendidikan yang sesuai. Jadi dia
bisa berkembang dengan baik. Dan juga ternyata itu tidak sia-sia dia
sekolah di SLB itu. Bukan sesuatu hal yang memalukan. Ternyata justru
dari itu banyak perkembangan yang terjadi. Bayangkan aja, SLB itu ada
lomba olahraganya. Jadi kalau anak-anak berkebutuhan khusus kan itu
ada special olympics. SOINA namanya, special olympics yang di
Indonesia. Jadi ditandingkan antar sekolah dulu, kemudian ditandingkan
antar provinsi, nanti baru maju ke nasional. Nah akhirnya pada suatu hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
270
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
gurunya di sekolah itu bilang, kita mau adakan renang. Keke tak ikutin.
Emang dari kecil, saya leskan renang semua anak-anak saya kan. Karena
ada adiknya saya leskan renang bareng adiknya berdua. Adiknya bisa,
Keke itu bisa bisaan aja. Meluncur aja dia bisa. Pakai papan suka-sukaan
aja dia. Pokoknya kakinya crawl bisa. Pokoknya pegangan papan
kakinya crawl. Nah waktu di sekolahan itu ada, guru olah raganya lihat.
Lho, Keke kok bisa? Yang lain-lainnya kan gak pada bisa. Ditanyain,
emang saya leskan. Sekarang gini bu, dileskan lagi, ini Keke harus lepas
dari papan ini. Kalau dia bisa renang, Keke bisa ikut pertandingan.
Karena dia tahu kalau anak-anak seperti ini, kalau dia bisa renang, itu
kemungkinan untuk ikut pertandingan itu besar sekali. Sedikit sekali
anak SLB yang bisa renang gitu lho. Apalagi di Down Syndrome. Down
Syndrome itu sudah satu poin lagi untuk bisa maju. Setahun kemudian
udah bisa siap untuk ikut pertandingan. Akhirnya dia bisa dapat medali.
Itu dari sekolah. Ada lagi yang luar biasa. Pada suatu hari, saya diberi
tahu sama Keke. Mah, aku mau main film. Main film apa? Ini, terus
dikasih kertasnya. Apa ini? Tadi udah latihan aku nanti jadi Ani. Wah,
saya masih ga dong. Ternyata ada ceritanya gini. Ada bapak-bapak
datang ke situ, ke sekolah. Jadi bapak ini punya anak tuna rungu. Sekolah
di situ, anak ini jadi pantomim. Tapi anak itu sudah lulus setahun yang
lalu. Lha bapaknya ini datang ke sekolah itu untuk cari anak yang bisa
main film. Anak berkebutuhan khusus yang bisa diajak main film.
Akhirnya dipilih, dipilih, dipilih, Keke yang dipilih. Nah itu untuk
mimbar agama Katolik. Ya mungkin dicari yang anak Kristen atau
Katolik kan gitu. Saya sendiri juga kan asing karena saya Kristen bukan
Katolik. Terus benar disuruh main mimbar agama Katolik. Saya sampai
wah kok bisa ya. Sampai dikasih cd-nya segala. Terus dia kan di klubnya
Bu Lina Bunga Melati itu ikut balet. Dan ternyata gerak dan lagu, dia
menyesuaikan gerakan, nari ya, itu adalah melatih otak. Jadi anak-anak
ini berkembang dengan latihan-latihan itu. Nah kalau dengan yoga,
mendorong anaknya untuk aktif
pula dalam kegiatan-kegiatan
fisik khususnya berenang.
Lingkungan sekolah yang sesuai
sangat memberikan peluang dan
kesempatan bagi anaknya untuk
berkembang.
Ibu kurang memahami manfaat
yoga secara khusus pada
perkembangan anaknya, namun
dapat menganalisis manfaatnya
dengan mengaitkan pada
aktivitas-aktivitas yang serupa
seperti dalam olahraga, balet dan
piano.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
271
540
541
542
543
544
545
546
547
awalnya saya gak terlalu care ya apakah ada hubungannya apa engga.
Tapi karena saya emang suka olah raga ya, saya paling suka berenang.
Jadi kalau olah raga pasti ada manfaatnya ke tubuh lah. Yoga kan olah
raga juga ya. Kalau Keke karena ada penyesuaian dengan musik bisa
menambah konsentrasi juga, mirip seperti yang main piano itu dan gerak
dan lagu seperti di balet. Tapi yang jelas dengan banyaknya kegiatan-
kegiatan ini dia sudah berkembang sendiri. Dan saya juga jadi mudah.
Kan Keke ikut life skill itu, waktu life skill nya selesai, baru ada yoga.
548 P: berarti ikut yoganya sejak kapan ibu? Salah satu upaya yang dilakukan
ibu untuk pengembangan
anaknya adalah yoga. Melalui
yoga, ibu melihat manfaat yang
didapatkan terkait pula dengan
bentuk-bentuk terapi atau
aktivitas lainnya seperti terapi
wicara. Yang terpenting ibu
melihat anaknya gembira saat
melakukan aktivitas yoga. Ibu
juga merasakan dengan secara
langsung terlibat dan beraktivitas
bersama anaknya, ibu bisa
melatih kesabarannya secara
pribadi. Kesabaran yang muncul
selama menghadapi anaknya
juga berdampak dalam cara ibu
menghadapi masalah secara
umum dalam hidupnya.
Ibu juga meyakini dengan
mampu berpikir secara lebih
(551-552) Yoga sebagai
sarana menjalin relasi
(552-557) Yoga sebagai
kegiatan yang
menyenangkan bagi anak
(557-561) Yoga sebagai
sarana latihan pernapasan
(563-573) Yoga bersama
anak melatih kesabaran
ibu
(574-578) Memiliki
kemampuan menghadapi
tekanan
(578-579) Memiliki
kontak yang efisien
dengan realitas
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
S: kalau yoga itu kan udah lama, mungkin 6 tahun ya. Tapi saya baru
ikut bareng dia yoga setelah saya pensiun jadi baru dua tahunan ini lah.
Itu dari awal bareng sama Arin sampai mereka kalau ketemu berdua
benar-benar bisa ngobrol lama, ketawa-ketawa bareng. Selama yoga dia
senang sekali. Karena memang yoganya itu di situ diselipin permainan-
permainan. Dan misalnya tebak-tebakan, sebutkan buah, negara gitu. Jadi
di situ dia sudah lumayan ikut aktif ikut nyebut. Ikut ngitung. Terus
diselip-selipin juga bagian-bagian tubuh. Makanya menyenangkan ada
mainan-mainannya juga. Terus nanti latihan pernapasannya disuruh tiup
nanti suaranya keras aaaaa gitu terus apa. Yoganya itu tidak seperti anak-
anak besar yang serius. Jadi di situ anak-anak teriak-teriak, heboh
pokoknya. Dan ternyata itu jadi kayak terapi wicara juga buat Keke ya
kayak yang di Harapan Kita dulu jadi ngomongnya makin jelas. Dan
yang namanya Keke kalau tidur gak bisa dibangunin. Yang terakhir
savasana itu sampai ngorok. Dan dari kegiatan itu, karena saya baru
secara benar-benar full ikut kegiatan bareng Keke setelah pensiun, saya
dari Keke belajar sabar. Saya jadi orang yang luar biasa sabar. Saya
merasakan itu. Dan saya merasa ini saya belajar, dan ini belajarnya dari
Keke. Kan saya pernah bilang, kalau anak biasa itu sekali dua kali sudah
bisa. Kalau Keke mungkin harus ngulang 10 kali dulu. Kan kita kalau
ngulang 10 kali mungkin bosan. Kita akan marah, kalau orang biasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
272
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
596
597
598
599
mungkin akan marah. Tapi kalau saya marah, kalau kita targetnya anak
itu harus bisa, kita akan ulang dengan kasih. Nah inilah yang
menyebabkan pada saat kita mengulang, pada saat kita mengajari, itu kita
belajar sabar. Dan akhirnya menghadapi semua masalah saya bisa sabar.
