pengaruh pemberian madu terhadap bakteri...

Download PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP BAKTERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25954/1/NURUL... · Menurut laporan WHO penyakit infeksi ini menjadi ... (merupakan

If you can't read please download the document

Upload: duongkhanh

Post on 06-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP BAKTERI

    STAPHYLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERICHIA COLI

    Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

    OLEH :

    Nurul Elliza

    NIM: 107103000166

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H/ 2010 M

  • i

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di

    Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

    atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

    sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    Jakarta, 6 Oktober 2010

    Nurul Elliza

  • ii

  • iii

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-

    Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW

    sebagai suri tauladan ummat Islam.

    Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul

    Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus dan

    Bakteri Escherichia Coli.

    Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

    sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam

    kesempatan kali ini saya ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya pada

    pihak yang membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan penelitian ini.

    Ucapan terimakasih dan penghargaan, saya sampaikan kepada:

    1. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda H. Ahmad Effendi dan Ibunda Hj.

    Eni Gunaeni, yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun material,

    serta doa yang tiada henti untuk saya, terimakasih yang sedalam-dalamnya

    atas perhatian dan kasih sayang kalian selama ini yang telah diberikan.

    Semoga ananda dapat membahagiakan dan membalas jasa- jasa kebaikan

    kalian selama ini.

    2. Prof. DR (hc). DR. M.K. Tadjudin, Sp.And dan Drs. H. Achmad Gholib, MA,

    selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Zeti Harriyanti, M.Biomed selaku dosen pembimbing yang telah banyak

    menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

    penyusunan skripsi ini.

  • v

    4. Yuli, M. Biomed selaku dosen pembimbing laboratorium yang telah banyak

    menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

    melakukan penelitian ini.

    5. Untuk semua dosen- dosen saya yang telah begitu banyak membimbing dan

    memberikan kesempatan saya untuk menimba ilmu selama saya menjalani

    masa pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, rasa hormat

    saya atas segala yang telah mereka berikan.

    6. Kakak dan adik- adikku tersayang, kakakku Muhammad Hardiansyah, Fachry

    Zakya dan adikku Khoirunnisa, Ibnu Muzakky yang selalu memberikan

    dukungan dan motivasinya di setiap langkah hidupku serta memberikan

    keceriaan dalam hidupku dengan canda tawa kalian yang membuat hidupku

    lebih berwarna.

    7. Teman- temanku seangkatan, senasib seperjuangan di Pendidikan Dokter

    (FKIK UIN Jakarta). Sebuah kebahagiaan bisa menjadi bagian dari kalian dan

    melewati satu fase kehidupan bersama kalian.

    8. Teman-teman satu kelompok yang terus memberikan motivasi dan bantuan

    dalam melakukan penelitian ini.

    9. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi penyelesaian penelitian ini

    dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

    semua pihak yang telah membantu. Dengan segala kelemahan, kekurangan dan

    kelebihan yang ada, semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya untuk diri saya

    sendiri dan semua pihak sebagai informasi tambahan atau sekedar contoh yang baik.

    Jakarta, 06 Oktober 2010

    Nurul Elliza

  • vi

    ABSTRAK

    Nurul Elliza. Pengaruh Pemberian Madu terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan

    Escherichia coli. Penelitian, 2010.

    Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri merupakan penyakit yang banyak

    ditemukan dalam masyarakat. Menurut laporan WHO penyakit infeksi ini menjadi

    penyebab kematian terbesar pada anak-anak dan dewasa dengan jumlah kematian

    lebih dari 13 juta jiwa setiap tahun, dan satu dari dua kematian terjadi di negara

    berkembang seperti Indonesia. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi adalah

    Staphylococcus aureus (merupakan bakteri Gram positif) dan Escherichia coli

    (merupakan bakteri Gram negatif). Penanganan penyakit akibat infeksi yg disebabkan

    oleh bakteri yaitu dengan menggunakan antibakteri tersebut. Madu merupakan

    pengobatan alami yang mempunyai efek antibakteri seperti hidrogen peroksida, pH

    yang rendah dan aktivitas air yang rendah yang mampu menghambat pertumbuhan

    bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas madu sebagai antibakteri

    terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Uji aktivitas antibakteri

    dilakukan secara invitro menggunakan metode difusi dengan menggunakan cakram

    disk pada medium MHA dengan mengukur diameter zona bening yang merupakan

    zona hambat dari pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

    dengan satuan milimeter. Konsentrasi yang digunakan 25%, 50%, 75% dan 100%

    dengan aquades steril sebagai kontrol negatif. Data analisis dengan uji Kruskal Wallis

    memiliki nilai 0,406 (>0,05) yang menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan

    bermakna diantara masing-masing konsentrasi madu baik terhadap bakteri

    Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pengaruh konsentrasi 25%, 50%, 75%

    dan 100% terhadap Staphylococcus aureus menghasilkan zona hambat sebesar 8; 9;

    10;11mm sedangkan pada Escherichia coli sebesar 7; 9; 10; 11 mm. Kesimpulan dari

    penelitian ini adalah pengaruh konsentrasi madu terhadap Staphylococcus aureus

    memiliki zona hambat yang sama dengan Escherichia coli.

    Kata kunci : Madu, Antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli

  • vii

    ABSTRACT

    Nurul Elliza. Effect of honey against the bacteria Staphylococcus aureus and

    Escherichia coli. Reseach, 2010.

    Infectious disease is a disease caused by bacteria that are found in society. According

    to the WHO infectious disease cause of death in children and adults with the number

    of deaths more than 13 million people each year, and one of the two deaths occurred

    in developing countries like Indonesia. Bacteria that commonly cause infections are

    Staphylococcus aureus (Gram-positive bacteria) and Escherichia coli (Gram-negative

    bacteria). Handling of infectious disease that is caused by bacteria that is by using the

    antibacterial. Honey is a natural treatment that has antibacterial effects such as

    hydrogen peroxide, low pH and low water activity that can inhibit the growth of

    bacteria. The research aimed to determine the antibacterial activity of honey against

    Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Tests performed in vitro antibacterial

    activity using diffusion method with cakram disk on MHA medium by measuring the

    diameter of the clear zone is a zone of inhibition of growth of Staphylococcus aureus

    and Escherichia coli by millimeters. Concentrations used 25%, 50%, 75% and 100%

    with sterile distilled water as a negative control. Data analysis by Kruskal-Wallis test

    has a value of 0.406 (> 0.05) indicating that there is no significant difference between

    each concentration of honey well against Staphylococcus aureus and Escherichia

    coli. Effect of concentration of 25%, 50%, 75% and 100% against Staphylococcus

    aureus produce inhibition zone of 8; 9; 10; 11mm whereas in Escherichia coli by 7;

    9; 10; 11 mm. The conclusion of this study is the effect of honey against

    Staphylococcus aureus concentration have same inhibited (inhibition zone greater)

    with Escherichia coli.

    Key words: Honey, Antibacterial, Staphylococcus aureus, Escherichia coli.

  • viii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ i

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii

    LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv

    ABSTRAK ................................................................................................................. vi

    ABSTRACT ............................................................................................................. vii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii

    BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 3

    1.3 Hipotesis Masalah ............................................................................................... 4

    1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4

    1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................ 4

    1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 4

    I.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4

  • ix

    1.5.1 Untuk Masyarakat ...................................................................................... 4

    1.5.2 Untuk Institusi ........................................................................................... 5

    1.5.3 Untuk Umum ............................................................................................. 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6

    2.1. TINJAUAN PUSTAKA (LANDASAN TEORI) ................................................. 6

    2. 1. 1 Madu .......................................................................................................... 6

    2. 1. 2 Staphylococcus aureus .............................................................................. 9

    2. 1. 3 Escherichia coli ........................................................................................ 14

    2.1. 4 Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme .......... 18

    2.1.5 Metode Difusi Kirby Baurer ....................................................................... 20

    2.2. KERANGKA KONSEP ..................................................................................... 20

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 21

    3.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 21

    3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................... 21

    3.3 Sampel Penelitian .............................................................................................. 21

    3.4 Kriteria Penelitian .............................................................................................. 21

    3.4.1 Kriteria Inklusi ......................................................................................... 21

  • x

    3.4.2 Kriteria Eksklusi ...................................................................................... 21

    3.5 Bahan Penelitian ................................................................................................. 21

    3.6 Alat Penelitian .................................................................................................... 22

    3.7 Variabel dan Definisi Operasional ..................................................................... 22

    3.8 Cara Kerja .......................................................................................................... 24

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 27

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 34

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 35

    LAMPIRAN ............................................................................................................. 37

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 44

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Biakan bakteri Staphylococcus aureus di MSA....................................... 37

    Gambar 2. Biakan bakteri Escherichia coli di Mc-Conkey........................................ 37

    Gambar 3. MHA dan MSA ...................................................................................... 38

    Gambar 4. Sediaan Madu Sumbawa .......................................................................... 38

    Gambar 5. Larutan madu dengan konsentrasi 25%.................................................... 38

    Gambar 6. Larutan madu dengan konsentrasi 50%.................................................... 39

    Gambar 7. Larutan madu dengan konsentrasi 75% ................................................... 39

    Gambar 8. Larutan madu dengan konsentrasi 100% ................................................. 39

    Gambar 9. Larutan Aquades ...................................................................................... 39

    Gambar 10. Perbandingan berbagai konsentrasi larutan madu (25%, 50%, 75%,

    100%) dan aquades sebagai kontrol .......................................................................... 40

    Gambar 11. Zona hambatan larutan madu dengan konsentrasi 25% dan 50% terhadap

    bakteri Staphylococcus aureus .................................................................................. 40

    Gambar 12. Zona hambatan larutan madu dengan konsentrasi 75% dan 100%

    terhadap bakteri Staphylococcus aureus..........................................................................41

  • xii

    Gambar 13. Zona hambatan larutan madu dengan konsentrasi 25% dan 50% terhadap

    bakteri Escherichia coli ............................................................................................. 41

    Gambar 14. Zona hambatan larutan madu dengan konsentrasi 75% dan 100%

    terhadap bakteri Escherichia coli............................................................................... 41

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Hasil pengukuran diameter zona hambatan yang ditimbulkan oleh madu

    sumbawa terhadap Staphylococcus aureus ................................................................ 27

    Tabel 2. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu hutan sumbawa terhadap

    Staphylococcus aureus ............................................................................................... 28

    Tabel 3. Hasil pengukuran diameter zona hambatan yang ditimbulkan oleh madu

    sumbawa terhadap Escherichia coli. ......................................................................... 29

    Tabel 4. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu hutan sumbawa terhadap

    Escherchia coli .......................................................................................................... 30

    Pengaruh pemberian madu terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan

    melakukan Uji Kruskal Wallis ................................................................................... 42

    Pengaruh pemberian madu terhadap bakteri Escherichia coli dengan melakukan Uji

    Kruskal Wallis ........................................................................................................... 43

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

    Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak ditemukan dalam

    masyarakat. Menurut laporan WHO penyakit infeksi ini menjadi penyebab

    kematian terbesar pada anak-anak dan dewasa dengan jumlah kematian lebih dari

    13 juta jiwa setiap tahun, dan satu dari dua kematian terjadi di negara berkembang

    seperti indonesia. (WHO, 1999).

    Pada tubuh manusia secara alami terdapat bakteri flora normal yang

    bermanfaat untuk tubuh. Salah satu contoh bakteri flora normal yang ada pada

    tubuh manusia yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Bakteri flora

    normal ini dapat berubah menjadi patogen apabila jumlahnya yang berlebih dari

    kadar normalnya, tidak berada di tempat predileksi yang sesungguhnya dan

    menurunnya daya tahan tubuh seseorang. Hal inilah salah satu contoh seseorang

    menjadi terinfeksi. Berdasarkan hasil penelitian untuk menanggulangi bakteri

    flora normal yang berubah menjadi bakteri patogen dapat menggunakan madu

    yang memiliki antibakteri. (Jawetz, 2008)

    Madu ini telah lama dikenal, seperti digunakan untuk pengawetan mayat

    zaman mesir kuno. Rasulullah SAW selalu menggunakan madu untuk mengobati

    berbagai penyakit. seperti sabdaNya :

    Manfaatkanlah dua jenis penyembuhan; madu dan Al-Quran

    Firman Allah SWT dalam surat An Nahl ayat 68-69. Bahwa dalam madu

    terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Dan Tuhanmu mewahyukan kepada

    lebah; buatlah sarang-sarang di bukit-bukit dan ditempat-tempat yang dibuat

    manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan

    tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah

    itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya

  • 2

    terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian

    terdapat tanda-tanda bagi orang yang memikirkan

    Madu adalah cairan kental dan cairan alami yang dihasilkan oleh lebah

    madu (genus apis), yang berasal dari nektar bunga. Madu memiliki sifat

    antimikiroba atau antibakteri. yang memiliki aktivitas senyawa antibakteri

    terutama pada bakteri Gram positif, yakni bakteri Staphylococcus aureus. Sifat

    madu sebagai antibakteri juga dapat mengeliminasi flora-flora normal dengan

    kadar yang berlebih pada kulit dan mukosa tubuh. Berdasarkan hasil peneliti

    (Komara 2002),

    Bakteri kelompok Staphylococcus merupakan bakteri Gram positif yang

    dapat menyebabkan berbagai penyakit. Lebih dari 30 jenis Staphylococcus yang

    dapat menginfeksi manusia dan dari jenis tersebut yang paling banyak

    menginfeksi adalah Staphylococcus aureus. Bakteri Staphylococcus aureus dapat

    mengakibatkan infeksi pada kerusakan kulit atau luka pada organ tubuh karena

    bakteri akan mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh. Bakteri masuk ke

    peredaran darah bakteri dapat menyebar ke organ lain dan menyebabkan infeksi,

    seperti pneumonia, infeksi pada katup jantung yang memicu pada gagal jantung,

    radang tulang, bahkan dapat menyebabkan shock yang dapat menimbulkan

    kematian. Pada kasus keracunan makanan akibat terkontaminasi Staphylococcus

    aureus dapat menimbulkan penyakit diare, muntah-muntah dan dehidrasi yang

    gejalanya baru timbul kira-kira 1-6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang

    terkontaminasi. Kasus diare tersering selain keracunan makanan yang disebabkan

    oleh Staphylococcus aureus yaitu infeksi saluran pencernaan penyebab

    terseringnya yaitu Escherichia coli. (Stroppler, 2008).

    Manfaat madu yang sedemikian besar telah mendorong para ilmuwan

    untuk meneliti khasiat madu secara ilmiah. Penelitian tentang pemanfaatan produk

    lebah madu dimulai sejak tahun 1922 oleh Prof. R. Chauvin dari Universitas

    Sorbone, Perancis (Apiari Pramuka, 2003 dalam Peri, 2004). Penelitian-penelitian

    selanjutnya mengenai manfaat madu banyak dilakukan dan berhasil menguraikan

    berbagai manfaat madu, salah satunya itu untuk menyembuhkan jenis penyakit

  • 3

    antioksidan, antiinflamasi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan

    bahwa madu dapat digunakan sebagai antimikroba pada luka termasuk luka pasca

    operasi. Penelitian yang dilakukan terhadap pasien pasca operasi pada luka yang

    tidak berhasil disembuhkan oleh antibiotik intravena,dengan mengoleskan madu

    5-10 ml dua kali sehari memperlihatkan terjadinya penyembuhan luka pada 5 hari

    pemakaian (Vardi dkk,1998).

    Langkah pengobatan untuk penyakit infeksi ini adalah dengan pemberian

    agen antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan dan atau membunuh

    mikroba yang menginfeksi. Agen antimikroba telah banyak ditemukan sekarang

    ini, tetapi beberapa diantaranya menjadi tidak efektif digunakan karena banyaknya

    mikroba yang resisten dan efek sampingnya sangat merugikan penderita (Soemiati

    dkk, 2007). Oleh karena itu pencarian antimikroba baru yang lebih efektif dan

    aman menjadi perlu untuk terus dilakukan, terutama yang berasal dari bahan alam

    contohnya yaitu madu.

    Maka dengan adanya bahan yang alami yaitu madu yang salah satu

    kandungannya dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba yang

    menginfeksi, maka perlu dilakukan penelitian untuk menjadi dasar ilmiah

    penggunaan madu sebagai obat antibakteri melalui pengujian pengaruh madu

    terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli untuk melihat dari

    aktivitas madu sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan

    Escherichia coli.

    I.2 RUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana aktivitas pemberian madu sebagai antibakteri terhadap bakteri

    Staphylococcus aureus?

    2. Bagaimana aktivitas pemberian madu sebagai antibakteri terhadap bakteri

    Escherichia coli?

    3. Pada konsentrasi berapa madu memiliki aktivitas daya hambat

    pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?

  • 4

    4. Apakah terdapat perbedaan aktivitas pemberian madu sebagai antibakteri

    terhadap bakteri Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif) dengan

    Escherichia coli (bakteri Gram negatif)?

    I.3 HIPOTESIS MASALAH

    Madu memiliki efektivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus

    aureus dan Escherichia coli. Semakin tinggi konsentrasi madu semakin besar

    efektivitas madu sebagai antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

    tersebut.

    I.4. TUJUAN PENELITIAN

    1.4.1. Tujuan Umum

    Mengetahui efektivitas madu sebagai antibakteri

    1.4.2. Tujuan Khusus

    Mengetahui efektivitas pemberian madu terhadap antibakteri

    Mengetahui perbedaan efektivitasnya pemberian madu pada

    bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

    Mengetahui mekanisme madu terhadap inhibisi mikroba

    Mengetahui konsentrasi tepat pemberian madu sebagai antimikroba

    atau antibakteri

    I.5 MANFAAT PENELITIAN

    Untuk masyarakat: menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang

    pengaruh penggunaan madu untuk kehidupan sehari-hari.

  • 5

    Untuk institusi: hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar

    untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian madu sebagai

    antibakteri.

    Untuk peneliti: untuk menambah pengetahuan dan wawasan, sebagai

    prasyarat untuk menempuh jenjang pendidikan klinik Program Studi Pendidikan

    Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

    2.1 TINJAUAN PUSTAKA (LANDASAN TEORI)

    2.1.1 MADU

    Madu adalah larutan gula dengan saturasi tinggi yang dihasilkan

    oleh lebah. Lebah madu (genus apis) mengumpulkan cairan dari sari

    bunga yang disebut nektar dan di bawa ke sarang lebah. Di dalam sarang,

    lebah madu menambahkan enzim ke nectar dan menempatkannya dalam

    wadah hexagonal yang mematangkan menjadi madu (selama pematangan

    enzim terjadi perubahan molekul gula). (Komara, 2002)

    Madu tersusun atas beberapa molekul gula seperti glukosa dan

    fruktosa serta sejumlah mineral dan vitamin. Dibawah ini adalah

    kandungan umum madu murni terdiri dari air (17,0%), fruktosa (38,5%),

    glukosa (31,5%), maltosa (7,2%), karbohidrat (4,2%), sukrosa (1,5%),

    enzim, mineral, vitamin (0,5%), energi kalori/100 gram (294,0%). Selain

    itu, madu juga memiliki aktivitas senyawa antibakteri terutama pada

    bakteri Gram positif, yakni bakteri Staphylococcus aureus dan B. cereus.

    (Komara, 2002)

    Madu diteliti oleh beberapa ahli dalam hal mengobati infeksi yang

    disebabkan oleh bakteri maupun jamur. Kemampuan madu sebagai

    antibaktreri diduga menurut molan (1992 dan 1995 ), White,dkk, (1964),

    Wootton dkk, (1997, dan Tan dkk, (1989) antara lain : Madu mempunyai

    osmolaritas yang tinggi, kandungan hydrogen peroksida. pH yang rendah,

    aktivitas air yang rendah. (Ika puspitasari, 2007)

    1. Madu Sebagai Osmolaritas Yang Tinggi

    Madu memiliki efek osmotik yaitu memiliki osmolaritas yang

    cukup untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Madu merupakan cairan

  • 7

    yang mengandung glukosa dengan saturasi yang tinggi yang mempunyai

    interaksi yang kuat terhadap molekul air. Kekurangan kadar air dapat

    menghambat pertumbuhan bakteri. Dari penelitian telah ditemukan bahwa

    luka yang terinfeksi dengan Staphylococcus aureus dan diberi madu luka

    menjadi steril. (Ika puspitasari, 2007)

    Kandungan antibakterial madu pertama kali dikenalkan oleh Van

    Ketel tahun 1982. Hal ini diasumsikan bahwa efek osmotik dihasilkan oleh

    kandungan gula yang tinggi di dalam madu. Madu, seperti larutan gula

    lainnya; syrup, memiliki osmolaritas yang cukup untuk menghambat

    bakteri. Madu juga telah menunjukkan pada luka yang terinfeksi

    Staphylococcus aureus dapat dengan cepat diubah menjadi steril atau

    dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri. (Ika puspitasari, 2007)

    Bukti kandungan antibakteri pada madu meningkat bila diencerkan

    setelah diteliti dan dilaporkan pada tahun 1919. Penjelasan ini berasal dari

    penelitian bahwa madu mengandung enzim yang memproduksi hydrogen

    peroksida ketika diencerkan. (Ika puspitasari, 2007)

    2. Kandungan Hidrogen Peroksida

    Hidrogen peroksida dikenal sebagai sumber utama kemampuan

    antibakteri dari madu seperti yang diteliti oleh White dkk. (1963).

    Hidrogen peroksida dihasilkan dari reaksi enzim glukosa oksidase

    (glukosidase) dalam madu, khususnya glukosa, dengan adanya enzim

    tersebut akan mengalami reaksi diubah menjadi asam glukonat dan

    hidrogen peroksida. (Ika puspitasari, 2007)

    GLUKOSA + H20 + O2 --------enzim glukosidase-------- asam glukonat

    + H2O2 (Hidrogen Peroksida)

    Enzim glukosidase dalam madu akan bekerja secara maksimal

    dengan adanya air. Dengan demikian, untuk meningkatkan kemampuan

    madu sebagai antibakteri, diperlukan kadar madu yang tidak terlalu pekat.

    Hidrogen peroksida yang dihasilkan dari reaksi glukosa dalam madu

  • 8

    dengan air akan sangat rendah sekitar 1mmol/liter madu. Sementara dalam

    pemakaian, hidrogen peroksida dalam medis berkisar 3% berat pervolume.

    Karena itu, tidak perlu dikhawatirkan akan rusaknya jaringan dalam tubuh

    akibat terlepasnya hidrogen peroksida dari madu tersebut. Panas yang

    tinggi diatas 50c akan merusak enzim glukosidase dalam madu. Oleh

    karena itu, sebagai antibakteri, madu tidak boleh dipanaskan terlalu tinggi.

    (Ika puspitasari, 2007)

    Meskipun kadar hidrogen peroksida sangat rendah namum masih

    efektif sebagai antimikroba. Hal ini telah dilaporkan bahwa hidrogen

    peroksida lebih efektif bila diberikan secara terus menerus. Sebuah

    penelitian pada Escherichia coli untuk mengetahui aliran hidrogen

    peroksida yang ditambahkan secara konstan, menunjukkan bahwa

    pertumbuhan bakteri dapat dihambat oleh 0,02 0,05 mmol/l hidrogen

    peroksida, konsentrasi tersebut tidak merusak sel fibroblast pada kulit

    manusia. (Ika puspitasari, 2007)

    3. pH yang Rendah

    Madu memiliki pH yang asam, yakni berkisar 3,2-4,5. Keasaman

    yang rendah merupakan penghambat yang efektif terhadap pertumbuhan

    bakteri, baik di kulit maupun di saluran lain dalam tubuh. (Ika puspitasari,

    2007)

    4. Aktivitas Air yang Rendah

    Aktivitas air pada madu sebesar 0,562-0,62. Secara umum bakteri

    tidak akan tumbuh pada media yang memiliki aktivitas air yang rendah.

    Tetapi bakteri Staphylococcus aureus masih bisa hidup pada media yang

    memiliki aktivitas air dibawah 0,86. Penelitian yang dilakukan oleh Molan

    tahun 1996 menemukan pada konsentrasi tertentu, ternyata madu mampu

    menekan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Selain adanya

    aktivitas air yang rendah, kemungkinan besar adanya kandungan senyawa

    lain dalam madu ikut serta berperan dalam kemampuan madu sebagai

  • 9

    antibakteri, khususnya terkait dengan Staphylococcus aureus. (Ika

    puspitasari, 2007)

    2.1.2 STAPHYLOCOCCUS AUREUS

    Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri flora normal

    yang ada pada tubuh manusia. Tempat predileksi yaitu pada mulut.

    Staphylococcus aureus ini dapat berubah menjadi patogen apabila

    jumlahnya sudah melebihi kadar normalnya yaitu lebih dari 105

    dan

    apabila bakteri tersebut tidak tinggal di tempat predileksinya.

    Staphylococcus aureus adalah sel sferis Gram-positif, biasanya tersusun

    dalam kelompok seperti anggur yang tidak teratur. Staphylococcus tumbuh

    dengan baik di beberapa medium dan aktif secara metabolik, melakukan

    fermentasi karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang bervariasi dari

    putih hingga kuning tua. (Jawetz, 2008)

    Morfologi dan Klasifikasi (Binomial Staphylococcus aureus Rosenbach

    1884 ) adalah :

    Domain: Bacteria

    Kingdom: Eubacteria

    Phylum: Firmicutes

    Kelas: Bacilli

    Order: Bacillales

    Family: Staphylococcaceae

    Genus: Staphylococcus

    Spesies: Staphylococcus aureus

    Ciri khas kuman ini berbentuk bola dengan diameter 0,1 m.

    pengecatan Gram Staphylococcus aureus menunjukkan kokus Gram

    positif yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur atau seperti

    anggur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad dan bentuk rantai juga tampak

    dalam biakan cair. Kokus muda memberikan pewarnaan Gram-positif

    yang kuat; akibat penuaan, banyak sel yang menjadi Gram-negatif.

    Staphylococcus tidak motil dan tidak membentuk spora. (Stroppler, 2008)

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Binomial_nomenclature&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhgGYOvT0pY3qv1RCGTg9LO_PMZMAQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Bacteria&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi12N1d4JCUwgAlkGfXlfjHC98c3Qhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Bacterium&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhg_y5CI0R6igtI5lRwZcU1V7YDJWQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Firmicutes&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhiuER2SYHZCvKthz3V721s_fJSw5Qhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Bacilli&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhh_508FI9U4XEunoMOAUfBdHrR0ywhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Bacillales&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhhMRsw0c78gDuviSZAc4_6j-FFosghttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Staphylococcaceae&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhibiiCPX5yUvCniiPL2-I6PmNM7uQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Staphylococcus&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhg9yED0n8E9dwwcV5hiZEjTkbeduw

  • 10

    Genus Staphylococcus sedikitnya memiliki 30 spesies diantaranya

    Staphylococcus aureus bersifat koagulase-positif, yang membedakannya

    dari spesies lain. Staphylococcus aureus adalah patogen utama pada

    manusia yang paling banyak menginfeksi. Hampir semua orang pernah

    mengalami infeksi Staphylococcus aureus dalam hidupnya, dengan derajat

    keparahan beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan

    hingga infeksi berat yang mengancam jiwa. (Jawetz, 2008)

    Biakan Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada berbagai

    media bakteriologi di bawah suasana aerobik dan mikroaerobik. Tumbuh

    dengan cepat pada temperatur 37C, pembentukan pigmen yang terbaik

    adalah pada temperatur kamar (20-35C). pH optimal untuk pertumbuhan

    yaitu 7,4. Media untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus umumnya

    mengandung asam amino dan vitamin-vitamin seperti thereonin, asam

    nikotinat, dan biotin. Koloni pada media padat berbentuk bulat, lembut,

    dan mengkilat sedangkan pada pembenihan kaldu misalnya ditemukan

    tersendiri atau tersusun sebagai rantai pendek. Staphylococcus aureus

    biasanya membentuk koloni abu-abu hingga kuning tua kecoklatan. media

    yang sering digunakan untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus yaitu

    MSA (Mannitol Salt Agar). (Usman Suwandi. 1999)

    Mannitol Salt Agar Medium

    Media dan morfologi mikroorganisme

    Mikroorganisme Jenis Media Karakteristik

    Staphylococcus aureus Mannitol Salt Agar (MSA) Kuning dengan zona kuning

    Mempunyai kandungan garam cukup tinggi. Staphylococcus

    aureus cukup tahan terhadap garam tinggi, sehingga dapat tumbuh dengan

    warna kuning keemasan dan mediapun berubah menjadi kuning. Dengan

    demikian media ini sudah sangat selektif dan mampu menumbuhkan

    Staphylococcus aureus. (Usman Suwandi. 1999)

  • 11

    Struktur Antigen

    Staphylococcus mengandung polisakarida antigenik dan protein

    serta substansi penting lainnya dalam struktur dinding sel. Peptidoglikan,

    polimer sakarida, yang mangandung subunit-subunit terangkai,

    merupakan eksoskelet yang kaku pada dinding sel. Peptidoglikan

    dihancurkan oleh asam kuat atau pajanan terhadap lisozim. Peptidoglikan

    memicu produksi interleukin-1 (pirogen endogen) dan antibodi opsonik

    oleh monosit, dan dapat menjadi chemoattractant untuk leukosit

    polimorfonuklear, yang memiliki aktivitas mirip endotoksin, dan

    mengaktifkan komplemen. (Jawetz, 2008)

    Asam teikoat, yang merupakan polimer gliserol ribitol fosfat,

    berhubungan dengan petidoglikan dan dapat menjadi antigenic. Beberapa

    strain Staphylococcus aureus mampu menghasilkan Staphyloxanthin

    adalah sebuah karotenoid pigmen yang berperan sebagai faktor virulensi.

    Pigmen ini memiliki antioksidan yang membantu untuk menghindari

    pembunuhan mikroba dengan reaktif oksigen yang digunakan oleh sistem

    kekebalan tubuh inang. Diperkirakan bahwa Staphyloxanthin bertanggung

    jawab untuk 'karakteristik warna keemasan. Ketika membandingkan strain

    normal Staphylococcus aureus dengan regangan dimodifikasi untuk

    kekurangan warna kuning, ketegangan yang berpigmen lebih mungkin

    bertahan hidup terhadap oksidasi kimia seperti hidrogen peroksida.

    (Jawetz, 2008)

    Enzim dan Toksin

    Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit baik melalui

    kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas di jaringan serta

    dengan menghasilkan berbagai substansi ekstraselular. Beberapa substansi

    tersebut adalah enzim, dan yang lainnya disebut toksin, tetapi dapat

    berfungsi sebagai enzim. Banyak dari enzim tersebut dibawah kontrol

    genetik plasmid, beberapa dengan kontrol kiromosomal dan

    ekstrakromosomal, dan mekanisme genetik lainnya. (Jawetz, 2008)

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Carotenoid&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjtDy-u5XLCNZFEbB_CZU_UI91I8Qhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Pigment&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhgI2sdt8KmimaQ9gmUIonjDMPfejAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogen_peroxide&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhhh1TfzGvx4rlwRgqOzVDT1xoQT8A

  • 12

    Katalase

    Staphylococcus menghasilkan katalase, yang mengubah hidrogen

    peroksida menjadi air dan oksigen. (Jawetz, 2008)

    Koagulase dan Faktor Penggumpal

    Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase, suatu protein

    yang dapat menggumpalkan plasma yang mengandung oksalat dan

    sitrat. Koagulase berikatan dengan protrombin; bersama-sama keduanya

    menjadi aktif secara enzimatik dan menginisiasi polimerase fibrin.

    Koagulase dapat menyimpan fibrin pada permukaan Staphylococcus,

    mungkin mengubah ingestinya oleh sel fagositik atau destruksi

    Staphylococcus dalam sel-sel tersebut. Memproduksi koagulase

    dianggap sama dengan memiliki potensi patogen yang invasif. Faktor

    penggumpal adalah kandungan permukaan Staphylococcus aureus yang

    berfungsi melekatkan organisme ke fibrin atau fibrinogen. Bila berada

    dalam plasma, Staphylococcus aureus membentuk gumpalan. Faktor

    penggumpal berbeda dengan koagulase. (Jawetz, 2008)

    Enzim Lain

    Enzim-enzim lain yang dihasilkan Staphylococcus antara lain

    adalah hialuronidase, atau faktor penyebar, Staphylokinase

    menyebabkan fibrinolisis tetapi bekerja jauh lebih lambat daripada

    Streptokinase; proteinase; lipase, dan -laktamase. (Jawetz, 2008)

    Eksotoksin

    -toksin merupakan protein hematogen yang bekerja dengan

    spektrum luas pada membran sel eukariot. -toksin merupakan

    hemolisin yang kuat. -toksin dapat menguraikan sfingomielin sehingga

    toksik untuk berbagai sel, termasuk sel darah merah manusia. -toksin

    melisiskan sel darah merah manusia dan hewan. toksin bersifat

    heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada detergen nonionik.

    Toksin tersebut mengganggu membran biologik dan dapat berperan

    pada penyakit diare akibat Staphylococcus aureus. (Jawetz, 2008)

  • 13

    Leukosidin

    Toksin Staphylococcus aureus ini memiliki dua komponen.

    Leukosidin dapat membunuh sel darah putih manusia dan kelinci.

    Kedua komponen tersebut bekerja secara sinergis pada membran sel

    darah putih membentuk pori-pori dan meningkatkan permeabilitas

    kation. (Jawetz, 2008)

    Toksin Eksfoliatif

    Toksin epidermolitik Staphylococcus aureus ini memiliki dua

    protein yang berbeda dengan berat molekul yang sama. Toksin

    epidermolitik A adalah produk kromosomal dan tahan panas. Toksin

    epidermolitik B diperantai plasmid dan tidak yahan panas. Toksin

    epidermolitik menyebabkan deskuamasi generalisata pada

    Staphylococcal scalded skin syndrome. Toksin-toksin tersebut

    merupakan super antigen. (Jawetz, 2008)

    Toksin Sindrom-syok-toksik

    Sebagian besar strain Staphylococcus aureus yang diisolasi dari

    pasien syok toksik menghasilkan toksin sindrom-syok-toksik-1 (TSST-

    1), yang serupa dengan enterotoksin F. TSST-1 merupakan superantigen

    prototipikal, berikatan dengan MHC kelas II, menstimulasi sel T.

    Toksin ini menyebabkan demam, syok, dan toksik. (Jawetz, 2008)

    Enterotoksin

    Terdapat berbagai enterotoksin (A-E, G-I, K-M), sekitar 50%

    Staphylococcus aureus dapat menghasilkan satu enterotoksin tahan

    terhadap panas dan resisten terhadap enzim usus. Enterotoksin

    dihasilkan bila Staphylococcus aureus tumbuh di makanan yang

    mengandung protein dan karbohidrat. Ingesti 25 g enterotoksin B

    dapat menyebabkan diare. (Jawetz, 2008).

  • 14

    2.1.3 ESCHERICHIA COLI

    Escherichia merupakan order dari Enterobacteriaceaea.

    Enterobacteriaceaea adalah suatu famili kuman yang terdiri dari sejumlah

    besar spesies bakteri yag erat hubungannya satu dengan yang lainnya.

    Hidup di usus besar manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula

    ditemukan dekomposisi material. Karena hidupnya yang pada keadaan

    normal di dalam usus besar manusia, kuman ini sering disebut kuman

    enterik atau basil enterik. (Karsinah, dkk. 1994)

    Sifat biokimiawi dari kuman enterik kompleks dan bervariasi. Pada

    suasana anaerob atau kadar O2 rendah terjadi reaksi fermentasi yang cukup

    terjadi siklus asam trikarboksilat dan transport elektron untuk bentukan

    enersi. (Karsinah, dkk. 1994)

    Macam- macam perbenihan yang dipakai untuk isolasi kuman enterik :

    (Karsinah, dkk. 1994)

    1. Diferensial:

    Agar MacConkey, agar eosin Methylin lue, Agar Desoxycholate. Pada

    perbenihan ini hampir semua kuman enterik dapat tumbuh.

    2. Selektif :

    Agar Salmonella-Shigella, agar Desoxycholate citrat. Perbenihan ini

    khusus untuk mengisolasi kuman usus patogen

    3. Persemaian :

    Kaldu GN, kaldu selenit, kaldu tetrahionat. Kuman usus patogen lebih

    subur.

    Escherichia coli merupakan Gram negatif, habitatnya di

    lingkungan akuatik, tanah, makanan, air seni, dan tinja, dan bersifat

    sebagai patogen. Dinding selnya mengandung peptidoglikan dan asam

  • 15

    teikhoat, selalu berpasangan membentuk rantai pendek. (Karsinah, dkk.

    1994)

    Kuman berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negatif,

    ukuran 0,4-0,7 m x 1,4 m sebagian besar gerak positif dan beberapa

    strain mempunyai kapsul. (Jawetz, 2008)

    Morfologi dan Klasifikasi Escherichia coli (Karsinah, dkk. 1994)

    Domain : Bacteria

    Kingdom : Bacteria

    Phylum : Proteobacteria

    Kelas : Gamma proteobacteria

    Order : Enterobacteriales

    Family : Enterobacteri aceae

    Genus : Escherichia

    Spesies : Escherichia coli

    Daya tahan kuman

    Kuman enterik tidak membentuk spora, mudah dimatikan dengan

    desinfektan antibakteri. (Karsinah, dkk. 1994)

    Stuktur dinding sel

    Dinding sel kuman terdiri dari lapisan murein,lipoprotein,

    fosfolipid, protein dan lipopolisakarida. Lapisan murein-lipprotein

    membentuk 20% dari total dinding sel dan bertanggung jawab terhadap

    celullar rigidity, stuktur ini menyerupai jala/net, terdiri dari rantai N-asetil

    glukosamin berikatan kovalen dengan asam N-asetil muramat melalui

    ikatan B1-4 glikosida. Lapisan fosfolipid, protein dan lipopolisakarida

    membentuk 80%^ dari dinding sel. Komponen utama yang terpenting dari

    dinding sel adalah lipopolisakarida, tersiri dari rantai polisakarida yang

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Bacteria&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi12N1d4JCUwgAlkGfXlfjHC98c3Qhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Bacterium&prev=/search%3Fq%3Dstaphylococcus%2Baureus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26hs%3DQhK&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhg_y5CI0R6igtI5lRwZcU1V7YDJWQ

  • 16

    spesifik, menentukan sifat antigenik da aktivitas endotoksin. (Karsinah,

    dkk. 1994)

    Stuktur antigen

    Katerisasi antigen berperan penting dalam epidemiologi dan

    klasifikasi. Komponen utama sel bakteri adalah : antigen somatik (O),

    antigen flagel (H), dan antigen kapusl (K). (Karsinah, dkk. 1994)

    Antigen kapsul

    Terdiri dari polisakarida, bila dipanaskan 60C selama satu jam

    kapsul akan rusak. Antigen ini dapat menghalangi/ menghambat reaksi

    aglutinasi antigen O dengan antiserumnya yang homolog. (Karsinah, dkk.

    1994)

    Antigen flagel

    Terdiri dari protein (Karsinah, dkk. 1994)

    Antigen somatik

    Terdiri dari lipopolisakarida yang dapat dibedakan dalam 3 regio.

    (Karsinah, dkk. 1994)

    - Regio 1 :

    Merupakan polimer dari unit oligosakarida yang spesifik, tersusun dari 3-4

    monosakarida yang berulang. Perbedaan- perbedaan ini dipakai untuk

    identifikasi, misalnya subgruping serologik terhdap kuman- kuman

    Salmonella, Shigella dan Escherichia.

    - Regio 2 :

    Regio ini melekat pada regio 1, terdiri dari inti polisakarida, yang

    dibedakan dalam inti dalam terdiri dari 2 keto-3 deoksitinat, heptosa,

  • 17

    fosfat, pirofosfat dan inti luar terdiri dari heksosa : glukosa, galaktosa dan

    N-asetil gluamin.

    - Regio 3 :

    - Regio ini melekat pada regio 2, terdiri dari lipid A, yang merupakan

    bagian molekul yang toksik.

    Faktor-faktor patogenitas

    Antigen permukaan

    Pada Escherichia coli paling tidak terdapat 2 tipe fimbrae yaitu :

    a. Tipe manosa sensitif (pili)

    b. Tipe manosa resisten

    Kedua tipe fimbrae ini penting sebagai colonization factor, yaitu

    untuk perlekatan sel kuman pada sel/jaringan. (Pelczar, 2006)

    Enterotoksin

    Ada 2 macam enterotoksin yang telah berhasil diisolasi dari

    Escherichia coli :

    a. Toksin LT (Termolabil)

    b. Toksin ST (Termostabil)

    Produksi kedua macam toksin diatur oleh plasmid yang mampu pindah

    dari satu sel kuman ke sel kuman lainnya. Terdapat 2 macam plasmid :

    (Pelczar, 2006)

    - 1 plasmid mengkode pembentukan toksin LT dan ST

    - 1 plasmid lainnya mengatur pembentukan toksin ST saja.

    Seperti toksin kolera, toksin termolabil bekerja merangsang enzim

    adenil siklase yang terdapat di dalam sel epitel mukosa usus halus,

    menyebabkan peningkatan aktivitas enzim enzim tersebut terjadinya

    peningkatan permeabilitas sel epitel usus. Sehingga terjadi akumulasi

    cairan di dalam usus dan berkahir dengan diare. (Pelczar, 2006)

    Toksin ST bekerja dengan cara mengaktivasi enzim guanilat siklase

    menghasilkan siklik guanosin monofosfat, menyebabkan gangguan

    absorpsi klorida dan natrium, selain itu ST menurunkan motalitas usus

    halus. (Pelczar, 2006)

  • 18

    Hemolisin

    Peranan hemolisisn ada infeksi oleh Escherichia coli tidak jelas

    tetapi strain hemolitik Escherichia coli ternyata lebih patogen daripada

    strain yang nonhemolitik. (Pelczar, 2006)

    2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Organisme

    Faktor Kimia

    1. Nutrien

    Mikroba membutuhkan karbon yang didapat dari sejumlah reaksi

    biosintesis dan menghasilkan lebih dari kebutuhannya. Nitrogen

    merupakan komponan utama protein dan asam nukleat. Sulfur

    merupakan komponen dari banyak substansi organik sel. Fosfor sebagai

    komponan ATP, asam nukleat dan sejumlah koenzim komponen dinding

    sel, beberapa polisakarida kapsul dan beberapa protein. (Jawetz, 2008)

    2. Aerasi

    Berbagai organisme obligat aerob, secara khusus membutuhkan

    oksigen sebagai penerima hidrogen, beberapa fakultatif, mampu

    bertahan hidup secara aerob atau anaerob. Hasil alami metabolisme

    aerob adalah senyawa-senyawa reaktif hidrogen peroksida dan

    superoksida. Dengan adanya unsur besi, dua senyawa tersebut dapat

    membentuk radikal hidroksil yang dapat merusak setiap molekul

    biologis. (Jawetz, 2008)

    Faktor Fisik

    1. pH

    Sebagian besar organism paling baik tumbuh pada pH 6,0-8,0,

    meskipun beberapa bentuk(asidofil) mempunyai pH optimal 3,0 dan

    yang lain (alkalifil) mempunyai pH optimal 10,5. (Jawetz, 2008)

    2. Temperatur

    Spesies mikroba yang berbeda sangat beragam kisaran temperatur

    optimalnya untuk tumbuh, berbentuk psycrophylic (mikroba yang

  • 19

    menyukai suhu dingin) tumbuh pada temperatur rendah 15-20C, bentuk

    mesophylic (mikroba yang menyukai suhu sedang) tumbuh terbaik pada

    30-37C dan kebanyakan thermophylic (mikroba yang menyukai suhu

    hangat) tumbuh pada suhu 50-60C. kebanyakan organisme adalah

    mesophylic, 30C adalah suhu optimal untuk berbagai bentuk yang hidup

    bebas, temperatur badan inang adalah optimal untuk tumbuh dengan

    cepat. (Jawetz, 2008)

    Selain berpengaruh pada laju pertumbuhan, temperatur yang

    ekstrim dapat membunuh mikroorganisme. Panas yang ekstrim

    digunakan untuk sterilisasi, dingin yang ekstrim juga dapat membunuh

    mikroba, meskipun tidak aman untuk sterilisasi. Bakteri juga

    menunjukkan fenomena yang disebut cold shock, pembunuhan sel-sel

    dengan pendinginan cepat. (Jawetz, 2008)

    Kekuatan Iotonik dan Tekanan Osmotik

    Pada tingkatan yang lebih kecil, faktor-faktor seperti tekanan

    osmotik dan konsentrasi garam harus dapat dikontrol. Kebanyakan

    organisme, sifat media yang umum sudah cukup memuaskan, tetapi

    faktor-faktor ini harus diperhitungkan. Organisme yang membutuhkan

    konsentrasi garam tinggi disebut halofilik, yang membutuhkan tekanan

    osmotik tinggi disebut osmofilik. (Jawetz, 2008)

    Kebanyakan bakteri mampu mentoleransi kisaran tekanan dan

    kekuatan ionik eksternal yang besar karena kemampuan bakteri tersebut

    untuk mengatur osmolalitas dan konsentrasi ion internal. Osmolalitas

    diatur oleh transport aktif ion K+ ke dalam sel. Kekuatan ionik internal

    dijaga tetap konstan oleh ekskresi kompensasi poliamin organik putresin

    (suatu poliamin organik bermuatan positif). Karena putresin membawa

    beberapa muatan positif per molekul, kekuatan ionik dapat sangat

    menurun akibat pengaruh dari perubahan kekuatan osmotik yang kecil

    saja. (Jawetz, 2008)

  • 20

    2.1.5 Metode Difusi Kirby Baurer

    Kirby baurer pengujian antibiotik (KB pengujian atau tes

    sensitivitas antibiotik disk difusi) adalah tes yang menggunakan

    antibiotik untuk menguji apakah bakteri tertentu rentan terhadap

    antibiotik tertentu. KB test juga dapat secara rutin dilakukan untuk

    memantau prevalensi bakteri resisten antibiotik, amati tren untuk

    mengambil tindakan pencegaham sebagai contoh : pengembangan obat

    baru. Jika bakteri yang rentan terhadap antibiotik tertentu wilayah kliring

    mengelilingi wafer dimana bakteri tidak mampu tumbuh (disebut zona

    inhibisi). (Pelczar, 2006)

    Prosedur :

    Menyiapkan kultur murni (18-24 jam) sampel pada media, sesuaikan

    kekeruhan sampai setara dengan 0.5 standar Mc Farland kekeruhan.

    Celupkan kapas steril kedalam sampel yang sudah di standarisasi

    kekeruhannya berdasarkan 0.5 Mc Farland standar.

    Lalu disebarkan bakteri tersebut pada- Hinton agar- agar Mueller.

    Setelah inkubasi, amati di halaman bakteri (zona hambatan).

    Ukur diameter zona hambatan.

    2.2 KERANGKA KONSEP

    Pertumbuhan

    Escherichia coli

  • 21

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 DESAIN PENELITIAN

    Penelitian ini merupakan menggunakan design studi eksperimen.

    3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium mikrobiologi FKUIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta pada bulan September hingga Oktober tahun 2010.

    3.3 SAMPEL PENELITIAN

    Sampel penelitian ini menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan

    bakteri Escherichia coli yang diambil dari kultur murni.

    3.4 KRITERIA PENELITIAN

    3.4.1 Kriteria Inklusi

    1. Media agar yang terdapat bakteri Staphylococcus aureus

    2. Media agar yang terdapat bakteri Escherichia coli

    3.4.2 Kriteria Eksklusi

    1. Media agar yang tidak hanya terdapat bakteri Staphylococcus aureus

    2. Media agar yang tidak hanya terdapat bakteri Escherichia coli

    3.5. BAHAN PENELITIAN

    Bahan- bahan yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini adalah

    madu hutan sumbawa, suspensi bakteri Staphylococcus aureus, suspense bakteri

  • 22

    Escherichia coli, manitol salt agar (MSA), Mc Conkey agar, Mueller Hinton

    Agar (MHA), NaCl steril, Aquades .

    3.6. ALAT PENELITIAN

    Alat- alat yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini adalah sarung

    tangan, tabung reaksi, cawan petri, ose steril, Autoclave, Inkubator , bekker

    glass, cakram disk (blank disk) diameter 10 mm, parafilm, bunsen, swab steril,

    korek api, sendok, jangka sorong, penggaris

    3.7. Variabel dan Definisi Operasional

    3.7.1 Variabel penelitian

    a. Variabel Bebas

    Pemberian madu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%,

    Aquades steril

    b. Variabel Tergantung

    Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus di MSA. Dan

    diukur dengan diameter zona hambatan yang terbentuk

    dalam millimeter di MHA.

    Pertumbuhan bakteri Escherichia coli di endo agar. Dan

    diukur dengan berbagai diameter zona hambatan yang

    terbentuk dalam millimeter di MHA

    1. Variabel Perancu Terkendali

    Suhu inkubasi 37C

    Waktu inkubasi 24 jam

    Kepekatan bakteri

  • 23

    Waktu perendaman cakram ke dalam madu

    3.7.2 Definisi Operasional Variabel

    Tabel 2. Definisi operasional

    No. Variabel Definisi Operasional Alat

    Ukur

    Hasil Ukur Skala

    Ukur

    Terikat

    1 Zona hambatan

    Staphylococcus

    aureus

    Daerah sekeliling kertas

    cakram dimana tidak

    ditemukannya pertumbuhan

    Staphylococcus aureus

    Jangka

    sorong

    Diameter

    zona

    hambatan

    Rasio

    Zona hambatan

    Escherichia coli

    Daerah sekeliling kertas

    cakram dimana tidak

    ditemukannya pertumbuhan

    Escherichia coli

    Jangka

    sorong

    Diameter

    zona

    hambatan

    Rasio

    Bebas

    2 Larutan madu Madu yang sudah

    dilarutkan dengan air

    dengan konsentrasi yang

    sudah ditentukan

    Gelas

    ukur

    Jumlah

    larutan

    sesuai

    konsentrasi

    pada setiap

    tabung

    Rasio

  • 24

    3.8. CARA KERJA

    3.8.1. Cara penelitian

    Pembuatan suspensi biakan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia

    coli

    Pengambilan masing-masing bakteri tersebut dengan menggunakan ose,

    lalu masing-masing bakteri tersebut diambil sebanyak satu sengkelit kemudian

    disebarkan dalam media agar masing-masing, Staphylococcus aureus pada MSA

    (Manitol Salt Agar) dan Escherichia coli pada Mc Conkey agar. Lalu bakteri

    tersebut dibiakan dan di inkubasi selama 24 jam pada suhu 37C.

    Staphylococcus Aureus

    Ambil NaCl steril dimasukan ke dalam gelas ukur lalu ambil masing-

    masing koloni bakteri disimpan di masing masing gelas ukur yg sdh

    tersedia NaCl steril lalu dibandingkan kepekatannya dgn Mc farlan

    Pembuatan larutan madu

    dengan konsentrasi 25%,

    50%, 75%, 100% dan

    aquades sebagai kontrol

    Masukan cakram steril

    kedalam setiap

    konsentrasi larutan madu

    dan Aquades

    Letakan ke dalam MHA

    Inkubasi 24 jam dengan

    suhu 37c

    Lakukan pengamatan

    Escherichia coli

    Di biakan di Mc Conkey

    Agar

    Di biakan di MSA

    Lihat zona hambatan

  • 25

    Pembuatan konsentrasi larutan madu

    a. Larutan madu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%

    Madu 25 ml dilarutkan dengan aquades sebanyak 75 ml, madu 50

    ml dilarutkan dengan aquades 50 ml, madu 75 ml dilarutkan dengan

    aquades 25 ml dan madu 100% tidak perlu dilarutkan dengan aquades.

    Lalu semua larutan madu dengan berbagai konsentrasi tersebut dibuat di

    dalam bekker glass steril setelah itu bekker glass steril tersebut ditutup

    dengan alumunium foil agar tetap steril dan tidak terkontaminasi oleh

    mikroorganisme lainnya.

    b. Aquades steril

    Ambil sedikit aquades steril lalu dipindahkan di bekker glass steril.

    Setelah itu bekker glass steril tersebut ditutup dengan alumuniumfoil agar

    tetap steril dan tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lainnya..

    Uji pengaruh madu terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

    a. Larutan madu dengan konsentrasi 25%

    Ambil cakram kosong steril dan masukan kedalam larutan madu

    25%, 50%, 75% dan 100% yang masing- masing sudah dilarutkan, tunggu

    sekitar 20 menit agar lebih menyerap ke dalam cakram tersebut. Lalu

    masing- masing MHA dioleskan bakteri Staphylococcus aureus dan

    Escherichia coli yang dimasukan kedalam larutan NaCl steril menurut

    standarisasi 0.5 Mc Farland dengan menggunakan swab steril. Tunggu 15

    menit lalu ambil cakram yang sudah dimasukan kedalam larutan madu

    tersebut kemudian pindahkan kedalam MHA yang sudah dioleskan

    masing- masing bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

    dengan menggunakan pinset steril (dibakar terlebih dahulu di atas api

    bunsen). Lalu masukan kedalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37c.

  • 26

    b. Larutan Aquades Steril

    Ambil cakram kosong steril dan masukan kedalam larutan aquades

    steril tunggu sekitar 20 menit agar lebih menyerap ke dalam cakram

    tersebut. Lalu MHA dioleskan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan

    Escherichia coli yang sudah dilarutkan dengan menggunakan NaCl steril

    menurut standarisasi 0.5 Mc Farland dengan menggunakan swab steril.

    Tunggu sampai 15 menit lalu ambil cakram yang sudah dimasukan

    kedalam larutan madu tersebut kemudian pindahkan kedalam MHA yang

    sudah dioleskan masing-masing bakteri Staphylococcus aureus dan

    Escherichia coli dengan menggunakan pinset steril (dibakar terlebih

    dahulu di atas api bunsen). Perlakuan selalu dipanaskan terlebih dahulu

    diatas api. Lalu dimasukan kedalam inkubator selama 24 jam pada suhu

    37c.

  • 27

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Analisis Hasil Penelitian

    Penelitian ini merupakan uji aktivitas antibakteri, dalam hal ini madu

    sumbawa terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian ini

    dilakukan metode difusi menggunakan media MHA. Setelah Staphylococcus

    aureus diinokulasikan pada agar MHA, setiap satu agar diberikan tiga cakram,

    kontrol negative, dan 2 cakram yang sudah dimasukkan ke dalam larutan bawang

    putih dengan kadar yang telah ditentukan. Setelah diinkubasi pada suhu 37C

    selama 24 jam. Aktivitas antibakteri tersebut nampak dengan terbentuknya zona

    hambatan yang diukur dengan menggunukan jangka sorong atau penggaris pada

    kertas cakram yang dapat dilihat pada tabel 1.

    1. Aktivitas Madu Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Staphylococcus

    aureus

    Tabel 1. Hasil pengukuran diameter zona hambatan yang ditimbulkan oleh

    madu sumbawa terhadap Staphylococcus aureus

    Zona hambatan madu sumbawa (dalam milimeter)

    Percobaan Kontrol Madu 25% Madu 50% Madu 75% Madu 100%

    1 0 mm 8 mm 9 mm 10 mm 11 mm

    2 0 mm 8 mm 9 mm 10 mm 11 mm

    Total 0 mm 16 mm 18 mm 20 mm 22 mm

    Mean 0 8 mm 9 mm 10 mm 11 mm

  • 28

    Berdasarkan tabel 1 zona hambat yang terbentuk menunjukan adanya

    aktivitas antibakteri madu sumbawa terhadap Staphylococcus aureus. Pengamatan

    ini menunjukan hasil bahwa pada kelompok larutan madu dengan konsentrasi

    25%, 50%, 75% dan 100% menunjukan hasil dengan terbentuk zona hambat yang

    berarti bahwa larutan madu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% dapat

    menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Dari hasil penelitian

    tersebut menunjukan bahwa larutan madu memiliki antibakteri seperti kandungan

    hidrogen peroksida, pH yang rendah dan aktivitas air yang rendah (Ika

    puspitasari, 2007).

    Dari percobaan aktivitas madu sebagai antibakteri terhadap bakteri

    Staphylococcus aureus dilakukan uji statistik untuk melihat signifikasi dari

    hasilnya tersebut. Uji statistik ini menggunakan uji Kruskal Wallis.

    Hipotesis dalam melakukan uji Kruskal Wallis pada madu hutan sumbawa

    terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut :

    Ho : tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan sumbawa

    terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

    H1 : terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan sumbawa terhadap

    bakteri Staphylococcus aureus. Keputusannya sebagai berikut :

    H1 : diterima jika nilai signifikannya < 0.05.

    H1 : ditolak jika nilai signifikannya > 0.05.

    Tabel 2. Uji Kruskal Wallis zona hambatan madu hutan sumbawa terhadap

    Staphylococcus aureus.

    Madu Hutan Sumbawa Terhadap Staphylococcus aureus.

    Assymp.Sig

    Percobaan 1 0.406

    Percobaan 2 0.406

  • 29

    Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis, pada tabel 2

    terlihat bahwa dari hasil perlakuan madu hutan sumbawa terhadap Staphylococcus

    aureus yang diujikan memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari 0.05 yaitu

    0.406. berdasarkan hasil tersebut, disesuaikan dengan hipotesis bahwa tidak

    terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan sumbawa terhadap

    bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dikarenakan kurangnya sampel untuk

    melakukan penelitian ini, perbedaan zona hambat yang terjadi antara setiap

    konsentrasi jarak hanya berbeda sedikit.

    2. Aktivitas Madu Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia coli

    Tabel 3. Hasil pengukuran diameter zona hambatan yang ditimbulkan oleh

    madu sumbawa terhadap Escherichia coli.

    Zona hambatan madu sumbawa (dalam milimeter)

    Percobaan Kontrol Madu 25% Madu 50% Madu 75% Madu

    100%

    1 0 mm 7 mm 9 mm 10 mm 11 mm

    2 0 mm 7 mm 9 mm 10 mm 11 mm

    Total 0 mm 14 mm 18 mm 20 mm 22 mm

    Mean 0 mm 7 mm 9 mm 10 mm 11 mm

    Berdasarkan tebel 3 bahwa zona hambat yang terbentuk menunjukan

    adanya aktivitas antibakteri madu sumbawa terhadap Escherichia coli. Pada tabel

    3 hasil pengamatan ini menunjukan pada kelompok larutan madu dengan

    konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% menunjukan hasil dengan terbentuk zona

    hambat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan

    diameter secara berurutan 7, 9, 10, 11 mm. Dari hasil penelitian tersebut

    menunjukan bahwa memiliki aktivitas antibakteri yang terkandung dalam madu

  • 30

    seperti kandungan hidrogen peroksida, pH yang rendah dan aktivitas air yang

    rendah (Ika puspitasari, 2007).

    Dari percobaan aktivitas madu sebagai antibakteri terhadap bakteri

    Escherichia coli dilakukan pengujian data menggunakan uji statistik untuk

    melihat signifikasi dari hasilnya tersebut. Uji statistik ini menggunakan uji

    Escherichia coli.

    Hipotesis dalam melakukan uji Kruskal Wallis pada madu hutan sumbawa

    terhadap bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut :

    Ho : tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan sumbawa

    terhadap bakteri Escherichia coli.

    H1 : terdapat perbedaan hasil perlakuan pemberian madu hutan sumbawa terhadap

    bakteri Escherichia coli.

    Keputusannya sebagai berikut :

    H1 : diterima jika nilai signifikannya 0.05.

    Tabel 4. Uji Kruskal wallis zona hambatan madu hutan sumbawa terhadap

    Escherichia coli.

    Madu Hutan Sumbawa Terhadap Escherichia coli.

    Assymp.Sig

    Percobaan 1 0.406

    Percobaan 2 0.406

    Pada uji statistik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis, pada tabel 4

    terlihat bahwa dari hasil perlakuan madu hutan sumbawa terhadap Escherichia

    coli yang diujikan memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari 0.05 yaitu

  • 31

    0.406. berdasarkan hasil tersebut bahwa tidak terdapat perbedaan hasil perlakuan

    pemberian madu hutan sumbawa terhadap bakteri Escherichia coli. hal ini

    dikarenakan beberapa hal yaitu kurangnya sampel untuk melakukan penelitian ini,

    perbedaan zona hambat yang terjadi antara setiap konsentrasi madu yang

    membentuk zona hambat hanya sedikit zona hambatnya yang berbeda hanya

    sedikit.

    4.2. Pembahasan

    Pada penelitian yang telah dilakukan Warsito, dkk (2001) yaitu madu sebagai

    antibakteri terhadap Staphylococcus aureus menunjukan bahwa madu dengan

    konsentrasi 1% dan 2,5% belum menunjukan hambatan pada media pertumbuhan

    sedangkan madu dengan konsentrasi 5%, 10%, 25%, 50% menunjukan diameter

    zona hambatan berturut-turut 22,8; 26,9; 28,8; 28,7 mm. Pada penelitian lain yang

    telah dilakukan Tasiah, dkk (2002) pada madu dengan konsentrasi 5%, 10%,

    15%, 20%, 25% dan 30% bahwa madu mempunyai daya hambat pada bakteri

    Staphylococcus aureus yang dapat dilihat dari zona hambat berturut-turut 0; 1; 1;

    1; 2; 3 mm. sementara itu penelitian yang telah dilakukan Cooper, dkk (1999)

    menunjukan hasil bahwa madu hutan dan madu campuran memiliki daya hambat

    pada bakteri Staphylococcus aureus.

    Pada penelitian yang telah dilakukan Lilis, dkk (2004) pemberian madu

    terhadap berbagai jenis bakteri patogen, salah satunya adalah bakteri Escherichia

    coli juga menunjukan hasil madu memiliki kemampuan daya hambat minimal

    pada bakteri Escherichia coli yaitu pada konsentrasi madu 20%. Pada penelitian

    lain yang telah dilakukan Ruakyo, dkk (2000) dengan pemberian madu terhadap

    bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 25% dan 50% menunjukan hasil berupa

    daya hambat sebesar 5 mm dan 8 mm dan disimpulkan madu mempunyai manfaat

    sebagai antibakteri.

    Pada penelitian yang telah saya lakukan melihat efektivitas madu terhadap

    bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan konsentrasi yang

    lebih pekat lagi yaitu dengan konsentrasi madu 25%, 50%, 75%, 100%. Pada uji

    dengan konsentrasi tersebut didapatkan daya hambat madu terhadap

  • 32

    Staphylococcus aureus sebagai berikut 8 mm, 9 mm, 10 mm, 11 mm dan pada

    Escherichia coli mendapatkan hasil zona hambat berturut- turut 7 mm, 9 mm, 10

    mm, 11 mm. Dari hasil tersebut didapatkan pertambahan konsentrasi madu sejalan

    dengan zona hambat bakteri. Zona hambat yang terbentuk ini merupakan salah

    satu bukti bahwa madu memiliki sifat antibakteri yaitu kandungan hidrogen

    peroksida, pH yang rendah dan aktivitas air yang rendah (Ika puspitasari, 2007).

    Madu memiliki aktivitas sebagai antibakteri atau antimikroba karena madu

    mempunyai osmolaritas yang tinggi yang mampu menarik air, madu memiliki pH

    yang rendah yaitu madu memiliki pH asam yakni berkisar 3,2-4,5. Keasaman pH

    yang rendah ini merupakan penghambat yang efektif terhadap pertumbuhan

    bakteri. Madu memiliki aktivitas air yang rendah sebesar 0,562-0,62. Secara

    umum bakteri tidak akan tumbuh pada media yang memiliki aktivitas air yang

    rendah. Selain itu juga madu memiliki fungsi sebagai antibakteri karena dapat

    menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui senyawa hidrogen peroksida

    yang dihasilkan sehingga bakteri sulit untuk berkembang. (Ika puspitasari, 2007).

    Pada penelitian daya hambat madu terhadap Escherichia coli didaptkan daya

    hambat yang lebih kecil dibandingkan dengan Staphylococcus aureus pada

    konsentrasi 25%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Lilis, dkk

    (2004) mendapatkan konsentrasi madu yang lebih kecil 20% juga mempunyai

    daya hambat yang kecil. Hal ini dipengaruhi stuktur dinding sel yang dimiliki oleh

    masing-masing bakteri berbeda. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan

    bakteri Gram positif yang memiliki struktur dinding sel yang relatif sederhana

    dibandingkan dengan bakteri Gram negatif (Bibiana, 1992). Escherichia coli

    adalah bakteri Gram negatif yang memiliki struktur dinding sel yang lebih

    kompleks dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan

    tengah yang berupa peptidoglikan yang tebal dan lapisan dalam lipopolisakarida

    (Pelczar, 1988). Struktur dinding sel bakteri Gram positif yang lebih sederhana

    tersebut memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan

    menemukan sasaran untuk bekerja. Sedangkan dinding sel yang kompleks

    menimbulkan hambatan bagi senyawa bioaktif seperti madu untuk menembus

    membran sel bakteri, sehingga Escherichia coli kurang peka terhadap senyawa

  • 33

    bioaktif tersebut, hal ini dapat dilihat dari perbedaan lebar zona hambat antara

    bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Tetapi pada hasil penelitian

    ini dengan konsentrasi lain (50%, 75% dan 100%) tidak terdapat perbedaan zona

    hambat yang terbentuk antara bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia

    coli. Hal ini kemungkinan karena tekhnik yang digunakan kurang tepat,

    kandungan madu yang memiliki sifat sebagai antibakteri yang terdapat di madu

    tersebut belum optimal.

    Pada penelitian yang telah saya lakukan didapatkan hasil zona hambat 7-11

    mm, menurut klasifikasi Greenwood tahun 1995 membagi berdasarkan luas zona

    hambat yang terbentuk terhadap respon daya hambat bakteri, maka hasil

    penelitian ini termasuk ke dalam golongan daya hambat yang lemah.

    Pada penelitian ini setelah dilakukan uji statistik, didapatkan bahwa tidak ada

    pengaruh yang signifikan pemberian madu terhadap bakteri Staphylococcus

    aureus dan Escherichia coli. Hal ini mungkin disebabkan oleh beragam faktor

    salah satunya karena konsentrasi madu yang digunakan hanya 4 konsentrasi dan

    dilakukan secara duplo. Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan dengan

    5 konsentrasi dengan konsentrasi yang lebih rendah dan dengan 3 kali

    pengulangan.

  • 34

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil pembahasan terhadap hasil penelitian yang

    diperoleh, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

    1. Pengaruh konsentrasi madu 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap

    bakteri Staphylococcus aureus menghasilkan zona hambat sebesar

    8; 9; 10; 11 mm.

    2. Pengaruh konsentrasi madu 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap

    bakteri Escherichia coli menghasilkan zona hambat sebesar 7; 9;

    10; 11 mm.

    3. Pengaruh pemberian konsentrasi madu terhadap Staphylococcus

    aureus (Gram positif) memiliki zona hambat yang sama dengan

    Escherichia coli (Gram negatif)

    4. Hasil uji statistik dengan Kruskal wallis tidak terdapat perbedaan

    yang nyata pemberian madu hutan sumbawa terhadap

    Staphylococcus aureus dan pada Escherichia coli.

    5.2. SARAN

    1. Perlu dilakukan penambahan sampel dan pengulangan

    2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan

    berbagai jenis macam madu ataupun dengan jenis bakteri lainnya.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta: Departemen Kesehatan RI

    Banq dkk, 2003, The effect of dilution on the rate of hydrogen peroxide production in honey

    and its implications for wound healing, J Altern Complement Med. 9(2):267-73,

    http://www.ncbi.nlm.nih.g ov, diakses tanggal 12 Juli 2009.

    Cooper , R.A et al. 2007. Journal of the royal society of medicine. Antibacterial activity of

    honey against strains of stapylococcus aureus from infected wounda

    French VM, Cooper RA, Molan PC. 2005. Journal of The Antibacterial of Honey Against

    Coagulase- Negative Staphylococci. Oxfordjournal.

    http://jac.oxfordjournals.org/cgi/content/full/56/1/228 diakses tanggal 01 november 2010

    Hendri W, Sani Ep, Yani L. 2008. Uji Aktivitas Antibakteri Madu terhadap Bakteri

    Staphylococcus aureus. http://hendriapt.wordpress.com/2008/11/14/uji-aktivitas-antibakteri-

    madu-terhadap-bakteri-staphylococcus-aureus/. Diakses tanggal 01 november 2010

    Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 23. Jakarta : Salemba medika

    Lucyana, Suci.2010. Uji Aktivitas Antimikroba Larutan Madu Kapuk dan Madu Hutan

    Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro dengan Metode Difusi (Skripsi). Jakarta :

    Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Naional Veteran. 2010

    Lucyana, Suci.2009. Uji Aktivitas Antimikroba Larutan Madu dan Gula Pasir Terhadap

    Staphylococcus aureus Secara In Vitro dengan Metode Difusi (Skripsi). Jakarta : Fakultas

    Kedokteran Universitas Pembangunan Naional Veteran. 2009

    Pelczar MJ. 2006. Dasar- asar Mikrobiologi Jilid 2. Jakarta : UI

    Puspitasari, Ika. 2007. Rahasia sehat madu. Yogyakarta : B-First (PT.Bentang Pustaka)

    Rosita, 2007, Berkat Madu, Penerbit Qanita, Bandung.

    Staff Pengajar UI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta

    http://hendriapt.wordpress.com/2008/11/14/uji-aktivitas-antibacteri-madu-terhadap-bakteri-staphylococcus-aureus/AL_get%28this,%20%27jour%27,%20%27J%20Altern%20Complement%20Med.%27%29;http://jac.oxfordjournals.org/cgi/content/full/56/1/228http://hendriapt.wordpress.com/2008/11/14/uji-aktivitas-antibakteri-madu-terhadap-bakteri-staphylococcus-aureus/http://hendriapt.wordpress.com/2008/11/14/uji-aktivitas-antibakteri-madu-terhadap-bakteri-staphylococcus-aureus/

  • 36

    Soekidjo N. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

    Stroppler, M.C., 2008, Staph Infection (Staphylococcus aureus),

    http://www.medicinenet.com/staph_infection/article.html, diakses tanggal 12 Juli 2009.

    Suwandi, U., 1999, Peran Media Untuk Identifikasi Mikroba Patogen, Cermin Dunia

    Kedokteran No. 124, Grup PT Kalbe Farma, Jakarta

    Salam Syamsir, Baequni, Utami dewi. 2006. Modul Metodologi Penelitian. Jakarta : UIN

    Jakarta Press

    Tonks, A. J., et al. 2003. Honey Stimulates inflammatory cytokine production from

    monocytes. Cytokine, 7; 21

    Tortora , Funke and case. 2001. Microbiology sventh edition. USA : Addision wesley

    longman

    Vardi dkk, 1998, Local Application of Honey for Treatment of Neonatal Postoperative

    Wound Infection, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9628301, diakses tanggal 17 Mei

    2009

    WHO. 1999. Infectious Diseases are The Biggest Killer of The Young.

    http://www.who.int/infectious-disease-report/index-rpt99.htm diakses tanggal 12 Juli 2009

    http://www.medicinenet.com/staph_infection/article.htmlhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9628301http://www.who.int/infectious-disease-report/index-rpt99.htm

  • 37

    37

    LAMPIRAN

    Gambar 1. Biakan bakteri Staphylococcus aureus di MSA

    Gambar 2. Biakan bakteri Escherichia coli di Mc-Conkey agar

  • 38

    Gambar 3. MHA dan MSA

    Gambar 4. Sediaan Madu Sumbawa

    Madu 25 ml diencerkan dengan aquades 75ml

    Gambar 5. Larutan madu dengan konsentrasi 25%

  • 39

    Madu 50 ml diencerkan dengan aquades 50 ml

    Gambar 6. Larutan madu dengan konsentrasi 50%

    Gambar 8. Larutan madu dengan konsentrasi 100%

    Madu 75 ml diencerkan dengan aquades 25 ml

    Gambar 7. Larutan madu dengan konsentrasi 75%

    Gambar 9. Larutan Aquades

  • 40

    Gambar 10. Perbandingan berbagai konsentrasi larutan madu (25%, 50%, 75%, 100%) dan

    aquades sebagai kontrol

    Gambar 11. Zona hambatan larutan madu dengan konsentrasi 25% dan 50% terhadap bakteri

    Staphylococcus aureus

  • 41

    Gambar 12. Zona hambatan larutan madu dengan konsentrasi 75% dan 100% terhadap bakteri

    Staphylococcus aureus

    Gambar 13. Zona hambatan larutan madu dengan konsentrasi 25% dan 50% terhadap bakteri

    Escherichia coli

    Gambar 14. Zona hambatan larutan madu dengan konsentrasi 75% dan 100% terhadap bakteri

    Escherichia coli

  • 42

  • 43

  • 44

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Nurul Elliza

    Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 30 Oktober 1990

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Agama : Islam

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo no.111 Rt/Rw 001/011

    Pekiringan Kesambi Cirebon 45131

    Email : [email protected]

    Riwayat Pendidikan :

    1. TK Islam Al-Azhar Cirebon ( 1994 1996 )

    2. SD Islam Al-azhar Cirebon ( 1996 2002 )

    3. SMP Insan Kamil Bogor ( 2002 2005 )

    4. SMA Insan Kamil Bogor ( 2005 2007 )