pengaruh pemimpin lokal terhadap keberhasilan program

18
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pemimpin Lokal dalam Pembangunan Kartodirdjo (1986) menyebutkan bahwa dalam setiap masyarakat secara wajar timbullah dua kelompok yang berbeda peranan sosialnya, yaitu yang memimpin sebagai golongan kecil yang terpilih dan kelompok yang dipimpin, ialah orang kebanyakkan. Kartodirdjo juga menjelaskan bahwa akibat adanya interaksi antara orang dengan kepribadian yang kuat dengan faktor situasional akan menghasilkan pemimpin. Hal ini oleh Kartodidjo disebut sebagai teori kepribadian dalam situasi. Lebih rinci lagi ialah bahwa kepemimpinan adalah pertemuan antara pelbagai faktor : (1) Sifat dan golongannya, (2) Kepribadian dan (3) Situasi atau Kejadian. Terkait penjelasan tersebut Wiriadihardja (1987) menyebutkan bahwa yang dimaksud sebagai pemimpin (Leader) adalah seorang yang dengan cara apapun, mampu mempengaruhi pihak orang lain untuk berbuat sesuatu, sesuai dengan kehendak orang itu sehingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Tidak jauh berbeda, pemimpin juga didefinisikan sebagai pengaruh antar personal yang dilaksanakan dalam suatu keadaan yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan khusus, melalui proses komunikasi (Tannebeum dalam Wiriadihardja, 1987). Lebih tegas lagi Etzioni (1985) menjelaskan bahwa pemimpin dapat dibagi menjadi dua yaitu formal dan informal. Etzioni menambahkan bahwa yang dimaksud dengan pemimpin informal adalah seorang individu yang mampu mengendalikan bawahan berdasarkan kekuatan pribadinya, sedangkan seorang yang sekaligus memiliki kekuasaan posisional dan kekuatan pribadi disebut pimpinan formal. Berangkat dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang disebut dengan pemimpin adalah seseorang yang memiliki tujuan dan dapat mempengaruhi orang lain. Selanjutnya yang dimaksud dengan pemimpin lokal dalam penelitian ini adalah individu yang mempunyai tujuan atau maksud yang

Upload: hathuan

Post on 12-Jan-2017

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pemimpin Lokal dalam Pembangunan

Kartodirdjo (1986) menyebutkan bahwa dalam setiap masyarakat secara

wajar timbullah dua kelompok yang berbeda peranan sosialnya, yaitu yang

memimpin sebagai golongan kecil yang terpilih dan kelompok yang dipimpin,

ialah orang kebanyakkan. Kartodirdjo juga menjelaskan bahwa akibat adanya

interaksi antara orang dengan kepribadian yang kuat dengan faktor situasional

akan menghasilkan pemimpin. Hal ini oleh Kartodidjo disebut sebagai teori

kepribadian dalam situasi. Lebih rinci lagi ialah bahwa kepemimpinan adalah

pertemuan antara pelbagai faktor : (1) Sifat dan golongannya, (2) Kepribadian dan

(3) Situasi atau Kejadian.

Terkait penjelasan tersebut Wiriadihardja (1987) menyebutkan bahwa

yang dimaksud sebagai pemimpin (Leader) adalah seorang yang dengan cara

apapun, mampu mempengaruhi pihak orang lain untuk berbuat sesuatu, sesuai

dengan kehendak orang itu sehingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Tidak

jauh berbeda, pemimpin juga didefinisikan sebagai pengaruh antar personal yang

dilaksanakan dalam suatu keadaan yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan

khusus, melalui proses komunikasi (Tannebeum dalam Wiriadihardja, 1987).

Lebih tegas lagi Etzioni (1985) menjelaskan bahwa pemimpin dapat dibagi

menjadi dua yaitu formal dan informal. Etzioni menambahkan bahwa yang

dimaksud dengan pemimpin informal adalah seorang individu yang mampu

mengendalikan bawahan berdasarkan kekuatan pribadinya, sedangkan seorang

yang sekaligus memiliki kekuasaan posisional dan kekuatan pribadi disebut

pimpinan formal.

Berangkat dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang

disebut dengan pemimpin adalah seseorang yang memiliki tujuan dan dapat

mempengaruhi orang lain. Selanjutnya yang dimaksud dengan pemimpin lokal

dalam penelitian ini adalah individu yang mempunyai tujuan atau maksud yang

Page 2: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

7

ditunjukkan dalam bentuk tindakan yang mempengaruhi masyarakat sekitarnya.

Besarnya pengaruh dari tindakan tersebut dipengaruhi oleh modal yang dimiliki

oleh pemimpin lokal.

Peran pemimpin lokal dalam pembangunan salah satunya adalah dengan

melihat partisipasi pemimpin lokal tersebut dalam program pembangunan.

Mengaitkan dengan teori Cohen dan Uphoff (1979) yang membagi partisipasi ke

dalam beberapa tahapan kegiatan, tahapan tersebut yaitu sebagai berikut: (1)

Tahap pengambilan keputusan, diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat

dalam rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini adalah proses

perencanaan suatu kegiatan. (2) Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap

terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah

pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan

menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk

sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. (3) Tahap

menikmati hasil, yang menjadi indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada

tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi

masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek

yang dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. (4) Tahap

evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap

sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan

proyek selanjutnya.

Merujuk pemaparan Cohen dan Uphoff di atas maka tahapan

pembangunan dapat dianalogikan dengan tahapan partisipasi dalam kegiatan,

terkait hal ini, penelitian ini melihat pengaruh pemimpin lokal dalam tiga tahapan

saja, yaitu tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.1.2. Kepemilikan Modal dan Pengaruh Pemimpin Lokal

Menurut Bordieu dalam Pengantar Paling komprehensif kepada Pemikiran

Pierre Bourdieu (1990) modal memiliki definisi yang sangat luas dan mencakup

hal-hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik) dan berbagai atribut yang

tak tersentuh, namun signifikan secara kultural, misalnya prestise, status, dan

Page 3: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

8

otoritas (yang dirujuk sebagai modal simbolik), serta modal budaya (yang

didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi).

Selain itu, Bordieu juga menambahkan bahwa modal berperan sebagai sebuah

relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran, dan istilah ini

diperluas pada segala bentuk barang-baik materil maupun simbol, tanpa

perbedaan- yang mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan layak

untuk dicari dalam sebuah formasi tertentu.

Modal juga dipandang Bordieu sebagai basis dominansi (meskipun tidak

selalu diakui demikian oleh partisipan). Beragam jenis modal dapat ditukar

dengan jenis-jenis modal lainnya-yang artinya modal bersifat ’dapat ditukar’.

Penukaran paling hebat yang telah dibuat adalah penukaran pada modal simbolik,

sebab dalam bentuk-bentuk modal yang berbeda dipersepsi dan dikenali sebagai

sesuatu yang legitimit.

Bordieu juga menambahkan bahwa ranah dapat dipahami sebagai ranah

kekuatan dan perjuangan posisi dan otoritas legitimit, sementara logika yang

mengatur perjuangan-perjuangan ini adalah logika modal.

Terkait modal di atas, Casey (2008) membagi modal menjadi tujuh bagian

yaitu modal manusia, modal institusi, modal sosial, modal simbolik, modal

ekonomi, modal budaya, dan modal moral. Pembagian modal yang dilakukan

Casey sebenarnya merujuk dari empat pembagian modal yang dilakukan oleh

Bordieu. Penjelasan pembagian modal menurut Casey adalah :

1. Modal Manusia

Modal manusia merupakan kombinasi dari kemampuan dan

ketrampilan, pengalaman serta pendidikan. Modal manusia biasanya dilihat

dari dua hal yaitu pengalaman dan pendidikan. Pengalaman dibagi menjadi

dua yaitu pengalaman pemimpin dibidangnya dan pengalaman pemimpin

diluar dari bidang yang ditekuninya.

Analisis dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Iberamsjah, 1988;

Yanti, 2004; Patton, 2003; dan Ginting, 1999) terlihat bahwa elemen yang

paling sering ditemukan dalam modal manusia adalah pengalaman.

Pengalaman merupakan elemen yang paling banyak dimiliki oleh pemimpin

lokal yang memiliki modal manusia, hal ini dikarenakan pengalaman

Page 4: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

9

merupakan elemen modal yang didapatkan dengan mengawinkan

implementasi dengan waktu. Dengan demikian, pengalaman merupakan

elemen modal yang dihasilkan bukan secara instan, oleh sebab itu secara

otomatis masyarakat akan lebih percaya pemimpin lokal yang memiliki

pengalaman yang mencukupi. Selain itu hal ini bukan berarti pendidikan dan

kemampuan tidak diperhitungkan dalam mengidentifikasi modal manusia

yang dimiliki oleh pemimpin lokal.

2. Modal Intitusi

Pada umumnya untuk melihat derajat modal institusi yang dimiliki

oleh aktor dapat dilihat dari tiga hal yaitu: dukungan institusi terhadap aktor,

ideologi institusi, dan pengaruh institusi kepada pemimpin lokal.

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh (Sajogyo dan Sajogyo, 2002;

Iberamsjah, 1988; Patton, 2003; dan Ginting, 1999) terlihat bahwa dari tiga

elemen modal institusi yaitu dukungan institusi terhadap pemimpin lokal,

ideologi institusi, dan pengaruh intitusi, dukungan institusi adalah elemen

modal institusi yang paling sering dimiliki oleh para pemimpin lokal. Terlihat

dari kasus-kasus ini adalah dalam kehidupan masyarakat pedesaan cukup

hanya dengan dukungan dari institusi baik berupa pengakuan maupun

keterlibatan secara langsung ternyata mempengaruhi tingkat pengaruh aktif

terhadap masyarakat.

3. Modal Sosial

Modal Sosial biasanya dilihat dari tiga hal yaitu dukungan grup

kolektif, jaringan, dan reputasi. Dukungan grup kolektif biasanya diukur dari

angka statistik yang diterima oleh kandidat (jika dalam pemilihan umum),

dalam kasus ini adalah dukungan yang diberikan oleh masyarakat setempat.

Jaringan berasal dari kelompok sosial dimana sang kandidat turut terlibat, dan

reputasi adalah seberapa diketahuinya pemimpin lokal oleh masyarakat.

Umumnya jaringan lebih banyak dimiliki oleh pemimpin lokal

dibandingkan dukungan grup kolektif dan reputasi, walaupun bukan berarti

kedua hal tersebut sama sekali tidak dimiliki oleh pemimpin lokal. Hal ini

dikarenakan jaringan yang semakin luas membuat pemimpin lokal lebih

Page 5: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

10

banyak memiliki informasi sehingga memudahkan pemimpin lokal dalam

mengakses banyak hal maupun mempengaruhi sesuatu keputusan karena

dianggap sebagai pihak yang lebih mengerti dibandingkan yang lain. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sajogyo dan Sajogyo,

2002; Iberamsjah, 1988; Patton, 2003; dan Ginting, 1999)

4. Modal Simbolik

Modal simbolik merupakan hasil dari praktek sosial. Bordieu

mengemukakan bahwa modal simbolik merupakan simbol yang

melegitimasi/membuktikan dominasi melalui strata sosial atau pembeda

terhadap orang lain, sehingga hal simbolik dapat memenuhi fungsi politik

(Swartz). Modal Simbolik dapat dilihat dari dua hal yaitu prestise yang

dibawa serta gelar. Modal Simbolik sangat bergantung pada masyarakatnya.

Pemaparan tersebut ditemukan dalam hasil penelitian yang dilakukan

oleh Iberamsjah (1988) yang menggambarkan bahawa pengakuan dari

masyarakat merupakan simbol dimana secara tidak langsung elit informal

agama memiliki prestise sendiri dan memiliki gelar sendiri yang mana apa

yang diputuskannya merupakan keputusan yang terbaik. Hal ini menunjukkan

bahwa elit informal agama memiliki pengaruh terhadap masyarakat.

5. Modal Ekonomi

Modal ekonomi berasal dari produksi material dan petukaran atau

perdagangan, uang, atau materi yang dihasilkan seseorang, baik dagang dan

produksi sendiri. Secara umum yang ditonjolkan adalah seberapa kuat

dukungan finansial atau kekayaan yang dimiliki kandidat atau pemimpin

lokal.

Sebagai contoh adalah pada penelitian yang dilakukan Sajogyo dan

Sajogyo (2002), pada kasus masyarakat Desa Cibodas, tuan tanah besar

memiliki modal, mereka dapat memiliki kira-kira setengah dari tanah yang

terdapat didesa tersebut, dan hampir semua tanah yang dapat digolongkan

mempunyai kualitas kelas satu atau kelas dua (menurut peraturan sewa tanah

kepada petani) berada ditangan mereka sehingga mereka mempunyai sumber

modal terbesar dan mendapat kepercayaan dari para tengkulak uang.

Page 6: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

11

Dikarenakan mereka memiliki sumber modal terbesar di desa tersebut,

mereka mendapat kepercayaan dari para tengkulak uang. Berkat laba yang

besar yang mereka tarik dari menanam kentang dan kubis untuk dipasarkan,

mereka sanggup mendirikan bungalow-bungalow baru di desa itu atau di

Bandung.

6. Modal Budaya

Modal budaya merupakan hasil dari praktek sosial dan pengembangan

sosial dari beberapa simbol dan arti yang termasuk kelas yang lebih tinggi

untuk melakukan kultur dominan mereka dalam siklus pengembangan kultur.

Merujuk pada hal tersebut hasil penelitian yang dilakukan oleh

Iberamsjah (1988) dan Patton (2003) terlihat bahwa tingkat pengaruh

pemimpin lokal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau budaya dari

lingkungan pemimpin lokal tersebut. Jika budaya telah terbentuk, maka

walaupun kemampuan pemimpin lokal tidak mencukupi, masyarakat akan

tetap mengikuti arahan dari pemimpin lokal tersebut. Hal ini terjadi

khususnya didaerah-daerah yang kelembagaan adat nya masih kental.

7. Modal Moral

Modal moral adalah dimana pemimpin informal memiliki tujuan yang

jelas dan bermanfaat untuk masyarakat. Pada umumnya modal moral dapat

dilihat dari opini publik tehadap pemimpin informal tersebut.

Hasil penelitian dari (Iberamsjah,1988; Yanti,2004; dan

Ginting,1999). Modal moral yang dimiliki oleh seorang pemimpin lokal dapat

dilihat dari opini publik tentang dirinya, semakin baik opini publik tentang

dirinya semakin tinggi modal moral yang dimiliki pemimpin lokal tersebut.

Hal ini yang akhirnya berujung pada semakin berpengaruhnya pemimpin

lokal terhadap masyarakat.

2.1.3. Tipologi Pemimpin Lokal

Meminjam pembagian modal menurut Casey (2008) maka peneliti

mencoba untuk mengkategorikan modal menjadi dua kategori besar yaitu internal

dan eksternal. Modal yang berasal dari dalam individu pemimpin lokal disebut

Page 7: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

12

modal internal yang terdiri dari modal manusia, modal sosial, dan modal ekonomi.

Modal manusia digolongkan ke dalam modal internal dikarenakan indikator yang

berada dalam modal manusia merupakan indikator yang dapat dicapai dengan

usaha individu tersebut. Sama halnya dengan modal sosial, pada modal sosial

dapat dilihat bagaimana usaha pemimpin lokal untuk mendapatkan dukungan,

membuat jaringan, dan menciptakan reputasi yang baik. Sedangkan pada modal

ekonomi adalah dukungan keuangan yang dimiliki oleh individu pemimpin lokal.

Kemudian modal yang berasal dari luar individu pemimpin lokal atau dari

atribut sosial pemimpin lokal termasuk dalam modal eksternal yang terdiri dari

modal institusi, modal simbolik, modal budaya, dan modal moral. Modal institusi

termasuk dalam kategori modal eksternal dikarenakan institusi memberikan

dampak kepada pemimpin lokal atas keterlibatannya dalam institusi tersebut.

Begitu juga dengan modal simbolik, dimana prestise dan gelar diberikan kepada

individu oleh masyarakat atau institusi yang berwenang. Kemudian modal budaya

dan moral merupakan pendapat masyarakat tentang tindakan, aktivitas serta

kebijakan pemimpin lokal terkait dengan budaya dan kapabilitasnya.

Kedua kategori tersebut saling memberikan pengaruh satu sama lain yang

akhirnya mempengaruhi posisi atau keterlibatan pemimpin lokal itu sendiri dalam

masyarakat.

Berangkat dari pembagian tersebut, terbentuk dua belas tipologi pemimpin

lokal, yaitu pemimpin lokal yang memiliki modal manusia-institusi, manusia-

simbolik, manusia-budaya, manusia-moral, sosial-institusi, sosial-simbolik, sosial-

budaya, sosial-moral, ekonomi-institusi, ekonomi-simbolik, ekonomi-budaya, dan

ekonomi-moral. Terkait analisis hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sajogyo dan

Sajogyo, 2002; Iberamsjah, 1988; Fadhillah, 2007; Yanti, 2004; dan Ginting,

1999) ditemukan enam tipologi pemimpin lokal yaitu : (1). pemimpin lokal yang

memiliki modal manusia-institusi; (2). pemimpin lokal yang memiliki modal

manusia-budaya; (3). pemimpin lokal yang memiliki modal manusia-moral; (4).

pemimpin lokal yang memiliki modal sosial-simbolik; (5). pemimpin lokal yang

memiliki modal sosial-moral; dan (6). pemimpin lokal yang memiliki modal

ekonomi-simbolik. Pemimpin lokal yang memiliki modal manusia-institusi

memiliki legitimasi dan kemampuan yang baik dibidangnya. Hal ini merujuk pada

Page 8: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

13

kasus kyai pesantren di Pekalongan yang oleh Fadhillah (2007) saat pemimpin

lokal tersebut mampu memobilisasi jama’ahnya untuk memilih seseorang

kandidat calon elit selain itu dalam musyawarah atau diskusi, pendapat pemimpin

lokal hampir tidak pernah mendapat sanggahan atau bantahan dari masyarakat.

Modal manusia-budaya merupakan modal yang dimiliki pemimpin lokal

yang pola kebiasaan masyarakatnya sejalan dengan kemampuan dan keterampilan

yang dimiliki pemimpin lokal. Hal ini ditunjukkan dengan peran pemimpin lokal

yang menjadi tempat bertanya bagi masyarakat karena adanya anggapan bahwa

pemimpin lokal tersebut merupakan pihak yang patut diikuti (Iberamsjah, 1988

dalam Peranan Elit Informal Desa Dalam Proses Pembuatan Keputusan

Pembangunan Desa).

Selanjutnya pemimpin lokal yang memiliki modal manusia-moral adalah

pemimpin lokal yang memiliki kemampuan dan pendidikan yang baik serta opini

publik yang positif. Hal ini merujuk dalam kasus Hutan Adat Nagari Koto

Malintang Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Provinsi Sumatra Utara

oleh Yanti (2004) disebutkan bahwa pemimpin lokal merupakan figure yang dapat

dipercaya, dihormati dan dapat membawa perubahan dalam kehidupan.

Berikutnya adalah pemimpin lokal yang memiliki modal sosial dan simbolik.

Pemimpin lokal yang memiliki modal ini adalah pemimpin informal yang

termasuk bangsawan desa dan mempunyai jaringan yang luas. Hal ini terlihat

dalam penelitian kasus Desa Cibodas yang dilakukan oleh Sajogyo dan Sajogyo

(2002).

Tipologi berikutnya adalah pemimpin lokal yang memiliki modal sosial-

moral yaitu pemimpin lokal yang kepemimpinannya kharismatik. Hal ini merujuk

pada penelitian kasus kyai pesantren di Pekalongan oleh Fadhillah (2007). Modal

ini menjelaskan adanya reputasi serta opini publik yang positif sehingga

pemimpin lokal tersebut memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Tipologi

terakhir yaitu pemimpin lokal yang memiliki modal ekonomi-simbolik adalah

pemimpin lokal yang merupakan bangsawan desa dan juga memiliki kekayaan

yang dapat mendukung pengaruhnya terhadap masyarakat. Hal ini mengaitkan

dengan pemaparan kasus Desa Cibodas yang dilakukan oleh Sajogyo dan Sajogyo

(2002). Pembagian tipologi ini lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 9: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

14

Tabel 1. Tipologi Pemimpin Lokal Berdasarkan Sintesis Analisis Casey dan Hasil

Studi di Indonesia

Modal

Eksternal

Modal

Institusi

Modal

Simbolik

Modal

Budaya

Modal

Moral

Internal

Modal

Manusia

Legitimasi

institusi dan

kemampuan

aktor

(Fadhilah

2007 dan

Iberamsjah

1988)

Pola,

kebiasaan

atau gaya

hidup

masyarakat

dan

kemampuan,

ketrampilan

serta

pendidikan

yang

dimiliki

aktor

(Iberamsjah

1998,

Ginting

1999, Yanti

2004)

Kemampuan

dan

pendidikan

aktor yang

disertai

dengan opini

publik yang

positif. (Yanti

2004)

Modal

Sosial

Bangsawan

desa dan

ikatan

personal/jarin

gan yang luas.

(Sajogyo dan

Sajogyo

2002)

Kemampuan

serta

kepemimpinan

Kyai yang

kharismatik

(Fadhilah,

Jurnal 2007)

Modal

Ekonomi

Bangsawan

desa dan

memiliki

setengah dari

tanah yang

ada di desa

(Sajogyo dan

Sajogyo

2002)

Sumber: Diambil dari Berbagai Sumber (Diolah)

Page 10: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

15

2.1.4. Program Pembangunan

Terdapat cukup banyak definisi mengenai pembangunan, diantaranya

seperti yang di jelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2. Definisi Pembangunan

Tokoh Definisi Pembangunan

Inayatullah

(1967)

Perubahan menuju pola-pola masyarakat yang

memungkinkan masyarakat mempunyai kontrol yang besar

terhadap lingkungan, tujuan politik, dan memungkinkan

warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri

mereka sendiri.

Rogers dan

Shoemaker

(1971)

Perubahan sosial di mana ide baru diperkenalkan kepada

suatu sistem sosial untuk meningkatkan pendapatan

perkapita. Modernisasi pada tingkat sistem sosial.

Kleinjans (1975)

Pencapaian pengetahuan dan ketrampilan baru, kesadaran,

perluasan wawasan dan meningkatkan semangat serta

kepercayaan diri.

Rogers (1983) Perubahan sosial dengan patrisipatori yang luas

Berangkat dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut

dengan pembangunan adalah perubahan sosial pada masyarakat secara

partisipatif. Perubahan tersebut tidak hanya dilihat dari perubahan pendapatan

perkapita saja tetapi juga perubahan sistem sosial, kapasitas individu, serta kontrol

masyarakat terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.

Nasution (1998) dalam bukunya Komunikasi Pembangunan juga

menambahkan bahwa pembangunan memiliki tujuan umum, khusus, dan target.

Penjelasannya adalah sebagai berikut :

1) Tujuan Umum (Goals) Pembangunan adalah proyeksi terjauh dari

harapan-hatapan dan ide-ide manusia, komponan-komponen dari yang

terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal terbaik yang dapat

dibayangkan.

2) Tujuan Khusus (Objectives) Pembangunan adalah tujuan jangka

pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari

suatu program tertentu. (Suld dan Tyson 1978 dalan Nasution 1998).

3) Target Pembagunan adalah tujuan-tujuan yang dirumuskan secara

konkret, dipertimbangkan rasional dan dapat direalisasikan sebatas

teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai

Page 11: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

16

aspirasi antara suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir

pembangunan.

2.1.5. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Mulai Tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM

Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah

khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk

mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan.

Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program

Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa

keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi

kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil

menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat. (Anonim,2006)

Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan

kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya

kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri

untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses

sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk

mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1)

peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem

pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal;

(4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi

masyarakat; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.

Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan, strategi

yang dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan rumah tangga

miskin (RTM) sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan

partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Alur

tahapan PNPM Mandiri lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 12: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

17

Sumber: PTO PNPM Mandiri

Gambar 1: Alur Tahapan PNPM Mandiri Perdesaan

Alur PNPM Mandiri Perdesaan berawal dari orientasi lapang yang

dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah, kemudian pada tingkat

kecamatan dibentuk Musyawarah antar Desa (MAD) untuk sosialisasi program

serta ketentuan mengikuti PNPM Mandiri. Setelah itu dilanjutkan dengan

Musyawarah Desa (MUSDES) untuk mensosialisasikan program PNPM Mandiri

kepada warga desa. Tahap selanjutnya adalah tahap penggalian gagasan, pada

tahap ini dilakukan cukup banyak musyawarah di tingkat desa yang nantinya akan

dibawa pada MAD Prioritas Usulan pada tingkat kecamatan.

Setelah MAD Prioritas Usulan, usulan tersebut ditetapkan pada MAD

Penetapan Usulan yang selanjutnya diikuti dengan musyawarah desa untuk

mensosialisasikan usulan-usulan yang didanai. Setelah musyawarah desa tersebut,

baru dilakukan pencairan dana dan tahap pelaksanaan pun dimulai, setelah

pelaksanaan diadakan dua kali musyawarah desa pertanggung jawaban yaitu

musyawarah desa pertanggung jawaban 40 persen dan 80 persen yang kemudian

ditutup dengan Musyawarah Desa Serah Terima.

Page 13: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

18

Tahap terakhir adalah tahap evaluasi, tahap ini dilakukan untuk

memberikan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan program PNPM

Mandiri selanjutnya.

2.2. Kerangka Pemikiran

Pembangunan pada umumnya dilakukan secara bertahap, mulai dari kota

besar sampai ke masyarakat pedesaan. Hal ini menjadi masalah ketika dalam

proses tersebut sering terjadi ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan.

Ketimpangan tersebut akhirnya dapat memicu masalah kependudukan dimana

terjadinya pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah besar. Oleh sebab

itu, untuk mencegah hal tersebut terjadi maka pada daerah-darerah tertentu

khususnya pedesaan perlu digulirkan program-program yang bertujuan untuk

membagun desa.

Program pembangunan yang digulirkan pemerintah ke pedesaan tentunya

akan melibatkan pemimpin lokal desa. Namun tidak semua pemimpin lokal akan

terlibat. Keterlibatan pemimpin lokal ditentukan oleh pengaruh pemimpin lokal

tersebut terhadap masyarakat.

Pengaruh pemimpin lokal terhadap masyarakat tidak terlepas dari modal

yang dimilikinya. Merujuk dari pembagian modal oleh Casey, penulis mencoba

mengkategorikan ketujuh modal tersebut menjadi dua kategori. Kategorisasi ini

didasarkan dari asal modal tersebut. Modal yang berasal dari dalam individu

pemimpin lokal disebut modal internal yang terdiri dari modal manusia, modal

sosial, dan modal ekonomi. Kemudian modal yang berasal dari luar individu

pemimpin lokal atau dari atribut sosial pemimpin lokal termasuk dalam modal

eksternal yang terdiri dari modal institusi, modal simbolik, modal budaya, dan

modal moral.

Kedua kategori modal ini saling mempengaruhi yang nantinya akan

menentukan sejauhmana pemimpin lokal dapat terlihat dalam implementasi

program. Pada penelitian ini akan dilihat keterlibatan pemimpin lokal dan

pengaruhnya dalam tiga tahapan program yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi program. Hal ini dapat lebih jelasnya terlihat pada Gambar 2.

Page 14: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

19

: Index Pengaruh Pemimpin Lokal

: Regresi

: Saling mempengaruhi

: Mempengaruhi

Gambar 2. Kerangka Analisis Pengaruh Pemimpin Lokal terhadap Keberhasilan

Program Pembangunan.

Modal Internal 1. Modal manusia

Kemampuan

Pengalaman di bidangnya

Pengalaman diluar bidang

Tingkat pendidikan formal

2. Modal Sosial

Dukungan grup kolektif

Jaringan

Reputasi 3. Modal Ekonomi

Dukungan keuangan

Modal Eksternal 1. Modal Institusi

Dukungan institusi

Ideologi institusi

Pengaruh institusi 2. Modal Simbolik

Prestise

Gelar 3. Modal Budaya

Kesesuaian dengan budaya

4. Modal Moral

Opini positif publik

Tingkat Pengaruh

Pemimpin Lokal terhadap

keberhasilan Program

Pembangunan

Pengaruh Pemimpin Lokal

Perencanaan

Kehadiran

Konsep program

Pelaksanaan

Sumbangsih pemikiran

Sumbangsih Materi

Keterlibatan sebagai anggota proyek

Evaluasi

Kehadiran

Kritik dan saran

Page 15: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

20

2.3. Hipotesis

Pemimpin lokal dalam pengaruh dan peranannya dibentuk oleh modal

yang dimiliki oleh pemimpin lokal tersebut. Oleh karena itu dilihat sejauh mana

hubungan dominansi modal internal dan eksternal dengan keterlibatan pemimpin

lokal dalam implementasi program tersebut. Berdasarkan analisis yang telah

dilakukan, terdapat beberapa hipotesis, diantaranya adalah:

1. Pemimpin lokal yang memiliki modal dominan internal cenderung

lebih banyak terlibat dalam tahap perencanaan.

2. Pemimpin lokal yang memiliki modal internal dan eksternal yang

setara cenderung lebih banyak terlibat dalam pelaksanaan program.

3. Pemimpin lokal yang memiliki modal dominan eksternal cenderung

lebih banyak terlibat dalam evaluasi kegiatan.

2.4. Definisi Operasional

Penelitian ini memiliki tiga konsep utama yaitu pemimpin, modal, dan

tahapan program. Dari ketiga konsep tersebut, maka dirumuskan definisi

operasional yang bertujuan sebagai batasan dari indikator dalam penelitian ini.

Adapun definisi operasional tersebut yaitu:

a. Pemimpin

Seorang yang dengan cara apapun, mampu mempengaruhi pihak orang lain

untuk berbuat sesuatu, sesuai dengan kehendak orang itu sehingga tujuan

yang telah ditentukan tercapai.

a.1. Pemimpin Lokal

Seorang individu pada suatu wilayah yang mampu mempengaruhi pihak

lain untuk berbuat sesuatu, sesuai dengan kehendak orang itu sehingga

tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai.

a.2. Pemimpin Informal

Seorang individu yang mampu mengendalikan bawahan berdasarkan

kekuatan pribadinya.

Elit Agama

Tuan Tanah

Tokoh Masyarakat

Page 16: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

21

a.3. Pemimpin Formal

Seorang yang sekaligus memiliki kekuasaan posisional dan kekuatan

pribadi disebut pimpinan formal.

Kepala Desa

Ketua RW

Ketua RT

b. Modal

Sesuatu atau alat yang dimiliki oleh pemimpin lokal untuk mencapai tujuan

tertentu.

b.1. Modal Internal

Modal yang berasal dari diri pemimpin lokal tersebut

b.1.1. Modal Manusia

1) Kemampuan adalah sebaik apa pemimpin dapat menjalankan tugas

dan kewajibannya.

2) Pengalaman dibidangnya adalah kiprah pemimpin dalam bidang

yang digelutinya.

3) Pengalaman diluar bidang adalah kiprah pemimpin diluar

bidangnya.

4) Tingkat Pendidikan Formal adalah tingkat kelulusan pendidikan

formal terakhir pemimpin lokal.

b.1.2. Modal Sosial

1) Dukungan grup kolektif adalah dukungan masyarakat, kelompok,

individu kepada pemimpin lokal baik berbentuk sikap yang tidak

membantah dan mendukung kebijakan pemimpin lokal.

2) Jaringan adalah kekuatan dan keluasan jaringan yang dimiliki oleh

pemimpin lokal.

3) Reputasi adalah sejauh mana pemimpin lokal dikenal atau

familiar dimasyarakat.

b.1.3. Modal Ekonomi

1) Dukungan keuangan adalah daya dukung keuangan yang dimiliki

pemimpin lokal dalam membiayai segala aktivitasnya.

Page 17: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

22

b.2. Modal Eksternal

Modal yang berasal dari luar diri pemimpin lokal tersebut

b.2.1. Modal Institusi

1) Dukungan Institusi adalah dukungan yang diberikan institusi

kepada pemimpin dalam menjalankan kebijakan-kebijakan

pemimpin lokal tersebut.

2) Ideologi Institusi adalah kesesuian pemimpin lokal dalam

menjalankan kebijakan-kebijakannya dengan ideologi dari

institusi tersebut.

3) Pengaruh Institusi adalah sejauhmana institusi memberikan

pengaruh positif kepada pemimpin lokal, baik dalam hal

pengaruhnya kepada masyarakat maupun dalam pelaksanaan

kebijakan.

b.2.2. Modal Simbolik

1) Prestise adalah wibawa atau kehormatan yang dimiliki oleh

pemimpin lokal dalam mempengaruhi masyarakat.

2) Gelar adalah latar belakang pendidikan dilihat dari dimana/tempat

pemimpin lokal tersebut menuntut ilmu.

b.2.3. Modal Budaya

1) Kesesuaian dengan budaya adalah kesesuaian segala tingkah laku,

kebijakan, dan aktivitas pemimpin lokal merupakan representasi

dari budayanya (sesuai dengan budaya setempat).

b.2.4. Modal Moral

1) Opini positif publik adalah bagaimana tanggapan atau pandangan

masyarakat tentang pemimpin lokal.

c. Tahapan Program

c.1. Tahap Perencanaan

1. Kehadiran adalah keikutsertaan pemimpin lokal dalam rapat atau

musyawarah yang diadakan saat perencanaan program.

2. Konsep program adalah keterlibatan pemimpin lokal dalam

menentukan konsep program yang akan dilaksanakan.

Page 18: Pengaruh Pemimpin Lokal Terhadap Keberhasilan Program

23

c.2. Tahap Pelaksanaan

1. Keterlibatan sebagai anggota proyek adalah keterlibatan secara aktif

pemimpin lokal dalam hal-hal teknis dilapangan.

2. Sumbangsih pemikiran adalah keterlibatan pemimpin lokal dalam

menyumbangkan pemikirannya dalam mengambil kebijakan saat

pelaksanaan program.

3. Sumbangsih materi adalah kemampuan pemimpin lokal dalam

mendukung pelaksanaan program dengan materi (uang) yang

dimilikinya.

c.3. Tahap Evaluasi

1. Kehadiran adalah keikutsertaan pemimpin lokal dalam rapat atau

musyawarah yang diadakan saat program berakhir.

2. Kritik dan Saran adalah keterlibatan pemimpin lokal dalam

menyumbangkan kritik, saran, atau argumen terhadap program yang

telah dilaksanakan.