pengaruh penggunaan sistem bioremediasi dengan …
TRANSCRIPT
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2021 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
10
PENGARUH PENGGUNAAN SISTEM BIOREMEDIASI DENGAN
PENAMBAHAN PROBIOTIK PADA MEDIA PEMELIHARAAN
TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAS
(CYPRINUS CARPIO)
EFFECT OF THE USE OF BIOREMEDIATION SYSTEMS BY ADDING
PROBIOTICS TO MAINTENANCE MEDIA FOR GROWTH OF CARP (CYPRINUS
CARPIO) SEEDS
Yuda Saniswan1, Hastiadi Hasan2 Tuti Puji Lestari2*
1. BPSPL Pontianak, Jl. Husein Hamzah Pallima No.01 Pontianak
2. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak *Email:[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi probiotik pada perlakuan budidaya ikan mas, serta
mendapatkan dan mengetahui nilai perlakuan dosis probiotik yang terbaik terhadap pengaruh laju
pertumbuhan benih ikan mas. Rancangan penelitian terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan
yaitu: tanpa probiotik, probiotik 0,5 ml/ 5liter air; probiotik 1 ml/ 5liter air dan probiotik 1,5 liter/
5liter air. Variable penelitian terdiri dari laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan dan kelangsungan
hidup ikan. Hasil penelitian menunjukan laju pertumbuhan spesifik 5,74%, efisiensi pakan sebesar
63,24±4,25a serta kelangsungan hidup mencapai 80,5%.
Kata kunci: Ikan Mas; laju pertumbuhan spesifik, Probiotik
Abstract
This study aims to see the function of probiotics in goldfish cultivation, as well as to see and see the
value of the best probiotic dose treatment on the effect of the growth of carp seeds. The study design
consisted of four treatments and three replications, namely: without probiotics, probiotic 0.5 ml / 5
liters of water; probiotics 1 ml / 5 liters of water and probiotics 1.5 liters / 5 liters of water. The
research variables were resistance to growth rate, feed efficiency and fish survival. The results
showed that the specific growth rate was 5.74%, the feed efficiency was 63.24 ± 4.25a and the
survival rate reached 80.5%.
Key words: Goldfish, probiotics, specific growth rate
1. PENDAHULUAN Perairan tawar memiliki potensi dalam
memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat,
karena memiliki kesesuaian dengan kondisi iklim
untuk kegiatan budidaya, metode pemeliharaan
yang mudah, serta memiliki pasar yang baik
(Lingga, 1995). Usaha pembudidayaan ikan air
tawar yaitu khususnya ikan mas memiliki potensi
yang baik karena adanya peningkatan permintaan
dan ikan mas merupakan salah satu jenis ikan
konsumsi yang termasuk komoditas perikanan air
tawar yang memiliki prospek yang baik.
(Khairuman, 2002). Ikan mas merupakan salah
satu komoditas perikanan air tawar yang saat ini
menjadi primadona di sub sektor perikanan, hal ini
tentunya menjadikan peluang untuk
pengembangan budidaya ikan mas (Suseno, 2000),
oleh karena itu dalam perkembangan dunia
akuakultur saat ini diperlukan teknologi untuk
meningkatkan efisiensi dan keuntungan dalam
budidaya ikan.
Dunia akuakultur saat ini mengalami
perkembangan yang semakin pesat. Salah satu
pendukungnya adalah program penggalakan
budidaya perikanan diberbagai sektor oleh
pemerintah. Salah satu sektor yang sedang
digalakkan adalah sektor budidaya perikanan air
tawar. Peningkatan produktifitas perikanan air
tawar merupakan program pemerintah dalam
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
11
menyongsong program minapolitan (KKP, 2012).
Salah satu pendorong pengembangan
akuakultur adalah pemanfaatan lahan sempit
dengan pola manajemen akuakultur yang efektif
dan efisien (Mukti, et.al. 2010). Menurut Sitompul
et.al., (2012), perkembangan budidaya ikan mas
mengakibatkan penambahan area budidaya dan
penambahan air. Budidaya ikan mas tanpa
pergantian air dapat menghemat pemakaian air
sehingga lebih ekonomis, dan dapat dilakukan
secara intensif.
Pada sistem budidaya tanpa pergantian air
terjadi masalah kualitas air pada budidaya ikan
mas. Sistem budidaya tanpa pergantian air
menyebabkan akumulasi sisa pakan, feses, dan
kualitas air yang buruk, sehingga menurunnya
kualitas air budidaya dikarenakan tingginya
buangan metabolit dan sisa pakan. Dekomposisi
metabolit dan sisa pakan menghasilkan produk
sampingan yang sangat toksik yaitu amoniak
(Sidik, et.al., 2012). Amoniak adalah larutan
amonia dalam larutan air, amonia pada perairan
mampu menyebabkan kematian pada ikan apabila
kandungannya terlalu tinggi, yaitu lebih dari 0,8
mg/L (Stickney, 2005), sedangkan nitrit akan
bersifat toksik apabila kadar nitrit dalam perairan
lebih dari 0,05 mg/L (Moore, 1991).
Adapun masalah yang dirumuskan adalah:
1. Bagaimana pengaruh pemberian probiotik pada
media pemeliharaan benih ikan mas sebagai
agen bioremediasi terhadap laju pertumbuhan
benih ikan mas
2. Berapa dosis pemberian probiotik yang terbaik
pada media pemeliharaan benih ikan mas
sebagai agen bioremediasi terhadap laju
pertumbuhan benih ikan mas
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui fungsi probiotik pada perlakuan
budidaya ikan mas, dan secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan dan mengetahui
nilai perlakuan dosis probiotik yang terbaik
terhadap pengaruh laju pertumbuhan benih ikan
mas dan diharapkan sebagai sumber informasi
tentang penggunaan probiotik sebagai
bioremediasi pada media budidaya ikan mas.
Manfaat penelitian ini, diharapkan dapat
melengkapi daftar informasi pedoman yang
berisikan keterangan dan petunjuk praktis dalam
melakukan (melaksanakan, menjalankan) sesuatu
untuk peningkatan mutu SDM (Sumber Daya
Manusia) pembudidaya ikan pada manajemen
kualitas perairan dengan mengetahui mutu baku
kualitas perairan yang selektif untuk kegiatan
budidaya perikanan air tawar yaitu pembesaran
ikan mas, sehingga dapat meningkatkan hasil
produksi dari usaha budidaya ikan tersebut.
