pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap produk …repository.utu.ac.id/177/1/bab i_v.pdf ·...
TRANSCRIPT
PENGARUH LUAS LAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO SUB SEKTOR
PERKEBUNAN DI KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
MIRA APRIYA NUGRAH NIM : 07C20101075
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2014
PENGARUH LUAS LAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO SUB SEKTOR
PERKEBUNAN DI KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
MIRA APRIYA NUGRAH NIM : 07C20101075
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2014
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi pedesaan, pemerintah daerah telah mengembangkan
sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan. Arah kebijaksanaan sektor
perkebunan ini adalah melaksanakan perluasan areal perkebunan dengan
menggunakan system Perkebunan Inti Rakyat (PIR) serta memberikan
kesempatan kepada perkebunan swasta. Sub sektor ini dapat menyerap tenaga
kerja, menunjang program permukiman dan mobilitas penduduk serta
meningkatkan produksi dalam negri maupun ekspor nonmigas, Syahza (2005,
h.1).
Kegiatan dalam rangka menunjang kebijaksanaan pemerintah tersebut,
terutama untuk meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat, maka
pemerintah Kabupaten Nagan Raya mengambil kebijaksanaan pengembangan
perkebunan melalui Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) sebagai salah
satu yang dianggap tepat. Perkebunan yang banyak dikembangkan di Kabupaten
Nagan Raya adalah perkebunan kelapa sawit. Untuk sektor perkebunan
pemerintah Kabupaten Nagan Raya menetapkan kelapa sawit sebagai komoditas
unggulan daerah. Kelapa sawit adalah salah satu dari beberapa tanaman palma
penghasil minyak. Berdasarkan data agroklimat, tanaman kelapa sawit sangat
cocok ditanam dan diusahakan sebagai salah satu cabang usaha baik perorangan,
kelompok maupun perusahaan. Kesesuaian agroklimat dan tersedianya lahan
disertai dengan kemudahan-kemudahan regulasi yang ditawarkan oleh Pemerintah
Daerah, tampaknya berhasil mengundang minat investor untuk berusaha kelapa
2
sawit di Kabupaten Nagan Raya. Kehadiran investor berusaha pada komoditi
kelapa sawit akan memberikan pengaruh signifikan, hal ini ditandai dengan
tingginya animo masyarakat untuk berusaha kelapa sawit di Kabupaten Nagan
Raya.
Perkembangan luas areal/lahan dari tahun ke tahun tampaknya tidak diikuti
oleh sarana pengolahan, sehingga tanaman kelapa sawit rakyat walaupun telah
berproduksi masih kesulitan dalam proses pengolahan dan pemasaran, masyarakat
petani belum memperoleh peluang untuk memanfaatkan potensi ekonomi dalam
kegiatan off farm (kegiatan yang dilakukan disawah, ladang, kebun, kolam, dan
tambak) dan hanya terbatas on farm (kegiatan pertanian yang hanya menitik
beratkan kegiatan pada pasca panen atau pengolahan).
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur untuk menunjukkan
adanya pembangunan ekonomi suatu daerah, dengan kata lain pertumbuhan
ekonomi dapat memperlihatkan adanya pembangunan ekonomi (Sukirno 2006
h,34). Namun pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan
ekonomi yang dicapai oleh suatu daerah, akan tetapi lebih dari itu pembangunan
mempunyai perspektif yang lebih luas. Dimensi sosial yang sering diabaikan
dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi justru mendapat tempat yang strategis
dalam pembangunan.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dan strategis di
Kabupaten Nagan Raya karena peranannya yang cukup besar dalam mendorong
perekonomian rakyat, terutama bagi petani perkebunan. Hal ini cukup beralasan
karena Kabupaten Nagan Raya memang cocok dan potensial untuk pembangunan
pertanian perkebunan. Dengan luas lahan 27.434 Ha pada tahun 2009
3
dibandingkan dengan Kabupaten Aceh Barat yang hanya mempunyai luas 4.978
ha. (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan Raya, 2013)
Ada beberapa alasan kenapa pemerintah Kabupaten Nagan Raya mengutamakan
kelapa sawit sebagai komoditas utama, antara lain:
1. Dari segi fisik dan lingkungan, keadaan Kabupaten Nagan Raya
memungkinkan dikembangkan perkebunan kelapa sawit. Kondisi
Kabupaten Nagan Raya yang relative datar akan memudahkan dalam
pengelolaan dan dapat menekan biaya produksi;
2. Kondisi tanah yang memungkinkan untuk ditanam kelapa sawit akan
membuat produksi lebih tinggi dibandingkan daerah lain;
3. Dari sgi pemasaran hasil produksi Kabupaten Nagan Raya mempunyai
keuntungan, karena letaknya yang strategis dengan pasar yaitu Medan,
4. Berdasarkan hasil yang telah dicapai menunjukkkan bahwa kelapa sawit
memnberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada petani dibandingkan
dengan jenis tanaman perkebunan lainya.
Sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung tenaga kerja
dan sebagian besar penduduk di Kabupaten Nagan Raya tergantung sektor
tersebut. Berdasarkan data Statistik Kabupaten Nagan Raya tahun 2011, jumlah
penduduk Kabupaten Nagan Raya yang bekerja di sektor pertanian (56,82%).
Peranan sektor pertanian yang meliputi pertanian pangan dan hortikultura,
perkebunan, peternakan dan perikanan. Potensi perkebunan di Kabupaten Nagan
Raya tersebar di seluruh Kabupaten Nagan Raya. Daerah ini juga termasuk satu di
antara Kabupaten lain penyandang (lumbung) pangan, terutama padi, palawija,
4
dan hortikultura. Namun, pada kenyataannya sektor perkebunan juga merupakan
sektor unggulan di Kabupaten Nagan Raya.
Angkatan kerja yang telah bekerja tersebar di sektor-sektor ekonomi yang
ada dan sebagian besar berada di sektor industri, perdagangan, jasa dan keuangan.
Kondisi ini sejalan dengan kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB kabupaten
Nagan Raya. Peningkatan investasi akan meningkatkan kesempatan kerja dan
peningkatan upah akan menurunkan kesempatan kerja. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan
2000. Data diambil dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2012 atau selama 10
tahun. Hal ini dikarenakan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun
tertentu sebagai dasar, dimana dalam perhitungan ini digunakan tahun 2000.
PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur
ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, PDRB merupakan indikator
untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam
memanfaatkan sumber daya yang ada dan dapat digunakan sebagai perencanaan
danpengambilankeputusan. Sumber: http://www.damandiri.or.idfile dwiharyonoip
bab3.pdf diakses 23 Juli 2012.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis ingin
meninjau tentang “Pengaruh Luas Lahan Kelapa Sawit terhadap Produk
Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perkebunan di Kabupaten Nagan
5
Raya”.Penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Berapakah besar pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap PDRB sub sektor
perkebunan di Kabupaten Nagan Raya dari tahun 2003-2012.
1.3 TujuanPenelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk menganalisis pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap PDRB sub sektor
perkebunan di Kabupaten Nagan Raya dari tahun 2003-2012.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, manfaat yang ingin dicapai dengan
diadakannya penelitian ini dijabarkan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Penulis
Sebagai wacana dalam mengembangkan teori-teori yang pernah di peroleh selama
perkuliahan.
2. Lingkungan Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi bagi
peneliti-peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian dengan masalah yang
sama.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pemerintah Daerah atau pihak lain
Hasil penelitian dan analisa yang dapat, diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan masukan tentang pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap PDRB sub
6
sektor perkebunan di Kabupaten Nagan Raya.
1.5 Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penyusunan dalam penelitian ini makasistematika
yang dipergunakan terdiri dari 5 (lima) bab yaitu :
Bagian pertama pendahuluan, pada bagian ini penulis mengemukakan
pokok bahasan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian dan sistematika pembahasan.
Bagian kedua menguraikan tentang pengertian sektor perkebunan, dan
hipotesis.
Bagian ketiga menguraikan tentang populasi dan sampel, data penelitian,
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, model analisis data dan definisi
operasional variable dan pengujian hipotesis.
Bagian keempat menguraikan tentang hasil dan pembahasan meliputi
statistik deskriptif variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan
hasil penelitian.
Bagian kelima menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produk Domestik Regional Bruto
Menurut Mankiw (2000, h.287) menjelaskan bahwa secara umum PDRB
dapat dihitung berdasarkan harga konstan atau berdasarkan harga berlaku. PDRB
menurut harga konstan adalah merupakan ukuran kemakmuran ekonomi yang
dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perubahan harga.Tolak ukur dari keberhasilan
pembangunan ekonomi suatu daerah diantaranya adalah PDRB daerah tersebut
dan pertumbuhan penduduk yang bermuara pada tingkat kesempatan kerja. PDRB
menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam
dan faktor- faktor produksi. PDRB juga merupakan jumlah dari nilai tambah yang
diciptakan dari seluruh aktivitas ekonomi suatu daerah atau sebagai nilai produksi
barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah atau sebagai nilai produksi
barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah. Mengambil analisis makro
Produk Domestik Regional bruto.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi suatu negara/ wilayah/ daerah. Pertumbuhan tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB
adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam
wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan
menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
8
menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada
satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya.
PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran
struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, PDRB merupakan
indikator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam
memanfaatkan sumber daya yang ada, dan dapat digunakan sebagai perencanaan
dan pengambilan keputusan (Sukirno 2006, h. 35). Ada beberapa konsep definisi
yang perlu diketahui :
1. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Pasar
PDRB atas dasar harga pasar merupakan penjumlahan nilai tambah bruto dari
seluruh sector perekonomian didalam suatu wilayah dalam periode tertentu,
biasanya satu tahun, yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih nilai
produksi dengan biaya.
2. Produk Domestik Regional Neto atas Dasar harga Pasar
PDRN atas dasar harga pasar merupakan PDRB yang dikurangi
dengan penyusutan. Penyusutan dikeluarkan dari PDRB oleh karena susutnya
barang modal selama berproduksi.
3. Produk Domestik Regional Neto atas Dasar Biaya Faktor
PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi
dengan penyusutan. Penyusutan dikeluarkan dari PDRB oleh karena susutnya
barang modal selama produksi.
9
4. Pendapatan Regional
PDRN atas dasar biaya faktor merupakan jumlah balas jasa faktor- faktor produksi
dalam proses produksi, dan tidak seluruhnya menjadi milik suatu daerah/wilayah
karena termasuk pula didalamnya pendapatan penduduk wilayah lain. Demikian
sebaliknya, PDRN tersebutharus pula ditambah dengan pendapatan yang
diperoleh daerah lain. Bila pendapatan penduduk yang masuk dan keluar dapat
dicatat dengan pendapatan neto antar wilayah/daerah didapatkan pendapatan
regional (Produk Regional Bruto). Karena sulitnya memperoleh data pendapatan
masuk dan keluar suatu wilayah maka PDRN atas dasar biaya faktor diasumsikan
sama dengan pendapatan regional atau pendapatan neto.
5. Pendapatan Regional Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan pendapatan yang diterima oleh masing-
masing perkepala penduduk. Pendapatan perkapita tersebut dihasilkan dengan
membagi pendapatan regional/produk regional neto dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun.
6. ProdukDomestikdanProduk Regional
Ada perbedaan pengertian dalam literature ekonomi mengenai produk
domestik dengan produk regional. Kenyataan menunjukan bahwa sebagian
kegiatan produksi yang dilakukan disuatu daerah, beberapa faktor produksinya
berasal dari wilayah/ daerah lain seperti tenagakerja, mesin dan modal. Sehingga
nilai produksi di wilayah atau domestik tidak sama dengan pendapatan yang
diterima oleh penduduk tersebut, yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan
antara produk domestic dan produk regional. Produk regional merupakan produk
domestik yang ditambahkan pendapatan yang mengalir kedalam wilayah tersebut,
10
kemudian dikurangi pendapatan yang mengalir keluar wilayah. Sehingga dapat
dikatakan produk regional pada dasarnya merupakan produk yang betul-betul
dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki penduduk dalam wilayah
yang bersangkutan.
7. Pendapatan Regional Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan
Pendapatan regional atas dasar harga konstan didapat melalui
operasi pengurangan Pendapatan regional atas dasar harga berlaku dengan
perkembangan inflasi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap
tahun.
Menurut Jhingan (2007, h. 16) PDRB atas dasar harga pasar adalah jumlah
nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sector
perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud nilai tambah bruto adalah nilai
produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah
bruto mencakup komponen-komponen factor pendapatan (upah dan gaji, bunga,
sewa, tanah dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Jadi,
menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya,
akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar.
2.1.1. Produk Domestik dan Produk Regional
Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang
beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya
berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan “Produk
11
Domestik” daerah bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya
kegiatan produksi tersebut merupakan “Pendapatan Domestik”.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang
digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau
dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki penduduk
daerah tersebut dapat ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar
negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah
tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk daerah tersebut.
Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar daerah (termasuk juga
dari dan ke luar negeri) yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga, deviden
dan keuntungan maka timbul perbedaan antara Produk Domestik dan Produk
Regional.Produk Regional adalah Produk Domestik ditambah dengan pendapatan
yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan yang
dibayarkan keluar daerah/negeri tersebut. Akan tetapi untuk mendapatkan angka-
angka tentang pendapatan yang mengalir keluar dan masuk ke suatu daerah (yang
secara nasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri) masih sangat
sulit saat ini, hingga Produk Regional ini belum dapat d ihitung. Untuk sementara
dalam perhitungan ini Produk Regional dianggap sama dengan “Produk Domestik
Regional Netto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor”.Bila Pendapatan Regional ini
dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di region tersebut, maka d ihasilkan
Pendapatan Per KapitaSumber:http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2.
12
2.1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar
Angka Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar dapat
diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (Gross Value Added) yang
timbul dari seluruh sektor ekonomi di wilayah itu. Yang dimaksud dengan nilai
tambah bruto adalah nilai lebih yang timbul setelah melalui suatu proses produksi
atau nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara. Nilai tambah bruto
disini mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga,
sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tak langsung netto. Dengan
menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkan
nilai tambah bruto dari seluruh sektor, akan diperoleh Produk Domestik Regional
Bruto Atas Dasar Harga Pasar.Sumber:http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2
Sedangkan menurut Tarigan (2006, h. 18) PDRB atas harga pasar adalah
jumlah nilai tambah bruto (Gross Value added) yang timbul dari seluruh sector
perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah
nilai produksi (Output) dikurangi dengan biaya antara (Intermediate cost). Nilai
tambah bruto mencakup komponen- komponen faktor pendapatan (Upah, Gaji,
Bunga, Sewa Tanah, dan Keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan
menjumlahkannya, akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto atas
dasar harga pasar.
2.1.3. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor
Perbedaan antara konsep biaya faktor dengan harga pasar adalah karena
adanya pajak tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah dan subsidi yang
diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung yang
13
dibayar oleh perusahaan terdiri dari iuran wajib ke pemerintah yang diberlakukan
sebagai biaya untuk kegiatan produksi. Pajak tidak langsung ini termasuk segala
jenis pajak yang dikenakan atas kegiatan produksi, penjualan, pembelian atau
penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan. Suatu perusahaan/usaha dapat
membayar pajak tidak langsung kepada Pemerintah Daerah maupun ke
Pemerintah Pusat.
Pajak Tidak Langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor, cukai dan
lain- lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseorangan. Pajak tidak
langsung dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang. Pajak
berpengaruh menaikkan harga sedangkan subsidi menurunkan harga. Pajak tidak
langsung neto diperoleh dari pajak tidak langsung dikurangi subsidi. Produk
Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Pasar dikurangi pajak tidak langsung
neto, hasilnya adalah Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya
Faktor.Sumber:http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2.
2.1.4. Ringkasan Agregat PDRB
Dari uraian di atas, maka konsep-konsep yang dipakai dalam Produk
Domestik Regional Bruto adalah sebagai berikut :
a. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar (GRDP at Market
Prices)
b. Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Harga Pasar (NRDP at Market
Price) dikurangi pajak tidak langsung neto
c. Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor (NRDP at Factor
Cost) ditambahkan pendapatan neto yang mengalir dari / ke daerah lain.
14
d. Pendapatan Regional (Regional Income) dikurangi pajak pendapatan
perusahaan (Cooperate Income Tax), keuntungan yang tidak dibagikan
(Undistributed Profit), iuran kesejahteraan sosial (Social Security
Contribution) ditambah transfer yang diterima oleh rumah tangga, bunga neto
atas bunga pemerintah.
e. Pendapatan Orang – Seorang (Personal Income) dikurangi pajak rumah
tangga, transfer yang dibayarkan rumah tangga.
f. Pendapatan Yang Siap Dibelanjakan (Disposible Income). Sumber:
http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2
2.2 Sub Sektor Perkebunan
Menurut Daniel, (2004, h. 16) berikut dapat dikemukakan tiga alasan utama
mengapa sektor perkebunan perlu dibangun lebih dulu guna dapat menunjang
perkembangan industri. Pertama, barang-barang hasil industri memerlukan
dukungan daya beli masyarakat. Umumnya pembeli barang-barang hasil industri
sebagian besar berada dalam lingkungan sektor perkebunan. Untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan juga memenuhi kebutuhan peralatan dan bahan untuk usaha
di sektor perkebunan diperlukan barang hasil industri. Oleh karena itu, masyarakat
sektor ini harus ditingkatkan lebih dulu pendapatannya yang bisa dilakukan
melalui kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, ataupun rehabilitasi.
Disamping itu, untuk membangun pabrik-pabrik yang modern dan efisien
diperlukan ukuran minimum, yaitu luas produksi yang optimal, karenanya
diperlukan kelompok masyarakat yang lebih luas dengan daya beli yang memadai.
Artinya, pengembangan industri juga harus mempertimbangkan keberadaan
15
masyarakat dan sektor perkebunannya sendiri yang suatu saat juga berfungsi
sebagai pemasok bahan baku.
Kedua, untuk menekan ongkos produksi dari komponen upah dan gaji
diperlukan tersedianya bahan-bahan makanan yang murah dan terjangkau,
sehingga upah dan gaji yang diterima dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan
pokok buruh dan pegawai. Keadaan ini bisa tercipta bila produksi hasil pertanian
terutama pangan dapat ditingkatkan sehingga harganya lebih rendah dan
terjangkau oleh daya beli.
Ketiga, industri membutuhkan bahan baku yang berasal dari sektor
perkebunan, karena itu produksi bahan-bahan industri memberikan basis bagi
pertumbuhan itu sendiri. Keadaan ini bisa tercipta sedemikian rupa sehingga
merupakan suatu siklus dan kerja sama yang saling menguntungkan.
Dalam memacu pertumbuhan ekonomi, sektor perkebunan bisa disebutkan
sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan sektor industri. Tidak
bisa tidak sebagai daerah berkembang PEMDA (Pemerintah Daerah) harus
memberikan perhatian yang lebih, dana pembangunan yang cukup bagi
pengembangan dan pemacuan pertumbuhan sektor perkebunan, kalau tidak mau
terlambat bangkit dalam bidang industri. Hubungan sinergis dan saling
menguntungkan sektor perkebunan dengan sektor industri, dan juga dengan sektor
lainnya memerlukan analisis dan pertimbangan yang tidak hanya dari segi teknis
saja tetapi juga harus mencakup sosial dan ekonomisnya Mubyarto, (2000, h. 6).
Menurut Jhingan, (2007, h.142) masyarakat tradisional diartikan sebagai
“suatu masyarakat yang strukturnya berkembang di sepanjang fungsi produksi
berdasarkan ilmu dan teknologi pra-Newton dan sebagai hasil pandangan pra-
16
Newton terhadap dunia fisika. Ini tidak berarti bahwa dalam masyarakat seperti
itu sama sekali tidak terjadi perubahan ekonomi. Sebenarnya banyak tanah dapat
digarap, skala dan pola perdagangan dapat diperluas, manufaktur dapat dibangun
dan produktivitas pertanian dapat ditingkatkan sejalan dengan peningkatan
penduduk dan pendapatan nyata.
Selanjutnya perkembangan di sektor perkebunan dapat pula menunjang
perkembangan di sektor industri. Kenaikan produktivitas di sektor perkebunan
akan memperluas pasar untuk berbagai kegiatan industri. Kenaikan pendapatan
petani akan memperluas pasar industri barang-barang konsumsi, kenaikan
produktivitas perkebunan akan memperluas pasar untuk industri- industri
penghasil input pertanian modern seperti mesin pertanian dan pupuk kimia.
Kenaikan pendapatan disektor perkebunan dapat pula menjadi sumber biaya
pengeluaran pemerintah, yaitu dengan mengenakan pajak atas sektor perkebunan.
Akhirnya, sumbangan lain dari kemajuan sektor perkebunan terhadap
pembangunan adalah untuk menciptakan tabungan yang dapat digunakan oleh
sektor lain, terutama sektor industri, sehingga mempertinggi tingkat penanaman
modal di sektor-sektor lain tersebut.
Faktor yang menyebabkan perubahan struktur ekonomi, antara lain:
a. Produksi sektor pertanian mengalami perkembangan yang lebih lambat
ketimbang perkembangan produksi nasional, sedangkan
b. Tingkat pertambahan produksi sektor industri lebih cepat daripada tingkat
pertambahan produksi nasional, dan
c. Tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa dalam produksi nasional
berarti bahwa tingkat perkembangan sektor jasa adalah sama dengan tingkat
17
perkembangan produksi nasional. Perubahan struktur ekonomi yang demikian
disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu apabila
pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan
pendapatan (income elasticity of demand) adalah rendahuntuk konsumsi atas
bahan-bahan makanan. Sedangkan permintaan terhadap bahan-bahan pakaian,
perumahan, dan barang-barang konsumsi hasil industri keadaannya adalah
sebaliknya.
Kedua, perubahan struktur ekonomi seperti yang digambarkan di atas
disebabkan pula oleh perubahan teknologi yang terus-menerus berlangsung.
Perubahan teknologi yang terjadi dalam proses pembangunan akan
menimbulkan perubahan struktur produksi yang bersifat compulsory dan
inducive.
Hasil perkebunan lainnya tidak dijual berupa barang mentah ke luar
daerah. Nilai tambah yang dihasilkan dari sektor industri tentu akan memberikan
pengaruh positif pada sektor-sektor perekonomian yang lainnya, sehingga akan
meningkatkan nilai PDRB, selain itu juga akan mampu menyerap tenaga kerja
yang lebih banyak lagi. Hasilnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat
Nagan Raya pada khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya Sumber :
PDRB Kabupaten Nagan Raya 2011.
Melalui berbagai upaya pengembangan, baik yang dilakukan oleh
perkebunan besar, proyek-proyek pembangunan maupun swadaya masyarakat,
perkebunan kelapa sawit telah berkembang sangat pesat. Komposisi pengusaha.
Kelapa sawit juga mengalami perubahan, yaitu dari sebelumnya hanya
perkebunan besar, tetapi saat ini telah mencakup perkebunan rakyat. Produktivitas
18
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Nagan Raya relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan di Kabupaten Aceh Barat. Selain faktor kesesuaian lahan
yang lebih baik juga usaha perkebunan di Kabupaten Nagan Raya telah lebih dulu
berkembang. Saat ini sumber benih kelapa sawit tergabung dalam Forum
Komunikasi Produsen Benih Kelapa Sawit. Forum ini beranggotakan 7 produsen
benih kelapa sawit, yaitu PPKS, PT. Socfindo, PT. Lonsum, PT. Dami Mas, PT.
Tunggal Yunus, PT. Bina Sawit Makmur dan PT. Tania Selatan.
Selain ini industri hilir dengan bahan baku minyak sawit telah berkembang
dengan sangat pesat. Salah satu produk industri hilir adalah oleokimia. Oleokimia
adalah bahan kimia yang berasal atau dikembangkan dari minyak dan lemak
nabati dan juga hewani. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam
oleokimia adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metilester, dan
gliserin. Bahan-bahan tersebut mempunyai spesifikasi penggunaan sebagai bahan
baku industri, termasuk industri kosmetik dan aspal.
Asam lemak minyak sawit dapat dihasilkan dari proses hidrolis. Asam lemak
yang dihasilkan kemudian dihidrogenasis, lalu didestilasi, dan selanjutnya
difraksinasi sehingga dihasilkan asam-asam lemak murni. Asam-asam lemak
tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan pelunak untuk industri
makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat.
2.3 Luas Lahan
Luas lahan merupakan ukuran kecocokan suatu lahan untuk digunakan,
termasuk untuk sektor perkebunan. Oleh karena itu, sebelum memulai
penanaman, alangkah baiknya bila telebih dahulu melakukan evaluasi terhadap
lahan yang akan digunakan. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai sumberdaya
19
lahan. Bisa didapatkan informasi yang jelas mengenai seluk beluk lahan sesuai
dengan yang dibutuhkan dari hasil penelitian akan segera diketahui data-data
mengenai berbagai aspek sumber datanya, baik yang mencakup agroklimat, sifat
fiosik dan kimia tanah, sampai kendala-kendala yang mungkin ada. Dengan
demikian, bisa diketahui antisiserta teknik-teknik budidaya yang harus dilakukan
apabila dibutuhkan perbaikan-perbaikan untuk mengoptimalkan penggunaan
lahan (Wahyudi 2008, h. 63). Luas lahan yang selalu digunakan dalam skala
usaha perkebunan tradisional karena komunitas yang ditanam oleh petani
tradisional. Dengan demikian pedoman luas lahan juga secara otomatis mengacu
pada nilai modal, aset dan tenaga kerja. Kebun karet,sawit, Kopi, Kakao (coklat),
juga bisa menggunakan acuan luas lahan untuk menentukan skala usahanya. Sifat
biologi tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian luas lahan,
karena hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung
sifat tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman Tumpal (2006, h. 7).
Pengembangan usaha pembangunan kelapa sawit membutuhkan ketersediaan
lahan yang luas, tenaga kerja yang cukup, modal dan sarana serta prasarana yang
memadai. Kabupaten Aceh Barat masih memiliki lahan yang cukup luas untuk
pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pengembangan agribisnis kelapa sawit
kedepan lebih diprioritaskan pada upaya rehabilitasi dan peremajaan untuk
meningkatkan produktivitas kebun kelapa sawit, disamping terus melakukan
perluasan.
Upaya rehabilitasi perlu dilakukan untuk meningkatkan untuk meningkatkan
potensi kebun yang sudah ada melalui perbaikan bahan tanaman dengan teknologi
sambung sampingg ataupun penyulaman dengan bibit unggul. Tetapi apabila
20
upaya rehabilitasi tidak memungkinkan, maka perbaikan potensi kebun dapat
dilakukan melalui peremajaan. Kedua kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas kebun-kebun sawit petani yang telah dibangun. Sementara itu
perluasan areal perlu didukung dengan peyediaan bibit unggul dan dukungan
teknologi budidaya maju, sehingga produktivitas kebun yang berhasil dibangun
cukup tinggi. Denggan melakukan berbagai upaya perbaikan tersebut maka
perluasan areal perkebunan sawit diharapkan terus berlanjut.
2.4 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang penelitian, berlandasan teoritis maka penulis
mencoba mengemukakan hipotesa, yang merupakan kesimpulan sementara dari
penelitian ini : Diduga ada pengaruh luas lahan kelapa sawit terhadap PDRB sub
sektor perkebunan di Kabupaten Nagan Raya.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah seluruh pengaruh luas lahan kelapa
sawit terhadap sub sektor perkebunan di Kabupaten Nagan Raya terhadap PDRB
sejak tahun 2003 sampai dengan 2012 selama 10 tahun.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode kuantitatif. Penelitian
kuantitatif adalah penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasilnya.
3.2 Data Penelitian
3.2.1 Jenis dan Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan data sekunder yang bersifat time series dari tahun 2003 sampai
dengan tahun 2012 yang dipublikasikan oleh instansi : Badan Pusat Statistik
(BPS) Kabupaten Nagan Raya.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Studi Pustaka (Library Research)
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan cara
membaca buku –buku, situs web, dan literatur lainnya baik yang diwajibkan
maupun yang dianjurkan yang berhubungan dan ada kaitannya dengan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.
22
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa catatan, transkip, agenda dan sebagainya. Metode dokumentasi akan
digunakan untuk mencari data kuantitatif yang berupa jumlah luas lahan dan
PDRB sektor perkebunan di Kabupaten Nagan Raya.
3.3 Model Analisis Data
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linear sederhana, analisis korelasi, koefisien determinasi, yang dihitung
menggunakan SPSS.
1. Analisis Regresi Linear Sederhana
Y = a + bX+ e ………… (1)
Keterangan :
Y = PDRB sub sektor perkebunan
X = Luas lahan sawit
a = intersep
e = error term
2. Koefisien korelasi pearson (r)
Untuk melihat bentuk korelasi antar variabel dengan persamaan regresi
tersebut maka nilai a dan b harus ditentukan terlebih dahulu. Menurut Hasan
(2009, h.61) rumus mencari korelasi pearson adalah :
a. Koefisien Penentu (KP)
Analisa ini digunakan untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan
variabel bebas (X) luas lahan sawit terhadap variabel terikat (Y) PDRB sub sektor
23
perkebunan. koefisien penentu (KP) merupakan kuadrat dari nilai koefisien
korelasi.
Rumus koefisien determinasi menurut (Duwi 2010, h. 81)
Kp = r2 x 100%
Dimana:
Kp = Besarnya koefisien penentu (determinasi)
r = koefisien korelasi
3.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel merupakan batasan yang diberikan pada
variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi variabel yang digunakan
dalam model analisis adalah sebagai berikut :
1. Produk Domestik Regional Bruto sektor perkeubunan (Y) adalah merupakan
nilai dari seluruh kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat di Nagan
Raya suatu wilayah (region) pada kurun waktu 2003-2012 diukur dalam juta
rupiah.
2. Luas lahan sawit (X) Luas Lahan adalah keseluruhan lahan yang dijadikan
sektor perkebunan setiap tahunnya yang diukur dalam (Ha).
3.5 Pengujian Hipotesis
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis parameter rata-rata bila sampel
berukuran kecil (n≤30) dan ragam populasi tidak diketahui menurut Hasan (2002,
h.42)
24
2
2
1 r
rntt
Keterangan :
n = jumlah sample
r = koefisien korelasi
Hipotesa statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Ho ; β = 0, variabel independen secara parsial tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen.
b. H1 ; β ≠ 0, artinya variabel independen secara parsial berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen.
Kriteria uji hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Apabila t hitung lebih besar daripada t tabel maka dengan sendirinya Ho
ditolak, dan H1 diterima (tingkat signifikan 5 %).
b. Apabila t tabel lebih besar dari pada t hitung maka dengan sendirinya H1
ditolak, dan Ho diterima (tingkat signifikan 5 %).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto di Kabupaten Nagan Raya
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencerminkan seluruh
nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah dala kurun waktu satu
tahun. PDRB didapat dengan cara mengalikan jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan tersebut dengan harganya. Apabila harga yang dipakai merupakan
harga berlaku pada tahun tersebut maka didapatlah PDRB atas dasar harga
berlaku. Akan tetapi apabila harga yang digunakan adalah harga pada tahun
2000 maka didapatlah PDRB atas dasar Harga konstan tahun 2000.
PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan
menunjukkan kenaikan yang signifikan. Pada tahun 2010, PDRB Kabupaten
Nagan Raya atas dasar harga berlaku adalah senilai 2.768.869,21 juta
rupiah. Bahkan sepanjang tahun 2012, nilai tambah Kabupaten Nagan Raya
mencapai 3.005.627,38 juta rupiah.
PDRB tersebut masih dipengaruhi oleh kenaikan harga (inflasi).
Untuk melihat kenaikan produksi suatu wilayah digunakanlah PDRB harga
konstan. Kenaikan produksi tersebut disebut pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan nilai PDRB atas dasar harga konstan akan menyebabkan
pertumbuhan ekonomi bernilai positif (meningkat). Demikian pula
sebaiknya. Jauhnya perbedaan antara PDRB harga berlaku dan harga
konstan tahun 2000 mengindifikasikan bahwa kenaikan harga dalam
Kabupaten Nagan Raya tergolong tinggi. BPS.Sumber : PDRB Kabupaten
Nagan Raya 2007-2012.
25
Tabel 1 Peranan Berbagai Sektor di Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2003-2006 (Persen) Atas Dasar Harga Berlaku
No Sektor PDRB (Persen)
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1
2
3
4
5
6
7
Pertanian
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Bukan sektor pertanian
51,49
15,41
16,81
8,86
7,84
2,57
48,51
53,98
14,31
23,11
7,38
6,60
2,58
46,02
59,39
17,99
23,13
7,59
6,76
3,91
40,61
61,19
18,44
23,74
8,69
6,44
3,88
38,81
64,44
19,38
27,90
8,68
6,02
2,45
35,56
63,76
19,12
26,99
8,71
6,53
2,41
36,24
61,88
18,41
26,45
8,65
5,90
2,47
38,12
60,42
17,80
26,58
8,42
5,12
2,49
39,58
58,78
17,11
26,61
8,01
4,57
2,48
41,22
57,27
16,38
26,49 7,74
4,27
2,40
42,73
Total (1+7) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat, PDRB Kabupaten Nagan Raya Tahun 2007-2012.
25
Sektor ekonomi yang juga memberikan kontribusi relatif besar
terhadap pembentukan nilai PDRB Kabupaten Nagan Raya pada periode
2007-2012 adalah sektor perkebunan dan subsektor tanaman bahan
makanan, masing-masing sebesar 26,49 persen dan 16,38 persen. Kontribusi
yang diberikan sektor ini relatif menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2007
sektor ini 19,38 persen. Sektor ekonomi lainnya yang ikut memberikan
kontribusi relatif besar terhadap PDRB Kabupaten Nagan Raya periode
2007-2012 adalah sektor pertanian dan bukan sektor pertanian.
4.2 Luas Lahan Tanaman Perkebunan Kelapa sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dan strategis di
Kabupaten Nagan Raya karena peranannya yang cukup besar dalam mendorong
perekonomian rakyat, terutama bagi petani perkebunan. Hal ini cukup beralasan
karena Kabupaten Nagan Raya memang cocok dan potensial untuk pembangunan
pertanian perkebunan. Dengan luas lahan perkebunan 45.065,54 Ha pada tahun
2012 dibandingkan dengan Kabupaten Aceh Barat yang hanya mempunyai luas
4.978 ha. (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan Raya, 2013).
Sebelum memulai penanaman, alangkah baiknya bila telebih dahulu
melakukan evaluasi terhadap lahan yang akan digunakan. Evaluasi ini bertujuan
untuk menilai sumberdaya lahan. Bisa didapatkan informasi yang jelas mengenai
seluk beluk lahan sesuai dengan yang dibutuhkan dari hasil penelitian akan segera
diketahui data-data mengenai berbagai aspek sumber datanya, baik yang
mencakup agroklimat, sifat fiosik dan kimia tanah, sampai kendala-kendala yang
mungkin ada. Dengan demikian, bisa diketahui antisipasi serta teknik-teknik
budidaya yang harus dilakukan apabila dibutuhkan perbaikan-perbaikan untuk
26
mengoptimalkan penggunaan lahan Wahyudi (2008, h. 63). Luas lahan yang
selalu digunakan dalam skala usaha pertanian tradisional karena komunitas yang
ditanam oleh petani tradisional. Dengan demikian pedoman luas lahan juga secara
otomatis mengacu pada nilai modal, aset dan tenaga kerja.
Perkembangan luas areal/lahan dari tahun ke tahun tampaknya tidak diikuti
oleh sarana pengolahan, sehingga tanaman kelapa sawit rakyat walaupun telah
berproduksi masih kesulitan dalam proses pengolahan dan pemasaran, masyarakat
petani belum memperoleh peluang untuk memanfaatkan potensi ekonomi dalam
kegiatan off farm (kegiatan yang dilakukan disawah, ladang, kebun, kolam, dan
tambak) dan hanya terbatas on farm (kegiatan pertanian yang hanya menitik
beratkan kegiatan pada pasca panen atau pengolahan).
Tabel 2
Data input PDRB Sub Sektor Perkebunan Menurut Lapangan Usaha dan Jumlah Luas Lahan Kelapa Sawit di Kabupaten Nagan Raya
No Tahun PDRB
(Juta Rupiah)
Y
Luas Lahan Sawit
(Hektar)
X
1 2003 1.566.945.900 12.747
2 2004 2.606.948.300 12.747
3 2005 2.910.682.400 13.022
4 2006 4.151.424.400 13.022
5 2007 5.317.454.300 13.427
6 2008 617.505.000 14.052
7 2009 6.281.877.800 27.328
8 2010 6.760.301.600 37.444
9 2011 7.368.385.500 38.649
10 2012 7.961.188.900 39.742
Sumber :Badan Pusat Statistik Nagan Raya dalam angka, Kabupaten
Nagan Raya,2013.
27
Pada Tabel tersebut tampak bahwa perluasan areal perkebunan yang begitu
pesat umumnya dilakukan petani, sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi
perkebunan di Kabupaten Nagan Raya. Perkebunan rakyat di Nagan Raya
meliputi perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, biji kopi, kakao, pala, kemiri,
sagu, aren, kunyit, nilam, pinang, kapuk/randu, kelapa hibrida, cengkeh, lada,
jahe,dan tebu.
4.3 Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Nagan Raya
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung untuk mengetahui total
produksi barang dan jasa suatu daerah pada suatu periode tertentu. Yang
dimaksud dengan produksi adalah aktifitas suatu usaha menggunakan ‘input’
untuk memproduksi ‘output’. PDRB merupakan neracamakro ekonomi yang
dihitung secarakonsisten dan terintegrasi dengan berdasar pada konsep, definisi,
klasifikasi dan cara penghitungan yang telah disepakati secara internasional.
Perubahan nilai PDRB dari waktu kewaktu terjadi karena dua hal, yaitu terjadinya
perubahan harga barang dan jasa atau karena terjadinya perubahan volume.
Penggunaan harga yang berlaku pada periode yang telah lalu menghasilkan PDRB
atas harga konstan. PDRB atas harga konstan disebut sebagai PDRB volume atau
PDRB real. Dan untuk mengetahui peningkatan PDRB Kabupaten Nagan Raya
dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut :
28
Tabel 3 PDRB Atas Harga Berlaku, Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2007-2012 (Juta Rupiah)
No Tahun PDRB
1 2007 1.905.992,36
2 2008 2.229.262,54
3 2009 2.375.115,21
4 2010 2.543.017,89
5 2011 2.768.869,21
6 2012 3.005.627,38
Sumber:Badan Pusat Statistik, PDRB Kabupaten Nagan Raya
2007-2012.
Berdasarkan tabel 4 memberikan gambaran bahwa setiap tahun PDRB
Kabupaten Nagan Raya mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada tahun
2009 Kabupaten Nagan Raya memiliki PDRB 2.375.115,21 pada tahun 2010
meningkat menjadi 2.543.017,89 hal ini disebabkan karena pembangunan di
Kabupaten Nagan Raya terus mengalami kemajuan. Dan pada tahun 2012 PDRB
Kabupaten Nagan Raya mencapai 3.005.627,38 meningkat dari tahun
sebelumnya.
4.3 Hasil Pengujian Hipotesis
Analisis pengaruh luas lahan terhadap PDRB sektor perkebunan di
Kabupaten Nagan Raya. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
luas lahan kelapa sawit terhadap PDRB sub sektor perkebunan di
Kabupaten Nagan Raya, analisis ini akan diwujudkan dengan pengolahan
29
data melalui program sttistik komputer SPSS 17. (Dapat dilihat pada
lampiran 2).
4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Hasil penelitian deskriptif variabel penelitian disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4
Descriptive Statistics
Sumber : Hasil Regresi (diolah 2013).
Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa variabel PDRB sektor
Perkebunan (Y) 2.18780 dan mean 5.1100 dengan jumlah data (N) menyatakan
jumlah diservasi yang masing-masing sebanyak 10 tahun. Variabel Luas Lahan
Kelapa sawit (X) 12.14500 dan mean 22.2180.
Untuk melihat pengaruh variabel PDRB sub sektor perkebunan terhadap luas
lahan kelapa sawit dibuat dengan menggunakan beberapa analisis dan uji t sebagai
berikut :
a. Analisis koefisien Korelasi
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara PDRB sub sektor
perkebunan dan luas lahan kelapa sawit, maka dapat menggunakan koefisien
korelasi.
Descriptive Statistics
No Variabel Mean Std. Deviation N
1 PDRB 5.1100 2.18780 10
2 L.Lahan 22.2180 12.14500 10
30
Tabel 5 Korelasi PDRB dan Luas Lahan Kelapa Sawit
Sumber: Hasil Regresi (diolah 2043).
Dari pengolahan SPSS, koefisien korelasi diperoleh R = 0,811 secara positif
menjelaskan terdapat hubungan yang kuat antara PDRB sub sektor perkebunan
(Y) dan Luas lahan kelapa sawit (X) dengan keeratan hubungan 81,1 %.
b. Analisa Koefisien Determinasi
Pengaruh PDRB terhadap variabel luas lahan di Kabupaten Nagan Raya,
dengan menggunakan analisis ini secara kongkret dilakukan terhadap koefisien
determinasi. Adapun koefisien determinasi dalam penelitian ini dapat diketahui
dengan penggunaan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS versi
17.0 . pada tabel output model summary diperoleh nilai koefisien determinasi (R)
sebesar 0,811 atau 81,1%. Disajikan pada tabel dibawah ini:
Correlations
No PDRB L.Lahan
1 Pearson Correlation PDRB 1.000 .811
L.Lahan .811 1.000
2 Sig. (1-tailed) PDRB . .002
L.Lahan .002 .
3 N PDRB 10 10
L.Lahan 10 10
31
Tabel 6 Model Ringkasan Luas lahan kelapa Sawit dan PDRB Sub Sektor
Perkebunan
Sumber: Hasil Regresi (diolah 2014).
a. Predictors: (Constant), Luas lahan
b. Dependent Variable: PDRB
Menurut Sogiyono (2007), dalam (Duwi, 2010 h. 65) pedoman untuk
memberikan interprestasi koefisien korelasi (R) adalah sebagai berikut:
0,00 - 0,199 = Sangat rendah
0,20 - 0,399 = Rendah
0,40 - 0,599 = Sedang
0,60 - 0,799 = Kuat
0,80 - 1,000 = Sangat kuat
Adapun koefisien determinasi dari penelitian ini dapat diketahui dengan
penggunaan rumus perhitungan sebagai berikut :
Koefesien determinasi = r2 × 100%
Koefesien determinasi = (0,811)2 × 100%
Koefesien determinasi = 65,7%
Model Summaryb
Model R R Square
A
djusted R Square
Std. Error
of the Estimate
Durbin-Watson
1
. .811a
..658
..615
1.35721
.607
2
32
Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diperoleh yakni sebesar 0,811
(lampiran 2) maka dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut berada diantara 0,80 –
1,000 artinya bahwa hubungan yang terjadi sangat kuat antara PDRB sub sektor
perkebunan dan luas lahan sawit di Kabupaten Nagan Raya. Dari perhitungan
diatas diperoleh koefesien determinasi (R2) sebesar 65,7% yang berarti bahwa
variabel luas lahan kelapa sawit ikut berpengaruh terhadap PDRB sub sektor
perkebunan di Kabupaten Nagan Raya, sebesar 65,7% sedangkan sisanya 34,3%
dipengaruhi oleh variabel lainnya diluar model penelitian ini.
Model Unstandardized Coefficients
B Std. Error
1 (Constant)
L.Lahan
.1863638.195
146115.186
91.019.015
3.637
Berdasarkan hasil penghitungan regresi linear sederhana maka
persamaannya sebagai berikut :
Y = 1863638.195 + 146 X
Dari hasil persamaan regresi linear sederhana diatas dapat dijelaskan bahwa
nilai konstanta diperoleh sebesar 1863638.195, hal ini dapat diartikan bahwa jika
variabel luas lahan sawit diasumsikan adalah = 0, maka sub sektor perkebunan
(Y) nilainya adalah 1863638.195. Koefisien regresi yang diperoleh dari variabel
independen yang bernilai positif artinya adalah terjadi hubungan yang positif
antara variabel independen dan variabel dependen, atau dengan kata lain semakin
naik variabel independen maka semakin naik pula variabel dependennya.
33
Pembuktian bahwa variabel PDRB sub sektor perkebunan berpengaruh
terhadap variabel luas lahan kelapa sawit di Kabupaten Nagan Raya dilakukan
pengujian tersendiri secara partial dengan uji t pada jumlah kepercayaan (level of
confidence 95 %) yaitu :
Variabel PDRB sub sektor perkebunan thitung sebesar 1.999 lebih kecil dari
ttabel 2,015 artinya secara partial variabel PDRB sub sektor perkebunan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel luas lahan kelapa sawit di Kabupaten
Nagan Raya.
Variabel Luas lahan kelapa sawit thitung sebesar 3.923 lebih besar dari ttabel
2,015 artinya secara partial variabel Luas lahan berpengaruh signifikan terhadap
variabel PDRB sub sektor perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Nagan Raya.
4.5 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian variabel PDRB sub sektor perkebunan
mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap luas lahan kelapa
sawit. Hasil ini mengindifikasikan meskipun PDRB sub sektor perkebunan
mengalami fluktuasi, tiap tahunnya dalam kurun waktu tahun 2003 sampai dengan
2012. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan di Kabupaten Nagan Raya ikut
mempengaruhi PDRB sub sektor perkebunan di Kabupaten Nagan Raya, tetapi
juga dipengaruhi oleh faktor- faktor lain misalnya sektor pertanian, dan bukan
sektor pertanian.
Perkembangan luas areal/lahan dari tahun ke tahun tampaknya tidak diikuti
oleh sarana pengolahan, sehingga tanaman kelapa sawit rakyat walaupun telah
berproduksi masih kesulitan dalam proses pengolahan dan pemasaran, masyarakat
petani belum memperoleh peluang untuk memanfaatkan potensi ekonomi dalam
34
kegiatan off farm (kegiatan yang dilakukan disawah, ladang, kebun, kolam, dan
tambak) dan hanya terbatas on farm (kegiatan pertanian yang hanya menitik
beratkan kegiatan pada pasca panen atau pengolahan).
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dilapangan maka
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Peningkatan PDRB sub sektor perkebunan di Kabupaten Nagan Raya sangat
dipengaruhi oleh luas lahan kelapa sawit.
b. Koefisien regresi yang diperoleh dari variabel independen yang bernilai
positif artinya adalah terjadi hubungan yang positif antara variabel
independen dan variabel dependen, atau dengan kata lain semakin naik
variabel independen maka semakin naik pula variabel dependennya.
c. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan program SPSS, koefisien
korelasi diperoleh R = 65,7 secara positif menjelaskan terdapat hubungan
antara variabel PDRB sub sektor perkebunan dan luas lahan kelapa sawit
dengan keeratan hubungan 65,7%.
d. Variabel PDRB sub sektor perkebunan thitung sebesar 1.999 lebih kecil dari
ttabel 2,015 artinya secara partial variabel PDRB sub sektor perkebunan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel luas lahan kelapa sawit di
Kabupaten Nagan Raya.
e. Variabel Luas lahan kelapa sawit thitung sebesar 3.923 lebih besar dari ttabel
2,015 artinya secara partial variabel Luas lahan berpengaruh signifikan
terhadap variabel PDRB sub sektor perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
Nagan Raya.
36
5.2. Saran
Adapun saran yang perlu di perhatikan kepada Pemerintah Daerah
(PEMDA) yakni antara lain:
a. Perlu adanya dukungan dari Pemerintah Daerah terutama Pemerintah
Kabupaten Nagan Raya baik dukungan berupa moril maupun materil untuk
membantu perkebunan rakyat meningkatkan luas lahan dan produksi.
b. Untuk meningkatkan produksi dan mutu perkebunan di Kabupaten nagan
Raya sebaiknya dilakukan pengarahan atau penyuluhan kepada para pekebun,
agar hasil panen lebih baik mutu dan kualitasnya.
c. Kepada peneliti berikutnya yang meneliti terkait dengan penelitian dengan
permasalahan ini, disarankan agar dapat mengaitkan variabel lain selain dari
luas lahan di Kabupaten Nagan Raya, sehingga perkembangan penelitian
akan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. Nagan Raya Dalam Angka. 2010. KabupatenNagan Raya
Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT.Bumi Aksara. Jakarta.
Duwi, Priyanto. 2010. Paham analisa statistik data dengan SPSS. Cetakan 1.
Mediakom. Yogyakarta
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan Raya, 2013. Hasan, Iqbal. 2009. Analisis data penelitian dengan statistik . PT. Bumi Aksara.
Jakarta.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok materi Statistik-. Edisi kedua. PT. Bumi Aksara.Jakarta.
Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi Pembangunan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2006. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi ketiga. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Spillane, James J, Dr. SJ. 2000. Komoditi Kakao, peranannya dalam perekonomian Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Syahza, Almasdi. 2005. Kelapa Sawit: Pengaruhnya Terhadap Ekonomi Regional
Daerah Riau. Penelitian Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau.
Tarigan, Robinson. 2006. Ekonomi regional Teori dan Aplikasi edisi
revisi.Cetakan ke-tiga. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Tim Bina karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Cokelat. CV.YRAMA WIDYA.
Bandung.
Tumpal H.S. Siregar dkk. 2006. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. BPFE. Yogyakarta.
Mankiw,Gregoby. 2000. Pengantar Ekonomi Jilid 1 edisi 1. Erlangga. Jakarta
Wahyudi. T, PanggabeanTR, Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao .Penebar
Swadaya. Jakarta
Http://infostatntb.wordpress.com/pengertian-pdrb-2/ diakses 28 April 2012
Http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian diakses 28 April 2012.
Http://www.damandiri.or.id/file/dwiharyonoipbbab3.pdf diakses 23 Juli 2012.