pengaruh beda waktu pemindahan telur penyu sisik

13
PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) TERHDAP DAYA TETAS TELUR EFFECT OF DIFFERENT TIME CHANGE OF EGGS hawksbill turtle(Eretmochelysimbricata) terhdap EGG hatchability Sabrantas, Arief Pratomo, S.T, M.Si, 2 Ita Karlina, S.Pi, M.Si. 2 Mahasiswa 1 , Dosen Pembimbing 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji e-mail : [email protected] Abstrak Secara alami, reproduksi penyu di mulai dari fase perkawinan, dimana peristiwa perkawinan, Secara non alami, penyu memiliki masa kritis yang menentukan keberhasilan penetasan telur saat dilakukan pemindahan dari sarang alami ke sarang semi alami, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemindahan yang sesuai untuk pemindahan telur penyu sisik dalam proses inkubasi semi alami.Penelitian ini dilakukan pecobaan pengambilan telur dalam selang waktu berbeda,dimana saat umur telur 1-2 jam dilakukan pengambilan telur sebanyak 250 butir pada yang akhirnya ditempatkan masing 50 butir pada 5 sarang yang berbeda.Masing masing telur dipindahkan kembali pada sarang baru dengn urutan 2 hari,5 hari,10 hari,15 hari,20 hari dan dilakukan pengudian untuk pemilihan sarang penepatan.Hingga akhirnya telur mentas dari penelitian ini ditemukan nilai keberhasilan tertinggi pada pemindahan umur telur 20 hari dimana telur berhasil menetas 100% dan terendah pada umur 10 hari dengan nilai 68%, Bahkan telur banyak mengalami kondisi embrio yang tidak jadi. Kata Kunci : Pengaruh Beda Waktu Pemidahan Telur Penyu Sisik (Eretomochelys imbricate) Terhdap daya Tetas Telur. Abstract Naturally turtle reproduction at the start of the phase of marriage, in which event the marriage, In non-natural , turtles have a critical mass that determines the success of the current

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys

imbricata) TERHDAP DAYA TETAS TELUR

EFFECT OF DIFFERENT TIME CHANGE OF EGGS hawksbill

turtle(Eretmochelysimbricata) terhdap EGG hatchability

Sabrantas, Arief Pratomo, S.T, M.Si,2 Ita Karlina, S.Pi, M.Si.2

Mahasiswa1, Dosen Pembimbing2

Jurusan Ilmu Kelautan

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

e-mail : [email protected]

Abstrak

Secara alami, reproduksi penyu di mulai dari fase perkawinan, dimana peristiwa

perkawinan, Secara non alami, penyu memiliki masa kritis yang menentukan keberhasilan

penetasan telur saat dilakukan pemindahan dari sarang alami ke sarang semi alami, Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pemindahan yang sesuai untuk pemindahan telur penyu sisik dalam

proses inkubasi semi alami.Penelitian ini dilakukan pecobaan pengambilan telur dalam selang

waktu berbeda,dimana saat umur telur 1-2 jam dilakukan pengambilan telur sebanyak 250 butir

pada yang akhirnya ditempatkan masing 50 butir pada 5 sarang yang berbeda.Masing – masing telur

dipindahkan kembali pada sarang baru dengn urutan 2 hari,5 hari,10 hari,15 hari,20 hari dan

dilakukan pengudian untuk pemilihan sarang penepatan.Hingga akhirnya telur mentas dari

penelitian ini ditemukan nilai keberhasilan tertinggi pada pemindahan umur telur 20 hari dimana

telur berhasil menetas 100% dan terendah pada umur 10 hari dengan nilai 68%, Bahkan telur

banyak mengalami kondisi embrio yang tidak jadi.

Kata Kunci : Pengaruh Beda Waktu Pemidahan Telur Penyu Sisik (Eretomochelys imbricate)

Terhdap daya Tetas Telur.

