pengaruh budaya literasi barat terhadap budaya oraliti timur.pdf

15
1 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang, 28-29 Oktober 2011, di Sumedang Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur Dalam Transmisi Musik Gamelan di Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia Julia Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang [email protected] Abstrak Tulisan ini memaparkan ihwal transisi pembelajaran gamelan Sunda dari metode oral tradisi (ucap-dengar) menuju metode literasi (baca-tulis). Kajian dilatarbelakangi karena adanya ensemble gamelan di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang melakukan transmisi musik gamelan dengan cara yang berbeda dengan transmisi gamelan pada umumnya. Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan, dan analisis data secara kualitatif, didapat konklusi bahwa transmisi gamelan di lingkungan UPI telah dipengaruhi oleh metode dari barat yang berbudaya literasi. Ini diidentifikasi sebagai salah satu dampak dari adanya akulturasi budaya, karena para pemain lokal ensemble gamelan sering terlibat dalam event-event internasional, sehingga banyak bekerjasama dengan pemain musik internasional. Keywords: Transition, music art education, oral tradition, literacy, culture, Sunda. A. Pendahuluan Indonesia telah dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia sebagai salah satu Negara di Asia yang memiliki puspa ragam adat dan budaya dengan ciri khas atau keunikan tersendiri. Salah satu budaya yang notabene telah mengundang ketertarikan banyak pihak adalah berkaitan dengan seni tradisional. Dari berbagai genre seni tradional yang hidup dan eksis di Indonesia, seni tradisional etnis Sunda di pulau Jawa tepatnya di Jawa Barat, dapat dikategorikan sebagai salah satu genre seni tradisional yang mendapat perhatian cukup besar. Buktinya, telah banyak seni tradisional

Upload: duongmien

Post on 31-Dec-2016

251 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

1

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur

Dalam Transmisi Musik Gamelan di Lingkungan

Universitas Pendidikan Indonesia

Julia

Universitas Pendidikan Indonesia

Kampus Sumedang

[email protected]

Abstrak

Tulisan ini memaparkan ihwal transisi pembelajaran gamelan Sunda dari metode

oral tradisi (ucap-dengar) menuju metode literasi (baca-tulis). Kajian

dilatarbelakangi karena adanya ensemble gamelan di lingkungan Universitas

Pendidikan Indonesia (UPI) yang melakukan transmisi musik gamelan dengan

cara yang berbeda dengan transmisi gamelan pada umumnya. Dari hasil

pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan, dan analisis data secara

kualitatif, didapat konklusi bahwa transmisi gamelan di lingkungan UPI telah

dipengaruhi oleh metode dari barat yang berbudaya literasi. Ini diidentifikasi

sebagai salah satu dampak dari adanya akulturasi budaya, karena para pemain

lokal ensemble gamelan sering terlibat dalam event-event internasional, sehingga

banyak bekerjasama dengan pemain musik internasional.

Keywords: Transition, music art education, oral tradition, literacy, culture,

Sunda.

A. Pendahuluan

Indonesia telah dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia sebagai salah

satu Negara di Asia yang memiliki puspa ragam adat dan budaya dengan

ciri khas atau keunikan tersendiri. Salah satu budaya yang notabene telah

mengundang ketertarikan banyak pihak adalah berkaitan dengan seni

tradisional. Dari berbagai genre seni tradional yang hidup dan eksis di

Indonesia, seni tradisional etnis Sunda di pulau Jawa tepatnya di Jawa

Barat, dapat dikategorikan sebagai salah satu genre seni tradisional yang

mendapat perhatian cukup besar. Buktinya, telah banyak seni tradisional

Page 2: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

2

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

Sunda yang dipertunjukkan khususnya di luar negeri dalam berbagai

event, dan banyaknya tulisan-tulisan yang dipublikasikan oleh beberapa

peneliti terutama para musikolog baik dari dalam maupun luar negeri

berkaitan dengan kehidupan seni tradisional di daerah Sunda.

