pengaruh jenis dan konsentrasi pelarut tetraselmis …repository.ub.ac.id/12436/1/weny...
TRANSCRIPT
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT Tetraselmis chuii YANG BERBEDA TERHADAP DAYA HAMBAT Bacillus sp DAN Vibrio harveyi
SKRIPSI
Oleh:
Weny Fatmawati NIM. 115080601111004
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2018
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT Tetraselmis chuii YANG BERBEDA TERHADAP DAYA HAMBAT Bacillus sp DAN Vibrio harveyi
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
Weny Fatmawati NIM. 115080601111004
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2018
HALAMAN JUDUL
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT Tetraselmis chuii YANG
BERBEDA TERHADAP DAYA HAMBAT Bacillus sp DAN Vibrio harveyi
Oleh:
Weny Fatmawati NIM. 115080601111004
telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 31 Mei 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
iii
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT Tetraselmis chuii YANG BERBEDA TERHADAP DAYA HAMBAT Bacillus sp DAN Vibrio harveyi
Nama : Weny Fatmawati
NIM : 15080601111004
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Muhamad Firdaus, M.P
Pembimbing 2 : Dwi Candra Pratiwi, S.Pi., M.Sc
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D
Dosen Penguji 2 : M. Arif As’adi, S.Kel., M.Sc
Tanggal Ujian : 31 Mei 2018
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini disebutkan pada daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini adalah hasil
jiplakan atau plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Malang, 31 Mei 2018
Weny Fatmawati
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Saya mengucapkan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan dan
kelancaran kepada saya selama proses pengerjaan laporan SKRIPSI ini.
2. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan doa yang tidak pernah
putus untuk kesuksesan saya serta mertua saya yang selalu mendukung
dan banyak membantu.
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Firdaus. M. P dan Ibu Dwi Candra Pratiwi. S. Pi.
M. Sc selaku pembimbing saya, yang sudah bersedia dengan penuh
kesabaran membimbing saya dalam pembuatan Laporan SKRIPSI ini.
4. Ibu Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D dan Bapak M. Arif As’adi, S.Kel.,
M.Sc selaku penguji saya, yang telah memberikan banyak nasehat serta
kritikan yang sangat bermanfaat bagi penelitian saya selanjutnya.
5. Suami saya yang selalu setia memberikan dukungan dari segala hal dan
anak saya tercinta GALUH CHANDRA KIRANA yang menjadi pendorong
dan motivasi serta kekuatan terbesar saya dalam mengerjakan penelitian
ini.
6. Dan untuk semua teman-teman, sahabat, yang tergabung dalam grup (IK
2011 AYO NDANG LULUS) yang selalu memotivasi, memberikan
semangat, dan sangat banyak membantu proses pembuatan SKRIPSI ini
mulai dari NOL hingga dapat dipertahankan didepan dosen penguji saat
ini.
Semoga semua yang sudah saya lakukan dapat menjadi berkah dan
bermanfaat bagi semua orang.
vi
RINGKASAN
Weny Fatmawati. SKRIPSI. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut
Tetraselmis chuii Yang Berbeda Terhadap Daya Hambat Bacillus sp dan Vibrio
harveyi. (dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Muhamad Firdaus. M. P dan Ibu Dwi
Candra Pratiwi. S.Pi. M. Sc.)
Mikroalga merupakan suatu organisme yang dapat hidup di air tawar
ataupun air laut. Mikroalga memiliki kloroplas yang dapat menghasilkan oksigen saat proses fotosintesis, mikroalga ini biasanya berukuran 7-12 mikron. Ketersediaan cahaya di perairan menjadi salah satu faktor yang penting untuk menunjang kehidupan mikroalga, karena dengan adanya cahaya tersebut mikroalga dapat berfotosintesis sehingga dapat menghasilkan energi. Tetraselmis chuii dikenal dengan kandungan antibiotiknya yang beragam, salah satunya adalah mengadung flavonoid. Flavonoid yang terkandung dalam Tetraselmis chuii dapat bekerja sebagai penghancur struktur protein bakteri, sehingga bakteri menjadi kekurangan sumber protein dan akan dan mati
Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui Jenis pelarut terbaik untuk mendapatkan hasil respon terhadap bakteri Bacillus sp dan Vibrio harveyi secara optimal. Konsentrasi terbaik pelarut untuk memaksimalkan kemampuan kerja senyawa antibakteri dari mikroalga Tetraselmis chuii terhadap bakteri Bacillus sp dan Vibrio harveyi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan FPIK UB. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Dengan melakukan proses ekstraksi maserasi dan uji antibakteri metode cakram dengan tiga pelarut yang berbeda dan tiga kali pengulangan.
Pada penelitian diatas didapatkan hasil rendemen dengan pelarut metanol sebanyak 3,84%, pelarut etil asetat sebanyak 39,36%, dan hasil rendemen dengan pelarut heksana yaitu sebanyak 3,26%. Perbedaan jenis pelarut akan mempengaruhi jumlah rendemen yang didapatkan.
Diameter zona bening bakteri Bacillus sp terendah dihasilkan dari pelarut heksana dengan konsentrasi sebesar 10% menghasilkan diameter zona bening 6.00mm, sedangkan diameter zona bening terbesar dihasilkan dari pelarut metanol dengan konsentrasi sebesar 30% yang menghasilkan diameter zona bening 11.67mm. Diameter zona bening bakteri Vibrio harveyi menunjukkan bahwa konsentrasi pelarut terendah dihasilkan dari pelarut heksana dengan konsentrasi sebesar 10% menghasilkan diameter zona hambat 6.00mm. Sedangkan untuk jenis pelarut etil asetat mendapatkan hasil paling optimal dengan konsentrasi 30% sebesar 26.00mm.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sebesar besarnya, atas limpahan
rahmat, ridho dan izin-Nya semata, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Skripsi dengan judul “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut
Tetraselmis chuii Yang Berbeda Terhadap Daya Hambat Bacillus sp dan Vibrio
harveyi. “. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan
yang dimiliki, meskipun telah dikerahkan segala kemampuan namun mungkin
masih terdapat kekurangtepatan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran maupun kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan laporan ini.
Malang, 31 Mei 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii IDENTITAS TIM PENGUJI .................................................................................. ii PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................................... iv UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... v RINGKASAN ...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4 1.4 Hipotesis .................................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
2.1 Tetraselmis chuii ........................................................................................ 5 2.1.1 Klasifikasi .......................................................................................... 5 2.1.2 Kandungan Senyawa Bioaktif ........................................................... 7 2.1.3 Mekanisme Senyawa Anti Bakteri ..................................................... 9
2.2 Bakteri ..................................................................................................... 10 2.2.1 Bacillus sp. ...................................................................................... 10 2.2.2 Vibrio harveyi .................................................................................. 11
2.3 Ekstraksi .................................................................................................. 12 2.4 Pelarut ..................................................................................................... 14
2.4.1 Metanol ........................................................................................... 15 2.4.2 Etil Asetat........................................................................................ 15 2.4.3 Heksan ........................................................................................... 16
2.5 Aktifitas Antibakteri Mikroalga .................................................................. 16 2.5.1 Uji antibakteri .................................................................................. 16
3. METODE PENELITIAN ................................................................................. 18
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 18 3.2 Alat Penelitian.......................................................................................... 18 3.3 Bahan Penelitian ..................................................................................... 18 3.4 Metode Penelitian .................................................................................... 19 3.5 Proses Ekstraksi Maserasi ...................................................................... 19 3.6 Uji Antibakteri .......................................................................................... 22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 24
4.1 Hasil Ekstraksi Tetraselmis chuii ............................................................. 24 4.1.1 Rendemen ...................................................................................... 24
4.2 Uji Antibakteri .......................................................................................... 25 4.2.1 Bacillus sp. ...................................................................................... 26 4.2.2 Vibrio harveyi .................................................................................. 29
ix
5. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 32 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 32 5.2 Saran ....................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33 LAMPIRAN ........................................................................................................ 36
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Model proses maserasi ................................................................................. 19 2. Rendemen Tetraselmis chuii ......................................................................... 24
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Tetraselmis chuii (Dokumentasi pribadi) .......................................................... 5 2. Diagram alir ekstraksi maserasi Tetraselmis chuii ......................................... 21 3. Diagram alir uji antibakteri Tetraselmis chuui ................................................ 23 4. Zona bening pelarut metanol, etil asetat, dan heksana pada Bacillus sp ....... 27 5. Zona bening Bacillus sp dengan pelarut dan konsentrasi yang berbeda...... 27 6. Zona bening Vibrio harveyi dengan pelarut dan konsentrasi yang berbeda . 31
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Hasil Zona Bening Bacillus sp. dan Vibrio harveyi ......................................... 36 2. Proses Pengamatan ...................................................................................... 37 3. Hasil analisis Anova Bacillus sp. ................................................................... 44 4. Hasil Analisis Anova Vibrio harveyi ................................................................ 46
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT Tetraselmis chuii YANG BERBEDA TERHADAP DAYA HAMBAT Bacillus sp DAN Vibrio harveyi
SKRIPSI
Oleh:
Weny Fatmawati NIM. 115080601111004
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2018
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT Tetraselmis chuii YANG BERBEDA TERHADAP DAYA HAMBAT Bacillus sp DAN Vibrio harveyi
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
Weny Fatmawati NIM. 115080601111004
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2018
HALAMAN JUDUL
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT Tetraselmis chuii YANG
BERBEDA TERHADAP DAYA HAMBAT Bacillus sp DAN Vibrio harveyi
Oleh:
Weny Fatmawati NIM. 115080601111004
telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 31 Mei 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui, Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir. Muhamad Firdaus, M.P Dwi Candra Pratiwi, S.Pi., M.Sc NIP. 19680919 200501 1 001 NIP. 19860115 201504 2 001
Mengetahui: Ketua Jurusan
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan
Dr. Eng. Abu Bakar Sambah, S.Pi., M.T NIP. 19780717 200502 1 004
iii
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI PELARUT Tetraselmis chuii YANG BERBEDA TERHADAP DAYA HAMBAT Bacillus sp DAN Vibrio harveyi
Nama : Weny Fatmawati
NIM : 15080601111004
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Muhamad Firdaus, M.P
Pembimbing 2 : Dwi Candra Pratiwi, S.Pi., M.Sc
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D
Dosen Penguji 2 : M. Arif As’adi, S.Kel., M.Sc
Tanggal Ujian : 31 Mei 2018
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini disebutkan pada daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini adalah hasil
jiplakan atau plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Malang, 31 Mei 2018
Weny Fatmawati
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Saya mengucapkan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan dan
kelancaran kepada saya selama proses pengerjaan laporan SKRIPSI ini.
2. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan doa yang tidak pernah
putus untuk kesuksesan saya serta mertua saya yang selalu mendukung
dan banyak membantu.
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Firdaus. M. P dan Ibu Dwi Candra Pratiwi. S. Pi.
M. Sc selaku pembimbing saya, yang sudah bersedia dengan penuh
kesabaran membimbing saya dalam pembuatan Laporan SKRIPSI ini.
4. Ibu Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D dan Bapak M. Arif As’adi, S.Kel.,
M.Sc selaku penguji saya, yang telah memberikan banyak nasehat serta
kritikan yang sangat bermanfaat bagi penelitian saya selanjutnya.
5. Suami saya yang selalu setia memberikan dukungan dari segala hal dan
anak saya tercinta GALUH CHANDRA KIRANA yang menjadi pendorong
dan motivasi serta kekuatan terbesar saya dalam mengerjakan penelitian
ini.
6. Dan untuk semua teman-teman, sahabat, yang tergabung dalam grup (IK
2011 AYO NDANG LULUS) yang selalu memotivasi, memberikan
semangat, dan sangat banyak membantu proses pembuatan SKRIPSI ini
mulai dari NOL hingga dapat dipertahankan didepan dosen penguji saat
ini.
Semoga semua yang sudah saya lakukan dapat menjadi berkah dan
bermanfaat bagi semua orang.
vi
RINGKASAN
Weny Fatmawati. SKRIPSI. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut
Tetraselmis chuii Yang Berbeda Terhadap Daya Hambat Bacillus sp dan Vibrio
harveyi. (dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Muhamad Firdaus. M. P dan Ibu Dwi
Candra Pratiwi. S.Pi. M. Sc.)
Mikroalga merupakan suatu organisme yang dapat hidup di air tawar
ataupun air laut. Mikroalga memiliki kloroplas yang dapat menghasilkan oksigen saat proses fotosintesis, mikroalga ini biasanya berukuran 7-12 mikron. Ketersediaan cahaya di perairan menjadi salah satu faktor yang penting untuk menunjang kehidupan mikroalga, karena dengan adanya cahaya tersebut mikroalga dapat berfotosintesis sehingga dapat menghasilkan energi. Tetraselmis chuii dikenal dengan kandungan antibiotiknya yang beragam, salah satunya adalah mengadung flavonoid. Flavonoid yang terkandung dalam Tetraselmis chuii dapat bekerja sebagai penghancur struktur protein bakteri, sehingga bakteri menjadi kekurangan sumber protein dan akan dan mati
Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui Jenis pelarut terbaik untuk mendapatkan hasil respon terhadap bakteri Bacillus sp dan Vibrio harveyi secara optimal. Konsentrasi terbaik pelarut untuk memaksimalkan kemampuan kerja senyawa antibakteri dari mikroalga Tetraselmis chuii terhadap bakteri Bacillus sp dan Vibrio harveyi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan FPIK UB. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Dengan melakukan proses ekstraksi maserasi dan uji antibakteri metode cakram dengan tiga pelarut yang berbeda dan tiga kali pengulangan.
Pada penelitian diatas didapatkan hasil rendemen dengan pelarut metanol sebanyak 3,84%, pelarut etil asetat sebanyak 39,36%, dan hasil rendemen dengan pelarut heksana yaitu sebanyak 3,26%. Perbedaan jenis pelarut akan mempengaruhi jumlah rendemen yang didapatkan.
Diameter zona bening bakteri Bacillus sp terendah dihasilkan dari pelarut heksana dengan konsentrasi sebesar 10% menghasilkan diameter zona bening 6.00mm, sedangkan diameter zona bening terbesar dihasilkan dari pelarut metanol dengan konsentrasi sebesar 30% yang menghasilkan diameter zona bening 11.67mm. Diameter zona bening bakteri Vibrio harveyi menunjukkan bahwa konsentrasi pelarut terendah dihasilkan dari pelarut heksana dengan konsentrasi sebesar 10% menghasilkan diameter zona hambat 6.00mm. Sedangkan untuk jenis pelarut etil asetat mendapatkan hasil paling optimal dengan konsentrasi 30% sebesar 26.00mm.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sebesar besarnya, atas limpahan
rahmat, ridho dan izin-Nya semata, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Skripsi dengan judul “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pelarut
Tetraselmis chuii Yang Berbeda Terhadap Daya Hambat Bacillus sp dan Vibrio
harveyi. “. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan
yang dimiliki, meskipun telah dikerahkan segala kemampuan namun mungkin
masih terdapat kekurangtepatan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran maupun kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan laporan ini.
Malang, 31 Mei 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii IDENTITAS TIM PENGUJI .................................................................................. iii PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................................... iv UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... v RINGKASAN ...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4 1.4 Hipotesis .................................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
2.1 Tetraselmis chuii ........................................................................................ 5 2.1.1 Klasifikasi .......................................................................................... 5 2.1.2 Kandungan Senyawa Bioaktif ........................................................... 7 2.1.3 Mekanisme Senyawa Anti Bakteri ..................................................... 9
2.2 Bakteri ..................................................................................................... 10 2.2.1 Bacillus sp. ...................................................................................... 10 2.2.2 Vibrio harveyi .................................................................................. 11
2.3 Ekstraksi .................................................................................................. 12 2.4 Pelarut ..................................................................................................... 14
2.4.1 Metanol ........................................................................................... 15 2.4.2 Etil Asetat........................................................................................ 15 2.4.3 Heksan ........................................................................................... 16
2.5 Aktifitas Antibakteri Mikroalga .................................................................. 16 2.5.1 Uji antibakteri .................................................................................. 16
3. METODE PENELITIAN ................................................................................. 18
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 18 3.2 Alat Penelitian.......................................................................................... 18 3.3 Bahan Penelitian ..................................................................................... 18 3.4 Metode Penelitian .................................................................................... 19 3.5 Proses Ekstraksi Maserasi ...................................................................... 19 3.6 Uji Antibakteri .......................................................................................... 22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 24
4.1 Hasil Ekstraksi Tetraselmis chuii ............................................................. 24 4.1.1 Rendemen ...................................................................................... 24
4.2 Uji Antibakteri .......................................................................................... 25 4.2.1 Bacillus sp. ...................................................................................... 26 4.2.2 Vibrio harveyi .................................................................................. 29
ix
5. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 32 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 32 5.2 Saran ....................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33 LAMPIRAN ........................................................................................................ 36
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Model proses maserasi ................................................................................. 19 2. Rendemen Tetraselmis chuii ......................................................................... 24
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Tetraselmis chuii (Dokumentasi pribadi) .......................................................... 5 2. Diagram alir ekstraksi maserasi Tetraselmis chuii ......................................... 21 3. Diagram alir uji antibakteri Tetraselmis chuui ................................................ 23 4. Zona bening pelarut metanol, etil asetat, dan heksana pada Bacillus sp ....... 27 5. Zona bening Bacillus sp dengan pelarut dan konsentrasi yang berbeda...... 27 6. Zona bening Vibrio harveyi dengan pelarut dan konsentrasi yang berbeda . 31
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Hasil Zona Bening Bacillus sp. dan Vibrio harveyi ......................................... 36 2. Proses Pengamatan ...................................................................................... 37 3. Hasil analisis Anova Bacillus sp. ................................................................... 44 4. Hasil Analisis Anova Vibrio harveyi ................................................................ 46
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tetraselmis chuii
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi Tetraselmis chuii menurut Butcher (1959) dapat dilihat pada
Gambar 1.
Devisi : Chloropyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Sub Ordo : Chlamidomonocea
Genus : Tetraselmis
Spesies : Tetraselmis chuii
Gambar 1. Tetraselmis chuii (Dokumentasi pribadi)
Mikroalga Tetraselmis chuii ini termasuk golongan dari alga hijau yang
mempunyai sifat selalu aktif bergerak, tubuhnya berbentuk elips dan memiliki
empat buah flagela yang dapat bergerak dengan cepat saat berenang.
Tetraselmis chuii termasuk sel tunggal yang ukurannya mencapai 7-12
mikrometer, juga memiliki warna hijau cerah yang menandakan bahwa mikroalga
Tetraselmis chuii ini mengandung klorofil yang cukup banyak, hal ini
menyebabkan Tetraselmis chuii dapat berfotosintesis. Pigmen klorofil yang
dimiliki oleh mikroalga Tetraselmis chuii ini terdiri dari dua macam klorofil yaitu,
6
karotin dan xantofil. Mikroalga ini sudah banyak terdapat dilaut yang berperan
sebagai produsen primer, sehingga dapat menghasilkan energi bagi biota lain.
Perkembang biakan Tetraselmis chuii dengan cara membelah diri atau
membelah sel. Reproduksinya dapat terjadi secara seksual maupun aseksual,
terjadi melalui proses pembagian protoplasma di dalam dinding sel induknya
kemudian sel baru akan dilepaskan apabila flagela sudah tumbuh dengan
sempurna (Fabegras et al., 1984).
Tetraselmis chuii dapat juga dijadikan sebagai faktor terpenting kualitas
suatu perairan, karena adanya klorofil yang terkandung didalamnya mampu
berfotosintesis, dan fotosintesis yang dilakukan merupakan sumber energi bagi
biota lain untuk membentuk rantai makanan. Oleh karena itu kelimpahannya di
suatu perairan sering dikaitkan dengan tingkat kesuburan suatu perairan. Proses
fotosintesis yang dilakukan Tetraselmis chuii menghasilkan oksigen dan bahan
organik yang sangat diperlukan oleh organisme lainnya untuk respirasi dan
bahan makanan (Sutomo, 2005).
Mikroalga jenis ini memiliki nilai komersial yang sangat tinggi jika dapat
dibudidayakan dengan cara yang benar, dapat dibudidayakansebagai pakan
yang bernilai tinggi juga sebagai pengganti bahan baku biodiesel. Tetraselmis
chuii dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungaannya, dengan
ukuran yang sangat kecil serta ukuran mulut yang juga kecil yang sesuai dengan
ukuran mulut ikan air tawar. Pada era ini pemanfaatannya masih kurang optimal,
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kandungan serta teknik kultur
mikroalga dapat menjadi penyebabnya. Sejauh ini pemanfaatan Tetraselmis chuii
hanya sebatas pakan ikan, udang dan kerang-kerangan, hal ini sangat
disayangkan karena nilai gizi yang terkandung dalam Tetraselmis chuii sangatlah
banyak, salah satunya adalah kandungan lemak yang dapat mencapai 20% dari
7
berat keringnya. Sehingga dapat berpotensi sebagai sumber alternatif bahan
baku biodiesel (Nurzana., et al., 2012).
2.1.2 Kandungan Senyawa Bioaktif
Senyawa bioaktif merupakan zat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
tidak rusak atau masih utuh. Senyawa bioaktif ini memiliki manfaat yang sangat
banyak bagi kehidupan manusia, selain dapat dijadikan sebagai antibakteri,
antiinflamasi, dan anti kanker, senyawa bioaktif dari mikroalga adalah sumber
energi dan antioksidan (Fauziah, 2017). Menurut Prabowo (2009), telah banyak
dilakukan penelitian tentang bioaktif dengan tujuan untuk kesehatan manusia
yang dapat dijadikan sebagai suplemen makanan ataupun obat-obatan bagi
manusia.
Senyawa bioaktif alami biasanya terdapat dalam tubuh hewan atau
tumbuh-tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan
manusia, salah satunya berfungsi sebagai sumber antioksidan, antibakteri,
antiinflamasi, dan anti kanker (Prabowo et al., 2014). Menurut Anggana (2013),
menyatakan bahwa senyawa bioaktif ini dapat berfungsi sebagai antibakteri, anti
inflamasi, anti kanker dan antioksidan. Antioksidan dapat berguna untuk
memecah dan memperlambat terjadinya proses oksidasi.
Menurut Sani et al., (2014) mikroalga Tetraselmis chuii mengandung
senyawa bioaktif berupa alkaloid, flavonoid, dan fenol. Alkaloid merupakan suatu
senyawa yang bersifat organik dan banyak ditemukan di alam. Sebagian besar
senyawa alkaloid ini berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas hampir
disemua tumbuhan. Sebagian besar alkaloid yang terdapat di alam memiliki
manfaat sebagai obat-obatan, namun ada juga yang beracun. Pada umumnya
alkaloid hanya dapat larut pada pelarut organik, meskipun ada yang sebagian
besar larut dalam air. Sifat alkaloid yang bebas tersebut membuat senyawa ini
8
mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar matahari
(Shadmani et al., 2012). Mekanisme kerja alkaloid menurut Rijayanti (2014),
adalah dengan cara mengganggu peptidoglikan yang terdapat pada jaringan
penyusun bakteri, sehingga lapisan dinding sel bakteri tersebut akan rusak dan
tidak dapat terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan kematian bakteri
tersebut. Cara lain alkaloid dalam menghambat bakteri adalah dengan cara
menghambat enzim topoisomerase yang terdapat pada sel bakteri.
Selain alkaloid, senyawa bioaktif yang terkandung dalam Tetraselmis chuii
adalah flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar dan dapat
dengan mudah larut pada pelarut yang bersifat polar seperti etanol, metanol,
aseton, dan air (Melodita, 2011). Menurut Rijayanti (2014), flavonoid dalam
Tetraselmis chuii dapat menghambat aktivitas antibakteri dengan cara
membentuk senyawa kompleks dengan protein dan terlarut sehingga dapat
merusak membran sel bakteri. Selain itu flavonoid juga dapat menghambat
permeabilitas membran sel.
Fenol juga salah satu senyawa yang terkandung dalam ekstrak Tetraselmis
chuii. Senyawa fenol yang dihasilkan dari ekstrak Tetraselmis chuii ini diduga
bersifat semi polar sehingga dapat lebih mudah jika di ekstrak menggunakan
pelarut yang bergolongan sama yaitu semi polar (Septiana dkk, 2002). Dalam
penelitiannya Rijayanti (2014) menyebutkan, cara kerja senyawa fenol dalam
membunuh bakteri adalah dengan mendenaturasi protein sel. Ikatan hidrogen
yang terbentuk antara fenol dan protein akan mengakibatkan struktur protein
rusak, sehingga akan mempengaruhi permeabilitas dinding sel dan
mengakibatkan ketidakseimbangan ion dalam sel, sehingga sel menjadi lisis.
Senyawa-senyawa yang biasanya diisolasi dari bahan rumput laut diketahui
akan memiliki fungsi sebagai antibakterial. Senyawa-senyawa tersebut akan
memiliki fungsi sebagai antibakterial. Senyawa-senyawa tersebut antara lain
9
adalah asam acliric, asam amino, phlorotanin, terpenoids, steroid, senyawa fenol,
asam lemak, cyclic pholysulpida dan hologenated keton, dan alkanes (Mtolera
dan Semesi, 1996).
2.1.3 Mekanisme Senyawa Anti Bakteri
Pada dasarnya senyawa antibakteri dapat bekerja dengan cara merusak
dinding sel, jika dinding sel rusak maka sel tersebut akan mengalami kematian
(Pelczar dan Chan, 1988). Jika senyawa antibakteri dapat masuk ke dalam sel
membran maka akan dapat merubah permeabilitas selektif membran sehingga
dapat menyebabkan keluarnya protein dan asam nukleat yang merupakan
komponen penting dalam kelangsungan hidup suatu bakteri (Ganiswara, 1995).
Mekanisme antibakteri dalam menghambat bakteri memiliki beberapa cara,
yaitu (1) merusak permeabilitas membran sel, (2) menghambat sintesis dinding
sel, (3) menghambat sintesis RNA (Transkrip), dan (4) mampu menghambat
sintesis protein (Anggana, 2013). Senyawa antimikroba itu sendiri dalam
menghambat tumbuhnya bakteri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
konsentrasi zat antimikroba, suhu lingkungan suatu perairan, dan waktu
penyimpanan, namun sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, Ph, dan
jumlah senyawa di dalamnya juga sangat berpengaruh terhadap mekanisme
kerja antibakteri (Fardiaz, 1989).
Menurut Pelczar dan Chan (1988), mekanisme kerja senyawa antibakteri
pada umumnya ialah 1) Merusak dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya dan mengubahnya setelah selesai terbentuk, 2) Mengganggu
permeabilitas sel, 3) Merubah molekul protein dan asam nukleat dengan cara
mendenaturasikannya sehingga sel tidak akan berkembang dan mati, 4)
menghambat kerja enzim dan mengganggu reaksi biokimiawi, 5) menghambat
10
sintesis RNA-DNA, dan protein yang dapat mengakibatkan kerusakan total pada
sel.
2.2 Bakteri
2.2.1 Bacillus sp.
Bacillus sp merupakan bakteri yang masuk dalam golongan bakteri gram
positif, bakteri ini memiliki bentuk seperti batang, dengan ukuran 0,3-2,2 µm x
1,27-7,0 µm. Pada Bacillus sp sebagian memiliki sifat motil dan bergerak dengan
flagel. Bakteri ini termasuk dalam golongan bakteri gram positif yang memiliki
sifat kemoheterotrof. Kemoheterotrof itu sendiri merupakan suatu organisme
yang menggunakan senyawa kimia sebagai sumber energinya serta
menggunakan bahan organik sebagai nutrisi untuk metabolismenya.
Metabolisme Bacillus sp menggunakan respirasi aerob (Pelczar dan Chan,
2005). Menurut Sridianti (2018), bakteri gram positif merupakan bakteri yang
dapat menyerap warna violet dan memiliki membran sel peptidoglikan yang lebih
tebal. Memiliki dinding sel yangtebal dan sebagiannya tersusun atas polisakarida
dan asam teikoat, memiliki bentuk sel yang bulat dan berbentuk batang.
Pada umumnya bakteri bacillus sp ini dapat ditemukan dimana-mana,
karena termasuk jenis spesies yang hidup bebas dan memiliki sifat patogen.
Bacillus dapat menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease, lipase,
amilase, dan selulase yang dapat berfungsi untuk membantu proses pencernaan
pada tubuh hewan (Wongsa dan Werukhamkul, 2007). Bakteri Bacillus dapat
dijadikan sebagai produk probiotik yang bagus dan berpotensi dalam penggunan
sebagai immunostimulasi dan aktivitas antimikroba.
Bakteri Bacillus sp dapat disebut juga dengan bakteriosin yang merupakan
suatu zat antimikroba yang berupa polipeptida, protein, atau senyawa yang lebih
mirip seperti protein (Kone & Fung, 1992). Bacillus sp dapat menghasilkan
11
senyawa antibiotik antara lain adalah basitrasin, pumulin, laterosporin,
gramisidin, dan tirocidin yang dapat secara efektif dalam melawan bakteri gram
positif serta kolistin dan polimiksin yang dapat secara efektif melawan bakteri
negatif, dan terdapat juga difficidin dan mikrobacilin yang bersifat sebagai
antijamur (Todar, 2005). Namun Bacillus sp dapat juga beracun untuk
pencernaan, karena pada umumnya Bacillus menyerang usus dan dapat
berkambang biak pada makanan mentah seperti daging dan sayur yang belum
diolah. Infeksi ini dapat menyebabkan diare dan muntah-muntah
2.2.2 Vibrio harveyi
Bakteri Vibrio harveyi termasuk dalam genis Vibrio, yang memiliki ciri-ciri
morfologi dan fisiologi sebagai berikut: berwarna krem dengan diameter 2-3 mm
pada media SWC-agar, berbentuk bulat, elevasi cembung. Salah satu ciri mudah
mengetahui bakteri ini adalah berbentuk koma, atau bisa juga berbentuk seperti
benang yang membelit atau seperti huruf S. Pada ujung batang bakteri ini
terdapat bulu cambuk, bakteri ini juga termasuk dalam golongan bakteri gram
negatif yang bersifat anaerobik fakultatif dan tidak tahan terhadap suasana asam
(Volk dan Wheeler, 1993). Menurut Sridianti (2018), bakteri gram negatif
biasanya dinding selnya dapat menyerap warna merah dan memiliki lapisan
dindind sel peptidoglikan yang lebih tipis dari gram positif. Bakteri gram negatif
ini bersifat patogen dan lebih berbahaya dibandingkan dengan gram positif,
karena membran luar pada dinding sel gram negatif dapat melindungi bakteri dan
memiliki sistem pertahanan inang yang lebih kuat untuk menghalangi obat-
obatan masuk. Lipoposakarida yang terkandung dalam gram negatif bersifat
toksik.
Bakteri jenis Vibrio harveyi biasanya dapat dengan mudah kita temukan
diperairan laut, air tawar, maupun perairan payau, yang merupakan bakteri
12
golongan gram negatif yang mempunyai satu tangkai berbentuk bengkok. Bakteri
Vibrio harveyi memiliki sifat fakultatif anaerob positif dan tidak membentuk spora,
ukuran panjang sel batangnya mencapai 2-3µm dan lebar 0,3 – 1.3 µm, dan juga
pada ujung sel terdapat flagela (Afrianto dan Liviawaty, 1993).
Menurut Septiani et al., (2012), Vibrio harveyi merupakan bakteri golongan
gram negatif yang dapat menyebabkan tilmbulnya penyakit vibriosis yang dapat
menyerang berbagai macam biota perairan. Bakteri jenis ini memiliki kandungan
peptidoglogan dalam dinding selnya dan juga mengandung lipoposakarida yang
sangat berfungsi sebagai perlindungan sel.
Vibrio harveyi dapat bertahan hidup dan berkembang pada batas – batas
suhu tertentu. Suhu optimum untuk Vibrio harveyi adalah antara 30 – 35°C.
Sedangkan jika ditumbuhkan pada suhu antara 40 - 45°C bakteri ini tidak akan
dapat tumbuh dengan baik dan pada suhu 55°C bakteri ini akan mati. Bakteri
jenis ini dapat hidup dengan kadar garam yang sangat tinggi yang termasuk
dalam golongan bakteri halofit. Pada umunya Vibrio harveyi dapat ditemukan di
habitat akuatik pada air laut ataupun lingkungan estuarian dan berasosiasi
dengan hewan laut. Bakteri ini dapat hidup pada kisaran salinitas antara 20-30
ppt dan dapat tumbuh pada kondisi pH 7,5-8,5 (Prajitno, 2007).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pengembalian bahan aktif pada suatu tanaman. Pada
saat proses ekstraksi bahan aktif yang akan terlarut adalah sesuai dengan
tingkat kepolarannya (Sjahid, 2008). Adapun prosedur klasik menurut Harborne
(2006), untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan biji kering
tumbuhan ataupun akar daun adalah dengan cara menggunakan ekstraksi
dengan menggunakan pelarut yang sesuai atau berganti – ganti, mulai dari eter,
lalu eter minyak bumi dan klorofom untuk memisahkan lipid dan terpenoid. Untuk
13
senyawa yang lebih polar dapat juga digunakan kandungan alkohol ataupun etil
asteta. Apabila terjadi pengkristalan pada hasil ekstrak yang pekat maka ekstrak
harus disaring dan keseragamannya diuji dengan menggunakan kromatografi
dengan menggunakan beberapa pengembang.
Berdasarkan fasenya ekstraksi digolongkan menjadi dua bagian yaitu
ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat. Ekstraksi cair padat terdiri dari
beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi dan ekstraksi sinambung (Harborne,
1987). Proses ekstraksi maserasi merupakan ekstraksi sederhana. Yaitu semua
bahan-bahan yang akan di ekstrak umumnya dipotong-potong atau dihaluskan
berupa serbuk kasar, kemudian disatukan dengan bahan-bahan yang akan
digunakan untuk ekstraksi. Setelah itu direndam dengan menggunakan pelarut
yang sesuai dan disimpan agar terlindung dari paparan sinar yang dapat
merubah kandungan senyawa (Sa’ad, 2009).
Ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak mikroalga biasanya
menggunakan ekstraksi maserasi. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
dengan temperatur pada suhu kamar. Maserasi biasanya menggunakan pelarut
etanol 95% karena sifatnya yang manapun melarutkan hampir pada semua zat,
yaitu zat polar, non polar ataupun semi polar. Menggunakan metode maserasi
saat proses ekstraksi memiliki banyak keuntungan yaitu, prosedur dan alat yang
digunakan sangatlah mudah dilakukan dan ditemui (Istiqomah, 2013).
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi selama proses ekstraksi
menurut Prabowo (2013), antara lain adalah bahan yang digunakan selama
proses ekstraksi, suhu, serta waktu yang digunakan saat proses ekstraksi
berlangsung. Faktor lain adalah perbandingan sampel dan pelarut pada waktu
pelarutan.
14
2.4 Pelarut
Salah satu hal yang sangat mempengaruhi pada saat ekstraksi adalah
pemilhan dan pemberian pelarut yang tepat. Konsentrasi pelarut akan sangat
berpengaruh pada proses ekstraksi. Pemberian pelarut yang banyak akan dapat
menghasilkan hasil ekstrak yang banyak pula (Prabowo, 2013). Pemberian
pelarut yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap efisiensi hasil ekstrak yang
sedang dilakukan, namun pada saat pemberian pelarut tidak dianjurkan
menggunakan pelarut yang berlebihan. Pemberian pelarut sebaiknya
menggunakan konsentrasi tertentu dan sesuai kebutuhan agar pelaut dapat
bekerja secara optimal (Susanto, 1999).
Pada saat ekstraksi pemilihan pelarut harus dilakukan secara tepat. Karena
pelarut harus dapat memenuhi beberapa faktor penting, yaitu : murah dan mudah
diperoleh, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif, dan tidak
mempengaruhi kandungan zat yang berkhasiat (Ummah, 2010).
Menurut Hikmah (2007), dalam memilih jenis pelarut ada dua hal yang
perlu dipertimbangkan, yaitu pelarut harus memiliki kemampuan daya larut yang
tinggi sehingga mempermudah pelarutan dan pelarut tidak boleh mengandung
zat yang berbahaya dan beracun. Pelarut yang sering digunakan adalah aseton,
etil asetat, etanol, heksana, isopropyl alcohol, dan metanol. Namun pelarut yang
biasanya digunakan untuk ekstraksi berturut-turut dimulai dari pelarut non polar
(n-heksan), lalu pelarut yang memiliki tingkat kepolaran menengah yaitu (etil
asetat), dan pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol).
Menurut Meyda (2006), ada tiga macam jenis pelarut yaitu, pelarut polar,
pelarut semi polar, dan pelarut non polar. Proses ekstraksi yang biasanya
dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol, metanol, etil asetat, heksana,
dan air mampu memisahkan senyawa-senyawa penting suatu bahan. Pada saat
proses ekstraksi pemilihan pelarut harus memperhatikan sifat-sifat kandungan
15
suatu bahan senyawa yang akan diisolasi. Sifat yang terpenting adalah polaritas
dan gugus polar dari suatu senyawa.
2.4.1 Metanol
Pada penelitian ini, salah satu pelarut yang digunakan adalah pelarut
metanol. Metanol memiliki sifat polar, yang merupakan salah satu jenis pelarut
organik yang mampu melarutkan unsur-unsur bioaktif yang ada umumnya
terdapat pada tumbuhan herba medisinalis (Lazuardi, 2011). Metanol juga
merupakan suatu pelarut yang bersifat universal, yang dapat menarik alkaloid,
steroid, saponin, dan flavanoid yang berasal dari tanaman (Astriana et al., 2013).
Metanol merupakan bahan kimia yang biasanya sering digunakan sebagai
pelarut industri. Harganya yang relatif murah sering dijadikan alasan mengapa
pelarut jenis ini seriung digunakan. Toksisitas dari metanol bisa disebabkan
karena adanya pembentukan asam format, formaldehida, dan radikal bebas pada
metabolismenya (Putri, 2010).
Pelarut metanol biasa digunakan dalam proses isolasi senyawa organik
suatu bahan alam, karena metanol memiliki sifat yang polar sering digunakan
pada proses ekstraksi (Widyawati dan Heni, 2013).
2.4.2 Etil Asetat
Etil asetat merupakan senyawa yang dapat terbentuk dari asam etanoat
dan etanol, yang memiliki bentuk cair serta aroma yang tajam dan menyengat
(Daintith, 2004), etil asetat memiliki rumus molekul C4H8O2, nama lain dari etil
asetat biasa dikenal dengan sebutan nama ester asetat dengan memiliki sifat
yang sedikit larut alam air pada suhu 77°C. Adapun keuntungan dari
menggunakan pelarut ini adalah antara lain tidak toksik, tidak higroskopis, dan
sifat pelaurt yang volatif (Reapina, 2007).
16
Etil asetat merupakan hasil dari pertukaran gas gugus hidroksil pada asam
karboksilat dengan gugus karbon yang terdapat pada etanol. Biasanya etil asetat
disintesisi menggunakan katalisator cair berupa asam sulfat. Dalam penggunaan
asam sulfat inidapat menghasilkan konversi yang cukup tinggi (Nuryoto, 2008).
Etil asetat merupakan senyawa yang dapat terbentuk dari asam etanoat
dan etanol, yang memiliki bentuk cair dan aroma yang sangat tajam sertu kurang
sedap (Daintith, 2004). Etil asetat memiliki karaktreristik yang dapat larut dalam
air, bersifat misibel dalam etanol dan dietil eter, dan sangat larut dalam aseton
dan benzena (Lide, 2005).
2.4.3 Heksan
Pelarut jenis ini memiliki rumus molekul C6H14 dan merupakan senyawa
hidrokarbon alkana. Heksana biasa juga dikenal dengan sebutan nama n-heksan
yang termasuk dalam golongan pelarut non-polar (Mulidia dan Naufal, 2010).
Pelarut heksana juga merupakan hidrokarbon aromatik yang sangat mudah
menguap (Arindah, 2010). Pelarut heksana memiliki sifat-sifat dan karakteristik
yang tidak mudah larut dalam air, sangat larut dengan etanol, dan dapat larut
dalam dietil eter dan klorofom (Lide, 2005).
2.5 Aktifitas Antibakteri Mikroalga
2.5.1 Uji antibakteri
Dalam pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan
menggunakan metode difusi, metode difusi juga merupakan metode yang paling
sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan menggunakan 3 cara
yaitu, metode silinder, metode lubang, dan metode kertas cakram.
Pada metode silinder dapat dilakukan dengan cara meletakkan beberapa
silinder yang terbuat dari bahan gelas ataupun besi yang tahan karat di atas
17
media agar yang telah diletakkan atau di inokulasi bakteri. Setiap silinder
kemudian diletakkan dengan benar agar dapat berdiri diatas media agar,
kemudian diisi dengan larutan yang akan diinkubasi, setelah itu bakteri diamati
pertumbuhannya dengan melihat disekeliling silinder.
Metode yang kedua adalah metode lubang, yaitu dengan cara membuat
lubang pada media agar yang telah di inokulasi beleri, kemudian lubang diisi
dengan larutan yang akan diuji, setelah itu di inkubasi dan dihitung pertumbuhan
bakteri dengan cara melihat ada atau tidaknya daerah hambatan disekeliling
lubang. Yang terakhir adalah metode dengan menggunakan kertas cakram.
Kertas cakram diletakkan diatas media agar yang telah di inokulasi bakteri,
sebelum kertas cakram diletakkan ke media agar direndam terlebih dahulu ke
dalam pelarut yang akan digunakan, setelah itu di inkubasi dan diamati untuk
melihat ada atau tidaknya hambatan di sekeliling cakram (Kusmiyati, 2006).
Menurut (Jawetz et al., 1995) jika diameter zona hambat semakin besar,
makan pertumbuhan bakteri juga semakin terhambat, sehingga dapat diperlukan
acuan untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu
antibiotik. Bahan anti mikroba bersifat menghambat apabila digunakan dengan
konsentrasi kecil, namun jika konsentrasi yang digunakan berlebihan maka akan
dapat membunuh mikroorganisme. Salah satu cara adalah menggunakan uji
cakram. Kertas cakram yang telah berisi zat antimikroba diletakkan pada media
agar yang telah diberi mikroorganisme penguji. Penghambatan pertumbuhan
mikroorganisme dapat dilihat sebagai wilayah yang jernih atau bening di sekitar
kertas cakram (Lay, 1994).
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2018
di Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan (KHP) Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.
3.2 Alat Penelitian
Pada penelitian mengenai uji antibakteri ekstrak Tetraselmis chuii
digunakan alat-alat sebagai berikut: timbangan digital yang digunakan untuk
menimbang berat serbuk Tetraselmis chuii, Rotary evaporator yang digunakan
untuk memisahkan ekstrak mikroalga dengan pelarut, autoklaf, beaker glass
digunakan untuk mengukur volume air yang akan digunakan, erlenmeyer
digunakan sebagai wadah pada saat proses perendaman, pipet volume
digunakan untuk mengambil larutan dalam jumlah besar, bola hisap digunakan
untuk membantu pipet volume beroperasi, cawan etri digunakan sebagai wadah
media, inkubator digunakan sebagai tempat untuk menyimpan bakteri, dan
jangka sorong untuk mengukur diameter zona bening media.
Pada saat proses penanaman bakteri menggunakan alat yaitu, jarum ose
digunakan untuk menggoreskan bakteri pada media, botol vial digunakan untuk
menyimpan dan merendam kertas cakram, pinset berfungsi sebagai penjepit
kertas cakram, dan bunsen.
3.3 Bahan Penelitian
Pada penelitian mengenai uji antibakteri Tetraselmis chuii digunakan
bahan-bahan sebagai berikut yaitu: mikroalga jenis Tetraselmis chuii yang
diperoleh dari Balai Benih Air Payau (BBAP) Situbondo. Bakteri biakan gram
positif Bacillus sp dan gram negatif Vibrio harveyi yang didapat dari Laboratorium
19
Penyakit Ikan, FPIK UB, Malang. Sedangkan untuk maserasi diperlukan bahan
metanol (teknis), etil asetat (teknis), heksana (teknis), aquadest, alkohol 70%,
kertas cakram, kertas saring, alumunium foil, spritus yang semuanya diperoleh
dari CV. MAKMUR SEJATI Malang.
3.4 Metode Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen,
yang merupaan suatu kegiatan penelitian yang secara umum bertujuan untuk
mengetahui dan menilai terhadap suatu perlakuan, sedangkan tujuan umumnya
adalah untuk meneliti pengaruh perlakuan pada gejala yang dapat timbul pada
saat penelitian (Supardi, 2007). Hal yang pertama dilakukan dalam penelitian ini
adalah proses maserasi. Adapun model proses maserasi yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Model proses maserasi
Perlakuan Ulangan
Jenis pelarut 1 2 3
Metanol A 1 A 2 A 3 Etil asetat B 1 B 2 B 3 Heksan C 1 C 2 C 3
3.5 Proses Ekstraksi Maserasi
Pada penelitian dini dilakukan ekstrasi dengan metode maserasi. Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah serbuk mikroalga Tetraselmis chuii
dicampur dengan pelarut tiga macam pelarut metanol, etil asetat, dan heksana
dengan perbandingan 1:5 (Khamidah et al., 2014). Kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan ditutup dengan menggunakan alumunium foil yang
bertujuan agar tidak terkontaminasi dengan senyawa-senyawa yang ada di luar,
lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang.
20
Hal yang dilakukan setelah perendaman selama 24 jam pada suhu ruang
dilakukan proses penyaringan, dan hasil saring diuapkan bertujuan untuk
memisahkan pelarut dengan ekstrak mikroalga dengan menggunakan Rotary
evaporator dengan suhu 40°C (Wigati, 2016), kemudian sisa pelarut diuapkan
menggunakan gas nitrogen dan akan didapat sampel yang digunakan untuk
analisa. Alur ekstrasi Tetraselmis chuii dengan tiga macam pelarut dapat dilihat
pada (Gambar 2).
21
Penimbangan Tetraselmis chuii kering 50gr kedalam erlenmeyer
Maserasi sampel dengan perbandingan 1:5
Metanol 250 mL Etil asetat 250 mL Heksan 250 mL
Penutupan erlenmeyer dengan alumunium
foil
Homogenisasi
Inkubasi selama 24 jam
Penyaringan menggunakan kertas saring
Evaporasi dengan suhu 40°C
Ekstrak pekat
metanol
Ekstrak pekat
etil asetat
Ekstrak pekat
metanol
Ekstrak pekat
heksan
Penguapan dengan gas nitrogen
Ekstrak kering Tetraselmis chuii
Gambar 2. Diagram alir ekstraksi maserasi Tetraselmis chuii
22
3.6 Uji Antibakteri
Langkah selanjutnya adalah uji antibakteri Tetraselmis chuii terhadap
Bacillus sp dan Vibrio harveyi dengan menggunakan media agar TSA yang
didapatkan dari Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan, FPIK UB Malang. Hal
pertama yang perlu dilakukan adalah menimbang serbuk TSA sebanyak 9gr
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan aquades
sebanyak 225ml dan dihomogenkan. Setelah homogen dipanaskan hingga
mencair didiamkan hingga dingin 40°C (Khamidah et al., 2014) dan dituang ke
dalam 9 cawan petri, lalu ditunggu hingga memadat.
Setelah memadat media agar ditanami dengan Bacillus sp dengan cara
dioles-oles. Setelah itu kertas cakram yang telah direndam dengan masing-
masing pelarut dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 30%, dan streptomisin 5%
sebagai kontrol positif pada Bacillus sp dan penisilin 5% pada Vibrio harveyi yang
sebelumnya telah dicampurkan DMSO 5% pada masing-masing konsentrasi lalu
diletakkan diatas media yang sudah ditanami bakteri dengan menggunakan
pinset dan sedikit ditekan. Kemudian ditunggu dan diinkubasi selama 12 jam
dalam inkubator. Setelah 12 jam diameter zona hambat yang terbentuk ditandai
dengan adanya zona bening di sekitar kertas cakram dan dihitung menggunakan
jangka sorong. Alur uji bakteri Bacillus sp dapat dilihat pada (Gambar 3).
23
Gambar 3. Diagram alir uji antibakteri Tetraselmis chuui
Penimbangan serbuk TSA
Memasukkan kedalam erlenmeyer dan menambahkan aquades
Homogenisasi
Pemanasan hingga mencair
Sterilisasi alat dan bahan uji antibakteri
Penuangan larutan ke cawan petri dan ditunggu hingga padat
Penanaman bakteri dengan metode oles
Peletakan kertas cakram yang sudah direndam pelarut dengan konsentrasi
10%, 20%, 30% pada media agar
Inkubasi selama 12 jam
Pengukuran zona bening dengan jangka sorong
Hasil
Bacillus sp Vibrio harveyi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Ekstraksi Tetraselmis chuii
Pada penelitian tahap pertama dilakukan ekstrasi terhadap Tetraselmis
chuii sebagai bahan baku utama, dengan menggunakan tiga jenis pelarut yang
berbeda kepolarannya, yaitu pelarut polar (metanol), pelarut semi polar (etil
asetat), dan terakhir adalah pelarut non polar (heksana), kemudian ketiga pelarut
tersebut dilakukan metode ekstrasi maserasi dengan menggunakan tiga kali
ulangan pada setiap pelarut.
4.1.1 Rendemen
Ekstraksi mikroalga menggunakan pelarut bertujuan untuk memperoleh
hasil yang lebih optimal, baik dari jumlah ekstrak ataupun senyawa aktif yang
terkandung di dalamnya (Wigati, 2016). Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, hasil rendemen dari ekstrak Tetraselmis chuii kering dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Rendemen Tetraselmis chuii
Pelarut Hasil %
Metanol 3,84
Etil asetat 39,36
Heksana 3,26
% Rendemen= 𝑊1
𝑊0 x 100
Keterangan : W0 = bobot sampel W1 = bobot ekstrak kasar
25
Rendemen merupakan hasil ekstrak yang dihitung berdasarkan berat awal
sampel sebelum proses evaporasi dengan berat ekstrak kasar yaitu berat ekstrak
setelah proses evaporasi dikalikan 100% (Sani et al., 2014). Pada penelitian
diatas didapatkan hasil rendemen dengan pelarut metanol sebanyak 3,84%,
pelarut etil asetat sebanyak 39,36%, dan hasil rendemen dengan pelarut
heksana yaitu sebanyak 3,26%. Perbedaan jenis pelarut akan mempengaruhi
jumlah rendemen yang didapatkan, ekstraksi menggunakan pelarut metanol
menghasilkan rendemen yang tinggi dibandingkan dengan rendemen dari
ekstrak heksan
Besar dan kecilnya hasil yang diperoleh setelah ekstrasi dapat dipengaruhi
karena adanya pengadukan. Pengadukan dapat meningkatkan terjadinya
kerusakan pada dinding sel mikroalga. Dinding sel yang rusak dapat terjadi
karena adanya pemecahan oleh dinding sel. Pengadukan juga dapat bertujuan
untuk meningkatkan efek mekanis yang akan mempengaruhi perpindahan massa
dan interaksi antara bahan dan pelarut. Hal ini dapat mengakibatkan pemaksaan
keluar komponen yang ada di dalam sel tersebut. Sel yang telah keluar
selanjutnya akan mengalami proses pengikatan dengan pelarut. Pengikatan yang
terjadi antara komponen sel dan pelarut ini akan semakin kuat karena adanya
penumbukan antar partikel tersebut (Azmir et al., 2013).
4.2 Uji Antibakteri
Uji antibakteri pada Tetraselmis chuii dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh mikroalga terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif,
yang dapat diketahui melalui salah satu metode yang digunakan yaitu metode
cakram. Dengan melihat ukuran zona bening yang terdapat di sekitar cakram
(Masini et al., 2007). Metode uji anti bakteri yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji dengan menggunakan kertas cakram, seperti yang dikatakan oleh
26
Kusmiyati dan Agustini (2007), bahwa metode uji bakteri dengan menggunakan
kertas cakram yaitu dengan cara meletakkan kertas cakram yang sebelumnnya
telah dilakukan perendaman dengan larutan tertentu dan kemudian diletakkan
diatas media agar yang telah ditumbuhi bakteri. Juga dilakukan inkubasi selama
maksimal 24 jam dan kemudian dihitung besar luasan zona hambat yang timbul
di sekitar kertas cakram. Pemilihan bakteri Vibrio harveyi dan Bacillus sp
dilakukan karena ketersediaannya lebih mudah ditemukan dan merupakan
bakteri yang sering menyerang manusia dan biota di perairan.
Media untuk pertumbuhan bakteri digunakan media adalah TSA. Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan tiga jenis pelarut yang berbeda-beda dari
tingkat kepolarannya. Pelarut polar dengan menggunakan metanol, pelarut semi
polar dengan menggunakan etil asetat, dan yang terakhir pelarut non polar
dengan menggunakan heksana. Selain menggunakan tingkat kepolaran yang
berbeda juga menggunakan konsentrasi yang berbeda. Digunakan konsentrasi
ekstrak mikroalga yang telah dilarutkan dengan pelarut yaitu 10%, 20%, dan
30%.
4.2.1 Bacillus sp.
Dari pengamatan zona bening Bacillus sp, diameter zona bening bakteri
Bacillus sp terendah dihasilkan dari pelarut heksana dengan konsentrasi sebesar
10% menghasilkan diameter zona bening 6.00 mm, sedangkan diameter zona
bening terbesar dihasilkan dari pelarut metanol dengan konsentrasi sebesar 30%
yang menghasilkan diameter zona bening 11.67 mm. dan juga ditambahkannya
larutan antibiotik konvensional sebagai kontrol yang telah banyak dipasaran
dengan menggunakan streptomisin dengan kadar 5% dapat menghasilkan
diameter zona bening 21.67 mm. Diameter zona bening Bacillus sp dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
27
Dengan ditambahkannya pelarut yang berbeda-beda dengan konsentrasi
yang berbeda pula diduga hal ini dapat mempengaruhi besaran zona hambat
yang terjadi pada saat pengujian dengan bakteri (Anggana, 2013). Menurut
Pelezar dan Chan (1988), menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut
suatu bahan antibakteri digunakan maka akan semakin besar pula aktivitas
antibakterinya. Perbedaan hasil diameter zona bening dengan pelarut dan
konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini:
Hasil dari penelitian diatas menunjukkan bahwa pelarut heksana
menghasilkan diameter zona hambat terendah bila dibandingkan dengan pelarut
metanol ataupun etil asetat. Hal ini dapat diduga karena adanya kesalahan
dalam pemilihan pelarut heksana sebagai bahan tambahan untuk ekstrak
mikroalga Tetraselmis chuii.
Gambar 4. Zona bening pelarut metanol, etil asetat, dan heksana pada Bacillus sp
Gambar 5. Zona bening Bacillus sp dengan pelarut dan konsentrasi yang
berbeda
Zona Bening (mm)
28
Pelarut metanol dengan konsentrasi tertinggi dapat menghasilkan diameter
zona hambat yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Anggraini (2016), bahwa dimater zona hambat menggunakan pelarut metanol
lebih besar dibandingkan dengan pelarut lain seperti pelarut heksana dan pelarut
etil asetat. Menurut Kusmiyati (2007), menyatakan bahwa pelarut polar seperti
etanol, dan metanol merupakan jenis pelarut universal, sehingga senyawa-
senyawa polar lainnya dapat dengan mudah ikut tertarik dalam ekstrak.
Seperti yang dikatakan oleh Astriana et al., (2013), bahwa pelarut metanol
baik untuk digunakan sebagai pelarut saat ekstrasi dikarenakan metanol dapat
menarik alkaloid, steroid, saponin, dan flavonoid yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan. Diduga pada uji daya hambat Bacillus sp metanol dapat menarik
kandungan senyawa bioaktif Tetraselmis chuii berupa flavonoid. Karena menurut
Melodita (2011), flavonoid yang terkandung dalam ekstrak tumbuhan bersifat
polar dan dapat dengan mudah larut dalam pelarut yang sama tingkat
kepolarannya, seperti etanol, metanol, aseton, dan air, sehingga dapat
memaksimalkan hasil ekstraksi Penambahan pelarut konvensional antibiotik
streptomisin yang ada di pasaran berguna untuk mengetahui efektivitas
penggunaan bahan pelarut sebagai bahan uji antibakteri terhadap bakteri
Bacillus sp.
Ditambah lagi menurut Rijayanti (2014), bahwa senyawa bioaktif
Tetraselmis chuii berupa flavonoid dapat menghambat aktivitas antibakteri
dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan protein dan terlarut
sehingga dapat merusak membran sel bakteri. Selain itu flavonoid juga dapat
menghambat bakteri dengan cara menghambat atau merusak permeabilitas
membran sel bakteri.
Hal ini seperti penelitian yang sudah dilakukan oleh Anggraini (2016),
bahwa hasil pengujian antibakteri menggunakan metanol ataupun menggunakan
29
etanol terhadap bakteri gram positif lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan etil asetat atau heksana. Kisaran diameter zona hambat yang
didapatkan menggunakan pelarut metanol antara 3,37 mm hingga 10,88 mm.
4.2.2 Vibrio harveyi
Pada pengamatan zona bening Vibrio harveyi menunjukkan bahwa
konsentrasi pelarut terendah dihasilkan dari pelarut heksana dengan konsentrasi
sebesar 10% menghasilkan diameter zona hambat 6.00 mm. Seperti halnya
dengan uraian diatas, bahwa konsentrasi pada pelarut sangatlah mempengaruhi
hasil ekstrak yang digunakan sebagai bahan uji antibakteri pada mikroalga
(Pelezar dan Chan, 1988).
Sedangkan untuk jenis pelarut etil asetat mendapatkan hasil paling optimal
dengan konsentrasi 30% sebesar 26.00 mm. Hal ini dikarenakan etil asetat
merupakan larutan senyawa yang bersifat semi polar, dan juga memiliki sifat
susah larut dalam air. Hal ini mungkin yang menimbulkan hasil rendemen ekstrak
dari mikroalga Tetraselmis chuii dengan tambahan pelarut etil asetat menjadi
lebih banyak hasilnya, sehingga kandungan dari mikroalga itu sendiri masih lebih
banyak dan kandungan dari pelarut itu sendiri juga masih banyak, yang akhirnya
dapat lebih baik untuk menghambat proses pertumbuhan bakteri. Diameter zona
bening Vibrio harveyi dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Zona bening pelarut metanol, etil asetat, dan heksana pada Vibrio harveyi
30
Hasil uji aktifitas antibakteri Tetraselmis chuii terhadap bakteri Vibrio
harveyi menggunakan pelarut etil asetat mendapatkan hasil yang lebih banyak.
Hal ini dimungkinkan bahwa senyawa bioaktif yang terkandung pada etil asetat
lebih efektif untuk menghambat bakteri gram negatif dibandingkan dengan
senyawa bioaktif yang terkandung dalam pelarut lain. Pelarut etil asetat
merupakan pelarut yang bersifat semi polar, pelarut jenis ini biasanya mampu
mengekstrak senyawa fenol dan terpenoid (Harborne, 1987). Pada pelarut etil
asetat senyawa yang diduga sangat berperan aktif adalah senyawa fenol dan
terpenoid dalam menghambat bakteri.
Senyawa fenol yang terkandung dalam Tetraselmis chuii diduga bersifat
semi polar, sehingga dapat dengan mudah berekstrak menggunakan pelarut
smei polar seperti etil asetat (Septiana, 2002). Mekanisme kerja fenol dalam
menghambat bakteri menurut Rijayanti (2014), adalah dengan cara
mendenaturasikan protein dan asam nukleat sehingga kerusakan pada sel tidak
dapat diperbaiki, karena suatu sel dapat bertahan hidup tergantung pada molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan ilmiah. Perbedaan hasil diameter zona
bening dengan pelarut dan konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar
7 dibawah ini:
31
Gambar 7. Zona bening Vibrio harveyi dengan pelarut dan konsentrasi yang
berbeda
Zona Bening (mm)
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Pelarut yang
dapat digunakan sebagai ekstrak bahan uji dari Tetraselmis chuii terhadap
Bacillus sp tertinggi adalah dengan menggunakan metanol, sedangkan untuk
Vibrio harveyi pelarut yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan zona hambat
dari ekstrak Tetraselmis chuii adalah etil asetat. Konsentrasi pelarut yang dapat
digunakan untuk Bacillus sp dan Vibrio harveyi adalah konsentrasi tertinggi yaitu
30%.
5.2 Saran
1. Saran yang sangat dibutuhkan pada penelitian ini adalah lebih
memperhatikan lagi karakteristik pelarut serta konsentrasi yang paling
tepat, serta dapat dipertimbangkan lagi dengan lama perendaman.
2. Kualitas pengambilan gambar saat penelitian perlu diperbaiki agar dapat
lebih jelas mengetahui pembentukan zona hambat.
33
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto. E dan Liviawatu E. 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhratara. Jakarta.
Agustini, Ni Wayan Sri. 2009. Tetraselmis chuii Mikroalga Hijau Yang Berpotensi
Sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri. Pusat Penelitian Bioteknologi. LIPI. Serpong.
Athukorara Y, Ki-Wan Lee, Se-Kwon K, You Jin. 2006. Anticoagulant Activity of
Marine Green and Brown Algae Colected From Jeju Island in Korea. Bioresour, Techno, 98 (9):1711-1716.
Borowitzka, M. A. 1994 MICROALGAE AS Sources of Pharmaceuticals and other
Biology Active Compounds, Alga Biotechnology Laboratory. Journal of
Applied Phycology. Volume 7 (1) : 3-15.
Butcher , R. W. 1959. An Introductory Account of The Smaller Algae of British Coastal Waters. Part 1: Introduction and Clorophyceae. Vol.ser.IV(Part 1) PP. 74. Great Britain: Miniest. Agric. Fish. Invest.
Dahuri, Rokhim. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia: Gramedia Pustaka. Jakarta. Dainitith. J. 2004. The Fact of File Dictionary of Organic Chemistry n File. Inc.
New York. Volum 1.247 hlm. Fabregras, Jaime. Et. Al. 1984. Growth of Marine Mikroalgae Tetraslmis vecica in
Batch Cultur with Different Salinities and Concentration. Publisher. B. V. Amsterdam.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. IPB. Bogor. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Bogor. Ganiswara, SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi.
Fakultas Kedokteran. UI. Jakarta. Harbone, J B. 2006. FITOKIMIA. Penuntun Cara Moderen menganalisis
Tumbuan. ITB.Bandung. 354hlm. Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi
Terhadap Kadar Buah Cabe Jawa. SKRIPSI. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Jawetz , E, J, L. Melnick, and E Adelberg. 1995. Medical Microbiology. Appletown
dnd Lauge. New York. Khamidah, Umi. Ghanaim Fasya, A, Romaidi. 2014. Uji Antibakteri Ekstrak
Metanol Mikroalga Chorella sp Pada Fase Stationer Hasil Kultufasi Dalam Medium Ekstrak Tauge (MET).
34
Kone, K dan Fung, XI. 1992. Understading Tamura. K. Nei M, Kumar S. 2007. Bacteriosin and Their Uses Food S. MEGA 4:Analisis (MEGA) Spftware Sanitation. 12:282-285.
Kusmiyati dan N W S Agustini. 2006. Uji Aktifitas Antibakteri Dari Mikroalga
Prophydium Cruetum. Pusat Penelitian Bioteknologi. LIPI. Cibinong. Lazuardi. M. 2011. Aktifitas Antibakteri Proliferentif Ekstrak Metanol Daun Benalu
Duku Terhadap Selm Mieloma Secara Invito. Sripsi. FKH. Unair. Lide. D R. 2005. Physical Constants of Organic Compounds in Cpc of Chemistry
and Physic. CRC Press43 hlm. Malingan, J. M., V. T. Widayanti, dan E. Zubaedah. 2015. Identifikasi Senyawa
Antimikroba Ekstrak Mikroalga Tetraselmis chuii (Kajian Metode Ekstraksi Maserasi), Jenis Pelarut, dan Waktu Ekstraksi. Jurnal Teknologi Perikanan. 16 (3).
Maulid. D Z dan Naufal. 2010. Ekstraksi Antioksidan (Likopen) dari Buah Tomat
dengan Menggunakan Solven Campuran n-heksan, Aseon, dan Etanol. FT. Undip.
Nikham dan T. E. Basjir. 2012 Uji Bahan Baku Antibakteri dari Buah Mahkota
Dewa (Phaleria macrocorpa). Hasil Iriadiasi Hama dan Antibiotik Terhadap Bakteri Patogen. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan. ISSN. 1441-2213:168-174.
Nurzana, Riza E. Jaya Mahar Maligan dan Tri Dewati Widyaningsih, 2012.
Pembuatan Tablet Suplemen Makanan Mikroalga (Tetraselmis chuii) Kajian Perbedaan Jenis dan Proporsi Bahan Pengisi. Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Peleczar dan Chan 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Alih Bahasa: Hadioetomo.
RS. Jakarta:UI Press:88 Hal. Peleczar, M. J. Dan Cahn E C S. 1988. DASAR – Dasar Mikrobiologi.
Penerjemah Hadioetomo RS, Imast. Tjitrosomo SS, dan Angkasa SH. UI Press. Jakarta.
Prabowo. 2009. Optimasi Pengembangan Media Untuk Pertumbuhan Mikroalga
Corella sp. Puslit Oseanografi. LIPI. Hal 183-188. Prayitno. 2007. Uji Sensitivitas Flavonoid Rumpu Laut Euchema cottoni sebagai
Bioaktif Alami terhadap Vibrio harveyi. Jurnal Protein. 15(2)66-71. Reapina. E M. 2007. Kajian Kreatifitas Antimikroba Kulit Kayu Mesori Terhadap
Bakteri Patogen dan Pembusuk Pangan. FTP. IPB.78 hlm. Rinawati. N. D. 2011. Daya Antibakteri Tumbuhan Majapahit (Crescentia Cujute
L) Terhadap bakteri Vibrio alginolitikus. Institut Teknologi Sepuluh November. 12 hlm.
35
Sa’ad. 2009. Aktifitas Antibakteri Alga Laut Cleura racemosa dari Perairan Pulau Nail. Vol.VII-3. Desember.
Saksony, A. K. 2012. Aktifitas Antioksidan dari Ekstrak Kasar Mikroalga
Tetraselmis chuii Dengan Metode Ekstraksi dan Jenis Pelarut Yang Berbeda. SKRIPSI. FTP. UB. Malang. Hal 23.
Sani, N. R., Fithri . C. N., Ria, D. A dan Jaya, M. M. 2014. Analisis Rendemen
dan Skrining Fitikimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut Tetraselmis chuii. Jurnal Pangan dan Agroindustri (2)121-126.
Septiani, G. S. B. Prayitno, S. Anggoro. 2012. Aktivitas Antibakteri Ekstrask Jeruji
Terhadap Pertumbuhan Vibrio secara In Vitro. Jurnal Veteriner. 13(3):257-262.
Susanto. W H. 1999. Teknologi Lemak dan Minyak Makan. Jurusan THP.
FTP.UB. Syahid, 2008. Jenis-jenis Rumput Laut Yang Berpotensi Sebagai Obat yang
Tumbuh Pada Berbagai Substrat di Pantai Panabahan Nusa Kambangan. Cilacap. 76 hlm.
Todar. Kneth. Staphylococus. 2005. Retrived Januari 26. 2018 .
http://textbookofbacteriologi.net/staph.html. Ummah. M K. 2010. Ekstraksi Dan Pengujian Aktifitas Antibakteri Senyawa Tanin
Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrahoa Belimbi). UIN. Malang. WIdayanti, V. T. 2012. Produksi dan Identivikasi Senyawa Antimikroba Dari
Mikroalga Tetraselmis chuii dengan Metode Ekstraksi Maserasi (Kajian Pelarut dan Waktu Ekstraksi). Skripsi. FTP. UB. Malang.
Wongsa. P dan Werukhamul. 2007. Prduct Development and Technical Service,
Bio Solution International. Thailand. Bangkadi Industrial park. 134/4. Yasitha dan Rahmawati. 2013. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan
Keragenan dari Rumput Laut (Euchema cottoni) Untuk Mencapai Food Grade. Makalah Penelitian Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. 46 hal.