pengaruh penyuluhan pengelolaan sampah …sigid sudaryanto, nim s820907024,tesis pengaruh penyuluhan...
TRANSCRIPT
i
TESIS
PENGARUH PENYULUHAN PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI TERHADAP
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI DESA JETIS
KECAMATAN KLATEN SELATAN KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2008
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Disusun oleh
Sigid Sudaryanto
NIM,S820907024
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2008
ii
PENGARUH PENYULUHAN PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI TERHADAP
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI DESA JETIS
KECAMATAN KLATEN SELATAN KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2008
Disusun oleh :
Sigid Sudaryanto
NIM,S820907024
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing :
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof .Dr. Budiyono,MScNIP. 130 794 455 …………………. …………
Pembimbing II Prof. Dr. Sigit Santoso,MPdNIP. 130529725 ………………….. ………….
MengetahuiKetua Program Studi
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Prof. Dr. Sigit Santoso,MPdNIP. 130529725
iii
Pengaruh Penyuluhan Pengelolaan Sampah Mandiri Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Tahun 2008
Disusun oleh :
Sigid SudaryantoNIM : S 820907024
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua : Prof.Dr. H. Soegiyanto, SU ……………… ………….
Sekretaris : Prof. Drs.Indrowuryatno,M.Si ……………… ………….
Anggota Penguji :
1 Prof .Dr. Budiyono,MSc ……………… ………….
2 Prof. Dr. Sigit Santoso,MPd ……………… ………….
Mengetahui
Ketua Program Studi PKLH
Prof. Dr. Sigit Santoso,MPdNIP 130529725 ……………….. …………
Direktur Program Pascasarjana
Prof.Drs.Suranto,MSc.Ph.DNIP 131472192 ……………… ………….
iv
PERNYATAAN
Nama : Sigid SudaryantoNIM : S820907024
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Pengaruh
Penyuluhan Sampah Mandiri Terhadap Pengetahuan,Sikap dan Perilaku
Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Tahun 2008” adalah
benar-benar karya sendiri
Hal-hal yang bukan karya saya diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar
yang saya peroleh dari tesis tersebut
Surakarta, Januari 2009
Yang membuat pernyataan
Sigid Sudaryanto
v
ABSTRACT
Sigid Sudaryanto, NIM S820907024, 2008, Tesis Influence The Community Education about own Rubbishe Manage to Improve the Knowledge, Attitute and Community Practice at Jetis Village, South KlatenSubdistrict, Klaten District 2008. Population And Environmental Educational Program Study , Surakarta Goverment University.
Rubbishes are materials or things that have solid character, it can’t be used anymore or must be thrown away as the results from human activities. Rise of the rubbishes from day to days to be up accompany with grow up the human populations and life style, it estimate that each person produce rubbish 2,97 litlers/day. The average of rubbishes volume in Klaten district are 871,1 m3, that can managed by Civil Enginering Departemen are 261,1 m3 (29,98%). Lowness knowledges from people communities about rubbish management such as throw the rubbishes to the river, or piles it on places so that causes putired smells.The aim of this research is to know the influence from educational own rubbish management against the poeple’s knowledge, attitude and practice.
This research is Quasi Experiment research which close by Group Pretest – Postest with control Design. Total of the sample are 68 persons that devide on 2 groups that are indemand and control group. Measurement of knowledges, attitudes, and practice from respondent used by the questioner that have been tested to 40 respondents before with the result from that questioner are valid and reliale to use. Knowledge, attitude and practise measurement done twice that is before and after the educational. The frequention of the educational done 4 times, in May untill September 2008.
Research’s results before the educational the average from knowledge, attitude and practise in indemand group is lower, but after the educational the measurement done the results are higher than the control group. Data analysed by t test and get t value 3,904 on knowledge, 46,025 on attitude and 5,622 on practice each p<0,05 that means are different average in knowledge, attitude and practise before and after the educational on indemand and control group.
The conclution to improve of knowledge, attitude and practise from the respondent get as the result from the educational. This reseach implication is giving the basic knowledge for people at Jetis village, South Klaten subdistrict, Klaten district and for the Klaten’s government to arrange the educational programs. Advice that come from the writter for the government is to focus the educational to increase the knowledge, attitude and practise so people can participate on rubbishes manage. For another Reseacher to discuss depper and to compare by some educational methods.
vi
ABSTRAK
Sigid Sudaryanto, NIM S820907024,Tesis Pengaruh Penyuluhan tentang pengelolaan sampah mandiri terhadap pengetahuan, sikap dan perolaku masyarakat Desa Jetis,Kecamatan Klaten Selatan,Kabupaten Klaten Tahun 2008, Program Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana,Universitas Negeri Surakarta.
Sampah adalah benda yang bersifat padat, sudah tidak dipakai lagi atau harus dibuang sebagai hasil kegiatan manusia. Penimbulan sampah semakin meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk dan gaya hidup masyarakat, diperkirakan setiap orang menghasilkan sampah 2,97 liter/hari. Volume sampah di Kabupaten Klaten rata-ata perhari 871,1 M3,yang dapat dikelola oleh Dinas Kebersihan 261,16 M3 (29,98%). Rendahnya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah menyebabkan mereka membuang ke sungai,atau tempat-tempat tertentu sehingga menimbulkan bau busuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan pengelolaan sampah mandiri terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
Penelitian ini merupakan penelitian Experiment Semu dengan pendekatan One Group Pretest – Postest Design. Jumlah sample sebanyak 68 responden terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelopok perlakuan dan kelompok kontrol. Pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku menggunakan kuaesioner yang sebelumnya dilakukan ujicoba kepada 40 responden,kuesioner dinyatakan valid dan reliable. Pengukuran Pengetahuan,Sikap dan Perilaku dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu sebelum dan sesudah penyuluhan, frekuensi penyuluhan dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada bulan Mei s/d September 2008.
Hasil Penelitian yaitu sebelum dilakukan penyuluhan nilai rata -rata Pengetahuan, Sikap dan Perilaku kedua kelompok relatif sama, setelah penyuluhan pada kelompok perlakuan nilai rata-rata pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok perlakuan menjadi lebih tinggi. Setelah dilakukan analisis uji beda menggunakan t test tidak terikat diperoleh t hitung pengetahuan 3,904 (p<0,05), t hitung sikap 46,025 (p<0,05) dan t hitung perilaku 5,622 (p<0,05) hal ini menunjukkan perbedaan bermakna sebelum dan sesudah penyuluhan.
Kesimpulan penelitian yaitu peningkatan pengetahuan,sikap dan perilaku kelompok perlakuan sebagai hasil penyuluhan.Implikasi penelitian adalah memberikan dasar bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten untuk penyusunan program penyuluhan. Saran yang diajukan peneliti agar pemerintah menggalakan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku sehingga dapat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah mandiri.. Kepada Peneliti lain agar mengkaji lebih dalam dan membandingkan berbagai metode penyuluhan.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih, karena
berkat Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan
judul “ Pengaruh Penyuluhan Pengelolaan Sampah Mandiri Terhadap
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan
Klaten Selatan Kabupaten Klaten “.
Dalam penyusunan tesis penulis mendapatkan banyak bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
menghaturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H Sigit Santosa, MPd, Ketua Program Studi
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan sebagai
Pembimbing II yang banyak memberikan arahan dalam penyusunan
tesis.
2. Bapak Prof. Dr. Budiyono, MSc, Pembimbing I Penyusunan Tesis
yang telah banyak memberikan arahan dalam penyusunan tesis.
3. Bapak Prof. Dr. H Soegiyanto, SU, Sekretaris Program Studi
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Penguji.
4. Bapak Prof. Drs Indro Wuryatno,MSi, sebagai Penguji yang
memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan.
5. Ibu Dr. Lucky Herawati, SKM.MSc, Direktur Politeknik Kesehatan
Depkes Yogyakarta, yang telah memberikan ijin mengikuti Pendidikan
di Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan bekal pengetahuan untuk
penyusunan tesis.
viii
7. Bapak Camat Klaten Selatan, Kepala Puskesmas Klaten Selatan dan
Kepala Desa Jetis yang telah memberikan ijin melakukan penelitian
untuk penyusunan tesis.
8. Isteri dan anak – anak tercinta yang telah memberikan dukungan
selama penulis mengikuti pendidikan Program Studi Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Staf dan Karyawan pada Program Studi Pendidikan Kependudukan
dan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan dan kemudahan
penyusunan tesis.
10. Semua Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta, angkatan September 2007 atas dukungan dan
kebersamaan kita selama pendidikan.
Penulis menyadari bahwa tesis tidak sempurna, maka saran yang
kontrukstif sangat penulis harapkan guna perbaikan selanjutnya. Akhirnya
penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna bagi yang
membutuhkan.
Surakarta, Nopember 2008
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL iLEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBINGLEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI
iiiii
PERNYATAAN ivABSTRAC vKATA PENGANTAR viiDAFTAR ISI ixDAFTAR GAMBAR xiDAFTAR TABEL xiiDAFTAR GRAFIK xiiiDAFTAR LAMPIRAN xivBAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………B. Identifikasi Masalah ………………………………..C. Pembatasan Masalah ……………………………D. Perumusan Masalah ………………………………E. Tujuan Penelitian …………………………………F. Manfaat Penelitian …………………………………
179
101011
BAB II LANDASAN TEORIA. Kajian Teori
1. Pengetahuan Tentang Sampah ……………2. Sikap Pada sampah …………………………3. Perilaku …………………………………………4. Penyuluhan …………………………………….5. Sampah ………………………………………...6. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
B. Penelitian Yang Relevan …………………………C. Kerangka Berpikir …………………………………D. Perumusan Hipotesis ………………………………
12121826293447606163
BAB III METODOLOGI PENELITIANA. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………
1. Tempat Penelitian …………………………….2. Waktu Penelitian ………………………………
B. Metode Penelitian…………………………………C. Populasi dan Sampel ……………………………
1. Populasi ……………………………………….2. Sampel …………………………………….…..
D. Variabel Penelitian ………………………………1. Jenis Variabel …………………………………2. Definisi Operasional Variabel ………………
65656565666666676768
x
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………1. Angket …………………………………………2. Langkah Penyusunan angket ………………
F. Validitas dan Reliabilitas ………………………….1. Validitas ………………………………………2. Relialibilitas …………………………………..
G. Teknik Analisis Data ………………………………
69697276767980
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………2. Kependudukan …………………………………..3. Karakteristik Responden ………………………
B. Analisis Data1. Analisis Deskriptif ……………………………..2. Analisis Kuantitatif ………………………………
83838386959597
C. Pembahasan 1021. Pengetahuan Responden ……………………2. Sikap Responden ………………………………3. Perilaku Responden ……………………………
102105107
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARANA. Kesimpulan …………………………………………B. Implikasi …………………………………………….C. Saran ………………………………………………..
111113114
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 116
xi
DAFTAR GAMBAR
HalamanGambar 2.1 Tahapan Penyuluhan ………………………… 32
Gambar 2.2 Hubungan Penimbulan Sampah dan
pembangunan ………………………………..
35
Gambar 2.3 Sistem dan Mekanisme Peranserta
Masyarakat dalam Pengelolaan sampah……
51
Gambar 2.4 Hubungan antar Elemen Fungsional dalam
Sistem Pengelolaan Sampah…………………
55
Gambar 2.5 Kerangka Pikir Penelitian…………………….. 63
xii
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 3.1 Skor Penilaian Sikap Responden ………….. 75Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Validitas Pengetahuan tentang
Sampah dan Pengelolaan Mandiri ……………………. 77Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Uji Validitas Sikap ………………… 78Tabel 3.4 Hasil Validitas Perilaku Responden ……………. 79Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Pengetahuan,Sikap dan Perilaku
responden ………………………………………………… 81Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten
Selatan Kabupaten Klaten berdasar umur dan Jenis Kelamin……………………………………………………. 84
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Pekerjaan …… 85
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Pendidikan…… 86
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Pekerjaan…………………………………… 87
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Pendidikan………………………………… 88
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Umur…………………………………………… 89
Tabel 4.7 Distribusi Tingkat Pengetahuan responden Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……….. 90
Tabel 4.8 Distribusi Sikap responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……….. 92
Tabel 4.9 Distribusi Perilaku responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten……… 94
Tabel 4.10 Distribusi Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……… 96
Tabel 4.11 Distribusi Pekerjaan,Pengetahuan,Sikap dan Perilaku responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……………………………… 97
Tabel 4.12 Tabel t test Pengaruh Penyuluhan Pengelolaan Sampah Mandiri Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten……..…………………….. 98
xiii
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 5.1 Pengetahuan Responden Tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri di desa jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Sebelum dan Setelah Penyuluhan…………… 104
Grafik 5.2 Sikap Responden Tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri di desa jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Sebelum dan Setelah Penyuluhan………………………. 107
Hrafik 5.3 Perilaku Responden Tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri di desa jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Sebelum dan Setelah Penyuluhan……………………………. 108
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
HalamanLampiran 1 : Kuesioner Penelitian Pengaruh Penyuluhan
tentang Pengelolaan Sampah Mandiri terhadap Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten ……………………. 121
Lampiran 2 : Data Ujicoba Kuesioner Penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang Pengelolaan Sampah Mandiri terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten ……………. 128
Lampiran 3 : Hasil analisis Korelasi Product Moment ujicoba kuesioner Pengetahuan,Responden Desa Jetis, Kecamatan Klaten selatan, Kabupaten Klaten ……………………………... 131
Lampiran 4 : Perhitungan uji Validitas Variabel Pengetahuan tentang sampah……………….. 134
Lampiran 5 : Hasil Uji Korelasi Product Moment Sikap, Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten…………………….. 136
Lampiran 6 : Hasil Ujibeda Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten pada Awal dan Akhir Penelitian ………………………….. 139
Lampiran 7 : Perhitungan Reliabilitas Kuesioner variabel Pengetahuan tentang sampah……………….. 140
Lampiran 8 : Hasil Uji Normalitas Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten pada Awal dan Akhir Penelitian…………………………... 141
Lampiran 9a-9c
: Tabel Perhitungan Varian dan Uji T test Pengetahuan tentang sampah, Sikap dan Perilaku Pengelolaan sampah mandiri Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten…………………….. 142
Lampiran 10a-10c
: Perhitungan nilai t test Pengetahuan,sikap dan Perilaku reponden. ………………………. 145
Lampiran 11 : Data Pengetahuan tentang sampah, Sikap dan Perilaku Pengelolaan sampah mandiri Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten…………………… 148
Lampiran 12 : Surat Ijin Penelitian dari Bappeda Kabupaten Klaten …………………………………………… 149
xv
Lampiran 13 : Surat Pernyataan telah melakukan Penelitian dari Puskesmas Klaten Selatan………………
Lampiran 14 : Materi Penyuluhan Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……………………
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aktivitas penimbulan sampah (waste generation) dari hari ke hari
terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
perkembangan gaya hidup masyarakat. Tidak tersedia data berapa
persisnya jumlah timbulan sampah di Indonesia. Namun diperkiraan
timbulan sampah di kota - kota besar Indonesia seperti Jakarta, Bandung
dan Surabaya pada tahun 2007 diperkirakan per kapita berkisar 2,97
liter/orang/hari, sehingga dengan jumlah penduduk Jakarta sekitar 12 juta
jiwa, banyaknya sampah yang dihasilkan lebih dari 35 juta liter yang
disetarakan dengan 26,945 m3 atau kurang lebih 6.000 ton dan
diperkirakan akan terus bertambah hingga diperkirakan jumlah sampah
sampah pada tahun 2015 adalah 6.678 ton. (http/kompas,08-11-2007).
Menurut data timbulan sampah DKI tahun 2005 menunjukkan bahwa
sumber sampah terbesar adalah permukiman (52,97%), perkantoran
27,35%) Industri 8,97%) dan sekolah 5,32%), sedangkan berdasarkan
komposisi sekitar 55,37% adalah sampah oraganik dan sisanya 44,63%
sampah anorganik (http/kompas 9-11-2006). Berdasarkan data tersebut,
maka kebutuhan akan lahan untuk lokasi pembuangan sampah menjadi
semakin luas. Kondisi ini akan menjadi masalah besar karena jika
diperhatikan jumlah lahan kosong yang tersedia justru semakin
sempit.Selain itu, berdasarkan data dari Dinas Kebersihan DKI jumlah
2
sampah yang dapat diangkut ke TPA berkisar antara 70 – 85%
(http/www.com/Bentra,18-4-2008).
Sampah merupakan salah satu penyebab kerusakan alam dan
lingkungan yang menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, terutama
dampak terhadap kesehatan, lingkungan hidup dan estetika. Timbunan
sampah di lahan-lahan kosong, dapat menimbulkan bau busuk dan
mengundang lalat-lalat yang kemudian dapat menjadi vektor penyakit
pencernaan. Sampah yang dibuang atau dihanyutkan ke sungai dapat
menghambat aliran air sungai sehingga bila musim penghujan datang bisa
menyebabkan banjir. Resapan air dari kotoran sampah, juga berpengaruh
terhadap kualitas tanah, sehingga tanah di sekitar tempat penumpukan
sampah dapat tercemar. Demikian pula sampah-sampah plastik yang
tidak mudah terurai oleh tanah, akan mengakibatkan pencemaran tanah.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik, tidak sekedar berdampak negatif
terhadap kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup,tetapi juga
memberikan kesan negatif bila dipandang dari sudut estetika atau
keindahan. Sampah yang berserakan di jalan, halaman rumah,
memberikan kesan 'kumuh' bagi lingkungan
Beberapa peristiwa tercatat terjadi sebagai akibat dari kelalaian
sebagian manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebutlah
misalnya banjir tahunan yang melanda ibukota Jakarta dan kota – kota
lain di Indonesia. Sebagian besar pengamat menganalisis bahwa banjir
yang terjadi disebabkan oleh kesewenangan manusia yang dengan
3
seenaknya membuang sampah sembarangan (Eko Bramono,2007). Hal
ini sesuai dengan hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang
Kompas 26-27 Januari 2005, hasilnya menunjukkan bahwa sikap disiplin
dari masyarakat sendirilah dipandang sebagai faktor utama penyebab
banjir (51%). Sedangkan faktor peran serta pemerintah dan faktor alam
(curah hujan) dianggap hanya oleh 22 dan 27 % responden sebagai
penyebab banjir (http/kompas,29-1-2005).
Pada dasarnya mengelola sampah secara baik merupakan
tanggung jawab setiap individu manusia yang memproduksi sampah,
dalam hal ini sampah padat, yang dapat dihasilkan oleh rumah tangga,
industri perusahaan, perkantoran, pabrik, pasar, dan sebagainya.
Sehingga sesuai dengan prinsip bahwa sampah harus dikelola sedekat
mungkin dengan sumber sampah. Oleh karena itu, berbagai elemen
memiliki tanggung jawab untuk turut serta dalam pengelolaan sampah,
terutama elemen rumah tangga, yang menurut berbagai sumber
merupakan produsen terbesar penimbul sampah padat.
Di Kabupaten Klaten diperkirakan rata-rata jumlah sampah yang
dihasilkan per hari 871,1 m3. Dari jumlah tersebut jumlah sampah yang
dapat ditangani setiap hari hanya sekitar 261,16 m3 atau 29,98 % saja
yang tertangani dan dibuang ke Tempat pembuangan akhir (TPA) oleh
Sub Dinas Kebersihan, Dinas Pekerjaan Umum. Hal ini dikarenakan
jumlah armada pengangkut sampah yang dimiliki oleh Dinas PU
Kabupaten Klaten hanya 13 unit dump truck dan 5 unit pick up (Dinas PU
4
Kabupaten Klaten 2005:42). Selebihnya, sebanyak 609,94 m3 atau
70,02% diserahkan kepada masyarakat untuk menanganinya. Dalam
pengelolaan sampah oleh masyarakat selama ini ditimbun atau di bakar
di halaman dan sebagian yang lain dibuang ke sungai atau selokan.
Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan selama ini
belum mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah oleh Sub Dinas
Kebersihan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten. Mereka
mempunyai kebiasaan membuang sampah di kebun, sebagian lain
dibuang ke selokan. Akibat dari pengelolaan sampah yang demikian telah
menjadikan lingkungan menjadi kotor dan terkesan tidak sehat.
Mengelola sampah bukan sekedar teknis namun diperlukan
knowledge dan attitude,memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang
benar tentang sampah, adanya sikap terhadap sampah dan pengelolaan
sampah secara benar sehingga menumbuhkan perilaku dan peran serta
masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah secara mandiri
(Satriadharma, 2008). Penyuluhan kepada masyarakat menjadi sangat
penting agar masyarakat dapat mempunyai pengetahuan tentang
pengelolaan secara benar, sikap terhadap pengelolaan sampah yang
semakin positif dan perilaku pengelolaan sampah.
Dengan demikian, adanya peran serta masyarakat dalam
pengelolaan sampah menjadi sangat penting. karena masyarakat
bertanggung jawab untuk mengelola sampahnya sendiri sebanyak 70,02%
dari jumlah sampah, lebih besar daripada tanggung jawab pemerintah,
5
yakni hanya 29,98% saja dari total sampah yang dapat ditangani.
Persepsi masyarakat bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab
pemerintah harus dirubah. Demikian pula adanya persepsi masyarakat
mengenai kebersihan lingkungan haruslah meningkat tidak sekedar
memperhatikan kebersihan sekitar rumahnya saja, tetapi juga harus ada
kesadaran bahwa kebersihan lingkungan sekitar juga mendukung
terciptanya kebersihan rumah. Dengan pengelolaan sampah mandiri yang
baik akan dapat menciptakan rumah yang indah dalam lingkungan yang
bersih.
Upaya yang baik untuk mengatasi masalah besarnya sampah
adalah dengan menangani sampah langsung pada sumbernya, yaitu
rumah tangga sebagai penghasil sampah terbesar. Upaya-upaya ini telah
menjadi salah satu alternatif yang telah dilakukan di beberapa negara,
terutama yang memiliki penduduk cukup padat, dengan beralih pada
manajemen pengelolaan sampah yang lebih baik dengan pendekatan
partsipatif (participatory), yaitu melalui proses pemilahan sampah pada
sumbernya, dengan cara meminimalkan penimbulan sampah (reducer),
pemanfaatan sampah (reuse) dan daur ulang (recycle).
Sebenarnya berbagai keuntungan dan manfaat dapat diperoleh
dengan mengelola sampah secara baik. Sebagai contoh, dapat dilihat
fakta sampah di negara maju seperti Amerika Serikat sebagai penghasil
sampah terbesar di dunia, yaitu 4,4 pon sampah per kapita. per hari.
Tahun 2001 produksi sampah mencapai 229 juta ton,meningkat hampir
6
dua kali produksi sampah tahun 1960. Sekitar 30% sampah didaur ulang,
15% dibakar, dan 56% dibuang ke TPA. Pada tahun 1999, daur ulang dan
pengomposan mengurangi 64 juta ton sampah yang seharusnya dikirim
ke TPA.Sekarang ini,prosess daur ulang dilakukan terhadap 30% produksi
sampah. Persentase ini meningkat dua kali lipat dibandingkan kondisi 15
tahun yang lalu. Jumlah TPA berkurang dari 8.000 lokasi pada 1998
tinggal menjadi 1.858 lokasi pada tahun 2001 dengan kapasitas yang
relatif sama. (Noorkamilah,2005:4)
Berbagai manfaat dari pengelolaan sampah secara swadaya juga
telah dirasakan oleh warga masyarakat kampung Sukunan, Kecamatan
Gamping Kabupaten Sleman, yang telah melaksanakan kegiatan
pengelolaan sampah secara mandiri. Sebutlah diantaranya, manfaat
ekonomis. Sebelum melaksanakan pengelolaan sampah secara mandiri
setiap keluarga ditarik restribusi sampah sebesar Rp 3000,-/bulan.
Jumlah keluarga di Kampung Sukunan sebanyak 210 KK, sehingga setiap
bulan menghemat Rp 630.000,-. Manfaat lain yang dirasakan warga
Kampung Sukunan adalah manfaat ekologis, yakni penghijauan yang
dilakukan warga dengan memanfaatkan kompos hasil pengolahan
sampah organik. Kemudian manfaat sosial, yakni adanya aktivitas
bersama warga yang kemudian meningkatkan rasa kebersamaan warga.
Selain itu juga ternyata menumbuhkan spiritual, yakni beralihnya aktivitas
negatif pemuda ke dalam aktivitas positif dengan menghasilkan berbagai
7
karya cipta seperti membuat lukisan di tong-tong sampah dan tempat
pembuangan sampah.
Mengingat begitu pentingnya pengelolaan sampah guna menjaga
lingkungan hidup bagi kelangsungan dan kesehatan manusia, maka
penulis mencoba untuk mengadakan penyuluhan guna meningkatkan
pengetahuan tentang lingkungan dan menumbuhkan sikap terhadap
lingkungan untuk berpartispasi melakukan pengelolaan sampah secara
mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
Tujuan jangka menengah dari penyuluhan yang dilakukan adalah
terbentuknya budaya dan perilaku pengelolaan smpah secara mandiri,
tujuan jangka panjang adalah terwujudnya lingkungan yang bersih dan
sehat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis dapat
mengemukakan identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Aktivitas penimbulan sampah semakin hari semakin bertambah seiring
bertambahnya jumlah penduduk dan gaya hidup masyarakat. Pada
tahun 2007 di Kabupaten Klaten jumlah sampah yang dihasilkan kira-
kira setiap hari sebanyak 871,1 m3, yang dapat ditangani oleh Sub
Dinas Kebersihan kira-kira 261,16 m3 atau 29,98%.
2. Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten
selama ini membuang sampah di kebun dan sungai. Hal ini
dikarenakan mereka tidak mendapatkan pelayanan pengelolaan
8
sampah. Disamping itu, juga mungkin disebabkan karena kurangnya
pengetahuan mereka tentang sampah dan pengelolaannya, sikap
terhadap sampah yang kurang baik, sehingga tidak mengelola sampah
dengan benar.
3. Sikap terhadap sampah antara manusia yang satu dengan yang lain
berbeda. Seseorang yang memiliki sikap positif terhadap pentingnya
menjaga kebersihan lingkungan mempunyai kecenderungan lebih
peduli tehadap pengelolaan sampah. Apakah ada pengaruh
penyuluhan terhadap sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah
mandiri di Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten?
4. Pengelolaan sampah secara mandiri berbasis lingkungan memberikan
keuntungan ekonomi, memberikan keuntungan ekologi yaitu berupa
kebersihan lingkungan dan keindahan, serta keuntungan sosial.
Apakah penyuluhan berpengaruh terhadap pengetahuan tentang
sampah, sikap terhadap pengelolaan sampah dan perilaku masyarakat
melakukan pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis, Kecamatan
Klaten Selatan, Kabupaten Klaten?
5. Penyuluhan sebagai kegiatan yang memberikan informasi kepada
masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan tentang sampah,
menimbulkan sikap yang baik terhadap sampah dan pada akhirnya
diharapkan adanya perilaku yang benar dalam pengelolaan sampah.
9
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis dapat
menyusun pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Penyuluhan adalah kegiatan untuk menyampaikan informasi
berkaitan dengan jenis sampah, sumber sampah, bahaya yang timbul
dari sampah yang tidak dikelola dengan baik, cara-cara pengelolaan
sampah .
2. Sikap tentang pengelolaan sampah adalah suatu keadaan
masyarakat yang memiliki pengetahuan (kognitif), perasaan (afektif)
dan kecenderungan (konatif) untuk mendukung atau memihak
terhadap usaha-usaha yang telah, sedang, dan akan dilakukan untuk
mengelola sampah secara mandiri, meliputi jenis sampah,sumber-
sumber sampah, bahaya sampah yang tidak dikelola dengan baik,
cara-cara pengelolaan sampah, dan keuntungan yang diperoleh dari
pengelolaan sampah mandiri.
3. Pengetahuan tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri
adalah segala sesuatu yang diketahui oleh masyarakat untuk
mendukung pengelolaan sampah mandiri yang tercermin pada
pengetahuan jenis sampah,sumber-sumber sampah, bahaya sampah
yang tidak dikelola dengan baik, cara-cara pengelolaan sampah, dan
keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sampah mandiri.
4. Pengelolaan sampah mandiri adalah pemisahan sampah organik dan
sampah anorganik yang ditempatkan dalam tempat sampah dalam
10
rumah tangga. Selanjutnya sampah organik dibuat kompos
sedangkan sampah anorganik dikumpulkan pada suatu tempat
menjadi milik bersama.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut diatas dikemukakan
perumusan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku antara
Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan pada masyarakat Desa Jetis
Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten sebelum dan sesudah
diadakan penyuluhan pengelolaan sampah mandiri?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang:
1. Pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan tentang sampah dan
pengelolaan sampah mandiri pada Kelompok Perlakuan masyarakat
Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten.
2. Pengaruh penyuluhan terhadap sikap pada sampah dan pengelolaan
sampah mandiri pada Kelompok Perlakuan masyarakat Desa Jetis
Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
3. Pengaruh penyuluhan terhadap perilaku pengelolaan sampah
mandiri pada Kelompok Perlakuan masyarakat Desa Jetis Kecamatan
Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
11
F. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh
manfaat tentang:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya yang berkaitan dengan
peningkatan pengetahuan tentang sampah dan pengelolaan sampah
mandiri dan sikap terhadap sampah dan pengelolaan sampah
mandiri serta perilaku pengelolaan sampah mandiri dalam
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Masukan bagi Pemerintah Daerah untuk mengetahui
keberhasilannya dalam program penyuluhan bagi masyarakat
khususnya dalam pengelolaan sampah mandiri.
b. Masukan bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan
dan strategi pengelolaan di bidang Kependudukan dan
Lingkungan Hidup khususnya tentang pengelolaan sampah
mandiri.
c. Bahan acuan dan informasi bagi masyarakat pada umumnya
tentang pengelolaan sampah mandiri bagi kelestarian
lingkungan hidup.
d. Bagi Peneliti berikutnya hasil penelitian ini dapat dipergunakan
sebagai acuan untuk kajian lebih mendalam.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengetahuan Tentang Sampah
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari suatu usaha untuk tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan melalui panca
indera terutama penglihatan dan pendengaran terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi
terbentuknya tindakan seseorang, sehingga perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru disadari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng (long lasting) atau sebaliknya (Soekidjo
Notoatmodjo 2003:122)
Menurut Roger dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003:128) health
belief model merupakan model kognitif yang berarti bahwa pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh informasi baik secara langsung maupun
tidak langsung dari lingkungan maupun dari hasil belajar. Kemungkinan
individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara
langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health
belief) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit serta pertimbangan
tentang keuntungan dan kerugian (benefit and cost). Ancaman tersebut
dipengaruhi oleh salah satu variabel struktural yaitu pengetahuan dan
pengalaman tentang masalah yang dihadapi
13
Hakekat dari pengetahuan menurut Jujun S Surisumantri
(1998:104) adalah sebagai berikut:
"Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Bahkan seorang anak kecilpun telah mempunyai pegetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasan".
Manusia adalah satu-satunya mahkluk yang dapat
mengembangkan pengetahuannya sehingga manusia akan mengetahui
mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik mana yang
buruk, serta mana yang indah dan mana yang tidak indah. Selanjutnya
dengan kemampuan menalar yang dimiliki, manusia akan menentukan
pilihan terhadap apa yang akan diperbuat.
Manusia selalu dituntut mengembangkan pengetahuannya dalam
mengatasi kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya. Manusia memikirkan
hal-hal baru, mengembangkan kebudayaan, memberi makna kepada
kehidupan, memanusiakan diri dalam hidupnya yang kesemuanya itu
pada hekekatnya untuk mencapai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari
sekedar kelangsungan hidupnya.
Pengertian sampah secara umum adalah semua benda/barang
yang dihasilkan oleh karena kegiatan manusia dan tidak diinginkan lagi
dan harus dibuang. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat
tentang sampah dan pengelolaan sampah kurang benar, karena seperti
14
dengan benda lain sampah memerlukan penanganan agar dapat
dipergunakan dan tidak menimbulkan masalah.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa:
"Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya". Ruang merupakan
sesuatu dimana berbagai komponen lingkungan hidup termasuk
didalamnya keberadaan sampah yang menempati dan melakukan proses.
Dengan demikian dimanapun terdapat komponen lingkungan hidup maka
disitu terdapat ruang yang mengitarinya, sehingga antara ruang dan
komponen lingkungan merupakan satu kesatuan (Supriadi, 2006 : 338).
Manusia adalah makhluk berpikir, dan dalam berpikir manusia
mampu mengakumulasikan, mengembangkan dan menggunakan
pengetahuan untuk kepentingan hidupnya. Manusia dalam hidupnya
senantiasa menghadapi persoalan yang timbul dari gejala alam yang
dilihatnya. Manusia ingin selalu mencari pemecahan masalahnya atau
manusia adalah makhluk yang tidak mau bermasalah. Persoalan-
persoalan tersebut dapat berkaitan dengan dirinya sendiri, benda-benda
dan gejala alam disekitarnya. Jawaban atau jalan keluar dari persoalan
tersebut akan menjadi pengetahuan yang dimiliki manusia. Pegetahuan ini
dapat dijadikan sumber jawaban atas timbulnya persoalan persoalan baru
15
yang dapat muncul pada masa-masa berikutnya, manusia memiliki cara
untuk menyeleksi pengetahuan mana yang cocok untuk memecahkan
persoalan dalam kehidupannya. Dengan demikian pengetahuan itu dapat
terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi itu
sendiri.
Pengetahuan merupakan hasil dari kegiatan keilmuan (pikiran)
yang mengkombinasikan sensasi-sensasi pokok (Jujun S Surisumantri.
1998:57). Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang secara
empiris sesuai dengan objeknya. Manusia mencari pengetahuan dengan
harapan dapat membantu memecahkan masalah kehidupan yang
dihadapinya. Pengetahuan termasuk aspek kognitif dalam psikologi
Menurut Bloom dan kawan-kawan dalam Soekidjo Notoatmodjo
(2005:50) ranah kognitif (cognitive domain) meliputi : 1) pengetahuan
(knowledge); 2) pemahaman (comprehension); 3) penerapan (application);
4) sintesis (synthesis); 5) Analisis (analysis); 6) evaluasi (evaluation).
a. Mengetahui (know)
Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Tahu
artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalaman tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari digunakan kata kerja antara
lain : menyebutkan, menguraikan dan sebagainya. Misalnya ibu rumah
16
tangga dapat menyebutkan jenis sampah, sumber-sumber sampah,
hubungan sampah dengan kesehatan lingkungan, dll
b. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu
objek, harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan
mengapa sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan
masalah kesehatan
c. Aplikasi (application)
Aplikasi merupakan kemampuan menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain. Misalnya dapat melakukan berbagai kegiatan untuk
pengelolaan sampah
d. Analisis (analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi tersebut, serta berkaitan satu dengan yang lain.
Untuk menguji kemampuan analisis ini dapat digunakan kata kerja : dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan dan sebagainya, misalnya
dapat membedakan jenis sampah organik dan anorganik.
17
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan,
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan suatu
kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya kepala keluarga bisa melakukan
evaluasi hasil kegiatan pengelolaan sampah mandiri.
Selanjutnya bagi masyarakat yang belum mengetahui cara
pengelolaan sampah seagai unsure lingkungan, dapat diberikan
penyuluhan oleh pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor : 4
Tahun 1982 Pasal 9 yang berbunyi: "Pemerintah berkewajiban
menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan
tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui
penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan penelitian tentang lingkungan
hidup"
Pengetahuan diklasifikasikan oleh Stones dalam Soekidjo
Notoatmodjo (2003 : 152) menjadi : a) pengetahuan hal-hal khusus
meliputi: 1) pengetahuan istilah; 2) pengetahuan fakta khusus; b)
pegetahuan cara dan alat untuk melakukan hal khusus meliputi: 1)
18
pengetahuan konvensi; 2) pengetahuan kecenderungan, 3) pengetahuan
klasifikasi dan kategori, 4) pengetahuan tolok ukur, 5) pengetahuan
metodologi; dan c) pengetahuan hal-hal umum.
2. Sikap pada Sampah
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif respon hanya akan
timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya reaksi individual. Respons evaluatif berarti bahwa
bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya disadari oleh
proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap
stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan
tidak menyenangkan yang kemudian mengkristal sebagai reaksi terhadap
objek sikap (Soekidjo Notoatmodjo,2003:24)
Menurut Gordon Allport dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003:125)
disebutkan sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu : a) kepercayaan
(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; b) keadaan emosional
atau evaluasi terhadap suatu objek;c) kecenderungan untuk bertindak
(trend to behave). Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap
yang utuh (total attitude) dalam penentuan sikap yang utuh ini
pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Pengetahuan ini akan membawa seseorang tersebut untuk berfikir dan
berusaha agar sampah tidak menimbulkan masalah kesehatan. Dalam
berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga
berusaha mengelola sampah dengan baik. Pengetahuan mengenai suatu
19
objek baru menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk
bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek itu. Setelah
seseorang mengetahui stimulus atau objek , maka proses selanjutnya
akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut. Oleh
sebab itu indikator untuk sikap juga berjalan dengan pengetahuannya.
Sak 1972 dalam Saifuddin Azwar (1988:9-11) salah satu aspek
yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku adalah masalah
pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Oleh
karena itu masalah pengukuran sikap mendapat perhatian khusus.
Beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan,
konsistensi dan spontanitasnya. Selanjutnya dimensi tersebut dapat
diuraikan, yaitu :
a. Sikap mempunyai arah
Artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuannya apakah setuju
atau tidak, apakah mendukung atau tidak, apakah memihak atau tidak
terhadap suatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju
mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap yang berarti
memiliki sikap yang arahnya positif. Sebaliknya mereka yang tidak
setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang
arahnya negatif.
b. Sikap memiliki intensitas
Artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum
tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang
20
sama tidak sukanya terhadap sesuatu yaitu sama-sama memiliki sikap
yang searah negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama
intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua
dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat
berbeda kedalamannya bagi setiap orang, mulai dari agak setuju
sampai pada kesetujuan yang ekstrim .
c. Sikap memiliki keluasan
Artinya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu objek
sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik
akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada
objek sikap. Seseorang dapat mempunyai sikap favorable terhadap
kegiatan pengelolaan sampah yaitu pada semua aspek penimbulan,
pemisahan dan penyimpanan. Sedangkan orang lain mungkin
mempunyai sikap positif yang lebih terbatas (sempit) dengan hanya
setuju terhadap aspek-aspek tertentu saja pada kegiatan pemisahan
sampah.
d. Sikap memiliki konsistensi
Artinya kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan
dengan responnya terhadap objek sikap yang termaksud. Konsistensi
sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat
konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu dalam waktu relatif
panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, labil dan tidak bertahan
lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. Konsistensi dalam
21
bersikap tidak sama tingkatnya pada setiap diri individu dan setiap
objek sikap. Sikap yang tidak konsisten, tidak menunjukkan
kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya. Sikap yang
mudah berubah dari waktu ke waktu sulit diinterpretasikan dan tidak
banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku individu
yang bersangkutan.
e. Sikap spontanitas
Yaitu menyangkut kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya
secara spontan. Sikap spontanitas yang tinggi apabila dapat
dinyatakan secara terbuka, tanpa harus melakukan pengungkapan
atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya. Dalam
berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan
“setuju” atau “tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak
dapat dilihat.
Berdasarkan batasan-batasan tentang sikap dapat disimpulkan
bahwa manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi sikap merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku, sikap masih merupakan reaksi tertutup bukan reaksi
terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk
22
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek tersebut .
Sikap mempunyai peranan di dalam pola-pola tingkah laku manusia
yang merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan
untuk bertindak terhadap suatu hal atau suatu obyek tertentu. Sikap ini
dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan
obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan
untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (infavourable) pada obyek tersebut (Berkowitz dalam Saifuddin
Azwar, 1988:4).
Ciri-ciri sikap antara lain :
1) sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan manusia dalam hubungan dengan
obyeknya;
2) sikap dapat berubah-ubah sehingga dapat dipelajari;
3) Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu obyek;
4) Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.
Pembentukan sikap tidak terjadi begitu saja, tetapi meialui suatu
proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu
23
dengan individu lain di sekitarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya sikap adalah faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam
diri manusia itu sendiri terutama dalam bentuk selektivitas terhadap
rangsang dari luar, dan faktor ekstern yang merupakan faktor di luar
manusia terutama situasi dan kondisi pada saat sikap dibentuk. Menurut
Mann 1969 dalam Saifuddin Azwar (1988:24-30)) sikap dapat dibentuk
atau berubah melalui berbagai cara sebagai berikut :
a. Adopsi: kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang
dan terus menerus lama kelamaan secara tertahap di serap ke dalam
diri individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap.
b. Diferensiasi: dengan berkembangnya intelejensi, bertambahnya usia,
maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang
tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap obyek tersebut dapat dibentuk
sikap tersendiri pula.
c. Integrasi: pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai
dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal
tertentu.
d. Trauma: adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang
meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang bersangkutan.
Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan
terbentuknya sikap.
e. Dalam pembentukan sikap, semakin kompleks situasinya dan semakin
banyak faktor yang ikut menjadi pertimbangan dalam bertindak,
24
semakin sulit pula menafsirkan indikator sikap seseorang. Dalam
kenyataannya tidak semua faktor harus dipenuhi untuk membentuk
suatu sikap, kadang-kadang satu atau dua faktor sudah cukup. Tetapi
makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat
terbentuknya sikap.
f. Pengertian lain tentang sikap menyebutkan bahwa sikap merupakan
konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap
suatu obyek. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik sikap yang berisi persepsi,
kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu.
Komponen afektif merupakan perasaan yang manyangkut aspek
emosional. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan
berperilaku tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen
kognitif adalah kepercayaan atau beliefs, komponen afekktif adalah
berkaitan dengan emosional atau perasaan dan komponen konatif
adalah terkait dengan perilaku atau tindakan seseorang.
g. Sesungguhnya sikap dapat dipahami labih daripada sekedar seberapa
memihak atau seberapa tidak memihak perasaan seseorang, lebih
daripada sekedar seberapa positif atau seberapa negatifnya. Sikap
dapat dipahami dari karakteristik.
Uraian di atas dapat diketahui bahwa struktur sikap terdiri dari tiga
komponen yang saling menunjang yakni komponen kognitif yang berisi
25
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar
bagi objek sikap, komponen afektif yang menyangkut masalah emosional
subyektif seseorang terhadap suatu objek sikap dan komponen konatif
yang menunjukkan bagaimana prilaku atau kecenderungan berperilaku
yang ada pada diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapinya, seperti dikemukakan oleh Fazio dan Zanna (1981) bahwa
pembentukan sikap melalui pengalaman langsung lebih berhasil daripada
sikap yang terbentuk melalui proses belajar lainnya (Sarlito Wirawan
Sarwono, 2005: 254).
