pengaruh dan peranan undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal terhadap kegiatan...
TRANSCRIPT
PENGARUH DAN PERANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL TERHADAP KEGIATAN
PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Oleh :
JISI NASISTIAWAN
1. Pendahuluan
Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan
dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh
peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi
mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan
prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi
Indonesia.
Dalam hal ini pengertian Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
seyogyanya ditafsirkan sebagai kebersamaan dalam mengelola perekonomian
untuk kepentingan bersama1. Asas kebersamaan ini harus menjadi titik tolak
semua upaya kenegaraan yang tengah dan akan dijalankan. Disini apa yang
ditulis sebagai tujuan pembangunan nasional ”untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila
didalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu
dan berkedaulatan rakyat...dan seterusnya, harus juga berkaitan dengan asas
1 M. Hatta, “Penjabaran Pasal 33 UUD 1945”, Mutiara, Jakarta, 1977
1
kebersamaan tersebut. Kiranya soal tujuan, kita sering tidak merasa turut serta
dalam mewujudkan tujuan tersebut2.
Transformasi global telah memberikan pengaruh perubahan yang sangat
besar bagi tatanan kehidupan masyarakat dunia. Sekat-sekat pembatas
kedaulatan negara senantiasa memudar (borderless states), sebagai akibat arus
global yang kadangkala intensitasnya tidak dapat diprediksi sebelumnya3. Arus
globalisasi yang begitu deras disertai dengan kemajuan tekhnologi komunikasi
yang pesat telah menyebabkan hubungan antar negara dan masyarakatnya
semakin dekat, saling bergantung (interdependency) dan saling mempengaruhi
seolah tercipta suatu dunia tanpa batas atau borderless world4, istilah yang
dipergunakan oleh pakar manajemen strategi Kenichi Ohmae yang
menggambarkan batas politis suatu negara dan bangsa tetap ada, akan tetapi
sebagai konsekuensinya kemudian terjadi reposisi peran negara atau bangsa,
sebagaimana telah disebutkan di atas. Keadaan tersebut digambarkan oleh
Kenichi Ohmae dengan menyebut dunia abad ke-21 sebagai borderless world
(dunia tanpa batas) yaitu :
“They may lie within or across the borders of nation state. This does not matter. It is the irrelevant result of historical accident. What defined them is not the location of their political borders but the fact that they right size and scale to be the true, natural business units ini today’s global economy. Theirs are the borders-and the connections-that matter in a matter in a borderless world”.
Globalisasi merupakan lingkungan yang sangat dinamis dan
mempunyai turbulensi tinggi. Bagi negara-negara maju, maka globalisasi
2 Suprayitno,SH, Penanaman Modal Asing Dan Undang-Undang Penanaman Modal Asing, Harapan Dan Kenyataan, diunduh dari http://www.legalitas.org, tanggal 15 Mei 2010.
3 Wijaya, Azaz Diskresi Serta Peranannya Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara Dalam Menghadapi Transformasi Global, diunduh dari situs http://magisterhukum.com tanggal 15 Mei 2010.
4 Kenichi Ohmae, The End of Nation State : The Rise of Regional Economies London, Harper Collins, 1995, hal. 60
2
cenderung memberikan peluang, tetapi bagi negara-negara berkembang seperti
Indonesia, lebih banyak ancaman. Meskipun demikian, secara obyektif sudah
merupakan suatu keniscayaan yang harus kita hadapi. Negara Indonesia telah
menyepakati serangkaian hasil putaran Uruguay, dan telah meratifikasinya.
Kebijaksanaan pemerintah menyetujui kesepakatan itu, bukan tidak ada alasan,
tentunya disadari bahwa suatu kenyataan masing-masing sistem perekonomian
negara bergantung pada sistem perekonomian negara lain, tentunya juga
besarnya dominasi kekuatan ekonomi global.
Kemajuan tekhnologi khususnya di bidang informasi dan
telekomunikasi telah turut pula mendorong arus globalisasi di bidang
perdagangan dan industri. Hal tersebut menjadikan dunia sebagai pasar
tunggal bersama. Dalam era perdagangan bebas dunia, Indonesia sebagai
negara berkembang harus mampu mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk dapat mengantisipasi segala perubahan dan perkembangan serta
kecenderungan global tersebut sehingga tujuan nasional dapat tercapai5.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak dapat
melepaskan diri dari gejolak globalisasi ini. Dengan latar belakang negara
kepulauan yang dipisahkan oleh lautan serta memiliki keragaman ras dan
budaya harus mempersiapkan diri secara tepat. Namun sebagai akibat dari
krisis moneter yang melanda dunia pada tahun 1996 telah mengakibatkan
tatanan struktur pemerintahan dan politik bergeser. Hancurnya struktur
5 A. Zen Umar Purba, “Kata Pengantar”, dalam Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan (Pertanyaan dan Jawaban) Hak Kekayaan Intelektual, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, 2001, Hal. I
3
ekonomi bangsa mengakibatkan sulitnya Indonesia keluar dari krisis ekonomi
yang terasa berkepanjangan.
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mempunyai
keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Akan
tetapi, keinginan ini tidak didukung oleh cukup tersedianya sumber-sumber
dana di dalam negeri, karena masih dihadapkan pada situasi dilematis, yang di
dalam dunia perekonomian disebut juga dengan istilah “lingkaran
kemiskinan”6.
Keinginan ini harus segera direspon dengan meningkatkan jumlah
investasi penanaman modal di Indonesia dengan mendatangkan investor-
investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, dan investor lokal diarahkan
untuk memperkuat dan memperluas investasinya. Upaya untuk meraih
investasi ini harus diiringi dengan pembangunan hukum ekonomi dan bisnis
agar lebih menjamin kepastian hukum bagi para investor tersebut.
Harus disadari bahwa hukum ekonomi saat ini memduduki posisi
penting dalam kehidupan hukum masyarakat. Kegiatan-kegiatan transaksional
dibidang bisnis dan penanaman modal yang makin meningkat, dan didukung
dengan adanya serangkaian kebijaksanaan pemerintah guna menarik investor,
baik domestik maupun asing di berbagai sektor. Keadaan inilah yang harus
diimbangi dengan pengaturan hukum yang memadai, jangan sampai hukum
nasional kita tidak akan mampu memberikan perlindungan dan pengayoman
6 Amirizal, Hukum Bisnis, Risalah Teori Dan Praktik, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1999, Hal. 1
4
kepada masyarakat yang menderita akibat perkembangan-perkembangan di
bidang ekonomi itu7.
Upaya pembangunan hukum ekonomi dan bisnis terutama dalam
bidang investasi dengan membentuk Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal sebagai pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang
selama ini merupakan dasar hukum bagi kegiatan penanaman modal di
Indonesia. Hal ini perlu dilaksanakan karena kedua Undang-Undang tersebut
tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat
perkembangan perekonomian nasional melalui konstruksi pembangunan
hukum nasional di bidang penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak
kepada kepentingan nasional.
2. Sistem Perekonomian Dalam Konsep Negara Hukum Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945 menganut paham kedaulatan rakyat
Indonesia yang mencakup baik aspek demokrasi politik maupun aspek
demokrasi ekonomi. Berdasarkan kedua doktrin demokrasi tersebut, sistem
7 Sunaryati Hartono, Perspektif Pembangunan Hukum Dalam Pembangunan Nasional Memasuki PJPT II, dalam Majalah Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1993, Hal. 15
5
sosial di Indonesia dapat dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi
yang seimbang, sehingga menumbuhkan kultur demokrasi sosial yang kokoh.
Dianutnya prinsip demokrasi ekonomi dan paham ekonomi pasar sosial
dapat dilihat pada ketentuan Bab XIV UUD 1945. Ketentuan konstitusi
tersebut harus mendasari perumusan berbagai ketentuan mengenai
perekonomian dan kesejahteraan sosial di Indonesia. Pelaksanaan ketentuan
konstitusi di bidang ekonomi tentu akan selalu bersentuhan dengan
kecenderungan perkembangan masyarakat. Saat ini, pelaksanaan paham
“welfare state” yang memberikan pembenaran konseptual terhadap
kecenderungan intervensi pasar negara hendaknya dibatasi demi perkembangan
dunia usaha yang sehat8.
