pengaruh coping strategy, group cohesion dan...
TRANSCRIPT
PENGARUH COPING STRATEGY, GROUP COHESION DAN
COACHING LEADERSHIP PERCEPTION TERHADAP
KETANGGUHAN MENTAL ATLET BOLA BASKET
JABODETABEK
Skripsi
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Dinda Tiara Sella
11140700000031
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 / 2019 M
v
MOTTO
“Dengan Semangat dan Berpikir Positif, Semua Hal yang
Tidak Mungkin Bisa Menjadi Mungkin.”
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) Desember 2019
C) Dinda Tiara Sella
D) Pengaruh coping strategy, group cohesion, dan coaching leadership
perception terhadap ketangguhan mental atlet bola basket Jabodetabek.
E) xii + 85 halaman + lampiran
F) Ketangguhan mental merupakan faktor psikologis yang harus dimiliki oleh
atlet untuk dapat memberikan performa yang baik sehingga mampu
memenangkan suatu pertandingan. Ketangguhan mental didefinisikan
sebagai ketidakmampuan atlet untuk menyerah, memiliki ketahanan fisik,
psikis dan tetap fokus meskipun berada dibawah tekanan (Nicholls,
Polman & Levy, 2008). Atlet yang tangguh secara mental dapat mengatasi
tekanan, memiliki kepercayaan diri yang kuat, memiliki kemampuan
konsentrasi yang baik, dan motivasi. Tujuan dari penelitian ini mencoba
untuk mengetahui pengaruh coping strategy, group cohesion, dan
coaching leadership perception terhadap ketangguhan mental atlet bola
basket Jabodetabek.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah
responden berjumlah 221 atlet yang berstatus atlet mahasiswa di
universitas negeri dan swasta. Pengambilan sampel menggunakan non-
probality sampling. Alat ukur ketangguhan mental yang peneliti gunakan
yaitu Sport Mental Toughness Questionnaire (SMTQ) yang dikembangkan
oleh (Sheard, Golby & Wersch, 2009), teori coping strategy dari Brief
Cope yang disusun oleh Carver (1997), teori group cohesion dari Group
Enviroment Questionnaire (GEC), dan teori coaching leadership
perception dari Leadership Scale for Sport (LSS) dikembangkan oleh
Cheilladurai dan Saleh (1980). CFA (Comfirmatory Faktor Analysis)
digunakan untuk menguji validitas alat ukur dan teknik analisis data yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah regresi berganda.
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan coping strategy, group cohesion dan coaching
leadership perception terhadap ketangguhan mental atlet bola basket
jabodetabek dengan sumbangan pengaruh sebesar 64,2%. Berdasarkan
hasil uji hipotesis minor terdapat empat variabel yang signifikan yaitu
problem-focused coping, group integration task, democratic behavior dan
training and instruction.
G) Bahan bacaan: 43; buku: 4 + jurnal: 39 + artikel online: 4.
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology, Syarif Hidayatullah State Islamic University,
Jakarta
B) December 2019
C) Dinda Tiara Sella
D) The effect of coping strategy, group cohesion, and coaching leadership
perception on the mental toughness of basketball athletes in Jabodetabek
E) xii + 85 pages + attachments
F) Mental toughness is a psychological factor that must be possessed by
athletes to provide good performance so that they can win the game.
Mental toughness is determined as an athlete's inability to graduate, has
physical, psychological endurance and remains focused under stressful
conditions (Nicholls, Polman & Levy, 2008). Tough athletes can handle
stress, have strong confidence, have good concentration skills, and
motivation. The purpose of this study is to determine the effect of coping
strategy, group cohesion and coaching leadership perception on the mental
toughness of basketball athletes in Jabodetabek.
This research used quantitative approach with a total of 221 respondents
athletes who are students in private and state universities. The sampling
technique used in this study used a non-probability sampling. The
measuring instrument that used by researchers were a mental toughness
measurement tool, the Sport Mental Toughness Questionnaire (SMTQ)
developed by (Sheard, Golby & Wersch, 2009), the coping strategy of the
Brief Cope compiled by Carver (1997), the group cohesion of the
Environment Group Questionnaire (GEC), and the coaching leadership
perception of the Leadership Scale for Sport (LSS) developed by
Cheilladurai and Saleh (1980).CFA (Comfirmatory Factor Analysis) is
used to test the validity of measuring instruments and data analysis
techniques used to answer research questions is multiple regression.
Based on the results of the major hypothesis test, it was concluded that
there was a significant influence on coping strategy, group cohesion, and
coaching leadership perception on the mental toughness of jabodetabek
basketball athletes with a contribution of 64,2%. Based on the results of
the minor hypothesis test there are four significant variables namely
problem focused-coping, group integration task, democratic behavior and
training & instruction.
G) Reading material: 43; books: 4 + journals: 39 + online articles: 4.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan
kehadirat baginda nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para
sahabatnya yang telah membawa ilmu kepada umat manusia di muka bumi.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti memperoleh bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu peneliti hendak memberikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihaya, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-2024, beserta
jajarannya.
2. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi selaku penguji I skripsi. Terimakasih sudah
memberikan banyak masukan, arahan dan saran sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu.
3. Ibu Yufi Adriani, Ph.D selaku penguji II skripsi yang telah sangat amat baik
dalam membimbing dan mengarahkan selama peneliti menghadapi ujian
skripsi dari ujian hasil sampai munaqosah.
4. Ibu Zulfa Indira Wahyuni, M. Psi, Psikolog, selaku dosen pembimbing
seminar proposal dan pembimbing skripsi. Terimakasih sudah sabar
mengarahkan, membimbing, dan selalu memotivasi dalam melakukan
penelitian ini, mulai dari semprop hingga peneliti mampu menyelesaikan
skripsi ini. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dalam melakukan penelitian
ini mulai dari gonta-ganti judul, revisi, namun saya sangat bersyukur bisa
dibimbing oleh beliau, sehingga saya lebih menghargai sebuah proses dan
tidak pantang menyerah.
5. Ibu Dr. Rena Latifa, M. Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih
sudah membimbing peneliti dengan sangat ikhlas sejak awal perkuliahan
selalu memberikan nasihat urusan akademik selama peneliti menjalani
perkuliahan di Fakultas Psikologi.
6. Kepada semua Dosen-dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang selalu dengan tulus dan ikhlas membantu dan membimbing
peneliti dalam mempelajari ilmu psikologi.
7. Kedua orang tua saya : Papa Deden Zaitul dan Mama Nursaadah. Mereka
selalu ada buat peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini selalu memberi
semangat di saat titik terendah peneliti dan selalu menanti-nantikan kapan
peneliti wisuda, tidak ada doa yang terbaik kecuali doa dan restu dari papa
dan mama.
8. Kepada kakak saya : Mas Budi, Abang Dika, Mba Fitri, Adek Gibran, Adek
Rere, Adek Sheza, tante Heri, Nenek Datuk dan Mbah. Terimakasih sudah
menjadi social support buat peneliti mulai dari pendanaan, memberikan
semangat dan nasehat yang tak henti-henti.
9. Kepada Ramadhani Saptaji, terimakasih sudah menemani peneliti dalam
menyelesaikan penelitian ini.
ix
10. Buat teman-teman : Hanny, Dwika, Conny, Umil, Nurul, Widia, Hasan, Ica,
Atikah, Syifa Nadia, Ditha, Faisal, Dani. Terimakasih sudah memberikan
semangat dan masukan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.
11. Seluruh responden penelitian atlet bola basket di jabodetabek. Karena
kesedian dari kalian maka penelitian ini dapat diselesaikan.
12. Tim Basket UIN Jakarta dan Tim Basket Fakultas Psikologi UIN Jakarta,
terimakasih sudah memberikan banyak pengalaman yang sangat amat luar
biasa.
Jakarta, 20 Desember 2019
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
PERNYATAAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................. 9
1.2.1. Pembatasan Masalah ................................................................ 9
1.2.2. Perumusan Masalah ............................................................... 10
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 12
1.3.1. Tujuan Penelitian ................................................................... 12
1.3.2. Manfaat Teoritis ..................................................................... 12
1.3.3 Manfaat Praktis ....................................................................... 12
BAB 2. LANDASAN TEORI
2.1. Ketangguhan Mental ......................................................................... 13
2.1.1. Defenisi Ketangguhan Mental ............................................... 13
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketangguhan Mental ..... 15
2.1.3. Dimensi Ketangguhan Mental................................................ 18
2.1.4. Pengukuran Ketangguhan Mental .......................................... 19
2.2. Coping Strategy ............................................................................... 20
2.2.1. Defenisi Coping Strategy ....................................................... 20
2.2.2. Dimensi Coping Strategy ........................................................ 21
2.2.3. Pengukuran Coping Strategy .................................................. 25
2.3. Group Cohesion ................................................................................ 26
2.3.1. Defenisi Group Cohesion ....................................................... 26
2.3.2. Dimensi Group Cohesion ....................................................... 28
2.3.3. Pengukuran Group Cohesion ................................................. 29
2.4. Coaching Leadership Perception ..................................................... 29
2.4.1. Definisi Coaching Leadership Perception ............................. 29
2.4.2. Dimensi Coaching Leadership Perception ............................ 30
2.4.3. Pengukuran Coaching Leadership Perception ....................... 32
2.5. Kerangka Berfikir ............................................................................. 32
2.6. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 39
2.5.1 Hipotesis mayor ....................................................................... 39
2.5.2 Hipotesis minor ........................................................................ 39
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel ......................................................................... 43
xi
3.1.1 Teknik Pengambilan Sampel ..................................................... 43
3.2. Variabel Penelitian ........................................................................... 44
3.2.1 Defenisi Operasional ................................................................ 44
3.3. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 46
3.3.1 Ketangguhan Mental ................................................................ 48
3.3.2 Coping Strategy ....................................................................... 49
3.3.3 Group Cohesion ....................................................................... 49
3.3.4 Coaching Leadership Perception ............................................ 50
3.4.UJi Validitas Konstruk ...................................................................... 51
3.4.1 Uji validitas konstruk skala Ketangguhan Mental .................. 53
3.4.2 Uji validitas konstruk skala Coping Strategy .......................... 54
3.4.3 Uji validitas konstruk skala Group Cohesion ......................... 57
3.4.4 Uji validitas konstruk skala Coaching Leadership Perceptio..60
3.5. Teknik Analisis Data ........................................................................ 64
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Subyek Penelitian ....................................................... 66
4.2. Hasil Analisis Deskriptif .................................................................. 68
4.3 Kategorisasi Skor Variabel ............................................................... 68
4.4. Hasil Uji Hipotesis............................................................................ 70
4.4.1. Pengujian hipotesis mayor ...................................................... 70
4.3.2. Pengujian hipotesis minor ...................................................... 71
4.3.3. Pengujian proporsi varians ...................................................... 76
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 79
5.2. Diskusi .............................................................................................. 80
5.3. Saran ................................................................................................. 83
5.3.1. Saran teoritis........................................................................... 83
5.3.2. Saran Praktis .......................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86
LAMPIRAN ......................................................................................................... 90
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor skala model likert ..................................................................... 46
Tabel 3.2 Blue print skala Ketangguhan Mental ............................................... 48
Tabel 3.3 Blue print skala Coping Strategy ...................................................... 49
Tabel 3.4 Blue print skala Group Cohesion ...................................................... 50
Tabel 3.5 Blue print skala Coaching Leadership Perception ........................... 51
Tabel 3.6 Muatan faktor skala Ketangguhan Mental ........................................ 54
Tabel 3.7 Muatan faktor skala Problem-focused coping .................................. 55
Tabel 3.8 Muatan faktor skala Emotional-focused coping ............................... 56
Tabel 3.9 Muatan faktor skala Less Usefull Coping ....................................... 57
Tabel 3.10 Muatan faktor skala Group-Intergration Task .................................. 58
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
3.11
3.12
3.13
3.14
3.15
3.16
3.17
3.18
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
Muatan faktor skala Group-Integration Social ................................ 58
Muatan faktor skala Individual Attraction to the Group Social ..... 59
Muatan faktor skala Individual Attraction to the Group Task ........ 60
Muatan faktor skala Democratic Behavior ..................................... 61
Muatan faktor skala Social Support ................................................. 61
Muatan faktor skala Positive feedback............................................. 62
Muatan faktor skala Autocratic Behavior ........................................ 63
Muatan faktor skala Training and Instruction ................................. 63
Karakteristik subjek penelitian ......................................................... 66
Tabel analisis deskriptif .................................................................... 68
Norma skor variabel .......................................................................... 69
Kategorisasi skor variabel ................................................................. 69
Proporsi varians seluruh variabel ...................................................... 70
Signifikansi seluruh variabel ............................................................. 71
Koefisien regresi setiap variabel ....................................................... 72
Proporsi varians setiap variabel ........................................................ 76
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bola basket adalah olahraga berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan
masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan
memasukkan bola ke dalam keranjang lawan. Permainan bola basket juga lebih
kompetitif karena tempo permainan cenderung lebih cepat jika dibandingkan
dengan olahraga bola yang lain, seperti bola voli dan sepak bola. Bola basket
bukan hanya sebagai olahraga beregu melainkan sebagai olahraga pendidikan atau
olahraga prestasi, bola basket merupakan salah satu olahraga kompetisi yang
selalu dipertandingkan dalam tingkat lokal, regional, nasional bahkan
internasional sehingga tercipta atlet yang berprestasi. Atlet merupakan
olahragawan yang terlatih kekuatan, ketangkasan dan kecepatannya untuk diikut
sertakan dalam pertandingan dan mampu berprestasi baik ditingkat daerah,
nasional bahkan internasional (KBBI, 2018).
Untuk dapat meningkatkan prestasi atlet perlu memiliki mental yang
tangguh, ketangguhan mental merupakan faktor psikologis yang harus dimiliki
oleh atlet untuk dapat memberikan performa yang baik sehingga mampu
memenangkan suatu pertandingan (Nicholls, Polman & Levy, 2008). Pada saat
bertanding atlet memiliki semangat yang tinggi, tidak pantang menyerah, tidak
mudah terganggu oleh masalah-masalah pribadi, sehingga ia dapat memiliki fisik
prima dan strategi bertanding yang tepat, dengan demikian terlihatlah bahwa jika
2
atlet memiliki mentalitas yang kuat atlet dapat mencapai prestasi puncak, atau
prestasi yang lebih baik dari sebelumnya.
Timnas basket putra Indonesia harus memetik kekalahan di laga pertama
Sea Games 2019 Filipina. Dimana timnas basket putra Indonesia dikalahkan
Thailand dengan skor 76-98 poin yang diraih oleh Thailand, hal ini terjadi
dikarenakan timnas basket Indonesia membuat 29 turnover yang bisa
dimanfaatkan oleh Thailand (detiksport,2019). Kekalahan yang dialami timnas
basket putra Indonesia dapat mengubah menjadi sebuah kekuatan pada
pertandingan kedua timnas basket Indonesia bertemu dengan Malaysia, timnas
basket Indonesia dapat mengunci kemenangan 67-59 poin. Hal ini selaras dengan
penelitian yang dilakukan Clough & Earle (dalam Nicholls & Polman, 2009)
menyatakan bahwa seorang atlet yang tangguh secara mental memiliki rasa
kepercayaan diri yang tinggi dan keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa mereka
dapat mengatasi sebuah tantangan, orang-orang ini relatif tidak terpengaruh oleh
persaingan dan kesulitan.
Jones (dalam Weinberg, Butt & Culp, 2011) ciri-ciri atlet yang tangguh
secara mental dapat mengatasi tekanan, memiliki kepercayaan diri yang kuat,
memiliki kemampuan konsentrasi yang baik. Ketangguhan mental merupakan
ketidakmampuan atlet untuk menyerah, memiliki ketahanan fisik, psikis dan tetap
fokus meskipun berada dibawah tekanan (Nicholls, Polman & Levy, 2008).
Middleton (dalam Tribbert, 2013) mendefinisikan ketangguhan mental sebagai
keyakinan yang tak tergoyahkan untuk mencapai tujuan meskipun ada tekanan
atau kesulitan. Sedangkan menurut Loehr (dalam Golby & Sheard, 2004) atlet
3
yang tangguh secara mental adalah atlet memiliki pemikir yang disiplin yang
mengatasi tekanan dengan cara yang memungkinkan mereka untuk tetap merasa
santai, tenang dan bersemangat karena mereka memiliki kemampuan untuk
meningkatkan aliran energi positif mereka dalam mengahadapi situasi kesulitan.
Tribbert Jane (2013) menyatakan bahwa atlet harus tangguh secara mental
dalam semua situasi, bukan hanya pada situasi yang sulit. Misalnya, atlet basket
nasional melawan lawan atlet yang memiliki prestasi tingkat regional, atlet
berperingkat nasional mungkin tidak mengalami kesulitan ketika bertanding,
tetapi masih perlu menemukan cara untuk termotivasi dalam menyelesaikan
pertandingan dengan mencapai performa yang baik. Ketangguhan mental
merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian pretasi atlet maksudnya
adalah seorang atlet bisa saja memiliki bakat yang hebat namun jika tidak
memiliki mental yang tangguh maka seorang atlet tidak mungkin mencapai
prestasi puncak pada saat kompetisi.
Hal ini terjadi pada klub basket CLS Knights Indonesia dalam liga basket
indonesia atau dikenal dengan Indonesian Basket Ball League (IBL). CLS
Knights Indonesia mengalami sebuah penurunan prestasi, dimana dalam
pertandingan Asean Basketball League (ABL) telah menelan lima kekalahan
beruntun dari enam pertandingan yang sudah dijalani yang diselenggarakan di
Bangkok, Rabu (29/11/2017). CLS Knights sudah kalah sejak kuarter pertama
dengan skor ketinggalan 14-32 point, dimana pada saat kuarter ke tiga CLS
Knights mulai perlahan mengejar untuk menipiskan ketinggalan nyaris dan
membuahkan hasil dikuarter ke empat, tembakan tree point yang dilakukan oleh
4
kapten tim Sandy Febiansyakh membuat CLS Knights hanya tertinggal delapan
point dengan skor 83-91 point.
Situasi yang dialami oleh klub basket CLS Knights tersebut
membutuhkan sebuah ketangguhan mental, dimana kekalahan yang dialami tim
basket CLS Knights Indonesia tetap berupaya untuk terus bermain sebaik-
baiknya dan mampu mengubah situasi ini menjadi sebuah kekuatan. Jones (dalam
Tibbert, Andersen & Morris, 2015) menyatakan atlet yang tangguh secara mental
memiliki keinginan yang tinggi untuk berhasil dan tidak pantang menyerah
meskipun tidak ada lagi harapan untuk memenangkan pertandingan. Norris
(dalam Middleton, Marsh & Martin, 2000) mengatakan bahwa ketangguhan
mental penting untuk diteliti karena dapat memberikan pengaruh terhadap
performa atlet.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan mental, salah
satu variabel yang diduga memiliki pengaruh yang kuat adalah coping strategy.
Lazarus dan Folkman (dalam Beckford, Poudevigne & Irving, 2016) coping
strategy merupakan usaha yang dilakukan individu dengan mengubah kognitif
dan perilaku secara terus-menerus untuk mengelola tuntutan eksternal dan
internal. Atlet yang dapat mengatasi stres secara efektif memiliki mental yang
tangguh, sehingga apabila atlet mampu untuk mengelola tuntutan eksternal dan
internal maka akan dapat meningkatkan ketangguhan mental seorang atlet (Jones,
Hanton & Connaughton,2007).
5
Penelitian yang telah dilakukan oleh Nicholls et al., (2008) menyatakan
bahwa secara signifikan coping strategy mempengaruhi ketangguhan mental
seorang atlet. Gaudreau dan Blondin (2002) mendefinisikan coping strategy
sebagai upaya perilaku dan kognitif dari individu untuk mengelola tuntutan
internal dan eksternal yang dihadapi selama situasi stres tertentu. Anshel &
Kaissidis (1997) mendefinisikan coping strategy merupakan proses dimana
seseorang secara sadar merespons sebuah situasi stres yang dialami selama
pertandingan olahraga. Lazarus dan Folkman (dalam Crocker & Graham, 1995)
coping mengacu pada upaya kognitif yang sadar dan prilaku minimalisir dan
mengatasi tuntutan internal dan eksternal yang dinilai sebagai keadaan berat
melebihi kemampuan yang dimiliki atlet.