Dengan artian, pertama ya kalau orang melihat masalah seperti ini marah
dulu. Ini ga, bisa tenang terus berserah pada Tuhan dan sebagainya.
Terus mikir, aku harus cari jalan keluarnya kayak gimana. Ini bisa gak
dicoba, itu bisa gak dicoba dan sebagainya. Jadi ada eksplorasi diri untuk
memecahkan itu dulu. Kalau memang sudah gak bisa ya kita cari
bantuan. Jadi ke permasalahan lain juga, gak cuma di Keke. Tapi untuk
sampai di situ ya perjalanannya panjang. Dulu pernah ya Keke itu tiap
tak ajak ke gereja yang baru habis pindah pasti tutup muka. Karena
memang dia minder waktu datang ke situ. Kemudian pada suatu hari
pendetanya datang ke sini. Terus dibilangin, ibu, saya mau bikin film.
Bikin sinetron tentang anak-anak berkebutuhan khusus. Saya boleh gak
ngambil Keke untuk jadi salah satu pemerannya? Oh iya boleh. Nanti
tapi ngambil syutingnya di sini ya bu. Jadilah syuting di rumah ini.
Semua kehidupannya Keke itu disyuting. Jadi mulai dari bangun tidur,
makan pagi, sekolah, les, lesnya diajari balet itu disyuting semua. Terus
dia pulang lagi, terus dia kegiatannya apa. Itu difilm semua. Terus wah
saya sampai diwawancara segala. Perasaannya ibu gimana punya anak
kayak gini. Terus setelah itu, mengajak bermain bersama anak-anak SLB
dengan anak yang ada di gerejanya itu. Main balon, main apa gitu lho.
Jadi digabung. Anak sekolah minggunya itu digabung anak yang normal
dengan anak yang berkebutuhan khusus digabung, diajak main sama-
sama. Ternyata itu maksudnya tu mengenalkan anak-anak biasa itu ke
anak-anak kalau kamu itu punya teman lho, seperti ini. Mereka itu gak
sama dengan kamu. Tapi mereka perlu kamu sayang, kamu ajak main.
Sederhana kan? Kamu ajak main, wong judulnya bermain bersama dan
bernyanyi bersama. Terus latihan nyanyi sama-sama. Terus hari terakhir
tenang dan berserah pada Tuhan
maka solusi dari masalah akan
bisa ditemukan. Meskipun
demikian, ibu tidak menutup
kemungkinan untuk meminta
bantuan pada orang lain dalam
menyelesaikan masalahnya.
Ibu telah merasakan bagaimana
kekurangan anaknya
menjadikannya sangat terbatas
dalam berbagai hal salah satunya
dalam pergaulan dan kehidupan
sosial. Di sisi lain, bantuan dari
orang-orang yang tepat sangat
berdampak baik pada
kepercayaan diri dan sikap sosial
terhadap anaknya. Metode yang
tepat dalam pendekatannya juga
bisa menunjukkan bahwa
anaknya dapat beraktivitas
secara normal seperti anak-anak
lainnya.
(575) Keyakinan spiritual
yang menguatkan
(580-582 & 604-606)
Tantangan menghadapi
rasa rendah diri anak
(582-597 & 608-617)
Dukungan lingkungan
sosial
(617-619) Perasaan
bahagia atas penerimaan
lingkungan sosial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
273
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
kebaktian itu, anak-anaknya datang semua, nyanyi di depan sama-sama.
Wah kita ngelihatnya sampe nangis. Pendetanya juga sampai nangis.
Karena ternyata ngajak anak nyanyi ke panggung itu susah. Keke itu gak
mau. Masuk ke dalam gereja aja gak mau. Pak pendetanya bilang ini
Keke belum ada nih. Mana Keke, gitu. Keke harus masuk. Terus Keke
ini kakaknya yang besar lari ke belakang, Kekenya nangis di belakang.
Akhirnya diajak ngomong, dibujuk, dia mau nyanyi. Akhirnya setelah
semua selesai nyanyi, pendetanya nangis. Terharu sekali. Untuk anak-
anak seperti ini itu susah memang. Nah itu filmnya diputar di gereja
setiap minggu itu hanya 15 menit. Sampe 6 atau 5 episode. Ternyata itu
membangkitkan motivasi untuk anak-anak ini, apa, jemaatnya itu juga
care gitu lho. Nah setelah itu, inilah terjadi pembentukan pribadinya
Keke. Semua orang di gereja kenal Keke. Tapi kenalnya dengan kesan
yang baik. Anak-anak kecil yang teman sekolah minggunya itu, Ke, nanti
sekolah minggu ya. Terus Keke jawab, sudah cukup jelas waktu itu
ngomongnya, karena terapi wicara dan pernapasan di yoga itu. Terus si
anak yang ngajak ngomong tadi bilangnya, iya, nanti ya. Dia care dengan
Keke. Saya ngelihatnya sampai, aduh, inilah yang aku inginkan, aku
rindukan. Anak-anak itu semua mau main dengan Keke. Mau ngomong
dengan Keke. Tadinya kan saya sampai sedih to. Yang anak-anak naik
sepeda itu, saya mau ngomong apa sama orangtuanya? Apa saya harus
datengin rumahnya? Kan gak mungkin. Terus waktu di gereja ya, semua
orang waktu itu sudah kenal Keke. Adiknya waktu itu sudah mulai di
Jakarta. Tapi ikut film itu juga karena pas liburan. Nah sampai ada anak
PKL di pabrik saya tanya, ibu ibunya Keke ya? Lha kok tau, iya saya
satu gereja juga. Sampe satu gereja tau Keke, sayang sama Keke. Keke
jadi senang sekali Keke gereja. Dengan cara film ini benar-benar bisa
masuk untuk mengajarkan anak-anak tentang kondisinya Keke. Empati
itu memang harus ditumbuhkan, diajari gitu. Ya benar di situ pribadinya
dia jadi terbentuk. Dia punya teman. Dia bisa ngomong ini-itu. Dia bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
274
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
640
641
642
643
644
645
646
647
648
649
650
651
diterima di mana-mana. Terus pada suatu hari di sana itu ada kegiatan
tari-tarian anak-anak. Ada anak dari luar kota datang kemudian di situ
ditambahin dari anak sekolah minggu ikut nyanyi, ikut drama, atau apa.
