pengaruh pemberian ekstrak etanol daun paliasa...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN PALIASA (Kleinhovia hospita L.)TERHADAP
PENINGKATAN KADAR ALT DAN AST PADA TIKUS PUTIH YANG DIBERI OBAT ANTITUBERKULOSIS
KOMBINASI DOSIS TETAP (OAT KDT)
EFFECT OF PALIASA (Kleinhovia hospita L.) ETHANOL LEAF EXTRACT ADMINISTRATION
AGAINST INCREASED ALT AND AST SERUM LEVEL IN RATS DUE TO ANTITUBERCULOSIS DRUG FIXED
DOSE COMBINATION (FDC)
NURUL HUSNA NAJIB N111 14 308
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN PALIASA (Kleinhovia hospita L.)TERHADAP PENINGKATAN KADAR ALT DAN AST PADA TIKUS PUTIH YANG DIBERI OBAT ANTITUBERKULOSIS
KOMBINASI DOSIS TETAP (OAT KDT)
EFFECT OF PALIASA (Kleinhovia hospita L.) LEAF ETHANOL EXTRACT ADMINISTRATION AGAINST ALT AND AST SERUM LEVEL IN RATS DUE TO ANTITUBERCULOSIS DRUG FIXED DOSE COMBINATION
(FDC)
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
NURUL HUSNA NAJIB N111 14 308
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN PALIASA (Kleinhovia hospita L.)TERHADAP PENINGKATAN KADAR ALT DAN AST PADA TIKUS
PUTIH YANG DIBERI OBAT ANTITUBERKULOSIS KOMBINASI DOSIS TETAP (OAT KDT)
NURUL HUSNA NAJIB
N111 14 308
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing Pertama,
Yulia Y. Djabir, S.Si., MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt. Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. NIP. 19780728 200212 2 003 NIP. 19561011 198603 2 002
Pada tanggal, 15 Mei 2018
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN PALIASA (Kleinhovia hospita L.)TERHADAP PENINGKATAN KADAR ALT DAN AST PADA TIKUS PUTIH YANG DIBERI OBAT ANTITUBERKULOSIS
KOMBINASI DOSIS TETAP (KDT)
EFFECT OF PALIASA (Kleinhovia hospita L.) LEAF ETHANOL EXTRACT ADMINISTRATION AGAINST INCREASED ALT AND AST SERUM LEVEL
IN RATS DUE TO ANTITUBERCULOSIS DRUG FIXED DOSE COMBINATION (FDC)
Disusun dan diajukan oleh :
NURUL HUSNA NAJIB N111 14 308
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
pada Tanggal 15 Mei 2018 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Panitia Penguji Skripsi
1. Ketua : Dra. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt. : ............
2. Sekretaris : Aminullah, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt. : ............
3. Ex Officio : Yulia Y. Djabir, S.Si., MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt. : ............
4. Ex Officio : Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. : ............
5. Anggota : Ismail, S.Si., M.Si., Apt. : ............
Mengetahui,
Dekan fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. NIP. 19641231 199002 1 005
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya saya
sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
pernyataan saya ini tidak benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh batal
demi hukum.
Makassar, 15 Mei 2018
Yang menyatakan
Nurul Husna Najib N111 14 308
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya karena atas petunjuk-Nya sehingga
penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Paliasa
(Kleinhovia hospita L.) Terhadap Peningkatan Kadar ALT dan AST Tikus
Putih yang Diberi Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT)”
telah selesai disusun sebagai skripsi pada Program Studi S1 Farmasi,
Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka penyusunan skripsi
ini, namun berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu. Penulis dengan
tulus mengucapkan banyak terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
1. Kepada Bapak Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Farmasi farmasi
Universitas Hasanuddin.
2. Ibu Yulia Yusrini Djabir, S.Si., MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt. selaku
pembimbing utama dan ibu Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. selaku
pembimbing pertama skripsi serta ibu Dra. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt.
selaku ketua penguji, bapak Aminullah, S.Si., M.Pharm. Sc., Apt. selaku
sekertaris penguji dan bapak Ismail, S.Si., M.Si., Apt. selaku anggota
penguji yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan ilmunya dalam
memberikan pengarahan kepada penulis mulai dari awal rencana
penulisan skripsi sampai selesai.
vii
3. Ibu Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. selaku penasehat akademik
penulis yang telah meluangkan waktu, senantiasa mengontrol dan
mengevaluasi setiap perkembangan pendidikan dan saran yang diberikan.
4. Bapak/ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, terimakasih
atas ilmu, tenaga, dan setiap nasehat serta pengalaman yang telah
diberikan selama penulis menjalani perkuliahan, serta seluruh staf
Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis.
Demikian pula penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf
Fakultas Farmasi atas segala fasilitas yang diberikan selama penulis
menempuh studi hingga menyelesaikan penelitian ini.
Terkhusus lagi kepada kepada tim penelitian Fatwa dan Kak Aslinda
yang telah menjadi teman satu tim penelitian, teman bertukar pikiran, dan
teman berkeluh kesah dari awal hingga akhir penelitian. Kepada sahabat
tersayang penulis Fatwa, Heriyanti, Syarifah, Niar, Tita, Ainiah, Najiyah,
Desya, Wilda dan Azka, yang telah memberikan semangat, dukungan, doa,
dan dorongan kepada penulis selama penelitian dan dalam penyusunan
skripsi. Teman-teman farmasi angkatan 2014, “HIOS14MIN” dan semua
pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu atas pengalaman dan
kebersamaannya dalam melakukan setiap proses pembelajaran di Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin
Akhirnya, semua ini tiada artinya tanpa dukungan dari kedua orang tua
tercinta ayahanda Najib dan ibunda Hasnawati serta adik-adik penulis Muh.
Fachry Najib dan Annisa Zakiyah Najib yang selalu mendoakan tiada henti,
viii
berkorban baik secara moril maupun materil, serta selalu memberikan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan hingga ke tahap
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan,
namun kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan
memberikan sumber inspirasi baru untuk pengembangan ilmu pengetahuan
kedepan. Amin
Makassar, 15 Mei 2018
Nurul Husna Najib
ix
ABSTRAK
NURUL HUSNA NAJIB. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Paliasa (Kleinhovia hospita L.) Terhadap Peningkatan Kadar ALT dan AST pada Tikus Putih yang Diberi Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap ( OAT KDT). Dibimbing oleh Yulia Yusrini Djabir dan Rosany Tayeb.
Obat Antituberkulosis Dosis Tetap (OAT KDT) merupakan pilihan terapi dalam pengobatan tuberkulosis, namun memiliki efek samping hepatotoksisitas ketika diberikan dalam bentuk kombinasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek hepatoprotektor ekstrak daun paliasa terhadap peningkatan nilai ALT dan AST tikus yang diberi OAT KDT. Sebanyak 16 ekor tikus dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok I (n=4) diberikan suspensi OAT KDT 178 mg/200gBB , kelompok II (n=4) diberikan ekstrak paliasa 250 mg/kgBB + OAT KDT, kelompok III (n=4) diberikan ekstrak paliasa 500 mg/kgBB + OAT KDT dan kelompok IV (n=4) diberi Curcuma® 6,17 mg/kgBB + OAT KDT. Perlakuan dilakukan secara peroral selama 28 hari. Kadar ALT dan AST diukur sebelum perlakuan (Hari ke-0) dan 24 jam setelah perlakuan berakhir (Hari ke-28). Hasil penelitian menunjukkan bahwa OAT KDT dapat meningkatkan kadar ALT dan AST tikus secara signifikan (P<0,05). Ekstrak daun paliasa 250 mg/kgBB dapat mencegah peningkatan kadar ALT dan AST secara signifikan (P<0,05) namun ekstrak paliasa 500 mg/kgBB hanya dapat mencegah peningkatan kadar AST. Efek protektif daun paliasa 250 mg/kgBB setara dengan Curcuma® 6,17 mg/kgBB dalam mencegah paningkatan kadar ALT dan AST pada tikus yang diinduksi OAT KDT.
Kata kunci : ALT, AST, Hepatoprotektor, Obat Antituberkulosis, Kleinhovia hospita L., Paliasa.
x
ABSTRACT
NURUL HUSNA NAJIB. Effect of Paliasa (Kleinhovia hospita L.) Leaf Ethanol Extract Administration Against Increased ALT And AST Serum Level in Rats Due to Antituberculosis Drug Fixed Dose Combination (FDC). Supervised by Yulia Yusrini Djabir and Rosany Tayeb
Antituberculosis Drug Fixed Dose Combination (AT-FDC) is a therapeutic option in the treatment of tuberculosis, but has side-effects of hepatotoxicity when given in combination. This study intended to evaluate the hepatoprotector effects of paliasa leaf extract on elevating rat ALT and AST induced by Antituberculosis Drug FDC. Sixteen male rats were divided into 4 groups: group I (n = 4) were given 178 mg/200gBB AT-FDC suspension, group II (n = 4) were given paliasa extract 250 mg/kgBB + AT-FDC, group III (n = 4) were given paliasa extract 500 mg/kgBB + AT-FDC and group IV (n = 4) were given Curcuma® 6,17 mg/kgBB + AT-FDC. Treatment was performed orally for 28 days. ALT and AST levels were measured before treatment (Day 0) and 24 hours after the end of treatment (Day 28). The results showed that AT-FDC significantly increased ALT and AST levels (P <0,05). Paliasa leaf extract 250 mg/kgBB can significantly inhibit the increase of ALT and AST levels (P<0,05) but 500 mg/kgBB paliasa extract could only inhibit the increase of AST level. The protection of 250 mg/kgBB paliasa extract was similiar to that of Curcuma® 6,17 mg/kgBB on reducing ALT and AST levels in rats that was induced by AT-FDC.
Keyword : Antituberculosis Drug, ALT, AST, Hepatoprotector, Kleinhovia hospita L., Paliasa.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 3
I.3 Tujuan Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
II.1 Tanaman Paliasa (Kleinhovia hospita L.) 4
II.1.1 Klasifikasi Tanaman 4
II.1.2 Kandungan Kimia 5
II.1.3 Efek Farmakologi 5
II.2 Ekstraksi 6
II.3 Tikus Putih (Rattus norvegicus) 8
xii
Halaman
II.4 Hati 9
II.5 Enzim Transaminase 12
II.5.1 Alanin Aminotransferase (ALT) 12
II.5.2 Aspartat Aminotransferase (AST) 13
II.6 Pemeriksaan Kadar Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat 13 Aminotransferase (AST)
II.7 Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) 14
II.8 Potensi Hepatotoksisitas OAT KDT 19
BAB III METODE PENELITIAN 20
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan 20
III.2 Metode Kerja 20
III.2.1 Penyiapan Hewan Coba 20
III.2.2 Pembuatan Zat Pensuspensi NaCMC 1% 21
III.2.3 Penyiapan dan Ekstraksi Sampel 21
III.2.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Paliasa 22
III.2.5 Pembuatan Suspensi OAT KDT 22
III.2.6 Pembuatan Suspensi Curcuma® 23
III.3 Prosedur Percobaan 24
III.3.1 Preparasi Serum dan Evaluasi Fungsi Hati 24
III.3.2 Analisa Kadar ALT dan AST 25
III.3.3 Analisis Statistik 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26
xiii
Halaman
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 32
V.1 Kesimpulan 32
V.2. Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 37
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Taksonomi tikus putih 9
2. Data farmakologi tikus putih 9
3. Dosis panduan OAT KDT sesuai Program Nasional 15 Pengendalian Tuberkulosis
4. Klasifikasi hepatotoksisitas menurut WHO 19
5. Kadar rata-rata ALT dan AST 27
6. Hasil pengukuran kadar ALT sebelum dan setelah perlakuan 39
7. Hasil pengukuran kadar AST sebelum dan setelah perlakuan 40
8. Konversi ekuivalen dosis manusia ke dosis hewan berdasarkan 42 luas permukaan tubuh 9. Data distribusi Kolmogorov-Sminov kadar ALT dan AST 48
10. Data statistik homogenitas kadar ALT dan AST dengan test of 48 homogeneity of variances
11. Data statistik kadar ALT dan AST sebelum dan setelah perlakuan 49 dengan Paired Samples T-Test
12. Data statistik kadar ALT dan AST sebelum dan setelah perlakuan 49 dengan one way anova
13. Data statistik perbandingan kadar ALT antar perlakuan dengan 50
LSD Test
14. Data statistik perbandingan kadar AST antar perlakuan dengan 51 LSD Test
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tanaman Paliasa (Kleinhovia hospita L.) 4
2. Anatomi hepar 10
3. Grafik kadar Rata-rata ALT 28
4. Grafik kadar Rata-rata AST 28
5. Daun paliasa segar 50
6. Simplisia daun paliasa 50
7. Proses ekstraksi 50
8. Proses penyaringan ekstrak 50
9. Proses penguapan penyari 50
10. Penimbangan hewan coba 50
11. Proses pemerian 51
12. Proses pengambilan darah 51
13. Reagen KIT ALT 51
14. Reagen KIT AST 51
15. Sentrifuge 51
16. Humalizer 51
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema kerja 37
2. Hasil pengukuran kadar ALT dan AST 39
3. Perhitungan dosis OAT KDT 41
4. Perhitungan dosis Curcuma® 44
5. Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Paliasa 46
6. Data statistik 48
7. Komposisi reagen diagnostik 52
8. Dokumentasi penelitian 53
9. Rekomendasi persetujuan etik 55
xvii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
OAT KDT = Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap
AT-FDC = Antituberculosis Fixed Dose Combination
ALT = Alanin Aminotransferase
AST = Aspartat Aminotransferase
TB = Tuberkulosis
INH = Isonicotynil Hidrazin
BB = Bobot badan
SEM = Standar Error Mean
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang
paru-paru. Tuberkulosis hingga saat ini masih merupakan penyakit penyebab
kematian utama yang disebabkan oleh infeksi di negara berkembang dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan
penyakit pernafasan akut (Aditama dkk, 2011). Menurut laporan tahunan
World Health Organization (WHO), pada tahun 2015 terdapat sekitar 10,4
juta kasus TB baru di dunia. Epidemi TB jauh lebih besar dari sebelumnya
terutama di wilayah Asia Tenggara. Indonesia menempati peringkat kedua
pada 6 negara di Asia Tenggara yang memiliki kasus TB tertinggi (WHO,
2015).
Salah satu komponen strategi pengobatan yang direkomendasikan
WHO saat ini adalah melaksanakan pengobatan dengan Obat Anti
Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT). OAT KDT merupakan obat
antituberkulosis yang sudah berisi 2 atau 4 campuran OAT seperti rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, dan etambutol dalam satu kesatuan dengan dosis
tetap dan digunakan menurut berat badan dengan tujuan untuk menghindari
risiko resistensi pada kasus TB akibat pemilihan obat dan monoterapi yang
2
tidak sesuai, pengobatan menjadi lebih sederhana dan meningkatkan
kepatuhan minum obat pasien (WHO, 2010).
Meskipun penggunaan OAT KDT direkomendasikan oleh WHO dalam
pengobatan TB, telah banyak kasus yang menunjukkan penggunaan OAT
memiliki efek samping hepatotoksisitas (WHO, 2010). Sekitar 10%—20%
pasien selama 4—6 bulan dengan terapi isoniazid mengalami disfungsi hati
ringan. Kejadian hepatotoksisitas yang tinggi dilaporkan pada pasien yang
menerima rifampisin kombinasi dengan pirazinamid, dari 48 kasus yang
dilaporkan diketahui pada bulan kedua terapi, 37 pasien sembuh dari TB
sedangkan 11 pasien meninggal karena gagal hati. Rifampisin menyebabkan
peningkatan enzim ALT dalam 8 minggu pertama terapi pada 10%—15%
pasien, dengan kurang dari 1% pasien menunjukkan hepatotoksisitas.
(Kishore dkk, 2007). ALT (Alanine Aminotransferase) dan AST (Aspartate
Aminotransferase) menunjukkan keutuhan atau integrasi sel-sel hati. Adanya
peningkatan kedua enzim tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan
sel-sel hati, dimana semakin tinggi peningkatan kadar ALT dan AST maka
semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel hati (Cahyono, 2009).
Salah satu alternatif dalam menangani hepatotoksisitas ialah
pengobatan dengan bahan alam, tanaman obat yang diketahui memiliki
aktivitas hepatoprotektor adalah Paliasa (Kleinhovia hospita. L). Daun
paliasa banyak digunakan oleh masyarakat Sulawesi secara empiris untuk
mengobati berbagai penyakit hati (Arung dkk, 2011). Efek hepatoprotektif
Paliasa berasal dari isolat senyawa alami alkaloid triterpenoid sikloartan
3
(Kleinhospitines A—D) yang terbukti melindungi kultur sel hepatosit yang
diinduksi kerusakan dengan H2O2 (Zhou dkk, 2013) dan melindungi sel
karsinoma hepatoseluler (HepG2) yang diinduksi sitotoksisitas oleh
nitrofurantoin (Gan dkk, 2009). Pada uji praklinik ekstrak daun paliasa pada
dosis 250, 500, 750 dan 1000 mg/kgBB dapat mengurangi kerusakan sel hati
tikus yang akibat karbon tetraklorida (CCl4) dan berkhasiat untuk pengobatan
radang hati (Raflizar dan Sihombing, 2009). Penelitian yang dilakukan Djabir
dkk (2017) menunjukkan ekstrak daun paliasa dosis 250 mg/kgBB memiliki
potensi untuk mengurangi kerusakan hati dan mampu menurunkan kadar
ALT pada tikus yang diinduksi doksorubisin (Djabir dkk, 2017).
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang timbul adalah apakah
pemberian ekstrak etanol daun paliasa memberikan efek hepatoprotektor
terhadap nilai ALT dan AST tikus yang diberi OAT KDT selama 28 hari.
I.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek hepatoprotektor
ekstrak etanol daun paliasa terhadap nilai ALT dan AST tikus putih yang
diberi OAT KDT selama 28 hari.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tanaman Paliasa (Kleinhovia hospita L.)
II.1.1 Klasifikasi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Kleinhovia
Jenis : Kleinhovia hospita Linn. (Raflizar, 2009)
Gambar 1. Tanaman Paliasa (Kleinhovia hospita L.)
5
II.1.2. Kandungan Kimia
Eleutherol dan kaempferol 3-O-B-D-glucoside telah berhasil diisolasi
dari daun K. hospita (Arung dkk, 2011). Penelitian mengenai golongan
senyawa metabolit sekunder pada kulit batang tumbuhan Kleinhovia hospita
L. ditemukan mengandung senyawa terpenoid dan steroid (Mo dkk, 2014).
Penelitian lainnya juga menemukan empat macam cycloartane triterpenoid
alkaloid, yang berhasil diisolasi dari K. hospita, yaitu Kleinhospitines A, B, C
dan D (Zhou dkk, 2013; Gan dkk, 2009) serta terdapat dua triterpenoid, 2,3-
dihidroksi-12-oleanen-28-oat dan 2-hidroksi-12-oleanen-28-oat yang berhasil
diisolasi dari kulit batang dan akar K. hospita (Soekamto dkk, 2010).
II.1.3. Efek Farmakologi
Di daerah Sulawesi Selatan daun paliasa dimanfaatkan sebagai obat
tradisional untuk pengobatan penyakit hepatitis. Ekstrak daun paliasa dapat
menurunkan kadar AST dan ALT hati kelinci jantan (BPOM RI, 2006).
Penelitian Tayeb dkk, 2012 melakukan uji toksisitas akut “Tea Bag” palisa
apabila diberikan pada hewan uji mencit dan diketahui “Tea Bag” paliasa
dengan dosis 179; 358; 537; 716; 895 dan 1074 mg/kg BB tidak
menyebabkan efek toksik terhadap hewan uji. Tayeb dkk, 2013 melanjutkan
penelitian formulasi ekstrak paliasa menjadi sediaan kapsul dengan dosis
39,1 mg/kgBB 1 kali sehari dan hasil penelitian ini menunjukkan kapsul
paliasa berefek hepatogeneratif dengan cara menurunkan kadar ALT dan
AST serta meningkatkan kadar glutation hewan uji tikus yang terinduksi
parasetamol. Pada penelitian Zhou dkk, 2013 isolat K. hospita menunjukkan
6
aktivitas hepatoprotektif terhadap kultur sel hepatosit yang diinduksi
kerusakan dengan H2O2 serta pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2)
yang diinduksi sitotoksisitas oleh nitrofurantoin (Gan dkk, 2009). Hasil
temuan (Li et al. 2009), daun paliasa mengandung triterpenoid sikloartan,
sehingga ekstrak dari tumbuhan tersebut dapat berkhasiat dan dipercaya
dalam pengobatan penyakit liver, hipertensi, diabetes, kolesterol dan
hepatitis yaitu dikonsumsi dengan cara meminum air rebusannya. Penelitian
Raflizar dan Sihombing, 2009 menunjukkan adanya efek hepatoprotektif dari
ekstrak daun paliasa yang secara efektif dapat menurunkan aktivitas enzim
ALT dalam darah, sehingga dapat mengurangi kerusakan sel hati yang
ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dan berkhasiat untuk pengobatan
radang hati.
II.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia bahan yang larut
dengan pelarut cair sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut.
Mengetahui senyawa aktif yang dikandung simplisia sebelumnya akan
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Pada
penelitian ini dipilih metode ekstraksi dengan maserasi. Maserasi berasal
dari kata “macerare” yang artinya mengairi, merupakan salah satu metode
ekstraksi yang paling sederhana. Maserasi merupakan metode ekstraksi
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur
ruangan. Secara teknologi termasuk dalam ekstraksi dengan prinsip
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi dilakukan dengan
7
melakukan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
(Ditjen POM, 2000).
Larutan penyari yang digunakan adalah etanol 70%. Pemilihan larutan
penyari harus memperhatikan banyak faktor seperti selektivitas, ekonomis,
ramah lingkungan, dan keamanannya. Cairan pelarut yang tepat dapat
memisahkan senyawa yang diinginkan dari bahan dan kandungan lainnya
serta ekstrak yang diinginkan mengandung sebagian besar senyawa
kandungan yang diinginkan. Pada prinsipnya cairan pelarut harus memenuhi
spesifikasi “Pharmaceutical grade”, sampai saat ini berlaku aturan pelarut
yang diperbolehkan adalah air dan etanol serta campurannya. Jenis pelarut
lain seperti heksan, toluen, kloroform, aseton dan lain-lain umumnya
digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi dan fraksinasi. Khusus
metanol dihindari penggunannya karena sifatnya sifatnya yang toksik akut
dan kronik (Ditjen POM, 2000). Etanol digunakan sebagai larutan penyari
dalam metode soxhlet dan maserasi karena tidak menyebabkan
pembengkakan sel, memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Etanol
sebagai penyari dapat memperbaiki stabilitas bahan terlarut dan tidak
menyebabkan pembengkakan sel. Keuntungan lain dari etanol 70% sangat
efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, di mana bahan
pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi
(Voight,1994).
Penentuan sisa pelarut merupakan salah satu parameter non spesifik
dalam standarisasi suatu ekstrak. Penentuan sisa pelarut bertujuan untuk
8
menentukan kandungan sisa pelarut tertentu dan memberikan jaminan
bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang
seharusnya tidak boleh ada. Secara umum penentuan sisa pelarut dilakukan
dengan cara destilasi dan kromatografi gas, batas sisa pelarut untuk etanol
adalah <1% (Depkes RI, 2000). Pengujian sisa pelarut berguna dalam
penyimpanan suatu ekstrak dan kelayakan ekstrak saat akan diformulasi
menjadi suatu sediaan (Anggraeni dkk, 2012)
II.3. Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Hewan uji merupakan hewan yang sengaja dipelihara untuk
digunakan sebagai animal model dalam mempelajari dan mengembangkan
bidang ilmu dalam skala penelitian. Spesies yang sering dipakai sebagai
hewan model pada penelitian mengenai mamalia adalah Rattus norvegicus
(Malole dan Pramono, 1989).
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
dengan nama ilmiah Rattus norvegicus. Faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup tikus putih dengan baik ditinjau dari segi lingkungan
adalah temperatur dan kelembaban. Temperatur yang baik untuk tikus putih
yaitu sekitar 19ᵒC–23ᵒC, bobot badan tikus jantan dewasa berkisar 450–520
g dengan jangka hidup 3–4 tahun (Wolfenshon dan Lloyd, 2013).
9
Data taksonomi dan data fisiologis tikus putih (Rattus norvegicus)
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Taksonomi tikus putih (Krinke, 2000)
Taksonomi Tikus Putih
Kingdom Animalia
Filum Chordata
Subfilum Vertebrata
Kelas Mammalia
Ordo Rodentia
Famili Muridae
Genus Rattus
Spesies Norvegicus
Tabel 2. Data Fisiologis Tikus Putih (Malole dan Pramono, 1989; Wolfenshon dan
Lloyd, 2013)
Data Fisiologis Tikus Putih
Tekanan darah
Sistol 84-134 mmHg
Diastol 60 mmHg
Berat tikus Jantan 450-520 gram
Betina 250-300 gram
Kebutuhan makan 5-10g/100g BB
Kebutuhan minum 10mL/100g BB
Kecepatan respirasi 70-115/menit
Lama hidup 3-4 tahun
Suhu (rektal) 36-40 ᵒC
Detak jantung 250-450 kali/menit
Serum protein 5,6-7,6 g/dl
Albumin 3,8-4,8 g/dl
Glukosa 50-135 mg/dl
Aktivitas Nokturnal (malam)
II.4 Hati
Hati adalah organ terbesar dalam rongga perut (Gambar 2) yang
merupakan organ sentral dalam metabolisme tubuh. Hati memiliki berat
sekitar 4 pond dan terbagi menjadi dua lobus utama: lobus kanan dan lobus
10
kiri yang berukuran lebih kecil, keduanya dipisahkan satu sama lain oleh
ligamen falciformis. Diantara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur masuk
dan keluar pembuluh darah dan saraf. Lobus hati terdiri dari banyak
struktural dan unit fungsional yang disebut lobulus. (Rizzo, 2001)
Gambar 2. Anatomi Hepar (Rizzo, 2001)
Lobulus terdiri dari banyak sel hati yang tersusun dalam kelompok
yang memancar keluar dari vena sentral. Triad portal terdiri dari tiga struktur
yang berada di antara lobulus yaitu: vena porta hepatika yang mengangkut
nutrisi dari usus, arteri hepatika yang membawa darah kaya akan O2 dan
saluran empedu yang mengelarkan empedu dari hati bergabung membentuk
saluran hepatik. Vena porta hepatika dan arteri hepatika masuk ke hepar
melalui porta hepatis yang kemudian bercabang menjadi dua yakni ke lobus
kiri dan ke lobus kanan. Kemudian darah yang dibawa dipisahkan ke dalam
ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoida hepatik
memisahkan kelompok sel satu sama lain. Sel fagosit yang disebut sel
11
Kupffer melekat pada lapisan sinusoid hati. Sel ini menghilangkan patogen
dan puing-puing yang memasuki vena portal hepatik di usus kecil. (Mader,
2004)
Menurut (Rizzo, 2001) hati memiliki beberapa fungsi utama antara
lain;
1. Hati memproduksi heparin antikoagulan dan protein plasma lainnya,
seperti protrombin dan trombin, yang terlibat dalam mekanisme
pembekuan darah.
2. Sel Kupffer dari hati berperan memfagisitosit (memakan) bakteri, sel
darah merah dan sel darah putih yang telah rusak.
3. Sel hati mengandung berbagai enzim yang bisa menghilangkan racun
atau mengubahnya menjadi zat yang kurang berbahaya. Ketika kita
mencerna protein menjadi asam amino, asam amino masuk ke
mitokondria untuk diubah menjadi ATP. Proses ini menghasilkan
amonia sebagai produk buangan yang beracun bagi sel. Sel hati
mengubah amonia menjadi urea (tidak berbahaya) yang kemudian
diekskresikan oleh ginjal atau kelenjar keringat.
4. Nutrisi yang diserap berlebiha dikumpulkan di hati. Kelebihan glukosa
dan monosakarida lainnya dapat disimpan sebagai glikogen (animal
starch) atau diubah menjadi lemak. Bila dibutuhkan, hati kemudian
bisa mengubah glikogen dan lemak menjadi glukosa.
5. Hati menyimpan glikogen, tembaga dan zat besi, serta vitamin A, D,
E, dan K.
12
6. Hati menghasilkan garam empedu yang memecah lemak. Garam
empedu ini dikirim ke duodenum usus kecil untuk emulsifikasi
(pemecahan) dan penyerapan lemak.
II.5. Enzim Transaminase
Hati akan mensekresikan enzim-enzim transaminase disaat sel-selnya
mengalami gangguan. Peningkatan kadar transaminase merupakan indikator
yang peka terhadap kerusakan sel-sel hati, peningkatan ini terjadi akibat
adanya kerusakan sel hati karena virus, obat-obatan atau toksin yang
menyebabkan hepatitis, karsinoma metastatik, kagagalan jantung dan
penyakit hati granulomatous akibat alkohol. Enzim-enzim transaminase ini
ialah Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase (Amiruddin,
2006)
II.5.1. Alanin Aminotransferase (ALT)
ALT banyak terdapat pada organ hati dan spesifik pada kasus
kerusakan sel hati yang disebabkan oleh obat-obatan atau toksin
dibandingkan dengan AST. Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam
pemindahan amino dari alanine ke α-ketoglutarat (Kee, 2008). Nilai normal
ALT pada tikus adalah 43,9–83,2 U/l (Djabir dkk., 2017). Enzim ALT memiliki
reaksi sebagai berikut;
L - alanin + α-ketoglutarat Pyruvat + L - glutamat
13
II.5.2. Aspartat Aminotransferase (AST)
AST terdapat dalam jumalah besar pada organ hati dan jantung,
enzim ini juga terdapat di dalam ginjal, otot rangka dan pankreas. Kadar AST
akan meningkat jika terjadi serangan infark miokard kemudian akan menurun
secara bertahap dalam kurun waktu 4–6 hari jika tidak terjadi infarks susulan.
AST berperan mengubah aspartat dan α-ketoglutarat menjadi oxaloasetat
dan glutamat (Kee, 2008) . Nilai normal AST pada tikus adalah 53,8–140,1.
(Djabir dkk., 2017). Enzim AST memiliki reaksi sebagai berikut;
II.6. Pemeriksaan Kadar Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)
Aspartate aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase
(ALT,) adalah enzim ditemukan terutama di hati, tetapi juga ditemukan di sel
darah merah, sel jantung, jaringan otot dan organ lainnya, seperti pankreas
dan ginjal. AST dan ALT dapat membantu dalam mendiagnosis penyakit hati.
Konsentrasi normal dalam darah adalah dari 5–40 U/l untuk AST dan dari
5– 35 U/l untuk ALT. Namun, ketika jaringan tubuh atau organ seperti hati
atau jantung sakit atau rusak, AST dan ALT akan dilepaskan ke dalam aliran
darah sehingga kadarnya dalam darah meningkat dan secara langsung
berkaitan dengan tingkat kerusakan jaringan hati. (Huang dkk, 2006)
Aktivitas enzim AST dan ALT umumnya ditetapkan berdasarkan
metode enzimatis menggunakan spektrofotometer. ALT dan AST
L - aspartat + α-ketoglutarat Oxalasetat + L - glutamat
14
merupakan katalis biologi, oleh karena itu pengujian aktivitas AST dan ALT
didasarkan pada reaksi enzim berikut;
ALT mengkatalis transiminasi dari L-alanin dan α-ketoglutarat membentuk
L-glutamat dan pyruvat, pyruvat yang terbentuk di reduksi menjadi laktat oleh
enzym laktat dehidrogenase (LDH) dan nicotinamide adenine dinucleotide
(NADH) teroksidasi menjadi NAD+. Banyaknya NADH yang teroksidasi hasil
penurunan absobansi berbanding langsung dengan aktivitas ALT dan diukur
secara spektrofotometrik dengan panjang gelombang 340 nm.
AST mengkatalis transaminasi dari L-aspartat dan α-ketoglutarat membentuk
L-glutamat dan oxaloaceta. Oxaloacetate direduksi menjadi malat oleh
enzym malat dehydrogenase (MDH) dan niconamide adenine dinucleotide
(NADH) teroksidasi menjadi NAD+. Banyaknya NADH yang teroksidasi,
berbanding langsung dengan aktivitas AST dan diukur secara
spektrofotometrik dengan panjang gelombang 340 nm (Huang dkk, 2006).
II.7. Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT)
Tuberkulosis tetap merupakan penyakit menular akibat infeksi yang
yang prefalensinya besar di dunia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kemampuan tubercle bacillus dorman namun tetap hidup
L-alanin + α-ketoglutarat Pyruvat + L-glutamat
Pyruvat + NADH + H+ L-laktat + NAD+
ALT
LDH
L-aspartat + α-ketoglutarat oxaloasetat + L-glutamat
Oxaloasetat + NADH + H+ malat + NAD+
AST
MDH
15
merupakan tantangan utama dalam terapi. Mycobacteria memperlambat
pertumbuhan organisme intraseluler sehingga untuk mencegah resistensi
diperlukan pemberian kombinasi obat dalam jangka waktu yang lama untuk
mencapai terapi yang efektif. (Craig dan Stitzel, 2004)
Terapi penanganan TB yang direkomendasikan WHO saat ini adalah
dengan Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT). OAT
KDT merupakan obat antituberkulosis yang sudah berisi 2 atau 4 campuran
OAT seperti rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol dalam satu
kesatuan dengan dosis tetap dengan tujuan untuk menghindari risiko
resistensi dan pengobatan menjadi lebih sederhana (WHO, 2010).
Tabel 3. Dosis panduan OAT KDT sesuai Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Berat Badan Tahap Intensif RHZE(150/75/400/275)
Tahap Lanjutan RH (150/150)
30 – 37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT 38 – 54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT 55 – 70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
> 71 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Sumber: Aditama, T. Y., Subuh, M., Dyah, E. M., Basri, C., Asik, S., Kamso, S. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kemenkes RI.
Secara umum, obat antituberkulosis yang diklasifikasikan sebagai
obat lini pertama dalam penanganna TB yang lebih unggul dalam khasiatnya
dan memiliki tingkat toksisitas yang dapat diterima meliputi isoniazid,
rifampisin, pirazinamida dan etambutol. Sebagian besar penderita
tuberkulosis berhasil diobati dengan dengan obat ini. (Craig dan Stitzel,
2004).
16
a. Isoniazid
Isoniazid atau Isonicotynil Hidrazin (INH) hanya bersifat bakterisidal
terhadap Mycobacterium tuberculosis. Isoniazid adalah inhibitor kompetitif
asam lemak sintase asam amino II, enzim yang terlibat dalam sintesis asam
mycolic, penyusun dinding sel M. tuberkulosis. Umumnya INH tidak diberikan
dalam bentuk tunggal, isoniazid digunakan hanya dalam kombinasi dengan
obat lain, biasanya rifampisin plus pirazinamid dan / atau etambutol untuk
menghindari resistensi obat. Isoniazid hanya bekerja pada bakteri yang
sedang berkembang. Isoniazid mudah diserap dari usus dan didistribusikan
secara luas ke jaringan. INH mengalami asetilasi di hati. Konsentrasi INH
yang sangat tinggi berpotensi toksik dapat terjadi pada pasien yang memiliki
kemampuan asetilasi lambat dan mengalami gangguan ginjal (Ritter J.M dkk,
2009).
Sekitar 10% sampai 20% pasien selama 4 sampai 6 bulan terapi INH
mengalami disfungsi hati ringan yang ditunjukkan dengan peningkatan
konsentrasi serum AST, ALT, dan bilirubin. Namun, pada beberapa pasien
kerusakan hati yang progresif dan menyebabkan hepatitis fatal. Asetil
hidrazin metabolit INH yang berperan dalam kerusakan hati. Oleh karena itu,
penggunaan INH harus dihentikan jika tingkat AST meningkat menjadi >5
kali nilai normal (Kishore P.V dkk, 2007).
b. Rifampisin
Rifampisin merupakan salah satu obat lini pertama pengobatan TB.
Rifampisin memiliki aktivitas bakterisid terhadap M. tuberculosis dan
17
beberapa spesies mycobacterial lainnya, termasuk M. bovis dan M. kansasii.
Karena lipofilisitasnya yang tinggi, rifampisin mudah menyebar melalui
membran sel untuk membunuh organisme intraselular, seperti
Mycobacterium tuberculosis. Mekanisme kerja rifampisin adalah
menghambat DNA- dependent RNA polymerase dari bakteri. Seperti halnya
seperti isoniazid, rifampisin aktif pada bakteri yang sedang aktif membelah.
Rifampisin sangat baik diabsorbsi saat diberikan dalam bentuk oral,
terdistribusi pada seluruh cairan tubuh dan organ, termetabolisme di hati dan
dapat menginduksi kerja dari enzim sitokrom P45O sehingga tidak dianjurkan
untuk digunakan bersama obat-obatan yang dimetabolisme oleh enzim
sitokrom P450. Rifampisin dimetabolisme dengan deasetilasi dan senyawa
metabolit dan induknya diekskresikan di empedu dan menjalani sirkulasi
enterohepatik. Toksisitas meningkat dengan obstruksi empedu atau
gangguan fungsi hati sehingga penggunaan pada pasien yang memiliki
gangguan fungsi hati perlu diperhatikan (DiPiro J.T dkk, 2009; Ritter J.M dkk,
2009).
Rifampisin menyebabkan peningkatan transien pada enzim hati
biasanya dalam 8 minggu pertama terapi pada 10% sampai 15% pasien,
dengan kurang dari 1% pasien menunjukkan hepatotoksisitas akibat
rifampisin. Kejadian hepatotoksisitas yang lebih tinggi juga telah dilaporkan
pada pasien yang menerima rifampisin dalam kombinasi dengan
pirazinamida untuk pengobatan TB laten (Kishore P.V dkk, 2007).
18
c. Pirazinamid
Pyrazinamide adalah obat antituberkulosis yang bersifat bakterisida
dan dapat ditoleransi dengan baik sebagai terapi oral. Karena
kemampuannya membunuh bakteri di lingkungan intraseluler asam
makrofag, obat ini memberikan efek utamanya pada terapi dua sampai tiga
bulan pertama (DiPiro J.T dkk, 2009; Ritter J.M dkk, 2009).
Efek samping yang paling umum dari obat ini adalah hepatotoksisitas,
yang terkait dosis dan dapat terjadi kapan saja selama terapi. Centers for
Disease Control mengemukakan, dalam 48 kasus hepatotoksisitas akibat 2
rifampisin-pirazinamid untuk pengobatan TB antara bulan Oktober 2000—
Juni 2003, 37 pasien sembuh dan 11 meninggal karena gagal hati. Dari 48
kasus yang dilaporkan, sekitar 69% hepatotoksisitas terjadi pada bulan
kedua terapi (Kishore P.V dkk, 2007).
d. Etambutol
Ethambutol digunakan sebagai obat keempat untuk TB yang
merupakan isomer-D etilenadiiminodibutanol. Mekanisme kerjanya masih
belum jelas. Etambutol menghambat metabolisme sel bakteri, menghambat
multiplikasi hingga kematian sel. Etambutol aktif terhadap bakteri yang
sedang mengalami pembelahan sel. Etambutol terserap dengan baik (75-
80%) dari usus. Waktu paruh obat ini adalah 5—6 jam. Karena etambutol
80% tidak berubah diekskresikan dalam urin, hal ini dikontraindikasikan pada
gagal ginjal. Beberapa kasus melaporkan adanya efek samping
hepatotoksisitas dengan etambutol dalam pengobatan TB, tes fungsi hati
19
abnormal telah dilaporkan pada beberapa pasien yang memakai etambutol
dengan obat anti-TB lainnya (Ritter J.M dkk, 2009; Kishore P.V dkk., 2007).
II.8. Potensi Hepatotoksisitas OAT KDT
Keuntungan dalam penggunaan OAT KDT meliputi penurunan resiko
munculnya strain yang resistan terhadap obat, resiko dalam kesalahan
pengobatan lebih kecil, kepatuhan pasien yang lebih baik, mengurangi biaya
pengobatan, dan manajemen suplai, pengiriman, dan distribusi obat yang
disederhanakan. Meskipun demikian, salah satu tantangan dalam
pengobatan dengan OAT FDC adalah efek samping hepatotoksisitas
(Sahota dan Pasqua, 2012).
Kejadian hepatotoksisitas dapat diamati dari gejala dan hasil
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan peningkatan nilai biomarker
hati seperti ALT dan AST yang dinilai pada setiap kunjungan selama minggu
pertama dan kedua pada bulan pertama pengobatan dan kemudian dinilai
setiap bulan selama empat bulan berikutnya (Wu dkk, 2015).
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan hepatotoksisitas
menjadi 4 kelas yang dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi hepatotoksisitas menurut WHO
Definisi Hepatotoksisitas
Kelas 1 (Ringan) <2.5 kali ULN (ALT 51-125 U/l)
Kelas 2 (Ringan) 2.5-5 kali ULN (ALT 126-250 U/l)
Kelas 3 (Sedang) 5-10 kali ULN (ALT 251-500 U/l)
Kelas 4 (Parah) >10 kali ULN (ALT >500 U/l)
Sumber: World Health Organization. 1979. ART Adverse Drug Reaction terminology. Geneva: WHO Collaborating for Drug International Monitoring.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat gelas (Pyrex®),
rotari evaporator (Heidolp®), sentrifuge (Hettich®),humalyzer 3500 (Human®),
magnetic stirrer (Dragonlab®), mikropipet (Socorex®), timbangan analitik
(Sartorius®), tabung BD-Vacutainer®, spoit (OneMed®), dan timbangan
hewan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu obat anti
tuberkulosis (Rifastar® 4FDC), Curcuma®, daun Paliasa, etanol, Natrium
Carboxy-Methyl-Cellulose (NaCMC), kit diagnostik ALT dan AST (Human®),
eter dan pellet (makanan hewan).
III.2 Metode Kerja
III.2.1 Penyiapan Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan yaitu tikus putih (Rattus norvegicus)
jenis Wistar. Tikus putih sebanyak 16 ekor (bobot badan 150–200 g) dibagi
menjadi 4 kelompok, ditempatkan dalam kandang hewan dengan pemberian
makanan dan air secara ad Libitum. Sebelum memulai penelitian, hewan
dibiarkan menyesuaikan diri selama 7 hari.
21
III.2.2 Pembuatan Zat Pensuspensi NaCMC 1%
Sebanyak 1 gram Natrium Carboxy-Methyl-Cellulose (NaCMC)
didispersikan dengan aquadest yang telah dipanaskan (70ᵒC) sedikit demi
sedikit hingga volume 100 mL sambil dihomogenkan dengan magnetic
stirrer hingga terbentuk mucilago.
III.2.3 Penyiapan dan Ekstraksi Sampel
Sampel daun paliasa (Kleinhovia hospita L.) diperoleh dari Komp.
Perumahan Dosen Unhas, Tamalanrea, Kota Makassar. Sampel disortasi
dengan mengambil bagian daun yang tidak rusak kemudian dibersihkan
dengan air mengalir. Sampel daun paliasa dirajang dan dikeringkan
menggunakan oven simplisia dengan suhu 50ᵒC, simplisia kering yang
diperoleh selanjutnya diserbukkan menggunakan blender kemudian diayak
dengan mesh 20 . Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah maserasi
untuk proses ekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu metode
maserasi, ditimbang serbuk simplisia sebanyak 400 gram, dibasahi dengan
pelarut dan diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 4 liter
(perbandingan antara serbuk simplisia dan pelarut adalah 1:10). Ekstraksi
dilakukan selama 3 hari sambil sesekali dilakukan pengadukan. Filtrat yang
diperoleh selanjutnya disaring dan diuapkan pelarutnya menggunakan rotari
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
22
III.2.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Paliasa
Dosis ekstrak yang digunakan yaitu 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB
yang dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan efek
hepatoprotektif ekstrak Kleinhovia hospita L. (Djabir dkk, 2017).
Untuk dosis 250 mg/kgBB dibuat dengan menimbang 1.250 mg
ekstrak daun paliasa kemudian digerus di dalam lumpang, ditambahkan
sedikit demi sedikit larutan koloidal NaCMC 1% sambil digerus hingga
ekstrak terdispersi merata dan dicukupkan dengan NaCMC 1% hingga
mencapai volume 25 mL. Sehingga menghasilkan ekstrak daun paliasa 50
mg/mL (5% b/v). Pemberian volume suspensi ekstrak daun paliasa diberikan
berdasarkan bobot tikus, yaitu setiap 200 gram bobot tikus diberikan
suspensi sebanyak 1 mL.
Untuk dosis 500 mg/kgBB dibuat dengan menimbang 2.500 mg
ekstrak daun paliasa kemudian digerus di dalam lumpang, ditambahkan
sedikit demi sedikit larutan koloidal NaCMC 1% sambil digerus hingga
ekstrak terdispersi merata dan dicukupkan dengan NaCMC 1% hingga
mencapai volume 25 mL. Sehingga menghasilkan ekstrak daun paliasa 100
mg/mL (10% b/v). Pemberian volume suspensi ekstrak daun paliasa
diberikan berdasarkan bobot tikus, yaitu setiap 200 gram bobot tikus
diberikan suspensi sebanyak 1 mL.
III.2.5 Pembuatan Suspensi OAT KDT
Dosis OAT KDT untuk hewan coba tikus adalah 178 mg/200 gBB
tikus. Ditimbang sebanyak 17,8 gram OAT KDT kemudian dimasukkan
23
kedalam lumpang dan ditambahkan sedikit demi sedikit larutan koloidal
NaCMC 1% sambil digerus hingga OAT KDT terdispersi merata. Suspensi
kemudian dicukupkan dengan larutan koloidal NaCMC 1% dalam labu ukur
hingga mencapai volume 100 mL sehingga menghasilkan suspensi OAT
KDT 178 mg/mL (17,8% b/v). Pemberian volume suspensi OAT KDT
diberikan berdasarkan bobot tikus, yaitu setiap 200 gram bobot tikus
diberikan suspensi sebanyak 1 mL. Sedangkan untuk tikus dengan x gram
akan diberikan suspensi OAT KDT sebesar:
Volume Pemberian =x gram
200 gramx 1 mL
III.2.6 Pembuatan Suspensi Curcuma®
Curcuma® merupakan herbal terstandar yang digunakan untuk
memperbaiki fungsi organ hati, dalam penelitian ini Curcuma® digunakan
sebagai pembanding aktivitas hepatoprotektor ekstrak paliasa dalam
memperbaiki fungsi hati. Dosis Curcuma® sebagai hepatoprotektor untuk
hewan coba tikus adalah 6,17 mg/kg BB = 1,234 mg / 200 gBB tikus.
Ditimbang sebanyak 0,619 gram tablet Curcuma® yang telah digerus
kemudian dimasukkan kedalam lumpang dan ditambahkan sedikit demi
sedikit larutan koloidal NaCMC 1% sambil digerus hingga Curcuma®
terdispersi merata. Suspensi kemudian dicukupkan dengan NaCMC 1%
dalam labu ukur hingga mencapai volume 25 mL. Pemberian volume
suspensi Curcuma® diberikan berdasarkan bobot tikus, yaitu setiap 200 gram
bobot tikus diberikan suspensi sebanyak 1 mL. Sedangkan untuk tikus
dengan x gram akan diberikan suspensi Curcuma® sebesar:
24
Volume Pemberian =x gram
200 gramx 1 mL
III.3. Prosedur Percobaan
Penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental terhadap
hewan coba tikus putih. Sampel darah diambil 1 hari sebelum perlakuan
diberikan untuk mendapatkan data awal (baseline). Hewan coba dibagi
menjadi 4 kelompok. Kelompok I (n=4) sebagai kontrol negatif diberi
suspensi OAT KDT 178 mg/200gBB secara peroral, kelompok II (n=4)
diberikan suspensi ekstrak daun paliasa dengan dosis 250 mg/kgBB
kemudian 4 jam setelahnya diberikan suspensi OAT KDT secara peroral,
kelompok III (n=4) diberikan suspensi ekstrak daun paliasa dengan dosis 500
mg/kgBB kemudian 4 jam setelahnya diberikan suspensi OAT KDT secara
peroral dan kelompok IV sebagai kontrol positif diberikan Curcuma® 6,17
mg/kgBB kemudian 4 jam setelahnya diberikan suspensi OAT KDT secara
peroral. Perlakuan dilakukan setiap hari selama 28 hari berturut-turut.
Prosedur ini dilakukan untuk melihat apakah pemberian ekstrak daun
paliasa 4 jam sebelum terapi OAT KDT dapat memberikan efek protektif
pada sel hati dengan mengamati perubahan kadar ALT dan AST.
III.3.1 Preparasi Serum dan Evaluasi Fungsi Hati
Setelah 28 hari perlakuan tikus dianastesi menggunakan eter secara
inhalasi, sampel darah sebanyak 2 mL diambil dari vena lateral ekor tikus
menggunakan tabung vakutainer. Sampel darah disentrifugasi selama 15
25
menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk mendapatkan serum. Serum
disimpan pada suhu -20ᵒC sampai analisis biomarker dilakukan.
III.3.2 Analisa Kadar ALT dan AST
Analisis kadar ALT serum dilakukan menggunakan 100 µL sampel
ditambahkan dengan 1000 µL dapar, dihomogenkan dan diinkubasi selama 5
menit pada suhu 37ᵒC. Setelah diinkubasi ditambahkan 250 µL substrat,
homogenkan dan diinkubasi selama 1 menit pada suhu 37ᵒC. Setelah itu
dilakukan analisis kadar ALT menggunakan alat humalyzer.
Analisis kadar AST serum dilakukan menggunakan 100 µL sampel
ditambahkan dengan 1000 µL dapar, dihomogenkan dan diinkubasi selama 5
menit pada suhu 37ᵒC. Setelah diinkubasi ditambahkan 250 µL substrat,
homogenkan dan diinkubasi selama 1 menit pada suhu 37ᵒC. Setelah itu
dilakukan analisis kadar AST menggunakan alat humalyzer.
III.3.3 Analisa Statistik
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS 20. Data disajikan
dalam bentuk mean ± standar error mean (SEM). Distribusi data diuji dengan
Kolmogorov-Smirnov. Apabila data terdistribusi normal dilanjutkan analisis
dengan one way anova dilanjutkan dengan uji LSD test untuk melihat
perbedaan yang signifikan antar kelompok (P<0,05).
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang hingga saat ini masih
merupakan penyakit penyebab kematian utama akibat infeksi di negara
berkembang. Pengobatan TB yang direkomendasikan WHO saat ini adalah
dengan Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT).
Meskipun penggunaan OAT KDT direkomendasikan oleh WHO namun
masih banyak kasus yang menunjukkan penggunaan OAT memiliki efek
samping hepatotoksisitas.
Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas hepatoprotektor ekstrak daun
paliasa untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak daun paliasa empat
jam sebelum penggunaan OAT KDT dapat mengurangi efek samping
kerusakan hati pada tikus putih yang diberi OAT KDT selama 28 hari dengan
mengamati dari kadar ALT dan AST nya. Dosis yang digunakan merupakan
dua kali dosis terapi untuk menginduksi kerusakan hati pada tikus.
Daun paliasa segar sebanyak 1.600 gram dikeringkan dan diperoleh
400 gram daun paliasa kering yang selanjutnya diekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan etanol 70% dan diperoleh ekstrak kental daun
paliasa sebanyak 59,4 gram dengan persen rendamen sebesar 14,8%.
Kadar rata-rata ALT dan AST sebelum perlakuan (Hari ke-0) dapat
dilihat pada (Tabel 5). Kadar rata-rata ALT kelompok tikus berada pada
27
range 40,9 ± 3,3 hingga 66,0 ± 1,9 , setelah dianalisis secara statistik
dinyatakan perbedaan antar perlakuan tidak signifikan (P>0,05). Begitu pula
dengan kadar rata-rata AST yang berada pada range 71,7 ± 4,6 hingga
121,1 ± 15,2 dinyatakan berbeda tidak signfikan antar kelompok
menggunakan analisis one way anova (lihat lampiran VI), hal ini
menunjukkan bahwa tikus sebelum perlakuan memiliki kondisi hati yang
kurang lebih serupa.
Tabel 5. Kadar Rata-rata ALT dan AST (U/l)
Kelompok Kadar ALT (U/L) Kadar AST (U/L)
Hari Ke-0 Hari Ke-28 Hari Ke-0 Hari Ke-28
I 49,1 ± 6,9 76,5 ± 4,1* 71,7 ± 4,6 131,4 ± 4,4*
II 59,0 ± 9,0 54,6 ± 4,7 103,7 ± 22,5 109,7 ± 6,7
III 66,0 ± 1,9 71,8 ± 5,0 121,1 ± 8,4 111,6 ± 5,8
IV 40,9 ± 3,3 51,9 ± 4,7 121,0 ± 15,2 104,0 ± 6,4
Keterangan: I : OAT KDT II : Ekstrak paliasa 250mg/kgBB + OAT KDT III : Ekstrak paliasa 500mg/kgBB + OAT KDT IV : Curcuma
® 6,17mg/kgBB + OAT KDT
* : Terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan hari ke-0
Setelah hari ke-28 pemberian OAT KDT dengan dosis dua kali dosis
terapi, kadar rata-rata ALT dan AST tikus kelompok I (pemberian OAT KDT)
mengalami peningkatan yang signifikan. Pada gambar 3 dan 4 kelompok
yang hanya diberikan OAT KDT menunjukkan peningkatan kadar ALT dan
AST yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus yang
mendapatkan perlakuan ekstrak paliasa maupun Curcuma®.
Peningkatan kadar ALT 2.5 kali dari nilai normal mengindikasikan
kerusakan hati ringan (Lihat tabel 4). Meskipun dalam penelitian ini
peningkatan nilai ALT dan AST tidak mencapai 2.5 kali nilai normal namun
28
penggunaan OAT KDT selama 28 hari meningkatkan kadar ALT dan AST
secara signfikan dibandingkan pengukuran awal. Oleh karena itu,
penggunaan OAT dalam jangka waktu yang lebih lama diasumsikan akan
menimbulkan efek samping hepatotoksisitas.
Gambar 3. Grafik Kadar Rata-rata ALT Setelah Perlakuan
Ket: 1; OAT=KDT, 2; Eks. Paliasa 250mg/kgBB + OAT KDT, 3; Eks. Paliasa 500mg/kgBB + OAT KDT, 4 Curcuma
® + OAT KDT
*: menandakan perlakuan berbeda signifikan dengan kelompok 1
Gambar 4. Grafik Kadar Rata-rata AST Setelah Perlakuan Ket: 1; OAT=KDT, 2; Eks. Paliasa 250mg/kgBB + OAT KDT, 3; Eks. Paliasa 500mg/kgBB +
OAT KDT, 4 Curcuma® + OAT KDT
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
1 2 3 4
Kad
ar A
LT (
U/L
)
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
1 2 3 4
Kad
ar A
ST (
U/L
) * * *
* *
29
Pada uji lanjutan menggunakan LSD test , diperoleh hasil bahwa
kadar ALT hari ke-28 kelompok I (pemberian OAT KDT) dengan kelompok II
(Eks. Paliasa 250 mg/kgBB + OAT KDT) dan kelompok IV (Curcuma® 6,17
mg/kgBB+ OAT KDT) memiliki perbedaan yang signifikan (P<0,05). Hal ini
menandakan bahwa terdapat perbedaan kadar ALT yang nyata pada tikus
yang diberi ekstrak paliasa 250 mg/kgBB dan Curcuma® 6,17 mg/kgBB
sebelum pemberian OAT KDT dengan tikus yang hanya diberi OAT KDT
saja. Sedangkan, untuk kelompok III (Eks. Paliasa 500 mg/kgBB + OAT-
KDT), menunjukkan perubahan yang tidak signifikan (P>0,05) dengan
kelompok I yang berarti tidak ada perubahan nyata ketika tikus diberi ekstrak
paliasa 500 mg/kgBB sebelum perlakuan dengan tikus yang hanya diberikan
OAT KDT saja. Hal ini berarti pemberian ekstrak daun paliasa dengan dosis
250mg/kgBB lebih optimal dalam mencegah terjadinya kerusakan hati pada
tikus yang merupakan efek samping dari OAT KDT. Bahkan efek protektif
ekstrak paliasa 250 mg/kgBB sebanding dengan efek protektif Curcuma®
yang merupakan herbal terstandar yang sudah digunakan secara klinik di
beberapa rumah sakit.
Analisis kadar AST pada kelompok I (pemberian OAT KDT)
menunjukkan peningkatan kadar AST yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok II (Eks. Paliasa 250 mg/kgBB + OAT KDT), III (Eks. Paliasa 500
mg/kgBB + OAT KDT) dan IV (Curcuma® 6,17 mg/kgBB + OAT KDT), dan
hal ini signifikan secara statistik (P<0,05). Hasil tersebut menunjukkan
pemberian ekstrak paliasa 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB maupun
30
Curcuma® 6,17 mg/kgBB mampu mencegah peningkatan kadar AST pada
tikus yang diberi OAT KDT selama 28 hari.
Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya yaitu Raflizar (2009)
yang dalam penelitiannya mengatakan ekstrak daun paliasa (250 mg/kgBB,
500 mg/kgBB, 750 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB) dapat menurunkan aktivitas
enzim ALT yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida (CCl4) dan Djabir dkk,
2017 yang menemukan bahwa pemberian ekstrak etanol daun paliasa
sebelum injeksi doxorubisin secara signifikan mengurangi peningkatan ALT
dan AST terutama pada dosis 250 mg/kgBB.
Perbedaan mendasar yang terjadi dalam penelitian ini adalah ekstrak
paliasa dengan dosis 250 mg/kgBB dibandingkan dosis 500 mg/kgBB lebih
baik dalam memproteksi fungsi hati karena mampu mencegah peningkatan
ALT maupun AST.
Meskipun kadar ALT dan AST meningkat saat terjadi kerusakan pada
sel hati, ALT adalah enzim yang lebih spesifik. ALT banyak terdapat pada
organ hati dan spesifik pada kasus kerusakan sel hati yang disebabkan oleh
obat-obatan atau toksin dibandingkan dengan AST sedangkan AST terdapat
dalam jumlah besar pada organ hati dan jantung, enzim ini juga terdapat di
dalam ginjal, otot rangka dan pankreas (Kee, 2008; Burtis dan Ashwood,
1994).
Efek hepatoprotektif ekstrak paliasa kemungkinan didukung oleh
senyawa-senyawa kimia yang terkandung didalamnya. Salah satunya
sikloartan triterpenoid diisolasi dari Kleinhovia hospita L. yang menunjukkan
31
aktivitas hepatoprotektif terhadap kerusakan oksidatif akibat H2O2 pada
hepatosit tikus (Zhou dkk, 2013). Penelitian yang dilakukan Arung dkk, 2012
juga melaporkan bahwa ekstrak daun paliasa menunjukkan ativitas
antioksidan yang kuat jika dibandingkan dengan vitamin C sebagai kontrol
positif dengan menggunakan metode DPPH.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pemberian ekstrak etanol daun paliasa dosis 250mg/kgBB menunjukkan
aktivitas hepatprotektif dalam mencegah peningkatan kadar ALT dan AST
pada tikus yang diberi OAT KDT selama 28 hari.
V.2 Saran
Sebaiknya dilakukan uji klinis tentang khasiat hepatoprotektor ekstrak
daun paliasa sehingga dapat dijadikan alternatif sebagai terapi pendamping
untuk mengurangi kejadian hepatotoksisitas.
33
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Y., Subuh, M., Dyah, E. M., Basri, C., Asik, S., Kamso, S. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kemenkes RI.
Amiruddin, R. 2006. Fisiologi dan Biokimiawi Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Jilid I Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Anggreani, P., E. Khairina, Y. 2012. Standarisasi Ekstrak Etanol Herbal Pegagan (Centella asiatica L. Urban) yang Berasal dari Malang dan Penetapan Kadar Asiatikosida. Jurusan Farmasi: UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Hal: 2-3
Arung, E.T., Kusuma, I.W., Kim, Y.U., Shimizu, K., dan Kondo, R. 2011.
Antioxidative compounds from leaves of Tahongai (Kleinhovia hospita). Journal of Wood Science, 58(1): 77-80.
Badan POM RI, 2006, Acuan Sediaan Herbal, Vol. 2, Edisi I, Direktorat Obat Asli Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,Jakarta, hal 37. Available as PDF File E-book.
Burtis, C.A, Ashwood, E.R. 1994. Tietz Textbook of Clinical Chemistry. Philadelphia, WB Saunders Company.
Cahyono B, Suharjo. 2009. Hepatitis A Cegah Penularannya. Jakarta: Kasinus.
Craig, C.R. and Stitzel, R.E, 2004. Modern Pharmacology with Clinical
Applications. Lippincott Williams & Wilkins. Available as PDF File E-book.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
DiPiro. JT., 2009. Pharmacoterapy Handbook 7th edition. New York: Mc
Graw Hill. Available as PDF File E-book.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI. Available as PDF File E-book.
Djabir, Y.Y., Arsyad, M.A., Sartini, Subehan. 2017. Potential Roles of
Kleinhovia hospita Linn Leaf Extract in Reducing Doxorubicin Acute Hepatic, Cardiac, and Rena Toxicities in Rats. 9(2): 168-173.
34
Gan, L., Ren, G., Mo, J., Zhang, X., Yao, W., dan Zhou, C. Cycloartane Triterpenoids from Kleinhovia hospita. Journal of Natural Products 2009; 72(6): 1102-1105.
Huang, X.J., Choi, Y.K., Im, H.s., Yarimaga, O., Yoon, E., Kim, H. S., 2006. Aspartat Aminotransferase (AST) and Alanine Aminotransferase (AST) Detection Techniques. Sensors. 6 (06): 756-782
Kala’padang, D. 2017. Evaluasi Efek Protektif Ekstrak Daun Paliasa
(Kleinhovia hospita. Linn) Terhadap Peningkatan SGOT dan SGPT Pada Hati Tikus yang Di Induksi Dengan Doksorubisin. Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Kee, J.L., 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Cetakan I Edisi 6, Jakarta.
Kishore, P.V., Palaian, S., Paudel, R., Mishra, P., Prabhu, M., Shankar, P.R., 2007. Drug Induced Hepatitis with Anti-tubercular Chemotherapy: Challenges and Difficulties in Treatment. Kathmandu University Medical Journal; 5(2): 256-260.
Krinke, G.J., 2000. The Laboratory Rat. San Diego CA: Academic Press.
Li SG, Gang R, Jian XM, Xiang, Yi Z, Wei, Yao, Chang, Xin Z. 2009. Cycloartane Triterpenoids from Kleinhovia hospita. J Nat Prod. 72(2009):1102–1105.
Mader, S. S. 2004. In Understanding Human Anatomy & Physiology (5th edition ed., pp. 207-212). New York: The McGraw-Hill.
Malole dan Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktotarat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antara universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal. 64, 77, 106.
Mo, J., Bai, Y., Liu, B., Zhou, C., Zou, L., dan Gan, L. 2014. Two New Cycloartane Triterpenoids from Kleinhovia hospita L. Helvetica Chimica Acta, 97(6): 887-894.
Raflizar, R. 2009. Uji Toksisitas Subkronik Dari Ekstrak Etanol Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.) Pada Hati dan Ginjal Tikus. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Raflizar, R. dan Sihombing, M. 2009. Dekok Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.) Sebagai Obat Radang Hati Akut. Jurnal Ekologi Kesehatan.
Ritter, J.M., Lewis, L.D., Mant, T., Ferro A. 2008. A Textbook of Clinical Pharmacology and Therapeutics Fifth Edition. UK: Hodder Arnold
35
Rizzo, Donald, C. 2001. Delmar’s fundamentals of Anatomy & Physiology. USA: Thomson Learning Saladin
Sahota, T dan Pasqua, O., D. 2012. Feasibility of a Fixed Dose Combination of Pyrazinamide and Its Impact On Systemic Drug Exposure and Liver Safety in Patient With Tuberculosis. AAC Journal, 56 (11)
Shin, J.W, Seol, I.C, Son CG. 2010. Interpretation of Animal Dose and Human Equivalent Dose for Drug Development. The Journal of Korean Oriental Medicine; 31(3) : 3.
Smith, dan Mangkoewijoyo, S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakkan, dan Penggunaan Hewan percobaan di daerah Tropis. Edisi 1: jakarta: UI Press. Hal. 37-39.
Soekamto, N.H., Alfian, N., Iwan, D., Hasriani, A., Ruhma, R., dan Agustono, A. 2010. Dua Senyawa Triterpenoid dari Tumbuhan Paliasa (Kleinhovia hospita L.) Famili Sterculiaceae. Jurnal Sains MIPA, 16(2): 94-98.
Sholihah, I., Mardiyanto, Fertilita, S., Herlina, Charmilia, O. 2018. Standardization of Ethanolic Extract of Tahongai Leaves (Kleinhovia hospita L.). Sci. Technol. Indonesia 3, (1) 2018: 14-18.
Tayeb, R., Wahyudin, E., Alam, G., Pakki, E., Lukman. 2013. Penelusuran Mekanisme Kapsul Paliasa (Kleinhovia hospita L.) Sebagai Sediaan Hepatogeneratif: Kajian Mengenai SGPT, SGOT dan Glutation. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Majalah Farmasi dan Farmakologi, 17 (3): 1410-7031.
Tayeb, R., Wahyudin, E., Alam, G., Usmar, Lukman. 2012. Toksisitas Akut “Tea Bag” Paliasa (Kleinhovia hospita L.) Pada Mencit (Mus musculus) Glaur Bal/C Sebagai Prototipe Sediaan Fitofarmaka. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Majalah Farmasi dan Farmakologi, 16 (3): 121-122.
Voight, R. 1994. Buku pelajaran teknologi farmasi. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh: Dr. Soendani Noerono. Gajah Mada University. Yogyakarta
Wolfensohn, S., dan Lloyd, M., 2013, Handbook of Laboratory Animal Management and Welfare, 4th ed., Wiley-Blackwell, West Sussex, 234.
World Health Organization. 2015. Bending the curve – ending Tuberculosis: Annual Report 2017. Available as PDF File E-book.
World Heath Organization. 2010 . Treatment of Tuberculosis: guidelines. In 4th Edition. p. 160. Available as PDF File E-book.
36
World Health Organization. 1979. ART Adverse Drug Reaction terminology. Geneva: WHO Collaborating for Drug International Monitoring
Wu, J., T., Chiu, C., T., Wei, Y., F., Lai, Y., F. 2015. Comparison of The Safety and Efficacy of a Fixed Dose Combination Regimen and Separate Formulation for Pulmonary Tuberculosis Treatment. Clinics. 70 (6) : 429-434
Zhou, C., Zou, L., Gan, L., dan Cao, Y.L. Kleinhospitines A-D, New Cycloartane Triterpenoid Alkaloids from Kleinhovia hospita. Organic Letters 2013; 15 (11): 2734-2737.
37
Pemberian OAT
KDT 4 jam setelah
perlakuan
LAMPIRAN I
SKEMA KERJA
1. Skema Kerja Umum
Tikus putih (n=16)
Adaptasi hewan coba (7 hari)
Pengambilan darah pra perlakuan
Sampel darah setelah 28 hari perlakuan
Pengukuran ALT dan AST
Analisis statistik
Kesimpulan
Kelompok I OAT KDT 178
mg/200 g BB
Kelompok II Ekstrak paliasa 250mg/ kgBB
Kelompok III Ekstrak paliasa 500mg/ kgBB
Kelompok IV
Curcuma®
OAT KDT 178 mg/200 g BB
OAT KDT 178 mg/200 g BB
OAT KDT 178 mg/200 g BB
4 jam 4 jam 4 jam
38
2. Skema Kerja Ekstraksi Daun Paliasa
Disortasi
Dicuci dengan air mengalir
Dirajang
Dikeringkan menggunakan oven 50ᵒC
Diserbukkan dengan mesh No. 20
Disimpan dalam wadah tertutup rapat
Dimaserasi menggunakan etanol
70% selama 3 hari
Diuapkan pelarut menggunakan
rotary evaporator
Daun Paliasa
Simplisia Daun Paliasa
Ekstrak Kental Daun Paliasa
39
LAMPIRAN II
HASIL PENGUKURAN KADAR ALT DAN AST
1. Hasil Pengukuran Kadar ALT
Tabel 6. Hasil pengukuran kadar ALT sebelum dan setelah perlakuan
Kadar ALT (U/L)
Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-28
OAT KDT 178 mg/200g BB
44,3 73,5
36,5 78,4
46,8 67,2
68,9 86,8
Rata-rata ± SEM 49,1 ± 6,9 76,5 ± 4,1
Ekstrak Paliasa 250mg/kgBB + OAT KDT 178 mg/200g BB
40,8 49,3
81,5 49,5
48,9 68,9
64,8 50,6
Rata-rata ± SEM 59,0 ± 9,0 54,6 ± 4,7
Ekstrak Paliasa 500mg/kgBB + OAT KDT 178 mg/200g BB
68,9 59,5
66,5 82,0
68,1 67,6
60,3 77,9
Rata-rata ± SEM 66,0 ± 1,9 71,8 ± 5,0
Curcuma®
+ OAT KDT 178 mg/200g BB
36,6 46,7
33,9 42,2
46,1 63,9
46,9 54,9
Rata-rata ± SEM 40,9 ± 3,3 51,9 ± 4,7
40
2. Hasil Pengukuran Kadar AST
Tabel 7. Hasil pengukuran kadar AST sebelum dan setelah perlakuan
Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-28
OAT KDT
76,3 121,5
71,8 126,7
58,8 141,7
71,7 135,5
Rata-rata ± SEM 71,7 ± 4,6 131,4 ± 4,4
Ekstrak Paliasa 250mg/kgBB + OAT KDT 178 mg/200g BB
69 106,9
167,3 94,1
104,4 110,6
74,2 127,1
Rata-rata ± SEM 103,7 ± 22,5 109,7 ± 6,7
Ekstrak Paliasa 500mg/kgBB + OAT KDT 178 mg/200g BB
129,9 125,8
140,3 102,8
103,5 116,8
110,6 101,1
Rata-rata ± SEM 121,1 ± 8,4 111,6 ± 5,8
Curcuma®
+ OAT KDT 178 mg/200g BB
114,8 100,2
164,6 121,4
110,4 90,8
94,2 103,6
Rata-rata ± SEM 121,0 ± 15,2 104,0 ± 6,4
41
LAMPIRAN III
PERHITUNGAN DOSIS OAT KDT
1. Dosis OAT KDT
Komposisi OAT KDT yang digunakan yaitu :
Rifampisin 150 mg
Isoniazid 75 mg
Pirazinamid 400 mg
Etambutol 275 mg
Dosis penggunaan OAT KDT pada orang dewasa adalah 4 tablet/60
kgBB (Aditama dkk, 2011). Maka penentuan dosis adalah sebagai berikut :
Bobot rata-rata tablet =Bobot 20 tablet
Jumlah tablet
Bobot rata-rata tablet =21.600
20= 1.080
Artinya, untuk dosis sekali, orang dewasa (60 kg) akan mengkonsumsi tablet
yang setara dengan 1.080 mg/tablet.
1.080 × 4 = 4.320 mg/60 kgBB = 72 mg/kgBB
2. Perhitungan Pemberian OAT KDT Pada Tikus
Konversi dosis manusia ke tikus berdasarkan luas permukaan tubuh
adalah sebagai berikut:
Bobot rata-rata tablet x 4 tablet
Dosis manusia (mg/kg) x Faktor konversi
42
Tabel 8. Konversi Ekuivalen Dosis Manusia ke Dosis Hewan Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh
Spesies
Berat Badan
(kg)
Rentang Berat
Badan(kg)
Luas Permukaan Tubuh (m
2)
Faktor Km
Faktor Konversi
Manusia Dewasa 60 - 1,6 37 1,00
Anak 20 - 0,8 25 1,48 Baboon 12 7 – 13 0,6 20 1,85 Anjing 10 5 – 17 0,6 20 1,85 Monyet 3 1,4 – 4,9 0,24 12 3,08 Kelinci 1,8 0,9 – 3,0 0,15 12 3,08 Marmut 0,4 0,208 – 0,700 0,05 8 4,63 Tikus 0,15 0,080 – 0,270 0,025 6 6,17
Hamster 0,08 0,047 – 0,157 0,02 5 7,40 Mencit 0,02 0,011 – 0,034 0,007 3 12,33
Sumber : Shin JW, Seol IC, Son CG. Interpretation of Animal Dose and Human Equivalent Dose for Drug Development. The Journal of Korean Oriental Medicine. 2010;31(3):3
Faktor konversi dari manusia ke tikus adalah 6,17 (lihat Tabel 6)
sehingga konversi dosisnya adalah :
72 mg/kg x 6,17 = 444,24 mg/kg = 89 mg/200 g
Jadi, dosis terapi untuk tikus 89 mg/200g BB. Dosis ditingkatkan 2 kali lipat
untuk menginduksi kerusakan hati sehingga dosis menjadi 178 mg/200g BB.
3. Perhitungan Volume Pemberian OAT KDT Pada Tikus
Pemberian volume suspensi OAT KDT diberikan berdasarkan bobot
tikus, yaitu setiap 200 gram bobot tikus diberikan suspensi sebanyak 1 mL.
Sedangkan untuk tikus dengan x gram akan diberikan suspensi OAT KDT
sebesar:
Volume Pemberian =x gram
200 gramx 1 mL
Pada saat penelitian digunakan total 16 ekor tikus, dengan kisaran
bobot badan yaitu 130 gram, 140 gram, 150 gram, 160 gram, 170 gram, 180
43
gram, 190 gram dan 200 gram. Sehingga volume pemerian OAT KDT untuk
tikus sesuai bobot badan adalah :
- Untuk tikus dengan berat 130 gram : X =130 gram
200 gramx 1 mL = 0,65 mL
- Untuk tikus dengan berat 140 gram : X =140 gram
200 gramx 1 mL = 0,7 mL
- Untuk tikus dengan berat 150 gram : X =150 gram
200 gramx 1 mL = 0,75 mL
- Untuk tikus dengan berat 160 gram : X =160 gram
200 gramx 1 mL = 0,8 mL
- Untuk tikus dengan berat 170 gram : X =170 gram
200 gramx 1 mL = 0,85 mL
- Untuk tikus dengan berat 180 gram : X =180 gram
200 gramx 1 mL = 0,9 mL
- Untuk tikus dengan berat 190 gram : X =190 gram
200 gramx 1 mL = 0,95 mL
- Untuk tikus dengan berat 200 gram : X =200 gram
200 gramx 1 mL = 1 mL
44
LAMPIRAN IV
PERHITUNGAN DOSIS CURCUMA®
Curcuma® mengandung zat aktif ekstrak Curcuma xanthorrhiza
Rhizoma sebanyak 20 mg tiap tablet. Dosis penggunaan Curcuma® pada
orang dewasa adalah 3 kali sehari 1 tablet, sehingga dosis pada orang
dewasa (60 kg) adalah 60mg/60kgBB per hari atau 1mg/kgBB per hari. Maka
penentuan dosis untuk tikus berdasarkan luas permukaan tubuh adalah
sebagai berikut :
Dosis manusia (mg/kg) x Faktor konversi
Dimana Faktor konversi dari manusia ke tikus adalah 6,17 (lihat Tabel 6)
sehingga konversi dosisnya adalah :
1 mg/kg x 6,17 = 6,17 mg/kg = 1,234 mg/200gBB
Jadi, untuk tikus dengan bobot badan 200g dosis Curcuma® yang diberikan
adalah 1,234mg.
Untuk membuat stok sebanyak 25 mL dengan dosis yang sesuai
maka perhitungan nya adalah sebagai berikut:
Bobot hitung = 1,234 mg x 25 = 30,85 mg
Bobot etiket = 20 mg
Bobot rata-rata tablet = 401,5 mg
Bobot hitung
Bobot etiket x Bobot rata-rata tablet
30,85 mg
20 mg x 401,5 = 619 mg
45
Jadi, untuk membuat stok sebanyak 25 mL ditimbang sebanya 619
mg Curcuma® dan disuspensikan kedalam NaCMC 1% hingga 25 mL dimana
setiap 1mL mengandung 1,234 mg Curcuma®
Pemberian volume suspensi Curcuma® diberikan berdasarkan bobot
tikus, yaitu setiap 200 gram bobot tikus diberikan suspensi sebanyak 1 mL.
Sedangkan untuk tikus dengan x gram akan diberikan suspensi Curcuma®
sebesar:
Volume Pemberian =x gram
200 gramx 1 mL
Pada saat penelitian digunakan total 16 ekor tikus, dengan kisaran
bobot badan yaitu 130 gram, 140 gram, 150 gram, 160 gram, 170 gram, 180
gram, 190 gram dan 200 gram. Sehingga volume pemerian suspensi
Curcuma® untuk tikus sesuai bobot badan adalah :
- Untuk tikus dengan berat 130 gram : X =130 gram
200 gramx 1 mL = 0,65 mL
- Untuk tikus dengan berat 140 gram : X =140 gram
200 gramx 1 mL = 0,7 mL
- Untuk tikus dengan berat 150 gram : X =150 gram
200 gramx 1 mL = 0,75 mL
- Untuk tikus dengan berat 160 gram : X =160 gram
200 gramx 1 mL = 0,8 mL
- Untuk tikus dengan berat 170 gram : X =170 gram
200 gramx 1 mL = 0,85 mL
- Untuk tikus dengan berat 180 gram : X =180 gram
200 gramx 1 mL = 0,9 mL
- Untuk tikus dengan berat 190 gram : X =190 gram
200 gramx 1 mL = 0,95 mL
- Untuk tikus dengan berat 200 gram : X =200 gram
200 gramx 1 mL = 1 mL
46
LAMPIRAN V
PERHITUNGAN DOSIS EKSTRAK DAUN PALIASA
1. Perhitungan % Rendamen
% Rendamen =bobot ekstrak
bobot simplisiax 100%
% Rendamen =59,4 gram
400 gramx 100%
= 14,85 %
2. Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Paliasa
- Untuk Dosis 250 mg/kgBB
Dosis ekstrak 250 mg/kgBB dikonversi menjadi 50 mg/200g BB tikus.
Suspensi ekstrak 25 mL = 50 mg / 200 g / 1 mL
= 1.250 mg / 200 g / 25 mL
= 1,25 g / 25 mL (5% b/v)
- Untuk Dosis 500 mg/kgBB
Dosis ekstrak 500 mg/kgBB dikonversi menjadi 100 mg/200g BB tikus.
Suspensi ekstrak 25 mL = 100 mg / 200 g / 1 mL
= 2.500 mg / 200 g / 25 mL
= 2,50 g / 25 mL (10% b/v)
3. Perhitungan Volume Pemberian Suspensi Ekstrak Daun Paliasa
Pada saat penelitian digunakan total 16 ekor tikus, dengan kisaran
bobot badan yaitu 130 gram, 140 gram, 150 gram, 160 gram, 170 gram, 180
47
gram, 190 gram dan 200 gram. Sehingga volume pemerian suspensi ekstrak
daun paliasa untuk tikus sesuai bobot badan adalah :
- Untuk tikus dengan berat 130 gram : X =130 gram
200 gramx 1 mL = 0,65 mL
- Untuk tikus dengan berat 140 gram : X =140 gram
200 gramx 1 mL = 0,7 mL
- Untuk tikus dengan berat 150 gram : X =150 gram
200 gramx 1 mL = 0,75 mL
- Untuk tikus dengan berat 160 gram : X =160 gram
200 gramx 1 mL = 0,8 mL
- Untuk tikus dengan berat 170 gram : X =170 gram
200 gramx 1 mL = 0,85 mL
- Untuk tikus dengan berat 180 gram : X =180 gram
200 gramx 1 mL = 0,9 mL
- Untuk tikus dengan berat 190 gram : X =190 gram
200 gramx 1 mL = 0,95 mL
- Untuk tikus dengan berat 200 gram : X =200 gram
200 gramx 1 mL = 1 mL
48
LAMPIRAN VI
DATA STATISTIK
Tabel 9. Data distribusi Kolmogorov-Sminov kadar ALT dan AST
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT_AWAL ALT_H28 AST_AWAL AST_H28
N 16 16 16 16
Normal Parametersa,b
Mean 53,732 63,681 104,371 114,150
Std. Deviation 14,5654 13,8172 33,1727 15,0516
Most Extreme Differences
Absolute ,193 ,141 ,145 ,133
Positive ,193 ,141 ,145 ,133
Negative -,151 -,101 -,090 -,122
Kolmogorov-Smirnov Z ,771 ,562 ,579 ,533
Asymp. Sig. (2-tailed) ,592 ,910 ,891 ,939
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Tabel 10. Data statistik homogenitas kadar ALT dan AST dengan test of homogeneity
of variances
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
ALT_AWAL 3,101 3 12 ,067
ALT_H28 ,165 3 12 ,918
AST_AWAL 1,910 3 12 ,182
AST_H28 ,114 3 12 ,951
49
Tabel 11. Data Statistik Kadar ALT dan AST sebelum dan setelah perlakuan dengan Paired Samples T-Test
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Mean Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
Lower Upper t df Sig. (2-
tailed)
Pair 1 ALT_AWAL –
ALT_H28 -27,3500 10,8433 5,4216 -44,6041 -10,0959 -5,045 3 ,015
Pair 2 AST_AWAL –
AST_H28 -59,6050 16,2254 8,1127 -85,4233 -33,7867 -7,347 3 ,005
Tabel 12. Data statistik kadar ALT dan AST sebelum dan setelah perlakuan dengan dengan one way anova
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
ALT_AWAL
Between Groups 1452,730 3 484,243 3,360 ,055
Within Groups 1729,516 12 144,126
Total 3182,246 15
ALT_H28
Between Groups 1799,672 3 599,891 6,765 ,006
Within Groups 1064,073 12 88,673
Total 2863,744 15
AST_AWAL
Between Groups 6493,080 3 2164,360 2,594 ,101
Within Groups 10013,373 12 834,448
Total 16506,453 15
AST_H28
Between Groups 1694,185 3 564,728 3,977 ,035
Within Groups 1704,095 12 142,008
Total 3398,280 15
50
Tabel 13. Data statistik perbandingan kadar ALT antar perlakuan dengan LSD Test
Multiple Comparisons
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error
Sig. 95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
OAT-FDC
Eks. Paliasa 5% + OAT-FDC 21,9000* 6,6586 ,006 7,392 36,408
Eks. Paliasa 10% + OAT-FDC 4,7250 6,6586 ,492 -9,783 19,233
Curcuma + OAT-FDC 24,5500* 6,6586 ,003 10,042 39,058
Eks. Paliasa 5%
+ OAT-FDC
OAT-FDC -21,9000* 6,6586 ,006 -36,408 -7,392
Eks. Paliasa 10% + OAT-FDC -17,1750* 6,6586 ,024 -31,683 -2,667
Curcuma + OAT-FDC 2,6500 6,6586 ,698 -11,858 17,158
Eks. Paliasa 10%
+ OAT-FDC
OAT-FDC -4,7250 6,6586 ,492 -19,233 9,783
Eks. Paliasa 5% + OAT-FDC 17,1750* 6,6586 ,024 2,667 31,683
Curcuma + OAT-FDC 19,8250* 6,6586 ,012 5,317 34,333
Curcuma + OAT-
FDC
OAT-FDC -24,5500* 6,6586 ,003 -39,058 -10,042
Eks. Paliasa 5% + OAT-FDC -2,6500 6,6586 ,698 -17,158 11,858
Eks. Paliasa 10% + OAT-FDC -19,8250* 6,6586 ,012 -34,333 -5,317
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
51
Tabel 14. Data statistik perbandingan kadar AST antar perlakuan dengan LSD Test
Multiple Comparisons
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error
Sig. 95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
OAT-FDC
Eks. Paliasa 5% + OAT-FDC 21,6250* 8,4264 ,025 3,265 39,985
Eks. Paliasa 10% + OAT-FDC 19,6750* 8,4264 ,038 1,315 38,035
Curcuma + OAT-FDC 27,3000* 8,4264 ,007 8,940 45,660
Eks. Paliasa 5%
+ OAT-FDC
OAT-FDC -21,6250* 8,4264 ,025 -39,985 -3,265
Eks. Paliasa 10% + OAT-FDC -1,9500 8,4264 ,821 -20,310 16,410
Curcuma + OAT-FDC 5,6750 8,4264 ,513 -12,685 24,035
Eks. Paliasa 10%
+ OAT-FDC
OAT-FDC -19,6750* 8,4264 ,038 -38,035 -1,315
Eks. Paliasa 5% + OAT-FDC 1,9500 8,4264 ,821 -16,410 20,310
Curcuma + OAT-FDC 7,6250 8,4264 ,383 -10,735 25,985
Curcuma + OAT-
FDC
OAT-FDC -27,3000* 8,4264 ,007 -45,660 -8,940
Eks. Paliasa 5% + OAT-FDC -5,6750 8,4264 ,513 -24,035 12,685
Eks. Paliasa 10% + OAT-FDC -7,6250 8,4264 ,383 -25,985 10,735
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
52
LAMPIRAN VII
KOMPOSISI REAGEN DIAGNOSTIK
1. Komposisi reagen pemeriksaan kadar SGPT/ALT
1.1 Buffer (BUF)
Buffer TRIS (pH 7,4) 125 mmol/l L-alanine 625 mmol/l LDH ≥ 1,5kU/l Sodium azide 0,095%
1.2 Substrat (SUB)
2-oxoglutarate 75 mmol/l NaDH 0,9mmol/l Sodium azide 0,095%
2. Komposisi reagen pemeriksaan kadar SGOT/AST
2.1 Buffer (BUF)
Buffer TRIS (pH 7,9) 100 mmol/l L-aspartate 300 mmol/l LDH ≥ 1,13kU/l MDH ≥ 0,75kU/l Sodium azide 0,095%
2.2 Substrat (SUB)
2-oxoglutarate 60 mmol/l NaDH 0,9mmol/l Sodium azide 0,095%
53
LAMPIRAN VIII
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 5. Daun paliasa segar Gambar 6. Simplisia daun paliasa
Gambar 7. Ekstraksi dengan metode maserasi Gambar 8. Proses penyaringan
Gambar 9. Proses penguapan penyari
Gambar 10. Penimbangan hewan coba
54
Gambar 11. Proses pemerian Gambar 12. Proses pengambilan darah
Gambar 13. Reagen kit ALT Gambar 14. Reagen kit AST
Gambar 15. Sentrifuge Gambar 16. Humayzer
55
LAMPIRAN IX
REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK