pengalaman perawat dalam mengimplementasikan …
TRANSCRIPT
PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN
PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH
DADI PROVINSI SULAWESI SELELATAN
Di susun oleh:
ANNISA NURFADILLAH
15.01.003
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG
PRODI S1-KEPERAWATAN MAKASSAR
2019
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI (ORSINILITAS)
PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN STRATEGI
PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN HALUSINASI DI RUMAH
SAKIT KHUSUS DAERAH DADI PROVINSI SULAWESI SELATAN
Annisa Nurfadillah
Kens Napolion, Weni Sia’tang
ABSTRAK
SP tindakan keperawatan merupakan standar model pendekatan asuhan keperawatan untuk klien
dengan gangguan jiwa yang salah satunya adalah pasien yang mengalami masalah utama
halusinasi sehingga penelitian ini bertujuan untuk menguraikan atau mengeksplorasikan
pengalaman perawat dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan
pasien halusinasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenology.
Partisipan berjumlah 5 orang yang merupakan perawat di ruangan kenangan Rumah Sakit Khusus
Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan, dalam pemilihan partisipan di bantu oleh kepala ruangan
seseuai dengan kriteria peneliti. Data di kumpulkan melalui wawancara mendalam. Hasil
penelitian setelah di lakukan proses analisa tematik, teridentifikasi 5 tema yaitu, pengetahuan
tentang SP halusinasi, keefektifan penerapan SP halusinasi, kesesuaian penerapan SP halusinasi,
kelemahan/kekurangan SP halusinasi, kendala/hambatan SP halusinasi. Dapat di simpulkan bahwa
perawat memiliki pengalaman yang berbeda-beda dalam mengimplementasikan strategi
pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pada pasien halusinasi. Peneliti yang akan datang, di
harapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti terkait dengan persepsi perawat tentang
keberhasilan SP halusinasi.
Kata kunci : Halusinasi, SP pasien halusinasi, pengalaman perawat.
Referensi : 5 buku (2012-2019) 16 jurnal.
ABSTRACT
MOTTO
“Barang siapa bertakwa kepada ALLAH maka Dia akan menjadikan jalan keluar
baginya, dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barang
siapa yang bertawakal kepada ALLAH maka cukuplah ALLAH baginya.
Sesungguhnya ALLAH melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk
setiap sesuatu kadarnya”.
(Q.S. Ath-Thalaq ayat 2-3)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini
Kupersembahkan untuk mama dan ayahku tercinta,
Yang senantiasa memberikan motivasi,
Kasih sayang serta do’anya selama ini
Terima kasih yang tak terhingga dari anakmu…
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang tak
terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi di pendidikan program Studi
S1 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar dengan judul “Pengalaman
Perawat Dalam Mengimplementasikan Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan
Keperawatan Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan
pendidikan program studi S1 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari doa dan dukungan dari orang tua
Ibundaku tercinta Fatmah H. A. Wahab dan Ayahanda tersayang Ismail A. Rahim
yang telah memberikan motivasi, nasehat dan harapan serta memfasilitasi penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, dalam penyusunan skripsi ini penulis juga
memperoleh dukungan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan kerendahan hati penulisan mengucapkan rasa Terima Kasih kepada:
1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes selaku Ketua Yayasan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar.
2. Ibu Sitti Syamsiah, S.Kp., M.Kes selakuKetua STIKES Panakkukang
Makassar.
3. Bapak/Ibu Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan yang telah memfasilitasi selama dalam proses penelitian..
4. Bapak Dr. Ns. Makkasau Plasay, S.Kep., M.Kes., M.EDM selaku Ketua
Prodi S1 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar.
5. Bapak Kens Napolion, S.Kp., M.Kep, S.Kep.J selaku pembimbing I yang
telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini.
6. Ibu Ns. Weni Siatang, S.Kep., M.Kes selaku pembimbing II yang telah
menyempatkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan sdalam
menyelesaikan penulisan Skripsi ini.
7. Ibu Hj. Andi Annas, SKM., M.Si penguji I yang telah memberikan
masukan, saran maupun petunjuk pada penulis.
8. Bapak Ns. Muh. Zukri Malik, S.Kep., M.Kep penguji II yang telah
memberikan saran dan kritik yang sangat membangun dalam menyelesaikan
penulisan Skripsi.
9. Perawat yang telah bersedia menjadi partisipan dalam melakukan penelitian
ini dan telah mendukung selama proses penelitian ini berlangsung di
lapangan.
10. Dosen prodi S1 keperawatan yang telah dengan sabar memberikan
pengarahan yang tidak henti-hentinya dan dorongan spiritual dan material
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
11. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar
12. Kakak-kakak ku : Sri Hardiningsih, Nur Hadiningsih, Ade Irmansyah,
Muhammad Firdaus, adikku Asyifha, kakak iparku Agus Susanto, Rizki
Ardita, serta keponakan ku Zivana Alifa, Adiva Alhumeirah, Alby Lutfhi,
Az-zahra Salsabila yang telah memberikan motivasi serta dukungan selama
ini.
13. Sahabat-sahabat seperjuanganku : Rabiatul Adawiya S., Astuti Jalbi, Dian
Wahyuningsih, Cindy Indriyani, Fatmawati, Rahmania, Nurhaeni Asrullah,
Ester Rompon, Salmawati, Novianti Reina Turu Allo serta rekan Mahasiswa
Khususnya Program Studi S1 Keperawatan Angkatan 2015 “IMUN15AS1”
yang senantiasa selalu ada dalam suka maupun duka, memberikan begitu
banyak kenangan indah yang tidak akan pernah terlupakan.
Dalam kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan
penyusunan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masukan
yang berupa saran dankritik yang membangun dari para pembaca akan sangat
membantu. Semoga Skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak
terkait terutama pembaca.
Makassar, Agustus 2019
Annisa Nurfadillah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
ABSTRACT .............................................................................................................. vi
HALAMAN MOTTO ............................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ viii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah........................................................................................... 8
C. Tujuan ............................................................................................................ 8
D. Manfaat .......................................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTKA................................................................................... 10
A. Tinjauan tentang halusinasi ............................................................................ 10
1. Definisi ..................................................................................................... 10
2. Rentang Respon Neurobiologis................................................................ 11
3. Jenis-jenis halusinasi ................................................................................ 14
4. Etiologi ..................................................................................................... 19
5. Manifestasi klinis ..................................................................................... 24
6. Psikopatologi ............................................................................................ 26
7. Tahapan halusinasi ................................................................................... 27
B. Tinjauan Tentang Perawat.............................................................................. 34
1. Definisi ..................................................................................................... 34
2. Peran perawat ........................................................................................... 35
3. Fungsi perawat ......................................................................................... 37
4. Tugas perawat .......................................................................................... 38
C. Tinjauan Tentang Pengalaman ....................................................................... 40
1. Definisi ..................................................................................................... 40
2. Indikator dari Pengalaman ....................................................................... 40
D. Tinjauan Tentang Strategi Pelaksanaan ......................................................... 41
1. Definisi ..................................................................................................... 41
2. Strategi pelaksanaan halusinasi ................................................................ 44
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 47
A. Desain Penelitian ............................................................................................ 47
B. Tempat penelitian ........................................................................................... 48
C. Instrumen penelitian ....................................................................................... 48
D. Sampel sumber data ...................................................................................... 48
E. Teknik pengumpulan data ............................................................................. 49
F. Teknikan alisa data ........................................................................................ 50
G. Rencana pengujian keabsahan data ............................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 55
A. Hasil penelitian............................................................................................... 55
B. Pembahasan .................................................................................................... 70
C. Keterbatasan penelitian .................................................................................. 79
D. Implikasi ........................................................................................................ 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 81
A. Kesimpulan .................................................................................................... 81
B. Saran .............................................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ xiv
LAMPIRAN .............................................................................................................. xv
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
WHO World Health Organization
KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia
SP Strategi Pelaksanaan
KDM Kebutuhan Dasar Manusia
SPTK Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan
HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immuno Deficiency Syndrom
SOP Strategi Operasional Prosedur
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rentang Respon Neurobiologist ............................................................... 11
Tabel 2.2 Rentang Respon Neurobiologis ................................................................ 12
Tabel 2.3 Tahapan Halusinasi .................................................................................. 27
Tabel 2.4 Strategi pelaksanaan (SP) halusinasi ........................................................ 44
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1. tema 1 ...................................................................................................... 59
Bagan 4.2. tema 2 ...................................................................................................... 61
Bagan 4.3. tema 3 ...................................................................................................... 63
Bagan 4.4. tema 4 ...................................................................................................... 66
Bagan 4.5. tema 5 ...................................................................................................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penderita gangguan jiwa di dunia diperkirakan akan semakin meningkat
seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan
masalah yang sangat serius. Hampir 400 juta penduduk dunia menderita
masalah gangguan jiwa, diantaranya skizofrenia yang merupakan gangguan
jiwa berat atau kronis. Saat ini di perkirakan sekitar 26 juta orang di dunia
akan mengalami skizofrenia. Satu dari empat anggota keluarga mengalami
gangguan jiwa dan seringkali tidak terdiagnosis secara tepat sehingga tidak
memperoleh perawatan dan pengobatan dengan tepat (World Health
Organization/ WHO, 2013).
Menurut WHO (World Helath Organization) kesehatan jiwa bukan
hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik
yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan
yang mencerminkan pribadinya, kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan
ini berjalan selaras dengan orang lain.
Gangguan jiwa yang berat merupakan gangguan jiwa yang ditandai
oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang
buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa ilusi, waham,
gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya
2
agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan
psikosis dan salah satu contoh psikologis adalah skizofrenia. Angka prevalensi
seumur hidup skizofrenia di dunia bervariasi sekitar 4 permil sampai dengan
1,4 persen. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (2016), satu dari empat orang
dewasa akan mengalami masalah kesehatan jiwa pada satu waktu dalam
hidupnya. Data WHO (World Health Organization, 2016) menunjukkan,
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21
juta orang terkena skizofrenia.
Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5
juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,
psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban
Negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data
Riskesdas 2013 menunjukkan prevenelensi gangguan mental emosional yang
ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun
ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
Indonesia. Sedangkan prevelensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia
berdasarkan Riskesdas 2018 adalah 11,6 persen dan bervariasi di antara
provinsi dan kabupaten/kota. Pada Riskesdas tahun 2018, prevalensi gangguan
mental emosional dinilai kembali dengan menggunakan alat ukur serta metode
3
yang sama. Gangguan mental emosional diharapkan tidak berkembang
menjadi lebih serius apabila orang yang mengalaminya dapat mengatasi atau
melakukan pengobatan sedini mungkin ke pusat pelayanan kesehatan atau
berobat ke tenaga kesehatan yang kompeten.
Indikator kesehatan jiwa yang dinilai pada Riskesdas 2018 antara lain
gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta cakupan
pengobatannya. Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh
terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk.
Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi,
waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh,
misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan
sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia.
Di samping gangguan jiwa berat, Riskesdas 2018 juga melakukan
penilaian gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia seperti pada
Riskesdas 2018. Gangguan mental emosional adalah istilah yang sama dengan
distres psikologik. Kondisi ini adalah keadaan yang mengindikasikan
seseorang sedang mengalami perubahan psikologis. Berbeda dengan gangguan
jiwa berat psikosis dan skizofrenia, gangguan mental emosional adalah
gangguan yang dapat dialami semua orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat
pulih seperti semula. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang
lebih serius apabila tidak berhasil di tanggulangi.
4
Gangguan jiwa berat menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga
serta masyarakat oleh karena produktivitas pasien menurun dan akhirnya
menimbulkan beban biaya yang besar bagi pasien dan keluarga. Dari sudut
pandang pemerintah, gangguan ini menghabiskan biaya pelayanan kesehatan
yang besar. Sampai saat ini masih terdapat pemasungan serta perlakuan salah
pada pasien gangguan jiwa berat di Indonesia. Hal ini akibat pengobatan dan
akses ke pelayanan kesehatan jiwa belum memadai.Salah satu upaya yang di
lakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan adalah menjadikan
Indonesia bebas pasung oleh karena tindakan pemasungan dan perlakukan
salah merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia.
Di perkirakan lebih 90% klien dengan skizofrenia mengalami
halusinasi.Halusinasi yang dialami klien jenisnya bervariasi, tetapi sebagian
besar klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi
pendengaran. Suara dapat berasal dari dalam individu atau dari luar individu.
Suatu yang di dengar klien dapat dikenalnya, suara dapat tunggal atau multipel
atau bisa juga semacam bunyi buikan suara yang mengandung arti. Isi suara
dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien
sendiri dan klien sendiri merasa yakin bahwa suara itu ada.
Berdasarkan data dari bagian Medical Record di Rumah Sakit Khusus
Daerah Dadi Provinsi Sulawesi-Selatan di ruang perawatan kenari tahun 2018
di dapatkan bahwa jumlah penderita gangguan halusinasi sebanyak 1.323
pasien. Sedangkan pasien yang mengalami gangguan halusinasi meningkat
setiap tahunnya. Pada bulan Januari-Maret sebanyak 295 pasien, pada bulan
5
April-Juni sebanyak 333 pasien, pada bulan Juli-September sebanyak 340
pasien, dan pada bulan Oktober-Desember sebanyak 355 pasien. Pada tahun
2017 didapatkan pasien yang mengalami halusinasi dari Januari-Arpril
sebanyak 222 pasien (Data Rekapitulasi RSKD Provinsi Sulawasi-Selatan).
Halusinasi adalah gangguan persepsi yang dapat timbul pada klien
skizofrenia, psikosa, pada sindroma otak organik, epilepsi, neurosa histerik,
intoksikasi atropin atau kecubung dan zat halusinogenik. Persepsi adalah daya
mengenal berang, kualitas atau hubungan serta perbedaan antara hal ini
melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca
inderanya mendapat rangsang. Jadi persepsi dapat terganggu oleh gangguan
otak, seperti kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik dan oleh
gangguan jiwa, seperti emosi tertentu dapat mengakibatkan ilusi, psikosa,
dapat menimbulkan halusinasi atau oleh pengaruh lingkungan sosial budaya,
hal ini akan mempengaruhi persepsi karena penilaian yang berbeda dan orang
dari lingkungan sosial budaya yang berbeda juga.
Keyakinan tentang halusinasi adalah sejauh manakah klien itu yakin
bahwa halusinasinya merupakan kejadian yang benar, umpamanya
mengetahui bahwa hal itu tidak benar, ragu-ragu atau yakin sekali bahwa hal
itu benar adanya. Dan isi halusinasi adalah merupakan tema halusinasi,
termasuk interpretasi klien tentang halusinasinya, seperti mengancam,
keagamaan, menghina, kebesaran, sexual, membesarkan hati, membujuk atau
yang baik-baik saja.
6
Perawat jiwa dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan
keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah
kegiatan yang dibakukan. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan pelayanan
keperawatan memenuhi standar pelayanan.Langkah-langkah kegiatan tersebut
berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) (Depkes RI, 2006).Salah satu
jenis SOP yang digunakan adalah SOP tentang Strategi Pelaksanaan (SP)
tindakan keperawatan pada pasien.SP tindakan keperawatan merupakan
standar model pendekatan asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan
jiwa yang salah satunya adalah pasien yang mengalami masalah utama
halusinasi (Fitri, 2009).
Tindakan keperawatan menggunakan standar praktek keperawatan
klinis kesehatan jiwa yaitu asuhan keperawatan jiwa (Stuart, 2007). Asuhan
keperawatan jiwa bersifat spesifik, namun tetap dilakukan secara holistik.
Dalam pelaksanaannya, tuntutan akan tindakan keperawatan secara
independen dan progresif juga semakin dibutuhkan. (Keliat dan Akemat,
2005). Peran perawat yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad
klien, edukator, kolaborator, konsultan, dan koordinator. Sedangkan
pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Pengalaman
merupakan peristiwa yang benar-benar pernah dialami. Pengungkapan
pengalaman secara narasi berarti mengemukakan atau memaparkan suatu
peristiwa atau pengalaman yang pernah dialami selama periode tertentu
(Anonymous, 2013).
7
SP tindakan keperawatan merupakan standar model pendekatan asuhan
keperawatan untuk klien dengan gangguan jiwa yang salah satunya adalah
pasien yang mengalami masalah utama halusinasi (Fitri, 2009). Sp terdiri dari
SP Pasien dan SP Keluarga. SP Pasien yaitu bantu klien mengenal
halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi, situasi pencetus,
dan perasaan saat terjadi halusinasi, kaji respon klien terhadap halusinasi,
Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi
(SP1 pasien), Latih klien bercakap-cakap saat halusinasi muncul (SP2 pasien),
Bantu klien melaksakan aktifitas terjadwal (SP3 pasien), Pendidikan kesehatan
mengenai penggunaan obat (SP4 pasien) dan Pendidikan kesehatan keluarga
klien halusinasi (SP keluarga) respon klien terhadap halusinasi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Evie (2016) Teridentifikasi
Sembilan tema yaitu merawat pasien halusinasi membutuhkan suatu
pemahamandan tehknik pendekatan, ketidakefektifan penerapan SP di ruang
akut, ketidaksesuain dokumentasi dengan pelaksanaan SP, SP mempunyai
manfaat sebagai standarisasi bagi perawat dalam melakukan tindakan,
mispersepsi perawat tentang keberhasilan SP halusinasi, kelemahan SP pada
pasien halusinasi, kendala dalam aplikasi SP pada pasien halusinasi,
Ketidaksesuain tekhnik pelaksanaan SP pasien dan SP keluarga pada pasien
halusinasi, dan perilaku aneh (Bizar) pasien terhadap respon SP.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Pengalaman perawat dalam
8
mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien
halusinasi di rumah sakit khusus daerah dadi provinsi sulawesi selatan”.
B. Rumusan masalah
Bersadarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana pengalaman perawat dalam mengimplementasikan strategi
pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi di ruangan kenanga
rumah sakit khusus daerah dadi provinsi sulawesi selatan ?”.
C. Tujuan
Dapat menguraikan atau mengeksplorasikan pengalaman perawat dalam
mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien
halusinasi di ruangan kenanga rumah sakit khusus daerah dadi provinsi
sulawesi selatan.
D. Manfaat
1. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan sebagai bacaan keperawatan dalam mengembangkan dan
mengaplikasikan ilmu pengetahuan mengenai pengalaman perawat dalam
mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan
pasien halusinasi.
2. Manfaat keilmuwan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dalam
kegiatan proses belajar pada program penelitian dan pengembangan, serta
proses pembelajaran, baik dalam isi maupun metode yang digunakan
9
dalam penelitian yang dapat di manfaatkan dalam meninjau dan
memodifikasi kurikulum pendidikan serta komponen program pendidikan
lainnya.
3. Manfaat metodologi
Hasil penelitian di gunakan untuk pengembangan penelitian yang
lebih lanjut kepada calon-calon peneliti selanjutnya yang berminat
mengembangkan penelitian ini.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien
seakan stumulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.Klien
merasakan stimulusyang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa di jumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tanpak sebagaisesuatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
“teresepsi” (Yosep, 2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi
terhadap stimulus tersebut (Nanda-I, 2012).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun
pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan
sadar/bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik atau
histerik (Maramis, 2000).
11
2. Rentang Respon Neurobiologis
Respon neurobiologis merupakan berbagai respons perilaku klien
yang terkait dengan fungsi otak.Gangguan respon neurobiologis ditandai
dengan gangguan sensori persepsi halusinasi. Gangguan respons
neurobiologis yang maladaptif terjadi karena adanya :
a) Lesi pada area frontal, temporal dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
b) Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus.
c) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmister lainnya.
Respon neurobiologis individu dapat diidentifikasi sepenjang
rentang respons adaptif sampai maladaptif, menurut Stuard dan Laraia,
1998 adalah sebagai berikut :
Respon adaptif Respons maladaptive
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan
pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial harmonis
Pikiran kadang menyimpang
Ilusi
Rekasi emosional
berlebihan/kurang
Perilaku ganjil
Menarik diri
Gangguan proses
pikir/delusi/waham
Ketidakmampuan untuk
mengalami emosi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial
Halusinasi
Tabel 2.1 Rentang Respon Neurobiologist
Respons maladaptif :
a) Perubahan proses pikir adalah waham/delusi adalah suatu bentuk
kelainan pikiran (adanya ide-ide/keyakinan yang salah).
b) Halusinasi adalah persepsi yang salah, meskipun tidak ada stimulus
tetapi klien merasakannya.
12
c) Ketidakmampuan untuk mengalami emosi adalah terjadi karena klien
berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu, kalau tidak, hal ini
akan menimbulkan kecemasan.
d) Perilaku tidak terorganisir/ketidakteraturan adalah respons
neurobiologis yang mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi utama
dari Sistem Syaraf Pusat, sehingga tidak ada koordinasi antara isi
pikiran, perasaan dan tingkah laku (kataton, meringis, stereotipik,
avolisi).
e) Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk menjalin hubungan, kerja
sama dan saling tergantung dengan orang lain.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan
pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial
Distorsi pikiran(pikiran kotor)
Ilusi
Reaksi emosi berlebihan atau
kurang
Perilaku aneh dan tidak bisa
Menarik diri
Gangguan pikiran/delusi
Halusinasi
Perilaku disorganisasi
Isolasi sosial
Tabel2.2 Rentang Respon Neurobiologis (Stuard dan Sundeen, 1998)
a) Respon adiptif
Respon adiptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
13
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b) Respon psikososial
Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
c) Respon maladaktif
Respon maladaktif adalah respon individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial
budaya dan lingkungan, adapun respon maladaktif meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di
pertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
14
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerukasan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
3. Jenis-jenis halusinasi
a) Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
b) Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster. Kejadian tersebut mengakibatkan ketakutan dan selalu
menunjuk-nunjuk kearah tertentu.
15
c) Penghidung
Membaui bau-bau tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidung sering akibat stroke, tumor, kejang atau dimensia.
d) Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses
sehingga sering meludah dan muntah.
e) Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas.Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain, dan merasa ada serangga dipermukaan kulit.
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan
secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah
sebagai berikut :
a) Halusinasi pendengaran (audiktif, akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau
suara bising yang tidak mempunyai arti tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara
tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat dengan suara suara tersebut.
16
b) Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik)
biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
c) Halusinasi penciuman (olfatorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu
dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita.
Bau di lambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita
sebagai suatu kombinasi moral.
d) Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi Gastorik
lebih jarang dari halusinasi Gustatorik.
e) Halusinasi perabaan (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang
bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis
skizofrenia.
f) Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba.
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g) Halusinasi kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang
atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom
17
phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
(phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu
akibat pemakaian obat tertentu.
h) Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubunya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom
lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya terpecah dua.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya
yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala
sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian.
Jenis-jenis halusinasi :
a) Halusinasi pendegaran (auditory)
Mendegar suara yang membericarakan, mengejek,
menertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu
(kadang-kadang hal yang berbahaya).
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber
suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup
telinga, dan ada gerakan tangan.
18
b) Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulasi penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar
atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkanatau
menakutkan.
Perilaku yang mucul adalah tatapan mata pada tempat tertentu,
menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.
c) Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan, seperti bau
darah, urine atau feses atau bau harum seperti parfum.
Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium
dengan pergerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat
tertentu, menutup hidung.
d) Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
seperti rasa darah, urine atau feses.
Perilaku yang mucul adalah seperti mengecap, mulut seperti
gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.
e) Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau
orang. Merasa ada yang menggeranyangi tubuh seperti tangan,
binatang kecil dan makhlus halus.
19
Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau
meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan badan
seperti merasakan sesuatu rabaan.
f) Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena
dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan
tubuhnya melayang diatas permukaan bumi.
Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya
sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang
tubuhnya.
4. Etiologi
Menurut stuard (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
a) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptive baru mulai dipahami.
Ini ditunjukan oleh penelitian-penelitian yang berikut ;
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbic berhubungan dengan perilaku
psikopat.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamine neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamine dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
20
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada
anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian dengan dan
atropi otak kecil (cerebellum). Temukan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-motem).
b) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisiklien dengan halusinasi
adalah :
a) Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klientidak mampu
21
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidakpercaya pada
lingkungannya.
3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadapterjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress yang berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayat.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh penyakit ini.
22
b) Faktor prepitasi
Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins
dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi
berdasarkan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk
yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual.
Sehingga halusinasi dapat dilihat dari limadimensi yaitu :
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi
dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak dianggap lagi menentang perintah tersebut hingga
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
23
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impluls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambilseluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak di dapatkan dala dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
24
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama
sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat bangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
5. Manifestasi klinis
Menurut Stuard dan Sundeen (1998) yang dikutip dalam Nasution
(2003) seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan
gejala-gejala yang khas yaitu :
a) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b) Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c) Gerakan mata abnormal
d) Respon verbal yang lambat
e) Diam
f) Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
g) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
h) Penyempitan kemampuan konsentrasi
i) Dipenuhi dengan pengalaman sensori
25
j) Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas
k) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya
l) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
m) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
n) Berkeringat banyak
o) Tremor
p) Ketidakmampuan dalam mengikuti petunjuk
q) Perilaku menyerang terror seperti panik
r) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
s) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan
agitasi
t) Menarik diri atau katatonik
u) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
v) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
Menurut Hamid (2000), perilaku klienyang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut :
a) Bicara sendiri
b) Senyum sendiri
c) Ketawa sendiri
d) Menggerakan bibir tanpa suara
e) Pergerakan mata yang cepat
26
f) Respon verbal yang lambat
g) Menarik diri dari orang lain
h) Berusaha untuk menghindari orang lain
i) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
k) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
m) Sulit berhubungan dengan orang lain
n) Ekspresi muka tegang
o) Mudah tersinggung, jengkel dan marah
p) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
q) Tampak tremordan berkeringat
r) Perilaku panik
s) Agitasi dan kataton
t) Curiga dan bermusuhan
u) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
v) Ketakutan
w) Tidak dapat mengurus diri
x) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
6. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang belum diketahui.Banyak teori
yang dianjurkan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologis,
fisiologis dan lain-lain. Beberapa orang mengatakan bahwa situasi
27
keamanan di otak normal di bombardir oleh aliran stimulus yang berasal
dari tubuh atau dari luar tubuh. Jika masukan akan terganggu atau tidak
ada sama sekali saat bertemu dalam keadaan normal atau patologis, materi
berada dalam prasadar dapat unconsicious atau dilepaskan dalam bentuk
halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan mudah karena kepribadian
rusak dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan keinginan sebelumnya
di proyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal.
7. Tahapan halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada lima fase, yaitu :
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage I : Sleep disorder
Fase awal seseorang sebelum
muncul halusinasi
Klien merasa banyak masalah, ingin
menghindari dari lingkungan, takut diketahui
orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
Maslah makin terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi, misalnya kekasih
hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih,
masalah dikampus, drop out, dst. Masalah
terasa menekan karena terakumulasi
sedangkan support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan-
28
lamunan awal tersebut sebagai pemecahan
masalah.
Stage II: Comforling
Halusinasi secara umum ia terima
sebagai sesuatu yang alami
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
bersoda, ketakutan dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat dia kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya.
Stage III : Condemning
Secara umum halusinasi sering
mendatangi klien
Pengalaman sensori klien menjadi sering
datang dan mengalami bias. Klien mulai
merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan
mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya
dengan objekyang dipersepsikan klien mulai
menrarik diri dari orang lain, dengan
intensitas waktu yang lama.
Stage IV : Controlling, Severe
Level of Anxiety
Fungsi sensori menjadi tidak
relevandengan kenyataan
Klien mencoba melawan suara-suara atau
sensori abnormal yang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik.
29
Stage V : Conquering Panic Level
Anxienty
Klien mengalami gangguan dalam
menilai lingkungannya
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien
mulai terasa terancam dengan datangnya
suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia
dengan dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal empat jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan
psikotik berat.
Tabel 2.3 Tahapan Halusinasi
Tahapan proses terjadinya halusinasi :
a. Tahap I (Sleep Disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi.
Karakteristik :
Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang dan
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
Masalah makin terasa sulit, karena berbagai stressor terakumulasi
(misal : putus cinta, dikhianati kekasih, di PHK, bercerai, masalah
dikampus dan lain-lain).
Masalah semakin terasa menekan, support sistem kurangdan persepsi
terhadap masalah sangat buruk.
30
Sulit tidur terus menerus sehingga terbiasa menghayal.
Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya
pemecahan masalah.
b. Tahap II
Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima
sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristik :
Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan.
Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan dan pada penenangan pikiran untuk mengurangi kecemsan
tersebut.
Individu menganggap bahwa pengalaman pikian dan sendori yang
dialaminya dapat dikontrol atau dikendalikan jika kecemasannya bisa
diatasi.
(dalam tahap ini ada kecenderungan individu merasa nyaman dengan
halusinasinya dan halusinasi bisa bersifat sementara).
Perilaku yang muncul adalah menyeringai atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata
31
cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang
mengasyikkan.
c. Tahap III
Halusinasi bersifat menayalahkan, sering mendatangi individu, dan
secara umu halusinasi menjijikkan.
Karakteristik :
Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami
bias.
Pengalaman sensori mulai bersifat menjijikkan dan menakutkan.
Mulai merasa kehilangan kendali dan metasa tidak mampu lagi
mengontrolnya.
Mulai berusaha untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
sumber yang dipersipkan individu.
Individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut
dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
Perilaku yang muncul adalah terjadi peningkatan sistem syaraf otonom
yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan
meningkat, konsentrasi menurun, dipenuhi dengan pengalaman sensori
32
dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
halusinasi dan realita.
d. Tahap IV
Halusinasi yang bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak
relevan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi
penguasa.
Karakteristik :
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu.
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang.
Klien menjadi tidak berdayadan menyerah untuk melawan halusinasi,
sehingga membiarkan halusinasi menguasai dirinya.
Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman sensori
atau halusinasinya tersebut berakhir (dari sinilahmulai fase gangguan
psikotik)
Perilaku yang muncul : cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi
halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian
hanya beberapa detik/menit, gejala fisik dari kecemasan berat, seperti :
berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
33
e. Tahap V
Halusinasi bersifat menaklukan, halusinasi menjadi lebih rumit dan
klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Karakteristik :
Pengalaman sensorinya menjadi terganggu.
Halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi, dan
menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien mulai
terasa terancam.
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak
dapat berhubungan dengan orang laindan menjadi menarik diri.
Klien berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau
bisa juga beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/kronis
(terjadi gangguan psikotik berat).
Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri
atau membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi
(amuk, agitasi, menarik diri), tidak mampu berespons terhadap
petunjuk yang kompleks dan lebih dari satu orang.
34
B. Tinjauan Tentang Perawat
1. Definisi
Perawat merupakan salah satu bagian sumber daya di dalam
institusi kesehatan yang juga sangat penting kedudukannya. Internasional
Council of Nurses (Kusnanto, 2003), menyebutkan perawat (Nurse)
berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau
memelihara. Seorang perawat adalah seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu atau melindungi seseorang karena
sakit, cedera dan proses penuaan. Fungsi yang unik dari perawat adalah
seseorang yang sakit atau sehat dalam usaha-usaha menjaga kesehatan atau
penyembuhan atau untuk menghadapi sakaratul maut dengan tenang, yaitu
usaha yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri apabila ia cukup kuat,
kemauan atau sadar dan melakukannya sedemikian rupa sehingga si pasien
dalam waktu singkat dapat mandiri.
Keperawatan sampai sekarang memerlukan perjuangan yang cukup
besar. Meskipun keperawatan sudah mulai disebut suatu profesi yang baru
lahir atau yang sedang berkembang. Sebagaimana halnya manusia yang
bergerak dari kebutuhan dasar ke kebutuhan untuk tumbuh, begitu pula
dengan keperawatan yang bergerak dari okupasional ke kriteria
profesional belum sepenuhnya mencapai status profesi (Kusnanto, 2003).
Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan
berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau
35
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya
(Depkes RI, 2002).
2. Peran perawat
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana
dapat di pengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun
dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstant. Peran perawat
menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 tersendiri dari :
a) Pemberi asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis
keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang
tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat
dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian ini dilakukan dari
yang sederhana sampai dengan kompleks.
b) Advokas klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,
juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien
36
yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi
tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c) Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan
tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku klien
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d) Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan
serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan hingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
e) Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui
tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-
lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
f) Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultan terhadap masalah
atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.Peran ini
37
dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
g) Peneliti/pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis, dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
3. Fungsi perawat
Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan
berbagai fungsi diantaranya :
a) Fungsi Independen
Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak
tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan
tugasnya di lakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam
melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia
seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan
oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan
kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain),
pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta
mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
b) Fungsi Dependen
Fungsi dependen merupakan perawat dalam melaksanakan
kegiatan atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian
tindakan pelimpahan tugas yang diberikan.Hal ini biasanya dilakukan
38
oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer
ke perawat pelaksana.
c) Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim atau dengan yang lainnya. Fungsi ini
dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim
dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan
keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks.
Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun yang lainnya.
4. Tugas perawat
Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi
asuhan keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam
proses keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam loka karya tahun
1983 yang berdasarkan fungsi perawat dalam meberikan asuhan
keperawatan adalah :
a) Mengumpulkan data.
b) Menganalisis dan mengintrepetasikan data.
c) Mengembangkan rencana tindakan keperawatan.
d) Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
ilmu perilaku, sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan
asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi KDM.
39
e) Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana
keperawatan.
f) Menilai tingkat pencapaian tujuan.
g) Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan.
h) Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.
i) Mencatat data dalam proses keperawatan.
j) Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan
keperawatan.
k) Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang
keperawatan.
l) Membuat usulan rencana penelitian keperawatan.
m) Menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.
n) Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan.
o) Membuat rencana penyuluhan kesehatan.
p) Melaksanakan penyuluhan kesehatan.
q) Mengevaluasi penyuluhan kesehatan.
r) Berperan serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
s) Menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan
maupun tim kesehatan lain.
40
C. Tinjauan Tentang Pengalaman
1. Definifi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010) pengalaman
diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasai, ditanggung).
Pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber
pengetahuan dan juga merupakan cara untuk mendapatkan kebenaran
pengetahuan (Notoadmojo, 2010).
Pengalaman adalah hasil persentuhan alam dengan panca indera
manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan
seseorang menjadi tahu dan hasil tahu itu kemudian di sebutkan
pengetahuan.
Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami
(dijalani, dirasakan, di tanggung, (KBBI,2005)). Pengalaman seseorang
menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan
memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan
pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman seseorang, semakin
terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan
sikap dalam bertindak mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Indikator dari Pengalaman
Indikator pengalaman kerja menurut Foster 2001 yaitu lama waktu
atau masa kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan,
pengetahuan tentang konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi
41
lain yang dibutuhkan oleh karyawan, penguasaan terhadap pekerjaan dan
peralatan (dalam Nawaningrum, 2015).
Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah diterima
seseorang dapat membantu tugas-tugas pekerja dan telah di lakukan
dengan baik. Pengetahuan juga mengenai kemampuan untuk
memperbaharui dan menerapkan informasi tentang tanggung jawab
pekerjaan. Sementara keterampilan yang diperlukan pada kemampuan
fisik yang diperlukan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau
pekerjaan. Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek
teknik peralatan dan teknik pekerjaan (Efendi & Makhfudli, 2009 dalam
Nawaningrum, 2015).
D. Tinjauan Tentang Strategi Pelaksanaan
1. Definisi
Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SPTK) merupakan
rangkaian percakapan perawat dengan klien pada saat melaksanakan
tindakan keperawatan. SPTK melatih kemampuan intelektual tentang pola
komunikasi dan pada saat dilaksanakan merupakan latihan kemampuan
yang terintegrasi antara intelektual, psikomotor dan afektif.
SPTK terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama : proses
keperawatan yang memuat kondisi klien, diagnosis keperawatan, tujuan,
dan tindakan keperawatan. Bagian kedua : strategi komunikasi pada saat
melaksanakan tindakan keperawatan.
42
a) Proses keperawatan
Pada SPTK dituliskan garis besar dari proses keperawatan yang
merupakan justifikasi ilmiah dari mana sumber tindakan keperawatan
yang akan dilakukan. Hal ini merupakan kemampuan intelektual yang
selalu harus dilakukan oleh perawat pada saat melakukan tindakan
keperawatan. Tindakan keperawatan yang ditetapkan akan dilakukan,
merupakan faktor yang penting dalam melakukan langkah selanjutnya
yaitu strategi komunikasi. Tidak diperkenankan hanya melakukan
tindakan tanpa mengetahui diagnosa dan tujuan dari tindakan tersebut.
b) Strategi komunikasi dalam pelaksanakan tindakan keperawatan
Strategi komunikasi yang digunakan adalah tahapan
komunikasi teraputik perawat dan klien, yaitu pra interaksi,
perkenalan, orientasi, kerja dan terminasi.
1) Tahap pra interaksi
Pra interaksi dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien,
yaitu SPTK sebagai rencana interaksi. Pada saat menjadi
mahasiswa maka SPTK ditulis, sedangkan saat telah menjadi
perawat, maka SPTK menjadi pola berpikir. Setiap akan
berinteraksi dengan klien, pola SPTK seyogyanya sudah ada, baik
dalam satu shift dinas perawat merawat 5 orang klien dan masing-
masing klien membutuhkan 3 tindakan keperawatan, maka 15
SPTK yang perlu dipersiapkan secara tertulis/pola pikir.
43
2) Tahap perkenalan/Orientasi
Secara garis besar tahapan ini dapat dibagitiga pola
sepanjang merawat klien, yaitu pertemuan awal (kontak pertama),
pertemuan kedua dan seterusnya (kontak selama proses
keperawatan) dan pertemuan akhir (kontak diakhir shift atau di
akhir perawatan).
Isi dari tahapan ini merupakan ringkasan teoritis yang
dianggap penting saat melakukan interaksi secara operasional yaitu
salam terapeutik, evaluasi dan atau validasi dan kontak. Berikut ini
akan diuraikan bagaimana pelaksanaan ketiga aspek ini pada
pertemuan pertama, kedua dan seterusnya, serta pertemuan akhir.
3) Tahap kerja
Tahap kerja ini berisi berbagai tindakan keperawatan yang
telah direncanakan pada tiapdiagnosa keperawatan. Tindakan
keperawatan dapatberupa observasi dan monitoring, terapi
keperawatan termasuk individu dan kelompok disertai terapi
modalitas keperawatan, pendidikan kesehatan pada klien dan
keluarga, tindakan kolaborasi dengan berbagai tim kesehatan jiwa.
Prinsip pada tahapan ini adalah perawat menggunakan diri
secara terapeutik yang tampak dari teknik komunikasi terapeutik,
sikap yang terapeutik dan pelaksanaan langkah-langkah tindakan
keperawatan yang sesuai rencana.
44
4) Tahap terminasi
Tahap terminasi hampir sama dengan perkenalan dan
orientasi, yaitu dibagi menjadi duamacam, yaitu terminasi
sementara dan terminsi akhir. Terminasi sementara dilakukan pada
setiap akhir pertemuan, sedangkan terminasi akhir pada saatklien
pulang.
Isi dari terminasi adalah evaluasi (evaluasi obyektif dan
subyektif), rencana tindak lanjut bagi klien (planning bagi klien)
dan kontrak yang akan datang berupa topik, waktu dan tempat
(planning bagi perawat) yang terkait dengan rencana tindakan
keperawatan selanjutnya.
2. Strategi pelaksanaan halusinasi
No
Pasien Keluarga
SPIP SPIK
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien Menjelaskan pengertian halusinasi,
tanda dan gejala halusinasi, jenis
halusinasi serta proses terjadinya
halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
pasien
45
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
pasien
Menjelaskan cara merawat pasien
halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi pasien
6. Mengidentifikasi respon pasien
terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menfhardik halusinasi dalam kegiatan
harian
SPIIP SPIIK
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
Melatih keluarga mempraktekkan
cara merawat pasien dengan
halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
halusinasi
3. Menjadwalkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
SPIIIP SPIIIK
1. Mengevaluasi jadwal kagiatan harian
pasien
Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum
46
obat (discharge planning)
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan
di rumah)
Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
SPIVP
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
Tabel2.4 strategi pelaksanaan (SP) halusinasi
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi atau disebut dengan perspektif fenomenologi
(Saryono & Anggraeni, 2013). Perspektif fenomenologi adalah memberikan
deskripsi, refleksi, interpretasi, dan modus riset yang menyampaikan intisari
dari pengalaman individu yang di teliti. Fenomenologi berkontribusi
mendalami pemahaman sebagai perilaku, tindakan dan gagasan masing-
masing individu dan diterima secara benar. Van Menen (2007) menjelaskan
yang dimaksud pengalaman individu dalam pendekatan fenomenologi adalah
sebagai persepsi individu tentang keberadaannya di dunia, kepercayaan dan
nilai-nilai yang dimilikinya tentang sesuatu dari sudut pandangnya (Afiyanti,
2014).
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
fenomenologi yaitu pengalaman yang nyata. Penelitian ini dilakukan dalam
situasi yang alamiah, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau
memahami fenomena yang di kaji (Saryono & Anggraeni, 2013). Tujuan
pendekatan fenomenologi adalah mengembangkan makna pengalaman hidup
dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan mengidentifikasi
inti fenomena dan menggambar secara akurat dalam pengalaman hidup sehari-
hari (Rose, Beeby & Parker, 1995 Saryono & Anggraeni, 2013).
48
B. Tempat penelitian
Tempat penelitian yang digunakan adalah Ruangan Kenanga Rumah
Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.
C. Instrumen penelitian
Pada penelitian ini intrumen penelitian yaitu peneliti itu sendiri dan
yang dibuat oleh peneliti sendiri berupa pedoman wawancara mendalam (in
depth interview), yang dibantu dengan menggunakan tape recorder, field note.
D. Sampel Sumber Data
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data yang di perlukan dalam
penelitian (Saryono & Anggraeni, 2013). Populasi yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah pengalaman perawat dalam mengimplementasikan
strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi di
ruangan kenangan RSKD Provinsi Sul-Sel.
2. Sampel sumber data
Sampel penelitian sebagian dari keseluruhan objek atau beberapa
objek yang dianggap mewakili (representatif) seluruh populasi yang ada.
Jumlah sampel dalam penelitian kualitatif dan biasa di sebut juga
pastisipan atau informan (Setiadi, 2013). Pada penelitian ini, penelitian
akan mewawancarai populasi untuk memilih sampel penelitian sampai
terjadi saturasi (kejenuhan) pada data penelitian maka sampel penelitian
dihentikan hingga penentuan sampel penelitian tergantung dari pada
saturasi data saat wawancara penelitian pada perawat dalam
49
mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan
pasien halusinasi di ruangan kenanga RSKD Provinsi Sul-Sel.
a) Kriteria Inklusi
1) Informan yang memiliki pengalaman dalam
mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan
keperawatan pasien halusinasi.
2) Informan mampu berkomunikasi dengan baik.
b) Kriteria Eksklusi
Perawat yang tidak bersedia menjadi informan.
E. Teknik pengumpulan data
Langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut :
1. Pendekatan terhadap informan
Pendekatan terhadap informan dilakukan setelah izin penelitian
didapatkan dari Klinik atau Rumah Sakit. Peneliti akan menemui calon
partisipan dengan bantuan perawat penanggung jawab atau tenaga
spesialis keperawatan yang bertanggung jawab untuk menjelaskan tujuan
dan proses pelaksanaan penelitian, serta meminta kesedian perawat
menjadi partisipan dalam penelitian. Perawat diminta kesediaannya
menandatangani lembar persetujuan partisipan, jika mereka bersedia
menjadi partisipan.
Peneliti dan perawat penanggung jawab berkoordinasi menentukan
jadwal pengumpulan data, baik melalui wawancara mendalam, observasi,
dan member check. Waktu wawancara ditentukan bersama dengan
50
partisipan yang sudah setuju dan dilakukan aktivitas senggang sehingga
tidak menangganggu aktivitas partisipan tersebut.
Penelitian melakukan pendekatan dengan calon partisipan yang
telah masuk dalam kriteria sampel pada hari yang sama. Peneliti lalu
mencoba memberikan penjelasan sesuai dengan penjelasan penelitian dan
meminta ketersediaan calon partisipan yang bersedia menjadi partisipan
menandatangani lembar persetujuan.
2. Mendapatkan ruangan untuk wawancara mendalam dan observasi
Peneliti bersama partisipan mencari tempat yang sesuai untuk
diadakan kegiatan pengumpulan data. Setelah itu peneliti mengundang
partisipan untuk melakukan wawancara sesuai dengan jadwal yang telah
disetujui oleh partisipan.
3. Kegiatan wawancara mendalam, observasi dan member check
Semua kegiatan wawancara direkam oleh peneliti dengan digital
recorder atas persetujuan partisipan sebelumnya yang diletakkan di atas
meja menghadap ke arah partisipan.
F. Teknik analisa data
Analisis data kualitatif merupakan proses pelacakan dan pengaturan
secara sistematis transkrip-transkrip wawancara dan bahan-bahan lain agar
peneliti mendapat penyajian temuannya. Proses analisis dilakukan segera
setelah pengumpulan data dimulai, bersifat analitik dengan menggunakan
metode berfikir induktif. Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan
dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penelitian.
51
1. Prosedur analisis data
Reduksi data adalah mengidentifikasi satuan atau unit-unit bematik
data yang bersumber dari ungkapan-ungkapan partisipan, yang dimulai
dengan proses koding deskriptif terhadap data yang memiliki makna bila
dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian. Koding merupakan proses
analisis data awal untuk merencanakan tema-tema utama dalam data.
