pengaruh pemberian ekstra biji kakao (theobroma cacao

46
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (mus Mucukus) YANG DI INDUKSI PARASETAMOL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Khrestyawan L G0006105 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO

(Theobroma Cacao) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (mus Mucukus) YANG DI INDUKSI PARASETAMOL

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Khrestyawan L G0006105

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

Page 2: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ginjal merupakan organ utama dalam ekskresi produk sisa

metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Selain itu ginjal juga

membuang banyak toksin dan zat asing lainnya yang diproduksi atau berasal

dari tubuh atau pencernaan, seperti pestisida, obat-obatan dan zat penambah

pada makanan (Guyton and Hall,1996). Gangguan fungsi ginjal dapat

disebabkan karena kelainan pada hati seperti sirosis atau kerusakan menetap

karena virus hepatitis dan keracunan parasetamol (Dische,1995).

Acetaminophen, atau yang lebih dikenal dengan Paracetamol,

merupakan obat analgesik dan antipeuretik yang sering digunakan. Pemakaian

paracetamol dengan dosis yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama

dapat menyebabkan kerusakan hepar dan ginjal. Phenacetin yang terdapat

didalam paracetamol merupakan salah satu bahan yang paling sering

menyebabkan nephropati analgesik (Lorz et al.,2004).

Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon

yang berasal dari Amerika Selatan. Biji kakao, diketahui mengandung

berbagai macam substansi poliphenol seperti catechin dan rantai oligomer C4-

C8 yang merupakan antioksidan utama pada coklat dan kakao (Osakabe et al.,

2002). Flavonoid yang terdapat dalam biji kakao yang terbanyak adalah

Page 3: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

2

oligomer procyanidin yang bentuk kompleknya dikenal sebagai flavan-3-ol

monomer (Lee et al.,2006).

Senyawa flavonoid saat ini banyak mendapat perhatian karena,

kelompok senyawa ini dilaporkan mempunyai berbagai aktifitas farmakologis

seperti: antinflamasi, antioksidan, antibakteri. Beberapa senyawa yang bersifat

sebagai antioksidan dan antiradikal antara lain adalah antosianin, flavon dan

flavonol serta flavonoid. Flavonol memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi

dibanding jenis flavonoid lain (Mun’im , 2005). Flavonoid berperan sebagai

antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas (free radical scavengers)

dengan melepaskan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya. Pemberian atom

hidrogen ini akan menyebabkan radikal bebas menjadi stabil sehingga tidak

menimbulkan kerusakan sel ( Ide, 2008).

Cokelat merupakan bahan makanan yang digemari oleh masyarakat

baik di Indonesia maupun didunia, serbuk cokelat berasal dari biji kakao. Biji

kakao di ketahui mengandung flavonoid yang merupakan antioksidan.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin membuktikan apakah biji kakao

dapat mengurangi kerusakan histologis ginjal mencit akibat pemberian

parasetamol.

Page 4: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

3

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

Apakah pemberian ekstrak biji kakao (Theobroma cacao) dapat

mengurangi kerusakan histologis ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi

parasetamol?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji kakao

(Theobroma cacao) dalam mengurangi kerusakan histologis ginjal mencit

(Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai

ekstrak biji kakao (Theobroma cacao) dalam mengurangi kerusakan

histologis ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk

penelitian lebih lanjut, missalnya penelitian dengan subyek manusia.

Page 5: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ginjal

Ginjal memiliki berbagai fungsi penting bagi tubuh kita, salah

satu yang terpenting adalah membuang bahan- bahan sampah tubuh

dari hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme (Guyton

and Hall, 1996). Selain berperan penting dalam mengatur

keseimbangan cairan dan elektrolit, ginjal juga merupakan jalan

penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolik yang toksik

dan senyawa- senyawa asing dari tubuh (Sherwood, 2001).

Ginjal merupakan organ yang rentan terhadap efek toksik

zat-zat kimia dan obat- obatan. Hal tersebut karena, ginjal menerima

25 persen dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak

dengan zat kimia dalam jumlah besar. Selain itu, ginjal merupakan

jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi

ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan peningkatan konsentrasi

dalam cairan tubulus (Price dan Wilson, 1994).

Ginjal mengatur susunan kimia lingkungan interna dengan

prose-proses kompleks yang terdiri atas filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi

pasif, dan sekresi. Tubulus-tubulus nefron, terutama tubulus kontortus

proksimal, mereabsorpsi zat-zat dalam filtrat yang berguna bagi

Page 6: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

5

metabolisme tubuh sehingga dapat mempertahankan homeostatis

lingkungan interna. Selain itu, juga memindahkan hasil-hasil sisa dari

darah ke lumen tubulus yang dikeluarkan lewat urin (Junqueira dan

Carneiro, 1988).

Ginjal dibagi dalam korteks luar dan medula dalam. Pada

manusia, medula renis terdiri atas 10-18 stuktur berbentuk kerucut

(piramidal), yaitu piramidal medula. Dari dasar setiap piramidal

medula, terjulur berkas-berkas tubulus pararel,berkas medula yang

menyusup kedalam korteks. Setiap berkas medula terdiri atas satu atau

lebih duktus koligentes bersama bagian lurus beberapa nefron. Korteks

ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars konvulata

tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang membentuk labirin

kortikal (Paulsen, 2000).

Unit kerja fungsional ginjal disebut nefron. Setiap ginjal

terdapat 1-4 juta nefron, yang pada dasarnya mempunyai struktur dan

fungsi yang sama Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar,

korpuskulus renal, tubulus kontortus proksimal, segmen tebal dan tebal

ansa (lengkung) Henle dan tubulus kontortus distal (Paulsen, 2000).

Terdapat dua jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron

jukstamedula. Nefron jukstamedula merupakan nefron berlengkung

panjang yang penting dalam pembentukan gradien osmotik vertikal

medula (Sherwood, 2001).

Page 7: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

6

Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan rumbai

kapiler glomerulus. Kapsula Bowman merupakan suatu invaginasi

dari tubulus proksimal yang dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel-sel epitel

parietal berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula

sedangkan sel-sel epitel viseral jauh lebih besar dan membentuk bagian

dalam kapsula dan melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Membrana

basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara

sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Tidak

seperti sel-sel epitel, sel endotel berkontak kontinu dengan membrana

basalis. Sel-sel endotel, membrana basalis, dan sel-sel viseral

merupakan tiga lapisan yang membentuk membrana filtrasi

glomerulus. Sel-sel mesangial adalah sel-sel endotel yang membentuk

suatu jaringan kontinu antara lengkung-lengkung kapiler glomerulus

dan diduga juga berfungsi sebagai jaringan penyokong. Sel-sel

mesangial ini bukan merupakan bagian dari membrana filtrasi (Price

dan Wilson, 1994).

Tubulus kontortus proksimal merupakan segmen awal nefron

yang berkelok-kelok dan timbul pada katup urinarius badan ginjal.

Pada potongan melintang korteks, tubulus proksimal dibatasi oleh

epitel selapis kubis yang sangat asidofil karena banyak terdapat

mitokondria yang memanjang. Selain itu, terdapat juga brush border

yang merupakan apeks sel yang menghadap ke lumen tubulus yang

mengandung banyak mikrovili (Junqueira dan Carneiro, 1988).

Page 8: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

7

Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 20-25 persen

dari curah jantung, arteri renalis memasuki ginjal bersama ureter dan

vena renalis, kemudian bercabang secara progresif membentuk arteri

interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis dan arteriol aferen, yang

menuju ke kapiler glomerulus dalam glomerulus dimana sejumlah

cairan dan zat terlarut difiltrasi untuk memulai pembentukan urin

(Guyton and Hall, 1996). Saat arteri renalis masuk ke hilus, arteria

tersebut terbagi menjadi beberapa cabang yang ukurannya relatif

besar, yaitu arteri-arteri interlobar. Arteri ini menuju ke perifer di

antara piramid-piramid yang hampir mendekati korteks, yang

kemudian membelok dan melengkung seperti busur, yang karenanya

diberi nama arteri-arteri arciform atau arcuate. Tiap-tiap arteri arcuate

membuat beberapa percabangan arteri interlobar yang selanjutnya

menjadi arteriol-arteriol aferen. Setiap arteriol kemudian bercabang

dan menyusun suatu jaringan kapiler yang mengelilingi bagian lainnya

dari nefron. Arteriol-arteriol yang meninggalkan glomerulus di dekat

medula membuat cabang-cabang dan langsung menuju ke medula

sebagai arteri rectae, di mana kemudian membentuk jaringan-jaringan

kapiler di sekitar tubulus kolektivus dan lengkung Henle ( Price dan

Wilson, 1994).

Pemakaian analgetik yang berlebihan dan dalam jangka waktu

yang lama dapat menyebabkan nefritis interstitial kronis, yang disertai

Page 9: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

8

nekrosis papiler ginjal. Asetaminofen, metabolit fenasetin, dapat

merusak sel dengan ikatan kovalen dan jejas oksidatif (Robbins dan

Kumar, 1995).

Selain menyebabkan nefritis intestinal kronis, pemakaian

analgetik berlebih dapat pula menyebabkan nekrosis tubuler akut

nefrotoksik yang secara histologis ditandai dengan nekrosis segmen-

segmen pendek tubulus, terutama pada tubulus proksimal, dengan

membrana basalis tubuli umumnya masih baik dan secara klinik terjadi

supresi akut fungsi ginjal. Hal ini terjadi karena sel epitel tubulus

ginjal peka terhadap anoksia dan mudah rusak karena keracunan saat

kontak dengan zat-zat yang diekskresi oleh ginjal (Robbins dan

Kumar, 1995).

Perubahan- perubahan lisis yang terjadi pada sel nekrosis pada

umumnya dapat terjadi pada semua bagian sel, tetapi petunjuk paling

jelas adalah perubahan yang terjadai pada inti sel (Price and Wilson,

1994)

2. Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen merupakan obat yang sering

digunakan, karena merupakan obat bebas dan mudah mendapatkannya.

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik.

Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Wilmana, 2001).

Parasetamol bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam

Page 10: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

9

susunan saraf pusat yang mempengaruhi pusat hipotalamus untuk

pengontrolan suhu tubuh dan tidak memiliki efek anti inflamasi yang

bermakna (Katzung, 1998). Efek analgesik parasetamol yaitu

menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang seperti

nyeri kepala, mialgia, dan keadaan lain. Sebagai analgesik, sebaiknya

parasetamol tidak diberikan terlalu lama karena dapat menimbulkan

nefropati analgesik (Wilmana, 2001)

Parasetamol diberikan secara oral, absorbsinya tergantung masa

pengosongan lambung dan puncak konsentrasinya dalam darah

biasanya terjadi pada 30-60 menit. Asetaminofen sedikit terikat dengan

protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati,

kemudian mengalami glukoronidase dan sulfasi menjadi konjugat yang

sesuai. Sekitar 5% hasil metabolisme parasetamol adalah N-asetyl-p-

benzoquinone imine (NAPQI). NAPQI adalah hasil metabolisme dari

jalur sitokrom P450 yang merupakan metabolit minor yang sangat aktif

dan bersifat toksik bagi hati dan ginjal. Selama glutathione tersedia

untuk konjugasi parasetamol, hepatotoksisitas tidak akan terjadi.

Glutathione yang terpakai akan lebih cepat dari regenerasinya dengan

berjalannya waktu dan akhirnya akan terjadi pengosongan glutathione

dan terjadi penimbunan NAPQI. Metabolit ini akan berikatan kovalen

dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel

seperti protein, DNA, dan mitokondria sehingga menyebabkan

hepatotoksisitas (Hodgson dan Levi, 2000).

Page 11: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

10

Toksisitas organ dapat terjadi karena N-asetyl-p-benzoquinone

imine (NAPQI) bereaksi dengan gugusan nukleofilik yang terdapat

pada makromolekul sel seperti protein, DNA, dan mitokondria. Masa

kerja parasetamol sekitar 2-3 jam dan mengganggu fungsi ginjal.

Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul memacu terbentuknya

ROS (Radical Oxygen Species). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan

stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan

terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari

proses atau rantai reaksi terbentuknya radikal bebas (Rubin et al.,

2005).

Ion superoksida/radikal bebas oksigen/O2- yang terdapat dalam

NAPQI merupakan oksidan bagi sel. O2- ini dapat dinetralisir oleh

Superoxide Dismutase (SOD) dan Cu2+ menjadi hydrogen peroxide

(H2O2). Radikal hidroksil(OH-) sangat reaktif dan toksik terhadap sel

tubuh karena merusak senyawa-senyawa penting tubuh yaitu asam

lemak tak jenuh, DNA, dan protein (Tjokroprawiro, 1993). Lipid

peroxide merupakan hasil peroksidasi radikal hidroksil yang berikatan

dengan asam lemak tak jenuh (komponen glikolipid, fosfolipid dan

kolesterol) yang merupakan penyusun membran sel. Malondialdehid

(MDA) merupakan hasil pemecahan Lipid peroxide yang sangat toksik

dan merusak, dengan akibat kematian sel (Mayes, 1995).

Toksisitas parasetamol dapat terjadi karena pemakaian

berlebih, masa kerja yang lama atau keduanya (Katzung, 1998). Akibat

Page 12: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

11

dari dosis toksik parasetamol yang paling serius adalah nekrosis hati,

nekrosis tubulus renalis serta koma hipoglikemi (Wilmana, 2001).

Pemakaian parasetamol yang berlebihan dapat menyebabkan efek

samping seperti pusing, perasaan senang dan disorientasi.

Mengkonsumsi 15 gram (250 mg /kg BB) sangat berbahaya karena

dapat menyebabkan hepatotoksisitas dengan kerusakan yang timbul

berupa nekrosis sentrolobularis dan dapat menyebabkan nekrosis

tubulus renal akut (Katzung, 1998).

3. Kakao (Theobroma cacao)

Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak kelas : Dialypetale

Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Jenis : Theobroma cacao

(Susanto, 2005)

Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud

pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Kakao telah digunakan

suku-suku di Amerika Selatan dan Tengah sejak ratusan tahun lalu.

Sekitar tahun 1550, pengenalan kakao semakin meluas ke seluruh

daratan Eropa sebagai sumber makanan baru, diawali dari bangsa

Spanyol yang membawa coklat dari Amerika Selatan sebagai hadiah

Page 13: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

12

bagi rajanya. Karena rasa coklat yang enak, makanan olahan dari

coklat semakin populer di Eropa (Ide, 2008).

Penanaman tanaman kakao di pulau Jawa baru dimulai sekitar

abad ke-19, sebelumnya tanaman kakao di bawa ke Indonesia oleh

bangsa Spanyol pada abad ke-16 dan penanaman tanaman kakao

pertama kali di daerah Sulawesi (Celebes-Minahasa). Sekarang coklat

dan produk olahannya banyak terdapat di seluruh Indonesa (Wahyudi

dan Rahardjo, 2008).

Biji kakao mengandung sekitar 600 komponen kimia dan lebih

dari sepertiganya dianggap bermanfaat bagi kesehatan. Kebanyakan

dari komponen ini berupa polifenol (atau flavonoid) yang mampu

bertindak sebagai antioksidan. Kenyataannya biji kakao mengandung

jumlah flavonoid alami yang lebih kaya dibanding brokoli atau teh

hijau (Ide, 2008).

Kandungan biji kakao antara lain lemak, terdiri dari minyak

kakao, mentega kakao, theobromin, serat, abu, dan protein.

Theobromin bertindak sebagai diuretik. Kandungan dalam biji kakao

yang berguna dalam pengobatan modern antiastma adalah theobromin,

teofilin dan kafein. Biji kakao mentah mengandung 12-18% flavonoid

yang setidaknya 60%nya merupakan oligomer procyanidin dari

epicatechin. Flavonoid utama dalam kakao adalah flavan-3-ols,

epicatechin, dan catechin (unit monomerik), dan polimerik yaitu

Page 14: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

13

proanthocyanidins yang juga disebut dengan procyanidin (Noe et al.,

2004).

Flavonoid diketahui dapat menghambat oksidasi lipid dan

pembentukan lipid peroxide melalui mekanisme penangkapan radikal

bebas. Kemampuan flavonoid dalam mengikat Cu2+ (logam yang

menginduksi oksidasi lipid) tergantung pada komponen struktural yang

dimilikinya. Semakin sedikit gugus OH yang dimiliki oleh flavonoid,

semakin kecil kemungkinan terjadinya oksidasi flavonoid dan reduksi

logam karena kemungkinan lepasnya hidrogen semakin kecil (Hegazi

dan El-Hady, 2007).

Flavonol dan metabolitnya diserap baik melalui usus bagian

atas maupun bagian bawah. Flavonoid dalam kakao diabsorbsi dan

masuk ke dalam sirkulasi darah. Degradasi oligomer flavonol di dalam

lambung hanya sedikit yang terjadi, sehingga flavonol kakao akan

mencapai usus bagian atas. Flavonol dalam bentuk monomer dan

dimer diabsorbsi di bagian usus atas, dan dalam waktu 30 menit

sampai 1 jam setelah mengkonsumsi coklat kadar flavonol mulai

meningkat dalam plasma. Monomer flavonol akan mengalami

metabolisme yang lebih luas dengan biotransformasi yang diawali

dalam enterosit dan dibawa oleh enzim-enzim yang berasal dari hepar

dan ginjal. Jumlah O-methylated, O-glucoronidated, dan derivat

flavonol O-sulfated dalam plasma akan meningkat pada metabolisme

lanjutan tersebut. Asam fenolik sederhana merupakan hasil dari

Page 15: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

14

metabolisme monomer dan oligomer flavonol (yang tidak diabsorbsi di

usus kecil) oleh mikroflora kolon di usus besar. Setelah 8-9 jam

mengkonsumsi kakao, metabolit asam fenolik dapat dideteksi dalam

urin, dan konsentrasi tertingginya dalam waktu 24-48 jam (Uribe and

Bektash, 2008).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa flavonoid banyak

terdapat dalam kakao, terutama epicatechin serta procyanidin yang

bersifat antioksidan. Antioksidan mampu memberikan elektron kepada

molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus

reaksi berantai dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya

stres oksidatif (Almatsier, 2004).

4. Kerusakan ginjal akibat toksisitas parasetamol

Gagal ginjal kronik akibat kelebihan pemakaian analgesik

merupakan permasalahan yang cukup sering dijumpai dan barangkali

merupakan suatu bentuk penyakit ginjal yang paling mudah dicegah.

Penyebab kerusakan ginjal adalah kombinasi dari aspirin dan fenasetin,

karena pemakaian tunggal aspirin atau fenasetin jarang menyebabkan

insufisiensi ginjal (Price dan Wilson, 1994).

Efek toksik dari metabolit fenasetin pada ginjal akan meningkat

pada keadaan berikut (Bennet, 1998): 1) Terjadi iskemia modula,

dengan penurunan produksi prostaglandin lokal; PGE2 dan PGI2

merupakan hormon vasodilatator ginjal yang kuat sehingga

meningkatkan efek toksik dari metabolit fenasetin dan memperlambat

Page 16: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

15

pengeluaran metabolit tersebut. 2) Proses pembentukan pirau

monofosfat heksosa terhambat, dengan demikian akan menurunkan

kadar glutation yang secara normal akan menghentikan aktivitas

metabolit fenasetin (Price dan Wilson, 1994).

Nekrosis pada ginjal merupakan kerusakan yang sering terjadi

sebagai akibat dari pemberian parasetamol dengan dosis toksik

(Goodman dan Gilman, 2001). Biasanya diperlukan 2 sampai 3 kg

aspirin dan fenasetin untuk menimbulkan penyakit ginjal secara klinis

(Murray et al., 1978). Nekrosis yaitu kematian sel dan jaringan pada

tubuh yang hidup yang tampak nyata pada inti sel. Perubahan-

perubahan yang terjadi pada inti di antaranya adalah : 1) Hilangnya

gambaran kromatin. 2) Inti menjadi keriput, tidak vesikuler lagi. 3) Inti

tampak lebih padat, warnanya gelap hitam (pyknosis). 4) Inti terbagi

atas fragmen-fragmen, robek (karyorrhexis). 5) Inti tidak lagi

mengambil warna banyak karena itu pucat dan tidak nyata (karyolysis)

(Saleh,1997).

Secara histologis nekrosis tubuler akut nefrotoksik ditandai

dengan sel-sel epitel tubulus yang semakin menipis dan datar, brush

border menghilang, lumen tubulus melebar dan terisi oleh jaringan

nekrotik (Dische, 1995). Sel epitel tubulus ginjal peka terhadap

anoksia dan mudah rusak karena keracunan saat kontak dengan zat-zat

yang diekskresi oleh ginjal. Dengan berjalannya waktu, inti pada sel

yang nekrosis akan menghilang. Sitoplasma akan menjadi masa

Page 17: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

16

asidofil suram bergranula. Regenerasi epitel akan tampak sebagai

bentuk aktivitas mitosis pada sel epitel tubulus proksimal ginjal yang

masih ada, apabila penderita dapat bertahan selama satu minggu

(Robbins dan Kumar, 1995).

5. Mekanisme Perlindungan Ekstrak kakao Terhadap Kerusakan

Ginjal Akibat Induksi Parasetamol

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa flavonoid kakao bisa

meningkatkan sensitivitas insulin, fungsi vaskular, dan tekanan darah

yang melemahkan reaktifitas platelet. Mekanisme pengaruh flavonoid

kakao tersebut masih terus dalam penelitian. Namun ada beberapa

pendapat bahwa modulasi konsentrasi nitrit oksida oleh flavonoid

merupakan kunci utama efek-efek fisiologis tersebut, dan modulasi

tersebut mungkin mendasari manfaat terhadap kardiovaskular yang

berhubungan dengan konsumsi kakao (Uribe and Bektash, 2008).

Antioksidan berperan penting dalam mekanisme perlindungan

ginjal dari toksisitas parasetamol. Flavonoid dan substansi poliphenol

seperti catechin dan rantai oligomer C4-C8 yang merupakan

antioksidan utama pada coklat dan kakao (Osakabe et al., 2002).

Flavonoid dan procyanidin kakao mampu mendonorkan hidrogen

sehingga merupakan perangkap yang kuat untuk oksidan reaktif dan

spesies nitrogen yang mampu menangkal radikal bebas hasil dari

pembentukan NAPQI pada toksisitas parasetamol (Ide, 2008).

Page 18: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

17

Keterangan: : memacu : menghambat

B. Kerangka Pemikiran

Ekstrak kakao

theobromin teofilin kafein

catechin

procyanidin

flavonoid

antioksidan

Parasetamol dosis toksis

Bioaktivasi sitokrom P450

Meningkatkan NAPQI

(elektrofilik)

Deplesi glutathione

Ikatan kovalen dgn makromolekul (nukelofilik)

Radikal bebas

Lipid peroxidase

Stres Oksidatif Kerusakan makromolekul

Nekrosis sel epitel tubulus proksimal

ginjal

Kerusakan ginjal

Variabel luar yang tidak terkendali: kondisi psikologis dan keadaan awal ginjal

Page 19: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

18

C. Hipotesis

Pemberian ekstrak biji kakao dapat mengurangi kerusakan sel ginjal

mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

Page 20: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu

berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subyek Penelitian

Populasi : Mencit (Mus musculus) jantan dengan galur Swiss webster

berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram.

Sampel : Menurut Purawisastra (2001), jumlah sampel yang digunakan

berdasarkan rumus Federer yaitu :

(k-1)(n-1) > 15

(4-1)(n-1) > 15

3 ( n-1) > 15

3n > 15+3

n > 6

Page 21: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

20

Keterangan :

k : Jumlah kelompok

n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok

Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok ditentukan sebanyak

10 ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit ada 4 sehingga penelitian

ini membutuhkan 40 mencit dari populasi yang ada. Sample didapatkan dari

Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah

Mada (UGM), Yogyakarta.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipakai adalah purposive sampling (Murti, 2006).

E. Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah The post test only control group

design (Taufiqqurohman, 2003).

KK : (-) O0

KP1: (X 1) O1

KP2: (X 2) O2

KP3 : (X 3) O3

Sampel Mencit 40 ekor

Bandingkan dengan uji

statistik

Page 22: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

21

Keterangan :

KK : (-) = Kelompok kontrol tanpa diberi ekstrak biji kakao maupun

parasetamol. Pemberian aquades 0,2 ml/ 20grBB mencit perhari

selama 17 hari berturut-turut.

KP1: (X1) = Kelompok perlakuan I yang diberi parasetamol tanpa diberi

ekstrak biji kakao. Pemberian aquades peroral sebanyak 0,2 ml/

20grBB mencit perhari selama 17 hari berturut-turut dan pada

hari ke-15, 16 dan 17 diberi parasetamol 0,1 ml/ 20grBB mencit

perhari.

KP2: (X 2) = Kelompok perlakuan II yang diberi parasetamol dan ekstrak biji

kakao dosis I. Pemberian ekstrak biji kakao peroral dosis I 0,2

ml/ 20grBB mencit perhari selama 17 hari berturut-turut, dimana

hari ke-15, 16 dan 17 diberikan juga parasetamol dosis 0,1 ml/

20grBB mencit perhari 1 jam setelah pemberian ekstrak biji

kakao.

KP3 : (X 3) = Kelompok perlakuan III yang diberi parasetamol dan ekstrak biji

kakao dosis II. Pemberian ekstrak biji kakao dosis II yaitu 0,4 ml/

20grBB mencit perhari selama 17 hari berturut-turut, dimana hari

ke-15, 16 dan 17 diberikan juga parasetamol dosis 0,1 ml/

20grBB mencit perhari 1 jam setelah pemberian ekstrak biji

kakao.

Page 23: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

22

O0 = Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel di pars

konvulata korteks ginjal kelompok kontrol.

O1 = Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel di pars

konvulata korteks ginjal KP1.

O2 = Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel di pars

konvulata korteks ginjal KP2.

O3 = Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel di pars

konvulata korteks ginjal KP3

Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal

pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis dilakukan pada hari ke-18 setelah

perlakuan pertama dikerjakan.

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Pemberian ekstrak biji kakao.

2. Variabel Terikat

Kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit.

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Page 24: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

23

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan

jenis makanan mencit semuanya diseragamkan.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

Kondisi psikologis dan keadaan awal ginjal mencit.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas.

a. Pemberian ekstrak biji kakao

Ekstrak biji kakao diberikan secara per oral dengan sonde lambung

dalam 2 dosis.

Dosis I: 0,2 ml/ 20grBB mencit/ hari yang diencerkan hingga 0,2 cc

diberikan pada mencit KP2.

Dosis II: 0,4 ml/ 20grBB mencit/ hari yang diencerkan hingga 0,4 cc

diberikan pada mencit KP3.

Pada kelompok perlakuan ketiga diberikan dosis sebesar dua kali lipat

dosis awal untuk melihat adanya perbedaan pengaruh ekstrak biji

kakao dalam mengurangi kerusakan ginjal akibat parasetamol pada

dosis yang lebih besar. Jenis kakao yang digunakan adalah Criolo (fine

kakao atau kakao mulia). Ekstrak biji kakao diperoleh dari Balai

Penelitian Tanaman Obat (BPTO), Karanganyar. Metode ekstraksi

yang digunakan adalah maserasi dengan menggunakan pelarut etanol.

Skala pengukuran variabel ini adalah Rasio.

Page 25: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

24

2. Variabel terikat :

a. Kerusakan sel ginjal

Kerusakan sel ginjal adalah gambaran mikroskopis sel epitel

tubulus proksimal ginjal mencit yang mengalami kerusakan setelah

pemberian parasetamol dan pemberian kakao. Hal ini dinilai dari

jumlah sel epitel tubulus proksimal pada suatu daerah tertentu di pars

konvulata korteks ginjal. Tiap ekor mencit dibuat 2 irisan jaringan

ginjal kanan dan 2 irisan jaringan ginjal kiri kemudian dibuat

preparat dan diambil salah satu secara acak dari masing-masing

ginjal untuk dilakukan pengamatan, dengan proporsi perhitungan

ginjal kanan 50% dan ginjal kiri 50%. Pada irisan jaringan ginjal,

diambil 1 daerah di pars konvulata korteks ginjal. Dari 100 sel epitel

tubulus proksimal yang ada pada setiap daerah tersebut dihitung

jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan. Jika

inti pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis masing- masing diberi

skor 1.

Adapun tanda-tanda kerusakan sel : (a) Sel yang mengalami

pyknosis intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna gelap

batasnya tidak teratur. (b) Sel yang mengalami karyorrhexis inti

mengalami fragmentasi atau hancur degan meninggalkan pecahan-

pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. (c) Sel yang

mengalami karyolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat, inti sel

Page 26: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

25

kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja

(Price et al., 1994).

Maka rumus besarnya skor kerusakan histologis adalah:

(1 x P) + (1 x Kr) + (1 x Kl)

Keterangan :

P : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti pyknosis.

Kr : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karyorrhexis.

Kl : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karyolysis.

Sehingga dari setiap mencit diperoleh 2 nilai skor yang merupakan

skor preparat ginjal kanan dan ginjal kiri. Setiap kelompok mencit

mempunyai 20 nilai skor (jumlah mencit tiap kelompok 10 ekor).

Skala ukuran variabel ini adalah skala rasio.

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat

dikendalikan melalui homogenisasi.

1) Variasi genetik

Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus

musculus) dengan galur Swiss webster.

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.

3) Umur

Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.

4) Suhu udara

Page 27: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

26

Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara

berkisar antara 25-28o C.

5) Berat badan.

Berat badan hewan percobaan + 20 gram.

6) Jenis makanan.

Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air

PAM.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis,

dan keadaan awal ginjal mencit.

1) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian

perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar mencit

dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit.

2) Keadaan awal ginjal mencit tidak diperiksa pada penelitian ini

sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan

keadaan ginjalnya sudah mengalami kelainan.

H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat.

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 10 ekor mencit.

b. Timbangan hewan.

c. Timbangan obat.

Page 28: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

27

d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja

lilin).

e. Sonde lambung.

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.

g. Mikroskop cahaya medan terang.

h. Gelas ukur dan pengaduk.

i. Kamera digital

2. Bahan.

Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

a. Parasetamol.

b. Makanan hewan percobaan (pellet).

c. Aquades.

d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE.

e. Ekstrak biji kakao.

I. Cara Kerja

1. Dosis dan Pengenceran Ekstrak Biji Kakao

Dosis yang diberikan ditentukan berdasar hasil konversi dari tikus ke

mencit (Ngatidjan, 1991) dengan menggunakan dosis pada penelitian

sebelumnya yaitu sebesar 400 mg/ kgBB pada tikus (McKim et al., 2002).

Dosis pemberian ekstrak biji kakao ini diberikan dalam dua dosis, yaitu

dosis I = 0,2 ml/ 20grBB mencit dan dosis II = 0,4 ml/ 20grBB mencit.

Masing-masing dosis yang disondekan tersebut adalah ekstrak biji kakao

Page 29: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

28

yang diencerkan dengan aquades menjadi volume 0,2 ml (untuk dosis I)

dan 0,4 ml (untuk dosis II). Ekstrak biji kakao diberikan sehari sekali

selama 17 hari berturut-turut pada KP2. Sedangkan ekstrak biji kakao dosis

II diberikan sehari sekali selama 17 hari berturut-turut pada KP3.

Perhitungan dosis ekstrak biji kakao:

a. Dosis I ekstrak biji kakao

Nilai konversi x 400 mg/ kgBB

= 0,14 x 400 mg/ kgBB

= 56 mg/ kgBB

= 1,12 mg/ 20grBB

Pengenceran Ekstrak Biji Kakao :

56 mg ekstrak biji kakao + aquades à 10 ml larutan ekstrak biji kakao

Dalam 1 ml larutan mengandung 5,6 mg ekstrak biji kakao

à 0,2 ml larutan mengandung 1,12 mg ekstrak biji kakao

Ekstrak biji kakao yang disondekan adalah ekstrak biji kakao yang telah

diencerkan. Ekstrak biji kakao yang disondekan pada 1 ekor mencit

dengan berat badan 20 gram = 0,2 ml yang diberikan selama 17 hari

berturut-turut.

b. Dosis II ekstrak biji kakao

Ekstrak biji kakao dosis II adalah 2 kali ekstrak biji kakao dosis I yaitu

sebesar 2,24 mg.

Jadi larutan ekstrak biji kakao yang disondekan pada 1 ekor mencit (20

gram) = 0,4 ml yang diberikan selama 17 hari berturut-turut.

Page 30: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

29

Pemberian ekstrak biji kakao selama 17 hari berturut-turut dimaksudkan

untuk meningkatkan kadar antioksidan sehingga kerusakan sel epitel

tubulus proksimal ginjal dapat dicegah ketika terpapar parasetamol

dosis toksik. Pemberian cokelat dengan kandungan flavonoid yang

tinggi selama dua minggu dapat meningkatkan konsentrasi epikatekin

plasma (Engler et al., 2004).

Di luar jadwal perlakuan, mencit diberi makan pellet dan minum air

PAM ad libitum.

2. Dosis dan pengenceran parasetamol

LD-50 untuk mencit secara peroral yang telah diketahui adalah 338

mg/KgBB atau 6,76 mg/20 gBB mencit (Alberta, 2006). Dosis

parasetamol yang dapat menimbulkan efek kerusakan ginjal berupa

nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal tanpa menyebabkan kematian

mencit adalah dosis 3/4 LD-50 perhari. Dosis yang digunakan adalah 338

mg/ KgBB x 0,75 = 253,5 mg/ KgBB = 5,07 mg/ 20grBB mencit.

Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades hingga 9,86 ml, sehingga

dalam 0,1 ml larutan parasetamol mengandung 5,07 mg parasetamol.

Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari

ke-15, 16, dan 17. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan

untuk menimbulkan kerusakan pada sel epitel tubulus proksimal ginjal

tanpa menimbulkan kematian pada mencit.

Page 31: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

30

3. Persiapan mencit

Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi

Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan harinya

dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.

4. Pengelompokan Subjek

Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya subjek

dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan masing-

masing kelompok terdiri dari 10 mencit. Adapun pengelompokan subjek

adalah sebagai berikut:

a. KK = Kelompok kontrol diberi aquadest peroral sebanyak 0,2 ml/

20grBB mencit perhari selama 17 hari berturut-turut.

b. KP1 = Kelompok perlakuan I diberi aquades peroral sebanyak 0,2

ml/ 20grBB mencit perhari selama 17 hari berturut-turut dan

pada hari ke 15, 16 dan 17 juga diberi parasetamol 0,1ml/

20grBB mencit peroral perhari.

c. KP2 = Kelompok perlakuan II diberi ekstrak biji kakao peroral

dengan dosis 0,2 ml/ 20grBB mencit perhari selama 17 hari

berturut-turut, dimana hari ke-15, 16 dan 17 diberikan juga

parasetamol dengan dosis 0,1ml/ 20grBB mencit perhari

setelah 1 jam pemberian ekstrak biji kakao.

d. KP3 = Kelompok perlakuan III diberi ekstrak biji kakao dosis II

peroral yaitu 0,2 ml/ 20grBB mencit perhari selama 17 hari

berturut-turut, dimana hari ke-15, 16 dan 17 diberikan juga

Page 32: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

31

parasetamol dosis 0,1 ml/ 20grBB mencit perhari setelah 1

jam pemberian ekstrak biji kakao.

Setiap sebelum pemberian parasetamol dan ekstrak biji kakao, mencit

dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian

parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian ekstrak biji kakao agar

ekstrak biji kakao terabsorbsi terlebih dahulu.

Skema Pemberian Perlakuan

J.

Sampel 40 ekor mencit

Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Dipuasakan selama + 5 jam

Aquades 0,2 ml Ekstrak biji kakao 0,2 ml/

20grBB

Setelah + 1 jam

Parasetamol dengan dosis 0,1ml/ 20grBB pada hari ke 15, 16, 17.

Perlakuan sampai hari ke-17. Pemberian parasetamol hanya dilakukan pada hari ke 15, 16 dan 17. Pembuatan preparat pada hari ke-18.

Kelompok Perlakuan 3

Ekstrak biji kakao 0,4 ml/

20grBB

Page 33: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

32

5. Pengukuran hasil.

Pada hari ke-18 setelah perlakuan diberikan, semua hewan

percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation. Hal ini dilakukan

pada hari ke-18 agar efek dari perlakuan masih tampak nyata. Setiap

mencit diambil ginjal kanan dan kiri dengan proporsi perhitungan ginjal

kanan 50% dan ginjal kiri 50%, kemudian dibuat 2 irisan secara frontal

pada daerah pertengahan ginjal (untuk keseragaman) dengan ketebalan

tiap irisan ginjal + 5–7 µm. Preparat ginjal dibuat dengan metode blok

parafin dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Masing-masing

ginjal diambil salah satu preparat secara acak dari untuk dilakukan

pengamatan.

Pengamatan preparat jaringan ginjal mula-mula dilakukan dengan

perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan, kemudian

ditentukan tubulus proksimal yang terletak pada pars konvulata korteks

ginjal. Pengamatan dilanjutkan dengan perbesaran 400 kali untuk

mengamati inti sel epitel tubulus proksimal ginjal. Pengamatan dilakukan

dengan perbesaran 1000 kali untuk melihat dan membedakan inti sel yang

pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis dengan lebih jelas.

Pengamatan dilakukan pada tubulus proksimal ginjal karena pada

tubulus proksimal terjadi absorpsi dan sekresi aktif serta kadar sitokrom

P450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan

sehingga lebih mudah untuk mengalami kerusakan.

Page 34: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

33

Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang mengalami

kerusakan maka dari tiap irisan ditentukan 1 daerah di pars konvulata

korteks ginjal kemudian pada tiap daerah tersebut dihitung jumlah sel

epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan dari tiap 100 sel epitel

tubulus proksimal yang ada di daerah tersebut. Sel dengan inti pyknosis,

karyorrhexis dan karyolysis diberi skor 1. Jadi misalnya dari suatu

preparat ginjal kanan (seekor mencit) dari 100 sel yang diamati ternyata

terdapat 10 inti pyknosis, 15 inti dengan karyorrhexis, dan 5 inti dengan

karyolisis, maka jumlah skor dari preparat untuk ginjal kanan adalah

(10x1) + (15x1) + (5x1) = 30. Pengamatan pada ginjal kiri terdapat 5 inti

pyknosis, 15 inti dengan karyorrhexis, dan 5 inti dengan karyolisis, maka

jumlah skor dari preparat ginjal kiri adalah (5x1) + (15x1) + (5x1) = 25.

Sehingga dari setiap mencit diperoleh 2 nilai skor yang merupakan

skor irisan ginjal kanan dan ginjal kiri. Setiap kelompok mencit berarti

terdapat 20 nilai skor (jumlah mencit tiap kelompok 10 ekor). Nilai skor

kerusakan histologis ini kemudian dianalisis secara statistik.

J. Teknik Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Oneway

Analysis of Variant (ANOVA). Jika terdapat perbedaan yang bermakna

maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Derajat kemaknaan yang

digunakan adalah α = 0,05 (Riwidikdo, 2007).

Page 35: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

34

Syarat menggunakan uji One-Way ANOVA:

1. Variabel data berupa variabel numerik/ kontinu/ rasio. Data pada

penelitian ini adalah skor kerusakan histologis sel ginjal mencit yang

dinyatakan dengan angka rasio.

2. Sebaran data harus normal, dibuktikan dengan nilai uji Kolmogorov-

Smirnov atau Saphiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih besar daripada

nilai alfa. Misal, alfa = 0,05 maka nilai p untuk uji sebaran data

harus > 0,05.

3. Varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji

Homogeneity of Variances, dimana untuk varians data yang sama akan

memiliki nilai p > nilai alfa.

Jika ketiga syarat di atas tidak terpenuhi maka dapat digunakan uji

hipotesis alternatif yaitu berupa uji hipotesis non-parametrik Kruskall-Wallis.

Page 36: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian yaitu hasil rerata skor jumlah kerusakan

histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang diinduksi parasetamol pada

masing-masing kelompok disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Rerata Skor Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal pada Masing-masing Kelompok Mencit

Kelompok Rata-rata Skor ± Standar Deviasi

K

P1

P2

P3

32,700

53,100

38,900

37,400

3,622

3,784

2,644

2,716

Sumber: Data Primer, 2010

Keterangan:

K : Kelompok kontrol

P1 : Kelompok perlakuan 1

P2 : Kelompok perlakuan 2

P3 : Kelompok perlakuan 3

Page 37: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

36

Skor kerusakan yang paling tinggi adalah pada kelompok P1 yaitu

53,1000 ± 3,78447 dan skor kerusakan paling rendah adalah pada kelompok K

yaitu 32,700 ± 3,62246.

Gambaran histologis (fotomikrograf) tubulus proksimal pars konvulata

korteks ginjal mencit kelompok K yang ditandai dengan pyknosis,

karyorrhexis dan karyolysis dapat dilihat pada lampiran 3, gambar 1.

Gambaran histologis (fotomikrograf) tubulus proksimal pars konvulata

korteks ginjal mencit kelompok P1 yang ditandai dengan pyknosis,

karyorrhexis dan karyolysis dapat dilihat pada lampiran 3, gambar 2.

Gambaran histologis (fotomikrograf) tubulus proksimal pars konvulata

korteks ginjal mencit kelompok P2 yang ditandai dengan pyknosis,

karyorrhexis dan karyolysis dapat dilihat pada lampiran 3, gambar 3.

Gambaran histologis (fotomikrograf) tubulus proksimal pars konvulata

korteks ginjal mencit kelompok P3 yang ditandai dengan pyknosis,

karyorrhexis dan karyolysis dapat dilihat pada lampiran 3, gambar 4.

B. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian, pertama kali diuji apakah ada

perbedaan skor rerata kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit

yang bermakna antara keempat kelompok dengan uji One-Way ANOVA.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Statistical

Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows.

Page 38: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

37

Metode analitik yang dapat digunakan untuk menentukan sebaran data

normal atau tidak normal adalah uji Kolmogorov-Smirnov

(sampel > 30) atau uji Saphiro-Wilk (sampel < 30). Penelitian ini

menggunakan 40 sampel, maka digunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk

menentukan apakah sebaran data normal atau tidak. Hasil uji Kolmogorov-

Smirnov dapat dilihat pada lampiran 2, tabel 4.

Nilai p dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov berturut-turut untuk

kelompok kontrol, perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3 adalah 0,200;

0,200; 0,200 dan 0,200 di mana keempat nilai di atas lebih besar dari alfa

(0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa (1) sebaran data kelompok kontrol

normal, (2) sebaran data kelompok perlakuan 1 normal, (3) sebaran data

kelompok perlakuan 2 normal, dan (4) sebaran data kelompok perlakuan 3

normal.Sehingga syarat kedua untuk menggunakan uji One-Way ANOVA

terpenuhi.

Syarat ketiga untuk menggunakan uji One-Way ANOVA adalah

varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji

Homogeneity of Variances, dimana untuk varians data yang sama akan

memiliki nilai p > nilai alfa. Sebaran data secara deskriptif dapat dilihat pada

lampiran, dan hasil uji Homogeneity of Variances dapat dilihat pada lampiran

2, tabel 6. Nilai p yang didapatkan dari uji Homogeneity of Variances adalah

0,353 di mana nilai ini lebih besar dari 0,05 dan dapat diartikan bahwa varians

data antar kelompok sama. Syarat ketiga untuk menggunakan uji One-Way

ANOVA terpenuhi sehingga uji One-Way ANOVA bisa dilakukan.

Page 39: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

38

Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada lampiran 2, tabel 7. Nilai

p dari hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000 (p<0,05), jadi terdapat

perbedaan skor rata-rata kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal

ginjal yang bermakna antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1,

kelompok perlakuan 2 dan kelompok perlakuan 3.

Karena didapatkan adanya perbedaan yang signifikan dari empat

kelompok tersebut maka uji statistik dilanjutkan dengan Uji Post Hoc untuk

mengetahui antar kelompok mana perbedaan rata-rata skor jumlah kerusakan

histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal dan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Uji LSD. Hasil uji Post Hoc Multiple Comparisons

(LSD) dapat dilihat lampiran 2, tabel 8.

Ringkasannya adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Ringkasan hasil uji LSD (α = 0,05)

Kelompok p Perbedaan

K – P1

K – P2

K – P3

P1 – P2

P1 – P3

P2 – P3

0,000

0,000

0,003

0,000

0,000

0,306

Bermakna

Bermakna

Bermakna

Bermakna

Bermakna

Tidak bermakna

Page 40: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

39

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik LSD tampak

adanya perbedaan yang signifikan pada semua pasangan antar kelompok

kecuali pada kelompok P2 – P3, terdapat pebedaan yang tidak signifikan.

Page 41: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

40

BAB V

PEMBAHASAN

Gambaran sel epitel tubulus proksimal ginjal secara normal berbentuk

kuboid selapis dengan batas sel yang tidak jelas, sitoplasma eosinofilik

bergranula dan inti sel besar, bulat, berbentuk sferis di tengah sel. Puncak-

puncak sel yang menghadap ke lumen tubulus mempunyai mikrovili cukup

panjang yang disebut brush border (Gartner dan Hiatt, 2007).

Sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit yang dipapar parasetamol

akan mengalami kerusakan yang digambarkan dengan terdapatnya inti sel

yang piknotik, karioreksis dan kariolisis. Sedangkan pemberian parasetamol

ditambah ekstrak biji kakao, derajat kerusakan sel epitel proksimal ginjal yang

didapatkan akan lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian parasetamol

tanpa ekstrak biji kakao karena ekstrak biji kakao memiliki efek protektif pada

ginjal terhadap efek toksik yang disebabkan parasetamol. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian sebelumnya bahwa kakao memiliki efek protektif terhadap

induksi alkhohol pada tikus (McKim et al., 2002). Kelompok kontrol

digunakan sebagai pembanding terhadap kelompok perlakuan dengan

parasetamol dan kelompok perlakuan dengan parasetamol dan ekstrak biji

kakao. Kelompok kontrol hanya diberikan aquades sebagai placebo, dengan

harapan kerusakan sel epitel proksimal ginjal yang terjadi minimal dan

dianggap sebagai derajat normal.

Page 42: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

41

Dari uji One-Way ANOVA didapatkan perbedaan yang bermakna

antara keempat kelompok perlakuan. Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan

bermakna pada kelompok K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, P1-P3, tetapi pada

kelompok P2-P3 menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna.

Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dari

skor rata-rata kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal antara kelompok K

dan kelompok P1. Hal ini terjadi karena pemberian parasetamol dosis toksik

pada kelompok P1 menyebabkan kerusakan sel epitel tubulus proksimal

ginjal. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa parasetamol

dosis toksik mampu menginduksi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal

akibat NAPQI yang reaktif dan toksik. NAPQI akan bereaksi dengan gugus

nukleofilik pada protein, DNA, dan mitokondria, serta menimbulkan stres

oksidatif sehingga dapat menyebabkan kematian sel (Rubin et al., 2005).

Pada kelompok kontrol didapatkan pula gambaran sel epitel tubulus

proksimal ginjal yang mengalami piknosis, karyoreksis dan karyolisis. Hal ini

kemungkinan dikarenakan proses penuaan dan kematian sel secara fisiologis

serta karena pengaruh variabel luar yang tidak dapat dikendalikan.

Hasil analisis skor kerusakan sel antara kelompok P1-P2 didapatkan

perbedaan yang bermakna. Hal ini berarti pemberian ekstrak biji kakao dengan

dosis I yaitu 0,2 ml/ 20grBB mencit selama 14 hari berturut-turut dapat

mengurangi jumlah sel epitel tubulus proksimal ginjal yang mengalami

kerusakan akibat pemberian parasetamol. Toksisitas ginjal akibat pemberian

parasetamol dapat dikurangi dengan pemberian antioksidan. Kakao

Page 43: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

42

mengandung antioksidan dalam bentuk flavonoid. Flavonoid menangkap

radikal bebas (free radical scavengers) dengan melepaskan atom hidrogen dari

gugus hidroksilnya dan memutus reaksi berantai dari radikal bebas sehingga

dapat mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier, 2004). Melalui

mekanisme antioksidan ini ekstrak biji kakao dapat mencegah kerusakan

histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal.

Kelompok P2 merupakan kelompok perlakuan setelah pemberian

ekstrak biji kakao dosis 0,2 ml/ 20grBB mencit dan parasetamol. Hasil analisis

kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal pada kelompok P2 menunjukkan

perbedaan bermakna dengan kelompok K dan kelompok P1. Hal ini berarti

pemberian ekstrak biji kakao dengan dosis 0,2 ml/ 20grBB mencit dapat

mengurangi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit akibat

pemberian parasetamol, tetapi tidak dapat mengembalikan sel epitel tubulus

proksimal ginjal pada kondisi seperti kelompok K.

Hasil kelompok P3 menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan

kelompok P1 dan kelompok K. Hal ini berarti pemberian ekstrak biji kakao

dengan dosis 0,4 ml/ 20grBB mencit sebelum pemberian parasetamol mampu

mengurangi jumlah kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal yang

diinduksi parasetamol, tetapi belum dapat mengembalikan sel epitel tubulus

proksimal ginjal ke kondisi seperti kelompok K. Hal ini dapat disebabkan

dosis II ekstrak biji kakao yang diberikan yaitu 0,4 ml/ 20gr BB mencit masih

kurang optimal untuk melindungi sel ginjal dari kerusakan yang ditimbulkan

oleh parasetamol.

Page 44: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

43

Derajat kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal kelompok P2

lebih besar dari pada kelompok P3, namun hasil uji LSD menunjukkan

perbedaan yang tidak bermakna. Hal ini berarti peningkatan dosis ekstrak biji

kakao dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel epitel tubulus

proksimal ginjal yang ditimbulkan oleh parasetamol, tetapi peningkatannya

tidak signifikan. Pengaruh ekstrak biji kakao terhadap kerusakan sel epitel

tubulus proksimal ginjal yang diinduksi parasetamol dapat dianalogikan

sebagai kurva hubungan antara dosis dan efek obat yang berbentuk sigmoid

dengan suatu bagian tengah yang lurus atau linier. Dengan bertambahnya

dosis obat, peningkatan respon berkurang, dan akhirnya dosis maksimal

tercapai di mana responnya tidak bisa ditingkatkan lagi. Apabila dosis ekstrak

biji kakao digambarkan dalam kurva hubungan antara dosis dan efek obat,

maka efek dosis I dan dosis II berada pada bagian kurva yang hampir lurus

atau linier sehingga peningkatan efeknya tidak terlalu signifikan (Bourne dan

Roberts , 1998).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbukti

adanya efek proteksi ekstrak biji kakao terhadap sel epitel tubulus proksimal

ginjal berupa pengurangan jumlah kerusakan sel epitel tubulus proksimal

ginjal mencit yang diinduksi parasetamol pada dosis I, yaitu 0,2 ml/ 20grBB,

meskipun belum optimal karena hasilnya belum sebanding dengan kelompok

kontrol. Sedangkan pada dosis yang lebih besar, dosis II, yaitu 0,4 ml/ 20grBB

terbukti adanya peningkatan efek proteksi ekstrak biji kakao terhadap sel

Page 45: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

44

ginjal, meskipun perbedaannya tidak signifikan dibandingkan dengan dosis I

dan hasilnya cukup optimal karena hasilnya mendekati kelompok kontrol.

Page 46: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRA BIJI KAKAO (Theobroma Cacao

45

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemberian ekstrak biji kakao dapat mengurangi kerusakan sel ginjal

mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat aktif dalam

ekstrak biji kakao yang paling berperan sebagai renoprotektor.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode lain misalnya,

biomolekuler dengan marker Malondialdehid (MDA) atau glutathione.