pengantar perl panas _ bab 6
TRANSCRIPT
158
BAB VI DASAR – DASAR PERLAKUAN PANAS PADA BAJA KARBON
6.1. BESI DAN PROSES TRANSFORMASINYA
Besi merupakan salah satu jenis logam yang sangat penting dan merupakan logam dasar
pembentuk baja yang merupakan salah satu material teknik yang sangat populer dewasa ini. Sifat
alotropik dari bersilah yang menyebabkan timbulnya variasi struktur mikro pada berbagai jenis
baja. Disamping itu, besi merupakan pelarut yang sangat baik bagi beberapa jenis logam lain.
Pengertian alotropik adalah adanya transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke
bentuk susunan atom yang lain. Besi sangat stabil pada temperatur dibawah 9100C dan disebut
sebagai besi alfa (Fe ∝ ). Pada temperatur antara 910 dan 13920C besi dikenal dengan istilah besi
gamma (Fe ϒ ) dan pada temperatur diatas 13920C disebut besi delta (Fe δ ).
Gambar 6.1 Kisi Kristal pada besi (BCC)
159
Gambar 6.2 Kurva Pendinginan untuk Besi murni
Adanya fenomena alotropi dari besi merupakan suatu hal yang sangat penting dan mencakup dua
bentuk susunan atom. Pada temperatur dibawah 9100C susunan atomnya mengambil bentuk
Kubus Pusat Badan (KBP atau BCC) seperti terlihat pada gambar 6.6. mulai temperatur 9100C
akan terjadi perubahan susunan atom. Temperatur ini dikenal dengan sebutan titik A3 seperti
terlihat pada gambar 6.2. Diatas temperatur tersebut susunanya mengambil bentu kubus pusat
muka (KPM atau FCC) seperti terlihat pada gambar 6.3. Jika proses pemanasan dilanjutkan,
bentuk susunan atomnya pada temperatur 13920C berubah kembali menjadi KPB lagi dan dikenal
dengan sebutan besi delta. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan getaran atom semakin besar
sehingga pada temperatur 15360C gaya kohesif yang memelihara susunan atom tersebut tidak ada
600
800
1200
1000
1400
1600 1536 oC
1392 oC
AC3
AC2 723 oC
Molten Iron
Delta Phase
Gamma Phase (austenite)
910 oC
Alpha Phase Non-magnetic
Alpha Phase Magnetic
Time
Tem
pera
tur
(o C)
160
lagi dan besi menjadi cair. Pada saat mebekukan besi cair ke temperatur kamar, maka akan terjadi
transformasi yang urutanya kebalikan dari proses pemanasan.
Gambar 6.3. Kisi Kristal Besi (FCC)
Pada temperatur kamar besi bersifat feromagnetik; sifat magnetiknya menurun dengan
meningkatnya temperatur dan hilang samasekali pada temperatur 7690C yang umum dikenal
sebagai titik A2 atau titik currie (lihat gambar 6.2).
Gambar 6.2. menggambarkan kurva pendinginan dengan titik-titik kritiknya pada temperatur :
769 (Titik A2), 910 (Titik A3), 1392 (Titik A4) dan 15360C sebagai titik cair dari besi murni. Titik
yang lain adalah titik A1 terletak pada temperature 7230C dan hanya tampak jika besi dipadu
dengan karbon atau logam-logam lain.
Perubahan susunan atom yang terjadi pada saat pemanasan atau pendinginan ditabelkan pada
tabel 6.6. disamping itu, table tersebut mendata juga temperature – temperature (disebut sebagai
titik kritik) dimana terjadi perubahan fasa pada besi dan paduannya.
Penambahan unsur paduan pada besi, khususnya karbon, memungkinkan membuat berbagai jenis
baja yang jika dikombinasikan dengan berbagai jenis metoda perlakuan panas akan menghasilkan
sifat-sifat yang memadai untuk penggunaan yang tertentu.
161
Tabel 6.1 Perubahan susunan atom yang terjadi pada saat pemanasan atau pendinginan
On heating On cooling
Stable Lattice Temperature
range 0C
Stable Lattice Temperature range 0C
Body-centered
cubic alpha iron
Face-centered
cubic gamma
iron
Body-centered
cubic delta iron
≤ 910
9:0-1392
1392-1536
Body-cebtered cubic
alpha iron
Face-centered cubic
gamma iron
Body-centered cubic
delta iron
1536-1392
1392-898
< 898
6.2. DIAGRAM FASA BESI KARBON
Kegunaan dari baja sangat tergantung pada sifat-sifatnya yang sangat bervariasi yang diperoleh
melalui pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas. Sifat mekanik dari baja sangat
tergantung pada struktur mikronya. Sedangkan struktur mikro sangat mudah diubah melalui
proses perlakuan panas.
Beberapa jenis baja memiliki sifat-sifat yang tertentu sebagai akibat penambhan unsure paduan.
Salah satu unsur paduan yang sangat penting yang dapat mengontrol sifat baja adalah karbon( C).
Jika besi dipadu dengan karbon, transformasi yang terjadi pada rentang temperature tertentu erat
kaiatannya dengan kandungan karbon. Berdasarkan hasil pemaduan antara besi dengan karbon,
karbon berada di dalam besi dapat berbentuk larutan atau berkombinasi dengan besi membentuk
karbida besi (Fe3C). Diagram yang menampilkan hubungan antara temperature dimana terjadi
yang menampilkan hubungan antara temperature dimana terjadi perubahan fasa selama proses
pendinginan dan pemanasan yang lambat. Dengan kadar karbon tersebut diagram fasa, diagram
ini akan merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Gambar 6.4
menggambarkan diagram fasa besi karbon untuk seluruh rentang paduan besi dengan karbon
yang mencakup baja dan besi cor. Kadar karbonnya pada diagram tersebut bervariasi dari nol
sampai 6,67 %
162
Gambar 6.5 menggambarkan jenis-jenis struktur mikro yang ada di setiap bagian pada diagram
fasa besi-karbon yang kerap muncul pada setiap pembahasan proses perlakuan panas pada baja.
Gambar 6.4. Thermal equilibrium diagram for iron-iron carbida alloys
163
Gambar 6.5. Steel Portion of Iron-carbon equilibrium diagram
Baja adalah paduan besi dengan karbon sampai sekitar 1,7 % (maksimum). Paduan besi dengan
karbon diatas 1,7 % disebut besi cor (Cast Iron).
Karbon adalah unsure penyetabil austenit. Kelarutan maksimum dari karbon pada austenit adalah
sekitar 1,7 % (E ) pada 11400C sedangkan kelarutan karbon pada ferit naik dari 0 5 pada 9100
menjadi 0,025 % pada 723 OC. Pada pendinginan lanjut, kelarutan karbon pada ferit menurun
menjadi 0,08 % pada temperature kamar (lihat gambar 6.6).
Seperti ditunjukan oleh garis GS pada gambar 6.5, tampak bahwa jika kadar karbon meningkat
maka transformasi austenit menjadi ferit akan menurun dan akan mencapai minimum pada titik S
yaitu pada saat prosentase karbon mencapai 0,8 pada temperature 723OC. Titik ini biasa disebut
sebagai titik eutektoid. Komposisi eutektoid dari baja merupakan titik rujukan untuk
mengklarifikasikan baja. Baja dengan kadar karbon 0,8 % disebut baja eutektoid. Sedangkan baja
164
dengan kadar karbon kurang dari 0,8 % disebut baja hypoeutextoid. Baja hypoeutextoid adalah
baja-baja dengan kadar karbon lebih dari 0,8 %. Titik-titik kritik sepanjang garis GS disebut
sebagai garis A3 sedangkan titik-titik kritik sepanjang garis PSK disebut sebagai garis A6. Dengan
demikian, setiap titik pada garis GS dan Se menyatakan temperatur dimana transformasi dari
austenit dimulai baik pada saat dipanaskan maupun ada saat didinginkan.
Gambar 6.6. Solubility of Carbon in alpha iron
165
Jika baja eutektoid (0,8 % C) didinginkan dari temperatur austenitisasinya, maka pada saat
mencapai titik-titik sepanjang garis tersebut akan bertransformasi menjadi suatu campuran
eutektoid yang disebut Perlit. Jika baja hypoeutektoid didinginkan dari temperatur
austenitisasinya, pada saat mencapai garis GS, ferit akan terbentuk disepanjang batas butir
austenit. Sebagai contoh, baja karbon dengan kadar karbon 0,4 %, jika didinginkan dari
temperatur austentisasinya (titik a pada gambar 6.7) pada sat mencapai titik b, transformasi akan
dimulai.
Gambar 6.7. Schematic representations of the microstructural change which occur during slow
cooling of 0.4% C “steel” (a). Formation of austenite (gamma-γ ) (b). Formation of a grain at γ grain boundaries. (c). Growth of ferrite-α at grain boundaries.
Pada titik ini, pengintaian ferit akan terjadi di batas butir austenit dan mulai saat itu, paduan Fe –
C memasuki daerah dua fasa. Jika pendinginan yang lambat tersebut diteruskan ke titik C ferit
166
akan tumbuh. Pada 723 0C, struktur baja di titik C terdiri dari austenit (0,8 % C ) dan ferit 90,025
% C). Karena kelarutan karbon di ferit sangat rendah, maka pada saat pertumbuhan ferit akan
disertai “pembuangan” karbon ke austenit yang masih tersisa sehingga fasa austenit menjadi
semakin kaya dengan karbon. Pendinginan lanjut dari baja tersebut, pada saat melalui temperatur
eutekoidnya (pada titik d), austenit yang tersisa akan bertransformasi menjadi suatu campuran
ferit dan semenit yang berbentuk lamelar (serpih). Dengan demikian baja dengan kadar karbon
0,4 % pada titik d akan terdiri dari ferit dan perlit. Perbandingan ferit terhadap perlit sama dengan
perbandingan ferit terhadap austenit di titik c. Pendinginan lebih lanjut sampai ke temperatur
kamar tidak mempengaruhi struktur mikro yang sudah ada. Pada saat dipanaskan akan terjadi
transformasi yang berlangsung kebalikannya dari apa-apa yang telah diuraikan diatas.
Jumlah perlit yang ada pada setiap jenis baja sangat tergantung pada kadar karbonya. Sebagai
contoh, baja dengan 0,2 %C akan memiliki sekitar 25 5 perlit, sedangkan baja dengan 0,4 %C
akan memiliki sekitar 50 %. Struktur mikro dari baja hypoeutektoid hasil dari proses pendinginan
yang lambat, ditunjukkan pada gambar 6.8.
Gambar 6.8. Microstructure of hypoeutectoid steels ( dark areas represent pearlite structure and
white areas represent austenite structure
167
Jika baja hypereutektoid (lebih dari 0,8 % C ) didinginkan dari temperatur austenitisasinya, akan
terjadi pemisahan semenit pada batas butir austenit disepanjang garis SE (lihat gambar 6.9).
Gambar 6.9. Diagrammatic representation of tranformation phenomena when cooling an iron-
carbon alloy with 6.2% C. Sebagai contoh, jika baja dengan 1,2 % C diaustenisasi dan didinginkan perlahan-lahan dari titik
g, pada saat mencapai titik h akan terjadi pemisahan semenit. Dengan adanya pembentukan
semenit, karbon di austenit akan berkurang dan penurunan kadar karbon tersebut terus berlanjut
sammpai mendekati temperatur 7230C. Pada titik I, struktur baja akan terdiri dari campuran
austenit (0,8 % C) dan semenit (6,67 %C) dimana semenitnya terbentuk di sepanjang batas butir
austenit. Pendinginan lebih lanjut dari baja tersebut melalui temperatur eutektoidnya (pada titik j)
akan mengubah seluruh austenit yang masih tersisa menjadi perlit. Dengan demikian setelah titik
j, struktur baja0,2 % C akan terdiri dari perlit dan sementit di bats butir perlit. Pendinginan lanjut
sampai ke temperatur kamar tidak akan mengubah struktur mikro yang sudah ada. Struktur mikro
dari baja-baja hypereutektoid hasil pendinginan yang lambat ditunjukan pada gambar 6.10.
168
Gambar 6.10. Microstucture of pearlite and simentite (dark areas are pearlite and white areas cimentite)
Berdasarkan penjelasan seperti diatas, struktur baja karbon (tergantung pada kadar c-nya) hasil
pendinginan yang lambat pada temperatur kamar akan terdiri dari :
6. Untuk 0,007 – 0,025 % C, ferit
2. Untuk 0,025 – 0,8 % C, ferit dan perlit
3. Untuk 0,8 – 1,7 % C, perlit dan sememtit
4. Untuk 1,7 – 4,2 % C, perlit dan grafit (dengan perlakuan khusus)
Dengan bantuan diagram fasa Fe-C, dimungkinkan untuk memilih temperatur pemansan yang
sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normal maupun proses pengerasan.
Temperatur-temperatur dimana terjadi perubahan fasa padat ke fasa padat yang lain pada diagram
fasa Fe-C disebut titik-titik
6.2.1. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Diagram Fasa Fe - C
Penambahan unsur-unsur paduan terhadap paduan Fe-C akan berpengaruh terhadap batas-batas
fasa sedemikian sehingga rentang transformasinya dapat menjadi kecil atau besar. Gambar 6.11
memperlihatkan adanya perubahan terhadap temperatur eutektoid akibat adanya peningkatan
unsur-unsur paduan. Secara umum, adanya unsur paduan meningkatkan temperatur eutektoid
kecuali Ni dan Mn.
169
Gambar 6.16. Influence of alloying elemen on eutectoid temperature
Gambar 6.12. Influence of alloying elemen addition on eutectoid carbon content
Gambar 6.12 menunjukkan bahwa penambhan unsur-unsur paduan menurunkan juga prosentase
karbon pada komposisi eutektoidnya.
170
6.3. DIAGRAM TTT
Maksud utama dari proses perlakuan panas terhadap baja adalah agar diperoleh struktur yang
diinginkan supaya cocok dengan penggunaan yang direncanakan. Struktur tersebut dapat
diperkirakan dengan cara menerapkan proses perlakuan panas yang spesifik. Struktur yang
diperoleh merupakan hasi dari proses transformasi dari kondisi sebelumnya (awal). Beberapa
proses transformasi dapat dibaca melalui diagram fasa. Diagram fasa Fe-C dapat digunakan
untuk memperkirakan beberapa kondisi transformasi tetapi untuk kondisi tidak seimbang, tidak
dapat menggunakan diagram fasa. Dengan demikian untuk setiap kondisi transformasi lebih baik
menggunakan diagram TTT (Time-Temperature-Transformation). Diagram ini menghubungkan
transformasi austenit terhadap waktu dan temperatur. Nama lain dari diagram ini adalah diagram
S atau diagram C. Melalui diagram ini, dapat dipelajari kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan
panas. Diagram ini dapat juga digunakan untuk memperkirakan struktur dan sifat mekanik dari
baja yang diquench (disepuh) dari temperatur austentisasinya ke suatu temperatur dibawah A6.
Gambar 6.15. (a). Isothermal tranformation diagram for 1 % carbon steel.
171
Pengaruh laju pendinginan pada transformasi austenit dapat diuraikan melalui penggunaan
diagram TTT untuk jenis baja tertentu. Sebagai contoh, Gambar 6.15 menggambarkan diagram
TTT untuk baja dengan kadar karbon 1 %. Pada diagram ini, sumbu tegak menyatakan
temperatur sedangkan sumbu mendatar menyatakan waktu yang diplot dalam skala logaritmik.
Diagram ini merupakan ringkasan dari beberapa jenis struktur mikro yang diperoleh dari
rangkaian percobaan yang dilakukan pada spesimen yang kecil yang dipanaskan pada temperatur
austenisasinya, kemudian diquench pada temperatur tertentu dibawah titik eutektoid A1 untuk
jangka waktu yang tertentu pula sampai seluruh austenit bertransformasi. Proses transformasi dari
austenit pada baja yang bersangkutan diamati dan dipelajari dengan menggunakan mikroskop.
Produk yang diperoleh dari transformasi austenit dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok.
Pada rentang temperatur antara A1 sampai kira-kira 550OC akan terbentuk perlit. Tetapi perlit
yang terbentuk pada temperatur 700OC akan lebih kasar; sedangkan perlit yang terbentuk pada
temperatur sekitar 550OC akan lebih halus. Dibawah temperatur ini, yaitu sekitar 450OC akan
terbentuk upper bainite dan pada temperatur sekitar 250OC; yaitu sedikit diatas Ms akan
terbentuk lower banite. Harga kekerasan dari struktur-struktur tersebut diatas dapat dibaca pada
skala yang terdapat disebelah kanan kurva.
Pada diagram TTT; kurva B menyatakan awal dari transformasi austenit, sedangkan kurva E
menyatakan waktu yang diperlukan untuk mentransformasikan seluruh austenit. Daerah disebelah
kiri kurva B menyatakan periode inkubasi dimana transformasi dari austenit belum dimulai.
Terlihat bahwa proses transformasi yang paling cepat terjadi pada temperatur sekitar 550OC;
dimana awal transformasi dapat berlangsung kurang dari satu detik. Dan dalam waktu 5 detik
seluruh fasa austenit sudah bertransformasi. Hal ini menunjukan bahwa laju pendinginan untuk
memperoleh martensit atai Bainit harus cepat, dan ini hanya terjadi dengan jalan dicelup ke
dalam air (diquench).
Perlit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki kekerasan yang lebih rendah
dibanding perlit yang halus. Hal ini erat kaitannya dengan kelakuan presipitasi semenit dari
austenit.
Bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki kekerasan yang lebih rendah
dibanding dengan Bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih rendah. Struktur Bainit yang
172
terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi relaif berbeda dengan struktur bainit yang terbentuk
pada temperatur yang lebih rendah.
Pembentukan Martensit sangat berbeda dibandingkan dengan pembentukan perlit atau bainit.
Pembentukan martensit hampir tidak tergantung pada waktu. Sebagai contoh : Martensit mulai
berbentuk sekitar 200OC (Ms) dan terus berlanjut sampai temperatur mencapai 29OC yaitu pada
saat Martensit mencapai 100 % (Mf). Pembentukan Martensit dikaitkan dengan waktu pada
diagram dinyatakan dengan garis horisontal. Pada 99OC hampir 90% Martensit telah terbentuk.
Perbandingan ini tidak berubah terhadap waktu sepanjang temperaturnya dijaga kosntan.
Gambar 6.15 b menggambarkan penerapan perlakuan panas isotermal untuk berbagai jenis
perlakuan panas; seperti anil, patenting, hardening dan sebagainnya.
Gambar 6.15. (b). Isothermal TTT diagram and methode of heat treatment
173
6.3.6. PENGARUH UNSUR-UNSUR PADUAN :
Bentuk dari kurva S dan C dipengaruhi oleh komposisi kimia baja. Hampir semua unsur paduan,
kecuali Co, Ti dan Ai menggeserkan kurva diagram transformasi isotermal kesebelah kanan; dan
ini berarti memperlambat awal transformasi dan menurunkan laju reaksi.
Peningkatan kadar C sampai dengan titik eutektoid memperlambat reaksi transformasi ke perlit :
tetapi setiap peningkatan lebih lanjut dari kadar C akan memperpendek waktu inkubasi dan
mempercepat laju reaksi. Besar kecilnya pengaruh unsur paduan terhadap transformasi isotermal
dari baja sangat tergantung pada jenis unsur paduannya. Sebagai contoh : Ni dan Mn dan Cr
sangat memperlambat transformasi ke perlit tetapi relatif sedikit pengaruhnya terhadap Bainit.
Unsur-unsur paduan tersebut juga meningkatkan awal terbentuknya perlit dan menurunkan
transformasi ke Bainit. Pengaruh unsur paduan seperti tersebut diatas akan menghasilkan diagram
TTT yang memiliki daerah austenit diantara dua zone reaksi (lihat gambar 6.16) seperti terlihat
pada baja-baja perkakas seperti HSS, baja hot-worked dan cold-worked.
Gambar 6.16. Isothermal TTT curve of AISI H13
174
6.3.2. TRANSFORMASI PADA PENDINGINAN YANG KONTINYU
Informasi dari diagram TTT secara kuantitatif hanya berlaku untuk transformasi isotermal pada
temperatur konstan. Dalam praktek, diagram TTT jarang digunakan karena pada kondisi
perlakuan panas yang sebenarnya, proses transformasi terjadi pada proses pendinginan yang
kontinyu. Karena itu diagram TTT perlu dimodifikasi agar dapat digunakan pada proses
pendinginan yang kontinyu.
Diagram pendinginan yang kontinyu (diagram CCt; continous cooling transformation) mirip
dengan diagram isotermal (diagram IT). Gambar 6.17 menunjukan suatu diagram yang
dimodifikasi dan menampilkan baik kurva isotermal maupun kurva pendinginan kontinyu (lihat
juga gambar 6.18 dan 6.19).
Gambar 6.17. Variation of microstructure as function of cooling rate of eutectoid steel.
175
Gambar 6.18. Contimous cooling TTT curve of BS780 M40
Gambar 6.19. Contimous cooling TTT curve of AISI H13.
176
Sebagai contoh : pada gambar 6.17, kurva B menyatakan spesimen B didinginkan dengan laju
pendinginan yang lambat seperti pada proses anil. Kurva tersebut memotong kurva transformasi
dari diagram TTT di B1 dan B2. Jika temperatur baja mencapai B1 maka transformasi ke perlit
akan dimulai dan jika temperaturnya mencapai B2, seluruh austenit sudah bertransformasi ke
perlit. Perlu diketahui bahwa perlit yang terbentuk sekitar B1 akan lebih kasar dibanding perlit
yang terbentuk sekitar titik B2.
Kurva C menyatakan laju pendinginan yang agak cepat seperti terjadi pada proses penormalan
(normalizing). Kurva tersebut memotong kurva transformasi di titik C1 dan C2. Jika temperatur
baja mencapai C1, transformasi ke perlit akan dimulai dan lebih halus dibanding dengan perlit
yang terbentuk di B6. Pada saat mencapai titik C2 transformasi ke perlit sudah selesai. Perlit yang
terbentuk menjelang C2 lebih halus lagi karena terbentuk pada temperatur yang lebih rendah.
Kurva D menyatakan laju pendinginan yang relatif lebih cepat dari sebelumnya. Kurva tersebut
memotong kurva awal transformasi di titik D1 dan tidak memotong kurva yang menyatakan akhir
transformasi. Ini berarti bahwa transformasi ke perlit dapat berlangsung tetapi tidak akan seluruh
austenit bertransformasi ke perlit. Dengan perkataan lain, sejumlah volume tertentu dari austenit
pada temperatur yang lebih tinggi akan bertransformasi ke perlit tetapi karena waktu yang
tersedia tidak memungkinkan untuk terjadinya transformasi secara menyeluruh. Maka volume
austenit yang masih tersisa pada saat temperaturnya mencapai Ms di titik D2 akan
bertransformasi ke Martensit. Jadi baja yang didinginkan dengan laju pendinginan seperti itu,
sebagian strukturnya adalah struktur yang keras (martensit).
Kurva G menyatkan laju pendinginan yang sangat cepat, yang dapat diperoleh dengan cara
mencelupkan benda keraja ke dalam suatu medium pendingin (diquench). Baja yang didinginkan
seperti itu tidak akan mengalami proses transformasi kecuali pada saat mencapai G6. Pada
temperatur tersebut austenit mulai bertransformasi ke martensit. Gambar 6.18 dan 6.19
menggambarkan kurva CCt untuk BS 708M40 dan AISI H13.
6.4. STRUKTUR METALOGRAFI DAN KAITANNYA DENGAN SIFAT :
Baja dapat dilaku panas agar diperoleh struktur mikro dan sifat yang dinginkan. Struktur mikro
dan sifat yang diinginkan tersebut dapat diperoleh melalui proses pemanasan dan pendinginan
177
pada temperatur tertentu. Jika permukaan dari suatu spesimen baja disipakan dengan cermat dan
struktur mikronya diamati dengan menggunakan mikroskop, maka akan tampak bahwa baja
tersebut memiliki struktur yang berbeda-beda. Jenis struktur yang ada sangat dipengaruhi oleh
komposisi kimia dari baja dan jenis perlakuan panas yang diterapkan pada baja tersebut. Struktur
yang akan ada pa suatu baja adalah ferlit, perlit, bainit, martensit, sementit dan karbida lainnya.
6.4.6. FERIT
Larutan pada karbon dan unsur paduan lainnya pada besi kubus pusat badan (Fe) disebut ferit.
Ferit terbentuk pada proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hipoetektoid pada saat
mencapai A3. Ferit bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki kkerasan sekitar 70-100 BHN dan
memiliki konduktifitas yang tinggi.
Jika austenit didinginkan dibawah A3 austenit yang memiliki kadar C yang sangat rendah akan
bertransformasi ke ferit (yang memiliki kelarutan C maksimum sekitar 0,025 % pada temperatur
723OC. Gambar 6.20 menggambarkan struktur ferit dengan butir-butir yang berbentuk poligonal.
Gambar 6.20. Microstructure of ferrite
178
6.4.2. SEMENTIT
Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai karbida besi dengan
rumus kimiannya Fe3C (prosentase karbon pada sementit adalah sekitar 6,67 %). Sel satuannya
adalah ortorombik dan bersifat keras dengan harga kekerasannya sekitar 65-68 HRC. Pada
struktur hasil anil. Karbida tersebut akan berbentuk bulat dan tertanam dalam matrik ferit yang
lunak dan berfungsi sebagai pemotong garam sehingga dapat meningkatkan mampu mesin dari
baja yang bersangkutan. Keberadaan karbida-karbida pada baja-baja yang dikeraskan; terutama
pada HSS dan baja cold-worked dapat meningkatkan ketahanan aus. Gambar 6.21
memperlihatkan suatu struktur mikro yang terdiri dari semenit yang bulat dalam matrika ferit.
Gambar 6.26. Microstructure of cimentite ferit.
6.4.3. PERLIT
Perlit adalah campuran semenit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30 HRC. Jika baja
eutektoid (0,8 % C) diaustenisasi dan didinginkan dengan cepat suatu temperatur dibawah A1
misalnya ke temperatur 700 OC dan dibiarkan pada temperatur tersebut sehingga terjadi
transformasi isotermal, maka austenit akan mengurai dan membentuk perlit melalui proses
pengintaian (nukleasi) dan pertumbuhan. Perlit yang terbentuk berupa campuran ferit dengan
semenit yang tampak seperti pelat-pelat yang tersusun bergantian (lihat gambar 6.22).
179
Gambar 6.22. Perlit yang terbentuk berupa campuran ferit dengan semenit yang tampak seperti
pelat-pelat yang tersusun bergantian Perlit yang terbentuk sedikit di bawah temperatur eutektoid memiliki kekerasan yang lebih
rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak. Penurunan temperatur lebih lanjut
waktu inkubasi yang diperlukan untuk transformasi ke perlit makin pendek dan kekerasan yang
dimiliiki oleh Perlit lebih tinggi (lihat gambar 6.15). Pada baja hipoeutektoid (kadar karbonya
kurang dari 0,8%) struktur mikro baja akan terdiri dari daerah-daerah perlit yang dikelilingi oleh
ferit. Sedangkan pada baja hipereutektoid (kadar karbonya lebih dari 0,8%), pada saat
didinginkan dari austenitnya, sejumlah semenit proeutektoid akan didinginkan dari austenitnya,
sejumlah semenit proeutektoid akan terbentuk sebelum perlit dan tumbuh di bekas batas butir
austenit.
6.4.4. BAINIT
Bainit adalah suatu fasa yang diberi nama sesuai dengan nama penemunya yaitu E.C. Bain.
Bainit merupakan fasa yang kurang stabil (metastabil) yang diperoleh dari austenit pada
temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari
temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari temperatur transformasi ke Martensit.
Sebagai contoh, jika baja eutektoid yang diaustenisasi didinginkan dengan cepat ke temperatur
180
sekitar 250-500OC dan dibiarkan pada temperatur tersebut, hasil transformasinya adalah berupa
struktur yang terdiri dari ferit dan semenit tetapi bukan perlit.
Struktur tersebut dinamai Bainit. Kekerasannya bervariasi antara 45-55 HRC tergantung pada
temperatur transformasinnya. Ditinjau dari temperatur transformasinya, jika terbentuk pada
temperatur yang relatif tinggi disebut Upper Bainite sedangkan jika terbentuk pada temperatur
yang lebih rendah disebut sebagai Lower Bainite. Struktur upper bainite seperti perlit yang sangat
halus sedangkan lower bainite menyerupai martensit temper.
6.4.5. MARTENSIT
Martensit adalah fasa yang ditemukan oleh seorang metalografer yang bernama A. Martens. Fasa
tersebut merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis
sel satuannya terdistorsi. Sifatnya sangat keras dan diperoleh jika baja dari temperatur
austenitnya didinginkan dengan laju pendinginan yang lebih besar dari laju pendinginan
kritiknya.
Dalam paduan besi karbon dan baja, austenit merupakan fasa induk dan bertransformasi menjadi
martensit pada saat pendinginan. Transformasi ke martensit berlangsung tanpa difusi sehingga
komposisi yang dimiliki oleh martensit sama dengan komposisi austenit (Gambar 6.4 dan 6.5)
sesuai dengan komposisi paduannya. Sel satuan martensit adalah Tetragonal pusat badan (Body
center tetragonal / BCT). Atom karbon dianggap menggeser latis kubus menjadi tetragonal.
Besarnya tetragonalitas yang terjadi dapat dijelaskan dengan gambar 6.23. Kelarutan karbon
dalam BCC menjadi lebih besar jika terbentuk martensit, dan hal inilah yang menyebabkan
timbulnya tetragonalitas (BCT). Makin tinggi konsentrasi karbon, makin banyak posisi interstisi
yang terisi sehingga efek tetragonalitasnya makin besar. Pada gambar 6.24 parameter latis diplot
sebagai fungsi dari kadar karbon baik dalam austenit maupun dalam martensit. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa parameter latis bervariasi secara linier dengan kadar karbon. Pada
martensit, dengan menaiknya kadar karbon, parameter di sumbu C juga meningkat sedangkan
parameter lainnya yang berhubungan dengan kedua sumbu lainnya (parameter a) menurun.
Parameter kubus kepunyaan austenit meningkat dengan menaiknya kadar karbon.
181
Gambar 6.23. BCT crystal structure of martensite in FeC alloys.
Gambar 6.24. BCT crystal structure of martensite in FeC alloys
Pembentukan martensit berbeda dengan pembentukan perlit dan bainit, dan secara umum tidak
tergantung pada waktu. Dari diagram transformasi terlihat martensit mulai terbentuk pada
182
temperatur Ms (lihat gambar 6.15). Jika pendinginan dilanjutkan, austenit akan bertransformasi
ke martensit. Makin rendah temperaturnya, makin banyak austenit yang bertransformsi ke
martensit dan pada titik Mf pembentukan martensit berakhir. Pada contoh ini, martensit mulai
terbentuk pada temperatur sekitar 29OC yaitu pada saat martensit hampir mencapai 100%. Bahwa
pembentukan martensit tidak tergantung pada waktu dijelaskan dengan adannya garis horisontal
pada diagram TTT/CCT. Pada 100OC sekitar 90 % martensit telah terbentuk dan perbandingan
ini tidak akan berubah terhadap waktu sepanjang temperaturnya konstan.
Gambar 6.25. Effect of Carbon content on the martensite points Ms and Mf
183
Gambar 6.26. Effect of alloying element on martensite points Ms and Mf
Awal dan akhir pembentukan martensit sangat tergantung pada komposisi kimia dari baja dan
cara mengaustenisasi. Pada baja karbon, temperatur awal dan akhir dari pembentukan martensit
(Ms dan Mf) sangat tergantung pada kadar karbon seperti terlihat pada gambar 6.25. Makin tinggi
kadar karbon suatu baja makin rendah temperatur awal dan akhir pembentukan martensit. Dari
gambar tersebut terlihat bahwa untuk baja dengan kadar karbon lebih dari 0,5 %, transformasi ke
martensit akan selesai pada temperatur dibawah temperatur kamar. Dengan demikian, jika kadar
karbon melampaui 0,5 % maka pada temperatur kamar akan terdapat martensit dan austenit sisa.
Makin tinggi kadar karbon pada baja akan makin besar jumlah austenit sisanya. Austenit yang
belum sempat bertransformasi menjadi martensit disebut sebagai austenit sisa. Untuk
184
mengkonversikan austenit sisa menjadi martensit, kepada baja tersebut harus diterapkan proses
“subzerro” (subzerro treatment).
Disamping karbon, unsur-unsur seperti Mn, Si, Ni, Cr, Mo dan W juga menggeserkan temperatur
Ms. Penurunan titik Ms sebanding dengan jumlah unsur yang larut dalam austenit (lihat gambar
6.26). Dari semua unsur tersebut diatas terlihat bahwa karbon yang memberi pengaruh lebih
besar terhadap penurunan temperatur Ms. Struktur martensit tampak seperti jarum (lihat gambar
6.27) atau pelat-pelat halus. Halus kasarnya pelat atau jamur tergantung pada ukuran butir dari
austenit. Jika butir austenitnya besar maka martensit yang akan diperoleh menjadi lebih kasar.
Pembentukan martensit diiringi juga kenaikan volume spesifik sekitar 3 5. hal inilah yang
menyebabkan mengapa timbul tegangan pada saat dikeraskan. Tegangan yang terjadi dapat
menimbulkan distorsi dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya retak.
Gambar 6.27. Microstructure of hardesed steel
185
Gambar 6.28. Variation of the hardness of martensite as a function of carbon content, as
measurement on the Rockwell-C scale Penyebab tingginya kekerasan martensit adalah karena latis besi mengalami regangan yang tinggi
akibat adanya atom-atom karbon. Berdasarkan hal ini, kekerasan martensit sangat dipengaruhi
oleh kadar karbon. Kekerasan martensit berkisar antara 20-67 HRC (Lihat gambar 6.28). Makin
tinggi kadar karbon dalam martensit, makin besar distorsi yang dialami oleh letis besi di dalam
ruang dan mengakibatkan makin tingginya kekerasan martensit.
6.4.6. KARBIDA
Unsur-unsur paduan seperti Karbon, Mangan, Chrom, Wolfram, Molibden dan Vanadium banyak
digunakan pada baja-baja perkakas (seperti pada baja cold-worked, baja hot-worked dan HSS)
untuk meningkatkan ketahanan baja tersebut terhadap keausan dan memelihara stabilitas baja
tersebut pada temperatur tinggi. Keberadaan unsur paduan tersebut pada baja akan menimbulkan
terbentuknya karbida-karbida seperti : M3 C, M2 3 C6, M6 C, M7 C3 dimana M menyatakan atom-
atom logam sedangkan C menyatakan kadar karbon. Karbida-karbida ini memiliki kekerasan
yang sangat tinggi (lihat gambar 6.29); sehingga dapat meningkatkan ketahanan aus dari baja
perkakas ybs sebanding dengan volume karbida di dalam baja dan harga kekerasan dari karbida
ybs. Gambar 6.29 menggambarkan harga-harga kekerasan dari berbagai jenis karbida. Tabel 6.3
mengungkapkan pengelompokan dan sifat-sifat karbida yang ada pada suatu baja perkakas.
186
Gambar 6.29 Comparative hardness of carbides found in tool streels.
Banyaknya karbida yang ada pada suatu baja perkakas tergantung pada prosentase karbonn dan
unsur paduan serta tergantung pada jenis karbida yang akan terbentuk. Pada baja hypereutektoid
yang sudah dikeraskan, keberadaan karbida adalah sekitar 5-12 % sedangkan pada struktur yang
dianil, jumlah tersebut akan bertambah banyak. Pada saat diaustenisasi, karbida-karbida ini akan
memperkaya austenit dengan karbon dan unsur-unsur paduan. Unsur paduan yang memperkaya
austenit seperti : Cr, W, Mo atau V akan menciptakan kondisi yang dapat mempermudah
terbentuknya presipitasi karbida-karbida pada saat dikeraskan maupun pada saat ditemper.
Kondisi seperti itu dapat meningkatkan stabilitas termal dari baja ybs dan juga meningkatkan
kekerasan sekitar 3-5 HRC.
187
Tabel 6.3 : Klasifikasi dan Sifat Umum Karbida Di Dalam Suatu Baja
Jenis
Karbida
Bentuk Sel Satuan Keterangan
M3 C
M7 C3
M23 C6
M6 C
M2C
MC
Orthorombik
Heksagonal
FCC
FCC
Heksagonal
FCC
Karbida jenis ini disebut semenit. M-nyadapat
berupa : Fe, Mn, Cr dengan sedikit W, Mo, V
Banyak dijumpai pada baja Cr. Tahan terhadap
disosiasi pada temperatur tinggi, keras dan
terhadap abrasi. Banyak dijumpai pada saat
menemper HSS.
Terdapat pada baja Cr tinggi dan semua jenis HSS.
Karbida yang kaya akan W atau Mo. Mungkin juga
mengandung Cr, V, Co.
Terdapat pada semua jenis HSS, tahan terhadap
abrasi.
Karbida yang kaya dengan W atau Mo dari type
W2 C. Muncul setelah ditemper.
Karbida yang kaya dengan V, tidak mudah
mengurai.
Karbida semenit adalah karbida besi, simbolnya M3C, terdapat disemua jenis baja. Kekerasannya
berkisar antara 910 dan 1050 HV tergantung pada kondisi pembentukannya.
Karbida chrom kompleks M23 C6 : Karbida seperti ini akan ada pada baja dengan kadar chrom
lebih dari 3-4 % dan kadar C kurang dari 0,8-1 %. Kekerasannya bervariasi antara 1000 dan 1100
HV. Ketika di austenisasi pada temperatur sekitar 950-1000OC, karbida-karbida tersebut akan
memperkaya austenit dengan V, Mo dan W. Pada HSS yang memiliki temperatur pengerasan
yang tinggi, M23 C6 seluruhnya akan larut sedangkan pada jenis baja yang lain, sebagian karbida
tidak larut.
Karbida chrom kompleks M7 C3, (fe, Cr, mo, W, V) 7 C3 : Karbida seperti ini akan ada pada baja
yang mengandung chrom lebih dari 3-4 % dan C lebih dari 0,8-1,1 %. Kekerasannya sekitar
188
1600-1800 HV. Karbida M7 C3 memperkaya austenit Cr, V, Mo dan W pada temperatur
pengerasan sekitar 950-1150OC. Keberadaan karbida ini dapat meningkatkan ketahanan aus dan
stabilitas termal.
Karbida W-Mo kompleks (W, Mo, Cr, V) 6C : merupakan karbida utama yang ada pada semua
jenis baja HSS dan Hotworked. Kekerasanya bervariasi antara 1200-1300 HV. Larut dalam
austenit pada rentang temperatur sekitar 1150-1300OC. Baja yang mengandung karbida tersebut
akan memiliki ketahanan aus yang tinggi. Pada saat ditemper pada temperatur sekitar 500-600OC,
karbida ini akan terbentuk hasil transformasi dari fasa karbida lainnya.
Karbida Vanadium (MC) : Karbida ini memiliki kekerasan yang sangat tinggi (sekitar 2000 HV)
sehingga mampu meningkatkan ketahanan aus dari baja ybs. Larut dalam austenit pada
temperatur sekitar 1100 - 1150OC maksimum 1,5 – 2 %.
6.5. PENGARUH UNSUR PADUAN SPESIFIK TERHADAP BAJA
Sifat mekanik yang diperoleh dari proses perlakuan panas terutama tergantung pada komposisi
kimia. Baja Merupakan kombinasi Fe dan C. Disamping itu, terdapat juga beberapa unsur yang
lain seperti Mn, P, S dan Si yang senantiasa ada meskipun sedikit. Baja yang hanya mengandung
c tidak akan memiliki seperti sifat seperti yang diinginkan. Penambahan unsur-unsur paduan
seperti Mn, Ni, Cr, Mo, V, W dst baik masing-masing maupun secra kombinasi dapat menolong
untuk mencapai sifat-sifat yang dinginkan. Pengaruh dari penambahan unsur paduan spesifik
terhadap sifat baja diuraikan sebagai berikut :
6.5.6. KARBON
C adalah unsur pengeras yang utama pada baja. Jika kombinasi dengan besi akan membentuk
Karbida Fe3C atau semenit yang sifatnya keras. Penambahan lebih lanjut akan meningkatkan
kekerasan dan kekuatan tarik baja diiringi dengan penurunan harga impaknya. Jika kadar karbon
meningkat sampai diatas 0,85 % kekuatannya cenderung akan turun meskipun kekerasan relatif
tetap. Pada saat di quench, kekerasan maksimum yang dicapai sebanding dengan peningkatan
kadar karbon, namun diatas 0,6 % laju kenaikan kekerasannya menjadi kecil (lihat gambar 6.28).
Untuk baja kontruksi, kadar karbonya bervariasi antara 0,1-0,6 % sedangkan untuk baja karbon
189
perkakas kadar karbonya berkisar antara 0,5 – 1,4 %. Pada baja “Case Hardening” (Permukaan
saja yang dikeraskan), kadar karbonya berkisar antara 0,05 – 0,025 %.
6.5.2. MANGAN
Unsur ini senantiasa ada pada seluruh jenis baja komersil. Berperan dalam meningkatkan
kekuatan dan kekerasan, menurunkan laju pendinginan kritik sehingga mampu keras baja dapat
ditingkatkan dan juga meningkatkan ketahanan terhadap abrasi. Baja dengan kadar karbon yang
tinggi (diatas 0,8 5) disebut baja paduan mangan.
Baja paduan mangan sangat rentan terhadap overheating karena butirnya mudah menjadi kasar.
Keberadaan unsur mangan dapat memperbaiki kualitas permukaaan karena mangan dapat
mengikat belerang sehingga memperkecil terbentuknya sulfida besi yang dapat menimbulkan
“Hot-shortness” atau kerentanan terhadap timbulnya retak pada saat dikerjakan panas. Baja
mangan banyak digunakan untuk pegas, “sambungan” rel KA, Chusher dan komponen “dredger”.
Pada baja Hadfield, kandungan mangan sekitar 12 % dan pada baja tahan karat keberadaan Mn
dikombinasikan dengan Cr dan Ni.
6.5.3. SILIKON
Si dan Mn unsur-unsur yang selalu ada pada baja. Keberadaan Si pada baja-baja kontruksi
maksimum 0,35 %. Si menaikan kekerasan dan elatisitas tetapi menurunkan kekuatan tarik dan
keuletannya. Jika dikeraskan dan ditemper baja silikon akan memiliki kekuatan yang tinggi
disertai keuletan dan ketahanan terhadap beban yang tiba-tiba yang baik. Digunakan pada baja
dengan histeresis yang rendah, baja pegas serta sebagai material tahan asam pada industri
petrokimia.
6.5.4. CHROM
Cr merupakan unsur paduan yang penting setelah C. dapat membentuk karbida 9tergantung pada
jenis perlakuan yang diterapkan dan kadarnya). Cr ada pada baja-baja kontruksi dan pada baja-
baja perkakas grade yang tinggi. Cr juga merupakan salah satu unsur paduan utama pada HSS.
190
Cr meningkatkan temperatur austenisasi. Pada jenis baja tahan karat dan baja tahan panas, cr
meningkatkan ketahanan korosi karena Cr dapat membentuk lapisan oksida cr dipermukaan baja.
Cr terutama digunakan untuk meningkatkan mampu keras baja, kekuatan tarik, ketangguhan dan
ketahanan abrasi.
6.5.5. NIKEL
Nikel merupakan salah satu unsur paduan yang penting untuk meningkatkan kekuatan dan
ketangguhan baja dengan cara mempengaruhi proses transformasi fasa. Jika berada dalam jumlah
yang memadai, Ni dapat memperbaiki sifat mekanik. Jika jumlah NI relatif banyak , maka
austenit pada baja akan stabil sampai di temperatur kamar.
Ni menurunkan temperatur eutektoid baja bahkan dapat menurunkan sampai ke temperatur yang
efektif untuk proses quench. Ni tidak membentuk karbida dan tidak berpengaruh terhadap
kekerasan. Ni memperbaiki ketahanan korosi. Baja paduan nikel digunakan sebagai material
konstruksi dan teknik (misalnya jembatan) dengan kadar Ni sekitar 2-4 % komponen mesin dan
baja “Case Hardening”.
6.5.6. MOLIBDEN
Untuk setiap unit yang ditambahkan Mo sangat besar sekali pengaruhnya terhadap mampu keras
dibanding dengan unsur paduan lainnya (kecuali Mn). Akibat penambahan Mo dalamnya
pengerasan dari baja meningkat karena laju pendinginan kritiknya menjadi turun. Jika
berkombinasi dengan unsur paduan lainnya. Akan meningkatkan ketangguhan dan ketahanan
mulur dan juga meningkatkan ketahanan baja pada temperatur tinggi. Keberadaan Mo dapat
menurunkan kerentanan terhadap temper ebrittlement pada baja. Temper ebrittlement pada baja
sering terjadi pada baja-baja Ni-Cr pada saat didinginkan dengan laju pendinginan yang tinggi
dari temperatur temperingnya.
Pada baja perkakas, mo seperti halnya W, terutama digunakan pada baja Hot-worked dan HSS.
Mo dapat membentuk karbida sehingga dapat meningkatkan ketahanan terhadap keausan,
meningkatkan ketangguhan dan kekuatan pada temperatur tinggi.
191
Baja yang dipadu dengan Mo digunakan pada baja konstruksi untuk maksud “case Hardening”,
dan digunakan juga pada HSS dan baja tahan karat.
6.5.7. WOLFRAM
W membentuk karbida kompleks. Baja paduan W memiliki kekerasan yang tinggi, tahan abrasi,
kekuatan dan kekerasan pada temperatur tinggi yang baik. W juga menyebabkan transformasi
austenit ke martensit menjadi lambat dan dapat memperlambat pertumbuhan butir. Baja paduan
W tidak rentan terhadap overheating. Pada baja-baja austenitik Cr-Ni. Penambahan W dapat
menaikan batas mulurnya.
Baja paduan W digunakan di HSS, baja-baja perkkas, baja hot-worked, baja magnet, katup-katup
dan baja-baja tahan karat.
6.5.8. VANADIUM
Pada baja-baja konstruksi, vanadium menaikan kekuatan tarik dan batas mulur serta memperbaiki
rasio diantara kekuatan tarik dan mulur. V merupakan unsur pembentuk karbida yang kuat dan
karbida yang terbentuk sifatnya sangat stabil. Dengan penambahan sekitar 0,04 – 0,05 % mampu
keras baja karbon medium dapat ditingkatkan. Diatas harga tersebut, mampu kerasnya menurun
karena adanya pembentukan karbida yang tidak larut.
Jika diperlukan temperatur austenisasi yang lebih tinggi maka perlu ditambahkan V. karena
sifatnya yang mudah membentuk karbida, maka V banyak digunakan pada baja-baja perkakas. V
meningkatkan kekerasan pada temperatur tinggi (hot hardness) dan jika berda dalam jumlah yang
cukup pada baja perkakas, maka ketahanan aus baja tersebut akan meningkat.
V bersama-sama dengan Cr. Ni dan Mo sering digunakan pada baja-baja konstruksi yang
menerima tegangan yang tinggi. Juga dipergunakan sebagai material untuk “Punching’ dan
“Blankingdies”, Cold-worked dan Forming dies serta pada HSS.
6.6. MAMPU KERAS (HARDENABILITY)
Mampu keras merujuk kepada sifat baja yang menentukan dalamnya pengerasan sebagai akibat
proses quench dari temperatur austenisasinya. Memperkeras tidak dikaitkan dengan kekerasan
192
maksimum yang dapat dicapai oleh beberapa jenis baja. Kekersan permukaan dari suatu
komponen yang terbuat dari baja tergantung pada kadar karbon dan laju pendinginan. Dalamnya
pengerasan yang memberikan harga kekerasan yang sama hasil dari suatu proses quench
merupaan fungsi dari mampu keras. Mampu keras semata-mata tergantung pada prosentase
unsur-unsur paduan, besar butir austenit, temperatur austenisasi, lama pemanasan dan
strukturmikro baja ybs sebelum dikeraskan.
Mampu keras dari suatu komponen juga tergantung pada beberapa faktor seperti ukuran
komponen, bentuk dan kondisi pengoprasiannya. Untuk komponen-komponen yang mengalami
tegangan yang tinggi, terutama tegangan tarik, diperlukan kombinasi antara kekuatan dan
ketangguhan yang baik. Kombinasi tersebut dapat dicapai melalui pengerasan martensitik
kemudian diikuti dengan proses temper yang sesuai. Mengquench komponen seperti itu sehingga
diperoleh martensit sekitar 80 % dinilai memadai. Baja karbon dapat digunakan untuk membuat
produk yang memiliki penampang-penampang yang tipis, tapi jika ukuran penampang
ditingkatkan diperlukan suatu baja yang memiliki mampu keras yang lebih baik. Jika pada suatu
komponen yang terbuat dari baja hanya dibebani dengan beban yang moderat (sedang), maka
komponen tersebut cukup diquench sehingga menghasilkan martensit sekitar 50 % saja.
Perbedaan antara mampu keras dan kekerasan dapat dijelaskan dengan membandingkan
karakteristik kekerasan dua jenis baja A (DIN42CrMo4) dengan baja B. Baja A memiliki kadar C
= 0,4 % dan Cr = 0,7 % sedangkan baja B adalah baja karbon dengan kadar karbon sekitar 0,45
%.
Sejumlah spesimen dengan ukuran yang berbeda-beda dari kedua jenis baja tersebut diquench
dengan kondisi yang sama, kemudian pada penampangnya diukur kekerasannya mulai dari tepi
spesimen sampai ke bagian tengah (sumbu spesimen). Jika kekersan dari setiap spesimen diplot
dalam bentuk kurva yang menghubungkan kekerasan dengan jarak dari tepi sumbu, maka akan
diperoleh kurva-kurva kekerasan seperti terlihat bahwa baja A memiliki mampu keras yang lebih
baik dari B karena baja A sampai dengan diameter 40 mm memiliki level kekersan yang hampir
sama antara bagian tepi dan sumbu, sedangkan baja B dengan kondisi quench yang sama hanya
mampu dikeraskan (dengan level kekersan yang sama) sampai dengan diameter kurang dari 20
mm.
193
6.6.6. MAMPU KERAS KUANTITATIF
Mampu keras dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan diameter kritik atau tebal penampang.
Diameter kritik dapat didefinisikan sebgaai suatu diameter yang jika diquench pada medium
pendingin tertentu. Di bagian tengahnya akan diperoleh kekerasan tertentu; atau akan diperoleh
suatu struktur yang sama mengandung martensit dengan prosentase tertentu. Biasanya akan
terdiri dari 50% martensit dan 50% perlit. Gambar 6.31 menggambarkan kekerasan yang dilpot
terhadap suatu diameter yang besar. Jika diameter dari batang uji (spesimen) meningkat. Maka
kekerasan dibagian tengah akan menurun. Tapi pada suatu diameter tertentu misalnya 25 mm,
diperoleh 50 % martensit dan 505 martensit dan 50 5 perlit. Dengan diameter batang uji yang
berdiameter kurang dari 25 m akan dapat dikeraskan secara efektif diseluruh penampang
sedangkan untuk batang-batang uji yang berdiameter lebih dari 25 m akan memiliki bagian
tengah yang lebih lunak yang berstruktur perlit. Dengan demikian diameter 25 mm untuk baja
ybs disebut sebagai diameter kritik.
Gambar 6.36. Typical hardness test survey made along different diameters of quenched
cylenders.
Mampu keras suatu baja dapat ditingkatkan dengan menambah unsur-unsur paduan. Dan ini
berarti akan ada pula peningkatan terhadap diameter kritiknya. Disamping itu diameter kritik
194
tergantung juga pada keampuhan jenis medium pendingin (severity of quench). Sebagai contoh
untuk satu jenis baja yang sama akan diperoleh variasi diameter kritik jika diquench pada
berbagai jenis medium pendingin. Dari gambar 6.32 terlihat bahwa diameter kritik menjadi lebih
besar bila diquench di air. Dialain fihak, ukuran ideal didefinisikan sebagai ukuran batang uji
yang dikeraskan sehingga memperoleh 50 % martensit dengan cara diquench sempurna dengan
menganggap bahwa permukaan batang uji akan segera menjadi dingin sesuai dengan temperatur
medium pendingin.
Gambar 6.32. Hardness at the centres of water and oil quenched bars of SAE 3140 steel of varies
diameters Dengan demikian, diameter kritik ideal akan lebih besar dari diameter yang diperoleh dari hasil
quench. Ukuran ideal merupakan ukuran sebenarnya dari mampu keras yang dikaitkan dengan
komposisi kimia dan ukuran ideal tersebut dapat digunakan untuk menentukan ukuran kritik dari
baja yang diquench pada berbagai jenis media pendingin yang memiliki saverity oq quench yang
berbeda-beda pula.
6.6.2. UKURAN KRITIK
Ukuran kritik dapat pula ditentukan dengan menggunakan diagram yang terlihat pada gambar
6.33. Diagram tersebut menghubungkan diameter kritik ideal (D1) sebagai absis dengan diameter
195
kritik (DO) sebagai ordinat untuk berbagai variasi saverity of quench (H). Pada diagram tersebut
terlihat sejumlah kurva yang berhubungan dengan laju pendinginan yang berbeda-beda (diukur
dengan suatu harga H yang berkaiyan dengan “severity of quench”). Beberapa harga H
ditampilkan pada tebel 6.4. Kurva yang berupa garis lurus menunjukan harga saverity of quench
yang tidak terhingga dan dari kurva tersebut terlihat bahwa ukuran kritiknya sama dengan ukuran
kritik ideal dan itu hanya terjadi pada proses quench ideal 9teoritik). Dalam praktek tidak
mungkin melaksanakan proses quench yang ideal. Quench yang ideal dapat didekati dengan cara
mengquench ke dalam brine (campuran air dengan garam) yang diagitasi dengan kuat. Harga
severity of quench dari brine yang diagitasi dengan kuat dari tabel 6.4 adalah = 5.
Gambar 6.33. Charts showing the correlation between critical diameter Do, ideal diameter Di and
H value.
196
Tabel 6.4 Harga Savety Of Quench (H) Beberapa Jenis Medium Pendingin
Udara Oli Air Brine
Medium / benda kerja tidak diagitasi
Medium agak diagitasi
Medium diagitasi secukupnya
Medium diagitasi agak kuat
Medium diagitasi cukup kuat
Medium diagitasi dengan kuat
0,02
-
-
-
0,05
-
0,25-0,30
0,30-0,35
0,35-0,40
0,40-0,50
0,50-0,80
0,80-1,10
0,9 – 1,0
1,0 - 1,1
1,2 – 1,3
1,4 – 1,5
1,6 – 2,0
4
2
2-2,2
-
-
-
5
Dengan menggunakan gambar 6.33 dan jika diameter batang uji (D1) serta harga severity of
quench (H) diketahui, maka diameter kritik D untuk suatu baja tertentu dapat ditentukan. Sebagai
contoh, jika diameter suatu batang uji = 2 inci (harga D1) dan di quenc ke dalam oli dimana harga
H-nya = 0,41; maka diameter kritik ( D ) baja tersebut adalah = 0,8 inchi
6.6.3. PENGUJIAN MAMPU KERAS
Metoda yang paling umum dalam menentukan mampu keras suatu baja adalah dengan cara
mengquench salah satu ujung dari batang uji (end-quench test) yang dikembangkan oleh jominy
Boegehold dari Amerika. Untuk selanjutnya metode pengujian seperti ini disebut uji Jominy.
Metoda ini di beberapa negara telah dibakukan dan merupakan standar uji untuk memeriksa
mampu keras suatu baja. Dewasa ini, metoda ini digunakan pula untuk mengklasifikasikan baja.
Untuk melaksanakan pengujian suatu batang uji dengan panjang 100 mm dan diameter 25 mm.
salah satu ujungnya diperlebar untuk memudahkan batang uji tersebut digantungkan pada
peralatan quench. Batang uji tersebut kemudian dimesin disesuaikan dengan ukuran yang lain
dari batang uji yang akan disemprot air. Permukaaanya harus dihaluskan. Batang uji tersebut
dipanaskan pada temperatur austenisasinya selama30-35 menit. Atmosfir tungku harus dijaga
netral agar tidak terjadi pembentukan terak dan dekarburasi. Setelah proses pemanasan selesai,
batang uji digantungkan pada peralatan quench (lihat gambar 6.34) dan kemudian salah satu
ujungnya diquench dengan air yang bertemperatur 25OC. Diameter dari berkas air yang
dipancarkan kira-kira 12 m dan harus memancar setinggi 65 mm dari ujung pipa air.
197
Gambar 6.34. Schematic diagram of jominy test
Dari sejak batang uji dikeluarkan dari tungku sampai diletakan pada peralatan quench tidak boleh
lebih dari 5 detik. Sesaat setelah batang uji diletakan air segera disemprotkan dan tidak boleh
kurang dari 10 menit. Berdasarkan hal ini ujung batang uji akan mengalami pendinginan yang
sangat cepat. Laju pendinginan akan menurun kearah salah satu ujungnya yang lain. Dengan
demikian, sepanjang batang uji akan terjadi variasi laju pendinginan. Setelah itu batang uji
dicelupkan ke dalam air.
198
Sepanjang batang uji diukur kekerasannya dengan menggunakan Rockwell C dan hasilnya diplot
pada diagram mampu keras yang standar. Kekerasan diplot sebagai ordinat sedangkan jarak dari
ujung yang diquench ke ujung yang lain dari batang uji diplot sebgaai absis (lihat gambar 6.35).
Baja yang mudah dikeraskan (deep – hardening steel) akan memberikan kurva yang hampir datar
(Kurva X). dan itu berarti bahwa pada baja tersebut akan diperoleh struktur martensit pada setiap
jenis laju pendinginan yang diperoleh pada saat uji Jominy. Tetapi untuk baja yang relatif “sulit”
dikeraskan kurva yang akan diperoleh seperti ditunjukan oleh kurva Y.
Gambar 6.35. Diagramtic representation of the jominy end-quench test
Mampu keras dari suatu baja yang sama akan bervariasi tergantung pada komposisi kimia dan
ukuran butirnya seperti ditunjukan pada gambar 6.36. Kurva yang paling atas menunjukan harga
kekerasan maksimum sesuai dengan batas atas dari rentang komposisi kimia baja ybs. Sedangkan
kurva yang dibawahnya menyatakan harga kekerasan minimum sesuai dengan batas bawah dari
rentang komposisi kimianya. Kedua kurava tersebut kurva mampukeras Jominy atau pita
mampukeras (hardenability-band)
199
Gambar 6.36. Hardenability band of DIN 40 Cr4Mo3.
6.6.4. ANALISIS MAMPU KERAS DENGAN CARA PERHITUNGAN
Mampu keras suatu baja dapat diperkirakan meskipun tidak melalui proses pengujian. Pada tahun
1942, M.A. Grossman telah menurunkan suatu cara untuk memperkirakan mampu keras suatu
baja karbon dan baja paduan rendah dari komposisi dan ukuran butirnya.
Grossman teleh menetapkan sejumlah faktor pengali untuk unsur-unsur paduan utama pada baja
seperti Si, Mn, Cr, Ni, V, Mo dan B. Sedangkan untuk unsur karbon telah ditentukan sejumlah
faktor-faktor yang dikaitkan dengan diameter kritik dari baja dengan seluruhnya jika diquench
dengan cara ideal. Bagian luar dari batang uji dianggap segera mendingin ke temperatur medium
pendinginnya. Diameter tersebut kemudian dinyatakan sebagai diameter kritik ideal Di.
Contoh Perhitungan Untuk Menentukan Mampu Keras
TAHAP PERTAMA
Misalnya suatu baja AISI 8640 diketahui besar butir 8 dan komposisi kimiannya sebgai berikut :
C = 0,39 %, Mn = 0,91 %, Si = 0,25 %, Ni = 0,54%, Cr = 0,56% dan Mo = 0,20%. Dari gambar
200
6.37 harga dasar untuk diameter kritik ideal Di adalah 0,195. Harga ini kemudian dikalikan
dengan faktor pengali yang tertera pada gambar 6.38 sehingga Harga Di hasil perhitungan adalah
sebagai berikut :
Di = 0,195 x 4,03 x 1,18 x 1,20 x 2,21 x 1,60 = 3,93
Gambar 6.37. The ideal critical diameter as a function of the carbon content and austenite grain
size for plain carbon steel
201
Gambar 6.38. Multiplying factors for different alloying element for hardenability calculations TAHAP KEDUA
Dari gambar 6.39 tentukan faktor pembagi yang disebut rasio IH / DH yang sesuai untuk harga
Di. Rasio IH/DH adalah rasio antara kekerasan maksimum yang harus dicapai (IH) dengan
kekerasan yang diperoleh (DH).
Gambar 6.39. Rasio antara kekerasan maksimum yang harus dicapai (IH) dengan
kekerasan yang diperoleh (DH)
202
Harga rasio IH/DH didasarkan pada hasil pengamatan dimana dengan harga Di = 7,3 atau lebih,
kurva jominy akan berupa garis lurus dan jika diameter kritik idealnya kurang dari 7,3; maka
akan diperoleh kurva tidak lurus. Rasio IH/DH untuk beberapa jarak yang berbeda dari salah satu
ujung yang di quench untuk harga Di 3,93 yang dibaca dari gambara 6.39 adalah sebagai berikut :
JARAK (INCHI) FAKTOR PEMBAGI
1 / 16
1 / 4
1 / 2
3 / 4
1
1,25
1,5
1,75
2
0,00
1,03
1,21
1,41
1,61
1,75
1,84
1,92
1,96
TAHAP KETIGA
Tentukan harga kekerasan insial (IH) dari gambar 6.40. Harga ini menyatakan harga kekerasan
pada jarak sejauh 1 / 16 inci dari ujung yang di quench dari harga ini merupakan fungsi dari
kadar karbon.
203
Gambar 6.40. Dependence of hardness on carbon contens
Kekerasan insial untuk 0,39 C adalah 55,5 HRC. Hitunglah kekerasanya untuk setiap jarak
dengan cara membagi harga IH (55,5) dengan masing-masing faktor pembagi.
Dengan menggunakan harga kekerasan yang diperoleh melalui perhitungan, maka sekarang dapat
dibuat kurva mampu keras dengan memplot harga kekerasan pada sumbu y dan jarak pada sumbu
x.
JARAK (IN) FAKTOR PEMBAGI KEKERASAN HASIL PERHITUNGAN
1 / 16
1 / 4
1 / 2
3 / 4
1
1,25
1,50
1,75
2
-
1,03
1,21
1,41
1,61
1,75
1,84
1,92
1,96
55,5
54
46
39,5
34,5
32
30
29
28,5
204
Perkembangan Terakhir :
Dapat dilihat bahwa metoda perhitungan dengan menggunakan faktor pengali seperti diuraikan
oleh Grossman dalam menentukan mampu keras sangat cocok untuk baja karbon dan baja paduan
rendah.
Gambar 6.14. Ideal Diamater for base carbon content (a). for grain size from 4 to 8 ASTM (b). at
four austenizing tempetature Jatczak telah pula memeriksa ulang faktor-faktor pengali dan menentukan kembali harga Di
untuk baja karbon (gambar 6.41) dan faktor pengali untuk unsur-unsur paduan utama (gambar
6.42). Disamping itu, Jatczak telah pula memperkenalkan faktor pengali untuk baja dengan kadar
karbon antara 0,6 sampai 1,10 % yang juga dikaitkan dengan temperatur pengerasannya. Untuk
ini, perhitungan dapat langsung didasarkan pada komposisi dari baja ybs, tanpa perlu
menambahkan koreksi dari keberadaan unsur-unsur paduan sepanjang unsur-unsur tersebut tidak
larut dalam austenit.
Faktor yang dikembangkan oleh Grossman dan Jatczak baik untuk Di maupun faktor pengali
masing-masing tetap dipengaruhi oleh kadar karbon (lihat gambar 6.400 dan temperatur
pengerasan (lihat gambar 6.42)
205
Gambar 6.42. Multiplying factors for major individual alloying element at four
austenizing temperatur (a). 800 oC (b). 830 oC (c). 860 oC (d). 925 oC 6.6.5. Pengaruh Besar Butir Austenit Terhadap Mampu Keras
Jika suatu baja dipanaskan sampai ke austenit besarnya butir austenit tergantung pada temperatur
austenisasi yang dipilih. Besarnya ukuran butir yang umum untuk austenit adalah antar nomor 1
sampai nomor 9. Jika butir austenit makin kecil, ukuran butirnya makin besar. Jika ukuran
butirnya membesar, maka mampukerasnya menurun. Baja yang dipanaskan pada temperatur
austenisasi yang lebih rendah akan memiliki sifat mampu keras yang lebih rendah pula karena
austenit cenderung akan bertransformasi ke perlit relatif lebih cepat dibandingdengan butir
austenit yang lebih kasar. Tetapi di lain fihak mengkasarkan butir austenit untuk meningkatkan
mampu keras baja umumnya tidak praktis karena sifat-sifat mekanik lainnya seperti duktilitas dan
ketangguhan akan menurun.
206
6.6.6. Pengaruh Kadar Karbon Terhadap mampu Keras
Mampu keras suatu baja sangat dipengaruhi oleh kadar karbon. Karbon dapat digunakan untuk
meningkatkan kekerasan dan mampu keras seperti ditunjukan oleh gambar 6.43 untuk baja 8600
(0,5 % Ni; 0,5 % Cr; 0,2 % Mo). Pengaruh karbon tersebut kemudian ditambah lagi oleh adanya
sejumlah unsur-unsur paduan. Penambahan karbon sampai titik eutektoidnya sangat berperan
dalam meningkatkan mampu keras baja.
Gambar 6.43. The effect of carbon on the hardenability of (a). SAE 8600 (b). SAE 86000
base steel
6.6.7. Pengaruh Unsur Paduan
Mampu keras suatu baja dapat juga ditingkatkan dengan penambahan unsur-unsur paduan.
Penambahan unsur paduan memungkinkan juga untuk mengeraskan benda kerja dengan
207
penampang yang lebih besar. Penggunaan tungku garam lebih disukai dari pada menguench
langsung dengan air karena dapat memperkecil timbulnya distorsi dan retak. Co sediit
menurunkan mampu keras tetapi dapat meningkatkan laju nukleasi dan laju pertumbuhan perlit.
Baja yang mengandung unsur ini lebih sulit dikeraskan.
Gambar 6.44. Effect of nickel on the jominy hardenability of 0.2 % C/1% Cr steel
Gambar 6.45. Effect of cromium on the Jominy hardenability of a 0.2 % C steel.
208
Unsur paduan seperti Mn, Cr (gambar 6.44), Mo, Ni (gambar 6.45), W dst; meningkatkan mampu
keras baik ditambahkan dalam bentuk masing-masing maupun dalam bentuk kombinasi.
Disamping itu, penambahan unsur paduan dapat menunda pembentukan atau trasformasi produk-
produk pada temperatur tinggi. Keberadaan Boron sampai sekitar 0,003 % meningkatkan pula
mampu keras tetapi penambahan lebih dari harga tersebut tidak akan mengubah mampu keras.