2. Data display
Mengatur, menyimpulkan partisipan yang mengacu pada pembuatan
sebuah konklusi. Sebuah tampilan dapat menjadi bagian yang panjang dari
sebuah teks atau diagram, chart atau matriks yang menyediakan cara baru
mengatur dan berfikir tentang data yang lebih tekstual, memungkinkan
peneliti untuk mengeksplorasi data yang ada dan memulai
mengidentifikasi yang sistematis dan keterkaitan.
3. Membuat konklusi dan verivikasi
Membuat sebuah konklusi diperlukan oleh peneliti memulai untuk
menentukan tema apa makna dari sesuatu hal. Peneliti menyebutkan secara
teratur dalam mencatat, pola (perbedaan/persamaan), penjelasan,
konfigurasi yang memungkinkan, antara kausal dan proposisi. Proses ini
termasuk sebuah langkah yang mundur untuk mempertimbangkan apa arti
data yang di analisis dan untuk menilai implikasi bagi pertanyaan yang
ditemukan. Verifikasi, terkait dengan membuat konklusi, perlu meninjau
kembali data sebanyak yang diperlukan untuk “cross-check” atau
memverifikasi kesimpulan yang muncul.
52
G. Rencana pengujian keabsahan data
Penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu
subjektifitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif,
alat penelitian yang dipercayai adalah wawancara dan observasi yang
mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi
tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan
mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, diperlukan beberapa
cara untuk menentukan kabsahan data, yaitu (Saryono & Anggraeni, 2013):
1. Kredibilitas (credibility)
Apakah proses dan hasil penelitian ini dapat diterima atau
dipercaya. Kredibilitas merupakan kriteria untuk memenuhi nilai
kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil
penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca tentang kritik dan
dari responden sebagai informan. Cara memperoleh tingkat kepercayaan
hasil penelitian, yaitu :
a) Memperpanjang masa pengamatan (ploronged engagement),
memungkinkan peningkatan derajad kepercayaan data yang
dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji
informasi dari responden, dan untuk membangun kepercayaan para
responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.
b) Pengamatan yang terus-menerus (persistent observation), untuk
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat
53
relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta
memusatkan diri pada hal-hal tersebut sebagai rinci.
c) Triangulasi (triangulation), pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
d) Mengadakan pengecekan anggota (member checking), yaitu dengan
menyetujui dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan
pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan
mengaplikasikannya pada data, serta dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang data.
e) Analisis kasus negatif (negative case analysis)
f) Pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks)
(Saryono & Anggraeni, 2013).
2. Transferabilitas (transferability)
Beberapa hasil penelitian kualitatif dapat dihasilkan dan dialihkan
pada keadaan atau konteks lain atau kelompok atau partisipan lainnya
merupakan pertanyaan untuk menilai kualitas tingkat keteralihan atau
transferabilitas. Penelitian kualitatif memiliki keterbatasan pada aspek
generalisasi disebabkan karena tujuan utama dari penelitian kualitatif
adalah memahami suatu fenomena atau situasi kehidupan secara
mendalam, bukan untuk menggeneralisasikan hasil temuan riset tersebut
stake (1995) dalam Imami dan Afyanti (2014). Kriteria ini digunakan
untuk memenuhi kriteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam
54
konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki
tipologi yang sama.
3. Dependabilitas (dependability).
Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian
kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik yang digunakan adalah
dependabilityaudit dengan meminta dependent dan independen auditor
untuk mereview aktivitas peneliti. Cara yang dapat dilakukan yang
menghasilkan peneliti untuk memperoleh hasil penelitian atau melakukan
analisis data yang terstruktur dan mengupayakan untuk
menginterpretasikan hasil studinya dengan benar-benar membuat para
peneliti dapat membuat kesimpulan yang sama menggunakan analisis,
analisis data dan analisis studi yang sedang dilakukan.
4. Komfirmabilitas (comformability)
Komfirmabilitas menggantikan aspek objektivitas pada penelitian
kualitatif, namun tidak persis sama arti dari keduanya. Yaitu kesediaan
penelitian untuk mengungkap secara terbuka proses dan elemen-elemen
penelitiannya. Hal ini dapat dilakukan dengan membicarakan hasil
penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.Komfirmabilitas
merupakan kriteria untuk menilai mutu hasil penelitian. Jika
dependabilitias digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang
ditempuh oleh peneliti, maka komfirmabilitas untuk menilai kualitas hasil
penelitian.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Pada bagian ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah
dilakukan. Yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalaman perawat
dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan
pasien halusinasi di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Penelitian ini dilakukan tanggal 06-09 Agustus 2019 diruangan
kenanga, di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.
Penelitian ini dilakukan pada 5 partisipan dengan wawancara mendalam (in-
depth interview) dengan karakteristik yang telah ditentukan, dengan
menggunakan pedoman wawancara yang telah dilampirkan. Pertanyaan-
pertanyaan partisipan atau subjek penelitian yang dinilai penting yang
berhubungan dengan fenomena yang diteliti kemudian dikategorikan ke dalam
tema-tema yang relevan dengan fokus masalah penelitian. Tema-tema tersebut
dapat membantu peneliti untuk dapat memahami fenomena yang dikaji
mengenai bagaimana pengalaman perawat dalam mengimplementasikan
strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi di Rumah
Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.
56
Peneliti di beri kode (P) dan setiap partisipan di beri kode (SP atau
Subjek Penelitian), serta diberi nomor sesuai urutan wawancara.
1. Karakteristik partisipan
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang, yang merupakan
perawat yang bertugas di ruangan Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah
Dadi Provinsi Sulawesi Selatan yang telah memasuki masa bekerja mulai
dari 5-10 tahun ke atas.
a) Partisipan 1 (SP 1 dengan inisial Ny. R)
Partisipan 1 adalah Ny. R yang beralamat di Gelora Pajjalang
Indah, Sudiang adalah seorang perawat yang bertugas diruangan
Kenanga, yang telah bekerja selama lebih dari 11 tahun di ruangan
perawatan jiwa di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan.
b) Partisipan 2 (SP 2 dengan inisial Ny. L)
Partisipan 2 adalah Ny. L yang beralamat di Jl. Aspol Panaikang
adalah seorang perawat yang bertugas diruangan Kenanga, yang telah
bekerja selama lebih dari 10 tahun di ruangan perawatan jiwa di
Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.
c) Partisipan 3 (SP 3 dengan inisial Ny. N)
Partisipan 3 adalah Ny. N yang beralamat di Jl. Sunu adalah
seorang perawat yang bertugas diruangan Kenanga, yang telah bekerja
selama 3 bulan di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.
57
d) Partisipan 4 (SP 4 dengan inisial Ny. F)
Partisipan 4 adalah Ny. F yang beralamat di Jl. Tamangapa Raya
adalah seorang perawat yang bekerja di ruangan Kenanga, yang telah
bekerja selama lebih dari 3 tahun di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
Provinsi Sulawesi Selatan.
e) Partisipan 5 (SP 5 dengan inisial Ny. H)
Partisipan 5 adalah Ny. H yang beralamat di Sudiang adalah
seorang perawat yang bekerja di ruangan Kenanga, yang telah bekerja
selama lebih dari 10 tahun di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
Provinsi Sulawesi Selatan.
Karakteristik Partisipan
SP 1 SP 2 SP 3 SP 4 SP 5
Inisial Partisipan Ny. R Ny. L Ny. N Ny. F Ny. H
Umur 32 thn 30 thn 27 thn 34 thn 34 thn
Jenis Kelamin PR PR PR PR PR
2. Analisis tema
Data penelitian berupa transkrip dari hasil wawancara dan catatan
di lapangan dari setiap wawancara mendalam analisis dengan
menggunakan metode thematic analysis yang telah di kembangkan oleh
Braun & Clarke (2013). Setelah melakukan analisis data,
penelitimengidentifikasi 5 tema sebagai hasil penelitian yang akan di
uraikan di bawah ini.
58
a) Tema 1 : pengetahuan tentang SP halusinasi
SP halusinasi
Hasil dari penelitian ini terdapat 5 orang partisipan yang dapat
menjelaskan tentang SP halusinasi. Pernyataan partisipan di
ungkapkan sebagai berikut :
“…tindakan keperawatannya yaitu mengontrol halusinasinya,
kapan waktunya, pengobatannya, terapinya.” (SP1)
“SP halusinasi merupakan rangkaian percakapan komunikasi
antara perawat dengan klien ee…untuk membantu klien dalam
menghadapi halusinasinya.“ (SP2)
“SP halusinasi itu ee…tentang bagaimana cara perawat
berinteraksi dengan klien atau pasien kita tentang mengkaji cara
dia berhalusinasi, seperti itu.” (SP3)
“SP halusinasi ada 4, yang pertama bagaimana pasien mengenal
halusinasinya dan mengajarkan metode menghardik itu....” (SP4)
“SP itu adalah tahapan-tahapan dalam, apa…mengimplementasi
dalam pasien halusinasi.”(SP5)
59
Kata kunci Kategori Tema
Bagan 4.1. Tema 1
“…tindakan keperawatannya
yaitu mengontrol
halusinasinya, kapan
waktunya, pengobatannya,
terapinya.” (SP1)
Pengetahuan tentang SP
halusinasi SP halusinasi
“SP itu adalah tahapan-
tahapan dalam,
apa…mengimplementasi
dalam pasien
halusinasi.”(SP5)
“SP halusinasi ada 4, yang
pertama bagaimana pasien
mengenal halusinasinya dan
mengajarkan metode
menghardik itu....” (SP4)
“SP halusinasi itu
ee…tentang bagaimana cara
perawat berinteraksi dengan
klien atau pasien kita tentang
mengkaji cara dia
berhalusinasi, seperti itu.”
(SP3)
“SP halusinasi merupakan
rangkaian percakapan
komunikasi antara perawat
dengan klien ee…untuk
membantu klien dalam
menghadapi halusinasinya.“
(SP2)
60
b) Tema 2 : keefektifan penerapan SP halusinasi
Efektif
Hasil dari penelitian ini terdapat 4 orang partisipan yang
mengatakan tentang sudah efektif dalam penerapan SP halusinasi.
Pernyataan partisipan di ungkapkan sebagai berikut :
“…efektif, cuman kan pasien beda-beda toh ada yang langsung dia
ini mengerti, ada yang lama sekali perlu tahap-tahap untuk sampai
ke tahap mengerti sekali itu pasiennya…”(SP1)
“…sudah efektif. Karena kami sudah melakukan apa yang ee…apa
yang sesuai dengan SP atau SOP kan yang anu sudah dilakukan.“
(SP2)
“…sudah cukup efektif. Cuman yang menjadi permasalahan itu
ketika ee…apa, ee mungkin kondisi-kondisi dari pasien itu
sendiri…” (SP4)
“sesuai (efektif) sayang. Yang diterapkan sesuai dengan
tahapannya dan itu memang untuk tidak dalam waktu singkat
ya…”(SP5)
61
Kata kunci Kategori Tema
Bagan 4.2.Tema 2
“…efektif, cuman kan
pasien beda-beda toh ada
yang langsung dia ini
mengerti, ada yang lama
sekali perlu tahap-tahap
untuk sampai ke tahap
mengerti sekali itu
pasiennya…”(SP1)
Keefektifan
penerapan SP
halusinasi Efektif
“…sudah cukup efektif. Cuman yang menjadi
permasalahan itu ketika
ee…apa, ee mungkin
kondisi-kondisi dari pasien
itu sendiri…” (SP4)
“…sudah efektif. Karena
kami sudah melakukan apa
yang ee…apa yang sesuai
dengan SP atau SOP kan
yang anu sudah
dilakukan.“ (SP2)
“sesuai (efektif) sayang.
Yang diterapkan sesuai
dengan tahapannya dan itu
memang untuk tidak dalam
waktu singkat ya…”(SP5)
62
c) Tema 3 : kesesuaian dokumentasi dengan pelaksanaan SP halusinasi
Dokumentasi
Hasil dari penelitian ini terdapat 5 orang partisipan yang
mengatakan tentang sesuai dengan dokumentasi dengan pelaksanaan
SP halusinasi .pernyataan partisipan di ungkapkan sebagai berikut :
“…semua yang dilakukan ditulis semua di BRMnya.” (SP1)
“…harus sesuai karna apa yang kita lakukan pada pasien,
tindakan apa yang kita lakukan harus di dokumentasikan
semua…” (SP2)
“sesuai. ….apa yang kita lakukan sama pasien toh, kita harus tulis
(sambil tertawa) sesuai dengan yang semestinya.” (SP3)
“…pelaksanaan SP, setiap SP yang kita laksanakan ke pasien,
selesai melaksanakan SP kita lakukan dokumentasi.” (SP4)
“sesuai. Dan kami perawat ini ada melakukan pendokumentasi itu
didalam, kalau disini kita menulis di catatan perkembangan pasien
terintegrasi setiap hari… kami mengevaluasi pasien…” (SP5)
63
Kata kunci Kategori Tema
Bagan 4.3. Tema 3
Dokumentasi
Kesesuaian
dokumentasi
dengan
pelaksanaan SP
halusinasi
“sesuai. Dan kami perawat ini
ada melakukan pendokumentasi
itu didalam, kalau disini kita
menulis di catatan perkembangan
pasien terintegrasi setiap hari…
kami mengevaluasi pasien…”
(SP5)
“…pelaksanaan SP, setiap SP yang kita laksanakan ke pasien,
selesai melaksanakan SP kita
lakukan dokumentasi.”(SP4)
“…semua yang dilakukan ditulis
semua di BRMnya.” (SP1)
“sesuai. ….apa yang kita
lakukan sama pasien toh, kita
harus tulis (sambil tertawa)
sesuai dengan yang
semestinya.”(SP3)
“…harus sesuai karna apa yang
kita lakukan pada pasien,
tindakan apa yang kita lakukan
harus di dokumentasikan
semua…” (SP2)
64
d) Tema 4 : kelemahan/kekurangan SP halusinasi
1) Pasien
Hasil dari penelitian ini terdapat 3 orang partisipan yang
mengatakan tentang kelemahan/kekurangan pada saat
melaksanakan SP halusinasi dari pasien. Pernyataan di ungkapkan
sebagai berikut :
“…kelemahannyaa…kadang klien, terutama klien yang masih
baru mereka kadang lupa dengan apa yang perawat
sampaikan.” (SP2)
“…pasiennya merasa dirinya tidak sakit. Sehingga, tidak perlu
minum obat…” (SP4)
“…pasien kan banyak dan perawatnya yang
mengobservasinya itukan hanya berapa ya…” (SP5)
2) Keluarga
Hasil dari penelitian ini terdapat 1 orang partisipan yang
mengatakan tentang kelemahan/kekurangan pada saat
melaksanakan SP halusinasi dari keluarga. Pernyataan di
ungkapkan sebagai berikut :
“…keluarga yang tidak ambil atau pasien tidak ada menjenguk
pasti otomatis disitu…disitu kelemahannya.” (SP3)
65
3) Perawat
Hasil dari penelitian ini terdapat 1 orang partisipan yang
mengatakan tentang kelemahan/kekurangan pada saat
melaksanakan SP halusinasi dari perawat. Pernyataan di
ungkapkan sebagai berikut :
“…pasien kan banyak dan perawatnya yang mengobservasinya
itukan hanya berapa ya…” (SP5)
66
Kata kunci Kategori Tema
Bagan 4.4. Tema 4
Kelemahan/kekurangan
SP halusinasi Keluarga
Pasien
Perawat
“…pasien kan banyak dan
perawatnya yang
mengobservasinya itukan
hanya berapa ya…” (SP5)
“…pasiennya merasa
dirinya tidak sakit.
Sehingga, tidak perlu
minum obat…” (SP4)
“…keluarga yang tidak ambil atau pasien tidak
ada menjenguk pasti
otomatis disitu…disitu
kelemahannya.” (SP3)
“…kelemahannyaa…kadang klien, terutama klien
yang masih baru mereka
kadang lupa dengan apa
yang perawat
sampaikan.” (SP2)
67
e) Tema 5 : kendala/hambatan SP halusinasi
1) Pasien
Hasil dari penelitian ini terdapat 3 orang partisipan yang
mengatakan tentang hambatan pada saat melaksanakan SP
halusinasi dari pasien. Pernyataan di ungkapkan sebagai berikut :
“…dari pasien biasa mengamuk toh, seperti itu pasien
mengamuk…terkendala lagi, sebenarnya pertama dia mau
cerita tapi datang lagi halusinasinya yang jelek…“ (SP3)
“…bisa jadi karena kondisi pasiennya sendirikan. Itu ji’,
kondisi pasien sendiri itu saja yang menjadi kendala, apakah
pasien kooperatif atau tidak.” (SP4)
“Karena pasiennya banyak jadi ee…untuk tercover full itu
dalam setiap ininya ee…ada terkadang kurang maksimal tapi di
usahakan ya…semaksimal mungkin.” (SP5)
2) Keluarga
Hasil dari penelitian ini terdapat 4 orang partisipan yang
mengatakan tentang hambatan pada saat melaksanakan SP
halusinasi dari keluarga. Pernyataan di ungkapkan sebagai berikut :
“…kalau dari keluarga ya biasa ada keluarga yang ee…sudah
untuk dihubungi, bagaimana ada keluhan keluarga…” (SP2)
68
“…keluarganya ada yang (sambil tertawa) mau datang, ada
yang tidak mau datang.” (SP3)
“…tergantung dari keluarganya. Apakah dia memberikan
dukungan atau tidak, kalau kurang dukungan ya…” (SP4)
“…kalau soal keluarga, keluarga jarang datang ya. Jadi itu
juga kan biasanya kita harus…” (SP5)
69
Kata kunci Kategori Tema
Bagan 4.5. Tema 5
“…dari pasien biasa mengamuk
toh, seperti itu pasien
mengamuk…terkendala
lagi…”(SP3)
Pasien
“…bisa jadi karena kondisi
pasiennya sendirikan. Itu ji’,
kondisi pasien sendiri itu saja
yang menjadi kendala, apakah
pasien kooperatif atau tidak.”
(SP4)
Kendala/hambatan
SP halusinasi
“Karena pasiennya banyak jadi
ee…untuk tercover full itu dalam
setiap ininya ee…ada terkadang
kurang…” (SP5)
“…kalau dari keluarga ya biasa ada keluarga yang ee…sudah
untuk dihubungi, bagaimana ada
keluhan keluarga…” (SP2)
Keluarga “…keluarganya ada yang (sambil
tertawa) mau datang, ada yang
tidak mau datang.” (SP3)
“…tergantung dari keluarganya.
Apakah dia memberikan
dukungan atau tidak, kalau
kurang dukungan ya…” (SP4)
“…kalau soal keluarga, keluarga jarang datang ya. Jadi itu juga
kan biasanya kita harus…” (SP5)
70
B. Pembahasan
Bagian ini menjelaskan tentang interpretasi dari hasil penelitian dan
keterbatasan penelitin ini. Interpretasi di lakukan dengan membandingkan
hasil penelitian dengan konsep-konsep serta teori-teori. Keterbatasan
penelitian ini akan di bahas dengan membandingkan proses penelitian yang
telah dilakukan dengan kondisi yang seharusnya di capai.
1. Tema 1 : pengetahuan tentang SP halusinasi
Dalam pelaksanaannya, perawat sudah mengetahui arti dari SP
halusinasi itu sendiri, dapat membedakan jenis halusinasi, kapan
terjadinya, frekuensi dari halusinasi, sehingga perawat melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan tahapan-tahapannya, kemudian pembagian SP
klien dengan SP keluarga. Halusinasi merupakan hilangnya suatu
kemampuan manusia dalam membedakan rangsagan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar) sehingga tidak memungkinkan klien
memberi persepsi atau pendapat tentang rangsangan yang nyata maupun
lingkungan tanpa adanya objek (Kusumawati & Hartono, 2010).
Halusinasi di bagi menjadi empat fase yang meliputi fase yang
pertama yaitu fase comforting (halusinasi bersifat menyenangkan), fase
yang kedua yaitu fase condemming (halusinasi bersifat menjijikkan), fase
yang ketiga yaitu fase controlling (halusinasi bersifat mengontrol atau
mengendalikan), fase ke empat yaitu fase conquering (halusinasi bersifat
menakutkan danklien sudah di kuasai oleh halusinasinya) (Dermawan &
Rusdi, 2013). Halusinasi terbagi menjadi lima jenis yaitu halusinasi
71
pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman dan halusinasi
perabaan (Dermawan & Rusdi, 2013).
SP terdiri dari SP Pasien dan SP Keluarga. SP Pasien yaitu bantu
klien mengenal halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi, Kaji
respon klien terhadap halusinasi, Latih klien untuk mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik halusinasi (SP1 pasien), Latih klien bercakap-
cakap saat halusinasi muncul (SP2 pasien), Bantu klien melaksakan
aktifitas terjadwal (SP3 pasien), Pendidikan kesehatan mengenai
penggunaan obat (SP4 pasien) dan Pendidikan kesehatan keluarga klien
halusinasi (SP keluarga).
Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa dari ke 5 partisipan
terkait dengan pengetahuan tentang SP halusinasi yaitu perawat mampu
menjelaskan tentang SP halusinasi itu dengan variasi yang berbeda-beda
tetapi mengarah kepada penjelasan SP halusinasi tersebut.
2. Tema 2 : keefektifan penerapan SP halusinasi
Dalam pelaksanaannya, penerapan SP halusinasi yang dilakukan
oleh perawat pelaksana di sini sudah, efektif di ruangan kenanga. Di
terapkan sesuai dengan tahapan dan prosedur SOP. Menurut Chaery
(2009) dalam Bate (2013), menyatakan bahwa pasien dalam kondisi tidak
stabil atau akut, dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang
mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan
mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Pada
72
situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang
lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Dalam kondisi seperti ini
tidak memungkinkan untuk mengajarkan pasien SP ataupun berinteraksi
dengan pasien. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan halusinasi,
dibutuhkan penanganan yang tepat seperti tindakan pengekangan atau
fiksasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh (Evie, 2016),
dalam pelaksanaannya, di temukan adanya ketidaksesuaian aplikasi SP di
ruang akut. Untuk di ruang akut, pasien belum bisa diajak komunikasi dan
strategi penanganan pasien hanya pengendalian dan fiksasi. SP tidak cocok
dan tidak memungkinkan untuk di terapkan di ruang akut, karena kalau
dilihat dari kondisi pasien SP-SP tersebut tidak memungkinkan untuk
diajarkan ke pasien karena kondisi pasien yang masih akut, belum stabil
dan jumlah hari rawat pasien rata-rata 2-3 hari. Standar yang digunakan
bukan SP tapi menggunakan Respon Umum Fungsi Adaptif (RUFA)
untuk penilaian pasien halusinasi. Jika pasien sudah mendapat skor lebih
dari 10, maka pasien diindikasikan untuk pindah ke ruang perawatan biasa.
Sedangkan untuk unit perawatan intensif psikiatri adalah suatu unit
yang memberikan perawatan khusus kepada pasien-pasien psikiatri yang
berada dalam kondisi membutuhkan pengawasan ketat. Di beberapa
negara unit ini diterjemahkan sebagai unit kedaruratan ataupun unit akut
yang pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu merawat pasien-
pasien yang berada dalam kondisi membutuhkan intervensi segera. Pasien
73
dengan kondisi ini adalah pasien-pasien dalam kondisi dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, seperti pasien
dengan usaha bunuh diri, halusinasi, perilaku kekerasan, NAPZA, dan
waham. Kegawatdaruratan psikiatri di ruang akut menggunakan standar
RUFA, di mana fase intensif II atau fase akut di lakukan perawatan selama
24-72 jam pertama (skor 11-20), kemudian observasi akan di lanjutkan di
fase intensif III dengan observasi minimal (Kaplan dan Sadock, 1993
dalam Wordpress, 2010).
Dari hasil penelitian dapat di simpulkan dari 5 partisipan 4 di
antaranya menguraikan terkait dengan keefektifan pelaksanaan SP
halusinasi yaitu dalam pelaksanaannya, penerapan SP halusinasi yang di
lakukan oleh perawat pelaksana sudah efektif di ruangan kenanga dan di
terapkan sesuai dengan tahapan dan prosedur SOP.
3. Tema 3 : kesesuaian dokumentasi dengan pelaksanaan SP halusinasi
Dalam dokumentasi keperawatan, pada saat melakukan
pendokumentasian dengan pelaksanaan SP halusinasi ini sudah sesuai
dengan apa yang di laksanakan kemudian di dokumentasikan kembali
setelelah selesai melakukan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi
tersebut.
Menurut Diyanto dalam Nursalam (2013), adapun faktor
penghambat yang dihadapi dalam pendokumentasian askep diantaranya
tidak seimbangnya jumlah tenaga perawat dengan pekerjaan yang ada,
74
formnya terlalu panjang, perawat harus mendampingi visite dokter, dan
malas. Sedangkan menurut Anggaini (2010) dalam Nursalam (2013),yaitu
satu pasien paling lama dibutuhkan waktu 20 menit. Total waktu
pendokumentasian asuhan keperawatan satu pasien paling banyak adalah
41-50 menit.
Dengan demikian, adanya keterbatasan dari tenaga perawat dan
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan dokumentasi
keperawatan menyebabkan terjadinya ketidaksesuain antara dokumentasi
keperawatan dengan implementasi, sehingga dalam pelaksanaannya
perawat lebih cenderung untuk melakukan dokumentasi tanpa melakukan
implementasi kepada pasien.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Evie, 2016), dalam
dokumentasi keperawatan di temukan ketidaksesuaian antara apa yang di
dokumentasikan dengan pelaksanaan tindakan keperawatan. Hal ini
disebabkan karena dokumentasi perawatan yang cukup banyak sehingga
butuh waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya. Karena
banyaknya dokumentasi yang harus dibuat, maka rutinitas perawat lebih
cenderung berfokus kepada menulis dokumentasi dari pada melakukan
interaksi atau menerapkan SP ke pasien. Sehingga tidak semua pasien di
lakukan SP atau di interaksi.
Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa dari ke 5 partisipan
terkait dengan kesesuaian antara pendokumentasian dengan pelaksanaan
75
SP halusinasi yaitu setelah di lakukannya tindakan keperawatan, perawat
langsung mendokumentasikannya sesuai dengan apa yang di terapkan
kepada pasien.
4. Tema 4 : kelemahan/kekurangan SP halusinasi
Kelemahan dari SP pada pasien halusinasi yaitu SP bersifat
spesifik, hanya untuk satu diagnosa keperawatan. SP cuma mengarah ke
perilaku atau gejala saja, tapi tidak menyelesaikan etiologi.SP tidak dapat
menghilangkan halusinasi tapi cuma mengontrol halusinasi. Penelitian
tentang keefektifan SP dalam mengontrol halusinasi masih sangat terbatas.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori Fitria (2009) tentang faktor
predisposisi halusinasi adalah faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Faktor tersebut meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis dan genetik. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor penyebab
terjadinya halusinasi tidaklah sama, sehingga isi halusinasi dari setiap
pasien tidak sama. Sementara SP terdiri dari 7 diagnosa keperawatan yang
masing-masing diagnosa memiliki SP yang terpisah yaitu SP tindakan
keperawatan harga diri rendah, isolasi sosial, perubahan persepsi Sensori:
halusinasi, perubahan proses pikir : waham, defisit perawatan diri, resiko
bunuh diri, dan perilaku kekerasan. Tujuan dari pemberian SP pada pasien
halusinasi adalah untuk mengontrol halusinasinya, tapi tidak dapat
menghilangkan halusinasi.
76
Faktor penyebab lainnya yang menjadikan terkendala dalam
pelaksanaannya yaitu keluarga yang jarang datang untuk mengunjungi
pasien bahkan sampai ada yang tidak pernah sama sekali mengunjunginya
sehingga pasien merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, merasa putus
asa, sudah tidak di terima oleh keluarganya serta masyarakat luas. Fasilitas
rumah sakit juga bisa mempengaruhi pada saat proses penerapan SP dari
ruangan yang kurang memadai.
Dari hasil penelitian yang di lakukan dapat di simpulkan bahwa
dari ke 5 partisipan, 3 diantaranya mengatakan terkait dengan
kelemahan/kekurangan dari SP halusinasi yaitu terdapat pada pasien, 1
partisipan mengatakan yang menjadi kendalanya juga terdapat pada
keluarga yang jarang mengunjungi pasien bahkan tidak pernah sama
sekali, kemudian 1 partisipan mengatakan kelemahan juga terdapat pada
perawat yang tidak sesuai dengan banyaknya pasien.
5. Tema 5 : kendala/hambatan SP halusinasi
Kendala-kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan SP
dalam penelitian ini yaitu keterbatasan tenaga perawat dalam penerapan
SP yaitu berkaitan dengan keterbatasan jumlah tenaga perawat, sehingga
pelaksanaan SP belum mampu diterapkan ke pasien secara intens. Jumlah
perawat shift sore dan malam rata-rata 2 orang. sementara jumlah ideal
untuk kebutuhan tenaga perawat yang bertugas yaitu jumlah pasien
dikalikan dengan jenis ketergantungan pasien. Dan juga berkaitan dengan
keterbatasan pengetahuan perawat, sehingga kurang mampu memberikan
77
pemahaman kepada pasien. Selain itu, perawat juga belum mampu
mengaplikasikan SP ke pasien secara maksimal. Hal ini disebabkan karena
kurangnya kemauan dan motivasi dari perawat untuk melakukan SP.
Perawat cenderung mengobservasi pasien, bukan implementasi SP. Jadi
untuk aplikasi implementasi SP belum diterapkan secara maksimal karena
keterbatasan jumlah tenaga perawat yang bertugas dan setiap perawat
memiliki pemahaman, keterampilan dan kedisiplinan yang berbeda.
Disamping keterbatasan tenaga perawat, adapun kendala dari
pasien yang sering muncul yaitu untuk meyakinkan pasien sulit dan pasien
kurang kooperatif. Setelah pulang, pasien merasa dirinya sembuh total jadi
tidak mau minum obat. Selain itu, dari keluarga pasien juga ditemukan
kendala dimana keluarga jarang berkunjung ke rumah sakit, sehingga SP
keluarga sangat jarang diaplikasikan. Keluarga juga jarang melakukan hal-
hal yang dianjurkan perawat setelah pasien pulang. Keluarga kurang
kooperatif, membawa pulang pasien enggan, malas dan menganggap
pasien sebagai beban keluarga, karena takut pasien akan kambuh lagi.
Selain itu menurut Stuart (2007), peran perawat jiwa adalah
pemberi asuhan keperawatan, advokad klien, edukator, kolaborator,
konsultan, dan kordinator.Salah satu peran penting yang harus dimiliki
perawat yaitu perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang
strategi pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan
sebagai satu bagian dari pendekatan holistik pada asuhan pasien.
Sedangkan menurut Dalami (2010) dalam Simanjuntak (2014),
78
pengetahuan perawat adalah setiap individu mempunyai tingkat
pengetahuan yang berbeda.
Tingkat pendidikan seorang perawat juga sangat mempengaruhi
ataupun menjadi hambatan pada saat pelaksanaan SP halusinasi, dimana
pendidikan perawat menjadi tolak ukur pada saat mengimplementasikan
SP halusinasi. Sehingga mempengaruhi pada saat proses pelaksanaan
tindakan keperawatan tersebut di lihat dari segi pengetahuan yang di
dapatkan oleh setiap individu pasti berbeda-beda tingkat pendidikannya.
Jadi dalam hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien tersebut.
Kondisi pasien gangguan jiwa khususnya halusinasi sering
menimbulkan efek psikologis bagi keluarga. Gangguan jiwa juga
menimbulkan efek negatif bagi keluarga (Doornboos, 1997 dalam Stuart
dan Laraia, 2005) yaitu meningkatnya stress dan konflik keluarga, saling
menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk mengerti dan menerima
anggota keluarga yang sakit, meningkatnya emosi ketika berkumpul,
kehilangan energi, waktu, dan uang untuk merawat anggota keluarganya.
Lamanya proses perawatan dan juga seringnya pasien dirawat terkadang
membuat keluarga merasa lelah dan putus asa sehingga mereka
mengetahui tentang cara perawatan halusinasi tetapi tidak bisa
menerapkannya secara optimal.
79
Dalam penelitian Wardhani (2013) dijelaskan bahwa setelah dua
minggu sampai dua bulan pertama, pasien skizofrenia menjalani rawat
inap, intensitas keluarga yang menjenguk sudah mulai berkurang atau
bahkan tidak pernah mengunjungi anggota keluarga yang mengalami
skizofrenia.Keluarga terkesan meninggalkan begitu saja anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia yang menjalani rawat inap di
Rumah Sakit Umum.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari
ke 5 partisipan terkait dengan kendala/hambatan SP halusinasi, 3
diantaranya mengatakan yang menjadi hambatan yaitu terdapat pada
pasien, kemudian 4 partisipan mengatakan hambatan itu terdapat pada
keluarga pasien itu sendiri.
C. Keterbatasan penelitian
Penyajian hasil penelitian ini, masih jauh dari kesempurnaan dan
memiliki keterbatasan serta kekurangan dari segi proses penelitian. Di
antaranya : pada saat dilakukan wawancara terdapat beberapa kendala terkait
dengan sebagian perawat menolak untuk di wawancarai, ada yang sibuk, dan
sebagainya. Hambatan lainnya saat dilakukan wawancara seperti perawat yang
enggan untuk bekerja sama karena adanya ketakutan terhadap pertanyaan yang
akan di ajukan. Namun hal itu dapat di atasi oleh peneliti dengan membina
hubungan saling percaya, sehingga proses wawancara dapat berjalan dengan
lancar sampai dengan berakhirnya wawancara tersebut.
80
D. Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi pelayanan
keperawatan dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan
keperawatan. Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang pengalaman
perawat dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan
keperawatan pasien halusinasi di rumah sakit umum khusus daerah dadi
provinsi Sulawesi selatan.
1. Bagi pelayanan di Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat di manfaatkan untuk memberikan
gambaran tentang pengalaman perawat dalam mengimplementasikan
strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi di rumah
sakit umum khusus daerah dadi provinsi Sulawesi selatan khususnya
dalam mengembangkan kualitas dan mutu pelayanan
mengimplementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan
pasien halusinasi.
2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang
pengalaman perawat dalam mengimpelementasikan strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan pasien halusinasi. Hal ini dapat di jadikan dasar bagi
pendidikan keperawatan untuk mengembangkan pengetahuan dalam
mengimpelementasikan strategi pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan
pasien halusinasi .
84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sebagian besar perawat memiliki pengetahuan tentang konsep halusinasi.
2. Setiap perawat memiliki pengalaman yang berbeda-beda dalam merawat
pasien halusinasi.
3. Terdapat kesesuaian dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan
tindakan keperawatan di lapangan.
4. Kelemahan dari pelaksanaan SP halusinasi ini terdapat pada pasien yang
mengalami halusinasi.
5. Kendala-kendala dalam implementasi SP halusinasi meliputi keterbatasan
tenaga perawat berkaitan dengan jumlah, pasien serta keluarga yang
kurang kooperatif.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas, penulis bermaksud mengemukakan saran
yang mungkin dapat bermanfaat bagi :
1. Rumah sakit, di harapkan untuk dapat mempertimbangkan kembali jumlah
perawat pelaksana disesuaikan berdasarkan standar perhitungan jumlah
ketenagaan serta kelengkapan sarana dan prasana.
2. Tenaga perawat, di harapkan agar terus melakukan suatu reseach
keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan jiwa yang
diberikan.
85
3. Peneliti yang akan datang, di harapkan kepada peneliti selanjutnya agar
dapat meneliti terkait dengan persepsi perawat tentang keberhasilan SP
halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti. Y. Rachmawati I.M. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam
riset Keperawatan,
Amin Huda Nurarif, S. N. (2015). Aplikasi Askep Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA-NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Anonymous, Joe. (2013, 13 September). Pengalaman. Diperoleh 13 Mei 2019.
https://plus.google.com/+JohanSupriyanto/posts
Departemen Kesehatan RI (2001). Standar Pelayanan Rumah Sakit. Cetakan V.
Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (2006). Standar Operasional
Prosedural.www.litbang.go.id. Diperoleh tanggal 13 Mei 2019.
Evie. S. H. R. (2018). Pengalaman perawat dalam mengimplementasikan Strategi
Pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pada pasien halusinasi di rumah
sakit jiwa daerah Surakarta.
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ikatan Dokter Indonesia. (2016). Hari kesehatn jiwa sedunia : penyebab
munculnya gangguan kesehatan jiwa.http.//www.idionline.org./berita/hari-
kesehatan-jiwa-sedunia-penyebab-gangguan-kesehatan-jiwa/. Diakses
tanggal 14 Mei 2019.
Keliat, Budi Anna dan Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas
Kelompok. Jakarta: EGC.
Kusnanto. (2003). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC
Mukhripah Damaiyanti, S. N. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda:
Refika ADITAMA.
Nawaningrum, B. D. (2015). Pengalaman Perawat dalam Penanganan Cardiac
Arrest di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar.
Notoadmojo, S. (2010) Promisi Kesehatan : Teori dan Aplikasi (Revisi : 201).
Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam, (2013). Manajemen keperawatan : Dokumentasi Keperawatan.
Diperoleh 17 Agustus 2019. fikumj.ac.id/download/materiworkshop/5-1C-
masalah-manajemen.doc.Riskesdas.(2013). Riset Kesehatan
Dasar.www.litbang.go.id. Diperoleh tanggal 31 juli 2019.
Riskasdes (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI Tahun 2013
Sugiyono, & Anggraeni, M. D. (2013). Metode Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyajarta : Nuha Medika
Stuart, Gail W.. (2007). Buku Saku keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Trimeilia S, S. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info
Media, Jakarta.
Wardhani, Rizka Stevi Pura. (2013). Penerimaan Paien Skizofrenia yang
Menjalani Rawat Inap. Di peroleh pada 19 Agustus 2019.
http://eprints.ums.ac.id.//26679/11/2._Naskah_Publikasi.pdf.
WHO. (2013). The World Health Report: 2013 mental healt.
www.who.int/mental_health. Diperoleh tanggal 13 Mei 2019.
Wijaya & Putri (2012). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha
Medikal
L
A
M
P
I
R
A
N
CATATAN LAPANGAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan
Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan
Pasien Halusinasi.
Tanggal Wawancara : 06 Agustus 2019
Seting Wawancara : Obrolan Santai
Inisial Partisipan :Ny. “R”
Untuk Partisipan : Pertama
GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)
Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan.Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan
partisipan pertama yaitu Ny. “R” dalam mengimplementasikan strategi
pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.
Keterangan :
P : Peneliti
SP : Subjek Peneliti
Kode Uraian Wawancara
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
Selamat pagi kak.
Pagi.
Perkenalkan nama saya Annisa, mahasiswa dari Stikes Panakkukang
Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait dengan judul saya
yaitu pengalaman perawat dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan pasien halusinasi. Disini saya akan melakukan
wawancara, apa kakak bersedia untuk saya wawancarai ?
Iya bersedia.
Umur ta berapa kak ?
27 tahun.
Kemudian, sudah berapa lama kita bekerja di rumah sakit ini ?
Kurang lebih 11 tahun.
Baik langsung saja, disini saya akan mengajukan beberapa pertanyaan terkait
dengan judul yang saya ambil. Eee…saya langsung saja ee…yang pertama
itu. Bisa kakak jelaskan apa yang kakak ketahui tentang strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan pada pasien halusinasi itu sendiri kak ?
Yang kalau halusinasinya ?
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
Iye.
Tindakan keperawatannya yaitu mengontrol halusinasinya, kapan waktunya,
pengobatannya, terapinya.
Kemudian biasanya terapinya disini dilakukan ee…terapi dalam bentuk apa
kak ?
Terapinya macam-macam ada terapi kelompok, ada terapi agama, ee…
termasuk juga kayak ee…kesenian, diajarkan bernyanyi, diajar juga
menjahit, ee…banyak-banyak anunya terapinya.
Kemudian dalam kegiatannya ini kak berapa kali dalam satu minggu ?
Eee…kalo agama itu dua kali satu minggu, kalau keseniannya satu kali ada
juga olahraganya yaaa satu kali juga olahraganya
Kemudian, ee…sepemahaman kakak apa yang kakak mengerti terkait
dengan stategi pelaksanaan untuk halusinasi itu sendiri kak ?
Strateginya ?
Untuk pemahamannya kita tau ?
Untuk halusinasinya sendiri ?
Iye.
Caranya menghardik, melawan halusinasinya kalau ndak bisa pukul-pukul
bantal atau cari kegiatan yang lain untuk menghindari halusinasi yang suara-
P
SP
P
SP
P
SP
suara na dengar, mencari pekerjaan, ngobrol sama temannya itu untuk cara-
caranya si itu ee…sampai suara-suara tidak didengar kembali, cari
kegiatanlah begitu.
Kemudian. Kemudian ee…dalam penerapan SP halusinasi ini sendiri kak,
bagaimana ?apakah kefektifannya sesuai atau tidak ?
Kalau efektif, efektif cuman kan pasien beda-beda toh ada yang langsung dia
ini mengerti, ada yang lama sekali perlu tahap-tahap untuk sampai ke tahap
mengerti sekali itu pasiennya, tergantung pasiennya kembali cepatkah dia
kooperatif dengan keadaannya atau lama dia sampai dalam sekali itu
halusinasi, tergantung pasiennya. Ada yang halusinasi baru itu dalam sekali
dia punya halusinasi itu lama. Kalo ini sampai perawatan berapa bulan baru
bisa kembali bagus, sampai bisa komunikasi dengan bagus.
Berarti untuk keefektifannya saja itu kak ?
Kalau…SPnya sih efektif cuman pasiennya dulu berapa tingkatan ini
halusinasinya, kalau yang rendah-rendah pasti bisa langsung efektif caranya.
Tapi iya tergantung pasiennya beda-beda, ada yang langsung ada yang lama
baru bagus.
Kalaupun untuk penerapan SP itu sendiri ini kak yang pernah kita lakukan
selama bekerja disini, bagaimana kak ?
Mmm…maksudnya ?
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
Maksudnya penerapan yang kita lakukan pada saat melaksanakan strategi
pelaksanaan pada pasien untuk SP halusinasi itu sendiri kak ?
Kalau diterap bagus (sambil mengangukkan kepalanya). Iya diterapkan
semuanya yang halusinasi, ee…kapan masuknya itu dilakukan semua pas
kembali ke perawatan, kembali pulang dirumah, bagitunya ?
Kemudian, begini kak pada saat pendokumentasian ee…dengan pelaksanaan
SP halusinasinya ini, apakah sesuai atau tidak ?
Sesuai.
Yang sesuainya itu kak, bagaimana kak. Bisa kita ceritakan ?
Yang ada di dokumentasikan di’ ?
Iye.
Eee…semua yang dilakukan ditulis semua di BRMnya. Aaa…di situ semua
terealisasi atau tidak. Misalkan pasien ini mampu ngak mengontrol
halusinasinya, caranya mengontrol bagaimana, menghardik kah atau tutup
telinga kah atau pukul-pukul bantal, semua di tulis di situ di dokumentasikan
di BRMnya. Ee…tercapai atau tidak tercapai ee…ditulis semua disitu,
BRMnya seperti ini toh, tercapai dan tidak. Kalau dia mampu itu artinya
sudah bagus, sudah bisa mengontrol halusinasi bisa perawatan lanjut mi, bisa
dihubungi keluarga untuk mengambil, begitu. Jadi di dokumentasi semua itu.
Kemudian untuk kelemahan dari SP halusinasi ini sendiri kak, apa yang kita
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
ketahui ?
Kelemahannya?
Ataupun kekurangannya dari SP ini sendiri kak, untuk pasiennya ?
Eee…tidak ada kayaknya kalo kekurangannya, ndak ada ji’ yang dilakukan
terrealisasi ji’ semua.
Oh berarti kalaupun untuk ee…SP halusinasi ini sendiri sudah terrealisasi
semua berarti sudah terlaksana semua kak ?
Iya.
Kemudiannn apa ada hambatan dalam pelaksanaan halusinasi, SP halusinasi
ini selama ini kak ?
Tidak ada.
Kemudian bisa kakak jelaskan bagaimana gambaran pelaksanaan SP
halusinasi di ruangan ini ?
Gambarannn…maksudnya ? Gambaran apanya itu ?
Gambaran dalam melaksanakan atau mengaplikasi SP halusinasi itu sendiri
kak kepada pasien ?
Oooh. Ee…gambarannya di’ ? Mmm kayak mengontrol halusinasi ada di
situ di’, ee…kalo datang halusinasinya itu pasien di pisahkan dari temannya
yang lain untuk menghindari kejadian tooh, sesudah itu di pisahkan nanti
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
disitu di Tanya di tanya ada apa, kenapa, nah disitu diajarkan mengontrol
halusinasinya tanpa pelaksanaan, terapi obatnya juga disitu.
Oh berarti disini dilakukan juga terapi obatnya kak ?
Iya dilakukan disini.
Kalaupun untuk terapi obatnya ini maksudnya tergantung dari
ee…tergantung dari keparahan halusinasi itu sendiri atau bagaimana kak?
Aaah…tergantung halusinasi berbeda pasti obatnya, tergantung
keparahannya asal halusinasi pasien.
Baik, yang tadi sempat saya dengar yang terkait dengan semacam kekerasan
fisik, maksudnya kekerasan fisik dalam artian disini aaa bagaimana kak ?
Aaa…ini kan halusinasi toh dek, halusinasi itu kita tau sendiri. Halusinasi
entah dia lihat saya musuhnya kah, entah dia lihat siapa, dia benci sama saya
atau dia benci sama orang melihatnya ke saya aa…tiba-tiba langsung datang
halusinasi dia bisa pukul saya, bisa terjadi kekerasan fisik disini, sama mi’
yang di dalam. Halusinasi dia, halusinasi seperti ini temannya halusinasi aaa
ketemu. Jadi bisa ee…terjadi ke ini kekerasan fisik di dalam.
Selama kakak bekerja di sini apakah kakak pernah mengalami hal tersebut ?
Belum pernah, mudah-mudahan tidak pernah. Uumm…(sambil
mengangukkan kepalanya).
Perasaan anda sekarang kak bagaimana dalammm, maksudnya selama ini
SP
P
SP
P
SP
P
SP
ee…pada saat melakukan, ee…mengaplikasikan SP halusinasi itu sendiri ?
Bagaimana maksudnya, perasaannya ?
Iye.
Eee…berjalan semestinya. Kalo namanya manusia pasti ada perasaan ini
ee…sama pasiennya campur aduk rasanya.
Perasaan yang kita rasa bisa kita utarakan lagi kak, maksudnya perasaan
yang kita rasa bagaimana ?
Eee…bisa sedih lihat keadaannya orang, kasian juga ini orang, bisa langsung
jengkel kalau ada yang halusinasinya menjengkelkan sekali kita juga ikut
menjengkelkan sekali. Tapi ya namanya juga pekerjaan yaa…di tahan
dihadapi dengan baik, membina hubungan saling percaya supaya tidak
terjadi ini namanya ee…perilakunya supaya tidak memberontak begitu jadi
langsung kita harus bina hubungan saling percayanya sama pasien, supaya
dia percaya sama kita, dia bisa utarakan apa yang ada di pikirannya, apa
yang dia lihat.
Mmm…cara kakak untuk ee…melakukan hubungan bina, ee…hubungan
bina saling percaya itu bisa kakak jelaskan ?
A aaa..kalo biasanya pertama pasien belum tahu sama siapa-siapa kita, kita
perkenalkan diri “halo nama saya ini, suster disini, bekerja disini, kalo ada
apa-apa bertanya di saya, ada…ada yang mau di tanyakan, Tanya saja” kita
P
SP
saling menyapa sampai terbina itu hubungan saling percaya sama pasien.
Baik, terima kasih kak untuk waktunya.
Sama-sama dek.
CATATAN LAPANGAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan
Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan
Pasien Halusinasi.
Tanggal Wawancara : 06 Agustus 2019
Seting Wawancara : Obrolan Santai
Inisial Partisipan : Ny. “L”
Untuk Partisipan : Kedua
GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)
Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan
partisipan kedua yaitu Ny. “L” dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan
(SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.
Keterangan :
P : Peneliti
SP : Subjek Peneliti
Kode Uraian Wawancara
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
Selamat siang.
Iya siang.
Perkenalkan saya Annisa, mahasiswa dari Stikes Panakkukang
Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait dengan judul
yang akan saya teliti yaitu pengalaman perawat dalam
mengimplementasikan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
pasien halusinasi. Apakah kakak bersedia untuk saya wawancarai ?
Yaaa…boleeh.
Umur ta’ berapa ?
Aaa…kurang lebih 30 tahun. Masih terlihat mudah toh (sambil ketawa).
Sudah berapa lama kita bekerja di rumah sakit ini kak ?
Eee…terangkat 2009 jadi sekitar 10 tahun lebih.
Baik sebelumnya terima kasih kak untuk waktu yang telah di sediakan
(sambil ketawa). Saya ee…disini akan mengajukan beberapa pertanyaan
terkait dengan judul penelitian saya. Saya langsung saja untuk
pertanyaan pertama yaitu tentang SP halusinasi itu sendiri apa yang
kakak ketahui ?
Eee…SP halusinasi merupakan rangkaian percakapan komunikasi
P
SP
P
SP
P
SP
antara perawat dengan klien ee…untuk membantu klien dalam
menghadapi halusinasinya.
Rangkaian percakapan yang dimaksud bagaimana kak ?
Eee…Misalnya menanyakan kondisi klien hari ini, ee…bagaimana
apakah klien masih sering mendengar atau sering melihat sesuatu. Terus
membantu klien untuk mengahadapi masalah yang di alami seperti dia
mendengar sesuatu, kita membantu klien bagaimana caranya untuk
ee…menghardik sesuatu sehingga tidak muncul kembali lagi kepada
klien.
Kemudian untuk hardik itu sendiri yang bagaimana kak ?
Eee…mengajarkan klien untuk ee…berbincang-bincang kepada
temannya, atau mengajarkan klien untuk beribadah sehingga dia tidak
sendiri, tidak melamun, supaya halusinasinya tidak muncul.
Kalaupun untuk ibadahnya disini ee…maksudnya ibadahnya biasa
dilakukan aa…disinikan ada yang pasti yang muslim dengan yang non
muslim, kemudian kalaupun kegiatan ibadah yang non muslim itu
berapa kali kak dalam seminggu kak ?
Kalau kita anjurkan kepada klien untuk sering melakukan ibadah, tapi
kalau kegiatan ibadah bersama itu sering kayak hari ini ada tadi kegiatan
agamakan biasa hari jumat lagi ada, ee…jadi ada terapi agama
namanya. Itu biasa 1 minggu 3 kali lah, tapi kalau untuk beribadah
P
SP
P
SP
P
SP
harus setiap hari di anjurkan kepada klian.
Kalaupun untuk ee. Ee…apa, pasien muslim itu sendiri kak kalaupun
untuk jenis kegiatannya ini saja dalam sehari-hari ?
Mmm…kalau anu ya kita menganjurkan klien untuk rajin sholatkan,
ee…ee…kan namanya pasien jiwa ada merasa lupa atau bagaimana, jadi
kita anjurkan tapi kalau untuk mereka bersama-sama biasa itu ada 3 kali
seminggu harus ada di tempat terapi. Disana mereka, mereka disana di
ajarkan bagaimana kalau pasien yang muslim untuk ee…membaca Al-
qur’an, kalo pasien non muslim bagaimana mereka beribadah juga.
Berarti kalaupun untuk tempat ibadahnya disini tersedia memang kak ?
Iya sudah ada tempat untuk ee…terapi agamanya.
Baik, kemudian dalam SP ini sendiri yang pernah kakak terapkan
selama pengalaman kakak itu bagaimana ?
Eee…yang saya terapkan itu sering. Misalnya, klien kambuh
halusinasinya, ee…saya suruh mereka untuk eese…berbincang-bincang
kepada temannya yang lain, atau memukulll…atau lebih bagus
memukul bantal kalau missal ada muncul halusinasinya kan memukul
kasur, minum obatnya, pasti harus minum obat teratur ee…mee…lebih
fokus kepada agama-agama kan, daripada mereka muncul halusinasinya
jadi lebih bagus supaya ada mereka kegiatan, apa kegiatan terserah yang
P
SP
P
SP
penting mereka tidak sendiri supaya halusinasi tidak muncul, gitu.
Kemudian, kalaupun untuk yang tadi kakak bilang ini yang tentang
kayak memukul-memukul bantal, kegiatan-kegiatan lainnya ini, jadi
maksudnya disini berarti kita yang mengarahkan atau maksudnya
mereka yang melakukan sendiri itu kejadian, maksudnya tingkah-
tingkah mereka yang seperti ini ?
Jadi kalau pertama-pertama pasien awalkan kita ajarkan, tapi kalau
mereka sudah lama disini mereka sudah tau sendiri kalau mau datang
halusinasinya itu pasti mereka ambil bantalkah, atau datang kepada
temannya untuk berbicara, mereka juga biasa mengadu ji’ sama
perawatnya kan “suster halusinasiku datang, suster ada yang saya
dengar-dengar lagi” jadi kami suruh lagi untuk bagaimana bilang kalau
mau daripada memukul teman lebih bagus memukul bantal atau
berbicara sama temannya saja supaya itu halusinasinya tidak datang,
gitu.
Oh berarti disini sesuai dengan instruksi dari perawat pelaksana itu
sendiri kak?
Iyyah. Sesuai instruksi mereka dengar apa yang perawat bilang itu
bagusnya biasa pasien, kecuali pasien baru toh biasa karna masih
bingung, gelisah, ya bagaimana kita ajarkan lagi yanggg, pendekatan
yang lebih kalau pasien baru. Kalau pasien lamakan mereka sudah biasa
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
meraka bisa sendiri.
Kalaupun untuk pendekatan yang kakak lakukan disini, bagaimana kak?
Pendekatan yaaa lebih rajin berbincang-bincang kepada pasien
ee…lebih menayakan pada kondisi halusinasinya sering muncul lagi
atau tidak begitu.
Kemudian untuk penerapan SP halusinasi ini sendiri kak, ee…apakah
efektif atau tidak ketidakefektifan. Apakah ada ?
Kalau saya siih, lihat sih sudah efektif. Karena kami sudah melakukan
apa yang ee…apa yang sesuai dengan SP atau SOP kan yang anu sudah
dilakukan. Ee…pasien juga mendengarkan apa yang instruksi dari
perawat. Jadi kalau saya sih sudah efektif.
Berarti untuk penerapan SP ini sendiri kak berarti disesuaikan dengan
SOP sendiri.
Iya betul.
Pada saat pendokumentasian dengan pelaksanaan SP itu sendiri kak,
sesuai atau tidak sesuai dengan dokumen, antara dokumen dengan
pelaksanaan SPnya ?
Eee…kalau disini kita harus sesuai karna apa yang kita lakukan pada
pasien, tindakan apa yang kita lakukan harus di dokumentasikan semua,
jadi tidak boleh kita karang-karang, misalnya kita ee…lakukan A tapi
P
SP
P
SP
P
kita tulis B. jadi harus sesuai dengan dokumentasi harus sesuai dengan
apa yang kita lakukan, kalau kita berikan obat halep ya halep di tulis,
kalo kita ee…menyuruh klien membantu klien untuk menghardik kita
tulis tapi kalau tidak dapat di lakukan ya tidak. Ndak boleh di catat,
sesuai harus sesuai.
Berarti ini dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan SP itu sendiri
berarti sudah sesuai ?
Iya, sudah sesuai. Karena harus.
Kalaupun untuk kelemahan ataupun kekurangan dari SP itu sendiri kak,
bagaimana, apakah ada ?
Ya kelemahannyaa…kadang klien, terutama klien yang masih baru
mereka kadang lupa dengan apa yang perawat sampaikan. Misalnya kita
membantu klien untuk menghardik halusinasinya dengan cara kita
menyuruh klien untuk memukul bantal, kadang klien lupa ama
temannya yang pukulkan. Jadi itu kelemahannya kadang mereka lupa,
kadang ee…halusinasi mereka lebih besar daripadaa… ee…ingatan
mereka untuk menghardik jadi kita lebih. Perawatnya itu tugasnya lebih
mendalami lagi jika klien begitu, klien yang masih baru biasanya begitu.
Tapi kalau yang sudah lama yaa…sudah lebih bisa lagi untuk
menghardik.
Untuk respon perawat sendiri, ketika melihat kejadian-kejadian yang
SP
P
SP
P
SP
P
SP
seperti itu kak, bagaimana ?
Yaaa…perawatnya pasti lebih dekat lagi kepada pasiennya, pasien yang
lebih membutuhkan perawatan tapi kan, kita disini sudah terbagi-bagi
kan timnya yang mana di fokus kepada pasien kita yang ee…betul-betul
masih membutuhkan ee…pendampingan untuk menghardik
halusinasinya.
Kalaupun untuk hambatan disinikan jelas ada, kalaupun dari pasien toh
kak ?
Iyyah.
Eee…tadi kita sudah jelaskankalaupun hambatan mungkin ada dari
keluarga kak, bagaimana ?
Kalau dari keluarga ya biasa ada keluarga yang ee…sudah untuk
dihubungi, bagaimana ada keluhan keluarga komunikasinya tidak jelas,
tidak…mereka tidak mendukung klien untuk ee…untuk lebih baik lagi
jadi kadang begitu. Jadi ee…kita perawat yang harus lebih mengerti.
Berarti disini ee…ada hambatan dari pasien dan keluarga. Dan
kalaupun, apakah ada hambatan dari rekan kerja ta’ kak selama bekerja
disini ?
Mmm…kalau saya pribadi sasama rekan kerja, tidak. Karena kitakan
ee…teman sejawat harus saling mendukung, saling membantu agar bisa
P
SP
P
SP
P
SP
merawat pasien kita sama-sama untuk lebih baik lagi.
Kemudian apakah ada yang menghambat dari segi sarana dan prasarana
di rumah sakti ini sendiri ?
Eee…kalau sarana dan prasarana, yaaa jujur iya kadang ada
hambatannya kayak ee…obat kadang obat klien ee…ada yang kosong
atau ada ee…alat-alat kebutuhan klien yang eee minim jadi klien tidak
dapat semua. Ee…yah itu yang saya…sarana dan prasarananya ada
yang anu masih perlu di benahi lagi mungkin masih kurang.
Jadi kalaupun melihat ee…kejadian tersebut. Misalnya dari kekurangan-
kekurangan sarana dan prasarana ini sendiri berarti, apa tanggapan kita
kak sebagai seorang perawat pelaksana disini .
Yaaa…kalau saya berharap kedepannya rumah sakit kitakan rumah
sakit satu-satunya di ee...Sulawesi selatan untuk rumah sakit jiwa,
semoga kedepannya sarana dan prasarananya lebih meningkat lagi, lebih
terpenuhi semuanya agar kita perawat juga, perawat, dokter lebih efisien
lagi, lebih ee…lebih semangat lagi untuk ee…mee…untuk membantu
klien, untuk bisa sembuh, untuk lebih baik.
Bisa kakak ceritakan ee…gambaran pelaksanaan SP halusinasi itu
sendiri kak ?
Jadi karena kita terbagi tim ee…kalau saya sendiri pribadi mm…kalau
jadwal dinas saya sering memanggil ee…klien saya pas satu per satu
P
SP
P
SP
karnakan terbagi box, kebetulan saya box 5 dan 6 itu box saya itu ada 8
pasien untuk sekarang ini, jadi saya panggil satu per satu menanyakan
terus saya menanyakan kembali bagaimana kondisinya, melakukan
komunikasi efektiflah. Ee…menanyakan kondisinya bagaimana, apa
halusinasinya msih sering muncul, apa klien sudah bisa untuk
menghardik halusinasinya, e…bagaimana apa klien ee…apa ibadahnya
ee…bisa terpenuhi, obatnya diminum teratur atau bagaimana. Apa ada
keluhan lagi, kita dengarkan terus kita bincangkan sama-sama untuk
mengahadapi solusinya.
Komunikasi efektif disini kak, bisa kita jelaskan ?
Eee…komunikasi efektif itu maksudnya komunikasi ee…komunikasi
yang terarah antara pasien dengan perawat. Ee…untuk ee…menghadapi
masalah klien.
Kemudian bagaimana perasaan ta’ kak selama ini, selama dalam
melaksanakan SP itu sendiri kak, perasaan ta ?
Oooh…perasaannya yaaa kita hadapi, ya…biar bagaimana perasaannya
harus senang karena klienkan juga membutuhkan kita untuk membantu
dalam menghadapi masalahnya. Jadi kalau kita sedih ya bagaimana mau
hadapi pasien. Mau tidak mau harus perawatnya yang senang duluan
agar kliennya juga bisa menghdapi halusinasinya dengan baik. Untuk
agar klien lebih bahagia untuk ke depannya.
P
SP
P
SP
P
SP
Harapan kakak selama melaksanakan SP untuk pasiennya itu kak, apa
yang kita harapkan ?
Pastilah saya berharap ee…klien ee…pasien saya satu per satu bisa
menghardik halusinasinya dengan baik ee…pasien tidak sering lagi
kambuh-kambuh halusinasinya, datang tidak datang lagi halusinasinya
sehingga mereka bisa cepat pulang semua.
Ini kak, yang saya mau tanyakan lagi pasien yang dikatakan sembuh
dari halusinasi itu sendiri kak, yang bagaimana menurut ta’ ?
Kalau saya yang dikatakan sembuh itu, klien yang ee…halusinasinya
sudah tidak sering muncul lagi klien yang sudah bisa menghardik
halusinasinya. Kan yang namanya pasien kadang tiba-tiba mereka
datang halusinasinya tapi kalau klien sudah bisa menghardik
halusinasinya berarti klien sudah sembuh. Kalau menurut saya itu, tapi
kalau yang belum bisa menghardik betul halusinasinya berarti masih
belum sembuh, masih memerlukan perawatan yang lebih. Karena yang
namanya klien jiwa itu, pasien jiwa itu ee…pasien yang seumur hidup
minum obat tapi kalau klien sudah bisa menghardik halusinasinya kalau
saya sih sudah bisa bisa pulang, sudah bisa sembuh. Tinggal dibantu
lagi dengan keluarga
Baik kak, terima kasih atas waktunya.
Iya.okay, sama-sama.
CATATAN LAPANGAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan
Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan
Pasien Halusinasi.
Tanggal Wawancara : 07 Agustus 2019
Seting Wawancara : Obrolan Santai
Inisial Partisipan :Ny. “N”
Untuk Partisipan : Ke Tiga
GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)
Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan
partisipan ke tiga yaitu Ny. “N” dalam mengimplementasikan strategi pelaksanaan
(SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.
Keterangan :
P : Peneliti
SP : Subjek Peneliti
Kode Uraian Wawancara
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
Selamat siang kak.
Selamat siang.
Perkenalkan nama saya Annisa, saya mahasiswa dari Stikes
Panakkukang Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait
judul yang saya ambil yaitu pengalaman perawat dalam
mengimplementasikan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
pasien halusinasi. Apakah kakak bersedia untuk saya wawancarai ?
Yaaa…saya bersedia.
Umur ta’ berapa kak ?
27 tahun.
Baik. Sebelum saya langsung ke intinya, disini saya akan mengajukan
beberapa pertanyaan terkait dengan judul yang saya ambil. Saya
langsung saja untuk pertanyaan yang pertama itu, yaitu apa yang kakak
ketahui tentang SP halusinasi itu sendiri kak ?
Ya…SP halusinasi itu ee…tentang bagaimana cara perawat berinteraksi
dengan klien atau pasien kita tentang mengkaji cara dia berhalusinasi,
seperti itu. Bagaimana pasien, kanada halusinasi terbagi beberapa
halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan dan lainnya.
Kemudian cara kakak membedakan halusinasi itu sendiri kak,
SP
P
SP
bagaimana ?
Iya. Pertamakan dari sikap klien yang pertama. Jadi kita harus bantu
pasien dulu kendalikan apa halusinasinya, dia termasuk halusinasi
pendengaran oh…berarti dia yang mengatakan sama kita ee…”bu saya
masih mendengar suara-suara” toh, kalau begitu kita anjurkan dia
dengan latihan cara bagaimana ee…mengontrol dengan cara
menghardik, seperti itu. Kalau halusinasi penglihatan biasa ada pasien
bilang ee…”ih suster, ada saya lihat anuku keponakanku” toh, “saya
lihat” berarti dia halusinasi penglihatan toh karena dia melihat
bayangan keponakannya, seperti itu. Jadi kita tau dulu apa macam-
macam halusinasinya baru kita kaji lagi pasiennya, baru cara kontrol,
baru cara-caranya toh ada beberapa halusinasi pendengaran begini
halusinasi penglihatan seperti ini.
Kemudian cara kontrol ta’ kak dalam mene…me…menanggani kasus
halusinasi itu sendiri kak, bagaimana ?
Kalau halusinasi pendengaran tadi, kita ajar pasien dengan latihan cara
menghardik toh. Supaya dia tidak selalu mendengar hal-hal yang biasa
di dengar misalnya dia bilang “suster, masih saya dengar-dengar” jadi,
sudah minum obat. Biasa itu pagi sama sore kita ajar ki’ dengan cara
menghardik, seperti itu kalau halusinasi penglihatan tadi seperti dia
mengeluh toh, pasiennya mengeluh toh, “saya begini”, oh jadi kita
sebagai perawat dia termasuk halusinasi penglihatan harusnya dia
P
SP
diberikan kegiatan sesuai dengan kemampuannya, supaya dia dialihkan
toh. Misalnya dia ee…tempat tidur…merapikan tempat tidur,
disibukkan dengan mencuci piring, atau apa begitu. Sesuai dengan
kemampuan ee…kliennya supaya dia tidak ber…apa…berorientasi terus
toh dengan halusinasinya tersebut.
Biasanya kalaupun jenis kegiatan disini yang selama ini kakak sarankan
begitu untuk pasien yang dalam keadaan halusinasi itu sendiri kak, apa
saja ?
Misalnya, misalnya kalau datang lagi “ee…suster saya dengar-dengar”,
“ih, harus dilawa”, harus ee…kalau begitu dengan cara menghardik itu
dia harus ee…anukan ki’…ee…apanya…pikirannya, harus tenangkan
pikirannya toh. Biasa juga dia itu bingung sendiri, “suster, saya
bingung”. Jadi biasa itu disarankan pasien untuk tetap tenang, istrahat,
sudah itu minum obat. Biasanya obat yang dikandung kan, mengandung
ee…obat tidur, obat penenang jadi dia biasa untuk tenang dulu, nanti
sore hari dikasi kegiatan lagi, jadi biasa banyak pasien disini yang pergi
rehab kayak ee…pergi bikin, apa…pergi menjahit gitu. Biasa memang
ada orang rehab sendiri yang datang, untuk kita sama-sama latih pasien
ta’ supaya dia tidak selalu mendengar suara-suara tersebut. Besok, dia
bilang “ih bagaimana perasaannya ?”, “ndak mi’ suster, tidak ada mi’
saya lihat, tidak ada saya dengar-dengar”. Memang akan datang
kembali, sebenarnya akan datang kembali karena memang pasien jiwa
P
SP
P
SP
P
seperti itu .
Mmm…kemudian pemahaman kakak selama bekerja tentang SP
halusinasi itu kak, bagaimana. Bisa kakak ceritakan kepada saya ?
Ya itu kayak tadi, misalnya kalau kita berhasil biasa pasien tidak
mengeluh lagi, tidak berteriak-teriak lagi, tidak mengamuk lagi, tidak
gelisah. Biasanya dalam waktu 2 hari 3 hari toh, tapi kalau misalnya
pasien masih mengamuk kita kolaborasi sama dokter bilang “dokter,
pasien masih mengamuk, masih sering gelisah”. Apalagi kalau dia
merasa terkucilkan toh sama keluarganya tidak pernah datang
menjenguk. Jadi kita harus menenangkan pasiennya sendiri (sambil
tertawa) seperti itu, sampai kolaborasi juga dengan obat-obatnya dokter.
Kemudia cara kakak menenangkan pasien halusinasi itu sendiri kak,
bagaimana?
E…pertama. Kan pasien halusinasi eh…tadikan ada latihan cara
menghardik jadi dia kalau…kalau datang lagi bingungnya
eh…ee…enteng ada pasien toh, “ee…jangan bingung, harus kau lawan
itu, harus ko…harus ko pergi apa…pergi sama temanmu, pergi
bercakap-cakap sama temanmu, jangan ko menghayal” gitu. Kalau dia,
kalau datang lagi mengamuk jadi biasa di ee…pasiennya di…fiksasi
toh. Jadi kalau dia mengamuk dia lukai temannya, seperti itu.
Kalaupun ini maksudnya tadi kalau melukai temannya. Disini biasanya
SP
P
SP
mereka melakukan apa saja kak, biasanya pada temannya atau mungkin
kepada aa…petugas kesehatan begitu kak ?
Biasa kalau mengamuk toh, biasa kalau mengamuk…kita itu biasa
fiksasi ki’ tapi tidak dalam waktu lama. Kan ditenangkan dengan obat
toh, juga…kita juga sebagai perawat kasi terus, bilang “ee…tenang”
kalau dia masih mengamuk di kaji, dia itu kenapa bisa datang sore-sore
seperti biasa. Datang juga keluarganya menjenguk toh, bukan motivasi
untuk mengambil dia pulang, Cuma dia jenguk saja padahal pasien
sudah bisa pulang, seperti itu. Sebagai apa…keluarganya juga, kalau
pasien jiwa seperti itu mi’, biasa kodong tidak diterima kembali, jadi dia
tidak ambil pasiennya, jadi pasiennya kadang bigung sendiri sudah
bagus kadang dia bingung kembali, seperti itu.
Kemudian cara anda menangani dalam kasus ini kak, maks…terkhusus
lagi untuk ha….pasien halusinasi ini sendiri kak, bagaimana ?
Jadi caranya kalau misalnya dia datang di seperti tadi datang bingung
(sambil ketawa), datang ee…dilakukan mi’ ee…apa…dia ajak
pasiennya untuk cara mengontrolnya lebih detil lagi. Aa…di ajak bicara
toh, di ajak bicara karena kalau pasien juga pasien jiwa itu unik toh,
biasa juga ada yang berbohong, biasa juga dia meng…apa…mengada-
ngada bahwa memang dia sudah tenang tapi dia cari perhatian sama
kita, seperti itu. Jadi, kalau dia kentara pasien biasa mencari perhatian
oh berarti ee…kurang di kunjungi keluarganya jadi kita yang sebagai
P
SP
P
keluarganya, kita yang sebagai anaknya kah, kita yang sebagai…kita
yang sebagai orang apa…temannya, karena kan dia pasien jiwa (sambil
tertawa) begitu. Selalu merasa sendiri toh, kalau dia merasa sendiri
seperti itu dia pasti mengeluh “suster, suster, suster saya begini…saya
begini” dia selalu cari perhatian, ada juga yang dengan kekerasan, dia
marah-marah ndak jelas mengamuk, ya pasti otomatis kita fiksasi. Kalau
sudah di fiksasi sudah…sudah baik lagi ee…jadi saya bilang, jadi saya
kasi tahu pasiennya “kalau masih mengamuk toh, masih mengamuk toh,
masih gelisah, tidak ada yang temani”, kalau misalnya dia berbuat baik
kembali dia seperti semula, pasti kita akan temani pasiennya. Jadi lama-
lama dia itu menurut ji’ sama perawatnya, karena komunikasi ta yang
baik sama pasien. Tergantung dari kita juga.
Kalaupun yang kita maksud pasien yang unik disini kak, bagaimana ?
Pasien yang unik itu, yang itu mi tadi tidak keluarganya pasti dia cari
perhatian terus sama kita. Dia kayak kekanak-kanakkan toh sama kita
atau biasa juga dia, dia lakukan hal-hal yang cari perhatian…biasa dia
lukai dirinya sendiri, pernah ada pasien begitu toh…dia melukai dirinya
sendiri ee…ternyata mau untuk diperiksa dokter tapi dia ee…mau
melihat dunia luar yang…padahal dianya sudah bagus, pasiennya dia
lukai dirinya kembali, seperti itu. Itu pasien-pasien yang unik (sambil
tertawa).
Kalaupun melukai diri sendiri tadi, disini yang mereka gunakan
SP
P
SP
P
SP
untuk…alat-alat untuk melukai diri sendiri ini seperti apa kak ?
Eee…kan tidak ada, tidak ada maksudnya alat dia seperti gosok-gosok
badannya sendiri toh, dia gosok-gosok badannya snediri di tembok
sampai ada muncul luka atau dia cakar sendiri badannya, seperti itu.
Jadi, otomatis kita rawat lagi lukanya jadi kalau itu toh sambil kita rawat
sambil kita komunikasi mi’ sama pasien bilang “jangan ki’ sakiti diri
ta’, saya tahu kita pasti sakiti diri ta’ “ pasti dia akan mengaku “iye,
suster. Tidak pernah datang keluarga ku lihat ka…iye, suster ee…apa
masih, masih…saya masih bingung ini suster bagaimana saya bisa
sembuh kasian” seperti itu.
Berarti untuk kalaupun tindakan selanjutnya kak, misalnya sudah
ada…ada kekerasan fisik mereka kayak melukai mereka…diri mereka
sendiri itu kak. Tindakan kita sebagai perawat kak, bagaimana ?
Itu tadi tindakan ta’ toh, di…di…(sambil ketawa) rawat ki lukanya, baru
di ajak komunikasi.
Kemudian ini kak, dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan SP itu
sendiri kak, apakah sesuai ataupun tidak ?
Sesuai. Karena kita kan disini sudah apa yang kita tulis toh…untuk
pendokumentasian keperawatan ta’, menulis SOAP ta’ pasien seperti
tadi, pasien harga diri rendah, macam-macam pasien halusinasi, jadi kita
tulis mi’ di ee…rekam medisnya pasien, sesuai dengan pasien, keadaan
P
SP
P
SP
P
SP
pasien satu…misalnya kita angkat diagnosa keperawatan toh…satu
diagnosa mi’ harga diri rendah sampai tuntas baru beralih lagi…apa
pasien keluhkan karena pasien jiwa banyak keluhannya (sambil
tertawa).
Berarti selama ini ee…cara pendokumentasian dengan pelaksanaa
SPnya itu sudah sesuai ?
Sesuai. Sudah sesuai, karena kita aa…di…sebagaimana perawat kita
harus apa yang kita…apa yang kita lakukan sama pasien toh, kita harus
tulis (sambil tertawa) sesuai dengan yang semestinya. Pasien minum
obatnya jam sekian, tinggal pasien ee…cara apa…cara berkomunikasi
dengan pasien kan beda-beda, ada pasien yang langsung (sambil
tertawa) baik besoknya, bisa di ajak senyum, besoknya marah-marah
sama kita toh, beda-beda. Jadi, sesuai ji’ dokumen…pendokumentasi
keperawatan ta’.
Ini dari pengalaman individu kita sendiri kak ?
Iyyah.
Kemudian yang menjadi aa…kelemahan ataupun kekurangan dari SP
ini sendiri kak, apa yang kita ketahui ?
Iya, biasa kita sudah full toh. Full ke pasien, komunikasi baik yang
kayak begitu saya bilang tadi keluarga-keluarganya. Sebenarnya harus
ada peran keluarga disini, pasien jiwa itu banyak keluarga yang tidak
P
SP
ambil atau pasien tidak ada menjenguk pasti otomatis disitu…disitu
kelemahannya. Jadi kita biasa sudah bagus pasiennya, dia kecewa lagi
dengan dirinya yang sudah bagus, sudah sembuh tapi tidak ada keluarga
menjemput. Seperti itu. Jadi ya…kita sama-sama (sambil tertawa)
menjadi keluarga disini. Jadi biasa pasiennya juga bisa bantu kita
toh…jadi sering ki’ sama pasien, seperti itu. Itu ji’.
Jadi kalaupun untuk tindakan selanjutnya ini dilihat dari, dari…apa
tadi…namanya yang keluarga pasien yang mungkin…bukan lagi jarang
malah tidak pernah mengunjungi pasien. Tindakan selanjutnya kakak ini
bagaimana, yang kita lihat.
Ini pasien disini banyak yang bertahun-tahun toh, banyak yang tidak
mau ambil, banyak yang itu mi’, biasa pasiennya…biasa pasiennya
sembuh akan kembali lagi disini. Dan juga biasa pasiennya sembuh baik
toh sudah bekerja dia datang ke sini, dia datang ke sini
dengan…apa…raut muka bahagia, dia sudah punya anak, sudah punya
suami, jadi macam-macam. Ee…ada ynag pasien yang sudah kita
ee…misalnya keluarga tidak ambil, kita biasa sudah sa…apa…sudah
sembuh, kita…kita berikan dia motivasi toh, untuk bilang “ibu, kita
sembuh. Baik maki”, “oh iye, saya mau pulang suster”, tapi tidak ada
keluarga, kalau begitu kita bekerja, kita cari uang. Ee…biasa itu
pasiennya datang, pasien datang sudah cantik (sambil tertawa) toh, biasa
kalau datang…kalau awal…se…apa…waktu awalkan dia tidak sesuai
P
SP
sama anu hari-harinya (sambil tertawa), dia kasian kotor, kumuh toh.
Tapi kalau keluar dari sini biasa ada pasien bagus, biasa juga kembali
lagi gila karena tetap begitu di luar masih…masih…tidak minum obat.
Untuk pend…pendekatan ini sendiri kak dalam komunikasi yang biasa
kita lakukan selama ini kak, bagaimana ?
Maksudnya cara berkomunikasinya sama pasien ?.ee…cara
berkomunikasinya seperti itu, ditanya ki’ bilang “kenapa, apa masalah
ta’ ”, biasa juga pasien ada yang mau bilang, ada juga pasien yang tidak
mau bilang, ada juga pasien yang acuh tak acuh tapi sebenarnya
butuh…toh, seperti itu. Jadi, kita caranya…dengan baik, toh…di…di
bujuk…di bujuk karena lama-lama itu ada perasaan ibanya sendiri
untuk…ee…merasa untuk mencari perhatian, jadi langsung ji’ sendiri di
bilang “suster saya begini, suster ssaya sudah tdak punya uang,
keluargaku tidak datang” seperti itu. Jadi ku bilang “iye, datang ji’
nanti, saya tidak beri harapan toh…nanti dihubungi keluarga ta’, nanti
kalau keluarga ta sudah dihubungi nanti di beri tahu ki’ kembali”,
seperti itu. Ada juga yang, yang…yang baru-baru ini, ee…itu pasien
sudah datang keluarganya, sudah mau di jemput keluarganya, tapi
(sambil tertawa) dia senang dengan teman-temannyadisini. Jadi kita
kasih komunikasi, “bisa ji’ kita keluar maki, datang ki’, datang disini
menjenguk teman-teman ta’ ee…seperti maki orang normal yang baik,
kalau diluar itu tidak mungkin tidak diterima ki orang” karena merasa
P
SP
perasaan seperti itu toh, ee…sudah diterima sama keluarga, masyarakat
lagi sosial yang tidak menerima. Jadi, dikasi lagi motivasi pasien, dikasi
lagi motivasi keluarganya yang sudah mau menjamput toh, bilang “bu,
pak, harus teratur minum obatnya, harus care sama keluarga ta’, harus
ki’ selalu berkomunikasi sama dia, jangan ki selalu lihat dia menghayal”
seperti itu. Kalau dia menghayal temani cerita atau ee…paling tidak
berikan dia pekerjaan”, seperti itu. Dan juga yang paling penting,
kegiatan agamanya seperti ritualnya toh. Kalau islam kan, kita islam
toh…kita islam selalu ingatkan sholat, “selalu ingatkan berdoa bahwa
kita itu sembuh, kita itu bisa ki’ jadi normal kembali”, seperti itu.
Selain kegiatan ibadah, yang kakak ketahui apa lagi. Selain itu kak ?
Selain kegiatan ibadah, sudah, sudah dibujuk pasien, sudah mi’ anjurkan
sholat, ee…kegiatan yang misalnya itu diajak…diajak pasien untuk
ee…apa…ee…kalau sudah sampai, kalau di apa…di Tanya keluarganya
kalau sudah sampai di rumah “ kasi bergaul ki’ dengan tetangga yang
dipercaya toh, yang tidak…sekarang kan membuli, banyak sekali
kasian. Jadi, pasien biasa memang akan masuk kembali karena, karena
faktor lingkungannya juga. Jadi, usahakan pasiennya betul-betul
di…betul-betul istrahat dengan baik, ke…kita juga harus selalu, pasti
keluarga juga telepon kita “ suster, bagaimana kalau dia begini, suster
bagaimana kalau dia begini”, seperti itu. Jadi kita pasien jiwa sama
susternya toh untuk jiwa sangat care. Care sudah, sudah (sambil ketawa)
P
SP
P
SP
mendarah daging. Tapi perasan ta’ itu memang…empati ta’ tinggi sama
pasien-pasien jiwa. Begitu mi dia gi…tidak normal, tidak seperti orang
lain, kayak banyak dikucilkan, siapa lagi yang rawat kalau bukan kita
sama dokter, seperti itu.
Kemudian, apa yang membuat kakak termotivasi…pada saat
melaksanakan SP ini. Maksudnya melihat dari kondisi pasien itu sendiri
kak, yang membuat kakak kayak bersemangat lagi untuk bekerja,
kemudian bersemangat lagi dalam ee…merawat pasien dan sebagainya?
Eee…karena diri kita, kita toh perawat ki’, jadi memang naluri ta’ itu
tinggi sama pasien. Jadi kalau kita lihat pasien ta’ lagi down pasti kita
kasi semangat, ee…jadi kalau kita pasien ta’ sudah apa…sudah sangat
dekat mi’ sama kita pasti ada hubungan batin begitu, mau fisik…mau
jiwa toh. Kalau pasiennya sembuh kita…kita juga yang senang, jadi
memang kalau ee…kenapa kita semangat bekerja, kita lihat pasien ta’
kalau pasien ta’ sudah sembuh berarti kita juga termasuk dari berhasil,
berhasil ki’ kasih bagus ki’ pasien ta’, gitu ji’. Intinya ee…
(sambiltertawa) bekerja ki’ dari hati juga, bekerja ki’ dari hati yang
ikhlas gitu ee…
Kemudian pendekatan yang secara fisik ini kak, bisa kita jelaskan ?
Eee…pendekatan secara fisik. Kita tidak jijik sama pasien gitu ee, kita
tidak merasa pasien itu kayak benalu begitu, kayak beban. Padahal itu
P
SP
P
SP
pekerjaan dimana itu pasien juga rezeki dari kita toh…jadi, sebenarnya
kita itu ee…ss…mutualisme sama pasien, seperti itu. Kalau pendekatan-
pendekatan fisik seperti itu, kita care, kita…kalau misalkan orang yang
gangguan jiwa siapa mau pegang ki’, tapi kalau kita komunikasi pegang
tangannya, kita tanya baik-baik, apalagi kalau ada yang seumuran sama
kita pasti lebih, pasti lebih bagus komunikasinya. Apalagi kalau kita
perempuan toh sama kayak misalnya kasian ibu yang dia rindu anaknya
seperti itu, disini intinya komunikasi yang penting.
Kalau untuk pendekatan jiwanya ini kak, bisa kita jelaskan ?
Maksudnya pendekatan jiwa itu, dari diri ta’ sama pasien. Kalau
pasiennya ee…merasa percaya sama kita pasti dia ungkapkan ji’ semua,
pasti dia ungkapkan ji’, pasti dia mengeluh kalau dia merasa bilang “ih,
suster…susternya tidak care” toh “eeh…tidak mau ja’ cerita sama
suster” akan ada ji’ rasa penolakan, dir…di…gitu.
Penolakan seperti apa yang selama ini kita dapatkan kak ?
Kalau saya, ndak pernah ji’. Saya ee…maksudnya saya, bukan tidak
pernah gagal, maksudnya tidak ada ji’ pasien yang tidak…disini toh,
ndak ada ji’ pasien yang ee…tidak mau untuk di ajak komunikasi
selama ini, yang mengeluh sama saya toh. Pasti ji’ saya bilang “kenapa
ki’, duduk mi’ “ “iya suster begini” dia ji’ sendiri yang…ada juga pasien
yang malu toh “kenapa ki’ malu, kenapa ki’ bingung, bicara ki’, ada
P
SP
P
bisa saya bantukan ki’ ”, seperti itu. Bikin ki’ kontrak sama pasien yang
baik.
Kemudian, apa…ee…disini…ee…cara melakukan, bagaimana cara
kakak melakukan bina hubungan saling percaya itu pada pasien ?
Iya. Jadi kalau kita mau cari, kita kepercayaan ke pasien
toh…bagaimana cara kita menyikapinya dari pertama kali ee…untuk
pasien…ada pernah pertama kali datang, dia tidak mau lihat ki’ toh, dia
tidak mau lihat kita tapikarena dia penasaran sama kita daaah…akhirnya
komunikasi “ ibu…siapa nama ta’, kenapa ki’, “kenapa lihat-lihat ka’,”
ada kita mau cerita”, seperti itu. Jadi hubungan saling percaya nanti
ee…kelihatan. Pasti dia cari perhatian, beda toh kalau ynag cari
perhatian memang, beda memang sama yang memang betul-betul dia
pasti senyum, kalau pagi itu…dulunya yang cuek akhirnya sama-sama
kita cerita, senyum, di tau masalahnya “oh seperti ini, masalah
keluarganya, pacarnya, atau apanya” toh, sampai dia ke sini, sperti itu.
Intinya kita sama pasien ee…melindungi juga privasinya toh, dia bilang
“ibu, jangan ki’ nah bilang begini ka’ “ biasa ji’ dia bilang seperti itu,
kalau anu ka begini, begini, “tidak ji’, yang penting kita cerita sama
saya,yang penting kita jangan ki’ selalu berfikir bahwa kita tidak bisa
sembuh, yakin maki sembuh, insya ALLAH bisa ki’ sembuh.
Tadi juga sempat ee…saya tangkap, kakak berbicara tentang
kesembuhan pasien itu sendiri. Kemudian pasien yang dikatakan
SP
P
SP
sembuh dari halusinasi itu sendiri kak, cirri-cirinya bagaimana ?
Ciri-ciri dia tenang toh, dia tenang ee…bisa senyum (sambil tertawa)
sama temannya, sama perawat, terus dia juga kalau pasiennya sudah
tidak bicara sendiri (sambil tertawa), sudah tidak bicara sendiri, sudah
seperti…sudah seperti…apa di’…ee…pasien sudah seperti manusia
normal, yang tidak selalu mengamuk, kan kalau ku bilang tadi toh cirri-
ciri halusinasi pendengaran sama penglihatan rata-rata seperti itu. Jadi
kalau dia sudah tenang, sudah baik, sudah mau balas senyumnya
perawat, sudah tidak cari perhatian lagi, seperti itu.
Kemudian yang menjadi kendala ataupun hambatan kakak pada saat
ee…melakukan SP halusinasi ini sendiri kak, bisa kakak ceritakan ?
Iya. Pasiennya dari…apa…dari pasien biasa mengamuk toh, seperti itu
pasien mengamuk…terkendala lagi, sebenarnya pertama dia mau cerita
tapi datang lagi halusinasinya yang jelek, dia mengamuk lagi, dia
melempar-lempar barang, tapi selama ini saya atasi ji’ kalau dia
ee…mau ee…bersi keras denga perawat toh, dia ndak bisa karena ada,
apa…ada…ada…ada cara supaya dia bisa se…sebelum di fiksasi toh,
sebelum di fiksasi di Tanya pasiennya, “ee…jadi kita, jadi kita tidak
mau bekerja, kerjasama kita kalau kita fiksasi”, kalau di ikat seperti itu,
pasien tidak bisa tenang, “oh tidak ji’ suster, baik ma’ suster, tidak mi’,
saya tidak, tidak anu mi’ suster, tidak mau ma’ mengamuk suster, tidak
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
saya lukai temanku”, “oh iye nah, janji nah, janji” seperti itu.
Kemudian, apa ada kak hambatan dari keluarga pasien itu sendiri ?
Itu tadi toh pasiennya, keluarganya ada yang (sambil tertawa)mau
datang, ada yang tidak mau datang. Kalau yang datang bersyukur, yang
tidak mau datang ya…kita rawat pasiennya dengan baik, dan kita kasi
motivasi terus bahwa dia akan sembuh, kalau ada keluarganya nanti
datang, kalau tidak…apa…kalau keluarganya tidak datang, paling tidak
bersosialisasi dengan teman-temannya yang baik, gitu.
Kemudian apa ada hambatan dari rekan kerja ta’ selama kakak
melakukan SP ini sendiri kak, dalam mengimplmentasikan ?
Kalau saya selama ini. Alhamdulillah tidak ada ji’ hambatan kalau
sesama rekan kerja. Karena kami saling tolong toh, Intinya kalau selama
ini saya belum ada ji’ hambatan yang bagaimana sekali untuk
ee…sesama rekan kerja.
Kalaupun untuk sarana dan prasarana ini sendiri kak ?
Sarana rumah sakit ?
Yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan SP ini sendiri kak ?
Kalau hambatannya eemm…kalau dari prasarana rumah sakit di
bagian…pasti tempat tidurnya, pasien lebih banyak dari tempat tidur.
Jadi, otomatis pasien harus bekerja sama toh, dalam satu tempat tidur
P
SP
P
SP
berdua sama-sama, seperti itu, itu ji’ hambatan masih kurang tempat
tidur disini.
Kemudian apa harapan kakak, maksudnya harapan kakak selanjutnya.
Melihat dalam sarana dan prasarana disini tidak memadai ?
Ya kalau, kalau masalah ee…ruangannya toh sudah bagus. Cuman itu
tadi tempat tidurnya supaya pasien bisa beristrahat dengan tenang,
supaya pasiennya bisa, supaya pasiennya punya privasi toh…gitu,
semoga rumah sakit diberi (sambil tertawa) diberikan ee…sarana dan
prasarana yang lebih lagi. Kalau sampai sekarang kalau yang tidur
berdua ji’ pasiennya tidak apa-apa, cuman kan ada…kalau kita punya
tempat tidur punya privasi toh, masing-masing pasienkan lebih bagus.
Kalau ruangan bagus, karena dia bersih…karena psien diajarkan asperti
itu, membersihkan tempat tidurnya sendiri kalau datang halusinasinya,
“ee…berihkan mi’ paeng tempat tidur, oh…atau kita pergi
ee..t…apa…pergi siram bunga sama-sama ki’ di depan” seperti itu ji’,
cari…emngalihkan suasanasupaya dia tidak…selalu datang halusinasi
yang lain.
Gambaran pelaksanaan SP sendiri ini kak yang kita ketahui, bisa anda
jabarkan atau jelaskan pada saya, ceritakan ?
Eee…yang halusinasi. Dia bilang ee…”suster...ee…saya itu selalu
merasa ee…di kucil ee…di kucilkan sama keluargaku padahal keluarga
P
SP
tidak datang menjenguk” jadi halusinasi datang sendiri toh, jadi saya
bilang “ee…sini ki’, kita kenali ki’ dulu” jadi saya tanya “oh…kita itu
sebenarnya tidak di kucilkan sama keluarga ta’, sebenarnya keluarga ta’
datang ji’ nanti menjenguk tapi dari kita, kita harus berubah toh.
Pertama kita harus ee…hilangkan rasa-rasa, rasa halusinasi ta, rajin ki’
minum obat, rajin ki’ harus selalu tenang, harus ki berkomunikasi sama
teman ta’ “ langsung dia bilang “okay suster, ee…tapi biasa suster
datang-datang lagi”, “kalau datang lagi…hardik lagi (sambil ketawa)
jangan sampai pikiran ta’ kosong sampai yang kalau tidak bisa ki’ minta
bantuan ku, datang ki’ bicara sama saya, apa masalah ta’ “. Setelah itu
pasiennya biasa ee…sudah makan toh, minum obat, tidur, sorenya lagi
itu datang…datang lagi. Dia cari ki’, tapi kita kan pergantian shift jadi
sama perawat yang lainnya, jadi dia Tanya “oh…kita janji apa sama ini
pasien” seperti itu “oh, tidak. Mau ji dperhatikan, mau ji’ cerita itu”
besoknya cerita lagi akhirnya pasiennya merasa di hargai, merasa ada
temannya cerita sampai ee…sampai di motivasi bilang “kita bakalan
sembuh, tidak akan ki’ di kucilkan kalau kita bisa lawan diri ta’
sendiri”.
Perasaaan kakak selama menjalankan ataupun menerapkan SP
halusinasi ini sendiri kak, bagaimana selama ini. Bisa kakak jelaskan ?
Itu susah-susah gampang karena pasien jiwa (sambil tertawa) jadi, kalau
pasiennya emm…ceritanya kita orang mudi toh dihadapi ki’ teman,
P
SP
P
SP
kayak sosialisasi sama teman suka mood, moodnya hilang, biasa tidak
mau, biasa mau, biasa cerita, biasa tidak cerita, biasa mengamuk, seperti
itu. Jadi, apa di’…ee…harus ki’ pintar-pintar berkomunikasi bersama
pasien kalau kita sebagai perawat jiwa.
Okay, terima kasih kak atas waktu yang telah diberikan. Ee…iye kak.
Iya, terima kasih nah. Begitu ji’, intinya semuanya serahkan sama yang
di atas kita sudah men…mencoba merawat pasien ta’ dengan baik jadi
pasiennya juga berdoa, perawat juga berdoa, semua tulus ikhlas, insya
ALLAH pasien ta’ baik.
Iye kak, terima kasih atas waktunya kak.
Iye terima kasih, sama-sama (sambil tersenyum).
CATATAN LAPANGAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan
Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan
Pasien Halusinasi.
Tanggal Wawancara : 07 Agustus 2019
Seting Wawancara : Obrolan Santai
Inisial Partisipan : Ny. “F”
Untuk Partisipan : Ke Empat
GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)
Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan
partisipan ke Empat yaitu Ny. “F” dalam mengimplementasikan strategi
pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.
Keterangan :
P : Peneliti
SP : Subjek Peneliti
Kode Uraian Wawancara
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
Selamat siang kak.
Siang.
Perkenalkan nama saya Annisa, mahasiswa dari Stikes Panakkukang
Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait dengan judul
yang saya mau teliti pengalaman perawat dalam mengimplementasikan
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pasien halusinasi. Apakah
kakak bersedia untuk saya wawancarai ?
Iya bersedia.
Umur ta’ berapa kak ?
34 tahun.
Sudah berapa lama kita bekerja disini kak ?
3 tahun.
Baik. Sebelum saya masuk ke metode wawancaranya, disini saya akan
mengajukan beberapa pertanyaan, ee…saya langsung saja untuk
pertanyaan yang pertama yaitu apa yang kakak ketahui tentang SP
halusinasi itu sendiri ?
SP halusinasi ada 4, yang pertama bagaimana pasien mengenal
halusinasinya dan mengajarkan metode menghardik itu. Jadi, di SP satu
P
SP
itu kita mengajarkan ee…apa memperkenalkan ke pasien tentang isi
halusinasinya, kapan munculnya, kemudian berapa kali frekuensi
munculnya halusinasi. Lalu kemudian kita mengajarkan bagaimana
pasien ee…mee…apa namanya memutuskan halusinasinya dengan
menghardik. Terus yang berikutnya ada SP2P ini mengajarkan pasien
ee…bagaimana minum obat ee…5 benar minum obat, artinya pasien
dapat memutus halusinasinya dengan cara meminum obat. Terus yang
ke 3 ee…SP yang dilakukan ke pasien itu bercakap-cakap dengan
ee…teman, artinya ketika muncul halusinasi bagaimana pasien dapat
mengontrol halusinasinya dengan cara ee…mengajak temannya
bercakap-cakap pada saat muncul halusinasi. Dan yang terakhir itu,
bagaimana pasien melakukan, apa…memutuskan halusinasinya dengan
cara melakukan kegiatan ee…di ruangan.
Kalaupun untuk menghardik ini, bagaimana cara kakak memberikan
pengarahan pada pasien yang mengalami halusinasi itu sendiri.
Iye, jadinya kalau pasien mengalami halusinasi ee…yang dilakukan
adalah dengan cara ee…tentunya memberikan pengajaran terlebih
dahulu pada pasiennya. Jadi, pasiennya diajarkan bagaimana cara
menghardik, dengan misalnya dia ee…alusinasi pendengaran ee…di
minta untuk tutup telinganya kemudian menghardik halusinasi yang dia
dengar. Seperti itu.
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
Kemudian untuk kegiatannya ini kak, apa saja ?
Haaaaa…?
Untuk kegiatan yang dilakukan ee…yang dianjurkan untuk pasien ini
kak, kegiatan apa saja ?
Kalau kegiatan untuk pasien yang berada di tahap 4, apa…di SP4 itu
kegiatan yang biasa dilakukan di ruangan itu, karena disinikan dia di
bangsal, apa…dibangsal ini pasien ee…apa…beberapa orang dalam
satu ruangan jadi biasa kegiatan dianjurkan itu ee…kayak
membersihkan saja tempat tidurnya, membersihkan ruangan,
membersikan kamar mandi.
Selain itu kak, ada kegiatan lainnya ?
Kegiatan lain ee…misalnya pada waktu makan bagaimana dia bisa, apa
namanya ee…mempersiapkan makanannya sendiri, mempersiapkan dan
ee…membersihkan tempat-tempat makannya sendiri. Dan seputar ADL
saja, dia aktivitas disini seputar ADL.
Kalaupun untuk kegiatan kayak kegiatan keagamaan kak, apakah ?
Kalau keagamaan itutergantung kalau pasiennya sudah ee…sudah
memenuhi masuk dalam ee…askepnya, SPnya sudah selesai baru biasa
diikutkan pada ee…apa namanya pada terapi mudalitas itu, terapi
keagamaan itu.
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
Kalaupun untuk terapi keagamaan ini kak ee…berapa kali dalam 1
minggu ?
Kalau terapi keagamaan itu di rumah sakit tergantung kalau agama
mayoritasnya muslim itu biasanya dilakukan dalam 2 kali seminggu.
Untuk itu kalau tidak salah setiap selasa kamis, kalau tidak salah selasa
kamis. Iyaah.
Kalaupun untuk yang non muslim kak ?
Ada juga. Jadi ee…tergantung anunya apa, pemuka agamanya, tokoh
agamanya datang hari apa, itu sudah dijadwalkan di rumah sakit. Seperti
itu.
Kemudian ee…pemahaman kakak tentang SP halusinasi itu sendiri kak.
Bisa kakak jelaskan ?
Pemahaman yang bagaimana ?
Pemahaman dalam mengimplementasikan SP halusinasi itu sendiri kak?
Jadi kalau misalnya, ee…pelaksanaan SP halusinasi tentunya kan lihat
dulu situasi pasien. Kalau pasien dalam kondisi kritis, fase krisis ya fase
krisis itu tidak bisa kita lakukan ee…apa…kita tidak bisa mengajarkan
SP, kita tidak mampu. Kenapa, pasiennya tidak menerima apa yang kita
sampaikan. Jadi selepas dari fase krisis baru kita mulai menerapkan lagi
SPnya, kalau misalnya dalam ee…apa…sudah beberapa penerapan SP
P
SP
P
SP
kemudian pasien ee…error ee…kita hentikan SP kita tangani dulu fese
krisisnya begitu. Jika fase kriris berakhir baru kita lanjutkan lagi untuk
melakukan ee…SP itu yang sudah kita ee…laksanakan sebelumnya,
gitu.
Ada lagi kak yang kita ketahui ?
SP seperti itu. Dan kemudian, ee…yang biasa di lihat itu nilai dulu
kondisi pasien. Misalnya apakah pasien berada di tahap halusinasi yang
mana. Kalau pasien berada di tahap halusinasi dimana halusinasinya
menyenangkan itu sangat-sangat ee…sulit untuk menerapkan SP, gitu.
Kenapa pasien senang jadi meskipun kita paksakan untuk memutus
halusinasinya dengan cara menghardik ataupun tahapan SP yang lainnya
pasti dia juga tidak bisa memutus halusinasinya karena halusinasi yang
dia rasakan itu menyenangkan buat pasien. Iya gitu.
Kalaupun untuk ee…kan disini ada beberapa tahapan, jadi dari beberapa
tahapan itu ee...bagaimana cara kakak mengenalinya begitu ?
Iya, kalau mengenali tahapan 1 sampai tahapan 4 dari halusinasi itu
tergantung kita lihat dari, kita mengobservasi dari perilaku pasien, gitu.
Jadi ada memang pasien yang oh ini berada di, kita bisa nilai
ee…dengan perilakunya ee…misalnya pasiennya asyik dengan
halusinasinya atau tertawa…selalu tertawa, kemudian selalu ee…apa
namanya ekspresi yang menyenangkan berarti pasien itu ee…apa,
P
SP
orientasi perasaannya itu menyenangkan, jadi halusinasi yang didengar
itu menyenangkan buat dia. Kalau pasien sudah masuk ke fase
mengamuk atau ada pasien…apa namanya ee…agresif berarti dia
ee…berada di fase ke 4 dimana dia merasa ee…halusinasinya apa,
dimana dia harus mengikuti ee…apa yang diperintahkan oleh
halusinasinya. Biasa kita lihat pasien halusinasi kemudian dia
mengamuk. Seperti itu.
Kalaupun untuk jenis aa…, keparahan itu sendiri kak, bagaimana cara
kita menanganinya ?
Kalau keparahan dari halusinasi, misalnya dia sudah berada di fase ke 4.
Dimana dia sudah mengarah ke PK, biasanya kita selesaikan dulu
permasalahan yang ada disitu, artinya kita tidak bisa menerapkan SP di
situ yang kita mesti lakukan bagaimana menyelesaikan dulu fase
krisisnya pasien. Seperti yang tadi saya sampaikan bahwa SP tidak bisa
kita laksanakan ketika pasien berada pada fase krisis. Biasanya, kalau
misalnya pasiennya sudah mengarah ke perilaku kekerasan biasanya
kita selesaikan dulu itu dengan cara melakukan pengekangan atau
isolasi. Jadi pasiennya di apa, di…di…di…apa dis…di...di...di…apa
dis, pasiennya kita ini dikamari isolasi supaya apa ee…mengurangi
aktivitas motoriknya. Kemudian ee…jika dengan mengisolasi di kamar
isolasi, pasien juga tetap gadu gelisah. Kita lakukan dengan cara
penekangan atau melakukan pengikatan pada pasien, penekangan ini
P
SP
P
SP
tentunya ada SOPnya, ada tahapan-tahapannya, ada yang mesti kita
observasi pada saat pasien melakukan pengekangan sehingga tidak
memberikan dampak ee…apa, negatif pada pasien itu sendiri sampai
pasien bisa atau mampu mengontrol ee…perilakunya. Seperti itu.
Kalaupun untuk ee…setelah dilakukan isolasi pasiennya, apakah ada
perubahan ataupun perkembangan dari pasien itu sendiri kak ?
Iya. Biasanya pasien dalam fase krisis dengan ee…apa, PK mengarah ke
PK dengan pengekangan atau isolasi ee…dalam beberapa waktu pasien
bisa merubah parilakunya, apa namanya kembali ke…kembali tidak
agresif itu. Jadi, ee…manfaat dari pengekangan dan isolasi tadi atau
isolasi tadi itu memang ada, jadi dengan pengekangan atau isolasi bisa
membantu pasien untuk mengontrol energi didalam ee...dirinya supaya
tidak ee…melakukan aktivitas ee…yang berlebihan seperti mengamuk,
gitu.
Kemudian dalam penerapan SP halusinasi ini kak, pengalaman kakak
selama ini bagaimana ?
Iya…(sambil tertawa), kalau penerapan…dalam penerapan halusinasi
yaaa…tentunya banyak, banyak hal yang…yang kita ee…kita hadapi
tergantung dari ee…pasien yang pertama dari segi kooperatifnya.
Apakah pasien kooperatif untuk melakukan apa yang kita sampaikan
pada pasien yang ee…kooperatif dalam mengikuti ee…apa namanya,
P
SP
P
SP
ee…instruksi atau penyampaian kita mengikuti kegiatan ee…apa
penerapan SP tadi akan cepat juga ee…mengalami perubahan perilaku.
Namun, kalau pasiennya tidak kooperatif untuk ee…melaksanakan apa
yang sudah diajarkan tentunya akan memperlambat proses kemampaun
dari pasien itu sendiri dalam ee…melakukan ee…mengontrol
halusinasinya atau memutus halusinasinya, iya.
Terus, dalam penerapan sendiri ini kak, apakah sudah efektif atau tidak?
Kalau penerapannya, sebenarnya ee…sudah cukup efektif. Cuman yang
menjadi permasalahan itu ketika ee…apa, ee mungkin kondisi-kondisi
dari pasien itu sendiri, misalnya di ruangan tidak ada privasi misalnya
didalam ruangan-ruangannya indah pasti ada privasi. Karena didalam
ruangan kan ada beberapa orang yaa, ee…mungkin akan, mugkin akan
lebih efektif penerapannya. Sekiranya itu ee…kondisi, kondisi
lingkungannya itu e…hampir mirip dengan kondisi lingkungan di
rumah gitu, mungkin akan lebih efektif apalagi kalau misalnya ada
pendampingan dari pihak keluarga, ya…mungkin itu lebih efektif
penerapannya.
Jadi, dalam penerapan ini keluarga sangat berperan penting ?
Iya, sangat. Pasien kan ee…biasanya ee…apa, memerlukan dukungan
keluarga juga. Biasakan pasien lama di jenguk, akhirnya ee…pasien
bingung atau mungkin ee…ada perasaan lain sehingga, ee…kurang
P
SP
P
SP
P
SP
termotivasi dalam mengikuti regimen-regimen atau terapi yang kita
berikan. Seperti, misalnya tadi bagaimana dalam menerapkan SP,
ee…apa, motivasi pasien untuk melakukan ketika ee…selesai kegiatan.
Misalnya didalam ruangan, motivasi-motivasi itukan ee…yang
diperlukan dukungan dari keluarganya pasien itu sendiri, iya.
Kemudian, dan kalaupun dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan
SP halusinasi ini kak. Apakah sesuai dengan SOP yang sebelumnya
memang sudah diterapkan di rumah sakit ini atau bagaimana kak ?
Iya. Jadi, di rumah sakit itu ada, ada yang namanya lembar terintegrasi
dan, di lembar integrasi itulah kita ee..apa, me…menuangkan apa yang
telah dilakukan ke pasien, misalnya tadi ee…pelaksanaan SP, setiap SP
yang kita laksanakan ke pasien, selesai melaksanakan SP kita lakukan
dokumentasi. Itu dilakukan di setiap ee…shift atau shift tiap kali
ee…apa, dinas. Akhir dinas kita lakukan dokumentasi kembali, iya.
Ada lagi kak ?
Itu saja.
Kemudian, untuk kelemahan ataupun kekurangan SP halusinasi ini yang
kak, yang kakak ketahui atau yang kakak alami selama bekerja disini.
Apa saja kak ?
Kalau, saya rasa kalau kelemahan ee…sudah, sudah ini saya lihat. Dulu
yang sebelumnya SP…pemberian obat itukan dia berada di SP4,
P
SP
aa…terus kemudian terjadi pergeseran dia ke SP2. Nah, ee…apa,
perubahan dari SP4 ke SP2 tentang pemberian obat itu cukup membantu
ee…apa namanya, proses…proses ee…apa, kemampuan pasien dalam
mengontrol halusinasi. Kenapa, biasanya kebanyakan menolak minum
obat, ya itu karena mungkin sudah bosan atau mungkin ee…curiga
terhadap obat yang diberikan dan mungkin, mungkin juga pasiennya
merasa dirinya tidak sakit. Sehingga, tidak perlu minum obat dengan
cara ee…SP du…SP pemberian obat itu ditujukan ke SP2 setelah
menghardik itu ee…biasa ee…lebih cepat lagi pemahaman, bisa
membantu ee…lebih cepat lagi proses pemahaman daripada
ee…si…apa…si pasien terkait dengan kenapa dia diberikan obat,
kenapa dia harus minum obat. Seperti itu, saya rasa begitu.
Kemudian untuk perubahan dari SP4 ke, ee…SP2, apa yang menjadi
permasalahan ataupun tolak ukurnya kak ?
Mungkin itu tadi kan ee…bisa jadi ee…apa namanya, dari orang-orang
yang mendalami ilmu kejiwa…apa, kepetawatan jiwa ini, dia merubah
apa…memutar SP4 ke SP2 ke bawah ke SP3, SP3 ke SP4 itu
ee…mungkin dengan temuan-temuan yang mereka dapatkan bahwa
pasien yang harus, apa…sesegera mungkin diberi pemahaman tentang
obat yang di konsumsi. Makanya, dia geser ke SP2. Sehingga dengan
memahami lebih…apa, lebih memahami pemberian obat itu lebih cepat.
Maka, ee…keinginan atau ee…kemauan responden untuk
P
SP
P
SP
P
SP
P
mengkonsumsi obat itu semakin tinggi, sehingga bisa, bisa saja
kemungkinan ya…kemungkinan bisa ee…memutus angka putus obat,
seperti itu nanti. Karena dia sudah lebih paham di awal lebih paham
bahwa memang harus minum obat. Seperti itu.
Kalaupun terjadi putus obat ini kak, bagaimana ini ?
Kalaupun putus obat pasien akan kambuh, seperti itu.
Eee…kendala dan, maupun hambatan dalam SP halusinasi ini kak, apa
saja. Bisa kita ceritakan kak.
Seperti tadi. Sudah saya jelaskan bahwa bisa jadi karena kondisi
pasiennya sendirikan. Itu ji’, kondisi pasien sendiri itu saja yang
menjadi kendala, apakah pasien kooperatif atau tidak.
Oh…berarti kendalanya ini ee…dari pasien sendiri itu sudah jelas ada.
Kemudian, kalaupun untuk hambatan dari keluarga ini sendiri kak,
apakah ada ?
Yaaa…tergantung dari keluarganya. Apakah dia memberikan dukungan
atau tidak, kalau kurang dukungan ya…tentunya ee…pelaksanaan SP
akan ini…kemampuan pasien juga akan menurut. Terkait dengan
bagaimana dia memahami ini bisa menerima, bisa melaksanakan.
Karena itu kan, ada kaitannya dengan motivasi. Itu saja.
Kemudian, ada lagi hambatan. Misalnya dari rekan kerja ta’ selama
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
mengimplementasikan ini ?
Kalau itu saya rasa tidak ada. Kenapa, ee…apa, ee…petugas yang ada
di jiwa, mereka memang sudah memahami bagaimana pelaksanaan SP-
SP itu sendiri. Sehingga, ee…apa yang dilaksanakan ke pasien itu bisa
dilanjutkan oleh ee…teman ketika pergantian dinas. Jadi tidak ada
kendala terkait dengan ee…pelaksanaan SP dari ee…segi ee…sumber
daya manusianya. Itu saya rasa.
Selain itu kak, hambatan ee…bisa jadi mungkin hambatan dari segi
sarana dan prasarana rumah sakit ini sendiri kak ?
Kalau sarana dan prasarana yang kita kaitkan juga dengan SPnya, saya
rasa sudah terpenuhi. Kenapa, isi dari SP itukan tidak membutuhkan
juga banyak ee…sarana ya… Dan itu ada, jadi tergantung bagaimana
kita memodifikasi daripada pelaksanaan SP itu sendiri gitu.
Cara kita memodifikasinya kak, bagaimana ?
Ya…lihat situasinya saja. Apa yang ada, itu yang kita manfaatkan gitu.
Kemudian bisa ee…kakak gambarkan dalam pelaksanaan SP halusinasi
ini sendiri kak, yang pengalaman kita saja kak ?
Sudah saya jelaskan toh, sudah saya jelaskan bagaimana
pengalamannya, saya rasa begitu.
Kemudian disini kak, kan juga tadi ada pasienkan dianjurkan untuk
SP
P
SP
P
SP
P
SP
minum obat. Kemudian disini, pasien yang dikatakan sembuh dari
halusinasi itu kak, pasien yang seperti apa ?
Kalau dikatakan sembuh, saya rasa kita sendiri tau bahwa pasien jiwa
itu sulit kita diagnosa sembuh. Yang ada mengontrol perilakunya, itu
saja. Jadi tidak ada, apa…tidak ada ee…sangat-sangat ini ya ketika
pasien jiwa katakana sembuh, yang ada bagaimana kita bisa membantu
kondisi pasien gangguan jiwa ini bisa mengontrol perilakunya. Itu saja.
Kemudian, perasaan kakak selama bekerja disini kak. Bisa kakak…kita
ee…ceritakan ?
Yaaa…cukup menyenangkan ya. Apalagi kita punya profesi sendiri,
kita memiliki kewenangan sesuai dengan profesinya kita didalam
pelaksanaan intervensi yang ada di…pada pasien-pasien jiwa itu, jadi
cukup… cukup buat kita bahwa memang seperti itulah pelaksanaan,
apa yang mesti kita lakukan pada pasien-pasien jiwa berdasarkan
ee…legalitas kita sebagai perawat, gitu.
Selain itu kak, ada lagi ?
Saya rasa tidak, cukup.
Iye kak, terima kasih kak atas waktunya.
Iye sama-sama.
CATATAN LAPANGAN WAWANCARA
Judul Penelitian : Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan
Strategi Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan
Pasien Halusinasi.
Tanggal Wawancara : 09 Agustus 2019
Seting Wawancara : Obrolan Santai
Inisial Partisipan : Ny. “H”
Untuk Partisipan : Ke Lima
GAMBARAN SETING (URAIAN FAKTUAL)
Wawancara dilakukan di ruang perawat Kenanga RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada partisipan, setelah itu barulah peneliti melakukan wawancara dengan
partisipan ke Lima yaitu Ny. “H” dalam mengimplementasikan strategi
pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi.
Keterangan :
P : Peneliti
SP : Subjek Peneliti
Kode Uraian Wawancara
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
SP
Selamat siang kak.
Selamat siang.
Perkenalkan nama saya Annisa, mahasiswa dari Stikes Panakkukang
Makassar. Disini saya akan melakukan penelitian terkait dengan judul
yang saya teliti yaitu pengalaman perawat dalam mengimplementasikan
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pasien halusinasi. Apakah
kakak bersedia untuk saya wawancarai ?
Iya saya bersedia.
Baik, ee…terima kasih atas waktu yang telah disediakan. Umur ta’
berapa kak?
Sudah 34 tahun.
Sudah berapa lama kita bekerja disini kak ?
Lebih dari 10 tahun.
Baik. Ee…sebelum saya melakukan…masuk ke inti wawancaranya.
Disini saya akan mengajukan beberapa pertanyaan, saya langsung saja
untuk pertanyaan yang pertama yaitu ee…apa yang kakak ketahui
tentang SP halusinasi itu sendiri kak ?bisa kita jelaskan ?
Eee…SP halusinasi. SP itu sendiri adalah strategi pelaksanaan untuk
P
SP
P
ee…untuk meng…apa, mengimplementasiatau implementasi kita pada
pasien yang mengalami halusinasi. Jadi, SP itu adalah tahapan-tahapan
dalam, apa…mengimplementasi dalam pasien halusinasi. Mungkin gitu
ya.
Kemudian untuk tahapan-tahapannya ini, dari ee…yang kita tau ada
berapa kak?
Halusinasi, ada 4 tahapan ya, tahapan halusinasi ?ee…ee…ada 4
tahapannya. Yang pertama…SP halusinasikan ada 4, yang pertama itu,
kita mengenali halusinasi pasien ta, apakah jenisnya, isi halusinasinya,
kapan terjadi halusinasinya, berapa kali munculnya halusinasi,
ee…bagaimana pada saat terjadinya halusinasi ee…apa yang dilakukan
oleh pasiennya. Kemudian kita lihat respon pasien saat terjadi
halusinasinya dan apakah pasien itu bisa ee…menghardik halusinasi
yang terjadi, itu yang pertama. Kemudian yang ke 2 ee…SP ke 2 itu
dimana kita membantu pasien untuk mengendalikan halusinasinya,
ee…bisa dengan cara bercakap-cakap yaaa, kemudian ee…yang kee…3
ee…kita juga meng…gajarkan pasien menghardik halusinasinya bisa
dengan cara melakukan kegiatan. Kemudian yang ke 4 itu
ee…memastikan pasien kita untuk minum obat teratur, kita memberikan
HE pendidikan kesehatan.
Selain itu kak, ada lagi yang kita ketahui ?
SP
P
SP
P
Eee….untuk, ee…halusinasisendiri itu halusinasi ee…tidak mudah
dihilangkan yaa..apalagi pada pasien yang kronik itu akan
ee…terusss…selalu, apaa…akan selalu muncul dan dikendalikan juga
dengan obat. Jadi untuk meng…gontrolnya halusinasi itu selain
diajarkan cara menghardik misalnya bercakap-cakap atau beraktivitas,
yang paling penting juga memastikan pasien minum obat secara teratur.
Itu aja sih…
Kemudian cara pengajaran untuk menghardik sendiri kak, bagaimana
kita melakukannya ?
Yaaa…saat pasien ee…muncul halusinasinya kita arahkan dia untuk
ee…mee…ngusir halusinasi itu missal mendengar suara-suara, minta
pasien untuk menutup telinganya, ee…menyuruhnya pergi, (sambil
tertawa) “pergi engkau, jangan ganggu saya” seperti itu. Kemudian bagi
pasien yang melihat, kan ada halusinasi penglihatan itu, minta pasien
untuk menutup matanya, jangan fokus dengan apa yang dilihat, kembali
kerealitanya. Kemudian, kan halusinasi ada macamnya dek, jadi kita
minta arahkan pasien untuk melakukan kegiatan yang tidak fokus ke
halusinasinya. Ya gitu, beraktivitas juga. Melakukan aktivitas-aktivitas,
seperti itu.
Kemudian kalau aktivitas-aktivitas disnni kak, yang dimaksud
bagaimana ?
SP
P
SP
P
SP
P
Eeemm…pasien bisa membantu temannya. Misalnya ee…mem…bantu
mandi untuk pasien yang membutuhkan ee…bisa dibantu untuk makan
atau membersihkan tempat tidurnya sendiri, ruangannya atau mencuci
piring. Itu bisa kegiatan-kegiatan yang bisa mereka lakukan. Selain itu
kan dia libatkan juga dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, ada
ibadah juga, kalau disini seperti itu.
Kalau terapi aktivitas kelompoknya disini kak, yang bagaimana itu ?
Eee…ada terapi e…stimulasi sensori biasanya untuk ee…isolasi
ee…apa halusinasi, ada juga yang untuk pasien iso…isolasi sosial,
bagaimana caranya berinteraksi. Yaa…seperti itu. Pokoknya membuat
pasien itu bisa bergaul dengan teman-temannya. Seperti itu ceritanya.
Kemudian, ee…dalam mengimplementasikan SP halusinasi ini kak,
sepemahaman kakak. Bisa kita jelaskan ?
Eee…kita mengimplementasikannya. Pemahaman dalam
mengimplementasikan SP halusinasikan ya…diterapkan insya ALLAH
dilakukan secara bertahap. Pasien masuk kita mengkaji, melakukan
pengkajian, kita kenali halusinasinya, frekuensinya, isinya apa.
Kemudian be….ee…sejauh mana pasien bisa mengendalikannya.
Kemudian itu, kita mengajari mi’ cara menghardiknya, sampai
ee…minum obatnya itu kita terapkan semua.
Berarti pada saat mee...meng…impelemntasikan SP halusinasi ini kita
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
sudah terapkan semua, sesuai ?
Iya dek, diterapkan sesuai dengan SP.
Kemudian, penerapan SP halusinasi ini kak. Apakah sesuai atau tidak ?
Sesuai sayang. Yang diterapkan sesuai dengan tahapannya dan itu
memang untuk tidak dalam waktu singkat ya…dia akan berulang,
berulang terus.
Kemudian untuk pendokumentasian dengan pelaksanaan SP
halusinasiini kak. Apakah sesuai atau tidak ?
Sesuai. Dan kami perawat ini ada melakukan pendokumentasi itu
didalam, kalau disini kita menulis di catatan perkembangan pasien
terintegrasi setiap hari… kami mengevaluasi pasien seperti yang saya
tulis sekarang ini. Ee…pasien halusinasi kebetulan diajarkan cara
menghardik, kemudian di observasi setiap hari dan di dokumentasikan
setiap hari, setiap dinas.
Berarti di…ee…pengobservasian pasien ini dilakukan setiap hari kak ?
Iya. Setiap hari sayang. Pasien ee…perawat shift…ada pagi, sore dan
malam itu di observasi. Itu semua di dokumentasikan di dalam catatan
perkembangan.
Berarti sudah sesuai dalam pendokumentasian dengan pelaksanaan SP
halusinasi itu sendiri kak ?
SP
P
SP
P
SP
P
SP
P
Iye sayang, sesuai.
Kemudian, apakah ada kelemahan atau kekurangan dari SP halusinasi
ini sendiri kak ?
Eee…karena untuk ruangan ini sendiri itukan pasien ada banyak dek ya.
Jadi, biasa ee…kalau bersamaan kan…pasien kan banyak dan
perawatnya yang mengobservasinya itukan hanya berapa
ya…berbanding sekian. Biasa mungkin untuk tercover untuk satu
kaligus itu ee…susah. Tapi, berusaha untuk tercover semua karena
setiap pasien itu ada petugas atau perawat yang PJnya ceritanya. Intinya
dalam setiap hari itu akan terdokumentasikan.
Kemudian, ada lagi kak ?
Cukup itu. Itu saja.
Kemudian…untuk hambatan dalam mengimplementasikan SP ini
sendiri kak ?
Aaa…itu tadi yang saya bilang. Karena pasiennya banyak jadi
ee…untuk tercover full itu dalam setiap ininya ee…ada terkadang
kurang maksimal tapi di usahakan ya…semaksimal mungkin. Gitu aja
sih.
Kemudian inikan sudah jelas toh kak, hambatan dari pasien itu sendiri.
Kemudian, apa…apakah ada hambatan dari…misalnya dari keluarga ini
SP
P
SP
sendiri kak ?
Kalau soal keluarga, keluarga jarang datang ya. Jadi itu jugakan
biasanya kita harus ee…meng…sss…apa yaa…bekerja sama dengan
keluarga apalagi pasiennya mau pulang itu kita biasanya menjelaskan ke
keluarga bahwa pasien jangan sampai putus minum obat. Obatnya harus
di minum dengan teratur ee…ini sih biasa pasien pulang Cuma berapa
lama tapi ternyata masuk lagi itu mungkin ee…yang kami terapkan
dalam HE sebelum pulang itu ee…keluarga mungkin tidak…maksudnya
melaksanakan secara maksimal. Tapi kalau saat di rumah sakit kita
berusaha ee…pokoknya itu tahap-tahapan SP itu akan terulang, terulang
lagi dari tahapan awal tadinya di evaluasi lagi kembali lagi. Kalau
belum maksimal di ulangi lagi ke SP ee…itu untuk dimaksimalkan, biar
pasiennya bisa mampu menghardik halusinasinya sendiri tanpa perlu
diarahkan. Saat muncul halusinasi pasien langsung di bisa, “oh saya
harus melakukan ini” gitu.
Melihat yang menjadi hambatan dari keluarga ini sendiri kak, apa
tanggapan kakak sebagai perawat pelaksana. Khususnya diruangan ini ?
Eee…intinya kami tidak berhenti untuk memberikan HE, saat keluarga
datang menjenguk kami jelaskan lagi bahwa saat pasien berada di
rumah, ee…kami sampaikan pasiennya itu di…ini kalau muncul
halusinasinya ee…mungkin disuruh melakukan kegiatan, di kasi
aktivitas, jangan pasien dibiarkan bengong sendiri, terus obatnya
P
SP
P
SP
P
diperhatikan, seperti itu. Karena pasien itu membutuhkan kehadiran
keluarga, mungkin di stikma masyarakat orang gila adalah seperti ini,
bagaimana jeleknya stikmanyatapisebagai keluarga ee…kami
mengharapkan peduli mereka , jangan ee…sakit langsung dibawah ke
rumah sakit tanpa perlu mereka tangani dulu. Jadi, memang di butuhkan
ee…ke…apa…kerja sama untuk keluarga kooperatif untuk menangani
ini. Itu sih.
Kalaupun dari rekan kerja ta’ kak, apakah ada yang menjadi
hambatannya selama pelaksanaan ini kak ?
Eee…alhamdulillah ya kalau dari teman kerja nggak ada. Karena
memang masing-masing kitakan punya tugasnya sama ya…sama-sama
ee…pasien yang menjadi tugas kita yang kita damping akan…semuanya
melakukan. Ndak ada ji’ hambatan dari teman kerja sih. Justru
supportnya ada, kerja sama.
Kalaupun untuk…sarana dan prasarana ini sendiri kak.
Apakah…membuat juga terkendala di…pelaksanaan SP ini kak ?
Eee…sarana dan prasarana memadai dek ya…kalau untuk ruangan jiwa,
apalahi ruangan disini memadai sarana dan prasarananya mendukung
sih. Jadi, ndak terlalu bagaimana maksudnya kendala sarana dan
prasarana sayang.
Kemudian…bisa kakak gambarkan pelaksanaan SP halusinasi itu…kak?
SP
P
SP
Gambarannyaa…pasien, misalnya menerima pasien dari IGD UGD atau
dari PHCU, kita langsung melakukan pengkajian, pengkajian
psikiatrinya. Nah, disitu ee…jika ditemukan pasiennya adalah halusinasi
kita langsung mi’ kita ee…mengkaji apa isi halusinasinya, jenis
halusinasinya apa, frekuensi terjadinya halusinasinya pada pasien
tersebut. Kemudian ee…kemampuan pasien tersebut untuk menghardik
halusinasinya seperti apa, aa…jika kita sudah mengenal frekuensinya
semua, kapan terjadinya, apa jenis halusinasinya. Kita mengarahkan mi’
untuk…jika muncul halusinasi itu kita ajarkannya untuk menghardik,
biasanya 2 kali sehari. Minimallah 2 kali sehari, kalau misal muncul 2
kali sehari kita mengajarkan minimal 2 kali sehari cara menghardiknya,
kita mengarahkan pasien tadi untuk menutup telinga jika mendengar
suara atau menutup mata, atau menyuruhnya pergi suara-suara itu.
Disamping itu pasien harus patuh untuk minum obat secara teratur.
Kemu…ee…itu saja dek. Seperti itu.
Kalaupun untuk pemberian obat ini sendiri kak. Setelah diberikan obat
ee…apakah ada perubahan yang dilihat dari kondisi pasien itu sendiri ?
Biasanya ada. Setelah minum obat itu pasien biasanya ee…ada
perubahan yang tadinya mungkin halusinasinya ee…muncul setiap
ee…frekuensinya dekat toh. Akhirnya bisa berkurang seperti itu,
pasiennya bisa menjadi lebih tenang. Karena itu memang mungkin ada
efek dari ee…psikotik sendiriya obat-obat psikotropi ee..,obat-obat jiwa
P
SP
P
SP
sendiri. Ada perubahan.
Yang kakak ketahui. Pasien yang dikatakan sembuh dari halusinasi itu
sendiri kak, bagai…bisa kita ceritakan ?
Untuk pasien sembuh sendiri itu…mungkin memakan waktu yang lama
sayang ya…karena untuk pasien kronik sendiri itu ee…kadang hilang
tapi bisa saja ada pemicu muncul kembali. Ee…kalau bilang
yang…yang di katakana mungkin halusinasinya sudah tidak
mengganggu, tidak mengganggu pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-harinya, aktivitas sehari-harinya terpenuhi dengan baik
ee...per…apa…interaksi sosialnya juga baik, lingkungannya juga baik,
aa itu mungkin bisa dikatakan apalagi pasien yang dirawat ya…sudah
tidak aa…terganggu seperti itu dikatakan sudah bisa pulang, sudah bisa
rawat jalan, di rumah. Seperti itu. Tapi ee…bila untuk pasien yang
skizofrenia itu ada pemicu juga bisa kembali, ya begitu.
Perasaan kakak selama dalam mengimplementasikan SP ini sendiri kak,
bagaimana ?bisa kita ce…ceritakan ?
Perasaan ya…susah-susah gampang sayang ya…apalagi menghadapi
pasien jiwa yang ditanya biasa A jawabannya B. ee… ditanya sekarang
mendengar suara, “suara apa”, sebentar di jawab suara ee…monyet
mungkin. Ditanya lagi berikutnya suara lain lagi yang disebut. Itu sih
susah-susah gampangnya, tapi kita berusaha menggalinya. Bertanyanya
P
SP
P
SP
tidak Cuma sekali kita validasikan lagi, sudah di Tanya “benar ini yang
kita dengar” aa…dia jawab “iya” gitu. Mungkin untuk jenis
halusinasinya apa. Susah-susah gampang ya seperti itu pasien jiwakan
biasa konsentrasinya susah. Kadang juga ada yang mutisme tidak ada
yang mau bicara, ada juga yang malu, yang tidak mau ini ya untuk
sosialnya jadi ee…disitu susah-susah gampangnya tapi kita sabar saja,
kita sabar saja, kita menggali ya. Mudah-mudahan dengan usaha kita
yang berkali-kali bisa kita dapat hasilnya “oh ternyata memang pasien
halusinasinya seperti itu” begitu.
Selain itu kak, apa ada lagi yang kita rasakan ?
Susah-susah gampang (nada rendah). Terus…menanggani pasien jiwa
ini menurut saya menarik dek ya…justru karena sstt…mereka unik.
Biasa kita justru ee…ternyata mas…apa…masalah kita tanyakan apa
penyebab mereka masuk, maslahnya ini.jadi saya bisa me…narik
kesimpulan bahwa koping efektif itu sangat penting dari keluarga, dari
lingkungannya ya…
Yang membuat kakak termotivasi dalam merawat pasiennya yang
halusinasi kak ?
Yang membuat saya termotivasi…itu tadi saya sempat bilang unik,
karena ee…dengan kita melakukan pengkajian, aa…kita melihat
masalah dari pasien, justru bisa menjadi pelajaran buat diri kita
P
SP
P
SP
P
SP
P
e…ternyata kalau ada masalah itu kita tidak harus me…apa…kita
menghadapinya harus dengan ini. Ee…menyelesaikannya dengan baik,
terus meka…mekanikme koping kita ee…supaya tidak terjadi mungkin
gangguan seperti ini saya harus menyelesaikannya ini. Ya intinya
masalah jagan dipendam ya seperti itu. Bisa, kondisi pasien jiwa itu bisa
menjadi pelajaran untuk memperbaiki diri juga sih, begitu mungkin dek
ya…
Kemudian harapan kakak untuk pasien halusinasi ini sendiri kak
kedepannya ?
Berharap ee…pasien yang…yang sudah terlanjur mengalami halusinasi
cepat ya…cepat berkurang halusinasinya, bisa mengontrol halusinasinya
dengan baik dan pulang ke rumah tetap bisa mengontrolnya, tidak ada
pemicunya lagidan maksudnya tidak perlu dirawat lagi ya (sambil
tertawa) seperti itulah, sembuhlah ceritanya
Ada lagi kak ?
Cuma itu saja dek.
Oh iye kak. Terima kasih atas waktunya kak.
(Sambil tertawa) sama-sama. Semoga ada hikmah, atau ada yang bisa
diambil ya…
Iye kak. Terima kasih.
SP Sama-sama.
MATRIKS ANALISA DATA
No Tema Kategori Kata Kunci SP1 SP2 SP3 SP4 SP5
1. Pengetahuan tentang
SP halusinasi
SP halusinasi “…tindakan keperawatannya yaitu
mengontrol halusinasinya, kapan waktunya,
pengobatannya, terapinya.” (SP1)
“SP halusinasi merupakan rangkaian
percakapan komunikasi antara perawat
dengan klien ee…untuk membantu klien
dalam menghadapi halusinasinya.“ (SP2)
“SP halusinasi itu ee…tentang bagaimana
√
√
cara perawat berinteraksi dengan klien atau
pasien kita tentang mengkaji cara dia
berhalusinasi, seperti itu.” (SP3)
“SP halusinasi ada 4, yang pertama
bagaimana pasien mengenal halusinasinya
dan mengajarkan metode menghardik
itu....” (SP4)
“SP itu adalah tahapan-tahapan dalam,
apa…mengimplementasi dalam pasien
halusinasi.” (SP5)
√
√
√
2. Keefektifan penerapan
SP halusinasi
Efektif “…efektif, cuman kan pasien beda-beda toh
ada yang langsung dia ini mengerti, ada
yang lama sekali perlu tahap-tahap untuk
sampai ke tahap mengerti sekali itu
pasiennya…”(SP1)
“…sudah efektif. Karena kami sudah
melakukan apa yang ee…apa yang sesuai
dengan SP atau SOP kan yang anu sudah
dilakukan.“ (SP2)
“…sudah cukup efektif. Cuman yang
√
√
menjadi permasalahan itu ketika ee…apa,
ee mungkin kondisi-kondisi dari pasien itu
sendiri…” (SP4)
“sesuai (efektif) sayang. Yang diterapkan
sesuai dengan tahapannya dan itu memang
untuk tidak dalam waktu singkat ya…”
(SP5)
√
√
3. Kesesuaian
dokumentasi dengan
pelaksanaan SP
halusinasi
Dokumentasi “…semua yang dilakukan ditulis semua di
BRMnya.” (SP1)
“…harus sesuai karna apa yang kita
√
lakukan pada pasien, tindakan apa yang kita
lakukan harus di dokumentasikan semua…”
(SP2)
“sesuai. ….apa yang kita lakukan sama
pasien toh, kita harus tulis (sambil tertawa)
sesuai dengan yang semestinya.” (SP3)
“…pelaksanaan SP, setiap SP yang kita
laksanakan ke pasien, selesai melaksanakan
SP kita lakukan dokumentasi.” (SP4)
“sesuai. Dan kami perawat ini ada
√
√
√
melakukan pendokumentasi itu didalam,
kalau disini kita menulis di catatan
perkembangan pasien terintegrasi setiap
hari… kami mengevaluasi pasien…” (SP5)
√
4. Kelemahan SP
halusinasi
Pasien
“…kelemahannyaa…kadang klien, terutama
klien yang masih baru mereka kadang lupa
dengan apa yang perawat sampaikan.”
(SP2)
“…pasiennya merasa dirinya tidak sakit.
Sehingga, tidak perlu minum obat…” (SP4)
“…pasien kan banyak dan perawatnya yang
√
√
mengobservasinya itukan hanya berapa
ya…” (SP5)
√
Keluarga “…keluarga yang tidak ambil atau pasien
tidak ada menjenguk pasti otomatis
disitu…disitu kelemahannya.” (SP3)
√
Perawat “…pasien kan banyak dan perawatnya
yang mengobservasinya itukan hanya
berapa ya…” (SP5)
√
5. Kendala/hambatan SP
halusinasi
Pasien “…dari pasien biasa mengamuk toh, seperti
itu pasien mengamuk…terkendala lagi,
sebenarnya pertama dia mau cerita tapi
√
datang lagi halusinasinya yang jelek…“
(SP3)
“…bisa jadi karena kondisi pasiennya
sendirikan. Itu ji’, kondisi pasien sendiri itu
saja yang menjadi kendala, apakah pasien
kooperatif atau tidak.” (SP4)
“Karena pasiennya banyak jadi ee…untuk
tercover full itu dalam setiap ininya ee…ada
terkadang kurang maksimal tapi di
usahakan ya…semaksimal mungkin.” (SP5)
√
√
Keluarga “…kalau dari keluarga ya biasa ada
keluarga yang ee…sudah untuk dihubungi,
bagaimana ada keluhan keluarga…” (SP2)
“…keluarganya ada yang (sambil tertawa)
mau datang, ada yang tidak mau datang.”
(SP3)
“…tergantung dari keluarganya. Apakah
dia memberikan dukungan atau tidak, kalau
kurang dukungan ya…” (SP4)
“…kalau soal keluarga, keluarga jarang
√
√
√
datang ya. Jadi itu juga kan biasanya kita
harus…” (SP5)
√
FORMAT WAWANCARA
1. Bagaimana pengalaman anda dalam mengimplementasikan strategi
pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pasien halusinasi selama ini ?
2. Bagaimana gambaran dalam melaksanakan strategi pelaksanaan (SP)
halusinasi di ruangan ini ?
3. Bagaimana pendapat anda tentang melaksanakan strategi pelaksanaan (SP)
halusinasi di rumah sakit ini ?
4. Apakah ada kendala dalam menerapkan strategi pelaksanaan halusinasi selama
ini ?
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama lengkap : Annisa Nurfadillah
Tempat dan tanggal lahir : Campa, 28 September 1998
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat asal : Desa Campa Kec. Madapangga Kab. Bima
Alamat di Makassar : Jl. Adhyaksa II
No. HP : 085237246028
Alamat E-mail : [email protected]
Pendidikan formal
Tingkat Pendidikan Nama Tahun mulai Tahun selesai
SD
SMP
SMA
SDN Inpres Campa
SMPN 3 Madapangga
SMAN 1 Madapangga
2003
2009
2012
2009
2012
2015