Saya masukkan Keke. Saya mikir nih, keke diajak nyanyi juga gak
mungkin. Ikut drama juga susah. Keke kan bisa balet. Jadi saya
masukkan. Saya bilang, saya mau ketemu panitianya siapa. Saya mau
masukkan acara satu, Keke balet. Saya kasih CD-nya, kamu lihat dulu
Keke balet seperti ini. Semua yang nonton, yang anak-anak kecil itu
bilang kayak gini. Huh, balet kok koyo ngono. Tapi orangtuanya pada
nangis. Orangtuanya pada terharu, karena mereka sudah lihat filmnya,
sekarang lihat oh Keke bisa kayak gitu. Itu guru sekolah minggunya buka
CD-nya langsung ma’ deg. Ini Keke lho yang nari. Ternyata dia bisa
seperti anak lainnya. Oh dia mantap untuk menampilkan itu. Dan luar
biasanya lagi ya guru sekolah minggunya ini, ibunya kan ngajar di SLB.
SLB yang waktu diajak anak-anaknya datang ke situ. Si anak itu wong
sudah lulus IT UKDW, sudah kerja di LG, guru sekolah minggunya ini.
Tapi dia senang sekali ngajar anak-anak di sekolah minggu. Terutama
Keke itu, Keke dekat sekali sama anak ini. Yang luar biasa dari mbak
Tyas ini namanya, dia keluar dari kerjaannya, dia sekolah S2 di psikologi
UGM. Saking dekatnya. Dia kayak merasa itu duniaku gitu. Keke bisa
membawa dan juga mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Ini juga
ada karyanya Keke tak tunjukin.
652 P: Keke yang melukis ini bu? Bantuan orang yang tepat juga
bisa mendukung untuk
mengembangkan kemampuan
anaknya secara optimal.
Kemampuan yang berkembang
dengan baik tersebut sangat
membanggakan ibu.
(665-670) Dukungan
lingkungan sosial
(671-673) Mendukung
sepenuhnya aktivitas anak
(689-693) Perasaan
bahagia atas pencapaian
653
654
655
656
657
658
659
S: Iya, pakai kanvas. Jadi ini ada ceritanya ini. Ini kan ada guru, jadi dia
itu orang ISI. Suaminya itu dosen ISI. Nah si ibu ini tuh jadi majelis di
gereja dekat sini itu ngadakan les lukis untuk anak-anak. Saya langsung
Keke ikut. Saya pernah nemenin sekali, ya cuma disuruh gambar,
ngewarnain gitu. Gurunya bukan ngarahkan kamu gambar gini gini gini,
engga. Terserah, dibebaskan anaknya mau gambar apa dibiarin. Yuk,
sekarang ngewarnain. Nanti diajarin ngewarnainnya gini ya. Cuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
275
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
677
678
679
680
681
682
683
684
685
686
687
688
689
dikasih teknik-tekniknya. Terus pada suatu hari pameran. Itu dipamerkan
lukisannya Keke sudah dipigura itu. Dipamerkan terus dijual siapa yang
mau beli. Langsung papanya punya Keke dibeli semua. Orang kita kan
senang ya. Terus habis itu sayangnya bubar, bukan karena anaknya habis
tapi ibunya ini punya cucu, cucunya di Jakarta disuruh nemeni. Awalnya
sih saya gak terlalu peduli juga ya to. Pada suatu hari si ibu itu datengin
saya di gereja. Si guru lesnya itu, bilang bu, Keke itu antar ke rumahku.
Aku nanti ajarin dia ngelukis pakai kanvas. Itu sampai berbulan-bulan
saya biarin. Gak tak antar. Eh, pada suatu hari kita pergi paskahan
bersama, pergi ke Borobudur atau ke mana gitu ya, nah dia itu sebelah
saya duduknya. Ketemu lagi, bilang lagi. Wah ini serius benar-benar.
Saya cari rumahnya, saya datengin rumahnya, saya ajak Keke ke sana,
terus saya ajak omong-omong, saya harus beli ini ini ini. Kemudian
minggu depannya saya belikan semua dan ya udah, diajarin lukis dia.
Ternyata Ibu itu sudah melihat waktu melukis di gereja. Keke itu bisa
dikembangkan, punya potensi. Saya gak tahu dia melihatnya dari mana.
Dan memang dia tipenya gak mengarahkan, tipe orang ISI yang gitu
dibebaskan aja biar kreativitas anaknya yang keluar. Saya bilang anu, bu
ini terlalu tebel terlalu apa. Terus dia bilang biarin, biar keliatan ini ada
teksturnya. Keke kok gambar gitu toh, terus dia bilang gak apa-apa bu,
justru ciri khasnya dia adalah gambar anak-anak. Ada lho bu pelukis
yang isinya gambar anak-anak. Namanya Erika ternyata terkenal. Tapi
kadang-kadang dia ngawur, begitu datang dia gak punya ide apa-apa.
Dibukain youtube gak mau, google gak mau. Terus dia lihat kiri-kanan
dia lihat pohon natal, langsung dia gambar pohon natal itu. Tapi dikreasi
sendiri diwarna-warna gak karuan. Jadi satu lukisan ini dia bisa datang
sebulan. Dan ini kalau jelek ya, diulang lagi. Pernah sekali habis dia
nonton finding dory, dia bilang mau lukis kapal. Gak jelas sekali
awalnya. Terus dia tambahin ikan macem-macem, diwarna berkali-kali,
terus terakhir ditulisin finding dory gitu. Kita ketawa semua oh ternyata
anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
276
690
691
692
693
itu yang mau digambar. Terus saya pernah tunjukin fotonya ke guru lukis
di gereja. Terus dia bilang, bu ini 3 dimensi, bagus sekali lukisannya.
Saya beli ya. Saya pikir waduh, saya mau pameran saya gak mau jual-
jual lukisannya.
694 P: Oh ibu pingin bikinin pameran untuk Keke? Berdasarkan kemampuan yang
ditunjukkan anaknya, ibu ingin
memberikan sebuah wadah
untuk mengapresiasi pencapaian
anaknya tersebut melalui
pameran lukisan.
Pencapaian yang berhasil diraih
anaknya telah melalui proses
yang tidak mudah bagi ibu,
terutama terkait dengan kondisi
emosi anaknya.
Meskipun harus melalui
berbagai hambatan, ibu merasa
dengan gigih mengupayakan
yang terbaik bagi anaknya,upaya
tersebut akan memberikan hasil
yang baik pada peningkatan
perkembangan anaknya.
(694-696) Memiliki tujuan
hidup yang wajar
(702-704) Tantangan
menghadapi emosi anak
yang kurang stabil
(714-729) Peningkatan
kondisi anak sebagai
penguatan
695
696
697
698
699
700
701
702
703
704
705
706
707
708
709
710
711
712
713
714
715
716
717
718
719
S: iya karena saya udah ngomong-ngomong sama ibu pelatih lukisnya.