Carver, Scheier & Weintraub (1989) mengklasifikasi coping strategy
menjadi tiga kelompok besar yaitu berfokus pada pemecahan masalah (problem-
focused coping), coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) dan
coping yang berfokus bagaimana cara mengelola tuntutan yang dapat
menimbulkan stres (Less useful coping). Sedangkan Lazarus dan Folkman (dalam
Gaudreau, 2002) membedakan antara dua aspek dari coping. Aspek pertama ,
task-oriented coping (TOC) mengacu pada tindakan yang digunakan untuk
mengubah atau menguasai beberapa aspek dari situasi yang dianggap sebagai stres
atau tekanan. Emotion-oriented coping (EOC) mengacu pada tindakan yang
dilakukan untuk mengubah makna situasi yang penuh tekanan serta untuk
mengatur emosi negatif yang dihasilkan.
6
Coping strategy yang dilakukan seorang atlet dapat mempengaruhi
ketangguhan mental, ketika seorang atlet memiliki problem-focused coping yang
rendah dan mengalami kekalahan pada saat pertandingan yang belum berakhir,
maka ketangguhan mental atlet tersebut juga dianggap rendah karena tidak dapat
menghadapi stres dengan baik. Hal ini yang akan berdampak pada performa atlet
seperti kurangnya motivasi yang dapat membuat fisik ikut melemah sehingga
semakin sulit untuk mengejar ketertinggalan. Sebaliknya apabila problem-focused
coping yang dilakukan seseorang atlet dengan efektif, maka atlet tetap dapat
tenang pada saat keadaan tertinggal, sehingga pikiran positif dalam diri atlet dapat
memberi semangat serta dapat memacu motivasi diri sendiri dan teman satu tim.
Berhasil tidaknya kerjasama dalam tim banyak dipengaruhi oleh faktor
psikologis dalam tim bersangkutan. Kemampuan untuk bekerja sama dalam
olahraga berkelompok sering disebut dengan “group cohesion”. Group cohesion
erat hubungannya dengan kepuasan dan performa atlet (Husdarta, 2010). Group
cohesion berhubungan pula dengan kerja sama pada saat kompetisi, dimana
anggota kelompok bahu membahu untuk mencapai kemenangan.
Pillai & Williams (2003) mengemukakan group cohesion yang kuat yang
ditandai oleh ketertarikan individu pada anggota kelompok dan termotivasi untuk
tetap bersama dalam kelompok, secara emosional memiliki ikatan yang kuat
dengan kelompok dan dapat memberi pengaruh terhadap kondisi psikologis
anggota dalam kelompok. Carron (dalam Spink, Ulvick & Crozier, 2014)
mengatakan bahwa group cohesion memiliki hubungan positif antara anggota
7
berkaitan dengan memahami kelompok dalam mencapai keberhasilan suatu tugas
dengan sungguh-sungguh, dimana pada saat kompetisi group cohesion terlihat
dari usaha tim dalam mencapai kinerja secara maksimal dengan menunjukkan
kerjasama dalam tim serta performa yang baik.
Group cohesion dapat mempengaruhi ketangguhan mental atlet dimana
pada saat kekalahan tim basket CLS Knights Indonesia tetap kompak dan saling
memberikan dukungan satu sama lain, dimana kapten tim Sandy Febiansyakh
juga mengatakan bahwa kekalahan ini memang menyakitkan tapi selalu ada sisi
positif yang dapat dipelajari hal ini membuat tim basket CLS terus berupaya
bermain dengan baik sampai akhir meskipun pada akhirnya tetap mengalami
kekalahan.
Hal ini didukung oleh penelitian Jowett dan Chaundy (2004) mengatakan
bahwa group cohesion berkaitan dengan sejauh mana anggota tim berinteraksi
satu sama lain dan saling membahu antara tim agar anggota tim terus tetap
kompak dan tidak pantang menyerah untuk mencapai tujuan yang sama.
Kekompakan tim sangat memiliki pengaruh besar terhadap mentalitas atlet dalam
suatu tim, dimana pengaruh positif dari kapten tim Sandy Febiansyakh CLS
Knight Indonesia meskipun kalah sejak kuarter pertama namun kekompakan
dalam tim tetap selalu terjaga sehingga tim basket CLS Knight Indonesia mampu
menyelesaikan pertandingan dengan tetap menunjukan performa yang baik hal ini
merupakan pengaruh dari sebuah kelompok dalam tim.
Dalam mengembangkan ketangguhan mental atlet, pelatih memiliki peran
yang cukup sentral, dimana persepsi atlet terhadap kepemimpinan pelatih akan
8
membentuk kekuatan mental atlet yang dapat meningkatkan motivasi sehingga
atlet menjadi lebih kuat dan tidak mudah menyerah (Phillips dan Jubenville,
2009). Chelladurai (dalam Alfermann, Lee & Wurth, 2005 ) mengatakan bahwa
kepemimpinan pelatih memiliki dampak yang sangat besar terhadap performance
dan psikologis atlet. Penelitian yang dilakukan oleh Gould (dalam Weinberg, Butt
dan Clup, 2011) menemukan 82% pelatih menilai ketangguhan mental sebagai
atribut psikologis yang dapat menentukan kesuksesan atlet . Smith & Smoll
(dalam Alfermann, Lee & Wiirth, 2005) mengatakan persepsi seorang atlet
terhadap prilaku kepemimpinan pelatih sangat berpengaruh terhadap mental atlet
pada saat kompetisi, dimana pelatih merupakan role model bagi atlet yang
berpengaruh terhadap psikologis atlet dan motivasi mereka.
Schliesman (dalam Turman, 2003) menyatakan bahwa persepsi atlet
terhadap prilaku kepemimpinan pelatih menggunakan pendekatan prilaku
demokratis mencerminkan kebebasan pelatih untuk melibatkan atlet dalam
pengambilan keputusan sehingga dapat membuat seorang atlet merasa dihargai
dan menambah kepercayaan diri atlet dalam melaksanakan pertandingan,
sedangkan perilaku dukungan sosial pelatih memiliki pengaruh signifikan
terhadap ketangguhan mental, dimana pelatih menggunakan pendekatan perilaku
dukungan sosial yang mencerminkan keterlibatan pelatih dalam pemenuhan
kebutuhan interpersonal atlet yang memberikan dampak positif terhadap
pencapaian kesuksesan atlet pada saat kompetisi.
Crust dan Azadi (2008) mengatakan bahwa pelatih yang menggunakan
pendekatan prilaku training dan instruction memiliki pengaruh yang signifikan
9
terhadap ketangguhan mental atlet, dalam hal ini pelatih bertanggung jawab penuh
untuk melatih dan memberikan instruksi kepada atlet sehingga atlet mengetahui
teknik apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai target dalam suatu
pertandingan dan atlet akan lebih percaya diri untuk mencapainya. Penelitian yang
dilakukan oleh Isberg (dalam Anton dan Rodriguez, 2011) mengatakan bahwa
atlet lebih menyukai pelatih yang komunikatif sehingga akan membentuk
hubungan interpersonal yang positif seperti, jika pelatih saya menyemangati saya
maka saya akan termotivasi dan dapat membuat mental lebih kuat, namun jika
atlet memegang citra negatif pelatih atlet akan merasa tidak nyaman sehingga
dapat mempengaruhi penampilan atlet pada saat kompetisi dan membuat mental
atlet menjadi lemah.
Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek ketangguhan
mental merupakan faktor psikologis yang harus dimiliki oleh atlet untuk dapat
memberikan performa yang baik pada saat pertandingan, sehingga peneliti tertarik
memilih coping strategy, group cohesion dan coaching leadership perception
yang menjadi salah satu variabel yang sangat berperan penting dalam
ketangguhan mental atlet.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan mental atlet sangat beragam,
namun pada penelitian ini peneliti hanya memilih coping strategy, group cohesion
dan coaching leadership perception. Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak
meluas, maka peneliti membatasi penelitiannya sebagai berikut:
10
1. Ketangguhan mental merupakan kumpulan sikap, prilaku dan emosi yang
dimiliki oleh atlet untuk dapat bertahan melalui situasi yang sulit pada saat
pertandingan (Sheard, Golby & Wersch, 2009).
2. Carver, Scheier dan Weintraub (1989) mendefinisikan coping strategy
merupakan bentuk respons seseorang dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
3. Carron, Brawley & Widmeyer (1985) mendefinisikan group cohesion sebagai
proses dinamis yang tercermin dalam kencendrungan kelompok untuk tetap
dapat bersatu dalam mengejar tujuan dan sasaran.
4. Cheilladurai (dalam Turman, 2003) bahwa coaching leadership perception
merupakan persepsi pelatih yang mempengaruhi atlet dan kelompok terhadap
pencapaian performa yang diinginkan. Dalam penelitian ini lebih berfokus
pada bagaimana persepsi atlet terhadap kepemimpinan pelatih dengan menilai
prilakunya.
5. Responden yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah atlet bola basket
dengan rentang usia 17-25 tahun yang ada dalam klub bola basket di wilayah
Jabodetabek.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan coping strategy, group cohesion dan
coaching leadership perception terhadap ketangguhan mental atlet bola
basket?
11
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan problem-focused coping terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional-focused coping terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan less usefull coping terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan group intergration task terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket ?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan group intergration social terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket ?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan individual attraction to group social
terhadap ketangguhan mental atlet bola basket ?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan individual attraction to group task
terhadap ketangguhan mental atlet bola basket ?
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan democratic behavior tehadap
ketangguhan mental atlet bola basket ?
10. Apakah ada pengaruh yang signifikan social support tehadap ketangguhan
mental atlet bola basket ?
11. Apakah ada pengaruh yang signifikan positive feedback tehadap ketangguhan
mental atlet bola basket ?
12. Apakah ada pengaruh yang signifikan autocratic behavior tehadap
ketangguhan mental atlet bola basket ?
12
13. Apakah ada pengaruh yang signifikan training and instruction tehadap
ketangguhan mental atlet bola basket ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.3.1 Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur secara keseluruhan tentang pengaruh
antara coping strategy, group cohesion dan coaching leadership perception
terhadap ketangguhan mental atlet bola basket, serta ingin mengetahui variabel
yang memberikan kontribusi terbesar terhadap ketangguhan mental atlet bola
basket.
1.3.2. Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian mengenai ketangguhan mental atlet bola basket ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi bagi bidang keilmuan psikologi, khususnya
psikologi klinis dan psikologi olahraga. Dapat dijadikan refrensi bagi peneliti
selanjutnya yang ingin membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan
ketangguhan mental dalam bidang olahraga.
1.3.3 Manfaat Praktis.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
gambaran bagi individu yang berprofesi sebagai atlet olahraga khususnya bola
basket mengenai pentingnya mengetahui coping strategy, group cohesion dan
coaching leadership perception pada setiap atlet dalam mempengaruhi
ketangguhan mental. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi refrensi dan
pembelajaran yang lebih bagi guru olahraga dan pelatih dalam membina atletnya.
13
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Ketangguhan Mental.
2.1.1 Definisi Ketangguhan Mental.
Crust Lee & Azadi Kayvon (2010) ketangguhan mental baru-baru ini menarik
perhatian yang signifikan dari para peneliti psikologi olahraga yang mencoba
memahami bagaimana faktor psikologis dapat mendukung kesuksesan dalam
olahraga. Ketangguhan mental merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kemenangan dan mampu mengatasi kesulitan serta
menunjukan ketekunan yang gigih tanpa menghiraukan kesulitan. Slack, Butt
& Maynard (2014) ketangguhan mental merupakan kumpulan nilai-nilai, sikap,
emosi dan perilaku yang mempengaruhi cara individu dalam mengatasi sebuah
tekanan yang bersifat negatif. Menurut Sheard, Golby & Wersch, (2009)
bahwa ketangguhan mental merupakan kumpulan sikap, prilaku dan emosi
yang dimiliki oleh atlet untuk dapat bertahan melalui situasi yang sulit pada
saat pertandingan.
Gucciardi, Gordon & Dimmock, (2008) mendefinisikan ketangguhan
mental adalah kumpulan nilai, sikap, perilaku, dan emosi yang memungkinkan
individu untuk bertahan dalam mengatasi setiap rintangan, kesulitan atau tekanan
yang dihadapi tetapi juga untuk menjaga konsentrasi dan motivasi ketika hal-hal
berjalan dengan baik untuk secara konsisten mencapai tujuan individu. Sedangkan
Sheard Michael (2009) atlet yang memiliki ketangguhan mental adalah individu
14
yang disiplin yang mampu menanggapi tekanan dengan cara yang memungkinkan
mereka untuk tetap rileks, tenang dan berenergi karena mereka memiliki
kemampuan untuk meningkatkan aliran energi positif meskipun berada dalam
tahap kesulitan. Clough (dalam Cowden & Anshel, 2014) menyatakan individu
yang tangguh secara mental adalah individu yang cendrung ramah dan mereka
dapat tetap tenang dan rileks dalam banyak situasi dan memiliki tingkat
kecemasan yang lebih rendah dari pada yang lain, dengan rasa percaya diri yang
tinggi dan keyakinan yang tak tergoyahkan mereka mampu untuk tetap tenang dan
rileks pada saat situasi kompetitif.
Jones (dalam Crust & Azadi, 2010) menyatakan bahwa atlet yang tangguh
secara mental 'lebih baik' dalam kondisi psikologis dalam menghadapi keadaan
yang menuntut dari lawan. Jones, Hanton & Connaughton (2007) menyatakan
individu yang memiliki mentallitas yang tangguh adalah individu yang mampu
mengatasi tuntutan kompetisi dengan baik dan dapat bersaing lebih baik dari pada
orang lain atau lawan bertanding dalam performa olahraga, maksudnya adalah
individu akan lebih dapat konsisten dan superrior karena mereka tetap tetap
fokus, percaya diri pada saat pertandingan dan dapat mengendalikan situasi
meskipun berada di bawah tekanan.
Nicholls et al.,(2009) menyatakan bahwa seorang atlet yang tangguh
secara mental memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi dan keyakinan yang tak
tergoyahkan bahwa mereka dapat mengendalikan situasi, seperti tetap fokus, tidak
pantang menyerah dan mampu menyelesaikan pertandingan dengan baik
meskipun pada saat pertandingan berlasung mereka mengalami kesulitan. Jones
15
(dalam Tibbert Stephanie, 2013) ketangguhan mental merupakan sisi psikologis
yang dimiliki secara alami atau yang dapat dikembangkan oleh seseorang,
kemampuan mental ini ditandai oleh kemampuan mengatasi tuntutan pada saat
kompetisi, bertanding lebih konsisten, fokus dan percaya diri dan dapat
mengendalikan situasi dari pada lawan meskipun berada dibawah situasi yang
tertekan.
Goldberg (dalam Tibbert Stephanie, 2013) mendefinisikan ketangguhan
mental sebagai ketahanan psikis yang memungkinkan atlet untuk pulih dari
kemunduran dan kegagalan dari waktu hal ini adalah merupakan penolakan untuk
berhenti bermimpi, tidak peduli dengan situasi apapun. Loehr (dalam Mleziva,
2014) dengan ketangguhan mental atlet dapat meningkatkan kemampuan dalam
menangani berbagai tekanan seperti stres, fisik, mental maupun emosional, agar
seorang atlet dapat berada dalam performa ideal berbagai keterampilan harus
dicapai seperti, percaya diri, tenang pada saat bertanding, memiliki emosi positif,
dan tetap fokus meskipun mengalami kesulitan pada saat bertanding.
Dari beberapa definisi diatas peneliti menggunakan teori ketangguhan
mental dari Sheard, Golby & Wersch, (2009) bahwa ketangguhan mental
merupakan kumpulan sikap, prilaku dan emosi yang dimiliki oleh atlet untuk
dapat bertahan melalui situasi yang sulit pada saat pertandingan.
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketangguhan Mental.
Golby (dalam Nicholls, Polman & Levy, 2008) ketangguhan mental merupakan
salah satu keterampilan psikososial yang paling penting untuk seorang atlet untuk
16
mencapai keberhasilan dalam kompetisi olahraga. Adapun atribut atau faktor yang
dapat mempengaruhi ketangguhan mental diantaranya yaitu :
1. Kesatuan kelompok (team unity).
Team Unity dapat dikatakan sebagai kohesi kelompok, dimana kohesi
kelompok mencerminkan rasa kesatuan anggota kelompok untuk tetap
terikat atau menyatu atau tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya
meninggalkan kelompok. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan
kepuasan dan performa atlet (Husdarta, 2010)
2. Motivasi
Motivasi dapat dilihat sebagai suatu kecendrungan untuk berprilaku
secara selektif ke suatu arah tertentu yang dikendalikan oleh adanya
konsekuensi tertentu, dan prilaku tersebut akan bertahan sampai sasaran
prilaku dapat dicapai (Satiadarma, 2000). Motivasi internal merupakan
faktor yang sangat berpengaruh penting untuk meningkatkan ketangguhan
mental dimana tingkat motivasi seorang atlet akan mempengaruhi mental
dalam bertanding.
3. Coping Strategy
Carver, Scheier dan Weintraub (1989) mendefinisikan coping strategy
merupakan bentuk respons seseorang dalam mengatasi masalah yang
dihadapi. Definisi ini menekankan konstruksi alami atau perkembangan
yang memungkinkan atlet bermental tangguh melakukan coping dalam
tuntutan latihan dan bersaing lebih baik dari pada lawan.
17
4. Kepribadian
Nicholls et al., (2009) menyatakan bahwa seorang atlet yang tangguh
secara mental memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi dan keyakinan
yang tak tergoyahkan bahwa mereka dapat mengendalikan situasi, seperti
tetap fokus, tidak pantang menyerah dan mampu menyelesaikan
pertandingan dengan baik meskipun pada saat pertandingan berlasung
mereka mengalami kesulitan.
5. Pelatih
Pelatih dianggap konsentrasi yang paling penting dalam ketangguhan
mental atlet karena para pelatih dinilai memiliki efektivitas dalam
memperkuat karakteristik mental menjadi lebih tinggi dibanding atlet
yang lakukan sendiri, Smith & Smoll (dalam Alfermann, Lee & Wiirth,
2005) mengatakan persepsi seorang atlet terhadap prilaku kepemimpinan
pelatih sangat berpengaruh terhadap mental atlet pada saat kompetisi,
dimana pelatih merupakan role model bagi atlet yang berpengaruh
terhadap psikologis atlet dan motivasi mereka.
6. Psychological Performance Strategy.
Crust et al., (2010) mendefenisikan psychological performance strategy
adalah keterampilan psikologis dalam pengembangan ketangguhan mental
untuk mengungkapkan strategi dengan menetapkan tujuan, self-talk, dan
citra yang digunakan untuk mengatasi kecemasan dan membantu
mempersiapkan kompetisi.
18
2.1.3 Dimensi Ketangguhan Mental.
Menurut Sheard et al. (2009) terdapat tiga dimensi ketangguhan mental yang
dimiliki seseorang yaitu :
1. Confidence
Kepercayaan diri yang tinggi dapat digambarkan sebagai keyakinan diri
atau harga diri. Namun, kepercayaan diri tidak hanya mengacu pada
keyakinan tentang kemampuan individu untuk melakukan atau mencapai
tujuan (self-efficacy), tetapi juga kemampuan seseorang untuk bangkit
kembali dari kegagalan dan meningkatkan potensi, dan lebih baik dari
mental dan emosional lawan. Sebuah keyakinan diri yang tak tergoyahkan
dalam kemampuan atlet untuk mencapai tujuan kompetisi merupakan
atribut yang paling penting dari ketangguhan mental.
2. Control
Atlet yang memiliki kontrol yang tinggi memiliki fokus yang baik pada
tugas yang ada dalam menghadapi gangguan kompetisi, dan mendapatkan
kembali kontrol psikologisnya. Individu yang memiliki tingkat kontrol
yang tinggi mampu menjaga emosinya, tetap tenang dan santai saat
berada disituasi yang tertekan. Atlet dengan tingkat kontrol yang tinggi
akan memiliki locus of control internal dan melihat ke dalam diri untuk
penjelasan mengenai kemenangan, kerugian, dan penampilan yang buruk
dari pada faktor eksternal seperti wasit, rekan satu tim dan lain-lain.
19
3. Consistency
Penampilan yang baik dianggap hasil dari upaya, konsentrasi, tekad dan
sikap yang kosisten. Ketekunan dan tujuan komitmen merupakan kunci
dari komponen ketangguhan mental. Atlet konsisten selalu berusaha
untuk menampilkan tekad, tanggung jawab pribadi, tidak pantang
menyerah dan memberikan yang terbaik dalam kompetisi, dimana atlet
yang konsisten tidak perlu diberitahu untuk mengatur dan berusaha
mencapai tujuan, atlet akan memberikan upaya terbaik setiap saat dan
tekun dalam menghadapi kesulitan. Atlet yang konsisten menjadi orang-
orang yang paling diandalkan dan dipercaya oleh pelatih dan rekan
timnya, karena kehandalan dan stabilitasnya dalam setiap situasi.
Konsentrasi ini mencakup pendekatan mental dan fisik yang teguh untuk
kinerja yang optimal diolahraga yang diinginkan oleh atlet dan pelatih.
2.1.4 Pengukuran Ketangguhan Mental.
Peneliti menemukan beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur
ketangguhan mental, diantaranya adalah :
1. MTQ48 (Mental Toughness Questionnaire 48).
Alat ukur ini dikembangkan oleh Clough (dalam Nicholls & Polman,
2008). Terdiri dari 48 item, yang mengukur empat dimensi yaitu,
comitment, control, challange dan confidence.
20
2. MTS (Mental Toughness Scale).
Alat ukur ini dikembangkan oleh Madrigal, Hamill & Gill (2013). Mental
Toughness Scale terdiri dari 30 item yang mengukur empat dimensi yaitu,
training, attitude, competition dan post competition.
3. SMTQ (Sport Mental Toughness Questionnaire).
Alat ukur ini dikembangkan oleh Sheard (2009). Sport Mental Toughness
Questionnaire terdiri dari 14 item yang mengukur tiga dimensi yaitu,
confidence, control dan consistency.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur Sport Mental Toughness
Questionnaire dari Sheard (2009) karena alat ukur ini memiliki nilai realibilitas
yang cukup tinggi alfa cronbach 0.81.
2.2 Coping Strategy.
2.2.1 Definisi Coping Strategy.
Crocker & Isaak (dalam Cresswell & Hodge, 2004) coping strategy
didefinisian sebagai suatu proses upaya prilaku dan kognitif dari individu untuk
dapat mengatasi tuntutan-tuntutan baik itu berasal dari individu (internal) maupun
tuntutan yang berasal dari lingkungan (eksternal) yang dinilai sebagai beban yang
melebihi sumber daya individu. Lazarus dan Folkman (dalam Gaudreau et al.,
2002) coping strategy telah didefinisikan sebagai upaya kognitif dan perilaku
yang terus berubah untuk mengatasi berbagai macam tuntutan baik dari eksternal
maupun internal yang melebihi kapasitas orang tersebut. Sedangkan Carver et al.,
(1989) mendefinisikan coping strategy merupakan bentuk respons seseorang
dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
21
Monat & Lazarus (dalam Coolidge, Segal, Hook & Stewart, 2000) coping
strategy digambarkan sebagai upaya individu untuk dapat mengatur, mengurangi,
menimalisir, mengtasi dan mentoleransi situasi tuntutan atau ancaman yang dinilai
sebagai keadaan berat melebihi kemampuan yang dimiliki individu (stres) yang di
anggap melebihi atau membebani sumber dayanya. Lazarus dan Folkman (dalam
Gaudreau & Blodin, 2002) membedakan dua style utama dari coping. Pertama,
task-oriented coping (TOC), mengacu pada tindakan yang digunakan untuk dapat
mengubah atau menguasai beberapa aspek dari situasi yang dianggap dapat
menimbulkan tekanan (stres). Kedua terdapat coping-oriented coping (EOC),
mewakili tindakan yang digunakan untuk mengubah makna situasi yang menekan
serta untuk mengatur emosi negatif yang dihasilkan.
Dari beberapa definisi diatas peneliti menggunakan teori coping strategy
dari Carver, Scheier dan Weintraub (1989) mendefinisikan coping strategy
merupakan bentuk respons seseorang dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
2.2.2 Dimensi Coping Strategy.
Menurut Carver et al., (1989) terdapat tiga dimensi coping strategy yang dimiliki
seseorang yaitu :
1. Problem-focused coping
Problem-focused coping bertujuan untuk memecahkan masalah atau
melakukan sesuatu untuk dapat mengubah masalah yang dihadapi.
Problem-focused coping digunakan ketika seseorang berasa bahwa ia
dapat melakukan sesuatu untuk dapat mengatasi situasi yang dialami.
Problem-focused coping terdiri dari:
22
a. Active coping
Active coping merupakan suatu proses pengambilan langkah-
langkah aktif dalam mengatasi stessor. Active coping ini terlihat
dalam melakukan tindakan nyata, meningkatkan usaha dan
mencoba untuk terus dapat mengatasi masalah secara bertahap.
b. Planning
Planning berkaitan dengan perencanaan tentang langkah apa yang
harus diambil dalam mengatasi situasi yang dapat menimbulkan
stres dan terus memikirkan bagaimana cara terbaik untuk dapat
mengatasi masalah tersebut. Misalnya, memikirkan cara yang
terbaik untuk memecahkan suatu masalah atau merencanakan
langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi suatu
sumber stres.
c. Seeking of instrumental social support
Seeking of instrumental social support merupakan bagian dari
penyelesaian masalah yang bersifat instrumental seperti mencari
saran, bantuan serta informasi yang dapat membantu individu
menyelesaikan masalah.
2. Emotional-focused coping
Coping jenis ini bertujuan untuk mengurangi dan mengelola tekanan
emosial yang berhubungan dengan situasi tertentu. Emotional-focused
coping digunakan ketika seseorang merasa bahwa situasi yang dialami
23
merupakan sesutau yang harus dijalani. Emotional-focused coping terdiri
dari :
a. Seeking social support for emotional reasons
Usaha-usaha yang dilakukan individu untuk mencari dukungan
sosial dengan cara meminta dukungan moral, simpati, atau
pemahaman akan peristiwa yang sedang dialami.
b. Positive reframing
Individu menilai suatu situasi yang dapat menimbulkan stres
secara positif, lebih menekankan pada cara mengelola emosi,
yang mengarahkan seseorang untuk secara aktif terus dapat
melakukan tindakan-tindakan problem-focused coping.
c. Denial
Seseorang menolak kehadiran sumber stessor atau bertindak
seakan-akan sumber stres tersebut tidak ada atau tidak nyata.
d. Acceptance
Suatu perilaku coping penting pada situasi yang mana seseorang
harus menerima atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang
dialami.
e. Turning to religion
Pendekatan dengan agama merupakan salah satu coping strategy
individu untuk menerima hal buruk dengan
menginterpretasikannya menjadi suatu hal yang positif. Turning to
24
religion ini meliputi meminta pertolongan pada Tuhan dengan
rajin beribadah, berdoa dan sebagainya.
3. Less usefull coping
Less usefull coping merupakan pengurangan usaha untuk mengatasi
masalah dan pengalihan pada suatu kegiatan. Coping ini berpotensi
menghambat penggunaan active coping. Coping ini bisa menjadi tidak
berfungsi apabila digunakan dengan waktu yang lama. Coping ini terdiri
dari :
a. Venting
Kecendrungan untuk fokus pada masalah atau rasa kecewa yang
dialami. Misalnya, ketika seseorang menggunakan masa
berkabung dalam masa kehilangan orang yang dicintai sebagai
cara untuk bangkit dari rasa duka tersebut. Namun, jenis coping
yang fokus pada emosi-emosi negatif tertutama untuk waktu yang
lama sehingga dapat menghabat penyesuaian diri seseorang
terhadap masalah yang dialami.
b. Behavioral disengagement
Menurunnya usaha-usaha yang dilakukan individu dalam
menghadapi stressor, bahkan individu menyerah melakukan usaha
untuk mengatasi masalah tersebut. Behavioral disengagement
disebut juga dengan istilah helplessness atau tidak berdaya.
Behavioral disengagement dapat terjadi ketika seseorang pesimis
terhadap usaha coping yang ia lakukan.
25
c. Self distraction
Self distraction merupakan variasi dari behavioral disengagement,
coping ini menggunakan aktifitas alternatif untuk mengatasi stres.
Contohnya, seperti melamun, tidur dan menonton telivisi.
d. Subtance use
Subtance use merupakan bentuk coping dengan menggunakan zat-
zat yang bersifat akditif bagi individu agar individu merasa
nyaman.
e. Humor
Humor merupakan bentuk coping dengan melakukan tindakan
mengejek masalah yang ada.
d. Self blame
Self blame merupakan bentuk coping dengan melakukan tindakan
menyalahkan diri sendiri atas berbagai permasalahan yang timbul.
2.2.3 Pengukuran Coping Strategy.
Peneliti menemukan beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur
coping strategy, diantaranya adalah : COPE (Coping Orientations
Experienced). Carver (1997) membuat alat ukur COPE yang lebih ringkas
atau disebut dengan Brief COPE, sedikit berbeda dengan COPE inventory,
karena pada Brief COPE satu subdimensi diukur dengan dua item, namun
pada COPE Inventory satu subdimensi diukur menggunakan empat item.
Selain itu ada tiga subdimensi yang dirubah namanya yaitu positive
reinterpretation and growth menjadi positive reframing, focus on and venting
26
of emotions menjadi venting dan mental disengagement menjadi self
distraction. Restraint dan suppression of competing activities dihilangkan
karena pada penelitian sebelumnya tidak berpengaruh signifikan (Carver,
1997). Sehingga pada saat ini Brief COPE mengukur tiga dimensi, yaitu
problem-focused coping, emotional-focused coping dan less usefull coping.
Dengan 14 subdimensi self-distraction, active coping, denial, substance use,
use of emotional support, use of instrumental support, behavioral
disengagement, venting, positive reframing, planning, humor, acceptance,
religion dan self-blame dengan jumlah item 27.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur Brief COPE yang
diadaptasi dari instrument bakunya yang berbahasa Inggris kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Selain itu alat ukur ini lebih baru
dibandingkan COPE inventory dan jumlah item yang lebih ringkas sehingga tidak
menghabiskan banyak waktu dalam pengerjaannya.
2.3 Group Cohesion.
2.3.1 Definisi Group Cohesion.
Kohesi kelompok atau kohesi tim (group/team cohesion) seperti dipaparkan R.H
Cox (dalam Husdarta, 2010) adalah “a dynamic process that is reflected i the
tendency of a group to remain united in the pursuit of its goals and objectives”.
Jadi kohesi kelompok mencerminkan rasa kesatuan anggota kelompok untuk tetap
terikat atau menyatu dan tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya
meninggalkan kelompok. Menurut Filho, Dobersek, Gershgoren, Becker &
Tenenbaum (2014) mendefinisikan group cohesion sebagai proses dinamis yang
27
mencerminkan kecendrungan dalam berkelompok untuk tetap bersama dan tetap
bersatu dalam mengejar tujuan instrumental untuk memenuhi kebutuhan atau
kepuasan afektif anggotanya. Festinger (dalam Pescosolido & Saavedra, 2012)
mendefinisikan group cohesion sebagai keseluruhan kekuatan sosial yang dapat
mengikat anggota untuk tetap dalam sebuah kelompok. Sebuah tim yang memiliki
kekuatan pemersatu yang kuat antar anggota dapat menimbulkan kekompakan
dalam satu tim.
Carron & Brawley (2012) group cohesion didefinisikan sebagai proses
dinamis yang tercermin dalam kencendrungan kelompok untuk tetap dapat bersatu
dalam mengejar tujuan dan sasrannya. Festinger, Schachter (dalam Carron,
Widmeyer & Brawley, 1985) mengemukakan bahwa group cohesion merupakan
sebuah kekuatan alamiah yang menyebabkan anggota tetap berada dalam
kelompok, hal ini dipengaruhi oleh kemenarikan kelompok dan anggotanya serta
sejauh mana kelompok bisa memenuhi kebutuhan atau tujuan individu. Goodman
(dalam Beauchamp & Eys, 2007) mendefinisikan group cohesion sebagai hal
komitmen anggota untuk tugas kelompok, dimana anggota menjalankan segala
konsekuensi yang diperlukan untuk memenuhi tugas sehingga mencapai apa yang
ditujukan dalam sebuah kelompok.
Dari beberapa definisi diatas peneliti menggunakan teori Carron, Brawley
& Widmeyer (2012) group cohesion didefinisikan sebagai proses dinamis yang
tercermin dalam kencendrungan kelompok untuk tetap dapat bersatu dalam
mengejar tujuan dan sasarannya.
28
2.3.2 Dimensi Group Cohesion.
Menurut Carron & Brawley (2012) terdapat dua kategori utama yaitu : pertama
integrasi kelompok (group intergration) yang mengacu pada anggota terhadap
kelompok sebagai totalitas. Kedua, ketertarikan individu terhadap kelompok
(individual attractions to the group) yang mempresentasikan katertarikan personal
masing-masing anggota pada kelompok. Dari kedua kategori tersebut kemudian
dibagi lagi menjadi orientasi sosial dan orientasi tugas. Kategori ini berhubungan
dengan sejauh mana setiap individu tertarik dan saling bekerjasama untuk tujuan
kelompok yang telah ditentukan. Apabila dihubungkan dengan GI dan ATG maka
terdapat empat dimensi pada group cohesion, yaitu :
1. Group Integration-Task (GI-T)
Group Integration-Task merupakan kedekatan individu dalam
menyelesaikan tugas yang ada dalam kelompok.
2. Group Integration-Social (GI-S)
Group Integration-Social merupakan kedekatan individu terhadap
kelompok sosialnya.
3. Individual Attraction to Group Social (ATG-S)
Individual Attraction to Group Social merupakan ketertarikan individu
terhadap anggota kelompok sosialnya.
4. Individual Attraction to Group Task (ATG-T)
Individual Attraction to Group Task merupakan ketertarikan individu
terhadap tugas yang ada dalam kelompoknya.
29
2.3.3 Pengukuran Group Cohesion.
Alat yang akan digunakan penelitian ini untuk mengukur group cohesion adalah
Group Environment Questionnaire (GEQ) yang dikembangkan oleh Carron &
Brawley (2012). GEC terdiri dari 18 item dan mengukur empat dimensi yaitu :
Group Integration-Task (5 item), Group Integration-Social (4 item), Individual
Attraction to Group-Social (5 item), dan Individual Attraction to Group Task (4
item).
2.4 Coaching Leadership Perception.
2.4.1 Definisi Coaching Leadership Perception.
Mylsidayu Apta (2014) persepsi pada dasarnya menyangkut hubungan manusia
dengan lingkungannya, dimana setelah individu menginderakan objek di
lingkungannya, kemudian ia memproses hasil penginderaannya itu sehingga
timbul makna tentang suatu objek. Adapun Cheilladurai (dalam Turman, 2003)
coaching leadership perception merupakan persepsi pelatih yang mempengaruhi
atlet dan kelompok terhadap pencapaian performa yang diinginkan. Dapat
disimpulkan bahwa coaching leadership perception adalah sebagai makna yang
timbul dari atlet terhadap sebuah kepemimpinan pelatih yang diterapkan oleh
pelatih terhadap atlet.
Ball (Chelladurai & Saleh, 1980) menjelaskan bahwa olahraga tim
memiliki kesesuaian dengan deskripsi olahragaa formal. Dijelaskan bahwa
olahraga tim memilik ciri: (a) terdapat identitas yang jelas; (b) memiliki daftar
anggota, termasuk daftar jabatan dan status; (c) memiliki aktivitas yang
30
terprogram dan divisi tenaga kerja sebagai usaha mencapai tujuan khusus; dan (d)
memiliki tata cara penggantian anggota dan perpindahan anggota dari satu posisi
ke posisi lain. Sage (Cheilladurai & Saleh, 1980) menganalogikan olahraga tim
sebagai sebuah organisasi formal, maka posisi pelatih dapat disamakan dengan
manajemen. Northouse (dalam Loughead & Hardy, 2005) mendefinisikan
coaching leadership perception merupakan prilaku pelatih yang mempengaruhi
individu dan anggota tim untuk mencapai tujuan atau goals yang akan dicapai.
Dari beberapa definisi diatas, peneliti menggunakan teori coaching
leadership perception yang dikembangkan oleh Cheilladurai (dalam Turman,
2003) bahwa coaching leadership perception merupakan persepsi pelatih yang
mempengaruhi atlet dan kelompok terhadap pencapaian performa yang
diinginkan.
2.4.2 Dimensi Coaching Leadership Perception.
Cheilladurai dan Saleh (1980) menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi pada
coaching leadership perception, yaitu :
1. Democratic Behavior
Mencerminkan kebebasan pelatih untuk melibatkan atlet dalam proses
pengambilan keputusan terkait dengan penentuan target tim dan
bagaimana cara meraih target. Diharapkan atlet mampu bermain secara
total karena merasa dilibatkan secara utuh.
31
2. Social Support
Dalam konteks ini dukungan sosial mencerminkan keterlibatan pelatih
dalam pemenuhan kebutuhan interpersonal atlet. Prilaku yang ditampilkan
oleh pelatih dapat secara langsung memenuhi kebutuhan interpersonal
atlet. Pelatih juga dapat membangun iklim sosial yang saling memenuhi
kebutuhan interpersonal atlet. Penting untuk dicatat, bahwa dukungan
sosial yang diberikan tidak berkaitan dengan baik atau buruknya performa
yang ditampilkan oleh atlet.
3. Positive Feedback
Mencerminkan umpan balik berupa pujian dan penghargaan pelatih atas
kontribusi dan performa atlet. Dalam setiap kompetisi, hanya terdapat satu
pemenang dari sejumlah partisipan. Seorang atlet atau sebuah tim mungkin
tampil dengan pontensi maksimal namun mengalami kekalahan. Lebih
jauh, dalam olahraga tim, kontribusi yang diberikan oleh atlet dengan
posisi tertentu mungkin belum disadari dan belum diketahui, sehingga
penting bagi pelatih untuk mengekspresikan apresiasi dan memberikan
pujian pada atlet atas performanya. Positive feedback dari seorang pelatih
menjadi sangat krusial dalam menjaga tingkat motivasi atlet.
4. Autocratic Behavior
Mencerminkan seorang pelatih harus memberikan jarak pada dirinya dari
atlet dan menekankan kekuasaannya sebagai seorang pelatih. Diharapkan
akan timbul kepatuhan atas keputusan yang telah ditetapkan. Atlet
cendrung merasakan tekanan setiap pelatih memunculkan suatu prilaku.
32
5. Training and Instruction
Mencerminkan fungsi utama seorang pelatih, yakni meningkatkan level
performa atlet. Dimana pelatih bertanggung jawab untuk melatih dan
memberikan instruksi kepada atlet dalam usaha membantu atlet mencapai
performa maksimal. Pelatih juga diharapkan untuk menginstruksikan atlet
bagaimana menguasai skill tertentu dan mengajarkan teknik dan taktik
dalam bola basket. Dalam konteks olahraga tim, pelatih juga
mengkordinasikan setiap aktivitas atlet dalam tim.
2.4.3 Pengukuran Coaching Leadership Perception.
Alat ukur yang digunakan penelitian ini untuk mengukur coaching leadership
perception adala Leadership Scale for Sport (LSS) yang dikembangkan oleh
Cheilladurai et al., (1980). LSS mengukur lima prilaku coaching leadership, yaitu
(a) democratic behavior (9 item), (b) social support (8 item), (c) positive feedback
(5 item), (d) autocratic behavior (4 item), (e) training and instruction (9 item).
2.5 Kerangka Berfikir
Ketangguhan mental merupakan kumpulan nilai, sikap, prilaku dan emosi.
Ketangguhan mental mampu membuat atlet bertahan dan melalui beragam
hambatan, kesusahan atau tekanan yang dialami. Dalam dunia olahraga
ketangguhan mental merupakan salah satu faktor psikologis yang harus dimiliki
oleh atlet, seorang atlet bola basket akan menghadapi beragam situasi yang
menekan secara psikologis seperti bermain sebagai tim tamu, menghadapi tekanan
supporter ketika bertanding, keputus wasit dan yang lain.
33
Situasi yang menekan tersebut membutuhkan sebuah ketangguhan mental.
Jika seorang atlet memiliki ketangguhan mental yang lemah, ketika menghadapi
situasi yang bersifat menekan tersebut maka akan dapat menimbulkan reaksi yang
negatif seperti, gugup ketika bertanding, kehilangan konsentrasi, dan prilaku yang
diluar kendali atlet, namun apabila atlet memiliki mentalitas yang tangguh akan
memperlihatkan kegigihan yang luar biasa meskipun secara objektif sudah tidak
ada harapan untuk memenangkan pertandingan lagi. Dalam keadaan yang seperti
ini justru sering kali muncul semacam kekuatan baru yang didasari oleh adanya
ketangguhan mental untuk terus berupaya bermain sebaik-baiknya (Satiadarma,
2001). Ketangguhan mental merupakan faktor psikologis yang harus dimiliki atlet
untuk dapat memberikan performa yang baik sehingga mampu memenangkan
suatu pertandingan. Reaksi yang muncul atas beragam situasi yang penuh tekanan
cendrung bersifat positif seperti memiliki tingkat motivasi yang lebih karena tensi
pertandingan yang meningkat, tetap mampu fokus meskipun tertinggal point pada
saat pertandingan tetap berusaha melakukan hasil yang terbaik.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan mental, salah
satu variabel yang diduga memiliki pengaruh yang kuat adalah coping strategy.
Lazarus & Folkman (dalam Crocker et al., 1995) Coping strategy merupakan
usaha yang dilakukan individu dengan mengubah kognitif dan perilaku secara
terus-menerus untuk mengelola tuntutan eksternal dan internal yang dinilai
membebani atau melebihi sumber daya, sehingga apabila atlet mampu untuk
mengelola tuntutan eksternal dan internal maka akan meningkatkan ketangguhan
mental atlet. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Nicholls et al.,(2008)
34
menyatakan bahwa secara signifikan coping strategy mempengaruhi ketangguhan
mental atlet.
Coping strategy dalam penelitian ini terdiri atas tiga dimensi yaitu
problem-focused coping merupakan metode untuk memecahkan masalah atau
sebuah tindakan untuk mengatasi situasi yang dianggap sebagai sumber stres
(Carver et.al, 1989). Misalnya apabila atlet memiliki problem-focused coping
yang rendah ketika mengalami kekalahan disaat pertandingan yang belum
berakhir, maka ketangguhan mental atlet tersebut juga dianggap rendah karena
tidak dapat menghadapi stres dengan baik. Hal ini akan berdampak pada atlet
seperti kurangnya motivasi, semangat dan dapat membuat fisik ikut melemah
hingga pertandingan berakhir sehinga semakin sulit mengejar ketertinggalan skor.
Sebaliknya, apabila atlet tetap dapat tenang pada saat keadaan tertinggal, maka
pikiran positif dalam diri atlet dapat memberi semangat serta dapat memacu
motivasi diri sendiri dan teman satu tim, meskipun pada akhirnya mengalami
sebuah kekalahan atlet tetap dapat menerima dengan lapang dada karena sudah
berusaha semaksimal mungkin. Hal ini dapat dikatakan atlet tersebut memiliki
ketangguhan mental yang tinggi, semakin tinggi problem-focused coping maka
semakin tinggi pula ketangguhan mental pada atlet tersebut.
Emotional-focused coping, merupakan usaha untuk mengurangi atau
mengelola tekanan emosional yang diasosiasikan dengan situasi (Carver et.al,
1989). Setiap atlet akan berbeda dalam mengatasi rasa tertekan yang dirasakan
atlet tersebut, namun terkadang prilaku emosional yang dialami oleh satu individu
dapat mempengaruhi rekan satu tim. Misalnya saat atlet sedang mengalami
35
sebuah kekalahan dan waktu pertandingan yang tersisa hanya sedikit, atlet merasa
stres dan tertekan sehingga menjadi kasar dengan lawan bertandingnya hal ini
dapat memicu sebuah perkelahian. Dapat dikatakan atlet yang berprilaku seperti
itu memiliki ketangguhan mental yang rendah, namun sebaliknya apabila atlet
dapat mengatur emosi dengan tenang pada saat keadaan skor tertinggal,
prilakunya akap tetap santai dan tidak akan merugikan lawan bertanding, maka
atlet tersebut memiliki ketangguhan mental yang tinggi. Dapat diartikan bahwa
semakin tinggi emotion-focused coping maka semakin tinggi pula ketangguhan
mental pada atlet tersebut.
Less useful coping merupakan coping yang berpotensi menghambat
pengunaan active coping. Less useful coping diyakini memiliki pengaruh terhadap
ketangguhan mental . Tidak jauh berbeda dengan emotional-focused coping,
penggunaan less useful coping berkepanjangan dapat berdampak buruk bagi
ketangguhan mental atlet.
Group cohesion dalam kelompok atlet juga dibutuhkan untuk membentuk
ketangguhan mental seorang atlet guna pencapaian performance yang berhasil.
Group Integration Task merupakan bagaimana kedekatan anggota kelompok
dalam menyelesaikan tugasnya. Carron (dalam Spink, Ulvick & Crozier, 2014)
mengatakan bahwa group cohesion memiliki hubungan positif antara anggota
berkaitan dengan memahami kelompok dalam mencapai keberhasialan suatu tugas
dengan sungguh-sungguh, dimana pada saat kompetisi group cohesion terlihat
dari usaha tim dalam mencapai kinerja secara maksimal dengan menunjukan
kerjasama dalam tim serta performa yang baik. Dalam bola basket, group
36
integration task dapat terlihat dari pola defense yang dilakukan tim. Defense yang
terlihat baik dimainkan oleh sebuah tim belum tentu dapat dimainkan dengan
sama baiknya oleh tim yang lain. Group integration sosial, merupakan kedekatan
anggota kelompok dalam aktivitas sosial, hal ini akan menambah kekompakan
tim, yang kemudian mempengaruhi performance individu dan kelompoknya serta
makin meningkatkan ketangguhan mental diri atlet.
Faktor lainnya yang memiliki pengaruh terhadap ketanggguhan mental
adalah coaching leadership perception. Untuk membentuk seorang atlet untuk
memiliki ketangguhan mental yang kuat merupakan sebuah proses yang komplek
dan panjang, proses pembinaan ketangguhan mental atlet bergantung pada sosok
seorang pelatih. Sebagai sosok sentral dalam pengembangan ketangguhan mental
seorang atlet, pelatih harus dapat memberikan bimbingan, latihan dan aktivitas
yang disesuaikan dengan kondisi seorang atlet (Weinberg et al., 2011).
Hal ini bertujuan memaksimalkan dampak positif yang akan diperoleh
seorang atlet. Peran pelatih dapat dilihat dari bagaimana prilaku pelatih tersebut
dalam berinteraksi dengan atlet yang melakukan role model, persepsi atlet
terhadap pelatih mempengaruhi prilaku atlet. Kepemimpinan pelatih menurut
Cheilladurai (dalam Turman Paul, 2003) mendefinisikan coaching leadership
perception sebagai prilaku pelatih yang mempengaruhi atlet dan kelompok
terhadap pencapaian performance yang memiliki interaksi kompleks antara pelatih
dengan atlet berhubungan dengan performance atlet. Dapat disimpulkan bahwa
coaching leadership perception adalah sebagai makna yang timbul dari atlet
terhadap sebuah kepemimpinan pelatih yang diterapkan oleh pelatih terhadap
37
atlet. Mengacu pada keutamaan mengenai petunjuk dan bimbingan yang diberikan
selama proses pelatihan, memberikan dukungan sosial, dan memberikan feedback
menurut jenis dan frekuensi. Kepemimpinan pelatih yang disukai oleh atlet
mengacu pada petunjuk dan bimbingan yang diberikan selama proses pelatihan,
dukungan sosial, jenis dan frekuensi feedback yang diberikan.
Dalam hal ini perilaku kepemimpinan seorang pelatih terdiri dari training
and instruction dimana pelatih bertanggung jawab untuk membantu atlet
mencapai potensi fisik maksimal. Kedua, democratic behavior dimana pelatih
memberikan kesempatan kepada atlet untuk dapat mengambil keputusan sesuai
dengan target tim. Ketiga social support mencerminkan keterlibatan pelatih
dalam pembuahan kebutuhan interpersonal atlet. Keempat positive feedback
pelatih memberikan penghargaan atas konstribusi dan performa atlet baik secara
verbal maupun prilaku. Kelima, autocratic behavior dimana seorang pelatih harus
memberi jarak pada dirinya dari atlet dan menekankan kekuasaannya sebagai
seorang pelatih.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti bertujuan untuk melihat pengaruh
coping strategy, group cohesion dan coaching leadership perception terhadap
ketangguhan mental. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, maka dalam
penelitian ini peneliti membuat kerangka pemikiran guna mengetahui variabel
yang berpengaruh serta hubungan dari masing-masing variabel. Secara singkat
kerangka berfikir penelitian ini dapat diilustrasikan pada gambar 2.1 berikut :
38
Gambar 2.1 Ke
Gambar 2.1 Kerangka berpikir penelitian.
Coaching Leadership Perseption
Coping strategy
Problem-focused coping
Emotional-focused coping
Less usefull coping
Group Cohesion
Group Integration Task
(GI-T)
Group Integration
Social (GI-S)
Individual Attraction to
Group Task (ATG-S)
Ketangguhan
mental
Positive Feedback
Social Support
Democratic Behavior
Individual Attraction to
Group Social (ATG-T)
Autocratic Behavior
Training and Instruction
39
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijabarkan, maka peneliti menyusun
hipotesis yang akan diuji sebagai berikut.
2.5.1 Hipotesis Mayor :
Ha : Ada pengaruh yang signifikan coping strategy ( problem-focused coping,
emotional-focused coping, less usefull coping), group cohesion (group
intergration task, group intergration social, individual attraction to group
social, individual attraction to group task) dan coaching leadership
perception (democratic behavior, social support, positive feedback,
autocratic behavior, training and instruction) terhadap ketangguhan
mental atlet bola basket.
2.5.2 Hipotesis Minor :
Ha1 : ada pengaruh yang signifikan antara problem-focused coping terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket
Ha2 : ada pengaruh yang signifikan antara emotional-focused coping terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket.
Ha3 : ada pengaruh yang signifikan antara less usefull coping terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket.
Ha4 : ada pengaruh yang signifikan antara group intergration task terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket.
40
Ha5 : ada pengaruh yang signifikan antara group intergartion social terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket.
Ha6 : ada pengaruh yang signifikan antara individual attraction to group social
terhadap ketangguhan mental atlet bola basket.
Ha7 : ada pengaruh yang signifikan antara individual attraction to group task
terhadap ketangguhan mental atlet bola basket.
Ha8 : ada pengaruh yang signifikan antara democratic behavior terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket.
Ha9 : ada pengaruh yang signifikan antara social support terhadap ketangguhan
mental atlet bola basket.
Ha10 : ada pengaruh yang signifikan antara positive feedback terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket.
Ha11 : ada pengaruh yang signifikan antara autocratic behavior terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket.
Ha12 : ada pengaruh yang signifikan antara training and instruction terhadap
ketangguhan mental atlet bola basket.
43
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel.
Populasi dalam penelitian ini yaitu atlet bola basket yang ada disuatu klub
universitas di wilayah Jabodetabek, terdiri dari wanita dan laki-laki dengan
rentang usia 17-25 tahun. Atlet tersebut telah mengikuti minimal kompetisi
LIBAMA (Liga Bola Basket Mahasiswa di Jabodetabek). Dengan status atlet
universitas, lokal, regional, nasional dan internasional.
3.1.1 Teknik Pengambilan Sampel.
Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode nonprobability sampling. Metode tersebut dilakukan karena penulis tidak
mengetahui secara pasti jumlah populasi yang memenuhi kriteria dalam penelitian
ini. Dengan teknik purposive sampling, yaitu memperoleh sampel representatif
dengan cara meliputi wilayah atau kelompok yang diguga sebagai anggota
sampelnya.
Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel ialah atlet bola basket di
universitas yang sudah mengikuti kompetisi LIBAMA (Liga Bola Basket
Mahasiswa Jabodetabek). Terdiri dari klub basket Universitas Gunadarma
sebanyak 15 atlet, klub basket Universitas Perbanas sebanyak 18 atlet, klub basket
Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti (STMT) sebanyak 21 atlet, klub
basket Universitas Budi Luhur sebanyak 22 atlet, klub basket Universitas Negeri
Jakarta sebanyak 12 atlet, klub basket Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah
44
Jakarta sebanyak 20 atlet, klub basket Universitas Pancasila sebanyak 23 atlet,
klub basket Universitas Esa Unggul sebanyak 24 atlet, klub basket Universitas
Indonesia sebanyak 18 atlet, klub basket Universitas Nasional sebanyak 21 atlet
dan klub basket universitas Tarumanegara sebanyak 27 atlet sehingga total
keseluruhan subjek dalam penelitian ini berjumlah 221 atlet. Perbedaan jumlah
subjek karena terdapat perbedaan jumlah pemain yang berlatih pada masing-
masing klub.
3.2 Variabel Penelitian.
Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel terikat (Dependent Variabel)
yaitu ketangguhan mental. Sedangkan Independent Variabel meliputi coping
strategy (problem-focused coping, emotional-focused coping dan less usefull
coping),group cohesion (group integration task, group integration social,
individual attraction to group social, individual attraction to group task) dan
coaching leadership perception (democratic behavior, social support, positive
feedback, autocratic behavior, training and instruction)
3.2.1 Definisi operasional variabel
3.2.1.1 Dependent Variable
Menurut Sheard, Golby & Wersch, (2009) bahwa ketangguhan mental merupakan
kumpulan sikap, prilaku dan emosi yang dimiliki oleh atlet untuk dapat bertahan
melalui situasi yang sulit pada saat pertandingan (Sheard, Golby & Wersch,
2009).
45
Menurut Sheard et al. (2009) terdapat tiga dimensi ketangguhan mental yang
dimiliki seseorang yaitu : confidence, control dan consistency.
3.2.1.2 Independent Variabel
1. Carver, Scheier dan Weintraub (1989) mendefinisikan coping strategy
merupakan bentuk respons seseorang dalam mengatasi masalah yang
dihadapi. Dalam variabel ini coping strategy terbagi menjadi tiga dimensi,
yaitu problem-focused coping yang bertujuan untuk memecahkan suatu
masalah atau melakukan seseuatu untuk dapat mengubah masalah yang
dihadapi. Kedua emotional-focused coping, coping jenis ini bertujuan untuk
dapat mengurangi dan mengelola tekanan emosional yang berhubungan
dengan situasi tertentu. Ketiga, less usefull coping adalah pengurangan usaha
untuk mengatasi masalah dan pengalihan pada suatu kegiatan.
2. Carron, Brawley & Widmeyer (1998) group cohesion didefenisikan sebagai
proses dinamis yang tercermin dalam kelompok untuk tetap dapat bersatu
dalam mengejar tujuan dan sasrannya. Dari defenisi tersebut Carron &
Brawley (2012) membagi group cohesion menjadi empat dimensi, yang
pertama group intergration-task (GI-T) merupakan kedekatan individu
terhadap tugas yang ada dalam kelompok. Kedua, group intergration-social
(GI-S) merupakan kedekatan individu terhadap kelompok sosialnya. Ketiga,
individual attraction to group social (ATG-S) merupakan ketertarikan
individu terhadap anggota kelompok sosialnya. Keempat individual attraction
task (ATG-T) merupakan ketertarikan individu terhadap tugas yang ada
dalam kelompoknya.
46
3. Cheilladurai (dalam Turman, 2003) bahwa coaching leadership perception
merupakan persepsi pelatih yang mempengaruhi atlet dan kelompok terhadap
pencapaian performa yang diinginkan. Cheilladurai dan Reimer (1998)
membagi coaching leadership perception menjadi lima dimensi, yang
pertama adalah democratic behavior mencerminkan kebebasan pelatih untuk
melibatkan atlet dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan
penentuan target tim dan bagaimana cara meraih target. Kedua, social support
mencerminkan keterlibatan pelatih dalam pemenuhan kebutuhan
interpersonal atlet. Ketiga, positive feedback mencerminkan umpan balik
berupa pujian dan penghargaan pelatih atas kontribusi dan performa atlet.
Keempat, autocratic behavior mencerminkan seorang pelatih harus
memberikan jarak pada dirinya dari atlet dan menekankan kekuasaannya
sebagai seorang pelatih dan terakhir training dan instruction mencerminkan
fungsi utama seorang pelatih, yakni meningkatkan level performa atlet.
3.3. `Instrumen Pengumpulan Data.
Dalam penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan pengisian skala atau
kuesioner. Metode penelitian data menggunakan metode skala Likert. Skala Likert
menggunakan empat kategori respon. Skala ini dipilih untuk menghindari jawaban
yang berada ditengah-tengah (netral) dengan bobot nilai sebagai berikut:
Tabel 3.1
Skor skala model Likert
Skala Favorable Unfavorable
(STS) Sangat Tidak Sesuai 1 4
(TS) Tidak Sesuai 2 3
(S) Sesuai 3 2
(SS) Sangat Sesuai 4 1
47
Sebelum mengisi kuisioner, partisipan diminta untuk mengisi inform
consent sebagai bentuk kesediaan mengikuti penelitian dan informasi mengenai
identitas partisipan yang berisi pertanyaan mengenai biodata responden, seperti:
nama responden, usia, jenis kelamin, bergabung dalam klub basket sejak tahun,
jumlah waktu latihan, asal universitas dan prestasi tingkat tinggi (universitas,
lokal, regional, nasional dan internasional). Setelah itu, partisipan diminta untuk
mengisi kuesioner yang terdiri dari empat aspek pengukuran. Waktu pengerjaan
tidak dibatasi dan partisipan diminta mengisi paket kuesioner secara lengkap, lalu
paket yang telah diisi diserahkan kembali kepada penulis.
Pada pengukuran ketangguhan mental, partisipan diminta untuk menceklis pilihan
1 = sangat tidak sesuai sampai 4 = sangat sesuai pada setiap pernyataan. Aspek
kedua adalah coping strategy, partisipan diminta menceklis pilihan 1 = sangat
tidak sesuai sampai 4 = sangat sesuai pada setiap pernyataan. Ketiga aspek group
cohesion, partisipan diminta menceklis pilihan 1 = sangat tidak sesuai sampai 4 =
sangat sesuai pada setiap pernyataan. Aspek terakhir adalah coaching leadership
perception partisipan diminta menceklis pilihan 1 = sangat tidak sesuai sampai 4
= sangat sesuai pada setiap pernyataan. Alat ukur penelitian yang dilakukan dalam
penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:
48
3.3.1 Ketangguhan Mental
Dalam penelitian ini ketangguhan mental diukur dengan menggunakan alat ukur
Sport Ketangguhan mental Quetionnaire (SMTQ) yang dikembangkan oleh Sheard,
Golby & Wersch, (2009) memiliki nilai realibitas yang cukup tinggi cronbach alpha
sebesar (α = 0,70). Dengan nilai dimensi confidence (0,80), control (0.74) dan
consistency (0,71). Pada penelitian ini Sport Ketangguhan mental Quetionnaire
terdiri dari 14 item yang mengukur tiga dimensi confidence, control, consistency.
Pengukuran ini menggunakan skala Likert dengan empat rentangan (1 = sangat
tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 = sesuai, dan 4 = sangat sesuai).
Tabel 3.2
Blueprint skala Ketangguhan mental
Dimensi Indikator Item
Favorable
Item
Unfavorable
Jumlah
Confidence Yakin terhadap
kemampuan yang
dimiliki,mempercayai
kemampuan diri.
1, 5, 6, 11, 14 6
Control Mampu mengkontrol
pertandingan,
persepsi akan hasil.
4 2, 7, 9 4
Consistency Mengatur dan
mematuhi pelatih,
pantang menyerah
dan grit, tekat untuk
memenuhi tuntutan
kinerja.
Jumlah
3, 12 8, 10 4
14
Seperti yang sudah dijelaskan dalam tabel 3.2, skala ketangguhan mental
terdiri dari 14 item pertanyaan yang wajib dijawab oleh responden dengan
memilih kondisi yang paling sesuai dengan diri responden, sesuai atau tidak
sesuai.
49
3.3.2 Coping Strategy.
Untuk mengukur coping strategy, penulis menggunakan dan mengadaptasi alat
ukur Brief COPE yang disusun oleh Carver (1997). Terdapat tiga dimensi yang
diukur dalam alat ukur ini yaitu problem-focused coping, emotional-focused
coping, less usefull coping dan memiliki 27 item. Pengukuran dengan skala Likert
dengan empat rentangan (1 = sengat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 = sesuai, 4 =
sangat sesuai).
Tabel 3.3
Blueprint skala Coping Strategy
Dimensi Indikator Item
Jumlah
Problem-focused
coping Active coping
Planning
Use of instrumental
support
2
14,25
10,23
1
2
2
Emotional-focused
coping Acceptance
Religion
Use of emotional
support
Positive reframing
Denial
20,24
22,27
5,15
12,17
3,8
2
2
2
2
2
Less usefull coping Self-distraction
Humor
Behavioral
disengagement
Venting
Self blame
Subtance Use
Jumlah
1,19
18,28
6,16
9,21
13,26
4,11
2
2
2
2
2
2
27
3.3.3 Group Cohesion
Untuk mengukur group cohesion, peneliti menggunakan alat ukur yang sudah ada
yaitu Group Enviroment Quetionnaire (GEQ). Alat ukur ini terdiri dari empat
dimensi, yaitu group integration-task (GI-T), group intergration-social ( GI-S),
individual attraction to group-social (ATG-S) dan individual attraction to group
50
task (ATG-T). Item dalam GEQ berjumlah 18 item. Pengukuran dengan skala
Likert dengan empat rentangan (1 = sengat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 =
sesuai, 4 = sangat sesuai).
Tabel 3.4
Blueprint skala Group Cohesion
Dimesi Indikator Item
Favorable
Item
unfavorable
Jumla
h
Group Integration-Task Kedekatan individu
terhadap tugas yang
ada dalam kelompok
10,12,16 14,18 5
Group integration-
social
Kedekatan individu
terhadap tugas yang
ada dalam kelompok
sosialnya.
15 11,13,17 4
Individual attraction to
group social
Ketertarikan individu
terhadap anggota
dalam kelompok
sosialnya
5,9 1,3,7 5
Individual attraction to
group task
Ketertarikan individu
terhadap tugas yang
ada dalam kelompok.
Jumlah
2,4,6,8 4
18
3.3.4 Coaching Leadership Perception.
Untuk mengukur coaching leadership perception, peneliti mengadaptasi alat ukur
yang sudah ada yaitu Leadership Scale for Sport (LSS) yang dikembangkan oleh
Cheilladurai dan Saleh (1980). Item dalam LSS terdiri dari 35 item. Pengukuran
menggunakan skala Likert dengan empat rentangan (1 = sangat tidak sesuai, 2 =
tidak sesuai, 3 = sesuai, dan 4 = sangat sesuai).
51
3.5 Blueprint skala coaching leadership perception
Dimensi Indikator No.Item Jumlah
Democratic behavior
Terlibat dalam mengambil
keputusan, terlibat dalam
pelatihan.
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9
9
Social support
Hubungan interpersonal pemain 11, 12, 13, 14, 15,
16, 17, 18
8
Positive feedback
Pujian dari pelatih, evaluasi
dari pelatih
19, 20, 21, 22, 23 5
Autocratic behavior
Patuh terhadap pelatih,
merasakan tekanan dari pelatih
24, 25, 26, 27 4
Training and
instruction
Pemberian instruksi,
pencapaian pontensi fisik, level
performa, menguasai sksill,
mendapatkan teknik dan taktik
Jumlah
10, 28, 29, 30, 31,
32, 33, 34, 35
9
35
3.4 Uji Validitas Konstruk.
Sebelum melakukan analisis data penelitian sesuai dengan model yang telah
dihipotesiskan, peneliti terlebih dahulu menguji validitas konstruk dari setiap
instrumen penelitian yang digunakan. Uji validitas dilakukan dengan maksud
untuk melihat apakah setiap item yang digunakan benar-benar mengukur suatu
konstruk yang hendak diukur. Untuk melakukan uji validitas konstruk alat ukur,
peneliti menggunakan metode Confimatory Factor Analysis (CFA), peneliti
menggunakan bantuan software Lisrel v.8.70.
Confiamtory Factor Analysis merupakan suatu metode untuk menguji
suatu konstruk yang telah diteorikan. Dalam melakukan uji validitas
menggunakan CFA, peneliti memerlukan gambaran yang spesifik mengenai: a)
jumlah faktor; b) variable yang mencerminkan suatu faktor; dan c) apakah suatu
52
faktor saling berkorelasi dengan faktor lainnya. Confirmatory Factor Analysis
merupakan salah satu metode yang cukup kuat karena dalam penggunaannya telah
dilandaskan oleh suatu teori tertentu, sehingga dapat melihat seberapa tepat suatu
item mengukur konstruk tertentu secara lebih presisi. Menurut Umar (2014),
logika dalam melakukan Confirmatory Factor Analysis adalah sebagai berikut:
1. Terdapat sebuah konstruk yang dapat didefinisikakn secara operasional,
sehingga dapat direpresentasikan oleh pertanyaan maupun pernyataan untuk
mengukur konstruk tersebut. Konstruk yang dapat didefinisikan ini disebut
faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan dengan
melakukan analisis terhadap item-itemnya. Diteorikan bahwa setiap item
hanya mengukur satu faktor saja, artinya setiap item dari suatu konstruk
bersifat unidimensional (hanya mengukur konstruk yang hendak diukur, tidak
mengukur hal lain).
2. Confirmatory Factor Analysis dilakukan dengan mengestimasi matriks
korelasi antar item. Sebelum peneliti dapat mengetahui apakah suatu item
benar-benar mengukur suatu konstruk tertentu, peneliti perlu mengetahui
terlebih dahulu apakah matriks korelasi berdasarkan konstruk yang telah
diteorikan (Σ) sama dengan matriks yang diperoleh dari data lapangan (S).
Apabila tidak ada perbedaan antara matriks Σ dengan matriks S, maka model
yang diestimasi dinyatakan fit. Adapun dalam menentukan model fit, dapat
dilihat dari taraf signifikansi model dengan melihat besaran p-value (>0,05).
Apabila p-value > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara
model dari teori dengan data empiris yang diperoleh dari lapangan.
53
3. Setelah model fit diperoleh, maka langkah selanjutnya ialah melihat apakah
setiap item memang benar-benar mengukur konstruk yang dimaksud atau
tidak. Terdapat dua kriteria utama dalam menentukan validitas item
menggunakan CFA: a) factor loading (muatan faktor) setiap item harus
bernilai positif; dan b) item memiliki nilai t-value sebesar > 1,96. Apabila
kedua kriteria tersebut terpenuhi, maka item dinyatakan valid dan dapat
digunakan untuk analisis penelitian.
3.4.1 Uji Validitas Skala Ketangguhan Mental
Uji validitas konstruk pada skala ketangguhan mental dilakukan
menggunakan software Lisrel, dari 14 item yang diuji, terdapat 13 item yang
valid dan terdapat satu item yang tidak valid. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan Chi-square
= 447,78, degree of freedom (df) = 77, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,148.
Karena P-value >0,05 dan RMSEA <0,05 maka model dinyatakan tidak fit.
Oleh karena itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 25 kali, maka
diperoleh model fit dengan nilai Chi-square = 68,08, degree of freedom (df) =
52, P-value = 0,06656, RMSEA = 0,037 sudah sesuai dengan kriteria model
fit, artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima dan
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu ketangguhan mental.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa
yang hendak diukur atau valid dan mana yang tidak valid dengan kriteria item
valid yaitu memiliki nilai t-value>1,96.
54
Adapun factor loading, standard error, dan t-value dari masing-masing item
tertera pada tabel berikut:
Tabel 3.6
Muatan faktor skala ketangguhan mental
No Faktor Loading St. Error T-Value Keterangan
1 0,75 0,06 12,37 Valid
2 0,69 0,06 11,83 Valid
3 0,78 0,06 13,81 Valid
4 0,49 0,06 7,72 Valid
5 0,53 0,06 8,37 Valid
6 -0,42 0,07 -6,35 Tidak Valid
7 0,40 0,06 6,20 Valid
8 0,58 0,06 9,45 Valid
9 0,39 0,06 6,05 Valid
10 0,35 0,06 5,43 Valid
11 0,85 0,06 15,36 Valid
12 0,90 0,05 16,70 Valid
13 0,69 0,06 11,60 Valid
14 0,89 0,05 16,67 Valid Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
Berdasarkan tabel 3.6 dapat diketahui bahwa terdapat satu item yang memiliki
nilai T-value< 1,96 yaitu item 6. Dengan demikian item tersebut harus di-drop dan
tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Sehingga terdapat 13 item yang
telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung factor score dan true
score.
3.4.2 Uji validitas konstruk skala Coping Strategy
1. Dimensi Problem-focused Coping
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 4,11 , degree of freedom (df) = 3 ,
P-value = 0,25033, RMSEA = 0,041. Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak satu kali, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-
square = 4,11 , degree of freedom (df) = 3 , P-value = 0,25033 , RMSEA =
55
0,41 . Seluruh item dinyatakan valid dengan factor loading, standard
error, dan t-value dari masing-masing item tertera pada table berikut:
Tabel 3.7
Muatan faktor Problem-focused Coping No Faktor Loading St. Error T-value Keterangan
1 0,80 0,06 13,72 Valid
2 0,96 0,05 17,91 Valid
3 0,31 0,07 4,59 Valid
4 0,41 0,07 6,06 Valid
5 0,80 0,06 13,80 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
2. Dimensi Emotional-focused Coping
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square =389,31 , degree of freedom (df) = 35
, P-value = 0,00000 , RMSEA = 0,215 . Karena P-value >0,05 dan
RMSEA <0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti
melakukan modifikasi sebanyak 12 kali, maka diperoleh model fit dengan
nilai Chi-square = 34,19 , degree of freedom (df) = 23 , P-value = 0,06243
, RMSEA = 0,04 . Dari total 10 item terdapat satu item yang kriteria nilai
t-value<1,96 yaitu pada item no satu maka item tersebut harus di-drop dan
tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Dengan factor loading,
standard error, dan t-value dari masing-masing item tertera pada table
berikut:
56
Tabel 3.8
Muatan faktor skala emotional-focused coping.
No Faktor Loading St. Error T-Value Keterangan
1 0,07 0,08 0,92 Tidak Valid
2 0,23 0,08 3,02 Valid
3 0,71 0,08 8,80 Valid
4 0,36 0,07 4,88 Valid
5 0,28 0,08 3,71 Valid
6 0,29 0,08 3,79 Valid
7 0,58 0,08 6,95 Valid
8 0,54 0,07 7,37 Valid
9 0,32 0,08 4,18 Valid
10 0,46 0,08 6,03 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
3. Dimensi Less Usefull Coping
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 355,69, degree of freedom (df) = 54,
P-value = 0,00000, RMSEA = 0,159. Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak 12 kali, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-
square = 48,53 degree of freedom (df) = 35, P-value = 0,06384, RMSEA =
0,0. Seluruh item dinyatakan valid dengan factor loading, standard error,
dan t-value dari masing-masing item tertera pada table berikut:
57
Tabel 3.9
Muatan faktor skala Less Usefull Coping
No Faktor Loading St. Error T-Value Keterangan 1 0,50 0,06 7,95 Valid 2 0,90 0,06 14,71 Valid 3 0,43 0,07 6,33 Valid 4 0,27 0,07 3,91 Valid 5 0,64 0,06 10,28 Valid 6 0,76 0,07 11,16 Valid 7 0,58 0,06 9,03 Valid 8 0,36 0,06 5,77 Valid
9 0,52 0,06 8,33 Valid
10 0,39 0,08 5,02 Valid
11 0,52 0,06 8,51 Valid
12 0,14 0,06 2,25 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
3.4.3 Uji validitas konstruk skala Group Cohesion
1. Dimensi Group-Integration Task (GI-T)
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 19,48, degree of freedom (df) = 5,
P-value = 0,00156, RMSEA = 0,115. Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak empat kali, maka diperoleh model fit dengan nilai
Chi-square = 0,72, degree of freedom (df) = 1, P-value = 0,39568, RMSEA
= 0,0000. sudah sesuai dengan kriteria model fit, artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima dan seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu group-integration task.
Dari total lima item terdapat satu item yang kriteria nilai t-value<1,96
yaitu item lima maka item tersebut harus di-drop. Adapun factor loading,
standard error, dan t-value dari masing-masing item tertera pada tabel
berikut:
58
Tabel 3.10
Muatan faktor skala group-intergration task
No Faktor
Loading
St.
Error
T-
value
Keterangan
1 0,77 0,08 10,06 Valid
2 0,74 0,08 9,69 Valid
3 0,38 0,08 4,97 Valid
4 0,41 0,08 5,45 Valid
5 -0,38 0,19 -1,96 Tidak Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa nilai T-value pada item no lima
tidak valid (t<1,96) dan bermuatan negatif. Dengan demikian item no lima
tersebut harus di-drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.
Sehingga terdapat empat item yang telah memenuhi kriteria dan digunakan
untuk menghitung factor score dan true score.
2. Dimensi Group-Intergration Social (GI-S)
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 6,89, degree of freedom (df) = 2, P-
value = 0,03186, RMSEA = 0,105. Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak satu kali, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-
square = 0,60, degree of freedom (df) = 1, P-value = 0,43860, RMSEA =
0,0000. Seluruh item dinyatakan valid dengan factor loading, standard
error, dan t-value dari masing-masing item tertera pada table berikut:
Tabel 3.11
Muatan faktor skala group-integration social
No Faktor
Loading
St.
Error
T-
value
Keterangan
1 0,04 0,11 3,59 Valid
2 0,75 0,17 4,43 Valid
3 0,45 0,12 3,85 Valid
4 0,31 0,09 3,35 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
59
3. Dimensi Individual Attraction to the Group Social (ATG-S)
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 8,68, degree of freedom (df) = 5, P-
value = 0,12268, RMSEA = 0,058. Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak satu kali, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-
square = 3,86, degree of freedom (df) = 4, P-value = 0,42524, RMSEA =
0,0000. Seluruh item dinyatakan valid dengan factor loading, standard
error, dan t-value dari masing-masing item tertera pada table berikut:
Tabel 3.12
Muatan faktor skala attraction to the group social (ATG-S)
No Faktor
Loading
St.
Error
T-
value
Keterangan
1 0,77 0,06 12,39 Valid
2 0,46 0,07 6,69 Valid
3 0,25 0,07 3,51 Valid
4 0,65 0,06 10,23 Valid
5 0,93 0,06 15,86 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
4. Dimensi Individual Attraction to the Group Task (ATG-T)
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 53,38, degree of freedom (df) = 2,
P-value = 0,00000, RMSEA = 0,342. Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti
melakukan modifikasi sebanyak dua kali, maka diperoleh model fit
dengan nilai Chi-square = 0,00, degree of freedom (df) = 0, P-value =
1,00000, RMSEA = 0,000. Seluruh item dinyatakan valid dengan factor
loading, standard error, dan t-value dari masing-masing item tertera pada
table berikut:
60
Tabel 3.13
Muatan faktor skala Individual Attraction to the Group Task (ATG-T)
No Faktor Loading St. Error T-value Keterangan
1 0,51 0,08 6,70 Valid
2 0,64 0,08 8,44 Valid
3 0,89 0,08 10,81 Valid
4 0,54 0,07 7,35 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
3.4.4 Uji validitas konstruk skala Coaching Leadership Perception
1. Dimensi Democratic Behavior
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square =6,47 , degree of freedom (df) = 2 , P-
value = 0,03929 , RMSEA = 0,101 . Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak enam kali, maka diperoleh model fit dengan nilai
Chi-square = 27,03 , degree of freedom (df) = 21 , P-value = 0,16986 ,
RMSEA = 0,036 . Dari total 9 item terdapat satu item yang kriteria nilai t-
value<1,96 yaitu pada item no satu maka item tersebut harus di-drop dan
tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Dari tabel di atas, dapat
terlihat bahwa nilai T-value pada item no lima tidak valid (t<1,96) dan
bermuatan negatif. Dengan demikian item no lima tersebut harus di-drop
dan tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Adapun factor
loading, standard error, dan t-value dari masing-masing item tertera pada
table berikut:
61
Tabel 3.14
Muatan faktor skala democratic behavior
No Faktor
Loading
St.
Error T-Value Keterangan
1 0,62 0,06 9,68 Valid
2 0,88 0,06 15,28 Valid
3 0,78 0,06 12,81 Valid
4 0,48 0,07 6,91 Valid
5 -0,23 0,07 -3,23 Tidak Valid
6 0,42 0,07 6,01 Valid
7 0,32 0,07 4,48 Valid
8 0,47 0,07 7,00 Valid
9 0,45 0,07 6,58 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
2. Dimensi Social Support.
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 135,62, degree of freedom (df) = 20,
P-value = 0,00000, RMSEA = 0,162. Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak tujuh kali, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-
square = 15,24 degree of freedom (df) = 13, P-value = 0,29283, RMSEA =
0,028. Seluruh item dinyatakan valid dengan factor loading, standard error,
dan t-value dari masing-masing item tertera pada table berikut:
Tabel 3.15
Muatan faktor skala social support
No Faktor Loading St. Error T-Value Keterangan
1 0,68 0,06 10,67 Valid
2 0,78 0,06 12,91 Valid
3 0,72 0,06 11,57 Valid
4 0,68 0,06 10,96 Valid
5 0,76 0,07 11,02 Valid
6 0,70 0,06 11,44 Valid
7 0,33 0,07 4,94 Valid
8 0,44 0,07 6,46 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
62
3. Dimensi Positive Feedback.
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 58,21, degree of freedom (df) = 5, P-
value = 0,00000, RMSEA = 0,220. Karena P-value >0,05 dan RMSEA <0,05
maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak lima kali, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-
square = 0,00 degree of freedom (df) = 0, P-value = 1,00000, RMSEA =
0,000. Seluruh item dinyatakan valid dengan factor loading, standard error,
dan t-value dari masing-masing item tertera pada table berikut:
Tabel 3.16
Muatan faktor skala positive feedback
No Faktor Loading St. Error T-value Keterangan
1 0,36 0,10 3,36 Valid
2 0,95 0,20 4,73 Valid
3 1,14 0,24 4,70 Valid
4 0,29 0,09 3,11 Valid
5 0,37 0,10 3,65 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96.
4. Dimensi Autocratic Behavior.
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 4,76, degree of freedom (df) = 2, P-
value = 0,09270, RMSEA = 0,079. Karena P-value >0,05 dan RMSEA <0,05
maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak satu kali, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-
square = 0,02 degree of freedom (df) = 1, P-value = 0,87896, RMSEA =
0,000. Dari total empat item terdapat satu item yang kriteria nilai t-
value<1,96 yaitu pada item no satu maka item tersebut harus di-drop dan
tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Adapun factor loading,
63
standard error, dan t-value dari masing-masing item tertera pada table
berikut:
Tabel 3.17
Muatan faktor skala autocratic behavior
No Faktor Loading St. Error T-value Keterangan 1 0,00 0,07 -0,04 Tidak Valid 2 0,49 0,07 7,17 Valid 3 0,75 0,10 7,23 Valid
4 0,78 0,11 7,19 Valid Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
5. Dimensi Training and Instruction.
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi-square = 185,18, degree of freedom (df) = 27,
P-value = 0,00000, RMSEA = 0,163. Karena P-value >0,05 dan RMSEA
<0,05 maka model dinyatakan tidak fit. Oleh karena itu peneliti melakukan
modifikasi sebanyak 10 kali, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-
square = 21,88 degree of freedom (df) = 17, P-value = 0,18947, RMSEA =
0,036. Seluruh item dinyatakan valid dengan factor loading, standard error,
dan t-value dari masing-masing item tertera pada table berikut:
Tabel 3.18
Muatan faktor skala Training and Instruction
No Faktor Loading St. Error T-Value Keterangan
1 0,17 0,06 2,92 Valid
2 0,26 0,04 6,13 Valid
3 0,31 0,04 6,96 Valid
4 0,62 0,04 15,05 Valid
5 0,60 0,04 14,06 Valid
6 0,68 0,04 16,63 Valid
7 0,68 0,04 16,06 Valid
8 0,74 0,04 17,02 Valid
9 0,84 0,05 18,41 Valid
Keterangan: Valid = T-value>1,96, Tidak Valid = T-Value<1,96
64
3.5 Teknik analisis data
Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan multiple regression
analysis yang berfungsi untuk mengetahui pengaruh independent variable
terhadap dependent variabel. Penggunaan metode multiple regression analysis
dilakukan karena peneliti hendak meneliti lebih dari satu IV yang mempengaruhi
DV. Selain itu, multiple regression analysis juga digunakan untuk mengungkap
seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh IV terhadap DV. Dalam melakukan
analisis, peneliti menggunakan software SPSS v.21.0. Adapun rumus persamaan
regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y’ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 +b8X8 + b9X9 + b10X10
+ b11X11 + b12X12 + e
Keterangan :
Y’ = Prediksi DV (Ketangguhan Mental Atlet)
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
X1 = Problem-focused coping
X2 = Emotional-focused coping
X3 = Less Usefull Coping
X4 = Group-integration task (GI-T)
X5 = Group-integration social (GI-S)
X6 = Individual attraction to the group social (ATG-S)
X7 = Individual attraction to the group task (ATG-T)
X8
= Democratic Behavior
X9 = Social Support
X10
= Positive Feedback
X11
= Autocratic Behavior
65
X12
= Training and Instruction
e = Residual
Pertama-tama, peneliti melakukan analisis regresi untuk melihat pengaruh
IV terhadap DV. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan IV
terhadap DV, peneliti melihat besaran proporsi varians (R2) yang diperoleh
melalui rumus:
=
Kemudian peneliti melihat signifikansi dari hasil regresi yang telah dilakukan
dengan menggunakan uji F. Model dikatakan signifikan apabila memiliki taraf
signifikansi sebesar <0,05. Adapun proses uji F dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus:
F =
⁄
⁄
Keterangan :
F = taraf signifikansi
R2 = proporsi varians
k = degree of freedom
N = jumlah sampel
Selanjutnya, peneliti juga melakukan pengujian untuk mengetahui masingmasing
IV yang signifikan terhadap DV. Pengajuan ini dilakukan dengan cara uji T, yaitu
melihat taraf signifikansi koefisien masing-masing IV. Adapun proses uji T
dilakukan dengan menggunakan rumus:
t =
Keterangan :
t = taraf signifikansi koefisien b
b = koefisien regresi
sb = standard error
66
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 4.1
Karakteristik subjek penelitian
No Karakteristik Subjek Jumlah Presentase (%)
1 Jenis Kelamin Laki-laki 93 42,08%
Perempuan 128 57,91%
Total 221 100,00%
2 Frekuensi Latihan 2xseminggu 2 0,90%
3xseminggu 168 76,01%
>3xseminggu 51 23,07%
Total 221 100,00%
3 Prestasi Tertinggi Tingkat Internasional 5 2,26%
Lokal 37 16,74%
Nasional 36 16,28%
Regional 55 24,88%
Universitas 88 39,81%
Total 221 100,00 %
4 Asal Universitas UNJ 12 5,42%
UIN 20 9,04%
PERBANAS 18 8,14%
UBL 22 9,95%
UP 23 10,40%
GUNDAR 15 6,78%
STMT 21 9,50%
UNAS 21 9,50%
UNTAR 27 12,21%
UI 18 8,14%
UEU 24 10,85%
Jumlah 221 100,00%
Subjek dalam penelitian ini adalah atlet basket di universitas yang sudah
mengikuti kompetisi LIBAMA (Liga Bola Basket Mahasiswa Jabodetabek).
Terdiri dari klub basket UNJ sebanyak 12 atlet, klub basket UIN 20 atlet, klub
67
basket Perbanas sebanyak 18 atlet, klub basket UBL sebanyak 22 atlet, klub
basket UP sebanyak 23 atlet, klub basket Gundar sebanyak 15 atlet, klub basket
STMT sebanyak 21 atlet, klub basket Unas sebanyak 21 atlet, klub basket Untar
sebanyak 27 atlet, klub basket UI 18 atlet dan klub basket UEU sebanyak 24 atlet.
Perbedaan jumlah subjek karena terdapat perbedaan jumlah pemain yang berlatih
pada masing-masing klub.
Berdasarkan pada tabel 4.1 di atas, dapat diinformasikan bahwa jumlah
subjek dalam penelitian ini berjumlah 221 atlet yang didominasi oleh perempuan
yaitu berjumlah 128 atlet dengan persentase 57,91% dan sisanya laki-laki
berjumlah 93 atlet dengan persentase 42,08%. Dapat diketahui bahwa subjek
dalam penelitian ini memiliki jumlah waktu latihan yang berbeda-beda, atlet
dengan waktu latihan 2xseminggu berjumlah 2 orang dengan persentase 2,26%,
kemudian untuk jumlah waktu latihan 3xseminggu berjumlah 168 orang dengan
persentase 76,1% dan untuk waktu latihan( >)3xseminggu berjumlah 51 orang
dengan persentase 23,07%.
Subjek dalam penelitian ini memiliki prestasi tingkat internasional
berjumlah 5 orang dengan persentase 2,26%, prestasi tingkat lokal berjumlah 37
orang dengan persentase 16,74%, prestasi tingkat nasional 36 orang dengan
persentase 16,28%, prestasi tingkat regional berjumlah 55 orang dengan
persentase 24,88% dan prestasi tingkat universitas berjumlah 88 orang dengan
persentase 39,81%.
68
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Pada tabel 4.2 dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak 221 atlet dengan
skor ketangguhan mental terendah adalah less usefull coping dengan nilai min
23,11 dan tertinggi ATG-S dengan nilai max 79,82. Skor standar deviasi
ketangguhan mental sebesar 9,55768. Adapun nilai minimum, maksimum dan
standar deviasi setiap variabel tercantum pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Tabel Analisis Deskriptif
No. Variabel N Min Max Mean Std.Dev
1. Ketangguhan Mental 221 33,54 71,70 50,0000 9,55768
2. Problem-focused Coping 221 33,10 68,25 50,0000 9,37372
3. Emotional-focused Coping 221 25,09 75,16 50,0000 8,14924
4. Less Usefull Coping 221 23,11 70,60 50,0000 9,10174
5. Group Intergration Task 221 33,20 68,04 50,0000 8,26925
6. Group Intergration Social 221 30,40 65,21 50,0000 8,14928
7. ATG-S 221 37,23 79,82 50,0000 9,20263
8. ATG-T 221 29,89 63,52 50,0000 8,86820
9. Democratic Behavior 221 31,86 73,70 50,0000 9,04192
10. Social Support 221 28,06 72,31 50,0000 9,09050
11. Positive Feedback 221 26,68 70,22 50,0000 8,99023
12. Autocratic Behavior 221 31,78 67,61 50,0000 8,41859
13. Training and Instruction 221 25,63 68,17 50,0000 9,06285
4.3 Kategorisasi Skor Variabel
Peneliti membagi klasifikasi masing-masing variabel dengan membaginya
menjadi tiga klasifikasi skor, yaitu skor rendah dan tinggi. Sebelum
mengkategorisasi skor masing-masing variabel, terlebih dahulu ditetapkan norma
dari skor dengan menggunakan mean dan standar deviasi yang berlaku untuk
semua variabel seperti pada tabel 4.3 berikut:
69
Tabel 4.3
Norma Skor Variabel
No. Kategori Rumus
1. Rendah X < Mean – 1 SD
2. Tinggi X > Mean + 1 SD
Kategorisasi skor tiap variabel dapat diperoleh dan digolongkan ke dalam
kategori rendah dan tinggi. Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kategorisasi skor
responden pada seluruh variabel rata-rata berada dalam kategori rendah hanya
variabel group intergration task 44,30% atau 98 orang. Dan skor variable pada
seluruh variabel rata-rata berada dalam kategori tinggi tertinggi hanya attraction
to the group social yaitu 55,70% atau 123 orang. Dengan menggunakan norma
yang telah ditetapkan, ketegorisasi skor masing-masing variabel diperoleh hasil
seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Kategorisasi variabel
No. Dimensi Rendah Tinggi
Jumlah % Jumlah %
1 Ketangguhan Mental 120 54,30% 101 45,70%
2 Problem-focused Coping 115 52,00% 106 48,00%
3 Emotional-focused Coping 117 52,90% 104 47,10%
4 Less Usefull Coping 107 48,40% 114 51,60%
5 Group Intergration Task 98 44,30% 123 55,70%
6 Group Intergration Social 112 50,70% 109 49,30%
7 ATG-S 98 44,30% 123 55,70%
8 ATG-T 103 46,60% 118 53,40%
9 Democratic Behavior 118 53,40% 102 46,20%
10 Social Support 104 47,10% 117 52,90%
11 Positive Feedback 101 45,70% 120 54,30%
12 Autocratic Behavior 103 46,60% 118 53,40%
13 Training and Instruction 111 50,20% 110 49,80%
70
4.4 Hasil Uji Hipotesis
4.4.1 Pengujian hipotesis mayor
Pada tahap uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan analisi regresi berganda
sebagaimana telah dijelaskan pada bab 3. Dalam melakukan analisis regresi,
peneliti menggunakan bantuan software SPSS versi 21. Terdapat tiga hal yang
dapat dilihat dalam melakukan analisis regresi. Pertama, dengan menggunakan
analisis regresi, pveneliti dapat melihat seberapa besar (%) pengaruh yang
diberikan independent variable terhadap dependent variable dengan melihat nilai
R-square. Kedua, melihat apakah seluruh independent variable yang digunakan
berpengaruh signifikan terhadap dependent variable melalui uji F. Ketiga, melihat
signifikansi dari setiap koefisien independent variable yang digunakan melalui uji
t.
Langkah pertama yang peneliti lakukan ialah melihat seberapa besar independent
variable berpengaruh terhadap dependent variable dengan melihat besaran R-
Square. Adapun besarnya R-Square dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Proporsi Varians Seluruh Veriabel
Model R R Square Adjudted R Square Std. Erros of the Estimete
1. .801 .642 .621 5.88114
Berdasarkan tabel diatas, analalisis regresi menghasilkan nilai R-Square sebesar
0,642 atau 64,2%. Dengan demikian besarnya pengaruh independent variable
(coping strategy dimensi problem-focused coping, emotional-focused coping, less
usefull coping), (group cohesion dimensi group intergration task, group
intergration social, individual attraction to group social, individual attraction to
group task, coaching leadership perception (democratic behavior, social support,
71
positive feedback, autocratic behavior dan training and instruction terhadap
dependent variable (ketangguhan mental) ialah sebesar 64,2% sedangkan sisanya
35,8% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian.
Setelah mengetahui besarnya pengaruh seluruh independent variable
terhadap dependent variable, langkah selanjutnya ialah menghitung signifikansi
model penelitian dengan seluruh independent variable melalui uji F. Adapun hasil
uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Signifikansi seluruh Variabel
Model
Sum f Squares DF Mean Square F Sig.
1. Regression 12902,584 12 1075.215 31.087 ,000
Residual 7194,260 208 34.588
Total 20096,844 220
Berdasarkan tabel di atas, taraf signifakansi (p) pada penelitian ini ialah
sebesar 0,000. Adapun syarat model dikatakan signifikan adalah apabila p < 0,05.
Dengan demikian hipotesis noll ditolak, sehingga terdapat pengaruh yang
signifikan coping strategy dimensi problem-focused coping, emotional-focused
coping, less usefull coping; group cohesion dimensi GI-T (group intergration
task), GI-S (group intergration social), ATG-S (attraction to the group social),
ATG-T (attraction to thr group task); dan coaching leadership perception
dimensi (democratic behavior, social support, positive feedback, autocratic
behavior, training and instruction).
4.3.2 Pengujian hipotesis minor
Uji hipotesis minor yaitu dengan melihat nilai koefisien variabel menggunakan uji
t. Sama halnya dengan uji F, koefisien variabel dikatakan signifikan apabila nilai
72
p < 0,05. Adapun hasil perhitungan koefisien masing-masing variabel terhadap
ketangguhan mental dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.7
Koefisien Regresi Setiap Variabel
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std.Error Beta
(Constant) -3,932 6,512 -,604 ,547
1. Problem-f coping ,164 0,65 ,161 2,520 ,012*
2. Emotional-f coping -,042 0,63 -0,36 -,659 ,510
3. Less usefull coping ,090 ,061 ,086 1,477 ,141
4. GI-T ,696 ,050 ,602 13,837 ,000*
5. GI-S ,079 ,074 ,067 1,055 ,292
6. ATG-S ,066 ,058 ,064 1,149 ,252
7. ATG-T -,095 ,069 -,089 -1,375 ,171
8. Democratic Behavior 1,64 ,064 ,155 2,584 ,010*
9. Social Support -,057 ,064 -,054 -,896 ,371
10. Positive Feedback -,049 ,057 -0,47 -,869 ,386
11. Autocratic Behavior -,103 0,62 -,091 -1,662 0,98
12. Training & Instruction ,167 ,062 ,158 2,681 ,008*
Berdasarkan tabel di atas, terdapat empat koefisien independent variable yang
memiliki nilai P < 0,05 yaitu problem-focus coping, group intrgration task (GI-T),
democratic behavior dan training and instruction. Maka dari itu yaitu problem-
focus coping, group intrgration task (GI-T), democratic behavior dan training and
instruction berpengaruh signifikan terhadap ketangguhan mental. Berdasarkan
tabel koefisien regresi di atas, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Ketangguhan Mental = -3,932 +0.164*Problem-focused coping -0.042
*Emotional-focused coping +0.090*Less Usefull Coping
+0.696*GI-T +0.079*GI-S +0.066*ATG-S -0.095 *ATG-
T +1,64*Democratic Behavior -0.057*Social Support -
0.049*Positive feedback -0.103 *Autocratic Behavior
+0.167 *Training and Instruction
73
Setelah memperoleh persamaan regresi, penjelasan mengenai masing-masing
koefisien adalah sebagai berikut:
1. Variabel coping strategy dimensi problem-focused coping memiliki nilai
koefisien regresi sebesar 0.164 dengan nilai signifikasi 0.012. Dengan
demikian, hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh coping
strategy dimensi problem-focused coping terhadap ketangguhan mental”
ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari coping strategy dimensi
problem-focused coping terhadap ketangguhan mental.
2. Variabel coping strategy dimensi emotional-focused coping memiliki nilai
koefisien regresi sebesar -0.042 dengan nilai signifikasi 0.510. Dengan
demikian, hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh coping
strategy dimensi emotional-focused coping terhadap ketangguhan mental”
diterima. Dapat diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan
coping strategy dimensi emotional-focused coping terhadap ketangguhan
mental.
3. Variabel coping strategy dimensi less usefull coping memiliki nilai koefisien
regresi sebesar 0.090 dengan nilai signifikasi 0.141. Dengan demikian,
hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh coping strategy dimensi
less usefull coping terhadap ketangguhan mental” diterima. Dapat diartikan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan coping strategy dimensi less
usefull coping terhadap ketangguhan mental.
4. Variabel group cohesion dimensi GI-T memiliki nilai koefisien regresi
sebesar 0.696 dengan nilai signifikasi 0.000. Dengan demikian, hipotesis nihil
yang menyatakan “tidak ada pengaruh group cohesion dimensi GI-T
terhadap ketangguhan mental” ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan
dari group cohesion dimensi GI-T terhadap ketangguhan mental.
74
5. Variabel group cohesion dimensi GI-S memiliki nilai koefisien regresi
sebesar 0.079 dengan nilai signifikasi 0.292. Dengan demikian, hipotesis
nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh group cohesion dimensi GI-S
terhadap ketangguhan mental” diterima. Dapat diartikan bahwa tidak
terdapat pengaruh yang signifikan group cohesion dimensi GI-S terhadap
ketangguhan mental.
6. Variabel group cohesion dimensi ATG-S memiliki nilai koefisien regresi
sebesar 0.066 dengan nilai signifikasi 0.252. Dengan demikian, hipotesis nihil
yang menyatakan “tidak ada pengaruh group cohesion dimensi ATG-S
terhadap ketangguhan mental” diterima. Dapat diartikan bahwa tidak
terdapat pengaruh yang signifikan group cohesion dimensi ATG-S terhadap
ketangguhan mental.
7. Variabel group cohesion dimensi ATG-T memiliki nilai koefisien regresi
sebesar -0.095 dengan nilai signifikasi 0.171. Dengan demikian, hipotesis
nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh group cohesion dimensi ATG-T
terhadap ketangguhan mental” diterima. Dapat diartikan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan group cohesion dimensi ATG-T terhadap
ketangguhan mental.
8. Variabel coaching leadership perception dimensi democratic behavior
memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1,64 dengan nilai signifikasi 0.010.
Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh
coaching leadership perception dimensi democratic behavior terhadap
ketangguhan mental” ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari
coaching leadership perception dimensi democratic behavior terhadap
ketangguhan mental.
75
9. Variabel coaching leadership perception dimensi social support memiliki
nilai koefisien regresi sebesar -0.057 dengan signifikasi 0.371. Dengan
demikian, hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh coaching
leadership perception dimensi social support terhadap ketangguhan mental”
diterima. Dapat diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan
coaching leadership perception dimensi social support terhadap ketangguhan
mental.
10. Variabel coaching leadership perception dimensi positive feedback memiliki
nilai koefisien regresi sebesar -0.049 dengan signifikasi 0.386. Dengan
demikian, hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh coaching
leadership perception dimensi positive feedback terhadap ketangguhan
mental” diterima. Dapat diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh yang
signifikan coaching leadership perception dimensi positive feedback terhadap
ketangguhan mental.
11. Variabel coaching leadership perception dimensi autocratic behavior
memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.103 dengan signifikasi 0.98.
Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh
coaching leadership perception dimensi autocratic behavior terhadap
ketangguhan mental” diterima. Dapat diartikan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan coaching leadership perception dimensi autocratic
behavior terhadap ketangguhan mental.
12. Variabel coaching leadership perception dimensi training and instruction
memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.167 dengan signifikasi 0.008.
Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh
coaching leadership perception dimensi training and instruction terhadap
ketangguhan mental” ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari
76
coaching leadership perception dimensi training and instruction terhadap
ketangguhan mental.
4.3.3 Pengujian proporsi varians
Selanjutnya, peneliti mencoba untuk mengetahui proporsi varians untuk masing-
masing IV. Untuk mengetahui proporsi varians dari masing-masing IV, peneliti
melakukan perhitungan nilai R-Square Change dengan cara melakukan analisis
regresi satu persatu menggunakan metode stepwise. Dengan melakukan cara ini,
peneliti dapat mengetahui besarnya R-Square Change setiap kali menambahkan
IV ke dalam analisis regresi, Besar R-Square Change untuk masing-masing IV
pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
Proporsi Varians Setiap Variabel
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 ,470a ,221 ,217 8,45612 ,221 62,052 1 219 ,000
2 ,472b ,223 ,216 8,46540 ,002 ,520 1 218 ,472
3 ,510c ,260 ,250 8,27631 ,038 11,075 1 217 ,001
4 ,780d ,608 ,600 6,04176 ,347 191,199 1 216 ,000
5 ,780e ,609 ,600 6,04452 ,001 ,802 1 215 ,371
6 ,780f ,609 ,598 6,05827 ,000 ,025 1 214 ,875
7 ,783g ,613 ,600 6,04291 ,004 2,090 1 213 ,150
8 ,792h ,628 ,614 5,94095 ,015 8,374 1 212 ,004
9 ,793i ,629 ,612 5,94992 ,001 ,361 1 211 ,549
10 ,793j ,629 ,611 5,96233 ,000 ,122 1 210 ,727
11 ,794k ,630 ,610 5,96758 ,001 ,631 1 209 ,428
12 ,801l ,642 ,621 5,88114 ,012 7,189 1 208 ,008
Berdasarkan tabel di atas, penjelasan untuk masing-masing R-Square Change
adalah sebagai berikut:
77
1. Variabel coping strategy dimensi problem-focused coping memberikan
sumbangan varians sebesar 22,1% dalam proporsi varians ketangguhan
mental. Sumbangan tersebut signifikan dengan taraf sig F Change = .000
(p<0,05).
2. Variabel coping strategy dimensi emotional-focused coping sebesar 0,2%
dalam proporsi varians ketangguhan mental. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan taraf nilai sig F Change = 0.472 (p>0,05).
3. Variabel coping strategy dimensi less usefull coping sebesar 3,8% dalam
proporsi varians ketangguhan mental. Sumbangan tersebut signifikan
dengan taraf sig F Change = 0.001 (p<0,05).
4. Variabel group cohesion dimensi GI-T sebesar 34,7% dalam proporsi varians
ketangguhan mental. Sumbangan tersebut signifikan dengan taraf sig F
Change = .000 (p<0,05).
5. Variabel group cohesion dimensi GI-S sebesar 0,1% dalam proporsi varians
ketangguhan mental. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan taraf sig F
Change = 0.371 (p>0,05).
6. Variabel group cohesion dimensi ATG-S sebesar 0% dalam proporsi varians
ketangguhan mental. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan taraf sig F
Change = 0.875(p>0,05).
7. Variabel group cohesion dimensi ATG-T sebesar 0,4% dalam proporsi
varians ketangguhan mental. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan
taraf sig F Change = 0.150(p>0,05).
78
8. Variabel coaching leadership perception dimensi democratic behavior sebesar
1,5% dalam proporsi varians ketangguhan mental. Sumbangan tersebut
signifikan dengan taraf sig F Change = 0.004 (p<0,05).
9. Variabel coaching leadership perception dimensi social support sebesar 0,1%
dalam proporsi varians ketangguhan mental. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan taraf sig F Change = 0.549(p>0,05).
10. Variabel coaching leadership perception dimensi positive feedback sebesar
0% dalam proporsi varians ketangguhan mental. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan taraf sig F Change = 0.727 (p>0,05).
11. Variabel coaching leadership perception dimensi autocratic behavior sebesar
0,1% dalam proporsi varians ketangguhan mental. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan taraf sig F Change = 0.428 (p>0,05).
12. Variabel coaching leadership perception dimensi training and instruction
sebesar 1,2% dalam proporsi varians ketangguhan mental. Sumbangan
tersebut signifikan dengan taraf sig F Change = ,008 (p<0,05).
79
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang
didapat dari penelitian ini ialah, terdapat pengaruh yang signifikan dari variable
coping strategy (dimensi; problem-focused coping, emotional-focused coping, dan
less usefull coping), variabel group cohesion (dimensi; group intergration task
(GI-T), group intergration social (GI-S), individual attraction to group social
(ATG-S) dan individual attraction to group task (ATG-T), variabel coaching
leadership (dimensi; democratic behavior, social support, positive feedback,
autocratic behavior, dan training and instruction) berpengaruh signifikan
terhadap ketangguhan mental atlet bola basket jabodetabek. Sumbangan pengaruh
dari seluruh variabel terhadap ketangguhan mental yaitu sebesar 64,2%. Oleh
karena itu dapat disimpulakan masih ada faktor lain yang berpengaruh terhadap
ketangguhan mental atlet.
Apabila dilihat dari signifikansi nilai koefisien masing-masing
independent variable, terdapat empat variabel yang berpengaruh signifikan
terhadap ketangguhan mental, yaitu variabel coping strategy dimensi; problem-
focused coping, variabel group cohesion dimensi; group intergration task (GI-T),
variabel coaching leadership dimensi; democratic behavior, dan dimensi training
and instruction. Selain itu terdapat delapan variabel yang tidak signifikan,
variabel tersebut yaitu, emotional-focus coping, less usefull coping, group
intergration socia (GI-S), individual attraction to group social (ATG-S),
80
individual attraction to group task (ATG-T), social support, positive feedback,
autocratic behavior.
Dari hasil pengujian proporsi varians terdapat lima variabel (<0.05)
dengan kata lain signifikan. Variabel tersebut adalah problem-focus coping, less
usefull coping, group intergration task, democratic behavior dan training and
instruction. Selain itu terdapat tujuh variabel yang tidak signifikan, variabel
tersebut yaitu, emotional-focus coping, group intergration social, individual
attraction to group social, individual attraction to group task, social support,
positive feedback, autocratic behavior.
5.2 Diskusi
Berdasarkan uraian penulisan diatas variabel coping strategy dari dimensi
problem-focused coping memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketangguhan
mental atlet. Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Nicholls et al., (2008)
yang menyatakan bahwa secara signifikan problem-focused coping
mempengaruhi ketangguhan mental seorang atlet. Dalam penelitian ini juga
memiliki hasil yang signifikan dan bernilai positif, artinya semakin effektif
problem-focused coping yang dilakukan oleh atlet maka akan semakin tinggi juga
ketangguhan mental atlet. Maka dari itu peneliti ini mengungkapkan bahwa
dengan melakukan problem-focused coping, atlet yang berada dalam kondisi
pertandingan dimana skor mereka tertinggal dan atlet bisa dalam keadaan tetap
tenang, maka pikiran positif dalam diri atlet dapat memberi semangat serta dapat
memacu motivasi diri dan motivasi untuk tim, meskipun hasil akhir kompetisi
81
tidak sesuai atlet tetap dapat menerima hasil akhir karena sudah berusaha
semaksimal mungkin.
Dimensi dari coping strategy yang tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap ketangguhan mental atlet yaitu, emotional-focused coping merupakan
usaha untuk mengurangi atau mengelola tekanan emosional yang diasosiasikan
dengan situasi, bertujuan untuk mengurangi atau mengatur emosi negatif yang
ditimbulkan oleh situasi yang menekan. Sedangkan less usefull coping merupakan
pengurangan usaha untuk mengatasi masalah dan pengalihan pada suatu kegiatan
dan tidak akan efektif ketika apabila digunakan dengan waktu yang lama. Hal ini
dikarenakan dengan tidak adanya usaha dari atlet untuk menyelesaikan masalah
yang sedang dihadapi, maka hal tersebut akan berdampak pada penampilan atlet
pada saat bertanding sehingga menjadi tidak fokus dan kurangnya percaya diri
serta kurangnya motivasi.
Dalam hasil penelitian lainnya juga ditemukan bahwa variabel group
cohesion dimensi; group intergration task (GI-T) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ketangguhan mental atlet. Hasil penelitian ini selaras dengan
Carron (dalam Spink et al., 2014) mengatakan bahwa group integration task
memiliki hubungan positif antara anggota kelompok dalam keberhasilan tugas
dalam mencapai keberhasilan suatu tugas. Dalam penelitian ini juga memiliki
hasil yang signifikan dan bernilai positif, artinya semakin tinggi group
intergration task maka akan semakin tinggi juga ketangguhan mental atlet.
Atlet yang berhasil melaksanakan tugas dengan baik kepercayaan dirinya
akan meningkat dan mampu mendorong atlet lain untuk bisa melakukan hal yang
82
sama. Dalam basket dapat melihat group integration task pada saat atlet
melakukan pergerakan reboun dengan cepat dan membuat zona defense yang
tepat. Sementara itu, dalam penelitian ini terdapat tiga dimensi dari variabel group
cohesion dimensi group integration task, individual attraction to group social,
individual attraction to group task tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap ketangguhan mental atlet.
Pada variabel coaching leadership dimensi democratic behavior dalam
penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
democratic behavior tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
ketanguhan mental dan bernilai negatif (p > 0,05) Crust dan Azadi (2008). Namun
hal ini menarik untuk dibahas dikarnakan hasil dalam penelitian ini dimensi
democratic behavior signifikan terhadap ketangguhan mental atlet dan bernilai
positif. Hal ini terjadi ketika pelatih melibatkan atlet dalam mengambil sebuah
keputusan membuat seorang atlet merasa dihargai dan menambah kepercayaan
diri atlet dalam melaksanakan pertandingan. Arah hubungan yang positif
menandakan bahwa semakin tinggi prilaku kepemimpinan democratic behavior
maka semakin tinggi pula ketangguhan mental atlet basket di jabodetabek.
Variabel training and instruction juga memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap ketangguhan mental atlet. Selaras dengan penelitian Crust et al., (2008)
yang mengatakan bahwa pelatih yang menggunakan pendekatan prilaku training
dan instruction memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketangguhan mental
atlet. Dalam penelitian ini juga memiliki hasil yang signifikan dan bernilai positif,
artinya semakin tinggi persepsi atlet terhadap prilaku kepemimpinan training and
83
instruction pelatih maka akan tinggi juga ketangguhan mental atlet tersebut.
Dalam hal ini pelatih bertanggung jawab penuh untuk melatih dan memberikan
instruksi kepada atlet dalam usaha membantu atlet mencapai pontensi fisik yang
maksimal. Dengan pelatih memberikan training dan instruction kepada atlet,
maka atlet akan mengetahui apa saja teknik, cara serta strategi yang harus dia
lakukan untuk mencapai target dalam suatu pertandingan dan atlet akan lebih
percaya diri untuk mencapainnya.
Sedangkan variabel social support, positive feedback dan autocratic
behavior memiliki pengaruh yang tidak signifikan dan bernilai negatif (p > 0,05),
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Crust et al., (2008). Dalam hal ini
atlet yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuan mereka
menunjukkan preferensi yang lebih rendah untuk perilaku kepemimpinan social
support, positive feedback dan autocratic behavior. Karena dengan kepercayaan
diri yang tinggi, atlet klub basket di jabodetabek lebih untuk mampu mengatasi
kesulitan dan tantangan tanpa mengandalkan dukungan orang lain
5.3 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran
yang terbagi menjadi saran teoritis serta saran praktis.
5.3.1 Saran teoritis
Untuk pengembangan pada penelitian selanjutnya, peneliti memberikan saran-
saran sebagai berikut:
84
1. Berdasarkan hasil analisis regresi, sumbangan efektif dari hasil penelitian
pada penelitian coping strategy, group cohesion dan coaching leadership
perception terhadap ketangguhan mental menunjuukan pengaruh kesecara
keseluruhan sebesar 64,2%` dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian untuk
menguji faktor lain yang mempengaruhi ketangguhan mental seperti
psychological performance strategies (Crust et.al, 2010)
2. Penelitian selanjutnya disarankan meneliti ketangguhan mental pada jenis
olahraga yang berbeda atau bisa membandingkan ketangguhan mental
antara olahraga beregu dengan olahraga individu.
3. Disarakan agar penelitian selanjutnya merubah karakteristik sampel yang
digunakan misalnya sampel yang digunkan yaitu atlet elit di Indonesia
yang telah bermain pada tingkat Internasional atau divisi tertinggi.
5.3.2 Saran praktis
1. Coping strategy merupakan salah satu hal penting yang ada dalam diri
atlet ketika atlet berada dalam suatu masalah sehingga bagi para atlet
dapat mengetahui strategi apa yang harus dilakukan ketika menghadapi
suatu masalah.
2. Bagi para pembina atlet perlu melakukan psikoedukasi tentang
pengembangan diri. Dimana atlet di latih untuk memahami
kepribadiannya, mengenai potensi baik dan buruk yang ada pada dirinya.
Serta perlunya melakukan psikoedukasi yang menekankan pada Group
85
Intergration Social (GI-S), Individual Attraction to Group Social (ATG-
S), dan Individual Attraction to Group Task (ATG-T)
3. Pentingnya pendampingan psikologis bagi atlet bola basket, jadi dalam
pelatihan tidak hanya ada pelatih fisik atau teknik saja melainkan juga
dibutuhkan pelatih yang khusus menangani aspek psikologis atlet.
86
DAFTAR PUSTAKA
Alfermann, D., Lee, M. J., & Würth, S. (2005). Perceived leadership behavior and
motivational climate as antecedents of adolescent athletes’ skill
development, 7 (2), 14–36.
Anshel, M. H., & Kaissidis, A. N. (1997). Coping style and situational appraisals
as predictors of coping strategies following stressful events in sport as a
function of gender and skill level. 263–276.
Anton, A. J. M., & Rodriguez, G. S. (2011). Basketball players’ perception of
their coaches, 12(4), 374–377. doi.org/10.2478/v10038-011-0044-4
Beauchamp, M. R,. & Eys, M. A. (2007). Group dynamics in exercise and sport
psychology. eBookstore.tandf.co.uk, Sports Psychological Aspects.
Beckford, T. S., Poudevigne, M., Irving R. R., & Golden, K. D. (2016). Mental
Toughness and Coping Skills in Male Sprinters. Journal Of Human Sport
& Exercise. https://doi.org/10.14/jhse.2016.113.01
Carron, A. V, & Brawley, L. R. (2012). Conceptual and measurement issues.
Journal of Sport Psychology. doi.org/10.1177/1046496412468072, 43 (6)
726-743.
Carron, A. V, Brawley, L. R. & Widmeyer, W. N. (1985). The development of an
instrument to measure cohesion in sport teams: the group environment
questionnaire. Journal of Sport Psychology, 7, 244-266.
Carver, C. S. (1997). You want to measure coping but your protocol’s too long :
consider the brief cope. Journal of Personality and Social Psychology, 4, 92–
100.
Carver, C. S., & Scheier, M. F., & Weintraub, J. K. (1989). Assessing coping
strategies : a theoretically based approach. Journal of Pesonality and Social
Psychology, 56(2), 267–283.
Chelladurai, P., & Saleh, S. D. (1980). Dimensions of leader behavior in sports:
deveiopment of a leadership Scale. Journal of Sport Psycholog, 2,34-45.
Coolidge, F. L., Ph, D., Segal, D. L., Ph, D., Hook, J. N., & Stewart, S. (2000).
Personality disorders and coping among anxious older Adults. 14 (2), 157–
172.
87
Cowden, R. G., Anshel, M. H., & Fuller, D. K. (2014). Comparing athletes ’ and
their coaches’ perceptions of athletes’ ketangguhan mental among elite
tennis players. Journal of Sport Behavior, 37, 221-235.
Cresswell, S., Hodge, K., (2004). Coping skills: role of trait sport confidence and
trait anxiety, 98,433-438.
Crocker, P. R. E., & Graham, T. R. (1995). Coping by competitive athletes with
performance stress : gender differences and relationships with affect, 325–
338.
Crust, L., & Azadi, K. (2010). Ketangguhan mental and athletes’use of
psycological strategies. European Journal of Sport Science, 10 (1), 43-51.
Filho, E., Dobersek, U., Gershgoren, L,. Becker, B., & Tenenbaum, G. (2014).
The cohesion-performance relationship in sport : a 10-year retrospective
meta-analysis. Sport Sci Health, 10, 165-177. doi.org/10.1007/s11332-014-
0188-7
Gaudreau, P., & Blondin, J. P. (2002). Development of a questionnaire for the
assessment of coping strategies employed by athletes in competitive sport
settings. Journal Psychology of Sport and Exercise, 3, 1–34.
Gaudreau, P., Blondin, J. P., & Lapierre, A. (2002). Athletes’ coping during a
competition : relationship of coping strategies with positive affect , negative
affect , and performance-goal discrepancy. Psychology of Sport and
Exercise, 3, 125–150.
Golby, J., & Sheard, M. (2004). Ketangguhan mental and hardiness at different
levels of rugby league. 37, 933–942. doi.org/10.1016/j.paid.2003.10.015
Gucciardi, D. F., Gordon, D. F., & Dimmock, J. A. (2008). Towards an
understanding of ketangguhan mental in australian football. Journal of
Applied Sport Psychology, 20, 261-281.
Husdarta, H. J. S. (2010). Psikologi olahraga. Bandung: Alfabeta.
Jones, G. (2002). What is the thing called ketangguhan mental an investigation of
elite sport performers. Journal of Applied Sport Psychology, 14, 205-218.
Jones, G., Hanton, S., & Connaughton, D. (2007). A framework of ketangguhan
mental in the world’s best performers. The Sport Psychologist, 21, 243–264.
Jowett, S., & Chaundy, V. (2004). An Investigation Into the Impact of Coach
Leadership and Coach-Athlete Relationship on Group Cohesion. Group
88
Dynamics: Theory, Research, and Practice, 8(4), 302–311.
doi:10.1037/1089-2699.8.4.302
Loughead, T. M., & Hardy, J. (2005). An examination of coach and peer leader
behaviors in sport. Journal Psychology of Sport and Exercise, 6, 303–312.
doi.org/10.1016/j.psychsport.2004.02.001
Madrigal, L., Hamill, S., & Gill, D. L. (2013). Mind over matter: the development
of the ketangguhan mental scale (mts). The Sport Psychologist, 27(1), 62–
77. doi:10.1123/tsp.27.1.62
Middleton, S. C., Marsh, H. W., Martin, A. J., Richards, G. E., & Perry, C.
(2002). Discovering ketangguhan mental : a qualitative study of ketangguhan
mental in elite athletes. Journal of Sport Psychology
Mleziva, M. E. (2014). Effects of a short term mental skills training program on
ketangguhan mental. Tesis. University of Northern lowa.
Mylsidayu, A. (2014). Psikologi Olahraga. Jakarta : Bumi Aksara
Nicholls, A. R, Polman, R. C. J., Levy, A. R., & Backhouse, S. H . (2008).
Ketangguhan mental, optimism, pessimism, and coping pamong athletes.
Personality and Individual Differences. doi.org/10.1016/j.paid.2007.11.011,
44, 1182-1192.
Nicholls, A. R., Polman, R. C. J., Levy, A. R., & Backhouse, S. H.
(2009). Ketangguhan mental in sport: Achievement level, gender, age,
experience, and sport type differences. Personality and Individual
Differences, 47(1), 73–75. doi:10.1016/j.paid.2009.02.006
Pescosolido, A. T., & Saavendra, R. (2012). Cohesion and sports teams : a review.
Journal of Sport Psychology, 744-758. doi.org/10.1177/1046496412465020
Phillips, M. B., & Jubenville, C. B. (2009). Student-athletes’ perceptions of men’s
basketball head coaches’ competencies at 15 Selected NCCAA division II
christian colleges. Journal of Sport Administration & Supervision, 1 (1), 39–
51. doi.org/10.3883/v1i1
Pillai, R., & Williams, E. A. (2003). Transformational leadership, self-efficacy,
group cohesiveness, commitment, and performance, Vol. 17 No. 2.
doi.org/10.1108/09534810410530584
Satiadarma, M. (2001). Dasar-dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
89
Sheard, M. (2009). A cross-national analysis of ketangguhan mental and
hardiness in elite university rugby league teams. Journal of Perceptual and
Motor Skills, 1. 213–223. doi.org//10.2466
Sheard, M., Golby, J. & Wersch, A. V. (2009). Progress towards construct
validation of the sport ketangguhan mental questionnaire. European Journal
of Psychological Assessment. doi.org/10.1027/1015-5759.25.3.186
Slack, L. A, Butt, J., & Maynard, I. (2014). Understanding ketangguhan mental in
elite football officiating : perceptions of English Premier League referees.
