pengaruh indeks nikkei 225, dow jones industrial …
TRANSCRIPT
PENGARUH INDEKS NIKKEI 225, DOW JONES
INDUSTRIAL AVERAGE, BI RATE dan KURS
DOLLAR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM
GABUNGAN (IHSG) : STUDI KASUS PADA IHSG
BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2008-2013
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Ahmad Ulil Albab
115020407111018
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
PENGARUH INDEKS NIKKEI 225, DOW JONES INDUSTRIAL AVERAGE, BI RATE
DAN KURS DOLLAR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) :
STUDI KASUS PADA IHSG BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2008-2013
Ahmad Ulil Albab
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email:[email protected]
ABSTRAK
Perkembangan pasar modal suatu negara banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor internal yakni
makro ekonomi negara dan faktor eksternal yakni pengaruh dari negara lain. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel makroekonomi dan indeks pasar modal dunia
terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah BI rate, Kurs Dollar terhadap Rupiah, Indeks Nikkei 225 dan Indeks
Dow Jones Industrial Average (independent variabel) serta IHSG (dependent variabel). Jeni data
berupa data sekunder yang diperoleh dari website terkait dengan periode waktu pengamatan
yakni mulai tahun 2008 hingga 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah Error Correction
Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek maupun jangka
panjang BI rate mempunyai korelasi negatif terhadap IHSG namun tidak signifikan, kurs Dollar
terhadap Rupiah mempunyai korelasi negatif dan signifikan terhadap IHSG baik dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang, indeks Dow Jones mempunyai korelasi positif dan
signifikan terhadap IHSG, indeks Nikkei 225 mempunyai korelasi positif dan tidak
signifikanterhadap IHSG. Nilai R2 sebesar 0,573 menunjukkan bahwa variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian telah berkontribusi dalam pembentukan IHSG sebesar 57%
sedangkan 43% kekurangan dibentuk oleh variabel lain diluar model penelitian.
Kata kunci: IHSG, BI rate,kurs,DJIA,Nikkei 225, ECM
A. PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi secara keseluruhan dapat dilihat dari perkembangan pasar modal dan
industri sekuritas pada suatu negara. Pasar modal merupakan salah satu penggerak perekonomian
suatu negara, hal tersebut dikarenakan pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian
suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi
perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat atau investor, yang nantinya dana tersebut
digunakan untuk pengembangan usaha dan ekspansi, dan hal tersebut akan diikuti dengan
penambahan modal kerja untuk mengurangi jumlah pengangguran. Dalam teori pembangunan
ekonomi neo klasik yang dipelopori oleh Robert Solow menyatakan pendapatnya, ditegaskan
secara implisit tentang peranan modal dalam proses pembangunan. Akumulasi modal sangat
diperlukan untuk meningkatkan daya serap perekonomian terhadap angkatan kerja. Semakin tinggi
modal yang tersedia dalam perekonomian, semakin tinggi pula kemampuan perekonomian tersebut
menyerap tenaga kerja.
Fungsi pasar modal yang kedua adalah pasar modal merupakan sarana investasi bagi
masyarakat dibidang keuangan selain bank. Dengan demikian masyarakat dapat menempatkan
dana yang dimilikinya sesuai dengan tingkat risiko dan keuntungan masing-masing instrumen
keuangan yang dipegang.
Tingkat risiko investasi di pasar modal lebih tinggi daripada investasi pada perbankan. Hal
tersebut dikarenakan harga saham di bursa tidak selamanya tetap, adakalanya meningkat dan
adakalanya menurun, tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran. Jika jumlah
permintaan akan saham lebih besar dari penawaran maka harga saham akan naik, sebaliknya jika
penawaran saham lebih besar dari permintaan maka harga saham akan turun. Bagi investor yang
suka dengan risiko hal ini merupakan hal yang menarik, karena semakin tinggi risiko suatu
investasi maka semakin tinggi pula return yang didapat. Naik turunnya harga saham juga dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fundamental perusahaan emiten (penerbit saham),
psikologis, maupun eksternal.
Gambar 1 : Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan Tahun 2008-2013
Sumber : IDX Statistik, www.idx.co.id, diolah
Investor perlu memiliki sejumlah informasi yang terkait dengan perubahan harga saham agar
dapat mengambil suautu kesimpulan tentang saham-saham perusahaan yang akan dipilih. Sehingga
penilaian saham secara akurat perlu dilakukan mengingat investasi di pasar modal merupakan jenis
investasi yang cukup berisiko meskipun menjanjikan keuntungan yang relatif besar. Terdapat
beberapa faktor makro yang mempengaruhi aktivitas investasi saham di Bursa Efek Indonesia
(BEI), diantaranya adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai kurs valuta asing, harga
minyak dunia dan lainnya. Tingginya tingkat inflasi dapat mengakibatkan daya beli masyarakat
menurun dan meningkatkan biaya produksi. Hal itu akan berdampak terhadap anggapan
masyarakat bahwa perusahaan yang bergerak di bidang barang dan jasa akan terkena dampak
inflasi sehingga dapat mempengaruhi penawaran harga saham perusahaan tersebut dan pada
akhirnya berakibat pada pergerakan Indeks Harga Saham di BEI.
Tingkat suku bunga atau BI Rate merupakan salah satu variabel makro yang dapat
mempengaruhi aktivitas harga saham pada bursa. BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang
mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
diumumkan ke publik. Secara teori, tingkat suku bunga dan harga saham memiliki hubungan yang
negatif (Tandelilin, 2010). Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai
sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang
ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang terlalu tinggi juga akan meningkatkan biaya
modal yang akan ditanggung perusahaan dan juga akan menyebabkan return yang diinginkan oleh
investor dari suatu investasi akan meningkat.
Kurs mata uang menunjukkan harga suatu mata uang jika ditukarkan dengan mata uang lain,
dimana kurs mata uang dapat diartikan sebagai perbandingan nilai antar mata uang, penentuan
kurs mata uang suatu negara dengan negara lain ditentukan sebagaimana halnya barang, yaitu
ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Bagi investror fluktuasi
mata uang rupiah ini dijadikan sebagai alternatif investasi lain yang juga dapat mempengaruhi
pergerakan harga saham di bursa efek. Tidak menentunya nilai tukar rupiah terhadap dollar
membuat para investor cenderung berspekulasi. Jika saat ini nilai dollar sedang melemah terhadap
rupiah dan dapat diprediksikan akan kembali menguat di masa mendatang dan juga ketika
alternatif investasi lain dirasa kurang menjanjikan, maka investor akan cenderung berinvestasi
untuk membeli dollar dengan harapan ketika nilai kurs Dollar terhadap Rupiah kembali menguat
dia akan menjualnya kembali ke dalam bentuk mata uang rupiah, sehingga dia memperoleh gain
dari selisih kurs. Selain sebagai alternatif investasi, pergerakan nilai mata uang tersebut juga
berdampak pada perdagangan ekspor impor barang dan jasa yang berkaitan dengan perusahaan
emiten. Bagi perusahaan-perusahaan yang aktif dalam perdagangan internasional kestabilan kurs
mata uang dollar terhadap rupiah menjadi penting. Sebab ketika nilai rupiah tredepresiasi dengan
dollar Amerika Serikat, hal ini akan mengakibatkan barang-barang impor menjadi mahal. Apabila
sebagian besar bahan baku perusahaan menggunakan bahan impor, tentunya hal ini akan
mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang nantinya hal ini akan mengurangi tingkat
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Jan-0
8
May-0
8
Sep
-08
Jan-0
9
May-0
9
Sep
-09
Jan-1
0
May-1
0
Sep
-10
Jan-1
1
May-1
1
Sep
-11
Jan-1
2
May-1
2
Sep
-12
Jan-1
3
May-1
3
Sep
-13
ihsg
ihsg
keuntungan perusahaan. Turunnya tingkat keuntungan perusahaan akan mempengaruhi minat beli
investor terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Yang nantinya, hal ini akan mendorong
pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI.
Era globalisasi membuat perekonomian negara Indonesia semakin terintegrasi dengan
perekonomian global. Hal itu membuat perekonomian Indonesia terbuka dari sisi neraca
pembayaran mulai dari perdagangan, serta arus modal masuk dan keluar (capital inflow atau
capital outflow). Amerika Serikat dan Jepang adalah dua negara tujuan ekspor non migas terbesar
Indonesia. Perubahan keadaan perekonomian dua negara tersebut tentu akan memberikan
pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap perekonomian Indonesia. Apabila
perekonomian kedua negara tersebut sedang mengalami keadaan resesi, hal ini tentu akan
menyebabkan nilai ekspor non migas Indonesia ke negara-negara tersebut juga ikut menurun.
Untuk negara Jepang indeks saham yang akan dijadikan proksi dalam penulisan ini adalah
Indeks Nikkei 225. Indeks ini dipilih karena selain perhitungan indeks ini sudah dilakukan sejak
tahun 1950, Indeks Nikkei 225 juga merupakan indeks yang paling sering digunakan di Jepang
sebagai patokan kinerja bursa sahamnya. Selain itu perusahaan yang tercatat di Indeks Nikkei 225
juga terdiri dari berbagai macam perusahaan yang memiliki daerah operasi di Indonesia,
diantaranya adalah Mitsubishi Corp, Honda Motor Co Ltd, Nikon Corp, dan masih banyak lagi.
Amerika merupakan salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, pengaruh
Amerika Serikat sangat besar bagi negara-negara lain. Hal ini juga termasuk pengaruh dari
perusahaan-perusahaan dan investornya yang tercermin dari pergerakan indeks Dow Jones
Industrial Average (DJIA), yang merupakan salah satu indeks dalam NYSE (New York Stock
Exchange). Pengaruh pergerakan DJIA terhadap negara-negara lain dapat terlihat pada tahun 2008
dimana pada saat itu di Amerika Serikat sedang mengalami krisis yang dikenal dengan krisis
subprime mortgage, krisis tersebut berdampak juga terhadap turunnya IHSG hingga 50% padahal
dampak krisis tersebut terhadap perekonomian Indonesia relatif kecil, hal ini mungkin dikarenakan
faktor psikologis investor yang mengalami trauma krisis 1998, dimana saat itu Indonesia
mengalami krisis moneter yang sangat hebat, yang diakibatkan oleh krisis di Thailand.
B. KERANGKA TEORI
Integrasi Pasar Modal
Kegiatan ekonomi di dunia saat ini menjadi semakin berkaitan dan bergantung satu sama lain.
Hampir semua negara yang berada dalam belahan bumi ini mempunyai interaksi satu sama lain.
Interaksi kegiatan ekonomi tersebut baik menyangkut kegiatan sektor riil maupun sektor
keuangan, interaksi kegiatan sektor riil dapat dilihat dari kegiatan ekspor dan impor yang
dilakukan oleh berbagai negara. Perusahaan-perusahaan multinasional (yaitu perusahaan yang
dimiliki oleh lebih dari satu negara) ataupun perusahaan transnasional (yaitu perusahaan yang
beroperasi di berbagai negara), merupakan contoh lain dari dari semakin terintegrasinya kegiatan
ekonomi antar negara (Husnan,1998). Sedangkan untuk sektor keuangan hampir tidak ada batasan
negara dalam kegiatan ini dan beroperasi selama dua puluh empat jam dalam satu hari. Karena itu
pelaku ekonomi yang bergerak dalam sektor keuangan harus selalu waspada selam dua puluh
empat jam setiap harinya. Interaksi kegiatan sektor keuangan dapat dilihat dari pasar uang dan
pasar modal.
Adapun manfaat yang diperoleh dari pasar modal yang saling terintegrasi adalah : (1) harga
yang lebih murah untuk semua produk-produk keuangan di pasar modal karena adanya kompetisi
yang lebih ketat dan adanya skala ekonomis, (2) Pasar modal menjadi lebih efisien, lebih likuid,
dan tingkat perdagangan yang lebih tinggi, (3) Investor akan mendapat return yang lebih tinggi
karena biaya transaksi yang rendah, (4) Investor akan memiliki pilihan yang lebih banyak dalam
berinvestasi yang akhirnya dapat mengurangi tingkat risikonya (Nasry, 2003).
Teori Portofolio
Teori portofolio saham adalah bagaimana memilih kombinasi jenis saham yang akan dipegang
oleh investor demi memperoleh keuntungan tertentu. Tujuan dari dibentuknya portofolio saham
adalah untuk menyebarkan risiko atau diversifikasi risiko yang mungkin di hadapi investor dari
setiap aset investasinya. Risiko dalam melakukan investasi mempunyai dua karakteristik yaitu
diversified risk dan undiversified risk. Diversified risk adalah risiko yang dapat dihilangkan
dengan melakukan diversifikasi dengan membentuk portofolio. Risiko jenis ini hanya akan
mempengaruhi perusahaan atau saham tertentu saja tanpa mempengaruhi perusahaan atau saham
lainnya. Risiko ini disebut juga dengan unsystematic risk atau specific risk. Undiversified risk
adalah risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi karena risiko ini telah
mempengaruhi seluruh saham yang ada di bursa sehingga menginvestasikan dana ke berbagai jenis
saham tidak dapat menghilangkan risiko tersebut, risiko ini biasa disebut juga dengan systematic
risk atau market risk. Risiko mengenai perubahan kondisi fundamental negara ataupun pengaruh
dari negara lain, masuk dalam kategori systematic risk karena secara umum dapat menimbulkan
sentimen negatif terhadap perusahaan-perusahaan yang listed di BEI.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Menurut Sunariyah (2006) Indeks Harga Saham adalah bentuk informasi historis untuk
menggambarkan pergerakan harga saham pada saat tertentu maupun periode tertentu. Dalam pasar
modal Indonesia, dikenal adanya suatu indeks yang mewakili pergerakan seluruh saham
perusahaan tercatat. Indeks tersebut adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG menjadi
acuan bagi para investor di Indonesia karena mencerminkan kondisi iklim investasi di Indonesia
dalam bentuk saham.
Pengaruh BI Rate Terhadap IHSG
Tingkat suku bunga SBI (BI Rate) merupakan salah satu dari instrumen kebijakan moneter
yang di gunakan oleh Bank Indonesia untuk mengendalikan tingkat inflasi. Apabila inflasi
dirasakan cukup tinggi maka Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga SBI, dengan
tujuan mampu mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Perubahan tingkat suku
bunga SBI selain dapat menekan tingkat inflasi juga dapat memberikan pengaruh bagi pasar modal
dan pasar keuangan. Apabila tingkat suku bunga SBI naik hal itu akan direspon dengan naiknya
tingkat suku bunga yang ada di bank-bank komersial, baik itu bunga simpanan maupun bunga
kredit. Apabila tingkat suku bunga naik maka secara langsung akan meningkatkan beban bunga.
Perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi tentu akan mempunyai beban tambahan dengan
naiknya tingkta suku bunga. Kenaikan tingkat bunga ini dapat megurangi profitabilitas perusahaan
sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap harga saham perusahaan yang bersangkutan.
Pengaruh Kurs Dollar Terhadap IHSG
Kurs Dollar adalah nilai tukar sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu USD. Jika
nilai kurs USD menguat, ini berarti nilai tukar sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli
satu USD lebih sedikit dari sebelumnya, hal ini akan direspon dengan naiknya harga saham yang
berda di BEI. Begitu juga sebaliknya jika nilai kurs USD melemah, ini berarti membutuhkan lebih
banyak rupiah untuk mendapatkan satu USD dan berdampak terhadap turunnya harga saham. Hal
tersebut dikarenakan saat nilai tukar USD melemah membuat investor pesimis akan kinerja emiten
dapat tumbuh denga baik.
Pengaruh Indeks Nikkei 225 Terhadap IHSG
Indeks Nikkei 225 merupakan indeks perdagangan saham di Jepang. Keterkaitan antara Jepang
dan Indonesia dapat dikatakan sangat kuat. Hal ini dikarenakan aktivitas perekonomian kedua
negara, terutama dari sisi ekspor. Jepang adalah negara tujuan ekspor terbesar Indonesia selain
Tiongkok dan Amerika Serikat. Negara jepang merupakan konsumen nomor satu ekspor material
energi seperti minyak bumi dan batu bara yang berasal dari Indonesia (www.bps.go.id). Selain itu,
perusahaan yang tercatat di Indeks Nikkei 225 merupakan perusahaan besar yang telah beroperasi
secara global, termasuk di Indonesia. Dengan naiknya Indeks Nikkei 225 ini berarti kinerja
perekonomian Jepang juga membaik. Sebagai salah satu negara tujuan ekspor Indonesia,
pertumbuhan ekonomi Jepang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui volume
ekspor yang bertambah atau melalui aliran modal masuk baik investasi langsung maupun melalui
pasar modal (sunariyah,1997).
Pengaruh Indeks Dow Jones Terhadap IHSG
Sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar, pengaruh Amerika Serikat sagat besar bagi
negara-negara lain, hal ini juga termasuk pengaruh dari perusahaan-perusahaan dan investornya.
Amerika Serikat laksana mesin ekonomi dunia karena 75% lebih kebutuhan dalam negerinya
dipenuhi barang impor dari negara lain (Gumanti dan Palupi, 2008). Kalau terjadi hal yang
menyebabkan kontraksi ekonomi di Amerika Serikat, maka sangat mungkin hal tersebut juga
menular ke negara-negara lain, terutama mitra dagangnya.
Bagi Indonesia, Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama. Ekspor Indonesia ke neger
Paman Sam ini terbesar setelah Tiongkok (www.bps.go.id). Menurut catatan resmi BPS, ekspor
non migas Indonesia ke Amerika per Juli 2014, menacapai 6.492,8 juta dollar AS atau sebesar
10,73% dari total ekspor Indonesia.
Sebagai salah satu negara tujuan ekspor Indonesia, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui kegiatan ekspor maupun aliran modal
masuk baik investasi langsung maupun melalui pasar modal.
Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Pertumbuhan PDB
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan”, Kewal Suramaya Suci (2012) meneliti tentang
pengaruh dari variabel makro ekonomi terhadap indeks harga saham gabungan. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, kurs dan pertumbuhan
PDB. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda, selama periode 2000-2010
menunjukkan bahwa tingkat inflasi, tingkat suku bunga secara parsial tidak berpengaruh terhadap
indeks harga saham gabungan, sedangkan variabel kurs Dollar terhadap Rupiah memiliki pengaruh
yang negatif dan signifikan.
Astuti Ria, Aprianti Endang P dan Susanta H (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “
Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga (SBI), Nilai Tukar (Kurs) Dollar, Inflasi, dan Indeks Bursa
Internasional Terhadap IHSG” mereka menguji pengaruh tingkat suku bunga (SBI), nilai tukar
rupiah, tingkat inflasi, pergerakan indeks Nikkei 225, pergerakan indeks Hang Seng terhadap
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI. Metode analisis penelitian ini menggunakan
metode regresi linear. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia sangat
sensitiv terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Pergerakan indeks Nikkei 225 dan Indeks
Hangseng direspon positif oleh Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
Liauw, J.S (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi,
Tingkat Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) di Bursa Efek Indonesia”, menguji tentang pengaruh tingkat inflasi, tingkat suku bunga
SBI dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terhadap pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan di BEI. Metode penelitian ini menggunakan regresi linear. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa saat inflasi semakin tinggi hal tersebut akan direspon dengan naikknya nilai
IHSG, sedangkan tingkat suku bunga dan kurs Dollar direspon negatif oleh IHSG.
Hipotesis
Berdasarkan dari keterkaitan antar variabel di atas dapat dikemukakan hipotesis yang
merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut :
1. Diduga terdapat pengaruh dalam jangka pendek variabel BI Rate, Kurs Dollar, Indeks Nikkei
225 dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
2. Diduga terdapat pengaruh dalam panjang variabel BI Rate, Kurs Dollar, Indeks Nikkei 225 dan
Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
C. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif diharapkan dapat dijelaskan hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat yakni IHSG. Variabel-variabel tersebut disusun menjadi sebuah model
yang diestimasikan menggunakan alat analisis regresi dengan metde Error Correction Model
(ECM). Alasan pemilihan metode ECM adalah karena ECM merupakan metode analisis dinamik
yang dapat digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari dua
variabel atau lebih. Dalam melakukan estimasi, beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk
memperoleh hasil analisis yang valid, antara lain : (1) uji akar-akar unit yang bertujuan
mengetahui apakah variabel yang diamati stasioner dalam jangka panjang. Uji akar-akar unit
dilakukan dengan menggunakan Phillips-Perron test. (2) Uji kointegrasi, juga dapat dilakukan
untuk melihat apakah kombinasi linier variabel-variabel penyusun telah stasioner meskipun
mereka tidak stasioner pada ordo 0 namun mempunyai derajat integrasi pada order yang sama. (3)
Estimasi ECM, setelah diketahui bahwa Xt dan Yt terkointegrasi, maka artinya terdapat hubungan
jangka panjang diantara keduanya. Oleh karena itu, error term pada model ECM dapat digunakan
sebagai ”equilibrium error” yang bisa digunakan untuk menganalisis fenomena ekonomi jangka
pendek dan jangka panjang dan mengkaji konsisten tidaknya model empirik dengan teori
ekonomika, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang
tidak stasioner dan regresi lancung dalam analisis ekonometrika (Gujarati, 2003). Berdasarkan
teori yang ada, maka model estimasi ECM yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
ΔIHSGt = β0 + β1ΔBI Ratet + β2Δkurst + β3ΔIndeks N225t + β4ΔIndeks DJIAt + β5BI Ratet-1 +
β6kurst-1 + β7Indeks N225t-1 + β8Indeks DJIAt-1 + β9ECTt
Dimana :
ECT = (BI Ratet-1 + kurst-1 + Indeks N225t-1 + Indeks DJIAt-1) - IHSGt-1
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2008-2013
Selama tahun 2008-2013 perkembangan IHSG terus mengalami fluktuasi yang terkadang
bergerak naik dan juga terkadang mengalami penurunan. Pada triwulan ke II tahun 2008 hingga
awal 2009 IHSG menunjukkan tren menurun. Nilai terendah mencapai 1.355,4 bps pada akhir
tahun 2008, dimana pada akhir 2007 IHSG ditutup di angka 2.745,83. Dengan kata lain, selama
tahun 2008 ini IHSG mengalami penurunan lebih dari 50 persen. Penurunan IHSG ini tak lepas
dari pengaruh gejolak eksternal dari pasar keuangan dunia. Gejolak ini berawal dari pecahnya
bubble pasar keuangan global yang memicu terjadinya proses deleveraging dan berdampak pada
perlambanan perekonomian global. Dampak lanjutan dari situasi tersebut adalah penurunan laba
dan bahkan kebangkrutan beberapa institusi keuangan global.
Sementara pada tahun 2010, kinerja IHSG masih menunjukkan arah yang positif, dimana pada
periode Desember 2009 hingga Oktober 2010 IHSG merupakan indeks yang terbaik diantara bursa
regional dengan mencatat pertumbuhan 41,93% berdasarkan data Bloomberg. Sedangkan pada
akhir tahun 2011, IHSG menguat 118,48 poin (3,2%) ke level 3.821,992. Penguatan ini membawa
IHSG sebagai indeks dengan pertumbuhan terbaik kedua di kawasan Asia Pasifik (Annual Report
Bapepam-LK, 2011) dan berhasil masuk kedalam tiga besar dunia setelah indeks Dow Jones
Amerika dan Indeks Philipphines Stocks Exchange. Kenaikan IHSG tidak lepas dari peran investor
asing. Aksi investor asing yang terus membanjiri pasar modal Indonesia membuat IHSG
mengalami penguatan yang signifikan diantara bursa regional lainnya. Trend menaik IHSG terus
ditunjukkan selama tahun 2012, akhir tahun 2012 IHSG ditutup di angka 4.316,667 bps atau
menguat 12,1%. Bahkan pada akhir 2012, BEI mencatat perdagangan saham menguat 12,03%
yang menjadikan BEI meraih urutan tertinggi kedelapan di Asia mengalahkan bursa Shanghai
China yang hanya mampu meraih pertumbuhan sebesar 0,29% (kompas, onlie). Pada tahun 2013
IHSG masih menujukkan tren yang positif, pada penutupan akhir tahun 2013 IHSG ditutup pada
nilai 4274.18. hal ini tetntu menunjukkan bahwa pasar saham di Indonesia masih menarik bagi
investor. Berikut perkembangan IHSG yang diilustrasikan pada gambar
Gambar 2 : Grafik Perkembangan IHSG 2008-2013
Sumber : IDX Statistik 2014 www.idx.co.id
0
2000
4000
6000
Jan-0
8
May-0
8
Sep
-08
Jan-0
9
May-0
9
Sep
-09
Jan-1
0
May-1
0
Sep
-10
Jan-1
1
May-1
1
Sep
-11
Jan-1
2
May-1
2
Sep
-12
Jan-1
3
May-1
3
Sep
-13
ihsg
ihsg
Perkembangan Nilai Tukar $/Rp Periode 2008-2013
Perkembangan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah yang mengalami fluktuasi selama periode
pengamatan yakni 2008-2013. Pada tahun 2008, nilai tukar Dollar mengalami depresiasi. Seperti
yang telah diketahui bersama bahwa pertengahan tahun 2008 merupakan awal dari krisis global
yang hampir dialami seluruh negara dibelahan bumi ini. krisis keuangan global ini memicu
ketatnya likuiditas global dan meningkatkan persepsi risiko terhadap negara emerging market
termasuk Indonesia sehingga menimbulkan sentimen negatif di pasar keuangan (Laporan
Perekonomian Indonesia, 2008). Kondisi ini menyebabkan anjloknya nilai tukar Dollar terhadap
Rupiah yang semula 9.245/US$ menjadi 12.090/US$ pada Oktober 2008.
Pada tahun 2009 hingga 2011 nilai tukar Rupiah dalam posisi tren yang menguat hingga
mencapai 8.537/USD. Namun tren positif ini tidak terjadi di tahun 2012 dimana nilai tukar Rupiah
kembali anjlok dan terus berlanjut di tahun 2013 dimana nilai tukar Dollar mencapai 12.189/USD.
Gambar 3 : Grafik Perkembangan Kurs Dollar Terhadap Rupiah periode 2008-2013
Sumber : Bank Indonesia 2014, diolah
Perkembangan BI Rate Periode 2008-2013
BI Rate menjadi salah satu faktor yang diperhatikan investor dalam melakukan investasi dan
manajemen portofolio. BI rate adalah tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
yang bertujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Selama periode penelitian,
nilai BI rate cukup fluktuatif dimana pada situasi tertentu Bank Indonesia harus menaikkan nilai
BI rate atau menurunkannya dengan tujuan untuk menstabilkan perekonomian nasional.
Untuk mempermudah pengamatan terhadap perkembangan BI rate, gambar 4 berikut akan
menunjukkan perkembangan BI rate selama periode penelitian.
Gambar 4 : Grafik Perkembangan BI rate 2008-2013
Sumber : Bank Indonesia 2014, diolah
BI rate sempat berada di puncak dan begitu juga sebaliknya pada periode tertentu BI rate
berada di tingkat terendah. Nilai BI rate tertinggi yang pernah dipatok oleh bank sentral terjadi
0
2
4
6
8
10
Jan-0
8
May-0
8
Sep
-08
Jan-0
9
May-0
9
Sep
-09
Jan-1
0
May-1
0
Sep
-10
Jan-1
1
May-1
1
Sep
-11
Jan-1
2
May-1
2
Sep
-12
Jan-1
3
May-1
3
Sep
-13
Perkembangan BI rate
2008-2013
BI Rate
Rp-
Rp2,000.00
Rp4,000.00
Rp6,000.00
Rp8,000.00
Rp10,000.00
Rp12,000.00
Rp14,000.00
Jan-0
8
May…
Sep
-08
Jan-0
9
May…
Sep
-09
Jan-1
0
May…
Sep
-10
Jan-1
1
May…
Sep
-11
Jan-1
2
May…
Sep
-12
Jan-1
3
May…
Sep
-13
Kurs (USD/IDR) Kurs (USD/IDR)
pada Oktober tahun 2008 dimana pada saat itu tingkat BI rate sebesar 9,25%. Hal ini terjadi karena
pada saat itu telah terjadi krisis yang melanda Amerika Serikat. Tingkat BI rate berangsur-angsur
turun searah dengan pemulihan ekonomi dunia.
Perkembangan Indeks Dow Jones Periode 2008-2013
Perkembangan Indeks Dow Jones cukup fluktuatif, sempat jatuh pada 2008-2009 sebagai
refleksi dari krisis finansial Amerika Serikat dan kembali merangkak naik hingga saat ini. terlihat
bahwa selama tahun 2008 hingga triwulan I 2009 indeks Dow Jones mengalami tren menurun,
sedangkan pada 2009 triwulan ke II indeks Dow Jones telah menunjukkan trend menaik. Berikut
dapat dilihat pergerakan indeks Dow Jones selama tahun 2008-2009.
Gambar 5 : Grafik Perkembangan indeks Dow Jones Periode 2008-2013
Sumber : www.nyse.com, diolah
Perkembangan Indeks Nikkei 225 Periode 2008-2013
Indeks Nikkei 225 merupakan indeks yang dapat digunakan untuk mengukur performakinerja
perusahaan besar Jepang yang beroperasi secara global. Indeks Nikkei 225 terdiri atas 225
perusahaan utama di Jepang yang sahamnya aktif diperdagangkan tiap hari. Indeks Nikkei 225
juga merupakan indeks yang paling banyak digunakan sebagai acuan oleh para investor yang ingin
berinvestasi di bursa efek Tokyo. Sela periode penelitian, indeks saham Nikkei 225 banyak
berfluktuasi termasuk terkena imbas krisis global pada tahun 2008. Berikut akan digambarkan
dalam bentuk grafik perkembangan indeks saham Nikkei 225 selama periode penelitian :
Gambar 6 : Grafik Perkembangan indeks Nikkei 225 Periode 2008-2013
Sumber : www.tse.or.jp, diolah
Dampak krisis finansial global pada tahun 2008 berdampak terhadap merosotnya nilai indeks
Nikkei 225 dimana bursa efek Tokyo harus menutup periode perdagangan 2008 dengan penurunan
02000400060008000
1000012000140001600018000
Jan-0
8
May-0
8
Sep
-08
Jan-0
9
May-0
9
Sep
-09
Jan-1
0
May-1
0
Sep
-10
Jan-1
1
May-1
1
Sep
-11
Jan-1
2
May-1
2
Sep
-12
Jan-1
3
May-1
3
Sep
-13
Indeks Dow Jones Indeks Dow Jones
02000400060008000
1000012000140001600018000
Jan-0
8
Jun-0
8
Nov-0
8
Apr-
09
Sep
-09
Feb
-10
Jul-
10
Dec
-10
May-1
1
Oct
-11
Mar-
12
Aug-1
2
Jan-1
3
Jun-1
3
Nov-1
3
Indeks Nikkei 225
Indeks Nikkei 225
sebesar 42,12% ke level 8859,56 bps dar level 15307,78 bps. Pada tahun 2009 hingga 2010,
Jepang berupaya bangkit dari keterpurukan di tahun 2008. Hal itu dibuktikan dengan peningkatan
positif indeks saham Nikkei 225 yang secara umum tumbuh 19,04% pada tahun 2009. pada 2011
indeks Nikkei 225 harus turun sebanyak 1773,57 poin atau melemah 17,33% dari tahun 2010.
Dampak dari bencana alam tersebut masih terus dirasakan pada tahun 2012, dimana pada tahun
2012 indeks saham Nikkei 225 hanya tumbuh sebesar 369 poin. Pertumbuhan indeks Nikkei baru
terlihat pada tahun 2013 dimana indeks saham Nikkei ditutup di level 16291,31 bps atau secara
umum tumbuh 56,71% dari tahun 2012.
Pengujian Asumsi Data
Sebelum melakukan estimasi dari model utama, terlebih dahulu dilakukan uji data yang
bertujuan untuk mengetahui kesahihan atau kevalidan data time series yang akan digunakan dalam
model.
1. Hasil Uji Stasioneritas Data
Berikut adalah hasil uji stasioneritas dari penelitian dengan menggunakan software Eviews 6.
Tabel 1 : Hasil Uji Stasioneritas Data
Sumber : Hasil olahan data dengan menggunakan Eviews 6
Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian telah stasioner pada tingkat
first difference atau dengan kata lain data telah terintegrasi pada I[1] yang dibuktikan dari hasil PP
test > CV 5%. Dengan demikian dapat dikatan bahwa seluruh variabel yang digunakan dalam
penelitian ini telah stasioner pada derajat yang sama sehingga dapat dilanjutkan dengan pengujian
kointegrasi.
2. Hasil Uji Kointegrasi
Berikut hasil uji kointegrasi pada variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian :
Tabel 2 : Hasil Uji Kointegrasi Metode Engle-Granger
Resid PP test CV 5%
Δet -3.203891 -1.945456
Sumber Hasil olahan data dengan menggunakan Eviews 6
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai PP test untuk residual persamaan kointegrasi mempunyai
nilai yang lebih besar dari nilai CV 5% (PP test > CV 5%). Kondisi tersebut menyimpulkan bahwa
variabel-variabel yang diamati mempunyai hubungan kointegrasi pada derajat yang sama.
3. Analisis Hasil Estimasi Error Correoction Model (ECM)
Penggunaan model ECM dalam penelitian dimaksudkan untuk mendapat ilustrasi mengenai
pengaruh dinamika jangka pendek dan jangka panjang dari masing-masing variabel independen
Variabel Level First Difference
PP test CV 5% PP test CV 5%
IHSG -0,740370 -2,902953 -7,045276 -2,903566
BI RATE -1,524815 -2,902953 -3,313725 -2,903566
KURS -0,966875 -2,902953 -7,229165 -2,903566
NIKKEI 225 -1,104008 -2,902953 -7,161518 -2,903566
DOW JONES -0,185331 -2,902953 -7,223262 -2,903566
terhadap perilaku variabel dependen. Dari regresi dengan menggunakan Eviews 6 diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 3 : Hasil Estimasi Jangka Pendek ECM
Variabel Koefisien t-stat Probabilitas
Konstanta 478.4638 1.626719 0.1090
DBIRate -18250.38 -1.445619 0.1534
Dkurs -0.148824 -2.806519 0.0067**
DN225 0.028640 0.914819 0.3639
DDJIA 0.141797 3.079910 0.0031**
BIRatet-1 -5941.568 -1.654070 0.1033
Kurst-1 -0.145061 -2.026528 0.0471**
N225t-1 -0.166471 -2.314363 0.0240**
DJIAt-1 -0.085498 -2.067067 0.0430**
ECT 0.143235 2.176218 0.0334**
R-squared 0.573807
Durbin-Watson stat 2.031286
F-statistic 9.125299
Prob (F-stat) 0.000000
Sumber Hasil olahan data dengan menggunakan Eviews 6
Keterangan :
** : Signifikan pada level 5%
Tabel 3 menunjukkan hasil estimasi OLS dengan menggunakan metode ECM. Maka dengan
dikembalikan ke persamaan awal, hasil estimasi dapat ditulis dengan :
ΔIHSGt = 478.4 – 18250.3 ΔBIRatet – 0.14 Δkurst + 0.02 ΔIndeks N225t + 0.14 ΔIndeks DJIAt –
5941.6 BI Ratet-1 – 0.14 kurst-1 – 0.16 Indeks N225t-1 – 0.08 Indeks DJIAt-1 +
0.143 ECT
Dengan nilai Prob (F-stat) < 0,05 berarti pada 5% secara bersama-sama variabel bebas
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat yakni IHSG. Pengaruh secara
parsial akan dibahas selanjutnya. Error Correction Term (ECT) berpengaruh positif dengan
besaran koefisien 0,14 terhadap IHSG dan signifikan pada derajat signifikansi 5%. Hal ini
menunjukkan bahwa proporsi ketidak seimbangan perubahan pada IHSG dalam satu periode telah
dikoreksi pada periode berikutnya sebesar 0,14 bps oleh equilibrium error sehingga arah pengaruh
dari variabel bebas dalam jangka pendek diharapkan dapat konsisten dengan arah pengaruh
variabel bebas dalam jangka panjang.