2. BAHAN DAN METODE Bahan
Tabel. 1 Alat dan Bahan
No Alat Fungsi
1 pH meter Mengukur kualitas pH
2 Spektrofotometer Alat yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif maupun kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan
cahaya,
3 kuvet Adalah suatu alat (wadah) yang digunakan sebagai tempat contoh atau cuplikan yang
akan dianalisis dan juga dapat mentransmisikan sinar dari sumbernya hingga ke
detektor sehingga dapat diolah menjadi print out data
4 Tabung reaksi a. Sebagai tempat untuk mereaksikan bahan kimia
b. Untuk melakukan reaksi kimia dalam skala kecil
c. Sebagai tempat perkembangbiakan mikroba dalam media cair
5 Gelas ukur Mengukur volume larutan tidak memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi dalam
jumlah tertentu
6 DO meter Mengukur kadar oksigen terlarut (Dissolve Oxygen) di dalam air atau larutan
7 Pipet tetes Mengambil cairan dalam skala tetesan kecil
8 Termometer Mengukur suhu (temperatur), ataupun perubahan suhu
9 Jaring/serokan Mengambil sample ikan dari wadah pemeliharaan untuk diukur dan ditimbang
10 Timbangan digital Menimbang berat ikan
11 Penggaris Mengukur panjang ikan
12 Ember Penampungan air sementara untuk dimasukkan ke wadah pemeliharaan ikan
13 Toples ukuran P;15cm
x L;15cm x T;25cm
Wadah Pemeliharaan saat penelitian
14 Pelet ikan Pakan untuk benih ikan saat pemeliharaan
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
12
15 Aerator Mesin penghasil gelembung udara yang gunanya adalah menggerakkan air di dalam
Akuarium agar airnya kaya akan oksigen terlarut
16 Selang aerasi Alat bantu menghembuskan aerasi ke dalam air wadah pemeliharaan
17 Batu aerasi Pembuat gelembung dan penstabil udara dari aerasi
Bahan dan Alat Sampel Uji
Alat dan bahan yang digunakan saat
penelitian di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pontianak
adalah alat dan bahan di Laboratorium SKIPM
Pontianak, sedangkan sampel ikan di ambil di tiga
pembudidaya ikan lele di Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama ± 60 hari
di Kantor Stasiun Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pontianak
Jalan Arteri Supadio KM. 18 Pontianak Provinsi
Kalimantan Barat
Perlakuan
Selama pemeliharaan, pemberian pakan
ikan mas dilakukan dengan frekuensi tiga kali
yaitu pada pukul 08.00 pagi, 12.00 siang dan 16.00
sore. Pakan yang diberikan sejumlah 5% dari berat
tubuh ikan, mengacu pada Purnomo (2012).
Pemberian probiotik diberikan langsung ke dalam
perairan tanpa dicampur dengan pakan. Pemberian
jenis probiotik diberikan langsung dengan dosis
sesuai pada perlakuan.
Pemeliharaan ikan mas dilakukan selama
45 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari.
Pengambilan sampel air untuk pengukuran
amoniak dan nitrit dilakukan pada awal setelah
benih ditebar, selanjutnya setiap tujuh hari sekali
untuk mengetahui fluktuasi ammonia dan nitrit
dalam media pemeliharaan. Untuk pengukuran
suhu dan DO (Disolved Oxygen) dilakukan setiap
pagi dan sore hari selama pemeliharaan.
Langkah Kerja
Persiapan yang digunakan yaitu toples
plastik ukuran 15cm x 15 cm x 25cm berjumlah 12
buah di isi air sebanyak kurang lebih 5 Liter, cara
menghitungnya cukup sederhana, kita cari terlebih
dahulu volume maksimum wadah ikannya kita
rubah terlebih dahulu ukurannya dari meter
menjadi centimeter (agar mudah saja), berarti 15 x
15 x 25: 1000 = 5,625 liter air atau kurang lebih 5
liter air. Rumus untuk mencari jumlah volume liter
air kolam berbentuk persegi panjang adalah P cm
x L cm x T cm: 1000. Sebelum digunakan,
dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. sterilisasi air
media dilakukan dengan menggunakan Kalium
Permanganat dengan dosis 3 g/m3, selanjutnya
didiamkan selama sehari dan dilakukan pergantian
air baru (Shaffrudin et al., 2006).
Benih yang digunakan disortir berdasarkan
kualitas dan ukuran terlebih dahulu sebelum
dimasukkan pada wadah akuarium untuk
mengurangi tingkat kematian benih. Selain itu
juga dilakukan penimbangan berat dan
pengukuran panjang awal sebelum benih
dipelihara. Benih yang akan digunakan adalah
jenis ikan mas dengan ukuran panjang ± 1-2 cm.
Sebelum ditebat, benih diaklimatisasi
terlebih dahulu selama 5 menit sehingga suhu air
media selama pengangkutan benih dengan air
media pada bak pemeliharaan sama. Benih ikan
mas kemudian dimasukkan ke dalam wadah
akuarium, dengan padat tebar masing-masing
1000 ekor/m3 (Shaffrudin dkk., 2006), sehingga
didapatkan padat tebar 25 ekor/akuarium untuk
ukuran wadah pemeliharaan yaitu 15cm x 15cm x
25cm, berdasarkan sistem bioflok dengan padat
tebar 500-1000 ekor per m3. (Fauzi Achmad.
2017).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
eksperimental. Metode penelitian eksperimental
adalah suatu penelitian dengan melakukan
kegiatan percobaan yang bertujuan untuk
mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul dari
perlakuan tertentu (Notoatmodjo, 2010).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Laju pertumbuhan spesifik (Specific
Growth Rate) benih ikan mas selama
penelitian Berdasarkan hasil penelitian pertumbahan
spesifik benih ikan mas selama 45 hari dengan
salah satu parameter yang diukur dalam penelitian
ini yaitu laju pertumbuhan berat spesifik, maka
diperoleh hasil rata-rata laju pertumbuhan spesifik
benih ikan mas berdasarkan perlakuan A, B, C dan
D adalah sebagai berikut:
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
13
Tabel 2. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik (GR) pada pemeliharaan selama 45 hari
Perlakuan Nilai rata rata laju pertumbuhan (GR)
A 4,51±0,35a
B 4,89±0,69a
C 5,03±0,38ab
D 5,74±0,16b
Keterangan: Angka yang di ikuti dengan huruf yang sama berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT (F Tabel 5% < F Hit < F
Tabel 1%). (A = 0 ml/5L, B = 0,5 ml/5L, C = 1 ml/5 L, dan D = 1,5 ml/5L)
Pertumbuhan spesifik pada perlakuan D
dengan penambahan dosis probiotik 1,5 ml/L
dengan nilai rata-rata 5,74% lebih tinggi dari
beberapa perlakuan; perlakuan C dengan
penambahan dosis 1ml/L dengan nilai rata-rata
5,03% dan perlakuan B penambahan dosis 0,5ml/L
dengan dengan nilai rata-rata 4,89% dan A Kontrol
dengan dengan nilai rata-rata 4,51%. Sedangkan
rata-rata laju pertumbuhan spesifik yang paling
rendah yaitu perlakuan A Kontrol sebesar 4,51%.
Dosis yang terbaik untuk pertumbuhan benih ikan
mas berdasarkan rata-rata laju pertumbuhan berat
spesifik yaitu perlakuan D dengan penambahan
dosis probiotik 1,5 ml/L.
Data rata-rata laju pertumbuhan spesifik
kemudian diuji normalitasnya. Berdasarkan hasil
uji normalitas menggunakan lilifort diperoleh nilai
L hitung maksimum 0,12. Nilai L hitung
maksimum (0,12) lebih kecil dibandingkan dengan
nilai L tabel 5% (0,24) maupun nilai L tabel 1%
(0,28). L hitung < L tabel dinyatakan data
berdistribusi normal.
Data ini dengan dinyatakan normal, maka
dilanjutkan dengan uji homogenitas menggunakan
barlet. Hasil uji homogenitas menggunakan barlet
diperoleh nilai x2 hitung sebesar 3,59. Nilai x2
hitung (3,59) lebih kecil dibandingkan x2 tabel 5%
(9,49) maupun x2 tabel 1% (13,28). x2 hitung < x2
tabel, maka data dinyatakan homogen, sehingga
data dapat dilanjutkan dengan analisis varians.
Hasil analisis varians pertumbuhan berat
spesifik benih ikan mas menghasilkan F hitung
sebesar 4,14 lebih besar dari pada F tabel 5%
(4,07), dan lebih kecil dengan F tabel 1% (7,59). F
Tabel 5% < F Hit < F Tabel 1% maka perlakuan
berbeda nyata.
Hasil penelitian uji lanjut yang digunakan
adalah uji BNT karena berbeda nyata dan
koefesian Keragaman (KK) yang dihasilkan
8,65%. Pada uji BNT diketahui bahwa perlakuan
tidak berbeda nyata (P>5%). Perlakuan A tidak
berbeda nyata dengan perlakuan B, berbeda nyata
dengan perlakuan C dan D. Perlakuan B tidak
berbeda nyata dengan perlakuan A dan berbeda
nyata ke perlakuan C dan D. Perlakuan C berbeda
nyata ke perlakuan B. Perlakuan D berbeda nyata
ke perlakuan A, B, dan tidak berberda nyata pada
perlakuan C.
Berdasarkan hasil penelitian pertumbuhan
spesifik benih ikan mas yang terbaik yaitu
perlakuan D dengan dosis 1,5ml/L. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan D
dengan penambahan dosis probiotik 1,5 ml/L
memberikan hasil pertumbuhan lebih baik.
Dibandingkan dengan perlakuan A, perlakuan B,
dan perlakuan C. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian probiotik pada media pemeliharaan
dapat meningkatkan laju pertumbuhan benih ikan
mas dibandingkan tanpa pemberian probiotik ke
dalam media pemeliharaan. Sesuai dengan
pernyataan Lisna dan Insulistyowati (2015) bahwa
pertumbuhan ikan meningkat karena pengaruh
penambahan probiotik dalam media pemeliharaan
sehingga bakteri dalam probiotik selain bekerja
untuk memperbaiki kualitas air juga bekerja dalam
saluran pencernaan ikan. Pada perlakuan D dengan
penambahan probiotik 1,5 ml/L didapatkan hasil
pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan
perlakuan A yang tanpa penambahan probiotik.
Hasil ini didukung dengan uji laboratorium
Karantina Ikan Pontianak untuk mengetahui
kepadatan koloni bakteri dalam wadah
pemeliharaan yaitu pada wadah pemeliharaan
perlakuan A dan C masing – masing dengan nilai
koloni perlakuan A yaitu 2.0x104 dan perlakuan C
dengan nilai 3.0x106, sedangkan perbandingan
dengan nilai koloni pada wadah B yaitu dengan
nilai kepadatan koloni 8.2x105 dan perlakuan D
dengan jumlah kepadatan koloni 9.4x105.
Hal ini membuktikan bahwa perlakuan D
dengan penambahan probiotik 1,5 ml/L dalam
media pemeliharaan ikan dapat memperbaiki
kualitas air sehingga dapat menunjang
pertumbuhan ikan. Menurut Ernawati dkk. (2014),
Bacillus memiliki enzim ekstraseluler yang dapat
membantu pencernaan dan mampu memperbaiki
kualitas air melalui penguraian dan perombakan
bahan organik dalam air. Menurut Gatesoupe
(1999) dalam Zhou and Wang (2014), penambahan
bakteri Lactobacillus melalui air dapat
berpengaruh juga pada saluran pencernaan ikan.
Bakteri Lactobacillus berfungsi meningkatkan
daya cerna ikan terhadap pakan sehingga dapat
memacu pertumbuhan ikan (Sugih, 2005).
Hal ini di duga pemberian probiotik pada
perlakuan D dengan dosis 1,5 ml/L dapat
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
14
memaksimalkan pencernaan benih ikan mas
sehingga pemanfaatan pakan lebih efisien dan
meningkatkan laju pertumbuhan (Tabel 4.2).
Kandungan probiotik dapat menyebabkan
tingginya aktifvitas bakteri pada saluran
pencernaan dan perbedaan kandungan bakteri
probiotik dalam pakan dapat mempengaruhi laju
pertumbuhan ikan. Menurut Mulyadi (2011),
proporsi jumlah koloni bakteri probiotik dapat
bekerja secara maksimal dalam pencernaan ikan,
sehingga daya cerna ikan pun menjadi lebih tinggi
dalam menyerap sari-sari makanan dan
menghasilkan pertumbuhan yang baik.
Rendahnya nilai laju pertumbuhan spesifik
pada perlakuan A dibandingkan dengan perlakuan
lainnya diduga karena penurunan kualitas air yang
ditunjukkan oleh tingginya kadar Nitrit (NO2)
yaitu 0.9-4.0 mg/L. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan (Effendi, 2003) Parameter kadar nitrit
yang lebih dari 0,5 mg/L dapat bersifat toksik bagi
organisme perairan. Selain itu pada perlakuan
kontrol tidak ditambahkan probiotik pada media
pemeliharaan sehingga populasi bakteri yang dapat
mengoksidasi bahan organik sedikit (Lisna dan
Insulistyowati, 2015).
Pada proses pemeliharaan selama penelitian,
benih ikan mas mengalami stress dalam
pertumbuhannya pada wadah pemeliharaan
perlakuan A, B, dan C di sebabkan oleh padat tebar
benih ikan mas dan proses respirasi yang tidak
dapat berjalan dengan optimal karena amonia yang
larut dalam air tidak dapat terurai oleh dosis
pencampuran bakteri probiotik pada masing-
masing wadah pemeliharaan benih ikan mas,
menurut Nurlaela et al. (2010) secara umum dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi padat penebaran
yang diaplikasikan maka pertumbuhan akan
semakin rendah, karena akan terjadi persaingan
baik ruang gerak, oksigen terlarut maupun pakan
yang berpengaruh pada pertumbuhan.
Benih ikan mas yang mengalami stress akan
mengalami terhambat dalam pertumbuhan dan
metabolisme, sehingga pertumbuhan ikan akan
lambat, menurut Hepher dan Pruginin (1981)
peningkatan padat penebaran akan diikuti dengan
penurunan pertumbuhan (critical standing crop)
dan pada padat penebaran tertentu pertumbuhan
akan berhenti (carrying capacity). Untuk
mencegah terjadinya hal tersebut, peningkatan
padat penebaran haruslah sesuai dengan daya
dukung (carrying capacity).
Menurut Effendi (2003) kondisi kualitas air
yang baik akan menyebabkan fungsi fisiologis
tubuh ikan berjalan dengan lancar. Pada kondisi
kualitas air yang buruk energi banyak digunakan
untuk proses adaptasi fisiologis tubuh ikan
terhadap lingkungan, hal tersebut mengakibatkan
proporsi energi yang tersimpan kedalam tubuh
akan semakin sedikit. Selain itu pada kondisi
fisiologis yang terganggu menyebabkan
penurunan konsumsi pakan oleh ikan untuk
meminimalisasi energi yang digunakan, sehingga
pemenuhan energi yang dibutuhkan berasal dari
cadangan nutrisi yang tersimpan dalam tubuh ikan.
B. Efisiensi pakan benih ikan mas selama
penelitian
Probiotik merupakan makanan tambahan
berupa sel - sel mikroorganisme hidup yang
memberikan pengaruh menguntungkan bagi
hewan inang yang mengonsumsinya melalui
penyeimbangan flora mikroorganisme di saluran
pencernaan, sehingga sangat membantu sistem
pencernaan dan menjadi pendukung bakteri
probiotik dalam saluran pencernaan terutama di
dalam usus besar (Irianto,2007).
Probiotik yang masuk ke dalam tubuh ikan
akan membantu proses pencernaan sehingga
kecernaan meningkat. Kecernaan terhadap pakan
meningkat selanjutnya pakan akan lebih efisien
dimanfaatkan oleh ikan karena nutrisi pakan akan
mudah terserap oleh tubuh yang selanjutnya
retensi protein, retensi karbohidrat, dan retensi
lemak akan meningkat akibat dari penyerapan
nutrisi pakan.
Seperti menurut Fuller dalam Kompiang
(2003), probiotik adalah mikroorganisme hidup
yang bila dikonsumsi oleh inang akan memberikan
pengaruh yang menguntungkan baginya dengan
memperbaiki lingkungan mikrobiota yang ada
dalam sistem pencernaan. Hasil menunjukkan
bahwa pemberian probiotik memberikan pengaruh
terhadap efisiensi pemanfaatan pakan, ini diduga
karena pada perlakuan B, C dan D yang diberi
probiotik dapat membantu dalam pencernaan
pakan serta Yeast didalam probiotik tersebut
berfungsi untuk mengendalikan dan membunuh
berbagai macam mikroflora yang terdapat dalam
saluran pencernaan, yang dapat mengganggu
proses pencernaan dan penyerapan nutrisi pakan
(Wulandari, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, nilai efisiensi pakan benih ikan mas
selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 3,
berikut:
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
15
Tabel 3. Efisiensi pakan (EP) benih ikan mas pada pemeliharaan selama 45 hari
Perlakuan Nilai rata rata efesiensi pakan (EP)
A 60,78±1,32a
B 61,61±1,90a
C 60,75±4,13a
D 63,24±4,25a
Keterangan: Angka yg diikuti oleh huruf yg sama menunjukan tidak adanya berbeda nyata (p<0,5)
Dari data rata-rata nilai efisiensi pakan
benih ikan mas selama pemeliharaan kemudian
diuji normalitasnya. Berdasarkan hasil uji
normalitas menggunakan lilifort diperoleh nilai L
hitung maksimum 0,22. Nilai L hitung maksimum
(0,22) lebih kecil atau sama dengan dibandingkan
dengan nilai L tabel 5% (0,22) maupun nilai L
tabel 1% (0,26). L hitung < L tabel dinyatakan data
berdistribusi normal.
Data ini dengan dinyatakan normal, maka
dilanjutkan dengan uji homogenitas menggunakan
barlet. Hasil uji homogenitas menggunakan barlet
diperoleh nilai x2 hitung sebesar 3,38. Nilai x2
hitung (3,38) lebih kecil dibandingkan x2 tabel 5%
(9,49) maupun x2 tabel 1% (13,28). x2 hitung < x2
tabel, maka data dinyatakan homogen, sehingga
data dapat dilanjutkan dengan analisis varians.
Hasil analisis varians pertumbuhan berat
spesifik benih ikan mas menghasilkan F hitung
sebesar 0,40 lebih kecil dari pada F tabel 5%
(4,07), dan lebih kecil dengan F tabel 1% (7,59).
F Tabel 5% < F Hit < F Tabel 1% maka perlakuan
tidak berbeda nyata.
Nilai efisiensi pakan tertinggi terdapat pada
perlakuan D yaitu 63,24% sedangkan nilai
efisiensi pakan terendah terdapat pada perlakuan A
yaitu 60,78% dan C yaitu 60,75% sedangkan
perlakuan B yaitu 61,61% lebih tinggi dari
perlakuan A dan C, tetapi lebih rendah dari
perlakuan D, Sesuai dengan pernyataan Gatesoupe
(1999), agar pakan dimanfaatkan secara optimal
maka dibutuhkan aktivitas bakteri dalam
pencernaan yang masuk melalui proses
bioremediasi yang menyebabkan terjadinya
keseimbangan jumlah bakteri dalam usus sehingga
dapat menekan bakteri patogen. Pada perlakuan
A,B dan C nilai efisiensi pakan lebih rendah
dibandingkan perlakuan D. Hal ini disebabkan
karena probiotik yang diberikan pada perlakuan
belum pada dosis yang terbaik, sehingga ikan tidak
bisa memanfaatkan pakan secara optimal. Putri et
al., (2012) menyatakan konsentrasi bakteri yang
diperlukan jumlahnya harus tepat. Pada perlakuan
A,B dan C nilai efisiensi pakan lebih rendah
dibandingkan perlakuan D. Hal ini disebabkan
karena jumlah bakteri probiotik belum pada batas
terbaik. Putri et al., (2012) menyatakan kepadatan
yang tinggi menyebabkan adanya persaingan
dalam pengambilan substrat atau nutrisi sehingga
menyebabkan aktivitas bakteri untuk
menghasilkan enzim pencernaan menjadi
terhambat. Mulyadi (2011) menyatakan jumlah
bakteri yang terlalu banyak akan menyebabkan
bakteri cepat mengalami sporulasi (membentuk
spora) sehingga fungsi dan aktivitas bakteri
membantuu proses pencernaan menjadi tidak
optimal.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
penambahan probiotik dengan konsentrasi yang
berbeda pada media pemeliharaan benih ikan mas
tidak berbeda nyata terhadap nilai efisiensi pakan
benih ikan mas. Namun, nilai efisiensi pakan pada
konsentrasi 1mg/L, 0,5mg/L dan Kontrol lebih
rendah dari nilai perlakuan D dan masih tergolong
baik, hal ini menunjukkan bahwa pemberian
probiotik pada media pemeliharaan dapat
meningkatkan laju pertumbuhan benih ikan mas
dibandingkan tanpa pemberian probiotik ke dalam
media pemeliharaan. Sesuai dengan pernyataan
Lisna dan Insulistyowati (2015) bahwa
pertumbuhan ikan meningkat karena pengaruh
penambahan probiotik dalam media pemeliharaan
sehingga bakteri dalam probiotik selain bekerja
untuk memperbaiki kualitas air juga bekerja dalam
saluran pencernaan ikan
Menurut Ernawati dkk. (2014), Bacillus
memiliki enzim ekstraseluler yang dapat
membantu pencernaan dan mampu memperbaiki
kualitas air melalui penguraian dan perombakan
bahan organik dalam air. Menurut Gatesoupe
(1999) dalam Zhou and Wang (2014), penambahan
bakteri Lactobacillus melalui air dapat
berpengaruh juga pada saluran pencernaan ikan.
Bakteri Lactobacillus berfungsi meningkatkan
daya cerna ikan terhadap pakan sehingga dapat
memacu pertumbuhan ikan (Sugih, 2005).
Lebih rendahnya nilai efisiensi pakan
benih ikan mas pada perlakuan penambahan
probiotik terutama pada perlakuan A dengan
konsentrasi yang lebih rendah yaitu 60,78% dan
perlakuan C yaitu 60,75% diduga karena
kurangnya peranan mikroba yang terdapat pada
probiotik tersebut berupa Bacillus sp. yang dapat
merombak senyawa kompleks menjadi senyawa
sederhana, disebabkan perbedaan jumlah dosis
pemberian pada wadah perlakuan pemeliharaan
benih ikan mas selama penelitian, didukung oleh
data uji laboratorium Karantina Ikan Pontianak
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
16
untuk mengetahui kepadatan koloni bakteri dalam
wadah pemeliharaan yaitu pada wadah
pemeliharaan perlakuan A dan C masing – masing
dengan nilai koloni perlakuan A yaitu 2.0x104 dan
perlakuan C dengan nilai 3.0x106, sedangkan
perbandingan dengan nilai koloni pada wadah
perlakuan B yaitu dengan nilai kepadatan koloni
8.2x105 dan perlakuan D dengan jumlah kepadatan
koloni 9.4x105.
Menurut Fardiaz (1992) dalam Anggriani
et al. (2012) bahwa Bacillus sp. merupakan bakteri
yang dapat menguraikan protein menjadi asam
amino. Asam amino ini digunakan bakteri untuk
memperbanyak diri, sehingga dapat meningkatkan
protein pakan dan menurunkan serat kasar
(Schlegel dan Schmidth, 1985 dalam Anggriani et
al., 2012). Selain itu juga bakteri ini mampu
menguraikan disakarida atau polisakarida menjadi
gula sederhana dan dengan sifatnya yang
pektinolitik mampu menghasilkan pektin yaitu
karbohidrat kompleks (William dan Wetshoff,
1989 dalam Anggriani et al., 2012). Senyawa
sederhana yang dihasilkan tersebut akan lebih
mudah diserap oleh saluran pencernaan dan lebih
mudah dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber
energi untuk mendukung pertumbuhan ikan. Hal
tersebut akan mengurangi nutrien yang terbuang,
sehingga akan menyebabkan efisiensi pakan lebih
rendah.
C. Kelangsungan hidup benih ikan mas selama
penelitian
Kelangsungan hidup merupakan sejumlah
organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan
yang dinyatakan dalam persentase. Nilai
kelangsungan hidup akan tinggi jika faktor kualitas
dan kuantitas pakan serta kualitas lingkungan
mendukung. Rata-rata kelangsungan hidup benih
ikan mas selama 45 hari menggunakan perlakuan
A, B, C dan D dapat dilihat pada tabel 4., berikut:
Tabel 4. Rata-rata kelangsungan hidup benih ikan mas pada pemeliharaan selama 45 Hari
Perlakuan Nilai rata-rata kelangsungan hidup (SR) pada pemeliharaan 45 hari
A 50.0±8,3a
B 58,3±14,4a
C 75,0±16,6a
D 80,5±19,2a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% dan 1%
Pada table tabel 4 menunjukkan tingkat
kelangsungan hidup (SR) yang rendah pada
perlakuan A sebesar 50,0%. Sedangkan tingkat
kelangsungan hidup (SR) yang tinggi pada
perlakuan D sebesar 80,5%. Untuk perlakuan A
sebesar 50,0% dan B sebesar 58,3% mempunyai
tingkat persentase kelangsungan hidup di bawah
perlakuan C yaitu 75,0%, persentase kelangsungan
hidup yang terendah terdapat pada perlakuan A
dan B yang berbanding dengan persentase tertinggi
pada perlakuan C yang berbeda nyata dengan
perlakuan A,B dan D.
Data rata-rata kelangsungan hidup benih
ikan mas (SR) kemudian diuji normalitasnya.
Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan
lilifort diperoleh nilai L hitung maksimum 0,25.
Nilai L hitung lebih maksimum (0,25) lebih besar
dibandingkan dengan nilai L tabel 5% (0,24) dan
lebih kecil dari nilai L tabel 1% (0,28). L hitung <
L tabel data nyatakan berdistribusi normal.
Data berdistribusi normal, maka
dilanjutkan dengan uji homogenitas menggunakan
barlet. Hasil uji homogenitas barlet diperoleh
dengan nilai x2 hitung sebesar 11,99. Nilai x2
hitung (11,99) lebih besar dibandingkan x2 tabel
5% (9,49) dan lebih kecil dari nilai x2 tabel 1%
(13,28). x2 hitung < x2 tabel, maka data dinyatakan
homogen, sehingga data dapat dilanjutkan analisis
varians.
Hasil analisis varians kelangsungan hidup
benih ikan mas (SR) menghasilkan F hitung 2,63
(lampiran 16). Nilai F hitung 2,63 lebih kecil dari
F tabel 5% (4,07) maupun F tabel 1% (7,59). F
hitung > F tabel, maka data dinyatakan tidak
berbeda nyata, dikarenakan pada perlakuan D di
wadah perlakuan r3 didapati nilai kelangsungan
hidup invidu yaitu 58% dibandingkan dengan
wadah perlakuan r1 dengan nilai 92% dan r2
dengan nilai 92% yang mempengaruhi standar
deviasi pada perlakuan D yaitu dengan nilai
standar deviasi nya 19,25%, sehingga pada hasil
uji analisis varians kelangsungan hidup benih ikan
mas (SR) menghasilkan data tidak berbeda nyata
dengan nilai F hitung 2,63 lebih kecil dari F tabel
5% (4,07) maupun F tabel 1% (7,59).
Tingginya tingkat kelangsungan hidup
pada perlakuan D dengan dosis 1,5ml/L
dikarenakan adanya penambahan dosis probiotik
pada air media pemeliharaan, sesuai dengan
pernyataan Lisna dan Insulistyowati (2015) bahwa
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
17
pertumbuhan ikan meningkat karena pengaruh
penambahan probiotik dalam media pemeliharaan
sehingga bakteri dalam probiotik selain bekerja
untuk memperbaiki kualitas air juga bekerja dalam
saluran pencernaan ikan. Pemberian probiotik
komersil pada media pemeliharaan mempengaruhi
daya tahan tubuh ikan selama pemeliharaan. Hasil
penelitian mendapatkan bahwa penambahan
probiotik pada media pemeliharaan mampu
meningkatkan kelangsungan hidup ikan yang
diduga disebabkan oleh fungsi probiotik sebagai
mikroorganisme hidup yang dapat memperbaiki
kualitas air dan mencegah penyakit. Probiotik
adalah mikroorganisme hidup dalam budidaya
ikan yang dapat memperbaiki kualitas air dan
mencegah penyakit, sehingga meningkatkan
produksi dan dapat menurunkan kerugian ekonomi
(Elumalai et al., 2013). Menurut (Latifa dkk.,
2016) bahwa manfaat probiotik pada ikan
memiliki fungsi protektif yaitu kemampuan bakteri
untuk menghambat bakteri patogen dalam saluran
pencernaan. Meningkatnya sistim imun ikan
sebagai fungsi dari probiotik. Kelangsungan hidup
tertinggi dicapai pada ikan yang diberi perlakuan
D: 80,5% (1,5ml/L) kemudian diikuti oleh
perlakuan C; 75,0% (1ml/L).
Kelangsungan hidup terendah didapati
pada ikan yang diberi perlakuan A: 50,0% (Kontrol
/ 0ml/L) kemudian diikuti oleh perlakuan B; 58,3%
(0,5ml/L), ini dikarenakan penggunaan dosis yang
tidak sesuai dan menyebabkan proses penguraian
ammonia yang tidak optimum sehingga
mengakibatkan penurunan parameter kualitas air
pada media pemeliharaan. Selain penggunaan
dosis probiotik yang sesuai, tingkat kelangsungan
hidup dan tingkat pencegahan yang tinggi juga
ditunjang oleh pengontrolan kualias air yang baik
sesuai dengan pendapat Boyd (1990), bahwa
lingkungan yang baik akan meningkatkan daya
tahan ikan, sedangkan lingkungan yang kurang
baik akan menyebabkan ikan mudah stres dan
menurunkan daya tahan terhadap serangan bakteri.
D. kualitas air
Kualitas air merupakan faktor yang sangat
penting dan pembatas bagi mahluk hidup dalam air
baik faktor kimia, fisika dan biologi. Kualitas air
yang buruk dapat menghambat pertumbuhan,
menimbulkan penyakit pada ikan bahkan sampai
pada kematian. Menurut (Boyd, 1990), Kualitas air
sangat dipengaruhi seperti laju sintasan (SR),
pertumbuhan, perkembangan, reproduksi ikan.
Parameter kualitas air yang diamati adalah
Suhu, DO, pH, NH3 dan NO2. Pengukuran Suhu,
DO dan pH dilakukan setiap hari. Sedangkan
parameter kualitas air lainnya seperti pengukuran
NH3 dan N02 dilakukan setiap 7 (tujuh) hari sekali
selama penelitian. Hasil pengamatan kualitas air
selama penelitian disajikan pada tabel 5:
Tabel 5. Nilai kisaran kualitas Air benih ikan mas pada pemeliharaan selama 45 hari
Perlakuan
Parameter
Suhu ( 0C ) DO (mg/l) pH Amonia
(NH3)
Nitrit
(NO2)
A 27-29 2.00-3.00 7.0-8.0 0.1-0.9 0.9-4.0
B 27-29 2.00-4.00 7.0-8.0 0.1-2.0 0.9-2.0
C 27-29 2.00-6.00 7.0-8.0 0.1-1.0 0.8-1.0
D 27-29 2.00-3.00 7.0-8.0 0.1-2.0 0.5-0.5
Sumber Pengamatan langsung di laboratorium basah Stasiun Karantina Ikan Pontianak
a. Suhu
Suhu air mempunyai pengaruh yang besar
terhadap metabolism ikan mas. Parameter suhu
yang diamati selama penelitian pada pagi dan sore
hari selama penelitian cenderung stabil dan tetap
pada kisaran optimum dikarenakan oleh lokasi
penelitian dan wadah pemeliharaan benih ikan mas
terdapat didalam gedung bangunan ruangan lab
basah yang baik untuk pemeliharaan benih mas,
berdasarkan analisis parameter kualitas air yang
diukur pada media pemeliharaan, kisaran suhu
pada penelitian ini yaitu 27 - 29 o C. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lesmana dan Dermawan (2004)
yang menyatakan bahwa ikan mas dapat hidup
baik pada suhu 19 - 28 ⁰C dan suhu optimal 24
- 28 ⁰C. Menurut pendapat Brotowijoyo (1995),
suhu optimum untuk selera makan ikan adalah 25-
27 o C dan kisaran suhu air optimal untuk budidaya
ikan air tawar adalah 15-29 oC.
b. Derajat keasaman (pH)
Merupakan suatu ekspresi dari
konsentrasi ion hidrogen (H+) didalam air,
besarnya dinyatakan dalam minus logaritma dari
konsentrasi ion H, pH menunjukan kekuatan antara
asam dan basa dalam air. Mengubah kestabilan
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
18
dari bentuk karbonat menjadi hidroksi yang
membentuk ikatan dengan partikel pada badan air
sehingga akan mengendap bentuk lumpur. pH juga
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia,
seperti logam berat (Soesono, 1978).
Tingkat kelangsungan hidup ikan juga
dipengaruhi oleh kondisi kualitas air
pemeliharaan. Dari hasil penelitian ini, kualitas air
pada media pemeliharaan masih dalam batas
toleransi untuk kelangsungan hidup benih ikan
mas. Berdasarkan data hasil pengukuran parameter
kualitas air selama pemeliharaan diketahui derajat
keasaman (pH) yang diperoleh selama penelitian
berkisar antara selama penelitian berkisar antara
7,0 – 8,0. Kadar pH tersebut masih dalam batas
toleransi untuk pemeliharaan ikan mas. Hal ini
berdasarkan pernyataan Boyd (1990) bahwa air
yang baik untuk budidaya ikan adalah netral, hal
ini senada dengan pendapat yang di kemukakan
oleh Soesono (1978) yang menerangkan bahwa air
yang baik untuk budidaya ikan adalah netral
sedikit alkalis dengan pH 7,0-8,0. Sedangkan
menurut Cholik et al., (1986) mengatakan bahwa
bila pH air didalam kolam sekitar 6,5-9,0 adalah
kondisi yang baik untuk produksi ikan. Hasil ini
sesuai dengan pendapat Brotowijoyo (1995),
kisaran suhu air optimal untuk budidaya ikan air
tawar adalah pH air 6,5-8.
c. DO
Oksigen terlarut merupakan salah satu
faktor pembatas dalam budidaya ikan, namun
beberapa jenis ikan masih bisa bertahan hidup pada
perairan dengan konsentrasi dibawah maupun
diatas normal. Namun konsentrasi minimum yang
masih bisa diterima oleh spesies akuatik untuk
hidup yaitu 5 ppm. Menurut Lingga., (1985).
bahwa oksigen terlarut sangat penting bagi
kehidupan ikan dan hewan lainya untuk bernafas
dan proses metabolisme. Selajutnya menurut
Soesono (1978) menyatakan bahwa konsentrasi
oksigen perairan sangat dipengaruhi oleh difusi
dari udara, aliran-aliran air masuk, hujan, proses
asimilasi tumbuhan hijau dan oksidasi kimiawi
didalam perairan.
Oksigen terlarut dalam air dapat berasal
dari difusi dengan udara melalui alat penelitian
yaitu blower udara, yang diukur selama penelitian
berkisar antara 2,00-6,00 mg/l. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sukadi., et al (1989) bahwa
oksigen terlarut pada umumnya berkisar antara
5,0-6,6 mg/l. Ketersediaan oksigen sangat
berpengaruh terhadap metabolilsme dalam tubuh
dan untuk kelangsungan hidup suatu organisme,
sudah cukup mendukung terhadap pertumbuhan
benih ikan mas secara normal. Nilai oksigen
terlarut yang cukup tinggi tersebut diduga
disebabkan karena suplai oksigen yang cukup
besar yang berasal dari blower serta dari aerator,
selain itu jumlah ikan juga mempengaruhi tinggi
rendahnya oksigen terlarut. Semakin banyak ikan,
semakin banyak oksigen yang dibutuhkan
sehingga oksigen terlarut rendah. Meningkatnya
kebutuhan oksigen seiring dengan peningkatan
padat penebaran dan ukuran ikan, akibatnya
jumlah kelarutan oksigen dalam media
pemeliharaan semakin berkurang karena oksigen
dimanfaatkan ikan untuk respirasi dan juga untuk
metabolisme. Menurut Stickney (1979), suplai
oksigen di wadah produksi akuakultur sebaiknya
berbanding lurus dengan padat penebaran ikan dan
jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Menurut
Goddard (1996), oksigen yang semakin berkurang
dapat ditingkatkan dengan pergantian air dan
aerasi
Kelarutan oksigen di air menurun dengan
semakin meningkatnya salinitas, setiap
peningkatan salinitas sebesar 9 mg/l mengurangi
kelarutan oksigen sebanyak 5% dari yang
seharusnya di air tawar (Boyd, 1990). Hasil ini
sesuai dengan pendapat Brotowijoyo (1995),
kisaran DO air optimal untuk budidaya ikan air
tawar adalah berkisar antara 5-8 mg/l.
d. Nilai amonia (NH3)
Nilai amonia selama penelitian Berada
pada kisaran yang normal, yaitu 0,1 – 2,0 mg/L.
Amelia (2009), mengemukakan bahwa
mikroorganisme probiotik dapat mengoksidasi
amonia sehingga jumlah amonia dalam media
pemeliharaan berkurang. Higa dan Parr (1994),
mengemukakan bahwa bakteri fotosintetik selain
dapat melakukan fotosintesis juga menggunakan
amonia sebagai sumber nitrogen untuk proses
dekomposisi bahan organik dan pertumbuhannya.
Penurunan amonia ini juga disebabkan karena
adanya proses nitrifikasi yang dilakukan oleh
bakteri nitrosomonas dan nitrobacter yang
mengubah amonia menjadi nitrit dan nitrat, serta
proses denitrifikasi yang mengubah nitrat kembali
menjadi gas nitrogen. Peningkatan oksigen terlarut
media juga akan meningkatkan proses oksidasi
amonia menjadi nitrit dan dan kemudian menjadi
nitrat dengan demikian kadar amonia menjadi
rendah
Hal tersebut sama seperti yang dinyatakan
oleh Kordi (2013) bahwa nilai batas atau toleransi
amonia terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
hidup ikan adalah <0,016 mg/L. Karena selama
perlakuan dilakukan penyiponan sisa pakan dan
feses ikan mas sehingga kualitas air tetap terjaga.
Kualitas air selama perlakuan menunjukkan
kualitas air yang layak untuk kehidupan ikan mas.
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
19
e. Nitrit (NO2)
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, kandungan nitrit (NO2) yang berbeda
konsentrasinya didapatkan hasil pengukuran di
perlakuan t3 dengan rerata tidak lebih dari 0,5
mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa media
pemeliharaan tersebut cocok untuk budidaya ikan
mas. Parameter kadar nitrit yang lebih dari 0,5
mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme perairan
(Effendi, 2003). Berdasarkan nilai pengukuran
NO2 pada Tabel 4.1., nilai NO2 cenderung
fluktuatif tiap konsentrasi 0 mg/L, 0,5mg/L dan 1
mg/L. Kadar nitrit yang fluktuatif diduga karena
terjadi proses biologis oleh mikroba pada media
pemeliharaan, yaitu proses nitrifikasi. Menurut
data pada Tabel 4.1., perlakuan dengan konsentrasi
1,5 m/L, mempunyai nilai kadar nitrit yang
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi lainnya. Hal demikian dapat
disimpulkan bahwa proses nitrifikasi lebih optimal
pada konsentrasi 1,5mg/L dibandingkan perlakuan
konsentrasi 0mg/L, 0,5mg/L dan 1mg/L. Nitrit
(NO2) merupakan ion-ion anorganik alami yang
akan menjadi unsur hara bagi plankton.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
analisa pertumbuhan spesifik benih ikan mas yang
terbaik yaitu pada dosis 1,5ml/5L dengan nilai
rata-rata 5,74%, dengan nilai rata-rata efisiensi
pakan adalah 63,24% dan diduga bahwa manfaat
probiotik pada ikan memiliki fungsi protektif yaitu
kemampuan bakteri untuk menghambat bakteri
patogen dalam saluran pencernaan, dapat
meningkatkan sistim imun ikan sebagai fungsi dari
probiotik sehingga mempengaruhi kelangsungan
hidup ikan yaitu dengan nilai rata-rata 80,5%.
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Pimpinan dan Staff Laboratorium Stasiun KIPM
Pontianak yang membantu dalam penelitian ini
baik tempat, bahan dan alat.
DAFTAR PUSTAKA Achmad, F. 2017 “KKP Populerkan Sistem
Perikanan Budidaya Bioflok” Jakarta.
Afrianto, E. dan Evi L. 1992. Pengendalian Hama
dan Penyakit Ikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Ahmad Subagyo. 2008. Studi Kelayakan Teori dan
Aplikasi, Jakarta: PT. Gramedia
Anonim. 2001. FAO/WHO Joint Expert
Consultation of Health and Nutritional
Properties of Probiotics in Food
Including Powder Milk with Lactic
Acid Bacteria.
Ariaty, L. 1991. Morfologi Darah Ikan Mas
(Cyprinus carpio), Nila Merah
(Oreochromis sp), dan Lele Dumbo
(Clarias gariepenus) dari Sukabumi.
(Skripsi). FPIK Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Avnimelech, Y. 1999. Carbon Nitrogen Ratio as a
Control Element in Aquaculture
System. Aquaculture.
Badjoeri, M dan T. Widiyanto. 2008. Penggunaan
Bakteri Nitrifikasi Untuk Bioremediasi
dan Pengaruhnya Terhadap Konsentrasi
Amonia dan Nitrit di Tambak Udang.
Jurnal Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia 2008.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality Management in
Aquaculture and Fisheries Science.
Elsevier Scientific Publishing
Company. Amsterdam.
Boyd, CE. 1991. Water Quality Management and
Aeration in Shrimp Farming. Editor
Alex Bocek Pedoman Teknis dari
Proyek Penelitian dan Pengembangan
Boyd CE. 1998. Water quality for pond
aquaculture. Research and
Development Series No. 43.
International Center for Aquaculture
and Aquatic Environment, Alabama
Agricultural Experiment Station,
Auburn University. Alabama.
De Schryver P., Crab, R. Detroit, T. Boon, N.,
Verstrate, W. 2008. The Basic of
Biofloc Technology: The Added Value
For Aquaculture
Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Fakultas
Perikanan IPB. Bogor
Febrianti, D., Widiani, I., Ashory dan Anggraeni,
S. 2010. Pendekatan Teknologi Bioflok
(BFT) Berbasis Probiotik Bacillus
subtilis pada Tambak Udang Vaname
Litopanaeus vanamei. Bogor. Institut
Pertanian Bogor
Febrianti, R., Gunadi, B., dan Lamanto. 2010.
Keragaan Kecernaan Pakan Tenggelam
dan Terapung untuk Budidaya Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus) Dengan
dan Tanpa Aerasi. Subang: Loka Riset
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya
Perikanan Air Tawar
FAO/WHO, 2001; ISSAP, 2009. Human Energy
Requirements. Rome: Report of a Joint
FAO/WHO/UNU
Forteath, N., L. Wee and M. Frith. 1993. The
Biological Filter-Structure and
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
20
Function, p: 55-63. In P. Hart and D.O
Sullivan (Eds). Recirculation System:
Design, Contruction and Management.
University of Tasmania. Launceston.
Ghozali, 2013. Aplikasi Analisis Multivariate
dengan Program SPSS. Edisi Ketujuh.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Gunalan. 1996. Penerapan Bioremediasi pada
Pengelohan Limbah dan Pemulihan
Lingkungan Tercemar Hidrokarbon
Petroleum. Majalah Sriwijaya, UNSRI.
Haryati, Lante S., and Tsumura S. 1998. Used of
By-9 as a probiotic agent in the larva
rearing of Penaeus monodon. In:
Advance in shrimp Biotechnology
(Flegel, ed.). The genetic engineering,
Biotechnology, Thailand.
Informasi Penyuluhan Perikanan. 2014
Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012,
Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.18/Men/2012 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Induk
Pengembangan Kawasan Minapolitan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Jakarta.
Khairuman dan D. Sudenda. 2002. Budidaya Ikan
Mas Secara Intensif. Agro Media
Pustaka. Tangerang
Khairuman, Sudenda. D, dan Gunadi. B. 2008.
Budidaya Ikan Mas secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta
Kusriningrum, R. S. 2012. Perancangan
Percobaan. Airlangga University Press.
Surabaya
Lingga, P. dan H, Susanto. 1995. Ikan Hias Air
Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mattjik. A.A., dan I. M. Sumertajaya. 2006.
Perancangan Percobaan Dengan
Aplikasi SAS dan MINITAB, Jilid I.
IPB-Press, Bogor
Mattjik, A.A., dan Sumertajaya. 2002.
Perancangan Percobaan. Jilid 1 Edisi
ke-2. IPB Press: Bogor.
Metcalf dan Eddy., 1991. Wastewater
Engineering: Treatment, Disposal, and
Reuse. Mc Graw Hill Book Co.
Singapore
Minggawati, I. dan Saptono. 2012. Parameter
Kualitas Air untuk Budidaya Ikan Patin
(Pangasius pangasius) di Karamba
Sungai Kahayan, Kota Palangkaraya.
Jurnal Ilmu Hewani Tropika
Moriarty, D. J. W. 1996. Microbial Biotechnology,
A Key Ingridient For Sustainable
Aquaculture Infofish International
Moriarty, D.J.W. 1998: Control of luminous
Vibrio species in penaeid aquaculture
ponds. Aquaculture Murtiati, K.
Simbolon, T. Wahyuni, Juyana,
Penggunaan Biokatalisator Pada
Budidaya Udang Galah, Jurnal
Budidaya Air Tawar, 2006.
Moriarty, D.J.W. 1998: Control of luminous
Vibrio species in penaeid aquaculture
ponds. Aquaculture.
Moore, A. 1991. Engineering Analysis of
Thestoichiometry of Photoautotrophic,
Autotrophic, and Heterotrophic
Removal of Ammonia- Nitrogen in
Aquaculture Systems. Aquaculture.
Mukti, AT., WH. Satyantini, dan M. Arief. 2010
Penuntun Praktikum Bioteknologi
Akuakultur. Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga.
Nawawi, 2013. Penggunaan Sistem Bioremediasi
Pada Media Budidaya Ikan Sidat
(Anguilla sp). Jurnal Galung Tropika.
Notoadmodjo, S. 2010. Metode Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Poernomo. 2004. Technology of Probiotics to
Solve The Problem in Shrimp Pond
Culture and The Culture Environment.
Paper Presented in The National
Symposium on Develeopment
Scienticfic and Technology Innovation
Aquaculture. Semarang: Patrajasa Hotel
Purnomo BB. 2012. Buku kuliah dasar–dasar
urologi. Jakarta: CV Infomedika
Rosmaniar. 2011. Dinamika Biomassa Bakteri
dan Kadar Limbah Nitrogen pada
Budidaya Ikan air tawar Intensif secara
Sistem Heterotrofik. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta
Shafrudin, D. 2003a. Pembesaran Ikan Karper di
Kolam Jaring Apung. Modul:
Pengelolaan Pemberian pakan.
Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar Dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional.
Shafrudin, D., Yuniarti dan M. Setiawati. 2006.
Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele
Dumbo (Clarias sp.) terhadap Produksi
pada Sistem Budidaya dengan
Pengendalian Nitrogen Melalui
Penambahan Tepung Terigu. Jurnal
Akuakultur Indonesia
Shitandi, A., M. Alfred, and M. Symon. 2007.
Probiotic characteristic of Lactococcus
strain from local fermented Amaranthus
hybrydus and Solanum nigrum. African
Crop Science Conference Proceedings
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2020 FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
21
Sidik, A. S., Sarwono dan Agustina. 2002.
Pengaruh Padat Penebaran Terhadap
Laju Nitrifikasi Dalam Budidaya Ikan
Sistem Resirkulasi Tertutup. Jurnal
Akuakultur Indonesia.
Simarmata., T.2006. Revitalisasi Ekosistem
Tambak dengan Pemanfaatan
Teknologi Bioremediasi dan Probiotik,
Makalah pada Seminar Teknologi
Bioremediasi dan Probiotik,
Sitompul, F., M. Ramli, dan L. Bathara. 2012.
Analisis keadaan usaha budidaya ikan
sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di
Danau Toba (Kasus Desa Untemungkur
Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli
Utara Provisnsi Sumatera Utara). Jurnal
Sosial Ekonomi
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna
Publishing; 2009Sugiyono. 2013.
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dan R & D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D. Bandung: Alfabeta
Sunaryanto R, Marwoto B, 2013. Isolasi,
identifikasi, dan karakterisasi bakteri
asam laktat dari dadih susu kerbau.
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia
Susanto, H. dan Rochdianto, A. 2007. Kiat
Budidaya Ikan Mas di Lahan Kritis.
Penebar Swadaya. Jakarta
Steffens W, 1989. Principle of fish Nutrition. Ellis
Horwood Limited, England
Stickney, R.R., 2005. Aquaculture: An
introductory text. CABI Publishing.
USA.
Suseno, D (2000). Pengelolaan Usaha
Pembenihan Ikan Mas, cet. 7. Jakarta:
Penebar SwadayaVerschuere, L., G.
Rombaut, W. Verstraete and P.
Sorgeloos. 2000. Probiotic bacteria as
biological control agents in aquaculture.
Microbiology and Molecular Biology
Reviews,
Van Wyk P. and J. Scarpa. 1999. Water Quality
Requirements and Management.
Chapter 8 in. Farming Marine Shrimp in
Recirculating Freshwater Systems.
Prepared by Peter Van Wyk, Megan
Davis-Hodgkins, Rolland Laramore,
Kevan L. Main, JoeMountain, John
Scarpa. Florida Department of
Agriculture and Consumers Services.
Harbor Branch Oceanographic
Institution
Weichselbaum, E. 2009. Probiotics and health: a
review of the evidence. Nutrition
Bulletin.
Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Saunder
Company. Philadelphia
Widanarni. 2004. Penapisan Bakteri Probiotik
Untuk Biokontrol Vibriosis Pada Larva
Udang Windu: Konstruksi Penanda
Molekuler Dan Esei Pelekatan.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widanarni., Sukenda., Setiawati, M. 2008. Bakteri
probiotik dalam budidaya udang:
seleksi, mekanisme, karakteristik, dan
aplikasinya sebagai agen biocontrol
Widiyanto, Ibnu. 2008. Pointers: Metodologi
Penelitian. BP Undip, Semarang.
Zonneveld, N., E. A. Huisman dan J. H. Boon.
1991. prinsip-prinsip budidaya ikan.
Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta