pengaruh konsumsi tepung tempe dari kedelai prg … · genetik) dan non-prg terhadap fisiologis...
TRANSCRIPT
PENGARUH KONSUMSI TEPUNG TEMPE DARI KEDELAI
PRG (PRODUK REKAYASA GENETIK) DAN NON-PRG
TERHADAP FISIOLOGIS TIKUS PERCOBAAN
TESSA WINANDITA
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Konsumsi Tepung
Tempe Dari Kedelai PRG (Produk Rekayasa Genetik) Dan Non-PRG Terhadap
Fisiologis Tikus Percobaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Tessa Winandita
NIM F24100090
ABSTRAK
TESSA WINANDITA. Pengaruh Konsumsi Tepung Tempe Dari Kedelai PRG
(Produk Rekayasa Genetik) Dan Non-PRG Terhadap Fisiologis Tikus Percobaan.
Dibimbing oleh JOKO HERMANIANTO dan MADE ASTAWAN.
Tempe merupakan produk yang berasal dari proses fermentasi pada
kedelai, yang mempunyai umur simpan relatif rendah. Upaya dalam
memperpanjang umur simpan tempe dilakukan dengan cara membuatnya menjadi
tepung tempe. Perbedaan yang terdapat pada bahan baku pembuatan tepung tempe
yaitu kedelai impor PRG dan non-PRG menimbulkan perbedaan dampak yang
akan mempengaruhi kesehatan pada tubuh manusia. Dengan demikian penelitian
ini diadakan untuk mengevaluasi pengaruh konsumsi tepung tempe dari kedelai
impor PRG dan non-PRG terhadap kadar malonaldehida, aktivitas antioksidan
intrasel superoksida dismutase pada hati dan ginjal tikus percobaan, serta profil
hematologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi
ransum 10% protein dari tepung tempe non-PRG memiliki kadar MDA di hati
maupun di ginjal lebih rendah dibandingkan kelompok 10% protein dari tepung
tempe PRG dan 20% protein, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok
20% protein dari tepung tempe non-PRG dan 10% protein dari kasein. Sedangkan
nilai aktivitas SOD hati dan ginjal tidak berbeda nyata (p>0,05) diantara
kelompok tikus percobaan. Pada hasil hematologi menunjukkan bahwa nilai yang
didapat masih dalam batas normal. Akan tetapi pada pengukuran jumlah trombosit
di setiap perlakuan tikus percobaan memiliki nilai yang melebihi batas normal.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas tikus, metabolisme
tikus, dan jumlah konsumsi ransum oleh tikus percobaan. Hasil pemeriksaan
MDA, SOD, dan hematologi menunjukkan bahwa mengkonsumsi tepung tempe
PRG dan non- PRG aman untuk dikonsumsi.
Kata Kunci : tepung tempe PRG, tepung tempe non-PRG, tikus percobaan,
MDA, SOD, Hematologi
ABSTRACT
TESSA WINANDITA. The impact of Consumtion of Tempe Flour Made From
GMO and Non-GMO to Physiological of Experimental Rats. Supervised by
JOKO HERMANIANTO and MADE ASTAWAN. AAAAAAAAAAAAAA
Tempe is a derived product from soybean fermentation, which relatively had a
short shelf life. An effort to extend the shelf life of tempe has been done by
making tempe flour. Difference of raw materials which were GMO and non-GMO
was pressured to cause different impact on human health. Thus, this study was
conducted to evaluate the effect of tempe flour that were made from GMO and
non-GMO soybean upon malonaldehida levels, intracellular antioxidant
superoxide dismutase activity in the liver and kidneys of experimental rats, as well
as hematological profile. The results showed that rats fed with 10% protein drived
from non-GMO soybean flour had lower levels of MDA in the liver and kidney
compared to GMO tempe flour group consisting rations of 10% and 20% protein
but, not significantly different from the group protein of 20% non-GMO soybean
flour and 10% protein of casein. While the value of liver and kidney SOD activity
were not significantly different (p>0,05) between the groups of rats. In
hematology, the results showed that the values obtained were within normal
limits. However, the amount of rat’s thrombocyte measured in each treatment had
a value that exceeds normal limits. It was caused by several factors, which were
the activity of rat, rat’s metabolism, and amount of feed intake by rats. Results of
MDA, SOD, and hematology examination showed that consuming non-GMO and
GMO tempe flour were safe for consumption.
Keywords : experimental rats, GMO tempe flour, Hematology, MDA, non-GMO
tempe flour, SOD
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
PENGARUH KONSUMSI TEPUNG TEMPE DARI KEDELAI
PRG (PRODUK REKAYASA GENETIK) DAN NON-PRG
TERHADAP FISIOLOGIS TIKUS PERCOBAAN
TESSA WINANDITA
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah
Pengaruh Konsumsi Tepung Tempe Dari Kedelai PRG (Produk Rekayasa
Genetik) dan Non-PRG Terhadap Fisiologis Tikus Percobaan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada mama tercinta (Ibu Endang
Winarni, SE), Papa tercinta (Bapak Ir. Winarso), adik Erza Winanto, dan keluarga
besar tersayang yang dengan luar biasa memberikan bantuan, semangat, serta
bimbingan moril.
Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Joko
Hermanianto dan Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku pembimbing
dalam penelitian ini.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pemberi
dana penelitian yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kantor Pusat
Jakarta melalui Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Nasional (KKP3N) dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan
No:64/PL.22/I/1/3/2014 K tanggal 10 Maret 2014 atas nama Made Astawan.
Tak luput penulis ucapkan terima kasih kepada staf UPT ITP juga staf
laboran ITP, pilot plan, dan techno park (Mba Irin, Mba Nurul, Bu Antin, Pak
Yahya, Pak Adi, Pak Rojak, Mba May, Mba Ina) atas setiap bantuan dan
kemudahannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Muhammad ihsan
ali talib, Reksa, Fury, Via, Khalid, Armando, Blasius, Aminta, Gideon, Diky,
Rizky, Boti, Bachtiar, Ayu, Jefri, Nizza serta teman ITP 47 dan teman-teman di
IPB yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis, membantu, dan
memberikan semangat kepada penulis. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Desember 2014
Tessa Winandita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ii
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
Latar Belakang..................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
METODE ................................................................................................................ 2
Bahan ................................................................................................................... 2
Alat ...................................................................................................................... 3
Prosedur Analisis Data ........................................................................................ 3
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 16
SIMPULAN ....................................................................................................... 16
SARAN.............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 31
DAFTAR TABEL
1 Komposisi Ransum Tikus 4
2 Hasil Analisis Proksimat Sampel Basis Kering 6
3 Komposisi Bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Ransum 7
4 Hasil Analisis Proksimat Ransum Tikus Percobaan Berdasarkan
Perlakuan 7
5 Jumlah Konsumsi Pakan dan Rata-Rata Kenaikan Berat Badan Tikus
Percobaan Selama Masa Perlakuan 8
6 Kadar MDA dan Aktivitas SOD Hati dan Ginjal Tikus Percobaan 12
7 Analisis Hematologi Pada Tikus Percobaan 14
DAFTAR GAMBAR
1 Pertambahan Berat Badan Tikus Percobaan 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Menggunakan SPSS
versi 22.0 20 2 Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Badan Tikus Selama 90 Hari Masa
Perlakuan Menggunakan SPSS versi 22.0 21 3 Hasil Analisis Sidik Ragam Feed convertion effeciency Menggunakan
SPSS versi 22.0 22 4 Hasil Analisis sidik Ragam Kadar Malonaldehid (MDA) Hati Tikus
Menggunakan SPSS versi 22.0 23 5 Hasil Analisis Kadar Malonaldehid (MDA) Ginjal Tikus Menggunakan
SPSS versi 22.0 24 6 Hasil Analisis Sidik Ragam Aktivitas Superdioksida Dismutase (SOD)
Hati Tikus Menggunakan SPSS versi 22.0 25 7 Hasil Analisis Sidik Ragam Aktivitas Superdioksida Dismutase (SOD)
Ginjal Tikus Menggunakan SPSS versi 22.0 25 8 Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Hemoglobin Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS versi 22.0 26 9 Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Leukosit Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS versi 22.0 27 10 Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Trombosit Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS versi 22.0 27
11 Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Eritrosit Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS versi 22.0 28
12 Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Hematokrit Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS versi 22.0 29
13 Kurva Standar TEP 30
14 Kurva Standar SOD 30
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan yang memiliki kadar protein
tinggi dan mudah dimanfaatkan. Menurut Cahyadi (2007) kedelai memiliki kadar
protein sebesar 34,9 g dalam 100 gram biji kering. Protein yang terkandung pada
kedelai memiliki fungsi sebagai sumber energi, protein dapat berfungsi sebagai
zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh. Sebagai zat pembangun, protein
mempunyai fungsi utama untuk membentuk jaringan baru. Selain itu, protein
berfungsi sebagai zat pembangun tubuh (Muchtadi 2010).
Menurut Badan Pusat Statistik (2013), produksi kedelai di Indonesia
semakin menurun dari tahun ke tahun. Produksi kedelai nasional pada tahun 2010
sebesar 907,03 ribu ton, mengalami penurunan menjadi 843,15 ribu ton biji kering
pada tahun 2012. Kebutuhan kedelai nasional selama lima tahun (tahun 2010-
2014) sebesar 2,3 juta ton biji kering (Kementerian Pertanian 2013). Rendahnya
produksi kedelai di Indonesia mengakibatkan para produsen olahan kedelai
menggantungkan usahanya dari bahan impor.
Poduk kedelai varietas impor dibedakan menjadi Produk Rekayasa Genetik
(PRG) atau GMO (Genetically Modified Organism) dan non-Produk Rekayasa
Genetik atau yang disebut non-GMO. Kedelai PRG merupakan varietas yang
sudah dimodifikasi secara genetik untuk menghasilkan kedelai yang memiliki
berbagai keunggulan, seperti memiliki karakteristik lebih tahan terhadap penyakit
dan hama, lebih tahan terhadap herbisida, dan memiliki ukuran biji lebih besar.
Kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan, salah satunya
adalah tempe. Menurut Muchtadi (2010) proses fermentasi dalam pembuatan
tempe dapat mempertahankan sebagian besar zat-zat gizi yang terkandung dalam
kedelai, meningkatkan daya cerna proteinnya, serta meningkatkan kadar beberapa
macam vitamin B. Masalah utama pada tempe yaitu umur simpan yang relatif
rendah, diakibatkan kadar air yang cukup tinggi (55-65%), serta adanya kapang
yang terus tumbuh dan berkembang biak, menyebabkan degradasi protein lebih
lanjut membentuk amoniak (Mursyid 2014). Amoniak yang terbentuk
menyebabkan munculnya aroma busuk (Astawan 2008).
Proses pengolahan kedelai menjadi tempe, memperbaiki senyawa
antioksidan. Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu
atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam (Kuncahyo 2007). Salah satu upaya pencegahan terbentuknya ROS yaitu
dengan melibatkan enzim superoksida dismutase (SOD), sedangkan salah satu
substansi biologis penanda (biomarker ) stres oksidatif adalah malonaldehida
(MDA).
2
Umur tempe yang singkat mendorong upaya memperpanjang umur simpan
tempe menjadi tepung tempe. Tepung tempe merupakan tepung yang diolah dari
tempe segar yang diproses melalui beberapa tahap yaitu pengirisan, pengukusan,
pengeringan, dan penggilingan. Pada proses pembuatan tepung tempe, terdapat
peluang adanya perubahan komponen aktif.
Perbedaan bahan baku tepung tempe, yaitu kedelai PRG dan non-PRG perlu
dikaji dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Penilitian ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaan dampak konsumsi tepung tempe kedelai PRG dan non-
PRG terhadap hematologi, kadar MDA, dan aktivitas SOD tikus percobaan .
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh konsumsi tepung tempe
dari kedelai PRG (produk rekayasa genetik) dan non-PRG terhadap kadar
malonaldehida, aktivitas antioksidan intrasel superoksida dismutase pada hati dan
ginjal tikus percobaan, serta profil hematologi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya database studi toksisitas dan
diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah kepada masyarakat bahwa
mengonsumsi tempe PRG dan non-PRG secara rutin dalam waktu yang lama
tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan.
METODE
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tempe dari
kedelai (Glycine max) impor PRG dan non-PRG, pati jagung, kasein, minyak
jagung, carboximethylcelulose (CMC), campuran mineral, dan campuran vitamin.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar malonaldehida (MDA) adalah
PBS (phospate buffer saline) pH 7.4 yang mengandung KCL 0.15 M, HCL 0.25 N
yang mengandung 15% TCA (tricarboxylic acid), 0.38% TBA (thiobarbituric
acid), dan 0.5% BHT (butylated hydroxytoluene), aquades, standar TEP
(tetraetoksi propana). Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis enzim
superoksida dismutase (SOD) adalah epinefrin, Na2CO3, NaHCO3, NaEDTA
0.001 M, HCl 0.01 M, aquades, dan standar SOD. Bahan-bahan yang digunakan
untuk analisis proksimat antara lain K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3,
H3BO3, indikator biru metilen, HCl, pelarut n-heksana, asam borat jenuh,
indikator merah metil dan biru metil, kapas bebas lemak, dan etanol. Bahan untuk
3
analisis hematologi yaitu tabung yang berisi larutan EDTA, batu es, larutan lyse
dan diluent.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, alat bedah
tikus, vortex, sentrifusa, tabung sentrifusa, spektrofotometer, mikropipet,
penangas air, alumunium foil, tabung eppendorf, gelas ukur, bulb, hot plate, pipet
Mohr, sudip, alat penggerus, neraca analitik, toples, kertas saring, gelas piala,
Hematology Analyzer.
Jenis Analisis
Penelitian ini terdiri dari tahap pembuatan tempe, pembuatan tepung
tempe, pembuatan ransum, dan analisis produk. Analisis produk meliputi analisis
proksimat, analisis secara in vivo pada tikus percobaan yang diberi pakan tepung
tempe kedelai PRG dan non-PRG, dan analisis hematologi.
Tahap Pembuatan Tempe
Proses pembuatan tempe dilakukan dengan menerapkan Good Hygienic
Practices (GLP) di Rumah Tempe Indonesia (RTI) yang telah mendapatkan
sertifikasi HACCP, dengan cara: pembersihan atau penyortiran kedelai,
perendaman menggunakan air selama 1 jam, perebusan selama 30 menit,
perendaman kembali selama 12 jam dan pengupasan kulit ari. Kedelai yang telah
dikupas kulit arinya dibersihkan dan dipisahkan dari tunas yang telah tumbuh, dan
disiram dengan air panas. Setelah itu, kedelai didinginkan, diberi ragi secara
merata kemudian dikemas dan diinkubasi selama 40 jam.
Tahap Pembuatan Tepung Tempe
Pembuatan tepung tempe dilakukan dengan cara: tempe diiris dengan
menggunakan slicer, dengan diameter 30 cm dan tebal irisan 1 mm, kemudian
diblansir dengan uap panas selama 2 menit pada tekanan 1 bar dan suhu 100°C.
Tempe yang telah diblansir, dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 °C dan
digiling menggunakan disc mill, yang dilengkapi saringan 60 mesh.
4
Tahap Pembuatan Ransum
Pembuatan ransum tikus percobaan dibedakan berdasarkan sumber
proteinnya, yaitu ransum tepung tempe PRG, ransum tepung tempe non-PRG, dan
ransum kasein sebagai standar. Ransum yang diberikan disesuaikan dengan
kebutuhan harian tikus dan disusun berdasarkan AOAC (2005).
Tabel 1. Komposisi Ransum Tikus
Komponen Sumber Jumlah Perhitungan
Protein
Protein
standar/
protein uji
10% 𝑥 =
1,60 × 100
% N Sampel
Lemak
Minyak
jagung
8% 8 − (
x × % kadar lemak
100)
Mineral
Campuran
Mineral
5% 5 − (
x × % kadar abu
100)
Vitamin
Campuran
vitamin
1%
1 %
Serat
CMC
1% 1 − (
x × % kadar serat kasar
100)
Air
Air minum
5% 5 − (
x × % kadar air
100)
Karbohidrat
Pati jagung
%
sisanya
100 − (lainnya)
Sumber : AOAC (2005)
Keterangan : x= Jumlah Ransum
Uji Kualitas Tepung Tempe
Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan pada kasein dan tepung tempe. Hasil
analisis menjadi acuan dalam formulasi ransum tikus percobaan.
Uji Pengaruh Tepung Tempe PRG dan non-PRG Secara In Vivo
Analisis pengaruh tepung tempe PRG dan non-PRG secara in vivo
menggunakan tikus putih jantan Sprague Dawley lepas sapih yang diadaptasikan
terlebih dahulu selama tiga hari dengan pemberian ransum kasein (standar) dan air
minum secara ad libitum. Setelah masa adaptasi, tikus diseleksi berdasarkan
keseragaman bobot tubuh dan dikelompokkan menjadi lima, yaitu kelompok tikus
yang diberi pakan 10% protein dari kasein, 10% protein dari tepung tempe PRG,
20% protein dari tepung tempe PRG, 10% protein dari tepung tempe non-PRG
dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG. Setiap kelompok tikus memiliki
perbedaan bobot kurang dari 10 gram dan antar tikus dalam setiap kelompok
memiliki perbedaan maksimal 5 gram. Perlakuan dilakukan selama 90 hari.
5
Selama masa percobaan dilakukan pengamatan terhadap konsumsi ransum setiap
hari dan berat badan tikus setiap enam hari sekali.
Analisis Kadar Malonaldehida (AOAC 2005)
Analisis tingkat stress oksidatif mengukur malonaldehida (MDA) sebagai
hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh dalam hati/ginjal dengan
membandingkannya dengan kurva standar TEP (tetraetoksi propana). Sebanyak
1,00 g sampel hati atau ginjal dihancurkan dan dihomogenisasi dengan
ditambahkan 4 mL larutan PBS (phospate buffer saline) yang mengandung 0,15
M. Homogenat kemudian disentrifus 3000 rpm dengan jari-jari sentrifus sebesar
17,90 cm selama 20 menit sehingga diperoleh supernatan jernih. Untuk tahap
analisis, 1 mL supernatan hati atau larutan kerja standar TEP dicampur dengan 4
mL larutan HCl 0.25 N dingin yang mengandung TCA, TBA, dan BHT. Larutan
kemudian divortex dan dipanaskan 80°C menggunakan penangas air selama 1
jam. Setelah dingin, larutan disentrifus 3000 rpm. Kemudian diukur absorbansi
supernatan jernih pada panjang gelombang 532 nm dan dibandingkan dengan
kurva standar TEP untuk menghitung kadar MDA sampel.
Analisis Aktivitas SOD (Misra dan Fredovich 1972)
Sampel hati atau ginjal dihancurkan dan diekstraksi dengan buffer fosfat
pH 7, dengan perbandingan 1:10. Hasil ekstraksi disentrifus dengan kecepatan
3000 rpm dengan jari-jari sentrifus sebesar 17,90 cm selama 10 menit dalam
keadaan dingin.
Pengukuran serapan dilakukan dengan cara memasukkan 2800 µl buffer
natrium karbonat pH 10.2, 100 µl sampel yaitu supernatan yang mengandung
SOD dan 100 µl larutan epinefrin ke dalam tabung reaksi. Kemudian serapan
dibaca pada panjang gelombang 480 nm pada menit ke 1, 2, 3,dan 4.
Perhitungan aktivitas SOD dinyatakan dengan satuan unit/mg protein
dengan cara mengukur % hambatan:
%ℎ𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 = ∆𝐴𝑏𝑠
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙− ∆𝐴𝑏𝑠
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
∆ 𝐴𝑏𝑠
𝑚𝑛𝑖𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
× 100%
Kemudian nilai % hambatan ini dikonversikan dalam kurva standar SOD
di mana % hambatan (sumbu Y) dan aktivitas SOD dalam unit/mg protein (sumbu
X) telah diketahui.
6
Analisis Hematologi
Prosedur analisis Hematologi yaitu sampel darah tikus sebanyak 0,5 mL
dimasukkan ke dalam tabung darah yang telah berisi EDTA yang berguna untuk
menganalisis hematologi. Analisis dilakukan dengan menggunakan alat otomatik
‘Hematology Analyzer’ dengan parameter eritrosit, hematokrit, hemoglobin,
trombosit, dan leukosit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi pada
sampel. Analisis ketiga sampel disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis proksimat sampel basis kering
Sampel
Kadar (%bk)
Air
(%bb) Abu Protein Lemak Serat
Kasein 9,9 0,6 89,4 0,3 0,5
Tepung tempe PRG 3,9 1,9 47,9 27,1 8,8
Tepung tempe non-PRG 4,7 1,8 50,7 26,5 9,5
Hasil analisis proksimat dari ketiga sampel menjadi acuan dalam formulasi
ransum. Analisis proksimat pada tepung tempe PRG dan non-PRG memiliki nilai
yang tidak berbeda diantara keduanya, hal tersebut menyatakan bahwa tempe
yang berasal dari kedelai PRG sama baiknya dengan tempe yang berasal dari
kedelai non-PRG.
Pembuatan Ransum
Setelah diperoleh hasil analisis proksimat sampel, dapat ditentukan
formulasi bahan untuk ransum yang diberikan kepada tikus percobaan. Formulasi
bahan yang digunakan untuk ransum masing-masing kelompok tikus dapat dilihat
pada Tabel 3.
7
Tabel 3. Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan ransum (basis1000g)
Kelompok
Perlakuan
(Sumber dan
Kadar protein)
Komponen Penyusun (g)
Sampel Minyak
jagung
Mineral
mix
Vitamin
mix
CMC Air Pati
jagung
Kasein 10 %
(standar)
112 80 49 10 9 39 701
Tepung tempe
PRG 10 %
209 23 46 10 - 42 670
Tepung tempe
PRG 20 %
418 - 42 10 - 34 496
Tepung Tempe
non-PRG 10 %
197 28 46 10 - 41 678
Tepung Tempe
non-PRG 20 %
394 - 43 10 - 32 522
Pemberian ransum kepada setiap kelompok perlakuan disesuaikan dengan
formulasi pada Tabel 1. Pada kelompok tikus dengan perlakuan pemberian pakan
tepung tempe PRG dan tepung tempe non-PRG tidak ditambahkan CMC karena
bahan baku tepung tempe mengandung jumlah serat yang cukup untuk kebutuhan
harian tikus percobaan.Untuk mengetahui kesesuaian kandungan zat gizi yang
diberikan dengan formulasi, dengan analisis proksimat pada kelima jenis ransum
yang diberikan (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil analisis proksimat ransum tikus percobaan berdasarkan perlakuan.
Perlakuan
(Sumber dan Kadar
Protein)
Kadar (%bb)
Air Abu Protein Lemak Karbohidrat
Kasein 10% 13,7 4,2 10,6 8,8 62,8
Tepung tempe PRG 10% 14,8 4,0 10,1 5,2 65,9
Tepung tempe PRG 20% 11,9 4,0 19,7 9,3 55,1
Tepung tempe non-PRG
10% 13,5 3,9 9,8 3,7 69,1
Tepung tempe non-PRG
20% 11,7 3,8 19,4 7,7 57,4
Hasil analisis proksimat ransum basis basah pada Tabel 4 menunjukkan
kadar protein untuk setiap kelompok tikus sebesar 10% dan 20%. Hal ini sudah
sesuai dengan yang diinginkan yaitu memberikan asupan protein yang sama untuk
setiap kelompok tikus percobaan.
8
Pertambahan Berat Badan Tikus dan Konsumsi Ransum
Selama masa perlakuan tikus diberi ransum dan minum setiap hari secara
ad libitum dan dilakukan penimbangan berat badan tikus setiap enam hari sekali.
Rata-rata konsumsi ransum dan kenaikan berat badan tikus selama 90 hari
percobaan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah konsumsi ransum dan kenaikan berat badan tikus percobaan
selama masa perlakuan.
Kelompok Perlakuan
(Sumber dan Kadar
Protein)
Jumlah
Konsumsi
Ransum (g)
Kenaikan
Berat Badan (g)
Feed
convertion
effeciency (%)
Kasein 10 % (standar) 1973±118,2c 251±43,9
ab 12,7±1,5
a
Tepung tempe PRG 10 % 1620±81,2a 229±38,0
a 141±2,0
a
Tepung tempe PRG 20 % 1829±92,9bc
380±33,8b 20,8±0,9
b
Tepung Tempe non-PRG
10 %
1779±58,8ab
274±30,5ab
15,4±1,4a
Tepung Tempe non-PRG
20 %
1835±117,8bc
369±65,6b 20,1±3,0
b
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01) dengan uji jarak Duncan.
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jenis ransum
berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap jumlah konsumsi ransum. Hasil uji
beda lanjut Duncan (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum
kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG lebih rendah dibandingkan
kelompok 10% protein dari kasein, kelompok 20% protein dari tepung tempe
PRG, 20% protein dari tepung tempe non-PRG.
Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perbedaan jenis
ransum berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap kenaikan berat badan tikus
percobaan. Hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa rata-
rata kenaikkan berat badan kelompok tikus percobaan yang diberi ransum 10%
dan 20 % protein dari tepung tempe PRG, serta 10% dan 20% protein dari tepung
tempe non-PRG tidak berbeda nyata dengan tikus yang diberi pakan kasein
(kontrol). Hal tersebut disebabkan protein pada tempe memiliki kualitas yang baik
dan hampir setara dengan protein pada kasein. Menurut Suwarno (2013) yang
mengevaluasi keamanan tempe transgenik melaporkan bahwa tempe sebagai
sumber protein nabati memiliki kualitas protein yang sama baiknya dengan
protein hewani (kasein).
Data Feed convertion effeciency (FCE) pada Tabel 5 menunjukkan bahwa
nilai FCE kelompok tikus yang diberi ransum 20% protein dari tepung tempe
PRG lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus yang diberi ransum 10% protein
dari kasein. Hasil analisis ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 3.
Semakin tinggi nilai FCE maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan
9
ransum, demikian sebaliknya. Sehingga, tikus yang mengonsumsi 20% protein
dari tempe PRG dapat meningkatkan berat badan lebih efisien dibandingkan
dengan kelompok tikus yang mengonsumsi 10% protein dari kasein dalam jumlah
yang sama.
Perubahan berat badan tikus selama 90 hari masa perlakuan ditunjukkan
pada Gambar 1. Kenaikan berat badan kelompok 10% protein dari tepung tempe
PRG lebih rendah dibandingkan dengan kelompok 10% protein dari kasein, 20%
protein dari tepung tempe PRG 20%, 10% protein dari tepung tempe non-PRG,
dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG. Semakin besar jumlah konsumsi
ransum pada masa perlakuan seharusnya memberikan kenaikan berat badan yang
semakin besar pula. Namun hasil yang diperoleh berbeda, Hal ini dikarenakan
perbedaan pertumbuhan berat badan tikus sangat dipengaruhi oleh kualitas protein
yang terkandung pada ransum yang diberikan bukan dari jumlah konsumsi pakan
tikus. Menurut Schaafsman (2000), kualitas protein merupakan gambaran
bagaimana protein yang terkandung dalam bahan pangan tersebut akan
mempengaruhi pertumbuhan, baik dilihat dari komposisi asam amino esensial,
kemampuan tubuh untuk mencerna, serta bioavailabilitas asam amino yang
terkandung.
Gambar 1.Pertambahan berat badan tikus
Analisis Kadar MDA dan Aktivitas Enzim SOD
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang
tidak berpasangan, sehingga mempunyai aktivitas tinggi untuk menarik elektron
dari senyawa-senyawa lain yang rentan terhadap proses oksidasi, seperti asam
lemak tak jenuh (Emawati 2006). Pembentukan radikal bebas dalam tubuh dapat
berasal dari dalam (endogen) atau dari luar (eksogen). Secara endogen, radikal
bebas terbentuk sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia dalam tubuh
(Muchtadi 2010, 2013). Menurut Lee at al. (2004) radikal bebas atau ROS di
10
dalam tubuh dapat menyebabkan oksidasi lipid, oksidasi protein, DNA strand
break, modifikasi basa DNA, dan modulasi ekspresi genetik.
Astuti et al (2009) menyebutkan Malonaldehida (MDA) merupakan hasil
proses oksidasi lemak tidak jenuh jamak oleh senyawa radikal bebas di dalam
tubuh, sehingga MDA dapat digunakan sebagai indikator keberadaan radikal
bebas dan indikator kerusakan oksidatif membran sel di dalam tubuh. Prinsip dari
pengukuran MDA adalah adanya reaksi antara satu molekul MDA dengan dua
molekul TBA membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna pink (merah
muda) dan dapat dibaca pada panjang gelombang 532 nm (Brankaet al. 2012).
Semakin tinggi kadar MDA pada tubuh berarti semakin banyak infeksi yang
terjadi.
Menurut Lu (2006) organ hati dan ginjal merupakan organ yang penting
untuk mengetahui dampak toksisitas. Organ hati yang digunakan pada analisis
MDA dan SOD merupakan organ yang memiliki fungsi utama berupa tempat
penyimpan, metabolisme dan biosintesis zat gizi. Hodgson (2004) menyatakan
bahwa hati merupakan salah satu organ target bagi senyawa kimia sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati tersebut. Umumnya senyawa
xenobiotik masuk kedalam tubuh melalui jalur gastrointestinal, kemudian
diabsorbsi dan ditransfer melalui pembuluh portal hepatic menuju hati. Dengan
demikian hati merupakan organ pertama yang dilalui senyawa kimia sebelum
diserap oleh sistem pencernaan tubuh, sehingga hati dapat digunakan sebagai
parameter pembentukan radikal bebas. Sedangkan ginjal merupakan organ yang
berfungsi untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme. Fungsi utama ginjal adalah
mengeluarkan kotoran dari sistem saluran kemih, menyaring kotoran dari darah,
dan menyerap nutrisi penting ke aliran darah (Odden et al. 2014).
Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran kadar MDA hati dan ginjal tikus
percobaan dari lima jenis perlakuan yang berbeda-beda, yaitu 10% protein dari
tepung tempe PRG, 20% protein dari tepung tempe PRG, 10% protein dari tepung
tempe non-PRG, 20% protein dari tepung tempe non-PRG, dan 10% protein dari
kasein sebagai kontrol. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ransum
yang diberikan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap pembentukkan kadar
MDA di hati (Lampiran 4) dan di ginjal (Lampiran 5) tikus percobaan. Hasil uji
beda lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa kadar MDA hati tikus
percobaan pada kelompok tikus yang diberi pakan tepung tempe PRG dan non-
PRG tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus yang diberi pakan kasein. Hal
tersebut dikarenakan isoflavon pada tempe mengalami pelepasan molekul gula
dari isoflavon glukosida menjadi isoflavon aglikon yang mudah diserap oleh
tubuh. Menurut Astawan (2008) kadar isoflavon total yang terdapat pada kedelai
mentah sebesar 140 mg 100-1
gram bahan, sedangkan pada tempe sebesar 50 mg
100-1
gram bahan.
Namun, hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan kadar
MDA hati kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG lebih tinggi
11
dibandingkan dengan kelompok 10% protein dari tepung tempe non-PRG. Hal
tersebut sama dengan hasil uji beda lanjut Duncan kadar MDA ginjal (Lampiran
5). Hal ini dikarenakan adanya isoflavon yang hilang (terbuang) atau rusak akibat
proses pemanasan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Musyrid (2014)
yang melaporkan bahwa kadar isoflavon pada tepung tempe PRG sebesar 29,67
mg/gram bahan sedangkan kadar isoflavon tepung tempe non-PRG sebesar 28.92
mg/gram bahan. Hal tersebut tidak berkaitan dengan kadar MDA, dikarenakan
proses pembuatan tempe dengan dua kali perebusan diduga dapat menyebabkan
penurunan senyawa isoflavon.
Tabel 6. Kadar MDA dan Aktivitas SOD Hati dan Ginjal Tikus Percobaan.
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01) dengan uji jarak Duncan.
Devasagayam et al (2004) menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan dalam
menetralkan radikal bebas dalam tubuh dapat berupa pencegahan terbentuknya
ROS, pencegahan ini melibatkan enzim superoksida dismutase (SOD). Enzim
superoksida dimutase (SOD) memiliki peran penting dalam sistem pertahanan
tubuh, terutama terhadap aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dapat
menimbulkan stress oksidatif. SOD dalam tubuh mempunyai aktivitas
mengkatalisis radikal superoksida (O2) menjadi hidrogen peroksida dan oksigen,
SOD menghambat terjadinya autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom pada pH
basah (Misra dan Fridovich 1972).
Aktivitas SOD (U/g jaringan) tertinggi ditemukan di dalam hati. Selain
ditemukan pada organ hati, SOD juga dapat ditemukanpada kelenjar adrenalin,
Sampel
(Sumber
dan Kadar
Protein)
MDA Hati
(µmol/g
sampel)
MDA Ginjal
(µmol/g
sampel)
Aktivitas SOD
Hati (unit/mg
protein)
Aktivitas SOD
Ginjal
(unit/mg
protein)
Kasein
10% 19,6±4,8ab
13,3±1,2ab
344,1±74,7 439,7±0
Tepung
Tempe
PRG 10% 27,3±6,3b
19,3±1,1c 391,9±54,8 451,6±20,7
Tepung
Tempe
PRG 20% 29,1±4,8b
16,0±3,8bc
320,2±74,7 415,8±20,7
Tepung
Tempe
non-PRG
10% 11,8±1,3a
8,9±2,1a 344,1±41,4 439,7±0
Tepung
Tempe
non-PRG
20% 19,6±2,4ab
13,9±0,8abc
391,9±41,4 427,7±20,7
12
ginjal, darah, limfa, pankreas, otak, paru-paru, lambung, usus, ovarium, dan timus
(Halliwell dan Gutteridge 1997).
Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran aktivitas SOD hati dan ginjal dari
dua jenis tepung tempe dengan kadar protein yang berbeda dan kasein sebagai
kontrol. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ransum yang diberikan
tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap aktivitas SOD di hati (Lampiran 6)
dan ginjal (Lampiran 7) tikus percobaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kandungan isoflavon pada tempe PRG dan non-PRG mampu membantu aktivitas
SOD dalam menghambat terbentuknya radikal bebas, walaupun kadar
isoflavonnya menurun akibat proses pengolahan kedelai menjadi tempe. Hal ini
didukung oleh Astuti et al (2000) yang mengatakan bahwa tempe memiliki
banyak manfaat bagi tubuh manusia, salah satunya meningkatkan enzim
antioksidan SOD.
Analisis Hematologi
Analisis hematologi merupakan cara untuk memeriksa darah yang dapat
menghitung jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, jumlah leukosit, jumlah
trombosit, dan kadar hematokrit. Menurut Zhu et al (2004) hematologi merupakan
indikator yang cukup sensitif untuk menggambarkan kesehatan tikus secara
umum.
Hemoglobin atau Hb merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari protein
kompleks terkonjugasi yang mengandung besi. Protein Hb adalah globin,
sedangkan warna merah pada hemoglobin disebabkan oleh warna heme. Heme
adalah suatu senyawa yang mengandung satu atom besi (Bastiansyah 2008).
Handayani dan Andi (2008) menjelaskan bahwa hemoglobin tidak hanya
dipengaruhi oleh suatu rangsangan tetapi juga dipengaruhi oeh hematokrit dan
eritrosit per unit volume. Redahnya oksigen dalam darah menyebabkan
peningkatan produksi hemoglobin dan eritrosit.
Hasil analisis kadar hemoglobin pada tikus percobaan disajikan pada Tabel
7. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perbedaan jenis
ransum berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar hemaglobin. Hasil uji
beda lanjut Duncan (Lampiran 8) menunjukkan bahwa kelompok tikus yang
diberi ransum tepung tempe PRG dan non-PRG tidak berbeda nyata dengan
kelompok kasein. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok tikus dengan ransum
tepung tempe PRG dan non-PRG mampu memberikan asupan zat besi yang baik.
Hal tersebut didukung oleh Susianto (2011) yang mengatakan bahwa kadar besi
yang terdapat pada tepung tempe sebesar 9 mg per 100 gram.
Sehingga kadar hemoglobin pada setiap kelompok tikus perlakuan memiliki
nilai yang normal. Menurut Arrington (1972), nilai normal hemoglobin pada tikus
percobaan sebesar 12-17,5 g/dL.
13
Peran leukosit di dalam tubuh adalah mempertahankan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan
melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos
antara sel-sel endotel dan menembus ke dalam jaringan penyambung (Effendi
2003). Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan
limfa. Granulosit dan monosit dibentuk dalam sumsum tulang kemudian di
simpan dan dikeluarkan ke dalam sistem sirkulasi bila diperlukan. Limfosit dan
sel plasma diproduksi dalam berbagai organ limfogen termasuk kelenjar limfa,
limpatik, timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid di dalam tubuh
(Guyton dan Hall 2010).
Tabel 7 menunjukkan hasil analisis jumlah leukosit pada tikus percobaan
dari dua jenis tepung tempe dengan kadar protein yang berbeda serta kasein
sebagai kontrol. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa
jenis ransum yang diberikan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap jumlah
leukosit. Akan tetapi, kadar leukosit pada setiap kelompok tikus perlakuan
memiliki nilai yang normal. Menurut Arrington (1972), nilai normal leukosit pada
tikus percobaan sebesar 5-25x103/ mm
3.
Tabel 7. Analisis Hematologi Pada Tikus Percobaan
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan ** berbeda sangat
nyata (p<0,01) dan * berbeda nyata (p<0,05) dengan uji jarak Duncan.
Sampel
(Sumber
dan
Kadar
Protein)
**Hemoglobin
(g/dL)
Leukosit
(x103/mm
3)
*Trombosit
(x103/mm
3)
**Eritrosit
(x106/mm
3)
**Hematokrit
(%)
Kasein
10%
14,1±0,7ab
7,9±2,2 639±47b 8,1±0,46
bc 37±1,4
b
Tepung
tempe
PRG 10%
12,9±0,3a 6,9±1,4 580,2±26
a 7,1±0,46
a 33,5±0,5
a
Tepung
tempe
PRG 20%
14,6±1,0b 6,3±0,7 613,8±32
ab 8,3±0,38
c 37,5±2,5
b
Tepung
tempe
non-PRG
10%
13,2±0,5a
5,9±0,6
613±24ab
7,5±0,19ab
35,3±1,0ab
Tepung
tempe
non-PRG
20%
13,8±0,2ab
7,3±1,8
642,8±26b
7,7±0,35abc
36,1±0,9ab
14
Trombosit berperan penting dalam pembekuan darah. Trombosit dalam
keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Namun, dalam
beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh, trombosit tertarik ke daerah
tersebut sebagai respons terhadap kolagen yang berada di lapisan subendotel
pembuluh. Fungsi lain dari trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas
setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera. Trombosit akan menjadi lengket
dan menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang secara efektif
menambal daerah yang luka (Handayani dan Andi 2008). Jumlah trombosit
normal pada manusia adalah 250,000-400,000 sel/mm3 (Scott dan Elizabeth2009).
Jumlah trombosit yang sangat rendah dapat menyebabkan pemanjangan waktu
pembekuan.
Hasil analisis jumlah trombosit pada tikus percobaan disajikan pada Tabel 7.
Hasil analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum
berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap jumlah trombosit. Hasil uji beda lanjut
Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa kelompok tikus yang mengonsumsi
ransum 10% protein dari tepung tempe PRG memiliki jumlah trombosit lebih
rendah dibandingkan kelompok 10% protein dari kasein dan kelompok 20%
protein dari tepung tempe non-PRG, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan
kelompok 20% protein dari tepung tempe PRG dan 10% protein dari tepung
tempe non-PRG. Hal ini disebabkan rendahnya jumlah konsumsi tikus yang diberi
ransum 10% protein dari tepung tempe PRG. Hal tersebut mengurangi asupan
protein yang berfungsi sebagai zat pembangun tubuh, salah satunya dalam
memetabolisme sel trombosit.
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jumlah trombosit tikus normal
sebesar 150-460x103/mm
3.
Jumlah trombosit pada setiap kelompok tikus perlakuan memiliki nilai di
atas batas normal. Hal tersebut disebakan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah aktivitas tikus dan metabolisme tubuh tikus. Akan tetapi hasil jumlah
trombosit yang melampaui batas normal akibat dari mengonsumsi tepung tempe
PRG dan non-PRG, dapat digunakan sebagai pangan alternatif untuk
meningkatkan nilai trombosit yang turun pada penderita demam berdarah.
Eritrosit merupakan sel darah merah yang berperan membawa hemoglobin
di dalam sirkulasi. Eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang dan limfa.Limfa
hanya berperan sedikit dalam membentuk eritrosit (Bastiansyah 2008). Fungsi
utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut
oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit juga banyak mengandung karbonik
anhidrase, yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi antara karbondioksida (CO2)
dan air, sehingga akan meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik beberapa ribu
kali lipat (Guyton dan Hall 2010).
Beberapa bahan penting yang dibutuhkan dalam pembentukan eritrosit
antara lain protein (asam amino), vitamin (vitamin B2, B6, B12, folat, tiamin,
vitamin C, dan E), dan mineral (Fe, Cu, Mn, dan Co). Bila tubuh mengalami
15
defisiensi salah satu bahan-bahan penting tersebut, maka proses
pembentukaneritrosit akan terganggu dan dapat menyebabkan terjadinya anemia
(Sacher dan McPerson 2004).
Hasil analisis nilai eritrosit pada tikus percobaan disajikan pada Tabel 7.
Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum
berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap nilai eritrosit. Hasil uji beda lanjut
Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa tikus yang diberi ransum 10% protein
dari tepung tempe PRG memiliki eritrosit sangat nyata lebih rendah dibandingkan
dengan tikus yang diberi ransum berupa 10% protein dari kasein dan 20% protein
dari tepung tempe PRG, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok 10%
dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG. Hal ini dikarenakan kelompok tikus
yang diberi ransum tepung tempe PRG 10% mengonsumsi ransum dalam jumlah
yang sedikit sehingga dapat mengurangi asupan protein. Protein sangat
dibutuhkan dalam pembuatan hormon eritropoeitin, yaitu molekul glikoprotein
yang diperlukan dalam sintesis eritrosit (Ganong 2003).
Nilai eritrosit pada tikus yang diberi perlakuan masih berada dalam kisaran
normal, menurut Schermer (1967) jumlah eritrosit pada tikus yaitu 7x106-
9,7x106/mm
3.
Hematokrit dapat digunakan untuk mendiagnosis kondisi normal, anemia, dan
polisitemia. Kondisi polisitemia atau kekurangan cairan ditandai dengan
hematokrit yang tinggi dengan jumlah eritrosit dan hemoglobin yang tinggi.
Kondisi anemia ditandai dengan hematokrit yang rendah dengan jumlah eritrosit
dan hemoglobin yang rendah. Hematokrit yang tinggi dengan jumlah eritrosit dan
hemoglobin yang rendah, menunjukkan anemia disertai ukuran atau volume
eritrosit yang membesar dan konsentrasi hemoglobin yang rendah (Guyton dan
Hall 2010). Nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh faktor psikologi atau
patologi. Nilai hematokrit yang rendah menunjukkan terjadinya anemia atau
pendarahan. Sedangkan, nilai hematokrit yang tinggi dapat disebabkan oleh
terjadinya dehidrasi pada spesimen (Estridge et al 2000).
Hasil analisis pada tikus percobaan yang diberikan dua jenis tepung tempe
yang memiliki perbedaan kadar proteinnya dan kasein sebagai kontrol. Hasil
analisis ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum
berepngaruh nyata (p<0,01) terhadap kadar hematokrit. Hasil uji beda lanjut
Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa kelompok 10% protein dari tepung
tempe PRG memiliki hematokrit sangat nyata lebih rendah dibandingkan
kelompok 20% protein dari tepung tempe PRG dan 10% protein dari kasein, akan
tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok 10% dan 20% protein dari tepung
tempe non-PRG . Tikus yang diberi ransum 20% protein dari tepung tempe PRG
tidak berbeda nyata dengan tikus yang diberi ransum 10% protein dari kasein,
10% protein dari tepung tempe non-PRG, dan 20% protein dari tepung tempe
non- PRG.
16
Rendahnya konsumsi protein pada tikus yang diberi ransum 10% protein dari
tepung tempe PRG menyebabkan kadar hematokrit yang rendah. Konsumsi
protein yang rendah dapat menyebabkan terganggunya sintesis hormon
eritropoietin. Hormon tersebut membantu mengatur kecepatan pembentukan sel
darah merah di dalam sumsum tulang, serta dapat merangsang proses pembelahan
sel menjadi lebih cepat (Guyton 1993).
Kelima kelompok jenis ransum memiliki nilai hematokrit yang berada pada
kisaran normal, yaitu 33-50% (Booth et al. 2010) dan menurut Arrington (1972)
nilai normal hematokrit sebesar 39-52%.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Perbedaan kadar protein ransum dan jumlah konsumsi ransum yang
diberikan ke tikus percobaan menyebabkan perbedaan berat badan. Kelompok
10% protein dari tepung tempe PRG memiliki berat badan lebih rendah
dibandingkan kelompok 20% protein dari tepung tempe PRG dan 20% protein
dari tepung tempe non-PRG, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan 10% protein
dari kasein. Kelompok tikus yang diberi ransum 10% protein dari tepung tempe
non-PRG memiliki kadar MDA di hati maupun di ginjal lebih rendah
dibandingkan kelompok 10% dan 20% protein dari tepung tempe PRG, akan
tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok 20% protein dari tepung tempe non-
PRG dan 10% protein dari kasein. Sedangkan nilai aktivitas SOD hati dan ginjal
tidak berbeda nyata diantara kelompok tikus percobaan. Hasil kadar MDA dan
aktivitas SOD menunjukkan bahwa tidak ada kelompok tikus yang mengalami
strees oksidatif. Sama hal nya dengan pengukuran hematologi yang membuktikan
bahwa kelompok tikus yang diberi ransum 10% dan 20% protein dari tepung
tempe PRG, kelompok 10% dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG, dan
kelompok 10% protein dari kasein dalam jangka panjang tidak menyebabkan
kelainan. Hal tersebut didukung oleh nilai yang didapat masih didalam batas
normal. Akan tetapi, pada pengukuran jumlah trombosit kelompok tikus tepung
tempe PRG, non-PRG, dan kasein memiliki nilai yang melebihi batas normal. Hal
tersebut tidak membuktikan bahwa tikus yang mengonsumsi tepung tempe PRG
maupun non-PRG menyebabkan kelainan pada trombosit, hal ini dikarenakan
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan nilai trombosit diatas kisaran normal
yaitu aktivitas tikus, metabolisme tikus, dan jumlah konsumsi ransum. Hasil
pemeriksaan MDA, SOD, dan hematologi menunjukkan bahwa mengonsumsi
tepung tempe PRG dan non- PRG dalam jangka waktu yang lama tidak
menyebabkan kelainan atau menimbulkan stress oksidatif (radikal bebas),
sehingga tepung tempe PRG dan non-PRG aman untuk dikonsumsi.
17
SARAN
Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis nilai gizi
tepung tempe PRG dan tepung tempe non-PRG.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of
Analysis. Association of Official Analytical Chemistry, Maryland,USA.
Arrington L R. 1972. Animal Laboratory : In Introduction Laboratory Animal
Science- The Breeding, Care and Management of Experimental Animals.
Michigan (USA) : Interstate Printers & Publishers.
Astawan M. 2008. Sehat dengan Tempe. Jakarta(ID): PT.Dian Rakyat.
Astuti M, Meliala A, Dalais F S,Wahlqvist M L. 2000. Tempe, a Nutritious and
Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clincic and
Nutrition Vol 9(4):322-325.
Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B, Wresdiyati T. 2009. Pengaruh
Pemberian Tepung Kedelai Kaya Isoflavon Terhadap Kadar
Malonaldehid (MDA), Aktivitas Superdioksida Dismutase (SOD) Testis
dan Profil Cu,Zn-SOD Tubuli Seminiferi Testis Tikus Jantan. J.tekno
dan Industri Pangan Vol XX(2):130-131.
Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik : Produksi Padi, Jagung, Dan
Kedelai, No. 45/07/Th.XVI. 1Juli 2013.
Bastiansyah E. 2008. Panduan Lengkap : Membaca Hasil Tes Kesehatan.
Jakarta(ID): Penebar Plus.
Booth C J, Brooks M B, Rockwell S. 2010. Spontaneous Coagulopathy in Inbred
WAG/RijYcb Rats. J Comp MedVol 60(1) : 25–30.
Branka I, Natasa Z, Milos M, Jasmina M, Jelena M, Andras S, Zorica S. 2012.
Lipid Peroxidative Damage on Cisplatin Exposure and Alterations in
Antioxidant Defense System in Rat Kidneys : a Posibble Protective
Effect of Selenium. Journal of Molecular ScienceVol 13(2):1790-1803.
Cahyadi W. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta(ID) : Bumi Aksara.
Devasagayam T, Tilak J C, Boloor K, Ketaki S, Ghaskadbi S, Lele R D. 2004.
Review Article : Free Radicals and Antioxidants in Human Health :
Current Status and Future Prospects. Japi Vol 52 : 794-795
Effendi Z. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh
[Internet].[diunduh 20 Agustus 2014].Tersedia pada :
http://library.usu.ac.id/download/fk/histologizukesti2.pdf.
Emawati M. 2006. Pengaruh Paparan Udara Halotan dengan Dosis Subanestesi
Terhadap Gangguan Hati Mencit.Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi
Vol 11(2):71-75.
18
Estridge B H, Reynolds A P, Walters N J. 2000. Basic Medical Laboratory
Techniques 4 th Edition. United States of America: Thomson Learning.
Ganong W F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-22. Widjajakusumah
MD, penerjemah. Jakarta (ID): EGC
Guyton A C. 1993. Sel Darah, Imunitas dan Pembekuan Darah. Di dalam: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-7 bagian I. Ken Ariata Tengadi, dkk
penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Terjemahan
dari: Textbook of Medical Physiology
Guyton A C dan Hall. 2010. Textbook of Medical Physiology.12th Ed. W. B.
Philadelphia : Saunders Company
Halliwell B dan Gutterdige. 1997. Free Radicals in Biology and Medicine. Oxford
University Press.
Handayani W dan Andi S H. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta (ID) : Salemba Medika.
Hodgson E. 2004. A Text Book : Modern Toxicology,3rd Edition. John Wiley &
Sons,Inc.
Kementerian Pertanian. 2013. Pendoman Teknis Pengelolaan Produksi Kedelai
Tahun 2013. Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementrian Pertanian.
Kuncahyo I. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (Dpph). Seminar
Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) ISSN : 1978 – 9777. Yogyakarta.
Lee J, Koo N, Min D B. 2004. Reactive Oxygen Species, Aging, Antioxidative
Nutraceuticals. Comprehensive Reviews In Food Science And Food
Safety Vol 3 : 21-33.
Lu F C. 2006. Toksikologi Ginjal. Dalam Toksikologi Dasar. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia Press. Pp 224-235.
Misra H P dan Fridovich I. 1972. The Role of Superoxide Anion in the
Autoxidation of Epinephrine and a Simple Assay for Superoxide
Dismutase. The Journal of Biological ChemistryVol 247(10): 3170-3175.
Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID) : Alfabeta.
Muchtadi D.2013. Pangan Dan Kesehatan Jantung. Bandung (ID) : Alfabeta.
Mursyid. 2014. Kandungan Zat Gizi dan Nilai Gizi ProteinTepung Tempe Kedelai
Lokal dan Imporserta Aktivitas Antioksidannya.[Tesis]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Odden M C, Amadu A R, Ellen S, Lowell L, Carmen A. 2014. Uric Acid Levels,
Kidney Finction, and Cardiovascular Mortality in US Adults : National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1988-1994 and
1999-2002. American Journal of Kidney Diseases Vol 64(4) : 550-557.
Sacher R A dan McPherson R A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Schaasfma G. 2000. The Protein Digestibility–Corrected Amino Acid Score.
Journal of NutritionVol 130(7) :1865-1867.
19
Schermer S. 1967. The Blood Morphology of Laboratory Animals. 3rd Ed.
Davis,Philadelphia, Pennsylvania.
Scott A S dan Elizabeth F. 2009. Body Structure and Function. Eleventh Edition.
Delmar: United States of America.
Smith J B dan Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium
(Rattus norvegicus): 37-57. Depok (ID) : Universitas Indonesia.
Susianto. 2011. Peran Formula Tempe Sebagai Sumber Vitamin B12 dan
Implementasinya untuk Diet Vegetarian. [Disertasi]. Depok (ID) :
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Suwarno M, Astawan M, Wresdiyati T, Widowati S, Bintari S H, Mursyid. 2013.
Evaluasi keamanan tempe dari kedelai transgenik melalui uji subkronis
pada tikus. Jurnal Veteriner Vol.15 No.3 : 353-362.
Zhu Y, Li D, Wang F, Yin J, Jin H. 2004. Nutritional assessment and fate of DNA
of soybean meal from roundup ready or conventional soybeans using
rats.Archives of Animal Nutrition Vol. 58 No.4 : 295-310.
20
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Menggunakan SPSS
versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Ransum_Tikus
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 322187.144a 4 80546.786 8.654 .000
Intercept 81655187.578 1 81655187.578 8773.542 .000
Perlakuan 322187.144 4 80546.786 8.654 .000
Error 186139.608 20 9306.980
Total 82163514.330 25
Corrected Total 508326.752 24
a. R Squared = .634 (Adjusted R Squared = .561)
Ransum_Tikus
Duncan
Perlakuan N Subset
1 2 3
PRG 10% 5 1620.18
NON PRG 10% 5 1779.39 1779.39
PRG 20% 5 1828.79 1828.79
NON PRG 20% 5 1835.11 1835.11
KASEIN 5 1972.85
Sig. .017 .399 .036
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 9306.980.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
b. Alpha = ,01.
21
Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Badan Tikus Selama 90 Hari Masa
Perlakuan Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: berat_badan
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 177266.000a 4 44316.500 4.976 .001
Intercept 5538781.250 1 5538781.250 621.855 .000
perlakuan 177266.000 4 44316.500 4.976 .001
Error 668014.750 75 8906.863
Total 6384062.000 80
Corrected Total 845280.750 79
a. R Squared = .210 (Adjusted R Squared = .168)
berat_badan
Duncan
perlakuan N Subset
1 2
tepung PRG 10% 16 229
tepung non PRG 10% 16 274 274
kasein 10% 16 251 251
tepung non PRG 20% 16 369
tepung PRG 20% 16 380
Sig. .342 .019
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 8906.863.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000.
b. Alpha = ,01.
22
Lampiran 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Feed Convertion Effeciency
Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: FCE
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 287.094a 4 71.773 19.494 .000
Intercept 6109.789 1 6109.789 1659.429 .000
Perlakuan 287.094 4 71.773 19.494 .000
Error 73.637 20 3.682
Total 6470.520 25
Corrected Total 360.731 24
a. R Squared = .796 (Adjusted R Squared = .755)
FCE
Duncan
Perlakuan N Subset
1 2
KASEIN 5 12.655
PRG 10% 5 14.053
NON PRG10% 5 15.422
NON PRG 20% 5 20.102
PRG 20% 5 20.763
Sig. .174 .581
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 3.682.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
b. Alpha = ,01.
23
Lampiran 4. Hasil Analisis Hasil Analisi Sidik Ragam Kadar Malonaldehid
(MDA) Hati Tikus Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: MDA_Hati
Source Type III Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 574.824a 4 143.706 7.716 .004
Intercept 6910.077 1 6910.077 371.040 .000
PERLAKUAN 574.824 4 143.706 7.716 .004
Error 186.235 10 18.624
Total 7671.137 15
Corrected Total 761.060 14
a. R Squared = .755 (Adjusted R Squared = .657)
MDA_Hati
Duncan
PERLAKUAN N Subset
1 2
NON PRG 10% 3 11.84233
NON PRG 20% 3 19.55133 19.55133
KASEIN 10% 3 19.56100 19.56100
PRG 10% 3 27.30900
PRG 20% 3 29.05267
Sig. .063 .030
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 18.624.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = ,01.
24
Lampiran 5. Hasil Analasisi Sidik Ragam Kadar Malonaldehid (MDA) Ginjal
Tikus Menggunakan SPSS Versi. 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: MDA_Ginjal
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 174.221a 4 43.555 10.005 .002
Intercept 3071.956 1 3071.956 705.621 .000
PERLAKUAN 174.221 4 43.555 10.005 .002
Error 43.536 10 4.354
Total 3289.713 15
Corrected Total 217.757 14
a. R Squared = .800 (Adjusted R Squared = .720)
MDA_Ginjal
Duncan
PERLAKUAN N Subset
1 2 3
NON PRG 10% 3 8.93333
KASEIN 10% 3 13.34100 13.34100
NON PRG 20% 3 13.94833 13.94833 13.94833
PRG 20% 3 15.99567 15.99567
PRG 10% 3 19.33533
Sig. .018 .167 .013
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4.354.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = ,01.
25
Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Aktivitas Superdioksida Dismutase
(SOD) Hati Tikus Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SOD_Hati
Source Type III Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 12332.837a 4 3083.209 .878 .511
Intercept 1927056.815 1 1927056.815 548.795 .000
PERLAKUAN 12332.837 4 3083.209 .878 .511
Error 35114.326 10 3511.433
Total 1974503.978 15
Corrected Total 47447.163 14
a. R Squared = ,260 (Adjusted R Squared = -,036)
Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Aktivitas Superdioksida Dismutase Ginjal
Tikus Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SOD_Ginjal
Source Type III Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2226.759a 4 556.690 2.167 .147
Intercept 2836956.903 1 2836956.903 11041.595 .000
PERLAKUAN 2226.759 4 556.690 2.167 .147
Error 2569.336 10 256.934
Total 2841752.998 15
Corrected Total 4796.095 14
a. R Squared = ,464 (Adjusted R Squared = ,250)
26
Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Hemoglobin Pada Tikus
Percobaan Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Hemoglobin
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 8.946a 4 2.236 5.891 .003
Intercept 4736.192 1 4736.192 12476.798 .000
Perlakuan 8.946 4 2.236 5.891 .003
Error 7.592 20 .380
Total 4752.730 25
Corrected Total 16.538 24
a. R Squared = ,541 (Adjusted R Squared = ,449)
Hemoglobin
Duncan
Perlakuan N Subset
1 2
PRG 10% 5 12.980
NON PRG 10% 5 13.240
NON PRG 20% 5 13.840 13.840
KASEIN 10% 5 14.120 14.120
PRG 20% 5 14.640
Sig. .013 .065
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .380.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
b. Alpha = ,01.
27
Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Leukosit Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Leukosit
Source Type III Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 12.622a 4 3.155 1.450 .254
Intercept 1184.736 1 1184.736 544.556 .000
Perlakuan 12.622 4 3.155 1.450 .254
Error 43.512 20 2.176
Total 1240.870 25
Corrected Total 56.134 24
a. R Squared = ,225 (Adjusted R Squared = ,070)
Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Trombosit Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Trombosit
Source Type III Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 12636.160a 4 3159.040 3.082 .040
Intercept 9540685.440 1 9540685.440 9306.896 .000
Perlakuan 12636.160 4 3159.040 3.082 .040
Error 20502.400 20 1025.120
Total 9573824.000 25
Corrected Total 33138.560 24
a. R Squared = .381 (Adjusted R Squared = .258)
Trombosit
Duncan
Perlakuan N Subset
1 2
PRG 10% 5 580.20
NON PRG 10% 5 613.00 613.00
PRG 20% 5 613.80 613.80
KASEIN 10% 5 639.00
NON PRG 20% 5 642.80
Sig. .131 .192
28
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1025.120.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 11. Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Eritrosit Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Eritrosit
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4.620a 4 1.155 7.946 .001
Intercept 1520.532 1 1520.532 10461.753 .000
Perlakuan 4.620 4 1.155 7.946 .001
Error 2.907 20 .145
Total 1528.058 25
Corrected Total 7.526 24
a. R Squared = .614 (Adjusted R Squared = .537)
Eritrosit
Duncan
Perlakuan N Subset
1 2 3
PRG 10% 5 7.1540
NON PRG10% 5 7.5920 7.5920
NON PRG 20% 5 7.7320 7.7320 7.7320
KASEIN 10% 5 8.1180 8.1180
PRG 20% 5 8.3980
Sig. .033 .051 .016
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .145.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
b. Alpha = ,01.
29
Lampiran 12. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Hematokrit Tikus Percobaan
Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Hematokrit
Source Type III Sum of
Squares
Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 48.474a 4 12.118 5.869 .003
Intercept 32227.430 1 32227.430 15608.015 .000
Perlakuan 48.474 4 12.118 5.869 .003
Error 41.296 20 2.065
Total 32317.200 25
Corrected Total 89.770 24
a. R Squared = .540 (Adjusted R Squared = .448)
Hematokrit
Duncan
Perlakuan N Subset
1 2
PRG10% 5 33.560
NON PRG 10% 5 35.320 35.320
NON PRG 20% 5 36.120 36.120
KASEIN 10% 5 37.000
PRG 20% 5 37.520
Sig. .014 .036
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.065.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
b. Alpha = ,01.
30
Lampiran 13. Kurva Standar TEP
Konsentrasi (µmol/ml)
Absorbansi Rata-Rata
0 0.075 0.404 0.143 0.808 0.315 1.616 0.584 2.424 0.878
Lampiran 14. Kurva SOD
y = 0.3403x + 0.0415 R² = 0.9941
0
0.5
1
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (µmol/ml)
Kurva Standar TEP
y = 0.1867x + 4.8889 R² = 0.9847
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0 100 200 300 400 500 600
% H
amb
atan
Konsentrasi SOD (U/mg protein)
Kurva Standar SOD
Konsentrasi Standar (U/mg protein)
∆ Abs. Rata2 %Hambatan
0 0,015 0,00 50 0,013 13,33
100 0,011 26,67 250 0,007 53,33 300 0,005 66,67 500 0,001 93,33
Blanko 0,015
31
RIWAYAT HIDUP
Tessa Winandita dilahirkan di kota Jakarta
pada 24 November 1992 dari ayah Winarso dan ibu
Endang Winarni. Penulis merupakan putri pertama
dari dua bersaudara. Pada tahun 2010, penulis lulus
dari SMA Nasional 1. Penulis sangat aktif dalam
organisasi OSIS SMA dan OSIS SMP. Penulis juga
ikut aktif dalam kepanitaan selama SMP hingga masa
perkuliahan. Penulis terdaftar sebagai mahasiswi
Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur BUD
perusahaan pada tahun 2010. Selama kuliah, penulis aktif sebagai badan
pengawas HIMITEPA pada tahun 2012, selain itu penulis juga aktif dalam
beberapa acara kepanitiaan seperti acara ACCESS dan BAUR 2012
“ ENLIGHTENING YOUR FUTURE “ sebagai seksi acara, HACCP dan Plasma
2012 sebagai seksi sponsor, FATETA International Scholarship 2012 sebagai
seksi humas, dan Panitia Makrab ITP 47 sebagai seksi danus. Penulis merupakan
penerima beasiswa perusahaan PT. Kemilau Bintang Timur (2010-2015).
Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan melakukan penelitian pada
tahun2014 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian di IPB dan membuat skripsi yang berjudul “Pengaruh
Konsumsi Tepung Tempe dari Kedelai PRG (Produk Rekayasa Genetik) dan Non-
PRG Terhadap Fisiologis Tikus Percobaan”. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir.
Joko Hermanianto dan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, M.S.