pengaruh lanjut bioakumulasi … mulia: apih (alm), bapak dan ummi yang telah memberikan do’a...
TRANSCRIPT
PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS (Cyprinus carpio)
IMAM TAUFIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2005
ABSTRAK
IMAM TAUFIK. Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Eddy Supriyono, MSc.; Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc.; dan Dr. Santosa Koesoemadinata, MSc.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan (C6H6Cl6O3S) terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas. Penelitian dilakukan dalam enam tahap, yaitu: Uji stabilitas bahan aktif; Uji penentuan kisaran konsentrasi lehal; Uji definitif; Uji biokonsentrasi; Uji bioeliminasi; dan Uji subletal. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan wadah berupa akuarium kaca. Bahan uji yang digunakan adalah formulasi insektisida dengan bahan aktif endosulfan yang berbentuk cairan berwarna kuning bening yang dapat larut dalam aseton. Hewan uji berupa ikan mas (Cyprinus carpio) stadia juvenil dengan ukuran bobot 0,81 ± 0,098 g/ekor yang diperoleh dari hasil pemijahan secara terkontrol. Sebelum digunakan hewan uji diadaptasikan selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan diberi pakan pellet dengan kandungan protein ± 43,96%. Pada uji stabilitas diaplikasikan endosulfan dengan konsentrasi 2,42 µg/l dalam air, kemudian diambil sample air pada jam ke 0, 24, 48, 72, dan 96 jam. Sample yang diperoleh selanjutnya di ekstraksi dan diidentifikasi menggunakan gas kromatografi (GC). Pada uji penentuan kisaran konsentrasi letal diaplikasikan 4 deret konsentrasi uji, yaitu: 0 (kontrol); 0,1; 1,0; 10,0 µg/l. Ikan uji sebanyak 10 ekor/wadah dengan pengamatan mortalitas pada jam ke: 0, 24, dan 48 jam setelah aplikasi. Pada uji definitif diaplikasikan 7 deret konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2; dan 7,2 µg/l. Ikan uji sebanyak 10 ekor per wadah dengan waktu pengamatan pada jam ke: 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam setelah aplikasi. Pada uji bioakumulasi diaplikasikan 3 konsentrasi endosulfan sebesar 10, 30, dan 50% dari nilai LC50-96 jam dengan nilai konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 0,24; 0,72; dan 1,20 µg/l dalam air. Ikan mas dipelihara dengan kepadatan 0,5 ekor/liter air atau 20 ekor dalam 40 liter air. Selama pemaparan ikan uji diberi pakan secara at satiation serta dilakukan pergantian air setiap 24 jam dengan konsentrasi bahan uji yang sama. Parameter yang diukur adalah: laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan kondisi hematologis. Untuk kebutuhan analisa residu, sample ikan dan air diambil pada jam ke: 0, 4, 12, 24, 48, 96, 144, 192, 264 pemaparan. Sample selanjutnya diekstraksi dan dipekatkan dalam 10 ml aceton p.a untuk selanjutnya diidentifikasi menggunakan GC. Uji bioeliminasi dimulai setelah proses absorpsi dan akumulasi endosulfan ke dalam tubuh ikan mas mencapai kondisi stabil (steady state). Ikan yang telah terpapar dan mengakumulasi endosulfan sebesar 3,58 ± 0,1345 µg/kg selanjutnya dipindahkan ke dalam
air bersih tanpa bahan uji (clean water). Pengambilan ikan uji dilakukan pada hari ke 0, 5, 10 dan 15 pemeliharaan untuk selanjutnya diekstraksi dan diidentifikasi menggunakan GC dengan prosedur yang standar. Pada semua tahapan penelitian dilakukan pengukuran sifat fisika-kimia air yang meliputi: suhu, pH, O2 terlarut, CO2 dan amonia, untuk mengetahui kelayakannya sebagai media uji. Data uji stabilitas dianalisis secara regresi dan deskriptif, data uji penentuan kisaran konsentrasi letal dianalisis secara deskriptif, sedangkan data uji definitif dianalisis dengan bantuan program “probit analysis”. Residu endosulfan dalam ikan dan air dianalisis menurut petunjuk Komisi Pestisida (1977), laju penyerapan dan eliminasi ditentukan menurut petunjuk Specie dan Hamelink (1995), biokonsentrasi faktor dihitung menurut persamaan Montanes dan Hattum (1995). Untuk menghitung pertumbuhan digunakan persamaan Ricker (1975), sedangkan penentuan efisiensi pakan dihitung berdasarkan persamaan NRC (1983). Data yang diperoleh dari uji subletal dianalisis ragam dengan bantuan program statistik RPSS 10.0 for Window. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju peluruhan endosulfan dalam air adalah sebesar 0,81% per jam. Kisaran konsentrasi endosulfan terhadap ikan mas antara 1 µg/l (ambang bawah) dan 10 µg/l (ambang atas) dengan nilai LC50-96 jam sebesar 2,42 (2,206 – 2,652) µg/l pada limit kepercayaan 95%. Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan pada konsentrasi 0,24; 0,72; dan 1,20 µg/l secara berurutan sebesar 2,04; 3,58 dan 4,24 µg/kg dengan laju penyerapan sebesar 0,79; 0,71; dan 0,43 µg/l per jam, serta nilai biokonsentrasi faktor (BCF) sebesar 8,56; 7,74 dan 4,69. Melalui analisis statistik terhadap data tersebut diketahui bahwa bioakumulasi endosulfan secara nyata berpengaruh terhadap laju penyerapan dan nilai BCF dalam tubuh ikan mas.
Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh ikan mas sebesar 2,04 µg/kg secara nyata menurunkan jumlah eritrosit; bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg mengurangi jumlah leukosit dan mereduksi pertumbuhan; dan pada konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/kg secara nyata meningkatkan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam darah ikan mas. Kata kunci: bioakumulasi, biokonsentrasi faktor, eliminasi, endosulfan, hematologi,
ikan mas.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :
PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGIS
IKAN MAS (Cyprinus carpio)
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2005
Imam Taufik C 051020101
PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS (Cyprinus carpio)
IMAM TAUFIK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
i
Judul Tesis : Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio).
Nama : Imam Taufik
NRP : C 051020101
Program Studi : Ilmu Perairan (AIR)
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc. Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Chairul Muluk, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Ujian : 1 Desember 2005 Tanggal Lulus :
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juli 1967 sebagai putera ke lima dari
pasangan H. Ali Muchtar (Alm) dan Yuhana (Almh). Jenjang pendidikan sampai
dengan tingkat menengah atas, berturut -turut diselesaikan pada SD Negeri 1 Kotabatu,
SMP Negeri 2, dan SMA Negeri 1 di Bogor. Pendidikan Strata 1 (S1) ditempuh pada
Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin – Ujung Pandang dan
lulus pada tahun 1992.
Tahun 1994 sampai 1997 penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Loka
Penelitian Perikanan Pantai, Pusat Penelitian Perikanan Budidaya, di Gondol – Bali dan
tergabung dalam kelompok peneliti Penyakit Ikan. Tahun 1997 sampai sekarang,
penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar,
Pusat Riset Perikanan Budidaya, di Bogor dan tergabung dalam kelompok peneliti
Lingkungan Budidaya & Toksikologi. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi S2
pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR), Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan
berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis masih diberi kekuatan untuk melakukan
segala aktivitas yang Insya Allah senantiasa ditujukan untuk mencari Ridho-Nya.
Tesis dengan judul “Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan
terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio)”
merupakan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat yang dibebankan
kepada penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi
dan sumbangsih bagi kepentingan pengelolaan lingkungan, khususnya yang berkaitan
dengan pencemaran pestisida pada sumberdaya perikanan.
Selama menjalani masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian hingga selesainya
penulisan tesis ini, penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu penulis menghaturkan terima kasih. Secara khusus ungkapan terima kasih
yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan
kepada:
1. Istriku tercinta Fetty Fatimah serta kedua putri-permata hatiku Iffi Rizkiya dan
Fitta Fairuz Rahmani, atas segenap cinta dan ketulusan hati nan ikhlas yang
telah dengan setia mendampingi penulis selama melaksanakan kuliah hingga
selesai dan Insya Allah untuk selamanya.
2. Yang mulia: Apih (alm), Bapak dan Ummi yang telah memberikan do’a tulus
sehingga penulis mendapat kekuatan lahir dan keteguhan bathin selama
menjalani proses perkuliahan.
3. Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. sebagai ketua Komisi Pembimbing, Bapak
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. dan Bapak Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc.
sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu, tenaga,
pemikiran bahkan materi untuk membantu, mengarahkan dan membimbing
penulis mulai dari perkuliahan, penelitian hingga pembuatan tesis ini.
iv
4. Bapak Dr. Chairul Muluk, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perairan
beserta seluruh Staf Dosen PPs-IPB yang telah memberikan arahan, materi
kuliah serta bantuan administrasi selama penulis mengikuti perkuliahan.
5. Bapak Dr. S. Djokosetyanto, M.Sc. selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing
yang telah memberi pengarahan, masukan dan saran guna perbaikan tesis ini.
6. Bapak Drs. Sutrisno yang tak henti-hentinya memberi dukungan moril serta
bantuan materil yang sangat besar sehingga penulis dapat melaksanakan dan
menyelesaikan kuliah.
7. Bapak Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si, Bapak Eman Sulaeman dan Bapak
Aji M. Tohir yang telah membantu menganalisis sample penelitian di
Laboratorium Toksikologi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetika Pertanian, Bogor.
8. Teman-teman Program Studi Ilmu Perairan PPs-IPB: Ahmad Jauhari, Amrulla,
Wahidah, Desi, Esti, Ricky serta yang lainnya, atas kerjasama, spirit dan
kekompakannya.
9. Berbagai pihak yang belum disebutkan di atas dan telah membantu.
Akhir kata, Wabillahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warohmatullahi
Wabarokaatuh.
Bogor, Desember 2005
Penulis
v
DAFTAR ISI
halaman.
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………… i.
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………… ii.
PRAKATA ……………………………………………………… iii.
DAFTAR ISI ……………………………………………………… v.
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. vii.
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………. viii.
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. ix.
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………… 1. Pendekatan Masalah ……………………………………… 4. Hipotesis ……………………………………………………… 5. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 5. Manfaat Penelitian ……………………………………………… 5.
TINJAUAN PUSTAKA Pestisida ……………………………………………………… 6. Keberadaan Pestisida di Lingkungan Perairan ……………… 7. Insektisida Organoklorin ……………………………………… 12. Endosulfan ……………………………………………………… 12. Penyerapan dan Eliminasi ……………………………………… 15. Pertumbuhan ……………………………………………… 16. Darah Ikan ……………………………………………………… 17. Hematokrit ……………………………………………… 17. Hemoglobin ……………………………………………… 18. Sel darah merah (eritrosit) ……………………………… 19. Sel darah putih (leukosit) ……………………………… 19. Kualitas Air ……………………………………………………… 20. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ……………………………………………… 22. Bahan dan Alat ……………………………………………… 22. Persiapan Penelitian
Wadah dan media …….……………………………….. 23. Ikan uji ……………………………………………… 23. Media uji ……………………………………………… 24.
Pelaksanaan Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam a ir ……………………… 24.
Bioakumulasi endosulfan ……………………………… 25.
vi
halaman.
Uji toksisitas letal ……………………………… 25. Uji bioakumulasi ……………………………… 26.
Uji bioeliminasi ……………………………… 27. Bioakumulasi terhadap pertumbuhan ……………… 28.
Bioakumulasi terhadap kondisi hematologis ……………… 29. Kadar hematokrit (Ht) ……………………… 29. Kadar hemoglobin (Hb) ……………………… 30. Jumlah sel darah merah (eritrosit) ……………… 30. Jumlah sel darah putih (leukosit) ……………… 31. Analisis Data ……………………………………………… 31. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam air ………………………. 34. Toksisitas letal: Nilai LC50 ………………………………. 35. Uji bioakumulasi endosulfan ………………………………. 37. Uji bioeliminas i endosulfan ………………………………. 39. Pertumbuhan ikan ………………………………………. 40. Efisiensi pakan ………………………………………. 42. Kondisi hematologis ………………………………………. 43. Kualitas air ………………………………………………. 45. Pembahasan ………………………………………………………. 46.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……..……………………………………………….. 59. Saran ……..……………………………………………………….. 59.
DAFTAR PUSTAKA ………...……………………………………… 60.
vii
DAFTAR TABEL
halaman. Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan ………. 9.
Tabel 2. Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada setiap waktu pemaparan ………………………………………… 36.
Tabel 3. Model persamaan laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada masing-masing konsentrasi perlakuan ……………………………………………….. 38.
Tabel 4. Nilai laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada masing-masing perlakuan ……….. 39.
Tabel 5. Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi bioakumulasi endosulfan setelah 12 minggu pemaparan …………………………… 41.
Tabel 6. Rata-rata nilai efisiensi pakan (%) ikan mas pada masing-masing perlakuan selama 12 minggu pemaparan …………………………… 43.
Tabel 7. Rata-rata kadar hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit
ikan mas dengan bioakumulasi insektisida endosulfan yang berbeda setelah 12 minggu pemaparan ………………………….. 43.
Tabel 8. Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas letal dan subletal insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………………... 46.
viii
DAFTAR GAMBAR
halaman.
Gambar 1. Dinamika pestisida dalam lingkungan …………………………… 10.
Gambar 2. Konsekwensi penggunaan herbisida terhadap ekologi perairan. …. 11.
Gambar 3. Struktur kimia endosulfan …………………………………………. 14.
Gambar 4. Prosentase peluruhan konsentrasi endosulfan dalam air pada setiap waktu pemaparan …………………………………….. 34.
Gambar 5. Nilai LC 50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas untuk setiap waktu pemaparan …………………………………….. 36.
Gambar 6. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 10% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,24 (± 0,013) µg/l …………………… 37.
Gambar 7. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,46 (± 0,088) µg/l …………………….. 37.
Gambar 8. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 50% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,91 (± 0,020) µg/l ………..…………… 38.
Gambar 9. Eliminasi endosulfan dari tubuh ikan mas yang telah dipaparkan dalam larutan insektisida endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg …………………………………. 40.
Gambar 10. Pertambahan bobot rata-rata individu ikan mas pada masing-masing perlakuan selama 12 minggu pemaparan …….. 41.
ix
DAFTAR LAMPIRAN
halaman.
Lampiran 1. Prosedur analisis residu insektisida endosulfan pada sample air ………………... …………………………….. 66.
Lampiran 2. Prosedur analisis residu insektisida endosulfan pada sample daging ikan ………………………………………. 67.
Lampiran 3. Mortalitas ikan mas (ekor) pada uji pendahuluan setelah waktu pemaparan (jam) …………………………………… 68.
Lampiran 4. Motalitas ikan mas (ekor) pada uji lanjutan (definitife test) untuk setiap konsentrasi perlakuan (µg/l) setelah waktu pemaparan (jam) ………………………………….. 69.
Lampiran 5. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-24 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 70.
Lampiran 6. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-48 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 70.
Lampiran 7. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-72 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 71.
Lampiran 8. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-96 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 71.
Lampiran 9. Analisis statistik terhadap laju penyerapan (Ku) dan biokonsentrasi faktor (BCF) insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas …………………………………………. 72.
Lampiran 10. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu …………………………………………………. 73. Lampiran 11. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan
berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu (transformasi logaritma natural) ……..……….. 74.
Lampiran 12. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu ……………………………………….………… 75.
Lampiran 13. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu (transformasi logaritma natural) ………………. 76.
x
halaman. Lampiran 14. Laju pertumbuhan individu harian (%) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan pada setiap periode pemaparan (bulan) ………… …………………………... 77. Lampiran 15. Data efisiensi pakan harian (FE) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan ……………………….. 78.
Lampiran 16. Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan individu (SGR) dan efisiensi pakan (FE) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu …………………………………………………………. 79. Lampiran 17. Kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan ……………………………………… 80. Lampiran 18. Analisis statistik terhadap data hematologis (hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu …………………………………… 81.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pestisida dewasa ini mempunyai peranan yang penting khususnya dalam bidang
pertanian untuk memberantas jasad-jasad yang merusak tanaman dan hasil pertanian
yang disimpan. Usaha meningkatkan produksi pertanian, baik kuantitatif maupun
kualitatif, telah dipermudah dengan penggunaan pestisida (Soekardi et al., 1977).
Walaupun konsep “pest management” atau “integrated pest control” dilakukan,
dimana pestisida hendaknya digunakan sesedikit mungkin dan apabila diperlukan saja,
namun pada umumnya usaha proteksi tanaman dilakukan dengan pertimbangan bahwa
hama dan penyakit tanaman hanya dapat diberantas dengan mudah dan cepat dengan
menggunakan pestisida yang efektif, sekalipun keadaan ini hanya dicapai untuk
sementara. Oleh karena itu pemberantasan hama dan penyakit tanaman hampir
senantiasa diartikan sebagai penggunaan pestisida, sehingga bermacam-macam pestisida
banyak digunakan yang juga menimbulkan berbagai dampak negatif (Mulyani, 1973).
Meningkatnya penggunaan pestisida telah menimbulkan kekhawatiran karena
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Menurunnya kualitas lingkungan karena
kontaminasi oleh pestisida telah mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru yang
harus segera diatasi. Kematian ikan di sawah, kolam atau sungai, makin jarangnya
dijumpai jenis burung-burung tertentu, terjadinya resistensi hama maupun timbulnya
eksplosi hama sekunder antara lain diduga sebagai akibat penggunaan pestisida yang
tidak bijaksana (Mulyani, 1973).
2
Sifat penting yang dimilki suatu bahan aktif pestisida adalah daya racun atau
toksisitas. Meskipun bahan kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu
jenis hama tertentu tetapi pada hakekatnya bersifat racun untuk semua mahluk hidup.
Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat selektif dan mempunyai spektrum yang luas
sebagai racun sehingga merupakan salah satu sumber pencemaran yang potensial
khususnya bagi sumberdaya dan lingkungan perairan perikanan.
Pestisida yang paling ideal adalah yang bersifat khusus dan dapat digunakan
secara selektif terhadap hama sasaran saja, namun di seluruh dunia belum dijumpai
pestisida yang demikian. Kebanyakan pestisida yang ada sebetulnya tidak bersifat
selektif karena pestisida digunakan pada suatu ekosistim yang rumit dan kompleks
sehingga setiap pemakaian pestisida juga dapat membunuh organisme bukan sasaran
atau paling tidak mengganggu kehidupannya (Kadarsan, 1977).
Endosulfan merupakan senyawa kimia dari golongan organoklorin yang banyak
dipergunakan di Indonesia sebagai bahan aktif dalam berbagai formulasi insektisida
yang diperdagangkan dengan beberapa nama dagang, antara lain: Thiodan, Fanodan,
Akodan, dan Termisidan (Komisi Pestisida, 1990). Penggunaan endosulfan di Indonesia
sebenarnya sudah dilarang sejak tahun 1996 melaui Surat Keputusan Menteri Pertanian
No. 473/KPTS/TP207/6/96, namun pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak
digunakan oleh petani karena insektisida endosulfan cukup efektif mengendalikan hama
sasaran, harganya relatif murah dan mudah didapatkan (Sulaksono, 2001).
Seperti pestisida organoklorin pada umumnya, endosulfan bersifat toksik
terhadap organisme perairan termasuk ikan dan sangat persisten sehingga akan
meninggalkan residu yang dapat mencemari lingkungan perairan. Hasil penelitian
3
Ekaputri (2001) membuktika n bahwa perairan sungai Ciliwung-Jawa Barat yang
mengalir melewati daerah Bogor, Depok dan Jakarta mengandung residu insektisida
endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7-4,0 µg/l. Sedangkan Taufik et al.,
(2003) melaporkan bahwa perairan tambak serta saluran irigasi di Kabupaten Brebes-
Jawa Tengah telah tercemar oleh endosulfan yang berasal dari limbah pertanian dan
perkebunan dengan konsentrasi secara berturut-turut sebesar 2,7 mg/l dan 3,2 µg/l.
Ikan yang terpapar dalam air yang tercemar oleh endosulfan dalam konsentrasi
subletal akan menyerap bahan aktif tersebut melalui permukaan tubuh, membran insang
dan difusi kutikular. Penyerapan akan berlangsung secara terus menerus sampai tercapai
keadaan steady state yaitu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi
per satuan waktu seimbang pada suatu konsentrasi bahan dalam air (Nagel dan Loskill,
1991). Residu endosulfan dalam air yang terserap oleh ikan akan terakumulasi di dalam
jaringan tubuh melalui proses bioakumulasi, hal ini disebabkan karena endosulfan
termasuk insektisida golongan organoklorin yang memiliki sifat lipofilitas tinggi, yakni
mudah terikat dalam jaringan lemak.
Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan komoditas perikanan air tawar yang
paling banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat. Ikan ini
berpotensi untuk terkontaminasi oleh insektisida endosulfan karena pada umumnya
dipelihara dalam kolam budidaya atau Karamba Jaring Apung (KJA) di waduk, dimana
sumber airnya berasal dari aliran sungai yang berhubungan langsung dengan berbagai
aktivitas pertanian yang banyak menggunakan pestisida.. Selain itu, ikan mas juga
mempunyai kandungan lemak cukup tinggi sehingga akan lebih mudah mengakumulasi
residu pestisida organoklorin (Edward, 1976).
4
Pendekat an Masalah
Peningkatan penggunaan pestisida terutama dalam bidang pertanian telah
menyebabkan pencemaran pada berbagai perairan. Hal ini terjadi karena pada umumnya
aktivitas pertanian seperti tanaman padi di sawah akan menggunakan lingkungan
perairan sebagai tempat pembuangan limbah cair (run off) yang masih mengandung
residu pestisida. Akibat aktivitas tersebut maka lingkungan perairan tawar yang
merupakan sumber air untuk berbagai kegiatan budidaya perikanan dapat tercemar oleh
berbagai bahan aktif yang terkandung dalam formulasi pestisida.
Endosulfan merupakan senyawa organoklorin yang banyak digunakan sebagai
bahan aktif dalam formulasi insektisida pertanian. Penggunaan senyawa ini akan
meninggalkan residu dalam lingkungan biotik maupun abiotik karena degradasi
endosulfan sangat lambat di alam. Lebih lanjut, residu endosulfan mempunyai sifat
yang mudah larut dalam lemak (lipofilik) sehingga dapat terserap dan terakumulasi
dalam tubuh organisme (bioakumulasi) sehingga merupakan masalah dalam budidaya
perikanan air tawar.
Salah satu komoditi perikanan yang potensial tercemar oleh endosulfan adalah
ikan mas karena pada umumnya ikan jenis ini dibudidayakan dalam kolam dan KJA
dengan sumber air berasal dari sungai yang merupakan tempat pembuangan limbah cair
pertanian. Oleh karena itu perlu diketahui bahaya yang dapat timbul pada ikan mas
akibat terpapar dalam air yang tercemar endosulfan, baik pada konsentrasi letal maupun
subletal.
Estimasi toksisitas dan potensi bioakumulasi endosulfan serta pengaruh yang
ditimbulkan terhadap ikan mas dapat diketahui melalui beberapa pengujian, seperti uji
5
hayati (bioassay), uji akumulasi, uji eliminasi dan uji subletal. Dalam kondisi subletal
pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan dapat berdampak pada
perubahan kondisi hematologis sehingga dalam jangka waktu tertentu akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan ikan mas.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a). Insektisida endosulfan mempunyai toksisitas yang tinggi dan dapat terakumulasi di
dalam tubuh ikan mas.
b). Pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan pada konsentrasi tertentu
dapat menghambat pertumbuhan ikan mas.
c). Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan dapat menyebabkan perubahan
pada kondisi hematologis ikan mas.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida
endosulfan terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan konsentrasi
bioakumulasi insektisida endosulfan yang masih dapat ditolerir oleh ikan mas.
Informasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi penetapan batas maksimum
residu (BMR) pestisida dalam air yang ama n bagi ikan dan organisme perairan lainnya.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida
Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah dan sintetis berbagai unsur
kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme pengganggu, terutama
ditujukan kepada jenis -jenis hama tertentu (Kusno, 1995). Menurut Lodang (1994)
penggunaan pestisida disamping dapat memberikan keuntungan juga dapat
menimbulkan kerugian (efek negatif). Keuntungan yang didapat antara lain: 1) dapat
meningkatkan produksi pertanian dan hasil penen yang cepat; 2) aplikasi di lapangan
relatif mudah; 3) dapat digunakan pada areal yang luas dalam waktu yang relatif
singkat; 4) dapat diaplikasikan setiap waktu, dengan memperhatikan cuaca; 5) dapat
diperoleh dengan mudah; 6) harga relatif murah dan memberikan keuntungan ekonomi.
Efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah: 1) mempertinggi
resistensi hama sehingga memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak dan
lebih kuat; 2) membunuh mahluk lain yang bukan sasaran, termasuk predator ala mi
yang berguna; 3) gangguan toksik pada manusia yang bertambah sehubungan dengan
bertambahnya volume dan intensitas penggunaan insektisida; 4) produk pertanian akan
mengandung residu pestisida yang dapat mengancam kesehatan para konsumen,
terutama petani dan keluarganya; 4) kontaminasi global akibat mobilitas yang tinggi,
terutama oleh pestisida persisten; 6) mengganggu keseimbangan dalam rantai makanan
sehingga akan mengganggu ekosistem secara keseluruhan; 7) bertambahnya resiko efek
sinergik interaksi antara bermacam-macam pestisida; 8) kemungkinan akan terjadi efek
genetik jangka panjang akibat dosis subletal pestisida persisten.
7
Chau et al. (1982) menyatakan, pestisida dapat digolongkan menurut organisme
sasarannya, bahan asal pestisida, cara kerja serta formulasi bahan aktifnya. Berdasarkan
formulasi bahan aktifnya pestisida dapat dikelompokkan menjadi 6 golongan, yaitu:
organoklorin, organofosfat, karbamat , turunan asam fenoksi alkoloid , triazin dan
substansi urea. Berdasarkan kegunaannya pestisida da pat dibedakan menjadi:
insektisida, herbisida, fungisida, rodentisida, akarisida, bakterisida, ovisida, algasida,
nematosida dan molusisida (Ekha, 1993). Menurut struktur dan golongan zat kimianya
pestisida dibagi menjadi pestisida alamiah dan pestisida sintetik.
Dampak lingkungan penggunaan pestisida berkaitan erat dengan sifat dasar yang
penting terhadap efektifitasnya sebagai pestisida. Pertama, pestisida cukup beracun
untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk mahluk bukan
sasaran, sampai batas tertentu tergantung pada faktor fisiologis dan ekologis. Kedua,
banyak jenis pestisida yang dapat bertahan terhadap degradasi lingkungan akibatnya
dapat bertahan dalam suatu daerah yang diberi perlakuan, sehingga keefektifannya
dapat diperkuat. Sifat ini juga memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistim
alamiah (Connel dan Miller, 1995).
Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan
Perairan bertindak sebagai suatu tempat penampungan utama bagi residu
pestisida yang persisten. Masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai jalur,
antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan limbah
perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian melalui tanah,
penimbunan aerosol dan partikulat, curah hujan dan penyerapan dari fase uap pada antar
8
fase udara-air (Connel dan Miller, 1995). Penyebaran pencemaran pestisida dalam
lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif,
seperti penguapan, presipitasi dari udara, pencucian dan pengaliran.
Aliran pembuangan pestisida beragam menurut laju arus air permukaan dan jenis
tanah, sedangkan pencucian mula -mula tergantung pada adsorpsi/desorpsi antara
konstituen tanah dan pergolakan air yang melaluinya (Robinson, 1973). Kelarutan suatu
bahan aktif pestisida di dalam air merupakan faktor penting yang akan menentukan
persistensinya di lingkungan perairan.
Residu pestisida tidak hanya terdifusi ke dalam tanah tetapi juga ke dalam air,
udara dan akhirnya akan mengkontaminasi rantai makanan kehidupan. Masalah ini
perlu mendapat perhatian serius karena residu pestisida (insektisida) ada yang bersifat
karsinogenik yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Ardiwinata et al., 1999).
Pestisida yang masuk ke dalam perairan, terutama dari golongan klor-organik
akan diserap oleh sedimen dasar perairan, plankton, algae, invertebrata perairan,
tumbuhan air dan ikan. Insektisida klor-organik tidak larut dalam air dan residunya di
dalam perairan ditemukan dalam bentuk partikulat tersuspensi yang lebih ba nyak
terdapat dalam lumpur dan sedimen dasar perairan. Karena tidak larut dalam air maka
persistensinya di lingkungan perairan dapat berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Residu pestisida klor-organik yang diserap oleh hewan air dapat terakumulasi di dalam
jaringan tubuh karena pestisida tersebut memiliki sifat lipofitas yang tinggi sehingga
mudah terikat dalam jaringan lemak dan akumulasi residu pestisida klor-organik pada
ikan dipengaruhi oleh kandungan lemak (Edward, 1976). Ikan yang memiliki
kandungan lemak yang tinggi akan lebih mudah mengakumulasi insektisida tersebut.
9
Penyerapan residu pestisida yang terdapat dalam perairan oleh hewan air dapat
terjadi melalui berbagai cara, seperti mengkonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi, pengambilan dari air melalui membran insang, difusi kutikular serta
penyerapan langsung dari sedimen (Livingstone, 1977). Kusno (1995) mengemukakan
bahwa penyerapan residu pestisida tergantung dari besarnya residu, sifat fisika -kimia,
sifat bioakumulatif dan toksisitasnya, maka keracunan yang ditimbulkannyapun dapat
bersifat akut maupun kronik. Menurut Edward (1976), rata -rata kenaikan residu
pestisida dalam hewan akuatik mempunyai korelasi dengan aktivitas metabolisme,
bobot badan, luas permukaan tubuh dan rantai makanannya.
Berkenaan dengan bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida terhadap ikan, para
ahli telah mengklasifikasikan pestisida berdasarkan pada nilai LC50-96 jam :
Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan
Tingkat LC50-96 jam (ppm) Evaluasi toksisitas
A B C D
< 1
1 – 10 10 – 100
> 100
Sangat tinggi
Tinggi Sedang Rendah
Sumber: Komisi Pestisida (1983)
10
Tanah/sedimen: - Fotolisa - Degradasi
Depsorpsi Leaching Run off
Tanaman: - Toksik - Residu - Terurai
Herbivora
Omnivora
Karnivora
M A N U S I A
penguapan penguapan
Atmosfier: - Fotolisa - Reaksi
Perairan : - Hidrolisa - Fotolisa - Oksidasi - Degradasi
mikroba
deposiosi basah & kering
Mikroplankton
Zooplankton
Ikan kecil
Ikan besar
pengendapan
Hama
Predator
Organisme
Gambar 1. Dinamika pestisida dalam lingkungan. (Mustamin dan Ma’ruf, 1990 dalam Kusno, 1995).
absorpsi
PESTISIDA
11
Pengaruh penggunaan pestisida (herbisida) terhadap ekologi perairan dapat
digambarkan secara skematik seperti di bawah ini.
Penggunaan herbisida
Kematian tumbuhan
Peningkatan turbulensi
Peningkatan penetrasi cahaya
Penguraian materi tumbuhan
Peningkatan respirasi
Perubahan kesetimbangan O2/CO2
Penurunan penetrasi cahaya
Pelepasan nutrien
Terbentuknya detritus
Sumber makanan
Kesetimbangan restorasi O2/CO2
Perubahan komunitas biota
Kehilangan substrat dan tempat berlindung (shelter) bagi biota
Penurunan fotosintesis
Kehilangan sumber makanan
biota
Toksisitas langsung
Perubahan komposisi mikro atau makroflora
Gambar 2. Konsekwensi penggunaan herbisida terhadap ekologi perairan (Hellawell, 1986).
12
Insektisida Organoklorin
Insektisida organoklorin adalah suatu senyawa insektisida yang mengandung
atom karbon, klor, hidrogen dan kadang-kadang oksigen (Sastroutomo, 1992).
Golongan organoklorin dibagi menjadi tiga sub golongan utama yaitu
diklorodifenitrikloro etana (DDT), benzena heksaklorida (BHC) dan siklodiena.
Insektisida organoklorin merupakan kelompok pestisida paling persisten yang
pada dasarnya tidak mengalami perubahan di lingkungan dalam jangka waktu yang
lama (ADB, 1987). Insektisida organoklorin mempunyai kelarutan yang rendah di
dalam air dibanding dengan pelarut organik dengan ciri-ciri umum adalah:
- Mengandung atom-atom karbon, oksigen dan ikatan C-Cl
- Mempunyai karbon rantai siklik, termasuk cincin benzena
- Secara intermolekuler tidak memiliki tempat-tempat aktif
- Bersifat nonpolar dan lipofilik.
Senyawa organoklorin berdampak negatif di alam karena kemampuannya untuk
dapat bertahan lama di alam (persisten), bersifat racun karsinogen (dapat menyebabkan
kangker), juga mengganggu saluran pernafasan bila terjadi kontak fisik langsung
dengan kulit atau masuk melalui mulut dan berpengaruh terhadap sistim syaraf (Connel
dan Miller, 1995). Organoklorin sangat sulit larut di dalam air (daya larut dibawah 1
mg/l), hanya lindane yang daya larutnya mencapai 7 mg/l (Edwards, 1976).
Endosulfan
Endosulfan merupakan salah satu insektisida organoklorin golongan siklodien.
Senyawa ini pertama kali ditemukan pada tahun 1959 dan di Indonesia digunakan pada
13
kegiatan pertanian dan kehutanan, diantaranya pertanian cabai, jagung, kopi, lada, tebu,
teh dan tembakau. Endosulfan diperdagangkan dengan beberapa nama dagang seperti:
Thiodan, Fanodan, Akodan, Termisidan dan lain-lain (Komisi Pestisida, 1990).
Endosulfan ini berbentuk pekatan berwarna coklat yang dapat diemulsikan dalam air.
Endosulfan mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik. Endosulfan merupakan campuran dua isomer yaitu isomer alfa dan isomer
beta. Waktu paruh endosulfan dalam air lebih kurang 4 hari, tetapi kondisi pH yang
rendah akan memperpanjang waktu paruhnya. Dalam air endosulfan dapat didegradasi
membentuk endosulfan alkohol yang dapat mematikan ikan. Di dalam tanah isomer alfa
lebih cepat hilang dibanding isomer beta dan membentuk hasil degradasi berupa
senyawa endosulfan sulfat (WHO, 1992 dalam Arianti, 2002).
Pada ikan endosulfan didapatka n dalam bentuk alfa dan beta isomer serta
endosulfan sulfat (Toledo dan Johnson, 1992). Endosulfan sulfat terdeteksi pada otak,
insang, usus, ginjal, hati dan gonad. Kebanyakan biotransformasi dari alfa dan beta
endosulfan terjadi di hati, dimana residu te rtinggi didapatkan (Nowak dan Akhmad,
1989).
Struktur molekul senyawa endosulfan mempunyai bentuk heterosiklik yang
secara sintesis dapat diperoleh melalui reaksi kondensasi Diels-Alder dari
heksaklopentadiena dan cis-2-buten-1.4-diol yang dilanjutkan tahap kedua yaitu
pengubahan dari senyawa sulfit melalui persamaan reaksi dengan tionil klorida.
Tahapan kondensasi Diels -Alder berlangsung pada perbedaan temperatur lebih dari
75oC, yaitu antara 125-250oC. Reaksi berlangsung dengan baik pada temperatur refluks
dalam toluena 110oC (Sittig, 1980).
14
Menurut Schoettger (1970) insektisida endosulfan termasuk senyawa kimia yang
relatif persisten dalam lingkungan, seperti halnya insektisida toxaphene, aldrin, dieldrin
dan endrin yang juga merupakan golongan klor-organik. Nama kimia endosulfan adalah
6,7,8,9,10,10-heksaklor-1,5,5a,6,9,9a -heksahidro-6,9,metano,2,4,3-benzo-dioksthiepin-
3-oksida, dan mempunyai rumus empiris C9H6Cl6O3S dengan struktur kimia sebagai
berikut:
Cl Cl Cl S = O Cl Cl Cl Gambar 3. Struktur kimia endosulfan (Schoettger, 1970)
Endosulfan dapat diserap melalui pencernaan, pernafasan dan kontak dengan
kulit. Penambahan melalui oral atau parenteral akan cepat dikeluarkan melalui feces dan
urine. Tanda-tanda hewan keracunan endosulfan dalan konsentrasi akut adalah
neorogikal, hiperaktif dan kejang otot sampai akhirnya mati (UNEP, ILO, WHO, 1992).
Keracunan endosulfan dapat menyebabkan terjadinya penghambatan (Na+ = K+)
ATP-ase terutama pada mitokondria akson sinaptik dan sedikit pada endoplasmik
retikulum. Penghambatan ATP -ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan
peningkatan pelepasan neurotransmiter (Tarumingkeng, 1992). Selanjutnya ADB
(1987) menyatakan bahwa endosulfan dapat menimbulkan rangsangan pada sistim
syaraf pusat dan menyebabkan terjadinya kejang. Karena sangat berbahaya bagi ikan,
penggunaan endosulfan dibatasi, bahkan dibeberapa negara dilarang. Di Indonesia
15
penggunaan insektisida endosulfan sudah dilarang sejak tahun 1996 melalui Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP270/6/96, tetapi pada kenyataannya
masih banyak digunakan oleh petani karena insektisida ini efektif mengendalikan hama
sasaran, harganya murah dan mudah didapatkan (Sulaksono, 2001).
Penyerapan dan Eliminasi
Masalah kompleks dari toksisitas pestisida adalah akumulasi dalam berbagai
organisme akuatik karena ketika pestisida masuk ke dalam air maka secara cepat
diabsorpsi oleh sedimen, plankton, alga, avertebra ta, vegetasi dan ikan. Laju penyerapan
oleh invertebrata air dapat dihubungkan dengan aktivitas metabolisme, bobot tubuh,
luas permukaan atau melalui tingkat trofik dalam rantai makanan (Edwards, 1976).
Bioakumulasi adalah proses pengambilan bahan kimia dari lingkungan melalui
beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (melalui respirasi, pakan, kulit) dari
beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspensi, koloid atau partikulat organik
karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut berada. Sedangkan
eliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu
organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan
transformasi metabolik (Specie et al., 1997 dalam Pong-Masak, 2003).
Respon farmakodinamik oleh organisme dapat menyerap suatu zat asing
merupakan suatu fungsi konsentrasi steady-state dari bahan aktif secara biologi pada
jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur.
Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju absorpsi relatif dan
eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur pengambilan (Wallace, 1992).
16
Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut
secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus
biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu mineral dari air ke dalam ikan
(Manahan, 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan
konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor (BCF) yang merupakan
suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan kimia yang dapat terkonsentrasi
dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil
pemaparan bahan kimia tersebut dalam air. Nilai BCF pada kondisi steady state selama
fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam satu atau beberapa jaringan organisme
perairan yang terpapar dibagi dengan rata -rata konsentrasi bahan kimia dalam air
selama pengujian (Rand dan Petrocelli, 1985). Sedangkan keadaan staedy state adalah
suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi persatuan waktu
seimbang pada suatu konsentrasi bahan yang diberikan dalam air (Negel dan Loskill,
1991).
Pertumbuhan
Pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan
melibatkan banyak faktor yang berbeda (Aziz, 1989). Proses pertumbuhan ikan pada
mulanya berlangsung lambat, kemudian cepat dan akhirnya lambat kembali.
Pertumbuhan yang demikian disebut pertumbuhan autocatalytic. Dengan demikian ikan
muda akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding dengan ikan tua. Ikan
tua tetap mengalami pertumbuhan, walaupun pertumbuhannya berlangsung secara
lambat (Effendi, 1978).
17
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
merupakan faktor yang sukar dikontrol, antara lain meliputi: faktor keturunan (genetik),
seks, umur, serta daya tahan terhadap penyakit dan parasit. Faktor eksternal adalah
faktor luar yang meliputi: kompetisi pada populasi, makanan, tingkatan trofik, energi
matahari, dan keadaan fisika kimia lingkungan (Effendi, 1979). Tekanan lingkungan
yang disebabkan oleh pengaruh pestisida yang bersifat subletal juga merupakan faktor
eksternal yang akan menyebabkan direduksinya pertumbuhan ikan (Schmittou, 1991).
Darah Ikan
Darah ikan terdiri dari cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Darah pada
ikan berfungsi untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan O2 ke sel-sel
tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya (Lagler et al.,
1977). Menurut Bond (1979), darah pada ikan berfungsi membawa ion-ion anorganik
(Na+ , Mg2+, Cl-) dan senyawa organik seperti hormon, vitamin dan beberapa protein
plasma.
Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah adalah
kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah putih (leukosit) dan
jumlah sel darah merah (eritrosit) (Lagler et al., 1977)
Hematokrit (Ht)
Parameter yang berpengaruh terhadap pengukuran volume eritrosit adalah
hematokrit, yaitu persentase volume eritrosit di dalam darah atau merupakan
18
perbandingan antara volume sel darah merah dengan plasma darah (Bond, 1979). Kadar
hematokrit dalam darah ikan dapat digunakan untuk me ndeteksi terjadinya anemia pada
ikan. Apabila ikan terserang penyakit atau kehilangan nafsu makan karena sebab-sebab
yang tidak jelas, kadar hematokrit akan menurun (Snieszko et al., 1974).
Kadar hematokrit tidak selalu tetap nilainya (Randall, 1970). Pada ikan kadar
hematokrit berkisar antara 5-60% (Snieszko et al., 1960) dan bila berada di bawah 30%
menunjukkan defisiensi eritrosit (Bond, 1979). Sedangkan menurut Peter dan Cech
(1990) dalam Affandi dan Tang (2002) kadar hematokrit dalam darah ikan mas pada
kondisi normal adalah sebanyak 27,1%.
Hemoglobin (Hb)
Sel darah merah mengandung hemoglobin. Molekul hemoglobin merupakan
suatu protein dalam eritrosit yang terdiri atas protoporfirin, globin dan besi (Fe)
bervalensi dua. Menurut Lagler et.al. (1977) , hemoglobin berperan dalam proses
pengangkutan oksigen dalam darah dan kadar hemoglobin dalam darah ikan berkaitan
dengan jumlah eritrosit.
Menurut Lucky (1977) kadar hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar
antara 37% hingga 70% dan 100% Hb setara dengan 14 gram dalam 100 ml darah.
Dalam keadaan sakit akut kadar Hb pada ikan akan turun hingga 27%. Angka (1990)
memperoleh kadar hemoglobin (gram) per 100 cc volume darah pada ikan mas dewasa
adalah 8,61/0,43 sampai 10,86/0,43 (gram per 100 cc volume darah), sedangkan Peter
dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa kadar Hb dalam
darah ikan mas adalah 6,40.
19
Sel darah merah (Eritrosit)
Sel darah merah ikan mempunyai inti, berfungsi untuk mengikat oksigen.
Eritrosit berwarna merah kekuningan, bentuknya lonjong, kecil dan berukuran sekitar 7-
36 mikron (Lagler et al., 1977). Eritrosit yang matang berbentuk oval hingga bundar,
inti yang kecil dengan sitoplasma dalam jumlah yang besar (Chinabut et al., 1991).
Darah ikan sebagian besar terdiri dari sel-sel darah merah yang jumlahnya diperkirakan
mencapai 4 juta sel/mm3. Sel darah merah ikan memiliki inti sel yang ukurannya
bervariasi antar spesies. Sel darah merah tersebut banyak mengandung hemoglobin dan
berfungsi membawa oksigen dari insang ke berbagai jaringan (Moyle dan Cech, 1988).
Eritrosit yang sudah matang adalah sel berbentuk ellips berukuran panjang 13-16
mikron dan lebar 7 – 10 mikron. Pada ulasan pewarnaan Leischman-Giemsa, eritrosit
ini mempunyai sitoplasma yang homogen. Inti terletak di tengah-tengah, juga
membentuk ellips, berwarna merah keunguan dan mempunyai kromatin yang kompak
(Affandi dan Tang, 2002).
Volume sel darah merah dalam 100 cc volume darah pada ikan mas dewasa
berkisar antara 30,92 K 0,43% dan 37,4 K 1,67 % dan jumlah sel darah merah per 1 cc
darah ikan mas (1,61 K 0,06) x 106 sel sampai (2,04 K 0,09) x 106 sel (Angka, 1990).
Menurut Peter dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002), eritrosit yang terdapat
dalam darah ikan mas dalam kondisi normal jumlahnya adalah 1,43 sel x 106/mm3
Sel darah putih (Leukosit)
Sel darah putih pada ikan tidak berwarna dengan jumlah berkisar antara 20.000
– 150.000 butir, dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu agranulosit dan granulosit.
20
Agranulosit digolongkan menjadi limfosit, monosit dan trombosit, sedangkan granulosit
dibagi menjadi basofil, eoseonofil dan neutrofil (Affandi dan Tang, 2002).
Limfosit banyak terlihat apabila ada reaksi immunitas dengan perantaraan sel,
monosit bersama -sama dengan makrofage jaringan setempat menghancurkan sisa-sisa
jaringan yang mati dan penyebab penyakit sedangkan trombosit dapat menghasilkan
tromboplastin yaitu sejenis enzim yang membuat polimer dan fibrinogen yang berperan
dalam pembekuan darah. Neutrofil dapat meninggalkan pembuluh darah, mengandung
vakuola yang berisi enzim yang digunakan oleh sel tersebut untuk menghancurkan
organisme yang dimakannya (Robert, 1978). Sel-sel neutrofil nampaknya mempunyai
fungsi fagositik atau sebagai sel fagosit, namun beberapa laporan menunjukkan bahwa
fagositosis mungkin bukan merupakan fungsi utama (Affandi dan Tang, 2002).
Kualitas air
Suhu sangat penting karena tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolik dan
tingkah laku organisme dan pemaparan polutan (bahan pencemar) tetapi juga dapat
mengubah keadaan fisik dan kimia dari polutan. Secara umum toksisitas dari polutan
akan meningkat dengan peningkatan suhu (Mason, 1992). Suhu berpengaruh secara
langsung maupun tidak langsung terhadap faktor -faktor seperti aktivitas enzim, tingkat
metabolisme maupun kadar oksigen. Tingkat penyerapan racun dapat lebih tinggi
dengan adanya kenaikan suhu (Macek et al., 1969 dalam Arianti, 2002).
Bahan polutan cenderung lebih beracun pada air dengan tingkat kesadahan
rendah (soft) dengan nilai pH yang stabil, sedangkan kesadahan yang tinggi cenderung
menurunkan toksisitas dari polutan dalam tiap nilai pH (Mason, 1992).
21
Toksisitas pestisida dalam air terhadap ikan akan meningkat dengan
berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tingkat respirasi
sehingga racun yang terekspos terhadap tubuh ikan akan semakin besar (Mason, 1992).
Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasi CO2 dapat menyebabkan
stress pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap insektisida akan turun, dengan
demikian akan mempengaruhi toksisitas insektisida terhadap ikan (Arianti, 2002).
Keberadaan amonia akan dapat mereduksi masukan oksigen ke dalam tubuh
ikan yang disebabkan oleh rusaknya insang (Boyd, 1990). Selanjutnya menurut Arianti
(2002), rendahnya oksigen terlarut dalam tubuh ikan akan meningkatkan toksisitas
insektisida terhadap ikan.
22
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama enam bulan, dimulai dari bulan April hingga
September 2004, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya &
Toksikologi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar – Bogor; Laboratorium
Kesehatan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB (analisis darah); dan Balai
Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (analisis residu pestisida)
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan selama penelitian adalah sebagai berikut:
a. Benih ikan mas yang berasal dari hasil pemijahan secara terkontrol dengan ukuran
panjang total 3,65 ± 0,247 cm dengan bobot tubuh 0,81 ± 0,098 g/ekor.
b. Insektisida Akodan 35 EC dengan kandungan bahan aktif endosulfan 350 g/liter.
c. Pakan ikan, berupa pellet komersil dengan kandungan protein 43,96%.
d. Aceton p.a sebagai pelarut dan KMnO4 (PK) 20 mg/l sebagai desinfektan pada
wadah pengujian sebelum penelitian dilaksanakan.
e. Bahan kimia untuk analisis residu pestisida, darah dan kualitas air.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:
a. Wadah pengujian berupa akuarium kaca yang terdiri dari: 28 unit berukuran 40 x 20
x 20 cm dan 16 unit berukuran 70 x 50 x 60 cm yang masing-masing dilengkapi
dengan wadah/tandon pergantian air.
b. Blower yang digunakan untuk airasi media uji.
23
c. Peralatan untuk pembuatan berbagai konsentrasi perlakuan: gelas ukur, pipet, labu
takar dan bulp.
d. Peralatan untuk perhitungan dan pengamatan parameter darah: jarum suntik, tabung
dan sentrifius mikrohematokrit, skala hematokrit, hemometer, hemositometer, pipet,
gelas objek dan penutup, mikroskop.
f. Timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.
g. Peralatan pengukur parameter kualitas air: termometer, pH meter, DO meter.
Persiapan Penelitian
Wadah dan media
Sebelum penelitian berlangsung, wadah uji didesinfeksi dengan cara direndam
dalam larutan PK pada konsentrasi 20 mg/l selama 24 jam (Angka, 1990). Wadah uji
disusun secara paralel dalam rak-rak dan dilengkapi dengan penampungan air.
Selama penelitian berlangsung media uji diberi airasi sehingga kadar oksigen
terlarut tidak pernah di bawah nilai 60-70 persen saturasi. Karakteristik fisika -kimia
media uji selama penelitian harus berada pada ambang kondisi yang baik bagi ikan uji
dengan beberapa ketentuan sebagai berikut: fluktuasi suhu air tidak lebih dari 2oC,
kadar CO 2 bebas ≤ 10 mg/l, ammonia ≤ 1 mg/l, kesadahan total ≥ 15 mg/l (CaCO3) dan
alkalinitas berkisar antara 50-200 mg/l.
Ikan uji.
Ikan uji berasal dari induk yang sama atau satu pendederan, berukuran seragam
dengan ketentuan ukuran individu ikan terbesar maksimal ≤ 1,5 kali ukuran individu
24
terkecil. Sebelum digunakan dalam penelitian, ikan uji terlebih dahulu diaklimatisasi
selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan mortalitas ikan uji selama aklimatisasi
harus ≤ 10% dari jumlah populasi.
Media uji
Media uji yang digunakan adalah formulasi insektisida endosulfan, yaitu
Akodan 35 EC, dengan konsentrasi tertentu di dalam air. Untuk mencapai konsentrasi
perlakuan dilakukan pengenceran secara bertahap.
Pelaksanaan Penelitian
Uji stabilitas endosulfan dalam air
Pengujian bertujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan konsentrasi insektisida
endosulfan dalam air. Pe nurunan tingkat konsentrasi endosulfan akan dijadikan acuan
untuk menentukan presentase dan interval waktu pergantian air bagi kestabilan
konsentrasi perlakuan pada tahap pengujian selanjutnya. Insektisida endosulfan
dianggap stabil sampai laju penurunan tingkat konsentrasi bahan kimia tersebut
mencapai ≤ 20% dari konsentrasi awal (Koesoemadinata, 2003).
Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan tingkat konsentrasi sebesar nilai
LC50-96 jam dengan dua kali ulangan. Penentuan konsentrasi larutan uji ditentukan
dengan mengacu pada rumus pengenceran sebagai berikut:
V1. N1 = V2.N2 ……………………………………… (1)
keterangan :
N1 = konsentrasi endosulfan dalam larutan stok N2 = konsentrasi endosulfan yang diinginkan dalam media air
25
V1 = volume larutan stok yang akan diambil V2 = volume media air penelitian yang diinginkan
Larutan endosulfan disebar merata pada permukaan air kemudian diaduk merata
menggunakan pengaduk kaca. Selama uji stabilitas tidak dilakukan pergantian air dan
pengambilan sampel (150 ml) dilakukan pada jam ke: 0 (sesaat setelah aplikasi), 24, 48,
72 dan 96 setelah aplikasi. Sampel dibawa ke laboratorium dalam kondisi dingin
menggunakan cool box untuk kemudian diekstraksi sesuai dengan prosedur (Lampiran
1). Hasil akstraksi dipekatkan da lam 10 ml aceton p.a. dilanjutkan dengan identifikasi
menggunakan gas kromatografi (GC) dan perhitungan konsentrasi (persamaan 4).
Bioakumulasi endosulfan
Untuk mengetahui potensi akumulasi insektisida endosulfan dalam tubuh ikan
mas ditentukan melalui beberapa tahap pengujian sebagai berikut:
Uji toksisitas letal
Penelitian toksisitas letal meliputi percobaan untuk mencari nilai LC 50 dari
insektisida endosulfan terhadap ikan mas yang ditentukan dengan metode uji hayati
(bioassay) melalui dua tahap (Busvine, 1971): Pertama, uji pendahuluan untuk
menentukan ambang daya racun letal insektisida terhadap ikan mas dengan cara
“Critical Range” yaitu menentukan konsentrasi ambang atas (LC100-24 jam) dan
ambang bawah (LC0-48 jam); Kedua: uji lanjutan yaitu untuk menentukan Median
Lethal Concentration (LC50) yang besarnya berada antara nilai ambang atas dan ambang
bawah yang dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
26
log (N/n) = k log (a/n) ……………………………… (2)
a/n = b/a = c/b = d/c = e/d = f/e = g/f = N/g ………… (3)
keterangan :
N = konsentrasi ambang atas n = konsentrasi ambang bawah K = jumlah konsentrasi yang diuji (7) a, b, c, d, e, f, dan g adalah konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai
konsentrasi terkecil
Konsentrasi-konsentrasi bahan uji tidak diverifikasi secara analisis kimia dan
nilai-nilai LC50 ditentukan berdasarkan konsentrasi nominal insektisida endosulfan
dalam wadah-wadah penelitian.
Wadah yang digunakan dalam uji toksisitas letal berupa 28 unit akuarium kaca
yang berukuran 40 x 20 x 20 cm. Masing-masing akuarium dilengkapi saluran
pemasukan dan pengeluaran serta penampungan air pengganti. Banyaknya ikan uji pada
setiap wadah penelitian berjumlah 10 ekor dengan waktu pemaparan selama 24, 48, 72
dan 96 jam dengan fariabel ya ng diukur adalah mortalitas ikan. Pada setiap konsentrasi
pengujian dilakukan pengukuran terhadap sifat fisika-kimia media uji, yaitu pada awal
pengujian (0 jam), pertengahan (48 jam) dan akhir pengujian (96 jam). Pengujian
diulang apabila tingkat mortalitas ikan uji dalam kontrol > 10% (Komisi Pestisida,
1983)
Uji bioakumulasi
Pengujian menggunakan wadah berupa 16 unit akuarium kaca berukuran 70 x 50
x 60 cm (p x l x t) yang masing-masing dilengkapi airasi dan diisi media uji sebanyak
40 liter. Setiap 3 akuarium dengan konsentrasi perlakuan yang sama dilengkapi dengan
27
wadah/tandon untuk membuat larutan uji sehingga lebih menjamin homogenitas larutan
dan mempermudah saat pergantian air. Ikan uji ditebar sebanyak 20 ekor untuk setiap
wadah (kepadatan: 1 ekor/2 liter) dan diberi pakan sampai kenyang (at-satiation).
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan cara
mengaplikasikan 4 deret konsentrasi insektisida endosulfan dalam media uji sebagai
perlakuan, yaitu 0% (kontrol), 10, 30, da n 50% dari nilai LC50-96 jam yang masing-
masing diulang sebanyak 3 kali.
Pengambilan sample ikan sebanyak 30 g dan air (100 ml) untuk keperluan
analisis residu dilakukan pada jam ke: 0 (awal), 4, 12, 24, 48, 96, 144, 192 dan 264
setelah pemaparan. Sample ikan ditempatkan dalam kantung plastik sedangkan sample
air dimasukkan dalam botol, kemudian diekstraksi dan diidentifikasi di laboratorium
dengan menggunakan GC. Kandungan residu endosulfan dalam sample ikan dan air
yang teridentifikasi kemudian dihitung menggunakan persamaan 4. Setelah konsentrasi
endosulfan dalam tubuh ikan mencapai kondisi stabil (steady state) untuk setiap
perlakuan, maka konsentrasi tersebut digunakan sebagai dasar perlakuan berikutnya,
dan pada saat itu pula dihitung nilai biokonsentrasi faktor (persamaan 5 sampai 7).
Uji bioeliminasi
Uji bioeliminasi dilakukan setelah penyerapan endosulfan dalam tubuh ikan uji
mencapai konsentrasi stabil yang diketahui dari hasil uji bioakumulasi. Sebanyak 20
ekor ikan uji dipindahkan ke dalam akuarium berisi 40 liter air tanpa bahan uji (clean
water). Selanjutnya, pengambilan sample ikan dilakukan pada hari ke-5, 10 dan 15
28
setelah pemeliharaan sebanyak 30 gr dan dianalisis seperti prosedur pada uji
bioakumulasi sampai identifikasi (persamaan 4).
Selama pemaparan ikan uji diberi makan secara at-satiation dan dilakukan
pergantian air sebanyak 100% setiap 24 jam. Pengamatan sifat fisika -kimia air (suhu,
pH, O2 terlarut, CO2 bebas dan amonia) dilakuan setiap kali pengambilan sample.
Bioakumulasi terhadap pertumbuhan
Pengujian dilakukan dengan metode uji hayati penggantian media uji (renewal
test) yaitu melakukan pergantian air pemeliharaan setiap 24 jam dengan konsentrasi
endosulfan yang sama untuk masing-masing perlakuan. Cara seperti ini menurut Yudha
(1999) dan Koesoemadinata (2000) dapat dilakukan agar konsentrasi insektisida
endosulfan dalam wadah pengujian relatif konstan.
Sebagai perlakuan digunakan 4 konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan
dalam tubuh ikan mas yang besarnya diketahui berdasarkan hasil uji bioakumulasi, yaitu
sebesar 0,00 (kontrol); 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3
kali dan masing-masing perlakuan mempunyai satu wadah cadangan. Jumlah ikan uji
ditebar dengan kepadatan 20 ekor setiap wadah (40 liter air) dengan waktu pemaparan
selama 84 hari (12 minggu). Parameter pertumbuhan yang diukur adalah bobot biomas
ikan uji yang dilakukan seminggu sekali. Pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan
terhadap pertumbuhan ikan mas diukur melalui pende katan laju pertumbuhan individu
harian selama 84 hari (persamaan 8). Parameter lain yang diukur adalah efisiensi pakan
dari ikan uji pada setiap perlakuan dan dinyatakan dalam persen (%).
29
Selama penelitian hewan uji diberi makanan secara at satiation menggunakan
pakan berupa pelet dengan kadar protein 43,96%. Pengukuran parameter fisika -kimia
air dilakukan setiap minggu sebelum pengukuran bobot dilakukan yang meliputi: suhu
air, pH, O2 terlarut, CO2 bebas dan amonia.
Bioakumulasi terhadap kondisi hematologis.
Ikan mas yang telah dipaparkan dalam setiap perlakuan pada uji bioakumulasi
terhadap pertumbuhan, masing-masing diambil darahnya untuk dilakukan pengamatan
dan pengukuran terhadap parameter hematologis.
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan jarum suntik steril pada
bagian vena caudalis. Sebelum digunakan, jarum suntik dibasahi dengan Na -sitrat 3,8%
yang berfungsi sebagai anti koagulan. Terhadap darah ikan yang diperoleh dari masing-
masing perlakuan dilakukan pengukuran parameter hematologis, meliputi kadar
hematokrit, hemoglobin, serta jumlah sel darah merah dan sel darah putih.
Kadar hematokrit (Ht)
Darah ikan dihisap dengan menggunakan tabung mikrohematokrit yang berlapis
heparin yang dapat mencegah pembekuan darah dalam tabung, sampa i volume darah
mencapai ¾ bagian tabung kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan critosea
untuk selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Pengukuran
kadar hematokrit dilakukan dengan membandingkan volume benda darah terhada p
volume seluruh darah dengan menggunakan skala hematokrit dan dinyatakan dalam
persentase hematokrit (% Ht).
30
Kadar hemoglobin (Hb)
Pengukuran kadar hemoglobin pada prinsipnya adalah mengkonversikan
hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Mula-mula
darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai skala 20 mm3, kemudian
dipindahkan ke dalam tabung Hb yang berisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (kuning).
Didiamkan selama 3-5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin,
kemudian diaduk dan ditambah akuades (sedikit demi sedikit) hingga warnanya sama
dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan
yang dikocok dengan skala lajur g% yang menunjukkan banyaknya Hb dalam gram
setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase (% Hb) (Hesser, 1960 dalam
Yudha, 1999).
Jumlah sel darah merah (eritrosit)
Sample darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel darah
putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan dengan
menggunakan pipet pencampur berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk.
Darah dihisap dengan pipet hingga skala 1, kemudian dihisap larutan Hayem
hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pipet digoyang selama 15 menit agar
darah tercampur secara merata, sedangkan larutan pada ujung pipet yang tidak
tercampur segera dibuang. Darah yang teraduk diteteskan ke dalam hemositometer yang
dilengkapi gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala,
selanjutnya dilakukan penghitungan dibawah mikroskop.
31
Jumlah sel darah putih (leukosit)
Sample darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel darah
merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan leukosit
digunakan pipet berskala maksimal 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula darah
dihisap hingga skala 1, kemudian dilanjutkan dengan menghisap larutan Turks hingga
skala 11. Pencampuran dilakukan dengan mengaduk pipet selama 15 menit hingga
benar-benar homogen.
Setelah pencampuran selesai, setetes campuran dimasukkan ke dalam
permukaan hitung pada hemositometer kemudian ditutup dengan gelas penutup dan
dilakukan penghitungan leukosit secara mikroskopis.
Analisis Data
Data komulatif mortalitas ikan mas pada uji definitif dianalisis menggunakan
analisis probit (Wallace, 1982) dengan bantuan program “probit analysis” untuk
menentukan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam. Data uji
biokonsentrasi dan bioeliminasi dianalisis dengan mengacu pada petunjuk Spacie dan
Hamelink dalam Rand dan Petrocelli (1985), sedangkan data sifat fisika-kimia air
dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kelayakannya sebagai media uji.
Kandungan konsentrasi endosulfan dalam sample (air dan daging ikan) dihitung
berdasarkan petunjuk Komisi Pestisida (1990) sebagai berikut:
C D F (µg/kg) residu = A x ---- x ---- x ---- ………….. (4) B E G
32
keterangan: A = konsentrasi larutan standar (µg/ml) B = luas puncak standar (mm) C = lebar puncak sample (mm) D = volume larutan standar yang diinjeksi (µl) E = volume larutan sample yang diinjeksi (µl) F = volume pengenceran (ml) G = bobot awal sample analitik (g)
Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) dihitung berdasarkan laju bioakumulasi dan
bioeliminasi pada kondisi stabil (steady state) dengan rumus persamaan Montanes dan
Hattum (1995) sebagai berikut:
Ku = KdCf/Cw …………………………………. (5)
Kd = ln Cf1 – ln Cf2/t1 – t2 …..……………….. (6)
BCF = Ku/Kd ………………………………….. (7)
keterangan:
Ku = laju penyerapan (µg/l/jam) Kd = laju eliminasi (µg/l/jam)
Cf1 = konsentrasi endosulfan dalam tubuh ikan pada awal pengamatan (µg/kg)
Cf2 = konsentrasi endosulfan dalam tubuh ikan pada waktu t pengamatan (µg/kg)
Cw = konsentrasi rataan endosulfan dalam air selama penyerapan (µg/l)
t = waktu pengamatan (jam) BCF = Biokonsentrasi Faktor
Pertumbuhan individu ikan mas selama waktu pemaparan dalam uji
bioakumulasi dihitung berdasarkan model laju pertumbuhan harian individu dengan
rumus menurut Ricker (1975):
G = (ln Wt – ln W0)/∆∆t x 100% ………… (8)
keterangan: G = laju pertumbuhan harian individu (%) Wt = bobot rata-rata individu pada akhir pengamatan (g)
33
W0 = bobot rata-rata individu pada awal pengamatan (g) ∆t = waktu pemaparan (hari) Efisiensi pakan ikan dari masing-masing perlakuan dihitung berdasarkan rumus
NRC (1983) sebagai berikut:
(Wt + D) – W0 FE = x 100% …….……… (9) F
keterangan:
FE = efisiensi pakan (%) W0 = rata-rata berat biomas ikan pada awal penelitian (g) Wt = rata-rata berat biomas ikan pada akhir penelitian (g) D = jumlah bobot ikan yang mati (g) F = jumlah pakan yang dikonsumsi (g)
Terhadap data laju pertumbuhan harian individu dan pertumbuhan populasi serta
konsums i pakan harian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap masing-masing parameter. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan
antar perlakuan digunakan analisis varian (anova) rancangan acak lengkap terhadap
koefisiensi pertumbuhan dan konsumsi pakan (Steel dan Torrie, 1989).
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap setiap parameter hematologis
dilakukan analisis ragam terhadap data Ht (%), jumlah Hb (g/100 ml), jumlah eritrosit
(sel/ml) dan jumlah leukosit (sel/ml). Jika hasil Anova menunjukkan beda nyata maka
dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan.
34
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Uji stabilitas endosulfan dalam air
Dari hasil pengukuran residu endosulfan dalam air yang diberikan perlakuan
konsentrasi 2,42 µg/l (LC50-96 jam) menunjukkan bahwa laju peluruhan endosulfan
dalam air relatif lambat, dimana dalam waktu pemaparan 96 jam prosentase peluruhan
baru mencapai 62,8% (Gambar 4).
y = 0,6925x + 4,18R
2 = 0.9499
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 24 48 72 96
Waktu pemaparan (jam)
Laj
u p
elu
ruh
an (
%)
Endosulfan
Linear (Endosulfan)
Gambar 4. Prosentase peluruhan konsentrasi endosulfan dalam air pada setiap
waktu pemaparan.
Dapat diketahui bahwa rata -rata peluruhan endosulfan dalam air setelah 24 jam
adalah sebesar 19,44% dan setelah 72 jam mencapai 58,32%. Sedangkan nilai rata-rata
laju peluruhan endosulfan dalam air adalah 0,81% per jam, dengan laju peluruhan
konsentrasi aktual dalam air sebesar 0,0158 µg/l /jam.
35
Toksisitas letal: Nilai LC 50
Respon ikan mas terhadap deret konsentrasi endosulfan menunjukkan kepekaan
mortalitas yang cukup tinggi. Berdasarkan percobaan pendahuluan diketahui nilai
ambang bawah (LC 0-48 jam) adalah 1 µg/l, yaitu konsentrasi tertinggi insektisida
endosulfan yang tidak mematikan ikan mas dalam waktu 48 jam. Sedangkan nilai
ambang atas (LC100-24 jam) adalah 10 µg/l, yaitu konsentrasi terendah insektisida
endosulfan yang dapat mematikan 100% ikan mas dalam waktu 24 jam (Lampiran 3).
Dari nilai kisaran tersebut dan melalui perhitungan dengan menggunakan
persamaan (1), maka uji definitif dilakukan pada konsentrasi insektisida endosulfan
sebesar: 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2; dan 7,2 µg/l serta kontrol yaitu ikan mas yang dipelihara
tanpa insektisida endosulfan sebagai pembanding. Pengamatan gejala klinis yang timbul
dan pencatatan terhadap mortalitas ikan dilakukan pada waktu 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, 72
dan 96 jam setelah aplikasi.
Setelah waktu pemaparan 12 jam ikan mas pada beberapa konsentrasi perlakuan
mulai mengalami kematian, hingga jam ke -72 ikan uji pada perlakuan konsentrasi 7,2
µg/l telah mati 100% yang diikuti oleh perlakuan lain dengan prosentase kematian yang
lebih rendah. Mortalitas ikan mas semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi
perlakuan dan waktu pemaparan. Pada kontrol tidak terlihat gejala klinis akibat
keracunan dan tidak ditemukan ikan yang mati sampai waktu pemaparan 96 jam, hal ini
menunjukkan bahwa media pemeliharaan (air) dan vitalitas ikan mas selama pengujian
dalam kondisi yang baik (Lampiran 4).
36
Tabel 2. Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada setiap waktu pemaparan
Waktu pemaparan (jam)
Nilai LC50
(µµg/l)
Persamaan garis probit
24 48 72 96
5,29 (4,79 – 5,83) 3,48 (3,09 – 3,90) 2,78 (2,58 – 2,98) 2,42 (2,20 – 2,65)
y = 6,07 x – 5,47 y = 4,36 x – 1,73 y = 5,99 x – 3,66 y = 5,49 x – 2,61
Data mortalitas komulatif ikan mas pada uji definitif, selanjutnya dianalisis
menggunakan analisis probit (Wallace, 1982) dengan bantuan program “probit
analysis” untuk menentukan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam.
Hasil analisis (Lampiran 5, 6, 7 dan 8) menunjukkan bahwa nilai LC50 pada waktu
pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturut-turut adalah: 5,29; 3,48; 2,78 dan 2,42 µg/l
(Tabel 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan akan
semakin rendah nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas.
0
1
2
3
4
5
6
24 48 72 96
Waktu pemaparan (jam)
Kon
sent
rasi
end
osul
fan
(µg/
l) LC50
Gambar 5. Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas untuk setiap
waktu pemaparan.
37
Uji bioakumulasi endosulfan
Bioakumulasi adalah proses pengambilan (penyerapan) bahan kimia dari
lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (melalui respirasi,
pakan, kulit) dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspensi, koloid atau
partikulat organik karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut berada
(Specie et al., 1997). Laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan dan
konsentrasi endosulfan dalam air pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 6, 7 dan 8.
0
1
2
3
4
5
6
0 4 1 2 2 4 4 8 9 6 1 4 4 1 9 2 2 6 4
Waktu pemaparan (jam)
Ko
nse
ntr
asi e
nd
osu
lfan Dalam ikan (ug/kg)
Dalam air (ug/l)
Gambar 6. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 10% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,24 (±± 0,013) µµg/l.
0
1
2
3
4
5
6
0 4 1 2 2 4 4 8 9 6 144 192 264
Waktu pemaparan (jam)
Ko
nse
ntr
asi e
nd
osu
lfan Dalam ikan (ug/kg)
Dalam air (ug/l)
Gambar 7. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan
dalam larutan endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,46 (±± 0,088) µµg/l.
38
0
1
2
3
4
5
6
0 4 1 2 2 4 4 8 9 6 1 4 4 1 9 2 2 6 4
Waktu pemaparan (jam) K
on
sen
tras
i en
do
sulf
an
Dalan ikan (ug/kg)Dalam air (ug/l)
Gambar 8. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 50% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,91 (±± 0,020) µµg/l.
Estimasi laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada
masing-masing konsentrasi untuk setiap waktu pemaparan dapat diperoleh melalui
persamaan garis seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Model persamaan laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam
tubuh ikan mas pada masing -masing konsentrasi perlakuan
Konsentrasi endosulfan dalam air (µg/l)
Model persamaan Nilai r
0,24 0,72 1,20
y = 0,8070 ln (x) + 0,5911 y = 1,6236 ln (x) + 0,2917 y = 1,7332 ln (x) + 1,0425
0,8637 0,9747 0,8974
Berdasarkan determinasi residu endosulfan dalam tubuh ikan mas pada kondisi
stabil (steady state) dengan nilai rata -rata residu endosulfan dalam air, maka dapat
diketahui biokonsentrasi faktor (BCF) dengan nilai yang semakin kecil dengan
bertambahnya konsentrasi insektisida endosulfan dalam air (Tabel 4).
39
Tabel 4. Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada masing-masing perlakuan
Perlakuan
(µµg/l) Laju penyerapan
(µµg/l /jam) RUmax (µµg/l)
RAav (µµg/l)
Biokonsentrasi faktor
0,24 0,72 1,20
0,79 ± 0,003 a
0,71 ± 0,026 b 0,43 ± 0,002 c
2,04 ± 0,010 3,58 ± 0,134 4,24 ± 0,014
0,24 ± 0,013 0,46 ± 0,088 0,90 ± 0,020
8,56 a 7,74 b 4,69 c
Keterangan: - Angka dalam kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05). - RUmax = Konsentrasi residu maksimum dalam tubuh ikan pada keadaan tetap. - RAav = Rata-rata konsentrasi residu dalam air selama penelitian. Nilai BCF paling besar diperoleh pada ikan mas yang dipaparkan dalam
perlakuan konsentrasi endosulfan 0,24 µg/l yaitu sebesar 8,56; disusul oleh perlakuan
0,72 µg/l kemudian 1,20 µg/l dengan nilai masing-masing sebesar 7,74 dan 4,69.
Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa laju penyerapan dan nilai biokonsentrasi
faktor endosulfan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antar perlakuan
(Lampiran 9). Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan konsentrasi endosulfan dalam
air secara signifikan akan berpengaruh terhadap laju penyerapan dan biokonsentrasi
faktor endosulfan pada ikan mas.
Uji bioeliminasi endosulfan
Bioeliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif
dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi
dan transformasi metabolik (Specie et al., 1997 dalam Pong-Masak, 2003). Laju
eliminasi endosulfan dari dalam tubuh ikan dengan konsentrasi bioakumulasi 3,58
µg/kg dapat ditentukan berdasarkan persamaan y = 0,221x + 5,31 (r = 0,9526).
40
Diketahui bahwa rata-rata peluruhan endosulfan dalam tubuh ikan mas setelah 120 jam
adalah 32,12% dan setelah 360 jam mencapai 74,77% atau sebesar 0,24% per jam.
y = 0,221 x + 5,31r = 0.9526
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 120 240 360
Waktu eliminasi (jam)
Laju
elim
inas
i (%
)
Endosulfan
Linear
Gambar 9. Eliminasi endosulfan dari tubuh ikan mas yang telah dipaparkan
dalam larutan insektisida endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg.
Pertumbuhan ikan
Untuk melihat pengaruh lanjut biakumulasi endosulfan terhadap pertumbuhan
dilakukan dengan cara memaparka n ikan mas selama 12 minggu dalam larutan
endosulfan dengan tingkat bioakumulasi yang berbeda, yaitu: 0,00 µg/kg sebagai
kontrol; 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg.
Dari hasil sampling yang dilakukan seminggu sekali terlihat bahwa bobot rata -
rata ikan mas pada masing-masing perlakuan bertambah sejalan dengan waktu
pemaparan (Gambar 10). Data bobot biomas dan rata -rata individu ikan mas selama 12
minggu pada masing-masing perlakuan tertera pada Lampiran 10 dan 12. Data tersebut
selanjutnya ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural (ln) untuk menghitung
laju pertumbuhan spesifik dari masing-masing perlakuan (Lampiran 11 dan 13). Laju
41
pertumbuhan spesifik ikan mas paling tinggi diperoleh pada kontrol yaitu 1,65%,
disusul oleh bioakumulasi endosulfan 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg dengan nilai laju
pertumbuhan spesifik berturut-turut sebesar 1,58; 1,34; dan 1,29%.
00.5
11.5
22.5
33.5
4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Waktu pemaparan (minggu)
Bo
bo
t ra
ta-r
ata
(g/e
kor)
0,00 µg/kg2,04 µg/kg3,58 µg/kg4,24 µg/kg
Gambar 10. Pertambahan bobot rata-rata individu ikan mas pada masing-
masing perlakuan selama 12 minggu pemaparan. Analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan
berdampak nyata (P < 0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan mas (Lampiran
16). Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan, analisis dilanjutkan dengan
uji Tukey yang hasilnya disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 16.
Tabel 5. Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi bioakumulasi
endosulfan setelah 12 minggu pemaparan
Bioakumulasi (µg/kg)
Bobot awal (g/ekor)
Bobot akhir (g/ekor)
Laju pertumbuhan spesifik (%)*
0,00 2,04 3,58 4,24
0,92 0,92 0,92 0,92
3,67 3,47 2,84 2,73
1,65 ± 0,04a 1,58 ± 0,04a 1,34 ± 0,11b 1,29 ± 0,06b
*) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama, menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
42
Berdasarkan Tabel 5 dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
bioakumulasi endosulfan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ikan mas. Secara
statistik, laju pertumbuhan spesifik ikan pada kontrol (bioakumulasi 0,00 µg/kg) tidak
berbeda dengan bioakumulasi 2,04 µg/kg tetapi keduanya berbeda nyata (P < 0,05)
dengan bioakumulasi 3,58 dan 4,24 µg/kg, sedangkan antara bioakumulasi 3,58 dan
4,24 µg/kg tidak berbeda nyata. Hal tersebut membuktikan bahwa pengaruh lanjut
bioakumulasi insektisida endosulfan dengan konsentrasi sebesar 3,58 µg/l atau lebih
akan mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik ikan mas.
Efisiensi Pakan
Sebagaimana halnya pada hewan-hewan lain yang bersifat heterotrof, ikan
membutuhkan energi baik untuk proses perawatan tubuh (maintenance), maupun untuk
mempertahankan diri melalui proses yang aktif melawan perubahan lingkungan
(homeostasi), aktivitas fisik dan tumbuh. Energi yang dibutuhkan untuk kegiatan –
kegiatan tersebut berasal dari makanan yang dikonsumsi.
Adanya fluktuasi dan ketersediaan makanan, kondisi perairan dan kondisi ikan
berpengaruh terhadap besarnya energi yang dikonsumsi oleh ikan, sehingga energi yang
dikonsumsi tersebut dapat lebih besar atau lebih kecil dari energi yang dibelanjakannya.
Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan atau penurunan energi t umbuh (Affandi
dan Tang, 2002).
Nilai efisiensi pakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan perbandingan
antara pertambahan bobot biomas ikan mas dengan jumlah pakan yang dikonsumsi
(Tabel 6). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai efisiens i pakan ikan mas
43
tidak berbeda nyata (P>0,05), baik antara kontrol dengan perlakuan maupun antara
perlakuan satu dengan perlakuan yang lain (Lampiran 16).
Tabel 6. Rata-rata nilai efisiensi pakan (%) ikan mas pada masing-masing
perlakuan selama 12 minggu pemaparan Bioakumulasi
(µg/kg) Bobot biomas
awal (g)
Bobot biomas akhir
(g)
Jumlah pakan (g)
Efisiensi pakan (%)
0,00 2,04 3,58 4,24
18,40 ± 0,35 18,43 ± 0,21 18,40 ± 0,17 18,43 ± 0,25
73,47 ± 3,81 69,43 ± 2,50 56,83 ± 4,75 54,53 ± 3,52
104,75 ± 12,36 93,82 ± 10,95 85,93 ± 15,83 79,51 ± 8,17
52,92 ± 5,33a 54,49 ± 5,26a 45,14 ± 3,90a 45,45 ± 1,08a
*) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P > 0,05)
Kondisi Hematologis
Data hematologis ikan mas dengan konsentrasi bioakumulasi berbeda yang
dipaparkan selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 17. Hasil
analisis statistik (Lampiran 18) menunjukkan bahwa bioakumulasi insektisida
endosulfan pada ikan mas berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar hematokrit (Ht),
hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit.
Tabel 7. Rata-rata kadar hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit ikan
mas setelah 12 minggu pemaparan
Kondisi hematologis*) Bio-akumulasi
(µg/kg) Hematokrit
(%) Hemoglobin (g/100 ml)
Eritrosit (103 sel/mm3)
Leukosit (sel/mm3)
0,00 2,04 3,58 4,24
14,52 ± 4,37a 20,05 ± 4,65a b 20,00 ± 2,36a b 22,53 ± 1,82b
4,82 ± 1,52a b 2,83 ± 0,62a 5,53 ± 1,96b c 7,70 ± 0,87c
1764,7 ± 764,4a 706,7 ± 64,1b 403,3 ± 91,8b 500,0 ± 185,5b
10.942 ± 1.987b c 15.042 ± 4.050c 7.758 ± 2.114a b 5.658 ± 2.096a
*) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P > 0,05)
44
Kadar hematokrit yang paling tinggi terdapat dalam darah ikan mas pada
bioakumulasi 4,24 µg/kg disusul oleh bioakumulasi 2,04; 3,58; dan 0,00 µg/kg dengan
prosentase secara berurutan sebesar 22,53; 20,05; 20,00; dan 14,52%. Dari hasil analisis
statistik ternyata kadar hematokrit pada bioakumulasi 4,24 µg/kg berbeda nyata
(P<0,05) dengan kontrol (0,00 µg/kg) tetapi tidak berbeda dengan bioakumulasi 2,04
dan 3,58 µg/kg. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut biakumulasi
insektisida endosulfan sebesar 4,24 µg/kg secara nyata dapat meningkatkan prosentase
hematokrit darah pada ikan mas.
Kadar hemoglobin darah paling tinggi ditemukan pada konsentrasi bioakumulasi
4,24 µg/kg (7,70 g/100 ml), disusul oleh bioakumulasi 3,58 µg/kg (5,53 g/100 ml),
0,00 µg/kg (4,82 g/100 ml) dan 2,04 µg/kg (2,83 g/100 ml). Secara statistik kontrol
(0,00 µg/kg) berbeda nya ta (P<0,05) dengan bioakumulasi 4,24 µg/kg tetapi tidak
berbeda dengan bioakumulasi 2,04 dan 3,58 µg/kg; bioakumulasi 2,04 µg/kg berbeda
nyata dengan bioakumulasi 3,58 dan 4,24 µg/kg tetapi tidak dengan kontrol. Hal
tersebut menunjukkan bahwa biakumulasi endosulfan cenderung meningkatkan kadar
hemoglobin dalam darah ikan mas.
Berbeda dengan kadar hematokrit dan hemoglobin, jumlah eritrosit dalam darah
ikan cenderung berkurang dengan bertambahnya konsentrasi bioakumulasi endosulfan.
Jumlah eritrosit darah pada kontrol (0,00 µg/kg) (1.746,7 x 103 sel/mm3) berbeda nyata
dengan bioakumulasi 2,04 µg/kg (706,7 x 103 sel/mm3); 3,58 µg/kg (403,3 x 103
sel/mm3) dan 4,24 µg/kg (500,0 x 103 sel/mm3), sedangkan antara bioakumulasi 2,04;
3,58; dan 4,24 µg/kg tidak beda nyata. Ini berarti bahwa bioakumulasi endosulfan
45
secara nyata dapat berpengaruh terhadap jumlah eritrosit darah ikan mas, tetapi
pengaruh tersebut tidak berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi bioakumulasi.
Jumlah leukosit tertinggi ditemukan pada ikan dengan konsentrasi bioakumulasi
2,04 µg/kg yaitu sebesar 15.042 sel/mm3 meski tidak berbeda dengan kontrol (10.942
sel/mm3) tetapi beda nyata (P<0,05) dengan bioakumulasi 3,58 µg/kg (7.758 sel/mm3)
dan 4,24 µg/kg (5.658 sel/mm3); kontrol beda nyata dengan bioakumulasi 4,24 µg/kg;
dan bioakumulasi 3,58 µg/kg tidak beda nyata dengan 4,24 µg/kg. Dapat dikatakan
bahwa pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan pada ikan mas dengan konsentrasi
sebesar 4,24 µg/l secara signifikan dapat menurunkan jumlah leukosit dalam darah.
Kualitas Air
Pengukuran kualitas media uji meliputi sifat fisika-kimia air, yaitu: suhu, pH,
oksigen terlarut, kandungan CO2 bebas dan amonia total selama penelitian berlangsung,
baik pada toksisitas letal maupun pada uji bioakumulasi. Data fisika -kimia air tersebut
selengkapnya tercantum pada Tabel 8.
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa sifat fisika kimia air selama
penelitian berlangsung dalam kondisi baik dengan konsentrasi kisaran yang masih di
dalam nilai ambang batas (NAB) untuk perikanan. Hal ini dimungkinkan karena
penelitian dilakukan di dalam laboratorium secara terkontrol serta pergantian air yang
dilakukan setiap 24 jam. Dengan demikian hasil pengukuran beberapa parameter
biologis seperti pertumbuhan, sintasan, kondisi hematologis dan histologis ikan mas
tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pemeliharaan tetapi hanya disebabkan oleh
toksisitas endosulfan sebagai perlakuan.
46
Tabel 8. Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas letal dan subletal insektisida endosulfan terhadap ikan mas
Parameter
Uji Konsentrasi
(µg/l) Suhu (oC)
pH DO (mg/l)
CO 2 (mg/l)
Amonia (mg/l)
0,0 26 7,5 5,2-7,2 1,0-8,4 0,02-0,34 1,4 26 7,5-8,0 5,8-7,2 1,3-8,9 0,02-0,34 1,9 26 7,5-8,0 5,6-7,6 1,3-8,6 0,03-0,32 2,7 26 7,5 5,6-7,8 1,1-8,4 0,02-0,33 3,7 26 7,5 5,7-7,6 1,5-8,2 0,02-0,34 5,2 26 7,5 5,6-6,8 0,7-8,8 0,02-0,34
Lethal
7,2 26 7,5-8,0 5,0-7,2 2,0-6,4 0,03-0,33
0,00 25-27 7,5 5,8-7,4 1,8-8,9 0,04-0,18 0,24 25-27 7,5 5,2-6,6 1,8-6,9 0,05-0,11 0,72 25-27 7,5 5,8-7,8 1,4-6,4 0,05-0,13
Sublethal
1,20 25-27 7,5 5,2-7,2 1,5-6,6 0,05-0,18 NAB 25-32 1) 6-9 3) 5-9 3) 10 2) < 2,20 3) Keterangan: NAB = Nilai Ambang Batas
1) Menurut Boyd (1982) 2) Menurut Boyd (1988) 3) Berdasarkan Chapman (1992), NAB untuk perikanan
Pembahasan
Laju peluruhan endosulfan dalam air yang diketahui dari uji stabilitas
merupakan acuan untuk menentukan periode pergantian air pada pengujian berikutnya.
Pergantian air dimaksudkan untuk menjaga kestabilan konsentrasi larutan uji selama
penelitian berlangsung. Secara teoritis, konsentrasi larutan uji dapat dianggap konsisten
atau stabil dalam air apabila peluruhannya dalam periode tertentu tidak lebih dari 20%
sehingga toksisitas dari larutan uji yang digunakan dapat diukur melalui respon biologis
pada hewan uji.
Melalui uji stabilitas diketahui bahwa laju peluruhan endosulfan dalam air cukup
lambat yaitu sebesar 0,81% per jam dan mencapai peluruhan 19,44% setelah waktu
47
pemaparan 24 jam (Gambar 4). Lambatnya laju peluruhan tersebut menurut ADB
(1987) disebabkan karena endosulfan termasuk kedalam kelompok pestisida yang
paling persisten dan tidak mengalami perubahan di lingkungan dalam waktu yang lama
serta mempunyai kelarutan yang rendah dalam air. Menurut Edwards (1976), senyawa
organoklorin sangat sulit larut di dalam air (daya larut di bawah 1 mg/l), hanya lindane
yang daya larutnya mencapai 7 mg/l. Berdasarkan hasil tersebut maka pergantian air
pada pengujian selanjutnya dilakukan setiap interval 24 jam sebanyak 100%. Sistem
pergantian air semi-statis ini merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan akurasi dan reprodusibilitas hasil pengujian toksisitas. Menurut
Kanazawa (1981), metode semi-statis merupakan pendekatan metode baku yaitu metode
continuous -flow yang umum digunakan untuk mempertahankan konsentrasi bahan
kimia agar stabil selama pengujian.
Pada percobaan dengan semi-statis umumnya terjadi perbedaan antara
konsentrasi nominal dengan konsentrasi aktual yang besarnya berkisar antara 30-45%
(Schimmel et al., 1977). Menurut Brungs (1973), perbedaan atau fluktuasi tersebut
disebabkan karena materi yang diuji sangat berbeda sifat degradasi, volatil, dan
kelarutan oksigen maupun sifat fisika-kimia lainnya. Oleh karena itu pergantian air
penelitian secara semi-statis setiap 24 jam dimaksudkan agar konsentrasi endosulfan
serta sifat fisika kimia air selama penelitian tetap konstan.
Hasil pengamatan pada uji toksisitas letal menunjukkan bahwa gejala klinis
akibat keracunan insektisida endosulfan timbul pada ikan setelah waktu pemaparan 4
jam terutama pada konsentrasi endosulfan sebesar 5,2 dan 7,2 µg/l. Gejala yang timbul
tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Schoettger (1970) dimana ikan berenang
48
tidak teratur dengan sesekali menghentak dan kejang-kejang serta mengeluarkan lendir
secara berlebihan dari permukaan tubuhnya, warna kulit memucat dengan frekwensi
pergerakan operculum menjadi lebih sering tetapi tidak beraturan. Gejala tersebut
menurut Connel dan Miller (1995) merupakan tanggapan yang terjadi pada saat zat-zat
fisika atau kimia mengganggu proses sel atau subsel dalam mahluk hidup sampai suatu
batas yang menyebabkan kematian secara langsung.
Kematian ikan mas pada uji toksisitas letal disebabkan karena masuknya
endosulfan ke dalam tubuh melalui penyerapan langsung lewat kulit dan pengambilan
dari air melalui membran insang. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penghambatan
ATP-ase terutama pada mitokondria akson sinaptik dan sedikit pada endoplasmik
retikulum. Penghambatan ATP -ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan
peningkatan pelepasan neurotransmiter (Tarumingkeng, 1992). Selain itu, kematian ikan
juga disebabkan karena endosulfan mampu menimbulkan rangsangan pada sistem
syaraf pusat sehingga menyebabkan terjadinya kejang (ADB, 1987). Sedangkan
menurut Arianti (2002) endosulfan yang masuk ke dalam tubuh ikan akan mengganggu
keseimbangan sodium (Na) dan Potasium (K) dalam sel syaraf sehingga sistim syaraf
tidak stabil yang mengakibatkan ikan tidak mampu mengendalikan kontraksi otot
sebagai akibat dari rangsang otak yang berlebihan sehingga menyebabkan kejang-
kejang.
Melalui metode bioassay diketahui bahwa nilai LC50-96 jam insektisida terhadap
ikan mas sangat rendah yakni sebesar 2,42 (2,206-2,652) µg/l (Tabel 2). Berdasarkan
ketentuan Komisi Pes tisida (1983), ternyata toksisitas insektisida endosulfan terhadap
ikan mas diklasifikasikan ke dalam golongan A yaitu pestisida yang memiliki toksisitas
49
sangat tinggi dengan nilai LC 50-96 jam < 1 mg/l (Tabel 1). Tingginya daya racun ini
menurut Dubey et al. (1991) dalam Sutrisno et al. (2002) disebabkan antara lain karena
proses metabolisme senyawa endosulfan dalam tubuh ikan hanya mampu terurai
menjadi endosulfan sulfat yang masih bersifat toksik pada ikan.
Nilai LC50-96 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada penelitian ini
lebih rendah dibanding hasil yang diperoleh Koesoemadinata (2000) yakni sebesar 12,9
µg/l. Hal ini diduga disebabkan karena berbedaan ukuran hewan uji, dimana ikan mas
yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai bobot rata-rata 0,8 ± 0,09 g/ekor
sedangkan pada penelitian Koesoemadinata berukuran lebih besar yaitu 1,4 ± 0,2
g/ekor. Menurut Durham (1975), spesies dan ukuran atau stadia akan berpengaruh
terhadap dampak lingkungan (environmental impact) pestisida terhadap ikan dan
organisme perairan. Sehubungan dengan hal tersebut, hasil penelitian Singh (1982)
membuktikan bahwa nilai LC50 endosulfan berbanding lurus terhadap ukuran dan bobot
tubuh ikan Heteropneustes fossilis dimana semakin besar ukuran dan semakin berat
bobot tubuh ikan maka nilai LC50 semakin besar. Hal ini antara lain disebabkan karena
pada umumnya semakin besar ukuran ikan dalam spesies yang sama akan semakin
tinggi kemampuannya untuk memetabolisme bahan beracun yang masuk ke dalam
tubuhnya dan mengekskresikan melalui urine dan feses.
Toksisitas insektisida endosulfan terhadap ikan mas lebih tinggi dibanding
terhadap ikan lele dumbo dengan nilai LC50-96 jam sebesar 17,13 µg/l (Yudha, 1999).
Hal ini disebabkan karena perbedaan morfologis dari kedua jenis ikan, dimana proses
respirasi pada ikan lele dumbo selain melalui insang juga dilakukan dengan arborescent
50
organ yang dapat mengambil oksigen langsung dari udara sehingga kontaminasi
endosulfan melalui membran insang lebih rendah.
Karena toksisitasnya sangat tinggi bagi ikan maka penggunaan endosulfan
sangat dibatasi bahkan dibeberapa negara dilarang. Di Indonesia penggunaan insektisida
endosulfan dibatasi pada areal yang tidak berhubungan dengan perairan, dan dilarang
dipergunakan di persawahan melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP
270/6/96 meskipun pada kenyataannya masih banyak digunakan oleh petani (Sulaksono,
2001). Selain sangat toksik terhadap ikan dan organisme air lainnya, insektisida
endosulfan juga cukup persisten dan bersifat lipofilik (= suka akan lemak) atau
hidropobik (= tidak suka air) dengan nilai log KOW = 4,7 (Greve dan Wit, 1979; Gill et
al., 1991) sehingga mudah terikat dalam lemak.
Laju penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada ke -3 perlakuan
semakin meningkat dengan bertambahnya waktu pemaparan (Gambar 6, 7, 8). Pada
perlakuan B dengan konsentrasi aktual endosulfan dalam air 10% x LC50-96 jam
peningkatan akumulasi endosulfan terjadi sampai dengan waktu pemaparan 48 jam dan
selanjutnya konstan/stabil (steady state) setelah konsentrasi bioakumulasi mencapai
2,04 µg/l, sedangkan pada perlakuan C (30% x LC50-96 jam) dan D (50% x LC50-96
jam) kondisi steady state terjadi setelah waktu pemaparan 144 jam dengan konsentrasi
bioakumulasi masing-masing sebesar 3,58 dan 4,24 µg/l. Pada kondisi steady state
penyerapan, distribusi dan detoksikasi endosulfan dalam tubuh ikan mas baik melalui
proses penyerapan maupun eliminasi melalui berbagai jalur telah mencapai
kesetimbangan maksimal.
51
Dari hasil pengukuran dengan GC terbukti bahwa konsentrasi residu endosulfan
dalam air perlakuan selama pemaparan relatif stabil yang menunjukkan adanya proses
dinamika endosulfan dalam air akibat sistem pergantian air secara semi statis setiap 24
jam. Kondisi ini sesuai dengan ketetapan OECD (1981) dalam Nagel dan Loskill (1991)
bahwa konsentrasi suatu substansi selama pengujian biokonsentrasi seharusnya dalam
keadaan stabil sehingga laju penyerapan bahan kimia uji dapat terjadi sampai mencapai
keseimbangan.
Keseimbangan konsentrasi (steady state) dapat terjadi disebabkan karena adanya
proses biokimia seperti absorpsi, distribusi, penimbunan dan eliminasi/ekskresi bahan
kimia aktif yang telah mencapai kapasitas optimal (Toledo dan Johnson, 1992). Pada
kondisi ini nilai determinasi dari perbandingan antara laju penyerapan (ku) dan laju
eliminasi (kd) endosulfan dalam tubuh ikan berada dalam kesetimbangan tetap, dan
dinamakan sebagai nilai bioconcentration factor (BCF).
Berdasarkan determinasi residu endosulfan dalam tubuh ikan mas pada keadaan
stabil yang diperbandingkan dengan nilai rata-rata konsentrasi endosulfan dalam air,
maka diperoleh nilai biokonsentrasi faktor yang nominalnya berbanding terbalik dengan
konsentrasi aplikasi endosulfan dalam air (Tabel 4). Semakin tinggi aplikasi endosulfan
dalam air maka akan menghasilkan nilai BCF yang semakin rendah, dan sebaliknya.
Fenomena tersebut terjadi karena ikan mas mempunyai kemampuan yang terbatas untuk
melakukan proses penyerapan, biotransformasi, distribusi serta penimbunan endosulfan
dalam tubuh. Ikan mas yang dipaparkan dalam larutan dengan konsentrasi rendah akan
memgabsorpsi endosulfan secara maksimal sedang yang dipaparkan dalam konsentrasi
lebih tinggi hanya mampu mengabsorpsi sebagian dari endosulfan yang tersedia.
52
Menurut Extoxnet (2004) dalam Pong-Masak (2003), semakin tinggi nilai BCF
suatu bahan kimia dalam suatu biota menunjukkan bahwa potensi bioakumulasi maupun
biomagnifikasi substansi tersebut semakin besar. Selain itu, nilai BCF yang semakin
tinggi dapat merupakan indikator pengaruh negatif suatu bahan kimia beracun terhadap
ekosistim dan keamanan pangan.
Dari hasil perhitungan, ternyata nilai BCF insektisida endosulfan pada ikan mas
yang dipaparkan dalam konsentrasi endosulfan sebesar 30% dari nilai LC50-96 jam
adalah sebesar 7,74. Nilai ini lebih tinggi dibanding nilai BCF triklorofon pada udang
windu dalam kondisi yang sama yaitu sebesar 1,337 (Pong-Masak, 2003). Menurut
Nagel dan Loskill (1991), nilai BCF dalam organisme akuatik dengan nilai yang < 100
menunjukkan bahwa bahan kimia yang diuji tidak memiliki potensi akumulasi secara
langsung. Bahkan menurut Chemicals Stakeholder Forum (2001) dalam Pong-Masak
(2003), nilai BCF < 500 diklasifikasikan sebagai bahan kimia yang kurang berpotensi
terakumulasi walaupun harus didukung oleh data-data pengaruh subletal lainnya.
Rendahnya nilai BCF endosulfan pada ikan mas menurut Mercier (1991) dan ADB
(1987), disebabkan karena endosulfan yang masuk ke dalam jaringan tubuh sebagian
besar akan segera dimetabolisme dan diekskresikan me lalui urin dan fases. Selain itu
ikan mas juga termasuk jenis ikan yang mempunyai kemampuan detoksikasi tinggi
sehingga dapat memetabolisir dan menetralisir racun secara cepat.
Pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan
melibatkan banyak faktor yang berbeda (Aziz, 1989). Kondisi ini dipengaruhi oleh
faktor internal yang sukar dikontrol seperti: genetik, seks, umur serta daya tahan
53
terhadap penyakit dan parasit; serta faktor eksternal yang meliputi makanan, energi
matahari dan keadaan fisika kimia lingkungan (Effendi, 1979).
Dalam uji subletal, pertumbuhan ikan mas paling tinggi diperoleh pada kontrol
dengan nilai laju pertumbuhan spesifik sebesar 1,65% disusul oleh perlakuan
bioakumulasi 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/l secara berturut -turut sebesar 1,58; 1,34; dan
1,29% (Tabel 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh lanjut bioakumulasi
endosulfan dapat menghambat pertumbuhan dan pada konsentrasi 3,58 µg/l secara
signifikan akan menurunkan laju pertumbuhan spesifik ikan mas. Hasil seperti ini juga
terjadi pada penelitian Sutrisno (2002) terhadap ikan nila berukuran 1,5 g/ekor yang
dipaparkan dalam konsentrasi endosulfan sebesar 0,00; 0,001; 0,005; dan 0,010 mg/l
dimana pada akhir pemaparan menghasilkan laju pertumbuhan spesifik sebesar 1,31;
1,02; 1,03 dan 0,98%.
Dari hasil pengukuran bobot ikan yang dilakukan seminggu sekali diketahui
bahwa terhambatnya pertumbuhan ikan mas pada konsentrasi bioakumulasi endosulfan
sebesar 3,58 dan 4,24 µg/kg terjadi pada minggu ke-2 waktu pemaparan ya itu setelah
tercapai kondisi stabil (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa bioakumulasi
insektisida endosulfan dalam tubuh ikan mas pada kondisi stabil secara signifikan akan
berpengaruh lanjut terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan mas. Terhambatnya
pertumbuhan disebabkan oleh faktor eksternal berupa polutan endosulfan dalam media
pemeliharaan dan faktor internal yaitu terganggunya proses fisiologis dan metabolisme
tubuh akibat bioakumulasi endosulfan.
Pengaruh subletal endosulfan merupakan tekanan lingkungan bagi ikan mas
sehingga ikan tersebut akan mereduksi pertumbuhannya (Schmittou, 1991).
54
Tereduksinya pertumbuhan ikan mas juga dapat terjadi karena: (1) endosulfan yang
terakumulasi menyebabkan organ tubuh ikan mengalami gangguan sehingga
mengurangi na fsu makan yang mengakibatkan laju konsumsi pakan menurun, dan (2)
pemanfaatan energi yang berasal dari makanan lebih banyak digunakan untuk
mempertahankan diri (maintenance) dari tekanan lingkungan serta mengganti bagian sel
yang rusak akibat bahan asing (endosulfan) sehingga kelebihan energi dari penggunaan
untuk proses tersebut sangat sedikit yang dimanfaatkan untuk menambah bobot tubuh.
Hal tersebut diperkuat dengan hasil perhitungan efisiensi pakan dari masing-masing
perlakuan yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 6).
Secara normal sekitar 70% nilai energi yang berasal dari makanan diprioritaskan
dan dipergunakan untuk pemeliharaan jaringan tubuh, tetapi apabila ikan sakit atau
mengalami gangguan lingkungan akan mempengaruhi ikan menggunakan energi untuk
mempertahankan hidupnya lebih besar dari biasanya (Waren, 1971). Selain itu, menurut
Heat (1987) polutan (termasuk endosulfan) dapat berpengaruh secara langsung maupun
tidak langsung terhadap perilaku makan, cara makan, penyerapan, pencernaan,
asimilasi, ekskresi dan perubahan pada tingkat hormonal yang akhirnya berpengaruh
terhadap pertumbuhan.
Faktor internal yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan
adalah darah, karena darah pada ikan berfungsi untuk mengedarkan zat makanan hasil
pencernaan dan O2 ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang
memerlukannya. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah
adalah kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (eritrosit)
dan jumlah sel darah putih (leukosit) (Lagler et al., 1977).
55
Peningkatan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam darah ikan mas dengan
bertambahnya konsentrasi bioakumulasi (Tabel 7) dipicu oleh kontaminasi, absorpsi dan
akumulasi insektisida endosulfan ya ng menyebabkan stress pada ikan mas sehingga
hormon-hormon stress seperti cortisol dan epinephrine, masuk ke dalam peredaran
darah dan menyebabkan kontraksi limpa meningkat. Peningkatan kontraksi limpa ini
akan mengakibatkan terjadinya pelepasan sel-sel darah merah sehingga nilai hematokrit
dan hemoglobin juga turut meningkat (El-Deen dan Rogers, 1992). Dengan
meningkatnya nilai hematokrit dan hemoglobin maka ikan akan memaksimalkan
pengikatan oksigen yang masuk dalam jaringan darah sehingga dengan peningkatan Hb
maka sel darah merah akan mengangkut oksigen 30 – 100 kali (Fujaya, 1999).
Berbeda dengan hematokrit dan hemoglobin, jumlah eritrosit dan leukosit dalam
darah ikan mengalami penurunan yang signifikan (P<0,05) dibanding kontrol (Tabel 7).
Berkurangnya jumlah eritrosit diduga disebabkan karena terjadinya kerusakan sel-sel
darah akibat pengaruh negatif radikal bebas, sebab menurut Wijaya (1976) dalam
Yudha (1999) suatu bahan toksik atau racun dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang pada gilirannya dapat menimbulkan pelepasan protein heme, yang akan bereaksi
dengan peroksidase dan melepaskan ion Fe 2+. Dengan adanya ion Fe 2+ akan terjadi
reaksi Fenton dan menghasilkan radikal bebas hidroksil (OH o) yang sangat reaktif.
Radikal hidroksil tersebut dapat merusak DNA, protein dan asam lemak tak jenuh (poli
unsaturated fatty acids) yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun
membran sel. Serangan radikal hidroksil terhadap membran sel dapat menimbulkan
reaksi berantai yang terus berlanjut yang disebut peroksida lipid. Akibat akhir dari
reaksi berantai tersebut adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa
56
yang bersifat toksik terhadap sel, seperti aldehid dan berbagai hidrokarbon, yang dapat
mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel.
Jumlah leukosit dalam darah ikan mas berkurang secara nyata dibanding kontrol
ketika bioakumulasi endosulfan mencapai konsentrasi 3,58 dan 4,24 µg/l. Menurut Heat
(1987), pengurangan jumlah leukosit sebagai respon terhadap stress merupakan
karakteristik semua jenis vertebrata. Respon tersebut dipengaruhi oleh hormon
corticosteroid dan bersifat nonspesifik, sebagai akibat adanya suatu stressor baik yang
berasal dari dalam maupun karena faktor lingkungan. Selanjutnya menurut Mc Leay
(1973) dalam Dick dan Dixon (1985), peningkatan sekresi corticosteroid melalui
rangsangan langsung dengan adrenocorticotropin pada ikan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah limfosit dalam darah (lymphopenia) maupun berkurangnya
jumlah trombosit dalam darah (thrombopenia).
Faktor lain yang cukup menentukan akurasi hasil penelitian disamping toksisitas
endosulfan dan pakan adalah lingkungan pemeliharaan, dalam hal ini kondisi air
sebagai media pemeliharaan ikan uji. Sifat fisika-kimia air yang perlu diperhatikan
untuk penelitian toksisitas bahan beracun, khususnya pestisida adalah: suhu air, pH air,
O2 terlarut, CO2 bebas dan ammonia.
Suhu air sangat penting karena tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolik
dan tingkah laku organisme dan pemaparan polutan (bahan pencemar), tetapi juga dapat
mengubah keadaan fisik dan kimia dari polutan. Secara umum toksisitas dari polutan
akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu air (Mason, 1992). Selama penelitian
dilaksanakan, baik pada uji letal maupun uji subletal, suhu air relatif stabil yang berkisar
antara 25-27 oC (Tabel 8). Nilai ini masuk dalam kisaran Nilai Ambang Batas (NAB)
57
untuk perikanan, bahkan menurut Boyd (1988) kisaran tersebut cukup mendukung bagi
kehidupan ikan mas. Kestabilan suhu air pada penelitian ini juga memenuhi kriteria
yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida (1983) yaitu fluktuasinya tidak lebih dari 2oC.
pH adalah konsentrasi ion (H+) yang menunjukkan suasana air, apakah bersifat
asam atau basa, nilai pH ini akan berpengaruh terhadap degradasi pestisida dimana laju
degradasi akan lambat pada pH di bawah 6,0. Nilai pH air selama penelitian adalah
antara 7,5-8,0 (Tabel 8). Kondisi ini sangat mendukung karena menurut Effendi (2000),
pH air yang baik untuk budidaya ikan pada kolam air tenang adalah sekitar 7,0-8,8.
Konsentrasi oksigen terlarut pada uji letal berkisar 5,0-7,8 mg/l, sedangkan pada
uji subletal sebesar 5,2-7,8 mg/l (Tabel 8). Konsentrasi oksigen terlarut seperti ini
menurut Chapman (1992) termasuk ke dalam kisaran yang baik bagi pemeliharaan ikan.
Sejumlah polutan akan menjadi lebih toksik pada konsentrasi oksigen yang rendah
karena pada kondisi tersebut proses respirasi akan meningkat sehingga racun yang
terekspos terhadap tubuh ikan juga semakin besar (Mason, 1992). Menurunnya
konsentrasi oksigen akan meningkatkan konsentrasi CO2 dalam air yang dapat
menyebabkan stress pada ikan. Kondisi stress dapat menurunkan resistensi ikan
terhadap insektisida, dengan demikian akan mempengaruhi toksisitas endosulfan
terhadap ikan (Arianti, 2002). Oleh karena itu dalam pengujian toksisitas terhadap
organisme ikan menurut Komisi Pestisida (1983) kadar CO2 bebas dalam air harus ≤ 10
ppm. Kriteria tersebut terpenuhi oleh kondisi air selama penelitian ini dimana
kandungan CO2 bebas dalam air berkisar antara 0,7-8,9 mg/l (Tabel 8).
Kandungan ammonia dalam air pada uji letal berkisar antara 0,02-0,34 mg/l
sedangkan pada uji subletal berkisar antara 0,04-0,18 mg/l (Tabel 8). Kedua nilai
58
kisaran tersebut masih jauh di bawah NAB untuk perikanan yaitu sebesar <2,20 mg/l
(Chapman, 1992). Kadar ammonia di atas NAB dapat mereduksi masukan oksigen yang
disebabkan oleh rusaknya insang, menambah energi untuk keperluan detoksikasi,
mengganggu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan (Boyd,
1990). Rendahnya oksigen di dalam tubuh akibat tereduksi oleh ammonia akan
meningkatkan toksisitas insektisda endosulfan terhadap ikan (Arianti 2002).
59
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari serangkaian penelitian serta pembahasan yang tela h dilakukan maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Insektisida endosulfan memiliki toksisitas sangat tinggi terhadap ikan mas
dengan nilai LC50-96 jam sebesar 2,42 (2,206-2,652) µg/l.
2. Bioakumulasi insektisida endosulfan pada ikan mas semakin meningkat dengan
bertambahnya konsentrasi dan waktu pemaparan hingga mencapai steady state.
3. Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan sebesar 3,58 µg/kg atau
lebih secara signifikan dapat menurunkan laju pertumbuhan ikan mas.
4. Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan dapat berdampak terhadap
kondisi hematologis ikan mas, yaitu meningkatkan kadar hematokrit (Ht) dan
hemoglobin (Hb) serta menurunkan jumlah eritrosit dan leukosit.
Saran
Penelitian sebaiknya dilanjutkan dengan waktu pe maparan yang lebih panjang,
misalnya satu siklus hidup ikan mas, sehingga dapat diperoleh data yang lebih lengkap
mengenai pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan terhadap perkembangan
gonad, potensi reproduksi, fekunditas dan kondisi biokimia dalam tubuh ikan mas.
60
DAFTAR PUSTAKA
ADB. 1987. Handbook on the use of pesticides in Asia-Pasific Region. Asian
Development Bank. Affandi, R., dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press. Pekanbaru, Riau,
Indonesia. 217 h. Angka, S.L. 1990. The pathology of walking catfish, Clarian batrachus, infected
intraperitoneally with Aeromonas hydrophila . AFS. Ardiwinata, A.N., S.Y. Jatmiko dan E.S. Harsanti. 1999. Monitoring residu insektisida
di Jawa Barat. Dalam “Menunjang Produksi Padi Berwawasan Lingkungan”. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Bogor, 21 April 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hal. 91-105.
Arianti, F.D. 2002. Toksisitas insektisida endosulfan terhadap ikan nila (Oreochromis
niloticus) dalam lingkungan air tawar. Tesis. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. 87 hal.
Aziz, K.A. 1989. Pendugaan stok populasi ikan tropis. Institut Pertanian Bogor. 88 hal. Bond, C.E. 1979. Biology of fish. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 512 hal. Boyd, C.E. 1982. Water quality management in aquaculture and fisheries science.
Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. 312 hal. Boyd, C.E. 1988. Water quality in warmwater fish pond. Faurth Printing. Aubur n
Aniversity Agricultural Experiment Station. Alabama. USA. 359 hal. Boyd, C.E. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Brimingham Publishing Co.,
Alabama. 482 hal. Brungs, W.A. 1973. Continous-flow bioassays with aquatic organisms: Procedures and
applications. Biological method for the assessment of water quality, ASTM STP 528, American Society for Testing and Materials. p. 117-126.
Busvine, J.R. 1971. A critical review of techniques for testing insecticides. Common
Wealth Agricultural Boreoux. 345 hal. Chapman, D. 1992. Water quality assessment. A guide to use of biota, sediment and
water in environmental monitoring. Chapman & Hall. London. 585 hal.
61
Chau, A.S.Y., B.K. Afghan and J.W. Robinson. 1982. Analisis of pesticides in water, Vol. I. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Chinabut, S., C. Limsuwan dan P. Kitsawat. 1991. Histology of walking catfish, Clarias
batrachus. IDRC. Connel, D.W. and G.J. Miller. 1995. Kimia dan ekotoksikologi pencemaran. Penerbit
Univ. Indonesia, Jakarta. hal 331-341. Dick, P.T., dan D.G. Dixon. 1985. Cange in circulating blood cell levels of rainbow
trout, Salmo gairdneri Richardson, following acute and chronic exposure to copper. J. Fish. Biol. 26:475-481.
Durham, W.F. 1975. Toxicology dangerous properties of industrials. Van nosran
Reinhold. Co. New York. Edwards, C.A. 1976. Persistent pesticides in the environment. CRC Press. Ohio. 170
hal. Edwards, C.A. 1977. Nature and origins of pollution of aquatic systems by pesticides,
pp: 11-38. In Khan, M.A.Q. (Eds.) Pesticides in Aquatic Environments. Plenum Press, New York.
Effendi, H.I. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal. Effendi, M.I. 1978. Biologi perikanan bagian I: Studi natural histori. Fakultas Perikanan
Institut Pertanian Bogor. 105 hal. Ekaputri, L.S. 2001. pola penyebaran spasial dan temporal bahan organik, logam berat
dan pestisida di perairan sungai Ciliwung. Disertasi Program Pascasarjana, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB. 148 hal.
Ekha, I. 1993. Dilema pestisida tragedi revolusi hijau. Kanisius. Jakarta. El-Deen, M.A.S., dan W.A.. Rogers. 1992. Acute toxicity and some hematological
change in grass carp exposed to diquat. J. Aquatic Animal Health. 4:277-280. Fujaya, Y. 1999. Bahan Pengajaran Fisiologi Ikan. Jur. Perikanan Fak. Ilmu Kelautan
dan Perikanan, Univ. Hasanuddin. Ujung Pandang. Gill, T.S., J. Pande dan H. Tewari. 1991. Effect endosulfan on the blood and organ
chemistry of freshwater fish, Borbus conchonius Hemilton. Ecotox. Environ. Safety. 21:80-91.
Greve, P.A., dan S.L. Wit. 1979. Endosulfan in the Rhine river. J. Wat. Poll. Control
Fed. 43 (12): 2338-2348.
62
Heath, A.G. 1987. Water pollution and fish physiology. CRC Ress Inc. Boca Raton, Florida. 245 hal.
Hellawel, J.M. 1986. Biological indicators of freshwater pollution and environmental
management. Elsevier Applied Science Publisher. London. Kadarsan, S. 1977. Pengaruh Samping Pestisida terhadap Hewan Vertebrata Bukan
Sasaran. Aspek Pestisida di Indonesia. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. Edisi Khusus No. 3: 401-418.
Kanazawa, J. 1981. Bioconcentration potential of pesticides by aquatic organisms.
Japan Pesticide Information. No. 39: 12-16. Koesoemadinata, S. 2000. Toksisitas akut insektisida endosulfan, klorpirifos, dan
klorfluazuron pada tiga jenis ikan air tawar dan udang galah. JPPI. 4(3-4): 36-43.
Koesoemadinata, S. 2003. Metode standar pengujian toksisitas pestisida terhadap ikan.
Komisi Pestisida. Dirjen Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta . 75 hal.
Komisi Pestisida. 1983. Pedoman umum pengujian laboratorium toksisitas letal
pestisida pada ikan untuk keperluan pendaftaran. Departemen Pertanian. Jakarta. 18 hal.
Komisi Pestisida. 1990. Pedoman pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian;
Pelaksanaan ketentuan batas maksimum residu pestisida. Direktoran Perlindungan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian RI.
Kusno, H. 1995. Pengantar toksikologi lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 133 hal. Lagler, K.F. , J.E. Bardach, R.R. Miller dan D.R. Passino. 1977. Ichtyology. John Willey
and Sons Inc. New York. 506 hal. Livingstone, R.J. 1977. Review of current literature concerning the accute and chronic
effect of pesticides on aquatic organism. CRC Crit. Rev. Environ. Control. Lodang, H. 1994. Gambaran penggunaan pestisida pada pertanian (Kasus di Kecamatan
Baraka, Kab. Enrekang). Lingkungan dan Pembangunan. Jurnal Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia. Vol. 14(2): 89-98.
Lucky, Z. 1977. Method for the diagnosis of fish diseases. Amerind Publishing Co.
New York.
63
Manahan, S.E. 1992. Toxicological chemistry (Second edition). Lewis Publishers Inc. Florida. 449 hal.
Mason, C.F. 1992. Biology of fresh water pollution. Long Man Inc. London. 250. hal. Mercier, M. 1991. Organochlorine pesticide. Pergamon Press. New York.237 hal. Montanes, J.F.C., and B.V. Hattum. 1995. Bioconcentration of chlorpyrifos by the
freshwater isopod, Asellus aquaticus (L). in outdoor experimental ditches. J. of Environmental Pollution 83: 137-146.
Moyle, P.B., dan J.J. Cech. 1988. Fishes and introduction to ichthyology. Prentice Hall,
Englewood Cliffs, New Jersey. 559 hal. Mulyani. 1973. Peraturan pestisida. Laporan Direktorat Perlindungan Tanaman, Jakarta.
6 hal. Nage l R., dan R. Loskill. 1991. Bioaccumulation in aquatic system; contribution to the
assessment. Prooceding of an International Workshop, Berlin. VCH Publishers Inc. New York. 238 hal.
National Research Council. 1983. Nutrient requirement of warm water animals.
National Academic of Sciencis, Washington D.C. 102 p. Nowak, B., dan Ahmad, N.J. 1989. Environ., Sci. Health B, (24): 97-109. Pong-Masak, P.R. 2003. Toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi serta waktu
paruh insektisida triklorfon pada udang windu, Penaeus monodon Fab. Tesis. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. 68 hal.
Rand, G. M. and S.R. Petrocelli. 1985. Fundamentals of aquatic toxicology, Method and
Application. Hemisphere Publishing Coorporation, Woshington DC. 666 hal. Ricker, W.E. 1975. Computation and interpretation of biological statistic of fish
population. Ull. Fish. Res. Board Can, No. 119-382 hal. Robert, R.J. 1978. Fish pathology. Iowa State University Press. Ames, Iowa. hal 3-10. Robinson, J. 1973. Dynamic of pesticides residues in the enviroment. Dalam C.A.
Edwards (ed). Environmental Pollution by Pesticides. Plenum. Press, London. 459 hal.
Sastroutomo, S. 1992. Pestisida, dasar-dasar dan dampak penggunaannya. Gramedia,
Jakarta.
64
Schimmel, S.C., J.M. Patrick, Jr. dan A.J. Wilson, Jr. 1977. Acute toxicity and bioconcentration of endosulfan by estuarine animals. In F.L. Mayer dan J.L. Hamelink Eds. “Aquatic toxicology and hazard evaluation”. American Society for Testing and Materials: 241-235.
Schmittou, H.R. 1991. Budidaya ka ramba, suatu metode ikan di Indonesia. Auburn
University. Schoettger, R.A. 1970. Aquatic toxicology of thiodan in saveral fish and aquatic
invertebrates. United Astates Development of the Interior Fish and Wildlife Service, Bureau of Sport Fisheries and W ildlife. Woshington D.C. 31 hal.
Singh, B.B. dan A.S. Narain. 1982. Acute toxicity of thiodan to catfish (Heteropneustes
fossilis). Bull. Environm. Contam. Toxicol. Vol. 28: 122-127. Sitting, M. 1980. Endosulfan. Manufactor and toxic materials control encyclopedia.
Noyes dat Crops. USA. Snieszko, S.F., J.E. Camper, F.J. Howard dan L.L. Pettijohn. 1974. The effect of
enviromental stress on outbreak of infection disease of fish. J. Fish. Biol. (6):197-208.
Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip da n prosedur statistika suatu pendekatan
biometrik. PT. Gramedia, Jakarta. 748 hal. Sulaksono, I.C. 2001. Kajian jenis dan tingkat residu insektisida serta pengaruhnya
terhadap komunitas makrozoobentos di sentra produksi padi Pantai Utara Jawa Barat. Tesis . Program Pascasarjana, IPB. Bogor. 98 hal.
Sutrisno, S. Koesoemadinata dan O. Praseno. 2002. Toksisitas dan tingkat absorpsi
insektisida endosulfan dan klorpirifos pada ikan nila (Oreochromis niloticus) di laboratorium. JPPI. Vol. 8, No. 5.
Tarumingkeng, R.C. 1992. Insektisida: sifat, mekanisme kerja dan dampak
penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.235 hal. Taufik, I., S. Koesoemadinata, Sutrisno dan A. Nugraha. 2003. Tingkat akunmulasi
residu pestisida pertanian di perairan tambak. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9 (4): 53-61.
Toledo, M.C.F., dan C.M. Jonsson. 1992. Bioaccumulation and elimination of
endosulfan in zebra fish, Branchydanio rerio. Pesticide Science Vol 36: 207-211.
UNEP, ILO, dan WHO. 1992. Endosulfan 40. WHO. Geneva.
65
Wallace, K.B. 1982. Specie -selective toxicity of organophosphorus insecticides: A pharmacodynamic phonomenon. In Organophosphates, Chemistry, Fate and Effect. Academic Press, New York. hal 79-105.
Waren, C.E. 1971. Biologi and water pollution central. W.D. Sounders. Co. Philadelpia. Yudha, I.G. 1999. Toksisitas akut dan pengaruh subletal endosulfan terhadap
pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan lele dumbo (Clarian gariepinus). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
66
Lampiran 1.
Prosedur analisis residu insektisida endosulfan pada sample air.
Contoh air (200 ml)
Masukkan dalam corong pemisah 500 ml
+ 30 ml n-heksan p.a
Kocok kuat-kuat (stirrer ± 1')
Air (bawah) n-heksan (atas) + 30 ml n-heksan Kocok kuat-kuat (stirrer ± 1') Aqueous (bawah) n-heksan (atas) Buang Labu bundar 250 ml Rotary evaporator, 50oC sampai ± 1 ml Kolom Sodium Sulfat anhidrat; 5 cm Tabung uji + pelarut aceton hingga volume 10 ml
Siap ke GC atau tahap derivatisasi
67
Lampiran 2.
Prosedur analisis residu insektisida endosulfan pada sample daging ikan
10 g contoh (sudah halus)
Homogeneser 30', 100 rpm + pelarut aceton p.a 50 ml
Disaring ke dalam labu bundar
Rotary evaporator, 40-50oC hingga kering
+ 30 ml n-heksan p.a
Corong pisah 150 ml
+ 30 ml asetonitril p.a
Kocok kuat -kuat (stirrer ± 1')
n-heksan (atas) asetonitril (bawah) + 30 ml asetonitril p.a kocok kuat-kuat (stirrer ± 1')
Labu bundar 300 ml n-heksan (atas) Asetonitril (bawah) Rotary evaporator, 60-70oC hingga kering + 30 ml n-heksan p.a Buang
Kolom florisil 5 g (setelah diaktivasi 5 jam, 120oC) Bilas dgn 50 ml n-heksan + aceton ( 9:1) Rotary evaporator
Masukkan dalam tabung uji dengan pelarut aceton p.a hingga volume 10 ml
Siap ke GC atau tahap derivatisasi
68
Lampiran 3. Mortalitas ikan mas (ekor) pada uji pendahuluan setelah waktu pemaparan (jam) Bahan uji : Akodan 35 EC Hewan uji : Ikan mas
Tanggal : 31 Mei 2004 Bobot rata-rata : 0,81 g Bahan aktif : Endosulfan Panjang rata-rata : 3,65 cm Konsentrasi : 350.000 mg/l Jumlah : 10 ekor/10 liter Stok larutan : 100 mg/l Sumber : Inris Cijeruk
Waktu Pemaparan (jam) Konsentrasi (µg/l)
Nomor Wadah 0 24 48
101 0 0 0 201 0 0 0
0,00
301 0 0 0
102 0 0 0 202 0 0 0
0, 10
302 0 0 0
103 0 0 0 203 0 0 0
1,00
303 0 0 0
104 0 10 10 204 0 10 10
10,00
304 0 10 10 Konsentrasi ambang bawah (LC0-48 jam) : 1,0 µg/l
Konsentrasi ambang atas (LC100-24 jam) : 10,0 µg/l
Berdasarkan persamaan
log (N/n) = k log (a/n) ……………………………… (1)
a/n = b/a = c/b = d/c = e/d = f/e = g/f = N/g ………… (2)
maka deret konsentrasi pada uji lanjutan (devinitife test) yang besarnya antara ambang
bawah (1,0 µg/l) dan ambang atas (10 µg/l) adalah: 0; 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2 dan 7,2
µg/l.
69
Lampiran 4. Motalitas ikan mas (ekor) pada uji lanjutan (definitife test) untuk setiap konsentrasi perlakuan (µg/l) setelah waktu pemaparan (jam).
Bahan uji : Akodan 35 EC Hewan uji : Ikan mas
Tanggal : 14 Juni 2004 Bobot rata-rata : 0,81 g Bahan aktif : Endosulfan Panjang rata-rata : 3,65 cm Konsentrasi : 350.000 mg/l Jumlah : 10 ekor/10 liter Stok larutan : 100 mg/l Sumber : Inris Cijeruk
Waktu Pemaparan (jam) Konsentrasi (µg/l)
Nomor Wadah 0 24 48 72 96
101 0 0 0 0 0 201 0 0 0 0 0
0
301 0 0 0 0 0
102 0 0 1 1 2 202 0 0 0 0 1
1,4
302 0 0 0 0 2
103 0 0 1 2 3 203 0 0 1 2 5
1,9
303 0 0 1 2 4
104 0 1 2 3 4 204 0 1 2 3 5
2,7
304 0 1 2 3 4
105 0 3 6 6 6 205 0 2 4 6 7
3,7
305 0 4 6 7 7
106 0 4 6 8 9 206 0 5 7 8 9
5,2
306 0 5 7 8 9
107 0 6 9 10 10 207 0 8 10 10 10
7,2
307 0 7 10 10 10
70
Lampiran 5. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-24 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas. Konsentrasi
(µµg/l) Jumlah ikan yang
di uji (ekor) Jumlah ikan yang
mati (ekor) Log X Probit Y
1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
30 30 30 30 30 30
0 0 3 9
14 21
1,146 1,278 1,431 1,568 1,716 1,857
1,601 1,601 3,719 4,477 4,916 5,525
Prakiraan garis probit: Y = -5,468 + 6,073 X Chi2 (DF = 4; CL = 95%) = 9,456 Chi2 hitung = 8,278 Nilai nominal LC50 = 5,291 Limit kepercayaan 95% = 4,789 – 5,835 Lampiran 6. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-48 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas. Konsentrasi
(µµg/l) Jumlah ikan yang
di uji (ekor) Jumlah ikan yang
mati (ekor) Log X Probit Y
1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
30 30 30 30 30 30
1 3 6
16 20 29
1,146 1,278 1,431 1,568 1,716 1,857
3,680 3,719 4,159 5,084 5,431 6,835
Prakiraan garis probit: Y = -1,728 = 4,365 X Chi2 (DF = 4; CL = 95%) = 9,456 Chi2 hitung = 5,253 Nilai nominal LC50 = 3,478 Limit kepercayaan 95% = 3,094 – 3,908
71
Lampiran 7. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-72 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas. Konsentrasi
(µµg/l) Jumlah ikan yang
di uji (ekor) Jumlah ikan yang
mati (ekor) Log X Probit Y
1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
30 30 30 30 30 30
1 6 9
19 24 30
1,146 1,278 1,431 1,568 1,716 1,857
3,680 4,159 4,477 5,340 5,842 8,500
Prakiraan garis probit: Y = -3,657 + 5,995 X Chi2 (DF = 4; CL = 95%) = 9,456 Chi2 hitung = 20,849 Nilai nominal LC50 = 2,780 Limit kepercayaan 95% = 2,587 – 2,987 Lampiran 8. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-96 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas. Konsentrasi
(µµg/l) Jumlah ikan yang
di uji (ekor) Jumlah ikan yang
mati (ekor) Log X Probit Y
1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
30 30 30 30 30 30
5 12 13 20 27 30
1,146 1,278 1,431 1,568 1,716 1,857
4,034 4,748 4,833 5,431 6,283 8,500
Prakiraan garis probit: Y = -2,607 + 5,498 X Chi2 (DF = 4; CL = 95%) = 9,456 Chi2 hitung = 2,924 Nilai nominal LC50 = 2,418 Limit kepercayaan 95% = 2,206 – 2,652
72
Lampiran 9. Analisis statistik terhadap laju penyerapan (Ku) dan biokonsentrasi faktor (BCF) insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada berbagai konsentrasi perlakuan. ANOVA
Sumbe r keragaman
Jumlah kwadrat
db
Kwadrat tengah
F
P
KU Perlakuan .281 2 .141 551.823 .000 Acak 2.294E-03 9 2.549E-04 Total .284 11
BCF Perlakuan 33.336 2 16.668 580.689 .000Acak .258 9 2.870E-02Total 33.594 11
Uji Tu key
Selang kepercayaan 95%
Variabel
(I)
Perlakuan
(J)
Perlakuan
Selisih rata-rata
(I-J)
Standar
kesalahan
P
Batas bawah Batas atas
KU .240 .720 7.6500E-02* 1.1290E-02 .000 4.4977E-02 .10802 1.200 .35625* 1.1290E-02 .000 .32473 .38777 .720 .240 -7.65000E-02* 1.1290E-02 .000 -.10802 -4.49771E-02 1.200 .27975* 1.1290E-02 .000 .24823 .31127 1.200 .240 -.35625* 1.1290E-02 .000 -.38777 -.32473 .720 -.27975* 1.1290E-02 .000 -.31127 -.24823
BCF .240 .720 .82900* .11980 .000 .49452 1.16348 1.200 3.87650* .11980 .000 3.54202 4.21098
.720 .240 -.82900* .11980 .000 -1.16348 -.494521.200 3.04750* .11980 .000 2.71302 3.38198
1.200 .240 -3.87650* .11980 .000 -4.21098 -3.54202.720 -3.04750* .11980 .000 -3.38198 -2.71302
* Nilai selisih rata-rata berbeda nyata pada P<0,05. Ku
Nilai Ku rata-rata*
Perlakuan
(µµg/l)
N 1 2 3
1.200 4 .43150 .720 4 .71125 .240 4 .78775 Sig. 1.000 1.000 1.000
* Angka rata-rata dalam kolom yang sama men unjukkan tidak beda nyata (P>0,05). BCF
Nilai BCF rata-rata*
Perlakuan
(µµg/l)
N 1 2 3
1.200 4 4.69000 .720 4 7.73750 .240 4 8.56650 Sig. 1.000 1.000 1.000
* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05).
73
Lampiran 10. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu.
Bio-akumulasi
Sampling Minggu ke-
(µg/kg)
Ulangan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.00 1 18.8 23.6 24.0 28.5 30.3 33.9 36.2 44.5 52.6 56.4 62.0 68.3 77.6
2 18.2 24.1 26.5 27.3 28.3 30.8 33.1 37.9 42.2 47.8 54.3 63.9 72.7
3 18.2 22.7 22.8 24.8 26.3 31.4 34.5 38.7 43.7 48.8 58.2 65.6 70.1
Rataan 18.40 23.47 24.43 26.87 28.30 32.03 34.60 40.37 46.17 51.00 58.17 65.93 73.47
St. dev. 0.35 0.71 1.89 1.89 2.00 1.64 1.55 3.60 5.62 4.70 3.85 2.22 3.81
2.04 1 18.6 21.4 23.9 27.0 28.3 31.8 35.7 42.3 48.4 52.8 58.1 64.6 72.3 2 18.5 20.8 23.8 27.2 28.4 30.0 33.7 41.1 46.5 51.6 57.3 61.1 68.3
3 18.2 21.1 23.8 25.2 26.6 28.9 30.7 34.5 38.6 46.3 52.8 59.5 67.7
Rataan 18.43 21.10 23.83 26.47 27.77 30.23 33.37 39.30 44.50 50.23 56.07 61.73 69.43
St. dev. 0.21 0.30 0.06 1.10 1.01 1.46 2.52 4.20 5.20 3.46 2.86 2.61 2.50
3.58 1 18.5 21.0 21.9 22.6 23.0 25.7 28.8 31.7 34.5 38.9 46.4 53.9 58.4
2 18.2 21.8 23.5 23.9 24.6 29.6 32.5 35.1 36.2 44.8 50.4 54.0 60.6 3 18.5 22.2 23.0 23.7 24.9 28.1 31.6 34.1 36.4 42.2 46.2 48.8 51.5
Rataan 18.40 21.67 22.80 23.40 24.17 27.80 30.97 33.63 35.70 41.97 47.67 52.23 56.83
St. dev. 0.17 0.61 0.82 0.70 1.02 1.97 1.93 1.75 1.04 2.96 2.37 2.97 4.75
4.24 1 18.7 22.0 22.6 23.9 25.1 28.4 32.7 34.6 36.8 41.6 66.5 51.9 58.4
2 18.4 21.8 23.1 24.0 24.5 27.4 29.3 30.7 32.1 36.2 40.6 47.1 53.7
3 18.2 21.7 23.1 24.1 24.6 26.3 31.7 32.1 34.0 36.5 41.4 45.3 51.5 Rataan 18.43 21.83 22.93 24.00 24.73 27.37 31.23 32.47 34.30 38.10 49.50 48.10 54.53
St. dev. 0.25 0.15 0.29 0.10 0.32 1.05 1.75 1.98 2.36 3.03 14.73 3.41 26.08
74
Lampiran 11. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu (transformasi logaritma natural). .
Bio- konsentrasi
Sampling Minggu ke-
(µg/kg)
Ulangan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.00 1 2.934 3.161 3.178 3.350 3.411 3.523 3.589 3.795 3.963 4.032 4.127 4.224 4.352
2 2.901 3.182 3.277 3.307 3.343 3.428 3.500 3.635 3.742 3.867 3.995 4.157 4.286
3 2.901 3.122 3.127 3.211 3.270 3.447 3.541 3.656 3.777 3.888 4.064 4.184 4.250
Rataan 2.912 3.155 3.194 3.289 3.341 3.466 3.543 3.695 3.827 3.929 4.062 4.188 4.296
St. dev. 0.019 0.030 0.076 0.071 0.071 0.051 0.045 0.087 0.118 0.090 0.066 0.034 0.051
2.02 1 2.923 3.063 3.174 3.296 3.343 3.459 3.575 3.745 3.879 3.967 4.062 4.168 4.281 2 2.918 3.035 3.170 3.303 3.346 3.401 3.517 3.745 3.839 3.944 4.048 4.113 4.224
3 2.901 3.049 3.170 3.227 3.281 3.364 3.424 3.541 3.653 3.835 3.967 4.086 4.215
Rataan 2.914 3.049 3.171 3.275 3.323 3.408 3.506 3.677 3.791 3.915 4.026 4.122 4.240
St. dev. 0.011 0.014 0.002 0.042 0.037 0.048 0.076 0.118 0.121 0.070 0.052 0.042 0.036
3.58 1 2.918 3.045 3.086 3.118 3.135 3.246 3.360 3.456 3.541 3.661 3.837 3.987 4.067 2 2.901 3.082 3.157 3.174 3.203 3.388 3.481 3.558 3.589 3.802 3.920 3.989 4.104
3 2.918 3.100 3.135 3.165 3.215 3.336 3.453 3.529 3.595 3.742 3.833 3.888 3.942 Rataan 2.912 3.076 3.126 3.152 3.184 3.323 3.432 3.515 3.575 3.735 3.863 3.955 4.038
St. dev. 0.009 0.028 0.036 0.030 0.043 0.071 0.063 0.053 0.029 0.071 0.049 0.058 0.085
4.24 1 2.929 3.091 3.118 3.174 3.223 3.346 3.487 3.544 3.605 3.728 4.197 3.949 4.067
2 2.912 3.082 3.140 3.178 3.199 3.311 3.378 3.424 3.469 3.589 3.704 3.852 3.983
3 2.901 3.077 3.140 3.182 3.203 3.270 3.456 3.469 3.526 3.597 3.723 3.813 3.942
Rataan 2.914 3.083 3.133 3.178 3.208 3.309 3.440 3.479 3.534 3.638 3.875 3.872 3.997
St. dev. 0.014 0.007 0.013 0.004 0.013 0.038 0.057 0.060 0.069 0.078 0.279 0.070 1.666
75
Lampiran 12. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu.
Bio- akumulasi
Sampling Minggu ke-
(µg/kg)
Ulangan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.00 1 0.940 1.180 1.200 1.425 1.515 1.695 1.810 2.225 2.630 2.820 3.100 3.415 3.880
2 0.910 1.205 1.325 1.365 1.415 1.540 1.655 1.895 2.110 2.390 2.715 3.195 3.635
3 0.910 1.135 1.140 1.240 1.315 1.570 1.725 1.935 2.185 2.440 2.910 3.280 3.505
Rataan 0.920 1.173 1.222 1.343 1.415 1.602 1.874 2.018 2.308 2.550 2.908 3.297 3.673
St. dev. 0.017 0.035 0.094 0.094 0.100 0.082 0.078 0.180 0.281 0.235 0.193 0.111 0.190
2.04 1 0.930 1.070 1.195 1.350 1.415 1.590 1.785 2.115 2.420 2.640 2.905 3.230 3.615 2 0.925 1.040 1.190 1.360 1.420 1.500 1.685 2.055 2.325 2.580 2.865 3.055 3.415
3 0.910 1.055 1.190 1.260 1.330 1.445 1.535 1.725 1.930 2.315 2.640 2.975 3.385
Rataan 0.922 1.055 1.192 1.323 1.388 1.512 1.668 1.965 2.225 2.512 2.803 3.087 3.472
St. dev. 0.010 0.015 0.003 0.055 0.051 0.073 0.126 0.210 0.260 0.173 0.143 0.130 0.125
3.58 1 0.925 1.050 1.095 1.130 1.150 1.285 1.440 1.585 1.725 1.945 2.320 2.695 2.920 2 0.910 1.090 1.175 1.195 1.230 1.480 1.625 1.755 1.810 2.240 2.520 2.700 3.030
3 0.925 1.110 1.150 1.185 1.245 1.405 1.580 1.705 1.820 2.110 2.310 2.440 2.575 Rataan 0.920 1.083 1.140 1.170 1.208 1.390 1.548 1.682 1.785 2.098 2.383 2.612 2.842
St. dev 0.009 0.031 0.041 0.035 0.051 0.098 0.096 0.087 0.052 0.148 0.118 0.149 0.237
4.24 1 0.935 1.100 1.130 1.195 1.255 1.420 1.635 1.730 1.840 2.080 2.325 2.595 2.920
2 0.920 1.090 1.155 1.200 1.225 1.370 1.465 1.535 1.605 1.810 2.030 2.355 2.685
3 0.910 1.085 1.155 1.205 1.230 1.315 1.585 1.605 1.700 1.825 2.070 2.265 2.575
Rataan 0.922 1.092 1.147 1.200 1.237 1.368 1.562 1.623 1.715 1.905 2.142 2.405 2.727
St. dev 0.013 0.008 0.014 0.005 0.016 0.053 0.087 0.099 0.118 0.152 0.160 0.171 0.176
76
Lampiran 13. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu (transformasi logaritma natural)
Bio- konsentrasi
Sampling Minggu ke-
(µg/kg)
Ulangan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.00 1 -0.062 0.165 0.182 0.354 0.415 0.528 0.593 0.800 0.967 1.037 1.131 1.228 1.356
2 -0.094 0.186 0.281 0.311 0.347 0.432 0.504 0.639 0.747 0.871 0.999 1.162 1.291
3 -0.094 0.127 0.131 0.215 0.274 0.451 0.545 0.660 0.782 0.892 1.068 1.188 1.254
Rataan -0.083 0.159 0.198 0.293 0.345 0.470 0.624 0.700 0.832 0.933 1.066 1.193 1.300
St. dev. 0.019 0.030 0.076 0.071 0.071 0.051 0.045 0.088 0.118 0.090 0.066 0.033 0.052
2.04 1 -0.073 0.068 0.178 0.300 0.347 0.464 0.579 0.749 0.884 0.971 1.066 1.174 1.285 2 -0.078 0.039 0.174 0.307 0.351 0.405 0.522 0.720 0.844 0.948 1.053 1.117 1.228
3 -0.094 0.053 0.174 0.231 0.285 0.368 0.428 0.545 0.657 0.839 0.971 1.090 1.219
Rataan -0.082 0.053 0.175 0.279 0.328 0.412 0.510 0.671 0.795 0.919 1.030 1.127 1.244
St. dev. 0.011 0.015 0.002 0.042 0.037 0.048 0.076 0.110 0.121 0.071 0.052 0.043 0.036
3.58 1 -0.078 0.049 0.091 0.122 0.140 0.251 0.365 0.461 0.545 0.665 0.842 0.991 1.072 2 -0.094 0.086 0.161 0.178 0.207 0.392 0.486 0.562 0.593 0.806 0.924 0.993 1.109
3 -0.078 0.104 0.140 0.170 0.219 0.340 0.457 0.534 0.599 0.747 0.837 0.892 0.946 Rataan -0.083 0.080 0.131 0.157 0.189 0.328 0.436 0.519 0.579 0.739 0.868 0.959 1.042
St. dev. 0.009 0.028 0.036 0.030 0.043 0.071 0.063 0.053 0.029 0.071 0.049 0.058 0.085
4.24 1 -0.067 0.095 0.122 0.178 0.227 0.351 0.492 0.548 0.610 0.732 0.844 0.954 1.072
2 -0.083 0.086 0.144 0.182 0.227 0.315 0.382 0.429 0.473 0.593 0.708 0.857 0.988
3 -0.094 0.082 0.144 0.186 0.207 0.274 0.461 0.473 0.531 0.602 0.728 0.818 0.946
Rataan -0.082 0.088 0.137 0.182 0.220 0.313 0.445 0.483 0.538 0.642 0.760 0.876 1.002
St. dev. 0.014 0.007 0.013 0.004 0.012 0.038 0.057 0.060 0.069 0.078 0.073 0.070 0.064
77
Lampiran 14. Laju pertumbuhan individu harian (%) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan pada setiap periode pemaparan (bulan)
Bulan I Bulan II Bulan III Bio- akumulasi
(µg/kg)
Ulangan Wo (g) Wt (g) SGR (%) Wt (g) SGR (%) Wt (g) SGR (%)
0.00 1 0.940 1.515 1.70 2.630 1.84 3.880 1.69 2 0.910 1.415 1.58 2.110 1.50 3.635 1.65 3 0.910 1.315 1.31 2.185 1.56 3.505 1.61 Rataan 0.920 1.415 1.530 2.308 1.633 3.673 1.650 St. dev. 0.017 0.100 0.20 0.281 0.18 0.190 0.04
2.04 1 0.930 1.415 1.50 2.420 1.71 3.615 1.62 2 0.925 1.420 1.53 2.325 1.65 3.415 1.55 3 0.910 1.330 1.35 1.930 1.34 3.385 1.56 Rataan 0.922 1.388 1.460 2.225 1.567 3.472 1.577 St. dev. 0.010 0.051 0.10 0.260 0.20 0.125 0.04
3.58 1 0.925 1.150 0.78 1.725 1.11 2.920 1.37 2 0.910 1.230 1.08 1.810 1.23 3.030 1.43 3 0.925 1.245 1.06 1.820 1.21 2.575 1.22 Rataan 0.920 1.208 0.973 1.785 1.183 2.842 1.340 St. dev. 0.009 0.051 0.17 0.052 0.06 0.237 0.11
4.24 1 0.935 1.255 0.94 1.840 1.21 2.920 1.36 2 0.920 1.225 1.11 1.605 0.99 2.685 1.28 3 0.910 1.230 1.06 1.700 1.11 2.575 1.24 Rataan 0.922 1.237 1.037 1.715 1.103 2.727 1.293 St. dev. 0.013 0.016 0.09 0.118 0.11 0.176 0.06
78
Lampiran 15. Data efisiensi pakan (FE) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan Bioakumulasi Ulangan Wo Wt Pakan Efisiensi Pakan
(µg/kg) (g) (g) (g) (%) 0.00 1 18.8 77.6 117.01 50.25
2 18.2 72.7 92.3 59.05 3 18.2 70.1 104.95 49.45 Rataan 18.40 73.47 104.75 52.92 Std. dev. 0.35 3.81 12.36 5.33
2.04 1 18.6 72.3 100.03 53.68 2 18.5 68.3 100.25 49.68 3 18.2 67.7 81.17 60.10 Rataan 18.43 69.43 93.82 54.49 Std. dev. 0.21 2.50 10.95 5.26
3.58 1 18.5 58.4 97.54 40.91 2 18.2 60.6 92.34 45.92 3 18.5 51.5 67.90 48.60 Rataan 18.40 56.83 85.93 45.14 Std. dev. 0.17 4.75 15.83 3.90
4.24 1 18.7 58.4 87.76 45.24 2 18.4 53.7 79.34 44.49 3 18.2 51.5 71.43 46.62 Rataan 18.43 54.53 79.51 45.45
Std. dev. 0.25 3.52 8.17 1.08
79
Lampiran 16. Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan individu harian (SGR) dan efisiensi pakan (FE) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu. ANOVA
Sumber keragaman Jumlah kwadrat db Kwadrat tengah F P SGR Perlakuan .275 3 9.179E-02 19.882 .000
Acak 3.693E-02 8 4.617E-03 Total .312 11
FE Perlakuan 215.509 3 71.836 3.967 .053 Acak 144.866 8 18.108 Total 360.375 11
Uji Tukey
Selang kepercayaan 95%
Variabel
(I)
Bio-akumulasi
(J)
Bio- akumulasi
Selisih rata-rata
(I-J)
Standar
kesalahan
P
Batas bawah Batas atas
SGR .00 2.04 7.333E-02 5.548E-02 .576 -.1043 .2510 3.58 .3100* 5.548E-02 .002 .1323 .4877 4.24 .3567* 5.548E-02 .001 .1790 .5343 2.04 .00 -7.3333E-02 5.548E-02 .576 -.2510 .1043 3.58 .2367* 5.548E-02 .012 5.900E-02 .4143 4.24 .2833* 5.548E-02 .004 .1057 .4610 3.58 .00 -.3100* 5.548E-02 .002 -.4877 -.1323 2.04 -.2367* 5.548E-02 .012 -.4143 -5.9005E-02 4.24 4.667E-02 5.548E-02 .834 -.1310 .2243 4.24 .00 -.3567* 5.548E-02 .001 -.5343 -.1790 2.04 -.2833* 5.548E-02 .004 -.4610 -.1057 3.58 -4.6667E-02 5.548E-02 .834 -.2243 .1310
FE .00 2.04 -1.5700 3.4745 .967 -12.6967 9.55673.58 7.7633 3.4745 .194 -3.3634 18.89014.24 7.4667 3.4745 .217 -3.6601 18.5934
2.04 .00 1.5700 3.4745 .967 -9.5567 12.69673.58 9.3333 3.4745 .104 -1.7934 20.46014.24 9.0367 3.4745 .117 -2.0901 20.1634
3.58 .00 -7.7633 3.4745 .194 -18.8901 3.36342.04 -9.3333 3.4745 .104 -20.4601 1.79344.24 -.2967 3.4745 1.000 -11.4234 10.8301
4.24 .00 -7.4667 3.4745 .217 -18.5934 3.66012.04 -9.0367 3.4745 .117 -20.1634 2.09013.58 .2967 3.4745 1.000 -10.8301 11.4234
* Nilai selisih rata-rata berbeda nyata pada P<0,05 SGR
Nilai SGR rata-rata*
Bioakumulasi
(µµg/kg)
N 1 2
4.24 3 1.2933 3.58 3 1.3400 2.04 3 1.5767 .00 3 1.6500
Sig. .834 .576* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
80
Lanjutan FE
Nilai FE rata-rata*
Bioakumulasi
(µµg/kg)
N 1
3.58 3 45.1533 4.24 3 45.4500 .00 3 52.9167
2.04 3 54.4867 Sig. .104
* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Lampiran 17. Kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu.
Hematokrit (%) Hemoglobin (g/100ml) Eritrosit (103 sel/mm3) Leukosit (sel/mm3) No.
A B C D A B C D A B C D A B C D
1 20.58 12.31 17.50 21.53 3.2 3.2 3.0 8.2 2,910 630 380 550 13,900 21,450 6,500 3,350
2 9.3 21.54 19.19 24.46 3.1 2.3 4.1 8.0 1,180 820 410 590 8,650 12,300 11,150 6,550
3 11.21 26.15 24.26 24.62 7.1 3.0 7.8 6.0 890 670 560 310 10,300 11,350 5,650 5,250
4 18.31 18.50 20.65 22.72 5.6 3.8 7.5 8.4 1,800 720 320 800 12,350 18,550 9,300 8,450
5 12.25 19.32 18.46 21.96 4.7 2.2 4.5 8.0 2,270 690 310 420 11,300 12,450 6,200 7,100
6 15.45 22.46 19.93 19.86 5.2 2.5 6.3 7.6 1,430 710 440 330 9,150 14,150 7,750 3,250
Rataan 14.52 20.05 20.00 22.53 4.82 2.83 5.53 7.70 1,746.7 706.7 403.3 500.0 10,942 15,042 7,758 5,658
St.dev 4.37 4.65 2.36 1.82 1.52 0.62 1.96 0.87 746.37 64.1 91.8 185.5 1987 4050 2114 2096
Keterangan: A : Kontrol B : Konsentrasi bioakumulasi 2,04 µg/kg C : Konsentrasi bioakumulasi 3,58 µg/kg
D : Konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/lkg
81
Lampiran 18. Analisis statistik terhadap data hematologis (hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu. ANOVA
Sumber keragaman
Jumlah kwadrat
db
Kwadrat tengah F
P
Hematokrit Perlakuan 205.937 3 68.646 5.540 .006 Acak 247.826 20 12.391 Total 453.764 23
Hemoglobin Perlauan 72.645 3 24.215 13.307 .000 Acak 36.395 20 1.820 Total 109.040 23
Eritrosit Perlakuan 6876583.333 3 2292194.444 15.180 .000 Acak 3020000.000 20 151000.000 Total 9896583.333 23
Leukosit Perlakuan 300541666.667 3 100180555.556 13.717 .000 Acak 146068333.333 20 7303416.667
Total 446610000.000 23
82
Lanjutan Uji Tukey
Selang kepercayaan 95%
Variabel
(I)
Bioakumulasi
(J)
Bioakumulasi
Selisih rata-rata
(I-J)
Standar
kesalahan
P Batas bawah Batas atas
Ht .00 2.04 -5.5300 2.0323 .059 -11.2185 .1585
3.58 -5.4817 2.0323 .061 -11.1702 .20684.24 -8.0083 2.0323 .004 -13.6968 -2.3198
2.04 .00 5.5300 2.0323 .059 -.1585 11.21853.58 4.833E-02 2.0323 1.000 -5.6402 5.73684.24 -2.4783 2.0323 .622 -8.1668 3.2102
3.58 .00 5.4817 2.0323 .061 -.2068 11.17022.04 -4.8333E-02 2.0323 1.000 -5.7368 5.64024.24 -2.5267 2.0323 .608 -8.2152 3.1618
4.24 .00 8.0083 2.0323 .004 2.3198 13.69682.04 2.4783 2.0323 .622 -3.2102 8.16683.58 2.5267 2.0323 .608 -3.1618 8.2152
Hb .00 2.04 1.9833 .7788 .083 -.1966 4.16333.58 -.7167 .7788 .794 -2.8966 1.46334.24 -2.8833 .7788 .007 -5.0633 -.7034
2.04 .00 -1.9833 .7788 .083 -4.1633 .19663.58 -2.7000 .7788 .012 -4.8799 -.52014.24 -4.8667 .7788 .000 -7.0466 -2.6867
3.58 .00 .7167 .7788 .794 -1.4633 2.89662.04 2.7000 .7788 .012 .5201 4.87994.24 -2.1667 .7788 .052 -4.3466 1.327E-02
4.24 .00 2.8833 .7788 .007 .7034 5.06332.04 4.8667 .7788 .000 2.6867 7.04663.58 2.1667 .7788 .052 -1.3269E-02 4.3466
Eritrosit .00 2.04 1040.0000 224.3509 .001 412.0483 1667.95173.58 1343.3333 224.3509 .000 715.3817 1971.28504.24 1246.6667 224.3509 .000 618.7150 1874.6183
2.04 .00 -1040.0000 224.3509 .001 -1667.9517 -412.04833.58 303.3333 224.3509 .542 -324.6183 931.28504.24 206.6667 224.3509 .794 -421.2850 834.6183
3.58 .00 -1343.3333 224.3509 .000 -1971.2850 -715.38172.04 -303.3333 224.3509 .542 -931.2850 324.61834.24 -96.6667 224.3509 .972 -724.6183 531.2850
4.24 .00 -1246.6667 224.3509 .000 -1874.6183 -618.71502.04 -206.6667 224.3509 .794 -834.6183 421.28503.58 96.6667 224.3509 .972 -531.2850 724.6183
Leukosit .00 2.04 -4100.0000 1560.2795 .071 -8467.1769 267.17693.58 3183.3333 1560.2795 .207 -1183.8436 7550.51024.24 5283.3333 1560.2795 .014 916.1564 9650.5102
2.04 .00 4100.0000 1560.2795 .071 -267.1769 8467.17693.58 7283.3333 1560.2795 .001 2916.1564 11650.51024.24 9383.3333 1560.2795 .000 5016.1564 13750.5102
3.58 .00 -3183.3333 1560.2795 .207 -7550.5102 1183.84362.04 -7283.3333 1560.2795 .001 -11650.5102 -2916.15644.24 2100.0000 1560.2795 .546 -2267.1769 6467.1769
4.24 .00 -5283.3333 1560.2795 .014 -9650.5102 -916.15642.04 -9383.3333 1560.2795 .000 -13750.5102 -5016.15643.58 -2100.0000 1560.2795 .546 -6467.1769 2267.1769
* Nilai selisih rata-rata berbeda nyata pada P<0,05.
83
Lanjutan Hematokrit (Ht)
Jumlah Ht rata-rata *
Bioakumulasi
(µµg/kg)
N
1 2 .00 6 14.5167
3.58 6 19.9983 19.9983 2.04 6 20.0467 20.0467 4.24 6 22.5250 Sig. .059 .608
* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05) Hemoglobin (Hb)
Jumlah Hb rata-rata* Bioakumulasi
(µµg/kg)
N 1 2 3
2.04 6 2.8333 .00 6 4.8167 4.8167
3.58 6 5.5333 5.5333 4.24 6 7.7000 Sig. .083 .794 .052
* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05) Eritrosit
Jumlah Eritrosit rata-rata*
Bioakumulasi
(µµg/kg)
N 1 2
3.58 6 403.3333 4.24 6 500.0000 2.04 6 706.6667
.00 6 1746.6667 Sig. .542 1.000
* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05) Leukosit
Jumlah Leukosit rata-rata*
Bioakumulasi
(µµg/kg)
N 1 2 3
4.24 6 5658.3333 3.58 6 7758.3333 7758.3333
.00 6 10941.6667 10941.6667 2.04 6 15041.6667 Sig. .546 .207 .071
* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)