Abstract

Naturally turtle reproduction at the start of the phase of marriage, in which event the

marriage, In non-natural , turtles have a critical mass that determines the success of the current

Page 2: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

displacement hatching eggs from nest to nest naturally semi-natural, this study aims to determine

the appropriate removal to removal hawksbill eggs in a semi-natural incubation process. This study

was conducted experimental egg collection in a different time interval, where the age of the eggs for

1-2 hours to do egg retrieval as many as 250 items were eventually placed on each of the 50 rounds

on five different nests. each nest eggs are transferred back to the new order of 2 days, 5 days, 10

days, 15 days, 20 days and conducted the draw for the selection of nest placement. Until finally the

eggs mentas of this study found the success rate is the highest in the removal of the age of the eggs

20 days where the eggs hatched 100% and the lowest at the age of 10 days with a value of 68%,

even many eggs have the condition embryos so.

Keywords: Effects of Different Time Transfer Eggs Hawksbill (Eretomochelys imbricate) to

the Power Hatching Eggs.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara alami, reproduksi penyu

dimulai dari fase perkawinan, antar penyu

jantan dengan penyu betina perkawinan

penyu terjadi di laut. Setelah fase perkawinan

penyu betina akan naik ke pantai untuk

melakukan peneluran, setelah proses

peneluran selesai induk penyu akan membuat

penyamar jejak untuk menghilangkan lokasi

bertelurnya. Lama pengeraman telur alami

hingga menetas menjadi tukik biasa yang

berkisar antara 50 – 60 hari. Namun

demikian, tidak semua telur bisa menetas,

pengaruh suhu serta kadar air sarang juga

sarang mempengaruhi perkembangan telur

(Pedoman Teknis Konservasi Penyu, 2009)

Secara non alami, penyu memiliki

masa kritis yang menentukan keberhasilan

penetasan telur saat dilakukan pemindahan

dari sarang alami ke sarang semi alami atau

kawasan penangkaran. Penelitian di Pantai

Pulau Pengumbahan menunjukkan

pemindahan telur penyu khususnya penyu

hijau (Chelonia mydas) dapat dilakukan 24

jam dan 20 hari setelah peletakkan telur pada

posisi dan habitat yang cocok, sehingga dapat

dicapai tingkat keberhasilan penetasan yang

lebih tinggi (Rudiana, 2004).

Walaupun demikian pada penyu sisik

(Ertomochelys imbricate) belum banyak

informasi terkait masa kritis tersebut. Pada

penelitian Muslim (2015), tingkat

Page 3: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

keberhasilan penetasan pada waktu

pemindahan telur penyu sisik pada umur telur

yang ke 25 hari mencapai 68,5%, namun

untuk waktu yang kurang dari 25 hari belum

diketahui. Informasi ini sangat diperlukan

untuk meperkecil risiko kegagalan tingkat

penetasan telur penyu sisik bila diinginkan

pemindahan telur penyu sisik dari kawasan

penangkaran penyu Pulau Durai ke lokasi

lain. Peneliti ingin mengetahui tingkat kritis

pada pengambilan atau pemindahan telur.

Jadi perlu pengkajian lebih lanjut untuk

mengetahui pengaruh beda waktu

pemindahan telur terhadap daya tetas telur

penyu sisik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka masalah yang akan dibahas

adalah :

1. Bagaimana tingkat keberhasilan

penetasan telur penyu sisik

(Eretmochelys imbricata)

berdasarkan waktu pemindahan yang

berbeda?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini,

yaitu :

1. Mengetahui waktu pemindahan yang

sesuai untuk pemindahan telur penyu

sisik dalam proses inkubasi semi

alami.

D. Manfaat Penelitian

Adapun maanfaat dari penelitian ini,

yaitu :

1. Memberi informasi awal mengenai

tingkat penetasan telur penyu sisik

berdasarkan waktu pemindahan yang

berbeda.

2. Memperoleh informasi mengenai

waktu kritis pemindahan telur penyu

sisik.

3. Diharapkan informasi ini dapat

dijadikan dasar pertimbangan bagi

pemerintah untuk melakukan

pengelolaan berkelanjutan.

4. Serta dapat menjadi bahan kajian

lebih lanjut mengenai sistem

pengelolaan keberhasilan peneluran.

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan

pada bulan April hingga Juni 2016, dan

tempat penelitian yaitu pada Pantai Pulau

Durai Kabupaten Anambas Kepulauan Riau.

Untuk lebih jelas mengenai gambaran lokasi

dapat di lihat pada Gambar 3.

Page 4: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

(Sumber: Peta Base Map KEPRI, Lab SIG

FIKP UMRAH)

Gambar 5. Lokasi Penelitian

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian

survey yaitu penelitian yang dilakukan untuk

mengumpulkan informasi mengenai variabel

yang diambil dari sekelompok obyek atau

sampel yang ingin diteliti dan dilakukan

secara langsung di lapangan. Pada penelitian

ini sampel yang diambil disesuaikan dengan

kriteria yang juga merupakan variabel dalam

penelitian.

Data yang digunakan pada penelitian

ini yaitu data primer dan data sekunder.

Pengambilan data primer dilakukan

pengamatan secara langsung melalui

pengukuran komponen biofisik. Data

sekunder merupakan data pendukung

penelitian seperti studi literatur yang

berkaitan dengan penelitian dan kondisi

umum lokasi penelitian yang diperoleh dari

instansi terkait.

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada

penelitian ini dapat dilihat pada Table

1.

Tabel 1. Bahan

No. Bahan Kegunaan

1. Telur Penyu Sebagai sampel yang akan di

inkubasi

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian

ini dapat dilihat pada Table 2

Tabel 2. Alat

No Alat Kegunaan

1. Meteran Saku Mengukur

kedalaman sarang

2. Termometer

Raksa

Mengukur Suhu

Sarang

3. Ember Wadah

Pemindahan Telur

4. Alat Tulis Mencatat Hasil

Pengukuran

5. Kamera Dokumentasi

Penelitian

6. GPS Menentukan

Lokasi

7. Lempu Senter Penerangan

8. Pipa Paralon

¾ inc

Alat Bantu

Pengukuran Suhu

Page 5: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

E. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Pengambilan Data

a. Pengamatan Penyu Saat Bertelur

Di Pulau Durai

Pengamatan Penyu Sisik

(Eretmochelys imbricata) yang naik ke pantai

untuk bertelur akan dimulai dari pukul 17.00

WIB. Pengamatan ini dilakukan untuk

melihat dari awal proses penyu sisik

(Eretmochelys imbricata) naik ke pantai

untuk mencari lokasi bertelur, menggali

sarang dan melakukan peneluran.

b. Perancangan Sarang Penangkaran

Pengukuran kedalaman sarang

dilakukan untuk melihat kedalaman sarang

alami yang di buat induk penyu untuk

menginkubasi telurnya. Hal ini bertujuan

untuk membuat sarang baru untuk inkubasi

semi alami yang sama dengan aslinya. Cara

pengukuran sarang dapat dilihat pada Gambar

6.

Gambar 6. Pengukuran Kedalaman

Sarang Awal (A) dan Sarang Akhir

(B)

c. Cara Pengambilan Telur Penyu

Cara pengambilan telur penyu

menggunakan sarung tangan yang sudah

dilumuri dengan pasir hal ini guna agar sehu

telur tidak terkontaminasi oleh suhu tubuh

peneliti selaku pengambil sampel.

d. Penggalian Dan Pemindahan Telur

Dari Sarang Alami ke Sarang

Buatan di Pulau Durai

Penggalian sarang alami akan

dilakuka setelah penyu selesai bertelur dan

meninggalkan sarang. Penggalian sarang

bertujuan untuk mengeluarkan telur satu

persatu dan dimasukkan ke dalam ember

(wadah pemindahan telur) yang telah

disediakan dan kemudia di pindahkan ke

sarang semi alami. Jumlah telur yang diambil

sebanyak 250 butir yang masing masing akan

ditanam kembali pada lima sarang yang

berbeda. Proses pengambilan dilakukan pada

umur telur 1 – 2 jam dimana menurut Limpus

et al., (1989) dalam Mardiana (2013) telur

yang diletakkan oleh induk dalam rending

waktu 2 jam masih dalam keadaan toleran

terhadap perubahan posisi, karena mata tunas

masih mampu menuju ke permukaan

.

20 cm

60 cm

Page 6: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

e. Rancangan Percobaan

Percobaan dilakukan dengan melihat

persentase penetasan telur penyu dengan beda

waktu pengambilan telur dengan jumlah telur

yang diambil sebanyak 250 butir, Setelah

Pengambambilana telur sebanyak 250 butir

dari sarang alami dan pengukuran sarang.

Lalu pada lokasi penangkarang dibuat lima

sarang baru yang masing – masing akan

ditempatkan 50 butir telur penyu sisik.

Mekanisme penanaman dapat dilihat pada

gambar 7.

Gambar 7. Mekanisme Penanaman Telur

Pada Sarang Awal

Langkah – langkah penanaman telur

adalaham sebagai berikut :

1) Gali sarang baru sedalam sarang

asli yang telah di ukur

2) Pindahkan telur kedalam sarang

baru.

3) Posisi telur harus sama dengan

posisi awal.

4) Tutup Sarang Dengan Pasir

5) Beri tanda sarang baru.

6) Jangan menginjak sarang.

7) Jarak antara sarang minimal 15

cm.

8) Catat data

Setelah itu dilakukan percobaan

dimana telur yang telah ditanam tadi

dipindahkkan kembali ke lima sarang baru

yang telah dibuat. Proses pemindahan juga

dilakukan dengan sistem pengundian dimana

telur yang ada di sarang pertama bisa jadi

menjadi telur yang akan dipidahkan terakhir

pada sarang kelima sesuai perlakuan. contoh

perlakuan dapat dilihat pada tabel 3 dan

Gambar 8.

Tabel 3. Perlakuan Beda Waktu

Pemindahan Telur Penyu

f. Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu dilakukan pada

suhu udara dan suhu pada dalam sarang. Suhu

udara maupun pada bagian sarang di ukur

dengan menggunakan thermometer raksa.

Dimana thermometer dimasukkan ke dalam

lubag sarang menggunakan alat bantu pipa

paralon. Suhu sarang akan di ukur setiap hari

pada pagi, siang dan sore mengacu pada

Mulyono (2000), dan pada setiap pengukuran

akan dilakukan ulangan pada pagi, siang dan

sore. Mekanisme pengukuran dapat dilihat

pada gambar 8.

Perlakuan Jumlah Sampel

(Butir)

Prosedur Pemindahan

2 hari 50 Antar Penangkaran

5 hari 50 Antar Penangkaran

10 hari 50 Antar Penangkaran

15 hari 50 Antar Penangkaran

20 hari 50 Antar Penangkaran

∑ 250

1 4 5 3 2

Page 7: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

Gambar 8. Mekanisme Pengukuran Suhu

Sarang, A. Pipa paralon untuk memasukkan

termometer, B. Telur penyu sisik

F. Pengolahan Dan Analisis Data

1. Pengolahan Data Tingkat

Keberhasilan Penetasan

Pengolahan dan analisis data

menggunakan rumus Nuitja (1992) sebagai

berikut :

Ket : HS = Hatching Success

T1 = Jumlah telur yang menetas

50 = Jumlah total telur dalam

sarang

2. Meta Tabel

Tabel 4. Meta Data

3. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil

pengamatan langsung di lapangan akan

dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil perhitungan dan tabulasi data tingkat

penetasan telur penyu sisik untuk tiap

percobaan akan disajikan dalam bentuk table

maupun grafik. Dan akan ditarik kesimpulan

mana waktu kritis pemindahan telur dan

perlakuan mana yang paling baik dilakukan.

HASIL PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kawasan Pulau Durai adalah salah

satu gugusan pulau di Kepulauan Anambas.