Dikaitkan dengan uraian di atas, maka yang dimaksudkan dengan
sikap pada penelitian ini yaitu sikap tentang sampah dan dihubungkan
dengan pengelolaan sampah mandiri oleh masyarakat memiliki indikator-
indikator yang meliputi penimbulan sampah, hubungan sampah dengan
kesehatan, cara pengelolaan sampah (kognitif), perasaan suka atau tidak
suka dalam pengelolaan sampah mandiri, terpaksa atau tidak terpaksa,
kesukaran dan kemudahan memenuhi kebutuhan peralatan untuk
pengelolaan sampah mandiri (afektif) dan usaha-usaha yang sedang dan
akan dilakukan untuk memenuhi pengelolaan sampah mandiri sehari - hari
(konatif) masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten
Klaten.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah sebagai
berikut : sikap dilakukan oleh manusia berdasarkan motivasi tertentu dan
pengalaman belajar yang diperoleh yang di dalamnya didasari oleh
26
konsep diri yang berhubungan dengan kepribadian seseorang. Konsep diri
merupakan stuktur yang tersusun dari self atau "aku" yang dapat
berfungsi sebagai subjek dan objek. Melalui pengembangan pengalaman
dan pengaruh lingkungan sosial konsep diri tumbuh dan berkembang
membentuk gambaran diri dan ciri-ciri diri. Proses perkembangannya
mengalami abstraksi dan seleksi, sehingga tersusun konsep diri yang
mempunyai ciri kompleks atau multidimensional. Konsep diri memiliki ciri
dinamis, karena terbentuk dari unsur-unsur yang afektif, maka konsep diri
seseorang dapat dinilai positif atau negatif. Menurut pandangan
fenomologi, konsep ini tersusun dari persepsi diri yang mengandung
makna khusus dalam proses penghayatan, sehingga konsep diri juga
dapat bersifat subjektif.
3. Perilaku
a. Pengertian Perilaku
Pengertian perilaku menurut Skiner (1938) dalam Soekidjo
Notoatmodjo (2005;43) adalah respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar), dengan demikian perilaku manusia terjadi
melalui proses : Stimulus – Organisme – Respon, yang lebih dikenal
dengan teori “ S - O - R”. Selanjutnya Skiner (Bimo Walgito 2006:17)
membedakan perilaku menjadi dua yaitu :
a. Perilaku Alami atau respondent respon yaitu perilaku yang dibawa
sejak organisme dilahirkan, misalnmya apabila ada stimulus berupa
27
bau tidak sedap maka seseorang akan menutup hidung atau bila
mendengar bunyi yang keras/bising akan menutup telinga.
b. Operant respon atau instrumental yakni perilaku yang dibentuk
melalui proses belajar, seseorang akan bertindak terhadap stimuli
setelah ia mengerti dan memahami tetang fungsinya.
Selanjutnya berdasarkan teori “S–O–R“ Skiner (Notoatmojo,
Soekidjo,2003: 115) membedakan perilaku menjadi dua yaitu :
a. Perilaku tertutup (Covert behavior) yaitu bila respon yang
diberikan terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati
oleh orang lain (unobservable behavior). Respon seseorang
pada obyek masih terbatas dalam bentuk perhatian,
perasaan,persepsi,pengetahuan dan sikap terhadap stimulus.
Bentuk perilaku tertutup yang dapat diukur adalah pengetahuan
dan sikap, misalnya seseorang tahu tentang pentingnya
mengelola sampah.
b. Perilaku terbuka (Overt behavior) yaitu respon terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik yang
dapat diamati orang lain (Observable behavior), misalnya
seseorang melakukan pemilahan sampah.
Disamping formulasi tersebut diatas formulasi lain tentang perilaku
diberikan oleh Lewin (Bimo Walgito,2006:16) dengan formulasi B = f(E,O)
yaitu B adalah Behavior, f adalah fungsi, E yaitu Environment dan O
adalah Organisme. Formulasi tersebut memberikan pengertian yaitu
28
perilaku merupakan fungsi atau tergantung pada lingkungan dan
organisme bersangkutan.
Menurut Bandura (Bimo Walgito,2006:17) dan Halohan (Sarlito
Wirawan Sarwono,2005:33) bahwa ada hubungan timbal balik antara
perilaku seseorang dan lingkungan, hal ini mengandung pengertian
bahwa perilaku seseorang dapat berpengaruh pada lingkungan,
sebaliknya lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
b. Pembentukan perilaku
Seperti telah diuraikan diatas bahwa perilaku manusia kebanyakan berupa
operant respon yang perubahan dan pembentukannya sebagai hasil
belajar, maka ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk untuk
membentuk perilaku seseorang yang dikembangkan oleh Kohler (Bimo
Walgito,2006:18-19) yaitu :
a. Pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan
Yaitu pembentukan perilaku seseorang dengan cara membiasakan
diri seperti yang diharapkan. Cara ini dikembangkan oleh Pavlov,
Thorndike dan Skiner. Dalam hal pengelolaan sampah dalam penelitian ini
responden diarahkan untuk mempunyai kebiasaan memisahkan sampah
organic dan anorganik.
b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (Insight)
Adalah pembentukan perilaku seseorang/masyarakat dengan
memberikan atau meningkatkan pengetahuan. Cara inii berdasarkan atas
teori kognitif yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. Dalam
29
penelitian ini untuk membentuk perilaku pengelolaan sampah mandiri
maka responden diberikan penyuluhan agar masyarakat mempunyai
pengertian dan pengetahuan tengtang sampah dan cara pengelolaan
secara mandiri. Pembentukan cara ini dikembangkan oleh Kohler.
c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Cara pembentukan perilaku ini dilakukan dengan cara memberikan
contoh atau model. Model yang biasanya diikuti oleh masyarakat
adalah perilaku para tokoh. Dalam penelitian pengelolaan sampah
mandiri ini sebagai model adalah para Ketua RT dan RW.
Soekidjo Notoatmodjo (2003:120) mengemukakan bahwa
perubahan perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh 2 determinan
perilaku yaitu 1) determinan internal (sifat – sifat bawaan) seperti tingkat
kecerdasan, tingkat emosional dll dan 2) derterminan ekternal yaitu faktor
dari luar seperti lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi. Selanjutnya
perubahan perilaku juga dipengaruhi oleh pengetahuan,sikap yang
diperoleh.
4. Penyuluhan
a. Pengertian Penyuluhan
Penyuluhan merupakan kegiatan penunjang yang sangat penting
untuk mencapai tujuan. Penyuluhan dilakukan hampir pada setiap bidang,
sehingga ada beberapa pengertian berkaitan dengan penyuluhan antara
lain :
a. Penyuluhan dalam arti luas adalah ilmu sosial yang mempelajari
sistem dan proses individu sert masyarakat agar dapat terwujud
30
perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan.
Selanjutnya dalam Undang – Undang No. 16 Tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan, bahwa
pengertian penyuluhan adalah proses pembelajaran/pendidikan non
formal bagi pelaku utama dan pelaku usaha pertanian agar
mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang baik guna
menyelesaikan permasalahan untuk mencapai kesejahteraan manusia
(Kartono, 2008).
b. Departemen Kehutanan (2002) merumuskan Penyuluhan Kehutanan
adalah proses perubahan perilaku masyarakat agar mereka tahu, mau
dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan
produksi, pendapatan untuk mencapai kejahteraan.
c. Departemen Sosial (2007) memberikan definisi penyuluhan adalah
suatu bentuk komunikasi antar manusia secara langsung atau tidak
langsung, untuk memberikan informasi mengenai kebutuhan dan
masalah sosial serta sumber – sumber dan potensi sosial yang dapat
dipergunakan untuk mengatasi masalah.
d. Pengertian Penyuluhan menurut Departemen Kesehatan adalah
gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan
prinsip – prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan
ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang
31
bisa dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok dan
meminta pertolongan bila diperlukan (Nasrul Effendy, 1998 ; 233).
e. Menurut Azrul Azwar dalam Ircham Machfoedz dan Eko Suryani (2007
;15) Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan
yang dilakukan dengan menyebarluaskan pesan, menanamkan
keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti,
tetapi juga mau melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya
dengan kesehatan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka yang
dimaksud penyuluhan dalam penelitian ini adalah upaya memberikan
informasi, pesan untuk pengalaman belajar bagi perorangan, kelompok
dan masyarakat agar mempunyai pengetahuan tentang sampah,
persyaratan kesehatan pengelolaan sampah, cara pengelolaan sehingga
timbul sikap positif yang pada akhirnya mau ikut serta dalam kegiatan
pengelolaan sampah secara mandiri.
b. Langkah-langkah Penyuluhan
Menurut Ircham Machfoedz dan Eko Suryani (2007:63-74) agar
penyuluhan yang kita lakukan dapat berhasil dan mencapai sesuai
dengan tujuan yang dikehendaki maka dalam perencanaan perlu
diperhatikan hal – hal sebagai berikut
a. Mengenal masalah, masyarakat dan wilayah
Hal – hal penting dalam kegiatan ini adalah mengumpulkan data atau
keterangan tentang berbagai hal berkaitan dengan pengertian, sikap
32
dan tindakan individu, kelompok dan masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Selain itu juga perlu diketahui tentang karakteristik penduduk
seperti tingkat pendidikan, norma setempat, jumlah penduduk,
pekerjaan dan pola partisipasi. Hubungannya dengan wilayah yang
perlu diketahui adalah daerah terpencil, daerah perbatasan,daerah
pedesaan atau daerah perkotaan.
b. Menentukan prioritas
Prioritas dalam penyuluhan harus sejalan dengan prioritas masalah
yang akan dipecahkan. Dalam penelitian ini ditentukan bahwa prioritas
yang menjadi pokok bahasan adalah pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah.
c. Menentukan Tujuan
Secara sederhana tahapan penyuluhan dapat digambarkan sebagai
berikut :
PK
Gambar 2.1 : Tahapan Penyuluhan
Seperti nampak pada skema tersebut bahwa tujuan penyuluhan
jangka panjang adalah terciptanya kebersihan lingkungan, tujuan
jangka menengah adalah perilaku yang baik dalam pengelolaan
sampah mandiri dan tujuan jangka pendek adalah adanya
pengetahuan, sikap dan norma yang baik dalam pengelolaan sampah
mandiri.
PKMKelompok sasasan
Hasil Antara :Pengertian,Si
kap dan Norma
Perilaku mengelola sampah
LingKunganBersih
33
d. Menentukan sasaran Penyuluhan
Dalam penyuluhan yang dimaksud dengan sasaran penyuluhan adalah
kelompok sasaran yaitu kelompok masyarakat yang diharapkan dalam
kegiatan yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini sebagai kelompok
sasaran adalah ibu rumah tangga karena kelompok ibu merupakan
pelaksana atau orang yang paling dekat dengan sampah rumah
tangga. Selain itu sebagai kelompok sasaran yang diharapkan dapat
membantu dalanm kegiatan ini adalah ketua RT, Ketua RW dan orang-
orang yang telah ditunjuk oleh kelompok.
e. Menentukan isi penyuluhan
Setelah tujuan dan sasaran ditentukan maka dapat dirumuskan isi
penyuluhan. Dalam menyusun isi penyuluhan perlu dipahami dasar-
dasar komunikasi sehingga isi penyuluhan mudah ditangkap dan
dipahami.
f. Menentukan Metode penyuluhan
Setalah isi penyuluhan disusun, maka perlu dirancang cara untuk
menyampaikan pesan-pesan kepada sasaran agar tujuan penyuluhan
tercapai. Untuk tujuan pengertian metode yang dipergunakan dapat
berupa penyuluhan lesan atau tertulis. Jika tujuannya untuk
mengembangkan sikap positif maka metode yang cocok untuk
penyuluhan adalah secara visual. Sedangkan untuk tujuan ketrampilan
maka penyuluhan dilakukan dengan cara keterlibatan.
g. Menentukan Media Penyuluhan
34
Penggunaan media dimaksudkan untuk mempermudah penyampaian
pesan. Media yang biasa dipergunakan dalam penyuluhan adalah
leaflet, poster dll. Sesuai dengan tujuan penyuluhan dalam penelitian
ini maka media yang dipergunakan selain leaflet, juga visualisasi serta
latihan langsung.
h. Membuat Jadwal pelaksanaan
Setelah pokok-pokok kegiatan penyuluhan ditetapkan, termasuk
waktu, tempat dan pelaksanaannya maka perlu dibuat jadwal, selain
dipergunakan sebagai alat untuk monitoring, penyusunan jadwal dapat
dipergunakan untuk mengendalikan kegiatan dan kendala.
5. Sampah
a. Sampah dan Kesejahteraan Sosial
Sebelum membahas mengenai sampah, akan diulas sekilas
terlebih dahulu tentang lingkungan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari masalah sampah. Lingkungan, oleh beberapa ahli diberi pembatasan
sebagai segala sesuatu atau kondisi, yang ada di sekeliling organisme
atau kelompok organisme hidup, yang mempengaruhi perkembangan
kehidupannya (Sudarso,1985:2). Dari lingkunganlah sumber-sumber
penghidupan manusia berasal, sehingga ada keterkaitan yang erat antara
manusia dengan lingkungannya.
Menurut Eko Budi Susilo (2003:43-44) manusia akan bisa
mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya, lingkungan hidup
juga bisa mempengaruhi watak dan sifat manusia. Oleh karena itu, setiap
35
perubahan dalam lingkungan itu sendiri lebih banyak ditentukan sikap
maupun perlindungan manusia terhadap alam dan lingkungannya.
Dalam konteks pembangunan sosial, terdapat hubungan yang erat
antara pembangunan dengan masalah lingkungan. Lingkungan (ecology)
merupakan satah satu prinsip dasar yang harus dipertimbangkan- dalam
pengembangan. Sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang
sering muncul terkait dengan pembangunan untuk mencapai
kesejahteraan, karenanya belakangan ini sampah mendapatkan perhatian
yang cukup serius terutama di kota-kota besar memasukkan sampah
kedalam masalah tersendiri yang cukup serius dalam bidang ilmu
kesejahteraan sosial (Suwito,1987:4), hubungan penimbulan sampah dan
pembangunan seperti terlihat pada gambar 2.2 berikut :
Dalam skema tersebut nampak bahwa terdapat suatu kaitan antara
komponen yang satu dengan lainnya, terutama antara teknologi,
lingkungan, sampah dan kesejahteraan manusia. Oleh sebab itu agar
Lingkungan
SDM
SDA
Sampah
IPTEKS
Jasa
Barang
Kesejahteraan
Sampah
36
upaya dalam mencapai kesejahteraan benar-benar terwujud, maka
komponen-komponen tersebut perlu dijaga keseimbangannya.
Sebagai sesuatu yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia,
maka sampah merupakan limbah yang tidak hanya dihasilkan dari level
yang paling kecil, yakni rumah tangga, tetapi juga dihasilkan dari limbah
industri perusahan-perusahaan multinasional, yang kemudian menjadi
masalah lingkungan yang cukup rumit dari tingkat rumah tangga,
komunitas, kota dan bangsa, bahkan dunia. Terlebih tahun 2025 telah
dicanangkan sebagai tahun zero waste (bebas sampah) dunia. Dengan
demikian, mengelola sampah menjadi tantangan tersendiri bagi
masyarakat dewasa ini. Bahkan Inoguchi,Takashi, dkk (2003:5)
menyebutkan bahwa mengelola sampah merupakan salah satu tantangan
yang harus dihadapi oleh masyarakat yang berwawasan ekologi.
barangkali Indonesia perlu belajar dari Tokyo yang menyebut salah satu
indicator masyarakat berwawasan ekologi adalah; sebuah masyarakat
yang berusaha kembali ke alam dengan membuang sampah yang telah
diolah atau didaur ulang untuk memperkecil beban lingkungan
Berbagai kasus terjadi akibat pengelolaan sampah yang kurang
baik, cukuplah sebagai bukti adanya hubungan yang erat antara sampah
dengan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, penuturan seorang warga
yang bertempat tinggal di sekitar TPA Kelurahan Kapuk, Cengkareng,
Jakarta Barat, Sebagai berikut: "disini bukan hal yang aneh jika ada warga
yang paru parunya kena flek (diselimuti kabut)" kata Yati, warga RT 06
37
RW 04. Hal senada disampaikan Ana (30) warga RT 06 yang lain :
"Januari lalu dokter bilang paru-paru saya sudah berlubang. Setelah tahu
dimana saya tinggal, dia menyatakan penyakit saya disebabkan tumpukan
sampah di dekat rumah" katanya (Hernowo,2005).
Kutipan tersebut hanyalah contoh kecil betapa sampah. yang tidak
dikelola dengan baik dapat berakibat buruk bagi kesehatan masyarakat.
Dalam kaitan dengan hal ini, maka berbagai upaya perlu dilakukan agar
masyarakat dapat meraih kesejahteraannya (sosial). Kesejahteraan sosial
yang dimaksud menurut Midgley,James (2005:19) adalah suatu kondisi
sosial dan bukan sekedar kegiatan amal yang dilakukan kelompok-
kelompok philantropi, juga bukan bantuan publik yang diberikan
pemerintah. Kondisi kesejahteraan sosial akan terjadi ketika keluarga,
semua masyarakat mengalami: kesejahteraan sosial. Kesejahteraan
Sosial itu sendiri dalam arti yang sangat luas mencakup berbagai tindakan
yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, yang
tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut
memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual (Isbandi
Rukminto Adi, 2002:40).
Kesejahteraan sosial dapat ditinjau dari berbagai aspek, baik
sebagai gerakan, ilmu, suatu keadaan (kondisi) maupun kegiatan Sebagai
suatu kegiatan, menurut Isbandi Rukminto Adi (2002:48) kesejahteraan
mewujudkan dan sebagai usaha kesejahteraan sosial yang dikembangkan
untuk membantu mengembangkan dan mendukung terciptanya
38
peningkatan taraf hidup individu, keluarga ataupun masyarakat.
Sedangkan sebagai suatu kondisi (keadaan) Midgley,James (2005:21),
menyebutkan ada tiga elemen utama untuk menciptakan suatu kondisi
kesejahteraan sosial, yakni pertama, sejauh mana masalah-mesalah
sosial ini diatur, dan sejauh mana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi, dan
ketiga, sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat
disediakan. Ketiga elemen ini berlaku bagi individu,keluarga,kelompok,
komunitas bahkan seluruh masyarakat. Ketiga elemen ini selanjutnya
dapat bekerja pada level sosial yang berbeda dan harus diaplikasikan
ketika sebuah masyarakat secara menyeluruh ingin menikmati apa yang
dimaksud dengan kesejahteraan sosial.
Berbagai upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi usaha tersebut. Cox (dalam Isbandi Rukminto
Adi,2002:122-123) mengidentifikasi 6 faktor yang saling berinteraksi dan
perlu dipertimbangkan dalam hal ini, yakni faktor sosial, ekonomi, poiitik,
hukum, budaya dan ekologi. Selain dari keenam faktor tersebut, Isbandi
Rukminto Adi (2002:123) menambahkan fatktor ketujuh yakni spiritual.
Secara iangsung maupun tidak, faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi sesejahteraan sosial. Sehingga apabila faktor -faktor ini
tidak berfungsi dengan baik, kesejahteraan sosial yang dicita-citakan tidak
akan terwujud. Sebagaimana contoh diatas, seseorang sulit meraih
kesejahteraan sosialnya, dalam hal ini kesehatan, disebabkan karena
39
faktor lingkungan (ekologi) yang tidak memenuhi standar sesehatan akibat
tercemar oleh sampah yang bertumpuk di sekitar tempat tinggalnya.
Dengan demikian, sampah merupakan isu penting yang perlu dikaji lebih
jauh dalam kaitannya dengan ilmu kesejahteraan sosial.
b. Pengertian Sampah
Definisi mengenai sampah perlu dikaji untuk memberi batasan
dalam penelitian ini. Terdapat beberapa pengertian sampah sebagai
berikut :
a. Aminatun (2003) menyatakan sampah adalah sesuatu yang tidak
dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat, ada yang mudah
membusuk dan yang tidak mudah membusuk
b. Didik Sarudji (1985 ; 1) sampah adalah semua benda padat yang
timbul dari kegiatan manusia yang dibuang karena tidak digunakan
atau tidak diingini lagi oleh pemiliknya.
c. American Public Health Association (APHA) dalam Haryoto
Kusnopoetranto (1983:64) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
d. Azrul Azwar (1995:53) sampah adalah benda atau hal-hal yang
dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus
dibuang sedemikian sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup.
e. Departemen Kesehatan RI (1999:2) sampah adalah benda yang tidak
terpakai, tidak diingini dan dibuang, yang berasal dari kegiatan
40
manusia dan bersifat padat, dan tidak termasuk uangan yang bersifat
biologis (human waste).
Dari beberapa definisi tersebut, terdapat beberapa prinsip yang
hampir sama bahwa sampah adalah :
- Sesuatu benda, zat padat, atau bahan.
- Benda atau bahan tersebut sudah tidak disenangi, tidak dipakai
lagi, dan dibuang.
- Benda atau bahan tersebut merupakan benda-benda sisa atau
benda-benda bekas.
- Berhubungan dengan aktivitas manusia
- Tidak bersifat biologis.
- Belum memiliki nilai ekonomis.
Adapun pengertian sampah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah suatu bahan atau benda yang bersifat padat, yang sudah tidak
dipakai lagi, atau harus dibuang, sebagai hasil dari aktivitas manusia,
yang bukan biologis, belum memiliki nilai ekonomis dan bersifat padat
(solid waste).
c. Jenis Sampah
Mengetahui jenis-jenis sampah sangat penting dalam penelitian
tentang sampah. Sampah dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis
sampah. Ada yang membaginya berdasarkan zat pembentuk atau
komposisi kimia, yakni sampah dibagi menjadi sampah organik dan
sampah an-organik (Azrul Azwar,1983 dalam Depkes,1999:3). Ada pula
41
yang membaginya atas dasar sifatnya, yakni a) jenis sampah yang secara
alami mudah terurai (degradable waste) atau sampah yang mudah
membusuk,b) sampah yang sukar terurai atau yang tidak mudah
membusuk (non-degradable waste),c) sampah yang mudah terbakar
(combustible) dan d) sampah yang sulit atau tidak mudah terbakar (non
combustible) (Azrul Azwar,1983 dalam Depkes,1999 ;.3).
