pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe...
TRANSCRIPT
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND
COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN
MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA
(Studi Eksperimen di SMP Negeri 238 Jakarta)
Disusun Oleh :
A Z I Z A H 106017000507
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2010 M
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : AZIZAH
NIM : 106017000507
Jurusan : Pendidikan Matematika
Judul skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika.
No Judul Buku/ Referensi Paraf Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
1 Jakarta Post, Indonesia sabet emas lagi di Olympiade Matematika,http://www.cha/jpnn. 14 Juli 2010, 21.55 WIB
2 Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS), 2006, hlm.28.
3 Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, Vol.3. No.1, Desember 2006, hlm.442.
4 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hlm.80
5 Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC” http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)
6 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.36
7 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm.68
8 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2
9 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 15.
10 Syaiful Sagala, Konsep dan makna pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm 33.
11 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003),
hlm.17. 12 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di
Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm.13.
13 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. . . , hlm.33.
14 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, . . , hlm.43
15 M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Prospect, 2009), hlm.31.
16 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, . . , hlm.8.
17 Didi Sutardi, Pembaharuan dalam Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm.11
18 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional, Prof. Dr. Utari Sumarmo. Alternatif Pembelajaran Matematika. (Bandung: UPI, 2002)
19 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional, Dr. Wahyudin, Matematika dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: UPI, 2002), hlm.30.
20 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. . . , hlm. 62
21 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung;Refika Aditama,2010), hlm.62.
22 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42.
23 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.47.
24 Suyatno, Menjelajah pembelajaran inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.52.
25 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.43- 44.
26 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.34.
27 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.68.
28 Shlomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Imperium, 2009), hlm. 36
29 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.203.
30 Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran
Kooperatif tipe CIRC” http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)
31 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.283.
32 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional, Dr. Wahyudin, . . . , hlm.32.
33 Erna Suwangsih dkk, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), hlm. 28-29.
34 Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Cet.I. (Jakarta: PIC UIN, 2007), hlm.48
35 Soemoenar dkk, Penerapan Matematika Sekolah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm.3.22.
36 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: alfabeta, 2010), hlm.85.
37 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm.168
38 Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.179
39 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, . . . , hlm.178
40 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), hlm.249.
41 Sudjana, Metode Statistika, . . . , hlm.239.
Jakarta, 8 Desember 2010
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
Maifalinda Fatra, M.Pd Gelar Dwirahayu, M.Pd
NIP: 197005281996032002 NIP: 197906012006042004
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Studi Eksperimen di
SMP Negeri 238 Jakarta)” disusun oleh AZIZAH Nomor Induk Mahasiswa
106017000507, Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan
dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang
munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, Desember 2010
Yang Mengesahkan,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Maifalinda Fatra, M.Pd Gelar Dwirahayu, M.Pd NIP: 197005281996032002 NIP: 197906012006042004
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH
Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika”, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 17 Desember 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.
Jakarta, 21 Desember 2010
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan) Maifalinda Fatra, M.Pd ……………………. …………………….. NIP. 19700528 199603 2 002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan) Otong Suhyanto, M.Si …………………….. …………………….. NIP. 19681104 199903 1 001 Penguji I Dra. Afidah Mas’ud …………………….. …………………….. NIP. 19610926 198603 2 004 Penguji II Otong Suhyanto, M.Si …………………….. …………………….. NIP. 19681104 199903 1 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : AZIZAH
NIM : 106017000507
Jurusan : Pendidikan Matematika
Angkatan tahun : 2006
Alamat : Jl. Guru Mughni Rt. 002/01 No 6 Kuningan Timur
Jakarta Selatan 12950
Menyatakan Dengan Sesungguhnya
Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan
Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Studi Eksperimen di SMP Negeri 238
Jakarta)” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
1. Nama : Maifalinda Fatra, M.Pd.
NIP : 197005281996032002
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
2. Nama : Gelar Dwirahayu, M.Pd.
NIP : 197906012006042004
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.
Jakarta, Desember 2010
Yang menyatakan,
AZIZAH
i
ABSTRAK Azizah (106017000507), “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran koopertif tipe CIRC terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 238 Jakarta tahun ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 66 siswa yang terdiri dari 33 siswa untuk kelas eksperimen dan 33 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada pokok bahasan Aritmatika Sosial. Tes yang diberikan terdiri dari 12 soal dalam bentuk uraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CIRC berpengaruh terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Kata Kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita.
ii
ABSTRACT Azizah (106017000507),”The Effect of Cooperative Learning CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Type to Resolving Ability Mathematical Story Problem. Thesis for Mathematical Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta, December 2010. The purpose of this research is to determine the effect of cooperative learning CIRC type to resolving ability student’s mathematical story problem. This research was conducted at SMP Negeri 238 Jakarta for academic year 2010/2011. The method that used in this research is quasi experimental with randomized controlled group design. Subjects for this research are 66 students consist of 33 student for experimental group and 33 student for control group which selected by cluster random sampling technique on 7th grade. The data collection after being given treatment obtained from the test scores of the resolving ability mathematical story problem at the subject of Social Arithmetic. Test consisted of 12 question in essay. The results showed that the cooperative learning model CIRC type effect on the ability of students to solve mathematical story problems. The students who are taught with the cooperative learning CIRC type have mean score of ability student’s mathematical story problem higher than students who are taught with conventional learning model. Keywords: Cooperative Learning CIRC type, Resolving Ability Mathematical Story Problem.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti
ajarannya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan
skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan
tersebut dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
sekaligus pembimbing I, yang telah memberikan ijin atas penyusunan
skripsi dan memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.
4. Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd., Dosen Pembimbing II sekaligus penasehat
akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staff
jurusan yang selalu membantu penulis dalam proses administrasi.
6. Ibu Rusmiati, AMD. Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 238 Jakarta
yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini.
iv
7. Ibu Anita S.Pd selaku guru pamong matematika di tempat penulis
mengadakan penelitian yang telah memberikan semangat dan masukan-
masukan bagi penulis.
8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tersayang, ayahanda (Alm) Ishak bin
H. Masyhur yang menjadi motivasi bagi penulis dan Ibunda Mulyanah
yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta
memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.
9. Kakak-kakakku tersayang Muchlis, S.Pd beserta istri, Nurlailah beserta
suami, Jamilah beserta suami yang telah memberikan dukungan moril dan
materil serta doanya kepada penulis. Tak lupa ponakanku Nayla dan
Nazmi yang selalu menghibur penulis di saat jenuh.
10. Abangku tersayang (Zul Fahmi, S.E) yang telah banyak memberikan
masukan dan bantuan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuanganku ketika skripsi (Tri, Desi, Ika, Sawati, Hastri,
Lilis, Lydia, Cucu, Rahma, Isma, Rina dan Edy) yang telah memberikan
motivasi dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Fara Rahmawaty, Etika,
Siti Chairunnisa, Nia Kurnia, dan Mia Usniati) yang selalu memberikan
semangat dan doa kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan
Pendidikan Matematika angkatan 2006.
13. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Jakarta, 9 Desember 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI
Abstrak ..................................................................................................................... i
Abstract .................................................................................................................. ii
Kata Pengantar .................................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................................. v
Daftar Tabel......................................................................................................... vii
Daftar Gambar ................................................................................................... viii
Daftar Lampiran ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. ............................................................................................................ L
atar Belakang................................................................................................ 1
B. ............................................................................................................ I
ndentifikasi Masalah .................................................................................... 7
C. ............................................................................................................ P
embatasan Masalah ...................................................................................... 7
D. ............................................................................................................ R
umusan Masalah ........................................................................................... 8
E. ............................................................................................................. T
ujuan Penelitian ............................................................................................ 8
F. ............................................................................................................. M
anfaat Penelitian ........................................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. ............................................................................................................ K
ajian Teori .................................................................................................. 10
1. ........................................................................................................ B
elajar dan Pembelajaran Matematika ................................................... 10
2. ........................................................................................................ M
odel Pembelajaran Konvensional ........................................................ 18
vi
3. ........................................................................................................ M
odel Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC ........................................... 20
4. ........................................................................................................ K
emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ............................ 30
5. ........................................................................................................ P
enelitian Yang Relevan ........................................................................ 38
B. ............................................................................................................ K
erangka Berpikir ......................................................................................... 38
C. ............................................................................................................ P
erumusan Hipotesis .................................................................................... 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. ............................................................................................................ T
empat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 40
B. ............................................................................................................ M
etode dan Desain Penelitian ....................................................................... 40
C. ............................................................................................................ P
opulasi dan Sampel .................................................................................... 41
D. ............................................................................................................ V
ariabel Penelitian ........................................................................................ 41
E. ............................................................................................................. T
eknik Pengumpulan Data ........................................................................... 42
F. ............................................................................................................. T
eknik Analisis Data .................................................................................... 47
G. ............................................................................................................ H
ipotesis Statistik ......................................................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. ............................................................................................................ D
eskripsi Data ............................................................................................... 51
vi
1. ........................................................................................................ K
emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelas Eksperimen .................. 52
2. ........................................................................................................ K
emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelas Kontrol ........................ 53
B. ............................................................................................................ P
engujian Prasyarat Analisis ........................................................................ 57
1. ........................................................................................................ U
ji Normalitas ......................................................................................... 57
2. ........................................................................................................ U
ji Homogenitas ..................................................................................... 57
C. ............................................................................................................ P
engujian Hipotesis ...................................................................................... 58
D. ............................................................................................................ P
embahasan .................................................................................................. 59
E. ............................................................................................................. K
eterbatasan Penelitian ................................................................................ 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. ............................................................................................................ K
esimpulan ................................................................................................... 68
B. ............................................................................................................ S
aran ............................................................................................................. 68
Daftar Pustaka...................................................................................................... 70
Lampiran-lampiran ............................................................................................. 72
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model Pembelajaran
Konvensional ........................................................................................... 22
Tabel 2 Desain Penelitiaan .................................................................................... 40
Tabel 3 Kisi-kisi Instrument Tes Menyelesaikan Soal Cerita .............................. 43
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ................................................... 52
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ......................................................... 54
Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Test Matematika Kelas Eksperimen dan Kontrol ...... 56
Tabel 7 Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ............................. 57
Tabel 8 Uji Homogenitas ...................................................................................... 58
Tabel 9 Uji-t .......................................................................................................... 59
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Histrogam dan Poligon Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal
Cerita Matematika Kelas Eksperimen ................................................... 53
Gambar 2 Histrogam dan Poligon Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal
Cerita Matematika Kelas ...................................................................... 55
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan (Kelas Eksperimen) ........ 72
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan (Kelas Kontrol) .............. 88
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ......................................................................... 90
Lampiran 4 Soal Diskusi .................................................................................... 104
Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Tes Menyelesaikan Soal Cerita
Matematika (Aritmatika Sosial) ..................................................... 115
Lampiran 6 Instrument Tes Essay ...................................................................... 116
Lampiran 7 Kunci Jawaban Instrumen Soal Essay ............................................ 118
Lampiran 8 Validitas Uji Coba Tes Menyelesaikan Soal Cerita........................ 125
Lampiran 9 Contoh Perhitungan Uji Validitas ................................................... 126
Lampiran 10 Hasil Uji Coba Validitas ................................................................. 127
Lampiran 11 Uji Reliabilitas ................................................................................ 128
Lampiran 12 Contoh Hasil Uji Reliabilitas.......................................................... 129
Lampiran 13 Perhitungan Indeks Kesukaran Soal ............................................... 130
Lampiran 14 Perhitungan Daya Pembeda Soal .................................................... 131
Lampiran 15 Rekapitulasi Perhitungan Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda .... 132
Lampiran 16 Kisi-kisi Instrumen Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika .. 133
Lampiran 17 Instrumen Penelitian ....................................................................... 134
Lampiran 18 Data Mentah Hasil Penelitian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...
........................................................................................................ 136
Lampiran 19 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol 137
Lampiran 20 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen
........................................................................................................ 139
Lampiran 21 Uji Normalitas Kelas Eksperimen .................................................. 141
Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen .............................. 142
Lampiran 23 Uji Normalitas Kelas Kontrol ......................................................... 143
Lampiran 24 Perhitungan Uji Nomalitas Kelas Kontrol ...................................... 144
Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ......................................................... 145
Lampiran 26 Pengujian Hipotesis ........................................................................ 146
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang sampai saat ini
kualitas dan kuantitas pendidikan merupakan masalah yang sangat menonjol.
Salah satu tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia
Indonesia melalui upaya peningkatan kualitas pada semua jenjang
pendidikan, yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai
manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mewujudkan pembangunan nasional di
bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan sains (IPTEKS).
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains (IPTEKS) sangat
pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Untuk tampil
unggul pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini, siswa sebagai
penerus bangsa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan
mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis,
sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerjasama secara
efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses
pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan
keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan
siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik dari aspek terapannya
maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains. Dalam dunia pendidikan
penguasaan bidang matematika tidak hanya membentuk siswa yang terampil
berpikir tetapi juga dapat mengharumkan nama bangsa. Berkaitan dengan itu
pada surat kabar harian disebutkan bahwa siswa Indonesia telah meraih empat
1
2
medali emas di ajang olimpiade matematika tingkat SD sampai SMP pada
tahun 2009. Dan tahun 2010 ini pada ajang yang sama yang diadakan tanggal
10-14 juli di Hongkong, siswa Indonesia berhasil mengalahkan 10 negara
dengan meraih empat medali perak dan satu emas. Direktur Pembinaan SD
Kemendiknas, Murdjito mengatakan bahwa “walaupun prestasi pada tahun
2010 sedikit menurun sebagai bangsa Indonesia kita harus tetap bersyukur
dan untuk ke depan siswa Indonesia harus diberi semangat lagi dan lebih
dimatangkan lagi persiapannya”.1 Untuk itu matematika sekolah perlu
difungsikan sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan kecerdasan,
kemampuan, serta untuk membentuk kepribadian siswa. Semua kemampuan
dan keterampilan seperti yang telah disebutkan akan tercapai, apabila
seseorang ada kehendak untuk mempelajarinya.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 36:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya…”
Maksud ayat di atas selain kita diperintahkan untuk belajar, kita juga
harus mengetahui karakteristik dari ilmu pengetahuan tersebut seperti halnya
matematika. Pembelajaran matematika akan menuju ke arah yang benar dan
berhasil apabila mengetahui karakteristik yang dimilikinya. Matematika
memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi yang
ingin dicapai maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang
tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai,
matematika menekankan penguasaan konsep dan keterampilan memecahkan
masalah. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki
1 Jakarta Post, Indonesia Sabet Emas lagi di Olympiade Matematika, http://www.cha/jpnn. 14 Juli 2010, 21.55 WIB
3
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, Dalam bukunya Erna
menyatakan bahwa di sekolah siswa dalam belajar matematika mulai dari
SD/MI sampai SMA/MA harus memiliki kecakapan matematika, yaitu:
1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,
menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
grafik, atau dugaan untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika.
4. Menyusun kemampuan strategi dalam membuat atau merumuskan,
menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan
masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.2
Kenyataannya proses belajar matematika tidak selamanya berjalan
efektif, karena masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar
matematika dan menganggap mata pelajaran matematika adalah mata
pelajaran yang sulit. Kesulitan belajar matematika terutama disebabkan oleh
sifat khusus dari matematika yang memiliki objek abstrak. Sehingga siswa
membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari matematika yang
diajarkan oleh guru di kelas. Selain itu siswa belum memahami peranan
penting matematika sehingga matematika dianggap pelajaran yang
membosankan dan menakutkan. Matematika juga dianggap identik dengan
angka-angka. Menurut Nurhadi dan Suharta hasil pembelajaran matematika di
sekolah dasar dan menengah di Indonesia menunjukkan ketidakmampuan
2 Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS), 2006, hlm.28
4
siswa menghubungkan antara materi yang dipelajari dan bagaimana
pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari.3
Padahal memecahkan persoalan sehari-hari dalam ilmu matematika
digambarkan pada soal cerita matematika. Sehingga kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika akan menunjukkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah
sudah sejak lama direkomendasikan oleh The National Council of Teacher of
Mathematics (NCTM) sebagai salah satu standar kompetensi yang harus
dimiliki oleh siswa. Sebagai suatu hasil belajar, maka kemampuan pemecahan
masalah tentu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor keberhasilan siswa dalam
belajar. Salah satu faktor penting yang menjadi kunci dalam pemecahan
masalah adalah kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.
Namun berdasarkan pada pengalaman peneliti, ketika memberikan soal
cerita matematika pada sebagian siswa SMP kelas VII dan kelas VIII.
Terbukti pada setiap penyelesaian soal yang menyangkut kehidupan sehari-
hari, terlebih soal yang tersaji dalam bentuk cerita, siswa tersebut tidak dapat
menyelesaikan secara benar. Pada umumnya para siswa menyelesaikan soal
cerita tersebut dengan langkah-langkah yang tidak urut/tidak sistematis. Hal
ini disebabkan karena siswa tidak memahami maksud soal, lemah dalam
penguasaan bahasa atau belum mengetahui prosedur rutin yang seharusnya
digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut.
Berkaitan dengan itu kesulitan dalam memahami soal cerita yang
paling banyak disebabkan karena mereka kurang tahu atau kurang paham apa
yang ada dalam soal, mereka kurang memahami makna setiap kalimat yang
ada, kurang mampu merumuskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan, kurang mampu menghubungkan secara fungsional unsur-unsur
yang diketahui untuk menyelesaikan masalah dan masih ada yang tidak tahu
unsur yang harus dimisalkan dalam satu variabel. Hal ini terlihat dalam
persentase beberapa aspek yang ada yaitu aspek ingatan sebesar 7%,
3 Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, Vol.3 No.1, Desember 2006, hal.442
5
sedangkan dari aspek pemahaman sebesar 50%, dan yang terakhir pada aspek
aplikasi sebesar 43%.
Diperlukan langkah-langkah yang sistematis agar proses menyelesaikan
masalah dalam soal cerita mudah dan terarah, juga agar soal-soal dalam
bentuk soal cerita ini tidak menjadi suatu kendala besar dalam meningkatkan
kemampuan matematika siswa. Maka siswa juga dituntut menggunakan
keterampilan membaca agar dapat memahami makna atau ide pokok dari
suatu soal cerita matematika. Seperti yang dijelaskan oleh Slameto bahwa
dalam belajar jangan hanya membaca belaka tetapi harus dipahami dengan
kata-kata sendiri.4 Ada beberapa tingkatan keterampilan membaca yang
diperlukan seseorang ketika membaca suatu teks bacaan seperti soal cerita
yaitu keterampilan membaca literal, keterampilan membaca kritis, dan
keterampilan membaca kreatif. Sehingga diperlukan suatu metode
pembelajaran yang menuntut siswa menggunakan keterampilan membacanya.
Ketika proses belajar mengajar matematika, siswa juga cenderung
kurang aktif dan tidak bersemangat, lebih memilih diam, enggan dan malu
untuk mengemukakan pendapat atau permasalahan yang belum diketahui.
Agar proses pembelajaran berhasil, selain guru harus mampu menerapkan
model pembelajaran yang tepat, guru juga diharapkan mampu menciptakan
suasana belajar yang melibatkan siswa secara aktif. Untuk itu diperlukan
model pembelajaran dan strategi yang efektif dalam menyelesaikan masalah
pada pembelajaran matematika, khususnya menyelesaikan soal cerita.
Mengingat begitu pentingnya strategi dalam penyelesaian masalah
matematika, maka untuk menyelesaikan sebuah soal cerita yang pada
kenyataannya siswa masih kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan
soal tersebut, sangat diperlukan langkah-langkah untuk mempermudah
pemahamannya. Selain itu guru juga harus mampu mendesain suatu
pembelajaran yang efektif, menarik, sehingga dalam proses pembelajaran
dapat meningkatkan keaktifan siswa. Salah satu strategi yang efektif dalam
4 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.80
6
menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan tentunya dengan
melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas. Pembelajaran dengan
suasana belajar aktif dan memberikan strategi dalam penyelesaian soal cerita,
dapat diterapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Compotition).
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau disebut
juga kooperatif terpadu, membaca dan menulis termasuk salah satu tipe
model pembelajaran cooperative learning. Cooperative learning merupakan
model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil
yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, sehingga siswa dapat bekerja
sama dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru dalam rangkaian
kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa untuk
mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat
tersebut dalam bentuk tulisan. Para siswa secara individu lebih percaya diri
terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika.
Dorongan teman dapat meningkatkan berfikir kritis serta meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
Beberapa penelitian telah banyak dilakukan untuk mengaplikasikan
aspek kooperatif pada pembelajaran matematika. Termasuk model
pembelajaran kooperatif yang cocok untuk melatih keterampilan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika adalah CIRC. Berdasarkan penelitian
Suyitno menyimpulkan bahwa model pembelajaran CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) layak dipakai guru sebagai suatu
variasi dalam model pembelajaran matematika, khususnya dalam membahas
soal cerita.5 Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif
untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan
yang dapat diaplikasikan secara luas.
Suyitno juga menggambarkan kegiatan pokok dalam CIRC untuk
memecahkan soal cerita matematika meliputi rangkaian kegiatan bersama
5 Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC” http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)
7
yang spesifik, yakni salah satu anggota kelompok atau beberapa anggota
saling membaca soal, membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita
termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan
memisalkan yang ditanyakan dengan variabel tertentu, saling membuat
ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita, menuliskan penyelesaian soal
cerita secara urut, saling merevisi dan mengedit penyelesaiannya jika ada
yang perlu direvisi.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian berjudul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING
AND COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN
SOAL CERITA MATEMATIKA”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut :
1. Matematika dianggap sulit oleh sebagian besar siswa karena matematika
memiliki objek yang abstrak.
2. Siswa menyelesaikan soal cerita dengan langkah-langkah yang tidak
sistematis.
3. Kemampuan siswa dalam membaca, menafsirkan dan menyelesaikan soal
cerita masih kurang.
4. Siswa kurang aktif dan malu bertanya dalam proses belajar mengajar di
kelas.
5. Model pembelajaran matematika yang diterapkan guru kurang menarik.
C. Pembatasan Masalah
Karena luasnya permasalahan dalam konteks pembelajaran matematika
dan untuk menghindari salah tafsiran terhadap masalah yang diteliti,
dirasakan perlu membatasi ruang lingkup permasalahan sebagai berikut :
8
1. Penyelesaian soal cerita matematika yaitu kemampuan siswa dalam
membaca, menafsirkan dan menyelesaikan soal berbentuk cerita
khususnya pada materi Aritmatika Sosial di kelas VII.
2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading
and Composition).
D. Rumusan Masalah
Untuk mempertajam persoalan yang telah digambarkan pada latar
belakang masalah, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC?
2. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional?
3. Apakah rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara
siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan
model pembelajaran konvensional?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah tersebut
di atas, peneliti merumuskan tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC.
2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
konvensional.
3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model
9
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran konvensional.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa : Membangun daya imajinasi pikiran siswa dengan strategi
penyelesaian soal cerita yang sistematis pada model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC sehingga dapat memahami makna yang tersirat
dalam soal cerita matematika.
2. Bagi Guru : Memberi pengetahuan baru kepada guru bahwa model
pembelajaran CIRC merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika sehingga nantinya dapat menjadi alternatif model
pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas.
3. Bagi Sekolah : Meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah yang
bersangkutan terkait dengan pengembangan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika menggunakan metode
pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran Matematika
a. Belajar Matematika
Sebagian besar dari proses perkembangan berlangsung melalui
kegiatan belajar. Belajar yang disadari ataupun yang tidak disadari, belajar
selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar.
Apakah itu mengarah kepada hal yang lebih baik atau kurang baik.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah terjadi dalam berbagai
bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Banyak definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli
pendidikan. Diantaranya menurut Hamalik bahwa belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the
modification or strengthening of behavior through experiencing).1
Definisi ini diperkuat oleh tafsiran bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.
Muhibbin mengemukakan belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah
laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kogntif.2
Sedangkan Slameto mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.3
1 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.36 2 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm.68 3 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2
10
11
Definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa hasil dari belajar adalah
ditandai dengan adanya “perubahan”, yaitu perubahan yang terjadi di dalam
diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas tertentu. Walaupun
pada kenyataannya tidak setiap perubahan termasuk kategoti belajar. Maka
Djamarah menentukan ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan
ke dalam ciri-ciri belajar yaitu :
1) Perubahan yang terjadi secara sadar
2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4) Perubahan dalam belajar bersifat sementara
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.4
Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin
banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang terjadi
sebagai hasil dari proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah
laku. Menurut Bloom, perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses
belajar dapat diamati melalui tiga ranah yaitu meliputi:
1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi.
2) Ranah afektif, berkenaan dengan hasil belajar sikap/emosional dalam
mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi kesadaran,
partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai dan karakterisasi
diri.
3) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.5
Sehingga secara umum belajar dapat dipahami sebagai suatu proses
memperoleh pengetahuan guna pembentukan perubahan tingkah laku yang
relatif menetap melalui latihan-latihan dan pengalaman dengan cara atau
4 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 15 5 Syaiful Sagala, Konsep dan makna pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm 33
12
usaha yang berbeda dalam pencapaiannya. Adapun tingkah laku itu
mencakup berbagai ranah seperti ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Belajar akan lebih baik apabila subjek belajar itu mengalami atau
melakukannya, jadi tidak bersifat teoristik saja.
Matematika adalah pengetahuan dasar yang harus dikuasai oleh setiap
siswa, baik itu untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari, maupun untuk
dapat menguasai ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan matematika.
Dengan menguasai matematika secara baik dan benar, maka seorang siswa
akan dengan mudah memahami ilmu-ilmu yang lain. Persoalan matematika
juga banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, soal
matematika banyak yang berbentuk soal cerita dan menuntut siswa untuk
mampu memahami, menafsirkan dan menyelesaikan soal cerita matematika
tersebut.
Para ahli matematika banyak mengemukakan definisi dari matematika
diantaranya menurut Johnson dan Rising matematika adalah pola berpikir,
pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah
bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas,
dan akurat, representasinya dengan simbol dan lebih berupa bahasa simbol
mengenai ide. Kline juga mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa
simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi
juga tidak melupakan cara belajar induktif.6
Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan matematika
adalah ilmu yang mempelajari mengenai bilangan-bilangan, konsep-konsep
abstrak (dari segi bahasa maupun simbol-simbol) yang tersusun secara
hierarkis dan penalarannya deduktif. Sangat jelas menunjukkan bahwa
matematika merupakan bahasa, matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Berkaitan dengan itu, soal cerita matematika merupakan bahasa
6 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), hlm.17
13
yang harus dipahami maknanya sehingga siswa dapat menyelesaikan soal
cerita matematika.
Setelah sedikit mendalami pengertian matematika, dapat terlihat
adanya karakteristik matematika secara umum yang digambarkan oleh
Soedjadi, yaitu: memiliki kajian objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan,
berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti,
memperhatikan semesta pembicaraan, konsisten dalam sistemnya.7 Menurut
Gagne belajar matematika ada 2 obyek yang akan diperoleh yaitu, obyek
langsung terdiri dari fakta, keterampilan dan konsep, serta yang kedua
adalah obyek tak langsung yaitu menyelidiki, memecahkan masalah,
meneliti dan lain-lain.8 Fakta adalah objek matematika yang tinggal
menerimanya, keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban
dengan tepat dan cepat, konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita
dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh.
Sehingga beberapa ahli menyimpulkan mengenai pengertian belajar
matematika. Diantaranya Bruner mengatakan bahwa belajar matematika
adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang
terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan
antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.9 Berkaitan
dengan pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal cerita matematika,
Cobb dkk menguraikan bahwa belajar matematika dipandang sebagai proses
aktif dan konstruktiv dimana siswa mencoba menyelesaikan masalah yang
muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan
matematika di kelas.
Jenis kesalahan dalam penyelesaian matematika antara lain, kesalahan
pemahaman konsep, kesalahan penggunaan data dan kesalahan interpretasi
bahasa. Keberhasilan dalam belajar matematika dapat dilihat apabila siswa
telah mampu untuk menguasai konsep-konsep dan struktur-struktur
7 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm.13 8 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. . . , hlm.33 9 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, . . , hlm.43
14
matematika sehingga siswa dapat menerapkan dengan benar. Dengan
demikian, belajar matematika adalah proses perubahan pada diri siswa
terutama pengetahuan, pemahaman dan kemampuannya mengenai bentuk,
susunan, dan pola pikir dalam memecahkan masalah.
b. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Wingkel mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang
dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan
memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap
kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik.10
Maksudnya, proses belajar sifatnya internal atau dalam diri siswa itu sendiri,
sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja
direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Belajar dengan pembelajaran
ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja
diciptakan.11
Pengertian pembelajaran dari beberapa teori sebagai berikut:
1) Behavioristik
Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).
2) Kognitif
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami.
3) Gestalt
Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran
sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya
(mengaturnya) menjadi suatu pola Gestalt (pola bermakna).
10 M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Prospect, 2009), hlm.3 11 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, . . , hlm.8
15
4) Humanistik
Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk
memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat
dan kemampuannya.12
Hakikat pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk
memelihara kegiatan belajar sehingga setiap individu yang belajar akan
belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup
sebagai anggota masyarakat yang baik. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru
dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola
pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang
optimal.
Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata
cara berpikir dan mengolah logika baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif. Pada matematika diletakkan dasar bagaimana mengembangkan
cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat
dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar tersebut
digunakan oleh bidang studi lain atau ilmu lain.
Belajar matematika tidak sekedar learning to know, melainkan harus
ditingkatkan meliputi learning to do, learning to be hingga learning to live
together.13 Oleh karena itu perlu pengubahan paradigma pengajaran
matematika menjadi pembelajaran matematika. Dalam pengajaran
matematika, guru lebih banyak menyampaikan sejumlah ide atau gagasan-
gagasan matematika, sementara dalam pembelajaran matematika, siswa
memperoleh porsi yang lebih banyak bahkan dominan. Dengan kata lain
siswa berperan lebih aktif sebagai pembelajar sedangkan guru lebih pada
sebagai fasilitator dan dinamisator.
12 Didi Sutardi, Pembaharuan, dalam Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm.11 13 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional, Prof. Dr. Utari Sumarmo. Alternatif Pembelajaran Matematika. (Bandung: UPI, 2002)
16
Pada pembelajaran matematika terdapat tiga unsur penting yaitu
materi matematika yang diajarkan, guru yang mengajarkan matematika, dan
siswa yang belajar matematika, karena kesuksesan atau kegagalan hasil
pembelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari ketiga
unsur tersebut.14 Guru dan siswa harus menjadikan matematika sebagai
sebuah objek yang terkendali. Guru menghadirkan diri sebagai fasilitator
agar siswa memperoleh kemudahan dalam belajar matematika. Sedangkan
siswa harus pandai memanfaatkan guru sebagai tempat berkonsultasi untuk
mencari solusi dari permasalahan pada setiap materi yang sedang dipelajari.
Pembelajaran matematika yang optimal akan terjadi bila interaksi
antara guru dan siswa bukan hanya sekedar hubungan formal, tetapi guru
memperlakukan siswa sebagai mitra yang baik bagi dirinya. Sehingga akan
terjadi diskusi yang demokratis dalam memecahkan permasalahan yang
muncul ketika belajar matematika termasuk menyelesaikan soal cerita
matematika.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses
kinerja yang melibatkan setiap komponen secara sinergi dan fungsional
yaitu kinerja guru matematika yang melibatkan potensi siswa, fasilitas dan
lingkungan belajar secara optimal. Melalui pembelajaran diharapkan dapat
berakhir dengan sebuah pemahaman siswa secara komprehensif dan holistik
(lintas topik bahkan lintas mata pelajaran jika memungkinkan) tentang
materi yang telah disajikan.
Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekedar memenuhi tuntutan
tujuan pembelajaran matematika secara substansif saja, namun diharapkan
pula muncul efek iringan antara lain:
1) Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik
lainnya.
2) Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang
lain.
14 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional, Dr. Wahyudin, Matematika dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: UPI, 2002), hlm.28
17
3) Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia.
4) Lebih mampu berpikir logis, kritis dan sistematis.
5) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah
masalah.
Jadi pembelajaran matematika adalah suatu cara atau metode
bagaimana seseorang melakukan proses belajar secara optimal untuk
berpikir dan bernalar dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan
dengan bilangan dan kalkulasi secara sistematika sehingga siswa menjadi
aktif, kreatif, dan mampu memecahkan permasalahan. Dua hal penting yang
merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah
pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis dan kreatif. Untuk pembinaan
hal tersebut, kita perlu memperlihatkan daya imajinasi dan rasa ingin tahu
dari siswa. Siswa harus diberi kesempatan untuk bertanya dan berpendapat,
sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna.
Ketika pembelajaran matematika guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang banyak
melibatkan siswa aktif dalam belajar. Baik secara mental, fisik ataupun
sosial.15 Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan
sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis.
Penerapan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih
keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep. Tidak hanya
kepada bagaimana suatu soal dapat diselesaikan tetapi juga pada mengapa
soal tersebut dapat diselesaikan dengan cara tertentu. Dalam pelaksanaannya
tentu saja disesuaikan dengan tingkat berfikir siswa.
Karakteristik penting dari pembelajaran matematika adalah sifatnya
yang menekankan pada proses berfikif deduktif yang memerlukan penalaran
logis dan aksiomatik, tetapi tidak menutup kemungkinan cara berfikir
tersebut mungkin pula diawali dengan proses induktif yang meliputi
penyusunan konjektur, model matematika yang diperlukan sebagai
pemecahan masalah, dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah
15 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. . . , hlm. 62
18
kehidupan sehari-hari. Implikasi dari karakteristik belajar matematika di
atas, mengisyaratkan bahwa siswa belajar matematika apabila ia berfikir
matematika, melaksanakan kegiatan atau proses matematika dan tugas
matematika seperti yang terlukis dalam karakteristik matematika. Setara
dengan pernyataan itu, siswa dikatakan membaca matematika secara
bermakna bila ia memahami matematika secara bermakna pula.
Uraian tersebut menggambarkan bahwa salah satu keterampilan
penting dalam pembelajaran matematika adalah dalam hal membaca dan
bukan hanya menyusun sekelompok konsep atau pengetahuan yang saling
terlepas. Namun, para pembaca dituntut untuk terampil menyusun
keterkaitan konsep atau pengetahuan yang dibacanya.
2. Model Pembelajaran Konvensional
Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model
pembelajaran, di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan
dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang
optimal atau maksimal.
Namun, salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat
banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model
ini sebenarnya sudah tidak layak lagi kita gunakan sepenuhnya dalam suatu
proses pengajaran, dan perlu diubah. Tapi untuk mengubah model
pembelajaran ini sangat susah bagi guru, karena guru harus memiliki
kemampuan dan keterampilan menggunakan model pembelajaran lainnya.
Memang model pembelajaran kovensional ini tidak serta merta kita
tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap
pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran di lakukan. Atau
awal pertama kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan
model pembelajaran yang akan kita gunakan. Menurut Djamarah metode
pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau
disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah
19
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik
dalam proses belajar dan pembelajaran.16
Selanjutnya Roestiyah mengungkapkan cara mengajar yang paling
tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara
mengajar dengan ceramah.17 Sejak duhulu guru dalam usaha menularkan
pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran
konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh
para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya
memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada
pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil
daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.
Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam
pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi
metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional)
kita pakai pada pengajaran matematika”. Kegiatan selanjutnya guru
memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal
latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya.
Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa
mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Subiyanto
menjelaskan bahwa, kelas dengan pembelajaran secara biasa mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut: pembelajaran secara klasikal, para siswa tidak
mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.
Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS,
dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Tes
atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan maksud untuk mengetahui
perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang
dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan
kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat.
16 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm. 43 17 Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm.136
20
Banyak kita temukan di lapangan bahwa selama ini pembelajaran matematika
didominasi oleh guru melalui metode ceramah dan ekspositorinya.
Disamping itu, guru jarang mengajar siswa untuk menganalisa secara
mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk
menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi seperti kemampuan
membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep. Hal senada ditemukan oleh
Marpaung bahwa dalam pembelajaran matematika selama ini siswa hampir
tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi dan cara (alternatif) sendiri
dalam memecahkan masalah.18
Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu
kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru
dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru
mendominasi kelas dengan metode ekspositori, dan siswa hanya menerima
saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk
menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam
belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
a. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Jadi hakikat sosial dan penggunaan kelompok
sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Slavin
menerangkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang,
dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.19 Keberhasilan
18 http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-konvensional 19 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung;Refika Aditama,2010), hlm.62
21
belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan akivitas anggota
kelompok baik secara individual maupun secara berkelompok.
Model pembelajaran cooperative learning merupakan model
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok.
Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar kerja kelompok karena dalam
belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan
yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok.
Menurut Eggen and Kauchak bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa
bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran
kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya.20
Arends menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar; 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; 3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan 4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.21
Dari beberapa uraian pengertian dan ciri-ciri model pembelajaran
kooperatif, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan kinerja siswa dan membantu siswa memahami konsep
sulit.
20 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42 21 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.47
22
2) Menerima teman-teman yang memiliki latar belakang berbeda.
3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa antara lain berbagi tugas,
aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk
bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, bekerjasama dalam kelompok.
Selain itu, Suyatno juga menerangkan langkah-langkah pembelajaran
kooperatif sebagai berikut:
1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2) Menyajikan informasi
3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
4) Membimbing kelompok belajar dan bekerja
5) Evaluasi
6) Memberikan penghargaan.22
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran
kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah, lingkungan belajar dan
sistem pengelolaan yang khas dibandingkan dengan model pembelajaran
lain. Berikut ini perbedaan model pembelajaran kooperatif dan model
pembelajaran konvensional.
Tabel.1
Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model
Pembelajaran Konvensional23
Model Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “menumpang” keberhasilan “pemborong”.
22 Suyatno, Menjelajah pembelajaran inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.52 23 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.43- 44
23
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe dengan
langkah yang berbeda-beda. Pada penelitian ini peneliti mengambil model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition). Dimana model pembelajaran ini sangat berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika dan
diperkuat oleh beberapa teori pembelajaran.
24
b. Teori Pembelajaran Kooperatif
Teori pembelajaran kooperatif menurut Slavin terbagi dalam 2
kategori, yaitu teori Motivasi dan teori Kognitif.24
1) Teori Motivasi
Menurut teori motivasi, motivasi siswa dalam pembelajaran
kooperatif terletak pada bagaimana bentuk penghargaan (reward) atau
struktur pencapaian tujuan pada saat siswa melaksanakan kegiatan
pembelajaran.“Motivational perspective on cooperative learning focus
primarily on the reward or goal structure under wich students operate”.
Diidentifikasikan ada tiga macam struktur pencapaian tujuan
seperti berikut.
a) Kooperatif: siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya
jika siswa yang lain juga akan mencapai tujuan tersebut.
b) Kompetitif: siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya
jika siswa lain tidak mencapai tujuan.
c) Individualistik: siswa yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai
tujuan tak ada hubungannya dengan siswa lain dalam mencapai tujuan
tersebut.
Menurut pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif
menciptakan suatu situasi dimana anggota kelompok dapat mencapai
tujuan pribadi mereka apabila kelompok itu berhasil. Oleh karena itu,
anggota kelompok harus membantu teman kelompoknya dengan cara
melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil dan
yang lebih penting lagi adalah mendorong teman kelompoknya untuk
melakukan upaya maksimal.
2) Teori Kognitif
Teori ini menekankan pengaruh kerja sama dalam suasana
kebersamaan didalam kelompok itu sendiri. “cognitive theories
emphasize the effects of working together in itself (whether or not the
groups are trying of group goal)“.
24 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.34
25
Teori kognitif dapat dikelompokkan dalam dua kategori sebagai
berikut.
a) Teori pembangunan
“The fundamental assumption of the developmental theories that
interaction among children around appropriate taks increases their
mastery of critical consepts (Damon, 1984; Murray: 1982)” (dalam
Slavin)
Asumsi dasar dari teori pembangunan adalah bahwa interaksi
antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai meningkatkan
penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit.
b) Teori Elaborasi Kognitif
Pandangan dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa
apabila informasi yang telah ada di dalam memori, siswa harus terlibat
dalam beberapa restruktur atau elaborasi kognitif suatu materi. Salah
satu cara elaborasi kognitif yang paling efektif adalah menjelaskan
materi itu pada orang lain.
Dasar teori pembelajaran kooperatif seperti yang disebutkan di
atas digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe
CIRC.
c. Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau
disebut juga kooperatif terpadu, membaca, menulis, termasuk salah satu tipe
model pembelajaran cooperative learning.25 Program CIRC terdiri dari tiga
unsur utama, aktivitas dasar, pengajaran langsung dalam pemahaman
membaca, serta seni berbahasa/menulis integral. Dalam semua aktivitas ini,
siswa bekerja dalam kelompok belajar secara heterogen.26 Pada awalnya tipe
CIRC diterapkan dalam pelajaran bahasa. Dalam kelompok kecil para siswa
diberi suatu teks/bacaan, kemudian siswa latihan membaca atau saling 25 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm. 68 26 Shlomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Imperium, 2009), hlm. 36
26
membaca, memahami ide pokok saling merevisi dan menulis ikhtisar cerita
atau memberikan tanggapan terhadap isi cerita atau mempersiapkan tugas
tertentu dari guru.
Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari lambang, kata-kata,
dan kalimat-kalimat yang disusun menurut aturan tertentu dan digunakan
sekelompok orang untuk berkomunikasi. Kaitannya dengan matematika
merujuk pada pengertian bahasa di atas, maka matematika dapat dipandang
sebagai bahasa karena dalam matematika terdapat sekumpulan
lambang/simbol, ide atau gagasan dalam soal cerita.
Sehingga model pembelajaran CIRC ini dapat membantu siswa agar
mampu memahami, menafsirkan dan menyelesaikan soal cerita matematika,
seperti yang telah disebutkan di atas khususnya pada: membuat prediksi
atau menafsirkan atas isi soal, menuliskan apa yang diketahui, apa yang
ditanyakan, dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel. Tujuan
utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu
para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat
diaplikasikan secara luas.27
Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam
kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa.
Di kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku bangsa, atau
tingkat kecerdasan siswa. Jadi dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa
yang pandai, sedang atau lemah dan masing-masing siswa sebaiknya merasa
cocok satu sama lain. Dengan pembelajaran kelompok diharapkan para
siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa
sosial yang tinggi.
Model pembelajaran CIRC ini adalah jenis pembelajaran cooperative
learning yang cocok untuk menyelesaikan soal cerita melalui kerjasama
kelompok. Kegiatan pokok dalam CIRC untuk memecahkan soal cerita
matematika diungkapkan oleh Suyitno yaitu sebagai berikut:
27 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.203
27
1) Salah satu anggota kelompok atau beberapa anggota saling membaca soal
yang diberikan guru.
2) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita termasuk
menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan
yang ditanyakan dengan variabel tertentu.
3) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita.
4) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut.
5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan (penyelesaian) jika ada yang
perlu direvisi.28
Selain itu, Steven dan Slavin (1995) memperkuat langkah-langkah
CIRC dalam buku Paradigma Baru Pembelajaran yakni sebagai berikut:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.
2) Guru memberikan wacana (soal cerita) sesuai dengan topik
pembelajaran.
3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok (apa
yang diketahui dan ditanyakan dalam soal).
4) Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok.
5) Guru membuat kesimpulan bersama.
6) Pembelajaran ditutup.29
Bila diperhatikan langkah-langkah dalam model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC tersebut, sebenarnya mendorong pembaca lebih aktif,
kritis, sistematis, dan bertujuan dalam menghadapi bacaan secara
berkelompok. Sehingga pembaca lebih bisa lama mengingat setiap gagasan
pokok suatu bacaan dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika
diharapkan lebih memuaskan, karena dengan model pembelajaran ini siswa
bekerja sama untuk menjadi pembaca aktif dan terarah langsung pada
intisari atau kandungan-kandungan pokok yang tersirat dan tersurat dalam
teks.
28 Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC” http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010) 29 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.283
28
Membaca secara umum seperti membaca koran atau novel cukup
berbeda dengan membaca matematika. Ketika membaca matematika,
pembaca harus memahami secara tepat istilah dan simbol-simbol
matematisnya. Pada bagian teorema dan pembuktian pembaca pun tidak bisa
mengabaikan begitu saja sebelum dipahaminya. Biasanya pembaca
menggunakan pensil untuk memberi tanda pada bagian-bagian yang
menurutnya penting atau tidak boleh lupa. Bila perlu jika pembaca
matematika mengulang membaca paragraf yang menurutnya sukar dipahami
oleh setiap anggota dalam kelompoknya dan memperlambat cara
membacanya hingga jelas dan benar. Melalui pembelajaran kooperatif tipe
CIRC ini setiap anggota siswa dalam kelompoknya akan belajar memilih
point-point bacaan yang penting lalu berdiskusi untuk merencanakan
bagaimana untuk menyelesaikan soal cerita matematika, sehingga masing-
masing siswa akan paham dan mampu untuk menyelesaikan soal cerita
matematika secara urut dan sistematis.
d. Langkah-Langkah Pembelajaran CIRC
Dengan mengadopsi model pembelajaran Cooperative Learning tipe
CIRC untuk melatih siswa meningkatkan ketrampilannya dalam
menyelesaikan soal cerita matematika, langkah- langkah yang diterapkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa (Learning Society)
yang heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa.
2. Guru memberikan LKS dan Soal diskusi yang telah disusun berdasarkan
langkah-langkah penyelesaian masalah dalam soal cerita matematika
kepada setiap siswa dalam kelompok yang sudah terbentuk.
3. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian
kegiatan CIRC yang spesifik sebagai berikut.
a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling
membaca soal cerita tersebut.
29
b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita termasuk
menuliskan yang ditanyakan dengan suatu variabel tertentu.
c) Saling membuat rencana penyelesaian soal cerita.
d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut.
e) Menyerahkan hasil tugas kelompok kepada guru.
4. Setiap kelompok bekerja berdasarkan serangkaian kegiatan pola CIRC
(team study). Guru berkeliling mengawasi kerja kelompok.
5. Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor
kepada guru tentang hambatan yang dialami oleh anggota kelompoknya.
Jika diperlukan, guru dapat memberi bantuan kepada kelompok secara
proporsional.
6. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota
kelompok telah memahami, dan dapat mengerjakan soal cerita yang
diberikan guru.
7. Guru meminta perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan
temuannya di depan kelas.
8. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilisator jika diperlukan.
9. Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa
kembali ketempat duduknya masing-masing.
10. Menjelang akhir waktu pembelajaran, guru dapat mengulang secara
klasikal tentang strategi pemecahan soal cerita.
11. Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan kompetensi yang
diperlukan.
Keterlibatan setiap siswa untuk belajar secara aktif merupakan salah
satu indikator keefektifan belajar. Dengan demikian, siswa tidak hanya
menerima saja materi pengajaran yang diberikan guru, melainkan siswa juga
berusaha menggali dan mengembangkan sendiri dalam kelompoknya. Hal
ini diperkuat dengan pendapat Eggen dan Kauchack yang menulis bahwa
“Effective learning occur when students are actively involved in organizing
and finding relationships in the information”.
30
4. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
a. Kemampuan Matematika Siswa
Kemampuan dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya
kesanggupan, kecakapan, kekuatan seseorang dalam melakukan sesuatu.
Kemampuan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesanggupan
atau kecakapan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika yang
diukur menggunakan tes matematika berbentuk soal cerita.
Pada kurikulum matematika berbasis kompetensi ada beberapa
tuntutan kemampuan matematika bagi siswa diantaranya siswa harus
mampu memecahkan masalah (problem solving), melakukan penalaran
(reasoning) dan mengkomunikasikan secara matematika (mathematical
communication).30 Menyelesaikan soal cerita matematika merupakan salah
satu kemampuan pemecahan masalah.
Senada dengan itu National Council of Teacher of Mathematics
(NCTM, 2000) menyatakan bahwa memusatkan pembelajaran matematika
seputar pemecahan masalah dapat membantu siswa dalam mempelajari
konsep-konsep utama, keterampilan-keterampilan utama dalam berbagai
konteks yang dapat memberikan motivasi. Dimana dalam pemecahan
masalah menggunakan situasi nyata dalam mempergunakan konsep dan
keterampilan baru kepada siswa dalam materi yang mengutamakan aplikasi
seperti yang terdapat pada soal-soal cerita matematika.
Pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas yang penting dalam
kegiatan belajar matematika, selain menuntut siswa untuk berpikir juga
menuntut siswa lebih aktif. Oleh karena itu untuk memecahkan masalah
matematika yang berkaitan dengan soal cerita dapat digunakan model
pembelajaran kooperatif karena dengan berkelompok siswa dapat aktif dan
berdiskusi untuk menyelesaikan soal cerita tersebut. Langkah-langkah yang
diambil untuk menyelesaikan soal cerita matematika pada penelitian ini
menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu kemampuan
memahami persoalan (menentukan kalimat yang diketahui dan ditanyakan 30 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional, Dr.Wahyudin, . . . , hlm 32
31
dalam soal), kemampuan membuat rencana atau cara untuk
menyelesaikannya, kemampuan menjalankan rencana dan melihat kembali
apa yang telah dilakukan (memeriksa kembali).
Dengan demikian, kemampuan awal yang harus dimiliki siswa untuk
menyelesaikan soal cerita adalah:
1) Kemampuan menentukan hal yang diketahui dan ditanyakan dalam soal.
2) Kemampuan membuat model matematika
3) Kemampuan melakukan komputasi
4) Kemampuan menginterpretasikan hasil yang diperoleh dari model
matematika ke permasalahan semula.
Menurut Tim Matematika Depdikbud (Suharyono, 1996) tiap soal
cerita dapat diselesaikan sebagai berikut:31
1) Membaca soal tersebut dan memikirkan hubungan antara bilangan-
bilangan dalam soal.
2) Menuliskan kalimat matematika yang menyatakan hubungan
tersebut dalam bentuk operasi bilangan.
3) Menyelesaikan kalimat matematika.
4) Menggunakan hasil penyelesaian untuk menjawab penyelesaian
dalam soal.
Beberapa keterampilan untuk meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah dalam soal cerita diungkapkan oleh Erna sebagai
berikut:
1) Memahami soal: memahami dan mengidentifikasi apa yang diketahui,
apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari atau dibuktikan.
2) Memilih pendekatan atau strategi pemecahan :
Misalnya masalah dalam bentuk diagram, memilih dan menggunakan
pengetahuan aljabar yang diketahui dan konsep yang relevan untuk
membentuk model atau kalimat matematika.
31 Suharyono, Strategi Belajar Matematika, (Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1996), http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library.
32
3) Menyelesaikan model: melakukan operasi hitung secara benar dalam
menerapkan strategi, untuk mendapat solusi dari masalah.
4) Menafsirkan model: menerjemahkan hasil operasi hitung dari model atau
kalimat matematika untuk menentukan jawaban dari masalah semula.32
Dalam menghadapi soal cerita matematika, siswa harus melakukan
analisis dan interpretasi informasi sebagai landasan untuk menentukan
pilihan dan keputusan, dalam membaca soal, siswa harus membaca secara
perlahan-lahan berhenti pada akhir penalaran.
b. Soal Cerita Matematika
Dalam kamus besar bahasa Indonesia soal diartikan sebagai apa yang
menuntut jawaban dan sebagainya (pertanyaan dalam hitungan) atau hal
yang harus dipecahkan. Sedangkan cerita diartikan sebagai tuturan yang
membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian dan
sebagainya) atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau
penderitaan orang baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun rekaan
belaka atau lakon yang diwujudkan atau pertunjukkan dalam gambar hidup.
Soal cerita adalah soal yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
(contextual problem).
Berkaitan dengan matematika Tapilouw mengartikan soal cerita
adalah bentuk soal matematika yang dinyatakan dalam bentuk kalimat yang
perlu diterjemahkan dalam bentuk notasi kalimat matematika.33 Menurut
Teguh soal cerita matematika adalah soal matematika yang diungkapkan
melalui kalimat yang bermakna. Kebermaknaan berarti soal tersebut
mengandung masalah yang menuntut pemecahan masalah.34 Sehingga dapat
diartikan bahwa soal cerita matematika adalah soal matematika yang
32 Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), hlm. 28-29. 33 Tapilouw, Pengajaran Matematika di Sekolah Dasar dengan pendekatan CBSA, (Bandung: Sinar Baru, 1991) dalam Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Kemasyarakatan, Vol.3, No.1, Januari-Juni 2008, hlm.108 34 Winihasih, Sekolah Dasar dalam Kajian Teori dan Praktik Pendidikan. (Malang: UNM, 2001), hlm.55
33
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta memuat masalah yang
menuntut pemecahan soal.
Sedangkan menurut Lia, soal cerita dalam matematika adalah soal
yang disajikan dalam bentuk kalimat sehari-hari dan umumnya merupakan
aplikasi dari konsep matematika yang dipelajari.35 Soal cerita mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1) Soal dalam bentuk ini merupakan suatu uraian yang memuat beberapa
konsep matematika sehingga siswa ditugaskan untuk merinci konsep-
konsep yang terkandung dalam soal tersebut.
2) Umumnya uraian soal merupakan aplikasi konsep matematika
dalam kehidupan sehari-hari/keadaan nyata/real world, sehingga siswa
seakan-akan menghadapi kenyataan sebenarnya.
3) Siswa dituntut menguasai materi tes dan bisa mengungkapkannya
dalam bahasa tulisan yang baik dan benar.
4) Baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan yang telah
dimiliki siswa dengan materi yang sedang dipikirkannya.
Ralph Schwarkoph dalam Antologi menyatakan bahwa “soal cerita
sebagai kebutuhan terjemahan antara dunia nyata (real world) dan
matematika, dua bingkai tentang pemecahan soal cerita: di satu sisi ada ‘real
world’ tersusun, memberi suatu pemahaman sehari-hari tentang soal cerita.
Pada sisi lain adalah ‘matematika’ tersusun, mungkin dalam bentuk
pertanyaan atau konteks dari pelajaran matematika. Untuk menyelesaikan
soal cerita, para siswa akan menghubungkan pengetahuan yang terbentuk
dari dua hal tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa soal cerita
adalah suatu kalimat yang menceritakan suatu masalah dalam kehidupan
sehari-hari dalam bahasa verbal yang mengandung suatu pertanyaan yang
harus dipecahkan. Soal cerita matematika biasanya berbentuk essay yang
permasalahannya seperti terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
35 Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Cet.I. (Jakarta: PIC UIN, 2007), hlm.48
34
siswa dituntut mengorganisasi sendiri jawaban yang diinginkan. Soal bentuk
cerita biasanya memuat pertanyaan yang menuntut pemikiran dan langkah-
langkah penyelesaian secara sistematis. Hal ini menurut sebagian kalangan
siswa menjadi kendala baik dari kemampuan menangkap makna kalimat
maupun kemampuan mengetahui prosedur penyelesaiannya. Dengan
demikian soal cerita dapat dikategorikan sebagai masalah bagi sebagian
besar siswa.
c. Aspek-aspek Soal Cerita Matematika
Menurut Suharsimi dalam soal biasanya digunakan tiga buah aspek
soal cerita: aspek ingatan, aspek pemahaman, dan aspek aplikasi yang
banyak digunakan di sekolah.36
1) Aspek ingatan
Diharapkan siswa mengingat hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan
dalam ingatan yang meliputi fakta, kaidah, prinsip, serta metode yang
diketahui.
2) Aspek pemahaman
Siswa mampu menerapkan makna dari bahasa yang dipelajari, mengubah
yang disajikan dalam bentuk kata-kata ke dalam bentuk rumus
matematika.
3) Aspek Aplikasi
Siswa mampu menerapkan suatu kaidah, rumus dan metode bekerja pada
suatu kasus atau masalah yang kongkret dan baru.
Penyajian soal matematika dalam bentuk cerita mempunyai beberapa
kelebihan,37 diantaranya:
1) Soal dapat disajikan dalam tipe subjektif dan objektif.
2) Soal dalam bentuk ini dapat digunakan untuk menilai proses berpikir
siswa sekaligus hasil akhirnya.
36 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm.185 37 Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Cet.I. (Jakarta: PIC UIN, 2007), hlm.48-49
35
3) Meningkatkan kreativitas dan aktivitas siswa, karena soal cerita menuntut
siswa berpikir secara sistematik dan mengaitkan fakta-fakta yang relevan.
4) Siswa akan mengetahui kegunaan dari konsep matematika yang
dipelajarinya, karena diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Disamping kelebihan soal cerita, adapula kelemahan dari soal cerita
diantaranya:
1) Perlu kajian secara mendalam dan cermat sebelum menentukan jawaban
sehingga siswa terpaku pada pokok masalah yang cukup panjang dan
kompleks.
2) Memerlukan waktu yang relatif lama dalam mengerjakannya.
3) Bahasa dan kalimat yang digunakan kadang-kadang kurang tepat (tidak
efisien dan efektif).
Dengan melihat karakteristik, kelebihan, dan kekurangan dari soal
cerita, maka untuk menyelesaikan soal-soal dalam bentuk ini, siswa dituntut
untuk memahami, mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal
cerita. Dengan kata lain, soal-soal cerita dalam matematika merupakan
masalah yang perlu diselesaikan agar siswa tidak terus menerus mengalami
kesulitan.
Ketidakmampuan siswa dalam memahami setiap kondisi yang dituntut
dalam sebuah cerita ini sering menjadi sebab soal cerita menjadi masalah
bagi siswa baik ditingkat Sekolah Dasar bahkan sampai Sekolah Menengah
Atas. Soal cerita kurang dikuasai siswa disebabkan karena siswa kurang
cermat membaca dan kurang memahami kalimat demi kalimat, kemudian
bagaimana cara menyelesaikan soal secara tepat, benar, dan sistematis.
Seringkali sejumlah siswa yang telah memahami materi matematika secara
teoritis mengalami kesulitan ketika soal disajikan dalam bentuk soal cerita.
Banyak masalah yang berkaitan dengan perhitungan-perhitungan
aritmatika tambah, kurang, kali dan bagi dalam dunia kita sehari-hari.
Sebagai seorang guru matematika kita harus bisa mengangkat masalah ini
menjadi suatu bentuk pemecahan masalah dalam pelajaran matematika di
36
kelas. Aritmatika sosial meliputi bidang perdagangan, kependudukan, dan
populasi serta masalah lain antar manusia yang membutuhkan aritmatika
seperti perbankan, pajak, jasa dan lain-lain. Untuk mengangkat problem
sehari-hari tentang aritmatika sosial pada soal-soal di kelas biasanya
digunakan bentuk soal cerita.38 Dimana kemampuan memecahkan bentuk
soal semacam ini harus dimiliki oleh siswa dengan banyak berlatih
memahami, memodelkan, menyelesaikan dan menginterpretasikan hasil
(solusi) yang diperoleh.
Soal-soal yang dapat dibuat dalam dunia perdagangan untuk tingkat
SMP antara lain: jual-beli, diskon, bunga bank, pph (pajak pertambahan
nilai), berat kotor (bruto), berat bersih (netto), keuntungan, kerugian, biaya
produksi dan lain-lain.
Contoh soal cerita matematika pokok bahasan Aritmatika Sosial.
Harga beli satu ekor ayam adalah Rp. 25.000,- Ibu Sri membeli 25
ekor dan menjualnya sehingga memperoleh uang sebanyak Rp. 675.000,-.
Apakah Ibu Sri memperoleh keuntungan atau kerugian?
Yang diketahui dan ditanyakan dalam soal adalah:
Diketahui : Harga Beli (HB) 1 ekor ayam Rp.25.000,-
Ibu Sri membeli 25 ekor ayam
Harga jual (HJ) 25 ekor ayam Rp. 675.000,-
Ditanya : Untung atau rugi Ibu Sri?
Langkah-langkah untuk menyelesaikan soal:
Jika, keseluruhan HJ > keseluruhan HB,
maka U=keseluruhan HJ – keseluruhan HB.
Jika, keseluruhan HB > keseluruhan HJ,
maka R=keseluruhan HB – keseluruhan HJ.
38 Soemoenar dkk, Penerapan Matematika Sekolah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm.3.22
37
Menyelesaikan soal:
Keseluruhan HB = 25 x 25.000 = 625.000
Keseluruhan HJ = 675.000
Karena, keseluruhan HJ > keseluruhan HB, maka Ibu Sari memperoleh
keuntungan.
U = keseluruhan HJ – keseluruhan HB
= 675.000 – 625.000 = 50.000
Memeriksa kembali:
Keseluruhan HB = 625.000
Keseluruhan HJ = 675.000
U = Rp. 50.000
HJ = 625.000 + 50.000
= Rp. 675.000
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika adalah kesanggupan memecahkan
suatu masalah atau persoalan yang dituangkan dalam bahasa verbal yang
menguraikan suatu masalah dan mengandung suatu pertanyaan yang harus
dipecahkan dengan prosedur yang terpola, yaitu menyelesaikan masalah
matematika sesuai dengan konsep-konsep atau struktur-struktur matematika
yang telah didapat dan dipelajari. Dari uraian mengenai langkah-langkah
memahami soal cerita di atas yang paling pertama dilakukan dalam
menyelesaikan soal cerita adalah membaca soal sehingga siswa memahami
maksud dan isi soal tersebut. Oleh karena itu penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) dalam memahami suatu bacaan bisa dijadikan suatu cara
belajar untuk memahami maksud dan isi dalam soal cerita matematika.
38
5. Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan penguat penelitian tentang Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) Terhadap Kemampuan Penyelesaian Soal Cerita Matematika
peneliti mengutip penelitian yang relevan yaitu:
a. Hasil penelitian oleh Rosmala, 2008 tentang Penggunaan Strategi PQ4R
dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa
Menyelesaikan Soal Cerita. Kelompok eksperimen yang menggunakan
strategi PQ4R diperoleh nilai rata-rata 61,8 sedangkan untuk kelompok
kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional diperoleh nilai
rata-rata 55,2.
b. Hasil penelitian oleh Retno Sapardini yaitu meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VII SMP 2 Bae Kudus tahun pelajaran 2006/2007 pada materi
perbandingan melalui implementasi model pembelajaran Cooperative
Learning tipe CIRC. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII B
SMP 2 Bae Kudus dengan skor rata-rata yang dicapai 73,9 dengan
ketuntasan 75%.
B. Kerangka Berpikir
Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika
merupakan kompetensi hasil belajar matematika yang dituntut oleh kurikulum
2004. Dimana siswa harus mampu menginterpretasikan gagasan matematika
baik secara lisan, tertulis dan mendemonstrasikannya. Peningkatan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika tersebut
dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan dalam model
pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar perlu lebih menekankan
keterlibatan para peserta didik secara optimal. Salah satunya yaitu dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
Pembelajaran Cooperative merupakan strategi pembelajaran yang
mengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan berbeda dalam
kelompok-kelompok kecil. Untuk mencapai tujuan anggota kelompok harus
39
membantu satu sama lain untuk keberhasilan kelompoknya. Yang lebih
penting adalah mendorong kepada anggota lain untuk berusaha mencapai
tujuan yang maksimal. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap
kelompok saling bekerja sama dan berbagi tanggung jawab. Belajar dalam
kelompok kecil tipe CIRC para siswa saling menggunakan keterampilan
membaca, mendengar dan menulis untuk menginterpretasikan dan
mengevaluasi gagasan matematika dalam soal cerita. Dengan demikian siswa
dilatih untuk menggali dan mengembangkan materi dalam kelompoknya.
C. Perumusan Hipotesis
Sesuai dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan landasan
teori yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah :
Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara siswa yang
pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC lebih tinggi dibanding dengan siswa yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran konvensional.
40
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 238 Jakarta. Waktu
penelitian pada semester ganjil tahun ajaran 2010-2011 yaitu sekitar bulan
Oktober sampai dengan Nopember akhir.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Metode Quasi Eksperimen, yaitu
suatu metode penelitian berupa eksperimen semu dimana menggunakan
rancangan penelitian yang tidak dapat mengontrol secara penuh kondisi
penelitian. Metode ini hanya memungkinkan penelitian dengan kondisi yang
sudah ada. Untuk pelaksanaan diperlukan dua kelas dimana peneliti mengajar
di kelas eksperimen dengan pembelajaran kontekstual dan di kelas control
menggunakan pembelajaran tradisional.
Desain penelitian yang digunakan adalah randomized subjects post-test
only control group design.1
Tabel. 2
Desain Penelitian
Kelas Treatmen Test
(R)E XE T
(R)K XK T
Keterangan :
R : Pemilihan subjek secara random
XE : Perlakuan pada kelas eksperimen
XK : Perlakuan pada kelas kontrol
T : Tes akhir yang diberikan pada kedua kelas
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: alfabeta, 2010), hlm.85
41
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam
suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Adapun yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah:
1. Populasi target : Seluruh siswa SMP Negeri 238 Jakarta yang
terdaftar pada tahun ajaran 2010/2011.
2. Populasi terjangkau : Seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 238 Jakarta
yang terdaftar pada tahun ajaran 2010/2011.
Sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh yang
diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Peneliti menetapkan sampel
pada penelitian ini diambil kelas VII dari 6 kelas yang ada.
Untuk menentukan kelas mana yang terpilih sebagai kelas eksperimen
dan kelas mana yang terpilih menjadi kelas kontrol, peneliti menggunakan
pemilihan sampel secara Cluster Random Sampling. Cluster Random
Sampling digunakan bilamana populasi tidak terdiri dari individu-individu,
melainkan terdiri dari kelompok-kelompok individu dalam kluster. Setelah
dilakukan sampling terhadap 6 kelas yang ada, diperoleh sampel adalah kelas
VII-1 sebagai kelas eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC) dan kelas VII-3 sebagai kelas
kontrol (yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
konvensional).
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian dapat ditentukan:
1. Variabel bebas : Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
dalam pembelajaran matematika.
2. Variabel terikat : Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika.
42
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Data diperoleh dari tes kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika pada pokok bahasan Aritmatika Sosial, setelah pokok bahasan
tersebut selesai diajarkan. Tes diberikan pada kedua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen sebagai kelompok yang diberi model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dan kelompok kontrol sebagai kelompok yang
menggunakan pembelajaran secara konvensional.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes uraian
(essay) sebanyak 12 butir soal pada pokok bahasan aritmatika sosial. Tes
berbentuk soal cerita yang diberikan untuk mengetahui perbedaan
kemampuan menyelesaikan soal cerita antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Instrumen ini mengukur aspek kognitif yang meliputi pemahaman,
aplikasi dan analisis. Kriteria pemberian nilai kemampuan menyelesaikan
soal cerita matematika didasarkan pada keterampilan dalam menjawab soal
yaitu:
a. Menuliskan data yang diketahui dan ditanyakan dalam soal.
b. Menulis kalimat matematika yang benar.
c. Menuliskan dan menggunakan rumus yang sesuai.
d. Benar dalam melakukan perhitungan (menyelesaikan) soal.
e. Menyelesaikan soal secara urut dan sistematis langkah-langkahnya.
Tes yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas
agar ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sesuai, sehingga
betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Uji tes ini dilakukan satu
kali yaitu post-test untuk mengetahui kemampuan siswa menyelesaikan
soal cerita matematika setelah perlakuan. Sebelum digunakan tes tersebut
diuji coba terlebih dahulu untuk mengetahui apakah soal tersebut
memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas.
43
Uji coba instrumen tes dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Instrumen tes dikonsultasikan kepada Dosen Pembimbing dan kepada
guru bidang studi matematika di tempat penelitian. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui validitas teoritik dari instrumen tersebut.
b. Instrumen tes didiskusikan dengan beberapa teman Jurusan Pendidikan
Matematika untuk mengetahui apakah penggunaan bahasa dalam
instrumen tes sudah baik dan mudah dipahami.
c. Uji coba dilaksanakan di SMP Negeri 238 Jakarta kelas VIII-3.
Dari perhitungan uji validitas yang telah dilakukan dari 15 soal yang
diujikan diperoleh 12 soal valid dan 3 soal tidak valid.
Kisi-kisi Instrumen Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Standar Kompetensi : Menggunakan bentuk aljabar, Persamaan
dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel,
serta perbandingan dalam pemecahan
masalah.
Kompetensi Dasar : Menggunakan konsep aljabar dalam
pemecahan masalah aritmatika sosial yang
sederhana.
Tabel. 3
Kisi-kisi Instrumen Tes Menyelesaikan Soal Cerita
Indikator Aspek yang diukur Jumlah
Soal C2 C3 C4
Menghitung nilai keseluruhan, nilai per
unit dan nilai sebagian. 1,2 2
Menentukan harga pembelian, harga
penjualan, untung dan rugi dalam
kegiatan perdagangan.
3,4
2
44
Menentukan besar persentase untung
atau rugi dalam kegiatan perdagangan. 5,6 2
Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan harga pembelian dan harga
penjualan berdasarkan persentase
untung atau rugi.
7,8,9 3
Menghitung besar rabat atau diskon
dalam kegiatan perdagangan. 10,11 2
Menentukan bruto, tara, dan netto
dalam kegiatan perdagangan. 12 1
Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan harga pembelian atau harga
penjualan berdasarkan persentase
bruto, neto atau tara.
13 1
Menentukan besar bunga tabungan dan
pajak dalam kehidupan sehari-hari. 14,15 2
Jumlah 4 7 4 15
a) Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kesahihan instrument.2 Tes disebut valid apabila tes tersebut benar-
benar dapat mengungkap aspek yang diselidiki secara tepat, dengan
kata lain harus memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dalam
mengungkap aspek yang hendak di ukur.
Pengujian validitas dilakukan menggunakan rumus Product
Moment
2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm.168
45
Keterangan:
rxy : koefisien antara variabel X dan variabel Y
N : banyaknya siswa
X : skor item
Y : skor total
Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka harus
mengetahui hasil perhitungan rhit dibandingkan rtabel Product Moment
pada = 0,05. Jika hasil perhitungan maka soal tersebut
valid. Jika hasil penelitian rhit < rtabel maka soal tersebut dinyatakan
tidak valid.3
b) Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu
instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrument tersebut baik.4 Untuk menentukan
reliabilitas soal uraian, penulis menggunakan rumus Alpha:
Keterangan:
11r = reliabilitas yang dicari
n = banyaknya butir pertanyaan
2isS = jumlah varians skor tiap-tiap item
2ts = varians total
Rumus varians yang digunakan adalah :
3 Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.179 4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, . . . , hlm.178
46
c) Uji Taraf Kesukaran Soal
Soal yang baik adalah soal yang memuat ketiga kriteria yaitu:
sukar, sedang dan mudah. Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang
dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index).
Untuk mengukur taraf kesukaran soal digunakan rumus:
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.
Kriteria :
P = 0,00 – 0,30 = sukar
P = 0,30 – 0,70 = sedang
P = 0,70 – 1,00 = mudah
d) Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi
dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Keterangan:
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal
dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal
dengan benar
JA = banyaknya peserta pada kelompok atas
JB = banyaknya peserta pada kelompok bawah
47
Klasifikasi daya pembeda soal adalah sebagai berikut:
D = 0,00 – 0,20 : jelek
D = 0,20 – 0,40 : cukup
D = 0,40 – 0,70 : baik
D = 0,70 – 1,00 : baik sekali
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji
persyaratan analisis, yaitu:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan
adalah uji Liliefors.
Dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Urutkan sampel dari yang kecil ke yang besar dan tentukan rata-rata
data tersebut dengan mengelompokkan nilai yang sama
2) Tentukan nilai Zi dari masing-masing data dengan rumus:
S
XXZ i -=
Di mana:
Xi : data
: rata-rata data tunggal
S : simpangan baku
3) Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Zi berdasarkan
tabel Zi yang disebut F(Zi) dengan aturan:
Jika Zi > 0, maka F(Zi) = 0,5 + nilai tabel
Jika Zi < 0, maka F(Zi) = 1 – (0,5 + nilai tabel)
48
4) Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2, …, Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka
5) Hitung selisih F(Zi) dan S(Zi), kemudian tentukan harga mutlaknya.
6) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih
tersebut. Sebutlah harga terbesar ini Lhitung
7) Memberikan interpretasi, Lhitung dengan membandingkannya pada
Ltabel, Ltabel adalah harga yang diambil dari tabel harga kriitis uji
liliefors.
8) Mengambil kesimpulan berdasarkan harga Lhitung dan Ltabel yang telah
didapat. Apabila Lhitung < Ltabel maka sampel berasal dari populasi
distribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara
dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji
Fisher, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Tentukan hipotesis
2) Bagi data menjadi dua kelompok.
3) Cari nilai simpangan baku dari masing-masing kelompok.
4) Tentukan Fhitung dengan rumus5
==2
2
21
S
SF di mana
( )( )1
22
2
-
-= å å
nn
xxnS ii
5) Tentukan taraf nyata yang akan digunakan
6) Tentukan db pembilang (varians terbesar) dan db penyebut (varians
terkecil)
7) Tentukan kriteria pengujian:
a) Jika Fhitung < Ftabel maka H0 dierima, yang berarti varians kedua
populasi homogeny.
5 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), hlm. 249
49
b) Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak, yang berarti varians kedua
populasi tidak homogen.
2. Pengujian Hipotesis Penelitian
Jika sampel yang diteliti memenuhi uji prasyarat analisis maka untuk
menguji hipotesis, digunakan uji t dengan taraf signifikan α = 0,05.
Rumus uji t yang digunakan yaitu:6
21
21
11nn
S
XXt
+
-= di mana
( ) ( )2
11
21
222
2112
-+-+-
=nn
SnSnS
Keterangan:
1X : nilai rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen
2X : nilai rata-rata hasil belajar kelompok kontrol
n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen
n2 : jumlah sampel kelompok kontrol
21S : varians kelompok eksperimen
22S : varians kelompok kontrol
Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah:
Terima H0, apabila tabelhitung tt £
Tolak H0, apabila tabelhitung tt ³
G. Hipotesis Statistik
Hipotesis statitik dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
H0 : Hipotesis Nol 6 Sudjana, Metode Statistika, . . . , hlm.239
50
Ha : Hipotesis alternatif
: Rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
: Rata-rata kemempuan menyelesaikan soal cerita yang tidak
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
Setelah nilai thitung dihitung kemudian ditarik kesimpulan dengan
membandingkan besar thitung dengan ttabel dengan terlebih dahulu
menetapkan derajat kebebasannya. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak, jika
thitung ttabel maka H0 diterima.
45
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 238 Jakarta yang dilakukan
sebanyak sembilan kali pertemuan pembelajaran. Peneliti mengambil dua
kelas untuk dijadikan sebagai kelas penelitian. Sampel yang digunakan
sebanyak 66 siswa, 33 siswa kelas eksperimen dan 33 siswa kelas kontrol.
Pada penelitian ini kelas VII-1 sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition), sedangkan kelas VII-3 sebagai kelas
kontrol yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
Materi matematika yang diajarkan pada penelitian ini adalah Aritmatika
Sosial. Untuk mengetahui hasil belajar kedua kelas, setelah diberikan
perlakuan yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol lalu kedua
kelas tersebut diberikan tes akhir (post tes) yang sama. Sebelumnya, tes
tersebut diujicobakan terlebih dahulu kepada kelas selain kelas eksperimen
dan kelas kontrol yaitu kelas VIII tahun ajaran 2010-2011. Setelah dilakukan
uji coba instrumen selanjutnya tes tersebut dianalisis karakteristiknya
meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran butir soal dan daya pembeda
butir soal. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dari 15 soal essay
yang diuji cobakan diperoleh 12 butir soal yang valid dengan reliabilitas soal
sebesar 0,91. Dari perhitungan uji taraf kesukaran butir soal diperoleh 2 butir
soal dengan kriteria mudah, 9 butir soal dengan kriteria sedang dan 1 butir
soal dengan kriteria sukar. Sedangkan dari perhitungan uji daya pembeda
butir soal diperoleh 8 butir soal dengan kriteria cukup, 3 butir soal dengan
kriteria baik dan 1 butir soal dengan kriteria baik sekali.
Berdasarkan hasil tes kemampuan menyelesaikan soal cerita yang
diberikan kepada kedua kelas setelah delapan kali pembelajaran, maka
diperoleh data hasil belajar sebagai berikut:
52
1. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Kelas
Eksperimen
Berdasarkan tes yang diberikan pada kelas eksperimen yang di
dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif
learning tipe CIRC, maka diperoleh nilai terendah 29 dan nilai tertinggi
94. Data hasil tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika
yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen
Nilai Titik
Tengah
Frekuensi
Absolut Kumulatif Relatif (%)
29 – 39 34 4 4 12,12
40 – 50 45 6 10 18,18
51 – 61 56 5 15 15,15
62 – 72 67 5 20 15,15
73 – 83 78 7 27 21,21
84 – 94 89 6 33 18,18
Jumlah 33 100
Dari data tersebut diperoleh rata-rata ( ) sebesar 63,67;
Modus (Mo) sebesar 79,83; Median (Me) sebesar 64,8; Simpangan
Baku (s) sebesar 18,75; Varians (s2) sebesar 351,54 dengan jumlah
sampel (n) sebanyak 33 orang. Untuk hitungan selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran.
Secara visual data hasil tes menyelesaikan soal cerita matematika
pada kelas eksperimen dapat dilihat dalam histogram dan polygon
berikut ini:
53
F 10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
28,5 39,5 50,5 61,5 72,5 83,5 94,5
Interval Data
Gambar 1: Histrogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan
Soal Cerita Matematika Kelas Eksperimen.
Dari data tabel, histogram dan poligon distribusi frekuensi hasil
tes menyelesaikan soal cerita matematika di kelas eksperimen dapat
diinterpretasikan bahwa hampir 50% siswa memiliki nilai di atas rata-
rata. Ini menunjukkan hampir sebagian siswa di kelas eksperimen
dalam menyelesaikan soal cerita matematika khususnya materi
aritmatika sosial dapat memahami, menafsirkan dan menyelesaikan soal
cerita tersebut secara urut dan benar. Walaupun sebagian lagi masih
dibawah rata-rata, tetapi nilai rata-rata pada kelas eksperimen sudah
terlihat cukup baik.
2. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Kelas Kontrol
Berdasarkan tes yang diberikan pada kelas kontrol yang dalam
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional
diperoleh nilai terendah adalah 27 dan nilai tertinggi adalah 92. Untuk
54
lebih jelasnya data kemampuan menyelesaikan soal cerita kelas kontrol
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol
Nilai Titik
Tengah
Frekuensi
Absolut Kumulatif Relatif(%)
27 – 37 32 5 5 15,15
38 – 48 43 7 12 21,21
49 - 59 54 9 21 27,27
60 - 70 65 9 29 27,27
71 - 81 76 1 30 3,03
82 - 92 87 2 33 6,06
Jumlah 33 100
Selanjutnya hasil tes kelas kontrol diperoleh rentang nilai dari 27
sampai dengan 92 dengan rata-rata ( ) sebesar 54; Modus (Mo) sebesar
59,5; Median (Me) sebesar 54; Simpangan Baku (s) sebesar 14,81;
Varians (s2) sebesar 219,31; dengan jumlah sampel (n) sebanyak 33
orang.
Secara visual data hasil tes menyelesaikan soal cerita pada kelas
kontrol dapat dilihat dalam histogram dan polygon berikut ini
55
F 10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
26,5 37,5 48,5 59,5 70,5 81,5 92,5
Interval Data
Gambar 2: Histrogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan
Soal Cerita Matematika Kelas Kontrol.
Dari data pada tabel, histogram dan poligon distribusi frekuensi
hasil tes menyelesaikan soal cerita matematika kelas kontrol dapat
diinterpretasikan bahwa lebih dari 50% siswa memiliki nilai di atas
rata-rata. Nilai rata-rata tersebut tidak dapat dijadikan patokan karena
nilai rata-rata dari kelas kontrol masih kurang baik yaitu 54 dan nilai
modus maupun median masih kurang mendukung. Artinya masih
banyak siswa yang kurang memahami, menafsirkan dan menyelesaikan
soal cerita matematika secara urut dan benar.
Berdasarkan uraian mengenai kemampuan menyelesaikan soal
cerita matematika siswa kelas eksperimen dan kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas kontrol di atas,
terlihat adanya perbedaan. Untuk lebih memperjelas perbedaan hasil
belajar matematika antara kelas eksperimen (kelas yang dalam
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran koperatif tipe
56
CIRC) dengan kelas kontrol (kelas yang dalam pembelajarannya
menggunakan metode konvensional), dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6
Rekapitulasi Hasil Tes Matematika Kelas Eksperimen dan Kontrol
Perhitungan Statistik Kelas
Eksperimen Kontrol
Nilai Terendah 29 27
Nilai Terbesar 94 92
Mean 63.67 54
Median 64.8 54
Modus 79.83 59.5
Varians 351.54 219.31
Simpangan Baku 18.75 14.81
Berdasarkan tabel di atas perbandingan hasil tes kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika kelas eksperimen lebih tinggi
dari hasil tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika kelas
kontrol. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen yang lebih
tinggi daripada nilai rata-rata kelas kontrol. Sedangkan berdasarkan
hasil perhitungan simpangan baku pada kedua kelas tersebut,
simpangan baku pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada simpangan
baku kelas kontrol. Artinya penyebaran nilai pada kelas eksperimen
lebih heterogen daripada kelas kontrol, dan kemampuan siswa pada
kelas kontrol lebih merata daripada kelas eksperimen. Rentang nilai
siswa pada kelas eksperimen yaitu 44,9 < < 82,4 dan pada kelas
kontrol rentang nilai siswa yaitu 39,1 < < 68,8. Artinya kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika kelas eksperimen lebih baik
daripada kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika kelas
kontrol.
57
B. Pengujian Prasyarat Analisis
Sesuai dengan persyaratan analisis, maka sebelum dilakukan pengujian
hipotesis perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadaap data hasil
penelitian. Uji persyaratan analisis yang harus dipenuhi adalah Uji Normalitas
dan Uji Homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah
sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Uji Normalitas yang digunakan adalah Uji Lilifors, dari hasil
pengujian untuk kelas eksperimen diperoleh Lhitung atau L0 sebesar
0,1227. Dari tabel harga kritis Uji Lilifors didapat harga Lt untuk n = 33
pada taraf signifikan = 0,05 adalah 0,154. Karena L0 lebih kecil dari
Lt (0,1227<0,154), maka dapat disimpulkan bahwa data kelas
eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh Lhitung atau L0 sebesar
0,1193. Dari tabel harga kritis Uji Lilifors didapat harga Lt untuk n = 33
pada taraf signifikan = 0,05 adalah 0,154. Karena L0 lebih kecil dari
Lt (0,1193 < 0,154), maka dapat disimpulkan bahwa data kelas kontrol
juga berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Tabel 7
Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Variabel Jumlah
Sampel
Taraf
Signifikan
Lhitung
(L0)
Ltabel
(Lt)
Keterangan
Kelas Eksperimen 33 0,05 0,1227 0,154 Normal
Kelas Kontrol 33 0,05 0,1193 0,154 Normal
2. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas yang digunakan adalah Uji Fisher. Dari hasil
perhitungan distribusi frekuensi diperoleh varians (s2) terkecil sebesar
58
219,31, sedangkan varians (s2) terbesar adalah 351,54. Setelah
dilakukan pengujian diperoleh Fhitung sebesar 1,60. Dari tabel Uji Fisher
didapat Ftabel untuk pembilang dan penyebut = 32 adalah 1,82. Karena
Fhitung lebih kecil atau sama dengan Ftabel (1,60 1,82), maka dapat
disimpulkan bahwa data dari kedua kelas tersebut (kelas eksperimen
dan kelas kontrol) memiliki varians yang homogen atau sama. Uji
homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8
Uji Homogenitas
Varians Taraf
Signifikan Fhitung Ftabel Keterangan Kelas
Eksperimen
Kelas
Kontrol
351,54 219,31 0,05 1,60 1,82 Varians data
Homogen
C. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji persyaratan analisis selanjutnya dilakukan
pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelas
eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelas kontrol yang dalam
pembelajarannya menggunakan metode konvensional, untuk pengujian
tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut:
Keterangan :
H0 : Hipotesis Nol
Ha : Hipotesis alternatif
59
: Rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
: Rata-rata kemempuan menyelesaikan soal cerita yang tidak
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
Pengujian hipotesis tersebut diuji dengan uji-t. Berdasarkan uji
prasyarat yang telah dilakukan, diperoleh dua kelompok yang berdistribusi
normal dan homogen, maka uji-t yang digunakan adalah:
Dengan taraf signifikan 0,05 dan db = 64, maka pada thitung diperoleh
2,32 dan ttabel sebesar 1,67. Dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9
Uji-t
Db thitung ttabel Kesimpulan
64 2,32 1,67 H0 ditolak
Berdasarkan tabel terlihat thitung > ttabel (2,32 > 1,67), hal ini menjelaskan
bahwa H0 ditolak atau Ha diterima. Bararti terdapat perbedaan nilai rata-rata
hasil tes menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative
Integrated Readning and Composition) dengan siswa yang menggunakan
model pembelajaran konvensional. Dengan demikian ini bisa menguji
kebenaran hipotesis yaitu : kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita matematika yang diajarkan dengan model pembelajaran CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition) lebih tinggi daripada
siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
D. Pembahasan
Dari hasil uji hipotesis di atas diperoleh bahwa H0 ditolak. Dengan
demikian, Hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa rata-rata
60
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition) lebih tinggi daripada
siswa yang belajar tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC (konvensional) diterima pada taraf 5%.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian didapat juga bahwa kelas
eksperimen yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
CIRC memiliki nilai rata-rata sebesar 63,67. Kebanyakan nilai siswa berada
dalam interval 73-83 atau sebesar 21,21%. Sedangkan kelas kontrol yang
diberi perlakuan dengan metode konvensional memiliki nilai rata-rata 54.
Kebanyakan nilai siswa berada dalam interval 49-59 dan 60-70 atau sebesar
27,27%. Dari nilai rata-rata kedua kelas terdapat perbedaan yang signifikan
antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol yang artinya ada perbedaan
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara kedua kelas.
Adanya kelas kontrol sebagai pembanding memperkuat bahwa kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih efektif.
Beberapa faktor pendukung perbedaan rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol, diantaranya :
1. Proses Pembelajaran di Kelas
Ketika proses pembelajaran di kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) tugas siswa adalah membaca soal cerita, membuat prediksi
penyelesaian dan menyelesaikan soal cerita matematika secara teoritis dan
urut secara berkelompok. Setiap siswa dalam kelompok bekerjasama dan
saling merevisi pekerjaan tugas kelompok. Setiap ketua kelompok
membantu anggota kelompoknya yang mengalami kesulitan, sehingga
kesulitan siswa dalam memahami soal cerita matematika dapat berkurang.
Sebagian besar siswa dalam kelas eksperimen juga lebih bersemangat, ini
disebabkan pembagian kelompok yang merata yaitu dalam satu kelompok
61
terdapat siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sehingga dapat
saling membantu untuk lebih memahami soal cerita matematika khususnya
materi aritmatika sosial. Akan tetapi masih ada beberapa siswa dalam
kelompoknya yang hanya mengandalkan teman yang pintar, untuk itu
peneliti meminta siswa tersebut yang mewakili kelompoknya untuk
mempresentasikan hasil diskusinya sehingga ada usaha siswa tersebut
untuk mau bertanya pada teman yang lebih pintar dalam kelompoknya.
Sedangkan pada proses pembelajaran di kelas kontrol yang
menggunakan metode konvensional siswa terlihat pasif dan hanya
mendengarkan penjelasan dari guru, sehingga siswa lebih lambat untuk
memahami materi aritmatika sosial. Hal ini berakibat siswa kesulitan
dalam menyelesaikan soal cerita matematika karena tidak memahami
masalah atau maksud dari soal tersebut. Kelas hanya didominasi oleh
siswa yang pintar, dan siswa lebih cenderung menghafal bentuk atau
kalimat dalam soal cerita matematika.
2. Pemberian LKS dan Soal Diskusi
Pada kelas eksperimen setiap pertemuan masing-masing siswa
diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dapat membantu dan
mengarahkan siswa untuk memahami, menafsirkan dan menyelesaikan
soal cerita matematika. Ada beberapa langkah dalam mengerjakan LKS
tersebut yang harus didiskusikan secara berkelompok. Langkah-langkah
menyelesaikan soal cerita dalam LKS telah diformat sehingga siswa pada
kelas eksperimen terbiasa dengan mengikuti langkah-langkah dalam
menjawab soal.
Setelah semua langkah menyelesaikan soal cerita pada LKS
diselesaikan, maka guru bersama siswa membahas LKS tersebut. Lalu
guru memberikan soal diskusi sebanyak satu sampai dua soal yang harus
didiskusikan lagi bersama kelompoknya, dimana langkah-langkah
menyelesaikannya sama dengan menyelesaikan LKS. Terakhir, salah satu
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. dari soal
62
diskusi tersebut peneliti akan memberi poin bagi kelompok yang
menjawab soal cerita secara urut dan benar. Setiap kelompok seperti
berlomba untuk memperoleh poin tersebut sehingga memberikan motivasi
bagi kelompok untuk menjawab soal cerita secara urut dan benar.
Tiap-tiap langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa, meningkatkan
kemampuan penalaran, meningkatkan aktivitas belajar dan komunikasi
siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita matematika. Karena penelitian dilakukan di sekolah yang tidak ada
pengklasifikasian kelas, maka hanya siswa yang memiliki kemampuan
lebih cepat yang dapat langsung mengikuti proses pembelajaran,
sedangkan siswa lain masih merasa tegang dan lebih banyak diam saat
pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
Berbeda dengan kelas kontrol, sampai akhir pertemuan siswa masih
kurang aktif dan jarang sekali siswa yang bertanya jika ia belum mengerti.
Pembelajaran di kelas kontrol, siswa tidak diberikan LKS hanya diberikan
soal latihan yang ada pada buku paket setelah guru selesai menjelaskan.
Sehingga siswa tidak terbiasa dalam menjawab soal harus
mengidentifikasi diketahui, ditanya, dan dijawab.
Dilihat dari hasil pekerjaan soal latihan yang siswa kerjakan secara
mandiri setiap selesai dijelaskan, hasilnya belum memuaskan. Banyak
siswa yang nilainya jelek. Ini disebabkan siswa belum paham dan mereka
enggan bertanya baik kepada guru ataupun teman mereka. Pekerjaan
latihan soal pun masih selalu terpaku dengan contoh-contoh soal yang
diberikan guru, sehingga jika soalnya diubah sedikit siswa mulai tidak
paham. Kelas hanya didominasi oleh siswa yang pintar, siswa lebih
cenderung menghafal bentuk atau kalimat dalam soal cerita, siswa
mengalami kesulitan dalam memahami soal dan membuat kalimat
matematikanya, sehingga siswa lebih lambat ketika menyelesaikan soal
cerita.
63
3. Cara Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Dari hasil post test menyelesaikan soal cerita matematika pokok
bahasan Aritmatika sosial, kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita
matematika dapat dilihat dari bagaimana cara siswa menyelesaikan soal
tersebut. Perbedaan cara menyelesaikan soal cerita antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol didasarkan pada pemahaman memaknai isi
soal cerita matematika dan urutan mengerjakan soal secara sistematis.
Dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Pemahaman memaknai isi soal cerita matematika
Pada Soal no. 3
“Ucok membeli seekor kelinci seharga Rp15.000,00. Kemudian kelinci
itu dijual kepada Pak Togar seharga Rp.18.000,00. Berapa persen
keuntungan atau kerugian Ucok?”
Cara menjawab siswa kelas kontrol :
Cara menjawab siswa kelas eksperimen :
Soal No.3 ini tergolong soal mudah tapi rata-rata jawaban siswa pada
kelas kontrol seperti di atas. Siswa langsung membagi harga jual dan
harga beli lalu dikali 100%. Seharusnya siswa mencari nilai untungnya
terlebih dahulu setelah itu dibagi dengan harga beli lalu dikali 100%
seperti jawaban siswa pada kelas eksperimen. Pada dasarnya caranya
memang dibagi lalu dikali 100%. Akan tetapi siswa pada kelas kontrol
64
tidak paham apa yang harus dibagi dan dikali 100%. Hal ini mungkin
disebabkan siswa hanya menghapal rumus dan contoh-contoh soal yang
pernah diajarkan guru di dalam kelas sehingga ia tidak terlalu paham
dengan isi soal cerita.
Pada Soal No.6
“Risma menjual sepedanya dengan harga Rp315.000,00. Dari hasil
penjualan tersebut risma mendapat untung 5%. Berapakah harga awal
Risma membeli sepeda?”
Cara menjawab siswa kelas kontrol:
Cara menjawab siswa kelas eksperimen:
Soal No.6 adalah soal yang tidak biasa siswa temui ketika dalam kelas
baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen. Biasanya yang
diketahui dalam soal adalah harga beli dan persentase untung lalu
ditanyakan harga jual, tetapi pada soal no.6 terbalik yang diketahui
harga jual dan persentase untung lalu ditanyakan harga beli. Dalam hal
ini dituntut ketelitian dan kepahaman siswa dalam membaca soal serta
mampu menyelesaikan soal dengan benar. Siswa di kelas eksperimen
65
yang dalam pembelajarannya diberikan LKS mampu menyelesaikan
soal tersebut karena sudah terbiasa dengan soal yang dibalik. Salah satu
langkah ketika mengerjakan LKS siswa harus ‘memeriksa kembali’
yang pada langkah ini jawaban yang didapat dibalik menjadi soal dan
soal harus menjadi jawaban. Sedangkan pada kelas kontrol jawaban
siswa hanya terpaku pada contoh soal yang diberikan guru, sehingga
ketika soal itu dibalik siswa menjawab dengan cara yang biasa
dilakukan pada contoh soal.
b. Urutan mengerjakan soal cerita
Pada Soal no.1
“Pak Sandi membeli 2 lusin pensil seharga Rp36.000,00. Berapa
rupiahkah harga tiga buah pensil tersebut?”
Jawaban siswa kelas kontrol :
Jawaban siswa kelas eksperimen :
Hasil dari kedua jawaban di kelas kontrol memang benar, akan tetapi
cara menyelesaikan soal tidak sistematis yaitu siswa langsung menulis
jawaban dan tidak menggunakan keterangan. Jawaban kelas kontrol
langsung “36.000 : 24 = ...”, seharusnya seperti jawaban pada kelas
eksperimen “ Harga 1 pensil = 36.000 : 24 = ......” jadi terlihat jelas
66
keterangan angka-angkanya. Selain itu ada beberapa siswa yang tidak
menuliskan apa yang ditanyakan dalam soal. Contohnya seperti
jawaban kelas kontrol pada soal no.3 di atas yaitu hanya menuliskan
diketahui dan jawab. Akibatnya siswa salah dalam memahami dan
menjawab soal. Hal ini disebabkan siswa pada kelas eksperimen setiap
pertemuan diberikan lembar jawaban yang telah diformat dalam LKS
sehingga terbiasa mengikuti langkah-langkah dalam menjawab soal.
Sedangkan di kelas kontrol setiap latihan soal tidak diberikan lembar
jawaban yang berisi format cara menyelesaikan soal cerita tetapi hanya
diberikan penjelasan guru pada saat menyelesaikan soal. Sehingga
siswa lupa karena tidak terbiasa dalam menjawab soal harus
mengidentifikasi diketahui, ditanya, dan jawab.
Cara menyelesaikan soal cerita matematika yang dikerjakan siswa dari
kelas eksperimen maupun kelas kontrol seperti dipaparkan di atas hanya
sebagian contoh dari hasil post test siswa. Secara keseluruhan hasil
pengamatan peneliti mendapatkan 84% siswa di kelas eksperimen sedangkan
di kelas kontrol hanya 52% siswa yang telah mampu memahami makna dari
isi soal cerita dan mampu mengerjakan soal cerita secara urut dan sistematis.
Dari uraian-uraian di atas, menunjukkan bahwa kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika khususnya pada materi aritmatika
sosial dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
terlihat siswa mampu menyelesaikan soal cerita matematika secara urut dan
sistematis. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC sangat cocok dipakai dalam menyelesaikan soal cerita
matematika.
E. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah
dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal.
Kendati demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan
67
sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan
diantaranya:
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada pokok bahasan Aritmatika Sosial saja,
sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.
2. Keaktifan dan partisipasi siswa yang masih kurang, hal ini dijelaskan
karena mereka asing terhadap proses pembelajaran yang dilakukan
dengan model pembelajaran kooperatif learning tipe CIRC.
3. Kurangnya waktu yang diberikan sehingga diperlukan persiapan yang
lebih baik lagi agar siswa dapat terkontrol secara maksimal.
4. Kemampuan berhitung siswa masih rendah sehingga cukup menghambat
jalannya proses pembelajaran selama penelitian.
5. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika. Variabel lain seperti minat,
motivasi, intelegensi, lingkungan belajar, dan lain-lain tidak terkontrol.
Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi variabel lain di luar
variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini.
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika khususnya pada materi aritmatika
sosial dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
sebanyak 84% siswa telah mampu menyelesaikan soal cerita matematika
secara urut dan sistematis. Siswa juga mampu memahami, menafsirkan dan
menyelesaikan soal cerita matematika.
Sedangkan dengan menggunakan model pembelajaran biasa
(konvensional), hanya 52% siswa yang telah mampu menyelesaikan soal
cerita secara urut dan mampu memahami makna dari isi soal cerita.
Selebihnya masih harus selalu dibimbing dalam setiap langkah untuk
menyelesaikan soal cerita dan siswa belum mampu menafsirkan sendiri isi
dari soal cerita tersebut.
Berdasarkan perhitungan uji hipotesis menggunakan uji-t, diperoleh
harga thit = 2,32 dan ttab= 1,67. Karena thitung > ttabel (2,32 > 1,67), maka H0
ditolak atau Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada rata-rata
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang menggunakan
model pembelajaran konvensional.
B. Saran-saran
Dari kesimpulan di atas peneliti ingin memberikan saran-saran untuk
membantu keberhasilan proses pembelajaran matematika dapat tercapai.
Saran-saran tersebut diantaranya:
1. Bagi guru, hendaknya dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi yang
69
berkaitan dengan soal cerita matematika. Terbukti model pembelajaran ini
mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika.
2. Bagi siswa, hendaknya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat
dijadikan teknik untuk mempermudah dalam memahami konsep materi
pembelajaran khususnya dalam menyelesaikan soal cerita matematika.
3. Dalam proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC diharapkan guru dan siswa dapat
bekerjasama untuk mewujudkan kondisi belajar yang diharapkan. Guru
sebaiknya bertindak sebagai fasilitator sedangkan siswa harus bersikap
aktif dan kreatif.
4. Hendaknya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat dijadikan
pertimbangan untuk lebih menciptakan suasana pembelajaran matematika
yang baru dan menyenangkan.
70
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta:Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara Bahri Djamarah, Syaiful. 2002. Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta Dwirahayu, Gelar dkk. 2007. Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan
Matematika Dasar, Cet.I. Jakarta: PIC UIN Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara Jakarta Post. Indonesia sabet emas lagi di Olympiade Matematika.
http://www.cha/jpnn. 14 Juli 2010, 21.55 WIB Jihad, Asep. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran. Vol.3. No.1. Desember 2006.
Universitas Pendidikan Ganesha. Kholik Adinawan, M dan Sugijono. 2007. Matematika untuk SMP/MTs kelas VII
Semester I. Jakarta : Erlangga. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi,
Bandung;Refika Aditama Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional. Prof. Dr. Utari Sumarmo. 2002.
Alternatif Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional. Dr. Wahyudin. Matematika dan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: UPI Roestiyah, N.K. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sharan, Shlomo. 2009. Handbook of Cooperative Learning. Yogyakarta:
Imperium Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta
71
Slavin. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media Sobry Sutikno, M. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Prospect Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Sudjono, Anas. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada Soemoenar dkk. 2008. Penerapan Matematika Sekolah. Jakarta: Universitas
Terbuka Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan
Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Depdiknas Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: alfabeta Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: UPI Sutardi, Didi. 2007. Pembaharuan dalam Pembelajaran Matematika. Bandung:
UPI PRESS Suwangsih, Erna. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS Suyatno. 2009. Menjelajah pembelajaran inovatif, Surabaya: Masmedia Buana Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC”
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010) Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed.3.
Cet.2. Jakarta: Balai Pustaka Trianto. 2007. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Prestasi Pustaka Yatim Riyanto. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi
Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana
http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-konvensional