Pada kawasan tersebut memiliki karakteristik

pantai yang landai sehingga banyak penyu

yang naik ke pantai untuk melakukan

peneluran. Bukan hanya itu saja kawaan

pantai Pulau Durai awalnya dijadikan sebagai

kawasan penangkaran penyu, namun karena

Beda Waktu

Pengambilan

Pulau Durai Kepulauan

Anambas

T1 T2 T3 T4

2 hari

5 hari

10 hari

15 hari

20 hari

Total

Persentase

Page 8: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

ketidak kestabilan dalam pemantauan

akhirnya kawasan tersebut kembali menjadi

kawasan pantai biasa yang sering dinaiki

penyu. Seringnya naiknya penyu pada

kawasan Pantai Pulau Durai dan tidak adanya

penjagaan khusus lagi terhadap pengambilan

telur penyu menyebabkan telur penyu banyak

di eksploitasi kembali namun masih ada

warga yang cukup mengerti akan keberadaan

penyu yang jumlahnya semakin lama

semakin sedikit ini, dengan cara melakukan

penetasan telur hingga menjadi tukik.

B. Tingkat Penetasan Telur Penyu

Sisik

Penetasan telur Penyu Sisik

dilakukan pada 5 sarang, pada masing –

masing sarang dilakukan perlakuan yang

berbeda yakni waktu pemindahan telur

dengan jumlah masing – masing telur pada

sarang sebanyak 50 butir. Namun tidak

semua telur yang ditetaskan akan menetas

sempurna sehingga juga akan ada calon benih

yang tidak jadi. Tingkat kondisi tukik penyu

dibedakan atas T1 (jumlah tukik yang

menetas),T2(jumlah tukik mati), T3 (jumlah

embrio gagal berkembang), serta T4 (jumlah

telur dengan kondisi embrio tidak jadi).

Berikut ini adalah hasil penetasan telur penyu

Sisik Pulau Durai dapat dilihat dan di

jelaskan pada tabel 5

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Butir Telur

yang Berhasil Menetas

Hari

Ke-

T0

(Butir)

T1(%) T2

(%)

T3

(%)

T4

(%)

Masa

Inkubasi

2 50 92 - 2 6 45 Hari

5 50 98 - 2 - 45 Hari

10 50 68 4 2 26 45 Hari

15 50 84 - 4 12 45 Hari

20 50 100 - - - 45 Hari

Sumber : Data Primer

Grafik 1. Pesentase Telur Yang Berhasil

Menetas

Persentase tertinggi menunjukkan

tingkat keberhasilan 100% dapat dilihat pada

sarang ke-5 dimana masa inkubasi awal

sebelum pemindahan kesarang baru selama

20 hari. Menurut penelitian Muslim (2015),

tingkat persentase yang tinggi terdapat pada

umur telur 25 hari karena pada fase itu telur

lebih toleran akan guncangan yang

mengakibatkan tidak berkembangnya embrio

pada telur. Namun pada hasil penelitian

persentase penetasan yang paling tinggi

terdapat pada umur telur 20 hari sedangkan

persentase terendah pada umr telur 10 hari.

Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor,

salah satunya adalah curah hujan dimana

kondisi saat pengamatan awal sering

0

100

2 5 10 15 20

Axi

s Ti

tle

2 5 10 15 20

T1 (%) 92 98 68 84 100

PersentasenTase Yang Berhasil Menetas

Page 9: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

terjadinya hujan bukan hanya itu saja

penanganan saat pemindahan telur sangat

mempengaruhi keberhasilan dalam penetasan

dan perubahan suhu pada sarang pemindahan

bisa jadi membuat telur menjadi tidak toleran

akan kondisi tersebut (Hatasura, 2004).

Dari hasil Rudiana dkk (2004), dapat

dilihat tingkat penetasan secara bertuut dalam

waktu 1 jam : 93,67%, 12 jam: 87,33% , 24

jam : 58,33%, 48 jam: 0%, 480 (20 hari)

85%, dan terakhir 600 jam : 93,33%. Dari

hasil tersebut dapat dilihat jika pada waktu

pengambilan 48 jam tidak menunjukan

keberhasilan penetasana ada di titik 0 dan

tertinggi pada pengambilan saat telur

berumur 1 jam hal ini karena keadaan telur

yang masih toleran.

Dari hasil perbandingan dapat dilihat

jika ada perbedaan tingkat toleransi

pemindahan telur penyu sisik dengan telur

penyu hijau. Namun hasil persentasi tidak

menunjukkan nilai yang terlalu jauh dimana

pada penelitian Rudiana dkk (2004),

menunjukkan nilai keberhasilan sebesar 85%

dalam selang waktu pemindahan 20 hari atau

480 jam sedangkan pada penyu sisik berhasil

menetas 100%.Sedangkan pada waktu 2 hari

atau 48 jam pada hasil penelitian Rudiana

dkk (2004), tidak adanya tingkat

keberhasilan penetasan hal ini di duga karena

telah melewati fase waktu 12 dan 24 jam

setelah oviposisi yang menyebabkan telur

penyu sensitive terhadap gerakan rotasi.

Jika dilihat dari seluruh hasil

pengamatan setiap perlakuan menunjukkan

hasil yang tidak terlalu signifikan. Pada

penelitian (Kushartono, et al., 2014),

pemindahan telur penyu hijau dilakukan pada

waktu 2 jam, 7 dan 12 jam menunjukkan

tingkat persentase penetasan yang tidak jauh

berbeda pula namun terdapat persentase

terendah yaitu pada fase pemindahan selama

7 jam inkubasi awal. Hal tersebut diduga

bahwa selama selang waktu tersebut

merupakan fase awal proses embriologi telur

sehingga dikhawatirkan karena adanya rotasi

dan guncangan secara berlebihan akan

mengganggu proses pembelahan yang sedang

terjadi. Hasil penelitian Miller et al. (2003)

menyebutkan bahwa pembelahan pertama

dimulai beberapa jam setelah pembuahan,

tetapi perkembangan terhenti sementara di

tengah gastrulasi sampai oviposisi.

Selanjutnya setelah oviposisi, perkembangan

dilanjutkan dalam beberapa jam (4 hingga 8

jam, tergantung suhu). Proses embriologi

yang terjadi pada telur penyu setelah

dikeluarkan adalah pembelahan morula,

blastula, gastrula dan organogenesis

(Hatasura, 2004).

Jadi jika dilihat dari hasil persentase

penetasan hal ini bukan hanya diakibatkan

oleh penanganan saat pemindahan namun

faktor kondisi alam seperti hujan, hujan

umumnya dapat menghambat kandungan

oksigen yang ada pada sarang yang akhirnya

Page 10: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

menyebabkan kematian pada embrio, curah

hujan yang tinggu juga menurukkan suhu

inkubasi pada sarang (Pedoman Teknis

Konservasi Penyu, 2009).

Sedangkan banyaknya embrio yang

tidak berkembang diduga karena adanya

pengaruh gerakan berupa rotasi dan

guncangan pada tahap awal perkembangan

telur sehingga proses pembelahan terganggu

dan tidak ada embrio yang terbentuk

(Kushartono, et al., 2014). Gerakan yang

melibatkan rotasi dan atau mengguncang dari

telur setelah fase perkembangan dapat

menyebabkan pecahnya membran halus dan

kematian pada embrio (Miller, 2003).

Keberhasilan dalam penetasan dapat dilihat

dari faktor pengelolaan meliputi pemilihan

tempat penetasan, perlakuan terhadap telur

serta pengamanan tempat penetasan (Nuitja,

1983).

C. Hasil Pengukuran Suhu Sarang

Hasil pengukurang suhu pada

permukaan dan dalam sarang dapat dilihat

pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Hasil Pengukuran Suhu

Pengukuran Suhu Dalam Sarang

45 Hari Pagi Siang Sore

Rata – rata 27.28 30.05 28.55

Nilai Max 28.50 31.00 29.80

Nilai Min 26.00 28.00 28.00

Pengukuran Suhu Permukaan Sarang

45 Hari Pagi Siang Sore

Rata – rata 28.72 31.13 30.19

Nilai Max 29.60 32.00 31.00

Nilai Min 27.00 28.00 27.00

Sumber : Data Primer

Pengukuran suhu dalam sarang tidk

menunjukan fluktuasi harian,ini

membuktikan bahwa proses etabolisme

disetiap sarang relative menghasilkan panas

yang samadengan kata lain tidak ada sarang

yang mengalami laju metabolisme lebih

tinggi atau lebih rendah. Hanya didapatkan

kisara suhu yang lebih tinggi saat telur

menetas terjadi peningkatan proses

metabolism.Nuija (1992), mengatakan

bahawa lima hari sebelum menetas suhu

dalam sarang akan naik beberapa derajat,ini

terjadi akibat proses metabolisme telur lebih

tinggi.

Dari hasil pengukuran suhu tidak

terjadi fluktuasi secara signifikan namun

menurut Mrosovsky, et al., (1992), suhu

sangat mempengaruhi dalam fase penetasan

penyu sisik terutama jika adanya penghalang

yang menghalangi penetrasi cahaya secara

sempurna, suhu yang diperlukan oleh telur

penyu sisik umumnya berkisar 290C agar

perkembangan embrio berjalan secara baik

sedangkan menurut Limpus (2009), peletakan

telur harus pada suhu 25 – 330C agar

memiliki tingkat keberhasilan yang baik

selama masa inkubasi. Namun menurut

Hatasura (2004) kenaikan suhu secara tiba –

Page 11: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

tiba akan membuat kematian pada embrio

terlebih pada embrio yang belum melewati

masa termosensitifnya.

Suhu sangat mempengaruhi tingkat

penetasan telur,dimana suhu mempengaruhi

waktu ingkubasi telur.Suhu yang terlalu

tinggi ataupun rendah dapat menyebabkan

kematin pada telur.Bahkan suhu yang tinggi

dapat mengurangi tingkat kelembapan pada

sarang yang akhirnya menyebabkan

penarikan cairan dari dalam telur hingga

embrio mengalami kematian.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa telur Penyu Sisik

(Eretmochelys imbricate) terdapat pada fase

pemindahan telur yang ke-10 hari dimana

tingkat persentase telur yang menetas

menunjukkan nilai terendah dengan nilai 68%

sedangkan yang tertinggi pada fase

pemindahan ke-20 hari.

B. Saran

Perlunya dilakukan kajian lebih

lanjut mengenai tingkat keberhasilan

penetasan serta metode pemindahan telur

yang stabil agar tidak mengalami guncangan.

Bukan hanya itu saja perlu juga dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai panas

metabolit pada inkubasi telur penyu sisik.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Deasy A. 2013. Status Keberlanjutan

Sumberdaya Penyu Di Pulau

Kapoposang Kabupaten Pangkep.

Tesis. Program Pascasarjana.

Universitas Hasanuddin

(UNHAS): Makassar..

Direktorat Konservasi dan Taman Nasional

Laut. 2009. Pedoman Teknis

Pengelolaan Konservasi Penyu.

Direktorat Jenderal Kelautan,

Pesisir Dan Pulau – Pulau Kecil:

Jakarta.

Harrison, Molly. 2005. The Kid’s Times :

Hawksbill Sea Turtle. NOAA’s

National Marine Fisheries Service

Office of Protected Resources

www.nmfs.noaa.gov/pr/

Hatasura, I. A. 2004. Pengaruh Karakteristik

Media Pasir Sarang Terhadap

Keberhasilan Penetasan Telur

Penyu Hijau (Chelonia mydas).

Skripsi. Program Stusi Ilmu

Kelautan. Fakultas Perikanan Dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian

Bogor: Bogor.

Kushartono,E.W.,Susilo

Endang,S.,Fatchyyah,S.2014.Peng

Page 12: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

aruh Selang Waktu Peletakan

Terhadap Keberhasilan Penetasan

Telur Penyu Hijau (Chelonia

mydas) Jurnal Ilmu Kelautan Vol

19(3):159-164 Tahun 2014 ISSN

0853-7291

Limpus,C.J.2009.A biological review of

Australian marine turtle

species.6.Leatherback turtle,

Dermochelys coriacea. (Vandelli).

The State of Queensland.

Environmental Protection Agency.

28 pp.

Miller,J.D.,C.J. Limpus and M.H. Godfrey.

2003. Nest Sitel

Selecation,Ovotision Eggs,

Developemen, Hatching,and

Emeregence of Loggerhead

Turtles.In:A Bolten and B.

Witherington (Eds). Smithsonian

Institusion Press,Washington,

DC,125 p.

Mulyono, W. 2000. Studi Habitat Peneluran

Penyu Sisik (Eretmochelys

imbricate) Di Pulau Gosong

Rengat Dan Kotak Kecil Taman

Nasional Laut Kepulauan Seribu.

Jakarta. Skripsi. FIKP. Institut

Pertanian Bogor(IPB): Bogor.

Muslim. 2016. Tingkat Keberhasilan

Penetasan Telur Penyu Sisik

(Eretmochelys Imbricata) Pulau

Durai Kepulauan Anambas Di

Lagoi. Skripsi. Jurusan Ilmu

Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan

Perikanan. Universitas Maritim

Raja Ali Haji (Umrah):

Tanjungpinang.

Nontji, A., 2007. Laut Nusantara. Djambatan,

Jakarta.

Nuitja,I.N.S.1983. Studi Ekologi Peneluran

Penyu Daging,Chelonia mydas L.di

Pantai Sukamade Kabupaten

Bayuwangi.Falkultas Perikanan

IPB,Bogor, hal 72-74.

Nuitja.I.N.1992. Biologi Dan Ekologi

Pelestarian Penyu Laut. Institut

Pertanian Bogor: Bogor.

Nur, N. 2004. Sea Turtle Conservation in

Malaysia. www.wildasia.net.

Rianto, Ari A. A. 2012. Studi Kasus

Penangkaran Penyu Hijau

(Chelonia Mydas), Di Pantai

Pangumbahan, Kabupaten

Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi.

Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan. Jurusan

Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan

Page 13: PENGARUH BEDA WAKTU PEMINDAHAN TELUR PENYU SISIK

Dan Perikanan. Universitas

Hasanuddin (UNHAS): Makassar.

Richayasa, A. 2015. Karakteristik Habitat

Peneluran Penyu Sisik

(Eretmachelys Imbricata) Di

Pulau Geleang, Karimunjawa.

Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas

Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas

Negeri Semarang.

Rudiana, E. dkk. 2004 Tingkat Keberhasilan

Penetasan dan Masa Inkubasi

Telur Penyu Hijau. Jurusan Ilmu

Kelautan Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Universitas

Diponegoro (UNDIP): Semarang.

Setyawariningsih, S. C. 2011. Karakteristik

Biofisik Tempat Peneluran Penyu

Sisik (Eretmochelys imbricate) Di

Pulau Anak Iieuh Kecil,

Kepulauan Riau. Jurnal

TEKNOLOGI, II (I) 2011:17 –22.

Sheavtyan.Setyawati,T.R dan Lovandi

Irwan.2014. Tingkat Keberhasilan

Penetasan Telur Penyu Hijau

(Chelonia mydas,Linnaeus 1758)

di Pantai Sebubus, Kabupaten

Sambas. Jurnal Protobionat,

Volume: 3(1): 46 – 54.

Suciwati, Ultah. 2012. Studi Beberapa Faktor

Lingkungan Di Tempat Peneluran

Penyu Sisik (Eretmochelys

Imbricata) Di Pantai Sumingi Dan

Pantai Pulo Pasi Kabupaten

Kepulauan Selayar. Skripsi.

Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan. Jurusan

Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan

Dan Perikanan. Universitas

Hasanuddin (UNHAS): Makassar.

Witzell, W,N., 1983. Synopsis of biological

data on the hawksbill turtle,

Eretmochelys imbricate

(Linnaeus, 1766). FAO Fish.

Synop., (l37):78 p.