Dipamerkan saja, banyak sekali lukisannya Keke. Pernah lagi ibunya
bawa, cucunya itu punya buku ini pemadam kebakaran. Dikasihkan ke
Keke, kamu gambar ini aja ya. Kemudian dibuka-buka, dilihat-lihat,
kemudian baru dia gambar. Gambarnya itu ada orang ada mobil
pemadam kebakaran, tapi gambarnya itu gak jelas kalau itu pemadam
kebakaran. Tapi setelah selesai jadi lucu gambarnya, jadi bagus. Tapi
baru 5 menit gambar, ma, pijetin, aku capek. Udah dipijetin terus baru 30
menit ma, aku capek mau pulang. Wah ini kayak seniman beneran ini,
Seniman kalau gak mood ya gak mau kerja. Inilah saya pingin
mengembangkan semua yang dia suka. Sebenarnya di suka masak, tapi
kalau masak itu ngawur. Merica ketumbar dimasukin utuh-utuh. Dia gak
tahu jenis-jenis bumbu itu. Kalau disuruh malah gak mau. Terus
sekarang ini kan dia udah gak sekolah. Sukanya nonton TV. Nanti dia
jam-jam segini dia masuk kamar karena TVnya udah selesai acaranya
yang dia suka, dia masuk kamar, dia nyatetin. Nyatetin dia buka youtube,
lirik lagu. Jadi kalau pagi itu dia senang nonton inbox, atau dahsyat, terus
dia bawa buku. Judulnya dan penyanyinya dicatat. Nanti liriknya dicari.
Kalau dia kepingin nyanyi lagu itu, dia bisa buka yang lagu. Nanti kalau
nyatet dia baca diliriknya. Saya ajari pakai komputer. Liriknya di blok
dulu, nanti dimasukkan di word, nanti diprint. Bisa dia. Jadi kalau saya
bisa ngomong ya, ke orangtua yang punya anak Down Syndrome gitu.
Punya anak Down Syndrome itu bukan the end of the world. Jadi kita
jangan menutup diri, menutup anak itu. Itu harus dibuka dan
dikembangkan. Saya begitu mengikuti seminar itu, optimalisasi itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
277
720
721
722
723
724
725
726
727
728
729
dalam hati saya, aku harus bisa optimal, kalau bisa lebih dari optimal.
Ada teman saya yang bilang, Down Syndrome umur 12 udah mentok gak
bisa diajari apa-apa. Gak percaya saya. Saya lihat sendiri, umur berapa
itu kakak saya bilang, beliin kamus. Kamus itu buku bahasa Inggris, ada
gambar-gambarnya, di situ ada tulisannya. Dia baca itu, dia hafalkan, dan
bisa. Itu sudah umur 12 lebih itu. Saya pikir ternyata anak ini bisa
dikembangkan lebih dari apa yang kita pikirkan. Kayak pernah waktu itu
saya potong belimbing terus saya tanya dia ini buah apa, dia malah
bilangnya starfruit. saya aja gak tau starfruit. Banyak hal yang
mencengangkan.
730 P: Jadi seperti penghiburan ya buat ibu Ibu merasa puas dengan hasil
perkembangan yang ditunjukkan
oleh anaknya. Ibu juga
menyadari bahwa jika ibu ingin
anaknya mencapai sesuatu, ibu
juga harus berusaha keras untuk
mewujudkan hal tersebut.
Keterlibatan anaknya dalam
berbagai kegiatan merupakan
salah satu upaya ibu untuk terus
mengembangkan kemampuan
anaknya. Meskipun sempat
mengalami kendala dalam
beraktivitas bersama anak
normal, pemahaman dan
kesempatan yang tetap
diberikanoleh lingkungannya
membuat ibu merasa anaknya
tidak dibatasi dalam proses
(731-732) Memiliki tujuan
hidup yang wajar
(731-736) Peningkatan
kondisi anak sebagai
alasan terus berjuang
(736-743, 749-751 & 772-
778) Dukungan
lingkungan sosial
(752-764 & 778-780)
Perasaan bangga atas
pencapaian anak
(785-787) Mengupayakan
kebersamaan dengan anak
(790-793) Berkontribusi
terhadap komunitas
731
732
733
734
735
736
737
738
739
740
741
742
743
744
745
746
747
748
749
S: iya. Jadi rasanya gak sia-sia perjuangan kita. Kadang-kadang saya
mikir, aku pengen Keke bisa begini, aku harus berjuang untuk itu. Kayak
yang tadi toh, dia sampai bisa pentas di gereja. Kan kalau aku gak
berjuang, gak mungkin mereka kenal Keke. Untuk bisa kok bisa balet
seperti itu kan gak mungkin ada orang yang tahu. Nah saya harus
berjuang untuk itu. Sekarang kan dia juga ikut ini kelompok Naritari.
Kelompok Naritari itu sampai pentas di TV juga. Kelompok Naritari itu
seniman tari sebetulnya isinya. Jadi ada anak UNY, ISI, guru-guru tari.
Itu yang koordinatornya itu anaknya seniman Saptorahardjo. Jadi
ceritanya dulu mereka buat workshop, terus anak-anak berkebutuhan
khusus diberi undangan dari sekolah. Itu dari sekolahan lagi Keke bisa
berkembang ikut ini. Itu pada awalnya, guru tarinya ikut nari. Nah guru
tarinya itu diberikan undangan, undangannya itu diberikan saya untuk
nganter Keke. Jadi Keke ikut nari di situ. Terus saya bilang ini kok cocok
ya, Keke kan sudah ikut balet, dia sudah biasa balet, terus dia disuruh
ikut nari. Tapi ternyata ini narinya lain dari yang lain, diminta
improvisasi. Lha apa yang diharapkan dari anak Down Syndrome bisa
improvisasi. Anak itu kan hidupnya dari mencontoh. Disuruh improvisasi
ya celaka to. Cuma bisa lari ke sana ikut lari ke sini ikut. Tapi tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
278
750
751
752
753
754
755
756
757
758
759
760
761
762
763
764
765
766
767
768
769
770
771
772
773
774
775
776
777
778
779
diperhitungkan. Mereka gak mebedakan wah anak ini narinya jelek, anak
ini Down Syndrome. Enggak ada. Itu bisu tuli ada, pakai kursi roda ada.
Dan terakhir DAAI TV itu membuat syuting Naritari selam tiga hari.
Dibuat acara khusus. Jadi ceritanya sebelumnya itu mereka sudah
mengadakan tari di LIP, Keke itu salah satunya. Dibuatkan salah satu
topik. Dia dari baletnya itu diambil. Karena mereka lihat, Keke ternyata
kalau improvisasi gak bisa. Tapi kalau diputarkan lagu dimana dia sering
gunakan itu untuk balet, itu dia bisa. Nah lagunya Bunda. Nah
diputarkanlah lagu Bunda, mereka improvisasi. Keke dibiarkan nari balet
mereka improvisasi di sampingnya. Dibuat cerita gitu lho. Terus itu jadi
satu tema sendiri gitu lho. Terus ada beberapa acara nari gitu, dalam
pentas itu nah salah satunya Keke. Terus setelah mereka ngadakan acara
itu gak tahu gimana SCTV datang. Datang meliput latihannya 2-3 kali
terus anak-anak itu disuruh ngomong, nari, disyuting satu-satu dan
sebagainya. Sosok Tokoh namanya itu hari Minggu. Terus ternyata ada
gemanya, karena keluar di SCTV. Setelah itu banyak orang yang lihat,
banyak orang yang peduli. Oh ternyata ada kelompok yang seperti itu. Ini
kan kelompoknya anak normal ngajakin anak-anak berkebutuhan khusus.
Dan mereka bersama-sama gitu lho. Dan setelah itu ada lagi workshop
dari Amerika. dan ngajak juga anak-anak berkebutuhan khusus. Itu
tampil juga Keke di sana. Waktu di UNY banyak yang nari karena guru-
gurnya juga ikut nari. Tapi waktu pentas gurunya ilang semua karena
ternyata cuma buat ngancani aja. Tapi pentas ya bisa. Dan hebatnya lagi,
ini yang pentas seniman dari ISI sama UNY, tariannya susah. Terus
tampilnya dari ISI, UNY, habis itu SLB. Terus saya mikir ya ampun ini
gak ada bandingannya apa-apa to ya. Tapi kok mereka mau. Itu yang luar
biasa. Ada orang yang mau menurunkan apa ya namanya, kan kalau kita
kan jaga gengsi gitu ya. Aku kan penari terkenal, namanya aja ISI,
kenapa narinya sama anak SLB. Keke sampe bilang gini, Aku nari lho
sama bule. Itu setiap kegiatan itu saya masukkan di FB. Bisa liat FB
pengembangan kemampuannya.
Keterlibatan anaknya di berbagai
kegiatan membuat ibu juga aktif
terlibat di berbagai komunitas
yang berkaitan dengan
kebutuhan khusus. Ibu merasa
bisa belajar banyak dan berbagi
dalam komunitas-komunitas
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
279
780
781
782
783
784
785
786
787
788
789
790
791
792
793
794
795
796
797
saya. Jadi setelah itu ada gaungnya lagi. World dance day. Itu diadakan
di ISI Solo setahun sekali. jadi itu ada banyak sekali kelompok tari yang
mendaftarkan diri. Tahun lalunya, Naritari itu sudah daftar tapi tidak
diterima. Yang tahun ini, malah mereka dikasih undangan. Itu karena
gaungnya itu yang sama SLB. Terus DAAI TV itu juga masih lanjut lagi,
dia ajak anak-anak berkebutuhan khusus yang lain mau ditambah. Udah
mulai latihan, untuk nanti Oktober pentas di LIP. Sekarang saya udah
pensiun ya, jadi banyak waktu untuk menemani dia. Jadi gak terpuruk
gitu. Gak diem aja, tetap banyak kegiatan. Jadi memang untuk anak
seperti ini itu memang harus banyak kegiatan. Kalau gak ada kegiatannya
malah mundur lho. Yang penting hepi anaknya. Sekarang saya juga ikut
banyak komunitas. Sekarang saya ikut komunitas perspektif. Orangtua
anak berkebutuhan khusus yang aktif. Saya juga ikut deaf community
juga. Saya juga belajar banyak dari mereka. Kelebihannya juga banyak.
Ada orangtuanya yang ikut Naritari itu banyak terharu. Anakku kok
dipake, bisa diajak. Memang semua ada kelemahan dan kelebihannya
masing-masing. Aku juga sering mikir anak ini dipakai luar biasa sama
Tuhan.
798
799
P: dari semua yang terjadi sama ibu, sekarang gimana ibu memandang
kehidupan ibu?
Ibu benar-benar mendedikasikan
waktu yang ia miliki saat ini
untuk menemani dan mengatur
kehidupan anaknya, karena ibu
juga merasa bahwa dulu dirinya
sangat memiliki waktu yang
terbatas dengan anaknya.
Kondisi kesehatan anaknya yang
sedikit mengalami gangguan
menjadikan ibu semakin yakin
memberikan waktunya
(800-802) Memberikan
waktu yang berkualitas
bersama anak
(803-804) Menunjukkan
minat pada aktivitas
tertentu
(804-809) Fokus pada
pengembangan anak
(810-815) Mendisiplinkan
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
S: setelah pensiun saya lebih dekat dengan Keke ya. Karena saya bisa
ngantar ke mana-mana dan nungguin. Mau sampe berapa jam ya tak
tungguin gitu. Dan dia juga setengahnya dalam tanda kutip “dipaksa”
untuk ikut berenang. Sebetulnya yang senang berenang itu saya. Saya
juga dulu ikut kompetisi sampai dapat medali juga. Tapi dia saya ajari
sampai dia bisa dan dia akhirnya ikut lomba dan sekarang dia harus
latihan. Karena untuk olah raga. Kalau engga dia sama sekali gak ada
olah raga. Ya paling masih yoga dengan baletnya itu masih olah raga ya.
Tapi dia penting juga harus berenang. Kalau misalnya diturutin dia gak
mau ngapa-ngapain. jadi saya bisa lebih ngontrol sekarang. Terus juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
280
810
811
812
813
814
815
816
817
818
819
820
821
822
823
824
825
826
827
828
829
830
831
kebetulan kan setelah saya pensiun terus dia sakit gula. Jadi tahun berapa
ya, 2016 kayaknya bulan Juli itu dia kena gula, kemudian sampai
mondok, nah setelah itu kemudian saya benar-benar harus ngawasin dia
makan, ngatur makanannya, nasinya, dan sebagainya. Kalau engga dia
akan ngawur. Kalau saya pergi aja dia ngambilin sembarangan gitu. Dan
dia tahu itu gak boleh tapi dia makan. Kalau dulu saya cuma bisa ngantar
berangkat sekolah. Setelah itu dia les dan sebagainya saya udah gak bisa
nungguin. Dan saya kadang-kadang gak sempat baca kan biasanya dari
gurunya itu ada tulisannya. Saya dulu itu pernah ada dokter, di klubnya
down syndrome itu, ada dokter anak yang datang. Dia itu bilang gini:
ibu-ibu, bapak-bapak, anda itu orang yang terpilih. Dipilih oleh Tuhan
untuk menjadi orang sabar, dengan cara diberi Tuhan anak seperti ini.
Jadi pertama itu terpilih. Kalau kita gak bisa belajar sabar itu gak
mungkin akan dipilih. Kalau kita akan langsung stress, atau mungkin jadi
gila, itu gak mungkin akan diberi masalah seperti ini. Jadi semakin berat
masalah yang kita hadapi, Tuhan sudah tahu. Jadi Tuhan tidak mungkin
memberikan masalah lebih berat daripada kekuatan kita. Kalau Tuhan
tahu kekuatan kita sekian ya kita diberi sekian. Tapi kalau Tuhan tahu
kekuatan kita lebih dari itu ya kita akan dikasih masalah yang lebih berat.
Tapi dari masalah itu kita bisa meloncat, mendapatkan mungkin jalan
keluar yang lebih hebat. Jadi naik kelas gitu istilahnya, karena ada ujian
itu.
sepenuhnya untuk fokus pada
kehidupan anaknya.
Keyakinan bahwa Tuhan hanya
memberikan cobaan besar pada
orang-orang terpilih membuat
ibu semakin ikhlas dan kuat
dalam menjalani kehidupannya.
untuk menjaga kesehatan
anak
(815-817) Keterbatasan
waktu karena pekerjaan
(818-828) Keyakinan
spiritual yang menguatkan
832
833
P: kalau diberikan skala 1-10, kepuasan hidup ibu ada berapa? dan
kenapa bisa mengatakan begitu?
Ibu merasa puas dengan
kehidupannya meskipun harus
menghadapi berbagai masalah.
Salah satu hal yang membuat ibu
merasa puas adalah ia telah
mampu berserah pada Tuhan dan
menyerahkan segala hal pada
kehendak Tuhan.
(834-838) Mampu
mengatasi tekanan
(839-843) Keyakinan
spiritual yang menguatkan
834
835
836
837
838
839
S: kepuasan saya 10, sudah puas. Banyak hal yang bikin saya merasa
seperti itu, Keke salah satunya. Dan itu Keke yang menjadi dasar bagi
saya untuk bisa menghadapi semuanya. Masalah saya tidak hanya itu,
ada masalah yang lebih besar lagi, lebih berat lagi. Itu saya bisa
melewati. Ya memang belum selesai, tapi saya belajar banyak berserah
pada Tuhan. Dan sekarang ini saya banyak bilang, Tuhan, terserah. Saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
281
840
841
842
843
tidak bisa menyelesaikan ini, saya angkat tangan Tuhan, Tuhan yang
turun tangan. Terimakasih. Dan tidak semuanya dijawab oleh Tuhan.
Saya merasa makin lama kita makin beriman makin bertakwa kepada
Tuhan, makin kita berserah. Kepuasan hidup saya dari berserah juga.
844
845
P: lalu bu, kalau misalnya ibu dikasih kekuatan untuk mengubah sesuatu
di kehidupan ibu apa ada yang ingin diubah?
846
847
S: ya jelas ada, tapi mungkin gak perlu dijelaskan. Tapi ada yang tidak
memuaskan. Tapi tidak ada hubungannya dengan Keke.
848 P: kalau ibu menilai diri sendiri seperti apa? Ibu menyadari kelemahannya
dalam bersikap tegas dan inferior
di depan orang lain. Cara ibu
mengatasi inferioritas tersebut
adalah dengan berprestasi dan
memiliki pekerjaan yang baik.
Ibu juga menyadari darimana
perasaan inferior tersebut
berasal.
Ibu menyadari segala pelatihan
dan pendidikan yang berat akan
membuatnya terbiasa
menghadapi kehidupan sehingga
mampu melewati cobaan-cobaan
hidup yang berat.
Ibu merasa cobaan hidup harus
dihadapi dengan ikhlas dan
gembira sehingga bisa terlewati
dengan baik. Ibu juga merasa
cobaan-cobaan yang diterimanya
(849-852) Mampu menilai
diri sendiri
(852-853 & 861-870)
Menyadari kondisi diri
sendiri
(853-858) Mampu
mengatasi tekanan
(874-878 & 901-906)
Keyakinan spiritual yang
menguatkan
(885-894) Belajar dari
pengalaman
849
850
851
852
853
854
855
856
857
858
859
860
861
862
863
864
865
866
867
868
869
S: saya merasa saya lemah. Sebagai seorang wanita saya lemah di
banyak hal, yang kadang-kadang harus tunduk pada laki-laki. Pada
suami. Kita ditakdirkan untuk tidak melawan. Mengambil sikap pun
kadang-kadang bisa kadang-kadang tidak. Itu kelemahan saya. Dan saya
tahu saya merasa tertekan dengan kehidupan itu. Tapi saya bersyukur
karena saya bisa bekerja sehingga ada aktualisasi diri. Sehingga di situ
saya tidak hanya terpuruk menyesali kenapa aku harus begini. Dengan
bekerja otomatis kan saya bisa memaksimalkan prestasi saya pribadi.
Dalam hal kelompok atau pribadi pun dalam artian saya bisa melupakan
kelemahan saya itu. Memang bos saya dulu selalu bilang kamu terlalu
polos, kamu terlalu untuk menghadapi customer, untuk menghadapi
negosiasi, itu saya pasti selalu kalah. Karena saya bukan tipe orang yang
fighting. Dan saya diajar dulu oleh orang tua saya diajar untuk ngalah.
Jadi dulu saya itu 7 bersaudara, saya nomor 6. Kakak saya itu yang 3
udah besar, sudah kuliah, kemudian saya hidup berempat. Dua kakak
saya ini sepantaran dengan saya. Jadi bisa dibayangkan 3 anak
perempuan seumuran itu berantem kan. Karena saya kecil sendiri, ibu
saya selalu bilang kamu mesyi ngalah dengan kakakmu. Kamu mesti
nurut. Dan itu terpatri terus. Akhirnya apa, dalam kehidupan saya
dibully. Dibully itu dengan kakak saya sendiri saya dibully. Dianggap
kecil sendiri, anak bawang, gak kepakai gitu lho. Itu terus seperti itu tapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
282
870
871
872
873
874
875
876
877
878
879
880
881
882
883
884
885
886
887
888
889
890
891
892
893
894
895
896
897
898
899
seiring berjalannya waktu itu bisa tersembunyi. Itu tidak hilang, tapi ada
luka gitu ya. Tapi bisa teratasi dengan saya berprestasi. Saya setelah lulus
di UGM mendapat kesempatan ambil S2. PMBA di Jakarta. Dan saya
tahu kakak saya ikut tes itu gak masuk, tapi saya bisa masuk. Bukannya
saya lebih pintar, tapi mungkin unsur luck. Tapi saya melihat Tuhan
memang mengkehendaki saya masuk ke sana. Ini juga untuk
memperbaiki masa depan saya. Begitu saya masuk ke sana, saya bisa
mendapatkan pekerjaan dan saya bisa berprestasi, bisa cepat. Jadi semua
dipakai Tuhan untuk itu. Itu saya seleksinya di Jogja, ada 40 orang
kemudian yang diterima cuma 2 orang. Saya merasa luar biasa dari
sekian banyak orang seluruh Indonesia. Saya sampai gak tahu jalan
Tuhan seperti ini. Dan cumlaude juga jadi pertimbangan. Dan mereka
juga memilih orang yang tidak mendominasi dalam kelompok. Nah kita
hidup dan bekerja dalam kelompok itu harus ada yang mengarahkan
juga, belum tentu harus mendominasi semua. Nah saya belajar untuk itu.
Dan itu benar-benar belajar. Gila sekali pendidikannya di Jakarta itu.
Sehari bisa dikasih tugas 4-5 BAB itu Bahasa Inggris semua. Itu gak
berkaitan semua tugasnya dari mata kuliah yang berbeda. Terus ya itu lah
di situ saya harus belajar. Ternyata semuanya itu bisa dipelajari. Dalam
artian di situ kamu diajar untuk jadi manajer. kamu permasalahannya
akan banyak sekali. Semeja bisa 10an permasalahan. Kalau kamu gak
kuat kamu akan teriak kamu akan gila. Nah itu dibiasakan di sana.
Sampai akhirnya kita kuat dalam menghadapi stress. Dan saya lihat
semua itu ada gunanya. Bukan cuma stress dalam pekerjaan, tapi stress
dalam hidup juga. Kalau kita gak kuat itu bisa gila. Tapi saya bisa
melewati semuanya, dan malah saya merasa lebih dekat dengan Tuhan.
Dulu kakak saya sempat bilang, eh kalau kayak gitu kanker lho kamu.
Terus saya bilang, saya gak mau kanker. Kalau orang kanker itu kan
artinya dia depresi, dia menyesali apa yang terjadi, dan dia gak mau
bangkit. Dia menangisi itu. Nah otomatis kalau kamu menangisi itu sel-
membuatnya lebih dekat dengan
Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
283
900
901
902
903
904
905
906
sel mu itu akan jadi sel kanker yag aktif karena dalam setiap tubuh ada
sel kanker. Tapi kalau kamu gembira, kamu bersyukur, apapun masalah
yang datang, oh terimakasih Tuhan, berikanlah aku jalan keluar.
Bersyukur dan dan bersyukur, itu hati yang gembira adalah obat. Seperti
masalah Keke gitu, ya sudah gak apa-apa bisa kita lewati, sampai
sekarang kita bisa merasa Keke itu adalah anugerah dari Tuhan, kita bisa
terima.
907 P: ada kah tujuan hidup ibu yang belum terealisasi? Ibu memiliki keinginan agar
anaknya bisa mandiri dari hasil
kemampuan yang dimilikinya.
(908-916) Memiliki tujuan
hidup yang wajar 908
909
910
911
912
913
914
915
916
S: yang belum terealisasi itu saya tuh pingin Keke mandiri. Mandiri
dalam artian untuk ke depannya nanti dia bisa berbuat sesuatu. Dia bisa
mendapatkan uang untuk ke depannya. Kalau sampai mengelola dan
sebagainya itu memang agak susah ya. Tapi paling nggak dia bisa kalau
yang saya inginkan dia bisa masak sesuatu terus dijual, atau dari
lukisannya itu dia bisa jual, bisa menghasilkan sesuatu. Nah ini yang
belum kesampaian sampai sekarang. Saya yang pingin sekali itu pingin
bikin pameran lukisan untuk Keke, meskipun targetnya belum untuk
dijual. Kalau ada yang menghargai dan ingin dibeli ya gak apa-apa.
917 P: ada kekhawatiran tentang hidupnya Keke? Ibu merasa tidak khawatir
terhadap kehidupan anaknya di
masa depan karena kakak-
kakaknya akan mengurusnya.
(918-922) Rasa aman
dalam kehidupan 918
919
920
921
922
S: kalau kekhawatiran saya kok gak terlalu ya. Karena ada kakak-
kakaknya. Kakaknya itu dua, dan memang yang besar itu sudah diberi
tugas untuk momong Keke. Meskipun dia punya keluarga dan bekerja
juga tapi mereka bersedia. Kakak-kakaknya itu gak ada yang menolak
dia. Kita solid semua untuk semua kakak-adiknya untuk menerima dia.
923
924
P: bagaimana ibu memposisikan diri di tengah masyarakat sebagai
bagian masyarakat?
Ibu aktif terlibat dalam kegiatan
di lingkungan sosialnya dan ibu
merasa mendapatkan banyak
manfaat dari keteribatannya
tersebut.
Ibu juga memiliki toleransi yang
(927-931) Berkontribusi
terhadap komunitas
(931-933 & 954-950
Mampu memuaskan
tuntutan kelompok
925
926
927
928
929
S: semuanya baik ya dan saya juga ikut terlibat. Papanya Keke kan selalu
nyuruh saya, itu ada 17an mereka masak bareng-bareng, kamu ikut. Jadi
dia selalu suruh saya untuk ikut. Rewang ya istilahnya kalau bahasa
Jawa. Akhirnya kan ada apresiasi juga dari mereka. Wah dia ini juga mau
bantu untuk ikut. Bahkan sekarang bisa dibilang saya sudah menonjol di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
284
930
931
932
933
934
935
936
937
938
939
940
941
942
943
944
945
946
947
948
949
950
951
952
953
954
955
antara mereka. Dan jadi kader PKK, saya juga terlibat di PKK. Saya pikir
saya ada waktu kenapa tidak. Dan saya juga senang mendengarkan
seminar dan sebagainya. Cuma ya tugasnya lumayan banyak. Dari rumah
ke rumah survey ini survey itu. Dan ternyata survey yang kecil-kecil ini
sumber pemerintah untuk buat keputusan lho yang skupnya lebih tinggi
lagi. Memonitor kesehatan masyarkat juga dengan skala besar. Banyak
terlibat seminar juga. Ternyata menarik kita bisa jadi lebih kaya, banyak
dapat pengetahuan juga. Pada suatu hari ada sosialisasi untuk lansia. Dan
saya tahu dokternya itu pintar, memang dokter lansia. Nah dia datang,
terus yang datang kok cuma lima. Yo wis rapopo, sekarang gini aja
daripada saya menetapkan topik terus topiknya gak sesuai samaibu,
sekarang ibu boleh masing-masing tanya sama saya. Ini konsultasi
dokter, kalau di sini gratis. Terus kan saya ada masalah kolesterol dan
trigliserit itu, saya tanya sama dia. Terus dijelaskan detail sekali gak
seperti dokter-dokter yang sebelumnya saya tanyakan. Jadi artinya apa?
dengan menjadi kader itu tadi ya, saya mendapatkan sesuatu. Jadi gak
rugi lah gitu lho. dengan bersosialisasi dengan RT dengan tetangga itu
saya mendapatkan sesuatu. Dengan bantu arisan juga. Saya mendapatkan
banyak hal. Dan itu hidup kita juga jadi senang to. Ketemu orang
senyum, mau minta bantuan apa senyum, sana bantu sini bantu. Kamu
lewat sana disapa. Senang jadinya, ndak ada dirasani. Setiap lebaran kita
juga ngadain syawalan. Pas lebarannya kita keliling satu-satu rumah
yang agama Islam kita salamin. Disuruh makan masakannya, kayak
saudara. Nanti kalau natal, mereka yang datang ke sini. Pokoknya
toleransinya jadi tinggi. Artinya apa, apresiasi tetap ada. Memang saya
juga bersyukur dapat rumah di sini.
baik meskipun berasal dari
agama yang bukan mayoritas di
lingkungannya, ibu tetapdapat
menjaga kerukunan dan
keharmonisa dengan tetangga-
tetangganya.
(950-955) Memiliki
toleransi terhadap
perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
285
Daftar Tema Informan 3
Bantuan lingkungan sosial
Persepsi yang salah karena kurangnya pengetahuan
Tantangan terkait keterbatasan pengetahuan
Emosi negatif karena terbatasnya pengetahuan
Pemikiran yang salah karena terbatasnya pengetahuan
Dukungan dan informasi dari lingkungan sosial
Kendala keterbatasan sarana dan prasarana
Perasaan lega karena mulai memahami kondisi anaknya
Mengembangkan pengetahuan melalui membaca dan berdiskusi dengan
profesional
Mengupayakan pengembangan anak melalui terapi alternatif
Keberhasilan terapi alternatif
Kendala ketidakcocokan terapi
Tantangan kehamilan yang tidak direncanakan
Perasaan tidak tenang terkait pengalaman memiliki anak Down Syndrome
Keyakinan spiritual yang menguatkan
Perasaan lega karena mulai memahami kondisi anak
Berupaya meningkatkan penerimaan terhadap kondisi anak
Tantangan pengasuhan yang melelahkan
Pengorbanan untuk mengembangkan anak
Perasaan sedih karena ketertinggalan kemampuan anak
Dukungan tenaga profesional
Upaya pengembangan anak melalui berbagai jenis terapi
Perasaan bahagia melihat peningkatan kondisi anak
Kendala rendahnya kualitas terapi
Perkembangan dibimbing adiknya
Keterbatasan waktu karena pekerjaan
Kemampuan untuk produktif
Mengembangkan kemampuan anak melalui sanggar keterampilan hidup
Penguatan pemahaman dari orang sekitar
Memiliki kontak yang efisien dengan realitas
Ketergantungan anak pada sosok pendamping (adiknya)
Dijauhi teman sebaya
Perlakuan tidak menyenangkan dari teman sebaya
Perlakuan baik karena karakteristik pribadi anak yang baik
Belajar dari pengalaman
Keprihatinan ibu atas keterbatasan kognitif anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
286
Keterbatasan sarana dan prasarana yang memadai
Upaya yang berhasil meningkatkan kondisi anak
Pendidikan informal untuk peningkatan kemampuan kognitif anak
Tantangan keterbatasan kemampuan kognitif anak
Perasaan bahagia atas peningkatan kondisi anak
Menunjukkan minat pada aktivitas tertentu
Memiliki kemampuan menganalisis
Peningkatkan konsentrasi anak melalui aktivitas gerak dan lagu (yoga, balet,
piano)
Yoga sebagai sarana menjalin relasi
Yoga sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak
Yoga sebagai sarana latihan pernapasan
Yoga bersama anak melatih kesabaran ibu
Memiliki kemampuan menghadapi tekanan
Tantangan menghadapi rasa rendah diri anak
Perasaan bahagia atas penerimaan lingkungan sosial
Mendukung sepenuhnya aktivitas anak
Perasaan bahagia atas pencapaian anak
Memiliki tujuan hidup yang wajar
Tantangan menghadapi emosi anak yang kurang stabil
Peningkatan kondisi anak sebagai penguatan
Peningkatan kondisi anak sebagai alasan terus berjuang
Mengupayakan kebersamaan dengan anak
Berkontribusi terhadap komunitas
Memberikan waktu yang berkualitas bersama anak
Fokus pada pengembangan anak
Mendisiplinkan untuk menjaga kesehatan anak
Mampu menilai diri sendiri
Menyadari kondisi diri sendiri
Rasa aman dalam kehidupan
Mampu memuaskan tuntutan kelompok
Memiliki toleransi terhadap perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
287
Pengelompokan Tema Informan 3
Kelompok: faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
Tema Sub tema
Keterbatasan pengetahuan
menyebabkan munculnya
pemikiran dan emosi negatif
Persepsi yang salah karena kurangnya pengetahuan
Tantangan terkait keterbatasan pengetahuan
Emosi negatif karena terbatasnya pengetahuan
Pemikiran yang salah karena terbatasnya pengetahuan
Terapi, sikap lingkungan
sosial anak, kondisi anak,
dan kondisi ibu sebagai
tantangan dalam proses
pengasuhan
Keterbatasan sarana dan prasarana
Ketidakcocokan terapi
Kehamilan yang tidak direncanakan
Perasaan tidak tenang terkait pengalaman memiliki anak
Down Syndrome
Proses pengasuhan yang melelahkan
Perasaan sedih karena ketertinggalan kemampuan anak
Kendala rendahnya kualitas terapi
Keterbatasan waktu karena pekerjaan
Ketergantungan anak pada sosok pendamping (adik)
Anak dijauhi teman sebaya
Perlakuan tidak menyenangkan dari teman sebaya
Keterbatasan kemampuan kognitif anak
Tantangan menghadapi rasa rendah diri anak
Tantangan menghadapi emosi anak yang kurang stabil
Peningkatan kondisi anak,
bantuan dan penerimaan
lingkungan sosial serta
keyakinan spiritual yang
menguatkan
Bantuan lingkungan sosial
Dukungan dan informasi dari lingkungan sosial
Perasaan lega karena mulai memahami kondisi anak
Keberhasilan terapi alternatif
Keyakinan spiritual yang menguatkan
Dukungan tenaga profesional
Perasaan bahagia melihat peningkatan kondisi anak
Perkembangan dibimbing adiknya
Penguatan pemahaman dari orang sekitar
Perlakuan baik karena karakteristik pribadi anak yang
baik
Upaya yang berhasil meningkatkan kondisi anak
Memiliki kemampuan menganalisis
Perasaan bahagia atas penerimaan lingkungan sosial
Peningkatan kondisi anak sebagai penguatan
Peningkatan kondisi anak sebagai alasan terus berjuang
Kelompok: upaya-upaya menghadapi kondisi anak
Tema Sub tema
Berupaya meningkatkan
pemahaman dan
penerimaan terhadap
kondisi anak
Mengembangkan pengetahuan melalui membaca dan
berdiskusi dengan profesional
Menerima anak dengan melihat anak sebagai anugerah
Berupaya meningkatkan penerimaan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
288
memperkenalkan anak pada lingkungan sosial
Mengembangkan
kemampuan anak melalui
berbagai jenis terapi,
aktivitas, dan meningkatkan
kualitas kebersamaan
Mengupayakan pengembangan anak melalui terapi
alternatif
Pengorbanan untuk mengembangkan anak
Upaya pengembangan anak melalui berbagai jenis terapi
Mengembangkan kemampuan anak melalui sanggar
keterampilan hidup
Pendidikan informal untuk meningkatkan kemampuan
kognitif anak
Mendukung sepenuhnya aktivitas anak
Mengupayakan kebersamaan dengan anak
Memberikan waktu yang berkualitas bersama anak
Fokus pada pengembangan anak
Mendisiplinkan untuk menjaga kesehatan anak
Meningkatkan konsentrasi anak melalui aktivitas gerak
dan lagu (yoga, balet, piano)
Yoga sebagai kegiatan yang
menyenangkan bagi anak
untuk terapi dan menjalin
relasi serta membantu
melatih kesabaran ibu
Yoga sebagai sarana anak menjalin relasi
Yoga sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak
Yoga sebagai sarana latihan pernapasan
Yoga bersama melatih kesabaran ibu
Kelompok: manifestasi kesehatan mental
Tema Sub tema
Keterampilan dalam
menghadapi tekanan sosial
serta berelasi dan
beradaptasi dengan
kehidupan sosial
Memiliki kontak yang efisien dengan realitas
Keprihatinan ibu atas keterbatasan kognitif anak
Memiliki kemampuan menghadapi tekanan
Berkontribusi terhadap komunitas
Mampu memuaskan tuntutan kelompok
Memiliki toleransi terhadap perbedaan
Kemampuan mengenali diri
dan mengembangkan
potensi diri
Kemampuan untuk produktif
Belajar dari pengalaman
Menunjukkan minat pada aktivitas tertentu
Memiliki tujuan hidup yang wajar
Mampu menilai diri sendiri
Menyadari kondisi diri sendiri
Rasa aman dalam kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI