pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap tingkat...

of 152 /152
PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT (Studi Kasus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: Suci Amalia NIM. 11150150000083 PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020

Author: others

Post on 30-Jul-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

  • PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP

    TINGKAT KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT

    (Studi Kasus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta )

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu

    Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh:

    Suci Amalia

    NIM. 11150150000083

    PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2020

  • i

    ABSTRAK

    Suci Amalia (NIM.11150150000083), Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas

    Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Judul Skripsi “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap

    Tingkat Kepatuhan Penyampaian SPT Studi Kasus FITK UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta”. Skripsi Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.

    Penelitian ini tentang kesadaran wajib pajak dan tingkat kepatuhan penyampaian SPT. Tujuannya

    yaitu untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap tingkat

    kepatuhan penyampaian SPT Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

    menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh dosen FITK dengan

    sampel yang berjumlah 65 Dosen. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik Accidental

    Sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dengan kriteria dosen yang melakukan pelaporan SPT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kesadaran

    wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan penyampaian SPT Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan Uji t yang menunjukkan bahwa Thitung yaitu

    sebesar 2,499 dengan Ttabel sebesar 1,998. Dapat disimpulkan bahwa Thitung lebih besar dari pada

    Ttabel yang artinya bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga terdapat pengaruh antara kesadaran

    wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan penyampaian SPT Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Jika dilihat dari analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa Y = (31,539) + 0,515 X

    dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,300 serta nilai koefisien determinasi sebesar 0,090 atau 9%.

    Hal ini bermakna bahwa kontribusi kesadaran wajib pajak dalam meningkatkan kepatuhan

    penyampaian SPT adalah sebesar 9% sedangkan 91% dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan

    demikian maka kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan

    penyampaian SPT Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Kata kunci: Kesadaran Wajib Pajak, Tingkat Kepatuhan, Penyampaian SPT

  • ii

    ABSTRACT

    SuciAmalia (NIM. 11150150000083), Department of Social Sciences Education.Faculty of

    Tarbiyah and Teacher Training. The Thesis title “The Influence of Taxpayer Awareness towards The Annual Tax Return Compliance Level”.Thesis of Social Sciences Education Study

    Program SyarifHidayatullah State Islamic University of Jakarta, 2020.

    This research is about the influence of Taxpayer Awareness and Annual Tax Return compliance

    level. It aims to find out if there is an influence of Taxpayer awareness upon the Annual Tax Return compliance level of FITK lecturers of SyarifHidayatullah Islamic State University Jakarta.

    It uses quantitative approach. The sample was taken by accidental sampling, a technique for

    determining samples by using certain considerations, with criteria for lecturers who do the

    reporting of Annual Tax Return. Based on the data analysis, Taxpayer awareness influences the

    compliance level of Annual Tax Return of FITK lecturers ofSyarifHidayatullah State Islamic

    University Jakarta. It was proved by result of t-test that shows the t count equal to 2.499 and t

    table equal to 1.998 which means that Ho is rejected and Ha is accepted. Therefore, the influence

    of Taxpayer awareness towards the Annual Tax Return compliance level of FITK lecturers of

    SyarifHidayatullah State Islamic University is found. Based on the result of a simple regression

    analysis showing that Y = (31,539) + 0,515 X and the correlation coefficient value of 0,300 as

    well as coefficient of determination 0,090 or equivalent to 9%. It means that the Taxpayer

    awareness has contributed 9% in increasing the Annual Tax Return compliance level while the rest of 91% is influenced by other factors. In conclusion, Taxpayer awareness gives a positive

    impact towards Annual Tax Return compliance level of FITK lecturers of SyarifHidayatullah State

    Islamic University Jakarta.

    Keywords: Taxpayer Awareness, Taxpayer Compliance Level, Annual Tax Return

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum Wr.Wb

    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

    kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

    yang berjudul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Tingkat

    Kepatuhan Penyampaian SPT Studi Kasus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Dengan segala kerendahan hati,

    penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan

    mendukung dalam penyusunan skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan,

    oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk

    kebaikan skripsi ini. Selain itu, selama proses penyusuanan skripsi ini penulis

    banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai

    pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

    Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    3. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Pendidikan

    Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    4. Bapak Dr. H. Nurochim, MM selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

    senantiasa membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis

    5. Bapak Mochammad Noviadi Nugroho, M.Pd selaku dosen pembimbing I

    yang telah meluangkan waktu dan kesabaran memberikan bimbingan,

    arahan dan motivasi yang sangat bermanfaat dalam memperbaiki dan

    menyelesaikan skripsi ini

    6. Ibu Tri Harjawati, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

    meluangkan waktu dan kesabaran memberikan bimbingan, arahan dan

  • iv

    motivasi yang sangat bermanfaat dalam memperbaiki dan menyelesaikan

    skripsi ini

    7. Seluruh Dosen, Staf, dan Karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    yang telah memberikan pengetahuan, pemahaman, dan pelayanan selama

    melaksanakan studi

    8. Kedua orang tua saya, Bapak Mahfuri dan Ibu Siti Winarni yang

    memberikan saya semangat, motivasi, doa yang tidak pernah berhenti,

    kasih sayang dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini

    9. Seluruh Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia

    mengisi kuesioner penelitian ini

    10. Penyemangat terbaik saya Muhammad Syaiful Anwar dan Nanda Nabilla

    Hamzah yang telah membantu, memberikan doa dan semangat dalam

    penyusunan skripsi ini

    11. Sahabat seperjuangan saya Kamalat Azizah, Siti Nur Qoriah, dan Amalia

    Dinda Bestari yang selalu berdiskusi bersama, memberikan semangat serta

    doa dalam penyusunan skripsi ini

    12. Teman-teman Pendidikan IPS angkatan 2015 yang telah memberikan

    pengalaman dan dukungan selama perkuliahan

    13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis

    ucapkan terima kasih banyak atas dukungan, doa, dan bantuannya.

    Demikian ucapan terimakasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang

    telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

    bagi penulis dan bagi pembaca.

    Wassalamu’alaikum Wr.Wb

    Jakarta, 1 November 2019

    Penulis

    Suci Amalia

  • v

    DAFTAR ISI

    LEMBAR JUDUL

    LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI

    LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

    ABSTRAK...............................................................................................................i

    ABSTRACT......................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x

    BAB I .................................................................................................................. 1

    PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

    B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 8

    C. Batasan Masalah ..................................................................................... 9

    D. Rumusan Masalah ................................................................................... 9

    E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 9

    F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9

    BAB II .............................................................................................................. 11

    KAJIAN TEORI .............................................................................................. 11

    A. Deskripsi Teoritik .................................................................................. 11

    1. Konsep Dasar Perpajakan ................................................................. 11

    2. Wajib Pajak ....................................................................................... 21

    3. Kesadaran Wajib Pajak .................................................................... 32

    4. Kepatuhan Wajib Pajak .................................................................... 35

    5. Surat Pemberitahuan (SPT) .............................................................. 42

    B. Penelitian yang Relevan ........................................................................ 58

  • vi

    C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 68

    D. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 71

    BAB III ............................................................................................................. 72

    METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 72

    A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 72

    1. Tempat Penelitian .............................................................................. 72

    2. Waktu Penelitian ............................................................................... 72

    B. Metode dan Desain Penelitian ............................................................... 73

    C. Populasi dan Sampel ............................................................................. 74

    1. Populasi .............................................................................................. 74

    2. Sampel ................................................................................................ 74

    D. Variabel Penelitian ................................................................................ 76

    1. Variabel Bebas (Independent Variable)............................................ 76

    2. Variabel Terikat (Dependent Variable) ............................................ 76

    E. Tehnik Pengumpulan Data ................................................................... 76

    F. Instrumen Penelitian ............................................................................. 78

    G. Metode Analisis Data dan Uji Instrumen ............................................. 81

    1. Analisis Statistik Deskriptif ............................................................... 81

    2. Uji Instrumen ..................................................................................... 81

    3. Uji Asumsi Dasar ............................................................................... 83

    4. Uji Hipotesis ....................................................................................... 84

    BAB IV ............................................................................................................. 86

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 86

    A. Deskripsi Data ....................................................................................... 86

    1. Gambaran Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta ..................................................................... 86

    2. Deskripsi Responden ......................................................................... 89

    B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ................... 92

    1. Uji Coba Instrumen Penelitian .......................................................... 92

    2. Analisis Statistik Deskriptif ............................................................... 97

    3. Uji Asumsi Klasik .............................................................................. 99

    4. Pengujian Hipotesis ......................................................................... 103

    C. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................. 106

  • vii

    D. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 109

    BAB V ............................................................................................................. 110

    KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ............................................... 110

    A. Kesimpulan .......................................................................................... 110

    B. Implikasi .............................................................................................. 110

    C. Saran .................................................................................................... 111

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 112

    A. BUKU................................................................................................... 112

    B. JURNAL DAN SKRIPSI .................................................................... 113

    C. INTERNET.......................................................................................... 116

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Hasil Penelitian Relevan .................................................................. 63

    Tabel 3.1 Rincian Kegiatan ............................................................................. 72

    Tabel 3.2 Skor Skala Likert ............................................................................. 77

    Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen .......................................................................... 79

    Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Jurusan ................................................... 90

    Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 92

    Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas X ........................................................................ 94

    Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Y ........................................................................ 95

    Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas ........................................................................ 97

    Tabel 4.6 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ................................................... 98

    Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data ............................................................... 99

    Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas ................................................................... 101

    Tabel 4.9 Hasil Uji Linieritas ........................................................................ 102

    Tabel 4.10 Hasil Uji t (Parsial) ...................................................................... 103

    Tabel 4.11 Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................. 104

    Tabel 4.12 Hasil Uji Regresi Sederhana ........................................................ 105

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 3.1 Peta Lokasi......................................................................................71

    Gambar 4.1 Responden Berdasarkan Jurusan.................................................92

    Gambar 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.......................................93

    Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas Data............................................................100

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Angket Penelitian

    Lampiran 2 Hasil Uji Validitas

    Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas

    Lampiran 4 Hasil Analisis Data

    Lampiran 5 Biodata Penulis

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Suatu Negara yang sedang berproses untuk menuju menjadi negara

    maju adalah negara yang memperhatikan perkembangan pembangunan

    ekonominya, dimana negara yang mempunyai kondisi yang baik tentunya

    juga memiliki perkembangan pembangunan ekonomi yang baik pula.

    Pembangunan ekonomi bukan hanya merupakan hal yang berkaitan

    dengan maju atau berkembangnya suatu negara, namun dari pembangunan

    ekonomi dapat diketahui bagaimana kondisi keadaan suatu negara dilihat

    dari sistem yang digunakan oleh pemerintah. Untuk melihat sebuah

    keberhasilan atau tidaknya suatu negara dalam pembangunan ekonomi

    maka diperlukan adanya sebuah indikator, dimana indikator ini akan

    menjadi acuan dalam penilaian terhadap seberapa jauh suatu negara

    mencapai indikator pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan. Adapun

    fungsi indikator itu sendiri adalah untuk melihat tentang gejala, pola dan

    pengaruh yang telah terjadi, dan juga untuk menentukan hingga taraf mana

    yang telah berhasil dicapai negara tersebut. Salah satu indikator

    keberhasilan pembangunan ekonomi adalah Indeks Pembangunan

    Nasional, dari indeks pembangunan nasional ini akan diketahui

    perkembangan pembangunan ekonomi suatu negara berada dimana dan

    diketahui sejauh mana pembangunan ekonomi yang ada disuatu negara

    tersebut.1

    Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai wilayah dan teritorial

    yang luas. Dalam perkembangannya, pemerintah berusaha agar

    pembangunan di Indonesia dapat merata. sehingga seluruh wilayah

    1Nur Rohman, 11 Indikator Utama Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Suatu Negara,

    2018, (https://akuntansionline.com/indikator -keberhasilan-pembangunan-ekonomi/). Diakses

    tanggal 19 Mei 2019 Jam 05.47 WIB

    https://akuntansionline.com/indikator%20-keberhasilan-pembangunan-ekonomi/

  • 2

    Indonesia dapat mengalami peningkatan mutu hidup dan ikut bersaing

    dalam dunia internasional. Hal ini menyangkut dengan perkembangan

    ekonomi dunia terhadap nilai mata uang di negara kita, yaitu Rupiah. Jika

    pemerintah tidak mampu mengikuti perkembangan dunia global baik

    dalam bidang ekonomi ataupun infrastruktur, maka Indonesia dapat

    mengalami kemunduran didunia internasional. Negara perlu menyiapkan

    rancangan sistematis dan terperinci untuk mengatur pemasukan dan

    pengeluaran pembangunan negara, agar keuangan Indonesia tetap stabil

    dan tidak mengalami defisit. Rencana keuangan tahunan pemerintah

    negara Indonesia disebut APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).

    APBN berisi tentang daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana

    penerimaan dan pengeluaran negara dengan jangka waktu satu tahun yang

    ditetapkan dengan Undang-undang, dilaksanakan secara terbuka dan

    bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2

    Diketahui bahwa target Pendapatan Negara dalam APBN (Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2018 pendapatan negara

    diproyeksikan sebesar Rp. 1.894,7 Triliun. Jumlah ini berasal dari

    Penerimaan Perpajakan sebesar Rp. 1.618,1 Triliun, Penerimaan Negara

    Bukan Pajak sebesar Rp. 275,4 Triliun dan Hibah sebesar Rp. 1,2 Triliun.3

    Menurut catatan Kementerian Keuangan yang disampaikan oleh Menteri

    Keuangan Sri Mulyani pada konfrensi pers realisasi APBN-2018 dikantor

    Kementerian Keuangan Jakarta, hingga akhir tahun 2018 realisasi

    anggaran pada APBN 2018 masih mengalami defiisit sebesar 1,76% dari

    PDB atau senilai Rp. 259,9 Triliun. Angka tersebut terdiri dari pendapatan

    negara sebesar Rp. 1.942,3 Triliun atau 102,5% dari target APBN 2018.

    Sementara belanja negara sebesar Rp. 2.202,2 Triliun atau 99,2% dari

    terget APBN 2018. Bila lebih rinci lagi, pendapatan negara Rp. 1.942,3

    Triliun dibagi menjadi pendapatan dalam negeri Rp. 1.928,4 Triliun, dan

    2Kresensia Angelicha Hardi, dkk., APBN Sebagian Besar Berasal dari Pajak, 2018, h. 5,

    (https://www.academia.edu/38067640/_apbn_sebagian_besar_berasal_dari_pajak_). Diakses 19

    Mei 2019 jam 22.19 WIB 3https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018 (Diakses pada 19 Mei 2019, Jam 22.19 WIB)

    https://www.academia.edu/38067640/_apbn_sebagian_besar_berasal_dari_pajak_https://www.kemenkeu.go.id/apbn2018

  • 3

    penerimaan hibah Rp. 13,9 Triliun. Sementara pendapatan dalam negeri

    Rp. 1.928,4 Triliun dibagi menjadi penerimaan perpajakan Rp. 1.521,4

    Triliun dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) nilainya Rp. 407,1

    Triliun. Sementara untuk belanja negara Rp. 2.202,2 Triliun terdiri dari

    belanja pemerintah pusat Rp. 1.444,4 Triliun dan transfer ke daerah dan

    dana desa mencapai Rp. 757,8 Triliun. Untuk belanja pemerintah pusat

    terdiri dari belanja kementerian/lembaga mencapai Rp. 836,2 Triliun dan

    belanja non kementerian/lembaga mencapai Rp. 608,2 Triliun.4 Dari data

    APBN 2018 tersebut dapat disimpulkan bahwa penerimaan perpajakan

    sudah cukup baik namun masih belum bisa mencapai target APBN 2018.

    Sedangkan pajak sendiri adalah sumber utama dari APBN.

    Di Indonesia, hampir 70% pendapatan negara berasal dari sektor pajak.

    Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi

    suatu negara. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan

    infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga fasilitas umum guna

    membangun masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu pajak dapat

    dikatakan sebagai bahan bakar utama untuk membangun negara. Tanpa

    penerimaan pajak yang sesuai, negara dapat mengalami kebangkrutan

    sehingga angka kesenjangan sosial semakin naik. Berdasarkan Undang-

    Undang No.28 tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa: “Pajak adalah

    kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

    badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

    mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

    negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.5

    Pada dasarnya terdapat tiga sistem atau cara yang dipergunakan untuk

    menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan pajak yang terutang

    oleh seseorang yaitu, sistem pemungutan pajak Official Assesment

    System,Self Assesment System, dan With Holding System. Dimana Official

    4https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-capaian-apbn-2018/ Diakses pada 19

    Mei 2019 Jam 22.27 WIB 5Herry Purwono, Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak, (Jakarta:

    Erlangga,2015), h. 7

    https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-capaian-apbn-2018/

  • 4

    Assesment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

    wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak

    terutang, wajib pajak bersifat pasif selanjutnya wajib pajak baru aktif

    ketika melakukan penyetoran pajak terutang berdasarkan ketetapan SKP

    (Surat Ketetapan Pajak) tersebut, sistem ini diterapkan dalam hal

    pelunasan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dimana KPP (Kantor

    Pelayanan Pajak) akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak mengenai

    besarnya PBB yang terutang setiap tahun dan wajib pajak tidak perlu

    menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB tersebut. Sistem ini sudah

    tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984. Self

    Assesment Systemadalah sistem pemungutan pajak yang memberi

    wewenang, kepercayaan, dan tanggungjawab kepada wajib pajak untuk

    menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri

    besarnya pajak yang harus dibayar. With Holding Systemadalah suatu

    sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga

    untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib

    pajak.6

    Di Indonesia sebagian besar menganut sistem pemungutan pajak Self

    Assesment System. Dimana wajib pajak harus menghitung sendiri

    pajaknya, menyetor serta melaporkan pajak terhutang tersebut kedalam

    SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan. Pengertian Surat Pemberitahuan

    menurut Undang-undang No.16 Tahun 2009 Mengenai KUP Pasal 1 angka

    11 adalah “surat wajib yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan

    perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek dan/atau objek pajak,

    dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan perpajakan”. Pengertian SPT ini juga tercantum dalam Peraturan

    Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009.7 Oleh karena itu, wajib

    6Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Edisi 3, (Jakarta: Indeks, 2013), h. 14 7Indah Permata Hati, Sri Mangesti Rahayu, dan Amirrudin Djauhari, “Dampak Penerapan

    Surat Pemberitahuan Masa Elektronik (e-SPT) Terhadap Efektivitas dan Penerimaan Pajak

    Pertambahan Nilai (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu)”, Jurnal Perpajakan

    (JEJAK), Vol.8 No. 1, 2016, h. 3

  • 5

    pajak dituntut untuk berperan aktif dalam melakukan Penyampaian SPT

    (Surat Pemberitahuan), wajib pajak diharuskan memiliki kesadaran diri

    untuk membayarkan pajaknya dan meningkatkan kepatuhan untuk

    melaporkan SPT nya (Surat Pemberitahuan) kepada pemerintah.

    Kontribusi wajib pajak ini sangat berperan penting dalam mensejahterakan

    rakyat Indonesia dengan kesadaran wajib pajak yang tinggi dan wajib

    pajak yang patuh dalam menyampaikan SPT nya akan semakin

    memperbaiki penerimaan perpajakan negara.

    Namun menurut riset yang dilakukan oleh Reza Yunanto dalam

    skripsinya, di Indonesia sendiri kepatuhan wajib pajak untuk

    menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) masih tergolong rendah.

    Karena beberapa faktor, faktor-faktor yang membuat Wajib Pajak

    khususnya WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) tidak menyampaikan SPT

    (Surat Pemberitahuan) Tahunannya antara lain: Permasalahan waktu,

    biaya, dan kepraktisan. Banyak WPOP yang tidak menaati aturan tentang

    penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan PPh karena tidak

    mempunyai cukup waktu untuk datang ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak),

    Faktor lain menyebabkan WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) tidak

    menyampaikan SPT Tahunan PPh sesuai aturan adalah masalah biaya.

    biaya yang dikeluarkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh adalah

    biaya transportasi untuk datang ke KPP dan sebagainya. Penyampaian SPT

    tahunan PPh secara manual dengan datang ke KPP dirasa kurang praktis

    sehingga WPOP enggan melakukannya. Wajib pajak orang pribadi bisa

    saja menyampaikan SPT Tahunan PPh tanpa harus datang ke KPP, yaitu

    dengan mengirimkannya melalui pos, pengiriman melalui pos juga

    membutuhkan waktu dan biaya yang membuat WPOP malas untuk

    melakukannya.8

    8 Reza Yunanto, Analisis Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

    Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi sebelum dan sesudah penerapan E-Filling melalui

    Website Direktorat Jenderal Pajak (Studi Kasus di KPP Sleman), (Yogyakarta: FE Universitas

    Sanata Dharma, 2015), h.3

  • 6

    Selain Faktor-faktor yang sudah disebutkan oleh Reza Yunanto,

    menurut observasi pra-penelitian pada bulan Januari-Februari 2019 kepada

    beberapa narasumber yang sudah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib

    Pajak) didapat fakta bahwa kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak

    pribadi untuk menghindari pajak dan tidak melaporkan SPT nya pun

    sering terjadi, banyak wajib pajak yang sudah mempunyai NPWP tapi

    tidak membayarkan pajaknya dan tidak melaporkan SPT nya. Selain itu,

    wajib pajak masih menganggap bahwa uang pajak yang akan mereka

    setorkan kepada negara akan disalahgunakan oleh para pegawai yang tidak

    bertanggungjawab (Korupsi) itulah mengapa masyarakat masih enggan

    untuk membayarkan pajaknya. dan masyarakat selalu menganggap

    melaporkan SPT adalah hal yang rumit dan tidak ada manfaatnya, opini

    seperti itu akan selalu menjadi dampak negatif dalam hal perpajakan. Dari

    pembayaran pajak hingga pelaporan pajak itu sendiri, pemerintah harus

    pandai dalam meyakinkan masyarakat bahwa pajak akan sama-sama

    membawa manfaat untuk kedepannya.

    Menurut observasi pra-penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 30-

    November-2018 di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Pondok Aren,

    Hartoni Enrico dan Khotib Ramadhan, S.E memaparkan, kepatuhan orang

    pribadi masih rendah, dibuktikan dengan 265 juta populasi OP (Orang

    Pribadi), hanya 35.5 Juta WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) yang

    terdaftar dan 11.1 Juta Wajib Pajak yang lapor serta hanya 1.3 Juta Wajib

    Pajak yang membayar. Sedangkan kepatuhan badan usaha 3.1 Juta badan

    terdaftar, 0.77 Juta wajib pajak yang lapor dan 0.32 Juta wajib pajak yang

    bayar. Maka dari itu penanaman kesadaran wajib pajak sangat ditekankan

    sekali untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dinegara. Wajib pajak

    orang pribadi yang enggan melaporkan SPT nya baik sengaja maupun

    tidak selalu mendapat perhatian khusus dari Direktorat Jenderal Pajak. dan

    Direktorat Jenderal Pajak selalu bekerja keras untuk mengatasi masalah

    perpajakan karena bagaimanapun pajak adalah penerimaan pendapatan

    terbesar di Indonesia. Maka dari itu, Direktorat Jenderal Pajak berinisiatif

  • 7

    meluncurkan program e-Filling untuk mengatasi hal ini, e-Filling adalah

    suatu cara penyampaian SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan

    secara online dan real time melalui internet pada website Direktorat

    Jenderal Pajak. Dengan adanya e-Filling diharapkan masyarakat patuh

    untuk menyampaikan SPT nya.

    Namun kenyataannya tetap saja, berdasarkan observasi yang telah

    dilakukan saat masa pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan pada

    bulan Maret 2019 di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, e-Filling kurang bisa mengatasi masalah perpajakan

    ini, khususnya saat melaporkan SPT. Karena banyak wajib pajak yang

    masih belum paham betul apa itu e-Filling dan tidak mengerti bagaimana

    menggunakannya, hal ini tentu saja karena kurangnya pengetahuan wajib

    pajak terhadap cara penyampaian SPT yang baik dan benar, serta

    kurangnya sosialisasi Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak yang

    belum memahami dan kurangnya pula kesadaran wajib pajak untuk

    bertanya seputar informasi terbaru tentang perpajakan. Bahkan banyak

    wajib pajak yang menyampaikan SPT nya pada tenggat waktu pelaporan

    SPT selesai itu akan menyebabkan website untuk mengakses penyampaian

    SPT error karena terlalu banyaknya yang mengakses.

    Dengan itu, masyarakat diharapkan sadar akan tanggungjawabnya

    untuk membayarkan pajaknya lalu melaporkan SPT kepada pemerintah

    agar masyarakat menjadi wajib pajak yang patuh dan tidak dikenakan

    sanksi. Wajib pajak yang sudah memiliki NPWP diharuskan lebih paham

    masalah perpajakan, kapan saatnya membayar pajak dan melaporkan SPT

    nya tanpa harus menunggu jatoh tempo dan dikenakan sanksi, jika dirasa

    kurang paham dalam hal perpajakan masyarakat diharuskan lebih banyak

    mencari informasi terkini tentang info perpajakan ter-update di internet

    atau langsung bertanya kepada yang bersangkutan, datang langsung ke

    KPP (Kantor Pelayanan Pajak). Masyarakat diharapkan paham akan

    penggunaan e-Filling karena dengan pahamnya masyarakat tentang

    penggunaan e-Fillingakan lebih besar kemungkinan untuk meningkatkan

  • 8

    kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT nya. Pemerintah harus

    selalu memperhatikan kebutuhan wajib pajaknya dengan selalu

    mengadakan sosialisasi bagi wajib pajak yang belum paham tentang

    masalah perpajakan, dan pemerintah lebih memberi sanksi tegas kepada

    wajib pajak yang sudah memiliki NPWP tetapi sengaja tidak

    membayarkan pajaknya sehingga tidak melaporkan SPT nya.

    Dari pembahasan tersebut yang membuat peneliti ingin meneliti

    permasalahan yang terjadi tentang perpajakan, peneliti ingin meneliti

    tentang kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak dan menyampaikan

    SPT nya yang telah dipaparkan diatas dengan mengambil Judul Pengaruh

    Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Penyampaian

    SPT (Studi Kasus di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta)

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat di

    identifikasikan beberapa masalah penelitian sebagai berikut :

    1. Belum tercapainya target penerimaan perpajakan APBN 2018.

    2. Kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi untuk

    menghindari pajak.

    3. Kurangnya pengetahuan wajib pajak terhadap cara penyampaian Surat

    pemberitahuan (SPT) yang baik dan benar

    4. kepatuhan wajib pajak untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan

    (SPT) masih tergolong rendah

    5. Kurangnya sanksi tegas untuk wajib pajak yang tidak menyampaikan

    SPT.

    6. Kurangnya kesadaran wajib pajak orang pribadi terhadap pentingnya

    membayar pajak dan menyampaikan SPT.

  • 9

    C. Batasan Masalah

    Agar penelitian ini dapat lebih terarah dan tidak meluas jauh

    pembahasannya, maka penulis membatasi penelitian pada permasalahan

    yang dikaji yaitu Kurangnya kesadaran wajib pajak orang pribadi terhadap

    pentingnya membayar pajak dan menyampaikan SPT.

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan batasan masalah diatas, maka permasalahan yang akan

    dibahas dalam penelitian, sebagai berikut :Apakah terdapat pengaruh

    kesadaran wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan penyampaian SPT Studi

    Kasus di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta?

    E. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat

    pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan penyampaian

    SPT Studi Kasus di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    F. Manfaat Penelitian

    Manfaat daripenelitian ini adalah

    1. Manfaat Teoritis

    a. Bagi Pemerintah

    Sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk meningkatkan

    kesadaran wajib pajak agarlebih patuh dalam menyampaikan Surat

    Pemberitahuan (SPT).

    b. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya, menambah

    wawasan mahasiswa dalam ilmu perpajakan.

    c. Bagi Peneliti

    Dapat menambah pengetahuan dalam ilmu perpajakan.

  • 10

    2. Manfaat praktis

    a. Bagi Wajib Pajak

    Dari penelitian ini diharapkan Wajib Pajak semakin patuh untuk

    menyampaikan SPT tepat pada waktunya.

    b. Bagi Penelitian Selanjutnya

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, wawasan

    dan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya yang ingin

    meneliti tentang Kesadaran Wajib Pajak terhadap tingkat

    Kepatuhan penyampaian SPT.

  • 11

    BAB II

    KAJIAN TEORI

    A. Deskripsi Teoritik

    1. Konsep Dasar Perpajakan

    a. Pengertian Pajak

    Sejak pajak menjadi salah satu pendapatan terbesar negara,

    banyak ahli ekonomi mengemukakan pendapatnya tentang definisi

    pajak. Berikut disajikan sejumlah pendapat para ahli mengenai

    pajak :

    Menurut P. J. A.Adriani Pajak, adalah:

    Iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

    terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-

    peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat

    prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang

    gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

    umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan

    pemerintahan.1

    Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah: “iuran rakyat kepada

    kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

    dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung

    dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

    umum” 2

    Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock

    Horace R, Pajak adalah : “suatu pengalihan sumber dari sektor

    swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum,

    namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan

    lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsungdan

    1 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Edisi 3, (Jakarta: Indeks, 2013) , h.3 2 Thomas Sumarsan, loc.cit., h.3

  • 12

    proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya

    untuk menjalankan pemerintahan” 3

    Menurut S.I Djajaningrat pajak adalah :

    Suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas

    negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan

    perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan

    sebagai hukuman, menurut peraturan pemerintah ditetapkan

    pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal

    balik dari negara secara langsung untuk memelihara

    kesejahteraan secara umum4

    Dari pengertian menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan

    bahwa pajak adalah iuran yang dipungut berdasarkan kekuatan

    undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah, bersifat wajib

    untuk dilaksanakan dan sifatnya dapat dipaksakan. Pajak digunakan

    untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah seperti

    pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan saat ini. Negara

    membutuhkan dana untuk dapat memutar roda pemerintahan, dana

    untuk pembangunan nasional dan dana untuk membayar utang luar

    negeri, utang yang harus dibayarkan beserta bunganya dan dana-

    dana lainnya untuk pengeluaran pemerintah demi memakmurkan

    rakyatnya. Penerimaan negara melalui pajak merupakan sumber

    utama pendapatan negara. Maka masyarakat diwajibkan untuk

    membayarkan pajak kepada kas negara untuk membantu

    menjalankan program pemerintahan dengan baik dan dapat

    mensejahterakan rakyat Indonesia secara merata.

    b. Asas Pemungutan Pajak

    Terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu :

    1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

    Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan

    pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat

    3 Ibid., h.4 4 Siti Resmi, Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 8 Buku 1,(Jakarta: Salemba Empat.

    2014), h.1

  • 13

    tinggal diwilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam

    maupun luar negeri. Setiap Wajib Pajak yang berdomisili atau

    yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia (Wajib Pajak

    dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang

    diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

    2) Asas Sumber

    Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan

    pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa

    memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang

    memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas

    penghasilan yang diperolehnya tadi.

    3) Asas Kebangsaan

    Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan

    dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya, pajak bangsa asing

    di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan

    berkebangsaan Indonesia, tetapi bertempat tinggal di

    Indonesia.5

    c. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

    Beberapa teori yang mendukung pemungutan pajak :

    1) Teori Asuransi

    Teori ini menyatakan bahwa negara bertugas untuk

    melindungi orang dan segala kepentingannya, meliputi

    keselamatan dan keamanan jiwa juga harta dan bendanya.

    Seperti halnya dengan perjanjian asuransi, untuk melindungi

    orang dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi.

    Dalam hubungan negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang

    dianggap sebagai premi tersebut yang sewaktu-waktu harus

    dibayar oleh masing-masing individu.

    5Ibid., h.10

  • 14

    2) Teori Kepentingan

    Teori ini awalnya hanya memperhatikan pembagian beban

    pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian

    beban ini harus didasarkan pada kepentingan masing-masing

    orang dalam tugas-tugas pemerintah, termasuk perlindungan

    atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena

    itu sewajarnya jika biaya-biaya yang dikeluarkan oleh negara

    dibebankan kepada mereka.

    3) Teori Gaya Pikul

    Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan pemungutan

    pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada

    warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.

    Untuk kepentingan tersebut diperlukan biaya-biaya yang harus

    dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu

    yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas

    keadilan, bahwasannya pajak haruslah sama beratnya untuk

    setiap orang, pajak harus dibayar menurut gaya pikul

    seseorang. Gaya pikul seseorang dapat diukur berdasarkan

    besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya

    pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. Dalam pajak

    penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi, gaya pikul untuk

    pengeluaran dan pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah

    penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak.

    4) Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)

    Teori ini mendasar pada paham Organische Staatsleer.

    Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara,

    timbulah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang

    tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan tidak

    akan ada individu. Oleh karena itu, persekutuan (yang

    menjelma menjadi negara) berhak atas satu dan yang lain.

  • 15

    Akhirnya, setiap orang menyadari bahwa menjadi suatu

    kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda baktinya terhadap

    negara dalam bentuk pembayaran pajak.

    5) Teori Asas Gaya Beli

    Teori ini mempersoalkan asal mula negara memungut

    pajak, melainkan hanya melihat efeknya dan memandang efek

    yang baik itu dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi

    pemungutan pajak disamakan dengan pompa yaitu mengambil

    gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah

    tangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali ke

    masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup

    masyarakat dan untuk membawa ke arah tertentu. Teori ini

    mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat

    inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan

    pajak.6

    d. Syarat-Syarat Pemungutan Pajak

    1) Syarat Keadilan

    Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan

    merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding

    dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak

    tersebut, dan sesuai dengan manfaat yang diterimanya keadilan

    disini baik keadilan dalam prinsip mengenai peraturan

    perundang-undangan maupun dalam praktik sehari-hari. Syarat

    keadilan dapat dibagi menjadi dua, adalah sebagai berikut :

    a) Keadilan horizontal

    Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar

    (gaya pikul) sama harus dikenakan pajak yang sama.

    b) Keadilan Vertikal

    6Ibid., h.5-6

  • 16

    Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar

    (gaya pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak

    sama.

    2) Syarat Yuridis

    Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang

    karena bersifat dapat memaksa, hak dan kewajiban Wajib Pajak

    maupun petugas pajak harus diatur didalamnya. Pembayaran

    pajak harus seimbang dengan kekuatan/ kemampuan membayar

    Wajib Pajak.

    3) Syarat Ekonomis

    Pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan

    kehidupan ekonomi dan janganlah mengganggu kehidupan

    ekonomis dari si Wajib Pajak. Jangan sampai akibat

    pemungutan pajak terhadap seseorang, maka orang itu jatuh

    melarat. Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu atau

    menghalangi kelancaran produksi maupun perdagangan/

    perindustrian, jangan sampai terjadi bahwa dengan adanya

    pemungutan pajak. Perusahaan-perusahaan gulung tikar atau

    pailit. Sebaliknya pemungutan pajak diharapkan bisa

    membantu menciptakan pemerataan pendapatan dan

    redistribusi pendapatan.

    4) Syarat Finansial

    Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan

    negara maka biaya pemungutan pajak tidak boleh terlalu besar.

    Dalam hal ini diartikan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk

    pemungutan/penetapan pajak hendaknya lebih kecil dari

    penerimaan pajak supaya ada penerimaan yang masuk ke kas

    negara/daerah.7

    7 Erly Suandy, Hukum Pajak, (Jakarta : Salemba Empat, 2011), h.28-29

  • 17

    e. Jenis Pajak

    Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokan

    menjadi tiga yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut

    sifat, dan menurut lembaga pemungutannya.

    1) Menurut Golongannya

    Pajak dikelompokan menjadi dua:

    a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh

    Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan

    kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan

    b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

    dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:

    Pajak Pertambahan Nilai.

    2) Menurut Sifatnya

    Pajak dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:

    a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau

    berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memerhatikan

    keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.8

    b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,

    tanpa memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:

    Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

    Mewah.

    3) Menurut Lembaga Pemungutnya

    Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu:

    a) Pajak Pusat (Pajak Negara), yaitu pajak yang dipungut oleh

    pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah

    tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak

    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

    Mewah, dan Bea Materai.

    8Mardiasmo, Perpajakan Edisi Terbaru 2016, (Yogyakarta: Andi Offset, 2016), h.7

  • 18

    b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah

    Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

    daerah.

    Pajak Daerah terdiri atas:

    Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan

    Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

    Pajak Kabupaten/Kota, Contoh: Pajak Hotel, Pajak

    Restoran, dan Pajak Hiburan. 9

    f. Fungsi Pajak

    Terdapat dua fungsi pajak yaitu Fungsi Penerima (Budgetair)

    dan Fungsi Mengatur (Regulerend)

    1) Fungsi Penerima (Budgetair)

    Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat

    bagi kas Negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan

    pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Untuk menjalankan

    tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan,

    negara membutuhkan biaya. biaya ini dapat diperoleh dari

    penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk

    pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,

    pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan

    pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,

    yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.

    Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus

    ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang

    semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor

    pajak.

    2) Fungsi Mengatur (Regulerend)

    Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur

    pendapatan ditengah masyarakat dan struktur kekayaan antara

    para pelaku ekonomi. Fungsi mengatur ini sering menjadi

    9Ibid., h. 8

  • 19

    tujuan pokok dari sistem pajak, paling tidak dalam sistem

    perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan dengan

    kebijaksanaan Negara dalam bidang ekonomi dan sosial.

    sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang

    keuangan, terutama banyak ditujukan terhadap sektor swasta.

    Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik

    dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam

    fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi

    dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi

    untuk produk luar negeri.10

    g. Tarif Pajak

    Penentuan besarnya pajak didasarkan pada tarif yang telah

    ditetapkan dengan peraturan perpajakan. Secara umum, dikenal 4

    jenis tarif perpajakan, yaitu :

    1) Tarif Proporsional

    Tarif ini disebut juga dengan istilah Tarif Sebanding atau

    Tarif Sepadan,yaitu tarif berupa presentase yang tetap terhadap

    berapapun jumlah yang dikenakan pajak. Semakin tinggi dasar

    pengenaan pajak semakin besar beban pajak yang terutang.

    2) Tarif Progresif

    Tarif ini berupa presentase yang meningkat apablia jumlah

    yang dikenakan pajak juga meningkat. Menurut kenaikan

    presentase tarifnya, tarif progresif dibedakan menjadi :

    a) Tarif Progresif Progresif: kenaikan presentase tarifnya

    semakin besar.

    b) Tarif Progresif Tetap : kenaikan presetase tarifnya tetap

    c) Tarif Progresif Degresif : Kenaikan presentase tarifnya

    semakin kecil.

    3) Tarif Degresif

    10Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia: Pedoman Perpajakan Lengkap Berdasarkan

    Undang-undang Terbaru Edisi 4, (Jakarta: Indeks, 2015), h. 5-6

  • 20

    Tarif ini berupa presentase yang semakin kecil apabila

    jumlah yang dikenai pajak semakin besar, sehingga merupakan

    kebalikan tarif pajak progresif.

    4) Tarif Tetap

    Tarif ini berupa jumlah yang tetap (sama) untuk berapapun

    jumlah yang dikenai pajak. 11

    h. Sistem Pemungutan Pajak

    1) Official Assesment System.

    Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

    kepada Pemerintah atau fiskus untuk menentukan besarnya

    pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah:

    a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada

    pada fiskus.

    b) Wajib Pajak bersifat pasif.

    c) Utang pajak yang timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan

    pajak oleh fiskus.

    2) Self Assesment System.

    Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

    pada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besar pajak yang

    terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan

    besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak Sendiri, Wajib

    Pajak aktif, mulai menghitung, menyetor dan melaporkan

    sendiri pajak terutang, fiskus hanya mengawasi dan tidak

    campur tangan.12

    3) With Holding System.

    Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

    kepada pihak ketiga, bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

    bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

    11 Herry Purwono, Dasar-dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak, (Jakarta:Erlangga,

    2015), h.14-15 12 Indra Mahardika Putra, Perpajakan Edisi Tax Amnesty, (Yogyakarta: Quadrant, 2017),

    h.25

  • 21

    oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan

    besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga.13

    i. Tata Cara Pemungutan Pajak

    cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

    1) Stelsel Nyata (Riel Stelsel).

    Yaitu pengenaan pajak didasarkan pada objek penghasilan

    nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada

    akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang

    sesungguhnya diketahui.

    2) Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)

    Pengenaan pajak didasarkan pada sesuatu anggapan yang

    diatur oleh undang-undang.

    3) Stelsel Campuran.

    Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan

    suatu anggapan, kemudian akhir tahun pembayaran didasarkan

    dan disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.14

    2. Wajib Pajak

    a. Pengertian Wajib Pajak

    Pengertian Wajib Pajak menurut Undang-undang No.16 Tahun

    2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1

    ayat (1) yaitu : Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

    menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

    ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk

    pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

    Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan

    kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

    melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

    komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau

    Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk

    13Ibid., h.26 14Ibid., h.24-25

  • 22

    apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

    perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,

    atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan

    bentuk badan lainnya.15

    b. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

    Wajib pajak dalam pajak penghasilan adalah orang atau badan

    yang sekaligus memenuhi syarat-syarat objektif, yaitu kalau wajib

    pajak dalam negeri memperoleh atau menerima penghasilan yang

    melebihi batas minimum kena pajak yang disebut PTKP

    (Pendapatan Tidak Kena Pajak); dan jika ia merupakan wajib pajak

    luar negeri, menerima atau memperoleh penghasilan dari sumber-

    sumber yang ada di Indonesia yang tidak ada batas minimumnya

    (PTKP).

    Setiap wajib pajak mempunyai kewajiban sebagai berikut:

    1) Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak

    (NPWP) apabila belum mempunyai NPWP (Pasal 2 KUP).

    2) Mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan dan blangko

    perpajakan lainnya ditempat-tempat yang ditentukan oleh

    Direktur Jenderal Pajak (Pasal 3 ayat (2) KUP).16

    3) Mengisi dengan lengkap, jelas, dan benar (pasal 4 ayat (1)

    KUP) dan menandatangani sendiri Surat Pemberitahuan, dan

    kemudian mengembalikan Surat Pemberitahuan itu kepada

    Kantor Inpeksi Pajak (Pasal 3 ayat (1) KUP), dilengkapi

    dengan lampiran-lampiran.

    4) Melakukan pelunasan dan melakukan pembayaran pajak yang

    ditentukan oleh undang-undang (Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 10

    ayat (1) KUP).

    15 Rachmad Ramdhani, Skripsi, “Analisis Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas

    Pelayanan dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Kinerja Organisasi KPP”, (Jakarta: UIN Syarif

    Hidayatullah, 2012), h. 12 16Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas dan Dasar Perpajakan Edisi Revisi

    1, (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 86

  • 23

    5) Menghitung sendiri, menetapkan besarnya jumlah, dan

    membayar pajak dalam tahun yang sedang berjalan, sesuai

    dengan pajak dari tahun terakhir atau sesuai dengan SKP yang

    dikeluarkan oleh Dirtjen Pajak. (Pasal 25 UU PPh).

    6) Menghitung dan menetapkan sendiri jumlah pajak yang

    terutang menurut cara yang ditentukan (Pasal 12 KUP).

    7) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan

    (Pasal 28 ayat (1) dan (2) KUP).

    8) Menunjuk wakil badan yang bertanggung jawab tentang

    kewajiban perpajakan (Pasal 32 ayat 1 KUP).

    9) Memperlihatkan pembukuan dan data-data lain yang

    diperlukan oleh petugas pajak, dan memberi kesempatan

    kepada para petugas pemeriksaan untuk memasuki tempat

    dipandang perlu (Pasal 29).

    Berdampingan dengan kewajiban, wajib pajak juga mempunyai

    hak yang diindahkan oleh pihak administrasi pajak. Hak-hak wajib

    pajak dapat dimanfaatkan pada saat-saat tertentu. Jika hak-haknya

    dilanggar oleh pihak administrasi, maka wajib pajak mempunyai

    hak untuk mengajukan masalah ini ke hadapan pejabat atasan

    orang yang melanggar haknya, atau bila perlu mengajukannya ke

    hadapan peradilan (administrasi).

    Hak-hak wajib pajak adalah sebagai berikut:

    1) Wajib pajak mempunyai hak untuk menerima tanda bukti

    pemasukan Surat Pemberitahuan (Pasal 6 ayat (1) KUP).

    2) Wajib pajak mempunyai hak mengajukan permohonan dan

    penundaan penyampaian Surat Pemberitahuan (Pasal 3 ayat (4)

    KUP).

  • 24

    3) Wajib pajak mempunyai hak melakukan pembetulan sendiri

    Surat Pemberitahuan yang telah dimasukan (Pasal 8 ayat (1)

    KUP).17

    4) Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan

    penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan

    kemampuannya (Pasal 9 ayat (4) KUP).

    5) Wajib pajak berhak mengajukan permohonan perhitungan atau

    pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta berhak

    memperoleh kepastian terbitnya surat keputusan kelebihan

    pembayaran pajak, surat keputusan pengembalian kelebihan

    pembayaran pajak (Pasal 11 ayat (1) jo. Pasal 17 ayat (2)).

    6) Wajib pajak berhak mendapatkan kepastian batas ketetapan

    pajak yang terutang dan penerbitan Surat Pemberitahuan (Pasal

    13 KUP).

    7) Wajib pajak berhak mengajukan permohonan pembetulan

    salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat

    dalam SKP dalam penerapan peraturan perundang-undangan

    perpajakan (Pasal 16 KUP).

    8) Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan dan mohon

    kepastian terbitnya surat keputusan atau surat keberatannya

    (Pasal 25 dan 26 ayat (5) KUP).

    9) Wajib pajak berhak mengajukan Surat Permohonan banding

    atas surat keputusan keberatan (Pasal 27 KUP).

    10) Wajib pajak berhak mengajukan permohonan penghapusan

    dan pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta

    pembetulan ketetapan pajak yang salah (Pasal 24 dan Pasal 36

    ayat (1) KUP).

    11) Wajib pajak berhak memberi kuasa khusus kepada orang yang

    dipercaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya

    (Pasal 32 ayat (3) KUP).18

    17Ibid., h.87

  • 25

    c. Jenis Wajib Pajak

    Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

    subjek pajak meliputi :

    1. Orang Pribadi

    Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal

    atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia

    2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

    menggantikan yang berhak

    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan

    subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak,

    yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi

    sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan

    pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap

    dilaksanakan.

    3. Badan

    Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang

    merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang

    tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,

    perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik

    Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,

    firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

    perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial

    politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan

    lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha

    Tetap.19

    Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah

    merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan

    bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan

    Pemerintah, Misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang

    18Ibid., h.88 19 Abdul Halim, Icuk Rangga Bawono, dan Amin Dara, Perpajakan, (Jakarta: Salemba

    Empat, 2014), h. 47

  • 26

    dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang

    menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha untuk

    memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.

    4. Bentuk Usaha Tetap

    Bentuk Usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang

    tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang

    berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka

    waktu dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

    tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan

    usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat

    berupa :

    a. Tempat kedudukan manajemen

    b. Cabang perusahaan

    c. Kantor perwakilan

    d. Gedung kantor

    e. Pabrik

    f. Bengkel

    g. Gudang

    h. Ruang untuk promosi dan penjualan

    i. Pertambangan dan penggalian sumber alam

    j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

    k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau

    kehutanan

    l. Proyeksi kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan

    m. Pemberian jasa dalam dalam bentuk apapun oleh pegawai

    atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari enam puluh

    hari dalam jangka waktu dua belas bulan

    n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang

    kedudukannya tidak bebas

  • 27

    o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi tidak didirikan

    dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima

    premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia

    p. Komputer, agen elektronik, dan peralatan otomatis yang

    dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara

    transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha

    melalui internet.

    Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 38 Tahun

    2008, subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri

    dan subjek pajak luar negeri.

    1. Subjek Pajak dalam negeri adalah:

    a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang

    pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam

    jangka waktu dua belas tahun, orang pribadi yang dalam

    suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat

    untuk bertempat tinggal di Indonesia.

    b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di

    Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan

    Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara

    atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,

    kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan

    yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau

    organisasi sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya

    termasuk reksadana.20

    kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi

    kriteria:

    1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan

    perundang-undangan

    20Ibid., h.48

  • 28

    2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan

    dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Daerah

    3) Penerimaannya dimasukan ke anggaran Pemerintah

    Pusat atau Pemerintah Daerah

    4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan

    fungsional negara

    c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

    menggantikan yang berhak.

    2. Subjek Pajak luar negeri adalah:

    a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,

    orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183

    hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak

    didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang

    menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk

    Usaha Tetap di Indonesia.21

    d. Pengertian dan Fungsi NPWP

    Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan

    kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan

    yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib

    Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.22

    Menurut Widyaningsih terdapat 4 fungsi dari NPWP, yaitu:

    1. Sarana dalam administrasi perpajakan.

    2. Tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam

    melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

    3. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.

    21Ibid., h.49 22Oyok Abuyamin, “Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengusaha Kena Pajak

    (PKP)”, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22, 2010, h.112

  • 29

    4. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan

    administrasi perpajakan oleh fiskus terhadap wajib pajak.23

    e. Cara Memperoleh NPWP

    Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan oleh wajib pajak

    untuk melakukan pendaftaran agar mendapatkan Nomor Pokok

    Wajib Pajak (NPWP), yaitu:

    1. Berdasarkan sistem penaksiran sendiri untuk setiap wajib pajak

    untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau

    melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi

    Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat

    tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, untuk diberikan

    NPWP.

    2. Kewajiban mendaftarkan diri juga berlaku terhadap wanita

    kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup

    terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikhendaki secara

    tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan

    harta.

    3. Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang

    mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal,

    selain wajib pajak mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan

    Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga

    diwajibkan mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang

    wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usahanya.

    4. Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya memerlukan NPWP dapat

    mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.24

    Untuk mendapatkan NPWP, wajib pajak mengisi formulir

    pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos

    23Shofuro Zahrotul Jannah, Skripsi: “Pengaruh Pengetahuan, Penghasilan, Manfaat atas

    NPWP, Sanksi, dan Sosialiasasi Terhadap Kepatuhan Pemilik UMKM Dalam Memiliki NPWP

    (Studi di KPP Pratama Surakarta)”, (Surakarta: Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2016),

    h.26 24Indra Mahardika Putra, Perpajakan Edisi Tax Amnesty, h. 44

  • 30

    ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan

    Pengamat Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan

    melampirkan:

    1. Untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi Non-Usahawan:

    Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk

    Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan

    tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah

    atau Kepala Desa bagi orang asing.

    2. Untuk Wajib Pajak Pribadi Usahawan:

    a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi

    paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari

    instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa

    bagi orang asing.

    b. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan

    bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau

    Kepala Desa.

    3. Untuk Wajib Pajak Badan

    a. Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat

    keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi BUT.

    b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi

    paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari

    instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa

    bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif.

    c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang

    berwenang minimal kabupaten.25

    Dalam hal wajib pajak pindah domisili atau pindah

    tempat kegiatan usaha, wajib pajak melaporkan diri ke Kantor

    Pelayanan Pajak (KPP) lama maupun Kantor Pelayanan Pajak

    (KPP) baru dengan ketentuan:

    25Ibid., h. 45

  • 31

    1) Wajib pajak orang pribadi usahawan pindah tempat

    tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

    adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat

    kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari

    instansi yang berwenang (Lurah atau Kepala Desa).

    2) Wajib pajak badan, pindah tempat kedudukan atau tempat

    kegiatan usaha adalah surat keterangan tempat kedudukan

    atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala

    Desa.

    Didalam beberapa kasus, Nomor Pokok Wajib Pajak

    (NPWP) dapat dihapuskan. Ada beberapa syarat NPWP dapat

    dihapuskan, yaitu:

    1) Wajib pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan

    warisan, disyaratkan ada fotokopi akta kematian atau

    laporan kematian dari instansi yang berwenang.

    2) Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta

    dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah atau akta

    perkawinan dari catatan sipil.

    3) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai

    Subjek pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan

    adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut

    dibagi oleh para ahli waris.

    4) Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi

    disyaratkan adanya akta pembubaran yang dikukuhkan

    dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.

    5) Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena suatu hal

    kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya

    permohonan wajib pajak yang dilampiri dokumen yang

    mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat

    lagi untuk dapat digolongkan sebagai wajib pajak.

  • 32

    6) Wajib pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi

    syarat lagi sebagai wajib pajak. 26

    3. Kesadaran Wajib Pajak

    Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kesadaran adalah keadaan

    tahu, mengerti, dan merasa. Kesadaran untuk mematuhi ketentuan

    (hukum pajak) yang berlaku tentu menyangkut faktor-faktor apakah

    ketentuan tersebut telah diketahui, diakui, dihargai dan ditaati. Bila

    seseorang hanya mengetahui berarti kesadaran Wajib Pajak tersebut

    masih rendah. Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana

    wajib pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan

    perpajakan dengan benar dan sukarela, pengetahuan dan pemahaman

    tentang perpajakan sangat penting karena dapat membantu Wajib

    Pajak dalam mematuhi aturan perpajakan. Wajib pajak harus

    melaksanakan aturan itu dengan benar dan sukarela.

    Menurut Manik Asri yang dikutip oleh Muliari dan Setyawan, Wajib

    Pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila sesuai dengan hal-hal

    berikut :

    a. Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan

    b. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

    c. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku.

    d. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela.

    e. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

    Selain itu wajib pajak juga dapat dikategorikan memiliki kesadaran

    antara lain dengan melakukan kewajiban perpajakanya tanpa ada

    paksaan dari pihak fiskus, serta dengan sukarela membuat NPWP

    (Nomor Pokok Wajib Pajak).27

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak antara

    lain adalah Dari hasil penelitian Jatmiko didapatkan beberapa

    26Ibid., h. 46-47 27 Rachmad Ramdhani, op.cit, h.18-19

  • 33

    faktor internal yang dominan membentuk perilaku kesadaran

    Wajib Pajak untuk patuh yaitu :

    a. Persepsi Wajib Pajak

    Kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban

    pajaknya akan semakin meningkat jika dalam masyarakat

    muncul persepsi positif terhadap pajak. Torgler menyatakan

    bahwa kesadaran pembayar pajak untuk patuh membayar pajak

    terkait dengan persepsi yang meliputi paradigma akan fungsi

    pajak bagi pembiayaan pembangunan, kegunaanpajak dalam

    penyediaan barang publik, juga keadilan (fairness) dan

    kepastian hukum dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.28

    b. Tingkat Pengetahuan Dalam Kesadaran Membayar Pajak

    Tingkat pengetahuan dan pemahaman pembayar pajak

    terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku berpengaruh pada

    perilaku kesadaran pembayar pajakpengetahuan dan

    pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana

    wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan

    mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak.

    Pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan yang

    dimaksud mengerti dan paham tentang ketentuan umum dan

    tata cara perpajakan (KUP) yang meliputi tentang bagaimana

    cara menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran,

    tempat pembayaran, denda dan batas waktu pembayaran atau

    pelaporan SPT.Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman

    wajib pajak, maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya

    dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan

    sehingga wajib pajak memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi.

    Namun jika wajib pajak tidak mengerti mengenai peraturan dan

    proses perpajakan, maka wajib pajak tidak dapat menentukan

    28Ratriana Dyah Safri, Skripsi: “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan

    Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas, Studi di Wilayah KPP Pratama

    Yogyakarta”(Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta,2013) h.15

  • 34

    perilakunya dengan tepat sehingga kepatuhan yang dimiliki

    wajib pajak rendah.29

    Menurut Rahayu sebagaimana dikutip oleh Sari, konsep

    pengetahuan perpajakan dapat dinilai dari 3 aspek, antara lain:

    a) Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara

    Perpajakan (KUP), yaitu pengetahuan mengenai kewajiban dan

    hak wajib pajak, Surat Pemberitahuan (SPT), Nomor Pokok

    Wajib Pajak (NPWP) dan prosedur pembayaran, pemungutan

    serta pelaporan pajak; b) Pengetahuan mengenai sistem

    perpajakan di Indonesia, sistem perpajakan yang diterapkan di

    Indonesia berupa self assessment system; c) Pengetahuan

    mengenai fungsi perpajakan, yaitu mengetahui bahwa fungsi

    pajak adalah sebagai sumber penerimaan negara dan sebagai

    alat untuk mengatur kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.30

    c. Kondisi Keuangan Wajib Pajak.

    Kondisi keuangan merupakan faktor ekonomi yang

    berpengaruh pada kepatuhan pajak. Oleh karena itu, apabila

    seorang wajib pajak berada pada posisi kondisi keuangan yang

    rendah maka memiliki kecenderungan lebih untuk tidak taat

    dalam membayar kewajiban pajaknya dibandingkan jika wajib

    pajak berada pada kondisi keuangan yang baik. Dari uraian di

    atas dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan seorang wajib

    pajak diduga akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan

    wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Apabila

    wajib pajak dapat memenuhi semua kebutuhan, baik itu

    kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier berdasarkan

    pendapatan yang dimiliki tanpa bantuan dari pihak luar berupa

    29Ester Siu Tjen, Tesis: “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak

    Orang Pribadi dengan Sanksi sebagai Moderating pada KPP Pratama Medan Kota”(Medan:

    Universitas Sumatera Utara, 2017) h.11 30Loist Abdi Putra, Tesis: “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib

    Pajak Pribadi dengan Pemerikasaan Pajak sebagai Variabel Moderating pada KPP Pratama

    Pematangsiantar” (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2018) h.16

  • 35

    pinjaman, maka dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan wajib

    pajak tersebut baik. Akan tetapi, apabila wajib pajak tersebut

    sering melakukan pinjaman dari pihak luar yang biasa

    diperoleh dari keluarga, teman, maupun bank, dapat dikatakan

    bahwa kondisi keuangan wajib pajak tersebut buruk (Persepsi

    kondisi keuangan pribadi berkaitan dengan persepsi wajib

    pajak dalam menentukan perilakunya (perceived control

    behavior) dalam Kepatuhan untuk membayar pajak. Semakin

    tinggi persepsi kondisi keuangan pribadi, maka wajib pajak

    dapat menentukan perilakunya dengan lebih baik dan sesuai

    dengan ketentuan perpajakan sehingga kepatuhan wajib pajak

    tinggi. Namun jika wajib pajak memiliki persepsi kondisi

    keuangan pribadi rendah, maka wajib pajak tidak dapat

    menentukan perilakunya dengan tepat sehingga wajib pajak

    memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.31

    4. Kepatuhan Wajib Pajak

    a. Kepatuhan

    Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia Rahayu mengatakan

    bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu

    keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban

    perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.Kepatuhan wajib

    pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang

    dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan

    kontribusi bagi pembangunan dewasa ini yang diharapkan di dalam

    pemenuhannya diberikan secara sukarela.Kepatuhan wajib pajak

    menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia

    menganut sistem Self Asessment di mana dalam prosesnya secara

    mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk

    menghitung, membayar dan melapor kewajibannya.

    31Ester Siu Tjen, op.cit. h.15

  • 36

    Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kepatuhan berarti tunduk

    atau patuh pada ajaran atau aturan. Sedangkan menurut Agus

    Budiatmanto kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau

    organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan

    yang ditetapkan. Dalam pajak, aturan yang berlaku adalah Undang-

    undang Perpajakan.Jadi, kepatuhan pajak merupakan kepatuhan

    seseorang, dalam hal ini adalah wajib pajak, terhadap peraturan

    atau Undang-undang Perpajakan.

    Menurut Simon James et al (n.d.) yang dikutip oleh Gunadi,

    pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah wajib pajak

    mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai

    dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan,

    investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman, dalam

    penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Nurmantu

    mendefinisikan kepatuhan perpajakan sebagai suatu keadaan

    dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

    melaksanakan hak perpajakannya.

    Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak

    sebagai “suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan

    kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:

    1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua

    ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

    2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

    3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

    4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.32

    Menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan wajib pajak dapat

    diidentifikasi dari:

    1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

    2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan.

    32Ratriana Dyah Safri, op.cit, h.7

  • 37

    3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.

    4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.33

    b. Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

    Menurut Nurmantu , dijelaskan bahwa terdapat dua macam

    kepatuhan yaitu :

    1) Kepatuhan Formal

    Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak

    memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan

    ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.

    Dalam hal ini kepatuhan formal meliputi :

    a) Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat waktu

    b) Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat jumlah.

    c) Wajib pajak tidak memiliki tanggungan Pajak Bumi dan

    Bangunan. 34

    2) Kepatuhan Material

    Kepatuhan material adalah dimana suatu keadaan dimana

    Wajib Pajak secara subtansi/hakekat memenuhi semua

    ketentuan perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-

    undang perpajakan.

    Pengertian kepatuhan materil dalam hal ini adalah :

    a) Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak

    apabila petugas membutuhkan informasi.

    b) Wajib pajak bersikap kooperatif (tidak menyusahkan)

    petugas pajak dalam pelaksanaan proses administrasi

    perpajakan.

    33Rajiman, “Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak di

    Surabaya”, e-Jurnal Kewirausahan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

    Universitas Widya Kartika Surabaya Volume 2 Nomor 1 Oktober 2014. h. 13-14

    34 Febriani Ramdhani Juwanti, Skripsi: “Pengaruh Pengetaahuan Perpajakan,

    Kesadaran Wajib Pajak, Norma Sosial, Kepercayaan Pada Pemerintah dan Sanksi Pajak

    Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan”

    (Surakarta : Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2017) h.1-2

  • 38

    c) Wajib pajak berkeyakinan bahwa melaksanakan kewajiban

    perpajakan merupakan tindakan sebagai warga negara yang

    baik.

    c. Kriteria wajib pajak yang patuh

    Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000

    adalah:

    1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis

    pajak dalam dua tahun terakhir.

    2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis

    pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur

    atau menunda pembayaran pajak.

    3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak

    pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10

    (sepuluh) tahun terakhir.

    4) Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan

    dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan

    pemeriksaan, korelasi pada pemeriksaan yang terakhir

    untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling

    banyak 5%.

    5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun

    terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar

    tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian

    sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.35

    d. Faktor-Faktor yang Menentukan Tinggi Rendah Kepatuhan

    Devano dalam Supadmi, menjelaskan faktor-faktor yang

    mempengaruhi kepatuhan wajib pajak antara lain :

    1. Pemahaman Terhadap Sistem Self Assesment Dan Ketepatan

    Membayar Pajak

    Merupakan sistem pemungutan pajak yang besarnya pajak

    dihitung sendiri oleh wajib pajak.Self Assessment System

    35Ibid., h.3

  • 39

    menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam

    pemenuhan kewajiban perpajakan.menyatakan bahwa

    dianutnya sistem Self Assessment membawa misi dan

    konsekuensi perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat

    untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary

    compliance).Sistem self assessment memberikan kepercayaan

    penuh kepada wajib pajak untuk menghitung,

    memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh pajak

    yang menjadi kewajibannya. Dengan kata lain, wajib pajak

    menentukan send