Sebagaimana diketahui bahwa hukum ialah untuk kepentingan
masyarakat di mana hukum tersebut berlaku. Pengertian dan sendi-sendi pokok
yang dominan dalam hukum maupun peraturan perundang-undangan ialah
tujuan negara, fungsi negara dan alat perlengkapan negara. Tujuan negara
Indonesia adalah 9 :
1. Mencerdaskan kehidupan bangsa
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Rumusan tujuan negara ini menunjukkan dengan jelas masyarakat
bernegara yang bagaimana yang akan kita rakit dengan menggunakan
8 Jimly Asshidiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Hukum, Media, dan HAM, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, Hlm. 153
9 Padmo Wahjono, Penjajagan Suatu Sistem Hukum Nasional Menuju Suatu Kerangka Hukum Nasional, Dalam Majalah Hukum Nasional Nomor 1, 1984, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1984, Hlm. 10.
6
peraturan perundang-undangan sebagai alat (law as a tool of social
engineering). Dalam konsep ini maka hukum adalah kesadaran keadilan dari
rakyat. Negara yang menjalankan pemerintahannya berdasarkan atas kekuasaan
hukum dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dinamakan
negara hukum10.
Pada negara hukum, dalam setiap pelaksanaan tindakan apapun baik
oleh pemerintah maupun oleh warga negara harus didasari kepastian hukum
dan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam kehidupan
bernegara yang berdasarkan atas hukum, maka semua hubungan antara
seseorang dengan lainnya, atau antara seseorang dengan alat-alat pemerintahan
dan alat-alat negara diatur oleh peraturan-peraturan hukum11.
Hal ini sesuai dengan tujuan dari adanya hukum yang tertuju kepada
cita kedamaian hidup antar pribadi (het recht wil de vrede). Karena itu sering
dikatakan bahwa penegak hukum itu bekerja “to preserve peace”. Keadaan
damai yang menjadi tujuan akhir norma hukum terletak pada keseimbangan
antara dimensi lahiriah dan batiniah yang menghasilkan keseimbangan antara
ketertiban dan ketentraman, antara keamanan dan ketenangan12. Konsep ini
pada akhirnya mengarah kepada konsep negara kesejahteraan (welfare state).
Dengan adanya konsep welfare state ini, berarti pula bahwa
tanggungjawab negara terhadap perekonomian sebagai salah satu tulang
punggung pembangunan negara sangat tinggi. Perkembangan dunia usaha
sebagai bentuk perwujudan perkembangan ekonomi Indonesia yang cepat telah
10 Musthafa Kamal Pasha, Pancasila UUD 1945 Dan Mekanisme Pelaksanaannya, Mitra Gama Widya, Yogyakarta, 1988, Hlm. 111
11 Ibid.12 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, Hlm. 4
7
memperbesar jumlah transaksi dagang. Hal ini harus diimbangi dengan
landasan hukum yang baik dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha.
Untuk itu perlu dilakukan upaya reformasi peraturan perundang-undangan
terutama yang berkaitan dengan dunia usaha dan investasi. Tanpa adanya
struktur hukum baru, Indonesia akan terhambat dalam memasuki era ekonomi
global. Hal ini juga berarti akan menghilangkan keunggulan komparatif di
bidang ekonomi saat ini.
Ada dua peranan peraturan perundang-undangan yaitu Pertama;
sebagai sarana penjaga keamanan dan ketertiban. Kedua; sebagai sarana yang
mengikuti pertumbuhan masyarakat. Kedua peran tersebut pada saat-saat
tertentu saling menahan satu sama lain. Hukum sebagai penjaga keamanan dan
ketertiban lebih berorientasi pada pengawasan dan pengendalian. Hukum
sebagai sarana pertumbuhan masyarakat, berorientasi pada kemudahan. Inilah
masalah deregulasi. Peraturan-peraturan yang banyak pada saat tertentu terasa
sebagai pengendalian berlebihan sehingga dipandang sebagai hambatan atas
upaya pembangunan. Tetapi peraturan yang memberi berbagai kemudahan
mengandung pula permasalahan yaitu berbagai kemungkinan
penyalahgunaan13.
Kemudahan yang dituju dalam pengaturan bidang ekonomi melalui
tindakan deregulasi, adalah membantu kelancaran usaha para pelaku ekonomi,
yaitu koperasi, perusahaan negara, perusahaan swasta, maupun pengusaha
perorangan. Itu didasarkan pada pendapat yang memandang deregulasi sebagai
13 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni Bandung, 1997, Hlm. 214-215
8
suatu cara untuk dapat lebih menghemat biaya, waktu, dan tenaga, yang lazim
disebut social cost14.
Deregulasi ekonomi pada hakikatnya adalah untuk membebaskan pasar
dari berbagai kendala atau ketentuan yang dibuat pemerintah yang
mengungkung kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, tujuan diadakannya
deregulasi adalah adanya perubahan atau pencabutan ketentuan pemerintah
sebelumnya, sehingga dengan cara tersebut diharapkan mekanisme pasar dari
produk tertentu dan/atau produk-produk yang berhubungan dengan produk
yang dideregulasi menjadi lancar dan bebas dari ketentuan tersebut15.
3. Undang-Undang Penanaman Modal Dan Pembangunan Perekonomian Indonesia
Adanya perubahan Undang-Undang PMA dan Undang-Undang PMDN
sebagaimana di atas, tidak boleh ditolak atau terlalu diremehkan karena
undang-undang yang lama sudah berusia lebih dari 30 tahun. Sementara itu
zaman sudah berubah banyak. Maka masuk akal kalau kedua undang-undang
itu ditinjau kembali. Di lain fihak, ada beberapa prinsip atau kebutuhan zaman
yang masih sama. Misalnya, dewasa ini penanaman modal (asing) masih tetap
diperlukan, baik untuk menunjang proses pertumbuhan ekonomi Indonesia,
maupun untuk menopang ekspor, baik yang non-migas maupun migas. Semua
investasi ini masih relatip mundur pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998
relatip mundur artinya laju pertumbuhannya, atau rasio investasi terhadap
Pendapatan Domestik Bruto berkurang. Mundurnya iklim investasi tidak
disebabkan oleh cacadnya undang-undang yang lama, melainkan oleh karena
citra pemerintah pasca-krisis ini kurang efektip menegakkan serta
14 Amirizal, Op.Cit, Hlm. 215 Ibid Hlm. 48
9
melaksanakan berbagai undang-undang sehingga kepastian kerja investor
berkurang16. Hal ini juga diungkapkan oleh Aburizal Bakrie yang menyatakan
bahwa pada umumnya, negara donor yang tergabung dalam CGI mengatakan,
yang terburuk dari iklim investasi Indonesia adalah implementasi dari Undang-
Undang Investasi yang sudah ada, sedangkan soal peraturan perundang-
undangannya sudah baik17.
Suasana kebatinan pembentukan Undang-Undang tentang Penanaman
Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal
yang kondusif sehingga Undang-Undang tentang Penanaman Modal mengatur
hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-
undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan
terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan
ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam
pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam
modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi
dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur
mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan
ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa.
Terdapat beberapa hal baru dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Penjelasan Undang-Undang
Penanaman Modal ini, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro,
16 Sadli, Iklim Investasi Dan Undang-Undang Baru, diunduh dari situs http://www.Kolom Pakar Pinter, tanggal 15 Mei 2010.
17 Erwin Daryanto, Pemerintah Akan Ubah Total Undang-Undang Investasi, diunduh dari http://www. Tempointeraktif.Com tanggal 15 Mei 2010.
10
kecil, menengah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman
modal. Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian
dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan
kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan
kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan
ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu
sistem perekonomian yang berdaya saing.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal sebagaimana yang
diharapkan hanya akan dapat tercapai apabila faktor penunjang yang
menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi. Faktor-faktor tersebut
antara lain adalah meliputi :
1. Perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan Daerah,
Undang-Undang ini mencakupi semua kegiatan penanaman
modal langsung di semua sektor. Undang-Undang ini juga memberikan
jaminan perlakuan yang sama dalam rangka penanaman modal. Selain
itu, Undang-Undang ini memerintahkan agar Pemerintah meningkatkan
koordinasi antarinstansi Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan
Bank Indonesia, dan antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah.
Koordinasi dengan pemerintah daerah harus sejalan dengan
semangat otonomi daerah. Pemerintah daerah bersama-sama dengan
instansi atau lembaga, baik swasta maupun Pemerintah, harus lebih
diberdayakan lagi, baik dalam pengembangan peluang potensi daerah
maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal.
11
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal
berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau
dekonsentrasi. Oleh karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan
tersebut harus dapat diukur dari kecepatan pemberian perizinan dan
fasilitas penanaman modal dengan biaya yang berdaya saing.
Dalam konteks investasi di daerah, maka hukum sebagai alat
pengaturan dan rambu-rambu dalam pelaksanaannya, dibutuhkan agar
investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dapat lebih terarah
dan berpegang pada kepentingan masyarakat dan negara, serta
menciptakan keseimbangan baru antara kepentingan konsumen, para
pengusaha, masyarakat dan pemerintah, oleh karena keseimbangan-
keseimbangan lama telah mengalami perombakan dan perubahan18.
Dalam konteks inilah sebagaimana dikatakan Theo F Toemion19
kehadiran investor yang diharapkan akan menanamkan investasinya di
daerah menjadi sangat penting artinya. Pertama, kehadiran investor dapat
dijadikan sebagai counterpart oleh daerah dalam mendayagunakan
segenap potensi sumber daya yang dimiliki oleh daerah. Kedua, dengan
keberhasilan mengisi dan menambah sumber pendapatannya itu, maka
daerah dapat memberikan kontribusi kea rah perbaikan dan peningkatan
kulaitas sumber daya manusianya, termasuk pelayanannya kepada
masyarakat, membangun infrastruktur yang diperlukan, membuka
18 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991.
19 Theo F Toemion, Sambutan Pada Rapat Koordinasi Investasi bagi Kabupaten/Kota se-Propinsi Jawa Barat, 6 Mei 2004.
12
kesempatan kerja yang lebih banyak lagi dan sebagainya, yang
kesemuanya diarahkan bagi upaya untuk membangun dan
mensejahterakan masyarakat daerah.
Investasi oleh pemerintah dapat dilihat dari segi (1) investasi fisik
dan (2) investasi non fisik20. Investasi fisik yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah antara lain berupa pembangunan infrastruktur yang
bertujuan menyediakan sarana dan prasarana bagi peningkatan
pertumbuhan perekonomian serta peningkatan pelayanan kepada
masyarakat. Sedangkan investasi non fisik adalah pengembangan
kapasitas Sumber Daya Manusia di Daerah berupa penyediaan layanan
kesehatan dan peningkatan gizi masyarakat, penyediaan kesempatan
pendidikan bagi anak usia sekolah, serta jaminan sosial lainnya. Investasi
ini dikenal juga dengan human investment . Disamping kedua bentuk
investasi tersebut, bagi Daerah yang mampu juga mengadakan investasi
melalui pembentukan BUMD atau penyertaan modal pada dunia usaha
dengan tujuan memperoleh keuntungan untuk meningkatkan PAD yang
akan digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan masyarakat.
Investasi dunia usaha di Daerah sebenarnya diharapkan dapat
memacu pertumbuhan perekonomian Daerah sekaligus pemerataan
pendapatan masyarakat. Dengan banyak investasi dunia usaha di Daerah
maka diharapkan semakin bertambahnya lapangan kerja yang dapat
20 BKKSI, Pemberdayaan Investasi Daerah, http://www.bkksi..or.id, di download tanggal 3 April 2007
13
menampung angkatan kerja. Hal ini juga akan membawa dampak
terhadap penurunan angka urbanisasi.
Investasi dunia usaha di Daerah selama ini lebih banyak
didominasi oleh pengusaha kuat, sedangkan pengusaha lemah yang
umumnya pengusaha lokal lebih banyak terpinggirkan. Kondisi ini
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya yaitu; regulasi yang
ditetapkan oleh pemerintah, keterbatasan kapasitas pengusaha lokal,
jaringan yang kuat dari pengusaha nasional, dan sebagainya.
2. Penciptaan birokrasi yang efesien,
Birokrasi yang efisien sangat menentukan terhadap upaya
meningkatkan investasi, birokrasi yang berbelit hanya akan membuat
investor kesulitan dan urung untuk menanamkan modalnya.
Permasalahan pokok yang dihadapi penanam modal dalam memulai
usaha di Indonesia diperhatikan oleh Undang-Undang ini sehingga
terdapat pengaturan mengenai pengesahan dan perizinan yang di
dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelayanan terpadu satu pintu.
Dengan sistem itu, sangat diharapkan bahwa pelayanan terpadu di pusat
dan di daerah dapat menciptakan penyederhanaan perizinan dan
percepatan penyelesaiannya. Selain pelayanan penanaman modal di
daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal diberi tugas
mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan penanaman. Penerapan
pelayanan perizinan satu pintu ini telah diimplementasikan di berbagai
daerah dengan membentuk unit pelayanan perizinan terpadu ditingkat
Propinsi maupun Kabupaten.
14
3. Kepastian hukum di bidang penanaman modal,
Kemajuan ekonomi telah menimbulkan terjadinya tarik menarik
kepentingan yang kuat di antara para pelaku ekonomi serta munculnya
ketidak seimbangan antara keinginan pelaku-pelaku ekonomi disatu
pihak, dengan kebutuhan masyarakat di lain pihak. Oleh sebab itu maka
kedudukan, fungsi,dan peranan penegakan hukum akan menjadi semakin
penting21.
Harus disadari bahwa interaksi antara pembangunan hukum dan
pembangunan ekonomi sangatlah penting. Kadang-kadang hukum
mempunyai kedudukan yang kuat, tetapi sering perhitungan ekonomi
yang lebih menentukan. Sebenarnya yang paling ideal adalah jika
interaksi pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi saling
menunjang dan melengkapi. Dengan demikian kajian dan analisis
mengenai hukum ekonomi dapat memberikan sumbangan bagi
pengaturan dan penyelesaian masalah-masalah yang ada dalam bidang
ekonomi seperti PMA, PMDN, join venture, pertanahan, badan hukum,
dan persaingan yang curang atau tidak sehat di bidang bsinis. Melalui
interaksi hukum dan ekonomi tersebut maka hukum dapat berfungsi
sebagai agent of modernization dan instrument of social engineering22.
Adanya asas kepastian hukum akan memberikan kenyamanan
bagi pelaku usaha untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kepastian
hukum yang diberikan akan berpengaruh terhadap hak-hak yang akan
21 Soenaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Cet. 2, Binacipta, Bandung, 1988, hal 8-34.
22 Sumantoro, Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta, 1986 hal. 180. Lihat juga Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia Jakarta, 1998 hal. 298-302.
15
diperoleh dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku
bisnis (investor tersebut).
Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur
secara khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas
kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip tata kelola
perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya
masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk
mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung
jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta
upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan
perundang-undangan. Dengan telah jelasnya hak-hak dan kewajiban yang
mereka miliki mereka tidak akan ragu-ragu untuk menanamkan
modalnya.
Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi, Undang-Undang
Penanaman Modal memerintahkan penyusunan peraturan perundang-
undangan mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan
persyaratan, termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau
dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur hak pengalihan aset
dan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dengan tetap
memperhatikan tanggung jawab hukum, kewajiban fiskal, dan kewajiban
sosial yang harus diselesaikan oleh penanam modal.
16
Berkaitan dengan kemungkinan timbulnya sengketa antara
penanam modal dan Pemerintah, dalam Undang-Undang ini juga diatur
mengenai penyelesaian sengketa.
Namun demikian, Undang-Undang Penanaman Modal juga
memberikan ruang kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna
mengantisipasi berbagai perjanjian internasional yang terjadi dan
sekaligus untuk mendorong kerja sama internasional lainnya guna
memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk
barang dan jasa dari Indonesia. Kebijakan pengembangan ekonomi di
wilayah tertentu ditempatkan sebagai bagian untuk menarik potensi pasar
internasional dan sebagai daya dorong guna meningkatkan daya tarik
pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat
strategis bagi pengembangan perekonomian nasional. Dalam hal ini maka
kepada pemerintah diberikan kewenangan untuk membuat Peraturan
kebijakan (beleidsregel) berdasarkan azas freis ermessen23, guna
mendorong peningkatan investasi. Sering dipahami, freis ermessen
sebagai kebebasan bertindak bagi administrasi negara saat belum ada
peraturan perundangan yang mengatur, tetapi masyarakat membutuhkan
penyelesaian pelayanan yang segera, tidak boleh dilakukan penundaan,
sehingga merupakan keputusan yang bersifat mendesak.
Kebijakan pemerintah seyogyanya merupakan gerak jantung suatu
peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan kepastian hukum,
sehingga pihak investor terutama investor asing, merasa aman dan lebih
23 Laica Marzuki, Peraturan kebijakan (‘beleidsregel’): Hakikat Serta Fungsinya Selaku Sarana Hukum Pemerintahan, Makalah disampaikan dalam Diklat Calon Hakim Peradilan Tata Usaha Negara di Bogor, tanggal 7 Juli 2009.
17
berani lagi menanamkan modalnya di Indonesia. Lebih-lebih karena
selama ini, sangat banyak kebijaksanaan pemerintah yang dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan dan kelonggaran hanya bagi investor
asing. Namun, nyatanya cara yang ditempuh oleh pemerintah itu belum
memadai dan tidak selalu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku,karenanya timbul kesan seolah-olah kepastian hukum
dilecehkan24. Dengan adanya Undang-Undang yang baru ini, kondisi tidak
adanya kepastian hukum diharapkan tidak terjadi lagi, sehingga peluang
investasi dapat diraih dengan lebih baik.
4. Biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi.
Peningkatan peran penanaman modal tersebut harus tetap dalam
koridor kebijakan pembangunan nasional yang direncanakan dengan
tahap memperhatikan kestabilan makroekonomi dan keseimbangan
ekonomi antarwilayah, sektor, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat,
mendukung peran usaha nasional, serta memenuhi kaidah tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance).
Fasilitas penanaman modal diberikan dengan mempertimbangkan
tingkat daya saing perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus
promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain.
Pentingnya kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong
pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas
hak atas tanah, imigrasi, dan fasilitas perizinan impor.
Meskipun demikian, pemberian fasilitas penanaman modal
tersebut juga diberikan sebagai upaya mendorong penyerapan tenaga
24 Amirizal, op.cit hal. 66.
18
kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi
kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih menguntungkan
kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau mesin
atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi
penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur
terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Perekonomian dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang
semakin ketat sehingga kebijakan penanaman modal harus didorong
untuk menciptakan daya saing perekonomian nasional guna mendorong
integrasi perekonomian Indonesia menuju perekonomian global.
Perekonomian dunia juga diwarnai oleh adanya blok perdagangan, pasar
bersama, dan perjanjian perdagangan bebas yang didasarkan atas sinergi
kepentingan antarpihak atau antarnegara yang mengadakan perjanjian.
Hal itu juga terjadi dengan keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerja
sama internasional yang terkait dengan penanaman modal, baik secara
bilateral, regional maupun multilateral (World Trade
Organization/WTO), menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus
dihadapi dan ditaati.
Sektor perpajakan merupakan salah satu momok bagi investor
dalam menanamkan modalnya. Berbagai pungutan pajak justru akan
memberatkan investor, dan menimbulkan biaya ekonomi tinggi yang
berdampak pada keengganan untuk berinvestasi. Untuk itu juga harus ada
19
kebijakan reduksi pajak-pajak tertentu bagi para investor sehingga
mereka berani untuk menanamkan modalnya
5. Iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan
berusaha.
Kehadiran Undang-Undang Investasi ini juga diatur mengenai
ketenagakerjaan. Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi
kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara
Indonesia dan diwajibkan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja
warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja dan melakukan alih
teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia. Namun demikian
mereka juga berhak untuk menggunakan tenaga ahli warga negara asing
untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Jika terjadi perselisihan kerja, maka penyelesaian perselisihan
hubungan industrial wajib diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja. Jika
penyelesaian secara musyawarah tidak mencapai hasil, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui upaya mekanisme tripartit. Dan
apabila kedua jalan tersebut tidak juga dapat menyelesaikan masalah,
maka, perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan hubungan industrial.
Pengaturan ini diharapkan dapat membuat iklim usaha di Indonesia
menjadi lebih kondusif dan pihak penanam modal merasa aman dalam
menanamkan modalnya.
20
4. Penutup
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal secara substansi
telah memberikan angin segar bagi pertumbuhan investasi di Indonesia,
berbagai terobosan baru yang diatur dalam Undang-Undang ini merupakan
upaya untuk mempermudah dan memberikan kepastian hukum bagi para
pemodal untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kemudahan-kemudahan
ini tentunya diharapkan dapat menarik investor agar mau berinvestasi di
Indonesia.
Untuk menarik investor agar mau menanamkan modalnya di Indonesia,
disarankan agar pemerintah dapat memberikan berbagai macam kemudahan
dalam melakukan investasi di Indonesia. Hal ini antara lain dengan
memperpendek rentang birokrasi yang harus dilalui oleh investor dalam
mengurus perizinan baik bagi investor lokal maupun investor asing. Selain itu
agar diupayakan pula dalam penyusunan regulasi tidak berakibat makin
banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh investor dalam menjalankan
usahanya. Dengan demikian harus ada upaya deregulasi terhadap berbagai
regulasi yang telah ada.
21
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
A. Zen Umar Purba, “Kata Pengantar”, dalam Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan (Pertanyaan dan Jawaban) Hak Kekayaan Intelektual, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, 2001.
Amirizal, Hukum Bisnis, Risalah Teori Dan Praktik, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1999.
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni Bandung, 1997,
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, 2006,
Jimly Asshidiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Hukum, Media, dan HAM, Konstitusi Press, Jakarta, 2006
Kenichi Ohmae, The End of Nation State : The Rise of Regional Economies London, Harper Collins, 1995.
Musthafa Kamal Pasha, Pancasila UUD 1945 Dan Mekanisme Pelaksanaannya, Mitra Gama Widya, Yogyakarta, 1988,
M. Hatta, “Penjabaran Pasal 33 UUD 1945”, Mutiara, Jakarta, 1977
Padmo Wahjono, Penjajagan Suatu Sistem Hukum Nasional Menuju Suatu Kerangka Hukum Nasional, Dalam Majalah Hukum Nasional Nomor 1, 1984, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1984.
Sumantoro, Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta, 1986.
Soenaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Cet. 2, Binacipta, Bandung, 1988
Soenaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991.
Soenaryati Hartono, Perspektif Pembangunan Hukum Dalam Pembangunan Nasional Memasuki PJPT II, dalam Majalah Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1993.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1995.
Sukardi, Metodologi Penelitian, Kompentensi dan Prakteknya, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Supranto, J, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta.
Theo F Toemion, Sambutan Pada Rapat Koordinasi Investasi bagi Kabupaten/Kota se-Propinsi Jawa Barat, 6 Mei 2004.
22
MAKALAH
Laica Marzuki, Peraturan kebijakan (‘beleidsregel’): Hakikat Serta Fungsinya Selaku Sarana Hukum Pemerintahan, Makalah disampaikan dalam Diklat Calon Hakim Peradilan Tata Usaha Negara di Bogor, tanggal 7 Juli 2009.
INTERNET
BKKSI, Pemberdayaan Investasi Daerah, http://www.bkksi..or.id, di download tanggal 3 April 2007
Erwin Daryanto, Pemerintah Akan Ubah Total Undang-Undang Investasi, diunduh dari http://www. Tempointeraktif.Com tanggal 15 Mei 2009
Sadli, Iklim Investasi Dan Undang-Undang Baru, diunduh dari situs http://www.Kolom Pakar Pinter, tanggal 15 Mei 2010.
Suprayitno,SH, Penanaman Modal Asing Dan Undang-Undang Penanaman Modal Asing, Harapan Dan Kenyataan, diunduh dari http://www.legalitas.org, tanggal 15 Mei 2010.
Wijaya, Azaz Diskresi Serta Peranannya Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara Dalam Menghadapi Transformasi Global, diunduh dari http://magisterhukum.com, tanggal 15 Mei 2010.
23