Centre for Sport and Exercise Science 10, 4–24.
Spink, K. S., Ulvick, J. D., Crozier, A. J., & Wilson, K. S. (2014). Group cohesion
and adherence in unstructured exercise groups. Journal Psychology of Sport
and Exercise. 15, 293-298. 13. doi.org/10.1016/j.psychsport.
Tibbert, S. Jane,. (2013). Ketangguhan mental and overtraining behaviors. Tesis.
Victoria University.
Tibbert, S. J., Andersen, M. B., & Morris, T. (2015). What a difference a
“mentally toughening” year makes: the acculturation of a rookie. Psychology
of Sport and Exercise, 17, 68–78. doi:10.1016/j.psychsport.
Turman, P. D., (2003). Athletic coaching from an instructional communication
perspective: the influence of coach experience on high school wrestlers’
preferences and perceptions of coaching behaviors across a season, 52 (2),
73-86, doi: 10.1080/03634520302465.
Weinberg, R., Butt, J., & Culp, B. (2011). Coaches’ views of ketangguhan mental
and how it is built. International Journal of Sport and Exercise Psychology,
9(2), 156–172. doi:10.1080/1612197x.2011.567106
90
LAMPIRAN
91
KUESIONER PENELITIAN
PENDAHULUAN
Assalaamu „alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh
Responden Yth,
Saya Dinda Tiara Sella mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian terhadap atlet bola basket dalam
rangka penyusunan skripsi. Saya memohon kesediaan saudara/i untuk menjadi
responden dengan mengisi kuesioner ini.
Kuesioner ini terdiri dari beberapa isian dan pernyataan. Saudara/i dimohon
membaca, memahami, dan menjawab setiap isian dan pernyataan tersebut. Dalam
setiap pernyataan tidak ada jawaban yang benar atau salah, saudara/i dimohon untuk
menilai gambaran diri anda sendiri.
Seluruh data yang saudara/i berikan murni hanya untuk penelitian dan dijamin
kerahasiaannya. Saya berterima kasih atas kesediaannya, semoga setiap urusan kita
dimudahkan, aamiin.
Hormat Saya
Dinda Tiara Sella
92
IDENTITAS RESPONDEN DAN PERNYATAAN
PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini : (WAJIB DIISI)
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin : *(a) Laki-laki (b) Perempuan
Berlatih Basket sejak tahun :
Jumlah waktu latihan : *(a) 1 X Seminggu (b) 2 X Seminggu (c) 3 X
Seminggu (d) > 3 X Seminggu.
Asal Universitas :
Prestasi Tertinggi tingkat : *(a) Universitas (b) Lokal (c) Regwional
(d) Nasional (e) Internasional
Tanda Tangan
Responden
93
SKALA 1
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah sesuai
dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang disediakan
dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju SS=Sangat Setuju
NO.
PERNYATAAN
STS
TS
S
SS
1 Saya memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan pada
kemampuan saya
2 Saat dibawah tekanan, saya dapat membuat keputusan
dengan keyakinan dan komitmen
3 Saya bertanggung jawab untuk target yang sudah saya
tetapkan
4 Saya mudah menyerah dalam situasi sulit
5 Saya mudah terganggu dan kehilangan konsentrasi
6 Saya menganggap tantangan sebagai peluang positif
7 Saya marah dan frustasi ketika hal-hal tidak berjalan
sesuai keinginan saya
8 Saya bisa mengatasi keraguan dalam diri saya
9 Saya khawatir memberikan kinerja yang buruk
10 Saya merasa cemas dengan kejadian yang tidak bisa
dikendalikan atau tidak bisa saya kontrol
11 Saya bisa mendapatkan kembali ketenangan jika saya
memiliki waktu untuk beristirahat sejenak
12 Saya memiliki kemampuan untuk tetap tampil baik saat
berada di bawah tekanan
13 Saya berkomitmen untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
harus saya lakukan
14 Saya memiliki kualitas yang berbeda yang membuat saya
berbeda dari pesaing yang lain
94
SKALA 2
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah sesuai
dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang disediakan
dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju SS =Sangat Setuju
NO.
PERNYATAAN
STS
TS
S
SS
1 Tim kami kompak untuk memberikan penampilan yang
baik guna mencapai tujuan
2 Beberapa orang dalam tim lebih senang pergi sendiri
dibanding pergi bersama dengan tim
3 Ketika salah satu dari anggota tim memiliki masalah,
anggota tim lain saling membantu sehingga kami dapat
kembali bersama
4 Anggota tim kami tidak jalan bersama diluar latihan
maupun pertandingan
5 Anggota tim tidak berkomunikasi secara terbuka
terbuka tentang tanggung jawab masing-masing atlet
selama latihan atau kompetisi
6 Anggota tim kami jarang nongkrong bersama
7 Tim ini selalu meluangkan waktu bersama saat tidak
ada pertandingan
8 Saya tidak senang dengan tingkat kemampuan tim saya
terhadap keinginan untuk menang
9 Anggota tim memiliki perbedaan pendapat terhadap
penampilan tim
10 Saya tidak senang dengan jumlah waktu bermain yang
saya dapatkan di tim ini
11 Bagi saya tim ini adalah group sosial yang paling
penting yang saya miliki
12 Saya tidak akan merindukan teman atau anggota satu
tim ketika masa pertandingan berakhir
13 Tim ini tidak memberikan saya kesempatan untuk
meningkatkan kinerja pribadi saya
14 Saya tidak suka cara dan gaya permainan di tim ini
15 Saya lebih senang berada dikelompok lain di banding
tim ini
16 Kami semua bertanggung jawab atas kesalahan dan
penampilan tim yang buruk
17 Beberapa teman terbaik saya ada di tim ini
18 Saya tidak senang menjadi bagian dari aktivitas sosial
tim ini
95
SKALA 3
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah sesuai
dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang disediakan
dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju SS =Sangat Setuju
NO.
PERNYATAAN
STS
TS
S
SS
1 Ketika saya memiliki masalah, saya mendapatkan saran
atau bantuan dari orang lain tentang apa yang harus saya
lakukan
2 Saat memiliki masalah, saya berdoa dan beribadah
3 Ketika memiliki masalah, saya mencoba untuk melihat
masalah tersebut dengan sudut pandang yang berbeda
untuk membuatnya tampak lebih positif
4 Saya mencari suatu hal yang baik dalam permasalahan
yang sedang saya hadapi
5 Saya belajar untuk menerima masalah yang saya miliki
6 Saya menjadikan masalah sebagai bahan tertawaan
7 Saya telah menerima kenyataan bahwa saya sedang
memiliki masalah
8 Saya membuat lelucon tentang masalah yang tengah saya
hadapi
9 Saya sudah menyerah untuk menyelesaikan masalah yang
saya miliki
10 Saya telah berpikir keras terkait langkah apa yang harus
diambil untuk mengatasi maslah yang tengah saya hadapi
11 Saya melakukan aktivitas lain untuk mengalihkan pikiran
saya dari masalah yang sedang dihadapi
12 Saat memiliki masalah, saya mengekspresikan perasaan
negatif saya
13 Saya sudah menyerah untuk menyelesaikan masalah yang
sedang saya hadapi
14 Saya berusaha tetap fokus untuk menyelesaikan
pertandingan
15 Ketika sedang memiliki masalah, saya meminum alkohol
atau menggunakan obat-obatan untuk membuat diri saya
merasa lebih baik
16 Saya mengkritik diri saya atas masalah yang tengah saya
hadapi
17 Ketika memiliki masalah, saya berusaha menemukan
96
kenyamanan dalam agama atau keyakinan spriritual
18 Saya menyalahkan diri sendiri atas hal-hal yang terjadi
19 Saya telah menggunakan obat-obatan atau minuman
alkohol untuk membantu saya melalui masalah yang
tengah saya hadapi
20 Saya mendapat dukungan emosional dari tim, saat
memiliki masalah
21 Ketika saya memiliki masalah, saya menceritakannya agar
perasaan tidak menyenangkan tersebut hilang
22 Saya berusaha membuat situasi menjadi lebih baik
23 Saya melakukan sesuatu untuk tidak selalu memikirkan
masalah yang sedang saya hadapi, seperti pergi ke
bioskop, menonton tv, membaca, melamun, tidur atau
berbelanja
24 Saya mencoba membuat strategi untuk menyelesaikan
masalah yang tengah saya hadapi
25 Saya telah menolak untuk percaya bahwa saya sedang
menghadapi masalah
26 Ketika memiliki masalah, saya mendapatkan kenyamanan
dan pengertian dari seseorang
27 Saat sedang mendapatkan masalah, saya mengatakan pada
diri sendiri bahwa “ini tidak nyata”
97
SKALA 4
PETUNJUK PENGISIAN: Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Jawablah sesuai
dengan yang paling menggambarkan diri saudara/i di kolom jawaban yang disediakan
dengan tanda centang ( √ ). Adapun pilihan jawabannya adalah:
STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju SS =Sangat Setuju
NO.
PERNYATAAN
STS
TS
S
SS
1 Pelatih meminta pendapat pemain dalam menentukan
strategi permainan dalam kompetisi
2 Pelatih selalu meminta persetujuan pemain dalam
mengambil keputusan yang penting
3 Pelatih membebaskan pemain dalam mengambil
keputusan
4 Pelatih mendorong pemain untuk memberikan saran
dalam sesi pelatihan
5 Pelatih memberikan kebebasan pada tim untuk
menentukan tujuan
6 Pelatih memberikan kebebasan pada saya untuk mencoba
melakukan sesuatu meskipun salah
7 Ketika memberikan arahan yang penting, pelatih
meminta pendapat pemain
8 Pelatih memperbolehkan pemain bermain sesuai dengan
kemampuannya sendiri
9 Pelatih membiarkan kebebasan pada pemain untuk
memutuskan strategi permainan yang akan digunakan
dalam pertandingan
`10 Pelatih memberikan instruksi kepada pemain tentang apa
yang harus di lakukan dalam menghadapi berbagai
situasi dalam pertandingan
11 Pelatih membantu pemain dalam menyelesaikan
masalah, meskipun itu masalah pribadi
12 Pelatih membantu pemain dalam menyelesaikan konflik
13 Pelatih mau memperhatikan kesejahteraan pemain
14 Pelatih memberikan bantuan kepada pemain secara
personal
15 Pelatih mengekspresikan perasaan yang ia rasakan
kepada pemain
16 Pelatih memberi kesempatan pemain untuk curhat
padanya
17 Pelatih menjalin hubungan dekat dengan pemain
98
18 Pelatih mengajak pemain berkunjung ke rumahnya
19 Pelatih memuji pemain yang tampil bagus di depan
pemain lainnya
20 Pelatih memberitahy pemain ketika dia melakukan
pekerjaan yang sangat bagus
21 Pelatih menghargai kinerja bagus yang sudah dilakukan
pemin
22 Pelatih memberikan apresiasi pada pemain yang
penampilannya bagus
23 Pelatih memberikan pujian pada pemain
24 Pelatih tidak menjelaskan tindakannya kepada pemain
25 Pelatih tidak mau berkompromi dengan pemain
26 Pelatih menutup dirinya dengan pemain
27 Pelatih berbicara satu arah saja tanpa meminta feedback
dari pemain
28 Pelatih memastikan bahwa setiap atlet berkerja sesuai
kapasitasnya
29 Pelatih mengkoreksi kesalahan yang pemain lakukan
ketika latihan
30 Pelatih menjelaskan kepada setiap atlet mengenai teknik
dan taktik dalam pertandingan
31 Satu persatu pemain diberikan instruksi penguasaan skill
dalam bermain bola basket
32 Pelatih menjelaskan dengan detail apa yang diharapkan
33 Pelatih menjelaskan kepada pemain apa yang harus
dilakukan dan tidak harus dilakukan oleh pemain
34 Pelatih memberitahu kelebihan dan kekurangan masing-
masing pemain
35 Pelatih menjelaskan kontribusi setiap atlet dalam tim
99
Lampiran 2
Syntax Lisrel dan Path Diagram
1. Mental Thaugness
UJI VALIDITAS KOSTRUK KETANGGUHAN MENTAL
DA NI=14 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14
PM SY FI=KM.COR
MO NX=14 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
KM
FR TD 10 9 TD 5 4 TD 13 6 TD 13 5 TD 11 6 TD 14 2 TD 11 10 TD 11 4 TD 14
1
FR TD 11 1 TD 5 1 TD 14 4 TD 12 1 TD 12 10 TD 3 2 TD 8 7 TD 8 2 TD 8 3
FR TD 5 2 TD 13 9 TD 9 3 TD 12 7 TD 12 6 TD 14 12 TD 14 5
PD
OU SS TV MI
100
2. GI-T
UJI VALIDITAS KOSTRUK
DA NI=5 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=GIT.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
GIT
FR TD 5 4 TD 5 1 TD 4 3 TD 5 2
PD
OU SS TV MI
3. GI-S
101
UJI VALIDITAS KOSTRUK GIS
DA NI=4 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=GIS.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
GIS
FR TD 3 1
PD
OU SS TV MI
4. ATG-S
UJI VALIDITAS KOSTRUK ATGS
DA NI=5 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=ATGS.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
ATGS
FR TD 2 1
PD
OU SS TV MI
102
5. ATG-T
UJI VALIDITAS KOSTRUK ATGT
DA NI=4 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=ATGT.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
ATGT
FR TD 4 1 TD 2 1
PD
OU SS TV MI
6. Problem Fucus Coping
103
UJI VALIDITAS KOSTRUK PFCOPING
DA NI=5 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=PFCOPING.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PFCOPING
FR TD 4 3 TD 5 4
PD
OU SS TV MI
7. Emotional Focus Coping
UJI VALIDITAS KOSTRUK EFC
DA NI=10 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=EFC.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
EFC
FR TD 9 5 TD 6 2 TD 10 6 TD 6 4 TD 5 4 TD 10 9 TD 10 5 TD 8 4
104
FR TD 5 2 TD 7 3 TD 10 1 TD 8 2
PD
OU SS TV MI
8. LUC
UJI VALIDITAS KOSTRUK LUC
DA NI=12 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12
PM SY FI=LUC.COR
MO NX=12 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
LUC
FR TD 6 2 TD 11 7 TD 9 8 TD 7 1 TD 7 6 TD 11 4 TD 4 1
FR TD 10 8 TD 10 6 TD 11 5 TD 12 5 TD 4 3 TD 9 5
FR TD 10 2 TD 11 9 TD 5 3 TD 6 4 TD 6 3 TD 12 11
PD
OU SS TV MI
105
9. DB
UJI VALIDITAS KOSTRUK DEMOCRATIC BEHAVIOR
DA NI=9 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=DB.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
DB
FR TD 7 1 TD 7 4 TD 9 8 TD 5 1 TD 4 3 TD 6 4
PD
OU SS TV MI
106
10. SS
UJI VALIDITAS KOSTRUK SOCIAL SUPPORT
DA NI=8 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
PM SY FI=SS.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SS
FR TD 8 4 TD 8 2 TD 7 4 TD 7 3 TD 5 2 TD 5 1 TD 5 3
PD
OU SS TV MI
11. PF
107
UJI VALIDITAS KOSTRUK POSITIVE FEEDBACK
DA NI=5 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=PD.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PD
FR TD 5 4 TD 5 2 TD 3 2 TD 4 1 TD 4 3
PD
OU SS TV MI
12. AB
UJI VALIDITAS KOSTRUK AUTOCRATIC BEHAVIOR
DA NI =4 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=AB.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
AB
FR TD 4 1
PD
OU SS TV MI AD=OFF ME=UL
108
13. TI
UJI VALIDITAS KOSTRUK TI
DA NI=9 NO=221 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=TI.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY AD=OFF ME=UL
LK
TI
FR TD 5 3 TD 3 1 TD 3 2 TD 5 2 TD 2 1 TD 9 1 TD 4 2 TD 4 3 TD 4 1 TD 6 1
PD
OU SS TV MI
109
Lampiran 3
Tabel Regresi
Model R R Square Adjusted R
Square
Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F Change
1 ,801a ,642 ,621 ,642 31,087 12 208 ,000
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 12902,584 12 1075,215 31,087 ,000b
Residual 7194,260 208 34,588
Total 20096,844 220
a. Dependent Variable: KETANGGUHAN_MENTAL
b. Predictors: (Constant), TRAINING_AND_INSTRUCTION, ATGS, AUTOCRATIC_BEHAVIOR,
EMOTIONAL_F_COPING, GIT, ATGT, DEMOCRATIC_BEHAVIOR, POSITIVE_FEEDBACK,
LESS_USEFULL_COPING, SOCIAL_SUPPORT, GIS, PROBLEM_F_COPING
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -3,932 6,512 -,604 ,547
PROBLEM_F_COPING ,164 ,065 ,161 2,520 ,012
EMOTIONAL_F_COPING -,042 ,063 -,036 -,659 ,510
LESS_USEFULL_COPING ,090 ,061 ,086 1,477 ,141
GIT ,696 ,050 ,602 13,837 ,000
GIS ,079 ,074 ,067 1,055 ,292
ATGS ,066 ,058 ,064 1,149 ,252
ATGT -,095 ,069 -,089 -1,375 ,171
DEMOCRATIC_BEHAVIOR ,164 ,064 ,155 2,584 ,010
SOCIAL_SUPPORT -,057 ,064 -,054 -,896 ,371
POSITIVE_FEEDBACK -,049 ,057 -,047 -,869 ,386
AUTOCRATIC_BEHAVIOR -,103 ,062 -,091 -1,662 ,098
TRAINING_AND_INSTRUC
TION ,167 ,062 ,158 2,681 ,008
110
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KETANGGUHAN_MENTAL 221 33,54 71,70 50,0000 9,55768
PROBLEM_F_COPING 221 33,10 68,25 50,0000 9,37372
EMOTIONAL_F_COPING 221 25,09 75,16 50,0000 8,14924
LESS_USEFULL_COPING 221 23,11 70,60 50,0000 9,10174
GIT 221 33,20 68,04 50,0000 8,26925
GIS 221 30,40 65,21 50,0000 8,14928
ATGS 221 37,23 79,82 50,0000 9,20263
ATGT 221 29,89 63,52 50,0000 8,86820
DEMOCRATIC_BEHAVIOR 221 31,86 73,70 50,0000 9,04192
SOCIAL_SUPPORT 221 28,06 72,31 50,0000 9,09050
POSITIVE_FEEDBACK 221 26,68 70,22 50,0000 8,99023
AUTOCRATIC_BEHAVIOR 221 31,78 67,61 50,0000 8,41859
TRAINING_AND_INSTRUC
TION 221 25,63 68,17 50,0000 9,06285
Valid N (listwise) 221
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 ,470a ,221 ,217 8,45612 ,221 62,052 1 219 ,000
2 ,472b ,223 ,216 8,46540 ,002 ,520 1 218 ,472
3 ,510c ,260 ,250 8,27631 ,038 11,075 1 217 ,001
4 ,780d ,608 ,600 6,04176 ,347 191,199 1 216 ,000
5 ,780e ,609 ,600 6,04452 ,001 ,802 1 215 ,371
6 ,780f ,609 ,598 6,05827 ,000 ,025 1 214 ,875
7 ,783g ,613 ,600 6,04291 ,004 2,090 1 213 ,150
8 ,792h ,628 ,614 5,94095 ,015 8,374 1 212 ,004
9 ,793i ,629 ,612 5,94992 ,001 ,361 1 211 ,549
10 ,793b ,629 ,611 5,96233 ,000 ,122 1 210 ,727
11 ,794c ,630 ,610 5,96758 ,001 ,631 1 209 ,428
12 ,801d ,642 ,621 5,88114 ,012 7,189 1 208 ,008