Dengan menggunakan persamaan : β Xn =𝛾 𝛸𝑛+ 𝛾 𝐸𝐶𝑇
𝛾 𝐸𝐶𝑇 maka dapat ditentukan koefisien jangka
panjang ECM.
Tabel 4 : Hasil Estimasi Jangka Panjang
VARIABEL Koefisien
BI RATE -127416.6456
Kurs -0.039019793
N225 1.199951129
DJIA 1.989960554
Konstanta 3341.411212
Sumber : Hasil olahan data dengan Eviews 6
Berdasarkan tabel 4, maka diperoleh persamaan jangka panjang ECM sebagai berikut :
IHSG = 3341.411212 - 127416.6456 BI Rate - 0.039019793 Kurs +
1.199951129 N225 + 1.989960554 DJIA
Hasil estimasi jangka panjang menunjukkan bahwa ketika tidak ada pengaruh dari variabel
bebas, rata-rata IHSG akan bernilai 3341,41 bps.
4. Uji Heteroskedatisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Uji White dan diperoleh hasil
bahwa nilai nilai Obs*R2 > 0,05. Hal ini berarti model yang digunakan memenuhi syarat
homocedatic.
Tabel 5 : Hasil Uji White
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.396972 Prob. F(14,57) 0.1848
Obs*R-squared 18.39331 Prob. Chi-Square(14) 0.1895
Scaled explained SS 14.45635 Prob. Chi-Square(14) 0.4163
Sumber hasil olahan data dengan menggunakan Eviews 6
5. Uji Autokorelasi
Berdasarkan hasil LM test menunjukkan bahwa nilai Chi-Square 0,0630 lebih besar dari 0,05.
Hal ini berarti dalam model ini tidak terdapat adanya autokorelasi.
Tabel 6 : Hasil Uji LM
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.661168 Prob. F(2,59) 0.0782
Obs*R-squared 5.874972 Prob. Chi-Square(2) 0.0630
Sumber : Hasil olahan data menggunakan Eviews 6
6. Uji Normalitas
Hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan Jarque-Bera test memperlihatkan hasil
nilai probability JB nya 0,919725 < 0,05, maka dengan demikian residual berdistribusi normal.
Pembahasan dan Implikasi Penelitian
1. Pengaruh BI Rate Terhadap IHSG
Negatif tidak signifikan
Dalam jangka pendek mempunyai korelasi -18250,38 artinya bahwa setiap terjadi
peningkatan tingkat suku bunga SBI, IHSG akan melemah 18250,38 dengan arah berlawanan
dan tidak signifikan. Penemuan ini sesuai dengan teori Keynes dimana tingkat suku bunga
dan harga saham mempunyai hubungan berlawanan karena menimbulkan efek subtitusi
dengan pasar uang. Namun tidak signifikannya penemuan ini diakibatkan ekspektasi para
investor yang menganggap bahwa risk return yang diperoleh di pasar modal jauh lebih besar
daripada yang diterima di deposito.
2. Pengaruh Kurs Dollar Terhadap IHSG
Negatif signifikan
Dalam jangka pendek, ketika rupiah terdepresiasi sebesar 1 rupiah maka IHSG akan
melemah sebesar 0,14 bps. Pengaruh jangka panjang perubahan kurs Rupiah terhadap Dollar
setiap 1 Rupiah akan direspon pelemahan IHSG sebesar 0,03 bps. Hasil ini telah
membuktikan bahwa melemahnya nilai mata uang domestik tidak memberikan keuntungan
bagi pasar modalnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keterkaitan yang kuat antara nilai tukar dan harga saham sesungguhnya merefleksikan hubungan substitusi diantara
pasar valas dan pasar modal, yang memungkinkan pergerakan dana diantara keduanya.
3. Pengaruh Indeks Dow Jones Terhadap IHSG
Positif signifikan
Setiap 1 poin naik/turun DJIA akan direspon IHSG naik/turun 0,14 poin dalam jangka
pendek, DJIA periode sebelumnya akan direspon 0,08 poin dan dalam jangka panjang
hubungan diantara keduanya adalah 1,989. Hal ini membuktikan adanya hipotesis pengaruh
pasar modal maju ke pasar modal berkembang. Pengaruh tersebut bisa timbul akibat adanya
perusahaan Asyang menjalin kerjasama dengan peruahaan domestik.
4. Pengaruh Indeks Nikkei 225 Terhadap IHSG
Positif signifikan
Setiap 1 poin kenaikan N225 akan direspon menguatnya IHSG 0,02 poin dalam jangka
pendek, dan dalam jangka panjang berpengaruh sebesar 1,19 poin. Krisis global dan bencana
lam menyebabkan pertumbuhan ekonomi Jepang dibawah Indonesia yakni hanya 1,4%
sehingga investor tidak terlalu memperhatikan kondisi bursa Jepang.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya dan rumusan masalah yang dicari
jawabannya dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan untuk penelitian sebagai berikut:
1. Dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh dari BI Rate dan Indeks Nikkei 225.
Sedangkan kurs Dollar terhadap Rupiah dan Indeks Dow Jones terdapat pengaruh terhadap
IHSG. Dimana jika kurs terapresiasi maka akan direspon dengan naiknya nilai IHSG. Begitu
juga dengan Indeks Dow Jones terdapat pengaruh terhadap IHSG. Dimana saat Indeks Dow
Jones meningkat maka IHSG juga ikut menguat. Hal ini menandakan bahwa BI Rate dan
Indeks Nikkei 225 tidak dapat digunakan untuk memprediksi nilai IHSG dalam jangka
pendek. Sedangkan Kurs Dollar dan Indeks Dow Jones dapat digunakan untuk memprediksi
nilai IHSG dalam jangka pendek.
2. Dalam jangka panjang tidak terdapat pengaruh BI Rate terhadap IHSG. Tetapi Kurs Dollar,
Indeks Nikkei 225 dan Indeks Dow Jones berpengaruh terhadap IHSG, dimana saat kurs
terapresiasi maka akan direspon dengan naiknya IHSG, sedangkan untuk Indeks Nikkei 225
dan Indeks Dow Jones saat mengalami perubahan (naik/turun) akan direspon dengan hal
yang sama oleh IHSG yang juga ikut (naik/turun). Hal ini menandakan dalam jangka panjang
BI Rate tidak dapat digunakan untuk memprediksi nilai IHSG. Sedangkan kurs Dollar,
Indeks Nikkei 225 dan Indeks Dow Jones dapat digunakan untuk memprediksi nilai IHSG
jangka panjang.
3. Tidak berpengaruhnya BI rate terhadap IHSG dalam jangka pendek maupun jangka panjang
dapat diakibatkan oleh ekspektasi investor yang merasa perbandingan return risk dari
deposito masih jauh lebih rendah daripada di pasar modal.
4. Kuatnya pengaruh indeks Dow Jones terhadap IHSG tidak lepas dari pergerakan indeks Dow
Jones yang selalu dijadikan patokan bagi para investor diseluruh dunia. Hal tersebut
dikarenakan besarnya pengaruh Amerika Serikat terhadap perekonomian dunia. Selain itu
ada beberapa perusahaan yang terdaftar sebagai anggota indeks Dow Jones yang beroperasi
dan menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan di Indonesia.
Saran
Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil penelitian ini dan keterbatasan penelitian ini
adalah :
1. Bagi para investor dan pelaku pasar yang melakukan transaksi investasi portofolio di Bursa
Efek Indonesia hendaknya memperhatikan pergerakan indeks saham internasional khususnya
indeks saham Dow Jones Industrial Average (DJIA), serta variabel makro khususnya kurs
Dollar terhadap Rupiah. Karena kedua variabel tersebut telah terbukti mempengaruhi Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI.
2. Bagi para calon investor domestik maupun investor internasional dapat melakukan
diversifikasi investasi dengan membeli saham di bursa saham Amerika Serikat dan juga
berinvestasi di pasar valas guna memperoleh manfaat dalam hal peningkatan return dan
pengurangan risiko investasi.
3. Proporsi investor domestik dibanding asing harus lebih banyak domestik agar bursa tidak
dikendalikan oleh asing.
4. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan data indeks harga saham penutupan harian (daily
closing stock price index) serta memperpanjang periode penelitian dan penambahan variabel
indeks harga saham di bursa saham internasional lainnya, dan variabel makro ekonomi
lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini sehingga mendapatkan hasil penelitian
yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, R., Prihatini, A. E., & Susanta, H. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga
(Sbi), Nilai Tukar (Kurs) Rupiah, Inflasi, Dan Indeks Bursa Internasional
Terhadap Ihsg (Studi Pada Ihsg Di Bei Periode 2008-2012). Jurnal Ilmu
Administrasi Bisnis, Vol.2,(No.4):136-145.
Aprianti, D. F., Kusdarwati, H., & Sumarminingsih, E. 2014. Penggunaan Error Correction Model
Engle-Granger Dan Domowitz El-Badawi Pada Data Analisis Deret Waktu Non
Stationer (MIGAS, PDB, ORI, IHSG). Jurnal Mahasiswa Statistik, Vol.2,(No.1):12-
45.
Badan Pusat Statistik. 2014. Laporan Keuangan Indonesia. http://www.bps.go.id diakses 20
November 2014.
Bodie, Zvi, Alex Kane and Alan J. Marks, Investments, International Edition, Mc Graw- Hill,
USA, 2002
Bank Indonesia. 2014. Laporan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
http://www.bi.go.id diakses tanggal 20 November 2014
.. 2014. Laporan BI Rate. http://www.bi.go.id diakses tanggal 20
November 2014
Gujarati, Damodar R. 2003. “Dasar-dasar Ekonometrika”, Jilid 1, Alih Bahasa Julius Mulyadi,
Erlanga.
Gumanti, T. A., & Palupi, K. W. 2010. Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap Krisis
Subprime Mortgage di Amerika Serikat. Jurnal Telaah Akuntansi dan
Bisnis, Vol.1No.(2): 18-25
Husnan, Suad. 2003. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi kedua.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN
IDX Statistik 2008. http://www.idx.co.id diakses pada 17 November 2014
Kewal, Suramaya Suci. 2012. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Economia Vol.8,(No.1): 53-64.
Liauw, J. S. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI dan Nilai
Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia. 1-6
Mankiw, Gregory N. 2002. “Makro Economic”. Ninth Edition, Mc Grow-Hill, New York,
Rodoni Ahmad, “Statistik Bisnis”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2004.
Nasry, Amir. 2003, Globalization Effect on Stock Exchange Integration. Online:
www.proquest.com diakses pada 17 November 2014
NYSE Statistik 2008. http://www.nyse.com diakses pada 17 Novembe 2014.
Sunariyah, 2006, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Tandelilin, Eduardus. 2001. Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Kanisius
TSE Statisik 2008. http://www.tse.co.jp diakses pada 17 November 2014.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika :Teori dan Aplikasi untuk ekonomi dan bisnis
Ekonesia”. Yogyakarta : FEUII.