pengaruh kolkhisin terhadap fenotipe dan jumlah …repository.ub.ac.id/7491/1/feby reza...
TRANSCRIPT
PENGARUH KOLKHISIN TERHADAP FENOTIPE
DAN JUMLAH KROMOSOM BEBERAPA
VARIETAS ANGGUR (Vitis vinifera L.)
Oleh:
FEBY REZA FITRIANI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
PENGARUH KOLKHISIN TERHADAP FENOTIPE
DAN JUMLAH KROMOSOM BEBERAPA
VARIETAS ANGGUR (Vitis vinifera L.)
Oleh:
FEBY REZA FITRIANI
135040201111383
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, September 2017
Feby Reza Fitriani
Pengaruh Kolkhisin Terhadap Fenotipe dan
Jumlah Kromosom Beberapa Varietas
Anggur (Vitis vinifera L.)
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul :
Nama Mahasiswa : Feby Reza Fitriani
NIM : 135040201111383
Jurusan : Budidaya Pertanian
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui,
Pembimbing Utama,
Dr. Darmawan Saptadi, SP., MP.
NIP. 197107082000121002
Pembimbing Pendamping,
Anis Andrini, SP., M.Si.
NIP. 198112092005012003
Mengetahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Nurul Aini, MS.
NIP. 196010121986012001
Tanggal Persetujuan :
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Penguji I
Afifuddin Latif Adiredjo, SP., M.Sc., Ph.D.
NIP. 19811104 200501 1 002
Penguji II
Anis Andrini, SP., M.Si.
NIP. 19811209 200501 2 003
Penguji III
Dr. Darmawan Saptadi, SP., MP.
NIP. 19710708 200012 1 002
Penguji IV
Dr.agr. Nunun Barunawati, SP., MP.
NIP.19740724 200501 2 001
Tanggal Lulus :
i
RINGKASAN
Feby Reza Fitriani. 135040201111383. Pengaruh Kolkhisin Terhadap Fenotip
dan Jumlah Kromosom Beberapa Varietas Anggur (Vitis vinifera L.).
Dibawah bimbingan Dr. Darmawan Saptadi, SP., MP. Sebagai Pembimbing
Utama dan Anis Andrini, SP., MSi. Sebagai Pembimbing Pendamping
Anggur (Vitis vinifera L.) merupakan tanaman merambat yang masuk ke
dalam keluarga Vitaceae. Tanaman ini berbentuk semak, memiliki batang berkayu,
berbentuk silindris, warna kecoklatan, permukaan kasar, arah tumbuh batang
memanjat, dan arah cabang yang membelit. Permintaan anggur di Indonesia cukup
tinggi, namun produksi anggur di Indonesia masih belum mencukupi permintaan
pasar sehingga menyebabkan pemerintah melakukan impor untuk memenuhi
kebutuhan komoditas tersebut. Permasalahan produksi anggur di Indonesia di
antaranya adalah kualitas buah anggur yang masih belum bisa bersaing dengan
anggur impor sehingga diperlukan usaha untuk perbaikan sifat tanaman anggur dan
peningkatan keragaman, salah satunya dengan melakukan induksi mutasi. Induksi
mutasi yang sering dilakukan yaitu dengan menggunakan kolkhisin. Kolkhisin
merupakan salah satu bahan kimia apabila diberikan pada tanaman dapat
menyebabkan poliploidi pada individu tersebut. Kolkhisin diberikan pada bagian
tanaman yang sedang melakukan pembelahan yakni pada titik tumbuh vegetatif
misalnya pada benih, kecambah dan ujung batang tanaman. Induksi mutasi dengan
kolkhisin diharapkan dapat meningkatkan keragaman tanaman anggur dan
selanjutnya dapat diseleksi untuk mendapatkan individu yang memiliki karakter
yang diinginkan. Penelitian ini dilakukan mengetahui pengaruh perlakuan beberapa
konsentrasi kolkhisin terhadap keragaan fenotipe dan jumlah kromosom pada
beberapa varietas tanaman anggur (Vitis vinifera L.). Hipotesis penelitian ini adalah
pemberian kolkhisin dengan konsentrasi 0,25% berpengaruh terhadap keragaan
fenotip dan jumlah kromosom pada varietas anggur yang diteliti.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2017 di Rumah
Kaca Balai Penelitian dan Pengembangan Jeruk dan Buah Sub Tropik, Tlekung,
Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Bahan - bahan yang digunakan adalah 3 varietas
anggur (Jestro Ag60, Jestro Ag5, dan Jestro Ag45), dan bibit stek anggur di peroleh
dari kebun Balai Penelitian dan Pengembangan Jeruk dan Buah Sub Tropik. Bahan
lain yang digunakan untuk analisis kromosom antara lain larutan asam asetat glasial
45%, aquades, larutan HCl 1 N, dan larutan aceto orcein 2%. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian antara lain adalah gelas preparat, gelas penutup,
mikroskop cahaya, Colour Chart, Descriptors of Grapevine (Vitis spp.) dari IPGRI,
tube, dan kamera digital.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF)
2 faktor. Faktor pertama yaitu tingkat konsentrasi kolkhisin yang terdiri dari 4 taraf
yaitu konsentrasi 0; 0,25%; 0,35%; dan 0,45%. Faktor kedua yaitu varietas yang
terdiri atas 3 taraf, yaitu varietas Jestro Ag60, Jestro Ag5, dan Jetro Ag45. Terdapat
12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Variabel pengamatan terdiri
dari jumlah kromosom, panjang tunas, diameter batang, jumlah daun pertanaman,
bentuk daun, warna daun, dan tebal daun. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan analisis ragam (ANOVA). Data kuantitatif apabila dari hasil analisis
ragam terdapat pengaruh nyata dari perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan
ii
BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf nyata 5%. Data kualititatif dianalisis secara
deskriptif. Perhitungan jumlah kromosom dihitung rata-rata pada setiap perlakuan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kolkhisin dapat memperngaruhi
pertumbuhan tanaman anggur. Terdapat Interaksi nyata antara varietas dan
kolkhisin pada variabel panjang tunas, jumlah daun, dan diameter tunas (7 mst),
sedangkan variabel tebal daun hanya menunjukkan perbedaan nyata pada perlakuan
kolkhisin (7 mst). Pada variabel bentuk daun Jestro Ag60 dapat diketahui bahwa
bentuk daunnya adalah berbentuk segilima (pentagonal), varietas Jestro Ag5
berbentuk irisan (wedge-shaped), dan varietas Jestro Ag45 berbentuk bundar
(circular), tidak terjadi perubahan bentuk daun setelah memberikan perlakuan
kolkhisin pada setiap varietas. Pada variabel warna daun dapat diketahui bahwa
pada setiap perlakuan yang diberikan pada setiap varietas dapat memberikan
perubahan warna daun. Warna daun yang lebih tua ditunjukkan oleh pemberian
kolkhisin dengan konsentrasi 0,45%. Berdasarkan hasil perhitungan kromosom
dengan sampel daun muda yang diamati pada mikrosop binokuler “Olympus
BX51” didapatkan bahwa pada semua tingkat konsentrasi kolkhisin tidak
menyebabkan penggandaan kromosom pada semua varietas.
iii
SUMMARY
Feby Reza Fitriani. 135040201111383. The Effect of Colchicine on Phenotype
and Number of Chromosomes Some Varieties of Grape (Vitis vinifera L.).
Under the guidance of Dr. Darmawan Saptadi, SP., MP. as Main Supervisor
and Anis Andrini, SP., M.Si. as Secondary Supervisor.
Grape (Vitis vinifera L.) is plant that include the Vitaceae family. This plant
is shrub-shaped, has woody stems, cylindrical shape, brownish color, rough surface,
climbing rod direction, and direction of twisted branches. The demand for grape in
Indonesia is quite high, but grape production in Indonesia is still not sufficient for
market demand, causing the government import to meet sufficient of these
commodities. The problem of grape production in Indonesia among others is the
quality of grapes that still can not compete with imported grape so it takes effort to
improve the quality of the grape and increase the diversity, one of them by doing
mutation induction. Induction of mutation is often done by using Colchisine.
Colchicine is one of the chemicals that can cause polyploidy in the individual.
Colchisine is given to the part of the plant that is doing the division that is at the
point of vegetative growth such as seeds, sprouts and the tip of the stem. Induction
of mutations with colchisine is expected to increase the diversity of grape crops,
then be selected to obtain individuals who have the desired character. This research
was conducted to know the effect of several colchistine concentration treatment on
phenotype and chromosome number in several varieties of grape (Vitis vinifera L.).
The hypothesis of this research is the aplication of 0,25% concentration colchisine
influence to phenotypic performance and chromosome number in grape varieties.
This research was conducted from April to June 2017 at screenhouse
Research and Development Center of Citrus and Sub Tropic Fruits, Tlekung,
Junrejo Sub-district, Batu City. The materials used are 3 grape varieties (Jestro
Ag60, Jestro Ag5, and Jestro Ag45), and grape seedlings in the environment of
Research and Development Center of Citrus and Sub Tropic Fruits. Other
ingredients used for chromosome analysis include 45% glacial acetic acid solution,
aquadest, HCl 1 N solution, and 2% aceto orcein solution. The tools used in the
sexperiment include glass preparations, glass covers, light microscopes, Pantone
Color Chart, Descriptors of Grapevine (Vitis spp.) From IPGRI, tubes, and digital
cameras.
This research uses Randomized Block Factorial with 2 factors. The first
factor is concentration level of colchisine consisting of 4 levels ie concentration 0;
0.25%; 0.35%; and 0.45%. The second factor is varieties consisting of 3 levels,
namely varieties Jestro Ag60, Jestro Ag5, and Jetro Ag45. There are 12
combinations treatment and repeated 3 replication. Observation variables consisted
of the number of chromosomes, length of bud, diameter of bud, number of plant
leaves, leaf shape, leaf color, and leaf thickness. The data obtained were analyzed
by using variance analysis (ANOVA). If the data does not meet the assumption
anova then do data transformation. Quantitative data from the analysis of variance
if there is a real effect of the treatment then continued with LSD (Least Significant
Different) at 5% level. Qualitative data were analyzed descriptively. The
calculation of the number of chromosomes is calculated on average for each
treatment.
iv
The results showed that colchicine can affect the growth of grape plants.
There is a real interaction between varieties and colchisin on varieties of bud length,
leaf number, and bud diameter (7 wap), while leaf thickness variables only show
significant differences in colchicine treatment (7 wap). In Jestro Ag60 leaf shape
variable it can be seen that the shape of the leaves is pentagonal, Jestro Ag5 varieties
are wedge-shaped, and Jestro Ag45 varieties are circular, there is no leaf shape
changes after giving colchicine treatment on each varieties. In leaf color variables
can be seen that in each treatment given on each variety can give leaf color changed.
The older leaf color is indicated by the aplication of cholcisin with a concentration
of 0.45%. Based on the results of chromosome calculations with young leaf samples
observed on binocular microsopes "Olympus BX51" it was found that at all levels
colchistine concentrations did not cause chromosomal multiplication in all
varieties.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa
memberikan rahmat dan ridha-Nya kepada kita, sehingga saya mampu
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kolkhisin Terhadap Fenotipe dan
Jumlah Kromosom Beberapa Varietas Anggur (Vitis vinifera L.)”. Dalam
penyelesaian skripsi ini turut saya ucapkan rasa terimakasih kepada:
1. Kedua orangtua yang selalu memberikan dukungan, semangat serta do’a untuk
kesuksesan saya.
2. Dr. Darmawan Saptadi, SP., MP., selaku dosen pembimbing utama yang telah
membimbing untuk penyelesaian proposal penelitian ini.
3. Anis Andrini, SP., M.Si., selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan saran dalam penyusunan proposal.
4. Dr. Ir. M. Taufiq Ratule, M.Si., selaku kepala Balai Penelitian Tanaman Jeruk
dan Buah Subtropika yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian di
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika.
5. Ketua Jurusan Dr. Ir. Nurul Aini, MS. dan seluruh dosen atas bimbingan dan
arahan yang selama ini diberikan serta kepada karyawan Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya atas fasilitas dan bantuan
yang diberikan.
6. Teman-teman dan semua pihak yan tidak bisa disebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penghargaan yang tulus penulis berikan kepada kedua orang tua atas doa,
cinta, kasih sayang, pengertian dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang
dapat membangun demi kesempurnaan skripsi saya. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, 16 Agustur 2017
Penulis
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Februari 1995. Sebagai anak
pertama dari Bapak Gatot Eko Prasetyo dan Ibu Eti Sunarti.
Penulis menempuh pendidikan taman kanak-kanak di TK Uswatun Hasanah
Subang pada tahun 1999 sampai 2001. Kemudian menempuh sekolah dasar di SDN
Perumnas 1 Subang pada tahun 2001 sampai 2007. Penulis melanjutkan pendidikan
di SMPN 1 Subang pada tahun 2007 sampai 2010, kemudian menempuh sekolah
menengah atas di SMAN 1 Sumberrejo Bojonegoro pada tahun 2010 sampai 2013.
Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan kuliah di Universitas Brawijaya
Fakultas Pertanian Program Studi Agroekoteknologi.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah beberapa kali menjadi anggota
kepanitian dalam kegiatan himpunan seperti penerimaan mahasiswa baru,
musyawarah dan pemilwa, dan acara lain. Penulis juga pernah menjadi anggota
himpunan mahasiswa budidaya pertanian dalam departemen Keprofesian periode
2013. Pada tahun 2016 penulis melaksanakan kegiatan magang kerja di Balai Besar
Bioteknologi dan Genetika Pertanian (BB BIOGEN) selama 3 bulan.
vii
DAFTAR ISI
halaman
RINGKASAN .................................................................................................... i
SUMMARY ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................... 2
1.3 Hipotesis ................................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
2.1 Tanaman Anggur ................................................................................... 3
2.2 Mutasi .................................................................................................... 4
2.3 Poliploidi ................................................................................................ 5
2.4 Deteksi Mutan ........................................................................................ 7
2.5 Pengaruh Kolkhisin ................................................................................ 8
3. BAHAN DAN METODE ............................................................................ 11
3.1 Tempat dan Waktu ................................................................................. 11
3.2 Bahan dan Alat ....................................................................................... 11
3.3 Metode Penelitian .................................................................................. 11
3.4 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 12
3.5 Pengamatan ............................................................................................ 15
3.6 Analisis Data .......................................................................................... 17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 18
4.1 Hasil ....................................................................................................... 18
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 33
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 40
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 40
5.2 Saran ...................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41
LAMPIRAN ....................................................................................................... 45
viii
DAFTAR TABEL
Nomor halaman
Teks
1. Kombinasi Perlakuan Kolkhisin (K) dan Varietas (V) ................................ 12
2. Rata-rata Panjang Tunas (cm) Tanaman Anggur Akibat Interaksi
Tingkat Konsentrasi Kolkhisin dan Varietas pada Pengamatan 7 mst ........ 18
3. Rata-rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Anggur Akibat Interaksi
Tingkat Konsentrasi Kolkhisin dan Varietas pada Pengmatan 7 mst .......... 21
4. Rata-rata Diameter Tunas (mm) Tanaman Anggur Akibat Interaksi
Tingkat Konsentrasi Kolkhisin dan Varietas pada Pengamatan 7 mst ........ 23
5. Rata-rata Tebal Daun (mm) Tanaman Anggur Akibat Perlakuan
Tingkat Konsentrasi Kolkhisin dan Varietas pada Pengamatan 7 mst ........ 25
6. Hasil Pengamatan Warna Daun pada 7 mst ................................................. 30
7. Jumlah Kromosom Anggur (Vitis vinifera) pada Berbagai Kombinasi
Perlakuan ...................................................................................................... 33
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor halaman
Teks
1. Struktus Kimia Senyawa Kolkhisin ............................................................. 5
2. Bentuk Daun Anggur ................................................................................... 16
3. Grafik Rata-rata Panjang Tunas ................................................................... 19
4. Grafik Rata-rata Jumlah Daun ..................................................................... 22
5. Grafik Rata-rata Diameter Tunas ................................................................. 24
6. Grafik Rata-rata Tebal Daun ........................................................................ 27
7. Kenampakan Bentuk Daun Tanaman Anggur ............................................. 28
8. Kenampakan Visual Kromosom Tanaman Anggur ..................................... 33
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor halaman
Teks
1. Denah Penelitian .......................................................................................... 45
2. Tabel Anova Panjang Tunas ........................................................................ 46
3. Tabel Anova Jumlah Daun ........................................................................... 46
4. Tabel Anova Diameter Tunas ...................................................................... 46
5. Tabel Anova Tebal daun .............................................................................. 47
6. Dokumentasi ................................................................................................ 48
7. Deskripsi Varietas Jestro Ag60 .................................................................... 53
8. Deskripsi Varietas Jestro Ag5 ...................................................................... 55
9. Deskripsi Varietas Jestro45 .......................................................................... 57
1
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anggur (Vitis vinifera L.) merupakan tanaman merambat yang masuk ke
dalam keluarga Vitaceae. Anggur berasal dari Armenia, tetapi budidaya anggur
telah dikembangkan sejak 4000 SM di Timur Tengah. Tanaman ini berbentuk
semak, memiliki batang berkayu, berbentuk silindris, warna kecoklatan, permukaan
kasar, arah tumbuh batang memanjat, dan arah cabang yang membelit. Anggur
mempunyai nilai ekonomis dan peluang pasar yang cukup luas, baik impor maupun
ekspor. Di Jawa Timur (Probolinggo, Situbondo, dan Pasuruan), Bali dan NTT
merupakan pusat keragaman kultivar anggur yang mempunyai potensi cukup besar
untuk menghasilkan varietas-varietas unggul yang lebih bernilai ekonomis dan
kompetitif (Tajuddin et al., 2012).
Permintaan anggur di Indonesia cukup tinggi, namun produksi anggur di
Indonesia masih belum mencukupi permintaan pasar sehingga menyebabkan
pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan komoditas tersebut. Pada
tahun 2015 produksi anggur di Indonesia sebanyak 11.410 ton (BPS, 2015). Namun
jumlah produksi tersebut masih belum mencukupi permintaan konsumen.
Peningkatan volume impor tersebut juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti
luas lahan yang sempit, kualitas buah anggur yang rendah, teknik budidaya yang
diterapkan belum optimal dan gangguan hama serta penyakit.
Permasalahan produksi anggur di Indonesia diantaranya adalah kualitas
buah anggur yang masih belum bisa bersaing dengan anggur impor sehingga
diperlukan usaha untuk perbaikan sifat tanaman anggur dan peningkatan
keragaman, salah satunya dengan melakukan induksi mutasi. Induksi mutasi yang
sering dilakukan yaitu dengan menggunakan kolkhisin. Kolkhisin merupakan salah
satu bahan kimia yang apabila diberikan pada tanaman dapat menyebabkan
poliploidi pada individu tersebut (Ariyanto dan Supriyadi, 2011). Kolkhisin
diberikan pada bagian tanaman yang sedang melakukan pembelahan yakni pada
titik tumbuh vegetatif misalnya pada benih, kecambah dan ujung batang tanaman
(Wiendra et al., 2011). Induksi mutasi dengan kolkhisin diharapkan dapat
meningkatkan keragaman tanaman anggur dan selanjutnya dapat diseleksi untuk
mendapatkan individu yang memiliki karakter yang diinginkan.
2
2
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perlakuan beberapa
konsentrasi kolkhisin terhadap fenotipe dan jumlah kromosom pada beberapa
varietas tanaman anggur (Vitis vinifera L.).
1.3 Hipotesis
Pemberian kolkhisin dengan konsentrasi 0,25% berpengaruh terhadap
fenotip dan jumlah kromosom pada varietas anggur yang diteliti.
3
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Anggur
Tanaman anggur sudah mulai dibudidayakan sejak 4000 SM di Timur
Tengah, sedangkan di Indonesia tanaman anggur mulai berdaptasi sejak abad ke-
19. Pada awalnya tanaman anggur hanya dikenal sebagai tanaman hias, belum
dibudayakan secara komersial karena buahnya yang asam. Anggur merupakan
tanaman perdu merambat berbentuk semak, batang berkayu, berbentuk silindris,
warna kecoklatan, permukaan kasar, arah tumbuh batang memanjat, dan arah
tumbuh cabang membelit (Cahyono, 2010).
Klasifikasi tanaman anggur (Vitis vinifera), menurut Pranitasari (2011)
adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae (Tumbuhan), Subkingdom:
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta
(Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas:
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub Kelas: Rosidae, Ordo: Rhamnales,
Famili: Vitaceae, Genus: Vitis, Spesies: Vitis vinifera L.
Perbanyakan tanaman anggur dapat dilakukan dengan cara generatif dan
vegetatif (Tajuddin, Swastika, dan Muslimin 2012). Batang anggur dapat tumbuh
sampai 15 meter dan tumbuh kearah cahaya matahari, dimana pertumbuhannya
membutuhkan alat penunjang yaitu cabang pembelit. Daun anggur termasuk daun
tunggal. Ujung daun runcing dan berbentuk emarginatus, tepi daunnya
mempengaruhi bentuk daun yaitu bertepi daun berlekuk menjari. Susunan tulang
daun menjari. Daun berwarna hijau dengan permukaan daun berambut (Setiadi,
2008). Tanaman anggur berbunga majemuk dan berbentuk malai, bersifat
polisimetris dengan tajuk bunga beraturan membentuk mangkuk. Bunga anggur
yang semulai berbentuk malai, setelah berbuah menjadi lonjong atau bulat dengan
ukuran 1-2,5 cm. Buah anggur bentuknya bervariasi yaitu bulat atau bundar
(spherical), jorong ke samping (oblate), jorong (ellipsoidal), bulat telur (obavoid),
dan jorong memanjang (ellipsoidal elongated). Bentuk buah tersusun dalam tandan.
Bentuk malai bunga anggur bermacam-macam, antara lain berbentuk kerucut
pendek, kerucut panjang, kerucut berpudak, silinder, silinder bersayap, dan
bermalai ganda. Buah terdiri atas kulit buah, daging buah dan biji (Izah, 2008).
4
4
Anggur yang dibudidayakan di Indonesia memiliki dua tipe berdasarkan
iklim dan tempat tumbuhnya yaitu tipe dataran rendah dan tipe menengah sampai
tinggi. Anggur tipe dataran rendah dapat tumbuh dan berproduksi tinggi di daerah
dengan ketinggian 0-300 mdpl. Iklim yang cocok untuk anggur tipe dataran rendah
ini yaitu iklim kering dengan jumlah bulan kering dari 3,5 bulan per tahun. Tempat
hidup anggue tipe dataran rendah yaitu pada tanah yang poros dan jenis tanah
lempung berpasir. Sedangkan anggur tipe dataran menengah sampai tinggi dapat
tumbuh dengan baik pada daerah iklim basah dan bulan kering kurang dari tiga
bulan pertahun. Anggur tipe dataran menengah hingga tinggi dapat tumbuh pada
tanah yang agak berat dan berkapur (Wiryanta, 2007).
2.2 Mutasi
Perkembangan cabang-cabang ilmu biologi dan teknologi semakin maju,
kini telah banyak digunakan untuk merakit varietas baru untuk mendukung
pertanian. Berbagai teknik digunakan untuk mendapatkan tanaman yang lebih
unggul, salah satunya melalui cara mutasi. Mutasi adalah salah satu teknik yang
digunakan untuk mengubah susunan basa nukleotida atau DNA (Nur dan
Syahruddin, 2017). Mutasi lebih sering terjadi pada bagian sel yang sedang aktif
membelah, misalnya pada tunas dan biji. Berdasarkan proses terjadinya, mutasi
dibagi menjadi dua yaitu mutasi alami dan mutasi induksi.
Dalam pemuliaan tanaman inkonvensional mutasi induksi lebih sering
digunakan karena dapat menambah keanekaragaman genetik dari tanaman. Mutasi
alami adalah perubahan materi genetik secara spontan di alam, sedangkan mutasi
buatan terjadi akibat diberi mutagen secara sengaja untuk tujuan pemuliaan
tanaman. Bahan mutagen dapat secara kimia dan fisik. Mutasi fisik bersifat sebagai
radiasi pengion (ionizing radiation) yang dapat melepas energi (ionisasi), begitu
melewati atau menembus materi. Mutagen fisika termasuk diantaranya sinar-X,
radiasi gamma, radiasi beta, neutrons, dan partikel dari akselerator sudah umum
digunakan dalam pemuliaan tanaman (Chen et al., 2009). Mutagen kimia pada
umumnya berasal dari senyawa alkyl (alkylating agents) misalnya seperti ethyl
methane sulphonate (EMS), diethyl sulphate (DES), methyl methane sulphonate
(MMS), hydroxylamine, nitrous acids, acridines, dan sebagainya (Nur dan
Syahruddin, 2017). Penggunaan mutagen fisik seperti iradiasi sinar gamma hanya
5
5
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biji-biji dari tanaman padi dan palawija
agar berumur pendek, tahan serangan hama dan cepat panen. Sedangkan
penggunaan mutagen kimia seperti kolkisin banyak menghasilkan keuntungan
diantaranya dapat menyebabkan tanaman memiliki ukuran buah yang lebih besar
serta tidak berbiji (Soedjono, 2003).
Senyawa kolkisin merupakan senyawa alkaloid berwarna putih yang
diperoleh dari umbi tanaman Autumn crocus (Colchichum autumnale L.) yang
termasuk dalam genus Colchichum, family Liliaceae. Senyawa ini dapat
menghalangi terbentuknya benang spindle pada saat pembelahan sel sehingga dapat
menyebabkan sel tidak dapat membelah dan terbentuklah individu poliploid,
dimana organisme tersebut memiliki tiga set atau lebih kromosom di dalam sel-
selnya (As’adah, 2016).
Gambar 1. Struktur kimia senyawa kolkisin (Yulianti, 2014).
Menurut As’adah (2016) mekanisme kerja kolkhisin dengan cara mengikat
dimer β-tubulin dan menghambat perakitan mikrotubulus, namun kolkhisin tidak
menghambat kerja mikrotubulus yang sudah terikat. Efek yang terjadi adalah
penggandaan kromosom dalam sel akibat kegagalan mikrotubulus menarik
kromosom menuju ke kutub.
2.3 Poliploidi
Salah satu teknik pemuliaan untuk perbaikan sifat adalah perakitan
poliploidi. Poliploidi merupakan keadaan bahwa individu memiliki pasangan
kromosom dari genomnya yang lebih dari 2 (misalnya 3x, 4x, 6x, dan seterusnya).
Genom adalah set gamet dasar suatu kromosom, dengan demikian dua set
kromosom disimbolkan dengan 2x, sedangkan haploid (monoploid) disimbolkan
6
6
dengan x (Nasir, 2001). Poliploidi yang terjadi pada tanaman dapat terjadi secara
buatan ataupun alami. Menurut Suryo (2007), kemungkinan terjadinya poliploidi
pada tanaman ialah:
1. Poliploidi terjadi di alam. Poliploidi yang terjadi secara langsung dan
disebabkan oleh pengaruh alam. Dua proses dasar yang tidak teratur dapat
ditemukan sehingga poliploidi dapat terjadi dari tanaman diploid, ialah:
a. Kelipatan somatik, dimana sel mengalami pemisahan yang tidak teratur
selama mitosis sehingga menghasilkan sel-sel meristematis, yang
menyebabkan kelipatan jumlah kromosomnya tetap berada dalam generasi
baru dari tanaman itu.
b. Sel-sel produktif dapat mengalami reduksi yang tidak teratur atau
mengalami pembelahan sel yang tidak teratur sehingga kromosom-
kromosom tidak memisah sempurna ke kutub-kutub sel pada waktu anafase.
Dengan demikian jumlah kromosom menjadi meningkat.
2. Poliploidi secara buatan. Biasanya dilakukan untuk keperluan perbaikan
kualitas deengan menggunakan zat-zat kimia tertentu seperti asam nitrat, EMS
(ethyl methane sulfonat), pewarna acridine (proflasin, acridine range),
asenaften. kloralhidrat, sulfanilamide, etil-mercuri-klorid, heksa-
klorosikkloheksan dan kolkhisin. Dari semua zat kimia tersebut kolkhisin
merupakan zat kimia yang paling sering digunakan karena lebih efektif dan
sifatnya mudah larut dalam air. Sedangkan zat-zat kimia yang lainnya hanya
dapat larut dalam gliserol.
Poliploidi seringkali memberikan efek yang sangat nyata dalam penampilan
atau pewarisan sifat yang bias positif atau negatif. Tanaman yang secara umum
bereaksi positif terhadap poliploid, yaitu adanya perubahan yang menyebabkan
bagian-bagian tanaman menjadi lebih besar dari ukuran normal. Tetraploid
misalnya pada kentang, semangka dan heksaploid pada gandum, berukuran lebih
besar dari pada tetuanya yang diploid. Dermen (2008) menyatakan bahwa pengaruh
poliploidi pada tanaman dapat terjadi pada ukuran biji, bunga, buah, daun dan
bagian tanaman lain.
7
7
Crowder (1997), menjelaskan bahwa ada beberapa terminologi dalam
poliploid, antara lain:
a. Haploid ialah tanaman yang mempunyai jumlah kromosom dari kelipatan
jumlah kromosom dasar.
b. Euploid ialah individu yang memiliki jumlah kromosom kelipatan dari
kromosom dasarnya didalam kategori euploid ialah monoploid (n), diploid (2n),
triploid (3n), tertraploid (4n), pentaploid (5n), dan seterusnya.
c. Aneuploid ialah individu yang memiliki jumlah kromosom bukan merupakan
kelipatan kromosom dasarnya (n), yang termasuk di dalam kategori aneuploidy
ialah nulisomik (2n-2), monosomik (2n-1), monosomik ganda (2n-1+1),
trisomik (2n+1), trisomik ganda (2n+1+1), tetrasomik (2n+n), monosomik
trisomik (2n-1+1).
d. Hyperploid ialah tanaman yan memiliki jumlah kromosom lebih banyak dari
kelipatan n.
e. Hypoploid ialah tanaman yang memiliki jumlah kromosom lebih sedikit dari
kelipatan n.
2.4 Deteksi Mutan
Deteksi mutan secara morfologi dan fisiologi dapat ditunjukan dengan
karakter-karakter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun,
dan indeks stomata. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Wiendra et al.
(2011) yang menyatakan bahwa perendaman kolkhisin 0,01% selama 12 jam
berpengaruh nyata pada parameter morfologi seperti tinggi tanaman, panjang daun,
lingkar batang, jumlah cabang, serta waktu pembungaan pada tanaman pacar air.
Mutan poliploid memiliki perubahan jumlah kromosom dari diploidnya.
Kondisi kromosom yang poliploid ditunjukan dengan adanya kelipatan dari jumlah
kromosom dasarnya (Suminah et al., 2002). Tanaman anggur jenis vinifera
memiliki jumlah kromosom yang diploid (2n=38) (Patel and Olmo, 1955),
kemungkinan besar dapat ditingkatkan jumlah kromosomnya menjadi triploid
(3n=24), tetraploid (4n=32) dan heksaploid (6n=48). Berdasarkan hasil penelitian
Prematilake (2005) pemberian kolkhisin pada tanaman gandum dapat
meningkatkan jumlah kromosom (heksaploid, 2n=6x=42).
8
8
Variasi genetik tanaman yang terjadi akibat mutasi dapat dideteksi dengan
marka molekuler Aksi mutagenik dari senyawa kolkisin dapat menyebabkan
perbedaan urutan basa nukleotida pada titik penempelan primer. Hal ini
mengakibatkan primer tidak dapat menempel pada bagian tertentu sehingga tidak
terjadi amplifikasi (Escand et al., 2005). Pernyataan tersebut didukung oleh
Purwantoro et al. (2007) yang melaporkan bahwa konsetrasi kolkisin 0.75% dapat
meningkatkan jumlah tanaman bunga kertas (Zinnia spp.) yang poliploid. Senyawa
mutagenik kolkisin menyebabkan perubahan pada urutan basa nukleotida sehingga
semakin tinggi konsentrasi kolkisin yang diberikan semakin besar jumlah mutasi
yang dihasilkan. Senyawa mutagenik kolkisin dapat pula menyebabkan perbedaan
pada ukuran pita DNA tanaman. Zainudin (2006) melaporkan bahwa dengan
penetesan larutan kolkisin 0.01%, 0.03%, 0.05%, 0.07% dan 0.09% didapatkan
perbedaan pola pita DNA pada Protocorm like-bodies (PLB) anggrek dari ukuran
pita 500-1000bp, 1000-1500bp dan 1500-2642bp.
Hasil penelitian Setiawan et al. (2008) menyatakan bahwa analisis
clustering karakter pita-pita DNA elektroforegram RAPD dihasilkan dendrogam
dengan range koefisien similaritas 0,24-0,72. Karakterisasi didasarkan pada
polimorfisme pita-pita DNA yang teramplifikasi dengan 4 primer acak.
Berdasarkan analisis dendrogam anggrek tanah (S. plicata) var. Tarakan kontrol
(2n=2x=44) diketahui bahwa Indeks Similaritasnya dengan S. plicata var. Tarakan
poliploid mengelompok pada IS 0,23. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa
anggrek tanah (S. plicata) mengalami mutasi yang ditandai dengan perubahan
struktur sekuen DNA spesifik pada tiap-tiap primer yang digunakan akibat
pemberian kolkhisin.
2.5 Pengaruh Kolkhisin
Kolkhisin sering digunakan untuk menghasilkan sel-sel poliploid buatan.
Aplikasi kolkhisin pada tanaman dilakukan dengan meneteskan atau dioleskan pada
tunas dan perendaman pada benih dalam larutan kolkhisin selama satu hari sebelum
dilakukan penanaman (Permatasari, 2007).
Masyurdin (2010) menyatakan bahwa penggandaan kromosom pada akar
kecambah cabe keriting dan cabe rawit dapat dirangsang dengan kolkhisin 0,5 %;
0,1%; 0,05%; dan 0,01% selama 24 jam dan mampu menyebabkan penggandaan
9
9
kromosom pada tingkat tetraploid. Sedangkan menurut Ariyanto dan Supriyadi
(2011) pengaruh perlakuan kolkhisin terhadap jumlah kromosom jahe putih besar
terdapat individu sel yang tetap bersifat diploid (2n) dan ditemukan sel-sel yang
menglami penambahan jumlah kromosom. Poloploid yang terbentuk bersifat
euploid atau aneuploidy. Variasi euploid meliputi: triploid (2n=33), tetraploid
(2n=44), pentaploid (2n=55), heksaploid (2n=66), dan oktaploid (2n=88).
Aneuploid yang ditemukan adalah tetrasomik (2n+2). Hasil penelitian Jadrná et al.
(2010) menunjukkan bahwa penetesan kolkisin 5000 mg/L selama 3 hari berturut-
turut, dapat menginduksi tanaman Pelargonium × hortorum L.H. Bailey tetraploid.
Rahayu et al., (2015) melaporkan bahwa penetesan kolkisin 5000 mg/L pada pucuk
kecambah dapat menghasilkan tanaman Ocimum basilicum L. tetraploid. Hasil
penelitian Yang (2006) pada tanaman anggur yang diberi perlakuan kolkhisin
dengan metode perendaman memberikan hasil tanaman anggur yang tetraploid. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Murni (2010), menunjukan bahwa kecambah
cabe keriting yang diberi perlakuan penggunaan kolkhisin telah mengalami
penggandaan jumlah kromosom. Tingkat ploidi yang didapatkan adalah tetraploid
karena jumlah kromosom sel ujung akar kecambah empat kali jumlah kromosom
dasarnya yaitu 48 buah.
Pengaruh kolkhisin memberikan sifat tanaman terlihat lebih kekar, bagian
tanaman lebih besar (akar, batang, daun, bunga, dan buah), sel-selnya lebih besar
dan inti sel juga lebih besar, sehingga nanti sifat-sifat yang kurang baik akan
menjadi baik serta akan menambah keragaman genetik tanaman anggur untuk
bahan kegiatan pemuliaan untuk membentuk varietas unggul baru (Escadon et al.,
2006). Berdasarkan hasil penelitian As’adah (2016) menunjukan bahwa pemberian
kolkhisin konsentrasi 0,25% memberikan hasil terbaik pada morfologis tanaman
zaitun dibandingkan dengan konsentrasi 0,5%, 0,75%, dan 1%, respon terbaik pada
morfologi tanaman zaitun adalah dengan metode tetes baik satu tetes maupun dua
tetes pada tinggi tanaman, diameter, dan jumlah daun dibandingkan dengan metode
perendaman dan kombinasi (perendaman dan tetes).
Penggunaan kolkhisin juga memberikan pengaruh yang negatif pada
tanaman. Selain menjadi inhibitor spindle kolkhisin juga menginduksi
penyimpangan kromosom. Hal tersebut ditunjukan pada hasil penelitian Sidiqqi
10
10
(1983) bahwa terdapat penyimpangan kromosom pada tanaman gandum. Morfologi
yang ditunjukkan yaitu daun menjadi berwarna hijau gelap, kerdil, dan menunjukan
pertumbuhan yang kurang maksimal, serta mengalami kerusakan kromosom pada
pemberian kolkhisin dengan konsentrasi 0,10 dan 0,15. Penggunaan kolkhisin
dengan konsentrasi tertentu dan cara pengaplikasian yang kurang tepat akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat sehingga diperlukan konsentrasi
kolkisin yang tepat dan aplikasi yang efektif (Sirojuddin et al., 2017). Aili (2016)
juga menyatakan bahwa kolkhisin bersifat sebagai racun dapat mengganggu proses
mitosis yang terjadi di dalam sel. Mutasi akibat kolkhisin tidak hanya memberikan
dampak perubahan jumlah dan ukuran yang lebih besar dibandingkan kontrolnya,
namun juga dapat berdampak pada penyusutan ukuran daun.
11
11
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Balai Penelitian dan Pengembangan
Jeruk dan Buah Sub Tropik, Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu pada bulan
April 2017 sampai Juni 2017.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan - bahan yang digunakan adalah 3 varietas anggur (Jestro Ag60, Jestro
Ag5, dan Jestro Ag45), pupuk urea, pupuk kandang, tanah, arang sekam, hormon
perangsang perakaran (Rootone-F), kuteks tanpa warna (bening). Bibit stek anggur
yang berasal dari tanaman anggur berumur ± 1 tahun di peroleh dari kebun Balai
Penelitian dan Pengembangan Jeruk dan Buah Sub Tropik. Bahan lain yang
digunakan untuk analisis kromosom antara lain larutan asam asetat glasial 45%,
aquades, larutan HCl 1 N, dan larutan aceto orcein 2%.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain adalah polybag
ukuran 10 x 20 cm, gunting, cutter, plastik, plastik uv, kertas label, spidol, alat tulis,
gelas preparat, gelas penutup, penggaris, mikroskop, Colour Chart, Descriptors of
Grapevine (Vitis spp.) dari IPGRI, tube ukuran 1,5 ml, jangka sorong, dan kamera
digital.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial untuk
melihat adanya pengaruh perlakuan. Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang
digunakan terdiri dari dua faktor, yaitu faktor konsentrasi kolkhisin dan faktor
varietas anggur.
Faktor konsentrasi kolkhisin terdiri dari:
K0 : 0% (kontrol)
K1 : 0,25%
K2 : 0,35%
K3 : 0,45%
12
12
Faktor varietas anggur tediri dari:
V1 : Jestro Ag60
V2 : Jestro Ag5
V3 : Jestro Ag45
Penelitian ini menggunakan 12 kombinasi perlakuan. Masing-masing
kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 ulangan sehingga didapat 36 satuan
percobaan. Pada setiap satuan percobaan terdapat 3 tanaman, sehingga total
tanaman yang digunakan sebanyak 108 tanaman (Tabel 1). Denah percobaan
dengan menggunakan RAK faktorial dapat dilihat pada lampiran 1.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan kolkhisin (K) dan varietas (V)
Konsentrasi
kolkhisin
(%)
Varietas (V)
Jestro Ag60 (V1) Jestro Ag5 (V2) Jestro Ag60 (V3)
Kontrol (K0) K0V1 K0V2 K0V3
0,25 (K1) K1V1 K1V2 K1V3
0,35 (K2) K2V1 K2V2 K2V3
0,45 (K3) K3V1 K3V2 K3V3
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembibitan
Bibit tanaman anggur diperoleh dengan cara stek batang/cabang. Cabang
yang digunakan untuk stek yaitu cabang yang berasal dari tanaman anggur yang
berumur ± 1 tahun dan kulitnya telah berwarna hijau kecoklatan dan memiliki ciri-
ciri panjang stek 25 cm atau memiliki sedikitnya 3 mata tunas, bebas dari noda-
noda hitam, bebas dari penyakit, mata tunas berukuran besar, segar, dan tampak
padat. Cabang yang telah dipilih tersebut dipotong sepanjang 3 mata atau sekitar
15-20 cm. Tempat pemotongan berjarak sekitar 2 – 2,5 cm dari mata tunas, baik
mata tunas bagian bawah atau atas. Bagian pangkal cabang dipotong merata,
sedangkan bagian ujung batang dipotong meruncing sejajar dengan mata tunas.
Cabang yang telah dipotong kemudian direndam dalam larutan perangsang
perakaran (Rootone-F) dengan konsentrasi 6 g/L air selama ± 15 menit. Stek
ditanam ke dalam polibag ukuran 10x20 dengan media campuran tanah, arang
sekam, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Penanaman dilakukan
dengan cara menanam 1/3 bagian batang dan 2 buah mata tunas ke dalam tanah dan
13
13
disimpan di tempat yang teduh dan disungkup menggunakan plastik UV untuk
menjaga kestabilan suhu di lingkungan pembibitan, setelah itu disiram secukupnya.
Penyiraman dilakukan 2 hari sekali, dan dilakukan pengendalian pada organisme
pengganggu tanaman.
3.4.2 Persiapan perlakuan kolkhisin
Pembuatan larutan kolkhisin dengan konsentrasi 0,25% yaitu dengan cara
menimbang kolkhisin dalam bentuk serbuk sebanyak 2,5 g/L. Untuk membuat 500
ml larutan kolkhisin maka menimbang kolkhisin dalam bentuk serbuk sebanyak
1,25 g untuk konsentrasi 0,25%, selanjutnya konsentrasi 0,35% menimbang
kolkhisin sebanyak 1,75 g, dan konsentrasi 0,45% menimbang 2,25 g. Kemudian
masing-masing konsentrasi tersebut dilarutkan kedalam aquades, setelah larut
kemudian masing-masing larutan ditera menggunakan aquades hingga 500 ml.
Perlakuan kolkhisin mulai diberikan saat tanaman berumur 7 hari setelah pindah
tanam. Hal tersebut bertujuan agar tanaman dapat beradaptasi terlebih dahulu
dengan kondisi tanah dan lingkungan yang baru.
Pemberian kolkhisin dilakukan dengan cara meneteskan larutan kolkhisin
menggunakan pipet sebanyak dua tetes pada bagian tunas. Pada metode ini
pemberian kolkhisin dilakukan sebanyak satu kali sehari selama empat hari.
3.4.3 Analisis Kromosom
Metode yang digunakan dalam melakukan analisis kromosom yaitu dengan
metode squashing (pemencetan). Metode squashing menurut Jahier et al., (1996)
yaitu suatu metode untuk mendapatkan preparat dengan cara memencet suatu
potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, kemudian didapat
suatu preparat yang menyebar sehingga dapat diamati di bawah mikroskop.
3.4.3.1 Penyiapan Bahan Tanaman
Bibit anggur diperoleh dari benih anggur yang dikecambahkan per varietas
dalam media pembibitan atau dengan langsung memotong ujung organ
meristematis yang ditemukan di lapang. Waktu pemotongan dilakukan dengan
kisaran waktu selama 6 jam dengan interval waktu satu jam yang bertujuan untuk
mengetahui waktu mitosis dari anggur.
14
14
3.4.3.2 Pembuatan Sediaan Untuk Pengamatan Kromosom
1. Tahap Fiksasi, dilakukan pemotongan ujung daun yang masih muda kemudian
dimasukkan ke dalam tube. Langkah selanjutnya adalah dilakukan fiksasi
dengan menggunakan larutan asam asetat glasial 45% (45 ml asam asetat glasial
ditambahkan 55 ml akuades) dengan waktu 15 menit pada suhu 4°C. Kemudian
sampel berupa ujung daun muda tersebut dicuci dengan menggunakan akuades
sebanyak 3 kali pengulangan. Fiksasi dilakukan dengan tujuan untuk
mempertahankan komponen dari sel-sel sehingga tetap dalam keadaan hidup.
2. Tahap Maserasi, pada tahap maserasi sampel dalam tube yang telah difiksasi
serta dicuci bersih selanjutnya dilakukan proses maserasi dengan menggunakan
larutan HCl 1 N (1 ml asam klorida ditambah 1 ml akuades) selama ±10 menit
dengan suhu 55°C dalm oven. Kemudian sampel tersebut dicuci dengan
akuades sebanyak 3 kali. Tahap maserasi dilakukan dengan larutan HCl
bertujuan untuk melisiskan lamela tengah.
3. Tahap pewarnaan, tahap pewarnaan menggunakan larutan aceto orcein 2%
selama minimal 1 jam pada suhu kamar. Pewarnaan dengan larutan aceto orcein
bertujuan untuk memberikan degradasi warna pada sel dan pewarnaan
kromosom sehingga kromosom mudah diamati.
4. Pemencetan, proses pemencetan dilakukan setelah sampel diwarnai. Cuplikan
dari ujung daun tersebut selanjutnya diletakkan pada gelas preparat, namun
sebelum ditutup dengan gelas penutup terlebih dahulu ditetesi air untuk sekedar
pembasahan, langkah selanjutnya adalah dilakukan proses pemencetan dengan
menggunakan ujung pulpen diketukkan beberapa kali hingga sampel terlihat
tipis dan sel menyebar rata. Kemudian bagian tepi gelas penutup tersebut diberi
kuteks yang bertujuan agar preparat yang telah dibuat tidak menguap dan tetap
awet untuk diamati beberapa hari berikutnya.
5. Pelabelan, pemberian label bertujuan menandai preparat. Selajutnya preparat
kromosom disimpan di lemari pendingin pada suhu 4°C sampai waktu
pengamatan.
Preparat yang telah diperoleh kemudian diamati dibawah mikroskop dengan
menggunakan mikrosop binokuler “Olympus BX51” dengan perbesaran 1000x.
Kromosom tahap prometafase atau metafase awal yang menunjukan penyebaran
15
15
kromosom dengan baik dipotret dengan menggunakan kamera dan dibuat
mikrografinya. Gambar kromosom hasil pemotretan kemudian diperbesar dan
dicetak dengan program computer Adobe Photoshop 8.0. selanjutnya hasil cetakan
gambar kromosom digunakan untuk pengamatan jumlah kromosom.
3.4.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman mencakup pemupukan, penyiangan gulma,
pengendalian hama dan penyakit.
a. Pemupukan
Pemupukan dilakukan secara bertahap dan continue, disesuaikan dengan
fase pertumbuhan tanaman anggur. Tanaman anggur pada penelitian ini yaitu
tanaman yang masih pada fase vegetatif. Tanaman pada fase vegetatif
membutuhkan untur Nitrogen. Pupuk mulai diberikan pada tanaman berumur 30
hari setelah pembibitan, kemudian diulang tiap 10 hari sekali sampai tanaman
berumur 3 bulan. Jenis pupuk yang diberikan yaitu urea dengan dosis 3 g/l air dan
disiramkan kesekitar tanaman. Prmupukan tersebut dilakukan pada pagi hari.
b. Penyiangan gulma
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan.
Interval penyiangan disesuaikan dengan kondisi gulma pada polibag.
c. Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 hari sekali dan dilakukan pada pagi hari.
Penyiraman dilakukan sesuai kapasitas lapang.
d. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian pada hama yang menganggu pertumbuhan stek tanaman
anggur dengan cara manual apabila hama tidak bisa dikendalikan secara manual
maka dikendalikan menggunakan insektisida. Pengendalian jamur dilakukan
dengan menggunakan Trichoderma.
3.5 Pengamatan
3.5.1 Variabel Genetik
Variabel genetik yang diamati yaitu jumlah kromosom pada setiap varietas
yang telah diberi perlakuan. Pengamatan jumlah kromosom dilakukan setelah
16
16
kromosom tampak jelas pada mikroskop cahaya, selanjutnya dipotret dan dari hasil
cetakan diperbesar sehingga dapat dihitung kromosomnya.
3.5.2 Variabel Morfologi
Variabel morfologi meliputi:
1. Tinggi tunas (cm)
Pengamatan tinggi tunas diukur dari pangkal tunas sampai titik
tumbuh tunas. Tinggi tunas diamati dengan frekuensi pengamatan 7 hari
sekali, pengamatan dimulai pada 7 hst hingga 56 hst.
2. Diameter tunas (cm)
Pengukuran diameter tunas dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari sekali, pengamatan
dimulai pada 7 hst hingga 56 hst.
3. Jumlah daun baru per tanaman
Pengamatan jumlah daun baru pertanaman dengan cara
menghitung jumlah daun yg mulai muncul dari tunas. Pengamatan jumlah
daun baru pertanaman dilakukan pada saat jeda pemberian kolkhisin
dengan frekuensi pengamatan 7 hari sekali hingga 56 hst.
4. Bentuk daun
Bentuk daun diamati setelah daun pada tanaman membuka
sempurna. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan panduan
Descriptors for Grapevine (Vitis spp.) dari IPGRI.
Gambar 2. Bentuk daun anggur (Vitis vinifera sp.)
Keterangan:
1. Berbentuk hati (cordate)
2. Berbentuk irisan (wedge-shaped)
3. Berbentuk segilima (pentagonal)
17
17
4. Berbentuk bundar (circular)
5. Berbentuk reniform (reniform)
5. Warna daun
Warna daun diamati pada 56 hst, pengamatan warna daun
dilakukan dengan menggunakan Colour Chart.
6. Tebal daun
Pengamatan tebal daun menggunakan jangka sorong, pengamatan
dilakukan pada 7 hst hingga 56 hst.
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
(ANOVA). Data kuantitatif dari hasil analisis ragam terdapat pengaruh nyata dari
perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf
nyata 5%. Data kualititatif dianalisis secara deskriptif. Perhitungan jumlah
kromosom dihitung rata-rata pada setiap perlakuan
18
18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Panjang Tunas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa adanya interaksi antara perlakuan
tingkat konsentrasi kolkhisin dan varietas terhadap rata-rata jumlah daun pada 7
mst (Tabel 2). Grafik rata-rata pertumbuhan panjang tunas dari 2 mst sampai 7 mst
berdasarkan perlakuan tingkat konsentrasi kolkhisin dan varietas dapat dilihat pada
Gambar 3.
Tabel 2. Rata-rata Panjang Tunas (cm) Tanaman Anggur Akibat Interaksi Tingkat
Konsentrasi Kolkhisin dan Varietas pada Pengamatan 7 mst.
Konsentrasi Varietas
Jestro Ag60 Jestro Ag5 Jestro Ag45
Kontrol 3,89 cd 2,39 b 4,07 d
0,25% 4,76 e 2,59 b 4,77 e
0,35% 2,67 bc 2,37 b 2,78 bc
0,45% 3,26 c 1,41 a 2,56 b
BNT 5% 0,65 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%, tn = tidak berbeda nyata,
mst = minggu setelah tanam.
Data Tabel 2 menunjukkan bahwa pada umur 7 mst terdapat interaksi antara
tingkat konsentrasi kolkhisin dan varietas terhadap panjang tunas tanaman anggur.
Tanaman anggur varietas Jestro Ag60 dengan perlakuan konsentrasi kolkhisin
0,25% menunjukkan nilai beda nyata dengan perlakuan konsentrasi lain. Nilai rata-
rata panjang tunas tertinggi terdapat pada konsentrasi 0,25% pada varietas Jestro
Ag45 yaitu 4,77 cm dan menunjukkan nilai beda nyata dengan perlakuan
konsentrasi lain. Pada varietas Jestro Ag5 terjadi perbedaan nyata pada konsentrasi
0,45% dan menunjukkan nilai rata-rata terendah dibandingkan perlakuan lain.
Sehingga diketahui bahwa pemberian kolkhisin dengan konsentrasi 0,25%
meningkatkan nilai rata-rata panjang tunas tanaman anggur.
19
19
Gambar 3. Grafik Rata-rata Panjang Tunas (cm). a. Rata-rata panjang tunas (cm)
berdasarkan tingkat konsentrasi kolkhisin. b. Rata-rata panjang tunas
(cm) 3 varietas anggur. c. Rata-rata panjang tunas (cm) 3 varietas
anggur pada 0% (kontrol).
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta p
anja
ng t
unas
(cm
)
Waktu pengamatan (MST)
Kontrol
0.25%
0.35%
0.45%
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta p
anja
ng t
unas
(cm
)
Waktu pengamatan (MST)
Jestro Ag60
Jestro Ag5
Jestro Ag45
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta p
anja
ng t
unas
(cm
)
Waktu pengamatan (MST)
Jestro Ag60
Jestro Ag5
Jestro Ag45
a
b
c
20
20
Berdasarkan Gambar 3 (a) dapat diketahui bahwa grafik pertumbuhan
panjang tunas terbaik terdapat pada tanaman anggur dengan perlakuan konsentrasi
kolkhisin 0,25% sedangkan pertumbuhan panjang tunas terendah terdapat pada
tanaman dengan perlakuan konsentrasi kolkhisin 0,45%. Dapat dilihat pada grafik
pola pertumbuhan bahwa setiap minggunnya tanaman anggur mengalami
peningkatan pada masing-masing konsentrasi. Tanaman anggur yang menunjukan
peningkatan pertumbuhan tertinggi setiap minggunya adalah tanaman dengan
perlakuan kontrol dan perlakuan konsentrasi kolkhisin 0,25% namun pada
konsentrasi 0,35% dan 0,45% menunjukkan pola pertumbuhan pajang tunas yang
terendah (Gambar 3.a).
Gambar 3 (b) dapat dilihat bahwa varietas Jestro Ag60 dan Jestro Ag45
merupakan varietas yang memiliki pertumbuhan panjang tunas tertinggi, sedangkan
varietas Jestro Ag5 mengalami penghambatan panjang tunas akibat pemberian
kolkhisin. Gambar 3 (c) dapat dilihat bahwa varietas Jestro Ag45 menunjukkan
pertumbuhan panjang tunas tertinggi dibanding varietas lain pada 0% (kontrol),
sedangkan varietas Jestro Ag5 menunjukkan pertumbuhan panjang tunas terendah.
4.1.2 Jumlah Daun
Hasil analisis ragam rata-rata jumlah daun anggur pada 7 mst menunjukkan
adanya interaksi antara tingkat konsentrasi kolkhisin dengan varietas. Grafik pola
pertambahan jumlah daun dari 2 mst sampai 7 mst berdasarkan tingkat konsentrasi
kolkhisin dan varietas dapat dilihat pada Gambar 4.
Tanaman anggur pada umur 7 mst terdapat interaksi antara tingkat
konsentrasi kolkhisin dan varietas terhadap jumlah daun tanaman anggur.
Perlakuan konsentrasi 0,25% menunjukkan hasil rata-rata jumlah daun tertinggi
pada varietas Jestro Ag60 dengan nilai 3,22 helai sedangkan nilai rata-rata jumlah
daun terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi kolkhisin 0,45% pada varietas
Jestro Ag5 yaitu dengan nilai 1,33 helai. Berdasarkan analisis ragam diketahui
bahwa tingkat konsentrasi kolkhisin 0,25% pada vaerietas Jestro Ag60
menunjukkan nilai beda nyata dengan konsentrasi kolkhisin 0,35% dan 0,45%.
Selanjutnya pada varietas Jestro Ag5 terjadi pengaruh nyata pada konsentrasi
kontrol, 0,25% dengan 0,35%, 0,45%. Dengan demikian diketahui bahwa
21
21
pemberian kolkhisin dengan konsentrasi 0,25% meningkatkan nilai rata-rata jumlah
daun pada tiga varietas anggur yang diuji.
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Anggur Akibat Inetraksi Tingkat
Konsentrasi Kolkhisin dan Varietas pada Pengamatan 7 mst.
Konsentrasi Varietas
Jestro Ag60 Jestro Ag5 Jestro Ag45
Kontrol 2,44 bc 2,44 bc 2,44 bc
0,25% 3,22 c 2,87 c 3,13 c
0,35% 1,67 ab 1,33 a 2,67 c
0,45% 2,00 b 1,33 a 2,33 bc
BNT 5% 0,62 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%, tn = tidak berbeda nyata,
mst = minggu setelah tanam.
Berdasarkan Gambar 4 (a) dapat diketahui bahwa grafik pertambahan
jumlah daun terbaik terdapat pada tanaman anggur dengan perlakuan konsentrasi
kolkhisin 0,25% pada 7 mst sedangkan pertambahan jumah daun terendah terdapat
pada tanaman dengan perlakuan konsentrasi kolkhisin 0,35 dan 0,45% pada 7 mst.
Dapat dilihat pada grafik pola pertumbuhan bahwa pada minggu ke 3 dan 4 tanaman
anggur dengan pemberian konsentrasi 0,25% memiliki nilai rata-rata pertambahan
jumlah daun yang lebh rendah dibandingkan kontrol, namun pada minggu ke 5
sampai 7 dengan pemberian kolkhisin dengan konsentrasi 0,25% mengalami
peningkatan yang signifikan.
Gambar 3 (b) dapat dilihat bahwa varietas Jestro Ag60 dan Jestro Ag5 tidak
mengalami pertambahan jumlah daun pada minggu ke 3 sampai minggu ke 7,
sedangkan pada varietas Jestro Ag45 terus mengalami pertambahan jumlah daun
akibat pemberian kolkhisin. Gambar 4 (c) dapat dilihat bahwa pada minggu ke 4
hingga 7 semua varietas tidak mengalami pertambahan jumlah daun. Pada Jestro
Ag60 menunjukkan jumlah daun terbanyak dibanding varietas lain pada 0%
(kontrol), sedangkan varietas Jestro Ag5 menunjukkan jumlah daun terendah.
22
22
Gambar 4. Grafik Rata-rata Jumlah Daun. a. Rata-rata jumlah daun berdasarkan
tingkat konsentrasi kolkhisin. b. Rata-rata jumlah daun 3 varietas
anggur. c. Rata-rata jumlah daun 3 varietas anggur pada 0% (kontrol).
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta j
um
lah d
aun
Waktu pengamatan (MST)
Kontrol
0.25%
0.35%
0.45%
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta j
um
lah d
aun
Waktu pengamatan (MST)
Jestro Ag60
Jestro Ag5
Jestro Ag45
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta j
um
lah d
aun
Waktu pengamatan (MST)
Jestro Ag60
Jestro Ag5
Jestro Ag45
a
b
c
23
23
4.1.3 Diameter Tunas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa adanya interaksi antara tingkat
konsentrasi kolkhisin dan varietas terhadap nilai rata-rata diameter tunas tanaman
anggur pada umur 7 mst. Nilai rata-rata diameter tunas dapat dilihat pada Tabel 4.
Grafik pola pertumbuhan diameter tunas dari 2 mst sampai 7 mst dapat dilihat pada
Gambar 5.
Tabel 4. Rata-rata Diameter Tunas (mm) Tanaman Anggur Akibat Interaksi Tingkat
Konsentrasi Kolkhisin dan Varietas pada Pengamatan 7 mst.
Konsentrasi Varietas
Jestro Ag60 Jestro Ag5 Jestro Ag45
Kontrol 0,94 ab 1,22 ab 1,81 c
0,25% 1,70 c 1,09 ab 1,48 bc
0,35% 1,07 ab 1,01 ab 1,27 b
0,45% 1,43 bc 0,8 a 1,29 bc
BNT 5% 0,41 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%, tn = tidak berbeda nyata,
mst = minggu setelah tanam.
Berdasarkan analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan tingkat
konsentrasi kolkhisin dengan varietas memberikan pengaruh nyata terhadap nilai
rata-rata diameter tunas. Nilai rata-rata diameter tunas tertinggi terdapat pada
kontrol dengan varietas Jestro Ag45 yaitu 1,81 mm, sedangkan nilai rata-rata
diameter tunas terendah pada konsentrasi 0,45% dengan varietas Jestro Ag5 yaitu
0,80 mm. Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa adanya perbedaan nyata pada
perlakuan konsentrasi 0,25% dengan perlakuan kontrol, dan 0,35% pada varietas
Jestro Ag60, selanjutnya pada varietas Jestro Ag5 tidak terdapat perbedaan nyata
pada semua tingkat konsentrasi kolkhisin terhadap diameter tunas tanaman anggur,
pada varietas Jestro Ag45 menunjukkan perbedaan nyata pada perlakuan kontrol
dengan perlakuan 0,35%.
24
24
Gambar 5. Grafik Rata-rata diameter tunas (mm). a. Rata-rata diameter tunas (mm)
berdasarkan tingkat konsentrasi kolkhisin. b. Rata-rata diameter tunas
(mm) 3 varietas anggur. c. Rata-rata diameter tunas (mm) 3 varietas
anggur pada 0% (kontrol).
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta d
iam
eter
tunas
(m
m)
Waktu pengamatan (MST)
Kontrol
0.25%
0.35%
0.45%
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta d
iam
eter
tunas
(m
m)
Waktu pengamatan (MST)
Jestro Ag60
Jestro Ag5
Jestro Ag45
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta d
iam
eter
tunas
(m
m)
Waktu pengamatan (MST)
Jestro Ag60
Jestro Ag5
Jestro Ag45
a
b
c
25
25
Gambar 5 (a) menunjukkan grafik rata-rata diameter tunas tertinggi yaitu
konsentrasi 0,25% pada minggu ke 2 sampai minggu ke 7, namun pada minggu ke
3 sampai minggu ke 5 tidak menunjukkan pertambahan diameter tunas. Pada
perlakuan kontrol dan 0,35% pada minggu ke 2 sampai minggu ke 7 tidak
mengalami pertambahan diameter tunas yang berarti, sehingga pada perlakukan
0,35% menunjukkan nilai rata-rata diameter tunas terendah, sedangkan pada
konsentrasi 0,45% terjadi pertambahan diameter tunas pada setiap minggunya.
Gambar 5 (b) dapat dilihat bahwa rata-rata diameter tunas pada varietas
Jestro Ag60 dan Jestro Ag5 juga cenderung menunjukkan grafik pertambahan
diameter tunas yang konstan. Sedangkan pada varietas Jestro Ag45 mengalami
peningkatan pada minggu ke 4 sampai minggu ke 7. Gambar 5 (c) dapat dilihat
bahwa varietas Jestro Ag45 menunjukkan nilai diameter tunas tertinggi dibanding
varietas lain pada 0% (kontrol), sedangkan varietas Jestro Ag5 menunjukkan nilai
diameter tunas terendah.
4.1.4 Tebal Daun
Berdasarkan analisis ragam nilai rata-rata tebal daun tanaman anggur pada
umur 7 mst menujukkan tidak ada interaksi antara perlakuan tingkat konsentrasi
kolkhisin dengan varietas. Secara terpisah perlakuan tingkat konsentrasi kolkhisin
menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap tebal daun anggur pada umur 7 mst
(Tabel 5).
Tabel 5. Rata-rata Tebal Daun (mm) Tanaman Anggur Akibat Perlakuan Tingkat
Konsentrasi Kolkhisin dan Varietas pada Pengamatan 7 mst.
Perlakuan Rata-rata
Kontrol 0,17 b
0,25% 0,16 ab
0,35% 0,13 a
0,45% 0,18 b
BNT 5% 0,04
Jestri Ag60 0,16
Jestro Ag5 0,14
Jestro Ag45 0,18
BNT 5% tn
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%, tn = tidak berbeda nyata, mst = minggu
setelah tanam.
26
26
Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan tingkat konsentrasi kolkhisin
menunjukan hasil yang berbeda nyata. Nilai rata-rata tebal daun tertinggi
ditunjukan oleh konsentrasi 0,45% yaitu dengan nilai rata-rata 0,18 mm, sedangkan
nilai rata-rata terendah yaitu 0,13 mm pada konsentrasi 0,35%. Pada konsentrasi
0,35% memberikan hasil yang nyata dengan perlakuan kontrol dan 0,45%. Tabel 5
menunjukkan perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tebal
daun. Nilai rata-rata tebal daun tertinggi ditunjukkan oleh varietas Jestro Ag45 yaitu
0.18 mm, sedangkan nilai rata-rata tebal daun terendah ditunjukkan oleh vaeriatas
Jestro Ag5 yaitu 0,14 mm.
Bedasarkan Gambar 6 (a) dapat dilihat bahwa tanaman anggur perlakuan
kontrol, konsentrasi kolhisin 0,25%, dan 0,35% pada minggu ke 2 sampai minggu
ke 7 tidak menunjukkan pertambahan rata-rata tebal daun. Sedangkan pada tanaman
dengan perlakuan konsentrasi konkhisin 0,45% tidak mengalami peningkatan tebal
daun pada minggu ke 2 sampai minggu ke 4, selanjutnya pada minggu ke 5 sampai
minggu ke 7 mengalami peningkatan.
Gambar 6 (b) menunjukan bahwan pada minggu ke 2 sampai minggu ke 7
varietas Jestro Ag60 dan Jestro Ag5 tidak menglami peningkatan tebal daun yang
signifikan, grafik yang ditunjukan nilai rata-rata konstan. Varietas Jestro Ag45
terlihat adanyanya peningkatan tebal daun yang signifikan pada minggu ke 4
sampai minggu ke 7. Gambar 6 (c) dapat dilihat bahwa pada minggu ke 2 hingga 7
varietas Jestro Ag60 dan Jestro Ag5 tidak mengalami peningkatan tebal daun. Pada
Jestro Ag45 menunjukkan nilai tebal daun tertinggi dibanding varietas lain pada
0% (kontrol), sedangkan varietas Jestro Ag5 menunjukkan nilai tebal daun
terendah.
27
27
Gambar 6. Grafik Rata-rata Tebal Daun (mm). a. Rata-rata tebal daun (mm)
berdasarkan tingkat konsentrasi kolkhisin. b. Rata-rata tebal daun (mm)
3 varietas anggur. c. Rata-rata tebal daun (mm) 3 varietas anggur pada
0% (kontrol).
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta t
ebal
dau
n (
mm
)
Waktu Pengamatan (MST)
Kontrol
0.25%
0.35%
0.45%
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta t
ebal
dau
n (
mm
)
Waktu Pengamatan (MST)
Jestro Ag60
Jestro Ag5
Jestro Ag45
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
0.14
0.16
0.18
0.20
0 1 2 3 4 5 6 7
Rat
a-ra
ta t
ebal
dau
n (
mm
)
Waktu pengamatan (MST)
Jestro Ag60
Jestro Ag5
Jestro Ag45
a
b
c
28
28
4.1.5 Bentuk Daun
Pengamatan bentuk daun dapat dilakukan dengan cara membandingkan
bentuk daun tanaman anggur dengan menggunakan Descriptors of Grapevine (Vitis
spp.) dari IPGRI. Bentuk daun tanaman anggur pada perlakuan kontrol varietas
Jestro Ag60 dapat dilihat bahwa bentuk daunnya adalah berbentuk segilima
(pentagonal), varietas Jestro Ag5 berbentuk irisan (wedge-shaped), dan varietas
Jestro Ag45 berbentuk bundar (circular). Bentuk daun pada semua tingkat
konsentrasi kolkhisin tidak terdapat perubahan bentuk daun pada setiap varietas
akibat perlakuan kolkhisin. Berdasarkan hasil pengamatan bentuk daun tanaman
anggur dapat dilihat bahwa pada setiap perlakuan tidak mengakibatkan perubahan
bentuk daun pada semua varietas. Hasil pengamatan bentuk daun dapat dilihat pada
Gambar 7.
b.
K0V1 K0V2 K0V3 a.
29
29
Gambar 7. Kenampakan Bentuk Daun Tanaman Anggur. a. Bentuk daun pada
perlakukan konsentrasi kolkhisin 0% (kontrol), b. Bentuk daun pada
perlakukan konsentrasi kolkhisin 0,25%, c. Bentuk daun pada
perlakukan konsentrasi kolkhisin 0,35%, d. Bentuk daun pada
perlakukan konsentrasi kolkhisin 0,45%
4.1.6 Warna Daun
Pengamatan warna daun dilakukan dengan menggunakan Colour Chart.
Berdasarkan pengamatan karakter kualitatif warna daun menunjukkan bahwa
pemberian kolkhisin dengan beberapa tingkat konsentrasi menunjukan warna daun
yang berbeda beda pada setiap konsentrasinya. Variabel warna daun dapat diketahui
bahwa pada setiap perlakuan yang diberikan pada setiap varietas dapat memberikan
perubahan warna daun. Warna daun yang lebih tua ditunjukkan oleh pemberian
kolkhisin dengan konsentrasi 0,45%. Perbedaan warna daun tersebut dapat
dilakukan dengan observasi visual yang selanjutnya warna dibandingkan dengan
c.
d.
30
30
uji pembanding menggunakan Pantone colour chart. Hasil dari perbandingan warna
tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Warna Daun pada 7 mst.
No. Perlakuan Warna Daun Keterangan
1. K0V1
PANTONE 18-0135
TPX
Treetop
2. K0V2
PANTONE 18-0130
TPX
Cactus
3. K0V3
PANTONE 18-0135
TPX
Treetop
4. K1V1
PANTONE 18-0135
TPX
Treetop
31
31
5. K1V2
PANTONE 19-0230
TPX
Garden Green
6. K1V3
PANTONE 18-0119
TPX
Willow Bough
7. K2V1
PANTONE 18-0108
TPX
Dill
8. K2V2
PANTONE 19-0230
TPX
Garden Green
9. K2V3
PANTONE 18-0108
TPX
Dill
32
32
10. K3V1
PANTONE 19-0230
TPX
Garden Green
11. K3V2
PANTONE 19-0230
TPX
Garden Green
12. K3V3
PANTONE 18-0108
TPX
Dill
Keterangan: K0 = kontrol, K1 = konsentrasi 0,25%, K2 = konsentrasi 0,35%, K3 = konsentrasi
0,45%, V1 = varietas Jestro Ag60, V2 = varietas Jestro Ag5, dan V3 = varietas Jestro
Ag45.
4.1.7 Jumlah Kromosom
Berdasarkan hasil perhitungan kromosom dengan sampel daun muda yang
diamati pada mikrosop binokuler “Olympus BX51” didapatkan bahwa pada semua
tingkat konsentrasi kolkhisin tidak menyebabkan penggandaan kromosom. Data
hasil perhitungan jumlah kromosom dapat dilihat pada Tabel 7, dan secara visual
gambar kromosom dapat dilihat pada Gambar 8.
33
33
Tabel 7. Jumlah Kromosom Anggur (Vitis vinifera) pada Berbagai Kombinasi
Perlakuan.
Perlakuan Jumlah Kromosom
K0V1 19
K0V2 20
K0V3 19
K1V1 19
K1V2 20
K1V3 19
K2V1 19
K2V2 20
K2V3 19
K3V1 19
K3V2 20
K3V3 19
Keterangan: K0 = kontrol, K1 = konsentrasi 0,25%, K2 = konsentrasi 0,35%, K3 = konsentrasi
0,45%, V1 = varietas Jestro Ag60, V2 = varietas Jestro Ag5, dan V3 = varietas Jestro
Ag45.
Gambar 8. Kenampakan Visual Kromosom Tanaman Anggur. a. Varietas Jestro
Ag60, b. Varietas Jestro Ag5, dan c. Varietas Jestro Ag45.
4.2 Pembahasan
Kolkhisin merupakan salah satu mutagen kimia yang sudah sering
digunakan dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Kolkhisin dapat menyebabkan
terjadinya poliploidi dimana organisme memiliki tiga set atau lebih kromosom
dalam sel-selnya. Kolkhisin dapat menghambat benang spindle pada fase mitosis,
sehingga kromosom tetap didalam sel (Ariyanto dan Supriyadi, 2011). Kolkhisin
yang diberikan dengan konsentrasi tinggi maka akan mengakibatkan struktur
kromosom dalam sel menjadi menggumpal dan mengkerut (Gultom, 2016). Sel-sel
pada tanaman poliploidi biasanya lebih besar dari tanaman normal pada umumnya.
Hal ini dapat meningkatkan produktivitas dibanding tanaman yang tidak
a. b. c.
34
34
mengalami poliploidi. Tanaman poliploidi juga memiliki pertumbuhan yang cepat.
Kolkhisin diaplikasikasikan pada bagian tanaman yang sedang mengalami
pembelahan yaitu pada benih, kecambah, ujung batang tanaman, dan tunas
(Sirojuddin et al., 2017).
4.2.1 Pengaruh Kolkhisin Terhadap Fenotipe Varietas Anggur
Pada penelitian ini perlakuan konsentrasi kolkhisin dan varietas anggur
yang memberikan interaksi ditunjukkan pada variebel pengamatan kuantitatif
diantaranya panjang tunas, jumlah daun, dan diameter tunas pada 7 MST.
Sedangkan pada variabel pengamatan tebal daun tidak menunjukkan adanya
interaksi, melainkan hanya pengaruh nyata dari setiap perlakuan yang diberikan.
Pada variabel pengamatan kualitatif seperti bentuk daun tidak terdapat perubahan
bentuk daun setelah diberikan perlkuan sedangkan pada warna daun memberikan
pengaruh yang bervariasi.
a. Panjang Tunas
Berdasarkan analisis ragam pada variabel pengamatan panjang tunas
terdapat interaksi nyata dari 2 faktor. Perlakuan konsentrasi 0,25% dengan varietas
Jestro Ag45 menunjukkan nilai rata-rata panjang tunas tertinggi, sedangkan
perlakuan konsentrasi 0,45% dengan varietas Jestro Ag5 merupakan nilai rata-rata
panjang tunas terendah. Pada Gambar 3 (a) dapat dilihat bahwa dengan pemberian
konsentrasi 0,25% dapat meningkatkan panjang tunas namun pada konsentrasi
0,35% dan 0,45% peningkatan panjang tunas menjadi terhambat. Menurut
Yudiwanti et al. (2016) ukuran sel tanaman poliploid membesar, namun jumlahnya
berkurang. Membesarnya ukuran sel dapat mengakibatkan efisiensi metabolisme
tanaman menurun, sehingga pertumbuhannya terhambat. Dalam penelitian ini
diduga pada konsentrasi kolkhisin 0,45% pertumbuhan tanaman anggur menjadi
terhambat karena konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi tertinggi dalam
perlakuan. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian As’adah
(2016) yang menyatakan bahwa pada konsentrasi 1% dengan pengaplikasian
dengan cara ditetes menghasilkan tinggi tanaman zaitun yang lebih tinggi dibanding
konsentrasi lainnya. Sirojuddin (2017) menyatakan bahwa kolkhisin dapat
mempengaruhi morfologi tanaman sehingga tanaman dapat menjadi lebih kekar,
35
35
dan dapat terjadi peningkatan bahan-bahan organik dalam sel. Pada dasarnya setiap
tanaman mempunyai respon yang berbeda beda tergantung jenis dan organ yang
diberi perlakuan. Pemberian kolkhisin dengan konsentrasi tinggi justru dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.
b. Jumlah Daun
Pada variabel pengamatan jumlah daun dapat diketahui bahwa perlakuan
konsentrasi 0,25% menunjukkan hasil rata-rata jumlah daun tertinggi dengan nilai
3,22 helai. Sedangkan pemberian kolkhisin dengan konsentrasi 0,35%, dan 0,45%
membuat pertambahan jumlah daun menjadi terhambat, hal tersebut ditunjukkan
dengan hasil nilai rata-rata jumlah daun anggur pada konsentrasi 0,35%, dan 0,45%
merupakan nilai rata-rata terendah yaitu dengan nilai 1,33 helai pada 7 mst. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Rahayu et al. (2013) yaitu pemberian kolkhisin
pada tanaman sampai dosisi tertentu dapat menyebabkan penambahan ukuran
tanaman, namun peningkatan dosis yang diberikan pada tanaman melebihi
kemampuan sel beradaptasi dengan kolkhisin yang dapat menghambat mitosis sel
dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan sel, sehingga dapat menyebabkan
pertumbuhan terhambat. Mahyuni (2015) menambahkan bahwa pemberian
kolkhisin berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman binahong pada 2-5
MST. Ketidaksesuain dosis yang diberikan pada tanaman justru akan berpengaruh
menekan pertambahan daun sehingga akan menurunkan jumlah daun.
c. Diameter Tunas
Berdasarkan analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan tingkat
konsentrasi kolkhisin dengan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap
nilai rata-rata diameter tunas. Nilai rata-rata diameter tunas tertinggi pada
konsentrasi 0,25% varietas Jestro Ag60 yaitu 1,70 mm, sedangkan nilai rata-rata
diameter tunas terendah pada konsentrasi 0,45% varietas Jestro Ag5 yaitu 0,80 mm.
hal ini sesuai dengan penelitian Surojuddin (2017) yang menyatakan bahwa
pemberian kolkhisin dengan konsentrasi 0,25% dan perendaaman selama 1 jam
memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tunas tanaman zaitun.
Menurut Hannweg (2015) pemberian kolkhisin terkadang terdapat ketidaksesuaian
pada tanaman yang diinduksi, semakin tinggi dosis yang diberikan maka akan
36
36
menghambat pertumbuhan. Sehingga pada setiap tanaman diperlukan konsentrasi
kolkhisin yang tepat dan metode yang efektif agar dapat memperbaiki sifat
berdasarkan sifat morfologi.
d. Tebal Daun
Berdasarkan analisis ragam nilai rata-rata tebal daun tanaman anggur pada
umur 7 mst menujukkan tidak ada interaksi yang nyata antara perlakuan tingkat
konsentrasi kolkhisin dengan varietas. Nilai rata-rata tebal daun tertinggi
ditunjukkan oleh varietas Jestro Ag45 yaitu 0,18 mm, sedangkan nilai rata-rata tebal
daun terendah ditunjukkan oleh vaeriatas Jestro Ag5 yaitu 0,14 mm. Secara terpisah
perlakuan tingkat konsentrasi kolkhisin menunjukan hasil yang berbeda nyata. Nilai
rata-rata tebal daun tertinggi ditunjukan oleh konsentrasi 0,45% yaitu dengan nilai
rata-rata 0,18 mm, sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 0,13 mm pada
konsentrasi 0,35%. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa pada tanaman dengan
konsentrasi tertinggi menyebabkan ketebalan daun semakin besar. Hartati (1999)
menyatakan bahwa semakin tebal daun, maka kandungan krolofil menjadi semakin
banyak. Tebal daun yang semakin tebal disebabkan jumlah sel pada daun lebih
banyak, sehingga jumlah krolofil semakin banyak pula. Dengan demikian semakin
tingginya jumlah krolofil, maka laju fotosintesis juga semakin tinggi, menyebabkan
tanaman menghasilkan fotosintat yang lebih banyak sehingga menyebabkan
penebalan daun.
e. Bentuk Daun
Struktur daun tanaman anggur terdiri dari helaian daun, tangkai daun dan
sepasang daun penumpu. Daun anggur merupakan jenis daun tunggal. Daun tunggal
yaitu satu helai daun pada satu tangkai daun, tersusun berseling (alternate)
(Ningsih, 2015). Daun anggur memiliki beberapa bentuk yaitu berbentuk hati
(cordate), berbentuk irisan (wedge-shaped), berbentuk segilima (pentagonal),
berbentuk bundar (circular), dan berbentuk reniform (reniform) (Descriptors of
Grapevine (Vitis spp.), 1997). Ukuran daun anggur umumnya 10-16 cm, lebar 8-14
cm, helaian daun tipis, pangkal belekuk, ujung daun meruncing, daun-daun anggur
bertulang menjari, tepi daun bergerigi runcing dan tepi daun berlekuk, biasanya
memiliki 5 lekukan, permukaan berbulu. Bentuk daun tanaman anggur varietas
37
37
Jestro Ag60 dapat dilihat bahwa bentuk daunnya adalah berbentuk segilima
(pentagonal), varietas Jestro Ag5 berbentuk irisan (wedge-shaped), dan varietas
Jestro Ag45 berbentuk bundar (circular). Berdasrkan hasil pengamatan bentuk
daun tanaman anggur dapat dilihat bahwa dengan beberapa tingkat konsentrasi
kolkhisin tidak merubah bentuk daun pada setiap varietas. Karakter bentuk daun
merupakan karakter kualitatif. Menurut Nugroho et al. (2013) menyatakan bahwa
pada karakter kualitatif umumnya dicirikan dengan sebaran fentipnya diskontinu
yang dikendalikan oleh gen monogenik atau oligogenik.
f. Warna Daun
Berdasarkan hasil pengamatan warna daun dengan menggunakan color
chart dapat dilihat bahwa rata-rata warna daun yang dihassilkan yaitu Pantone 19-
0230 TPX Garden Green. Pada semua varietas dengan perlakuan konsentrasi
kolkhisin 0,45% menghasilkan warna yang lebih mencolok dibandingkan dengan
varietas lain dengan perlakuan kontrol, 0,25%, dan 0,35%. Warna daun yang
dihasilkan dapat dijadikan indikator bahwa tanaman tersebut merupakan tanaman
poliploid. Tanaman poliploid menghasilkan warna daun yang lebih pekat dan lebih
hijau, hal tersebut dikarenakan adanya perubahan morfologi yang abnormal selama
proses mutagenesin (Rahayu et al., 2015). Menurut Aili (2016) menyatakan bahwa
tanaman poliploid memiliki ukuran sel yang lebih besar sehingga menghasilkan
ukuran stomata yang lebih besar pula, ukuran stomata yang lebih besar membuat
kloroplas pada sel penjaga menjadi lebih banyak dan menyebabkan tanaman
memiliki warna daun lebih tua. Aili (2016) menambahkan bahwa perbedaan warna
daun pada tanaman juga dapat disebabkan oleh intensitas cahaya matahari,
kandungan klorofil, dan kandungan unsur N. Jika tanaman lebih banyak menerima
sinar matahari maka menyebabkan klorofil berkurang sehingga dapat mengurangi
kepekatan warna daun dan kepekaan setiap tanaman berbeda terhadap perlakuan
kolkhisin.
4.2.2 Pengaruh Kolkhisin Terhadap Jumlah Kromosom Varietas Anggur
Dari hasil pengamatan jumlah kromosom pada mikroskop dan pada
computer diketahui bahwa perlakuan konsentrasi kolkhisin belum mampu
menambah jumlah kromosom anggur. Pada umumnya kolkhisin yang diaplikasikan
38
38
pada tanaman akan bekerja dengan efektif pada konsentrasi 0,01%-1,00% (Gultom,
2016). Hasil yang memuaskan bergantung pada konsentrasi bahan kimia yang
diaplikasikan, lama perlakuan, suhu, pH larutan mutagenik dan kadar air mutan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi efektifitas mutagen kimia adalah cara
pengaplikasian pada tanaman serta mengetahui fase yang tepat pada saat
pengaplikasian. Sel-sel tumbuhan umumnya tahan terhadap konsentrasi kolkhisin
yang relatif kuat. Substansi kolkhisin cepat mengadakan difusi kedalam jaringan
tanaman dan kemudian disebarluaskan ke berbagai bagian tubuh tanaman melalui
jaringan pengangkut. Berbagai percobaan menunjukkan bahwa penggunaan
kolkhisin dapat membuat tanaman menjadi poliploid, namun demikian perlu dicari
konsentrasi optimum yang dapat menghasilkan persentase yang paling tinggi dari
sel-sel yang mengalami perubahan menjadi poliploid.
Menurut Ariyanto (2011) kolkhisin merupakan mutagen kimia apabila
diaplikasikan pada titik tumbuh tanaman akan menghambat terbentuknya benang-
benang mikrotubuli dari gelondong inti. Menurut As’adah et al. (2011) menyatakan
bahwa proses poliploidisasi yang telah dipengaruhi kolkhisin dimulai dengan
terhambatnya pembentukan benang-benang mikrotubuli pada tahap profase,
sehingga pemisahan kromosom yang menandai perpindahan dari tahap metaphase
ke anafase tidak berlangsung. Pemisahan kromosom menjadi terhambat dan
menghambat terbentuknya dinding sel baru. Tanpa benag spindel dinding pemisah
gagal terbentuk kromosom duplikatnya tetap berada di dalam satu sel yang sama
sehingga mengakibatkan jumlah kromosom dalam sel tersebut menjadi berlipat
ganda. Bedasarkan hasil penelitian Suminah (2002) bahwa ditemukan penambahan
jumlah kromosom aeuploid yang menyebabkan sel-sel menjadi poliploid pada
tanaman bawang merah akibat pemberian kolkhisin 1%.Tanaman poliploid akan
mengalami peningkatan jumlah kromosom dalam selnya. Peningkatan jumlah
kromosom dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas gen yang berfungsi
mengatur berbagai metabolisme dalam sel termasuk sintesis protein sehingga
mengakibatkan peningkatan produksi hormone-hormon pertumbuhn sehingga
dapat memacu pertumbuhan tanaman (Syaifudin et al., 2013).
Aristya (2014) menyatakan bahwa ciri-ciri tanaman poliploid umumnya
mempunyai jumlah kromosom lebih banyak dari pada tanaman diploid sehingga
39
39
biasanya tanaman kelihatan lebih kekar, bagian-bagian tanaman lebih besar (akar,
batang, daun, bunga, buah). Pada penelitian ini justru dengan pemberian kolkhisin
dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat. Hannweg (2015) juga menambahkan bahwa morfologi dari tanaman
poliploid memililiki ukuran sel yang lebih besar. Ukuran sel yang lebih besar
menunjukkan bahwa tanaman poliploid memiliki morfologi yang lebih kuat, lebih
tinggi, menghasilkan bunga dan biji lebih besar.
40
40
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tingkat konsentrasi kolkhisin 0,25%, 0,35%, dan 0,45% berpengaruh
terhadap fenotipe tanaman anggur. Pada konsentrasi 0,25% kolkhisin
meningkatkan pertumbuhan tanaman anggur seperti tinggi tunas, diameter tunas,
dan jumlah daun, sedangkan konsentrasi 0,35% dan 0,45% menghambat
pertumbuhan tanaman anggur. Pemberian kolkhisin berpengaruh terhadap
morfologi daun seperti tebal daun, dan warna daun, sedangkan pada variabel
pegamatan bentuk daun pemberian kolkhisin tidak memberikan pengaruh.
Perlakuan kolkhisin tidak berpengaruh terhadap jumlah kromosom atau tidak
menghasilkan tanaman poliploid.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan melakukan metode lain seperti
perendaman pada akar dan kombinasi (perendaman pada akar dan penetesan pada
tunas) serta perlu dilakukan analisis kroloplas untuk variasi genetik tanaman
anggur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif khususnya untuk meningkatkan
produktivitas tanaman anggur.
41
41
DAFTAR PUSTAKA
Aili, E. N., Respatijarti, dan A. N. Sugiharto. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkisin
Terhadap Penampilan Fenotip Galur Inbrida Jagung Pakan (Zea Mays L.)
Pada Fase Pertumbuhan Vegetatif. Jurnal Produksi Tanaman. 4(5):370-
377.
Aristya, G. R. 2014. Optimalisasi Induksi Poliploid Pada Tanaman Stroberi
(Fragaria spp “FESTIVAL” dan CALIFORNICA). Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pemerintah Daerah DIY. 6(10):77.
Ariyanto, S. E dan P. Supriyadi. 2011. Pengaruh Kolkhisin Terhadap Fenotipe dan
Jumlah Kromosom Jahe (Zingiber officinale Rosc.). ISSN:1979-6870.
As’adah, M., T. Rahayu, dan A. Hayati. 2016. Pengaruh Pemberian Berbagai
Konsentrasi Kolkisin dan Lama Perendaman terhadap Respon Fenotipik
Zaitun (Olea europaea L.). E-Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS
(BIOSCIENCE-TROPIC). 2(1):46-52.
Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Anggur secara Nasional.
(www.bps.go.id) dilihat : 10 Januari 2017.
Cahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun Anggur Lokal dan Impor. Pustaka Mina.
Jakarta.
Chen, W. H., C. Y. Tang, and Y.L. Kao. 2009. Ploidydoubling by In vitro Culture
of Excised Protocorms or Protocorm Like Bodies in Phaleonopsis species.
Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 98:229-238.
Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Lilik Kusdiarti,
Penyunting Sutarso. Cetakan ke 5. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. pp.491.
Dermen, H. 2008. Colchicine Polyploidy and Technique. Bureau of Plant Industry,
US. Horticultural Station. Beltsville. 11(6):595-635.
Escadon, A. S., J. C. Hagiwara, L. M. Alderede. 2006. A New of Bacopa Monnieri
Obtained by In Vitro Polyploidization. Electronic J. Biotech. 9:181-186.
Escand, A..S., I. Miyajima, M. Alderete, J.C. Hagiwara, G. Facciuto, D. Mata, S.M.
Soto. 2005. Wild Ornamental Germplasm Exploration and Domestication
Based On Biotechnological approaches. In Vitro Kolkhisin Treatment to
Obtain a New Cultivar of Scoparia Montevidiensis. Electron. Jurnal of
Biotechnology 8 (2): 205-211.
Gultom, T. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkhisin Terhadap Jumlah Kromosom
Bawang Putih (Allium sativum) Lokal Kultivar Doulu. Jurnal Biosains.
2(3):169.
Hannweg, K. F. 2015. Induced Polyploidy As A Tool For The Development Of
Novel South African Indigenous Crops. Thesis. University of KwaZulu-
Natal. p. 16.
Herawati, M. M., E. Pudjihartanti, S. Pramono, E. Sulistyaningsih, dan A.
Purwantoro. 2015. Obtaining Artemisia cina Polyploidy Through Plant
Growth Regulator Treatment In Shoot Culture. Agrivita. 37(2):183.
42
42
Izah, U. N. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Viabilitas
Polen Tanaman Anggur (Vitis vinifera). Skripsi. Univ. Islam Negeri,
Malang.
Jadrná, P., O. Plavcová, and F. Kobza. 2010. Morphological Changes in Colchicine
Treated Pelargonium × hortorum L.H. Bailey greenhouse plants.
Horticultural Science (Prague). 37(1):27–33.
Jahier, J, A.M. Cherve, R. Delourme, F. Eber and A.M. Tangui. 1996. Techniques
of Plant Cytogenetics. Science Pub Inc. USA. p. 156.
Mahyuni, R., E. S. B. Girsang, dan D. S. Hanafiah. 2015. Pengaruh Pemberian
Kolkhisin Terhadap Morfologi dan Jumlah Kromosom Tanaman
Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis). Jurnal Agroekoteknologi.
4(1):1815-1821.
Mansyurdin. 2000. Penggandaan Kromosom Tanaman Cabai Keriting dan Cabai
Rawit. Artikel Penelitian Doktor Muda. SPP/DPP Universitas Andalas
Tahun 1999/2000.
Murni, D. 2010. Pengaruh Perlakuan Kolkhisin Terhadap Jumlah Kromosom dan
Fenotip Tanaman Cabe Keriting (Capsicum annuum L.). Jurnal
Agroekoteknologi. 2 (1):43-48.
Nasir, M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Depdiknas. Jakarta. 325 hal.
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler: Teknik Rekayasa Genetika Tanaman.
Citra Aditya Bandung. Bandung.
Nur, A., dan K. Syahruddin. 2017. Aplikasi Teknologi Mutasi dalam Pembentukan
Varietas Gandum Tropis. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal. 191.
Ningsih, I. Y. 2015. Anatomi dan Morfologi Daun. Modul Botani Farmasi. Jember.
Nugroho, W. P., M. Barmawi, dan N. Sa’diyah. 2013. Pola Segregasi Karakter
Agronomi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Generasi F2 Hasil
Persilangan Yellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1):38-
34.
Patel, G. I., and H. P. Olmo. 1955. Cytogenetics of Vitis: I. The Hybrid V. vinifera
x V. rotundifolia. American Journal of Botany. 42(2):141-159pp.
Permatasari, D. 2007. Evaluasi Keragaman Fenotipe Tanaman Stevia (Stevia
rebaudiana BERTONI M) Klon Zweeteners Hasil Mutasi Kromosom
dengan Kolkisin. Skripsi Institut Pertanian Bogor (serial online), Januari.,
[cited 2017 Jan. 25] Available from:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44817A10lnu-
8.pdf.
Pranitasari, N. 2011. Anggur (Vitis vinifera L.). .http: //novi-
biologi.blogspot.com/2011/08/anggur-vitis-vinifera-l.html. Diakses
13Januari 2017.
Purwantoro, A., E. Ambarwati, dan D. Puspasari. 2007. Perbaikan Karakter Bunga
Kertas (Zinnia spp.) sebagai Salah Satu Komoditas Bunga Potong Melalui
43
43
Induksi Poliploidasi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Gadjah Mada. (serial online), Januari., [cited 2017
Ags. 27] Available from: http://lib.ugm.ac.id/digitasi/ upload/3043_MU.
121000047-aziz.pdf.
Rahayu, E. M. D., D. Sukma, M. Syukur, S. A. Aziz, dan Irawati. 2015. Induksi
Poliploidi Menggunakan Kolkhisin Secara In Vivo Pada Bibit Anggrek
Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume). Buletin Kebun Raya. 18(1):42.
Rahayu, Y. S., I. K. Prasetyo, dan A. U. Riada. 2013. Pengaruh Penggunaan
Kolkhisin Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Sedap Malam
(Polianthes tuberose L.) di Dataran Medium.
Setiadi. 2008. Bertanam Anggur. 25th ed. Jakarta : Penebar Swadaya. pp:1-15.
Sibarani, I. B., R. R. Lahay, dan D. S. Hanafiah. 2015. Respon Morfologi Tanaman
Kedelai (Glycine max L. Merrill) Varietas Anjasmoro Terhadap Beberapa
Iradiasi Sinar Gamma. Jurnal Online Agroekoteknologi. 3(2):515-526.
Siddiqi, S. H., and K. B. Marwat. 1983. Cytomorphological Effect of Colchicine on
Wheat (Triticum aestivum). Pakistan Journal Agriculture. 4(2):125
Sirojuddin, T. Rahayu, dan S. Laili. 2017. Pengaruh Pemberian Berbagai
Konsentrasi Kolkisin dan Lama Perendaman terhadap Respon Fenotipik
Zaitun (Olea europaea L.). E-Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS
(BIOSCIENCE-TROPIC). 2(2):36-41.
Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi Dan Variasi Somaklonal Dalam
PemuliaanTanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22(2): 45-51.
Suminah, Sutarno, A., dan Setyawan, D., 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) dengan emberian Kolkhisin. Biodiversitas.
3(1):174-180.
Suryo. 2007. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Syaifudin, A., E. Ratnasari, dan Isnawati. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai
Konsentrasi Kolkhisin terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Cabai (Capsicum annum) Varietas Lado F1. Jurnal Lentera Bio. 2(2):167-
171.
Tajuddin, R., I. N. Suwastika, dan Muslimin. 2012. Organogenesis Tanaman
Anggur Hujau (Vitis vinifera L.) pada Medium MS dengan Penambahan
IAA (Indole Acetid Acid) dan Berbagai Konsentrasi BAP (Benzil Amino
Purin). Jurnal Natural Science. 1(1):63-73.
Wiendra, N.M.S., M. Pharmawati, dan N.P.A. Astiti. 2011. Pemberian Kolkhisin
Dengan Lama Perendaman Berbeda Pada Induksi Poliploidi Tanaman Pacar
Air (Impatiens balsamina L.). Jurnal Biologi 15 (1): 9-14.
Yang, M. X., Z. Y. Cao, Y. M. Wang, and X. W. Fang. 2006. In Vitro Tetraploid
Induction Via Colchicine Treatment From Diploid Somatic Embryos in
Grapevine (Vitis vinifera L.). Euphytica. 152:217.
44
44
Yulianti, F. 2014. Induksi Tetraploid Jeruk Siam Simadu (Citrus nobilis Lour.)
Menggunakan Kolkhisin Secara In Vitro. M.Si. Thesis. Institut Pertanian
Bogor.
Zainudin, A. 2006. Optimasi Proses PCR Pada PLB Tanaman Anggerk Onicidium
Hasil Perlakuan Penetesan Mutagen Kimia Kolkisin. Gamma 1(2):155-161.