pengaruh pemberian ekstrak mannandari bungkil inti …
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK MANNANDARI BUNGKIL
INTI SAWIT TERHADAP PATOLOGI DAN HISTOPATOLOGI
USUS DAN HATI AYAM BROILER YANG
DIINFEKSI Salmonella thypimurium
TESIS
Oleh :
TENGKU JENI ADAWIYAH
157040003
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK MANNANDARI BUNGKIL
INTI SAWIT TERHADAP PATOLOGI DAN HISTOPATOLOGI
USUS DAN HATI AYAM BROILER YANG
DIINFEKSI Salmonella thypimurium
TESIS
Oleh :
TENGKU JENI ADAWIYAH
157040003
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MagisterPeternakan pada
Program Studi Ilmu Peternakan Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tesis ini telah diuji di Medan
Tanggal :25 Agustus 2017
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Dr. Ir.Ma’ruf TafsinM.Si
Anggota : Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si
Penguji : 1. Prof. Dr. Ir Sayed Umar Ms
2. Prof. Dr. Ir Yusuf L Henuk M.Rur Sc., Ph.D
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK MANNAN DARI BUNGKIL INTI
SAWIT TERHADAP PATOLOGI DAN HISTOPATOLOGI USUS DAN HATI
AYAM BROILER YANG DIINFEKSI Salmonella thypimuriumadalah benar
merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi
pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini
dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar pada program studi sejenis diperguruan tinggi lain.
Medan, Agustus 2017
TENGKU JENI ADAWIYAH
NIM 157040003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
TENGKU JENI ADAWIYAH, 2017 “Pengaruh Pemberian Ekstrak Mannan dari
Bungkil Inti Sawit terhadap Patologi dan Histopatologi Usus dan Hati Ayam Broiler
yang Diinfeksi Salmonella thypimurium”. Dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan
NEVY DIANA HANAFI.
Salmonella thypimurium merupakan penyakit enterik pada unggas dan masih
menjadi masalah yang utama pada industri peternakan dan kesehatan manusia karena
bersifat zoonosis. Mannan oligosakarida yang berasal dari Bungkil Inti Sawit di
harapkan mampu untuk menggantikan peranan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak mannan terhadap bobot relatif usus dan
hati, perubahan patologi dan histopatologi usus dan hati ayam broiler. Pengujian ini
menggunakan 96 ekor ayam broiler strain Cobb umur 1 hari, yang diinfeksi secara oral
dengan 105
CFU S. thypimurium pada hari ketiga. Tingkat ekstrak mannan yang
diberikan adalah 0 %,0.1 %, 0,2 %, 0,3 %, 0,4 % dan antibiotik sebagai kontrol. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak mannan terhadap berat relatif usus
dan hati tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada pengamatan pengaruh pemberian ekstrak
mannan terhadap patologi dan histopatologi menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak mannan aman digunakan pada ternak karena
tidak mempengaruhi organ usus dan hati.
Kata kunci : Ekstrak mannan, Salmonella thypimurium, patologi, histopatologi,
ayam broiler
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
TENGKU JENI ADAWIYAH, 2017 "The Effect of Giving Mannan Extract from Palm
Kernel Cake to Pathology and Histopathology Liver and Intestine which Infected by
Salmonella thypimurium". Under Supervised by MA'RUF TAFSIN and NEVY DIANA
HANAFI.
Salmonella thypimurium is an enteric disease in poultry and still a major
problem in the livestock industry and human health because it is zoonotic. Mannan
Oligosakarida was originated from palm kernel cake which expected to replace the role
of antibiotics. The purpose of this study was to find out the effect of giving mannan
extract to relative weight of liver and intestine, pathology and histopathology changes
on liver and intestines from broiler chicken. This test was used ninety six broiler chicken
of 1 day age Cobb strain,infected orally with 105 CFU S. thypimurium on the third day.
Levels of the mannan extract given were 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.4% and antibiotic as
controls. The results showed that giving of mannan extract to relative weight of liver
and intestine was not significant (P> 0.05). On the observation the effect of giving
mannan extract to pathology and histopathology showed that it was not significant (P>
0.05) It is concluded that mannan extract is safe to use in livestock because it was not
affected to the intestine and liver organ.
Keywords :Mannan extract, Salmonella thypimurium, broiler chicken, pathology,
histopathology
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan diLubuk PakamKabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara pada tanggal 31 Januari 1981 dari AyahandaTengku Miswar dan
IbundaSuryanida, penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pada tahun 1986, penulis memasuki Pendidikan Dasar di SD 132406 diTanjung
Balai Asahan dan lulus tahun 1992. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tanjung Balai Asahan dan lulustahun
1995. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tanjung Balaidan
lulus pada tahun 1998. Tahun 1998 diterima sebagai mahasiswi Universitas Syiah
Kuala, Fakultas Kedokteran Hewan, Program Studi Veteriner melalui jalur UMPTN
dan lulus pada Tahun 2004, dan melanjutkan koasistensi di Fakultas yang sama yaitu
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, penulis memperoleh gelar
profesi yaitu Dokter Hewan pada tahun 2012.
Pada tahun 2012 penulis pernah bekerja pada salah satu klinik hewan di Jakarta
dan pada tahun 2014 penulis diterima bekerja pada Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Pada Tahun 2015 melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu
Peternakan di Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(USU).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat ridha dan
petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan baik. Adapun judul
tesisi ini adalah “Pengaruh Pemberian Ekstrak Mannan Dari Bungkil Inti Sawit
Terhadap Patologi Dan Histopatologi Usus dan Hati Ayam Broiler yang Diinfeksi
Salmonella thypimurium”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir.Hasanuddin, MS selaku Dekan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Dr.Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si
selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Peternakan Universitas Sumatera Utara
merangkap Anggota Komisi Pembimbing, Dr.Ir.Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku Ketua
Komisi Pembimbing,Prof. Dr. Ir Sayed Umar Ms selaku Penguji I dan Prof. Dr. Ir
Yusuf L Henuk M.Rur Sc., Ph.D selaku Penguji II.
Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda tercinta
Tengku Miswar dan Ibunda Suryanida serta Ananda tercinta Wan Radit Wirayudha.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga besar yang telah banyak
mendorong, menyemangati dan memberikan perhatiannya kepada penulis. Kepada
teman-temanyangtak dapatdisebutkan satu persatu, saya ucapkan terima
kasih.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, karenanya saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan langkah-
langkah selanjutnya. Terlepas dari kekurangannya, penulis berharap tulisan ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Agustus 2017
Tengku Jeni Adawiyah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian ................................................................................. 4
Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil Inti Sawit .................................................................................... 5
Prebiotik .................................................................................................... 6
Mannanoligosakarida (MOS) ................................................................... 8
Ayam Broiler ............................................................................................ 9
Salmonellosis sp ........................................................................................ 10
Gejala klinis .............................................................................................. 12
Mannanoligosakarida sebagai Pengendali Salmonella sp ........................ 14
Mannanoligosakarida sebagai Antimikrobial ........................................... 14
Organ Pencernaan ..................................................................................... 16
Usus Halus ................................................................................................ 16
Histologi dan Fisiologi Usus .............................................................. 17
Organ Hati ................................................................................................. 18
Histologi dan Fisiologi Hati ............................................................... 19
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 21
Bahan dan Alat ......................................................................................... 21
Metode Penelitian ..................................................................................... 22
Karakterisasi bungkil inti sawit hasil ekstraksi asam asetat
dan enzim............................................................................................ 22
Percampuran polisakarida mengandung mannan dari BIS ................. 23
Ransum ............................................................................................... 23
Bakteri dan bahan Additif .................................................................. 24
Rancangan Percobaan ......................................................................... 25
Peubah dan prosedur penelitian .......................................................... 26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
Perubahan Patologi Anatomi .............................................................. 27
Organ Usus ......................................................................................... 27
Organ Hati .......................................................................................... 27
Analisis Histopatologi ........................................................................ 27
Pembuatan Preparat Histopatologi ..................................................... 28
Analisis Data ............................................................................................ 31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Mannan terhadap Bobot Relatif Usus dan
Hati ........................................................................................................... 32
Berat Relatif Usus............................................................................... 32
Berat Relatif Hati ................................................................................ 33
Pengaruh Pemberian Ekstrak Mannan terhadap Patologi Anatomi Usus
dan Hati .................................................................................................... 35
Perubahan Patologi Anatomi (makroskopis) Usus ............................. 35
Perubahan Patologi Anatomi (makroskopik) Hati ............................. 36
Pengaruh Pemberian Ekstrak Mannan terhadap Histopatologi Usus dan
Hati ........................................................................................................... 38
Perubahan Histopatologi (mikroskopis) Usus ................................... 38
Perubahan Histopatologi (mikroskopis) Hati .................................... 40
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................... 47
Saran ......................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit ....................................................... 6
2. Persentase Komponen Gula Netral Pada Bungkil Inti Sawit ..................... 13
3. Komposisi Bahan Pakan dan Kandungan Nutrisi dalam Ransum ............... 25
4. Pengaruh penggunaan Ekstrak Mannan dari BIS terhadap Bobot
Relatif Usus ................................................................................................. 33
5. Pengaruh penggunaan Ekstrak Mannan dari BIS terhadap Bobot
Relatif Hati ................................................................................................. 34
6. Skor Persentase Patologi Anatomi Hati pada hari Ke 5 dan15 .................... 36
7. Hasil skoring pengaruh pemberian ekstrak mannan dari BIS terhadap
histopatologi usus halus .............................................................................. 38
8. Hasil skoring pengaruh pemberian ekstrak mannan dari BIS terhadap
histopatologi hati ......................................................................................... 41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Patologi anatomi hati hari ke 5 .................................................................... 54
2. Patologi anatomi hati hari ke 15 .................................................................. 55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakankomoditas perkebunan utama yang berkembangnya
sangat ekstensif. Pada tahun 2016 luas areal telah lebih dari 11,67 juta/ hektardengan
produksi kelapa sawit mencapai 33 juta ton, yang tersebar di seluruh pulaubesar di
Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Jawa (Dirjen
Perkebunan, 2016).
Dengan predikat sebagai produsen minyak sawit dunia otomatis ketersediaan
bungkil inti sawit berlimpah. BIS (bungkil inti sawit) banyak digunakan sebagai pakan
ternak karena kandungan protein, serat kasar dan lemaknya yang tinggi, Penggunaan
BIS sebagai salah satu pakan potensial telah banyak dilaporkan pada ternakruminansia
(Mathius et al., 2003) dan ternak ayam (Sundu dan Dingle, 2005).
Nahrowi et al. (2005) melaporkan bahwa kandunganMannosa BIS mencapai
68,9% dan ketersediaannya terjamin. Kandungan mannan yang tinggi di samping
sebagai faktor pembatas juga dapat dianggap sebagai potensi untuk mendapatkan
imbuhan pakan prebiotik yang akan meningkatkan kesehatan ternak. Sundu et al. (2006)
menduga bahwa ada kesamaan antara bungkil inti sawit dengan mannan oligosakarida
(MOS) yang akan memperbaiki kesehatan dan sistem kekebalan ternak unggas.
Merujuk pada definisi prebiotik, Patterson, (2005) mengkategorikan bahwa
mannan-oligosakarida (MOS) sebagai prebiotik, tetapi bukan termasuk prebiotik murni
(true prebiotic) mengingat adanya peran lain dari mannan-oligosakarida. Mannan-
oligosakarida secara bersamaan dapat memacu perkembangan bakteri yang bermanfaat
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
dan menghambat bakteri patogen dengan membloking fimbriae (polimer protein yang
dapat mendeteksi karbohidrat spesifik) pada bakteri, sehingga bakteri patogen tidak
melekat pada dinding usus. Kemampuan lain dari MOS adalah bersifat immunostimulan
yaitu merangsang sekresi protein pengikat manosa dari hati yang dapat mengikat kapsul
bakteri yang masuk dan meningkatkan aktivitas fagosit dari makrofage (Devegodwa et
al., 1997).
Penyakit enterik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri patogen.Salah satu bakteri
yang sering menyerang dan mengkontaminasi ayam adalah bakteri Salmonella
thypimurium yang dapat menyebabkan gangguan atau infeksi pada saluran pencernaan
ayam.Salmonella sendiri merupakan penyakit menular yang bersifat zoonosis dan
termasuk food borne disease(Gast, 2003). Salmonella selain merugikan secara ekonomi,
juga sangat penting dalam kaitannya dengan kesehatan masyarakat meskipun banyak
patogen lain yang dapat menyebabkan terjadinya sakit, Salmonella tetap menjadi
penyebab utama penyakit yang ditularkan melalui makanan.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencegah berkembangnya
mikroorganisme patogen penyebab penyakit, salah satunya adalah dengan
menggunakanantibiotik, namunpemberian antibiotik memiliki efek pada keamanan
pangan karena residu yang ditimbulkan pada jaringan dan resistensi beberapa
mikroorganisme terhadap antibiotik.Salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan
untuk menggantikan pemberian antibiotik pada ternak unggas khususnya broiler adalah
dengan menggunakan ikatan mannanyang dapat dihasilkan oleh mahluk hidup baik
mikroorganisme maupun tumbuhan seperti yang terdapat pada fungi (dinding sel fungi),
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
dinding sel tanaman dan limbah pertanian.Sifat lainnya yaitu tidakmenimbulkan residu
karena sifatnya yangalami.
Mengingat sedikitnya peneliti yang meneliti pengaruh ektrak mannan dari BIS
secara patologi anatomi dan histopatologi maka penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang kajian penggunaan ekstrak mannan dari bungkil inti sawit sebagai
pengendalibakteriSalmonellathypimuriumdengan melihat potensi penggunaan ekstrak
mannan yang mendekati mannan-oligosakarida dari perombakan struktur bungkil inti
sawit dalam menghambat dan mencegah proses penempelan atau kolonisasi bakteri pada
usus dan tingkat kerusakan jaringan pada hati yang disebabkan oleh bakteri patogen
Salmonellathypimuriumpada ayam broiler.
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan uraian rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemberian imbuhan pakan yangmengandung ekstrak
mannan dari bungkil inti sawit terhadap berat relatif organ, perubahan patologi dan
histopatologi organayam broileryang diinfeksi dengan Salmonella thypimurium.
Hipotesis Penelitian
Pemberian ekstrak mannan dari bungkil inti sawitpada ayam broiler dapat
mengurangi lesi pada organ usus dan hati secara makroskopis dan mikroskopis akibat
infeksi bakteri patogen Salmonella thypimurium.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan
menciptakan imbuhan pakan baru (feed additif) untuk ayam pedaging yang aman bagi
ternak, konsumen dan lingkungan. Imbuhan pakan baru yangmengandung ekstrak
mannan dari bungkil inti sawit dapat mengurangi lesi pada organ ayam broiler akibat
infeksi bakteri Salmonella thyphimurium.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil Inti Sawit ( BIS )
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan salah satu limbah industri kelapa sawit yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan
dariekstraksi inti sawit yang diperoleh melalui proses kimia dan mekanik. Bungkil inti
sawit (BIS) cukup potensial digunakan sebagai pakan unggas. Pada saat ini Indonesia
menyandang posisi sebagai produsen utama kelapa sawit terbesar di dunia.Pada tahun
2016 luas areal telah lebih dari 11,67 juta/ hektardengan produksi kelapa sawit
mencapai 33 juta ton, dan sekitar 2 persennya berupa bungkil inti sawityang tersebar di
seluruh pulaubesar di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan
Jawa (Dirjen Perkebunan, 2016).
Bungkil inti sawit cukup potensial untuk pakan ternak dengan melihat
kandungannya15,43% protein kasar, 15,47% serat kasar, 7,71% lemak, 0,83% Ca,
0,86% P,dan 3,79% Abu (Amri, 2006). Dengan komposisi yang seperti ini bungkil inti
sawit berpotensi sebagai bahan pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun ternak non
ruminansia. Tetapi akan sulit jika menjadi bahan pakan alternatif untuk ternak non
ruminansia, apabila dimanfaatkansecara langsung tanpa ada pengolahan sebelumnya.
Rizal (2000) melaporkan BIS dapat dipakai sampai 10% atau menggantikan 40%
bungkil kedelai dalam ransum broiler
Penggunaan BIS sebagai salah satu pakan potensial telah banyak dilaporkan
pada ternak ruminansia (Elisabeth dan Ginting, 2003; Mathius et al., 2003), dan ayam
(Sundu dan Dingle, 2005). Salah satu faktor pembatas penggunaan BIS terutama untuk
5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
ternak monogastrik adalah kandungan seratnya yang tinggi dan komponen dominannya
adalah berupa mannose yang mencapai 56,4% dari total dinding sel BIS dan ada dalam
bentuk ikatan mannan (Daud et al., 1993).
Kandungan nutrisi bungkil inti sawit (BIS) disajikan pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit (BIS)
No Kandungan Kadar (%)
1. Bahan Kering 91,8
2. Protein Kasar 15,3
3. Serat Kasar 15,0
4. Ca 0,20
5. P 0,52
6. Ekstrak Eter 8,9
7. Energi (Mj/Kg) 9,80
8. BETN 55,8
9. Abu 5,0
10. TDN 65,4
Sumber : Idris (1998)
Prebiotik
Prebiotik adalah nondigestible food ingredient yang mempunyai pengaruh baik
terhadap inang dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau keduanya
terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon.Prebiotik pada umumnya adalah
karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap, biasanya dalam bentuk oligosakarida
dan serat pangan.Oligosakarida adalah komponen utama prebiotik.Jenis oligosakrida ini
bervariasi dan dapat megandung heksosa monosakarida termasuk fruktosa, galaktosa
dan manosa, dengan derajat polimerisasi antara 2 – 10 monosakarida.Beberapa contoh
prebiotik diantaranya inulin, oligosakarida (mannan oligosaccharide/ MOS, fructose
oligosaccharide/ FOS, galacto oligosaccharide) dan serat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Gibson and Roberfroid (1995) juga menyatakanfood ingredient yang
diklasifikasikan sebagai prebiotik harus: (1) tidak dihidrolisa dan tidak diserap di bagian
atas traktus gastrointestinal sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan
struktur dan tidak diekskresikan dalam feces, (2) subtrat yang selektif untuk satu atau
sejumlah mikroflora yang menguntungkan dalam kolon, jadi memicu pertumbuhan
bakteria, dan (3) mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang
menguntungkan kesehatan.
Prebiotik merupakan nutrisi yang sesuai bagi bakteri baik, tapi tidak cocok bagi
bakteri jahat, sehingga bisa meningkatkan bakteri baik dalam usus.Kombinasi probiotik
dan prebiotik untuk meningkatkankesehatan tubuh disebut sinbiotik (Daud et al., 1997).
Prebiotik mengurangi pH usus, efek ini terjadi akibat adanya perubahan dari
metabolisme fermentasi protein (menghasikan amoniak dan pH yang tinggi) menjadi
fermentasi karbohidrat (menghasilkan asam).Prebiotik dapat menurunkan pH sehingga
mengurangkan gejala penyakit tersebut.Selain itu, pH usus yang rendah juga
meningkatkan pergerakkan usus dan melindungi dari serangan dari bakteri patogenik.
Prebiotik dapat mengembalikan keseimbangan flora di usus selepas penggunaan
antibiotik, diare, stres dan penggunaan obat lain selain antibiotik. Hal ini terjadi akibat
adanya mekanisme yang secara selektif menstimulasi pertumbuhan bakteri dari
kumpulan tertentu, seterusnya akan memperbaiki keadaan keseimbangan flora pada
bahagian usus.
Mannanoligosakarida (MOS)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Mannanoligosakarida merupakan polisakarida yang diperoleh dari dinding sel
ragi yang terdiri dari mannan dan glukosa. Mannanoligosakarida termasuk dalam
golongan serat dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna ( non digestible). Sumber
ikatan mannan berasal dari ikutan hasil pertanian dan dinding selbeberapa jenis jamur.
Salah satu sumber ikatan mannan yang belum banyak diteliti adalah Bungkil Inti
Sawit (BIS).Menurut Daud et al. (1993) BIS tinggi akan serat kasar yakni berkisar
antara 13,0–15,7% dan ADF 31,7%. Jumlah mannosanya mencapai 56,4% dari
keseluruhan total dinding selnya.Sumber lain menyebutkan bahwa total gula dari
polisakarida BIS adalah 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan polisakarida dari Penicillium
sp. Kedua polisakarida tersusun atas gula monomer glukosa, mannosa, dan galaktosa
dengan perbandingan bertutut-turut untuk BIS dan Penicillium sp. adalah 8:20:1 dan
11:15:1 atau kandungan mannosa setara 68,9% untuk BIS dan 55,5 % untuk Penicillium
sp (Nahrowi et al. 2005). Adapunsecara lengkap komponen dinding sel dari BIS tertera
pada (Tabel 2).
Tabel 2. Persentase Komponen Gula Netral pada bungkil inti sawit (BIS)
No Komponen gula netral Persentase dari dinding sel (%)
1. Mannosa 56,4 ± 7,0
2. Selulosa 11,6 ± 0,7
3. Xylosa 3,7 ± 0,1
4. Galaktosa 1,4 ± 0,2
Total 73,1 ± 7,2
Sumber : Daud et al. (1993)
Ayam Broiler
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Ayam broiler merupakan salah satu sektor peternakan yang menghasilkan bahan
pakan hewani yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Perkembangan genetik ayam
broiler semakin pesat, sehingga ayam broiler tidak lagi dipotong pada umur 35 hari
tetapi menjadi lebih cepat yaitu 29 hari. Untuk produksi daging ayam broiler sangat
cepat, dalam kurun waktu 6-7 minggu ayam akan tumbuh40-50 kali dari bobot awalnya
dan pada minggu-minggu terakhir, broiler tumbuhsebanyak 50-70 g per hari
(Amrullah,2003).
Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging yang memiliki kecepatan
tumbuh pesat dalam kurun waktu singkat (Rasyaf, 1994). Dijelaskan lebih lanjut oleh
Siregar et al. (1980) bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat
antara lain : ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak, temperamen tenang,
pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.Umumnya
pemeliharaan ayam pedaging dilakukan dalam waktu 5 - 6 minggu dengan berat badan
1,4 - 1,6 kg/ekor, akan tetapi konsumen masih dapat menerima ayam pedaging dengan
berat badan lebih dari itu, misalnya dengan berat antara 1,8 - 2 kg/ekor.Pertumbuhan
ayam pedaging dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya makanan (ransum),
temperatur lingkungan (berkisar 19° - 21 °C), dan sistem pemeliharaannya (Rasyaf,
1992).
Menurut Murtidjo (2003) beberapa keuntungan yang diperoleh dari
pemeliharaan broiler yaitu strain broiler mempunyai kemampuan penyesuaian (adaptasi)
untuk dipelihara di lingkungan tropis dan tidak mudah mngalami tekanan. Konversi
ransum yang baik, dalam arti perbandingan jumlah makanan yang dikonsumsi dan berat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
badan yang dicapai seimbang.Tingkat kematian selama pemeliharaan rendah dan tidak
kanibal sehingga memudahkan pengelolaan.
Salmonellasp
Salmonella merupakan pemyakit menular yang bersifat zoonosis dan termasuk
food borne disease(Gast, 2003).Salmonella selain merugikan secara ekonomi, juga
sangat penting dalam kaitannya dengan kesehatan masyarakat meskipun banyak patogen
lain yang dapat menyebabkan terjadinya sakit, Salmonella tetap menjadi penyebab
utama penyakit yang ditularkan melalui makanan.
Salmonella sp. adalah bakteri gram negatif yang bergerak (motil)
denganmenggunakan flagela, bersifat anaerob fakultatif, katalase positif dan
oksidasenegatif. Terdapat lebih dari 2500 serotypes berbeda yang diketahui dan tersebar
padahewan terutama unggas dan babi. Salmonella spp. juga bersumber pada
lingkungantermasuk air, tanah, serangga dan kotoran hewan. Bakteri ini tumbuh pada
suhu 37˚C dan pH optimum 7,0. Salmonella dalam litter dapat bertahan selama 16 – 18
bulan pada suhu 250C.
Salmonella memiliki tiga jenis antigen yaitu antigen O, H dan Vi (Gast, 2003).
Antigen O (somatik) adalah antigen dari bagian dinding sel bakteri
(lipopolisakarida).Antigen H atau antigen flagella adalah antigen yang inaktif oleh panas
lebih dari 600C dan juga oleh alkohol dan asam. Sedangkan antigen Vi adalah antigen
kapsular K yang muncul disekitar bakteri.
Bagian lipopolisakarida (LPS) dinding sel bakteri ini juga mempunyai peranan
yang penting dalam resistensi Salmonella terhadap fagositosis oleh inang.Kehilangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
kemampuan untuk membentuk LPS yang lengkap menyebabkan penurunan virulensi
pada S. enteritidis, sedangkan pada S. thypimurium menyebabkan kehilangan
kemampuan untuk berkolonisasi pada sekum dan menginvasi ke limpa.
Klasifikasi Salmonella sp adalah sebagai berikut : kingdom : Bacteria, phylum :
Proteobacteria, class : Gamma proteobacteria, ordo : Enterobacteria, family :
Enterobacteriaceae, genus : Salmonella, species : S. bongori, S.enterica(Tindall et al.,
2005).
Patogenitas Salmonella juga disebabkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri
tersebut (Gast, 1997).Salmonella menghasilkan endotoksin.Endotoksin yang dihasilkan
oleh S. enteritidis dapat menimbulkan lesion pada hati dan limpa ayam. Toksin lain
yang dihasilkan oleh Salmonella adalah enteroktoksin dan sitotoksin yang dapat
menyebabkan keracunan pada manusia melaui makanan yang telah terkontaminasi.
Tingkat keparahan Salmonellosis pada unggas sangat tergantung pada serotype dan
strain bakteri; umur dan genetic inang; dan pintu masuk infeksi (Barrow, 2000)
Infeksi Salmonella sp terjadi melalui 3 cara yaitu kongenital, oral danaerogen
(Ressang, 1984). Secara kongenital yaitu penularan melalui telur sehinggaanak ayam
yang menetas melalui telur tersebut akan terinfeksi Salmonella sp.Infeksi secara oral
terjadi melalui pakan dan air minum yang tercemari Salmonellasp. Sedang aerogen
adalah infeksi yang terjadi di dalam mesin penetas telurdimana masa tunas penyakit
berkisar antara 1 minggu. Penularan melalui vektor juga lazim terjadi, penyebaran ini
terjadi melalui hewan-hewankecil seperti tikus,lalat, burung liar dan peralatan yang
mengandung bakteri Salmonella sp yangdigunakan di dalam kandang (Cox et al.,
1996).Banyak cara organisme tersebut dapat masuk, menyebar, danbertahan di dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
tubuh unggas yang pada akhirnya produk yang dihasilkan olehunggas juga akan
tercemari oleh Salmonella sp. Perusahaan kecil maupun besartelah menggalakkan
kebijakan kontrol dalam mengurangi berkembangnya bakteriSalmonella sp. Peningkatan
monitoring dan kontrol di dalam kawasan peternakanlebih difokuskan pada bagian
breeding, umumnya lebih menekan perkembanganS. Enteritidis dan S. typhimurium.
Kawasan breeding, pabrik pakan dan kawasanhatcheries merupakan kawasan utama
terjadinya kontaminasi Salmonella sp.Kontaminasi pada kawasan tersebut umumnya
melalui sistem ventilasi (Davis danBreslin, 2004).
Gejala Klinis
Salmonella thypimurium lebih rentan menyerang terhadap ayam muda terutama
pada ayam dibawah umur 1 minggu yaitu umur 1 – 3 hari (Barrow, 2000).Resistensi
Salmonella meningkat dengan bertambahnya umur dan lengkapnya sistem
pertahanan.Oleh karena itu biasanya infeksi Salmonella pada unggas yang berumur
diatas 1 minggu biasanya tidak menimbulkan gejala klinis (infeksi subklinis), walaupun
terjadi kolonisasi bakteri terhadap usus.Pada infeksi subklinis, terjadi kolonisasi bakteri
Salmonella pada saluran pencernaan (Dhillon, 1999).
Infeksi Salmonella biasanya terjadi pada ileum, sekum dan kolon (Henderson et
al., 1999).Infeksi terjadi melalui beberapa tahap yaitu adhesi dan kolonisasi, invasi dan
eksudasi (pengeluaran cairan). Proses perlekatan atau kolonisasi Salmonella pada sel
epitel usus inang merupakan tahap yang sangat penting yang mengawali terjadinya
infeksi. Infeksi dimulai dengan Salmonella berikatan dengan sel M (microfold) atau
epitel mukosa usus.Sel M terdapat pada lapisan mukosa yang melapisi bagian usus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
dimana terdapat folikel limfoid atau Peyer’s patches.Interaksi antara Salmonella dengan
sel M mengertak sel pertahanan terutama neutrophil dan makrofag. Salmonella
melakukan invasi pada sel M, kemudian akan dibawa ke sel makrofag dalam folikel
limfoid untuk difagosit. Setelah invasi berkembang dan bereplikasi dalam makrofag atau
sel retikuloendotelial sistem (RES) dan menyebar ke organ organ lain melalui sirkulasi
darah.
Gejala klinis pada ayam yang terinfeksi Salmonella antara lain diare, anorexia,
kematian embrio meningkat dan produksi telur menurun. Perubahan patologi anatomi
dapat berupa septicemia, enteritis, exudat perkejuan pada sekum, hati, limpa dan ginjal
membengkak, hepatitis dan pericarditis.Pada anak ayam juga dapat terjadi airsaculitis,
artritis, dan gangguan penyerapan kuning telur (Gast, 2003). Oleh karena infeksi
Salmonella pada ayam sering tidak menunjukkan gejala klinis (subklinis), maka bakteri
tersebut dapat berkontak dengan antibiotik yang dipergunakan untuk mengobati infeksi
oleh bakteri lain seperti E coli. Sehingga dapat menimbulkan resistensi Salmonella
terhadap antibiotik tertentu.
Pemakaian antibiotik pada ternak untuk pengobatan, pencegahan penyakit dan
pemacu pertumbuhan (growth promoter) memberikan dampak yang tidak
menguntungkan (Lee et al., 2001).Pada beberapa kasus pemakaian antibiotik ternyata
dapat meningkatkan kolonisasi Salmonella yang terjadi akibat rusaknya keseimbangan
mikrobiota dalam usus (Glisson, 1998).Pemakaian antibiotik yang luas untuk
pengobatan dan pencegahan dalam mengontrol salmonellosis dapat meningkatkan
resistensi Salmonella terhadap antibiotik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Mannanoligosakarida sebagai Pengendali Salmonella sp
Menurut Devegowda et al. (1997), diantara oligosakarida utama yaitu Mannan-
oligosakarida, fruktooligosakarida dan galaktooligosakarida, mannan-oligosakarida
(MOS) dilaporkan memberikan hasil yang paling baik dalam memperbaiki produksi
ternak. MOS juga memiliki kemampuan untuk merangsang sistem kekebalan dan efek
ini juga berperan dalam melawan bakteri Salmonella (Spring, 1997). Hal ini terlihat dari
uji tantang yang dilakukan pada ayam broiler dengan menggunakan strain liar
Salmonella, menunjukkan hasil yang lebih baik pada ayam yang diberi MOS. Selain itu
MOS juga mempunyai fungsi untuk mengikat mikotoksin seperti zearalenone dan
aflatoksin (Lyons, 1997).
MOS sebagai prebiotik mempunyai mekanisme yang berbeda dimana secara
selektif tidak menyebabkan peningkatan populasi bakteri yang menguntungkan, tetapi
melalui kemampuannya yang dapat melekat pada lektin spesifik manosa dari patogen
gram negatif tipe 1 fimbriae seperti Salmonella dan E. coli yang kemudian akan
keluarkan dari saluran pencernaan (Baurhoo et al., 2007). MOS ini tak dapat dicerna
oleh hewan monogastrik tetapi dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat sebagai
sumber energi (Delzenne, 2003).
Mannanoligosakarida (MOS)sebagai Antimikrobial
Mannanoligosakarida (MOS) merupakan agen antimikrobial yang bersifat alami
sehingga tidak menimbulkan residu.Sifatnya yang tidak menimbulkan residu
menyebabkan MOS dapat dijadikan sebagai salah satu bahan alternatif pengganti
antibiotik, baik untuk tujuan pemacu pertumbuhan maupun pengontrolan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
penyakit.Mekanisme MOS dalam mencegah bakteri patogen yaitu mannosa dalamMOS
bersifat spesifik terhadap lektin yang terdapat pada permukaan dinding selbakteri.Lektin
ini dapat mengenal gula spesifik yang terdapat pada permukaan selusus
halus.Karbohidrat (gula spesifik) pada permukaan sel merupakan faktor utamayang
bertanggung jawab dalam pengenalan oleh sel dan membiarkan sel menempeldidalam
gula tersebut. Gula spesifik tersebut terdapat pada permukaan sel epitelpengikatan
Salmonella, E. Coli, dan Vibrio cholera. Mannosa mencegah penempelan bakteri
patogen pada usus halus sehingga tidak terjadi kolonisasi bakteri yang dapat
menimbulkan penyakit dan menjadi sumber makanan bagi bakteri yang menguntungkan
(CFNP TA,2002).
Spring et al. (2000) menemukan bahwa pemberian MOS dapat menggumpalkan
lima dari tujuh strain E. coli dan tujuh dari sepuluh strainSalmonella thypimurium dan
Salmonella enteridis. Sedangkan terhadap strain Salmonella pullorum, Salmonella
choleraesuis, danCampylobacter tidak terjadi penggumpalan. Selanjutnya Spring et al.
(2000) melaporkan hasil dari uji tantang terhadap bakteri Salmonella thypimurium 29E
sebanyak 104 cfu pada umur anak ayam tiga hari, dengan kadar MOS yang diberikan
sebanyak 4000 ppm menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi Salmonella
thypimurium dari 5,40 menjadi 4,01 log cfu pada hari ke sepuluh.
Organ Pencernaan
Pencernaan adalah penguraian pakan kedalam zat –zat makanan dalam saluran
pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan – jaringan tubuh
(Anggorodi, 1985).Pada umumnya bagian- bagian penting dari alat pencernaan adalah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
mulut, farinks, esophagus, proventrikulus, usus halus dan usus besar.Saluran pencernaan
(gastrointestinal) merupakan suatu ekosistem yang mengandung berbagai jenis
mikrobiota yang mempunyai peranan dalam pencernaan makanan.
Usus Halus
Menurut Suprijatnaet al. (2008) usus halus merupakan organ utama
tempatberlangsungnya pencernaan dan absorbsi produk pencernaan. Berbagai
enzimyang masuk ke dalam saluran ini berfungsi mempercepat dan
mengefisiensikanpemecahan karbohidrat, protein, dan lemak untuk mempermudah
proses absorbsi.Pada ayam dewasa, panjang usus halus sekitar 62 inci atau 1,5
meter.Sebagian besar pencernaan terjadi di dalam usus halus, disini terjadipemecahan
zat-zat pakan menjadi bentuk yang sederhana, dan hasilpemecahannya disalurkan ke
dalam aliran darah melalui gerakan peristaltik didalam usus halus.Di dalam saluran
pencernaan, khususnya pada usus halus,patogen yang sering menyebabkan gangguan
adalah Escherichia coli.Sudahbanyak dilaporkan bahwa mikroorganisme patogen,
seperti Escherichia coli yangterdapat dalam saluran pencernaan, dapat merusak mukosa
saluran pencernaansecara potensial (Wresdiyati et al., 2013).
Secara anatomis duodenum membentuk huruf “U” dengan pankreas pada lekuk
dalamnya.Duodenum merupakan bagian usus halus pertama yang berfungsi untuk
pemecahan ingesta menjadi bentuk yang siap untuk diserap (Dellmann dan Brown,
1992).
Histologi dan Fisiologi Usus Halus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Kemampuan pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan dapatdipengaruhi oleh
luas permukaan epithel usus, jumlah lipatan-lipatannya, danbanyaknya villi dan
mikrovilli yang memperluas bidang penyerapandan dipengaruhi juga oleh tinggi dan
luaspermukaan villi, duodenum, jejunum, dan ileum (Sugito, et al., 2007).
Luas permukaan usus halus seperti tinggi villi menggambarkan area
untukpenyerapan zat-zat nutrisi. Vili merupakan tonjolan kecil mirip jari atau daunyang
terdapat pada membran mukosa, panjangnya 0,5 sampai 1,5 mm dan hanyaterdapat pada
usus halus. Vili pada ileum bentuknya mirip jari dan lebih pendekdibandingkan dengan
vili yang terdapat pada duodenum dan jejejnum.Salah satuparameter yang digunakan
untuk mengukur kualitas pertumbuhan adalah strukturmorfologi usus (Wang et al.,
2008).Vili berfungsi untuk memperluas permukaan usus halus yang
berpengaruhterhadap proses penyerapan makanan. Perkembangan vili-viliusus pada
ayam broiler berkaitan dengan fungsi dari usus dan pertumbuhan dariayam tersebut
(Sun, 2004). Semakin lebar vili semakin banyak zat-zat makananyang akan diserap pada
akhirnya dapat berdampak pada pertumbuhan organ-organ tubuh dan karkas yang
meningkat. Peningkatan tinggi vili pada usus halus ayam pedagingberkaitan erat dengan
peningkatan fungsi pencernaan dan fungsi penyerapankarena meluasnya area absorpsi
serta merupakan suatu ekspresi lancarnya sistemtransportasi nutrisi keseluruh tubuh.
Struktur duodenum terdiri atas empat lapis, yaitu mukosa, submukosa, tunika
muskularis, dan tunika serosa.Lapis pertama adalah mukosa yang dibalut oleh lamina
epitelialis, lamina propria dengan kelenjar, dan muskularis mukosa.Kelenjar pada
duodenum disebut sebagai kelenjar Lieberkhun yang disusun oleh sel epitel silindris
sebaris.Kelenjar Lieberkhun menghasilkan mukus dan beberapa enzim untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
metabolisme peptida, lemak, dan karbohidrat (Aughey dan Frye, 2001).Lapis kedua
adalah submukosa berupa jaringan ikat dan banyak terdapat pembuluh darah dan
pembuluh limfe.Lapis ketiga adalah tunika muskularis yang disusun oleh otot polos,
yaitu lapis dalam melingkar dan lapis luar memanjang.Lapis keempat adalah tunika
serosa yang merupakan jaringan ikat longgar dan dilanjutkan dengan mesenterium
(Bacha dan Bacha, 2000).
Hati
Hati adalah organ tubuh yang berukuran besar dan merupakan kelenjarterbesar
dalam tubuh hewan ataupun manusia.Di dalam hati ditemukan banyaksel-sel RES
(Reticulo Endothelial System), yakni sel-sel Kupffer yang terdapatdalam dinding-
dinding kapiler dan sinusoid-sinusoid hati yang berfungsi untukmembersihkan benda-
benda asing dari darah (Ressang, 1984 dan Hartono, 1992).Sel-sel Kupffer yang berada
di lumen sinusoid bertindak sebagai makrofag yang mempunyai fungsi fagositik
(Ganong, 2003).Bangsa burung memiliki hati yang cukup besar yang terdiri dari dua
lobi kiri dan kanan.Saluran hepatik dari setiap lobi tersebut berhubungan dengan
duodenum. Bobot hati akan dipengaruhi oleh ukuran tubuh, spesies dan jenis kelamin.
Bobot hati juga akan dipengaruhi oleh bakteri patogen yang biasanya mengakibatkan
pembengkakan hati (Sturkie, 2000). Berat hati ayam menurut Nickel et al . (1997)
berkisar antara 1,7 – 2,3% dari berat hidup sedangkan menurut Putnam, (1991),
persentase hati ayam berkisar antara 1,7 -2,8% dari bobot hidup.
Hati merupakan organ sekresiterbesar dan merupakan kelenjar pertahanan yang
terpenting dalam tubuh.Sel hatidapat rusak hingga lebih dari 80% tanpa menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
gejala yang berat dandapat sembuh kembali secara sempurna (Nort dan Bell,
1990).Umumnya hati mempunyai berat berkisar antara 30-50 gram.Warna hati
tergantung pada status nutrisi unggas. Hati yang normal berwarna coklat kemerahan
atau coklat terang dan bila makanannya berlemak tinggi maka warnanya akan menjadi
kuning (Mc Lelland, 1990).
Histologi dan Fisiologi Hati
Secara histopatologi, gangguan yang sering terjadi pada hati adalah degenerasi,
nekrosa, perlemakan dan gangguan sirkulasi.Degenerasi dapat terjadi di sitoplasma dan
inti sel. Degenerasi sitoplasma hati kadang-kadang disertai kelainan inti sekunder, atropi
dan nekrosis sel sehingga sel menjadi hilang (Darmawan, 1996).Degenerasi dapat
disebabkan oleh anoreksia, infeksi bakteri dan virus, gangguan dalam sistem peredaran
darah, anemia, keracunan bahan kimia, radiasi dan suhu yang tidak menentu.Degenerasi
ditandai oleh perubahan komposisi atau kandungan, struktur dan fungsi sel.Degenerasi
bengkak atau keruh (Cloudy swelling) ditandai oleh adanya sel-sel yang membengkak
disertai sitoplasma yang bergranula (berbutir-butir) sehingga jaringan tampak keruh.
Secara fisologi hati mempunyai 3 fungsi yaitu fungsi vaskuler, fungsi metabolik,
serta fungsi sekresi dan ekskresi (Dellman, 1989). Lebih jelasnya Burkitt et al. (1995)
menjelaskan bahwa fungsi hati adalah mendetoksifikasi produk buangan metabolisme,
merusak sel darah merah yang tua, sintesis dan sekresi lipoprotein plasma serta
mempunyai fungsi metabolisme (sintesis glikogen, beberapa vitamin dan
lipid).Kerusakan pada hati yang disebabkan oleh penyakit mengakibatkan perubahan
fisik seperti perubahan ukuran, pembengkakan, perubahan warna, dan pengecilan pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
salah satu lobi yang menyebabkan tepi yang tidak sama.Budiman et al. (2015) yang
menyebutkan ciri-ciri hati yang mengalami lesi perubahan warna yang sangat mencolok
seperti warna hati yang tidak sesuai dengan warna normalnya warna coklat kemerah-
merahan, kemudian juga dilihat dari segi konsistensinya yang rapuh, dan bentuk tepi
yang tumpul dan bengkak.Berdasarkan penelitian Wiganjar (2006), nilai rata- rata
persentase hati ayam yang dinfeksi Salmonella thypimurium dengan penambahan
polisakarida yang mengandung mannan dari BIS masih berada diatas kisaran berat rata
– rata normal (1,7 – 2,8% dari bobot hidup). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit (BIS) belum efektif untuk
memperbaiki bentuk dan pembengkakan hati ayam akibat infeksi Salmonella
thypimurium.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2017 dilaksanakan di
kandang percobaan (UPT) dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jl. Prof. A.
Sofyan No.3 Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu Peternakan Universitas Sumatera
Utara. Pembuatan preparat dan analisa histopatologi dilaksanakan di Balai Veteriner
Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : bungkil inti sawit (BIS),
asam asetat, enzim mannase, Buffer Neutral Formalin (BNF), ayam broiler (Day Old
Chicken)
Alat
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang sistem litter
berpetak dan tiap petak dipisahkan oleh sekat kawat. Tiap petak berukuran 1x1 m diisi
oleh 4 ekor DOC. Setiap petak dilengkapi dengan tempat makanan, tempat air minum
dan lampu pijar 60 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, plastik
ransum, nomor sayap dan termometer untuk mengukur suhu kandang.
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Vitamin, Vaksinasi dan Sanitasi
Vitamin yang digunakan pada penelitian ini adalah Vitachick dan
Vitastress.Vitachick diberikan pada saat ayam datang untuk mencegah ayam stres akibat
perjalanan dan vitastress diberikan sebelum penimbangan bobot badan ayam.Vaksin
yang digunakan adalah vaksin Newcastle Disease diberikan pada hari ketiga melalui
tetes mata.
Pelaksanan sanitasi dilakukan pada peralatan dan kandang ayam.Pada peralatan,
pelaksanaan ini dilakukan pada pagi hari sedangkan untuk kandang ayam dilakukan
pada siang atau sore hari.Pencucian peralatan seperti tempat minum dan tempat makan
pada awal pengunaannya memakai disinfektan jenis rodalon.Sedangkan, untuk
pencucian harian menggunakan air dan sabun. Sanitasi juga dilakukan pada kandang
dengan penggantian sekam dan alas koran sekitar kandang secara periodik.
Metode Penelitian
Karakterisasi Bungkil Inti Sawit Hasil Ekstraksi Asam Asetat dan Enzim.
Pada tahap pertama ini, dilakukan pengkajian proses dan pengkarakterisasian
ekstrak bungkil inti sawit (BIS) yang dihasilkan melalui penerapan teknologi dengan
menggunakan asam asetat dan enzim. Kombinasi perlakuan juga akan diterapkan untuk
mendapatkan proses yang paling efektif dan efesien dalam merombak struktur bungkil
inti sawit (BIS) menjadi material yang lebih sederhana berupa residu (padatan) sebagai
bahan pakan ternak unggas dan supernatant (cairan) yang merupakan ekstrak mannan
dari BIS untuk dijadikan feed additif bagi ternak ayam broiler, yang dianggap mampu
menjadi anti mikroba dan immunostimulator pada ternak ayam (Tafsin, 2007).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
Proses ekstraksi bungkil inti sawit (BIS) dapat dilakukan dengan cara
penambahan BIS kedalam asam asetat (1%,110˚C, 1 jam), enzim (100 U/L, 60˚C, 72
jam) dan kombinasi keduanya, dengan perbandingan 1 : 10. Proses ini dimulai dengan
penggilingan dan pengayakan (penyaringan) BIS.Kemudian BIS dicampur dengan
masing - masing pelarut dan enzim, dilanjutkan dengan pemanasan dengan
menggunakan autoclave. Selanjutnya dilakukan proses pemisahan dengan menggunakan
sentrifugasi (suhu 10˚C; rpm 4 200; 15 menit). Setelah itu dipisahkan supernatan
(cairan) dan residunya. Produk yang dihasilkan pada tahapan ini berupa supernatant
(cairan) selanjutnya akan diuji kemampuannya sebagai pengendali bakteri Salmonella
typimurium pada ternak ayam broiler.
Pencampuran Polisakarida mengandung Mannan dari BIS
Proses pencampuran dilakukan dengan cara menyemprotkan supernatant (cairan)
yang didalamnya terdapat polisakarida mengandung mannan dari BIS kedalam ransum
berupa jagung, dedak, bungkil kedelai, tepung ikan, Dicalcium fosfat, minyak kelapa,
premix, mineral, CaCo3 secara homogen dan merata. Setelah itu dijemur dibawah sinar
matahari sampai kering udara.
Ransum
Pakan dan air minum diberikan ad libitum, sedangkan pemberian imbuhan pakan
dilakukan sebelum dan sesudah infeksi Salmonella thypimurium.Susunan ransum dasar
dan kandungan nutrisi ransum yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Tabel 3 . Komposisi Bahan Pakan dan Kandungan Nutrisi dalam Ransum
Komposisi
No. Bahan Pakan Jumlah (%)
1. Jagung 55
2. Dedak Padi 9
3. Bungkil Kedelai 26,5
4. Tepung Ikan 6
5. Minyak Kelapa 1,5
6. Dikalsium Fosfat 1
7. CaCO3 0,5
8. Premiks Mineral 0,5
Total 100.00
Kandungan Nutrisi*
1. Protein Kasar 21.09
2. Serat Kasar 4.13
3. Lemak Kasar 4.04
4. Calsium 1.03
5. Phosfor 0.99
6. Lisin 1.17
7. Metionin 0.38
8. Energi Metabolisme (Kkal/kg) 3003
Keterangan : * berdasarkan perhitungan dari tabel komposisi zat makanan (NRC, 1994).
Bakteri dan Bahan Additif
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Salmonella thyphimurium
tipe ganas.Ayam diinfeksi Salmonella thypimurium pada umur 3 hari dengan dosis 105
CFU/ekor.Penginfeksian dilakukan secara oral yaitu dengan cara pemasukan jenis
bakteri ini kedalam mulut. Setelah proses penginfeksian selesai, setiap ayam diberikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
vitastress. Pada perlakuan, antibiotik yang digunakan adalah oksitetrasiklin 0,5 g/ liter
diberikan selama 3 hari melalui air minum.
Rancangan Percobaan
Metode penelitian yang digunakan adalah secara eksperimental dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan,
setiap ulangan terdiri dari 4 ekor ayam.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian :
R0A = Infeksi S thypimurium + Ransum yang disuplementasi 0 % ekstrak mannan dari
BIS
R0B= Infeksi S thypimurium + Ransum yang disuplementasi 0 % Ekstrak Mannan dari
BIS + antibiotik
R1 = InfeksiS thypimurium + Ransum yang disuplementasi 0,1 % Ekstrak Mannan
dari BIS
R3 = Infeksi S thypimurium + Ransum yang disuplementasi 0,2 % Ekstrak Mannan dari
BIS
R4 = Infeksi S thypimurium + Ransum yang disuplementasi 0,3 % Ekstrak Mannan dari
BIS
R5 = Infeksi S thypimurium + Ransum yang disuplementasi 0,4 % Ekstrak Mannan dari
BIS
Menurut Hanafiah (2003) model matematika percobaan yang digunakan adalah :
Yij = μ+ τi+ εij
Dimana:
Yij = nilai unit percobaan padaperlakuan uji ke-i, ulangan ke-j
µ = rataanumum
τi = pengaruh uji ke-i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
εij = pengaruhgalat percobaan
I = perlakuan
J = ulangan(1, 2, 3)
Peubah dan Prosedur Penelitian
Peubah yang diamati :
1. Persentase bobot hati (%)
Persentase bobot hati merupakan perbandingan bobot hati dengan bobot hidup
dikalikan dengan 100%.
2. Persentase bobot usus halus (%)
Persentase bobot usus halus merupakan perbandingan antara bobot usus halus
dengan bobot hidup dikalikan dengan 100%.
3. Patologi Anatomi Usus
Pengamatan perubahan usus berupa hiperemi, enteritis kataralis dan pendarahan.
4. Patologi Anatomi Hati
Pengamatan perubahan hati berupa warna belang, pucat, rapuh, pendarahan dan
nekrotik
5. Histopatologi usus
Pengamatan terhadap deskuamasi epitel villi mukosa dan proliferasi sel radang.
6. Histopatologi hati
Pengamatan terhadap sel radang, pendarahan, kongesti (pembendungan), dan
oedema.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Perubahan Patologi Anatomi (PA)
Skor lesi ditentukan dari perubahan PA dan Histologi pada organ usus dan hati
berupa derajat kerusakan dari organ yang terinfeksi. Menurut metoda Johson dan Reid
(1970) yaitu dengan pemberian skoring 0 sampai 4 sebagai berikut:
Organ Usus
Perubahan yang diamati pada pemeriksaanorgan usus secara makroskopis
dilakukandenganmemberikan skor 0-4, yaitu 0 = tidak ada perubahan,1 = hiperemi, 2 =
enteritis kataralis, 3 = enteritishemoragik, dan 4 = nekrotik. Adapun penilaian lesisecara
mikroskopis dilakukan berdasarkan derajatperubahan 0-5 yaitu, 0 = tidak adaperubahan,
1 =hiperemi, 2 = edema, 3 = perdarahan, 4 = infiltrasisel radang dan 5 = deskuamasi
epitel.
Organ Hati
Perubahan yang diamati pada pemeriksaanorgan hati secara makroskopis
dilakukandenganmemberikan skor 0-4, yaitu 0 = tidak ada perubahan,1 = hiperemi yang
ditandai warna belang, 2 =membesar dan pucat, 3 = rapuh, 4 = pendarahan, dan5 =
nekrotik. Penilaian lesi secara mikroskopisdilakukan berdasarkan derajat perubahan 0-4,
yaitu 0= tidak ada perubahan, 1 = hiperemi, 2 = degenerasihepatosit, 3 = infiltrasi sel
radang, 4 = nekrotikhepatosit.
Analisis Histopatologi
Setelah proses pemeliharaan dan pemotongan selesai dilakukan, dilanjutkan
dengan pengumpulan sampel dan pembuatan preparat histopatologi. Pengumpulan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
sampel organ usus halus, hati dilakukan setelah pasca infeksi pada saat broiler berumur
5 hari dan 15 hari Dalam hasil pengamatan diolah secara deskriptif. Pemeriksaan
sampel histopatologi pada organ hati, dan usus diperoleh dari ayam yang diberi
perlakuan kontrol dengan infeksi S. thypimurium ditambah dengan ransum yang tidak
disuplementasi ekstrak mannan. Suplementasi MOS tertinggi (0,4% Ekstrak Mannan).
Gambaran histopatologi dievaluasi dengan melihat tingkat kerusakan jaringan yang
diindikasikan dari lesi pada organ ayam broiler tersebut.
Pembuatan Preparat Histopatologi
Pembuatan preparat pada organ usus halus dan hati dilakukan dengan metode
sebagai berikut (Taryu, 2005):
1. Fiksasi
Sediaan Organ usus halus dan hati direndam dalam larutan Buffer Neutral
Formalin (BNF) 10 % setelah dilakukan nekropsi selama ± 1 minggu. Organ tersebut
kemudian dipotong dengan ketebalan ± 3 cm, potongan tersebut dimasukkan dalam
kaset jaringan.
2. Dehidrasi
Organ yang telah berada di dalam kaset jaringan dimasukkan ke dalam gelas-
gelas mesin Autotecnican.Merupakan mesin dehidrasi otomatis yang berisi alkohol
70%, 80%, 80%, 95%, serta alkohol absolut I dan absolut II. Organ usus halusdan hati
secara berurutan dimasukkan dalam alkohol tersebut. Dimulai dari alkohol 70% dan
berakhir pada alkohol abssolut II, kemudian dilakukan proses penjernihan
(clearing)dengan cara memasukkan sediaan dalam xylol 1 dan 2, masing-masing proses
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
perendaman dilakukan selama 2 jam. Proses selanjutnya adalah infiltrasi dengan
paraffin cair (Infiltering).
3. Perendaman (embedding) dan Pencetakan (block)
Embedding adalah proses pembenaman jaringan dalam paraffin cair. Proses ini
dilakukan dekat dengan sumber panas agar paraffin cair tidak membeku sebelum
dilakukan pencetakkan. Sediaan dimasukkan dalam cetakan yang berisi paraffin cair
kurang lebih setengah dari dinding cetakan, setelah agak membeku ditambahkan lagi
paraffin pada cetakan hingga penuh. Sediaan diberi label, diatur letaknya dan
didinginkan dalam refrigerator hingga paraffin benar-benar membeku. Selanjutnya
lepaskan paraffin dari alat cetakan.
4. Pemotongan (sectioning)
Paraffin yang diberi organ dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan
ketebalan 5-6 mikrometer. Potongan akan berbentuk pita, kemudian masukkan dalam air
hangat yang bersuhu sekitar 50˚C, pilih dari hasil potongan yang menyerupai pita yang
terbaik yaitu potongan yang terdapat semua bagian-bagian dari organ yang akan
diamati. Potongan diangkat dengan menggunakan gelas objek selanjutnya dikeringkan
dalam inkubator selama 24 jam, dengan tujuan supaya organ menempel pada gelas
objek.
5. Teknik Pewarnaan Hematoksilin Eosin
Sebelum dilakukan pewarnaan, sediaan yang telah nempel pada gelas objek
disusun dalan rak selanjutnya dilakukan proses deparafinisasi sebanyak 2 kali dengan
menggunakan xylol 1 dan 2 selama masing-masing 2 menit. Proses selanjutnya adalah
rehidratasi dengan dimasukkan dalam alkohol absolut 95% dan terakhir alkohol 80%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
secara berurutan. Setiap proses perendaman dilakukan selama 2 menit kemudian cuci
dengan air mengalir. Sediaan diwarnai dengan pewarnaan hemotoksilin selama 8 menit
kemudian dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan lithium selama 15-30 detik dibilas
kembali dengan air mengalir dan yang terakhir adalah diwarnai dengan eosin selama 2-3
menit. Selanjutnya cuci dengan air mengalir untuk menghindari warna eosin yang
terlalu tebal yang akan menutup organ yang diwarnai. Proses selanjutnya sediaan
dimasukkan dalam alkohol 90% dan alkohol absolut I masing-masing selama 10 kali
celupan, alkohol absolut II selama 2 menit, xylol 1 selama 1 menit dan xylol 2 selama 2
menit. Selanjutnya dikeringkan pada suhu ruang dan sesekali dibersihkan pinggir organ
dengan tissue untuk mencegah adanya air.Tetesi dengan entellan kemudian tutup
dengan gelas penutup, dan keringkan pada suhu ruang.
6. Pengamatan Histopatologi
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan miskroskop yaitu pada pembesaran
objektif 20x dan 40x. Hasil Pengamatan dilakukan dengan sistem skoring.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari berat relatif organ dan patologi anatomi dianalisa
dengan menggunakan Anova.Beda nyata antar-perlakuan dianalisa lanjut dengan Uji
Duncan.Nilai hasil skoring (kualitatif) perubahan histopatologi dari organ kemudian
diolah dengan analisa statistika non parametik, menggunakan uji Kruskal-Wallis
(Mattjik dan Sumertajaya, 2002)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Mannan dari BIS terhadap Bobot Relatif Usus dan
Bobot Relatif Hati.
Berat Relatif Usus
Hasil pengamatan pada hari ke 5 dan 15 pasca infeksi terhadap berat relatif usus
yang diberi perlakuan ektrak mannan dari BIS dengan konsentrasi berbeda- beda dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh penggunaan ekstrak mannan dari BIS terhadap berat relatif usus (g/
kg bobot hidup)
Perlakuan Waktu (Hari pasca Infeksi)
5tn
15tn
R0A 6.90 ± 0.09 20.72 ± 0.27
R0B 7.18 ± 0.21 21.55 ± 0.41
R1 7.05 ± 0.22 21.06 ± 0.43
R2 7.11 ± 0.30 20.71 ± 0.19
R3 7.14 ± 0.52 20.53 ± 0.87
R4 7.18 ± 0.42 20.81 ± 0.56 Keterangan: tn= tidak berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis statistik menggunakan Anova menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak mannan dari BIS pada masing masing perlakuan memberikan
pengaruh tidak berbeda nyata (P >0,05). Berat relatif usus tertinggi ditunjukkan pada
perlakuan yang diberi ransum dengan kandungan ekstrak mannan dari BIS (0,4%) dan
sebesar 7.18 g/ kg bobot hidup dan kontrol antibiotik sebesar 7.18 g/kg bobot hidup dan
terendah pada kontrol tanpa pemberian ektrak mannan dengan berat 6.90 g/kg bobot
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
hidup, sedangkan pada hari ke 15 pasca infeksi bobot relatif usus ayam yang diberi
perlakuan kontrol dengan antibiotik memiliki bobot yang lebih tinggi yaitu 21.55 g/kg
bobot hidup sedangkan pada perlakuan pemberian ekstrak mannan dari BIS 0.1%
menunjukkan bobot relatif usus sebesar 21,06 g/kg bobot hidup dan bobot relatif usus
terkecil terdapat pada perlakuan ransum dengan konsentrasi ekstrak dari BIS 0,3 % yaitu
20.53 g/kg bobot hidup.Hal ini mengindikasikan bahwa dengan perlakuan ekstrak
mannan dari BIS 0.1% tidak menganggu palatabilitas ayam dan juga mampu mengatasi
efek buruk yang terjadi akibat penginfeksian bakteri patogen (Salmonella thypimurium),
salah satunya melalui pemeriksaan histopatologi (mikroskopik) dimana terjadi
perubahan dengan penurunan kerusakan epitel usus. Amrullah (2004) melaporkan
bahwa perubahan usus yang semakin berat dan panjang diikuti juga dengan jumlah vili
usus dan kemampuan sekresi enzim- enzim pencernaan. Menurut penelitian Iji et al.
(2001) pemberian enzim mikrobial dapat meningkatkan luas permukaan usus terutama
pada jejenum dan ileum dimana proses penyerapan nutrisi berlangsung.
Berat Relatif Hati
Hati merupakan organ sekresi terbesar dan merupakan kelenjar pertahanan yang
terpenting dalam tubuh. Sel hati dapat rusak hingga lebih dari 80% tanpa menyebabkan
gejala yang berat dan dapat sembuh kembali secara sempurna (Nort dan Bell, 1990), dan
berat hati juga dipengaruhi oleh aktivitas fisiologis maupun patologis organ tersebut
(Jones dan Hunt, 1983). Hasil pengamatan pada hari ke 5 dan 15 pasca infeksi terhadap
organ hati yang diberi perlakuan ektrak mannan dari BIS dengan konsentrasi berbeda-
beda dapat dilihat pada Tabel 5.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Tabel 5. Penggunaan ekstrak mannan dari BIS terhadap bobot relatif hati (g/kg bobot
hidup)
Perlakuan
Waktu (Hari Pasca Infeksi)
5tn 15
tn
R0A 31.16 ± 6.44 30.23 ± 3.20
R0B 31.43 ± 5.34 30.72 ± 3.23
R1 31.02 ± 3.57 28.49 ± 4.21
R2 31.16 ± 6.86 28.13 ± 0.48
R3 31.69 ± 3.24 30.57 ± 2.81
R4 28.28 ± 9.12 31.73 ± 4.09 Keterangan: tn= tidak berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 5 hasil analisis statistik menggunakan Anova menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak mannan dari BIS pada masing masing perlakuan memberikan
pengaruh tidak nyata (P > 0,05). Berat relatif hati tertinggi ditunjukkan pada perlakuan
yang diberi ransum dengan kandungan ekstrak mannan dari BIS (0,3%) sebesar 31,69 g/
kg bobot hidup dan terendah pada perlakuan (0,4%) dengan berat 28,28 g/kg bobot
hidup, sedangkan pada hari ke 15 pasca infeksi bobot relatif hati ayam yang diberi
perlakuan dengan kandungan ekstrak mannan dari BIS 0,4% memiliki bobot yang lebih
tinggi yaitu 31,73 g/kg bobot hidup dibandingkan dengan kontrol maupun ekstrak BIS
dengan konsentrasi 0,1 % - 0,3%, sedangkan bobot relatif hati terkecil terdapat pada
perlakuan ransum dengan konsentrasi ekstrak dari BIS 0,1% - 0,2% yaitu 28,48 dan
28,13 g/kg bobot hidup. Perbedaan bobot relatif ayam pada setiap perlakuan ini dapat
dipengaruhi oleh berat badan dari ayam tersebut. Sturkie (1976) menyebutkan bahwa
berat dan besar hati dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya jenis hewan, besar
tubuh, genetika dan pakan yang diberikan. Besarnya berat hati disebabkan oleh kerja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
hati yang semakin berat pada proses detoksifikasi sehingga kebengkakan hati terjadi.
Peningkatan berat relatif hati dapat dilihat dari perubahan secara patologi anatomi
(makroskopik) berupa kongesti, hiperemi, bengkak, pucat dan perdarahan pada semua
perlakuan dan hal ini dapat menyebabkan terjadi peningkatan pada volume hati hal ini
sejalan dengan penelitian Wiganjar (2006) yang menyatakan nilai rata- rata persentase
hati ayam yang dinfeksi Salmonella thypimurium dengan penambahan polisakarida yang
mengandung mannan dari BIS masih berada diatas kisaran berat rata – rata normal.
Menurut Winarsih et al. (2005) bahwa infeksi Salmonella thypimurium
menyebabkan pembengkakan pada hati, pembendungan (hiperemi) pada pembuluh
darah dan sinusoid hati serta degenerasi sel-sel hati yang dapat meningkatkan berat
organ. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Ferket et al. (2002) yang menyatakan
bahwa penginjeksian bakteri Salmonella thypimurium menyebabkan pembesaran hati
pada unggas baik yang diberi perlakuan kontrol maupun yang mendapat perlakuan
penambahan MOS yang mengandung ikatan mannan dalam ransumnya.
Pengaruh Pemberian Ekstrak Mannan dari BIS terhadap Perubahan Patologi
Anatomi (makroskopis) pada Usus dan Hati
Perubahan Patologi Anatomi (makroskopik) pada Usus
Pemeriksaan patologi anatomi usus pada hari ke 5 dan 15 pasca infeksi dengan
kelompok kontrol yaitu dengan penginfeksian bakteri S. thypimurium tanpa pemberian
0% ekstrak mannan dari BIS dan penginfeksian bakteri S. thypimurium dengan
penambahan antibiotik juga perlakuan kandungan ekstrak mannan dari BIS sebesar
0.1%,0,2%,0,3% dan 0,4 % tidak menunjukkan adanya perubahan pada usus ayam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
berupa hiperemi, enteritis kataralis walaupun setelah penginfeksian terjadi diare namun
secara makroskopis tidak memperlihatkan adanya perubahan pada usus. Dalam hal ini
ditarik kesimpulan bahwa penginfeksian bakteri dengan dosis 105
CFU tidak
menunjukkan perubahan secara makroskopik pada usus pada hari ke 5 dan 15 pasca
infeksi tetapi pada penelitian Stern et al. (1995) melaporkan bahwa ayam yang
terinfeksi, dengan dosis 108 cfu dapat dideteksi pada usus dan feses tanpa
memperlihatkan gejala klinis yang khas.
Perubahan Patologi Anatomi (makroskopik) pada Hati
Pemeriksaan patologi anatomi pada kelompok perlakuan yang diberi ransum
dengan kandungan ekstrak mannan dari BIS menunjukkan perubahan berupa warna
belang, pucat, kerapuhan, pendarahan dan nekrotik. Bentuk perubahan terhadap organ di
amati dengan sistem skoring. Skor persentase patologi anatomi hati ayam broiler hari ke
5 dan 15 pasca infeksi yang diberi perlakuan ektrak mannan dari BIS dengan
konsentrasi berbeda- beda dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Skor persentase patologi anatomi hati ayam broiler pada hari ke 5 dan 15 pasca
infeksi
Perlakuan Waktu (hari pasca infeksi)
5tn
15tn
R0A 1.88 ± 0.25 1.63 ± 0.25
R0B 1.63 ± 0.25 1.50 ± 0.00
R1 1.75 ± 0.50 1.63 ± 0.25
R2 2.13 ± 0.75 1.63 ± 0.48
R3 2.50 ± 0.00 2.00 ± 0.00
R4 3.25 ± 0.50 2.75 ± 0.96
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Berdasarkan Tabel 6 hasil analisis statistik menggunakan Anova menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak mannan dari BIS pada masing masing perlakuan memberikan
pengaruh tidak nyata (P > 0,05), skor tertinggi pada pemeriksaan patologi anatomi
ditunjukkan pada perlakuan yang diberi ransum dengan kandungan ekstrak mannan dari
BIS 0,4% sebesar 3,25% selanjutnya ransum dengan ekstrak BIS 0,3% sebesar 2,50%,
sedangkan pada hari ke 15 pasca infeksi persentase lesi hati ayam yang diberi perlakuan
dengan kandungan ekstrak mannan dari BIS 0,4% sebesar 2,75% selanjutnya ransum
dengan ekstrak BIS 0,3% sebesar 2,00%. Pada pengamatan secara makroskopis hari ke
5 dapat kita lihat pada perlakuan dengan menggunakan kandungan ekstrak mannan dari
BIS, tingkat lesi tergolong rendah namun pada hari ke 15 mulai terjadi perbaikan pada
kondisi hati ini terlihat dengan adanya hiperemi ditandai dengan warna belang, hati
membesar (bengkak) dan rapuh.Hiperemi yang ditandai dengan warna belang
menunjukkan adanya darah berlebihan dalam pembuluh darah, sehingga sel hati
mengalami degenerasi atau nekrose.Secara histopatologi terdapat dilatasi vena dan
kapiler yang penuh dengan darah, sedangkan pembengkakan (inflamasi) merupakan
suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan
membasmi agen – agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan
keadaan untuk perbaikan jaringan. Menurut Jubb (1993) kerusakan pada hati dapat
terjadi oleh beberapa faktor yaitu: onset pemaparan yang terlalu lama atau terlalu
singkat, durasi pemaparan, dosis dan host yang rentan. Dengan dosis 105 CFU dandaya
regenerasi hati yang cepat maka angka kematian yang disebabkan penginfeksian
Salmonell tyhpimurium tidak terjadi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Pengaruh Pemberian Ekstrak Mannan dari BIS terhadap Perubahan
Histopatologi (mikroskopis) pada Usus dan Hati
Perubahan Histopatologi (mikroskopik) pada Usus
Usus halus merupakan tempat terjadinya proses pencernaan dan penyerapan zat
makanan. Hasil pemeriksaan histopatologi (mikroskopis) usus halus yang diberi perlakuan
dengan pemberian ekstrak mannan dari BIS dengan konsentrasi yang berbeda beda
dilakukan dengan menggunakan sistem skoring. Data yang disajikan pada Tabel 7
merupakan data gabungan skoring lesi organ usus halus yaitu duodenum, jejenum dan
ileum. Hasil skoring di analisis dengan menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal-
Wallis dapat dilihat pada Lampiran 12.
Tabel 7. Hasil skoring pengaruh pemberian ekstrak mannan dari BIS terhadap
histopatologi usus halus
Perlakuan Duodenum Jejenum Ileum
5tn
15tn
5tn
15tn
5tn
15tn
R0A 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
R0B 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
R1 2.00±2.83 0.00±0.00 4.50±0.71 2.00±2.83 0.00±0.00 2.00±2.83
R2 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
R3 2.00±2.83 2.00±2.83 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
R4 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 Keterangan : tn : tidak berbeda nyata (P> 0,05)
Hasil uji statistik non parametrik Kruskal- Wallis menunjukkan bahwa tidak
berbeda nyata (P > 0.05).Terjadinya perubahan secara histopatologis pada usus dapat
kita lihat pada Gambar 1, 2 dan 3.Gambar 1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Histopatologi Usus (Duodenum)
A B C
DE F
Gambar 2. Histopatologi Usus (Jejenum)
A B C
D E F
Gambar 3. Histopatologi Usus (Ileum)
A B C
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
Gambar 1,2 dan 3 adalah hasil pengamatan terhadap perubahan histopatologis
usus (duodenum, jejenum dan ileum) dengan perlakuan pemberian
ekstrak mannan dari BIS pada hari ke 5
Keterangan: 0 = Tidak ada perubahan
1 = Hiperemi
2 = Edema
3 = Perdarahan
4 = Infiltrasi sel radang
Pada Gambar 1 organ duodenum secara histopatologi terjadi perubahan pada
organ.dengan konsentrasi pemberian ektrak mannan dari BIS sebesar sebesar 0,1% dan
0,3 %. Kerusakan yang terjadi yaitu edema dimana terjadinya akumulasi cairan didalam
jaringan sedangkan pada gambar 2 terjadinya perubahan dengan konsentrasi pemberian
ekstrak mannan dari BIS sebesar 0,1%, perubahan yang terjadi berupa infiltrasi sel
radang. Adanya sel radang akibat bakteri Salmonella thypimurium yang menginfeksi
usus menyebabkan kerusakan epitel usus. Kerusakan sel epitel yang terjadi adalah
degenerasi pada epitel bagian superfisial sehingga terjadi pemendekan vili dan produksi
eksudat pada lumen usus (Shane , 2000, Stern dan Kazmi , 1989). Sementara itu pada
gambar 3 tidak ada terjadinya perubahan. Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan
histopatologi usus halus ayam yang diberi perlakuan dengan pemberian ekstrak mannan
dari BIS maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan ekstrak mannan dapat
digunakan sebagai feed additive pada ternak unggas hal ini dilihat dengan tidak ada
perubahan lesi pada organ
Perubahan Histopatologi (mikroskopik) Organ Hati
Fungsi hati sebagai penawar racun didukung oleh daya regenerasi hepatosit yang
luar biasa dan sudah diketahui sejak lama. Pada hati normal diketahui bahwa lobektomi
sebanyak 70% pada hati mengakibatkan proliferasi sel-sel hati yang sangat cepat,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
sehingga dalam dua hingga tiga minggu bagian hati yang hilang dapat diganti kembali.
Meskipun demikian, kerusakan yang berjalan terus menerus tetap saja akan
menimbulkan kerusakan parah pada hati (Guyton dan Hall, 2006).
Pada hasil pengamatan histopatologi (mikroskopis) hati yang diberi perlakuan
dengan pemberian ekstrak mannan dari BIS dengan konsentrasi yang berbeda beda
dilakukan dengan menggunakan sistem skoring dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil skoring
di analisis dengan menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal- Wallis dapat
dilihat pada Lampiran 13.
Tabel 8. Hasil skoring pengaruh pemberian ekstrak mannan dari BIS terhadap
histopatologi hati
Perlakuan Waktu (Hari Pasca Infeksi)
5tn
15tn
R0A 3.50 ± 0.71 3.50 ± 0.71
R0B 1.50 ± 2.12 3.00 ± 0.00
R1 4.00 ± 0.00 3.00 ± 0.00
R2 4.00 ± 0.00 4.00 ± 0.00
R3 3.00 ± 0.00 3.50 ± 0.71
R4 3.50 ± 0.71 3.00 ± 0.00 Keterangan: tn = tidak berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 8 hasil pada uji statistik non parametrik Kruskal- Wallis
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak mannan dari BIS pada masing masing
perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata (P > 0,05). Nilai skoring tertinggi dengan
nilai 4 (nekrosis hepatosit) ditunjukkan pada perlakuan yang diberi ransum dengan
kandungan ekstrak mannan dari BIS 0,1 % dan 0,2% dan nilai skoring terendah dengan
nilai 1 ( hiperemi) pada perlakuan kontrol dengan menggunakan antibiotik sedangkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
pada hari ke 15 pasca infeksi hasil pengamatan histopatologi hati ayam yang diberi
perlakuan dengan kandungan ekstrak mannan dari BIS 0,2 % memiliki nilai skoring
tertinggi yaitu nilai 4 (nekrosis hepatosit), sedangkan nilai skoring terkecil yaitu dengan
nilai 3 (infiltrasi sel radang) terdapat pada perlakuan kontrol antibiotik dan ransum
dengan konsentrasi ekstrak dari BIS 0,1% dan 0,4%. Hasil pengamatan terhadap
perubahan histopatologi hati dengan perlakuan permberian ekstrak mannan dari BIS
dengan konsentrasi yang berbeda beda pada hari ke 5 pasca infeksi dapat dilihat pada
Gambar 4.
A B C
D E F
Gambar 4. Hasil pengamatan terhadap perubahan histopatologi hati dengan
perlakuan permberian ekstrak mannan dari BIS pada hari ke 5
Keterangan :A = Histopatologis hati pada kontrol ROA ditemukan sel radang (a) nekrosis hepatosit (b)
B = Histopatologi hati pada kontrol antibiotik ROB ditemukan kongesti
C = Histopatologi hati pada perlakuan 0,1% ditemukan sel radang
D= Histopatologi hati pada perlakuan 0,2% ditemukan sel radang (a) nekrosa (b)
E= Histopatologi hati pada perlakuan 0,3% ditemukan sel radang (a) degenerasi lemak (b)
F= Histopatologi hati pada perlakuan 0,4 % ditemukan sel radang
a
b
A B
A
B
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Pada hasil pengamatan pada Gambar 3 terhadap perubahan histopatologi hati
dengan perlakuan permberian ekstrak mannan dari BIS pada hari ke 5 ditemukan
beberapa lesi pada organ berupa hiperemi, infiltrasi radang, neksrosis hepatosit dan
degenerasi lemak. Pada gambar A dan D ditemukan adanya nekrosis hepatosit. Nekrosis
hepatosit atau kematian sel hati dapat terjadi apabila terjadi kerusakan sel secara terus-
menerus akan mencapai suatu titik akumulasi toksin yang sudah bersifat kronis sehingga
terjadi kematian sel. Nekrosa atau kematian sel bersifat menyeluruh. Pada nekrosa
biasanya ditemukan sel radang dan sitoplasma sel akan terlihat asidofilik. Nekrosa ini
ada yang bersifat lokal dan ada yang bersifat difus . Secara mikroskopik terjadi
perubahan intinya yaitu hilangnya gambaran khromatin, inti menjadi keriput, tidak
vasikuler lagi, inti tampak lebih padat, warnanya gelap (piknosis), inti terbagi atas
fragmen-fragmen, robek (karioreksis), inti tidak lagi mengambil warna banyak karena
itu pucat tidak nyata (kariolisis).
Pada gambar B ditemukan adanya hiperemi.Hiperemi atau kongesti
menunjukkan adanya darah berlebihan dalam pembuluh darah, secara histopatologi
terdapat dilatasi vena dan kapiler yang penuh dengan darah.Hal ini menunjukkan bahwa
pada hari ke 5 antibiotik masih berperan dalam mengatasi infeksi yang terjadi dengan
lesi terendah, sedangkan pada gambar C dan F ditemukan adanya infiltrasi
radang.Infiltrasi radang biasanya terdapat pada bagian portal hati hal ini dikarenakan
bakteri Salmonella pada hati terjadi melalui aliran darah atau buluh empedu. Sel radang
merupakan respon lokal (reaksi) dari jaringan hidup atau sel yang dilakukan oleh
pembuluh darah (vaskuler) dan jaringan ikat (connective tissue). Pada gambar E
ditemukan degenerasi lemak.Degenerasi berbutir akumulasi lemak dan degenerasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
lemak yang lokal maupun telah menyebar pada semua lapangan pandang. Menurut
Yawah (2017), perubahan seperti ini telah menganggu fungsi hati, meskipun degenerasi
ini biasanya terjadi pada awal infeksi yang ringan, namun apabila telah berlanjut,
degenerasi akan semakin parah, bahkan sampai terjadi nekrosis atau kematian. Hasil
pengamatan terhadap perubahan histopatologi hati dengan perlakuan permberian ekstrak
mannan dari BIS pada hari ke 15 dapat dilihat pada Gambar 5.
ABC
D E F
Gambar 5.Hasil pengamatan terhadap perubahan histopatologi hati dengan perlakuan
permberian ekstrak mannan dari BIS pada hari ke 15.
Keterangan : A = Histopatologis hati pada kontrol ROA ditemukan sel radang (a) nekrosis hepatosit (b)
B = Histopatologi hati pada kontrol antibiotik ROB ditemukan kongesti
C = Histopatologi hati pada perlakuan 0,1% ditemukan sel radang
D = Histopatologi hati pada perlakuan 0,2% ditemukan sel radang (a) nekrosa (b)
E = Histopatologi hati pada perlakuan 0,3% ditemukan sel radang (a) degenerasi lemak
F = Histopatologi hati pada perlakuan 0,4 % ditemukan sel radang
A
B
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Pada pengamatan histopatologis ditemukan pada hari ke 15 terjadi penurunan
lesi. Lesi yang terjadi seragam. Dengan ditemukan infiltrasi sel radang pada semua
perlakuan.Pada gambar B ditemukan adanya sel radang tingkat kerusakan meningkat
dibandingkan pada hari ke 5, hal ini menandakan bahwa antibiotik tidak dapat
mencegah atau mengurangi zat toksik yang masuk ke dalam hati.Diduga karena dosis
serta jenis antibiotik yang diberikan kurang efektif untuk membunuh atau mengurangi
koloni bakteri S. typhimurium atau bahkan bisa saja disebabkan bakteri S. typhimurium
telah resisten terhadap antibiotik tersebut.
Pada hasil pengamatan hari ke 5 dan 15 pasca infeksi setelah pemberian ekstrak
mannan dari BIS maka ditarik kesimpulan bahwa pemberian ekstrak mannan tidak
memberi pengaruh negatif terhadap kondisi hati, bahkan sebaliknya ekstrak mannan
dapat mempertahankan kondisi hati tetap baik meskipun ayam telah diinfeksi S.
typhimurium. Menurunnya tingkat kerusakan hati pada perlakuan dengan pemberian
ekstrak mannan, diduga disebabkan adanya bahan aktif mannose yang berperan dalam
menekan keberadaan bakteri S. typhimurium. Mannanoligosakarida memiliki
kemampuan untuk merangsang sistem kekebalan dan berperan dalam melawan bakteri
Salmonella (Spring, 1997), dan hal ini mempengaruhi limfosit untuk memproduksi
interferon dalam jumlah besar sehingga meningkatkan limfosit B dan pada akhirnya
juga akan meningkatkan imunoglobulin. Ekstrak mannan ini dapat menghalangi
peningkatan terbentuknya koloni bakteri patogen dalam usus dan mengurangi adanya
zat-zat toksik yang dihasilkan bakteri S. typhimurium untuk sampai ke organ hati. Hati
akan melakukan perbaikan sel secara otomatis ketika paparan zat toksik berkurang dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
dihentikan. (Taryu, 2005) melaporkan walaupun hati mudah mengalami kerusakan, hati
juga mudah beregenerasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
KESIMPULAN
Perlakuan dengan pemberian ekstrak mannan pada berbagai tingkat konsentrasi secara
patologi anatomi (makroskopis) dan histopatologi (mikroskopis) menunjukkan tidak ada
perbedaan, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak mannan dari BIS aman
digunakan pada ternak.
Saran
Penggunaan ektrak mannan dari BIS dengan berbagai tingkat konsentrasi yang
diberikan dalam ransum aman digunakan dan dapat mengurangi lesi pada usus halus dan
hati.
46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
DAFTAR PUSTAKA
Amri, M. 2006. Uji biologis pemakaian bungkil inti sawit dan produk bungkil inti sawit
fermentasi dalam pakan ikan mas dibandingkan pakan komersil. Jurnal
Dinamika Pertanian.pp : 151-156.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler.Cetakan 1. Satu Gunung Budi, Bogor.
Aughey, E, FL, Frye. 2001. Comparative Veterinary Histology. London (GB): Manson
Publishing/The Veterinary Press.
Bacha, WJ, LM, Bacha. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology, Second Edition.
Balado D, editor. Amerika Serikat (US): Williams & Wilkins.
Barrow. PA.2000. The Parathyhoid Samonelle. Rev.Sci.Off. Int. Epiz I9 (2); 351 - 375
Baurhoo,B.,A. Letellier.X.Z.,C.Ruiz Feria, 2007. Cecal population of Lactobacilli and
bifidobacteria and Eschericia colli after in vivo Eschericia colli challenge in
birds fed diets with purified lignin or mannanoligosacharide. Poult. Sci. 86:2509
- 2516
Budiman. H, T.R. Ferasyi, Tapielaniniari, M.N.Salim, U. Balqis dan M. Hambala. 2015.
Pengamatan Lesi Makroskopis Pada hati Ayam Broiler yang Dijual Di Pasar
Lamboro Aceh Besar dan Hubungannya dengan keberadaan Mikroba. Jurnal
Medika Veterinaria. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Burkitt HG, GD, Osweiler. 1995. Clinical and Diagnostic Veterinary Toxicology. Edisi
2. Kendal/Hunt Publishing Company
Chong C.H., I. Zulkifli and R. Blair. 2008. Effects of dietary inclusion of palm kernel
cake and palm oil, and enzyme supplementation on performance of laying hens.
Asian-Aust. J. Anim. Sci. 21: 1053 –1058
[CFNP TAP] Center for Food and Nutrition Policy Technical Advisory Panel Review.
2002. Cell Wall Carbohydrates : Livestock. Virginia; CFNP
Codd JR, DF, Boggs, SF, Perry, and DR, Carrier. 2005. Activity of three muscles
associated with the uncinate processes of the giant Canada Goose (Branta
canadensis maximus). J. Experimental Biology 208:849-857.
47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Cox, NA., CL, Hofacre. JS, Bailey, RJ. Buhr, JL. Wilson, KL.Hiett, LJ. Richardson,
MT. Musgrove, DE, Cosby. JD, Tankson. YL,Vizzier. PF, Cray. Lee, Vaughn,
PS, Holt, & DV, Bourassaa. 2005. Presence of Campylobacter jejuni in various
organs one hour, one day, and one week following oral or intracloacal
inoculations of broiler chicks. Avian Diseases pp: 49, 155- 158.
Davies, R.H., M.F. Breslin. 2004. Observations on yhe distribution and control of
Salmonella contamination in poultry hathceries. Spring Meeting Of The WPSA UK
Branch-Paper. British Poult Sci. 54:S12- S13.
Daud MJ, MC, Jarvis, A, Rasidah. 1993. Fibre of PKC and its potential as poultry feed.
Proceeding 16th
MSAP Annual Conference, Kuala Lumpur. Malaysia.
Delzenne, N.M. 2003. Oligosacharides: State of the art. Br J. Nutr. 62:177- 182
Devegowda G, BIR, Aravind, MG, Morton. 1997. Immunosuppression in poultry
caused by aflatoksin and its allevation by Saccharomyces cerevisae (Yea Sacc,
1026) and Mannanoligosaccharide. Proc Alltech 11 th Annual Asia Pacific
Lecture Tour. 121- 132.
Dellmann HD, EM, Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner, Ed ke-3. Hartono R,
penerjemah; Handayani TH, editor. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari:
Texbook of Veterinary Histology.
Dirjen Bina Produksi Perkebunan. 2016. Statistika Perkebunan. Direktorat Jendral
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Dhillon, AS. B, Alisantosa. HL, Shivaprasad. O, Jack. D, Schaberg. P, Bandi. 1999.
Pathogenicity of Salmonella enteritidis phage type 4.8 and 23 in broiler chicken.
Avian Dis 43: 506 – 515.
Elisabeth W, SP, Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit
sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Pros. Lokakarya Nasional Sistem
Integrasi Kelapa-Sawit Sapi (9-10 September 2003), Bengkulu.
Ferket, P. L., C. W. Parks and J. L. Grimes. 2002. Bennefits of dietary antibiotics and
mannanoligosaccharides supplementation for poultry. Proc. of Poultry state
meeting. New york.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi Keempat. Srigandono B dan
Praseno K, penerjemah; Soedarsono, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Livestock Anatomy and Phisiology.
Gast. Rk. 2003.Parathypoid Infection didalam Saif. YM et al. Disease Poultry, 11 th ed.
IOWA State University Press. Hlm. Pp ;583 – 613
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Guyton AC, JE, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Buku Kedokteran
ECG: Jakarta
Glisson, JR. 1998.Use of Antibiotic to control Salmonella in poultry.Proceeding of
International Symposium on Food – Borne Salmonella in poultry. Baltimore
Maryland hlm; 173 - 175
Hanafiah, A.H., 2000. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya, Palembang
Hartono, 1992. Histologi Veteriner Organologi. Jilid 2.Laboratorium Histologi FKH-
IPB Bogor. PP:120- 133
Henderson, SC. DI, Bounous. MD, Lee. 1999. Early event in the pathogen of avian
salmonelles infect and immune 67: 3580 - 3586
Idris, Moh., S.,A.F. Mohammad, Dahlan Ismail.1998. Utilization of oil palm by
products as livestock feed in Proc National Seminar on Livestock and Crop
Integration in Oil Palm: “Towards Suistainable”. A. Darus,M.T. Dolmat dan S.
Ismail (eds) 12-14 May 1998, Johor-Malaysia.
Iji, PA. RJ. Hughes, M. Choet. DR. Tivey. 2001. Intestinal Structure and Function of
Broiler Chicken on Wheat Based Diets Supplemented with A Microbial Enzyme.
Asian- Aust J. AnimSa 14: 54-60
Jones, C T.,R.D Hunt and N.W. King. 1997. Veterinary Pathology 6 –ed Awarverly
Phyladephia pp: 1111- 1147.
Jones, TC. and D. Hunt. 1983. Veterinary pathology. 5th. Leaand Febiger. Philadelphia.
Jubb KVF, PC, Kennedy, C, Peter. 1993. Pathology of Domestic Animal. London:
Academic Press. Hlm 325-346.
Kusumaningsih A. 2007. Profil dan Gen Resistensi Antimikroba Salmonella enteritidis
Asal Ayam, Telur dan Manusia [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Klasing KC. 1998. Avian macrophages: Regulators of local and systemic Immune
responses. Poult Sci 77:983-989.
Lay, B. W. dan S, Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press, Jakarta
Lee JT, CA, Bailey. AL, Cartwright. 2003. β-mannanase ameliorates viscosityassociated
depression growth in broiler chicken fed guar germ and hull fractions. Poult Sci
82:1925-1931.
Lyons P. 1997. A new era in animal production: The arrival of scientifically proven natural
alternatives. Proc. Alltech 11th Annual Asia Pacific Lecture Tour.1-18.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Mathius IW, D, Sitompul, BP, Manurung, Azmi. 2003. Produk samping tanaman dan
pengolahan buah kelapa sawit sebagai bahan dasar pakan komplit untuk sapi;
suatu tinjauan. Pros Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit Sapi (9-
10 September 2003) Bengkulu.
Mattjik, AA. & IM, Sumertajaya. 2002. PerancanganPercobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab Jilid 2. IPBPr, Bogor.
Nabib R. 1987. Patologi Khusus Veteriner. Edisi ke-2. Bogor: Laboratorium Patologi
Jurusan Parasitologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Veteriner Institut
Pertanian Bogor.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Ed. National
Academic Press, Washington D. C.
Nahrowi, K. G. Wiryawan, dan M. Tafsin. 2005a. Isolasi dan sifat fisik kimia polisakarida
mengandung mannan dari bungkil inti sawit dan dinding sel Penicillium Spp.
Makalah Seminar AINI. Malang. Indonesia.
Nickel, R., A. Schummer, E. Seiferle, W. G. Siller and P. A. L. Weight. 1997. Anatomy
of Domestika Bird. Verlag. Paul Parey, Berlin.
Nort MO, DD Bell.1990. Comercial Chicken Production Manual.4th Edition. New
York: Van Nostrand Reinhold.
Putnam, P. A. 1991. Hand Book of Animal Science. Academic Press, San Diego.
Retno, F. D., J. Jahja, T. Suryani. 1998. Penyakit-Penyakit penting pada Ayam.
Rajawali Press. Jakarta.
Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi Kedua. N.V. Percetakan Bali.
Denpasar.
Sahin, O, N. Luo, S. Huang, & Q. Zhang. 2003. Effect ofCampylobacter-specific
maternal antibodies onCampylobacter jejuni colonization in young
chickens.Applied and Environmental Microbiology 69, pp: 5372-5379.
Sari TK. 2001. Performa Ayam Kampung yang Divaksinasi Tetelo di Desa Karacak
(Skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shane, SM. 2000. Campylobacteriosis. Dalam: Disease ofPoultry. Ed ke-9. University
Pr Iowa State. Pp: 236-246.
Siregar, A.P, M. Sabrani dan P. Prawiro.1980.Teknik Beternak Ayam Pedaging Di
Indonesia.Margie Group, Jakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
Sinurat, A.P., I.A.K. Bintang, T. Purwadaria dan T. Pasaribu. 2001.
Pemanfaatan lumpur sawit untuk ransum unggas: 2. Lumpur sawit kering dan
produk fermentasinya sebagai bahan pakan itik jantan yang sedang tumbuh.
JITV6 pp ; 28 –33.
Stern, NJ., JS. Bailey, LC. Blankenship, NA. Cox, & F. McHan. 1988. Colonization
characteristics ofCampylobacter jejuni in chick ceca. Avian Diseases 32,pp :
330-334.
Stern, NJ. & SU. Kazmi. 1989. Campylobacter jejuni. Dalam:Foodborne Bacterial
Pathogens. Marcell Dekker. NewYork. pp: 71-110.
Sturkie PD. 1976. Avian Physiology.3rd Edition. Spinnger_Verlag, New Cork
Spring P, C, Wenk. KA, Dawson KA. KE, Newman, 2000. The effects of dietary
mannanoligosachride on cecal parameters and the concentration of enteric
bacteria in the ceca of salmonella- challenge broiler chicks. Poult Sci 79: 205-
211.
Sundu B, A, Kumar, J, Dingle. 2006. Palm kernel meal in broiler diets: effect on
chicken performance and health. World Poult Sci J 62: pp : 316-325.
Suprijatna, E., U Atmomarsono, dan R Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Shivaprasad.G.H., 1997.Pullorum Disease.In B.W. Calnek et al., Editor.Disease of
Poultry. 10 th Edition. Iowa State university Press. USA. pp: 82 – 96.
Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Penyakit Bakterial, Mikal
dan Viral. Kanisius. Yogyakarta.
Tafsin, M. 2007.Kajian Polisakarida Mannan Dari Bungkil Inti Sawit Sebagai
pengendali Salmonella thypimurium Dan Immunostimulan Pada
Ayam.Disertasi.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Taryu. 2005. Pemberian benalu teh (Scurrula oortiana) pada ayam petelur : Gambaran
histopatologi organ hati dan ginjal. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tindall, G. Pad. 2005. Salmonella. http://en.wikipedia.org/wiki/Salmonella. (29 Agustus
2017)
Wang, SY, ML, Hsu. C, Hsu. 1997. The anti-tumour effect of Ganoderma lucidum is
mediated by cytokines released from activated macrophages and T lymphocytes.
Int J Canc pp :70:699-705.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Winarsih, W., I. P. Kompiang, B. P. Priosoeryanto dan I. W. T. Wibawan. 2005.
Prospek pengendalian Salmonellosis pada ayam dengan probiotik mikroba asal
saluran pencernaan. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing X1 Tahun 2003
s/d 2004. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Wiganjar, A.S.R. 2006.Performa Ayam Broiler Yang Diinfeksi bakteri Salmonella
thypimurium Dengan Pakan mengandung Ikatan Mannan Dari Bungkil Inti
Sawit.Skripsi.Institut Pertanian Bogor, Bogor
Yawah D. 2007. Degenerasi dan Nekrosis. www.dodon.org/nota/kuliah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji lab hari ke 5 pasca infeksi
No Perlakuan Organ hewan Hasil Nekropsi
1 ROA Duodenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
2 ROB Duodenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
3 R1 Duodenum Adanya infiltrasi radang
TAP (Tidak Ada Perubahan)
4 R2 Duodenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
5 R3 Duodenum Adanya infiltrasi radang
-
6 R4 Duodenum -
-
7 ROA Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
8 ROB Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
9 R1 Jejenum Infiltrasi sel radang dan desquamasi epitel
Infiltrasi sel radang
10 R2 Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
11 R3 Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
12 R4 Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
13 ROA Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
14 ROB Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
15 R1 Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
16 R2 Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
17 R3 Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
18 R4 Ileum -
TAP (Tidak Ada Perubahan)
19 ROA Hati Adanya infiltrasi radang
adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
20 ROB Hati TAP (Tidak Ada Perubahan)
Adanya infiltrasi radang
21 R1 Hati adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
22 R2 Hati adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
23 R3 Hati degenerasi hepatosit dan infiltrasi sel radang
Adanya infiltrasi radang
24 R4 Hati Adanya infiltrasi radang
adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
Lampiran 2. Hasil uji lab hari ke 15 pasca infeksi
No Perlakuan Organ hewan Hasil Nekropsi
1 ROA Duodenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
2 ROB Duodenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
3 R1 Duodenum -
-
4 R2 Duodenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
5 R3 Duodenum Adanya infiltrasi radang
TAP (Tidak Ada Perubahan)
6 R4 Duodenum -
TAP (Tidak Ada Perubahan)
7 ROA Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
8 ROB Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
9 R1 Jejenum -
Adanya infiltrasi radang
10 R2 Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
11 R3 Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
Terlihat adanya infiltrasi radang
12 R4 Jejenum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
13 ROA Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
14 ROB Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
15 R1 Ileum Adanya infiltrasi radang
TAP (Tidak Ada Perubahan)
16 R2 Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
17 R3 Ileum TAP (Tidak Ada Perubahan)
TAP (Tidak Ada Perubahan)
18 R4 Ileum -
TAP (Tidak Ada Perubahan)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
19 ROA Hati degenerasi hepatosit dan infiltrasi sel radang
adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
20 ROB Hati Adanya infiltrasi radang
Adanya infiltrasi radang
21 R1 Hati Adanya infiltrasi radang
Adanya infiltrasi radang
22 R2 Hati adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
23 R3 Hati adanya infiltrasi radang dan nekrotik hepatosit
Adanya infiltrasi radang
24 R4 Hati Adanya infiltrasi radang
Hiperemi dan infiltrasi sel radang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
Lampiran 4. Berat Relatif hatiAyam
Bobot Relatif Hati Ayam 5 Hari Pasca Infeksi
Perlakuan
Ulangan Ke Jumlah Rataan SD
1 2 3 4
R0A 38.75 26.00 25.625 34.286 124.661 31.17 6.45
R0B 34.12 36.00 23.846 31.765 125.729 31.43 5.35
R1 32.35 35.29 29.412 27.059 124.118 31.03 3.57
R2 25.88 38.00 36.111 24.667 124.66 31.17 6.86
R3 27.50 35.33 31.429 32.5 126.762 31.69 3.24
R4 23.13 40.67 29.333 20 113.125 28.28 9.12
Bobot Relatif Hati Ayam 15 Hari Pasca Infeksi
Perlakuan
Ulangan Ke Jumlah Rataan SD
1 2 3 4
R0A 29 35 29 28 121 30.25 3.20
R0B 33 34 28 28 123 30.75 3.20
R1 23 34 28 29 114 28.50 4.51
R2 29 28 28 28 113 28.25 0.50
R3 29 34 28 31 122 30.50 2.65
R4 35 28 28 35 126 31.50 4.04
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
Lampiran 3. Berat Relatif Usus Ayam
Bobot Usus Halus 5 Hari Pasca Infeksi
Perlakuan
Ulangan Ke Jumlah Rataan SD
1 2 3 4
R0A 6.82 7.02 6.83 6.91 27.58 6.90 0.093
R0B 7.15 7.18 7.17 7.2 28.7 7.18 0.021
R1 7.03 7.08 7.04 7.05 28.2 7.05 0.022
R2 6.92 6.83 7.17 7.5 28.42 7.11 0.300
R3 6.75 7.01 6.89 7.9 28.55 7.14 0.519
R4 6.8 7.2 6.95 7.75 28.7 7.18 0.417
Bobot Usus 15 Hari Pasca Infeksi
Perlakuan
Ulangan Ke Jumlah Rataan SD
1 2 3 4
R0A 20.41 20.75 21.05 20.65 82.86 20.72 0.27
R0B 21.45 21.85 21.01 21.88 86.19 21.55 0.41
R1 21.01 21.37 21.4 20.47 84.25 21.06 0.43
R2 20.7 20.63 20.97 20.52 82.82 20.71 0.19
R3 19.8 20.01 20.55 21.75 82.11 20.53 0.87
R4 20.01 21.07 20.87 21.3 83.25 20.81 0.56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Lampiran 5. Patologi Anatomi Hati
Patalogi anatomi hati hari ke 5 pasca infeksi
Perlakuan Ulangan ke
Jumlah Rataan SD 1 2 3 4
R0A 1.5 1.5 2 1.5 6.5
1.63 0.25
R0B 1.5 2 2 2 7.5
1.88
0.25
R1 2.5 1.5 1.5 1.5 7
1.75
0.50
R2 2.5 3 1.5 1.5 8.5
2.13
0.75
R3 2.5 2.5 2.5 2.5 10
2.50
0.00
R4 3 4 3 3 13
3.25
0.50
Patalogi anatomi hati hari ke 15 pasca infeksi
Perlakuan Ulangan ke
Jumlah Rataan SD 1 2 3 4
R0A 1.5 1.5 1.5 1.5 6
1.50 0.00
R0B 1.5 1.5 1.5 2 6.5
1.63
0.25
R1 1.5 1.5 1.5 2 6.5
1.63
0.25
R2 2 2 1.5 1 6.5
1.63
0.48
R3 2 2 2 2 8
2.00
0.00
R4 3 4 2 2 11
2.75
0.96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Lampiran 8. Analisis Ragam terhadap bobot relatif hati hari ke 5
The SAS System The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
RANSUM 6 0 1 2 3 4 5
Number of Observations Read 24 Number of Observations Used 24
The SAS System
The GLM Procedure
Dependent Variable: Bobot Relatif Hati (hari ke-5)
Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
RANSUM 5 0.00003150 0.00000630 0.17 0.9710
Error 18 0.00067295 0.00003739
Corrected Total 23 0.00070445
R-Square Coeff Var Root MSE HATI Mean
0.044719 19.85466 0.006114 0.030796
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
RANSUM 5 0.00003150 0.00000630 0.17 0.9710
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
RANSUM 5 0.00003150 0.00000630 0.17 0.9710
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
Lampiran 9 . Analisis Ragam terhadap Bobot Relatif Hati hari ke 15
The SAS System The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
RANSUM 6 0 1 2 3 4 5
Number of Observations Read 24 Number of Observations Used 24
SAS System
The GLM Procedure
Dependent Variable: Bobot Relatif Hati (hari ke -15)
Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
RANSUM 5 38.6559333 7.7311867 0.73 0.6080
Error 18 189.7900000 10.5438889
Corrected Total 23 228.4459333
R-Square Coeff Var Root MSE HATI Mean
0.169213 10.83161 3.247135 29.97833
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
RANSUM 5 38.65593333 7.73118667 0.73 0.6080
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
RANSUM 5 38.65593333 7.73118667 0.73 0.6080
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
Lampiran 6 . Analisis Ragam terhadap Bobot Relatif Usus hari ke 5
The SAS System
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
RANSUM 6 R0A ROB R1 R2 R3 R4
Number of Observations Read 24 Number of Observations Used 24
The SAS System
The GLM Procedure Dependent Variable: BERAT RELATIF USUS HARI KE 5 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 0.22622083 0.04524417 0.50 0.7725 Error 18 1.63007500 0.09055972 Corrected Total 23 1.85629583 R-Square Coeff Var Root MSE BERAT USUS Mean 0.121867 4.244698 0.300931 7.089583 Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 0.22622083 0.04524417 0.50 0.7725 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 0.22622083 0.04524417 0.50 0.7725
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
Lampiran 7 . Analisis Ragam terhadap Bobot Relatif Usus hari ke 15
The SAS System
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
RANSUM 6 R0A ROB R1 R2 R3 R4
Number of Observations Read 24 Number of Observations Used 24
The SAS System
The GLM Procedure
Dependent Variable: BERAT RELATIF USUS HARI KE 15 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 2.65670000 0.53134000 2.07 0.1172 Error 18 4.62690000 0.25705000 Corrected Total 23 7.28360000 R-Square Coeff Var Root MSE BERAT USUS Mean 0.364751 2.426423 0.507001 20.89500 Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 2.65670000 0.53134000 2.07 0.1172 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 2.65670000 0.53134000 2.07 0.1172
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Lampiran 10 . Analisis Ragam terhadap patologi anatomi hati hari ke 5
The SAS System
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
RANSUM 6 0 1 2 3 4 5
Number of Observations Read 24 Number of Observations Used 24
The SAS System The GLM Procedure
Dependent Variable: PA HATI KE 5 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 7.34375000 1.46875000 7.42 0.0006 Error 18 3.56250000 0.19791667 Corrected Total 23 10.90625000 R-Square Coeff Var Root MSE PA HATI Mean 0.673352 20.33729 0.444878 2.187500 Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 7.34375000 1.46875000 7.42 0.0006 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 7.34375000 1.46875000 7.42 0.0006
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
Lampiran 11 . Analisis Ragam terhadap patologi anatomi hati hari ke 15
The SAS System
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
RANSUM 6 0 1 2 3 4 5
Number of Observations Read 24 Number of Observations Used 24
The SAS System The GLM Procedure
Dependent Variable: PA HATI Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 4.42708333 0.88541667 4.18 0.0107 Error 18 3.81250000 0.21180556 Corrected Total 23 8.23958333 R-Square Coeff Var Root MSE PA HATI Mean 0.537295 24.82104 0.460223 1.854167 Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 4.42708333 0.88541667 4.18 0.0107 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F RANSUM 5 4.42708333 0.88541667 4.18 0.0107
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
PATOLOGI HATI HARI KE 15 PASCA INFEKSI
R3
ROA ROB
R1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
Lampiran 12. Uji Non-parametrik (Kruskal Wallis)
Tabel 7.Hasil skoring pengaruh pemberian ekstrak mannan terhadap usus halus
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Hari
dimension1
R0A 6 21.33
R0B 6 18.42
R1 6 18.92
R2 6 18.42
R3 6 15.50
R4 6 18.42
Total 36
Test Statistics
a,b
Hari
Chi-square 2.222
df 5
Asymp. Sig. .818
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
Hasil: Tidak berbeda nyata (P>0,05)
Perlakuan Duodenum Jejenum Ileum
5tn
15tn
5tn
15tn
5tn
15tn
R0A 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
R0B 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
R1 2.00±2.83 0.00±0.00 4.50±0.71 2.00±2.83 0.00±0.00 2.00±2.83
R2 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
R3 2.00±2.83 2.00±2.83 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
R4 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
Lampiran 13. Uji Non-parametrik (Kruskal Wallis)
Tabel 8.
Hasil
skoring pengaruh pemberian ekstrak mannan dari BIS terhadap hati
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank
Hari
dimension1
ROA 2 7.50
ROB 2 2.25
R1 2 7.25
R2 2 11.00
R3 2 5.50
R6 2 5.50
Total 12
Test Statistics
a,b
Hari
Chi-square 7.032
df 5
Asymp. Sig. .218
Hasil: Tidak berbeda nyata (P>0,05)
Perlakuan Waktu (Hari Pasca Infeksi)
5tn
15tn
R0A 3.50 ± 0.71 3.50 ± 0.71
R0B 1.50 ± 2.12 3.00 ± 0.00
R1 4.00 ± 0.00 3.00 ± 0.00
R2 4.00 ± 0.00 4.00 ± 0.00
R3 3.00 ± 0.00 3.50 ± 0.71
R4 3.50 ± 0.71 3.00 ± 0.00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA