pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap tingkat...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP
TINGKAT KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT
(Studi Kasus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu
Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Suci Amalia
NIM. 11150150000083
PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
-
i
ABSTRAK
Suci Amalia (NIM.11150150000083), Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Judul Skripsi “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap
Tingkat Kepatuhan Penyampaian SPT Studi Kasus FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta”. Skripsi Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.
Penelitian ini tentang kesadaran wajib pajak dan tingkat kepatuhan penyampaian SPT. Tujuannya
yaitu untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap tingkat
kepatuhan penyampaian SPT Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh dosen FITK dengan
sampel yang berjumlah 65 Dosen. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik Accidental
Sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dengan kriteria dosen yang melakukan pelaporan SPT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kesadaran
wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan penyampaian SPT Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan Uji t yang menunjukkan bahwa Thitung yaitu
sebesar 2,499 dengan Ttabel sebesar 1,998. Dapat disimpulkan bahwa Thitung lebih besar dari pada
Ttabel yang artinya bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga terdapat pengaruh antara kesadaran
wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan penyampaian SPT Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jika dilihat dari analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa Y = (31,539) + 0,515 X
dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,300 serta nilai koefisien determinasi sebesar 0,090 atau 9%.
Hal ini bermakna bahwa kontribusi kesadaran wajib pajak dalam meningkatkan kepatuhan
penyampaian SPT adalah sebesar 9% sedangkan 91% dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan
demikian maka kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan
penyampaian SPT Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kata kunci: Kesadaran Wajib Pajak, Tingkat Kepatuhan, Penyampaian SPT
-
ii
ABSTRACT
SuciAmalia (NIM. 11150150000083), Department of Social Sciences Education.Faculty of
Tarbiyah and Teacher Training. The Thesis title “The Influence of Taxpayer Awareness towards The Annual Tax Return Compliance Level”.Thesis of Social Sciences Education Study
Program SyarifHidayatullah State Islamic University of Jakarta, 2020.
This research is about the influence of Taxpayer Awareness and Annual Tax Return compliance
level. It aims to find out if there is an influence of Taxpayer awareness upon the Annual Tax Return compliance level of FITK lecturers of SyarifHidayatullah Islamic State University Jakarta.
It uses quantitative approach. The sample was taken by accidental sampling, a technique for
determining samples by using certain considerations, with criteria for lecturers who do the
reporting of Annual Tax Return. Based on the data analysis, Taxpayer awareness influences the
compliance level of Annual Tax Return of FITK lecturers ofSyarifHidayatullah State Islamic
University Jakarta. It was proved by result of t-test that shows the t count equal to 2.499 and t
table equal to 1.998 which means that Ho is rejected and Ha is accepted. Therefore, the influence
of Taxpayer awareness towards the Annual Tax Return compliance level of FITK lecturers of
SyarifHidayatullah State Islamic University is found. Based on the result of a simple regression
analysis showing that Y = (31,539) + 0,515 X and the correlation coefficient value of 0,300 as
well as coefficient of determination 0,090 or equivalent to 9%. It means that the Taxpayer
awareness has contributed 9% in increasing the Annual Tax Return compliance level while the rest of 91% is influenced by other factors. In conclusion, Taxpayer awareness gives a positive
impact towards Annual Tax Return compliance level of FITK lecturers of SyarifHidayatullah State
Islamic University Jakarta.
Keywords: Taxpayer Awareness, Taxpayer Compliance Level, Annual Tax Return
-
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik
yang berjudul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Tingkat
Kepatuhan Penyampaian SPT Studi Kasus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Dengan segala kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk
kebaikan skripsi ini. Selain itu, selama proses penyusuanan skripsi ini penulis
banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
3. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
4. Bapak Dr. H. Nurochim, MM selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
senantiasa membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis
5. Bapak Mochammad Noviadi Nugroho, M.Pd selaku dosen pembimbing I
yang telah meluangkan waktu dan kesabaran memberikan bimbingan,
arahan dan motivasi yang sangat bermanfaat dalam memperbaiki dan
menyelesaikan skripsi ini
6. Ibu Tri Harjawati, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan kesabaran memberikan bimbingan, arahan dan
-
iv
motivasi yang sangat bermanfaat dalam memperbaiki dan menyelesaikan
skripsi ini
7. Seluruh Dosen, Staf, dan Karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan pengetahuan, pemahaman, dan pelayanan selama
melaksanakan studi
8. Kedua orang tua saya, Bapak Mahfuri dan Ibu Siti Winarni yang
memberikan saya semangat, motivasi, doa yang tidak pernah berhenti,
kasih sayang dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini
9. Seluruh Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia
mengisi kuesioner penelitian ini
10. Penyemangat terbaik saya Muhammad Syaiful Anwar dan Nanda Nabilla
Hamzah yang telah membantu, memberikan doa dan semangat dalam
penyusunan skripsi ini
11. Sahabat seperjuangan saya Kamalat Azizah, Siti Nur Qoriah, dan Amalia
Dinda Bestari yang selalu berdiskusi bersama, memberikan semangat serta
doa dalam penyusunan skripsi ini
12. Teman-teman Pendidikan IPS angkatan 2015 yang telah memberikan
pengalaman dan dukungan selama perkuliahan
13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis
ucapkan terima kasih banyak atas dukungan, doa, dan bantuannya.
Demikian ucapan terimakasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 1 November 2019
Penulis
Suci Amalia
-
v
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK...............................................................................................................i
ABSTRACT......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 8
C. Batasan Masalah ..................................................................................... 9
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
BAB II .............................................................................................................. 11
KAJIAN TEORI .............................................................................................. 11
A. Deskripsi Teoritik .................................................................................. 11
1. Konsep Dasar Perpajakan ................................................................. 11
2. Wajib Pajak ....................................................................................... 21
3. Kesadaran Wajib Pajak .................................................................... 32
4. Kepatuhan Wajib Pajak .................................................................... 35
5. Surat Pemberitahuan (SPT) .............................................................. 42
B. Penelitian yang Relevan ........................................................................ 58
-
vi
C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 68
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 71
BAB III ............................................................................................................. 72
METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 72
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 72
1. Tempat Penelitian .............................................................................. 72
2. Waktu Penelitian ............................................................................... 72
B. Metode dan Desain Penelitian ............................................................... 73
C. Populasi dan Sampel ............................................................................. 74
1. Populasi .............................................................................................. 74
2. Sampel ................................................................................................ 74
D. Variabel Penelitian ................................................................................ 76
1. Variabel Bebas (Independent Variable)............................................ 76
2. Variabel Terikat (Dependent Variable) ............................................ 76
E. Tehnik Pengumpulan Data ................................................................... 76
F. Instrumen Penelitian ............................................................................. 78
G. Metode Analisis Data dan Uji Instrumen ............................................. 81
1. Analisis Statistik Deskriptif ............................................................... 81
2. Uji Instrumen ..................................................................................... 81
3. Uji Asumsi Dasar ............................................................................... 83
4. Uji Hipotesis ....................................................................................... 84
BAB IV ............................................................................................................. 86
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 86
A. Deskripsi Data ....................................................................................... 86
1. Gambaran Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ..................................................................... 86
2. Deskripsi Responden ......................................................................... 89
B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ................... 92
1. Uji Coba Instrumen Penelitian .......................................................... 92
2. Analisis Statistik Deskriptif ............................................................... 97
3. Uji Asumsi Klasik .............................................................................. 99
4. Pengujian Hipotesis ......................................................................... 103
C. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................. 106
-
vii
D. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 109
BAB V ............................................................................................................. 110
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ............................................... 110
A. Kesimpulan .......................................................................................... 110
B. Implikasi .............................................................................................. 110
C. Saran .................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 112
A. BUKU................................................................................................... 112
B. JURNAL DAN SKRIPSI .................................................................... 113
C. INTERNET.......................................................................................... 116
-
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Relevan .................................................................. 63
Tabel 3.1 Rincian Kegiatan ............................................................................. 72
Tabel 3.2 Skor Skala Likert ............................................................................. 77
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen .......................................................................... 79
Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Jurusan ................................................... 90
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 92
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas X ........................................................................ 94
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Y ........................................................................ 95
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas ........................................................................ 97
Tabel 4.6 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ................................................... 98
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data ............................................................... 99
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas ................................................................... 101
Tabel 4.9 Hasil Uji Linieritas ........................................................................ 102
Tabel 4.10 Hasil Uji t (Parsial) ...................................................................... 103
Tabel 4.11 Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................. 104
Tabel 4.12 Hasil Uji Regresi Sederhana ........................................................ 105
-
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Peta Lokasi......................................................................................71
Gambar 4.1 Responden Berdasarkan Jurusan.................................................92
Gambar 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.......................................93
Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas Data............................................................100
-
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket Penelitian
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas
Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 4 Hasil Analisis Data
Lampiran 5 Biodata Penulis
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu Negara yang sedang berproses untuk menuju menjadi negara
maju adalah negara yang memperhatikan perkembangan pembangunan
ekonominya, dimana negara yang mempunyai kondisi yang baik tentunya
juga memiliki perkembangan pembangunan ekonomi yang baik pula.
Pembangunan ekonomi bukan hanya merupakan hal yang berkaitan
dengan maju atau berkembangnya suatu negara, namun dari pembangunan
ekonomi dapat diketahui bagaimana kondisi keadaan suatu negara dilihat
dari sistem yang digunakan oleh pemerintah. Untuk melihat sebuah
keberhasilan atau tidaknya suatu negara dalam pembangunan ekonomi
maka diperlukan adanya sebuah indikator, dimana indikator ini akan
menjadi acuan dalam penilaian terhadap seberapa jauh suatu negara
mencapai indikator pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan. Adapun
fungsi indikator itu sendiri adalah untuk melihat tentang gejala, pola dan
pengaruh yang telah terjadi, dan juga untuk menentukan hingga taraf mana
yang telah berhasil dicapai negara tersebut. Salah satu indikator
keberhasilan pembangunan ekonomi adalah Indeks Pembangunan
Nasional, dari indeks pembangunan nasional ini akan diketahui
perkembangan pembangunan ekonomi suatu negara berada dimana dan
diketahui sejauh mana pembangunan ekonomi yang ada disuatu negara
tersebut.1
Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai wilayah dan teritorial
yang luas. Dalam perkembangannya, pemerintah berusaha agar
pembangunan di Indonesia dapat merata. sehingga seluruh wilayah
1Nur Rohman, 11 Indikator Utama Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Suatu Negara,
2018, (https://akuntansionline.com/indikator -keberhasilan-pembangunan-ekonomi/). Diakses
tanggal 19 Mei 2019 Jam 05.47 WIB
https://akuntansionline.com/indikator%20-keberhasilan-pembangunan-ekonomi/
-
2
Indonesia dapat mengalami peningkatan mutu hidup dan ikut bersaing
dalam dunia internasional. Hal ini menyangkut dengan perkembangan
ekonomi dunia terhadap nilai mata uang di negara kita, yaitu Rupiah. Jika
pemerintah tidak mampu mengikuti perkembangan dunia global baik
dalam bidang ekonomi ataupun infrastruktur, maka Indonesia dapat
mengalami kemunduran didunia internasional. Negara perlu menyiapkan
rancangan sistematis dan terperinci untuk mengatur pemasukan dan
pengeluaran pembangunan negara, agar keuangan Indonesia tetap stabil
dan tidak mengalami defisit. Rencana keuangan tahunan pemerintah
negara Indonesia disebut APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).
APBN berisi tentang daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara dengan jangka waktu satu tahun yang
ditetapkan dengan Undang-undang, dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2
Diketahui bahwa target Pendapatan Negara dalam APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2018 pendapatan negara
diproyeksikan sebesar Rp. 1.894,7 Triliun. Jumlah ini berasal dari
Penerimaan Perpajakan sebesar Rp. 1.618,1 Triliun, Penerimaan Negara
Bukan Pajak sebesar Rp. 275,4 Triliun dan Hibah sebesar Rp. 1,2 Triliun.3
Menurut catatan Kementerian Keuangan yang disampaikan oleh Menteri
Keuangan Sri Mulyani pada konfrensi pers realisasi APBN-2018 dikantor
Kementerian Keuangan Jakarta, hingga akhir tahun 2018 realisasi
anggaran pada APBN 2018 masih mengalami defiisit sebesar 1,76% dari
PDB atau senilai Rp. 259,9 Triliun. Angka tersebut terdiri dari pendapatan
negara sebesar Rp. 1.942,3 Triliun atau 102,5% dari target APBN 2018.
Sementara belanja negara sebesar Rp. 2.202,2 Triliun atau 99,2% dari
terget APBN 2018. Bila lebih rinci lagi, pendapatan negara Rp. 1.942,3
Triliun dibagi menjadi pendapatan dalam negeri Rp. 1.928,4 Triliun, dan
2Kresensia Angelicha Hardi, dkk., APBN Sebagian Besar Berasal dari Pajak, 2018, h. 5,
(https://www.academia.edu/38067640/_apbn_sebagian_besar_berasal_dari_pajak_). Diakses 19
Mei 2019 jam 22.19 WIB 3https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018 (Diakses pada 19 Mei 2019, Jam 22.19 WIB)
https://www.academia.edu/38067640/_apbn_sebagian_besar_berasal_dari_pajak_https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018
-
3
penerimaan hibah Rp. 13,9 Triliun. Sementara pendapatan dalam negeri
Rp. 1.928,4 Triliun dibagi menjadi penerimaan perpajakan Rp. 1.521,4
Triliun dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) nilainya Rp. 407,1
Triliun. Sementara untuk belanja negara Rp. 2.202,2 Triliun terdiri dari
belanja pemerintah pusat Rp. 1.444,4 Triliun dan transfer ke daerah dan
dana desa mencapai Rp. 757,8 Triliun. Untuk belanja pemerintah pusat
terdiri dari belanja kementerian/lembaga mencapai Rp. 836,2 Triliun dan
belanja non kementerian/lembaga mencapai Rp. 608,2 Triliun.4 Dari data
APBN 2018 tersebut dapat disimpulkan bahwa penerimaan perpajakan
sudah cukup baik namun masih belum bisa mencapai target APBN 2018.
Sedangkan pajak sendiri adalah sumber utama dari APBN.
Di Indonesia, hampir 70% pendapatan negara berasal dari sektor pajak.
Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi
suatu negara. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan
infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga fasilitas umum guna
membangun masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu pajak dapat
dikatakan sebagai bahan bakar utama untuk membangun negara. Tanpa
penerimaan pajak yang sesuai, negara dapat mengalami kebangkrutan
sehingga angka kesenjangan sosial semakin naik. Berdasarkan Undang-
Undang No.28 tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa: “Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.5
Pada dasarnya terdapat tiga sistem atau cara yang dipergunakan untuk
menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan pajak yang terutang
oleh seseorang yaitu, sistem pemungutan pajak Official Assesment
System,Self Assesment System, dan With Holding System. Dimana Official
4https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-capaian-apbn-2018/ Diakses pada 19
Mei 2019 Jam 22.27 WIB 5Herry Purwono, Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak, (Jakarta:
Erlangga,2015), h. 7
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-capaian-apbn-2018/
-
4
Assesment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
terutang, wajib pajak bersifat pasif selanjutnya wajib pajak baru aktif
ketika melakukan penyetoran pajak terutang berdasarkan ketetapan SKP
(Surat Ketetapan Pajak) tersebut, sistem ini diterapkan dalam hal
pelunasan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dimana KPP (Kantor
Pelayanan Pajak) akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak mengenai
besarnya PBB yang terutang setiap tahun dan wajib pajak tidak perlu
menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB tersebut. Sistem ini sudah
tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984. Self
Assesment Systemadalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, dan tanggungjawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar. With Holding Systemadalah suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.6
Di Indonesia sebagian besar menganut sistem pemungutan pajak Self
Assesment System. Dimana wajib pajak harus menghitung sendiri
pajaknya, menyetor serta melaporkan pajak terhutang tersebut kedalam
SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan. Pengertian Surat Pemberitahuan
menurut Undang-undang No.16 Tahun 2009 Mengenai KUP Pasal 1 angka
11 adalah “surat wajib yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek dan/atau objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan”. Pengertian SPT ini juga tercantum dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009.7 Oleh karena itu, wajib
6Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Edisi 3, (Jakarta: Indeks, 2013), h. 14 7Indah Permata Hati, Sri Mangesti Rahayu, dan Amirrudin Djauhari, “Dampak Penerapan
Surat Pemberitahuan Masa Elektronik (e-SPT) Terhadap Efektivitas dan Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu)”, Jurnal Perpajakan
(JEJAK), Vol.8 No. 1, 2016, h. 3
-
5
pajak dituntut untuk berperan aktif dalam melakukan Penyampaian SPT
(Surat Pemberitahuan), wajib pajak diharuskan memiliki kesadaran diri
untuk membayarkan pajaknya dan meningkatkan kepatuhan untuk
melaporkan SPT nya (Surat Pemberitahuan) kepada pemerintah.
Kontribusi wajib pajak ini sangat berperan penting dalam mensejahterakan
rakyat Indonesia dengan kesadaran wajib pajak yang tinggi dan wajib
pajak yang patuh dalam menyampaikan SPT nya akan semakin
memperbaiki penerimaan perpajakan negara.
Namun menurut riset yang dilakukan oleh Reza Yunanto dalam
skripsinya, di Indonesia sendiri kepatuhan wajib pajak untuk
menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) masih tergolong rendah.
Karena beberapa faktor, faktor-faktor yang membuat Wajib Pajak
khususnya WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) tidak menyampaikan SPT
(Surat Pemberitahuan) Tahunannya antara lain: Permasalahan waktu,
biaya, dan kepraktisan. Banyak WPOP yang tidak menaati aturan tentang
penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan PPh karena tidak
mempunyai cukup waktu untuk datang ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak),
Faktor lain menyebabkan WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) tidak
menyampaikan SPT Tahunan PPh sesuai aturan adalah masalah biaya.
biaya yang dikeluarkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh adalah
biaya transportasi untuk datang ke KPP dan sebagainya. Penyampaian SPT
tahunan PPh secara manual dengan datang ke KPP dirasa kurang praktis
sehingga WPOP enggan melakukannya. Wajib pajak orang pribadi bisa
saja menyampaikan SPT Tahunan PPh tanpa harus datang ke KPP, yaitu
dengan mengirimkannya melalui pos, pengiriman melalui pos juga
membutuhkan waktu dan biaya yang membuat WPOP malas untuk
melakukannya.8
8 Reza Yunanto, Analisis Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi sebelum dan sesudah penerapan E-Filling melalui
Website Direktorat Jenderal Pajak (Studi Kasus di KPP Sleman), (Yogyakarta: FE Universitas
Sanata Dharma, 2015), h.3
-
6
Selain Faktor-faktor yang sudah disebutkan oleh Reza Yunanto,
menurut observasi pra-penelitian pada bulan Januari-Februari 2019 kepada
beberapa narasumber yang sudah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) didapat fakta bahwa kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak
pribadi untuk menghindari pajak dan tidak melaporkan SPT nya pun
sering terjadi, banyak wajib pajak yang sudah mempunyai NPWP tapi
tidak membayarkan pajaknya dan tidak melaporkan SPT nya. Selain itu,
wajib pajak masih menganggap bahwa uang pajak yang akan mereka
setorkan kepada negara akan disalahgunakan oleh para pegawai yang tidak
bertanggungjawab (Korupsi) itulah mengapa masyarakat masih enggan
untuk membayarkan pajaknya. dan masyarakat selalu menganggap
melaporkan SPT adalah hal yang rumit dan tidak ada manfaatnya, opini
seperti itu akan selalu menjadi dampak negatif dalam hal perpajakan. Dari
pembayaran pajak hingga pelaporan pajak itu sendiri, pemerintah harus
pandai dalam meyakinkan masyarakat bahwa pajak akan sama-sama
membawa manfaat untuk kedepannya.
Menurut observasi pra-penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 30-
November-2018 di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Pondok Aren,
Hartoni Enrico dan Khotib Ramadhan, S.E memaparkan, kepatuhan orang
pribadi masih rendah, dibuktikan dengan 265 juta populasi OP (Orang
Pribadi), hanya 35.5 Juta WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) yang
terdaftar dan 11.1 Juta Wajib Pajak yang lapor serta hanya 1.3 Juta Wajib
Pajak yang membayar. Sedangkan kepatuhan badan usaha 3.1 Juta badan
terdaftar, 0.77 Juta wajib pajak yang lapor dan 0.32 Juta wajib pajak yang
bayar. Maka dari itu penanaman kesadaran wajib pajak sangat ditekankan
sekali untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dinegara. Wajib pajak
orang pribadi yang enggan melaporkan SPT nya baik sengaja maupun
tidak selalu mendapat perhatian khusus dari Direktorat Jenderal Pajak. dan
Direktorat Jenderal Pajak selalu bekerja keras untuk mengatasi masalah
perpajakan karena bagaimanapun pajak adalah penerimaan pendapatan
terbesar di Indonesia. Maka dari itu, Direktorat Jenderal Pajak berinisiatif
-
7
meluncurkan program e-Filling untuk mengatasi hal ini, e-Filling adalah
suatu cara penyampaian SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan
secara online dan real time melalui internet pada website Direktorat
Jenderal Pajak. Dengan adanya e-Filling diharapkan masyarakat patuh
untuk menyampaikan SPT nya.
Namun kenyataannya tetap saja, berdasarkan observasi yang telah
dilakukan saat masa pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan pada
bulan Maret 2019 di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, e-Filling kurang bisa mengatasi masalah perpajakan
ini, khususnya saat melaporkan SPT. Karena banyak wajib pajak yang
masih belum paham betul apa itu e-Filling dan tidak mengerti bagaimana
menggunakannya, hal ini tentu saja karena kurangnya pengetahuan wajib
pajak terhadap cara penyampaian SPT yang baik dan benar, serta
kurangnya sosialisasi Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak yang
belum memahami dan kurangnya pula kesadaran wajib pajak untuk
bertanya seputar informasi terbaru tentang perpajakan. Bahkan banyak
wajib pajak yang menyampaikan SPT nya pada tenggat waktu pelaporan
SPT selesai itu akan menyebabkan website untuk mengakses penyampaian
SPT error karena terlalu banyaknya yang mengakses.
Dengan itu, masyarakat diharapkan sadar akan tanggungjawabnya
untuk membayarkan pajaknya lalu melaporkan SPT kepada pemerintah
agar masyarakat menjadi wajib pajak yang patuh dan tidak dikenakan
sanksi. Wajib pajak yang sudah memiliki NPWP diharuskan lebih paham
masalah perpajakan, kapan saatnya membayar pajak dan melaporkan SPT
nya tanpa harus menunggu jatoh tempo dan dikenakan sanksi, jika dirasa
kurang paham dalam hal perpajakan masyarakat diharuskan lebih banyak
mencari informasi terkini tentang info perpajakan ter-update di internet
atau langsung bertanya kepada yang bersangkutan, datang langsung ke
KPP (Kantor Pelayanan Pajak). Masyarakat diharapkan paham akan
penggunaan e-Filling karena dengan pahamnya masyarakat tentang
penggunaan e-Fillingakan lebih besar kemungkinan untuk meningkatkan
-
8
kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT nya. Pemerintah harus
selalu memperhatikan kebutuhan wajib pajaknya dengan selalu
mengadakan sosialisasi bagi wajib pajak yang belum paham tentang
masalah perpajakan, dan pemerintah lebih memberi sanksi tegas kepada
wajib pajak yang sudah memiliki NPWP tetapi sengaja tidak
membayarkan pajaknya sehingga tidak melaporkan SPT nya.
Dari pembahasan tersebut yang membuat peneliti ingin meneliti
permasalahan yang terjadi tentang perpajakan, peneliti ingin meneliti
tentang kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak dan menyampaikan
SPT nya yang telah dipaparkan diatas dengan mengambil Judul Pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Penyampaian
SPT (Studi Kasus di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta)
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat di
identifikasikan beberapa masalah penelitian sebagai berikut :
1. Belum tercapainya target penerimaan perpajakan APBN 2018.
2. Kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi untuk
menghindari pajak.
3. Kurangnya pengetahuan wajib pajak terhadap cara penyampaian Surat
pemberitahuan (SPT) yang baik dan benar
4. kepatuhan wajib pajak untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) masih tergolong rendah
5. Kurangnya sanksi tegas untuk wajib pajak yang tidak menyampaikan
SPT.
6. Kurangnya kesadaran wajib pajak orang pribadi terhadap pentingnya
membayar pajak dan menyampaikan SPT.
-
9
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat lebih terarah dan tidak meluas jauh
pembahasannya, maka penulis membatasi penelitian pada permasalahan
yang dikaji yaitu Kurangnya kesadaran wajib pajak orang pribadi terhadap
pentingnya membayar pajak dan menyampaikan SPT.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian, sebagai berikut :Apakah terdapat pengaruh
kesadaran wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan penyampaian SPT Studi
Kasus di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan penyampaian
SPT Studi Kasus di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat daripenelitian ini adalah
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk meningkatkan
kesadaran wajib pajak agarlebih patuh dalam menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT).
b. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya, menambah
wawasan mahasiswa dalam ilmu perpajakan.
c. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dalam ilmu perpajakan.
-
10
2. Manfaat praktis
a. Bagi Wajib Pajak
Dari penelitian ini diharapkan Wajib Pajak semakin patuh untuk
menyampaikan SPT tepat pada waktunya.
b. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, wawasan
dan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya yang ingin
meneliti tentang Kesadaran Wajib Pajak terhadap tingkat
Kepatuhan penyampaian SPT.
-
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik
1. Konsep Dasar Perpajakan
a. Pengertian Pajak
Sejak pajak menjadi salah satu pendapatan terbesar negara,
banyak ahli ekonomi mengemukakan pendapatnya tentang definisi
pajak. Berikut disajikan sejumlah pendapat para ahli mengenai
pajak :
Menurut P. J. A.Adriani Pajak, adalah:
Iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.1
Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah: “iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung
dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum” 2
Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock
Horace R, Pajak adalah : “suatu pengalihan sumber dari sektor
swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum,
namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsungdan
1 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Edisi 3, (Jakarta: Indeks, 2013) , h.3 2 Thomas Sumarsan, loc.cit., h.3
-
12
proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya
untuk menjalankan pemerintahan” 3
Menurut S.I Djajaningrat pajak adalah :
Suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas
negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan
sebagai hukuman, menurut peraturan pemerintah ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal
balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan secara umum4
Dari pengertian menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa pajak adalah iuran yang dipungut berdasarkan kekuatan
undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah, bersifat wajib
untuk dilaksanakan dan sifatnya dapat dipaksakan. Pajak digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah seperti
pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan saat ini. Negara
membutuhkan dana untuk dapat memutar roda pemerintahan, dana
untuk pembangunan nasional dan dana untuk membayar utang luar
negeri, utang yang harus dibayarkan beserta bunganya dan dana-
dana lainnya untuk pengeluaran pemerintah demi memakmurkan
rakyatnya. Penerimaan negara melalui pajak merupakan sumber
utama pendapatan negara. Maka masyarakat diwajibkan untuk
membayarkan pajak kepada kas negara untuk membantu
menjalankan program pemerintahan dengan baik dan dapat
mensejahterakan rakyat Indonesia secara merata.
b. Asas Pemungutan Pajak
Terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu :
1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan
pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat
3 Ibid., h.4 4 Siti Resmi, Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 8 Buku 1,(Jakarta: Salemba Empat.
2014), h.1
-
13
tinggal diwilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun luar negeri. Setiap Wajib Pajak yang berdomisili atau
yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia (Wajib Pajak
dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang
diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
2) Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan
pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang
memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas
penghasilan yang diperolehnya tadi.
3) Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan
dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya, pajak bangsa asing
di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan
berkebangsaan Indonesia, tetapi bertempat tinggal di
Indonesia.5
c. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Beberapa teori yang mendukung pemungutan pajak :
1) Teori Asuransi
Teori ini menyatakan bahwa negara bertugas untuk
melindungi orang dan segala kepentingannya, meliputi
keselamatan dan keamanan jiwa juga harta dan bendanya.
Seperti halnya dengan perjanjian asuransi, untuk melindungi
orang dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi.
Dalam hubungan negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang
dianggap sebagai premi tersebut yang sewaktu-waktu harus
dibayar oleh masing-masing individu.
5Ibid., h.10
-
14
2) Teori Kepentingan
Teori ini awalnya hanya memperhatikan pembagian beban
pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian
beban ini harus didasarkan pada kepentingan masing-masing
orang dalam tugas-tugas pemerintah, termasuk perlindungan
atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena
itu sewajarnya jika biaya-biaya yang dikeluarkan oleh negara
dibebankan kepada mereka.
3) Teori Gaya Pikul
Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan pemungutan
pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada
warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.
Untuk kepentingan tersebut diperlukan biaya-biaya yang harus
dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu
yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas
keadilan, bahwasannya pajak haruslah sama beratnya untuk
setiap orang, pajak harus dibayar menurut gaya pikul
seseorang. Gaya pikul seseorang dapat diukur berdasarkan
besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya
pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. Dalam pajak
penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi, gaya pikul untuk
pengeluaran dan pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah
penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak.
4) Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)
Teori ini mendasar pada paham Organische Staatsleer.
Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara,
timbulah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang
tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan tidak
akan ada individu. Oleh karena itu, persekutuan (yang
menjelma menjadi negara) berhak atas satu dan yang lain.
-
15
Akhirnya, setiap orang menyadari bahwa menjadi suatu
kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda baktinya terhadap
negara dalam bentuk pembayaran pajak.
5) Teori Asas Gaya Beli
Teori ini mempersoalkan asal mula negara memungut
pajak, melainkan hanya melihat efeknya dan memandang efek
yang baik itu dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi
pemungutan pajak disamakan dengan pompa yaitu mengambil
gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah
tangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali ke
masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup
masyarakat dan untuk membawa ke arah tertentu. Teori ini
mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat
inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan
pajak.6
d. Syarat-Syarat Pemungutan Pajak
1) Syarat Keadilan
Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan
merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding
dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak
tersebut, dan sesuai dengan manfaat yang diterimanya keadilan
disini baik keadilan dalam prinsip mengenai peraturan
perundang-undangan maupun dalam praktik sehari-hari. Syarat
keadilan dapat dibagi menjadi dua, adalah sebagai berikut :
a) Keadilan horizontal
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar
(gaya pikul) sama harus dikenakan pajak yang sama.
b) Keadilan Vertikal
6Ibid., h.5-6
-
16
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar
(gaya pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak
sama.
2) Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang
karena bersifat dapat memaksa, hak dan kewajiban Wajib Pajak
maupun petugas pajak harus diatur didalamnya. Pembayaran
pajak harus seimbang dengan kekuatan/ kemampuan membayar
Wajib Pajak.
3) Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan
kehidupan ekonomi dan janganlah mengganggu kehidupan
ekonomis dari si Wajib Pajak. Jangan sampai akibat
pemungutan pajak terhadap seseorang, maka orang itu jatuh
melarat. Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu atau
menghalangi kelancaran produksi maupun perdagangan/
perindustrian, jangan sampai terjadi bahwa dengan adanya
pemungutan pajak. Perusahaan-perusahaan gulung tikar atau
pailit. Sebaliknya pemungutan pajak diharapkan bisa
membantu menciptakan pemerataan pendapatan dan
redistribusi pendapatan.
4) Syarat Finansial
Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan
negara maka biaya pemungutan pajak tidak boleh terlalu besar.
Dalam hal ini diartikan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
pemungutan/penetapan pajak hendaknya lebih kecil dari
penerimaan pajak supaya ada penerimaan yang masuk ke kas
negara/daerah.7
7 Erly Suandy, Hukum Pajak, (Jakarta : Salemba Empat, 2011), h.28-29
-
17
e. Jenis Pajak
Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokan
menjadi tiga yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut
sifat, dan menurut lembaga pemungutannya.
1) Menurut Golongannya
Pajak dikelompokan menjadi dua:
a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan
b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai.
2) Menurut Sifatnya
Pajak dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memerhatikan
keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.8
b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,
tanpa memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3) Menurut Lembaga Pemungutnya
Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a) Pajak Pusat (Pajak Negara), yaitu pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan Bea Materai.
8Mardiasmo, Perpajakan Edisi Terbaru 2016, (Yogyakarta: Andi Offset, 2016), h.7
-
18
b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Pajak Kabupaten/Kota, Contoh: Pajak Hotel, Pajak
Restoran, dan Pajak Hiburan. 9
f. Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak yaitu Fungsi Penerima (Budgetair)
dan Fungsi Mengatur (Regulerend)
1) Fungsi Penerima (Budgetair)
Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat
bagi kas Negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan,
negara membutuhkan biaya. biaya ini dapat diperoleh dari
penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang
semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor
pajak.
2) Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur
pendapatan ditengah masyarakat dan struktur kekayaan antara
para pelaku ekonomi. Fungsi mengatur ini sering menjadi
9Ibid., h. 8
-
19
tujuan pokok dari sistem pajak, paling tidak dalam sistem
perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan dengan
kebijaksanaan Negara dalam bidang ekonomi dan sosial.
sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang
keuangan, terutama banyak ditujukan terhadap sektor swasta.
Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam
fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi
untuk produk luar negeri.10
g. Tarif Pajak
Penentuan besarnya pajak didasarkan pada tarif yang telah
ditetapkan dengan peraturan perpajakan. Secara umum, dikenal 4
jenis tarif perpajakan, yaitu :
1) Tarif Proporsional
Tarif ini disebut juga dengan istilah Tarif Sebanding atau
Tarif Sepadan,yaitu tarif berupa presentase yang tetap terhadap
berapapun jumlah yang dikenakan pajak. Semakin tinggi dasar
pengenaan pajak semakin besar beban pajak yang terutang.
2) Tarif Progresif
Tarif ini berupa presentase yang meningkat apablia jumlah
yang dikenakan pajak juga meningkat. Menurut kenaikan
presentase tarifnya, tarif progresif dibedakan menjadi :
a) Tarif Progresif Progresif: kenaikan presentase tarifnya
semakin besar.
b) Tarif Progresif Tetap : kenaikan presetase tarifnya tetap
c) Tarif Progresif Degresif : Kenaikan presentase tarifnya
semakin kecil.
3) Tarif Degresif
10Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia: Pedoman Perpajakan Lengkap Berdasarkan
Undang-undang Terbaru Edisi 4, (Jakarta: Indeks, 2015), h. 5-6
-
20
Tarif ini berupa presentase yang semakin kecil apabila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar, sehingga merupakan
kebalikan tarif pajak progresif.
4) Tarif Tetap
Tarif ini berupa jumlah yang tetap (sama) untuk berapapun
jumlah yang dikenai pajak. 11
h. Sistem Pemungutan Pajak
1) Official Assesment System.
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Pemerintah atau fiskus untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak yang timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
2) Self Assesment System.
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
pada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besar pajak yang
terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak Sendiri, Wajib
Pajak aktif, mulai menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak terutang, fiskus hanya mengawasi dan tidak
campur tangan.12
3) With Holding System.
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga, bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
11 Herry Purwono, Dasar-dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak, (Jakarta:Erlangga,
2015), h.14-15 12 Indra Mahardika Putra, Perpajakan Edisi Tax Amnesty, (Yogyakarta: Quadrant, 2017),
h.25
-
21
oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan
besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga.13
i. Tata Cara Pemungutan Pajak
cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
1) Stelsel Nyata (Riel Stelsel).
Yaitu pengenaan pajak didasarkan pada objek penghasilan
nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
sesungguhnya diketahui.
2) Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada sesuatu anggapan yang
diatur oleh undang-undang.
3) Stelsel Campuran.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan, kemudian akhir tahun pembayaran didasarkan
dan disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.14
2. Wajib Pajak
a. Pengertian Wajib Pajak
Pengertian Wajib Pajak menurut Undang-undang No.16 Tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1
ayat (1) yaitu : Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk
13Ibid., h.26 14Ibid., h.24-25
-
22
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan
bentuk badan lainnya.15
b. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Wajib pajak dalam pajak penghasilan adalah orang atau badan
yang sekaligus memenuhi syarat-syarat objektif, yaitu kalau wajib
pajak dalam negeri memperoleh atau menerima penghasilan yang
melebihi batas minimum kena pajak yang disebut PTKP
(Pendapatan Tidak Kena Pajak); dan jika ia merupakan wajib pajak
luar negeri, menerima atau memperoleh penghasilan dari sumber-
sumber yang ada di Indonesia yang tidak ada batas minimumnya
(PTKP).
Setiap wajib pajak mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1) Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) apabila belum mempunyai NPWP (Pasal 2 KUP).
2) Mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan dan blangko
perpajakan lainnya ditempat-tempat yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak (Pasal 3 ayat (2) KUP).16
3) Mengisi dengan lengkap, jelas, dan benar (pasal 4 ayat (1)
KUP) dan menandatangani sendiri Surat Pemberitahuan, dan
kemudian mengembalikan Surat Pemberitahuan itu kepada
Kantor Inpeksi Pajak (Pasal 3 ayat (1) KUP), dilengkapi
dengan lampiran-lampiran.
4) Melakukan pelunasan dan melakukan pembayaran pajak yang
ditentukan oleh undang-undang (Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 10
ayat (1) KUP).
15 Rachmad Ramdhani, Skripsi, “Analisis Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas
Pelayanan dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Kinerja Organisasi KPP”, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2012), h. 12 16Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas dan Dasar Perpajakan Edisi Revisi
1, (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 86
-
23
5) Menghitung sendiri, menetapkan besarnya jumlah, dan
membayar pajak dalam tahun yang sedang berjalan, sesuai
dengan pajak dari tahun terakhir atau sesuai dengan SKP yang
dikeluarkan oleh Dirtjen Pajak. (Pasal 25 UU PPh).
6) Menghitung dan menetapkan sendiri jumlah pajak yang
terutang menurut cara yang ditentukan (Pasal 12 KUP).
7) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan
(Pasal 28 ayat (1) dan (2) KUP).
8) Menunjuk wakil badan yang bertanggung jawab tentang
kewajiban perpajakan (Pasal 32 ayat 1 KUP).
9) Memperlihatkan pembukuan dan data-data lain yang
diperlukan oleh petugas pajak, dan memberi kesempatan
kepada para petugas pemeriksaan untuk memasuki tempat
dipandang perlu (Pasal 29).
Berdampingan dengan kewajiban, wajib pajak juga mempunyai
hak yang diindahkan oleh pihak administrasi pajak. Hak-hak wajib
pajak dapat dimanfaatkan pada saat-saat tertentu. Jika hak-haknya
dilanggar oleh pihak administrasi, maka wajib pajak mempunyai
hak untuk mengajukan masalah ini ke hadapan pejabat atasan
orang yang melanggar haknya, atau bila perlu mengajukannya ke
hadapan peradilan (administrasi).
Hak-hak wajib pajak adalah sebagai berikut:
1) Wajib pajak mempunyai hak untuk menerima tanda bukti
pemasukan Surat Pemberitahuan (Pasal 6 ayat (1) KUP).
2) Wajib pajak mempunyai hak mengajukan permohonan dan
penundaan penyampaian Surat Pemberitahuan (Pasal 3 ayat (4)
KUP).
-
24
3) Wajib pajak mempunyai hak melakukan pembetulan sendiri
Surat Pemberitahuan yang telah dimasukan (Pasal 8 ayat (1)
KUP).17
4) Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan
penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan
kemampuannya (Pasal 9 ayat (4) KUP).
5) Wajib pajak berhak mengajukan permohonan perhitungan atau
pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta berhak
memperoleh kepastian terbitnya surat keputusan kelebihan
pembayaran pajak, surat keputusan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak (Pasal 11 ayat (1) jo. Pasal 17 ayat (2)).
6) Wajib pajak berhak mendapatkan kepastian batas ketetapan
pajak yang terutang dan penerbitan Surat Pemberitahuan (Pasal
13 KUP).
7) Wajib pajak berhak mengajukan permohonan pembetulan
salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat
dalam SKP dalam penerapan peraturan perundang-undangan
perpajakan (Pasal 16 KUP).
8) Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan dan mohon
kepastian terbitnya surat keputusan atau surat keberatannya
(Pasal 25 dan 26 ayat (5) KUP).
9) Wajib pajak berhak mengajukan Surat Permohonan banding
atas surat keputusan keberatan (Pasal 27 KUP).
10) Wajib pajak berhak mengajukan permohonan penghapusan
dan pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta
pembetulan ketetapan pajak yang salah (Pasal 24 dan Pasal 36
ayat (1) KUP).
11) Wajib pajak berhak memberi kuasa khusus kepada orang yang
dipercaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya
(Pasal 32 ayat (3) KUP).18
17Ibid., h.87
-
25
c. Jenis Wajib Pajak
Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
subjek pajak meliputi :
1. Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal
atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak,
yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi
sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan
pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap
dilaksanakan.
3. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha
Tetap.19
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan
bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan
Pemerintah, Misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang
18Ibid., h.88 19 Abdul Halim, Icuk Rangga Bawono, dan Amin Dara, Perpajakan, (Jakarta: Salemba
Empat, 2014), h. 47
-
26
dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha untuk
memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
4. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa :
a. Tempat kedudukan manajemen
b. Cabang perusahaan
c. Kantor perwakilan
d. Gedung kantor
e. Pabrik
f. Bengkel
g. Gudang
h. Ruang untuk promosi dan penjualan
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan
l. Proyeksi kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan
m. Pemberian jasa dalam dalam bentuk apapun oleh pegawai
atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari enam puluh
hari dalam jangka waktu dua belas bulan
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas
-
27
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima
premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia
p. Komputer, agen elektronik, dan peralatan otomatis yang
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2008, subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri
dan subjek pajak luar negeri.
1. Subjek Pajak dalam negeri adalah:
a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu dua belas tahun, orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau
organisasi sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya
termasuk reksadana.20
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
kriteria:
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
20Ibid., h.48
-
28
2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah
3) Penerimaannya dimasukan ke anggaran Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak luar negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia.21
d. Pengertian dan Fungsi NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.22
Menurut Widyaningsih terdapat 4 fungsi dari NPWP, yaitu:
1. Sarana dalam administrasi perpajakan.
2. Tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
3. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
21Ibid., h.49 22Oyok Abuyamin, “Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengusaha Kena Pajak
(PKP)”, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22, 2010, h.112
-
29
4. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi perpajakan oleh fiskus terhadap wajib pajak.23
e. Cara Memperoleh NPWP
Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan oleh wajib pajak
untuk melakukan pendaftaran agar mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), yaitu:
1. Berdasarkan sistem penaksiran sendiri untuk setiap wajib pajak
untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, untuk diberikan
NPWP.
2. Kewajiban mendaftarkan diri juga berlaku terhadap wanita
kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup
terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikhendaki secara
tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan
harta.
3. Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang
mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal,
selain wajib pajak mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga
diwajibkan mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usahanya.
4. Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya memerlukan NPWP dapat
mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.24
Untuk mendapatkan NPWP, wajib pajak mengisi formulir
pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos
23Shofuro Zahrotul Jannah, Skripsi: “Pengaruh Pengetahuan, Penghasilan, Manfaat atas
NPWP, Sanksi, dan Sosialiasasi Terhadap Kepatuhan Pemilik UMKM Dalam Memiliki NPWP
(Studi di KPP Pratama Surakarta)”, (Surakarta: Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2016),
h.26 24Indra Mahardika Putra, Perpajakan Edisi Tax Amnesty, h. 44
-
30
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan
Pengamat Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan
melampirkan:
1. Untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi Non-Usahawan:
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk
Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan
tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah
atau Kepala Desa bagi orang asing.
2. Untuk Wajib Pajak Pribadi Usahawan:
a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi
paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari
instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa
bagi orang asing.
b. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa.
3. Untuk Wajib Pajak Badan
a. Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat
keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi BUT.
b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi
paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari
instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa
bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif.
c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang
berwenang minimal kabupaten.25
Dalam hal wajib pajak pindah domisili atau pindah
tempat kegiatan usaha, wajib pajak melaporkan diri ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) lama maupun Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) baru dengan ketentuan:
25Ibid., h. 45
-
31
1) Wajib pajak orang pribadi usahawan pindah tempat
tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari
instansi yang berwenang (Lurah atau Kepala Desa).
2) Wajib pajak badan, pindah tempat kedudukan atau tempat
kegiatan usaha adalah surat keterangan tempat kedudukan
atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala
Desa.
Didalam beberapa kasus, Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dapat dihapuskan. Ada beberapa syarat NPWP dapat
dihapuskan, yaitu:
1) Wajib pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan
warisan, disyaratkan ada fotokopi akta kematian atau
laporan kematian dari instansi yang berwenang.
2) Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah atau akta
perkawinan dari catatan sipil.
3) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai
Subjek pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan
adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut
dibagi oleh para ahli waris.
4) Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi
disyaratkan adanya akta pembubaran yang dikukuhkan
dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.
5) Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena suatu hal
kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya
permohonan wajib pajak yang dilampiri dokumen yang
mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat
lagi untuk dapat digolongkan sebagai wajib pajak.
-
32
6) Wajib pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi
syarat lagi sebagai wajib pajak. 26
3. Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kesadaran adalah keadaan
tahu, mengerti, dan merasa. Kesadaran untuk mematuhi ketentuan
(hukum pajak) yang berlaku tentu menyangkut faktor-faktor apakah
ketentuan tersebut telah diketahui, diakui, dihargai dan ditaati. Bila
seseorang hanya mengetahui berarti kesadaran Wajib Pajak tersebut
masih rendah. Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana
wajib pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan
perpajakan dengan benar dan sukarela, pengetahuan dan pemahaman
tentang perpajakan sangat penting karena dapat membantu Wajib
Pajak dalam mematuhi aturan perpajakan. Wajib pajak harus
melaksanakan aturan itu dengan benar dan sukarela.
Menurut Manik Asri yang dikutip oleh Muliari dan Setyawan, Wajib
Pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila sesuai dengan hal-hal
berikut :
a. Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan
b. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
c. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
d. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela.
e. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.
Selain itu wajib pajak juga dapat dikategorikan memiliki kesadaran
antara lain dengan melakukan kewajiban perpajakanya tanpa ada
paksaan dari pihak fiskus, serta dengan sukarela membuat NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak).27
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak antara
lain adalah Dari hasil penelitian Jatmiko didapatkan beberapa
26Ibid., h. 46-47 27 Rachmad Ramdhani, op.cit, h.18-19
-
33
faktor internal yang dominan membentuk perilaku kesadaran
Wajib Pajak untuk patuh yaitu :
a. Persepsi Wajib Pajak
Kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
pajaknya akan semakin meningkat jika dalam masyarakat
muncul persepsi positif terhadap pajak. Torgler menyatakan
bahwa kesadaran pembayar pajak untuk patuh membayar pajak
terkait dengan persepsi yang meliputi paradigma akan fungsi
pajak bagi pembiayaan pembangunan, kegunaanpajak dalam
penyediaan barang publik, juga keadilan (fairness) dan
kepastian hukum dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.28
b. Tingkat Pengetahuan Dalam Kesadaran Membayar Pajak
Tingkat pengetahuan dan pemahaman pembayar pajak
terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku berpengaruh pada
perilaku kesadaran pembayar pajakpengetahuan dan
pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana
wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan
mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak.
Pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan yang
dimaksud mengerti dan paham tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan (KUP) yang meliputi tentang bagaimana
cara menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran,
tempat pembayaran, denda dan batas waktu pembayaran atau
pelaporan SPT.Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman
wajib pajak, maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya
dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan
sehingga wajib pajak memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi.
Namun jika wajib pajak tidak mengerti mengenai peraturan dan
proses perpajakan, maka wajib pajak tidak dapat menentukan
28Ratriana Dyah Safri, Skripsi: “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas, Studi di Wilayah KPP Pratama
Yogyakarta”(Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta,2013) h.15
-
34
perilakunya dengan tepat sehingga kepatuhan yang dimiliki
wajib pajak rendah.29
Menurut Rahayu sebagaimana dikutip oleh Sari, konsep
pengetahuan perpajakan dapat dinilai dari 3 aspek, antara lain:
a) Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP), yaitu pengetahuan mengenai kewajiban dan
hak wajib pajak, Surat Pemberitahuan (SPT), Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dan prosedur pembayaran, pemungutan
serta pelaporan pajak; b) Pengetahuan mengenai sistem
perpajakan di Indonesia, sistem perpajakan yang diterapkan di
Indonesia berupa self assessment system; c) Pengetahuan
mengenai fungsi perpajakan, yaitu mengetahui bahwa fungsi
pajak adalah sebagai sumber penerimaan negara dan sebagai
alat untuk mengatur kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.30
c. Kondisi Keuangan Wajib Pajak.
Kondisi keuangan merupakan faktor ekonomi yang
berpengaruh pada kepatuhan pajak. Oleh karena itu, apabila
seorang wajib pajak berada pada posisi kondisi keuangan yang
rendah maka memiliki kecenderungan lebih untuk tidak taat
dalam membayar kewajiban pajaknya dibandingkan jika wajib
pajak berada pada kondisi keuangan yang baik. Dari uraian di
atas dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan seorang wajib
pajak diduga akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Apabila
wajib pajak dapat memenuhi semua kebutuhan, baik itu
kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier berdasarkan
pendapatan yang dimiliki tanpa bantuan dari pihak luar berupa
29Ester Siu Tjen, Tesis: “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi dengan Sanksi sebagai Moderating pada KPP Pratama Medan Kota”(Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2017) h.11 30Loist Abdi Putra, Tesis: “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib
Pajak Pribadi dengan Pemerikasaan Pajak sebagai Variabel Moderating pada KPP Pratama
Pematangsiantar” (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2018) h.16
-
35
pinjaman, maka dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan wajib
pajak tersebut baik. Akan tetapi, apabila wajib pajak tersebut
sering melakukan pinjaman dari pihak luar yang biasa
diperoleh dari keluarga, teman, maupun bank, dapat dikatakan
bahwa kondisi keuangan wajib pajak tersebut buruk (Persepsi
kondisi keuangan pribadi berkaitan dengan persepsi wajib
pajak dalam menentukan perilakunya (perceived control
behavior) dalam Kepatuhan untuk membayar pajak. Semakin
tinggi persepsi kondisi keuangan pribadi, maka wajib pajak
dapat menentukan perilakunya dengan lebih baik dan sesuai
dengan ketentuan perpajakan sehingga kepatuhan wajib pajak
tinggi. Namun jika wajib pajak memiliki persepsi kondisi
keuangan pribadi rendah, maka wajib pajak tidak dapat
menentukan perilakunya dengan tepat sehingga wajib pajak
memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.31
4. Kepatuhan Wajib Pajak
a. Kepatuhan
Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia Rahayu mengatakan
bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.Kepatuhan wajib
pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan
kontribusi bagi pembangunan dewasa ini yang diharapkan di dalam
pemenuhannya diberikan secara sukarela.Kepatuhan wajib pajak
menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia
menganut sistem Self Asessment di mana dalam prosesnya secara
mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk
menghitung, membayar dan melapor kewajibannya.
31Ester Siu Tjen, op.cit. h.15
-
36
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kepatuhan berarti tunduk
atau patuh pada ajaran atau aturan. Sedangkan menurut Agus
Budiatmanto kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau
organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan
yang ditetapkan. Dalam pajak, aturan yang berlaku adalah Undang-
undang Perpajakan.Jadi, kepatuhan pajak merupakan kepatuhan
seseorang, dalam hal ini adalah wajib pajak, terhadap peraturan
atau Undang-undang Perpajakan.
Menurut Simon James et al (n.d.) yang dikutip oleh Gunadi,
pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah wajib pajak
mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai
dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan,
investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman, dalam
penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Nurmantu
mendefinisikan kepatuhan perpajakan sebagai suatu keadaan
dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya.
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak
sebagai “suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.32
Menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan wajib pajak dapat
diidentifikasi dari:
1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.
2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan.
32Ratriana Dyah Safri, op.cit, h.7
-
37
3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.33
b. Jenis Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Nurmantu , dijelaskan bahwa terdapat dua macam
kepatuhan yaitu :
1) Kepatuhan Formal
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak
memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.
Dalam hal ini kepatuhan formal meliputi :
a) Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat waktu
b) Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat jumlah.
c) Wajib pajak tidak memiliki tanggungan Pajak Bumi dan
Bangunan. 34
2) Kepatuhan Material
Kepatuhan material adalah dimana suatu keadaan dimana
Wajib Pajak secara subtansi/hakekat memenuhi semua
ketentuan perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-
undang perpajakan.
Pengertian kepatuhan materil dalam hal ini adalah :
a) Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak
apabila petugas membutuhkan informasi.
b) Wajib pajak bersikap kooperatif (tidak menyusahkan)
petugas pajak dalam pelaksanaan proses administrasi
perpajakan.
33Rajiman, “Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak di
Surabaya”, e-Jurnal Kewirausahan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Widya Kartika Surabaya Volume 2 Nomor 1 Oktober 2014. h. 13-14
34 Febriani Ramdhani Juwanti, Skripsi: “Pengaruh Pengetaahuan Perpajakan,
Kesadaran Wajib Pajak, Norma Sosial, Kepercayaan Pada Pemerintah dan Sanksi Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan”
(Surakarta : Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2017) h.1-2
-
38
c) Wajib pajak berkeyakinan bahwa melaksanakan kewajiban
perpajakan merupakan tindakan sebagai warga negara yang
baik.
c. Kriteria wajib pajak yang patuh
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000
adalah:
1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis
pajak dalam dua tahun terakhir.
2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis
pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak.
3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terakhir.
4) Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan
dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan
pemeriksaan, korelasi pada pemeriksaan yang terakhir
untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling
banyak 5%.
5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun
terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian
sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.35
d. Faktor-Faktor yang Menentukan Tinggi Rendah Kepatuhan
Devano dalam Supadmi, menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak antara lain :
1. Pemahaman Terhadap Sistem Self Assesment Dan Ketepatan
Membayar Pajak
Merupakan sistem pemungutan pajak yang besarnya pajak
dihitung sendiri oleh wajib pajak.Self Assessment System
35Ibid., h.3
-
39
menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan.menyatakan bahwa
dianutnya sistem Self Assessment membawa misi dan
konsekuensi perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat
untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary
compliance).Sistem self assessment memberikan kepercayaan
penuh kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh pajak
yang menjadi kewajibannya. Dengan kata lain, wajib pajak
menentukan send