pengaruh infusum daun alpukat dalam menghambat … · hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000...
TRANSCRIPT
xviii
TINJAUAN PUSTAKA
Alpukat (Persea americana Mill)
Pohon alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama
alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur atau Jawa Tengah), jamboo pokat
(Batak), pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran
rendah Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 1920-
1930. Indonesia telah membudidayakan 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah
dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul.
Pohon alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu
5-1500 m di atas permukaan laut, tetapi tanaman ini akan tumbuh subur dengan
hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m di atas permukaan laut.
Tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah
dengan ketinggian 1000-2000 m, sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-
1000 m di atas permukaan laut (Prihatman 2000).
Taksonomi alpukat (Persea americana Mill) menurut Prihatman (2000)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivis : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Spesies : Persea americana Mill
Negara-negara penghasil alpukat terbesar di dunia adalah Amerika
(Florida, California, Hawai), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan
sedangkan di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera,
Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
xix
Gambar 1 Tanaman Alpukat (Persea americana Mill).
Morfologi
Alpukat merupakan tanaman hortikultura yang dapat tumbuh dan ditanam
di daerah yang agak kering dan basah serta dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang gembur, tidak mudah digenangi air, dan pH tanah berkisar antara
5,5-6,5.
Alpukat (Persea americana Mill) merupakan famili Lauraceae. Tanaman
ini berbentuk pohon, tinggi 3-10 m, ranting teguh berambut halus, perbungaan
berupa malai terletak dekat ujung ranting dan berbunga banyak. Buah berbentuk
bola lampu sampai berbentuk bulat telur, panjang 5-20 cm, lebar 5-10 cm, tanpa
sisa bunga, warna buah hijau atau kuning kehijauan, berbintik-bintik ungu atau
ungu sama sekali. Buah memiliki biji satu berbentuk bola, garis tengah 2,5-5
cm. Tanaman alpukat dapat diperbanyak dengan menggunakan biji.
Pemeliharaan tanaman ini mudah seperti tumbuhan lain, dibutuhkan cukup air
dengan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah dan pemupukan terutama
pupuk dasar. Tanaman ini menghendaki tempat yang cukup sinar matahari.
xx
Deskripsi Daun
Daun alpukat merupakan daun tunggal, bertangkai, letak tersebar dan
menumpuk di ujung ranting. Daun berbentuk oval sampai lonjong, panjang 10-
20 cm, lebar 3 cm, panjang tangkai 1,5-5 cm. Panjang helaian daun 10- 20 cm,
lebar 3-10 cm. Pangkal daun dan ujung daun meruncing, pinggir daun rata,
kadang-kadang agak menggulung ke atas. Permukaan daun licin, warna hijau
sampai hijau kecoklatan atau coklat keunguan, penulangan menyirip, panjang
tangkai daun 1,5 sampai 5 cm.
Kandungan Kimia
Tanaman alpukat mengandung senyawa kimia pada setiap bagiannya yaitu :
1. Kulit ranting mengandung beberapa zat kimia yaitu minyak terbang seperti
metilkavikol, alpapien, tanin, dan flavonoid.
2. Daun mengandung saponin, alkaloida, flavonoid, polifenol, quersetin dan
gula alkohol persit.
3. Buah alpukat mengandung betakaroten, klorofil, vitamin E, dan vitamin B-
kompleks yang berlimpah
4. Biji alpukat mengandung protein dan lemak
Manfaat Alpukat
Menurut Winarto (2007), manfaat dan khasiat daun alpukat antara lain
untuk mengobati sariawan, kencing batu, sakit kepala, nyeri saraf (neuralgia),
nyeri lambung, saluran napas membengkak (bronchial swellings), sakit gigi,
menstruasi tidak teratur dan melembabkan kulit kering. Biji alpukat berguna
sebagai anti radang, adstringent dan analgesik. Kulit ranting berkhasiat untuk
pelancar menstruasi, emolient, anti bakteri dan penyembuh batuk (Hariana 2007).
Maryati et al. (2007) menyatakan bahwa hasil penapisan fitokimia daun
alpukat (Persea americana Mill) menunjukkan adanya golongan senyawa
flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan steroid atau triterpenoid. Penelitian
oleh Brai et al. (2007) menunjukan bahwa ekstrak air dan ekstrak metanol daun
alpukat dapat menurunkan berat badan dan kadar lemak hati pada tikus
hiperlipidemia. Penelitian yang dilakukan oleh Antia et al. (2005)
m
h
F
b
(
f
i
d
f
a
d
b
e
t
a
a
a
t
memperlihat
hipoglikemi
Flavonoid
Flavo
berlebih di
15 atom kar
(C3) sehin
fllavonoid d
isoflavon. L
diidentifikas
flavonol, dan
Gambar 2
Anto
adalah pigm
dan biru . P
buah tertent
epidermis.Se
tempat sinte
Lin
adalah maka
atau mengo
aktivitas ant
thrombotic,
tkan bahw
k terhadap t
onoid meru
alam. Flavo
rbon, dimana
ngga memb
dapat digol
Lebih dari
si, namun ad
n flavon.
2 Struktur neoflavon
osianin (dari
men berwarna
Pigmen ini ju
tu, batang, d
ebagian besa
esisnya ada d
dan Wen (2
anan yang m
obati penyak
ti alergi, an
vasodilatasi
wa ekstrak
ikus yang di
upakan meta
onoid memp
a dua cincin
bentuk susu
longkan me
2000 flav
da tiga kelom
dari metanoid.
i bahasa Yu
a yang umum
uga terdapat
daun dan b
ar flavonoid
di luar vakuo
2006), flavo
memberikan
kit. Beberap
ntiviral, anti
i dan anti kar
air daun
iinduksi den
abolit sekun
punyai keran
benzene (C
unan C6-C
enjadi 3 ya
vonoid yang
mpok yang u
abolit sekun
unani antho
mnya terdap
t di berbaga
ahkan akar.
d tersimpan d
ola..
onoid merup
kontribusi t
pa penelitian
inflamasi, h
rsinogenik (
alpukat m
gan aloksan
nder yang te
ngka dasar k
C6) terikat pa
C3-C6. Ber
aitu flavono
g berasal
umum dipel
nder Flavo
os , bunga
at di bunga b
ai bagian tum
Flavonoid
di vakuola s
pakan nutrac
erhadap kes
n tentang fl
hepatoprotek
Seyoum et a
memberikan
monohidrat
erdapat dala
karbon yang
ada satu rant
rdasarkan s
oid, neoflav
dari tumbu
lajari, yaitu
onoid, isofl
dan kyanos
berwarna me
mbuhan lain
sering terda
el tumbuhan
ceutical. Nu
ehatan, bisa
flavonoid, m
ktif, anti ok
al. 2006).
xxi
n aktivitas
t.
am jumlah
terdiri dari
tai propane
strukturnya
vonoid dan
uhan telah
antosianin,
lavon dan
s, biru-tua)
erah, ungu,
n misalnya,
apat di sel
n walaupun
utraceutical
a mencegah
menunjukan
ksidan, anti
xxii
Menurut Singh (2005), pemberian derivate flavonoid dapat memperbaiki
kerusakan-kerusakan pada ginjal dengan kapasitas aktivitas antioksidannya dan
penangkap radikal bebas (radical scavenging). Aktivitas antioksidan akan
menghambat enzim-enzim yang berperan dalam pembentukan oksigen spesies
seperti lipooksigenase, siklooksigenase, monooksigenase dan NADPH oksidase.
Ekstrak dan Infus
Infus adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut air dengan pemanasan
hingga 90ºC selama 15 menit. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan
kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
pelarut cair (Anonim 2000). Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan.
Ekstraksi secara umum ada dua metode yaitu dengan cara dingin dan cara
panas. Metode ekstraksi cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah
proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Perkolasi adalah
ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan, sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-
5 kali dari bahan. Metode ekstraksi dengan cara panas yaitu refluks, soxhlet,
digesti, dekok dan infus (Anonim 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstraksi adalah ukuran simplisia
dan pelarut. Pelarut air masih banyak digunakan karena caranya mudah. Untuk
produksi komersil, umumnya digunakan pelarut air dengan kandungan alkohol
rendah dan dikeringkan dengan cara semprot kering.
Hewan Percobaan
Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan
untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan
berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik
(
m
m
g
t
d
u
d
p
A
T
M
M
d
k
d
(Malole et a
memenuhi
manusia, be
galur genetis
Hew
toksikologi a
didapat, dan
untuk tujuan
dipelihara, m
penelitian (M
Men
Animalia, F
Theria, Ordo
Muridae, Su
Malole et a
digunakan u
kecil, dan e
disajikan dat
al. 1989). H
kriteria tert
erkembangbi
s murni, sert
Gambar 3
wan coba ya
adalah menc
n mudah dita
n penelitian
merupakan h
Malole et al.
nurut Suckow
ilum : Chord
o : Rodentia
ubfamili : M
l. (1989), tik
untuk penel
ekornya leb
ta biokimia
Hewan perco
tentu, antar
iak dengan c
ta murah sec
Hewan coba
ang umum d
cit dan tikus
angani (Lu 1
, karena hew
hewan yang
1989).
w et al. (20
data, Subfilu
, Subordo : M
Murinae, Gen
kus Galur Sp
itian. Memp
bih panjang
tikus.
obaan yang
ra lain kem
cepat, mudah
cara ekonom
tikus jantan g
digunakan d
putih. Hewa
1995). Tikus
wan ini tela
relatif sehat
06), taksono
um : Vertebr
Myomorpha
nus : Rattus
Sprague-Daw
punyai ciri
dari badan
digunakan d
miripan fun
h didapat da
mis (Subahag
galur Sprague
dalam penel
an ini dipilih
s putih telah
ah diketahui
t dan cocok u
omi tikus pu
rata, Kelas :
a, Superfami
dan Spesies
wley merupa
berwarna p
nnya (Gamb
dalam penel
ngsi fisiolog
an dipelihara
io et al. 199
e-Dawley.
litian farmak
h karena mur
digunakan
i sifat-sifatn
untuk berba
utih adalah:
Mammalia,
li : Muroida
s : Rattus sp
akan galur y
utih albino,
bar 1). Pad
xxiii
litian harus
gis dengan
a, memiliki
7).
kologi dan
rah, mudah
secara luas
nya, mudah
agai macam
Kingdom:
, Subclass :
ae, Famili ::
p. Menurut
yang umum
berkepala
da Tabel 1
xxiv
Tabel 1 Data biokimia tikus
Parameter Biokimia Nilai Natrium 137 - 154 mmol/L Kalium 4,0 - 6,6 mmol/L Klorida 99 – 108 mEq/L Fosfat 2.1 - 2.8 mmol/L Glukosa 4.5-8.95 mmol/L Bilirubin 0.51 – 6.67 mcmol/L BUN (Urea) 25.94 g/dl – 77.78 mg/dl Kolesterol 0.50 – 0.91 mmol/L Total Bilirubin 0.51 – 6.67 mol/L Protein 60 - 79 g/L Albumin 32 – 38 g/L Globulin 28 – 40 g/L Alb/Glob.Ratio 0.9 – 1.1 Creatinin 0.2 - .0.8 mg/dl Serum Alk.Phosphate 71 – 299 mU/ml SGOT (ASAT) 77 – 622 mU/ml SGPT (ALAT) 28 – 418 mU/ml Sumber : Dhawan et al. (1997)
Kristal Urin
Kristal urin adalah perubahan fase dari senyawa yang terlarut dalam urin
melewati titik keseimbangan fase likuid menjadi fase solid dalam lingkungan
supersaturasi. Ketika ion penyusun batuan dalam urin konsentrasinya sangat
tinggi, maka ion akan cenderung saling berdekatan membentuk struktur kristal
yang tidak mudah larut. Beberapa faktor lingkungan dalam urin sangat berperan
dalam pembentukan kristal yaitu pH, suhu dan konsentrasi ion. Ketika konsentrasi
suatu ion penyusun batu ginjal dalam urin rendah dan masih mampu untuk
melarut membentuk larutan garamnya maka kondisi urin disebut undersaturasi.
Supersaturasi adalah kondisi urin yang mengandung ion penyusun batuan ginjal
dalam jumlah berlebih. Ketika kondisi lingkungan supersaturasi, maka kondisi ini
merupakan faktor utama yang berperan dalam pembentukan kristal spontan. Oleh
karena itu salah satu upaya pencegahan terjadinya batu ginjal yang efektif adalah
dengan mencegah terbentuknya kondisi supersaturasi (Stoller dan Meng 2007).
Proses pembentukan kristal dalam ginjal meliputi beberapa tahapan dan
merupakan proses yang sangat kompleks. Tahapan pembentukan dimulai dari
nukleasi, agregasi dan pertumbuhan. Proses pembentukan nukleasi hingga
xxv
menjadi batuan ginjal disajikan pada Gambar 4. Tahap pertama pembentukan
kristal adalah nukleasi, dimana ion di dalam urin akan bersatu membentuk
senyawa yang tidak larut (presipitat). Presipitat ini akan berkembang menjadi
struktur kristal. Struktur kristal yang terbentuk akan mengalami proses agregasi
membentuk struktur kristal yang lebih besar, dan pada tahap akhir akan terbentuk
batu ginjal.
Gambar 4 Tahapan pembentukan kristalis garam kalsium. Sumber: Tiselius et al. (1996).
Proses perubahan dari ion menjadi kristal memerlukan ikatan kimia dalam
interaksi ion-ion penyusun batu ginjal. Adanya kekuatan Van der Waals, viscous
binding dan solid bridge akan menarik dan mempertahankan partikel ion untuk
bersatu. Kekuatan potensial zeta (daya tolak menolak elektrostatik) akan
mempengaruhi agregasi dan disagregasi partikel kristal. Faktor-faktor penghambat
kristal seperti sitrat, pirofosfat dan polimer asam merubah kekuatan potensial zeta
yang akan mempengaruhi agregasi dan disagregasi partikel.
Retensi kristal menjadi faktor utama yang berperan dalam berkembangnya
suatu kristal menjadi batuan yang solid. Retensi kristal merupakan interaksi antara
sel epitel dan partikel kristal. Adanya perlukaan pada sel epitel akibat paparan
bahan nefrotoksik dapat meningkatan afinitas kristal pada permukaan membran
sel (Wiessner et al. 2001). Perlukaan sel akan mengakibatkan perubahan struktur
dari lipid membran, sehingga sel kehilangan polaritas dan terjadi perubahan pada
permukaan membran sel. Hal ini semua merupakan kodisi ideal untuk
memperoleh daya afinitas kristal yang kuat dengan epitel sel membran.
xxvi
Selain mengandung ion dalam kondisi supersaturasi, urin juga
mengandung faktor-faktor inhibitor kristal ginjal. Beberapa faktor inhibitor
tersebut antara lain adalah sitrat, magnesium, pirofosfat, osteopontin dan
nefrokalsin. Kurangnya faktor inhibitor sangat berperan dalam pembentukan batu
ginjal. Umumnya faktor inhibitor menghambat pembentukan batu ginjal dari
mulai tahap nukleasi, agregasi dan retensi kristal (Pearle dan Nakada 2009).
Batu Ginjal Kalsium Oksalat (CaOx)
Batu kalsium oksalat merupakan batuan yang paling banyak ditemukan
dengan kasus ± 75-85%. Dalam dunia veteriner khususnya hewan kecil, tingkat
insiden kasus batu ginjal kalsium oksalat sebesar 30 -35% pada kucing dan 50-
55% pada anjing (Tilley&Smith 2004). Batu kalsium oksalat terdapat dalam dua
tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Faktor resiko batu kalsium oksalat adalah
hiperkalsiuria, hiperoksaluria dan hipositraturia. Hiperoksaluria primer terjadi
karena adanya defek secara genetis. Hiperoksaluria sekunder umumnya diperoleh
dari makanan kaya akan oksalat seperti coklat dan kacang-kacangan.
Kejenuhan di dalam urin terjadi karena ion oksalat bertemu kalsium
membentuk kristal kalsium oksalat yang tidak dapat larut kembali. Kristal ini
selanjutnya akan mengalami nukleasi, agregasi dan tumbuh menjadi batuan solid
yang mengandung campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Macam-
macam batu ginjal beserta komposisinya dapat dilihat pada Tabel 2.
Kondisi hiperoksaluria merupakan pencetus terbentuknya kristal ginjal
kalsium oksalat. Oksalat bersifat sitotoksik sehingga dapat menyebabkan kondisi
perlukaan pada sel epitel dan tubular nekrosis akut. Hiperoksaluria digolongkan
menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Hiperoksaluria primer umumnya bersifat
genetis seperti defisiensi enzim alkohol dehidrogenase. Hiperoksaluria sekunder
diperoleh dari sumber makanan dan degradasi vitamin C.
xxvii
Tabel 2 Komposisi penyusun batu ginjal
Kelompok Nama Senyawa Rumus Kimia Karbonat Kalsium karbonat CaCO3 Sistin Oksalat Sistin SCH2CH(NH2)COOH Kalsium oksalat monohidrat CaC2O4.H2O Kalsium oksalat dihidrat CaC2O4.2H2O Fosfat Kalsium fosfat Ca5(PO4)3(OH) Hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 Karbonit-apatit Ca10(PO4,CO3OH)6(OH)2 Kalsium hidrogen fosfat dihidrat CaHPO4.2H2O Trikalsium fosfat Ca3(PO4)2 Oktakalsium fosfat CaH(PO4)3.5H2O Magnesium amonium fosfat heksahidrat MgNH4PO4.6H20 Silika asam urat
Magnesium hidrogen fosfat trihidrat MgHPO4.3H2O
Silikon dioksida SiO2 Urat Asam urat C5H4N4O3 Asam urat dihidrat C5H4N4O3.2H2O Amonium asam urat C5H4N4O3NH4 Sodium asam urat monohidrat C5H3N4O3Na.H2O
Sumber : Stockham dan Scott (2008)
Diduga ada dua kondisi yang terlibat dalam proses pembentukan batu
ginjal yaitu supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang
menyusun batu terdapat dalam jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume dan
kimia urin yang menekan pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, asam
urat dan mineral kalsium fosfat membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat
kemudian merekat di inti untuk membentuk campuran batu (Ratu et al. 2006).
Nukleusasi kalsium oksalat diinduksi oleh satu atau beberapa kondisi,
salah satunya adalah hiperoksaluria. Kondisi hiperoksaluria akan meningkatkan
supersaturasi kalsium oksalat di dalam urin dan menghasilkan kristal kalsium
oksalat yang terdeposit pertama kalinya di papilla. Oksalat dalam tubuh diperoleh
dari makanan, degradasi vitamin C dan dihasilkan oleh liver sehingga pada
kondisi normal juga terdapat oksalat. Pada kondisi hiperoksaluria, paparan
terhadap sel epitel dapat menyebabkan kerusakan oksidatif, kerusakan
mitokondria, respon inflamasi dan perubahan dalam ekspresi kristalisasi inhibitor.
Oksalat dapat merangsang pembentukan kristal dengan mempersiapkan sel-sel
debris untuk nukleusasi (Morengo dan Romani 2008).
xxviii
Etilen Glikol
Etilen glikol atau 1, 2 etanadiol merupakan derivat alkohol dihidroksi.
Etilen glikol atau glikol alkohol mempunyai rumus molekul C2H6O2, berat
molekul 62.07 gram/mol, tidak berbau, tidak berwarna, cair, berasa manis dan
toksik. Etilen glikol merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai cairan anti
beku, penghilang es, pelapis permukaan, pemindah panas, pendingin industri,
pengemulsi hidrolik dan surfaktan. Pada daerah yang mengalami musim salju,
etilen glikol digunakan untuk mencegah pembekuan pada air radiator mobil.
Kasus keracunan pada hewan peliharaan banyak terjadi secara tidak sengaja
akibat mengkonsumsi cairan tersebut karena rasanya yang manis.
Metabolisme etilen glikol terdiri dari empat tahapan dan tahap pertama
terjadi di liver. Pada tahap ini etilen glikol di metabolisme menjadi glikoaldehid
dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase (ADH), sedangkan pada tahap
kedua glikoaldehid dengan cepat dirubah menjadi glikolat. Tahap ketiga adalah
metabolisme berlanjut dari glikolat menjadi glioksilat dimana pada tahap ini
proses metabolisme berjalan lambat yang diikuti dengan akumulasi glikolat.
Glikolat bertanggung jawab terhadap terjadinya kondisi metabolik asidosis
sehingga merupakan penanda pada kondisi terjadinya keracunan etilen glikol.
Tahap keempat, metabolisme glioksilat menjadi oksalat, yang selanjutnya dengan
cepat membentuk kalsium oksalat dan akan terakumulasi dalam bentuk kristal
khususnya di daerah ginjal (Walder 1994). Ginjal merupakan organ yang paling
peka terhadap etilen glikol dan merupakan target organ primer. Tahapan
metabolisme etilen glikol disajikan pada Gambar 5, yang berawal di organ hati.
Keracunan etilen glikol pada manusia dan hewan dimulai dengan metabolik
asidosis, komplikasi kardiopulmonari, gagal ginjal akut, koma, yang diikuti
kematian (Jacobsen dan Martin 1986). Gagal ginjal terjadi karena nekrosis sel
tubular proksimal dan adanya kristal kalsium oksalat di ginjal. Hipokalsemia
dapat terjadi karena kalsium membentuk batuan sehingga tidak dapat direabsorpsi
oleh ginjal (Cox et al. 2004).
xxix
Gambar 5 Metabolisme etilen glikol setelah pemberian peroral.Sumber : Cox et al. 2004.
Etilen glikol dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen yang disertai
infark seluruh nefron yang disebut nekrosis korteks akut. Hiperoksaluria akibat
intoksikasi etilen glikol dapat menginduksi terjadinya kerusakan pada tubular
renal dan nefrolitiasis kalsium oksalat. Hiperoksaluria merupakan model yang
banyak digunakan dalam berbagai studi mengenai nefrolitiasis kalsium oksalat
(Green et al. 2005). Kelebihan dari penggunaan model etilen glikol adalah murah
dan mudah dalam pemberiannya. Penggunaan etilen glikol sebagai penginduksi
dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan zat kimia lain seperti amonium
klorida (Fan et al. 1999). Berbagai penelitian yang menggunakan etilen glikol
sebagai induser dapat dilihat pada Tabel 3.
xxx
Tabel 3 Penggunaan etilen glikol dan amonium klorida sebagai induser urolitiasis pada tikus jantan
Peneliti Strain Tikus Perlakuan Periode Kristal Ginjal Boeve et al. 1993 Winstar 0.8% EG + 1% AC 24 hari 0% Khan et al. 1995 SD 0.5 % EG 24 hari 16.7% 0.75% EG 24 hari 50% 1% EG 15, 29 hari 75% dan 50%Lee et al. 1992 SD 0.75% EG + 2% AC 7 hari 100% Li et al. 1992 Wistar 0.5% EG 28 hari 71.4 % Lyon et al. 1966 SD 1% EG 28 hari 62.5% 1% EG 28 hari 23.1% 1% EG + 1% AC 28 hari 83.3% Sumber: Fan et al.(1999)
Ginjal
Organ ginjal merupakan bagian dari sistem urinari yang memiliki peranan
dalam proses filtrasi, metabolisme dan ekskresi hasil-hasil metabolisme. Ginjal
adalah organ tubuh yang fungsi utamanya adalah memelihara keseimbangan
cairan, elektrolit dan mengatur tekanan darah (Hartono 1992).
Tikus memiliki ginjal dengan tekstur permukaan halus dan warna merah
kecoklatan. Berat ginjal tikus umumnya mencapai 0,76% dari total berat
badannya. Ginjal sebelah kanan memiliki posisi cranial dibandingkan ginjal
sebelah kiri. Palpasi ginjal lebih mudah dilakukan pada hewan usia muda
dibandingkan dewasa karena pada yang dewasa diselimuti lapisan lemak
(Boorman et al. 1990). Ginjal tikus unilobular (memiliki satu piramid), tidak
seperti manusia yang umumnya memiliki 10-14 lobul (Tucker 2003). Ginjal
unilobular tidak hanya dimiliki oleh golongan rodentia tetapi dimiliki juga oleh
golongan lagomorpha dan insectivora (Fox et al. 2002). Anatomi ginjal tikus
unilobular disajikan pada Gambar 6.
Ginjal tikus memasuki ureter secara langsung dengan kondisi unipapila
dan satu kalik. Korteks ginjal merupakan zona yang terdiri dari piramida-piramida
ginjal. Korteks terdiri dari semua glomerulus dan medula terdiri dari ansa Henle,
vasa rekta dan bagian akhir dari duktus kolektivus. Fornice pada ginjal tikus
memiliki bentuk yang spesifik dengan posisi evaginasi memanjang pada renal
pelvis, dimana epitelnya memiliki kesamaan dengan epitel pada duktus
pengumpul. Fornice tikus berada dekat dengan loop Henle dan berperan dalam
xxxi
Gambar 6 Anatomi ginjal tikus. P: papilla, M:medulla, C: korteks, Rp:renal pelvis. Sumber : Suckow et al. (2006).
menentukan konsentrasi urea di dalam papila (Suckow et al. 2006). Ginjal tikus
dewasa memiliki kurang lebih 30.000 nefron. Nefron merupakan unit dasar ginjal
yang memiliki fungsi dasar membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari
substansi yang tidak diinginkan oleh tubuh. Biasanya substansi tersebut berasal
dari hasil metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan ion-ion natrium,
kalium, klorida serta ion-ion hidrogen dalam jumlah yang berlebihan (Guyton
1994). Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus berbentuk lobus
dan terdapat lapisan viseral yang menutupinya. Pada Tabel 4 disajikan data
parameter ekskretori renal pada hewan coba tikus.
Tabel 4 Parameter renal ekskretori pada tikus
Parameter Nilai
Blood urea nitrogen 21 Volume urin 5.5-6.2 ml/24 jam/100 g bb Na+ ekskresi 191.6 µmol/24 jam/100 g bb K+ ekskresi 794 µmol/24 jam/100 g bb Protein 30-100 mg/100 ml Osmolaritas Urin 1659 mOsm/kg H2O Spesifik Gravity 1.050-1.062 GFR 1.01-1.236 ml/min/100 g bb U/P insulin 431 mg/ml Inulin klir 857 µl/min/100 g PAH klirens 1.341 ml/min/100 g Fraksi filtrasi 35-45% Laju aliran urin 4.8-5.2 µl/min/100 g Sumber: Suckow et al. (2006)
xxxii
Sel-sel penyusun lapisan viseral disebut podosit. Kapsul Bowman memiliki
dinding tipis dan terdapat epitel squamosa yang lebih tebal pada sisi saluran
kemih. Tikus memiliki dua tipe loop Henle yaitu pendek dan panjang (Suckow et
al. 2006).
Histologi Ginjal
Ginjal dibungkus oleh kapsula yang terdiri dari jaringan ikat kolagen padat
yang dengan mudah dikupas. Tepi medial melekuk sangat dalam yang disebut
hilus ginjal. Jika ginjal dipotong sejajar dengan permukaannya, akan membagi
ginjal menjadi dua bagian yang sama tebal. Parenkim ginjal terdiri dari korteks
dan medula. Korteks ginjal tampak merah gelap bergranula sedangkan medula
lebih cerah daripada korteks (Geneser 1994). Histologi ginjal normal disajikan
pada Gambar 7.
Gambar 7 Histologi ginjal normal. p: tubulus proksimal, d: tubulus distal. Sumber :
http://www.siumed.edu/~dking2/crr/RN003b.htm
Nefron merupakan unit fungsional ginjal yang memiliki enam segmen
yang cukup jelas: korpuskel renalis, tubuli konvoluti, tubuli proksimalis, segmen
Henle tipis, segmen Henle tebal dan tubuli distalis. Tubuli konvoluti proksimalis
dan distalis terdapat pada korteks, di sekitar korpuskel renalis. Tubuli rekti
proksimalis, distalis dan segmen tipis membentuk jerat Henle. Tubuli rekti
xxxiii
proksimalis tebal yang turun, segmen tipis yang turun dan naik membentuk
segmen nefron yang tipis. Segmen tebal yang naik merupakan bagian dari tubuli
rekti distalis.
Korpuskel renalis terdiri atas bagian permulaan nefron yang melebar,
terdapat di daerah Korteks. Korpuskel renalis terdiri dari glomerulus, yang
dibungkus oleh kapsula Bowman. Lapisan luar kapsula yaitu lapis parietalis
merupakan batas luar korpuskel ginjal. Lapis dalam yaitu lapis viseralis
membungkus kapiler glomerulus. Ruang di antara kedua lapisan disebut ruang
kapsula (ruang urin). Proses filtrasi dalam pembentukan ultrafiltrat yang berasal
dari darah, melalui kapiler glomerulus, melalui dinding-dinding dan lapis viseral
yang selanjutnya di simpan di dalam ruang kapsula (Geneser 1994).
Tubuli proksimalis pada nefron memiliki dua segmen utama yaitu bagian
yang berliku-liku (pars konvoluti) dan bagian yang lurus (pars rekti). Pada
sayatan melintang tubuli proksimalis, sel epitel berbentuk piramida dengan inti
bulat terletak di pinggir. Permukaan bebasnya memiliki mikrovili panjang disebut
brush border, mirip sikat yang mempersempit lumen tubuli proksimalis.
Tubuli distalis dan tubuli proksimalis bercampur di dalam korteks, tetapi
dengan ciri histologik dapat dibedakan. Sayatan melintang maupun miring pada
tubuli distalis tampak lebih sedikit, karena memang panjangnya kurang dari tubuli
proksimalis. Lumen dari tubuli distalis lebih besar, karena epitelnya lebih rendah,
selnya sempit dan intinya tampak lebih banyak dibandingkan sayatan melintang
tubuli proksimalis. Tubuli distalis tidak mempunyai brush border pada permukaan
epitel, dan sitoplasmanya tampak lebih pucat serta kurang asidofilik (Dellman dan
Brown 1992).