Berdasarkan beberapa sumber tulisan, ketertarikan para peneliti

untuk meneliti seni tradisional Sunda salah satunya dilandasi karena seni

tradisional dalam masyarakat Sunda terbagi ke dalam dua klasifikasi,

yakni seni keraton dan seni rakyat, dan kedua-duanya diwariskan atau

dipelajari dari generasi ke generasi secara oral tradisi. Hal ini sesuai

dengan kajian etnomusikologi, seperti dikemukakan oleh Nettl (1964:7),

bahwa sasaran kajian etnomusikologi di antaranya musik masyarakat

non-literasi (atau musik tribal), musik yang diajarkan secara lisan melalui

cara tradisi, dan hidup pada kebudayaan tinggi seperti musik

istana/keraton. Oleh sebab itu, penelitian dilakukan antara lain terhadap

genre-genre seni tradisional yang berasal dari kalangan ningrat, seperti

pada seni tembang Sunda Cianjuran yang cara pewarisannya notabene

dilakukan dengan metode orality (ucap-dengar).

Cara pewarisan seni tradisional yang dianut oleh masyarakat

Sunda tersebut, merupakan satu-satunya cara pewarisan yang dipandang

paling mujarab dan terbukti keberhasilannya secara turun-temurun dari

generasi ke generasi. Hal ini dapat terlihat pada beberapa genre seni yang

masih eksis sampai sekarang, di antaranya seni tembang Sunda

Cianjuran, gamelan pelog/salendro, dan gamelan degung. Semua genre

seni tradisional tersebut lazim diturunkan atau diwariskan dengan cara

oral tradisi, sehingga dalam kehidupan beberapa genre seni tersebut

biasanya anti terhadap budaya baca-tulis notasi, karena transmisi

Page 3: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

3

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

dilakukan melalui penuturan dan petunjuk langsung dari seorang guru

dengan bertatap muka secara langsung.

Seiring perkembangan zaman, cara-cara tradisi tersebut mulai

banyak diperdebatkan terutama oleh para seniman yang hadir dari

kalangan akademisi bukan dari kalangan seniman alam1. Beberapa alasan

yang dapat diidentifikasi adalah karena cara-cara oral tradisi memiliki

kelemahan-kelemahan sebagai berikut. (1) tidak dapat difungsikan

sebagai alat pendokumentasian karena mengandalkan ingatan (memori)

manusia yang terbatas oleh kemampuan dan usia. Dampaknya, dalam

kurun waktu yang relatif lama dapat mengakibatkan berkurangnya

benda-benda seni seperti hilangnya vokabuler lagu dari berbagai zaman.

(2) tidak dapat disebarluaskan baik secara difusi maupun diseminasi

karena pembelajaran harus dilakukan melalui tatap muka. Implikasinya,

seni tradisional akan selalu menjadi seni kalangan minoritas karena

peminatnya hanya kalangan tertentu saja yang dapat bersentuhan

langsung dengan seni tersebut. (3) tidak dapat diketahui karya seni

aslinya atau bentuk seni pada awal penciptaannya bagi karya seni

tertentu sehingga menimbulkan multi tafsir terhadap berbagai bentuk

karya seni. Dampaknya, bagi kalangan seniman tertentu dapat

mengakibatkan terjadinya hegemonitas karena semua praktisi merasa

karya seni yang dipelajarinya adalah yang paling benar dan asli.

Beberapa alasan di atas, dapat muncul kepermukaan salah satunya

sebagai akibat dari adanya pertemuan dua budaya yang berbeda dan

saling memengaruhi. Ada suatu kekuatan yang ditimbulkan oleh

pertemuan tersebut dan dapat membuat satu budaya yang resistensinya

lemah melakukan rekonstruksi ulang terhadap kaidah-kaidah atau lebih

Page 4: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

4

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

tepatnya kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dianutnya. Di satu sisi, hal

ini dapat dipandang sebagai sebuah cara mempertahankan diri dengan

upaya memperbaiki sistem yang telah ada. Di sisi lain, fakta tersebut

mengisyaratkan terpengaruhnya satu budaya oleh budaya lain.

Banyaknya seniman akademisi Indonesia yang mempelajari

kaidah-kaidah musik Barat dan banyak bergulat dengan para pakar

musik barat yang notabene berbudaya literacy, adalah benih-benih

munculnya pemikiran yang menjurus pada rekonstruksi kaidah-kaidah

seni tradisional yang menjadi latar belakang kehidupannya yang

berbudaya orality. Seperti yang terjadi di lingkungan pendidikan formal,

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) misalnya, sebagai salah satu

universitas yang membuka jurusan pendidikan seni - melalui perkuliahan

dan berbagai kegiatan akademis, UPI telah banyak mempertemukan dua

budaya yang berbeda, yakni budaya barat-timur, sehingga telah banyak

pula melahirkan para seniman akademis yang memiliki budaya baru

dalam bermusik, khususnya dalam melakukan transmisi musik. Oleh

karena itu, tulisan ini berupaya untuk mengkaji fenomena atau gejala-

gejala sistem transmisi seni khususnya pada musik gamelan dan kecapi

tembang Sunda di Jawa Barat yang terjadi di lingkungan Universitas

Pendidikan Indonesia.

Sebagai pembatasan ruang lingkup tulisan, maka dalam

pengkajiannya merujuk pada dua rumusan masalah berikut. (1)

bagaimana cara pewarisan musik gamelan di lingkungan Universitas

Pendidikan Indonesia? (2) bagaimana pengaruh budaya literacy barat

terhadap budaya orality seniman akademis di lingkungan Universitas

Pendidikan Indonesia? Untuk menjawab persoalan ini, peneliti

Page 5: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

5

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

menggunakan cara-cara kualitatif. Sumber pendeskripsian didapat dari

hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara dan

observasi langsung terhadap beberapa kegiatan perkuliahan, latihan

untuk pertunjukan, dan pertunjukan, yang disandingkan terhadap

tulisan-tulisan yang berkaitan dengan kekaryaan khususnya seni musik.

B. Konteks Teoretis

Untuk menjawab persoalan di atas, tentu saja diperlukan sejumlah

landasan teoretis atau acuan konseptual. Oleh karena itu, berikut penulis

turunkan tiga pokok bahasan yang menjadi rujukan atau dasar pijakan

dalam menelusuri dan mencari jawaban penelitian. Antara lain meliputi

pembelajaran oral tradisi, persoalan budaya literasi, dan pemahaman

silang budaya.

Oral Tradisi

Dalam masyarakat Sunda hidup berbagai genre seni tradisional

baik yang berupa seni tari maupun seni musik, misalnya tari ketuk tilu,

jaipongan, pencak silat, atau gamelan degung, gamelan pelog/salendro,

tembang Sunda Cianjuran, dan lain-lain. Pada umumnya, semua jenis seni

tradisional tersebut lazim dipelajari secara oral tradisi sebagai cara yang

dipandang paling ampuh dalam proses pewarisannya. Berikut ini penulis

paparkan beberapa pandangan seniman Sunda berkaitan dengan metode

oral tradisi tersebut.

Herdini (2003:1) menuliskan, bahwa metode oral tradisi merupakan

pembelajaran praktek seni dengan cara meniru dan menerapkan secara

langsung. Metode ini biasanya hanya memiliki satu tujuan, yakni murid

Page 6: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

6

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

mampu menirukan atau memainkan sesuatu yang sedang dipelajarinya

sesuai dengan yang diberikan oleh gurunya. Dengan kata lain, dalam

metode ini peserta didik hanya dituntut bisa atau mampu menirukan dan

memainkan sesuatu, sehingga kegiatan pembelajarannya pun hanya

sebatas dengar-ucap tidak melibatkan kegiatan baca-tulis.

Menurut seorang seniman kacapi indung tembang Sunda

Cianjuran, Gan-Gan Garmana, hanya cara inilah (oral tradisi) yang

dipandang ampuh dan teruji keberhasilannya secara turun temurun, baik

dalam mengajarkan tembangnya maupun dalam mengajarkan instrumen

kacapi indung (Julia, 2008:204). Pandangan ini dikumandangkan

berdasarkan hasil pengalaman empiris Garmana yang belajar kacapi

indung secara oral tradisi dan berhasil menjadi juara pemain kacapi

indung serta menjadi tokoh muda seniman tembang Sunda Cianjuran.

Budaya Literasi

Adalah kenyataan bahwa bangsa-bangsa yang maju antara lain

bangsa yang memiliki disiplin keras dan istiqomah dalam mengamalkan

budaya baca-tulis (literacy). Fakta ini dapat kita lihat melalui ranah

pendidikan seni musik barat yang berbudaya literacy. Karya-karya musik

yang diciptakan pada abad ke-15 dan bahkan jauh sebelumnya dapat kita

baca dan ketahui notasinya lengkap dengan pengarangnya, sehingga

dapat dipelajari oleh berbagai kalangan di berbagai penjuru dunia,

sementara di Indonesia khususnya di Tatar Sunda, karya-karya musik

yang diciptakan pada abad ke-18 saja banyak di antaranya yang tidak

diketahui siapa pengarangnya, dan bagaimana tulisan karya aslinya,

sehingga menimbulkan multitafsir terhadap karya-karya tersebut,

Page 7: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

7

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

misalnya karya-karya dalam seni tembang Sunda Cianjuran. Hal ini

membuktikan bahwa tingkat kesadaran orang barat terhadap budaya

literacy begitu tinggi, dan sebaliknya bagi masyarakat Tatar Sunda relatif

rendah.

Alwasilah (2005:121) menuturkan, dalam tradisi Indonesia yang

lebih berbudaya ucap-dengar ketimbang berbudaya baca-tulis, batasan

literasi cenderung mengabaikan komponen menulis. Seperti kasus di atas,

ketiadaan karya musik yang dibuat oleh pengarangnya dalam bentuk

tertulis adalah salah satu bukti real dari pengabaian komponen menulis.

Lebih parahnya, dalam ranah pendidikan seni tradisional bukan hanya

komponen menulis yang diabaikan, tapi juga komponen membaca,

karena kebiasaan yang dilakukan adalah kegiatan ucap-dengar. Oleh

sebab itu, tidaklah mengherankan banyak karya-karya musik yang hilang

karena hanya mengandalkan memori manusia yang notabene memiliki

keterbatasan.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka salah satu cara yang perlu

dilakukan adalah membangun masyarakat berbudaya literat. Alwasilah

(2005:121) merumuskan tiga indikator yang menunjukkan masyarakat

berbudaya literat. Pertama, seseorang disebut literat apabila ia memiliki

pengetahuan dan keterampilan pokok untuk melibati segala kegiatan di

lingkungan literatnya. Bagi seorang pendidik seni atau seniman, ia mesti

tahu berbagai kegiatan dan perkembangan mutakhir setidaknya dalam

bidang seni yang terjadi di lingkungannya. Kedua, pengetahuan dan

keterampilan literat itu diperlukan untuk berperan secara efektif dalam

kelompok dan masyarakatnya. Seorang pendidik seni atau seniman

profesional adalah orang yang memiliki virtuositas individual yang lazim

Page 8: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

8

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

disebut sebagai keahlian pribadi atau spesialisasi. Yang diperlukan di sini

adalah implementasi dari keterampilannya tersebut untuk ikut

berpartisipasi dalam upaya membangun masyarakat. Ketiga, seorang

literat memiliki kemampuan membaca, menulis dan aritmetika untuk

memfasilitasi pembangunan diri dan masyarakatnya. Khusus dalam

tataran pendidikan seni, kemampuan ini selain digunakan untuk

mengkonstruksi para pendidik seni atau seniman, juga digunakan untuk

memfasilitasi generasi yang akan datang agar mudah mengakses berbagai

pengetahuan yang berkaitan dengan bidang seni, seperti untuk

mempelajari berbagai karya musik dari berbagai zaman.

Untuk mengarah pada masyarakat yang berbudaya literat,

diperlukan sejumlah proses pembudayaan yang tepat. Sebagai pijakan,

Wells (1987) mengidentifikasi ada empat tingkatan literacy, yakni

tingkatan performative, functional, informational, dan epistemic (Alwasilah:

2008:76). Dalam konteks pendidikan seni musik, keempat tingkatan

tersebut masing-masing dapat merujuk pada kemampuan membaca dan

menulis karya musik melalui notasi, kemampuan menggunakan karya

musik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kemampuan mengakses

pengetahuan, dan kemampuan mentansformasi pengetahuan. Dengan

kemampuan ini, para pendidik seni musik senantiasa akan memiliki

kemudahan untuk mengakses dan mengkonstruksi pengetahuan. Oleh

karena itu, keempat tingkatan tersebut dapat menjadi syarat bagi para

pendidik seni musik atau seniman khususnya dan masyarakat umumnya

jika ingin berbudaya literat.

Page 9: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

9

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

Silang Budaya

Pertemuan dua budaya yang lazim disebut juga sebagai akulturasi

budaya tentu saja memiliki pengaruh terhadap mekanisme kebudayaan,

termasuk perubahan tertentu pada ranah kesenian sebagai salah satu

unsur kebudayaan. Akulturasi budaya terjadi apabila terdapat

pertemuan-pertemuan individu-individu dari kelompok budaya yang

berbeda dan saling berhubungan secara intensif, sehingga menimbulkan

perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau

kedua kebudayaan yang bersangkutan (Pujileksono, 2006:262). Dengan

demikian, perubahan dalam ranah kesenian pun dapat terjadi jika ada

pertemuan lintas seniman yang berbeda budaya secara intensif, baik dari

kalangan praktisi maupun komposer.

Haviland (1988:263) merumuskan beberapa variabel yang

memengaruhi proses akulturasi, antara lain: tingkat perbedaan

kebudayaan; keadaan, intensitas, frekuensi, dan semangat persaudaraan

dalam hubungannya; siapa yang dominan dan siapa yang tunduk; dan

apakah datangnya pengaruh itu timbal balik atau tidak (Pujileksono,

2006:263). Dengan kata lain, terjadinya akulturasi sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor di atas yang di dalamnya mengisyaratkan adanya

peraduan kekuatan budaya, dan kedua belah pihak berpotensi untuk

memengaruhi dan terpengaruhi.

Beberapa hal yang terjadi dalam akulturasi budaya dipaparkan

Pujileksono (2006:263) sebagai berikut. Pertama, substitusi, dimana unsur

kebudayaan yang ada sebelumnya diganti oleh yang memenuhi

fungsinya, yang melibatkan perubahan struktural yang hanya kecil sekali.

Kedua, sinkretisme, dimana unsur-unsur lama bercampur dengan unsur

Page 10: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

10

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

yang baru dan membentuk sebuah sistem baru. Ketiga, adisi, dimana

unsur baru ditambahkan pada yang lama, di sini dapat terjadi atau tidak

terjadi perubahan struktural. Keempat, dekulturasi, dimana bagian

substansial sebuah kebudayaan mungkin hilang. Kelima, orijinasi, yakni

unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang

timbul karena perubahan situasi. Keenam, penolakan, dimana perubahan

mungkin terjadi begitu cepat, sehingga sejumlah besar orang tidak dapat

menerimanya.

Menurut Pujileksono (2006:263) mengutip Haviland (1988:263),

akulturasi dapat terjadi melalui beberapa cara berikut. Pertama,

asimilasi/percampuran. Ini terjadi apabila dua kebudayaan kehilangan

identitas masing-masing dan menjadi satu kebudayaan. Kedua,

inkorporasi. Ini terjadi apabila sebuah kebudayaan kehilangan

otonominya, tetapi tetap memiliki identitas sebagai subkultur. Ketiga,

ekstinksi/kepunahan. Ini adalah gejala dimana sebuah kebudayaan

kehilangan orang-orang yang menjadi anggotanya sehingga tidak

berfungsi lagi, dan anggotanya punah karena mati atau bergabung

dengan kebudayaan lain.

Dengan demikian, ranah kesenian sebagai salah satu unsur

kebudayaan termasuk seni tradisional di Indonesia, tidak menutup

kemungkinan terimbas akulturasi budaya yang sekarang perkembangan

interaksi para pelaku seninya notabene semakin mengglobal. Begitu juga

tataran pendidikan seni baik di lingkungan formal maupun informal,

dapat terkena dampak akulturasi atau silang budaya sesuai dengan

kemampuan dan ketahanan para pelakunya.

Page 11: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

11

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

C. Pembahasan

Dalam pentransmisian musik gamelan di Universitas Pendidikan

Indonesia terdapat dua konteks yang cukup memberikan perbedaan.

Konteks Perkuliahan

Dalam perkuliahan, transmisi musik gamelan telah terfokus pada

notasi angka yang biasa digunakan dan berkembang di kalangan

masyarakat luas1. Hanya saja, meskipun menggunakan notasi, namun

metodenya berbeda dengan budaya yang berkembang di barat. Dalam

budaya Indonesia, kemampuan membaca notasi secara langsung atau

yang disebut sebagai ‘sight reading’ di barat, tidaklah menjadi prioritas

utama, karena ternyata notasi hanya dijadikan sebagai panduan saja,

sementara kegiatan belajarnya lebih difokuskan kepada ‘menghapal notasi

dan membunyikan alat’, tidak berupa kegiatan ‘membunyikan alat sambil

membaca notasi’. Sebagai cotohnya, ketika para mahasiswa mempelajari

lagu-lagu degung klasik yang terdapat dalam buku notasi kumpulan

lagu-lagu degung klasik, metode pembelajarannya adalah membaca dulu

notasi sambil menghapalnya, baru kemudian memainkan gamelan. Jika

notasi telah dihapal di luar kepala, maka notasi pun ditinggalkan.

Konteks Pertunjukan

Salah satu grup musik gamelan UPI yang eksis melakukan

pertunjukan baik di dalam maupun di luar negeri adalah ensemble

gamelan kiyai Fatahillah1, sehingga grup ini layak menjadi bahan kajian

dalam tulisan ini. Transmisi yang dilakukan dalam grup gamelan ini

cukup memberikan perbedaan dengan cara-cara perkuliahan pada

Page 12: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

12

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

umumnya. Dalam grup ini, transmisi difokuskan pada prinsip ‘sight

reading’ atau keterampilan membaca sambil membunyikan instrumen

secara langsung, sehingga setiap kali berlatih atau dalam pertunjukan

sekalipun, mereka selalu menggunakan partitur yang disimpan di atas

standpart. Metode ini mereka gunakan memang terkait dengan beberapa

alasan, antara lain:

1. Untuk mempercepat penguasaan materi yang biasanya mereka temui

dalam berbagai versi notasi (dari para komposer dunia).

2. Untuk mempermudah komposer dalam mentransfer ide-ide atau

karya musiknya.

3. Untuk menghemat waktu pada saat melakukan proses latihan, karena

dengan notasi, karya dapat dipelajari secara mandiri di luar jadwal

latihan.

4. Untuk mempercepat dalam menginterpretasi karya, karena dalam

notasi dapat dibubuhi simbol atau keterangan ekspresi yang harus

dimainkan oleh pemainnya.

Beberapa faktor yang menyebabkan grup ini melakukan transmisi

dengan sistem membaca notasi, antara lain:

1. Komposer yang membuat karya-karya untuk grup ini banyak

berinteraksi dengan komposer barat yang terbiasa dengan budaya

baca tulis, sehingga berpengaruh terhadap kebiasaannya di timur.

2. Grup ini sering terlibat dalam pertunjukan yang memadukan dua

kultur, sehingga keterampilan membaca notasi sangatlah diperlukan,

termasuk diminta memainkan karya dari luar Indonesia.

3. Para artis dari ensemble gamelan kiai Fatahillah rata-rata memiliki

background musik karawitan relatif kuat yang kemudian belajar alat

Page 13: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

13

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

musik barat selama di perguruan tinggi, sehingga sedikit atau banyak

mereka memiliki kemampuan dalam membaca notasi barat karena

sering bersentuhan dengan pembelajaran alat musik barat yang wajib

diikuti selama perkuliahan.

4. Dalam konteks pertunjukan musik baru antar Negara, terdapat etika

yang mesti dilakukan oleh komposer, yaitu memberikan kesempatan

kepada pemusik untuk mempelajari dan menginterpretasi karya.

Intervensi komposer hanya diperlukan pada saat pemusik menemui

‘jalan buntu’ dalam memahami karyanya. Oleh sebab itu, grup ini pun

dituntut memiliki kemampuan untuk mempelajari karya secara

mandiri yang notabene dituangkan melalui notasi.

Untuk tahun 2011 saja, grup ini dituntut untuk memainkan 10

karya komposisi baru dari beberapa Negara dalam jangka waktu satu

bulan, yaitu karya yang terjaring sebagai 10 karya terbaik dalam pekan

komponis muda asia tahun 2011. Tentu saja, kecepatan dalam penguasaan

semua karya ini salah satunya bergantung pada virtuositas dan kebiasaan

para pemainnya dalam membaca notasi.

Berikut gambaran dari kegiatan pertunjukan yang dilakukan oleh

Ensemble Gamelan Kiyai Fatahillah dalam acara Pekan Komponis Muda

Asia Tahun 2011.

Page 14: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

14

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

(Sumber gambar: http://berita.upi.edu, 10 Oktober 2011)

D. Kesimpulan

Berdasarkan paparan di atas, dapat diidentifikasi dua poin berikut:

Pertama, transmisi musik gamelan di lingkungan Universitas Pendidikan

Indonesia dilakukan berdasarkan konteks perkuliahan dan pertunjukan.

Untuk perkuliahan, transmisi dilakukan secara konvensional yaitu

melalui cara-cara ‘oral tradisi’. Sementara untuk pertunjukan, transmisi

dilakukan melalui cara-cara literasi. Kedua, berdasarkan kesimpulan

pertama, maka dapat diketahui pula bahwa dalam melakukan transmisi

musik gamelan, budaya timur telah dipengaruhi oleh budaya barat,

Page 15: Pengaruh Budaya Literasi Barat Terhadap Budaya Oraliti Timur.pdf

15

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Dasar II UPI Kampus Sumedang,

28-29 Oktober 2011, di Sumedang

karena pentransmisian telah menggunakan cara-cara literasi, antara lain

dengan melakukan ‘sight reading’ dalam mempelajari komposisi musik.

Ini menunjukkan bahwa para seniman akademis di lingkungan UPI,

meskipun banyak dari mereka yang memiliki latarbelakang budaya lokal,

namun seiring perkembangan eksistensi mereka sebagai seniman yang

cukup sering melakukan pertunjukan secara global, pada akhirnya

pekerjaan menuntut mereka untuk menghilangkan fanatisme budaya

yang justru dapat mempersempit dan menghalangi langkah mereka

dalam menjajal dunia musik yang tanpa batas. Fenomena ini juga dapat

menjadi bukti, jika dimulai dengan akar tradisi yang kuat, maka dapat

menghasilkan buah karya yang hebat. Maka dari itu, pendidikan dasar

sebagai pilar utama peletakan skill dan nilai-nilai dasar, memang harus

menjadi fondasi yang mengawali pemikiran dan keterampilan.

E. Daftar Pustaka

Alwasilah, A. Chaedar. (2005). Pokoknya Menulis. Bandung: PT. Kiblat

Buku Utama.

Herdini, Heri. (2003). Metode Pembelajaran Kacapi Indung Dalam Tembang

Sunda Cianjuran. Bandung: STSI Press.

Julia. (2011). Gaya Petikan Kacapi Tembang: Seputar Biografi Seniman

Tembang Sunda. Bandung: CV. Bintang WarliArtika.

Nettl, Bruno. (1964). Theory and Method in Ethnomusicology. New York:

Free Press.

Pujileksono, Sugeng. (2006). Petualangan Antropologi. Malang: UMM Press.