Dalam Ilmu Kesehatan Lingkungan, pembagian macam sampah
yang sering dilakukan ialah dengan membedakan sampah atas :
1. Garbage, ialah sisa pengelolaan ataupun sisa makanan yang mudah
memnusuk. Misalnya kotoran dari dapur rumah tangga, restoran, hotel
dan lain sebagainya.
2. Rubbish, ialah bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah
membusuk, yang dibedakan 48 bahan yang mudah terbakar seperti
kayu, kertas dan yang tidak mudah terbakar seperti kaleng kaca.
3. Ashes, ialah segala jenis abu, misalnya yang terjadi sebagai hasil
pembakaran kayu, batu bara di rumah-rumah ataupun industri.
4. Dead animal, ialah segala jenis bangkai terutama yang besar, seperti
kuda, sapi, kucing, tikus. Bangkai binatang kecil seperti cecak, lipas
tidak termasuk di dalamnya.
5. Street sweeping, ialah segala jenis sampah atau kotoran yang
berserakan di jalan, karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun
oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
42
6. Industrial waste, ialah benda-benda padat sisa yang merupakan
sampah hasil industri. Misalnya industri kaleng dengan potongan-
potongan sisa kaleng yang tidak dapat dipergunakan.
Selain pembagian tersebut, Sudarso (1985:10-12) menambahkan jenis-
jenis sampah yaitu:
1. Sampah dari bangunan. Sampah yang terjadi karena penghancuran
atau pembangunan suatu gedung.
2. Sampah khusus. Adalah sampah yang sulit untuk diklasifikasikan.
3. Sampah pertanian. Adalah sampah dari tumbuhan/tanaman atau
sampah dari binatang di daerah pertanian.
4. Sampah berbahaya. Bahan kimia, biologi, bahan yang dapat terbakar,
dapat meletus atau mengandung radioaktif.
5. Sampah pengolahan air minum/air kotor.
Beragamnya jenis sampah tersebut menuntut penanganan yang
berbeda sesuai jenisnya. Sampah baik kualitas maupun kuantitasnya
sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat.
Beberapa faktor yang penting, antara lain adalah jumlah penduduk,
keadaan sosial ekonomi, dan kemajuan tekhnologi (Juli Soemirat Slamet,
1998:154). Dengan demikian jumlah dan jenis sampah tergantung dari
kemajuan tingkat kehidupan masyarakat. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa makin maju tingkat kebudayaan masyarakat makin komplek pula
sumber dan macam sampah yang ditemui. Demikian pula jumlah sampah
yang dihasilkan, karena jumlah sampah pada umumnya ditentukan oleh :
43
(a) kebiasaan hidup masyarakat, (b) musim atau waktu, (c) standar hidup,
(d) macam masyarakat (e) cara pengelolaan sampah (Azrul
Azwar,1995:54). Secara lebih detail menurut Haryoto Kusnopoetranto
(1983:70-74) mengidentifikasi 10 faktor yang mempengaruhi jumlah
produksi sampah, yakni : 1) jumlah penduduk,2) sistem pengumpulan dan
pembuangan sampah yang dipakai,3) pengambilan bahan-bahan yang
ada pada sampah untuk dipakai kembali, 4) geografi, 5) waktu, 6) sosial
ekonomi, 7) musim atau iklim,8) kebiasaan masyarakat,9) teknologi,dan
10) sumber sampah.
Sumber penghasil sampah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi jumlah dan jenis sampah. Maka untuk mengurangi jumlah
sampah, perlu diusahakan pengurangan volume sampah sejak dari
sumbernya. Sehingga dapat mempermudah dalam pengelolaan tahap
selanjutnya.
d. Sumber-sumber Sampah
Sampah merupakan konsekuensi dari aktivitas dalam kehidupan
manusia. Daryanto (1995:101-102) menyebutkan beberapa sumber
sampah, yakni sampah-sdmpah yang berasal dari : 1) daerah pemukinan
(domestic wastes), 2) daerah perdagangan, 3) dari jalan-jalan raya, 4)
sampah industri (industrial wastes), 5) dari daerah pertanian dan
perkebunan (agriculture wastes), 6) daerah pertambangan, 7) dari gedung
gedung atau perkantoran (institutional wastes), 8) dari penghancuran
gedung-gedung dan pembangunan/pemugaran, 9) dari tempat-tempat
44
umum, 10) dari daerah kehutanan, 11) dari pusat-pusat pengolahan air
buangan, 12) dari daerah peternakan dan perikanan.
Sudarso (1985:7-8), mengklasifikasikan sumber sampah dalam
beberapa kategori yang lebih sederhana, sebagai berikut :
1. Pemukiman penduduk, seperti keluarga, yang tinggal di kota maupun
desa. Sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan, bahan-bahan
sisa sari pengolahan makanan atau sampah basah (garbage),
sampah kering (rubbish) abu dan sampah-sampah khusus.
2. Tempat-tempat Umum dan tempat perdagangan, seperti toko, rumah-
makan/warung, tempat-tempat penginapan, dan sebagainya. Jenis
sampah yang dihasilkan dapak berupa sisa-sisa makanan (sampah
basah), sampah . kering, abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah
khusus dan terkadang terdapat sampah yang berbahaya.
3. Sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah, misalnya tempat-
tempat hiburan umum (taman), jalan umum, tempat-tempat parkir,
tempat-tempat pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Tempat-tempat
tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus dan sampah kering.
4. Industri berat-ringan, seperti pabrik-pabrik produksi bahan-bahan,
sumber-sumber alam (sumber energi), perusahaan kimia, kayu,
logam, dan lain-lain kegiatan indvstri, biasanya menghasilkan sampah
basah, sampah kering, abu, sisa-sisa bahan banyunan, sampah
khusus dan sarripah berbahaya.
45
5. Pertanian, misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau
sawah, dapat berupa bahan-bahan makanan yang membusuk,
sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga.
Daerah permukiman penduduk atau rumah tangga menempati
posisi tertinggi dalam menyumbang volume sampah. Citra Citra Wardhani
(2004:5) mengungkapkan, bila dilihat dari sumbernya, 58% limbah padat
berasal dari rumah tangga, 10% dari pasar, 15% dari kegiatan komersial,
15% kegiatan industri dan 2% taman, jalan dan sungai. Data lain
ditunjukkan oleh Indonesia Solid Waste Association (InSWA), bahwa
penyumbang sampah terbesar di Jakarta berasal dari sampah rumah
tangga yang mencapai 15.382 m3. Jumlah ini mencapai 58% dari total
sampah yang dihasilkan setiap harinya. Dari puluhan ribu sampah tidak
semuanya terangkut dengan baik. InSWA mencatat sekurangnya 3,94%
atau, 1.012 m3/hari sampah di Jakarta belum terangkut (Noorkamilah,
2005:29)
Dari manapun sampah berasal, memiliki alur utama yang
seragam, yang pada akhirnya menjadi sesuatu yang harus dibuang.
Berawal dari bahan baku yang perlu diseleksi, sampai kepada konsumen,
melalui tahapan yang sangat potensial menghasilkan sampah. Oleh
karena itu, dengan mengurangi konsumsi bahan-bahan baku akan
mengurangi volume sampah, demikian pula dengan meningkatkan nilai
sampah sehingga dapat digunakan kembali, merupakan alternatif yang
dapat dipilih untuk mengurangi volume sampah.
46
Sebenarnya konsep ini telah diperkenalkan dan diujicobakan di
Surabaya, yakni pengelolaan sampah yang memakai dasar 5 R: Reduce,
Reuse Recover, Revalue dan Recycle.Reduce adalah mengurangi
timbulan sampah pada sumber.Reuse merupakan upaya pemanfaatan
kembali sampah atau barang yang sudah tidak berguna lagi,Recover
adalah menemukan kegunaan atau manfaat lain dari barang yang sudah
hendak dinyatakan sebagai sampah,Revalue yakni memberi nilai dari
barang yang akan disampahkan agar dapat dijual sebagai barang bekas
layak pakai kepada tukang rombeng,sedangkan Recycle adalah
pendaurulangan dari sampah (barang yang tidak berguna) menjadi produk
lain yang bernilai ekonomi (Johan Silas, 2003 ;7).
Hasilnya menunjukkan beberapa temuan menarik, terutama yang
terkait dengan potensi serta kesediaan masyarakat untuk mengubah cara
pengelolaan sampah yang akan memberikan hasil lebih baik (Johan Silas,
2003 ;13). Penelitian tersebut, juga menghasilkan temuan, bahwa. 53,70%
rumah warga kampung dikunjungi secara teratur oleh pengais sampah.
Kunjungan tidak teratur dinyatakan oleh 31,48% responden. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa perumahan di kampung dianggap potensial oleh
para pengais sampah untuk dikunjungi. Satu penemuan lain yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah, ternyata rukun warga atau RW
adalah pihak yang- paling bertanggung jawab dalam menyelesaikan
masalah sampah, seperti yang dinyatakan oleh 81,94% responden (Johan
Silas, 2003:10). Memang tidak mudah merubah kebiasaan dalam
47
masyarakat; sebuah penelitian yang dilakukan oleh Totok Noerdianto
(2003:7) masih di kota Surabaya, menunjukkan kenyataan bahwa
sebagian besar responden (75;45%) sulit untuk mengurangi. timbulan
sampah. Meskipun demikian, untuk pelaksanaan daur ulang (recycle)
hampir seluruh responden (95,6%) setuju mendaur-ulang sampah.
Beberapa point yang dihasilkan dari sebuah studi di Surabaya
tersebut menunjukkan, bahwa pengelolaan sampah terbaik dilakukan di
dekat sumbernya, dengan penerapan konsep 5R yang dilaksanakan
secara partsisipatif di tingkat komunitas (kampung). Dengan demikian,
mengalihkan pengelolaan sampah pada sistem pengelolaan yang
berbasis masyarakat merupakan pilihan ideal dalam upaya mengatasi
masalah sampah.
6. Pengelolaan Sampah Padat Berbasis Masyarakat
Pengelolaan sampah merupakan konsekuensi yang harus
ditempuh akibat adanya produksi sampah. Menurut Johan Silas (2003:5-
6), ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengelola sampah,
pertama, pendekatan yang konvensional, end of pipe, artinya masalah
dibiarkan timbul dulu, kemudian pusing mencari alternatif
penyelesaiannya. Kedua; pendekatan clean production, yaitu masalah
sedini mungkin dicegah agar tidak muncul sehingga tidak perlu
dipecahkan. Dari dua pendekatan tersebut, pendekatan clean production
tentu saja lebih ideal untuk dilakukan. Dalam hal ini dapat dilakukan oleh
pemerintah maupun masyarakat.
48
Terlepas dari dua pendekatan tersebut, pengelolaan sampah
secara formal yang dilakukan oleh pihak pemerintah di wilayah Kabupaten
Sleman, Yogyakarta, berbentuk Sub Seksi Teknik Penyehatan dalam
Seksi Cipta Karya Dinas PU: Adapun model pengelolaannya, dapat
berupa; 1) model TPS, 2) model transfer depo, 3) model kontainer, 4)
model pintu ke pintu, 5) model jemput bola, dengan berbagai kelebihan
dan kekurangan masing-masing model.
Sekarang pengelolaan sampah juga biasa dilakukan oleh
sebagian masyarakat secara swadaya, atau dikenal dengan istilah
swadaya pengelolaan sampah (swapesam). Dengan dasar swadaya,
sumber-sumber daya yang dimiliki oleh.masyarakat digali dan dimobilisasi
serta diorganisasi oleh mereka sendiri untuk kepentingan bersama dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok anggotanya.Tetapi keberhasilan
pengembangan swadaya masyarakat ini ditunjang oleh beberapa faktor.
Menurut Sumamonugroho (1981:71-73) faktor-faktor yang menunjang
kebehasilan pengembangan swadaya masyarakat dalam usaha
kesejahteraan sosial, antara lain : a) kemampuan masyarakat mengenai
masalah mereka; b) keinginan dan ikutsertanya masyarakat untuk mencari
altematif-alternatif pemecahan masaiah, c) keterlibatan masyarakat dalam
pelaksanaan usaha kesejahteraain sosial, d) penyebarluasan metode-
metode berswadaya.
Berbagai cara atau model selama ini digunakan masyarakat
dalam mengelola sampah, khususnya sampah rumah tangga masing-
49
masing. Salah satu konsep pengelolaan sampah oieh masyarakat yang
dapat dijadikan contoh adalah konsep 'Hidup dari sampah yang pernah
diusulkan oleh Hasan Purbo yaitu :1) menanggulangi sampah, selagi
volumenya masih kecil di tingkat RT/RW atau keiurahan, 2)
menanggulangi sampah dengan pendekatan dari bawah dalam
merencanakan, melaksanakan, kontrol dan evaluasi dengan semangat
partisipasi merangsang masyarakat berperan serta secara aktif; 3)
memberi penghargaan dan pengakuan atas jerih payah anggota
masyarakat yang terbukti berhasil mengelola sampah (Emil Salim,2005).
Pada prinsipnya, konsep tersebut mengusulkan suatu konsep
pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh masyarakat, khususnya di
tingkat RT atau RW, dengan pertimbangan volume sampah masih kecil.
Ibarat api, sampah dengan mudah dikendalikan ketika volumenya masih
kecil, sedangkan ketika volumenya sudah semakin besar, justru akan
mengancam dengan bencana.
Terlepas dari gagasan tersebut, beberapa elemen masyarakat
telah. mulai menjalankan sistem pengelolaan sampah berbasis
masyarakat. Salah-satu bentuknya adalah usaha pengelolaan sampah
yang dilakukan oleh warga masyarakat di Desa Temesi, Gianyar, Bali.
Melalui persiapan dan perencanaan yang matang dengan sosialisasi dan
pendekatan yang mengedepankan partisipasi masyarakat, maka dibangun
: Fasilitas Pemilahan Sampah (FPS) di lokasi TPA desa Temesi yang
sebelumnya sudah berdiri, hanya karena kurang pengelolaan yang baik
50
justru TPA tersebut pada awalnya menjadi sumber-keresahan sosial
warga sekitarnya. Kejasama yang baik antar elemen- masyarakat, yang
masing-masing elemen mengambil peran berbeda, baik sebagai
koordinator penggalang dana (Rotary Club Bali Ubud), sebagai
pemberdaya masyarakat (Bali Fokus-BORDA), maupun berperan sebagai
pemasok sampah dan penyedia lahan (pemerintah) serta sebagai
pengelola fasilitas (Badan Pengelola Sampah Desa Temesi bersama Bali
Fokus). Hasilnya, selain, dapat memberdayakan masyarakat setempat,
FPS ini dapat membuka lapangan kerja baru bagi 60 orang karyawan
yang berasal dari Desa Temesi (Noorkamilah,2005:33).
Kasus lain yang dapat dijadikan contoh pengelolaan sampah
berbasis, masyarakat adalah kasus Ibu Harini, pemimpin PKK RW
Banjarsari, Cilandak. Barat, Jakarta Selatan, dengan melatih dan
mendorong mahasiswa dan anggota berbagai kelompok masyarakat, aktif
mengelola sampah berbasis masyarakat. Ia juga memelopori
pengembangan tanaman obat keluarga di halaman rumah kawasan RW
Banjarsari (Emil Salim, 2005). Masih banyak contoh-contoh lain yang
sudah mengelola sampah dengan menggerakkan warga masyarakat
sekitar, yang umumnya pengelolaan sampah tersebut lahir dari adanya
masalah yang diakibatkan oleh buruknya pengelolaan sampah.
Sebenarnya masyarakat dapat menanggulangi timbulan sampah
mulai dari setiap keluarga,dapat dilakukan apabila tumbuh kesadaran
akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan
51
sampah.Masyarakat dapat mengambil peran sebagai : a} pengelola
(mengurangi timbulan sampah dari sumber); b) pengawas mengawasi
tahapan pengelolaan agar berjalan dengan benar); c) pemanfaat
(memanfaatkan sampah secara individu, kelompok atau kerjasama
dengan dunia usaha); d) pengolah (mengoperasikan dan memelihara
sarana dan prasarana pengolah sampah); e) penyedia biaya pengelolaan
(Noorkamilah,2005: 34). Diharapkan apabila sistem seperti tersebut diatas
dapat berhasil dengan baik, maka sampah tidak lagi menjadi masalah
bagi masyarakat, tetapi sebaliknya dapat mendatangkan keuntungan
secara ekonomi dan lingkungan hidup dapat dilestarikan
Gambar 2.3 Sistem dan Mekanisme Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah
Sumber : Kantor Kementrian Lingkungan Hidup.
Sistem Pengawasan
Pengawas
Penyedia Biaya Pengelolaan
Masyarakat
Pengolah
Pemanfaat
Komposting
Pengelola
ReduksiReuse
Recycling
Pemisahan
Kegiatan Ekonomi
52
Dari skema tersebut dapat dilihat peran yang dapat diambil oleh
masyarakat dalam hal pengelolaan sampah, baik secara langsung
maupun tidak langsung, mulai dari peran pengelola, yakni dengan
mengurangi timbulan sampah sejak dari sumbernya, sampai kepada
peran pengawas, tergantung dari kesanggupan dan kesadaran warga
masyarakat sendiri. Tentu saja akan menjadi ideal apabila masyarakat
dapat berperan diseluruh bagian yang mungkin diperankan oleh
masyarakat.
Berbagai dampak negatif akan muncul tanpa keikutsertaan
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Haryoto Kusnopoetranto
(1986:82) mengidentifikasi beberapa pengaruh negatif tersebut, yakni :
a) Pengelolaan sampah yang kurang baik pada suatu masyarakat akan
dapat mencerminkan status keadaan sosial masyarakat di daerah
tersebut.
b) Keadaan lingkungan yang kurang saniter, kurang estetika akan
menurunkan hasrat orang lain untuk berkunjung ke daerah tersebut.
c) Dapat menyebabkan meningkatnya kriminalitas di daerah tersebut.
Dengan demikian, pengelolaan sampah berbasis masyarakat tidak
hanya menyelesaikan masalah sampah, tetapi juga dapat menghindarkan
masyarakat dari masalah-masalah lainnya seperti ekonomi, spiritual,
sosial dan juga masalah ekologi. Keuntungan lain pengelolaan sampah
berbasis masyarakat adalah terbentuknya perilaku generasi muda untuk
lebih mencitai lingkungan hidup. Dalam prakteknya ada prinsip-prinsip
53
yang harus diperhatikan dalam mengelola sampah secara baik. Menurut
Azrul Azwar (1995:56). Pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah
tersebut tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta
sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya
suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi dalam pengelolaan
sampah ialah tidak mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbuikan
bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.
Senada dengan prasyarat tersebut, diungkapkan Juli Soemirat Slamet
(1996:155-156) bahwa pengelolaan sampah perlu didasarkan atas
perbagai pertimbangan, yakni (a) untuk mencegah terjadinya penyakit, (b)
konservasi sumber daya alam, (c) mencegah gangguan estetika, (d)
memberi insentif untuk daur ulang/pemanfaatan (e) dan bahwa kuantitas
dan kualitas sampah akan meningkat.
Sedangkan menurut UNEP dalam Dainur (1995 :44 - 45),terdapat
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sampah
padat, yaitu: a) mencegah produksi sampah dan mengurangi jumlah
sampah, b) mengurangi efek negatif dan toksik dari sampah yang
dihasilkan c) menggunakan kembali sampah menjadi material yang
berguna, d) menggunakan, membuat kompos, memperbaiki materi dari
sampah secara langsung atau tidak langsung menjadi bahan produk, e)
mengurangi volume sampah sebelum dibuang, f) membuang sampah
dengan cara yang baik untuk lingkungan terutama untuk landfill. Syarat-
syarat tersebut kemudian harus menjadi acuan berbagai pihak yang
54
terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah itu sendiri pada prinsipnya, terdiri dari penyimpanan
sampah (refuse storage), pengumpulan sampah (refuse collection), dan
pembuangan sampah (refuse disposal).
Pengelolaan sampah yang lebih sistematis, dilontarkan oleh
Tchobanoglous, Theisen dan Vigil (1993) dalam Sarudji,Didik (1983:9)
yang mendefinisikan pengelolaan sampah sebagai berikut :
"solid waste management may be defined as the discipline associated with the control of generation, storage, collection, transfer and transport, processing, and disposal of solid wastes in a manner that is in accord with the best principles of public health, economic, enginering, conservation, aesthetics, and other environmental considerations, and that is also responsive to public attitudes."
(pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai sebuah bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbulan penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah padat dengan cara yang didasarkan pada prinsip-prinsip terbaik dalam kesehatan masyarakat, ekonomi, tekhnik, perlindungan alam, estetika atau keindahan, dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat).
Dari pengertian tersebut diatas, Tchobanaglous,dkk (1993:10)
menyebutkan terdapat enam elemen fungsional dalam aktivitas yang
berhubungan dengan pengelolaan sampah padat, yakni (1) aktivitas
penimbulan sampah (waste generation), (2) penanganan dan pemilahan
sampah (waste handling and separation) (3) pengumpulan {collection), (4)
pemisahan, pengolahan dan pengubahan sampah-sampah (separation
and processing and transformation of solid wastes), (5) pemindahan dan
55
pengangkutan (transfer and transport), (6) pembuangan/pemusnahan
(disposal).
Sebagaimana halnya sebuah sistem, elemen-elemen tersebut
merupakan satu kesatuan yang memiliki fungsi yang unik, yang saling
berhubungan dan saling tergantung antara elemen yang satu dengan
elemen yang lainnya. Gangguan pada sub sistem akan menimbulkan
gangguan pada sub sistem lainnya. Misalnya terganggunya sistem
pengangkutan akan menyebabkan menumpuknya sampah di tempat
pengumpulan, sehingga tempat penampungan sementara tidak dapat
menampung. Hal ini akan menyebabkan juga pengambilan sampah dari
sumbernya menjadi terganggu.Adapun hubungan antara keenam elemen
tersebut, dapat dilihat dalam figur 2. 4 di bawah ini :
Gambar 2.4: Hubungan antara Elemen Fungsional dalam Sistem
Pengelolaan Sampah Padat
Sumber : Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993, h.12.
Raw material
Manufacturing
Processing &Recovery
Secondarymanufacturing
Consumer
Final disposal
56
Adapun penjelasan dari masing-masing elemen fungsional
tersebut sebagaimana diuraikan Tchobanoglous, Theisen dan Vigil (1993)
dalam Pusdiknakes Depkes RI (1997:33-34) sebagai berikut.
1. Waste Generation (aktivitas penimbulan sampah). Meliputi aktivitas
pembuangan benda-benda atau barang-barang yang dianggap tidak
lagi bemilai, baik yang dibuang begitu saja oleh pemiliknya atau
dikumpulkan terlebih dahulu untuk dibuang. Penting dicatat bahwa
tahap ini merupakan langkah identifikasi dan bahwa langkah ini
berbeda beda sesuai dengan sampah setiap individu.
2. Waste Handling and Separation, Storage and Processing at the
Source. Elemen kedua adalah penanganan dan pemisahan,
penyimpanan dan pengolahan sampah pada sumbernya. Penanganan
dan pemisahan sampah termasuk aktivitas yang berhubungan dengan
pengelolaan sampah sejak mereka ditempatkan dalam wadah
penyimpanan selama pengumpulan. Penanganan sampah juga
meliputi pengangkutan wadah yang penuh ke titik pengumpulan.
Pemisahan komponen-komponen sampah merupakan hal yang
penting dalam penanganan dan penyimpanan sampah pada
sumbernya.
3. Collection (Pengumpulan). Fungsi elemen pengumpulan tidak hanya
mengumpulkan sampah-sampah padat dan bahan-bahan yang dapat
didaur ulang, tetapi juga pengangkutan bahan-bahan tersebut, setelah
dkumpulkan, ke lokasi dimana alat pengumpul dikosongkan. Lokasi ini
57
boleh jadi berupa fasilitas pemroses barang-barang, stasiun
pemindahan, atau lahan tempat pembuangan.
4. Transfer and Transport (Pemindahan dan Pengangkutan). Elemen
fungsional dari pemindahan dan pengangkutan terdiri dari dua
langkah. (1) pemindahan sampahsampah dari alat pengumpul yang
lebih kecil ke alat pengangkutan yang lebih besar dan (2) berikutnya,
alat pengangkut sampah-sampah biasanya melewati jarak yang jauh
ke tempat pengolahan atau pembuangan akhir. Pemindahan biasanya
berlangsung di stasiun pemindahan.
5. Separation and Processing and Transformation of Solid Waste
(Pemisahan, Pengolahan dan Pengubahan Sampah). Pemisahan dan
pemrosesan sampah-sampah yang telah tercerai-berai dari asalnya,
dan pemisahan sampah-sampah yang telah tercampur-baur biasanya
terjadi pada tempat memperoleh benda-benda stasiun-stasiun
pemindahan, tempat pembakaran, dan tempat-tempat, pembuangan.
Pemrosesan mencakup pemotongan benda-benda yang sangat besar,
perpisahan komponen-komponen sampah dengan layar pengukur,
pemisahan komponen sampah secara manual, pengurangan
ukuran dengan pengirisan, pemisahan logam belerang dengan
menggunakan magnet, pengecilan volume dengan pemadatan dan
pembakaran. Proses pengubahan digunakan untuk mengurangi
volume dan berat sampah yang akan dibuang, dan untuk memperoleh
konversi produk dan energi yang berasal dari sampah.
58
6. Disposal. (Pembuangan/pemusnahan). Elemen fungsional terakhir
dalam sistem, pengelolaan sampah adalah pembuangan (disposal).
Pembuangan sampah dengan landfilling atau landspreading adalah
tempat akhir dari semua sampah, apakah mereka dikumpulkan dari
sampah perumahan dan diangkut secara langsung ke tanah tempat
pembuangan, sisa dari pembakaran sampah kompos, atau substansi
lain dari tempat-tempat penimbulan sampah. Selama ini, pengelolaan
sampah yang dilakukan pemerintah sebatas pengumpulan,
pengangkutan dan pembuangan. Padahal, pengelolaan sampah
secara demikian tidaklah menyelesaikan masalah melainkan bisa jadi
sebaliknya, menimbulkan masalah baru. Upaya pengelolaan sampah
dari sumbemya, merupakan alternatif yang dapat dipilih Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Citra Wardhani (2004:118) memberikan
rekomendasi bahwa sistem pengelolaan sampah yang diajukan untuk
daerah perumahan umum (bukan kompleks perum) adalah
pengelolaan mandiri, dimana masyarakat mengelola sendiri
sampahnya dengan melakukan proses pemilahan sejak dari rumah
tangga dan pengkomposan sampah organik, Dalam hal pemilahan
sampah rumah tangga, penelitian Citra Wardhani, (2004:x) di kampung
Banjarsari, Cilandak, Jakarta Selatan, menunjukkan partisipasi
masyarakat dalam pemilahan sampah sebesar 54,8%. Angka tersebut
menunjukkan bahwa pengelolaan sampah berbasis masyarakat sangat
mungkin dilakukan.
59
Adapun metode pengelolaan melalui pengomposan sampah
organik, akan mengurangi volume sampah cukup besar. Miller (dalam
Citra Wardhani,2004:108) menyebutkan volume yang terkurangi mencapai
20%. Sedangkan Dian Sri Rezeki Kusumastuti (2003:45) menyebutkan
angka 60% sebagai berat yang hilang dan menyisakan kompos seberat
25% dari berat total bagian organik sampah. Sisa yang tidak dapat
dikomposkan adalah sebesar 15%. Sementara itu di Amerika Serikat pada
tahun 1999, daur ulang dan pengomposan mengurangi 64 juta ton
sampah yang seharusnya dikirim ke TPA (Noorkamilah 2005:40).
Selain dari keuntungan terkuranginya volume/jumlah sampah,
pengomposan juga dapat memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat.
Pengkomposan sampah organik yang diiakuican secara komunat di TPS
Rawa Kerbau, Jakarta Pusat, yang melayani 409 KK, menghasilkan nilai
penjualan kompos sebesar Rp. 98,7 juta/tahun dengan harga kompos Rp.
500,00/kg (Dian Sri Rezeki Kusumastuti,2003:46). Hal ini memungkinkan
dibukanya lapangan kerja baru. Dengan kata lain pengelolaan sampah
berbasis masyarakat merupakan alternatif yang baik yang dapat dipilih
dalam pengelolaan sampah, yang secara langsung maupun tidak
langsung, melalui pengelolaan sampah tersebut dapat sekaligus
memberdayakan warga masyarakat setempat.
60
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang sampah sudah banyak dilakukan oleh – peneliti
lain, dibawah ini penulis kemukakan penelitian yang relevan dengan
penelitian yang penulis lakukan sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty (2004) dengan judul
Persepsi Wanita mengenai Pengelolaan Sampah di Lingkungan
Kampus IPB Kaupaten Bogor, dengan hasil semakin tinggi Tingkat
pendidikan Responden, semakin mempunyai kepedulian terhadap
pengelolaan sampah, namun tidak sebanding dengan pemakaian
produk yang tidak ramah lingkungan
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ismail Effendy (1998) dengan Judul
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah untuk mewujudkan
Program Bestari di Kota Madya Medan, suatu studi Kasus Kelurahan
Pulo Bryan Kota, dengan hasil bahwa kondisi Sosial dan Persepsi
Masyarakat mempunyai Pengaruh terhadap Partisipasi dalam
pengelolaan sampah untuk mewujudkan Lingkungan yang bersih,
Sehat, Aman, tertib dan Keindahan (Bestari).
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sutikno Citro (2004) dengan judul faktor
-faftor yang berhubungan dengan pengelolaan sampah padat rumah
tangga (Studi Kasus di Kalurahan Khusus Halim Perdana Kusuma
Jakarta), dengan hasil bahwa Partisipasi masyarakat terhadap
kebersihan, persepsi masyarakat, operaturan kebersihan, retribusi
kebersihan, tenaga pengelola kebersihan maupun lingkungan
61
berhubungan dengan keberhasilan pengelolaan sampah padat Rumah
Tangga.
C. Kerangka Berpikir
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang sampah dan sikap terhadap
sampah sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Penyuluhan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
pengetahuan, memperbaiki sikap dan menumbuhkan kesadaran untuk
berperilaku secara benar.
1. Pengaruh Penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat
tentang sampah
Pengetahuan tentang sampah merupakan apa yang telah diketahui
oleh masyarakat yang berkaitan dengan jenis sampah, sumber – sumber
sampah, akibat yang ditimbulkan oleh sampah yang tidak dikelola dengan
baik, cara-ara pengelolaan sampah yang benar. Pengetahuan masyarakat
tentang sampah dapat diperoleh dari berbagai cara dan sumber
pengetahuan. Penyuluhan sebagai salah satu cara untuk menyampaikan
informasi tentang sampah diduga dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat Desa Jetis, Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten
tentang sampah.
2. Pengaruh Penyuluhan terhadap sikap pada sampah
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi apabila seseorang
dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respon. Dalam
penelitian ini sikap pada sampah yang berkaitan dengan
62
pengetahauannya tentang jenis sampah, sumber-sumber sampah, akibat
yang ditimbulkan oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik, cara-cara
pengelolaan sampah yang benar. Seseorang akan bersikap baik dan
benar apabila yang bersangkutan telah mempunyai pengetahuan. Dalam
penelitian ini penyuluhan diduga dapat membentuk sikap positif
masyarakat dalam pengelolaan sampah Desa Jetis, Kecamatan Klaten
Selatan Kabupaten Klaten secara benar.
3. Pengaruh Penyuluhan terhadap Perilaku pengelolaan sampah
mandiri
Perilaku adalah tindakan nyata seseorang setelah mendapatkan
stimulus, perilaku seseorang diperoleh dari proses belajar. Seseorang
akan berperilaku setelah ia mempunyai pengetahuan, kemudian timbul
sikap yang positif terhadap suatu obyek. Tujuan jangka menengah dari
suatu penyuluhan adalah terbentuknya perilaku yang positf dalam
masyarakat. Dalam penelitian ini tujuan dari penyuluhan yaitu agar
masyrakat dapat semakin menyadari pentingnya mengelola sampah
secara benar. Indikator dari keberhasilan penyuluhan dalam penelitian
adalah setiap keluarga di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten melakukan pengelolaan sampah secara terpisah antara
sampah organik dengan anorganik.
63
Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.5 Kerangka pikir penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang
Pengelolaan sampah Mandiri terhadap pengetahuan,Sikap dan Perilaku
Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten
D. Perumusan Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Pemberian penyuluhan berpengaruh terhadap peningkatan
pengetahuan tentang sampah dan pengelolaannya bagi Kelompok
Perlakuan di RW I Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten
Klaten.
2. Pemberian Penyuluhan berpengaruh terhadap peningkatan sikap
terhadap sampah bagi Kelompok Perlakuan di RW I Desa Jetis,
Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten
3. Pemberian Penyuluhan berpengaruh terhadap peningkatan perilaku
Kelompok Perlakuan dalam pengelolaan sampah di RW I Desa Jetis,
Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten
Penyuluhan tentangSampah dan pengelolaannya
Pengetahuan Masyarakat tentang sampah
Sikap MasyarakatTerhadap sampah
Perilaku Pengelolaan Sampah
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
dengan alasan :
a. Di lokasi tersebut dijadikan sebagai desa penilaian Adipura untuk
mewakili Kabupaten Klaten
b. Di Desa Jetis belum pernah diadakan penelitian sejenis dengan
penelitian ini.
c. Di Desa Jetis belum tercipta system pengelolaan sampah dengan
baik.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan Mei sampai dengan
September 2008.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Experiment Design dengan
pendekatan Two Group Pretest – Postest Design. Tujuan penelitian
experiment ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Variabel
Independen terhadap variabel dependen (Sugiyono,2007:110). Ciri
khusus dari penelitian ini adalah adanya perlakuan yang diterapkan pada
subyek penelitian (Soekidjo Notoatmodjo,2002:156). Dalam penelitian ini
perlakuan yang diterapkan yaitu penyuluhan terhadap pengetahuan
tentang sampah dan pengelolaan, Pengaruh penyuluhan terhadap sikap
pada sampah dan pengelolaanya serta pengaruh penyuluhan terhadap
perilaku pengelolaan sampah di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten.
Kelompok Kontrol O1 O11
Kelompok Perlakukan O2 X O12
Keterangan
O1,2 : Nilai Pretest ( Pengetahuan, Sikap, Perilaku)
X : Penyuluhan
O11,2 : Nilai Postest ( Pengetahuan, Sikap, Perilaku)
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari nilai yang mungkin untuk menghitung atau
pengukuran kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu
mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas (Sudjana, 1984 :5).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu rumah tangga yang
tinggal di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten
berjumlah 201 orang.
2. Sampel
Pengertian sampel menurut Suharsimi Arikunto (1998:117) adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti, sedangkan ketetapan
mutlak yang menentukan berapa persen sampel harus diambil dari
populasi. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2002:157) pada penelitian
experiment penggunaan sampel yang relatif kecil terhadap populasi tidak
menjadi persoalan. Dalam penelitian ini besar sampel ditentukan dengan
rumus sebagai berikut (Sugiyono,2007:126)
2 .N.P.Q S = ------------------------------ d2 (N-1) + 2 .P.Q
Keterangan
N : Jumlah populasi
S : Jumlah sampel
2 : Derajad kepercayaan 1
d : Tingkat kesalahan 0,05
P = Q : Proporsi (0,5)
12 . 201. 0,5 . 0,5 S = ---------------------------------- (0,05)2 (201-1) + 12 . 0,5.0,5
50,25 S = --------------------- 25-4 .200 + 0,25
S = 67
Berdasarkan perhitungan tersebut maka besarnya sampel dalam
penelitian ini ditetapkan 67 orang. Karena sampel akan dijadikan 2 (dua)
kelompok maka ditetapkan menjadi 68 orang kemudian dikelopokkan
menjadi sampel perlakuan 34 orang dan sampel kontrol 34 orang.
Agar setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama
sebagai sampel, maka cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara
simple random (random sederhana) yang dilakukan secara undian
dengan langkah - langkah sebagai berikut :
a. Anggota populasi diberi nomor pada kertas
b. Kertas digulung dan dimasukkan dalam sebuah kaleng kecil
c. Kaleng dikocok
d. Gulungan kertas dikeluarkan sebagai sampel.
e. Gulungan kertas yang keluar dengan nomor urut ganjil (1,3,5,dst)
ditetapkan sebagai responden perlakuan dan keluar dengan nomor
urut genap (2,4,6,dst) sebagai responden kontrol.
D. Variabel Penelitian
1. Jenis Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu variable bebas
dan variable terikat :
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian penyuluhan
tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri pada masyarakat
Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten..
b. Variabel Terikat
Variabel terikal dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
tentang sampah (Y1), Sikap terhadap sampah (Y2) dan perilaku
pengelolaan sampah mandiri (Y3) masyarakat Desa Jetis Kecamatan
Klaten Selatan Kabupaten Klaten
Adapun diagram variabel dalam penelitian ini sebagai berikut :
2. Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
2.1. Penyuluhan adalah penyampaian informasi/penerangan kepada
kelompok responden perlakuan di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten
Selatan Kabupaten Klaten tentang sampah dan cara pengelolaan
secara mandiri. Penyuluhan dilakukan dengan metode tatap muka dan
media gambar.
2.2. Pengetahuan tentang sampah adalah pengertian masyarakat yang
meliputi jenis sampah, sumber sampah, akibat negatif dari sampah
yang tidak dikelola dengan baik dan cara pengelolaan sampah secara
mandiri.
2.3.Sikap adalah pandangan atau tanggapan responden berkaitan
dengan keberadaan sampah di sekitar tempat tinggal dan tanggapan
untuk ikut serta dalam pengelolaan secara mandiri.
2.4. Perilaku pengelolaan sampah mandiri yaitu tindakan responden
untuk menyediakan beberapa tempat guna menampung sampah
X = Pemberian Penyuluhan
Y1= Pengetahuan Tentang sampah
Y2 = Sikap terhadap sampah
Y3 = Perilaku pengelolaan sampah
secara terpisah antara sampah basah dan kering sebelum diangkut
oleh petugas yang ditunjuk.
E. Teknik Pengumpulan Data
Yang dimaksud dengan teknik pengumpulan data adalah cara
yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dikumpulkan di
lapangan. Peran dari teknik pengumpulan data sangat besar sekali,
karena dengan teknik pengumpulan data yang tepat, maka akan
diperoleh data yang sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan metode angket dan dokumentasi.
1. Angket
Pengertian angket menurut Suharsimi Arikunto (1998:140), angket
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
data atau iniformasi dari respoden dalam arti laporan tentang pribadinya
atau hal-hal yang diketahui.
Menurut Sudjana (1975:8) angket adalah cara pengumpulan data
dengan menggunakan daftar isian atau daftar pertanyaan yang telah
disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya
tinggal mengisi atau menandai dengan mudah dan tepat.
Jadi angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden sesuai dengan tujuan
penelitian. Adapun angket dalam penelitian ini untuk memperoleh data
tentang pengetahuan dan sikap terhadap pengelolaan sampah.
Alasan penulis menggunakan metode angket adalah :
a. Angket dapat digunakan untuk mengumpulkan data dalam waktu yang
singkat.
b. Memudahkan peneliti dalam menganalisa data.
c. Mudah digunakan dan dilaksanakan.
d. Angket yang dijawab responden adalah merupakan hal yang benar
dan dapat dipercaya, sehingga mudah dijadikan data.
Keuntungan dari metode angket adalah :
a. Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
b. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
c. Dpat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing,
dan menurut waktu senggang responden.
d. Dapat dibuat ananim, sehingga responden bebas jujur dan tidak malu
- malu menjawab,
e. Dapat dibuat standar, sehingga bagi semua responden dapat diberi
pertanyaan yang benar-benar sama. (Suharsimi Arikunto, 1998:141).
Sedangkan kelemahan dari metode angket adalah :
a. Responden sering tidak teliti dalam menjawab, sehingga ada
pertanyaan yang dilewati tidak dijawab, padahal sukar diulangi
diberikan kembali kepadanya.
b. Seringkali sukar dicari validitasnya.
c. Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden dengan sengaja
memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
d. Seringkali tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos.
e. Waktu pengambilannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang
ada yang terlalu lama, sehingga terlambat. (Suharsimi Arikunto
1998:142).
Angket dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung dari sudut
pandangan :
a. Dipandang dari cara menjawab.
1) Angket terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk
menjawab dengan kalimatnya sendiri.
2) Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya, sehingga
responden tinggal memilih.
b. Dipandang dari jawaban yang diberikan, yaitu :
1) Angket langsung, yaitu : responden menjawab tentang dirinya.
2) Angket tidak langsung, yaitu : jika responden menjawab tentang orang
lain.
c. Dipandang dari bentuknya, yaitu :
1) Angket pilihan ganda, yang dimaksud adalah angket tertutup.
2) Angket isian, yang dimaksud adalah angket terbuka.
3) Check List, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan
tanda check ( ) pada kolom yang sesuai.
4) Rating-scale, (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh
kolom-kolom yang menunjukkan tingkat-tingkatan, misalnya mulai dari
sangat setuju,setuju,netral,tidak setuju dan sangat tidak setuju
(Suharsimi Arikunto,1998:141).
Jenis angket yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah angket
langsung tertutup, maksudnya angket diberikan kepada responden
tanpa menggunakan perantara, sedangkan responden tinggal memilih
jawaban alternatif yang sudah disediakan, contoh angket lampiran 1.
Angket tersebut dipergunakan untuk memperoleh data-data
mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku.
2. Langkah – Langkah Penyusunan Angket
Dalam rangka mendapatkan data-data sesuai dengan aspek yang
ingin diungkap, maka dalam penyusunan angket ini penulis menempuh
langkah – langkah sebagai berikut :
a. Merumuskan Tujuan
Tujuan digunakan angket dalam penelitian ini adalah untuk
memperoleh data pengetahuan tentang sampah, sikap masyarakat
terhadap sampah dan pengelolaan sampah di Masyarakat Desa Jetis
Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
b. Merumuskan konsep
1). Sikap tentang sampah
Sikap tentang sampah ialah suatu keadaan masyarakat
yang memiliki pengetahuan, perasaan dan kecenderungan untuk
mendukung atau memihak pada usaha-usaha yang akan, sedang
dan telah dilakukan untuk pengelolaan sampah mandiri, antara lain
tercermin dari keberadaan tempat sampah sampah di rumah
tangga,mengikuti penyuluhan untuk pengelolaan sampah.
2). Pengetahuan
Pengetahuan tentang sampah adalah segala yang diketahui
oleh masyarakat perihal sampah seperti sumber sampah, jenis
sampah, akibat sampah bila tidak dikelola dengan baik untuk
mendukung pengelolaan sampah mandiri.
3)). Perilaku
Perilaku adalah pengelolaan sampah secara mandiri oleh
masyarakat di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten, yang dipisahkan antara sampah organik dan
sampah anorganik.
c. Merumuskan komponen yang diungkap
1) Komponen pengetahuan tentang sampah
a) Kognitif 1, yaitu komponen yang berhubungan dengan
pengetahuan tentang ide untuk mengelola sampah
b) Kognitif 2 yaitu komponen yang berhubungan dengan
pemahaman cara pengelolaan sampah.
c) Kognitif 3, yaitu komponen yang berhubungan dengan
penerapan pengelolaan sampah secara mandiri.
2) Komponen Sikap terhadap sampah
a). Kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan, keyakinan yang berhubungan dengan usaha
pengelolaan sampah mandiri.
b). Afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa
mendukung ataupun tidak mendukung upaya pengelolaan
sampah mandiri.
c).Konatif yaitu komponen yang berhubungan dengan
kecenderungan untuk bertindak dalam hal pengelolaan
sampah.
3) Komponen Perilaku Pengelolaan sampah
a) Ketersediaan tempat sampah yaitu adanya tempat untuk
menampung sampah yang dihasilkan dipisahkan antara
sampah organic dan anorganik
b) Pemanfaatan tempat sampah yaitu menempatkan sampah
sesuai dengan tempat sampah yang tersedia
d. Menyusun skor
1. Skor Pengetahuan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang
sampah dan pengelolaan sampah mandiri penulis menentukan
nilai 10 untuk setiap jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban
salah pada setiap pertanyaan.
2. Skor Sikap
Untuk mengukur sikap responden menggunakan teknik
skala Likert yaitu setiap item pernyataan diberikan alternatif
jawaban 5 kategori seperti tabel dibawah ini :
Tabel 3.1
Skor Penilaian Sikap Responden dalam Penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang Pengelolaan sampah mandiri terhadap
Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Keamatan Kalten Selatan Tahun 2008
Alternatif jawaan
Pernyataan SS S TT TS STS
Positif 5 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4 5
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
T : Tidak Tahu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
3. Skor Perilaku
Skor perilaku didasarkan pada hasil pengamatan yaitu :
a) Kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumah, berdasarkan
keberadaan sampah. Tidak ada sampah bernilai 20, sampah
terkumpul 10, sampah berserakan bernilai 0.
b) Ketersediaan tempat sampah terpisah antara sampah organik
dan anorganik, tersedia 3 unit bernilai 30, 2 unit bernilai 20, 1
unit bernilai 10 dan tidak tersedia bernilai 0.
c) Penggunaan tempat sampah, digunakan dengan benar bernilai
10 dan sampah tetap tercampur bernilai 0.
d) Kebersihan tempat sampah, tempat sampah tetap terjaga
kebersihan bernilai 10, tempat sampah kotor bernilai 0,dst.
F. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas digunakan untuk mengukur atau menunjukkan tingkat
ketepatan suatu instrumen. Suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan, selain itu dapat mengungkap data
dari variabel yang diteliti secara tepat. (Suharsimi Arikunto 1998:160),
sedangkan menurut Nana Sudjana (2000:12) bahwa validitas adalah
ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai, sehingga betul-
betul menilai apa yang seharusnya dinilai.
Ada dua macam validitas sesuai dengan ca.ra pengujiannya,
menurut Suharsimi Arikunto ( 1998 : 162 ) :
a. Validitas eksternal apabila data yang dihasilkan dari instrumen
tersebut sesuai dengan data atau infarmasi lain yang mengenai
variabel yang dimaksud.
b. Validitas internal apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian
instrumen dengan instrumen secara keseluruhan.
Untuk menguji validitas dari angket penelitian, maka peneliti
melakukan ujicoba kepada 40 warga RW II Desa Jetis Kecamatan Klaten
Selatan Kabupaten Klaten. Alasan pelaksanaan ujicoba di RW II yaitu
karakteristik penduduk hampir sama dan lokasi tidak jauh dari tempat
penelitian, hasil uji coba angket seperti pada lampiran 2. Kemudian dicari
validitasnya dari tiap-tiap soal dengan menggunakan rumus korelasi
pruduct moment (Suharsimi Arikunto,1998 :256) berikut :
rXY = }(}{)({
))((2)222 YYNXXN
YXXYN
Keterangan :
rXY : Koefisien korelasi dari variabel X dan Y
X : Skor item
Y : Skor total
N : Jumlah subyek
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Uji Validitas Pengetahuan tentang Sampah dan Pengelolaan mandiri Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten , tahun 2008
No Pertanyaan Nilai Pearson Hasil/kesimpulan
P1 0,506 ValidP2 0,644 ValidP3 0,453 ValidP4 0,498 ValidP5 0,384 ValidP6 0,514 ValidP7 0,673 ValidP8 0,361 ValidP9 0,578 Valid
P10 0,289 Tidak ValidP11 0,522 ValidP12 0,453 ValidP13 0,818 ValidP14 0,620 ValidP15 0,444 Valid
Berdasarkan uji validitas tersebut dengan hasil bahwa setiap butir
soal yang mempunyai nilai r > 0,308 atau p < 0,05 dinyatakan valid
sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan penelitian, sedangkan
butir ( P 10) mempunyai nilai r < 0,308 atau r > 0,05 dinyatakan tidak valid
sehingga tidak dipergunakan untuk analisis data, perhitungan
selengkapnya pada lampiran 3 dan contoh perhitungan pada lampiran 4.
Setiap butir pertanyaan/pernyataan untuk mengetahui sikap juga
dilakukan uji validitas korelasi product moment dengan tingkat
kepercayaan 95% ( p = 0,05 dan r = 0,308). Hasil uji validitas untuk sikap
sebagai berikut.
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Uji Validitas Sikap Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, tahun 2008
No Pertanyaan Nilai Pearson
Korelasi
Hasil/kesimpulan
S1 0,718 ValidS2 0,512 ValidS3 0,531 ValidS4 0,377 ValidS5 0,569 ValidS6 0,328 ValidS7 0,611 ValidS8 0,483 ValidS9 0,498 ValidS10 0,547 ValidS11 0,552 ValidS12 0,545 ValidS13 0,384 ValidS14 0,521 ValidS15 0,519 Valid
Berdasarkan hasil uji validitas tersebut diatas maka setiap butir
pertantaan/pernyataan sikap dapat dipergunakan dalam penelitian ini.
Perhitungan lengkap pada lampiran 5.
Hasil uji validitas Perilaku responden dalam upaya Pengelolaan
Sampah Mandiri sebagai berikut :
Tabel 3,4 hasil uji validasi perilaku pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, tahun 2008
No Pertanyaan Nilai Pearson
Korelasi
Hasil/kesimpulan
Prk1 0,767 ValidPrk2 0,390 ValidPrk3 0,779 ValidPrk4 0,569 ValidPrk5 0,399 ValidPrk6 0,423 ValidPrk7 0,607 Valid
Berdasarkan tabel tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa
pertanyaan tentang perilaku pengelolaan sampah dapat dipergunakan.
Perhitungan selengkapnya pada lampiran 6.
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah dapat dipercaya atau diandalkan, jadi suatu
instrumen yang digunakan harus reliabel. mengandung arti bahwa
instrumen tersebut cukup baik, sehingga mampu mengungkap data yang
dapat dipercaya, untuk memperoleh indeks reliabilitas soal
menggunakan rumus Alpha (Suharsimi Arikunto,1998:165) yaitu :
r11 = Reliabilitas instrument
k = Banyaknya butir pertanyaan/soal
2b = Jumlah varian butir
2t = Varian total
Hasil perhitungan tersebut kemudian dikonsultasikan pada tabel
realibitas. Menurut Suharsimi Arikunto (1998:209), harga koefisien
realibilitas diinterpretasikan sebagai berikut :
- Antara 0,800 sampai dengan 1, 000 = sangat tinggi
- Antara 0,600 sampai dengan 0,800 = tinggi
- Antara 0,400 sampai dengan 0,600 = cukup
- Antara 0,200 sampai dengan 0,400 = rendah
- Antara 0,000 sampai dengan 0,200 = sangat rendah
Hasil uji reliabilitas instrumen dalam penelitian yang dilakukan
adalah sebagai berikut pengetahuan r11 = 0,7966 , sikap r11 = 0,7957 dan
perilaku r11 = 0,662, hal ini menunjukkan nilai realibilitas soal tinggi yang
berarti instrumen layak dipergunakan, contoh perhitungan selengkapnya
pada lampiran 7.
G. Teknik Analisis Data
Sebelum dilakukan analisis data maka perlu dilakukan uji
normalitas data. Dalam penelitian ini analisis normalitas yang
dipergunakan adalah One sampel Kolmogorov – Smirov Test, hasil yang
diperoleh sebagai berikut :
641,1315
11 2
2
11
t
b
k
kr
Tabel 3.5 Hasil uji Normalitas instrumen Penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang Pengelolaan sampah mandiri terhadap
Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Keamatan Kalten Selatan Tahun 2008
No Item Penilaian Nilai Keterangan
1 Pengetahuan awal 0,069 Normal
2 Sikap awal penelitian 0.066 Normal
3 Perilaku awal penelitian 0,320 Normal
4 Pengetahuan akhir 0,491 Normal
5 Sikap akhir penelitian 0,072 Normal
6 Perilaku akhir penelitian 0,063 Normal
Berdasarkan tabel uji normalitas tersebut diatas diketahui hasil
penilaian lebih besar dari 0,05 maka instrumen dalam penelitian ini
mempunyai penyebaran nilai secara normal, perhitungan selengkapnya
pada lampiran 8.
Untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku pengelolaan sampah sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan, maka analisis menggunakan rumus t test sampel
independen (Sugiyono,2007:138) sebagai berikut :
11
21
21
nnSp
t
2
11
21
222
211
nn
snsnSp
Keterangan :
_ X1 = Rata-rata selisih tingkat pengetahuan, sikap atau perilaku
sebelum dan sesudah penyuluhan untuk kelompok perlakuan
_ X2 = Rata-rata selisih tingkat pengetahuan, sikap atau perilaku
sebelum dan sesudah penyuluhan untuk kelompok kontrol
n = jumlah sampel
Sp = variance pooled (varian gabungan)
Selanjutnya dikonsultasikan pada tabel t, apabila t hitung > t tabel
maka Hipotesa nol (Ho) ditolak, sebaliknya apabila t hitung < t tabel
maka Ho diterima.
Ho = Tidak ada perbedaan bermakna tingkat pengetahuan tentang
sampah sebelum dan sesudah penyuluhan bagi masyarakat di
RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten
H = Ada perbedaan bermakna tingkat pengetahuan tentang sampah
sebelum dan sesudah penyuluhan bagi masyarakat di RW I Desa
Jetis Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten
83
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten pada Bulan Mei s/d September 2008. Luas Desa Jetis
sekitar 97 Ha, terdiri dari 5 RW, 21 RT dengan jumlah penduduk 3.019 orang
terdiri dari 824 KK. Batas-batas wilayah Desa Jetis sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Nglinggi
Sebelah Timur : Desa Sumberejo
Sebelah Selatan : Desa Trunuh
Sebelah Barat : Desa Gondang
Secara geografis Desa Jetis terletak kira-kira 1,5 km dari pusat Pemerintahan
Kabupaten Klaten, Sedangkan dari Kantor Kecamatan Klaten Selatan berjarak
kurang lebih 1 Km. Meskipun lokasi Desa Jetis tidak jauh dari pusat
pemerintahan Kabupaten Klaten, tetapi kehidupan masyarakat sangat kental
dengan suasana pedesaan, dengan dominasi lahan sebagai sawah dan
merupakan daerah pertanian tradisional.
2. Kependudukan
Dalam penelitian ini pengelompokan penduduk dibedakan pada beberapa
karakteristik yang diperlukan untuk memberikan gambaran tentang Desa Jetis
dan dapat dipergunakan dalam menganalisa hasil penelitian.
84
a. Klasifikasi Penduduk berdasar umur dan jenis kelamin.
Jumlah penduduk di Desa Jetis pada tahun 2007 sebanyak 3019 orang
pengelompokan penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Desa Jetism Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten berdasar umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007
No Kelompok
Umur
Laki -laki Perempuan Jumlah Prosen
1 0 – 4 134 128 262 8,70
2 5 – 9 121 107 228 7,55
3 10 – 14 117 134 251 8,31
4 15 - 19 133 164 297 9,84
5 20 – 24 120 115 235 7,78
6 25 – 29 96 160 256 8,48
7 30 - 34 122 119 241 7,98
8 35 – 39 122 138 260 8,61
9 40 – 44 101 116 217 7,19
10 45 – 49 99 97 196 6,49
11 50 – 54 59 60 119 3,94
12 55 – 59 57 52 109 3,61
13 60 - 64 41 73 114 3,78
14 65 < 109 125 234 7,75
Jumlah 1431 1588 3019 100
Sumber data : Monografi Desa Jetis Tahun 2007
85
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Jetis yang
berusia produktif (21 – 55 tahun) yaitu sebanyak 1821 orang (60,32%).
Sedangkan bila dilihat secara kelompok umur jumlah terbesar adalah
kelompok umur 15 – 19 tahun yaitu 297 orang (9,98%).
b. Distribusi Penduduk berdasar Mata Pencaharian
Distribusi penduduk usia kerja (21 – 55 Tahun) di Desa Jetis pada tahun 2007
dikelompokan sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten berdasarkan Pekerjaan, tahun 2007
No Mata pencaharian Jumlah Prosen
1 Buruh 461 25,32
2 Petani 281 15,43
3 Pedagang 300 16,49
4 Wiraswasta 278 15,27
5 Pegawai Swasta 369 20,26
6 PNS/TNI/Polri 73 4,00
7 Pensiunan 58 3,15
8 Jumlah 1820 100
Sumber data : Monografi Desa Jetis, Tahun 2007
Pada tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa bagian terbesar penduduk
bekerja sebagai buruh 461 orang (25,32%) yang terdiri dari buruh bangunan
dan buruh tani. Penduduk yang mempunyai pekerjaan bersifat mandiri
(pedagang, petani dan wiraswasta) sebanyak 859 orang (47,19%), sedangkan
86
jumlah penduduk sebagai pegawai (Swasta,PNS/TNI/Polri dan Pensiunan)
sebanyak 500 orang (27,41%).
c. Distribusi Penduduk berdasarkan Tingkat pendidikan
Pengelompokan penduduk Desa Jetis yang berumur lebih 5 tahun
berdasarkan tingkat pendidikan sebagai bberikut :
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten berdasarkan tingkat pendidikan, tahun 2007
No Tingkat Perndidikan Jumlah Prosen
1 Tidak Sekolah dan tidak Tamat SD 193 7,00
2 SD 1020 36,99
3 SLTP 877 31,91
4 SLTA 521 18,89
5 Akademi/PT 146 5,21
6 Jumlah 2757 100
Sumber data : Monografi Desa Jetis, Tahun 2007
Berdasarkan data tersebut diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
yang seharusnya mendapatkan pendidikan 2.757 orang, tetapi masih ada
penduduk 193 orang (7,00%) tidak sekolah/tidak tamat SD. Bagian terbesar
adalah masih berpendidikan dasar (SD dan SMP) 1.897 orang atau 58,89%,
pendudk yang mempunyai pendidikan menengah dan tinggi sebanyak 667
orang 24,19%
C. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah Ibu/Kepala keluarga, sesuai dengan
rencana jumlah responden adalah 68 orang, yang terdiri sebagai kontrol
87
sebanyak 34 orang dan kelompok perlakuan 34 orang. Berdasar hasil
penelitian diketahui krakteristik responden sebagai berikut :
1. Jenis Pekerjaan
Mata pencaharian sebagai sumber utama penghasilan kepala keluarga (
responden ) sebagai berikut
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten
Selatan Kabupaten Klaten berdasarkan pekerjaan, tahun 2007
No Mata pencaharian kontrol perlakuan jumlah Prosen
1 Buruh 0 3 3 4,41
2 Petani 9 3 12 17,65
3 Wiraswasta 17 13 30 44,11
4 Pegawai Swasta 6 7 13 19,12
5 PNS/TNI/Polri 2 8 10 14,71
8 Jumlah 34 34 68 100
Dari tabel tersebut diatas diketahui bahwa responden terbanyak mempunyai
pekerjaan sebagai wiraswasta 30 orang (44,11%), tetapi dalam penelitian ini
tidak diuraikan bidang pekerjaannya. Selanjutnya adalah karyawan swasta 13
orang (19.12%),
2. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikannya responden dapat dikelompokan sebagai
berikut :
88
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten
Selatan Kabupaten Klaten berdasarkan Pendidikan, tahun 2008
Responden JumlahNo Pendidikan
Kontrol Perlakuan abst %
1 Tidak Sekolah/
tidak Tamat SD
2 0 2 2,9
2 SD 3 7 10 14,7
3 SLTP 7 6 13 19,1
4 SLTA 18 17 35 51,5
5 Akademi/PT 4 4 8 11,8
6 Jumlah 34 34 68 100
Berdasarkan tabel 4.5 tersebut dapat diketahui bahwa responden yang
menyelesaikan pendidikan dasar ( SD dan SMP) sebanyak 23 orang atau
33,8%, Jumlah responden yang mempunyai tingkat pendidikan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) adalah 35 orang 51,5%, sedangkan jumlah
terkecil adalah tidak sekolah/tidak tamat SD adalah 2 orang (2,9%). Hasil
penelitian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa semua responden
dapat membaca dan menulis untuk menjawab dan mengisi kuesioner yang
diberikan.
3. Umur
Umur responden yang sangat bervariasi antara umur 26 tahun sampai dengan
52 tahun, maka pengelompokan responden sesuai umur adalah sebagai
berikut.
89
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Desa Jetis Kecamatan
Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar umur Tahun 2008
No Kelompok
Umur
Kontrol Perlakuan Jumlah Prosen
1 26 – 30 1 8 9 13,23
2 31 – 35 7 7 14 20,58
3 36 – 40 6 10 16 23,53
4 41 - 45 11 7 18 26,47
5 46- 50 8 2 10 14,70
6 51 - 55 1 0 1 1,47
5 Jumlah 34 34 68 100
Berdasarkan data pada tabel 4.6 tersebut diatas dapat diketahui bahwa
responden terbanyak berusia 26 - 45 tahun (83,82%). Hal ini memberikan
gambaran bahwa responden masih produktif, dan mempunyai waktu serta
kemampuan untuk mengikuti kegiatan pengelolaan sampah secara mandiri.
2. Tingkat Pengetahuan
Hasil pengukuran pengetahuan responden tentang pengelolaan sampah
mandiri dilakukan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dengan hasil
sebagai berikut :
90
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
Tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri Desa Jetis Kecamatan
Klaten Selatan Tahun 2008
Kelompok Kontrol Kelompok PerlakuanResponden
Awal Akhir Selsh Awal Akhir Selsh
1 60 90 30 60 80 202 100 110 10 80 90 103 60 100 40 100 120 204 90 100 10 100 120 205 80 100 10 110 130 206 110 120 10 60 90 307 100 100 0 100 120 208 100 110 10 90 90 09 90 90 0 120 130 1010 120 100 - 20 70 90 2011 90 110 20 100 130 3012 70 90 20 110 130 2013 90 110 20 80 100 2014 90 90 0 120 140 2015 90 100 10 70 100 3016 100 100 0 110 120 1017 100 110 10 80 110 3018 80 100 20 100 110 1019 90 110 20 130 140 1020 110 120 10 100 110 1021 90 90 0 120 120 022 100 110 10 70 110 4023 80 90 10 60 80 2024 80 80 0 90 120 3025 50 70 20 80 110 3026 70 90 20 100 100 027 80 90 20 70 90 2028 90 100 10 60 80 2029 80 90 10 100 130 3030 90 90 0 70 90 2031 90 100 10 90 110 2032 80 100 20 70 100 3033 70 100 30 60 90 3034 80 100 20 100 110 10
Rata-rata 86,77 98,24 10,58 87,06 108,53 19,71
91
Berdasarkan data tabel 4.7 tersebut diatas dapat diketahui bahwa tingkat
pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah mandiri awal
penelitian relatif sama yaitu pada kelompok kontrol adalah 86,76, kelompok
perlakuan 91,18. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek akan mudah
berubah setelah mendapatkan informasi mengenai obyek terseut. Pada
penelitian pemberian informasi dengan metode penyuluhan diberikan pada
kelompok perlakuan. Kemudian dilakukan pengukuran kembali diperoleh hasil
rata-rata pengetahuan kelompok kontrol 98.24 dan kelompok perlakuan
108.53. Peningkatan pengetahuan terjadi pada 1 (satu) orang responden
kelompok kontrol dengan peningkatan 40 nilai. Tidak semua responden
mengalami peningkatan pengetahuan masing – masing 3 orang untuk
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, ada 1 (satu) responden mengalami
penurunan pengetahuan pada kelompok kontrol.
3. Sikap Responden
Sikap responden adalah tanggapan responden terhadap stimulus yang
diterima. Dalam penelitian ini pengukuran skap responden dilakukan 2 (dua)
kali yaitu pada waktu sebelum diberi penyuluhan dan sesudah diberi
penyuluhan pada kelompok perlakuan. Hasil pengukuran dalam penelitian ini
sebagai berikut :
92
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang Sampah dan
Pengelolaan Sampah Mandiri Desa Jetis,Kecamatan Klaten Selatan,
Kabupaten Klaten 2008
Kelompok Kontrol Kelompok PerlakuanResponden
Awal Akhir Selsh Awal Akhir Selsh
1 48 50 2 59 60 12 50 49 1 41 47 63 50 52 2 59 62 34 50 51 1 58 64 65 47 49 2 53 56 36 47 48 1 45 51 67 46 47 1 52 58 68 42 44 2 46 56 109 44 45 1 46 54 810 47 45 -2 56 56 011 41 42 1 45 52 712 42 44 2 41 56 1513 48 47 -1 48 57 914 56 56 0 43 57 1415 60 61 1 48 58 1016 42 47 5 44 51 717 54 56 2 38 55 1718 45 46 1 43 56 1319 45 45 0 46 56 1020 39 39 0 59 62 321 58 59 1 52 52 022 41 42 1 43 58 1323 64 64 0 46 56 1024 44 45 1 41 51 1025 58 59 1 47 56 926 54 55 1 48 57 927 49 50 1 43 54 1128 40 42 2 43 55 1229 49 49 0 45 54 930 48 48 0 43 51 831 59 59 0 50 60 1032 49 49 0 46 59 1333 51 52 1 56 65 934 52 52 0 56 66 10
Rata-rata 48,79 50,68 1,89 47,91 56,41 8,5
93
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa pada awal penelitian rata-
rata nilai sikap kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok kontrol yaitu
47,91 dibanding 48,79. Setelah kelompok perlakuan diberi penyuluhan dan
dilakukan pengukuran kembali diperoleh rata-rata nilai sikap pada kelompok
perlakuan menjadi lebih tinggi yaitu 56,41 dibanding 50,68. ini berarti
peningkatan nilai sikap kelompok perlakuan 8,50 (17,74%) dan pada kelompok
kontrol 1,89 (3,87%). Responden yang tidak mengalami perubahan sikap
sebanyak 11 orang ( 9 orang kelompok kontrol dan 2 orang kelompok
perlakuan). Sedangkan 1 (satu) orang pada kelompok kontrol mengalami
penurunan nilai sikap. Sebanyak 15 orang responden pada kelompok
perlakuan mengalami peningkatan sikap antara 10 – 17.
4. Perilaku Pengelolaan Sampah Mandiri
Perilaku sebagai tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari responden
terhadap stimulus yang telah diterima. Perilaku seseorang terhadap suatu
obyek biasanya terbentuk dalam waktu yang sangat lama. Hasil penelitian
perilaku responden terhadap pengelolaan sampah di Desa Jetis Kecamatan
Klaten Selatan, Kabupaten Klaten sebagai berikut.
94
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden dalam Pengelolaan
Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten
Klaten Tahun 2008
Kelompok Kontrol Kelompok PerlakuanResponden
Awal Akhir Selsh Awal Akhir Selsh
1 50 60 10 80 100 202 50 70 20 60 80 203 70 70 0 70 100 304 50 60 10 70 90 205 60 70 10 60 80 206 80 90 10 70 120 507 70 90 20 70 110 408 90 90 0 60 80 209 110 120 10 70 100 3010 90 100 10 70 80 1011 110 120 10 90 90 012 50 60 10 70 80 1013 70 80 10 90 110 2014 110 110 0 110 120 1015 60 70 10 100 110 016 70 80 10 80 100 2017 110 110 0 60 80 2018 80 80 0 70 90 2019 90 100 10 60 100 4020 70 80 10 60 90 3021 110 110 0 70 80 1022 50 60 10 60 80 2023 80 90 10 80 100 2024 70 80 10 70 90 2025 80 70 -10 80 80 026 70 80 10 70 80 1027 60 90 30 60 90 3028 110 130 20 70 80 1029 80 90 10 70 90 2030 110 120 10 80 100 2031 90 100 10 60 70 1032 60 80 20 80 110 3033 60 70 10 70 120 5034 110 120 10 90 100 20
Rata-rata 78,82 88,82 10,0 76,18 98,82 22,65
Dari tabel 4.9 tersebut diatas dapat diketahui bahwa pada awal peneltian nilai
rata-rata perilaku kelompok perlakuan 76,18 lebih rendah dibandingkan
95
kelompok kontrol 78,82. Setalah diberikan penyuluhan pada kelompok
perlakuan dilakukan pengukuran nilai perilaku dan diperoleh rata-rata nilai
pada kelompok perlakuan 98,82 lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol
88,82. Sebanyak 8 responden tidak mengalami perubahan perilaku (6 orang
kontrol dan 2 orang perlakuan), Sedangkan sebanyak 1 orang dari kelompok
kontrol mengalami penurunan nilai rata – rata perilaku.
B. Analisis data
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisa deskriptif yang
akan menguraikan/menggambarkan beberapa variabel dan analisis kuantitatif
(t test) untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku
pengelolaan sampah mandiri pada kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan .
1. Analisis deskriptif
a.Tingkat Pendidikan, Pengetahuan,Sikap dan Perilaku.
Tingkat pendidikan berhubungan dengan peningkatan pengetahuan responden
(kontrol dan perlakuan). Secara umum terjadi perubahan/peningkatan
pengetahuan responden tentang pengelolaan sampah mandiri pada awal dan
akhir penelitian. Seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi dan
pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain mempunyai kesempatan
untuk memperoleh informasi dan akses lebih banyak dalam pengelolaan
sampah. Komunikasi dan interaksi responden dengan masyarakat luas dapat
mempengaruhi pengetahuan dan sikap responden,
96
Tabel 4.10 Tabel Distribusi Tingkat Pendidikan dan Peningkatan Pengetahuan
Responden Tentang Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis, 2008
Rata - rata
Tingkat Pendidikan
Penget Sikap Perilaku Frekuensi Prosen
Tidak Sekolah /Tidak Tamat SD
80,00 43,00 55,00 2 2,9
Sekolah dasar 81,54 42,57 65,00 10 14,7
SLTP 82.00 46,50 76,15 13 19,1
SLTA 89,43 50,00 78,86 35 51,5
Akademi/PT 96,25 52,25 95,00 8 11,8
Jumlah 87,35 47,91 77,50 68
Dari Tabel 4.10 tersebut diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi
pendidikan responden mempunyai pengetahuan tentang sampah dan cara
pengelolaan mandiri yang lebih baik. Berdasarkan nilai maksimal
pengetahuan yaitu 140, maka dapat diasumsikan bahwa nilai responden yang
berkisar antara 80,00 – 96,25 (rata – rata 87,35) dapat dikatakan cukup. Pada
tabel di atas juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi pendidikan responden
mempunyai kecenderungan sikap yang lebih tinggi, serta perilaku yang baik
dalam pengelolaan sampah.
b. Pekerjaan , Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Sikap seseorang/responden sangat berhubungan dengan pengetahuan dan
lingkungan pekerjaan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan tinggi
diharapkan mempunyai sikap yang baik terhadap sampah dan cara
pengelolaan mandiri.
97
Tabel 4.11 Tabel Distribusi Pekerjaan , Pengetahuan,Sikap dan Perilaku
Responden Tentang Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan
Klaten Selatan Kabupaten Klaten 2008
Rata - rataJenis Pekerjaan
Penget Sikap Perilaku
Frekuensi Prosen
Buruh 80,00 51,67 56,67 3 4.41
Petani 89,17 53,25 85,38 12 17.65
Pegawai Swasta 82,33 49,13 78,33 30 44.11
Wiraswasta 92,31 48,15 60,00 13 19.12
PNS/TNI/Polri/Pensiun 96,00 47,70 92,00 10 14.71
Jumlah 87,35 47,91 77,50 68
Jenis pekerjaan responden biasanya mempunyai hubungan dengan luasnya
pengetahuan seseorang pada suatu obyek. Petani merupakan pekerjaan yang
banyak berhubungan dengan sampah organik sebagai bahan pupuk, maka
pengetahuan responden sebagai petani dalam penelitian ini relatif tinggi
(89,17) di atas rata-rata responden yaitu 87,35. Demikian juga pada sikap dan
perilaku petani lebih baik dari jenis pekerjaan lain.
2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dalam penelitrian ini adalah menggunakan Analisa t test
Sampel independent, yaitu untuk mencari pengaruh antara variabel bebas
yaitu penyuluhan terhadap variabel terikat yaitu pengetahuan responden,
sikap responden dan perilaku responden dalam upaya. Pengelolaan Sampah
98
Mandiri. Dalam melakukan analisa ini menggunakan Derajat Kepercayaan
95%. Hasil perhitungan analisis t test selengkapnya pada Lampiran 9a-10c :
Tabel 4.12 Hasil t test Pengaruh Penyuluhan Terhadap , Pengetahuan,Sikap
dan Perilaku Responden Tentang Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis
Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten 2008
Komponen t hitung t tabel P α:5%
Pengetahuan 3,904 1,990 0,000 0,05
Sikap 46,025 1,990 0,000 0,05
Perilaku 5,622 1,990 0,000 0,05
Keterangan :
Karena pada tabel distribusi t tidak terdapat dk = 66, maka nilai t tabel
dipergunakan dari rata-rata dk = 60 yaitu 2,000 dan dk = 120 yaitu 1,980 yaitu
1,990.
a. Pengaruh Penyuluhan terhadap Pengetahuan Responden.
Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan masyarakat
tentang sampah dan pengelolaan secara mandiri dilakukan analisa uji beda
perubahan nilai pengetahuan antara kelompok kontrol dengan perlakuan uji t
test sampel independen menggunakan dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Hipotesa Nol (Ho) tidak ada perbedaan perubahan pengetahuan secara
bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada awal
penelitian dan akhir penelitian.
Berdasarkan tabel 4.12 diketahui nilai t hitung 3,904 lebih besar dari t tabel
1,990 atau p=0,000 ( p < 0,05) berarti hipotesa nol ditolak. Hal ini menunjukkan
99
bahwa peningkatan pengetahuan responden tentang sampah dan cara
pengelolaan mandiri sangat dipengaruhi oleh penyuluhan yang telah dilakukan.
b. Pengaruh Penyuluhan terhadap Sikap Responden
Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap perubahan nilai sikap
responden maka dilakukan analisa uji perbedaan menggunakan uji t test
Sampel independen, tingkat kepercayaan 95%. Hipotesa Nol (Ho) yaitu tidak
ada peredaan sikap yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan pada awal dan akhir penelitian. Uji beda ini dilakukan dengan
membandingkan perubahan nilai sikap kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan.
Dari data tabel 4.12 diketahui nilai t hitung 46,025 lebih besar dari t tabel
1,990 atau p=0,000 ( p < 0,05), sehingga Ho ditolak berarti ada perbedaan
sikap secara bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan pada awal
dan akhir penelitian. Peningkatan sikap pada kelompok responden sangat
dipengaruhi oleh penyuluhan yang telah dilakukan.
c. Pengaruh Penyuluhan terhadap Perilaku Responden
Perilaku responden terhadap sesuatu obyek dapat berubah setelah yang
bersangkutan memperoleh informasi baru. Untuk mengetahui perbedaan
perilaku responden kontrol dan responden perlakuan dilakukan uji beda
dengan t test tidak terikat dengan tingkat keprcayaan 95%. Uji beda ini
dilakukan dengan membandingkan besarnya perubahan antara responden
100
kontrol dan responden perlakuan. Hipotesa Nol (Ho) adalah tidak ada
perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.
Berdasarkan tabel 4.12 diketahui nilai t hitung 5,622 lebih besar dari t tabel
1,990 atau p=0,000 ( p < 0,05) sehingga Ho ditolak, hal ini membuktikan
bahwa perubahan perilaku responden sangat dipengaruhi oleh penyuluhan
yang telah dilakukan.
d. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden
Pengetahuan responden tentang sampah, jenis sampah, dampak negatif
sampah dan cara pengelolaan yang baik akan memudahkan responden dalam
mempersepsikan dan bersikap terhadap sampah. Untuk membuktikan bahwa
peningkatan pengetahuan responden berhubungan dengan peningkatan sikap
responden. maka dilakukan analisis dengan menggunakan uji korelasi product
moment dengan hasil r = 0,291 atau p = 0,016 (p < 0,05) berarti bahwa
peningkatan pengetahuan responden tentang sampah dan cara pengelolaan
mandiri berhubungan dengan sikap responden di Desa Jetis Kecamatan
Klaten selatan Kabupaten Klaten.
e. Hubungan Pengetahuan, Sikap dengan Perilaku Responden
Pemahaman seseorang terhadap suatu obyek dapat mempengaruhi
berpeilaku, dalam penelitian ini diperoleh bahwa responden yang mengalami
peningkatan pengetahuan tentang sampah, jenis sampah, dampak negatif
sampah, cara pengelolaan sampah dan sikap terhadap sampah mempunyai
kecenderungan untuk berperilaku lebih baik. Hasil analisis korelasi product
101
moment antara pengetahuan dengan perilaku adalah r = 0,291 atau p = 0,039
(p<0,05) dan hubungan antara peningkatan sikap dengan peningkatan
perilaku r = 0,410 atau p = 0,001 (p < 0,05) menunjukkan adanya hubungan
antara peningkatan pengetahuan dan sikap dengan peningkatan perilaku
terhadap sampah dan cara pengelolaan mandiri.
Masyarakat akan melakukan tindakan (perilaku) pengelolaan sampah mandiri
apabila didasari oleh pengertian atau pemahaman tentang jenis sampah,
dampak negatif sampah yang tidak dikelola baik, cara pegelolaan sampah
secara benar sehingga menimbulkan sikap positif pada masyarakat.
C. PEMBAHASAN
Masalah sampah sebenarnya masalah klasik di Masyarakat Desa Jetis
Kecamatan Klaten Selatan, namun sebagian masyarakat menganggap hal
yang tidak penting dan pengelolaannya bukan tanggung jawab mereka.
Sampah banyak dibuang ke sungai/parit yang berada di tengah kampung, atau
dibuang di suatu tempat (pinggir kampung), sehingga telah banyak
menimbulkan masalah seperti meluapnya air waktu hujan, menimbulkan bau
dan mengganggu pemandangan, masyarakat tidak menyadari bahwa akibat
lebih lanjut keberadaan sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah
sebagai tempat berkembang biak lalat, tikus dan binatang lain berpotensi
menimbulkan penyakit.
Meskipun penyuluhan bukanlah cara baru dalam upaya pemecahan
masalah, upaya pemberdayaan masyarakat termasuk dalam pengelolaan
102
sampah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan,
sikap dan perilaku responden pada dua kelompok yaitu kelompok kontrol yang
tidak diberikan penyuluhan dan kelompok perlakuan yang diberi penyuluhan.
Metode penyuluhan yang dipergunakan adalah penyuluhan langsung dengan
media bergambar.
Frekuensi Penyuluhan dilakukan sebanyak 4 (empat) kali yang
berlangsung antara bulan Mei sampai dengan September 2008. Pemberian
penyuluhan yang berulang-ulang dimaksudkan agar responden mendapatkan
informasi yang cukup, sehingga menumbuhkan sikap dan perilaku positif
sebagai tujuan penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan secara mandiri.
1. Pengetahuan Responden
Pengetahuan responden tentang sampah dan cara pengelolaan yang
baik sangat diperlukan dalam upaya pemecahan masalah sampah.
Pengetahuan responden dapat diperoleh dari hasil penginderaan terutama
karena pendengaran dan penglihatan (Soekidjo Notoatmodjo,2003), disamping
itu pengetahuan seseorang dapat diperoleh karena pengalaman dari berbagai
sumber seperti media massa, media elektronika, membaca buku dan majalah,
atau sebagai hasil berkomunikasi dengan orang lain, misalnya mengikuti
penyuluhan dan sarasehan.
Sebelum penyuluhan tentang sampah dan cara pengelolaan untuk
kedua kelompok penelitian relatif sama, yaitu kelompok kontrol 87,647 dan
kelompok perlakukan 87,06 kemudian dilakukan penyuluhan bagi kelompok
103
perlakuan. Pada akhir penelitian dilakukan pengukuran pengetahuan pada
kedua kelompok, keduanya menunjukkan peningkatan yaitu kelompok
perlakuan mempunyai nilai 106,76 atau meningkat 19.70 (22,63%) dan
kelompok kontrol mempunyai nilai 98,23 atau meningkat 10.06 (11,48%).
Peningkatan pengetahuan pada kelompok kontrol mungkin diperoleh dari
media masa, dan hasil komunikasi dari orang per orang waktu interaksi baik
dilingkungan kerja maupun di tempat lain. Penyuluhan kepada responden
kelompok perlakuan yang dilakukan berulang-ulang (sebanyak 4 kali) telah
memungkinkan responden untuk menerima informasi yang lebih banyak
sehingga mudah untuk dimengerti (Tabel 4.7).
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan t test Sampel
independen diperoleh t hitung = 3,904 > t tabel = 0,1990 atau p < 0,05. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan peningkatan pengetahuan yang bermakna
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada akhir penelitian.
Perbedaan peningkatan pengetahuan ini menunjukkan bahwa penyuluhan
yang pada hakekatnya bentuk komunikasi untuk memberikan informasi
mengenai kebutuhan dan masalah sosial serta sumber dan potensi sosial yang
dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah sampah bagi responden di
Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten mendapatkan
tanggapan positf. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan
pengetahuan pada kelompok perlakuan hanya disebabkan oleh karena
penyuluhan yang diberikan.
104
Grafik 5.1 Pengetahuan responden tentang sampah dan pengelolaan
sampah mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kelompok Kontrol
dan Perlakuan Pada Awal dan Akhir Penelitian
0
20
40
60
80
100
120
Sebelum Sesudah Selisih
Kontrol Perlakuan
Hasil penelitian sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Supardi
Sudibyo, Dwi Sampurno dan Mulyono Notosiswoyo (1998) tentang pengaruh
penyuluhan obat terhadap peningkatan perilaku pengobatan sendiri yang
sesuai dengan aturan.
Hal-hal yang mungkin menjadi hambatan proses peningkatan
pengetahuan responden antara lain ; rerata umur responden tidak muda
sehingga lambat dalam menerima informasi, pendidikan responden semakin
tinggi tingkat pendidikan lebih mudah untuk menerima pesan yang
disampaikan, tempat dan kondisi penyuluhan yang kurang nyaman dapat
105
mengganggu serta waktu penyuluhan yang tidak tepat sehingga responden
kadang tidak datang.
2. Sikap
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif, apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi, maka
seseorang akan mempunyai sikap positif dan menyatakan setuju apabila telah
memahami dan mengerti suatu obyek/maksud, sebaliknya akan memberikan
jawaban tidak setuju pada pernyataan yang mengandung pengertian negatif.
Pengetahuan yang tinggi tentang sampah dan cara pengelolaannya biasanya
akan menjadikan seseorang berkecenderungan untuk bersikap positif. Pada
penelitian ini kuesioner sikap dibedakan menjadi beberapa yaitu tanggapan
tentang cara pembuangan sampah, kesediaan mengikuti kegiatan pengelolaan
sampah dan anggapan tentang sampah.
Pada awal penelitian secara keseluruhan responden di Desa Jetis
Kecamatan Klaten Selatan berdasarkan kuesioner penilaian terhadap sikap
relatif sama yaitu kelompok kontrol 48,79 dan kelompok perlakuan 47.91
Setelah dilakukan penyuluhan bagi kelompok perlakuan kemudian pada akhir
penelitian dilakukan pengukuran sikap maka diperoleh nilai yaitu kelompok
kontrol 50,676 mengalami peningkatan 1.882 (3,857%) dan kelompok
perlakuan 54,941 mengalami peningkatan 7,029 (14,671%) (Tabel 4.8). Kedua
kelompok tersebut mengalami peningkatan nilai sikap. Hal-hal yang dapat
106
merubah sikap seseorang pada suatu obyek adalah pengetahuan yang dimiliki,
tindakan orang lain yang dapat dijadikan panutan, adanya peraturan dll.
Setelah dilakukan uji beda dengan menggunakan t test Sampel
independen diperoleh nilai t hitung = 46,025 > t tabel = 0,1990 atau p < 0,005 ini
berarti ada perbedaan peningkatan nilai sikap yang bermakna antara kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan. Penyuluhan yang dilakukan pada responden
kelompok perlakuan telah menyebabkan peningkatan pengetahuan lebih
besar, sehingga menumbuhkan sikap positif bagi responden. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan sikap pada kelompok perlakuan sangat
dipengaruhi penyuluhan yang dilakukan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Heny Perbowosari (2004) yang
menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pengetahuan dan sikap
responden terhadap pelestarian lingkungan, semakin tinggi nilai pengetahuan
rersponden di Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten
tentang sampah dan cara pengelolaan maka mempunyai nilai sikap yang tinggi
terhadap sampah dan cara pengelolaan.
Hal – hal yang dapat menghambat responden tidak mencapai nilai sikap
maksimal antara lain rerata umur responden yang relatif tidak muda sehingga
mempunyai kecenderungan untuk lebih sulit mengubah sikap dan jenis
pekerjaan responden sebagian besar wiraswasta yang telah terpola dengan
kegiatan ekonomis.
107
Grafik 5.2 Sikap responden tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri
di Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Pada Awal dan Akhir Penelitian
0
10
20
30
40
50
60
Sebelum Sesudah Selisih
Kontrol Perlakuan
Perilaku Responden
Perilaku yang sering diterjemahkan sebagai tindakan sehari – hari merupakan
perwujudan atau pelaksanaan dari pengetahuan atau sikap pada suatu obyek.
Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang tinggi dan sikap yang baik
biasanya akan bertindak sesuai dengan pengetahuan dan sikapnya.
Pada awal penelitian dilakukan pengukuran perilaku responden,
diperoleh nilai yaitu responden kontrol lebih tinggi 78,824 dan responden
perlakuan 76,177. Nilai perilaku awal bagi responden perlakuan yang lebih
rendah memberikan gambaran bahwa rendahnya pengetahuan dan sikap ada
hubunganya dengan perilaku. Setelah dilakukan penyuluhan bagi responden
108
perlakuan kemudian dilakukan pengukuran perilaku diperoleh nilai responden
kontrol 88,82 dan responden perlakuan 98,82. Kedua kelompok tersebut
mengalami peningkatan sesuai dengan peningkatan pengetahuan dan sikap.
Perilaku responden kontrol meningkat 10,00 (12,687%) sedangkan responden
perlakuan meningkat 22,65 (29,73).
Peningkatan perilaku responden mengindikasikan bahwa penyuluhan
tentang sampah dan cara pengelolaan mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten
Selatan mendapatkan sambutan yang baik sehingga masyarakat melakukan
seperti yang diharapkan meskipun belum maksimal.
Grafik 5.3 Perilaku responden dalam pengelolaan sampah mandiri di Desa
Jetis Kecamatan Klaten selatan Kelompok Kontrol dan Perlakuan Pada Awal
dan Akhir Penelitian
0102030405060708090
100
Sebelum Sesudah Seliih
Kontrol Perlakuan
109
Hasil analisis uji t Sampel independen diperoleh nilai t hitung = 5,622 > t
tabel = 0,1990 atau p < 0,05. Sehingga Ho ditolak berarti ada perbedaan
bermakna peningkatan perilaku antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian R. Peveler, et al yang membuktikan
bahwa komunikasi dalam bentuk penyuluhan dapat meningkatkan ketaatan
responden , juga penelitian I.C Makie et al, yang membuktikan bahwa
pemberian leaflet dapat mengubah tindakan responden pada suatu obyek
(Supardi Sudibyo, Dwi sampurno,dan Mulyono Noto Siswoyo, 1998)
Hal-hal yang mungkin menjadi hambatan dalam proses peningkatan
perilaku pengelolaan sampah mandiri dii Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
antara lain umur responden yang relatif tua yang telah mempunyai perilaku
yang terbentuk dalam waktu lama sehingga tidak mudah untuk perubahan
perilaku, pekerjaan responden yang secara ekonomi lebih menguntungkan
daripada mengelola sampah dan peraturan yang belum diterapkan dengan
semestinya.
Berdasar uraian diatas dapat diketahui bahwa penyuluhan tentang sampah
dapat meningkatkan pengetahuan responden tentang pengelolaan sampah
mandiri secara bermakna. Peningkatan pengetahuan juga meningkatkan sikap
responden, selanjutnya peningkatan pengetahuan dan sikap responden juga
meningkatkan perilaku responden untuk melakukan pengelolaan sampah
secara mandiri. Menurut Grees LW, perubahan perilaku sebagai suatu konsep
dapat terjadi secara terencana dan menetap melalui kerangka perubahan
110
dimensinya secara bertahap yaitu mulai dari perubahan sebagai immediate
impact, upaya perubahan sikap sebagai intermediate impact dan kemudia
perubahan perilaku sebagai longterm impact. Menurut Roger & Shoemaker
sebagai suatu proses setiap tahap mempunyai pengaruh perubahan tahap
berikutnya dan setiap tahap memerlukan strategi komunikasi yang khusus.
Ceramah dan pemberian leaflet tentang pengelolaan sampah oleh penyuluh
cenderung meningkatkan pengetahuan responden. Pada penelitian ini telah
terbukti bahwa peningkatan pengetahuan telah meningkatkan sikap terhadap
pengelolaan sampah mandiri dan akhirnya meningkatkan perilaku yang
diharapkan dalam pengelolaan sampah secara mandiri.
111
BAB V
KESIMPULAN,IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah diuraikan di muka, maka dibuat
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan pengetahuan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan
mandiri di masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten
Klaten. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan dengan menggunakan teknik
analisis t test sample independen yang hasilnya t = 3,904 atau p < 0,05.
Pengetahuan tentang sampah dan cara pengelolaan sampah
mandiri masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten
Klaten yang meliputi tentang pengertian sampah, jenis sampah, dampak
negatif sampah , waktu penyimpanan dan cara pengelolaan sampah
semakin meningkat setelah diberi penyuluahn.
2. Terdapat perbedaan sikap yang signifikan antara sebelum dan
sesudah penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan mandiri di
masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan teknik analisis t test
sample independen dengan hasil t = 46,025 atau p < 0,05.
Sikap masyarakat terhadap sampah dan cara pengelolaan
sampah mandiri masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
112
Kabupaten Klaten yang meliputi pandangan terhadap sampah, kesediaan
untuk hadir dalam pertemuan membahas pengeloaan sampah, kesediaan
untuk mengelola secara mandiri dan pendapat bahwa pengelolaan
sampah mandiri merupakan salah satu pendidikan lingkungan hidup
meningkat setelah diberi penyuluhan.
3. Terdapat perbedaan perilaku yang signifikan antara sebelum
dan sesudah penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan mandiri di
masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. Hal
ini terbukti dari hasil perhitungan dengan menggunakan teknik analisis t
sampel tidak terikat dengan hasil t = 5,622 atau p < 0,05.
Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah di Desa Jetis
Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten yang meliputi kebersihan
rumah, ketersediaan tempat sampah, jenis tempat sampah yang tersedia
dan cara mengelola jenis sampah meningkat setalah diberi penyuluhan.
4. Pemberian penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat selanjutnya meningkatkan sikap dan menumbuhkan perilaku
pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten.
113
B. Implikasi Hasil Penelitian
1. Konsekuensi Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat memberikan dasar bagi pola
pikir masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten
Klaten. Karena dengan mengetahui keuntungan mengelola sampah
dengan benar, maka masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten akan beruasaha untuk melakukan pengelolaan sampah
secara mandiri sehingga dapat mencegah terjadinya dampak buruk dan
ikut serta dalam pelestarian lingkungan hidup. Pengelolaan sampah
secara mandiri juga dapat dipergunakan sebagai pendidikan lingkungan
hidup bagi generasi muda dalam pencegahan kerusakan lingkungan
hidup.
2. Konsekuensi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempengaruhi pengetahuan
tentang sampah meliputi jenis, cara mengelola sampah dan dampak
negatif sampah, sikap terhadap cara pengelolaan sampah meliputi
kesediaan untuk mengelola sampah, dan perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah yang meliputi kebersihan rumah dan ketersediaan
tempat sampah dalam rumah tangga. Peningkatan pengetahuan
Hasil penelitian ini juga dapat memberikan masukan kepada Pemerintah
Kabupaten Klaten melalui dinas/instansi terkait dalam penyusunan
114
program pelestarian lingkungan hidup dengan pengelolaan sampah
secara mandiri. Program Penyuluhan merupakan kegiatan penting guna
meningkatkan pengetahuan, menumbuhkan sikap dan perilaku
masyarakat.
C. Saran
Berdasrkan kesimpulan dan implikasi penelitian, maka peneliti dapat
mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Umum
Kepada Pemerintah Kabupaten Klaten untuk lebih menggalakan
program penyuluhan masyarakat dan pendidikan luar sekolah dalam
pengelolaan sampah secara mandiri sehingga mengurangi jumlah
sampah yang dibuang. Selain itu perlu perlu diberikan pendidikan
lingkungan hidup bagi anak sekolah agar sejak dini dapat mengenal cara
-cara pengelolaan lingkungan hidup. Serta membuat program
pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan sampah untuk barang –
barang kerajinan.
2. Khusus
Kepada masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten
Klaten hendaknya mengelola sampah dengan baik, tidak membuang
sampah ke sungai agar tidak meluap, tidak melakukan pembakaran
sampah dan tidak membuang sampah di sembarang tenmpat agar tidak
menimbulkan bau busuk dan menjadi sarang penyakit.
115
3. Rekomendasi
Kepada peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkan metode
penyuluhan dan mengkaji lebih dalam hal peningkatan pengetahuan,
sikap dan perilaku dalam pengelolaan sampah.
116
DAFTAR PUSTAKA
Aminatun (2003). Plus Minus Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir sampah Bagi Masyarakat Sekitarnya. Makalah Seminar Nasional, Surabaya :Teknik Lingkungan ITATS & Dikti Depdiknas
Asrul Azwar,(1995), Ilmu Kesehatan Lingkungan,.Jakarta.Mutiara Sumber Widya.
Bimo Walgito (2006), Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta. Abadi
Bhisma Murti, (1996) Menerapkan Metode Statistik Non Parametrik Dalam ilmu-Ilmu Kesehatan.Jakarta.Gramedia
Citra Wardhani, Partisipasi Masyarakat dalam Pemilahan Sampah Rumah Tangga, studi Kasus di Kampung Banjarsari Cilandak, Jakarta Selatan.Tesis Program Studi Ilmu Lingkungan.Program Pasca Sarjana,Universitas Jakarta.
Dainur (1995), Materi-Materi Pokok Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Widya Medika
Daryanto (1995) Masalah pencemaran, Tarsito, Bandung
Departemen Kesehatan RI, (1989) Penyuluhan Kesehaatn Masyarakat, Pusat Pendidikan dan Latihan Tenaga Kesehatan. Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI (1999), Petunjuk Teknis Penyuluhan Program Penyehatan Lingkungan Permukiman Bagi Petugas Puskesmas. Jakarta. Depkes RI.
Departemen Kehutanan (2008) Penyuluhan Masyarakat Tepi Hutan Lindung.http/pustaka.ut.ac.id,24-4-2007.
Departemen Sosial. Penyuluhan Sosial,http/www.katcentre.info/23 Agustus 2007.
117
Desi Sri Rezeki Kusumastuti (2004) Kajian Manfaat Biaya pengolahan Sampah Terpadu Skala Kawasan, studi Kasus di TPS Rawa Kerbau, Jakarta Pusat.Tesis.Jakarta Program Studi Ilmu Lingkungan.Program Pasca Sarjana,Universitas Jakarta.
Didik Sarudji (1985), Pengelolaan Sampah, Akademi Penilik Kesehatan, Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Propinsi DIY (1994), Teknik dan Metode PenyuluhanKesehatan Masyarakat, Proyek PPKM – PKM DIY.
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten (2005), Rencana Strategis Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten 2005 – 2010.
Eko Bramono.Sandhi (2007) Sampah dan banjir, Korelasi Pengembangan tata Kota Berdaya Dukung Lingkungan. Jakarta.Percik
Eko Budi Susilo (2003). Menuju Keselarasan Lingkungan Memahami Sikap Teologis Manusia terhadap pencemaran Lingkungan. Malang.Avveroes Press.
Emil Salim (2005). Pembangunan berwawasan Lingkungan, Jakarta :LP3ES.
Emil Salim (2006).Hidup dari Sampah, belajar dari Prof. Hasan Poerbo, Kompas 23 Juni 2005.http/kompas.Sabtu 6 April 2006.
Haryono Kusnopoetranto, (1983). Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta . Universitas Indonesia Press
Http/Kompas.(08.11.2007). Rumitnya Kelola sampah
Http.www.com/Bentra. Sampah Ancam Jakarta, 18 April 2008.
Http.www.com/kompas. Banjir datang Semua sibuk, 29 Januari 2005.
Hernowo, Susahnya Hidup dekat Tempat Pembuangan Sampah, Kompas 23 Juni 2005.http/kompas.com.
118
Ida Bagus Mantra (1995). Perencanaan penyuluhan Kesehatan .PPKM – Depkes RI.Jakarta
Inoguchi,Takashi,Edward Newman dan Glen Poeletto (2003). Kota dan Lingkungan, Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi. (Terj. Suryandani rasti). Jakarta.LP3ES.
Ircham, Nachfoedz dan Eko Suryani, (2007). Pendidikan Kesehatan bagian dari Promosi Kesehatan, Yogyakarta. Fitramaya.
Isbandi Rukminto Adi. (2002). Pemikiran – Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta.Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Ismail Effendy,1998 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Untuk Mewujudkan Program Bestari di Kotamadya Medan, Tesis Universitas Indonesia
Johan Silas (2003). Dilema Pengelolaan Sampah di Surabaya, Masalah dan Kejanggalan Pemahaman. Makalah Seminar Nasional, Surabaya.Teknik Lingkungan ITATS & Dikti Depdiknas
Jujun S, Surisumantri (2001), Filsafat Ilmu. Jakarta.Pustaka sinar Harapan.
Juli Soemirat Slamet (2007), Kesehatan Lingkungan Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Kartono, (2008) Penyuluhan Pertanian,http/Ronggolawe 13. Blogspot.com
Midgley,James (2005). Pembangunan social,Prespektif Pembangunan Dalam Kesejahteraan Sosial. (terj.Abbas,Sirojudin).Jakarta Depag RI.
Nasrul Effendy. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan masyarakat. Jakarta.EGC
119
Noorkamilah (2005). Pemberdayaan Masyarakat dalam pengelolaan Sampah Padat Berbasis Masyarakat (Studi Kaus di Kampung Sukunan, Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta).Tesis.Jakarta Program studi Ilmu Kesejahtaraan Sosial. Program Pasca Sarjana.Universitas Jakarta.
Rahmawaty (2004). Persepsi Wanita Mengenai Pengelolaan Sampah di Lingkungan Kampus IPB Darmaga,Kabupaten Bogor. Tesis Program Ilmu Kehutanan,Fakultas Pertanian USU.
Saifudin Azwar (2002),Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Ed.2.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sarlito Wirawan Sarwono. (2005) Psikologi Sosial. Jakarta.Balai Pustaka
Satria Dharma, (2008). Buang Sampah: Antara Knowledge dan Attitude. Satriadharma.Wordpress.Com/2008/02/27.
Soekidjo Notoatmodjo (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan .Jakarta : Rineka Cipta.
Soekidjo Notoatmodjo (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta.
Soekidjo Notoatmodjo.(2003).Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta :Rineka Cipta
Soekidjo Notoatmodjo (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. .Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiyono (2007) Statistika Untuk Penelitian, Bandung.Alfabeta
Sugiyono (2007).Metode Penelitian Pendidikan,Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D.Bandung.Alfabeta.
Suharsimi Arikunto (1998) Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta
Sumamonugroho (1997). Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta. Hanindita.
120
Supardi Sudibyo, Dwi sampurno, Mulyono Notosiswoyo, (1998) Pengaruh Penyuluhan Obat Terhadap Peningkatan Peilaku Pengobatan Sendiri yang sesuai dengan aturan. Puslitbang Farmasi dan Obat tradisional,Litbangkes Depkes RI.Jakarta.
Supriadi (2006). Hukum Lingkungan di Indonesia, Sebuah pengantar. Jakarta : Sinar Grafika.
Sutikno Citro (2004). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengelolaan Sampah Padat Rumah Tangga (Studi Kasus di Kelurahan Khusus Halim Perdanakusuma,Jakarta Timur).Tesis Program studi Ilmu Lingkungan.Universitas Indonesia.Jakarta.
Suwito (1987). Pedoman Bidang Studi Pembuangan Sampah. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Depkes RI : Jakarta.
Tchobanaglous,George,Theisen,Hillary dan Vigil,Samuel (1993) Integrated Solid Waste Management,Engineering Principle and Management Issues, New York : McGrawhill,Inc.
Totok Noerdiyanto, (2003) Prosedur Upaya Alternatif untuk Mengurangi Sampah dengan Melibatkan peran Serta Masyarakat Guna Menghasilkan Keuntungan Ekonomis dan ekologis. Makalah Seminar Nasional, Surabaya :Teknik Lingkungan ITATS & Dikti Depdiknas.
121
121
Lampiran 1
Kuesioner PenelitianPengaruh Penyuluhan Pengelolaan Sampah mandiri terhadap
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
Kabupaten Klaten Tahun 2008
A. Data Responden
Nama :Umur :Alamat :Pendidikan Terakhir : a. Tidak Tamat SD
b. SD c. SMP d. SLTAe. Akademi/Universitas
Pekerjaan : a. Buruh b. Petani c. Wiraswasta d. Pegawai Swastae. Pegawai Negeri/TNI/Polri
B. Pengukuran Pengetahuan
Pilihlah Jawaban yang benar dengan melingkari huruf A,B,C,D atau E
1. Menurut Bapak/Ibu apa yang disebut sampah :A. Semua barang yang tidak disukai oleh pemiliknyaB. Semua benda yang dibuangC. Semua benda yang tidak bergunaD. Semua benda sebagai hasil samping kegiatan manusiaE. Semua benda yang menyebabkan lingkungan menjadi kotor
2. Menurut Bapak/Ibu yang termasuk sampah basah adalah :A. Daun pisang kering bekas ungkus nasiB. Kertas basah karena kehujananC. Plastik yang terendam airD. Kaleng yang berisi airE. Semua jawaban benar
122
3. Menurut susunan kimia sampah dibedakan menjadi :A. Dua MacamB. Tiga macamC. Empat macamD. Lima macamE. Satu macam
4. Dari berbagai jenis sampah dibawah ini, yang termasuk Garbage (sampah dari dapur) adalah :A. Sisa makananB. DedaunanC. Pecahan piringD. Kertas bekas bungkus tempeE. Plastik bekas belanja.
5. Menurut Bapak/Ibu, hal – hal yang tidak mempengaruhi jumlah produksi sampah adalah :A. Perilaku masyarakatB. Sistem pengambilan dan pengangkutan sampahC. Jumlah pendudukD. Adanya sarana pengangkutanE. Pengambilan bahan yang bisa dipergunakan dari sampah
6. Berapa jumlah sampah yang dihasilkan oleh setiap orang/hari ?A. 2,5 KGB. 2,5 literC. 5 literD. 0,5 literE. 2,0 kg
7. Sumber penimbulan sampah yang paling banyak menghasilkan sampah dan menimbulkan masalah adalah :A. PemukimanB. Tempat – tempat UmumC. Sarana/kantor PemerintahD. IndustriE. Pertanian
8. Beberapa alasan kesulitan penanganan sampah pemukiman, terutama karena :A. Jenis sampahnya bermacam – macam
123
B. Letaknya yang perpencarC. Kurangnya sarana pengangkutanD. Sampah tidak terpisah antara yang basah dan keringE. Jumlahnya sangat banyak
9. Siapakah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah :A. PemerintahB. Petugas yang ditunjukC. MasyarakatD. Pemulung sampahE. Bersama – sama petugas,masyarakat dan pemerintah
10. Waktu berbelanja ke pasar ibu membawa kantong plastik dari rumah, maka tindakan ibu tersebut adalah :A. Menggunakan barang yang tidak berguna (recycling)B. Memanfaatkan kembali barang yang tidak berguna (Reuse)C. Mengurangi timbulnya sampah (Reduce)D. Menemukan kegunaan barang yang sebenarnya tidak terpakai
(recovery)E. Memeri nilai barang yang dianggap sampah (Revalue)
11. Sebelum diambil petugas, berapakah lama waktu maksimal sampah tersimpan di rumah ?A. Dua hariB. Empat hariC. Lima hariD. Tiga hariE. Satu hari
12. Dalam penanganan sampah, apakah perlu dipisahkan antara sampah organic dan an organic, karena :A. Tidak perlu karena merepotkanB. Perlu karena sampah organic dapat menjadi pupuk, tetapi anorganik
tidak ada gunanyaC. Perlu supaya memudahkan petugasD. Perlu karena sampah an organic dapat dijual, sedangkan organic dapat
langsung dibuang dikebun atau sungai.E. Perlu dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kebersihan
lingkungan.
13. Tempat penyimpanan sampah dirumah sebaiknya minimal berjumlah :A. Tiga buah supaya dapat menampung bila petugas tidak datang.B. Cukup satu yang dapat menampung untuk beberapa hari
124
C. Empat agar dapat digunakan secara bergantianD. Dua dipisahkan antara sampah basah dan keringE. Semua benar sesuai kemampuan.
14. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak social , kecualiA. Sumber penular penyakitB. Mengurangi keindahanC. Menimbulkan kerawanan social/keributanD. Menyebabkan pencemaran lingkunganE. Adanya pemulung yang datang.
15. Dalam pengelolaan sampah, yang menjadi tanggung jawab masyarakat adalah :A. Penimbulan sampah, Penanganan dan PemilahanB. Penimbulan sampah, Penanganan dan Pemilahan, Pengumpulan.C. Cukup pengumpulanD. Penimbulan sampah, Penanganan dan Pemilahan, Pengumpulan,
PengangkutanE. Penimbulan sampah, Penanganan dan Pemilahan,
Pengumpulan,pembuangan
C. Pengukuran Sikap.
Setiap pernyataan terdapat 5 pilihan, berilah tanggapan sesuai menurut bapak/Ibu.
1. Sampah merupakan barang yang tidak bernilai, maka tidak perlu dikelola
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
2. Meskipun banyak kesibukan saya, tetapi perlu ikut mengelola sampah
A. Saya Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
3. hadir bila ada pertemuan membahas pengelolaan sampah
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
125
4. Pembuangan sampah dengan dibakar bukan cara yang baik
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
5. Sampah yang berserakan bukan suatu masalah karena tidak ada dampak negatif.
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
6. Sampah yang membusuk dapat menjadi sarang penyakit
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
7. Membuang sampah ke sungai adalah cara terbaik karena sampah langsung hilang.
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
8. Karena lahan untuk membuang sampah masih luas, maka sampah cukup dibuang di kebun
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
9. Setiap keluarga diminta menyediakan tempat sampah terpisah sampah basah dan kering
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
126
10. Sampah dari pemukiman lebih banyak jenisnya daripada tempat lain
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
11. Pengelolaan sampah dengan cara pemisahan sangat merepotkan
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
12. Saya akan mendukung cara pengelolaan sampah mandiri
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
13. Pengelolaan sampah sebaiknya diserahkan pada petugas dari Dinas Kebersihan
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
14. Pengelolaaan sampah secara mandiri mendatangkan keuntungan ekonomi
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
15. Mengelola sampah dengan baik sebagai pendidikan bagi anak – anak untuk mencitai lingkungan.
A. Sangat Setuju D. Tidak SetujuB. Setuju E. Sangat Tidak SetujuC. Netral
127
D. Pengukuran Perilaku
1. Kebersihan sekitar rumahA. Sampah Banyak berserakanB. Sampah dikumpulkan pada suatu tempatC. Rumah bersih dari sampah
2. Ketersediaan Tempat sampah di rumahA. Tidak ada tempat penampungan sampahB. Ada tetapi hanya 1C. Ada lebih dari 1
3. Jenis tempat sampah yang tersedia terbuat dari : A. BambuB. PlastikC. Kaleng/logam
4. Penggunaan Tempat sampahA. Sampah tidak dipisahkanB. Sampah sudah dipisahkan
5. Perlakuan terhadap sampah kertas A. DibakarB. Dibuang ke sungaiC. Dikumpulkan
6. Perlakuan terhadap sampah plastikA. DibakarB. DikuburC. Dibuang ke sungaiD. Dikumpulkan
7. Perlakuan terhadap sampah basahA. DibakarB. Dibuang ke sungaiC. Dikumpulkan dibuat kompos